LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015 KAJIAN PENATAAN SKYLIGHT DAN LAMPU MATAHARI PADA ATAP BANGUNAN DAPAT MENINGKATKAN KINERJA SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI RUANG DALAM (Studi Kasus pada Rumah Tinggal) Tim Peneliti : 1. 2. 3. Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, M.Erg. I Wayan Yuda Manik, ST., MT Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT. NIP. 196112101987021 001 NIP. 198204192008121002 NIP. 195312311986021004 Dibiayai dalam Hibah Penelitian Jurusan Arsitektur Tahun 2015 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA SEPTEMBER 2015 i ii DAFTAR ISI Halaman Judul ....................................................................................................... Lembar Pengesahan ............................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................... Ringkasan ............................................................................................................... i ii iii iv BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 1 1 2 3 3 BAB II Tinjauan Pustaka. .......................................................................... 2.1. Cahaya dan Terang Alami .................................................... 2.2. Sistem Pencahayaan Alami ................................................... 2.3. Faktor Pencahayaan Alami Siang Hari .................................. 2.4. Menemukenali Hasil Penelitian sebelumnya ......................... 2.5. Landasan Teoritis ……………………………....................... 4 4 5 5 7 8 BAB III Metode Penelitian.............................................................................. 3.1 Lokasi dan Metode Penelitian ............................................... 3.2 Rancangan Penelitian ............................................................ 3.3 Penentuan Jenis dan Sumber Data ........................................ 13 13 13 14 BAB IV Hasil dan Analisis ............................................................................ 4.1. Hasil Pengamatan dan Pendataan .......................................... 4.2. Pembahasan ............................................................................ 16 17 18 BAB V. Kesimpulan dan Saran ..................................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................ 5.2. Saran ………………………………………………………... 21 21 21 BAB VI Biaya dan Jadwal Kegiatan …………........................................... 6.1. Anggaran Biaya .................................................................. 6.2. Jadwal Kegiatan .................................................................. 22 22 22 .................................................................................................. 23 Daftar Pustaka Lampiran ............................................................................................................. 1. Justifikasi Anggaran Penelitian......................................................... 2. Susunan Tim Peneliti dan Pembagian Tugas ................................. 25 25 26 iii RINGKASAN Krisis energi dan pemanasan global dewasa ini menyadarkan pada kita, agar lebih bijak dalam menata lingkungan binaan dan untuk lebih memanfaatkan semua potensi energi terbarukan yang tersedia melimpah di alam. Sejalan hal tersebut, pemanfaatan cahaya alami menjadi bagian penting dalam perancangan pencahayaan alami untuk menciptakan ruang secara visual maupun nyata. Karena fenomena obyek dan ruang merupakan fenomena dari cahaya. Dewasa ini perkembangan penduduk semakin meningkat, lahan hunian semakin sempit, penataan hunian beimpitan, sehingga membuat bangunan dengan ruangan tanpa bukaan jendela sama sekali. Kebutuhan pencahayaan alami dari cahaya matahari langsung sebagai sumber utama atau sekunder untuk penerangan sangat penting karena dapat menghemat energi, meningkatkan produktivitas kerja, kesehatan sekaligus dapat menjaga kelestarian alam. Untuk menaggulangi fenomena di atas dapat di aplikasikan teknologi inovasi seperti penataan skylight, dan lampu matahari pada bangunan layak untuk di gunakan. Sarana ini adalah upaya memasukkan cahaya matahari atau terang langit ke dalam lubang cahaya dari atas ke dalam ruangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui penerapan skylight, dan lampu matahari terhadap kinerja pencahayaan alami di ruang kerja di dalam ruangan pada rumah tinggal. Metode penelitian deskriptif dan korelasional, berupaya memadukan hasil pengamatan dan pengukuran (pengamatan yang dilakukan berupa pengukuran iluminasi dengan luxmeter, kontur pencahayaan alami, identifikasi elemen-elemen yang mempengaruhi pencahayaan alami) dengan illuminasi cahaya yang ditimbulkan pada ruangan tersebut. Hal hasil dengan penataan Skylight dan Lampu Matahari pada atap bangunan cukup bermakna dapat meningkatkan kinerja sistem pencahayaan alami