perbandingan hasil penentuan curah hujan

advertisement
PERBANDINGAN HASIL PENENTUAN CURAH HUJAN
BULANAN MENURUT TEORI MOHR DAN OLDEMAN
DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEO GRAFIS
Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana komputer
Disusun oleh :
Dian Indayanti
103093029668
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
i
PERBANDINGAN HASIL PENENTUAN IKLIM BULANANAN
MENURUT TEORI MOHR DAN OLDEMAN DENGAN PENDEKATAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Dian Indayanti
NIM : 103093029668
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom
NIP. 470 035 764
Nida’ul Hasanati, MMSI
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sistem Informasi
A’ang Subiyakto, M.Kom
ii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “ Perbandingan Hasil Penentuan Curah Hujan Bulanan
Menurut Teori Mohr Da n Oldeman Dengan Pendekatan Sistem Informasi
Geografis” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
hari Selasa 18 Agustus 2009 . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi
Jurusan Teknik Informatika / Sistem Informasi.
Jakarta, 18 Agustus 2009
Tim Penguji,
Penguji I
Penguji II
DR. Zainul Arham,S.Kom, M.Si
Nur Aeni Hidaya h MMSI
NIP. 150 368 820
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom
NIP. 470 035 764
Nida’ul Hasanati, MMSI
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Sistem In formasi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP. 150 317 956
A’ang Subiyakto, M.Kom
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR
BENAR
HASIL
DIAJUKANSEBAGAI
KARYA
SKRIPSI
SENDIRI
ATAU
DAN
KARYA
BELUM
PERNAH
ILMIAH
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 18 Agustus 2009
Dian Indayanti
NIM. 103093029668
iv
PADA
DIAN INDAYANTI – 103093029668, Perbandingan Hasil Penentuan Curah
Hujan Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman Dengan Pendek atan Sistem
Informasi Geografi, Dibimbing Oleh BAKRI LA KATJONG dan NIDA’UL
HASANATI.
ABSTRAK
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan
penggunaanya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian , penerbangan dan
kelautan . Klasifikasi iklim hanya memilih data tentang unsur -unsur iklim yang
relevan, yang secara langsung akan mempengaruhi aktivitas atau objek dalam
bidang tersebut. Data-data unsur iklim yang sering digunakan dalam pembagian
zoana iklim adalah curah hujan. Pakar -pakar yang telah dikenal yang
menggunakan data unsur hujan sebagi dasar pembagian zona iklim adalah Mohr,
Schmidt Ferguson dan Oldeman. Meskipun dalam penentuan pembagian zona
iklim menggunakan unsure yang sama, dalam hal ini curah hujan. Namun system
pembagian zona iklim tiap pakar tersebut berbeda. Tujuan yang berbeda
menyebabkan pakar klimatologi mengembangkan k lasifikasi iklim yang berbeda
Karena adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka pada kesempatan kali ini
Penulis tertarik untuk membandingkan hasil klasifikasi iklim bulanan menurut
teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG).
SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya
fisik dan logika yang berkenaan dengan objek -objek yang terdapat di permukaan
bumi.
Hasil penelitian menunjukan : Hasil klasifikasi iklim bulanan menurut teori
Mohr dan Oldema n menunjukkan secara pola spasial relatif sama, namun secara
detil terdapat perbedaan. Perbedaaan ini terjadi karena interval curah hujan
kumulatif untuk menentukan iklim bulanan suatu wilayah antara teori Mohr dan
Oldeman berbeda Pola pergerakan iklim ker ing, menurut teori Oldeman dan
Mohr, dimulai dari wilayah utara dan timur kemudian bergerak meluas kearah
selatan dan barat.
Kata Kunci : Curah Hujan, Mohr, Oldeman, Bulan basah, Bulan lembab, Bulan
Kering, SIG
V Bab + xvii + 94 Halaman + 2 lampiran + 15 Daftar Pustaka (1997 -2009)
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah -Nya sehingga Skripsi yang berjudul
“Perbandingan Hasil Penentuan Iklim Bulanan Menurut Teor i Mohr Dan
Oldeman
Dengan
Pendekatan
Sistem
Informasi
Geografi ”
dapat
terselesaikan. Skripsi ini dimaksudkan sebagai syarat untuk me menuhi kurikulum
program Strata I Program Studi Sistem Informasi Fakultas Sains Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif H idayatullah Jakarta.
Dalam penyelesaian penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi DR. Syopiansyah Jaya Putra,M.SIS
2. Ketua Program Studi Sistem Informasi Bapak A’ang Subiyakto, M.kom
3. Dosen pembimbing Bapak Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom dan Ibu
Nida’ul Hasanati, MMSI.
4. Seluruh staf di Balai Besar Meteorologi Dan Geofisika Wilayah II Ciputat,
khususnya Ibu Siti Zubaidah
5. Bapak Nuryadi, .... selaku Kepala Sub Bidang Analisa Iklim Dan
Agroklimat Badan Meteorologi Dan Geofisika Kemayoran Jakarta Pusat.
6. Kedua Orang Tua penulis yang telah memberikan support moril dan
materil
7. Rekan-rekan seperjuangan SI 2003 , khususnya untuk Dwi dan Uut
terimakasih untuk supportnya selama ini.
vi
8. Keluarga
kecil
ku
di
Gd1,
terimakasih
untuk
ukhuwah
dan
pembelajarannya.
9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dengan keterbatasan dan kemampuan
yang yang penulis miliki, ban yak kekurangan -kekurangan yang terdapat dalam
skripsi ini. Mungkin ada beberapa hal yang terlewat, sehingga hasil yang
didapatkan belum maksimal, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan serta
menghargai kritik dan saran yang sifatnya konstruktif.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi bagi
penulis khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.
Jakarta, Agustus 2009
Penulis,
Dian Indayanti
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................ .......................................................... i
Lembar Pengesahan .................................................... ..............................
ii
Pengesahan Ujian ....................................................................... ................
iii
Pernyataan..................................................................................................
iv
Abstrak........................................................................................................
v
Kata Pengantar..........................................................................................
vi
Daftar Isi.....................................................................................................
viii
Daftar Gambar ..........................................................................................
xii
Daftar Tabel............................................................................................... .
xv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang ................................. .........................................
1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................
3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................
3
1.4 Tujuan dan Manfaat .
4
1.4.1 Tujuan ........... .................................................................
4
1.4.2 Manfaat............................................................................
4
1.5 Metodologi Penelitian................................................................
4
1.6 Sistematika Penulis an................................................................
5
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Cuaca dan Iklim ……………………………………………..
2.1.1 Pengertian Cuaca dan iklim……………………………
viii
7
7
2.1.2 Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim…………………………
7
2.2 Klasifikasi Iklim…………………………………………….
9
2.2.1.1 Klasifikasi Iklim Mohr………………………………
9
2.2.1.2 Klasifikasi Iklim Oldeman…………………………..
10
2.3 Sistem Informasi Geografi
14
2.3.1 Defenisi…………………………………………………
14
2.3.2 Subsistem SIG..................................................................
15
2.3.3 Komponen SIG.................................... ............................
17
2.3.4 Fungsi Analisis SIG.........................................................
18
2.4 Data Spasial................................................................................
20
2.5 Peta..................................................... ........................................
21
2.5.1
Jenis Peta Berdasarkan Isinya..........................................
22
2.5.2
Jenis Peta Berdasarkan Skalanya.....................................
24
2.5.3
Jenis Peta Berdasarkan Tujuannya..................................
25
2.6 Sistem Proyeksi Peta..................................................................
26
2.6.1
Sistem
Proyeksi
Universal
Transverse
Mecator
(UTM)......
27
2.7 Deskripsi Perangkat Lunak.......................................................
27
2.7.1
ArcView 3.2........................... ..........................................
27
2.7.2
MySQL............................................................................
29
2.7.2.1 Koneksi Server Basis Data Dengan ArcView................
30
2.7.2.2 ODBC...................................................................... .......
30
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
32
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................
32
3.2 Bahan dan Alat....................................................... ....................
33
3.3 Tahapan Penelitian.....................................................................
33
3.4 Studi Pustaka..............................................................................
35
3.5 Observasi.............................................. ......................................
35
3.6 Metode Pengolahan Data
36
3.6.1 Pembangunan Basis Data Eksternal.................................
36
3.6.2 Pembuatan Peta Curah Hujan..........................................
38
3.6.3 Menghitung Luas Cakupan Wilayah Masing -Masing
Iklim Bulanan Dengan Menggunakan ”Tabulate Area”..
46
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Peta Iklim Bulanan Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut
Teori Mohr ...............................................................................
48
4.1.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari - April ................ .........
48
4.1.2 Peta Curah Hujan Bulan Mei ...................... .....................
51
4.1.3 Peta Curah Hujan Bulan Juni .........................................
53
4.1.4 Peta Curah Hujan Bulan Juli ...........................................
54
4.1.5 Peta Curah Hujan Bulan Agustus................. ...................
56
4.1.6 Peta Curah Hujan Bulan September............ ....................
59
4.1.7 Peta Curah Hujan Bulan Oktober................. ....................
62
4.1.8 Peta Curah Hujan Bulan November.. .............................. .
64
4.1.9 Peta Curah Hujan Bulan Desember.............. ....................
65
x
4.2 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut
Mohr.................................................. .........
66
4.3 Peta Curah Hujan Bulanan Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat
Menurut Teori Oldeman...........................................................
68
4.3.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari.................. .....................
69
4.3.2 Peta Curah Hujan Bulan Februari................. ....................
70
4.3.3 Peta Curah Hujan Bulan Maret..................... ....................
71
4.3.4 Peta Curah Hujan Bulan April...................... ....................
73
4.3.5 Peta Curah Hujan Bulan Mei ....................... ....................
75
4.3.6 Peta Curah Hujan Bulan Juni ............................ .............
77
4.3.7 Peta Curah Hujan Bulan Juli ........................ ....................
79
4.3.8 Peta Curah Hujan Bulan Agustus................. ....................
80
4.3.9 Peta Curah Hujan Bulan September............ .....................
82
4.3.10 Peta Curah Hujan Bulan Oktober.............................. ......
83
4.3.11 Peta Curah Hujan Bulan November................................
85
4.3.12 Peta Curah Hujan Bulan Desember.... ...........................
87
4.4 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Oldeman....
89
BAB V PENUTUP
93
5.1 Kesimpulan .............................................. .................................
93
5.2 Saran ..........................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.Subsistem SIG…………………………………………………
15
Gambar 2.2 .Komponen SIG ……………………………... .........................
16
Gambar 2.3. Contoh Peta Topografi ………………………….......................
21
Gambar 2.4. Contoh Peta Khusus ……..........................................................
22
Gambar 2.5. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar…….……
25
Gambar 2.6. Pembagian Zone Proyeksi UTM ……………………………………
26
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ................................................................
30
Gambar 3.2.a. Tahapan Penelitian ................................................. .................
32
Gambar 3.2.b. Simbol -Simbol Yang Dipakai Pada Tahapan Penelitian ........
33
Gambar 3.3. Tampilan Proses ”Run” Phpmyadmin.......................................
35
Gambar 3.4. Halaman Untuk Membuat Basis Data Baru Pada Mysql ...........
35
Gambar 3.5. Tampilan halaman untuk mendefinisikan kolom -kolom pada
tabel yang akan di buat ..............................................................
36
Gambar 3.6. Tampilan Pada Saat Mengubah Proyeksi Peta ..........................
37
Gambar 3.7 Tampilan proses menam pilkan peta dari MySQL ......................
38
Gambar 3.8. Tampilan Proses Menampilkan Stasiun Penakar Hujan ............
39
Gambar 3.9. Menu Join...................................................................................
40
Gambar 3.10 Proses Interpolasi Grid.............................................................
41
Gambar 3.11. Peta Curah Hujan Dengan Metode Interpolasi Grid ................
42
Gambar 3.12. Tampilan Model Builder……………………………………..
43
Gambar 3.13. Contoh Peta Hasil Reklasifikasi ……………………………...
43
xii
Gambar 3.14. Tampilan Proses Tabulate Area……………………………...
44
Gambar 4.1. Peta Curah Hujan Bulan Januari – April Menurut Teori
Mohr……………………………………………………...........
