SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE – 51/PJ/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, A. Umum Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai petunjuk pelaksanaan atas tata cara penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB). B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan acuan bagi unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan penerbitan STP PBB. 2. Tujuan Surat Edaran ini bertujuan untuk: a. memberikan penjelasan dan penegasan mengenai hal-hal yang terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang masih bersifat umum; b. memberikan kepastian, keseragaman dan tertib administrasi dalam kegiatan penerbitan STP PBB. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi: 1. Penegasan mengenai jenis penerbitan STP PBB. 2. Prosedur penerbitan STP PBB. 3. Ketentuan Lain-lain. D. Dasar 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KM.1/2015 tentang Uraian Jabatan Struktural Instansi Vertikal dan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. E. Definisi 1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak yang mengadministrasikan PBB sesuai dengan tempat objek pajak terdaftar. 2. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB terutang kepada Wajib Pajak. 3. Surat Ketetapan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah PBB yang terutang. 4. Surat Tagihan Pajak PBB yang selanjutnya disingkat STP PBB adalah surat tagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 12 Undang-Undang PBB. F. Penegasan Jenis Penerbitan STP PBB Jenis STP PBB yang dapat diterbitkan oleh KPP adalah: 1. Penerbitan STP PBB dalam hal terdapat PBB yang terutang dalam SPPT atau SKP PBB yang tidak atau kurang dibayar setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. 2. Penerbitan STP PBB dalam hal Wajib Pajak terdapat kekurangan denda administrasi. Apabila Wajib Pajak melakukan pelunasan pembayaran atas pokok pajak terutang dalam SPPT atau SKP PBB setelah tanggal jatuh tempo pembayaran SPPT atau SKP PBB, maka: a. Apabila KPP belum pernah menerbitkan STP PBB, maka KPP menerbitkan STP PBB yang memuat denda administrasi yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB sampai dengan tanggal pelunasan pembayaran atas pokok PBB terutang dalam SPPT atau SKP PBB. b. Apabila KPP sudah pernah menerbitkan STP PBB sebelumnya, maka KPP menerbitkan STP PBB berikutnya yang memuat kekurangan denda administrasi yang dihitung dari saat jatuh tempo STP PBB yang sudah terbit sebelumnya sampai dengan tanggal pelunasan pembayaran atas pokok PBB terutang dalam SPPT atau SKP PBB. Jumlah denda administrasi setelah ditambahkan dengan denda administrasi dalam STP PBB yang sudah terbit sebelumnya tidak melebihi 24 (dua puluh empat) bulan. 3. Penerbitan STP PBB dalam hal terdapat surat keputusan atau Putusan berupa Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB, Surat Keputusan Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Keberatan PBB, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. a. Apabila terdapat suatu surat keputusan atau Putusan yang mengakibatkan perubahan terhadap SPPT atau SKP PBB setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan terdapat PBB terutang yang masih harus dibayar, maka: 1) Apabila KPP belum pernah menerbitkan STP PBB, KPP menerbitkan STP PBB yang mencakup PBB yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB, Surat Keputusan Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Keberatan PBB, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali ditambah dengan denda administrasi yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB sampai dengan tanggal penerbitan STP PBB. 2) Apabila KPP sudah pernah menerbitkan STP PBB sebelumnya, maka: a. KPP melakukan pembetulan secara jabatan alas STP PBB yang telah diterbitkan sebelumnya. b. Pembetulan secara jabatan atas STP PBB yang telah diterbitkan sebelumnya, mencakup pembetulan atas pokok PBB terutang berdasarkan Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB, Surat Keputusan Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Keberatan PBB, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali beserta denda administrasi yang dihitung dari saat jatuh tempo SPPT atau SKP PBB sampai dengan tanggal penerbitan STP PBB untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. c. Alas pembetulan STP PBB secara jabatan sebagaimana dimaksud pada huruf b), KPP menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan STP PBB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pembetulan. d. STP PBB awal yang telah dilakukan pembetulan secara jabatan menjadi dasar penagihan. b. Penerbitan STP PBB atau pembetulan STP PBB secara jabatan dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal surat keputusan atau Putusan diterima oleh KPP. G. Prosedur Penerbitan STP PBB Prosedur penerbitan STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. H. Ketentuan Lain-lain 1. Dengan memperhatikan bahwa penagihan PBB dengan Surat Paksa hanya dapat dilakukan setelah penerbitan STP PBB, dan STP PBB hanya dapat diterbitkan apabila SPPT atau SKP PBB sampai dengan jatuh tempo tidak atau kurang dibayar, diinstruksikan kepada KPP agar dalam penerbitan STP PBB memperhatikan tata urutan penerbitan ketetapan PBB, batas waktu penerbitan ketetapan, jatuh tempo pembayaran ketetapan, dan daluwarsa penagihan PBB. 2. Contoh kasus penerbitan STP PBB sebagaimana terdapat dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 3. Pada saat Surat Edaran ini berlaku: a. terhadap usulan penerbitan STP PBB yang belum diselesaikan pada saat berlakunya Surat Edaran ini, proses penyelesaian selanjutnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini b. terhadap STP PBB yang diterbitkan berdasarkan surat keputusan atau Putusan berupa Surat Keputusan Pembetulan SPPT atau SKP PBB, Surat Keputusan Pengurangan PBB, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan PBB Yang Tidak Benar, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB, Surat Keputusan Keberatan PBB, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, besarnya PBB yang terutang sebagaimana dimaksud pada Lampiran II dan Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal nomor PER-23/PJ/2011 tentang Bentuk dan Isi Nota Penghitungan Surat Ketetapan Pajak PBB, Surat Tagihan Pajak PBB, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB dan Surat Pemberitahuan adalah jumlah PBB terutang sebagaimana tercantum dalam surat keputusan atau Putusan tersebut. 4. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak lainnya yang berkaitan dan mengatur tentang penerbitan STP PBB sepanjang tidak bertentangan dengan surat edaran ini dinyatakan tetap berlaku. Demikian disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 November 2016 DIREKTUR JENDERAL, ttd KEN DWIJUGIASTEADI