BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era modern ini, persaingan produk di pasaran semakin sengit. Pemasaran
dilakukan terus-menerus salah satunya melalui promosi di berbagai media. Sales
promotion atau promosi adalah semua aktivitas promosi yang merangsang respon
perilaku jangka pendek dari konsumen, pedagang (distributor, grosir, dan pengecer)
dan/atau perusahaan (Shimp, 2013). Dalam manajemen pemasaran terdapat 8
bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) yang terdiri dari
periklanan (advertising), promosi penjualan, events and experiences, hubungan
masyarakat dan publisitas, penjualan langsung (direct marketing), interactive
marketing, word-of-mouth marketing, dan penjualan personal (Kotler dkk., 2012).
Iklan menjadi salah satu cara pengenalan produk dan sangat berpengaruh terhadap
keputusan pembelian. Iklan sendiri merupakan informasi yang bersifat komersil
dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat
dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran
yang bersangkutan (Kemenkes, 2010).
Didalam dunia kesehatan, dikenal berbagai macam iklan yaitu iklan obat,
iklan fasilitas pelayanan kesehatan, dan iklan layanan masyarakat. Obat sendiri
memiliki fungsi
untuk menetapkan diagnosis, mencegah, menyembuhkan,
memulihkan, meningkatkan kesehatan dan kontrasepsi yang digunakan untuk
manusia (Kemenkes, 2009b). Obat akan menjadi racun jika digunakan secara tidak
rasional (BPOM, 2011). Obat yang dapat diiklankan adalah obat bebas dan obat
1
2
bebas terbatas yang tidak memerlukan resep dokter (Kemenkes, 1998). Jumlah obat
bebas yang semakin beragam berdampak pada peningkatan iklan obat yang beredar
di masyarakat. Masing-masing industri farmasi berusaha untuk menampilkan iklan
obat sekreatif mungkin untuk menarik perhatian untuk mendapatkan pangsa pasar
dan konsumen. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui informasi yang
akurat tentang kegunaan dan keamanan obat yang beredar (BPOM, 2011).
Iklan obat mendukung pengobatan sendiri atau swamedikasi karena iklan
memberi informasi kepada konsumen tentang macam dan manfaat obat tanpa resep
dengan menjelaskan komposisi dan indikasi obat (Smith, 1983). Pengawasan iklan
obat, makanan, minuman, dan iklan terkait lainnya harus ketat karena ada tayangan
iklan yang kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), Standar
Program Siaran (SPS), Peraturan Perundangan, serta Etika Pariwara Indonesia
misalnya iklan dibintangi oleh tenaga kesehatan profesional (DPI, 2014).
Menurut Laporan Kinerja BPOM Triwulan III pada tahun 2014, hasil
pengawasan iklan obat sesudah beredar (post-review) pada beberapa jenis media
antara lain media cetak, luar ruang, televisi dan radio dengan total hasil pengawasan
sejumlah 2.322 iklan obat memberikan hasil yaitu 311 (13,39%) iklan tidak
memenuhi ketentuan (TMK) dan telah ditindaklanjuti dengan Peringatan sejumlah
294 (12,66%) iklan dan Peringatan Keras sejumlah 19 (0,82%) iklan. Apabila
dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2013, terjadi kenaikan iklan
obat yang TMK sebesar 14,55%. Untuk obat tradisional juga dilakukan pengawasan
iklan (post-review) terhadap beberapa jenis media antara lain media cetak, televisi,
radio, luar ruang dan leaflet/brosur sejumlah 5.789 iklan. Hasil pengawasan
3
menunjukkan jumlah iklan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) di media cetak
1.211 (35,01%), di media televisi sebesar 26 (27,08%), di media radio sebesar 1
(3,85%), di media luar ruang sebesar 88 (43,35%) dan iklan leaflet/brosur sebesar
1.504 (75,01%). Apabila dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013, terjadi
penurunan jumlah iklan yang TMK di media cetak sebesar 45,53%; di media
televisi sebesar 26,07%; di media radio sebesar 81,41%; di media luar ruang sebesar
2,46% dan di media leaflet/brosur sebesar 13,14%. Jika iklan obat hanya
memperhatikan atau menonjolkan kreativitas semata tanpa mematuhi peraturan
perundang-undangan, maka masyarakat tidak akan mendapat informasi mengenai
cara berobat yang benar (BPOM, 2014).
Hasil Laporan Kerja BPOM tersebut dapat menggambarkan bahwa
masyarakat sebagai konsumen akan merasa dirugikan karena tidak dapat terjamin
hak-haknya. Hak yang tidak terjamin tersebut antara lain hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa;
dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya (Kemendag, 1999).
