POLITIK SEKSUAL DALAM NOVEL LEMAH TANJUNG, PECINAN KOTA MALANG, DAN 1998 KARYA RATNA INDRASWARI IBRAHIM Yuni Kuswidarti Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pare | Jl. Pahlawan Kusuma Bangsa No. 2 Pare Email: [email protected] Abstrak: Pada pergerakan feminis radikal, satu slogan yang terkenal adalah „the personal is political‟. Politik yang dimaksud tidak hanya beroprasi pada lingkup Negara namun bermula dari lingkup kecil seperti keluarga. Peneliti menemukan adanya bentukbentuk politik seksual pada era Orde Barudalam Novel Lemah Tanjung, Pecinan Kota Malang, dan 1998 karya Ratna Indraswari Ibrahim menggunakan konsep Kate Millet. Hadirnya politik seksual yang mengopresi perempuan menyebabkan adanya negosiasi terhadap sistem patriarki yang telah mengakar dalam masyarakat. Kata Kunci: Novel, Politik Seksual, Patriarki, Orde Baru, Perempuan. Abstract: In the radical feminist movement, one well-known slogan is that “the personal is political”. Politics here are not only working within the scope of such a large state, but starting from small scope, like family. The research found other forms of sexual politics that occured in the era of the New Order (Orde Baru) in novel Lemah Tanjung, Pecinan Kota Malang, and 1998 by Ratna Indraswari Ibrahim using the concept of Kate Millet. The presence of sexual politics that oppress women leads them to conduct negotiations over the patriarchal system which is deeply embedded in society. Keywords: Novel, Sexual Politics, Patriarchal, New Order (Orde Baru), Women. Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 mereka. 1. Pendahuluan Karya sastra tidak hanya Hal ini munculnya ditandai dengan perempuan-perempuan dipandang sebagai imajinasi pengarang pengarang dalam dunia sastra Indonesia semata. Herder dan Immanuel Kant yang melihat kondisi sosial politik memiliki saling melalui “kaca mata” perempuan dalam mendukung dalam memandang karya karya-karya mereka pada saat itu, sastra. Menurut Kant, kesesuaian karya seperti Ayu Utami, Dee Lestari, Fira sastra Basuki, pendapat dengan psikologi yang alam, merupakan sejarah, suatu dan kriteria keindahan karya sastra. Sedangkan, Laksmi Pamuntjak, Djenar Maesa Ayu, Titis Basono, Abidah El Khalieqy, dan lain-lain. menurut Herder setiap karya sastra lahir Karya sastra yang diproduksi dari lingkungan sosial dan geografi, oleh sehingga karya sastra kemudian dapat Soeharto memberikan kontribusi yang dinilai sebagai cukup signifikan untuk memikirkan sejarah (Swingewood dan ulang sebuah negara. Setelah Orde Baru sekaligus referensi dilihat Laurenson, 1971). perempuan pasca- runtuh dan kehilangan legitimasinya, Karya sastra yang dianggap karya-karya baru sebagai dokumen sosial merupakan mengeksplorasi salah satu alternatif bagi pengarang untuk untuk persyaratan, turut pengarang berperan dalam perempuan berbagai berbicara, mulai alternatif mengajukan dan jika mungkin “mendefinisikan serta pemikirannya atas permasalahan bangsa, dengan yang terjadi di masyarakat. Salah satu perspektif dan menjabarkan pengalaman permasalahan di Indonesia yang banyak perempuan yang diangkat dalam karya sastra adalah perdebatan itu. kondisi sosial Politik di Era Orde Baru. pengarang menyadari bahwa wacana Berakhirnya Orde Baru yang otoriter kekuasaan memicu termasuk ditanamkan oleh Orde Baru tidak hanya perempuan pengarang untuk berani menekan heterogenitas, namun terutama “bersuara‟ juga menyumbangkan para segala pengarang, melalui pandangan tulisan-tulisan ulang” memperhatikan terkait Para negara memarjinalkan dengan perempuan yang telah perempuan. Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 Sehingga, meskipun ini adalah cara maupun yang feminis. Arimbi (2009) menjelaskan amat menantang dan terjadi mahasiswa perspektif banyak masalah di awal mereka tetap bahwa berkontribusi secara mendalam untuk mempercayai melakukan dari ditulisnya dapat mendukung gerakan ideologi kekuasan di era persatuan, perempuan, karena karya-karya tersebut gender, ras, kelas, dan kebangsaan juga (Michalik & Budianta, 2015). perlawanan untuk maskulinitas yang pemeriksaan ulang Ratna dari berfungsi Indraswari Ibrahim karyakarya yang sebagai salah satu Dari sekian banyak perempuan telah mengakar di Indonesia. Menurut pengarang yang muncul pada masa itu, Ratna, bias ideologi patriarki telah salah berdampak cukup besar pada sistem- satu perempuan pengarang Indonesia yang cukup produktif dan sistem telah mengeluarkan banyak karya sastra Indonesia. Sehingga, negara seakan- adalah Ratna Indraswari Ibrahim. Selain akan hadir untuk mewakili laki-laki, sebagai pengarang, ia dikenal aktif sedangkan dalam masyarakat yang „diam‟ dan dianggap berbagai organisasi sosial, termasuk organisasi perempuan. Pada awalnya, Ratna Indraswari Ibrahim yang berlaku di perempuan negara menjadi kelompok marjinal. Peneliti menemukan hal-hal lebih dikenal sebagai cerpenis. Ia telah yang menarik berdasarkan pembacaan menerbitkan kurang lebih 400 cerpen awal atas tiga novel Ratna Indraswari dalam bentuk buku kumpulan cerpen, Ibrahim, yakni Lemah Tanjung, Pecinan maupun tersebar media massa. Kota Malang, dan 1998. Pertama, Ratna Namun, karena keaktifannya dalam Indraswari Ibrahim menawarkan setting menulis, ia pun telah