Pidato Sambutan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa

advertisement
Pidato Sambutan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan pada
Seminar IFSB bertema Meningkatkan Keuangan Inklusif melalui Keuangan
Islami
Jakarta, 31 Maret 2015
Bismillahirrahmanirrahiim,
Yang terhormat Gubernur BI Agus Martowardjojo, Sekretaris Jenderal Islamic Financial Services
Board (IFSB) Jaseem Ahmed, rekan-rekan, para pembicara, Bapak dan Ibu sekalian.
Selamat pagi
1. Bapak dan Ibu sekalian, pada kesempatan ini saya menyampaikan terimakasih kepada pengelola
IFSB yang telah memungkinkan kita semua berkumpul di sini pada hari ini untuk membahas
topik yang sangat berhubungan dan mempengaruhi populasi dunia dan umat muslim pada
umumnya.
2. Ketika kita semakin paham tentang indikator keuangan inklusif, muncul sebuah gambaran yang
agak suram, dilihat dari perspektif yang luas; kita harus mengerti pilihan-pilihan yang sedang
diambil, apakah memilih voluntary exclusion atau involuntary exclusion?
3. Untuk melakukannya, kita harus memulai penjangkauan. Dengan melakukan hal tersebut, kita
akan memiliki gambaran lebih jelas mengenai halangan struktural dalam mencapai keuangan
inklusif yang lebih baik. Tiap pasar perlu merencanakan batas akses and menentukan strategi
intervensi yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan distribusi produk dan layanan yang
ditawarkan, dan juga jangkauan pasar dari perantara/agen keuangan.
4. Bagaimana kita sebagai pembuat kebijakan menyeimbangkan peran sosial perkembangan pasar
yang telah dipercayakan kepada kita untuk menjamin agar mereka yang belum terjangkau bisa
terlayani? Hal ini, Bapak dan Ibu, membutuhkan kerja sama strategis antara pemerintah dan
para agen. Lembaga pengatur perlu mempelajari bagaimana agar bisa memiliki agen-agen
keuangan yang bertanggung jawab secara sosial, mereka yang – di luar tujuan menghasikan
keuntungan-- telah lebih dulu menetapkan perannya untuk menjangkau kalangan ini.
5. Stabilitas keuangan dan stabilitas kelembagaan harus berjalan beriringan agar para agen
mampu melayani target pasar ini. Bagi para agen, pertanyaan mengenai keberlangsungan
kehidupan ekonomi mendominasi pikiran mereka. Di sinilah saya percaya bahwa perkembangan
teknologi telekomunikasi dan informasi yang telah mengubah struktur biaya agen akan
bertindak sebagai pemicu positif menuju keuangan inklusif yang lebih baik.
6. Separuh dari populasi dunia tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan mendasar, dan
jika kita mengesampingkan pasar yang lebih matang lalu berfokus kepada ekonomi
berkembang, saya yakin bahwa angka resminya tidak akan mencerminkan situasi yang sedang
kita hadapi saat ini. Data mengenai OIC juga tidak memberi harapan. Sebagai gambaran
seberapa tantangan di depan kita, pada 2011 Pew Forum memperkirakan bahwa “Negaranegara muslim secara keseluruhan adalah yang termiskin di dunia, berdasarkan produk
domestik bruto (PDB) per kapita dalam dolar AS dengan perhitungan keseimbangan
kemampuan berbelanja atau paritas daya beli (PPP). Negara-negara tersebut rata-rata memiliki
PDB per kapita 4.000 dolar AS, sangat jauh di bawah angka rata-rata di negara-negara yang
lebih maju (33.700 dolar AS), dan hanya sedikit lebih tinggi dari angka rata-rata di negaranegara yang agak maju di mana muslim menjadi kaum minoritas (3.300 dolar AS)”.1
7. Orang mungkin akan bertanya, apakah mereka dengan sengaja memisahkan diri? Ataukah ini
murni masalah ekonomi yang sedang kita hadapi?
