BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini, persaingan produk di pasaran semakin sengit. Pemasaran dilakukan terus-menerus salah satunya melalui promosi di berbagai media. Sales promotion atau promosi adalah semua aktivitas promosi yang merangsang respon perilaku jangka pendek dari konsumen, pedagang (distributor, grosir, dan pengecer) dan/atau perusahaan (Shimp, 2013). Dalam manajemen pemasaran terdapat 8 bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) yang terdiri dari periklanan (advertising), promosi penjualan, events and experiences, hubungan masyarakat dan publisitas, penjualan langsung (direct marketing), interactive marketing, word-of-mouth marketing, dan penjualan personal (Kotler dkk., 2012). Iklan menjadi salah satu cara pengenalan produk dan sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Iklan sendiri merupakan informasi yang bersifat komersil dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan (Kemenkes, 2010). Didalam dunia kesehatan, dikenal berbagai macam iklan yaitu iklan obat, iklan fasilitas pelayanan kesehatan, dan iklan layanan masyarakat. Obat sendiri memiliki fungsi untuk menetapkan diagnosis, mencegah, menyembuhkan, memulihkan, meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi yang digunakan untuk manusia (Kemenkes, 2009b). Obat akan menjadi racun jika digunakan secara tidak rasional (BPOM, 2011). Obat yang dapat diiklankan adalah obat bebas dan obat 1 2 bebas terbatas yang tidak memerlukan resep dokter (Kemenkes, 1998). Jumlah obat bebas yang semakin beragam berdampak pada peningkatan iklan obat yang beredar di masyarakat. Masing-masing industri farmasi berusaha untuk menampilkan iklan obat sekreatif mungkin untuk menarik perhatian untuk mendapatkan pangsa pasar dan konsumen. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui informasi yang akurat tentang kegunaan dan keamanan obat yang beredar (BPOM, 2011). Iklan obat mendukung pengobatan sendiri atau swamedikasi karena iklan memberi informasi kepada konsumen tentang macam dan manfaat obat tanpa resep dengan menjelaskan komposisi dan indikasi obat (Smith, 1983). Pengawasan iklan obat, makanan, minuman, dan iklan terkait lainnya harus ketat karena ada tayangan iklan yang kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), Standar Program Siaran (SPS), Peraturan Perundangan, serta Etika Pariwara Indonesia misalnya iklan dibintangi oleh tenaga kesehatan profesional (DPI, 2014). Menurut Laporan Kinerja BPOM Triwulan III pada tahun 2014, hasil pengawasan iklan obat sesudah beredar (post-review) pada beberapa jenis media antara lain media cetak, luar ruang, televisi dan radio dengan total hasil pengawasan sejumlah 2.322 iklan obat memberikan hasil yaitu 311 (13,39%) iklan tidak memenuhi ketentuan (TMK) dan telah ditindaklanjuti dengan Peringatan sejumlah 294 (12,66%) iklan dan Peringatan Keras sejumlah 19 (0,82%) iklan. Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2013, terjadi kenaikan iklan obat yang TMK sebesar 14,55%. Untuk obat tradisional juga dilakukan pengawasan iklan (post-review) terhadap beberapa jenis media antara lain media cetak, televisi, radio, luar ruang dan leaflet/brosur sejumlah 5.789 iklan. Hasil pengawasan 3 menunjukkan jumlah iklan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) di media cetak 1.211 (35,01%), di media televisi sebesar 26 (27,08%), di media radio sebesar 1 (3,85%), di media luar ruang sebesar 88 (43,35%) dan iklan leaflet/brosur sebesar 1.504 (75,01%). Apabila dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013, terjadi penurunan jumlah iklan yang TMK di media cetak sebesar 45,53%; di media televisi sebesar 26,07%; di media radio sebesar 81,41%; di media luar ruang sebesar 2,46% dan di media leaflet/brosur sebesar 13,14%. Jika iklan obat hanya memperhatikan atau menonjolkan kreativitas semata tanpa mematuhi peraturan perundang-undangan, maka masyarakat tidak akan mendapat informasi mengenai cara berobat yang benar (BPOM, 2014). Hasil Laporan Kerja BPOM tersebut dapat menggambarkan bahwa masyarakat sebagai konsumen akan merasa dirugikan karena tidak dapat terjamin hak-haknya. Hak yang tidak terjamin tersebut antara lain hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa; dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya (Kemendag, 1999). Penelitian yang bertema evaluasi iklan obat telah banyak dilakukan di Indonesia ataupun di luar negeri. Penelitian Primayani (2010) telah mengevaluasi kepatuhan iklan obat bebas di media cetak dan elektronik terhadap Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994. Dari penelitian ini, masih terdapat banyak pelanggaran pada iklan obat bebas yang ditayangkan di televisi, radio, 4 koran, dan majalah. Pada penelitian Rahmawati (2007) didapatkan 27,3% iklan tidak mencantumkan zat aktif atau tidak menggunakan INN (International Nonproprietary Name) dan 44,5% iklan mencantumkan klaim produk yang tidak didukung oleh bukti ilmiah. Selain di dalam negeri, di luar negeri juga terdapat penelitian yang mengevaluasi iklan obat. Di Nigeria, bahan atau materi iklan yang digunakan untuk promosi obat tidak lengkap. Informasi dalam brosur produk farmasi membesar-besarkan manfaat obat dan kurang menjelaskan resiko yang berhubungan dengan obat. Oleh karena itu, iklan-iklan farmasi yang ada di Nigeria harus melalui regulasi yang ketat sebelum ditayangkan (Adibe dkk., 2015). BPOM sebagai badan pengawas perlu melakukan regulasi iklan-iklan obat komersial dengan mengawasi kualitas informasi iklan secara rutin (Rahmawati, 2007). Adanya perbaikan informasi dalam penayangan iklan akan meminimalisir kesalahan pengobatan di masyarakat. Selain Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994, terdapat peraturan lain yang dapat dijadikan dasar pengawasan iklan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 mengenai Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Belum ada penelitian yang menggunakan PerMenKes tersebut sebagai dasar evaluasi. Penelitian iklan di televisi belum banyak dilakukan padahal menurut Badan Pusat Statistik yang dikutip dari www.bps.go.id, persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang menonton televisi terjadi peningkatan dari tahun 2003 hingga 2012 dan menempati posisi pertama dibandingkan persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mendengar radio maupun yang membaca surat kabar/majalah. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi iklan obat di media televisi berdasarkan perundang- 5 undangan yang berlaku yakni Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan: Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. B. Rumusan Masalah Dari studi literatur tersebut di atas menunjukkan bahwa iklan obat yang beredar di masyarakat memiliki tingkat pelanggaran yang tinggi terhadap peraturan yang ada. Media sebagai tempat mengiklankan obat yang menjadi sumber referensi akan memberikan efek yang tidak diinginkan jika iklan yang ada tidak sesuai peraturan yang berlaku. Dengan demikian dapat dibuat rumusan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran iklan obat berupa distribusi dan frekuensi iklan obat yang tayang di tiga stasiun televisi nasional? 2. Bagaimana tingkat pelanggaran iklan obat di tiga stasiun televisi nasional terhadap instrumen yang dibuat? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran iklan obat yang tayang pada tiga stasiun televisi nasional berupa distribusi produk obat yang diiklankan dan frekuensi penayangan iklan obat. 6 2. Mengetahui tingkat pelanggaran iklan obat di tiga stasiun televisi nasional terhadap instrumen yang dibuat yang didasarkan Permenkes 1787 Tahun 2010 dan Kepmenkes 386 Tahun 1994 melalui poin dan domain yang dilanggar. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain: 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman terhadap peraturan yang berlaku mengenai iklan obat dan mengetahui isu iklan obat yang beredar sebagai bahan edukasi untuk lingkungan sekitar. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan gambaran kondisi iklan obat yang beredar melalui media televisi nasional. 2. Bagi profesi apoteker, penelitian ini dapat digunakan sebagai peningkat semangat untuk mengedukasi masyarakat tentang pemilihan dan penggunaan obat yang benar dan rasional yang tidak hanya berdasarkan iklan. 3. Bagi petugas kesehatan selain apoteker, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber edukasi dan pemahaman tentang iklan obat yang beredar. 4. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan terhadap iklan obat yang beredar. 