Perempuan Rote Meniti Tradisi Marizka Khairunnisa Indah Nur Esti Leksani Dusri Lens Messah Betty Roosihermiatie i Goyangan Lembut Jemari Dukun Bayi, Oyog ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Penulis Marizka Khairunnisa Indah Nur Esti Leksani Dusri Lens Messah Betty Roosihermiatie Editor Betty Roosihermiatie Desain Cover Agung Dwi Laksono Cetakan 1, November 2014 Buku ini diterbitkan atas kerjasama PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749 dan LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI) Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail: [email protected] ISBN 978-602-1099-17-9 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. ii Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut: Pembina : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH) Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, MSc Ketua Tim Teknis : dra. Suharmiati, M.Si Anggota Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo Aan Kurniawan, S.Ant Yunita Fitrianti, S.Ant Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos iii Koordinator wilayah : 1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat 2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama 3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai 4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak 6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara, Kab. Boalemo 7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab. Mamuju Utara 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab. Indragiri Hilir 9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur. Kab. Rote Ndao 10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon iv KATA PENGANTAR Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ? Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan caracara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia. Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Kementerian Kesehatan v RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini. Surabaya, Nopember 2014 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI. drg. Agus Suprapto, M.Kes vi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR v vii xi xii BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum 1.2.2. Tujuan Khusus 1.3. Metode Penelitian 1.3.1. Penentuan Lokasi Penelitian 1.3.2. Jenis dan Sumber data 1.3.3. Disain Penelitian 1.3.4. Cara pemilihan informan 1.3.5. Cara Pengumpulan Data 1.3.6. Instrumen Pengumpulan Data 1.4. Cara Analisis data 1 3 3 4 4 4 4 4 5 6 7 7 BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 9 2.1.Sejarah Desa 2.1.1. Asal Usul 2.1.2. Perkembangan Desa 2.2. Geografi dan Kependudukan 2.2.1. Geografi 2.2.2. Kependudukan 2.3. Religi 2.3.1.Kosmologi vii 9 9 14 19 19 24 29 29 2.3.2. Praktek Keagamaan atau Kepercayaan Tradisional 2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.4.1. Keluarga Inti 2.4.2. Sistem Kekerabatan 2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal 2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan 2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit 2.5.2. Penyembuhan Tradisional 2.5.3. Pengetahuan Penyembuhan Tradisional dan Biomedikal 2.5.4. Pengetahuan tentang Makanan dan Minuman 2.6. Bahasa 2.7. Kesenian 2.8. Mata pencaharian 2.8.1 Jenis Mata Pencaharian Penduduk 2.8.2. Pembagian Kerja 2.8.3.Alokasi Penghasilan 2.8.4. Jenis Kepemilikan Barang 34 36 36 38 47 55 55 56 57 BAB 3 POTRET KESEHATAN MASYARAKAT DESA LIMAKOLI 71 58 58 59 61 61 63 65 66 3.1. Status Kesehatan 3.1.1. KIA 3.1.2. Budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 3.1.3. Penyakit Menular 3.1.4. Penyakit Tidak Menular 3.2. Suanggi 3.3. Sistem Pelayanan Kesehatan 3.3.1. Formal 3.3.2. Tradisional (Ketersediaan, Aksesibilitas) 3.4. Health Seeking Behaviour 71 71 72 81 82 88 112 112 113 113 BAB 4 PEREMPUAN ROTE MENITI TRADISI 115 viii 4.1. Pra Hamil 4.1.1. Remaja 4.1.2. Aktivitas Remaja 4.1.3. Kesehatan Reproduksi 4.1.4. Pasangan Suami yang Istrinya Belum Pernah Hamil 4.2. Masa Kehamilan 4.2.1. Aktivitas Ibu Hamil 4.2.2. Masalah kehamilan 4.2.3. Makanan Pantangan Ibu Hamil 4.2.4. Pemeriksaan Kehamilan 4.2.5. Ramuan Tradisional pada Masa Hamil 4.2.6. Kepercayaan untuk Ibu Hamil 4.3. Persalinan 4.3.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan 4.3.2. Persalinan oleh Dukun Kampung 4.3.3. Persalinan Sendiri di Rumah 4.3.4.Risiko Persalinan 4.4.Paska Persalinan 4.4.1. Panggang 4.4.2. Mandi Air Obat 4.4.3. Obat Kampung dan Jamu 4.4.4. Ari-ari (Plasenta) 4.4.5. Konsep Darah Putih dalam Tradisi Masyarakat Desa Limakoli 4.4.6. Pantangan Ibu Nifas (Saat Menjalani Perawatan Paska Persalinan) 4.4.7. Paska Panggang, Mandi air Obat dan Minum Jamu atau Obat Kampung 4.4.8. Pencegahan Kehamilan 4.5. Perawatan Bayi 4.5.1. Pemotongan Tali Pusat 4.5.2. Perawatan Tali Pusat ix 115 115 116 119 126 128 129 130 132 132 134 136 137 138 140 145 149 154 155 159 163 168 169 170 171 171 171 171 172 4.5.3. Memandikan Bayi 4.5.4. Tradisi Penamaan Anak 4.5.5.Kepercayaan Untuk Keselamatan Bayi 4.5.6. Imunisasi 4.6. Masa Menyusui 4.6.1 .Minuman Bayi Baru Lahir Sebelum ASI 4.6.2 . Pemberian ASI 4.6.3. Masalah ASI dan Menyusui 4.6.4. Sole (Sapih) 4.6.5. Makanan Pendamping ASI 4.7. Anak dan Balita 4.7.1. Pola Asuh Anak dan Balita 4.7.2.Aktivitas Anak 4.7.3. Perayaan Ulang Tahun Anak 173 175 176 177 179 179 179 180 182 182 182 182 183 184 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 187 5.1. Kesimpulan 5.2.Rekomendasi 187 188 INDEKS GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA 191 194 198 x DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Jumlah penduduk Kabupaten Rote Ndao Tahun 2013 Tabel 3.1. Sarana Sanitasi Dasar Desa Limakoli tahun 2013 xi 24 77 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1. Batu Termanu di Rote Tengah Gambar 2. 2. Tower Listrik Tenaga Surya di Dusun Tayoen Gambar 2. 3. Peta Pulau Kab Rote Ndao Gambar 2. 4. Jalan Penghubung Antar Dusun di Desa Limakoli Gambar 2. 5. Salah satu binatang ternak peliharaan warga Gambar 2. 6. Gambar Rumah Penduduk Desa Limakoli Gambar 2. 7. Dinding Rumah Terbuat dari Bebak Gambar 2. 8. Atap Rumah dari daun pohon gewang Gambar 2. 9. Daging Babi untuk Pesta Kematian Gambar 2. 10. Jenis Pernikahan yang Disukai, Pernikahan Tuti Kalike Gambar 2. 11. Gambar Pagar untuk melindungi lahan pertanian dari ternak Gambar 2. 12. Alat musik Sasando Gambar 2. 13. Gambar Suasana Pasar Ofalain Gambar 2. 14. Gambar anak mengasuh adik Gambar 2. 15. Teknologi yang dipergunakan di bidang pertanian Gambar 2. 16. Kegiatan mencuci di sungai Gambar 3. 1. Suasana Penimbangan di Posyandu Gambar 3. 2. MCK permanen di Desa Limakoli Gambar 3. 3. Kamar Mandi non permanen milik warga Gambar 3. 4. Salah satu sumur pribadi milik warga Gambar 3. 5. Penampungan air bersih keluarga Gambar 4. 1. Ibu hamil sedang memikul kayu xii 13 15 20 20 23 26 27 27 30 46 53 60 63 65 67 69 75 77 78 80 81 130 Gambar 4. 2. Keluarga yang menunggu di ruang bersalin Gambar 4. 3. Dapur tempat melakukan panggang Gambar 4. 4. Kayu Kusambing Gambar 4. 5. Tradisi Panggang Gambar 4. 6. Air obat untuk mandi Gambar 4. 7. Bahan untuk mandi air obat (Akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas, kulit lino) Gambar 4. 8. Bahan air obat yang sudah direbus (Akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas, kulit lino) Gambar 4. 9. Bahan obat kampung (Kunyit, Asam, Lada, Daun pepaya muda) Gambar 4. 10. Ramuan obat kampung diminum selama tiga hari (kunyit, asam, lada dan daun pepaya) Gambar 4. 11. Bahan obat kampung (akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas dan kulit lino) Gambar 4. 12. Akar Kalamanik (1) dan akar Sungalatu (2) Gambar 4. 13. Jamu yang dibeli dari apotek Gambar 4. 14. Isi jamu yang dibeli dari apotek Gambar 4. 15. Ari-ari yang digantung di pohon Kainunak Gambar 4. 16. Gunting yang dipakai dukun untuk memotong tali pusat Gambar 4. 17. Santan kental yang dicampur dengan kencur untuk menurunkan panas badan pada bayi Gambar 4. 18. Kencur yang disematkan dibaju untuk mengobati sakit batuk pada bayi Gambar 4. 19. Umbi Genuak Gambar 4. 20. Bayi yang diberi sisir dan al-kitab di samping bantal Gambar 4. 21. Bayi umur 2 hari yang diberi minum teh Gambar 4. 22. Kakak menjaga adik bayi xiii 139 156 157 158 160 161 162 163 164 165 166 167 167 168 172 174 174 176 177 181 183 xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan (UNICEF Indonesia, Ringkasan Kajian, Oktober 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa kematian balita dan kematian ibu masih menjadi permasalahan di Indonesia. Menurunkan kematian bayi dan balita serta peningkatan kesehatan ibu di Indonesia merupakan tujuan ke empat dan lima dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Sampai dengan tahun 2015 mendatang, pemerintah masih berusaha untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) serta Angka Kematian Balita (AKABA), agar tujuan dari MDG bisa tercapai. Sesuai dengan target MDG, AKI harus turun menjadi 102 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun 2015. Sementara itu, data terakhir dari SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa AKI masih berada pada angka 359 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan AKB adalah 32 per 1000 KH. Hasil Survei Kesehatan Nasional pada tahun 2004 menunjukkan bahwa AKI di Propinsi NTT adalah 554 per 100.000 KH di atas angka nasional sebesar 307 per 100.000 KH. Demikian 1 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 AKB di Propinsi NTT adalah 62 per 1000 KH di atas angka nasional sebesar 52 per 1000 KH (Surkesnas, 2004). Dari wilayah di Indonesia, Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu propinsi dengan AKI dan AKB tertinggi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah provinsi setempat mencanangkan sebuah program yang dinamakan “Revolusi KIA”. Program ini sudah berjalan cukup lama, sejak dicanangkan pada tahun 2010. Tujuan dari program Revolusi KIA adalah untuk mempercepat penurunan kematian Ibu melahirkan dan bayi baru lahir melalui persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam. Kabupaten Rote Ndao merupakan salah satu kabupaten di Propinsi NTT yang mempunyai AKI dan AKB tinggi. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Rote Ndao menunjukkan bahwa Kecamatan Rote Tengah merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai kejadian kematian ibu melahirkan pada tahun 2013. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa angka penolong persalinan dukun bersalin masih tinggi yaitu sebesar 40,2%, lebih rendah dibandingkan angka penolong persalinan oleh tenaga bidan sebesar 51,2%. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga non kesehatan masih menjadi pilihan ibu melahirkan. Pilihan-pilihan tersebut sering terkait erat dengan faktor-faktor sosial budaya. Budaya yang dimaksudkan adalah budaya yang seringkali sudah berakar dan mendarah daging di dalam masyarakat. Pengambilan keputusan untuk berobat di fasilitas kesehatan misalnya. Seringkali pengambilan keputusan tersebut bukan berada di tangan orang yang sakit dan memerlukan pengobatan, tetapi berada di tangan keluarga besar. Sebenarnya tanggung jawab untuk menurunkan AKI dan AKB tidak hanya berada di tangan pemerintah, melainkan juga masyarakat sendiri. Hal ini disebabkan karena upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat meliputi berbagai macam faktor, 2 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi faktor kebijakan, pelayanan, sampai faktor perilaku dan sosial budaya masyarakat. Kesehatan belum menjadi prioritas utama dalam keseharian masyarakat pada umumnya. Demikian juga dengan kesehatan ibu dan anak. Proses kehamilan dan melahirkan dianggap merupakan sebuah proses alami dari kehidupan manusia yang tidak memerlukan perhatian dan perlakuan khusus. Oleh sebab itu, tidak terlalu banyak perhatian yang diberikan baik dari keluarga maupun ibu hamil sendiri, terhadap kondisi kehamilan dan persiapan kelahirannya. Seorang ibu melahirkan masih banyak dianggap tidak berisiko dan tidak begitu memerlukan perhatian dari pihak medis. Kesehatan terkait erat dengan konsep-konsep kebudayaan. Konsep-konsep budaya tentang kondisi sehat dan sakit, makanan-minuman yang baik dan buruk untuk kesehatan, kepercayaan terkait dengan pantangan dan anjuran untuk ibu hamil dan melahirkan, di satu sisi bisa menjadi penghalang untuk kesehatan, tetapi di sisi lain bisa dijadikan sebagai potensi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan terkait dengan kesehatan itu sendiri. Dengan mengetahui potensi dan permasalahan yang terjadi, maka pemecahan dari permasalahan tersebut diharapkan akan bisa tercapai. 1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Mendapatkan gambaran secara menyeluruh aspek potensi budaya masyarakat terkait masalah kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyakit Menular (PM) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Kabupaten Rote Ndao. 3 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 1.2.2. Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang mempengaruhi kesehatan di masyarakat 2) Mengidentifikasi peran dan fungsi sosial masyarakat yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terkait dengan pelayanan kesehatan 1.3. Metode Penelitian 1.3.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Rote Ndao dipilih berdasarkan rangking Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2007. Kabupaten Rote Ndao menempati rangking IPKM 401, dengan kategori kabupaten bermasalah berat kesehatan dan miskin (KaA). Sementara itu, dari 14 kabupaten yang ada di Propinsi NTT, Kabupaten Rote Ndao menempati IPKM rangking ke dua belas. Suku Rote merupakan suku yang terpilih untuk dilakukan penelitian. 1.3.2. Jenis dan Sumber data Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif etnografi. 1.3.3. Disain Penelitian Disain penelitian adalah penelitian eksploratif dengan metode etnografi. Etnografi merupakan sebuah pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan yang bertujuan untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli (Spradley, 2007:3). 4 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Menurut Spradley (2007: 14) etnografi mempunyai peranan yang penting, antara lain adalah menginformasikan teori-teori ikatan budaya, menemukan grounded theory, memahami masyarakat yang kompleks, dan memahami perilaku manusia. 1.3.4. Cara pemilihan informan Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat yang berada dalam lokasi penelitian. Informan adalah masyarakat yang terlibat secara budaya dan berpengaruh terhadap kesehatan baik dari sisi provider kesehatan, pengguna fasilitas kesehatan, tokoh-tokoh yang berpengaruh, dan semua orang yang dapat memberikan informasi terkait topik penelitian. Adapun Informan dalam penelitian ini antara lain : 1) Remaja, keluarga, dan tetangganya; 2) Ibu yang sedang atau pernah hamil dan bersalin, suami dan keluarganya; 3) Ibu yang memiliki anak bayi atau balita, suami, dan keluarganya; 4) Tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat yang mengetahui budaya setempat; 5) Pengobat tradisional, seperti dukun atau pengobat alternatif lain; 6) Petugas kesehatan puskesmas dan jaringannya; 7) Penderita penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Informan ditentukan dengan cara purposive sampling, dengan teknik snowball sampling. Purposive sampling digunakan untuk mendapatkan informan yang dianggap bisa mewakili atau representatif untuk menjawab tujuan dari penelitian. Sementara itu teknik snowball sampling digunakan karena peneliti tidak 5 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dalam teknik ini peneliti meminta seseorang yang sudah dijadikan informan untuk menunjukkan keberadaan orang lain yang bisa dijadikan informan selanjutnya. Kriteria Inklusi Informan berasal dari warga masyarakat yang merupakan warga etnis asli yang bertempat tinggal di lokasi penelitian. Kriteria Eksklusi Informan yang tidak paham atau kurang memahami unsurunsur budaya yang diteliti. 1.3.5. Cara Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan terpilih yang sudah bersedia untuk dilakukan wawancara. Wawancara dilakukan di tempat yang nyaman bagi informan, dan dilakukan dengan menjaga kerashasiaan informasi yang diberikan. Observasi partisipasi dilakukan oleh peneliti di wilayah tempat penelitian, di mana peneliti tinggal dan hidup bersama dengan masyarakat untuk mengeksplorasi dan mengamati informasi yang ingin diketahui terkait dengan kesehatan masyarakat setempat. Penelusuran data sekunder, referensi dan pustaka yang berkaitan dengan substansi penelitian juga dilakukan untuk mengumpulkan informasi. 6 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 1.3.6. Instrumen Pengumpulan Data Dalam proses pengumpulan data, digunakan beberapa instrument pengumpulan data, yang meliputi: 1) Pedoman Wawancara Mendalam Pedoman wawancara digunakan sebagai petunjuk wawancara agar informasi yang diinginkan terfokus dan tercapai. 2) Pedoman pengamatan (observasi) Pedoman pengamatan digunakan sebagai pedoman untuk mengamati fenomena yang ada dalam keseharian masyarakat. 3) Buku catatan harian (logbook) Buku catatan digunakan untuk mencatat kejadian yang dialami oleh peneliti setiap hari. 4) Kamera foto, video, dan perekam suara Digunakan untuk merekam gambar dan suara selama proses pengambilan data. 1.4. Analisis data Karena penelitian ini merupakan penelitian etnografis, maka analisis yang dilakukan adalah analisis etnografis, untuk menemukan makna budaya. Menurut Spradley (2007), analisis etnografis merupakan penyelidikan berbagai bagian sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh informan. Terdapat empat analisis yang akan digunakan, yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural. 1. Analisis Domain Analisis domain dilakukan untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif 7 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menyeluruh tentang apa yang tercakup di suatu fokus atau pokok permasalahan yang tengah diteliti (Faisal, 1990:91) 2. Analisis Taksonomi Pada analisis taksonomi, analisis dilakukan dengan lebih lanjut dan mendalam. Pada analisis ini, fokus penelitian ditetapkan terbatas pada domain tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena atau fokus yang menjadi sasaran penelitian (Faisal, 1990:98). 3. Analisis Komponensial Analisis komponensial mengorganisasikan kontras antar elemen dalam domain yang diperoleh melalui observasi dan wawancara terseleksi (Williams, 1988: 137 dalam Faisal, 1990:102-103). Selain itu, analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya (Spradley, 2007: 247). 4. Analisis Tema Kultural Tema budaya merupakan unsur-unsur dalam peta kognitif yang membentuk suatu kebudayaan (Spradley, 2007:267). Melakukan analisis tema budaya adalah menemukan tema-tema budaya dengan memilih satu domain yang mengorganisir untuk analisis intensif. 8 BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Desa 2.1.1. Asal Usul 2.1.1.1. Sejarah Suku Rote Suku Rote adalah sebutan untuk semua suku yang mendiami pulau Rote. Ada beberapa versi mengenai asal usul suku bangsa Rote. Salah satu cerita yang dianggap mendekati kebenaran oleh salah seorang informan bahwa suku Rote berasal dari Provinsi Maluku. Menurut sejarah, nenek moyang suku bangsa Rote berasal dari kepulauan Seram, Maluku. Hal ini disebabkan adanya beberapa kesamaan marga antara marga orang Maluku dengan marga orang Rote, misalnya Marga Manuhutu, Yohanes, dan Messakh. Sementara itu menurut sebuah cerita lain, nenek moyang dari suku-suku yang sekarang mendiami wilayah Rote Tengah atau yang pada masa dahulu merupakan bagian dari Nusak Termanu, disebutkan berasal dari Mediterania dan Persia.Menurut sebuah kisah, dahulu kira-kira pada tahun 5.000 SM, datanglah dua belas orang yang berasal dari wilayah Mediterania dan Persia. Mereka datang dengan menggunakan kapal kecil seperti sampan, dimana kemudian arus membawa mereka sampai ke kepulauan Seram di Maluku. Dari Kepulauan Seram kedua belas orang tersebut datang ke Rote. Selanjutnya karena tidak cocok dengan kondisi cuaca yang ada di Rote, dua 9 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 belas orang tersebut kembali ke Maluku. Tetapi tidak beberapa lama kemudian sebelas orang diantaranya datang kembali dan menetap di Pulau Rote. Kesebelas orang tersebut datang ke wilayah Nusak Termanu, yang pada masa dahulu disebut dengan Nusak Padalalais. Kemudian masing-masing orang tersebut membentuk kerajaan-kerajaan tersendiri, dan hidup terpisah. Kira-kira pada tahun 1000 SM, dari Pulau Seram datanglah cucu dari Kailalais, salah seorang yang tetap di Maluku yaitu Mabula. Kedatangan Mabula bermaksud menyatukan kembali sebelas raja yang hidup terpisah. Tetapi tampaknya upaya tersebut belum bisa terwujud. Sehingga upaya untuk mempersatukan kembali kesebelas kelompok tersebut berlanjut sampai kepada keturunan Mabula yang bernama Muskanamak. Muskanamak diberikan karunia untuk membuat alat musik Sasando yang dimaksudkan menyatukan kembali nenek moyang mereka dari Mediterania dan Persia, yang datang ke Maluku dan Rote. Tetapi rupanya usaha Muskanamak pun belum berhasil. Karena usaha Muskanamak juga tidak berhasil, anak Muskanamak yang bernama Killa Muskanan kemudian membuat sebuah genderang yang berasal dari tempurung. Killa Muskanan mulai memainkan alat musik tersebut, tetapi ternyata cara ini juga belum mampu mempersatukan kembali orang-orang tersebut. Anak Killa Muskanan yang bernama Pello Kila kembali membuat alat musik, kali ini berupa gong dan tambur yang terbuat dari kayu, dan juga menciptakan sebuah tarian yang kemudian diberi nama tarian Kebalai. Dengan adanya tarian Kebalai tersebut, enam suku sudah mulai masuk bergabung bersama dengan Pello Kila. Meskipun demikian, enam suku yang bergabung menjadi satu tersebut belum mengangkat seorang Raja untuk dijadikan sebagai pemimpin. 