Penelitian yang bertema evaluasi iklan obat telah banyak dilakukan di
Indonesia ataupun di luar negeri. Penelitian Primayani (2010) telah mengevaluasi
kepatuhan iklan obat bebas di media cetak dan elektronik terhadap Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994. Dari penelitian ini, masih terdapat
banyak pelanggaran pada iklan obat bebas yang ditayangkan di televisi, radio,
4
koran, dan majalah. Pada penelitian Rahmawati (2007) didapatkan 27,3% iklan
tidak mencantumkan zat aktif atau tidak menggunakan INN (International
Nonproprietary Name) dan 44,5% iklan mencantumkan klaim produk yang tidak
didukung oleh bukti ilmiah. Selain di dalam negeri, di luar negeri juga terdapat
penelitian yang mengevaluasi iklan obat. Di Nigeria, bahan atau materi iklan yang
digunakan untuk promosi obat tidak lengkap. Informasi dalam brosur produk
farmasi membesar-besarkan manfaat obat dan kurang menjelaskan resiko yang
berhubungan dengan obat. Oleh karena itu, iklan-iklan farmasi yang ada di Nigeria
harus melalui regulasi yang ketat sebelum ditayangkan (Adibe dkk., 2015).
BPOM sebagai badan pengawas perlu melakukan regulasi iklan-iklan obat
komersial dengan mengawasi kualitas informasi iklan secara rutin (Rahmawati,
2007). Adanya perbaikan informasi dalam penayangan iklan akan meminimalisir
kesalahan pengobatan di masyarakat. Selain Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
386 Tahun 1994, terdapat peraturan lain yang dapat dijadikan dasar pengawasan
iklan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 mengenai Iklan
dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Belum ada penelitian yang menggunakan
PerMenKes tersebut sebagai dasar evaluasi. Penelitian iklan di televisi belum
banyak dilakukan padahal menurut Badan Pusat Statistik yang dikutip dari
www.bps.go.id, persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang menonton
televisi terjadi peningkatan dari tahun 2003 hingga 2012 dan menempati posisi
pertama dibandingkan persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang
mendengar radio maupun yang membaca surat kabar/majalah. Oleh karena itu,
perlu dilakukan evaluasi iklan obat di media televisi berdasarkan perundang-
5
undangan yang berlaku yakni Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun
1994 tentang Pedoman Periklanan: Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi
Pelayanan Kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Dari studi literatur tersebut di atas menunjukkan bahwa iklan obat yang
beredar di masyarakat memiliki tingkat pelanggaran yang tinggi terhadap peraturan
yang ada. Media sebagai tempat mengiklankan obat yang menjadi sumber referensi
akan memberikan efek yang tidak diinginkan jika iklan yang ada tidak sesuai
peraturan yang berlaku. Dengan demikian dapat dibuat rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran iklan obat berupa distribusi dan frekuensi iklan obat
yang tayang di tiga stasiun televisi nasional?
2. Bagaimana tingkat pelanggaran iklan obat di tiga stasiun televisi nasional
terhadap instrumen yang dibuat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui gambaran iklan obat yang tayang pada tiga stasiun televisi nasional
berupa distribusi produk obat yang diiklankan dan frekuensi penayangan iklan
obat.
6
2. Mengetahui tingkat pelanggaran iklan obat di tiga stasiun televisi nasional
terhadap instrumen yang dibuat yang didasarkan Permenkes 1787 Tahun 2010
dan Kepmenkes 386 Tahun 1994 melalui poin dan domain yang dilanggar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman
terhadap peraturan yang berlaku mengenai iklan obat dan mengetahui isu iklan
obat yang beredar sebagai bahan edukasi untuk lingkungan sekitar. Selain itu,
penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan gambaran kondisi iklan obat
yang beredar melalui media televisi nasional.
2. Bagi profesi apoteker, penelitian ini dapat digunakan sebagai peningkat
semangat untuk mengedukasi masyarakat tentang pemilihan dan penggunaan
obat yang benar dan rasional yang tidak hanya berdasarkan iklan.
3. Bagi petugas kesehatan selain apoteker, penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber edukasi dan pemahaman tentang iklan obat yang beredar.
4. Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi bahan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan terhadap iklan obat yang beredar.
5. Bagi UGM, penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya data sebagai
rujukan untuk penelitian selanjutnya.