49
Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Mei Menurut Teori Mohr …………………..
51
Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Mohr …………...
53
Gambar 4.4. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Mohr ……………
54
Gambar 4.5 Peta Curah Hujan Bulan Agustus Menurut Teori Mohr ………
56
Gambar 4.6. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Mohr ……
59
Gambar 4.7. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Mohr ………
62
Gambar 4.8. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Mohr ……
64
Gambar 4.9. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Mohr ……
65
Gambar 4.10.Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut
Mohr………………………………………………………..... .
66
Gambar 4.11. Peta Curah Hujan Bulan Januari Menurut Teori Oldeman …
69
Gambar 4.12. Peta Curah Hujan Bulan Februari Menurut Teori Oldeman …
70
Gambar 4.1.3. Peta Curah Hujan Bulan Maret Menurut Teori Oldeman…
71
Gambar 4.14. Peta Curah Hujan Bulan April Menurut Te ori Oldeman……
73
Gambar 4.15. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Oldeman ……………
75
Gambar 4.16. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Oldeman ……...
77
Gambar 4.17. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Oldeman ………
79
Gambar 4.18. Peta Curah Hujan Bulan Agustus Men urut Teori Oldeman …
80
Gambar 4.19. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Oldeman .
82
Gambar 4.20. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Oldeman …
83
xiii
Gambar 4.21. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Oldeman .
85
Gambar 4.23. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Oldeman .
87
Gambar 4.22. Peta Iklim Banten,DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut
Oldeman………………………………………………… .......
xiv
89
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr ………… …………………......
9
Tabel 2.2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan Bulan Basah …
10
Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan bulan kering…
11
Tabel 2.4. Zona Agroklimat Menurut Oldeman ……....................................
11
Tabel 3.1. Tabel Stasiun Penakar Hujan ……………………………………
34
Tabel 3.1. Tabel Rata -Rata Curah Hujan Bulanan …………………………..
34
Tabel 3.3 Tabel penentuan iklim bulanan teori Mohr da n Oldeman..............
42
Tabel 4.1 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per
Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………
50
Tabel 4.2 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per
Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………….
50
Tabel 4.3 Tabel Luas Cak upan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per
Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………
52
Tabel 4.4 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juni Per
Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………
54
Tabel 4.5 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per
Kabupaten M enurut Mohr ………………………………………
56
Tabel 4.6 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per
Kabupaten Menurut Mohr …………………………………….....
58
Tabel 4.7 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September Per
Kabupaten Menurut Mohr ……………………………………...
xv
61
Tabel 4.8 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per
Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………
63
Tabel 4.9 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November Per
Kabupaten Menurut Mohr ………………………………………
65
Tabel 4.10 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Iklim Pe r Kabupaten
Menurut Mohr …………………………………………………..
68
Tabel 4.11 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Februari Per
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………..
71
Tabel 4.12 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per
Kabupaten Menurut Oldeman ………………… ………………...
73
Tabel 4.13 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………..
74
Tabel 4.14 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………
76
Tabel 4.15 Tabel Luas Cakupan Wila yah Curah Hujan Bulan Juni Per
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………..
78
Tabel 4.16 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………..
80
Tabel 4.17 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………..
81
Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September
Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………
Tabel 4.19 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per
xvi
83
Kabupaten Menurut Oldeman …………………………………
84
Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November
Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………
86
Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Desember
Per Kabupaten Menurut Oldeman ………………………………
88
Tabel 4.22 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Ik lim Per Kabupaten
Menurut Oldeman ………………………………………………
xvii
91
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklim adalah keadaan cuaca rata -rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (± minimal 30 tahun) dan
meliputi wilayah yang luas (Lakitan : 1997) . Iklim terdiri dari unsur -unsur,
yaitu curah hujan, kelembapan udara, tekanan udara, dan suhu udara. Sejak
zaman yunani kuno orang -orang telah berusaha mengetahui kondisi iklim dari
suatu wilayah. Orang yunani kuno telah mengetahui bahwa terdapat hubunga n
antara suhu dan garis lintang dan membagi belahan bumi utara dan selatan
menjadi tiga zona iklim, yakni zona panas, zona sedang dan zona dingin.
Setelah pengetahuan tentang peta dunia semakin akurat, diketahui bahwa
pembagian zona iklim berdasarkan garis lintang adalah kurang akurat , karena
hanya menggunakan unsur suhu dan hanya menghasilkan tiga zona iklim
seperti yang telah disebutkan sebelumnya. .Maka pada perkembangannya para
pakar iklim menggunakan unsur -unsur iklim sebagai dasar utama pembagian
zona iklim atau
klasifikasi iklim . Data-data unsur iklim yang sering
digunakan dalam pembagian zoana iklim adalah curah hujan. Curah hujan
adalah
endapan
atau
deposit
air
dalam
bentuk
cair
maupun padat yang berasal atmosfer (Ika Kurnia :2007). Curah hujan
mencakup tetes hujan,salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun kristal
1
adalah kristal-kristal es yang terbentuk pada permukaan, misalnya pada
tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu. Informasi tentang kondisi
curah hujan adalah salah satu unsur penting dan besar pengaruhnya te rhadap
segala macam aktifitas kehidupan seperti: keselamatan masyarakat, produksi
pertanian,
perkebunan,
perikanan,
penerbangan,
public
service,
dan
sebagainya.
Data-data unsur-unsur iklim yang menjadi dasar utama klasifikasi iklim
seperti data curah hu jan merupakan data yang bereferensi geografi. Data -data
yang bereferensi geografis dapat diolah dan dianalisa dengan menggunakan
pendekatan sitem informasi geografis, termasuk data unsur iklim.
Pada
dasarnya istilah sistem informasi geografis, merupakan g abungan dari tiga
unsur pokok, yakni sistem, informasi dan geografis. Dengan melihat unsur unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi yang
lebih menekankan pada unsur ”Geografis”. Dengan memperhatikan pengertian
sistem informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri
dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek objek yang terdapat di permukaan bumi.
Pakar-pakar yang telah dike nal yang menggunakan data unsur hujan
sebagi dasar pembagian z ona iklim adalah Mohr, Schmidt Ferguson dan
Oldeman. Meskipun dalam penentuan pembagian zona iklim menggunakan
unsur yang sama, dalam hal ini curah hujan. Namun s istem pembagian zona
iklim tiap pakar tersebut berbeda. Hal ini dikarenakan pembagian zona iklim
umumnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan penggunaanya,
2
misalnya untuk kegunaan di bidang pertan ian , penerbangan dan kelautan.
Tujuan yang berbeda menyebabkan
pakar klimatologi
mengembangkan
klasifikasi iklim yang berbeda sesuai dengan su dut pandang dan kepentingan
masing-masing. Karena adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka pada
kesempatan kali ini Penulis tertarik untuk membandingkan hasil klasifikasi
iklim bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan Sistem
Informasi Geografis.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada skripsi ini adalah :
1. Bagaimana menentukan curah hujan bulanan suatu daerah dengan
menggunakan pendekatan sistem informasi geografi
2. Bagaimana perbandingan hasil penentuan curah hujan bulanan antara dua
teori yang berbeda yaitu teori Mohr dan Oldeman
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada skripsi ini adalah :
1. Teori klasifikasi iklim yang digun akan adalah teori klasifikasi iklim Mohr
dan klasifikasi iklim Oldeman .
2. Perangkat lunak yang digunakan arcview 3.2, MYSQL untuk membangun
basis data eksternal.
3. Lokasi studi penelitia n di Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat .
3
1.4. Tujuan dan Manfaat
1.4.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang
perbandingan klasifikasi iklim men urut dua teori yang berbeda dengan
meggunakan pendekatan sisitem informasi geografis . Hasil penelitian ini
ditampilkan dalam bentuk peta iklim bulanan menurut klasifikasi iklim
Mohr dan Oldeman, tabel luasan per iklim setiap propinsi, dan narasi hasil
perbandingan.
1.4.2 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini
adalah hasil dari penelitian ini dapat
dijadikan sebagai salah satu unsur dasar menentukan kelayakan spasial dari
suatu wilayah untuk ditanami tumbuhan tertentu.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian perbandingan hasil penentuan
curah hujan bulanan menurut
teori Mohr dan Oldeman
dengan
menggunakan pendekatan sistem informasi geografi adalah :
1. Observasi
Mengumpulkan data dengan cara meneliti secara langsung di instansi
terkait yakni Kantor Badan Meteorologi dan G eofisika (BMG) Jl. H.
Abdul Ghani
No.5 Cempaka Putih Ciputat Tangerang.
4
2. Studi Pustaka
Metode studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan literatur –literatur
yang ada dalam kepustakaan yang berhubungan denga n topik tugas akhir.
3. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data ini menguraikan prosedur pengolahan data salah
satu unsur iklim yakni curah hujan menggunakan software arcview 3.2
berdasarkan teori penentuan
curah hujan bulanan menurut Mohr dan
Oldeman.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
secara garis besar menggambarkan keseluruhan dari isi skripsi yang terdiri
atas lima (5) bab. Adapun kelima (5) bab tersebut adalah :
Bab I
: PENDAHULUAN
Bab
ini
menjelaskan
gamaran
secara
umum
mengenai
penyusunan skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II
: LANDASAN TEORI
Bab ini merupakan bab pembahasan tentang teori-teori yang
berkaitan dengan topik yang dibahas.
5
Bab III
: METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode -metode yang digunakan dalam
penelitian, lokasi dan temp at penelitian, pengumpulan data, dan
pengolahan data.
Bab IV
: HASIL DAN PEMBA HASAN
Bab ini memuat hasil akhir dari rangkaian tahap demi tahap yang
dilengkapi dengan pembahasan terhadap hasil akhir.
Bab V
: PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penulisan yang telah
diteliti. Selain itu sumbangsih saran untuk pihak -pihak yang
terkait.
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Cuaca dan Iklim
2.1.1 Pengertian Cuaca dan Iklim
Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu
yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat (Lakitan : 1997) .
Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca
dalam waktu beberapa jam saja.
Iklim adalah keadaan cuaca rata -rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun)
dan meliputi wilayah yang luas (Lakitan : 1997).
2.1.2 Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi cuaca dan iklim, yaitu suhu
udara, tekanan udara, kelembapan udara dan curah hujan.
1. Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara.Alat untuk
mengur suhu udara atau derajat p anas disebut thermometer. Biasanya
pengukuran dinyatakan dalam skala Celcius ( C ), Reamur (R), dan
Fahrenheit (F).
7
2. Tekanan Udara
Tekanan udara menunjukkan tenaga yang bekerja untuk menggerakkan
masa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Besar atau kecilnya
tekanan udara, dapat diukur dengan meggunakan barometer.
3. Kelembapan Udara
Di udara terdapat uap air yang berasal dari penguapan samudera.
Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dapat
dikandungnya. Ada dua macam kelembapan udara :
1. Kelembapan udara absolute, ialah banyaknya uap air yang terdapat
di udara pada suatu tempat. Dinyatakan dengan banyaknya gram
uap air dalam 1 m 3 udara.
2. Kelembapan udara relative, ialah perbandingan jumlah uap air
dalam udara (kelembapan absolute) dengan jumla h uap air
maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu
yang sama dan dinyatakan dalam persen
4. Curah Hujan
Curah hujan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair
maupun padat yang berasal atmosfer (Ika Kurnia :2007). Curah hujan
mencakup tetes hujan,salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun
kristal adalah kristal -kristal es yang terbentuk pada permukaan,
misalnya pada tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu.
Informasi tentang kondisi curah hujan adalah salah satu unsur pe nting
dan besar pengaruhnya terhadap segala macam aktifitas kehidupan
8
seperti: keselamatan masyarakat, produksi pertanian, perkebunan,
perikanan, penerbangan, public service, dan sebagainya. Curah hujan
diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
2.2 Klasifikasi Iklim
Klasifikasi iklim adalah p engelompokan yang di dasarkan atas persamaan sifat
unsur-unsur iklim ( Lakitan : 1997) . Unsur – unsur iklim yang terdiri dari suhu
udara, tekanan udara , kelembapan udara, dan curah hujan. Unsur -unsur iklim
yang menunjukkan pola keragaman yang jelas merupakan dasar utama dari
klasifikasi iklim yang dilakukan oleh pakar atau institusi yang relevan. Unsur
iklim yag sering dipakai tersebut adalah s uhu dan curah hujan
Klasifikasi iklim umu mnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan
penggunaanya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian, penerbangan,
atau kelautan. Klasifikasi iklim yang spesifik sesuai dengan kegunaannya ini
tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi dengan hanya
memilih data tentang unsur atau unsur -unsur iklim yang relevan, yang secara
langsung akan mempengaruhi aktivitas atau obyek dalam bidang -bidang
tersebut.
