PERUBAHAN BENTUK KATA DALAM BAHASA ARAB (Suatu Analisa Hubungan Antara Tashrif dan Morfologi) Oleh: Dr. H.A. Gani, S.Ag, SH, M.Ag Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung ABSTRACT Through correlative analysis, this article explores the nature of morphology in Arabic language. The mastery of Arabic morphology or Shorf is quite important in Arabic learning. Since, it plays determinant role for understanding the changing of its forms as well as its meaning. Keywords: Shorf, I’rab, fi’il Pendahuluan Sudah merupakan suatu hal tidak perlu diragukan lagi bahwasanya bahasa Arab adalah merupakan bahasa yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin mempelajari ajaran agama islam dari sumber aslinya. Hal ini karena sumber dari seluruh ajaran agama islam adalah tertulis dalam bahasa Arab (Al-Qur’an dan Al- Hadis). Begitu pentingnya bahasa Arab, sehingga selain sebagai suatu bahasa yang digunakan oleh negara-negara Arab, bahasa Arab juga secara resmi di pakai oleh konfrensi Negara-negara Islam (OKI). Lalu pada akhir tahun 1973, perserikatan bangsa-bangsa pun mengakuinya sebagai salah satu diantara bahasa resmi dalam organisasi tersebut (Al-Qasimi, 2007: 40 ). Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk mempelajari dan menguasai ilmu-ilmu yang berkaita dengan bahasa Arab. Sehubungan dengan hal ini, Syaikh Musthafa al-Ghulayani menyebutkan ada tiga belas ilmu yang tercakup dalam bahasa Arab, yautu: Ilmu shorof, I’rob, rasam, ma’ani, bayan, ba’di, ‘arudi, qawafi, qardlussyi’ri, insya’, khitobah, tarikh, adab dan matan alLughoh (al-Ghulaiyaini, 1984: 4). Dari kesemuanya itu, menurut beliau sharaf dan i‘ rob sebagai ilmu yang terpenting. Sependapat pula dengan pernyataan ini, ada sebagian Ulama yang menyatakan bahwa sharaf sebagai ibunya ilmu dan nahwu sebagai bapaknya (Muhammad, 1963: 1). Lalu bila kita mengkaji dan membandingkan pendapat para ulama di atas dengan pandangan para ahli bahasa modern, ternyata ada kesamaanya dari segi cabang ilmu yang di prioritaskan. Mereka pada umumnya membagi. Sudaryanto dan Mansoer Pateda misalnya, membagi unsur-unsur bahasa menjadi ilmu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Sedangkan Dr. Verhaar membaginya menjadi ilmu fonetik, fonologi, morfologi dan sintaksis dengan lebih memebrikan penekanan terhadap bidang morfologi dan sintaksis (shorof dan nahwu ) di bandingkan dengan dua cabang ilmu lainya (Sudaryanto, 2002: 52; Pateda, 2005: 67). Selanjutnya secara lebih khusus, Jonathan Owens dalam bukunya The Fondation of Grammar menyatakan bahwa: “Kajian tentang kata dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian pokok, yaitu tentang harokat akhir dari suatu kata tentang perubahan bentuknya. Bagian pertama dibahas dalam ilmu nahwu ( sintaksis ) dan yang kedua tercakup dalam ilmu shorof (morfologi)” (Owen, 99). Kemudian sebagai suatu cabang ilmu bahasa Arab, shorof adalah ilmu yang mempelajari tentang segala peraturan yang berhubungan dengan pemebentukan kata-kata Arab yang bukan merupakan i’rob dan bina’, sedangkan objek pembahasanya adalah mengenai isim-isim yang mutamakkinah dan fi’il-fi’il yang mutasharrifah. Kedua objek pembahasani ini, tentunya tidak terlepas dari pembicaraan tentang kata dan segala yang berhubungan dengannya, seperti asal-usul kata, pemecahan kata perubahan bentukbentuk kata. Memang kata dalam bahasa Arab memegang kunci yang sangat penting, apalgi sebagai salah satu bahasa yang cukup luas wilayah pemakaiannya di dunia, bahasa