plagiat merupakan tindakan tidak terpuji

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL
KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP
BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES
MELALUI KATEKESE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Imelda Marselina Woli
NIM : 081124059
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
seluruh anggota konggregasi Carmelite Missionaries
yang telah mendukung dengan doa, cinta dan perhatian
khususnya selama menjalani dan menyelesaikan studi
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
”Go where obedience guides you and do not be afraid”.
Beato Francisco Palau, OCD
(Letter, 54,2)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi
ini
berjudul
MENINGKATKAN
PENGHAYATAN
SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT BEATO FRANCISCO
PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE
MISSIONARIES MELALUI KATEKESE. Penulisan judul ini bertitik tolak dari
refleksi dan pengalaman penulis yang menunjukkan bahwa adanya kemunduran
dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas sustersuster Carmelite Missionaries. Permasalahan pokok yang terdapat dalam skripsi ini
adalah, mengapa spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau sangat
penting bagi hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries, hambatanhambatan apa yang dihadapi oleh suster-suster Carmelite Missionaries dalam
menghayati spiritualitas kaul ketaatan serta apa hubungan antara ketaatan dengan
hidup berkomunitas. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode
deskriptif analisis kajian pustaka.
Hasil akhir penelitian ini penulis menemukan bahwa metode katekese yang
digunakan untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas, Shared Christian Praxis dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang
tepat untuk kembali kepada penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato
Francisco Palau. Metode katekese Shared Christian Praxis merupakan salah satu
metode yang efektif dan berdaya guna bagi para suster Carmelite Missionaries dalam
meningkatkan mutu spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam
hidup berkomunitas. Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries
memperoleh kematangan pribadi dan mampu membatinkan keutamaan-keutamaan
Injil dengan bebas, bertanggungjawab serta berani menyerahkan diri secara total dan
penuh percaya kepada Kristus, Putera Allah yang taat secara bebas kepada Bapa.
Para suster Carmelite Missionaries sebagai orang percaya harus taat kepada Allah,
melaksanakan setiap kehendak-Nya dengan sungguh-sungguh sebagai saudara dalam
hidup berkomunitas.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The title of this thesis is TO INCREASE THE UNDERSTANDING OF
THE PIRITUALITY OF THE VOW OF OBEDIENCE ACCORDING TO
BLESSED FRANCISCO PALAU IN COMMUNITY LIVING OF THE
CARMELITE MISSIONARIES THROUGH CATECHESIS. The writer chose
this title based on the reflections and personal experiences in community living. The
writer showed there was decreasing in Carmelite Missionaries sisters in living out the
vow of obedience. The main concern of this thesis are why the spiritulity of
obedience according to blessed Francisco Palau is very important in community life
for the Carmelite Missionaries sisters, what are the hindrances in living out the
spiritulity of obedience and the connection between obedience and community life.
To answer those concerns above, this thesis is used analysis descriptive method.
In the end of the research the writer discovered that the catechesis method
which being used to increase the spirituality of the vow of obedience in community
life, Shared Christian Praxis should be used as an effective approchment for the
Carmelite Missionaries sisters to increase the spirituality of the vow of obedience
according to blessed Francisco Palau. Therefore the Carmelite Missionaries sisters
reached individual maturity to offer oneself totally, with strong faith to Christ, the
Son of God who obey God freely. Carmelite Missionaries sisters as a women of faith
have to obey God, do His will with sincerity as one family in community living
every day.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang Mahakuasa karena kasih dan bimbinganNya,
penulis
dapat
menyelesaikan
penyusunan
skripsi
yang
berjudul
MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN
MENURUT
BEATO
BERKOMUNITAS
FRANCISCO
SUSTER-SUSTER
PALAU
DALAM
CARMELITE
HIDUP
MISSIONARIES
MELALUI KATEKESE.
Skripsi ini terinspirasi dari pengalaman merosotnya penghayatan nilai-nilai
spiritualitas kaul ketaatan yang terjadi dalam kongregasi Carmelite Missionaries
secara khusus penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut pendiri beato Francisco
Palau. Oleh karena itu penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu
meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau bagi
suster-suster Carmelite Missionaries dalam hidup berkomunitas. Skripsi ini ditulis
untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis dengan setulus
hati mengucapkan limpah terimakasih kepada:
1.
Rm. Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, meluangkan waktu, mendampingi, mengarahkan dan
membimbing serta memberikan masukan dan kritikan sehingga penulis dapat
lebih termotivasi dalam menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan dari awal
hingga akhir penulisan skripsi ini.
2.
Bapak P. Banyu Dewa., S.Ag., M.Si., dosen wali dan dosen penguji II
yang terus mendampingi, membimbing dan memberi motivasi kepada
penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini dan juga telah
membimbing penulis selama studi di IPPAK.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
iv
MOTTO ..................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................
vi
ABSTRAK ................................................................................................
vii
ABSTRACT ...............................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
ix-x
DAFTAR ISI .............................................................................................
xi-xvi
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xvii-xviii
BAB I . PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..........................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... ......
8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................
8
E. Metode Penulisan ....................................................................... ......
9
F. Sistematika Penulisan .......................................................................
9
BAB II.
KAUL KETAATAN DALAM KONGGREGASI
CARMELITE MISSIONARIES ..............................................
12
A. RIWAYAT HIDUP ..............................................................................
12
1. Masa Kecil dan Remaja Francisco Palau (1811-1828)................... 12
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Kehidupan Francisco Palau di Seminari (1828-1832).................... 13
3. Kehidupan Francisco Palau di Biara Tak Berkasut (1832-1835) ..
15
4. Pendiri Konggregasi ......................................................................
20
5. Spiritualitas dan Karisma Carmelite Missionaries ........................
23
B. TRIKAUL MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU ................
24
1. Kaul-Kaul ....................................................................................... 24
2. Kaul Kemurnian ............................................................................. 27
3. Kaul Kemiskinan ............................................................................ 28
4. Kaul Ketaatan ................................................................................. 28
5. Spiritualitas Kaul ............................................................................ 39
C. KETAATAN DALAM TULISAN FRANCISCO PALAU ..............
31
1. Membuka Hati Bagi Tuhan ...........................................................
31
2. Penyerahan Diri ............................................................................. 32
3. Ketaatan Kepada Pemimpin ..........................................................
34
4. Ketaatan Menciptakan ”Communio” ............................................. 37
5. Ketaatan Merupakan Pelayanan Misi ............................................ 38
D. KETAATAN MENURUT KONSTITUSI KONGGREGASI
CARMELITE MISSIONARIES ........................................................
42
1. Ketaatan Sebagai Kaul ................................................................... 42
2. Ketaatan Kepada Pemimpin ........................................................... 49
3. ketaatan Terhadap Gerakan Roh Kudus ........................................ 50
4. Ketaatan Maria ............................................................................... 52
BAB III. KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS ...............
54
A. PANGGILAN HIDUP BAKTI ..........................................................
55
1. Pengertian Panggilan Hidup ..........................................................
55
2. Aspek-Aspek Dalam Hidup Bakti .................................................
57
a. Pengakuan Iman akan Tritunggal Maha Kudus ........................ 57
b. Lambang Persaudaraan .............................................................
58
B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN ...........................................
60
1. Dimensi Teosentris ........................................................................
62
2. Dimensi Kristologis .......................................................................
64
3. Dimensi Roh Kudus ......................................................................
66
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Dimensi Gerejani ...........................................................................
68
5. Dimensi Komuniter .......................................................................
70
6. Dimensi Apostolis .........................................................................
72
C. GAMBARAN DAN ASPEK HIDUP KOMUNITAS CARMELITE
MISSIONARIES ...............................................................................
74
1. Gambaran Komunitas ....................................................................
75
a. Menurut Injil .............................................................................
75
b. Menurut Pendiri ........................................................................
76
c. Menurut Konstitusi ...................................................................
78
d. Anggota Komunitas ..................................................................
79
2. Aspek Hidup Komunitas ...............................................................
80
a. Komunitas Demi Karya/ Perutusan ..........................................
80
b. Komunitas Untuk Roh .............................................................
82
c. Komunitas Doa ........................................................................
84
d. Komunitas Sebagai Kebersamaan Hidup ................................
86
D. PERGULATAN KAUL KETAATAN DALAM KOMUNITAS
CARMELITE MISSIONARIES ......................................................
88
1.
Taat Pada karya ..........................................................................
88
2.
Taat Pada Hidup Bersama ..........................................................
90
3.
Taat Kepada Roh Yang Memimpin Kepada Persatuan ..............
92
4.
Spiritualitas Komunio dan Kekudusan Komuniter .....................
94
5.
Taat Pada Pemimpin ...................................................................
96
a. Pelayanan Mendengarkan ......................................................
98
b. Menciptakan suasana yang menyenangkan bagi dialog, sharing
dan tanggung jawab bersama .................................................
99
c. Mengusahakan sumbangan dari semua demi kepentingan
semua .....................................................................................
101
d. Pelayanan pribadi dan komunitas ................................................ 102
e. Discernment Komunitas .............................................................. 104
f. Discernment, Wewenang dan Ketaatan ....................................... 105
g. Ketaatan Persaudaraan ................................................................. 106
6.
Taat Pada Suara Hati ........................................................................ 108
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT
FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS .............. 111
BAB IV. SUMBANGAN KATEKESE DALAM MENINGKATKAN
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN
MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP
BERKOMUNITAS SUSTER-SUSTER CARMELITE
MISSIONARIES .......................................................................... 117
A. GAMBARAN UMUM KATEKESE .................................................... 118
1. Pengertian Katekese .......................................................................... 119
a. Pengertian katekese menurut arti kata ......................................... 119
b. Pengertian katekese menurut Catechesi Trandendae ................... 120
c. Pengertian katekese berdasarkan hasil PKKI II ............................ 121
2. Tujuan Katekese ................................................................................. 122
a. Menurut Catechesi Tradendae ...................................................... 122
b. Menurut PKKI II ........................................................................... 123
3. Isi Katekese .......................................................................................
124
4. Unsur-Unsur Katekese ......................................................................
124
a. Pengalaman/Praktek Hidup ..........................................................
125
b. Komunikasi Pengalaman Iman dalam Terang Kitab Suci ...........
125
c. Komunikasi dengan tradisi Kristiani ...........................................
126
d. Arah Keterlibatan Baru ................................................................
126
5. Tugas Utama Katekese ....................................................................
126
a. Katekese memberitakan Sabda Allah, Mewartakan Kristus ......
127
b. Katekese Mendidik Untuk Beriman ...........................................
127
c. Katekese Mengembangkan Gereja .............................................
128
6. Dinamika Katekese Sebagai Pembinaan ........................................
128
a. Isi ................................................................................................
129
b. Proses ..........................................................................................
129
c. Pelaku .........................................................................................
129
B. PERANAN KATEKESE DALAM MENINGKATKAN
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN
DALAM HIDUP BERKOMUNITAS................................................
xiv
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. PEMILIHAN SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI MODEL
KATEKESE YANG SESUAI UNTUK MEMBANTU
MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL
KETAATAN SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES ......... 133
1. Pengertian Shared Christian Praxis ................................................... 134
a. Shared-dialog ................................................................................ 135
b. Christian ........................................................................................ 136
c. Praxis ............................................................................................
137
2. Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis .........
138
a. Langkah O (Awal) : Pemusatan Aktivitas ...................................
139
b. Langkah pertama: Pengungkapan Praxis Faktual .......................
140
c. Langkah kedua: Refleksi Kritis atau Sharing
Pengalaman Faktual ....................................................................
141
d. Langkah ketiga: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi
Kristiani Lebih Terjangkau .........................................................
142
e. Langkah keempat: Interpretasi Dialektis Antara
Praxis dan Visi Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani .......
143
f. Langkah kelima: Keterlibatan Baru Demi akan
Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ......................................
144
D. USULAN PROGRAM KATEKESE .................................................
145
1. Pengertian Program .......................................................................
146
2. Tujuan Program Katekese .............................................................
146
3. Isi Program ....................................................................................
147
4. Usulan Program .............................................................................
147
5. Penjabaran Program ......................................................................
153
E. CONTOH PERSIAPAN KATEKESE MODEL
SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) ..............................................
157
1. Identitas Katekese .........................................................................
157
2. Pemikiran Dasar ............................................................................
158
3. Pengembangan Langkah-Langkah.................................................
162
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V. PENUTUP .................................................................................
178
A. Kesimpulan ..........................................................................................
178
B. Saran ....................................................................................................
183
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
186
LAMPIRAN ..............................................................................................
187
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. SINGKATAN KITAB SUCI
Flp
:
Filipi
Gal
:
Galatia
Ibr
:
Ibrani
Kis
:
Kisah Para Rasul
1Kor
:
Korintus
Luk
:
Lukas
Mark
:
Markus
Mat
:
Matius
Rom
:
Roma
Yoh
:
Yohanes
B. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA
AA
:
Apostolicam Actuositatem: Dekrit tentang Kerasulan Awam.
AG
:
Ad Gentes : Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja.
CT
:
Catechesi Tradendae : Anjuran Apostolik tentang Katekese
Masa Kini.
EN
:
Evangelii Nuntiandi : Imbauan Apostolik tentang Karya
Pewartaan Injil dalam Zaman Modern.
GS
:
Gaudium et Spes : Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam
Dunia Modern.
LG
:
Lumen Gentium : Konstitusi dogmatis tentang Gereja.
PC
:
Perfectae Caritatis : Dekrit tentang Pembaharuan dan
Penyesuaian Hidup Religius.
PO
:
Presbyterorum Ordinis : Dekrit tentang Pelayanan dan
Kehidupan para Imam.
SC
:
Sacrosanctum Concilium : Konstitusi tentang Liturgi Suci.
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. SINGKATAN LAIN
Art
:
Artikel
Bdk
:
Bandingkan
Bto
:
Beato
CM
:
Carmelite Missionaries
CV
:
Catechism of the Virtues
Frag
:
Fragmen
HP
:
Hand Phone
Kan
:
Kanon
KHK
:
Kitab Hukum Kanonik
Konst
:
Konstitusi
KTHB & LHB
:
Komisi Tarekat Hidup Bakti dan Lembaga Hidup
Kerasulan
KV. II
:
Konsili Vatikan II
LAI
:
Lembaga Alkitab Indonesia
Leg
:
Legacy
Let
:
Letters
MRel
:
My Relations With the Church
OCD
:
Ordo Carmelitarum Discalcetorum
SCP
:
Shared Christian Praxis
SL
:
Solitary Life
Sta
:
Santa
Sto
:
Santo
TCAG
:
Terpukau Cinta Akan Gereja
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hidup bakti merupakan salah satu dari karunia Roh atau kharisma dalam
Gereja. Hidup bakti secara khusus menjadikan semangat Injil sebagai pilihan
hidup yang dihayati secara total dan radikal kepada Tuhan. Hal ini berarti
hidup bakti berada pada inti Gereja sebagai unsur yang menentukan misi
Gereja yang menampilkan sifat batiniah panggilan Kristiani. Sifat batiniah
Kristiani yang dihidupi oleh para religius diwujudkan dalam kaul-kaul yakni;
kaul kemurnian, kaul kemiskinan dan kaul ketaatan yang dihidupi oleh
masing-masing anggota diwarnai oleh semangat pendiri, kharisma dan
spiritualitas kongregasi. Dengan mengucapkan kaul berarti seorang religius
menggabungkan diri dan berpartisipasi dalam mewujudkan dan melaksanakan
apa yang dikehendaki Tuhan lewat kongregasi. Dengan mengikrarkan ketiga
kaul berarti seorang religius berani menghadapi konsekuensi dari kaul itu
sendiri.
Konsili Vatikan II dikatakan tentang profesi religius sebagai berikut:
”Anggota-anggota lembaga religius itu perlu ingat bahwa dengan
memprofesikan nasehat-nasehat Injil mereka pertama-tama menanggapi
panggilan Ilahi, sehingga mereka tidak hanya mati dalam dosa (bdk. Rom.
6,11), tetapi juga meninggalkan dunia, supaya hanya hidup bagi Allah”
(PC:5).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Memilih panggilan hidup bakti juga berdasarkan motif-motif tertentu
yang mendorong seseorang berani memutuskan untuk memilih hidup
membiara. Hidup bakti dipengaruhi oleh kuat lemahnya motivasi yang
dimiliki oleh seorang individu. Hal ini dapat diukur dari kesetiaan dan
pemberian diri dalam menjalankan nilai-nilai Injil yang tertera pada ketiga
kaul yakni kemurnian, kemiskinan dan ketaatan dalam hidup berkomunitas
dan kerasulan yang dijalaninya setiap hari.
Secara rohani hal yang mendorong orang untuk memilih hidup bakti
adalah iman. Iman mengarahkan orang untuk menyerahkan diri secara total
kepada Allah secara radikal. Pemilihan hidup bakti ini dilakukan sebagai
ungkapan jawaban atas panggilan Ilahi. Dengan rumusan yang agak berbeda,
ditegaskan juga dalam Dokumen KV II, bahwa orang beriman kristiani
mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasehat Injil (PC. 44).
Yesus mengabdikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintai-Nya
mengatasi segala sesuatu. Dengan demikian Yesus terikat untuk mengabdi
Allah serta meluhurkannya karena alasan yang baru dan istimewa. Karena
baptisan Yesus telah mati bagi dosa dan dikuduskan kepada Allah. Untuk
memperoleh buah-buah rahmat baptis yang lebih melimpah, Yesus
menghendaki mengikrarkan nasehat-nasehat Injil dalam Gereja dibebaskan
dari rintangan-rintangan, yang mungkin menjauhkan-Nya dari cinta kasih
yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada Allah. Adapun
pentakdisan akan makin sempurna, bila dengan ikatan yang lebih kuat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tetap makin jelas dilambangkan Kristus, yang dengan ikatan tak terputuskan
bersatu dengan Gereja mempelai-Nya (1993, PC. 44).
Ketaatan religius memperoleh dasarnya dalam ketaatan Injil yang radikal
yang berlaku untuk umum dan semua orang, yaitu ketaatan kepada kehendak
Allah. Kehendak sendiri sebagai korban yang dipersembahkan kepada Allah.
Dengan demikian para religius secara tetap dan aman mempersatukan diri
dengan kehendak Allah yang menyelamatkan (PC:14).
Penghayatan mengenai kaul dalam komunitas religius suster-suster
Carmelite Missionaries khususnya kaul ketaatan, mengalami pengaburan
nilai-nilai religius. Pengaburan yang dimaksudkan adalah penyimpangan dari
penghayatan dan pemaknaan kaul ketaatan yang merupakan perwujudan
penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah. Para suster suster
Carmelite Missionaries meskipun sudah mengikrarkan kaul, ada yang belum
memahami makna dari kaul ketaatan itu sendiri, sehingga dirasa mengikat
dan sebagai penghambat perkembangan pribadi. Ini fakta yang terjadi dalam
kongregasi Carmelite Missionaries dewasa ini. Maka tidak heran kalau ada
anggota yang mudah berkata ”pemimpin itu kurang bijaksana, kurang adil
dalam memperhatikan kepentingan kita.”
Pelanggaran terhadap kaul ketaatan ini banyak terjadi dalam pelaksanaan
tugas perutusan dan persaudaraan khususnya saat pimpinan akan memberi
suatu kebijakan maupun penempatan tugas yang baru. Pelanggaran kaul
ketaatan ini pada umumnya oleh para suster senior.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Mereka beranggapan bahwa kaul ketaatan hanya berlaku bagi sustersuster yunior yang belum berkaul kekal sedangkan yang senior merasa telah
sampai pada tujuan yaitu kaul kekal sehingga merasa diri bebas dan tidak
perlu taat lagi. Pemahaman ini sangat keliru sehingga nilai-nilai religius
dalam kaul ketaatan menjadi kabur. Oleh karena itu setiap anggota kongregasi
Carmelite Missionaries baik suster senior maupun suster yunior
harus
kembali kepada semangat pendiri dan ajarannya. Para suster diajak untuk
kembali kepada konstitusi yang berbicara tentang kaul ketaatan. Konstitusi
Carmelite Missionaries (art. 43 ) menegaskan:
” ... para suster pada gilirannya harus setia pada ketaatan meskipun
dituntut suatu pengorbanan secara konkret. Kita semua hendaknya
menjadi taat pada Roh Kudus yang telah menginspirasikan keduanya
yakni kehendak dan tindakan yang dipilihnya. Para suster harus mencari
kebaikan dari semua anggota komunitas dalam ketaatan dari karisma
kita. Melalui jalan ketaatan akan menguatkan kebebasan kita. Menuntun
kita pada penyerahan diri secara total dalam kasih dan menghantar kita
pada kedewasaan Kristiani”.
Makna ketaatan yang dialami, dihayati dan dilaksanakan oleh parasuster
Carmelite Missionaries dalam panggilannya mencerminkan ketaatan yang
dilaksanakan oleh Beato Francisco Palau. Ketaatan menurut beato Francisco
Palau merupakan suatu bentuk keutamaan yang sangat besar. Ketaatan
merupakan suatu sarana yang tepat di mana kita harus mengikuti kehendak
Allah. Hal ini merupakan suatu bentuk keterbukaan dan kesediaan terhadap
kehendak Allah. Dalam suratnya kepada Sr. Juana Gratias, Francisco Palau
mengatakan ”Pergilah di mana ketaatan membimbingmu dan janganlah takut
Allah akan membimbingmu pada suatu jalan yang benar”. Pergi ke mana
ketaatan membimbingmu, janganlah takut dan Allah akan memimpinmu pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
suatu tempat yang aman (Letters, 54,2). Dengan demikian Francisco Palau
mau menegaskan bahwa sebagai seorang Carmelite Missionaries hendaknya
selalu memiliki hati yang siap sedia untuk menjalankan misi yang
dipercayakan kepada masing-masing anggota, karena Allah sendiri yang akan
memimpin pada jalan dan tempat yang aman.
Pada kenyataannya ada suster Carmelite Missionaries yang sungguh
memaknai dan menghayati kaul ketaatannya, namun ada pula yang kurang
menghayati dalam panggilannya sebagai pengikut Kristus. Beberapa suster
senior maupun yunior mengalami ketakutan dan ketidakbebasan. Mereka
terikat pada sahabat, kehormatan dan materi. Bagi suster yunior merasa takut
akan dikeluarkan dari biara, jika mereka tidak taat kepada pemimpin atau
atasan. Mereka merasa tidak bebas untuk mengkritik pemimpin atau suster
senior. Maka selama masa pendidikan yuniorat mereka menunjukkan sikap
taat yang baik melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. Mereka
sungguh patuh dan setia menaati semua peraturan. Ketika sudah kaul kekal
tindakan mereka kadang berbeda dengan ketika mereka masih di formasi.
Ketaatan pada kehendak Allah itu diwujudnyatakan secara konkret dalam
ketaatannya kepada pemimpin atau formator, karena kepada merekalah wakilwakil Kristus yang kelihatan. Tentu saja tidak semua kehendak dan perintah
pemimpin harus ditafsirkan sebagai suara/perintah Allah. Mereka tampil
sebagai wakil Kristus sejauh mereka memerintahkan sesuatu seturut
ketentuan konstitusi (KHK, kan. 601). Oleh karena itu, seorang yang tidak
taat lagi kepada pemimpin atau formator, perlu meninjau kembali motivasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
untuk hidup sebagai seorang religius. Karena ia sulit untuk berubah lebih
lanjut, telah menutup kemungkinan bahwa ia keliru, kepribadian yang telah
beku, dan kurang mampu untuk mendengar sehingga ia menganggap bahwa
pimpinan atau formator itu sama dengan dirinya, jadi tidak perlu taat.
Dalam praktek ketaatan religius, ada pergeseran dalam sistem mengambil
keputusan. Tekanan lebih banyak diberikan pada sistem dialog dengan
bawahan dan peranan komunitas. Pergeseran ini sering kali membawa serta suatu
krisis ketaatan terhadap atasan. Dewasa ini banyak religius termasuk para suster
Carmelite Missionaries tidak suka lagi mendengar kata ”perintah atau ”komando”
dari atasan. Mereka menghendaki kebebasan dalam memilih karir, memilih
komunitas dan mengatur acara hidupnya sendiri.
Kesulitan-kesulitan yang dialami dalam kongregasi Carmelite Missionaries
adalah menghadapi suster-suster yang memiliki karakteristik kepribadian yang keras
dan mempunyai prinsip sendiri sehingga sulit untuk dibimbing dan akhirnya suster
tersebut tidak ingin mendengar dan menaati pimpinan atau peraturan yang sudah
ditetapkan. Dengan perkembangan jaman yang semakin maju turut mempengaruhi
gaya hidup suster-suster Carmelite Missionaries dalam penggunaan alat-alat
komunikasi elektronik (HP, kamera) tanpa sepengetahuan pemimpin.
Kesulitan lain yang dihadapi oleh formator atau pemimpin dalam
mendidik para suster yunior (intensif yunior maupun yunior yang sudah
berkarya) adalah kurangnya keterbukaan, kurang memiliki kemampuan untuk
memahami instruksi, kurang mengasimilasi dan menginternalisasikan nilainilai hidup bakti, tertekan dengan luka batin masa lalu dan tidak memiliki
dorongan untuk berubah, adanya ketakutan akan otoritas serta motivasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
tidak jelas dari formandis. Kesulitan lain yang dialami adalah kurang
profesional dalam membimbing dan mendidik para suster di rumah formasi
maupun di rumah karya.
Melihat kesulitan dan masalah yang dihadapi oleh anggota suster
Carmelite Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan,
menunjukkan bahwa apa yang diharapkan dan dicita-citakan oleh Bto.
Francisco Palau, OCD belum tercapai sebagaimana mestinya. Bertolak dari
situasi yang ada, maka hal ini menjadi keprihatinan penulis juga. Untuk itu
penulis ingin menyumbangkan gagasan-gagasan untuk anggota Carmelite
Missionaries
dengan
mengambil
judul:
MENINGKATKAN
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT
BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS
SUSTER-SUSTER
CARMELITE
MISSIONARIES
MELALUI
KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS.
B. PERUMUSAN MASALAH
1.
Mengapa spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau
sangat penting bagi hidup berkomunitas suster-suster Carmelite
Missionaries?
2.
Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi suster-suster Carmelite
Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan dalam
hidup berkomunitas?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
3.
Apa hubungannya antara ketaatan dan hidup berkomunitas sustersuster Carmelite Missionaries?
4.
Sumbangan katekese model apa yang dapat membantau para suster
Carmelite Missionaries dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan
menurut beato Francisco Palau?
C. TUJUAN PENELITIAN
1.
Memaparkan beberapa gagasan pemikiran mengenai “Penghayatan
Spiritualitas Kaul Ketaatan Menurut Beato Francisco Palau Bagi
Hidup Berkomunitas Suster-suster Carmelite Missionaries”.
2.
Membantu suster-suster Carmelite Missionaries selalu kembali pada
ajaran pendiri, dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam
hidup berkomunitas.
3.
Memberikan sumbangan pemikiran bagi para suster Carmelite
Missionaries dalam usaha mendalami penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan dalam perutusan dan persaudaraan melalui katekese model
Shared Christian Praxis.
D. MANFAAT PENELITIAN
1.
Memberi masukan bagi para pemimpin komunitas dan anggota
Carmelite Missionaries untuk lebih menghayati spiritualitas kaul
ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2.
Membantu
suster-suster
Carmelite
Missionaries
menemukan
hambatan-hambatan dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan
dalam hidup berkomunitas.
3.
Bagi penulis.
Melalui pemaparan tulisan ini, penulis semakin mendalami, dan
menghayati
panggilan
sebagai
seorang
biarawati
Carmelite
Missionaries, dalam menghidupi dan menghayati kaul ketaatan
dalam hidup sehari-hari baik di dalam komunitas maupun di luar
komunitas.
E.
METODE PENULISAN
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskripsi
analisis melalui studi pustaka ditambah dengan mengembangkan refleksi
pribadi yang menggambarkan secara faktual pengalaman yang terjadi dalam
hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries.
F.
SISTEMATIKA PENULISAN
Judul skripsi ini adalah MENINGKATKAN PENGHAYATAN
SPIRITUALITAS
KAUL
KETAATAN
MENURUT
BEATO
FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS SUSTERSUSTER
CARMELITE
MISSIONARIES
MELALUI
KATEKESE
MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Dengan judul tersebut penulis
bermaksud menemukan dan memaparkan pemikiran dan sumbangan bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
suster-suster Carmelite Missionaries dalam menghayati kaul ketaatan
menurut beato Francisco Palau bagi hidup berkomunitas.
Untuk mencapai maksud tersebut penulis membagi skripsi ini menjadi
lima bab. Gambaran sistematis skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I, pendahuluan meliputi: latar belakang penulisan skripsi, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II, penulis menguraikan tentang kaul ketaatan dalam kongregasi
Carmelite Missionaries yang meliputi: riwayat hidup bto. Francisco Palau,
trikaul menurut bto. Francisco Palau, ketaatan dalam tulisan-tulisan bto.
Francisco Palau dan ketaatan menurut konstitusi Carmelite Missionaries.
Bab III, penulisakan menguraikan tentang ketaatan dalam hidup
berkomunitas, membahas tentang makna, tantangan, pergulatan dan
penghayatan kaul ketaatan dewasa ini dalam hidup berkomunitas.
Bab IV, membahas tentang model katekese yang dapat membantu
meningkatkan pemaknaan dan penghayatan kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries meliputi: gambaran umum
katekese, peranan katekese dalam upaya meningkatkan penghayatan kaul
ketaatan, dalam hidup berkomunitas melalui katekese model Shared Christian
Praxis suatu model katekese yang sesuai untuk membantu meningkatkan
penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas sustersuster Carmelite Missionaries, usulan program katekese dan contoh persiapan
katekese.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Bab V, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dari
pembahasan pokok permasalahan ketaatan dalam kongregasi Carmelite
Missionaries dan berupa saran yang dapat berguna bagi para suster Carmelite
Missionaries, serta yang membaca tulisan ini dalam membantu menemukan
penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas sebagai
seorang religius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
KAUL KETAATAN DALAM KONGREGASI CARMELITE
MISSIONARIES
Mengikatkan diri pada suatu persekutuan hidup membiara ditandai
dengan kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Suster Carmelite
Missionaries (CM) sebagai suatu persekutuan hidup membiara mengucapkan
tiga kaul tersebut sebagai tanda ikatan pada kongregasi.
Kaul ketaatan dalam kongregasi Carmelite Missionaries akan dibahas
secara khusus dengan pokok-pokok sebagai berikut, yaitu riwayat hidup Bto.
Francisco Palau, trikaul menurut pendiri, ketaatan dalam tulisan-tulisannya,
ketaatan dalam konstitusi Carmelite Missionaries sebagai pedoman hidup.
A. RIWAYAT HIDUP
1.
Masa Kecil dan Remaja Francisco Palau (tahun 1811-1828)
Francisco Palau Y. Quer dilahirkan di Aytona, Lerida, Spanyol pada
tanggal 29 Desember 1811, dari keluarga petani miskin, dan berasal dari
tradisi kristen Katolik yang saleh. Kelahirannya telah didahului oleh enam
kakak laki-laki dan perempuan. Ia dibaptis tepat pada hari kelahirannya. Pada
tanggal 11 April 1817, Francisco Palau menerima sakramen krisma. Orang
tuanya Jose Palau Miarnau dan Maria Antonia Queer Esteve telah
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
menanamkan sikap taat pada ajaran-ajaran kristiani dan kasih sayang dalam
keluarga (TCAG, 1997:7).
Ketika masih muda Francisco Palau melihat bahwa kehidupan akan
semakin bertambah sulit karena gangguan-gangguan sosial-politik sebagai
akibat invansi Perancis dan perang kemerdekaan yang terus terjadi (18081814). Kendatipun demikian, kehidupan rumah tangga Palau-Quer selalu
menampilkan sikap jujur, menghargai dan saling menghormati. Di dalam
keluarga tumbuh kasih sayang, kekuatan kristiani dan tangguh menghadapi
tantangan. Tiada hari tanpa kegembiraan atau kedamaian yang mendalam.
Keluarga Francisco Palau selalu merasa puas dengan apa yang mereka miliki.
Francisco Palau mulai belajar membaca dan menulis di negaranya. Gurunya
meminta keluarga mencari pendidikan yang baik untuk diberikan kepada
Francisco Palau (TCAG, 1997:7).
Rupanya, penyelenggaraan Tuhan memberikan jalan. Kakaknya Rosa,
menikah dengan Ramon Benet pada tahun 1824 dan pindah ke Lerida. Di
dalam keluarga Rosa, Francisco Palau diterima sehingga ia dapat melanjutkan
studinya. Francisco Palau tinggal di sana selama empat tahun.
2.
Kehidupan Francisco Palau di Seminari (1828-1832)
Francisco Palau merasa bahwa panggilannya yang sejati ialah
mendedikasikan seluruh hidupnya bagi Tuhan dan pelayanan kepada sesama
melalui jalan imamat. Untuk itu, Francisco Palau masuk seminari pada bulan
September 1828 lewat bantuan P. Juan Camps, pastor paroki di kota kecilnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Tetapi, sebelumnya Francisco Palau telah dibekali dengan pengetahuan yang
cukup. Francisco Palau mulai studi di seminari-Lerida pada musim gugur
1828 hingga musim semi 1832. Ia menyelesaikan pendidikannya selama tiga
tahun. Dua tahun untuk pendidikan humaniora dan filsafat, dan satu tahun
untuk pendidikan teologi. Di seminari, Francisco Palau sungguh mengalami
kehidupan yang taat dan disiplin tinggi. Jadwal hariannya mendekati disiplin
militer. Ia mengerjakan tugas yang sama saja dan penuh kegiatan yang serba
rutin. Studi, doa bersama, pelajaran tatap muka dan rekreasi di dalam
kelompok merupakan keseharian yang perlu ia jalankan dengan tekun dan
taat (TCAG, 1997:11).
Selama empat tahun di seminari ia mempunyai waktu yang cukup untuk
memikirkan
dan
mempertimbangkan
rencana-rencana
hidupnya.
Ia
mempergunakan waktu tersebut sebaik-baiknya dan berusaha sepenuh tenaga
menemukan arah hidupnya yang perlu ia pilih secara jelas dan terwujud. Ia
menginginkan sesuatu yang dapat memenuhi keinginan dan kemampuannya
mencinta. Pada tanggal 19 Desember 1829, ia menerima tonsura. Pada usia
21 tahun, Francisco Palau secara jiwani dan rohani telah cukup matang untuk
membuat keputusan-keputusan kehidupan yang penuh tanggung jawab.
Francisco Palau sungguh yakin bahwa ia dipanggil untuk hidup membiara.
Akhirnya ia sendiri mengakui bahwa ia masuk biara untuk mencari cinta
yang dapat dirasakan dan dapat memberi makna pada hidupnya (TCAG,
1997:12).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
3.
Kehidupan Francisco Palau di Biara Karmel Tak Berkasut (18321835)
Pada musim panas, Francisco Palau memutuskan untuk tidak kembali ke
seminari. Tetapi ia sendiri memutuskan untuk masuk biara Karmel Santa
Teresa setelah sekian lama mengadakan novena kepada St. Elia. Pribadi Elia
tergambar secara hidup di dalam benaknya seperti nampak pada perilaku
santa Teresa dan pada keheningan kontemplatif Santo Yohanes dari Salib.
Semuanya itu menjadi pokok impiannya dan perwujudan cita-citanya.
Francisco Palau ingin mempelajari dan memasukkan semangat Teresa-Elia
pada dirinya, demikian juga keheningan kontemplatif Santo Yohanes dari
Salib selama masa novisiatnya. Hari demi hari Francisco Palau ingin
menjadikan semuanya itu miliknya (TCAG, 1997:13).
Pada tanggal 23 Oktober 1832, Francisco Palau meninggalkan LeridaSpanyol dan berangkat ke Barcelona. Di Barcelona Francisco Palau
menerima busana OCD di biara Karmel San Josĕ pada tanggal 14 November
1832, dan namanya diganti menjadi Francisco Yesus Maria Yosep. Ia
melaksanakan keteraturan hidup di novisiat dengan tertib. Novisiat biara San
Josĕ di Barcelona memungkinkan hal itu baginya. Komunitas tersebut sedikit
terganggu oleh tetangga-tetangga yang tidak bersahabat di Ramblas, kampung
yang dihuni orang-orang yang memperjuangkan revolusi (TCAG, 1997:13).
Francisco Palau sadar bahwa kehidupan religius di Spanyol dan di luar
Eropa sedang menghadapi kesulitan. Kendati demikian, ia tidak ragu akan
panggilannya. Ia juga tidak takut akan akibat yang terjadi. Di kemudian hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
ia mengakui bahwa bila para pemimpinnya mengatakan kepadanya supaya ia
menerima tahbisan imamat, ia melakukannya, ”dengan begitu yakin bahwa
suatu kehormatan semacam itu sedikit pun tidak membuat aku jauh dari
profesi biaraku” (Solitary Life, 1988:17).
Meskipun situasi sangat kacau, keyakinan Francisco Palau akan
kehidupan religius menjadi defenitif di mana tahun terakhir dia diminta untuk
meneruskan panggilannya. Pada tanggal 15 November 1833, Francisco Palau
mengucapkan kaul-kaul hidup membiaranya secara meriah, dan ia
mempersembahkan dirinya kepada Tuhan. Pada tanggal 21 Desember 1833
Francisco Palau menerima tahbisan-tahbisan rendah dan subdiakon. Tanggal
22 Februari 1834 Francisco Palau ditahbiskan menjadi diakon. Francisco
Palau sering muncul di gereja Karmel San Josê untuk melaksanakan
pelayanan-pelayanan menuju imamat. Meskipun ia sadar akan tanggungjawab
yang dibebankan kepadanya, ia bertahan dengan sikap serius. Ia pun tidak
dapat menyembunyikan kegembiraan setiap kali mengenakan pakaian untuk
perayaan liturgi (TCAG, 1997:14, 15).
Irama hidup yang teratur selama studi, ketekunan melaksanakan
palayanan, doa yang mendalam, semuanya tidak berlangsung lama. Perang
revolusi menghancurkan tembok-tembok biara dan kehidupan komunitas.
Harapan untuk menjadi imam terhanyut juga. Tanggal 25 Juli 1835
muncullah kelompok-kelompok orang yang menyerang dan membakar biarabiara di Barcelona. Para anggota biara Karmel San Josê, seperti halnya
anggota-anggota biara lain diselamatkan oleh tetangga-tetangga yang baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
sehingga mereka terhindar dari kematian yang kejam. Ketika terjadi revolusi,
Francisco Palau berusia 23 tahun. Saat itu dalam dirinya memiliki keinginan
besar untuk melihat sejelas-jelasnya yang ia cintai, beradu pandang, dan ia
yakin tanpa terluka keluar dari kobaran api. Dalam tulisan tentang relasinya
dengan Gereja mengatakan bahwa “Kekasihku datang, mengulurkan tangan
kepadaku, dan aku keluar tanpa cedera dari reruntuhan biaraku” (TCAG,
1997:15).
Pada mulanya frater Francisco Palau tidak membayangkan betapa berat
keadaan yang menimpa hidup membiaranya. Sesudah terusir dari biara
dengan keterpaksaan seperti halnya dengan anggota biara-biara lain, ia
dikurung di Ciudadela-Barcelona. Ia sungguh menderita karena dikejar-kejar
secara brutal. Meskipun demikian para pemimpin biara dan anggota saling
berhubungan melalui surat. Selama menunggu kesempatan kembali ke
komunitas yang ia cintai, Francisco Palau berusaha semampunya menjalani
hidup dengan menepati kewajiban-kewajiban membiaranya. Kelak ia
menulis: “Saya menyesuaikan diri sedapat mungkin dengan peraturanperaturan
hidup
membiaraku”
(TCAG,
1997:17).
