PERBANDINGAN HASIL PENENTUAN CURAH HUJAN BULANAN MENURUT TEORI MOHR DAN OLDEMAN DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEO GRAFIS Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana komputer Disusun oleh : Dian Indayanti 103093029668 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 i PERBANDINGAN HASIL PENENTUAN IKLIM BULANANAN MENURUT TEORI MOHR DAN OLDEMAN DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh : Dian Indayanti NIM : 103093029668 Pembimbing I Pembimbing II Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom NIP. 470 035 764 Nida’ul Hasanati, MMSI Mengetahui, Ketua Program Studi Sistem Informasi A’ang Subiyakto, M.Kom ii PENGESAHAN UJIAN Skripsi yang berjudul “ Perbandingan Hasil Penentuan Curah Hujan Bulanan Menurut Teori Mohr Da n Oldeman Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa 18 Agustus 2009 . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi Jurusan Teknik Informatika / Sistem Informasi. Jakarta, 18 Agustus 2009 Tim Penguji, Penguji I Penguji II DR. Zainul Arham,S.Kom, M.Si Nur Aeni Hidaya h MMSI NIP. 150 368 820 Pembimbing I Pembimbing II Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom NIP. 470 035 764 Nida’ul Hasanati, MMSI Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Sistem In formasi DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 150 317 956 A’ang Subiyakto, M.Kom iii PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR BENAR HASIL DIAJUKANSEBAGAI KARYA SKRIPSI SENDIRI ATAU DAN KARYA BELUM PERNAH ILMIAH PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Jakarta, 18 Agustus 2009 Dian Indayanti NIM. 103093029668 iv PADA DIAN INDAYANTI – 103093029668, Perbandingan Hasil Penentuan Curah Hujan Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman Dengan Pendek atan Sistem Informasi Geografi, Dibimbing Oleh BAKRI LA KATJONG dan NIDA’UL HASANATI. ABSTRAK Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan penggunaanya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian , penerbangan dan kelautan . Klasifikasi iklim hanya memilih data tentang unsur -unsur iklim yang relevan, yang secara langsung akan mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang tersebut. Data-data unsur iklim yang sering digunakan dalam pembagian zoana iklim adalah curah hujan. Pakar -pakar yang telah dikenal yang menggunakan data unsur hujan sebagi dasar pembagian zona iklim adalah Mohr, Schmidt Ferguson dan Oldeman. Meskipun dalam penentuan pembagian zona iklim menggunakan unsure yang sama, dalam hal ini curah hujan. Namun system pembagian zona iklim tiap pakar tersebut berbeda. Tujuan yang berbeda menyebabkan pakar klimatologi mengembangkan k lasifikasi iklim yang berbeda Karena adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka pada kesempatan kali ini Penulis tertarik untuk membandingkan hasil klasifikasi iklim bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek -objek yang terdapat di permukaan bumi. Hasil penelitian menunjukan : Hasil klasifikasi iklim bulanan menurut teori Mohr dan Oldema n menunjukkan secara pola spasial relatif sama, namun secara detil terdapat perbedaan. Perbedaaan ini terjadi karena interval curah hujan kumulatif untuk menentukan iklim bulanan suatu wilayah antara teori Mohr dan Oldeman berbeda Pola pergerakan iklim ker ing, menurut teori Oldeman dan Mohr, dimulai dari wilayah utara dan timur kemudian bergerak meluas kearah selatan dan barat. Kata Kunci : Curah Hujan, Mohr, Oldeman, Bulan basah, Bulan lembab, Bulan Kering, SIG V Bab + xvii + 94 Halaman + 2 lampiran + 15 Daftar Pustaka (1997 -2009) v KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah -Nya sehingga Skripsi yang berjudul “Perbandingan Hasil Penentuan Iklim Bulanan Menurut Teor i Mohr Dan Oldeman Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografi ” dapat terselesaikan. Skripsi ini dimaksudkan sebagai syarat untuk me menuhi kurikulum program Strata I Program Studi Sistem Informasi Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif H idayatullah Jakarta. Dalam penyelesaian penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi DR. Syopiansyah Jaya Putra,M.SIS 2. Ketua Program Studi Sistem Informasi Bapak A’ang Subiyakto, M.kom 3. Dosen pembimbing Bapak Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom dan Ibu Nida’ul Hasanati, MMSI. 4. Seluruh staf di Balai Besar Meteorologi Dan Geofisika Wilayah II Ciputat, khususnya Ibu Siti Zubaidah 5. Bapak Nuryadi, .... selaku Kepala Sub Bidang Analisa Iklim Dan Agroklimat Badan Meteorologi Dan Geofisika Kemayoran Jakarta Pusat. 6. Kedua Orang Tua penulis yang telah memberikan support moril dan materil 7. Rekan-rekan seperjuangan SI 2003 , khususnya untuk Dwi dan Uut terimakasih untuk supportnya selama ini. vi 8. Keluarga kecil ku di Gd1, terimakasih untuk ukhuwah dan pembelajarannya. 9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dengan keterbatasan dan kemampuan yang yang penulis miliki, ban yak kekurangan -kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Mungkin ada beberapa hal yang terlewat, sehingga hasil yang didapatkan belum maksimal, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan serta menghargai kritik dan saran yang sifatnya konstruktif. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya. Jakarta, Agustus 2009 Penulis, Dian Indayanti vii DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ................................ .......................................................... i Lembar Pengesahan .................................................... .............................. ii Pengesahan Ujian ....................................................................... ................ iii Pernyataan.................................................................................................. iv Abstrak........................................................................................................ v Kata Pengantar.......................................................................................... vi Daftar Isi..................................................................................................... viii Daftar Gambar .......................................................................................... xii Daftar Tabel............................................................................................... . xv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang ................................. ......................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3 1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 3 1.4 Tujuan dan Manfaat . 4 1.4.1 Tujuan ........... ................................................................. 4 1.4.2 Manfaat............................................................................ 4 1.5 Metodologi Penelitian................................................................ 4 1.6 Sistematika Penulis an................................................................ 5 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cuaca dan Iklim …………………………………………….. 2.1.1 Pengertian Cuaca dan iklim…………………………… viii 7 7 2.1.2 Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim………………………… 7 2.2 Klasifikasi Iklim……………………………………………. 9 2.2.1.1 Klasifikasi Iklim Mohr……………………………… 9 2.2.1.2 Klasifikasi Iklim Oldeman………………………….. 10 2.3 Sistem Informasi Geografi 14 2.3.1 Defenisi………………………………………………… 14 2.3.2 Subsistem SIG.................................................................. 15 2.3.3 Komponen SIG.................................... ............................ 17 2.3.4 Fungsi Analisis SIG......................................................... 18 2.4 Data Spasial................................................................................ 20 2.5 Peta..................................................... ........................................ 21 2.5.1 Jenis Peta Berdasarkan Isinya.......................................... 22 2.5.2 Jenis Peta Berdasarkan Skalanya..................................... 24 2.5.3 Jenis Peta Berdasarkan Tujuannya.................................. 25 2.6 Sistem Proyeksi Peta.................................................................. 26 2.6.1 Sistem Proyeksi Universal Transverse Mecator (UTM)...... 27 2.7 Deskripsi Perangkat Lunak....................................................... 27 2.7.1 ArcView 3.2........................... .......................................... 27 2.7.2 MySQL............................................................................ 29 2.7.2.1 Koneksi Server Basis Data Dengan ArcView................ 30 2.7.2.2 ODBC...................................................................... ....... 30 ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 32 3.2 Bahan dan Alat....................................................... .................... 33 3.3 Tahapan Penelitian..................................................................... 33 3.4 Studi Pustaka.............................................................................. 35 3.5 Observasi.............................................. ...................................... 35 3.6 Metode Pengolahan Data 36 3.6.1 Pembangunan Basis Data Eksternal................................. 36 3.6.2 Pembuatan Peta Curah Hujan.......................................... 38 3.6.3 Menghitung Luas Cakupan Wilayah Masing -Masing Iklim Bulanan Dengan Menggunakan ”Tabulate Area”.. 46 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Peta Iklim Bulanan Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut Teori Mohr ............................................................................... 48 4.1.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari - April ................ ......... 48 4.1.2 Peta Curah Hujan Bulan Mei ...................... ..................... 51 4.1.3 Peta Curah Hujan Bulan Juni ......................................... 53 4.1.4 Peta Curah Hujan Bulan Juli ........................................... 54 4.1.5 Peta Curah Hujan Bulan Agustus................. ................... 56 4.1.6 Peta Curah Hujan Bulan September............ .................... 59 4.1.7 Peta Curah Hujan Bulan Oktober................. .................... 62 4.1.8 Peta Curah Hujan Bulan November.. .............................. . 64 4.1.9 Peta Curah Hujan Bulan Desember.............. .................... 65 x 4.2 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut Mohr.................................................. ......... 66 4.3 Peta Curah Hujan Bulanan Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut Teori Oldeman........................................................... 68 4.3.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari.................. ..................... 69 4.3.2 Peta Curah Hujan Bulan Februari................. .................... 70 4.3.3 Peta Curah Hujan Bulan Maret..................... .................... 71 4.3.4 Peta Curah Hujan Bulan April...................... .................... 73 4.3.5 Peta Curah Hujan Bulan Mei ....................... .................... 75 4.3.6 Peta Curah Hujan Bulan Juni ............................ ............. 77 4.3.7 Peta Curah Hujan Bulan Juli ........................ .................... 79 4.3.8 Peta Curah Hujan Bulan Agustus................. .................... 80 4.3.9 Peta Curah Hujan Bulan September............ ..................... 