pada ruang dalam rumah tinggal. Kata kunci : Skylight , Lampu Matahari, pencahayaan alami, ruang dalam rumah tinggal. iv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan elemen terpenting bagi pemenuhan hidup manusia. Berbagat sumber energi yang tersedia di alam memberikan manfaat besar untuk kehidupan manusia. Ada yang terjadi melalui mekanisme alam tanpa campur tangan manusia, ada pula yang pemanfaatannya diperoleh melalui proses inovasi dan rekayasa manusia (Jhamtani; Wardana.; Lisa (2009). Departemen PU (1993), pada bukunya berjudul Tata Cara Perencanaan teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung, menebutkan krisis energi dan pemanasan global dewasa ini menyadarkan pada kita, agar lebih bijak dalam menata lingkungan binaan dan untuk lebih memanfaatkan semua potensi energi terbarukan yang tersedia melimpah di alam. Zaman dahulu, sebelum lampu ditemukan, manusia sudah memanfaatkan pencahayaaan alami sebagai satu-satunya sumber pencahayaan pada bangunan di siang hari. Namun pencahayaan alami konvensional melalui bukaan jendela memiliki keterbatasan seperti keterbatasan daya jangkau, potensi menimbulkan silau, keterbatasan dalam distribusi keseragaman cahaya dalam ruang. Lebih-lebih saat sekarang cukup sulit dilaksanakan karean faktor keterbatasan bidang samping untuk mengadakan bukaan berupa jendela. Dalam dunia arsitektur, pemanfaatan cahaya alami menjadi bagian penting dalam perancangan pencayaan alami untuk menciptakan ruang secara visual maupun nyata. (Sujadnja, 2001). Karena fenomena obyek dan ruang merupakan fenomena dari cahaya. Dewasa ini perkembangan penduduk dan kepadatan lingkungan semakin meningkat. Lahan hunian semakin sempit membuat banyak bangunan memiliki ruang tanpa bukaan jendela sama sekali. Beberapa ruang yang tidak berbatasan langsung dengan jendela harus mengandalkan pencahayaan buatan melalui energi listrik di sepanjang hari. Hal ini menimbulkan pemborosan, namun kebutuhan cahaya untuk penerangan ruangan mutlak dibutuhkan. Fenomena yang antagonis. Penggunaan pencahayaan alami sebagai sumber utama atau sekunder untuk penerangan memilikikeuntungan dalam hal penghematan energi, meningkatkan produktivitas kerja, kesehatan sekaligus dapat menjaga kelestarian alam (Manuaba, A. 1992). 1 Untuk menaggulangi hal ini dapat di aplikasikan teknologi inovasi seperti penataan skylight, light pipe system, dan lampu matahari pada bangunan. Wiliam M.0 Lam (1986) menyebutkan Skylight (cahaya langit), light pipe system (sistem pipa cahaya), dan lampu matahari (lampu pemendar cahaya mata hari) adalah upaya memasukkan cahaya matahari atau terang langit ke dalam lubang cahaya dari atas ke dalam ruangan. Sesungguhnya, Skylight, light pipe system, dan lampu matahari merupakan suatu terobosan sederhana dalam dunia arsitektur. Utamanya lampu matahari, desebutkan demikian karena merupakan suatu teknologi tepat guna sangat inovatif, dengan materail botol plastik, bahan pemutih, dan air di letakkan pada atap menembus ruangan, dapat memendarkan cahaya sedemikian rupa ibarat lampu listrik. Berdasarkan hal tersebut maka dirasakan perlu adanya suatu penelitian yang dapat mengkaji secara lebih mendalam mengenai peranan Skylight, light pipe system, dan lampu matahari pada bangunan yang benar-benar dapat bermanfaat secara maksimal dalam menghemat penggunaan energi. Sekaligus mewujudkan kenyamanan visual dalam bangunan dan tetap hemat energi. Namun pada kesempatan penelitian ini yang akan diuji dan di bahas adalah teknologi Skylight, lampu matahari. Mengingat ketersediaan waktu, dan lainnya. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian ini menekankan pada upaya pemanfataan cahaya matahari langsung sebagai sumber pencahayaan alami siang hari dengan teknik Skylight, lampu matahari pada ruangan dalam rumah tinggal. Masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah dengan penataan Skylight pada atap bangunan dapat memperbaiki kinerja sistem pencahayaan alamiah pada suatu ruangan? 2. Apakah dengan penataan lampu matahari pada atap bangunan dapat memperbaiki kinerja sistem pencahayaan alamiah pada suatu ruangan? 3. Model yang mana lebih baik kinerja sistem tersebut tentang penyebaran dan penetrasi cahaya alamiah didalam upaya meningkatkan pencahayaan alami pada ruangan dalam. 1.3. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Menguji rancangan dan penerapan Skylight, dan lampu matahari sebagai bukaan pencahayaan dalam ruang dan melihat kinerja tingkat pencahayaan dan kedalaman penetrasinya. 2 2. Menghasilkan suatu strategi penerapan rancangan Skylight, dan lampu matahari yang memanfaatkan cahaya matahari langsung untuk menerangi ruang dalam suatu bangunan. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari diadakannya penelitian ini, dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis: 1. Manfaat Teoritis Temuan dalam penelitian ini merupakan sumbangan untuk memperluas wawasan kajian ilmu arsitektur, khususnya dalam bidang Sain dan Teknologi dalam hal penentuan acuan penerapan Skylight, atau lampu matahari yang efektif sebagai solusi desain hemat energi. 2. Manfaat Praktis Sebagai tolak ukur dan referensi untuk masyarakat umum serta para arsitek dalam mendesain penggunaan Skylight, atau lampu matahari pada bangunan sebagai langkah nyata penghematan penggunaan energi. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bangunan merupakan salah satu pengkonsumsi energi besar. World Green Building Council menyebutkan sektor konstruksi menyerap 30-40% total energy dunia (Kerr,2008). Salah satu upaya penghematan energi pada bangunan adalah dengan mengoptimalisasikan potensi alam, termasuk di dalamnya pencahaya alamiah. Studi di Hawaii menyebutkan bahwa 27% dari total konsumsi energi bangunan tergunakan untuk pencahayaan buatan, dengan pengoptimalisasian penggunaan pencahayaan alami maka persentase tersebut dapat ditekan. Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana strategi rekayasa untuk menciptakan suatu rancang banguna yanmg dapat mengoptimalisasikan potensi alam yaitu sinar matahari menjadi modal untuk menciptakan kenyamanan visual dalam ruang. Sebuah review pada reaksi pengguna terhadap lingkungan dalam bangunan menyatakan bahwa tersedianya pencahayaan alami secara optimal sangat diinginkan karena memenuhi dua kebutuhan dasar manusia: kebutuhan visual untuk melihat baik bidang kerja maupun ruangan dan dapat mengurangi biaya hidup sehari-hari dari beban pencahayaan yang harus dibayar kepada listrik pintar. 2.1. Cahaya dan Terang Alami. Cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan dapat dibedakan menjadi tiga (Szokolay et al, 2001), yaitu: 1. Cahaya matahari langsung. 2. Cahaya difus dari terang langit. 3. Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lainnya. Pada kondisi iklim tropis, cahaya matahari langsung harus selalu dihindari karena membawa panas masuk ke dalam bangunan, caranya dapat melalui desain bentuk bangunan dan elemen pembayangan (shading devices) baik yang bergerak maupun yang tetap. Komponen pencahayaan yang dapat digunakan yaitu komponen 2 dan 3. Intensitas cahaya difus dari terang langit bervariasi bergantung pada kondisi terang langit (cerah atau berawan). Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan lain dapat menyebabkan masalah kesilauan karena sudut datangnya yang rendah, tetapi merupakan solusi paling baik untuk kawasan iklim tropis dan sub-tropis. 4 2.2. Sistem Pencahayaan Alami. Bangunan secara umum, cahaya alami didistribusikan ke dalam ruangan melalui bukaan di saping (side lighting), bukaan di atas (top lighting), atau kombinasi keduanya. Tipe bangunan, ketinggian, rasio bangunan dan tata massa, serta keberadaan bangunan lain di sekitar merupakan pertimbangan-pertimbangan pemilihan strategi pencahayaan (Kroelinger, 2005). Sistem pencahayaan samping yang paling banyak digunakan pada bangunan. Selain memasukkan cahaya, juga memberikan keleluasaan view, orientasi, konektivitas luar & dalam, dan ventilasi udara. Posisi jendela pada dinding dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: tinggi, sedang, rendah, yang penerapannya beda kebutuhan distribusi cahaya dan sistem dinding. Strategi desain pencahayaan samping yang umum digunakan antara lain: 1. Single side lighting, bukaan di satu sisi dengan intensitas cahaya yang kuat, semakin jauh jarak dari jendela intensitasnya semakin melemah. 2. Bilateral lighting, bukaan dari dua sisi bangunan sehingga meningkatkan pemerataan distribusi cahaya, bergantung pada lebar dan tinggi ruang, serta letak bukaan pencahayaan. 3. Multilateral lighting, bukaan dari beberapa sisi bangunan (lebih dari dua sisi), dapat mengurangi silau dan kontras, meningkatkan pemerataan distribusi cahaya pada permukaan horizontal dan vertikal, dan memberikan lebih dari satu zona utama pencahayaan alami. 4. Clerestories, jendela atas dengan ketinggian 210 cm di atas lantai, merupa strategi yang baik untuk pencahayaan setempat pada permukaan horizontal atau vertikal. Perletakan bukaan cahaya tinggi di dinding dapat memberikan penetrasi cahaya yang lebih dalam ke dalam bangunan. 5. Light shelves, memberikan pembayangan untuk posos jendela memisahkan kaca untuk pandangan dan kaca untuk pencahayaan. Bisa berupa elemen eksternal, internal atau dikombinasikan. 6. Borrowed light, konsep pencahayaan bersama atau antar dua ruangan yang bersebelahan, misalnya pencahayaan koridor yang didapatkan dari partisi transparan ruang disebelahnya. 