7
E. Tinjauan Pustaka
1. Iklan
a. Definisi iklan
Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi berbayar sebagai perantara dari
sumber tertentu, yang didesain untuk mengajak penerima agar melakukan suatu
kegiatan di waktu sekarang atau di masa depan (Shimp, 2013). Iklan adalah suatu
bentuk komunikasi tentang produk dan/atau merek kepada khalayak sasarannya,
agar mereka memberikan tanggapan yang sesuai dengan tujuan pengiklan (DPI,
2014).
b. Sifat-sifat iklan
Sifat-sifat sarana promosi, antara lain pada periklanan (advertising) menurut
Gitosudarmo (2008) yaitu:
1) Memasyarakat (public presentation)
Pesan yang dirancang dalam iklan adalah untuk semua kalangan
sehingga iklan akan dapat menjangkau masyarakat luas dengan cepat dan
dapat memberikan pengaruh terhadap barang/jasa yang ditawarkan.
2) Kemampuan membujuk
Periklanan mempunyai daya bujuk yang tinggi (sangat persuasif),
karena iklan dapat dimuat ataupun tayang berkali-kali. Para pembeli yang
prospektif dapat membandingkan iklan dari berbagai merek/brand yang
muncul.
8
3) Ekspresif (expressiveness)
Periklanan mempunyai kemampuan untuk mendramatisir produk dan
perusahaannya karena periklanan dapat menggunakan seni cetak, warna,
suara, dan format yang menarik.
4) Tidak terhadap orang tertentu saja (impersonal)
Periklanan merupakan bentuk komunikasi yang monolog maka
konsekuensinya tidak dapat menanggapi respon secara langsung dari
konsumen potensial yang melihat iklan.
5) Efisien
Periklanan dikatakan efisien karena periklanan dapat menjangkau
masyarakat luas, terutama secara geografis dengan mudah dan murah.
c. Tujuan iklan
Iklan yang beredar selama ini memiliki banyak tujuan. Menurut Kotler &
Keller (2012), tujuan periklanan yaitu:
1) Periklanan informatif (informative advertising) bertujuan untuk
memperkenalkan brand dan memberitahu tentang produk baru atau fitur
baru dari produk yang sudah ada.
2) Periklanan
persuasif
(persuasive
advertising)
bertujuan
untuk
menciptakan rasa suka, preferensi, keyakinan, dan pembelian dari suatu
produk. Beberapa iklan yang bertujuan persuasif menggunakan
comparative advertising yang membandingkan dua atau lebih brand
secara eksplisit.
9
3) Iklan pengingat (reminder advertising) bertujuan untuk mendorong
pembelian ulang oleh konsumen terhadap barang atau jasa.
4) Iklan
penguatan
(reinforcement
advertising)
bertujuan
untuk
meyakinkan pembeli bahwa mereka telah memilih dengan tepat.
d. Syarat-syarat iklan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010, iklan
harus memenuhi syarat meliputi :
1) Memuat informasi dengan data dan/atau fakta yang akurat;
2) Berbasis bukti;
3) Informatif;
4) Edukatif;
5) Bertanggung jawab .
e. Jenis iklan
Ada 8 tipe dasar iklan menurut Wells dkk. (1995), yaitu :
1) Brand Advertising
Brand advertising juga dikenal sebagai national consumer advertising.
Tipe iklan ini berfokus pada pengembangan identitas dan citra merek dalam
jangka panjang. Tipe iklan ini akan membentuk citra suatu produk sehingga
membedakannya dengan produk lain.
2) Retail Advertising
Tipe iklan ini berskala lokal dan fokus pada toko di mana berbagai
produk dapat dibeli atau di mana jasa dapat ditawarkan. Tipe iklan ini
menekankan pada harga, ketersediaan barang, lokasi, dan jam buka.
10
3) Political Advertising
Tipe iklan ini digunakan oleh politisi untuk kampanye menggalang
suara pemilih. Iklan ini dapat digunakan sebagai alat komunikasi kepada
pemilih, namun tipe iklan ini banyak menuai kritik karena terlalu
menekankan pada pecitraan politisi dibanding dengan permasalahan yang
terjadi.
4) Directory Advertising
Tipe iklan ini lebih banyak digunakan masyarakat untuk mencari tahu
bagaimana membeli produk atau jasa. Contoh tipe iklan ini adalah Yellow
Pages.
5) Direct-Response Advertising
Tipe iklan di mana konsumen dapat melakukan pembelian melalui
telepon atau surat kemudian produk akan dikirim langsung ke konsumen
lewat surat atau dengan media lain.
6) Business-to-Business Advertising
Tipe iklan ini ditujukan ke pengecer, penjual grosir, dan distributor.
