ANALISIS KETERSEDIAAN IKAN RUCAH (TRASH FISH) SEBAGAI PAKAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL IHWAN NPM : 1210018112005 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA 2015 ANALISIS KETERSEDIAAN IKAN RUCAH (TRASH FISH) SEBAGAI PAKAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL Oleh : IHWAN NPM : 1210018112005 Menyetujui, Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Dr. Ir. Usman Bulanin, M.S. Ir. Arlius, M.S., Ph.D. ANALISIS KETERSEDIAAN IKAN RUCAH (TRASH FISH) SEBAGAI PAKAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN Ihwan1, Usman Bulanin2, Arlius2 1) Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta 2) Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta Email: [email protected] ABSTRAK Salah satu faktor teknis yang menetukan keberhasilan budidaya KJA adalah ketersediaan pakan, dalam hal ini ikan rucah. Dengan ketersediaan ikan rucah dalam jumlah tertentu, dapat diketahui jumlah KJA optimum yang dapat beroperasi pada suatu perairan. Tercatat pemanfaatan lahan KJA di Kawasan Mandeh tahun 2009 adalah 425 Ha kemudian meningkat di tahun 2010 seluas 603,7 Ha dengan jumlah KJA sebanyak 110 unit (BPSPL, 2010). Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat ketersediaan ikan rucah sebagai pakan pada usaha pembesaran ikan kerapu di KJA Kawasan Mandeh dan jumlah optimum unit KJA yang direkomendasikan dalam rangka pengembangan budidaya KJA di Kawasan Mandeh secara berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Mandeh, Desa Carocok Tarusan, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan. Dari hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan, diketahui kondisi biofisik meliputi; dasar perairan lumpur-pasirkarang; kecepatan arus 0,06 - 0,32 m/detik, suhu 29,0 - 31,4 oC, pH 7,2 - 8,1, salinitas 25 32 o/oo, oksigen terlarut 7,0 - 8,5 ppm. Pemanfaatan lahan budidaya untuk KJA di kecamatan Koto XI Tarusan masih bisa dioptimalkan. Berdasarkan analisis ketersediaan ikan rucah, diketahui dari rata-rata 102.099 kg ikan yang didaratkan setiap bulannya hanya 33,33% (43.958 kg) yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan rucah. Dengan demikian estimasi ketersediaan ikan rucah selama 1 siklus budidaya (18 bulan) adalah 791.236 kg. Jumlah ini mampu mencukupi kebutuhan KJA sebanyak 243 unit. Berdasarkan carrying capacity lahan, jumlah KJA hasil kajian yang dapat dioptimalkan sebanyak 134 unit atau setara dengan 0,69 Ha. Kata kunci: Ikan rucah, Keramba Jaring Apung, Kawasan Mandeh THE ANALYZE OF TRASH FISH AVAILABILITY AS GROUPER (Cromileptes altivelis) FEED IN ORDER TO DEVELOP FLOATING NET CAGES AQUACULTURE AT MANDEH PESISIR SELATAN DISTRICT Ihwan1, Usman Bulanin2, Arlius2 1) 2) Student of Coastal Management and Marine Aquatic Resources, Postgraduate of Bung Hatta University Lecture of Coastal Management and Marine Aquatic Resources, Postgraduate of Bung Hatta University Email: [email protected] ABSTRACT One of technical factor that determines the success of floating net cage aquacuture (KJA) is the availability of feed, in this cases is trash fish. With the availability of trash fish in a certain amount, the number of optimum KJA that will operate can be known. In 2009, utilization of floating net cage is 425 Ha, then increase 603,7 Ha in 2010 with 110 units floating net cage (BPSPL, 2010). From this research, it is expected to be known that the availability of trash fish as feed in Mandeh grouper KJA and optimum number of KJA that could be recomended in order to develop sustainable floating net cage aquaculture. This research carried at Mandeh, Carocok Tarusan, Koto XI Tarusan sub-district, Pesisir Selatan district. From the results of measurements and observations, it is known biophysical conditions such as; mud-sand-coral bottom sea; current speed water 0,06 - 0,32 m/sec, temperature 29,0 - 31,4 