Patogenisitas Streptococcus agalactiae pada ikan

advertisement
 II. METODE PENELITIAN
2.1 Persiapan Ikan Uji
Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara
selama ± 40 hari sampai mencapai ukuran rata-rata 15±0,3g di dalam bak semen
berdimensi 3x2x0,8 m3. Ikan diberi makan dengan pakan komersial (FF 999) yang
mengandung 38% protein, diberikan setiap 3 kali sehari sebanyak 3-5% dari bobot
tubuh. Sebelum memulai penelitian, 3 ikan dipilih secara acak untuk dilakukan
nekropsi (Giordano et al. 2010) (Lampiran 1). Ginjal dan otak diambil untuk
pemeriksaan bakteriologis, bertujuan verifikasi bahwa ikan nila yang digunakan
tidak mengandung bakteri Streptococcus agalactiae.
2.2 Pengujian Kerentanan Ikan Nila Terhadap Infeksi Bakteri S. agalactiae
Pengujian kerentanan ikan nila terhadap bakteri S. agalactiae tipe hemolitik
dan non-hemolitik dilakukan dengan menggunakan metode uji LD50. Pengujian
ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang dapat menyebabkan kematian
ikan nila sebanyak 50% dari populasi dalam waktu 14-15 hari setelah
penginfeksian. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan pada uji LD50 ini, antara
lain:
2.2.1 Identifikasi Bakteri Uji
Isolat bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik diperoleh
dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Bakteri ini terlebih dahulu
diamati morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram (Lampiran 3). Hal
ini bertujuan untuk memastikan bahwa isolat tersebut merupakan spesies bakteri
yang diperlukan untuk kegiatan penelitian.
2.2.2 Penyediaan Bakteri Uji
Isolat stok Streptococcus agalactiae pada BHIA di agar miring disegarkan
atau dimudakan (fasase) dengan mengkultur isolat pada media agar miring yang
dilakukan sebanyak 2 kali. Penyiapan inokulum bakteri S. agalactiae dengan cara
dilakukan pengkulturan kedalam media cair (BHIB). Satu ose penuh biakan
bakteri dari agar miring (padat) dikultur dalam 10 ml medium BHIB, diinkubasi
dalam inkubator bergoyang (water bath shaker) pada 150 rpm, suhu 29-300C
3 selama 24 jam. Kemudian biakan diambil dari media yang telah dikultur selama
24 jam sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml medium BHIB, diinkubasi
dalam inkubator bergoyang (water bath shaker) pada 150 rpm, suhu 29-300C
selama 24 jam. Setelah itu bakteri siap dipanen.
2.2.3 Peningkatan Virulensi Bakteri Uji
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh bakteri yang paling patogen
terhadap ikan nila sehingga siap digunakan untuk uji tantang yang dilakukan
sesuai dengan prosedur postulat Koch.
Ikan uji pada postulat Koch dimasukkan ke dalam 3 akuarium, antara lain: 2
akuarium untuk 2 tipe bakteri yang berbeda (tipe β-hemolitik dan non-hemolitik)
dan 1 akuarium untuk kontrol (diinjeksi dengan BHIB) dengan padat tebar ikan
uji 5 ekor per akuarium. Suspensi 2 tipe bakteri patogen masing-masing diinjeksi
pada ikan uji. Ikan diamati setiap hari sampai menunjukkan gejala klinis dan
kematian. Kemudian ikan diisolasi untuk diambil satu ose dari organ ginjal, mata
dan otak. Diinokulasikan dengan metode penggoresan pada media BHIA. Koloni
yang tumbuh, diamati morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram,
untuk memastikan bakteri tersebut adalah spesies bakteri patogen yang
diinfeksikan pada postulat Koch. Kemudian bakteri tersebut digores di atas agar
miring dan dilakukan kultur cair (seperti yang dilakukan diatas) untuk postulat
Koch kembali yang dilakukan sebanyak 2 kali.
2.2.4 Uji LD50
Uji LD50 bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan bakteri yang
menyebabkan kematian sebanyak 50% populasi ikan nila dalam waktu 14-15 hari
setelah penginfeksian. Hasil uji LD50 selanjutnya akan digunakan pada pengujian
distribusi bakteri di dalam tubuh, serta pengujian perubahan makroskopis dan
mikroskopis akibat infeksi bakteri patogen. Ikan nila yang berukuran rata-rata
15±0,3g dimasukkan ke dalam akuarium yang berdimensi 60x30x30 cm3 yang
berisi air 30 L sebanyak 10 ekor ikan per akuarium dengan 3 ulangan setiap dosis,
sebelumnya diadaptasikan ± 3 hari di dalam akuarium. Pengujian dilakukan
dengan 6 perlakuan dosis kepadatan menggunakan dosis 103 hingga 108 CFU/ml
untuk tipe β-hemolitik dan 103 hingga 108 CFU/ml untuk tipe non-hemolitik.
