BPJS Kesehatan

advertisement
INFOBPJS
MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATAN
EDISI 32 TAHUN 2016
Kesehatan
Kenaikan Iuran
Untuk Pemantapan Pelayanan
message
CEO
CEO
MESSAGE
“
“
Ada sebuah lagu yang sangat hits di tahun 80-an yang bercerita tentang kekuatan uang. Lagu yang dinyanyikan
penyanyi Nicky Astria ini diantaranya berisikan syair yang cukup menggelitik bahwa “Uang bisa bikin orang
senang tiada kepalang, uang bisa bikin mabuk kepayang, lupa sahabat lupa kerabat lupa saudara mungkin juga
lupa ingatan...“. Begitu besar kekuatan uang, sehingga dalam lagu ini juga dikatakan bahwa semua orang di dunia
membahas tentang uang dan selalu mencari cara yang cepat untuk mendapatkan uang.
MEMAKNAI
NILAI UANG
Dalam satu kisah lain bahkan diceritakan bagaimana seorang anak kecil menangis karena kehilangan uang
10 ribu-nya. Sang paman yang mendengar tangis si anak datang menghampiri dan bertanya, “Kenapa kamu
menangis?”. “Uangku hilang Rp10.000,” jawab si anak tadi. Paman pun menjawab, “Sudah jangan menangis, ini
Paman ganti Rp 10.000 untuk kamu.” Si anak pun menerima uang tersebut, Namun ternyata si anak tetap saja
menangis. Bertanya lagi si paman, “Kenapa kamu masih menangis, kan sudah diganti uang Rp 10.000 yang
hilang?". Si anak pun menjawab sambil masih terus menangis, “Kalo tadi tidak hilang, kan uangku sekarang jadi
Rp 20.000”
Begitu tinggi persepsi orang tentang makna uang. Bahkan ada yang bilang “uang dapat membeli kebahagiaan”.
Pernyataan ini memang ada benarnya. Jika ada uang, kita bisa dengan mudah membeli makanan, pakaian,
tempat tinggal bahkan membeli kesenangan. Uang juga yang bisa mengantarkan kita ke seluruh pelosok dunia,
merasakan barang mewah dan memiliki berbagai fasiltas dan pelayan pribadi yang siap membantu kapan
saja. Bagitu juga dengan penjaja makanan atau pengasong koran di pinggir jalan. Karena untuk mendapatkan
uang Rp 10.000 saja tidak mudah, maka makna memiliki uang akan memudahkan kehidupan sangat diyakini
kebenarannya oleh mereka. Jika ada uang, penjaja makanan kemungkinan besar akan memilih membuat
restoran saja dan pengasong koran boleh jadi lebih memilih memiliki percetakan besar.
Masalahnya adalah, berapa jumlah uang yang dianggap cukup sehingga seorang manusia dapat memiliki
kebahagiaan karena uang. Jawabnya, tergantung kembali kepada persepsi manusia akan nilai uang itu sendiri.
Banyak kita dengar bahwa uang Rp 100.000 terasa besar jika disedekahkan di dalam masjid, namun sangat kecil
jika dibawa ke mall. Uang Rp 1.000 terasa kecil di kantong, tapi sangat berarti bagi Pak Ogah di perempatan
jalan. Bagi seorang istri dengan 3 anak, uang Rp 1 juta terasa berat untuk bisa tuntas membiayai hidup satu
bulan, sementara bagi anak SD yang hidup lengkap bersama ayah bundanya, uang sebesar itu ibarat harta karun
yang bahkan sangat sulit untuk dihitung dan jika harus dihabiskan, sangat membingungkan akan digunakan
untuk membeli barang apa saja.
Begitu pula kejadiannya dengan biaya kesehatan. Ketika sakit dan membayar sendiri seluruh biaya kesehatan,
ongkos dokter sebanyak Rp 200.000 terasa sangat berat. Apalagi jika harus dirawat 3 hari dengan total biaya Rp
5 juta rupiah. Rasanya sesak sekali di dada. Namun ketika yang menanggung biaya rumah sakit adalah asuransi,
maka makna tanggungan Rp 5 juta tadi terasa kecil, apalagi kalau dihitung-hitung setiap bulan sudah setor iuran
Rp 80.000/orang atau Rp 320.000/keluarga. “Ah itu mah biasa, wajar, setiap bulan kan kita sudah bayar.”.
Padahal jika mau dihitung dan diperhitungkan 1 peserta dengan tindakan operasi jantung yang berbiaya minimal
Rp 150 juta rupiah, dimana keluarga tadi meng-iur Rp 320.000/bulan, maka jika pembayaran operasi itu harus
dicicil dengan sejumlah iuran yang sama per bulan, orang tersebut harus membayar selama 469 bulan atau 39
tahun lebih, dengan catatan setelah itu ia dan 3 anggota keluarga lainnya tidak boleh sakit selama periode 39
tahun itu.
Jadi kembali kepada persepsi uang tadi, manusia ternyata selalu memiliki ambivalensi (sikap mendua) terhadap
makna uang. Jika uang itu datang kepadanya akan terasa kecil, sebaliknya jika uang itu pergi darinya akan
terasa sangat besar. Bahkan seperti anak kecil tadi, kehilangan uang adalah aib kesedihan terbesar yang sangat
menyakitkan, meski besaran uang yang hilang sudah digantikan.
Memang sudah menjadi kodrat manusia untuk cinta harta, sebagaimana dalam surah Ali Imran–14 disebutkan,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia...”. Namun sebagai manusia, adalah kewajiban kita juga untuk saling ingat
mengingatkan. Ketika harta kita infak-kan atau sedekahkan untuk kebaikan, maka akan mengalir pula kebaikan
lain bagi diri kita. Memang meng-iur biaya kesehatan bukanlah hal ringan di tengah himpitan ekonomi saat ini,
sementara kita sendiri jarang atau bahkan tidak pernah memakai kartu sehat itu. Namun inilah sesungguhnya
yang harus kita syukuri, bahwa Tuhan selalu menganugerahi kesehatan bagi kita dan keluarga. Dan jika saja kita
niatkan iuran setap bulan sebagai ibadah, Insya Allah ini adalah salah satu cara bersedekah, yaitu membantu
membiayai pengobatan orang lain yang lebih membutuhkan. Pikirkanlah saja pahala yang kembali, karena
tadi manusia lebih senang menghitung yang ia dapatkan daripada yang ia keluarkan. Sebagaimana janji Allah
SWT, setiap nafkah di jalan Allah adalah dengan serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
dimana pada tiap-tiap bulir berisi seratus biji karena Allah SWT melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki (Al-Baqoroh-261). Semoga kita semua menjadi orang-orang yang dikendaki-Nya, yang pandai
bersyukur dan pandai memaknai uang yang kita miliki.
Direktur Utama
Fachmi Idris
SALAM REDAKSI
Penyesuaian Iuran untuk Keberlangsungan Program
Pembaca Setia Media Info BPJS Kesehatan,
Pada awal Maret 2016 lalu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.Dalam Perpres tersebut terdapat beberapa
perubahan-perubahan penting yang patut diketahui oleh masyarakat khususnya terkait dengan penyesuaian jumlah iuran.
Bagaimana dinamika penyusunan Perpres, serta benefit atau manfaat tambahan apa yang akan diperoleh peserta JKN akan
dibahas pada rubrik FOKUS.
Kehadiran Perpres 19/2016 ini memang menimbulkan polemik, pro-kontra di masyarakat. Namun apakah kehadiran Perpres
ini sejatinya dapat meningkatkan mutu dan kualitas program JKN, dalam rubrik BINCANG secara khusus Info BPJS
Kesehatan mewawancarai Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Prof Budi Hidayat. Beliau merupakan salah satu tim
pemrakarsa kehadiran Perpres ini, bagaimana pandangannya mengenai pelaksanaan Program JKN saat ini, dan pengaruhnya
dengan kehadiran Perpres 19/2016.
Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan
atas terbitnya media ini. Kami pun terus berupaya dalam memberikan informasi yang baik, akurat dan diharapkan kehadiran
media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat
beraktivitas.
INFOBPJS
Kesehatan
BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS
KESEHATAN :
Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta
Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940
PENGARAH
Fachmi Idris
PENANGGUNG JAWAB
Bayu Wahyudi
PIMPINAN UMUM
Ikhsan
PIMPIMAN REDAKSI
Irfan Humaidi
SEKRETARIS
Rini Rahmitasari
SEKRETARIAT
Ni Kadek M.Devi
Eko Yulianto
Paramita Suciani
REDAKTUR
Elsa Novelia
Ari Dwi Aryani
Asyraf Mursalina
Budi Setiawan
Dwi Surini
Tati Haryati Denawati
Angga Firdauzie
Juliana Ramdhani
Diah Ismawardani
DISTRIBUSI & PERCETAKAN
Fauzirman
Anton Tri Wibowo
Akmad Tasyrifan
Arsyad
Ranggi Larrisa
DAFTAR ISI
TESTIMONI
RS. Anna Medika
Bekasi-Jadi Provider
JKN bikin RS ini Lebih
Untung
7
Peningkatan pendapatan dan
jumlah pasien RS Anna Medika
merupakan hasil dari strategi
yang digunakan RS sebelum
menghadapi JKN
Fokus - Kenaikan Iuran untuk
Pemantapan Pelayanan
3
Bincang - Kenaikan Iuran Belum Cukup
Meredam Defisit Program JKN-KIS
5
Manfaat - Iuran Naik, Manfaat Untuk
Peserta Kian Meninggkat
6
Persepsi - Percaya atau Tidak Dokter
Layani JKN-KIS Dibayar Rendah
Inspirasi - Pemegang Tiga Polis Merasa
Tenang Punya KIS
8
9
Sehat - Penting Deteksi Dini Untuk
Mencegah Komplikasi Diabetes Melitus
10
Kilas & Peristiwa - Buka Layanan Satu
Pintu, Kini Badan Usaha Baru Bisa Urus
Izin Dokumen Dan Daftar BPJS Kesehatan
Sekaligus
11
3
FOKUS
Mayoritas publik ternyata
belum tahu pemberlakuan
kenaikan iuranBadan
Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan
per 1 April 2016. Begitu
mendapat info, kebanyakan
masih berharap agar
kebijakan tersebut ditunda.
“Enggak tahu kalau iuran naik. Belum ada pemberitahuan.
Sekarang saya masih bayar tarif lama, Rp25.500 untuk
kelas III,” sebut pria 47 tahun itu, usai mendaftar berobat
jalan di loket.
Sebagai pekerja kontrak di salah satu perusahaan swasta
di Klender, kenaikan iuran itu dirasa berat bagi bapak
tiga anak ini. Maklum, sebagai peserta dari jalur mandiri,
pria tamatan SMA di Jawa Tengah ini harus membayar
iuran lima kartu BPJS Kesehatan, sesuai dengan jumlah
keluarganya.
Artinya, dengan tiga anak, Prayitno harus membayar
sekitar Rp125 ribu lebih per bulan untuk iuran BPJS
Kesehatan. Kenaikan ini tentu menambah beban
pengeluaran rumah tangga lelaki yang tinggal mengontrak
di Pondok Bambu itu.
Bila Prayitno menuntut agar pemerintah menunda
kenaikaniuran, Utami, peserta BPJS Kesehatan yang lain
hanya bisa pasrah. Guru agama di sebuah SMP di Duren
Sawit ini hanya berharap agar kenaikan iuran disertai pula
dengan peningkatan kualitas pelayanan.
“Yah, yang penting pelayanan lebih baik. Antri jangan
terlalu lama. Obat juga selalu tersedia,” ujar ibu satu anak
ini.
Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 18Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jaminan Kesehatan,
memang membuat polemik baru di masyarakat.
Musababnya, dengan perpres tersebut iuran peserta
pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan
pekerja mengalami kenaikan.
Kenaikan Iuran
untuk Pemantapan Pelayanan
Untuk peserta kelas III, iuran yang tadinya Rp25.500 per
bulan/orang menjadi Rp30.000. Kenaikan lebih tinggi
terdapat di kelas II dan I. Untuk kelas II, iuran yang
sebelumnya Rp42.500 menjadi Rp51.000. Sedangkan di
kelas I menjadi Rp80.000 dari sebelumnya Rp59.500.
