SEBAGAI PAKAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)

advertisement
ANALISIS KETERSEDIAAN IKAN RUCAH (TRASH FISH)
SEBAGAI PAKAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)
DALAM RANGKA PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG
DI KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN
JURNAL
IHWAN
NPM : 1210018112005
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2015
ANALISIS KETERSEDIAAN IKAN RUCAH (TRASH FISH)
SEBAGAI PAKAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis)
DALAM RANGKA PENGEMBANGAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG
DI KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN
JURNAL
Oleh :
IHWAN
NPM : 1210018112005
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Dr. Ir. Usman Bulanin, M.S.
Ir. Arlius, M.S., Ph.D.
ANALISIS KETERSEDIAAN IKAN RUCAH (TRASH FISH) SEBAGAI PAKAN IKAN
KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DALAM RANGKA PENGEMBANGAN
BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI KAWASAN MANDEH
KABUPATEN PESISIR SELATAN
Ihwan1, Usman Bulanin2, Arlius2
1)
Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan, Program Pascasarjana,
Universitas Bung Hatta
2)
Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan, Program Pascasarjana,
Universitas Bung Hatta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Salah satu faktor teknis yang menetukan keberhasilan budidaya KJA adalah
ketersediaan pakan, dalam hal ini ikan rucah. Dengan ketersediaan ikan rucah dalam jumlah
tertentu, dapat diketahui jumlah KJA optimum yang dapat beroperasi pada suatu perairan.
Tercatat pemanfaatan lahan KJA di Kawasan Mandeh tahun 2009 adalah 425 Ha kemudian
meningkat di tahun 2010 seluas 603,7 Ha dengan jumlah KJA sebanyak 110 unit (BPSPL,
2010). Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui tingkat ketersediaan ikan rucah sebagai
pakan pada usaha pembesaran ikan kerapu di KJA Kawasan Mandeh dan jumlah optimum
unit KJA yang direkomendasikan dalam rangka pengembangan budidaya KJA di Kawasan
Mandeh secara berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Mandeh, Desa Carocok
Tarusan, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan. Dari hasil pengukuran dan
pengamatan di lapangan, diketahui kondisi biofisik meliputi; dasar perairan lumpur-pasirkarang; kecepatan arus 0,06 - 0,32 m/detik, suhu 29,0 - 31,4 oC, pH 7,2 - 8,1, salinitas 25 32 o/oo, oksigen terlarut 7,0 - 8,5 ppm. Pemanfaatan lahan budidaya untuk KJA di kecamatan
Koto XI Tarusan masih bisa dioptimalkan. Berdasarkan analisis ketersediaan ikan rucah,
diketahui dari rata-rata 102.099 kg ikan yang didaratkan setiap bulannya hanya 33,33%
(43.958 kg) yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan rucah. Dengan demikian estimasi
ketersediaan ikan rucah selama 1 siklus budidaya (18 bulan) adalah 791.236 kg. Jumlah ini
mampu mencukupi kebutuhan KJA sebanyak 243 unit. Berdasarkan carrying capacity lahan,
jumlah KJA hasil kajian yang dapat dioptimalkan sebanyak 134 unit atau setara dengan 0,69
Ha.
Kata kunci: Ikan rucah, Keramba Jaring Apung, Kawasan Mandeh
THE ANALYZE OF TRASH FISH AVAILABILITY AS GROUPER (Cromileptes altivelis)
FEED IN ORDER TO DEVELOP FLOATING NET CAGES AQUACULTURE AT MANDEH
PESISIR SELATAN DISTRICT
Ihwan1, Usman Bulanin2, Arlius2
1)
2)
Student of Coastal Management and Marine Aquatic Resources, Postgraduate of Bung Hatta University
Lecture of Coastal Management and Marine Aquatic Resources, Postgraduate of Bung Hatta University
Email: [email protected]
ABSTRACT
One of technical factor that determines the success of floating net cage aquacuture
(KJA) is the availability of feed, in this cases is trash fish. With the availability of trash fish in
a certain amount, the number of optimum KJA that will operate can be known. In 2009,
utilization of floating net cage is 425 Ha, then increase 603,7 Ha in 2010 with 110 units
floating net cage (BPSPL, 2010). From this research, it is expected to be known that the
availability of trash fish as feed in Mandeh grouper KJA and optimum number of KJA that
could be recomended in order to develop sustainable floating net cage aquaculture. This
research carried at Mandeh, Carocok Tarusan, Koto XI Tarusan sub-district, Pesisir Selatan
district. From the results of measurements and observations, it is known biophysical
conditions such as; mud-sand-coral bottom sea; current speed water 0,06 - 0,32 m/sec,
temperature 29,0 - 31,4 oC, pH 7,2 - 8,1, salinity 25 - 32 o/oo, dissolved oxygen 7,0 - 8,5
ppm.The Utilization of marine culture area for floating net cages at Koto XI Tarusan could be
optimized. According to the trash fish availability analyze, it is known that only 33,33%
(43.958 kg) of 102.099 kg of fish that catched every month could be use as trash fish feed.