2.3. Faktor Pencahayaan Alami Siang Hari Faktor pencahayaan alami siang hari adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat 5 pencahayaan bidang datar di lapangan terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya ruangan tersebut. Faktor pencahayaan alami siang hari terdiri dari tiga 'komponen meliputi: 1. Sky component (SC), yaitu komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit. 2. Externally reflected component (ERC) yaitu komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda-benda yang berada di sekitar bangunan yang bersangkutan. 3. Internally reflected component (IRC), yaitu komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi permukaan-permukaan dalam ruangan. Kim, G. & Kim, J.T., (2009) menambahkan bahwa sistem pencahayaan alamiah juga dapat dilakukan dengan cara memasukkan sinar matahari langsung melalui cerobong 6 pipa. Pipa cahaya atau light pipe dikenal juga dengan sebutan tubular skylight, sunscoop, atau tubular daylighting device. Dibandingkan dengan jendela dan skylight konvensional, light pipe memiliki alat insulasi panas yang lebih baik dan penerapan di dalam 'bangunan Iebih fleksibel. Namun 'kelemahannya adalah tidak ada 'kontak visual dengan lingkungan luar. Light tubes atau light pipes digunakan untuk mendistribusikan sinar cahaya alami maupun cahaya buatan. Di dalam penerapan ·pencahayaan alami, -sering -disebut sun pipes, solar pipe-s, solar light pipes, .atau daylight pipes. Gambar 1. Light Pipe System 2.4. Menemukenali Hasil Penelitian Sebelumnya Berawal dari upaya penelusuran pustaka, diperoleh hasil beberapa penelitian terdahulu yang diacu dalam penelitian ini, seperti .Jusuf Thojib.dan Muhammad Satya Adhitama (2013) dalam judul makalahnya Kenyamanan Visual Melalui Pencahayaan Alami Pada Kantor. (Studi Kasus Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang). Memberikan kesimpulan bahwa hasil pengukuran dan pengamatan lapangan menunjukkan kondisi terang alami beragam antara kurang hingga cukup, disebabkan standar iluminasi yang tidak sesuai dengan standar iluminasi yang dipersyaratkan SNI 032000 tentang Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung. Respon pengguna terhadap kualitas kenyamanan visual ruang beragam dari positif-negatif dengan mayoritas pengguna memberikan respon sedang (cukup sesuai dengan kenyamanan pengguna). Rekomendasi untuk mendukung kenyamanan visual dapat dicapai dengan modifikasi pada ruang, dapat berupa modifikasi interior maupun eksterior. Modifikasi interior dapat berupa penataan kembali layout ruang dan pola tata perabot, penambahan reflektor cahaya dalam ruang, atau dengan menggunakan bantuan pencahayaan buatan. 7 Modifikasi eksterior dapat dengan menambahkan shading device (elemen pembayangan), memperbesar luasan jendela, atau menambahkan skylight. Hasil penelitian Ferry Anderson Sihombing (2008), dalam karya thesisnya berjudul Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami pada beberapa Ruang Kelas Perguruan Tinggi di Medan, menyebutkan masih banyak ruang kelas belum memenuhi standar SNI sebagai ruang kuliah. Untuk itu disarankan untuk membuat lubang bukaan yang lebih luas. Jika memungkinkan dirancang pada posisi berdiri (ukuran tinggi lebih besar dari lebamya). Hal ini dimaksudkan agar penetrasi sinar masuk ruangan dapat jauh ke dalam ruangan. Bagaimana 'halnya dengan rumah tinggal pada 'hunian yang padat. Sebelah menyebelah berimpit. Upaya mengadakan bukaan dari samping dan belakang tidak memungkinkan. Sehingga perlu kiat lebih detail untuk mengupayakan pencahayaan secara alamiah. Sejalan hal ini Ryani Gunawan, ST., MT. Melalui karya thesisnya Studi Rancangan Bukaan Pencahayaan pada Pipa Cahaya Horizontal, menyebutkan rancangan model bukaan pencahayaan pada sistem penyalur cahaya (light pipe system) dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pencahayaan pada ruangan yang tidak memiliki jendela sama sekali. Dengan demikian kiat untuk menggunakan cahaya matahari sebagai sarana pencahayaan alamiah tetap bisa dilaksanakan, sejauh ada kemauan. Foto 1. Cahaya alami melalui tubular skylight dan Light tubes system dapat memberikan peneran,gan ruang dalam yang baik, sehingga dapat mengefisienkan biaya penerangan dan juga ramah .lingkungan. 2.5. Landasan Teoritis Prinsip Perjalanan Cahaya oleh Departemen PU (1989) pada bukunya Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk Rumah dan Gedung, memaparkan bila cahaya melalui batas dua media maka terdapat tiga peristiwa yang dapat terjadi yaitu: 1. Refleksi 8 Refleksi adalah peristiwa terpantulnya cahaya bila mengenai suatu permukaan. Jumlah cahaya yang direfleksikan permukaan ditunjukkan dengan besaran faktor refleksi (p) yaitu perbandingan fluks cahaya yang dipantulkan dibandingkan dengan fluks cahaya yang diterima permukaan.Terdapat berbagai macam refleksi yang tergantung pada sifat permukaan yaitu: a. Refleksi spekular Refleksi spekular merupakan .peristiwa khusus refleksi. Refleksi ini mengikuti hukum Snellius yaitu sudut datang cahaya Ɵi sarna dengan sudut pantul Ɵm. Peristiwa ini terjadi pada permukaan rata dan datar misalnya pada