Keresahan publik atas kenaikan iuranbulanan pun
mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Salah
satu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Bagi
lembaga swadaya masyarakat itu, kenaikan iuran dari
sektor PBPU/mandiri itu adalah bentuk lain dari eksploitasi.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, kenaikan
iuran pada peserta PBPU/mandiri adalah sebuah contoh
dari blunder kebijakan. Jika ingin menaikan iuran untuk
menambah pendapatan iuran, seyogianya dilakukan pada
kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang secara
konstitusional menjadi tanggung jawab negara.
Atau, lanjut Tulus, opsi lain seperti mengambil separuh dari
penerimaan cukai rokok bisa menjadi alternatif ketimbang
membebankan biaya program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) pada peserta mandiri.
Kenaikan iuran juga dirasa tidak tepat jika kita berkaca
dengan kondisi layanan di lapangan. Bagi YLKI, sampai
detik ini program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan
belum memunyai standar pelayanan
minimal yang jelas. Walhasil, hampir di
semua lini pelayanan BPJS masih sangat
mengecewakan masyarakat.
Masih banyak pasien yang ditolak opname
di rumah sakit tanpa alasan yang jelas.
Sekalipun diterima rumah sakit, tapi service
RS terhadap peserta BPJS sangat timpang
dibanding dengan peserta non-BPJS.
"Dan seabreg kekecewaan seperti obat
tertentu yang tidak ditanggung, dan antrian
panjang, hingga pasien menjemput ajal karena
belum ada tindakan medis," kata Tulus.
KETUA KOMISI IX DPR RI
Dede Macan Yusuf Widodo
Masih buruknya layanan juga menjadi dalih bagi DPR
RI untuk mendesak pemerintah mengurungkan niat
kenaikan. Ketua Komisi IX DPR Dede Macan Yusuf bahkan
mengancam akan menginisiasi revisi Undang-Undang
BPJS jika penguasa nekad tetap menaikan iuran.
"Kenaikkan premi merupakan opsi terakhir.
Boleh naik premi bila pelayanannya sudah
diperbaiki,” ujar legislator dari Partai
Demokrat itu.
Edisi 32 2016
INFO BPJS KESEHATAN
H
arapan penundaan itu dikemukakan oleh Prayitno
yang ditemui saat berobat di Rumah Sakit Khusus
Daerah (RSKD) Duren Sawit, Jakarta Timur, awal
Mei lalu.
4
FOKUS
sambung Rachmat telah ditolak berbagai kalangan.
Akhirnya pemerintah cenderung memilih opsi terakhir,
yaitu memberikan dana tambahan dari APBN-P pada
setiap tahunnya. Bagi Rachmat, pilihan ini idealnya jangan
diberlakukan setiap tahun lantaran membebani keuangan
negara.Idealnya, JKN yang dikelola BPJS Kesehatan harus
bisa berjalan mandiri.
Layanan
Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan
Humaidi menambahkan, sejatinya terdapat sejumlah
jalan keluar bagi peserta yang merasa keberatan dengan
naiknya iuran. Bagi peserta kelas II dan I yang merasa
berat denganiuran yang ada, bisa mengajukan untuk
pindah ke kelas III yang tidak mengalami kenaikan.
Sedangkan bagi yang tidak mampu untuk menjadi peserta
kelas III sekalipun, yang bersangkutan bisa mengajukan
permohonan tidak mampu, sehingga bisa masuk
Jamkesda atau masuk ke dalam kelompok PBI yang iuran
bulannnya ditanggung pemerintah.
Menurut Irfan, kenaikan iuranpada tahun ini sejatinya
sudah dikaji oleh para pakar dan pemerintah secara
mendalam. Dia memberi contoh, kalau iuran kelas III
menjadi Rp30 ribu/bulan, artinya sehari seorang peserta
hanya harus menyisihkan dana seribu rupiah per hari. Bagi
orang yang memiliki penghasilan tetap, jumlah ini tentunya
sangat terjangkau.
Kompromi
Tekanan dari berbagai pihak akhirnya membuat pemerintah
mengambil langkah kompromi. Lewat jumpa pers yang
digelar Jumat, awal Mei lalu, Direktur Hukum, Komunikasi,
dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan Bayu
Wahyudi mengumumkan keputusan baru pemerintah.
Lalu, sambung dia, coba bandingkan dengan seorang
perokok. Kalau sehari biasa mengonsumsi satu bungkus,
praktis para pecandu itu harus menyisihkan Rp20 ribuan
per hari atau sekitar Rp600 ribuan per bulan. Jumlah itu
bahkan lebih mahal dari iuran kelas I sekalipun yang hanya
dipatok Rp80 ribu/bulan.
Kenaikan sesuai amanah Perpres 19 Tahun 2016 tetap
diberlakukan. Namunberdasarkan Perpres nomor 28 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2014, sambung Bayu, kenaikan hanya
untuk kelas II dan I, lantaran peserta dianggap mampu.
Khusus untuk kelas III, iurannya tetap, yaitu Rp25.500.
Menanggapi kritikan belum baiknya layanan, sehingga
kenaikan dianggap tidak mendasar, juga mendapatkan
respons dari Irfan. Menurut dia, kenaikan iuran tentu akan
menambah manfaat bagi peserta.
Desakan politis memang membuat sebagian iuran
tertunda. Namun, yang menjadi pertanyaan besarnya
adalah, apakah kompromi ini sejatinya memang telah
mengurai persoalan besar dari masalah JKN?
Perlu diketahui bersama, wacana kenaikan iuran itu
tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. Terus terjadinya
ketidakseimbangan rasio klaim antara pemasukan iuran
dan pengeluaran yang terus terjadi setiap tahun, menjadi
dasar utama diskusi kenaikan iuran.
Di penghujung tahun lalu, Tono Rustiano, yang kala itu
menjabat sebagai Direktur Perencanaan Pengembangan
dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan mengatakan
dalam rapat dengan DPR RI bahwa rasio klaim yang tinggi
masih akan terus terjadi.
Masalahnya adalah pendapatan iuran peserta lebih kecil
dari biaya layanan kesehatan yang dikeluarkan. Hulu dari
perkara ini, menurut Tono adalah tingkat iuran JKN yang
masih belum menggambarkan risiko sakit peserta JKN.
Tingkat iuran per orang per bulan di tahun 2015 sekira
Rp28.081 dipandang masih belum cukup untuk menjaga
program JKN ini terus berlangsung. Menurut beberapa ahli
dan DJSN, tingkat ideal iuran per orang per bulan saat ini
adalah Rp36.000.
Ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu, Direktur
perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan periode
tahun 2016 - 2021, Mundiharno, mengatakan, kenaikan
iuran menjadikan potensi pendapatan premi naik menjadi
sekitar Rp2,19 triliun di 2016. Namun, potensi defisit pada
tahun ini akan tetap terjadi.
INFO BPJS KESEHATAN
Pasalnya, ketimpangan rasio klaim pada tahun ini ditaksir
akan meningkat mencapai Rp7,06 triliun, lantaran ada
tambahan jumlah peserta. Tahun lalu, defisit mencapai
Rp5,2 triliun, tetapi untunglah, lanjut dia, mendapat
tambahan dana dari APBN-P.
Dia mencontohkan, dengan adanya kenaikan premi,
peserta mendapatkan manfaat tambahan baru, seperti
pelayanan tubektomi KB dan pemeriksaan medis dasar
di UGD rumah sakit kini ditanggung BPJS Kesehatan.
Peningkatan premi juga akan dipergunakan untuk
menggenjot kegiatan promotif dan preventif yang selama
ini dirasa masih kurang.
DIREKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN
BPJS KESEHATAN 2016-2021
Mundiharno Widodo
Dalam dunia asuransi, idealnya memang tarif dievaluasi
setiap dua tahun. Berkenaan dengan JKN, lanjut Rachmat,
kenaikan berkala ini juga diatur dalam undang-undang.
Selain bisa mengancam kelanggengan program JKN,
tidak adanya kenaikan iuran juga tentu bisa bermuara
pada penurunan kualitas layanan. Ditambahkan, sejatinya
terdapat tiga pilihan berkenaan dengan penyesuian iuran.
Pertama adalah pengurangan manfaat pada peserta
(benefit). Opsi ini, lanjut dia, tentu tidak mungkin dilakukan.
Pilihan kedua adalah kenaikan iuran, baik pada peserta
PBPU, PBI atau pekerja penerima upah (PPU). Usulan ini,
MANFAAT UNTUK MASYARAKAT
Edisi 32 2016
Senada dengan Irfan, Direktur Operasional AXA Financial
Indonesia Faustinus Wirasadi mengatakan, kendati terasa
berat, kenaikan iurandi bidang kesehatan berkala sejatinya
merupakan suatu keniscayaan.
Berdasarkan survei tren kesehatan yang dirilis TowersWatson Global Medical pada 2014, biaya pengobatan di
Indonesia melonjak sekitar 11%-15% per tahun. Jauh di
atas angka inflasi yang berada di kisaran 4%-5%. Dengan
kata lain, pengobatan penyakit kritis dapat menelan biaya
hingga ratusan juta rupiah.
PERPRES NO. 12/2013 JUNCTO NO.
111/2013 (PERPRES LAMA)
Tarif belum dapat ditingkatkan
PERPRES NO. 19/2016
(PERPRES BARU)
Dapat dilakukan peningkatan dan rasionalisasi
tarif, sehingga akan berdampak secara langsung
terhadap kualitas layanan untuk masyarakat.
1.
Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan
2.
Penyesuaian rasio distribusi
peserta dengan FKTP
(puskesmas, klinik pratama,
dokter praktek perorangan)
Rasio dokter dan peserta = 1 : 5.000,
namun masih ada penumpukan
peserta pada FKTP tertentu.
Rasio dokter dan peserta = 1 : 5.000, dengan
distribusi peserta yang lebih merata pada setiap
FKTP, sehingga layanan kepada masyarakat
lebih baik.
3.
Peningkatan akses pelayan
(jumlah fasilitas kesehatan
yang bekerjasama).
- Jumlah FKTP (puskesmas, klinik
pratama, dokter praktek
perorangan): 30.707
- Jumlah FKRTL (rumah sakit dan
klinik utama): 1.839
- Jumlah FKTP (puskesmas, klinik pratama,
dokter praktek perorangan): 36.309
- Jumlah FKRTL (rumah sakit dan klinik utama):
2.068
4.
Kinerja FKTP terhadap
pelayanan kepada
masyarakat dapat dilakukan
melalui kontrak berbasis
komitmen pelayanan.
Belum diterapkan sehingga upaya
promotif dan preventif belum optimal
(a.l. jumlah peserta yang kontak
dengan tenaga kesehatan baik yang
sakit maupun tidak sakit).
Dapat diterapkan sehingga upaya promotif dan
preventif berjalan optimal (a.l. jumlah peserta
yang kontak dengan tenaga kesehatan baik
yang sakit maupun tidak sakit).
5.
Penambahan manfaat
pelayanan kesehatan yang
dirasakan masyarakat.
Belum mencakup:
- Pelayanan KB (tubektomi interval).
- Pemeriksaan medis dasar di rumah
sakit (UGD).
Sudah mencakup:
- Pelayanan KB (tubektomi interval).
- Pemeriksaan medis dasar di rumah sakit
(UGD).
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) Tb. Rachmat Sentika mengakui
berdasarkan hitungan aktuaria, iuran yang ditetapkan pada
saat ini terlalu rendah.
“Idealnya hitungan harus berdasarkan aktuaria. Dalam hal
ini, untuk kelas III, para ahli merekomendasikan Rp36 ribu
per peserta. Itu saja baru bottom line atau minimal rasio
bisa seimbang,” kata dia.
Selain itu, penambahan iuran juga bisa meningkatkan
akses ke fasilitas kesehatan, penambahan dokter,
pembelian alat kesehatan, ketersediaan obat dan
sebagainya (lihat tabel).