menghasilkan waktu pada masa Orde Baru dalam tiga beberapa novelnya di novel. Tema-tema yang dari beberapa sisi yang diangkat oleh Ratna dalam cerpen menunjukkan bahwa permasalahan pada maupun era Orde Baru begitu kompleks, hingga novelnya permasalahan Karyakaryanya adalah seputar perempuan. seringkali dipilih sebagai bahan kajian oleh para peneliti berpengaruh ekonomi, pada maupun etnisitas, sosial, politik. Kedua, tokohtokoh dan permasalahan yang Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 dimunculkan oleh Ratna Indraswari kelima, keaktifan Ibrahim berasal dari daerah (lokal) yaitu Ibrahim dalam Malang, Jawa Timur, akan tetapi apa sosial yang dirasakan dan dipikirkan oleh para karyanya disusun berdasarkan seminar- tokoh perempuannya dapat dikatakan seminar yang pernah ia ikuti, penelitian- mewakili perempuan Indonesia secara penelitian, atau pun memanfaatkan data- umum. Ketiga, jika beberapa pengarang data empiris lainnya. yang memunculkan tokoh “korban” yang Ratna Indraswari beberapa organisasi memungkinkan Berdasarkan latar karya- belakang menerima diskriminasi di masa Orde tersebut, peneliti melakukan penelitian Baru secara langsung, Ratna Indraswari berjudul “Politik Seksual dalam novel Ibrahim justru menampilkan beberapa Lemah Tanjung, Pecinan Kota Malang, tokoh yang berada di sekitar “korban”. dan Hal ini menunjukkan bahwa dalam Ibrahim”. Hal ini karena, meskipun ketiga novelnya, Ratna memperlihatkan telah banyak karya-karya lain Ratna dampak sosial politik Era Orde Baru Indraswari Ibrahim yang telah dikaji telah diterima oleh masyarakat secara dengan menyeluruh. feminis, dibandingkan Keempat, karya Ratna menggunakan akan Indraswari kritik tetapi belum sastra ada novel-novel penelitian yang menggunakan konsep perempuan pengarang lain di masa politik seksual. Konsep politik seksual reformasi (misalnya, karya-karya sastra (Sexual Politics) Kate Millet dianggap wangi yang dikenal mengeksplorasi penting dan sesuai untuk dimanfaatkan seksualitas perempuan) tiga novel Ratna dalam penelitian novel-novel Ratna Indraswari Ibrahim memang terlihat Indraswari Ibrahim karena konsep ini “kurang berani”, akan tetapi novel menelusuri adanya relasi kuasa antara Lemah Tanjung, Pecinan Kota Malang, laki-laki dan perempuan dari berbagai dan institusi 1998 dengan jika 1998 sangat realistis dalam pendukung patriarki yang menggambarkan kegalauan mayoritas multidimensional sekaligus menemukan perempuan pada masa itu, yaitu antara bentuk-bentuk negosiasi yang dilakukan kepasrahan untuk oleh tokoh-tokoh perempuan. Konsep Dan politik seksual lahir ketika Kate Millet melawan dan dalam keinginan keterbatasan. Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 menemukan bentuk-bentuk politik seksual dari pengkajiannya terhadap novel-novel laki-laki yang juga memperhatikan kondisi sosial politik era Orde Baru. sangat Barry (2010) menyatakan bahwa patriarkal. Meskipun demikian, peneliti feminisme sejak awal memang memiliki memanfaatkan model penelitian politik kepedulian krusial terhadap buku dan seksual Kate Millet untuk meneliti sastra, novelnovel Ratna Indraswari Ibrahim menyadari bahwa citra perempuan telah yang umumnya bernafaskan feminis. banyak disebarluaskan melalui karya Hal ini karena, penelitian ini justru sastra, sehingga kemudian diperlukan dapat digunakan untuk melihat sejauh perlawanan mana sistem patriarki beroperasi dalam otoritas dan koherensinya. karena kaum serta feminisme mempertanyakan menempatkan perempuan pada posisi Kritik sastra feminis memiliki subordinat bahkan setelah perempuan tujuan untuk meningkatkan kesadaran melakukan negosiasi. peran perempuan dalam aspek produksi Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, merumuskan penelitian politik ini, seksual maka peneliti sejauh mana laki-laki mendominasi dalam perempuan di berbagai aspek (Carter, bagaimanakah 2006). Hal ini karena, kritik sastra permasalahan yaitu sastra sekaligus untuk mengungkapkan digambarkan dalam feminis akan memperlihatkan adanya novel “Lemah Tanjung”, “Pecinan pengaruh Kota Malang”, dan “1998” karya Ratna kehidupan seharihari dengan melakukan Indraswari Ibrahim dan bagaimanakah penelitian teks. Menurut Barker (2004), bentuk-bentuk patriarki negosiasi tokoh budaya merupakan patriarki sistem dalam tatanan perempuan terhadap politik seksual sosial yang terus menerus berulang, dalam novel-novel tersebut. yaitu dominasi laki-laki atas subordinasi 2. Landasan Teori perempuan di berbagai sosial praktis. Penelitian ini menggunakan teori Budaya patriarki yang telah mengakar di kritik sastra feminis dan memanfaatkan masyarakat inilah yang menciptakan model pengkajian politik seksual dari opresi terhadap perempuan. Kate Millet. Selain itu, penelitian ini 2.1 Politik Seksual Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Dalam gerakan feminisme Millet, Patriarkal cenderung membesar- feminisme gelombang besarkan perbedaan biologis antara laki- kedua sangat dikenal sebuah slogan, laki dan perempuan, dan memastikan yaitu “the personal is political” yang bahwa laki-laki adalah maskulin dan dikatakan selalu radikal atau mampu menjangkau lebih dominan sedangkan persoalan perempuan hingga ke ranah perempuan sebagai feminin mempunyai privat. Politik dapat