PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN BPJS (BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL) CORELATION BETWEEN THE LEVEL OF SOCIAL ECONOMY FAMILY WITH OWNERSHIP BPJS (SOCIAL SECURITY AGENCY) Ida Untari dan Anggita Hardian Putri STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta Prodi DIII Keperawatan, [email protected] Abstrak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kepemilikan BPJS adalah status ekonomi, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, dan pendapatan. Data BPJS, pengguna BPJS di Sukoharjo bulan Januari 2015 golongan Non PBI terdiri dari PNS 40.312; TNI/POLRI 8.640; Pegawai BUMN 292; Pegawai Pemerintah Non PNS 240; Pegawai Swasta 31.603; Pekerja Mandiri 28.847; Penerima Pensiun PNS 16.134 dan golongan PBI 305.860. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kepemilikan BPJS di Desa Plumbon Mojolaban Sukoharjo. Metode penelitian menggunakan desain korelasi dan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan Systematic Random Sampling. Uji analisis menggunakan korelasi lambda. Hasil didapatkan tingkat sosial ekonomi keluarga dominan pada kategori sedang (38,2%), dan kepemilikan BPJS dominan pada kategori memiliki (70,0%). Kepemilikan BPJS pada tingkat sosial ekonomi atas 25%, menengah 80%, dan bawah 96,5%. Kelompok bawah banyak memiliki BPJS disebabkan karena mereka merupakan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Adapun kelompok yang harus membayar iuran secara mandiri masih sedikit. Ada hubungan cukup signifikan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kepemilikan BPJS dengan p = 0,000 dan r = 0,471. BPJS masih didominasi pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi bawah merupakan penerima bantuan iuran (PBI). Kata Kunci: Tingkat sosial ekonomi, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Abstract Social Security Agency (BPJS) Health is a statutory body set up to organize the health insurance program. Factors that affect the ownership BPJS is economic status, education, employment, cultural backgrounds, and income. Data BPJS, users BPJS in Sukoharjo month of January 2015 Non PBI group consisted of 40 312 civil servants; TNI / Police 8,640; 292 employees of stateowned enterprises; Non Government Employees PNS 240; Private Employees 31 603; Independent Workers 28 847; Pension Recipients PNS 16 134 and 305 860 PBI group. This study aims to determine the relationship between socio-economic level of families with holdings in the village BPJS Plumbon Mojolaban Sukoharjo. The research method design using correlation and cross sectional approach. Systematic sampling with random sampling. Correlation analysis test using lambda. Results obtained dominant socio-economic level in the medium category (38.2%), and possession of BPJS dominant in the category have (70.0%). Ownership BPJS on socioeconomic level above 25%, middle 80%, and down 96.5%. Under many groups have BPJS because they are Beneficiaries Contribution (PBI). The group must pay dues independently is still small. There is a significant correlation between the socioeconomic level of families with ownership BPJS with p = 0.000 and r = 0.471. BPJS still dominated society with lower socioeconomic level is the beneficiary of contributions (PBI) Keywords: Level of socioeconomic, BPJS (Social Security Agency) 30 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 mampu (penetapan seserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan), Bukan PBI Jaminan Kesehatan (peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: pekerja penerima upah dan anggota keluarganya). Peserta bukan PBI terdiri atas: Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non Pegawai Negri, pegawai Swasta, dan pekerja yang lain yang menerima upah. Pekerja yang dimaksud (Pegawai Negeri Sipil serta pekerja selain anggota Polri, anggota TNI, pejabat negara, pegawai pemerintah non Pegawai Negeri, dan pegawai swasta) termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Anggota keluarga yang dimaksud, meliputi: Istri atau suami yang sah dari peserta; dan anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria: Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun bagi yang masih melanjutkan pendidikan formal. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, terdiri atas: Pekerja diluar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan pekerja yang tidak termasuk huruf (Pekerja diluar hubungan kerja atau Pekerja mandiri) yang bukan penerima upah. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas: Investor; Pemberi Kerja; Penerima Pensiun; Veteran; Perintis Kemerdekaan; dan Bukan Pekerja yang mampu membayar iuran. Penerima Pensiun, terdiri atas: Pegawai Negri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; Penerima Pensiun selain huruf diatas dan Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun. Menurut Kemenkes (2014) kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk. Tahapan yang dimaksud sebagai berikut: Tahap pertama mulai tanggal 1 januari 2014, paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; anggota Polri/Pegawai Negri Sipil PENDAHULUAN Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) tentang HAM (Hak Asasi Manusia) tahun 1948 dan konvensi ILO (International Labour Organitation) No.102 tahun 1952 (Kemenkes, 2014). Agar dapat mewujudkan penyelenggaraan sistem jaminan sosial yang berkelanjutan, maka jaminan sosial diselenggarakan secara nasional dengan membentuk BPJS independen yang berdasarkan UU (Undang Undang) Jaminan Sosial. Hal itu dikarenakan jaminan sosial memberikan kepastian jaminan bagi masyarakat agar tercapai pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak secara merata sebagai amanat Pasal 28-h dan 34 UUD 1945 (Kemenkes, 2014). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk. Pentahapan yang dimaksud dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama mulai tanggal 1 januari 2014 dan tahap kedua paling lambat tanggal 1 Januari 2019 (Kemenkes, 2014). Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN. Penelitian yang seksama tentang faktor yang mempengaruhi asuransi kesehatan di Indonesia tidak cukup tersedia. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat dikemukakan sebagai penyebab lambatnya pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia, diantaranya deman (demand) dan pendapatan penduduk yang rendah, kurangnya kemauan pemerintah, budaya berasuransi yang belum baik, dan buruknya kualitas pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia (Thabrany, 2014). Menurut Kemenkes (2014) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Peserta jaminan kesehatan meliputi: PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan, Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak 31 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 januari 2019. Menurut Yustisia (2014), alur pendaftaran memperoleh kartu BPJS kesehatan, dibagi menjadi 2 yaitu: Pendaftaran bukan penerima upah dan bukan upah, Langkah-langkahnya yaitu: Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS kesehatan, Mengisi formulir daftar isian peserta, menunjukkan kartu identitas (KTP atau SIM atau KK atau Paspor), BPJS kesehatan memberikan informasi tentang virtual account kepeada calon peserta. Virtual account ini berlaku untuk masing-masing individu calon peserta (calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan mempergunakan virtual account yang telah diberikan oleh BPJS kesehatan dan calon peserta kembali ke BPJS kesehatan untuk konfirmasi pembayaran iuran untuk pertama kali). Setelah itu, BPJS kesehatan memberikan kartu BPJS kesehatan kepada peserta, kartu BPJS kesehatan di berikan kepada setiap individu yang telah di daftarkan. Pendaftaran pekerja penerima upah (nonpegawai pemerintah), Langkah-langkahnya yaitu: Perusahaan melakukan pendaftaran ke BPJS (Mengisi formulir registrasi perusahaan dan melengkapi data pekerja dan keluarga dengan format isian yang ditentukan). BPJS kesehatan memberikan informasi tentang virtual account untuk perusahaan. Virtual account ini berlaku untuk 1 (satu) perusahaan (Perusahaan melakukan pembayaran ke bank dengan mempergunakan virtual account yang telah di berikan oleh BPJS kesehatan, Perusahaan melakukan konfirmasi pembayaran iuran ke BPJS untuk pertama kali). BPJS kesehatan memberikan kartu BPJS kesehatan kepada perusahaan, kartu BPJS kesehatan di berikan kekantor pusat perusahaan, dan distribusi kartu selanjutnya menjadi tanggung jawab perusahaan. Kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2015 harus dipenuhi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha skala besar, skala sedang dan skala menengah. Badan usahayang tidak mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan, ada sanksi yang berupa sanksi administratif, penghentian pelayanan publik hingga denda (Info BPJS, 2014). Program BPJS tidak hanya wajib diikuti para pengusaha, karena sesuai UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS dan diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) No 86 tahun 2013, disebutkan dengan tegas bahwa setiap badan usaha yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS dapat diberi sanksi tegas, berupa pencabutan izin usaha, tidak bisa mengikuti tender proyek serta tidak dapat mengurus SIM, KTP dan paspor (Info BPJS, 2014). Menurut Kemenkes (2014) manfaat mengikuti jaminan BPJS antara lain: 1) Setiap peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat Jaminan Kesehatan tersebut terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan, sedangkan manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi dan ambulans. Manfaat akomodasi ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan, sedangkan ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 2) Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: penyuluhan kesehatan perorangan (penyuluhan kesehatn perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat), 3) Imunisasi dasar (pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanusdan Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, dan Campak, 3) Keluarga berencana (konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk keluarga berencana disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, 4) Skrining kesehatan (diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu). Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas: 1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis, tindakan 32 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi. 2) Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup: Rawat jalan yang meliputi administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis, tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pelayanan alat kesehatan implant, pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis, rehabilitasi medis, pelayanan darah, pelayanan kedokteran forensik dan pelayanan jenazah di Fasilitas Kesehatan. Rawat inap yang meliputi: perawatan inap non intensif; dan perawatan inap di ruang intensif. Pelayanan kesehatan yang ditanggung dalam program pemerintah, maka tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang dijamin. Peserta juga berhak mendapatkan pelayanan berupa alat bantu kesehatan. Jenis dan plafon harga alat bantu kesehatan ditetapkan oleh Menteri. Manfaat akomodasi berupa layanan rawat inap sebagai berikut: Ruang perawatan kelas III bagi: peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. Ruang perawatan kelas II bagi: Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II. Ruang perawatan kelas I bagi: Pejabat Negara dan anggota keluarganya; Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya; Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I. Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku; Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat; Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; Pelayanan untuk mengatasi infertilitas; Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi); Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol; Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment); Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen); Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan 33 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 susu; Perbekalan kesehatan rumah tangga; Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah; dan biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan. Semua kalangan sudah mamahami jika peserta JKN yang dikelola BPJS Kesehatan adalah semua warga negara Indonesia dan orang asing yang bekerja di Indonesia. Termasuk di dalamnya Badan Usaha/perusahan yang ada di Indonesia wajib mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan. Tidak terkecuali semua pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menyepakati masuk menjadi anggota BPJS Kesehatan. Batasan waktu ditentukan 1 Januari 2015, BUMN wajib mengikuti program JKN. Ini, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 111 tahun 2013 (Info BPJS, 2014). Kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2015 juga harus dipenuhi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha skala besar, skala sedang dan skala menengah. Program BPJS tidak hanya wajib diikuti para pengusaha,karena sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor86 tahun 2013, dan disebutkan dengan tegas bahwa setiap badan usaha yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS ketenagakerjaan, maka dapat diberi sanksi (Info BPJS, 2014). Menurut penelitian BPS (Badan Pusat Statistik), pendapatan per kapita ekonomi peduduk Indonesia tahun 2013 berkisar Rp 32.463.736.,00 per tahun, namun ada sebagian penduduk mempunyai pendapatan perkapita sebesar Rp 12.000.000,00 per tahun yang artinya tidak memungkinkan penduduk Indonesia menyisihkan dana untuk membeli asuransi kesehatan maupun jiwa (Thabrany, 2014). Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat sosial ekonomi. Menurut Suparyanto (2010) status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang menunjukan pada kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan material yang dimilki, dimana keadaan ini bertaraf baik, cukup, dan kurang (Basrowi dan Juariyah, 2010). Menurut Suparyanto (2010) tingkat sosial ekonomi masyarakat dibagi secara ekonomi menjadi 3 golongan, yaitu: 1) Golongan sangat kaya (merupakan kelompok kecil dalam masyarakat, terdiri dari pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan, 2) Golongan kaya (merupakan golongan yang cukup banyak terdapat dalam masyarakat, terdiri dari para pedagang dan sebagainya), 3) Golongan miskin (merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat, kebanyakan dari rakyat biasa). Status ekonomi dilihat dari besar kapita yang di peroleh masyarakat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Tipe Kelas Atas (> Rp 2.000.000), 2) Tipe Kelas Menengah (Rp 1.000.000 2.000.000), 3) Tipe Kelas Bawah (< Rp 1.000.000). UMK (Upah Minimum Kota) Kabupaten Sukoharjo berdasarkan Keputusan Gubernur Jateng Nomor 560/85 Tahun 2014 ditetapkan sebesar Rp 1.223.000,00. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 1 Februari 2015 terhadap 10 keluarga di Desa Plumbon Mojolaban Sukoharjo didapatkan 2 keluarga yang sudah memiliki BPJS yang bekerja sebagai PNS dan 8 keluarga yang belum memiliki BPJS bekerja sebagai buruh, petani, dan wiraswasta. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kepemilikan BPJS di Desa Plumbon Mojolaban Sukoharjo. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain korelasi dan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penduduk Desa Plumbon Mojolaban Sukoharjo yang berjumlah 5.234 orang yang terdiri dari 1.700 KK (Kepala Keluarga). Teknik sampling menggunakan Systematic Random Sampling, yaitu membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Penelitian ini ada 1.700 KK maka sampel sejumlah 1.700 x 10% = 170 responden. Instrumen penelitian ini adalah: Penilaian status sosial ekonomi keluarga dan penilaian kepemilikan BPJS menggunakan alat ukur berupa checklist menggunakan alat ukur berupa checklist. Cara pengisian checklist dengan memberi tanda cek (√) pada salah satu dari beberapa jawaban /alternatif yang telah disediakan sesuai dengan pendapat responden dan bagi yang memiliki BPJS diminta untuk menunjukkan kartu 34 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 BPJS. Uji analisis yang digunakan ialah uji korelasi lambda. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Sosial Ekonomi Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sosial Ekonomi HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Karakteristik responden berdasarkan umur Tingkat Sosial Ekonomi Atas Menengah Bawah Total Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur (Tahun) 1 - 30 31 – 60 61 – 90 Total f 11 141 18 170 Presentase (%) 6.5 82.9 10.6 100.0 48 65 57 170 28.2 38.2 33.5 100.0 Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan BPJS Kepemilikan BPJS Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan f 85 59 26 170 Presentase (%) Karakteristik Responden Berdasarkan Kepemilikan BPJS Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pekerjaan Buruh Wiraswasta Lain-lain Total f Presentase (%) 50.0 34.7 15.3 100.0 f Presentase (%) Memiliki Tidak Memiliki 119 51 70.0 30.0 Total 170 100.0 Hasil uji analisis hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kepemilikan BPJS disajikan dalam table berikut. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 7. Tabulasi Silang Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan SD SLTP SLTA PT Total f 67 36 58 9 170 Kepemilikan BPJS Tidak To p Memiliki r Memiliki tal Value f % f % Atas 12 25 36 75 48 0.471 0.000 Menengah 52 80 13 20 65 Bawah 55 96.5 2 3,5 57 Jumlah 119 100 51 100 170 Tingkat Sosial Ekonomi Presentase (%) 39.4 21.2 34.1 5.3 100.0 Tabel di atas dapat dianalisis sebagai berikut: Responden dengan tingkat sosial ekonomi atas dengan memiliki BPJS 12 lebih kecil dari yang tidak memiliki BPJS 36. Responden dengan tingkat sosial ekonomi menengah dengan memiliki BPJS 52 responden lebih besar dari yang tidak memilii BPJS 13 responden dan responden dengan tingkat sosial ekonomi bawah dengan memiliki BPJS 55 responden lebih besar dari yang tidak memiliki BPJS 2 responden. Uji korelasi memperlihatkan nilai r: 0,471 yang bermakna cukup signifikan da nada hubungan dengan nilai p: 0.000. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis-jenis BPJS Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis-jenis BPJS Jenis-jenis BPJS PBI Non PBI ASKES JAMSOSTEK Total f 113 2 4 0 119 Presentase (%) 95.0 1.7 3.4 0.0 100.0 35 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 sehingga tidak membayar iuran melainkan didanai oleh pemerintah. Pada masyarakat dengan ekonomi menengah yang memiliki BPJS hanya 52 responden dari 65 responden (80%) saja, sedangkan pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi atas hanya 12 responden dari 48 responden (25%) saja. Sehingga disini masih ditemukan tingkat kesadaran masyarakat yang rendah untuk mengikuti kepesertaan BPJS. Hal ini didapatkan dari sedikit wawancara dengan responden masih jarang bahkan belum ada sosialisasi mengenai BPJS dan manfaatnya. Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat Jaminan Kesehatan tersebut terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan, sedangkan manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi dan ambulans. Manfaat akomodasi ditentukan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan, sedangkan ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan (Kemenkes, 2014). Selain itu juga ditemukan persepsi yang salah dimana masyarakat akan mengikuti BPJS apabila salah satu dari anggota keluarganya sakit. Kemudiaan ada yang beranggapan bahwa BPJS itu hanya untuk masyarakat yang tidak mampu saja sehingga masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah hingga atas tidak dapat ikut kepesertaan BPJS, dan ada yang tidak mengikuti kepesertaan BPJS karena tidak mau mengangsur iurannya tiap bulan. Pembahasan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dilihat dari pendapatannya dengan tingkat sosial ekonomi atas sebanyak 48 responden (28.2%), menengah sebesar 65 responden (38.2%), dan kategori bawah sebanyak 57 responden (33.5%). Karakteristik tingkat sosial dengan jenis pekerjaan didominasi buruh dengan pendapatannya kurang dari Rp. 1.000.000,00. Status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang menunjukan pada kemampuan finansial keluarga dan perlengkapan material yang dimiliki, dimana keadaan ini bertaraf baik, cukup, dan kurang (Basrowi, 2010). Seperti pendapat Suparyanto (2010) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi status ekonomi seseorang antara lain pendidikan, pendapatan, pekerjaan serta latar belakang budaya. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mayoritas berpendidikan sarjana dan bekerja sebagai PNS, kemudian responden dengan tingkat sosial ekonomi sedang mayoritas berpendidikan SMA dan bekerja sebagai pegawai hingga wiraswasta, sedangkan responden dengan tingkat sosial ekonomi rendah mayoritas berpendidikan SD dan bekerja sebagai buruh. Keluarga dengan kepemilikan BPJS sebanyak 119 responden (70.0%) dan yang tidak memiliki sebanyak 51 responden (30.0%). Jenis BPJS didominasi oleh PBI (yang menerima bantuan iuran) karena pendapatan keluarga rendah. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, sedangkan peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin (Kemenkes, 2014). Dari hasil penelitian ini menunjukkan yang memiliki BPJS mayoritas keluarga dengan tingkat sosial ekonomi keluarga rendah sehingga termasuk peserta PBI Jaminan Kesehatan. Hal ini berawal dari kepemilikan JAMKESMAS yang terdapat dalam SK Bupati, sehingga masyarakat yang memiliki JAMKESMAS secara otomatis masuk dalam peserta PBI Jaminan Kesehatan. Hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kepemilikan BPJS menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup signifikan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kepemilikan BPJS (p = 0.000<0.05) dan korelasi bernilai sebesar 0.471. Data hasil menunjukkan yang memiliki BPJS mayoritas keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah yang termasuk PBI SIMPULAN BPJS masih didominasi pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi bawah dimana merupakan masyarakat penerima bantuan iuran (PBI) sebesar 96.5% DAFTAR PUSTAKA Aeda, E. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat Konsumsi, dan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun Di Kabupaten Semarang. http://eprints. undip.ac.id/ diakses 11 Februari 2015, 12.08 WIB 36 PROFESI, Volume 13, Nomor 1, September 2015 Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitan Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta Basrowi dan Siti Juariyah. 2010. Analisi Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. http://download.portalgaruda.org/ diakses 21 Februari 2015, 15.57 WIB Puspita, A. 2014. Perusahaan Swasta Wajib Ikut BPJS Kesehatan. http://bpjs-kesehatan. go.id/bpjs/ diakses 23 Februari 2015, 12.59 WIB Rata-rata pendapatan penduduk. http://www. bps.go.id/webbeta diakses 23 Februari 2015, 13.00 WIB Daftar UMK 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah http://www.jatengprov.go.id/ diakses 23 Februari 2015, 12.58 WIB Suryani, T.2012. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: Graha Ilmu Info BPJS Kesehatan edisi V. 2014. http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/ diakses 21 Februari 2015, 15.57 WIB Thabrany, H. 2014. Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Rajawali Pers Tim Yustisia. 2014. Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Kesehatan dari BPJS. Jakarta: Visimedia Kemenkes. 2014. Kurikulum Modul Pelatihan Penguatan Sistem Manajemen Rujukan dan Penguatan Pelayanan Prima. Jakarta: Pusdilatkes Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta 37