Kenaikan Iuran untuk Penyesuaian
Manfaat Program JKN-KIS
sementara JKN juga butuh biaya operasional. Untuk 2016
dan seterusnya, perhitungan saya menemukan angka
rasio klaim 98.9%. Jadi hanya ada sisa 1.1% untuk biaya
operasional.
Dengan iuran kecil, maka kemampuan program untuk
mendanai layanan kesehatan terbatas. Tidak akan ada
celah untuk perbaikan tarif layanan, yang sebenarnya
sangat diharapkan oleh pemberi layanan kesehatan sejak
awal JKN mulai dilaksanakan. Rendahnya tarif layanan bisa
berdampak pada kualitas layanan yang diperoleh pasien.
Pasien dengan penyakit parah langsung dirujuk, tetapi
belum tentu diterima oleh faskes lainnya. Terjadilah lemparlemparan pasien. Itulah fenomena yang sudah terjadi
selama ini. Memang harus ada kebijakan yang mampu
mengakomodasi kemampuan program dan keinginan
semua pihak di dalamnya.
GURU BESAR FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
Prof. Budi Hidayat Widodo
P
emerintah telah menetapkan kenaikan iuran peserta
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu
Indonesia Sehat (KIS) yang tertuang di dalam
Peraturan Presiden (Perpres) 28/2016 tentang Perubahan
Ketiga Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikkan iuran adalah salah satu cara yang ditempuh
Pemerintah untuk mengatasi mismatch atau defisit yang
dialami BPJS Kesehatan, yang diperkirakan mencapai lebih
dari Rp5 triliun selama dua tahun berjalan.
Namun, banyak kalangan menilai besaran iuran yang
baru direvisi Pemerintah ini terlalu rendah, dan tidak
akan signifikan memperbaiki mismatch BPJS Kesehatan.
Seperti apakah implikasi kenaikkan iuran terhadap program
maupun semua stakeholder di dalamnya? Berikut kutipan
hasil wawancara reporter Info BPJS Kesehatan dengan
Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Prof Budi Hidayat, di ruang kerjanya, Jakarta,
baru-baru ini.
Bagaimana pendapat Prof Budi mengenai kenaikan
iuran ini ?
Program JKN melibatkan banyak pelaku, mulai dari
Pemerintah, provider, peserta dan BPJS Kesehatan.
Masing-masing memiliki motivasi yang berbeda, dan tidak
mudah untuk menyamakannya. Kalau Pemerintah, apalagi
peserta, inginnya iuran kecil tetapi cukup. Padahal kalau
kita cermati Pemerintah sebetulnya sudah tahu kebutuhan
pendanaan JKN. Hitung-hitungannya sudah jelas bahwa
angka cukup ideal adalah Rp36.000 untuk kelas III PBPU
maupun PBI. Tetapi Pemerintah hanya sanggup membiayai
Rp23.000 untuk PBI karena alasan membebani APBN.
Di sinilah DPR teriak karena merasa tidak adil bagi
PBPU. Ini ada masalah komunikasi politik yang harusnya
ditindaklanjuti dengan baik. Artinya Pemerintah sudah tahu
kebutuhan pendanaan BPJS Kesehatan, tapi tidak secara
langsung menyetujui angka Rp36.000. Pemerintah tahu
bahwa BPJS Kesehatan masih akan mengalami defisit,
dan mereka sudah siap dengan dana tambahan dari APBN.
Pemerintah juga tahu bahwa dengan iuran PBPU dan PBI
yang sekarang ini, tidak ada celah untuk memperbaiki tarif
layanan. Padahal, kenaikkan iuran dan tarif manfaat sangat
diharapkan provider, sehingga kualitas layanan semakin
bagus. Sementara untuk layanan kesehatan yang bagus,
sumber pendanaan adalah dari iuran. Secara keseluruhan, apa dampak kenaikkan iuran
terhadap program JKN ?
Tentu saja dengan besaran iuran yang sudah direvisi,
pendanaan JKN masih dalam posisi tidak aman. Ancaman
program JKN ini defisit masih besar. Defisit layak
disandang sebagai penyakit kronis JKN. Angka rasio klaim
tahun 2014 dan 2015 selalu berada diatas 100%. Defisit
akan terus bergulir jika terapi sistemik nihil. Indikasi defisit
JKN terungkap dari angka rasio klaim, yang dihitung
dengan cara membagi jumlah biaya klaim dengan jumlah
pendapatan iuran. Namun angka ini baru menggambarkan
penyerapan dana iuran untuk biaya kesehatan saja,
Jadi, dengan kenaikan iuran yang cukup signifikan
berdampak pada perbaikan kualitas layanan ?
Iuran yang cukup juga tidak secara otomatis memperbaiki
kualitas layanan. Layanan kesehatan itu sangat asimetrik,
dan kenaikkan iuran tidak berbanding lurus dengan
perbaikan kualitas layanan. Sementara itu, dalam praktik
layanan kesehatan, dokter memiliki peran sebagai
penasehat dan penyedia jasa, yang keduanya melekat
secara alamiah dan tidak bisa dipisahkan. Ketika kontrol
lemah, kombinasi dari ciri khas asimetrik informasi
produk kesehatan dengan peran provider melahirkan
Supplier Induced Demand (SID) yang berujung pada
kejadian utilisasi abnormal. Jadi utilisasi ini tidak murni
disebabkan oleh kebutuhan medis pasien, tetapi motif lain
dari provider. Fenomena ini sudah meng-global, terbukti
empiris di banyak negara dan umumnya menimpa pasien
jaminan kesehatan. .
Bentuk SID sangat bervariasi, dan tergantung pola bayar
apa yang digunakan. Ketika metode borongan ala DRGs
(INA-CBGs) digunakan pada jenis pelayanan rawat inap,
maka bentuk SID dapat berupa pemulangan dini pasien
yang masih butuh perawatan (bloody discharge) dengan
harapan pasien berobat kembali (readmission). Bloody
discharge juga dapat terjadi akibat alokasi dana perawatan
pasien pada kasus INA-CBGs tertentu sudah habis.
Pada jenis pelayanan rawat jalan, konsekuensinya berupa
pemecahan terapi yang mendorong pasien kembali (revisit)
berobat untuk penyakit serupa. Karenanya, kecuali di
Indonesia, metode DRGs tidak lazim digunakan pada jenis
pelayanan rawat jalan. Alternatifnya adalah Ambulatory
Payment Classifications (APCs), yang digunakan oleh
program Medicare di Amerika, atau Discount on Charge
yang digunakan luas di banyak negara.
Apakah readmisi juga menyebabkan rasio klaim
tinggi?
Re-admisi biasanya dimaknai sebagai perilaku faskes
memulangkan pasien, lalu memintanya kembali ke rumah
sakit di hari-hari berikutnya. Biasanya untuk menagihkan
beberapa prosedur secara terpisah yang seharusnya
dapat ditagihkan bersama dalam satu bentuk paket
pelayanan. Tujuannya untuk mendapatkan nilai klaim dan
keuntungan yang lebih besar pada satu episode perawatan
pasien. Perilaku readmisi biasanya terjadi karena klaim
yang kurang atau tidak mencukupi untuk pelayanan, dan
sistem monitoring yang kurang memadai. Praktik ini justru
menimbulkan inefisiensi, dan yang dirugikan bukan hanya
BPJS Kesehatan, tetapi juga pasien.
Ada perubahan perilaku provider dengan adanya skema
pembayaran borongan melalui paket INA CBGs. Dulu
dengan skema fee for service, ada kecenderungan semua
pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien. Semakin
banyak pelayanan, makin besar pula pembayarannya.
Setelah direformasi menjadi INA CBGs pun tidak
menyelesaikan masalah. Memang terjadi efisiensi
pelayanan oleh dokter, tetapi bahaya buat status kesehatan
pasien bila layanannya di bawah standar. Jadi, berapa pun
kenaikkan iuran peserta bila pola layanan medisnya tidak
dikontrol, klaim rasio tetap akan tinggi. Readmisi hanya
salah satu contoh perilaku negatif yang mempengaruhi
rasio klaim.
Nihilnya pengendalian membuka peluang subur kejadian
utilisasi abnormal yang berujung pemborosan. Jerman
yang menerapkan audit medis untuk menelisik minimal
10% klaim DRGs yang diambil acak per tahun. Di
Indonesia, celah untuk meraih efisiensi terbuka lebar.
Analisis data klaim mendeteksi 76% kasus klaim INACBGs rawat jalan adalah jenis revisit, dan 15% diantaranya
jenis re-visit karena indikasi SID dengan nilai klaim triliunan
rupiah. Jika ini terdeteksi oleh radar audit medis ala
Jerman, BPJS Kesehatan dapat meraih efisiensi sekitar
18% dari dana klaim rawat jalan. Selain itu, rata-rata
kunjungan berulang rawat jalan per pasien 4.7 kali. Ini jelas
menggrogoti saku pasien karena setiap berkunjung tentu
butuh biaya transportasi. Biaya kesempatan (opportunity
costs) pasien dan keluarga yang mendampinginya juga
pasti lenyap. Penderitaan pasien semakin parah karena
dalam setiap kunjungannya mereka menemui antrian
panjang mulai dari pendaftaran, pemanfaatan layanan
sampai pengambilan obat. Utilisasi abnormal juga terjadi pada pemanfaatan layanan
rawat inap. Angka bloody discharge yang mendorong
kejadian readmission menyedot dana JKN signifikan
(sekitar 4% dari dana klaim rawat inap). Terdeteksi pula
kasus klaim yang diduga upcoding yang jika dihitung
efisiensinya fantastis. Pembuktian empiris apakah dari
dugaan ternyata memang betul upcoding harus dilacak
melalui audit medis. Disini JKN butuh regulasi untuk
memuluskan audit medis khususnya ketika auditor
mencermati rekam medis pasien.
Lalu, apa resepnya untuk meredam biaya klaim?
Besar kecilnya biaya klaim dipengaruhi oleh harga dan
angka utilisasi layanan kesehatan. Ada dua resep utama
untuk meredam biaya klaim. Pertama, menurunkan harga
layanan. Cara ini mudah dilakukan, cukup merombak harga
yang diatur Permenkes 59/2014. Namun menurunkan
harga akan berimbas pada penurunan kualitas, badai
protes dari fasilitas kesehatan, dan menjadikan JKN
sebagai produk inferior.
Resep kedua adalah pengendalian utilisasi layanan
kesehatan yang abnormal. Pencetus kejadian utilisasi
abnormal adalah ketidakseimbangan informasi dan peran
ganda provider. Ketika berobat, umumnya pasien tidak
tahu jenis pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkannya.
Pasien menggantungkan semua terapi kepada saran
dokter yang memang lebih mengetahui kebutuhan layanan
kesehatan pasiennya. Sebagai pihak pembayar, BPJS
Kesehatan harus mengembangkan program pemantauan
utilisasi.
Upaya lain untuk meredam defisit JKN dapat dilakukan
dengan menggenjot pendapatan yang nilainya dipengaruhi
oleh iuran dan peserta. Pertama adalah menaikkan iuran.
Sayangnya revisi iuran yang dituangkan dalam Peraturan
Presiden 28/2016 masih berada jauh dibawah nilai ideal. Di
sini tampak jelas pemerintah ragu untuk menjadikan JKN
sebagai produk superior. Cara kedua, adalah membenahi
tata kelola kepesertaan JKN. Selain itu, BPJS Kesehatan
juga tidak hanya fokus mendorong jumlah peserta, tetapi
pada kelompok mana prioritas peserta harus dibidik dan
memastikan mereka konsisten dalam membayar iuran.
Sistem inilah yang harus dibangun sedini mungkin.
Bagaimana dengan kenaikkan jumlah peserta?
Upaya menaikkan peserta JKN tidak serta merta mampu
meredam defisit. Kenaikan peserta secara proporsinal
tidak sebanding dengan kebutuhan biaya. Kenaikan
peserta harus dibarengi dengan pengendalian, rasionalisasi
harga dan perbaikan iuran. Inovasi metode pembayaran
provider juga harus dibangun untuk menanggalkan
kelemahan dari metode bayar yang kini digunakan dalam
JKN. Ini termasuk bagaimana mengkombinasikan metode
pembayaran kapitasi dan INA-CBGs dengan skema Pay for
performance.