oC, pH 7,2 - 8,1, salinity 25 - 32 o/oo, dissolved oxygen 7,0 - 8,5 ppm.The Utilization of marine culture area for floating net cages at Koto XI Tarusan could be optimized. According to the trash fish availability analyze, it is known that only 33,33% (43.958 kg) of 102.099 kg of fish that catched every month could be use as trash fish feed. Avalability estimate of trash fish in 1 culture cycle (18 months) is 791.236 kg. This amount may suffice 243 units of KJA. According to carrying capacity analyze, number of KJA that could be optimized is 134 units or equals to 0,69 Ha. Keyword: trash fish, floating net cage, Mandeh I. PENDAHULUAN Permintaan pasar akan ikan kerapu sangat tinggi seperti yang disebutkan Wardhana (2008), bahwa Hongkong mengimpor ikan kerapu hidup dalam jumlah yang besar dari mancanegara, seperti Australia, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Impor ikan kerapu mancanegara sebesar 30.000 ton dan Indonesia baru memasok ratarata 267,19 ton per tahun. Menurut Silva dan Phillips (2007), lebih dari 20 tahun budidaya laut dengan sistem KJA sudah diterapkan di beberapa negara, di antaranya; Indonesia, Taiwan dan Vietnam. Hal ini membuktikan, bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan sudah lama berusaha dalam bidang budidaya laut dan budidaya sistem keramba jaring apung. Seiring ketersediaan sumberdaya ikan kerapu di alam yang semakin berkurang, tingginya permintaan pasar dan ditunjang oleh pengetahuan tentang teknik budidaya yang semakin berkembang, masyarakat maupun perusahaan pembudidaya mulai mengembangkan sistem budidaya dengan metode Keramba Jaring Apung (KJA). Di Kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, mulai berkembang usaha budidaya kerapu dengan sistem keramba jaring apung. Hal ini disebabkan karena kondisi topografi yang berada di daerah teluk sehingga terlindung dari gelombang dan arus laut. Perkembangan budidaya KJA akan terus meningkat, mengingat semakin tingginya permintaan konsumen terhadap ikan kerapu. Permintaan ini tidak saja untuk kebutuhan domestik tetapi juga untuk ekspor. Peningkatan jumlah KJA tentu berpengaruh terhadap kebutuhan pakan, terutama pakan dari ikan rucah. Oleh karena, itu perlu dikaji ketersediaan ikan rucah sebagai pakan dalam budidaya ikan kerapu dan optimalisasi jumlah KJA berdasarkan ketersediaan pakan tersebut. II. TINJAUAN PUSTAKA Data menyebutkan bahwa potensi lahan budidaya laut (marine culture) di Indonesia adalah 12.545.072 Ha, sedangkan yang baru termanfaatkan adalah 117.649,30 Ha (KKP, 2011). Oleh karena itu masih memungkinkan dilakukan pengembangan usaha KJA di beberapa wilayah di Indonesia. Khusus wilayah Sumatera Barat, tercatat luas wilayah yang potensi untuk marine culture adalah 323.524 Ha sedangkan yang baru termanfaatkan hanya 15,95 Ha (KKP, 2011). Ini merupakan angka yang relatif sangat kecil sehingga perlu ada upaya untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Dalam upaya optimalisasi potensi budidaya KJA, faktor ketersediaan pakan perlu dipertimbangkan. Salah satu pakan yang dapat digunakan adalah ikan rucah. Meskipun tidak bernilai ekonomis tinggi, ikan rucah (trash fish) sangat cocok dijadikan pakan ikan kerapu karena kaya akan gizi seperti yang disebutkan Renhoran et al. (2011) bahwa, ikan rucah (trash fish) merupakan ikan hasil tangkapan sampingan yang tinggi akan kalsium, protein, vitamin, zat besi dan mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein ikan rucah berkisar antara 51,13-70,05 % (Fauzi et al., 2008), sedangkan menurut Marzuqi et al. (2012) beberapa spesies ikan kerapu membutuhkan protein 47,8-60,0%. Dengan demikian kandungan protein ikan rucah mampu mencukupi kerapu. kebutuhan protein bagi ikan Giri et al. (1999) juga menambahkan, bahwa untuk tumbuh baik, benih ikan kerapu bebek membutuhkan pakan dengan kandungan protein 54,2% dan