5. Bagi UGM, penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya data sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya. 7 E. Tinjauan Pustaka 1. Iklan a. Definisi iklan Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi berbayar sebagai perantara dari sumber tertentu, yang didesain untuk mengajak penerima agar melakukan suatu kegiatan di waktu sekarang atau di masa depan (Shimp, 2013). Iklan adalah suatu bentuk komunikasi tentang produk dan/atau merek kepada khalayak sasarannya, agar mereka memberikan tanggapan yang sesuai dengan tujuan pengiklan (DPI, 2014). b. Sifat-sifat iklan Sifat-sifat sarana promosi, antara lain pada periklanan (advertising) menurut Gitosudarmo (2008) yaitu: 1) Memasyarakat (public presentation) Pesan yang dirancang dalam iklan adalah untuk semua kalangan sehingga iklan akan dapat menjangkau masyarakat luas dengan cepat dan dapat memberikan pengaruh terhadap barang/jasa yang ditawarkan. 2) Kemampuan membujuk Periklanan mempunyai daya bujuk yang tinggi (sangat persuasif), karena iklan dapat dimuat ataupun tayang berkali-kali. Para pembeli yang prospektif dapat membandingkan iklan dari berbagai merek/brand yang muncul. 8 3) Ekspresif (expressiveness) Periklanan mempunyai kemampuan untuk mendramatisir produk dan perusahaannya karena periklanan dapat menggunakan seni cetak, warna, suara, dan format yang menarik. 4) Tidak terhadap orang tertentu saja (impersonal) Periklanan merupakan bentuk komunikasi yang monolog maka konsekuensinya tidak dapat menanggapi respon secara langsung dari konsumen potensial yang melihat iklan. 5) Efisien Periklanan dikatakan efisien karena periklanan dapat menjangkau masyarakat luas, terutama secara geografis dengan mudah dan murah. c. Tujuan iklan Iklan yang beredar selama ini memiliki banyak tujuan. Menurut Kotler & Keller (2012), tujuan periklanan yaitu: 1) Periklanan informatif (informative advertising) bertujuan untuk memperkenalkan brand dan memberitahu tentang produk baru atau fitur baru dari produk yang sudah ada. 2) Periklanan persuasif (persuasive advertising) bertujuan untuk menciptakan rasa suka, preferensi, keyakinan, dan pembelian dari suatu produk. Beberapa iklan yang bertujuan persuasif menggunakan comparative advertising yang membandingkan dua atau lebih brand secara eksplisit. 9 3) Iklan pengingat (reminder advertising) bertujuan untuk mendorong pembelian ulang oleh konsumen terhadap barang atau jasa. 4) Iklan penguatan (reinforcement advertising) bertujuan untuk meyakinkan pembeli bahwa mereka telah memilih dengan tepat. d. Syarat-syarat iklan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010, iklan harus memenuhi syarat meliputi : 1) Memuat informasi dengan data dan/atau fakta yang akurat; 2) Berbasis bukti; 3) Informatif; 4) Edukatif; 5) Bertanggung jawab . e. Jenis iklan Ada 8 tipe dasar iklan menurut Wells dkk. (1995), yaitu : 1) Brand Advertising Brand advertising juga dikenal sebagai national consumer advertising. Tipe iklan ini berfokus pada pengembangan identitas dan citra merek dalam jangka panjang. Tipe iklan ini akan membentuk citra suatu produk sehingga membedakannya dengan produk lain. 2) Retail Advertising Tipe iklan ini berskala lokal dan fokus pada toko di mana berbagai produk dapat dibeli atau di mana jasa dapat ditawarkan. Tipe iklan ini menekankan pada harga, ketersediaan barang, lokasi, dan jam buka. 10 3) Political Advertising Tipe iklan ini digunakan oleh politisi untuk kampanye menggalang suara pemilih. Iklan ini dapat digunakan sebagai alat komunikasi kepada pemilih, namun tipe iklan ini banyak menuai kritik karena terlalu menekankan pada pecitraan politisi dibanding dengan permasalahan yang terjadi. 4) Directory Advertising Tipe iklan ini lebih banyak digunakan masyarakat untuk mencari tahu bagaimana membeli produk atau jasa. Contoh tipe iklan ini adalah Yellow Pages. 5) Direct-Response Advertising Tipe iklan di mana konsumen dapat melakukan pembelian melalui telepon atau surat kemudian produk akan dikirim langsung ke konsumen lewat surat atau dengan media lain. 6) Business-to-Business Advertising Tipe iklan ini ditujukan ke pengecer, penjual grosir, dan distributor. Iklan ini lebih sering muncul di publikasi jurnal bisnis atau profesi. 