Francisco
Palau
menjalankannya dengan menolong di paroki asalnya, paroki St. Antolin
sebagai diakon, lalu menyepi di dalam suatu gua kira-kira dua kilometer
jauhnya dari Aytona. Pelayanan pastoral dan kesendirian kontemplasi
merupakan dua hal yang saling melengkapi bagi panggilan karmel Santa
Teresa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Harapannya untuk kembali ke biara ternyata merupakan suatu harapan
kosong. Hal ini disebabkan pada tanggal 9 Maret 1836 pemerintah
menetapkan peraturan-peraturan melawan keagamaan. Peraturan tersebut
menegaskan bahwa para anggota biara dilarang kembali ke biara-biara
mereka, mengenakan pakaian biara di tempat umum tidak diperbolehkan.
Semua yang menyangkut hidup imamat berada di bawah yuridiksi uskup
setempat. Kendati demikian diakon Francisco Palau diberi tahu oleh para
pembesarnya bahwa para uskup lah yang menginginkan dia mempersiapkan
diri untuk tahbisan imamat. Dengan ketaatan Francisco Palau menyetujuinya,
kemudian ia berangkat ke Barbastro, Huesca untuk ditahbiskan imam pada
tanggal 2 April 1836 oleh uskup Santiago Fort y Puig (TCAG, 2000:18).
Pada usia 25 tahun Francisco Palau telah menjadi seorang imam dan
biarawan. Ia bersedia menjadi imam tanpa meninggalkan panggilannya
sebagai biarawan Karmel St. Teresa. Suatu panggilan yang kokoh perlu dapat
berlangsung di dalam keadaan apa saja. Dalam salah satu catatan rohaninya
Francisco Palau menulis: “supaya dapat hidup di Karmel hanya satu hal yang
penting, ialah ‘panggilan’” (TCAG, 1997:18).
Setelah ditahbiskan menjadi imam di Barbastro pada tahun 1836,
Franscisco Palau memulai karya kerasulannya di Cataluna. Gangguangangguan di negerinya sendiri memaksa dia untuk tinggal dalam kehidupan
pengasingan di Perancis dari tahun 1840 sampai tahun 1851, di mana
Francisco Palau menggantikan tugas kerasulannya dengan menghayati hidup
di dalam keheningan. Francisco Palau banyak menulis dan membimbing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
kelompok kaum muda dan mengarahkan mereka untuk berdevosi kepada
Bunda Maria di Livron, Dioses Mantauban (Solitary Life, 1988:35)
Francisco Palau kembali ke Spanyol pada tahun 1851 dan memulai
pelayanan kerasulannya. Di Barcelona, ia mendirikan sebuah sekolah yang
selanjutnya sekolah itu dinamakan “Sekolah Kebajikan.” Kemudian sekolah
itu dituduh melibatkan pekerja yang melanggar aturan di Barcelona dan telah
ditutup oleh para penguasa sipil. Francisco Palau sebagai direktur ”Sekolah
Kebajikan” ditahan di Ibiza sejak tahun 1854 hingga tahun 1860. Dalam
keheningan di Vedra, di pulau Ibiza, ia menghidupi semangat pengabdian
kepada Gereja yang sedang mengalami perubahan. Di pulau Balearic,
Francisco Palau mendirikan kongregasi para Bruder dan Suster Karmel pada
tahun 1860 sampai 1861 (Solitary Life, 1988:35).
Francisco Palau mewartakan misi di pulau Ibiza dan Peninsula,
meningkatkan devosi kepada Bunda Maria sebagaimana sering ia sampaikan
kepada orang-orang di sekitarnya. Pada tahun 1866, Francisco Palau
berangkat ke Roma, dan tahun 1870 ia berangkat lagi ke Roma untuk
menghadiri pertemuan Konsili Vatikan I bersama Paus dan para bapa konsili.
Francisco Palau meninggal di Taragona pada tanggal 20 Maret 1872. Gereja
memberinya gelar Beato pada tanggal 24 April 1988 (Soliotary Life,
1988:35).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
4.
Pendiri Kongregasi
Sebutan yang tak dapat diragukan dan yang paling dikenang orang pada
beato Francisco Palau ialah ”Bapa Pendiri Kongregasi”. Francisco Palau
dikenang oleh sejarah dan memberi semangat pada orang-orang yang merasul
di dalam Gereja. Sebagai Bapa Pendiri oleh putri-putri rohaninya yang
berjumlah begitu banyak di dalam kongregasi yang sekarang di beri nama
Carmelite Missionaries dan Carmelite Missionaries Teresa. Kedua
kongregasi ini sebagai pengikut beato Francisco Palau melanjutkan karya dan
semangatnya dari abad-19 sampai jaman sekarang di lima benua. Carmelite
Missionaries dan Carmelite Missionaries Teresa tidak secara kebetulan lahir
atau sebagai suatu akibat dari kejadian yang mendadak (TCAG, 1997:59).
Setelah kematian Francisco Palau para pengikutnya pecah menjadi dua.
Satu
kelompok
mengikuti
Juan
Nugues
uskup
setempat
sebagai
pemimpinnya, kemudian lahirlah kongregasi Carmelite Missionaries Teresa.
Kelompok lain adalah kumpulan orang-orang yang menentang adanya
pemimpin baru, mereka adalah ahli waris yang setia dan taat pada ajaran
Francisco Palau sampai akhir hayatnya. Kelompok ini diberi nama kongregasi
Carmelite Missionaries.
Kedua kongregasi ini menghidupi karisma dan
spiritualitas yang sama yakni spiritualitas Palautian.
Carmelite Missionaries merupakan buah yang masak dari suatu usaha
yang berkali-kali diupayakan oleh beato Francisco Palau, sampai pada
akhirnya ia berhasil mendirikan suatu kongregasi yang tahan jaman. Ia
memandang bahwa pekerjaan sebagai pendiri harus dilihat sebagai cetusan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
panggilannya untuk menjadi bapa rohani, sebagai ”bapa jiwa-jiwa”, ”di dalam
dan untuk Gereja”. Ia berhasil mendirikan Tarekat Carmelite Missionaries
hanya setelah ia mempunyai pemahaman yang matang mengenai hakikat
Gereja dan setelah Gereja dengan segala misterinya menjadi sumber
kebijaksanaan yang memberi kehidupan kepadanya (TCAG, 1997:59).
Sebagai pendiri Francisco Palau tidak pernah lepas dari hubungannya
yang intim dengan Tuhan melalui doa dan kontemplasi yang ia lakukan di
tempat-tempat sunyi. Dalam kesunyian dan keheningan doa ia dapat
menemukan makna ketaatannya lewat peristiwa-peristiwa hidup yang
dialaminya. Tetapi hal itu tidak dapat bertahan tanpa iklim kesederhanaan
hidup yang sesuai, dedikasi tanpa pamrih dan pengorbanan. Bagi Francisco
Palau segala sesuatu dapat berarti jika ia mempunyai sikap pengikraran diri
yang tetap dan didukung oleh iman dan kasih (TCAG, 1997:70)
Carmelite Missionaries merupakan tunas dari pengalaman hidupnya di
dalam mencintai dan melaksanakan pelayanannya kepada Gereja. Cinta dan
pelayanan itu merupakan keparipurnaan pemenuhan perintah untuk mencinta,
sebab baik cinta kepada Allah di dalam Kristus maupun cinta kepada sesama
menjadi satu di dalam Gereja (TCAG,1997:61).
Sejak
awal,
Francisco
Palau
menginginkan
supaya
Carmelite
Misssionaries yang ia bangun ini mempunyai cap gerejani tersebut dan
terukir pada pokok tua dari Karmel St. Teresa. Untuk meneruskan
kharismanya kepada komunitasnya dan untuk membentuk para anggotanya,
Francisco Palau menanamkan nilai-nilai fundamental dari semangat Elia dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
semangat kerohanian St.Teresa. Ketika Francisco Palau menemukan makna
panggilannya sebagai seorang Karmel Teresa (Let, no. 93:1257), ia langsung
bekerja dan merenungkan segala kekayaannya ke dalam lembaganya yang
baru (TCAG, 1997:61).
Francisco Palau telah menciptakan suatu jalan baru, yakni menghayati
kehidupan kontemplasi dan pelayanan kerasulan. Hal itu merupakan suatu
percampuran mendalam antara nilai-nilai pribadi dan komunitas, antara doa
pribadi dan doa Gereja. Itu merupakan suatu jalan yang diberikan oleh
Francicso Palau sebagai peninggalan kepada para bruder ordo ketiga Karmel
dan para suster Carmelite Missionaries. Kelompok para bruder memang telah
tidak ada lagi, tetapi semangat dan karyanya dilanjutkan dan dikembangkan
oleh putri-putri rohani Francisco Palau (TCAG,1997:61).
Beato Francisco Palau selalu menyadari bahwa kesuksesannya sebagai
pendiri suatu kongregasi bukanlah hasil kerja dan usahanya semata-mata. Hal
ini dikarenakan dalam masa-masa pencariannya, ia selalu menyerahkan
seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia membiarkan Tuhan bekerja seutuhnya
dalam seluruh karyanya. Francisco Palau selalu peka untuk mendengarkan
bisikan suara Tuhan melalui keheningan doa dan kontemplasi serta taat pada
apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi diri dan misinya (Let, no. 54:1171).
Surat tersebut ditujukan kepada salah satu ahli warisnya bernama Juana
Gratias, ia menuliskan bahwa dalam hidup bersama para suster hendaknya
mampu melupakan dirinya sendiri, menyerahkan diri mereka pada
penyelenggaraan Ilahi dan orang yang akan membimbing dan mendampingi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mereka. Dalam menjalankan suatu tugas perutusan hendaknya para suster
menaatinya dan tidak menjadi takut karena Tuhan sendiri akan memimpin
mereka pada suatu tempat yang aman.
Para suster Carmelite Missionaries ingin mewujudkan ketaatan yang
telah diterima sejak menggabungkan diri dalam keluarga Karmel, terutama
apa yang telah diterima dalam masa pembentukan. Hal ini sangat nampak
melalui kesetiaan dan ketekunan dalam melaksanakan kehendak Allah seharihari. Menurut Francisco Palau, bukan banyaknya tahun yang dilewati dalam
biara, tetapi banyaknya usaha untuk menghayati tuntutan panggilan hari demi
hari. Francisco Palau memberi contoh bagi para suster Carmelite
Missionaries bagaimana harus menjadi tekun dan setia dalam menanggapi
panggilan Tuhan bagi setiap pribadi.
5.
Spiritualitas dan Kharisma Carmelite Missionaries
a.
Spiritualitas CM dirumuskan sebagai berikut:
Sebagai pengikut Bto. Francisco Palau, para suster CM menghidupi
spiritualitas Palautian yaitu: misteri persatuan Gereja (ecclesiality);
persekutuan hidup dalam Gereja; hidup rohani yang mendalam diekpresikan
lewat pelayanan dan kerasulan, suatu ungkapan cinta kasih kepada Gereja,
doa sebagai persatuan dengan tubuh mistik Kristus, yaitu Tuhan dan sesama
serta memandang Maria sebagai model Gereja yang sempurna (Kons. Art 7,
52, 53, 67, 89, 96, TCAG. 1997:68).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
b. Kharisma CM dirumuskan sebagai berikut:
Menjadi tanda persatuan dalam Gereja. Ini merupakan inti kharisma Bto.
Francisco Palau yang diikuti oleh suster-suster CM sebagai pengikutnya
(konst. art 48, 49).
Untuk membagi kekayaan spiritualitas dan kharisma suster-suster CM
sebagai sumbangan kepada perubahan hidup rohani dalam Gereja. sebagai
para nabi persatuan dan harapan kami dipanggil untuk hidup sebagai ”Gereja
kecil”yang memberi saksi pada persatuan dann harapan dalam dunia yang
individualistis, materialistis dan terpecah belah. Untuk membentuk manusia
dan solidaritas dihargai dan di mana nilai-nilai moral Spiritualitas dan
kharisma yang dihidupi oleh para suster Carmelite Missionaries berdasarkan
konstitusi dan karisma pendiri serta pembaharuannya yang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan Gereja dari waktu ke waktu.
B. TRI KAUL MENURUT BEATO FRANCISCO PALAU
1.
Kaul-Kaul
Ajaran Francisco Palau tentang kaul-kaul dihubungkan dengan
pengalamannya akan Gereja. Ketika Francisco Palau berbicara tentang hidup
bakti ia tidak menyebutkan secara eksplisit, hal ini disebabkan ia menghidupi
kaul-kaulnya berdasarkan pengalaman penyerahan diri dan kehendaknya
secara total yang menghantarnya pada suatu hubungan mesra dengan yang
dicintainya yakni ”Gereja”. Terbuka terhadap misteri Gereja ia memperoleh
suatu pemahaman baru dan pengungkapan penyerahan diri kepada-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Dalam tulisannya tentang relasinya dengan Gereja ia mengatakan bahwa
dirinya tidak dapat melihat dan kontemplasi Putera Allah dalam bentuk dan
ide-ide apa pun, tetapi sebagai Kepala, dipersatukan pada Tubuh yang kudus
dari Gerejanya (My Reations with the Church. 4, 22:812). Dengan demikian
kaul-kaul religius menurut Francisco Palau merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan seperti kepala dan tubuh.
Pencarian akan kehendak Allah selama dua puluh tahun merupakan
waktu yang cukup panjang bagi Francisco Palau. Segala perjuangan dan
pergulatan hidupnya membawakan suatu ketaatan yang sempurna yang
berasal dari kedalaman imannya akan penyelenggaraan Tuhan. Bukti
pemberian dan penyerahan dirinya secara total kepada Allah merupakan
jawabannya akan cinta Allah yang memanggil, ia bukan lagi miliknya sendiri
tetapi seluruh dirinya adalah milik Allah (My Reations with the Church,
Fragmen. III:750).
Dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Allah, suster-suster Carmelite
Missionaries diharapkan rela melepaskan kehendak sendiri dan siap
berkorban bagi semua orang yang membutuhkan. Penyerahan diri ini
merupakan wujud kesetiaan kepada-Nya. Francisco Palau dalam pengalaman
mistiknya akan Gereja ia mempersembahkan seluruh hidupnya demi
menjawab cinta Tuhan dengan taat, setia dan tekun melakukan misinya di
tengah dunia.
Francisco Palau menegaskan dalam tulisannya tentang relasinya dengan
Gereja bahwa Allah telah memperlihatkan diri kepadanya sehingga dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
penuh hasrat dan semangat berkobar ia mau melayani dan hanya
menyenangkan Allah saja (My Relations with the Church. 9,7:866). Berawal
dari cinta yang total dan ekslusif ketiga kaul tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Ketiga kaul tersebut terdapat hubungan yang erat dalam
tiga keutamaan teologi yakni; iman, harap dan kasih. Ketiga keutamaan ini
menurut Palau merupakan tanggapan atas pengalaman cinta yang tidak
beralasan dan tanpa syarat akan Allah dan Gereja.
Menurut Francisco Francisco Palau kaul-kaul merupakan suatu
pemberian, suatu rahmat yang ia minta. Baginya Kristuslah kepala dan Gereja
adalah tubuh. Sebagai ungkapan pemberian dirinya secara total kepada
Kristus dan Gereja mempelainya, Francisco Palau membuat suatu perjanjian
di hadapan Tuhan dan Gerejanya. Ia memberikan kepada Allah seluruh
dirinya, segala miliknya serta keinginannya dalam cinta, ketaatan, kemurnian
dan kemiskinan, dalam iman dan harapan (My Relelations with the Church
9,26:881,882). Demi pelayanannya kepada Allah dan sesama ia rela
merendahkan dirinya sebagai seorang budak, hamba dan pelayan (My
Relations with the Church. 5,6:823). Sebagaimana Yesus sendiri ialah teladan
ketaatan, yang turun dari surga bukan untuk menjalankan kehendak-Nya
sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus-Nya (Yoh 6:38; Ibr 10:5,7).
Dalam ketaatan-Nya sebagai Putera Ia mengenakan keadaan sebagai seorang
hamba (Flp 2:7-8).
Eulogio Pacho (2006:824) mengatakan bahwa dalam setiap pengalaman
mistik yang dialami oleh Francisco Palau dalam mencari kehendak Allah, ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
senantiasa melakukan pembedaan Roh. Hal ini sebagai tanda kesetiaannya
dalam menghayati dan memaknai trikaul yang telah diikrarkannya (My
Relations with the Church, 9,1: 873). Janji trikaul yang diucapkan oleh
Francisco Palau merupakan jawabannya yang mantap dan yakin dalam
menanggapi panggilan Tuhan setiap saat, yakni dengan keberanian
melepaskan seluruh kehendaknya demi melaksanakan kehendak Allah.
2.
Kaul Kemurnian
Kaul kemurnian menurut Francisco Palau merupakan suatu jawaban akan
cinta Allah secara eksklusif. Hal ini dibangun pada pengalaman di mana kita
sungguh merasa bahwa diri kita dicintai oleh Yesus, perasaan tersebut
dibangun atas dasar iman. Salah satu isi surat Francisco Palau kepada para
pengikut ”Maria” yang dibentuknya di Ciudadela ia menegaskan bahwa
Yesus Kristuslah satu-satunya pribadi yang harus mereka cintai. Untuk
mencintai Yesus secara total hanya melalui iman. Para suster diajak agar
selalu percaya dan menaruh seluruh keberadaan diri mereka hanya kepada
Yesus saja. Dengan demikian segala sesuatu dapat terpenuhi sesuai dengan
yang dikehendaki Allah (Letters, no. 88,3, 6,11: 1244).
Dengan demikian arti kaul kemurnian menurut Francisco Palau adalah
pengabdian kepada Allah dalam kesucian yang sempurna dengan niat yang
tetap utuh dalam hati dan pikiran. Maka kaul kemurnian menuntut suatu
keutuhan yang permanen dalam pikiran, hati dan tubuh demi kerajaan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
3.
Kaul Kemiskinan
Kaul kemiskinan menurut Francisco Palau adalah cara hidup miskin
termasuk
di
dalamnya
keterbukaan,
percaya
dan
berharap
pada
penyelenggaraan Tuhan, menerima pemberian sebagai hadiah dan penuh rasa
syukur. Hal ini termasuk pelepasan, mati raga dan penyangkalan diri untuk
memikul salib, menerima kesulitan dan kegembiraan hidup dengan nilai-nilai
Injil (Letters, no. 37,6-7:1132).
Hal ini mau mengajak para suster CM agar tidak menciptakan
kebutuhan-kebutuhan yang tidak penting serta menjadi puas dengan apa yang
dimiliki secara material. Dengan demikian semua harta milik dan barangbarang menjadi milik kongregasi. Keutamaan kemiskinan adalah keutamaan
Injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana.
Adapun inti dari kaul kemiskinan adalah meneladani Yesus yang menghayati
kemiskinan sejak lahir sampai wafat-Nya di salib.
4.
Kaul Ketaatan
Kaul ketaatan menurut Francisco Palau merupakan suatu pengorbanan
yang sangat berkenan kepada Allah. Melalui pengorbanan, setiap orang akan
ditentukan oleh Allah jalan mana yang hendak mereka ikuti. Dalam
menanggapi panggilan Tuhan, kita tidak tahu tujuan kita. Hanya Tuhan saja
yang tahu, dan Dia akan menyampaikan kepada kita melalui suara ketaatan
dimana kita akan pergi. Francisco Palau menegaskan lagi bahwa dalam
melakukan karya kerasulan kalau tidak ada panggilan, ketaatan akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
memberinya
misi
lain
yang
sesuai
dengan
panggilannya
(Letters,
no.87,1:1242). Dengan kaul ketaatan para suster CM berjanji pada Allah
untuk taat kepada para pemimpin yang sah dalam segala sesuatu yang mereka
perintahkan demi peraturan.
Para suster CM mengikrarkan kaul ketaatan dituntut untuk menyerahkan
kehendaknya kepada Kristus. Oleh karena itu dalam menjalankan kaul
ketaatan, para suster CM perlu mengembangkan pertama-tama adalah sikap
pasrah sebagaimana Kristus memasrahkan kehendak-Nya kepada Allah Bapa.
Melalui sikap itu para suster CM diharapkan dapat memaknai dan menghayati
tugas yang diembankan kepadanya sebagai suatu kesempatan untuk membuka
diri bagi kehendak Allah. Kedua, mengembangkan sikap rela berkorban.
Melalui sikap itu, para suster CM dilatih untuk meninggalkan kehendak
sendiri dan belajar untuk menerima kehendak Allah. Ketiga, mengembangkan
sikap penyerahan diri secara menyeluruh. Melalui sikap itu, para suster CM
dimampukan untuk menjalankan segala tugas dengan penuh kerelaan hati
sebab mereka tidak lagi memikirkan diri sendiri. Ada pun inti kaul ketaatan
menurut Francisco Palau adalah mengikuti cara hidup Yesus yang taat pada
Allah Bapa dan menerima kehendak Allah dalam keputusan para pemimpin
(Kons. art. 41:37).
5.
Spritualitas Kaul
Urutan rumusan kaul yang tertulis dalam konstitusi Carmelite
Missionaries (art. 25), sebagai berikut: ”(...) Saya (Sr...) membaharui kaul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
kemurnian, kemiskinan dan ketaatan di dalam Kongregasi Carmelite
Missionaries menurut konstitusi kongregasi ini”. Dalam formula kaul
kebiaraan suster Carmelite Missionaries, kaul ketaatan diucapkan pada urutan
terakhir. Hal ini bukan karena kebetulan melainkan karena ada tujuan tertentu
yaitu bahwa dengan hidup murni dan miskin di hadapan Allah berarti para
suster CM berani untuk mejalankan setiap tugas dan keputusan dengan sikap
rendah hati. Pada dasarnya ketiga kaul tersebut saling melengkapi antara satu
dengan yang lainya.
Para suster Carmelite Missionaries menghidupi dan menjalankan
spritualitas ketiga kaul sebagaimana yang diajarkan oleh Francisco Palau
yang berakar pada cara hidup Yesus sendiri; di mana Yesus tidak menikah,
tidak memiliki harta kekayaan dan taat pada kehendak Allah Bapa.
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan dapat
meneladan bapak pendiri Francisco Palau dalam menghidupi trikaul,
kemurnian, kemiskinan dan ketaatan dengan penuh keberanian dan setia
dalam doa dan kontemplasi, sehingga kehendak kita selaras dengan kehendak
Allah.
Ketiga kaul tersebut yang menjadi dasar kehidupan bagi para suster
Carmelite Missionaries di seluruh dunia dalam mewujudkan iman yang
radikal sesuai nasihat Injil. Bto. Francisco Palau berkeyakinan bahwa tiga hal
itulah yang menjadi inti dari nasihat Injil yang diwartakan Yesus Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
C. KETAATAN DALAM TULISAN-TULISAN FRANCISCO PALAU
Francisco Palau adalah sosok pribadi yang tidak kenal lelah untuk
mencari kehendak Allah dalam segala hal. Sikapnya yang tetap dan teguh
untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Allah dalam mencari,
merenungkan, merefleksi dan menemukan apa yang menjadi objek utama
dalam pencariannya tentang Gereja dan misterinya.
Para suster CM sebagai pengikut semangat dan teladan Francisco Palau
ingin mewujudkan cintanya kepada Tuhan dengan mendengarkan-Nya
melalui keheningan kontemplasi, retret dan ketenangan diri yang dapat
membantu mereka untuk menemukan dan memberinya kekuatan serta
kesediaan untuk menaati-Nya. Kesediaan ini menuntut suatu penyangkalan
diri secara total, dimana apa yang menjadi kehendak Allah kadang-kadang
bertentangan dengan yang mereka kehendaki (Konst. art. 67:46 ).
1.
Membuka Hati Bagi Tuhan
Kaul ketaatan merupakan tuntutan bagi setiap orang yang memilih untuk
hidup membiara. Ketaatan merupakan jalan menyeluruh dalam membina
kepekaan terhadap kehendak Allah lewat situasi dan peristiwa hidup.
Kepekaan dan keterbukaan merupakan dasar hidup seseorang yang sungguhsungguh taat. Dengan kaul ketaatan seseorang bebas untuk mencintai Tuhan,
mendengarkan dan melaksanakan kehendak-Nya dalam segala situasi dan
peristiwa hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Dalam salah satu surat kepada para pengikutnya, Francisco Palau
mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggilnya hendaknya ia mampu
melupakan
dirinya
sendiri
dan
mempercayakan
seluruhnya
pada
penyelenggaraan Ilahi yang akan membimbing dan mendampinginya (Letters,
no. 54,1:1171).
Isi surat tersebut, Francisco Palau mau menegaskan bahwa dalam
menanggapi panggilan Tuhan hendaknya para suster CM semakin peka dalam
mendengarkan bisikan-Nya, sanggup memahami kehendak-Nya, siap sedia
melaksanakan
rencana-Nya.
Sikap
hati
yang
terbuka
bagi
Tuhan
memungkinkan kita untuk mampu menghayati kaul ketaatan dan berusaha
memahami apa yang dikehendaki-Nya serta siap untuk melaksanakannya.
2.
Penyerahan Diri
Fransisco Palau selama masa-masa pencariannya akan apa yang
diperlihatkan Tuhan tentang misteri Gereja kepadanya, sungguh menyerahkan
diri secara total kepada Tuhan. Ia membiarkan Tuhan bekerja dalam seluruh
hidupnya. Sebagai wujud penyerahan diri kepada Tuhan, ia menyerahkan
dirinya bagi sesama saudara (para suster dan bruder yang dibimbingnya) dan
orang lain yang menderita karena pengejaran dan penganiayaan akibat
pergolakan politik di Spanyol. Francisco Palau diutus oleh para uskup
Catalonia (pada waktu itu berada di wilayah yang dikuasai kelompok Carlist).
Dengan semangat berkobar-kobar dan ketekunan yang mengagumkan
Francisco Palau melayani kotbah-kotbah bagi umat di diosis-diosis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
berada di wilayah itu. Francisco Palau memiliki semangat merasul yang
sangat kuat. Ia dijuluki ”Rasul Terutus” oleh para uskup setempat
(TCAG,1997:19).
Pada bulan Juli 1840 partai Carlist mengalami kekalahan. Selama tiga
tahun Francisco Palau hidup dan menjalankan pelayanan sebagai imam di
daerah pengikut Carlist, tetapi Francisco Palau selalu taat dan setia terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku di daerah tersebut. Ia tidak pernah berbuat
sesuatu yang lain di luar batas pelayanan pastoralnya. Namun pada saat itu
partai liberal yang menang menekankan pengaruh liberalnya pada mereka
yang tidak secara terbuka menggabungkan diri dengan partainya. Banyak
orang merasa takut termasuk Francisco Palau akan mengalami pembalasan.
Mereka melarikan diri ke Perancis untuk mencari keamanan. Meskipun
demikian Francisco Palau tetap menyerahkan dirinya pada penyelenggaraan
dan bimbingan Allah. Ia menjalani masa pengasingan selama 11 tahun di
Perancis.
Francisco
Palau
sungguh
mengalami
kesulitan
dengan
panggilannya. Baik pejabat pemerintahan maupun Gereja menganggapnya
sebagai imam biasa. Tetapi Francisco Palau sungguh menyadari bahwa
dirinya sebagai seorang biarawan melebihi apa pun, meskipun ia tidak
mempunyai harapan sedikit pun untuk dapat kembali ke biara. Pada saat itu
ordo Karmel dilarang di Spanyol dan Perancis. Francisco Palau tidak
mempunyai banyak pilihan. Ia tetap memegang teguh keinginannya untuk
”menepati
sesetia
mungkin”
kewajiban-kewajiban
panggilannya.
Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
melaksanakan kegiatan kerasulan di Aytona, lalu disusul dengan menyepi
untuk berdoa. (TCAG, 1997:19-21).
Francisco Palau meneladan cara hidup rohani yang diwariskan oleh St.
Teresa Avila dalam menyerahkan kehendak pribadinya dalam segala hal
kepada Allah. Francisco Palau senantiasa menyesuaikan cara hidupnya dan
selalu menginginkan agar kehendak-Nya yang terlaksana bukan kehendaknya
sendiri (Solitary Life, 1998:18).
3.
Ketaatan Kepada Pemimpin
Dalam suratnya kepada para suster (Letters, 99,2:1268), Francisco Palau
menasehati demikian:
”Yang terutama dan terpenting, aturan itu merupakan hal yang paling
pokok, aturan merupakan dasar dari ketaatan. Seluruh kesempurnaanmu
akan tercapai dengan menuruti apa yang menjadi kehendak Allah, dan
memenuhi perintah-Nya. Kehendak Allah akan dinyatakan kepadamu
melalui mulut seseorang yang memimpin dan memerintahmu...yang
disampaikan melalui para pemimpin”.
Dalam hidup berkomunitas dan sebagai suster yang berkaul ketaatan para
suster Carmelite Missionaries harus mampu untuk taat pada pemimpin
dengan damai dan bahagia. Oleh karena itu sebagai pemimpin ia harus
banyak meluangkan waktu untuk berdoa, sebagai bentuk komunikasi pribadi
dengan Tuhan, sehingga segala sesuatu yang menjadi keputusannya sesuai
dengan yang dikehendaki Allah. Di mana setiap keputusan yang di ambil oleh
seorang pemimpin dapat membawa suatu kegembiaraan dan tanggungjawab
bersama dalam komunitas. Dengan membiarkan diri dipimpin oleh Allah
hidup kita akan dirahkan pada jalan yang benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Dalam suratnya kepada para suster di komunitas Lerida, Francisco Palau
menulis demikian:
”Oleh ketaatan hendaknya engkau patuh bagaikan seorang putri, kepada
seorang suster yang memiliki semua tugas dan kewajiban dari seorang
ibu yang baik. Setiap komunitas harus ada seorang kepala, meskipun
hanya kamu berdua saja, dan untuk semua komunitas harus ada seorang
suster yang akan memimpin semua anggotanya... engakau harus mentaati
para suster yang di beri tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu,
dengan roh kesederhanaan, dengan setia, sesuaikan kehendakmu dalam
segala hal, patuh pada perintahnya, ketika engkau tidak tahu
kehendaknya dan dalam situasi mendadak, hendaknya ketaatan itu perlu
dijelaskan” (Letters, no.12,2:1070).
Kaul ketaatan dalam komunitas tentu juga menyangkut ketaatan kepada
pemimpin. Taat tidak hanya berarti bahwa satu sama lain harus saling
terbuka, tetapi juga berarti bahwa setiap anggota harus terbuka kepada
pemimpin. Tetapi kita tetap dapat melakukan kehendak pemimpin dalam
iman, yang mengakui bahwa Roh itu tetap berhendak baik terhadap kita dan
bahwa mungkin kehendak baik itu belum kita mengerti karena alasan-alasan
tertentu, maka sebaiknya pemimpin harus menjelaskan kepada anggota
komunitas (lihat, Darminta 1975:45).
Para pemimpin dalam persatuan dengan mereka yang yang dipercayakan
kepadanya, dipanggil untuk membangun komunitas persaudaraan di dalam
Kristus, di mana Allah dicari dan dicintai di atas segala-galanya, untuk
memenuhi rencana penyelamatan Allah (lihat KTHB dan LHK, 2008:18-19).
Francisco Palau menghendaki agar para suster Carmelite Missionaries
yang diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dipanggil untuk
memajukan martabat manusia, memperhatikan setiap anggota komunitas dan
perkembangannya, menghargai, berpikir positif, memelihara afeksi yang tulus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kepada setiap anggota komunitas serta menjaga rahasia yang dipercayakan
kepadanya. Seorang pemimpin hendaknya memiliki cinta terhadap semua
anggotanya, terutama punya hati seorang ibu kepada anggota yang
bermasalah.
Para pemimpin menjadi pelayan komunitas seperti Yesus yang
membasuh kaki para murid-Nya, supaya komunitas pun menjadi pelayan
Kerajaan Allah (Yoh 13:1-17). Dalam menjalankan wewenang di tengahtengah anggota komunitasnya berarti melayani mereka, dengan mengikuti
teladan Yesus Kristus sendiri yang ’telah memberikan hidup-Nya bagi
keselamatan banyak orang’ (Mark 10:4).
Dalam tulisannya tentang ”Marian Act” Francisco Palau menuliskan
tentang keutamaan ketaatan. Barangsiapa bersikap taat, dia menaruh dirinya
di bawah kekuasaan orang yang mengutusnya. Dia sendiri menerima
tanggung jawab oleh pengutusannya. Semakin sulit dan berat tanggung
jawabnya, semakin tampak keharuman kesetiaannya, kerendahan hati dan
ketaatannya. Dia menaruh dirinya di bawah kekuasaan orang yang
mengutusnya dalam nama Tuhan, dan dengan rendah hati ia menerima segala
perintah, hukum dan aturan-aturan. Hal ini berarti bahwa ia menunjukkan
hormat dan penghargaannya kepada atasannya. Ketaatan adalah suatu
keutamaan yang membuat kita dengan bebas menyerahkan diri kita di bawah
kekuasaan pemimpin kita (Marian Act, 2006: 5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
4.
Ketaatan Menciptakan ”Communio”
Dalam menugaskan para suster untuk menjadi seorang pemimpin,
Francisco Palau selalu menasehati para suster yang dibimbingnya agar dalam
sebuah komunitas, wewenang atau otoritas sangat perlu mereka taati. Baginya
jika ada seorang yang memimpin, komunitas tersebut akan terpelihara rasa
damai dan persatuan. Hal ini sangat mendukung jika masing-masing anggota
komunitas saling kerjasama untuk menaati setiap peraturan dan keputusan
bersama. Francisco Palau menulis surat kepada para suster di komunitas
Lĕrida dan Aytona sebagai berikut:
”Hal ini sangat penting dianjurkan untuk menjadi taat karena saya
berpikir bahwa kamu melakukan semuanya dengan sempurna. Ketaatan
akan menghantar kamu pada kedamaian dan persatuan. Suatu komunitas
tidak bisa tanpa seseorang yang mengatur dan orang yang tinggal di
dalamnya harus taat” (Letters, no. 5,2 :1047).
Francisco Palau menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas nilai
persatuan ”communio” dapat
tercapai jika dalam komunitas para suster
menghidupi kebajikan-kebajikan secara konkret, seperti; kasih, dialog,
percaya, kesediaan, mengatasi penolakkan dalam diri atas rencana Tuhan,
tahu bagaimana mengesampingkan keinginan-keinginan pribadi, taat karena
iman, kerendahan hati, dll (Letters, no.12:1070; 54,2:1171; 42,1:1147;
62,4:1186; 11,3:1069; 121:1309). Dengan demikian jalan menuju kesucian
menjadi jalan yang ditempuh bersama oleh semua anggota anggota
komunitas. Itu bukan jalan bagi perorangan, melainkan terlebih pengalaman
komunitas (KTHB dan LHK, 2008: 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 48,49) menegaskan bahwa dalam
hidup berkomunitas para suster menghidupi dan menjalani kharisma yang
satu dan sama sebagai anggota dari suatu keluarga yang benar yang
dipersatukan dalam nama Tuhan. Panggilan kita pada persekutuan hidup
merupakan sumber dari
persatuan Trinitas dan memperoleh ungkapan
tertinggi dalam Gereja sebagai suatu misteri persatuan. Dengan demikian
dalam hidup berkomunitas hendaknya selalu mencari cinta Bapa yang
dicurahkan oleh Roh Kudus ke dalam hati kita masing-masing. Di dalam
komunitas kita saling mengasihi satu sama lain sebagaimana Kristus
mengasihi kita. Kita menjadi saksi kegembiraan kepada dunia sebagai satu
komunitas yang percaya dan dipersatukan oleh kasih, ”oleh satu hati yang
degerakkan oleh Roh yang satu dan sama”.
5.
Ketaatan Merupakan Pelayanan Misi
Pada pertengahan bulan November 1860 Francisco Palau mengalami
suatu pengalaman mistik tentang Gereja. Pengalaman itu merupakan saat
yang akan tetap menyala selama-lamanya dalam ingatannya. Pengalaman
tersebut mengungkapkan misteri Gereja kepadanya sebagai kenyataan yang
memberi kedamaian. Francisco Palau melihat Gereja sebagai suatu cita-cita,
tetapi lebih dari itu, bahkan merupakan tujuan luhur dan terakhir dari
cintanya. Pengalaman mistik tersebut merubah Francisco Palau secara
menentukan. Doanya selama bertahun-tahun dikabulkan, doa di mana ia
meminta dengan air mata dan sepenuh hati, disertai dengan jeritan hati, ialah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mengetahui ”perutusanku”. Allah telah menunjukkannya kepadanya dengan
jelas. Ia menentukan ”jalannya, langkahnya dan misinya”. ”Sekarang aku
telah pasti”, demikian pengakuan yang diberikan oleh Francisco Palau
(Letters, no. 57:1175). Ia telah pasti untuk melaksanakan perutusannya yang
baru dan dengan keteguhan hati yang tegas, ia akan mempersembahkan sisasisa hidupnya untuk melayani Gereja.
Berdasarkan pengalaman mistiknya Francisco Palau merasa sungguh
terpanggil untuk terlibat dan bersedia berkotbah mewartakan kepada orangorang bahwa Gereja itu indah dan pantas dicintai tanpa tara, dan menghayati
hidup Gereja ialah memenuhi perintah mencintai Allah dan mencintai
sesama. Ia mengatakan : ”Inilah tujuan perutusanku dan anda, Gereja adalah
sesama yang membentuk satu kenyataan di dalam Allah” (MRel, 2000:341).
Bagi Francisco Palau kata-kata di atas sangat menuntut suatu pilihan dan
dedikasi hidup yang penuh, dan itulah yang dilaksanakannya. Sebab, tidak
ada orang yang dapat berkata bahwa Gereja itu indah jika ia tidak mencintai
Gereja dan membuktikan cinta itu melalui pelayanan yang tanpa syarat. Cinta
dan pelayanan menuntut tindakan dan kadang-kadang dengan kepahlawanan.
Elogio Pacho (2006:1455) menyajikan tulisan-tulisan Francisco Palau
tentang ”The Ministry of Exorsist” salah satu kegiatan kerasulan yang
dilakukan oleh Francisco Palau. Motivasinya sangat kuat sehingga
mendorong dirinya menaruh seluruh kemampuannya untuk membantu orangorang yang tertindas akibat peperangan. Bagi Francisco Palau orang-orang
yang menderita dan tersisihkan dari masyarakat adalah korban dari kuasa roh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
jahat. Roh jahat yang muncul melalui kebrutalan para penguasa negara dan
tentara yang menindas rakyat kecil.
Pada bulan Desember 1866 dan Maret 1867 Francisco Palau mendapat
ijin resmi dari uskupnya pergi ke Roma untuk menerangkan kepada Sri Paus
mengenai gagasannya dalam hal exorsisme dan menjelaskan mengenai karyakaryanya di keuskupan Montauban. Ia mempergunakan kesempatan
keberadaannya di Roma untuk membereskan karyanya sebagai pendiri suatu
kongregasi. Melalui majalah ”EL Ermitanõ” (majalah minggguan yang
ditulisnya) Francisco Palau memperluas lingkup perjuangannya melawan
kejahatan dan mengajak orang untuk berbakti kepada Tuhan.
Enam tahun terakhir dari hidupnya, di samping karyanya sebagai
pengkotbah dan pendiri, Francisco Palau menambahkan kerasulan yang
sangat menuntut keterlibatannya di dalam mengabdi Gereja: pendampingan
rohani dan jasmani bagi orang-orang yang sakit jiwa. Para penderita sakit
yang tidak dapat disembuhkan ini memberi gambaran penyakit yang paling
kompleks, dari ketidakseimbangan jiwa sampai semacam dikuasai oleh setan.
Mereka adalah orang yang sungguh-sungguh direndahkan dan disingkirkan
oleh masyarakat (TCAG, 1997: 41).
Melihat
situasi
demikian
Francisco
Palau
didorong
oleh
rasa
belaskasihan. ia lalu melayani mereka dengan memperbaiki keadaan mereka
sedapat mungkin. Francisco Palau memandang bahwa penyakit yang diderita
oleh orang-orang itu sebagai sesuatu yang datang dari setan, sehingga ia
mempergunakan cara penyembuhan rohani Gereja seperti exorsisme dan doa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Francisco Palau kemudian mencoba mendirikan lembaga sosial di mana ia
dapat memberikan pertolongan dan perlakuan yang menyeluruh kepada
mereka yang sakit (TCAG, 1997: 43).
