PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES MELALUI KATEKESE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Imelda Marselina Woli NIM : 081124059 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada seluruh anggota konggregasi Carmelite Missionaries yang telah mendukung dengan doa, cinta dan perhatian khususnya selama menjalani dan menyelesaikan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO ”Go where obedience guides you and do not be afraid”. Beato Francisco Palau, OCD (Letter, 54,2) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI vi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK Skripsi ini berjudul MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES MELALUI KATEKESE. Penulisan judul ini bertitik tolak dari refleksi dan pengalaman penulis yang menunjukkan bahwa adanya kemunduran dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas sustersuster Carmelite Missionaries. Permasalahan pokok yang terdapat dalam skripsi ini adalah, mengapa spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau sangat penting bagi hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries, hambatanhambatan apa yang dihadapi oleh suster-suster Carmelite Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan serta apa hubungan antara ketaatan dengan hidup berkomunitas. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode deskriptif analisis kajian pustaka. Hasil akhir penelitian ini penulis menemukan bahwa metode katekese yang digunakan untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas, Shared Christian Praxis dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat untuk kembali kepada penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau. Metode katekese Shared Christian Praxis merupakan salah satu metode yang efektif dan berdaya guna bagi para suster Carmelite Missionaries dalam meningkatkan mutu spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries memperoleh kematangan pribadi dan mampu membatinkan keutamaan-keutamaan Injil dengan bebas, bertanggungjawab serta berani menyerahkan diri secara total dan penuh percaya kepada Kristus, Putera Allah yang taat secara bebas kepada Bapa. Para suster Carmelite Missionaries sebagai orang percaya harus taat kepada Allah, melaksanakan setiap kehendak-Nya dengan sungguh-sungguh sebagai saudara dalam hidup berkomunitas. vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRACT The title of this thesis is TO INCREASE THE UNDERSTANDING OF THE PIRITUALITY OF THE VOW OF OBEDIENCE ACCORDING TO BLESSED FRANCISCO PALAU IN COMMUNITY LIVING OF THE CARMELITE MISSIONARIES THROUGH CATECHESIS. The writer chose this title based on the reflections and personal experiences in community living. The writer showed there was decreasing in Carmelite Missionaries sisters in living out the vow of obedience. The main concern of this thesis are why the spiritulity of obedience according to blessed Francisco Palau is very important in community life for the Carmelite Missionaries sisters, what are the hindrances in living out the spiritulity of obedience and the connection between obedience and community life. To answer those concerns above, this thesis is used analysis descriptive method. In the end of the research the writer discovered that the catechesis method which being used to increase the spirituality of the vow of obedience in community life, Shared Christian Praxis should be used as an effective approchment for the Carmelite Missionaries sisters to increase the spirituality of the vow of obedience according to blessed Francisco Palau. Therefore the Carmelite Missionaries sisters reached individual maturity to offer oneself totally, with strong faith to Christ, the Son of God who obey God freely. Carmelite Missionaries sisters as a women of faith have to obey God, do His will with sincerity as one family in community living every day. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah yang Mahakuasa karena kasih dan bimbinganNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO BERKOMUNITAS FRANCISCO SUSTER-SUSTER PALAU DALAM CARMELITE HIDUP MISSIONARIES MELALUI KATEKESE. Skripsi ini terinspirasi dari pengalaman merosotnya penghayatan nilai-nilai spiritualitas kaul ketaatan yang terjadi dalam kongregasi Carmelite Missionaries secara khusus penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut pendiri beato Francisco Palau. Oleh karena itu penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau bagi suster-suster Carmelite Missionaries dalam hidup berkomunitas. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan limpah terimakasih kepada: 1. Rm. Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu, mendampingi, mengarahkan dan membimbing serta memberikan masukan dan kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. 2. Bapak P. Banyu Dewa., S.Ag., M.Si., dosen wali dan dosen penguji II yang terus mendampingi, membimbing dan memberi motivasi kepada penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini dan juga telah membimbing penulis selama studi di IPPAK. ix PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... iv MOTTO ..................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................ vii ABSTRACT ............................................................................................... viii KATA PENGANTAR .............................................................................. ix-x DAFTAR ISI ............................................................................................. xi-xvi DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xvii-xviii BAB I . PENDAHULUAN .................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .......................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... ...... 8 D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8 E. Metode Penulisan ....................................................................... ...... 9 F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 9 BAB II. KAUL KETAATAN DALAM KONGGREGASI CARMELITE MISSIONARIES .............................................. 12 A. RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 12 1. Masa Kecil dan Remaja Francisco Palau (1811-1828)................... 12 xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Kehidupan Francisco Palau di Seminari (1828-1832).................... 13 3. Kehidupan Francisco Palau di Biara Tak Berkasut (1832-1835) .. 15 4. Pendiri Konggregasi ...................................................................... 20 5. Spiritualitas dan Karisma Carmelite Missionaries ........................ 23 B. TRIKAUL MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU ................ 24 1. Kaul-Kaul ....................................................................................... 24 2. Kaul Kemurnian ............................................................................. 27 3. Kaul Kemiskinan ............................................................................ 28 4. Kaul Ketaatan ................................................................................. 28 5. Spiritualitas Kaul ............................................................................ 39 C. KETAATAN DALAM TULISAN FRANCISCO PALAU .............. 31 1. Membuka Hati Bagi Tuhan ........................................................... 31 2. Penyerahan Diri ............................................................................. 32 3. Ketaatan Kepada Pemimpin .......................................................... 34 4. Ketaatan Menciptakan ”Communio” ............................................. 37 5. Ketaatan Merupakan Pelayanan Misi ............................................ 38 D. KETAATAN MENURUT KONSTITUSI KONGGREGASI CARMELITE MISSIONARIES ........................................................ 42 1. Ketaatan Sebagai Kaul ................................................................... 42 2. Ketaatan Kepada Pemimpin ........................................................... 49 3. ketaatan Terhadap Gerakan Roh Kudus ........................................ 50 4. Ketaatan Maria ............................................................................... 52 BAB III. KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS ............... 54 A. PANGGILAN HIDUP BAKTI .......................................................... 55 1. Pengertian Panggilan Hidup .......................................................... 55 2. Aspek-Aspek Dalam Hidup Bakti ................................................. 57 a. Pengakuan Iman akan Tritunggal Maha Kudus ........................ 57 b. Lambang Persaudaraan ............................................................. 58 B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN ........................................... 60 1. Dimensi Teosentris ........................................................................ 62 2. Dimensi Kristologis ....................................................................... 64 3. Dimensi Roh Kudus ...................................................................... 66 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Dimensi Gerejani ........................................................................... 68 5. Dimensi Komuniter ....................................................................... 70 6. Dimensi Apostolis ......................................................................... 72 C. GAMBARAN DAN ASPEK HIDUP KOMUNITAS CARMELITE MISSIONARIES ............................................................................... 74 1. Gambaran Komunitas .................................................................... 75 a. Menurut Injil ............................................................................. 75 b. Menurut Pendiri ........................................................................ 76 c. Menurut Konstitusi ................................................................... 78 d. Anggota Komunitas .................................................................. 79 2. Aspek Hidup Komunitas ............................................................... 80 a. Komunitas Demi Karya/ Perutusan .......................................... 80 b. Komunitas Untuk Roh ............................................................. 82 c. Komunitas Doa ........................................................................ 84 d. Komunitas Sebagai Kebersamaan Hidup ................................ 86 D. PERGULATAN KAUL KETAATAN DALAM KOMUNITAS CARMELITE MISSIONARIES ...................................................... 88 1. Taat Pada karya .......................................................................... 88 2. Taat Pada Hidup Bersama .......................................................... 90 3. Taat Kepada Roh Yang Memimpin Kepada Persatuan .............. 92 4. Spiritualitas Komunio dan Kekudusan Komuniter ..................... 94 5. Taat Pada Pemimpin ................................................................... 96 a. Pelayanan Mendengarkan ...................................................... 98 b. Menciptakan suasana yang menyenangkan bagi dialog, sharing dan tanggung jawab bersama ................................................. 99 c. Mengusahakan sumbangan dari semua demi kepentingan semua ..................................................................................... 101 d. Pelayanan pribadi dan komunitas ................................................ 102 e. Discernment Komunitas .............................................................. 104 f. Discernment, Wewenang dan Ketaatan ....................................... 105 g. Ketaatan Persaudaraan ................................................................. 106 6. Taat Pada Suara Hati ........................................................................ 108 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI E. PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS .............. 111 BAB IV. SUMBANGAN KATEKESE DALAM MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES .......................................................................... 117 A. GAMBARAN UMUM KATEKESE .................................................... 118 1. Pengertian Katekese .......................................................................... 119 a. Pengertian katekese menurut arti kata ......................................... 119 b. Pengertian katekese menurut Catechesi Trandendae ................... 120 c. Pengertian katekese berdasarkan hasil PKKI II ............................ 121 2. Tujuan Katekese ................................................................................. 122 a. Menurut Catechesi Tradendae ...................................................... 122 b. Menurut PKKI II ........................................................................... 123 3. Isi Katekese ....................................................................................... 124 4. Unsur-Unsur Katekese ...................................................................... 124 a. Pengalaman/Praktek Hidup .......................................................... 125 b. Komunikasi Pengalaman Iman dalam Terang Kitab Suci ........... 125 c. Komunikasi dengan tradisi Kristiani ........................................... 126 d. Arah Keterlibatan Baru ................................................................ 126 5. Tugas Utama Katekese .................................................................... 126 a. Katekese memberitakan Sabda Allah, Mewartakan Kristus ...... 127 b. Katekese Mendidik Untuk Beriman ........................................... 127 c. Katekese Mengembangkan Gereja ............................................. 128 6. Dinamika Katekese Sebagai Pembinaan ........................................ 128 a. Isi ................................................................................................ 129 b. Proses .......................................................................................... 129 c. Pelaku ......................................................................................... 129 B. PERANAN KATEKESE DALAM MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS................................................ xiv 130 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. PEMILIHAN SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI MODEL KATEKESE YANG SESUAI UNTUK MEMBANTU MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES ......... 133 1. Pengertian Shared Christian Praxis ................................................... 134 a. Shared-dialog ................................................................................ 135 b. Christian ........................................................................................ 136 c. Praxis ............................................................................................ 137 2. Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis ......... 138 a. Langkah O (Awal) : Pemusatan Aktivitas ................................... 139 b. Langkah pertama: Pengungkapan Praxis Faktual ....................... 140 c. Langkah kedua: Refleksi Kritis atau Sharing Pengalaman Faktual .................................................................... 141 d. Langkah ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau ......................................................... 142 e. Langkah keempat: Interpretasi Dialektis Antara Praxis dan Visi Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani ....... 143 f. Langkah kelima: Keterlibatan Baru Demi akan Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ...................................... 144 D. USULAN PROGRAM KATEKESE ................................................. 145 1. Pengertian Program ....................................................................... 146 2. Tujuan Program Katekese ............................................................. 146 3. Isi Program .................................................................................... 147 4. Usulan Program ............................................................................. 147 5. Penjabaran Program ...................................................................... 153 E. CONTOH PERSIAPAN KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) .............................................. 157 1. Identitas Katekese ......................................................................... 157 2. Pemikiran Dasar ............................................................................ 158 3. Pengembangan Langkah-Langkah................................................. 162 xv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V. PENUTUP ................................................................................. 178 A. Kesimpulan .......................................................................................... 178 B. Saran .................................................................................................... 183 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 186 LAMPIRAN .............................................................................................. 187 xvi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR SINGKATAN A. SINGKATAN KITAB SUCI Flp : Filipi Gal : Galatia Ibr : Ibrani Kis : Kisah Para Rasul 1Kor : Korintus Luk : Lukas Mark : Markus Mat : Matius Rom : Roma Yoh : Yohanes B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA AA : Apostolicam Actuositatem: Dekrit tentang Kerasulan Awam. AG : Ad Gentes : Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja. CT : Catechesi Tradendae : Anjuran Apostolik tentang Katekese Masa Kini. EN : Evangelii Nuntiandi : Imbauan Apostolik tentang Karya Pewartaan Injil dalam Zaman Modern. GS : Gaudium et Spes : Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern. LG : Lumen Gentium : Konstitusi dogmatis tentang Gereja. PC : Perfectae Caritatis : Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius. PO : Presbyterorum Ordinis : Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam. SC : Sacrosanctum Concilium : Konstitusi tentang Liturgi Suci. xvii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. SINGKATAN LAIN Art : Artikel Bdk : Bandingkan Bto : Beato CM : Carmelite Missionaries CV : Catechism of the Virtues Frag : Fragmen HP : Hand Phone Kan : Kanon KHK : Kitab Hukum Kanonik Konst : Konstitusi KTHB & LHB : Komisi Tarekat Hidup Bakti dan Lembaga Hidup Kerasulan KV. II : Konsili Vatikan II LAI : Lembaga Alkitab Indonesia Leg : Legacy Let : Letters MRel : My Relations With the Church OCD : Ordo Carmelitarum Discalcetorum SCP : Shared Christian Praxis SL : Solitary Life Sta : Santa Sto : Santo TCAG : Terpukau Cinta Akan Gereja xviii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hidup bakti merupakan salah satu dari karunia Roh atau kharisma dalam Gereja. Hidup bakti secara khusus menjadikan semangat Injil sebagai pilihan hidup yang dihayati secara total dan radikal kepada Tuhan. Hal ini berarti hidup bakti berada pada inti Gereja sebagai unsur yang menentukan misi Gereja yang menampilkan sifat batiniah panggilan Kristiani. Sifat batiniah Kristiani yang dihidupi oleh para religius diwujudkan dalam kaul-kaul yakni; kaul kemurnian, kaul kemiskinan dan kaul ketaatan yang dihidupi oleh masing-masing anggota diwarnai oleh semangat pendiri, kharisma dan spiritualitas kongregasi. Dengan mengucapkan kaul berarti seorang religius menggabungkan diri dan berpartisipasi dalam mewujudkan dan melaksanakan apa yang dikehendaki Tuhan lewat kongregasi. Dengan mengikrarkan ketiga kaul berarti seorang religius berani menghadapi konsekuensi dari kaul itu sendiri. Konsili Vatikan II dikatakan tentang profesi religius sebagai berikut: ”Anggota-anggota lembaga religius itu perlu ingat bahwa dengan memprofesikan nasehat-nasehat Injil mereka pertama-tama menanggapi panggilan Ilahi, sehingga mereka tidak hanya mati dalam dosa (bdk. Rom. 6,11), tetapi juga meninggalkan dunia, supaya hanya hidup bagi Allah” (PC:5). 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 Memilih panggilan hidup bakti juga berdasarkan motif-motif tertentu yang mendorong seseorang berani memutuskan untuk memilih hidup membiara. Hidup bakti dipengaruhi oleh kuat lemahnya motivasi yang dimiliki oleh seorang individu. Hal ini dapat diukur dari kesetiaan dan pemberian diri dalam menjalankan nilai-nilai Injil yang tertera pada ketiga kaul yakni kemurnian, kemiskinan dan ketaatan dalam hidup berkomunitas dan kerasulan yang dijalaninya setiap hari. Secara rohani hal yang mendorong orang untuk memilih hidup bakti adalah iman. Iman mengarahkan orang untuk menyerahkan diri secara total kepada Allah secara radikal. Pemilihan hidup bakti ini dilakukan sebagai ungkapan jawaban atas panggilan Ilahi. Dengan rumusan yang agak berbeda, ditegaskan juga dalam Dokumen KV II, bahwa orang beriman kristiani mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasehat Injil (PC. 44). Yesus mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintai-Nya mengatasi segala sesuatu. Dengan demikian Yesus terikat untuk mengabdi Allah serta meluhurkannya karena alasan yang baru dan istimewa. Karena baptisan Yesus telah mati bagi dosa dan dikuduskan kepada Allah. Untuk memperoleh buah-buah rahmat baptis yang lebih melimpah, Yesus menghendaki mengikrarkan nasehat-nasehat Injil dalam Gereja dibebaskan dari rintangan-rintangan, yang mungkin menjauhkan-Nya dari cinta kasih yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada Allah. Adapun pentakdisan akan makin sempurna, bila dengan ikatan yang lebih kuat dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 tetap makin jelas dilambangkan Kristus, yang dengan ikatan tak terputuskan bersatu dengan Gereja mempelai-Nya (1993, PC. 44). Ketaatan religius memperoleh dasarnya dalam ketaatan Injil yang radikal yang berlaku untuk umum dan semua orang, yaitu ketaatan kepada kehendak Allah. Kehendak sendiri sebagai korban yang dipersembahkan kepada Allah. Dengan demikian para religius secara tetap dan aman mempersatukan diri dengan kehendak Allah yang menyelamatkan (PC:14). Penghayatan mengenai kaul dalam komunitas religius suster-suster Carmelite Missionaries khususnya kaul ketaatan, mengalami pengaburan nilai-nilai religius. Pengaburan yang dimaksudkan adalah penyimpangan dari penghayatan dan pemaknaan kaul ketaatan yang merupakan perwujudan penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah. Para suster suster Carmelite Missionaries meskipun sudah mengikrarkan kaul, ada yang belum memahami makna dari kaul ketaatan itu sendiri, sehingga dirasa mengikat dan sebagai penghambat perkembangan pribadi. Ini fakta yang terjadi dalam kongregasi Carmelite Missionaries dewasa ini. Maka tidak heran kalau ada anggota yang mudah berkata ”pemimpin itu kurang bijaksana, kurang adil dalam memperhatikan kepentingan kita.” Pelanggaran terhadap kaul ketaatan ini banyak terjadi dalam pelaksanaan tugas perutusan dan persaudaraan khususnya saat pimpinan akan memberi suatu kebijakan maupun penempatan tugas yang baru. Pelanggaran kaul ketaatan ini pada umumnya oleh para suster senior. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 Mereka beranggapan bahwa kaul ketaatan hanya berlaku bagi sustersuster yunior yang belum berkaul kekal sedangkan yang senior merasa telah sampai pada tujuan yaitu kaul kekal sehingga merasa diri bebas dan tidak perlu taat lagi. Pemahaman ini sangat keliru sehingga nilai-nilai religius dalam kaul ketaatan menjadi kabur. Oleh karena itu setiap anggota kongregasi Carmelite Missionaries baik suster senior maupun suster yunior harus kembali kepada semangat pendiri dan ajarannya. Para suster diajak untuk kembali kepada konstitusi yang berbicara tentang kaul ketaatan. Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 43 ) menegaskan: ” ... para suster pada gilirannya harus setia pada ketaatan meskipun dituntut suatu pengorbanan secara konkret. Kita semua hendaknya menjadi taat pada Roh Kudus yang telah menginspirasikan keduanya yakni kehendak dan tindakan yang dipilihnya. Para suster harus mencari kebaikan dari semua anggota komunitas dalam ketaatan dari karisma kita. Melalui jalan ketaatan akan menguatkan kebebasan kita. Menuntun kita pada penyerahan diri secara total dalam kasih dan menghantar kita pada kedewasaan Kristiani”. Makna ketaatan yang dialami, dihayati dan dilaksanakan oleh parasuster Carmelite Missionaries dalam panggilannya mencerminkan ketaatan yang dilaksanakan oleh Beato Francisco Palau. Ketaatan menurut beato Francisco Palau merupakan suatu bentuk keutamaan yang sangat besar. Ketaatan merupakan suatu sarana yang tepat di mana kita harus mengikuti kehendak Allah. Hal ini merupakan suatu bentuk keterbukaan dan kesediaan terhadap kehendak Allah. Dalam suratnya kepada Sr. Juana Gratias, Francisco Palau mengatakan ”Pergilah di mana ketaatan membimbingmu dan janganlah takut Allah akan membimbingmu pada suatu jalan yang benar”. Pergi ke mana ketaatan membimbingmu, janganlah takut dan Allah akan memimpinmu pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5 suatu tempat yang aman (Letters, 54,2). Dengan demikian Francisco Palau mau menegaskan bahwa sebagai seorang Carmelite Missionaries hendaknya selalu memiliki hati yang siap sedia untuk menjalankan misi yang dipercayakan kepada masing-masing anggota, karena Allah sendiri yang akan memimpin pada jalan dan tempat yang aman. Pada kenyataannya ada suster Carmelite Missionaries yang sungguh memaknai dan menghayati kaul ketaatannya, namun ada pula yang kurang menghayati dalam panggilannya sebagai pengikut Kristus. Beberapa suster senior maupun yunior mengalami ketakutan dan ketidakbebasan. Mereka terikat pada sahabat, kehormatan dan materi. Bagi suster yunior merasa takut akan dikeluarkan dari biara, jika mereka tidak taat kepada pemimpin atau atasan. Mereka merasa tidak bebas untuk mengkritik pemimpin atau suster senior. Maka selama masa pendidikan yuniorat mereka menunjukkan sikap taat yang baik melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. Mereka sungguh patuh dan setia menaati semua peraturan. Ketika sudah kaul kekal tindakan mereka kadang berbeda dengan ketika mereka masih di formasi. Ketaatan pada kehendak Allah itu diwujudnyatakan secara konkret dalam ketaatannya kepada pemimpin atau formator, karena kepada merekalah wakilwakil Kristus yang kelihatan. Tentu saja tidak semua kehendak dan perintah pemimpin harus ditafsirkan sebagai suara/perintah Allah. Mereka tampil sebagai wakil Kristus sejauh mereka memerintahkan sesuatu seturut ketentuan konstitusi (KHK, kan. 601). Oleh karena itu, seorang yang tidak taat lagi kepada pemimpin atau formator, perlu meninjau kembali motivasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6 untuk hidup sebagai seorang religius. Karena ia sulit untuk berubah lebih lanjut, telah menutup kemungkinan bahwa ia keliru, kepribadian yang telah beku, dan kurang mampu untuk mendengar sehingga ia menganggap bahwa pimpinan atau formator itu sama dengan dirinya, jadi tidak perlu taat. Dalam praktek ketaatan religius, ada pergeseran dalam sistem mengambil keputusan. Tekanan lebih banyak diberikan pada sistem dialog dengan bawahan dan peranan komunitas. Pergeseran ini sering kali membawa serta suatu krisis ketaatan terhadap atasan. Dewasa ini banyak religius termasuk para suster Carmelite Missionaries tidak suka lagi mendengar kata ”perintah atau ”komando” dari atasan. Mereka menghendaki kebebasan dalam memilih karir, memilih komunitas dan mengatur acara hidupnya sendiri. Kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kongregasi Carmelite Missionaries adalah menghadapi suster-suster yang memiliki karakteristik kepribadian yang keras dan mempunyai prinsip sendiri sehingga sulit untuk dibimbing dan akhirnya suster tersebut tidak ingin mendengar dan menaati pimpinan atau peraturan yang sudah ditetapkan. Dengan perkembangan jaman yang semakin maju turut mempengaruhi gaya hidup suster-suster Carmelite Missionaries dalam penggunaan alat-alat komunikasi elektronik (HP, kamera) tanpa sepengetahuan pemimpin. Kesulitan lain yang dihadapi oleh formator atau pemimpin dalam mendidik para suster yunior (intensif yunior maupun yunior yang sudah berkarya) adalah kurangnya keterbukaan, kurang memiliki kemampuan untuk memahami instruksi, kurang mengasimilasi dan menginternalisasikan nilainilai hidup bakti, tertekan dengan luka batin masa lalu dan tidak memiliki dorongan untuk berubah, adanya ketakutan akan otoritas serta motivasi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7 tidak jelas dari formandis. Kesulitan lain yang dialami adalah kurang profesional dalam membimbing dan mendidik para suster di rumah formasi maupun di rumah karya. Melihat kesulitan dan masalah yang dihadapi oleh anggota suster Carmelite Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan, menunjukkan bahwa apa yang diharapkan dan dicita-citakan oleh Bto. Francisco Palau, OCD belum tercapai sebagaimana mestinya. Bertolak dari situasi yang ada, maka hal ini menjadi keprihatinan penulis juga. Untuk itu penulis ingin menyumbangkan gagasan-gagasan untuk anggota Carmelite Missionaries dengan mengambil judul: MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Mengapa spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau sangat penting bagi hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi suster-suster Carmelite Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8 3. Apa hubungannya antara ketaatan dan hidup berkomunitas sustersuster Carmelite Missionaries? 4. Sumbangan katekese model apa yang dapat membantau para suster Carmelite Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Memaparkan beberapa gagasan pemikiran mengenai “Penghayatan Spiritualitas Kaul Ketaatan Menurut Beato Francisco Palau Bagi Hidup Berkomunitas Suster-suster Carmelite Missionaries”. 2. Membantu suster-suster Carmelite Missionaries selalu kembali pada ajaran pendiri, dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. 3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para suster Carmelite Missionaries dalam usaha mendalami penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam perutusan dan persaudaraan melalui katekese model Shared Christian Praxis. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Memberi masukan bagi para pemimpin komunitas dan anggota Carmelite Missionaries untuk lebih menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 2. Membantu suster-suster Carmelite Missionaries menemukan hambatan-hambatan dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. 3. Bagi penulis. Melalui pemaparan tulisan ini, penulis semakin mendalami, dan menghayati panggilan sebagai seorang biarawati Carmelite Missionaries, dalam menghidupi dan menghayati kaul ketaatan dalam hidup sehari-hari baik di dalam komunitas maupun di luar komunitas. E. METODE PENULISAN Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskripsi analisis melalui studi pustaka ditambah dengan mengembangkan refleksi pribadi yang menggambarkan secara faktual pengalaman yang terjadi dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries. F. SISTEMATIKA PENULISAN Judul skripsi ini adalah MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTERSUSTER CARMELITE MISSIONARIES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Dengan judul tersebut penulis bermaksud menemukan dan memaparkan pemikiran dan sumbangan bagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 suster-suster Carmelite Missionaries dalam menghayati kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau bagi hidup berkomunitas. Untuk mencapai maksud tersebut penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab. Gambaran sistematis skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I, pendahuluan meliputi: latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II, penulis menguraikan tentang kaul ketaatan dalam kongregasi Carmelite Missionaries yang meliputi: riwayat hidup bto. Francisco Palau, trikaul menurut bto. Francisco Palau, ketaatan dalam tulisan-tulisan bto. Francisco Palau dan ketaatan menurut konstitusi Carmelite Missionaries. Bab III, penulisakan menguraikan tentang ketaatan dalam hidup berkomunitas, membahas tentang makna, tantangan, pergulatan dan penghayatan kaul ketaatan dewasa ini dalam hidup berkomunitas. Bab IV, membahas tentang model katekese yang dapat membantu meningkatkan pemaknaan dan penghayatan kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries meliputi: gambaran umum katekese, peranan katekese dalam upaya meningkatkan penghayatan kaul ketaatan, dalam hidup berkomunitas melalui katekese model Shared Christian Praxis suatu model katekese yang sesuai untuk membantu meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas sustersuster Carmelite Missionaries, usulan program katekese dan contoh persiapan katekese. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 Bab V, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan pokok permasalahan ketaatan dalam kongregasi Carmelite Missionaries dan berupa saran yang dapat berguna bagi para suster Carmelite Missionaries, serta yang membaca tulisan ini dalam membantu menemukan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas sebagai seorang religius. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II KAUL KETAATAN DALAM KONGREGASI CARMELITE MISSIONARIES Mengikatkan diri pada suatu persekutuan hidup membiara ditandai dengan kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Suster Carmelite Missionaries (CM) sebagai suatu persekutuan hidup membiara mengucapkan tiga kaul tersebut sebagai tanda ikatan pada kongregasi. Kaul ketaatan dalam kongregasi Carmelite Missionaries akan dibahas secara khusus dengan pokok-pokok sebagai berikut, yaitu riwayat hidup Bto. Francisco Palau, trikaul menurut pendiri, ketaatan dalam tulisan-tulisannya, ketaatan dalam konstitusi Carmelite Missionaries sebagai pedoman hidup. A. RIWAYAT HIDUP 1. Masa Kecil dan Remaja Francisco Palau (tahun 1811-1828) Francisco Palau Y. Quer dilahirkan di Aytona, Lerida, Spanyol pada tanggal 29 Desember 1811, dari keluarga petani miskin, dan berasal dari tradisi kristen Katolik yang saleh. Kelahirannya telah didahului oleh enam kakak laki-laki dan perempuan. Ia dibaptis tepat pada hari kelahirannya. Pada tanggal 11 April 1817, Francisco Palau menerima sakramen krisma. Orang tuanya Jose Palau Miarnau dan Maria Antonia Queer Esteve telah 12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13 menanamkan sikap taat pada ajaran-ajaran kristiani dan kasih sayang dalam keluarga (TCAG, 1997:7). Ketika masih muda Francisco Palau melihat bahwa kehidupan akan semakin bertambah sulit karena gangguan-gangguan sosial-politik sebagai akibat invansi Perancis dan perang kemerdekaan yang terus terjadi (18081814). Kendatipun demikian, kehidupan rumah tangga Palau-Quer selalu menampilkan sikap jujur, menghargai dan saling menghormati. Di dalam keluarga tumbuh kasih sayang, kekuatan kristiani dan tangguh menghadapi tantangan. Tiada hari tanpa kegembiraan atau kedamaian yang mendalam. Keluarga Francisco Palau selalu merasa puas dengan apa yang mereka miliki. Francisco Palau mulai belajar membaca dan menulis di negaranya. Gurunya meminta keluarga mencari pendidikan yang baik untuk diberikan kepada Francisco Palau (TCAG, 1997:7). Rupanya, penyelenggaraan Tuhan memberikan jalan. Kakaknya Rosa, menikah dengan Ramon Benet pada tahun 1824 dan pindah ke Lerida. Di dalam keluarga Rosa, Francisco Palau diterima sehingga ia dapat melanjutkan studinya. Francisco Palau tinggal di sana selama empat tahun. 2. Kehidupan Francisco Palau di Seminari (1828-1832) Francisco Palau merasa bahwa panggilannya yang sejati ialah mendedikasikan seluruh hidupnya bagi Tuhan dan pelayanan kepada sesama melalui jalan imamat. Untuk itu, Francisco Palau masuk seminari pada bulan September 1828 lewat bantuan P. Juan Camps, pastor paroki di kota kecilnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 Tetapi, sebelumnya Francisco Palau telah dibekali dengan pengetahuan yang cukup. Francisco Palau mulai studi di seminari-Lerida pada musim gugur 1828 hingga musim semi 1832. Ia menyelesaikan pendidikannya selama tiga tahun. Dua tahun untuk pendidikan humaniora dan filsafat, dan satu tahun untuk pendidikan teologi. Di seminari, Francisco Palau sungguh mengalami kehidupan yang taat dan disiplin tinggi. Jadwal hariannya mendekati disiplin militer. Ia mengerjakan tugas yang sama saja dan penuh kegiatan yang serba rutin. Studi, doa bersama, pelajaran tatap muka dan rekreasi di dalam kelompok merupakan keseharian yang perlu ia jalankan dengan tekun dan taat (TCAG, 1997:11). Selama empat tahun di seminari ia mempunyai waktu yang cukup untuk memikirkan dan mempertimbangkan rencana-rencana hidupnya. Ia mempergunakan waktu tersebut sebaik-baiknya dan berusaha sepenuh tenaga menemukan arah hidupnya yang perlu ia pilih secara jelas dan terwujud. Ia menginginkan sesuatu yang dapat memenuhi keinginan dan kemampuannya mencinta. Pada tanggal 19 Desember 1829, ia menerima tonsura. Pada usia 21 tahun, Francisco Palau secara jiwani dan rohani telah cukup matang untuk membuat keputusan-keputusan kehidupan yang penuh tanggung jawab. Francisco Palau sungguh yakin bahwa ia dipanggil untuk hidup membiara. Akhirnya ia sendiri mengakui bahwa ia masuk biara untuk mencari cinta yang dapat dirasakan dan dapat memberi makna pada hidupnya (TCAG, 1997:12). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 3. Kehidupan Francisco Palau di Biara Karmel Tak Berkasut (18321835) Pada musim panas, Francisco Palau memutuskan untuk tidak kembali ke seminari. Tetapi ia sendiri memutuskan untuk masuk biara Karmel Santa Teresa setelah sekian lama mengadakan novena kepada St. Elia. Pribadi Elia tergambar secara hidup di dalam benaknya seperti nampak pada perilaku santa Teresa dan pada keheningan kontemplatif Santo Yohanes dari Salib. Semuanya itu menjadi pokok impiannya dan perwujudan cita-citanya. Francisco Palau ingin mempelajari dan memasukkan semangat Teresa-Elia pada dirinya, demikian juga keheningan kontemplatif Santo Yohanes dari Salib selama masa novisiatnya. Hari demi hari Francisco Palau ingin menjadikan semuanya itu miliknya (TCAG, 1997:13). Pada tanggal 23 Oktober 1832, Francisco Palau meninggalkan LeridaSpanyol dan berangkat ke Barcelona. Di Barcelona Francisco Palau menerima busana OCD di biara Karmel San Josĕ pada tanggal 14 November 1832, dan namanya diganti menjadi Francisco Yesus Maria Yosep. Ia melaksanakan keteraturan hidup di novisiat dengan tertib. Novisiat biara San Josĕ di Barcelona memungkinkan hal itu baginya. Komunitas tersebut sedikit terganggu oleh tetangga-tetangga yang tidak bersahabat di Ramblas, kampung yang dihuni orang-orang yang memperjuangkan revolusi (TCAG, 1997:13). Francisco Palau sadar bahwa kehidupan religius di Spanyol dan di luar Eropa sedang menghadapi kesulitan. Kendati demikian, ia tidak ragu akan panggilannya. Ia juga tidak takut akan akibat yang terjadi. Di kemudian hari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 ia mengakui bahwa bila para pemimpinnya mengatakan kepadanya supaya ia menerima tahbisan imamat, ia melakukannya, ”dengan begitu yakin bahwa suatu kehormatan semacam itu sedikit pun tidak membuat aku jauh dari profesi biaraku” (Solitary Life, 1988:17). Meskipun situasi sangat kacau, keyakinan Francisco Palau akan kehidupan religius menjadi defenitif di mana tahun terakhir dia diminta untuk meneruskan panggilannya. Pada tanggal 15 November 1833, Francisco Palau mengucapkan kaul-kaul hidup membiaranya secara meriah, dan ia mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. Pada tanggal 21 Desember 1833 Francisco Palau menerima tahbisan-tahbisan rendah dan subdiakon. Tanggal 22 Februari 1834 Francisco Palau ditahbiskan menjadi diakon. Francisco Palau sering muncul di gereja Karmel San Josê untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan menuju imamat. Meskipun ia sadar akan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya, ia bertahan dengan sikap serius. Ia pun tidak dapat menyembunyikan kegembiraan setiap kali mengenakan pakaian untuk perayaan liturgi (TCAG, 1997:14, 15). Irama hidup yang teratur selama studi, ketekunan melaksanakan palayanan, doa yang mendalam, semuanya tidak berlangsung lama. Perang revolusi menghancurkan tembok-tembok biara dan kehidupan komunitas. Harapan untuk menjadi imam terhanyut juga. Tanggal 25 Juli 1835 muncullah kelompok-kelompok orang yang menyerang dan membakar biarabiara di Barcelona. Para anggota biara Karmel San Josê, seperti halnya anggota-anggota biara lain diselamatkan oleh tetangga-tetangga yang baik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 sehingga mereka terhindar dari kematian yang kejam. Ketika terjadi revolusi, Francisco Palau berusia 23 tahun. Saat itu dalam dirinya memiliki keinginan besar untuk melihat sejelas-jelasnya yang ia cintai, beradu pandang, dan ia yakin tanpa terluka keluar dari kobaran api. Dalam tulisan tentang relasinya dengan Gereja mengatakan bahwa “Kekasihku datang, mengulurkan tangan kepadaku, dan aku keluar tanpa cedera dari reruntuhan biaraku” (TCAG, 1997:15). Pada mulanya frater Francisco Palau tidak membayangkan betapa berat keadaan yang menimpa hidup membiaranya. Sesudah terusir dari biara dengan keterpaksaan seperti halnya dengan anggota biara-biara lain, ia dikurung di Ciudadela-Barcelona. Ia sungguh menderita karena dikejar-kejar secara brutal. Meskipun demikian para pemimpin biara dan anggota saling berhubungan melalui surat. Selama menunggu kesempatan kembali ke komunitas yang ia cintai, Francisco Palau berusaha semampunya menjalani hidup dengan menepati kewajiban-kewajiban membiaranya. Kelak ia menulis: “Saya menyesuaikan diri sedapat mungkin dengan peraturanperaturan hidup membiaraku” (TCAG, 1997:17). Francisco Palau menjalankannya dengan menolong di paroki asalnya, paroki St. Antolin sebagai diakon, lalu menyepi di dalam suatu gua kira-kira dua kilometer jauhnya dari Aytona. Pelayanan pastoral dan kesendirian kontemplasi merupakan dua hal yang saling melengkapi bagi panggilan karmel Santa Teresa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Harapannya untuk kembali ke biara ternyata merupakan suatu harapan kosong. Hal ini disebabkan pada tanggal 9 Maret 1836 pemerintah menetapkan peraturan-peraturan melawan keagamaan. Peraturan tersebut menegaskan bahwa para anggota biara dilarang kembali ke biara-biara mereka, mengenakan pakaian biara di tempat umum tidak diperbolehkan. Semua yang menyangkut hidup imamat berada di bawah yuridiksi uskup setempat. Kendati demikian diakon Francisco Palau diberi tahu oleh para pembesarnya bahwa para uskup lah yang menginginkan dia mempersiapkan diri untuk tahbisan imamat. Dengan ketaatan Francisco Palau menyetujuinya, kemudian ia berangkat ke Barbastro, Huesca untuk ditahbiskan imam pada tanggal 2 April 1836 oleh uskup Santiago Fort y Puig (TCAG, 2000:18). Pada usia 25 tahun Francisco Palau telah menjadi seorang imam dan biarawan. Ia bersedia menjadi imam tanpa meninggalkan panggilannya sebagai biarawan Karmel St. Teresa. Suatu panggilan yang kokoh perlu dapat berlangsung di dalam keadaan apa saja. Dalam salah satu catatan rohaninya Francisco Palau menulis: “supaya dapat hidup di Karmel hanya satu hal yang penting, ialah ‘panggilan’” (TCAG, 1997:18). Setelah ditahbiskan menjadi imam di Barbastro pada tahun 1836, Franscisco Palau memulai karya kerasulannya di Cataluna. Gangguangangguan di negerinya sendiri memaksa dia untuk tinggal dalam kehidupan pengasingan di Perancis dari tahun 1840 sampai tahun 1851, di mana Francisco Palau menggantikan tugas kerasulannya dengan menghayati hidup di dalam keheningan. Francisco Palau banyak menulis dan membimbing PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 kelompok kaum muda dan mengarahkan mereka untuk berdevosi kepada Bunda Maria di Livron, Dioses Mantauban (Solitary Life, 1988:35) Francisco Palau kembali ke Spanyol pada tahun 1851 dan memulai pelayanan kerasulannya. Di Barcelona, ia mendirikan sebuah sekolah yang selanjutnya sekolah itu dinamakan “Sekolah Kebajikan.” Kemudian sekolah itu dituduh melibatkan pekerja yang melanggar aturan di Barcelona dan telah ditutup oleh para penguasa sipil. Francisco Palau sebagai direktur ”Sekolah Kebajikan” ditahan di Ibiza sejak tahun 1854 hingga tahun 1860. Dalam keheningan di Vedra, di pulau Ibiza, ia menghidupi semangat pengabdian kepada Gereja yang sedang mengalami perubahan. Di pulau Balearic, Francisco Palau mendirikan kongregasi para Bruder dan Suster Karmel pada tahun 1860 sampai 1861 (Solitary Life, 1988:35). Francisco Palau mewartakan misi di pulau Ibiza dan Peninsula, meningkatkan devosi kepada Bunda Maria sebagaimana sering ia sampaikan kepada orang-orang di sekitarnya. Pada tahun 1866, Francisco Palau berangkat ke Roma, dan tahun 1870 ia berangkat lagi ke Roma untuk menghadiri pertemuan Konsili Vatikan I bersama Paus dan para bapa konsili. Francisco Palau meninggal di Taragona pada tanggal 20 Maret 1872. Gereja memberinya gelar Beato pada tanggal 24 April 1988 (Soliotary Life, 1988:35). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 4. Pendiri Kongregasi Sebutan yang tak dapat diragukan dan yang paling dikenang orang pada beato Francisco Palau ialah ”Bapa Pendiri Kongregasi”. Francisco Palau dikenang oleh sejarah dan memberi semangat pada orang-orang yang merasul di dalam Gereja. Sebagai Bapa Pendiri oleh putri-putri rohaninya yang berjumlah begitu banyak di dalam kongregasi yang sekarang di beri nama Carmelite Missionaries dan Carmelite Missionaries Teresa. Kedua kongregasi ini sebagai pengikut beato Francisco Palau melanjutkan karya dan semangatnya dari abad-19 sampai jaman sekarang di lima benua. Carmelite Missionaries dan Carmelite Missionaries Teresa tidak secara kebetulan lahir atau sebagai suatu akibat dari kejadian yang mendadak (TCAG, 1997:59). Setelah kematian Francisco Palau para pengikutnya pecah menjadi dua. Satu kelompok mengikuti Juan Nugues uskup setempat sebagai pemimpinnya, kemudian lahirlah kongregasi Carmelite Missionaries Teresa. Kelompok lain adalah kumpulan orang-orang yang menentang adanya pemimpin baru, mereka adalah ahli waris yang setia dan taat pada ajaran Francisco Palau sampai akhir hayatnya. Kelompok ini diberi nama kongregasi Carmelite Missionaries. Kedua kongregasi ini menghidupi karisma dan spiritualitas yang sama yakni spiritualitas Palautian. Carmelite Missionaries merupakan buah yang masak dari suatu usaha yang berkali-kali diupayakan oleh beato Francisco Palau, sampai pada akhirnya ia berhasil mendirikan suatu kongregasi yang tahan jaman. Ia memandang bahwa pekerjaan sebagai pendiri harus dilihat sebagai cetusan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 panggilannya untuk menjadi bapa rohani, sebagai ”bapa jiwa-jiwa”, ”di dalam dan untuk Gereja”. Ia berhasil mendirikan Tarekat Carmelite Missionaries hanya setelah ia mempunyai pemahaman yang matang mengenai hakikat Gereja dan setelah Gereja dengan segala misterinya menjadi sumber kebijaksanaan yang memberi kehidupan kepadanya (TCAG, 1997:59). Sebagai pendiri Francisco Palau tidak pernah lepas dari hubungannya yang intim dengan Tuhan melalui doa dan kontemplasi yang ia lakukan di tempat-tempat sunyi. Dalam kesunyian dan keheningan doa ia dapat menemukan makna ketaatannya lewat peristiwa-peristiwa hidup yang dialaminya. Tetapi hal itu tidak dapat bertahan tanpa iklim kesederhanaan hidup yang sesuai, dedikasi tanpa pamrih dan pengorbanan. Bagi Francisco Palau segala sesuatu dapat berarti jika ia mempunyai sikap pengikraran diri yang tetap dan didukung oleh iman dan kasih (TCAG, 1997:70) Carmelite Missionaries merupakan tunas dari pengalaman hidupnya di dalam mencintai dan melaksanakan pelayanannya kepada Gereja. Cinta dan pelayanan itu merupakan keparipurnaan pemenuhan perintah untuk mencinta, sebab baik cinta kepada Allah di dalam Kristus maupun cinta kepada sesama menjadi satu di dalam Gereja (TCAG,1997:61). Sejak awal, Francisco Palau menginginkan supaya Carmelite Misssionaries yang ia bangun ini mempunyai cap gerejani tersebut dan terukir pada pokok tua dari Karmel St. Teresa. Untuk meneruskan kharismanya kepada komunitasnya dan untuk membentuk para anggotanya, Francisco Palau menanamkan nilai-nilai fundamental dari semangat Elia dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 semangat kerohanian St.Teresa. Ketika Francisco Palau menemukan makna panggilannya sebagai seorang Karmel Teresa (Let, no. 93:1257), ia langsung bekerja dan merenungkan segala kekayaannya ke dalam lembaganya yang baru (TCAG, 1997:61). Francisco Palau telah menciptakan suatu jalan baru, yakni menghayati kehidupan kontemplasi dan pelayanan kerasulan. Hal itu merupakan suatu percampuran mendalam antara nilai-nilai pribadi dan komunitas, antara doa pribadi dan doa Gereja. Itu merupakan suatu jalan yang diberikan oleh Francicso Palau sebagai peninggalan kepada para bruder ordo ketiga Karmel dan para suster Carmelite Missionaries. Kelompok para bruder memang telah tidak ada lagi, tetapi semangat dan karyanya dilanjutkan dan dikembangkan oleh putri-putri rohani Francisco Palau (TCAG,1997:61). Beato Francisco Palau selalu menyadari bahwa kesuksesannya sebagai pendiri suatu kongregasi bukanlah hasil kerja dan usahanya semata-mata. Hal ini dikarenakan dalam masa-masa pencariannya, ia selalu menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia membiarkan Tuhan bekerja seutuhnya dalam seluruh karyanya. Francisco Palau selalu peka untuk mendengarkan bisikan suara Tuhan melalui keheningan doa dan kontemplasi serta taat pada apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi diri dan misinya (Let, no. 54:1171). Surat tersebut ditujukan kepada salah satu ahli warisnya bernama Juana Gratias, ia menuliskan bahwa dalam hidup bersama para suster hendaknya mampu melupakan dirinya sendiri, menyerahkan diri mereka pada penyelenggaraan Ilahi dan orang yang akan membimbing dan mendampingi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 mereka. Dalam menjalankan suatu tugas perutusan hendaknya para suster menaatinya dan tidak menjadi takut karena Tuhan sendiri akan memimpin mereka pada suatu tempat yang aman. Para suster Carmelite Missionaries ingin mewujudkan ketaatan yang telah diterima sejak menggabungkan diri dalam keluarga Karmel, terutama apa yang telah diterima dalam masa pembentukan. Hal ini sangat nampak melalui kesetiaan dan ketekunan dalam melaksanakan kehendak Allah seharihari. Menurut Francisco Palau, bukan banyaknya tahun yang dilewati dalam biara, tetapi banyaknya usaha untuk menghayati tuntutan panggilan hari demi hari. Francisco Palau memberi contoh bagi para suster Carmelite Missionaries bagaimana harus menjadi tekun dan setia dalam menanggapi panggilan Tuhan bagi setiap pribadi. 5. Spiritualitas dan Kharisma Carmelite Missionaries a. Spiritualitas CM dirumuskan sebagai berikut: Sebagai pengikut Bto. Francisco Palau, para suster CM menghidupi spiritualitas Palautian yaitu: misteri persatuan Gereja (ecclesiality); persekutuan hidup dalam Gereja; hidup rohani yang mendalam diekpresikan lewat pelayanan dan kerasulan, suatu ungkapan cinta kasih kepada Gereja, doa sebagai persatuan dengan tubuh mistik Kristus, yaitu Tuhan dan sesama serta memandang Maria sebagai model Gereja yang sempurna (Kons. Art 7, 52, 53, 67, 89, 96, TCAG. 1997:68). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 b. Kharisma CM dirumuskan sebagai berikut: Menjadi tanda persatuan dalam Gereja. Ini merupakan inti kharisma Bto. Francisco Palau yang diikuti oleh suster-suster CM sebagai pengikutnya (konst. art 48, 49). Untuk membagi kekayaan spiritualitas dan kharisma suster-suster CM sebagai sumbangan kepada perubahan hidup rohani dalam Gereja. sebagai para nabi persatuan dan harapan kami dipanggil untuk hidup sebagai ”Gereja kecil”yang memberi saksi pada persatuan dann harapan dalam dunia yang individualistis, materialistis dan terpecah belah. Untuk membentuk manusia dan solidaritas dihargai dan di mana nilai-nilai moral Spiritualitas dan kharisma yang dihidupi oleh para suster Carmelite Missionaries berdasarkan konstitusi dan karisma pendiri serta pembaharuannya yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan Gereja dari waktu ke waktu. B. TRI KAUL MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU 1. Kaul-Kaul Ajaran Francisco Palau tentang kaul-kaul dihubungkan dengan pengalamannya akan Gereja. Ketika Francisco Palau berbicara tentang hidup bakti ia tidak menyebutkan secara eksplisit, hal ini disebabkan ia menghidupi kaul-kaulnya berdasarkan pengalaman penyerahan diri dan kehendaknya secara total yang menghantarnya pada suatu hubungan mesra dengan yang dicintainya yakni ”Gereja”. Terbuka terhadap misteri Gereja ia memperoleh suatu pemahaman baru dan pengungkapan penyerahan diri kepada-Nya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 Dalam tulisannya tentang relasinya dengan Gereja ia mengatakan bahwa dirinya tidak dapat melihat dan kontemplasi Putera Allah dalam bentuk dan ide-ide apa pun, tetapi sebagai Kepala, dipersatukan pada Tubuh yang kudus dari Gerejanya (My Reations with the Church. 4, 22:812). Dengan demikian kaul-kaul religius menurut Francisco Palau merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan seperti kepala dan tubuh. Pencarian akan kehendak Allah selama dua puluh tahun merupakan waktu yang cukup panjang bagi Francisco Palau. Segala perjuangan dan pergulatan hidupnya membawakan suatu ketaatan yang sempurna yang berasal dari kedalaman imannya akan penyelenggaraan Tuhan. Bukti pemberian dan penyerahan dirinya secara total kepada Allah merupakan jawabannya akan cinta Allah yang memanggil, ia bukan lagi miliknya sendiri tetapi seluruh dirinya adalah milik Allah (My Reations with the Church, Fragmen. III:750). Dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Allah, suster-suster Carmelite Missionaries diharapkan rela melepaskan kehendak sendiri dan siap berkorban bagi semua orang yang membutuhkan. Penyerahan diri ini merupakan wujud kesetiaan kepada-Nya. Francisco Palau dalam pengalaman mistiknya akan Gereja ia mempersembahkan seluruh hidupnya demi menjawab cinta Tuhan dengan taat, setia dan tekun melakukan misinya di tengah dunia. Francisco Palau menegaskan dalam tulisannya tentang relasinya dengan Gereja bahwa Allah telah memperlihatkan diri kepadanya sehingga dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 penuh hasrat dan semangat berkobar ia mau melayani dan hanya menyenangkan Allah saja (My Relations with the Church. 9,7:866). Berawal dari cinta yang total dan ekslusif ketiga kaul tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Ketiga kaul tersebut terdapat hubungan yang erat dalam tiga keutamaan teologi yakni; iman, harap dan kasih. Ketiga keutamaan ini menurut Palau merupakan tanggapan atas pengalaman cinta yang tidak beralasan dan tanpa syarat akan Allah dan Gereja. Menurut Francisco Francisco Palau kaul-kaul merupakan suatu pemberian, suatu rahmat yang ia minta. Baginya Kristuslah kepala dan Gereja adalah tubuh. Sebagai ungkapan pemberian dirinya secara total kepada Kristus dan Gereja mempelainya, Francisco Palau membuat suatu perjanjian di hadapan Tuhan dan Gerejanya. Ia memberikan kepada Allah seluruh dirinya, segala miliknya serta keinginannya dalam cinta, ketaatan, kemurnian dan kemiskinan, dalam iman dan harapan (My Relelations with the Church 9,26:881,882). Demi pelayanannya kepada Allah dan sesama ia rela merendahkan dirinya sebagai seorang budak, hamba dan pelayan (My Relations with the Church. 5,6:823). Sebagaimana Yesus sendiri ialah teladan ketaatan, yang turun dari surga bukan untuk menjalankan kehendak-Nya sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus-Nya (Yoh 6:38; Ibr 10:5,7). Dalam ketaatan-Nya sebagai Putera Ia mengenakan keadaan sebagai seorang hamba (Flp 2:7-8). Eulogio Pacho (2006:824) mengatakan bahwa dalam setiap pengalaman mistik yang dialami oleh Francisco Palau dalam mencari kehendak Allah, ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 senantiasa melakukan pembedaan Roh. Hal ini sebagai tanda kesetiaannya dalam menghayati dan memaknai trikaul yang telah diikrarkannya (My Relations with the Church, 9,1: 873). Janji trikaul yang diucapkan oleh Francisco Palau merupakan jawabannya yang mantap dan yakin dalam menanggapi panggilan Tuhan setiap saat, yakni dengan keberanian melepaskan seluruh kehendaknya demi melaksanakan kehendak Allah. 2. Kaul Kemurnian Kaul kemurnian menurut Francisco Palau merupakan suatu jawaban akan cinta Allah secara eksklusif. Hal ini dibangun pada pengalaman di mana kita sungguh merasa bahwa diri kita dicintai oleh Yesus, perasaan tersebut dibangun atas dasar iman. Salah satu isi surat Francisco Palau kepada para pengikut ”Maria” yang dibentuknya di Ciudadela ia menegaskan bahwa Yesus Kristuslah satu-satunya pribadi yang harus mereka cintai. Untuk mencintai Yesus secara total hanya melalui iman. Para suster diajak agar selalu percaya dan menaruh seluruh keberadaan diri mereka hanya kepada Yesus saja. Dengan demikian segala sesuatu dapat terpenuhi sesuai dengan yang dikehendaki Allah (Letters, no. 88,3, 6,11: 1244). Dengan demikian arti kaul kemurnian menurut Francisco Palau adalah pengabdian kepada Allah dalam kesucian yang sempurna dengan niat yang tetap utuh dalam hati dan pikiran. Maka kaul kemurnian menuntut suatu keutuhan yang permanen dalam pikiran, hati dan tubuh demi kerajaan Allah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 3. Kaul Kemiskinan Kaul kemiskinan menurut Francisco Palau adalah cara hidup miskin termasuk di dalamnya keterbukaan, percaya dan berharap pada penyelenggaraan Tuhan, menerima pemberian sebagai hadiah dan penuh rasa syukur. Hal ini termasuk pelepasan, mati raga dan penyangkalan diri untuk memikul salib, menerima kesulitan dan kegembiraan hidup dengan nilai-nilai Injil (Letters, no. 37,6-7:1132). Hal ini mau mengajak para suster CM agar tidak menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak penting serta menjadi puas dengan apa yang dimiliki secara material. Dengan demikian semua harta milik dan barangbarang menjadi milik kongregasi. Keutamaan kemiskinan adalah keutamaan Injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana. Adapun inti dari kaul kemiskinan adalah meneladani Yesus yang menghayati kemiskinan sejak lahir sampai wafat-Nya di salib. 4. Kaul Ketaatan Kaul ketaatan menurut Francisco Palau merupakan suatu pengorbanan yang sangat berkenan kepada Allah. Melalui pengorbanan, setiap orang akan ditentukan oleh Allah jalan mana yang hendak mereka ikuti. Dalam menanggapi panggilan Tuhan, kita tidak tahu tujuan kita. Hanya Tuhan saja yang tahu, dan Dia akan menyampaikan kepada kita melalui suara ketaatan dimana kita akan pergi. Francisco Palau menegaskan lagi bahwa dalam melakukan karya kerasulan kalau tidak ada panggilan, ketaatan akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 memberinya misi lain yang sesuai dengan panggilannya (Letters, no.87,1:1242). Dengan kaul ketaatan para suster CM berjanji pada Allah untuk taat kepada para pemimpin yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Para suster CM mengikrarkan kaul ketaatan dituntut untuk menyerahkan kehendaknya kepada Kristus. Oleh karena itu dalam menjalankan kaul ketaatan, para suster CM perlu mengembangkan pertama-tama adalah sikap pasrah sebagaimana Kristus memasrahkan kehendak-Nya kepada Allah Bapa. Melalui sikap itu para suster CM diharapkan dapat memaknai dan menghayati tugas yang diembankan kepadanya sebagai suatu kesempatan untuk membuka diri bagi kehendak Allah. Kedua, mengembangkan sikap rela berkorban. Melalui sikap itu, para suster CM dilatih untuk meninggalkan kehendak sendiri dan belajar untuk menerima kehendak Allah. Ketiga, mengembangkan sikap penyerahan diri secara menyeluruh. Melalui sikap itu, para suster CM dimampukan untuk menjalankan segala tugas dengan penuh kerelaan hati sebab mereka tidak lagi memikirkan diri sendiri. Ada pun inti kaul ketaatan menurut Francisco Palau adalah mengikuti cara hidup Yesus yang taat pada Allah Bapa dan menerima kehendak Allah dalam keputusan para pemimpin (Kons. art. 41:37). 5. Spritualitas Kaul Urutan rumusan kaul yang tertulis dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 25), sebagai berikut: ”(...) Saya (Sr...) membaharui kaul PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 kemurnian, kemiskinan dan ketaatan di dalam Kongregasi Carmelite Missionaries menurut konstitusi kongregasi ini”. Dalam formula kaul kebiaraan suster Carmelite Missionaries, kaul ketaatan diucapkan pada urutan terakhir. Hal ini bukan karena kebetulan melainkan karena ada tujuan tertentu yaitu bahwa dengan hidup murni dan miskin di hadapan Allah berarti para suster CM berani untuk mejalankan setiap tugas dan keputusan dengan sikap rendah hati. Pada dasarnya ketiga kaul tersebut saling melengkapi antara satu dengan yang lainya. Para suster Carmelite Missionaries menghidupi dan menjalankan spritualitas ketiga kaul sebagaimana yang diajarkan oleh Francisco Palau yang berakar pada cara hidup Yesus sendiri; di mana Yesus tidak menikah, tidak memiliki harta kekayaan dan taat pada kehendak Allah Bapa. Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan dapat meneladan bapak pendiri Francisco Palau dalam menghidupi trikaul, kemurnian, kemiskinan dan ketaatan dengan penuh keberanian dan setia dalam doa dan kontemplasi, sehingga kehendak kita selaras dengan kehendak Allah. Ketiga kaul tersebut yang menjadi dasar kehidupan bagi para suster Carmelite Missionaries di seluruh dunia dalam mewujudkan iman yang radikal sesuai nasihat Injil. Bto. Francisco Palau berkeyakinan bahwa tiga hal itulah yang menjadi inti dari nasihat Injil yang diwartakan Yesus Kristus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 C. KETAATAN DALAM TULISAN-TULISAN FRANCISCO PALAU Francisco Palau adalah sosok pribadi yang tidak kenal lelah untuk mencari kehendak Allah dalam segala hal. Sikapnya yang tetap dan teguh untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Allah dalam mencari, merenungkan, merefleksi dan menemukan apa yang menjadi objek utama dalam pencariannya tentang Gereja dan misterinya. Para suster CM sebagai pengikut semangat dan teladan Francisco Palau ingin mewujudkan cintanya kepada Tuhan dengan mendengarkan-Nya melalui keheningan kontemplasi, retret dan ketenangan diri yang dapat membantu mereka untuk menemukan dan memberinya kekuatan serta kesediaan untuk menaati-Nya. Kesediaan ini menuntut suatu penyangkalan diri secara total, dimana apa yang menjadi kehendak Allah kadang-kadang bertentangan dengan yang mereka kehendaki (Konst. art. 67:46 ). 1. Membuka Hati Bagi Tuhan Kaul ketaatan merupakan tuntutan bagi setiap orang yang memilih untuk hidup membiara. Ketaatan merupakan jalan menyeluruh dalam membina kepekaan terhadap kehendak Allah lewat situasi dan peristiwa hidup. Kepekaan dan keterbukaan merupakan dasar hidup seseorang yang sungguhsungguh taat. Dengan kaul ketaatan seseorang bebas untuk mencintai Tuhan, mendengarkan dan melaksanakan kehendak-Nya dalam segala situasi dan peristiwa hidupnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 Dalam salah satu surat kepada para pengikutnya, Francisco Palau mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggilnya hendaknya ia mampu melupakan dirinya sendiri dan mempercayakan seluruhnya pada penyelenggaraan Ilahi yang akan membimbing dan mendampinginya (Letters, no. 54,1:1171). Isi surat tersebut, Francisco Palau mau menegaskan bahwa dalam menanggapi panggilan Tuhan hendaknya para suster CM semakin peka dalam mendengarkan bisikan-Nya, sanggup memahami kehendak-Nya, siap sedia melaksanakan rencana-Nya. Sikap hati yang terbuka bagi Tuhan memungkinkan kita untuk mampu menghayati kaul ketaatan dan berusaha memahami apa yang dikehendaki-Nya serta siap untuk melaksanakannya. 2. Penyerahan Diri Fransisco Palau selama masa-masa pencariannya akan apa yang diperlihatkan Tuhan tentang misteri Gereja kepadanya, sungguh menyerahkan diri secara total kepada Tuhan. Ia membiarkan Tuhan bekerja dalam seluruh hidupnya. Sebagai wujud penyerahan diri kepada Tuhan, ia menyerahkan dirinya bagi sesama saudara (para suster dan bruder yang dibimbingnya) dan orang lain yang menderita karena pengejaran dan penganiayaan akibat pergolakan politik di Spanyol. Francisco Palau diutus oleh para uskup Catalonia (pada waktu itu berada di wilayah yang dikuasai kelompok Carlist). Dengan semangat berkobar-kobar dan ketekunan yang mengagumkan Francisco Palau melayani kotbah-kotbah bagi umat di diosis-diosis yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 berada di wilayah itu. Francisco Palau memiliki semangat merasul yang sangat kuat. Ia dijuluki ”Rasul Terutus” oleh para uskup setempat (TCAG,1997:19). Pada bulan Juli 1840 partai Carlist mengalami kekalahan. Selama tiga tahun Francisco Palau hidup dan menjalankan pelayanan sebagai imam di daerah pengikut Carlist, tetapi Francisco Palau selalu taat dan setia terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di daerah tersebut. Ia tidak pernah berbuat sesuatu yang lain di luar batas pelayanan pastoralnya. Namun pada saat itu partai liberal yang menang menekankan pengaruh liberalnya pada mereka yang tidak secara terbuka menggabungkan diri dengan partainya. Banyak orang merasa takut termasuk Francisco Palau akan mengalami pembalasan. Mereka melarikan diri ke Perancis untuk mencari keamanan. Meskipun demikian Francisco Palau tetap menyerahkan dirinya pada penyelenggaraan dan bimbingan Allah. Ia menjalani masa pengasingan selama 11 tahun di Perancis. Francisco Palau sungguh mengalami kesulitan dengan panggilannya. Baik pejabat pemerintahan maupun Gereja menganggapnya sebagai imam biasa. Tetapi Francisco Palau sungguh menyadari bahwa dirinya sebagai seorang biarawan melebihi apa pun, meskipun ia tidak mempunyai harapan sedikit pun untuk dapat kembali ke biara. Pada saat itu ordo Karmel dilarang di Spanyol dan Perancis. Francisco Palau tidak mempunyai banyak pilihan. Ia tetap memegang teguh keinginannya untuk ”menepati sesetia mungkin” kewajiban-kewajiban panggilannya. Ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 melaksanakan kegiatan kerasulan di Aytona, lalu disusul dengan menyepi untuk berdoa. (TCAG, 1997:19-21). Francisco Palau meneladan cara hidup rohani yang diwariskan oleh St. Teresa Avila dalam menyerahkan kehendak pribadinya dalam segala hal kepada Allah. Francisco Palau senantiasa menyesuaikan cara hidupnya dan selalu menginginkan agar kehendak-Nya yang terlaksana bukan kehendaknya sendiri (Solitary Life, 1998:18). 3. Ketaatan Kepada Pemimpin Dalam suratnya kepada para suster (Letters, 99,2:1268), Francisco Palau menasehati demikian: ”Yang terutama dan terpenting, aturan itu merupakan hal yang paling pokok, aturan merupakan dasar dari ketaatan. Seluruh kesempurnaanmu akan tercapai dengan menuruti apa yang menjadi kehendak Allah, dan memenuhi perintah-Nya. Kehendak Allah akan dinyatakan kepadamu melalui mulut seseorang yang memimpin dan memerintahmu...yang disampaikan melalui para pemimpin”. Dalam hidup berkomunitas dan sebagai suster yang berkaul ketaatan para suster Carmelite Missionaries harus mampu untuk taat pada pemimpin dengan damai dan bahagia. Oleh karena itu sebagai pemimpin ia harus banyak meluangkan waktu untuk berdoa, sebagai bentuk komunikasi pribadi dengan Tuhan, sehingga segala sesuatu yang menjadi keputusannya sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Di mana setiap keputusan yang di ambil oleh seorang pemimpin dapat membawa suatu kegembiaraan dan tanggungjawab bersama dalam komunitas. Dengan membiarkan diri dipimpin oleh Allah hidup kita akan dirahkan pada jalan yang benar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Dalam suratnya kepada para suster di komunitas Lerida, Francisco Palau menulis demikian: ”Oleh ketaatan hendaknya engkau patuh bagaikan seorang putri, kepada seorang suster yang memiliki semua tugas dan kewajiban dari seorang ibu yang baik. Setiap komunitas harus ada seorang kepala, meskipun hanya kamu berdua saja, dan untuk semua komunitas harus ada seorang suster yang akan memimpin semua anggotanya... engakau harus mentaati para suster yang di beri tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu, dengan roh kesederhanaan, dengan setia, sesuaikan kehendakmu dalam segala hal, patuh pada perintahnya, ketika engkau tidak tahu kehendaknya dan dalam situasi mendadak, hendaknya ketaatan itu perlu dijelaskan” (Letters, no.12,2:1070). Kaul ketaatan dalam komunitas tentu juga menyangkut ketaatan kepada pemimpin. Taat tidak hanya berarti bahwa satu sama lain harus saling terbuka, tetapi juga berarti bahwa setiap anggota harus terbuka kepada pemimpin. Tetapi kita tetap dapat melakukan kehendak pemimpin dalam iman, yang mengakui bahwa Roh itu tetap berhendak baik terhadap kita dan bahwa mungkin kehendak baik itu belum kita mengerti karena alasan-alasan tertentu, maka sebaiknya pemimpin harus menjelaskan kepada anggota komunitas (lihat, Darminta 1975:45). Para pemimpin dalam persatuan dengan mereka yang yang dipercayakan kepadanya, dipanggil untuk membangun komunitas persaudaraan di dalam Kristus, di mana Allah dicari dan dicintai di atas segala-galanya, untuk memenuhi rencana penyelamatan Allah (lihat KTHB dan LHK, 2008:18-19). Francisco Palau menghendaki agar para suster Carmelite Missionaries yang diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dipanggil untuk memajukan martabat manusia, memperhatikan setiap anggota komunitas dan perkembangannya, menghargai, berpikir positif, memelihara afeksi yang tulus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 kepada setiap anggota komunitas serta menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya. Seorang pemimpin hendaknya memiliki cinta terhadap semua anggotanya, terutama punya hati seorang ibu kepada anggota yang bermasalah. Para pemimpin menjadi pelayan komunitas seperti Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya, supaya komunitas pun menjadi pelayan Kerajaan Allah (Yoh 13:1-17). Dalam menjalankan wewenang di tengahtengah anggota komunitasnya berarti melayani mereka, dengan mengikuti teladan Yesus Kristus sendiri yang ’telah memberikan hidup-Nya bagi keselamatan banyak orang’ (Mark 10:4). Dalam tulisannya tentang ”Marian Act” Francisco Palau menuliskan tentang keutamaan ketaatan. Barangsiapa bersikap taat, dia menaruh dirinya di bawah kekuasaan orang yang mengutusnya. Dia sendiri menerima tanggung jawab oleh pengutusannya. Semakin sulit dan berat tanggung jawabnya, semakin tampak keharuman kesetiaannya, kerendahan hati dan ketaatannya. Dia menaruh dirinya di bawah kekuasaan orang yang mengutusnya dalam nama Tuhan, dan dengan rendah hati ia menerima segala perintah, hukum dan aturan-aturan. Hal ini berarti bahwa ia menunjukkan hormat dan penghargaannya kepada atasannya. Ketaatan adalah suatu keutamaan yang membuat kita dengan bebas menyerahkan diri kita di bawah kekuasaan pemimpin kita (Marian Act, 2006: 5). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 4. Ketaatan Menciptakan ”Communio” Dalam menugaskan para suster untuk menjadi seorang pemimpin, Francisco Palau selalu menasehati para suster yang dibimbingnya agar dalam sebuah komunitas, wewenang atau otoritas sangat perlu mereka taati. Baginya jika ada seorang yang memimpin, komunitas tersebut akan terpelihara rasa damai dan persatuan. Hal ini sangat mendukung jika masing-masing anggota komunitas saling kerjasama untuk menaati setiap peraturan dan keputusan bersama. Francisco Palau menulis surat kepada para suster di komunitas Lĕrida dan Aytona sebagai berikut: ”Hal ini sangat penting dianjurkan untuk menjadi taat karena saya berpikir bahwa kamu melakukan semuanya dengan sempurna. Ketaatan akan menghantar kamu pada kedamaian dan persatuan. Suatu komunitas tidak bisa tanpa seseorang yang mengatur dan orang yang tinggal di dalamnya harus taat” (Letters, no. 5,2 :1047). Francisco Palau menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas nilai persatuan ”communio” dapat tercapai jika dalam komunitas para suster menghidupi kebajikan-kebajikan secara konkret, seperti; kasih, dialog, percaya, kesediaan, mengatasi penolakkan dalam diri atas rencana Tuhan, tahu bagaimana mengesampingkan keinginan-keinginan pribadi, taat karena iman, kerendahan hati, dll (Letters, no.12:1070; 54,2:1171; 42,1:1147; 62,4:1186; 11,3:1069; 121:1309). Dengan demikian jalan menuju kesucian menjadi jalan yang ditempuh bersama oleh semua anggota anggota komunitas. Itu bukan jalan bagi perorangan, melainkan terlebih pengalaman komunitas (KTHB dan LHK, 2008: 20). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 48,49) menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas para suster menghidupi dan menjalani kharisma yang satu dan sama sebagai anggota dari suatu keluarga yang benar yang dipersatukan dalam nama Tuhan. Panggilan kita pada persekutuan hidup merupakan sumber dari persatuan Trinitas dan memperoleh ungkapan tertinggi dalam Gereja sebagai suatu misteri persatuan. Dengan demikian dalam hidup berkomunitas hendaknya selalu mencari cinta Bapa yang dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam hati kita masing-masing. Di dalam komunitas kita saling mengasihi satu sama lain sebagaimana Kristus mengasihi kita. Kita menjadi saksi kegembiraan kepada dunia sebagai satu komunitas yang percaya dan dipersatukan oleh kasih, ”oleh satu hati yang degerakkan oleh Roh yang satu dan sama”. 