Avalability estimate of trash fish in 1 culture cycle (18 months) is 791.236 kg. This amount
may suffice 243 units of KJA. According to carrying capacity analyze, number of KJA that
could be optimized is 134 units or equals to 0,69 Ha.
Keyword: trash fish, floating net cage, Mandeh
I.
PENDAHULUAN
Permintaan pasar akan ikan kerapu
sangat tinggi seperti yang disebutkan
Wardhana
(2008),
bahwa
Hongkong
mengimpor ikan kerapu hidup dalam jumlah
yang besar dari mancanegara, seperti
Australia, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Impor ikan kerapu mancanegara sebesar
30.000 ton dan Indonesia baru memasok ratarata 267,19 ton per tahun. Menurut Silva dan
Phillips (2007), lebih dari 20 tahun budidaya
laut dengan sistem KJA sudah diterapkan di
beberapa negara, di antaranya; Indonesia,
Taiwan dan Vietnam. Hal ini membuktikan,
bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan
sudah lama berusaha dalam bidang budidaya
laut dan budidaya sistem keramba jaring
apung.
Seiring ketersediaan sumberdaya ikan
kerapu di alam yang semakin berkurang,
tingginya permintaan pasar dan ditunjang oleh
pengetahuan tentang teknik budidaya yang
semakin berkembang, masyarakat maupun
perusahaan
pembudidaya
mulai
mengembangkan sistem budidaya dengan
metode Keramba Jaring Apung (KJA).
Di Kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisir
Selatan, mulai berkembang usaha budidaya
kerapu dengan sistem keramba jaring apung.
Hal ini disebabkan karena kondisi topografi
yang berada di daerah teluk sehingga
terlindung dari gelombang dan arus laut.
Perkembangan budidaya KJA akan
terus
meningkat,
mengingat
semakin
tingginya permintaan konsumen terhadap ikan
kerapu. Permintaan ini tidak saja untuk
kebutuhan domestik tetapi juga untuk ekspor.
Peningkatan jumlah KJA tentu berpengaruh
terhadap kebutuhan pakan, terutama pakan
dari ikan rucah. Oleh karena, itu perlu dikaji
ketersediaan ikan rucah sebagai pakan dalam
budidaya ikan kerapu dan optimalisasi jumlah
KJA berdasarkan ketersediaan pakan tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Data menyebutkan bahwa potensi
lahan budidaya laut (marine culture) di
Indonesia adalah 12.545.072 Ha, sedangkan
yang baru termanfaatkan adalah 117.649,30
Ha (KKP, 2011). Oleh karena itu masih
memungkinkan dilakukan pengembangan
usaha KJA di beberapa wilayah di Indonesia.
Khusus wilayah Sumatera Barat,
tercatat luas wilayah yang potensi untuk
marine culture adalah 323.524 Ha sedangkan
yang baru termanfaatkan hanya 15,95 Ha
(KKP, 2011). Ini merupakan angka yang relatif
sangat kecil sehingga perlu ada upaya untuk
mengoptimalkan potensi tersebut. Dalam
upaya optimalisasi potensi budidaya KJA,
faktor
ketersediaan
pakan
perlu
dipertimbangkan. Salah satu pakan yang
dapat digunakan adalah ikan rucah. Meskipun
tidak bernilai ekonomis tinggi, ikan rucah
(trash fish) sangat cocok dijadikan pakan ikan
kerapu karena kaya akan gizi seperti yang
disebutkan Renhoran et al. (2011) bahwa,
ikan rucah (trash fish) merupakan ikan hasil
tangkapan sampingan yang tinggi akan
kalsium, protein, vitamin, zat besi dan
mineral.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan protein ikan rucah berkisar antara
51,13-70,05 % (Fauzi et al., 2008),
sedangkan menurut Marzuqi et al. (2012)
beberapa spesies ikan kerapu membutuhkan
protein
47,8-60,0%.