7) Institutional Advertising Disebut juga corporate advertising. Fokus dari tipe iklan ini adalah membentuk identitas perusahaan atau menarik perhatian publik dari sisi organisasi. 11 8) Public Service Advertising (PSA) PSA menyampaikan pesan-pesan sosial seperti kampanye anti narkoba, kampanye anti kekerasan terhadap anak, dll. Iklan ini tidak dikenai biaya oleh pembuat iklan dan media akan memberikan slot waktu tayang khusus. f. Fungsi periklanan Fungsi iklan menurut Shimp (2013) adalah sebagai berikut : 1) Informing (memberitahu) Salah satu fungsi penting dari periklanan adalah mempublikasikan merek/brand, sehingga konsumen mengetahui merek baru yang muncul, mengidentifikasi perbedaan dengan merek yang lain, dan menyampaikan image positif dari merek yang ada. Iklan sendiri merupakan bentuk komunikasi yang efisien untuk mendapatkan massa yang banyak dengan biaya yang rendah. 2) Influencing (mempengaruhi) Iklan yang efektif akan mempengaruhi konsumen-konsumen yang dianggap prospektif sehingga mereka mencoba produk atau jasa yang ditawarkan dalam iklan. 3) Meningkatkan dan mengingatkan ciri khas Melalui iklan, merek/brand dari suatu perusahaan akan selalu diingat oleh konsumen. Saat konsumen ingin membeli sebuah barang, konsumen akan mengingat merek suatu perusahaan karena konsumen pernah melihat iklan yang menawarkan produk dari perusahaan tersebut 4) Menambah nilai (value) 12 Ada tiga cara mendasar agar perusahaan dapat menambah nilai (value) dalam penawarannya. Cara tersebut yaitu dengan melakukan inovasi, meningkatkan kualitas, dan merubah persepsi konsumen. Iklan dapat menambah nilai (value) dengan cara mengubah persepsi konsumen. 5) Membantu usaha lain perusahaan dalam promosi Iklan dapat membantu alat-alat promosi perusahaan yang lain. Sebagai contohnya, konsumen mengetahui adanya kupon yang ditawarkan perusahaan melalui iklan yang tersebar. Selain itu, iklan juga dapat membantu sales representative sehingga pekerjaan mereka menjadi lebih mudah, menghemat waktu, uang, usaha karena sales representative tidak perlu lagi menjelaskan kelebihan produk atau merek yang ditawarkan. g. Media iklan Menurut Kotler (2003) jenis-jenis media utama periklanan, kekurangan, dan kelebihannya sebagai berikut: 13 Media Televisi Radio Telepon Internet Koran Surat langsung (direct-mail) Majalah Reklame luar ruang Yellow Pages Berita Berkala Brosur Tabel I. Jenis-jenis Media Utama Periklanan Keunggulan Kelebihan Menggabungkan gambar, suara dan Biaya absolut tinggi; gerakan; merangsang indera; Kekacauan tinggi; perhatian tinggi; jangkauan tinggi paparan bergerak kilat; pemilihan audiens kurang Penggunaan massal; Hanya penyajian suara; pemilihan geografis dan demografis perhatian lebih rendah tinggi; biaya rendah daripada televisi; struktur harga tidak standar; paparan bergerak kilat Banyak pengguna; peluang Biaya relatif tinggi memberikan sentuhan pribadi kecuali jika digunakan sukarelawan Pemilihan audiens tinggi; Media relatif baru kemungkinan interaktif; biaya relatif dengan jumlah rendah pengguna yang rendah di beberapa negara Fleksibilitas; ketetapan waktu; Usia penggunaan jangkauan pasar lokal yang baik; pendek; penerimaan luas; tingkat kepercayaan mutu reproduksi jelek; tinggi audiens “terusan” kecil Audiens terpilih; fleksibilitas; tidak Biaya relatif tinggi; citra ada persaingan iklan dalam media yang “surat sampah” sama; personalisasi Pemilihan geografis dan demografis Perencanaan pembelian tinggi; kredibilitas dan gengsi; iklan panjang; sebagian reproduksi bermutu tinggi; usia sirkulasi sia-sia; tidak penggunaan panjang; penerusan ada jaminan posisi pembacaan baik Fleksibilitas; pengulangan paparan Pemilihan audiens tinggi; biaya rendah; persaingan terbatas; kreativitas rendah terbatas Liputan lokal sangat bagus; tingkat Persaingan tinggi; kepercayaan tinggi; jangkauan luas; perencanaan pembelian biaya rendah iklan panjang; kreativitas terbatas Pemilihan audiens sangat tinggi; Biaya dapat hilang siaterkontrol penuh; peluang interaktif; sia biaya relatif rendah Fleksibilitas; terkendali penuh; Produksi berlebihan dapat mendramatisir pesan dapat menyebabkan biaya hilang sia-sia h. Periklanan televisi Televisi sebagai media periklanan yang memiliki keunikan yaitu sangat personal dan demonstratif, tetapi