Defisit JKN butuh intervensi sistemik yang mampu
menembak sumber masalahnya. Intervensi ini harus
dilakukan simultan dan melibatkan semua pelaku.
Kongkretnya adalah rasionalisasi harga, pelembagaan
pengendalian, perbaikan iuran dan manajemen
kepesertaan.
Berapa dana JKN yang bisa dihemat dari fenomena
ini?
Edisi 32 2016
INFO BPJS KESEHATAN
BINCANG
5
6
MANFAAT
IURAN NAIK
Manfaat Untuk Peserta Kian Meningkat
Terhitung mulai 1 April 2016 berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, telah ditetapkan perubahan iuran
peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta Mandiri program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyesuaian iuran tersebut merupakan
salah satu opsi yang dilakukan untuk menjaga keberlangsungan program
JKN. Tidak sekedar naik, penyesuaian iuran ini juga dapat meningkatkan
manfaat yang diterima peserta program JKN. Apa saja manfaat tersebut?
Manfaat Untuk Peserta JKN
Meningkat
K
enaikan iuran peserta Pekerja Bukan Penerima
Upah (PBPU) atau peserta Mandiri program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi
salah satu regulasi baru di tahun 2016 yang paling
banyak mendapatkan sorotan masyarakat. Banyak yang
memberikan dukungan, namun tidak sedikit pula yang tak
sependapat dan meminta agar regulasi ini ditunda.
Sesuai dengan peraturan perundangan, maksimal dalam
kurun waktu dua tahun, iuran program JKN memang
perlu dievaluasi. Bayu Wahyudi selaku Direktur Hukum,
Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS
Kesehatan mengatakan, penyesuaian iuran ini dilakukan
guna menjaga keberlanjutan program JKN.
Selain menyesuakan iuran, memang ada opsi lain yang
bisa diambil untuk menjaga sustainability program, antara
lain mengalokasikan dana tambahan dari APBN, atau
mengurangi manfaat. Untuk opsi yang disebutkan terakhir,
hal ini tidak dilakukan pemerintah karena manfaat yang
sudah ada, misalnya cuci darah untuk pasien gagal ginjal,
tidak mungkin dikurangi.
INFO BPJS KESEHATAN
Dalam Perpres Nomor 19 Tahun 2016, telah ditetapkan
perubahan iuran bagi peserta PBPU atau peserta Mandiri,
di mana untuk kelas II dari Rp42.500 menjadi Rp51.000,
kemudian untuk kelas I dari Rp59.500 menjadi Rp80.000.
Adapun besaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran
(PBI) juga telah ditingkatkan menjadi Rp23.000 dari
sebelumnya Rp19.225. Besaran iuran PBI tersebut sudah
berlaku lebih dahulu sejak 1 Januari 2016.
Khusus untuk besaran iuran peserta kelas III, Presiden
telah menetapkan kebijakan terbaru melalui Peraturan
Presiden Nomor 28 Tahun 2016, di mana iuran peserta
mandiri kelas III tidak berubah, yaitu tetap Rp25.500.
Angka ini memang jauh di bawah bottom line yang
direkomendasikan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),
yaitu sebesar Rp36.000 untuk kelas III. Karenanya, jika
penyesuaian iuran ini tidak cukup kuat membantu menjaga
keberlangsungan program JKN, sudah ada opsi ketiga
yang disiapkan, yaitu mengalokasikan dana tambahan
dari APBN sebagai wujud keberpihakan pemerintah untuk
melanjutkan keberlangsungan program.
Edisi 32 2016
atau peserta Mandiri, jumlah fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan juga dapat
ditingkatkan.
Dengan adanya penyesuaian iuran
peserta Pekerja Bukan Penerima
Upah atau peserta Mandiri seperti yang tertuang dalam
Perpres Nomor 19 Tahun 2016, terdapat peningkatan
manfaat pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta
JKN. Manfaat tersebut sebelumnya tidak bisa didapatkan,
atau belum berjalan secara optimal.
Untuk FKTP seperti puskesmas, klinik pratama, atau
dokter praktek perorangan, jumlahnya dari 30.707 dapat
ditingkatkan menjadi 36.309 FKTP. Sementara untuk
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) seperti
rumah sakit dan klinik utama, jumlahnya juga meningkat
dari 1.839 menjadi 2.068 FKRTL.
Berikut ini peningkatan manfaat pelayanan kesehatan yang
diterima oleh peserta program JKN :
4. Kinerja FKTP terhadap pelayanan kepada
masyarakat dapat dilakukan melalui kontrak berbasis
komitmen pelayanan
1. Kualitas pelayanan kesehatan meningkat
Adanya penyesuaian besaran iuran peserta PBPU atau
Mandiri dapat memungkinkan dilakukannya peningkatan
dan rasionalisasi tarif pelayanan kesehatan yang dibayar
BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan melalui
sistem Kapitasi dan INA-CBG's (Indonesian - Case Based
Groups). Hal tersebut sebelumnya juga sudah banyak
disuarakan oleh para tenaga kesehatan, namun belum bisa
direalisasikan.
Dengan adanya peningkatan dan rasonalisasi tarif
pelayanan kesehatan yang dibayar BPJS Kesehatan, pada
akhirnya hal ini akan berdampak secara langsung pada
kualitas pelayanan kesehatan yang kian meningkat.
2. Penyesuaian rasio distribusi peserta dengan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas,
klinik pratama, hingga dokter praktek perorangan.
Salah satu permasalah yang dihadapi peserta program
JKN bukan hanya tentang antrean panjang di rumah
sakit, tetapi juga adanya penumpukan peserta pada FKTP
tertentu. Adanya Perpres baru tersebut memungkinkana
dilakukannya penyesuaian rasio distribusi peserta di FKTP.
Adapun rasio dokter dibandingkan peserta adalah 1:5.000
dengan distribusi peserta yang lebih merata. Penyesuaian
rasio distribusi peserta dengan FKTP ini akan membuat
layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN
menjadi lebih baik. Tidak terjadi lagi penumpukan peserta
pada FKTP tertentu.
3. Akses ke pelayan kesehatan meningkat
Melalui penyesuaian besaran iuran peserta PBPU
Dalam Perpres sebelumnya, hal ini belum bisa diterapkan,
sehingga upaya promotif dan preventif yang menjadi
fungsi utama FKTP belum berjalan dengan optimal, baik itu
kepada peserta JKN yang sakit maupun yang tidak sakit.
Dengan diterbitkannya Perpres Nomor 19 Tahun 2016,
upaya promotif dan preventif dapat berjalan lebih optimal.
Adapun manfaat pelayanan promotif dan preventif yang
didapatkan peserta JKN meliputi pemberian pelayanan
penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi rutin,
keluarga berencana, dan juga skrining kesehatan yang
diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit
dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit
tertentu. Contohnya pemeriksaan pap smear untuk
mendeteksi ancaman kanker serviks.
5. Manfaat pelayanan kesehatan ditambah
Adanya penyesuaian iuran juga memungkinkan
dilakukannya penambahan manfaat pelayanan kesehatan
untuk peserta JKN. Dengan adanya Perpres baru tersebut,
manfaat pelayanan kesehatan yang kini diterima sudah
mencakup pelayanan Keluarga Berencana seperti
tubektomi interval.
Tubektomi adalah memotong atau menutup saluran indung
telur (tuba falopi), sehingga sel telur tidak bisa memasuki
rahim untuk dibuahi. Kontrasepsi jangka panjang ini
dianggap paling efektif untuk menghindari kehamilan.
Selain pelayanan tubektomi interval, tambahan manfaat
pelayanan kesehatan lainnya yang diterima peserta JKN
adalah pemeriksaan medis dasar di UGD rumah sakit.
Dua layanan tersebut sebelumnya belum tercakup dalam
skema pembiayaan program JKN.
7
TESTIMONI
JKN punya daya tarik bagi faskes yang mampu melihat
peluang. Salah satunya RS Anna Medika di Bekasi.
Sebelum menjadi provider JKN, RS tipe C itu melayani
masyarakat umum dan peserta program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang diselenggarakan PT
Jamsostek. Ketika JPK beralih jadi JKN, RS Anna Medika
ikut menjadi provider JKN.
Direktur RS Anna Medika, Slamet Effendy, mengakui
tarif yang tercantum dalam paket INA-CBGs lebih rendah
dari tarif rata-rata RS swasta. Misalnya, tarif perawatan
di ICU di RS swasta Rp80 jt, tapi paket INA-CBGs hanya
membayar Rp 20 juta. Tapi tidak seluruhnya begitu, ada
juga paket INA-CBGs yang lebih tinggi dari tarif RS. Oleh
karenanya ia menyarankan kepada semua pihak agar
melihat tarif tidak secara parsial tapi keseluruhan. Paling
penting itu hasil akhirnya, berapa yang diterima RS apakah
menguntungkan atau merugikan.
Walau sepintas tarif INA-CBGs terlihat rendah, tapi
keuntungan yang diterima RS Anna Medika setelah
Peningkatan jumlah pasien itu terlihat dari pelayanan yang
dilakukan. Misalnya, sebelum jadi provider JKN jumlah
pasien yang dilayani di UGD sekitar 500 orang per bulan,
terdiri dari 450 pasien umum dan 50 pasien peserta JPK.
Setelah bermitra dengan BPJS Kesehatan jumlah pasien
yang mendapat pelayanan di UGD naik jadi 3 ribu pasien
per bulan.
Jumlah pasien rawat jalan juga meningkat dari 3.800
pasien menjadi 14.000 pasien sebulan. Tindakan operasi
tadinya hanya 70 pasien sekarang lebih dari 400 pasien
sebulan. “Jumlah pasien kami naik sampai 500 persen
atau 5 kali lipat, itulah yang ikut mendongkrak pendapatan
kami sehingga menjadi besar,” imbuh Slamet.
Kenaikan jumlah peserta itu perlu diimbangi dengan
pegawai yang bekerja di RS seperti administrasi, dokter
dan perawat. Sebelum melayani peserta JKN, jumlah
seluruh tenaga kerja yang bekerja di RS Anna Medika
Strategi Menghadapi JKN
Peningkatan pendapatan dan jumlah pasien RS Anna
Medika merupakan hasil dari strategi yang digunakan RS
sebelum menghadapi JKN. Menurut Slamet JKN adalah
program yang diamanatkan UU dan harus diikuti oleh
seluruh pemangku kepentingan. Setiap pihak punya peran
masing-masing dalam sistem JKN. Awalnya sebagai RS
swasta, Slamet melihat tarif INA-CBGs relatif rendah di
bawah rata-rata tarif RS swasta. Apalagi tarif itu tidak
dibedakan antara RS pemerintah dan swasta. Oleh
karenanya RS swasta cukup kesulitan.
Slamet Effendy Widodo
menjadi provider JKN terus bertambah. Slamet ingat
besaran klaim yang ditagih RS kepada BPJS Kesehatan
pada Januari 2014 hanya Rp 300 juta, tapi di bulan-bulan
berikutnya terus meningkat. Alhasil, rata-rata jumlah
tagihan yang diajukan RS Anna Medika Bekasi ke BPJS
Kesehatan tahun 2014 di luar bulan Januari sekitar Rp 2,5
milyar sebulan. Tahun 2015 jumlah klaim yang ditagih ke
BPJS Kesehatan meningkat jadi Rp 4,5 milyar sebulan dan
tahun 2016 menjadi sekitar Rp 5,5 milyar.
“Menjadi provider JKN tidak membuat RS Anna Medika merugi.
Sekali lagi kami menyatakan tidak rugi, bahkan pendapatan yang
kami peroleh meningkat signifikan,” kata Slamet beberapa waktu
lalu kepada Info BPJS Kesehatan di Bekasi.
Soal pembayaran tagihan klaim oleh BPJS Kesehatan
kepada RS, Slamet mengatakan selalu tepat waktu.
