- Universitas Udayana

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Senjata Nuklir hingga saat ini masih menjadi perdebatan hangat akan
keberadaannya dan kegunaannya meskipun telah diketahui secara nyata dampak
kehancuran dan bahayanya dilihat dari tragedi Hiroshima dan Nagasaki. Tetapi
berbagai negara tetap saja ingin mempunyai akses ke senjata nuklir, secara terangterangan maupun sembunyi-sembunyi. Mayoritas dengan alasan ingin mempunyai
sistem pertahanan diri sendiri atau sebagai deterent (pencegah). Nuklir telah
diketahui mempunyai dampak kehancuran yang tidak hanya terjadi ketika nuklir
itu meledak, tetapi hingga berpuluh-puluh tahun setelahnya dalam bentuk radiasi,
cacat, kanker dan deformasi bentuk tubuh dari generasi-generasi yang akan
datang. Tetapi hal itu ternyata tidak menghalangi niat negara-negara untuk tetap
memiliki senjata nuklir sebagai the ultimate weapon negaranya. Sebagai
instrumen kebijaksanaan nasional, persenjataan merupakan salah satu ciri teknik
yang penting, gunanya untuk mencapai atau mempertahankan tujuan nasional
dengan mempengaruhi orientasi, peranan, sasaran dan tindakan negara lain.1
Ditinjau dari kasus uji coba nuklir Korea Utara, munculnya permasalahan
senjata nuklir dimulai sejak tahun 2002, ditandai dengan pengakuan pemimpin
Korea Utara saat itu yakni Kim Jong-Il, yang mengaku memiliki senjata nuklir
yang diproduksi sejak 1994. Pemerintahnya berpendapat produksi rahasia itu
diperlukan untuk tujuan keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata
1
Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, 2009, Hukum Humaniter Internasional
Dalam Studi Hubungan Internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 95.
1
2
nuklir di Korea Selatan. Saat itu pengakuan tersebut memunculkan ketegangan
dengan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George W. Bush2.
Permasalahan nuklir ketika merujuk Korea Utara saja, semakin meruncing pada
tanggal 9 Oktober 2006, ketika Pyongyang kembali melakukan uji coba nuklirnya.
Tentu hal tersebut membongkar kembali ingatan dunia internasional akan uji coba
nuklir yang dilakukan oleh negara-negara pemilik senjata nuklir sebelumnya.
Reaksi keras, ketakutan, dan kekhawatiran akan dampak uji coba nuklir ini
mengundang beragam pihak melakukan reaksi yang berbeda terhadap Korea
Utara.3 Reaksi paling keras muncul dari kelompok enam negara yang selama ini
telah melakukan diplomasi multirateral (six party talks) untuk menggagalkan
ambisi nuklir Korea Utara, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Cina, dan Korea
Selatan. Bahkan reaksi keras ini diwujudkan dalam bentuk Resolusi Dewan
Keamanan PBB 1718 tanggal 14 Oktober 2006 yang secara garis besar berisi
larangan uji coba nuklir bagi Korea Utara.4
Di Indonesia sendiri, berkaitan dengan persenjataan nuklir, pemerintah
telah meratifikasi sejumlah Konvensi dan Perjanjian Internasional serta
menerbitkan sejumlah peraturan. Indonesia sudah meratifikasi Traktat NPT
dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1978, dan di tingkat ASEAN, Indonesia
2
Lihat biography.com, Kim Jong Il, diakses pada tanggal 10 Agustus 2015, URL :
http://www.biography.com/people/kim-jong-il-201050
3
RR. Amelia Yustiningrum, 2012, Masalah Senjata Nuklir dan Masa Depan Perdamaian
Dunia, Jurnal Ilmiah LIPI 16 April 2012, LIPI, Jakarta, h.1.
4
Sekretariat Jenderal PBB, 2006, United Nations Resolution 1718 (2006), diakses pada
tanggal 8 Juli 2013, URL : http://www.mofa.go.jp/policy/un/resolution1718.pdf,20 November
2006.
3
sudah meratifikasi Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone
(SEANWFZ)5.
Selain
itu,
Indonesia
merupakan
negara
penandatangan
dari
Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT) 24 September 1996. Ada
beberapa peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah yang berhubungan
dengan pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai, misalnya tentang
Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (PP 63/2000);
Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir (PP 64/2000); Keselamatan Pengangkutan
Radioaktif (PP 26/2002) dan Pengelolaan Limbah Radioaktif (PP27/2002);
Perizinan Reaktor Nuklir (PP 43/2006) dan Keselamatan Radiasi Pengion dan
Keamanan Sumber Radiasi (PP 33/2007). Disini terlihat bahwa Indonesia
mendukung perlucutan atau pemusnahan senjata nuklir baik di lingkup
internasional maupun regional. Di sisi lain, Indonesia mengijinkan pemanfaatan
energi nuklir untuk tujuan damai.