10 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Setelah enam suku bersatu, mereka membangun sebuah benteng yang diberi nama benteng Kolilain, untuk menghindari serangan dari kerajaan lain. Di dalam benteng tersebut, dibangun sebuah hus, yang kemudian menjadi pusat pertunjukan taritarian. Setelah terbentuknya hus ini keenam suku yang bergabung membentuk satu kerajaan dan menunjuk seorang raja sebagai pemimpin mereka. Raja terpilih pada waktu itu adalah raja Kelu Kila. Dari 11 orang yang datang ke wilayah Rote tersebut, pada akhirnya hanya 9 orang yang tinggal di wilayah Rote Tengah atau wilayah Nusak Termanu. Ke 9 orang ini kemudian berkembang dan melahirkan keturunan-keturunan yang menjadi fam-fam di wilayah Rote Tengah pada masa sekarang. Kata Termanu sendiri berasal dari salah satu nama Raja termasyhur di Nusak Padalalais yaitu Raja Tolamanu, yang memerintah pada tahun 1450. Raja Tolamanu menjadi termasyhur karena berhasil mengalahkan seorang raja raksasa di Pulau Rote, yaitu raja Foibalo dari kerajaan Bokai. Dengan keberhasilannya mengalahkan raja Foibalo, maka wilayah kekuasaan raja Tolamanu menjadi semakin luas, sampai ke wilayah Limakoli (Nitanggoen) yang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Raja Foibalo. Keberhasilan ini kemudian menyebabkan raja Tolamanu berkata bahwa dia adalah ayam jago yang telah berhasil mengalahkan raja Foibalo. Sejak saat itulah kerajaan Padalalais dikenal dengan nama Kerajaan Termanu atau Nusak Termanu. Tampuk kepemimpinan raja Tolamanu terus berpindah dari generasi Raja yang satu ke generasi Raja yang berikutnya, sampai akhirnya pemerintah mulai “menghilangkan” kekuasaan raja-raja pada tahun 1967. Sejak tahun 1967 itu, dibentuklah kecamatan dan desa dengan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Desa Limakoli menjadi bagian dari Nusak 11 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Termanu setelah pemerintah mulai menghapuskan Sistem Kerajaan pada tahun 1967. 2.1.1.2. Sejarah Desa Limakoli Desa Limakoli merupakan nama yang dibentuk berdasarkan kesepakatan setelah sistem kerajaan dihapus dan diubah menjadi sistem kecamatan pada tahun 1967. Lima mempunyai arti tangan, dan Koli merupakan nama orang sehingga desa Limakoli bisa diartikan sebagai tangan orang yang bisa merangkul dan menghimpun. Dengan kata lain, nama Desa Limakoli tidak berasal dari sebuah sejarah atau legenda tertentu. Tetapi salah satu dusun yang ada di desa Limakoli, yaitu dusun NItanggoen, merupakan nama dusun yang mempunyai sejarah tersendiri pada masa lalu. Nama Nitanggoen berasal dari sebuah kisah pada zaman Raja Termanu. Pada waktu itu Raja Termanu bermaksud memperluas wilayahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, raja Termanu bertemu dengan Raja Bokai, seorang Raja yang menguasai wilayah yang sekarang bernama Nitanggoen. Raja Bokai menyambut kedatangan Raja Termanu dengan memberikan jamuan makan dan membunuh hewan sebagai tanda penghormatan. Raja Termanu berkata kepada Raja Bokai, bahwa dia menginginkan untuk memakan daging yang bisa dimakan langsung secara utuh. Raja Bokai bertanya, “hewan apakah itu?” Raja Termanu pun menjawab, hewan yang dimaksudkan adalah udang. Raja Bokai kemudian mengutus kedua anak perempuannya untuk menangkap udang sebagai jamuan bagi Raja Termanu. Kedua putri Raja tersebut bernama Oafui dan Henafoi. Sebenarnya, itu merupakan siasat Raja Termanu untuk memperluas wilayah karena di sungai yang dituju, Raja Termanu 12 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah memasang orang untuk menangkap kedua putri raja tersebut. Kedua putri raja tersebut ditangkap dan dijadikan tawanan di Feapopi, yang sekarang menjadi ibukota kecamatan Rote Tengah. Karena kedua putri raja tidak kunjung kembali, Raja Termanu beserta rombongan kembali ke kerajaannya sementara Raja Bokai kemudian mulai mencari keberadaan kedua putrinya. Sesampainya di kerajaan, Raja Termanu membuat kesepakatan dengan kedua orang putri raja. Bahwa kedua putri raja tidak akan bisa pulang sebelum wilayah kerajaan Bokai diberikan menjadi wilayah kerajaan Termanu. Akhirnya kedua putri menyetujui kesepakatan tersebut dan wilayah kerajaan yang diberikan mulai wilayah Oendule sampai ke Termanu. Gambar 2. 1 Batu Termanu di Rote Tengah Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Setelah kesepakatan tersebut disetujui kedua belah pihak, ditanamlah bendera sebagai tanda batas di wilayah barat 13 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Nitanggoen. Tetapi ternyata, kedua putri tidak setuju dan meminta batas wilayah ditanam di sebelah timur. Kalau batas tanah itu tidak ditanam di sebelah timur, maka kedua putri tidak mau pulang. Itulah kenapa salah satu wilayah di Desa Limakoli diberi nama Nitanggoen, artinya melihat dia yang mempunyai kunci. 2.1.2. Perkembangan Desa 2.1.2.1. Perubahan yang terjadi di Desa Limakoli Perubahan yang cukup besar terjadi di Desa Limakoli sejak masuknya listrik pada tahun 2009. Pada waktu itu pemerintah memberikan bantuan penerangan berupa sehen(bola lampu) beserta panel surya untuk menampung sinar matahari. Sementara itu untuk panel surya berbayar, setiap bulan warga diwajibkan membayar iuran sebesar Rp. 36.000,- yang nantinya digunakan untuk biaya pembelian meteran listrik PLN. Jadi ketika listrik masuk ke Desa Limakoli, warga tidak perlu membayar untuk beli meteran listrik. Salah satu dusun di Desa Limakoli, dusun Tayoen sudah mempunyai tower tenaga listrik surya. Tower listrik ini digunakan sejak bulan April tahun 2014. Sistem kerjanya seperti sistem kerja panel tenaga surya yang dipasang secara perseorangan, hanya berjumlah lebih banyak dan memiliki daya tampung yang lebih besar. Jadi selain bisa digunakan untuk menyalakan lampu, tenaga surya yang tertampung bisa digunakan untuk menghidupkan televisi. Dari tower listrik ini, listrik dialirkan ke rumah penduduk. Listrik bisa digunakan mulai pukul 17.00 06.00 WITA. Berbeda dengan lampu sehen yang dialirkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), tower listrik di dusun Tayoen ini dibangun menggunakan dana bantuan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), sehingga masyarakat 14 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak perlu membayar iuran bulanan kepada KPDT. Tetapi masyarakat wajib merawat dan menjaga tower listrik tersebut. Oleh karena itu warga masyarakat kemudian mempunyai inisiatif melakukan penarikan iuran setiap bulan untuk perawatan alat, terutama air aki. Warga diharuskan membayar iuran sebesar Rp. 8.000 setiap bulan. Gambar 2. 2 Tower Listrik Tenaga Surya di Dusun Tayoen Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Perubahan lain yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini adalah perubahan di bidang pendidikan. Kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang pendidikan SMA meningkat. Menurut seorang informan guru, kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya mulai muncul sekitar tahun 2000- an. Sejak tahun 2004 sampai sekarang, seluruh siswa yang bersekolah di SD Nitanggoen melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMP. Perubahan dalam bidang mata pencaharian juga terjadi pada masyarakat desa Limakoli. Pada masa dahulu, mata pencaharian utama penduduk adalah mengiris tuak atau 15 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 membuat gula air dari pohon lontar. Sekarang hampir 100 % penduduk bekerja sebagai petani. Lima orang penduduk desa adalah pegawai negeri yang bekerja sebagai guru sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Perubahan mata pencaharian utama ini mempengaruhi makanan pokok masyarakat. Makanan pokok masyarakat berubah dari yang sebelumnya jagung, menjadi nasi seiring dengan meningkatnya produksi padi masyarakat Desa Limakoli. Selain menjadi petani padi, penduduk juga menanam sayuran untuk dijual. Jenis sayuran yang biasa ditanam antara lain bayam, kangkung, sawi putih, bawang merah dan bawang putih. Kebanyakan penduduk desa Limakoli memelihara ternak, khususnya babi dan sapi. Di bidang peternakan, pemerintah memberikan bantuan sebanyak 116 ekor sapi yang diberikan kepada warga Desa Limakoli pada tahun 2009. Mulai saat itu, kehidupan perekonomian warga masyarakat membaik yang ditandai dengan kepemilikan sepeda motor sebagai indikator peningkatan perekonomian penduduk. Terdapat dua macam bantuan sapi yaitu bantuan sapi sosial dan bantuan sapi kopel. Jika seseorang menerima bantuan sapi sosial, maka tidak dibebankan untuk mengembalikan sapi yang diterima. Sedangkan dalam bantuan sapi kopel, penerima bantuan diharuskan untuk menandatangi sejenis kontrak untuk mengembalikan dalam bentuk anak sapi. Penerima bantuan harus mengembalikan satu ekor anak sapi ke Dinas Peternakan dalam waktu lima tahun. Selain bertani dan beternak, penduduk Desa Limakoli memiliki mata pencaharian sampingan berkebun dan berdagang. Minyak kelapa dan gula air merupakan barang dagangan yang sering dijual, selain sayur mayur. Satu botol minyak kelapa berukuran @600 ml dijual dengan harga Rp. 8.000,- sementara satu liter gula air dijual dengan harga Rp. 10.000,-. 16 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 2.1.2.2. Perubahan nilai dan norma di Desa Limakoli Kegiatan gotong royong yang masih cukup sering dilakukan antara lain adalah gotong royong membangun pondasi, membersihkan saluran air untuk irigasi sawah, atau membersihkan sumber air umum. Dalam Adat Rote, kegiatan yang mencerminkan semangat gotong royong adalah kegiatan berkumpul keluarga atau tu’u. Kegiatan tu’u biasanya mencakup kegiatan untuk pesta pernikahan dan kematian, di mana satu keluarga membantu keluarga yang lain secara bergantian. Bantuan tersebut biasanya berbentuk uang tunai. Perubahan besar mulai terjadi ketika seorang tokoh yang bernama John Ndolu melontarkan gagasan untuk melakukan revitalisasi budaya, khususnya dalam budaya tu’u. Uang tu’u yang sebelumnya dikumpulkan untuk keperluan pesta pora dalam acara pesta kematian maupun pesta pernikahan, kemudian mulai dicoba untuk dialihkan penggunaannya menjadi tu’u di bidang pendidikan. Dengan demikian, semangat gotong royong yang sebenarnya sudah ada di dalam adat budaya Rote bisa digunakan untuk meningkatkan pendidikan. Meskipun demikian gaung tu’u untuk pendidikan belum begitu bergema di Desa Limakoli. 2.1.2.3. Mobilitas Penduduk, Komunikasi Sarana Transportasi, dan Mobilitas penduduk Desa Limakoli tidak begitu tinggi. Hampir seluruh kegiatan sehari-hari penduduknya dilakukan di dalam desa karena sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani dan menggarap lahan pertanian di dalam Desa Limakoli. Tidak ada warga yang merantau untuk bekerja ke luar negeri. Meskipun demikian ada beberapa warga yang bekerja di luar desa, atau merantau untuk bekerja di Kupang. Sebagian anak muda setelah menyelesaikan pendidikan SMA pergi ke ibukota 17 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Provinsi, Kupang untuk bekerja sebagai penjual ikan atau penjaga toko. Mobilitas masyarakat pada umumnya adalah pergi ke pasar mingguan, setiap hari Rabu di desa tetangga. Oleh karena itu kondisi desa Limakoli sewaktu di pagi hari pasar biasanya lebih sepi dibandingkan dengan hari-hari biasa. Hal itu disebabkan karena penduduk pergi ke desa tetangga, baik untuk berjualan maupun berbelanja. Pasar mingguan tersebut, yang biasa disebut oleh masyarakat sebagai pasar Ofalain, tidak hanya menjadi sebuah tempat jual beli. Pasar tersebut juga berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, di mana satu orang dengan orang yang lain saling bertemu, mengucap salam, dan berbincang sejenak dengan orang-orang yang dikenalnya. Seringkali barang belanjaan yang dibeli tidak seberapa, tetapi waktu yang dihabiskan untuk berada di pasar Ofalain cukup lama. Selain itu pergi ke pasar, dapat menjadi semacam ajang refreshing bagi para penduduk. Untuk pergi ke pasar, pakaian yang dikenakan agak berbeda dengan yang biasa dikenakan sehari-hari, para ibu berdandan, demikian juga dengan anak-anak yang diajak turut serta ke pasar. Mereka mengenakan salah satu pakaian terbaiknya dan berkeliling pasar yang tidak terlalu besar untuk melihat-lihat barang yang dijual sehingga menjadi suatu keasyikan tersendiri. Bagi warga masyarakat yang pergi ke pasar Ofalain untuk berjualan, maka hari tersebut bisa menjadi kesempatan untuk menjual barang dagangannya. Sayur mayur hasil panen, minyak kelapa, alat musik juk merupakan beberapa jenis barang yang dijual penduduk Desa Limakoli. Bagi mereka yang memiliki kios, maka pasar mingguan ini bisa sebagai tempat untuk membeli barang-barang pengisi kiosnya. Kendaraan motor pribadi, ojek atau oto pick up menjadi pilihan sarana transportasi yang digunakan masyarakat Desa Limakoli untuk pergi ke pasar. Pada pukul enam pagi biasanya 18 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur mereka mulai berangkat ke pasar, dan kembali sekitar pukul delapan pagi. Bagi penduduk desa yang berjualan di pasar, maka mereka akan berangkat lebih pagi lagi, yaitu pukul empat pagi. Sarana transportasi yang ada di Desa Limakoli memang terbatas, bahkan untuk sarana angkutan umum dari dan menuju Desa Limakoli bisa dikatakan tidak ada, kecuali pada hari pasar tersebut. Oleh karena itu, sarana transportasi yang biasa digunakan masyarakat adalah sepeda motor pribadi. Ojek yang biasa digunakan umumnya berasal penduduk desa setempat. Oto pick up selain biasa digunakan sebagai sarana transportasi pada hari pasar, juga untuk mengangkut hasil panen. Adapun alat komunikasi berupa telepon genggam sudah dikenal oleh penduduk Desa Limakoli. Anak muda juga mengenal internet sebagai alat komunikasi, walaupun belum dimanfaatkan secara maksimal. 2.2. Geografi dan Kependudukan 2.2.1. Geografi Kondisi Desa Limakoli Desa Limakoli merupakan desa yang terletak di bagian tengah dari Kecamatan Rote Tengah. Desa Limakoli sebelah utara berbatasan dengan Desa Nggodimeda, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Suebela dan Desa Lidabesi, sebelah timur berbatasan dengan Desa Suebela, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lidamanu. Luas wilayah Kecamatan Rote Tengah adalah 162,51 km2 sedangkan Desa Limakoli adalah 26,87 km2. Jumlah penduduk Desa Limakoli sebanyak 562 jiwa. Desa Limakoli terletak kurang lebih 20 kilometer dari pusat ibu kota kabupaten. Akses jalan untuk menuju ke Desa Limakoli 19 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 cukup bagus, seluruh jalan yang dilalui beraspal walaupun ada beberapa bagian jalan yang rusak berlubang. Gambar 2. 3 Peta Pulau Kab Rote Ndao Sumber: ayahaan.wordpress.com Gambar 2. 4 Jalan Penghubung Antar Dusun di Desa Limakoli Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 20 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Desa Limakoli terdiri dari tiga dusun, yaitu dusun Nitanggoen, dusun Oebaan, dan dusun Tayoen. Kondisi jalan di desa Limakoli sudah relatif baik, terbuat dari jalan tanah yang sudah dikeraskan, kecuali jalan menuju ke dusun Tayoen dan sebagian dusun di Oebaan. Jalan menuju ke dua tempat tersebut masih berupa jalanan berbatu, yang mudah terlepas jika musim hujan. Cara Pembuangan Sampah Warga masyarakat membuang sampah dengan cara menggali tanah di dekat rumahnya untuk dijadikan tempat pembuangan sampah rumah tangga. Sampah bekas makanan biasanya dibuang begitu saja untuk dijadikan makanan oleh anjing, ayam, atau babi yang ada di sekitar rumah. Selain menggali tanah, membuang sampah di hutan juga banyak dilakukan oleh warga masyarakat. Sementara itu di sungai yang mengalir di desa, sampah bungkus sabun cuci merupakan jenis sampah yang banyak ditemukan. Sumber Air Sumber air diperoleh dari air sumur, mata air, maupun sungai. Sumber air yang berasal dari sumur biasanya digunakan untuk keperluan minum, memasak, serta mandi. Terdapat dua macam sumur, yaitu sumur pribadi dan sumur umum. Sumur pribadi dibangun oleh masing-masing rumahtangga, sedangkan sumur umum dibangun dengan dana Perusahaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Pada tahun 2009 Desa Limakoli mendapat bantuan dari PAMSIMAS yaitu uang sebesar Rp. 250.000.000,- untuk pembangunan sumur. Kebersihan air sumur dijaga dengan cara “menguras” sumur setiap satu tahun sekali. Yang dimaksud dengan menguras air sumur di sini adalah membersihkan sampah-sampah daun dan 21 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 lumut yang tumbuh di dalam dinding sumur, sehingga sumur menjadi bersih kembali. Setelah dibersihkan, air sumur biasanya diberikan bubuk kaporit yang dibagikan dari pihak puskesmas. Jika sumur tersebut adalah sumur umum, maka akan dibersihkan secara gotong royong Sementara sumber air yang berasal dari mata air atau sungai digunakan untuk keperluan mencuci dan mandi bagi sebagian penduduk yang belum mempunyai sumur dan kamar mandi. Oleh karena itu, pencemaran yang terjadi pada air sungai biasanya berasal dari deterjen untuk mencuci, dan kotoran hewan peliharaan, seperti sapi atau babi. Pola Tanam Desa Limakoli termasuk dalam daerah dataran tinggi. Tanaman utama bagi penduduk Desa Limakoli adalah padi. Selain itu ditanam juga jagung dan sayur mayur seperti sawi, bayam, kangkung, serta bawang merah, bawang putih dan cabai. Sawah dibedakan menjadi dua, yaitu sawah irigasi dan sawah gora. Sawah irigasi adalah sawah dengan masa tanam sebanyak dua kali dalam setahun, dengan sumber irigasi mengandalkan air bendungan. Sedangkan sawah gora adalah sawah yang menggunakan air hujan sebagai sumber irigasi, oleh karena itu masa tanamnya hanya bisa dilakukan satu kali dalam setahun. Tanah persawahan sudah diolah dengan cara-cara modern, yaitu dengan menggunakan traktor untuk mengolah tanah. Meskipun demikian, cangkul masih digunakan oleh beberapa orang untuk mengolah tanah. Pemeliharaan Hewan Jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat Desa Limakoli antara lain babi, sapi, ayam. Hewan ternak di sini tidak 22 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur dipelihara di dalam kandang, melainkan dibiarkan lepas. Jika seseorang memelihara sapi, maka sapi tersebut dibiarkan lepas ke padang rumput untuk mencari makan. Sapi baru akan dicari pemiliknya ketika akan dijual. Untuk membedakan antara pemilik sapi yang satu dengan yang lain, pemilik menandainya dengan memberikan cap nama pada kulit sapi atau menggunting telinga sapi dengan menggunakan pola tertentu untuk menunjukkan kepemilikan seseorang terhadap sapi tersebut. Babi biasanya juga dilepas pada pagi hari, dan akan kembali ke rumah pada sore hari untuk diberi makan. Putak atau isi batang pohon gewang merupakan makanan babi yang biasa diberikan. Sedangkan ayam biasanya dibiarkan di sekitar rumah dan memperoleh makan dari sisa makanan yang diberikan oleh pemiliknya. Anjing merupakan binatang peliharaan yang dimiliki hampir setiap keluarga. Setiap keluarga rata-rata memiliki lebih dari satu ekor anjing. Gambar 2. 5 Salah satu binatang ternak peliharaan warga Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 23 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Mandi Cuci Kakus Meskipun masih cukup banyak warga Desa Limakoli yang belum mempunyai tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) yang layak, atau bahkan tidak memilikinya, tetapi tidak ada fasilitas MCK umum di desa ini. Bagi warga desa yang belum memiliki sumur, kamar mandi atau jamban, kebutuhan untuk mandi dan mencuci terutama dilakukan di sungai. Sementara itu kegiatan membuang hajat dilakukan di hutan. Di Desa Limakoli terdapat hutan dan banyak tanah kosong di sekitar rumah karena tanah yang masih luas. Setelah membuang hajat, daun atau tanah digunakan untuk menutupi, walaupun tidak sedikit yang pergi meninggalkan begitu saja. Kotoran tersebut akan dimakan bersih oleh babi atau anjing merupakan alasan yang dikemukakan oleh mereka. 2.2.2. Kependudukan Jumlah penduduk di Kabupaten Rote Ndao, Kecamatan Rote Tengah dan Desa Limakoli disajikan pada Tabel berikut. Tabel 2.1. Jumlah penduduk Kabupaten Rote Ndao Tahun 2013 WILAYAH Kab. Rote Ndao Kec. Rote Tengah Desa Limakoli JUMLAH PENDUDUK 124.835 8.230 562 LUAS WILAYAH (KM2) 1.278,05 162,51 26,87 KEPADATAN PENDUDUK 98 51 21,55 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Rote Ndao Jumlah penduduk di Kecamatan Rote Tengah 8.230 jiwa dengan kepadatan penduduk 51 per km2. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Limakoli sebanyak 562 jiwa dengan kepadatan 21,55 km2 relatif kurang padat dibandingkan dengan di kecamatan. Menurut jenis kelamin, jumlah penduduk terdiri dari 294 laki-laki dan 268 perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan perempuan 1,097:1. 24 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Usia produktif berkisar antara 17 hingga 40 tahun. Keseharian penduduk setempat yang sudah dewasa adalah berangkat bekerja ke sawah pada pagi dan pulang menjelang petang hari. Sementara itu para pemuda biasanya melakukan kegiatan olahraga voli di lapangan dekat sekolah dasar pada sore hari. Demikian juga dengan anak-anak. Anak-anak biasanya bermain pada sore hari. Bermain kartu, atau permainan menggiring ban, di mana ban sepeda motor digelindingkan dengan menggunakan sebatang kayu, merupakan jenis permainan yang sering dilakukan. Sementara itu pada malam hari, kegiatan warga masyarakat antara lain pergi menghadiri ibadah malam atau menonton televisi. Pola Tempat Tinggal Tidak ada aturan tertentu di masyarakat dalam membangun sebuah rumah. Pada prinsipnya pola pemukiman di Desa Limakoli adalah pola pemukiman dengan mengikuti sepanjang jalan. Sebelum tahun 1980-an, pola pemukiman penduduk mengikuti keberadaan pohon lontar. Di mana ada pohon lontar, maka di situlah penduduk membangun rumahnya. Pada masa itu pohon lontar memang masih menjadi sumber kehidupan masyarakat Rote. Tetapi pada tahun 1985 terdapat program ABRI masuk desa untuk “mengeluarkan” masyarakat yang tinggal di hutan agar berpindah dan bertempat tinggal di pinggir jalan. Jika masyarakat tidak mau pindah, maka tentara lah yang membongkar rumahnya. Maka sejak saat itu, pola pemukiman masyarakat berubah dan berpindah di pinggir jalan. Rumah penduduk rata-rata dibangun dari bahan bebak, yaitu batang daun pohon lontar yang masih muda, kemudian disusun dan diikat sehingga membentuk sebuah dinding. Karena dengan dinding dari bahan bebak angin masih bisa masuk ke dalam rumah, maka biasanya penduduk melapisi dinding 25 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tersebut dengan kertas koran atau kalender bekas untuk mencegah angin masuk ke dalam rumah. Dinding rumah tersebut dikombinasikan dengan bahan kayu atau batu-bata pada bagian bawah rumah. Rumah yang seluruhnya terbuat dari batu bata hanya dimiliki oleh beberapa orang warga. Gambar 2. 