82 4.3.10 Peta Curah Hujan Bulan Oktober.............................. ...... 83 4.3.11 Peta Curah Hujan Bulan November................................ 85 4.3.12 Peta Curah Hujan Bulan Desember.... ........................... 87 4.4 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Oldeman.... 89 BAB V PENUTUP 93 5.1 Kesimpulan .............................................. ................................. 93 5.2 Saran .......................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1.Subsistem SIG………………………………………………… 15 Gambar 2.2 .Komponen SIG ……………………………... ......................... 16 Gambar 2.3. Contoh Peta Topografi …………………………....................... 21 Gambar 2.4. Contoh Peta Khusus …….......................................................... 22 Gambar 2.5. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar…….…… 25 Gambar 2.6. Pembagian Zone Proyeksi UTM …………………………………… 26 Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ................................................................ 30 Gambar 3.2.a. Tahapan Penelitian ................................................. ................. 32 Gambar 3.2.b. Simbol -Simbol Yang Dipakai Pada Tahapan Penelitian ........ 33 Gambar 3.3. Tampilan Proses ”Run” Phpmyadmin....................................... 35 Gambar 3.4. Halaman Untuk Membuat Basis Data Baru Pada Mysql ........... 35 Gambar 3.5. Tampilan halaman untuk mendefinisikan kolom -kolom pada tabel yang akan di buat .............................................................. 36 Gambar 3.6. Tampilan Pada Saat Mengubah Proyeksi Peta .......................... 37 Gambar 3.7 Tampilan proses menam pilkan peta dari MySQL ...................... 38 Gambar 3.8. Tampilan Proses Menampilkan Stasiun Penakar Hujan ............ 39 Gambar 3.9. Menu Join................................................................................... 40 Gambar 3.10 Proses Interpolasi Grid............................................................. 41 Gambar 3.11. Peta Curah Hujan Dengan Metode Interpolasi Grid ................ 42 Gambar 3.12. Tampilan Model Builder…………………………………….. 43 Gambar 3.13. Contoh Peta Hasil Reklasifikasi ……………………………... 43 xii Gambar 3.14. Tampilan Proses Tabulate Area……………………………... 44 Gambar 4.1. Peta Curah Hujan Bulan Januari – April Menurut Teori Mohr……………………………………………………........... 49 Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Mei Menurut Teori Mohr ………………….. 51 Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Mohr …………... 53 Gambar 4.4. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Mohr …………… 54 Gambar 4.5 Peta Curah Hujan Bulan Agustus Menurut Teori Mohr ……… 56 Gambar 4.6. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Mohr …… 59 Gambar 4.7. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Mohr ……… 62 Gambar 4.8. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Mohr …… 64 Gambar 4.9. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Mohr …… 65 Gambar 4.10.Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Mohr………………………………………………………..... . 66 Gambar 4.11. Peta Curah Hujan Bulan Januari Menurut Teori Oldeman … 69 Gambar 4.12. Peta Curah Hujan Bulan Februari Menurut Teori Oldeman … 70 Gambar 4.1.3. Peta Curah Hujan Bulan Maret Menurut Teori Oldeman… 71 Gambar 4.14. Peta Curah Hujan Bulan April Menurut Te ori Oldeman…… 73 Gambar 4.15. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Oldeman …………… 75 Gambar 4.16. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Oldeman ……... 77 Gambar 4.17. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Oldeman ……… 79 Gambar 4.18. Peta Curah Hujan Bulan Agustus Men urut Teori Oldeman … 80 Gambar 4.19. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Oldeman . 82 Gambar 4.20. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Oldeman … 83 xiii Gambar 4.21. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Oldeman . 85 Gambar 4.23. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Oldeman . 87 Gambar 4.22. Peta Iklim Banten,DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Oldeman………………………………………………… ....... xiv 89 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr ………… …………………...... 9 Tabel 2.2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan Bulan Basah … 10 Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan bulan kering… 11 Tabel 2.4. Zona Agroklimat Menurut Oldeman …….................................... 11 Tabel 3.1. Tabel Stasiun Penakar Hujan …………………………………… 34 Tabel 3.1. Tabel Rata -Rata Curah Hujan Bulanan ………………………….. 34 Tabel 3.3 Tabel penentuan iklim bulanan teori Mohr da n Oldeman.............. 42 Tabel 4.1 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………… 50 Tabel 4.2 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………. 50 Tabel 4.3 Tabel Luas Cak upan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………… 52 Tabel 4.4 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juni Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………… 54 Tabel 4.5 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per Kabupaten M enurut Mohr ……………………………………… 56 Tabel 4.6 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………..... 58 Tabel 4.7 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………... xv 61 Tabel 4.8 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………… 63 Tabel 4.9 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November Per Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………… 65 Tabel 4.10 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Iklim Pe r Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………………….. 68 Tabel 4.11 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Februari Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………….. 71 Tabel 4.12 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………… ………………... 73 Tabel 4.13 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………….. 74 Tabel 4.14 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………… 76 Tabel 4.15 Tabel Luas Cakupan Wila yah Curah Hujan Bulan Juni Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………….. 78 Tabel 4.16 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………….. 80 Tabel 4.17 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………….. 81 Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September Per Kabupaten Menurut Oldeman ……………………………… Tabel 4.19 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per xvi 83 Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………… 84 Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November Per Kabupaten Menurut Oldeman ……………………………… 86 Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Desember Per Kabupaten Menurut Oldeman ……………………………… 88 Tabel 4.22 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Ik lim Per Kabupaten Menurut Oldeman ……………………………………………… xvii 91 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklim adalah keadaan cuaca rata -rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (± minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas (Lakitan : 1997) . Iklim terdiri dari unsur -unsur, yaitu curah hujan, kelembapan udara, tekanan udara, dan suhu udara. Sejak zaman yunani kuno orang -orang telah berusaha mengetahui kondisi iklim dari suatu wilayah. Orang yunani kuno telah mengetahui bahwa terdapat hubunga n antara suhu dan garis lintang dan membagi belahan bumi utara dan selatan menjadi tiga zona iklim, yakni zona panas, zona sedang dan zona dingin. Setelah pengetahuan tentang peta dunia semakin akurat, diketahui bahwa pembagian zona iklim berdasarkan garis lintang adalah kurang akurat , karena hanya menggunakan unsur suhu dan hanya menghasilkan tiga zona iklim seperti yang telah disebutkan sebelumnya. .Maka pada perkembangannya para pakar iklim menggunakan unsur -unsur iklim sebagai dasar utama pembagian zona iklim atau klasifikasi iklim . Data-data unsur iklim yang sering digunakan dalam pembagian zoana iklim adalah curah hujan. Curah hujan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair maupun padat yang berasal atmosfer (Ika Kurnia :2007). Curah hujan mencakup tetes hujan,salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun kristal 1 adalah kristal-kristal es yang terbentuk pada permukaan, misalnya pada tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu. Informasi tentang kondisi curah hujan adalah salah satu unsur penting dan besar pengaruhnya te rhadap segala macam aktifitas kehidupan seperti: keselamatan masyarakat, produksi pertanian, perkebunan, perikanan, penerbangan, public service, dan sebagainya. Data-data unsur-unsur iklim yang menjadi dasar utama klasifikasi iklim seperti data curah hu jan merupakan data yang bereferensi geografi. Data -data yang bereferensi geografis dapat diolah dan dianalisa dengan menggunakan pendekatan sitem informasi geografis, termasuk data unsur iklim. Pada dasarnya istilah sistem informasi geografis, merupakan g abungan dari tiga unsur pokok, yakni sistem, informasi dan geografis. Dengan melihat unsur unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi yang lebih menekankan pada unsur ”Geografis”. Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek objek yang terdapat di permukaan bumi. Pakar-pakar yang telah dike nal yang menggunakan data unsur hujan sebagi dasar pembagian z ona iklim adalah Mohr, Schmidt Ferguson dan Oldeman. Meskipun dalam penentuan pembagian zona iklim menggunakan unsur yang sama, dalam hal ini curah hujan. Namun s istem pembagian zona iklim tiap pakar tersebut berbeda. Hal ini dikarenakan pembagian zona iklim umumnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan penggunaanya, 2 misalnya untuk kegunaan di bidang pertan ian , penerbangan dan kelautan. Tujuan yang berbeda menyebabkan pakar klimatologi mengembangkan klasifikasi iklim yang berbeda sesuai dengan su dut pandang dan kepentingan masing-masing. Karena adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka pada kesempatan kali ini Penulis tertarik untuk membandingkan hasil klasifikasi iklim bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada skripsi ini adalah : 1. Bagaimana menentukan curah hujan bulanan suatu daerah dengan menggunakan pendekatan sistem informasi geografi 2. Bagaimana perbandingan hasil penentuan curah hujan bulanan antara dua teori yang berbeda yaitu teori Mohr dan Oldeman 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah pada skripsi ini adalah : 1. Teori klasifikasi iklim yang digun akan adalah teori klasifikasi iklim Mohr dan klasifikasi iklim Oldeman . 2. Perangkat lunak yang digunakan arcview 3.2, MYSQL untuk membangun basis data eksternal. 3. Lokasi studi penelitia n di Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat . 3 1.4. Tujuan dan Manfaat 1.4.1 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang perbandingan klasifikasi iklim men urut dua teori yang berbeda dengan meggunakan pendekatan sisitem informasi geografis . Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta iklim bulanan menurut klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman, tabel luasan per iklim setiap propinsi, dan narasi hasil perbandingan. 1.4.2 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu unsur dasar menentukan kelayakan spasial dari suatu wilayah untuk ditanami tumbuhan tertentu. 