Kegiatan
kerasulan
tersebut
sejak
awal
sudah
menimbulkan
kesalahpahaman di kalangan pejabat Gereja. Francisco Palau merasa dirinya
tidak bebas, seolah-olah diikat oleh berbagai tanggapan negatif dari pejabat
Gereja setempat. Namun Francisco Palau sangat yakin bahwa Gereja
memanggilnya untuk melaksanakan perutusan yang sukar tersebut. Meskipun
demikian Francisco Palau tunduk dan taat kepada pimpinan Gereja yang tidak
menyetujuinya (TCAG, 1997: 43).
Dengan ketaatan yang muncul dari kedalaman hatinya Francisco Palau
selalu melaksanakan kegiatan kerasulan yang sesuai dengan situasi dan
kebutuhan Gereja setempat. Ia selalu memiliki hati yang siap sedia untuk
pergi kapan dan di mana pun ketaatan memanggilnya (Letters, no. 161,2
:1365).
Ajaran Francisco Palau tentang ketaatan dalam tulisan-tulisannya, secara
khusus dalam surat-suratnya kepada para suster, bruder, sahabat dan penguasa
Gereja dan negara, mau mengingatkan para suster Carmelite Missionaries
untuk kembali pada ajaran awalnya. Francisco Palau menjadi taat karena ia
mau mencari dan menemukan kehendak Allah dalam perjalanan hidupnya
sebagai seorang imam Karmelit St. Teresa. Ketaatan bagi Francisco Palau dan
para pengikutnya merupakan suatu panggilan
Yesus kepada Bapa-Nya.
untuk meneladan ketaatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
D. KETAATAN MENURUT KONSTITUSI KONGREGASI
CARMELITE MISSIONARIES
Menghayati kaul ketaatan berarti menghidupi jalan Yesus yang taat pada
kehendak Bapa. Demikian pula kaum religius melalui kaul ketaatan
menyerahkan diri secara total kepada kehendak Allah, terbuka untuk mencari
dan melaksanakan kehendak Allah, sebagaimana yang diteladankan oleh
Yesus Kristus, yang membawa konsekuensi harus rela melepaskan kehendak
dan rencana pribadi.
1.
Ketaatan Sebagai Kaul
Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 41a) dinyatakan bahwa:
”Sebagai pengikut Kristus, yang taat sampai mati untuk melaksanakan
kehendak Bapa-Nya, kita melakukan suatu persembahan secara total dari
kehendak kita sebagai suatu kurban kepada Allah dan pelayanan kepada
Gereja. Dengan demikian kita membiarkan Allah membimbing hidup kita
pada penyelenggaraan-Nya”.
Ketaatan merupakan kesediaan untuk tunduk kepada hukum atau
perintah atau menerima pernyataan yang dikemukakan oleh pimpinan sebagai
hal yang benar. Hanya Allah yang mempunyai kekuasaan yang tinggi dan
mutlak. Dalam menjalankan kehendak Bapa-Nya, Kristus ”taat sampai mati”
(Flp 2:8; Ibr 5:8), dan dengan demikian memberikan kepada kita contoh
sempurna tentang ketaatan penuh kasih (Yoh 15:10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
KV II
menegaskan bahwa dengan kaul ketaatan hendaknya kaum
religius atas dorongan Roh Kudus dan dalam iman mematuhi para pemimpin
yang mewakili Allah. Hendaknya melalui mereka itu para religius dituntun
untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi
kepatuhan-Nya terhadap Bapa dan melayani para saudara-Nya dan
meyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (PC,14).
Francisco Palau dalam melaksanakan karya kerasulannya selalu patuh
pada peraturan-peraturan yang berlaku baik di biara maupun negara. Ia pun
selalu mendengarkan bisikan dan dorongan Roh Kudus melalui keheningan
doa untuk menjadi taat kepada pemimpin negara maupun pemimpin Gereja.
Pengalaman hidup yang dialaminya selama masa-masa pencarian akan
kekasihnya yakni ”Gereja”, ia juga taat kepada imam-imam paroki yang
meminta pertolongan dari padanya untuk mengobarkan kembali cara hidup
Kristiani bukan saja kepada orang-orang yang tinggal dekat paroki di mana
Francisco Palau bertugas melainkan kepada mereka yang tinggal jauh dari
paroki. Bagi Francisco Palau dengan menaati pemimpin atau rekan-rekan
imamnya merupakan wakil Allah sendiri yang hadir di dunia ini.
Dalam suratnya kepada Sr. Magdalena Calafell, Francisco Palau
menasehati para susternya bahwa dalam memilih pembimbing rohani
ketaatan merupakan suatu pengorbanan yang sangat berkenan kepada Allah
dan hal itu dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Francisco Palau melalui pembimbing rohani mereka dapat menentukan suatu
keputusan atas nama Allah hal-hal yang harus diikuti oleh para suster,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
menurutnya para suster tidak tahu tujuannya. Hanya Allah saja yang tahu dan
Dia akan menyampaikan melalui suara ketaatan ke mana para suster akan
pergi (Letters, 87,1:1242).
Dalam
kehidupannya
Francisco
Palau
selalu
dan
senantiasa
mengutamakan kehendak Bapa dari pada kehendaknya sendiri. Dari
pengalaman hidupnya Francisco Palau sungguh berjuang dan siap berkorban
demi terlaksananya kehendak Allah bagi dirinya. Francisco Palau adalah
seorang biarawan Karmelit sejati. Situasi politik akibat revolusi Spanyol
menuntutnya untuk menerimakan tahbisan imamat sebagai seorang imam
diosis. Untuk melaksanakan apa yang dikehendaki Allah, Francisco Palau
harus mengalami berbagai penderitaan dalam mencari dan menemukan yang
dicintainya yakni ”Gereja”. Francisco Palau diusir dari biaranya akibat
pergolakan politik di Spanyol yang menghancurkan tembok biara dan
kehidupan komunitas menjadi kacau. Muncul kelompok-kelompok orang
yang tak dikenal menyerang dan membakar biara-biara di Barcelona.
Francisco Palau bersama rekan-rekannya harus mengungsi. Selama
mengungsi di waktu malam Francisco Palau membuktikan dirinya tabah dan
menunjukkan betapa ia siap menjadi martir daripada meninggalkan
kehidupan membiaranya (TCAG, 1997:15).
Francisco Palau mempersembahkan hidupnya dengan kerelaan hati yang
besar untuk menepati apa saja yang dituntut oleh panggilannya di dalam
situasi konkret. Pada waktu itu Francisco Palau belum menyadari makna
keterusirannya dari hidup di biara yang begitu lama. Ternyata hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
merupakan penyelenggaraan Ilahi. Jalan Allah yang akan menuntunnya ke
arah karya melalui titian yang penuh misteri, yang membuatnya tidak
mempunyai kesempatan menjalani hidup yang layak di dalam Kongregasi
Karmel Santa Teresa (TCAG, 1997:18).
Bagi Francisco Palau itu merupakan bentuk pengorbanan yang ia
persembahkan kepada Tuhan dan Gereja yang sangat ia cintai. Hal ini
merupakan penyelenggaraan Tuhan bagi dirinya dengan menjadi seorang
imam diosis dan berkarya untuk melayani umat di keuskupan Montauban.
Namun dari lubuk hatinya yang terdalam ia adalah seorang biarawan
Karmelit. Berkat ketaatannya ia di beri tanggungjawab untuk mewartakan
Kabar Gembira Tuhan di keuskupan Montauban.
Francisco Palau dikenal sebagai pengkotbah dan misionaris, pemimpin
rohani, katekis, penulis, exorcist, wartawan dan pendiri kongregasi. Sebagai
pengkotbah dan misionaris Francisco Palau memandang karya pembaharuan
Kristenisasi Spanyol dan Eropa sebagai karya aseli evangelisasi. Francisco
Palau mempergunakan bermacam-macam pendekatan karya kerasulan.
Pertama; karena terdesak oleh keadaan, Francisco Palau membaktikan diri
pada karya tradisional, seperti berkotbah, mengajar, doa pujian, novena, dan
perayaan-perayaan ibadah. Pelayanan sakramen menjadi tujuan pokok dalam
kegiatan kerasulannya (TCAG, 1997:54).
Sebagai katekis Francisco Palau bekerja demi pembaharuan, khususnya
dengan cara mendirikan ”Sekolah Keutamaan” di Barcelona. Francisco Palau
menggunakan pendekatan terpadu yang revolusioner. Program-programnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
mencakup katekese dasar atau pengajaran agama bagi anak-anak dan orang
dewasa dari aneka ragam lingkup. Francisco Palau tidak membatasi kegiatan
mengajar agama pada waktu itu hanya di sekolahnya. Karya evangelisasi
yang dilaksanakannya di Ibiza sebagian besar dipusatkan pada katekese.
Perayaan-perayaan bulan Mei sebagai bentuk penghormatan kepada Bunda
Maria sebagai sarana pendalaman iman, metode-metodenya ia jelaskan di
dalam sebuah buku kecil yang ditulisnya yang diberi judul ”Bulan Maria”
(1861-1862) (TCAG, 1997:55).
Sebagai penulis Francisco Palau menulis banyak, hasil dari pemikirannya
sendiri, dan mendapatkan tempat terhormat di antara tulisan-tulisan mengenai
kehidupan agama dan rohani pada abad ke-19 di Spanyol. Kadar tulisannya
memang tidak sama, pemikirannya perlu dibaca di dalam konteks dan
diartikan sesuai dengan keadaan dan situasi pada masa itu. Tulisan-tulisannya
antara lain: Pergulatan Jiwa dengan Allah, Hidup Menyepi, Bulan Maria,
Sekolah Keutamaan Perlu Dipertahankan, Gereja Allah dibentuk oleh Roh
Kudus, Surat-Surat dan Hubunganku Dengan Gereja (TCAG, 1997:56).
Francisco Palau dipandang oleh banyak orang sebagai seorang exorcist,
sebab pekerjaan yang ia lakukan demi orang-orang yang tersisih. Hal ini
sangat memerlukan keberanian dalam menghadapi bahaya. Franscisco Palau
melakukan pelayanan ini di Santa Cruz de Valcarca, Barcelona karena ia
merasa terpanggil oleh semangat Elia dan Karmel. Pelayanannya kepada
Gereja tidak dapat dibimbangkan. Di jaman sekarang, pelayanan yang ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
lakukan tersebut paling baik diinterpretasi sebagai pelayanan terhadap orangorang yang tersisihkan oleh masyarakat (TCAG, 1997:58).
Dasar ketaatan yang dikehendaki oleh Francisco Palau bagi para suster
CM adalah ketaatan yang ditunjukkan oleh Yesus di salib dengan melakukan
kehendak Bapa-Nya. Sebagaimana tertulis dalam surat Ibrani (5:8-9):
”Sekalipun Ia adalah anak Allah Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang
telah diderita-Nya, dan sesudah mencapai kesempurnaan-Nya, Yesus
sendirilah yang menjadi pokok
yang abadi bagi semua orang yang taat
kepada-Nya”.
yang
Itulah
ketaatan
dilakukan
oleh
Yesus
dengan
mempercayakan diri-Nya kepada Bapa secara sungguh yang ditandai oleh
cinta kasih sejati.
Taat merupakan tuntutan dari dalam diri manusia yang harus berhadapan
dengan situasi hidup yang juga merupakan jalan untuk dapat berkembang
dalam hidup. Penghayatan kaul ketaatan diwujudkan dalam perutusan dan
persaudaraan yang penuh dengan kerendahan hati dan kegembiraan. Ketaatan
menuntut kemauan untuk mendengarkan sesama saudara baik pimpinan,
sesama suster juga sesama manusia di sekitar kita serta bersedia untuk terus
menerus mengadakan pembaharuan diri dan terbuka terhadap tuntutan situasi.
Untuk dapat melaksanakan semuanya itu perlu pengosongan diri dengan
semangat rela berkorban. Maka sebagai seorang religius perlu disadarkan
kembali untuk tetap menyadari diri orang yang berkaul ketaaatan sebagai
wujud penyerahan dirinya secara total kepada Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Ketaatan merupakan pengosongan diri di hadapan Allah yang
dilaksanakan dengan penuh iman dan penuh kasih. Para suster Carmelite
Missionaries mengucapkan kaul ketaatannya untuk mengikatkan diri pada
kongregasi demi penghayatan Injil sebagaimana ditulis dalam konstitusi
(Konst, art. 45) yang mengatakan:
”Kita disadarkan bahwa iman dan kasih sebagai penopang ketaatan
religius dan bahwa ’ketaatan akan memelihara kita dalam damai dan
persatuan’. Untuk itu, hendaknya kita menerima dengan patuh keputusan
terakhir dari pemimpin dalam hal-hal yang mempengaruhi kita, baik
secara individu maupun komunitas. Kita juga tahu bahwa ’menjadi taat
berarti mengikuti suatu jalan keselamatan’ dan sesungguhnya kita akan
selalu siap-sedia untuk melakukan pelayanan dan pekerjaan yang diminta
dari kita untuk dikerjakan”.
Kongregasi Carmelite Missionaries sebagai salah satu ordo ketiga
Karmel St. Teresa, berusaha hidup mengikuti ketaatan Yesus Kristus melalui
ketaatan Bto. Francisco Palau, OCD. Dasar ketaatan yang dihayati dan
dimaknai adalah ketaatan Yesus yang telah menyerahkan kehendak-Nya pada
kehendak Bapa yang dikaitkan dalam ketaatan Bto. Francisco Palau dan
dituangkan dalam konstitusi kongregasi sebagai pedoman dan arah hidup para
suster CM di seluruh dunia.
Para suster Carmelite Missionaries dengan kaul ketaatannya diharapkan
mampu menghayati cara hidup dengan penuh iman dan kasih. Ketaatan
religius akan memelihara para suster untuk hidup dalam damai dan persatuan,
serta mampu melihat kehadiran dan campur tangan Allah dalam diri seorang
pemimpin. Oleh karena itu, menjadi taat berarti terbuka bagi rahmat dan
kehendak Allah melalui kesediaan diri kita dalam melakukan pelayanan dan
pekerjaan yang diminta dari setiap pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Dalam penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan, para suster CM rela
melepaskan kehendak sendiri dan siap berkorban bagi semua orang yang
membutuhkan. Penyerahan diri kepada Tuhan merupakan wujud kesetiaan
kita kepada-Nya. Dalam mewujudkan kesetiaan itu, tentu akan mengalami
tantangan dan kesulitan. Sering kali kita merasa kering, tak bergairah dan
merasa ditinggalkan oleh Tuhan. Namun apakah kita masih mampu untuk
setia kepada Tuhan. Di sinilah kesetiaan dan ketaatan seorang Carmelite
Missionaries ditantang. Sebagai pengikut Francisco Palau yang selalu taat
pada kehendak Allah, hendaknya kita pun senantiasa mencari dan
melaksanakan kehendak Allah dalam berbagai peristiwa dan pengalaman
hidup kita sehari-hari.
2.
Ketaatan Kepada Pemimpin
Para suster Carmelite Missionaries diarahkan pada penyerahan secara
total pada kehendak Allah sebagai kurban kepada-Nya demi pelayanan
Gereja. Penyerahan kepada kehendak Allah diwujudkan melalui pemimpin
sebagai wakil Allah sebagaimana ditulis dalam konstitusi (art. 41b).
Hal di atas ditekankan lagi dalam konstitusi (art. 43a) mengatakan
bahwa:
”Ketaatan dan otoritas merupakan aspek yang saling melengkapi dari
keterlibatan kita dalam korban Kristus akan diri-Nya. Para suster yang
kepadanya dipercayakan dengan kekuasaan, hendaknya menguasainya
dalam roh pelayanan persaudaraan di komunitas dan dengan demikian
tunjukkan kepada para suster bahwa pada setiap pribadi hendaknya setia
untuk menjadi taat meskipun suatu ketika ketaatan itu sendiri menuntut
suatu pengorbanan secara nyata dari diri kita”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Bagi para suster Carmelite Missionaries ketaatan merupakan ketaatan
buta yang dilaksanakan dengan rendah hati, penuh kegembiraan, sederhana,
tidak menunda-nunda, tanpa alasan pribadi dan tanpa kontradiksi dengan
keputusan pemimpin dan para suster lain. Para suster diajak untuk memaknai
ketaatan pada setiap orang sebagaimana mereka menaati Tuhan. Dengan
demikian baik pemimpin maupun para suster lain di komunitas adalah juga
wakil Allah bagi setiap pribadi (Legacy, 673: 252, CV, pelajaran. 23;51:323).
Para pengikut Francisco Palau baik pada waktu itu maupun masa
sekarang hendaknya taat kepada seorang pemimpin sebagai wakil Allah yang
hadir di tengah-tengah mereka. Melalui pemimpin Allah menghendaki
sesuatu yang patut ditaati oleh setiap anggotanya.
3.
Ketaatan Terhadap Gerakan Roh Kudus
Ketaatan dan wewenang merupakan dua aspek yang saling melengkapi.
Hidup panggilan sebagai seorang Carmelite Missionaries hendaknya turut
ambil bagian dalam penyerahan diri Kristus yang dijiwai oleh semangat
pelayanan kepada komunitas dengan penuh kasih seperti Kristus mengasihi
mereka. Suster-suster CM pada gilirannya bertekun dalam ketaatan meskipun
hal itu sangat menuntut suatu pengorbanan konkret.
Di dalam konstitusi CM (art.43b) menyatakan bahwa:
”Kita semua hendaknya menjadi taat pada Roh Kudus yang telah
menginspirasikan keduanya yakni kehendak dan tindakan dipilihnya.
Para suster harus mencari kebaikan dari semua anggota komunitas dalam
ketaatan dari karisma kita. Melalui jalan ketaatan akan menguatkan
kebebasasan kita. Menuntun kita pada penyerahan diri secara total dalam
kasih dan menghantar kita pada kedewasaan Kristiani”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Sebagai pengikut Francisco Palau para suster CM harus taat pada
gerakan Roh yang menjadi inspirator bagi kita dalam melaksanakan apa yang
menjadi kehendak Allah bagi kita. Para suster juga hendaknya selalu mencari
hal-hal baik dari masing-masing anggota demi kesetiaan pada kharisma
kongregasi. Dengan cara ini ketaatan akan memperkuat kebebasan kita dan
menuntun kita pada suatu penyerahan diri yang total dalam kasih dan
menghantar kita pada kedewasaan Kristiani.
Ketaatan sendiri merupakan keutamaan yang harus dicapai dan
diperjuangkan oleh setiap orang, karena dengan ketaatan dapat membuat
seseorang menjadi baik. Dengan demikian suster-suster CM hendaknya
memiliki kepekaan hati dan pikiran dalam mendengarkan bisikan Roh Kudus
dalam hidup mereka sehari-hari. Hal itu mampu mengembangkan kepekaan
mereka terhadap gerakkan Roh Kudus dalam situasi dan peristiwa yang
dihadapi baik di dalam kongregasi, komunitas maupun masyarakat. Apabila
ketaatan terhadap gerakan Roh Kudus dapat dilaksanakan dengan baik, maka
ia dengan mudah dapat mendengarkan dengan penuh hormat kepada sesama.
Francisco Palau sangat konsisten dengan apa yang ia sangggupkan, dan
bersikap sangat ramah dengan setiap orang. Ia sangat menjunjung tinggi
nama baik orang lain. Tetapi tidak senang dengan cercaan yang diarahkan
melawan pribadi dan nama baiknya sendiri. Bila hal itu terjadi ia
menerimanya dengan tabah. Ia juga seorang yang tidak mengenal ketakutan
dan gentar dalam melakukan apa saja, tetapi ia seperti kehilangan kekuatan
jika harus memperbaiki atau menegor seseorang. Ia tidak menyenangi tempat-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
tempat umum yang tidak terhormat, namun ia menerima dan melaksanakan
apa saja dengan disiplin diri yang ketat jika ketaatan atau tanda-tanda
penyelenggaraan Ilahi menuntutnya. Semuanya ia lakukan atas dasar iman
yang teguh akan penyelenggaraan Ilahi. (TCAG, 1997:49).
Bagi Francisco Palau ketaatan yang sejati bersumber pada ketaatan
kepada Allah dan tuntunan Roh-Nya. Sebagai orang yang percaya ia selalu
taat kepada Allah, melaksanakan setiap kehendak-Nya dengan sungguhsungguh. Oleh karena itu, ia memperoleh mukjizat, berkat dan penyertaanNya.
4.
Ketaatan Maria
Mengikuti keteladanan Maria, hamba Allah yang setia dan patuh pada
gerakkan Roh Kudus, kita diharapkan untuk meyerahkan diri secara
menyeluruh dan terus-menerus pada rencana Allah (Kons. art. 47: 39).
Maria dalam mempersiapkan kedatangan Yesus dengan ketaatan yang
sangat besar kepada Allah. Dengan menanggapi perintah Allah lewat
malaikat Gabriel, Maria sungguh mendahulukan kehendak Allah. ”Aku ini
hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Itulah
semangat Maria, ia taat kepada kehendak Allah, ia rela dijadikan alat Allah
untuk menyelamatkan manusia dengan menjadi ibu dari Sang Mesias sendiri.
Meski ia tidak mengerti segalanya dengan jelas, meski ia mengalami
kebingungan tentang panggilan itu, Maria akhirnya mengiyakan kehendak
Bapa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 18) ditegaskan bahwa
Maria memenuhi sejarah Karmel dengan kehadirannya. Karmel memandang
Maria sebagai seorang wanita dan ibu, pelindung dan sahabat yang dapat
dipercaya, model dan teladan dari setiap kehidupan dan pengabdian diri.
Carmelite Missionaries dilahirkan dari tradisi ini. Maria dipandang sebagai
model Gereja yang sempurna dan sebagai tanda misteri persatuan dan kudus.
Maria sebagai teladan ketaatan sejati. Ia menaati orang tuanya, menaati
aturan-aturan keagamaan, taat kepada Yosep suaminya dan kepada Yesus
Puteranya. Ia melihat dirinya sebagai makhluk terendah dari segala ciptaan
(Marian Act, 2006: 52). Dengan demikian inti kaul ketaatan adalah kita akan
mentaati dan melakukan kehendak Bapa sebagaimana yang dilakukan oleh
Maria.
Francisco Palau mengajarkan kepada para pengikutnya apa yang telah ia
pelajari
melalui
ajaran-ajaran
Gereja
dan
melalui
pengalaman-
pengalamannya: untuk mengkontemplasikan Tubuh Mistik yang bercermin
pada Maria sebagai persatuan cinta yang mesra dan sebagai tanda kehadiran
Roh Kudus yang berkesinambungan. Roh Kuduslah yang menyatukan
seluruh Carmelite Missionaries dalam doa dan melalui rahmat dan
pelayanannya yang tepat (Letters, no. 6:1174; My Relationship, 2006:923;
Preproject const. CM #14). Dengan demikian para suster Carmelite
Missionaries dapat meneladan sikap taat yang dijalani oleh Maria sebagai
model Gereja yang sempurna dalam menghayati dan memaknai ketaatan
kepada kehendak Allah atas dirinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
KETAATAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS
Pada zaman modern ini, panggilan dalam hal apapun bentuknya, entah
itu panggilan hidup berkeluarga, panggilan hidup tidak menikah dan
panggilan hidup religius nampaknya menimbulkan persoalan besar. Hal
tersebut
juga
ditemukan
dalam
kongregasi
suster-suster
Carmelite
Missionaries khususnya dalam penghayatan Spiritualitas kaul ketaatan dalam
panggilan hidup religius yang dipilihnya. Kaul merupakan sarana untuk
semakin intim bergaul dengan Allah atas dasar panggilan Injili dan rahmat
baptis yang efektif. Yesus memanggil para suster Carmelite Missionaries
seperti Ia memanggil para murid-Nya yang pertama. Para murid tinggal dan
hidup bersama-Nya, hidup dalam penyerahan diri secara total dan berbuat
baik kepada sesama manusia. Sebagai orang yang terpanggil para suster CM
secara bebas menjawab panggilan-Nya dan membaktikan dirinya kepada
Allah. Panggilan tersebut berakar pada pembaptisan di mana kita sungguh
yakin bahwa tuntutan secara radikal dari kematian dan hidup menjadi tanda
misteri Paskah akan kehadiran Kristus dalam Gereja dan di tengah dunia
(Konst. art. 22).
Ketaatan dalam kenyataan paling konkret dihayati sehari-hari dalam
hidup berkomunitas. Beato Francisco Palau mengatakan bahwa ketaatan
merupakan suatu pengorbanan yang sangat berkenan kepada Allah (Letters,
no.87, 2006:1242). Dalam hidup berkomunitas para suster diharapkan mampu
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menyangkal dirinya untuk melaksanakan kehendak Allah dari pada
kehendaknya sendiri melalui ketaatan, baik kepada pemimpin maupun kepada
sesama. Pada bab III akan disajikan ketaatan dalam hidup berkomunitas,
membahas tentang penghayatan spiritulitas kaul ketaatan dan tantangannya
dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries dewasa ini.
A. PANGGILAN HIDUP BAKTI
1.
Pengertian Panggilan Hidup Bakti
a.
Panggilan
Panggilan diterjemahkan dari bahasa Inggris ”vocation” dan berasal dari
bahasa latin dengan kata ”vocare” yang berarti ”memanggil”. Dengan
demikian merupakan sesuatu yang dinamis bukan pasif. Individu yang
memanggil adalah Allah dan orang mestinya menjawab secara bebas dengan
tujuan untuk melayani. Allah memanggil
setiap orang untuk menjadi
sungguh bahagia seutuhnya. Allah memanggil setiap orang untuk mengambil
bagian dalam rencana keselamatan-Nya. Allah menciptakan, menyelamatkan,
mengampuni, memperbaharui dan memberi kekuatan. Allah memanggil
dengan perantaraan orang lain, Dia memanggil melalui sabda dan sakramen,
peristiwa sosial, alam dan keinginan terdalam dari seseorang (Gonzales,
1995:57).
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia panggilan berarti himbauan,
ajakan, undangan kepada seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
tertentu.
Selanjutnya
dijelaskan
bahwa
panggilan
hidup
adalah
kecenderungan hati untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu (Departemen P
& K, 1999: 724).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Selanjutnya menurut Kamus Oxford University Press dalam Hornby
(2000:1447) mengatakan bahwa panggilan merupakan suatu keyakinan yang
dimiliki oleh seseorang bahwa orang tersebut dipilih oleh Tuhan.
Dari beberapa definisi mengenai panggilan dapat disimpulkan bahwa
panggilan merupakan himbauan, ajakan dari seseorang kepada orang lain
serta suatu keyakinan yang dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan
tertentu.
b. Hidup Bakti
Sudiarjo dalam Laksana (2003:21) mengatakan bahwa hidup bakti
adalah mengikuti Yesus secara radikal sesuai dengan spiritualitas masingmasing pendiri. Sementara Pedregosa dalam Synod of Asia (1998:30)
menjelaskan arti hidup bakti dari sudut pandang komunitas merupakan sarana
untuk membangun komunitas dalam gereja dan lingkungan sosial.
Selanjutnya dikatakan bahwa seorang religius dipanggil untuk menjadi tanda
dan agen persatuan pada gereja lokal.
Francisco Palau dalam Konstitusi (art. 29) menjelaskan bahwa hidup
bakti merupakan panggilan untuk mengikuti dan hidup seperti Yesus Kristus
yang dijalankan melalui penyerahan diri secara total
kepada Tuhan dan
sesama. Hidup bakti dipersembahkan untuk memuliakan dan melayani
Tuhan. Dengan demikian hidup bakti menjadi tanda kebangkitan dalam
Gereja.
Dengan beberapa pendapat tentang definisi hidup bakti dapat
disimpulkan bahwa hidup bakti merupakan penyerahan diri secara total dan
menyeluruh untuk mengikuti Yesus.
Dari definisi panggilan dan definisi hidup bakti dapat ditarik kesimpulan
bahwa panggilan hidup bakti berarti panggilan dari Allah yang ditujukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
kepada orang yang dikehendaki-Nya untuk mengikuti Yesus secara total dan
menyeluruh serta melaksanakan karya perutusan Yesus di dunia. Tanggapan
terhadap panggilan Allah merupakan kehendak dan pilihan bebas dari pihak
manusia.
2.
Aspek-Aspek Dalam Hidup Bakti
a.
Pengakuan Iman Akan Tritunggal Maha Kudus
Hidup bakti yang berakar mendalam pada teladan dan ajaran Kristus
Tuhan, merupakan kurnia Allah Bapa yang istimewa kepada Gereja-Nya
melalui Roh kudus. Yesus Kristus menjalin relasi dengan para murid-Nya dan
memanggil mereka bukan hanya untuk menyambut Kerajaan Allah masuk ke
dalam hidup mereka sendiri, melainkan dipanggil untuk meninggalkan dan
menyerahkan diri secara utuh dalam pengikraran nasehat-nasehat Injili.
Dimensi hidup bakti terdapat dalam peristiwa transfigurasi, di mana orangorang yang terpanggil mempercayakan diri kepada cinta kasih Allah, yang
menghendaki mereka mengabdi kepada-Nya saja. Disini dapat dilihat bahwa
transfigurasi tidak hanya mewahyukan kemuliaan Kristus, melainkan juga
menyiapkan untuk menghadapi salib Kristus (VC, #14, #16, #18; 2006:22-25,
28).
Peristiwa transfigurasi sebagai tanda yang sangat menentukan dalam
pelayanan Yesus. Melalui tanda perwahyuan yang meneguhkan iman para
murid, Yesus hendak menyiapkan hati mereka untuk menghadapi tragedi
salib sebagai lambang kemuliaan kebangkitan. Dengan mengikrarkan
nasehat-nasehat Injili mereka yang dikuduskan kepada Allah menjadikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Kristus seluruh makna hidupnya dan berusaha mewujudkan dalam dirinya
”pola hidup, yang dikenakan oleh Yesus ” (VC, #15; 2006:24).
b. Lambang Persaudaraan
Suatu kelompok religius dapat menemukan kekayaan hidup rohani jika
para anggota komunitasnya menemukan kesatuan terus-menerus dengan Roh
dan dengan Allah. Dalam suatu persaudaraan yang dikuasai oleh Roh Kudus,
para religius dapat melihat banyak aspek dari Yesus Kristus. Berdasarkan
aspek tersebut para religius menemukan kepenuhan sejati dan mengasihi satu
sama lain sebagaimana adanya ditengah perbedaan dan keunikan masingmasing (Nouwen, 2003:157-158).
Hidup merupakan lambang bagi persekutuam Gerejawi. Dengan hidup
sebagai
murid
Kristus,
kaum
religius
menyanggupkan
diri
untuk
melaksanakan perintah baru Tuhan, yakni saling mengasihi sebagaimana
Kristus telah mengasihinya (bdk. Yoh 13:34). Terdorong oleh cinta kasih,
Yesus Kristus rela menyerahkan diri-Nya bahkan sampai korban termulia di
salib. Sebagai orang yang terpanggil secara khusus, kaum religius hidup
bersama dalam suatu komunitas, hendaknya menghidupi cinta kasih timbal
balik tanpa syarat, memiliki kesediaan dengan murah hati melayani sesama.
Dalam hidup berkomunitas kuasa Roh Kudus berkarya dalam diri setiap
anggota, sehingga setiap anggota dapat menikmati buah-buah kurnia
sesamanya, dan menjadikan miliknya sendiri (VC, # 42; 2006:62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Hal yang mendasari persaudaraan adalah motivasi teologis serta di
kukuhkan oleh pengalaman. Tugas agung hidup bakti dalam Gereja adalah
memelihara persekutuan dan mempraktekkan spiritualitas persekutuan
sebagai saksi dan perancang-bangun rencana kesatuan sesuai dengan rencana
Allah. Kesadaran akan persekutuan gerejawi, yang berkembang menjadi
spiritualitas persekutuan, meningkatkan cara berpikir, berbicara dan bertindak
yang menjadikan Gereja hidup semakin mendalam dan menjadi pendorong
kepada iman akan Yesus Kristus (VC, # 47; 1996:69).
Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II (VC, #72;1996:110).
menjelaskan bahwa kaum religius dipanggil mengikuti Kristus secara lebih
dekat dan menjadikan Dia segalanya dalam hidup. Dengan demikian mereka
dipanggil untuk membaktikan diri seutuhnya bagi ”misi”. Pembaktian diri
tersebut berdasarkan cinta kasih dan hidup persaudaraan dalam komunitas.
Hidup bakti mempunyai tugas kenabian yang menampilkan rencana Ilahi bagi
umat manusia. Rencana Ilahi tersebut
adalah menyelamatkan
dan
mendamaikan umat manusia. Untuk tugas perutusan itu para anggota hidup
bakti memerlukan pengalaman mendalam akan Allah dan meyadari
tantangan-tantangan yang ada di masyarakat. Menghadapi banyaknya
masalah yang terjadi di masyarakat mereka perlu menyadari komitmen untuk
tetap memelihara spiritualitas doa agar dapat menghadapi tantangan yang
muncul.
Patrisius Pa (2005:36) menegaskan kaum religius dipanggil seperti nabi
dan martir zaman ini untuk membasmi segala kekerasan, penindasan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
kemiskinan dan ketakberdayaan serta pelbagai krisis nilai-nilai hidup yang
melanda sesama di sekitarnya. Hal ini berarti hidup Yesus harus menjadi
hidup kita dan misi Yesus menjadi misi kita. Doa, cinta dan pelayanan kasih
harus menjadi bagian yang utuh dalam diri kita. Dengan demikian kita diutus
untuk memberi harapan baru bagi mereka yang tertimpa kemalangan dan
penderitaan.
B. SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN
Kaul ketaatan tidak terletak dalam ketaatan pada pimpinan atau pada
aturan-aturan belaka, melainkan bagaimana bersikap terhadap pemimpin dan
aturan-aturan itu sendiri atau bagaimana bersikap taat dengan bebas dan
dewasa, tidak hanya asal menjadi penurut.
Menghayati ketaatan zaman sekarang ini bukan berarti tunduk dengan
sikap pasif, penyesuaian diri didasarkan atas kebutuhan afektif melulu,
melainkan ketaatan itu merupakan suatu kesediaan untuk terus-menerus
mengadakan pembaharuan diri dengan kemampuan untuk mendengarkan
sesama saudara dan keterbukaan terhadap tuntutan situasi serta menjawabnya,
jadi tidak hanya menjawab tuntutannya sendiri. Motivasi ketaatan adalah
demi cinta kepada Tuhan. Ketaatan tidaklah menyesuaikan diri dengan aturan
umum belaka, tidak hanya untuk menyenangkan orang lain, dan tidak pula
hanya untuk mencari kepuasan pribadi (Darminta, 1981:73-74). Taat berarti
memilih lingkungan dan memutuskan untuk hidup menurut tuntutantuntutannya. Ketaatan juga merupakan pilihan pada orang-orang, aturan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
aturan, tradisi hidup dan segala sesuatu yang menjadi milik lingkup pilihan
itu. Dengan demikian ketaatan merupakan tindakan orang yang dewasa dan
penuh kesadaran, sehingga menuntut suatu ketaatan yang total, yaitu
memberikan diri seutuhnya kepada pilihannya itu dan melaksanakannya
sesuai dengan kehendak Allah. Dan ini berlaku bagi semua suster yang telah
berkaul kekal atau berkaul sementara. Selanjutnya, Darminta (1981:71)
mengatakan:
Untuk menjamin ketaatan yang sejati, yaitu ketaatan yang merdeka,
spontan dan penuh kesadaran, perlulah memperbaiki-meninggalkanmental kekanak-kanakan, yang menjadi ciri khas seorang pribadi yang
melaksanakan perintah secara lahiriah… Bagi seorang religius taat
dengan penuh keyakinan; dan pihak pembesar, mereka harus tahu
bagaimana caranya memberikan perintah dan menumbuhkan ketaatan
yang lincah dan berprinsip pada para anggota. Mereka harus melakukan
dengan penuh cinta, ramah, dengan baik hati dan penuh pengertian. Maka
perlulah dialog.
Kaul ketaatan mempunyai nilai untuk memperkembangkan hidup dan
pribadi manusia. Dengan ketaatan, seseorang merasa bebas dan dewasa untuk
mencari kehendak Allah lewat cara hidup yang ia pilih. Yang menjadi
pegangan dalam refleksi tentang ketaatan adalah Kitab Suci melalui ajaran
dan teladan Yesus Kristus yang menjadi manusia bebas, yang hidup bagi
Allah dan sesama manusia. Hayon (1987:225) mengatakan: “Ketaatan
religius adalah suatu sikap iman yang berarti bahwa dalam melayani sesama,
harus kentara bahwa kita mau hidup bagi Allah. Ketaatan religius tidak lain
adalah kesetiaan kepada panggilan yang diterima”. Sebagai religius yang
berjanji untuk hidup dalam ketaatan, dia mempersembahkan dirinya di
hadapan Allah demi pelayanan bagi sesama manusia. Dan di dalam pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
itu, perlu diperjuangkan agar benar-benar kelihatan bahwa ia sungguhsungguh melayani Tuhan. Yesus sungguh memberikan teladan ketaatan. Ia
rela berkorban dan menderita untuk mencapai keselamatan. Bagi Kristus,
ketaatan berarti meninggalkan diri dan mengosongkan diri untuk mencapai
dan ikut ambil bagian dalam hidup orang yang dicintai, sampai pada titik
kematian. Di sini perlulah diingat bahwa ketaatan juga akan mencakup
penderitaan batiniah, yang berarti ketaatan yang menderita dan ambil bagian
dalam salib Kristus.
Spiritualitas kaul ketaatan menurut Kongregasi Carmelite Missionaries
mengajak para suster sadar dalam menghadapi tantangan zaman yang sedang
berubah yang dikuatkan dalam iman yang hidup. Memang, tanpa spiritualitas
para suster hanya akan terbawa arus, di mana arus itu sangat deras, pasti
kehidupan para suster dalam komunitas pasti terkena arus tersebut. Dengan
demikian spiritulitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau yang didalami
dalam hidup bersama, akan memampukan para suster untuk berenang, meski
berada di arus yang deras para suster tidak terbawa begitu saja.
Kaul ketaatan mempunyai beberapa dimensi yang satu sama lain saling
melengkapi dan membangun ketaatan menjadi ketaatan yang manusiawi dan
rohani utuh:
a.
Dimensi Teosentris
Dimensi teosentris kaul ketaatan bagi hidup religius ialah mewajibkan
orang untuk sungguh-sungguh menyerahkan diri bagi Allah, mencintai-Nya
dan berusaha hidup hanya untuk Dia lewat kesetiaan pada panggilannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Dalam dokumen konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian
Hidup Religius (PC. art. 14) dikatakan: “Dengan mengikrarkan ketaatan,
mempersembahkan bakti kehendak mereka yang sepenuhnya bagaikan
korban diri kepada Allah”.
Demikian para suster Carmelite Missionaries, dengan kaul ketaatan
diharapkan untuk semakin mencintai Allah dengan selalu mencari kehendakNya di dalam hidupnya. Dengan bebas melaksanakan apa yang dihendaki
Allah lewat perutusan yang diberikan oleh kongregasi. Selanjutnya Dokumen
Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius
(PC, art. 14) mengatakan:
… hendaknya mereka mengerahkan daya kemampuan akal budi dan
kehendak maupun bakat-bakat alamiah serta kurnia-kurnia rahmat dalam
menjalankan perintah-perintah dan menyelesaikan tugas-tugas yang
diserahkan kepada mereka. Hendaknya mereka sadari, bahwa mereka
sedang berkarya demi pembangunan Tubuh Kristus menurut rencana
Allah. Demikianlah ketaatan religius sama sekali tidak mengurangi
martabat pribadi manusia, melainkan justru membawanya kepada
kematangan, karena kebebasan putra-putri Allah.
Para suster Carmelite Missionaries sebagai seorang religius yang
mengabdi dan melayani Allah melalui semangat dan teladan Francisco Palau,
hendaknya berusaha untuk hidup sesuai dengan teladan Yesus Kristus untuk
mencapai keselamatan bagi banyak orang. Selalu berusaha hidup dalam
kerendahan hati, dalam pelayanannya kepada sesama saudara dan
kemampuan untuk bersikap rendah hati, maka mampu juga untuk
menyebarkan kasih Tuhan dalam pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
b. Dimensi Kristologi
Ketaatan Kristus, baik dalam hubungan-Nya dengan Bapa juga para rasul
dan murid-murid-Nya, merupakan sikap taat yang Dia hayati demi suatu
kewajiban tanpa dipaksakan dari luar, namun tumbuh dari dalam hati-Nya.
