URGENSI SISTEM HUKUM DI INDONESIA DALAM

advertisement
1
URGENSI SISTEM HUKUM DI INDONESIA
DALAM PERSPEKTIF PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL
YANG BERFALSAFAH PANCASILA
Oleh : Drs. H. Trubus Wahyudi, SH., MH.,
( Hakim Tinggi PTA Banten & Peserta Program Doktor ( S3) Ilmu Hukum(PDIH)
Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)Semarang)
A. Latar Belakang
Paradigma Sistem Hukum Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu
system, yang terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang satu sama lain
saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai tujuan yang didasarkan pada
UUD l945 dan dijiwai oleh falsafah Pancasila.1
Pancasila dalam kerangka teori ilmu hukum menempati posisi ganda.
Pertama, Pancasila merupakan perwujudan dari cita hukum dan kesadaran hukum
bangsa Indonesia yang tumbuh dan lahir dari runtutan pandangan hidup serta cita
moral mereka. Jika runtutan itu ditarik
kebelakang, akan terlihat hamparan
religiusitas social yang meracik pandangan hidup dan cita moral tersebut. Dengan
demikian, cita hukum dan kesadaran hukum bangsa Indonesia tidak dapat terlepas
dari potensi nilai religiusitasnya. Bahkan warna keislaman dalam cita hokum dan
kesadaran hukum menjadi condicio sine quanon.
Kedua
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Kedudukan seperti itu bagaimanapun menyebabkan setiap norma di dalam hokum
Indonesia mengandung dimensi transedental dan horizontal. Selain itu norma atau
hukum yang akan dibentuk
pandangan
yang dinyatakan berlaku harus mendukung
hidup yang menghendaki
pertanggung-jawaban
vertikal kepada
Tuhan atas segala aktifitas norma hukumnya.2
Apabila diorientasikan kepada hukum yang ideal adalah hukum itu dari
Tuhan Semesta alam; dalam inplementasinya merupakan suatu standar untuk
menguji berlakunya semua hukum yang dapat diketahui
1
dan dinilai yang
Dr. H. Ahmad Muliadi, S.H., M.H., Politik Hukum, Padang, Akademi Permata, Cet. I,
2013, hal. 46.
2
Dr. H. Abdul Gani Abdullah, S.H., Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia, Gema Insani Press, Jakarta, l994, Cet. I, hal. 11.
2
mempunyai kepastian lebih dari peraturan biasa (Prof. Dr. H. Wahyono, S,H.,
M.S. ( Materi Kuliah Filsafat Hukum Program Doktor (S3) Ilmu Hukum (PDIH)
Universitas Islam Sultan Agung Semarang, 2013).
Hukum Indonesia tidaklah semata-mata mengandung norma yang
berdimensi horizontal ataupun transedental, tetapi harus merupakan kumulasi
kedua dimensi pada saat yang bersamaan. Seluruh aktivitas kehadiran hukum di
Indonesia, baik melalui program legeslasi nasional maupun penunjukan hukum
untuk pengaturan dan ketertiban interaksi social, harus menempatkan
kedua
dimensi tersebut sebagai pewarna sehingga hukum Indonesia yang lahir akan
selalu dihayati sebagai sesuatu yang harus dipertanggung-jawabkan kepada
Tuhan.
Paradigma keterkaitan pembangunan nasional yang menyangkut seluruh
aspek kehidupan dengan antisipasi dimensi hukum merupakan keniscayaan.
Pembangunan menghendaki transformasi masyarakat dari suatu kondisi menjadi
kondisi yang lebih baik., Manusia sebagai inti dari aktifitas pembangunan
menentukan betapa keran transformasi merupakan upaya operasionalisasi
transformasi itu dengan sengaja. Kedua konsep ini- transformasi maupun
operasionalisasinya- bermula dari konsep normatif yang akan menuntun,
mengatur, dan menertibkan perwujudannya. 3
Pandangan yang masih mewarnai masyarakat Islam Indonesia terlihat
melalui suatu ungkapan tentang adanya hukum umum disamping hukum Islam.
Hukum Islam bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits. Kata hukum di sini berarti
wahyu Allah SWT, dengan demikian hukum Islam bukanlah produk manusia.