6 Rumah Penduduk Desa Limakoli Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Atap rumah terbuat dari daun pohon gewang, yang dirangkai hingga menjadi sebuah atap. Selain itu, atap seng merupakan jenis atap yang juga banyak digunakan oleh warga Desa Limakoli. Lantai rumah warga kebanyakan masih lantai tanah walaupun beberapa rumah menggunakan ubin. Sumber ventilasi rumah berasal dari jendela rumah. 26 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar 2. 7 Dinding Rumah Terbuat dari Bebak Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Gambar 2. 8 Atap Rumah dari daun pohon gewang Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 27 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Kamar mandi dibangun terpisah dari rumah. Terdapat dua macam alasan mengapa kamar mandi dibangun terpisah dari rumah. Alasan yang pertama adalah karena kamar mandi dan WC belum termasuk dalam prioritas utama seseorang dalam membangun rumah. Ruangan yang harus ada dalam sebuah rumah adalah kamar tidur.Kesadaran masyarakat untuk membangun kamar mandi dan WC termasuk terlambat. Oleh karena itu pada umumnya masyarakat tidak memasukkan kamar mandi dan WC sebagai bagian dari perencanaan membangun rumahnya. Bisa dikatakan bahwa membuat kamar mandi dan WC merupakan prioritas terakhir ketika seseorang mulai mampu untuk membangun tempat tinggal. Alasan yang kedua mengapa kamar mandi dibangun terpisah dari rumah adalah karena kamar mandi merupakan tempat untuk membuang kotoran sehingga merupakan sebuah tempat yang kotor dan bau. Jika kamar mandi dibangun menjadi satu dengan rumah, maka akan ada anggapan bahwa seluruh rumah akan menjadi kotor dan berbau. Bagi mereka yang memiliki WC dan kamar mandi permanen, bahan yang digunakan untuk membangun kamar mandi adalah semen dan batu bata, dengan lantai kamar mandi yang diplester. Sementara itu bagi mereka yang belum mempunyai kamar mandi dan WC permanen, kamar mandi dibangun dengan bahan bebak, daun pohon gewang, seng, atau sekedar ditutup dengan kain. “Lantai” kamar mandi terbuat dari tanah, dengan diberi alas papan kayu untuk meletakkan ember sekaligus sebagai tempat pijakan ketika mandi. Bangunan dapur sebagian besar juga berada terpisah dari rumah, biasanya terletak di belakang atau samping rumah. Kebanyakan dapur, bentuknya sebagaimana rumah mempunyai atap, pintu, dan jendela. Rata-rata dapur berukuran luas dimana berhubungan dengan budaya panggang yang masih ada di desa 28 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur ini. Tradisi panggang ibu baru melahirkan biasanya dilakukan di dapur dan membutuhkan tempat yang cukup luas agar ibu dapat berbaring dan menghangatkan badannya dengan kayu panggang. 2.3. Religi 2.3.1. Kosmologi Tradisi Pesta Kematian dalam Budaya Rote Dalam budaya Rote, kematian dirayakan dengan membuat pesta secara besar-besaran dan meriah. Babi dalam acara tersebut dibunuh dalam jumlah puluhan ekor, karena masingmasing keluarga menyumbang hewan babi untuk pesta kematian. Dalam pesta kematian rata-rata satu keluarga membawa satu ekor babi, meskipun tidak menutup kemungkinan jumlah yang dibawa lebih dari satu. Tujuan dari mengadakan pesta kematian tersebut adalah untuk “menyenangkan hati” para leluhur. Masyarakat percaya bahwa pada saat pesta kematian, para leluhur akan turut hadir dan memakan hidangan yang disediakan pada pesta tersebut. Oleh karena itu, semakin besar pesta yang diadakan, maka para leluhur akan semakin senang. Dipercaya juga oleh penduduk bahwa para leluhur senang melihat para keluarga yang masih hidup makan dengan lahap. Di dalam budaya Rote, acara pemakaman memang dihadiri oleh hampir seluruh warga masyarakat, dari anak kecil sampai dengan orang dewasa baik perempuan maupun laki-laki. Selain keluarga dan warga desa setempat, warga desa lain yang mengenal almarhum selama hidupnya juga hadir. Dalam acara pesta kematian yang dilakukan pada hari pemakaman, para pelayat memang dipersilahkan untuk menyantap hidangan daging yang tersedia, ditambah dengan membawa pulang daging sebanyak satu plastik. Jika seorang ibu 29 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sedang mengandung, maka dia akan mendapatkan daging sebanyak dua plastik. Gambar 2. 9 Daging Babi untuk Pesta Kematian Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 30 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Meskipun demikian, seorang informan tokoh adat Rote mengatakan bahwa seringkali pesta kematian dibuat dengan mewah dan meriah disebabkan karena gengsi dan harga diri. Semakin besar pesta kematian yang dirayakan, maka orang akan semakin memuji dan mengakui keberadaan mereka sebagai orang yang hebat. Tetapi sesungguhnya penyelenggaraan pesta kematian tersebut merupakan suatu proses pemiskinan diri. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mengadakan pesta kematian akan menanggung “hutang” dengan begitu banyaknya hewan babi yang dibunuh untuk mengadakan pesta tersebut. Upacara pemakaman dilakukan pada hari ketiga setelah seseorang meninggal dunia. Pada hari pertama sampai dengan hari ketiga sebelum jenazah dimakamkan, para tetangga sekitar datang ke rumah keluarga yang sedang mendapatkan musibah pada sore sampai malam hari dimana biasanya dihidangkan kuekue dan minuman. Acara ini disebut mete atau begadang. Pada tiga hari sebelum pemakaman ini terdapat juga acara keagamaan berupa kebaktian dan doa dari pendeta. Pada hari pemakaman, acara dimulai dengan sambutan dari keluarga. Jika orang yang meninggal tersebut pernah duduk menjabat di dalam pemerintahan, maka akan ada pidato dari Camat setempat. Acara seperti ini disebut upacara pemerintahan. Kemudian acara dilanjutkan dengan ungkapan hati dari keluarga yang berisi ucapan terimakasih kepada warga yang sudah datang melayat. Khutbah dari pendeta dan nyanyian gereja oleh pihak keluarga biasanya juga mengiringi prosesi pemakaman. Setelah khutbah dari bapak Pendeta tersebut, acara dilanjutkan dengan penghormatan kepada jenazah untuk yang terakhir kali dan dilanjutkan dengan acara tutup peti jenazah. Barulah kemudian jenazah dikuburkan ke liang kubur, diiringi dengan penaburan bunga, dan ditutup dengan doa dan khutbah terakhir. Ada satu prosesi yang cukup menarik, yaitu diadakannya 31 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 acara lelang beberapa barang peninggalan almarhum. Lelang dilakukan dengan para pelayat, dimana hasilnya akan disumbangkan kepada pihak gereja. Dalam kebudayaan Rote, pesta kematian dirayakan pada hari ke 3, ke 9, ke 40, dan ke 100 setelah seseorang dimakamkan. Pada hari ke 3 dan ke 9, dipercaya arwah orang yang meninggal masih ada di dunia, walaupun alamnya sudah terpisah, antara orang hidup yang tinggal di dunia terang dengan alam orang yang sudah meninggal, yang tinggal di dunia gelap. Pada hari ke 3 setelah pemakaman tersebut, dipercaya seseorang yang sudah meninggal telah bangkit dari kuburnya. Sementara itu pada hari ke 40, seseorang yang meninggal dunia tersebut diyakini sudah pergi meninggalkan alam dunia untuk selama-lamanya. Informan lain mengatakan bahwa pesta kematian dilakukan pada hari ke 3, ke 9, dan ke 40 setelah seseorang meninggal dunia karena pengaruh dari ajaran agama. Menurut ajaran agama Kristen, Nabi Isa dibangkitkan jiwanya pada hari ke 3 setelah kematiannya dan bertemu dengan para muridnya pada hari ke 9. Kemudian pada hari ke 40 setelah kematian, Nabi Isa diangkat arwahnya ke surga dan meninggalkan murid-muridnya. Pada pesta kematian yang diadakan pada hari ketiga setelah pemakaman, dipercaya bahwa arwah orang yang meninggal dunia masih berada di alam yang sama dengan manusia yang masih hidup. Oleh karena itu pada masa dahulu, terdapat kebiasaan untuk menyimpan sisa makanan ke dalam anyaman keranjang yang terbuat dari daun lontar yang disebut dengan Talioe. Anyaman yang berbentuk seperti piring tersebut diikat dengan tali dan digantungkan untuk meletakkan makanan. Ketika makanan yang diletakkan di tempat tersebut berkurang isinya, maka keluarga percaya bahwa arwah orang meninggal tersebutlah yang memakan makanan tersebut. 32 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Sebelum mayat orang yang meninggal dunia dikuburkan, arwah orang tersebut masih bisa berkomunikasi dengan orang yang masih hidup dengan cara merasuki tubuh seseorang. Orang kerasukan itulah yang nantinya bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah orang yang sudah meninggal dunia. Setelah sadar orang tersebut bisa menceritakan kembali apa saja yang dia lihat atau dia bicarakan selama kesurupan. Biasanya orang yang dimasuki arwahnya adalah orang yang berjiwa lemah lembut. Di samping perayaan pesta kematian tersebut di atas, meskipun sangat jarang terjadi, terdapat perayaan 100 hari kematian. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan rasa cinta yang besar dari keluarga terhadap orang yang telah meninggal dunia. Perayaan 100 hari kematian dilakukan dengan mengundang kerabat dan juga tetangga. Adat Istiadat yang Mengiringi Pesta Kematian Tradisi pukul gong dilakukan untuk mengiringi pesta kematian pada keluarga yang terpandang. Pemukulan gong biasanya dimulai dari hari kematian sampai dengan pada saat pemakaman. Acara pemukulan gong diikuti dengan sebuah kesenian tari yang disebut sebagai kesenian foti, di mana seseorang yang menerima selimut diharuskan untuk menari sesuai dengan irama gong. Jika seseorang enggan menari, maka akan diberikan denda berupa satu botol sopi (minuman keras yang terbuat dari sadapan pohon lontar). Selain itu terdapat tradisi pukul rotan yaitu tradisi yang hanya bisa dijumpai pada saat ada seseorang yang meninggal dunia. Tradisi ini biasanya diadakan pada perayaan hari ke 3, 9, dan 40 setelah seseorang meninggal dunia. Dalam pukul rotan, dilakukan pertandingan antara dua orang yang saling memukul kaki dengan menggunakan rotan. Tradisi ini seringkali diselipi dengan praktik kekuatan gaib untuk memperkuat tubuh, 33 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sehingga bisa menang melawan kubu lawan. Sebenarnya, tidak ada hadiah yang dijanjikan dalam pertandingan ini, sehingga kadang hanya kepuasan batinlah yang menjadi hadiahnya. Jika sampai terjadi kematian yang disebabkan pukul rotan, tidak ada pihak yang akan melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib, karena masyarakat menganggap bahwa jika seseorang meninggal di arena pukul rotan, itu bukanlah suatu hal yang harus dilaporkan ke ranah hukum. Tradisi pukul rotan terakhir kali di Desa Limakoli dilakukan pada tahun 1995, karena menyebabkan timbulnya perkelahian antar kampung. 2.3.2. Praktek Keagamaan atau Kepercayaan Tradisional Seluruh penduduk Desa Limakoli beragama Kristen. Terdapat lima gereja yang digunakan sebagai tempat beribadah di Desa Limakoli, yaitu: 1. Gereja Sidang Jemaat Allah 2. GPDI (Gereja Pantekosta Di Indonesia) 3. GMIT (Gereja Masehi Injil Timor) 4. GPPS (Gereja Pantekosta Pusat Surabaya) 5. GBI (Gereja Bethel Indonesia) Kegiatan keagamaan yang ada di desa ini antara lain: 1. Ibadah Raya Minggu, merupakan ibadah yang dilakukan setiap hari Minggu pagi, dan diikuti oleh seluruh jemaat gereja baik laki-laki maupun perempuan mulai anak sampai dewasa. Kegiatan yang dilakukan meliputi ibadah dan puji-pujian kepada Tuhan. 2. Ibadah Rumah Tangga yang diadakan dua kali dalam satu minggu. 3. Sekolah Minggu merupakan kegiatan ibadah untuk anak dan remaja yang dilakukan satu kali seminggu, setiap hari Sabtu sore. 34 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 4. Kegiatan remaja merupakan kegiatan gereja untuk anak muda yang dilakukan satu minggu sekali, setiap hari Selasa. Dalam kebaktian kaum muda, isi khutbah yang diberikan antara lain menyangkut permasalahan pergaulan remaja, dan permasalahan narkoba. Kaum muda dikhawatirkan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif jika tidak ditanamkan iman melalui kebaktian kaum muda seperti ini. Selain khutbah, isi kebaktian kaum muda adalah acara pemuridan atau sesi tanya jawab antara kaum muda dengan pendeta atau majelis pengkhutbah. 5. Kebaktian kaum ibu, merupakan kebaktian gereja khusus untuk perempuan yang sudah berumah tangga, diadakan satu minggu sekali. Acara ibadah kaum ibu diisi dengan khutbah dan kesaksian. Pengisi materi biasanya adalah jemaat perempuan yang sebelumnya ditunjuk oleh pendeta. Materi yang diberikan antara lain yang berkaitan dengan perempuan, seperti tentang bagaimana menjadi ibu yang baik, bagaimana merawat suami, setia kepada suami, tidak berselingkuh, dan sebagainya. Metode penyampaian materi dengan kesaksian, saling mencurahkan isi hati, sehingga suatu permasalahan bisa dicari solusinya. Selain materi keagamaan, kegiatan memasak dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam kebaktian kaum ibu. 6. Ibadah doa malam, merupakan ibadah malam yang juga dihadiri oleh seluruh jemaat gereja. Ibadah diisi dengan khutbah, pendalaman Al Kitab, dan puji-pujian. Di dalam ibadah doa malam, seluruh jemaat melakukannya dalam posisi duduk. 7. Ibadah doa puasa, merupakan ibadah yang dilakukan satu kali seminggu setiap hari Jumat. Ibadah doa puasa ini merupakan ibadah doa setelah puasa dilakukan selama 24 jam yaitu mulai Kamis sore sampai dengan Jumat sore. 35 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Pihak gereja terkadang menyelipkan pesan-pesan kesehatan dalam materi khutbahnya, seperti yang dikatakan salah seorang pendeta. Pihak gereja memberi motivasi untuk membuat jamban dengan cara mengatakan bahwa daripada menghamburkan uang, maka alangkah lebih baiknya jika uang tersebut digunakan untuk membangun jamban. Pendeta juga berperan dalam mendorong masyarakat untuk berobat ke fasilitas kesehatan dengan cara memberikan nomor telepon pendeta yang dapat dihubungi jemaat sewaktuwaktu. Pendeta akan menghubungi pihak tenaga kesehatan, jika ada warga masyarakat yang membutuhkan pertolongan. 2.4. Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan 2.4.1. Keluarga Inti 2.4.1.1.Komposisi Keluarga Inti Pada umumnya, anggota keluarga yang tinggal di dalam rumah, adalah anggota keluarga inti, suami istri, dan anakanaknya. Anggota keluarga yang baru menikah, jika perempuan maka akan tinggal bersama keluarga suaminya untuk sementara atau menetap di tempat tinggal baru yang terpisah dari kedua orangtua jika sudah memiliki rumah. 2.4.1.2. Pembagian Kerja anggota keluarga inti Domestik Pekerjaan domestik pada umumnya merupakan tanggungjawab pihak perempuan, dalam hal ini adalah istri dan anak perempuan yang sudah bisa diminta untuk membantu pekerjaan rumah. Tugas domestik meliputi pekerjaan 36 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur membersihkan rumah, menyapu, mencuci piring, mencuci pakaian, memikul air, dan mengasuh anak. Tugas pengasuhan anak dan memikul air merupakan dua macam tugas yang paling sering dilimpahkan seorang ibu kepada anak perempuannya. Tidak mengherankan kalau kemudian kita banyak melihat seorang anak perempuan yang masih duduk di bangku SD terlihat sudah sangat terampil menjaga dan mengasuh adiknya yang masih kecil. Eksistensi Diri Untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan urusan di luar lingkup rumah tangga, kepala keluarga masih mempunyai peranan lebih besar dibandingkan seorang istri. Meskipun di desa tidak ada kegiatan-kegiatan khusus, tetapi ketika ada undangan resmi dari pemerintah desa, maka kepala keluarga merupakan pihak yang diundang untuk mewakili. Produksi Dalam hal pembagian tugas untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, antara laki-laki dan perempuan mempunyai porsi yang hampir sama. Hal ini karena pekerjaan pokok di Desa Limakoli sebagai petani, dimana antara suami dan istri saling bekerja sama. Pekerjaan seperti mencangkul dan menyemprot hama dikerjakan oleh suami, sedangkan menanam padi, menyiangi rumput dan memanen dikerjakan oleh istri. Pekerjaan sampingan menanam sayuran di kebun sebagian besar dilakukan oleh pihak perempuan, mulai dari menyiapkan lahan, menanam, menyiram, dan memanen hasil sayurnya. Reproduksi Keputusan untuk mendapatkan keturunan merupakan keputusan bersama, antara pihak suami dengan istri. Demikian juga dengan pemasangan alat kontrasepsi, kebanyakan informan 37 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 mendiskusikannya terlebih dulu dengan pihak suami untuk menanyakan kesediaannya bila istri menggunakan alat kontrasepsi. Semua wanita menggunakan alat kontrasepsi susuk yang dilakukan bidan puskesmas pembantu. 2.4.1.3. Pola Interaksi antara anggota rumah tangga Pada umumnya anggota keluarga lengkap berkumpul pada malam hari, karena pada pagi sampai sore hari orangtua biasanya bekerja di sawah. Menonton televisi umumnya dilakukan banyak penduduk di malam hari. Banyak orang yang akan berkunjung ke rumah orang yang mempunyai televisi untuk menonton bersama karena hanya beberapa keluarga yang memiliki televisi. Kegiatan menonton televisi bersama ini biasanya berlangsung sampai pukul sembilan malam, bahkan bisa lebih seperti saat ada siaran bola. 2.4.2. Sistem Kekerabatan 2.4.2.1. Pernikahan Berbicara tentang masalah pernikahan dalam tradisi Rote, tidak dapat lepas dari pembicaraan mengenai belis atau dalam bahasa Indonesia mas kawin. Belis dalam bahasa Rote adalah mas kawin yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Besarnya belis tidak tergantung pada tingkat pendidikan maupun pekerjaan seseorang, tetapi tergantung pada kelompok anak suku, karena nilai belis tersebut sudah ditetapkan sejak masa kerajaan pada zaman dahulu. Tingkatan dalam pemberian belis adalah sebagai berikut: 1) Tingkatan raja atau anak raja, belis sejumlah 150 gulden atau enam ekor kerbau betina. 38 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 2) Cucu raja, belis sejumlah 100 Gulden atau empat ekor kerbau betina 3) Mantan raja, belis sejumlah 75 Gulden atau tiga ekor kerbau betina 4) Temukung atau sekarang setingkat kepala desa, belis sebesar 100 gulden atau empat ekor kerbau betina. 5) Keturunan raja atau dalam satu marga, belis sebesar 55 Gulden atau dua ekor kerbau betina dengan satu tenak kerbau/satu adik/ satu ekor anak kerbau. 6) Rakyat, belis sebesar 25 Gulden atau satu ekor kerbau betina dengan anaknya. Pihak yang berhak mendapatkan belis adalah pihak orangtua dan to’o atau paman dari pihak perempuan. Orangtua mendapatkan belis sebagai tanda balas jasa, tanda terima kasih atau disebut balas air susu. Sementara itu to’o mendapatkan bagian belis karena di masa lalu mempunyai peran penting untuk memanjat pohon lontar yang menjadi pohon kehidupan masyarakat Rote. Pada masa itu hampir seluruh kehidupan masyarakat Rote bergantung pada pohon lontar. Sumber makanan masyarakat Rote pun tergantung pada gula air yang merupakan hasil dari pohon lontar. Sehingga untuk membalas jasa to’o yang telah menyadap lontar, membawa turun gula air maka to’o mendapatkan bagian dari belis perkawinan. Belis yang diterima oleh pihak perempuan tersebut kemudian akan “dikembalikan” dalam bentuk barang untuk mengisi rumah. Barang kebutuhan tersebut seperti berupa kursi, lemari makan, lemari pakaian, tempat tidur, piring, gelas, bahkan sampai tungku tempat memasak beserta abunya pun turut dibawa serta. Pada masa sekarang meskipun beberapa suku mulai menghilangkan atau mengurangi nilai belis, karena menganggap sebagai semacam transaksi jual beli anak perempuan, tetapi masih banyak yang menggunakan belis dalam pernikahan. Salah seorang informan mengatakan, penetapan belis pada masa kini telah 39 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 berubah menjadi sebuah proses tawar menawar sehingga harga belis bisa melambung tinggi sesuai keinginan orangtua masingmasing. Selain menikah di gereja secara agama, masyarakat Rote mengenal pernikahan adat yang disebut Terang Kampung. Terang kampung merupakan sebuah proses pernikahan adat yang sah karena disaksikan oleh warga kampung dan perangkat desa. Meskipun pernikahan sah secara adat, tetapi di mata hukum negara dan agama pernikahan Terang Kampung belum mendapatkan legitimasi, karena tidak tercatat di Catatan Sipil dan tidak mendapat buku nikah. Dalam pernikahan Terang Kampung ini, pihak pemerintah desa dianggap sudah mengetahui bahwa kedua orang tersebut resmi menikah secara adat. Selain itu, terang Kampung berfungsi sebagai pemberitahuan kepada masyarakat setempat bahwa seseorang memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Kalau sudah melakukan Terang Kampung, bisa dikatakan bahwa sepasang laki-laki dan perempuan tersebut sudah menikah secara semi permanen dan segera menuju ke jenjang pernikahan selanjutnya, yaitu pernikahan secara agama. “Kalau sudah terang kampung, dalam arti sudah semi permanen lah, jadi sudah beranjak ke,..mungkin mau persiapan untuk mau urusan pernikahan atau mungkin sudah adat, sudah persiapan, sudah mampu, sudah ada segala-galanya, berarti sudah, itu urusan keluarga.” (MS, Maneleo) Ketika seseorang melakukan terang kampung, maka diberikan surat yang ditandatangani oleh orangtua dan pihak pemerintah desa yang memuat keterangan besarnya nilai belis. Sedikit berbeda dengan acara pernikahan di Catatan Sipil, pernikahan terang kampung hanya melibatkan pihak pemerintah, yang diwakili kepala desa, maneleo, dan kedua belah pihak baik 40 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur keluarga laki-laki maupun keluarga perempuan. Dalam pernikahan terang kampung, pihak mempelai laki-laki membayar belis dan uang administrasi desa dan setelah itu keluarga mempelai perempuan akan menyediakan hewan satu ekor kambing atau babi untuk makan bersama. Jika dalam perkawinan terjadi perceraian, maka harus dilihat dahulu siapa yang berbuat kesalahan sampai terjadi perceraian. Apabila kesalahan terletak di pihak istri, maka belis harus dikembalikan kepada keluarga suami tetapi sebaliknya, jika suami yang meminta cerai atau berbuat kesalahan di dalam perkawinan, maka belis tidak perlu dikembalikan. Urutan Pernikahan dalam Adat Rote Urutan dalam pernikahan menurut adat Rote adalah: 1. Pertemuan antara orangtua calon mempelai wanita dengan pria. Dalam pertemuan ini, jika orangtua pihak laki-laki kurang bisa berkomunikasi maka maneleo bertugas mewakili pembicaraan antara pihak laki-laki dengan perempuan. Hal yang dibicarakan dalam pertemuan ini adalah tentang anggaran dan adat istiadat. Adat yang dimaksud di sini adalah belis. Setelah terjadi kesepakatan nilai belis, maka kedua belah pihak akan menentukan hari pernikahan dan segala sesuatu yang harus dipersiapkan menjelang hari pernikahan. 