Ketaatan Yesus bukan cuma model untuk dikagumi melainkan suatu bentuk
hidup yang harus diikuti. Teladan Kristus yang taat pada kehendak Bapa-Nya
menjadi contoh bagi semua orang beriman khususnya para religius yang
mengikrarkan kaul ketaatan. Kaum religius dengan kerendahan hati
diharapkan mampu meneladan sikap Yesus yang taat pada kehendak BapaNya melalui ketaatannya kepada pemimpin. Dalam Dokumen Konsili Vatikan
II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC, art. 14;
1993:258) dikatakan :
…. hendaknya melalui mereka itu (pemimpin) para religius dituntun
untuk melayani semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri
demi kepatuhan-Nya terhadap Bapa telah melayani para saudara-Nya dan
menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (lih. Mat
20:28; Yoh 10:14-18).
Kaum religius, melalui ketaatanya pada pemimpin sebagai wakil Allah
yang kelihatan dalam menuntun hidupnya, diharapkan mampu melayani
sesama saudara demi keselamatan jiwa mereka.
Demikian pula para suster Carmelite Missionaries diharapkan untuk taat
pada kehendak Allah yang diwujudnyatakan secara konkret dalam
ketaatannya pada pemimpin sebagai wakil Allah yang kelihatan, sejauh
pemimpin tersebut memerintahkan sesuatu seturut ketentuan konstitusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Sebagai mana ditegaskan lagi dalam konstitusi Carmelite Missionaries
(art.43a) mengatakan bahwa:
”Ketaatan dan otoritas merupakan dua aspek yang saling melengkapi atas
keterlibatan kita dalam korban Kristus. Para suster yang dipercayai
sebagai pemimpin, hendaknya mempertahankan dalam roh pelayanan
persaudaraan dalam komunitas, dengan demikian setiap suster tetap setia
untuk menjadi taat, meskipun suatu ketika ketaatan itu sendiri menuntut
suatu pengorbanan secara nyata dari dirinya”.
Francisco Palau menasehati kepada para susternya bahwa sebagai
anggota dalam suatu komunitas persaudaraan kendaknya mentaati pemimpin
yang telah ditunjuk bersama sebagai wujud ketaatannya kepada Allah.
Ketaatan pada pemimpin menurut Francisco Palau, merupakan suatu ketaatan
yang penuh kasih, sebab ia taat untuk menyenangkan Allah dan Gerejanya.
Sebagai konsekuensinya, ia harus rela mengorbankan dirinya untuk diusir
dari biara dan dibuang ke pulau lain karena terjadi pertentangan dengan
penguasa negara, kadang juga dengan hirarki gereja. Baginya hal ini bukan
berarti taat buta, tetapi taat sejauh pemimpin menyampaikan hal yang tidak
bertentangan dengan isi konstitusi yang berlaku.
Taat kepada Kristus dan taat seperti Kristus merupakan patokan ketaatan
religius. Tetapi ketaatan akan tetap merupakan sesuatu yang kabur bila tidak
diwujudkan dalam relasi antar manusia. Karena itu ketaatan pada pemimpin,
komunitas dan aturan harus merupakan perwujudan yang konkret dari
ketaatan kepada Tuhan. Dengan demikian ketaatan haruslah merupakan suatu
transformasi diri kita ke dalam diri Kristus. Itulah tujuan dari ketaatan yaitu
untuk mencapai transformasi atau peleburan diri kita dalam diri Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Dengan demikian Kristus adalah Hukum kita yang harus kita taati secara
mutlak (Leo Ladjar, 1983:65-66).
c.
Dimensi Roh Kudus
Dalam hidup sebagai orang beriman, Roh Kudus mempunyai fungsi
sebagai yang menggerakkan, menghidupkan dan sekaligus menyemangati.
Dan yang paling penting untuk kehidupan orang Katolik ialah bahwa Roh
Kudus mampu membuat manusia sanggup mengasihi (Komkat, 1997:157).
Tindak keterlibatan Roh Kudus menunjukkan bahwa pelaksanaan
ketaatan dan otoritas merupakan penghayatan cinta kasih; cinta Allah kepada
manusia terungkap pada otoritas (PC 14, 3) dan cinta manusia kepada Allah
terungkap dalam ketaatan. Dengan demikian hubungan antara otoritas dan
ketaatan menjadi hubungan cinta, karena ketaatan lewat Roh Kudus
mempunyai asal dan akhir pada Allah sendiri. Yesus Kristus sendiri dalam
hidup-Nya selalu terbuka dan memperhatikan gerakan-gerakan Roh Allah
(Darminta, 1981:76).
Francisco Palau dalam penziarahan hidupnya untuk mencari kehendak
Allah dan taat kepada-Nya, senantiasa mendengar dan mengikuti bisikan Roh
Kudus yang selalu membimbing dan memimpinnya. Ia pun meneladan sikap
Maria yang selalu berkata “Ya” dalam pemenuhan kehendak Allah. Bagi
Francisco Palau, Maria adalah seorang hamba Allah yang selalu patuh dan
setia kepada bisikan dan gerakkan Roh yang diberikan kepadanya. Dengan
demikian Maria sanggup menjadi ibu Tuhan dan ibu Gereja (konst. art. 47).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Karena ketaatannya pada bimbingan dan pimpinan Roh Kudus yang ia alami
dalam perjalanan hidupnya untuk mencari dan menemukan yang dicintainya
yakni “Gereja” Francisco Palau diambil dari biara Karmel dan ditahbiskan
menjadi seorang imam projo. Cita-cita kaul membiaranya ia pegang secara
utuh, ia perkaya dengan kekuatan kharismanya yang menyebabkan cita-cita
tersebut menjadi sungguh gerejawi (TCAG, 1997:50-51).
Suster
Carmelite
Missionaries
sebagai
satu
kongregasi
yang
mengikrarkan ketaatan dalam hidup panggilannya, dijiwai, disemangati dan
dikuatkan oleh Roh Kudus dalam memenuhi janji ketaatan pada Tuhan.
Dalam hidup bersama para suster Carmelite Missionaries diharapkan untuk
senantiasa terbuka dan sekaligus melibatkan Roh Kudus dalam seluruh
langkah dan gerak hidup. Memberikan tempat bagi Roh Kudus dan
membiarkan Roh Kudus bekerja dalam segala seluk beluk kehidupan.
Dimensi Roh Kudus dari kaul ketaatan yaitu mewajibkan orang untuk
melibatkan Roh Kudus yang mendorong, menjiwai dan memberi kekuatan
dalam mencintai Tuhan melalui ketaatan yang diikrarkan yang membuat
mereka bersatu hati (konst, art. 43). Demikian hendaknya para suster
Carmelite Missionaries selalu melibatkan Roh Kudus dalam setiap gerak dan
langkah hidupnya, sehingga mampu hadir di tengah-tengah masyarakat
sekaligus dapat membagikan buah-buah Roh Kudus itu bagi orang yang
mereka jumpai dalam perutusannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
d. Dimensi Gerejani
Dimensi Gerejani dari kaul ketaatan yaitu mewajibkan orang untuk
sungguh-sungguh menyerahkan diri kepada kehendak Allah melalui
pelayanannya terhadap Gereja. Dalam Dokumen Konsili Vatikan II tentang
Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius (PC 14,1) dikatakan bahwa
para pemimpin hendaknya semakin erat terikat untuk melayani Gereja serta
berusaha mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus (Ef 4:13).
Darminta (1981:76) mengatakan bahwa ketaatan yang disanggupi secara
global memberikan ukuran masuknya ke dalam persatuan gerejani. Hubungan
dengan Gereja berakar dalam cinta dan ketaatan (AA, 12, 2). Tubuh Gereja
terbentuk dan tumbuh pada setiap pelaksanaan konkret dari pelayanan.
Palayanan imamat merupakan pelayanan Gereja sendiri, terdorong oleh cinta
kasih, mereka dengan bijaksana merintis jalan-jalan baru untuk meningkatkan
kesejahteraan Gereja dengan penuh kepercayaan mengemukakan prakarsaprakarsa serta menekankan kebutuhan-kebutuhan umat yang dipercayakan
kepada mereka. Mereka juga bersedia menjadi taat atas keputusan-keputusan
yang dibuat (PO, 15, 2). Ketergantungan pada otoritas itu menekankan sifat
gerejani dari hidup religius, sekaligus merupakan kesanggupan khusus untuk
menghayati pelayanan Gereja (LG 44, 2; PC 5, 2) untuk membangun Tubuh
Kristus menurut rencana Allah (PC 114, 2). Ketaatan memberikan jaminan
akan kerjasama dengan karya Gereja pada tempat yang dikehendaki oleh
Allah dalam karya keselamatan (AG 25, 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Eulogio Pacho dalam buku Terpukau Cinta Akan Gereja, mengatakan
bahwa Francisco Palau mengalami suatu pengalaman rohani yang
mengungkapkan misteri Gereja kepadanya sebagai kenyataan yang memberi
kedamaian. Francisco Palau melihat Gereja sebagai suatu cita-cita bahkan
tujuan luhur dan terakhir dari cintanya. Allah telah menunjukkan kepadanya
“jalannya, langkahnya dan misinya”. Dalam hal ini Francisco Palau telah
pasti untuk melaksanakan perutusannya yang baru. Visi yang dialami oleh
Francisco Palau merumuskan suatu keterlibatan untuk bersedia berkotbah
kepada orang-orang bahwa Gereja itu indah dan pantas dicintai tanpa tara,
dan menghayati hidup Gereja ialah mematuhi dan memenuhi perintah
mencintai Allah dan mencintai sesama. Francisco Palau mengatakan “Inilah
perutusanku dan anda, Gereja, adalah sesama yang membentuk satu
kenyataan di dalam Allah” (My Relations with the Church, hal. 34). Baginya
untuk melaksanakan perutusan dalam Gereja menuntut suatu pilihan dan
dedikasi hidup yang penuh, sebab tidak ada orang yang dapat berkata bahwa
Gereja itu indah jika ia tidak mencintai Gereja dan membuktikan cinta itu
melalui pelayanan yang tanpa syarat. Cinta dan pelayan menuntut tindakkan
konkret, dan kadang-kadang dengan kepahlawanan.
Para suster Carmelite Missionaries ditantang untuk menghidupi kembali
warisan rohani yang ditinggalkan oleh Francisco Palau. Para suster
diharapkan agar dalam pelayanan kerasulan di tengah Gereja sangat
diperlukan suatu sikap penyangkalan diri dan pelayanan tanpa pamrih.
Dengan demikian para suster turut ambil bagian dalam kerasulan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dibutuhkan oleh Gereja sebagai bentuk penghayatannya dalam pelayanan
Gereja sehari-hari.
e.
Dimensi Komuniter
Dimensi komuniter dari kaul ketaatan mewajibkan orang untuk melayani
semua saudara dalam Kristus, seperti Kristus sendiri demi kepatuhan-Nya
terhadap Bapa Ia telah melayani saudara-saudara-Nya dan menyerahkan
nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (PC, art. 14). Ketaatan
merupakan prinsip dan sumber kesatuan antara saudara-sauadara yang
dipanggil oleh Allah untuk hidup dan bekerja bersama-sama.
Kaum religius dalam penyerahan dirinya kepada Allah, diharapkan
mampu untuk hidup bersama dan bekerjasama dengan saling melayani satu
dengan yang lain. Melalui ketaatannya pada pemimpin, mereka dapat saling
melayani dengan kerendahan hati yang membuahkan hasil dalam kehendak
Allah yang meyelamatkan.
Francisco Palau (Letters, no.7: 1053-1054) dikatakan bahwa dalam hidup
berkomunitas hendaknya para suster bersatu hati yang dijiwai oleh Roh yang
satu dan sama (Kis, 2:44-46; 4:32). Jika dalam hidup bersama para suster
dijiwai oleh satu hati; yang dibangun, disemangati, dibimbing dan dipimpin
oleh Roh Allah, dengan segala kelimpahan Allah akan mencurahkan rahmatNya atas setiap pribadi. Dengan demikian Francisco Palau menasehati para
susternya agar melakukan keutamaan ketaatan dalam hidup mereka seharihari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Dalam Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 52) dikatakan:
Kita menunjukkan rasa kesatuan terhadap semua suster dengan cinta
yang sama. Perhatian khusus akan diberikan kepada para suster tua dan
sakit. Kita seharusnya membagikan kepada mereka mengenai kegiatan
kerasulan yang kita laksanakan, supaya melalui doa-doa dan korban
mereka, pelayanan kita dalam Gereja dapat menghasilkan buah
berlimpah.
Menurut Francisco Palau ketaatan buta berarti, menjadi rendah hati,
bersikap patuh, siap sedia, gembira, sederhana, tanpa alasan, tidak
membantah pada suster yang dipercayakan sebagai pemimpin. Taatilah
mereka sebagaimana para suster menaati Allah, karena mereka adalah wakil
Allah (Lk, 10:16). Hal ini mau menyampaikan bahwa dalam hidup bersama,
hendaknya para suster saling mendukung satu sama lain lewat perhatian,
pelayanan, sapaan dan senyuman yang tulus kepada setiap anggota
komunitas.
Komunitas Carmelite Missionaries merupakan komunitas iman. Ikatan
hidup komunitas yang utama adalah cinta kasih. Setiap anggota yang tinggal
dalam satu komunitas tentunya membutuhkan suatu keadaan yang dapat
mendukung hidupnya bagi pelayanan. letak dari bagaimana susunan anggota
komunitas, diharapkan anggota satu dengan yang lain terdapat ungkapan yang
saling mendukung. Dalam hidup bersama, masing-masing anggota komunitas
memiliki karakter dan keunikan beraneka macam. Relasi satu dengan yang
lain, tidak diandaikan mudah dibangun secara ideal. Dengan demikian,
masing-masing perlu berusaha menciptakan kondisi yang sehat agar masingmasing anggota tumbuh dan berkembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Seringkali dalam sutu komunitas terasa ada persaingan antar anggota
untuk berusaha mencapai yang terbaik. Situsi seperti itu perlu ditanggapi
secara positif agar memperkembangkan anggota yang lain. Lewat perkataan,
tindakkan dan sikap hidup terhadap anggota lain, diusahakan sedemikian rupa
agar tidak mematikan perkembangan pribadi anggota komunitas lain.
f.
Dimensi Apostolik
Dimensi apostolik dari kaul ketaatan mewajibkan orang selalu siap sedia
untuk
tugas
kerasulan.
Menurut
Darminta
(1981:77):
“Kerasulan
mengandaikan ketaatan, atau lebih baik, sejauh orang melaksanakan tugas
perutusan dan perintah yang diterima, sejauh itu pula ketaatan dilaksanakan.
Kerasulan dan ketaatan tidak dapat dipisah-pisahkan, karena kaul ketaatan
secara khusus merupakan kesanggupan untuk menerima tugas kerasulan
institut”. Para religius dalam ketaatannya, bersedia diutus untuk tugas yang
diberikan oleh pemimpin. Berani mengucapkan kaul ketaatan berarti siap
untuk menerima dan melaksanakan tugas perutusan yang diberikan oleh
pemimpin dan kongregasi.
Eulogio Pacho dalam buku Terpukau Cinta akan Gereja (1997: 69)
menekankan bahwa dalam pelayanan kerasulan menuntut jerih payah dan
sikap tanpa pamrih. Pelayanan memerlukan pengikraran diri dan kesediaan
melupakan diri, supaya dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhankebutuhan orang lain. Francisco Palau tidak saja menghendaki motivasi
adikodrati yang dihidupkan oleh doa dan keutamaan-keutamaan rohani untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
pelayanan kerasulan; ia juga menuntut pengikraran diri, kemiskinan dan
matiraga.
Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 96) menegaskan:
Dalam setiap pekerjaan dari evengelisasi, tujuan dari kongregsai adalah
menghantar orang pada suatu pengetahuan yang hidup dari misteri
keselamatan, untuk membantu mereka mencapai kepenuhan hidup dalam
Kristus yang datang untuk ”mewartakan Kabar Gembira, mengajarkan,
menyembuhkan berbagai penyakit dan kelemahan” (Mat 9:35; Lk 4:1819). Untuk dapat mencapai kepenuhan itu ”kita hidup oleh Gereja dan
untuk Gereja”.
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan selalu
siap sedia dalam tugas kerasulan yang dipercayakan oleh pemimpin,
membagikan kepada semua orang aspirasi serta melakukan kerasulannya agar
doa dan pengorbanan mereka akan menghasilkan buah berlimpah dalam
pelayanannya kepada Gereja.
Para suster Carmelite Missionaries hendaknya selalu bersedia untuk
melupakan diri, supaya orang dengan bebas dapat memperhatikan kebutuhankebutuhan Gereja secara konkret. Francisco Palau tidak saja menghendaki
motivasi adikodrati yang dihidupkan oleh doa dan keutamaan-keutamaan
rohani dalam karya pelayanan, ia lebih menuntut pada pengingkaran diri,
kemiskinan, matiraga dan ketaatan. Semua itu menjadi syarat utama untuk
melestarikan bangunan kerasulannya agar tetap kokoh. Oleh sebab itu,
sebagai Carmelite Missionaries perlu menyadari bahwa ia harus mampu
menjadi tanda kehadiran Allah lewat tugas perutusannya.
Maka ketaatan merupakan sumber efisiensi karya kerasulan, menyatukan
karya dengan karya-karya orang lain berdasarkan kehendak Ilahi dan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
lebih dalam membuat orang berpartisipasi pada tanggung jawab apostolik
Gereja (Darminta, 1987:7).
C. GAMBARAN DAN ASPEK HIDUP KOMUNITAS CARMELITE
MISSIONARIES
Komunitas merupakan persekutuan hidup dari beberapa orang yang
mempunyai cita-cita yang sama. Jadi komunitas religius adalah persekutuan
dimana para anggotanya menurut hukum kongregasi masing-masing
mengucapkan kaul sementara dan kaul kekal, serta pada waktunya harus
diperbaharui, dan melaksanakan hidup dalam persaudaraan dan kebersamaan
(KHK, Kan. 601§2). Persekutuan dalam pengertian tersebut dibangun
berdasarkan cita-cita yang sama untuk mencapai tujuan yang sama atas dasar
iman dan kepercayaan yang sama yaitu pada Yesus Kristus yang
memberitakan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah.
KTHB dan LHK, (2008:16) menegaskan bahwa membangun komunitas
persaudaraan merupakan salah satu tugas pokok hidup bakti. Komunitas
religius merupakan persekutuan orang-orang berkaul yang bersama-sama
mencari dan melaksanakan kehendak Allah, komunitas saudara atau saudari
dengan berbagai peranan tetapi dengan semangat dan tujuan yang sama,
menemukan artinya. Itu sebabnya semua anggota komunitas dipanggil untuk
mencari apa yang menyenangkan hati Tuhan dan taat kepada-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
1.
GAMBARAN KOMUNITAS
a.
Menurut Injil
Komunitas Injili adalah komunitas yang dibentuk untuk mewartakan
Kabar Gembira dengan berpola pada komunitas Yesus Kristus bersama para
murid-Nya.
Darminta (1997:56) dalam bukunya “Yesus mendidik para
murid-Nya menyatakan bahwa” … Yesus membentuk komunitas para murid,
dengan tujuan agar mereka dalam kelompok menjalankan misi Yesus (Mat
10:1-8) dalam jiwa persahabatan (Mat 10:12). Di dalam komunitas oleh
Yesus, dididik dan dibentuk, untuk menghayati kesatuan dan persekutuan
antar mereka sebagai kekuatan untuk mewartakan dan membangun komunitas
Kerajaan Allah sampai pada kepenuhannya pada akhir zaman.
Dalam kebersamaan dan solidaritas terhadap siapapun, para murid
diharapkan menjadi pribadi yang sungguh merdeka agar mampu melayani,
terutama bagi mereka yang lemah, miskin, tersingkir dan difabel di tengah
masyarakat dan siap untuk memberi hidup bagi mereka (Mrk 19:35-43).
Yesus membentuk para murid sebagai komunitas hamba yang taat, dalam
membagi apa yang mereka miliki untuk kebahagiaan orang lain. Di samping
itu Yesus mengajak para murid untuk hidup menurut nilai-nilai Kerajaan
Allah, bukan melawan Allah, tetapi mencintai, menghormati dan mengabdi
pada-Nya. Yesus menginginkan agar kelompok para murid-Nya tidak
diperbudak keinginan mencari sukses, tetapi terlebih dan terutama menjadi
pembawa Kabar Gembira, bukan sekedar pembawa Kitab Suci. Membangun
diri sendiri menjadi Injil ialah tugas sepanjang hidup para murid dahulu dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
sekarang. Yesus tidak menuntut dari para murid-Nya hal-hal yang belum
mereka cerna dan mengerti (Yoh 16:12-13). Para murid pun diajak untuk
membangun komunitas beriman secara benar, yaitu saling melayani (Mat
18:1-5), tidak saling memberi batu sandungan (Mat 18:6-11), bahkan justru
mencari yang hilang dan menjauh (Mat 18:12-14), memberi sumbangan demi
kebaikan sesama (Mat 18:15-20) dan memberi pengampunan tanpa batas
(Mat 18:21-35).
Para suster Carmelite Missionaries, meneladan pola komunitas Yesus
Kristus yang tinggal bersama dengan para murid-Nya. Dalam komunitas,
para suster hidup dalam persekutuan dan setia untuk berkumpul berdoa serta
merayakan Ekaristi bersama. Persekutuan yang dibangun berdasarkan citacita yang sama untuk mencapai tujuan yang sama atas dasar iman yang sama
yaitu beriman pada Yesus Kristus. Dengan demikian untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan peraturan untuk disepakati bersama.
b. Menurut Pendiri
Menurut Beato Francisco Palau, komunitas merupakan suatu kenangan
akan komunitas Kristiani perdana (Kis 2:42; 4:32). Dalam suratnya kepada
para suster di Lérida dan Aytona (Letters, 7, 2-3:1053-1054) dituliskan bahwa
dalam hidup berkomunitas hendaknya para suster hidup sehati sejiwa yang
digerakkan oleh roh yang satu dan sama. Komunitas merupakan persatuan
dan persaudaraan yang menghasilkan misteri persatuan Gereja. Francisco
Palau mau menegaskan bahwa dalam komunitas Carmelite Missionaries yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
paling utama adalah, hidup dalam cinta kasih, menjadi hamba dan pelayan
bagi orang lain. Menjadi pelayan berarti menjadi hamba bagi semua, hal
itulah yang menjadi puncak kesempurnaan dalam hidup berkomunitas
(Letters, 99, 6: 1269).
Francisco Palau menggambarkan komunitas sebagai Sekolah Keutamaan,
di mana melalui hidup bersama dalam persaudaraan komunitas, para suster
akan mempraktekan keutamaan-keutamaan kristiani sebagaimana yang
diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri. Melalui keutamaan-keutamaan yang
dipraktekannya demi kebaikan dan keselamatan sesama (Letters, 6,4;
2006:1051). Hidup berkomunitas akan tercipta dengan baik jika setiap
anggota, hidup dalam persekutuan yang ditarik oleh rantai cinta Allah,
sehingga komunitas dapat hidup dalam damai sebagai satu keluarga (Leters,
7:2,3; 2006:). Ketaatan buta dalam hidup berkomunitas, menurut Francisco
Palau artinya menjadi rendah hati, bersikap taat/patuh, selalu siap sedia,
sederhana, tidak memberi banyak alasan, tanpa mempertahankan pendapat
sendiri, tidak menentang kepada suster pemimpin dan saling mengasihi.
Para suster Carmelite Missionaries dipanggil untuk menjadi saksi dan
tanda persaudaraan dan persatuan dalam perbedaan di tengah dunia.
Komunitas Carmelite Misionaries menyatakan kasihnya melalui aneka
pelayanan. Berawal dari berbagai pelayanan yang telah dilakukan oleh
Francisco Palau, para suster Carmelite Missionaries terlibat aktif dalam
berbagai kegiatan kerasulan yang sangat dibutuhkan oleh Gereja dewasa ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
c.
Menurut Konstitusi
Dalam Konstitusi (art. 58) dikatakan, komunitas suster-suster Carmelite
Missionaries berkeyakinan bahwa Yesus Kristus hadir dan tinggal di tengahtengah komunitas untuk memberi hidup dan membuat setiap anggota
komunitas menjadi kuat. Hendaknya dalam hidup bersama para suster
bertekun dalam ajaran Injil, terbuka akan kehadiran-Nya terutama dalam
perayaan Ekaristi sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, dalam doa,
serta persekutuan semangat yang sama.
Hal ini dapat dicapai melalui
meditasi akan Sabda Allah, doa-doa pribadi, sharing bersama dalam
komunitas, agar setiap anggota komunitas memperoleh kekuatan untuk
bertumbuh di dalam panggilan dengan gembira dan penuh harapan (PC, 15).
Maka dalam Konstitusi (art. 59) dinyatakan bahwa:
Hidup berkomunitas memiliki kegembiraan dan kesulitan. Sadar akan
kelemahan dan kedosaan, hendaknya kita selalu siap sedia untuk
meminta dan memohon pengampunan agar dapat membantu para suster
lebih bijaksana dalam melakukan koreksi persaudaraan.
Dengan demikian sebagai orang-orang yang terpanggil dan dipilih Allah
untuk tinggal bersama dalam komunitas persaudaraan hendaknya para suster
memiliki nilai-nilai Injili sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus
Kristus, seperti: belaskasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan
dan kesabaran. Asas dan dasar ketaatan ialah cinta akan Sabda Allah yang
menjadi daging dan tinggal diantara manusia, disalibkan, wafat dan bangkit
demi keselamatan manusia. Hal ini dapat diwujudkan dalam hidup sebagai
biarawati Carmelite Missionaries dengan mengikrarkan kaul ketaatan. Setiap
anggota kongregasi perlu belajar dari komunitas Yesus dan para murid-Nya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
berusaha menghidupkan cita-cita Injil dalam karya dan pelayanan demi
keselamatan manusia dan kemuliaan Allah.
d. Anggota Komunitas
Dalam hidup berkomunitas, setiap anggota komunitas diberi kesempatan
untuk membangun hubungan, baik rohani maupun manusiawi dalam memberi
tanggapan kepada pemimpin. Kitab Hukum Kanonik (Kan. 630§5)
menegaskan para anggota komunitas hendaknya menghadap para pemimpin
dengan kepercayaan; kepada mereka anggota dapat membuka hatinya dengan
bebas dan sukarela. Namun para pemimpin dilarang untuk memaksa dengan
cara apapun kepada para anggotanya membuka hatinurani kepada mereka.
Dalam KTHB dan LHK (2008:15f) dikatakan bahwa para pemimpin
mempunyai tugas ikut menjaga supaya rasa keimanan dan komunio
menggereja tetap hidup di tengah umat yang mengakui dan mengagumi
keajaiban Allah. Membangun komunitas persaudaraan merupakan salah satu
tugas pokok hidup bakti. Setiap anggota komunitas dipanggil untuk
membaktikan diri terdorong oleh kasih yang sama yang telah dicurahkan
Tuhan dalam hati mereka.
Maka dasar cinta anggota komunitas kepada
pembesar ialah cinta mereka kepada Allah sendiri. Sebab anggota
sekomunitas itu adalah sahabat sekaligus saudara, sehingga para anggota
dapat terbuka untuk saling menerima anggota lain yang mempunyai latar
belakang dan budaya yang berbeda dalam membangun komunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Dengan demikian Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 50, 51)
menegaskan bahwa dalam hidup berkomunitas hendaknya setiap anggota
saling mengerti satu sama lain, menerima setiap perbedaan dan saling
membantu dalam memikul beban yang dialami oleh setiap anggota
komunitas. Setiap anggota komunitas mempunyai tanggungjawab bersama
dalam mengembangkan telenta dan bekerjasama dalam merencanakan dan
melaksanakan
proyek
komunitas.
Setiap
suster
dalam
komunitas
berkewajiban untuk menghargai setiap usahanya dalam mengembangkan
kemampuan dan kreativitas demi terwujudnya komunitas persaudaraan.
2.
ASPEK HIDUP KOMUNITAS
a.
Komunitas Demi Karya
Konstitusi kongregasi CM mengatakan bahwa dalam memilih kegiatan
kerasulan, kongregasi CM dipanggil untuk tugas perutusan. Hal ini berarti
dalam memilih karya kerasulan hendaknya sesuai dengan tuntutan cara hidup
CM sendiri. Para suster CM lebih memberi perhatian pada kebutuhan orangorang miskin yang berada di daerah termiskin dan terpencil. Sejauh tempat itu
dapat dijangkau, para suster hendaknya dapat beradaptasi pada hidup dan
kebiasaan dari setiap negara atau daerah, dan mengadopsi semangat dan
kebudayaan setempat. Para suster akan menggunakan cara-cara dan metode
yang sesuai dengan pelayanan kerasulan kongregasi (art. 99).
Dalam karya evangelisasi kongregasi CM, bertujuan menghantar orang
pada suatu pengetahuan yang hidup dari misteri keselamatan, membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mereka untuk mencapai kepenuhan hidup dalam Kristus, “untuk mewartakan
Kabar Gembira, menyembuhkan berbagai penyakit dan setiap kelemahan”.
Maka untuk mencapai hal tersebut para suster melakukan karya kerasulan
yang dipercayakan oleh Gereja dan untuk Gereja, serta berkarya di daerah
misi yang ditugaskan oleh Gereja bagi setiap anggota komunitas (konst. art.
96).
Keterlibatan para suster Carmelite Missionaries dalam mewartakan kabar
Gembira Tuhan melalui bidang pendidikan Kristiani, perawatan dan pelayan
medis, proyek sosial, pelayanan pastoral, pendidikan katekis, media
komunikasi sosial, pelayanan kampus, mengasuh anak yatim piatu dan anak
cacat, bimbingan dan konseling, bina hidup rohani dan misi luar negeri,
dimaksudkan untuk membawa harapan baru, mengangkat hak dan martabat
hidup dan meneguhkan serta menghantar mereka pada kedewasaan iman,
secara khusus pada tempat-tempat yang belum mengenal dan beriman pada
Kristus (AG, 1993: 407 #6).
Oleh karena itu dalam menjalani tugas kerasulan di mana saja, perlu
adanya kesatuan hati dan budi dari setiap anggota komunitas. Dengan
demikian setiap anggota Carmelite Missionaries dapat mewujudkan misi
Yesus melalui tugas perutusan yang dipercayakan kepada setiap anggota
komunitas. Adapun perutusan utama yang dibaktikan yakni, memberi
kesaksian tentang kebebasan anak-anak Allah. Kebebasan yang diteladankan
oleh Kristus yang bebas untuk melayani Allah dan sesama (KTHB dan LHK,
2008:17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Dalam melaksanakan karya kerasulan, komunitas Carmelite Missionaries
hendaknya sungguh memperhatikan suka duka yang dialami oleh setiap
anggota, karena akan sangat membantu anggota lain untuk tetap bersemangat
dan
tekun
dalam
melaksanakan
tanggungjawab
yang
dipercayakan
kepadanya. Setiap anggota komunitas dapat merasa “at home” di tengah
komunitasnya sendiri. Maka karya kerasulan bukan menjadi tempat
pelariannya
melainkan
sungguh-sungguh
melaksanakan
tugas
yang
dipercayakan Tuhan melalui kongregasi.
Ketegangan dalam membangaun komunitas persaudaraan yang nyata
bukan hanya merupakan persiapan untuk perutusan, melainkan juga
bagiannya yang integral. Mulai dari saat “terjadinya komunio persaudaraan,
sudah merupakan kerasulan”. Untuk terus menerus mencari kehendak Allah
dan menjalankan perutusan untuk membangun komunitas, para suster
Carmelite Missionaries mengikuti Yesus Kristus demi mewujudkan hidup
bersama dengan cara baru dan manusiawi.
b. Komunitas Untuk Roh
Hidup berkomunitas merupakan sumber dari kepuasan, kegembiraan, dan
juga kesulitan. Komunitas Carmelite Missionaries diharapkan mampu
membuka diri terhadap kuasa Roh, dan selalu sadar akan kelemahan dan
kedosaannya. Para suster berusaha untuk mengubah cara hidup yang lama
dengan cara hidup yang baru melalui kesediaan diri untuk meminta dan
memberi pengampunan serta membantu masing-masing anggota agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
bersikap bijaksana dalam memberi koreksi persaudaraan (Pre-Project of
Const. 2011: 18 #52).
Para suster CM diharapkan agar senantiasa terbuka akan kehadiran
Kristus melalui Ekaristi. Sebagai satu komunitas kita merayakan Ekaristi dan
doa bersama setiap hari sebagai pusat dan sumber hidup persaudaraan, sebab
di dalam Ekaristi, komunitas diberi kesempatan untuk mengambil bagian
dalam persekutuan hati dengan Tuhan Yesus yang tersalib dan bangkit.
Melalui rahmat Ekaristi para suster CM sanggup mempraktekan nilai-nilai
Injili dalam hidupnya sehari-hari. Sebagai komunitas yang dihidupkan oleh
Roh, para suster CM meluangkan waktu untuk makan bersama dalam suasana
penuh rasa syukur, dalam kegembiraan persaudaraan dan kesederhanaan hati
(Pre-Project of Const. 2011:18 #53).
Dalam Kisah Para Rasul dijelaskan bahwa jemaat perdana, menghayati
kebersamaan dengan berkumpul bersama untuk memecahkan roti dan berdoa.
Mereka menghayati kebersamaan dengan menganggap segala kepunyaan
mereka adalah kepunyaan bersama, sehingga mereka rela menjual harta
miliknya serta membagi-bagikan kepada orang lain sesuai dengan keperluan
masing-masing. Dengan demikian Roh berkarya dalam komunitas dengan
memberi inisiatif serta memberi semangat untuk dapat berbagi dan memberi
kesaksian cinta kasih dalam hidup berkomunitas seperti yang dilakukan oleh
jemaat perdana (Kis 2:42-46).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
c.
Komunitas Doa
Komunitas Carmelite Missionaries melanjutkan suatu tradisi rohani yang
menjunjung tinggi doa sebagai pusat hidupnya. Doa sebagai suatu relasi yang
mendalam antara seorang sahabat dengan Allah. Hal ini ditegaskan dalam
dekrit tentang pembaharuan penyesuaian hidup religius (PC, 1993:252 # 6),
maka dari itu tarekat-tarekat hendaknya memelihara semangat doa dan doa
sendiri, sambil dengan tekun menimba dari sumber-sumber spiritualitas
kristiani yang asli.
Dalam konstitusi Carmelite Missionaries (art. 80) dijelaskan bahwa doa
merupakan hal yang sangat mendasar bagi persekutuan persaudaraan, dengan
demikian para suster akan berusaha berdoa dengan satu hati dan satu pikiran.
Para suster pun menjadi sadar bahwa mereka termasuk dalam komunitas
gerejawi, yang menghantar mereka pada suatu hubungan yang intim dengan
Allah melalui doa bersama maupun personal dalam komunitas.
Bagi Francisco Palau puncak dari komunitas doa adalah Ekaristi. Dalam
Ekaristi komunitas akan mengalami suatu perjumpaan sangat mendalam dan
intim dengan yang dicintainya, yakni “Gereja”. Melalui partisipasi dalam
Ekaristi setiap hari, anggota komunitas menerima rahmat untuk menghayati
suatu kesatuan hati yang nyata dan suatu dorongan yang selalu diperbaharui
di dalam pelayanan cinta kasih. Francisco Palau melihat “Gereja” sebagai
sesuatu yang sangat indah untuk dicintai dan dikontemplasi. Dengan
demikian Francisco Palau selalu mempunyai keinginan yang berkobar-kobar
untuk melayani Gereja setelah perjumpannnya dengan Yesus yang menderita,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
disalibkan dan bangkit dalam kurban Ekaristi. Hasil dari doa dan kontemplasi
yang dilakukan oleh setiap anggota komunitas adalah kesadaran untuk
melayani Gereja dalam Tubuh Mistik Kristus (Konst. 76).
Doa dan keutamaan-keutamaan imani merupakan batu landasan bagi
pembangunan hidup rohani dari Francisco Palau dan para pengikutnya.
Keduanya akan selalu berada di dalam hubungan langsung dengan hal-hal
yang ilahi, dan mempersatukannya dengan Allah. Dengan alasan tersebut
Francisco Palau menggarisbawahi bahwa doa adalah suatu persatuan dengan
Allah dan sesama, dan keduanya merupakan suatu persatuan yang afektif dan
efektif (TCAG, 2000:69).
Dengan mendudukan Gereja di pusat hidup kontemplatif dan hidup
rohani, Francisco Palau memperkaya warisan spiritual tradisi kongregasinya
dengan suatu sumbangan yang aseli dan pribadi. Francisco Palau memandang
antara kontemplasi dan pelayanan kerasulan sebagai dua dimensi yang
berbeda dari satu kehidupan Gereja. Yang satu menanggapi cinta sedangkan
yang lain merupakan bukti-bukti cinta. Pandangan yang sama ini
memungkinkan Francisco Palau mewujudkan doa pribadi atau doa
kontemplasi dengan doa komunitas atau doa Gereja. Baginya kedua-duanya
dilihat sebagai satu doa Gereja, sebab keduanya dilaksanakan di dalam Gereja
dan untuk Gereja (TCAG, 2000:69).
Para suster Carmelite Missionaries diharapkan menjadi saksi hidup
persaudaraan sebagai tanda persatuan di tengah dunia, secara khusus dalam
hidup bersama di dalam suatu komunitas. Sebagai buah dari komunitas doa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
para suster melakukan berbagai pelayanan yang memerlukan pengikraran diri
dan kesediaan untuk melupakan diri, supaya mereka dengan bebas dapat
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Komunitas menjadi tempat
bagi orang lain bisa merasa aman dan bisa berdoa dengan khusuk. Begitu pula
retret dan rekoleksi yang dilakukan oleh komunitas secara teratur sangat
bermanfaat bagi kehidupan bersama untuk saling mendukung dan saling
menguatkan panggilan dan kesetiaan mereka.
Hidup religius bisa dijalani dengan baik, hanya kalau kita dijamin oleh
komunitas yang terus mendukung dan mencinta. Hidup komunitas yang
dijiwai oleh semangat peneguhan itu menciptakan suasana persaudaraan
sehat, yang menjamin kesetiaan (Philomena Agudo, 1988:187).
d. Komunitas Sebagai Kebersamaan Hidup
Komunitas religius sejati perlu diusahakan secara terus-menerus untuk
membentuk kebersamaan hidup dalam Roh. Dalam hidup bersama diperlukan
sikap yang tulus untuk memperhatikan, mencintai persaudaraan serta
memberi dukungan agar kehadiran Tuhan semakin dirasakan hidup dalam diri
setiap saudara sekomunitas. Hidup komunitas akan berhenti dan buntu
apabila masing-masing anggota komunitas hanya menaruh perhatian pada
hal-hal lahiriah sesama anggota, seperti cara berjalan, cara berpakaian, cara
berbicara, dan lain-lain, sehingga kita mudah lupa akan kebutuhan pokok
yang lebih, dalam diri tiap pribadi yaitu kebutuhan rohani dan semangat
hidup mereka (Joyce Ridick, 1987:225).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Kebersamaan
hidup
dalam
komunitas
Carmelite
Missionaries
diwujudkan melalui saling menerima, menghargai dan mencintai, saling
membagi kegembiraan dan penderitaan bersama serta saling membantu satu
sama lain agar dapat bertumbuh dalam cinta Allah melalui koreksi
persaudaraan, bermurah hati dalam meringankan tanggung jawab yang
dipercayakan kepada setiap anggota komunitas (Looking Forward, II
Privincial Chapter, 1985:7).
Para suster Carmelite Missionaries, berusaha untuk menjadi pengikut
Kristus yang setia dan benar dengan menyambut kedatangan para suster di
komunitasnya dengan kehangatan persaudaraan, kebersamaan yang bertujuan
agar semua anggota komunitas semakin hidup sebagai religius sejati. Jadi,
dalam hidup bersama bukan untuk saling mencela atau menimbulkan rasa
takut atau cemas, dendam dan benci, melainkan hidup yang dipenuhi dengan
suasana doa, persaudaraan, cinta kasih dan saling mendukung satu sama lain.