Pengistilahan hukum umum pada dasarnya tidak lain dari produk persepsi
kalangan elite agama sebagai pemisah dari hukum Islam. Apabila subtansi hukum
umum tersebut dimaterialisasi, transparansinya tidak akan seperti persepsi elite
agama, tetapi justru kumulatif- yang salah satunya adalah hukum Islam.
Dalam kehidupan politik hukum Indonesia, obsesi Islam dianggap
terumuskan dalam Piagam Jakarta dan dimaknakan sebagai bakal pembuahannya
secara bertahap, dan adanya dua sudut pandang akan berhadapan tatkala
3
I b I d , hal. 12
3
pembentukan hukum berproses. Pertama, tafsiran luas dari Pasal 29 ayat (2)
UUD 1945 serta salah satu makna obsesi politik Islam di atas menempatkan
hukum Islam sebagai bagian dari ajaran Islam. Kedua, tafsiran organik Pasal 24
dan 25 UUD 1945 menempatkan hukum Islam sebagai sesuatu yang harus
dipertahankan di luar atau
di depan pengadilan yang terlingkup dalam
pelaksanaan kekuasaan kehakiman.,4
B. Permasalahan
Berdasarkan
beberapa paradigma sebagaimana dipaparkan yang
berkaitan dengan judul makalah ini, penulis berasumsi perlu merumuskan
permasalahan
bahwa : Mengapa urgensi Sistem hukum di Indonesia dalam
Perspektif PembentukanHukum Nasional yang Berfalsafah Pancasila?
C. Pembahasan
1.Pengertian Urgensi Sistem Hukum.
Urgensi berarti : Keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting.5
Sistem, berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) adalah
suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan anatara
satu bagian dengan bagian lainnya secara bersama untuk memudahkan aliran
informasi materi atau pemahaman terhadap sesuatu secara utuh. Sistem adalah
seperangkat unsur – unsur yang mempunyai hubungan fungsional secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk totalitas.6
R. Subekti, menyebutkan : Sistem adalah suatu susunan atau catatan
yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan
satu
sama lain tersusun menurut suatu rencana atau pola hasil dari suatu
pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. Dalam suatu system yang baik, tidak
4
I b I d. hal. 19
Arti kata.com/arti-356002-urgensi,html, diakses 15 Desember 2013.
6
Soerjono Sukanto, Penegakan hukum, , Binacipta +BPHN, Cet. I, Bandung, l983 ,
hal. 1-15. Yahya Harahap, M, Beberapa Tinjauan MengenaiSistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa, Citra Aditya Bakti, Cet. I, Bandung, l997, hal. 422-437.
5
4
boleh terjadi suatu duplikasi atau tumpang tindih (overlapping) di antara bagianbagian itu.7
Satjipto Rahardjo, menukil pendapat (Shorde & Voich, l974 : l21 –
l33) menyebutkan sistem ini mempunyai dua pengertian yang penting untuk
dikenal, sekalipun dalam pembicaraan-pembicaraan keduanya sering dipakai
secara tercampur begitu saja. Yang pertama, adalah pengertian system sebagai
jenis satuan, yang mempunyai tatnan tertentu. Tatanan tertentu di sini menunjuk
kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua, system sebagai
suatu rencana, metoda, atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.8
Dengan pengertian
sebagaimana disebutkan, apabila dihubungkan
dengan hukum sejalan dengan judul makalah ini, yakni Urgensi Sistem Hukum
di Indonesia dalam perspektif pembentukan hokum nasinal yang berpalsafah
Pancasila adalah mengandung makna bahwa keharusan yang mendesak atau hal
yang sangat penting adanya struktur menyeluruh atas ruang lingkup dari ilmuilmu hukum yang tercakup di dalamnya kaedah-kaedah hukum, keputusankeputusan pejabat(hukum), kebiasaan sebagai modal baku pembentukan hukum
nasional . Atau jelasnya keharusan yang sangat penting ilmu-ilmu hukum yang
menyajikan suatu rekonstruksi sistematis dari fakta-fakta hukum dan kaidahkaidah hukum yang ditelaah dalam lingkup suatu Negara (Indonesia ), yang
bernuansa sudut pandang sebagai bahan baku
dalam pembentukan hukum
nasional yang berpalsafah Pancasila..