Arab memiliki banyak sekali akar kata. Dalam kamus mu’jam Lisanul Arab karangan Ibnu Manzur, terdapat 80.000 akar kata. Kalau separuh dari akar kata asal kata bisa diubah bentuknya, maka jumlah pecahannya menjadi 500.000 kata lebih. Kajian tentang hal ini menjadi lebih menarik untuk dikembangkan, karena salah satu diantara segi pembahasan kata dalam bahasa Arab adalah mengenai perubahan bentuknya. Disamping itu, perubahan bentuk kata dalam bahasa Arab tentunya akan memabawa perubahan pada segi makna. Berdasarkan dari pemikiran di atas, penulis mencoba untuk menulis tentang Suatu hubungan Antara Tashrif dan Morfologi. Pembahasan A. Tashrief 1. Pengertian Sebelumnya kita akan membahas terlebih dahulu tentang pengertian dari ilmu sharaf. Secara atimologi, kata sharaf berasal dari bahasa Arab “sharafa berasal dari bahasa Arab “ sharafa-yashrifu-sharafan” ( ﺻﺮﻓﺎ-ﻳﺼﺮﻑ- ) ﺻﺮّ ﻑyang berarti “radda wa dafa’a” (ﺭ ّﺩﺍ-ﻳﺮ ّﺩ- ) ﺭ ّﺩyaitu Mengembalikan, menolak. Sharaf juga berarti penukaran, pengembalian dan pemindahan. Adapun secara terminologi, sharaf menurut Lois Ma’luf, adalah ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk kata Arab dan keadaanya yang bukan merupakan i’robb dan bina (Louis Ma’luf, 1986: 422). Menurut Syaikh Muhyiddin al-Khiyath, sharaf merupakan ilmu yang memabahas tentang perubahan bentuk-bentuk kata dari satu bentuk ke bentuk kata yang lain (al-Khiyat: 11). Adapun mengenai pengertian tashrif, secara etomologi adalah merupakan abentuk mashdar dari kata “ sharrafa – yusharrifu – sharafan “ ( ﺗﺼﺮﻳﻔﺎ-ﻳﺼﺮّﻕ- ) ﺻﺮّﻑyang semakna dengan kata “ ghoyyara – yugghoyyiru – taghyiran “(ﺗﻐﻴﻴﺮﺍ-ﻳﻐﻴّﺮ-( )ﻏﻴّﺮalGhulaiyaini: 212). Berarti pengubahan atau perubahan. Sedangkan secara terminologi, tashrif menurut Syaikh Musthafa al-Ghulayaini adalah suatu ilmu yang membahas tentang hukum-hukum bentuk kata dan hal-hal yang berkaitan dengan hurufnya, seperti mengenai asalnya, tambahnahnya, shahih-nya, i’lal-nya, ibdal-nya dan yang serupa dengan itu. Tashrif juga berarti pengubahan bentuk kata (shighoh) bahasa Arab (Abu Bakar, 1995: 1). Di samping beberapa penegrtian sharaf dan tashrif yang dikemukakan diatas, Majdi Wagbah dan Kemil Muhadas dalam kitabnya “ Mu’jamul Ishthilahat fi al-Lughoh wal Adab “ secara implisit menyatakan bahwa tashrif ( pada fi’il dan isim ) adalah merupakan bagian kajian dari ilmu sharaf. Menurut beliau: “ Sharaf adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan bentuk-bentuk kalam dan apa yang taerambil (berasal) darinya, seperti bab tentang kata kerja dan tashrifnya, tashrif pada kata benda, asal pengambilan kata ( fi’il mashdar ), mashdar dengan macam-macamnya, bentuk-bentuk sifat musyabbahah, af’al tafdlil, isim zaman, isim alat dan tashghiR”. Dengan berdasarkan pada pengertian ini, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa syaraf menunjuk kepada suatu ilmu yang membahas tentang perubahan bentuk kata secara umum, sedangkan tashrifnya secara lebih khsus mengkaji perubahan bentuk-bentuk yang terjadi pada kata, baik pada kata benda maupun pada kata kerja. 