.No منرة ١ 1 دحاو يغ حي ابصال ت دقثا ۲ 2 يعس د يغ ي مادالق ل عت ملس

advertisement
2. AL-MUSTATSNA BI GHAIRI WA SIWA ( MUSTATSNA DENGAN
GHAIRU DAN SIWA)
Perhatikan contoh :
‫منرة‬
١
No.
INDONESIA
ARAB
1
Lampu-lampu itu mati selain
satu buah lampu
‫اثقدت الصابيح غي واحد‬
۲
2
Aku menyambut
(memberikan ucapan selamat)
kepada para pendatang itu
selain kepada Said
‫سلمت عل القادمي غي سعيد‬
٣
3
Tidak ada penjenguk
menjenguk pasien selain
dokter itu
‫ما عاد الريض عائد غي الطبيب‬
)‫(أو غي الطبيب‬
٤
4
Aku tidak mencium tangan
seseorang selain orang tuaku
(sendiri)
‫ما قبلت يد أحد غي والي‬
)‫(أو غي والي‬
٥
5
Tidak memperoleh
keberhasilan selain para
pekerja (keras) itu
‫ل ينال الجد غي العاملي‬
٦
6
Serigala itu
tidak memangsa selain domba
‫لم يفتس ا ذلئب غي شاة‬
٧
7
Jangan menggantungkan diri
selain kepada Allah
‫ل ثعتمد عل غي للا‬
Penjelasan :
Telaah isim-isim yang tersusun sesudah kata
‫( غي‬ghair) pada c ontoh-contoh
di atas. Anda menemukan semua isim itu tidak termasuk terkena hukum yang
berlaku pada isim sebelumnya. Karena itu isim-isim tersebut disebut dengan
mustatsna (yang dikecualikan) seperti isim yang tersusun sesudah
‫( إل‬illa).
Kemudian apabila Anda telaah huruf akhir kata isim-isim ini, Anda
menemukan semua majrur (di-jar-kan) dengan
‫غي‬
posesif). Sesudah itu perhatikan kata
‫( اإلضافة‬al-idhafah : frase
(ghair) itu sendiri, Anda
menemukan pada dua contoh pertama (nomor 1 dan 2) dalam keadaan
manshub (di-nashab-kan) karena fungsi istitsna’ (pengecualian) dalam
struktur kalimat yang terdapat mustatsna minhu dan bentuk mutsbat
(afirmatif).
‫( غي‬ghair) manshub (di-nashab-kan) karena fungsi istitsna’
(pengecualian) atau ‫( اتبعا للمس تثىن منه‬tabi’an li al-mutsanna minhu :
Kemudian kata
mengikuti mustatsna minhu) pada dua contoh berikutnya (nomor 3 dan 4)
dalam struktur kalimat yang terdapat mustatsna minhu dan bentuk manfi
(negatif).
Sedangkan pada tiga contoh berikutnya (nomor 5- 7) kata
‫( غي‬ghair) dalam
keadaan i’rab sesuai dengan posisinya dalam struktur kalimat tidak terdapat
mustatsna minhu. Kaidah i’rabnya yang berlaku adalah seperti yang berlaku
untuk isim yang tersusun sesudah
‫( إل‬illa).
Semua kaidah yang berlaku untuk kata
‫( غي‬ghair)
berlaku juga untuk kata
‫( سوى‬siswa) dalam tiga contoh tersebut juga dalam pemaknaanya.
Kaidah Tata Bahasa :
142. Mustatsna dapat dibentuk dengan
‫( غي‬ghair) dan ‫( سوى‬siwa), lalu
isim yang tersusun sesudah keduanya di-jar-kan dalam bentuk idhafah
(frase posesif) dan kaidah i’rab untuk keduanya adalah kaidah yang
berlaku untuk isim yang tersusun sesudah
‫( إل‬illa).
Download