2. Macam-macam Sistem Hukum.
Sebelum lebih lanjut membahas Sistem Hukum di Indonesia, ada
baiknya dijelaskan juga perkembangan sistem hukum di dunia, yakni sangat
dipengaruhi oleh system hukum kontinental dan juga system hukum Anglo
Saxon, adalah sebagai berikut :
7
Subekti, R., Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional yang akan
Datang, Kertas kerja pada Seminar Hukum Nasional IV, Jakarta l979.
8
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet.
VII, 2012, hal. 48.
5
a.
Sistem Hukum Kontinental
Sistem hukum continental merupakan suatu system atau mazhab yang
mengangggap undang-undang sebagai satu-satunya sumber hukum
(dianut aliran legisme). Diasumsikan bahwa hukum identik dengan
undang-undang , sehingga tidak ada hukum yang lain di luar undangundang. Sebagai konsekuensi aliran ini dalam praktek menerapkan
undang-undang saja.
b.
Sistem Hukum Anglo Saxon
System hukum Anglo Saxon atau Common Law adalah suatu system
hukum didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan –keputusan hakim
terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.
Sistem hukum ini seperti diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia,
Selandia Baru, Afrika Selatan., Kanada (kecuali Quebec) dan Amerika
Serikat.
Sistem hukum Anglo Saxon berpendapat bahwa undang-undang tidak
cukup mampu
mengikuti perkembangan masyarakat, sehingga hakim
diberi kebebasan
untuk menciptakan hukum sendiri sesuai dengan
keyakinannya (jude made law), bebas untuk melakukan interpretasi,
bahkan hakim bebas untuk menyimpangi undang-undang (dianut aliran
freie Rechtlehre). 9
3. Sistem Hukum di Indonesia.
Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang penduduknya sangat beragam
dari segi etnik, budaya, dan agama. Sedangkan mayoritasnya adalah beragama
Islam, sekitar 88 % dari lebih dari dua ratus juta orang.Indonesia pernah dijajah
oleh Belanda lebih dari 350 tahun, masa yang tidak sebentar. Disamping itu,
pernah juga dijajah oleh Inggris dan Jepang dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dari gambaran singkat tersebut, dapat dipahami adanya pluralitas sistem hukum
yang berlaku di Indonesia, sebagaimana yang akan diungkapkan, bahwa :
9
Ahmad Muliadi, Op Cit. hal. 52.
6
(1) Dilihat dari segi pluralitas jenis penduduknya, dapat dikatakan bahwa
masyarakat Indonesia mempunyai system hukum yang berlaku
sejak zaman
primitive dari kebiasaan atau adat istiadat sampai dengan ketentuan yang diyakini
bersama untuk dipatuhi. Dalam perkembangannya kemudian, ketika Indonesia
masih dijajah oleh kolonial Belanda, kebiasaan atau adat istiadat ini disebut
dengan
“hukum Adat”yang hanya ada di Indonesia yang sifatnya statis.
Sedangkan dalam pengertian yang dinamis, jenis hukum Adat ini lebih tepat
disebut dengan hukum kebiasaan (customery law) atau hokum yang hidup di
masyarakat (living law ). Jika dalam pengertiannya yang dinamis, jenis hukum
kebiasaan terdapat
di seluruh dunia, termasuk
dijumpai di setiap Negara,
termasuk Negara maju.10
(2) Dilhat dari segi agama, sudah pasti ada nilai-nilai agama yang telah
diyakini bersama, dijadikan sistem kehidupan mereka dan mengatur, yang
kemudian dianggap sebagai hukum. Hukum agama
ini datang ke Indonesia
bersamaan dengan datangnya agama. Oleh karena itu, sebagai mayoritas
beragama Islam, maka hukum Islam merupakan salah satu system yang berlaku di
Indonesia, walaupun memang diakui masih ada agama lain selain agama Islam
yang dianutnya sebagian kecil masyarakat Indonesia. Namun, perlu juga dicatat
Bahwa hukum Islam ini mempunyai pengertian yang dinamis sebagai hukum
yang mampu
memberi jawaban
terhadap perubahan sosial dan dapat
ditransformasikan dengan perjalanan waktu dan tempat.11
(3) Dilihat dari segi sebagai Negara yang pernah dijajah selama 350 tahun,
sudah pasti Negara penjajah membawa system hukum mereka ke Indonesia.