pennukaan cermin. Peristiwa refleksi spekular dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Refleksi spekular b. Refleksi menyebar Refleksi menyebar merupakan peristiwa refleksi yang biasa terjadi, Cahaya yang datang pada suatu permukaan akan dipantulkan secara menyebar tetapi masih di sekitar sudut pantul bila terpantul secara spekular. Peristiwa refleksi menyebar dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Refleksi menyebar c. Refleksi difus Peristiwa refleksi ini terjadi pada permukaan yang kasar atau acak dan dapat dilihat pada Gambar 4. Distribusi intensitas tidak harus sarna ke segala arah. Intensitas ·yang .sama -ke segala arah dapat 1erjadi 'bila perrrnrkaarr pada cahaya datang sangat acak. 9 Gambar 4. Refleksi difus d. Absorbsi Peristiwa absorbsi merupakan peristiwa terserapnya cahaya oleh suatu bahan. Harga absortansi tergantung karakteristik bahan. Penyerapan cahaya oleh bahan dapat lihat .pada faktor absorbsi (α) bahan yaitu perbandingan fluks cahaya yang diserap dengan fluks cahaya yang datang. e. Transmisi Transmisi adalah peristiwa penjalaran cahaya melewati suatu medium ke medium yang lain. Cahaya akan mengalami pembiasan bila melewati medium yang mempunyai indeks bias yang berbeda. Cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal bila memasuki medium dengan indeks bias lebih tinggi dan akan menjauhi garis normal bila memasuki medium dengan indeks bias lebih rendah. Pada peristiwa transmisi diperoleh faktor transmisi (τ) yaitu fluks cahaya yang ditransmisikan dibanding dengan fluks cahaya yang datang pada bahan tersebut. Gambar 5. Cahaya Transmisi Spekular Berdasarkan teori dasar cahaya diatas selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk skylight (cahaya langit), light pipe system (pipa penyalur cahaya), dan lampu matahari (bola lampu pemendar cahaya matahari). 1. Skylight jika diterjemahkan memiliki arti cahaya langit, sehingga pada intinya adalah bagaimana membuat bukaan atau jendela pada atap rumah sehingga cahaya dari atas bisa masuk ke dalam rumah. Ini merupakan satu solusi yang 10 tepat jika rumah kita memiliki keterbatasan lahan, samping kiri dan kanan serta belakang "mepet" dengan tetangga, sehingga ada bagian-hagian rumah kita yang tidak memiliki bukaan keluar yang berakibat cahaya dan udara tidak dapat masuk ke dalam rumah. Skylight berarti kaca atap atau jendela loteng untuk menyalurkan cahaya matahari sebagai sinar penerangan yang disusun dari atas atap. Foto 2. Skylight untuk Sebuah Ruang Dalam 2. Pipa cahaya atau light pipe dikenal juga dengan sebutan tubular skylight, sunscoop, atau tubular daylighting device. Dibandingkan dengan jendela dan skylight konvensional, light pipe memiliki alat insulasi panas yang lebih baik dan penerapan di dalam bangunan lebih fleksibel. Namun kelemahannya adalah tidak ada kontak visual dengan lingkungan luar. Light tubes atau light pipes digunakan untuk mendistribusikan sinar cahaya alami maupun cahaya buatan. Di dalam penerapan pencahayaan alami, sering disebut sun pipes, solar pipes, solar light pipes, atau daylight pipes. Gambar 6. Light Pipe 3. Lampu matahari, adalah lampu yang menyala terang di tempat gelap dengan sumber cahaya matahari (siang hari). Lampu ini juga disebut Lampu Botol 11 Tenaga Surya. Lampu ini bukanlah lampu dengan teknologi mutakhir yang melibatkan panel surya (solar ceit) atau 'benda-benda 'listrik canggih Iainnya, Lampu tersebut temyata berbahan dasar yang murah. Misalnya botol air mineral bekas, larutan pemutih dan air. Ditaruh pada atap menembus ruang dalam. Ruangan menjadi terang selama ada cahaya matahari. Pertama kali "teknologi" ini ditemukan di Brazil oleh Alfredo Mozer beberapa tahun lalu. (Filipina) dan kini Filipina sedang mengembangkan konsep ini dibawah sebuah organisasi yang bemama I sang Litrong Linawag. Di wilayah yang sudah sangat padat, dimana tidak ada 'lagi kesempatan atau jarak antar rumah, untuk memasukkan cahaya / sinar matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela. Juga bagus untuk bangunan yang lebar seperi gudang, hang gar, dan lainnya. Terang ruangan oleh cahaya matahari secaragratis dan menyehatkan. Dengan memanfaatkan konsep ini, kita melakukan sesuatu yang baik untuk Bumi yang dipinjam. Menghemat energi dan melestarikannya. Foto 3. Lampu Matahari 12 BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Metode Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di satu ruangan pada rumah tinggal. Metode penelitian yang di gunakan ini adalah penerapan suatu model skylight (cahaya 'langit), dan lampu matahari (bola lampu pemendar cahaya matahari) sedangakan keaslian ruangan tersebut digunakan sebagai kontrol. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan memonitor dan mencatat seluruh hasil setiap model perlakuan. 