2. Kemudian dilakukan acara masuk minta atau peminangan. Dalam masuk minta, keluarga laki-laki membawa dulang sebagaimana permintaan pihak keluarga perempuan dalam jumlah bervariasi antara 5, 7, atau 9. Dulang merupakan tempat yang digunakan untuk membawa hantaran pernikahan berbentuk piring bulat lebar. Isi dulang adalah pakaian untuk orangtua, pakaian wanita dan perlengkapannya, serta satu rangkai sirih pinang, beserta cincin, kalung, atau anting yang ditempatkan dalam ndunak (anyaman berbentuk persegi 41 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 empat yang terbuat dari daun lontar). Ndunak digunakan sebagai bagian adat meminang menurut terang kampung. Seringkali untuk menghemat biaya, maka acara masuk minta ini disamakan waktunya dengan acara malam picabok. 3. Malam picabok adalah malam hantaran perlengkapan rumah tangga yang dilakukan sehari sebelum pernikahan. Pada malam picabok ini, pihak keluarga laki-laki mengantarkan semua kelengkapan pesta. Di sini mulai dihitung berapa jumlah babi, berapa kilo beras yang dibutuhkan, besar uang bumbu, dan semua perlengkapan lain yang dibawa, termasuk pakaian pernikahan yang akan dikenakan. Jika pada malam picabok ini ada barang yang kurang lengkap walaupun satu, maka bisa dipastikan bahwa pernikahan belum bisa dilakukan keesokan harinya. Pada malam picabok ini juga diadakan sebuah pesta dimana semua biayanya ditanggung pihak keluarga perempuan. Hal ini yang kemudian menyebabkan pihak keluarga perempuan terkadang meminta belis tinggi untuk membiayai semua keperluan pesta sebelum dan sesudah pernikahan. 4. Setelah malam picabok, diadakan pernikahan pada keesokan hari diikuti dengan babalaq atau antaran dari pihak keluarga perempuan ke pihak laki-laki. Anak perempuan diantarkan ke rumah menantu laki-laki, lengkap dengan barang-barang yang akan dijadikan sebagai pengisi rumah. Rangkaian acara pernikahan diikuti dengan acara nahani atau penyambutan, di mana keluarga laki-laki menyambut keluarga pihak perempuan dengan mengadakan pesta. Pembiayaan pesta pernikahan sampai dengan pesta penyambutan merupakan tanggungjawab pihak keluarga lakilaki. Kemudian rangkaian acara pernikahan ditutup dengan acara nate’ah yaitu minta diri atau acara pamitan yang terkadang dijadikan satu rangkaian dengan acara pernikahan. 42 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Denda Pernikahan Di dalam pernikahan Rote, terdapat beberapa macam denda adat terkait dengan pernikahan yaitu: 1. Denda buka pintu (suelelesu/lalaba nusak) adalah denda karena terjadi pernikahan berbeda wilayah. Besar denda ini tidak ditentukan dan merupakan kesepakatan bersama. 2. Bayar darah adalah denda karena penganiayaan yang dilakukan oleh seorang suami kepada istri. Besar denda ini berdasar atas kesepakatan antara kedua belah pihak. 3. Denda cuci muka (naluoek) karena seseorang melarikan anak perempuan. Demikian juga jika seorang perempuan hamil sebelum menikah, maka pihak laki-laki akan dikenakan denda satu ekor kerbau betina yang sudah mempunyai anak. 4. Nalelesu adalah istilah kawin lari dalam bahasa Rote, yaitu suatu kondisi di mana dua orang menikah tanpa kesepakatan dari kedua orangtuanya. Jika seseorang melakukan kawin lari, maka orang tersebut dikenakan denda berupa satu ekor kerbau betina. Denda kawin lari disebut kenggauk atau injak duri karena ketika orangtuanya mencari akan menginjak duri, sehingga sebagai anak harus membayar denda potong duri. Ketika kedua denda ini sudah diselesaikan, barulah kedua belah pihak bisa masuk ke dalam tata cara pernikahan yang biasa dilakukan. 5. Melangkahi adalah sebuah denda yang harus diberikan jika seorang adik menikah mendahului kakak laki-lakinya yang belum menikah. Nilai denda yang dikenakan tergantung dari kesepakatan antara pihak kakak dengan pihak adik. Denda ini tidak berlaku jika yang dilangkahi dalam pernikahan adalah kakak perempuan. 43 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Dasar penetapan garis keturunan Garis keturunan yang digunakan dalam suku Rote adalah patrilineal atau mengikuti garis keturunan ayah. Fam atau marga merupakan struktur klan dalam masyarakat Rote, yang menunjukkan sistem kekerabatan. Nama marga seseorang bisa menunjukkan asal daerah dan status sosialnya. Misalnya seseorang dengan marga Amalo, maka orang bisa mengetahui kalau orang tersebut berasal dari keturunan raja, karena Amalo adalah nama Raja di Rote Tengah pada masa lampau. Tidak menutup kemungkinan fam atau suku lain ikut bergabung atau berpindah dalam suatu suku. Bahkan untuk seseorang yang tidak mempunyai marga sebelumnya, dapat membentuk sebuah nama marga baru. Seorang laki-laki yang berasal dari wilayah atau daerah yang tidak mempunyai marga, misalnya daerah Jawa, bisa mendapatkan marga dengan masuk dan bergabung ke dalam anak suku tertentu. Sebagai contoh kasus seorang laki-laki yang berasal dari Jawa mempunyai nama belakang Syaputro. Kemudian nama Syaputro dijadikan sebagai nama marga oleh dirinya dan masuk ke maneleo tertentu. Sejak saat itu dia dan keturunannya akan mendapat nama marga Syaputro sehingga muncul nama marga baru di Rote Tengah. Perpindahan marga juga bisa dilakukan, jika seseorang ingin berganti marga, meskipun hal tersebut belum pernah terjadi. Untuk bergabung ke dalam sebuah leo (anak suku) dilakukan prosesi adat tertentu. Seseorang yang akan bergabung ke dalam leo tertentu mempunyai kebebasan memilih fam sesuai pilihannya. Kepindahan leo tidak memerlukan surat atau administrasi pemerintahan dan cukup dengan kehadiran kepala desa dalam upacara adat penerimaan. Rangkaian upacara adat penerimaan diawali dengan sambutan maneleo sebagai pemberitahuan bahwa seseorang akan masuk ke dalam leo dan mengumumkan bahwa orang 44 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut sah menjadi bagian dari anak leo pada hari tersebut. Setelah acara penyambutan, dilakukan acara penandatanganan surat yang menyatakan bergabungnya seseorang ke dalam leo. Pola penentuan pemilihan jodoh Pada dasarnya suku Rote cukup terbuka dalam membicarakan masalah pemilihan jodoh. Tidak ada pelarangan secara keras jika kedua orang saling jatuh cinta walaupun berbeda keyakinan, misalnya. Jika menikah nantinya, salah satu pihak dipersilahkan untuk mengikuti keyakinan pihak lainnya. Dalam adat Rote, seorang perempuan yang sudah menikah akan mengikuti fam keluarga suaminya. Fam milik keluarga istri tidak hilang, melainkan disematkan di belakang fam keluarga suaminya. Pernikahan di dalam marga dilarang. Tetapi seandainya terjadi maka pihak yang melakukan pernikahan tersebut dikenakan denda. Denda adat tersebut adalah satu ekor mae atau kerbau betina yang sudah beranak. Sebagai contoh di dalam marga Kiukanak terdapat fam Lian dan Seubelan, jika kedua fam tersebut melakukan pernikahan akan dikenakan denda. Dalam hal ini pihak laki-laki harus menanggung denda dengan membayarkan denda ke pihak perempuan. Sedangkan dua orang yang memiliki fam sama tidak boleh menikah dengan alasan apapun, walaupun jika dilihat dari hubungan darah maupun kekerabatan bukan termasuk dalam keluarga satu darah. Bagaimanapun jauhnya hubungan darah orang dengan fam yang sama, mereka tetap merupakan keluarga yang tidak boleh saling menikah. Jika kedua orang tersebut tetap menikah, maka risikonya akan dikucilkan dari keluarga dan diusir dari dalam suku atau tidak diakui menjadi anggota suku. Sebab bagi suku Rote, hal tersebut menunjukkan kerusakan moral dan pencemaran terhadap nama baik keluarga besar. 45 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Pernikahan yang disukai di dalam suku Rote adalah pernikahan sambung ikat pinggang atau Tuti Kalike. Pernikahan ini terkadang disebut sebagai pernikahan sambung darah karena antara saudara sepupu di mana kedua orangtuanya merupakan bersaudara kandung. Sebagai gambaran adalah sebuah keluarga yang mempunyai dua anak yaitu masing-masing seorang anak laki-laki dan anak perempuan. Jika kedua anak tersebut kemudian menikah dan masing-masing melahirkan anak laki-laki dan anak perempuan yang berbeda fam. Kedua anak berbeda fam tersebut diperbolehkan menikah dan pernikahan tersebut merupakan pernikahan yang disukai karena hartanya tidak keluar dari keluarga. Gambar 2. 10 Jenis Pernikahan yang Disukai, Pernikahan Tuti Kalike Usia pernikahan ideal Usia pernikahan yang ideal menurut tokoh masyarakat adalah 17 tahun, tetapi kenyataannya cukup banyak warga yang hamil dan melahirkan atau menikah pada usia 14-15 tahun, khususnya perempuan. Pada umumnya bentuk keluarga adalah keluarga inti yaitu satu rumah yang dihuni oleh suami, istri dan anak-anaknya. Pola tempat tinggal setelah menikah, jika sepasang suami istri belum mempunyai rumah akan tinggal di 46 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur rumah keluarga laki-laki (patrilokal) dan setelah mempunyai rumah sendiri mereka akan memisah dan tinggal di rumah barunya (neolokal). Hukum Pewarisan Dalam Hukum Pewarisan (Ba’e Pusaka) kebudayaan Rote, anak laki-laki bungsu mempunyai hak untuk mewarisi rumah orangtua (Fadik manini uma). Sementara itu anak perempuan tidak berhak mendapatkan bagian apapun dalam pembagian harta warisan, kecuali jika orangtua memang ingin memberikan secara pribadi kepada anak perempuan. Dalam pembagian harta benda selain rumah, seperti uang, hewan, atau sawah, kakak laki-laki tertua mendapatkan bagian yang lebih besar dibandingkan dengan adik-adiknya. Sebagai contoh, misalnya orangtua meninggalkan harta warisan sepuluh ekor sapi, untuk empat orang anak laki-lakinya. Sebelum harta tersebut dibagi, kakak laki-laki yang tertua terlebih dahulu mendapatkan bagian satu ekor sapi, baru kemudian sembilan ekor sapi tersebut dibagi rata di antara empat orang anak tersebut. Hal itu sesuai dengan filosofi orang Rote, kaak manita hata, artinya bahwa kakak sulung melihat harta orangtuanya terlebih dahulu dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Oleh karena itu, kakak sulung berhak mendapatkan bagian harta yang lebih banyak dibandingkan dengan adik-adiknya. 2.4.3. Sistem Kemasyarakatan dan Politik Lokal Pola kerjasama dan konflik Konflik yang sering terjadi di Desa Limakoli merupakan konflik antar warga. Konflik tersebut biasanya tentang perkelahian antar tetangga yang ditimbulkan karena kesalahpahaman, akibat “perkelahian” hewan peliharaan 47 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 misalnya. Seekor anjing yang menggigit seekor anak babi bisa menimbulkan perselisihan yang berujung laporan kepada pihak berwajib. Jika perselisihan tersebut kemudian bisa diselesaikan dengan cara damai, maka kedua belah pihak yang bertikai harus membuat kesepakatan. Kesepakatan tersebut biasanya berupa denda adat, dengan membunuh hewan anjing yang menggigit anak babi tersebut. Selain itu, uang denda juga harus dibayarkan dalam perselisihan tersebut, berupa uang yang nilainya dapat mencapai Rp. 1.000.000; Perselisihan yang lain biasanya antara anggota keluarga. Konflik tersebut juga bisa berujung pelaporan ke pihak yang berwajib, tidak peduli anggota keluarganya sendiri yang dilaporkan. Selain itu, konflik yang disebabkan penipuan cukup banyak terjadi. Hal tersebut biasanya terkait dengan penipuan jual beli hewan peliharaan seperti sapi atau babi. Pola Kerjasama dan Interaksi Sosial Masyarakat Tu’u merupakan acara kumpul keluarga yang menjadi cerminan dari nilai-nilai kegotong royongan suku bangsa Rote. Dalam budaya tu’u ini anggota keluarga (baik yang berasal dari satu marga maupun berbeda marga) berkumpul untuk saling mengumpulkan sumbangan, baik berupa uang maupun berupa barang untuk keperluan pernikahan, kematian, dan juga pendidikan. Tu’u pendidikan, merupakan bagian dari program revitalisasi budaya yang mulai diterapkan pada tahun 2006. Di dalam tu’u, terdapat istilah sambung keluarga atau gantung pintu. Artinya semua sumbangan tersebut akan saling berbalas, tidak berhenti begitu saja, dan tercatat dalam sebuah buku yang disebut dengan buku catatan hutang. Selain itu, gotong royong masyarakat dalam proses pembangunan rumah yaitu gotong royong membangun pondasi dan gotong royong dalam upacara kematian. Dalam setiap acara 48 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur kematian, masing-masing dusun mempunyai tanggung jawab untuk membantu keluarga yang anggotanya meninggal, dalam membuat peti mati dan menggali liang kubur. Sebagai contoh, jika terjadi kematian warga yang tinggal di dusun Tayoen, maka warga di dusun Oebaan bertanggung jawab menggali lubang, dan warga di dusun Nitanggoen mempunyai tanggung jawab membuat peti mati. Dengan adanya gotong royong seperti itu, keluarga yang mengalami musibah kematian akan merasa diringankan bebannya. Interaksi masyarakat sehari-hari biasanya dilakukan ketika saling bertemu seperti di sumur umum, kegiatan kebaktian, atau membeli barang di kios. Selain itu, interaksi juga biasa terjadi pada malam hari, ketika mereka berkumpul bersama di salah satu rumah untuk menonton televisi. Sistem Politik Lokal Di dalam pemerintahan desa, kepala desa menjadi pemimpin formal, dengan seorang sekretaris desa sebagai pendampingnya. Selain itu terdapat juga Kaur Kemasyarakatan, Kaur Pemerintahan, dan Kaur Umum (bendahara), dan Kepala dusun, untuk membantu tugas Kepala Desa. Selain seorang kepala desa, masyarakat Desa Limakoli memiliki tokoh adat yang dijadikan sebagai pemimpin informal. Pemimpin Informal dalam masyarakat adalah seorang maneleo atau kepala suku. Maneleo berasal dari kata mane yang berarti Raja dan leo yang berarti suku. Seorang maneleo membawahi beberapa anak leo atau anak suku. Maneleo dipilih oleh anakanak leo yang menjadi anggota, dengan cara pemungutan suara. Calon yang mendapatkan suara terbanyak akan dilantik menjadi seorang maneleo. Terdapat tiga kriteria umum untuk dapat dipilih sebagai maneleo. Yang pertama adalah merupakan keturunan bangsawan, yang kedua adalah orang yang 49 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 berpengaruh, dan yang ketiga adalah kemampuan dalam ekonomi. Ada tiga tingkatan maneleo yaitu maneleo desa (maneleo kecil), maneleo kecamatan (maneleo uum), dan maneleo Kabupaten (maneleo huk). Pada dasarnya masa jabatan maneleo adalah seumur hidup atau sampai maneleo tersebut mengundurkan diri, meskipun hal tersebut tergantung pada masing-masing maneleo. Misalnya ada maneleo yang menetapkan masa jabatan maneleo selama empat tahun, untuk kemudian dilakukan pemilihan kembali sesudah masa jabatannya habis. Tugas utama seorang maneleo adalah mengurus hal-hal yang berkaitan dengan budaya dan adat istiadat, terutama menyangkut adat istiadat dalam pernikahan dan kematian. Dalam pernikahan, biasanya maneleo bertindak sebagai juru bicara yang mewakili pihak keluarga untuk berembuk menentukan dan menyepakati jumlah belis. Meskipun demikian, maneleo tidak berhak memutuskan jumlah belis, karena yang berhak menentukan adalah orangtua pihak perempuan. Ketika terjadi pernikahan, seorang maneleo juga berhak menerima uang pamit (noke makasi) dari pihak laki-laki yang meminang seorang perempuan dari anak leo-nya. Besarnya uang pamit tersebut bervariasi, berkisar antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 500.000,-. Manesongo Dalam kaitannya dengan kegiatan pertanian, suku Rote mempunyai kepala pengairan yang disebut dengan istilah Manesongo. Manesongo adalah jabatan yang diberikan kepada “pemilik” bendungan yang mempunyai hak untuk membagikan air kepada para anggota kompleks persawahan. Disebut pemilik bendungan karena manesongo adalah orang yang dahulu berjasa membuat bendungan untuk pertama kali. Oleh karena itu jabatan 50 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur manesongo tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Hanya keturunan langsung dari marga yang sama berhak untuk mewarisi jabatan tersebut. Jabatan sebagai manesongo merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang seumur hidup. Seorang manesongo tidak harus menetap di desa tempat bendungan berada, sepanjang nenek moyangnya lah yang memiliki bendungan tersebut. Seorang manesongo atau kepala subak akan mewariskannya kepada anak kandung, siapapun baik laki-laki maupun perempuan, baik anak sulung, anak ke 2 atau ke 3, maupun anak bungsu. Jika memang anak perempuan yang mewarisi, biasanya jabatan tersebut akan diserahkan kepada suaminya. Jika keluarga pemilik bendungan memutuskan untuk menjual bendungan, maka kepemilikannya bisa berpindah, demikian juga dengan posisi sebagai manesongo akan berpindah kepada orang yang membeli bendungan tersebut. Tugas seorang manesongo adalah memastikan bahwa air untuk mengairi sawah sudah terdistribusikan secara adil dan merata, memastikan kekuatan pagar di sekeliling sawah, dan memberikan denda kepada anggota kompleks yang melanggar aturan yang disepakati bersama. Dalam mengatur anggota kompleks persawahan, seorang manesongo memiliki wakil disebut manakilaoe yang dipilihnya. Upah seorang manesongo atau kepala subak ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara anggota kompleks persawahan. Tetapi rata-rata dihitung dari hasil panen, sesuai dengan rendaman bibit yang ditanam. Misalnya seorang petani menanam lima blek bibit hasil rendaman, maka dia akan memberikan jumlah sama lima blek padi kepada kepala subak nantinya. Persemaian bibit dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Maret. Dan setiap satu tahun sekali akan diadakan acara syukuran, yang disebut acara naoek, di mana para anggota 51 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kompleks persawahan diminta membawa ayam dan beras sebagai hidangan yang akan disantap bersama. Pada acara syukuran ini pula semua uang denda yang didapatkan selama satu tahun beserta penggunaannya, diberitahukan kepada seluruh anggota kompleks persawahan. Demikian juga dengan denda berupa binatang ternak, akan disembelih pada saat acara syukuran ini. Denda akan dikenakan ketika ada anggota kompleks yang melakukan pelanggaran seperti melakukan sabotase terhadap jumlah air yang seharusnya dibagi sehingga pembagian air menjadi tidak merata yang bisa didenda satu ekor kambing. Setiap anggota kompleks persawahan mempunyai kewajiban membuat pagar yang kuat untuk melindungi agar hewan peliharaan tidak menerobos masuk ke dalam kompleks persawahan. Nantinya tingkat kekuatan pagar tersebut akan diperiksa dan disahkan oleh suatu komisi pagar dari pemerintahan. Ketika pagar sudah mendapatkan pengesahan kekuatan dari komisi pagar, jika ada hewan yang masuk ke dalam kompleks persawahan maka pemilik hewan merupakan pihak yang bersalah dan bukan pihak pemilik pagar. Hukuman yang diberikan adalah penyembelihan hewan, dengan pembagian setengah bagian untuk anggota kompleks persawahan dan setengah bagiannya lagi kepada pemilik binatang. Beberapa denda akan dikenakan jika anggota kompleks persawahan melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama. Jumlah denda tersebut bisa meningkat tetapi tidak bisa berkurang. Misalnya jika seseorang tidak membuat pagar dengan kuat, maka dikenakan denda sebesar Rp. 50.000,- sedangkan jika selokan tidak bersih atau datang hanya hanya mengikuti kegiatan kerja bakti atau gotong royong setengah hari dikenakan denda sebesar Rp. 25.000,- dan jika tidak membersihkan selokan sama sekali dikenakan denda sebesar Rp. 50.000,-. Demikian untuk kegiatan rapat, jika seseorang tidak datang rapat, maka 52 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenakan didenda sebesar Rp. 50.000,- sedangkan jika terlambat datang sebesar Rp. 25.000; Denda-denda tersebut dikumpulkan dan menjadi kas untuk memperbaiki selokan dan bendungan. Pagar merupakan hal penting dalam kehidupan pertanian masyarakat Rote. Setiap tahun sebelum mulai proses tanam, harus dibuat pagar setinggi 160 cm, dan selokan di persawahan dibersihkan. Oleh sebab itu masing-masing anggota kompleks persawahan mendapat tugas untuk membuat pagar sesuai jumlah bibit padi yang akan ditanam. Untuk bibit padi kurang lebih satu blek, diwajibkan membuat pagar sepanjang 2 meter. Setiap satu tahun sekali akan ada komisi pagar, yang diwakili oleh perwakilan dari kecamatan dan kepala desa, akan memeriksa kekuatan pagar. Gambar 2. 11 Pagar untuk melindungi lahan pertanian dari ternak Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Karena peran pagar sangat penting, maka sebelum diperiksa oleh komisi pagar, akan dilakukan tiga kali pemeriksaan, yaitu 53 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 1) Pemeriksaan pertama dilakukan oleh masing-masing pemilik pagar, yang harus memeriksa pagar secara keseluruhan dan membersihkan selokan untuk pengairan. 2) Pemeriksaan yang kedua dilakukan oleh manesongo yang akan memeriksa kekuatan pagar setelah bibit selesai ditanam, sebelum pagar tersebut diperiksa oleh komisi pagar. 3) Komisi am atau biasa disebut sebagai komisi pagar, merupakan komisi pemeriksa kekuatan pagar yang terakhir kali. Perwakilan dari kecamatan, kepala desa, serta panitia yang dibentuk merupakan pihak yang memeriksa dan mengesahkan kekuatan pagar. Dalam acara pemeriksaan kekuatan pagar akan diadakan pesta dengan mengundang seluruh anggota kompleks dimana masing-masing membawa 1 periuk nasi dan satu ekor ayam. Jika anggota tidak membawa nasi dan ayam tersebut, maka akan dikenakan denda adat yang sudah disepakati bersama, yaitu menjual sawah miliknya dan tetap memberikan 1 periuk nasi, atau menjual sawah dan membawa satu ekor ayam. Maneholo Maneholo adalah seorang kepala kompleks perkebunan. Berbeda dengan manesongo, kepemimpinan seorang maneholo bisa berganti setiap tahun, dan proses pemilihannya dipilih oleh anggota kompleks perkebunan. Tugas seorang maneholo antara lain adalah melakukan pengawasan terhadap orang yang keluar masuk ke dalam mamar, memeriksa pagar, bertanggungjawab atas kehilangan yang terjadi di dalam kompleks perkebunan, dan juga memeriksa jika ada tanaman yang masak dan siap dipanen oleh pemilik pohon. Anggota kompleks perkebunan yang akan memasuki kebun diwajibkan untuk melapor terlebih dahulu kepada 54 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur maneholo. Jika tidak melapor, maka akan dikenakan denda berupa 18 ekor ayam atau beras sebanyak satu blek. Maneholo mendapatkan upah dari bagi hasil kebun yang dimiliki oleh anggota kompleks perkebunan. Setiap anggota kompleks perkebunan harus memberikan bagian dari tanaman yang diambil kepada maneholo sebagai bukti. 