Dengan
demikian
kandungan protein ikan rucah mampu
mencukupi
kerapu.
kebutuhan
protein
bagi
ikan
Giri et al. (1999) juga menambahkan,
bahwa untuk tumbuh baik, benih ikan kerapu
bebek
membutuhkan
pakan
dengan
kandungan protein 54,2% dan lemak 9-12%.
Ukuran
ikan
juga
berpengaruh
terhadap jumlah konsumsi makanan per hari.
Menurut Handajani dan Widodo (2010), ikan
kerapu yang berbobot 250 gram, pada suhu
antara 19-28oC membutuhkan makanan 1,75,8% dari berat tubuh/hari, tapi ikan yang
berbobot 600 gram hanya membutuhkan
makanan antara 1,3-3% saja.
Jumlah pakan yang dibutuhkan oleh
ikan erat kaitannya dengan pertumbuhan. Hal
ini sesuai dengan WWF (2011) bahwa setiap 1
kg berat ikan kerapu memerlukan 10-15 kg
pakan segar sedangkan untuk pakan buatan
diperlukan sebanyak 4-6 kg untuk menaikkan
1 kg berat ikan. Di sisi lain, Sepwinta (2011)
menyebutkan FCR ikan kerapu macan 12,2.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa
untuk menghasilkan 1 ekor ikan kerapu
dengan bobot 250 gram dibutuhkan pakan
ikan rucah selama pemeliharaan sebanyak
2,5-3,75 kg.
Jenis ikan rucah yang dapat dijadikan
pakan sangat variatif. Menurut Fauzi et al.
(2008) Jenis dari ikan yang banyak digunakan
sebagai pakan rucah adalah: (1) Sulphur
goatfish (Upeneus sulphureus) atau dengan
nama lokal kuniran, (2) Pugnose ponyfish
(Secutor insidiator) dengan nama lokal petek
dan (3) Goldstipe sardinella (Sardinella
gibosa).
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan
Mandeh, Desa Carocok Tarusan, Kecamatan
Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan
Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan ini
terletak di 0o, 59’ LS – 1o, 17’ LS dan 100o, 19’
BT–100o,34’BT. Data yang dikumpulkan antara
lain;
1. Jenis dan jumlah ikan rucah yang
tertangkap dan didaratkan di PPP Carocok
Tarusan.
2. Jumlah kebutuhan ikan rucah per siklus
unit KJA di Kawasan Mandeh.
Data tersebut dianalisis dengan
menggunakan statistik sederhana untuk
mengetahui rata-rata ketersediaan ikan rucah
per hari, dengan rumus rata-rata (mean)
berikut ini;
Sumber : Bengen (2003)
dimana
adalah rata-rata (nilai tengah)
aritmetik,
adalah nilai pengamatan (jumlah
hasil tangkapan atau jumlah ikan yang
didaratkan) ke-i dan n adalah banyaknya
pengamatan. Dari hasil yang diperoleh
kemudian dilanjutkan dengan menghitung
kebutuhan ikan rucah per siklus. Dalam
menganalisis optimalisasi KJA, dibutuhkan
data kesesuaian dan carrying capacity lahan
yang diperoleh data penelitian Hendrawan
(2011). Data tersebut dianalisis secara
deskriptif untuk membandingkan antara
jumlah
KJA
yang
dapat
beroperasi
berdasarkan ketersediaan ikan rucah dengan
jumlah
KJA
yang
dapat
beroperasi
berdasarkan kesesuaian dan carrying capacity
lahan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil
pengamatan
dan
pengukuran parameter kualitas air, diketahui
kondisi biofisik sebagai berikut; dasar perairan
lumpur-pasir-karang; kecepatan arus 0,06 0,32 m/detik, suhu 29,0 - 31,4 oC, pH 7,2 8,1, salinitas 25 - 32 o/oo, oksigen terlarut 7,0 8,5 ppm. Dari hasil tersebut, secara umum
disimpulkan bahwa daerah tersebut layak
dijadikan lokasi budidaya KJA.