3.2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini merupakan sistematisasi dari rumusan masalah dan tahapan pelaksanaan pene1itian ini (Bakta, 1997; Nasir, Moh. 1999). Berdasarkan uraian tersebut, maka rancangan penelitian ini dapat ditunjukkan ke dalam bentuk gambar, sebagaimana nampak pada diagram berikut ini. 13 Berdasarkan diagram rancangan penelitian ini dapat dilihat tahap-tahap proses pelaksanaan penelitian, dimana dalam menentukan latar belakang terdapat fakta menunjukkan ruangan yang sulit memperoleh sinar matahari secara langsung. Selanjutnya melalui upaya penelusuran kajian teori diperoleh model skylight dan lampu matahari yang diduga dapat memecahkan masalah tersebut. Dengan melakukan percobaan dan merekam semua 'hasilnya dilanjutkan ditabulasi dan di-coding. Tahap ini juga tidak terlepas dari peran serta pengguna/pemakai, ruang percobaan serta mikro iklim yang terjadi pada saat percobaan tersebut. Kemudian seluruh data dianalisis serta dibahas untuk mendapat hasil. Berdasarkan pembahasan dan analisis,maka diperoleh pemecahan masalah sebagai dasar dalam merumuskan suatu kesimpulan yang nantinya akan dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi untuk dapat mewujudkan model sistem penerangan yang paling memungkinkan. 3.3. Penentuan Jenis dan Sumber Data 1. Jenis data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif: a. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka atau yang dapat diangkakan, dalam hal ini adalah data mengenai kuat cahaya dan penyebarannya dalam ruang percobaan dan mikro iklim saat itu. b. Data kualitatif adalah data yang berupa uraian-uraian seperti persepsi pengguna terhadap perubahan suasana ruang. 2. Sumber data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data primer yaitu data berupa nilai dari hasil percobaan. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari luar kegiatan percobaan, seperti literatur, jurnal, internet dan beberapa informasi yang relevan terhadap penelitian ini. 3. Prosedur Penelitian Penelitian ini, cara, dan prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut. a. Wawancara 14 Prosedur pengumpulan data dengan mengadakan wawancara dan tanya jawab dengan pengguna ruangan tersebut. b. Studi dokumentasi Prosedur pengumpulan data dengan dengan mentabulasi dan memberi kode serta mempelajari dokumen yang berkaitan dengan substansi penelitian. c. Observasi Prosedur pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan pada ruang percobaan 4. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif a. Analisis kuantitatif Analisis data 'kuantitatif adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hasil penilaian kuat cahaya dan penyebarannya, serta dapat menyimpulkan yang mana lebih memungkinkan untuk direkomendasikan. b. Analisis kualitatif Analisis data kualitatif adalah untuk memberi gambaran dan menerangkan keadaan kemungkinan yang paling dapat diterima oleh pengguna. 15 BAB IV BASIL DAN ANALISIS Dengan memperhatikan sifat cahaya yitu refleksi, absorpsi, transmisi, radiasi di atas yang di aplikasikan dalam bentuk skylight {cahaya langit), dan /arnpu matahari {bola Iampu pemendar cahaya matahari) dilanjutkan dengan 'kegiatan pengukuran. Cara pengukuran memperhatikan ketentuan sebagai berikut: Istilah atau Pengertian dalam Perencanaan Penerangan Alami Siang Hari (PASH) antara lain: 1. Terang Langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan syarat-syarat penerangan alami siang hari. 2. Langit Perencanaan adalah langit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan (standar 10.000 lux). 3. Faktor Langit adalah angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran keadaan penerangan alami siang hari di berbagai tempat dalam suatu ruangan. (%). 4. Faktor PASH (FP) adalah merupakan perbandingan tingkat penerangan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat penerangan bidang datar di lapangan terbuka Prosedur Pengukuran: 1. Terang Langit adalah sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan syarat-syarat penerangan alami siang hari. 2. Langit Perencanaan adalah Iangit dalam keadaan yang ditetapkan dan dijadikan dasar untuk perhitungan (standar 10.000 lux). 3. Faktor Langit adalah angka karakteristik yang digunakan sebagai ukuran keadaan penerangan alami siang hari di berbagai tempat dalam suatu ruangan (%). Faktor PASH (FP). 4. Merupakan perbandingan tingkat penerangan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu didalam suatu ruangan terhadap tingkat penerangan bidang datar di lapangan terbuka. 5. Titik Ukur adalah titik di dalam ruangan yang keadaan penerangannya dipilih sebagai indikator untuk keadaan penerangan seluruh ruangan. 6. Bidang Lubang Cahaya Efektif adalah bidang vertical sebelah dalam dari lubang 16 cahaya. 7. Lubang Cahaya Efektif Untuk Suatu Titik Ukur: bagian dari bidang lubang cahaya efektif' lewat mana titik ukur itu melihat langit. Alat percobaan yaitu: 1. Genteng kaca sebagai media skylight. 2. Lampu matahari dibuat dari botol air mineral bekas yang menembus genteng. Di dalam botol tersebut di isi air yang dicampur pemutih pakaian (tepung kaporit). Media 1. Media 2. Genteng kaca sebagai media skylight Lampu matahari dari botol air mineral bekas yang menembus genteng, diisi air dan dicampur pemutih pakaian (tepung kaporit) Foto 4. Alat Percobaan 4.1. Hasil Pengamatan dan Pendataan Proses pendataan dan pengamatan ini dilakukan sesuai hasil yang dijabarkan sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pengamatan dan Pendataan No Kegiatan Hasil Pengukuran (Lux) 1 Kegiatan pengukuran di halaman terbuka dengan penerangan sinar matahari langsung 10.481-10.712 2 Kegiatan pengukuran di halaman terbuka dibawah atap bangunan dengan penerangan sinar matahari tidak langsung langsung 336 - 421 Gambar/Foto 17 No Kegiatan Hasil Pengukuran (Lux) 3 Kegiatan pengukuran di halaman tertutup 50% dibawah atap bangunan dengan penerangan sinar matahari tidak langsung 12 - 63 4 Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% dibawah atap bangunan 0- 4 5 Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan lampu hemat energi (SL 18 watt) 20-38 6 Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan sebuah lampu mata hari 14 - 28 Gambar/Foto Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan satu 36 - 45 7 lembar genteng kaca sebagai media skylight Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan dua 98 - 150 8 lembar genteng kaca sebagai media skylight Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 1000/0 di bawah atap bangunan, dengan menggunakan tiga 154 - 179 9 lembar genteng kaca sebagai media skylight Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan 198 - 227 10 empat lembar genteng kaca sebagai media skylight Catatan: Dimensi ruang kerja yang digunakan tempat pengukuran ini adalah lebar (400) x panjang (450) x tinggi 350 em. 4.2. Pembahasan Dari data yang diperoleh di atas dapat dimaknai sebagai berikut: 1. Kegiatan pengukuran di halaman terbuka dengan penerangan sinar matahari 18 langsung sekitar 10.481 - 10.712 lux. lni berarti langit dalam keadaan cerah (standar terang langit sebesar 10.000 lux). 2. Kegiatan pengukuran di halaman terbuka di bawah atap bangunan dengan penerangan sinar matahari tidak langsung langsung 336 - 421 lux. Ini berarti jika bekerja di bawah atap tanpa dinding telah memenuhi standar penerangan, yaitu sebesar 350 lux. (Sumber: SNI 03-2000, Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung). 3. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan sekitar 0 - 4 lux. Ini berarti jika ruangan tersebut ditutup sangat kecil sekali terjadi keboeoran sinar dari luar. 4. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan lampu hemat energi (SL 18 watt) sekitar 10 - 38 lux. Berarti jika untuk memenuhi standar penerangan sebesar 250 lux akan membutuhkan minimal 8 buah lampu SL 18 watt. 5. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan sebuah lampu mata hari 20 - 38 Lux. Berarti jika untuk memenuhi standar penerangan sebesar 250 lux akan membutuhkan minimal 7 buah Iampu SL 18 watt. Namun dari pemantauan kuat cahaya yang dipancarkan agak lemah dan tidak merata. 6. Kegiatan pengukuran di ruang kerja tertutup 100% di bawah atap bangunan, dengan menggunakan 4 (empat) lembar genteng kaca sebagai media skylight memancarkan cahaya penerangan sekitar 198 - 227 lux. Penerangan ruangan ini telah mendekati standar penerangan yaitu 250 lux. Dapat disimpulkan sementara bahwa dengan mengadakan bukaan pada atap berupa skylight sebesar 23 cm x 45 cm x 2 bidang atau seluas 0,20 m2 pada ruangan dengan dimensi 4 m x 4,5 m x 3,5 m akan memberikan eahaya untuk penerangan alamiah sebesar 227 lux. (telah mendekati standar penerangan yaitu 250 lux untuk ruang kerja di kantor). Perhitungan kebutuhan biaya listrik yang disebabkan oleh penggunaan 7 unit lampu SL 18 watt untuk meneapai standar penerangan (250 lux) setiap hari adalah: 7 x 18 x 24 = 3.024 watt/hari atau 90.720 KWH/bulan untuk setiap ruangan. Jika membeli pulsa listrik pintar Rp 100.000,00 akan memperoleh 70,45 KWH (sesuai 19 harga listrik PLN di Denpasar bulan September 2015). Ini berarti kebutuhan biaya listrik sebesar 90,72/70,45 x Rp 100.000,00 = Rp 128.772,20/bulan, setiap ruangan. Lebih lanjut dapat dihitung biayanya jika menggunakan ruang kerja lebih dari satu. 20 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dikaji pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rancangan model bukaan pencahayaan pada plafond dengan material genteng kaca sebagai media skylight pada sistem penyalur cahaya dapat menghasilkan tingkat pencahayaan yang lebih besar dari model bukaan pencahayaan dengan menggunakan bola lampu matahari. 