Setelah dokumen diverifikasi dan dinyatakan lengkap,
beberapa hari kemudian BPJS Kesehatan langsung
membayar sesuai tagihan. Namun, salah satu kendalanya
di soal jangka waktu verifikasi berkas. Ia berharap ke depan
ada batas waktu yang jelas terkait proses verifikasi, namun
tentu saja perbaikan ini tidak saja dari BPJS Kesehatan
namun ada proses di internal RS juga yang perlu di
tingkatkan.
Jumlah Pasien dan Pegawai Meningkat
Sejak menjadi provider JKN, jumlah pasien yang
berkunjung ke RS Anna Medika Bekasi meningkat.
Sebelumnya, pasien umum paling banyak ditangani,
sebagian lagi peserta JPK dari perusahaan. Setelah beralih
jadi provider JKN pada tahun 2014, jumlah pasien umum
yang berkunjung tidak berkurang dan jumlah peserta JKN
yang dilayani meningkat signifikan.
Strategi yang digunakan itu cukup berhasil. Terbukti
selain keuntungan dan jumlah pasien yang meningkat,
para pegawai di RS Anna Medika Bekasi tidak ada yang
mengeluh. Sebab, dengan jam kerja yang sama sebelum
menjadi provider JKN, tapi pendapatan yang diperoleh saat
ini meningkat signifikan. “Hasil akhirnya kan berapa banyak
nominal yang kita bawa pulang. Kalau dulu untungnya bisa
Rp1 juta tapi yang ditangani hanya 5 pasien, sekarang
untungnya Rp 500 ribu tapi bisa menangani 20 pasien,”
papar Slamet.
Slamet menekankan agar tidak perlu khawatir dengan
jasa pelayanan yang diperoleh dari tarif INA-CBGs. Sebab,
tidak semua paket yang tercantum dalam INA-CBGs
negatif. Faskes bisa mengelola agar paket INA-CBGs
yang memberi keuntungan bisa menutup paket lain yang
negatif. Itu terbukti dari jumlah dokter spesialis penyakit
i
s
a
k
e
B
a
k
i
d
e
M
a
RS Ann
S
R
n
i
k
i
B
N
K
J
Jadi Provider
g
n
u
t
n
U
h
i
b
e
Ini L
Bekasi hanya 200 orang. Saat ini jumlahnya naik jadi 500
orang atau meningkat 70 persen. Jumlah kapasitas tempat
tidur juga meningkat dari 106 menjadi 141.
DIREKTUR RUMAH SAKIT ANNA MEDIKA - BEKASI
pelayanan yang diberikan juga lebih besar.
Setelah dipahami, dalam sistem asuransi berlaku apa yang
disebut dengan jumlah bilangan besar. Sehingga tarif itu
tidak bisa dilihat secara parsial tapi keseluruhan. Slamet
mencatat ada beberapa paket tarif INA-CBGs yang kurang
menguntungkan bagi RS swasta, tapi ada sebagian yang
bisa memberi keuntungan positif.
Untuk itu sebelum melayani peserta JKN, hal pertama
yang dilakukan Slamet yakni menyamakan cara pandang
seluruh pegawai yang ada di RS Anna Medika Bekasi.
Misalnya, mengingat sampai saat ini belum ada aturan
yang mengatur standar jasa pelayanan di RS, maka Slamet
memutuskan semua tindakan terhadap peserta JKN
dengan kelas perawatan apapun, besaran jasa pelayanan
yang akan diberikan dipatok kelas 3. Dengan begitu semua
berkorban bukan hanya dokter yang menangani pasien
JKN tapi juga RS.
dalam yang ada di RS Anna Medika Bekasi tadinya hanya 2
orang sekarang bertambah jadi 6 orang.
Tak kalah penting, dikatakan Slamet, RS harus mendapat
kepercayaan dari pasien. Agar bisa dipercaya pasien, RS
harus memberi pelayanan yang terbaik bagi semua pasien
tanpa membeda-bedakan (diskriminatif). Transparansi
antara RS dan pasien wajib dilakukan, sehingga pasien
bisa mengerti upaya yang dilakukan RS dalam memberikan
pelayanan terbaik. Jika cara itu dilakukan ia yakin dapat
meminimalkan keluhan pasien. “Selama pasien dilayani
dengan baik saya yakin tidak akan ada complain (keluhan),”
tukasnya.
Sekarang Era JKN
Sesuai peraturan perundang-undangan, semua orang wajib
menjadi peserta JKN. Roadmap yang disusun pemerintah
menargetkan paling lambat hal itu tercapai 2019. Melihat
amanat itu Slamet mengatakan saat ini faskes, terutama
RS tidak bisa lagi membeda-bedakan pelayanan terhadap
pasien karena semua orang akan menjadi peserta JKN.
Slamet berpendapat untuk menghadapi tantangan ke
depan, tidak ada yang bisa dilakukan RS Anna Medika
Bekasi sebagai RS swasta kecuali beradaptasi agar
mampu menghadapi JKN. Sebab, peraturan yang ada
sudah jelas menuju cakupan semesta (Universal Health
Coverage) lewat JKN.
“Kita tidak ada pilihan lain untuk menghadapi amanat UU
ini selain beradaptasi. Sebuah organisasi akan survive bila
dia bisa adaptasi. Sekarang era JKN, tidak ada pilihan lain
kecuali beradaptasi. Itu kuncinya,” pungkasnya.
“Lewat strategi itu maka hal positif atau negatif dalam
melayani peserta JKN kami menanggungnya secara
bersama (tanggung renteng). Ini amanat
UU, kita harus saling bekerjasama
untuk menjalankannya,” tukas
Slamet.
Selain menyamakan semua
jasa pelayanan jadi kelas 3,
strategi lain yang digunakan
yaitu sharing benefit resiko.
Misalnya, tarif RS terhadap
suatu tindakan biayanya Rp
5 juta, tapi paket INA-CBGs
hanya membayar Rp 4jt. Maka
semua jasa pelayanan dibayar
80 persen baik jasa dokter,
sewa kamar RS dan obat.
Sebaliknya, jika tarif yang
dibayar paket INA-CBGs lebih
besar dari tarif RS maka jasa
INFO BPJS KESEHATAN
P
rogram Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diselenggarakan BPJS Kesehatan sudah berjalan
hampir tiga tahun. Selain jumlah peserta yang
meningkat, fasilitas kesehatan (faskes) yang jadi provider
JKN juga bertambah. Artinya, program JKN sangat
dibutuhkan masyarakat. Namun, ada pihak yang masih
melihat JKN dengan cara pandang berbeda. Misalnya,
menilai tarif JKN sangat rendah sehingga merugikan
faskes. Mungkin saja pandangan itu benar, atau bisa jadi
salah. Nyatanya, saat ini semakin banyak faskes yang
berminat jadi provider JKN.
Edisi 32 2016
8
PRESEPSI
PERCAYA ATAU TIDAK
Dokter Layani JKN-KIS Dibayar Murah?
Ibarat pepatah tiada gading yang tak retak, tak ada yang sempurna. Pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN) masih menuai kritik dan protes
karena masih ada beberapa pihak yang merasa tidak diuntungkan. Keluhan soal JKN bukan hanya dari kalangan masyarakat, khususnya peserta JKN-KIS (Kartu
Indonesia Sehat), tetapi sebagian dokter dan tenaga medis lainnya, serta provider seperti rumah sakit juga mempunyai keluhan.
Di fasilitas kesehatan tingkat lanjut, sebagian dokter sangat mendukung program JKNKIS, seperti dr Nirwan Satria, SpAn. Ahli anastesi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Sarolangun, Jambi ini mengatakan, adanya program JKN justru mengubah yang tak pasti
menjadi pasti.
Artinya, dulu sebelum ada JKN banyak pasien tidak mampu harus ditangani oleh rumah
sakit, tetapi siapa yang akan membiayai perawatannya tidak pasti dan sering rumah sakit
yang menanggung. Ketika ada JKN, peserta JKN memberi kepastian soal biaya, karena
BPJS Kesehatan akan membayar biaya pesertanya. Sehingga bagi dokter dan rumah sakit
tidak perlu khawatir soal pembiayaan.
Menurut Nirwan, tak ada asuransi mana pun yang bisa menyaingi BPJS Kesehatan. Dengan premi
murah dan terjangkau semua jenis penyakit dijamin pembiyaannya, dan saat mendaftar BPJS
Kesehatan tidak mempertimbangkan apakah calon peserta itu sehat atau sakit, dan berapa
usianya.
S
elama program JKN bergulir, berbagai kalangan lebih memperhatikan soal pelayanan
yang diberikan kepada peserta JKN serta meminta dokter dan tenaga medis lainnya
memberikan pelayanan yang terbaik. Sementara dokter dan tenaga kesehatan
lainnya merasa kurang diperhatikan soal tarif jasa yang kurang memadai. Bahkan ada yang
mengatakan “Kok dokter dibayar Rp2.000 per-pasien, sama atau bahkan lebih rendah dari
ongkos parkir”. Benarkan demikian?
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 59 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, mekanisme pembayaran terhadap
fasilitas kesehatan seperti klinik pratama, dokter praktik perorangan, Puskesmas adalah
dengan sistem kapitasi. Sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dalam program JKN-KIS
kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasaran jumlah peserta yang terdaftar
di FKTP tersebut.
Soal kepuasan materi yang diperoleh dari jasa medik, Nirwan selalu mensyukurinya.
Sebagai dokter bisa menerima berapa pun bagian yang diatur oleh pihak rumah sakit,
karena untuk menetapkan jasa tenaga kesehatan pihak menajamen rumah sakit tidak
melakukannya sendiri, tetapi melalui rapat bersama antara lain dengan komite medik dan
kepala ruangan. Jadi, pola pembagiannya sudah diatur secara adil dan arahan besarannya
sudah ada dari pusat (Kementerian Kesehatan – red)
RSUD Sarolangun sebagai rumah sakit tipe C dan sudah berbentuk BLUD (Badan Layanan
Umum Daerah), jasa pelayanan rumah sakit tidak boleh lebih dari 44 persen. Jasa itu
dibagi oleh pihak rumah sakit untuk bagian manajemen dan komponen yang mendukung
pelayanan, termasuk satpam (tenaga security) dan cleaning service.
Menurut Nirwan, pendapatan jasa medis sejak adanya program JKN justru meningkat
3 hingga 5 kali lipat jika dibandingkan sebelumnya. mungkin ini terlalu bombastis. Kunci
dari semua ini adalah komitmen dari manajemen dan kepedulian terhadap teman sejawat
kaitannya dengan pengisian status pasien karena hal ini akan berpengaruh terhadap klaim
pelayanan kesehatan yang diajukan oleh RS
Angka kapitasi adalah angka kapitasi perjiwa perbulan yang dibayarkan BPJS Kesehatan
kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Untuk Puskesmas kapitasinya antara
Rp3.000 hingga Rp6.000, besarannya tergantung jumlah sumber daya manusia (SDM),
kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.
Sedangkan kapitasi untuk klinik pratama atau dokter praktik perorangan kapitasinya antara
Rp8.000 hingga Rp10.000
Salah satu contoh yang pernah terekspos di mediamassa, Puskesmas di Cengkareng
setiap bulan kapitasinya mencapai sekitar Rp734juta. Jumlah yang cukup banyak ini harus
dipertangungjawabkan pemanfaatannya sesuai efektivitas dan kualitas pelayanan. Selain
untuk obat dan operasional, juga untuk jasa dokter dan tenaga kesehatan lainnya, termasuk
SDM lainnya. Dengan menerapkan sistem kapitasi ini, FKTP diharapkan bukan hanya
mengobati peserta saja, tetapi memberikan pelayanan promotif dan preventif. Jika semakin
banyak peserta yang sehat maka FKTP semakin untung.
Soal keluhan rendahnya jasa dokter, ditanggapi santai oleh dokter di Klinik Griya Melati
Diagnostik (GMD) Malang, Jawa Timur. Dr Shinta Dr Shinta Dwi Puspitasari mengaku enjoy
menjadi dokter yang melayani peserta JKN-KIS. Sebagai penanggungjawab Klinik GMD,
dr Shinta bersama General Manager GMD, Asri Anggun, terus mengambangkan inovasi
pelayanan. Dengan sentuhan manusiawi, peserta yang terdaftar di Klinik GMD mencapai
27.000 peserta.