Teknologi nuklir sesungguhnya sama saja seperti halnya penemuan
teknologi maju pada umumnya, energi nuklir juga memberikan pilihan pada
manusia akankah kita menggunakan penemuan ini untuk kebaikan atau
keburukan. Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy
Agency (IAEA), sebagai badan khusus PBB yang mengawasi sekaligus
mengembangkan penggunaan energi nuklir mempunyai tugas dan tantangan yang
5
Sedangkan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai
Indonesia telah meratifikasi sejumlah Konvensi yaitu Convention on the Physical Protection of
Nuclear Materials (Keppres 49/1986); Amendment of Article VI of the Statute of the IAEA
(Keppres 80/1993); Convention on Early Notification of a Nuclear Accident (Keppres 81/1993);
Convention on Assistance in the Case of a Nuclear Accident or Radiological Emergency (Keppres
82 tahun 1993) dan Convention on Nuclear Safety (Keppres 106/2001).
4
berat di abad ini. Dalam menjalankan peran dan fungsinya IAEA dilengkapi
dengan berbagai perangkat aturan yang merupakan kesepakatan global mengenai
pemanfaatan nuklir sebagai sumber energi untuk kesejahteraan seluruh komunitas
di dunia. Denuklirisasi tidak hanya diatur dalam ruang lingkup internasional
dibawah pengawasan IAEA, namun juga diatur dalam ruang lingkup regional.
Pembentukan wilayah-wilayah bebas nuklir (Nuclear-Weapon-Free Zone)
merupakan unsur yang mendukung pengontrolan penyebaran senjata pemusnah
masal (Weapon of Mass Destruction) dan juga merupakan langkah yang sangat
penting karena nantinya dapat mewujudkan bukan hanya sebuah kawasan saja
yang bebas nuklir tetapi seluruh belahan dunia bebas dari nuklir (NuclearWeapon-Free World). Beberapa negara telah meratifikasi perjanjian internasional
dibidang nuklir, seperti misalnya, Non-Proliferation Nuclear Treaty (Traktat
NPT), safeguard agreement dengan IAEA, dan Protokol Tambahannya. Inti dari
Konvensi tersebut adalah bahwa nuklir harus dimanfaatkan untuk tujuan damai.6
Pembentukan suatu kawasan bebas nuklir oleh negara-negara dijamin
dalam Pasal VII Traktat NPT. Dalam kawasan bebas senjata nuklir tersebut,
negara masih diperbolehkan untuk memanfaatkan energi nuklir secara eksklusif
hanya untuk tujuan-tujuan damai di bawah pengawasan IAEA. Sampai saat ini,
terdapat lima kawasan regional bebas nuklir. Kawasan bebas nuklir tersebut
terdapat dalam Perjanjian Tlatelolco (Amerika Latin dan Karibia), Perjanjian
6
Koesrianti, 2008, Peran Dan Fungsi Badan Energi Atom Internasional (Iaea):
Pemanfaatan Nuklir Untuk Tujuan Damai (Pembangunan PLTN Di Indonesia), Disampaikan
sebagai makalah pada acara sosialisasi “Pengenalan Ketentuan Internasional Ketenaganukliran”,
Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 11 April 2008, dengan beberapa perbaikan dan
tambahan. Untuk topik pengaturan HI tentang senjata nuklir oleh penulis yang sama dimuat dalam
Yuridika Vol. 23 Sep-Des 2008, h.1.
5
Rarotonga (Pasifik Selatan), Perjanjian Bebas Nuklir ASEAN atau SEANWFZ
(Asia Tenggara), Perjanjian Pelindaba (Afrika), dan Central Asia NWFZ (Asia
Tengah)
Dahulu pada saat era Perang Dingin berlangsung, pada masa-masa itu
mendorong negara penghasil nuklir seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet
memasok bahan-bahan maupun senjata nuklir dan membantu pembangunan
instalasi nuklir kepada negara-negara ketiga. Pemasokan bahan-bahan nuklir dari
negara-negara nuklir tersebut yang menyebabkan semakin meluas dan
meningkatnya Negara-negara yang mengembangkan teknologi nuklir. Namun
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologilah yang sebenarnya mendorong
negara-negara untuk memiliki dan membangun instalasi-instalasi nuklir untuk
meningkatkan prestige di mata dunia. Nuklir dalam perkembangannya tidak
hanya digunakan untuk kepentingan militer saja, seperti pembuatan senjata nuklir,
namun nuklir juga dapat digunakan untuk kepentingan sipil seperti pembangkit
listrik tenaga nuklir (PLTN), dan juga penelitian-penelitian tentang nuklir.