beroperasi secara peran yang subordinat. Karena begitu terselubung sekaligus mengemuka. Hal kuatnya itu dilakukan sebagai usaha untuk perempuan seakan-akan harus menerima menyalurkan kehendak kuasa laki-laki opresi tersebut (Tong, 2006). terhadap perempuan. Politik di sini tidak ideologi Politik ini, seksual sehingga merupakan hanya bekerja dalam lingkup besar hubungan kekuasaan antara laki-laki seperti negara melainkan dimulai dari dan perempuan sebagai dampak dari lingkup perbedaan seksual yang dipengaruhi kecil, seperti keluarga. Persoalan politik berselubung kekuasaan oleh terhadap hanya mengakar kuat di masyarakat. Sehingga meliputi perepresian perempuan dalam dalam masyarakat patriarki, perempuan memiliki hak suara politik dan hak ikut memiliki serta minoritas, yaitu sekelompok manusia perempuan dalam tidak keterwakilan politik, sistem patriarki status yang sebagai kelompok melainkan ikut masuk dalam ketubuhan yang itu sendiri. dengan masyarakat yang lain karena Politik Seksual merupakan diperlakukan telah secara berbeda kondisi fisik atau sifat budayanya. “...sex is a pemikiran Kate Millet yang dibahas Millet menuliskan dalam bukunya yang berjudul Sexual status category Politics (1970). Kate Millet adalah salah implications (2000)”, ia menganggap satu tokoh feminis radikal-libertarian seks yang memiliki implikasi politik. berpendapat seks/gender di merupakan akar dialami oleh bahwa dalam dari sistem patriarki opresi perempuan. sebagai with kategori political status yang Penelitian ini menerapkan model yang pengkajian Kate Millet terhadap novel, Menurut yaitu dengan menelusuri munculnya Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 politik seksual dari institusi-institusi pola yang sistem pimpinan agensi sosialisasi gender. 7 patriarki di masyarakat Akan tetapi, Sosialisasi terutama dilakukan dalam karena novelnovel Ratna Indraswari ranah keluarga yang pada akhirnya akan Ibrahim selalu memunculkan semangat menyebar ke masyarakat luas. perjuangan tokoh-tokoh perempuan di • Kelas. Menempatkan perempuan “di dalamnya, maka selain menemukan bawah‟ laki-laki, darimana pun kelas bentuk-bentuk politik seksual, dalam sosial mereka berada. Menciptakan penelitian ini akan ditemukan pula adanya pertentangan antara perempuan bentuk-bentuk negosiasi yang dilakukan yang oleh tokoh-tokoh perempuan lain. telah melanggengkan perempuan untuk general dominasi satu dengan pria dan perempuan- melawan patriarki. Berikut ini institusi- • Ekonomi dan pendidikan. Pekerjaan institusi yang domestik perempuan tidak mendapatkan beroperasi dengan saling terkait dan bayaran dan seringkali tidak dianggap saling sebagai pekerjaan, dimana pekerjaan pendukung patriarki mempengaruhi dalam mengukuhkan sistem patriarki (2000). mereka dalam pandangan publik adalah • Ideologis. Politik seksual tidak dibayar, mendapatkan diskriminasi sistem patriarki dan eksploitasi. Wanita diarahkan dan temperamen, didorong ke level yang lebih rendah peran, dan status pada laki-laki dan pada performa dan pada spesialisasi perempuan. pendidikan yang kurang dapat dijual. • Biologis. Promosi politik seksual, • Paksaaan. Patriarki didukung oleh melalui ilmu religi dan ilmu sains koersi legal dan dengan ancaman serta popular, pandangan bahwa perbedaan fakta kekuatan informal dengan adanya biologis meningkatkan perbedaan sosial, pemerkosaan dimana gender merupakan reifikasi seks rumah tangga. daripada suatu konstruksi sosial dan menyosialisasikan dengan pembentukan dan kekerasan dalam Mitos dan agama. Dalam hal ini kultural yang dapat ditampilkannya agama Kristen yang mengajarkan • Sosiologis. Originalisasi politik sosial peranan Eva sebagai sumber dari merupakan bagian yang menetapkan penderitaan manusia, Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 menghubungkan wanita dengan seks “pengiburumahtanggaan” dan dosa, mencemari rayuan wanita dan diharuskan untuk bersedia bekerja tanpa mendorong pria untuk terayu. dibayar atau kalaupun dibayar, mereka • Psikologis. Untuk dapat mengatasinya, akan dibayar dengan upah yang rendah. wanita harus menerima karakteristik Dan personal yang inferior, mereka harus memanipulasi merendahkan secara sosial, politik, maupun ekonomi, mereka diri, bawahan, menerima standar menjadikan diri merayu pria, ganda seksual, untuk pemerintah mereka membendung kekuatan Orde dan perempuan Baru berupaya mendefinisikan mereka dalam kategori “istri” pada utama intuisi, emosi dan insting daripada akhirnya menciptakan budaya “ikut intelektual dan menerima perilaku yang suami” (Suryakusuma, 2011). terus menerus sebagai obyek seksual. sebagai yang melengkapi perilaku mereka dengan Selain itu, pemerintah juga menyebarkan ideologi “bapak-ibuisme” 2.2 Sosial Politik dan Politik Seksual pada seluruh Era Orde Baru bertujuan lapisan untuk masyarakat mendukung “asas kekuasaan kekeluargaan” dalam Pancasila yang tertinggi yang turut membentuk serta pada masa itu sangat digaungkan. Disini melanggengkan “bapak” Negara memiliki ideologi patriarkal adalah sumber dalam masyarakat. Pemerintah Orde kekuasaan Baru telah membuat beberapa konsep merupakan yang dianggap merugikan perempuan, kekuasaan seperti programprogram pembangunan negara “Ibuisme negara” mengandung yang unsur-unsur sementara utama salah satu tersebut, “ibu” “mediator” sehingga dapat terealisasi dengan baik. “pengiburumahtanggaan” dan “ibuisme” Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengarah pada “domestikasi”. yang berujung pada politik seksual ini Paham telah dirancang dengan begitu rapi oleh “ibuisme” mengharuskan perempuan untuk anakanak, keluarga, Sedangkan melayani dan suami, negara, negara. masyarakat dengan perempuan sehingga tidak banyak yang menyadari bahwa telah disubordianasi. Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 Suryakusuma (2011) menjelaskan Pada peristiwa kerusuhan Mei bahwa perempuan mendapatkan “peran 1998, ganda” mendapatkan “beban yang berarti ganda”, mengharuskan sekaligus Tionghoa kerugian, banyak baik secara yaitu dengan psikis, fisik, maupun materi. Rumah- mereka untuk rumah dan toko-toko mereka dibakar “berpartisipasi” dalam negara mendapatkan etnis pembangunan tidak dan dijarah, mereka menerima boleh kekerasan, ancaman, siksaan, pelecehan, meninggalkan “kodrat” mereka sebagai bahkan pembunuhan. Terlebih lagi, pencipta keluarga yang bahagia dan banyak sejahtera. Maka, politik seksual dalam perempuan-perempuan etnis Tionghoa kondisi negara yang menindas ini secara tanpa terus-menerus mempersempit pilihan Suryadinata perempuan sebagai individu. perempuan Tionghoa dapat dikatakan terjadi alasan pemerkosaan yang (2002) jelas. di pada Menurut Indonesia, Selain permasalahan yang telah menempati posisi double minority, yaitu dipaparkan di atas, masa Orde Baru juga sebagai perempuan dan sebagai etnis lekat dengan permasalahan sentimen Tionghoa. Hal ini, tentu membuat rasial yang menimpa etnis Tionghoa. perempuan-perempuan etnis Tionghoa Pada saat itu, masyarakat peranakan merasa tidak aman dan tertekan. Tionghoa dianggap sebagai „liyan‟ oleh Masa Orde Baru yang berakhir masyarakat pribumi. Kehadiran mereka pada Mei 1998 menawarkan reformasi selalu distigmakan negatif. Dari sinilah sebagai jalan terang dari kebungkaman maka dan sekaligus kerusuhan masyarakat. Sejak kecemburuan dari masyarakat pribumi hadirnya era Reformasi, masyarakat yang lebih berani untuk “bersuara” bahkan muncul akibatnya kebencian orang-orang etnis Tionghoa seringkali dijadikan kambing dengan hitam dalam ketidakadilan. Hal ini juga berlaku bagi permasalahan negara. Termasuk dalam para perempuan Indonesia. Mereka kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada banyak mendirikan Mei 1998 (Suryadinata, 2002). organisasi yang perempuan di (scapegoating) lantang untuk memprotes organisasi- memikirkan masa depan nasib yang Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 diharapkan dapat terbebas dari opresi dan 1998. Sedangkan, data sekunder dan subordinasi. dalam penelitian ini dapat berupa jurnal, 3. Metode Penelitian artikel, Penelitian ini serta buku-buku yang menggunakan didalamnya memuat metode kritik sastra pendekatan kualitatif-deskriptif. Hal ini feminis, konsep politik seksual Kate karena Millet, ulasan tentang Ratna Indraswari pendekatan kualitatif dapat memberi penjelasan yang luas mengenai Ibrahim perilaku dan berbagai Creswell (2009) kebiasaan yang manusia. menyatakan dan karyakaryanya, studi serta perempuan yang diperlukan untuk membantu analisis. bahwa pendekatan kualitatif sebagai Teknik pengumpulan data dalam pendekatan yang menyediakan suatu penelitian ini dilakukan sudut pandang untuk membentuk tipe- beberapa tahap, antara tipe pertanyaan, menjelaskan bagaimana membaca secara data diperoleh, menganalisis data, serta mendetail memberi ruang untuk sebuah ajakan menemukan serta menandai hal-hal perubahan. yang berkaitan dengan politik seksual, Dalam penelitian ini, peneliti melakukan interpretasi, (3) dengan lain: (1) menyeluruh dan reading), (2) (close mengumpulkan data-data dari mencoba berbagai sumber yang dikumpulkan memahami atau menafsirkan makna dari melalui studi kajian pustaka (library fenomena-fenomena reseacrh). di dunia yang (4) melakukan analisis terjadi di dalam teks sastra, yaitu novel- lanjutan terhadap ketiga novel, (5) novel Ratna Indraswari Ibrahim. Untuk melakukan seleksi terhadap seluruh mendukung analisis dalam penelitian data, yang bertujuan agar mendapatkan ini, peneliti menggunakan teori kritik data yang sesuai untuk analisa. Teknik sastra feminis. analisis data dalam penelitian ini Dalam penelitian ini, ada dua dilakukan dalam beberapa tahap, antara jenis data, yaitu data primer dan data lain, (1) menyiapkan dan menyusun sekunder. Data primer dalam penelitian data-data yang akan dianalisis (baik data ini adalah novel-novel tersebut adalah primer maupun sekunder), (2) membaca Lemah Tanjung, Pecinan Kota Malang, data primer, (3) melakukan coding, (4) Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 memperoleh sebuah deskripsi untuk menyatakan ketidaktertarikan mereka dianalisis dari data coding yang telah pada dunia politik. “Putri merasa Reformasi dilakukan pada tahap tiga, (5) peneliti melakukan analisis dan interpretasi ini milik Neno dan aktifis lain, terhadap semua data yang diperoleh. bukan milik dia yang lebih suka diam saja di rumah dan 4. Hasil dan Pembahasan menikmati kebersamaan dengan 4.1 Politik Seksual yang muncul dari Neno.” (2012:183) Kekuasaan dan Rasial Tokoh-tokoh