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries menghidupi semangat
kongregasi yang diwarisi oleh Francisco Palau yakni “komunio”.
Komunitas religius akan bertumbuh dan berkembang bila semua anggota
terlibat secara aktif dalam pembangunan komunitas. Salah satu hal yang
sangat penting dalam hidup bersama adalah mutu hubungan antar pribadi dan
mutu kerjasama dalam komunitas yang sangat erat dengan mutu komunikasi
antar sesama dalam komunitas. Komunikasi yang baik antar anggota
komunitas akan menciptkan komunio.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
D. PERGULATAN KAUL KETAATAN DALAM KOMUNITAS
CARMELITE MISSIONARIES MASA SEKARANG
Setelah melihat gambaran komunitas beserta aspek-aspeknya di atas
maka berikut ini akan diulas pergulatan ketaatan dalam komunitas Carmelite
Missionaries masa sekarang.
Ketaatan adalah suatu hal yang sangat mudah dikatakan namun sangat
sulit pula untuk dilaksanakan. Untuk dapat menjadi taat hendaknya kita
menyerahkan kebebasan, pendapat dan keinginan pribadi. Dengan demikian
ketaatan dewasa ini mengalami suatu pergulatan dan tantangan sesuai
perkembangan arus zaman yang semakin maju.
1.
Taat Pada Karya
Dewasa ini para suster Carmelite Missionaries menunjukkan ketaatannya
dengan tekun, setia dan tanggung jawab dalam melakukan karya misi yang
dipercayakan kepadanya oleh kongregasi. Dalam melaksanakan tugas dan
karya yang dipercayakan yang sesuai dengan bidang-bidangnya, para suster
memberikan cintanya tanpa batas kepada Allah dan sesama. Cinta kepada
Allah menuntun Roh pada keheningan, ketenangan serta mengalami
kehadiran-Nya dalam doa, melepaskan diri dari keinginan duniawi serta
urusan sosial lainnya. Sedangkan cinta kepada sesama dilaksanakan dalam
karya pendidikan, mengunjungi orang sakit, membantu kaum miskin,
memberi pakaian pada yang telanjang, memberi makanan pada yang lapar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
dan lain-lain. Semuanya merupakan karya cinta kasih kepada sesama yang
sangat membutuhkan.
Francisco Palau menasehati para susternya (Leterst, 99, #5:2006:1268)
bahwa dalam melaksanakan karya kerasulan sangat dibutuhkan pengorbanan
diri bagi sesama, karena Kristus berkarya dan menderita sampai wafat di salib
demi manusia. Dengan mengikuti teladan Yesus Kristus, para suster
Carmelite Missionaries dapat menghayati ketaatan yang bertanggung jawab
dalam melaksanakan karya yang dipercayakan kepadanya oleh pemimpin.
Maka sangat ditekankan hububungan antara pemimpin dengan para anggota
dicirikan oleh kepercayaan dan kebebasan sebagai anak-anak Allah.
Oleh sebab itu, untuk taat pada karya, para suster hendaknya mempelajari
ketaatan “melalui penderitaan atau situasi khusus yang sulit”. Misalnya,
ketika suster diminta oleh pimpinan untuk meninggalkan proyek pribadi atau
ide-ide tertentu, melepaskan dalih untuk mengatur hidup dan perutusannya
sendiri, hendaknya suster tersebut tetap taat kepada pimpinan yang pada saat
itu mewakili Allah sendiri. Melalui penderitaan seperti itu para suster belajar
taat pada Tuhan, mendengarkan Dia, tetap setia hanya kepada-Nya. Dengan
keterbukaan yang utuh dan murah hati ia belajar melaksanakan kehendak
Allah bukan kehendaknya sendiri ( Luk. 22, 42).
Di dalam ketaatan, kita berpartisipasi pada pengambilan keputusan. Para
suster terbuka, bersedia menerima dengan tenang dan bijaksana dalam
permohonan-permohonan
baru
bagi
karya
dan
pemindahan,
siap
meninggalkan secara sukarela setiap karya yang menyenangkan, paling tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
sebagai tanda ketaatan. Jika mengalami kesulitan dalam karya para suster
dapat berdialog dengan pemimpin dalam kesederhanaan dan kepercayaan,
terbuka, jujur serta siap menerima dan melaksanakan keputusan pimpinan.
Namun dalam kenyataannya para suster Carmelite Missionaries,
mengalami pergulatan untuk menjadi taat pada karya. Para suster mempunyai
kelekatan tertentu pada ide-ide dan keyakinan sendiri, sehingga sulit bagi
mereka untuk melepaskannya. Dengan demikian para suster diminta untuk
melepaskan ide atau proyeknya. Suster tersebut mungkin akan mengalami
kehilangan dan merasa ditolak oleh pemimpin. Ia akan menjadi sedih dan
merasa sebagai beban berat yang menimpa dirinya. Namun dalam situasi itu,
hendaknya para suster mempercayakan diri sepenuhnya kepada Bapa agar
kehendak-Nya terlaksana. Dengan demikian para suster diajak untuk
menyerahkan diri secara total dan penuh percaya pada Kristus, Putera Allah
secara bebas kepada Allah sehingga para suster dapat mengambil bagian
secara aktif dalam perutusan Kristus melalui ketaatannya pada karya yang
dipercayakan kepadanya oleh pemimpin dan kongregasi.
2.
Taat Pada Hidup Bersama
Hidup bersama dalam komunitas merupakan tanda cinta yang nyata
sebagai persaudaraan gerejani. Komunitas para suster Carmelite Missionaries
dipanggil untuk membagikan karisma kepada seluruh anggota komunitas
sebagai satu keluarga yang dipersatukan di dalam nama Tuhan. Panggilan kita
untuk hidup bersatu yang bersumber pada komunio Allah Tritunggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
ditemukan pada setiap tindakan dalam Gereja sebagai suatu misteri komunio
(kons. art. 49). Dalam
hidup bersama menuntut suatu keterbukaan,
kerendahan hati dan saling percaya sebagai sumber kekuatan bagi
pelaksanaan tugas perutusan bagi setiap anggota komunitas.
Dalam hidup bersama setiap anggota membagikan kelebihannya kepada
orang lain demi pembangunan komunitas yang harmonis, serta berusaha
bekerja sama dalam menyelesaikan proyek-proyek bersama dalam komunitas.
Para suster CM menghidupi hidup persaudaraan yang diwujudnyatakan
dengan saling mengasihi sebagaimana Yesus mengasihinya.
Dalam penghayatan kaul ketaatan dalam hidup bersama suster-suster
Carmelite Missioanaries dewasa ini mengalami pergeseran. Beberapa
anggota komunitas kurang mensyukuri dengan adanya kaul ketaatan yang
telah diikrarkannya. Bagi mereka kaul ketaatan yang yang dijalankan dalam
hidup bersama, dirasa sebagai beban yang mengikat, yang menekan bahkan
menyakitkan. Di saat mereka membutuhkan uang saku, butuh pergi, butuh
makan, butuh handphone, butuh laptop, dan lain-lain, mereka harus minta ijin
kepada pemimpin. Yang mereka rasakan lebih pada tidak boleh bertindak
sesuai dengan kehendak sendiri dan harus menuruti kehendak pemimpin dari
pada pilihan bebas yang mereka putuskan sendiri untuk digunakan oleh
kongregasi atau komunitas secara optimal dalam tugas pertusan.
Dengan demikian dalam hidup bersama segala keputusan atau peraturan
yang telah ditetapkan bersama hendaknya ditaati oleh semua yang ada dalam
komunitas tersebut, baik pemimpin maupun anggota. Sering terjadi bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
yang diataati bukanlah kehendak Allah, melainkan kehendak sendiri,
pemimpin menyuruh anggota untuk melakukan kehendaknya sendiri bukan
kehendak Allah. Maka agar dapat menjadi taat pada hidup bersama, para
suster Carmelite Missionaries ditantang untuk bersama-sama mencari
kehendak Allah bagi diri dan bagi komunitasnya. Dalam pencarian tersebut
sangat dibutuhkan keterbukaan hati dan pikiran kepada Tuhan sendiri. Hal ini
dapat tercapai jika baik pemimpin maupun anggota sungguh menghidupi
hidup doanya dengan baik. Sebab jika relasinya dengan Tuhan dalam doa
sungguh-sungguh di jalankan dengan baik, maka dalam hidup bersama akan
selalu menemukan kehendak Tuhan sehingga keputusan pemimpin dan
anggota sama. Dengan demikian, taat dengan cara penghayatan hidup
bersama sebagai ketaatan pada jiwa dan semangat hidup bersama, melalui
sikap rendah hati, saling memberi, meringankan beban penderitaan sesama.
3.
Taat Kepada Yang Memimpin Kepada Persatuan
Panggilan Allah yang satu dan sama telah mengumpulkan para anggota
komunitas bersama-sama (bdk Kol. 3:15). Mereka dibimbing oleh keinginan
yang satu dan sama untuk mencari kehendak Allah. Bagi Gereja dan
masyarakat, hidup komunitas merupakan tanda khusus dari ikatan yang
berasal dari panggilan yang sama, dan hasrat bersama untuk taat kepada
panggilan tersebut, meskipun ada perbedaan suku, bangsa, keturunan, bahasa
dan budaya. Berlawanan dengan semangat perpecahan dan pengkotakkotakan, wewenang dan kataatan bersinar sebagai tanda Kebapaan yang unik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
yang berasal dari Allah, sebagai tanda persaudaraan yang lahir dari Roh
Kudus (VC, 92).
Dalam pelayanan wewenang dan ketaatan (KTHB dan LHK, 2008:19)
dikatakan:
Roh Kudus membuka tiap-tiap orang bagi Kerajaan Allah, sementara ia
tetap menjalankan peranan dan karunianya yang berbeda-beda (bdk
1Kor. 12:11). Ketaatan kepada tindakan Roh Kudus mempersatukan
komunitas dalam kesaksian dan kehadiran-Nya, dan membuat mereka
melangkah dengan penuh sukacita (bdk Mzm. 37:23).
Dengan demikian ketaatan hidup membiara merupakan suatu kesediaan
untuk terus menerus mengadakan pembaharuan sesuai dengan gerakan Roh,
yang selalu bekerja di dunia. Tugas setiap anggota komunitas berbeda satu
sama lain, tetapi masing-masing anggota komunitas memegang semangat dan
karisma kongregasi yang sama. Maka dari itu sangat dibutuhkan kepekaan
dalam hidup bersama. Roh itu berbicara dengan cara yang terbatas dan
berbeda-beda kepada setiap anggota komunitas dalam keterbatasannya.
Dalam suratnya kepada para suster di Lérida dan Aytona, Francisco
Palau menasehati para pengikutnya bahwa dalam hidup berkomunitas,
hendaknya selalu mencari dan menyadari akan cinta Bapa yang dilimpahkan
melalui Roh Kudus dalam hati setiap anggota (Let, #4; 2006:1055). Dengan
demikian para suster sebagai tanda kesaksian yang memberi kegembiraan
kepada dunia bagaikan sebuah komunitas yang diikat oleh cinta dan
digerakkan oleh satu hati dan satu Roh yang sama (Kons. art. 49).
Para suster CM hendaknya tidak mencari kelemahan dan kekurangan dari
pemimpin yang dapat menciptakan perpecahan, karena kita sama-sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
dipanggil oleh Allah untuk menjadi pengikut-Nya, dan melayani-Nya melalui
karya kerasulan yang dipercayakan kepada setiap pribadi.
4.
Spiritualitas Komunio dan Kekudusan Komuniter
Dunia sekarang sedang berlomba-lomba untuk mencari kedudukan dan
memperoleh kekuasaan, tidak ada tempat lagi untuk saling melayani. Dunia
mengalami ketidakadilan dan ketidaksamarataan, diskriminasi, relasi yang
kurang suportif. Tidak diragukan lagi hal itu mempengaruhi cara
mengembangkan relasi dalam komunitas religius.
Dalam KTHB dan LHK (2008:19-20) dikatakan bahwa orang menjadi
lebih peka bagi nilai keterbukaan terhadap orang di luar dirinya, dapat
membuahkan relasi yang baik dengan adanya perbedaan dan saling
memperkaya.
Kesucian dan perutusan melampaui komunitas karena Tuhan yang
bangkit membuat diri-Nya hadir di dalam dan melalui komunitas (VC, 50),
menyucikan dan memurnikan relasi-relasi yang ada. Setiap pribadi anggota
komunitas merupakan sakramen dari Yesus dan perjumpaan dengan Allah.
Anggota komunitas dapat memberi suatu tindakan konkret untuk melakukan
perintah saling mengasihi dan saling melayani. Dengan demikian jalan
menuju kesucian menjadi jalan yang ditempuh bersama oleh semua anggota
komunitas. Hal itu bukan hanya jalan bagi perorangan, melainkan terlebih
pengalaman komunitas. Dengan demikian akan ada saling menerima dan
saling berbagi anugerah, terutama anugerah kasih dan pelayanan, ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
pengampunan dan koreksi persaudaraan, ada saling berbagi dalam mencari
bersama kehendak Allah yang kaya akan rahmat dan belaskasihan, dan ada
kerelaan untuk memikul beban sesama.
Komunitas Carmelite Missionaries dipanggil untuk menghidupi karisma
komunio yang telah diwariskan oleh Francisco Palau, dalam suatu sikap
solidaritas sebagai anggota keluarga yang lebih luas. Saling berbagi dalam
kegembiraan dan harapan, dalam kesulitan dan kecemasan secara khusus
dalam lingkungan sosial di mana kita tinggal dan melakukan kegiatan
merasul.
Dalam surat kepada para pengikutnya di Ciudadela, ditegaskan lagi oleh
Francisco Palau bahwa untuk melakukan karya cinta kasih bagi sesama
hendaknya para suster menjadi pelayan bagi satu sama lain. Spiritualitas
komunio yang diwarisi oleh Francisco Palau adalah menjadi pelayan, bukan
untuk dilayani melainkan untuk melayani sesama. Bagi Francisco Palau hal
itu merupakan keutamaan yang sangat berkenan dan mudah bagi setiap
anggota komunitas. Ada pun hal yang dapat merusak komunio dalam hidup
bersama, bila terjadi saling menghakimi, saling menyalahkan, saling
menuduh di antara anggota komunitas. Keutamaan cinta kasih merupakan
karya persatuan persaudaraan dalam komunitas (Leters, #6, 2006:1269).
Para suster Carmelite Missionaries mendalami karisma persatuan dengan
umat Allah, secara khusus dengan uskup setempat, anggota tarekat religius
dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan kerasulan Kongregasi. Para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
suster memperlihatkan tanda persatuan itu lewat karya kerasulannya di tengah
masyarakat.
Dalam budaya masa kini, kesucian komunitas merupakan kesaksian yang
meyakinkan, bahkan lebih meyakinkan dari kesaksian pribadi. Itu
menunjukkan nilai abadi dari persatuan, anugerah yang diwariskan oleh
Yesus Kristus sendiri, secara khusus dalam komunitas internasional dan antar
budaya yang menuntut adanya penerimaan dan dialog tingkat tinggi (KTHB
dan LHK, 2008:20).
Dengan demikian komunitas yang sungguh patuh pada gerakkan Roh
Kudus, selalu memperhatikan suka duka dan hanya anggota yang dapat
membantu anggota lain untuk tetap berkarya dengan setia dan tanggung
jawab.
5.
Taat Pada Pemimpin
Ketaatan religius pertama-tama adalah ketaatan kepada Kristus yang
telah memanggil mereka, bukan kepada pemimpinnya. Ketaatan dipahami
sebagai ketaatan kita, orang yang dipanggil, terhadap panggilan dan kehendak
Tuhan sendiri. Kehendak Tuhanlah yang dicari, diiyakan, dan akhirnya
dilakukan. Maka, dalam persoalan ketaatan, baik pemimpin dan anggota
memang harus mencari kehendak Tuhan (Paul Suparno, 2007: 176-177).
Ketaatan dan wewenang merupakan aspek yang mengimbangi dalam
penyerahan Kristus akan diri-Nya. Seorang suster yang dipercayakan sebagai
pemimpin, memegang kekuasaan itu dalam roh pelayanan persaudaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
kepada komunitas. Dialah yang membantu memperkembangkan persatuan
dan memperlihatkan kepada anggota kasih, sebagaimana kasih Allah kepada
setiap pribadi.
Para suster Carmelite Missionaries, dalam kepatuhannya kepada Roh
yang
menginspirasikan
keduanya,
yakni
kehendak
dan
tindakkan,
dilaksanakan demi kebaikan bersama serta kesetiaan kepada karisma CM.
Dengan demikian ketaatan akan memperkuat kebebasan, mengarahkan para
suster pada pemberian diri secara total dalam kasih, dan menjadikannya orang
Kristen yang dewasa (Pre-project of Constitutions, 2011: 15 #36).
Taat kepada pemimpin sungguh menjadi pergulatan bagi anggota yang
tidak mau diatur oleh orang lain. Sebab ada beberapa anggota yang kurang
taat dengan peraturan-peraturan yang disahkan oleh pemimpin. Beberapa
anggota malah lebih kerasan dengan kebiasaan-kebiasaan untuk memaksakan
kehendaknya kepada pemimpin. Jika kehendaknya tidak dituruti oleh
pemimpin, maka ia akan bersikap pasif dalam komunitas. Ia akan diam saja
jika pemimpin atau komunitas meminta ide, usul, saran demi perkembangan
komunitas. Namun sering terjadi pula, seorang pemimpin memaksa anggota
komunitas untuk mengikuti apa yang dihendakinya, pemimpin pilih kasih,
pemimpin hanya memperhatikan satu karya yang menjadi kesenangannya,
pemimpin memiliki anak emas dalam komunitas, pemimpin tidak mau
mendengarkan, pemimpin berwawasan picik, pemimpin tidak bersikap rendah
hati mau menerima dan mengakui kesalahannya, pemimpin kurang refleksi
dan diskresi dan pemimpin tidak berani mengatakan kekurangan atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
kelemahan anggota komunitas. Hal ini sungguh menjadi penghambat dalam
hidup berkomunitas yang bebas dan tanggunjawab. Dengan demikian dalam
hidup bersama seorang pemimpin mempunyai peranan bagi pertumbuhan
komunitas, sebagai berikut:
a.
Pelayanan Mendengarkan
Menjalankan wewenang berarti pemimpin harus dengan senang hati
mendengarkan anggota yang dipercayakan kepadanya. Mendengarkan
merupakan salah satu bentuk pelayanan paling pokok bagi pemimpin.
Seorang pemimpin hendaknya selalu siap untuk mendengarkan, terlebih
kepada anggota komunitas yang merasa sendirian dan membutuhkan
perhatian. Mendengarkan berarti menerima orang lain tanpa syarat, memberi
tempat bagi mereka di hatinya sendiri. Untuk bisa mendengarkan, seorang
pemimpin dituntut adanya afeksi dan pengertian. Perlu ditegaskan bahwa
setiap anggota komunitas perlu dihargai, kehadiran dan pendapatnya
dianggap penting (KTHB dan LHK, 2008: 21).
Kehendak
Bapa
disampaikan
kepada
anggota
komunitas
lewat
pemimpin, situasi dan peristiwa dalam hidup. Seorang pemimpin harus
dengan rendah hati mendengarkan situasi dalam keterbatasannya. Sebagai
satu komunitas, hendaknya baik pemimpin maupun anggota harus saling
mendengarkan satu sama lain dan mendengarkan suara komunitas (Darminta,
1975:43-44). Kaul ketaatan merupakan suatu janji, yang berisi kesanggupan
untuk memperkembangkan kepekaan kita kepada suara komunitas, yang
merupakan suara Roh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Maka, bagi seorang pemimpin, kalau tidak mendengarkan anggotanya ia
tidak tahu bagaimana mendengarkan Tuhan. Mendengarkan dengan penuh
perhatian membuat pemimpin mampu mengatur dengan lebih baik daya dan
anugerah-anugerah Roh kepada komunitas. Saat mengambil keputusan
seorang pemimpin harus ingat akan keterbatasan dan kesulitan dari beberapa
anggotanya. Adapun waktu yang digunakan untuk mendengarkan dapat
mencegah krisis dan saat-saat sulit, baik tingkat pribadi maupun komunitas
(KTHB dan LHK, 2008: 21).
Dalam General Pastoral Visit (2008:19) dituliskan dalam berkomunikasi
dengan anggota komunitas, seorang pemimpin belajar untuk mendengarkan
dengan penuh kesadaran, bebas tanpa paksaan. Hal itu memerlukan kemauan,
keputusan untuk mendengar serta merasa bahwa pesan yang disampaikan
diterima dengan baik oleh orang yang mendengarkan.
b. Menciptakan Suasana Yang Menyenangkan Bagi Dialog, Sharing
dan Tanggung Jawab Bersama
Dalam hidup berkomunitas, pemimpin harus berusaha menciptakan
suasana saling percaya, dan meningkatkan pengakuan akan kemampuan dan
kepekaan setiap pribadi. Dengan perkataan dan perbuatannya, seorang
pemimpin mampu memupuk keyakinan bahwa komunitas membutuhkan
partisipasi dan informasi (KTHB dan LHK, 2008: 21).
Selain itu, pemimpin harus menghargai dialog yang tulus dan bebas
berbagi perasaan, sudut pandang dan rencana. Dalam suasana seperti itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
setiap pribadi dapat dikenal identitasnya yang sejati, dan meningkatkan
kemampuan relasionalnya sendiri. Tiap anggota baik pemimpin maupun
pribadi berusaha memahami isi hati dari setiap pribadi, selalu siap
memperluas pandangan, mengoreksi dan siap mengubah visinya sendiri.
Maka, dialog perlu disertai ketulusan hati, keterbukaan dan kejujuran tanpa
prasangka buruk dan kekakuan (Joyce Riddick, 1987:182).
Dalam memimpin komunitas, seorang pemimpin tidak takut untuk
mengakui dan menerima masalah-masalah yang gampang muncul di saat
mencari, memutuskan, bekerja dan bersama-sama menempuh jalan yang
terbaik untuk mewujudkan kerjasama yang efisien. Kemudian baik pemimpin
maupun anggota berusaha mencari sebab-sebab ketidak nyamanan dan salah
paham yang terjadi dalam komunitas, serta berusaha untuk mencari jalan
guna setiap bentuk sifat kekanak-kanakan dapat teratasi.
Dalam tulisan tentang relasinya dengan Gereja (MRel. 947:13 #19)
Francisco Palau menuliskan bahwa seorang pemimpin mempunyai wewenang
dan
tanggung
jawab
untuk
menciptakan
suasana
komunitas
yang
menyenangkan melalui dialog dan sharing pengalaman hidup dalam
komunitas. Pemimpin harus mengatur hidup komunitas, memberi tugas
kepada setiap anggota agar mereka bertanggung jawab untuk melaksanakanya
sesuai dengan karya masing-masing. Tanggung jawab itu harus dilengkapi
dengan suatu keberanian untuk bertindak.
Dalam ketaatan, pemimpin dan anggota saling berdialog, mendialogkan
kehendak Tuhan yang mereka rasakan. Pemimpin diharapkan mengerti secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
jelas
perutusan
juga
keadaan
komunitas
dan
kongregasinya,
dan
mengkomunikasikan hal itu kepada anggota yang ingin diutusnya.
Sebaliknya, anggota juga mengkomunikasikan gagasan, perasaan dan
keadaannya berkaitan dengan perutusan yang ditawarkan itu. Dalam suasana
dialog itulah, dapat disadari bersama nilai dan bobot perutusan, sehingga
anggota dapat menerima dengan gembira dan tidak merasa hanya sebagai
perintah.
c.
Mengusahakan Sumbangan Dari Semua Demi Kepentingan Semua
Pemimpin bertanggung jawab untuk mengambil keputusan terakhir.
Sebagai pemimpin mereka tidak boleh melepaskan kewajibannya sebagai
yang terutama bertanggung jawab atas komunitas, sebagai pembimbing
rekan-rekan mereka dalam hidup rohani dan apostolik (VC. 43). Pemimpin
harus mendorong dan memotivasi setiap anggotanya untuk memberi
sumbangan, sehingga masing-masing merasa sebagai tugas pokoknya untuk
menyumbangkan kasih, kemampuan dan kreativitasnya. Sesungguhnya,
semua sumber daya manusia dikuatkan dan disatukan bersama dalam proyek
komunitas, memotivasi dan menghargai setiap individu dalam komunitas.
Dalam surat kepada para pengikutnya di Lérida dan Aytona (Letters, #4,
2006:75) Francisco Palau mengatakan seorang pemimpin hendaknya
memiliki keutamaan kasih, perhatian, bijaksana dan keleluasaan, menjadi
pemimpin bagi semua, secara khusus pada mereka yang lemah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Seorang pemimpin dalam komunitas Carmelite Missionaries, yang hidup
saling mencintai, dituntut supaya segala-galanya disatukan, harta materi dan
spiritual, kepandaian dan intuisi, proyek rasuli dan keinginan misioner (Mat.
18:20). Hal lebih mendasar yang perlu dikembangkan oleh seorang pemimpin
adalah berbagi bakat dan hal-hal rohani, mendengarkan Sabda Allah, berbagi
iman, karena semakin banyak kita membagikan hal-hal yang penting dan
pokok itu, semakin kuatlah tumbuh ikatan persaudaraan.
Untuk
mewujudkan
semuanya
itu
pemimpin
akan
mengalami
kemungkinan penolakan dari beberapa anggota komunitas. Dengan demikian
pemimpin diharapkan jangan membatalkan proyek tersebut. Pemimpin
dengan bijaksana mencari keseimbangan antara dorongan untuk mencapai
persatuan yang bersemangat, dinamis dan sabar. Dalam usahanya untuk
mencapai persatuan dalam komunitas pemimpin jangan berharap untuk
segera dapat melihat hasil dari segala usahanya. Maka, baik pemimpin
maupun anggota komunitas mengakui hanya Allah satu-satunya yang dapat
menyentuh dan mengubah hati manusia (KTHB dan LHK, 2008:22c).
d. Pelayanan Pribadi dan Komunitas
KTHB dan LHK (2008:22d) dalam menyerahkan berbagai tanggung
jawab kepada para anggota komuunitas, pemimpin harus mempertimbangkan
kepribadian dari setiap anggota dengan kesulitan dan kecenderungan masingmasing. Pemimpin perlu memberi kesempatan kepada setiap anggota untuk
mengekspresikan bakat-bakat pribadinya, dan menghormati kebebasan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
masing-masing
anggota.
Pemimpin
juga
perlu
mempertimbangakan
kepentingan komunitas dan pelayanan bagi karya yang dipercayakan kepada
setiap anggota komunitas.
Komunitas Carmelite Missionaries yang memiliki karisma khusus
persatuan dan persaudaraan dalam hidup bersama, dalam mengatur semuanya
itu tidak selalu mudah. Hal ini sangat dibutuhkan keseimbangan pemimpin,
yang nampak dalam kemampuannya untuk melihat segi-segi positif dari
setiap anggotanya, serta memanfaatkan segala daya yang ada dengan sebaikbaiknya. Hal itu dapat dilakukan dengan tujuan yang benar, yang memberi
kebebasan batin kepada pemimpin. Ini dilakukan bukan untuk menyenangkan
hati pribadi tertentu melainkan dengan jelas menunjukkan arti yang benar dari
perutusan bagi orang yang dibaktikan.
Hal penting yang perlu diingat oleh setiap pribadi dalam komunitas
bahwa mereka adalah orang yang dibaktikan menerima, dalam semangat
iman dan dari tangan Bapa, tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya,
meskipun itu tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Dengan
demikian setiap anggota diberi kesempatan untuk bersikap jujur dan dengan
terus terang menyampaikan kepada pemimpin kesulitan-kesulitan khusus
sebagai sumbangan kepada kebenaran. Bagi setiap pribadi taat dalam hal
semacam itu berarti mengandalkan keputusan akhir dari pemimpin, dengan
keyakinan bahwa itu merupakan sumbangan berharga bagi pembangunan
Kerajaan Allah, meskipun ada kesulitan dan penderitaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
e.
Discernment Komunitas
Dalam hidup berkomunitas yang diilhami oleh Roh Kudus, setiap
anggota ikut serta dalam dialog yang subur dengan para anggota lainnya
untuk menemukan kehendak Bapa. Sekaligus para anggota komunitas
bersama-sama melihat pribadi pemimpin sebagai pernyataan dari ke-Bapaan
Allah dan pelaksanaan wewenang yang diterimanya dari Allah, bagi
pelayanan discernment dan komunio (VC, 92).
Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 44-45) menegaskan bahwa dalam
melaksanakan kehendak Allah para suster melatih ketaatan yang bertanggung
jawab, dengan sepenuh hati mencari kehendak Allah dalam hidup komunitas
maupun pribadi, serta memperkuat persatuan persaudaraan dalam doa,
discernment, dialog and tanggung jawab bersama. Dengan demikian ketaatan
akan memelihara kita untuk tetap hidup dalam kedamaian dan persatuan. Para
suster harus menerima dengan patuh segala keputusan terakhir dari pemimpin
baik secara pribadi maupun komunitas serta selalu bersedia untuk
mengerjakan pekerjaan dan pelayanan apa saja yang diminta dari kita.
Dalam hidup bersama di komunitas bukan hanya pemimpin komunitas
yang ditaati, tetapi juga aturan main bersama, keputusan-keputusan bersama
yang dilakukan komunitas. Semua keputusan rapat komunitas ataupun hasil
discernment bersama, baru akan dapat ditindaklanjuti jika setiap anggota
menaati keputusan itu.
Untuk menentukan suatu keputusan bersama semangat discernment harus
bercirikan setiap proses pengambilan keputusan yang melibatkan komunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Hal itu dapat terwujud bila disertai dengan doa dan refleksi pribadi maupun
bersama untuk memilih apa yang benar dan menyenangkan hati Allah (KTHB
dan LHK, 2008:23e).
Paul Suparno (2007:212) mengatakan bahwa kedewasaan setiap pribadi
dapat dilihat pada sikap kita dalam menaati apa saja yang telah disetujui
bersama dalam komunitas. Orang yang berkepribadian dewasa tampak pada
komitmen atas perjanjian dan konsensus bersama. Menepati konsesus
bersama dalam rapat menjadi sangat penting dalam hidup komunitas.
Dalam KTHB dan LHK (2008:24) dikatakan:
Discernment komunitas bukan pengganti hakekat dan fungsi pemimpin
yang diharapkan membuat keputusan akhir. Dengan demikian pemimpin
tidak menyangkal bahwa komunitas adalah tempat terbaik untuk
mengenal dan menerima kehendak Allah. Bagaimanapun juga,
discernment adalah salah satu moment puncak dalam komunitas hidup
bakti, yang menempatkan Allah sebagai pusat dan tujuan akhir pencarian
hidup setiap anggota komunitas.
Komunitas Carmelite Missionaries melakukan discernment secara terus
menerus melalui dialog antara pemimpin dan anggota. Pemimpin komunitas
sebagai pengantara Allah dalam pelayanannya kepada setiap anggota dalam
komunitas. Maka seorang pemimpin hendaknya memiliki kasih, perhatian,
bijaksana dan diskresi (Leterst, 7, 2-4).
f.
Discernment, Wewenang dan Ketaatan
Seorang pemimpin hendaknya sabar dalam proses discernment yang
sulit, di mana ia mengikuti tahap-tahapnya dan memberi dukungan di
langkah-langkah yang paling kritis. Pemimpin perlu bertindak tegas dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
menuntut pelaksanaan dari apa yang sudah diputuskan. Maka, pemimpin
harus bertanggung jawab untuk tidak menghindari situasi yang perlu
dijernihkan, dan kadang-kadang keputusan yang tidak menyenangkan.
Sebagaimana ditegaskan lagi dalam anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus
II tentang Hidup Bakti (VC, 43), bahwa komunitas tidak bisa terus menerus
dalam keadaan discernment. Setelah masa discernment ada waktu untuk taat,
yakni melaksanakan keputusan yang telah disepakati bersama. Keduanya
adalah waktu untuk menghayati semangat ketaatan.
Maka komunitas Carmelite Missionaries dalam suasana yang banyak
diwarnai oleh individualisme sungguh tidak mudah memupuk sikap
mengakui dan menerima peranan yang dilakukan oleh pemimpin demi
kesejahteraan semua anggota. Meskipun demikian, relevansinya harus
ditegaskan lagi sebagai peneguhan dalam persekutuan persaudaraan serta
tidak menyia-nyiakan ketaatan yang diikrarkan. Seorang pemimpin harus
bersifat memimpin dan tahu bagaimana melibatkan anggota komunitasnya
dalam proses pengambilan keputusan, meskipun keputusan terakhir ada pada
pemimpin. Seorang pemimpin berhak mengusahakan agar keputusankeputusan yang telah diambil juga dihormati.
g.
Ketaatan Persaudaraan
Konstitusi Carmelite Missionaries (art. 50) mengatakan bahwa sebuah
komunitas dikatakan ideal apabila seorang pemimpin berusaha untuk
memahami dan menerima pribadi masing-masing anggota serta dengan penuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
perhatian membantu memikul beban mereka dengan kesabaran. Baik
pemimpin maupun anggota bersama-sama saling melayani, menjadi pelayan
bagi semua orang, dan pelayan bagi masing-masing suster dalam komunitas.
Maka pelayanan ketaatan bukan hanya kepada pemimpin melainkan taat
kepada semua anggota dan keputusan bersama.
Sto. Benediktus menegaskan bahwa para saudara harus memberikan
pelayanan ketaatan bukan hanya kepada Abbas, tetapi mereka juga harus
menaati satu sama lain, karena mereka menghadap Allah melalui jalan
ketaatan. Mereka juga harus saling menghormati, memikul kelemahan
mereka, baik jasmani maupun rohani dengan penuh kesabaran (KTHB dan
LHK, 2008:24).
Dasar persaudaraan sejati ialah mengakui martabat sesama saudara dalam
komunitas dan bersyukur atas anugerah-anugerah dan pemenuhannya. Setiap
pribadi dalam komunitas dapat menyediakan waktu yang tepat untuk
mendengarkan dan mendapat pencerahan. Namun hal itu sangat diperlukan
adanya suatu kebebasan batin.
KTHB dan LHK (#20.g, 2008:25) menjelaskan mengenai ciri-ciri orang
yang tidak mempunyai kebebasan batin antara lain, mereka yakin bahwa ide
dan solusinya selalu yang paling baik, mereka mengira dapat memutuskan
sendiri tanpa bantuan siapa pun untuk mengetahui kehendak ilahi, mereka
berpikir bahwa dirinya selalu benar dan tidak ragu-ragu mengatakan orang
lainlah yang harus berubah, mereka hanya memikirkan diri sendiri dan
memperhatikan kebutuhan orang lain. Sebaliknya, ciri-ciri orang yang bebas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
selalu penuh perhatian dan terbuka untuk menerima nasihat dalam setiap
situasi hidupnya, terutama dari setiap orang yang hidup berdampingan
dengannya.
Francisco Palau menegaskan dalam suratnya kepada para suster di
Ciudadela bahwa suster yang akan memikul tanggung jawab bagi saudarasaudaranya, karya kasih yang harus dilakukannya pertama-tama adalah
menjadi hamba dan pelayan bagi semua. Dalam menjalankan tugas
kepemimpinannya, seorang pemimpin hendaknya selalu mencari apa yang
enak, menyenangkan dan mudah bagi orang lain, sedangkan bagi dirinya
sendiri apa yang sulit untuk didapatkan; penilaian yang menyenangkan bagi
orang lain sedangkan bagi dirinya sendiri tidak menyenangkan, menghukum
dirinya sendiri dan memberi pujian kepada orang lain, mempertimbangkan
sesuatu yang baik dan bijaksana apa yang dipikirkan orang lain dan
melupakan apa yang pikirkannya sendiri (Letters, 99 #6, 2006:1269).
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries yang diberi
wewenang untuk memimpin suatu komunitas dapat menjalankan tugas
kepemimpinannya melalui kebajikan dan perilaku yang suci daripada
kebajikan jabatannya. Maka para suster yang diilhami oleh teladannya, akan
menaati pemimpin bukan karena jabatannya melainkan karena kasih.
h. Taat Pada Suara Hati
Tidak ada sesuatupun yang benar dan formal di dalam ketaatan. Ketaatan
suara hati tidak menuntut seperti ketaatan seorang hamba, namun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
membutuhkan suatu transformasi dalam Roh Kudus. Ketaatan bukanlah
“melawan” dari keinginan seorang manusia untuk tunduk terhadap keinginan
seseorang, melainkan merupakan tranformasi dari roh manusiawi yang
semakin menjadi instrumen dari Roh Ilahi. Ketaatan itu sendiri merupakan
jalan menuju transformasi jiwa ke dalam Tuhan. Dengan demikian ketaatan
dapat membawa kita pada suatu transformasi dan tujuan tertentu, maka
konsekuensinya kita akan menjadi bagian dari Tuhan. Kemanusiaan kita akan
menjadi milik-Nya saja, sehingga tidak ada sesuatu pun yang dapat mengotori
dan
merusak
perasaan-perasaan
kita.
Melalui
ketaatan,
kita
akan
mempratekkan transformasi dalam Tuhan, dan kita juga akan mempratekkan
ketaatan itu dalam hidup berkomunitas.
Suara hati dimengerti sebagai “hukum Roh” dan juga suatu “bisikan
langsung”, di dalamnya terdapat gagasan pertanggunjawaban, kewajiban,
ancaman dan janji. Suara hati adalah utusan dari Dia, yang berbicara kepada
kita di dalam alam maupun dalam rahmat yang mengajar serta memerintah
kita melalui wakil-wakil-Nya. Maka kita harus taat pada suara hati yang
membimbing dan menuntun kita pada jalan yang benar dan sesuai dengan
yang dikehendaki Allah.
Dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini (GS, 16)
dijelaskan bahwa di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum yang
tidak diterimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati
selalu menyerukan kepada manusia untuk mencintai dan melaksanakan apa
yang baik dan menghindari apa yang jahat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Suara hati merupakan tempat memproses norma-norma umum untuk
diterapkan secara konkret dalam perbuatan seseorang. Suara hati adalah inti
segala pergulatan manusia untuk bertindak. Dengan demikian suara hati
sebagai tempat Roh membimbing. Suara hati juga dipengaruhi oleh roh-roh
lain, maka discernment sangat penting dalam hidup bersama di komunitas. Di
sini para suster Carmelite Missionaries bisa bertanya, mungkinkah ada situasi
di mana hati nurani sepertinya tidak mengijinkan mereka mengikuti petunjuk
yang diberikan oleh pimpinan? Dengan kata lain sering terdengar para suster
mengungkapkan, lebih baik taat kepada Allah daripada taat kepada manusia.
Hal ini merupakan pergulatan untuk melaksanakan kehendak Allah dalam
hidup mereka sehari-hari.
Hati nurani merupakan tempat di mana suara Tuhan digemakan, suara
yang menunjukkan kepada para suster bagaimana harus bertingkah laku,
maka para suster perlu belajar mendengarkan suara hati dengan penuh
perhatian, supaya bisa mengenali dan membedakannya dari suara-suara lain.
Para suster diajak untuk berfleksi sebelum menarik kesimpulan bahwa bukan
ketaatan yang diterimanya, melainkan apa yang mereka rasakan dalam
dirinya sebagai kehendak Allah yang mereka terima melalui perantaraperantara yang sudah ditentukan.
Para suster Carmelite Missionaries berusaha untuk meningkatkan
penghayatan spiritualitas kaul ketaatan yang diwarisi oleh Francisco Palau.
Dalam menanggapi ketaatan baik kepada pemimpin, sesama maupun dirinya
sendiri, para suster mengalami suatu pergulatan yang membawa mereka pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
suatu penyerahan diri secara total kepada Allah. Dengan mengucapkan “ya”
yang sulit itu, arti ketaatan bagi para suster Carmelite Missionaries dapat
dipahami secara mendalam yakni sebagai tindakkan luhur dari kebebasan.