Iklan ini lebih sering muncul di publikasi jurnal bisnis atau profesi.
7) Institutional Advertising
Disebut juga corporate advertising. Fokus dari tipe iklan ini adalah
membentuk identitas perusahaan atau menarik perhatian publik dari sisi
organisasi.
11
8) Public Service Advertising (PSA)
PSA menyampaikan pesan-pesan sosial seperti kampanye anti narkoba,
kampanye anti kekerasan terhadap anak, dll. Iklan ini tidak dikenai biaya
oleh pembuat iklan dan media akan memberikan slot waktu tayang khusus.
f. Fungsi periklanan
Fungsi iklan menurut Shimp (2013) adalah sebagai berikut :
1) Informing (memberitahu)
Salah satu fungsi penting dari periklanan adalah mempublikasikan
merek/brand, sehingga konsumen mengetahui merek baru yang muncul,
mengidentifikasi perbedaan dengan merek yang lain, dan menyampaikan
image positif dari merek yang ada. Iklan sendiri merupakan bentuk
komunikasi yang efisien untuk mendapatkan massa yang banyak dengan
biaya yang rendah.
2) Influencing (mempengaruhi)
Iklan yang efektif akan mempengaruhi konsumen-konsumen yang
dianggap prospektif sehingga mereka mencoba produk atau jasa yang
ditawarkan dalam iklan.
3) Meningkatkan dan mengingatkan ciri khas
Melalui iklan, merek/brand dari suatu perusahaan akan selalu diingat
oleh konsumen. Saat konsumen ingin membeli sebuah barang, konsumen
akan mengingat merek suatu perusahaan karena konsumen pernah melihat
iklan yang menawarkan produk dari perusahaan tersebut
4) Menambah nilai (value)
12
Ada tiga cara mendasar agar perusahaan dapat menambah nilai (value)
dalam penawarannya. Cara tersebut yaitu dengan melakukan inovasi,
meningkatkan kualitas, dan merubah persepsi konsumen. Iklan dapat
menambah nilai (value) dengan cara mengubah persepsi konsumen.
5) Membantu usaha lain perusahaan dalam promosi
Iklan dapat membantu alat-alat promosi perusahaan yang lain. Sebagai
contohnya, konsumen mengetahui adanya kupon yang ditawarkan
perusahaan melalui iklan yang tersebar. Selain itu, iklan juga dapat
membantu sales representative sehingga pekerjaan mereka menjadi lebih
mudah, menghemat waktu, uang, usaha karena sales representative tidak
perlu lagi menjelaskan kelebihan produk atau merek yang ditawarkan.
g. Media iklan
Menurut Kotler (2003) jenis-jenis media utama periklanan, kekurangan, dan
kelebihannya sebagai berikut:
13
Media
Televisi
Radio
Telepon
Internet
Koran
Surat langsung
(direct-mail)
Majalah
Reklame luar
ruang
Yellow Pages
Berita Berkala
Brosur
Tabel I. Jenis-jenis Media Utama Periklanan
Keunggulan
Kelebihan
Menggabungkan gambar, suara dan
Biaya absolut tinggi;
gerakan;
merangsang
indera;
Kekacauan tinggi;
perhatian tinggi; jangkauan tinggi
paparan
bergerak
kilat;
pemilihan
audiens kurang
Penggunaan massal;
Hanya penyajian suara;
pemilihan geografis dan demografis perhatian lebih rendah
tinggi; biaya rendah
daripada televisi; struktur
harga tidak standar;
paparan bergerak kilat
Banyak
pengguna;
peluang Biaya relatif tinggi
memberikan sentuhan pribadi
kecuali jika digunakan
sukarelawan
Pemilihan
audiens
tinggi; Media
relatif
baru
kemungkinan interaktif; biaya relatif dengan
jumlah
rendah
pengguna yang rendah
di beberapa negara
Fleksibilitas; ketetapan waktu;
Usia
penggunaan
jangkauan pasar lokal yang baik; pendek;
penerimaan luas; tingkat kepercayaan mutu reproduksi jelek;
tinggi
audiens “terusan” kecil
Audiens terpilih; fleksibilitas; tidak Biaya relatif tinggi; citra
ada persaingan iklan dalam media yang “surat sampah”
sama; personalisasi
Pemilihan geografis dan demografis Perencanaan pembelian
tinggi; kredibilitas dan gengsi; iklan panjang; sebagian
reproduksi bermutu tinggi; usia
sirkulasi sia-sia; tidak
penggunaan
panjang;
penerusan ada jaminan posisi
pembacaan baik
Fleksibilitas; pengulangan paparan Pemilihan
audiens
tinggi; biaya rendah; persaingan terbatas;
kreativitas
rendah
terbatas
Liputan lokal sangat bagus; tingkat Persaingan tinggi;
kepercayaan tinggi; jangkauan luas; perencanaan pembelian
biaya rendah
iklan
panjang;
kreativitas terbatas
Pemilihan audiens sangat tinggi; Biaya dapat hilang siaterkontrol penuh; peluang interaktif; sia
biaya relatif rendah
Fleksibilitas; terkendali penuh;
Produksi
berlebihan
dapat mendramatisir pesan
dapat
menyebabkan
biaya hilang sia-sia
h. Periklanan televisi
Televisi sebagai media periklanan yang memiliki keunikan yaitu sangat
personal dan demonstratif, tetapi juga mahal dan dianggap sebagai penyebab
ketidakaturan (clutter) dalam persaingan. Para konsumen menganggap televisi
14
sebagai media yang paling kacau (clutter) dari semua media iklan (Shimp, 2000).