4.1. Analisis Ketersediaan Ikan Rucah
Keragaman jenis ikan yang tertangkap
di perairan Teluk Mandeh menunjukkan
bahwa di daerah tersebut kondisi perairannya
masih cukup bagus. Ikan yang tertangkap
oleh nelayan menggunakan beberapa jenis
alat tangkap, di antaranya; kapal bagan, kapal
tonda, perahu motor payang dan gill net
(UPTD PPP Carocok, 2014). Jenis ikan yang
tertangkap selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 1 berikut;
Tabel 1. Jenis-Jenis Ikan yang Tertangkap
No
1
2
3
4
5
6
7
Nama Lokal
Teri
Maco
Siridiang
Sembilang
karang
Cumi-Cumi
Marang
Tamban
8
9
Gambolo
10
11
Kerong-kerong
Jenis ikan lain
Pinang-pinang
Nama
Indonesia
Teri
Peperek
Seriding
Sembilang
karang
Cumi-cumi
Beronang
Tembang
Nama Latin
Stolephorus sp
Leiognathus
equulus
Ambassis
dussumieri
Plotosus lineatus
Loligo pealii
Siganus sp
Sardinella
gibbosa
Rastrelliger sp
Upeneus
sulphureus
Terpon jarbua
-
Kembung
Kuniran
Terapon
-
Tabel 2. Klasifikasi Pemanfaatan Ikan Hasil
Tangkapan
No
1
2
3
4
Jenis Ikan
Teri
(Stolephorus sp)
Peperek
(Leiognathus equulus)
Seriding
(Ambassis
dussumieri)
Sembilang karang
(Plotosus lineatus)
Dikonsumsi
Masyarakat

Dijadikan
Pakan
Ikan

Jenis Ikan
5
Cumi-Cumi
(Loligo pealii)
Beronang
(Siganus sp)
Tembang
(Sardinella gibbosa)
Kembung
(Rastrelliger sp)
Kuniran
(Upeneus sulphureus)
Terapon
(Terpon jarbua)
Jenis ikan lain
6
7
8
9
10
11




Dijadikan
Pakan
Ikan









Dari Tabel 2 terlihat bahwa, dari
sejumlah ikan yang tertangkap, tidak
semuanya dikonsumsi masyarakat, melainkan
dijadikan pakan ikan karena tidak bernilai
ekonomis dan ukurannya terlalu kecil. Dari
Tabel 2 juga diketahui ada 6 jenis ikan yang
dapat dimanfaatkan utuh sebagai pakan ikan
rucah. Sedangkan 5 jenis ikan lainnya (teri,
peperek, cumi-cumi, tembang dan kembung)
diasumsikan hanya 1/3 dari jumlah tangkapan
yang dapat digunakan sebagai pakan, karena
2/3 bagian lagi dikonsumsi oleh masyarakat.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa jenis
ikan tersebut selain diminati masyarakat untuk
dikonsumsi, juga dapat digunakan sebagai
pakan ikan rucah. Berdasarkan data hasil
tangkapan dan klasifikasi jenis ikan yang
dapat dimanfaatkan sebagai pakan rucah,
diketahui jumlah dan jenisnya seperti tersebut
pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Hasil Tangkapan yang Dijadikan
Pakan Rucah
No
1
2
3
4
5

Dikonsumsi
Masyarakat
No
6
7
8
Jenis Ikan
Teri
(Stolephorus sp)*
Peperek
(Leiognathus
equulus)*
Seriding
(Ambassis
dussumieri)
Sembilang karang
(Plotosus lineatus)
Cumi-cumi
(Loligo pealii)*
Beronang
(Siganus Sp)
Tembang
(Sardinella
gibbosa)*
Kembung
(Rastrelliger)
Jumlah Hasil Tangkapan (kg)
Sep
Okt
Nov
Jumlah
18.407
18.320
15.865
52.591
3.634
4.817
3.185
11.635
540
516
444
1.500
34
-
-
34
1.464
2.391
1.847
5.703
548
1.812
-
2.360
2.391
-
1.802
4.193