2.2.1 Klasifikasi Iklim Mohr
Klasifikasi iklim Mohr diusulkan oleh E.C Mohr pada tahun 1933.
Klasifikasi Iklim ini menggunakan unsur iklim curah hujan .Klasifikasi
iklim Mohr didas arkan atas jumlah bulan basah dan bulan kering dalan
setahun. Bulan basah dalam klasifikasi iklim Moh r adalah bulan dengan
9
total curah hujan lebih dari 100 mm; bulan kering m emiliki total curah hujan
kumulatif kurang dari 60 mm . Sedangkan antara bulan kering dan bulan
basah terdapat bulan lembab yang memiliki total curah hujan kumulatif
antara 60 sampai dengan 100 Tabel klasifikasi iklim menurut Mohr :
Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr (Lakitan:1997)
No
Zona
Jumlah Bulan Basah
Jumlah Bulan Kering
1
1a
12
0
2
1b
7-11
0
3
II
4-11
1-2
4
III
4-9
2-4
5
IV
4-7
4-6
6
V
4-5
6-7
2.2.2 Klasifikasi Iklim Oldeman
Klasifikasi iklim Oldeman juga menggunakan unsur curah h ujan sebagai
dasar klasifikasi iklim. Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang
baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi
mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk
keperluan praktis klasifikasi in i cukup berguna terutama dalam klasifikasi
lahan
pertanian
tanaman
pangan
di
Indonesia.
Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan
palawija. Dibandingkan dengan metode lain, metode ini sudah lebih maju
karena sekaligus memperhi tungkan unsur cuaca lain seperti radiasi matahari
dikaitkan dengan kebutuhan air tanaman.
10
Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan
dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Ia membuat dan
menggolongkan tipe -tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan bulan basah dan bulan -bulan kering secara berturut -turut. Kriteria dalam
klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan
lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan pel uang
hujan,
hujan
efektif
dan
kebutuhan
air
tanaman.
Konsepnya adalah:
1. Padi sawah membutuhkan air rata -rata per bulan 145 mm dalam musim
hujan.
2. Palawija membutuhkan air rata -rata per bulan 50 mm dalam musim
kemarau.
3. Hujan bulanan yang diharapkan m empunyai peluang kejadian 75% sama
dengan 0,82 kali hujan rata -rata bulanan dikurangi 30.
4. Hujan efektif untuk sawah adalah 100%.
5. Hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat adalah
75%.
Dapat dihitung hujan bulanan yang diperlukan unt uk padi atau palawija
(X) dengan menggunakan data jangka panjang yaitu:
Padi sawah:
145 = 1,0 (0,82 X -30)
X = 213 mm/bulan
Palawija:
11
50 = 0,75 (0,82 X - 30)
X = 118 mm/ bulan.
213 dan 118 dibulatkan menjadi 200 dan 100 mm/bulan yang digunakan
sebagai batas penentuan bulan basah dan kering.
Bulan basah merupakan bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari
200 mm, bulan lembab adalah bulan denan rata -rata curah hujan kumulatif
100-200, dan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kumulatif lebih
dari 200 mm. Selanjutnya dalam penentuan klasifikasi iklim Oldeman
menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering
berturut-turut.
Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan
pada jumlah pada jumlah bulan basah berturut -turut. Sedangkan sub
divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering
berturut-turut.
Tabel 2.2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan Bulan Basah 1
1
www.e-dukasi.net
12
Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasar kan bulan kering 2
Dari lima tipe utama dan empat sub divisi tersebut Oldeman
mengelompokkan menjadi 17 daerah agroklimat mulai dari A1 sampai E4,
dengan penjabaran sebagai berikut :
Tabel 2.4. Zona Agroklimat Menurut Oldeman (Lakitan :1997)
2
www.e-dukasi.net
13
2.3 Sistem Informasi Geografis
2.3.1 Defenisi
Dalam Prahasta (2002) SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer
yang digunakan untuk menyimpan da n memanipulasi informasi -informasi
geografi.
SIG
dirancang
untuk
mengumpulkan,
menyimpan,
dan
menganalisis obj ek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik yang penting atau kristis untuk dian alisis. Masih dalam
Prahasta (2002) SIG adalah kimpulan yang terorganisir dari perangkat keras
komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil ya ng dirancang secara
efesien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate,
memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi.
Disimpulkan, Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam arti luas dapat
didefinisikan sebagai seper angkat sistem baik berbasis manual maupun
berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
data yang mempunyai rujukan kebumian. Dengan berkembangnya teknologi
komputer, batasan Sistem Informasi mengalami penyempurnaan, maka
dalam arti sem pit SIG merupakan seperangkat sistem yang berbasis
komputer untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai
rujukan kebumian untuk tujuan tertentu .
14
2.3.2 Subsistem SIG
Secara garis besar , SIG biasanya dibagi menjadi empat subsistem
yang saling terkait (Prahasta : 2002), yaitu masukan ( input) data, pengolahan
atau manajemen data, manipulasi dan analisis, serta keluaran ( output) data.
a. Masukan (input) data
Masukan data dalam SIG biasanya dari data grafis atau data spasial dan
data atribut atau tab ular. Kumpulan data tersebut disebut basis data
(database). Sumber database SIG secara konvensional dapat dibagi ke
dalam tiga kategori, yaitu :
1. Data atribut atau numerik berasal dari data statistik, data sensus, data
lapangan dan data tabular lainnya.
2. Data grafis atau data spasial, berasal dari peta analog, foto udara dan
citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.
3. Data penginderaaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh
dari satelit. Masukan data yang belum dalam bentuk digital harus
diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk digital agar dapat dianalisis
dengan menggunakan SIG. Proses pengubahan data ke dalam bentuk
digital dinamakan dengan encoding. Proses encoding ada dua macam,
yaitu secara manual dengan menggunakan digitizer dan
secara
otomatis dengan penyiaman ( scanning).
b. Pengelolaan atau Manajemen Data
Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan,pengaktifan,
penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari
15
masukan data. Struktur data spasial dalam SIG terdiri dari dua macam,
yaitu struktur data vektor, yang kenampakan keruangannya
akan
disajikan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan
tertentu. Struktur data yang kedua adalah struktur data raster, yang
kenampakan keruangannya akan disaji kan dalam bentuk konfigurasi selsel yang membentuk gambar ( Prahasta : 2002).
c. Manipulasi dan Analisis Data
Manipulasi dan analisis data merupakan salah satu kemampuan utama
dalam SIG untuk menghasilkan informasi baru sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
d. Keluaran (output) Data
Keluaran
adalah
seperangkat
prosedur
yang
berfungsi
untuk
menampilkan atau menghasilkan informasi SIG yang tersimpan dalam
basis data baik kesluruhan atau sebagian (Prahasta,2002). Bentuk keluaran
yang dihasilkan ada tiga maca m, yaitu cetakan yang berupa peta maupun
tabel atau grafik yang dicetak dengan media kertas, film atau media
lainnya.
16
Data
Manipulation
& Analysis
Data
Input
Data
Output
SIG
Data
Manajemen
Gambar 2.1: Subsistem SIG (Prahasta, 200 2)
2.3.3 Komponen SIG
Sistem SIG terdiri dari beberapa kom ponen berikut (Prahasta, 2003)
:
1. Perangkat keras : Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG
adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, ploter, dan scanner.
2. Perankat
lunak
:
Setiap
subsistem
yang
dibahas
diatas
diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lu nak.Contoh
perangkat lunak SIG, arcview,arcgis,mapinfo.
3. Data dan informasi geografi : SIG dapat mengumpulkan dan
menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak
langsung
dengan cara meng -importnya dari perangkat -perangkat
17
lunak SIG yang lai n maupun secara langsung dengan cara
mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data
atruibutnya dari tabel -tabel dan laporan dengan menggunakan
keyboard
4. Manajemen : Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan
baik dan dikerjakan oleh or ang-orang memiliki keahlian yang tepat
pada semua tingkatan.
Hardware
Data
SIG
Manajemen
Data dan Informasi Geografis
Software
Gambar 2.2 :Komponen SIG
2.3.4 Fungsi Analisis SIG
Salah satu kemampuan SIG adalah funsi analisis. Secara umum,
terdapat dua jenis fungsi analisis; fungsi analisis spasial dan fungsi
18
analisis atribut (basisdata atribut) . Fungsi analisis atribut terdiri dari
operasi dasar sistem pengelolaan basisdata (DBMS ) dan perluasannya:
1. Operasi dasar basisdata mencakup : membuat basisdata baru;
menghapus basisdata; membuat tabel basisdata; mengisi dan
menyisipkan data kedalam tabel; membaca dan mencari data (field
atau record) dari tabel basisdata; mengubahdan meng -edit data yang
terdapat dalam basis data; menghapus data dari tabel basisdata;
membuat indeks untuk setiap tabel basisdata.
2. Perluasan operasi basisdata : me mbaca dan menulis basisdata dalam
sistem basisdata yang lain ( export dan Import) ; dapat berkomunikas i
dengan sistem basisdata yang lain (misalkan dengan menggunakan
driver ODBC
Fungsi analisis spasial terdiri dari :
1. Klasifikasi
(reclassify)
: fungsi
ini mengklasifikasikan
atau
mengklasifikasikan kembali suatu data spasial atau atribut menjadi
data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu.
2. Network (Jaringan) : fungsi ini merujuk data spasial titik -titik point
atau gari-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan .
Fungsi ini sering digunakan dalam bidang transportasi
3. Overlay : fungsi ini mengahasilkan data spasial baru dari minimal
dua data spasial yang menjadi masukkannya.
19
4. Buffering : Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang
berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial
yang menjadi masukkannn ya
5. 3D analysis : fungsi ini terdiri dari sub -sub fungsi yang berhubungan
dengan presentasi data spasial dalam ruang tiga dimensi.
6. Digital image processing : pengolahan citra dijital, fungsi ini dimiliki
oleh perangkat sig yang berbasiskan raster atau data hasil perekaman
citra satelit.
2.4 Data Spasial
Data Spasial (data keruangan) adalah data yang memiliki sifat -sifat
keruangan seperti posisi, arah, bentuk, luas atau volume yang menunjukan
keadaan obyek (Wicikononing : 2008 ). Penyajian data spasial bisa dilakukan
dengan dua model yaitu model data raster maupun model data vektor,
keduanya
memiliki
karakteristik
yang
berbeda,
pemanfaatannya tergantung dari masukan data
selain
itu
dalam
dan hasil akhir yang akan
dihasilkan. Model data tersebut merupakan rep resentasi dari obyek -obyek
geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer.
Model data raster mempunyai struktur data yang tersusun dalam bentuk
matriks atau piksel. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada
ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi. Model data ini biasanya
digunakan dalam remote sensing yang berbasiskan citra satelit maupun
airborne (pesawat terbang). Keterbatasan utama dari data raster adalah
20
besarnya ukuran file biasanya semakin tinggi resolusi gridnya semakin besar
pula ukuran filenya.
Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan,
model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk
membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi t iga
bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).
a. Titik (point)
Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu
obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam
bentuk simbol baik pada pe ta maupun dalam layar monitor. Contoh :
Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi Fasilitas Kesehatan.
b.
Garis (line)
Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik
dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai.
c. Area (Poligon)
Poligon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi.Co ntoh :
Danau, Persil Tanah.
2.5 Peta
Peta adalah
suatu
representasi
atau gambaran
unsur -unsur
atau
kenampakkan-kenampakkan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, atau
yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda -benda angkasa dan
umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diper kecil atau di
21
skalakan (Hidayati, 2008). Dari defenisi peta tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa peta merupakan :
1. Abstraksi obyek -obyek permukaan bumi dengan menggunakan simbol simbol
2. Digambarkan pada bidanga datar sehingga diperlukan proyeksi peta
3. Obyek-obyek permukaan bumi tersebut diperkecil.
2.5.1 Jenis Peta Berdasarkan Isinya
Berikut ini adalah penjelasan penggolongan peta berda sarkan isinya.