2.5. Pengetahuan Tentang Kesehatan 2.5.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit Masyarakat mempunyai konsep sehat di mana tubuh terasa segar dan bersemangat untuk melakukan kegiatan kerja. Sementara itu sakit dikatakan sebagai suatu kondisi di mana tubuh terasa lemas, tidak mempunyai nafsu makan. Seseorang akan mengakui kalau dia sedang dalam kondisi tubuh yang tidak sehat jika tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari. Badan lemah, tidak bisa beraktivitas, sering merasa mengantuk, dan nafsu makan berkurang merupakan tanda-tanda sakit menurut salah seorang informan. Seseorang yang sakit diperlakukan lebih istimewa dalam pengobatan. Dalam hal makanan, orang yang sakit biasanya diberi bubur, tetapi tidak ada perlakuan istimewa lainnya. Suatu penyakit dikatakan berat jika seseorang sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur dan tidak bisa beraktivitas dalam waktu yang lama. Sementara itu suatu penyakit dikatakan ringan jika seseorang masih bisa beraktivitas meskipun sedang tidak enak badan. Konsep bersih adalah suatu kondisi di mana tidak ada sampah yang berserakan, tidak ada kotoran dalam rumah maupun di lantai, sebagaimana dinyatakan seorang informan. Sementara itu konsep kotor menurut masyarakat adalah suatu 55 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kondisi di mana terdapat banyak kotoran di sekitar rumah maupun lingkungan. Kondisi sakit jiwa di masyarakat Desa Limakoli terutama dipercaya karena darah putih dari jalan lahir naik ke kepala pada ibu setelah melahirkan. 2.5.2. Penyembuhan Tradisional Di Desa Limakoli tidak ada sebutan khusus untuk penyembuh tradisional. Sebutan dukun kampung biasanya diberikan kepada orang yang biasa membantu kelahiran bayi. Seorang dukun kampung yang membantu kelahiran seorang bayi biasanya akan diberikan separuh dari kepala binatang pada saat pesta syukuran kelahiran anak. Ada seorang penyembuh tradisional yang terkenal kemampuannya dalam menyembuhkan penyakit berkaitan dengan patah tulang dan penyakit dalam perut, bernama Oma Sr. Oma Sr mendapatkan karunia ketika menyusui anak pertamanya, kurang lebih 50 tahun yang lalu. Pada waktu itu, Oma Sr tiba-tiba ingin berpuasa selama sepuluh hari, walaupun akhirnya hanya tiga hari. Pada malam ketiga, Oma Sr mendapat petunjuk semacam penglihatan. Setelah mendapatkan karunia, Oma Sr bertemu dengan orang Amerika yang mengajari cara melahirkan anak. Orang Amerika tersebut juga menunjukkan orang-orang yang patah tulang dan terkilir. Oma Sr mulai meraba bagian-bagian yang sakit, setelah itu penderita mengalami kesembuhan. Selain itu, oma Sr bisa mengobati penyakit-penyakit dalam perut, seperti penyakit lambung dan ginjal. Orang Amerika tersebut juga memberitahukan tentang berbagai obat-obatan modern yang biasa dipakai oleh tenaga kesehatan. 56 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam memberikan pengobatan, Oma Sr membuat ramuan obat dalam periuk dari tanah. Menurutnya, manusia diciptakan dari tanah sehingga pengobatannya juga harus menggunakan periuk tanah. Oma Sr menolong kelahiran di desa Limakoli, tetapi sejak dua tahun terakhir terdapat perubahan karena ibu diminta untuk melahirkan di puskesmas. Walaupun demikian, Oma Sr tidak bisa menolak kalau diminta memberikan pertolongan. Oma Sr juga mempunyai keahlian untuk mengembalikan posisi bayi yang melintang. Obat tradisional yang biasa digunakan untuk mengobati sakit gigi adalah dengan menggunakan kulit pohon kom. Kulit pohon kom diiris sebanyak tiga ruas, diambil dari bawah ke atas, kemudian dididihkan untuk dijadikan sebagai obat kumur. 2.5.3. Pengetahuan Penyembuhan Tradisional dan Biomedikal Pengobatan tradisional dari bahan-bahan akar, kulit pohon, dan daun masih banyak digunakan. Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional ini biasanya orang lanjut usia atau tidak dimiliki setiap orang. Amoksilin merupakan obat modern yang banyak diketahui warga. Seringkali orang minum amoksilin tanpa berobat ke dokter. Seorang anak balita yang menderita gatal-gatal diberi ibunya cairan amoksilin yang dioleskan tiga kali sehari pada pagi, siang dan sore hari. Cara pembuatan obat oles sakit kulit yaitu tiga butir amoksilin dihancurkan kemudian dicampur dengan satu botol kecil minyak kelapa. “Resep” tersebut diperoleh informan dari salah seorang tetangganya. 57 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2.5.4. Pengetahuan tentang Makanan dan Minuman Tidak ada pembedaan antara makanan orang dewasa dengan makanan anak. Sayur dan ikan merupakan dua jenis bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh warga masyarakat. Terkadang beberapa orang juga makan dengan nasi kosong yaitu nasi yang dicampur dengan air garam. Daging babi atau daging ayam merupakan bahan makanan istimewa yang hanya dapat ditemui jika terdapat acara pesta. Di dalam sebuah keluarga, makanan dibagikan untuk semua, tidak ada prioritas dalam membagi makanan, hanya ketika kepala keluarga berada di luar rumah maka akan disisihkan makanan oleh istrinya. Cara pengolahan makanan umumnya direbus atau ditumis. Masyarakat mengenal jenis bumbu masakan terbatas pada bawang putih dan garam saja. Dalam hal cara penyimpanan makanan, tidak ada cara penyimpanan makanan dan minuman khusus, yang dilakukan oleh penduduk desa Limakoli. 2.6. Bahasa Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Limakoli menggunakan bahasa Rote. Tetapi saat ini banyak orang yang dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Menurut Fox dalam Haning (2009) bagi orang Rote, berbicara adalah kenikmatan hidup, bukan hanya obrokan kosong untuk menghabiskan waktu, tetapi merupakan suatu sikap untuk berpihak secara formal dalam pertengkaran, perdebatan, dan ketangkasan berbicara yang tak ada habishabisnya atau keinginan untuk saling menyaingi dalam menggunakan ungkapan-ungkapan dengan lancar dan berimbang dalam upacara. 58 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Paul A. Haning (2009) menyatakan bahwa Kabupaten Rote Ndao terdiri dari dua bahasa, yaitu Bahasa Rote dan Bahasa Ndao. Dalam Bahasa Rote terdapat 18 dialek yang berbeda karena pembagian Rote menjadi 18 nusak (kerajaan) yang kemudian dikelompokkan menjadi empat dialek besar (Fanggidae dalam Haning, 2009), yaitu dialek Rote Timur di wilayah Kecamatan Rote Timur dan Pantai Baru; dialek Rote Tengah di wilayah Kecamatan Rote Tengah, Rote Selatan, Lobalain; dialek Rote Barat Daya, dan dialek Rote Barat Laut. Dari keempat dialek tersebut, dialek Rote Tengah merupakan dialek yang mempunyai penutur terbanyak dan disebutkan menjadi standar bagi penutur bahasa Rote. 2.7. Kesenian Sasando dan gong merupakan dua jenis alat musik sebagai ciri khas suku Rote. Sementara itu Foti dan Kebalai merupakan dua jenis seni tari yang terdapat dalam kebudayaan Rote. Foti adalah sebuah tarian yang biasa ditarikan ketika acara pesta kematian. Menari yang dilakukan dalam upacara kematian mempunyai tujuan menghibur keluarga yang sedang berduka. Tarian foti merupakan tarian dengan gerakan kaki yang cepat mengikuti bunyi irama gong. Sementara, tarian Kebalai merupakan tarian yang dilakukan secara beramai-ramai, di mana laki-laki dan perempuan saling berpegangan tangan, dan menari secara melingkar dengan diiringi musik gong. Tetapi sayang kesenian yang sekarang di Desa Limakoli hanya pukul gong pada upacara kematian yang digunakan bila orang berada. Demikian juga dengan manholo atau orang yang pandai mengucapkan bahasa syair (bini), sudah tidak bisa ditemui di Desa Limakoli. Pada masa kini pengucapan bini terkadang masih 59 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dilakukan dalam acara penyambutan kepala daerah setingkat Bupati. Di sekolah dasar diajarkan muatan lokal mata ajaran kesenian tetapi terbatas pada pembelajaran lagu tradisional kepada murid-murid. Gambar 2. 12 Alat musik Sasando Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Alat musik gong dipukul dengan dua cara. Cara yang pertama adalah memukul dengan ritme lambat atau disebut pukulan enggalutu. Sementara itu pukulan cepat atau pukulan kei merupakan cara memukul untuk mengiringi tarian foti. Tradisi memukul gong jarang dilakukan semenjak ada larangan dari pihak gereja. Tradisi memukul gong sendiri sebenarnya bukan merupakan kebiasaan yang melanggar ajaran agama, tetapi kebiasaan lain yang menyertai tradisi pukul gong lah, misalnya tradisi minum sopi yang melanggar ajaran agama. 60 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 2.8. Mata pencaharian 2.8.1 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Mata Pencaharian Pokok Mata pencaharian utama penduduk sebagai petani padi. Sawah dibagi menjadi dua macam sistem pengairan, yaitu sawah air hidup serta sawah tadah hujan dan sawah padi gora. Sawah air hidup merupakan sawah yang memperoleh air langsung dari sungai, sawah tadah hujan dari air hujan, dan sawah padi gora dari air hujan tetapi sebelumnya tidak dilakukan pengolahan tanah. Sawah air hidup bisa ditanami padi sebanyak dua kali dalam setahun, sementara itu sawah tadah hujan dan sawah padi gora hanya satu kali dalam setahun, yaitu hanya pada musim hujan. Masa tanam sawah padi gora dimulai biasanya pada bulan Desember. Mata Pencaharian Sampingan Ketika seseorang tidak memiliki lahan pertanian sendiri, dia bisa bekerja untuk mengerjakan sawah orang lain. Ada dua sistem pengerjaan sawah, yang pertama adalah mengerjakan sawah orang lain sepenuhnya, mulai dari menanam sampai panen. Hasil panen tersebut akan dibagi dua sama antara pemilik tanah dan penggarap sawah. Yang kedua adalah mengerjakan sebagai tenaga sewa untuk membantu menanam atau memanen hasil padi. Upah terendah tenaga kerja perempuan adalah Rp. 20.000,- per hari sedangkan untuk laki-laki adalah Rp. 25.000,per hari. Beternak merupakan sumber penghasilan di luar pertanian, yang membikan penghasilan cukup besar. Babi usia enam bulan, bisa dijual seharga Rp.1.000.000,-. Sedangkan sapi cukup mahal harganya, tetapi waktu pemeliharaannya lebih lama sehingga kebanyakan warga lebih memilih beternak babi 61 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dibandingkan sapi. Penduduk terkadang juga menjual binatang anjing dengan hargai Rp.350.000 untuk ukuran sedang. Selain bekerja di bidang pertanian, beberapa orang mempunyai pekerjaan sampingan lain ketika tidak bekerja di bidang pertanian. Ada yang bekerja sebagai penggali sumur, mengumpulkan bebak untuk dijual, dan berbagai macam pekerjaan lain sesuai dengan keahliannya. Ketika tidak bekerja di sawah sebagian besar masyarakat menjual bebak (batang dari daun pohon gewang). Harga jual bebak bisa dikatakan cukup mahal dan menjadi daya tarik tersendiri. Harga sebuah bebak adalah Rp. 1000,- dan satu ikat berisi 30 bebak. Dengan demikian, kalau seseorang bisa mengumpulkan satu ikat bebak dalam waktu satu hari, maka dia akan mendapatkan uang Rp. 30.000,-. Penjual pun tidak jauh mengantar bebak, karena pembelinya akan datang untuk mengambil bebak-bebak tersebut. Bebak sangat diperlukan oleh masyarakat sebagai bahan pembuat pagar. Menjual minyak kelapa juga menjadi pekerjaan sampingan masyarakat Desa Limakoli, khususnya para perempuan. Minyak kelapa tersebut dimasukkan dalam botol air mineral ukuran 600 ml, dan dijual seharga Rp. 8.000,- per botol. Dari 30 butir kelapa bisa dihasilkan 6 botol minyak kelapa. Mereka biasanya menjual barang-barang hasil kebun dan juga hasil olahan minyak kelapa di Pasar Ofalain yang diadakan setiap hari Rabu. Bertanam pohon pisang merupakan pekerjaan sampingan penduduk. Harga jual pisang Rp.5.000,- per sisir dirasakan bisa membantu perekonomian rumah tangga sehari-hari karena waktunya lebih cepat dibandingkan menunggu panen padi. Sekitar bulan Agustus, beberapa orang mulai bekerja mengiris pohon lontar, diambil niranya untuk dijadikan olahan gula air. Meskipun demikian, mengiris pohon lontar tidak banyak dilakukan oleh penduduk Desa Limakoli. 62 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar 2. 13 Suasana Pasar Ofalain Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 2.8.2 Pembagian Kerja Ada budaya Rote yang disebut Tomanek Ina Kakana yang mempunyai arti laki-laki adalah raja, dan perempuan seperti kanak-kanak. Karena laki-laki adalah seorang raja, maka bisa memerintah dan tugas perempuan adalah mengerjakan segala macam pekerjaan rumah. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan terutama bisa dilihat di bidang pertanian. Dalam mengerjakan pekerjaanpekerjaan di bidang pertanian, yang disebut sebagai pekerjaan perempuan antara lain adalah tete na’o (membersihkan rumput), sele (menanam bibit padi), koru (panen padi), tek (melakukan rontok padi). 63 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sementara itu yang disebut sebagai pekerjaan laki-laki di sawah antara lain adalah mencangkul tanah agar siap untuk ditanam, membuat pematang, menaburkan nuk (bibit) yang akan disemai, memupuk dan menyemprot padi, mengangkut padi, dan merontokkan padi. Selain itu juga ada pekerjaan yang dilakukan bersama-sama antara laki-laki dengan perempuan, yaitu pekerjaan mencabut rumput dan menanam, menjaga burung, serta melakukan rontok padi (dengan menggunakan mesin). Pembagian kerja juga dilakukan ketika sebuah keluarga mempunyai pekerjaan sampingan untuk membuat minyak kelapa. Pekerjaan memetik buah kelapa dilakukan oleh suami, sementara itu pekerjaan memikul kelapa dilakukan bersamasama antara suami dengan istri, dengan porsi angkutan kelapa lebih banyak dilakukan oleh istri. Dikatakan dalam bahasa Rote, suami tanggung panjat dan istri tanggung pikul. Artinya, suami melakukan pekerjaan memanjat dan memetik buah kelapa, sementara itu istri mempunyai pekerjaan untuk memikul kelapa yang sudah dipetik tersebut. Demikian juga dengan pekerjaan memasak perasan kelapa hingga menjadi minyak, dilakukan oleh istri. Anak-anak perempuan sudah diberikan tugas untuk memikul air sejak usia 4 atau 5 tahun. Dimulai dari menggunakan jerigen kecil atau ember kecil, baru kemudian meningkat memikul air dengan menggunakan alat pikul yang disebut lepa, dan mengangkat dua buah ember ukuran sedang dalam satu kali pikul. Di dalam rumah, anak-anak perempuan mempunyai tugas untuk mengurus segala macam pekerjaan rumah tangga seperti menyapu rumah, mencuci baju, mencuci piring, memasak nasi, memasak sayur dan lauk pauk. Ketika seorang anak perempuan sudah memasuki usia SMP maka tugas dan tanggung jawab 64 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur pengurusan rumah mulai menjadi tanggungjawabnya penuh. Ibu akan bekerja di sawah sepanjang hari. Tetapi tidak demikian dengan anak laki-laki. Seorang anak laki-laki tidak diberikan tugas dan tanggung jawab untuk menangani pekerjaan rumah tangga. Anak laki-laki akan diajarkan dan diajak untuk mengerjakan pekerjaan di sawah, seperti memikul padi. Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun ratarata sudah bisa memikul padi seberat satu blek (sekitar 60 mog). Seorang anak perempuan memang sudah dibiasakan untuk bekerja membantu pekerjaan rumah tangga lebih awal dibandingkan dengan anak laki-laki. Menurut salah seorang informan, hal ini disebabkan karena jika seorang perempuan tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka bisa dipastikan perempuan tersebut di masa depan tidak akan dapat berumah tangga. Gambar 2. 14 Anak mengasuh adik Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 2.8.3. Alokasi Penghasilan Penghasilan masyarakat sehari-hari yang pertama digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari seperti sabun 65 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 cuci, sabun mandi, minyak tanah, gula, kopi, dan juga garam. Barulah kemudian penghasilan tersebut digunakan untuk menyiapkan keperluan-keperluan tu’u. 2.8.4. Jenis Kepemilikan Barang Rata-rata warga masyarakat sudah mempunyai sepeda motor sebagai alat transportasi. Televisi masih menjadi barang mewah, dan tidak semua orang memiliki televisi. Tetapi hal itu juga disebabkan karena ketersediaan listrik dengan tenaga surya sehingga penggunaanya terbatas. Telepon genggam sudah dimiliki oleh hampir setiap keluarga penduduk Limakoli yang sudah berusia dewasa. Beberapa anak usia sekolah juga ada yang mempunyai telepon genggam. Sebagian besar rumah tidak mempunyai dekorasi atau hiasan rumah tertentu. Tetapi beberapa rumah terdapat dekorasi kepala rusa atau kepala babi hutan hasil buruan atau mempunyai hiasan bunga terbuat dari plastik yang merupakan tugas anak sekolah. 2.9. Teknologi dan peralatan Macam-macam peralatan informasi dan transportasi Terkait dengan teknologi komunikasi penduduk Desa Limakoli tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan telepon genggam. Hampir setiap rumah mempunyai telepon genggam. Bidan desa juga memberikan nomor telepon, khususnya kepada ibu hamil agar bisa dihubungi setiap saat. Sebenarnya dibutuhkan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi agar menggunakan telepon genggam sebagai alat untuk menghubungi tenaga kesehatan dalam pencarian pertolongan kesehatan. 66 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Meskipun alat transportasi umum dari dan menuju Desa Limakoli sangat terbatas, tetapi jika berkaitan dengan kesehatan, puskesmas setempat telah menyediakan alat transportasi berupa mobil ambulance yang bisa dihubungi 24 jam oleh warga. Akses jalan untuk menuju Desa Limakoli sebenarnya relatif mudah ditempuh, sehingga tidak menjadi kendala. Gambar 2. 15 Teknologi yang dipergunakan di bidang pertanian Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Penggunaan jenis-jenis peralatan yang digunakan di dalam rumah Kebanyakan warga mempunyai dapur yang terpisah dari rumah. Dapur biasanya terletak di belakang rumah, dalam kondisi terbuka, sehingga binatang seperti ayam, anjing, maupun babi bebas untuk berkeliaran. Peralatan masak dan makan seringkali menjadi serbuan dari anjing-anjing peliharaan sesaat setelah digunakan. Jika anjing peliharaan tersebut sedang berada dalam kondisi yang tidak sehat, ditambah dengan proses pencucian yang kurang bersih, maka terbuka kemungkinan terjadinya pencemaran atau penularan penyakit yang berasal dari air liur anjing. Penempatan peralatan masak dan peralatan makan di tempat terbuka juga menjadikan hewan-hewan 67 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 peliharaan tersebut lebih mudah untuk menjilat peralatan makan milik manusia. Penggunaan teknologi yang terkait kesehatan Seluruh warga masyarakat sudah mempunyai kesadaran untuk merebus air minum. Dalam pengolahan makanan, bahan yang akan dimasak dicuci terlebih dahulu. Sebagian besar warga melakukan mengolah makanan dengan cara direbus dan ditumis. Makanan yang digoreng dengan banyak minyak jarang ditemui. Cita rasa makanan cenderung asin, tetapi dengan sedikit bumbu masak seperti bawang merah atau bawang putih. Penyajian makanan disertai pemberian garam di meja makan, sebagai bahan taburan jika masakan yang disajikan kurang asin. Makanan yang dikonsumsi penduduk biasanya nasi dengan sayur dan jika tidak memasak sayuran nasi kosong, yaitu nasi yang dimakan dengan campuran air garam merupakan menu pilihan. Variasi nasi kosong antara lain nasi yang dicampur dengan air garam, sampai nasi yang diberi campuran minyak kelapa dan garam. Kadang bila ada penjual ikan yang masuk ke desa maka hari itu mereka makan dengan lauk ikan. Jenis ikan yang biasa dibeli adalah ikan segar. Pengolahan obat Di Desa Limakoli tersedia cukup banyak bahan alam yang biasanya digunakan untuk menyembuhkan sakit. Meskipun demikian, hanya beberapa orang yang mengetahui nama dan khasiat tanaman-tanaman obat tradisional tersebut. Pengolahan obat tradisional umumnya diolah dengan cara direbus kemudian diminum atau dibakar kemudian dioleskan ke bagian tubuh. Rumah Mayoritas rumah penduduk tidak mempunyai cukup ventilasi dimana biasanya pergantian udara melalui pintu. Dan 68 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur mayoritas rumah berlantai tanah, maka kebersihan rumah perlu diperhatikan. Karena lantai rumah dari tanah tersebut, ketika meludah, balita buang air kecil terkadang dilakukan di dalam rumah. MCK Keberadaan WC merupakan permasalahan utama yang masih dihadapi di Desa Limakoli terkait dengan MCK. Menggali tanah di hutan kemudian meninggalkannya agar dimakan oleh babi atau anjingmerupakan pilihan sebagian besar masyarakat yang tidak mempunyai WC untuk melakukan kegiatan buang air besar. Hal ini tentu bisa menimbulkan penyakit, karena kotoran manusia dibuang sembarangan. Gambar 2. 