Setelah itu dilakukkan injeksi dengan volume injeksi 0,1 ml/ekor secara
4 intramuskular. Menurut Sukenda (2000), ikan uji dengan berat 100 g menerima 1
ml suspensi bakteri dari 3 x 103 – 3 x 106 CFU/ml sebagai standar dari injeksi
bakteri. Perubahan yang terjadi diamati serta dicatat selama 14 hari.
Parameter perubahan yang diamati meliputi perubahan tingkah laku ikan
yang dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan ikan, berupa tingkah laku
renang, gejala klinis anatomi tubuh eksternal, berupa morfologi tubuh, kecerahan
warna tubuh dan mata, pendarahan pada tubuh, dan penjernihan operkulum.
Mortalitas dicatat dan dihitung menggunakan rumus Effendi (2002), sebagai
berikut:
sementara dosis hasil dari LD50 dihitung dengan rumus Reed & Muench (1938),
sebagai berikut:
Keterangan: A = Kematian diatas 50%; B = Kematian dibawah 50%
Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi diatas 50% + Selang Proporsi
2.3 Distribusi Bakteri S. agalactiae di dalam Tubuh Ikan Nila
Pengujian ini bertujuan untuk mengamati distribusi dan jumlah koloni
bakteri uji yang terdapat di hati, otak, ginjal, dan darah ikan nila. Infeksi
dilakukan setelah diperoleh dosis LD50 dari pengujian kerentanan ikan nila
terhadap infeksi bakteri S. agalactiae tipe hemolitik dan non-hemolitik.
Metode penginfeksian digunakan dosis LD50. Sebanyak 18 ekor ikan untuk
setiap perlakuan bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik.
Prosedur kerja sama dengan uji LD50. Setelah inokulasi bakteri, 1 ekor ikan
dikorbankan dari setiap kelompok mulai dari hari ke 0, 3, 6, 9, 12, dan 15.
Kemudian ikan diambil darahnya dari pembuluh darah caudal dengan
menggunakan syringe (1 ml). Ikan nila kemudian dimatikan, diambil secara
aseptis sampel dari organ hati, otak dan ginjal. Jaringan dan darah dibuat dengan
menghomogenisasi sampel organ dalam larutan PBS steril. Masing-masing organ
ditimbang sebanyak 0,1 g, selanjutnya organ tersebut dimasukkan ke dalam
eppendorf lalu digerus dan ditambakan PBS 0,9 ml.
5 Organ dan darah dihomogenkan dan dibuat pengenceran serial 10 kali
dengan larutan PBS steril. Kemudian dilakukan pengenceran serial (sampai
dengan 10-8). Prosedur kerjanya yaitu eppendorf diisi dengan 0,9 ml PBS. Setelah
itu, suspensi bakteri diambil 0,1 ml dari larutan stok kemudian dimasukkan ke
dalam eppendorf 10-1, divortex, berikutnya diambil 0,1 ml dimasukkan dalam
eppendorf yang berisi 0,9 ml PBS berlabel 10-2. Pengenceran tersebut dilakukan
secara aseptis sampai dengan pengenceran 10-8. Selanjutnya suspensi bakteri hasil
dari setiap pengenceran diambil 25 m lalu dikultur pada media agar padat
dengan cara disebar pada media BHIA (dilakukan duplo). Setelah diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 24 jam, koloni bakteri S. agalactiae yang tumbuh diamati dan
dihitung secara TPC dengan metode cawan tuang. Populasi bakteri yang tumbuh
ditentukan dalam Colony Forming Unit (CFU/ml) dan dihitung dengan rumus
Fardiaz (1993), sebagai berikut:
Dimana:
PM
K
A
B
= Populasi bakteri (CFU/ml)
= Jumlah koloni
= Volume inokulasi dalam media pengencer (ml)
= Pada pengenceran keberapa koloni bakteri dihitung
2.4 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S.
agalactiae pada Ikan Nila
Perubahan makroskopis dan mikroskopis, parameter yang diamati meliputi:
patologi anatomi organ internal secara makroskopis, berupa perubahan bentuk,
ukuran, konsistensi dan warna organ hati dan ginjal, sedangkan secara
mikroskopis diamati tingkat kerusakan jaringan organ hati, otak, dan ginjal,
dengan menggunakan metode histopatologis.