Hal ini merupakan suatu ungkapan penyerahan diri secara total dan penuh
percaya pada Kristus, Putera Allah yang taat secara bebas kepada kehendak
Bapa. Pergulatan batin dengan diam yang menyertai kesetiaan seorang
Carmelite Missionaries pada tugasnya, kadang-kadang disertai dengan
kesepian atau kesalahpahaman dari pihak orang-orang kepada siapa ia telah
memberikan dirinya. Hal itu menjadi jalan pengudusan pribadi dan sarana
keselamatan karena apa yang dideritanya.
E. PENGHAYATAN
MENURUT
SPIRITUALITAS
FRANCISCO
PALAU
KAUL
KETAATAN
DALAM
HIDUP
BERKOMUNITAS
Ketaatan menurut beato Francisco Palau memiliki keutamaan yang
sangat besar dalam hidup sebagai seorang religius. Ketaatan sebagai jalan
yang pasti dalam mengikuti kehendak Allah. Hal ini merupakan suatu
keterbukaan dan kesediaan diri dan hati untuk melaksanakan kehendak Allah
dalam hidupnya sehari-hari.
Pada zaman ini, dunia membutuhkan dan mengharapkan kaum religius
yang memiliki kesederhanaan hidup, memiliki kasih kepada semua orang,
lebih-lebih kepada mereka yang rendah dan miskin, memiliki ketaatan dan
kerendahan hati, sikap lepas bebas dan pengorbanan diri. Tanpa tanda kesucian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
di atas kata-kata kita akan sulit menyentuh hati orang-orang modern, bahkan
ada resiko akan menjadi sia-sia dan mandul (EN, 1975:72).
Ketaatan yang dihidupi oleh Francisco Palau merupakan ketaatan yang
diteladankan oleh Yesus Kristus, karena Yesus Kristus sendirilah yang telah
membebaskan dirinya dari segala kesulitan dan kekacauan yang menimpa
dirinya ketika terjadi pergolakan politik di Spanyol. Yasus Kristus menghayati
ketaata-Nya ketika Ia dihadapkan pada piala yang harus Ia minum, dan
membuat diri-Nya “taat sampai mati, bahkan sampai mati di salib” (Flp 2:8).
Bagi Francisco Palau, irama hidup yang teratur selama studi, ketekunan
melaksanakan kehidupan membiara, belajar melaksanakan pelayanan, dan doa
yang mendalam yang dialaminya di seminari, semuanya itu tidak berlangsung
lama, karena gelombang revolusi menghancurkan tembok dan kehidupan
komunitas. Francisco Palau tetap tekun dan setia dalam menghidupi peraturanperaturan hidup membiara, sekali pun ia tidak hidup dalam sebuah komunitas
karena biaranya dibakar. Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan yang
makin melawan keagamaan, para anggota biara dilarang kembali ke biara-biara
mereka dan tidak diperbolehkan untuk mengenakan pakaian biara di depan
umum. Kendati demikian Francisco Palau, diberi tahu oleh para pembesarnya
bahwa para uskuplah yang menginginkannya mempersiapkan dirinya untuk
tahbisan imamat. Dengan ketaatan Francisco Palau menyetujuinya (TCAG,
1997:18).
Francisco Palau tidak melihat ketaatan itu sebagai sesuatu yang
merendahkan, melainkan kebenaran di mana kepenuhan dirinya dibangun dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
diwujudkan. Dengan beriman pada Yesus Kristus ia berhasrat untuk melakukan
kehendak Allah Bapa dan menjadikannya cita-cita tertinggi dalam hidupnya.
Seperti Kristus, Francisco Palau mau hidup dari kehendak Allah. Dalam
meneladan Kristus dan belajar dari Dia, Francisco Palau membaktikan dirinya
kepada Allah dengan kebebasan penuh dan kepercayaan tanpa syarat
meyerahkan dirinya ke dalam tangan Bapa sebagai persembahan yang
sempurna dan menyenangkan bagi-Nya (bdk. Rom 12:1).
Dalam melaksanakan kehendak Bapa, Francisco Palau menegaskan
kembali dalam suratnya (Letters, 87, 1) bahwa ketaaatan merupakan suatu
pengorbanan yang berkenan kepada Allah. Untuk mewujudkan kehendak
Allah, kita tidak tahu ke mana arah ketaatan itu akan membimbing kita. Dalam
hal ini hanya Allah saja yang tahu dan Ia akan menyampaikan kepada kita
melalui suara ketaatan ke mana kita akan pergi. Maka yang ditekankan oleh
Francisco Palau adalah ketaatan secara total untuk melaksanakan kehendak
Allah dalam pergulatan hidupnya sehari-hari.
Para suster Carmelite Missionaries, mengikrarkan kaul ketaatan dituntut
untuk menyerahkan kehendaknya kepada Kristus. Oleh karena dalam
menjalankan kaul ketaatan para suster perlu megembangkan beberapa hal,
antara lain: pertama, mengembangkan sikap pasrah sebagaimana Kristus
memasrahkan kehendak-Nya kepada Allah Bapa. Melalui sikap itu, para suster
diharapkan dapat memaknai tugas yang diembankan kepadanya sebagai suatu
kesempatan
untuk
membuka
diri
bagi
kehendak
Allah.
Kedua,
mengembangkan sikap rela berkorban. Melalui sikap itu, para suster dilatih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
untuk meninggalkan kehendaknya sendiri dan belajar untuk menerima
kehendak Allah. Ketiga, mengembangkan sikap penyerahan diri secara
menyeluruh. Melalui sikap itu, para suster dimampukan untuk menjalankan
segala tugas dengan penuh kerelaan hati sebab mereka tidak lagi memikirkan
diri sendiri.
Motivasi ketaatan itu ialah demi cinta kepada Tuhan. Ketaatan tidaklah
menyesuaikan diri dengan aturan umum belaka, tidak pula hanya untuk
menyenangkan orang lain, dan tidak hanya untuk mencari kepuasan
pribadinya. Taat berarti memilih lingkungan dan memutuskan untuk hidup
menurut tuntutan-tuntutan hidupnya. Ketaatan merupakan tindakan orang yang
dewasa dan penuh kesadaran, maka dalam penghayatan kaul ketaatan menuntut
suatu ketatan yang total, yaitu memberikan diri seutuhnya kepada pilihannya
itu dan melaksanakannya sebagai yang mengandung kehendaknya. Ketaatan
religius berarti memberikan diri kepada kehendak Allah seutuhnya lewat
pilihan konkret hidup dengan segala konsekuensinya (Darminta 1981: 74-75).
Konsekuensi kaul ketaatan kita adalah bahwa kita harus terus-menerus
mengembangkan kepekaan kita terhadap situasi dan peristiwa, yang kita hadapi
baik di dalam komunitas, kongregasi maupun di dalam masyarakat. Pada
dasarnya ketaatan merupakan keterbukaan kepada kehendak Allah yang
disampaikan lewat situasi hidup kita (Darminta 1975: 44).
Dengan kaul ketaatan suster-suster Carmelite Missionaries berkomitmen
untuk menyerahkan kehendaknya kepada pemimpinnya yang dipilih sebagai
representasi Allah sendiri. Dengan ketaatan, seorang Carmelite Missionaries
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
melakukan rencana Allah baik secara individu maupun komunitas dan
menghidupi persatuan doa komunitas, melaksanakan pembedaan Roh atau
discernment, serta dialog dan tanggungjawab bersama. Ketaatan perlu
dilakukan berdasarka kasih sehingga ketaatan akan membawa kedamaian dan
persatuan.
Hidup komunitas selalu berusaha untuk menyadari kasih Bapa yang
terdapat dalam diri setiap anggota komunitas. Berdasarkan kasih tersebut para
suster berusaha memberi kesaksian kegembiraan kepada dunia. Dengan
demikian hidup komunitas menampilkan dimensi missioner yang esensial
dalam pelayanan (VC, 1996:102).
Orang muda jaman ini sangat kritis dengan ketidak beresan yang terjadi
dalam masyarakat termasuk dalam hidup membiara. Mereka juga menjadi
kritis dalam mencermati apa yang terjadi dalam biara, terutama dalam
pelaksanaan aturan-aturan bersama atau aturan hidup berkaul. Pada jaman ini
kemajuan teknologi dan kemajuan berbagai bidang kehidupan menawarkan
peralatan yang memudahkan orang untuk hidup lebih enak dan nyaman serta
hidup lebih cepat. Dengan segala tawaran dan peralatan super canggih diatas,
nampak bahwa pembatasan formal dengan berbagai larangan, tidak begitu
efektif bahkan suara hati dapat tidak berkembang. Dengan berbagai pengaruh
diatas diharapkan dapat menciptakan larangan lebih dari dalam diri kita sendiri.
Kita diharapkan menciptakan dan menegakkan batasan dalam batin kita,
batasan dari suara hati kita sendiri (Rohani, no. 05, tahun ke 55-, Mei 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Penghayatan kaul ketatan dalam komunitas Carmelite Missionaries baik
suster berkaul kekal maupun yang berkaul sementara, diharapkan bersamasama menaati apa yang dikehendaki Allah baginya. Jika para suster dapat
menemukan pengalaman ketaatan yang bermanfaat bagi hidup dan perutusan
yang dilakukannya, mereka akan dengan mudah mensyukuri atas kaul
ketaatnnya. Jika demikian, mereka akan lebih gembira dalam melaksanakan
ketaatan. Maka para suster Carmelite Missionaries akan dibantu untuk
menemukan pengalaman yang indah, yang membantu dan mengembangkan
melalui ketaatan mereka pada kehendak Allah lewat seorang pemimpin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
SUMBANGAN KATEKESE DALAM MENINGKATKATKAN
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN MENURUT
BEATO FRANCISCO PALAU DALAM HIDUP BERKOMUNITAS
SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES MELALUI
KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS
Bab sebelumnya telah memaparkan kaul ketaatan dalam kogregasi
Carmelite Missionaries dan juga penghayatan spiritualitas kaul ketaatan
dalam hidup berkomunitas. Kaul ketaatan sebagai sarana untuk menaati
kehendak Allah melalui seorang pemimpin dalam hidup berkomunitas. Kaul
ketaatan perlu dipahami dan dihayati sebagai persembahan hati yang tak
terbagi untuk Tuhan. Untuk mencapai hal ini, katekese diharapkan akan
mampu mengambil peranan dalam usaha meningkatkan penghayatan
spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dalam hidup berkomunitas
suster-suster Carmelite Missionaries untuk masa sekarang.
Maka dalam rangka untuk membantu para suster Carmelite Missionaries
menuju pada usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan,
penulis memilih katekese Shared Christian Praxis sebagai salah satu sarana
untuk
menemukan
dan
mengembangkan
nilai
ketaatan
yang
telah
diikrarkannya. Dengan demikian, katekese diharapkan sungguh-sungguh
membantu para suster Carmelite Missionaries untuk mengintegrasikan kaul
ketaatan dalam diri masing-masing serta mengundang untuk semakin
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
menghayatinya sebagai kesaksian hidup di tengah zaman yang semakin
berkembang.
Dalam bab IV ini, penulis mencoba memaparkan sumbangan katekese
dalam meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato
Francisco
Palau
dalam
hidup
berkomunitas
suster-suster
Carmelite
Missionaries melalui katekese model Shared Christian Praxis, serta usulan
program katekese dan persiapan katekese.
A.
GAMBARAN UMUM KATEKESE
Penyelenggaraan katekese merupakan salah satu tugas yang amat penting
bagi Gereja. Gereja sebagai persekutuan umat beriman berkat babtisan yang
diterimanya, mendapat tugas mewartakan karya keselamatan yang dialami
dalam hidup bersama.
Melalui katekese Gereja mengembangkan diri serta mengaktualisasikan
panggilan dan perutusannya yaitu dengan cara mendidik dan mengajarkan
kepada umat beriman kristiani untuk menghayati dan mewujudkan imannya
di dalam hidup konkret, suatu iman yang dewasa, aktif dan misioner. Oleh
karena itu, katekese berusaha menolong setiap umat beriman kristiani saling
bertukar pengalaman iman atau komunikasi iman. Pengalaman iman yang
dikomunikasikan ialah iman Gereja perdana (Kitab Suci), iman Gereja
sepanjang masa (tradisi), serta iman pribadi dan kelompok (Huber, 1979:10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Katekese merupakan suatu aspek dalam pewartaan Injil yakni warta
gembira keselamatan untuk pembinaan iman banyak orang. Melalui kegiatan
ini, katekese diharapkan dapat membantu para suster Carmelite Missionaries
untuk menggali pengalaman iman dalam menghayati spiritualitas kaul
ketaatan menuerut Francisco Palau, sehingga setiap anggota komunitas
semakin mampu untuk meningkatkan penghayatan kaul ketaatannya secara
konkret.
1.
Pengertian Katekese
Sesuai dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun, paham
katekese juga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman itu
sendiri. Hal ini disebabkan bahwa umat kristiani sebagai pelaku katekese
tidak dapat dipisahkan dari situasi tempat di mana mereka hidup dan
berkembang. Dengan demikian pengertian dan metode katekese pun ikut
berkembang.
a.
Pengertian Katekese Menurut Arti Kata
Pengertian katekese menurut arti aslinya yaitu membuat bergema,
menyebabkan sesuatu bergaung. Arti katekese dalam Kitab Suci, Luk 1:4
(diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam jalan Tuhan), Kis 21:21 (mengajar),
Rm 2:18 (diajar), 1 Kor 14:19 (mengajar), Gal 6:6 (pengajaran). Katekese
dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman
seorang kristen semakin dewasa dalam iman (Telaumbanua, 1999:4).
agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Melalui pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman, diharapkan agar
seorang kristen semakin dewasa dalam iman. Hal ini berarti semakin
bertanggung jawab terhadap imannya. Maka, katekese dalam hal ini yaitu
membuat iman semakin berkembang dan tangguh.
b. Pengertian Katekese Menurut Catechesi Trandendae
Dalam dokumen Konsili Vatikan II (LG art.17) dijelaskan bahwa Gereja
menerima tugas perutusan untuk mewartakan Injil. Dengan mewartakan Injil
Gereja mengundang para pendengarnya untuk sampai pada pengakuan iman.
Melalui pewartaan Kabar Gembira tersebut rencana penyelamatan Allah
dapat terlaksana.
Katekese adalah salah satu cara pewartaan Injil dan membina
penghayatan iman umat. Hal itu ditegaskan pula oleh Paus Yohanes Paulus II
dalam anjuran Apostolik Catechesi Trandendae yang merumuskan katekese
sebagai berikut:
Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang
dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran
Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis,
dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup
Kristen (CT. art. 18).
Berdasarkan kutipan ini, katekese berlaku untuk semua orang tanpa
kecuali dalam hidup sehari-hari. Katekese hendak mematangkan iman umat
dan mendididik murid Kristus
yang sejati dalam pengetahuan yang
mendalam dan sistematis tentang pribadi dan pesan Yesus Kristus. Hal ini
berarti bahwa katekese bukan hanya memelihara dan mengajarkan iman,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
melainkan selalu membangkitkan iman dengan pertolongan rahmat Allah,
untuk membuka hati dan menyiapkan penyerahan diri secara menyeluruh
pada Kristus.
Oleh karena itu perlu persiapan yang baik agar lebih terarah dalam
menyampaikan hal-hal yang perlu demi perkembangan iman umat itu sendiri.
c.
Pengertian Katekese berdasarkan Hasil PKKI II
Hasil PKKI II diselenggarakan di Klender pada 29 Juni - 5 Juli 1980,
rumusan katekese yang disepakati yaitu katekese umat. Rumusan katekese
umat tersebut sebagai berikut:
Katekese umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman
iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui
katekese para peserta saling membantu sedemikian rupa sehingga iman
masing-masing diteguhkan dan dihayati secara makin sempurna. Dalam
katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman,
meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan
ada perencanaan (Thom Huber, 2007:12).
Bertitik tolak dari pengertian di atas, sebagai komunikasi iman, katekese
diharapkan mempunyai perencanaan agar dapat dibedakan antara katekese
umat dengan pendalaman iman biasa (bukan katekese umat), tukar
pengalaman iman itu sungguh dapat membantu perkembangan, peneguhan
dan juga penghayatan iman secara lebih sempurna. Dalam katekese umat
yang ditekankan bukan saja komunikasi antara pendamping dan peserta,
namun lebih-lebih komunikasi antara peserta sendiri yang dihubungkan
dengan tradisi dan visi kristiani sebagai peneguhan iman. Para peserta
diharapkan akan semakin mampu mengungkapkan diri demi perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
imannya. Maka yang dikomunikasikan adalah pengetahuan iman dan
penghayatan iman mereka sehari-hari.
Para suster Carmelite Missionaries, melalui pemahaman katekese
tersebut, diharapkan dapat membantu dalam mensharingkan pengalamannya
tentang penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup sehari-hari, serta
memahami kaul yang telah diikrarkan. Semua anggota komunitas, baik
pemimpin maupun anggota diharapkan berani dan rela untuk berbagi
pengalaman
iman
yang dapat
memperkaya satu
sama lain
demi
perkembangan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas.
2.
Tujuan Katekese
Paham katekese dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman,
demikian pula tujuan katekese sebagai sarana komunikasi iman mengalami
beberapa perkembangan.
a.
Menurut Catechesi Trandandae
Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik (CT, art.20)
menegaskan:
Tujuan khas katekese adalah berkat bantuan Allah mengembangkan
iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan
menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup kristen
umat beriman, muda maupun tua. Kenyataan itu berarti merangsang
pada taraf pengetahuan maupun penghayatan, pertumbuhan benih iman
yang ditaburkan oleh Roh Kudus melalui pewartaan awal, dan yang
dikurniakan secara efektif melalui baptis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Katekese yang ditujukan pada semua usia senantiasa bertujuan demi
perkembangan iman umat yang juga ditambah dengan pengetahuan serta
penghayatan iman umat itu sendiri. Dengan demikian katekese bukan hanya
mengajarkan tetapi mengembangkan benih iman yang mulai tumbuh sehingga
umat sendiri mampu menghayati sekaligus mewujudkannya dalam hidup
sehari-hari.
b. Menurut PKKI II
Menurut
hasil
PKKI
II
yang
berlangsung
di
Klender-Jakarta
merumuskan tujuan katekese sebagai berikut:
1) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti
pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.
2) Kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari
kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.
3) Kita semakin sempurna beriman, berharap dan mengamalkan
cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita.
4) Kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaah, makin
tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan
Gereja semesta.
5) Kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup
kita di tengah masyarakat.
Berdasarkan penegasan tersebut katekese bertujuan untuk membina umat
supaya semakin dewasa dalam iman, dalam hidup menggereja dan dalam
hidup bermasyarakat. Dengan demikian melalui katekese, umat diundang
untuk masuk bersatu dalam persekutuan dengan Tuhan yang nyata dalam
persekutuan dengan sesama (CT, art. 5). Tujuan katekese selalu berpatokan
pada terang Injil, sehingga umat semakin mampu bertobat sekaligus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup, berpengharapan kepada-Nya dan
semakin bersatu dengan-Nya agar mampu memberi keasaksian dalam hidup.
3.
Isi Katekese
Pada hakekatnya isi katekese adalah Wahyu Allah atau Kabar Gembira
Keselamatan Allah yang terwujud dalam diri Yesus Kristus. Maka dalam
anjuran Apostolik tentang isi katekese Yohanes Paulus II menegaskan:
Karena katekese merupakan suatu momen atau aspek dalam pewartaan
Injil, isinya tidak lain kecuali pewartaan Injil secara menyeluruh. Satusatunya amanat yakni warta gembira keselamatan yang telah didengar
dan telah diterima setulus hati, dan katekese terus menerus didalami
melalui refleksi dan studi sestematis. Melalui kesadaran yang meminta
komitmen yang semakin penuh dan dengan mengintegrasikannya dalam
keseluruhan yang organis dan selaras yakni perihidup Kristen masyarakat
dunia (CT, art. 20, 1979:25).
Penegasan tersebut mengungkapkan bahwa warta gembira Yesus Kristus
merupakan yang utama dan menjadi isi katekese. Yesus Kristus sendirilah
yang menjadi isi katekese. Misteri hidup Kristus sebagai pesan pokok
katekese harus disampaikan secara utuh. Dalam Catechesi Trandendae (1979,
art. 6) dikatakan bahwa ”katekese harus bersifat Kristosentris yang berarti
dalam katekese Kristus sendirilah Sabda yang menjelma dan Putera Allah,
yang diajarkan”.
4.
Unsur-Unsur Katekese
Katekese sebagai komunikasi iman memiliki beberapa unsur pokok yang
perlu dalam katekese. Dalam PKKI III di Pacet-Mojokerto-Jawa Timur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Huber (2007:17-19) menuliskan 4 unsur pokok dalam katekese sebagai
berikut:
a.
Pengalaman/Praktek Hidup
Katekese Umat sebagai komunikasi iman merupakan proses kesaksian
yang berpangkal pada apa yang sungguh dialami dalam kehidupan seharihari, termasuk situasi hidup beriman aktual dalam masyarakat. Oleh karena
itu dalam pembinaaa, para pembina katekese umat perlu dilatih untuk melihat
dan mendalami pengalaman hidup sendiri, sebab tanpa kemampuan untuk
mendalami pengalaman hidup sendiri, ia akan mendapat kesulitan untuk
mengantar umat untuk mendalami pengalaman hidup mereka.
b. Komunikasi Pengalaman Iman Dalam terang Kitab Suci
Pengalaman hidup konkret tersebut oleh setiap pribadi maupun kelompok
diolah dan dikomunikasikan kepada sesama, mulai dari pengalaman biasa
kemudian ke pengalaman iman dan akhirnya keduanya akan dipadukan dalam
Kitab Suci. Artinya, peserta dapat melihat campur tangan Tuhan dalam
pengalaman manusiawinya. Dengan demikian setiap peserta semakin
didorong untuk bersaksi tentang imannya, tentang Kristus sebagai sumber
keselamatan dan hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
c.
Komunikasi Dengan tradisi Kristiani
Iman kita didasari oleh pribadi kristus sendiri dan iman para rasul akan
Yesus Kristus sebagai Penyelamat dunia. Oleh sebab itu katekese perlu
dipahami sebagai bentuk komunikasi iman yang tidak lepas dari iman para
rasul yang terungkap dalam Kitab Suci dan dihayati Gereja sepanjang masa.
Dengan demikian ajaran Kristiani dimengerti secara luas dalam tradisi,
liturgi, spiritualitas dan segala praktek hidup Gereja yang menampakkan
Kristus.
d. Arah Keterlibatan Baru
Kelompok para murid Kristus adalah kelompok yang dipanggil dan
diutus. Untuk terlibat dalam proyek Kerajaan Allah (Mrk, 3:13-19). Maka,
katekese Umat sebagai komunikasi iman harus menolong para peserta untuk
mengalami
panggilan
mereka
dan
menjalankan
perutusan
mereka.
Komunikasi iman diarahkan kepada pembaharuan hidup serta keterlibatan
dalam pengembangan masyarakat. Jadi, seorang pembina katekese umat
harus dapat memahami, menghayati dan mendampingi umatnya untuk
mengikuti panggilan dan perutusan untuk terlibat dalam masyarakatnya
secara terarah dan terencana.
5.
Tugas Utama Katekese
Telaumbanua, (1999: 9-10) dalam bukunya Ilmu Kateketik menguraikan
tugas utama katekese sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
a.
Katekese Memberitakan Sabda Allah, Mewartakan Kristus
Sabda Allah dalam kehidupan orang Kristen yakni Kitab Suci memuat
berita tentang penyelamatan umat manusia dari pihak Allah yang berpuncak
pada pribadi Kristus. Kristus menyelamatkan umat manusia lewat jalan
sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Melalui Yesus Kristus umat Kristen
berjumpah dengan Allah dan memperoleh keselamatan. Dengan demikian
katekese bertugas menghadirkan Sabda Allah agar manusia apat berjumpah
secara personal dengan-Nya. Yesus Kristus adalah pribadi-Nya sebagai pusat
yang tak dapat dibantah dalam ketekese. Maka, katekese haruslah bersifat
Kristosentris.
b. Katekese Mendidik Untuk Beriman
Iman merupakan suatu anugerah dari pihak Allah sehingga seseorang
terpaut pada-Nya (bdk. Yoh 6:65-66), berserah dan menaati Allah. Peranan
manusia adalah menanggapi anugerah iman dalam hidupnya, agar iman kian
dirasakan, bertumbuh dan berbuah. Katekese mencari kemungkinan agar
tanggapan manusia terhadap tawaran Allah berlangsung dengan baik. Maka
katekese menolong agar umat terpesona dan terpaut pada diri Allah, yang
diwartakan oleh Yesus Kristus sehingga terdorong untuk melakukan
kehendak dan perintah-Nya melalui tindakkan konkret sehari-hari.
Iman yang dihidupi senantiasa membutuhkan pengembangan yang
berproses. Maka katekese bertugas mengembangkan tiga (3) komponen yang
memainkan peranan yakni: komponen kognitif, komponen afektif dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
komponen operatif (tindakan). Artinya, dalam berkatekese disajikan
pemahaman agar orang semakin yakin dan dapat bertanggung jawab atas
iman atau agamanya (kognitif). Dalam berkatekese, perasaan atau
penghayatan perlu dibangkitkan sehingga umat semakin mencintai agamanya,
Allahnya dan berkobar untuk berbakti, bersembah dan bersyukur (afektif).
Dalam berkatekese pun perlu diberi contoh-contoh konkret sehingga umat
melihat kemungkinan untuk mengkonkretkan imannya dalam hidup sehariharti (operatif).
c.
Katekese Mengembangkan Gereja
Katekese dilaksanakan untuk mengembangkan iman dan persaudaraan
antar anggota Gereja dalam Kristus. Katekese yang benar dijalankan dalam
konteks Gereja. Gereja ada dan berkembang karena usaha katekese. Lewat
katekese Gereja pun memperbaharui diri dalam memberi penilaian kritis
terhadap keberadaannya dan zaman yang terus berubah.
6.
Dinamika Katekese Sebagai Pembinaan
Dinamika katekese menolong orang mengungkapkan dan memeteraikan
hidupnya dari Sabda Allah di dalam kehidupan sehari-hari baik secara pribadi
maupun secara kelompok.
Oleh karena itu katekese sebagai pembinaan harus mewartakan hidup
Yesus Kristus sebagai isi katekese secara utuh. Maka dalam dimensi katekese
sebagai pembinaan ada tiga (3) pokok yang harus diperhatikan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
a.
Isi
Katekese harus memperhatikan isi pembinaan iman yang meliputi paham
penciptaan dan dosa manusia, rencana penebusan dan keselamatan manusia.
Misteri inkarnasi, peranan Maria, pertobatan dan askese, liturgi, sakramen,
tanggapan dan keterlibatan umat (lih. CT. art. 30).
b. Proses
Dalam proses katekese perlu mengantar orang kepada pertobatan, yakni
kematangan iman awal dan membina murid Kristus yang sejati. Katekese
masih harus berusaha membina iman, serta membangkitkan iman dengan
bantuan rahmat, dalam membuka hati peserta, untuk mempertobatkan, serta
menimbulkan sikap penyerahan diri seutuhnya kepada Yesus Kristus (lih. CT.
art. 19).
c.
Pelaku
Pelaku yang dihadapi adalah umat secara pribadi memilih Kristus dan
secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Kristus menjadi pola
kehidupan seluruh umat, baik yang berkumpul dalam kelompok basis maupun
di sekolah atau perguruan tinggi. Umat sebagai pelaku yang diajak masuk
untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain. Dengan mengalami
kehadiran Allah yang berkarya di dalam setiap pribadi, maka umat semakin
terdorong untuk memperbaharui hidupnya. Dengan demikian umat mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
memberi kesaksian tentang imannya akan Kristus sebagai sumber
keselamatan manusia (Yosef Lalu, 2007:92).
B.
PERANAN
KATEKESE
DALAM
MENINGKATKAN
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL KETAATAN DALAM
HIDUP HIDUP BERKOMUNITAS
Katekese merupakan salah satu usaha pembinaan iman yang bertujuan
untuk mengarahkan setiap orang dalam mencapai kedewasaan iman, sehingga
mereka mampu memberi kesaksian imannya di tengah masyarakat. Melalui
katekese setiap anggota komunitas diajak untuk semakin menghayati dan
mewujudkan persaudaraan cinta kasih yang saling menerima dan mendukung
dalam hidup bersama maupun dalam pelayanan kerasulan.
Situasi zaman yang semakin modern yang tidak lagi mengenal batas
ruang dan waktu yang menawarkan hal-hal yang menggiurkan sangat
mempengaruhi kaum religius secara khusus dalam penghayatan spiritualitas
kaul ketaatan. Hal ini dilakukan karena baik seorang pemimpin atau anggota
sulit melepaskan keinginannya, lebih mementingkan dirinya sendiri dan
mencari apa yang menyenangkan baginya. Sering terjadi dalam hidup
bersama di komunitas, ada pemimpin atau anggota yang tidak menaati
peraturan atau keputusan yang disetujui bersama. Mereka lebih cenderung
mengkuti apa yang baik bagi dirinya sendiri. Dalam penggunaan alat
komunikasi, handphone misalnya, telah ditetapkan bahwa setiap komunitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
memiliki satu atau dua handphone, namun dalam praktek ada suster secara
diam-diam menggunakan handphone pribadi. Hal ini tentu melanggar kaul
ketaatan. Dalam rumah pembentukan para calon melakukan sesuatu bukan
kerena didorong oleh ketaatan mereka pada kehendak Allah, melainkan
karena takut kepada pemimpin atau formator atau takut dikeluarkan dari
biara.
Dalam situasi demikian, katekese diharapkan dapat berperan membantu
menyadarkan semua anggota komunitas Carmelite Missionaries dalam
penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau yang mulai
mengendor maknanya. Katekese juga membantu untuk melihat permasalahan
sekitar kaul ketaatan yang ada sehingga semua anggota disadarkan kembali
akan identitasnya sebagai seorang yang berkaul ketaatan.
Francisco Palau sangat menekankan pentingnya nilai ketaatan dalam
hidup berkomunitas dan bermasyarakat. Ketika Francisco Palau terpanggil
untuk melayani Gereja yang menderita akibat berbagai penyakit, ia
membantu mereka malalui pelayanan exorcisme dan doa. Namun untuk
memenuhi misi tersebut Francisco Palau mengalami banyak hambatan dan
kesalahpahaman secara khusus di kalangan pejabat Gereja. Francisco Palau
memilih untuk tunduk dan taat kepada pemimpin Gereja yang tidak
menyetujuinya (TCAG, 1997:43).
Karya evangelisasi yang dilakukan oleh Francisco Palau dalam
pelayanannya kepada Gereja sebagian besar dipusatkan pada katekese.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Program-programnya mencakup katekese dasar atau pengajaran agama bagi
anak-anak dan orang dewasa dengan aneka ragam lingkup (TCAG, 1997:57).
Dengan demikian para suster Carmelite Missionaries diharapkan dapat
mengungkapkan pengalaman hidupnya tentang penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan dalam hidup sehari-hari. Pengungkapan penghayatan kaul ketaatan
dapat dilakukan dengan saling peduli, saling memahami, saling percaya,
saling memberikan peluang bagi gerak hidup, saling menanggung beban
dengan adanya kerelaan untuk berkorban dan berani dalam menghadapi
kesulitan.
Katekese
dapat
membantu
para
suster
Carmelite
Missionaries
membatinkan nilai-nilai hidup komunitas. Hidup komunitas dengan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya dapat menjadi pendukung untuk masuk dan
menyatu dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut pendiri dan
menjadikan miliknya sendiri. Melalui katekese Shared Christian Praxis para
suster Carmelite Missionaries diharapkan semakin memiliki pengetahuan dan
penghayatan yang benar tentang spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco
Palau secara khusus dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian setiap
anggota semakin menyadari dan merasakan bahwa komunitas adalah bagian
dari setiap anggota dan merupakan tanggungjawab bersama. Maka perbedaan
di antara anggota dapat dihayati sebagai kekayaan yang mengembangkan satu
dengan yang lain dan menjadikan mereka untuk saling menaati satu terhadap
yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
C.
PEMILIHAN SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI MODEL
KATEKESE
YANG
SESUAI
UNTUK
MEMBANTU
MENINGKATKAN PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KAUL
KETAATAN SUSTER-SUSTER CARMELITE MISSIONARIES
Para religius Carmelite Missionaries merupakan pribadi-pribadi yang
secara serius berusaha menemukan kehendak Allah dalam peristiwa-peritiwa
hidup yang dialaminya setiap hari. Pengalaman perjumpaan denganAllah
itulah menjadi dasar untuk menghayati spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas maupun dalam kerasulan.
Model katekese Shared Christian Praxis merupakan salah satu alternatif
katekese umat model pengalaman hidup. Model ini bertolak dari pengalaman
hidup peserta yang direfleksikan secara kritis, ditemukan maknanya dan
dikonfrontasikan dengan pengalaman hidup iman serta visi kristiani supaya
muncul pemahaman, sikap, dan kesadaran baru. Model ini menekankan peran
serta peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab. Pengalaman
hidup peserta yang telah direfleksikan secara kristis, dikomunikasikan dengan
iman dan visi Gereja sehingga dapat membangun kesadaran baru
mewujudkan iman (Groome, 1997:1). Katekese model pengalaman hidup
mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan yaitu, melatih peserta untuk
berani mengungkapkan diri lewat pengalaman hidup konkret, belajar
menafsirkan pengalaman hidup dalam terang iman. Sedangkan kelemahannya
yaitu,
terlalu
berpusat
pada
pengalaman
sehingga
seolah-olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
menomorduakan pengalaman Kitab Suci dan Gereja. Kurang kritis terhadap
pengalaman hidup sebab tidak semua pengalaman merupakan pengalaman
iman.
Dengan demikian katekese model Shared Christian Praxis (SCP)
diharapkan mendorong para suster Carmelite Missionaries terlibat secara
aktif mendalami penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas. Dengan keterlibatan secara aktif para suster Carmelite
Missionaries dibantu untuk mencapai kedewasaan iman seperti yang
diteladankan Yesus Kristus sendiri, bunda Maria dan Francisco Palau di
dalam hidupnya. Selanjunya penulis memaparkan pengertian Shared
Christian Praxis (SCP).
1.
Pengertian Shared Christian Praxis
Pengalaman hidup peserta mengundang perhatian, pertanyaan, harapan-
harapan dan sumbangan ke arah perubahan hidup manusia. Sumarno
(2011:14) menegaskan model katekese Shared Christian Praxis yang
dikemukakan Groome (1997:1) sebagai berikut:
Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta,
berdasarkan konfrontasi antara ”tradisi” dan ”visi” hidup mereka dengan
”Tradisi” dan ”Visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama,
mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang
terlibat dalam dunia.
Dialog yang ditekankan dalam proses katekese tersebut adalah dialog
antar para peserta. Peserta katekese saling berbagi pengalaman hidup yang
telah direfleksikan dan dikonfrontasikan dengan iman dan visi Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Pengalaman hidup peserta yang telah dikomunikasikan dengan iman dan visi
Gereja mengantar peserta secara aktif dan kreatif membangun kesadaran baru
akan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup sehari-hari. Pendekatan yang
digunakan dalam proses katekese ini adalah pendekatan yang bersifat multi
arah (Groome, 1997:1)
Tiga komponen pokok dalam Shared Christian Praxis (Groome, 1997:25):
a.
Shared-dialog
Shared menunjuk pada pengertian komunikasi yang timbal balik antar
peserta, sikap partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, terbuka baik
untuk kedalaman diri pribadi, kehadiran sesama, maupun untuk rahmat
Tuhan. Istilah ini juga menekankan proses yang menggarisbawahi aspek
dialog, kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam sharing, semua
peserta diharapkan secara terbuka siap mendengarkan dengan hati dan
berkomunikasi dengan kebebasan (Groome, 1997:4).
Para suster Carmelite Missionaries tentu memiliki pengalamanpengalaman yang dapat menjadi sumber yang kaya bagi diri mereka sendiri
maupun orang lain. Oleh karena itu dalam sharing para suster diharapkan
terbuka untuk berbicara dan mendengarkan dengan hati. Berbicara dengan
hati berarti para suster menyampaikan pengalaman yang dialami sesuai
dengan kenyataan secara jujur, rendah hati dan terbuka. Mendengarkan
dengan hati berarti melibatkan seluruh diri sehingga timbul rasa simpati dan
empati terhadap apa yang dikomunikasikan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Dalam suasana dialogis para suster didorong supaya membuat
penegasan dan penilaian serta mengambil keputusan yang mendorong pada
keterlibatan baru. Aspek dialog dimulai dari refleksi dan pengolahan
pengalaman pribadi yang akan menjadi pokok penegasan bersama.
Diandaikan dalam proses ini peserta memiliki kejujuran, keterbukaan,
kepekaan dan penghormatan. Setelah melakukan interpretasi kritis terhadap
pengalaman secara pribadi dan masyarakat, serta berdasar hasil refleksi,
peserta mengkonfrontasikannya dengan ”tradisi” dan ”visi” kongregasi
dengan menggunakan pemahaman kritis, pengenangan yang analitis dan
imajinasi yang kreatif. Kemudian para suster meneguhkan pokok-pokok nilai
kristiani yang mendasar, mempertanyakan pemahaman yang tidak lagi
relevan, dan terdorong untuk menemukan nilai-nilai baru yang cocok dengan
konteks hidupnya sehingga layak untuk diwujudkan.
b.
Christian
Katekese model Shared Christian Praxis mencoba mengusahakan
supaya kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin
terjangkau, dekat dan relevan untuk kehidupan para peserta pada zaman
sekarang. Melalui proses itu diharapkan kekayaan iman Gereja sepanjang
sejarah berkembang menjadi pengalaman iman jemaat pada zaman sekarang.
Melalui proses ini para suster Carmelite Missionaries diharapkan
supaya kekayaan pengalaman tentang kaul ketaatan dalam spiritualitas
kongregasi dapat berkembang menjadi pengalaman sesuai zaman ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Christian memiliki dua unsur penting yakni pengalaman hidup iman
jemaat sepanjang sejarah (tradisi) dan visi. Tradisi kristiani mengungkapkan
realitas iman jemaat kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Tradisi perlu
dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan
tanggapan manusia. Maka tradisi di sini tidak hanya berupa tradisi pengajaran
Gereja tetapi juga meliputi Kitab Suci, spiritualitas, kehidupan jemaat,
interpretasi/tafsir, penelitian para teolog, praktek suci, ibadat, sakramen,
simbol, ritus dan pesta peringatan. Sebagai realitas iman yang dihidupi dalam
konteks historisnya, tradisi kristiani senantiasa mengundang keterlibatan
praktis dan proses kepribadian (Groome, 1997: 3).
Visi kristiani menekankan tuntutan dan janji yang terkandung dalam
Tradisi. Visi kristiani yang paling hakiki adalah ”Terwujudnya nilai-nilai
Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia” (Groome, 1997:3). Visi dalam
Gereja berkaitan erat dengan Tradisi. Visi bukan sekedar suatu pengetahuan
tertentu saja, tetapi merupakan manifestasi konkret dari jawaban manusia
terhadap janji Allah yang terungkap dalam tradisi atau pengalaman iman
kristiani. Visi (huruf kecil v) menunjuk pada usaha manusia dalam
menjalankan hidup untuk menanggapi janji Allah atas dasar pengenalannya
akan tradisi atau pengalaman yang dihayatinya (Sumarno Ds. 2011:17).
c.
Praxis
Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk
suatu perubahan hidup (transformasi). Perubahan hidup tersebut meliputi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
proses kesatuan dialektis antara praktek dan teori yang membentuk suatu
kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis yang mengarah pada
keterlibatan baru. Praxis merupakan suatu tindakan yang sudah direfleksikan
dan mempunyai
tiga unsur
pembentuk yang saling berkaitan (Groome,
1997:2; bdk Sumarno Ds, 2011:15). Ketiga unsur tersebut adalah aktivitas,
refleksi dan kreativitas. Aktivitas meliputi mental dan fisik, kesadaran,
tindakan, personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik. Aktivitas
manusia perlu ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu karena
bersifat historis. Unsur refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan
historis personal dan sosial, terhadap
praxis pribadi dan kehidupan
masyarakat, tradisi dan visi iman kristiani sepanjang sejarah. Unsur
kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang
menekankan sifat transenden manusia dan dinamika praksis di masa yang
akan datang. Perpaduan antara aktivitas dan refleksi dapat melahirkan praksis
baru. Tiga unsur di atas berfungsi membangkitkan imajinasi, meneguhkan
kehendak dan mendorong praxis baru (Groome, 1997:2; bdk Sumarno Ds,
2011:15).