16 Kegiatan mencuci di sungai Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 69 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 70 BAB 3 POTRET KESEHATAN 3.1. Status Kesehatan 3.1.1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kegiatan Puskesmas yang terkait dengan Kesehatan Ibu dan Anak adalah Posyandu yang dilakukan setiap bulan satu kali. Kegiatan Posyandu tersebut meliputi kegiatan penimbangan, imunisasi bayi dan balita, imunisasi ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil, dan pelayanan terhadap pasien umum. Program bantuan pemerintah terkait dengan KIA adalah bantuan PNPM untuk ibu hamil, bayi dan balita. Bantuan tersebut berupa pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, serta bantuan insentif transportasi untuk pemeriksaan ke posyandu. Upaya yang dilakukan puskesmas agar penduduk bersedia melahirkan di pelayanan kesehatan antara lain sosialisasi dan konseling ketika ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Sosialisasi juga terkait pemberian nomor telepon yang bisa dihubungi sewaktu-waktu, yaitu nomor telepon bidan, bidan koordinator, kepala puskesmas, sampai supir ambulance. Selain itu dilakukan sosialisasi terkait dengan pembebasan biaya bagi ibu bersalin, meliputi biaya persalinan, pengobatan, dan transportasi, disebabkan karena program Revolusi KIA yang dicanangkan oleh pemerintah provinsi NTT. 71 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Program Revolusi KIA dicanangkan di seluruh NTT sejak bulan Oktober tahun 2010. Program Revolusi KIA membebaskan seluruh biaya persalinan di fasilitas kesehatan, tetapi melarang petugas kesehatan melakukan persalinan di rumah. Persalinan di rumah biasanya karena pengaruh keluarga lebih besar dalam pengambilan keputusan. Menurut informan kepala puskesmas, akses jalan yang sulit tidak bisa dijadikan alasan karena terdapat desa dengan akses jalan yang lebih sulit tetapi bisa dan bersedia untuk melahirkan di pusat kesehatan. Sejak dicanangkan Gerakan Sayang Ibu pada tahun 2012, proses persalinan tidak selalu seperti yang ditakutkan, misalnya dengan proses pengguntingan jalan lahir. Pihak keluarga juga diperbolehkan masuk ke ruang bersalin jika memang dibutuhkan. Selain itu, delapan jam setelah melahirkan, seorang ibu diperbolehkan pulang. Jadi tidak perlu menginap selama berharihari seperti yang dikhawatirkan warga masyarakat selama ini. Selain itu, dukun akan mendapatkan uang sebesar Rp. 25.000,karena telah menelepon pihak puskesmas atau tenaga kesehatan. Mengikuti KB dilakukan ketika memiliki lebih dari tiga orang anak. Menurut salah seorang informan hal tersebut kemungkinan jika salah seorang anaknya meninggal, maka masih memiliki anak lainnya. 3.1.2. Budaya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) 3.1.2.1. Persalinan oleh Tenaga Keshatan Mayoritas ibu lebih memilih melahirkan di rumah daripada di rumah sakit. Sampai dengan bulan Juni tahun 2014, hanya tiga ibu yang melahirkan di Puskesmas. Ada berbagai macam alasan yang dikemukakan mengapa mereka memilih melahirkan di rumah. Alasan yang utama adalah ketakutan menyangkut permasalahan biaya. Bagi masyarakat, melahirkan di 72 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur fasilitas kesehatan identik dengan biaya yang mahal. Selain itu, mereka juga memilih untuk melahirkan di rumah karena rumor yang mengerikan terkait dengan proses melahirkan di rumah sakit. Rumor tersebut antara lain adalah proses pengguntingan dan penjahitan yang dilakukan, tidak ada anggota keluarga lain yang boleh menemani proses persalinan, tentang tenaga kesehatan yang akan membentak jika dalam proses persalinan ibu berteriak kesakitan. Meskipun dari sedikit ibu yang memilih melahirkan di puskesmas tersebut mengatakan bahwa keputusan mereka disebabkan pengalamannya melihat kakak kandungnya meninggal karena perdarahan saat melahirkan. Pihak puskesmas sendiri sebenarnya sudah melakukan beberapa cara untuk melakukan sosialisasi tentang melahirkan di pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seperti menghadirkan ibu yang melahirkan di puskesmas, dan berbagi pengalaman atau cerita dengan warga. Tetapi hasilnya belum terlalu dirasakan. Persalinan di rumah pada umumnya ditolong tenaga non kesehatan, yaitu keluarga atau dukun kampung. Proses persalinan dilakukan di kamar tidur, tetapi tidak di tempat tidur, melainkan di lantai dengan beralaskan tikar. Untuk membantu mengejan, kain selendang digantungkan dan dipakai pegangan untuk membantu mengejan. Selain dengan kain, ibu yang akan melahirkan juga meminta bantuan keluarga (suami, ibu, atau saudara) untuk menyandarkan bagian punggungnya, sehingga kedua punggung saling bertemu. Perut ibu yang melahirkan diikat dengan sehelai kain, dengan fungsi untuk menahan bayi yang akan dilahirkan agar tidak kembali ke perut ibu. Sedangkan orang yang menolong persalinan tidak menggunakan alat pelindung apapun, seperti sarung tangan. Peralatan yang digunakan tidak didisinfektan, seperti alat untuk memotong tali pusat. Gunting biasanya digunakan untuk 73 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 memotong tali pusat. Jika menggunakan gunting yang tidak baru, akan langsung digunakan tanpa disinfektan dahulu, atau hanya dilap dengan kain. 3.1.2.2. Penimbangan Bayi dan Balita Kegiatan Posyandu di Desa Limakoli dilakukan di gedung yang khusus dibangun dengan dana PNPM Mandiri. Karena di Desa Limakoli terdapat tiga dusun, maka terdapat tiga bangunan Posyandu. Ketiga gedung tersebut dalam kondisi baik dan cukup terawat. Masing-masing bangunan terdapat kamar untuk pemeriksaan ibu hamil. Sedangkan fasilitas yang tersedia di gedung Posyandu cukup lengkap yaitu masing-masing mempunyai meja dan kursi untuk pemeriksaan, serta tempat tidur untuk tempat pemeriksaan ibu hamil. Selain itu masingmasing posyandu memiliki alat timbang berbentuk injak yang dilengkapi alat ukur dan timbangan untuk bayi. Dalam rangka gerakan cuci tangan memakai sabun, setiap Posyandu juga mempunyai sebuah ember tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan kran. Namun, ember tersebut sangat jarang digunakan dan hanya dijadikan sebagai pajangan. Karena tempat Posyandu sudah dipisahkan berdasarkan masing-masing dusun, maka alasan tempat pemilihan penimbangan dilakukan berdasarkan kedekatan lokasi. Beberapa alasan yang diberikan oleh ibu-ibu tentang alasan datang ke Posyandu adalah untuk mengetahui berapa berat badan terakhir anak, serta apakah berat badan anak mereka mengalami kenaikan atau penurunan. Makanan yang diberikan pada saat penimbangan antara lain biskuit, susu, atau kacang hijau. Susu dan kacang hijau ditempatkan dalam ember besar untuk kemudian dibagikan kepada para balita. Para ibu membawa berbagai macam botol, 74 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur ada botol bekas minuman air mineral, botol bekas minuman teh instan, tidak tahu sudah berapa kali dipakai karena kusam warnanya. Gambar 3. 1 Suasana Penimbangan di Posyandu Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 3.1.2.3. Memberikan ASI Eksklusif Di Desa Limakoli ASI eksklusif belum diberikan. Hal ini karena pada hari pertama seorang bayi lahir, maka bisa dipastikan akan diberikan air kopi. Seduhan air kopi dipercaya bisa memperkuat dada bayi, sehingga tradisi ini masih bertahan sampai sekarang. Meskipun ASI eksklusif tidak terpenuhi karena pemberian air kopi, tetapi di Desa Limakoli anak diberi ASI cukup lama. Seorang ibu rata-rata memberikan ASI tanpa makanan apa pun sampai usia 6 bulan. Bahkan setelah usia bulan, mereka tetap 75 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 meneruskan pemberian ASI sampai usia satu atau satu setengah tahun. Pengertian ASI eksklusif menurut masyarakat adalah bahwa seorang bayi diberikan ASI sampai usia enam bulan, tanpa melihat apakah pada waktu bayi baru lahir dia sudah diberikan makanan atau minuman lain. Meskipun sebagian sudah mendengar informasi mengenai ASI eksklusif dari petugas kesehatan di Posyandu, masih terdapat salah pengertian. Pada saat menyusui, seorang ibu mengaku tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangannya terlebih dahulu. Beberapa jenis makanan yang harus dikomsumsi ibu menyusui adalah jenis kacang-kacangan dan sayur daun marungga. 1.1.2.4. Mencuci Tangan dengan air bersih dan sabun Dari hasil observasi, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun belum menjadi kebiasaan bagi masyarakat. Seorang anak kecil yang baru pulang bermain bisa langsung mengambil makanan kemudian makan siang dengan tangan. Demikian dengan balita yang buang air kecil. Mereka tidak dicebokkan orangtua, hanya dilepaskan celananya bahkan seringkali dibiarkan tidak mengenakan celana sampai kencing kembali. 3.1.2.5. Memakai jamban sehat Tempat yang sering digunakan masyarakat untuk buang air besar jika tidak mempunyai jamban adalah di hutan. Untuk program PHBS, pihak puskesmas mempunyai program yang rencana diberi nama program arisan jamban. Konsep dari program ini sama seperti program arisan, di mana warga yang belum mempunyai jamban bergabung menjadi satu 76 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur dan bergiliran untuk saling membantu membuat jamban di dalam anggota kelompoknya. Nantinya kelompok tersebut menghitung sendiri berapa uang dan bahan yang dibutuhkan. Beberapa informan yang belum mempunyai fasilitas MCK biasanya menumpang mandi di rumah tetangga atau menantu yang tinggal bersebelahan. Berikut data tentang sarana sanitasi dasar di Desa Limakoli pada bulan Desember tahun 2013. Tabel 3.1. Sarana Sanitasi Dasar Desa Limakoli tahun 2013 Nama Dusun Tayoen Nitanggoen Oebaan Jumlah Jml KK 32 69 51 152 Jml Jiwa 127 241 194 262 Leher angsa 12 25 20 57 Plgsgn 2 6 12 20 Cemp lung 6 10 7 23 Jamban BABS 102 199 183 484 25 42 11 78 Sumber: Data Puskesmas 2013 Gambar 3. 2 MCK permanen di desa Limakoli Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 77 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Gambar 3. 3 Kamar Mandi non permanen milik warga Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 3.1.2.6. Melakukan Aktifitas Fisik Setiap Hari Kegiatan aktifitas fisik cukup banyak dilakukan oleh masyarakat bahkan bisa dikatakan keseharian warga masyarakat Desa Limakoli sarat dengan aktifitas fisik. Pergi bekerja ke sawah, memikul air, dan memikul kayu, merupakan sebagian kecil aktifitas fisik penduduk desa Limakoli yang rutin dilakukan. Sebagian besar warga yang bekerja sebagai petani mempunyai aktivitas bekerja di sawah pada pagi hari sampai dengan sore hari. Berbagai macam pekerjaan bergantian dilakukan di sawah, mulai dari mencangkul, menanam, memberi pupuk, menyemprot, sampai nantinya memanen dan memikul hasil panen. Selain itu, untuk sampai ke lahan sawah dibutuhkan tenaga fisik yang cukup besar, karena seringkali harus ditempuh berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh. Kegiatan memikul air juga merupakan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari dan membutuhkan tenaga cukup besar. 78 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Kegiatan ini banyak dilakukan terutama oleh anak-anak perempuan dan ibu-ibu. Pagi dan sore hari merupakan waktu yang digunakan untuk mengambil air. Minimal satu kilometer jarak dapat ditempuh untuk aktivitas memikul air ini. 3.1.2.7. Konsumsi Sayur dan Buah Setiap Hari Penduduk desa Limakoli cukup sering mengkonsumsi sayur, meskipun kurang beragam jenisnya. Sayur yang biasa dikonsumsi merupakan jenis sayur yang biasa ditanam di kebun setempat, seperti sawi, kangkung, dan bayam. Selain itu “sumber” sayuran untuk dimakan juga berasal dari halaman rumah setempat, seperti sayur daun marungga, sayur bunga pepaya, dan sayur pucuk daun labu. Sedangkan konsumsi buah bisa dikatakan sangat kurang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan jenis buah yang ada di Desa Limakoli. Buah yang tumbuh di desa Limakoli antara lain adalah buah pisang dan buah pepaya. Tetapi dua jenis buah itu pun juga jarang dikonsumsi oleh warga, karena mereka lebih memilih untuk menjual dibandingkan untuk mengkonsumsinya. Selain itu, konsumsi buah juga menjadi sebuah hal yang mewah, karena untuk mendapatkan buah, seseorang harus pergi ke ibukota kabupaten terlebih dahulu. Jenis buah yang tersedia pun merupakan jenis buah yang tergolong “mewah dan mahal” seperti buah jeruk, buah anggur, dan buah apel. Oleh masyarakat setempat, merupakan sebuah hal yang cukup sulit untuk dapat membeli buah-buahan tersebut. 3.1.2.8. Kebiasaan Merokok Merokok menjadi kebiasaan hampir seluruh laki-laki di Desa Limakoli. Jenis rokok yang dikonsumsi antara lain adalah rokok batangan, atau rokok yang dibuat sendiri dengan cara 79 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 melinting. Rata-rata penduduk merokok baik ketika berada di dalam maupun di luar rumah. 3.1.2.9. Penggunaan air bersih Sumber air yang digunakan untuk keperluan memasak dan minum berasal dari air sumur, sementara itu yang digunakan untuk keperluan cuci dan mandi berasal dari dua macam sumber, yaitu sumur dan sungai. Penyakit kulit yang pada umumnya diderita oleh penduduk setempat, terutama anak-anak yang masih berusia di bawah lima tahun atau yang masih duduk di bangku SD, disebabkan karena kurangnya kebersihan diri. Kurangnya kebersihan diri tersebut disebabkan karena mandi dari sumber air yang kotor, atau mandi dengan menggunakan air sungai yang sama dengan tempat minum dan berendam kerbau. Gambar 3. 4 Salah satu sumur pribadi milik warga Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 80 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar 3. 5 Penampungan air bersih keluarga Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 3.1.2.10. Memberantas jentik nyamuk Tidak ada program atau kegiatan khusus yang dilakukan baik oleh masyarakat dan tenaga kesehatan untuk memberantas jentik nyamuk. DBD dan juga malaria rupanya bukan merupakan jenis penyakit yang banyak muncul di desa Limakoli sehingga dijadikan sebagai prioritas kesehatan. Tetapi Puskesmas mempunyai program untuk membagikan kaporit, yang bertujuan untuk membersihkan air, setiap tiga bulan sekali untuk dimasukkan dalam bak penampungan air maupun sumur. 3.1.3 Penyakit Menular 3.1.3.1. Tuberkulosis (TB) Penyakit Tuberkulosis oleh sebagian besar masyarakat masih dianggap sebagai penyakit keturunan atau kutukan, dan bukan penyakit menular. Sebenarnya TB merupakan penyakit 81 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menular yang bisa ditularkan ke orang sekitar jika penderita meludah sembarangan dan tidak menjaga kebersihan. Menurut pemegang program pemberantasan penyakit TB puskesmas, penderita TB yang tercatat di puskesmas tidak berobat secara tuntas selama enam bulan. Hal ini disebabkan karena berbagai macam alasan terutama malas untuk mengambil obat karena jauh, sehingga pengobatannya terputus. Dulu Pengawas Minum Obat (PMO) mendapatkan insentif dari organisasi Wahana Visi Indonesia (WVI), tetapi sejak tidak ada insentif, tidak ada kesadaran dari PMO maupun penderita TB sendiri untuk mengambil obat di Puskesmas. Selain itu, alasan berhenti minum obat TB karena pasien merasa tubuhnya sudah sehat sesudah minum obat dua minggu, sehingga tidak meneruskan minum obat. Karena masih ada warga masyarakat yang menganggap TB sebagai penyakit kutukan, maka ada penderita TB yang berobat ke dukun. Pemahaman penyakit TB yang buruk dan konotasi negatif masyarakat terhadap penyakit TB maka pihak puskesmas mengatakan dengan seseorang menderita penyakit batuk. “Oh jadi jangan bilang mereka TB. Bilang saja mereka penyakit batuk. Kan menyangkut rasa harga diri to. Penyakit yang tidak bagus kalau di sini.” (Mr) 3.1.4. Penyakit Tidak Menular 3.1.4.1 Rematik Penyakit rematik disebut masyarakat dengan penyakit asam asam yang merupakan keluhan terbanyak di Desa Limakoli. Biasanya informan mendeskripsikan perasaan yang dideritanya tersebut dengan istilah asam-asam dan kaki terasa tertikam. 82 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Tidak semua informan memeriksakan penyakit rematik ini, karena sebagian informan memperkirakan sendiri jenis penyakitnya, setelah mengetahui gejala-gejala yang dirasakan, tanpa memeriksakan ke petugas kesehatan. Sementara itu mereka yang memeriksakan diri ke petugas kesehatan mengatakan bahwa obat yang diberikan dokter tidak memberikan banyak perubahan terhadap kondisi kesehatannya. Obat asam urat biasanya dibeli informan secara bebas dari apotik, dan diminum ketika informan merasa ada tanda-tanda penyakit asam uratnya akan kambuh. Selain minum obat yang dibeli di apotik, ada informan yang mengobati penyakit rematiknya dengan “pengobatan tradisional” berupa es batu dengan garam dapur. Informan mengatakan bahwa merendam kaki ke dalam es batu sebanyak tiga balok dicampur satu kilogram garam dan satu liter minyak tanah bisa mengurangi keluhan penyakit asam urat. Pengobatan seperti ini harus dilakukan setiap hari sampai rasa sakitnya hilang. Karena informan terkendala membeli es batu setiap hari, dimana ketiadaan listrik di desa, maka informan hanya melakukan terapi tersebut satu minggu sekali. Setelah melakukan terapi tersebut informan mengaku bahwa kram di kakinya terasa agak mereda. Selain itu, pada umumnya informan tetap bekerja seperti biasa. Artinya mereka tetap melakukan pekerjaan sehari-hari di sawah, walaupun kaki mereka terasa asam-asam. Meskipun demikian, salah seorang informan yang sudah menderita penyakit asam urat selama 19 tahun mengaku tidak bisa berjalan dan beraktivitas jika penyakit rematik sedang kambuh. Menurut pengertian informan, penyakit asam urat disebabkan seseorang tidak menjaga makan dan minum, yaitu mengkonsumsi makanan yang berasa asam. 83 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “Mungkin makan minumnya juga tidak dijaga. Makan yang asam-asam. Suka makan cuka, barangkali. Be (saya) punya pendirian mungkin begitu. Makan asam-asam, pedas-pedas, ikan” (ME) Pengobatan penyakit asam-asam yang selama ini diderita adalah dengan menggosok bagian kaki yang sakit dengan obat gosok seperti minyak tawon, balsem, remason untuk menghangatkan bagian yang terasa sakit. Menurut informan pantangan makanan penyakit ini antara lain semua jenis makanan yang berasa asam, kangkung, bayam, daging, dan kacang-kacangan. Meskipun demikian, informan tidak begitu mematuhi larangan dokter tersebut karena menurut informan, baik dia makan makanan tersebut maupun tidak, penyakitnya tetap akan kambuh. 3.1.4.2. Penyakit Jantung Menurut informan, penyebab penyakit jantung ada dua macam, yaitu disebabkan karena keturunan dan tekanan darah. Gejala dari penyakit jantung antara lain tidak kuat bekerja, sesak nafas dan tidak kuat jika berjalan jauh. Informan sudah pernah berobat ke dokter umum di Ba’a (Ibu Kota Kabupaten) tetapi dianjurkan untuk memeriksakan ke dokter spesialis jantung di Kota Kupang. Sampai saat ini, informan masih menunda dan belum memeriksakan penyakit jantung ke dokter spesialis, karena mengaku masih mengumpulkan biaya yang diperkirakan harus dikeluarkan sebesar 4 juta rupiah, meskipun informan sudah sering merasa kesakitan ketika harus berjalan jauh atau melakukan pekerjaan berat. Pada saat ini informan tidak meminum obat dan hanya berhenti beraktivitas bila terasa sakit. Mengenai pola makan, informan mengaku makan makanan seperti biasanya sebelum mengalami rasa sakit. 84 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Meskipun demikian, ada orang yang menganjurkan untuk menghindari makanan daging bagian dalam perut atau makan bagian luar perut, hati dan kacang-kacangan. 3.1.4.3. Hipertensi Bapak Ib menderita hipertensi cukup lama, yaitu dua belas tahun. Tahun ini, bapak Ib merasa penyakitnya semakin lama semakin berat. Mata tidak bisa melihat dengan jelas, otak pun dirasa tidak lagi bisa bekerja dengan “benar” sebagaimana dahulu atau dengan kata lain, bapak Ib menjadi pikun. Semua itu menurut bapak Ib berawal dari dua botol minuman berwarna merah yang diberikan salah seorang saudaranya. Menurut saudaranya minuman tersebut merupakan obat yang bisa meringankan keluhan hipertensinya. Ternyata, penyakit bapak Ib dirasakan tidak semakin membaik, justru semakin parah. “Nah, begitu. Jadi tapi memang menurut saya punya perkiraan,waktu itu beta minum apa itu, bukan obat, itu penyakit itu. Beta tambah berat. Omong juga tersalah.” (Ib) Tidak ada kecurigaan dari bapak Ib ketika diberikan dua botol minuman tersebut, karena hubungan saudara yang masih melekat pada diri mereka. Tetapi bapak Ib menjadi curiga karena saudara tersebut mempunyai hutang sebesar Rp. 1.000.000 pada tahun 2002 dan sampai sekarang belum dikembalikan. Bapak Ib mencurigai pemberian minuman tersebut disebabkan karena kejadian hutang piutang tersebut. Meskipun bapak Ib merasa sakit yang dideritanya semakin bertambah parah, tetapi bapak Ib tidak berani untuk menceritakan kondisi terakhir kesehatannya kepada tetangga dan orang-orang di sekitar rumahnya. Dia takut nantinya akan ada orang yang memanfaatkan keadaan tersebut dan melakukan 85 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tindakan tidak baik yang akan memperparah sakitnya. Suanggi, begitu masyarakat mengatakannya. Sehari setelah bapak Ib pulang, bapak Ib tidak bisa bangun dari tempat tidur dan merasakan penurunan kondisi tubuh. Selain itu dari mulut dan hidung bapak Ib terus menerus mengeluarkan darah. Sehingga kemudian, anaknya yang ada di Kupang meminta bapak Ib untuk berobat ke Kupang. Ketika Bapak Ib berobat ke dokter di Kupang, tidak ditemukan penyakit di tubuh bapak Ib. Dokter mengatakan bahwa bapak Ib menderita penyakit tekanan darah tinggi, dan memberikan obat penurun tekanan darah tinggi. Setelah obat tersebut habis diminum, menurut bapak Ib tidak ada perubahan yang berarti dalam kesehatannya. Ketika berobat ke Kupang, kondisi tubuh informan sudah sangat lemas, bahkan digambarkan sebagai kondisi orang yang hampir meninggal. Sampai saat dilakukan wawancara, bapak Ib masih merasakan sakit terutama di bagian bahu, yang menyebabkan dirinya tidak bisa tidur nyenyak. Bapak Ib mengumpamakan penyakit yang sekarang ini diderita bisa berlari-lari ke sana kemari, dimana saat ini berada di tangan sebelah kanan. Akibatnya bahu terasa kaku, dan tangan terasa kram sehingga tidak bisa melakukan kegiatan apapun bahkan tidak bisa mengangkat tangan untuk makan. Sakit kepala sering dirasakannya. Emosi pun mudah tersulut, sehingga ketika marah sering tidak terkendali. Pada masa muda, informan mempunyai kebiasaan merokok dan minum-minuman keras. Kebiasaan tersebut dilakukan hampir setiap hari, dan berhenti setelah dokter menyarankan informan untuk menghentikan kebiasaannya tersebut. 86 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Menurut informan, penyakit hipertensi yang dideritanya merupakan sebuah penyakit keturunan, karena dahulu orangtuanya juga menderita penyakit yang sama. Untuk menurunkan tekanan darah tinggi yang dideritanya informan mengkonsumsi bawang putih. Informasi tersebut diperoleh dari kawannya, bahwa bawang putih bisa menurunkan tekanan darah tinggi. Oleh karena itu informan pun mengkonsumsinya secara rutin dengan tujuan menurunkan tekanan darah tingginya. Rebusan daun pohon gelenggitik juga merupakan obat tradisional yang dipercaya bisa menurunkan hipertensi. Sementara itu dokter sendiri memberikan saran agar informan mengurangi makanan daging babi, ayam potong, garam, susu dan kopi. Tetapi informan tidak begitu mematuhi pantangan makanan karena menganggap baik makan atau tidak penyakitnya tetap kambuh. Mengenai aktivitas, informan tidak dapat pergi ke sawah tetapi masih mengambil air sebanyak dua sampai tiga kali sehari. 