Justru sangat mungkin para penjajah itu memaksakan hukumnya kepada
masyarakat Indonesia yang mereka jajah, kemudian dapat disebut dengan sistem
10
Dr. A. Qodri Azizy, M.A., Eklektisisme Hukum Nasional Kompetisi Antara Hukum
Islam dan Hukum Umum, Gama Media, Yogyakarta, Cet. I, 2002, hal 109 – 110.
11
Prof. Dr. H. Umar Syihab, Hukum Islam dan Transformasi Pemikmiran, Dina
Utama, Semarang, Cet. I, Th…., hal. 156.
7
hukum Belanda atau hukum Barat, bahkan ada yang menyebutnya dengan hukum
sipil (civil – law). 12
Dapatlah
dikatakan
bahwa
sebelum
kemerdekaan
Indonesia
diproklamirkan, di Indonesia berlaku tiga sistem hukum : hukum adat , hukum
Islam dan hukum Barat, dengan segala perangkat dan persyaratan siapa saja dan
dalam aspek atau esensi apa saja yang harus mematuhi hukum dari ketiga system
hukum tersebut.13Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia di kemudian
hari, ketiga sistem hukum dalam pengertiannya yang dinamis akan menjadi bahan
baku pembentukan hukum nasional.
4.
Urgensi Sistem Hukum di Indonesia dalam Perspektif
Pembentukan Hukum Nasional yang berfalsafah Pancasila
Setelah 17 Agustus 1945, idealnya politik hukum yang berlaku adalah
politik hukum nasional, artinya telah terjadi unifikasi hukum (berlakunya satu
sistem hukum di seluruh wilayah Indonesia), karena sistem hukum nasional
harus dibangun berdasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Proklamasi,
Pancasila dan UUD 1945.14
UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, disamping berlaku
hukum dasar yang tidak tertulis—yang dijumpai di dalam penjelasan umumnya—
menjadi dasar konstitusional dan sinyal organik keberadaan hukum tidak tertulis
dalamk tata hukum nasional. Norma dasar dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 menunjukkan isi awal tata hukum nasional dengan menyatakan segala
peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut UUD. Dari kontek demikian terlihat keadaan isi tata hukum nasional
pada hari-hari awal kemerdekaan, yakni (1) hukum produk legeslatif kolonial, (2)
hukum adat, (3) hukum Islam, dan (4) hukum produk legeslatif nasional.15
12
A. Qodri Azizy, Op Cit. hal. 110
R. Supomo, Sistem Hukum di Indonesia sebelum Perang Dunia II, Jakarta, Pradnya
Paramita, l982.
14
Sunarjati Hartono, CFG, Mencari Bentuk dan sistem Hukum Perjanjian Nasional
Kita, Alumni, Bandung , Cet. 2, 1974, hal 57.
15
Abdul Gani Abdullah, Op Cit, hal . 58
13
8
Sistem hukum nasional diharapkan dapat
menjamin tegaknya
supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran
(sistem hukum modern). Sistem hukum yang modern haruslah merupakan hukum
yang baik, dan sesuai dengan kondisi masyarakat. Hukum dibuat sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan , dan juga harus dimengerti atau dipahami oleh
masyarakat secara keseluruhan, dengan tujuan supaya hukum benar-benar dapat
mempengaruhi perilaku warga masyarakat.16
Sistem hukum nasional dibentuk dari :
a. Hukum Agama (yang dimasukkan adalah asas-asanya)
Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan
agama tertentu, yang biasanya terdapat dalam Kitab Suci.
b. Hukum Adat ( yang dimasukkan adalah asas-asasnya)
Sistem hukum adat dan hukum kebiasaan adalah hukum asli masyarakat
Indonesia, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia
sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Penghormatan dan pengakuan terhadap masyarakat adat, termaktub dalam
Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945. Pasal ini merupakan mandat konstitusi
yang harus ditaati oleh Penyelenggara Negara, untuk mengatur pengakuan
dan penghormatan atas keberadaan masyarakat adat dalam suatu bentuk
undang-undang.
c. Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematikanya)
Sistem hukum perdata Eropa, yakni hukum perdata yang diberlakukan di
Indonesia oleh Pemerintah kolonial berdasarkan asas konkordansi.
d. Hukum Internasional baik secara perdata maupun publik ( sebagai bias
relitas pengaruh globalisasi dunia).