2.
Langkah-Langkah Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP)
Model Shared Christian Praxis (SCP) dimengerti sebagai model
komunikasi tentang pengalaman hidup antar peserta dengan proses yang
berkesinambungan. Model ini terdiri dari 5 (lima) langkah yang saling
berurutan.
Groome
menyampaikan
beberapa
perubahan,
dan
tetap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
mengemukakan lima langkah pokok, yang didahului langkah O. Kelima
langkah tersebut sebagai berikut: (Groome, 1997:5-50; bdk Sumarno Ds,
2011:19-24).
a.
Langkah O (Awal) : Pemusatan Aktivitas
Langkah ini dimaksud agar umat menemukan topik pertemuan yang
bertolak dari kehidupan konkret yang selanjunya menjadi tema dasar
pertemuan. Dengan demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan
pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka.
Namun demikian pada langkah awal ini tidak mutlak karena sangat
tergantung dari keadaan peserta katekese.
Dalam langkah awal ini sarana yang bisa digunakan berupa simbol,
keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film, telenovela atau
sarana-sarana lainnya yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek
yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan.
Pemusatan aktivitas mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa
aktif mewahyukan diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia.
Melalui refleksi, sejarah hidup manusia dapat menjadi medan perjumpaan
antara pewahyuan Allah dan tanggapan manusia terhadap-Nya.
Adapun petunjuk pemilihan tema dasar hendaknya sungguh-sungguh
mendorong peserta untuk terlibat aktif dalam pertemuan, konsisten dengan
model ” Shared Christian Praxis” yang menekankan partisipasi dan dialog,
tidak bertentangan dengan iman kristiani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Peran pendamping pada langkah awal adalah menciptakan lingkungan
yang kondusif, memilih sarana yang tepat serta membantu peserta
merumuskan prioritas yang tepat (Sumarno Ds, 2011:19).
b. Langakah pertama : Pengungkapan Praxis Faktual
Kekhasan
dalam
langkah
ini
yaitu
mengajak
peserta
untuk
mengungkapkan pengalaman hidup faktual yang sesuai dengan tema dasar.
Pengalaman hidup faktual berupa pengalaman peserta sendiri, keprihatinan
yang diperjuangkan, kehidupan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat
atau di dalam Gereja. Peserta membagi pengalaman yang sungguh-sungguh
dialaminya. Pengungkapan pengalaman dapat berupa lambang, tarian,
nyanyian, puisi, pantomim, drama, ekspresi dan sebagainya, sehingga
mempermudah peserta untuk menghayatinya.
Dalam proses pengungkapan, peserta dapat menggunakan perasaan
mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan dan keyakinan yang
melatarbelakanginya. Dengan cara itu diharapkan peserta menjadi sadar dan
bersikap kritis pada pengalaman hidupnya sendiri.
Pada langkah ini peran dan tanggungjawab pendamping menciptakan
suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk
membagikan praxis
hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Selain itu
pendamping merumuskan pertanyaan secara jelas, terarah tidak menyinggung
harga diri seseorang, sesuai latar belakang, bersifat terbuka dan obyektif
(Sumarno Ds, 2011:19; Groome, 1997:5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Pada langkah pertama ini, para suster Carmelite Missionaries diarahkan
untuk dapat mengungkapkan pengalamannya yang sesui dengan penghayatan
kaul ketaatan. Lewat pengalaman berbagi yang disertai dengan suasana santai
dan terbuka, tentu akan memperkaya satu sama lain sehingga mempermudah
untuk masuk pada inti yang hendak dicapai yakni usaha meningkatkan
penghayatan makna kaul ketaatan.
c.
Langkah kedua : Refleksi Kritis atau Sharing Pengalaman Faktual
Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis dan kreatif
dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri (tematema dasar) maupun masyarakatnya. Dalam refleksi kritis, peserta diajak
untuk menggunakan sarana baik analisa sosial maupun analisa kultural.
Pada langkah ini tugas pendamping adalah menciptakan suasana
pertemuan yang meyenangkan, mengajak peserta merefleksikan secara kritis
pengalaman faktualnya, dan menghantarnya mencapai kesadaran kritis agar
terjadi perubahan hidup, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan
penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman,
kenangan dan imajinasi peserta. Pendamping juga mengajak peserta untuk
berbicara, namun tidak memaksa, tidak menginterogasi atau menggunakan
pertanyaan yang menggali, tidak mengganggu harga diri dan apa yang
dirahasiakan peserta, serta menyadari situasi dan kondisi peserta (Sumano Ds,
2011:20; Groome, 1997:5-6).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Para suster Carmelite Missionaries diarahkan untuk dapat menyadari
panggilannya sebagai orang berkaul dengan segala konsekuensinya secara
khusus kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas. Hal ini dapat menggali
kembali secara lebih mendalam dan lebih tajam pengalaman mereka bersama
dari segi kenangan, dan segi imajinasi sehingga peserta semakin melihat
kemajuan dan kemunduran dalam penghayatan makna kaul ketaatan.
d. Langkah ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani
Lebih Terjangkau
Pokok dari langkah ketiga adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi
kristiani menjadi lebih terjangkau, lebih dekat dan relevan bagi peserta pada
zaman sekarang. Tujuan utama dari langkah ini supaya perbendaharaan iman
kristiani dapat terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang
konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan (Sumarno Ds, 2011:20;
Groome, 1997:6).
”Tradisi” dan ”Visi” hidup para suster Carmelite Missionaries
mengungkapkan pewahyuan dan kehendak Allah yang memuncak dalam
pribadi Yesus Kristus. Agar nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh relevan
dengan kehidupan para suster, maka ”tradisi” dan ”visi” kongregasi perlu
dijelaskan dan diinterpretasikan. Untuk membantu para suster menafsirkan
visi dan tradisi Carmelite Missionaries, pendamping dapat menggunakan
salah satu bentuk interpretasi baik sifatnya menegaskan, mempertanyakan
maupun yang mengundang keterlibatan kreatif dengan tetap menghormati visi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
dan tradisi kongregasi. Maka nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi dan visi
kongregasi Carmelite Missionaries sungguh menjadi milik para suster
sendiri.
e.
Langkah keempat : Interpretasi Dialektis Antara Praksis dan Visi
Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani
Langkah
ini
mengajak
peserta
supaya
dapat
meneguhkan,
mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok
penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua dengan isi
langkah ketiga. Dasar dialog mereka adalah mempertanyakan bagaimana
nilai-nilai tradisi dan visi kristiani meneguhkan, mengkritik atau mengundang
kesadaran peserta untuk melangkah pada kehidupan yang baru demi
terwujudnya Kerajaan di dunia (Groome, 1997:7; Sumarno Ds, 2011:21).
Tujuan utama pada langkah ini yaitu memampukan peserta untuk menghayati
dan mensosialisasikan visi dan tradisi kristiani menjadi miliknya sendiri atau
milik bersama. Dengan demikian peserta sampai kepada suatu perkembangan
hidup yang lebih dewasa (Groom, 1997: 7). Yang didialogkan pada langkah
ini yaitu perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi dan penegasannya yang
menyatakan kebenaran, nilai serta kesadaran yang diyakini. Dalam langkah
ini, pendamping berusaha menghormati kebebasan dan hasil penegasan
peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing, meyakinkan
peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidupnya
dengan visi dan tradisi kristiani (Sumarno Ds, 2011:7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Pada langkah ini para suster Carmelite Missionaries diajak untuk
mendialogkan pengalaman yang telah disampaikan pada langkah pertama,
kedua
dan
ketiga
supaya
mampu
untuk
lebih
menghayati
dan
mensosialisasikan visi dan tradisi Carmelite Missionaries tentang kaul
ketaatan sehingga itu dapat menjadi miliknya sendiri atau milik bersama.
Maka para suster Carmelite Missionaries sampai kepada suatu perkembangan
hidup yang lebih matang.
f.
Langkah kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya
Kerajaan Allah di Dunia
Kekhasan dalam langkah kelima ini yaitu menciptakan suatu dialog dan
dinamika yang secara eksplisit mengundang peserta untuk sampai pada
keputusan baik secara pribadi maupun kolektif sebagai puncak dan hasil
nyata dari model SCP. Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan
Allah mendorong peserta untuk sampai pada keputusan praktis yang dipahami
sebagai tanggapan peserta terhadap pewahyuan Allah. Keputusan praktis
berarti peserta sampai pada suatu niat yang akan diwujudkan secara pribadi
maupun bersama ke dalam suatu tindakan konkret dan mudah dijangkau
(Groome, 1997:34).
Tujuan langkah kelima adalah mengajak peserta agar sampai pada
keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap
pewahyuan Allah yang terus berlangsung
di dalam sejarah kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
manusia dalam kontinuitasnya dengan tradisi Gereja sepanjang sejarah dan
visi kristiani (Sumarno, Ds, 2011:22; Groome, 1997:34).
Tugas pendamping pada langkah ini adalah menyadari hakekat praktis,
inovatif dan tranformatif dari langkah ini. Merumuskan pertanyaan
operasional, menekankan sikap optimis yang relistis pada peserta,
merangkum hasil langkah pertama sampai keempat, supaya dapat lebih
membantu peserta, mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan
pribadi dan bersama, mengajak peserta merayakan liturgi sederhana untuk
mendoakan keputusan yang telah diambil (Sumarno Ds, 2011:22; Groome,
1997:34-38).
Dalam langkah ini diharapkan dapat mendukung peserta untuk
keterlibatan baru dengan mengusahakan pertobatan masing-masing pribadi
sehingga setiap suster dapat menemukan aksi konkret atau niat-niat yang akan
dilaksanakan dalam usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan dalam hidup berkomunitas.
D.
USULAN PROGRAM KATEKESE
Program katekese yang diusulkan merupakan suatu usulan bagi
pelaksanakan katekese dalam upaya mengusahakan pertobatan masingmasing suster, sehingga setiap suster mampu menemukan aksi konkret serta
niat-niat akan dilaksanakan dalam usaha meningkatkan penghayatan
spiritualitas kaul ketaatan menurut Beato Francisco Palau dalam hidup
berkomunitas para suster Carmelite Missionaries.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
1.
Pengertian Program
Program adalah rancangan mengenai asas-asas serta usaha-usaha yang
akan dijalankan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1999:789). Segala kegiatan
yang hendak dilaksanakan oleh semua orang atau kelompok, membutuhkan
suatu
rancangan
perencanaan
yang
matang
dan
sistematis
untuk
mempermudah tercapainya yang yang telah ditetapkan. Untuk itu pengertian
program adalah suatu rancangan perencanaan kegiatan yang menyeluruh dan
matang serta sistematis dalam jangka waktu tertentu yang hendak
dilaksanakan untuk mencapai tujuan.
Katekese merupakan salah satu bentuk pembinaan iman. Maka apabila
dikaitkan dengan pengertian program di atas, ditegaskan bahwa katekese
merupakan suatu pembinaan yang dijalankan secara terus menerus yang
tujuanya untuk membantu umat mengembangkan imannya. Program katekese
merupakan suatu hal yang perlu dikembangkan
dengan memperhatikan
minat, kemampuan serta situasi peserta. Usaha untuk membantu para suster
dalam meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas.
2.
Tujuan Program Katekese
Program bertujuan demi kemantapan dan kelancaran suatu tugas.
Pelaksana katekese merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan
secara berkelanjutan, mempunyai arah yang jelas dan tegas. Oleh karena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
pembuatan program katekese dalam rangka peningkatan arah katekese serta
mempermudah pelaksanaan katekese (Suhardiyanto, 1998:3).
3.
Isi Program
Program pembinaan yang dibuat hendaknya berhubungan dengan
sasarannya. Program yang dibuat hendaknya sungguh-sungguh dipikirkan
secara matang sehingga jelas arah dan tujuannya, sebuah program yang baik
perlu memperhatikan kriteria tertentu antara lain:
a. Isi program yang dibuat perlu memperhatikan minat, kemampuan,
dan kondisi peserta yang dihadapi.
b. Isi suatu program tidak hanya bersifat teoritis tetapi perlu
disesuaikan dengan kehidupan nyata peserta yang dihadapi sehingga
pembinaan atau pendampingan yang dibuat itu dapat menjawab
permasalahan.
c. Isi program perlu singkat, jelas dan berisi sehingga mempermudah
pemahaman peserta terhadap materi yang disajikan (Maria Joâo Do
Esperito Santo Vital Ximenes, 2006:96-97).
4.
Usulan Program
Program yang diusulkan ini merupakan suatu alternatif pelaksanaan
pembinaan bagi para suster Carmelite Missionaries dalam usaha
meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Francisco Palau sebagai sarana untuk menjadi taat pada kehendak Allah
dalam hidup berkomunitas.
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan dalam bab I, penghayatan
spiritulitas kaul ketaatan yang dilaksanakan dan dihayati oleh para suster
Carmelite Missionaries mengalami pengaburan, dimana tidak semua suster
sungguh menghayati makna kaul ketaatan sebagaimana yang dihidupi dan
dipraktekan oleh bapak pendiri beato Francisco Palau, OCD. Hal ini dapat
dilihat dari pengalaman hidup sebagian suster dan pengalaman penulis
sendiri dalam hidup berkomunitas. Sering terjadi kesalah pahaman antara
pemimpin dan anggota, ketika diminta untuk pindah ke komunitas lain atau
mendapat tugas baru. Sebagian suster mudah mengkritik pemimpin dengan
mengatakan bahwa pemimpin kurang bijaksana dan adil. Sebagian suster
beranggapan bahwa kaul ketaatan dirasa sebagai beban yang mengikat,
menekan dan membuat mereka tidak bebas untuk bertindak. Dengan kata
lain, mereka merasa dikekang agar tidak boleh bertindak sesukanya dan
harus menuruti kehendak pemimpin dari pada pilihan bebas yang mereka
putuskan dan keinginan yang digunakan oleh kongregasi secara optimal
dalam tugas perutusan.
Permasalahan lain yang menimbulkan persoalan dalam penghayatan
spiritualitas kaul ketaatan yaitu, para suster yunior yang telah mengikrarkan
ketiga kaul, baik yang masih dalam tahap formasi maupun sudah berkarya
di komunitas-komunitas kerasulan menyaksikan bagaimana para suster
senior menghidupi, menghayati dan memaknai kaul ketaatan. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
kenyataan beberapa peraturan atau keputusan bersama dilanggar bahkan
tidak dijalankan dengan baik oleh suster senior. Mereka merasa bahwa
sudah kaul kekal berarti boleh melakukan apa saja dengan bebas. Hal ini
dapat menimbulkan sikap berani dalam diri suster yunior untuk mengkritisi
cara hidup yang tidak baik pada kehidupan suster-suster senior.
Dengan demikian untuk mengatasi kesenjangan tersebut, dalam
pendidikan sangat penting dikembangkan kemampuan berdiskresi. Di mana
mereka dibantu untuk dapat melakukan diskresi secara bijak tentang
kenyataan dan contoh kehidupan membiara yang kurang baik dari yang
lebih senior. Dengan menilai sendiri bahwa sesuatu hal atau sikap itu tidak
baik, maka mereka diberanikan untuk tidak meniru dan mengambil sikap
positif dan baik. Dengan demikian suster yunior tidak akan mudah ikut arus
yang kurang baik, sehingga mereka akan lebih berani hidup dengan
keputusan yang lebih benar, meski berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
para seniornya.
Dalam hidup membiara, kaul kekal bukanlah tujuan akhir hidup.
Banyak suster beranggapan bahwa sebelum kaul kekal orang mudah
dikeluarkan dari kongregasi, maka orang mudah menahan diri untuk tidak
mengekspresikan keinginan hati mereka yang bebas. Mereka meredamnya
sampai kaul kekal. Akibatnya, mereka hidup dalam kepura-puraan. Berpurapura baik, setia, taat, miskin dan murni, agar dinilai baik lalu kaul kekal.
Setelah kaul kekal mereka sudah aman dan tidak akan dikeluarkan dari
kongregasi, sehingga hidup mereka seenaknya, hidup bebas tanpa ikatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Orang yang demikian telah melakukan perbuatan yang tidak benar, karena
ia hidup tidak jujur terhadap tarekat, pimpinan dan terhadap Tuhan sendiri.
Penghayatan spiritualitas kaul ketaatan bagi para suster Carmelite
Missionaries adalah semakin mewujudkan nilai-nilai ketaatan kepada Tuhan
secara lebih sungguh-sungguh, serius dan lebih mendalam melalui
ketaatannya kepada pemimpin dan aturan-aturan yang berlaku dalam hidup
berkomunitas.
Dengan demikian untuk membantu para suster agar lebih menghayati
spiritualitas kaul ketaatan menurut pendiri beato Francisco Palau, penulis
menawarkan suatu program katekese dengan tema: ”Ketaatan Kristus
sebagai dasar penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato
Francosco Palau dan realisasinya dalam hidup berkomunitas suster-suster
Carmelite Missionaries”. Dengan tema itu, para suster Carmelite
Missionaries diharapkan secara serius mendalami dan mengambil maknanya
untuk kehidupan konkretnya dan dikembangkan, disesuaikan dengan situasi
dan kondisi para suster. Para suster Carmelite Missionaries diharapkan juga
semakin mampu memberikan dirinya secara utuh kepada Tuhan sebagai
persembahan yang tak terbagi.
Program ini merupakan suatu alternatif program yang akan dilakukan
oleh para suster Carmelite Missionaries dalam bentuk rekoleksi bulanan.
Tema umum : Ketaatan Kristus sebagai dasar penghayatan spiritualitas
kaul
ketaatan menurut Francisco Palau dan relasinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
dalam
hidup
berkomunitas
suster-suster
Carmelite
Missionaries.
Tujuan
:
Pendamping dan peserta semakin menyadari dan
menghayati spiritualitas kaul ketaatan Kristus dalam
melaksanakan kehendak Bapa, sebagai dasar
kaul
ketaatan, sehingga setiap suster mampu melaksanakan
kehendak Allah dengan menaati pemimpin dan sesamanya
dalam hidup berkomunitas.
Tema umum di atas akan dibagi menjadi 4 (empat) sub tema agar dalam
proses pelaksanaannya dapat berjalan dengan lebih terarah dan sesuai
dengan tujuan masing-masing tema. Keempat sub tema tersebut adalah:
1.
Sub Tema
: Ketaatan Kristus sebagai teladan ketaatan Francisco
Palau untuk melaksanakan kehendak Allah.
Tujuan
:
Membantu pendamping dan peserta agar semakin
menghayati kaul ketaatan yang diwarisi oleh beato
Francisco Palau dalam mencari dan menemukan
kehendak Allah bagi dirinya, melalui pengalaman
hidup konkret sehari-hari, baik di tengah masyarakat
maupun di tengah saudaranya dalam komunitas.
2.
Sub Tema :
Pengosongan diri Kristus menjadi cermin pengosongan
diriku dalam ketaatan Palautian.
Tujuan
:
Membantu pendamping dan peserta agar semakin
bersyukur atas rahmat kaul ketaatan yang diikrarkan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
sehingga pendamping dan peserta semakin menyadari
arti pengosongan diri Kristus dalam ketaatan Palautian.
3.
Sub Tema
: Komunitasku: Sebuah Sekolah Keutamaan.
Tujuaan
:
Membantu pendamping dan peserta agar semakin
menyadari dirinya sebagai orang yang dipanggil untuk
hidup bersama dalam suatu komunitas religius, melalui
pemberian dirinya secara total lewat pengikraran kaul
ketaatan serta bersedia untuk melaksanakan kehendak
Bapa, dalam membangun komunitas sebagai sekolah
keutamaan.
4.
Sub Tema :
Penghayatan spiritualitas kaul ketaatan beato Francisco
Palau melalui keterlibatannya dalam karya misi.
Tujuan
: Pendamping dan peserta semakin menyadari diri bahwa
dengan kaul ketaatan yang diikrarkannya menjadi sarana
untuk membangun Kerajaan Allah di dunia, melalui
tugas dan karya yang dipercayakan oleh pemimpin dan
kongregasi sehingga mampu menghadapi tantangan
zaman yang terus berkembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
5.
Penjabaran Program
Tema umum : Ketaatan Kristus sebagai dasar penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dan relasinya dalam hidup
berkomunitas suster-suster Carmelite Missionaries.
Tujuan
: Pendamping dan peserta semakin menyadari dan menghayati spiritualitas kaul ketaatan Kristus dalam melaksanakan kehendak
Bapa, sebagai dasar kaul ketaatan, sehingga setiap suster mampu melaksanakan kehendak Allah dengan menaati pemimpin dan
sesamanya dalam hidup berkomunitas.
No
Sub Tema
(1)
(2)
1
Ketaatan Kristus
sebagai teladan
ketaatan
Francisco Palau dalam
melaksanakan
kehendak Allah.
Judul Tema
(3)
Kaul ketaatan
dalam hidup
Francisco Palau
Tujuan Pertemuan
Uraian Materi
Metode
Sarana
Sumber Bahan
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
 Kitab Suci
Perjanjian
Baru
 Tape
 Kaset Suara
 Buku
Madah
Bakti
 http://kisah2
 Ibr, 5:8-9
 Lagu,
”Ambillah
ya Tuhan”
MB. 247
 Konst. Art.
41
 PC. 14
 Cerita
bermakna:
”Jangan
Menyerah”
 Pendamping
dan peserta
meyadari
panggilannya
sehingga
mampu
menyerahkan
dirinya secara
utuh tanpa
syarat pada
kehendak
Allah.
 Bersamasama
menyadari
 Penyerahan diriku
pada kehendak
Allah.
 Kebebasan yang
bertanggungjawab
adalah anugerah
Allah kepada setiap
orang yang
dipanggil-Nya
sebagai Carmelite
Missionaries.
 Informasi
 Tanya
jawab
 Sharing
 Renungan
bersama
bermakna.bl
ogspot.com/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
2
Pengosongan diri
Kristus menjadi
cermin pengosongan
diriku dalam ketaatan
Palautian.
 Pengosongan
diri Kristus
sebagai
cermin hidup
ketaatan
Francisco
Palau.
 Pengorbanan
diri Kristus
menuntut
ketaatan aktif
kreatif sebagai
seorang
Palautian.
diri sebagai
religius yang
berkaul
ketaatan
sehingga
mampu untuk
hidup taat
dalam
perutusan dan
persaudaraan
komunitas.
Membantu
pendamping dan
peserta agar
semakin
mensyukuri
rahmat kaul
ketaatan yang
diikrarkan,
sehingga semakin
menyadari dan
memaknai arti
pengosongan diri
Kristus dalam
ketaatan sebagai
seorang Palautian.
 Syukur atas rahmat
kaul ketaatan.
 Kesetiaan kaul
ketaatan yang aktif
kreatif sebagai
seorang Palautian.
 Informasi
 Tanya
jawab
 Sharing
 Renungan
Bersama.
 Kitab Suci
Perjanjian
Baru
 Tape
 Kaset Suara
 Buku,
Special
Songs for
Celebration
 Kisah: Fr.
Jhonrama
dan Sr.
Immania
 Tafsir
Alkitab
Perjanjian
Baru
 Mat. 25:1430
 Lagu; ”B’ri
Syukur B’ri
Puji” hal. 19
 Rohani.
No.10,
Tahun ke55, Oktober
2008, hal 36
 TAPB, hal.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
3
Komunitasku : Sebuah
Sekolah Keutamaan.
Aku dan
Komunitask
u.
Tantangan
Penghayata
n kaul
ketaatan
dalam hidup
berkomunit
as sustersuster CM.
Membantu
pendamping dan
peserts agar
semakin
menyadari dirinya
sebagai orang
yang dipanggil
untuk hidup
bersama dalam
suatu komunitas
religius, melalui
pemberian dirinya
secara total lewat
pengikraran kaul
ketaatan, dalam
membangun
komunitas
sebagai sekolah
keutamaan.
Komunitas: ”Small
Churches of
Virtues” menurut
Francisco Palau,
OCD.
Yang terkemuka di
antara kamu
hendaklah menjadi
pelayanmu.
Hidup komunitas
sebagai perutusan.
 Informasi
 Tanya
jawab
 Sharing
 Renungan
Bersama.
 Kitab Suci
Perjanjian
Baru
 Tape
 Kaset Suara
 Bahan
Rekoleksi
Bulanan
dari
provinsi
bulan
Januari
2013 (CM)
 Tafsir
Alkitab
Perjanjian
Baru.
 Buku cerita
yang patut
diperhatika
n.Komisi
Kateketik
KWI
Jakarta
(1994).
 Buku:
Himig ng
Puso
Kis 2:41-46
Const. CM,(
art. 14)
Maz, 84
”Rindu
Kepada
kediaman
Allah”
Kisah:
”Keluarga
Teladan”
Letters, 7,2.
Hal 1053.
Lagu :
“Build Your
Church”
Himig # 304
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
4
Penghayatan
spiritualitas Kaul
Ketaatan menurut
beato Francisco Palau
Y Quer dalam karya
misi
Misi: Buah
dari
Persahabata
nku dengan
sesama.
Menjadi
saksi
persatuan di
tengah
dunia.
Pendamping dan
peserta semakin
menyadari diri
bahwa dengan
kaul ketaatan
yang
dikrarkannya
menjadi sarana
untuk
membangun
Kerajaan Allah di
dunia, sehingga
mampu
menghadapi
tantangan zaman
yang terus
berkembang
melalui karya
kerasulan yang
dipercayakan oleh
pemimpin dan
kongregasi.
CM - Nabi
pengharapan yang
hidup dalam doa,
komunitas dan
pelayanan demi
Kerajaan Allah.
To be women with
experience of God
and witnessing of
communion.
 Informasi
 Tanya
jawab
 Sharing
 Renungan
Bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
D.
CONTOH
PERSIAPAN
KATEKESE
MODEL
SHARED
CHRISTIAN PRAXIS (SCP)
a.
Identitas Katekese
1) Tema
:
2) Tujuan
:
3)
4)
5)
6)
7)
:
:
:
:
:
Peserta
Tempat
Hari/tanggal
Waktu
Metode
8) Model
9) Sarana
:
:
-
10) Sumber Bahan :
-
-
My Community : ”A School of Virtues” menurut
Francisco Palau, OCD.
Membantu pendamping dan peserta agar semakin
menghayati panggilannya sebagai orang yang
berkaul ketaatan dalam suatu komunitas religius
Carmelite
Missionaries
dalam
membangun
komunitas sebagai sekolah keutamaan.
Para Suster Carmelite Missionaries
Komunitas Sta. Edith Stein, Sedayu-Yogyakarta
Jumat, 26 Oktober 2012
90 Menit
Informasi
Tanya jawab
Sharing kelompok
Diskusi kelompok
Refleksi pribadi
Shared Christian Praxis
Kitab Suci Perjanjian Baru
Tape
Kaset suara
Tafsir Alkitab Perjanjian Baru
Buku Himig Ng Puso
Cerita bergambar ”Keluarga Teladan”
Alat tulis
Kis 2:4-46
Const. CM (art. 14)
Maz, 84 ”Rindu Kepada Kerahiman Allah”
Komisi Kateketik KWI- Jakarta (1994)
Letters, 7,2. Hal 1053.
Lagu : “Build Your Church” Himig # 304
Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM
(2002), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
Yogyakarta-Kanisius.
Buku cerita yang patut diperhatikan. Komisi
Kateketik KWI Jakarta (1994).
Bahan Rekoleksi Bulanan dari provinsi bulan
Januari 2013 (CM).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
b. Pemikiran dasar
Kaul ketaatan yang diikrarkan kaum religius di zaman modern ini
sering dipertanyakan apakah masih relevan dengan kemajuan zaman yang
sering menawarkan otonomi dan kemerdekaan, di mana manusia merasa
tidak memerlukan Allah dan sesama dalam hidup bersama.
Sejak awal hidup-Nya di tempat umum, Yesus mengajak orang-orang
sederhana untuk mengikuti-Nya dalam mewartakan dan menjadi saksi
Kabar Gembira Injil. Panggilan yang diterima oleh kaum religius sejak
pembaptisan telah mendewasakan mereka dalam menanggapi panggilanNya dan hidup dalam komunitas, yakni Carmelite Missionaries. Sebagai
seorang religius Carmelite Missionaries dipanggil untuk menjalin suatu
relasi yang intim dengan Allah dan mengikuti jejak Kristus menurut
keutamaan Injil dan karisma yang diwariskan oleh beato Francisco Palau.
Sekolah Keutamaan, yang didirikan oleh Francisco Palau, merupakan
salah satu usaha untuk menanggapi tuntutan dan tantangan zaman, dengan
munculnya ateisme di daerah Katholik tradisional di Spanyol. Tujuannya
adalah untuk mengajarkan misteri kekudusan keagamaan dan tugas yang
sangat mengesankan yakni latihan keutamaan.
Carmelite
Missionaries
adalah
kumpulan
orang-orang
yang
membaktikan dirinya dalam komunitas, yang hidup di tengah dunia
sekularisasi dan materlistik di mana hal-hal bersifat ke-Tuhanan mulai
hilang secara berangsur-angsur dalam hati mereka. Dengan demikian
Francisco Palau berkeinginan agar anak-anak rohaninya menjadi ”agent di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
mana orang dapat mengalami kehadiran Allah secara nyata” di zaman
modern ini, melalui jalan keutamaan. Dengan demikian, para suster
carmelite Missionaries mengikrarkan dirinya untuk mengabdi
dan
menghidupi ajaran-ajaran Francisco Palau yang diintegrasikan melalui
katekismus keutamaan, menjadikan komunitas Carmelite Missionaries
sebagai sebuah sekolah keutamaan dan sebagai Gereja kecil. Maka di dalam
dan melalui komunitas kita dibentuk bukan hanya menjadi seorang kristiani
yang autentik, warga negara yang bertanggungjawab melainkan juga
autentik, berbuat, setia serta sebagai pelaku keutamaan. Dalam komunitas
setiap
anggota
mengalami
persatuan,
persaudaraan,
menemukan
pengalaman mistik dan hidup pada dimensi kenabian dari panggilannya.
Namun perlu disadari bahwa keutamaan yang dipilih dan dihidupi oleh
kaum religius, secara khusus keutamaan ketaatan dituntut untuk bersikap
taat sesuai dengan ketaatan pendiri kongregasi. Sikap taat ini dapat
diwujudkan melalui kesediaanya dalam melepaskan kebebasan kehendak
pribadi melalui pelayanannya dalam komunitas dan perutusannya dalam
Gereja. Komunitas sebagai sebuah sekolah keutamaanl, mengajarkan
kepada kaum religius nilai-nilai kristiani yang sesuai dengan kehendak
Allah. Namun dalam kenyataan sehari-hari, masih banyak suster yang
kurang menyadari akan panggilannya dalam hidup berkomunitas yang
menghidupi keutamaan ketaatan terhadap pemimpin, sesama dan diri
sendiri. Hal ini disebabkan keterikatan para suster terhadap suatu tugas,
tempat atau orang tertentu. Cara hidup seperti ini belum sesuai dengan apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
yang dihidupi oleh Yesus Kristus dan para murid-Nya dalam menyerahkan
kehendak mereka seutuhnya kepada Bapa.
Kis 2:41-46 menguraikan tentang Roh menghasilkan buah dalam
komunitas. Lukas memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas
perdana, dan pesannya tetap relevan sampai sekarang. Jika komunitas
Kristen dengan serius menyesali dosa-dosanya dan membuka diri terhadap
kuasa Roh, maka hal itu akan mengubah cara hidup orang-orang Kristen dan
menarik yang lain ke dalam kekristenan. Unsur-unsur kehidupan komunitas
yang disoroti dalam kisah para rasul adalah pengajaran para rasul berbagi
kebutuhan dengan orang lain. Sebagai Gereja kecil para rasul telah
melaksanakan dan menghidupi keutamaan-keutamaan yang mereka alami
bersama Yesus. Apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus pada mereka,
sungguh mereka hayati dalam hidup mereka sehari-hari.
Keutamaan ketaatan dalam hidup bersama sebagai komunitas perdana
tetap mereka lakukan, yakni berkumpul bersama tiap-tiap hari dalam bait
Allah untuk memuji dan memuliakan nama Allah dengan gembira dan
penuh rasa syukur. Melalui cara hidup komunitas jemaat perdana kita
mengimani dan percaya pada Yesus sebagai pemimpin yang dalam hidupNya senantiasa memperjuangkan kepentingan-kepentingan banyak orang
tanpa pandang bulu. Sebagai pemimpin Yesus telah melakukan dan
menghidupi keutamaan-keutamaan yang berkenan kepada Bapa. Hal ini
sangat konkret melalui keutamaan ketaatan yang Ia berikan kepada manusia
yang dicintai-Nya dengan menderita, wafat dan bangkit dari mati. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
sungguh taat kepada kehendak Bapa-Nya sehingga Ia rela mengorbankan
nyawa-Nya
demi
orang
banyak.
Karena
ketaatan-Nya
Ia
telah
menyelamatkan manusia dari dosa. Ia megorbankan segalanya, seluruh
tenaga, pikiran dan perasaan demi mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini.
Sebagai orang-orang yang dipanggil untuk hidup bersama dalam suatu
komunitas religius, hendaknya kita juga memiliki sikap-sikap sesuai yang
diteladankan oleh cara hidup jemaat pertama. Para murid menjadi teladan
bagi jemaat pertama. Merekalah yang menjadi saksi hidup akan kehadiran
Yesus di dunia. Mereka mengajarkan kepada jemaat pertama melalui sikap
dan cara hidup mereka sesuai yang diajarkan oleh Yesus Kristus selama
mereka hidup bersama.
Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari dan
meneladan sikap Yesus Kristus sebagai pemimpin dan teladan segala
keutamaan yang diwariskan kepada rasul dan pengikut-Nya, secara khusus
keutamaan ketaatan dalam hidup berkomunitas sebagai Gereja kecil.
Dengan demikian kita mampu menjalankan tugas panggilan dengan penuh
rasa syukur, senantiasa memperjuangkan menghidupi dan menghayati
keutamaan-keutamaan
dalam
hidup
berkomunitas
sebagai
sekolah
keutamaan. Maka melalui cara hidup Gereja pertama kita dapat menghayati
spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau dalam hidup
berkomunitas, sebagai salah satu keutamaan yang sangat penting dalam
melaksanakan kehendak Allah dalam hidup kita sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
c.
Pengembangan Langkah-Langkah
1) Pembukaan
a) Pengantar
Para suster yang terkasih dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus,
selamat pagi dan selamat berjumpah di hari yang indah ini. Kita berkumpul
bersama di sini karena kasih setia Yesus kepada kita masing-masing.
Kesetiaan Tuhan tak berkesudahan di mana Ia selalu hadir di tengah-tengah
komunitas kita sebagai satu keluarga orang-orang terpanggil. Dalam hidup
bersama kita diperkaya oleh keutamaan-keutamaan yang telah diajarkan
oleh Yesus Kristus dan para murid-Nya. Dalam cara hidup Gereja pertama
mereka sungguh menghidupi dan menghayati keutamaan-keutamaan yang
berkenan di hati Allah sebagaimana diteladankan oleh Yesus Kristus dan
para murid-Nya. Jemaat pertama menaati apa saja yang dikatakan oleh para
rasul setelah Yesus tidak tinggal bersama mereka. Melalui kesaksian para
rasul komunitas jemaat pertama
selalu berkumpul bersama untuk
merayakan Ekaristi sebagai satu keluarga, oleh Francisco Palau disebut
community: ”A School of Virtue”. Menurut Francisco Palau komunitas
merupakan sekolah keutamaan, di mana kita sebagai pengikutnya dapat
belajar dan mempraktekkan keutamaan-keutamaan dalam hidup bersama,
secara khusus keutamaan ketaatan dalam melaksanakan kehendak Allah.
Pada akhirnya kita semakin bebas untuk melaksanakan keutamaankeutamaan dalam hidup berkomunitas sebagai sekolah keutamaan agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
keutamaan-keutamaan yang dihidupi oleh jemaat perdana dapat menjadi
teladan bagi kita dalam hidup berkomunitas kita saat ini.
b) Lagu Pembukaan : “Build Your Church” Himig # 304 (Terlampir)
c) Doa Pembukaan
Allah Bapa yang maha baik, kami bersyukur dan berterimakasih
kepada-Mu atas rahmat yang telah Engkau berikan kepada kami sebagai
satu keluarga dalam komunitas ini. Kami juga mengucapkan banyak
terimakasih karena pada kesempatan ini kami Kau kumpulkan dalam satu
ikatan persaudaraan komunitas sebagai Gereja kecil yang menghidupi
keutamaan-keutamaan yang diajarkan oleh cara hidup jemaat perdana. Saat
ini kami akan bersama-sama menggali dan merefleksikan sejauh mana kami
sungguh menghayati hidup bersama dalam komunitas sebagai sekolah
keutamaan, tempat di mana kami belajar dan melaksanakan keutamaankeutamaan kristiani yang diajarkan oleh Yesus Kristus dan para rasul.
Bimbinglah dan hantarlah kami agar semakin mampu meneladani cara
hidup jemaat pertama, secara khusus dalam mengorbankan apa saja yang
kami miliki demi kebaikan komunitas. Berani menjual segala harta milik
yang ada pada kami demi pertumbuhan komunitas kami sebagai Gereja
kecil di zaman modern ini. Semoga Engkau berkenan dan memberkati dan
menyemangati usaha pendalaman iman kami ini. Demi Yesus Kristus
Sumber segala keutamaan, Tuhan dan pengantara kami. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
2) Langkah I: Pengungkapan pengalaman hidup peserta
a) Membagikan teks cerita cergam ”Keluarga Teladan” kepada peserta dan
memberikan waktu kepada peserta untuk membaca cerita tersebut
(cerita terlampir).
b) Penceritaan kembali isi cerita : pendamping meminta salah seorang
peserta untuk mencoba menceritakan kembali dengan singkat tentang
isi pokok dari cerita bergambar ”Keluarga Teladan”.
c) Intisari cerita bergambar ”Keluraga Teladan ” tersebut adalah:
Cerita menggambarkan situasi keluarga yang hidup sangat harmonis,
tentram dan damai. Hubungan suami isteri dan anak-anak sangat baik
sehingga patut menjadi teladan. Tetapi dari kedamaian keluarga itu mereka
telah menutup diri terhadap persoalan-persoalan di luar. Jangan sampai hal
buruk dari luar masuk ke dalam keluarga dan mengusik kedamaian mereka.
Keluarga Pak Aji sedang mengadakan pesta keluarga untuk merayakan
ulang tahun Ami putrinya. Mereka tidak mengundang orang lain. Karena
tidak ingin suasana di luar masuk ke dalam keluarga itu. Ketika mereka
sedang merayakan pesta ulang tahun, tiba-tiba suasan pesta tergganggu oleh
kedatangan Lina yang jembel, oleh ibu ketua PKK keluarga Pak Aji diminta
untuk menampung gadis terlantar itu. Suasana rumah menjadi tidak
tentaram dan damai lantaran kehadiran Lina di tengah keluraganya.
Gambaran selanjutnya kehadiran Lina telah menimbulkan beberapa
masalah dalam keluarga Pak Aji, misalnya disuruh apa-apa tidak beres.
Disuruh belanja lama sekali baru pulang, disuruh menyetrika dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
pakaiannya hangus, alat make up dan gaun pesta Ami dipakainya tanpa
memberitahu sebelumnya. Intinya dengan kehadiran Lina dianggap
mengacau.
Diakhir cerita keluarga Pak Aji memutuskan agar Lina pergi dari rumah
mereka. Lalu Lina pun pergi meninggalkan keluarga Pak Aji. Dengan
kepergian Lina dari rumah, keluarga Pak Aji justru semakin bergembira.