Ada dua aspek khusus periklanan televisi, yaitu segmen pemrograman yang
berbeda dan outlet alternatif untuk iklan televisi.
Segmen pemrograman televisi menentukan biaya periklanan, karakteristik
khalayak, dan kesesuaian pemrograman. Segmen pemrograman ini terdiri dari tiga
bagian hari (day part) utama yaitu waktu utama (prime time), siang hari, dan fringe
time. Waktu utama (prime time) adalah waktu dimana program terbaik dan termahal
ditayangkan. Penonton paling banyak ada pada prime time dan jaringan TV akan
mengenakan harga tertinggi untuk periklanan pada periode ini. Program prime time
yang populer kadang-kadang menjangkau 20-25 juta keluarga sehingga pengiklan
akan membayar mahal untuk mencapai sejumlah besar keluarga tersebut.
Day part yang kedua adalah siang hari (day time). Periode yang dimulai
dengan tayangan berita di pagi hari (subuh) sampai pukul 16.30 dikenal sebagai
siang hari (day time). Day time diawali dengan program-program berita untuk orang
dewasa, kemudian dilanjutkan dengan program-program khusus yang didesain
untuk anak-anak. Day part yang ketiga adalah waktu tambahan (fringe times).
Waktu tambahan adalah masa sebelum dan sesudah waktu utama. Awal fringe time
pada sore hari ditujukan untuk anak-anak dan fringe time di larut malam ditujukan
untuk dewasa muda (Shimp, 2000).
Aspek khusus periklanan yang kedua adalah outlet alternatif untuk iklan
televisi. Periklanan televisi jaringan, periklanan melalui televisi spot, periklanan
melalui televisi sindikat, periklanan melalui televisi kabel, dan periklanan melalui
televisi lokal merupakan outlet alternatif untuk iklan televisi. Periklanan televisi
15
jaringan sangat cocok untuk perusahaan yang ingin memasarkan produknya secara
nasional sehingga dapat menjangkau para pelanggan potensial di seluruh negeri.
Biaya periklanan pada televisi jaringan bergantung pada waktu (jam) iklan
ditayangkan, popularitas program televisi di mana iklan dipasang, dan frekuensi
penayangan dalam setahun. Biaya periklanan akan lebih tinggi pada triwulan
pertama dan triwulan keempat dimana lebih banyak orang yang berada di rumah
menonton televisi dan saat ratting berada di puncak. Kekurangan periklanan televisi
jaringan adalah tidak cocok untuk perusahaan yang memusatkan usahanya pada
satu pasar tertentu saja sehingga akan sia-sia jika melakukan investasi dalam
periklanan televisi jaringan.
Periklanan melalui televisi spot (spot advertising) cocok sebagai alternatif
bagi pengiklan nasional dalam periklanan televisi jaringan. Jenis periklanan ini
dipasang pada pasar-pasar pilihan. Periklanan melalui televisi spot berguna bagi
pengiklan yang menggunakan periklanan jaringan tetapi perlu menambah
jangkauan nasionalnya dengan jumlah periklanan yang lebih besar di pasar-pasar
pilihan yang memiliki potensi merek tinggi. Outlet alternatif lainnya adalah
periklanan melalui televisi sindikat. Program yang disindikasi terjadi bila suatu
perusahaan yang bebas, memasarkan suatu tayangan televisi kepada sebanyak
mungkin stasiun televisi yang berafiliasi dengan jaringan atau kabel. Programprogram yang disindikasi merupakan produksi asli atau tayangan yang pertama kali
muncul di televisi jaringan.