perempuan dalam “Asrul, kamu tahu, saya tidak Lemah Tanjung, Pecinan Kota Malang, suka berpolitik praktis. Apalagi dan 1998 terlihat “kurang akrab” dengan menjadi kebo ijo. Saya ini cuma dunia politik. Ninik dan Purti (1998) ingin menjadi teman bu In. harus Kalau saya dianggap sudah memiliki “suara” yang “senada” dengan dipolitisasi, satusatunya jalan Suwarno sebagai kepala keluarga. Bu agar tidak masuk ke pusaran itu, Indri saya harus meninggalkan kota dan digunakan Gita (Lemah sebagai Tanjung) “pion” dalam Malang.” (2003:372) permainan politik beberapa pihak yang memanfaatkan mereka perjuangan dalam murni mempertahankan Dunia dikuasai oleh politik lebih laki-laki, banyak perempuan hanya sebagai „penonton‟ atau lingkungan. Dan Anggraeni (Pecinan berperan Kota perempuan „pendukung‟ laki-laki. Padahal politik Tionghoa yang begitu ketakutan atas merupakan salah satu jalan utama yang kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada dapat Mei 1998 namun tidak bisa pergi menghapuskan ketidakadilan seksual. meninggalkan Namun, Malang) seorang Indonesia tanpa izin digunakan perempuan inferioritas yang untuk terlanjur suaminya. Semua tokoh perempuan meresap dalam diri perempuan pada tersebut juga secara terang-terangan akhirnya membuat mereka pun enggan untuk berpartisipasi di ranah politik. Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Terlebih bagi perempuan Tionghoa, 4.2 Politik Seksual yang Muncul dari yang saat itu menjadi sasaran dan Kelas Sosial dikambinghitam-kan dalam Isu kesenjangan sosial sangat mereka tidak jelas terlihat pada era pemerintahan kesempatan untuk Orde Baru. Hal ini tentu berpengaruh politik, karena pada sektorsektor lain di masyarakat, pemerintah Orde Baru saat itu telah termasuk bagaimana kelas sosial dapat melarang dengan tegas bergabungnya mempengaruhi etnis Tionghoa. Para perempuan etnis menjalankan peran gendernya yang Tionghoa menerima diskriminasi yang berujung bertubi-tubi mereka Masyarakat menilai bahwa kelas sosial yaitu tinggi umumnya ditempati oleh laki- terdiskriminasi di dalam masyarakat laki. Sehingga kelas sosial tersebut karena statusnya sebagai etnis Tionghoa digunakan sebagai modal kekuasaan dan sebagai perempuan atau seorang mereka. istri. mencapai kelas sosial tinggi akan permasalahn mungkin punya memasuki sebagai politik, dunia karena “double posisi minority”, Konstruksi-konstruksi yang telah seseorang pada politik Lakilaki dipandang yang sebelah dalam seksual. tidak mata bisa oleh dibuat oleh negara pada masa Orde Baru masyarakat. Sementara, bagi perempuan yang menjauhkan para perempuan dari yang dunia mungkin politik tersebut kemudian memiliki kelas sosial tinggi saja bisa “menang” dari berpengaruh pada kehidupan perempuan perempuan lain, namun hal itu tidak di berbagai aspek, yaitu seperti kelas berlaku bagi relasinya dengan laki-laki. sosial yang erat kaitannya dengan Di mana pun kelas sosial perempuan, ekonomi dan pendidikan, keluarga serta mereka tetap dianggap sebagai inferior, cinta seorang “istri” yang “ikut” suami. dan pernikahan yang secara otomatis akan mempengaruhi hubungan Novel-novel Ratna menggambarkan sosial mereka dengan masyarakat luas. permasalahan yang terjadi antara lakilaki dan perempuan maupun perempuan dengan perempuan lain perihal perbedaan kelas sosial. Tokoh Roy Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 “(...) Saya tahu, kamu (Lemah Tanjung) menggunakan kelas sosialnya untuk dapat menakhlukkan Bu belum sampai mencintainya. Indri dan Gita, dalam hal bisnis maupun Kamu cuma terseret oleh arus cinta. Tokoh Ninik dan Suwarno serta yang besar. Kamu terpesona Putri dan Neno (1998) dapat dikatakan karena kehidupannya barangkali sebagai pasangan beda kelas sosial. adalah impian kita bersama.” Begitu juga dengan Lely dan Gunaldi (2003:253) (Pecinan Kota Malang) yang berbeda Sementara itu, karir dan suku. Kelas sosial Suwarno dan Neno kesibukan yang telah dicapai bu Indri yang pada serta kemerdekaan berpikir Banon dan mereka mbak Syarifah membuat Gita (Lemah diremehkan oleh masyarakat. Namun, Tanjung) merasa cemburu. Ninik (1998) hal ini bukan berarti mereka kehilangan iri pada karir dan kesuksesan Farida. otoritasnya sebagai laki-laki. Ninik dan Hal ini membuatnya menyadari bahwa Putri tidak bisa menukar kelas sosialnya selama dengan kekuasaan, sehingga mereka beraktualisasi di tengah masyarakat tetap berada dalam posisi subordinat. karena Sama halnya dengan Lely, karena nilai- domestik. Lely dan Anggraeni (Pecinan nilai patriarkal yang sejak kecil telah Kota Malang) saling cemburu karena tertanam begitu kuat dalam dirinya, ia kekuarangan tetap yang cemburu pada pendidikan tinggi dan mengabdikan diri pada suami meskipun kecerdasan yang dimilki Anggraeni. berasal dari suku yang lebih tinggi serta Sedangkan Anggraeni cemburu pada memiliki penghasilan sendiri. kesuksesan dan kekayaan Lely. lebih rendah pasangannya dari membuat berberan sebagai istri ini hanya “Tentu saja dia merasa tidak bersalah. Pikirnya dirinya berkutat tidak di masing-masing. “Perempuan bisa ranah Lely itu ini kelihatan sangat sibuk. Saya proyek yang merugi karena dia merasa sedikit iri karena pada sudah saat ini saya tidak tahu apa yang mengeluarkan banyak dana buat kantong