Berdasarkan isinya peta dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: peta
umum dan peta khusus (tematik).
1. Peta Umum
Peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi secara
umum. Peta umum ini memuat semua penampakan yang terdapat di suatu
daerah, baik kenampakan fisis (alam) maupun kenampakan sosial budaya.
Kenampakan fisis misalnya sungai, gunung, laut, danau dan lainnya.
Kenampakan sosial budaya misalnya jalan raya, jalan
kereta
api,
pemukiman kota dan lainnya. Peta umum ada 2 jeni s yaitu: peta topografi
dan peta chorografi.
a. Peta Topografi
Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan bentuk relief (tinggi
rendahnya)
22
permukaan bumi. Dalam peta topografi digunakan garis kontur (countur
line) yaitu garis yang menghubungkan tempat -tempat yang mempunyai
ketinggian sama.
Gambar 2.3. Contoh Peta Topografi
b. Peta Chorografi
Peta chorografi adalah peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian
permukaan bumi dengan skala yang lebih kecil antara 1 : 250.000
sampai 1 : 1.000.000 atau lebih. Peta chorografi menggambarkan daerah
yang luas, misalnya propinsi, negara, benua bahkan dunia. Dalam peta
chorografi digambarkan semua kenampakan yang ada
pada suatu
wilayah di antaranya pegunungan, gunung, sungai, danau, jalan raya,
jalan kereta api, batas wilayah, kota, garis p antai, rawa dan lain -lain.
23
2. Peta Khusus atau T ematik
Disebut
peta
khusus
atau
tematik
karena
peta
tersebut
hanya
menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan bumi yang
ingin ditampilkan. Dengan kata lain, yang ditampilkan berdasarkan tema
tertentu. Peta khusus adalah peta yang menggambarkan k enampakankenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kondisi fisik maupun sosial
budaya. Contoh peta khusus/tertentu: peta curah hujan, peta kepadatan
penduduk, peta penyebaran hasil pertanian, peta penyebaran hasil tambang,
chart (peta jalur penerbangan atau pelayaran).
Gambar 2.4. Contoh Peta Khusus
2.5.2 Jenis Peta Berdasarkan S kalanya
Peta tidak sama besarnya (ukurannya). Ada peta yang berukuran besar
dan ada peta yang berukuran kecil. Besar -kecilnya peta ditentukan oleh
besar-kecilnya skala yang digunakan. Skala peta adalah perbandingan jarak
antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi
(lapangan).
24
Berdasarkan skalanya peta dapat digolongkan menjadi empat jenis,
yaitu:
1. Peta kadaster/teknik adalah peta yang mempuny ai skala antara 1 : 100
sampai 1 : 5.000. Peta ini digunakan untuk menggambarkan peta tanah
atau peta dalam sertifikat tanah, oleh karena itu banyak terdapat di
Departemen Dalam Negeri, pada Dinas Agraria (BadanPertanahan
Nasional).
2. Peta skala besar adalah peta yang mempunyai skala 1 : 5.000 sampai 1 :
250.000. Peta skala besar digunakan untuk menggambarkan wilayah yang
relatif sempit, misalnya peta kelurahan, peta kecamatan.
3. Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1 : 250.000
sampai 1: 500.000. Peta skala sedang digunakan untuk menggambarkan
daerah yang agak luas, misalnya peta propinsi Jawa Tengah, peta propinsi
maluku.
4. Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1 : 500.000 sampai 1 :
1.000.000 atau lebih. Peta skala kecil digunaka n untuk menggambarkan
daerah yang relatif luas, misalnya peta negara, benua bahkan dunia.
2.5.3 Jenis Peta Berdasarkan Tujuannya
Peta dibuat orang dengan berbagai tujuan. Berikut ini contoh -contoh peta
untuk berbagai tujuan:
1. Peta Pendidikan ( Educational Map).Contohnya: peta lokasi sekolah
SLTP/SMU.
2. Peta Ilmu Pengetahuan.Contohnya: peta arah angin, peta penduduk.
25
3. Peta Informasi Umum ( General Information Map ). Contohnya: peta
pusat perbelanjaan.
4. Peta Turis (Tourism Map).Contohnya: peta museum, peta rute bus .
5. Peta Navigasi.Contohnya: peta penerbangan, peta pelayaran.
6. PetaAplikasi (Technical Application Map ). Contohnya: peta penggunaan
tanah, peta curah hujan.
7. Peta Perencanaan ( Planning Map). Contohnya: peta jalur hijau, peta
perumahan, peta pertambangan.
2.6 Sistem Proyeksi Peta
Proyeksi peta merupakan suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid
atau bola) ke koordinat titik -titik terletak di atas bi dang datar (Prahasta 2002) .
Sistem proyeksi peta mene ntukan bagaimana objek -objek di permukaan bumi
yang sebenarnya tidak datar pada permukaan peta yang berupa bidang datar.
Gambar 2.5. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar
26
2.6.1 Sistem Proyeksi Universal Transvers e Mecator (UTM)
Salah satu sistem proyeksi peta yang terkenal dan sering digunakan
adalah Universal Transverse Mecator (UTM). Pada proyeksi ini dunia
dibagi dalam zone -zone, dengan setiap zone terdiri dari enam bujur.
Menurut pembagian ini , wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai
dari meridian 90° BT sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS
sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai
dengan zone 54.
Gambar 2.6. Pembagian Zone Proyeksi U TM
2.7 Deskripsi Perangkat Lunak
2.7.1 ArcView 3.2
ArcView merupakan salah satu perangkat lunak desktop SIG dan
pemetaan
yang
dikembangkan
oleh
ESRI
(Environmental
SystemsResearch Institute, Inc). Dengan ArcView, anda dapat memiliki
kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng -explore,
27
menjawab query (baik basis data spasial maupun non spasial),
menganalisis data secara geografis, dan sebagainya.
ArcView mengorganisasikan sistem perangkat lunaknya ke dalam
beberapa komponen penting sebagai berikut:
a. Project.
Project merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView.
Project di dalam ArcView merupakan file kerja yang dapat digunakan
untuk menyimpan, Mengelompokkan dan mengorganisasikan semua
komponen-komponen program; View, theme, table, char t, layout dan
script dalam satu kesatuan yang utuh. Sebuah Project merupakan
kumpulan jendela dan dokumen yang dapat diaktifkan dan ditampilkan
selama bekerja. Sebuah Project berisi pointers yang merujuk pada lokasi
fisik (direktori di dalam disk) dimana d okumen-dokumen tersebut
disimpan, selain juga menyimpan informasi -informasi pilihan anda untuk
Project-nya (ukuran, symbol, warna dan sebagainya).
b. Theme.
Theme merupakan suatu bangunan dasar sistem ArcView.
Themes
merupakan kumpulan dari beberapa layer ArcView yang membentuk suatu
“tematik” tertentu. Sumber data yang dapat direpresentasikan sebagai
theme adalah shapefile, coverage (ArcInfo), dan citra raster.
c. View.
28
View mengorganisasikan theme. Sebuah View merupakan representasi
grafis informasi spasial dan dapat menampung beberapa “layer” atau
“theme” informasi spasial (titik, garis, polygon, dan citra raster).
d. Table.
Sebuah table merupakan representasi data ArcView dalam bentuk sebuah
table. Sebuah table akan berisi informasi deskriptif mengenai l ayer
tertentu.
e. Chart.
Chart juga merupakan representasi grafis dari suatu resume table. Bentuk
chart yang didukung oleh ArcView adalah line, bar, column, xy scatter,
area dan pie.
f. Layout.
Layout digunakan untuk menggabungkan semua dokumen (View, table,
dan chart) ke dalam suatu dokumen yang siap cetak
(biasanya
dipersiapkan untuk pembuatan hardcopy).
g. Script.
Script merupakan bahasa (semi) pemrograman sederhana (makro) yang
digunakan untuk mengotomatisasi kerja ArcView.
2.7.2 MYSQL
MYSQL (My Struct ure Query Language) adalah sebuah program
pembuat database yang bersifat open source. Karena sifatnya yang open
source , dia dapat dijalankan pada semua platform, bai k di linux maupun di
29
windows. MYSQL juga merupakan program pengakses database yang
bersifat jaringan sehingga dapat digunkan untuk aplikasi dengan banyak
pengguna (Multiuser).
Kelebihan lain dari MY SQL adalah menggunakan bahasa query standar
yang dimiliki SQL (Structure Query Language). SQL adalah suatu bahasa
permintaan yang terstruktur yang t elah distandarkan untuk semua program
pengakses database.
2.7.2.1 Koneksi Server Basis Data Den gan Arc View
Dengan menggunakan fasilitas ” SQL Connect” yang dimilki oleh Arc
View, pengguna dapat melakukan koneksi ke server basis data misalnya
Ms. Access, Oracle, dan atau Sybase, dan kemudian m enjalankan SQL
Query yntuk mema nggil records-nya yang diakses oleh pengguna akan
menjadi sebuah tabel di dalam project aktif.
2.7.2.2 ODBC
ODBC (Open data base connectivity) merupakan salah satu cara atau
metode yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara suatu program
aplikasi (termasuk arc view yang memerlukan berbagai layanan atau
service data ( yang diimplementasikan dalam bentuk -bentu tabel-tabel
basis data dengan server basis data (client –server DBMS) .
ODBC dibangun bersanma dengan SQL (Structed Query Language)
yang telah terstandarisasi . Oleh karena itu, dengan ODBC dan SQL,
berbagai aplikasi dapat berkomunikasi (data) secara langsung dengan
server basis datanya. Sementara itu penggunanya da n programmer dapat
30
menuliskan
kode -kode
(dengan
menggunakan
compiler
bahasa
pemrograman misalnya MS. VB, VC++, Borland Delphi, C++ Builder dan
sebagainya) untuk mengakses data secara independent ( tidak bergantung
pada merk atau jenis produk server DBMS -nya).
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Balai Besar Meteorologi dan Geofisika wilayah
II yang berlokasi di Jl. H. Abdulgani no.5, Bulak Raya, Cempaka Putih,
Ciputat, Tangerang. Penelitian dilakukan pa da Februari 2009 , Dengan lokasi
studi di Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
32
3.2 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Perangkat keras (hardware) : Seperangk at komputer dengan spesifikasi
Intel Pentium dual -core,hard disk 80 GB, 512 Ram.
b. Perangkat lunak (software) : Arc view 3.2 de ngan ekstensi spasial analyst,
Mysql 3.23
Bahan yang digunakan dalam pene litian ini Meliputi peta administrasi
Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat
dengan skala 1.500.000
(BMG), data stasiun penakar hujan BMG pada wilayah Banten, DKI Jakarta,
dan Jawa Barat, dan data rata-rata bulanan per stasiun selama 30 tahun (19712000).
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan Penelitian yang terlihat pada gambar di b awah ini. Adapun
simbol-simbol yang digunakan dijelaskan pada gambar 3. 2.b.
33
Gambar 3.2.a. Tahapan Penelitian
Adapun pengertian simbol -simbol yang digunakan pada diagram diatas
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Simbol Titik terminal, digunakan untuk
menunjukkan awal dan akhir dari suatu
34
proses
Simbol input atau output, digun akan
untuk mewakili data input atau output
Simbol proses, digun akan untuk mewakili
sebuah proses
Simbol Keputusan, digunakan untuk
mewakili penyeleksian kondisi di dalam
program
Simbol garis, menunjukkan arus dari
proses
Gambar 3.2.b. Simbol-Simbol Yang Dipakai Pada Tahapan Penelitian
3.4 Studi Pustaka
Pada tahap ini kegiatan yang dilaku kan adalah mempelajari dan
meneliti berbagai
sumber bacaan
dan mengunjungi situs -situs yang
mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Adapun daftar buku dan situs
internet yang digunakan s ebagi referensi dapat dilihat di daftar pustaka
3.5 Observasi
Observasi dilakukan untuk pengumpulan data hujan . Pencarian
dilakukan di instansi terkait dengan data iklim, yaitu Badan Meteorologi dan
Geofisika. Data unsur iklim yang digunakan adalah data c urah hujan harian
per stasiun BMG selama 30 tahun( periode 1971 -2000). Data tersebut berasal
dari 174 stasiun BMG yang ada di Propinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat.