lemak 9-12%. Ukuran ikan juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi makanan per hari. Menurut Handajani dan Widodo (2010), ikan kerapu yang berbobot 250 gram, pada suhu antara 19-28oC membutuhkan makanan 1,75,8% dari berat tubuh/hari, tapi ikan yang berbobot 600 gram hanya membutuhkan makanan antara 1,3-3% saja. Jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan erat kaitannya dengan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan WWF (2011) bahwa setiap 1 kg berat ikan kerapu memerlukan 10-15 kg pakan segar sedangkan untuk pakan buatan diperlukan sebanyak 4-6 kg untuk menaikkan 1 kg berat ikan. Di sisi lain, Sepwinta (2011) menyebutkan FCR ikan kerapu macan 12,2. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa untuk menghasilkan 1 ekor ikan kerapu dengan bobot 250 gram dibutuhkan pakan ikan rucah selama pemeliharaan sebanyak 2,5-3,75 kg. Jenis ikan rucah yang dapat dijadikan pakan sangat variatif. Menurut Fauzi et al. (2008) Jenis dari ikan yang banyak digunakan sebagai pakan rucah adalah: (1) Sulphur goatfish (Upeneus sulphureus) atau dengan nama lokal kuniran, (2) Pugnose ponyfish (Secutor insidiator) dengan nama lokal petek dan (3) Goldstipe sardinella (Sardinella gibosa). III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Mandeh, Desa Carocok Tarusan, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan ini terletak di 0o, 59’ LS – 1o, 17’ LS dan 100o, 19’ BT–100o,34’BT. Data yang dikumpulkan antara lain; 1. Jenis dan jumlah ikan rucah yang tertangkap dan didaratkan di PPP Carocok Tarusan. 2. Jumlah kebutuhan ikan rucah per siklus unit KJA di Kawasan Mandeh. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik sederhana untuk mengetahui rata-rata ketersediaan ikan rucah per hari, dengan rumus rata-rata (mean) berikut ini; Sumber : Bengen (2003) dimana adalah rata-rata (nilai tengah) aritmetik, adalah nilai pengamatan (jumlah hasil tangkapan atau jumlah ikan yang didaratkan) ke-i dan n adalah banyaknya pengamatan. Dari hasil yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan menghitung kebutuhan ikan rucah per siklus. Dalam menganalisis optimalisasi KJA, dibutuhkan data kesesuaian dan carrying capacity lahan yang diperoleh data penelitian Hendrawan (2011). Data tersebut dianalisis secara deskriptif untuk membandingkan antara jumlah KJA yang dapat beroperasi berdasarkan ketersediaan ikan rucah dengan jumlah KJA yang dapat beroperasi berdasarkan kesesuaian dan carrying capacity lahan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengamatan dan pengukuran parameter kualitas air, diketahui kondisi biofisik sebagai berikut; dasar perairan lumpur-pasir-karang; kecepatan arus 0,06 0,32 m/detik, suhu 29,0 - 31,4 oC, pH 7,2 8,1, salinitas 25 - 32 o/oo, oksigen terlarut 7,0 8,5 ppm. Dari hasil tersebut, secara umum disimpulkan bahwa daerah tersebut layak dijadikan lokasi budidaya KJA. 4.1. Analisis Ketersediaan Ikan Rucah Keragaman jenis ikan yang tertangkap di perairan Teluk Mandeh menunjukkan bahwa di daerah tersebut kondisi perairannya masih cukup bagus. Ikan yang tertangkap oleh nelayan menggunakan beberapa jenis alat tangkap, di antaranya; kapal bagan, kapal tonda, perahu motor payang dan gill net (UPTD PPP Carocok, 2014). Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut; Tabel 1. Jenis-Jenis Ikan yang Tertangkap No 1 2 3 4 5 6 7 Nama Lokal Teri Maco Siridiang Sembilang karang Cumi-Cumi Marang Tamban 8 9 Gambolo 10 11 Kerong-kerong Jenis ikan lain Pinang-pinang Nama Indonesia Teri Peperek Seriding Sembilang karang Cumi-cumi Beronang Tembang Nama Latin Stolephorus sp Leiognathus equulus Ambassis dussumieri Plotosus lineatus Loligo pealii Siganus sp Sardinella gibbosa Rastrelliger sp Upeneus sulphureus Terpon jarbua - Kembung Kuniran Terapon - Tabel 2. Klasifikasi Pemanfaatan Ikan Hasil Tangkapan No 1 2 3 4 Jenis Ikan