Jumlah itu dianggap sudah maksimal, namun masih saja ada peserta yang ingin menjadi
peserta di Klinik GMD. Tetapi BPJS Kesehatan sudah membatasi hanya 27.000 peserta saja.
Bisa dibayangkan, jika kapitasinya Rp10.000 perjiwa maka setiap bulan mendapat kapitasi
sekitar Rp270.000.000. Dana ini dimanfaatkan untuk membayar jasa dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, cleaning service, dan operasional klinik.
INFO BPJS KESEHATAN
Klnik ini disenangani masyarakat karena tidak pernah menolak pasien yang datang meskipun
tidak masuk dalam daftar kapitasinya. Namun, hanya hari itu saja dilayani, selanjutnya
disarankan agar berobat di klinik sesuai yang tertera di Kartu BPJS Kesehatan atau sekarang
KIS (Kartu Indonesia Sehat)
Klinik pratama yang berlokasi di depan Rumah Sakit Saeful Anwar ini melayani pasien
sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Untuk memenuhi persyaratan kinerja dari
BPJS Kesehatan yang mewajibkan pelayanan 24 jam, pihaknya menggantinya dengan ,
membuka pelayanan pada hari Minggu. Alasannya, uji coba buka 24 jam selama enam bulan
tidak efektif karena tidak ada pasien. Sedangkan pada hari Minggu ternyata banyak yang
membutuhkan.
Edisi 32 2016
Agar semua berjalan lancar, pemberi jasa bahagia, pelayanan menjadi bagus, dan peserta
atau pasien merasa senang, maka semua pihak harus terlibat di dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada Peserta BPJS Kesehatan. Transparansi manajemen RS di
dalam mengelola keuangan terkait pembagian jasa medis juga merupakan kunci sukses di
dalam mengimplementasikan program JKN di RS. Kalau ada kekurangan itulah yang harus
kita selesaikan bersama, sehingga program ini bisa berjalan dengan baik.
Pihak rumah sakit juga tidak merugi karena sudah ada standar pelayanan yang disyaratkan
oleh BPJS Kesehatan. Pendapatan rumah sakit juga bisa diperkirakan bahkan dibayar
sebagian di depan oleh BPJS Kesehatan. Dulu, kata dia, pihak rumah sakit sering
menunggu anggaran untuk beli obat, dan kadang-kadang anggaran tidak cukup karena dana
Pemda terbatas.
Oleh karenanya, adanya program JKN-KIS yang bertujuan menyehatkan rakyat Indonesia ini,
seharusnya terus dikawal bersama agar semua pihak merasakan manfaatnya dan sejahtera.
Sejumlah kalangan dokter menyatakan memberi dukungan dan akan mengawal program
JKN-KIS. Kritik membangun tentu diharapkan untuk memperbaiki sistem kesehatan
nasional.
9
INSPIRASI
Pemegang Tiga Polis Merasa Tenang Punya KIS
Vony Veronika
K
epedulian terhadap sesama memang sudah
tertanam pada diri Deby Surya Setiawan. Rasa
empati selalu muncul ketika melihat orang sakit
apalagi orang tersebut adalah “orang susah” alias miskin
atau dari kalangan tidak mampu. Namun apa daya Deby
tidak bisa membantu secara finansial karena dia pun
hidupnya pas-pasan.
Deby yang kini berusia 24 tahun hanya lulusan sekolah
kejuruan (SMK) jurusan otomotif. Kini bekerja sebagai
asisten teknisi di sebuah perusahaan AC (pendingin
ruangan) di daerah Jawa Tengah. Ayahnya, Suryadi, bekerja
sebagai pengemudi mobil pengangkut ayam potong dan
ibunya, Nurpiani menjadi pedagang ayam keliling kampung.
dirinya belum pernah menggunakannya. Selama ini dia
hanya menggunakan asuransi kesehatan swastanya
untuk pengobatan penyakit-penyakit ringan yang bisa
disembuhkan dalam waktu tiga hari hingga seminggu.
Lulusan Universitas Tarumanegara Jurusan Ekonomi ini
sering memotivasi teman-teman dan kerabat dekatnya
agar segera mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan. Dia
menyakinkan bahwa tidak tahu nasib kesehatan seseorang
dan banyak yang tiba-tiba sakit dan membutuhkan
pengobatan seumur hidupnya.
Ketika ada temannya yang sakit, dia selalu bertanya
apakah sudah punya kartu JKN. Ada juga temannya yang
divonis kanker, tetapi belum menjadi peserta JKN. Dia pun
menyarankan agar segera mendaftarkan diri pada program
JKN melalui BPJS Kesehatan.
Seiring perbaikan sistem, BPJS Kesehatan
memberlakukan masa aktivasi KIS selama 14 hari kerja.
Dia pun menyarankan teman-teman dan kerabat dekatnya
agar segera mendaftarkan diri sebelum jatuh sakit. “Saya
sangat setuju, seharusnya memang begitu, ketika sehat
kita sudah mempersiapkan diri, melindungi diri. Jika
penyakit datang kita sudah tidak bingung lagi soal biaya,”
paparnya.
Sebagai pengusaha muda, dia juga mengikutsertakan
dan membayar iur JKN untuk pegawainya. Namun, untuk
proses pembayaran iuran JKN ini, pegawai melakukannya
masing-masing karena hampir semua pegawainya itu
masih dalam satu kartu keluarga bersama orangtua
mereka. Memang, untuk kepesertaan program JKN, BPJS
Kesehatan menetapkan kebijakan, satu keluarga harus
didaftarkan bersama.
“Nah, ini masalah baru , banyak yang keberatan bayar iuran
satu keluarga sering dirasa berat. Kalau anaknya banyak
kan lumayan juga. Tetapi dengan edukasi terus menerus
nanti kan akhirnya mereka bisa mengatur bagaimana
caranya saving untuk kesehatannya. Akhirnya nanti, semua
rakyat Indonesia terkover JKN,” kata Vony.
Secara hitung-hitungan, meskipun membayar kelas satu
sebesar Rp80.000, peserta JKN tidak ada ruginya. Dengan
membayar setahun Rp960.000 tetapi kalau sakit berat
seperti yang dialami ayah Vony saat dirawat di ICU. Satu
hari saja kamarnya Rp900.000, sewa alat di ICU sekitar
Rp2 juta, visit dokter tiga kali sehari Rp1.500.000.
Vony tidak memungkiri adanya keluhan dari sejumlah
teman soal antrean yang panjang saat berobat dan
harus menunggu antrean jadwal operasi jantung hingga
tiga bulan. Tetapi, menurutnya, hal itu dapat diperbaiki.
Misalnya semakin banyak rumah sakit yang mau
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan peraturan yang
menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan.
“Daripada tidak ada JKN tentu lebih parah lagi. Bisa saja
begini, dulu sebelum ada JKN orang yang sakit ditahan
tidak berobat karena takut tidak mampu membayar
biayanya. Sekarang dengan menunjukkan kartu JKN bisa
dilayani tidak perlu bingung lagi soal biaya berobat. Nah,
sekarang rumah sakit atau fasilitas kesehatannya belum
sebanding dengan banyaknya peserta JKN,” paparnya.
Vony sangat yakin, suatu saat sistem jaminan sosial ini
bisa berjalan baik di Indonesia. Untuk itu, sebaiknya warga
yang belum menjadi peserta JKN segera mendaftarkan diri
ke BPJS Kesehatan. Jangan menunggu sakit, karena dana
dari orang yang sehat akan menolong orang yang sakit.
Tak Tega Lihat “Orang Susah” Sakit
Deby Surya Setiawan
“Tetapi membantu kan tidak selalu dengan uang. Bisa
dengan tenaga atau yang lainnya, seperti doa misalnya,
atau meringankan beban pikirannya dengan menjenguk
dan memberi semangat kepada teman yang sakit atau
keluarganya,” kata Deby.
Deby mengikuti perkembangan hadirnya BPJS Kesehatan
sebagai penyelenggara jaminan kesehatan nasional
(JKN) melalui televisi. Dia tertarik karena ada kesan
gratis berobat untuk warga yang tidak mampu. Dengan
pengetahuan yang terbatas, Deby mulai menyarankan
kepada tetangga yang sakit agar ikut program JKN.
Padahal Deby sendiri belum mendaftar ke Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Orangtuanya pun awalnya bingung bagaimana cara
mendaftar dan bagaimana membayar iurannya setiap
bulan. Saat ingin mendaftar, ada peraturan baru bahwa
untuk menjadi peserta JKN di BPJS Kesehatan harus satu
keluarga.
Dihitung-hitung, satu keluarga ada empat orang yaitu,
ayah dan ibu Deby, Deby, dan adiknya Fandy Prasetyo yang
kini duduk di kelas 2 SMK. Awalnya orangtua Deby masih
mikir-mikir. Tetapi Deby terus menyarankan agar orangnya
mandaftarkan keluarganya. Soalnya Deby tidak ingin
melihat kejadian yang sering dilihatnya. Saat sakit bingung
masalah biaya.
Akhirnya kini Deby mempuyai KIS (Kartu Indonesia Sehat)
sebagai tanda dia adalah peserta program JKN yang
diselenggarakan BPJS Kesehatan. Deby dan keluarganya
membayar iuran secara mandiri. Setiap bulan dia
memberikan sejumlah uang kepada orangtuanya, termasuk
untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. “Yang membayar
iuran ibu saya sekalian empat, jadi semuanya Rp102.000
untuk kelas 3,” kata pemuda berkacamata mata ini.
Meskipun masih muda tetapi pengalaman kerjanya sudah
cukup. Dia pernah bekerja di beberapa daerah. Setelah
lulus SMK dia bekerja di bengkel bubut di Palembang,
setelah itu bekerja sebagai karyawan bagian adminstrasi di
Bandara Sepinggan, Kalimantan. Dia juga pernah bekerja
di Batam sebagai montir sepeda motor, bahkan pernah
menjadi kuli bangunan dan teknisi Indovision di Jakarta.
Kini dia menjadi asisten teknisi AC (pendingin ruangan)
yang mempunyai area kerja cukup luas dari Purworejo,
Kebumen, hingga Purwokerto.
Sebagai pemegang KIS, Deby dan keluarganya belum
pernah memanfaatkannya. “Kalau saya pernah ke dokter
keluarga karena jari tangan saya luka karena terjepit
pintu. Tapi saya tidak ingin sakit, semoga keluarga saya
juga sehat wal afiat. Biar saja, kalau saya tidak pakai kan
peserta lain yang sakit yang menggunakan dananya, ya
biarin aja. Saya kan tidak bisa membantu secara langsung,”
kata Deby.
Saat ngobrol-ngobrol dengan temannya, apalagi jika
ada yang sakit. Deby selalu menanyakan apakah sudah
mempuyai Kartu JKN atau Kartu Indonesia Sehat.
“Soalnya penting sekali. Saya sering lihat, orang yang sakit
tetapi tidak mampu bayar rumah sakit. Tapi saya selalu
mengingatkan sama teman-teman yang masih sehat
agar segera mendaftar ikut JKN melalui BPJS Kesehatan
sebelum sakit. Pokoknya repot deh kalau sakit,” ujarnya.
Edisi 32 2016
INFO BPJS KESEHATAN
H
adirnya program jaminan kesehatan nasional (JKN)
yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memang
membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat di
Indonesia. Sebelum program ini digulirkan, sebagian besar
rakyat Indonesia belum memiliki jaminan kesehatan. Baru
segelintir saja masyarakat Indonesia yang mampu dan
sadar untuk memiliki asuransi kesehatan.
Setelah program JKN ini berjalan selama dua tahun,
masih banyak orang yang belum memahami manfaat
menjadi peserta JKN. Sehingga sebagian masyarakat
masih enggan untuk mendaftarkan diri agar mendapatkan
perlindungan kesehatan.