2. Sebab-sebab Terjadinya Perubahan Bentuk Kata dan Macam-macam nya Sebagai suatu bahasa yang secara struktur morfologisnya bertife fleksi ( infleksi ), suatu kata dalam bahasa Arab dapat menagalami perubahan bentuk dengan suatu sebab atau alasan tertentu. Kata qotala ( = ) ﻗﺘﻞMembunuh misalnya, dapat diubah atau dibentuk menjadi sejumlah kata baru seperti yaqtulu, ( ) ﻳﻘﺘﻞsedang membuuh, ( ) ﺍﻗﺘﻞ :Bunuhlah, qatlan ( ) ﻗﺘﻼ: Pembunuhan, qatil ( ) ﻗﺎﺗﻞPembunuh, maqtul ( = )ﻣﻘﺘﻮﻝOrang yang dibunuh, maqtalun ( = )ﻣﻘﺘﻞWaktu / tempat terjadinya pembunuhan. Miqtak ( ) ﻣﻘﺘﻞ = Alat untuk membunuh. Kata qotala ( ) ﻗﺘﻞdapat pula diubah menjadi taqotala ( ) ﺗﻘﺎﺗﻞ dengan menambahkan awalan “ta” dan memanjangkan “qa” pada akar kata kerja yang berarti saling membunuh, atau diubah menjadi qottala ( ) ﻗﺘّﻞdengan mengadakab “ta” yang berarti berbubuh-bunuhan. Di samping itu, kata yang sama juga dapat menjadi qotalat ( = ) ﻗﺘﻠﺖDua orang laki-laki membunuh. Jadi, sebuah kata dasar dapat mengalami beberapa perubahan bentuk, sebuah kata dasar dapat mengalami beberapa perubahan bentuk, sesuai dengan sebab yang melatar belakanginya. Berkaitan dengan hal ini, Imam Bawani menyebutkan bahwa ada tiga penyebab terjadinya perubahan bentuk kata, yaitu : Perubahan bentuk kata ditinjau dari asal-usul terciptanya kata, perubahan bentuk kata karena penambahan jumlah hurufnya, perubahan bentuuk kata karena perbedaan pelakunya ( jumlah dan jenis person yang terkadung dalam bunyi suatu lafadz) (Bawani, 2006: 140). Sejauh mana penjabaran dari ketiga penyebab terjadinya perubahan bentuk kata ini, maka dalam uraian berikut akan dibicarakan satu persatu. 1). Perubahan Bentuk Kata Ditinjau dari Asal – usul Terciptanya Kata Telah diterangkan bahwa dari kata dasar qotala ( ) ﻗﺘﻞdapat diciptakan sejumlah bentuk kata baru, seperti : ﻳﻘﺘﻞ, ﺍﻗﺘﻞ, ﻗﺘﻼ, ﻗﺎﺗﻞ, ﻣﻘﺘﻮﻝ, ﻣﻘﺘﻞ, ﻣﻘﺘﻞ. Bentuk – bentuk kata semacam ini, dalam pengertian bisa dipecah-pecah menjadi berbagai macam bentuk baru, biasa disebut dengan kata musytaq ( ) ﻣﺸﺘﻖ.Dalam hubunganya dengan asal-usul terciptanya kata, mustaq atau isytiqoq mempunyai penegrtian sebagai berikut : Secara etimologi, istiqoq bearti mengambil suatu kata dari kata lainnya, dengan adanya kesesuaian diantara keduanya dari segi lafadz, makna dan susunan hurufnya serta diikuti dengan perubahan bentuknya. Isytiqoq jenis ini, disebut dengan isytiqoq shaghir. Dua jenis isytiqoq lainnya adalah isytiqoq kabir, yaitu adanya kesesuaian dalam lafadz dan makna, seperti kata bahasa ( )ﺟﺒﺬdan jazaba ( ) ﺟﺬﺏserta terakhir isytiqoq akbar, yaitu adanya kesamaan dari segi makhorijul huruf seperti pada kata nahiqa ( ) ﻧﻬﻖdan na’iqa ( ) ﻧﻬﻖ. Dari ketiga jenis isytiqoq tersebut, hanya isytiqoq shafhir yang masuk dalam pembahasan ilmu sharaf. Kemudian dari segi susunan hurufnya, kalimah hmusytaqqah ( kata yang dapt ditashrif ) terbagi menjadi dua bagian, yaitu yang tersusun dari tiga huruf atau sulasi dan tersusun dari empat huruf atau ruba’i. Kedua kata secara sekilas sduah disinggung pada bab II dan akan dibicarakan lebih lanjut mendalam pada bab IV. 2). Perubahan Bentuk Kata Karena Penambahan Jumlah Hurufnya Pada bab II sudah dinyatakan bahwa ditinjau dari aslinya atau tidaknya, kata kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu kata yang masih asli dan belum mendaptkan tambahan oleh huruf apapun. Disebut “ kalimah mujarradah” serta kata yang sudah tidak asli lagi dalam arti sudah mengalami perubahan dengan mendapatkan tambahan huruf, baik diawal, tengah maupun akhir dari rangkaian huruf pada kata tersebut,kata semacam ini disebut dengan “ kalimah mazidah”. Kata – kata semacam ﻧﺼﺮ, ﺿﺮﺏ, ﻓﺘﺢ, dan ﻋﻠﻢadalah termasuk golongan kata mujarrad, karena susunan huruf-hurufnya masih asli, baik terdiri atas tiga huruf maupun empat huruf. Sebaliknya, kata-kata seperti : ﺍﻧﺘﺼﺮ, ﺿﺎﺭﺏ, ﺍﻓﺘﺘﺢ, ﺍﻋﻠﻢ, adalah termasuk golongan kata mazid, karena susunan huruf-hurufnya sudah tidak asli lagi dan sudah mendaptkan huruf tambahan pada huruf asalnya. Perubahan bentuk kata karena penambahan jumlah hurufnya ini, disamping mambawa perubahan pada struktur hurufnya, juga membawa perubahan pada struktur hurufnya, juga membawa perubahan pada segi makna/arti yang ditimbulkanya. Suatu pembahasan yang lebih mendalam mengenai hal ini, akan diulas pada bab tersendiri nantinya. 