Periklanan melalui televisi kabel menarik bagi pengiklan nasional karena
beberapa alasan. Pertama, karena jaringan kabel memfokuskan pada penonton
16
daerah-daerah yang sempit (narrowcasting). Pengiklan dapat menjangkau khalayak
sasaran dengan baik (dalam batas-batas demografis dan psikografis) dibandingkan
melalui televisi jaringan, spot, atau sindikasi. Kedua, harga periklanan jaringan
yang tinggi dan khalayak yang menurun memaksa pengiklan mencari alternatif
media yang lain. Alasan ketiga adalah komposisi demografis pemirsa televisi kabel.
Para pelanggan televisi kabel secara ekonomis lebih kaya dan lebih muda dari
populasi keseluruhan. Selain periklanan televisi kabel, periklanan melalui televisi
lokal mulai dilirik oleh pengiklan lokal karena keunggulan CPM (Cost Per Million)
televisi (biaya untuk mencapai 1000 orang) dan manfaat demonstrasi produk. Selain
itu periklanan melalui televisi lokal sangat murah pada waktu tambahan (fringe
time) sebelum dan sesudah program prime time (Shimp, 2000).
Periklanan melalui televisi memiliki kekuatan dan keterbatasan. Kekuatan
periklanan televisi menurut Shimp (2000) yaitu televisi memiliki kemampuan unik
untuk mendemonstrasikan penggunaan produk, mempunyai kemampuan untuk
muncul tanpa diharapkan (intrusion value), memberikan hiburan dan menghasilkan
kesenangan, dapat menjangkau konsumen satu persatu, dapat menggunakan humor,
efektif dengan tenaga penjualan perusahaan dan perdagangan, dan mencapai
dampak yang diinginkan. Selain memiliki kekuatan periklanan televisi periklanan
televisi juga memiliki keterbatasan yaitu biaya periklanan yang meningkat dengan
cepat, erosi penonton televisi, terpecahnya penonton (audience fractionalization),
dapat dilakukan zipping dan zapping oleh penonton, dan ketidakberaturan (clutter).
17
2. Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Kemenkes,
2009b). Obat-obatan yang ada di pasaran digolongkan menjadi berikut :
a. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
Obat golongan obat bebas boleh digunakan tanpa resep dokter dan biasa
disebut obat OTC atau obat Over The Counter. Golongan obat bebas terdiri dari
obat bebas terbatas dan obat bebas. Obat bebas dan obat bebas terbatas memiliki
tanda khusus yang membedakannya dengan obat lain. Obat bebas memiliki tanda
khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi hitam, sedangkan obat bebas
terbatas memiliki tanda khusus berupa lingkaran biru dengan garis tepi hitam
(Kemenkes, 1983).
b. Obat Keras
Obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik,
yang
mempunyai
khasiat
mengobati,
menguatkan,
membaguskan,
mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia baik dalam bungkusan maupun tidak
(Kemenkes, 1949). Obat-obat ini memiliki tanda khusus yaitu lingkaran bulat
berwarna merah dengan tepi berwarna hitam dengan huruf K menyentuh garis tepi.
Pada etiket dan bungkus luar obat harus mencantumkan kalimat “Harus dengan
resep dokter” yang berarti untuk mendapatkan obat golongan ini diperlukan resep
dokter (Kemenkes, 1986).
18
c. Obat Psikotropika
Obat psikotropika adalah zat atau obat, baik ilmiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Psikotropika digolongkan menjadi empat golongan, yaitu golongan I, golongan II,
golongan III, dan golongan IV. Contoh obat yang termasuk obat psikotropika,
misalnya Brolamfetamina (golongan I), Amfetamina (golongan II), Amobarbital
(golongan III), dan Alprazolam (golongan IV) (Kemenkes, 1997).
d. Obat Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan. Obat narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan I, golongan
II, dan golongan III. Contoh obat yang termasuk narkotika, misalnya Opium mentah
(golongan I), Fentanil (golongan II), dan Kodeina (golongan III) (Kemenkes,
2009a).
3. Iklan Obat
Iklan obat berdasarkan sisi persepsi komunikasi kesehatan dapat
memberikan informasi obat yang tepat kepada masyarakat, tetapi dapat pula
menyebabkan ketidaktepatan dalam penggunaan obat karena masyarakat tidak
memahami secara keseluruhan dari apa yang tercantum pada iklan obat (Brownfield
dkk., 2004).