Pertanyaan bagi mereka yang benar-benar awam tentang apa itu nuklir
sehingga sangat menyeramkan, kiranya dapat penulis sampaikan melalui
pendekatan sejarah tentang penggunaan nuklir sebagai senjata. Senjata nuklir,
pada dasarnya merupakan masalah klasik dalam hubungan internasional. Sejak
dimunculkan secara terbuka pertama kali oleh Amerika Serikat dalam Perang
Dunia II dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki
bulan Agustus 1945, bom seberat 20 kiloton itu yang dimana setara dengan
kekuatan 20.000 ton TNT (Trinitrotoluene) yang diketahui memiliki energi
6
ledakan 2,8 mega joule per kilogram7, menghasilkan korban jiwa diatas 100.000
jiwa dan korban luka yang tidak terhitung jumlahnya8, senjata nuklir menjadi
momok yang menakutkan bagi komunitas internasional. Setiap pembahasan
mengenai kepemilikan, pengayaan, dan uji coba senjata nuklir selalu mengundang
kontroversi di tingkat internasional karena merupakan ancaman terhadap
perdamaian internasional. Masa depan komunitas internasional akan sangat
dipengaruhi oleh interaksi antara negara pemilik senjata nuklir, negara nonpemilik senjata nuklir, dan upaya internasional untuk melarang uji coba senjata
nuklir.9
Hingga saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur
tentang nuklir, misalnya: Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons,
Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty, Partial Test Ban Treaty, Treaty on the
Southeast Asia Nuclear Weapon Free-Zone. Lahirnya Traktat NPT maupun
Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) sebagai upaya pengurangan bahaya atau
potensi perang nuklir pasca perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, pada
awalnya diupayakan sebagai langkah politik Internasional untuk menekan negaranegara pemegang kekuatan nuklir dunia melucuti sendiri persenjataan nuklirnya.
Penulis melihat upaya ini menunjukan hasil di awal, namun ketika momentum
keluarnya Korea Utara dari Traktat NPT, maka penulis melihat adanya
peningkatan ketegangan dunia menyangkut penggunaan senjata nuklir, baik
7
Vytenis Babrauskas, 2003, Ignition Handbook. Issaquah, WA: Fire Science
Publishers/Society of Fire Protection Engineers. h. 453.
8
Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, Op.Cit, h. 97.
9
RR. Amelia, Op.Cit, h. 2.
7
sebagai alat untuk melancarkan hard-diplomacy maupun untuk menggunakannya
dalam sebuah konflik bersenjata. Permasalahan ini tentu tidak heran menimbulkan
pertanyaan apakah dibenarkan sebuah entitas pemangku hak dan kewajiban dalam
hukum internasional seperti negara menggunakan senjata nuklir. Lebih jauh lagi
pertanyaan mendasar, dalam keadaan bagaimana suatu negara diperkenankan
mengancam negara lain dengan menggunakan senjata nuklir dan bagaimana
bentuk sanksi hukum internasional yang bisa dikenakan ketika ada negara yang
menggunakan senjata nuklir sebagai ancaman.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun rumusan
masalah yang dapat dirumuskan adalah:
1) Apakah sebuah negara diperbolehkan menggunakan atau melakukan
ancaman dengan senjata nuklir dalam perspektif hukum internasional?
2) Bagaimanakah bentuk sanksi hukum internasional yang dapat dikenakan
terhadap suatu negara yang menjadikan senjata nuklir sebagai ancaman
kepada negara lain?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu melebar, skripsi ini dibatasi
ruang lingkupnya, sebagai berikut :
1. Berkaitan dengan apakah suatu negara diperbolehkan mengancam
dengan senjata nuklir akan dikaji dengan mengunakan sejumlah
8
perjanjian internasional yang relevan, kebiasaan internasional,
Advisory Opinion of 8 July 1996 tentang Legality of the Threat or Use
of Nuclear Weapons dan doktrin yang relevan.