Teri (Stolephorus sp) Peperek (Leiognathus equulus) Seriding (Ambassis dussumieri) Sembilang karang (Plotosus lineatus) Dikonsumsi Masyarakat Dijadikan Pakan Ikan Jenis Ikan 5 Cumi-Cumi (Loligo pealii) Beronang (Siganus sp) Tembang (Sardinella gibbosa) Kembung (Rastrelliger sp) Kuniran (Upeneus sulphureus) Terapon (Terpon jarbua) Jenis ikan lain 6 7 8 9 10 11 Dijadikan Pakan Ikan Dari Tabel 2 terlihat bahwa, dari sejumlah ikan yang tertangkap, tidak semuanya dikonsumsi masyarakat, melainkan dijadikan pakan ikan karena tidak bernilai ekonomis dan ukurannya terlalu kecil. Dari Tabel 2 juga diketahui ada 6 jenis ikan yang dapat dimanfaatkan utuh sebagai pakan ikan rucah. Sedangkan 5 jenis ikan lainnya (teri, peperek, cumi-cumi, tembang dan kembung) diasumsikan hanya 1/3 dari jumlah tangkapan yang dapat digunakan sebagai pakan, karena 2/3 bagian lagi dikonsumsi oleh masyarakat. Hasil wawancara menunjukkan bahwa jenis ikan tersebut selain diminati masyarakat untuk dikonsumsi, juga dapat digunakan sebagai pakan ikan rucah. Berdasarkan data hasil tangkapan dan klasifikasi jenis ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan rucah, diketahui jumlah dan jenisnya seperti tersebut pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil Tangkapan yang Dijadikan Pakan Rucah No 1 2 3 4 5 Dikonsumsi Masyarakat No 6 7 8 Jenis Ikan Teri (Stolephorus sp)* Peperek (Leiognathus equulus)* Seriding (Ambassis dussumieri) Sembilang karang (Plotosus lineatus) Cumi-cumi (Loligo pealii)* Beronang (Siganus Sp) Tembang (Sardinella gibbosa)* Kembung (Rastrelliger) Jumlah Hasil Tangkapan (kg) Sep Okt Nov Jumlah 18.407 18.320 15.865 52.591 3.634 4.817 3.185 11.635 540 516 444 1.500 34 - - 34 1.464 2.391 1.847 5.703 548 1.812 - 2.360 2.391 - 1.802 4.193 3.397 4.887 4.805 13.090 No Jenis Ikan Jumlah Hasil Tangkapan (kg) Sep Okt Nov Jumlah 9 Kuniran (Upeneus sulphureus) 24 4 28 10 Terapon (Terpon jarbua) 68 68 11 Jenis ikan lain 12.298 18.462 9.910 40.670 Jumlah 131.873 Rata-rata per 43.958 bulan *asumsi hanya 1/3 dari jumlah tangkapan yang dijadikan pakan Hasil analisis terhadap hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPP Carocok ternyata hanya sebesar 43.958 kg yang dapat dijadikan pakan ikan rucah. Dari data hasil tangkapan, selanjutnya dapat diketahui kebutuhan ikan rucah per siklus unit KJA. KJA yang digunakan dalam penelitian ini memiliki luas 25 m2/unit dengan ukuran masing masing jaring 3x3x3m. Ukuran KJA ini sesuai standar seperti yang disebutkan Akbar et al. (2013) dan Kordi (2005), bahwa satu unit KJA terdiri dari 4 buah jaring dengan ukuran masingmasing 3x3x3m. Dengan demikian kebutuhan pakan ikan rucah selama masa pemeliharaan 1 (satu) unit KJA adalah 3.250 kg. Jika ratarata hasil tangkapan ikan rucah/bulan 43.958 kg, maka estimasi tonase hasil tangkapan selama 18 bulan adalah 791.236 kg. Dari hasil tersebut diketahui jumlah KJA yang dapat beroperasi dengan hanya menggunakan pakan ikan rucah yaitu 243 unit. 4.2. Analisis Optimalisasi KJA Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas, bahwa jumlah KJA yang dapat beroperasi yaitu 243 unit, maka dengan asumsi bahwa luas 1 (unit) KJA adalah 52 m2 dapat diketahui total luas wilayah yang akan terpakai sebagai berikut : Total luas wilayah KJA = Jumlah KJA x luas per KJA = 243 unit x 52 m2 = 12.636 m2 Jadi luas perairan yang akan terpakai untuk budidaya KJA dengan asumsi suplai pakan berasal dari ikan rucah adalah 12.636 m2 (1,26 Ha). Dibandingkan dengan data pendugaan daya dukung lahan oleh Hendrawan (2011), diketahui ada 5 lokasi yang cocok untuk budidaya keramba jaring apung (KJA), antara lain berada di Kenagarian Sungai Pinang, Kenagarian Ampang Pulai dan Kenagarian Mandeh dengan jumlah KJA sebanyak 373 unit. Dengan demikian, KJA yang dapat dioptimalkan sejumlah : 373–243 = 134 unit atau setara dengan 6.968 m2 (0,69 Ha). Hal ini berarti, hanya 64,44% dari total luas perairan layak berdasarkan kesesuaian dan daya dukung lahan yang terpakai untuk budidaya KJA dengan menggunakan pakan berasal dari ikan rucah. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari peneilitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut ; 1. Rata-rata ketersediaan ikan rucah di Kawasan Mandeh dalam setiap bulan adalah 43.958 kg, sehingga estimasi total tangkapan selama 18 bulan (1 siklus budidaya) adalah 791.236 kg. Dengan demikian ikan rucah tersebut mampu mencukupi kebutuhan KJA sebanyak 243 unit. 2. Berdasarkan carrying capacity, jumlah KJA hasil kajian yang dapat dioptimalkan sebanyak 134 unit atau setara dengan 0,69 Ha. 5.2. Saran Dalam upaya optimalisasi KJA di Kawasan Mandeh, perlu disarankan sebagai berikut; 1. Mengkaji lebih lanjut jumlah ikan rucah yang didaratkan di pelabuhan laut lainnya yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan sebagai pendukung ketersediaan pakan. 2. Mengingat masa penelitian hanya 3 (tiga) bulan, maka perlu dilakukan pendataan hasil tangkapan selama 12 bulan oleh instansi terkait di Kabupaten Pesisir Selatan untuk mengetahui tingkat ketersediaan ikan rucah yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Akbar, S., Marsoedi, Soemarno dan E. Kusnendar. 2013. Pertumbuhan Benih Kerapu Macan Pada Fase Pendederan dengan Kepadatan Berbeda di Keramba Jaring Apung (KJA). Jurnal Teknologi Pangan. Vol 5. No 1. Halaman 41-48 Bengen, D.G. 2003. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisa Data Biofisik Sumberdaya Pesisir dan Laut. Penerbit: PKSPL-IPB. Bogor Fauzi, I.A., I.Mokoginta dan D.Yaniharto. 2008. Pemeliharaan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Diberi Pakan Pelet dan Ikan Rucah di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akukultur Indonesia, 7 (1): 65-70. Giri, N.A., K. Suwirya, dan M. Marzuqi. 1999. Kebutuhan Protein, Lemak dan Vitamin C untuk Juvenil Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian Perikanan, 5: 38-46 Handajani, H. dan W. Widodo. 2010. Nutrisi Ikan. UMM Press. Malang. Hal 2-3. Hendrawan, R. 2011. Potensi Budidaya Laut di Kawasan Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat. Tesis. Program Sutdi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan (PSP2K). Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta. Padang. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2011. Pusdatin KKP. Jakarta Kordi, KMGH. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 233 halaman. Marzuqi, M., N.W.W. Astuti, K. Suwirya. 2012. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Pemberian Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephellus fuscoguttatus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Volume 4, No.1. Halaman 55-65. Renhoran, M., A. Saraswati, Y. Aktinidia, F. Syukron dan R.K. Rukmana. 2011. Utilization of Trash Fish Solid Waste as Peptone for Additional Material for Potential Bacteria’s Growth Medium. International Conference on Chemical, Biological and Environmnet Sciences (ICCEBS’2011). Bangkok. Halaman 334-336. Sepwinta, L. 2011. Analisis Keragaan Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dalam Sistem Keramba Jaring Apung di Kawasan Sea Farming Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Silva, D.S.S. dan M.J.Phillips. 2007. A Review of Cage Aquaculture Asia (Excluding China). In M.Halwart, D.Soto and J.R. Arthur (eds). Cage AquacultureRegional Review and Global Overview, pp.18-48. FAO Fisheries Technical Paper No.498. Rome, FAO. 241 pp UPTD PPP Carocok Tarusan. 2014. Laporan Tahunan UPTD Pelabuhan Perikanan Pantai Carocok Tarusan Tahun 2013. Carocok Tarusan. WWF. 2011. Budidaya Ikan Kerapu Sistem Keramba Jaring Apung & Tancap. WWF-Indonesia. Versi 1 Oktober 2011. Jakarta. Wardhana, F. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor