Antisipasi Kerusakan Pantai dengan Laboratorium Teknik Pada kesempatan tersebut, Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air (Pusair), Bambang Hargono menjelaskan bahwa seiring dengan semakin kompleknya permasalahan pantai dan untuk meningkatkan kapasitas Balai Pantai dalam menghadapi tantangan permasalahan pengamanan pantai, kebutuhan akan laboratorium yang mampu mensimulasikan gelombang semirip mungkin dengan kondisi lapangan menjadi semakin mendesak. Puslitbang Kementerian PU juga akan menjalin kerja sama dengan negara lain dalam hal penelitian teknik pantai. Komplek perkantoran Balai Pantai terletak pada atas lahan seluas 2,9 ha di Desa Musi, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng, Provinsi Bali. Laboratorium sekaligus kantor ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas uji model fisik, seperti saluran kaca, kolam gelombang, kolam model Tsunami. Saluran kaca yang telah terpasang akan digunakan untuk menguji stabilitas struktur pantai sebelum dibangun di lapangan. Keberadaan kolam gelombang dengan mesin pembangkit gelombang irregular yang dilengkapi dengan fasilitas pemodelan pasang surut dan arus, diharapkan mampu memodelkan kondisi pantai, muara dan pelabuhan semirip mungkin dengan kondisi lapangan. Sedangkan kolam Tsunami diperuntukkan untuk pemodelan Tsunami, dan pengujian stabilitas struktur dalam skala yang lebih besar. Semua uji model fisik dilengkapi dengan intrumentasi yang lengkap dan canggih, yang memungkinkan pengambilan data dilakukan secara akurat dengan ketelitian yang sangat tinggi. Di samping fasilitas uji model fisik, Laboratorium Teknik Pantai ke depannya juga akan dilengkapi dengan lab material, lab sedimen dan lab kimia dan fasilitas ruang workshop. Dengan berbagai fasilitas yang dimiliki tersebut, nantinya diharapkan balai pantai akan menjadi centre of excellent for coastal engineering di Indonesia. Laboratorium yang dimulai dari tahun 2011 ini dibangun dengan konsep green building technology sekaligus akan menjadi kantor Balai Pantai yang baru. tegas Bambang Hargono di sela-sela peresmian Laboratorium Teknik Pantai. Di sisi lain, energi gelombang di belakang PEGAR banyak berkurang sehingga perairan di area sekitar relatif aman untuk masyarakat yang gemar berenang di pantai. Selain itu, dampak yang ditimbulkan PEGAR lebih kecil dibanding dengan teknologi pemecah gelombang konvensional. Adapun bangunan pelindung pantai (revetment) yang telah diterapkan sebelumnya antara lain blok beton I, blok beton 3B dan modifikasi blok beton 3B yang diciptakan 2011. Laboratorium teknik pantai terbukti telah mendukung konservasi Pulau Nipah di perbatasan Singapura yang terancam hilang. Proyek pengaman Pantai Rembang, skenario sea wall pada penelitian dam lepas Pantai Semarang merupakan beberapa contoh yang juga didukung laboratorium ini. “Skenario pulau buatan dan rencana tol Tanjung Benoa juga tak luput dari dukungan laboratorium kita,” tutur Bambang. Pada kesempatan itu, ia pun menjelaskan bahwa seiring dengan meningkatnya kerusakan pantai di Tanah Air, maka Kementerian PU terus berupaya mengantisipasinya agar kerusakan dapat diminimalisasi. Data Puslitbang Air mencatat saat ini sepanjang 97 km pantai mengalami erosi. Sedangkan yang baru ditangani baru sekitar 35 km. Berbagai penelitian dan pengembangan pantai telah dilakukan oleh Balai Pantai. Bambang juga menuturkan, melalui pelaksanaan uji model fisik dua dan tiga dimensi dengan pembangkit gelombang regular telah dilakukan untuk memodelkan struktur pelindung pantai sebelum dipasang di lapangan. Teknologi pemecah gelombang ambang rendah juga tengah dikembangkan Pusair. n PEGAR Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Pusair), Kementerian PU saat ini tengah mengembangkan teknologi Pemecah Gelombang Ambang Rendah (PEGAR). Keunggulan teknologi ini dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak mengganggu pemandangan ke arah laut. “Kesan alami karena gelombang laut tidak dimatikan melainkan diatur, sehingga respons pantai relatif seragam pada arah memanjang,” n PENGAMAN PANTAI DI BENGKULU KIPRAH Volume 52 th XII | September-Oktober 2012 65