16
Ahmad Muliadi, Op. Cit, hal. 47
9
Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara Negara satu
dengan Negara lain atau antar warga negara
yang dilakukan secara
Internasional.17
Pembentukan hukum
perencanaan Prolegnas,
18
nasional dilaksanakan dengan mewujudkan
dengan
penyusunan daftar Rancangan Undang-
Undang ,19 demikian dalam Prolegda juga menjaga agar produk Peraturan Daerah
Provinsi tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.20
Tentang sistem hukum (legal system), menurut pendapat Lawrence Meir
Priedmen sebagaimana dinukil oleh Ahmad Muliadi disebutkan bahwa dalam
sistem hukum ada tiga unsur pokok dalam sistem hukum, yaitu : (1) unsur
substansi hukum (legal substance), (2) unsur struktur hukum (legal struktur),
(3) unsur budaya hukum masyarakat ( legal culture).21
Pentingnya pembahasan sistem hukum tersebut untuk
pemikiran-pemikmiran dari berbagai
menghimpun
kalangan masyarakat mengenai program,
metode, cara dan upaya pelaksanaan pembangunan hukum untuk menciptakan
dan memantapkan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan
UUD 1945. Sebagai suatu sistem hukum nasional, maka kebijakan pembentukan
hukum nasional (perumusan pasal) harus dilakukan dengan melewati proses
pengujian keabsahan hukumnya (termasuk substansi hukumnya) secara vertikal
maupun horizontal. Hal ini dalam teori sistem hukum dikenal dengan “validitas
vertikal “ dan “validitas horizontal”.22
Di Indonesia cara-cara
yang digunakan untuk membentuk
hukum,
politik hukumnya tidak sama dengan cara-cara yan g digunakan oleh Negara
17
18
undangan.
undangan
19
I b I d, hal 54.
Pasal 17 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangPasal 18 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
20
Penjelasan Pasal 32 UU No. 12 Tahun 2011 ten tang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan .
21
22
Ahmad Muliadi, Op Cit. hal 50
I b I d, hal. 48.
10
Kapitalis, atau Negara Komunis dan/atasu Negara yang Fanatik
Ketiga cara ini merupakan cara yang ekstrim;
Rerligius.
karena Kapitalis menganggap
bahwa manusia perorangan yang individualis adalah
yang paling penting.
Komunisme menganggap bahwa masyarakat yang terpenting di atas segalanya,
sedangkan Fanatik religius merupakan realitas bahwa manusia hidup di dunia
ini harus bergulat untuk mempertahankan hidupnya (survive).
Sistem
Pemerintahan Republik Indonbesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem
di berbagai sektor lain yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula sistem
hukum dan arah politik hukum dalam
yang berpalsafah Pancasila.23
mencapai rencana dan tujuan bernegara
Pancasila merupakan sumber segala sumber
hukum Negara.24
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik,
yang meliputi : a) kejelasan tujuan, b) kelembagaan atau pejabat pembentuk
yang tepat; c) kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi
muatan; d) dapat
dilaksanakan; e) kedayagunaan dan kehasilgunaan; f) kejelasan rumusan; dan g)
keterbukaan.25
Sedangkan
materi
muatan Peraturan perundang-undangan
harus
mencerminkan asa-asas : a) pengayoman, b) kemanusiaan; c) kerbangsaan, d)
kekeluargaan, e) kenusantaraan , f) bhinneka tunggal ika, g) keadilan, h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, i) ketertiban dan kepastian
hukum, dan/atau j) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.26
Oleh karena itu apabila dalam pembentukan hukum nasional itu
telah
terakomodir asas-asas pembentukan hukum nasional sebagaimana disebutkan,
dapat dimungkinkan hukum-hukum yang akan dibentuk itu akan dapat
diberlakukan secara mulus sebagai kebutuhan hukum masyarakat, walaupun tetap
23
24
undangan.
undangan
nundangan .
I b I d, hal. 50
Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
25
Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
26
Pasal 6 U U No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perudang -=
11
adanya
pro – kontra tanggapan masyarakat yang tidak seberapa, dan dapat
dipastikan tidak akan terjadi pro – kontra tanggapan masyarakat yang
berkepanjangan; seperti peristiwa yang pernah terjadi sewaktu digulirkannya oleh
Pemerintah “ Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama
(RUU HMPA)
Bidang Perkawinan “ pada awal tahun 2010 , yang hingga
tulisan ini diturunkan nampaknya belum ada lagi tanda-tanda untuk dibahas dan
disetujui oleh DPR terhadap RUU HMPA Bidang Perkawinan tersebut.