35
3.6 Metode Pengolahan Data
3.6.1 Pembangunan Basis Data Eksternal
Pembangunan basis data eksternal dilakukan menggunakan software
MySQL. Basis data ik lim ini terdiri dari data curah hujan, sebagai unsur
iklim yang digunakan sebagai dasar penetuan iklim basah lembab dan
kering, baik menurut teori Mohr maupun Oldeman
Basis data eksternal yang dibangun pada penelitian ini terdiri dari dua tabel
yaitu :
1. Tabel stasiun penakar hujan
Tabel 3.1. Tabel Stasiun Penakar Hujan
Nama
No
noSta
NamaSta
Propinsi
Lintang
Type
int
int
char
char
float
Panjang
Bujur
float
4.2
6
30
30
4,2
Keterangan
Auto Increment
Id stasiun Penakar Hujan
Nama Stasiun
Nama propinsi
Koordinat lintang dari stasiun
klimatologi
Koordinat bujur dari stasiun
klimatologi
2. Tabel rata-rata curah hujan bulanan
Tabel 3.1. Tabel Rata -Rata Curah Hujan Bu lanan
Nama
NamaSta
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Type
char
integer
integer
integer
integer
integer
Panjang
30
5
5
5
5
5
Juni
integer
5
Rata-rata curah hujan Juni
Juli
integer
5
Rata-rata curah hujan Juli
36
Keterangan
Nama Stasiun
Rata-rata curah hujan Januari
Rata-rata curah hujan Februari
Rata-rata curah hujan Maret
Rata-rata curah hujan April
Rata-rata curah hujan Mei
Agustus
integer
5
Rata-rata curah hujan Agustus
September
integer
5
Rata-rata curah hujan September
Oktober
integer
5
Rata-rata curah hujan Oktober
November
integer
5
Rata-rata curah hujan November
Desember
integer
5
Rata-rata curah hujan Desember
Untuk memudahkan memasukkan data curah hujan kedalam MySQL,
penulis
menggunakan
phpMyAdmin-2.2.1
sebagai
interface. Runnin g
http://localhost/phpMyAdmin -2.2.1.
Gambar 3.3. Tampilan Proses ”Run” Phpmyadmin
Kemudian akan tampil halaman berikut untuk membuat data base baru.
Gambar 3.4. Halaman Untuk Membuat Basis Data Baru Pada Mysql
37
Setelah itu akan muncul halaman yang menghendaki kita untuk
menentukan kolom -kolom yang akan di buat seperti pada gambar
Gambar 3.5. Tampilan halaman untuk mendefinisikan kolom -kolom pada tabel
yang akan di buat
3.6.2 Pembuatan Peta Curah Hujan
Pembuatan peta curah hujan dilakukan dengan menggunakan software
arcview 3.2. Data-data yang diperlukan untuk pembuatan peta curah hujan
adalah:
1.
Peta administrasi propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Bar at
2.
Tabel stasiun penakar hujan
3.
Tabel rata-rata curah hujan bulanan
Adapun langkah -langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta curah
hujan :
38
1. Mengubah Proyeksi Peta Ke UTM
Peta administrasi yang digunakan pada penelitia n ini sudah dalam
bentuk digital na mun belum memilki proyeksi . Mengubah Proyeksi peta
menjadi UTM diperlukan untuk pemrosesan peta digital
lebih lanjut,
yakni untuk mengetahui luasan wilayah sebenarnya suatu peta. Pada
arcview proyeksi peta dapat dilakukan dengan
tools Projection Utility
Wizard.
B
A
C
Gambar 3.6. Tampilan Pada Saat Mengubah Proyeksi Peta
(A.Menu ArcView Prjection Utility, B. Pemilihan peta, C.Pemilihan jenis
proyeksi baru )
39
2. Menampilkan Stasiun Penakar Hujan Pada Peta Administrasi
Sebelum
menampilkan
stasiun
penakar
hujan
pada
peta
administrasi, terlebih dahulu tabel stasiun penakar hujan yang sudah dibuat
di MySQL di buka di arcview. Untuk membuka basis data eksternal yang
dibuat dengan menggu nakan software MySQL dapat digunakan ”SQL
Connect”. Pastikan basis data yang kita buat sudah terdaftar di ODBC (
Open Data Source Connectivity). Setelah itu gunakan ”add event theme”
dan pengisian kolom yang berisi koordinat x dan y untuk menampilkan
stasiun penakar hujan.
A.
B.
Gambar 3.7 Tampilan proses menampilkan peta dari MySQL
(A.Menu SQL Connect, B. Pemilihan tabel)
40
A.
B.
Gambar 3.8. Tampilan Proses Menampilkan Stasiun Penakar Hujan
(A. Menu Add Event Theme, B. Pemilihan Kolom Koordinat)
3. Menggabungkan ( Join) Tabel Rata -Rata Curah Hujan dan Tabel
Menggabungkan tabel rata -rata curah hujan dengan tabel stasiun
penakar hujan diperlukan agar informasi rata -rata curah hujan bulanan
dapat terintegrasi dengan informas i keruangannya (spasial). Untuk
menggabungkan dua tabel , sebelumnya pastikan kedua tabel tersebut
mempunyai salah satu kolom ya ng sama. Buka kedua tabel yang akan di
gabungkan. Tandai kolom yang sama pada masing -masing tabel. Pada
penelitian ini kolom yang sama pada tabel stasiun penakar hujan dan
tabel rata-rata curah hujan bulanan adalah kolom nama stasiun. Setelah
itu gunakan ”Join” untuk menggabungkan kedua tabel tersebut.
41
Gambar 3.9. Menu Join
4. Interpolasi Grid
Interpolasi grid merupakan prosedur untuk membuat theme grid
kontinyu dari data titik shapefile dengan menduga nilai-nilai yang tidak
diketahui pada lokasi yang berdekatan. Titik -titik yang berdekatan tersebut
dapat berjarak teratur atau tidak. Ada dua metode untuk menyisipkan nilai nilai sel lanjutan dari titik -titik: Inverse Distance Weighted (IDW) dan
Spiline. Metode Spiline menghasilkan suatu permukaan yang lebih lembut
dibanding Inverse Distance Weighted (IDW), karena
spiline
pada
dasarnya suatu proses pelengkungan suatu garis tidak lurus, atau
penambahan titik verteks yang bersifat menghaluskan dan melengkungkan
garis ( Barus:2005 dalam Primayudha:2006). Spiline lebih baik untuk
menunjukkan perubahan permukaan secara berangsur -angsur, sedangkan
Inverse
Distance Weighted
(IDW)
bersifat lebih ekstrim dalam
menyajikan data tersebut. Keunggulan metode Inverse Distance We ighted
42
(IDW) adalah dalam hal membuat batasan interval, sehingga klasisfikasi
data dapat dilakukan seperlunya. Interpolasi dapat dilakukan dengan tools
Interpolate Grid yang ada di arcview 3.2 .
Gambar 3.10 Pros es Interpolasi Grid
Contoh tampilan peta curah hujan yang dibuat dengan menggunakan metode inter
polasi grid dapat dilihat pada Gambar 3.11
43
Gambar 3.11. Peta Curah Hujan Dengan Metode Interpolasi Grid
5. Reklasifikasi
Reklasifikasi
menjadi
merupakan proses menandai kembali data -data
kelompok -kelompok
Reklasifikasi
dilakukan
tertentu
untuk
(
menetukan
Muji
iklim
Haryadi
bulanan
: 2005).
dengan
mengelompokkan kembali data curah hujan sesuai dengan teori Mohr dan
Oldeman.
Tabel 3.3 Tabel penentuan iklim bulanan teori Mohr dan Oldeman
Iklim Bulanan
Mohr
Oldeman
Kering
0-60
0-100
Lembab
60-100
100-200
Basah
>100
> 200
44
Proses reklasifikasi menggunakan arcview 3.2 dengan extensions model builder ,
dengan proses : pada tampilan model builder , pilih menu add process –
reclassification, dan dilanjutkan denagn pengisisan reklasifikasi berdasarkan
kriteria bulan basah, lembab, dan kering menurut teori Mohr dan oldeman.
Gambar 3.12. Tampilan Model Builder
CONTOH PETA HASIL REKLASIFIKASI
SERANG
JAKARTA UTARA
KARAWANG
BEKASI
TANGERANG
JAKARTA TIMUR
SUBANG
LEBAK
BOGOR
INDRAMAYU
PURWAKARTA
PANDEGLANG
CIREBON
KODYASUKABUMI
SUKABUMI CIANJUR
Kering
Lembab
Basah
SUMEDANG
MAJALENGKA
KODYABANDUNG
BANDUNG
KUNINGAN
TASIKMALAYA
GARUT
CIAMIS
N
W
90
0
90
180 Miles
Gambar 3.13. Contoh Peta Hasil Reklasifikasi
45
E
S
3.6.3 Menghitung Luas Cakupan Wilayah Masing -Masing Iklim di Setiap
Kabupaten dengan menggunakan “Tabulate Area”
Proses penghitungan luas cakupan wilayah masing -masing iklim
dapat menggunakan “Tabulate Area”. Tabulasi area adalah fasilitas yang
disediakan oleh ArcView untuk membuat tabel silang ( cross tab) luasan
antar 2 field theme yang berbeda. Fasilitas ini bisa digunakan apabila
minimal ada 2 theme pada view. Theme yang dapa t ditabulasi adalah
theme shapefile atau theme grid integer.
Gambar 3.14. Tampilan Proses Tabulate Area
46
Pada penelitian ini penggunaan tabulasi area untuk mengetahui luas cakupan
wilayah tiap-tiap jenis iklim b ulanan di masing-masing kabupaten. Dengan
diketahuinya luas cakupan wilayah tiap jenis -jenis iklim di masing -masing
kabupaten, maka dapat ditentukan perbedaan dan persamaan dengan pendekatan
system informasi geografi terhadap hasil penentuan iklim bulana n dengan teori
Mohr dan Oldeman
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Peta Curah Hujan Bulanan Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut
Teori Mohr
Bulan basah dalam klasifikasi iklim Mohr adalah bulan dengan total
curah hujan kumulatif lebih dari 100 mm. Bulan lembab adalah bulan dengan
total curah hujan kumulatif 60 mm – 100 mm. Sedangkan bulan kering adalah
bulan dengan total curah hujan kumulatif kurang dari 60 mm .
4.1.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari - April
48
Gambar 4.1. Peta Curah Hujan Bulan Januari – April Menurut Teori Mohr
Gambar diatas
menunjukkan keseluruhan wilayah
Banten, DKI,
dan Jawa Barat dari bulan januari sampai dengan bulan Maret , menurut teori
klasifikasi iklim Moh r, mengalami bulan basah atau memilki curah hujan
kumulatif lebih dari 100 m m per bulannya. Bulan April, seperti terlihat pada
gambar diatas. Propinsi Banten, DKI, dan Jawa Barat sebagian besar
wilayahnya me ngalami bulan basah. Hanya sebagian kecil wilayah di ketiga
propinsi ini yang mengalami bulan lembab .Daerah-daerah tersebut a dalah:
Kodya
Tangerang , Kabupaten Tangerang , Kabupaten Majalengka,
kabupaten Karawang, Kabupaten Indra mayu,
di
Kabupaten
Bekasi,
Kabupaten Cirebon . Detil luasan curah hujan bulan April dapat dilihat pada
tabel berikut :
49
Tabel 4.1 Tabel Luas Cakupan W ilayah Curah Hujan Bulan Maret
Per Kabupaten Menurut Mohr
Tabel 4.2 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April
Per Kabupaten Menurut Mohr
50
4.1.2 Peta Curah Hujan Bulan Mei
Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Teor i Mohr
Pada bulan Mei Kabupaten Pandeglang dan Lebak keseluruhan
wilayahnya mengalami bulan basah. Sebagian wilayah Kodya Tangerang
juga mengalami bulan basah, sedangkan sisanya mengalami bulan lembab .