juga mahal dan dianggap sebagai penyebab ketidakaturan (clutter) dalam persaingan. Para konsumen menganggap televisi 14 sebagai media yang paling kacau (clutter) dari semua media iklan (Shimp, 2000). Ada dua aspek khusus periklanan televisi, yaitu segmen pemrograman yang berbeda dan outlet alternatif untuk iklan televisi. Segmen pemrograman televisi menentukan biaya periklanan, karakteristik khalayak, dan kesesuaian pemrograman. Segmen pemrograman ini terdiri dari tiga bagian hari (day part) utama yaitu waktu utama (prime time), siang hari, dan fringe time. Waktu utama (prime time) adalah waktu dimana program terbaik dan termahal ditayangkan. Penonton paling banyak ada pada prime time dan jaringan TV akan mengenakan harga tertinggi untuk periklanan pada periode ini. Program prime time yang populer kadang-kadang menjangkau 20-25 juta keluarga sehingga pengiklan akan membayar mahal untuk mencapai sejumlah besar keluarga tersebut. Day part yang kedua adalah siang hari (day time). Periode yang dimulai dengan tayangan berita di pagi hari (subuh) sampai pukul 16.30 dikenal sebagai siang hari (day time). Day time diawali dengan program-program berita untuk orang dewasa, kemudian dilanjutkan dengan program-program khusus yang didesain untuk anak-anak. Day part yang ketiga adalah waktu tambahan (fringe times). Waktu tambahan adalah masa sebelum dan sesudah waktu utama. Awal fringe time pada sore hari ditujukan untuk anak-anak dan fringe time di larut malam ditujukan untuk dewasa muda (Shimp, 2000). Aspek khusus periklanan yang kedua adalah outlet alternatif untuk iklan televisi. Periklanan televisi jaringan, periklanan melalui televisi spot, periklanan melalui televisi sindikat, periklanan melalui televisi kabel, dan periklanan melalui televisi lokal merupakan outlet alternatif untuk iklan televisi. Periklanan televisi 15 jaringan sangat cocok untuk perusahaan yang ingin memasarkan produknya secara nasional sehingga dapat menjangkau para pelanggan potensial di seluruh negeri. Biaya periklanan pada televisi jaringan bergantung pada waktu (jam) iklan ditayangkan, popularitas program televisi di mana iklan dipasang, dan frekuensi penayangan dalam setahun. Biaya periklanan akan lebih tinggi pada triwulan pertama dan triwulan keempat dimana lebih banyak orang yang berada di rumah menonton televisi dan saat ratting berada di puncak. Kekurangan periklanan televisi jaringan adalah tidak cocok untuk perusahaan yang memusatkan usahanya pada satu pasar tertentu saja sehingga akan sia-sia jika melakukan investasi dalam periklanan televisi jaringan. Periklanan melalui televisi spot (spot advertising) cocok sebagai alternatif bagi pengiklan nasional dalam periklanan televisi jaringan. Jenis periklanan ini dipasang pada pasar-pasar pilihan. Periklanan melalui televisi spot berguna bagi pengiklan yang menggunakan periklanan jaringan tetapi perlu menambah jangkauan nasionalnya dengan jumlah periklanan yang lebih besar di pasar-pasar pilihan yang memiliki potensi merek tinggi. Outlet alternatif lainnya adalah periklanan melalui televisi sindikat. Program yang disindikasi terjadi bila suatu perusahaan yang bebas, memasarkan suatu tayangan televisi kepada sebanyak mungkin stasiun televisi yang berafiliasi dengan jaringan atau kabel. Programprogram yang disindikasi merupakan produksi asli atau tayangan yang pertama kali muncul di televisi jaringan. Periklanan melalui televisi kabel menarik bagi pengiklan nasional karena beberapa alasan. Pertama, karena jaringan kabel memfokuskan pada penonton 16 daerah-daerah yang sempit (narrowcasting). Pengiklan dapat menjangkau khalayak sasaran dengan baik (dalam batas-batas demografis dan psikografis) dibandingkan melalui televisi jaringan, spot, atau sindikasi. Kedua, harga periklanan jaringan yang tinggi dan khalayak yang menurun memaksa pengiklan mencari alternatif media yang lain. Alasan ketiga adalah komposisi demografis pemirsa televisi kabel. Para pelanggan televisi kabel secara ekonomis lebih kaya dan lebih muda dari populasi keseluruhan. Selain periklanan televisi kabel, periklanan melalui televisi lokal mulai dilirik oleh pengiklan lokal karena keunggulan CPM (Cost Per Million) televisi (biaya untuk mencapai 1000 orang) dan manfaat demonstrasi produk. Selain itu