1.5 Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian perbandingan hasil penentuan curah hujan bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan menggunakan pendekatan sistem informasi geografi adalah : 1. Observasi Mengumpulkan data dengan cara meneliti secara langsung di instansi terkait yakni Kantor Badan Meteorologi dan G eofisika (BMG) Jl. H. Abdul Ghani No.5 Cempaka Putih Ciputat Tangerang. 4 2. Studi Pustaka Metode studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan literatur –literatur yang ada dalam kepustakaan yang berhubungan denga n topik tugas akhir. 3. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data ini menguraikan prosedur pengolahan data salah satu unsur iklim yakni curah hujan menggunakan software arcview 3.2 berdasarkan teori penentuan curah hujan bulanan menurut Mohr dan Oldeman. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini secara garis besar menggambarkan keseluruhan dari isi skripsi yang terdiri atas lima (5) bab. Adapun kelima (5) bab tersebut adalah : Bab I : PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan gamaran secara umum mengenai penyusunan skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : LANDASAN TEORI Bab ini merupakan bab pembahasan tentang teori-teori yang berkaitan dengan topik yang dibahas. 5 Bab III : METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan metode -metode yang digunakan dalam penelitian, lokasi dan temp at penelitian, pengumpulan data, dan pengolahan data. Bab IV : HASIL DAN PEMBA HASAN Bab ini memuat hasil akhir dari rangkaian tahap demi tahap yang dilengkapi dengan pembahasan terhadap hasil akhir. Bab V : PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penulisan yang telah diteliti. Selain itu sumbangsih saran untuk pihak -pihak yang terkait. DAFTAR PUSTAKA 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cuaca dan Iklim 2.1.1 Pengertian Cuaca dan Iklim Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat (Lakitan : 1997) . Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca dalam waktu beberapa jam saja. Iklim adalah keadaan cuaca rata -rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas (Lakitan : 1997). 2.1.2 Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim Ada beberapa unsur yang mempengaruhi cuaca dan iklim, yaitu suhu udara, tekanan udara, kelembapan udara dan curah hujan. 1. Suhu Udara Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara.Alat untuk mengur suhu udara atau derajat p anas disebut thermometer. Biasanya pengukuran dinyatakan dalam skala Celcius ( C ), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). 7 2. Tekanan Udara Tekanan udara menunjukkan tenaga yang bekerja untuk menggerakkan masa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Besar atau kecilnya tekanan udara, dapat diukur dengan meggunakan barometer. 3. Kelembapan Udara Di udara terdapat uap air yang berasal dari penguapan samudera. Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dapat dikandungnya. Ada dua macam kelembapan udara : 1. Kelembapan udara absolute, ialah banyaknya uap air yang terdapat di udara pada suatu tempat. Dinyatakan dengan banyaknya gram uap air dalam 1 m 3 udara. 2. Kelembapan udara relative, ialah perbandingan jumlah uap air dalam udara (kelembapan absolute) dengan jumla h uap air maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu yang sama dan dinyatakan dalam persen 4. Curah Hujan Curah hujan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair maupun padat yang berasal atmosfer (Ika Kurnia :2007). Curah hujan mencakup tetes hujan,salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun kristal adalah kristal -kristal es yang terbentuk pada permukaan, misalnya pada tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu. Informasi tentang kondisi curah hujan adalah salah satu unsur pe nting dan besar pengaruhnya terhadap segala macam aktifitas kehidupan 8 seperti: keselamatan masyarakat, produksi pertanian, perkebunan, perikanan, penerbangan, public service, dan sebagainya. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. 2.2 Klasifikasi Iklim Klasifikasi iklim adalah p engelompokan yang di dasarkan atas persamaan sifat unsur-unsur iklim ( Lakitan : 1997) . Unsur – unsur iklim yang terdiri dari suhu udara, tekanan udara , kelembapan udara, dan curah hujan. Unsur -unsur iklim yang menunjukkan pola keragaman yang jelas merupakan dasar utama dari klasifikasi iklim yang dilakukan oleh pakar atau institusi yang relevan. Unsur iklim yag sering dipakai tersebut adalah s uhu dan curah hujan Klasifikasi iklim umu mnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan penggunaanya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian, penerbangan, atau kelautan. Klasifikasi iklim yang spesifik sesuai dengan kegunaannya ini tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi dengan hanya memilih data tentang unsur atau unsur -unsur iklim yang relevan, yang secara langsung akan mempengaruhi aktivitas atau obyek dalam bidang -bidang tersebut. 2.2.1 Klasifikasi Iklim Mohr Klasifikasi iklim Mohr diusulkan oleh E.C Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi Iklim ini menggunakan unsur iklim curah hujan .Klasifikasi iklim Mohr didas arkan atas jumlah bulan basah dan bulan kering dalan setahun. Bulan basah dalam klasifikasi iklim Moh r adalah bulan dengan 9 total curah hujan lebih dari 100 mm; bulan kering m emiliki total curah hujan kumulatif kurang dari 60 mm . Sedangkan antara bulan kering dan bulan basah terdapat bulan lembab yang memiliki total curah hujan kumulatif antara 60 sampai dengan 100 Tabel klasifikasi iklim menurut Mohr : Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr (Lakitan:1997) No Zona Jumlah Bulan Basah Jumlah Bulan Kering 1 1a 12 0 2 1b 7-11 0 3 II 4-11 1-2 4 III 4-9 2-4 5 IV 4-7 4-6 6 V 4-5 6-7 2.2.2 Klasifikasi Iklim Oldeman Klasifikasi iklim Oldeman juga menggunakan unsur curah h ujan sebagai dasar klasifikasi iklim. Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi in i cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija. Dibandingkan dengan metode lain, metode ini sudah lebih maju karena sekaligus memperhi tungkan unsur cuaca lain seperti radiasi matahari dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman. 10 Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Ia membuat dan menggolongkan tipe -tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan bulan basah dan bulan -bulan kering secara berturut -turut. Kriteria dalam klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan pel uang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman. Konsepnya adalah: 1. Padi sawah membutuhkan air rata -rata per bulan 145 mm dalam musim hujan. 2. Palawija membutuhkan air rata -rata per bulan 50 mm dalam musim kemarau. 3. Hujan bulanan yang diharapkan m empunyai peluang kejadian 75% sama dengan 0,82 kali hujan rata -rata bulanan dikurangi 30. 4. Hujan efektif untuk sawah adalah 100%. 5. Hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat adalah 75%. Dapat dihitung hujan bulanan yang diperlukan unt uk padi atau palawija (X) dengan menggunakan data jangka panjang yaitu: Padi sawah: 145 = 1,0 (0,82 X -30) X = 213 mm/bulan Palawija: 11 50 = 0,75 (0,82 X - 30) X = 118 mm/ bulan. 213 dan 118 dibulatkan menjadi 200 dan 100 mm/bulan yang digunakan sebagai batas penentuan bulan basah dan kering. Bulan basah merupakan bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm, bulan lembab adalah bulan denan rata -rata curah hujan kumulatif 100-200, dan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm. Selanjutnya dalam penentuan klasifikasi iklim Oldeman menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah pada jumlah bulan basah berturut -turut. Sedangkan sub divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut. Tabel 2.2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan Bulan Basah 1 1 www.e-dukasi.net 12 Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasar kan bulan kering 2 Dari lima tipe utama dan empat sub divisi tersebut Oldeman mengelompokkan menjadi 17 daerah agroklimat mulai dari A1 sampai E4, dengan penjabaran sebagai berikut : Tabel 2.4. Zona Agroklimat Menurut Oldeman (Lakitan :1997) 2 www.e-dukasi.net 13 2.3 Sistem Informasi Geografis 2.3.1 Defenisi Dalam Prahasta (2002) SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan da n memanipulasi informasi -informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obj ek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kristis untuk dian alisis. Masih dalam Prahasta (2002) SIG adalah kimpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil ya ng dirancang secara efesien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Disimpulkan, Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai seper angkat sistem baik berbasis manual maupun berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian. Dengan berkembangnya teknologi komputer, batasan Sistem Informasi mengalami penyempurnaan, maka dalam arti sem pit SIG merupakan seperangkat sistem yang berbasis komputer untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai rujukan kebumian untuk tujuan tertentu . 14 2.3.2 Subsistem SIG Secara garis besar , SIG biasanya dibagi menjadi empat subsistem yang saling terkait (Prahasta : 2002), yaitu masukan ( input) data, pengolahan atau manajemen data, manipulasi dan analisis, serta keluaran ( output) data. a. Masukan (input) data Masukan data dalam SIG biasanya dari data grafis atau data spasial dan data atribut atau tab ular. Kumpulan data tersebut disebut basis data (database). Sumber database SIG secara konvensional dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu : 1. Data atribut atau numerik berasal dari data statistik, data sensus, data lapangan dan data tabular lainnya. 2. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas. 3. Data penginderaaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh dari satelit. Masukan data yang belum dalam bentuk digital harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk digital agar dapat dianalisis dengan menggunakan SIG. Proses pengubahan data ke dalam bentuk digital dinamakan dengan encoding. Proses encoding ada dua macam, yaitu secara manual dengan menggunakan digitizer dan secara otomatis dengan penyiaman ( scanning). b. Pengelolaan atau Manajemen Data Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan,pengaktifan, penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari 15 masukan data. Struktur data spasial dalam SIG terdiri dari dua macam, yaitu struktur data vektor, yang kenampakan keruangannya akan disajikan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu. Struktur data yang kedua adalah struktur data raster, yang kenampakan keruangannya akan disaji kan dalam bentuk konfigurasi selsel yang membentuk gambar ( Prahasta : 2002). c. Manipulasi dan Analisis Data Manipulasi dan analisis data merupakan salah satu kemampuan utama dalam SIG untuk menghasilkan informasi baru sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. d. Keluaran (output) Data Keluaran adalah seperangkat prosedur yang berfungsi untuk menampilkan atau menghasilkan informasi SIG yang tersimpan dalam basis data baik kesluruhan atau sebagian (Prahasta,2002). Bentuk keluaran yang dihasilkan ada tiga maca m, yaitu cetakan yang berupa peta maupun tabel atau grafik yang dicetak dengan media kertas, film atau media lainnya. 16 Data Manipulation & Analysis Data Input Data Output SIG Data Manajemen Gambar 2.1: Subsistem SIG (Prahasta, 200 2) 2.3.3 Komponen SIG Sistem SIG terdiri dari beberapa kom ponen berikut (Prahasta, 2003) : 1. Perangkat keras : Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, ploter, dan scanner. 