Berbeda dengan kondisi di atas, Vony Veronika, 33, warga
Jakarta, adalah salah satu diantara masyarakat yang sangat
paham tentang asuransi dan percaya akan manfaatnya.
Vony adalah seorang insurance minded. Hal itu terbukti
dari kepemilikan Vony atas tiga polis dari tiga asuransi yang
berbeda. Ketiga polis asuransinya siap menjamin dirinya
saat sakit.
Meski demikian, Vony tidak mau ketinggalan langsung
mendaftarkan diri sebagai peserta JKN sejak pertama kali
program ini diluncurkan pada 1 Januari 2014 yang lalu.
Keputusannya menjadi peserta JKN karena dia sudah
memahami manfaatnya. “JKN ini program pemerintah
yang sangat bagus untuk seluruh rakyat Indonesia.
Iurannya murah tetapi manfaatnya luar biasa. Karena tidak
ada plafondnya,” ujarnya.
Menurut Vony, asuransi kesehatan swasta yang dimilikinya
mempunyai keterbatasan pembiayaan kesehatan dan
tidak bisa mengkover penyakit tertentu hingga tuntas,
padahal preminya jauh lebih mahal dibandingkan iur
JKN. “Bayangkan, saya setiap bulan cukup membayar
Rp59.500. Kalau sekarang Rp80.000 untuk kelas I, tetapi
bisa menjamin perawatan untuk semua jenis penyakit,”
ungkapnya.
Dia mengaku merasa tenang memegang kartu JKN atau
kini disebut dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat). Namun,
SEHAT & GAYA HIDUP
10
Penyakit Diabetes Melitus masih merupakan
ancaman serius di Indonesia, bahkan jadi penyebab
kematian terbesar selain stroke dan penyakit jantung
koroner. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukkan, terjadi peningkatan prevalensi diabetes
di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau
sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Sementara itu dari data
International Diabetes Federation tahun 2015, jumlah
estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan
sebanyak 10 juta.
Selain mengancam nyawa, Diabetes Melitus juga
bisa membawa kerugian ekonomi yang besar bagi
penyandang diabetes, keluarga mereka, dan juga negara.
Bahkan diabetes dan komplikasinya merupakan salah
satu kelompok klaim terbesar untuk biaya catastrophic
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu 33%
dari total pengeluaran. Begitu pentingnya masalah
tersebut, sehingga pada peringatan Hari Kesehatan
Sedunia (HKS) 2016 yang diperingati setiap tanggal 7
April, gerakan mencegah, mengobati, dan melawan
penyakit ini menjadi tema yang diangkat.
Tipe Diabetes
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan
kadar gula darah yang tinggi akibat adanya gangguan pada
sekresi insulin atau gangguan kerja insulin, atau keduanya.
Ini terjadi lantaran tubuh tidak dapat memproduksi atau
tidak dapat merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh
organ pankreas, sehingga kadar gula darah jadi meningkat.
Ada dua tipe diabetes yang selama ini dikenal, pertama
diabetes tipe 1 yang biasanya diderita sejak kanak-kanak,
tidak diketahui penyebab tepatnya, dan tidak dapat dicegah.
Kedua adalah diabetes tipe 2 yang merupakan bentuk
umum dan diidap oleh sekitar 90% penderita diabetes di
seluruh dunia, namun sebagian besar dapat dicegah. Tidak
hanya mengincar orang usia lanjut, diabetes tipe 2 kini juga
mulai banyak ditemukan pada usia muda, bahkan remaja.
Dua tipe diabetes ini merupakan penyakit yang tidak
bisa disembuhkan dan mungkin akan disandang seumur
hidup. Namun, jika kadar glukosa darah dapat dikendalikan,
komplikasi dan progresivitas diabetes tentunya dapat
dicegah.
Selain dua tipe tersebut, ada juga Diabetes Gestasional
yang bersifat sementara, hanya terjadi selama kehamilan
dan akan sembuh dengan sendirinya setelah melahirkan.
Meski begitu, kondisi ini memerlukan pengawasan medis
yang ketat karena bisa membahayakan kondisi janin yang
dikandung.
INFO BPJS KESEHATAN
Faktor Risiko Diabetes
Diabetes Melitus, khususnya tipe 2, seringkali dikaitkan
dengan gaya hidup yang tidak sehat. Guru Besar Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI), Prof Dr dr Sidartawan Soegondo mengatakan,
berat badan berlebih dan obesitas merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit ini. Bahkan tidak hanya diabetes,
obesitas atau kegemukan juga merupakan “pintu gerbang”
hampir seluruh penyakit degeneratif. Selain itu, kurang
aktifitas fisik juga dapat memperbesar kemungkinan
seseorang menderita diabetes.
“Sebagian besar kasus diabetes muncul karena gaya hidup
yang tidak sehat, seperti kegemukan dan kurang aktivitas
Edisi 32 2016
Penting, Deteksi Dini
Untuk Cegah
Komplikasi Diabetes
Melitus
Sebagian besar penyakit
muncul akibat pola hidup yang tidak
sehat, contohnya Diabetes Melitus
(DM) yang seringkali menyebabkan
berbagai komplikasi serius. Selain
dapat menurunkan kualitas kesehatan
secara drastis, komplikasi yang
ditimbulkan dari penyakit ini juga
bisa menyebabkan kecatatan hingga
kematian. Agar tak mengalaminya,
sangat dianjurkan untuk menerapkan
pola hidup sehat dan melakukan
deteksi dini dengan memeriksa kadar
gula darah secara berkala. Jangan
tunggu sampai gejala diabetes muncul,
karena itu tandanya penyakit tersebut
sudah mulai menyerang organ tubuh
lain.
fisik. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak sehat
bisa menyebabkan peningkatan berat badan berlebih,
sehingga dapat meningkatkan risiko diabetes,” kata pakar
diabetes tersebut.
Karena erat kaitannya dengan gaya hidup, kunci utama
penanganan Diabetes Melitus tentunya adalah dengan
perubahan pola hidup atau lifestyle menjadi lebih sehat. Ia
mengingatkan untuk mengendalikan pola makan dan rutin
melakukan aktivitas fisik, minimal berjalan kaki selama 30
menit, lima kali dalam seminggu.
Pentingnya Deteksi Dini
Diabetes Melitus memang pantas disebut “silent killer” atau
pembunuh diam-diam. Sebab, pada awal kemunculannya
penyakit ini tidak menimbulkan gejala berarti. Apalagi
masyarakat kita biasanya juga malas melakukan
pemeriksaan kesehatan bila tidak mengalami keluhan fisik
yang berat.
“Karena pada tahap awalnya tidak menimbulkan gejala,
pasien biasanya tidak sadar sudah terkena diabetes. Mereka
baru datang ke dokter saat kondisi diabetesnya sudah berat.
Ini berbahaya sekali karena bisa menyebabkan berbagai
komplikasi,” ujarnya.
Karena itu, Prof Sidartawan selalu mengingatkan
pentingnya melakukan deteksi dini secara berkala dengan
melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Sebab apabila
ditemukan lebih dini, komplikasi dari penyakit diabetes
dapat dicegah, sehingga penyandang diabetes dapat tetap
produktif dan tidak mengalami kecacatan. Deteksi dini
tersebut juga penting sekali dilakukan oleh mereka yang
memiliki keturunan mengidap diabetes.
Bila dalam pemeriksaan tersebut diketahui seseorang sudah
berada pada fase prediabetes, tentunya langkah-langkah
pencegahan agar tidak sampai menjadi diabetes dapat lebih
mudah dilakukan. Prediabetes sendiri merupakan fase
sebelum seseorang terkena diabetes. Dalam kondisi ini,
kadar gula darah sudah berada di atas batas zona aman (>
140 mg/dl).
Meski pun baru tahap awal, prediabetes memang tak bisa
dianggap sepele. Bila tidak segera mengubah pola hidup
menjadi lebih sehat, prediabetes bisa berkembang menjadi
diabetes. Kalau masih kurang peka juga dengan sinyal yang
diberikan tubuh, tinggal tunggu komplikasi itu muncul.
“Kalau tidak melakukan cek gula darah, kita tidak akan
pernah tahu apakah sudah berada di fase prediabetes, atau
bahkan sudah diabetes. Jadi harus dilakukan sebelum
muncul gejalanya. Karena bila sudah ada gejala, biasanya
penyakit yang diderita sudah berat,” ujar Prof Sidartawan.
Tingginya gula darah yang diderita penyandang diabetes
dapat menyerang seluruh organ tubuh, yang pada akhirnya
menyebabkan berbagai komplikasi, mulai dari otak yang
menyebabkan stroke, gangguan pada organ hati, gangguan
fungsi ginjal, hingga komplikasi pada kaki yang membuat
penderitanya mudah mengalami luka. Komplikasi inilah
yang paling sering menyebabkan kecatatan dan kematian
pada penderita diabetes. Jadi, jangan ditunda lagi, ayo
lakukan cek gula darah, sekarang!
Lawan Diabetes Dengan
Perilaku “CERDIK”
Meski pun jadi penyakit mematikan yang tidak bisa
disembuhkan, Diabetes Melitus sebetulnya bisa dicegah
dengan melakukan aksi “Cerdik”. Kata ini merupakan slogan
kesehatan yang setiap hurufnya mempunyai makna.
•
•
•
•
•
•
Cek kesehatan secara teratur mulai dari kadar gula darah,
tekanan darah, dan kolesterol.
Enyahkan asap rokok dan jangan merokok.
Rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari,
seperti berolahraga, berjalan kaki, atau membersihkan
rumah. Upayakan dilakukan dengan baik, benar, teratur
dan terukur.
Diet yang seimbang dengan mengkonsumsi makanan
sehat dan gizi seimbang, konsumsi buah sayur minimal
5 porsi per hari, sedapat mungkin menekan konsumsi
gula hingga maksimal 4 sendok makan atau 50 gram per
hari, serta menghindari makanan atau minuman yang
manis atau yang berkarbonasi
Istirahat yang cukup.
Kelola stress dengan baik dan benar.
11
KILAS & PERISTIWA
Buka Layanan Satu Pintu, Kini Badan Usaha Baru Bisa
Urus Izin Dokumen Dan Daftar BPJS Kesehatan Sekaligus
JAKARTA
23 Februari 2016
menggunakan aplikasi online pelayanan
publik atau datang langsung ke titik
pelayanan publik setempat.
D
alam rangka mempermudah akses pendaftaran
peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), mulai 1
Maret 2016, Badan Usaha baru dapat langsung
terdaftar dalam program jaminan kesehatan melalui sistem
yang terintegrasi dengan pelayanan publik, seperti Badan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) di Jakarta, Badan
Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal (BKPPM) di
Surabaya, kantor pelayanan pajak dan lainnya. Mekanisme
layanan satu pintu tersebut bertujuan untuk memangkas
prosedur registrasi Badan Usaha baru, baik dalam hal
pengurusan izin usaha maupun pendaftaran program
jaminan kesehatan, agar lebih praktis dan lebih cepat. Hal
ini diharapkan dapat mendukung program pemerintah
Ease of Doing Business (EODB) atau kemudahan berusaha
di Indonesia.
Melalui layanan satu pintu, Badan Usaha baru yang
mengurus permohonan perizinan dokumen Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan/atau Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) pada BPTSP/BKPPM, secara otomatis
akan terdaftar dalam program jaminan kesehatan serta
memperoleh nomor Virtual Account (VA) dan hak akses
(username dan password) ke aplikasi online pendaftaran
peserta BPJS Kesehatan. Badan Usaha baru yang
dimaksud adalah Badan Usaha yang sedang memproses
pengurusan perizinan Badan Usaha, atau Badan Usaha
yang telah memiliki perizinan Badan Usaha namun
belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Untuk
mengurus dokumen perizinan, Badan Usaha baru dapat
Rabu(23//2).