periklanan melalui televisi lokal sangat murah pada waktu tambahan (fringe time) sebelum dan sesudah program prime time (Shimp, 2000). Periklanan melalui televisi memiliki kekuatan dan keterbatasan. Kekuatan periklanan televisi menurut Shimp (2000) yaitu televisi memiliki kemampuan unik untuk mendemonstrasikan penggunaan produk, mempunyai kemampuan untuk muncul tanpa diharapkan (intrusion value), memberikan hiburan dan menghasilkan kesenangan, dapat menjangkau konsumen satu persatu, dapat menggunakan humor, efektif dengan tenaga penjualan perusahaan dan perdagangan, dan mencapai dampak yang diinginkan. Selain memiliki kekuatan periklanan televisi periklanan televisi juga memiliki keterbatasan yaitu biaya periklanan yang meningkat dengan cepat, erosi penonton televisi, terpecahnya penonton (audience fractionalization), dapat dilakukan zipping dan zapping oleh penonton, dan ketidakberaturan (clutter). 17 2. Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Kemenkes, 2009b). Obat-obatan yang ada di pasaran digolongkan menjadi berikut : a. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Obat golongan obat bebas boleh digunakan tanpa resep dokter dan biasa disebut obat OTC atau obat Over The Counter. Golongan obat bebas terdiri dari obat bebas terbatas dan obat bebas. Obat bebas dan obat bebas terbatas memiliki tanda khusus yang membedakannya dengan obat lain. Obat bebas memiliki tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi hitam, sedangkan obat bebas terbatas memiliki tanda khusus berupa lingkaran biru dengan garis tepi hitam (Kemenkes, 1983). b. Obat Keras Obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia baik dalam bungkusan maupun tidak (Kemenkes, 1949). Obat-obat ini memiliki tanda khusus yaitu lingkaran bulat berwarna merah dengan tepi berwarna hitam dengan huruf K menyentuh garis tepi. Pada etiket dan bungkus luar obat harus mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter” yang berarti untuk mendapatkan obat golongan ini diperlukan resep dokter (Kemenkes, 1986). 18 c. Obat Psikotropika Obat psikotropika adalah zat atau obat, baik ilmiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan, yaitu golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV. Contoh obat yang termasuk obat psikotropika, misalnya Brolamfetamina (golongan I), Amfetamina (golongan II), Amobarbital (golongan III), dan Alprazolam (golongan IV) (Kemenkes, 1997). d. Obat Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan. Obat narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan I, golongan II, dan golongan III. Contoh obat yang termasuk narkotika, misalnya Opium mentah (golongan I), Fentanil (golongan II), dan Kodeina (golongan III) (Kemenkes, 2009a). 3. Iklan Obat Iklan obat berdasarkan sisi persepsi komunikasi kesehatan dapat memberikan informasi obat yang tepat kepada masyarakat, tetapi dapat pula menyebabkan ketidaktepatan dalam penggunaan obat karena masyarakat tidak memahami secara keseluruhan dari apa yang tercantum pada iklan obat (Brownfield dkk., 2004). 19 Informasi dan klaim/narasi mengenai suatu produk farmasi harus jujur, objektif, akurat, dan menyajikan bukti berimbang. Informasi, klaim/narasi promosi, data dan audio penunjang, presentasi grafis atau visual lain tidak boleh secara langsung atau secara tidak langsung menyesatkan (IPMG, 2013). Menurut etika iklan dari WHO (1988) iklan yang ditujukan kepada dokter dan petugas kesehatan profesional harus mematuhi etika yang berlaku, yaitu : a. Pemilihan kata dan ilustrasi pada iklan untuk dokter dan tenaga kesehatan profesional harus berdasarkan data yang sah tentang obat yang bersangkutan atau sumber lain yang sesuai. Tulisan yang ditampilkan harus dapat dibaca. b. Di beberapa negara, iklan harus mengandung informasi lengkap tentang produk sesuai selama waktu promosi atau selama produk masih ada yang dibuktikan dengan data yang sah atau sumber lain yang sesuai. c. Iklan harus mengandung informasi : 1) Nama zat aktif dari produk menggunakan penamaan internasional atau nama generik dari obat 2) Nama dagang 3) Komposisi dari produk 4) Penggunaan untuk terapi yang telah disetujui 5) Bentuk sediaan atau regimen dosis 6) Efek samping dan reaksi obat yang sering terjadi 7) Pencegahan, kontra indikasi, dan perhatian 