2. Berkaitan dengan apa bentuk sanksi hukum internasional yang dapat
dikenakan terhadap suatu negara yang menggunakan senjata nuklir
sebagai ancaman kepada negara lain akan dikaji menggunakan
perjanjian internasional yang relevan, kebiasaan internasional dan
doktrin yang relevan
1.4. Tujuan Penelitian
Setiap pembahasan pasti memilki tujuan tertentu karena dengan adanya
tujuan yang jelas maka akan memberikan petunjuk yang jelas, sehingga
ditemukanlah kepastian untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan dari pembahasan
ini adalah :
1.4.1. Tujuan Umum
Adapun yang menjadi tujuan umum dari penulisan skripsi ini antara lain
sebagai berikut:
1. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya bidang penelitian
2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum
3. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas hukum
Universitas Udayana
4. Untuk melatih diri dalam menuangkan ide-ide ke dalam bentuk karya
ilmiah
9
5. Untuk mengembangkan pribadi mahasiswa ke dalam
kehidupan
masyarakat
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apakah suatu negara diperbolehkan menggunakan atau
mengancam negara lain dengan memakai senjata nuklir.
2. Untuk mengetahui sanksi hukum internasional dalam bentuk apa yang
dapat diterapkan kepada suatu negara yang menggunakan senjata nuklir
sebagai ancaman kepada negara lain.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran dan pemahaman tentang sejauh mana hukum internasional bisa
mengatur tentang penggunaan dan pengancaman dengan senjata nuklir. Di
samping itu, dapat juga memberi pengetahuan mengenai bentuk sanksi yang
bisa diterapkan kepada negara yang melakukan ancaman dengan senjata
nuklir. Serta diharapkannya karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan
referensi bagi penelitian sejenis dan dapat memberikan manfaat yang positif
dan berguna dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum
internasional terkait masalah senjata nuklir yang merupakan isu aktual dunia
saat ini.
10
1.5.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman baik bagi aktivis
maupun organisasi kemasyarakatan dalam menanggapi isu perkembangan
senjata nuklir dan diharapkan bisa menjadi referensi bagi pihak pemerintah,
BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), BAPETEN (Badan Pengawas
Tenaga Nuklir) maupun militer yang memiliki andil dalam pengambilan
keputusan mengenai pengembangan, produksi dan pengawasan teknologi
nuklir. Bagi mahasiswa sendiri, diharapkan penelitian ini dapat membuka
pemikiran dan wawasan mengenai senjata nuklir sehingga memiliki
kepedulian terhadap perkembangan dan keputusan pemerintah terhadap
senjata nuklir.
1.6. Landasan Teoritis
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindetifikasi permasalahan
penelitian meliputi teori hukum umum atau khusus, konsep-konsep hukum, azasazas hukum, dan lain-lain yang akan dipakai landasan untuk membahas
permasalahan penelitian.
1.6.1. Ius ad Bellum
Dalam hukum internasional, ada dua cara dalam memandang
perang, yaitu alasan berperang dan cara berperang. Secara teori, mungkin saja
melanggar semua aturan ketika bertempur dalam sebuah perang yang
dibenarkan (just war) atau berperang dalam sebuah perang yang tidak
11
dibenarkan (unjust war) dengan tetap memegang teguh hukum konflik
bersenjata.10
Ius ad Bellum adalah sebutan yang diberikan pada cabang hukum
yang menentukan alasan-alasan yang sah bagi sebuah negara untuk berperang
dan memfokuskan pada kriteria tertentu yang membuat sebuah perang itu
dibenarkan.11 Oleh karena perang pada hakekatnya adalah hal yang jahat,
maka perlu adanya upaya-upaya moral untuk membatasi kemungkinan
meluasnya aksi kejahatan yang cenderung muncul saat perang terjadi.
Pandangan war is necessary evil inilah yang mendasari doktrin Ius ad
Bellum. Hal penting yang perlu ditekankan di sini adalah perang bukanlah
sesuatu yang dikehendaki. Oleh karenanya, perang harus dijadikan alternatif
terakhir (last resort) yang terpaksa dipilih jika eksplorasi terhadap alternatifalternatif solusi lainnya gagal.
1.6.2. The Use of Force
Pada dasarnya, penggunaan kekuatan bersenjata (use of force)
dilarang oleh Piagam PBB, hal ini bisa dilihat pada Pasal 2 (4) Piagam PBB
bahwa ada larangan secara tegas untuk tidak mengunakan atau melakukan
ancaman penggunaan kekerasan dimana hal tersebut melanggar integritas
teritorial atau kebebasan politik dari suatu negara, atau menggunakan caracara lain yang bertentangan dengan tujuan PBB. Pelarangan penggunaan
kekuatan bersenjata sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 (4) dapat
10
Lihat crimesofwar.org, Jus ad Bellum / Jus in Bello, diakses pada tanggal 18 Februari
2014, URL : http://www.crimesofwar.org/a-z-guide/jus-ad-bellum-jus-in-bello/
11
ibid.