Ibu dan Bapak sekalian,
8. Makalah IMF terbaru menunjukkan bahwa “Eksklusi keuangan yang mendunia atas dasar agama
tampaknya relatif kecil, namun persentasenya beragam di berbagai negara dan bisa menjadi
sangat tinggi di negara-negara muslim tertentu. Contohnya, persentase dalam hal alasan agamis
bagi orang dewasa untuk tidak memiliki rekening, di Afganistan adalah 34 persen, 26-27 persen
di Irak dan Tunisia, dan 23-24 persen di Djibouti dan Arab Saudi. Meski demikian, negara-negara
muslim lainnya menunjukkan tingkat ekslusi agamis mandiri yang relatif rendah: hampir nol di
Malaysia, 2,5-3 persen di Kuwait dan Uni Emirat Arab, dan 4,5 persen di Sudan”.2
9. Pertanyaannya adalah, Bapak dan Ibu sekalian, “Dapatkah keuangan Islami menjadi solusi untuk
segalanya?” Dan dapatkah kita sebagai pembuat kebijakan bekerja sama dengan berbagai
lembaga pendukung formal maupun informal dalam melaksanakan strategi intervensi untuk
memperbaiki ketidakseimbangan global ini?
10. Islam sejak jaman Nabi Muhammad SAW selalu menganjurkan keadilan sosial sebagai prinsip
utama. Secara mendasar, Islam menerapkan inklusi baik melalui prinsip berbagi resiko maupun
prinsip redistribusi. Masing-masing bisa dilaksanakan sebagai alat intervensi untuk menangani
kurangnya inklusi.
11. Namun sebelum kita bertanya lebih jauh tentang kemungkinannya, kita harus bertanya pada
diri sendiri apakah perangkat ini dapat beroperasi efektif dan bisa bersaing dengan perangkat
konvensional. Mengapa demikian? Satu bidang utama yakni tentang penentuan harga atas
resiko. Penilaian resiko dalam keuangan Islami masih mempertimbangkan nilai waktu dari uang
daripada memberi harga atas transaksi per aset mendasar. Hal ini menyebabkan lepasnya
hubungan sistemik antara nilai resiko dan biaya transaksi. Pada tingkat yang lebih luas, tidak
1
Future of Global Muslim Population (here)
2
Can Islamic Banking increase Financial Inclusion? IMF Working Paper (here)
mungkin melaksanakan mekanisme penilaian resiko yang lebih akurat tanpa standar alternatif
yang memadai (misalnya: gadai terikat dengan harga barang jaminan atau harga uang,
penentuan harga proyek keuangan terikat dengan keuntungan dan resiko).
12. Inisiatif seperti ini membutuhkan usaha bersama antara lembaga pengatur dan para agen
keuangan. Barangkali kita perlu belajar dari pengalaman industri asuransi yang selama
bertahun-tahun telah memanfaatkan kumpulan data industri untuk memperbaiki harga produk
mereka. Dapatkah konsep seperti itu diterapkan dalam keuangan Islami? Apakah ini akan
menambah biaya keseluruhan di industri tersebut, dan apakah bisa tetap bersaing langsung
dengan pasar konvensional yang mampu mengakses pasar yang lebih cair dengan metode
penilaian resiko yang sudah mapan?
Bapak dan Ibu sekalian,
13. Dalam hal redistribusi, kita harus memiliki penilaian yang menyeluruh mengenai pengoperasian
zakat dan sedekah melalui masing-masing jalur. Kita perlu memahami lebih dalam tentang
bagaimana pengalihan dana ini bisa mempengaruhi mereka yang membutuhkan, dan
bagaimana kita bisa menjamin penerapan yang berkelanjutan agar dapat meningkatkan
kesempatan untuk mengangkat derajat umat. Ini hanya bisa dilakukan dengan infrastruktur
yang lebih baik untuk mengidentifikasi kaum yang membutuhkan, sebuah solusi yang lebih
terencana dibanding pembayaran penuh cara tradisional yang tidak mempertimbangkan
keamanan keuangan dan stabilitas penghasilan mereka.
14. Selain zakat dan sedekah sebagai alat redistribusi, Al-Qardhul Hassan (pinjaman kebajikan)
merupakan sebuah struktur mengagumkan yang memperlihatkan bagaimana Islam memandang
keadilan sosial and kesenjangan. Secara konsep, Al-Qardhul Hassan lebih memberdayakan
konsumen daripada lembaga keuangan, di mana peminjam yang menentukan ketentuan
pinjaman, bukan pihak yang meminjamkan. Eksplorasi atas penggunaan konsep ini di tingkat
makro akan menjadi pendekatan yang tepat saat ini, ketika lembaga keuangan individual masih
terlena dengan sifat mencari keuntungan. Ini telah ditelaah di berbagai wilayah hukum di mana
dana khusus sengaja disiapkan untuk membiayai kebutuhan keuangan kelompok tertentu.