Kabupaten Serang sebagian besar mengalami bulan basa h,. Kabupaten
Tangerang wilayahnya mengalami bulan basah dan bulan lembab, yakni
Jakarta Barat, Jakarta Utara,dan Jakarta Timur wilayahnya terbagi menjadi
dua tipe iklim, yaitu iklim basah dan iklim lembab. Jakarta Pusat dan
Jakarta Selatan 100% wilayahnya mengalami bulan basah. Kabupaten
Tasikmalaya, Sumedang, Sukabumi,Purwakarta, Kodya Sukabumi, Kodya
Bandung, Kodya Bogor, Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor dan Bandung
keseluruhan wilayahnya mengalami bul an basah. Kabupaten Subang ,
Majalengka, dan Kun ingan wilayahnya terbagi menjad i dua curah hujan
bulanan, yaitu bulan lembab dan basah dengan prosentase yang tidak sama
51
di setiap Kabupaten. Kabupaten Karawang, Indramayu, Bekasi dan Cirebon
wilayahnya terbagi menjadi 3 jenis curah hujan bulanan , yaitu bulan kering,
lembab, dan basah. Detil luasan curah hujan bulan Mei pada setiap
kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per
Kabupaten Menurut Mohr
52
4.1.3 Peta Curah Hujan Bulan Juni
Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Bulan Juni
Bulan Juni Propinsi Banten , DKI dan Jawa Barat berdasarkan teori
iklim Mohr dalam menentukan kondisi curah hujan bulanan, wilayahnya
terbagi menjadi tiga iklim, yaitu iklim ker ing, iklim basah, dan iklim
lembab. Terlihat pada gambar diatas iklim basah dialami di sebagian besar
wilayah Propinsi Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk DKI sebagian
besar wilayahnya mengalami bulan lembab. Iklim lembab juga terjadi di
sebagian wilaya h di beberapa Kabupaten di Jawa Barat, antara lain
Kabupaten Bandung Sumedang, Majalengka , wilayah Kuningan, wilayah
Karawang, Indramayu, Subang, Cianjur, Bekasi. Sedangkan iklim kering
terjadi di utara Propi nsi Jawa Barat yakni di
Karawang, Bekasi.
Kabupaten Indramayu
Detil luasan curah hujan bulan Juni pada setiap
kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut :
53
Tabel 4.4 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juni
Per Kabupaten Menurut Mohr
4.1.4 Peta Curah Hujan Bulan Juli
Gambar 4.4. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Mohr
54
Pada bulan Juli Propinsi Banten, DKI dan Jawa Barat , seperti
terlihat pada gambar diatas, mengalami bulan kering, bulan lembab dan
bulan basah. Wilayah yang mengalami bulan kering meluas dibandingkan
bulan Juni. Wilayah – wilayah tersebut adalah keseluruhan Kabupaten
Indramayu, Sebagian wilayah Kuningan, Bekasi, Karawang, wilayah
Sumedang, Bandung, Tasikmalaya, Cianjur, Garut. Sukabumi, Purwakarta,
Cirebon, Ciamis
Tangerang, Kodya Tangerang, Serang, Jakarta Barat,
wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat.
Sedangkan kabupaten -kabupaten di ketiga propinsi ini
yang
mengalami bulan lembab pada bulan Juli adalah sebagian wilayah dari :
Pandeglang, Lebak, Kodya Tangerang,Serang,Tangerang , Jakarta Barat ,
Jakarta Utara, Jakarta Timur , Jakarta Pusat , Tasikmalaya ,Sumedang
,Sukabumi ,Subang , Purwakarta ; Majalengka ,Kuningan, Karawang,
Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor,Bekasi,Bandung,Cirebon.
Bulan basah pada bulan Juli dialami sebag ian besar Propinsi Ba nten,
sebagian Propinsi Jawa Barat , dan sebagian kecil Propinsi DKI Jakarta .
Detil luasan curah hujan bulan Juli pada setiap kabupaten dapat dilihat pada
tabel berikut :
55
Tabel 4.5 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per
Kabupaten Menurut Mohr
4.1.5 Peta Curah Hujan bulan Agustus
Gambar 4.5 Peta Iklim Bulan Agustus Menurut Teori Mohr
Kondisi curah hujan pada b ulan Agustus di Propinsi Banten, DKI
Jakarta dan Jawa Barat, seperti terlihat pada gambar , m emiliki pola yang
56
hampir sama dengan bulan Juli. Yaitu, ketiga propinsi ini mengalami bulan
kering, bulan basah dan bulan lembab. Bulan kering terpusat di bagian utara
dan timur Jawa Barat. Daerah tersebu t adalah : Sebagian wilayah Karawang,
,Bekasi, Cirebon,Kuningan Subang, keseluruhan Indramayu, Sumedang
Majalengka,. Selain itu kabupaten-kabupaten lain di Ja wa barat mengalami
iklim kering di sebagian kecil wilayahnya. Begitu juga dengan kabupatenkabupaten yang ada di Propinsi Banten dan DKI Jakarta. Kabupaten kabupaten tersebut adalah : Serang, Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara
, Tasikmalaya, Purwakarta, Garut, Cianjur, Ciamis.
Bulan lembab memiliki pola yang menyebar pada bulan Agustus .
Pada Propinsi Banten dan DKI Jakarta, Bulan lembab dominan terjadi di
bagian utara. Daerah -daerah yang mengalami Bulan lembab pada Propinsi
Banten
dan
DKI
Jakarta
tersebut
adalah
:
Kodya
Tangerang
,Serang,Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat. Propinsi Jawa Barat da erah-daerah yang mengalami
bulan lembab adalah : Tasikmalaya , Sukabumi, Subang , Purwakarta,
Kuningan, Kodya Sukabumi, Kodya Bandung, Karawang, Garut, Cianjur ,
Ciamis, Bogor, Bekasi,Bandung, dan Cirebon
Bulan basah pada bulan Agustus dominan terjadi di bagian selatan
Propinsi Banten .Daerah -daerah tersebut adalah : Kabupaten Pandeglang dan
Lebak sebesar 100 % dari wilayahnya. Daerah bagian utara Propinsi Banten
juga mengalami bulan basah, namun dengan cakupan wilayah yang kecil ,
57
seperti di Kodya Tangeran g , Serang, Tangerang . Propinsi DKI Jakarta
bulan basah terjadi sebagian di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
Propinsi Jawa Barat bulan basah terjadi di : sebagian wilayah Tasikmalaya,
Sukabumi, Subang,Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor,Bekasi, Purwakarta, dan
keseluruhan wilayah Kodya Bogor ,
Detil luasan curah hujan bulan Agustus pada setiap kabupaten dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
Agustus Per Kabupaten Menurut Mohr
58
4.1.6 Peta Curah Hujan Bulan September
Gambar 4.6. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Mohr
Peta Curah Hujan Bulan September diatas menunjukkan wilayah wilayah pada Propinsi Jawa Barat yang mengalami bulan basah meluas
dibandingkan bulan A gustus. Sementara wilayah yang memil iki bulan
lembab berkurang d an wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering
cenderung tetap. Wilayah – wilayah yang mengalami bulan basah pada
Propinsi Jawa Barat adalah : sebagian wilayah Tasikmalaya, Sukabumi,
Subang, Purwakarta, Kodya Sukabumi, Kodya Bogor, Karawang, Garut,
Cianjur, Ciamis, Bogor, Bekasi, dan Bandung.
Bulan lembab di Propinsi Jawa Barat terjadi di ; sebagian wilayah
Tasikmalaya, Sumedang , Subang, Purwakarta, Majalengka; Kuningan ,
Karawang, Garut, Cianjur Ciamis, Bogor, Bekasi, Bandung, Cirebon , dan
keseluruhan Kodya Bandung.
59
Wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering di propoinsi Jawa
Barat pada September adalah : sebagian wilayah Kabupaten Sumedang
,
Majalengka, Kuningan, Karawang, Garut , Ciamis ,Bekasi , Bandung
,Cirebon, dan keseluruhan wilayah Indramayu.
Propinsi Banten pada bulan September memiliki pola curah hujan
bulanan yang cenderung sama dengan bulan Agustus .Pada bulan September
iklim basah masih merupakan iklim yang dominan di wilaya h propinsi ini.
Propinsi DKI Jakarta, wilayahnya juga terbagi menjadi iklim basah,
lembab dan kering. Masing kabupaten mengalami ketiga bulan tersebut
dengan perbandingan yang berbeda -beda.
Detil luasan curah hujan bulan September pada setiap kabupaten
dapat dilihat pada tabel berikut :
60
Tabel 4.7 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
September Per Kabupaten Menurut Mohr
61
4.1.7 Peta Curah Hujan bulan Oktober
Gambar 4.7. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut T eori Mohr
Peta curah hujan bulan Oktober pada Propinsi Banten, DKI Jakarta
,dan Jawa Barat menunjukkan luasan wilayah bulan basah kembali dominan .
Wilayah-wilayah yang mengalami bulan basah adalah : Keseluruhan
Pandeglang, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan,
Tasikmalaya,
Sukabumi,
Purwakarta, Kodya Bogor ,Lebak, sebagian wilayah Kodya Tangerang ,
Serang
, Tangerang
, Jakarta Barat , Jakarta Utara , Jakarta Timur ,
Majalengka , Kuningan , Kodya Sukabumi, Kodya Bandung dan Kodya
Bogor sebesar 100% dari wilaya hnya, Karawang , Indramayu, Garut ,
Cianjur sebesar , Ciamis , Bogor sebesar 100 % dari wilayahnya , Bekasi ,
Bandung , Cirebon. Luasan wilayah pada Propinsi Banten, DKI Jakarta , dan
Jawa Barat yang mengalami bulan lembab dan kering jauh berkurang dari
bulan September. Wilayah yang terbagi menjadi bulan lembab dan kering
62
adalah : Kodya Tangerang , Serang , Tangerang , Jakarta barat , Jakarta
Utara , Jakarta Timur
, Subang , Majalengka , Kuningan , Karawang ,
Indramayu , Garut , Ciamis , Bekasi,Bandung , dan Cirebon .
Detil luasan curah hujan bulan September pada setiap kabupaten
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
Oktober Per Kabupaten Menurut Mohr
63
4.1.8 Peta Curah Hujan B ulan November
Gambar 4.8. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Mohr
Peta curah hujan bulan November menunjukkan hampir keseluruhan
wilayah Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami bulan
basah, hanya sebagian kecil saja yang mengalami bulan lembab. Wilayahwilayah yang mengalami bulan lembab adalah : sebagian Kodya Tangerang
, Tangerang , Jakarta Barat , Jakarta Utara , Karawang , dan Bekasi .
Detil luasan curah hujan bulan September pada s etiap kabupaten
dapat dilihat pada tabel berikut :
64
Tabel 4.9 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
November Per Kabupaten Menurut Mohr
4.1.9 Peta Curah Hujan Bulan Desember
Gambar 4.9. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Mohr
65
Peta curah hujan bulan Desember menunjukkan Propinsi Banten ,
DKI Jakarta dan Jawa Barat keselu ruhan wilayahnya mengalami bulan
basah. Kondisi iklim pada bulan Desember sama seperti bulan Januari dan
Februari.
4.2 Peta Ikim Bante n, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut Mohr
Peta Iklim Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat
SERANG
JAKARTA UTARA
KARAWANG
BEKASI
TANGERANG
JAKARTA TIMUR
SUBANG
LEBAK
BOGOR
INDRAMAYU
PURWAKARTA
PANDEGLANG
CIREBON
SUMEDANG
MAJALENGKA
KODYA SUKABUMI
SUKABUMI
CIANJUR
KODYA BANDUNG
BANDUNG
1a
1b
II
III
KUNINGAN
TASIKMALAYA
GARUT
CIAMIS
N
W
80
0
80
160 Miles
E
S
Gambar 4.10 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Teori Mohr
( Sumber format penulisan klasifikasi iklim mohr : Dasar Dasar Klimatologi, 1997)
Gambar diatas menunjukkan menurut system klasi fikasi iklim Mohr
Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat memiliki 4 jenis zona iklim
yakni zona iklim 1a, 1b, II,III.