3). Perubahan Bentuk Kata Karena Perbedaan Pelakunya Selain dari sebab perubahan bentuk kata diatas, sebab lainnya yang juga membawa perubahan bentuk kata dalam bahasa Arab adalah dikarenakan perbedaan si pelakunya, baik dilihat dari segi pelakunya, baik dilihat dari segi jumlahnya maupun dari segi jenis pelakunya. Kedua segi ini dalam linguistik biasa disebut dengan bagian dari kategori gramatikal suatu bahasa. Kata “ nashara “ ( ) ﻧﺼﺮmisalnya, yang berarti “ dua orang laki-laki menolong” akan berubah bentuknya manjadi “ nasharah” ( )ﻧﺼﺮﺍDua orang laki-laki menolong serta berubah menjadi “ nashara” ( ) ﻧﺼﺮﻥ mereka ( semua ) perempuan menolong, bila yang memberikan pertolongan tersebut lebih dari orang perempuan. Jadi, perubahan pertama dari nashara ( ) ﻧﺼﺮmenjadi nashara ( )ﻧﺼﺮﺍmenunjuk kepada perubahan kata karena perbedaan pelaku dilihat dari segi jumlahnya, serta perubahan kedua dari segi dua bentuk tersebut menjadi nashara ( )ﻧﺼﺮﻥmaenunjuk kepada perbedaan pelaku dilihat dari segi jumlah dan jenis kelaminya .Di samping itu, sebab perubahan bentuk kata karena perbedaan pelaku ini erat pula kaitanya dengan perubahan bentuk pada kata ganti ( dlomir ), atau dengan perbedaan lain bahwa perubahan bentuk kata pada kata pengganti ( dlomir ) dalam suatu lafadz, akan membawa perbedaan pada di pelakunya. Pada contoh diatas misalna, kata nashara ( ﻧﺼﺮ ) Dia laki-laki menolong, secara eksplisit menyimpan kata ganti orang ketiga laki-laki tunggal, yaitu “huwa” ( nashara ( ﻧﺼﺮﺍ ﻫﻮ ), lalu pada kata ) terdapat kata ganti orang ketiga laki-laki ganda yaitu “huma” ( )ﻫﻤﺎ, kemudian pada kata nashara ( ) ﻧﺼﺮﻥ. Secara eksplisit menyimpan kata ganti ّ ). Demikian pula sebaliknya, orang ketiga perempuan jamak yaitu “hunna” ( ﻫﻦ bahwa perubahan bentuk kata pada kata ganti ﻫﻮ, menjadi, ﻫﻲ, ﺍﻧﺖ, ﺍﻧﺖ, ﺍﻧﺘﻤﺎ, ّ , ﺍﻧﺘﻢ, ﺍﻧﺎ, ﻧﺤﻦ, akan membawa perubahan bentuk kata pada kata menjadi ﻧﺼﺮﺕ ﺍﻧﺘﻦ ( nasharat ), ( ﻧﺼﺮﺕnaharta ), ( ﻧﺼﺮﺕnasharati ), ( ﻧﺼﺮﺗﻤﺎnashartuma), ( ﺗﺼﺮﺗﻢ nashartum ), ( nashartunna ), ﻧﺼﺮﺗﻤﺎ ( nashartu ) dan ( ﻧﺼﺮﻥnasharna ). Kemudian, apa sajakah macam perubahan bentuk kata ? Untuk menjawab pertanyaan ini, bila mentela’ah dan memperhatikan kitab “al-Amsilah Attashrifiyah “ karangan Syaikh Ma’shum bin Ali (Al-Amsilah Al-Tashrifiyyah:. 8), suatu kitab yang secara lengkap memuat masalah pentashrifan, menyebutkan bahwa ada dua macam bentuk tashrif, yaitu tashrif ishthilahi dan tashrif lughowiy. Tashrif ishthilahi adalah satu deret perubahan bentuk kata secara horizontal (mendatar) yang mengakibatkan terjadinya perbedaan kelas kata, dari kelas kata kerja (madli, mudlori, nahi dan amr) ke kelas kata benda / isim ( mashsar, isiim fa’il, isim ma’ful, isim zaman dan isim makan ). Menegenai urutan perubahan dalam mentashrif suatu kata secara isththilahi ini, pada dasarnya tidak ditemukan suatu perbedaan yang prinsipil. Umumya perubahan dimulai berturut-turut dari fi’il madli-mudlori’-isim mashdasr-isim fa’il isim ma’ful, kemudian fi’il amr-fi’il nahi, selanjutnya isim zaman,isim makan dan isim alat. Untuk model seperti ini akan kita jumpai dalam kitab “amsilah attashrifiyah “. Model ini terlihat tidak secara konstan mengurutkan perubahan, yaitu berawal dari fi’il berubah ke isim, lalu beralih ke fi’il untuk kemudian beralih kembali ke isim. B. MORFOLOGI 1. Pengertian dan Obyek Morfologi Secara Etimologi, morfologi berasal dari bahasa Grieka, yaitu “morf” ( bentuk ) dan “ logos “ ( ilmu ). Berpandanan dengan kata bahasa Jerman “ formenlehre “ (the studi of form) (Pateda: 71). Dan dengan kata bahasa Inggris “ Morfhology “ ( ilmu bentuk kata-kata). Adapun secara terminologi, morfologi menurut Mansoer Pateda ialah ilmu yang mempelajari bentuk, bentuk kata dan perubahan bentuk kata serta makna yang muncul akibat dari perubahan bentuk kata itu. Menurut Ramlan morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau me,mpelajari seluk beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Berdasarkan dari pengertian ini, maka ada tiga hal objek yang dipelajari dalam morfologi, yaitu: Bentuk, bentuk kata dan perubahan bentuk kata, dan makna yang muncul akibat perubahan bentuk kata. 2. Morfem dan Pembagiannya Berbagai pengertian terhadap morfem dikemukakan oleh para Linguis. C.F.Hocket misalnya, tokoh linguistik Amerika memberikan definisi morfem sebagai berikut: “morphemes are the smallest individually meaningful elements in the ulterances of alanguage (morfem adalah unsur-usnur yang terkecil yang masing-masing mempunyai makna dalam tutur bahasa) (Parera, 2008: 15) Sedangkan Ramlan mengatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil, satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Serta masih banyak lagi definisi lain yang dikemukakan oleh para ahli. Namun secara sederhana morfem dapat didefinisikan sebagai satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti. Suatu contoh misalnya, kata helful (bahasa Inggris) terdiri dari dua morfem, yaitu helf dan ful, dimana keduanya adalah dua bentuk yang mempunyai arti. Kemudian dari definisi morfem yang dikemukakan oleh Ramlan, kita dapat memberikan contoh dalam bahasa Indonesia pada bentuk kata “dilepas”, yang terdiri dari dua morfem yaitu di dan lepas, karena setelah di- tidak ada lagi bentuk yang lebih kecil. Demikian pula setelah bentuk lepas tidak ada lagi bentuk yang lebih kecil. Kita tidak dapat mengatakan bahwa bentuk lepas terdiri dari le + pas. Kemudian, apa yang membedakan dengan kata menurut Ramlan, kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas adalah merupakan kata. Jadi satuansatuan rumah, duduk, penduduk, kependudukan, negara, negarawan, pemimpin, kepemimpinan, berkepimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, mencampuradukan, pertanggungjawaban dan sebagainya, masing-masing merupakan satu satuan bebas. Bagi Ramlan, ciri utama untuk menyatakan satu bentuk adalah kata atau tidak, yakni sifat kebebasanya. Sependapat dengan Ramlan, Mansoer Pateda juga mengatakan bahwa ciri kebebasanlah yang membedakan kata dengan morfem, meskipun diakuinya bahwa ada morfem yang disebut dengan morfem bebas, yang kemudian dapat pula disebut dengan kata. Kemudian, terlepas dari adanya perbedaan antara kata dan morfem, berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: 1). Morfem bebas, ialah morfem yang dapat berdiri sendiri. Setiap morfem bebas sudah disebut kata. Misalnya : / kata /, /jalan /, /rumah/, / buku/, / mandi/ dsb. 2). Morfem terikat, ialah morfem yang tidak dapt berdiri sendiri, kehadiranyya bersama-sama dengan morfem yang lain. Misalnya /-an/, / do-/, / ber-/, / me-n/ (Suparno, 2007: 102 ). Di