8) Interaksi yang sering terjadi 9) Nama dan alamat industri pembuat atau distributor 20 10) Referensi dari literatur jika diperlukan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 pasal 5, iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat: a. Menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk seperti merendahkan kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan; b. Memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan; c. Memuat informasi yang menyiratkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dapat memperoleh keuntungan dari pelayanan kesehatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau menciptakan pengharapan yang tidak tepat dari pelayanan kesehatan yang diberikan; d. Membandingkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, atau mencela mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya; e. Memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif dan menyiratkan kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat menyesatkan f. Memublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan kesehatan baru atau non-konvensional yang belum diterima oleh masyarakat 21 kedokteran dan/atau kesehatan karena manfaat dan keamanannya sesuai ketentuan masing-masing masih diragukan atau belum terbukti; g. Mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara Indonesia; h. Mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin; i. Mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan keamanan; j. Mengiklankan susu formula dan zat adiktif; k. Mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali dalam majalah atau forum ilmiah kedokteran; l. Memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut; m. Mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan kesehatan dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level marketing; n. Memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa; o. Menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang kesehatan. Pada peraturan yang sama yakni Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 pada pasal 8 dijelaskan bahwa tenaga kesehatan dilarang mengiklankan atau menjadi model iklan obat, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan kecuali dalam iklan layanan masyarakat. 22 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 13 ayat 2 tertulis “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain”. Iklan obat yang beredar harus mematuhi etika pariwara yang telah dibuat. Dalam Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2014 yang dibuat oleh Dewan Periklanan Indonesia iklan obat-obatan yang beredar harus memenuhi etika berikut: a. Iklan tidak boleh menjanjikan kemampuan obat mencegah penyakit b. Iklan tidak boleh secara langsung maupun tersamar, menganjurkan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan izin indikasinya c. Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan d. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran, atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit e. Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan adanya anjuran, rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu dari dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan pihak-pihak yang mewakili profesi kesehatan, beserta segala atribut mereka, ataupun atribut-atribut lain yang berkonotasi pada profesi kesehatan f. Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak untuk mempertahankan kesehatan tubuh 23 g. Iklan tidak boleh memanipulasi atau mengeksploitasi rasa takut orang terhadap sesuatu penyakit jika tidak menggunakan obat tertentu h. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak berbahaya”, “bebas efek samping”, ”bebas risiko”, atau ungkapan lain yang bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang obyektif dan memadai i. Iklan tidak boleh menawarkan diagnosa pengobatan atau perawatan melalui surat menyurat j. Iklan tidak boleh menawarkan jaminan pengembalian uang (warranty) k. Iklan tidak boleh menyatakan adanya kemampuan melampaui batas atau tidak terbatas obat terkait untuk mengatasi penyakit l. Iklan tidak boleh memberikan kesan diperolehnya efek langsung obat, tanpa didukung dengan keterangan yang obyektif dan memadai Menurut Pedoman Periklanan Obat Bebas dalam Petunjuk Teknis poin Umum yang tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994, iklan obat harus memenuhi ketentuan berikut: a. Obat yang diiklankan kepada masyarakat adalah iklan obat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangannya yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain. b. Obat yang dimaksud dalam butir (a) dapat diiklankan apabila telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran dari Departemen Kesehatan RI. c. Iklan obat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI. 24 d. Nama obat yang dapat diiklankan adalah nama yang disetujui dalam pendaftaran. e. Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk pemilihan penggunaan obat bebas secara rasional. f. Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus. g. Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut : 1) Obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui. 2) Lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping. 3) Tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab, serta tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Di samping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan. 25 h. Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. i. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak. j. Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan “setting” yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium. Iklan tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat. k. Iklan obat tidak boleh : 1) Memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya, “Dokter saya merekomendasi…..”). 2) Memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang dilakukan dengan berlebihan. l. Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan tertentu. m. Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat. n. Iklan obat tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat. o. Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan sebagai berikut : 26 1) BACA ATURAN PAKAI 2) JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER Kecuali untuk iklan vitamin, spot peringatan perhatian sebagai berikut : 1) BACA ATURAN PAKAI p. Ketentuan minimal yang harus dipenuhi oleh spot peringatan perhatian dalam butir (o) adalah sebagai berikut : 1) Untuk Media Televisi : spot iklan harus dicantumkan dengan tulisan yang jelas terbaca dan pada satu screen/gambar terakhir dengan ukuran minimal 30% dari screen dan ditayangkan minimal 3 detik. 2) Untuk Media Radio : spot iklan harus dibacakan pada akhir iklan dengan jelas dan dengan nada suara tegas. 3) Untuk Media Cetak : spot dicantumkan dengan ketentuan sebagai berikut BACA ATURAN PAKAI JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER BACA ATURAN PAKAI JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER Gambar 1. Spot Peringatan Obat pada Media Cetak BACA ATURAN PAKAI BACA ATURAN PAKAI Gambar 2. Spot Peringatan Vitamin pada Media Cetak Jenis huruf yang disyaratkan adalah Helvetika Medium dengan ukuran huruf 18pts dengan ukuran kotak spot dibuat proposional sehingga spot terlihat mencolok. 27 q. Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai 1) Komposisi zat aktif obat dengan nama INN atau International Nonproprietary Name (khusus media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif harus dengan nama INN. 2) Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat. 3) Nama dagang obat. 4) Nama industri farmasi. 5) Nomor pendaftaran (untuk media cetak). F. Keterangan Empiris Penelitian tentang evaluasi iklan obat telah banyak dilakukan. Data dari Badan POM menunjukkan 13,39% iklan obat yang dievaluasi tidak memenuhi ketentuan. Penelitian yang dilakukan Primayani (2010) yang mengevaluasi iklan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994 menunjukkan masih banyak iklan obat di berbagai media yang melanggar peraturan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevalusi tingkat pelanggaran iklan obat pada tiga stasiun televisi nasional terhadap instrumen yang dibuat yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010. Selain tingkat pelanggaran, penelitian ini juga dilakukan untuk menggambarkan pola iklan obat pada stasiun televisi nasional melalui data distribusi produk obat yang diiklankan dan frekuensi penayangan iklan obat.