Suasana tentram dan damai kembali lagi di tengah ”keluarga teladan”.
d) Pengungkapan pengalaman
Peserta diajak untuk mendalami cergam tersebut dengan tuntunan
beberapa pertanyaan.
 Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga Pak Aji dalam
menciptakan keluarga teladan?
 Ceritakanlah pengalaman para suster dalam menghadapi kesulitankesulitan dalam menciptakan komunitas teladan?
e) Arah rangkuman
Dalam cergam tersebut keluarga Pak Aji merasa tergganggu oleh
kehadiran Lina. sebaliknya Lina sangat berharap bahwa ia dapat
memperoleh pertolongan dari keluarga Pak Aji yang dikenal sebagai
keluarga teladan. Namun kehadiran Lina tidak diterima dan menimbulkan
kekacauan. Kebingungan itu membuat Lina melakukan tindakan yang justru
semakin memperburuk keadaan. Pertolongan yang tidak tulus dari Keluarga
Pak Aji akan menciptakan keadaan yang makin buruk bagi Lina.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Andaikata kehadiran Lina diterima sepenuh hati oleh keluarga Pak Aji,
mungkin Lina akan melakukan hal-hal yang baik karena merasakan
ketulusan dan cinta keluarga Pak Aji kepadanya.
Begitupun dalam pengalaman kita ketika bersama-sama dalam hidup
berkomunitas, kita menginginkan sebuah komunitas yang baik dan
harmonis. Kita tidak ingin ada orang atau hal-hal yang merusak suasana
tentram dan damai dalam komunitas kita. Kadang dalam hidup bersama,
sering kita menganggap orang lain sebagai penyebab ketidak harmonisan
dan sumber masalah dalam komunitas. Dalam menciptakan komunitas yang
harmonis, komunitas yang dianggap sebagai sekolah keutamaan, kita hanya
fokus pada komunitas dan kepentingan kita sendiri tanpa memperhatikan
orang lain. Yang penting adalah memperhatikan keharmonisan komunitas
sendiri dulu baru yang lain, sehingga hal-hal buruk dan situasi yang terjadi
di luar komunitas bukan menjadi tanggung jawab komunitas kita. Dengan
demikian kita tidak meneladan cara hidup jemaat pertama yang hidup saling
membantu, rukun, rela berkorban demi kepentingan banyak orang, sehati
sejiwa untuk berkumpul dalam Bait Allah dan memecahkan roti di rumah
masing-masing lalu makan bersama-sama dengan gembira.
3) Langkah II : Refleksi kritis terhadap pengalaman faktual
a) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau cerita
bergambar di atas dengan pertanyaan penuntun berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
 Mengapa dalam cerita di atas keluarga Pak Aji menolak Lina untuk
tinggal bersama-sama mereka?
 Sikap manakah yang bisa dipergunakan para suster untuk
mengatasi kesulitan dalam kehidupan berkomunitas sebagai tempat
bertumbuhnya keutamaan-keutamaan kristiani?
b) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping
memberikan rangkuman singkat.
Kelurga Pak Aji dikenal oleh masyarakat setempat sebagai keluarga
teladan, karena keserasian rumah tangganya. Pak Aji menolak kehadiran
Lina dalam kelurganya karena Lina dianggap sebagai pengganggu atau
perusak keharmonisan keluarganya. Hal ini diungkapkan Pak Aji dengan
kalimat ”Ah dia akan mengganggu ketentraman keluarga”. Sikap Pak Aji
tidak sesuai dengan sebutan kelurga teladan yang disandangnya. Mereka
ingin dipandang sebagai keluraga teladan namun tidak mau ikut
bertanggungjawab dan mengambil bagian terhadap apa yang terjadi di
sekitar mereka. Keluarga teladan sibuk dengan urusan keluarganya sendiri.
Mereka tidak peduli terhadap mereka yang lemah dan sangat membutuhkan
bantuannya. Kelurga teladan menganggap dirinya sebagai orang yang kuat
maka Lina sebagai orang yang lemah, lebih baik disingkirkan. Maka Lina
sebagai yang lemah, semakin bingung karena kehilangan harapan.
Sebagai seorang kepala keluarga atau pemimpin yang baik seharusnya
memiliki keutamaan-keutamaan yang patut diteladani oleh anak-anak atau
anggota komunitasnya. Mereka dapat mengarahkan anak-anak atau anggota
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
komunitasnya pada sikap-sikap yang baik, ketika ada orang lain yang
dianggap sebagai perusak atau pengganggu dalam keluarga atau komunitas.
Dalam menentukan sikap hendaknya kepala keluarga atau pemimpin
sungguh mengetahui latar belakang terjadinya suatu persoalan sehingga
masing-masing orang merasa diterima dan dihargai dalam keluarga atau
komunitas.
4) Langkah III : Mengusahakan supaya tradisi dan visi kristiani lebih
terjangkau.
a) Salah seorang peserta diminta bantuanya untuk membacakan teks Kitab
Suci, Kis 2:41-46 (terlampir).
b) Peserta diberi kesempatan hening sejenak sambil merenungkan dan
menaggapi bacaan kitab Suci dengan bantuan beberapa pertanyaan.

Ayat-ayat manakah yang menunjukkan ciri khas cara hidup
jemaat pertama sebagai bentuk
keutamaan dalam hidup
komunitas sebagai ”Sekolah Keutamaan”?

Makna hidup bersama mana yang dapat dipetik dari bacaan
tersebut?

Sikap-sikap mana yang ingin ditanamkan oleh para rasul dan
jemaat pertama kepada para pengikutnya dalam menciptakan
suatu komunitas yang harmonis?
c) Pendamping memberikan interpretasi atau tafsir dari bacaan Kitab Suci,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
d) Kis 2:41-46 dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam
hubungan dengan tema dan tujuan, sebagai berikut:
Dalam ayat 42 dijelaskan bahwa para jemaat perdana bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul
untuk memecahkan roti dan berdoa. Santo Lukas memberikan gambaran
yang ideal terhadap komunitas pertama, pesannya tetap relevan sampai
sekarang. Jika komunitas Kristen dengan serius menyesali dosa-dosanya dan
membuka diri terhadap kuasa Roh, maka akan mengubah cara hidup mereka
dan menarik orang lain ke dalam kekristenan. Adapun unsur-unsur
komunitas yang disoroti oleh Lukas adalah pengajaran para rasul, berbagi
kebutuhan dengan orang lain, ”memecah roti” (Ekaristi) dan berdoa
bersama. Mereka merasakan kuasa Roh melalui mukjizat dan tanda melalui
para rasul. Jemaat pertama ingin agar ajaran para rasul yang mereka terima
dapat mereka terapkan secara konkret melalui hidup bersama dalam
komunitas kristiani, secara khusus dalam berbagi kebutuhan dengan orang
lain. Dengan kata lain melalui pengajaran para rasul jemaat pertama diajak
untuk memiliki sikap peduli kepada sesama yang sedang dalam kebutuhan
atau dalam kesusahan. Dengan demikian keutamaan-keutamaan yang
diwarisi oleh Yesus Kristus melalui para rasul sungguh dihidupi dan
dilaksanakan dengan baik oleh jemaat pertama dalam hidup bersama.
Ayat 44-46 menggambarkan bagaimana situasi jemaat pertama setelah
mereka menyaksikan para rasul mengadakan mukjizat dan tanda. Jemaat
pertama merasa takut dan menjadi percaya. Buah dari kepercayaan, mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
hidup bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Hal
ini mau mengungkapkan persahabatan yang ideal pada waktu itu. Yang
pokok adalah semua anggota jemaat dicukupi kebutuhannya dan tidak
seorang pun menyimpan bagi dirinya sendiri sementara yang lain
berkekurangan. Yang lebih ditekankan kisah ini adalah kegembiaraan dan
pujian dari jemaat.
Sebagai orang Yahudi, jemaat pertama tetap
memelihara hubungannya dengan tradisi Yahudi. Orang-orang Kristen
pertama tetap setia dan taat kepada Yudaisme, dihormati oleh orang-orang
Yahudi yang lain, dan terus berkembang dengan menambah anggota baru
yang adalah orang Yahudi.
Dalam perikop ini Santo Lukas mau menegaskan bahwa cara hidup
jemaat pertama menjadi teladan bagi cara hidup berkomunitas zaman
sekarang. Di mana dalam komunitas pertama mereka sungguh taat dan setia
terhadap ajaran-ajaran para rasul yang diwariskan oleh Yesus Kristus
sendiri. Maka apa yang nampak dari seluruh sikap dan tindakkan jemaat
pertama menunjukkan bahwa komunitas mereka adalah komunitas yang
solid dan percaya kepada pemimpin satu-satunya yakni Yesus Kristus
sendiri.
Sikap-sikap yang nampak dalam perikop ini menggambarkan cara
hidup jemaat pertama sebagai teladan sempurna hidup berkomunitas sebagai
sekolah keutamaan. Melalui kebersamaan, jemaat pertama belajar untuk
setia, peduli, taat, solider dan selalu bersyukur dengan penuh kegembiraan.
Mereka juga saling mengasihi satu sama lain sebagai saudara, melindungi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
sesama dari serangan musuh, mengajarkan yang benar kepada orang lain,
memberi teladan yang baik sehingga Tuhan menambah jumlah mereka,
bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan
kepada mereka baik secara personal maupun komunitas sebagai seorang
beriman dalam hidup konkrit di tengah masyarakat dan Gereja. Komunitas
sebagai sekolah keutamaan, di mana setiap orang yang tinggal di dalamnya
belajar mengenai keutamaan-keutamaan yang diajarkan oleh Yesus Kristus
sendiri dan mengorbankan keinginan-keinginan yang tidak dikehendaki
Allah dalam hidup bersama.
5) Langkah IV : Interpretasi dialektis antara Praxis dan visi peserta dengan
tradisi dan visi kristiani.
a) Pengantar
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikapsikap mana yang dibuat jemaat perdana dalam penghayatannya sebagai
pengikut Kristus sejati. Sikap jemaat pertama diterapkan dalam situasi
peserta sebagai orang-orang yang terpanggil untuk hidup bersama dalam
komunitas sebagai sekolah keutamaan. Sebagai pengikut Kristus kita
dipanggil untuk meneladan dan memperjuangkan sebagai mana yang
dilakukan oleh Yesus Kristus, para rasul dan jemaat pertama. Komunitas,
sebagai sekolah keutamaan menjadi tempat yang pertama dan paling utama
bagi kita untuk belajar menghayati keutamaan-keutaan yang sesuai dengan
ajaran Kristisani, sebagaimana yang dihidupi dan dihayati oleh cara hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
jemaat pertama. Sebagai pengikut-Nya kita dituntut supaya senantiasa
berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa, rela mengorbankan hak
miliknya demi kebutuhan orang lain, bertekun dan sehati berdoa dengan
penuh rasa syukur dan gembira. Meski dalam perjalanan hidup, kita sering
kurang mampu untuk melaksanakannya karena kita tidak rela untuk
mengorbankan apa saja yang ada pada diri kita dan diberikan kepada orang
lain. Kita masih diikat oleh egoisme diri yang tinggi, sehingga menghalangi
kita untuk peduli dan saling melayani antar satu dengan yang lainnya dalam
komunitas. Namun pada saat berahmat ini, kita disadarkan kembali oleh
Yesus melalui cara hidup jemaat pertama, supaya kita selalu berkumpul,
berdoa bersama dan menyerahkan hidup dan kehendak kita hanya kepadaNya saja.
b)
Sebagai bahan refleksi agar kita semakin mampu menghayati dan
menyandarkan diri kepada-Nya sebagai satu-satunya pedoman bagi langkah
hidup kita sebagai orang-orang yang tinggal dan hidup bersama dalam suatu
komunitas religius, kita akan melihat situasi konkret dunia sekitar
komunitas sebagai suatu sekolah keutamaan, dengan mencoba merenungkan
pertanyaan-pertanyaan ini sebagai berikut:

Apa arti mengikuti Kristus melalui cara hidup jemaat pertama
sebagai contoh komunitas sebagai sekolah keutamaan?

Sikap-sikap mana yang bisa kita perjuangkan agar dapat semakin
menghayati panggilan kita sebagai kaum religius untuk hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
bersama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan menurut
teladan cara hidup jemaat pertama?
(Peserta diberi kesempatan untuk hening sejenak merenungkan
pesan dari Kitab Suci dengan situasi konkret peserta lewat
bantuan pertanyaan di atas).
c)
Rangkuman berdasarkan sharing peserta.
Para suster yang terkasih, mengikuti cara hidup jemaat pertama dalam
hidup bersama sebagai suatu komunitas kristiani, telah banyak menawarkan
nilai-nilai baik yang akan sangat berguna bagi kita dalam hidup
bekomunitas sebagai sekolah keutamaan. Mengikuti cara hidup jemaat
pertama hendaknya kita menjadi saksi Kristus di tengah-tengah umat
dengan menjadi teladan kehidupan beriman bagi umat, sehingga banyak
umat yang merasa terpanggil untuk menjadi orang kristen. Oleh karena itu,
sebaiknya kita juga berani menanggalkan hal-hal yang menghambat
penghayatan panggilan kita sebagai orang yang dipanggil untuk hidup
bersama dalam satu komunitas religius Carmelite Missionaries. Komunitas,
sebagai sekolah keutamaan mengajarkan kepada kita agar berani mengakui
kelemahan kita dan mohon bantuan dari Allah agar Dia mampu mengubah
sikap dan cara hidup kita yang kurang baik, menjadi daya kekuatan baru.
Tidaklah mudah untuk menjadi komunitas yang harmonis dan ideal, yang
bisa memberi teladan bagi anggota komunitas lain. Dimana setiap anggota
komunitas harus mampu menghidupi dan melaksanakan keutamaankeutamaan yang dilakukan dan dihayati oleh anggota jemaat pertama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
Masing-masing anggota hendaknya memiliki keutamaan persaudaraan, takut
akan Allah, berkumpul dan bersyukur dalam doa, rela berkorban demi
kepentingan orang lain, membantu mereka yang berkekurangan, rela
mengorbankan hidup, ketulusan hati, keprihatinan dan setiap anggota
hendaknya saling mengenal satu sama lain serta kebutuhan masing-masing.
Dengan kekuatan sendiri tentu kita tidak mampu meneladani cara hidup
jemaat pertama, namun hanya dengan bantuan rahmat dan kekuatan Allah
sendiri, maka Dialah yang sanggup memampukan kita untuk meneladan
cara hidup komunitas jemaat pertama sebagaimana yang diwariskan oleh
para rasul.
6) Langkah V : Mengusahakan suatu aksi konkret
a) Pengantar
Para suster yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita telah menggali dan
mendalami pengalaman bagaimana perjuangan kita untuk melepaskan
keegoisan diri, ketakpedulian kita akan kebutuhan sesama dalam komunitas
sebagai sekolah keutamaan lewat cerita Keluarga Teladan. Keluarga Pak Aji
adalah keluarga teladan karena keharmonisan dan keserasian dalam rumah
tangganya. Pak Aji hanya mementingkan kesejahteraan keluarganya. Apa
yang diajarkan oleh Pak Aji kepada keluarganya bukanlah hal-hal yang
baik. Pak Aji sangat melindungi keluarganya dari gangguan orang lain.
Mereka kurang terlibat dalam kegiatan bermasyarakat. Ketika keluarganya
diminta untuk menampung seorang gadis terlantar, mereka merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
terganggu dengan kehadiran gadis yang bernama Lina. Keluarga Pak Aji
sebagai keluarga teladan, memperlakukan Lina tidak sebagaimana mestinya,
sehingga Lina bersikap semakin buruk karena dia merasa ditolak oleh
keluarga Pak Aji. Keluarga Pak Aji beranggapan bahwa hal-hal buruk yang
terjadi di luar dianggap bukan tanggungjawab keluarganya. Sikap untuk
menjaga ketentraman dan kedamaian sendiri lalu melalaikan dan
mengabaikan orang lain yang memerlukan uluran tangan merupakan ajaranajaran yang tidak sesuai dengan ajaran cara hidup keluarga Kristiani.
Akhirnya, pengalaman kita dalam hidup bersama komunitas didukung
oleh cara hidup jemaat pertama. Kita telah mendapat suatu cara pandang
baru, semangat baru, harapan baru dan kemauan untuk meningkatkan
penghayatan spiritualitas dalam hidup berkomunitas sesuai dengan teladan
hidup jemaat pertama. Dalam seluruh perjalanan panggilan kita untuk hidup
bersama dalam komunitas sebagai sekolah keutamaan, kita perlu menyadari
bahwa Allah sungguh menyertai, menjaga, melindungi, memelihara dan
membimbing kita bahkan dalam kesulitan dan permasalahan yang kita alami
dalam hidup berkomunitas. Melalui berbagai keprihatinan yang sudah kita
bahas dan sharingkan, sekarang marilah kita memikirkan niat dan tindakan
konkret apa yang dapat kita perbuat untuk meningkatkan spiritualitas kaul
ketaatan dalam hidup berkomunitas di tengah-tengah masyarakat sebagai
bentuk pembaharuan keterlibatan kita bersama umat sebagai satu keluarga
kristiani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
b) Membangun niat-niat konkret sehingga bentuk keterlibatan baru
(pribadi, kelompok atau bersama) untuk memperbaharui diri dalam
hidup sehari-hari dapat tercapai dengan bantuan pertanyaan penuntun
berikut:
 Niat apa yang hendak kita lakukan untuk semakin menjadi
komunitas sebagai sekolah keutamaan dalam hidup bersama di
komunitas maupun dengan orang lain di luar komunitas?
 Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan
niat-niat di atas?
(Peserta diberi kesempatan untuk hening agar mampu menemukan niat
pribadi, kelompok atau bersama yang akan dilaksanakan. Sambil
merenungkan, merefleksikan atas niat-niat yang hendak dibangun, diiringi
dengan musik instrumental. Kemudian niat kelompok dapat dibicarakan
secara bersama agar mereka semakin memperbaharui diri untuk berani
melepaskan keegoisan dan ketidak pedulain mereka terhadap sesama dalam
komunitas maupun di luar komunitas dalam mengikuti teladan hidup jemaat
pertama).
7) Penutup
a) Setelah
hening
beberapa
menit,
peserta
diberi
kesempatan
mengungkapkan niat-niat yang akan dilaksanakan sehubungan dengan
cara hidup jemaat pertama dalam hidup komunitas sebagai sekolah
keutamaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
b) Kesempatan Doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan
menghubungkan kebutuhan dan situasi hidup komunitas masingmasing. Akhir doa umat ditutup dengan doa penutup dari pendamping
yang merangkum keseluruhan langkah SCP.
c) Doa Penutup
Tuhan Yesus Kristus teladan keutamaan dalam hidup berkomunitas, kami
mengucap syukur kepada-Mu atas rahmat komunitas yang berusaha
menghidupi keutamaan-keutamaan yang telah kami dalami dan belajar
melalui cara hidup jemaat pertama. Semoga kami semakin memiliki hati
yang peduli, tanggungjawab, serta terlibat dalam membangun komunitas
yang harmonis di antara kami. Oleh karena itu bantulah kami agar semakin
menghayati kebersamaan dalam hidup berkomunitas sebagaimana yang
diajarkan oleh Francisco Palau. Semoga kami semakin bertanggung jawab
dan peduli terhadap sesama anggota komunitas yang sangat membutuhkan
uluran tangan kami. Mampukanlah kami untuk menjadi saksi-saksi hidup
yang handal dalam kebersamaan, baik di komunitas maupun di tengah
masyarakat. Berkati juga niat-niat yang telah kami buat. Semoga niat-niat
kami ini dapat membantu dalam membina komunitas sebagai sekolah
keutamaan, sehingga kami mampu melaksanakan keutamaan-keutamaan itu
dalam hidup kami sehari-hari. Akhirnya, semoga kami dapat meneladan
cara hidup komunitas jemaat pertama dan mewartakan Kristus yang telah
wafat dan bangkit. Bersama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus sepanjang
segala masa. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Pada akhir dari penulisan skripsi ini, penulis akan membuat
kesimpulam dan menuliskan beberapa saran atau usulan yang perlu
diperhatikan oleh para pemimpin maupun setiap anggota kongregasi.
Kesimpulan dan saran atau usulan berhubungan dengan usaha yang hendak
ditempuh oleh para suster Carmelite Missionaries untuk meneladani hidup
taat yang diajarkan oleh Yesus Kristus melalui Francisco Palau sebagai
pendiri
kongregasi.
Dengan
demikian
para
suster
dibantu
untuk
meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato
Francisco Palau dalam hidup berkomunitas melalui melalui katekese model
Shared Christian Praxis.
A. KESIMPULAN
Kaul adalah sebuah janji sukarela kepada Allah, untuk melaksanakan
suatu tindakkan yang lebih sempurna. Kaul merupakan dasar hidup
membiara yang disahkan oleh Gereja, di mana para anggota yang terhimpun
dalam suatu komunitas religius memutuskan untuk memperjuangkan
kesempurnaan lewat sarana-sarana ketiga kaul religius, yakni kaul
kemurnian, kemiskinan dan ketaatan yang diamalkan sesuai peraturan.
Kaul ketaatan merupakan suatu korban dan lebih penting karena kaul
ketaatan membangun dan menjiwai tubuh religius. Dengan kaul ketaatan
kaum religius berjanji pada Allah untuk taat pada para pimpinan yang sah
dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Keutamaan
178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
kaul ketaatan mencakup ketentuan dan peraturan, bahkan nasehat-nasehat
para pemimpin.
Ketaatan berarti seorang religius harus tunduk pada otoritas yang ada
dalam Gereja. Nasehat Injili ketaatan yang diterima dalam semangat iman
dan cinta kasih dalam mengikuti jejak Kristus yang taat sampai mati,
mewajibkan tunduk pada pemimpin-pemimpin yang sah, selaku wakil
Allah, bila mereka memerintah sesuatu seturut konstitusi masing-masing
(KHK, kan. 601).
Setiap religius yang dipanggil untuk mengkirarkan kaul ketatan pasti
mencari makna dalam hidupnya, dalam profesi yang dijalani, namun
terkadang rutinitas membuat mereka kehilangan makna hidupnya sebagai
orang-orang yang terpanggil secara khusus. Namun demikian setiap religius
memiliki kebebasan bertindak (freedom of will) dan kebebasan yang
bertanggungjawab.
Dalam Gereja, Carmelite Missionaries mempunyai tugas yang paling
mendasar, yakni untuk menjadi tanda kenabian dari persatuan Allah dan
sesama. Ini merupakan suatu panggilan bagi para suster agar lebih
memperdalam ciri-ciri dari persaudaraan dan kualitas dari relasi komunitas,
agar menjadi tanda pengharapan dan persatuan merupakan kemampuan
untuk menaruh perbedaan yang selaras, menjadi pribadi dan komunitas yang
memberi kesaksian bagi persatuan dan persaudaraan universal.
Berdasarkan pengalaman, para suster Carmelite Missionaries masih
terus berusaha menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Palau sebagaimana mestinya. Tidak semua suster Carmelite Missionaries
telah sungguh-sungguh menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut
Francisco Palau dalam hidupnya sebagai seorang religius. Hal ini nampak
dalam tindakan yang mulai menyimpang dari pola hidup taat, sebagaimana
diatur dalam norma hidup bersama seturut ketaatan Francisco Palau pendiri
kongregasi suster-suster Carmelite Missionaries.
Dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut Francisco Palau,
memang ada beberapa suster yang sulit mensyukurinya. Bagi mereka, kaul
ketaatan dirasakan sebagai beban yang mengikat, yang menekan, yang
membuat mereka tidak bebas untuk bertindak dan yang sering menyakitkan.
Mereka lebih merasakan bahwa ketaatan itu lebih pada tidak boleh bertindak
sesukanya dan harus menuruti kehendak pemimpin daripada pilihan bebas
yang mereka putuskan dan keinginan untuk digunakan oleh kongregasi
secara optimal dalam tugas perutusan.
Dalam hidup berkomunitas, kadang terjadi kesalah pahaman bahwa
para suster seakan-akan menganggap kaul ketaatan tersebut hanya berlaku
bagi para suster yunior yang belum mengikrarkan kaul kekal, dan mereka
menganggap kaul itu sebagai penghambat kebebasan dan perkembangannya.
Adapun pemimpin tidak melibatkan anggota dalam kepemimpinannya,
apapun diputuskannya sendiri, dipikirkannya sendiri bahkan pemimpin
melakukan segala sesuatu sendiri. Anggota tinggal menerima saja, dengan
model ini, anggota tidak ikut bertanggungjawab dan asal ikut saja. Ada juga
tidak mau mendengarkan gagasan anggota dan merasa pikirannya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
selalu benar. Hal ini mengakibatkan terjadinya pelanggaran secara sengaja
maupun tidak sengaja. Karena banyaknya pelanggaran terhadap kaul
ketaatan baik yang dilakukan oleh pemimpin maupun oleh anggota, maka
diharapkan agar para suster Carmelite Missionaries menyadari konsekuensi
kaul ketaatan yang dijanjikannya untuk rela melepaskan kehendak dan
kebebasan pribadi dalam mengikuti Kristus yang taat. Dengan demikian
sebagai perwujudan penghayatan makna kaul ketaatan, para suster
Carmelite Missionaries diharapkan dapat mendengarkan pemimpin, sesama
dan rela untuk mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan
pribadi.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, maka para suster Carmelite
Missionaries harus kembali kepada ketaatan yang dikaulkan oleh Beato
Francisco Palau. Untuk dapat meneladani ketaatan yang dilakukan oleh
Francisco Palau, para suster hendaknya mampu melepaskan kehendak dan
kebebasan pribadi dan setia pada pilihan hidup. Para suster juga harus
mampu membuka hati bagi Tuhan dan sesama dalam menyerahkan diri, rela
menjadi hamba dan terbuka serta menghargai tiap pribadi dalam hidup
bersama di komunitas.
Dalam mengikuti Kristus yang taat sangat dibutuhkan keberanian dan
ketegasan terhadap diri sendiri secara khusus dalam menghadapi tantangan
zaman
dengan
tawaran-tawaran
menarik
dan
menggiurkan
yang
menyebabkan para suster menemukan makna kaul ketaatan dalam hidup
panggilannya. Kemajuan zaman dapat berakibat positif maupun negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
Perkembangan zaman berakibat positif dapat membawa para suster pada
perubahan dan perkembangan dengan cepat. Berakibat negatif karena dapat
membawa pengaruh dan perubahan buruk dalam hidup berkomunitas,
misalnya dengan alat komunikasi handphone para suster terlalu sibuk
dengan orang-orang di luar daripada dengan sesama susternya dalam
komunitas, dengan adanya internet atau facebook, para suster menghabiskan
waktu di depan komputer daripada berkencerama dengan anggota
komunitasnya waktu rekreasi, atau pada waktu doa bersama komunitas,
handphone berbunyi spontan ada suster yang langsung keluar menerima
telephone. Waktu doa semakin tidak efektif lagi. Pengaruh kemajuan zaman
ini, menantang para suster Carmelite Missionaries agar semakin teguh
dalam menghayati spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup berkomunitas
dengan segala konsekuensinya.
Untuk membantu para suster Carmelite Missionaries, penulis mencoba
menawarkan model katekese Shared Christian Praxis sebagai salah satu
sarana bagi peningkatan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup
berkomunitas bagi para suster.
Katekese tetap memberi ruang bagi para suster dan membantu mereka
lebih menghayati spiritualitas kaul ketaatan menurut beato Francisco Palau
dalam hidup berkomunitas. Dengan demikian katekese akan berguna untuk
menghantar para suster Carmelite Missionaries pada kesadaran baru dan
berusaha meningkatkan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup mereka
sehari-hari dalam hidup berkomunitas. Kegiatan katekese model Shared
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Christian Praxis penulis tuangkan dalam bentuk usulan program kegiatan.
Hal tersebut bermaksud agar dapat digunakan pada saat-saat tertentu,
sehingga dengan kegiatan tersebut dapat bermanfaat bagi para suster
Carmelite Missionaries, demi meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan menurut beato Francisco Palau dalam hidup berkomunitas.
B. SARAN
Setelah penulis membahas permasalahan penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan dalam kongregasi Carmelite Missionaries, maka penulis akan
memaparkan beberapa saran atau usulan untuk membantu kongregasi dalam
usaha meningkatkan penghayatan spiritualitas kaul ketaatan menurut beato
Francisco Palau dalam hidup berkomunitas suster-suster Carmelite
Missionaries.
Yang disajikan penulis dalam skripsi ini berdasarkan studi pustaka dan
pengalaman penulis dalam hidup berkomunitas bersama para suster CM.
Dalam kenyataan para suster kurang tegas dan bebas dalam menjalankan
ketaatan yang bebas dan bertanggungjawab. Dengan demikian sangat
diharapkan agar para pemimpin memberi kesempatan pada para anggota
untuk menyampaikan ide dan mendengarkan apa yang menjadi pergulatan
mereka dalam penghayatan spiritualitas kaul ketaatan dalam hidup bersama
di komunitas. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka penulis mengajukan
beberapa saran yang kiranya berguna dalam penghayatan spiritualitas kaul
ketaatan menurut beato Francisco Palau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
1.
Pemimpin dan anggota bersama-sama mencari mana yang menjadi
kehendak Allah bagi mereka dan kongregasi. Setelah kehendak Allah
ditemukan
dan
disadari,
pemimpin
menegaskan
dan
anggota
menaatinya. Untuk mencari kehendak Allah dalam hidup berkomunita
baik pemimpin maupun anggota melakukan diskresi bersama sehingga
keduanya sadar mana yang menjadi kehendak Allah dan yang harus
ditaati atau tidak.
2.
Para anggota komunitas dan pemimpin hendaknya memiliki semangat
doa dan membangun hidup yang berakar pada Sabda Kristus dengan
selalu setia membaca dan merenungkan Sabda Tuhan setiap hari.
Dengan
demikian
para
suster
Carmelite
Missionaries
selalu
membangun hidupnya berdasarkan Sabda Allah yang didengarkan dan
direnungkan setiap hari.
3.
Dalam ketaatan, pemimpin dan anggota saling berdialog. Mendialogkan
tugas yang mau diberikan kepada anggota. Pemimpin diharapkan
mengerti secara jelas perutusan juga keadaan kongregasinya dan
mengkomunikasikan hal itu kepada anggota yang ingin diutusnya.
Dalam model kepemimpinan dialogis dan trasformatif, pemimpin
diharapkan mau mendengarkan apa yang dialami anggota sehingga
dapat membantu dan meneguhkan anggotanya.
4.
Pemimpin dan anggota harus mempunyai keberanian untuk mengakui
kesalahan dan meminta maaf kepada yang lain. Hal ini pertanda bahwa
kepemimpinan kongregasi atau komunitas sungguh merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
kepemimpinan persaudaraan, bukan antara bos dan bawahan, bukan
antara majikan dan pembantu.
5.
Mengadakan refleksi baik secara pribadi maupun komunal secara terusmenerus. Dengan demikian, para suster diajak untuk kembali kepada
semangat dan ajaran beato Francisco Palau, OCD, sesuai dengn
perkembangan zaman sehingga para suster tidak menyimpang dari
semangat ketaatan yang diajarkan oleh pendiri.
6.
Pemimpin perlu menegur dengan semangat cinta. Maksudnya jika
pemimpin menegur anggotanya, bukan dengan landasan kebencian atau
balas dendam atau asal memarahi, tetapi karena sungguh jujur ingin
membantu anggota yang bermasalah agar dapat mengatasinya dan
berkembang maju. Seorang pemimpin harus bisa mendengarkan
anggota yang bermasalah dan mencoba untuk mengerti perasaanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
DAFTAR PUSTAKA
Agudo, Philomena. (1988). Aku Memilih Engkau. Yogyakarta: Kanisius.
Bergant, Dianne, dkk (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian baru. Yogyakarta:
Kanisius
Breemen, P. Van (1981). Kupanggil Engkau dengan Namamu.Yogyakarta:
Kanisius.
Carmelite Missionaries (1985). Looking Forward, II Provincial Chapter.
Province: Philippines.
___________________ (2008). Pastoral Visit. General Council : Roma.
Darminta, J. (1975). Hidup Berkaul. Yogyakarta: Kanisius.
__________ (1981). Persembanhan Cintaku. Yogyakarta: Kanisius.
__________ (1997). Yesus Mendidik Para Murid. Yogyakarta: Kanisius.
Dokumen Konsili Vatikan II. (1993). Dekrtit tentang Pembaharuan dan
Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis). (Penerjemah:
R. Hardawiryana). Jakarta: Obor.
______________________
(1993). Dekrit tentang Kerasulan Awam
(Apostolicam Actuositatem). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ).
Jakarta: Obor.
_______________________ (1993). Dekrit tentang Pelayanan dan
Kehidupan Para Imam (Presbyterorum Ordinis). (Penerjemah: R.
Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor.
_______________________ (1993). Dekrit tentang Kegiatan Misioner
Gereja (Ad Gentes). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta:
Obor:
_______________________ (1993). Konstitusi Dogmatis tentang Gereja
(Lumen Gentium). (Penerjemah: R. Hardawiryana, SJ). Jakarta:
Obor.
_______________________ (1993). Konstitusi Pastoral tentang Gereja
Dalam Dunia Modern (Gaudium Et Spes). (Penerjemah: R.
Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor.
_______________________ (2007). Imbauan Apostolik tentang Karya
Pewartaan Injil dalam Dunia Modern. (Evangelii Nuntiandi).
(Penerjemah: R.
Hardiwikarto, Pr). Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Gonzales. (1995). Vocation Horizons. Manila: World Mission
Publications.
Groome, Thomas H. (1997). Shared Chistian Praxis: Suatu Model
Berkatekese (Penyadur: F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J.).
Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat (Buku Asli
diterbitkan 1991).
Hayon, Niko. (1987). Cinta yang Mengabdi. Ende: Nusa Indah.
Hornby, AS. (2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary. New York:
Oxford University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Jacobs, Tom. (1974). Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium: Mengenai
Gereja. Yogyakarta: Kanisius
Komisi Kateketik KWI. (1994). Cerita yang Patut Diperhatikan: Sarana
Pembangun Sikap. Jakarta: KWI.
Komisi Tarekat Hidup Bakti dan Lembaga Hidup Kerasulan. (2008).
Pelayanan Wewenang dan Ketaatan. (Penerjemah: Maria D.
Sasmita, OSU). Liberia Editrice Vaticana.
Konferensi Waligereja Indonesia. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Bogor:
Grafika Mardi Yuana.
____________________________ (1996). Iman Katolik: Buku Informasi
Dan Referensi.Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor.
Ladjar, Leo L. (1983). Inti Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius.
Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta : Komisi Katekestik KWI.
__________ (2007). Katekese Umat. Jakarta : Kominsi Kateketik KWI.
Lembaga Alkitab Indonesia. (1997). Alkitab Perjanjian Lama dan Baru.
Jakarta: LAI
Majalah Rohani No. 05, Tahun ke-55. (2008). (Keterjaminan Komunitas
Studi). Yogyakarta: Kanisius.
____________No.10, Tahun ke-55. (2008). (Menghadapi Kekeringan
Rohani). Yogyakatrta: Kanisius.
Nouwen, Henri JM., dkk. (1987). Sehati Seperasaan: Sebuah
Permenungan tentang Hidup Kristen. Yogyakarta: Kanisius.
Pa, Patrisius. (2005). Menjadi Pewarta Kabar Baik. Jakarta: Biro Nasional
KKI.
Paulus VI (2007) Imbauan Apostolik tentang Karya Pewartaan Injil dalam
Zaman Modern: (Evangelii Nuntiandi). Seri Dokumen Gerejawi
No. 6. Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI: Jakarta.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1999). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pusataka.
Quer, Francisco Palau Y.(1988). The Solitary Life.Carmelite Missionaries:
Roma.
_____________________ (1993). Konstitusi Carmelite Missionaries.
Roma.
_____________________ (1993). Textual Sources ot the Constitutions.
Roma.
_____________________ (1997). Terpukau Cinta Akan Gereja.
(Penerjemah: J.S. Setyakarjana, SJ). Carmelite Missionaries:
Roma.
_____________________ (1997). Letters of Francisco Palau,OCD.
(Penerjemah: Pacho Eulogio). Carmelite Missionaries:Roma.
_____________________ (1997). Legacy and Testimony (Penerjemah:
JM. Chaguaceda, O.S.A). Iloilo City: Philipinnes.
_____________________
(2000). My Relations With the Church.
(Penerjemah: Pacho Eulogio). Carmelite Missionaries:Roma.
_____________________(2006). The Ministry of Exorsist. (Penerjemah:
Pacho Eulogio). Carmelite Missionaries: Roma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
_____________________
(2006).
Francisco
Palau
Writings.
(Penerjemah: Pacho Eulogio). Editorial: Monte Carmelo Burgos.
____________________ (2006). Month of Mary: Flowers of the Month
of Mary. (Penerjemah: Pacho Eulogio). Monte Carmelo: Roma.
_____________________ (2011). Pre-Project of Constitutions. Roma.
Ridick, Joyce. (1987). KAUL: Harta Melimpah Dalam Bejana Tanah
Liat.Yogyakarta: Kanisius.
Sudiarjo. (2003). Berenang di Arus Zaman. Yogyakarta: Kanisius.
Sumarno, Ds. M. (2011). Diktat Mata Kuliah Praktek Pengalaman
Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Mahasiswa
Smester VI. Yogyakarta: IPPAK-Universitas Sanata Dharma.
Suparno, Paul. (2007). Saat Jubah Bikin Gerah 1.Yogyakarta: Kanisius.
Telaumbanua, Marianus. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor.
Yohanes Paulus II. (1996). Anjuran Apostolik Tentang Hidup Bakti Bagi
Para Religius (Vita Consecrata). Seri Dokumen Gerejawi No. 51.
(Alih Bahasa: R. Hardawirjana, SJ. Penyunting: FX. Sumantara
Siswoyo, Pr). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan
KWI
_________________ (2006). Catechesi Trandendae. (Penerjemah: R.
Hardawiryana). Jakarta: Dokumen Penerangan KWI. (Dokumen
asli diterbitkan tahun 1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran : 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran : 2
Kis. 2:41-46
2:41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi
diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kirakira tiga ribu jiwa.
2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam
persekutuan.
Dan
mereka
selalu
berkumpul
untuk
memecahkan roti dan berdoa.
2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu
mengadakan banyak mujizat dan tanda.
2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap
bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan
bersama,
2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya,
lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan
keperluan masing-masing.
2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul
tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di
rumah masing-masing secara bergilir dan
makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3
Mazmur 84
84:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit. Mazmur bani Korah.
84:2 Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam!
84:3 Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN;
hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.
84:4 Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah rumah, dan burung
layang-layang sebuah sarang, tempat menaruh anak-anaknya, pada
mezbah-mezbah-Mu, ya TUHAN semesta alam, ya Rajaku dan Allahku!
84:5 Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terusmenerus memuji-muji Engkau.
84:6 Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang
berhasrat mengadakan ziarah!
84:7 Apabila melintasi lembah Baka, mereka membuatnya menjadi
tempat
yang
bermata
air;
bahkan
hujan
pada
awal
musim
menyelubunginya dengan berkat.
84:8 Mereka berjalan makin lama makin kuat, hendak menghadap Allah
di Sion.
84:9 Ya TUHAN, Allah semesta alam, dengarkanlah doaku, pasanglah
telinga, ya Allah Yakub.
84:10 Lihatlah perisai kami, ya Allah, pandanglah wajah orang yang
Kauurapi!
84:11 Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di
tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada
diam di kemah-kemah orang fasik.
84:12 Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan
kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup
tidak bercela.
84:13 Ya TUHAN semesta alam, berbahagialah manusia yang percaya
kepada-Mu!
(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4
Lagu “Build Your Church” Himig #304
Ref :
So build your church, build your church,
Each soul’s a living stone,
So, build your church, build your church,
Each soul’s a living stone
1. Build, build your church dear Lord,
Each soul’s a living stone,
Cemented by your saving grace into its proper place.
2. Build, build your church, dear Lord,
You work with nails and wood,
We’ll used to fixing things in place
With carefulness and grace.
(4)
Download