samping itu, selain dari dua macam pembagian morfem diatas, suatu pembagian yang ada kaitanya dengan perubahan bentuk adalah pembagian morfem ke dalam derivasi dan infeleksi ( deivational and infleksional ). Deviasi adalah suatu bentuk perubahan yang bergeda distribusinya dengan bentuk dasarnya dan mengakibatkan terjadinya perubahan kelas kata. Sebagai contoh misalnya derivsi dalam bahasa Biak, berikut: Kata Kerja Kata Benda Wos ( berkata Fir ( berrfikir ) Ker ( menanam ) Fau ( maengetahui ) Wawos ( perkataan ) Fakir ( pikiran ) Kaker ( tanaman ) Fafau ( pengetahuan ) Sedangkan infleksi tidak berubah jenis asal kata menjadi jenis kelas kata lain, melainkan hanya memodifikasikan tanda-tanda gramatik seperti jumlah, pelaku, jenis kelamin dsb. Suatu contoh infleksi dalam bahasa Inggris, mengutip dalam buku “ Linguistik suatu pengantar”, karangan Chaidar Alwasilah hal. 102 yang diambil dari buku “ the way of language “, hal.112 adalh sbb : I carry I Will carry We carry You carry You will carry You carry 3. Proses Morfologis Menurut Ramlan (2000: 7), proses morfologis adalah proses pembentukan katakata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Sedangkan menurut Jos Daniel Parera, proses morfologis sebagai sebetuan lain dari proses-proses morfemis adalah merupakan proses pemebntukan kata bermorfem jamak, baik derivatif maupun inflektif. Proses ini disebut morfemis karena proses ini benrmakna dan berfungsi sebagai pelengkap makna leksikaln yang dimiliki oleh sebuah bentuk dsar. Menurut beliau, pada umunya morfemis dapat dibedakan atas: 1). Proses morfemis afikasasi, 2). Proses morfemis pergantian/perubahan internal, 3). Proses morfemis pengulangan, 4). Proses morfemis zero, 5). Proses morfemis suplisi dan, 6). Proses morfemis suprasegmental. a. Proses morfemis afikasasi Merupakan suatu proses yang paling umum terjadi dalam suatu bahasa. Proses ini terbentuk bila sebiah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas, dengan perkataan lain, proses ini terjadi dengan cara menambahkan afiks pada bentuk daar. Afiks ini dapat dibedakan atas imbuhan awalan ( prefiks ), sisipan ( infiks ), akhiran ( sufiks ), dan imbuhan terbagi ( konfiks ). b. Proses Pergantian / Perubahan Internal Adalah suatu proses berupa perubahan unsur di dalam bentuk dasar atau di dalam tubuhnya sendiri, disebut juga perubahan internal. Berupa adanya pergantian salah satu fonemnya, baik konsonan, vokal maupun ciri – ciri suprasagmentalnya. Contoh dalam bahasa Inggris :“ Foot “ = kaki ( tunggal ),--------- “ feet “ = kaki = ( jamak ). c. Proses Pengulangan / Duplikasi Adalah proses berupa pengulangan kata dari kata dasarnya. Contoh : Oleh :oleh -----------oleh. d. Proses Zero Adalah proses morfologis dimana morfem-morfemnya tidak mengalami perubahan. Contoh ( bahasa Inggris ) : Sheep ( tunggal )---------------Shepp ( jamak ) Deer ( Tunggal-----------------Deer ( jamak ). e. Proses Suplisi Adalah proses morfologis dimana morfem-morfemnya tidak mengalami perubahan. Contoh ( bahasa Inggris ) :Good--------Best. Dan Go------------Went f. Proses Morfemis Suprasegmental Adalah suatu proses morfologis yang didasarkan atas sifat morfemis suatu bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris yang mengenal proses morfemis tekanan. Dari semua proses morfologis di atas, suatu bahasa belum tentu mengenal keenam macam tersebut. Sebagai contoh misalnya dalam bahasa Indonesia, dimana hanya mengenal tiga macam proses, yaitu afikasi dan duplikasi serta