Prosedur kerja sama dengan uji LD50 dan uji distribusi bakteri patogen di
dalam tubuh ikan nila. Ikan yang digunakan berjumlah 24 ekor untuk setiap tipe
bakteri, 1 ekor dikorbankan dari setiap kelompok mulai dari hari ke- 0, 3, 6, 9, 12,
dan 15, ikan dimatikan dan dilakukkan nekropsi. Organ hati, otak dan ginjal
dilakukan pengamatan patologi anatomi internal secara makroskopis, setelah
selesai diambil untuk dibuat preparat histopatologi, kemudian diamati dengan
mikroskop.
6 Prosedur pembuatan preparat histopatologi melalui 4 tahapan, yaitu fiksasi
atau pengawetan jaringan, perlakuan jaringan, pemotongan jaringan dan
pewarnaan jaringan. Sampel yang digunakan merupakan potongan organ tubuh
ikan sebagai tahap permulaan pembuatan sediaan histopatologis yang difiksasi
dalam larutan fiksatif Bouin’s. Larutan Bouin’s dibuat dari campuran asam pikrat
jenuh 21 g/ℓ, formaldehyde solution min. 37%, dan acetic acid glacial 100%,
dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Pada penelitian ini organ tubuh yang digunakan
untuk sediaan histopatologis adalah hati, otak, dan ginjal. Sampel organ kemudian
direndam dalam larutan fiksatif Bouin’s selama 24 jam. Sebelumnya jaringan
dipotong dengan ukuran kira-kira 1 x 1 cm.
Potongan organ selanjutnya dilakukan proses jaringan yang terdiri dari
beberapa tahap antara lain proses dehidrasi (pengambilan cairan dalam
sel/jaringan),
clearing
(penjernihan),
impregnasi
(penyusunan
paraffin)
selanjutnya jaringan siap dibuat blok (melalui proses embedding) (Lampiran 5).
Proses ini bertujuan untuk membuat sediaan dalam blok paraffin sebagai
penunjang yang sangat diperlukan dalam proses pemotongan. Paraffin cair mulamula dituang ke dalam wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan
diambil dengan pinset dan diletakkan di paraffin cair mula-mula dituang ke dalam
wadah cetakan sebagai dasar pembuatan blok. Sediaan diambil menggunakan
pinset dan diletakkan dalam blok tersebut, kemudian bahan embedding dituang
hingga memenuhi cetakan dengan sediaan di dalamnya. Blok kemudian ditempel
pada holder atau blok kayu.
Sediaan yang telah ditanam dalam blok paraffin siap untuk dipotong dengan
menggunakan mikrotom setebal 5 µm dan dibuat preparat. Pemotongan
diusahakan agar sambung menyambung berbentuk pita. Selanjutnya potongan pita
diapungkan dalam air suam kuku (hangat kuku), agar jaringan dalam paraffin
teregang. Objek glass yang bersih sebelumnya direndam dahulu dalam methanol.
Jaringan diangkat dari air dengan objek glass dan selanjutnya dikeringkan dengan
suhu 40oC selama 24 jam lalu jaringan diwarnai.
Proses
pewarnaan
jaringan
dilakukan
dengan
cara
memasukkan
preparat/sediaan ke dalam larutan pewarna hemaktosilin selama 3-5 menit, dicuci
dalam air mengalir, dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam larutan pewarna
7 eosin selama 3 menit. Untuk menghilangkan kelebihan warna maka preparat
dicuci dalam air mengalir selama 5 menit. Selanjutnya dilakukkan pencelupan ke
dalam alkohol 50%, 70%, 85%, 90%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II
masing-masing selama 2-3 menit. Dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam
larutan xylol I dan II masing-masing selama 2-3 menit. Kemudian preparat
jaringan, ditutup dengan cover glass yang sudah ditetesi dengan entellan neu,
dikeringkan pada suhu 40oC selama 24 jam, berikutnya dapat diamati di bawah
mikroskop (Lampiran 6).
2.5 Analisis Data
Data penelitian berupa pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi
bakteri S. agalactiae meliputi mortalitas (Effendi 2002), LD50 (Reed & Muench
1938) dan gejala klinis; distribusi bakteri S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila;
serta perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae
pada ikan nila dianalisis secara deskriptif.
Data pendukung berupa data kualitas air dicatat untuk memberikan
informasi kisaran minimum dan maksimum kualitas air selama pemeliharaan ikan
nila yang diinterpretasikan secara deskriptif sesuai dengan kelayakan hidup ikan
nila.
8 
Download