Adapun sistem hukum Pancasila dimaksudkan
adalah
seperangkat
kaidah hukum dalam bebagai lapangan hukum yang merupakan bagian (unsur)
daripada –nya yang bersumber dasar pada Pancasila, yang satu sama
lain
berkait merupakan satu persatuan paduan hukum dalam satu wawasan
nusantara wilayah Negara Republik Indonesia.27
Unsur-unsur sistem hukum
Pancasila adalah kaidah-kaidah hukum
dalam berbagai lapangan hukum (pidana, perdata, dagang, hukum acara,
internasional dsb,) yang dirumuskan berdasarkan falsafah
bangsa dan negara
Pancasila. Karena sifatnya yang unik, maka sila pertama dari Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
prima causa
dari sila-sila lain dan
merupakan sila dasar negara Republik Indonesia (Bab XI, Agama, pasal 29 ayat
(1) UUD 1945) serta merupakan bagian integral dari keseluruhan sila menjadi
satu kesatuan. Unsur-unsur tersebut berkait satu sama lain, merupakan satu
kesatuan bulat, utuh, kompak, dan total sehingga merupakan satu kesatuan sistem
yang kokoh.28
Apabila dikaitkan dengan kewenangan lembaga Yudikatif, di Indonesia
hakim tetap terikat pada
undang-undang, tetapi tidak seketat seperti aliran
legisme . Hakim bertugas untuk menemukan hukum dan diberi kebebasan untuk
menyelaraskan Undang-undang dengan
Yurisprudensi mempunyai kedudukan
perkembangan zaman. Pada aliran ini
yang penting sebagai sumber
hukum
formil setelah undang-undang (dianut aliran rechtvinding plus). Dimaksudkan
27
H. Ichtijanto, SA., SH.,Sistem Hukum Pancasila, (Karya Tulis ) dalam Buku Hukum
Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukannya,(Pengantar Dr. Juhaya S. Praja), PT.
Rosdakarya, Bandung, Cet. I, l991, hal. 151.
28
Ibid.
12
“Aliran rechtvinding plus” bahwa sangat dominan perilaku
menemukan hukum
hakim dalam
untuk selalu menunjukkan etika dan tanggung jawab yang
bukan saja bertanggung jawab untuk terwujudnya keadilan masyarakat, namun
juga bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.29
Sistem hukum Pancasila tidak dapat dan tidak mungkin meninggalkan
hukum agama, karena hukum agama sebagai unsur dan asas-asas bahan baku
pembentukan
hukum
nasional
yang berfalsafah Pancasila, dapat
bersama
dengan hukum Adat dan hukum Barat. Namun, hukum Adat dan hukum Barat
saja tanpa hukum agama akan menciptakan sistem hukum dan keadaan hukum
seperti sewaktu
rakyat Indonesia belum merdeka dan belum .lahir negara
Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila.
Hukum Barat (terutama
teknologi pengaturan perundang-undangan) sangat perlu dimanfaatkan untuk
nuansa menciptakan hukum tertulis dalam upaya menjamin kepastian hukum
dalam sistem hukum Pancasila.
Pancasila mengakui
adanya perbedaan
agama dan mengakui serta
menghormati perbedaan keyakainan. Namun Pancasila menghendaki persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam sistem hukum Pancasila
musti ada norma yang berfungsi sebagai jembatan persatuan dalam
hal ada
perbedaan kepentingan hukum, karena perbedaan keyakinan agama dan hukum
agama.
Kedamaian, kebahagiaan hidup, perlindungan hukum, jaminan hukum
dan kepastian hukum dalam tertib hidup pribadi dan
masyarakat, bangsa dan
negara, kedamaian dunia adalah tujuan dan fungsi hukum dalam sistem hukum
nasional yang berfalsafah Pancasila.30
D. P e n u t u p
1. Simpulan.
a. Idealnya di Indonesia hukum dibentuk
atau dibuat melalui
Prolegnas sesuai dengan prosedur dan terkandung unsur-unsur,
29
A. Qodri Azizi, Op Cit. Hal. 134
30
Ichtijanto, Op Cit, hal. 155 -156
13
asas-asas dan materi muatan peraturan perundang-undangan
yang telah ditentukan.
b. Urgensi sistem hukum di Indonesia (Islam, Adat dan Barat)
dalam pembentukan hukum nasional adalah sebagai bahan baku
pembentukan
hukum
nasional,
serta
untuk
menghimpun
pemikiran-pemikiran dari berbagai kalangan masyarakat dan
menampung aspirasi akademika, agar hukum yang dibentuk
itu dapat diberlakukan , sebagai kebutuhan hukum masyarakat,
dalam
kerangka menciptakan
pembentukan hukum
nasional
yang bersumber dan berfalsafah Pancasila.
c.