2. Rancangan model bukaan pencahayaan pada sistem ini (skylight) dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja sistem pencayaan alamiah pada ruang dalam, pada bangunan gedung. 3. Peningkatan kinerja pencahayaan ini jika diasumsikan dengan nilai uang maka dapat menghemat biaya listrik sebesar Rp 128.772,20 setiap bulan, setiap ruangan. 5.2. Saran Kondisi Indonesia yang kaya akan sinar matahari sepanjang tahun selayaknya menempatkan pencahayaan alami sebagai prioritas dalam rancangan. Selain sebagai upaya tanggap lingkungan, pemanfaatannya juga dapat menghemat konsumsi energi bangunan. Sejalan pemikiran ini maka sudah se1ayaknya penggunaan genteng kaca sebagai media skylight dapat di terapkan untuk mengentaskan problema pencahayaan 'buatan, Murah 'harganya, mudah mengaplikasikan dan besar manfaatnya. 21 BAB VI BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 6.1. Anggaran Biaya Kegiatan penelitian ini didanai dari DIPA Jurusan Arsitektur Tahun Anggaran 2015. Total anggaran yang diajukan adalah Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Ringkasan dari anggaran yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 1. Justifikasi dan rincian dari anggaran yang diajukan dapat dilihat pada Lampiran 1 proposal ini. Tabel 2. Rencana Anggaran Biaya No Jenis Pengeluaran Biaya yang Diusulkan (Rp) 1. 2. 3. 4. Gaji dan upah (20%) Bahan habis pakai dan peralatan (53%) Perjalanan (12%) Lain-lain (penggandaan laporan) (15%) JUMLAH TOTAL: 2.000.000,5.300.000,1.200.000,1.500.000,10.000.000,- 6.2. Jadwal Kegiatan Jadwal pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Mei, hingga Oktober tahun 2015 dengan membuat rancangan penelitian sebagai berikut. Tabel 3. Jadwal Kegiatan 22 DAFTAR PUSTAKA Bakta, I Made. (1997). Metodologi Penelitian. Program Pasca sarjana. Program Studi Ergonomi & Faal Olah Raga Universitas Udayana. Denpasar. (Tidak Dipublikasikan). Departemen PU (1993), Tata Cara Perencanaan teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung Departemen PU (1989), Tata Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari Untuk Rumah dan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung Jhamtani,H.; Wardana, A.; Lisa, K. (2009). Berubah atau Diubah. Lembar Fakta & Panduan Tentang Pemanasan Global & Perubahan Iklim.INSISTPress. Yogyakarta. Nasir. Moh. (1999). Metode Penelitian. Ghalia. Indonesia. Mansur, A. Dan Istianto, P. 2000. Perbandingan kecepatan reaksi dan tingkat kesalahan yang terjadi pada tiga model display berbasis warna pada berbagai kondisi penerangan ruaagaa kerja. Dalam Sritomo W. (ed.), Proceedings Seminar Nasional Ergonomi 2000, 224 - 228. Surabaya: Guna Jaya. Manuaba, A. 1992. 'Ergonomi Meningkatkan Kinerja Tenaga Kerja dan Perusahaan'. Dalam Hermansyah (ed), Proceedengs Simposium dan Pameran Ergonomi indonesia 2{)OO. Bandung. Setyo Soetiadji Soepadi, Ir ( 1997), Anatomi Utilitas, Penerbit Djambatan, Jakarta. Wiliam M.C Lam (1986), Sun lighting as Formgiver for Architecture, Van Nostrand Reinhold Company, New York Referensi berupa tesis dan internet: Ferry Anderson Sihombing.(2008). Studi Pemanfaatan Pencahayaan Alami Pada Beberapa Rancangan Ruang Kelas Perguruan Tinggi di Medan. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara Medan. Jusuf Thojib1, Muhammad Satya Adhitama" (2013). Kenyamanan Visual Melalui Pencahayaan Alami Pada Kantor (Studi Kasus Gedung Dekanat Fakultas Teknrk 'Universitas Brawijaya Malang) Jurnal itUAS, Volume 11' No '2, Desember 2013, ISSN 1693-3702. 23 Ryani Gunawan, (2014). Studi Pengembangan Rancangan Bukaan Pencahayaan Pada Pipa Cahaya Horisontal. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan Sujadnja, IGM. Oka. 2001. Kenyamanan Bale Meten Serta Faktor yang Mempengaruhinya di Desa Gianyar. Tesis Program Studi Ergonomi - Fisiologi Kerja. Program Pasca Sarjana (82), Universitas ·Udayana. Denpasar. 24 LAMPIRAN Lampiran 1. Justifikasi Anggaran Penelitian 25 Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas 1. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c.NIP d. Disiplin Ilmu e. PangkatiGolongan f. Jabatan fungsional/struktural g. Fakultas/Jurusan Ir. Ida Bagus Gde Primayatna, M.Erg. L 19611210 198702 1 001 Arsitektur Penata /IIIc Lektor Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur h. Waktu penelitian 16jam/minggu 2. Anggota Peneliti 2.1. Anggota Peneliti I .a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Golongan f. Jabatan fungsional/struktural g. Fakultas/Jurusan .' h. Waktu penelitian 2.2. Anggota Peneliti II a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Golongan f. Jabatan fungsional/struktural g. Fakultas/Jurusan 'h. Waktu penelitian I Wayan Yuda Manik, ST., MT L 198204192008121002 Arsitektur Penata /11Th Asisten Ahli FakultasTeknik lJurusan Arsitektur 16jam/minggu .. Ir. Ida Bagus Ngurah Bupala, MT. L 195312311986021004 Arsitektur Penata /IIIc Lektor Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur 16 jam/minggu 26