66
Zona iklim 1a yaitu wilayah yang memiliki jumlah bulan basah 12 bulan
dalam setahun. Zona iklim ini dialami di wilayah selatan Banten dan Jawa
Barat.
Zona iklim 1b yaitu wilayah yang memiliki jumlah bulan basah 7 -11 bulan
dalam setahun dan jumlah bulan kering tidak ada dalam setahun. Zona iklim ini
dialami di Utara Propinsi Banten dan memiliki pola yang menyebar dari
utara ke selatan di Propinsi Jawa Barat.
Zona iklim II yaitu wilayah yang dalam setahum memiliki jumlah bulan
basah 4-11 bulan dalam setahun dan jumlah bulan kering 1 -2 bulan dalam
setahun. Zona iklim ini dialami di bagian utara DKI Jakarta, sedikit di utara
Propinsi Banten, dan Sebagian Kabupaten di Propinsi Jawa Barat.
Zona iklim III yaitu wilayah yang dalam setahun memiliki jumlah bulan
basah 4-9 bulan dalam setahun dan jumlah bulan kering 2 -4 bulan dalam
setahun. Zona iklim ini terdapat di bagian utara Propinsi Jawa Barat.
Detil Cakupan wilayah masing -masing zona iklim Mohr dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
67
Tabel 4.10 Tabel Luas Cakupan Wil ayah Zona Iklim Per
Kabupaten Menurut Mohr
4.3 Peta Iklim Bulanan Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut Teori
Oldeman
Berbeda dengan Mohr , dalam klasifikasi Oldeman bulan basah adalah
bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm,bulan lembab
adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif antara 100 mm sampai
dengan 200 mm. Sedangkan bulan ker ing adalah bulan dengan curah hujan
kumulatif kurang dari 100 mm.
68
4.3.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari
Gambar 4.10. Peta Iklim Bulan Januari Menurut Teori Oldeman
Bulan Januari menurut teori iklim Oldeman, ke seluruhan wila yah
Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami bulan basah. Hal
ini menunjukkan bahwa menurut teori Oldman dan Mohr pada bulan
Januari Propinsi Banten, Dki Jakarta dan Jawa Barat mengalami bulan
basah.
69
4.3.2 Peta Curah Hujan Bulan Februar i
Gambar 4.11. Peta Curah Hujan Bulan Februari Menurut Teori Oldeman
Peta curah hujan
bulan Februari menurut
teori Oldeman
menunjukkan hampir keseluruhan wilayah Propinsi Banten, DKI Jakarta,
dan Jawa Barat mengalami bulan basah. Hanya sebagian kecil saja
wilayah-wilayah yang mengalami bulan lembab, wilayah-wilayah tersebut
adalah : Kodya Tangerang , Serang sebesar , Tangerang , Tasikmalaya ,
Sumedang , Subang , Kodya Bandung , Karawang , Indramayu , Garut
,Ciamis , Bandung ,dan Cirebon.
Detil luasan curah hujan bulan Februari pada setiap kabupaten dapat
dilihat pada tabel berikut :
70
Tabel 4.11 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
Februari Per Kabupaten Menurut Oldeman
4.3.3 Peta Curah Hujan Bulan Maret
Gambar 4.12. Peta Curah Hujan Bulan Maret Menurut Teori Oldeman
71
Peta Curah bulan Maret menurut teori Oldeman menunjukkan
Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami iklim basah dan
iklim lembab. Iklim basah terjadi di sebagian be sar wilayah Propinsi Banten,
DKI Jakarta dan Jawa Barat. Iklim lembab terjadi di wilayah -wilayah yang
terdapat di bagian utara ketiga propinsi ini. Wilayah – wilayah yang hanya
mengalami
iklim
basah
Tasikmalaya,Sumedang,
Sukabumi, Kodya
adalah
Sukabumi,
Bandung, Kodya
:
Pandeglang,
Purwakarta,
Jakarta
Pusat,
Kuningan,
Kodya
Bogor, Ciamis, dan Bandung.
Sedangkan wilayah -wilayah yang terbagi m enjadi dua iklim yakni iklim
basah dan lembab adalah : Lebak , Kodya Tangerang , Serang , Tangerang
,Jakarta Barat , Jakarta Utara , Jakarta Timur , Jakarta Selatan , Subang ,
Majalengka , Karawang , Indramayu , Garut , Cianjur , Bogor , Bekasi , dan
Cirebon .
Detil luasan curah hujan bulan Februari pada setiap kabupaten dapat
dilihat pada tabel berikut :
72
Tabel 4.12 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret
Per Kabupaten Menurut Oldeman
4.3.4 Peta Curah Hujan Bulan April
Gambar 4.13. Peta Iklim Bulan April Menurut Teori Oldeman
73
Peta curah hujan bulan April, menurut teori o ldeman, menunjukkan
Propinsi Banten , DKI Jakarta dan Jawa Barat sudah mulai mengalami
iklim kering. Iklim basah masih merupakan iklim yang paling dominan di
ketiga proinsi ini. Sedangkan iklim lembab masih menunjukkan pola yang
hampir sama dengan bulan se belumnya, hanya saja mengalami perluasan
wilayah dibandingkan bulan sebelumnya.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.13 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April
Per Kabupaten Menurut Oldeman
74
4.3.5 Peta Curah Hujan Bulan Mei
Gambar 4.14. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Oldeman
Peta crah hujan bulan Mei, menurut teori Oldeman, menunjukkan
luasan wilayah yang mengalami bulan basah mengalami pengurangan
dibandingkan bulan April. Wilayah – wilayah yang mengalami bulan basah
terdapat di bagian selatan Propinsi Banten dan bagian timur dan selatan
Jawa Barat .
Sedangkan wilayah -wilayah yang mengalami bula n lembab dan
kering mengalami perluasan. Wilayah-wilayah yang mengalami bulan
lembab terletak di bagian utara dan barat dari wilayah -wilayah yang
mengalami bulan lembab pada Propinsi Banten dan Jawa Barat. Propinsi
DKI Jakarta sebagian besar wilayahnya men galami bulan lembab. Wilayah-
75
wilayah yang mengalami iklim kering terletak di bagian utara pada Propinsi
Banten, DKI Jakarta , dan Jawa Barat.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat p ada tabel di bawah ini.
Tabel 4.14 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei
Per Kabupaten Menurut Oldeman
76
4.3.6 Peta Curah Hujan Bulan Juni
Gambar 4.15. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Oldeman
Peta curah hujan bulan Juni,berdasarkan teori oldeman , menunjukkan
curah hujan yang terjadi di Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat
mengalami perubahan pola. Bulan yang terjadi di ketiga propinsi ini masih
terdiri dari tiga bulan, yakni ikim kering, bulan lembab dan bulan basah.
Namun wilayah-wilayah yang mengalami bulan basah berkurang jauh
dibandingkan dengan bulan Mei. Wilayah -wilayah yang mengalami bulan
basah adalah : Lebak , Tasikmalaya , Sukabumi, Kodya Bogor , Garut ,
Cianjur , Ciamis , Bogor .
Sedangkan wilayah bulan lembab mengalami perluasan w ilayah
dibandingkan bulan Mei. Propinsi Banten sebagian besar wilayahnya
mengalami bulan lembab . Wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering
juga mengalami perluasan dibandin gkan bulan Mei. Bulan kering terjadi di
77
wilayah-wilayah bagian utara dan timur dari Propinsi Jawa Barat dan DKI
Jakarta.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini .
Tabel 4.15 Tabel Luas Cakup an Wilayah Curah Hujan Bulan Juni
Per Kabupaten Menurut Oldeman
78
4.3.7 Peta Curah Hujan Bulan Juli
Gambar 4.16 . Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Oldeman
Peta curah hujan bulan Juli menunjukkan wilayah – wilayah yang
mengalami bulan kering mengalami perluasan wilayah. Bulan
kering
terjadi di sebagian besar Jawa barat dan hampir keseluruhan di DKI
Jakarta. Sedangka n Propinsi banten masih didominasi oleh wilayah wilayah yang mengalami bulan lemb ab. Bulan basah terjadi disebagian
kecil wilayah Tasikmalaya dan Bogor
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
79
Tabel 4.16 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah H ujan Bulan Juli
Per Kabupaten Menurut Oldeman
4.3.8 Peta Curah Hujan Bulan Agustus
Gambar 4.17. Peta Curah Hujan Agustus Menurut Teori Oldeman
80
Peta curah hujan bulan Agustus, menurut teori Ol deman,
menunjukkan
luasan bulan kering semakin bertambah. Bulan kering
terjadi disebagian besar wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta Sedangkan
wilayah- wilayah yang mengalami bulan lembab dan bulan basah pada
bulan Agustus semakin berkurang.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.17 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
Agustus Per Kabupaten Menurut Oldeman
81
4.3.9 Peta Curah Hujan Bulan September
Gambar 4.18. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Oldeman
Peta curah hujan bulan September, menurut teori Oldeman,
menunjukkan luasan wilayah yang mengalami bulan kering mengalami
penguarangan. Wilayah-wilayah yang meng alami bulan
lembab pada
bulan September mengalami perluasan dibandingkan bulan agustus. Iklim
basah pada bulan September juga mengalami
perluasan
wilayah
dibandingkan bulan Agustus. Bulan basah bergerak ke arah barat dari
Tasikmalaya kemudian ke Garut. Detil wilayah-wilayah yang mengalami
bula basah, bulan lembab, dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
82
Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
September Per Kabupaten Menurut Oldeman
4.3.10 Peta Curah Hujan Bulan Oktober
Gambar 4.19. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Oldeman
83
Peta curah hujan
bulan
Oktober
menurut teori
Oldeman
menunjukkan wilayah-wilayah yang mengalami bulan basah kembali
mengalami perluasan. Sedangkan wilayah-wilayah yang mengalami bulan
lembab kering , nampak pada gambar diatas, mengalami pengurangan
luasan wilayah di bandingkan bulan September.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat d ilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
Oktober Per Kabupaten Menurut Oldeman
84
4.3.11 Peta Curah Hujan Bulan November
Gambar 4.20. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Oldeman
Peta curah hujan bulan November, menurut teori oldeman,
menunjukkan
Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat masih
mengalami bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering. Bulan basah
merupakan kondisi curah hujan
dengan cakupan wilayah ter luas.
Sedangkan cakupan wilayah -wilayah yang mengalami bulan kering dan
bulan
lembab berku rang dibandingkan bulan Oktober. Bulan Kering
dialami di bagian utara Propinsi Jawa barat. Sedangkan bulan lembab
dialami di bagian utara Banten , hampir keseluruhan DKI Jakart a dan
beberapa wilayah dibagian utara dan timur laut Propinsi Jawa Barat.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
85
Tabel 4.19 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah H ujan Bulan
November Per Kabupaten Menurut Oldeman
86
4.3.12. Peta Curah Hujan Bulan Desember
Gambar 4.21. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Oldeman
Peta curah hujan bulan Desember Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan
Jawa Barat menunjukkan wilayah -wilayah pada ketiga propinsi ini hanya
mengalami bulan lembab dan bulan basah. Wilayah – wilayah yang
mengalami Bulan basah cakupan wilayah yan g paling luas dibandingkan
bulan lembab.