Sistem
hukum Pancasila, mengenal kebhinnekaan
hukum, karena
perbedaan
dalam
keyakinan agama, namun sistem
hukum Pancasila menghendaki kesatuan dan persatuan bangsa,
walaupun
sejatinya terdapat perbedaan hukum dan
unifikasi
hukum dalam hal dibidang hukum tertentu.
2. Saran-saran
a. Di Negara Indonesia, agar sejalan dengan nafas dalam sistem
hukum yang berfalsafah
Pancasila, karena masih adanya
serangkaian hukum-hukum peninggalan kolonial, sudah sangat
mendesak untuk dapat diganti dengan produk hukum
melalui
Prolegnas , seperti hukum pidana dalam (KUHP) dan hukum
perdata dalam KUHPdrt), dsb.
b. Undang-undang yang telah disetujui DPR dan telah disyahkan
Presiden , apabila dalam
pasal-pasal tertentu
menghendaki
adanya Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaannya, hendaknya
segera diterbitkan
Peraturan Pemerintah yang
mengatur
pelaksanaan-nya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun setelah disyahkannya
UU itu, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
14
3. P e n u t u p
Demikian, pembahasan makalah dengan judul “ Urgensi Sistem
Hukum di Indonesia dalam Perspektif Pembentukan
Hukum Nasional yang
berfalsafah Pancasila” telah penulis selesaikan; tentu dalam pembahasannya
masih terdapat kekurangan dan ketidak-sempurnaan, karena itu bila ada kritik
konstruktif dari berbagai pihak sebagai mitra berfikir, sangat penulis harapkan,
dengan harapan ada manfaatnya. Amiin.
15
DAFTAR BACAAN
1. A. Qodri Azizi, H. Dr. MA., Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi
antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Gema Media, bnYogyakarta,
Cet. I, 2002.
2. Abdul Gani Abdullah, H,. Dr., SH., Pengantar Kompilasi Hukum Islam
dalam Tata Hukum Indonesia, Gema Insani Press, Jakarta, Cet. I, 1994
3. Ahmad Muliadi, H., Dr., SH., MH., Politik Hukum, Akademika Permata,
Padang, Cet. I, 2013
4. Ichtijanto, H., SA., SH., Sistem Hukum Pancasila (Karya Tulis) dalam
Buku Hukum Islam di Indonesia, Perkembangan dan Pembentukan,
(Pengantar Dr. Juhaya S. Praja), PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Cet. I,
1991
5. R. Supomo, Sistem Hukum di Indonesia, sebelum Perang Dunia II,
Pradnya Paramita, Jakarta, l982.
6. Soerjono Sukanto, Penegakan Hukum, Bina Ciptga + BPHN, Bandung,
C et. I, 1983.
7. Sunaryati Hartono CFG, Mencari Bentuk dan Sistem hukum Perjanjian
Nasional Kita, Alum,ni, Bandung, Cert. II, l974.
8. Satjipto Rahardjo, Prof. Dr.. SH., Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, Cet. VII, 2012
9. Subekti R, Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional
yang akan datang, Kertas Kerja pada Semkinar Hukum Nasional IV,
Jakarta, l979
10. Umar Shihab, H. Prof. Dr., Hukum Islam dan Transformasi pemikiran,
Dina Utama, Semarang, Cet. I, th.....,
11. Wahyono, H., Prof. Dr., SH., MS., Filsafat Hukum, Materi Kuliyah
Program Doktor (S3) Ilmu Hukum (PDIH) UNISSULA, Semarang.
12. Yahya Harahap, M., Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan
dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet. I, 1997.
16
13. ....................., Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Amandemen I, II, III, IV lengkap dengan penjelasannya.
14. ......................, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
15. …………….., Rancangan UndangUndang Hukum Materiil Peradilan
Agama (RUU HMPA) Bidang Perkawinan 2010
.
Download