19
Informasi dan klaim/narasi mengenai suatu produk farmasi harus jujur,
objektif, akurat, dan menyajikan bukti berimbang. Informasi, klaim/narasi promosi,
data dan audio penunjang, presentasi grafis atau visual lain tidak boleh secara
langsung atau secara tidak langsung menyesatkan (IPMG, 2013).
Menurut etika iklan dari WHO (1988) iklan yang ditujukan kepada dokter
dan petugas kesehatan profesional harus mematuhi etika yang berlaku, yaitu :
a. Pemilihan kata dan ilustrasi pada iklan untuk dokter dan tenaga kesehatan
profesional harus berdasarkan data yang sah tentang obat yang bersangkutan
atau sumber lain yang sesuai. Tulisan yang ditampilkan harus dapat dibaca.
b. Di beberapa negara, iklan harus mengandung informasi lengkap tentang
produk sesuai selama waktu promosi atau selama produk masih ada yang
dibuktikan dengan data yang sah atau sumber lain yang sesuai.
c. Iklan harus mengandung informasi :
1) Nama zat aktif dari produk menggunakan penamaan internasional atau
nama generik dari obat
2) Nama dagang
3) Komposisi dari produk
4) Penggunaan untuk terapi yang telah disetujui
5) Bentuk sediaan atau regimen dosis
6) Efek samping dan reaksi obat yang sering terjadi
7) Pencegahan, kontra indikasi, dan perhatian
8) Interaksi yang sering terjadi
9) Nama dan alamat industri pembuat atau distributor
20
10) Referensi dari literatur jika diperlukan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 pasal 5,
iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat:
a. Menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk seperti merendahkan
kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan;
b. Memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat
menipu dan menyesatkan;
c. Memuat informasi yang menyiratkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut dapat memperoleh keuntungan dari pelayanan kesehatan yang tidak
dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau
menciptakan pengharapan yang tidak tepat dari pelayanan kesehatan yang
diberikan;
d. Membandingkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
atau mencela mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya;
e. Memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat superlatif
dan menyiratkan kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama mengenai
keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga cenderung bersifat
menyesatkan
f. Memublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan kesehatan
baru atau non-konvensional yang belum diterima oleh masyarakat
21
kedokteran dan/atau kesehatan karena manfaat dan keamanannya sesuai
ketentuan masing-masing masih diragukan atau belum terbukti;
g. Mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara Indonesia;
h. Mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan
dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin;
i. Mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan keamanan;
j. Mengiklankan susu formula dan zat adiktif;
k. Mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali dalam majalah
atau forum ilmiah kedokteran;
l. Memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat
mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut;
m. Mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk
pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan kesehatan
dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level marketing;
n. Memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa;
o. Menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang kesehatan.
Pada peraturan yang sama yakni Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787
Tahun 2010 pada pasal 8 dijelaskan bahwa tenaga kesehatan dilarang mengiklankan
atau menjadi model iklan obat, alat kesehatan, perbekalan kesehatan, dan fasilitas
pelayanan kesehatan kecuali dalam iklan layanan masyarakat.
22
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pasal 13 ayat 2 tertulis “Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan,
alat kesehatan, jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang dan/atau jasa lain”.
Iklan obat yang beredar harus mematuhi etika pariwara yang telah dibuat.
Dalam Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2014 yang dibuat oleh Dewan
Periklanan Indonesia iklan obat-obatan yang beredar harus memenuhi etika berikut:
a. Iklan tidak boleh menjanjikan kemampuan obat mencegah penyakit
b. Iklan tidak boleh secara langsung maupun tersamar, menganjurkan
penggunaan obat yang tidak sesuai dengan izin indikasinya
c. Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan
d. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran, atau
pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk
menghilangkan gejala dari suatu penyakit
e. Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan adanya anjuran,
rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu dari dokter,
perawat, farmasis, laboratoris, dan pihak-pihak yang mewakili profesi
kesehatan, beserta segala atribut mereka, ataupun atribut-atribut lain yang
berkonotasi pada profesi kesehatan
f. Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak
untuk mempertahankan kesehatan tubuh
23
g. Iklan tidak boleh memanipulasi atau mengeksploitasi rasa takut orang
terhadap sesuatu penyakit jika tidak menggunakan obat tertentu
h. Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”,
“tidak berbahaya”, “bebas efek samping”, ”bebas risiko”, atau ungkapan
lain yang bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang obyektif dan
memadai
i. Iklan tidak boleh menawarkan diagnosa pengobatan atau perawatan melalui
surat menyurat
j. Iklan tidak boleh menawarkan jaminan pengembalian uang (warranty)
k. Iklan tidak boleh menyatakan adanya kemampuan melampaui batas atau
tidak terbatas obat terkait untuk mengatasi penyakit
l. Iklan tidak boleh memberikan kesan diperolehnya efek langsung obat, tanpa
didukung dengan keterangan yang obyektif dan memadai
Menurut Pedoman Periklanan Obat Bebas dalam Petunjuk Teknis poin
Umum yang tertera dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994,
iklan obat harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Obat yang diiklankan kepada masyarakat adalah iklan obat yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangannya yang berlaku tergolong dalam
obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain.