5. Ketaatan Merupakan Pelayanan Misi Pada pertengahan bulan November 1860 Francisco Palau mengalami suatu pengalaman mistik tentang Gereja. Pengalaman itu merupakan saat yang akan tetap menyala selama-lamanya dalam ingatannya. Pengalaman tersebut mengungkapkan misteri Gereja kepadanya sebagai kenyataan yang memberi kedamaian. Francisco Palau melihat Gereja sebagai suatu cita-cita, tetapi lebih dari itu, bahkan merupakan tujuan luhur dan terakhir dari cintanya. Pengalaman mistik tersebut merubah Francisco Palau secara menentukan. Doanya selama bertahun-tahun dikabulkan, doa di mana ia meminta dengan air mata dan sepenuh hati, disertai dengan jeritan hati, ialah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 mengetahui ”perutusanku”. Allah telah menunjukkannya kepadanya dengan jelas. Ia menentukan ”jalannya, langkahnya dan misinya”. ”Sekarang aku telah pasti”, demikian pengakuan yang diberikan oleh Francisco Palau (Letters, no. 57:1175). Ia telah pasti untuk melaksanakan perutusannya yang baru dan dengan keteguhan hati yang tegas, ia akan mempersembahkan sisasisa hidupnya untuk melayani Gereja. Berdasarkan pengalaman mistiknya Francisco Palau merasa sungguh terpanggil untuk terlibat dan bersedia berkotbah mewartakan kepada orangorang bahwa Gereja itu indah dan pantas dicintai tanpa tara, dan menghayati hidup Gereja ialah memenuhi perintah mencintai Allah dan mencintai sesama. Ia mengatakan : ”Inilah tujuan perutusanku dan anda, Gereja adalah sesama yang membentuk satu kenyataan di dalam Allah” (MRel, 2000:341). Bagi Francisco Palau kata-kata di atas sangat menuntut suatu pilihan dan dedikasi hidup yang penuh, dan itulah yang dilaksanakannya. Sebab, tidak ada orang yang dapat berkata bahwa Gereja itu indah jika ia tidak mencintai Gereja dan membuktikan cinta itu melalui pelayanan yang tanpa syarat. Cinta dan pelayanan menuntut tindakan dan kadang-kadang dengan kepahlawanan. Elogio Pacho (2006:1455) menyajikan tulisan-tulisan Francisco Palau tentang ”The Ministry of Exorsist” salah satu kegiatan kerasulan yang dilakukan oleh Francisco Palau. Motivasinya sangat kuat sehingga mendorong dirinya menaruh seluruh kemampuannya untuk membantu orangorang yang tertindas akibat peperangan. Bagi Francisco Palau orang-orang yang menderita dan tersisihkan dari masyarakat adalah korban dari kuasa roh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 jahat. Roh jahat yang muncul melalui kebrutalan para penguasa negara dan tentara yang menindas rakyat kecil. Pada bulan Desember 1866 dan Maret 1867 Francisco Palau mendapat ijin resmi dari uskupnya pergi ke Roma untuk menerangkan kepada Sri Paus mengenai gagasannya dalam hal exorsisme dan menjelaskan mengenai karyakaryanya di keuskupan Montauban. Ia mempergunakan kesempatan keberadaannya di Roma untuk membereskan karyanya sebagai pendiri suatu kongregasi. Melalui majalah ”EL Ermitanõ” (majalah minggguan yang ditulisnya) Francisco Palau memperluas lingkup perjuangannya melawan kejahatan dan mengajak orang untuk berbakti kepada Tuhan. Enam tahun terakhir dari hidupnya, di samping karyanya sebagai pengkotbah dan pendiri, Francisco Palau menambahkan kerasulan yang sangat menuntut keterlibatannya di dalam mengabdi Gereja: pendampingan rohani dan jasmani bagi orang-orang yang sakit jiwa. Para penderita sakit yang tidak dapat disembuhkan ini memberi gambaran penyakit yang paling kompleks, dari ketidakseimbangan jiwa sampai semacam dikuasai oleh setan. Mereka adalah orang yang sungguh-sungguh direndahkan dan disingkirkan oleh masyarakat (TCAG, 1997: 41). Melihat situasi demikian Francisco Palau didorong oleh rasa belaskasihan. ia lalu melayani mereka dengan memperbaiki keadaan mereka sedapat mungkin. Francisco Palau memandang bahwa penyakit yang diderita oleh orang-orang itu sebagai sesuatu yang datang dari setan, sehingga ia mempergunakan cara penyembuhan rohani Gereja seperti exorsisme dan doa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 Francisco Palau kemudian mencoba mendirikan lembaga sosial di mana ia dapat memberikan pertolongan dan perlakuan yang menyeluruh kepada mereka yang sakit (TCAG, 1997: 43). Kegiatan kerasulan tersebut sejak awal sudah menimbulkan kesalahpahaman di kalangan pejabat Gereja. Francisco Palau merasa dirinya tidak bebas, seolah-olah diikat oleh berbagai tanggapan negatif dari pejabat Gereja setempat. Namun Francisco Palau sangat yakin bahwa Gereja memanggilnya untuk melaksanakan perutusan yang sukar tersebut. Meskipun demikian Francisco Palau tunduk dan taat kepada pimpinan Gereja yang tidak menyetujuinya (TCAG, 1997: 43). Dengan ketaatan yang muncul dari kedalaman hatinya Francisco Palau selalu melaksanakan kegiatan kerasulan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan Gereja setempat. Ia selalu memiliki hati yang siap sedia untuk pergi kapan dan di mana pun ketaatan memanggilnya (Letters, no. 161,2 :1365). Ajaran Francisco Palau tentang ketaatan dalam tulisan-tulisannya, secara khusus dalam surat-suratnya kepada para suster, bruder, sahabat dan penguasa Gereja dan negara, mau mengingatkan para suster Carmelite Missionaries untuk kembali pada ajaran awalnya. Francisco Palau menjadi taat karena ia mau mencari dan menemukan kehendak Allah dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang imam Karmelit St. Teresa. Ketaatan bagi Francisco Palau dan para pengikutnya merupakan suatu panggilan Yesus kepada Bapa-Nya. untuk meneladan ketaatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 D. KETAATAN MENURUT KONSTITUSI KONGREGASI CARMELITE MISSIONARIES Menghayati kaul ketaatan berarti menghidupi jalan Yesus yang taat pada kehendak Bapa. Demikian pula kaum religius melalui kaul ketaatan menyerahkan diri secara total kepada kehendak Allah, terbuka untuk mencari dan melaksanakan kehendak Allah, sebagaimana yang diteladankan oleh Yesus Kristus, yang membawa konsekuensi harus rela melepaskan kehendak dan rencana pribadi. 1. Ketaatan Sebagai Kaul Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 41a) dinyatakan bahwa: ”Sebagai pengikut Kristus, yang taat sampai mati untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya, kita melakukan suatu persembahan secara total dari kehendak kita sebagai suatu kurban kepada Allah dan pelayanan kepada Gereja. Dengan demikian kita membiarkan Allah membimbing hidup kita pada penyelenggaraan-Nya”. Ketaatan merupakan kesediaan untuk tunduk kepada hukum atau perintah atau menerima pernyataan yang dikemukakan oleh pimpinan sebagai hal yang benar. Hanya Allah yang mempunyai kekuasaan yang tinggi dan mutlak. Dalam menjalankan kehendak Bapa-Nya, Kristus ”taat sampai mati” (Flp 2:8; Ibr 5:8), dan dengan demikian memberikan kepada kita contoh sempurna tentang ketaatan penuh kasih (Yoh 15:10). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 KV II menegaskan bahwa dengan kaul ketaatan hendaknya kaum religius atas dorongan Roh Kudus dan dalam iman mematuhi para pemimpin yang mewakili Allah. Hendaknya melalui mereka itu para religius dituntun untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya terhadap Bapa dan melayani para saudara-Nya dan meyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (PC,14). Francisco Palau dalam melaksanakan karya kerasulannya selalu patuh pada peraturan-peraturan yang berlaku baik di biara maupun negara. Ia pun selalu mendengarkan bisikan dan dorongan Roh Kudus melalui keheningan doa untuk menjadi taat kepada pemimpin negara maupun pemimpin Gereja. Pengalaman hidup yang dialaminya selama masa-masa pencarian akan kekasihnya yakni ”Gereja”, ia juga taat kepada imam-imam paroki yang meminta pertolongan dari padanya untuk mengobarkan kembali cara hidup Kristiani bukan saja kepada orang-orang yang tinggal dekat paroki di mana Francisco Palau bertugas melainkan kepada mereka yang tinggal jauh dari paroki. Bagi Francisco Palau dengan menaati pemimpin atau rekan-rekan imamnya merupakan wakil Allah sendiri yang hadir di dunia ini. Dalam suratnya kepada Sr. Magdalena Calafell, Francisco Palau menasehati para susternya bahwa dalam memilih pembimbing rohani ketaatan merupakan suatu pengorbanan yang sangat berkenan kepada Allah dan hal itu dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Francisco Palau melalui pembimbing rohani mereka dapat menentukan suatu keputusan atas nama Allah hal-hal yang harus diikuti oleh para suster, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 menurutnya para suster tidak tahu tujuannya. Hanya Allah saja yang tahu dan Dia akan menyampaikan melalui suara ketaatan ke mana para suster akan pergi (Letters, 87,1:1242). Dalam kehidupannya Francisco Palau selalu dan senantiasa mengutamakan kehendak Bapa dari pada kehendaknya sendiri. Dari pengalaman hidupnya Francisco Palau sungguh berjuang dan siap berkorban demi terlaksananya kehendak Allah bagi dirinya. Francisco Palau adalah seorang biarawan Karmelit sejati. Situasi politik akibat revolusi Spanyol menuntutnya untuk menerimakan tahbisan imamat sebagai seorang imam diosis. Untuk melaksanakan apa yang dikehendaki Allah, Francisco Palau harus mengalami berbagai penderitaan dalam mencari dan menemukan yang dicintainya yakni ”Gereja”. Francisco Palau diusir dari biaranya akibat pergolakan politik di Spanyol yang menghancurkan tembok biara dan kehidupan komunitas menjadi kacau. Muncul kelompok-kelompok orang yang tak dikenal menyerang dan membakar biara-biara di Barcelona. Francisco Palau bersama rekan-rekannya harus mengungsi. Selama mengungsi di waktu malam Francisco Palau membuktikan dirinya tabah dan menunjukkan betapa ia siap menjadi martir daripada meninggalkan kehidupan membiaranya (TCAG, 1997:15). Francisco Palau mempersembahkan hidupnya dengan kerelaan hati yang besar untuk menepati apa saja yang dituntut oleh panggilannya di dalam situasi konkret. Pada waktu itu Francisco Palau belum menyadari makna keterusirannya dari hidup di biara yang begitu lama. Ternyata hal itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 merupakan penyelenggaraan Ilahi. Jalan Allah yang akan menuntunnya ke arah karya melalui titian yang penuh misteri, yang membuatnya tidak mempunyai kesempatan menjalani hidup yang layak di dalam Kongregasi Karmel Santa Teresa (TCAG, 1997:18). Bagi Francisco Palau itu merupakan bentuk pengorbanan yang ia persembahkan kepada Tuhan dan Gereja yang sangat ia cintai. Hal ini merupakan penyelenggaraan Tuhan bagi dirinya dengan menjadi seorang imam diosis dan berkarya untuk melayani umat di keuskupan Montauban. Namun dari lubuk hatinya yang terdalam ia adalah seorang biarawan Karmelit. Berkat ketaatannya ia di beri tanggungjawab untuk mewartakan Kabar Gembira Tuhan di keuskupan Montauban. Francisco Palau dikenal sebagai pengkotbah dan misionaris, pemimpin rohani, katekis, penulis, exorcist, wartawan dan pendiri kongregasi. Sebagai pengkotbah dan misionaris Francisco Palau memandang karya pembaharuan Kristenisasi Spanyol dan Eropa sebagai karya aseli evangelisasi. Francisco Palau mempergunakan bermacam-macam pendekatan karya kerasulan. Pertama; karena terdesak oleh keadaan, Francisco Palau membaktikan diri pada karya tradisional, seperti berkotbah, mengajar, doa pujian, novena, dan perayaan-perayaan ibadah. Pelayanan sakramen menjadi tujuan pokok dalam kegiatan kerasulannya (TCAG, 1997:54). Sebagai katekis Francisco Palau bekerja demi pembaharuan, khususnya dengan cara mendirikan ”Sekolah Keutamaan” di Barcelona. Francisco Palau menggunakan pendekatan terpadu yang revolusioner. Program-programnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 mencakup katekese dasar atau pengajaran agama bagi anak-anak dan orang dewasa dari aneka ragam lingkup. Francisco Palau tidak membatasi kegiatan mengajar agama pada waktu itu hanya di sekolahnya. Karya evangelisasi yang dilaksanakannya di Ibiza sebagian besar dipusatkan pada katekese. Perayaan-perayaan bulan Mei sebagai bentuk penghormatan kepada Bunda Maria sebagai sarana pendalaman iman, metode-metodenya ia jelaskan di dalam sebuah buku kecil yang ditulisnya yang diberi judul ”Bulan Maria” (1861-1862) (TCAG, 1997:55). Sebagai penulis Francisco Palau menulis banyak, hasil dari pemikirannya sendiri, dan mendapatkan tempat terhormat di antara tulisan-tulisan mengenai kehidupan agama dan rohani pada abad ke-19 di Spanyol. Kadar tulisannya memang tidak sama, pemikirannya perlu dibaca di dalam konteks dan diartikan sesuai dengan keadaan dan situasi pada masa itu. Tulisan-tulisannya antara lain: Pergulatan Jiwa dengan Allah, Hidup Menyepi, Bulan Maria, Sekolah Keutamaan Perlu Dipertahankan, Gereja Allah dibentuk oleh Roh Kudus, Surat-Surat dan Hubunganku Dengan Gereja (TCAG, 1997:56). Francisco Palau dipandang oleh banyak orang sebagai seorang exorcist, sebab pekerjaan yang ia lakukan demi orang-orang yang tersisih. Hal ini sangat memerlukan keberanian dalam menghadapi bahaya. Franscisco Palau melakukan pelayanan ini di Santa Cruz de Valcarca, Barcelona karena ia merasa terpanggil oleh semangat Elia dan Karmel. Pelayanannya kepada Gereja tidak dapat dibimbangkan. Di jaman sekarang, pelayanan yang ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 lakukan tersebut paling baik diinterpretasi sebagai pelayanan terhadap orangorang yang tersisihkan oleh masyarakat (TCAG, 1997:58). Dasar ketaatan yang dikehendaki oleh Francisco Palau bagi para suster CM adalah ketaatan yang ditunjukkan oleh Yesus di salib dengan melakukan kehendak Bapa-Nya. Sebagaimana tertulis dalam surat Ibrani (5:8-9): ”Sekalipun Ia adalah anak Allah Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah mencapai kesempurnaan-Nya, Yesus sendirilah yang menjadi pokok yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”. yang Itulah ketaatan dilakukan oleh Yesus dengan mempercayakan diri-Nya kepada Bapa secara sungguh yang ditandai oleh cinta kasih sejati. Taat merupakan tuntutan dari dalam diri manusia yang harus berhadapan dengan situasi hidup yang juga merupakan jalan untuk dapat berkembang dalam hidup. Penghayatan kaul ketaatan diwujudkan dalam perutusan dan persaudaraan yang penuh dengan kerendahan hati dan kegembiraan. Ketaatan menuntut kemauan untuk mendengarkan sesama saudara baik pimpinan, sesama suster juga sesama manusia di sekitar kita serta bersedia untuk terus menerus mengadakan pembaharuan diri dan terbuka terhadap tuntutan situasi. Untuk dapat melaksanakan semuanya itu perlu pengosongan diri dengan semangat rela berkorban. Maka sebagai seorang religius perlu disadarkan kembali untuk tetap menyadari diri orang yang berkaul ketaaatan sebagai wujud penyerahan dirinya secara total kepada Allah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 Ketaatan merupakan pengosongan diri di hadapan Allah yang dilaksanakan dengan penuh iman dan penuh kasih. Para suster Carmelite Missionaries mengucapkan kaul ketaatannya untuk mengikatkan diri pada kongregasi demi penghayatan Injil sebagaimana ditulis dalam konstitusi (Konst, art. 45) yang mengatakan: ”Kita disadarkan bahwa iman dan kasih sebagai penopang ketaatan religius dan bahwa ’ketaatan akan memelihara kita dalam damai dan persatuan’. Untuk itu, hendaknya kita menerima dengan patuh keputusan terakhir dari pemimpin dalam hal-hal yang mempengaruhi kita, baik secara individu maupun komunitas. Kita juga tahu bahwa ’menjadi taat berarti mengikuti suatu jalan keselamatan’ dan sesungguhnya kita akan selalu siap-sedia untuk melakukan pelayanan dan pekerjaan yang diminta dari kita untuk dikerjakan”. Kongregasi Carmelite Missionaries sebagai salah satu ordo ketiga Karmel St. Teresa, berusaha hidup mengikuti ketaatan Yesus Kristus melalui ketaatan Bto. Francisco Palau, OCD. Dasar ketaatan yang dihayati dan dimaknai adalah ketaatan Yesus yang telah menyerahkan kehendak-Nya pada kehendak Bapa yang dikaitkan dalam ketaatan Bto. Francisco Palau dan dituangkan dalam konstitusi kongregasi sebagai pedoman dan arah hidup para suster CM di seluruh dunia. Para suster Carmelite Missionaries dengan kaul ketaatannya diharapkan mampu menghayati cara hidup dengan penuh iman dan kasih. Ketaatan religius akan memelihara para suster untuk hidup dalam damai dan persatuan, serta mampu melihat kehadiran dan campur tangan Allah dalam diri seorang pemimpin. Oleh karena itu, menjadi taat berarti terbuka bagi rahmat dan kehendak Allah melalui kesediaan diri kita dalam melakukan pelayanan dan pekerjaan yang diminta dari setiap pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 Dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan, para suster CM rela melepaskan kehendak sendiri dan siap berkorban bagi semua orang yang membutuhkan. Penyerahan diri kepada Tuhan merupakan wujud kesetiaan kita kepada-Nya. Dalam mewujudkan kesetiaan itu, tentu akan mengalami tantangan dan kesulitan. Sering kali kita merasa kering, tak bergairah dan merasa ditinggalkan oleh Tuhan. Namun apakah kita masih mampu untuk setia kepada Tuhan. Di sinilah kesetiaan dan ketaatan seorang Carmelite Missionaries ditantang. Sebagai pengikut Francisco Palau yang selalu taat pada kehendak Allah, hendaknya kita pun senantiasa mencari dan melaksanakan kehendak Allah dalam berbagai peristiwa dan pengalaman hidup kita sehari-hari. 2. Ketaatan Kepada Pemimpin Para suster Carmelite Missionaries diarahkan pada penyerahan secara total pada kehendak Allah sebagai kurban kepada-Nya demi pelayanan Gereja. Penyerahan kepada kehendak Allah diwujudkan melalui pemimpin sebagai wakil Allah sebagaimana ditulis dalam konstitusi (art. 41b). Hal di atas ditekankan lagi dalam konstitusi (art. 43a) mengatakan bahwa: ”Ketaatan dan otoritas merupakan aspek yang saling melengkapi dari keterlibatan kita dalam korban Kristus akan diri-Nya. Para suster yang kepadanya dipercayakan dengan kekuasaan, hendaknya menguasainya dalam roh pelayanan persaudaraan di komunitas dan dengan demikian tunjukkan kepada para suster bahwa pada setiap pribadi hendaknya setia untuk menjadi taat meskipun suatu ketika ketaatan itu sendiri menuntut suatu pengorbanan secara nyata dari diri kita”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 Bagi para suster Carmelite Missionaries ketaatan merupakan ketaatan buta yang dilaksanakan dengan rendah hati, penuh kegembiraan, sederhana, tidak menunda-nunda, tanpa alasan pribadi dan tanpa kontradiksi dengan keputusan pemimpin dan para suster lain. Para suster diajak untuk memaknai ketaatan pada setiap orang sebagaimana mereka menaati Tuhan. Dengan demikian baik pemimpin maupun para suster lain di komunitas adalah juga wakil Allah bagi setiap pribadi (Legacy, 673: 252, CV, pelajaran. 23;51:323). Para pengikut Francisco Palau baik pada waktu itu maupun masa sekarang hendaknya taat kepada seorang pemimpin sebagai wakil Allah yang hadir di tengah-tengah mereka. Melalui pemimpin Allah menghendaki sesuatu yang patut ditaati oleh setiap anggotanya. 3. Ketaatan Terhadap Gerakan Roh Kudus Ketaatan dan wewenang merupakan dua aspek yang saling melengkapi. Hidup panggilan sebagai seorang Carmelite Missionaries hendaknya turut ambil bagian dalam penyerahan diri Kristus yang dijiwai oleh semangat pelayanan kepada komunitas dengan penuh kasih seperti Kristus mengasihi mereka. Suster-suster CM pada gilirannya bertekun dalam ketaatan meskipun hal itu sangat menuntut suatu pengorbanan konkret. Di dalam konstitusi CM (art.43b) menyatakan bahwa: ”Kita semua hendaknya menjadi taat pada Roh Kudus yang telah menginspirasikan keduanya yakni kehendak dan tindakan dipilihnya. Para suster harus mencari kebaikan dari semua anggota komunitas dalam ketaatan dari karisma kita. Melalui jalan ketaatan akan menguatkan kebebasasan kita. Menuntun kita pada penyerahan diri secara total dalam kasih dan menghantar kita pada kedewasaan Kristiani”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 Sebagai pengikut Francisco Palau para suster CM harus taat pada gerakan Roh yang menjadi inspirator bagi kita dalam melaksanakan apa yang menjadi kehendak Allah bagi kita. Para suster juga hendaknya selalu mencari hal-hal baik dari masing-masing anggota demi kesetiaan pada kharisma kongregasi. Dengan cara ini ketaatan akan memperkuat kebebasan kita dan menuntun kita pada suatu penyerahan diri yang total dalam kasih dan menghantar kita pada kedewasaan Kristiani. Ketaatan sendiri merupakan keutamaan yang harus dicapai dan diperjuangkan oleh setiap orang, karena dengan ketaatan dapat membuat seseorang menjadi baik. Dengan demikian suster-suster CM hendaknya memiliki kepekaan hati dan pikiran dalam mendengarkan bisikan Roh Kudus dalam hidup mereka sehari-hari. Hal itu mampu mengembangkan kepekaan mereka terhadap gerakkan Roh Kudus dalam situasi dan peristiwa yang dihadapi baik di dalam kongregasi, komunitas maupun masyarakat. Apabila ketaatan terhadap gerakan Roh Kudus dapat dilaksanakan dengan baik, maka ia dengan mudah dapat mendengarkan dengan penuh hormat kepada sesama. Francisco Palau sangat konsisten dengan apa yang ia sangggupkan, dan bersikap sangat ramah dengan setiap orang. Ia sangat menjunjung tinggi nama baik orang lain. Tetapi tidak senang dengan cercaan yang diarahkan melawan pribadi dan nama baiknya sendiri. Bila hal itu terjadi ia menerimanya dengan tabah. Ia juga seorang yang tidak mengenal ketakutan dan gentar dalam melakukan apa saja, tetapi ia seperti kehilangan kekuatan jika harus memperbaiki atau menegor seseorang. Ia tidak menyenangi tempat- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 tempat umum yang tidak terhormat, namun ia menerima dan melaksanakan apa saja dengan disiplin diri yang ketat jika ketaatan atau tanda-tanda penyelenggaraan Ilahi menuntutnya. Semuanya ia lakukan atas dasar iman yang teguh akan penyelenggaraan Ilahi. (TCAG, 1997:49). Bagi Francisco Palau ketaatan yang sejati bersumber pada ketaatan kepada Allah dan tuntunan Roh-Nya. Sebagai orang yang percaya ia selalu taat kepada Allah, melaksanakan setiap kehendak-Nya dengan sungguhsungguh. Oleh karena itu, ia memperoleh mukjizat, berkat dan penyertaanNya. 4. Ketaatan Maria Mengikuti keteladanan Maria, hamba Allah yang setia dan patuh pada gerakkan Roh Kudus, kita diharapkan untuk meyerahkan diri secara menyeluruh dan terus-menerus pada rencana Allah (Kons. art. 47: 39). Maria dalam mempersiapkan kedatangan Yesus dengan ketaatan yang sangat besar kepada Allah. Dengan menanggapi perintah Allah lewat malaikat Gabriel, Maria sungguh mendahulukan kehendak Allah. ”Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Itulah semangat Maria, ia taat kepada kehendak Allah, ia rela dijadikan alat Allah untuk menyelamatkan manusia dengan menjadi ibu dari Sang Mesias sendiri. Meski ia tidak mengerti segalanya dengan jelas, meski ia mengalami kebingungan tentang panggilan itu, Maria akhirnya mengiyakan kehendak Bapa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53 Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 18) ditegaskan bahwa Maria memenuhi sejarah Karmel dengan kehadirannya. Karmel memandang Maria sebagai seorang wanita dan ibu, pelindung dan sahabat yang dapat dipercaya, model dan teladan dari setiap kehidupan dan pengabdian diri. Carmelite Missionaries dilahirkan dari tradisi ini. Maria dipandang sebagai model Gereja yang sempurna dan sebagai tanda misteri persatuan dan kudus. Maria sebagai teladan ketaatan sejati. Ia menaati orang tuanya, menaati aturan-aturan keagamaan, taat kepada Yosep suaminya dan kepada Yesus Puteranya. Ia melihat dirinya sebagai makhluk terendah dari segala ciptaan (Marian Act, 2006: 52). Dengan demikian inti kaul ketaatan adalah kita akan mentaati dan melakukan kehendak Bapa sebagaimana yang dilakukan oleh Maria. Francisco Palau mengajarkan kepada para pengikutnya apa yang telah ia pelajari melalui ajaran-ajaran Gereja dan melalui pengalaman- pengalamannya: untuk mengkontemplasikan Tubuh Mistik yang bercermin pada Maria sebagai persatuan cinta yang mesra dan sebagai tanda kehadiran Roh Kudus yang berkesinambungan. Roh Kuduslah yang menyatukan seluruh Carmelite Missionaries dalam doa dan melalui rahmat dan pelayanannya yang tepat (Letters, no. 6:1174; My Relationship, 2006:923; Preproject const. CM #14). Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries dapat meneladan sikap taat yang dijalani oleh Maria sebagai model Gereja yang sempurna dalam menghayati dan memaknai ketaatan kepada kehendak Allah atas dirinya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS Pada zaman modern ini, panggilan dalam hal apapun bentuknya, entah itu panggilan hidup berkeluarga, panggilan hidup tidak menikah dan panggilan hidup religius nampaknya menimbulkan persoalan besar. Hal tersebut juga ditemukan dalam kongregasi suster-suster Carmelite Missionaries khususnya dalam penghayatan Spiritualitas kaul ketaatan dalam panggilan hidup religius yang dipilihnya. Kaul merupakan sarana untuk semakin intim bergaul dengan Allah atas dasar panggilan Injili dan rahmat baptis yang efektif. Yesus memanggil para suster Carmelite Missionaries seperti Ia memanggil para murid-Nya yang pertama. Para murid tinggal dan hidup bersama-Nya, hidup dalam penyerahan diri secara total dan berbuat baik kepada sesama manusia. Sebagai orang yang terpanggil para suster CM secara bebas menjawab panggilan-Nya dan membaktikan dirinya kepada Allah. Panggilan tersebut berakar pada pembaptisan di mana kita sungguh yakin bahwa tuntutan secara radikal dari kematian dan hidup menjadi tanda misteri Paskah akan kehadiran Kristus dalam Gereja dan di tengah dunia (Konst. art. 22). Ketaatan dalam kenyataan paling konkret dihayati sehari-hari dalam hidup berkomunitas. Beato Francisco Palau mengatakan bahwa ketaatan merupakan suatu pengorbanan yang sangat berkenan kepada Allah (Letters, no.87, 2006:1242). Dalam hidup berkomunitas para suster diharapkan mampu 54 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55 menyangkal dirinya untuk melaksanakan kehendak Allah dari pada kehendaknya sendiri melalui ketaatan, baik kepada pemimpin maupun kepada sesama. Pada bab III akan disajikan ketaatan dalam hidup berkomunitas, membahas tentang penghayatan spiritulitas kaul ketaatan dan tantangannya dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries dewasa ini. A. PANGGILAN HIDUP BAKTI 1. Pengertian Panggilan Hidup Bakti a. Panggilan Panggilan diterjemahkan dari bahasa Inggris ”vocation” dan berasal dari bahasa latin dengan kata ”vocare” yang berarti ”memanggil”. Dengan demikian merupakan sesuatu yang dinamis bukan pasif. Individu yang memanggil adalah Allah dan orang mestinya menjawab secara bebas dengan tujuan untuk melayani. Allah memanggil setiap orang untuk menjadi sungguh bahagia seutuhnya. Allah memanggil setiap orang untuk mengambil bagian dalam rencana keselamatan-Nya. Allah menciptakan, menyelamatkan, mengampuni, memperbaharui dan memberi kekuatan. Allah memanggil dengan perantaraan orang lain, Dia memanggil melalui sabda dan sakramen, peristiwa sosial, alam dan keinginan terdalam dari seseorang (Gonzales, 1995:57). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia panggilan berarti himbauan, ajakan, undangan kepada seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Selanjutnya dijelaskan bahwa panggilan hidup adalah kecenderungan hati untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu (Departemen P & K, 1999: 724). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 Selanjutnya menurut Kamus Oxford University Press dalam Hornby (2000:1447) mengatakan bahwa panggilan merupakan suatu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang bahwa orang tersebut dipilih oleh Tuhan. Dari beberapa definisi mengenai panggilan dapat disimpulkan bahwa panggilan merupakan himbauan, ajakan dari seseorang kepada orang lain serta suatu keyakinan yang dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu. b. Hidup Bakti Sudiarjo dalam Laksana (2003:21) mengatakan bahwa hidup bakti adalah mengikuti Yesus secara radikal sesuai dengan spiritualitas masingmasing pendiri. Sementara Pedregosa dalam Synod of Asia (1998:30) menjelaskan arti hidup bakti dari sudut pandang komunitas merupakan sarana untuk membangun komunitas dalam gereja dan lingkungan sosial. Selanjutnya dikatakan bahwa seorang religius dipanggil untuk menjadi tanda dan agen persatuan pada gereja lokal. Francisco Palau dalam Konstitusi (art. 29) menjelaskan bahwa hidup bakti merupakan panggilan untuk mengikuti dan hidup seperti Yesus Kristus yang dijalankan melalui penyerahan diri secara total kepada Tuhan dan sesama. Hidup bakti dipersembahkan untuk memuliakan dan melayani Tuhan. Dengan demikian hidup bakti menjadi tanda kebangkitan dalam Gereja. Dengan beberapa pendapat tentang definisi hidup bakti dapat disimpulkan bahwa hidup bakti merupakan penyerahan diri secara total dan menyeluruh untuk mengikuti Yesus. Dari definisi panggilan dan definisi hidup bakti dapat ditarik kesimpulan bahwa panggilan hidup bakti berarti panggilan dari Allah yang ditujukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57 kepada orang yang dikehendaki-Nya untuk mengikuti Yesus secara total dan menyeluruh serta melaksanakan karya perutusan Yesus di dunia. Tanggapan terhadap panggilan Allah merupakan kehendak dan pilihan bebas dari pihak manusia. 2. Aspek-Aspek Dalam Hidup Bakti a. Pengakuan Iman Akan Tritunggal Maha Kudus Hidup bakti yang berakar mendalam pada teladan dan ajaran Kristus Tuhan, merupakan kurnia Allah Bapa yang istimewa kepada Gereja-Nya melalui Roh kudus. Yesus Kristus menjalin relasi dengan para murid-Nya dan memanggil mereka bukan hanya untuk menyambut Kerajaan Allah masuk ke dalam hidup mereka sendiri, melainkan dipanggil untuk meninggalkan dan menyerahkan diri secara utuh dalam pengikraran nasehat-nasehat Injili. Dimensi hidup bakti terdapat dalam peristiwa transfigurasi, di mana orangorang yang terpanggil mempercayakan diri kepada cinta kasih Allah, yang menghendaki mereka mengabdi kepada-Nya saja. Disini dapat dilihat bahwa transfigurasi tidak hanya mewahyukan kemuliaan Kristus, melainkan juga menyiapkan untuk menghadapi salib Kristus (VC, #14, #16, #18; 2006:22-25, 28). Peristiwa transfigurasi sebagai tanda yang sangat menentukan dalam pelayanan Yesus. Melalui tanda perwahyuan yang meneguhkan iman para murid, Yesus hendak menyiapkan hati mereka untuk menghadapi tragedi salib sebagai lambang kemuliaan kebangkitan. Dengan mengikrarkan nasehat-nasehat Injili mereka yang dikuduskan kepada Allah menjadikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58 Kristus seluruh makna hidupnya dan berusaha mewujudkan dalam dirinya ”pola hidup, yang dikenakan oleh Yesus ” (VC, #15; 2006:24). b. Lambang Persaudaraan Suatu kelompok religius dapat menemukan kekayaan hidup rohani jika para anggota komunitasnya menemukan kesatuan terus-menerus dengan Roh dan dengan Allah. Dalam suatu persaudaraan yang dikuasai oleh Roh Kudus, para religius dapat melihat banyak aspek dari Yesus Kristus. Berdasarkan aspek tersebut para religius menemukan kepenuhan sejati dan mengasihi satu sama lain sebagaimana adanya ditengah perbedaan dan keunikan masingmasing (Nouwen, 2003:157-158). Hidup merupakan lambang bagi persekutuam Gerejawi. Dengan hidup sebagai murid Kristus, kaum religius menyanggupkan diri untuk melaksanakan perintah baru Tuhan, yakni saling mengasihi sebagaimana Kristus telah mengasihinya (bdk. Yoh 13:34). Terdorong oleh cinta kasih, Yesus Kristus rela menyerahkan diri-Nya bahkan sampai korban termulia di salib. Sebagai orang yang terpanggil secara khusus, kaum religius hidup bersama dalam suatu komunitas, hendaknya menghidupi cinta kasih timbal balik tanpa syarat, memiliki kesediaan dengan murah hati melayani sesama. Dalam hidup berkomunitas kuasa Roh Kudus berkarya dalam diri setiap anggota, sehingga setiap anggota dapat menikmati buah-buah kurnia sesamanya, dan menjadikan miliknya sendiri (VC, # 42; 2006:62). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59 Hal yang mendasari persaudaraan adalah motivasi teologis serta di kukuhkan oleh pengalaman. Tugas agung hidup bakti dalam Gereja adalah memelihara persekutuan dan mempraktekkan spiritualitas persekutuan sebagai saksi dan perancang-bangun rencana kesatuan sesuai dengan rencana Allah. Kesadaran akan persekutuan gerejawi, yang berkembang menjadi spiritualitas persekutuan, meningkatkan cara berpikir, berbicara dan bertindak yang menjadikan Gereja hidup semakin mendalam dan menjadi pendorong kepada iman akan Yesus Kristus (VC, # 47; 1996:69). Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II (VC, #72;1996:110). menjelaskan bahwa kaum religius dipanggil mengikuti Kristus secara lebih dekat dan menjadikan Dia segalanya dalam hidup. Dengan demikian mereka dipanggil untuk membaktikan diri seutuhnya bagi ”misi”. Pembaktian diri tersebut berdasarkan cinta kasih dan hidup persaudaraan dalam komunitas. Hidup bakti mempunyai tugas kenabian yang menampilkan rencana Ilahi bagi umat manusia. Rencana Ilahi tersebut adalah menyelamatkan dan mendamaikan umat manusia. Untuk tugas perutusan itu para anggota hidup bakti memerlukan pengalaman mendalam akan Allah dan meyadari tantangan-tantangan yang ada di masyarakat. Menghadapi banyaknya masalah yang terjadi di masyarakat mereka perlu menyadari komitmen untuk tetap memelihara spiritualitas doa agar dapat menghadapi tantangan yang muncul. Patrisius Pa (2005:36) menegaskan kaum religius dipanggil seperti nabi dan martir zaman ini untuk membasmi segala kekerasan, penindasan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60 kemiskinan dan ketakberdayaan serta pelbagai krisis nilai-nilai hidup yang melanda sesama di sekitarnya. Hal ini berarti hidup Yesus harus menjadi hidup kita dan misi Yesus menjadi misi kita. Doa, cinta dan pelayanan kasih harus menjadi bagian yang utuh dalam diri kita. Dengan demikian kita diutus untuk memberi harapan baru bagi mereka yang tertimpa kemalangan dan penderitaan. B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN Kaul ketaatan tidak terletak dalam ketaatan pada pimpinan atau pada aturan-aturan belaka, melainkan bagaimana bersikap terhadap pemimpin dan aturan-aturan itu sendiri atau bagaimana bersikap taat dengan bebas dan dewasa, tidak hanya asal menjadi penurut. Menghayati ketaatan zaman sekarang ini bukan berarti tunduk dengan sikap pasif, penyesuaian diri didasarkan atas kebutuhan afektif melulu, melainkan ketaatan itu merupakan suatu kesediaan untuk terus-menerus mengadakan pembaharuan diri dengan kemampuan untuk mendengarkan sesama saudara dan keterbukaan terhadap tuntutan situasi serta menjawabnya, jadi tidak hanya menjawab tuntutannya sendiri. Motivasi ketaatan adalah demi cinta kepada Tuhan. Ketaatan tidaklah menyesuaikan diri dengan aturan umum belaka, tidak hanya untuk menyenangkan orang lain, dan tidak pula hanya untuk mencari kepuasan pribadi (Darminta, 1981:73-74). Taat berarti memilih lingkungan dan memutuskan untuk hidup menurut tuntutantuntutannya. Ketaatan juga merupakan pilihan pada orang-orang, aturan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61 aturan, tradisi hidup dan segala sesuatu yang menjadi milik lingkup pilihan itu. Dengan demikian ketaatan merupakan tindakan orang yang dewasa dan penuh kesadaran, sehingga menuntut suatu ketaatan yang total, yaitu memberikan diri seutuhnya kepada pilihannya itu dan melaksanakannya sesuai dengan kehendak Allah. Dan ini berlaku bagi semua suster yang telah berkaul kekal atau berkaul sementara. Selanjutnya, Darminta (1981:71) mengatakan: Untuk menjamin ketaatan yang sejati, yaitu ketaatan yang merdeka, spontan dan penuh kesadaran, perlulah memperbaiki-meninggalkanmental kekanak-kanakan, yang menjadi ciri khas seorang pribadi yang melaksanakan perintah secara lahiriah… Bagi seorang religius taat dengan penuh keyakinan; dan pihak pembesar, mereka harus tahu bagaimana caranya memberikan perintah dan menumbuhkan ketaatan yang lincah dan berprinsip pada para anggota. Mereka harus melakukan dengan penuh cinta, ramah, dengan baik hati dan penuh pengertian. Maka perlulah dialog. Kaul ketaatan mempunyai nilai untuk memperkembangkan hidup dan pribadi manusia. Dengan ketaatan, seseorang merasa bebas dan dewasa untuk mencari kehendak Allah lewat cara hidup yang ia pilih. Yang menjadi pegangan dalam refleksi tentang ketaatan adalah Kitab Suci melalui ajaran dan teladan Yesus Kristus yang menjadi manusia bebas, yang hidup bagi Allah dan sesama manusia. Hayon (1987:225) mengatakan: “Ketaatan religius adalah suatu sikap iman yang berarti bahwa dalam melayani sesama, harus kentara bahwa kita mau hidup bagi Allah. Ketaatan religius tidak lain adalah kesetiaan kepada panggilan yang diterima”. Sebagai religius yang berjanji untuk hidup dalam ketaatan, dia mempersembahkan dirinya di hadapan Allah demi pelayanan bagi sesama manusia. Dan di dalam pelayanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62 itu, perlu diperjuangkan agar benar-benar kelihatan bahwa ia sungguhsungguh melayani Tuhan. Yesus sungguh memberikan teladan ketaatan. Ia rela berkorban dan menderita untuk mencapai keselamatan. Bagi Kristus, ketaatan berarti meninggalkan diri dan mengosongkan diri untuk mencapai dan ikut ambil bagian dalam hidup orang yang dicintai, sampai pada titik kematian. Di sini perlulah diingat bahwa ketaatan juga akan mencakup penderitaan batiniah, yang berarti ketaatan yang menderita dan ambil bagian dalam salib Kristus. Spiritualitas kaul ketaatan menurut Kongregasi Carmelite Missionaries mengajak para suster sadar dalam menghadapi tantangan zaman yang sedang berubah yang dikuatkan dalam iman yang hidup. Memang, tanpa spiritualitas para suster hanya akan terbawa arus, di mana arus itu sangat deras, pasti kehidupan para suster dalam komunitas pasti terkena arus tersebut. Dengan demikian spiritulitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau yang didalami dalam hidup bersama, akan memampukan para suster untuk berenang, meski berada di arus yang deras para suster tidak terbawa begitu saja. Kaul ketaatan mempunyai beberapa dimensi yang satu sama lain saling melengkapi dan membangun ketaatan menjadi ketaatan yang manusiawi dan rohani utuh: a. Dimensi Teosentris Dimensi teosentris kaul ketaatan bagi hidup religius ialah mewajibkan orang untuk sungguh-sungguh menyerahkan diri bagi Allah, mencintai-Nya dan berusaha hidup hanya untuk Dia lewat kesetiaan pada panggilannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63 Dalam dokumen konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC. art. 14) dikatakan: “Dengan mengikrarkan ketaatan, mempersembahkan bakti kehendak mereka yang sepenuhnya bagaikan korban diri kepada Allah”. Demikian para suster Carmelite Missionaries, dengan kaul ketaatan diharapkan untuk semakin mencintai Allah dengan selalu mencari kehendakNya di dalam hidupnya. Dengan bebas melaksanakan apa yang dihendaki Allah lewat perutusan yang diberikan oleh kongregasi. Selanjutnya Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC, art. 14) mengatakan: … hendaknya mereka mengerahkan daya kemampuan akal budi dan kehendak maupun bakat-bakat alamiah serta kurnia-kurnia rahmat dalam menjalankan perintah-perintah dan menyelesaikan tugas-tugas yang diserahkan kepada mereka. Hendaknya mereka sadari, bahwa mereka sedang berkarya demi pembangunan Tubuh Kristus menurut rencana Allah. Demikianlah ketaatan religius sama sekali tidak mengurangi martabat pribadi manusia, melainkan justru membawanya kepada kematangan, karena kebebasan putra-putri Allah. Para suster Carmelite Missionaries sebagai seorang religius yang mengabdi dan melayani Allah melalui semangat dan teladan Francisco Palau, hendaknya berusaha untuk hidup sesuai dengan teladan Yesus Kristus untuk mencapai keselamatan bagi banyak orang. Selalu berusaha hidup dalam kerendahan hati, dalam pelayanannya kepada sesama saudara dan kemampuan untuk bersikap rendah hati, maka mampu juga untuk menyebarkan kasih Tuhan dalam pelayanannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64 b. Dimensi Kristologi Ketaatan Kristus, baik dalam hubungan-Nya dengan Bapa juga para rasul dan murid-murid-Nya, merupakan sikap taat yang Dia hayati demi suatu kewajiban tanpa dipaksakan dari luar, namun tumbuh dari dalam hati-Nya. Ketaatan Yesus bukan cuma model untuk dikagumi melainkan suatu bentuk hidup yang harus diikuti. Teladan Kristus yang taat pada kehendak Bapa-Nya menjadi contoh bagi semua orang beriman khususnya para religius yang mengikrarkan kaul ketaatan. Kaum religius dengan kerendahan hati diharapkan mampu meneladan sikap Yesus yang taat pada kehendak BapaNya melalui ketaatannya kepada pemimpin. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC, art. 14; 1993:258) dikatakan : …. hendaknya melalui mereka itu (pemimpin) para religius dituntun untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya terhadap Bapa telah melayani para saudara-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (lih. Mat 20:28; Yoh 10:14-18). Kaum religius, melalui ketaatanya pada pemimpin sebagai wakil Allah yang kelihatan dalam menuntun hidupnya, diharapkan mampu melayani sesama saudara demi keselamatan jiwa mereka. Demikian pula para suster Carmelite Missionaries diharapkan untuk taat pada kehendak Allah yang diwujudnyatakan secara konkret dalam ketaatannya pada pemimpin sebagai wakil Allah yang kelihatan, sejauh pemimpin tersebut memerintahkan sesuatu seturut ketentuan konstitusi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65 Sebagai mana ditegaskan lagi dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art.43a) mengatakan bahwa: ”Ketaatan dan otoritas merupakan dua aspek yang saling melengkapi atas keterlibatan kita dalam korban Kristus. Para suster yang dipercayai sebagai pemimpin, hendaknya mempertahankan dalam roh pelayanan persaudaraan dalam komunitas, dengan demikian setiap suster tetap setia untuk menjadi taat, meskipun suatu ketika ketaatan itu sendiri menuntut suatu pengorbanan secara nyata dari dirinya”. Francisco Palau menasehati kepada para susternya bahwa sebagai anggota dalam suatu komunitas persaudaraan kendaknya mentaati pemimpin yang telah ditunjuk bersama sebagai wujud ketaatannya kepada Allah. Ketaatan pada pemimpin menurut Francisco Palau, merupakan suatu ketaatan yang penuh kasih, sebab ia taat untuk menyenangkan Allah dan Gerejanya. Sebagai konsekuensinya, ia harus rela mengorbankan dirinya untuk diusir dari biara dan dibuang ke pulau lain karena terjadi pertentangan dengan penguasa negara, kadang juga dengan hirarki gereja. Baginya hal ini bukan berarti taat buta, tetapi taat sejauh pemimpin menyampaikan hal yang tidak bertentangan dengan isi konstitusi yang berlaku. Taat kepada Kristus dan taat seperti Kristus merupakan patokan ketaatan religius. Tetapi ketaatan akan tetap merupakan sesuatu yang kabur bila tidak diwujudkan dalam relasi antar manusia. Karena itu ketaatan pada pemimpin, komunitas dan aturan harus merupakan perwujudan yang konkret dari ketaatan kepada Tuhan. Dengan demikian ketaatan haruslah merupakan suatu transformasi diri kita ke dalam diri Kristus. Itulah tujuan dari ketaatan yaitu untuk mencapai transformasi atau peleburan diri kita dalam diri Kristus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66 Dengan demikian Kristus adalah Hukum kita yang harus kita taati secara mutlak (Leo Ladjar, 1983:65-66). c. Dimensi Roh Kudus Dalam hidup sebagai orang beriman, Roh Kudus mempunyai fungsi sebagai yang menggerakkan, menghidupkan dan sekaligus menyemangati. Dan yang paling penting untuk kehidupan orang Katolik ialah bahwa Roh Kudus mampu membuat manusia sanggup mengasihi (Komkat, 1997:157). Tindak keterlibatan Roh Kudus menunjukkan bahwa pelaksanaan ketaatan dan otoritas merupakan penghayatan cinta kasih; cinta Allah kepada manusia terungkap pada otoritas (PC 14, 3) dan cinta manusia kepada Allah terungkap dalam ketaatan. Dengan demikian hubungan antara otoritas dan ketaatan menjadi hubungan cinta, karena ketaatan lewat Roh Kudus mempunyai asal dan akhir pada Allah sendiri. Yesus Kristus sendiri dalam hidup-Nya selalu terbuka dan memperhatikan gerakan-gerakan Roh Allah (Darminta, 1981:76). Francisco Palau dalam penziarahan hidupnya untuk mencari kehendak Allah dan taat kepada-Nya, senantiasa mendengar dan mengikuti bisikan Roh Kudus yang selalu membimbing dan memimpinnya. Ia pun meneladan sikap Maria yang selalu berkata “Ya” dalam pemenuhan kehendak Allah. Bagi Francisco Palau, Maria adalah seorang hamba Allah yang selalu patuh dan setia kepada bisikan dan gerakkan Roh yang diberikan kepadanya. Dengan demikian Maria sanggup menjadi ibu Tuhan dan ibu Gereja (konst. art. 47). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67 Karena ketaatannya pada bimbingan dan pimpinan Roh Kudus yang ia alami dalam perjalanan hidupnya untuk mencari dan menemukan yang dicintainya yakni “Gereja” Francisco Palau diambil dari biara Karmel dan ditahbiskan menjadi seorang imam projo. Cita-cita kaul membiaranya ia pegang secara utuh, ia perkaya dengan kekuatan kharismanya yang menyebabkan cita-cita tersebut menjadi sungguh gerejawi (TCAG, 1997:50-51). Suster Carmelite Missionaries sebagai satu kongregasi yang mengikrarkan ketaatan dalam hidup panggilannya, dijiwai, disemangati dan dikuatkan oleh Roh Kudus dalam memenuhi janji ketaatan pada Tuhan. Dalam hidup bersama para suster Carmelite Missionaries diharapkan untuk senantiasa terbuka dan sekaligus melibatkan Roh Kudus dalam seluruh langkah dan gerak hidup. Memberikan tempat bagi Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus bekerja dalam segala seluk beluk kehidupan. Dimensi Roh Kudus dari kaul ketaatan yaitu mewajibkan orang untuk melibatkan Roh Kudus yang mendorong, menjiwai dan memberi kekuatan dalam mencintai Tuhan melalui ketaatan yang diikrarkan yang membuat mereka bersatu hati (konst, art. 43). Demikian hendaknya para suster Carmelite Missionaries selalu melibatkan Roh Kudus dalam setiap gerak dan langkah hidupnya, sehingga mampu hadir di tengah-tengah masyarakat sekaligus dapat membagikan buah-buah Roh Kudus itu bagi orang yang mereka jumpai dalam perutusannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68 d. Dimensi Gerejani Dimensi Gerejani dari kaul ketaatan yaitu mewajibkan orang untuk sungguh-sungguh menyerahkan diri kepada kehendak Allah melalui pelayanannya terhadap Gereja. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC 14,1) dikatakan bahwa para pemimpin hendaknya semakin erat terikat untuk melayani Gereja serta berusaha mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef 4:13). Darminta (1981:76) mengatakan bahwa ketaatan yang disanggupi secara global memberikan ukuran masuknya ke dalam persatuan gerejani. Hubungan dengan Gereja berakar dalam cinta dan ketaatan (AA, 12, 2). Tubuh Gereja terbentuk dan tumbuh pada setiap pelaksanaan konkret dari pelayanan. Palayanan imamat merupakan pelayanan Gereja sendiri, terdorong oleh cinta kasih, mereka dengan bijaksana merintis jalan-jalan baru untuk meningkatkan kesejahteraan Gereja dengan penuh kepercayaan mengemukakan prakarsaprakarsa serta menekankan kebutuhan-kebutuhan umat yang dipercayakan kepada mereka. Mereka juga bersedia menjadi taat atas keputusan-keputusan yang dibuat (PO, 15, 2). Ketergantungan pada otoritas itu menekankan sifat gerejani dari hidup religius, sekaligus merupakan kesanggupan khusus untuk menghayati pelayanan Gereja (LG 44, 2; PC 5, 2) untuk membangun Tubuh Kristus menurut rencana Allah (PC 114, 2). Ketaatan memberikan jaminan akan kerjasama dengan karya Gereja pada tempat yang dikehendaki oleh Allah dalam karya keselamatan (AG 25, 2). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69 Eulogio Pacho dalam buku Terpukau Cinta Akan Gereja, mengatakan bahwa Francisco Palau mengalami suatu pengalaman rohani yang mengungkapkan misteri Gereja kepadanya sebagai kenyataan yang memberi kedamaian. Francisco Palau melihat Gereja sebagai suatu cita-cita bahkan tujuan luhur dan terakhir dari cintanya. Allah telah menunjukkan kepadanya “jalannya, langkahnya dan misinya”. Dalam hal ini Francisco Palau telah pasti untuk melaksanakan perutusannya yang baru. Visi yang dialami oleh Francisco Palau merumuskan suatu keterlibatan untuk bersedia berkotbah kepada orang-orang bahwa Gereja itu indah dan pantas dicintai tanpa tara, dan menghayati hidup Gereja ialah mematuhi dan memenuhi perintah mencintai Allah dan mencintai sesama. Francisco Palau mengatakan “Inilah perutusanku dan anda, Gereja, adalah sesama yang membentuk satu kenyataan di dalam Allah” (My Relations with the Church, hal. 34). Baginya untuk melaksanakan perutusan dalam Gereja menuntut suatu pilihan dan dedikasi hidup yang penuh, sebab tidak ada orang yang dapat berkata bahwa Gereja itu indah jika ia tidak mencintai Gereja dan membuktikan cinta itu melalui pelayanan yang tanpa syarat. Cinta dan pelayan menuntut tindakkan konkret, dan kadang-kadang dengan kepahlawanan. Para suster Carmelite Missionaries ditantang untuk menghidupi kembali warisan rohani yang ditinggalkan oleh Francisco Palau. Para suster diharapkan agar dalam pelayanan kerasulan di tengah Gereja sangat diperlukan suatu sikap penyangkalan diri dan pelayanan tanpa pamrih. Dengan demikian para suster turut ambil bagian dalam kerasulan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70 dibutuhkan oleh Gereja sebagai bentuk penghayatannya dalam pelayanan Gereja sehari-hari. e. Dimensi Komuniter Dimensi komuniter dari kaul ketaatan mewajibkan orang untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya terhadap Bapa Ia telah melayani saudara-saudara-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (PC, art. 14). Ketaatan merupakan prinsip dan sumber kesatuan antara saudara-sauadara yang dipanggil oleh Allah untuk hidup dan bekerja bersama-sama. Kaum religius dalam penyerahan dirinya kepada Allah, diharapkan mampu untuk hidup bersama dan bekerjasama dengan saling melayani satu dengan yang lain. Melalui ketaatannya pada pemimpin, mereka dapat saling melayani dengan kerendahan hati yang membuahkan hasil dalam kehendak Allah yang meyelamatkan. Francisco Palau (Letters, no.7: 1053-1054) dikatakan bahwa dalam hidup berkomunitas hendaknya para suster bersatu hati yang dijiwai oleh Roh yang satu dan sama (Kis, 2:44-46; 4:32). Jika dalam hidup bersama para suster dijiwai oleh satu hati; yang dibangun, disemangati, dibimbing dan dipimpin oleh Roh Allah, dengan segala kelimpahan Allah akan mencurahkan rahmatNya atas setiap pribadi. Dengan demikian Francisco Palau menasehati para susternya agar melakukan keutamaan ketaatan dalam hidup mereka seharihari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 Dalam Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 52) dikatakan: Kita menunjukkan rasa kesatuan terhadap semua suster dengan cinta yang sama. Perhatian khusus akan diberikan kepada para suster tua dan sakit. Kita seharusnya membagikan kepada mereka mengenai kegiatan kerasulan yang kita laksanakan, supaya melalui doa-doa dan korban mereka, pelayanan kita dalam Gereja dapat menghasilkan buah berlimpah. Menurut Francisco Palau ketaatan buta berarti, menjadi rendah hati, bersikap patuh, siap sedia, gembira, sederhana, tanpa alasan, tidak membantah pada suster yang dipercayakan sebagai pemimpin. Taatilah mereka sebagaimana para suster menaati Allah, karena mereka adalah wakil Allah (Lk, 10:16). Hal ini mau menyampaikan bahwa dalam hidup bersama, hendaknya para suster saling mendukung satu sama lain lewat perhatian, pelayanan, sapaan dan senyuman yang tulus kepada setiap anggota komunitas. Komunitas Carmelite Missionaries merupakan komunitas iman. Ikatan hidup komunitas yang utama adalah cinta kasih. Setiap anggota yang tinggal dalam satu komunitas tentunya membutuhkan suatu keadaan yang dapat mendukung hidupnya bagi pelayanan. letak dari bagaimana susunan anggota komunitas, diharapkan anggota satu dengan yang lain terdapat ungkapan yang saling mendukung. Dalam hidup bersama, masing-masing anggota komunitas memiliki karakter dan keunikan beraneka macam. Relasi satu dengan yang lain, tidak diandaikan mudah dibangun secara ideal. Dengan demikian, masing-masing perlu berusaha menciptakan kondisi yang sehat agar masingmasing anggota tumbuh dan berkembang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Seringkali dalam sutu komunitas terasa ada persaingan antar anggota untuk berusaha mencapai yang terbaik. Situsi seperti itu perlu ditanggapi secara positif agar memperkembangkan anggota yang lain. Lewat perkataan, tindakkan dan sikap hidup terhadap anggota lain, diusahakan sedemikian rupa agar tidak mematikan perkembangan pribadi anggota komunitas lain. f. Dimensi Apostolik Dimensi apostolik dari kaul ketaatan mewajibkan orang selalu siap sedia untuk tugas kerasulan. Menurut Darminta (1981:77): “Kerasulan mengandaikan ketaatan, atau lebih baik, sejauh orang melaksanakan tugas perutusan dan perintah yang diterima, sejauh itu pula ketaatan dilaksanakan. Kerasulan dan ketaatan tidak dapat dipisah-pisahkan, karena kaul ketaatan secara khusus merupakan kesanggupan untuk menerima tugas kerasulan institut”. Para religius dalam ketaatannya, bersedia diutus untuk tugas yang diberikan oleh pemimpin. Berani mengucapkan kaul ketaatan berarti siap untuk menerima dan melaksanakan tugas perutusan yang diberikan oleh pemimpin dan kongregasi. Eulogio Pacho dalam buku Terpukau Cinta akan Gereja (1997: 69) menekankan bahwa dalam pelayanan kerasulan menuntut jerih payah dan sikap tanpa pamrih. Pelayanan memerlukan pengikraran diri dan kesediaan melupakan diri, supaya dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhankebutuhan orang lain. Francisco Palau tidak saja menghendaki motivasi adikodrati yang dihidupkan oleh doa dan keutamaan-keutamaan rohani untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 pelayanan kerasulan; ia juga menuntut pengikraran diri, kemiskinan dan matiraga. Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 96) menegaskan: Dalam setiap pekerjaan dari evengelisasi, tujuan dari kongregsai adalah menghantar orang pada suatu pengetahuan yang hidup dari misteri keselamatan, untuk membantu mereka mencapai kepenuhan hidup dalam Kristus yang datang untuk ”mewartakan Kabar Gembira, mengajarkan, menyembuhkan berbagai penyakit dan kelemahan” (Mat 9:35; Lk 4:1819). Untuk dapat mencapai kepenuhan itu ”kita hidup oleh Gereja dan untuk Gereja”. Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan selalu siap sedia dalam tugas kerasulan yang dipercayakan oleh pemimpin, membagikan kepada semua orang aspirasi serta melakukan kerasulannya agar doa dan pengorbanan mereka akan menghasilkan buah berlimpah dalam pelayanannya kepada Gereja. Para suster Carmelite Missionaries hendaknya selalu bersedia untuk melupakan diri, supaya orang dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhankebutuhan Gereja secara konkret. Francisco Palau tidak saja menghendaki motivasi adikodrati yang dihidupkan oleh doa dan keutamaan-keutamaan rohani dalam karya pelayanan, ia lebih menuntut pada pengingkaran diri, kemiskinan, matiraga dan ketaatan. Semua itu menjadi syarat utama untuk melestarikan bangunan kerasulannya agar tetap kokoh. Oleh sebab itu, sebagai Carmelite Missionaries perlu menyadari bahwa ia harus mampu menjadi tanda kehadiran Allah lewat tugas perutusannya. Maka ketaatan merupakan sumber efisiensi karya kerasulan, menyatukan karya dengan karya-karya orang lain berdasarkan kehendak Ilahi dan secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 lebih dalam membuat orang berpartisipasi pada tanggung jawab apostolik Gereja (Darminta, 1987:7). C. GAMBARAN DAN ASPEK HIDUP KOMUNITAS CARMELITE MISSIONARIES Komunitas merupakan persekutuan hidup dari beberapa orang yang mempunyai cita-cita yang sama. Jadi komunitas religius adalah persekutuan dimana para anggotanya menurut hukum kongregasi masing-masing mengucapkan kaul sementara dan kaul kekal, serta pada waktunya harus diperbaharui, dan melaksanakan hidup dalam persaudaraan dan kebersamaan (KHK, Kan. 601§2). Persekutuan dalam pengertian tersebut dibangun berdasarkan cita-cita yang sama untuk mencapai tujuan yang sama atas dasar iman dan kepercayaan yang sama yaitu pada Yesus Kristus yang memberitakan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah. KTHB dan LHK, (2008:16) menegaskan bahwa membangun komunitas persaudaraan merupakan salah satu tugas pokok hidup bakti. Komunitas religius merupakan persekutuan orang-orang berkaul yang bersama-sama mencari dan melaksanakan kehendak Allah, komunitas saudara atau saudari dengan berbagai peranan tetapi dengan semangat dan tujuan yang sama, menemukan artinya. Itu sebabnya semua anggota komunitas dipanggil untuk mencari apa yang menyenangkan hati Tuhan dan taat kepada-Nya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75 1. GAMBARAN KOMUNITAS a. Menurut Injil Komunitas Injili adalah komunitas yang dibentuk untuk mewartakan Kabar Gembira dengan berpola pada komunitas Yesus Kristus bersama para murid-Nya. Darminta (1997:56) dalam bukunya “Yesus mendidik para murid-Nya menyatakan bahwa” … Yesus membentuk komunitas para murid, dengan tujuan agar mereka dalam kelompok menjalankan misi Yesus (Mat 10:1-8) dalam jiwa persahabatan (Mat 10:12). Di dalam komunitas oleh Yesus, dididik dan dibentuk, untuk menghayati kesatuan dan persekutuan antar mereka sebagai kekuatan untuk mewartakan dan membangun komunitas Kerajaan Allah sampai pada kepenuhannya pada akhir zaman. Dalam kebersamaan dan solidaritas terhadap siapapun, para murid diharapkan menjadi pribadi yang sungguh merdeka agar mampu melayani, terutama bagi mereka yang lemah, miskin, tersingkir dan difabel di tengah masyarakat dan siap untuk memberi hidup bagi mereka (Mrk 19:35-43). Yesus membentuk para murid sebagai komunitas hamba yang taat, dalam membagi apa yang mereka miliki untuk kebahagiaan orang lain. Di samping itu Yesus mengajak para murid untuk hidup menurut nilai-nilai Kerajaan Allah, bukan melawan Allah, tetapi mencintai, menghormati dan mengabdi pada-Nya. Yesus menginginkan agar kelompok para murid-Nya tidak diperbudak keinginan mencari sukses, tetapi terlebih dan terutama menjadi pembawa Kabar Gembira, bukan sekedar pembawa Kitab Suci. Membangun diri sendiri menjadi Injil ialah tugas sepanjang hidup para murid dahulu dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76 sekarang. Yesus tidak menuntut dari para murid-Nya hal-hal yang belum mereka cerna dan mengerti (Yoh 16:12-13). Para murid pun diajak untuk membangun komunitas beriman secara benar, yaitu saling melayani (Mat 18:1-5), tidak saling memberi batu sandungan (Mat 18:6-11), bahkan justru mencari yang hilang dan menjauh (Mat 18:12-14), memberi sumbangan demi kebaikan sesama (Mat 18:15-20) dan memberi pengampunan tanpa batas (Mat 18:21-35). Para suster Carmelite Missionaries, meneladan pola komunitas Yesus Kristus yang tinggal bersama dengan para murid-Nya. Dalam komunitas, para suster hidup dalam persekutuan dan setia untuk berkumpul berdoa serta merayakan Ekaristi bersama. Persekutuan yang dibangun berdasarkan citacita yang sama untuk mencapai tujuan yang sama atas dasar iman yang sama yaitu beriman pada Yesus Kristus. Dengan demikian untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan peraturan untuk disepakati bersama. b. Menurut Pendiri Menurut Beato Francisco Palau, komunitas merupakan suatu kenangan akan komunitas Kristiani perdana (Kis 2:42; 4:32). Dalam suratnya kepada para suster di Lérida dan Aytona (Letters, 7, 2-3:1053-1054) dituliskan bahwa dalam hidup berkomunitas hendaknya para suster hidup sehati sejiwa yang digerakkan oleh roh yang satu dan sama. Komunitas merupakan persatuan dan persaudaraan yang menghasilkan misteri persatuan Gereja. Francisco Palau mau menegaskan bahwa dalam komunitas Carmelite Missionaries yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 paling utama adalah, hidup dalam cinta kasih, menjadi hamba dan pelayan bagi orang lain. Menjadi pelayan berarti menjadi hamba bagi semua, hal itulah yang menjadi puncak kesempurnaan dalam hidup berkomunitas (Letters, 99, 6: 1269). Francisco Palau menggambarkan komunitas sebagai Sekolah Keutamaan, di mana melalui hidup bersama dalam persaudaraan komunitas, para suster akan mempraktekan keutamaan-keutamaan kristiani sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri. Melalui keutamaan-keutamaan yang dipraktekannya demi kebaikan dan keselamatan sesama (Letters, 6,4; 2006:1051). Hidup berkomunitas akan tercipta dengan baik jika setiap anggota, hidup dalam persekutuan yang ditarik oleh rantai cinta Allah, sehingga komunitas dapat hidup dalam damai sebagai satu keluarga (Leters, 7:2,3; 2006:). Ketaatan buta dalam hidup berkomunitas, menurut Francisco Palau artinya menjadi rendah hati, bersikap taat/patuh, selalu siap sedia, sederhana, tidak memberi banyak alasan, tanpa mempertahankan pendapat sendiri, tidak menentang kepada suster pemimpin dan saling mengasihi. Para suster Carmelite Missionaries dipanggil untuk menjadi saksi dan tanda persaudaraan dan persatuan dalam perbedaan di tengah dunia. Komunitas Carmelite Misionaries menyatakan kasihnya melalui aneka pelayanan. Berawal dari berbagai pelayanan yang telah dilakukan oleh Francisco Palau, para suster Carmelite Missionaries terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kerasulan yang sangat dibutuhkan oleh Gereja dewasa ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 c. Menurut Konstitusi Dalam Konstitusi (art. 58) dikatakan, komunitas suster-suster Carmelite Missionaries berkeyakinan bahwa Yesus Kristus hadir dan tinggal di tengahtengah komunitas untuk memberi hidup dan membuat setiap anggota komunitas menjadi kuat. Hendaknya dalam hidup bersama para suster bertekun dalam ajaran Injil, terbuka akan kehadiran-Nya terutama dalam perayaan Ekaristi sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, dalam doa, serta persekutuan semangat yang sama. Hal ini dapat dicapai melalui meditasi akan Sabda Allah, doa-doa pribadi, sharing bersama dalam komunitas, agar setiap anggota komunitas memperoleh kekuatan untuk bertumbuh di dalam panggilan dengan gembira dan penuh harapan (PC, 15). Maka dalam Konstitusi (art. 59) dinyatakan bahwa: Hidup berkomunitas memiliki kegembiraan dan kesulitan. Sadar akan kelemahan dan kedosaan, hendaknya kita selalu siap sedia untuk meminta dan memohon pengampunan agar dapat membantu para suster lebih bijaksana dalam melakukan koreksi persaudaraan. Dengan demikian sebagai orang-orang yang terpanggil dan dipilih Allah untuk tinggal bersama dalam komunitas persaudaraan hendaknya para suster memiliki nilai-nilai Injili sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus, seperti: belaskasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Asas dan dasar ketaatan ialah cinta akan Sabda Allah yang menjadi daging dan tinggal diantara manusia, disalibkan, wafat dan bangkit demi keselamatan manusia. Hal ini dapat diwujudkan dalam hidup sebagai biarawati Carmelite Missionaries dengan mengikrarkan kaul ketaatan. Setiap anggota kongregasi perlu belajar dari komunitas Yesus dan para murid-Nya, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 berusaha menghidupkan cita-cita Injil dalam karya dan pelayanan demi keselamatan manusia dan kemuliaan Allah. d. Anggota Komunitas Dalam hidup berkomunitas, setiap anggota komunitas diberi kesempatan untuk membangun hubungan, baik rohani maupun manusiawi dalam memberi tanggapan kepada pemimpin. Kitab Hukum Kanonik (Kan. 630§5) menegaskan para anggota komunitas hendaknya menghadap para pemimpin dengan kepercayaan; kepada mereka anggota dapat membuka hatinya dengan bebas dan sukarela. Namun para pemimpin dilarang untuk memaksa dengan cara apapun kepada para anggotanya membuka hatinurani kepada mereka. Dalam KTHB dan LHK (2008:15f) dikatakan bahwa para pemimpin mempunyai tugas ikut menjaga supaya rasa keimanan dan komunio menggereja tetap hidup di tengah umat yang mengakui dan mengagumi keajaiban Allah. Membangun komunitas persaudaraan merupakan salah satu tugas pokok hidup bakti. Setiap anggota komunitas dipanggil untuk membaktikan diri terdorong oleh kasih yang sama yang telah dicurahkan Tuhan dalam hati mereka. Maka dasar cinta anggota komunitas kepada pembesar ialah cinta mereka kepada Allah sendiri. Sebab anggota sekomunitas itu adalah sahabat sekaligus saudara, sehingga para anggota dapat terbuka untuk saling menerima anggota lain yang mempunyai latar belakang dan budaya yang berbeda dalam membangun komunitas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 Dengan demikian Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 50, 51) menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas hendaknya setiap anggota saling mengerti satu sama lain, menerima setiap perbedaan dan saling membantu dalam memikul beban yang dialami oleh setiap anggota komunitas. Setiap anggota komunitas mempunyai tanggungjawab bersama dalam mengembangkan telenta dan bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan proyek komunitas. Setiap suster dalam komunitas berkewajiban untuk menghargai setiap usahanya dalam mengembangkan kemampuan dan kreativitas demi terwujudnya komunitas persaudaraan. 2. ASPEK HIDUP KOMUNITAS a. Komunitas Demi Karya Konstitusi kongregasi CM mengatakan bahwa dalam memilih kegiatan kerasulan, kongregasi CM dipanggil untuk tugas perutusan. Hal ini berarti dalam memilih karya kerasulan hendaknya sesuai dengan tuntutan cara hidup CM sendiri. Para suster CM lebih memberi perhatian pada kebutuhan orangorang miskin yang berada di daerah termiskin dan terpencil. Sejauh tempat itu dapat dijangkau, para suster hendaknya dapat beradaptasi pada hidup dan kebiasaan dari setiap negara atau daerah, dan mengadopsi semangat dan kebudayaan setempat. Para suster akan menggunakan cara-cara dan metode yang sesuai dengan pelayanan kerasulan kongregasi (art. 99). Dalam karya evangelisasi kongregasi CM, bertujuan menghantar orang pada suatu pengetahuan yang hidup dari misteri keselamatan, membantu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81 mereka untuk mencapai kepenuhan hidup dalam Kristus, “untuk mewartakan Kabar Gembira, menyembuhkan berbagai penyakit dan setiap kelemahan”. Maka untuk mencapai hal tersebut para suster melakukan karya kerasulan yang dipercayakan oleh Gereja dan untuk Gereja, serta berkarya di daerah misi yang ditugaskan oleh Gereja bagi setiap anggota komunitas (konst. art. 96). Keterlibatan para suster Carmelite Missionaries dalam mewartakan kabar Gembira Tuhan melalui bidang pendidikan Kristiani, perawatan dan pelayan medis, proyek sosial, pelayanan pastoral, pendidikan katekis, media komunikasi sosial, pelayanan kampus, mengasuh anak yatim piatu dan anak cacat, bimbingan dan konseling, bina hidup rohani dan misi luar negeri, dimaksudkan untuk membawa harapan baru, mengangkat hak dan martabat hidup dan meneguhkan serta menghantar mereka pada kedewasaan iman, secara khusus pada tempat-tempat yang belum mengenal dan beriman pada Kristus (AG, 1993: 407 #6). Oleh karena itu dalam menjalani tugas kerasulan di mana saja, perlu adanya kesatuan hati dan budi dari setiap anggota komunitas. Dengan demikian setiap anggota Carmelite Missionaries dapat mewujudkan misi Yesus melalui tugas perutusan yang dipercayakan kepada setiap anggota komunitas. Adapun perutusan utama yang dibaktikan yakni, memberi kesaksian tentang kebebasan anak-anak Allah. Kebebasan yang diteladankan oleh Kristus yang bebas untuk melayani Allah dan sesama (KTHB dan LHK, 2008:17). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 Dalam melaksanakan karya kerasulan, komunitas Carmelite Missionaries hendaknya sungguh memperhatikan suka duka yang dialami oleh setiap anggota, karena akan sangat membantu anggota lain untuk tetap bersemangat dan tekun dalam melaksanakan tanggungjawab yang dipercayakan kepadanya. Setiap anggota komunitas dapat merasa “at home” di tengah komunitasnya sendiri. Maka karya kerasulan bukan menjadi tempat pelariannya melainkan sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang dipercayakan Tuhan melalui kongregasi. Ketegangan dalam membangaun komunitas persaudaraan yang nyata bukan hanya merupakan persiapan untuk perutusan, melainkan juga bagiannya yang integral. Mulai dari saat “terjadinya komunio persaudaraan, sudah merupakan kerasulan”. Untuk terus menerus mencari kehendak Allah dan menjalankan perutusan untuk membangun komunitas, para suster Carmelite Missionaries mengikuti Yesus Kristus demi mewujudkan hidup bersama dengan cara baru dan manusiawi. b. Komunitas Untuk Roh Hidup berkomunitas merupakan sumber dari kepuasan, kegembiraan, dan juga kesulitan. Komunitas Carmelite Missionaries diharapkan mampu membuka diri terhadap kuasa Roh, dan selalu sadar akan kelemahan dan kedosaannya. Para suster berusaha untuk mengubah cara hidup yang lama dengan cara hidup yang baru melalui kesediaan diri untuk meminta dan memberi pengampunan serta membantu masing-masing anggota agar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83 bersikap bijaksana dalam memberi koreksi persaudaraan (Pre-Project of Const. 2011: 18 #52). Para suster CM diharapkan agar senantiasa terbuka akan kehadiran Kristus melalui Ekaristi. Sebagai satu komunitas kita merayakan Ekaristi dan doa bersama setiap hari sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, sebab di dalam Ekaristi, komunitas diberi kesempatan untuk mengambil bagian dalam persekutuan hati dengan Tuhan Yesus yang tersalib dan bangkit. Melalui rahmat Ekaristi para suster CM sanggup mempraktekan nilai-nilai Injili dalam hidupnya sehari-hari. Sebagai komunitas yang dihidupkan oleh Roh, para suster CM meluangkan waktu untuk makan bersama dalam suasana penuh rasa syukur, dalam kegembiraan persaudaraan dan kesederhanaan hati (Pre-Project of Const. 2011:18 #53). Dalam Kisah Para Rasul dijelaskan bahwa jemaat perdana, menghayati kebersamaan dengan berkumpul bersama untuk memecahkan roti dan berdoa. Mereka menghayati kebersamaan dengan menganggap segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, sehingga mereka rela menjual harta miliknya serta membagi-bagikan kepada orang lain sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan demikian Roh berkarya dalam komunitas dengan memberi inisiatif serta memberi semangat untuk dapat berbagi dan memberi kesaksian cinta kasih dalam hidup berkomunitas seperti yang dilakukan oleh jemaat perdana (Kis 2:42-46). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84 c. Komunitas Doa Komunitas Carmelite Missionaries melanjutkan suatu tradisi rohani yang menjunjung tinggi doa sebagai pusat hidupnya. Doa sebagai suatu relasi yang mendalam antara seorang sahabat dengan Allah. Hal ini ditegaskan dalam dekrit tentang pembaharuan penyesuaian hidup religius (PC, 1993:252 # 6), maka dari itu tarekat-tarekat hendaknya memelihara semangat doa dan doa sendiri, sambil dengan tekun menimba dari sumber-sumber spiritualitas kristiani yang asli. Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 80) dijelaskan bahwa doa merupakan hal yang sangat mendasar bagi persekutuan persaudaraan, dengan demikian para suster akan berusaha berdoa dengan satu hati dan satu pikiran. Para suster pun menjadi sadar bahwa mereka termasuk dalam komunitas gerejawi, yang menghantar mereka pada suatu hubungan yang intim dengan Allah melalui doa bersama maupun personal dalam komunitas. Bagi Francisco Palau puncak dari komunitas doa adalah Ekaristi. Dalam Ekaristi komunitas akan mengalami suatu perjumpaan sangat mendalam dan intim dengan yang dicintainya, yakni “Gereja”. Melalui partisipasi dalam Ekaristi setiap hari, anggota komunitas menerima rahmat untuk menghayati suatu kesatuan hati yang nyata dan suatu dorongan yang selalu diperbaharui di dalam pelayanan cinta kasih. Francisco Palau melihat “Gereja” sebagai sesuatu yang sangat indah untuk dicintai dan dikontemplasi. Dengan demikian Francisco Palau selalu mempunyai keinginan yang berkobar-kobar untuk melayani Gereja setelah perjumpannnya dengan Yesus yang menderita, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85 disalibkan dan bangkit dalam kurban Ekaristi. Hasil dari doa dan kontemplasi yang dilakukan oleh setiap anggota komunitas adalah kesadaran untuk melayani Gereja dalam Tubuh Mistik Kristus (Konst. 76). Doa dan keutamaan-keutamaan imani merupakan batu landasan bagi pembangunan hidup rohani dari Francisco Palau dan para pengikutnya. Keduanya akan selalu berada di dalam hubungan langsung dengan hal-hal yang ilahi, dan mempersatukannya dengan Allah. Dengan alasan tersebut Francisco Palau menggarisbawahi bahwa doa adalah suatu persatuan dengan Allah dan sesama, dan keduanya merupakan suatu persatuan yang afektif dan efektif (TCAG, 2000:69). Dengan mendudukan Gereja di pusat hidup kontemplatif dan hidup rohani, Francisco Palau memperkaya warisan spiritual tradisi kongregasinya dengan suatu sumbangan yang aseli dan pribadi. Francisco Palau memandang antara kontemplasi dan pelayanan kerasulan sebagai dua dimensi yang berbeda dari satu kehidupan Gereja. Yang satu menanggapi cinta sedangkan yang lain merupakan bukti-bukti cinta. Pandangan yang sama ini memungkinkan Francisco Palau mewujudkan doa pribadi atau doa kontemplasi dengan doa komunitas atau doa Gereja. Baginya kedua-duanya dilihat sebagai satu doa Gereja, sebab keduanya dilaksanakan di dalam Gereja dan untuk Gereja (TCAG, 2000:69). Para suster Carmelite Missionaries diharapkan menjadi saksi hidup persaudaraan sebagai tanda persatuan di tengah dunia, secara khusus dalam hidup bersama di dalam suatu komunitas. Sebagai buah dari komunitas doa, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86 para suster melakukan berbagai pelayanan yang memerlukan pengikraran diri dan kesediaan untuk melupakan diri, supaya mereka dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Komunitas menjadi tempat bagi orang lain bisa merasa aman dan bisa berdoa dengan khusuk. Begitu pula retret dan rekoleksi yang dilakukan oleh komunitas secara teratur sangat bermanfaat bagi kehidupan bersama untuk saling mendukung dan saling menguatkan panggilan dan kesetiaan mereka. Hidup religius bisa dijalani dengan baik, hanya kalau kita dijamin oleh komunitas yang terus mendukung dan mencinta. Hidup komunitas yang dijiwai oleh semangat peneguhan itu menciptakan suasana persaudaraan sehat, yang menjamin kesetiaan (Philomena Agudo, 1988:187). d. Komunitas Sebagai Kebersamaan Hidup Komunitas religius sejati perlu diusahakan secara terus-menerus untuk membentuk kebersamaan hidup dalam Roh. Dalam hidup bersama diperlukan sikap yang tulus untuk memperhatikan, mencintai persaudaraan serta memberi dukungan agar kehadiran Tuhan semakin dirasakan hidup dalam diri setiap saudara sekomunitas. Hidup komunitas akan berhenti dan buntu apabila masing-masing anggota komunitas hanya menaruh perhatian pada hal-hal lahiriah sesama anggota, seperti cara berjalan, cara berpakaian, cara berbicara, dan lain-lain, sehingga kita mudah lupa akan kebutuhan pokok yang lebih, dalam diri tiap pribadi yaitu kebutuhan rohani dan semangat hidup mereka (Joyce Ridick, 1987:225). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87 Kebersamaan hidup dalam komunitas Carmelite Missionaries diwujudkan melalui saling menerima, menghargai dan mencintai, saling membagi kegembiraan dan penderitaan bersama serta saling membantu satu sama lain agar dapat bertumbuh dalam cinta Allah melalui koreksi persaudaraan, bermurah hati dalam meringankan tanggung jawab yang dipercayakan kepada setiap anggota komunitas (Looking Forward, II Privincial Chapter, 1985:7). Para suster Carmelite Missionaries, berusaha untuk menjadi pengikut Kristus yang setia dan benar dengan menyambut kedatangan para suster di komunitasnya dengan kehangatan persaudaraan, kebersamaan yang bertujuan agar semua anggota komunitas semakin hidup sebagai religius sejati. Jadi, dalam hidup bersama bukan untuk saling mencela atau menimbulkan rasa takut atau cemas, dendam dan benci, melainkan hidup yang dipenuhi dengan suasana doa, persaudaraan, cinta kasih dan saling mendukung satu sama lain. Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries menghidupi semangat kongregasi yang diwarisi oleh Francisco Palau yakni “komunio”. Komunitas religius akan bertumbuh dan berkembang bila semua anggota terlibat secara aktif dalam pembangunan komunitas. Salah satu hal yang sangat penting dalam hidup bersama adalah mutu hubungan antar pribadi dan mutu kerjasama dalam komunitas yang sangat erat dengan mutu komunikasi antar sesama dalam komunitas. Komunikasi yang baik antar anggota komunitas akan menciptkan komunio. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88 D. PERGULATAN KAUL KETAATAN DALAM KOMUNITAS CARMELITE MISSIONARIES MASA SEKARANG Setelah melihat gambaran komunitas beserta aspek-aspeknya di atas maka berikut ini akan diulas pergulatan ketaatan dalam komunitas Carmelite Missionaries masa sekarang. Ketaatan adalah suatu hal yang sangat mudah dikatakan namun sangat sulit pula untuk dilaksanakan. Untuk dapat menjadi taat hendaknya kita menyerahkan kebebasan, pendapat dan keinginan pribadi. Dengan demikian ketaatan dewasa ini mengalami suatu pergulatan dan tantangan sesuai perkembangan arus zaman yang semakin maju. 1. Taat Pada Karya Dewasa ini para suster Carmelite Missionaries menunjukkan ketaatannya dengan tekun, setia dan tanggung jawab dalam melakukan karya misi yang dipercayakan kepadanya oleh kongregasi. Dalam melaksanakan tugas dan karya yang dipercayakan yang sesuai dengan bidang-bidangnya, para suster memberikan cintanya tanpa batas kepada Allah dan sesama. Cinta kepada Allah menuntun Roh pada keheningan, ketenangan serta mengalami kehadiran-Nya dalam doa, melepaskan diri dari keinginan duniawi serta urusan sosial lainnya. Sedangkan cinta kepada sesama dilaksanakan dalam karya pendidikan, mengunjungi orang sakit, membantu kaum miskin, memberi pakaian pada yang telanjang, memberi makanan pada yang lapar, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89 dan lain-lain. Semuanya merupakan karya cinta kasih kepada sesama yang sangat membutuhkan. Francisco Palau menasehati para susternya (Leterst, 99, #5:2006:1268) bahwa dalam melaksanakan karya kerasulan sangat dibutuhkan pengorbanan diri bagi sesama, karena Kristus berkarya dan menderita sampai wafat di salib demi manusia. Dengan mengikuti teladan Yesus Kristus, para suster Carmelite Missionaries dapat menghayati ketaatan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan karya yang dipercayakan kepadanya oleh pemimpin. Maka sangat ditekankan hububungan antara pemimpin dengan para anggota dicirikan oleh kepercayaan dan kebebasan sebagai anak-anak Allah. Oleh sebab itu, untuk taat pada karya, para suster hendaknya mempelajari ketaatan “melalui penderitaan atau situasi khusus yang sulit”. Misalnya, ketika suster diminta oleh pimpinan untuk meninggalkan proyek pribadi atau ide-ide tertentu, melepaskan dalih untuk mengatur hidup dan perutusannya sendiri, hendaknya suster tersebut tetap taat kepada pimpinan yang pada saat itu mewakili Allah sendiri. Melalui penderitaan seperti itu para suster belajar taat pada Tuhan, mendengarkan Dia, tetap setia hanya kepada-Nya. Dengan keterbukaan yang utuh dan murah hati ia belajar melaksanakan kehendak Allah bukan kehendaknya sendiri ( Luk. 22, 42). Di dalam ketaatan, kita berpartisipasi pada pengambilan keputusan. Para suster terbuka, bersedia menerima dengan tenang dan bijaksana dalam permohonan-permohonan baru bagi karya dan pemindahan, siap meninggalkan secara sukarela setiap karya yang menyenangkan, paling tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90 sebagai tanda ketaatan. Jika mengalami kesulitan dalam karya para suster dapat berdialog dengan pemimpin dalam kesederhanaan dan kepercayaan, terbuka, jujur serta siap menerima dan melaksanakan keputusan pimpinan. Namun dalam kenyataannya para suster Carmelite Missionaries, mengalami pergulatan untuk menjadi taat pada karya. Para suster mempunyai kelekatan tertentu pada ide-ide dan keyakinan sendiri, sehingga sulit bagi mereka untuk melepaskannya. Dengan demikian para suster diminta untuk melepaskan ide atau proyeknya. Suster tersebut mungkin akan mengalami kehilangan dan merasa ditolak oleh pemimpin. Ia akan menjadi sedih dan merasa sebagai beban berat yang menimpa dirinya. Namun dalam situasi itu, hendaknya para suster mempercayakan diri sepenuhnya kepada Bapa agar kehendak-Nya terlaksana. Dengan demikian para suster diajak untuk menyerahkan diri secara total dan penuh percaya pada Kristus, Putera Allah secara bebas kepada Allah sehingga para suster dapat mengambil bagian secara aktif dalam perutusan Kristus melalui ketaatannya pada karya yang dipercayakan kepadanya oleh pemimpin dan kongregasi. 2. Taat Pada Hidup Bersama Hidup bersama dalam komunitas merupakan tanda cinta yang nyata sebagai persaudaraan gerejani. Komunitas para suster Carmelite Missionaries dipanggil untuk membagikan karisma kepada seluruh anggota komunitas sebagai satu keluarga yang dipersatukan di dalam nama Tuhan. Panggilan kita untuk hidup bersatu yang bersumber pada komunio Allah Tritunggal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91 ditemukan pada setiap tindakan dalam Gereja sebagai suatu misteri komunio (kons. art. 49). Dalam hidup bersama menuntut suatu keterbukaan, kerendahan hati dan saling percaya sebagai sumber kekuatan bagi pelaksanaan tugas perutusan bagi setiap anggota komunitas. Dalam hidup bersama setiap anggota membagikan kelebihannya kepada orang lain demi pembangunan komunitas yang harmonis, serta berusaha bekerja sama dalam menyelesaikan proyek-proyek bersama dalam komunitas. Para suster CM menghidupi hidup persaudaraan yang diwujudnyatakan dengan saling mengasihi sebagaimana Yesus mengasihinya. Dalam penghayatan kaul ketaatan dalam hidup bersama suster-suster Carmelite Missioanaries dewasa ini mengalami pergeseran. Beberapa anggota komunitas kurang mensyukuri dengan adanya kaul ketaatan yang telah diikrarkannya. Bagi mereka kaul ketaatan yang yang dijalankan dalam hidup bersama, dirasa sebagai beban yang mengikat, yang menekan bahkan menyakitkan. Di saat mereka membutuhkan uang saku, butuh pergi, butuh makan, butuh handphone, butuh laptop, dan lain-lain, mereka harus minta ijin kepada pemimpin. Yang mereka rasakan lebih pada tidak boleh bertindak sesuai dengan kehendak sendiri dan harus menuruti kehendak pemimpin dari pada pilihan bebas yang mereka putuskan sendiri untuk digunakan oleh kongregasi atau komunitas secara optimal dalam tugas pertusan. Dengan demikian dalam hidup bersama segala keputusan atau peraturan yang telah ditetapkan bersama hendaknya ditaati oleh semua yang ada dalam komunitas tersebut, baik pemimpin maupun anggota. Sering terjadi bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92 yang diataati bukanlah kehendak Allah, melainkan kehendak sendiri, pemimpin menyuruh anggota untuk melakukan kehendaknya sendiri bukan kehendak Allah. Maka agar dapat menjadi taat pada hidup bersama, para suster Carmelite Missionaries ditantang untuk bersama-sama mencari kehendak Allah bagi diri dan bagi komunitasnya. Dalam pencarian tersebut sangat dibutuhkan keterbukaan hati dan pikiran kepada Tuhan sendiri. Hal ini dapat tercapai jika baik pemimpin maupun anggota sungguh menghidupi hidup doanya dengan baik. Sebab jika relasinya dengan Tuhan dalam doa sungguh-sungguh di jalankan dengan baik, maka dalam hidup bersama akan selalu menemukan kehendak Tuhan sehingga keputusan pemimpin dan anggota sama. Dengan demikian, taat dengan cara penghayatan hidup bersama sebagai ketaatan pada jiwa dan semangat hidup bersama, melalui sikap rendah hati, saling memberi, meringankan beban penderitaan sesama. 3. Taat Kepada Yang Memimpin Kepada Persatuan Panggilan Allah yang satu dan sama telah mengumpulkan para anggota komunitas bersama-sama (bdk Kol. 3:15). Mereka dibimbing oleh keinginan yang satu dan sama untuk mencari kehendak Allah. Bagi Gereja dan masyarakat, hidup komunitas merupakan tanda khusus dari ikatan yang berasal dari panggilan yang sama, dan hasrat bersama untuk taat kepada panggilan tersebut, meskipun ada perbedaan suku, bangsa, keturunan, bahasa dan budaya. Berlawanan dengan semangat perpecahan dan pengkotakkotakan, wewenang dan kataatan bersinar sebagai tanda Kebapaan yang unik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93 yang berasal dari Allah, sebagai tanda persaudaraan yang lahir dari Roh Kudus (VC, 92). Dalam pelayanan wewenang dan ketaatan (KTHB dan LHK, 2008:19) dikatakan: Roh Kudus membuka tiap-tiap orang bagi Kerajaan Allah, sementara ia tetap menjalankan peranan dan karunianya yang berbeda-beda (bdk 1Kor. 12:11). Ketaatan kepada tindakan Roh Kudus mempersatukan komunitas dalam kesaksian dan kehadiran-Nya, dan membuat mereka melangkah dengan penuh sukacita (bdk Mzm. 37:23). Dengan demikian ketaatan hidup membiara merupakan suatu kesediaan untuk terus menerus mengadakan pembaharuan sesuai dengan gerakan Roh, yang selalu bekerja di dunia. Tugas setiap anggota komunitas berbeda satu sama lain, tetapi masing-masing anggota komunitas memegang semangat dan karisma kongregasi yang sama. Maka dari itu sangat dibutuhkan kepekaan dalam hidup bersama. Roh itu berbicara dengan cara yang terbatas dan berbeda-beda kepada setiap anggota komunitas dalam keterbatasannya. Dalam suratnya kepada para suster di Lérida dan Aytona, Francisco Palau menasehati para pengikutnya bahwa dalam hidup berkomunitas, hendaknya selalu mencari dan menyadari akan cinta Bapa yang dilimpahkan melalui Roh Kudus dalam hati setiap anggota (Let, #4; 2006:1055). Dengan demikian para suster sebagai tanda kesaksian yang memberi kegembiraan kepada dunia bagaikan sebuah komunitas yang diikat oleh cinta dan digerakkan oleh satu hati dan satu Roh yang sama (Kons. art. 49). Para suster CM hendaknya tidak mencari kelemahan dan kekurangan dari pemimpin yang dapat menciptakan perpecahan, karena kita sama-sama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 dipanggil oleh Allah untuk menjadi pengikut-Nya, dan melayani-Nya melalui karya kerasulan yang dipercayakan kepada setiap pribadi. 4. Spiritualitas Komunio dan Kekudusan Komuniter Dunia sekarang sedang berlomba-lomba untuk mencari kedudukan dan memperoleh kekuasaan, tidak ada tempat lagi untuk saling melayani. Dunia mengalami ketidakadilan dan ketidaksamarataan, diskriminasi, relasi yang kurang suportif. Tidak diragukan lagi hal itu mempengaruhi cara mengembangkan relasi dalam komunitas religius. Dalam KTHB dan LHK (2008:19-20) dikatakan bahwa orang menjadi lebih peka bagi nilai keterbukaan terhadap orang di luar dirinya, dapat membuahkan relasi yang baik dengan adanya perbedaan dan saling memperkaya. Kesucian dan perutusan melampaui komunitas karena Tuhan yang bangkit membuat diri-Nya hadir di dalam dan melalui komunitas (VC, 50), menyucikan dan memurnikan relasi-relasi yang ada. Setiap pribadi anggota komunitas merupakan sakramen dari Yesus dan perjumpaan dengan Allah. Anggota komunitas dapat memberi suatu tindakan konkret untuk melakukan perintah saling mengasihi dan saling melayani. Dengan demikian jalan menuju kesucian menjadi jalan yang ditempuh bersama oleh semua anggota komunitas. Hal itu bukan hanya jalan bagi perorangan, melainkan terlebih pengalaman komunitas. Dengan demikian akan ada saling menerima dan saling berbagi anugerah, terutama anugerah kasih dan pelayanan, ada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95 pengampunan dan koreksi persaudaraan, ada saling berbagi dalam mencari bersama kehendak Allah yang kaya akan rahmat dan belaskasihan, dan ada kerelaan untuk memikul beban sesama. Komunitas Carmelite Missionaries dipanggil untuk menghidupi karisma komunio yang telah diwariskan oleh Francisco Palau, dalam suatu sikap solidaritas sebagai anggota keluarga yang lebih luas. Saling berbagi dalam kegembiraan dan harapan, dalam kesulitan dan kecemasan secara khusus dalam lingkungan sosial di mana kita tinggal dan melakukan kegiatan merasul. Dalam surat kepada para pengikutnya di Ciudadela, ditegaskan lagi oleh Francisco Palau bahwa untuk melakukan karya cinta kasih bagi sesama hendaknya para suster menjadi pelayan bagi satu sama lain. Spiritualitas komunio yang diwarisi oleh Francisco Palau adalah menjadi pelayan, bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani sesama. Bagi Francisco Palau hal itu merupakan keutamaan yang sangat berkenan dan mudah bagi setiap anggota komunitas. Ada pun hal yang dapat merusak komunio dalam hidup bersama, bila terjadi saling menghakimi, saling menyalahkan, saling menuduh di antara anggota komunitas. Keutamaan cinta kasih merupakan karya persatuan persaudaraan dalam komunitas (Leters, #6, 2006:1269). Para suster Carmelite Missionaries mendalami karisma persatuan dengan umat Allah, secara khusus dengan uskup setempat, anggota tarekat religius dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan kerasulan Kongregasi. Para PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96 suster memperlihatkan tanda persatuan itu lewat karya kerasulannya di tengah masyarakat. Dalam budaya masa kini, kesucian komunitas merupakan kesaksian yang meyakinkan, bahkan lebih meyakinkan dari kesaksian pribadi. Itu menunjukkan nilai abadi dari persatuan, anugerah yang diwariskan oleh Yesus Kristus sendiri, secara khusus dalam komunitas internasional dan antar budaya yang menuntut adanya penerimaan dan dialog tingkat tinggi (KTHB dan LHK, 2008:20). Dengan demikian komunitas yang sungguh patuh pada gerakkan Roh Kudus, selalu memperhatikan suka duka dan hanya anggota yang dapat membantu anggota lain untuk tetap berkarya dengan setia dan tanggung jawab. 5. Taat Pada Pemimpin Ketaatan religius pertama-tama adalah ketaatan kepada Kristus yang telah memanggil mereka, bukan kepada pemimpinnya. Ketaatan dipahami sebagai ketaatan kita, orang yang dipanggil, terhadap panggilan dan kehendak Tuhan sendiri. Kehendak Tuhanlah yang dicari, diiyakan, dan akhirnya dilakukan. Maka, dalam persoalan ketaatan, baik pemimpin dan anggota memang harus mencari kehendak Tuhan (Paul Suparno, 2007: 176-177). Ketaatan dan wewenang merupakan aspek yang mengimbangi dalam penyerahan Kristus akan diri-Nya. Seorang suster yang dipercayakan sebagai pemimpin, memegang kekuasaan itu dalam roh pelayanan persaudaraan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97 kepada komunitas. Dialah yang membantu memperkembangkan persatuan dan memperlihatkan kepada anggota kasih, sebagaimana kasih Allah kepada setiap pribadi. Para suster Carmelite Missionaries, dalam kepatuhannya kepada Roh yang menginspirasikan keduanya, yakni kehendak dan tindakkan, dilaksanakan demi kebaikan bersama serta kesetiaan kepada karisma CM. Dengan demikian ketaatan akan memperkuat kebebasan, mengarahkan para suster pada pemberian diri secara total dalam kasih, dan menjadikannya orang Kristen yang dewasa (Pre-project of Constitutions, 2011: 15 #36). Taat kepada pemimpin sungguh menjadi pergulatan bagi anggota yang tidak mau diatur oleh orang lain. Sebab ada beberapa anggota yang kurang taat dengan peraturan-peraturan yang disahkan oleh pemimpin. Beberapa anggota malah lebih kerasan dengan kebiasaan-kebiasaan untuk memaksakan kehendaknya kepada pemimpin. Jika kehendaknya tidak dituruti oleh pemimpin, maka ia akan bersikap pasif dalam komunitas. Ia akan diam saja jika pemimpin atau komunitas meminta ide, usul, saran demi perkembangan komunitas. Namun sering terjadi pula, seorang pemimpin memaksa anggota komunitas untuk mengikuti apa yang dihendakinya, pemimpin pilih kasih, pemimpin hanya memperhatikan satu karya yang menjadi kesenangannya, pemimpin memiliki anak emas dalam komunitas, pemimpin tidak mau mendengarkan, pemimpin berwawasan picik, pemimpin tidak bersikap rendah hati mau menerima dan mengakui kesalahannya, pemimpin kurang refleksi dan diskresi dan pemimpin tidak berani mengatakan kekurangan atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98 kelemahan anggota komunitas. Hal ini sungguh menjadi penghambat dalam hidup berkomunitas yang bebas dan tanggunjawab. Dengan demikian dalam hidup bersama seorang pemimpin mempunyai peranan bagi pertumbuhan komunitas, sebagai berikut: a. Pelayanan Mendengarkan Menjalankan wewenang berarti pemimpin harus dengan senang hati mendengarkan anggota yang dipercayakan kepadanya. Mendengarkan merupakan salah satu bentuk pelayanan paling pokok bagi pemimpin. Seorang pemimpin hendaknya selalu siap untuk mendengarkan, terlebih kepada anggota komunitas yang merasa sendirian dan membutuhkan perhatian. Mendengarkan berarti menerima orang lain tanpa syarat, memberi tempat bagi mereka di hatinya sendiri. Untuk bisa mendengarkan, seorang pemimpin dituntut adanya afeksi dan pengertian. Perlu ditegaskan bahwa setiap anggota komunitas perlu dihargai, kehadiran dan pendapatnya dianggap penting (KTHB dan LHK, 2008: 21). Kehendak Bapa disampaikan kepada anggota komunitas lewat pemimpin, situasi dan peristiwa dalam hidup. Seorang pemimpin harus dengan rendah hati mendengarkan situasi dalam keterbatasannya. Sebagai satu komunitas, hendaknya baik pemimpin maupun anggota harus saling mendengarkan satu sama lain dan mendengarkan suara komunitas (Darminta, 1975:43-44). Kaul ketaatan merupakan suatu janji, yang berisi kesanggupan untuk memperkembangkan kepekaan kita kepada suara komunitas, yang merupakan suara Roh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Maka, bagi seorang pemimpin, kalau tidak mendengarkan anggotanya ia tidak tahu bagaimana mendengarkan Tuhan. Mendengarkan dengan penuh perhatian membuat pemimpin mampu mengatur dengan lebih baik daya dan anugerah-anugerah Roh kepada komunitas. Saat mengambil keputusan seorang pemimpin harus ingat akan keterbatasan dan kesulitan dari beberapa anggotanya. Adapun waktu yang digunakan untuk mendengarkan dapat mencegah krisis dan saat-saat sulit, baik tingkat pribadi maupun komunitas (KTHB dan LHK, 2008: 21). Dalam General Pastoral Visit (2008:19) dituliskan dalam berkomunikasi dengan anggota komunitas, seorang pemimpin belajar untuk mendengarkan dengan penuh kesadaran, bebas tanpa paksaan. Hal itu memerlukan kemauan, keputusan untuk mendengar serta merasa bahwa pesan yang disampaikan diterima dengan baik oleh orang yang mendengarkan. b. Menciptakan Suasana Yang Menyenangkan Bagi Dialog, Sharing dan Tanggung Jawab Bersama Dalam hidup berkomunitas, pemimpin harus berusaha menciptakan suasana saling percaya, dan meningkatkan pengakuan akan kemampuan dan kepekaan setiap pribadi. Dengan perkataan dan perbuatannya, seorang pemimpin mampu memupuk keyakinan bahwa komunitas membutuhkan partisipasi dan informasi (KTHB dan LHK, 2008: 21). Selain itu, pemimpin harus menghargai dialog yang tulus dan bebas berbagi perasaan, sudut pandang dan rencana. Dalam suasana seperti itu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100 setiap pribadi dapat dikenal identitasnya yang sejati, dan meningkatkan kemampuan relasionalnya sendiri. Tiap anggota baik pemimpin maupun pribadi berusaha memahami isi hati dari setiap pribadi, selalu siap memperluas pandangan, mengoreksi dan siap mengubah visinya sendiri. Maka, dialog perlu disertai ketulusan hati, keterbukaan dan kejujuran tanpa prasangka buruk dan kekakuan (Joyce Riddick, 1987:182). Dalam memimpin komunitas, seorang pemimpin tidak takut untuk mengakui dan menerima masalah-masalah yang gampang muncul di saat mencari, memutuskan, bekerja dan bersama-sama menempuh jalan yang terbaik untuk mewujudkan kerjasama yang efisien. Kemudian baik pemimpin maupun anggota berusaha mencari sebab-sebab ketidak nyamanan dan salah paham yang terjadi dalam komunitas, serta berusaha untuk mencari jalan guna setiap bentuk sifat kekanak-kanakan dapat teratasi. Dalam tulisan tentang relasinya dengan Gereja (MRel. 947:13 #19) Francisco Palau menuliskan bahwa seorang pemimpin mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menciptakan suasana komunitas yang menyenangkan melalui dialog dan sharing pengalaman hidup dalam komunitas. Pemimpin harus mengatur hidup komunitas, memberi tugas kepada setiap anggota agar mereka bertanggung jawab untuk melaksanakanya sesuai dengan karya masing-masing. Tanggung jawab itu harus dilengkapi dengan suatu keberanian untuk bertindak. Dalam ketaatan, pemimpin dan anggota saling berdialog, mendialogkan kehendak Tuhan yang mereka rasakan. Pemimpin diharapkan mengerti secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101 jelas perutusan juga keadaan komunitas dan kongregasinya, dan mengkomunikasikan hal itu kepada anggota yang ingin diutusnya. Sebaliknya, anggota juga mengkomunikasikan gagasan, perasaan dan keadaannya berkaitan dengan perutusan yang ditawarkan itu. Dalam suasana dialog itulah, dapat disadari bersama nilai dan bobot perutusan, sehingga anggota dapat menerima dengan gembira dan tidak merasa hanya sebagai perintah. c. Mengusahakan Sumbangan Dari Semua Demi Kepentingan Semua Pemimpin bertanggung jawab untuk mengambil keputusan terakhir. Sebagai pemimpin mereka tidak boleh melepaskan kewajibannya sebagai yang terutama bertanggung jawab atas komunitas, sebagai pembimbing rekan-rekan mereka dalam hidup rohani dan apostolik (VC. 43). Pemimpin harus mendorong dan memotivasi setiap anggotanya untuk memberi sumbangan, sehingga masing-masing merasa sebagai tugas pokoknya untuk menyumbangkan kasih, kemampuan dan kreativitasnya. Sesungguhnya, semua sumber daya manusia dikuatkan dan disatukan bersama dalam proyek komunitas, memotivasi dan menghargai setiap individu dalam komunitas. Dalam surat kepada para pengikutnya di Lérida dan Aytona (Letters, #4, 2006:75) Francisco Palau mengatakan seorang pemimpin hendaknya memiliki keutamaan kasih, perhatian, bijaksana dan keleluasaan, menjadi pemimpin bagi semua, secara khusus pada mereka yang lemah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102 Seorang pemimpin dalam komunitas Carmelite Missionaries, yang hidup saling mencintai, dituntut supaya segala-galanya disatukan, harta materi dan spiritual, kepandaian dan intuisi, proyek rasuli dan keinginan misioner (Mat. 18:20). Hal lebih mendasar yang perlu dikembangkan oleh seorang pemimpin adalah berbagi bakat dan hal-hal rohani, mendengarkan Sabda Allah, berbagi iman, karena semakin banyak kita membagikan hal-hal yang penting dan pokok itu, semakin kuatlah tumbuh ikatan persaudaraan. Untuk mewujudkan semuanya itu pemimpin akan mengalami kemungkinan penolakan dari beberapa anggota komunitas. Dengan demikian pemimpin diharapkan jangan membatalkan proyek tersebut. Pemimpin dengan bijaksana mencari keseimbangan antara dorongan untuk mencapai persatuan yang bersemangat, dinamis dan sabar. Dalam usahanya untuk mencapai persatuan dalam komunitas pemimpin jangan berharap untuk segera dapat melihat hasil dari segala usahanya. Maka, baik pemimpin maupun anggota komunitas mengakui hanya Allah satu-satunya yang dapat menyentuh dan mengubah hati manusia (KTHB dan LHK, 2008:22c). d. Pelayanan Pribadi dan Komunitas KTHB dan LHK (2008:22d) dalam menyerahkan berbagai tanggung jawab kepada para anggota komuunitas, pemimpin harus mempertimbangkan kepribadian dari setiap anggota dengan kesulitan dan kecenderungan masingmasing. Pemimpin perlu memberi kesempatan kepada setiap anggota untuk mengekspresikan bakat-bakat pribadinya, dan menghormati kebebasan dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103 masing-masing anggota. Pemimpin juga perlu mempertimbangakan kepentingan komunitas dan pelayanan bagi karya yang dipercayakan kepada setiap anggota komunitas. Komunitas Carmelite Missionaries yang memiliki karisma khusus persatuan dan persaudaraan dalam hidup bersama, dalam mengatur semuanya itu tidak selalu mudah. Hal ini sangat dibutuhkan keseimbangan pemimpin, yang nampak dalam kemampuannya untuk melihat segi-segi positif dari setiap anggotanya, serta memanfaatkan segala daya yang ada dengan sebaikbaiknya. Hal itu dapat dilakukan dengan tujuan yang benar, yang memberi kebebasan batin kepada pemimpin. Ini dilakukan bukan untuk menyenangkan hati pribadi tertentu melainkan dengan jelas menunjukkan arti yang benar dari perutusan bagi orang yang dibaktikan. Hal penting yang perlu diingat oleh setiap pribadi dalam komunitas bahwa mereka adalah orang yang dibaktikan menerima, dalam semangat iman dan dari tangan Bapa, tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya, meskipun itu tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Dengan demikian setiap anggota diberi kesempatan untuk bersikap jujur dan dengan terus terang menyampaikan kepada pemimpin kesulitan-kesulitan khusus sebagai sumbangan kepada kebenaran. Bagi setiap pribadi taat dalam hal semacam itu berarti mengandalkan keputusan akhir dari pemimpin, dengan keyakinan bahwa itu merupakan sumbangan berharga bagi pembangunan Kerajaan Allah, meskipun ada kesulitan dan penderitaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104 e. Discernment Komunitas Dalam hidup berkomunitas yang diilhami oleh Roh Kudus, setiap anggota ikut serta dalam dialog yang subur dengan para anggota lainnya untuk menemukan kehendak Bapa. Sekaligus para anggota komunitas bersama-sama melihat pribadi pemimpin sebagai pernyataan dari ke-Bapaan Allah dan pelaksanaan wewenang yang diterimanya dari Allah, bagi pelayanan discernment dan komunio (VC, 92). Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 44-45) menegaskan bahwa dalam melaksanakan kehendak Allah para suster melatih ketaatan yang bertanggung jawab, dengan sepenuh hati mencari kehendak Allah dalam hidup komunitas maupun pribadi, serta memperkuat persatuan persaudaraan dalam doa, discernment, dialog and tanggung jawab bersama. Dengan demikian ketaatan akan memelihara kita untuk tetap hidup dalam kedamaian dan persatuan. Para suster harus menerima dengan patuh segala keputusan terakhir dari pemimpin baik secara pribadi maupun komunitas serta selalu bersedia untuk mengerjakan pekerjaan dan pelayanan apa saja yang diminta dari kita. Dalam hidup bersama di komunitas bukan hanya pemimpin komunitas yang ditaati, tetapi juga aturan main bersama, keputusan-keputusan bersama yang dilakukan komunitas. Semua keputusan rapat komunitas ataupun hasil discernment bersama, baru akan dapat ditindaklanjuti jika setiap anggota menaati keputusan itu. Untuk menentukan suatu keputusan bersama semangat discernment harus bercirikan setiap proses pengambilan keputusan yang melibatkan komunitas. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105 Hal itu dapat terwujud bila disertai dengan doa dan refleksi pribadi maupun bersama untuk memilih apa yang benar dan menyenangkan hati Allah (KTHB dan LHK, 2008:23e). Paul Suparno (2007:212) mengatakan bahwa kedewasaan setiap pribadi dapat dilihat pada sikap kita dalam menaati apa saja yang telah disetujui bersama dalam komunitas. Orang yang berkepribadian dewasa tampak pada komitmen atas perjanjian dan konsensus bersama. Menepati konsesus bersama dalam rapat menjadi sangat penting dalam hidup komunitas. Dalam KTHB dan LHK (2008:24) dikatakan: Discernment komunitas bukan pengganti hakekat dan fungsi pemimpin yang diharapkan membuat keputusan akhir. Dengan demikian pemimpin tidak menyangkal bahwa komunitas adalah tempat terbaik untuk mengenal dan menerima kehendak Allah. Bagaimanapun juga, discernment adalah salah satu moment puncak dalam komunitas hidup bakti, yang menempatkan Allah sebagai pusat dan tujuan akhir pencarian hidup setiap anggota komunitas. Komunitas Carmelite Missionaries melakukan discernment secara terus menerus melalui dialog antara pemimpin dan anggota. Pemimpin komunitas sebagai pengantara Allah dalam pelayanannya kepada setiap anggota dalam komunitas. Maka seorang pemimpin hendaknya memiliki kasih, perhatian, bijaksana dan diskresi (Leterst, 7, 2-4). f. Discernment, Wewenang dan Ketaatan Seorang pemimpin hendaknya sabar dalam proses discernment yang sulit, di mana ia mengikuti tahap-tahapnya dan memberi dukungan di langkah-langkah yang paling kritis. Pemimpin perlu bertindak tegas dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106 menuntut pelaksanaan dari apa yang sudah diputuskan. Maka, pemimpin harus bertanggung jawab untuk tidak menghindari situasi yang perlu dijernihkan, dan kadang-kadang keputusan yang tidak menyenangkan. Sebagaimana ditegaskan lagi dalam anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC, 43), bahwa komunitas tidak bisa terus menerus dalam keadaan discernment. Setelah masa discernment ada waktu untuk taat, yakni melaksanakan keputusan yang telah disepakati bersama. Keduanya adalah waktu untuk menghayati semangat ketaatan. Maka komunitas Carmelite Missionaries dalam suasana yang banyak diwarnai oleh individualisme sungguh tidak mudah memupuk sikap mengakui dan menerima peranan yang dilakukan oleh pemimpin demi kesejahteraan semua anggota. Meskipun demikian, relevansinya harus ditegaskan lagi sebagai peneguhan dalam persekutuan persaudaraan serta tidak menyia-nyiakan ketaatan yang diikrarkan. Seorang pemimpin harus bersifat memimpin dan tahu bagaimana melibatkan anggota komunitasnya dalam proses pengambilan keputusan, meskipun keputusan terakhir ada pada pemimpin. Seorang pemimpin berhak mengusahakan agar keputusankeputusan yang telah diambil juga dihormati. g. Ketaatan Persaudaraan Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 50) mengatakan bahwa sebuah komunitas dikatakan ideal apabila seorang pemimpin berusaha untuk memahami dan menerima pribadi masing-masing anggota serta dengan penuh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107 perhatian membantu memikul beban mereka dengan kesabaran. Baik pemimpin maupun anggota bersama-sama saling melayani, menjadi pelayan bagi semua orang, dan pelayan bagi masing-masing suster dalam komunitas. Maka pelayanan ketaatan bukan hanya kepada pemimpin melainkan taat kepada semua anggota dan keputusan bersama. Sto. Benediktus menegaskan bahwa para saudara harus memberikan pelayanan ketaatan bukan hanya kepada Abbas, tetapi mereka juga harus menaati satu sama lain, karena mereka menghadap Allah melalui jalan ketaatan. Mereka juga harus saling menghormati, memikul kelemahan mereka, baik jasmani maupun rohani dengan penuh kesabaran (KTHB dan LHK, 2008:24). Dasar persaudaraan sejati ialah mengakui martabat sesama saudara dalam komunitas dan bersyukur atas anugerah-anugerah dan pemenuhannya. Setiap pribadi dalam komunitas dapat menyediakan waktu yang tepat untuk mendengarkan dan mendapat pencerahan. Namun hal itu sangat diperlukan adanya suatu kebebasan batin. KTHB dan LHK (#20.g, 2008:25) menjelaskan mengenai ciri-ciri orang yang tidak mempunyai kebebasan batin antara lain, mereka yakin bahwa ide dan solusinya selalu yang paling baik, mereka mengira dapat memutuskan sendiri tanpa bantuan siapa pun untuk mengetahui kehendak ilahi, mereka berpikir bahwa dirinya selalu benar dan tidak ragu-ragu mengatakan orang lainlah yang harus berubah, mereka hanya memikirkan diri sendiri dan memperhatikan kebutuhan orang lain. Sebaliknya, ciri-ciri orang yang bebas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 selalu penuh perhatian dan terbuka untuk menerima nasihat dalam setiap situasi hidupnya, terutama dari setiap orang yang hidup berdampingan dengannya. Francisco Palau menegaskan dalam suratnya kepada para suster di Ciudadela bahwa suster yang akan memikul tanggung jawab bagi saudarasaudaranya, karya kasih yang harus dilakukannya pertama-tama adalah menjadi hamba dan pelayan bagi semua. Dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, seorang pemimpin hendaknya selalu mencari apa yang enak, menyenangkan dan mudah bagi orang lain, sedangkan bagi dirinya sendiri apa yang sulit untuk didapatkan; penilaian yang menyenangkan bagi orang lain sedangkan bagi dirinya sendiri tidak menyenangkan, menghukum dirinya sendiri dan memberi pujian kepada orang lain, mempertimbangkan sesuatu yang baik dan bijaksana apa yang dipikirkan orang lain dan melupakan apa yang pikirkannya sendiri (Letters, 99 #6, 2006:1269). Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries yang diberi wewenang untuk memimpin suatu komunitas dapat menjalankan tugas kepemimpinannya melalui kebajikan dan perilaku yang suci daripada kebajikan jabatannya. Maka para suster yang diilhami oleh teladannya, akan menaati pemimpin bukan karena jabatannya melainkan karena kasih. h. Taat Pada Suara Hati Tidak ada sesuatupun yang benar dan formal di dalam ketaatan. Ketaatan suara hati tidak menuntut seperti ketaatan seorang hamba, namun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109 membutuhkan suatu transformasi dalam Roh Kudus. Ketaatan bukanlah “melawan” dari keinginan seorang manusia untuk tunduk terhadap keinginan seseorang, melainkan merupakan tranformasi dari roh manusiawi yang semakin menjadi instrumen dari Roh Ilahi. Ketaatan itu sendiri merupakan jalan menuju transformasi jiwa ke dalam Tuhan. Dengan demikian ketaatan dapat membawa kita pada suatu transformasi dan tujuan tertentu, maka konsekuensinya kita akan menjadi bagian dari Tuhan. Kemanusiaan kita akan menjadi milik-Nya saja, sehingga tidak ada sesuatu pun yang dapat mengotori dan merusak perasaan-perasaan kita. Melalui ketaatan, kita akan mempratekkan transformasi dalam Tuhan, dan kita juga akan mempratekkan ketaatan itu dalam hidup berkomunitas. Suara hati dimengerti sebagai “hukum Roh” dan juga suatu “bisikan langsung”, di dalamnya terdapat gagasan pertanggunjawaban, kewajiban, ancaman dan janji. Suara hati adalah utusan dari Dia, yang berbicara kepada kita di dalam alam maupun dalam rahmat yang mengajar serta memerintah kita melalui wakil-wakil-Nya. Maka kita harus taat pada suara hati yang membimbing dan menuntun kita pada jalan yang benar dan sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini (GS, 16) dijelaskan bahwa di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati selalu menyerukan kepada manusia untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan menghindari apa yang jahat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110 Suara hati merupakan tempat memproses norma-norma umum untuk diterapkan secara konkret dalam perbuatan seseorang. Suara hati adalah inti segala pergulatan manusia untuk bertindak. Dengan demikian suara hati sebagai tempat Roh membimbing. Suara hati juga dipengaruhi oleh roh-roh lain, maka discernment sangat penting dalam hidup bersama di komunitas. Di sini para suster Carmelite Missionaries bisa bertanya, mungkinkah ada situasi di mana hati nurani sepertinya tidak mengijinkan mereka mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pimpinan? Dengan kata lain sering terdengar para suster mengungkapkan, lebih baik taat kepada Allah daripada taat kepada manusia. Hal ini merupakan pergulatan untuk melaksanakan kehendak Allah dalam hidup mereka sehari-hari. Hati nurani merupakan tempat di mana suara Tuhan digemakan, suara yang menunjukkan kepada para suster bagaimana harus bertingkah laku, maka para suster perlu belajar mendengarkan suara hati dengan penuh perhatian, supaya bisa mengenali dan membedakannya dari suara-suara lain. Para suster diajak untuk berfleksi sebelum menarik kesimpulan bahwa bukan ketaatan yang diterimanya, melainkan apa yang mereka rasakan dalam dirinya sebagai kehendak Allah yang mereka terima melalui perantaraperantara yang sudah ditentukan. Para suster Carmelite Missionaries berusaha untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan yang diwarisi oleh Francisco Palau. Dalam menanggapi ketaatan baik kepada pemimpin, sesama maupun dirinya sendiri, para suster mengalami suatu pergulatan yang membawa mereka pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111 suatu penyerahan diri secara total kepada Allah. Dengan mengucapkan “ya” yang sulit itu, arti ketaatan bagi para suster Carmelite Missionaries dapat dipahami secara mendalam yakni sebagai tindakkan luhur dari kebebasan. Hal ini merupakan suatu ungkapan penyerahan diri secara total dan penuh percaya pada Kristus, Putera Allah yang taat secara bebas kepada kehendak Bapa. Pergulatan batin dengan diam yang menyertai kesetiaan seorang Carmelite Missionaries pada tugasnya, kadang-kadang disertai dengan kesepian atau kesalahpahaman dari pihak orang-orang kepada siapa ia telah memberikan dirinya. Hal itu menjadi jalan pengudusan pribadi dan sarana keselamatan karena apa yang dideritanya. E. PENGHAYATAN MENURUT SPIRITUALITAS FRANCISCO PALAU KAUL KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS Ketaatan menurut beato Francisco Palau memiliki keutamaan yang sangat besar dalam hidup sebagai seorang religius. Ketaatan sebagai jalan yang pasti dalam mengikuti kehendak Allah. Hal ini merupakan suatu keterbukaan dan kesediaan diri dan hati untuk melaksanakan kehendak Allah dalam hidupnya sehari-hari. Pada zaman ini, dunia membutuhkan dan mengharapkan kaum religius yang memiliki kesederhanaan hidup, memiliki kasih kepada semua orang, lebih-lebih kepada mereka yang rendah dan miskin, memiliki ketaatan dan kerendahan hati, sikap lepas bebas dan pengorbanan diri. Tanpa tanda kesucian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112 di atas kata-kata kita akan sulit menyentuh hati orang-orang modern, bahkan ada resiko akan menjadi sia-sia dan mandul (EN, 1975:72). Ketaatan yang dihidupi oleh Francisco Palau merupakan ketaatan yang diteladankan oleh Yesus Kristus, karena Yesus Kristus sendirilah yang telah membebaskan dirinya dari segala kesulitan dan kekacauan yang menimpa dirinya ketika terjadi pergolakan politik di Spanyol. Yasus Kristus menghayati ketaata-Nya ketika Ia dihadapkan pada piala yang harus Ia minum, dan membuat diri-Nya “taat sampai mati, bahkan sampai mati di salib” (Flp 2:8). Bagi Francisco Palau, irama hidup yang teratur selama studi, ketekunan melaksanakan kehidupan membiara, belajar melaksanakan pelayanan, dan doa yang mendalam yang dialaminya di seminari, semuanya itu tidak berlangsung lama, karena gelombang revolusi menghancurkan tembok dan kehidupan komunitas. Francisco Palau tetap tekun dan setia dalam menghidupi peraturanperaturan hidup membiara, sekali pun ia tidak hidup dalam sebuah komunitas karena biaranya dibakar. Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan yang makin melawan keagamaan, para anggota biara dilarang kembali ke biara-biara mereka dan tidak diperbolehkan untuk mengenakan pakaian biara di depan umum. Kendati demikian Francisco Palau, diberi tahu oleh para pembesarnya bahwa para uskuplah yang menginginkannya mempersiapkan dirinya untuk tahbisan imamat. Dengan ketaatan Francisco Palau menyetujuinya (TCAG, 1997:18). Francisco Palau tidak melihat ketaatan itu sebagai sesuatu yang merendahkan, melainkan kebenaran di mana kepenuhan dirinya dibangun dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113 diwujudkan. Dengan beriman pada Yesus Kristus ia berhasrat untuk melakukan kehendak Allah Bapa dan menjadikannya cita-cita tertinggi dalam hidupnya. Seperti Kristus, Francisco Palau mau hidup dari kehendak Allah. Dalam meneladan Kristus dan belajar dari Dia, Francisco Palau membaktikan dirinya kepada Allah dengan kebebasan penuh dan kepercayaan tanpa syarat meyerahkan dirinya ke dalam tangan Bapa sebagai persembahan yang sempurna dan menyenangkan bagi-Nya (bdk. Rom 12:1). Dalam melaksanakan kehendak Bapa, Francisco Palau menegaskan kembali dalam suratnya (Letters, 87, 1) bahwa ketaaatan merupakan suatu pengorbanan yang berkenan kepada Allah. Untuk mewujudkan kehendak Allah, kita tidak tahu ke mana arah ketaatan itu akan membimbing kita. Dalam hal ini hanya Allah saja yang tahu dan Ia akan menyampaikan kepada kita melalui suara ketaatan ke mana kita akan pergi. Maka yang ditekankan oleh Francisco Palau adalah ketaatan secara total untuk melaksanakan kehendak Allah dalam pergulatan hidupnya sehari-hari. Para suster Carmelite Missionaries, mengikrarkan kaul ketaatan dituntut untuk menyerahkan kehendaknya kepada Kristus. Oleh karena dalam menjalankan kaul ketaatan para suster perlu megembangkan beberapa hal, antara lain: pertama, mengembangkan sikap pasrah sebagaimana Kristus memasrahkan kehendak-Nya kepada Allah Bapa. Melalui sikap itu, para suster diharapkan dapat memaknai tugas yang diembankan kepadanya sebagai suatu kesempatan untuk membuka diri bagi kehendak Allah. Kedua, mengembangkan sikap rela berkorban. Melalui sikap itu, para suster dilatih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114 untuk meninggalkan kehendaknya sendiri dan belajar untuk menerima kehendak Allah. Ketiga, mengembangkan sikap penyerahan diri secara menyeluruh. Melalui sikap itu, para suster dimampukan untuk menjalankan segala tugas dengan penuh kerelaan hati sebab mereka tidak lagi memikirkan diri sendiri. Motivasi ketaatan itu ialah demi cinta kepada Tuhan. Ketaatan tidaklah menyesuaikan diri dengan aturan umum belaka, tidak pula hanya untuk menyenangkan orang lain, dan tidak hanya untuk mencari kepuasan pribadinya. Taat berarti memilih lingkungan dan memutuskan untuk hidup menurut tuntutan-tuntutan hidupnya. Ketaatan merupakan tindakan orang yang dewasa dan penuh kesadaran, maka dalam penghayatan kaul ketaatan menuntut suatu ketatan yang total, yaitu memberikan diri seutuhnya kepada pilihannya itu dan melaksanakannya sebagai yang mengandung kehendaknya. Ketaatan religius berarti memberikan diri kepada kehendak Allah seutuhnya lewat pilihan konkret hidup dengan segala konsekuensinya (Darminta 1981: 74-75). Konsekuensi kaul ketaatan kita adalah bahwa kita harus terus-menerus mengembangkan kepekaan kita terhadap situasi dan peristiwa, yang kita hadapi baik di dalam komunitas, kongregasi maupun di dalam masyarakat. Pada dasarnya ketaatan merupakan keterbukaan kepada kehendak Allah yang disampaikan lewat situasi hidup kita (Darminta 1975: 44). Dengan kaul ketaatan suster-suster Carmelite Missionaries berkomitmen untuk menyerahkan kehendaknya kepada pemimpinnya yang dipilih sebagai representasi Allah sendiri. Dengan ketaatan, seorang Carmelite Missionaries PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 melakukan rencana Allah baik secara individu maupun komunitas dan menghidupi persatuan doa komunitas, melaksanakan pembedaan Roh atau discernment, serta dialog dan tanggungjawab bersama. Ketaatan perlu dilakukan berdasarka kasih sehingga ketaatan akan membawa kedamaian dan persatuan. Hidup komunitas selalu berusaha untuk menyadari kasih Bapa yang terdapat dalam diri setiap anggota komunitas. Berdasarkan kasih tersebut para suster berusaha memberi kesaksian kegembiraan kepada dunia. Dengan demikian hidup komunitas menampilkan dimensi missioner yang esensial dalam pelayanan (VC, 1996:102). Orang muda jaman ini sangat kritis dengan ketidak beresan yang terjadi dalam masyarakat termasuk dalam hidup membiara. Mereka juga menjadi kritis dalam mencermati apa yang terjadi dalam biara, terutama dalam pelaksanaan aturan-aturan bersama atau aturan hidup berkaul. Pada jaman ini kemajuan teknologi dan kemajuan berbagai bidang kehidupan menawarkan peralatan yang memudahkan orang untuk hidup lebih enak dan nyaman serta hidup lebih cepat. Dengan segala tawaran dan peralatan super canggih diatas, nampak bahwa pembatasan formal dengan berbagai larangan, tidak begitu efektif bahkan suara hati dapat tidak berkembang. Dengan berbagai pengaruh diatas diharapkan dapat menciptakan larangan lebih dari dalam diri kita sendiri. Kita diharapkan menciptakan dan menegakkan batasan dalam batin kita, batasan dari suara hati kita sendiri (Rohani, no. 05, tahun ke 55-, Mei 2008). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116 Penghayatan kaul ketatan dalam komunitas Carmelite Missionaries baik suster berkaul kekal maupun yang berkaul sementara, diharapkan bersamasama menaati apa yang dikehendaki Allah baginya. Jika para suster dapat menemukan pengalaman ketaatan yang bermanfaat bagi hidup dan perutusan yang dilakukannya, mereka akan dengan mudah mensyukuri atas kaul ketaatnnya. Jika demikian, mereka akan lebih gembira dalam melaksanakan ketaatan. Maka para suster Carmelite Missionaries akan dibantu untuk menemukan pengalaman yang indah, yang membantu dan mengembangkan melalui ketaatan mereka pada kehendak Allah lewat seorang pemimpin. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV SUMBANGAN KATEKESE DALAM MENINGKATKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS Bab sebelumnya telah memaparkan kaul ketaatan dalam kogregasi Carmelite Missionaries dan juga penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. Kaul ketaatan sebagai sarana untuk menaati kehendak Allah melalui seorang pemimpin dalam hidup berkomunitas. Kaul ketaatan perlu dipahami dan dihayati sebagai persembahan hati yang tak terbagi untuk Tuhan. Untuk mencapai hal ini, katekese diharapkan akan mampu mengambil peranan dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries untuk masa sekarang. Maka dalam rangka untuk membantu para suster Carmelite Missionaries menuju pada usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan, penulis memilih katekese Shared Christian Praxis sebagai salah satu sarana untuk menemukan dan mengembangkan nilai ketaatan yang telah diikrarkannya. Dengan demikian, katekese diharapkan sungguh-sungguh membantu para suster Carmelite Missionaries untuk mengintegrasikan kaul ketaatan dalam diri masing-masing serta mengundang untuk semakin 117 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118 menghayatinya sebagai kesaksian hidup di tengah zaman yang semakin berkembang. Dalam bab IV ini, penulis mencoba memaparkan sumbangan katekese dalam meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries melalui katekese model Shared Christian Praxis, serta usulan program katekese dan persiapan katekese. A. GAMBARAN UMUM KATEKESE Penyelenggaraan katekese merupakan salah satu tugas yang amat penting bagi Gereja. Gereja sebagai persekutuan umat beriman berkat babtisan yang diterimanya, mendapat tugas mewartakan karya keselamatan yang dialami dalam hidup bersama. Melalui katekese Gereja mengembangkan diri serta mengaktualisasikan panggilan dan perutusannya yaitu dengan cara mendidik dan mengajarkan kepada umat beriman kristiani untuk menghayati dan mewujudkan imannya di dalam hidup konkret, suatu iman yang dewasa, aktif dan misioner. Oleh karena itu, katekese berusaha menolong setiap umat beriman kristiani saling bertukar pengalaman iman atau komunikasi iman. Pengalaman iman yang dikomunikasikan ialah iman Gereja perdana (Kitab Suci), iman Gereja sepanjang masa (tradisi), serta iman pribadi dan kelompok (Huber, 1979:10). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 Katekese merupakan suatu aspek dalam pewartaan Injil yakni warta gembira keselamatan untuk pembinaan iman banyak orang. Melalui kegiatan ini, katekese diharapkan dapat membantu para suster Carmelite Missionaries untuk menggali pengalaman iman dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan menuerut Francisco Palau, sehingga setiap anggota komunitas semakin mampu untuk meningkatkan penghayatan kaul ketaatannya secara konkret. 1. Pengertian Katekese Sesuai dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun, paham katekese juga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman itu sendiri. Hal ini disebabkan bahwa umat kristiani sebagai pelaku katekese tidak dapat dipisahkan dari situasi tempat di mana mereka hidup dan berkembang. Dengan demikian pengertian dan metode katekese pun ikut berkembang. a. Pengertian Katekese Menurut Arti Kata Pengertian katekese menurut arti aslinya yaitu membuat bergema, menyebabkan sesuatu bergaung. Arti katekese dalam Kitab Suci, Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam jalan Tuhan), Kis 21:21 (mengajar), Rm 2:18 (diajar), 1 Kor 14:19 (mengajar), Gal 6:6 (pengajaran). Katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman seorang kristen semakin dewasa dalam iman (Telaumbanua, 1999:4). agar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120 Melalui pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman, diharapkan agar seorang kristen semakin dewasa dalam iman. Hal ini berarti semakin bertanggung jawab terhadap imannya. Maka, katekese dalam hal ini yaitu membuat iman semakin berkembang dan tangguh. b. Pengertian Katekese Menurut Catechesi Trandendae Dalam dokumen Konsili Vatikan II (LG art.17) dijelaskan bahwa Gereja menerima tugas perutusan untuk mewartakan Injil. Dengan mewartakan Injil Gereja mengundang para pendengarnya untuk sampai pada pengakuan iman. Melalui pewartaan Kabar Gembira tersebut rencana penyelamatan Allah dapat terlaksana. Katekese adalah salah satu cara pewartaan Injil dan membina penghayatan iman umat. Hal itu ditegaskan pula oleh Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran Apostolik Catechesi Trandendae yang merumuskan katekese sebagai berikut: Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT. art. 18). Berdasarkan kutipan ini, katekese berlaku untuk semua orang tanpa kecuali dalam hidup sehari-hari. Katekese hendak mematangkan iman umat dan mendididik murid Kristus yang sejati dalam pengetahuan yang mendalam dan sistematis tentang pribadi dan pesan Yesus Kristus. Hal ini berarti bahwa katekese bukan hanya memelihara dan mengajarkan iman, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121 melainkan selalu membangkitkan iman dengan pertolongan rahmat Allah, untuk membuka hati dan menyiapkan penyerahan diri secara menyeluruh pada Kristus. Oleh karena itu perlu persiapan yang baik agar lebih terarah dalam menyampaikan hal-hal yang perlu demi perkembangan iman umat itu sendiri. c. Pengertian Katekese berdasarkan Hasil PKKI II Hasil PKKI II diselenggarakan di Klender pada 29 Juni - 5 Juli 1980, rumusan katekese yang disepakati yaitu katekese umat. Rumusan katekese umat tersebut sebagai berikut: Katekese umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui katekese para peserta saling membantu sedemikian rupa sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara makin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan ada perencanaan (Thom Huber, 2007:12). Bertitik tolak dari pengertian di atas, sebagai komunikasi iman, katekese diharapkan mempunyai perencanaan agar dapat dibedakan antara katekese umat dengan pendalaman iman biasa (bukan katekese umat), tukar pengalaman iman itu sungguh dapat membantu perkembangan, peneguhan dan juga penghayatan iman secara lebih sempurna. Dalam katekese umat yang ditekankan bukan saja komunikasi antara pendamping dan peserta, namun lebih-lebih komunikasi antara peserta sendiri yang dihubungkan dengan tradisi dan visi kristiani sebagai peneguhan iman. Para peserta diharapkan akan semakin mampu mengungkapkan diri demi perkembangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122 imannya. Maka yang dikomunikasikan adalah pengetahuan iman dan penghayatan iman mereka sehari-hari. Para suster Carmelite Missionaries, melalui pemahaman katekese tersebut, diharapkan dapat membantu dalam mensharingkan pengalamannya tentang penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup sehari-hari, serta memahami kaul yang telah diikrarkan. Semua anggota komunitas, baik pemimpin maupun anggota diharapkan berani dan rela untuk berbagi pengalaman iman yang dapat memperkaya satu sama lain demi perkembangan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. 2. Tujuan Katekese Paham katekese dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman, demikian pula tujuan katekese sebagai sarana komunikasi iman mengalami beberapa perkembangan. a. Menurut Catechesi Trandandae Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik (CT, art.20) menegaskan: Tujuan khas katekese adalah berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup kristen umat beriman, muda maupun tua. Kenyataan itu berarti merangsang pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang dikurniakan secara efektif melalui baptis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123 Katekese yang ditujukan pada semua usia senantiasa bertujuan demi perkembangan iman umat yang juga ditambah dengan pengetahuan serta penghayatan iman umat itu sendiri. Dengan demikian katekese bukan hanya mengajarkan tetapi mengembangkan benih iman yang mulai tumbuh sehingga umat sendiri mampu menghayati sekaligus mewujudkannya dalam hidup sehari-hari. b. Menurut PKKI II Menurut hasil PKKI II yang berlangsung di Klender-Jakarta merumuskan tujuan katekese sebagai berikut: 1) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari. 2) Kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari. 3) Kita semakin sempurna beriman, berharap dan mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita. 4) Kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaah, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. 5) Kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat. Berdasarkan penegasan tersebut katekese bertujuan untuk membina umat supaya semakin dewasa dalam iman, dalam hidup menggereja dan dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian melalui katekese, umat diundang untuk masuk bersatu dalam persekutuan dengan Tuhan yang nyata dalam persekutuan dengan sesama (CT, art. 5). Tujuan katekese selalu berpatokan pada terang Injil, sehingga umat semakin mampu bertobat sekaligus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124 menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup, berpengharapan kepada-Nya dan semakin bersatu dengan-Nya agar mampu memberi keasaksian dalam hidup. 3. Isi Katekese Pada hakekatnya isi katekese adalah Wahyu Allah atau Kabar Gembira Keselamatan Allah yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Maka dalam anjuran Apostolik tentang isi katekese Yohanes Paulus II menegaskan: Karena katekese merupakan suatu momen atau aspek dalam pewartaan Injil, isinya tidak lain kecuali pewartaan Injil secara menyeluruh. Satusatunya amanat yakni warta gembira keselamatan yang telah didengar dan telah diterima setulus hati, dan katekese terus menerus didalami melalui refleksi dan studi sestematis. Melalui kesadaran yang meminta komitmen yang semakin penuh dan dengan mengintegrasikannya dalam keseluruhan yang organis dan selaras yakni perihidup Kristen masyarakat dunia (CT, art. 20, 1979:25). Penegasan tersebut mengungkapkan bahwa warta gembira Yesus Kristus merupakan yang utama dan menjadi isi katekese. Yesus Kristus sendirilah yang menjadi isi katekese. Misteri hidup Kristus sebagai pesan pokok katekese harus disampaikan secara utuh. Dalam Catechesi Trandendae (1979, art. 6) dikatakan bahwa ”katekese harus bersifat Kristosentris yang berarti dalam katekese Kristus sendirilah Sabda yang menjelma dan Putera Allah, yang diajarkan”. 4. Unsur-Unsur Katekese Katekese sebagai komunikasi iman memiliki beberapa unsur pokok yang perlu dalam katekese. Dalam PKKI III di Pacet-Mojokerto-Jawa Timur, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125 Huber (2007:17-19) menuliskan 4 unsur pokok dalam katekese sebagai berikut: a. Pengalaman/Praktek Hidup Katekese Umat sebagai komunikasi iman merupakan proses kesaksian yang berpangkal pada apa yang sungguh dialami dalam kehidupan seharihari, termasuk situasi hidup beriman aktual dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam pembinaaa, para pembina katekese umat perlu dilatih untuk melihat dan mendalami pengalaman hidup sendiri, sebab tanpa kemampuan untuk mendalami pengalaman hidup sendiri, ia akan mendapat kesulitan untuk mengantar umat untuk mendalami pengalaman hidup mereka. b. Komunikasi Pengalaman Iman Dalam terang Kitab Suci Pengalaman hidup konkret tersebut oleh setiap pribadi maupun kelompok diolah dan dikomunikasikan kepada sesama, mulai dari pengalaman biasa kemudian ke pengalaman iman dan akhirnya keduanya akan dipadukan dalam Kitab Suci. Artinya, peserta dapat melihat campur tangan Tuhan dalam pengalaman manusiawinya. Dengan demikian setiap peserta semakin didorong untuk bersaksi tentang imannya, tentang Kristus sebagai sumber keselamatan dan hidup. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 c. Komunikasi Dengan tradisi Kristiani Iman kita didasari oleh pribadi kristus sendiri dan iman para rasul akan Yesus Kristus sebagai Penyelamat dunia. Oleh sebab itu katekese perlu dipahami sebagai bentuk komunikasi iman yang tidak lepas dari iman para rasul yang terungkap dalam Kitab Suci dan dihayati Gereja sepanjang masa. Dengan demikian ajaran Kristiani dimengerti secara luas dalam tradisi, liturgi, spiritualitas dan segala praktek hidup Gereja yang menampakkan Kristus. d. Arah Keterlibatan Baru Kelompok para murid Kristus adalah kelompok yang dipanggil dan diutus. Untuk terlibat dalam proyek Kerajaan Allah (Mrk, 3:13-19). Maka, katekese Umat sebagai komunikasi iman harus menolong para peserta untuk mengalami panggilan mereka dan menjalankan perutusan mereka. Komunikasi iman diarahkan kepada pembaharuan hidup serta keterlibatan dalam pengembangan masyarakat. Jadi, seorang pembina katekese umat harus dapat memahami, menghayati dan mendampingi umatnya untuk mengikuti panggilan dan perutusan untuk terlibat dalam masyarakatnya secara terarah dan terencana. 5. Tugas Utama Katekese Telaumbanua, (1999: 9-10) dalam bukunya Ilmu Kateketik menguraikan tugas utama katekese sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127 a. Katekese Memberitakan Sabda Allah, Mewartakan Kristus Sabda Allah dalam kehidupan orang Kristen yakni Kitab Suci memuat berita tentang penyelamatan umat manusia dari pihak Allah yang berpuncak pada pribadi Kristus. Kristus menyelamatkan umat manusia lewat jalan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Melalui Yesus Kristus umat Kristen berjumpah dengan Allah dan memperoleh keselamatan. Dengan demikian katekese bertugas menghadirkan Sabda Allah agar manusia apat berjumpah secara personal dengan-Nya. Yesus Kristus adalah pribadi-Nya sebagai pusat yang tak dapat dibantah dalam ketekese. Maka, katekese haruslah bersifat Kristosentris. b. Katekese Mendidik Untuk Beriman Iman merupakan suatu anugerah dari pihak Allah sehingga seseorang terpaut pada-Nya (bdk. Yoh 6:65-66), berserah dan menaati Allah. Peranan manusia adalah menanggapi anugerah iman dalam hidupnya, agar iman kian dirasakan, bertumbuh dan berbuah. Katekese mencari kemungkinan agar tanggapan manusia terhadap tawaran Allah berlangsung dengan baik. Maka katekese menolong agar umat terpesona dan terpaut pada diri Allah, yang diwartakan oleh Yesus Kristus sehingga terdorong untuk melakukan kehendak dan perintah-Nya melalui tindakkan konkret sehari-hari. Iman yang dihidupi senantiasa membutuhkan pengembangan yang berproses. Maka katekese bertugas mengembangkan tiga (3) komponen yang memainkan peranan yakni: komponen kognitif, komponen afektif dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128 komponen operatif (tindakan). Artinya, dalam berkatekese disajikan pemahaman agar orang semakin yakin dan dapat bertanggung jawab atas iman atau agamanya (kognitif). Dalam berkatekese, perasaan atau penghayatan perlu dibangkitkan sehingga umat semakin mencintai agamanya, Allahnya dan berkobar untuk berbakti, bersembah dan bersyukur (afektif). Dalam berkatekese pun perlu diberi contoh-contoh konkret sehingga umat melihat kemungkinan untuk mengkonkretkan imannya dalam hidup sehariharti (operatif). c. Katekese Mengembangkan Gereja Katekese dilaksanakan untuk mengembangkan iman dan persaudaraan antar anggota Gereja dalam Kristus. Katekese yang benar dijalankan dalam konteks Gereja. Gereja ada dan berkembang karena usaha katekese. Lewat katekese Gereja pun memperbaharui diri dalam memberi penilaian kritis terhadap keberadaannya dan zaman yang terus berubah. 6. Dinamika Katekese Sebagai Pembinaan Dinamika katekese menolong orang mengungkapkan dan memeteraikan hidupnya dari Sabda Allah di dalam kehidupan sehari-hari baik secara pribadi maupun secara kelompok. Oleh karena itu katekese sebagai pembinaan harus mewartakan hidup Yesus Kristus sebagai isi katekese secara utuh. Maka dalam dimensi katekese sebagai pembinaan ada tiga (3) pokok yang harus diperhatikan: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 a. Isi Katekese harus memperhatikan isi pembinaan iman yang meliputi paham penciptaan dan dosa manusia, rencana penebusan dan keselamatan manusia. Misteri inkarnasi, peranan Maria, pertobatan dan askese, liturgi, sakramen, tanggapan dan keterlibatan umat (lih. CT. art. 30). b. Proses Dalam proses katekese perlu mengantar orang kepada pertobatan, yakni kematangan iman awal dan membina murid Kristus yang sejati. Katekese masih harus berusaha membina iman, serta membangkitkan iman dengan bantuan rahmat, dalam membuka hati peserta, untuk mempertobatkan, serta menimbulkan sikap penyerahan diri seutuhnya kepada Yesus Kristus (lih. CT. art. 19). c. Pelaku Pelaku yang dihadapi adalah umat secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Kristus menjadi pola kehidupan seluruh umat, baik yang berkumpul dalam kelompok basis maupun di sekolah atau perguruan tinggi. Umat sebagai pelaku yang diajak masuk untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain. Dengan mengalami kehadiran Allah yang berkarya di dalam setiap pribadi, maka umat semakin terdorong untuk memperbaharui hidupnya. Dengan demikian umat mampu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130 memberi kesaksian tentang imannya akan Kristus sebagai sumber keselamatan manusia (Yosef Lalu, 2007:92). B. PERANAN KATEKESE DALAM MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN DALAM HIDUP HIDUP BERKOMUNITAS Katekese merupakan salah satu usaha pembinaan iman yang bertujuan untuk mengarahkan setiap orang dalam mencapai kedewasaan iman, sehingga mereka mampu memberi kesaksian imannya di tengah masyarakat. Melalui katekese setiap anggota komunitas diajak untuk semakin menghayati dan mewujudkan persaudaraan cinta kasih yang saling menerima dan mendukung dalam hidup bersama maupun dalam pelayanan kerasulan. Situasi zaman yang semakin modern yang tidak lagi mengenal batas ruang dan waktu yang menawarkan hal-hal yang menggiurkan sangat mempengaruhi kaum religius secara khusus dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan. Hal ini dilakukan karena baik seorang pemimpin atau anggota sulit melepaskan keinginannya, lebih mementingkan dirinya sendiri dan mencari apa yang menyenangkan baginya. Sering terjadi dalam hidup bersama di komunitas, ada pemimpin atau anggota yang tidak menaati peraturan atau keputusan yang disetujui bersama. Mereka lebih cenderung mengkuti apa yang baik bagi dirinya sendiri. Dalam penggunaan alat komunikasi, handphone misalnya, telah ditetapkan bahwa setiap komunitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131 memiliki satu atau dua handphone, namun dalam praktek ada suster secara diam-diam menggunakan handphone pribadi. Hal ini tentu melanggar kaul ketaatan. Dalam rumah pembentukan para calon melakukan sesuatu bukan kerena didorong oleh ketaatan mereka pada kehendak Allah, melainkan karena takut kepada pemimpin atau formator atau takut dikeluarkan dari biara. Dalam situasi demikian, katekese diharapkan dapat berperan membantu menyadarkan semua anggota komunitas Carmelite Missionaries dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau yang mulai mengendor maknanya. Katekese juga membantu untuk melihat permasalahan sekitar kaul ketaatan yang ada sehingga semua anggota disadarkan kembali akan identitasnya sebagai seorang yang berkaul ketaatan. Francisco Palau sangat menekankan pentingnya nilai ketaatan dalam hidup berkomunitas dan bermasyarakat. Ketika Francisco Palau terpanggil untuk melayani Gereja yang menderita akibat berbagai penyakit, ia membantu mereka malalui pelayanan exorcisme dan doa. Namun untuk memenuhi misi tersebut Francisco Palau mengalami banyak hambatan dan kesalahpahaman secara khusus di kalangan pejabat Gereja. Francisco Palau memilih untuk tunduk dan taat kepada pemimpin Gereja yang tidak menyetujuinya (TCAG, 1997:43). Karya evangelisasi yang dilakukan oleh Francisco Palau dalam pelayanannya kepada Gereja sebagian besar dipusatkan pada katekese. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132 Program-programnya mencakup katekese dasar atau pengajaran agama bagi anak-anak dan orang dewasa dengan aneka ragam lingkup (TCAG, 1997:57). Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan dapat mengungkapkan pengalaman hidupnya tentang penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup sehari-hari. Pengungkapan penghayatan kaul ketaatan dapat dilakukan dengan saling peduli, saling memahami, saling percaya, saling memberikan peluang bagi gerak hidup, saling menanggung beban dengan adanya kerelaan untuk berkorban dan berani dalam menghadapi kesulitan. Katekese dapat membantu para suster Carmelite Missionaries membatinkan nilai-nilai hidup komunitas. Hidup komunitas dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dapat menjadi pendukung untuk masuk dan menyatu dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut pendiri dan menjadikan miliknya sendiri. Melalui katekese Shared Christian Praxis para suster Carmelite Missionaries diharapkan semakin memiliki pengetahuan dan penghayatan yang benar tentang spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau secara khusus dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian setiap anggota semakin menyadari dan merasakan bahwa komunitas adalah bagian dari setiap anggota dan merupakan tanggungjawab bersama. Maka perbedaan di antara anggota dapat dihayati sebagai kekayaan yang mengembangkan satu dengan yang lain dan menjadikan mereka untuk saling menaati satu terhadap yang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133 C. PEMILIHAN SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI MODEL KATEKESE YANG SESUAI UNTUK MEMBANTU MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES Para religius Carmelite Missionaries merupakan pribadi-pribadi yang secara serius berusaha menemukan kehendak Allah dalam peristiwa-peritiwa hidup yang dialaminya setiap hari. Pengalaman perjumpaan denganAllah itulah menjadi dasar untuk menghayati spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas maupun dalam kerasulan. Model katekese Shared Christian Praxis merupakan salah satu alternatif katekese umat model pengalaman hidup. Model ini bertolak dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis, ditemukan maknanya dan dikonfrontasikan dengan pengalaman hidup iman serta visi kristiani supaya muncul pemahaman, sikap, dan kesadaran baru. Model ini menekankan peran serta peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab. Pengalaman hidup peserta yang telah direfleksikan secara kristis, dikomunikasikan dengan iman dan visi Gereja sehingga dapat membangun kesadaran baru mewujudkan iman (Groome, 1997:1). Katekese model pengalaman hidup mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan yaitu, melatih peserta untuk berani mengungkapkan diri lewat pengalaman hidup konkret, belajar menafsirkan pengalaman hidup dalam terang iman. Sedangkan kelemahannya yaitu, terlalu berpusat pada pengalaman sehingga seolah-olah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134 menomorduakan pengalaman Kitab Suci dan Gereja. Kurang kritis terhadap pengalaman hidup sebab tidak semua pengalaman merupakan pengalaman iman. Dengan demikian katekese model Shared Christian Praxis (SCP) diharapkan mendorong para suster Carmelite Missionaries terlibat secara aktif mendalami penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. Dengan keterlibatan secara aktif para suster Carmelite Missionaries dibantu untuk mencapai kedewasaan iman seperti yang diteladankan Yesus Kristus sendiri, bunda Maria dan Francisco Palau di dalam hidupnya. Selanjunya penulis memaparkan pengertian Shared Christian Praxis (SCP). 1. Pengertian Shared Christian Praxis Pengalaman hidup peserta mengundang perhatian, pertanyaan, harapan- harapan dan sumbangan ke arah perubahan hidup manusia. Sumarno (2011:14) menegaskan model katekese Shared Christian Praxis yang dikemukakan Groome (1997:1) sebagai berikut: Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta, berdasarkan konfrontasi antara ”tradisi” dan ”visi” hidup mereka dengan ”Tradisi” dan ”Visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Dialog yang ditekankan dalam proses katekese tersebut adalah dialog antar para peserta. Peserta katekese saling berbagi pengalaman hidup yang telah direfleksikan dan dikonfrontasikan dengan iman dan visi Gereja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135 Pengalaman hidup peserta yang telah dikomunikasikan dengan iman dan visi Gereja mengantar peserta secara aktif dan kreatif membangun kesadaran baru akan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup sehari-hari. Pendekatan yang digunakan dalam proses katekese ini adalah pendekatan yang bersifat multi arah (Groome, 1997:1) Tiga komponen pokok dalam Shared Christian Praxis (Groome, 1997:25): a. Shared-dialog Shared menunjuk pada pengertian komunikasi yang timbal balik antar peserta, sikap partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, terbuka baik untuk kedalaman diri pribadi, kehadiran sesama, maupun untuk rahmat Tuhan. Istilah ini juga menekankan proses yang menggarisbawahi aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam sharing, semua peserta diharapkan secara terbuka siap mendengarkan dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan (Groome, 1997:4). Para suster Carmelite Missionaries tentu memiliki pengalamanpengalaman yang dapat menjadi sumber yang kaya bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu dalam sharing para suster diharapkan terbuka untuk berbicara dan mendengarkan dengan hati. Berbicara dengan hati berarti para suster menyampaikan pengalaman yang dialami sesuai dengan kenyataan secara jujur, rendah hati dan terbuka. Mendengarkan dengan hati berarti melibatkan seluruh diri sehingga timbul rasa simpati dan empati terhadap apa yang dikomunikasikan orang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136 Dalam suasana dialogis para suster didorong supaya membuat penegasan dan penilaian serta mengambil keputusan yang mendorong pada keterlibatan baru. Aspek dialog dimulai dari refleksi dan pengolahan pengalaman pribadi yang akan menjadi pokok penegasan bersama. Diandaikan dalam proses ini peserta memiliki kejujuran, keterbukaan, kepekaan dan penghormatan. Setelah melakukan interpretasi kritis terhadap pengalaman secara pribadi dan masyarakat, serta berdasar hasil refleksi, peserta mengkonfrontasikannya dengan ”tradisi” dan ”visi” kongregasi dengan menggunakan pemahaman kritis, pengenangan yang analitis dan imajinasi yang kreatif. Kemudian para suster meneguhkan pokok-pokok nilai kristiani yang mendasar, mempertanyakan pemahaman yang tidak lagi relevan, dan terdorong untuk menemukan nilai-nilai baru yang cocok dengan konteks hidupnya sehingga layak untuk diwujudkan. b. Christian Katekese model Shared Christian Praxis mencoba mengusahakan supaya kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan para peserta pada zaman sekarang. Melalui proses itu diharapkan kekayaan iman Gereja sepanjang sejarah berkembang menjadi pengalaman iman jemaat pada zaman sekarang. Melalui proses ini para suster Carmelite Missionaries diharapkan supaya kekayaan pengalaman tentang kaul ketaatan dalam spiritualitas kongregasi dapat berkembang menjadi pengalaman sesuai zaman ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137 Christian memiliki dua unsur penting yakni pengalaman hidup iman jemaat sepanjang sejarah (tradisi) dan visi. Tradisi kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Tradisi perlu dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia. Maka tradisi di sini tidak hanya berupa tradisi pengajaran Gereja tetapi juga meliputi Kitab Suci, spiritualitas, kehidupan jemaat, interpretasi/tafsir, penelitian para teolog, praktek suci, ibadat, sakramen, simbol, ritus dan pesta peringatan. Sebagai realitas iman yang dihidupi dalam konteks historisnya, tradisi kristiani senantiasa mengundang keterlibatan praktis dan proses kepribadian (Groome, 1997: 3). Visi kristiani menekankan tuntutan dan janji yang terkandung dalam Tradisi. Visi kristiani yang paling hakiki adalah ”Terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia” (Groome, 1997:3). Visi dalam Gereja berkaitan erat dengan Tradisi. Visi bukan sekedar suatu pengetahuan tertentu saja, tetapi merupakan manifestasi konkret dari jawaban manusia terhadap janji Allah yang terungkap dalam tradisi atau pengalaman iman kristiani. Visi (huruf kecil v) menunjuk pada usaha manusia dalam menjalankan hidup untuk menanggapi janji Allah atas dasar pengenalannya akan tradisi atau pengalaman yang dihayatinya (Sumarno Ds. 2011:17). c. Praxis Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk suatu perubahan hidup (transformasi). Perubahan hidup tersebut meliputi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138 proses kesatuan dialektis antara praktek dan teori yang membentuk suatu kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis yang mengarah pada keterlibatan baru. Praxis merupakan suatu tindakan yang sudah direfleksikan dan mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan (Groome, 1997:2; bdk Sumarno Ds, 2011:15). Ketiga unsur tersebut adalah aktivitas, refleksi dan kreativitas. Aktivitas meliputi mental dan fisik, kesadaran, tindakan, personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik. Aktivitas manusia perlu ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu karena bersifat historis. Unsur refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis personal dan sosial, terhadap praxis pribadi dan kehidupan masyarakat, tradisi dan visi iman kristiani sepanjang sejarah. Unsur kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dan dinamika praksis di masa yang akan datang. Perpaduan antara aktivitas dan refleksi dapat melahirkan praksis baru. Tiga unsur di atas berfungsi membangkitkan imajinasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru (Groome, 1997:2; bdk Sumarno Ds, 2011:15). 2. Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) Model Shared Christian Praxis (SCP) dimengerti sebagai model komunikasi tentang pengalaman hidup antar peserta dengan proses yang berkesinambungan. Model ini terdiri dari 5 (lima) langkah yang saling berurutan. Groome menyampaikan beberapa perubahan, dan tetap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139 mengemukakan lima langkah pokok, yang didahului langkah O. Kelima langkah tersebut sebagai berikut: (Groome, 1997:5-50; bdk Sumarno Ds, 2011:19-24). a. Langkah O (Awal) : Pemusatan Aktivitas Langkah ini dimaksud agar umat menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjunya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka. Namun demikian pada langkah awal ini tidak mutlak karena sangat tergantung dari keadaan peserta katekese. Dalam langkah awal ini sarana yang bisa digunakan berupa simbol, keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film, telenovela atau sarana-sarana lainnya yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan. Pemusatan aktivitas mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa aktif mewahyukan diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia. Melalui refleksi, sejarah hidup manusia dapat menjadi medan perjumpaan antara pewahyuan Allah dan tanggapan manusia terhadap-Nya. Adapun petunjuk pemilihan tema dasar hendaknya sungguh-sungguh mendorong peserta untuk terlibat aktif dalam pertemuan, konsisten dengan model ” Shared Christian Praxis” yang menekankan partisipasi dan dialog, tidak bertentangan dengan iman kristiani. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140 Peran pendamping pada langkah awal adalah menciptakan lingkungan yang kondusif, memilih sarana yang tepat serta membantu peserta merumuskan prioritas yang tepat (Sumarno Ds, 2011:19). b. Langakah pertama : Pengungkapan Praxis Faktual Kekhasan dalam langkah ini yaitu mengajak peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual yang sesuai dengan tema dasar. Pengalaman hidup faktual berupa pengalaman peserta sendiri, keprihatinan yang diperjuangkan, kehidupan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat atau di dalam Gereja. Peserta membagi pengalaman yang sungguh-sungguh dialaminya. Pengungkapan pengalaman dapat berupa lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantomim, drama, ekspresi dan sebagainya, sehingga mempermudah peserta untuk menghayatinya. Dalam proses pengungkapan, peserta dapat menggunakan perasaan mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara itu diharapkan peserta menjadi sadar dan bersikap kritis pada pengalaman hidupnya sendiri. Pada langkah ini peran dan tanggungjawab pendamping menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Selain itu pendamping merumuskan pertanyaan secara jelas, terarah tidak menyinggung harga diri seseorang, sesuai latar belakang, bersifat terbuka dan obyektif (Sumarno Ds, 2011:19; Groome, 1997:5). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141 Pada langkah pertama ini, para suster Carmelite Missionaries diarahkan untuk dapat mengungkapkan pengalamannya yang sesui dengan penghayatan kaul ketaatan. Lewat pengalaman berbagi yang disertai dengan suasana santai dan terbuka, tentu akan memperkaya satu sama lain sehingga mempermudah untuk masuk pada inti yang hendak dicapai yakni usaha meningkatkan penghayatan makna kaul ketaatan. c. Langkah kedua : Refleksi Kritis atau Sharing Pengalaman Faktual Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis dan kreatif dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri (tematema dasar) maupun masyarakatnya. Dalam refleksi kritis, peserta diajak untuk menggunakan sarana baik analisa sosial maupun analisa kultural. Pada langkah ini tugas pendamping adalah menciptakan suasana pertemuan yang meyenangkan, mengajak peserta merefleksikan secara kritis pengalaman faktualnya, dan menghantarnya mencapai kesadaran kritis agar terjadi perubahan hidup, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi peserta. Pendamping juga mengajak peserta untuk berbicara, namun tidak memaksa, tidak menginterogasi atau menggunakan pertanyaan yang menggali, tidak mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta, serta menyadari situasi dan kondisi peserta (Sumano Ds, 2011:20; Groome, 1997:5-6). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142 Para suster Carmelite Missionaries diarahkan untuk dapat menyadari panggilannya sebagai orang berkaul dengan segala konsekuensinya secara khusus kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. Hal ini dapat menggali kembali secara lebih mendalam dan lebih tajam pengalaman mereka bersama dari segi kenangan, dan segi imajinasi sehingga peserta semakin melihat kemajuan dan kemunduran dalam penghayatan makna kaul ketaatan. d. Langkah ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau Pokok dari langkah ketiga adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani menjadi lebih terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang. Tujuan utama dari langkah ini supaya perbendaharaan iman kristiani dapat terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan (Sumarno Ds, 2011:20; Groome, 1997:6). ”Tradisi” dan ”Visi” hidup para suster Carmelite Missionaries mengungkapkan pewahyuan dan kehendak Allah yang memuncak dalam pribadi Yesus Kristus. Agar nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh relevan dengan kehidupan para suster, maka ”tradisi” dan ”visi” kongregasi perlu dijelaskan dan diinterpretasikan. Untuk membantu para suster menafsirkan visi dan tradisi Carmelite Missionaries, pendamping dapat menggunakan salah satu bentuk interpretasi baik sifatnya menegaskan, mempertanyakan maupun yang mengundang keterlibatan kreatif dengan tetap menghormati visi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143 dan tradisi kongregasi. Maka nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi dan visi kongregasi Carmelite Missionaries sungguh menjadi milik para suster sendiri. e. Langkah keempat : Interpretasi Dialektis Antara Praksis dan Visi Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua dengan isi langkah ketiga. Dasar dialog mereka adalah mempertanyakan bagaimana nilai-nilai tradisi dan visi kristiani meneguhkan, mengkritik atau mengundang kesadaran peserta untuk melangkah pada kehidupan yang baru demi terwujudnya Kerajaan di dunia (Groome, 1997:7; Sumarno Ds, 2011:21). Tujuan utama pada langkah ini yaitu memampukan peserta untuk menghayati dan mensosialisasikan visi dan tradisi kristiani menjadi miliknya sendiri atau milik bersama. Dengan demikian peserta sampai kepada suatu perkembangan hidup yang lebih dewasa (Groom, 1997: 7). Yang didialogkan pada langkah ini yaitu perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi dan penegasannya yang menyatakan kebenaran, nilai serta kesadaran yang diyakini. Dalam langkah ini, pendamping berusaha menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing, meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidupnya dengan visi dan tradisi kristiani (Sumarno Ds, 2011:7). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144 Pada langkah ini para suster Carmelite Missionaries diajak untuk mendialogkan pengalaman yang telah disampaikan pada langkah pertama, kedua dan ketiga supaya mampu untuk lebih menghayati dan mensosialisasikan visi dan tradisi Carmelite Missionaries tentang kaul ketaatan sehingga itu dapat menjadi miliknya sendiri atau milik bersama. Maka para suster Carmelite Missionaries sampai kepada suatu perkembangan hidup yang lebih matang. f. Langkah kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Kekhasan dalam langkah kelima ini yaitu menciptakan suatu dialog dan dinamika yang secara eksplisit mengundang peserta untuk sampai pada keputusan baik secara pribadi maupun kolektif sebagai puncak dan hasil nyata dari model SCP. Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah mendorong peserta untuk sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan peserta terhadap pewahyuan Allah. Keputusan praktis berarti peserta sampai pada suatu niat yang akan diwujudkan secara pribadi maupun bersama ke dalam suatu tindakan konkret dan mudah dijangkau (Groome, 1997:34). Tujuan langkah kelima adalah mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145 manusia dalam kontinuitasnya dengan tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani (Sumarno, Ds, 2011:22; Groome, 1997:34). Tugas pendamping pada langkah ini adalah menyadari hakekat praktis, inovatif dan tranformatif dari langkah ini. Merumuskan pertanyaan operasional, menekankan sikap optimis yang relistis pada peserta, merangkum hasil langkah pertama sampai keempat, supaya dapat lebih membantu peserta, mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama, mengajak peserta merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan yang telah diambil (Sumarno Ds, 2011:22; Groome, 1997:34-38). Dalam langkah ini diharapkan dapat mendukung peserta untuk keterlibatan baru dengan mengusahakan pertobatan masing-masing pribadi sehingga setiap suster dapat menemukan aksi konkret atau niat-niat yang akan dilaksanakan dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. D. USULAN PROGRAM KATEKESE Program katekese yang diusulkan merupakan suatu usulan bagi pelaksanakan katekese dalam upaya mengusahakan pertobatan masingmasing suster, sehingga setiap suster mampu menemukan aksi konkret serta niat-niat akan dilaksanakan dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas para suster Carmelite Missionaries. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146 1. Pengertian Program Program adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang akan dijalankan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1999:789). Segala kegiatan yang hendak dilaksanakan oleh semua orang atau kelompok, membutuhkan suatu rancangan perencanaan yang matang dan sistematis untuk mempermudah tercapainya yang yang telah ditetapkan. Untuk itu pengertian program adalah suatu rancangan perencanaan kegiatan yang menyeluruh dan matang serta sistematis dalam jangka waktu tertentu yang hendak dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Katekese merupakan salah satu bentuk pembinaan iman. Maka apabila dikaitkan dengan pengertian program di atas, ditegaskan bahwa katekese merupakan suatu pembinaan yang dijalankan secara terus menerus yang tujuanya untuk membantu umat mengembangkan imannya. Program katekese merupakan suatu hal yang perlu dikembangkan dengan memperhatikan minat, kemampuan serta situasi peserta. Usaha untuk membantu para suster dalam meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. 2. Tujuan Program Katekese Program bertujuan demi kemantapan dan kelancaran suatu tugas. Pelaksana katekese merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan secara berkelanjutan, mempunyai arah yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147 pembuatan program katekese dalam rangka peningkatan arah katekese serta mempermudah pelaksanaan katekese (Suhardiyanto, 1998:3). 3. Isi Program Program pembinaan yang dibuat hendaknya berhubungan dengan sasarannya. Program yang dibuat hendaknya sungguh-sungguh dipikirkan secara matang sehingga jelas arah dan tujuannya, sebuah program yang baik perlu memperhatikan kriteria tertentu antara lain: a. Isi program yang dibuat perlu memperhatikan minat, kemampuan, dan kondisi peserta yang dihadapi. b. Isi suatu program tidak hanya bersifat teoritis tetapi perlu disesuaikan dengan kehidupan nyata peserta yang dihadapi sehingga pembinaan atau pendampingan yang dibuat itu dapat menjawab permasalahan. c. Isi program perlu singkat, jelas dan berisi sehingga mempermudah pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan (Maria Joâo Do Esperito Santo Vital Ximenes, 2006:96-97). 4. Usulan Program Program yang diusulkan ini merupakan suatu alternatif pelaksanaan pembinaan bagi para suster Carmelite Missionaries dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 148 Francisco Palau sebagai sarana untuk menjadi taat pada kehendak Allah dalam hidup berkomunitas. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan dalam bab I, penghayatan spiritulitas kaul ketaatan yang dilaksanakan dan dihayati oleh para suster Carmelite Missionaries mengalami pengaburan, dimana tidak semua suster sungguh menghayati makna kaul ketaatan sebagaimana yang dihidupi dan dipraktekan oleh bapak pendiri beato Francisco Palau, OCD. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman hidup sebagian suster dan pengalaman penulis sendiri dalam hidup berkomunitas. Sering terjadi kesalah pahaman antara pemimpin dan anggota, ketika diminta untuk pindah ke komunitas lain atau mendapat tugas baru. Sebagian suster mudah mengkritik pemimpin dengan mengatakan bahwa pemimpin kurang bijaksana dan adil. Sebagian suster beranggapan bahwa kaul ketaatan dirasa sebagai beban yang mengikat, menekan dan membuat mereka tidak bebas untuk bertindak. Dengan kata lain, mereka merasa dikekang agar tidak boleh bertindak sesukanya dan harus menuruti kehendak pemimpin dari pada pilihan bebas yang mereka putuskan dan keinginan yang digunakan oleh kongregasi secara optimal dalam tugas perutusan. Permasalahan lain yang menimbulkan persoalan dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan yaitu, para suster yunior yang telah mengikrarkan ketiga kaul, baik yang masih dalam tahap formasi maupun sudah berkarya di komunitas-komunitas kerasulan menyaksikan bagaimana para suster senior menghidupi, menghayati dan memaknai kaul ketaatan. Dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149 kenyataan beberapa peraturan atau keputusan bersama dilanggar bahkan tidak dijalankan dengan baik oleh suster senior. Mereka merasa bahwa sudah kaul kekal berarti boleh melakukan apa saja dengan bebas. Hal ini dapat menimbulkan sikap berani dalam diri suster yunior untuk mengkritisi cara hidup yang tidak baik pada kehidupan suster-suster senior. Dengan demikian untuk mengatasi kesenjangan tersebut, dalam pendidikan sangat penting dikembangkan kemampuan berdiskresi. Di mana mereka dibantu untuk dapat melakukan diskresi secara bijak tentang kenyataan dan contoh kehidupan membiara yang kurang baik dari yang lebih senior. Dengan menilai sendiri bahwa sesuatu hal atau sikap itu tidak baik, maka mereka diberanikan untuk tidak meniru dan mengambil sikap positif dan baik. Dengan demikian suster yunior tidak akan mudah ikut arus yang kurang baik, sehingga mereka akan lebih berani hidup dengan keputusan yang lebih benar, meski berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para seniornya. Dalam hidup membiara, kaul kekal bukanlah tujuan akhir hidup. Banyak suster beranggapan bahwa sebelum kaul kekal orang mudah dikeluarkan dari kongregasi, maka orang mudah menahan diri untuk tidak mengekspresikan keinginan hati mereka yang bebas. Mereka meredamnya sampai kaul kekal. Akibatnya, mereka hidup dalam kepura-puraan. Berpurapura baik, setia, taat, miskin dan murni, agar dinilai baik lalu kaul kekal. Setelah kaul kekal mereka sudah aman dan tidak akan dikeluarkan dari kongregasi, sehingga hidup mereka seenaknya, hidup bebas tanpa ikatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150 Orang yang demikian telah melakukan perbuatan yang tidak benar, karena ia hidup tidak jujur terhadap tarekat, pimpinan dan terhadap Tuhan sendiri. Penghayatan spiritualitas kaul ketaatan bagi para suster Carmelite Missionaries adalah semakin mewujudkan nilai-nilai ketaatan kepada Tuhan secara lebih sungguh-sungguh, serius dan lebih mendalam melalui ketaatannya kepada pemimpin dan aturan-aturan yang berlaku dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian untuk membantu para suster agar lebih menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut pendiri beato Francisco Palau, penulis menawarkan suatu program katekese dengan tema: ”Ketaatan Kristus sebagai dasar penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francosco Palau dan realisasinya dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries”. Dengan tema itu, para suster Carmelite Missionaries diharapkan secara serius mendalami dan mengambil maknanya untuk kehidupan konkretnya dan dikembangkan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi para suster. Para suster Carmelite Missionaries diharapkan juga semakin mampu memberikan dirinya secara utuh kepada Tuhan sebagai persembahan yang tak terbagi. Program ini merupakan suatu alternatif program yang akan dilakukan oleh para suster Carmelite Missionaries dalam bentuk rekoleksi bulanan. Tema umum : Ketaatan Kristus sebagai dasar penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dan relasinya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 151 dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries. Tujuan : Pendamping dan peserta semakin menyadari dan menghayati spiritualitas kaul ketaatan Kristus dalam melaksanakan kehendak Bapa, sebagai dasar kaul ketaatan, sehingga setiap suster mampu melaksanakan kehendak Allah dengan menaati pemimpin dan sesamanya dalam hidup berkomunitas. Tema umum di atas akan dibagi menjadi 4 (empat) sub tema agar dalam proses pelaksanaannya dapat berjalan dengan lebih terarah dan sesuai dengan tujuan masing-masing tema. Keempat sub tema tersebut adalah: 1. Sub Tema : Ketaatan Kristus sebagai teladan ketaatan Francisco Palau untuk melaksanakan kehendak Allah. Tujuan : Membantu pendamping dan peserta agar semakin menghayati kaul ketaatan yang diwarisi oleh beato Francisco Palau dalam mencari dan menemukan kehendak Allah bagi dirinya, melalui pengalaman hidup konkret sehari-hari, baik di tengah masyarakat maupun di tengah saudaranya dalam komunitas. 2. Sub Tema : Pengosongan diri Kristus menjadi cermin pengosongan diriku dalam ketaatan Palautian. Tujuan : Membantu pendamping dan peserta agar semakin bersyukur atas rahmat kaul ketaatan yang diikrarkan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152 sehingga pendamping dan peserta semakin menyadari arti pengosongan diri Kristus dalam ketaatan Palautian. 3. Sub Tema : Komunitasku: Sebuah Sekolah Keutamaan. Tujuaan : Membantu pendamping dan peserta agar semakin menyadari dirinya sebagai orang yang dipanggil untuk hidup bersama dalam suatu komunitas religius, melalui pemberian dirinya secara total lewat pengikraran kaul ketaatan serta bersedia untuk melaksanakan kehendak Bapa, dalam membangun komunitas sebagai sekolah keutamaan. 4. Sub Tema : Penghayatan spiritualitas kaul ketaatan beato Francisco Palau melalui keterlibatannya dalam karya misi. Tujuan : Pendamping dan peserta semakin menyadari diri bahwa dengan kaul ketaatan yang diikrarkannya menjadi sarana untuk membangun Kerajaan Allah di dunia, melalui tugas dan karya yang dipercayakan oleh pemimpin dan kongregasi sehingga mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153 5. Penjabaran Program Tema umum : Ketaatan Kristus sebagai dasar penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dan relasinya dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries. Tujuan : Pendamping dan peserta semakin menyadari dan menghayati spiritualitas kaul ketaatan Kristus dalam melaksanakan kehendak Bapa, sebagai dasar kaul ketaatan, sehingga setiap suster mampu melaksanakan kehendak Allah dengan menaati pemimpin dan sesamanya dalam hidup berkomunitas. No Sub Tema (1) (2) 1 Ketaatan Kristus sebagai teladan ketaatan Francisco Palau dalam melaksanakan kehendak Allah. Judul Tema (3) Kaul ketaatan dalam hidup Francisco Palau Tujuan Pertemuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan (4) (5) (6) (7) (8) Kitab Suci Perjanjian Baru Tape Kaset Suara Buku Madah Bakti http://kisah2 Ibr, 5:8-9 Lagu, ”Ambillah ya Tuhan” MB. 247 Konst. Art. 41 PC. 14 Cerita bermakna: ”Jangan Menyerah” Pendamping dan peserta meyadari panggilannya sehingga mampu menyerahkan dirinya secara utuh tanpa syarat pada kehendak Allah. Bersamasama menyadari Penyerahan diriku pada kehendak Allah. Kebebasan yang bertanggungjawab adalah anugerah Allah kepada setiap orang yang dipanggil-Nya sebagai Carmelite Missionaries. Informasi Tanya jawab Sharing Renungan bersama bermakna.bl ogspot.com/ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154 2 Pengosongan diri Kristus menjadi cermin pengosongan diriku dalam ketaatan Palautian. Pengosongan diri Kristus sebagai cermin hidup ketaatan Francisco Palau. Pengorbanan diri Kristus menuntut ketaatan aktif kreatif sebagai seorang Palautian. diri sebagai religius yang berkaul ketaatan sehingga mampu untuk hidup taat dalam perutusan dan persaudaraan komunitas. Membantu pendamping dan peserta agar semakin mensyukuri rahmat kaul ketaatan yang diikrarkan, sehingga semakin menyadari dan memaknai arti pengosongan diri Kristus dalam ketaatan sebagai seorang Palautian. Syukur atas rahmat kaul ketaatan. Kesetiaan kaul ketaatan yang aktif kreatif sebagai seorang Palautian. Informasi Tanya jawab Sharing Renungan Bersama. Kitab Suci Perjanjian Baru Tape Kaset Suara Buku, Special Songs for Celebration Kisah: Fr. Jhonrama dan Sr. Immania Tafsir Alkitab Perjanjian Baru Mat. 25:1430 Lagu; ”B’ri Syukur B’ri Puji” hal. 19 Rohani. No.10, Tahun ke55, Oktober 2008, hal 36 TAPB, hal. 70 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 155 3 Komunitasku : Sebuah Sekolah Keutamaan. Aku dan Komunitask u. Tantangan Penghayata n kaul ketaatan dalam hidup berkomunit as sustersuster CM. Membantu pendamping dan peserts agar semakin menyadari dirinya sebagai orang yang dipanggil untuk hidup bersama dalam suatu komunitas religius, melalui pemberian dirinya secara total lewat pengikraran kaul ketaatan, dalam membangun komunitas sebagai sekolah keutamaan. Komunitas: ”Small Churches of Virtues” menurut Francisco Palau, OCD. Yang terkemuka di antara kamu hendaklah menjadi pelayanmu. Hidup komunitas sebagai perutusan. Informasi Tanya jawab Sharing Renungan Bersama. Kitab Suci Perjanjian Baru Tape Kaset Suara Bahan Rekoleksi Bulanan dari provinsi bulan Januari 2013 (CM) Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Buku cerita yang patut diperhatika n.Komisi Kateketik KWI Jakarta (1994). Buku: Himig ng Puso Kis 2:41-46 Const. CM,( art. 14) Maz, 84 ”Rindu Kepada kediaman Allah” Kisah: ”Keluarga Teladan” Letters, 7,2. Hal 1053. Lagu : “Build Your Church” Himig # 304 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156 4 Penghayatan spiritualitas Kaul Ketaatan menurut beato Francisco Palau Y Quer dalam karya misi Misi: Buah dari Persahabata nku dengan sesama. Menjadi saksi persatuan di tengah dunia. Pendamping dan peserta semakin menyadari diri bahwa dengan kaul ketaatan yang dikrarkannya menjadi sarana untuk membangun Kerajaan Allah di dunia, sehingga mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang melalui karya kerasulan yang dipercayakan oleh pemimpin dan kongregasi. CM - Nabi pengharapan yang hidup dalam doa, komunitas dan pelayanan demi Kerajaan Allah. To be women with experience of God and witnessing of communion. Informasi Tanya jawab Sharing Renungan Bersama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 157 D. CONTOH PERSIAPAN KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) a. Identitas Katekese 1) Tema : 2) Tujuan : 3) 4) 5) 6) 7) : : : : : Peserta Tempat Hari/tanggal Waktu Metode 8) Model 9) Sarana : : - 10) Sumber Bahan : - - My Community : ”A School of Virtues” menurut Francisco Palau, OCD. Membantu pendamping dan peserta agar semakin menghayati panggilannya sebagai orang yang berkaul ketaatan dalam suatu komunitas religius Carmelite Missionaries dalam membangun komunitas sebagai sekolah keutamaan. Para Suster Carmelite Missionaries Komunitas Sta. Edith Stein, Sedayu-Yogyakarta Jumat, 26 Oktober 2012 90 Menit Informasi Tanya jawab Sharing kelompok Diskusi kelompok Refleksi pribadi Shared Christian Praxis Kitab Suci Perjanjian Baru Tape Kaset suara Tafsir Alkitab Perjanjian Baru Buku Himig Ng Puso Cerita bergambar ”Keluarga Teladan” Alat tulis Kis 2:4-46 Const. CM (art. 14) Maz, 84 ”Rindu Kepada Kerahiman Allah” Komisi Kateketik KWI- Jakarta (1994) Letters, 7,2. Hal 1053. Lagu : “Build Your Church” Himig # 304 Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM (2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta-Kanisius. Buku cerita yang patut diperhatikan. Komisi Kateketik KWI Jakarta (1994). Bahan Rekoleksi Bulanan dari provinsi bulan Januari 2013 (CM). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158 b. Pemikiran dasar Kaul ketaatan yang diikrarkan kaum religius di zaman modern ini sering dipertanyakan apakah masih relevan dengan kemajuan zaman yang sering menawarkan otonomi dan kemerdekaan, di mana manusia merasa tidak memerlukan Allah dan sesama dalam hidup bersama. Sejak awal hidup-Nya di tempat umum, Yesus mengajak orang-orang sederhana untuk mengikuti-Nya dalam mewartakan dan menjadi saksi Kabar Gembira Injil. Panggilan yang diterima oleh kaum religius sejak pembaptisan telah mendewasakan mereka dalam menanggapi panggilanNya dan hidup dalam komunitas, yakni Carmelite Missionaries. Sebagai seorang religius Carmelite Missionaries dipanggil untuk menjalin suatu relasi yang intim dengan Allah dan mengikuti jejak Kristus menurut keutamaan Injil dan karisma yang diwariskan oleh beato Francisco Palau. Sekolah Keutamaan, yang didirikan oleh Francisco Palau, merupakan salah satu usaha untuk menanggapi tuntutan dan tantangan zaman, dengan munculnya ateisme di daerah Katholik tradisional di Spanyol. Tujuannya adalah untuk mengajarkan misteri kekudusan keagamaan dan tugas yang sangat mengesankan yakni latihan keutamaan. Carmelite Missionaries adalah kumpulan orang-orang yang membaktikan dirinya dalam komunitas, yang hidup di tengah dunia sekularisasi dan materlistik di mana hal-hal bersifat ke-Tuhanan mulai hilang secara berangsur-angsur dalam hati mereka. Dengan demikian Francisco Palau berkeinginan agar anak-anak rohaninya menjadi ”agent di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159 mana orang dapat mengalami kehadiran Allah secara nyata” di zaman modern ini, melalui jalan keutamaan. Dengan demikian, para suster carmelite Missionaries mengikrarkan dirinya untuk mengabdi dan menghidupi ajaran-ajaran Francisco Palau yang diintegrasikan melalui katekismus keutamaan, menjadikan komunitas Carmelite Missionaries sebagai sebuah sekolah keutamaan dan sebagai Gereja kecil. Maka di dalam dan melalui komunitas kita dibentuk bukan hanya menjadi seorang kristiani yang autentik, warga negara yang bertanggungjawab melainkan juga autentik, berbuat, setia serta sebagai pelaku keutamaan. Dalam komunitas setiap anggota mengalami persatuan, persaudaraan, menemukan pengalaman mistik dan hidup pada dimensi kenabian dari panggilannya. Namun perlu disadari bahwa keutamaan yang dipilih dan dihidupi oleh kaum religius, secara khusus keutamaan ketaatan dituntut untuk bersikap taat sesuai dengan ketaatan pendiri kongregasi. Sikap taat ini dapat diwujudkan melalui kesediaanya dalam melepaskan kebebasan kehendak pribadi melalui pelayanannya dalam komunitas dan perutusannya dalam Gereja. Komunitas sebagai sebuah sekolah keutamaanl, mengajarkan kepada kaum religius nilai-nilai kristiani yang sesuai dengan kehendak Allah. Namun dalam kenyataan sehari-hari, masih banyak suster yang kurang menyadari akan panggilannya dalam hidup berkomunitas yang menghidupi keutamaan ketaatan terhadap pemimpin, sesama dan diri sendiri. Hal ini disebabkan keterikatan para suster terhadap suatu tugas, tempat atau orang tertentu. Cara hidup seperti ini belum sesuai dengan apa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160 yang dihidupi oleh Yesus Kristus dan para murid-Nya dalam menyerahkan kehendak mereka seutuhnya kepada Bapa. Kis 2:41-46 menguraikan tentang Roh menghasilkan buah dalam komunitas. Lukas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas perdana, dan pesannya tetap relevan sampai sekarang. Jika komunitas Kristen dengan serius menyesali dosa-dosanya dan membuka diri terhadap kuasa Roh, maka hal itu akan mengubah cara hidup orang-orang Kristen dan menarik yang lain ke dalam kekristenan. Unsur-unsur kehidupan komunitas yang disoroti dalam kisah para rasul adalah pengajaran para rasul berbagi kebutuhan dengan orang lain. Sebagai Gereja kecil para rasul telah melaksanakan dan menghidupi keutamaan-keutamaan yang mereka alami bersama Yesus. Apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus pada mereka, sungguh mereka hayati dalam hidup mereka sehari-hari. Keutamaan ketaatan dalam hidup bersama sebagai komunitas perdana tetap mereka lakukan, yakni berkumpul bersama tiap-tiap hari dalam bait Allah untuk memuji dan memuliakan nama Allah dengan gembira dan penuh rasa syukur. Melalui cara hidup komunitas jemaat perdana kita mengimani dan percaya pada Yesus sebagai pemimpin yang dalam hidupNya senantiasa memperjuangkan kepentingan-kepentingan banyak orang tanpa pandang bulu. Sebagai pemimpin Yesus telah melakukan dan menghidupi keutamaan-keutamaan yang berkenan kepada Bapa. Hal ini sangat konkret melalui keutamaan ketaatan yang Ia berikan kepada manusia yang dicintai-Nya dengan menderita, wafat dan bangkit dari mati. Ia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161 sungguh taat kepada kehendak Bapa-Nya sehingga Ia rela mengorbankan nyawa-Nya demi orang banyak. Karena ketaatan-Nya Ia telah menyelamatkan manusia dari dosa. Ia megorbankan segalanya, seluruh tenaga, pikiran dan perasaan demi mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini. Sebagai orang-orang yang dipanggil untuk hidup bersama dalam suatu komunitas religius, hendaknya kita juga memiliki sikap-sikap sesuai yang diteladankan oleh cara hidup jemaat pertama. Para murid menjadi teladan bagi jemaat pertama. Merekalah yang menjadi saksi hidup akan kehadiran Yesus di dunia. Mereka mengajarkan kepada jemaat pertama melalui sikap dan cara hidup mereka sesuai yang diajarkan oleh Yesus Kristus selama mereka hidup bersama. Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari dan meneladan sikap Yesus Kristus sebagai pemimpin dan teladan segala keutamaan yang diwariskan kepada rasul dan pengikut-Nya, secara khusus keutamaan ketaatan dalam hidup berkomunitas sebagai Gereja kecil. Dengan demikian kita mampu menjalankan tugas panggilan dengan penuh rasa syukur, senantiasa memperjuangkan menghidupi dan menghayati keutamaan-keutamaan dalam hidup berkomunitas sebagai sekolah keutamaan. Maka melalui cara hidup Gereja pertama kita dapat menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dalam hidup berkomunitas, sebagai salah satu keutamaan yang sangat penting dalam melaksanakan kehendak Allah dalam hidup kita sehari-hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162 c. Pengembangan Langkah-Langkah 1) Pembukaan a) Pengantar Para suster yang terkasih dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus, selamat pagi dan selamat berjumpah di hari yang indah ini. Kita berkumpul bersama di sini karena kasih setia Yesus kepada kita masing-masing. Kesetiaan Tuhan tak berkesudahan di mana Ia selalu hadir di tengah-tengah komunitas kita sebagai satu keluarga orang-orang terpanggil. Dalam hidup bersama kita diperkaya oleh keutamaan-keutamaan yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus dan para murid-Nya. Dalam cara hidup Gereja pertama mereka sungguh menghidupi dan menghayati keutamaan-keutamaan yang berkenan di hati Allah sebagaimana diteladankan oleh Yesus Kristus dan para murid-Nya. Jemaat pertama menaati apa saja yang dikatakan oleh para rasul setelah Yesus tidak tinggal bersama mereka. Melalui kesaksian para rasul komunitas jemaat pertama selalu berkumpul bersama untuk merayakan Ekaristi sebagai satu keluarga, oleh Francisco Palau disebut community: ”A School of Virtue”. Menurut Francisco Palau komunitas merupakan sekolah keutamaan, di mana kita sebagai pengikutnya dapat belajar dan mempraktekkan keutamaan-keutamaan dalam hidup bersama, secara khusus keutamaan ketaatan dalam melaksanakan kehendak Allah. Pada akhirnya kita semakin bebas untuk melaksanakan keutamaankeutamaan dalam hidup berkomunitas sebagai sekolah keutamaan agar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163 keutamaan-keutamaan yang dihidupi oleh jemaat perdana dapat menjadi teladan bagi kita dalam hidup berkomunitas kita saat ini. b) Lagu Pembukaan : “Build Your Church” Himig # 304 (Terlampir) c) Doa Pembukaan Allah Bapa yang maha baik, kami bersyukur dan berterimakasih kepada-Mu atas rahmat yang telah Engkau berikan kepada kami sebagai satu keluarga dalam komunitas ini. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih karena pada kesempatan ini kami Kau kumpulkan dalam satu ikatan persaudaraan komunitas sebagai Gereja kecil yang menghidupi keutamaan-keutamaan yang diajarkan oleh cara hidup jemaat perdana. Saat ini kami akan bersama-sama menggali dan merefleksikan sejauh mana kami sungguh menghayati hidup bersama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan, tempat di mana kami belajar dan melaksanakan keutamaankeutamaan kristiani yang diajarkan oleh Yesus Kristus dan para rasul. Bimbinglah dan hantarlah kami agar semakin mampu meneladani cara hidup jemaat pertama, secara khusus dalam mengorbankan apa saja yang kami miliki demi kebaikan komunitas. Berani menjual segala harta milik yang ada pada kami demi pertumbuhan komunitas kami sebagai Gereja kecil di zaman modern ini. Semoga Engkau berkenan dan memberkati dan menyemangati usaha pendalaman iman kami ini. Demi Yesus Kristus Sumber segala keutamaan, Tuhan dan pengantara kami. Amin. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164 2) Langkah I: Pengungkapan pengalaman hidup peserta a) Membagikan teks cerita cergam ”Keluarga Teladan” kepada peserta dan memberikan waktu kepada peserta untuk membaca cerita tersebut (cerita terlampir). b) Penceritaan kembali isi cerita : pendamping meminta salah seorang peserta untuk mencoba menceritakan kembali dengan singkat tentang isi pokok dari cerita bergambar ”Keluarga Teladan”. c) Intisari cerita bergambar ”Keluraga Teladan ” tersebut adalah: Cerita menggambarkan situasi keluarga yang hidup sangat harmonis, tentram dan damai. Hubungan suami isteri dan anak-anak sangat baik sehingga patut menjadi teladan. Tetapi dari kedamaian keluarga itu mereka telah menutup diri terhadap persoalan-persoalan di luar. Jangan sampai hal buruk dari luar masuk ke dalam keluarga dan mengusik kedamaian mereka. Keluarga Pak Aji sedang mengadakan pesta keluarga untuk merayakan ulang tahun Ami putrinya. Mereka tidak mengundang orang lain. Karena tidak ingin suasana di luar masuk ke dalam keluarga itu. Ketika mereka sedang merayakan pesta ulang tahun, tiba-tiba suasan pesta tergganggu oleh kedatangan Lina yang jembel, oleh ibu ketua PKK keluarga Pak Aji diminta untuk menampung gadis terlantar itu. Suasana rumah menjadi tidak tentaram dan damai lantaran kehadiran Lina di tengah keluraganya. Gambaran selanjutnya kehadiran Lina telah menimbulkan beberapa masalah dalam keluarga Pak Aji, misalnya disuruh apa-apa tidak beres. Disuruh belanja lama sekali baru pulang, disuruh menyetrika dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165 pakaiannya hangus, alat make up dan gaun pesta Ami dipakainya tanpa memberitahu sebelumnya. Intinya dengan kehadiran Lina dianggap mengacau. Diakhir cerita keluarga Pak Aji memutuskan agar Lina pergi dari rumah mereka. Lalu Lina pun pergi meninggalkan keluarga Pak Aji. Dengan kepergian Lina dari rumah, keluarga Pak Aji justru semakin bergembira. Suasana tentram dan damai kembali lagi di tengah ”keluarga teladan”. d) Pengungkapan pengalaman Peserta diajak untuk mendalami cergam tersebut dengan tuntunan beberapa pertanyaan. Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga Pak Aji dalam menciptakan keluarga teladan? Ceritakanlah pengalaman para suster dalam menghadapi kesulitankesulitan dalam menciptakan komunitas teladan? e) Arah rangkuman Dalam cergam tersebut keluarga Pak Aji merasa tergganggu oleh kehadiran Lina. sebaliknya Lina sangat berharap bahwa ia dapat memperoleh pertolongan dari keluarga Pak Aji yang dikenal sebagai keluarga teladan. Namun kehadiran Lina tidak diterima dan menimbulkan kekacauan. Kebingungan itu membuat Lina melakukan tindakan yang justru semakin memperburuk keadaan. Pertolongan yang tidak tulus dari Keluarga Pak Aji akan menciptakan keadaan yang makin buruk bagi Lina. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166 Andaikata kehadiran Lina diterima sepenuh hati oleh keluarga Pak Aji, mungkin Lina akan melakukan hal-hal yang baik karena merasakan ketulusan dan cinta keluarga Pak Aji kepadanya. Begitupun dalam pengalaman kita ketika bersama-sama dalam hidup berkomunitas, kita menginginkan sebuah komunitas yang baik dan harmonis. Kita tidak ingin ada orang atau hal-hal yang merusak suasana tentram dan damai dalam komunitas kita. Kadang dalam hidup bersama, sering kita menganggap orang lain sebagai penyebab ketidak harmonisan dan sumber masalah dalam komunitas. Dalam menciptakan komunitas yang harmonis, komunitas yang dianggap sebagai sekolah keutamaan, kita hanya fokus pada komunitas dan kepentingan kita sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Yang penting adalah memperhatikan keharmonisan komunitas sendiri dulu baru yang lain, sehingga hal-hal buruk dan situasi yang terjadi di luar komunitas bukan menjadi tanggung jawab komunitas kita. Dengan demikian kita tidak meneladan cara hidup jemaat pertama yang hidup saling membantu, rukun, rela berkorban demi kepentingan banyak orang, sehati sejiwa untuk berkumpul dalam Bait Allah dan memecahkan roti di rumah masing-masing lalu makan bersama-sama dengan gembira. 3) Langkah II : Refleksi kritis terhadap pengalaman faktual a) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau cerita bergambar di atas dengan pertanyaan penuntun berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 167 Mengapa dalam cerita di atas keluarga Pak Aji menolak Lina untuk tinggal bersama-sama mereka? Sikap manakah yang bisa dipergunakan para suster untuk mengatasi kesulitan dalam kehidupan berkomunitas sebagai tempat bertumbuhnya keutamaan-keutamaan kristiani? b) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan rangkuman singkat. Kelurga Pak Aji dikenal oleh masyarakat setempat sebagai keluarga teladan, karena keserasian rumah tangganya. Pak Aji menolak kehadiran Lina dalam kelurganya karena Lina dianggap sebagai pengganggu atau perusak keharmonisan keluarganya. Hal ini diungkapkan Pak Aji dengan kalimat ”Ah dia akan mengganggu ketentraman keluarga”. Sikap Pak Aji tidak sesuai dengan sebutan kelurga teladan yang disandangnya. Mereka ingin dipandang sebagai keluraga teladan namun tidak mau ikut bertanggungjawab dan mengambil bagian terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Keluarga teladan sibuk dengan urusan keluarganya sendiri. Mereka tidak peduli terhadap mereka yang lemah dan sangat membutuhkan bantuannya. Kelurga teladan menganggap dirinya sebagai orang yang kuat maka Lina sebagai orang yang lemah, lebih baik disingkirkan. Maka Lina sebagai yang lemah, semakin bingung karena kehilangan harapan. Sebagai seorang kepala keluarga atau pemimpin yang baik seharusnya memiliki keutamaan-keutamaan yang patut diteladani oleh anak-anak atau anggota komunitasnya. Mereka dapat mengarahkan anak-anak atau anggota PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168 komunitasnya pada sikap-sikap yang baik, ketika ada orang lain yang dianggap sebagai perusak atau pengganggu dalam keluarga atau komunitas. Dalam menentukan sikap hendaknya kepala keluarga atau pemimpin sungguh mengetahui latar belakang terjadinya suatu persoalan sehingga masing-masing orang merasa diterima dan dihargai dalam keluarga atau komunitas. 4) Langkah III : Mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani lebih terjangkau. a) Salah seorang peserta diminta bantuanya untuk membacakan teks Kitab Suci, Kis 2:41-46 (terlampir). b) Peserta diberi kesempatan hening sejenak sambil merenungkan dan menaggapi bacaan kitab Suci dengan bantuan beberapa pertanyaan. Ayat-ayat manakah yang menunjukkan ciri khas cara hidup jemaat pertama sebagai bentuk keutamaan dalam hidup komunitas sebagai ”Sekolah Keutamaan”? Makna hidup bersama mana yang dapat dipetik dari bacaan tersebut? Sikap-sikap mana yang ingin ditanamkan oleh para rasul dan jemaat pertama kepada para pengikutnya dalam menciptakan suatu komunitas yang harmonis? c) Pendamping memberikan interpretasi atau tafsir dari bacaan Kitab Suci, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169 d) Kis 2:41-46 dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan, sebagai berikut: Dalam ayat 42 dijelaskan bahwa para jemaat perdana bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Santo Lukas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas pertama, pesannya tetap relevan sampai sekarang. Jika komunitas Kristen dengan serius menyesali dosa-dosanya dan membuka diri terhadap kuasa Roh, maka akan mengubah cara hidup mereka dan menarik orang lain ke dalam kekristenan. Adapun unsur-unsur komunitas yang disoroti oleh Lukas adalah pengajaran para rasul, berbagi kebutuhan dengan orang lain, ”memecah roti” (Ekaristi) dan berdoa bersama. Mereka merasakan kuasa Roh melalui mukjizat dan tanda melalui para rasul. Jemaat pertama ingin agar ajaran para rasul yang mereka terima dapat mereka terapkan secara konkret melalui hidup bersama dalam komunitas kristiani, secara khusus dalam berbagi kebutuhan dengan orang lain. Dengan kata lain melalui pengajaran para rasul jemaat pertama diajak untuk memiliki sikap peduli kepada sesama yang sedang dalam kebutuhan atau dalam kesusahan. Dengan demikian keutamaan-keutamaan yang diwarisi oleh Yesus Kristus melalui para rasul sungguh dihidupi dan dilaksanakan dengan baik oleh jemaat pertama dalam hidup bersama. Ayat 44-46 menggambarkan bagaimana situasi jemaat pertama setelah mereka menyaksikan para rasul mengadakan mukjizat dan tanda. Jemaat pertama merasa takut dan menjadi percaya. Buah dari kepercayaan, mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170 hidup bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Hal ini mau mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang pokok adalah semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak seorang pun menyimpan bagi dirinya sendiri sementara yang lain berkekurangan. Yang lebih ditekankan kisah ini adalah kegembiaraan dan pujian dari jemaat. Sebagai orang Yahudi, jemaat pertama tetap memelihara hubungannya dengan tradisi Yahudi. Orang-orang Kristen pertama tetap setia dan taat kepada Yudaisme, dihormati oleh orang-orang Yahudi yang lain, dan terus berkembang dengan menambah anggota baru yang adalah orang Yahudi. Dalam perikop ini Santo Lukas mau menegaskan bahwa cara hidup jemaat pertama menjadi teladan bagi cara hidup berkomunitas zaman sekarang. Di mana dalam komunitas pertama mereka sungguh taat dan setia terhadap ajaran-ajaran para rasul yang diwariskan oleh Yesus Kristus sendiri. Maka apa yang nampak dari seluruh sikap dan tindakkan jemaat pertama menunjukkan bahwa komunitas mereka adalah komunitas yang solid dan percaya kepada pemimpin satu-satunya yakni Yesus Kristus sendiri. Sikap-sikap yang nampak dalam perikop ini menggambarkan cara hidup jemaat pertama sebagai teladan sempurna hidup berkomunitas sebagai sekolah keutamaan. Melalui kebersamaan, jemaat pertama belajar untuk setia, peduli, taat, solider dan selalu bersyukur dengan penuh kegembiraan. Mereka juga saling mengasihi satu sama lain sebagai saudara, melindungi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 171 sesama dari serangan musuh, mengajarkan yang benar kepada orang lain, memberi teladan yang baik sehingga Tuhan menambah jumlah mereka, bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan kepada mereka baik secara personal maupun komunitas sebagai seorang beriman dalam hidup konkrit di tengah masyarakat dan Gereja. Komunitas sebagai sekolah keutamaan, di mana setiap orang yang tinggal di dalamnya belajar mengenai keutamaan-keutamaan yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri dan mengorbankan keinginan-keinginan yang tidak dikehendaki Allah dalam hidup bersama. 5) Langkah IV : Interpretasi dialektis antara Praxis dan visi peserta dengan tradisi dan visi kristiani. a) Pengantar Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikapsikap mana yang dibuat jemaat perdana dalam penghayatannya sebagai pengikut Kristus sejati. Sikap jemaat pertama diterapkan dalam situasi peserta sebagai orang-orang yang terpanggil untuk hidup bersama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan. Sebagai pengikut Kristus kita dipanggil untuk meneladan dan memperjuangkan sebagai mana yang dilakukan oleh Yesus Kristus, para rasul dan jemaat pertama. Komunitas, sebagai sekolah keutamaan menjadi tempat yang pertama dan paling utama bagi kita untuk belajar menghayati keutamaan-keutaan yang sesuai dengan ajaran Kristisani, sebagaimana yang dihidupi dan dihayati oleh cara hidup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172 jemaat pertama. Sebagai pengikut-Nya kita dituntut supaya senantiasa berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa, rela mengorbankan hak miliknya demi kebutuhan orang lain, bertekun dan sehati berdoa dengan penuh rasa syukur dan gembira. Meski dalam perjalanan hidup, kita sering kurang mampu untuk melaksanakannya karena kita tidak rela untuk mengorbankan apa saja yang ada pada diri kita dan diberikan kepada orang lain. Kita masih diikat oleh egoisme diri yang tinggi, sehingga menghalangi kita untuk peduli dan saling melayani antar satu dengan yang lainnya dalam komunitas. Namun pada saat berahmat ini, kita disadarkan kembali oleh Yesus melalui cara hidup jemaat pertama, supaya kita selalu berkumpul, berdoa bersama dan menyerahkan hidup dan kehendak kita hanya kepadaNya saja. b) Sebagai bahan refleksi agar kita semakin mampu menghayati dan menyandarkan diri kepada-Nya sebagai satu-satunya pedoman bagi langkah hidup kita sebagai orang-orang yang tinggal dan hidup bersama dalam suatu komunitas religius, kita akan melihat situasi konkret dunia sekitar komunitas sebagai suatu sekolah keutamaan, dengan mencoba merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini sebagai berikut: Apa arti mengikuti Kristus melalui cara hidup jemaat pertama sebagai contoh komunitas sebagai sekolah keutamaan? Sikap-sikap mana yang bisa kita perjuangkan agar dapat semakin menghayati panggilan kita sebagai kaum religius untuk hidup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173 bersama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan menurut teladan cara hidup jemaat pertama? (Peserta diberi kesempatan untuk hening sejenak merenungkan pesan dari Kitab Suci dengan situasi konkret peserta lewat bantuan pertanyaan di atas). c) Rangkuman berdasarkan sharing peserta. Para suster yang terkasih, mengikuti cara hidup jemaat pertama dalam hidup bersama sebagai suatu komunitas kristiani, telah banyak menawarkan nilai-nilai baik yang akan sangat berguna bagi kita dalam hidup bekomunitas sebagai sekolah keutamaan. Mengikuti cara hidup jemaat pertama hendaknya kita menjadi saksi Kristus di tengah-tengah umat dengan menjadi teladan kehidupan beriman bagi umat, sehingga banyak umat yang merasa terpanggil untuk menjadi orang kristen. Oleh karena itu, sebaiknya kita juga berani menanggalkan hal-hal yang menghambat penghayatan panggilan kita sebagai orang yang dipanggil untuk hidup bersama dalam satu komunitas religius Carmelite Missionaries. Komunitas, sebagai sekolah keutamaan mengajarkan kepada kita agar berani mengakui kelemahan kita dan mohon bantuan dari Allah agar Dia mampu mengubah sikap dan cara hidup kita yang kurang baik, menjadi daya kekuatan baru. Tidaklah mudah untuk menjadi komunitas yang harmonis dan ideal, yang bisa memberi teladan bagi anggota komunitas lain. Dimana setiap anggota komunitas harus mampu menghidupi dan melaksanakan keutamaankeutamaan yang dilakukan dan dihayati oleh anggota jemaat pertama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174 Masing-masing anggota hendaknya memiliki keutamaan persaudaraan, takut akan Allah, berkumpul dan bersyukur dalam doa, rela berkorban demi kepentingan orang lain, membantu mereka yang berkekurangan, rela mengorbankan hidup, ketulusan hati, keprihatinan dan setiap anggota hendaknya saling mengenal satu sama lain serta kebutuhan masing-masing. Dengan kekuatan sendiri tentu kita tidak mampu meneladani cara hidup jemaat pertama, namun hanya dengan bantuan rahmat dan kekuatan Allah sendiri, maka Dialah yang sanggup memampukan kita untuk meneladan cara hidup komunitas jemaat pertama sebagaimana yang diwariskan oleh para rasul. 6) Langkah V : Mengusahakan suatu aksi konkret a) Pengantar Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita telah menggali dan mendalami pengalaman bagaimana perjuangan kita untuk melepaskan keegoisan diri, ketakpedulian kita akan kebutuhan sesama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan lewat cerita Keluarga Teladan. Keluarga Pak Aji adalah keluarga teladan karena keharmonisan dan keserasian dalam rumah tangganya. Pak Aji hanya mementingkan kesejahteraan keluarganya. Apa yang diajarkan oleh Pak Aji kepada keluarganya bukanlah hal-hal yang baik. Pak Aji sangat melindungi keluarganya dari gangguan orang lain. Mereka kurang terlibat dalam kegiatan bermasyarakat. Ketika keluarganya diminta untuk menampung seorang gadis terlantar, mereka merasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 175 terganggu dengan kehadiran gadis yang bernama Lina. Keluarga Pak Aji sebagai keluarga teladan, memperlakukan Lina tidak sebagaimana mestinya, sehingga Lina bersikap semakin buruk karena dia merasa ditolak oleh keluarga Pak Aji. Keluarga Pak Aji beranggapan bahwa hal-hal buruk yang terjadi di luar dianggap bukan tanggungjawab keluarganya. Sikap untuk menjaga ketentraman dan kedamaian sendiri lalu melalaikan dan mengabaikan orang lain yang memerlukan uluran tangan merupakan ajaranajaran yang tidak sesuai dengan ajaran cara hidup keluarga Kristiani. Akhirnya, pengalaman kita dalam hidup bersama komunitas didukung oleh cara hidup jemaat pertama. Kita telah mendapat suatu cara pandang baru, semangat baru, harapan baru dan kemauan untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas dalam hidup berkomunitas sesuai dengan teladan hidup jemaat pertama. Dalam seluruh perjalanan panggilan kita untuk hidup bersama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan, kita perlu menyadari bahwa Allah sungguh menyertai, menjaga, melindungi, memelihara dan membimbing kita bahkan dalam kesulitan dan permasalahan yang kita alami dalam hidup berkomunitas. Melalui berbagai keprihatinan yang sudah kita bahas dan sharingkan, sekarang marilah kita memikirkan niat dan tindakan konkret apa yang dapat kita perbuat untuk meningkatkan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas di tengah-tengah masyarakat sebagai bentuk pembaharuan keterlibatan kita bersama umat sebagai satu keluarga kristiani. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176 b) Membangun niat-niat konkret sehingga bentuk keterlibatan baru (pribadi, kelompok atau bersama) untuk memperbaharui diri dalam hidup sehari-hari dapat tercapai dengan bantuan pertanyaan penuntun berikut: Niat apa yang hendak kita lakukan untuk semakin menjadi komunitas sebagai sekolah keutamaan dalam hidup bersama di komunitas maupun dengan orang lain di luar komunitas? Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat di atas? (Peserta diberi kesempatan untuk hening agar mampu menemukan niat pribadi, kelompok atau bersama yang akan dilaksanakan. Sambil merenungkan, merefleksikan atas niat-niat yang hendak dibangun, diiringi dengan musik instrumental. Kemudian niat kelompok dapat dibicarakan secara bersama agar mereka semakin memperbaharui diri untuk berani melepaskan keegoisan dan ketidak pedulain mereka terhadap sesama dalam komunitas maupun di luar komunitas dalam mengikuti teladan hidup jemaat pertama). 7) Penutup a) Setelah hening beberapa menit, peserta diberi kesempatan mengungkapkan niat-niat yang akan dilaksanakan sehubungan dengan cara hidup jemaat pertama dalam hidup komunitas sebagai sekolah keutamaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177 b) Kesempatan Doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan menghubungkan kebutuhan dan situasi hidup komunitas masingmasing. Akhir doa umat ditutup dengan doa penutup dari pendamping yang merangkum keseluruhan langkah SCP. c) Doa Penutup Tuhan Yesus Kristus teladan keutamaan dalam hidup berkomunitas, kami mengucap syukur kepada-Mu atas rahmat komunitas yang berusaha menghidupi keutamaan-keutamaan yang telah kami dalami dan belajar melalui cara hidup jemaat pertama. Semoga kami semakin memiliki hati yang peduli, tanggungjawab, serta terlibat dalam membangun komunitas yang harmonis di antara kami. Oleh karena itu bantulah kami agar semakin menghayati kebersamaan dalam hidup berkomunitas sebagaimana yang diajarkan oleh Francisco Palau. Semoga kami semakin bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama anggota komunitas yang sangat membutuhkan uluran tangan kami. Mampukanlah kami untuk menjadi saksi-saksi hidup yang handal dalam kebersamaan, baik di komunitas maupun di tengah masyarakat. Berkati juga niat-niat yang telah kami buat. Semoga niat-niat kami ini dapat membantu dalam membina komunitas sebagai sekolah keutamaan, sehingga kami mampu melaksanakan keutamaan-keutamaan itu dalam hidup kami sehari-hari. Akhirnya, semoga kami dapat meneladan cara hidup komunitas jemaat pertama dan mewartakan Kristus yang telah wafat dan bangkit. Bersama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus sepanjang segala masa. Amin. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP Pada akhir dari penulisan skripsi ini, penulis akan membuat kesimpulam dan menuliskan beberapa saran atau usulan yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin maupun setiap anggota kongregasi. Kesimpulan dan saran atau usulan berhubungan dengan usaha yang hendak ditempuh oleh para suster Carmelite Missionaries untuk meneladani hidup taat yang diajarkan oleh Yesus Kristus melalui Francisco Palau sebagai pendiri kongregasi. Dengan demikian para suster dibantu untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas melalui melalui katekese model Shared Christian Praxis. A. KESIMPULAN Kaul adalah sebuah janji sukarela kepada Allah, untuk melaksanakan suatu tindakkan yang lebih sempurna. Kaul merupakan dasar hidup membiara yang disahkan oleh Gereja, di mana para anggota yang terhimpun dalam suatu komunitas religius memutuskan untuk memperjuangkan kesempurnaan lewat sarana-sarana ketiga kaul religius, yakni kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan yang diamalkan sesuai peraturan. Kaul ketaatan merupakan suatu korban dan lebih penting karena kaul ketaatan membangun dan menjiwai tubuh religius. Dengan kaul ketaatan kaum religius berjanji pada Allah untuk taat pada para pimpinan yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Keutamaan 178 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179 kaul ketaatan mencakup ketentuan dan peraturan, bahkan nasehat-nasehat para pemimpin. Ketaatan berarti seorang religius harus tunduk pada otoritas yang ada dalam Gereja. Nasehat Injili ketaatan yang diterima dalam semangat iman dan cinta kasih dalam mengikuti jejak Kristus yang taat sampai mati, mewajibkan tunduk pada pemimpin-pemimpin yang sah, selaku wakil Allah, bila mereka memerintah sesuatu seturut konstitusi masing-masing (KHK, kan. 601). Setiap religius yang dipanggil untuk mengkirarkan kaul ketatan pasti mencari makna dalam hidupnya, dalam profesi yang dijalani, namun terkadang rutinitas membuat mereka kehilangan makna hidupnya sebagai orang-orang yang terpanggil secara khusus. Namun demikian setiap religius memiliki kebebasan bertindak (freedom of will) dan kebebasan yang bertanggungjawab. Dalam Gereja, Carmelite Missionaries mempunyai tugas yang paling mendasar, yakni untuk menjadi tanda kenabian dari persatuan Allah dan sesama. Ini merupakan suatu panggilan bagi para suster agar lebih memperdalam ciri-ciri dari persaudaraan dan kualitas dari relasi komunitas, agar menjadi tanda pengharapan dan persatuan merupakan kemampuan untuk menaruh perbedaan yang selaras, menjadi pribadi dan komunitas yang memberi kesaksian bagi persatuan dan persaudaraan universal. Berdasarkan pengalaman, para suster Carmelite Missionaries masih terus berusaha menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180 Palau sebagaimana mestinya. Tidak semua suster Carmelite Missionaries telah sungguh-sungguh menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dalam hidupnya sebagai seorang religius. Hal ini nampak dalam tindakan yang mulai menyimpang dari pola hidup taat, sebagaimana diatur dalam norma hidup bersama seturut ketaatan Francisco Palau pendiri kongregasi suster-suster Carmelite Missionaries. Dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau, memang ada beberapa suster yang sulit mensyukurinya. Bagi mereka, kaul ketaatan dirasakan sebagai beban yang mengikat, yang menekan, yang membuat mereka tidak bebas untuk bertindak dan yang sering menyakitkan. Mereka lebih merasakan bahwa ketaatan itu lebih pada tidak boleh bertindak sesukanya dan harus menuruti kehendak pemimpin daripada pilihan bebas yang mereka putuskan dan keinginan untuk digunakan oleh kongregasi secara optimal dalam tugas perutusan. Dalam hidup berkomunitas, kadang terjadi kesalah pahaman bahwa para suster seakan-akan menganggap kaul ketaatan tersebut hanya berlaku bagi para suster yunior yang belum mengikrarkan kaul kekal, dan mereka menganggap kaul itu sebagai penghambat kebebasan dan perkembangannya. Adapun pemimpin tidak melibatkan anggota dalam kepemimpinannya, apapun diputuskannya sendiri, dipikirkannya sendiri bahkan pemimpin melakukan segala sesuatu sendiri. Anggota tinggal menerima saja, dengan model ini, anggota tidak ikut bertanggungjawab dan asal ikut saja. Ada juga tidak mau mendengarkan gagasan anggota dan merasa pikirannya yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181 selalu benar. Hal ini mengakibatkan terjadinya pelanggaran secara sengaja maupun tidak sengaja. Karena banyaknya pelanggaran terhadap kaul ketaatan baik yang dilakukan oleh pemimpin maupun oleh anggota, maka diharapkan agar para suster Carmelite Missionaries menyadari konsekuensi kaul ketaatan yang dijanjikannya untuk rela melepaskan kehendak dan kebebasan pribadi dalam mengikuti Kristus yang taat. Dengan demikian sebagai perwujudan penghayatan makna kaul ketaatan, para suster Carmelite Missionaries diharapkan dapat mendengarkan pemimpin, sesama dan rela untuk mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, maka para suster Carmelite Missionaries harus kembali kepada ketaatan yang dikaulkan oleh Beato Francisco Palau. Untuk dapat meneladani ketaatan yang dilakukan oleh Francisco Palau, para suster hendaknya mampu melepaskan kehendak dan kebebasan pribadi dan setia pada pilihan hidup. Para suster juga harus mampu membuka hati bagi Tuhan dan sesama dalam menyerahkan diri, rela menjadi hamba dan terbuka serta menghargai tiap pribadi dalam hidup bersama di komunitas. Dalam mengikuti Kristus yang taat sangat dibutuhkan keberanian dan ketegasan terhadap diri sendiri secara khusus dalam menghadapi tantangan zaman dengan tawaran-tawaran menarik dan menggiurkan yang menyebabkan para suster menemukan makna kaul ketaatan dalam hidup panggilannya. Kemajuan zaman dapat berakibat positif maupun negatif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182 Perkembangan zaman berakibat positif dapat membawa para suster pada perubahan dan perkembangan dengan cepat. Berakibat negatif karena dapat membawa pengaruh dan perubahan buruk dalam hidup berkomunitas, misalnya dengan alat komunikasi handphone para suster terlalu sibuk dengan orang-orang di luar daripada dengan sesama susternya dalam komunitas, dengan adanya internet atau facebook, para suster menghabiskan waktu di depan komputer daripada berkencerama dengan anggota komunitasnya waktu rekreasi, atau pada waktu doa bersama komunitas, handphone berbunyi spontan ada suster yang langsung keluar menerima telephone. Waktu doa semakin tidak efektif lagi. Pengaruh kemajuan zaman ini, menantang para suster Carmelite Missionaries agar semakin teguh dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas dengan segala konsekuensinya. Untuk membantu para suster Carmelite Missionaries, penulis mencoba menawarkan model katekese Shared Christian Praxis sebagai salah satu sarana bagi peningkatan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas bagi para suster. Katekese tetap memberi ruang bagi para suster dan membantu mereka lebih menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian katekese akan berguna untuk menghantar para suster Carmelite Missionaries pada kesadaran baru dan berusaha meningkatkan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup mereka sehari-hari dalam hidup berkomunitas. Kegiatan katekese model Shared PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 183 Christian Praxis penulis tuangkan dalam bentuk usulan program kegiatan. Hal tersebut bermaksud agar dapat digunakan pada saat-saat tertentu, sehingga dengan kegiatan tersebut dapat bermanfaat bagi para suster Carmelite Missionaries, demi meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas. B. SARAN Setelah penulis membahas permasalahan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam kongregasi Carmelite Missionaries, maka penulis akan memaparkan beberapa saran atau usulan untuk membantu kongregasi dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries. Yang disajikan penulis dalam skripsi ini berdasarkan studi pustaka dan pengalaman penulis dalam hidup berkomunitas bersama para suster CM. Dalam kenyataan para suster kurang tegas dan bebas dalam menjalankan ketaatan yang bebas dan bertanggungjawab. Dengan demikian sangat diharapkan agar para pemimpin memberi kesempatan pada para anggota untuk menyampaikan ide dan mendengarkan apa yang menjadi pergulatan mereka dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup bersama di komunitas. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka penulis mengajukan beberapa saran yang kiranya berguna dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184 1. Pemimpin dan anggota bersama-sama mencari mana yang menjadi kehendak Allah bagi mereka dan kongregasi. Setelah kehendak Allah ditemukan dan disadari, pemimpin menegaskan dan anggota menaatinya. Untuk mencari kehendak Allah dalam hidup berkomunita baik pemimpin maupun anggota melakukan diskresi bersama sehingga keduanya sadar mana yang menjadi kehendak Allah dan yang harus ditaati atau tidak. 2. Para anggota komunitas dan pemimpin hendaknya memiliki semangat doa dan membangun hidup yang berakar pada Sabda Kristus dengan selalu setia membaca dan merenungkan Sabda Tuhan setiap hari. Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries selalu membangun hidupnya berdasarkan Sabda Allah yang didengarkan dan direnungkan setiap hari. 3. Dalam ketaatan, pemimpin dan anggota saling berdialog. Mendialogkan tugas yang mau diberikan kepada anggota. Pemimpin diharapkan mengerti secara jelas perutusan juga keadaan kongregasinya dan mengkomunikasikan hal itu kepada anggota yang ingin diutusnya. Dalam model kepemimpinan dialogis dan trasformatif, pemimpin diharapkan mau mendengarkan apa yang dialami anggota sehingga dapat membantu dan meneguhkan anggotanya. 4. Pemimpin dan anggota harus mempunyai keberanian untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada yang lain. Hal ini pertanda bahwa kepemimpinan kongregasi atau komunitas sungguh merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185 kepemimpinan persaudaraan, bukan antara bos dan bawahan, bukan antara majikan dan pembantu. 5. Mengadakan refleksi baik secara pribadi maupun komunal secara terusmenerus. Dengan demikian, para suster diajak untuk kembali kepada semangat dan ajaran beato Francisco Palau, OCD, sesuai dengn perkembangan zaman sehingga para suster tidak menyimpang dari semangat ketaatan yang diajarkan oleh pendiri. 6. Pemimpin perlu menegur dengan semangat cinta. Maksudnya jika pemimpin menegur anggotanya, bukan dengan landasan kebencian atau balas dendam atau asal memarahi, tetapi karena sungguh jujur ingin membantu anggota yang bermasalah agar dapat mengatasinya dan berkembang maju. Seorang pemimpin harus bisa mendengarkan anggota yang bermasalah dan mencoba untuk mengerti perasaanya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 186 DAFTAR PUSTAKA Agudo, Philomena. (1988). Aku Memilih Engkau. Yogyakarta: Kanisius. Bergant, Dianne, dkk (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian baru. Yogyakarta: Kanisius Breemen, P. Van (1981). Kupanggil Engkau dengan Namamu.Yogyakarta: Kanisius. Carmelite Missionaries (1985). Looking Forward, II Provincial Chapter. Province: Philippines. ___________________ (2008). Pastoral Visit. General Council : Roma. Darminta, J. (1975). Hidup Berkaul. Yogyakarta: Kanisius. __________ (1981). Persembanhan Cintaku. Yogyakarta: Kanisius. __________ (1997). Yesus Mendidik Para Murid. Yogyakarta: Kanisius. Dokumen Konsili Vatikan II. (1993). Dekrtit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis). (Penerjemah: R. Hardawiryana). Jakarta: Obor. ______________________ (1993). Dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostolicam Actuositatem). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor. _______________________ (1993). Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam (Presbyterorum Ordinis). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor. _______________________ (1993). Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor: _______________________ (1993). Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor. _______________________ (1993). Konstitusi Pastoral tentang Gereja Dalam Dunia Modern (Gaudium Et Spes). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor. _______________________ (2007). Imbauan Apostolik tentang Karya Pewartaan Injil dalam Dunia Modern. (Evangelii Nuntiandi). (Penerjemah: R. Hardiwikarto, Pr). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. Gonzales. (1995). Vocation Horizons. Manila: World Mission Publications. Groome, Thomas H. (1997). Shared Chistian Praxis: Suatu Model Berkatekese (Penyadur: F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J.). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat (Buku Asli diterbitkan 1991). Hayon, Niko. (1987). Cinta yang Mengabdi. Ende: Nusa Indah. Hornby, AS. (2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary. New York: Oxford University Press. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 187 Jacobs, Tom. (1974). Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium: Mengenai Gereja. Yogyakarta: Kanisius Komisi Kateketik KWI. (1994). Cerita yang Patut Diperhatikan: Sarana Pembangun Sikap. Jakarta: KWI. Komisi Tarekat Hidup Bakti dan Lembaga Hidup Kerasulan. (2008). Pelayanan Wewenang dan Ketaatan. (Penerjemah: Maria D. Sasmita, OSU). Liberia Editrice Vaticana. Konferensi Waligereja Indonesia. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Bogor: Grafika Mardi Yuana. ____________________________ (1996). Iman Katolik: Buku Informasi Dan Referensi.Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor. Ladjar, Leo L. (1983). Inti Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta : Komisi Katekestik KWI. __________ (2007). Katekese Umat. Jakarta : Kominsi Kateketik KWI. Lembaga Alkitab Indonesia. (1997). Alkitab Perjanjian Lama dan Baru. Jakarta: LAI Majalah Rohani No. 05, Tahun ke-55. (2008). (Keterjaminan Komunitas Studi). Yogyakarta: Kanisius. ____________No.10, Tahun ke-55. (2008). (Menghadapi Kekeringan Rohani). Yogyakatrta: Kanisius. Nouwen, Henri JM., dkk. (1987). Sehati Seperasaan: Sebuah Permenungan tentang Hidup Kristen. Yogyakarta: Kanisius. Pa, Patrisius. (2005). Menjadi Pewarta Kabar Baik. Jakarta: Biro Nasional KKI. Paulus VI (2007) Imbauan Apostolik tentang Karya Pewartaan Injil dalam Zaman Modern: (Evangelii Nuntiandi). Seri Dokumen Gerejawi No. 6. Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI: Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusataka. Quer, Francisco Palau Y.(1988). The Solitary Life.Carmelite Missionaries: Roma. _____________________ (1993). Konstitusi Carmelite Missionaries. Roma. _____________________ (1993). Textual Sources ot the Constitutions. Roma. _____________________ (1997). Terpukau Cinta Akan Gereja. (Penerjemah: J.S. Setyakarjana, SJ). Carmelite Missionaries: Roma. _____________________ (1997). Letters of Francisco Palau,OCD. (Penerjemah: Pacho Eulogio). Carmelite Missionaries:Roma. _____________________ (1997). Legacy and Testimony (Penerjemah: JM. Chaguaceda, O.S.A). Iloilo City: Philipinnes. _____________________ (2000). My Relations With the Church. (Penerjemah: Pacho Eulogio). Carmelite Missionaries:Roma. _____________________(2006). The Ministry of Exorsist. (Penerjemah: Pacho Eulogio). Carmelite Missionaries: Roma. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 188 _____________________ (2006). Francisco Palau Writings. (Penerjemah: Pacho Eulogio). Editorial: Monte Carmelo Burgos. ____________________ (2006). Month of Mary: Flowers of the Month of Mary. (Penerjemah: Pacho Eulogio). Monte Carmelo: Roma. _____________________ (2011). Pre-Project of Constitutions. Roma. Ridick, Joyce. (1987). KAUL: Harta Melimpah Dalam Bejana Tanah Liat.Yogyakarta: Kanisius. Sudiarjo. (2003). Berenang di Arus Zaman. Yogyakarta: Kanisius. Sumarno, Ds. M. (2011). Diktat Mata Kuliah Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa Smester VI. Yogyakarta: IPPAK-Universitas Sanata Dharma. Suparno, Paul. (2007). Saat Jubah Bikin Gerah 1.Yogyakarta: Kanisius. Telaumbanua, Marianus. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor. Yohanes Paulus II. (1996). Anjuran Apostolik Tentang Hidup Bakti Bagi Para Religius (Vita Consecrata). Seri Dokumen Gerejawi No. 51. (Alih Bahasa: R. Hardawirjana, SJ. Penyunting: FX. Sumantara Siswoyo, Pr). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI _________________ (2006). Catechesi Trandendae. (Penerjemah: R. Hardawiryana). Jakarta: Dokumen Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran : 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran : 2 Kis. 2:41-46 2:41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kirakira tiga ribu jiwa. 2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. 2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. 2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, 2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. 2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati. (2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 3 Mazmur 84 84:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur bani Korah. 84:2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! 84:3 Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. 84:4 Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku! 84:5 Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terusmenerus memuji-muji Engkau. 84:6 Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah! 84:7 Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat. 84:8 Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah di Sion. 84:9 Ya TUHAN, Allah semesta alam, dengarkanlah doaku, pasanglah telinga, ya Allah Yakub. 84:10 Lihatlah perisai kami, ya Allah, pandanglah wajah orang yang Kauurapi! 84:11 Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik. 84:12 Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela. 84:13 Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya kepada-Mu! (3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Lampiran 4 Lagu “Build Your Church” Himig #304 Ref : So build your church, build your church, Each soul’s a living stone, So, build your church, build your church, Each soul’s a living stone 1. Build, build your church dear Lord, Each soul’s a living stone, Cemented by your saving grace into its proper place. 2. Build, build your church, dear Lord, You work with nails and wood, We’ll used to fixing things in place With carefulness and grace. (4)