Badan Tenaga Nuklir Nasional JAKARTA Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional Nomor : GUNTINGAN BERITA HHK 2.1/HM 01/05/2017 Hari, tanggal Jumat, 28 April 2017 Sumber Berita http://www.beritasatu.co m/kesehatan/427729radioisotop-danradiofarmaka-batanmampu-diagnosis-danterapi-kanker.html Hal. - Kol. - Radioisotop dan Radiofarmaka Batan Mampu Diagnosis dan Terapi Kanker Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto (Suara Pembaruan/ Ari Supriyanti Rikin) Jakarta, Mei 2017 Bagian Humas, Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama Copy dikirim kepada Yth.: 1. Deputi Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir 2. Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir 3. Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir 4. 5. Sekretariat Utama BGAC-melalui PAIR Tangsel - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) telah mampu memproduksi radioisotop dan radiofarmaka di bidang kesehatan. Radioisotop dan radiofarmaka berguna untuk mendiagnosis penyakit degeneratif dengan akurat seperti kanker, jantung dan ginjal. Radiofarmaka bisa juga untuk terapi kanker. Ketersediaan produk radiofarmaka dapat menjadi alternatif atau bahkan menjadi pilihan terbaik untuk kebutuhan diagnosa dan pengobatan beberapa jenis penyakit yang saat ini masih belum memuaskan dengan produk farmasi biasa. Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Batan merupakan satu-satunya lembaga pemerintah di Indonesia yang diberi kewenangan untuk mengembangkan produk-produk radiofarmaka dengan menggandeng sejumlah perusahaan farmasi. PTRR Batan pun telah mengantongi sertifikasi cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, pemanfaatan teknologi nuklir di bidang kesehatan tidak ada resistensi. Namun tidak banyak rumah sakit yang menggunakannya. Padahal dari 250 juta penduduk Indonesia yang sakit bisa ditolong dengan teknologi ini. "Hanya sekitar 12 rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir. Tapi yang aktif dan non aktif. Ini ironi. Padahal hal ini bisa segera bermanfaat," kata Djarot di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (28/4). Djarot menambahkan, produk radiofarmaka impor tentu lebih mahal dua kali lipat dibanding buatan dalam negeri. Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir Batan Hendig Winarno mengungkapkan, pemanfaatan radiofarmaka di rumah sakit juga terkendala fasilitas kedokteran nuklir yang belum memadai. Selain itu jumlah sumber daya manusia (dokter) di bidang kedokteran dan onkologi nuklir juga minim. "Dari radiofarmaka yang diproduksi juga sudah ada yang diekspor. Pusat ini juga menjadi Pusat Unggulan Iptek di bidang radioisotop dan radiofarmaka," ucapnya. Kepala Bidang Teknologi Produksi Radiofarmaka Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka Batan Rohadi Awaludin mengungkapkan, saat ini sudah ada 5 kit produk yang dihasilkan. Radiofarmaka ini mampu mendiagnosa fungsi organ. Keakuratan hasilnya penting bagi dokter untuk melakukan tindakan selanjutnya. Sejak tahun 2008, Batan mulai mengembangkan radiofarmaka dan setelah melalui fase persiapan izin edar, di tahun 2014 diberikan izin edar tersebut. "Kita mendorong agar fasilitas kedokteran nuklir diperkuat," ucapnya. Saat ini sejumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas kedokteran nuklir antara lain Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit MRCCC, Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dan Rumah Sakit Karyadi, Semarang. Ia menambahkan, di sejumlah negara seperti Korea Selatan misalnya memiliki fasilitas kedokteran nuklir yang kuat. Potensi pasar produk-produk radiofarmaka secara global bernilai US$ 5 miliar. Pasar produk ini diprediksi akan bertumbuh sekitar 9 persen dalam lima tahun ke depan. Rohadi menjelaskan, lima produk yang telah dihasilkan atan antara lain Kit MIBI yang berfungsi mendiagnosis fungsi jantung. Hasil pencitraan menggunakan MIBI memberikan informasi akurat kondisi jantung pasien. Kemudian Kit MDP untuk diagnosis tulang dan sebaran tumor pada tulang serta penentuan stadium penyakit kanker. DTPA untuk diagnosis fungsi ginjal dan menentukan langkah penanganan penyakit selanjutnya. Selain itu Radiofarmaka senyawa bertanda 153 Sm-EDTMP digunakan untuk terapi paliatif penderita kanker yang sudah metastatis. "Penggunaannya dapat mengurangi rasa nyeri akibat kanker di tulang hingga satu bulan," kata Rohadi. Selanjutnya Radiofarmaka senyawa bertanda 131 I-MBG untuk diagnosis dan terapi pada kanker neuroblastama (sistem saraf anak-anak). PTRR juga sedang mengembangkan radiofarmaka untuk mengatasi keloid. Namun saat ini masih diujicobakan di RS Hasan Sadikin Bandung. Ari Supriyanti Rikin/FMB Suara Pembaruan