Bapak dan Ibu sekalian,
15. Kita harus berusaha lebih keras lagi dan mengeksplorasi banyaknya kemungkinan penggunaan
Qardhul Hassan sebagai alat untuk menyasar eksklusi keuangan, mengurangi kemiskinan,
hingga pembiayaan infrastruktur sosial. Lembaga pengatur bisa, misalnya, menggunakan alat ini
untuk mengubah cadangan devisa lembaga keuangan. Ijinkan saya menjelaskan tentang ini.
Seperti yang telah Anda ketahui, suku bunga pasar global masih terus tertekan sejak krisis 2008,
dan tidak mengejutkan ketika itu terjadi lagi di bulan Februari. Jerman mengeluarkan obligasi
tanpa menjanjikan pembayaran bunga apapun. Sekarang, bayangkan serangkaian perangkat
Qardhul Hassan yang tidak dapat diperdagangkan itu diajukan sebagai persyaratan utama untuk
memenuhi kewajiban modal dan parameter likuiditas resiko bagi lembaga keuangan syariah,
hasil dari perangkat ini bisa dibagikan kembali dengan lebih efisien untuk membiayai kebutuhan
keuangan spesifik dari mereka yang membutuhkan. Konsep seperti ini bisa juga diperluas untuk
pembiayaan saat bencana, di mana pemerintah bisa memanfaatkan pasar di saat-saat
mendesak dan lembaga keuangan maju sebagai lembaga keuangan Islami yang bertanggung
jawab sosial sebagaimana seharusnya.
16. Bapak dan Ibu, selain menyampaikan isu dari perspektif penawaran, seperti yang telah saya
sampaikan sebelumnya kita harus memahami tentang sisi permintaan. Contohnya Indonesia,
negara muslim terbesar dengan keuangan mikro syariah yang paling maju, masih menghadapi
kekurangan permintaan atas layanan syariah, seperti dibuktikan melalui penelitian Bank
Indonesia pada tahun 2011 yang menyimpulkan bahwa “tidak ada indikasi bahwa berdirinya
bank-bank syariah di Indonesia didahului oleh permintaan masyarakat luas atas layanan
keuangan Islami berbasis syariah.”
17. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa di beberapa daerah konsumen menentukan
pilihan lebih karena kedekatan jarak dan kenyamanan daripada karena agama. Bagi saya, di sini
peran pemerintah dalam mengembangkan pasar perlu ditingkatkan dan didukung oleh industri.
Bapak dan Ibu, OJK telah memulai Strategi Nasional Literasi Keuangan. Program ini menekankan
pada tiga aspek utama, yakni: (i) mendorong pendidikan literasi keuangan melalui kampanye
publik; (ii) meningkatkan infrastruktur keuangan; dan (iii) menyediakan lebih banyak akses
terhadap produk keuangan yang terjangkau. Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang
keuangan dan penetrasi telepon seluler di masyarakat, OJK menganjurkan pemanfaatan
teknologi yang lebih besar lagi sebagai jalan untuk memperluas jangkauan produk dan layanan
keuangan bagi mereka yang belum terjangkau.
Bapak dan Ibu sekalian,
18. Tugas besar berada di hadapan kita semua. Kiranya kita semua setuju bahwa diperlukan upaya
yang lebih terpadu dari semua pemangku kebijakan. Misalnya, peran penting IFSB sebagai
agregator yang menyokong di tingkat global untuk meningkatkan pemahaman melalui
pendekatan lintas wilayah hukum, sementara IDB harus didukung untuk bekerja sama dengan
berbagai lembaga formal dan informal untuk lebih meningkatkan cakupan pengetahuan
keuangan umat.
19. Kesimpulannya, Bapak dan Ibu, langkah pertama untuk melakukan ini harus selalu dimulai dari
kemauan setiap pihak untuk mengangkat ini sebagai masalah nasional yang penting. Tanpa
prioritas dan komitmen dari semua pemangku kebijakan, kita terus-menerus beresiko
melanjutkan ketidakseimbangan dalam skala global. Saya berharap bahwa seminar ini akan
menjadi awal dari koordinasi yang lebih baik lagi antar negara anggota dalam menanggapi
permasalahan terpenting bagi kita semua.
Terima kasih.
Wabillahi taufik walhidayah, wassalamu alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Jakarta, 31 Maret 2015
Muliaman D. Hadad
Ketua
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan - Republik Indonesia
Download