b. Obat yang dimaksud dalam butir (a) dapat diiklankan apabila telah
mendapat nomor persetujuan pendaftaran dari Departemen Kesehatan RI.
c. Iklan obat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut
disetujui oleh Departemen Kesehatan RI.
24
d. Nama obat yang dapat diiklankan adalah nama yang disetujui dalam
pendaftaran.
e. Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk pemilihan
penggunaan obat bebas secara rasional.
f. Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan
terus menerus.
g. Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan sebagai berikut :
1) Obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan
keamanan obat yang telah disetujui.
2) Lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang
khasiat obat tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang
harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek
samping.
3) Tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung
jawab, serta tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat
akan suatu masalah kesehatan. Di samping itu, cara penyajian
informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh
menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan
penggunaan obat berlebihan atau tidak berdasarkan pada kebutuhan.
25
h. Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau
menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau
memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat.
i. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat
diambil oleh anak-anak.
j. Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor
yang berperan sebagai profesi kesehatan dan atau menggunakan “setting”
yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium. Iklan tidak boleh
memberikan
pernyataan
superlatif,
komparatif
tentang
indikasi,
kegunaan/manfaat obat.
k. Iklan obat tidak boleh :
1) Memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi
kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya,
“Dokter saya merekomendasi…..”).
2) Memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat
yang dilakukan dengan berlebihan.
l. Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat
kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan tertentu.
m. Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah
penggunaan obat.
n. Iklan obat tidak menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan
garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
o. Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan sebagai berikut :
26
1) BACA ATURAN PAKAI
2) JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER
Kecuali untuk iklan vitamin, spot peringatan perhatian sebagai berikut :
1) BACA ATURAN PAKAI
p. Ketentuan minimal yang harus dipenuhi oleh spot peringatan perhatian
dalam butir (o) adalah sebagai berikut :
1) Untuk Media Televisi : spot iklan harus dicantumkan dengan tulisan
yang jelas terbaca dan pada satu screen/gambar terakhir dengan
ukuran minimal 30% dari screen dan ditayangkan minimal 3 detik.
2) Untuk Media Radio : spot iklan harus dibacakan pada akhir iklan
dengan jelas dan dengan nada suara tegas.
3) Untuk Media Cetak : spot dicantumkan dengan ketentuan sebagai
berikut
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT,
HUBUNGI DOKTER
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT,
HUBUNGI DOKTER
Gambar 1. Spot Peringatan Obat pada Media Cetak
BACA ATURAN PAKAI
BACA ATURAN PAKAI
Gambar 2. Spot Peringatan Vitamin pada Media Cetak
Jenis huruf yang disyaratkan adalah Helvetika Medium dengan ukuran
huruf 18pts dengan ukuran kotak spot dibuat proposional sehingga spot
terlihat mencolok.
27
q. Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai
1) Komposisi zat aktif obat dengan nama INN atau International
Nonproprietary Name (khusus media cetak); untuk media lain,
apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif harus dengan nama
INN.
2) Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat.
3) Nama dagang obat.
4) Nama industri farmasi.
5) Nomor pendaftaran (untuk media cetak).
F. Keterangan Empiris
Penelitian tentang evaluasi iklan obat telah banyak dilakukan. Data dari
Badan POM menunjukkan 13,39% iklan obat yang dievaluasi tidak memenuhi
ketentuan. Penelitian yang dilakukan Primayani (2010) yang mengevaluasi iklan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994 menunjukkan
masih banyak iklan obat di berbagai media yang melanggar peraturan. Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevalusi tingkat pelanggaran iklan obat pada
tiga stasiun televisi nasional terhadap instrumen yang dibuat yaitu berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 386 Tahun 1994 dan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010. Selain tingkat pelanggaran, penelitian ini juga
dilakukan untuk menggambarkan pola iklan obat pada stasiun televisi nasional
melalui data distribusi produk obat yang diiklankan dan frekuensi penayangan iklan
obat.
Download