3.1.4.4. Asma Penyakit asma yang diderita oleh informan sudah lama. Penyakit tersebut akan kambuh jika cuaca dirasakan terlalu ekstrim, baik terlalu panas maupun terlalu dingin. Biasanya penderita berobat ke dokter praktek sore di Ba’a. Karena sudah lama menderita penyakit asma, bila mendapat serangan sesak informan mengetahui obat-obatan yang harus diminum untuk mengatasi penyakit asmanya disebutkan GG (Gliceryl Guaiacolat), Aminophylin, CTM (chlorphenramine maleat), dan Dexa (dexametasone). Tidak terdapat pantangan makanan yang dilakukan oleh informan untuk menghindari penyakit asma yang dideritanya. 87 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 3.1.4.5. Diabetes Meskipun pada saat penelitian tidak ditemukan seorang penderita diabetes, tetapi pernah terjadi penyakit diabetes yang menimpa mama kandung salah seorang informan. Menurut pengetahuan informan, penyakit diabetes atau penyakit gula bisa dibagi menjadi dua, yaitu penyakit gula kering dan penyakit gula basah. Gula kering menyebabkan berat badan penderitanya terus menurun, sementara itu penyakit gula basah menyebabkan tubuh penderitanya mengalami luka, bahkan bisa sampai membusuk. Penyakit tersebut karena pengaruh makanan, dan tidak ada kaitannya dengan faktor keturunan. Makanan yang dimaksud adalah makanan yang rasa manisnya terlalu berlebih, seperti gula air. Menurut mama Dlc, meskipun rutin minum obat, tetapi tidak ada perubahan yang cukup berarti dalam tubuh sang ibu. 3.2. Suanggi Suanggi merupakan bahasa daerah untuk menyebut kekuatan gaib yang dikirim oleh seseorang untuk menyakiti orang lain. Suanggi merupakan nama ilmu hitam yang digunakan untuk menyakiti atau merugikan orang lain, sementara itu orang yang bisa melakukan suanggi disebut dengan istilah tukang suanggi atau man suanggi dalam bahasa Rote. Berkaitan dengan permasalahan kesehatan, tampaknya kekuatan Suanggi ini tidak bisa dipisahkan begitu saja, karena kepercayaan masyarakat terhadap suanggi yang kemudian menyebabkan seseorang sakit masih sangat besar. Penyakit yang disebabkan karena kekuatan suanggi dipercaya karena iri hati, terutama iri karena melihat orang lain mempunyai kelebihan harta, mempunyai kehidupan yang lebih baik, dan lebih berhasil dalam mengusahakan sesuatu. 88 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Seseorang yang mengirimkan racun melalui suanggi, akan memberikan waktu kapan racun tersebut akan bekerja, karena biasanya racun tidak akan langsung bereaksi sesaat setelah dikirimkan, melainkan baru bereaksi 3 hari, 5 hari, 7 hari, atau 9 hari, barulah kemudian orang yang terkena suanggi akan jatuh sakit. Hal tersebut kemudian menyebabkan orang-orang di sekitar tidak bisa menemukan orang yang bisa dicurigai menimbulkan penyakit. Tanda-tanda orang terkena suanggi Orang yang terkena suanggi sendiri bisa diketahui jika dia sudah meninggal dunia. Tubuhnya akan menghitam setelah meninggal, mulai dari kulit tubuh, muka, hingga kuku jarinya. Ketika masih hidup, cara untuk mengetahui apakah seseorang terkena suanggi atau tidak adalah dengan cara menekan kuku jari tangan. Kuku jari tangan orang yang terkena suanggi akan berwarna putih. Selain itu, orang yang terkena suanggi akan merasa tubuhnya lemas secara tiba-tiba setiap pukul 12 siang. Selain lemas, tubuh juga akan merasa menggigil, dingin, tidak ada nafsu makan, dan penderitanya menjadi tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Tubuh yang lemas tersebut disertai dengan muka yang terlihat pucat bagaikan orang yang tidak mempunyai darah sama sekali di dalam tubuhnya. Menderita sakit secara mendadak, setelah beberapa hari sebelumnya terlihat sehat dikatakan oleh informan juga merupakan tanda orang terkena suanggi. Tanda lain adalah orang tersebut akan muntah dan mengeluarkan berak berwarna hitam setelah diberikan obat penangkal. Penyakit yang kemudian dicurigai sebagai penyakit yang disebabkan karena perbuatan orang jahat atau suanggi biasanya merupakan penyakit yang sudah diobati berulang-ulang ke dokter atau tenaga kesehatan, tetapi tidak kunjung sembuh, 89 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sementara dokter tidak menemukan adanya penyakit apapun pada tubuh pasien. Jenis-jenis racun dalam Suanggi 1. Racun Angin Racun angin merupakan jenis racun yang dikirimkan melalui media perantaraan rokok dan angin. Rokok dinyalakan disertai dengan mantra-mantra yang menyebut nama calon sasaran, setelah itu rokok akan dihisap dan dihembuskan mengikuti arah angin termpat calon sasaran berada. Racun akan mulai bereaksi jika calon sasaran tersebut mencium atau menghisap asap rokok yang dikirimkan. 2. Racun Langsung Racun langsung merupakan racun yang langsung diberikan kepada calon sasaran. Racun bisa diberikan melalui akar yang dioleskan ke telapak tangan, kemudian diberikan kepada calon sasaran dengan menjabat tangan. Selain itu, racun juga bisa dimasukkan melalui makanan, kita sebagai orang awam tidak bisa melihat bentuk racunnya, karena ketika sudah dimasukkan ke dalam makanan, maka bentuk makanan atau minuman tersebut tidak berubah. Yang terlihat hanya bentuk makanan atau minuman tersebut, apakah kopi, teh, nasi, biskuit, dan sebagainya. Selain dicampurkan lewat air minum atau makanan, racun juga bisa diberikan dalam bentuk cairan untuk keramas, dan bisa masuk melalui pori-pori kulit. Salah seorang informan mengatakan bahwa ketika seseorang terkena racun, maka orang tersebut tidak boleh dibawa ke rumah sakit, melainkan harus diobati dengan obat tradisional atau biasa disebut obat kampung. Untuk membedakan apakah seseorang terkena racun atau guna-guna, bisa dilakukan pemeriksaan dengan cara menekan 90 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur kuku orang yang bersangkutan. Ketika kuku orang tersebut berwarna kuning, maka dipastikan orang tersebut terkena racun, sehingga harus segera dicarikan obatnya. Setelah diberi obat, biasanya orang tersebut akan muntah dan buang air besar untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Minyak kelapa dan air kelapa merupakan dua jenis bahan yang biasa digunakan untuk mengeluarkan racun. “Ini barusan pengalaman di Rote selatan itu, ada saudara 1 punya anak. Katanya kena racun, tapi dibawa ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit langsung meninggal,” (DK) Penangkal Suanggi Tidak banyak informasi yang bisa dikumpulkan mengenai obat-obatan atau bahan penangkal suanggi. Orang yang dikatakan mengetahui tentang cara pengobatan suanggi tidak bisa mengatakannya dengan rinci. Mereka hanya bisa mengatakan bahwa penangkal suanggi bisa terbuat dari bahan akar atau jenis tanaman tertentu, tanpa menyebutkan nama akar atau tanaman tersebut. Akar yang dimaksudkan bisa digantung di sudut-sudut rumah, untuk menangkal kedatangan kuntilanak, yang bisa membawa penyakit, agar tidak masuk ke dalam rumah. Untuk menghindari penyakit yang disebabkan karena perbuatan manusia, bisa digunakan palang tubuh dengan cara menggunakan akar yang direbus dan dioles dengan rendaman minyak kelapa. Seseorang yang bisa mengobati orang yang terkena suanggi, tidak bisa memberitahukan bahan-bahan apa saja yang bisa digunakan untuk meyembuhkan penyakit akibat suanggi tersebut, karena itu merupakan rahasia. Media penyembuhan yang dilakukan biasanya melalui air, akar-akaran atau daundaunan, dan juga mantra. 91 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Ilmu suanggi bisa diturunkan melalui pengajaran, dari orang yang sebelumnya sudah bisa melakukan suanggi ke orang yang ingin belajar suanggi. Orang yang melakukan suanggi konon katanya dapat dilihat dari bentuk wajah yang tirus dengan mata agak menonjol keluar. Kuntilanak Selain suanggi masyarakat juga mempercayai keberadaan kuntilanak, yang dipercaya sosoknya menyerupai seorang manusia, bisa perempuan maupun laki-laki, meskipun kebanyakan berwujud perempuan cantik. Selain berwujud manusia, kuntilanak juga dipercayai bisa berwujud sejenis burung yang dipercaya bisa berubah menjadi seorang manusia. Kedatangan kuntilanak akan ditandai dengan suara lengkingan kecil, yang menandakan bahwa sebentar lagi di lingkungan sekitar akan ada orang yang terkena sakit. Kuntilanak “bekerja” dengan cara menghisap darah manusia, sehingga tubuh manusia berubah menjadi sangat pucat. Ada dua macam darah yang ada di dalam tubuh manusia, yaitu darah merah dan darah putih. Kuntilanak dipercaya hanya menghisap darah merah manusia dan meninggalkan darah putih saja, itulah yang menyebabkan kenapa seseorang berwajah pucat setelah dihisap oleh kuntilanak. Ketika tubuh seseorang merasa lemah maka hal tersebut merupakan tanda kuntilanak tersebut sudah mulai bekerja. Selain menghisap darah korban, kuntilanak juga dipercaya meminta tumbal dari ibu hamil, sehingga seorang ibu bisa mengalami keguguran, atau anak lahir dalam keadaan sudah meninggal dunia, dengan kondisi tubuh dan ari-ari hancur seperti tercincang. Kuntilanak juga bisa dipelihara seperti halnya hewan peliharaan. Kuntilanak biasanya memilih sendiri orang yang akan 92 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur dijadikan tuannya. Cara memilihnya adalah dengan menampakkan wujud manusia kepada orang yang dikehendaki. Barulah nanti kalau orang tersebut bersedia membuat kesepakatan dengan kuntilanak, maka orang tersebut akan menjadi “tuan”. Ketika seseorang bersedia menjadi tuan kuntilanak, maka orang tersebut akan mempunyai ilmu yang bisa digunakan untuk menyakiti orang maupun untuk memperoleh harta kekayaan. Ketika seseorang memelihara kuntilanak, maka di dalam rumah orang tersebut bisa dipastikan akan terpasang botol yang digantung, dan di dalam botol tersebut dimasukkan buah paria sebagai makanan kuntilanak. Botol tersebut nantinya tidak boleh dipegang oleh siapapun. Itulah sebabnya kenapa perempuan hamil, khususnya di Desa Limakoli, menggunakan sisir atau membawa paku ketika akan keluar malam dalam kondisi hamil, sejak perempuan tersebut mengetahui dirinya mengandung. Ketika kuntilanak berbentuk burung, maka dia akan berwujud menjadi bermacam-macam bentuk burung. Ada orang yang mengatakan bahwa bentuknya seperti burung merpati, burung hantu, atau burung elang. Selain itu, kepercayaan yang beredar adalah bahwa kuntilanak adalah penjelmaan dari malaikat pencabut nyawa manusia. Oleh karena itu suara kuntilanak terkadang juga bisa menjadi penanda bahwa sebentar lagi akan ada orang meninggal di lingkungan rumah sekitar. Bunyi tanda kematian tersebut menurut salah seorang informan adalah seperti peluit yang melengking tinggi. Ketika kuntilanak tersebut berubah menjadi manusia, maka kuntilanak tersebut mempunyai lubang kecil di tengkuk, itulah kenapa paku merupakan “senjata” untuk melawan kuntilanak, karena jika paku tersebut dimasukkan ke dalam lubang, dia akan berubah menjadi manusia. 93 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Risiko terbesar yang bisa dihadapi oleh seseorang yang memelihara kuntilanak adalah dia akan memangsa tuan yang telah memeliharanya selama ini, jika kuntilanak tersebut tidak mendapatkan makanan. Burung tersebut biasa berkeliaran pada pukul 12 malam, dan jika berkeliaran cepat (disuruh oleh tuannya), maka pada pukul 6 sore dia sudah berjalan. Kuntilanak tersebut bisa menjadi perantara penyakit, atau diminta untuk mengantarkan penyakit kepada diri seseorang. Contoh Kasus Suanggi Berikut beberapa kasus kejadian penyakit yang dikatakan oleh informan merupakan penyakit yang disebabkan karena suanggi. 1. Kasus Mama Dlc Mama Dlc adalah seorang informan yang kedua orang anaknya meninggal dunia di usia masih sangat muda, yaitu lima bulan dan lima tahun. Meskipun dokter mengatakan bahwa kedua anaknya meninggal disebabkan penyakit tipes, tetapi mama Dlc tidak mempercayainya. Diagnosis penyakit tipes yang dibuat oleh dokter menurut mama Dlc hanya merupakan diagnosis penyakit yang diberikan. Akhirnya penyakit tipes merupakan penyakit yang disarankan dokter untuk dibacakan dalam upacara pemakaman kedua anak mama Dlc. “Dokter hanya bilang begitu saja. Kan dokter juga sudah bingung itu. Karena dokter kan juga sudah rasa kasihan, dia sudah menderita, lalu dokter bilang, mama kalau pulang susun riwayat hidupnya tipes. Kasihan. Dia nggak ada penyakit, “ begitu kata mama Dlc menirukan katakata dokter pada saat kematian anaknya. Mama Dlc merasa curiga bahwa kedua anaknya meninggal karena ada orang lain yang dendam terhadap keluarganya. Oleh 94 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur karena itu mereka kemudian membalas dendam kepada kedua anaknya yang masih kecil dan belum tahu apa-apa, supaya tidak ada orang yang curiga. Mama Dlc menjadi semakin curiga, karena sebelumnya kedua anak tersebut terlihat sehat dan tidak menunjukkan suatu tanda penyakit apapun. Penyakit yang kemudian menimpa anakanaknya diyakini dikirimkan lewat angin, karena kedua anak tersebut masih kecil atau belum keluar jauh untuk melakukan aktivitas. Kematian kedua anak tersebut diawali dengan tubuh yang mengalami panas tinggi, sehingga menyebabkan tubuh anak menjadi “kering” dan anak menangis setiap hari. Panas tubuh pada anak tersebut tidak disertai kejang, batuk, pilek, atau diare. Mama Dlc memiliki pengalaman kedua anaknya meninggal, dan diperkirakan bahwa mereka meninggal karena ada orang yang melakukan guna-guna kepada kedua orang anaknya. Anak nomor tiga, berjenis kelamin laki-laki, meninggal pada usia lima bulan. Sementara itu anak nomor empat, perempuan, meninggal pada usia lima tahun. Mereka berdua meninggal karena demam. Mama Dlc sempat membawa mereka ke rumah sakit, dan dirawat inap selama tiga hari sebelum kemudian meninggal dunia. Anak ketiga menderita panas tinggi dimana sebelumnya dirawat di rumah selama dua hari dan dibawa ke rumah sakit pada hari ketiga kemudian meninggal. Sedangkan anak keempat juga menderita panas sebelumnya dirawat di rumah selama dua hari karena panas, dan dibawa ke rumah sakit, menjalani perawatan selama tiga hari kemudian meninggal. Selama di rumah, mama Dlc memberikan kedua anakmya tersebut obat Inzana yang dibeli dari kios dekat rumah. 95 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 2. Kasus Mama Dm Mama Dm adalah seorang ibu muda yang meninggal beberapa minggu setelah melahirkan anak pertama. Menurut pihak keluarga, tidak ada masalah kehamilan yang berarti ketika mama Dm mengandung. Suatu kali mama Dm merasa tertikam perutnya di usia kehamilan empat bulan dan diurut, seperti yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu hamil di Desa Limakoli, sebanyak tiga kali. Ketika bersalin, tidak ada kelainan yang dirasakan maupun diketahui oleh pihak keluarga. Mama Dm merasakan tanda-tanda melahirkan pada sore harinya, dan pada malam harinya lahir anak laki-laki. Menurut ayah mama Dm, proses melahirkan mama Dm terhitung lancar, tidak mengalami kesulitan apapun yang dibantu oleh ibu dari mama Dm. Ketika melahirkan, mama Dm mengeluarkan cukup banyak darah, tetapi oleh keluarga dianggap hal yang biasa dialami orang yang sedang bersalin. “Kalau susah pakai dukun-dukun koh, dari rumah sakit, sonde (tidak). Melahirkan baik-baik” Mama HL. “Kalau dia melahirkan itu kalau dia terganggu berarti botong (kita) panggil dukun ko kesehatan. Ini sonde (tidak) nah. Dia lahir baik-baik.” Tambah bapak HL. Tali pusar bayi pada waktu itu dipotong dengan menggunakan gunting rambut. Seperti umumnya ibu bersalian di Desa Limakoli, sebelum dipotong, tali pusat diberi lada halus dan diikat. Selain itu mama Dm juga meminum ramuan obat sehabis melahirkan. Ramuan obat yang diminum dipersiapkan oleh mama mantu, sementara itu mama kandung menyiapkan segala keperluan panggang dan perlengkapan mandi air panas. Selang dua hari setelah melahirkan, perut mama Dm mulai terasa sakit dan tiba-tiba bengkak. Perut mama Dm mulai 96 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur membesar seperti orang hamil, jika disentuh keras, dan mengeluarkan bau. Atas saran saudaranya, karena bengkak di perut mama Dm semakin besar sampai terlihat seperti orang yang sedang hamil maka dibawa berobat ke rumah sakit. Di rumah sakit, mama Dm dilakukan rontgen tetapi tidak ada darah kotor atau apapun di dalam perutnya. Menurut dokter perlu dirawat tetapi keluarganya minta pulang paksa dengan alasan hasil foto tidak ditemukan penyakit. Sesampainya di rumah, pihak keluarga memanggil tim doa untuk membantu meringankan penyakit mama Dm. Begitu terus sampai dua belas hari setelah keluar dari rumah sakit, mama Dm meninggal dunia. “Habis malam botong (saya) bawa pulang, habis sonde (tidak) ada penyakit nah..botong (saya) mau menginap, tetap di situ mau bikin apa? Bawa pulang sudah. Bawa pulang begitu ju (juga) botong (saya) cari tahu di tim doa dong, sonde (tidak) tertolong juga. “ Bapak HL mengungkapkan alasannya membawa pulang mamaq Dm dari rumah sakit. Selama satu minggu, tim doa bergantian datang ke rumah untuk mendoakan kesembuhan dari mama Dm. Tidak ada upaya untuk melanjutkan pengobatan ke tempat lain, karena ketika diperiksa di rumah sakit tidak ditemukan penyakit. “Panggil tim doa sa(saja) . Berdoa sa (saja). Pulang juga kotong (kita) berdoa, kotong (kita) panggil semua gembala di sini. Masing-masing datang berdoa tiap hari, “ kata Bapak DL. Ketika melakukan doa, para gembala juga berdoa dengan menggunakan segelas minyak kelapa sebagai media pengobatan, yang kemudian digosok-gosokkan ke bagian tubuh mama Dm. 97 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Setelah berada di rumah duabelas hari, Mama Dm meninggal dunia. Begitu meninggal dunia, maka perut mama Dm mengempis kembali seperti sediakala. Padahal sebelumnya keluarga sempat memperkirakan bahwa perut mama Dm akan pecah jika meninggal dunia. Cukup banyak kabar yang beredar bahwa penyakit mama Dm merupakan penyakit yang dikirim oleh orang melalui suanggi, tetapi keluarganya menganggap bahwa penyakit tersebut merupakan takdir dari Tuhan. Hal itu disebabkan ketika lahir seorang manusia sudah mempunyai perjanjian dengan Tuhan, akan meninggal pada usia berapa dan dengan cara apapun. Sementara itu menurut pandangan petugas kesehatan, yaitu bidan yang bertugas di Puskesmas setempat bahwa kemungkinan besar kasus meninggalnya mama Dm disebabkan infeksi paska melahirkan. Sisa darah atau sisa plasenta di dalam rahim kemungkinan besar ada yang tertinggal, disertai dengan proses pertolongan persalinan yang tidak steril mengakibatkan terjadinya kematian ibu paska melahirkan karena infeksi. 3. Kasus Al Al adalah seorang anak laki-laki berusia sebelas tahun yang seharusnya duduk di bangku kelas enam SD. Tetapi karena mengalami sakit, maka Al terpaksa berhenti sekolah sejak dua tahun yang lalu. Semua itu berawal dari peristiwa jatuh pingsannya Al di sekolah. Al merasa kepalanya pusing dan seperti ditarik-tarik. Kepala sekolah kemudian menyarankan agar orangtua Al memeriksakan kondisi kesehatan Al ke rumah sakit. Orangtua Al kemudian membawa pergi berobat ke Rumah Sakit Baa sebanyak satu kali dan ke Rumah Sakit di Kupang sebanyak tiga kali. Menurut orang tua AI dokter di Ba’a mengatakan bahwa Al menderita penyakit lambung sehingga dilarang mengkonsumsi 98 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur cabai agar tidak kambuh. Ketika lambung dirasa sakit, maka tidak lama kemudian kepalanya terasa pusing. Dokter di Rumah Sakit Ba’a tersebut memberikan obat tetapi ternyata penyakitnya tidak kunjung membaik. Karena tidak kunjung membaik maka orangtuanya membawa ke dokter Rumah Sakit di Kupang. Al dinyatakan menderita penyakit syaraf diberi obat. Tetapi sampai dengan obat habis, penyakit Al tetap kambuh. Al tidak bisa mengingat apapun yang terjadi pada saat penyakitnya kambuh. Tetapi sebelumnya Al bisa merasakan gejala ketika penyakitnya akan kambuh. Al akan segera memberitahukan ibunya, atau jika sedang tidak ada orang di rumah maka dia segera pergi ke rumah nenek yang berdekatan dengan rumahnya. Ketika kambuh, kepala Al terasa berputar dan tertarik selama kurang lebih setengah jam. Ketika mulai tidak sadarkan diri, tubuh Al mulai berkeringat, diikuti dengan gerakan mulut mengunyah. Menurut tetangganya gerakan mengunyah ini seperti gerakan kambing yang sedang mengunyah rumput, dengan kepala bergerak-gerak dari kiri ke kanan. Rasa sakit kepala tersebut bisa berlangsung dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Pada saat kambuh AI hanya bisa berpegangan pada kursi sampai akhirnya sadar kembali. Saat ini, Al tidak boleh terkena panas, karena kemungkinan penyakitnya kambuh menjadi lebih sering. Itulah salah satu alasan mengapa ayah Al melarang bersekolah karena harus menempuh perjalanan cukup jauh. Untuk saat ini, kegiatan Al terbatas pada kegiatan bermain dengan teman-teman yang ada di sekitar rumah. Mengambil air dan berada di dekat tungku menjadi dua hal yang dilarang oleh orangtua Al karena takut sewaktu-waktu pingsan dan terkena api atau tercebur ke dalam sumur. 99 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sebenarnya di Kupang, selain berobat ke dokter, orangtua Al juga membawanya “berobat” ke orang pintar. Orang pintar tersebut mengatakan bahwa penyakit Al disebabkan karena perbuatan orang, atau biasa disebut dengan istilah suanggi tetapi tidak diberikan obat apa pun. Kemudian orangtua Al juga membawanya kepada tim doa dan diobati dengan perantaraan air yang telah diberi doa. Selain mendapatkan pengobatan di atas, orangtua Al juga mencoba pengobatan dengan ramuan tradisional berupa akarakar tanaman obat, yang direbus untuk diminum airnya. Biaya yang dikeluarkan oleh orangtua Al untuk mengupayakan kesembuhannya cukup banyak dengan menjual tiga ekor sapi. Itulah mengapa kemudian tetangga sekitar beranggapan bahwa penyakit Al terkait dengan masalah gunaguna. Selain beranggapan bahwa penyakit Al karena guna-guna, mama DK juga menganggap bahwa penyakit yang diderita Al ini kemungkinan merupakan ujian dari Tuhan akibat perbuatan orangtuanya. 