3.397
4.887
4.805
13.090
No
Jenis Ikan
Jumlah Hasil Tangkapan (kg)
Sep
Okt
Nov
Jumlah
9
Kuniran
(Upeneus
sulphureus)
24
4
28
10
Terapon
(Terpon jarbua)
68
68
11
Jenis ikan lain
12.298
18.462
9.910
40.670
Jumlah
131.873
Rata-rata per
43.958
bulan
*asumsi hanya 1/3 dari jumlah tangkapan yang dijadikan pakan
Hasil analisis terhadap hasil tangkapan
nelayan yang didaratkan di PPP Carocok
ternyata hanya sebesar 43.958 kg yang dapat
dijadikan pakan ikan rucah. Dari data hasil
tangkapan, selanjutnya dapat diketahui
kebutuhan ikan rucah per siklus unit KJA. KJA
yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
luas 25 m2/unit dengan ukuran masing masing
jaring 3x3x3m. Ukuran KJA ini sesuai standar
seperti yang disebutkan Akbar et al. (2013)
dan Kordi (2005), bahwa satu unit KJA terdiri
dari 4 buah jaring dengan ukuran masingmasing 3x3x3m.
Dengan demikian kebutuhan pakan
ikan rucah selama masa pemeliharaan 1
(satu) unit KJA adalah 3.250 kg. Jika ratarata hasil tangkapan ikan rucah/bulan 43.958
kg, maka estimasi tonase hasil tangkapan
selama 18 bulan adalah 791.236 kg.
Dari hasil tersebut diketahui jumlah
KJA yang dapat beroperasi dengan hanya
menggunakan pakan ikan rucah yaitu 243
unit.
4.2. Analisis Optimalisasi KJA
Berdasarkan hasil yang diperoleh di
atas, bahwa jumlah KJA yang dapat
beroperasi yaitu 243 unit, maka dengan
asumsi bahwa luas 1 (unit) KJA adalah 52 m2
dapat diketahui total luas wilayah yang akan
terpakai sebagai berikut :
Total luas wilayah KJA
= Jumlah KJA x luas per KJA
= 243 unit x 52 m2
= 12.636 m2
Jadi luas perairan yang akan terpakai untuk
budidaya KJA dengan asumsi suplai pakan
berasal dari ikan rucah adalah 12.636 m2
(1,26 Ha).
Dibandingkan dengan data pendugaan
daya dukung lahan oleh Hendrawan (2011),
diketahui ada 5 lokasi yang cocok untuk
budidaya keramba jaring apung (KJA), antara
lain berada di Kenagarian Sungai Pinang,
Kenagarian Ampang Pulai dan Kenagarian
Mandeh dengan jumlah KJA sebanyak 373
unit.
Dengan demikian, KJA yang dapat
dioptimalkan sejumlah : 373–243 = 134 unit
atau setara dengan 6.968 m2 (0,69 Ha). Hal
ini berarti, hanya 64,44% dari total luas
perairan layak berdasarkan kesesuaian dan
daya dukung lahan yang terpakai untuk
budidaya KJA dengan menggunakan pakan
berasal dari ikan rucah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari peneilitian yang dilakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut ;
1. Rata-rata ketersediaan ikan rucah di
Kawasan Mandeh dalam setiap bulan
adalah 43.958 kg, sehingga estimasi total
tangkapan selama 18 bulan (1 siklus
budidaya) adalah 791.236 kg. Dengan
demikian ikan rucah tersebut mampu
mencukupi kebutuhan KJA sebanyak 243
unit.
2. Berdasarkan carrying capacity,
jumlah
KJA hasil kajian yang dapat dioptimalkan
sebanyak 134 unit atau setara dengan
0,69 Ha.