Detil wilayah-wilayah yang mengalami bula n basah, bulan lembab,
dan bulan kering beserta luasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
87
Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan
Desember Per Kabupaten Menurut Oldeman
88
4.4 Peta Ikim Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut O ldeman
Gambar 4.22. Peta Iklim Banten,DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Oldeman
Pada Gambar diatas terlihat propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa
Barat terbagi menjadi 12 zona iklim menurut Oldeman yakni zona iklim
A1, A2, B1,B2, C1, C2, C3, C4, D1, D2, D3, dan D4 . Zona iklim A1 yaitu
wilayah-wilayah yang memiliki jumlah bulan basah berturut -turut dalam
setahun lebih dari 9 bulan dan memiliki jumlah bulan kering berturut
kurang dari dua bulan. Zona iklim A2 yaitu wilayah -wilayah yang
mengalami jumlah bulan basah berturut -turut dalam setahun lebih dari 9
dan jumlah bulan kering berturut -turut 2-3 bulan atau memiliki rasio bulan
basah dan bulan kering adalah 75 % : 16% - 25%. Zona iklim B1 yaitu
wilayah-wilayah yang mengalami jumlah bulan basah be rturut-turut dalam
setahun 7-9 bulan dan jumlah bulan kering berturut kurang dari dua bulan
atau memiliki rasio bulan basah dan bulan kering adalah 58% - 75 % : 8
89
%. Zona iklim B2 yaitu wilayah -wilayah yang mengalami jumlah bulan
basah berturut-turut 7-9 bulan dam setahun dan junlah bulan kering
berturut-turut 2-3 bulan atau memiliki rasio bulan basah dan bulan kering
adalah 58% - 75% : 16% - 25%. Zona iklim
C merupakan wilayah -
wilayah yang mengalami bulan basah berturut -turut 5-6 bulan dalam
setahun ( 42% - 50 % bulan basah dalam setahun) . Zona iklim ini terbagi
sampai empat sub zona iklim. Sub zona 1 yaitu wilayah -wilayah yang
mengalami bulan kering berturut -turut kurang dari 2 (8 % bulan basah
dalam setahun), sub zona 2 yaitu wilayah -wilayah yang bulan k ering
berturut 2-3 bulan ( 16% - 25 % bulan kering dalam setahun) , sub zona 3
yaitu wilayah-wilayah yang memiliki jumlah bulan kering berturut -turut 46 (33%- 50% bulan kering dalam setahun) , dan sub zona 4 yaitu wilayah wilayah yang mengalami bulan kering berturut-turut dalam setahun. lebih
dari 6 bulan ( > 50% bulan basah dalam setahun) . Zona iklim D
merupakan wilayah -wilayah yang memiliki jumlah bulan basah berturut turut dalam setahun 3 -4 bulan ( 25%- 33% bulan basah dalam setahun) ,.
Zona iklim D sama s eperti Zona iklim C juga terbagi lagi menjadi 4 sub
zona iklim. Sub zona iklim pada zona iklim D memiliki karakteristik
jumlah bulan kering sama dengan sub zona pada iklim C.
Pada gambar diatas juga terli hat Zona iklim yang paling dominan
adalah zona ikli m D2. Untuk detil wilayah setiap zona iklim dapat dilihat
pada tabel berikut :
90
Tabel 4.21 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Iklim Per Kabupaten
Menurut Oldeman
4.5. Hasil Perbandingan Sistem Klasifikasi Iklim Mohr dan Oldeman Dalam
Penerapannya Di Wilayah Indonesia
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas
tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan
(lakitan: 2007) . Oleh karena itu dalam menentukan mana yang lebih baik
antar system klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman harus kembali meihat
tujuan dari klasifikasi iklim tersebut dibuat.
Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di
91
Indonesia sering ditekankan p ada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya
pertanian. . Pada daerah tropik, seperti Indonesia, suhu udara jarang menjadi
faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air
merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budiday a
pertanian khususnya budidaya padi. Hal ini pula yang menjadi dasar
mengapa system klasifikasi iklim yang diterapkan di Indonesia, seperti
system klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman, hanya menggunakan unsur
curah hujan dalam menentukan pembagian zona iklim di suatu wilayah.
Produk
Utama
dari
pertanian
Indonesia
yakni
padi
dalam
pertumbuhan normalnya membutuhkan curah hujan rata-rata per bulan 200
mm atau lebih dengan distribusi selama empat bulan ( Warsito : 2008). Jika
dikaitkan dengan kegiatan budi daya pertanian di Indonesia, diantara system
klasifikasi iklim Mohr dan Oldeman yang lebih cocok diterapkan adalah
system klasifikasi Oldeman. Pada system klasifikasi Oldeman ketentuan
bulan basah adalah bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm,
sedangkan pada system klasifikasi iklim Mohr bulan basah adalah bulan
dengan curah hujan kumulatif lebih dari 100 mm. Kriteria penentuan bulan
basah pada klasifikasi iklim Oldeman sesuai dengan syarat ketersediaan
curah hujan untuk pertumbuhan normal pada ta naman padi yakni minimal
200 mm per bulan.
92
4.5 Ikhtisar Perbandingan Curah Hujan Bulanan Teori Mohr dan Ol deman
Pada Tabel 4. 22 dibawah ini disajikan
ikhtisar perbandingan Curah
Hujan bulanan di Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat secara sp asial
menurut teori Mohr dan Oldeman agar persamaan dan perbedaan terlihat lebih
jelas.
93
Tabel 4.22. Ikhtisar Perbandingan Iklim Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman
Bulan
Mohr
Oldeman
Keterangan
Hasil klasifikasi iklim teori
Mohr = teori Oldeman, yaitu
100 % wilayah Banten, DKI
dan Jabar pada bulan Januari
mengalami iklim Basah
Mohr: 100 %
iklim basah ≈
Oldeman : 98,7 % wilayah
iklim basah, 1,3 % wilayah
iklim lembab
92
Bulan
Mohr
Oldeman
Keterangan
Mohr : 100 % iklim basah
Oldeman : 89,2 % wilayah
iklim basah, 10,8 % iklim
lembab
Mohr : 99,6 % wilayah iklim
basah,
0,4 % wilayah iklim
lembab.
Oldeman : 79,9 % wilayah
iklim basah, 19,7 % wilayah
iklim lembab, 0,4 % wilayah
iklim kering.
93
Bulan
Mohr
Oldeman
Keterangan
Mohr : 89,4 % wilayah iklim
basah,10,5 % wilayah iklim
lembab, 0,1 wilayah iklim kering.
Oldeman : 41,6 % wilayah iklim
basah, 47,7 % wilayah iklim
lembab,10,7 % wilayah iklim
kering.
Mohr : 62, 2 % wilayah iklim
basah, 30,8 % wilayah iklim
lembab, 6,9% wilayah iklim
kering.
Oldeman : 2,2 % wilayah iklim
basah, 60,04 % wilayah iklim
lembab,37,8 % wilayah iklim
kering.
94
Bulan
Mohr
Oldeman
Keterangan
Mohr : 34,3% wilayah iklim
basah,
38,3%
wilayah
iklim
lembab, 27,4 % wilayah iklim
kering.
Oldeman : 0,5 % wilayah iklim
basah, 33,8 wilayah iklim lembab,
65,7 wilayah iklim kering
Mohr : 34,7 % wilayah iklim
basah, 36,2 % wilayah iklim
lembab, 29,1 %
wilayah iklim
kering
Oldeman : 0,5 % wilayah iklim
basah, 34,2 % wilayah iklim
kering
95
Bulan
Mohr
Oldeman
Keterangan
Mohr : 58,9 % wilayah iklim
basah, 19 % wilayah iklim
lembab, 22,1% wilayah iklim
basah.
Oldeman : 4,5 % wilayah iklim
basah, 54,4 % wilayah iklim
lembab, 41,1% wilayah iklim
kering.
Mohr : 81,8% wilayah iklim
basah,
17,2%
wilayah
iklim
lembab, 1% wilayah iklim kering
Oldeman : 36,1 % wilayah iklim
basah,
45,7%
wilayah
iklim
lembab, 18,2 % wilayah iklim
kering
96
Bulan
Mohr
Oldeman
Keterangan
Mohr : 97,9 %
wilayah iklim
basah, 2,1% wilayah iklim lembab
Oldeman : 80,6% wilayah iklim
basah,
17,3%
wilayah
iklim
lembab, 2,1 % wilayah iklim
kering.
Mohr : 100 % iklim basah
Oldeman : 95,1 % iklim basah,
4,9 % wilayah iklim lembab
97
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Perbandingan Penentuan Curah
Hujan Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman Dengan Pendekatan Sistem
Informasi Geografi” dapat ditarik kesimpulan:
1. Aplikasi Sistem Informasi Geografi dapat digunakan untuk pembuatan
peta curah hujan bulan dan peta iklim
2. Hasil klasifikasi curah hujan bulanan menunjukkan secara pola spasial
relatif sama. Hal ini terlihat jika su atu wilayah dinyatakan mengalami
bulan basah menurut teori Mohr, maka menurut teori O ldeman wilayah
yang sama akan dinyataka n mengalami bulan lembab.
3. Walaupun secara pola spasia l kedua teori klasifikasi curah huja bulan
menunjukkan hasil yang sama, namun secara detil terdapat perbedaan.
Perbedaaan ini terjadi karena interval curah hujan k umulatif untuk
menentukan iklim bulanan suatu wilayah antara teori Mohr dan
Oldeman berbeda
4. Persamaan hasil mutlak antar a penerapan teori Mohr dan Oldeman
hanya terjadi pada bulan Januari . Hal ini terjadi karena rata -rata
bulanan curah hujan kumulatif > 200 dan menurut teori Mohr dan
Oldeman curah hujan kumulatif > 200 merupakan iklim basah
93
5. Pola pergerakan bulan
kering, menurut teori Oldeman dan Mohr,
dimulai dari wilayah utara dan timur
kemudian bergerak meluas
kearah selatan dan barat.
6. Penentuan iklim suatu wilayah dapat menggunakan satu parameter saja
7. Menurut system klasifikasi iklim Mohr Propinsi Banten, DKI Jakarta
dan Jawa Barat memiliki 4 jenis zona iklim yakni zona iklim 1a, 1b,
II,III .
8. Propinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat terbagi menja di 12 zona
iklim menurut Oldeman yakni zona iklim A1, A2, B1,B2, C1, C2, C3,
C4, D1, D2, D3, dan D4.
9. Dalam penerapannya di berbagai wilayah di Indonesia yang bertipe
agraris, system klasifikasi ik lim yang lebih sesuai adalah system
klasifikasi iklim Oldem an.
5.2 Saran
1. Bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi penelitian
berikutnya
2. Adanya pembuatan interface dari informasi yang dihasilkan
94
DAFTAR PUSTAKA
As-Syakur, Abd. Rahman. 2008. Evaluasi Zona Agroklimat Dari Klasifikasi
Schimidt. Fergusson
Menggunakan
Aplikasi
Sistem
Informasi
Geografi (Sig) [Jurnal]. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (ppLH)
Universitas Udayana. Denpasar .
Barus, Baba., dan U.S. Wiradisastra. 2000. Si stem Informasi Geografi; Sarana
Manajemen
Sumberdaya.
Laboraturium
Pengindraan
Jauh
dan
Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB . Bogor.
Haryadi, Muji. 2005. Materi Mata Kuliah GIS [ Modul Mata Kuliah]. Tidak
Diterbitkan.
Jurusan
Teknik
Informatika
/
Sistem
Informasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hidayati, Ajeng. 2008.
Perbandingan banjir tahun2002 dan 2007 dengan
Pendekatan Sistem Informasi Geografis (studi kasus jkt selatan)
[Skripsi]. Tidak
Diterbitkan. Universitas
Islam
N egeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
http://elcom.umy.ac.id/elschool/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Geo
grafi/PENGETAHUAN%20PETA.pdf .
http://www.e-dukasi.net
Nuarsa, I Wayan. 2004. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan
ArcVeiw GIS 3.3 untuk Pemula. Elexmedia Komputindo. Jakarta.
Lakitan, Benyamin.1997. Dasar Dasar Klimatologi.Raja Grafindo Persada. Jakarta
Mutiara A, Ira. 2004. Modul Pendidikan Dan Pelatihan (DIKLAT) Teknis
Pengukuran dan Pemetaan Kota. Tidak Diterbitkan. Fakultas Teknik
Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
Prahasta, Eddy. 2002. Konsep -Konsep Dasar Sistem Info rmasi Geografis.
Informatika . Bandung.
Prahasta, Eddy. 2002.
Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView.
Informatika. Bandung .
Prahasta, Eddy. 2004. Sistem Informasi Geografis: Tools dan Plug -Ins.
Informatika Bandung.
Primayuda,
Aris.
2006.
Pemetaan D aerah
Rawan
Dan
Resiko
Banjir
Menggunakan Sistem Informasi Geografis ( Studi Kasus Kabupaten
Trenggalek, Propinsi Jawa Timur) [Skripsi]. Tidak Diterbitkan.
Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Wicikononing, Annisa. 2008. Analisis Hubungan Cuaca Dengan Sebaran Demam
Berdarah Dengue (Dbd) (Kasus Di Jakarta Selatan) [Skripsi]. Tidak
Diterbitkan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
38
Download