12
diartikan bahwa penggunaan kekerasan dalam skala besar seperti dalam
perang ataupun dalam skala kecil, tetaplah bertentangan dengan ketentuan
yang terdapat di pasal ini. Namun dalam Pasal 2 (4) ini tidak
melarang penggunaan tekanan politik atau ekonomi kepada negara lain
melalui sanksi-sanksi diplomatik ataupun ekonomi. Penggunaan kekuatan
bersenjata diizinkan apabila suatu negara sedang melakukan tindakan self
defence dari serangan bersenjata negara lain, hal ini tercantum dalam Pasal
51 Piagam PBB.
1.7. Metode Penelitian
Metode
penelitian adalah
cara-cara
berpikir dan
berbuat,
yang
dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dan guna mencapai
tujuan.12 Maka dalam skripsi ini metode penelitian tersebut dijabarkan dan
dijelaskan kedalam :
1.7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum
normatif. Penelitian Hukum Normatif merupakan metode atau cara yang
dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka yang ada13.
12
Hilman Adikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 58.
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
13
Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian hukum yang
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma
yang dimaksud adalah mengenai azas-azas, norma, kaidah dari peraturan
perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)14.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian
hukum normatif
adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip
hukum, maupun doktrin – doktrin hukum untuk menjawab permasalahan
hukum yang dihadapi15. Metode ini merupakan studi dokumen yang
ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan hukum lain. Dengan
salah satu cirinya menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
1.7.2. Jenis Pendekatan
Penelitian Hukum Normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis
pendekatan yakni :
(1) Pendekatan Kasus (The Cases Approach)
(2) Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)
(3) Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
(4) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)
(5) Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach)
(6) Pendekatan Sejarah (Historical Approach)
14
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34.
15
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 35.
14
(7) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)16
Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan pendekatan kasus,
pendekatan undang-undang, dan pendekatan sejarah. Pendekatan kasus yang
dimaksud di dalam tulisan ini adalah kasus-kasus yang berhubungan dengan
senjata nuklir. Pendekatan perundang-undangan yang dimaksud di dalam
tulisan ini adalah konvensi-konvensi yang juga berlaku sebagai undangundang bagi negara yang menyepakatinya. Sedangkan pendekatan sejarah
yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sejarah tentang nuklir dan peraturanperaturan yang mengatur tentangnya.
1.7.3. Sumber Bahan Hukum
Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif maka
sumber datanya adalah berupa bahan-bahan hukum yang terdiri atas:
1. Bahan Hukum Primer, yaitu sumber bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya mempunyai otoritas.17 Bahan hukum primer
dalam karya tulis ini terdiri atas asas dan kaidah hukum yang
diwujudkan dalam :
a) UN Charter
b) Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons
c) Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty
d) IAEA Statute
16
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar, h.xix
17
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, h.96
15
e) Advisory Opinion of 8 July 1996 tentang Legality of the Threat or
Use of Nuclear Weapons
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu sumber hukum yang bersifat pelengkap
bagi bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam karya tulis ini
terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum,
dan materi muatan internet yang berkaitan dengan rumusan masalah.
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu sumber yang berupa sumber non-hukum
yang menjelaskan bahan hukum primer maupun sekunder. Bahan
hukum tersier dalam karya tulis ini terdiri atas Kamus Hukum, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Ensiklopedia dan
buku-buku pelajaran yang bersifat non-hukum.
1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam karya tulis ini teknik pengumpulan bahan hukum yang
digunakan adalah teknik studi dokumen, yaitu mengutip secara langsung dari
literatur-literatur
dan
perundang-undangan
atau
konvensi-konvensi
internasional disertai dengan merumuskan inti sari dari bahan-bahan pustaka
terkait.
16
1.7.5. Teknik Analisis
Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan
hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu
dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa
adanya.18 Bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul selanjutnya
diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi dan
selanjutnya diajukan argumentasi.
Argumentasi dilakukan oleh penulis untuk memberikan preskripsi
atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogianya menurut
hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari preskripsi
yang telah dilakukan penulis, nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis
agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan
hukum yang lain.19
18
19
Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta, h.93
ibid
Download