ditambah satu lagi, namun tidak termasuk dalam enam macam di atas yaitu kata majemuk. Lalu bagaimana halnya proses morfologis yang terjadi dalam bahasa Arab? Sejauh ini, penulis belum menemukan suatu kajian yang secara khusus membahas tentang hal tersebut. Namun, penulis melihat bahwa proses afikakasasi sebagai suatu proses yang umum terjadi pada suatu bahasa, juga terjadi dalam bahasa Arab, aganya bentuk proses-proses morfologis yang lain, perlu diadakan duatu penelitian lebih lanjut guna memastikan berlaku atau tidaknya proses-proses morfologis tersebut dalam bahasa Arab. 3. Proses Morfologis dan Makna Di muka kita telah membicarakan tentang morfem bebas dan morfem terikat. Kita juga telah membicarakan tentang proses morfemis derivasional dan infleksional, dalam pengertian bahwa derivasi dan infleksi di sini dibatasi pada proses afikasi. Lalu, apa kaitan semua hal tersebut terhadap makna? Sebelum menjawab kalau kita memahami terlebih dahulu, bahwa pada umunya para ahli bahasa membagi makna menjadi dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna dasar dari sebuah kata yang memiliki arti seperti dujelaskan dalam kamus, sedangkan makna gramatikal adalah makna pelengkap dari sebuah makna leksiakal. Berangkat dari pembagian ini, maka dalam hubunganya dengan makna sebuah morfem bebas memiliki makna leksikal dan sebuah morfem terikat mempunyai makna gramatikal. Atau dengan perkataan lain, morfem terikat adalah unsur yang ikut mendukung makna. Demikian pula keadaanya pada proses morfologis afikasi yang tidak bisa terlepas kaitanya dengan morfem bebas dan morfem terikat ini. Suatu kata dengan adanya proses afikasi mengalami perubahan makna, baik secara leksikal maupun secra gramatikal. Kata dasar misalnya, melalui proses afikasi dengan afikasi ke-an, akan berubah menjadi kelaparan dimana morfem bebas “lapar” menagandung makna leksikal, dan morfem tareiakat “ ke-an “ mengandung makna gramatikal, tentunya hal yang sama juga terjadi pada bentuk afiks yang lainnya. Ringkasnya bahwa ada hubungan antara proses morfologis disatu pihak dan makna dipihak lainnya, baik pada makna leksikal maupun pada makna gramatikalnya. C. Hubungan antara Tashreif dengan Morfologi Dengan memperhatikan pembahasan pada bidang / bagian tashrif dan morfologi di muka, baik dari segi pengertian dan macam-macamnya, maka kita melihat adanya kemiripan diantara keduanya. Bahakan Drs. Chaedar Alwasilah dalam bukunya “ Lingusitik Suatu Pengantar “ mengatakan bahwa : “Dalam lingusitik bahasa Arab, morfologi adalh tashrif, yaitu perubahan (asal) kata menjadi bermacam bentuk untuk mendaptkan makna yang berbeda, yang tanpa perubahan ini, makna yang berbeda tak akan terlahirkan”. Di samping itu, Jonathan Owens dalam bukunya The Foundations of Grammar menyatakan hal yang hampir sama. Menurut beliau: “The core of Arabic morfology revolves around the conceps of tashrif whish can be broadly translated as morfhology (bahwa inti dari morfologi dalam bahsa Arab adalah sekitar konsep dari Tashrif, yang secara luas diartikan sebagai “ morfologis”. (Owens, 1989: 98) Selanjutnya, sebagimana dimaklumi bahwa dalam tashrif dikenal adanya pembedaan antara tashrif inshthilahi dan tashrif lughowi. Dua macam tashrif tersebut bila kita bandingkan dengan pembagian morfem secara derivasional dan inflesional, juga menujukan hal yang hampir sama. Dimana tashrif isnthilahi identik dengan derivasi dan tashrif dan tashrif lughowi identik dengan infleksi. Kemudian mengenai penggunaan morfem