5.2. Saran
Dalam upaya optimalisasi KJA di
Kawasan Mandeh, perlu disarankan sebagai
berikut;
1. Mengkaji lebih lanjut jumlah ikan rucah
yang didaratkan di pelabuhan laut lainnya
yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan
sebagai pendukung ketersediaan pakan.
2. Mengingat masa penelitian hanya 3 (tiga)
bulan, maka perlu dilakukan pendataan
hasil tangkapan selama 12 bulan oleh
instansi terkait di Kabupaten Pesisir
Selatan
untuk
mengetahui
tingkat
ketersediaan ikan rucah yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar,
S., Marsoedi, Soemarno dan E.
Kusnendar. 2013. Pertumbuhan Benih
Kerapu Macan Pada Fase Pendederan
dengan
Kepadatan
Berbeda
di
Keramba Jaring Apung (KJA). Jurnal
Teknologi Pangan. Vol 5. No 1.
Halaman 41-48
Bengen,
D.G.
2003.
Sinopsis
Teknik
Pengambilan Contoh dan Analisa Data
Biofisik Sumberdaya Pesisir dan Laut.
Penerbit: PKSPL-IPB. Bogor
Fauzi, I.A., I.Mokoginta dan D.Yaniharto.
2008. Pemeliharaan Ikan Kerapu
Bebek (Cromileptes altivelis) yang
Diberi Pakan Pelet dan Ikan Rucah di
Keramba
Jaring
Apung.
Jurnal
Akukultur Indonesia, 7 (1): 65-70.
Giri, N.A., K. Suwirya, dan M. Marzuqi. 1999.
Kebutuhan Protein, Lemak dan Vitamin
C untuk Juvenil Ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian
Perikanan, 5: 38-46
Handajani, H. dan W. Widodo. 2010. Nutrisi
Ikan. UMM Press. Malang. Hal 2-3.
Hendrawan, R. 2011. Potensi Budidaya Laut di
Kawasan Mandeh Kabupaten Pesisir
Selatan Propinsi Sumatera Barat. Tesis.
Program
Sutdi
Pengelolaan
Sumberdaya Perairan, Pesisir dan
Kelautan (PSP2K). Pasca Sarjana
Universitas Bung Hatta. Padang.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011.
Kelautan dan Perikanan Dalam Angka
2011. Pusdatin KKP. Jakarta
Kordi, KMGH. 2005. Budidaya Ikan Laut di
Keramba Jaring Apung. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta. 233 halaman.
Marzuqi, M., N.W.W. Astuti, K. Suwirya. 2012.
Pengaruh Kadar Protein dan Rasio
Pemberian
Pakan
Terhadap
Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan
(Epinephellus fuscoguttatus). Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
Volume 4, No.1. Halaman 55-65.
Renhoran, M., A. Saraswati, Y. Aktinidia, F.
Syukron dan R.K. Rukmana. 2011.
Utilization of Trash Fish Solid Waste as
Peptone for Additional Material for
Potential Bacteria’s Growth Medium.
International Conference on Chemical,
Biological and Environmnet Sciences
(ICCEBS’2011). Bangkok. Halaman
334-336.
Sepwinta, L. 2011. Analisis Keragaan Usaha
Budidaya Pembesaran Ikan Kerapu
Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
dan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes
altivelis) dalam Sistem Keramba Jaring
Apung di Kawasan Sea Farming Pulau
Panggang, Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor
Silva, D.S.S. dan M.J.Phillips. 2007. A Review
of Cage Aquaculture Asia (Excluding
China). In M.Halwart, D.Soto and J.R.
Arthur (eds). Cage AquacultureRegional Review and Global Overview,
pp.18-48. FAO Fisheries Technical
Paper No.498. Rome, FAO. 241 pp
UPTD PPP Carocok Tarusan. 2014. Laporan
Tahunan UPTD Pelabuhan Perikanan
Pantai Carocok Tarusan Tahun 2013.
Carocok Tarusan.
WWF. 2011. Budidaya Ikan Kerapu Sistem
Keramba Jaring Apung & Tancap.
WWF-Indonesia. Versi 1 Oktober 2011.
Jakarta.
Wardhana, F. 2008. Analisis Kelayakan Usaha
Budidaya Ikan Kerapu Macan Di Pulau
Panggang, Kabupaten Administratif
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Download