pejabat.” harus (2003:251) mengisi waktu” (2003:10) saya lakukan untuk Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Ninik hanya ingin tetap sulit untuk mencapai kesetaraan mencecap sesuatu yang bukan dengan karena prestasi suaminya. Tiba- patriarki masih tetap ditanamkan dalam tiba ia merasa ada kebosanan diri setiap orang dan dinikmati oleh diri dan kepingin setiap perempuan. Namun, hal ini sekali ada jeda dalam hidupnya. tidaklah sia-sia, karena ini merupakan Cerita Farida tentang dunia jalan awal untuk menemukan kesadaran seminar, pergi dari satu kota ke agar kota yang lain, dari satu negeri mereka pada laki-laki. Meskipun disisi ke negeri yang lain itu membuat lain, konstruksi “kepala keluarga” dapat Ninik ingin menjalani kehidupan digunakan seperti itu.” (2012:28) “menguasai” terkadang dia laki-laki terbebas selama dari konstruksi ketergantungan perempuan laki-laki untuk melalui “tuntutan”/“tekanan”/”beban”, 4.3 Politik Seksual yang Muncul dari walaupun sebenarnya hal ini hanyalah proses timbal balik yang tetap berujung Ekonomi dan Pendidikan Kelas sosial selalu berkaitan erat opresi pada perempuan. Dan lagi-lagi, dengan pendidikan, karir, dan taraf hal ini seringkali terjadi karena status perekonomian perempuan yang dicapai oleh sesorang. Bagi perempuan, memiliki mandiri diharapkan posisi dapat mereka pengakuan finansial „menyelamatkan‟ dan dari sebelumnya secara mendapatkan masyarakat selalu “istri” yang didefinisikan oleh negara. pendidikan tinggi, karir profesional serta mampu sebagai Pergeseran pola pikir masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi perempuan dapat terlihat dari kemunculan tokoh-tokoh dalam tiga yang novel Ratna. Hampir semua tokoh-tokoh memandang perempuan digambarkan berpendidikan perempuan sebagai sosok “kelas dua”. tinggi, Sayangnya realita mengatkan bahwa mempunyai gelar sarjana bahkan S2 dan meskipun memiliki pendidikan tinggi, S3 dan seringkali mempunyai karir yang karir serta bagus, mereka diantaranya adalah: Gita perekonomian yang mapan perempuan (karyawan bank), Bu Indri (dosen), yang cemerlang, mencicipi bangku kuliah, Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 Mbak Syarifah (penulis), dan Banon dengan total karena dilarang melupakan (Lemah 13 Tanjung), Anggraeni (dosen) “kewajibannya” sebagai seorang “ibu”. dan Kota Hal ini membuat sebagian perempuan Malang), serta Ninik, Putri, dan Heni memilih sebagai ibu rumah tangga dan (1998). menggunakan pendidikan yang telah ia anakanaknya (Pecinan “Aku tidak ingin masmu capai untuk mendidik anak, seperti galih pulang ke malang, bahkan tokoh Ninik dalam novel 1998. Ia harus aku ke memendam keinginannya untuk berkarir amerika sekalipun belum selesai dan berkontribusi di masyarakat. Dalam S1. Rasanya suasana belajar novel 1998, Ninik digambarkan sebagai disini lagi. perempuan ideal yang sesuai dengan Padahal aku kepingin melihat konsep “ibuisme” negara pada era Orde kau kelas menjadi wanita karir, Baru. bukan pingin mengirimmu tidak nyaman seperti “Sekali hanya lagi ia tidak perempuan di ranah domestik pernah menyesal hanya menjadi sosial saja.” (2012:24) ibu dari anak-anaknya, tapi “Tentu saja ketika sungguh ia ingin mempunyai itu. Saya belajar sekuat tenaga keringatnya sendiri (...) Ninik dan ikut aktif dalam forum apa hanya ingin mencecap sesuatu pun. Saya tidak suka siapa pun, yang bukan karena prestasi bahkan Paul sekalipun misalnya, suaminya.” (2012:28) yang berani mengatakan kalau Lain ceritanya dengan tokoh tidak bisa apa-apa.” Gita (Lemah uang dari sekali mahasiwa, saya menolak ucapan saya oleh aku, Tanjung) hasil yang (2003:89) menggunakan “Peran ganda” yang dibebankan “ketergantungannya” secara ekonomi pemerintah untuk “menguasai” suaminya melalui pada perempuan membuat mereka yang meskipun telah “tuntutan”, meskipun mencapai pendidikan dan karir yang membayarnya dengan mengorbankan baik, tidak bisa menjalani peran mereka keinginannya. Lalu, ia tokoh harus Lely Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 (Pecinan Kota menyerahkan Malang) yang kepemilikan aset-aset mempengaruhi bagaimana anak-anak bersikap hingga mereka dewasa. hasil jerih payahnya pada suami. “Setelah Dalam beberapa kasus ideologi menikah, ini dapat menguntungkan sekaligus sekalipun saya sendiri bekerja, merugikan baik untuk laki-laki maupun sebagian perempuan, besar kebutuhan meskipun pada rumah tangga kami ditanggung kenyataannya lebih banyak merugikan oleh Paul. Sementara itu, gaji perempuan. Ideologi ini akan sangat saya untuk kesenangan diri saya sulit dihapus karena sistem penanam sendiri. dilakukan secara turun-temurun pada Tampaknya, saya memang tidak berbuat apa pun setiap yang mungkin punya arti bagiku meskipun setelah sendiri” (2003:79) mengikuti atau Dalam ketiga novelnya, Ratna perempuan misalnya, jika lingkungan di menciptakan tokoh Mbak Syarifah, sekitar mereka tetap memegang teguh seorang difabel yang seringkali tidak dan menerapkan nilainilai patriarki, “tersentuh” “liyan” dan oleh menunjukkan generasi. Dengan demikian, dewasa mereka mempelajari kajian dianggap sebagai mereka masyarakat, berhasil seringkali justru dianggap “melenceng”, eksistensinya sebagai bahkan oleh kaum penulis. yang sendiri. berusaha Situasi melawan perempuan itu politik dalam pemerintahan Orde Baru juga turut 4.4 Politik Seksual yang Muncul dari mempengaruhi Keluarga dan Hubungan Sosial patriarkal dan mengakibatkan politik Sebagai patriarki, kepala keluarga lembaga bertugas untuk tersebarnya ideologi seksual muncul pada keluarga dan masyarakat dengan membentuk menanamkan ideologi patriarkal kepada “bapakibuisme”, yang mana “bapak” anak-anak. Sayangnya hal ini seringkali adalah sumber kekuasaan, sementara justru melalui seorang ibu atau nenek. “ibu” adalah mediatornya. Penanaman ideologi ini sangat Nilai-nilai patriarkal yang sejak kecil diterima oleh tokoh Gita (Lemah Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 Tanjung), Lely (Pecinan Kota Malang) tinggal di sini. Maka jika saya Ninik (1998) mempengaruhi pola pikir bersikap tidak normatif, tetap dan cara bersikap dalam memandang hidup di Malang bersama Bonet, diri menyikapi bukan saja masyarakat yang pernikahan. Hal tersebut sangat sulit akan menudingku sebagai istri dihilangkan meskipun mereka pernah yang tidak bisa setia, melainkan mengikuti kajian perempuan, mereka juga diriku sendiri. ” (2003:89) belum Meskipun mereka maupun sepenuhnya norma-norma berani yang melawan ada demikian, tokoh- karena tokoh dalam tiga novel Ratna mulai masyarakat akan menentang apa yang menyadari bahwa konstruksi dominan mereka lakukan. untuk laki-laki dan subordinat untuk “(...) Buktinya, sekalipun perempuan tidak boleh diteruskan. Oleh usia pernikahan saya dengan sebab Paul sudah hampir empat belas mewariskan nilai-nilai dan stereotipe tahun, kadangkadang masih yang terasa gagap bicara gender pada anak-anak mereka. untuk itu, mengarah “Aku kecewa tidak pada ingin ketidakadilan “Paling tidak, saya tidak dengan Paul tentang hal yang sebenar-benarnya.” (2003:67) mereka ingin Bonet hanya belajar dengan tentang peran sosial domestik keputusan itu...tetapi aku tidak saja. Apalagi neneknya kerap berani memaksa, karena aku bilang, manakala saya marah harus menghormati orang laki- kala dia lupa mengerjakan PR- laki. Maka aku diam saja. nya, “Bonet itu cantik. Dia akan Dalam jadi pengantin dari laki-laki hati aku merasa kecewa...” (2008:82) kaya yang tidak akan bertanya “Secara normatif saya adalah istri Paul, yang seharusnya bersama Paul, di mana saja Nyatanya? dia Saya berada. lebih suka kepadanya tentang LSM, atau apa itu namanya”” (2003:91) Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 4.5 Politik Seksual yang Muncul dari Gita (Lemah Tanjung) Cinta dan Pernikahan merasa Relasi antara suami dan istri dalam sebuah pernikahan dapat dikatakan sebagai tempat bersarangnya terbelenggu muncul dalam dalam pernikahannya. Hal ini karena ia tidak bisa bebas melakukan apa yang ia inginkan sebagai seorang individu. politik seksual „abadi‟. Politik seksual yang yang amat “(...) Saya jadi berpikir, hubungan apakah pilihan saya untuk pernikahan begitu kompleks. Hal ini menikah ditentukan oleh sikap laki-laki maupun keliru? perempuan dalam menjalani kehidupan dikondisikan pernikahan, juga dari sejauh mana nilai- menjadi seperti dia. Ya, saya nilai patriarkal telah meresap dalam diri. tahu pendapat umum, istri harus Konstruksi “suami” dan “istri” yang ikut suami. Tapi, dengan begitu, telah dibuat oleh negara, masyarakat, apakah serta dikukuhkan oleh tradisi dan agama merasa bahagia?” (2003:48) membuat perempuan sulit tidak Saya bisa “(...) untuk seperti olehnya untuk membuat Lantas, kita sebuah melepaskan diri dari otoritas lakilaki. pikiran meloncat: pernikahan ini Bagi mereka yang memiliki keberanian sudah untuk “melawan” kekakuan ini, mereka Sepertinya tidak bisa menikmati akan mendapatkan kemerdekaan, namun kehidupan privasiku sepenuh- harus menebusnya dengan sentimen penuhnya.” (2003:131) masyarakat. Batas-batas yang ada dalam Selain ikatan pernikahan, itu, cerita mengenai yang perselingkuhan yang mengarah pada isu ditujukan untuk perempuan, membuat poligami digambarkan pada dua tokoh sebagian berani laki-laki, yaitu tokoh Paul dengan Sussy memutuskan untuk tidak menikah demi serta Gunaldi dengan Atik. Gita (istri meraih kemerdekaan diri. Paul) dari terlebih membelengguku! mereka Dalam novel Lemah Tanjung dan Pecinan Kota Malang, Ratna Indraswari Ibrahim menceritakan tokoh dan menyikapi Lely (Istri Gunaldi) perselingkuhan suaminya dengan cara yang berbeda, meskipun Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 pada akhirnya mereka sama-sama memaafkan suami maasing-masing. ini Hentikan itu atau kamu memang sudah menjadi perempuan “Kadang-kadang dalam hidup barunya. murahan.”(2003:253) “Masya Allah, saya memang diperlukan pengorbanan demi kabaikan kita perempuan bersama, demi anakku Bonet. mengekspresikan Saya mendinginkan hati saya Sungguh, saya sendiri menolak apabila mendengar nama Susy Graemes ada perempuan yang bisa mencintai dua terasa begitu mengiris. Saya laki laki sekaligus. Itu kegilaan yang ingat omongan Mbak Syarifah, luar biasa. Padahal, norma hanya cinta menyepakati yang bersifat poligamis itu itu direbut dan dipertahankan! ” (2003:144) Ratna juga kuno, yang suasana mudah hati ini. adalah laki-laki.” (2003:300) menggambarkan Ikatan dalam pernikahan yang tokoh perempuan yang berselingkuh dan sulit mengarah pada poliandri, yaitu Gita Mbak Syarifah (Lemah Tanjung), Aisah (Lemah (Pecinan Kota Malang), dan Niken Tanjung) dan Anggraeni dilonggarkan membuat tokoh (Pecinan Kota Malang). Masyarakat (1998) menilai bahwa yang berhak poligami menikah. adalah laki-laki, sedangkan perempuan kesepian dan cibiran dari masyarakat yang poliandri dianggap menyalahi dengan menjadi perempuan yang sukses aturan. dan merdeka. Ketika lakilaki melakukan memutuskan untuk tidak Mereka menebus rasa perselingkuhan maka istri seakan-akan harus memaafkan dan memberi 4.6 Bentuk-bentuk pemakluman sambil instropeksi diri dilakukan tentang apa yang kurang dari dirinya. Perempuan. Sementara, bagi perempuan yang berani Beberapa “mendua” akan dianggap sebagai perempuan “nakal”. “Kamu seperti Negosiasi yang tokoh-tokoh tokoh-tokoh perempuan berani melakukan resistensi dalam tiga novel ini dapat perempuan dikelompokkan menjadi dua. Pertama, nakal! Semua orang tahu kamu pacar mereka yang melakukan perlawanan Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 dengan cara pembuktian dan aktualisasi aspek, yaitu (1) kekuasaan negara dan diri, yaitu mereka yang telah mampu rasial, (2) kelas sosial, (3) ekonomi dan mencapai pendidikan tinggi, karir yang pendidikan, (4) keluarga dan hubungan cemerlang, serta perekonomian yang sosial, serta (5) cinta dan pernikahan. mapan, Dari sehingga beberapa kasus terdiskriminasi, meskipun mereka namun pada masih setidaknya semua institusi institusi patriarki, pendukung “sosiologi yang mengkonstruksi (sociological)” mereka telah membangun “peran” dan laki-laki sebagai pemimpin dan kepala “status” mereka yang baru ditengah keluarga masyarakat. para paling sering ditemui dan paling kuat perempuan dengan cara pembuktian dalam mewujudkan opresi terhadap eksistensi ini umumnya masih didukung perempuan. oleh masyarakat. “paksaan (force)” melalui kebijakan Berbeda dengan hal yang kedua, yaitu atau hukum negara pada masa Orde dengan cara pelanggaran norma-norma Baru saat itu sangat mempengaruhi yang seperti berjalannya sistem melawan laki-laki, baik ayah ataupun menyeluruh di suami, demi mempertahankan keinginan menghadapi politik seksual, muncul pribadi. Dan juga beberapa perempuan bentuk-bentuk negosiasi dari beberapa yang berani memutuskan untuk tidak tokoh perempuan, antara lain: (1) menikah. Perlawanan yang kedua ini bertambahnya pengetahuan perempuan umumnya akan menerima sangsi sosial dalam bidang politik, (2) tercapainya dari masyarakat serta dianggap “liyan”. pendidikan tinggi, (3) karir menjanjikan sebagian mengikat Perlawanan besar perempuan, merupakan Selain institusi itu, yang institusi patriarki secara masyarakat. Dalam serta perekonomian yang mapan, (4) adanya kesaran untuk tidak mewariskan 4. Simpulan Penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai patriarkal kepada generasi institusi-institusi pendukung patriarki berikutnya, (5) adanya perubahan cara telah pandang menyebar dalam aspek-apek terhadap pernikahan, (6) kehidupan perempuan. Dalam penelitian muncul keberanian beberapa perempuan ini, politik seksual muncul dalam lima untuk “melanggar” norma yang Lakon, Vo [POLITIK SEKSUAL DALAM…(YUNI KUSWIDARTI)] Oktober 2 mengikat. Namun, dalam penelitian ini Carter, David. 2006. Literary Theory. ditemukan bahwa perempuan berada dalam masalah yang dilematik. Di satu Herts: PocketEssentials. Creswell, John. W. 2009. Research sisi mereka tidak ingin terdiskriminasi, Design: namun merasa takut untuk melawan Quantitative, and Mixed Method sistem-sistem Aproach. patriarki yang sudah mapan di masyarakat. Sementara di sisi lain, mereka merasa perlu untuk Qualitative, Los Angels: Sage Publication. Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik melawan segala opresi yang mereka Sastra terima, dengan konsekuensi dianggap Pengantar. Jakarta: Gramedia “melenceng” Pustaka oleh masyarakat pro- patriarki. Utama. Feminis: Ibrahim, Sebuah Ratna Indraswari. 2003. Lemah Tanjung. Jakarta: 5. Daftar Pustaka PT. Arimbi, Diah Ariani. 2009. Reading Indonesia. Contemporary Muslim Indonesian Women Representation, Writers: Identity dan Religion of Muslim Women in Indonesian Fictions. Amsterdam: Amsterdam University Press. Barker, Barry, Chris. Widiasarana ____________________.2008. Pecinan Kota Malang. Human Publishing. ____________________.2012. 1998. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Michalik, Yvonne & Budianta, Melani. 2015. Indonesian Dictionary Of Cultural Studies. Writers. Berlin: Regiospectra London: SAGE Publications. Verlag. Millet, Kate. Peter. 2004. Gramedia The 2010. SAGE Women 2000. Pengantar Sexsual Politics. Urbana and Komprehensif Teori Sastra dan Chicago: University Of Illinois Budaya Press. (Beginning Yogjakarta: Jalasutra. Theory). Sugihastuti & Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Lakon, Vol. 1, No. 1, Edisi Oktober 2016 Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa. Jakarta: Pustaka LP3ES. Suryakusuma, Negara: Julia. 2011. Ibuisme Konstruksi Sosial Keperempuanan Orde Baru. Depok: Komunitas Bambu. Swingewood, Alan & Laurenson, Diana. 1971. The Sociology Of Literature. London: Paladin. Tong, Rosemarie Feminist Paling Putnam. Though: 2004. Pengantar Komprehensif kepada Pemikiran Feminis. Arus Utama Yogjakarta: Jalasutra.