bebas dan morfem terikat, dalam bahasa Arab biasanya mengenal adanya perbedaan anatara “ kalimah mujarradah “ dan “ kalimah mazidah “. Kalimah mujarradah untuk menyebutkan kata dasar ( baik sulasi maupun ruba’i “ sedangkan kalimah mazidah untuk menyebutkan kata yang mendapatkan imbuhan pada kata dasarnya. Dalam bahasa Arab huruf imbuhan biasa disebut dengan “ huruf ziyadah “. Adapun jumlahnya adalah sepuluh huruf, yang terangkum dalam perkataan “ saaltumuniha “, yaitu huruf sin ( ) ﺱ, hamzah ( ء )ﻡ, wawu ( )ﻭ, nun ( ﻥ ), ya ( ) ﻱ, ha ( ), lam ( ) ﻝ, ta ( ) ﻫﺎdan alif ( ﺍ ) ﺕ, mim ( ). Kemudian, dikaitkan dengan proses morfologis afikasi dalam suatu bahasa, ternyata bahwa penambahan huruf-huruf ziyadah pada suatu kata dasar dalam bahasa Arab ( sehingga terjadi perubahan dari kata mujarrad menajdi kata mazid ) menagrah ke hal tersebut, dalam arti bahwa dalam bahasa Arab juga terdapat proses morfologis afikasi dalam kasus yang ditunjukkan oleh huruf ziyadah. Disamping itu, seperti umumnya proses morfologis afikasasi mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk dan arti suatu kata, maka penambahan satu dua atau tiga huruf pada kata dasar dalam bahasa Arab pun menunjukkan hal yang sama. Penutup Pada dasarnya terdapat cara yang digunakan dalam proses perubahan bentuk kata kerja dalam bahasa arab,yang dikenal dengan mentashrief . Bahasa Arab dapat dipahami dengan baik dan benar apabila cara mentashrief ini dapat dipahami dengan baik. Cara mentashrief ini biasanya dengan menambahkan atau memberi imbuhan satu, dua, tiga huruf ziyadah. Dalam tashrief perubahan bentuk kata ditinjau dari asal-usul terciptanya kata, perubahan bentuk kata karena penambahan jumlah hurufnya, perubahan bentuuk kata karena perbedaan. Dalam morpologi perubahan bentuk kata adalah pembagian morfem ke dalam derivasi dan infeleksi (deivational and infleksional). Deviasi adalah suatu bentuk perubahan yang bergeda distribusinya dengan bentuk dasarnya dan mengakibatkan terjadinya perubahan kelas kata. adanya kemiripan diantara tashrief dan morfologi. dalam tashrif dikenal adanya pembedaan antara tashrif inshthilahi dan tashrif lughowi. Dua macam tashrif tersebut bila kita bandingkan dengan pembagian morfem secara derivasional dan inflesional, juga menujukan hal yang hampir sama. Dimana tashrif isnthilahi identik dengan derivasi dan tashrif dan tashrif lughowi identik dengan infleksi. Daftar Pustaka Ali Muhammad Al-Qasimi, Ittihat fi Ta’limi al-Lhogah al-Arabiyah (Mekkah: Al-Riyad, 2007) Ahmad Fauzan Zein Ali Kudus, 1963) Muhammad, Qawa’id al-Shorofiyyah (Semarang: Menara Ali Ma’sum, Al-Amsilah Al-Tashrifiyyah (Se,marang: Pustaka al-Alawiyah, t.t) Jonathan Owen, The Fundations of Grammer and Intrucrion ti Medeivel Arabic Gramatical Theory (Amsterdam: Benyamin Publishing Company) John M.Echols, Kamus inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1999) Louis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Lughah wa al-‘alam (Beirut: Makatabah alSyarikah,1986), p. 422 Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar (Bandung: Angkasa, 2005) M.Ramlan, Morfologi (Yogyakarta: Cv Karyono, 2000), Syaikh Muhammad Musthafa al-Ghulaiyaini, Jami’ al-Durui Al- ‘Arabiyyah (Beirut: Maktabah al-Misriyyah, 1984) Sudaryanto, Metode Linguistik (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 2002) Syaikh Muhyidin al-Khiyat, Durus Al-Sharfi wa al-Nahwi (Jeddah: Al-Haramin, t.t)11 Suparno, Dasar-dasar Lingusitik (Yogyakarta: Mitra Gamma Widya, 2007)