2. Perankat lunak : Setiap subsistem yang dibahas diatas diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lu nak.Contoh perangkat lunak SIG, arcview,arcgis,mapinfo. 3. Data dan informasi geografi : SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng -importnya dari perangkat -perangkat 17 lunak SIG yang lai n maupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atruibutnya dari tabel -tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard 4. Manajemen : Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan baik dan dikerjakan oleh or ang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan. Hardware Data SIG Manajemen Data dan Informasi Geografis Software Gambar 2.2 :Komponen SIG 2.3.4 Fungsi Analisis SIG Salah satu kemampuan SIG adalah funsi analisis. Secara umum, terdapat dua jenis fungsi analisis; fungsi analisis spasial dan fungsi 18 analisis atribut (basisdata atribut) . Fungsi analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basisdata (DBMS ) dan perluasannya: 1. Operasi dasar basisdata mencakup : membuat basisdata baru; menghapus basisdata; membuat tabel basisdata; mengisi dan menyisipkan data kedalam tabel; membaca dan mencari data (field atau record) dari tabel basisdata; mengubahdan meng -edit data yang terdapat dalam basis data; menghapus data dari tabel basisdata; membuat indeks untuk setiap tabel basisdata. 2. Perluasan operasi basisdata : me mbaca dan menulis basisdata dalam sistem basisdata yang lain ( export dan Import) ; dapat berkomunikas i dengan sistem basisdata yang lain (misalkan dengan menggunakan driver ODBC Fungsi analisis spasial terdiri dari : 1. Klasifikasi (reclassify) : fungsi ini mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu. 2. Network (Jaringan) : fungsi ini merujuk data spasial titik -titik point atau gari-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan . Fungsi ini sering digunakan dalam bidang transportasi 3. Overlay : fungsi ini mengahasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukkannya. 19 4. Buffering : Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukkannn ya 5. 3D analysis : fungsi ini terdiri dari sub -sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang tiga dimensi. 6. Digital image processing : pengolahan citra dijital, fungsi ini dimiliki oleh perangkat sig yang berbasiskan raster atau data hasil perekaman citra satelit. 2.4 Data Spasial Data Spasial (data keruangan) adalah data yang memiliki sifat -sifat keruangan seperti posisi, arah, bentuk, luas atau volume yang menunjukan keadaan obyek (Wicikononing : 2008 ). Penyajian data spasial bisa dilakukan dengan dua model yaitu model data raster maupun model data vektor, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, pemanfaatannya tergantung dari masukan data selain itu dalam dan hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan rep resentasi dari obyek -obyek geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer. Model data raster mempunyai struktur data yang tersusun dalam bentuk matriks atau piksel. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi. Model data ini biasanya digunakan dalam remote sensing yang berbasiskan citra satelit maupun airborne (pesawat terbang). Keterbatasan utama dari data raster adalah 20 besarnya ukuran file biasanya semakin tinggi resolusi gridnya semakin besar pula ukuran filenya. Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi t iga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon). a. Titik (point) Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada pe ta maupun dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi Fasilitas Kesehatan. b. Garis (line) Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai. c. Area (Poligon) Poligon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi.Co ntoh : Danau, Persil Tanah. 2.5 Peta Peta adalah suatu representasi atau gambaran unsur -unsur atau kenampakkan-kenampakkan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda -benda angkasa dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diper kecil atau di 21 skalakan (Hidayati, 2008). Dari defenisi peta tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peta merupakan : 1. Abstraksi obyek -obyek permukaan bumi dengan menggunakan simbol simbol 2. Digambarkan pada bidanga datar sehingga diperlukan proyeksi peta 3. Obyek-obyek permukaan bumi tersebut diperkecil. 2.5.1 Jenis Peta Berdasarkan Isinya Berikut ini adalah penjelasan penggolongan peta berda sarkan isinya. Berdasarkan isinya peta dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: peta umum dan peta khusus (tematik). 1. Peta Umum Peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi secara umum. Peta umum ini memuat semua penampakan yang terdapat di suatu daerah, baik kenampakan fisis (alam) maupun kenampakan sosial budaya. Kenampakan fisis misalnya sungai, gunung, laut, danau dan lainnya. Kenampakan sosial budaya misalnya jalan raya, jalan kereta api, pemukiman kota dan lainnya. Peta umum ada 2 jeni s yaitu: peta topografi dan peta chorografi. a. Peta Topografi Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan bentuk relief (tinggi rendahnya) 22 permukaan bumi. Dalam peta topografi digunakan garis kontur (countur line) yaitu garis yang menghubungkan tempat -tempat yang mempunyai ketinggian sama. Gambar 2.3. Contoh Peta Topografi b. Peta Chorografi Peta chorografi adalah peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian permukaan bumi dengan skala yang lebih kecil antara 1 : 250.000 sampai 1 : 1.000.000 atau lebih. Peta chorografi menggambarkan daerah yang luas, misalnya propinsi, negara, benua bahkan dunia. Dalam peta chorografi digambarkan semua kenampakan yang ada pada suatu wilayah di antaranya pegunungan, gunung, sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api, batas wilayah, kota, garis p antai, rawa dan lain -lain. 23 2. Peta Khusus atau T ematik Disebut peta khusus atau tematik karena peta tersebut hanya menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan bumi yang ingin ditampilkan. Dengan kata lain, yang ditampilkan berdasarkan tema tertentu. Peta khusus adalah peta yang menggambarkan k enampakankenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kondisi fisik maupun sosial budaya. Contoh peta khusus/tertentu: peta curah hujan, peta kepadatan penduduk, peta penyebaran hasil pertanian, peta penyebaran hasil tambang, chart (peta jalur penerbangan atau pelayaran). Gambar 2.4. Contoh Peta Khusus 2.5.2 Jenis Peta Berdasarkan S kalanya Peta tidak sama besarnya (ukurannya). Ada peta yang berukuran besar dan ada peta yang berukuran kecil. Besar -kecilnya peta ditentukan oleh besar-kecilnya skala yang digunakan. Skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi (lapangan). 24 Berdasarkan skalanya peta dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu: 1. Peta kadaster/teknik adalah peta yang mempuny ai skala antara 1 : 100 sampai 1 : 5.000. Peta ini digunakan untuk menggambarkan peta tanah atau peta dalam sertifikat tanah, oleh karena itu banyak terdapat di Departemen Dalam Negeri, pada Dinas Agraria (BadanPertanahan Nasional). 2. Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1 : 5.000 sampai 1 : 250.000. Peta skala besar digunakan untuk menggambarkan wilayah yang relatif sempit, misalnya peta kelurahan, peta kecamatan. 3. Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1 : 250.000 sampai 1: 500.000. Peta skala sedang digunakan untuk menggambarkan daerah yang agak luas, misalnya peta propinsi Jawa Tengah, peta propinsi maluku. 4. Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1 : 500.000 sampai 1 : 1.000.000 atau lebih. Peta skala kecil digunaka n untuk menggambarkan daerah yang relatif luas, misalnya peta negara, benua bahkan dunia. 2.5.3 Jenis Peta Berdasarkan Tujuannya Peta dibuat orang dengan berbagai tujuan. Berikut ini contoh -contoh peta untuk berbagai tujuan: 1. Peta Pendidikan ( Educational Map).Contohnya: peta lokasi sekolah SLTP/SMU. 2. Peta Ilmu Pengetahuan.Contohnya: peta arah angin, peta penduduk. 25 3. Peta Informasi Umum ( General Information Map ). Contohnya: peta pusat perbelanjaan. 4. Peta Turis (Tourism Map).Contohnya: peta museum, peta rute bus . 5. Peta Navigasi.Contohnya: peta penerbangan, peta pelayaran. 6. PetaAplikasi (Technical Application Map ). Contohnya: peta penggunaan tanah, peta curah hujan. 7. Peta Perencanaan ( Planning Map). Contohnya: peta jalur hijau, peta perumahan, peta pertambangan. 2.6 Sistem Proyeksi Peta Proyeksi peta merupakan suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid atau bola) ke koordinat titik -titik terletak di atas bi dang datar (Prahasta 2002) . Sistem proyeksi peta mene ntukan bagaimana objek -objek di permukaan bumi yang sebenarnya tidak datar pada permukaan peta yang berupa bidang datar. Gambar 2.5. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar 26 2.6.1 Sistem Proyeksi Universal Transvers e Mecator (UTM) Salah satu sistem proyeksi peta yang terkenal dan sering digunakan adalah Universal Transverse Mecator (UTM). Pada proyeksi ini dunia dibagi dalam zone -zone, dengan setiap zone terdiri dari enam bujur. Menurut pembagian ini , wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54. Gambar 2.6. Pembagian Zone Proyeksi U TM 2.7 Deskripsi Perangkat Lunak 2.7.1 ArcView 3.2 ArcView merupakan salah satu perangkat lunak desktop SIG dan pemetaan yang dikembangkan oleh ESRI (Environmental SystemsResearch Institute, Inc). Dengan ArcView, anda dapat memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng -explore, 27 menjawab query (baik basis data spasial maupun non spasial), menganalisis data secara geografis, dan sebagainya. ArcView mengorganisasikan sistem perangkat lunaknya ke dalam beberapa komponen penting sebagai berikut: a. Project. Project merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView. Project di dalam ArcView merupakan file kerja yang dapat digunakan untuk menyimpan, Mengelompokkan dan mengorganisasikan semua komponen-komponen program; View, theme, table, char t, layout dan script dalam satu kesatuan yang utuh. Sebuah Project merupakan kumpulan jendela dan dokumen yang dapat diaktifkan dan ditampilkan selama bekerja. Sebuah Project berisi pointers yang merujuk pada lokasi fisik (direktori di dalam disk) dimana d okumen-dokumen tersebut disimpan, selain juga menyimpan informasi -informasi pilihan anda untuk Project-nya (ukuran, symbol, warna dan sebagainya). b. Theme. Theme merupakan suatu bangunan dasar sistem ArcView. Themes merupakan kumpulan dari beberapa layer ArcView yang membentuk suatu “tematik” tertentu. Sumber data yang dapat direpresentasikan sebagai theme adalah shapefile, coverage (ArcInfo), dan citra raster. c. View. 28 View mengorganisasikan theme. Sebuah View merupakan representasi grafis informasi spasial dan dapat menampung beberapa “layer” atau “theme” informasi spasial (titik, garis, polygon, dan citra raster). d. Table. Sebuah table merupakan representasi data ArcView dalam bentuk sebuah table. Sebuah table akan berisi informasi deskriptif mengenai l ayer tertentu. e. Chart. Chart juga merupakan representasi grafis dari suatu resume table. Bentuk chart yang didukung oleh ArcView adalah line, bar, column, xy scatter, area dan pie. f. Layout. Layout digunakan untuk menggabungkan semua dokumen (View, table, dan chart) ke dalam suatu dokumen yang siap cetak (biasanya dipersiapkan untuk pembuatan hardcopy). g. Script. Script merupakan bahasa (semi) pemrograman sederhana (makro) yang digunakan untuk mengotomatisasi kerja ArcView. 2.7.2 MYSQL MYSQL (My Struct ure Query Language) adalah sebuah program pembuat database yang bersifat open source. Karena sifatnya yang open source , dia dapat dijalankan pada semua platform, bai k di linux maupun di 29 windows. MYSQL juga merupakan program pengakses database yang bersifat jaringan sehingga dapat digunkan untuk aplikasi dengan banyak pengguna (Multiuser). Kelebihan lain dari MY SQL adalah menggunakan bahasa query standar yang dimiliki SQL (Structure Query Language). SQL adalah suatu bahasa permintaan yang terstruktur yang t elah distandarkan untuk semua program pengakses database. 2.7.2.1 Koneksi Server Basis Data Den gan Arc View Dengan menggunakan fasilitas ” SQL Connect” yang dimilki oleh Arc View, pengguna dapat melakukan koneksi ke server basis data misalnya Ms. Access, Oracle, dan atau Sybase, dan kemudian m enjalankan SQL Query yntuk mema nggil records-nya yang diakses oleh pengguna akan menjadi sebuah tabel di dalam project aktif. 2.7.2.2 ODBC ODBC (Open data base connectivity) merupakan salah satu cara atau metode yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara suatu program aplikasi (termasuk arc view yang memerlukan berbagai layanan atau service data ( yang diimplementasikan dalam bentuk -bentu tabel-tabel basis data dengan server basis data (client –server DBMS) . ODBC dibangun bersanma dengan SQL (Structed Query Language) yang telah terstandarisasi . Oleh karena itu, dengan ODBC dan SQL, berbagai aplikasi dapat berkomunikasi (data) secara langsung dengan server basis datanya. Sementara itu penggunanya da n programmer dapat 30 menuliskan kode -kode (dengan menggunakan compiler bahasa pemrograman misalnya MS. VB, VC++, Borland Delphi, C++ Builder dan sebagainya) untuk mengakses data secara independent ( tidak bergantung pada merk atau jenis produk server DBMS -nya). 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Meteorologi dan Geofisika wilayah II yang berlokasi di Jl. H. Abdulgani no.5, Bulak Raya, Cempaka Putih, Ciputat, Tangerang. Penelitian dilakukan pa da Februari 2009 , Dengan lokasi studi di Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 32 3.2 Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Perangkat keras (hardware) : Seperangk at komputer dengan spesifikasi Intel Pentium dual -core,hard disk 80 GB, 512 Ram. b. Perangkat lunak (software) : Arc view 3.2 de ngan ekstensi spasial analyst, Mysql 3.23 Bahan yang digunakan dalam pene litian ini Meliputi peta administrasi Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat dengan skala 1.500.000 (BMG), data stasiun penakar hujan BMG pada wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat, dan data rata-rata bulanan per stasiun selama 30 tahun (19712000). 3.3 Tahapan Penelitian Tahapan Penelitian yang terlihat pada gambar di b awah ini. Adapun simbol-simbol yang digunakan dijelaskan pada gambar 3. 2.b. 33 Gambar 3.2.a. Tahapan Penelitian Adapun pengertian simbol -simbol yang digunakan pada diagram diatas dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Simbol Titik terminal, digunakan untuk menunjukkan awal dan akhir dari suatu 34 proses Simbol input atau output, digun akan untuk mewakili data input atau output Simbol proses, digun akan untuk mewakili sebuah proses Simbol Keputusan, digunakan untuk mewakili penyeleksian kondisi di dalam program Simbol garis, menunjukkan arus dari proses Gambar 3.2.b. Simbol-Simbol Yang Dipakai Pada Tahapan Penelitian 3.4 Studi Pustaka Pada tahap ini kegiatan yang dilaku kan adalah mempelajari dan meneliti berbagai sumber bacaan dan mengunjungi situs -situs yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Adapun daftar buku dan situs internet yang digunakan s ebagi referensi dapat dilihat di daftar pustaka 3.5 Observasi Observasi dilakukan untuk pengumpulan data hujan . Pencarian dilakukan di instansi terkait dengan data iklim, yaitu Badan Meteorologi dan Geofisika. Data unsur iklim yang digunakan adalah data c urah hujan harian per stasiun BMG selama 30 tahun( periode 1971 -2000). Data tersebut berasal dari 174 stasiun BMG yang ada di Propinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat. 35 3.6 Metode Pengolahan Data 3.6.1 Pembangunan Basis Data Eksternal Pembangunan basis data eksternal dilakukan menggunakan software MySQL. Basis data ik lim ini terdiri dari data curah hujan, sebagai unsur iklim yang digunakan sebagai dasar penetuan iklim basah lembab dan kering, baik menurut teori Mohr maupun Oldeman Basis data eksternal yang dibangun pada penelitian ini terdiri dari dua tabel yaitu : 1. Tabel stasiun penakar hujan Tabel 3.1. Tabel Stasiun Penakar Hujan Nama No noSta NamaSta Propinsi Lintang Type int int char char float Panjang Bujur float 4.2 6 30 30 4,2 Keterangan Auto Increment Id stasiun Penakar Hujan Nama Stasiun Nama propinsi Koordinat lintang dari stasiun klimatologi Koordinat bujur dari stasiun klimatologi 2. Tabel rata-rata curah hujan bulanan Tabel 3.1. Tabel Rata -Rata Curah Hujan Bu lanan Nama NamaSta Januari Februari Maret April Mei Type char integer integer integer integer integer Panjang 30 5 5 5 5 5 Juni integer 5 Rata-rata curah hujan Juni Juli integer 5 Rata-rata curah hujan Juli 36 Keterangan Nama Stasiun Rata-rata curah hujan Januari Rata-rata curah hujan Februari Rata-rata curah hujan Maret Rata-rata curah hujan April Rata-rata curah hujan Mei Agustus integer 5 Rata-rata curah hujan Agustus September integer 5 Rata-rata curah hujan September Oktober integer 5 Rata-rata curah hujan Oktober November integer 5 Rata-rata curah hujan November Desember integer 5 Rata-rata curah hujan Desember Untuk memudahkan memasukkan data curah hujan kedalam MySQL, penulis menggunakan phpMyAdmin-2.2.1 sebagai interface. Runnin g http://localhost/phpMyAdmin -2.2.1. Gambar 3.3. Tampilan Proses ”Run” Phpmyadmin Kemudian akan tampil halaman berikut untuk membuat data base baru. Gambar 3.4. Halaman Untuk Membuat Basis Data Baru Pada Mysql 37 Setelah itu akan muncul halaman yang menghendaki kita untuk menentukan kolom -kolom yang akan di buat seperti pada gambar Gambar 3.5. Tampilan halaman untuk mendefinisikan kolom -kolom pada tabel yang akan di buat 3.6.2 Pembuatan Peta Curah Hujan Pembuatan peta curah hujan dilakukan dengan menggunakan software arcview 3.2. Data-data yang diperlukan untuk pembuatan peta curah hujan adalah: 1. Peta administrasi propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Bar at 2. Tabel stasiun penakar hujan 3. Tabel rata-rata curah hujan bulanan Adapun langkah -langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta curah hujan : 38 1. Mengubah Proyeksi Peta Ke UTM Peta administrasi yang digunakan pada penelitia n ini sudah dalam bentuk digital na mun belum memilki proyeksi . Mengubah Proyeksi peta menjadi UTM diperlukan untuk pemrosesan peta digital lebih lanjut, yakni untuk mengetahui luasan wilayah sebenarnya suatu peta. Pada arcview proyeksi peta dapat dilakukan dengan tools Projection Utility Wizard. B A C Gambar 3.6. Tampilan Pada Saat Mengubah Proyeksi Peta (A.Menu ArcView Prjection Utility, B. Pemilihan peta, C.Pemilihan jenis proyeksi baru ) 39 2. Menampilkan Stasiun Penakar Hujan Pada Peta Administrasi Sebelum menampilkan stasiun penakar hujan pada peta administrasi, terlebih dahulu tabel stasiun penakar hujan yang sudah dibuat di MySQL di buka di arcview. Untuk membuka basis data eksternal yang dibuat dengan menggu nakan software MySQL dapat digunakan ”SQL Connect”. Pastikan basis data yang kita buat sudah terdaftar di ODBC ( Open Data Source Connectivity). Setelah itu gunakan ”add event theme” dan pengisian kolom yang berisi koordinat x dan y untuk menampilkan stasiun penakar hujan. A. B. Gambar 3.7 Tampilan proses menampilkan peta dari MySQL (A.Menu SQL Connect, B. Pemilihan tabel) 40 A. B. Gambar 3.8. Tampilan Proses Menampilkan Stasiun Penakar Hujan (A. Menu Add Event Theme, B. Pemilihan Kolom Koordinat) 3. Menggabungkan ( Join) Tabel Rata -Rata Curah Hujan dan Tabel Menggabungkan tabel rata -rata curah hujan dengan tabel stasiun penakar hujan diperlukan agar informasi rata -rata curah hujan bulanan dapat terintegrasi dengan informas i keruangannya (spasial). Untuk menggabungkan dua tabel , sebelumnya pastikan kedua tabel tersebut mempunyai salah satu kolom ya ng sama. Buka kedua tabel yang akan di gabungkan. Tandai kolom yang sama pada masing -masing tabel. Pada penelitian ini kolom yang sama pada tabel stasiun penakar hujan dan tabel rata-rata curah hujan bulanan adalah kolom nama stasiun. Setelah itu gunakan ”Join” untuk menggabungkan kedua tabel tersebut. 41 Gambar 3.9. Menu Join 4. Interpolasi Grid Interpolasi grid merupakan prosedur untuk membuat theme grid kontinyu dari data titik shapefile dengan menduga nilai-nilai yang tidak diketahui pada lokasi yang berdekatan. Titik -titik yang berdekatan tersebut dapat berjarak teratur atau tidak. Ada dua metode untuk menyisipkan nilai nilai sel lanjutan dari titik -titik: Inverse Distance Weighted (IDW) dan Spiline. Metode Spiline menghasilkan suatu permukaan yang lebih lembut dibanding Inverse Distance Weighted (IDW), karena spiline pada dasarnya suatu proses pelengkungan suatu garis tidak lurus, atau penambahan titik verteks yang bersifat menghaluskan dan melengkungkan garis ( Barus:2005 dalam Primayudha:2006). Spiline lebih baik untuk menunjukkan perubahan permukaan secara berangsur -angsur, sedangkan Inverse Distance Weighted (IDW) bersifat lebih ekstrim dalam menyajikan data tersebut. Keunggulan metode Inverse Distance We ighted 42 (IDW) adalah dalam hal membuat batasan interval, sehingga klasisfikasi data dapat dilakukan seperlunya. Interpolasi dapat dilakukan dengan tools Interpolate Grid yang ada di arcview 3.2 . Gambar 3.10 Pros es Interpolasi Grid Contoh tampilan peta curah hujan yang dibuat dengan menggunakan metode inter polasi grid dapat dilihat pada Gambar 3.11 43 Gambar 3.11. Peta Curah Hujan Dengan Metode Interpolasi Grid 5. Reklasifikasi Reklasifikasi menjadi merupakan proses menandai kembali data -data kelompok -kelompok Reklasifikasi dilakukan tertentu untuk ( menetukan Muji iklim Haryadi bulanan : 2005). dengan mengelompokkan kembali data curah hujan sesuai dengan teori Mohr dan Oldeman. Tabel 3.3 Tabel penentuan iklim bulanan teori Mohr dan Oldeman Iklim Bulanan Mohr Oldeman Kering 0-60 0-100 Lembab 60-100 100-200 Basah >100 > 200 44 Proses reklasifikasi menggunakan arcview 3.2 dengan extensions model builder , dengan proses : pada tampilan model builder , pilih menu add process – reclassification, dan dilanjutkan denagn pengisisan reklasifikasi berdasarkan kriteria bulan basah, lembab, dan kering menurut teori Mohr dan oldeman. Gambar 3.12. Tampilan Model Builder CONTOH PETA HASIL REKLASIFIKASI SERANG JAKARTA UTARA KARAWANG BEKASI TANGERANG JAKARTA TIMUR SUBANG LEBAK BOGOR INDRAMAYU PURWAKARTA PANDEGLANG CIREBON KODYASUKABUMI SUKABUMI CIANJUR Kering Lembab Basah SUMEDANG MAJALENGKA KODYABANDUNG BANDUNG KUNINGAN TASIKMALAYA GARUT CIAMIS N W 90 0 90 180 Miles Gambar 3.13. Contoh Peta Hasil Reklasifikasi 45 E S 3.6.3 Menghitung Luas Cakupan Wilayah Masing -Masing Iklim di Setiap Kabupaten dengan menggunakan “Tabulate Area” Proses penghitungan luas cakupan wilayah masing -masing iklim dapat menggunakan “Tabulate Area”. Tabulasi area adalah fasilitas yang disediakan oleh ArcView untuk membuat tabel silang ( cross tab) luasan antar 2 field theme yang berbeda. Fasilitas ini bisa digunakan apabila minimal ada 2 theme pada view. Theme yang dapa t ditabulasi adalah theme shapefile atau theme grid integer. Gambar 3.14. Tampilan Proses Tabulate Area 46 Pada penelitian ini penggunaan tabulasi area untuk mengetahui luas cakupan wilayah tiap-tiap jenis iklim b ulanan di masing-masing kabupaten. Dengan diketahuinya luas cakupan wilayah tiap jenis -jenis iklim di masing -masing kabupaten, maka dapat ditentukan perbedaan dan persamaan dengan pendekatan system informasi geografi terhadap hasil penentuan iklim bulana n dengan teori Mohr dan Oldeman 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Peta Curah Hujan Bulanan Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut Teori Mohr Bulan basah dalam klasifikasi iklim Mohr adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 100 mm. Bulan lembab adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif 60 mm – 100 mm. Sedangkan bulan kering adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif kurang dari 60 mm . 4.1.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari - April 48 Gambar 4.1. Peta Curah Hujan Bulan Januari – April Menurut Teori Mohr Gambar diatas menunjukkan keseluruhan wilayah Banten, DKI, dan Jawa Barat dari bulan januari sampai dengan bulan Maret , menurut teori klasifikasi iklim Moh r, mengalami bulan basah atau memilki curah hujan kumulatif lebih dari 100 m m per bulannya. Bulan April, seperti terlihat pada gambar diatas. Propinsi Banten, DKI, dan Jawa Barat sebagian besar wilayahnya me ngalami bulan basah. Hanya sebagian kecil wilayah di ketiga propinsi ini yang mengalami bulan lembab .Daerah-daerah tersebut a dalah: Kodya Tangerang , Kabupaten Tangerang , Kabupaten Majalengka, kabupaten Karawang, Kabupaten Indra mayu, di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cirebon . Detil luasan curah hujan bulan April dapat dilihat pada tabel berikut : 49 Tabel 4.1 Tabel Luas Cakupan W ilayah Curah Hujan Bulan Maret Per Kabupaten Menurut Mohr Tabel 4.2 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per Kabupaten Menurut Mohr 50 4.1.2 Peta Curah Hujan Bulan Mei Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Teor i Mohr Pada bulan Mei Kabupaten Pandeglang dan Lebak keseluruhan wilayahnya mengalami bulan basah. Sebagian wilayah Kodya Tangerang juga mengalami bulan basah, sedangkan sisanya mengalami bulan lembab . Kabupaten Serang sebagian besar mengalami bulan basa h,. Kabupaten Tangerang wilayahnya mengalami bulan basah dan bulan lembab, yakni Jakarta Barat, Jakarta Utara,dan Jakarta Timur wilayahnya terbagi menjadi dua tipe iklim, yaitu iklim basah dan iklim lembab. Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan 100% wilayahnya mengalami bulan basah. Kabupaten Tasikmalaya, Sumedang, Sukabumi,Purwakarta, Kodya Sukabumi, Kodya Bandung, Kodya Bogor, Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor dan Bandung keseluruhan wilayahnya mengalami bul an basah. Kabupaten Subang , Majalengka, dan Kun ingan wilayahnya terbagi menjad i dua curah hujan bulanan, yaitu bulan lembab dan basah dengan prosentase yang tidak sama 51 di setiap Kabupaten. Kabupaten Karawang, Indramayu, Bekasi dan Cirebon wilayahnya terbagi menjadi 3 jenis curah hujan bulanan , yaitu bulan kering, lembab, dan basah. Detil luasan curah hujan bulan Mei pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per Kabupaten Menurut Mohr 52 4.1.3 Peta Curah Hujan Bulan Juni Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Bulan Juni Bulan Juni Propinsi Banten , DKI dan Jawa Barat berdasarkan teori iklim Mohr dalam menentukan kondisi curah hujan bulanan, wilayahnya terbagi menjadi tiga iklim, yaitu iklim ker ing, iklim basah, dan iklim lembab. Terlihat pada gambar diatas iklim basah dialami di sebagian besar wilayah Propinsi Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk DKI sebagian besar wilayahnya mengalami bulan lembab. Iklim lembab juga terjadi di sebagian wilaya h di beberapa Kabupaten di Jawa Barat, antara lain Kabupaten Bandung Sumedang, Majalengka , wilayah Kuningan, wilayah Karawang, Indramayu, Subang, Cianjur, Bekasi. Sedangkan iklim kering terjadi di utara Propi nsi Jawa Barat yakni di Karawang, Bekasi. Kabupaten Indramayu Detil luasan curah hujan bulan Juni pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : 53 Tabel 4.4 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juni Per Kabupaten Menurut Mohr 4.1.4 Peta Curah Hujan Bulan Juli Gambar 4.4. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Mohr 54 Pada bulan Juli Propinsi Banten, DKI dan Jawa Barat , seperti terlihat pada gambar diatas, mengalami bulan kering, bulan lembab dan bulan basah. Wilayah yang mengalami bulan kering meluas dibandingkan bulan Juni. Wilayah – wilayah tersebut adalah keseluruhan Kabupaten Indramayu, Sebagian wilayah Kuningan, Bekasi, Karawang, wilayah Sumedang, Bandung, Tasikmalaya, Cianjur, Garut. Sukabumi, Purwakarta, Cirebon, Ciamis Tangerang, Kodya Tangerang, Serang, Jakarta Barat, wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat. Sedangkan kabupaten -kabupaten di ketiga propinsi ini yang mengalami bulan lembab pada bulan Juli adalah sebagian wilayah dari : Pandeglang, Lebak, Kodya Tangerang,Serang,Tangerang , Jakarta Barat , Jakarta Utara, Jakarta Timur , Jakarta Pusat , Tasikmalaya ,Sumedang ,Sukabumi ,Subang , Purwakarta ; Majalengka ,Kuningan, Karawang, Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor,Bekasi,Bandung,Cirebon. Bulan basah pada bulan Juli dialami sebag ian besar Propinsi Ba nten, sebagian Propinsi Jawa Barat , dan sebagian kecil Propinsi DKI Jakarta . Detil luasan curah hujan bulan Juli pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : 55 Tabel 4.5 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per Kabupaten Menurut Mohr 4.1.5 Peta Curah Hujan bulan Agustus Gambar 4.5 Peta Iklim Bulan Agustus Menurut Teori Mohr Kondisi curah hujan pada b ulan Agustus di Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, seperti terlihat pada gambar , m emiliki pola yang 56 hampir sama dengan bulan Juli. Yaitu, ketiga propinsi ini mengalami bulan kering, bulan basah dan bulan lembab. Bulan kering terpusat di bagian utara dan timur Jawa Barat. Daerah tersebu t adalah : Sebagian wilayah Karawang, ,Bekasi, Cirebon,Kuningan Subang, keseluruhan Indramayu, Sumedang Majalengka,. Selain itu kabupaten-kabupaten lain di Ja wa barat mengalami iklim kering di sebagian kecil wilayahnya. Begitu juga dengan kabupatenkabupaten yang ada di Propinsi Banten dan DKI Jakarta. Kabupaten kabupaten tersebut adalah : Serang, Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara , Tasikmalaya, Purwakarta, Garut, Cianjur, Ciamis. Bulan lembab memiliki pola yang menyebar pada bulan Agustus . Pada Propinsi Banten dan DKI Jakarta, Bulan lembab dominan terjadi di bagian utara. Daerah -daerah yang mengalami Bulan lembab pada Propinsi Banten dan DKI Jakarta tersebut adalah : Kodya Tangerang ,Serang,Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat. Propinsi Jawa Barat da erah-daerah yang mengalami bulan lembab adalah : Tasikmalaya , Sukabumi, Subang , Purwakarta, Kuningan, Kodya Sukabumi, Kodya Bandung, Karawang, Garut, Cianjur , Ciamis, Bogor, Bekasi,Bandung, dan Cirebon Bulan basah pada bulan Agustus dominan terjadi di bagian selatan Propinsi Banten .Daerah -daerah tersebut adalah : Kabupaten Pandeglang dan Lebak sebesar 100 % dari wilayahnya. Daerah bagian utara Propinsi Banten juga mengalami bulan basah, namun dengan cakupan wilayah yang kecil , 57 seperti di Kodya Tangeran g , Serang, Tangerang . Propinsi DKI Jakarta bulan basah terjadi sebagian di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Propinsi Jawa Barat bulan basah terjadi di : sebagian wilayah Tasikmalaya, Sukabumi, Subang,Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor,Bekasi, Purwakarta, dan keseluruhan wilayah Kodya Bogor , Detil luasan curah hujan bulan Agustus pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per Kabupaten Menurut Mohr 58 4.1.6 Peta Curah Hujan Bulan September Gambar 4.6. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Mohr Peta Curah Hujan Bulan September diatas menunjukkan wilayah wilayah pada Propinsi Jawa Barat yang mengalami bulan basah meluas dibandingkan bulan A gustus. Sementara wilayah yang memil iki bulan lembab berkurang d an wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering cenderung tetap. Wilayah – wilayah yang mengalami bulan basah pada Propinsi Jawa Barat adalah : sebagian wilayah Tasikmalaya, Sukabumi, Subang, Purwakarta, Kodya Sukabumi, Kodya Bogor, Karawang, Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor, Bekasi, dan Bandung. Bulan lembab di Propinsi Jawa Barat terjadi di ; sebagian wilayah Tasikmalaya, Sumedang , Subang, Purwakarta, Majalengka; Kuningan , Karawang, Garut, Cianjur Ciamis, Bogor, Bekasi, Bandung, Cirebon , dan keseluruhan Kodya Bandung. 59 Wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering di propoinsi Jawa Barat pada September adalah : sebagian wilayah Kabupaten Sumedang , Majalengka, Kuningan, Karawang, Garut , Ciamis ,Bekasi , Bandung ,Cirebon, dan keseluruhan wilayah Indramayu. Propinsi Banten pada bulan September memiliki pola curah hujan bulanan yang cenderung sama dengan bulan Agustus .Pada bulan September iklim basah masih merupakan iklim yang dominan di wilaya h propinsi ini. Propinsi DKI Jakarta, wilayahnya juga terbagi menjadi iklim basah, lembab dan kering. Masing kabupaten mengalami ketiga bulan tersebut dengan perbandingan yang berbeda -beda. Detil luasan curah hujan bulan September pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : 60 Tabel 4.7 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September Per Kabupaten Menurut Mohr 61 4.1.7 Peta Curah Hujan bulan Oktober Gambar 4.7. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut T eori Mohr Peta curah hujan bulan Oktober pada Propinsi Banten, DKI Jakarta ,dan Jawa Barat menunjukkan luasan wilayah bulan basah kembali dominan . Wilayah-wilayah yang mengalami bulan basah adalah : Keseluruhan Pandeglang, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Tasikmalaya, Sukabumi, Purwakarta, Kodya Bogor ,Lebak, sebagian wilayah Kodya Tangerang , Serang , Tangerang , Jakarta Barat , Jakarta Utara , Jakarta Timur , Majalengka , Kuningan , Kodya Sukabumi, Kodya Bandung dan Kodya Bogor sebesar 100% dari wilaya hnya, Karawang , Indramayu, Garut , Cianjur sebesar , Ciamis , Bogor sebesar 100 % dari wilayahnya , Bekasi , Bandung , Cirebon. Luasan wilayah pada Propinsi Banten, DKI Jakarta , dan Jawa Barat yang mengalami bulan lembab dan kering jauh berkurang dari bulan September. Wilayah yang terbagi menjadi bulan lembab dan kering 62 adalah : Kodya Tangerang , Serang , Tangerang , Jakarta barat , Jakarta Utara , Jakarta Timur , Subang , Majalengka , Kuningan , Karawang , Indramayu , Garut , Ciamis , Bekasi,Bandung , dan Cirebon . Detil luasan curah hujan bulan September pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.8 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per Kabupaten Menurut Mohr 63 4.1.8 Peta Curah Hujan B ulan November Gambar 4.8. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Mohr Peta curah hujan bulan November menunjukkan hampir keseluruhan wilayah Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami bulan basah, hanya sebagian kecil saja yang mengalami bulan lembab. Wilayahwilayah yang mengalami bulan lembab adalah : sebagian Kodya Tangerang , Tangerang , Jakarta Barat , Jakarta Utara , Karawang , dan Bekasi . Detil luasan curah hujan bulan September pada s etiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : 64 Tabel 4.9 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November Per Kabupaten Menurut Mohr 4.1.9 Peta Curah Hujan Bulan Desember Gambar 4.9. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Mohr 65 Peta curah hujan bulan Desember menunjukkan Propinsi Banten , DKI Jakarta dan Jawa Barat keselu ruhan wilayahnya mengalami bulan basah. Kondisi iklim pada bulan Desember sama seperti bulan Januari dan Februari. 4.2 Peta Ikim Bante n, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut Mohr Peta Iklim Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat SERANG JAKARTA UTARA KARAWANG BEKASI TANGERANG JAKARTA TIMUR SUBANG LEBAK BOGOR INDRAMAYU PURWAKARTA PANDEGLANG CIREBON SUMEDANG MAJALENGKA KODYA SUKABUMI SUKABUMI CIANJUR KODYA BANDUNG BANDUNG 1a 1b II III KUNINGAN TASIKMALAYA GARUT CIAMIS N W 80 0 80 160 Miles E S Gambar 4.10 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Teori Mohr ( Sumber format penulisan klasifikasi iklim mohr : Dasar Dasar Klimatologi, 1997) Gambar diatas menunjukkan menurut system klasi fikasi iklim Mohr Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki 4 jenis zona iklim yakni zona iklim 1a, 1b, II,III. 66 Zona iklim 1a yaitu wilayah yang memiliki jumlah bulan basah 12 bulan dalam setahun. Zona iklim ini dialami di wilayah selatan Banten dan Jawa Barat. Zona iklim 1b yaitu wilayah yang memiliki jumlah bulan basah 7 -11 bulan dalam setahun dan jumlah bulan kering tidak ada dalam setahun. Zona iklim ini dialami di Utara Propinsi Banten dan memiliki pola yang menyebar dari utara ke selatan di Propinsi Jawa Barat. Zona iklim II yaitu wilayah yang dalam setahum memiliki jumlah bulan basah 4-11 bulan dalam setahun dan jumlah bulan kering 1 -2 bulan dalam setahun. Zona iklim ini dialami di bagian utara DKI Jakarta, sedikit di utara Propinsi Banten, dan Sebagian Kabupaten di Propinsi Jawa Barat. Zona iklim III yaitu wilayah yang dalam setahun memiliki jumlah bulan basah 4-9 bulan dalam setahun dan jumlah bulan kering 2 -4 bulan dalam setahun. Zona iklim ini terdapat di bagian utara Propinsi Jawa Barat. Detil Cakupan wilayah masing -masing zona iklim Mohr dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 67 Tabel 4.10 Tabel Luas Cakupan Wil ayah Zona Iklim Per Kabupaten Menurut Mohr 4.3 Peta Iklim Bulanan Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut Teori Oldeman Berbeda dengan Mohr , dalam klasifikasi Oldeman bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm,bulan lembab adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif antara 100 mm sampai dengan 200 mm. Sedangkan bulan ker ing adalah bulan dengan curah hujan kumulatif kurang dari 100 mm. 68 4.3.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari Gambar 4.10. Peta Iklim Bulan Januari Menurut Teori Oldeman Bulan Januari menurut teori iklim Oldeman, ke seluruhan wila yah Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami bulan basah. Hal ini menunjukkan bahwa menurut teori Oldman dan Mohr pada bulan Januari Propinsi Banten, Dki Jakarta dan Jawa Barat mengalami bulan basah. 69 4.3.2 Peta Curah Hujan Bulan Februar i Gambar 4.11. Peta Curah Hujan Bulan Februari Menurut Teori Oldeman Peta curah hujan bulan Februari menurut teori Oldeman menunjukkan hampir keseluruhan wilayah Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat mengalami bulan basah. Hanya sebagian kecil saja wilayah-wilayah yang mengalami bulan lembab, wilayah-wilayah tersebut adalah : Kodya Tangerang , Serang sebesar , Tangerang , Tasikmalaya , Sumedang , Subang , Kodya Bandung , Karawang , Indramayu , Garut ,Ciamis , Bandung ,dan Cirebon. Detil luasan curah hujan bulan Februari pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : 70 Tabel 4.11 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Februari Per Kabupaten Menurut Oldeman 4.3.3 Peta Curah Hujan Bulan Maret Gambar 4.12. Peta Curah Hujan Bulan Maret Menurut Teori Oldeman 71 Peta Curah bulan Maret menurut teori Oldeman menunjukkan Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami iklim basah dan iklim lembab. Iklim basah terjadi di sebagian be sar wilayah Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Iklim lembab terjadi di wilayah -wilayah yang terdapat di bagian utara ketiga propinsi ini. Wilayah – wilayah yang hanya mengalami iklim basah Tasikmalaya,Sumedang, Sukabumi, Kodya adalah Sukabumi, Bandung, Kodya : Pandeglang, Purwakarta, Jakarta Pusat, Kuningan, Kodya Bogor, Ciamis, dan Bandung. Sedangkan wilayah -wilayah yang terbagi m enjadi dua iklim yakni iklim basah dan lembab adalah : Lebak , Kodya Tangerang , Serang , Tangerang ,Jakarta Barat , Jakarta Utara , Jakarta Timur , Jakarta Selatan , Subang , Majalengka , Karawang , Indramayu , Garut , Cianjur , Bogor , Bekasi , dan Cirebon . Detil luasan curah hujan bulan Februari pada setiap kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut : 72 Tabel 4.12 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per Kabupaten Menurut Oldeman 4.3.4 Peta Curah Hujan Bulan April Gambar 4.13. Peta Iklim Bulan April Menurut Teori Oldeman 73 Peta curah hujan bulan April, menurut teori o ldeman, menunjukkan Propinsi Banten , DKI Jakarta dan Jawa Barat sudah mulai mengalami iklim kering. Iklim basah masih merupakan iklim yang paling dominan di ketiga proinsi ini. Sedangkan iklim lembab masih menunjukkan pola yang hampir sama dengan bulan se belumnya, hanya saja mengalami perluasan wilayah dibandingkan bulan sebelumnya. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.13 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per Kabupaten Menurut Oldeman 74 4.3.5 Peta Curah Hujan Bulan Mei Gambar 4.14. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Oldeman Peta crah hujan bulan Mei, menurut teori Oldeman, menunjukkan luasan wilayah yang mengalami bulan basah mengalami pengurangan dibandingkan bulan April. Wilayah – wilayah yang mengalami bulan basah terdapat di bagian selatan Propinsi Banten dan bagian timur dan selatan Jawa Barat . Sedangkan wilayah -wilayah yang mengalami bula n lembab dan kering mengalami perluasan. Wilayah-wilayah yang mengalami bulan lembab terletak di bagian utara dan barat dari wilayah -wilayah yang mengalami bulan lembab pada Propinsi Banten dan Jawa Barat. Propinsi DKI Jakarta sebagian besar wilayahnya men galami bulan lembab. Wilayah- 75 wilayah yang mengalami iklim kering terletak di bagian utara pada Propinsi Banten, DKI Jakarta , dan Jawa Barat. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat p ada tabel di bawah ini. Tabel 4.14 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per Kabupaten Menurut Oldeman 76 4.3.6 Peta Curah Hujan Bulan Juni Gambar 4.15. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Oldeman Peta curah hujan bulan Juni,berdasarkan teori oldeman , menunjukkan curah hujan yang terjadi di Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami perubahan pola. Bulan yang terjadi di ketiga propinsi ini masih terdiri dari tiga bulan, yakni ikim kering, bulan lembab dan bulan basah. Namun wilayah-wilayah yang mengalami bulan basah berkurang jauh dibandingkan dengan bulan Mei. Wilayah -wilayah yang mengalami bulan basah adalah : Lebak , Tasikmalaya , Sukabumi, Kodya Bogor , Garut , Cianjur , Ciamis , Bogor . Sedangkan wilayah bulan lembab mengalami perluasan w ilayah dibandingkan bulan Mei. Propinsi Banten sebagian besar wilayahnya mengalami bulan lembab . Wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering juga mengalami perluasan dibandin gkan bulan Mei. Bulan kering terjadi di 77 wilayah-wilayah bagian utara dan timur dari Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini . Tabel 4.15 Tabel Luas Cakup an Wilayah Curah Hujan Bulan Juni Per Kabupaten Menurut Oldeman 78 4.3.7 Peta Curah Hujan Bulan Juli Gambar 4.16 . Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Oldeman Peta curah hujan bulan Juli menunjukkan wilayah – wilayah yang mengalami bulan kering mengalami perluasan wilayah. Bulan kering terjadi di sebagian besar Jawa barat dan hampir keseluruhan di DKI Jakarta. Sedangka n Propinsi banten masih didominasi oleh wilayah wilayah yang mengalami bulan lemb ab. Bulan basah terjadi disebagian kecil wilayah Tasikmalaya dan Bogor Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 79 Tabel 4.16 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah H ujan Bulan Juli Per Kabupaten Menurut Oldeman 4.3.8 Peta Curah Hujan Bulan Agustus Gambar 4.17. Peta Curah Hujan Agustus Menurut Teori Oldeman 80 Peta curah hujan bulan Agustus, menurut teori Ol deman, menunjukkan luasan bulan kering semakin bertambah. Bulan kering terjadi disebagian besar wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta Sedangkan wilayah- wilayah yang mengalami bulan lembab dan bulan basah pada bulan Agustus semakin berkurang. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.17 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per Kabupaten Menurut Oldeman 81 4.3.9 Peta Curah Hujan Bulan September Gambar 4.18. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Oldeman Peta curah hujan bulan September, menurut teori Oldeman, menunjukkan luasan wilayah yang mengalami bulan kering mengalami penguarangan. Wilayah-wilayah yang meng alami bulan lembab pada bulan September mengalami perluasan dibandingkan bulan agustus. Iklim basah pada bulan September juga mengalami perluasan wilayah dibandingkan bulan Agustus. Bulan basah bergerak ke arah barat dari Tasikmalaya kemudian ke Garut. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 82 Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September Per Kabupaten Menurut Oldeman 4.3.10 Peta Curah Hujan Bulan Oktober Gambar 4.19. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Oldeman 83 Peta curah hujan bulan Oktober menurut teori Oldeman menunjukkan wilayah-wilayah yang mengalami bulan basah kembali mengalami perluasan. Sedangkan wilayah-wilayah yang mengalami bulan lembab kering , nampak pada gambar diatas, mengalami pengurangan luasan wilayah di bandingkan bulan September. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat d ilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per Kabupaten Menurut Oldeman 84 4.3.11 Peta Curah Hujan Bulan November Gambar 4.20. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Oldeman Peta curah hujan bulan November, menurut teori oldeman, menunjukkan Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat masih mengalami bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering. Bulan basah merupakan kondisi curah hujan dengan cakupan wilayah ter luas. Sedangkan cakupan wilayah -wilayah yang mengalami bulan kering dan bulan lembab berku rang dibandingkan bulan Oktober. Bulan Kering dialami di bagian utara Propinsi Jawa barat. Sedangkan bulan lembab dialami di bagian utara Banten , hampir keseluruhan DKI Jakart a dan beberapa wilayah dibagian utara dan timur laut Propinsi Jawa Barat. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 85 Tabel 4.19 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah H ujan Bulan November Per Kabupaten Menurut Oldeman 86 4.3.12. Peta Curah Hujan Bulan Desember Gambar 4.21. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Oldeman Peta curah hujan bulan Desember Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat menunjukkan wilayah -wilayah pada ketiga propinsi ini hanya mengalami bulan lembab dan bulan basah. Wilayah – wilayah yang mengalami Bulan basah cakupan wilayah yan g paling luas dibandingkan bulan lembab. Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula n basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 87 Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Desember Per Kabupaten Menurut Oldeman 88 4.4 Peta Ikim Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut O ldeman Gambar 4.22. Peta Iklim Banten,DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Oldeman Pada Gambar diatas terlihat propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat terbagi menjadi 12 zona iklim menurut Oldeman yakni zona iklim A1, A2, B1,B2, C1, C2, C3, C4, D1, D2, D3, dan D4 . Zona iklim A1 yaitu wilayah-wilayah yang memiliki jumlah bulan basah berturut -turut dalam setahun lebih dari 9 bulan dan memiliki jumlah bulan kering berturut kurang dari dua bulan. Zona iklim A2 yaitu wilayah -wilayah yang mengalami jumlah bulan basah berturut -turut dalam setahun lebih dari 9 dan jumlah bulan kering berturut -turut 2-3 bulan atau memiliki rasio bulan basah dan bulan kering adalah 75 % : 16% - 25%. Zona iklim B1 yaitu wilayah-wilayah yang mengalami jumlah bulan basah be rturut-turut dalam setahun 7-9 bulan dan jumlah bulan kering berturut kurang dari dua bulan atau memiliki rasio bulan basah dan bulan kering adalah 58% - 75 % : 8 89 %. Zona iklim B2 yaitu wilayah -wilayah yang mengalami jumlah bulan basah berturut-turut 7-9 bulan dam setahun dan junlah bulan kering berturut-turut 2-3 bulan atau memiliki rasio bulan basah dan bulan kering adalah 58% - 75% : 16% - 25%. Zona iklim C merupakan wilayah - wilayah yang mengalami bulan basah berturut -turut 5-6 bulan dalam setahun ( 42% - 50 % bulan basah dalam setahun) . Zona iklim ini terbagi sampai empat sub zona iklim. Sub zona 1 yaitu wilayah -wilayah yang mengalami bulan kering berturut -turut kurang dari 2 (8 % bulan basah dalam setahun), sub zona 2 yaitu wilayah -wilayah yang bulan k ering berturut 2-3 bulan ( 16% - 25 % bulan kering dalam setahun) , sub zona 3 yaitu wilayah-wilayah yang memiliki jumlah bulan kering berturut -turut 46 (33%- 50% bulan kering dalam setahun) , dan sub zona 4 yaitu wilayah wilayah yang mengalami bulan kering berturut-turut dalam setahun. lebih dari 6 bulan ( > 50% bulan basah dalam setahun) . Zona iklim D merupakan wilayah -wilayah yang memiliki jumlah bulan basah berturut turut dalam setahun 3 -4 bulan ( 25%- 33% bulan basah dalam setahun) ,. Zona iklim D sama s eperti Zona iklim C juga terbagi lagi menjadi 4 sub zona iklim. Sub zona iklim pada zona iklim D memiliki karakteristik jumlah bulan kering sama dengan sub zona pada iklim C. Pada gambar diatas juga terli hat Zona iklim yang paling dominan adalah zona ikli m D2. Untuk detil wilayah setiap zona iklim dapat dilihat pada tabel berikut : 90 Tabel 4.21 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Iklim Per Kabupaten Menurut Oldeman 4.5. Hasil Perbandingan Sistem Klasifikasi Iklim Mohr dan Oldeman Dalam Penerapannya Di Wilayah Indonesia Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan (lakitan: 2007) . Oleh karena itu dalam menentukan mana yang lebih baik antar system klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman harus kembali meihat tujuan dari klasifikasi iklim tersebut dibuat. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di 91 Indonesia sering ditekankan p ada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. . Pada daerah tropik, seperti Indonesia, suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budiday a pertanian khususnya budidaya padi. Hal ini pula yang menjadi dasar mengapa system klasifikasi iklim yang diterapkan di Indonesia, seperti system klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman, hanya menggunakan unsur curah hujan dalam menentukan pembagian zona iklim di suatu wilayah. Produk Utama dari pertanian Indonesia yakni padi dalam pertumbuhan normalnya membutuhkan curah hujan rata-rata per bulan 200 mm atau lebih dengan distribusi selama empat bulan ( Warsito : 2008). Jika dikaitkan dengan kegiatan budi daya pertanian di Indonesia, diantara system klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman yang lebih cocok diterapkan adalah system klasifikasi Oldeman. Pada system klasifikasi Oldeman ketentuan bulan basah adalah bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm, sedangkan pada system klasifikasi iklim Mohr bulan basah adalah bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari 100 mm. Kriteria penentuan bulan basah pada klasifikasi iklim Oldeman sesuai dengan syarat ketersediaan curah hujan untuk pertumbuhan normal pada ta naman padi yakni minimal 200 mm per bulan. 92 4.5 Ikhtisar Perbandingan Curah Hujan Bulanan Teori Mohr dan Ol deman Pada Tabel 4. 22 dibawah ini disajikan ikhtisar perbandingan Curah Hujan bulanan di Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat secara sp asial menurut teori Mohr dan Oldeman agar persamaan dan perbedaan terlihat lebih jelas. 93 Tabel 4.22. Ikhtisar Perbandingan Iklim Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman Bulan Mohr Oldeman Keterangan Hasil klasifikasi iklim teori Mohr = teori Oldeman, yaitu 100 % wilayah Banten, DKI dan Jabar pada bulan Januari mengalami iklim Basah Mohr: 100 % iklim basah ≈ Oldeman : 98,7 % wilayah iklim basah, 1,3 % wilayah iklim lembab 92 Bulan Mohr Oldeman Keterangan Mohr : 100 % iklim basah Oldeman : 89,2 % wilayah iklim basah, 10,8 % iklim lembab Mohr : 99,6 % wilayah iklim basah, 0,4 % wilayah iklim lembab. Oldeman : 79,9 % wilayah iklim basah, 19,7 % wilayah iklim lembab, 0,4 % wilayah iklim kering. 93 Bulan Mohr Oldeman Keterangan Mohr : 89,4 % wilayah iklim basah,10,5 % wilayah iklim lembab, 0,1 wilayah iklim kering. Oldeman : 41,6 % wilayah iklim basah, 47,7 % wilayah iklim lembab,10,7 % wilayah iklim kering. Mohr : 62, 2 % wilayah iklim basah, 30,8 % wilayah iklim lembab, 6,9% wilayah iklim kering. Oldeman : 2,2 % wilayah iklim basah, 60,04 % wilayah iklim lembab,37,8 % wilayah iklim kering. 94 Bulan Mohr Oldeman Keterangan Mohr : 34,3% wilayah iklim basah, 38,3% wilayah iklim lembab, 27,4 % wilayah iklim kering. Oldeman : 0,5 % wilayah iklim basah, 33,8 wilayah iklim lembab, 65,7 wilayah iklim kering Mohr : 34,7 % wilayah iklim basah, 36,2 % wilayah iklim lembab, 29,1 % wilayah iklim kering Oldeman : 0,5 % wilayah iklim basah, 34,2 % wilayah iklim kering 95 Bulan Mohr Oldeman Keterangan Mohr : 58,9 % wilayah iklim basah, 19 % wilayah iklim lembab, 22,1% wilayah iklim basah. Oldeman : 4,5 % wilayah iklim basah, 54,4 % wilayah iklim lembab, 41,1% wilayah iklim kering. Mohr : 81,8% wilayah iklim basah, 17,2% wilayah iklim lembab, 1% wilayah iklim kering Oldeman : 36,1 % wilayah iklim basah, 45,7% wilayah iklim lembab, 18,2 % wilayah iklim kering 96 Bulan Mohr Oldeman Keterangan Mohr : 97,9 % wilayah iklim basah, 2,1% wilayah iklim lembab Oldeman : 80,6% wilayah iklim basah, 17,3% wilayah iklim lembab, 2,1 % wilayah iklim kering. Mohr : 100 % iklim basah Oldeman : 95,1 % iklim basah, 4,9 % wilayah iklim lembab 97 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang “Perbandingan Penentuan Curah Hujan Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografi” dapat ditarik kesimpulan: 1. Aplikasi Sistem Informasi Geografi dapat digunakan untuk pembuatan peta curah hujan bulan dan peta iklim 2. Hasil klasifikasi curah hujan bulanan menunjukkan secara pola spasial relatif sama. Hal ini terlihat jika su atu wilayah dinyatakan mengalami bulan basah menurut teori Mohr, maka menurut teori O ldeman wilayah yang sama akan dinyataka n mengalami bulan lembab. 3. Walaupun secara pola spasia l kedua teori klasifikasi curah huja bulan menunjukkan hasil yang sama, namun secara detil terdapat perbedaan. Perbedaaan ini terjadi karena interval curah hujan k umulatif untuk menentukan iklim bulanan suatu wilayah antara teori Mohr dan Oldeman berbeda 4. Persamaan hasil mutlak antar a penerapan teori Mohr dan Oldeman hanya terjadi pada bulan Januari . Hal ini terjadi karena rata -rata bulanan curah hujan kumulatif > 200 dan menurut teori Mohr dan Oldeman curah hujan kumulatif > 200 merupakan iklim basah 93 5. Pola pergerakan bulan kering, menurut teori Oldeman dan Mohr, dimulai dari wilayah utara dan timur kemudian bergerak meluas kearah selatan dan barat. 6. Penentuan iklim suatu wilayah dapat menggunakan satu parameter saja 7. Menurut system klasifikasi iklim Mohr Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki 4 jenis zona iklim yakni zona iklim 1a, 1b, II,III . 8. Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat terbagi menja di 12 zona iklim menurut Oldeman yakni zona iklim A1, A2, B1,B2, C1, C2, C3, C4, D1, D2, D3, dan D4. 9. Dalam penerapannya di berbagai wilayah di Indonesia yang bertipe agraris, system klasifikasi ik lim yang lebih sesuai adalah system klasifikasi iklim Oldem an. 5.2 Saran 1. Bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi penelitian berikutnya 2. Adanya pembuatan interface dari informasi yang dihasilkan 94 DAFTAR PUSTAKA As-Syakur, Abd. Rahman. 2008. Evaluasi Zona Agroklimat Dari Klasifikasi Schimidt. Fergusson Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (Sig) [Jurnal]. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (ppLH) Universitas Udayana. Denpasar . Barus, Baba., dan U.S. Wiradisastra. 2000. Si stem Informasi Geografi; Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboraturium Pengindraan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB . Bogor. Haryadi, Muji. 2005. Materi Mata Kuliah GIS [ Modul Mata Kuliah]. Tidak Diterbitkan. Jurusan Teknik Informatika / Sistem Informasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hidayati, Ajeng. 2008. Perbandingan banjir tahun2002 dan 2007 dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis (studi kasus jkt selatan) [Skripsi]. Tidak Diterbitkan. Universitas Islam N egeri Syarif Hidayatullah Jakarta. http://elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Geo grafi/PENGETAHUAN%20PETA.pdf . http://www.e-dukasi.net Nuarsa, I Wayan. 2004. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan ArcVeiw GIS 3.3 untuk Pemula. Elexmedia Komputindo. Jakarta. Lakitan, Benyamin.1997. Dasar Dasar Klimatologi.Raja Grafindo Persada. Jakarta Mutiara A, Ira. 2004. Modul Pendidikan Dan Pelatihan (DIKLAT) Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota. Tidak Diterbitkan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Prahasta, Eddy. 2002. Konsep -Konsep Dasar Sistem Info rmasi Geografis. Informatika . Bandung. Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Informatika. Bandung . Prahasta, Eddy. 2004. Sistem Informasi Geografis: Tools dan Plug -Ins. Informatika Bandung. Primayuda, Aris. 2006. Pemetaan D aerah Rawan Dan Resiko Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis ( Studi Kasus Kabupaten Trenggalek, Propinsi Jawa Timur) [Skripsi]. Tidak Diterbitkan. Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Wicikononing, Annisa. 2008. Analisis Hubungan Cuaca Dengan Sebaran Demam Berdarah Dengue (Dbd) (Kasus Di Jakarta Selatan) [Skripsi]. Tidak Diterbitkan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 38