“Jika permohonan perizinan tersebut
telah disetujui BPTSP, sistem terintegrasi
secara otomatis akan mengeluarkan
nomor VA dan hak akses aplikasi
pendaftaran peserta online BPJS
Kesehatan (E-DABU). Nantinya, nomor
VA, hak akses aplikasi peserta, dan
formulir registrasi dapat diterima
langsung oleh Badan Usaha pada saat
proses permohonan perizinan. Kemudian,
Badan Usaha akan dihubungi oleh BPJS
Kesehatan terkait proses pendaftaran,”
Ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan
Fachmi Idris dalam konferensi pers
di BPJS Kesehatan Kantor Pusat,
Sesuai dengan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1
Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penagihan,
Pembayaran dan Pelaporan Iuran secara Online bagi
Peserta Pekerja Penerima Upah dari Badan Usaha Baru
dalam Rangka Kemudahan Berusaha, setelah memperoleh
hak akses aplikasi peserta, Badan Usaha baru dapat
melakukan entry data peserta. Jika Badan Usaha baru
belum meng-entry data peserta lebih dari 3 bulan setelah
menerima hak akses aplikasi peserta, maka Badan Usaha
baru tersebut harus melakukan pendaftaran kembali. BPJS
Kesehatan akan memverifikasi data kepesertaan yang
telah di-entry Badan Usaha baru tersebut paling lama 1x24
jam.
Setelah memasukkan data peserta dan anggota
keluarganya, tahapan selanjutnya adalah proses approval
oleh Badan Usaha baru. Tagihan iuran pertama akan
diterima Badan Usaha baru tersebut dalam waktu 1x24
jamJika sudah melakukan pembayaran iuran pertama,
selanjutnya Badan Usaha baru dapat mencetak e-ID untuk
masing-masing karyawan Badan Usaha baru beserta
anggota keluarganya.
peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Ada sejumlah
perbedaan yang signifikan dari sistem sebelumnya. Dari
segi pendaftaran, sebelumnya harus dilakukan di Kantor
Cabang BPJS Kesehatan dan memakan waktu sekitar satu
hari, kini bisa dilakukan via online dan terintegrasi dengan
perizinan publik dengan estimasi waktu maksimal 3 jam.
Dari segi penagihan iuran, dulu tagihan iuran pertama
terbentuk tanggal 1 bulan berikutnya, sekarang dapat
terbentuk dalam 1x24 jam,” kata Fachmi.
Selain itu, Fachmi menambahkan, dari segi pembayaran,
jika sebelumnya bagi Badan Usaha yang tidak melakukan
pembayaran iuran pertama selama 3 bulan, maka iurannya
akan terakumulasi. Kini tagihan iuran pertamanya tetap
diberlakukan 1 bulan. Kemudian dari segi pelaporan iuran,
dulu akses informasi tagihan dan pembayaran hanya dapat
dilakukan secara manual dan melalui email, kini dapat
diperoleh melalui email dan aplikasi online.
Pemda DKI Jakarta Langsung Teken MoU Integrasi
Pelayanan Satu Pintu
Sejalan dengan peraturan BPJS Kesehatan tersebut, di hari
yang sama BPJS Kesehatan Divisi Regional IV bersama
Pemerintah Daerah DKI Jakarta menandatangani Nota
Kesepahaman tentang Optimalisasi Pelayanan Jaminan
Kesehatan melalui Integrasi Sistem Pelayanan Satu Pintu
di DKI Jakarta, di Balaikota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
(23/02). Hadir dalam penandatanganan tersebut Direktur
Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dan Guburnur DKI
Jakarta Basuki Tjahaya Purnama.
Dalam sambutannya Gubernur DKI Jakarta yang akrab
dipanggil Ahok, mengungkapkan apresiasinya atas kinerja
yang dilakukan BPJS Kesehatan sejauh ini. Menurutnya,
dengan pengintegrasian pelayanan satu pintu akan
semakin mempermudah masyarakat dalam memperoleh
pelayanan publik, sehingga keluhan masyarakat akan
menurun.
“Saya sangat apresiasi dan saat ini keluhan mengenai
BPJS Kesehatan sudah menurun, ini merupakan langkah
yang sangat baik. Sudah banyak yang merasakan manfaat
dari mengikuti program Jaminan Kesehatan. Prinsip
gotong royong merupakan kunci dari keberhasilan program
ini, dan saya harap bukan hanya DKI Jakarta yang support
namun seluruh daerah di Indonesia,” papar Ahok dalam
sambutan.
“Melalui layanan satu pintu ini, BPJS Kesehatan berupaya
menawarkan kemudahan pendaftaran, penagihan,
pembayaran serta pelaporan iuran, khususnya bagi
KONSULTASI
Adakah program terbaru dari
BPJS Kesehatan? Dan untuk
program jaminan pensiun itu
berasal dari BPJS Kesehatan
atau BPJS Ketenagakerjaan?
2.
Jawab:
•
BPJS Kesehatan
merupakan lembaga yang
berbeda dengan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan fokus mengelola
program jaminan kesehatan
bagi seluruh penduduk
Indonesia. Sementara
BPJS Ketenagakerjaan
mengelola program
jaminan pensiun, kematian,
kecelakaan kerja, dan hari
tua.
Assalamualaikum. Saya mau
tanya bagaimana caranya untuk
menonaktifkan Kartu Indonesia Sehat
karena saya mau beralih ke BPJS
Kesehatan yang berbayar. Waktu
saya mau daftar ternyata tidak bisa
karena saya sudah terdaftar di KIS.
Bagaimana caranya mendaftar BPJS
Kesehatan di perusahaan saya?
3.
Bagi peserta KIS APBD, dapat
melapor Pemerintah Daerah setempat
untuk dilakukan penonaktifan
statusnya sebagaipeserta KIS.
Sementara bagi peserta KIS APBN,
dapat melapor ke Dinas Sosial
setempat. Selanjutnya Dinas Sosial
tersebut akan mengusulkan kepada
Kementerian Sosial agar peserta
yang bersangkutan dinonaktifkan
statusnya sebagai peserta KIS,
sebab hal tersebut merupakan
kewenangan Kementerian Sosial.
Jika sudah non-aktif, maka peserta
dapat menyerahkan fotocopy KIS-nya
kepada HRD perusahaan tempatnya
bekerja, untuk kemudian didaftarkan
sebagai peserta Pekerja Penerima
Upah (PPU) yang iurannya dibayarkan
oleh perusahaan dan dipotong dari
penghasilan tetap peserta.
4.
Saya ingin bertanya,
apakah untuk kartu
BPJS Kesehatan kelas
III hanya dicetak di
kertas HVS biasa lalu
dilaminating sendiri?
Jawab:
Jawab:
Jawab:
•
Saya dapat kartu KIS, cuma nama
dan NIK nya beda dengan KK.
Saya tanya ke desa malah diberi
surat keterangan salah nama di
kartu. Pertanyaannya, apakah
kartu KIS saya bisa di gunakan
dengan surat keterangan dari
desa tersebut?
•
Pertama kami akan melakukan
pengecekan data untuk
memastikan kebenaran data,
dengan melakukan penelusuran
data keluarga peserta dalam
KK. Bila peserta diyakini adalah
benar peserta PBI berdasarkan
kecocokan data pada KK, kami
dapat melakukan perubahan
data dan melakukan pencetakan
KIS atas data yang telah
diperbarui dengan syarat
peserta atau anggota keluarga
sesuai KK yang bersangkutan
membawa dan memperlihatkan
dokumen pendukung yang sah.
Bila data peserta tidak diyakini
kebenarannya, maka kami
menyarankan peserta untuk
melaporkan ketidaksesuaian data
pada Dinas Sosial setempat.
•
Kartu yang dicetak di
HVS dan dilaminating
yang dimaksud
tersebut adalah E-ID
BPJS Kesehatan. E-ID
merupakan kartu yang
bisa dicetak sendiri
oleh peserta dan sama
sahnya/sama validnya
untuk digunakan
memperoleh pelayanan
kesehatan di fasilitas
kesehatan. Untuk
menggunakan E-ID
di fasilitas kesehatan,
peserta dapat
menyertakan identitas
diri seperti KTP.
Edisi 32 2016
INFO BPJS KESEHATAN
1.
PERUBAHAN
IURAN
ITEM
PERPRES No.12&111
/2013 (Lama)
Iuran PBI
PERPRESS No.19/201
6 JO. 28/2016
Rp. 19.225
Kelas I
Rp. 23.000
i
Rp. 80.000
Rp. 42.500
Kelas III
Rp. 25.500
PNS/TNI/POLRI/
PPNPN
Berlaku 1 Januari 2016
Iuran PBPU/BP/Mandir
Rp. 59.500
Kelas II
KETERANGAN
Proporsi Iuran PPU
2 % Pekerja
Rp. 51.000
Rp. 25.500
Berlaku 1 April 2016
3 % Pemberi Kerja
Tetap
1 % Pekerja
PPU Swasta
4 % Pemberi Kerja
Tetap
Kelas I : Setara Gol. III
Klasifikasi Kelas PPU
PNS/TNI/POLRI
PPU Swasta/PPNPN
dan IV
Kelas II : Setara Gol. I
dan II
Kelas I : Gaji/Upah 1,5
s/d 2x PTKP K1
Kelas I : Gaji/Upah UM
Tetap
Kelas I: Gaji/Upah Rp.
K s/d 1,5x PTKP 1
AT
MANFAAT UNTUK MASYARAK
an
1. Peningkatan Kualitas Pelayan
peserta
2. Penyesuaian rasio distribusi
ik pratama,
klin
,
mas
kes
(pus
P
FKT
dengan
an)
rang
dokter praktek pero
(jumlah
3. Peningkatan akses pelayan
sama).
erja
bek
g
yan
tan
eha
kes
litas
fasi
PERPRES N0.12/2013 JUCNTO
(PERPRES LAMA)
00.000
Kelas I: Gaji/Upah s/d
NO.111/2013
Rp. 4.000.000
Berlaku 1 April 2016
PERPRES NO.19/2016
(PERPRESS BARU)
Tarif Belum dapat ditinggkatka
dan rasionalisasi
Dapat dilakukan peninggkatan
ak secara langsung
tarif, sehingga akan berdamp
adap masyarakat
terh
nan
terhadap kualitas laya
: 5.000, namun
Rasio dokter dan peserta = 1
pada FKTP
erta
pes
n
uka
ump
masih ada pen
tertentu
: 5.000, dengan
Rasio dokter dan peserta = 1
ata pada setiap
mer
h
lebi
g
yan
distribusi peserta
yarakat lebih
mas
FKTP, sehingga layanan kepada
baik.
ik pratama, dokter
Jumlah FKTP (puskesmas, klin
07
30.7
an):
rang
praktek pero
klinik utama):
Jumlah FKRTL (rumah sakit dan
ik pratama, dokter
Jumlah FKTP (puskesmas, klin
09
36.3
an):
praktek perorang
klinik utama):
Jumlah FKRTL (rumah sakit dan
2.068
n
1.839
yanan kepada
4. Kinerja FKTP terhadap pela
alui kontrak
mel
an
kuk
masyarakat dapat dila
an.
yan
pela
n
itme
kom
berbasis
ya promotif dan
Belum diterapkan sehingga upa
lah peserta yang
jum
preventif belum optimal (a.l.
baik yang sakit
tan
eha
kes
ga
kontak dengan tena
maupun tidak sakit).
yanan
5. Penambahan manfaat pela
yarakat.
mas
an
kesehatan yang dirasak
Belum mencakup:
rval).
Pelayanan KB (tubektomi inte
ah sakit (UGD).
rum
di
ar
das
is
Pemeriksaan med
www.bpjs-kesehatan.go.id
4.000.000,- s/d Rp. 8.0
ya promotif dan
Dapat diterapkan sehingga upa
jumlah peserta
(a.l.
mal
opti
alan
berj
f
enti
prev
ehatan baik yang
yang kontak dengan tenaga kes
sakit maupun tidak sakit).
Sudah mencakup:
rval).
Pelayanan KB (tubektomi inte
ah sakit (UGD).
rum
di
ar
das
Pemeriksaan medis
MANFAAT YANG
DITERIMA
RKAIT
MASYARAKAT TE
PENYESUAIAN
BESARAN IURAN
PESERTA PEKERJA
A
BUKAN PENERIM
)
U
UPAH (PBP
Download