4. Kasus bapak Ib Bapak Ib juga merupakan salah seorang informan yang menganggap bahwa penyakit yang dideritanya merupakan penyakit yang disebabkan guna-guna dari orang lain. Penyakit bapak Ib dikatakan sebagai sebuah penyakit yang datang secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan karena sehari sebelum bapak Ib jatuh sakit dan tidak bisa bergerak, bapak Ib masih berada dalam kondisi sehat, bahkan bisa berjalan dengan jarak jauh, kurang lebih 10 kilometer, dari Desa Limakoli ke kantor polisi yang terletak di kecamatan tanpa mengalami kesulitan apa pun. Bapak Ib memang sedang mempunyai permasalahan menyangkut penipuan terkait jual beli kerbau. Beberapa tahun yang lalu ada 100 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur seseorang yang membeli kerbau milik bapak Ib tetapi sampai sekarang permasalahan jual beli tersebut belum selesai, disebabkan karena pihak pembeli melakukan kecurangan dengan tidak membayar kerbau yang sudah dibeli. Pihak pembeli menjaminkan sebuah rumah, tetapi rumah tersebut bukan miliknya. Maka, bapak Ib melaporkan permasalahan tersebut kepada pihak kepolisian. Tengah malam, sepulangnya bapak Ib melapor dari kepolisian, bapak Ib mulai mengalami keanehan. Tiba-tiba saja bapak Ib terbangun dan pergi ke luar rumah seperti orang yang kehilangan kesadarannya. Istri bapak Ib menyuruh bapak Ib masuk, tetapi bapak Ib seperti tidak bisa mendengarkan suara istrinya. Pagi harinya, mama tua (istri bapak Ib) pergi ke rumah tetangga untuk meminta pertolongan, karena bapak Ib tidak sadarkan diri, tidak bisa berbicara sama sekali dan hanya bisa mengeluarkan air liur dari mulutnya. Mama DK, sang tetangga, segera datang ke rumah bapak Ib. Sesampainya di sana, benar saja, bapak Ib dalam kondisi yang tidak bisa berbicara dengan jelas. Kedua tangannya sedang memegangi leher dan mulutnya mengeluarkan air liur. Beberapa saat kemudian, bapak Ib sempat berada dalam kondisi normal, dan bisa berbicara. Bapak Ib mengatakan bahwa ada ular yang melilit lehernya, oleh karena itu tangan bapak Ib mencengkeram lehernya sendiri, sebagai usaha untuk melepaskan lilitan ular dari leher. “Jadi dia cerita, dia cerita, beta bilang ‘sakit dari kapan’, ‘tidak saya tidak sakit, saya hanya mimpi ini’. Dia mimpi ini kena lilit ular besar 2. Jadi mungkin di leher toh jadi dia tidak ada suara , itu kan mungkin pengaruh itu dan air liur. Kan biasa orang dicekek di sini kita keluar air liur.” (Mama DK) 101 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Akhirnya mama DK mencoba meringankan rasa sakit bapak Ib dengan menggosokkan minyak tawon pada tubuh bapak Ib. Selain menggosokkan minyak tawon, mama DK mengajak bapak Ib untuk berdoa. Karena dalam pandangan mama DK, apa yang dialami oleh bapak IB bukanlah suatu penyakit melainkan sebuah gangguan untuk menguji sejauh mana keimanan bapak Ib. Hal ini disimpulkan karena ada ular, sebagai simbol musuh Tuhan, yang melilit leher bapak IB. Karena tidak berapa lama kemudian tubuh bapak Ib mulai panas tinggi dan mengalami kejang pada tangannya, maka istri bapak Ib segera menelepon anaknya yang ada di Kupang. Si anak memutuskan untuk membawa bapak Ib ke Kupang pada hari itu juga. Setelah bapak Ib jatuh sakit, tetangga kemudian mulai menghubungkan kejadian ini dengan sebuah suara yang didengar pada malam hari. Mereka mengaku mendengar suara burung kuntilanak pada malam hari. keyakinan itu semakin bertambah karena bapak Ib kemudian mengatakan dia dililit ular pada lehernya. “Oh berarti pengaruh itu ko jangan sampe’. pengaruh itu jadi bapak tua langsung mimpi, ha, dalam mimpi ular, mimpi ular, ha dia langsung jatuh sakit seperti itu. Jadi, mereka punya pemikiran itu, kayaknya orang guna-guna, gitu. Karena, dia tidak sakit, tiba-tiba saja kalo mimpi dililit ular, langsung begitu. “ (DK). Menurut salah seorang informan, untuk penyakit yang disebabkan karena guna-guna, upaya pergi berobat ke rumah sakit berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh si penderita, bukan untuk menyembuhkan penyakit penderita. Karena di rumah sakit pasien akan diberi infus untuk menggantikan makanan yang tidak bisa dimakan oleh si pasien. Meskipun demikian, dalam kasus terkena guna-guna, informan 102 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap meyakini bahwa pengobatan tradisional tetap diperlukan agar pasien bisa sembuh dari penyakit yang disebabkan karena guna-guna tersebut. “…lalu bisa juga di rumah sakit, mungkin dong cari obat tradisional, bisa kasih minum di rumah sakit tapi tanpa ketahuan dokternya. Kan biasanya dokter itu kalau sudah periksa habis, dia keluar toh? Jadi tinggal keluarga yang jaga, bisa saja jeda itu obat rumah sakit,bisa minumkan itu . Jadi dua –duanya berjalan..” (DK) Pada saat ini penelitian berlangsung Bp Ib dibawa ke Kupang untuk berobat ke dokter. 5. Kasus Bapak AA Bapak AA mengalami sakit setelah pulang dari menghadiri pesta kematian di kampung sebelah. Perut terasa seperti tersayat-sayat, tenggorokan terasa sakit, dan nafas terasa seperti sudah hampir putus, dengan kata lain bapak AA merasa ajalnya sudah dekat. Seseorang kemudian memberikan obat penawar racun berbentuk buah, yang dalam bahasa Rote disebut dengan buah Patola. Buah Patola adalah jenis tanaman merambat berbentuk panjang, dan mempunyai kulit tipis seperti saringan. Dalam bahasa Jawa, tanaman tersebut biasa disebut dengan gambas. Kulit buah tersebut kemudian dicelupkan di dalam air, sebentar saja, karena rasanya akan sangat pahit. Setelah itu, air akan diminum. Tidak lama setelah meminum ramuan tersebut, bapak AA muntah darah. Darah yang keluar pada waktu itu berbentuk kental dan berwarna merah kehitaman. Sebagai salah seorang tetangga yang menyaksikan sendiri kejadian tersebut, bapak DL memberikan kesaksian bahwa sebelum bapak AA meminum celupan buah Patola, kondisi bapak AA bisa dikatakan sudah 103 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menunjukkan tanda-tanda kematian. Tubuhnya sudah gemetar, dan kejang karena sudah terlalu sakit. Tetapi setelah meminum ramuan tersebut, kondisi bapak AA seketika berangsur membaik. Banyak orang menduga, bahwa penyakit yang dialami oleh bapak AA merupakan penyakit kiriman dari orang. Meskipun demikian, ada juga salah seorang tetangga yang memperkirakan kemungkinan bahwa bapak AA sebelumnya sudah mempunyai penyakit, dan baru “pecah” pada saat itu. Keguguran karena kuntilanak Salah seorang informan menceritakan pengalaman keguguran istri yang diyakini disebabkan karena perbuatan makhluk kuntilanak. Tiga kali dia dan istrinya harus kehilangan anak nomor pertama sampai ketiga. Anaknya yang pertama hanya bertahan sampai usia satu minggu. Anak yang kedua dan ketiga meninggal dalam usia kandungan tujuh bulan. Pada kematian anak pertama, informan mendengar kicauan burung pada pukul tiga sore, kemudian pada malam hari informan mengaku mengalami gangguan karena perutnya terasa seperti kram, dan pada saat yang bersamaan terdengar kembali suara kicauan burung. Kali ini suara kicauan burung berada di dalam rumah. Perut mama DL terasa seperti dicabik-cabik sehingga dia hanya bisa berteriak kesakitan. Suami mama DL kemudian berusaha mengusir burung tersebut agar keluar rumah, walaupun sejatinya dia sendiri tidak bisa melihat wujud dari burung yang suara kicauannya terdengar jelas itu. Ketika burung tersebut pergi, maka mama DL tidak merasakan sakit kembali dan bisa melanjutkan tidur dengan tenang tanpa ada gangguan. Tetapi beberapa hari kemudian, perut mama DL terasa sakit kembali, sehingga suami mencari pertolongan ke rumah kakak kandungnya yang tinggal di sebelah rumah. Dua hari mama 104 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur DL menginap di rumah tersebut dan perutnya tidak mengalami rasa sakit. Tepat dua hari kemudian ketika mama DL kembali tidur di rumahnya, pada pukul 9 malam, terdengar suara keras dari atap rumahnya. Suara keras seperti buah lontar yang jatuh dari pohon. Begitu kerasnya sampai rumah terasa bergetar. Begitu informan menggambarkan. Suara tersebut terus berulang tepat setiap pukul Sembilan malam, dan terus berlanjut sampai usia kandungan mencapai sembilan bulan. “Tepat jam 9 malam hari minggu jam 9. Kena ini rumah, kok ini rumah tidak peyot seng tidak peyot, suara keras sekali. Tembok ini bergetar, kalau dia sudah terjadi, ibu ini “a sa sakit perut ini sudah sakit” ibu ini tersiksa selama 9 bulan. Sakit-sakitan, saya sudah minta..pihak gereja sudah berdoa, tapi toh begitu juga tidak ada pertolongan. Nah, hal-hal begini tidak mungkin kita lari ke rumah sakit” (DL). Akhirnya, anak pertama yang dilahirkan hanya berumur satu minggu, kemudian meninggal dunia tanpa ada tanda sakit apapun sebelumnya. Menurut salah seorang saudara bapak DL yang berprofesi sebagai bidan mengatakan bahwa anak meninggal karena keracunan air ketuban, sehingga badan menghitam semua. Tetapi bapak dan mama DL meyakini, bahwa penyakit ini bukan disebabkan karena penyebab medis, melainkan sebab lain. Hal ini disebabkan karena seluruh tubuh anak berbekas hitam, seperti bekas garis dicakar. Dengan kata lain, menurut tafsiran orang, penyebab kematian adalah disebabkan karena gangguan kuntilanak. Terdapat perasaan keyakinan, tidak keyakinan, antara percaya dan tidak percaya tentang penyebab kematian. Seperti yang tergambar dari pernyataan informan bertikut ini. 105 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “Matinya aneh. Tapi menurut deteksi kesehatan bahwa itu keracunan apa, air ketuban dan lain sebagainya. Itu menurut deteksi. Tapi menurut tafsiran orang ilmu gelap bahwa itu gangguan setan dari kuntilanak ini. Tetapi secara orang yang beragama tidak percaya ke arah yang satu itu, kuntilanak ini. Tapi kenyataannya ada. ” DL. Ketika terjadi gangguan-gangguan kuntilanak tersebut, bapak DL sempat memanggil pihak gereja setiap hari Minggu malam, untuk melakukan perkumpulan doa di rumah. Meskipun demikian, gangguan tersebut tetap muncul. Ketika terjadi suara keras pada saat dilakukan doa, semua orang datang ingin melhat, tetapi ternyata tidak ditemukan benda atau makhluk apapun di tempat terdengarnya suara jatuh. Suara-suara tersebut terdengar ketika istri bapak DL hamil usia 2-3 bulan, sampai masa melahirkan. Ketika terjadi tanda-tanda seperti ini, dan istrinya menjadi jatuh sakit, bapak DL percaya bahwa tidak mungkin sang istri dibawa berobat ke rumah sakit, karena menurut bapak DL sudah jelas penyakitnya tersebut tidak akan bisa disembuhkan. “ Saya tidak percaya dan tidak mungkin pengobatan ini kita bawa ke pengobatan modern, yang rumah sakit ya, sekedar ke puskesmas rumah sakit itu saya tidak percaya.”DL. Akhirnya, bapak DL memutuskan untuk meminta doa kepada pihak pendeta, karena bapak DL mengaku tidak mempercayai mistik. Sesampainya di sana, orang tersebut menyarankan agar bapak DL membongkar rumahnya. Tetapi bapak DL berpendapat, kalau dia bersedia untuk membongkar rumahnya, maka itu berarti dia mengaku kalah dengan kekuatan gelap tersebut. Dan bapak DL mempunyai pendapat, di dunia mana tidak ada setan? Setiap tempat pasti ada setannya. 106 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Akhirnya, istri bapak DL hamil tiga kali dengan gangguan seperti itu terus menerus. Setiap kali kehamilan, pasti ada suara burung dan diikuti dengan perut yang terasa sakit. Anak kedua dan ketiga bapak DL, harus gugur di usia tujuh bulan kehamilan. Gangguan yang dialami sama seperti kehamilan anak yang pertama, mulai usia kandungan dua bulan istri bapak DL sudah mulai digangggu dengan suara-suara aneh, yang diikuti dengan rasa sakit yang hebat pada bagian perutnya. Perut terasa seperti dicabik-cabik, sampai akhirnya mengalami keguguran. Tetapi mulai kehamilan anak keempat, istri bapak DL tidak pernah mengalami gangguan tersebut, bahkan bisa dikatakan proses kehamilan dan kelahirannya berjalan dengan lancar. Penyakit Secara Medis dan Penyakit Secara Budaya Penyakit adalah pengakuan sosial bahwa seseorang itu tidak bisa menjalankan peran normalnya secara wajar, dan bahwa harus dilakukan sesuatu terhadap situasi tersebut (Foster, 1986). Hal ini sesuai dengan jawaban-jawaban para informan mengenai konsep sehat dan sakit menurut mereka. Bagi para informan, mereka mengatakan bahwa mereka sedang berada dalam kondisi sakit jika mereka sudah tidak bisa bekerja, tubuh terasa lemas, dan tidak bisa bangun dari tempat tidur. Dengan demikian, kegiatan sehari-hari tidak bisa dilaksanakan dengan baik seperti halnya ketika sedang berada dalam kondisi sehat. Karena konsep sehat bagi para informan adalah sebuah kondisi di mana mereka bisa beraktivitas dengan baik dan lancar tanpa mengalami keluhan atau hambatan. Penyakit dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit sebagai sebuah konsep patologi (disease) dan penyakit sebagai suatu konsep kebudayaan (illness). Sebuah penyakit (illness) bisa disebabkan karena beberapa macam hal (Foster, 1986), antara lain adalah makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), 107 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, atau roh jahat), maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Sistem seperti ini disebut dengan sistem personalistik, karena penyakit tersebut ditujukan khusus kepada korban atau orang yang menjadi sakit. Dalam kasus masyarakat di desa Limakoli, kepercayaan masyarakat akan penyebab penyakit muncul karenja penyakit tersebut disebabkan karena makhluk bukan manusia (dalam hal ini adalah kuntilanak), dan makhluk manusia (yang disebabkan karena tukang sihir yang disebut tukang suanggi atau man suanggi oleh masyarakat). Kuntilanak dan man suanggi merupakan agen-agen yang bisa bertindak untuk menyebabkan penyakit. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan merupakan penyakit yang bisa berujung kepada kematian dalam jangka waktu yang cukup cepat. Penyakitpenyakit tersebut pada umumnya diawali dengan ketidakberdayaan fisik untuk melakukan kegiatan sehari-hari, keluarnya darah dari bagian tubuh tertentu, perut yang terasa sakit, dan wajah penderita yang pucat. Wajah dan tubuh yang pucat tersebut disebabkan karena kuntilanak atau roh jahat menghisap habis darah merah yang ada pada perut ibu, dan hanya meninggalkan darah putih, sehingga kemudian bayi menjadi tidak berdaya dan meninggal. Rasa iri merupakan alasan utama seseorang menjadi korban dari kekuatan man suanggi. Hal ini sama dengan penemuan penelitian yang dilakukan pada orang Dobu di Melanesia, yang menyebutkan bahwa penduduk menganggap bahwa penyakit (illness) berasal dari agen yang diakibatkan terutama oleh rasa iri. Banyak kasus penyakit ataupun kasus-kasus kematian yang oleh penduduk dikatakan disebabkan oleh suanggi, terutama adalah penyakit-penyakit yang bersifat “mendadak”, maupun menyebabkan kematian secara mendadak, atau penyakit yang 108 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah dibawa untuk diperiksakan ke dokter tetapi oleh dokter penyakit tersebut diakui oleh masyarakat belum ada diagnosis penyebabnya. Harley dalam Foster menyebutkan penyakit adalah sesuatu yang tidak wajar, akibat masuknya kekuatan-kekuatan yang berasal dari luar, yang umumnya diarahkan oleh sarana magis. Penyakit dan kematian dini kemudian dianggap berasal dari kekuatan-kekuatan luar atau ilmu sihir. Harley juga mendaftar sejumlah 16 penyebab penyakit dan kematian yang tidak wajar, termasuk di dalamnya adalah sihir, keracunan, pelanggaran pantangan, kekuatan fetish dan binatang jadi-jadian. Penyakit wajar adalah penyakit yang sederhana dan bisa diobati dengan ramuan tradisional dan kematian yang disebabkan karena usia tua. Daftar ini hampir sama dengan apa yang ditemukan di desa Limakoli. Jika penyakit (illness) didefinisikan sebagai akibat masuknya suatu objek karena ilmu sihir, maka pengeluaran objek tersebut adalah mutlak bagi kesembuhan si pasien (Foster, 1986). Kondisi sakit seseorang juga dipercaya merupakan “hukuman” dari Tuhan atau akibat yang harus ditanggung oleh seseorang disebabkan karena perbuatan-perbuatan dosa yang dilakukan pada masa lalu, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orangtua. Penyebab seperti ini terjadi pada kasus Al, di mana masyarakat sekitar memberikan penilaian bahwa penyakit Al yang diderita merupakan dosa masa lalu kedua orangtuanya yang dinilai telah menyiksa makhluk Tuhan melalui hewan kambing, sehingga kemudian penyakit yang diderita oleh Al menyerupai kambing yang sedang mengunyah. Memohon ampun kepada Tuhan dan juga menebus dosa-dosa di masa lalu merupakan upaya yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Al. Masyarakat berada pada dua sisi, sisi yang pertama, mereka mempercayai sistem pengobatan modern, tetapi di sisi 109 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 lain, mereka juga mempercayai sistem pengobatan lain untuk mengobati penyakit-penyakit yang dipercayai oleh mereka disebabkan karena hal-hal gaib. Dengan demikian, di dalam masyarakat desa Limakoli juga terdapat dua pembagian besar tentang sistem medis (Foster, 1986): Yang pertama adalah suatu sistem teori penyakit yang meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang dipergunakan oleh para dokter. Sistem teori penyakit merupakan sebuah sistem, yang bersifat rasional dan logis. Setiap penyakit mempunyai penjelasan mengenai sebab-sebabnya, oleh karena itu teknik penyembuhannya juga berasal dari sebab-sebab penyakit tersebut. Untuk penyakit-penyakit yang sudah umum dan sudah diketahui masyarakat akan sembuh dengan pengobatan modern dengan pengobatan sendiri, seperti batuk, pilek, panas, demam, masyarakat akan merujuk pengobatan modern sebagai pengobatan penyakitnya. Tetapi jika penyakit tersebut merupakan penyakit yang dipercaya timbul karena perbuatan gaib, dengan tanda-tanda tidak seperti tanda-tanda penyakit biasa, maka masyarakat percaya bahwa pengobatan medis modern tidak akan bisa banyak menyembuhkan. Diperlukan pertolongan lain di luar pertolongan medis modern, yaitu pengobatan tradisional atau dengan menggunakan pertolongan orang pintar. Pengobatan medis dikatakan oleh salah seorang informan “hanya” sebagai upaya untuk lebih memperkuat tubuh pasien yang menjadi korban suanggi, dan berjaga-jaga kalau terjadi komplikasi dalam tubuh korban. Yang kedua adalah sistem perawatan kesehatan yang memperhatikan cara-cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat orang sakit dan untuk memanfaatkan “pengetahuan” tentang penyakit untuk menolong pasien. Dalam 110 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur sistem perawatan kesehatan, dibutuhkan interaksi antara pasien dengan penyembuh. Di dalam sistem ini keluarga dan masyarakat turut serta dalam mengatasi permasalahan tersebut. Mencari orang yang bisa menyembuhkan penyakit yang disebabkan karena suanggi, mencari tanaman-tanaman, buah, yang bisa menyembuhkan racun, merupakan upaya yang dilakukan oleh keluarga jika ada anggota keluarga yang terkena suanggi. Mereka yang menganggap penyakit disebabkan karena ilmu sihir akan menghindari perbuatan menyakiti hati tetanggatetangga yang kemungkinan akan melakukan tindakan jahat tersebut (Foster, 1986). Demikian juga dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat desa Limakoli. Seorang perempuan yang sedang hamil akan lebih berhati-hati dalam berbicara atau berinteraksi dengan orang lain, berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat tentang kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap orang lain, disebabkan karena seorang ibu hamil akan lebih rentan diserang oleh kekuatan gaib dibandingkan dengan orang lain yang sedang tidak dalam kondisi hamil. Informan bapak Ib, tidak mengatakan kepada para tetangga terhadap kondisinya yang sedang sakit, disebabkan karena informan merasa takut kalau kondisinya tersebut akan “dimanfaatkan” oleh orang-orang yang berniat jahat, dengan mengirimkan penyakit yang lebih besar kepadanya. Demikian juga dengan mama Yn. Mama Yn tidak pernah mengatakan kepada tetangga jika anak-anaknya sedang menderita sakit, meskipun itu hanya sakit demam ringan. Kondisi anak yang sedang berada dalam kondisi tidak sehat menyebabkan anak akan berada dalam kondisi rentan untuk dimasuki penyakitpenyakit yang disebabkan karena kekuatan jahat. Rasa takut akan terkena racun yang bisa menyebabkan penyakit tersebut seringkali juga diwujudkan dalam rasa takut 111 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 untuk makan atau minum dalam pesta yang dihadiri oleh banyak orang. Karena dikatakan, biasanya dalam kesempatankesempatan seperti itulah orang akan mengirimkan racun kepada sasaran. Sementara itu dalam sistem naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi (Foster, 1986). Penyakit yang disebabkan karena sistem medis naturalistik ini disebabkan karena ketidakseimbangan yang ada di dalam tubuh seseorang, misalnya ketidakseimbangan antara unsur-unsur panas dan dingin dalam tubuh, cairan yang ada di dalam tubuh, atau juga konsep yin dan yang. Pencegahan Penyakit dalam Tradisi Pencegahan penyakit secara tradisional dilakukan oleh masyarakat desa Limakoli, antara lain dengan menggunakan jimat tertentu. Penggunaan jimat kami temui pada bayi yang baru lahir. Akar gelenggitik disematkan pada pakaian bayi untuk mencegah agar bayi terhindar dari makhluk halus yang nantinya akan menyebabkan bayi menjadi sakit. Ibu hamil biasanya memakai sisir di rambut, kemudian memegang paku sebagai upaya pencegahan keguguran bayi dalam kandungan. 3.3. Sistem Pelayanan Kesehatan 3.3.1. Formal (Ketersediaan, Aksesibilitas) Pelayanan yang diterima di Puskesmas Namodale, dikatakan oleh informan baik, karena petugasnya ramah. Puskesmas Namodale juga bisa ditempuh dari desa Limakoli dengan cukup mudah, disebabkan karena akses jalan yang sudah relatif baik. Jarak tempuh pun tidak terlalu lama, sekitar setengah jam perjalanan ditempuh dengan menggunakan kendaraan 112 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur bermotor. Transportasi umum tidak ada, hanya ada alat transportasi ojek dari warga desa setempat. 3.3.2 Tradisional (Ketersediaan, Aksesibilitas) Di desa limakoli terdapat pengobat tradisional yang utama adalah seorang dukun kampung yang kebanyakan membantu urut, mengobati patah tulang dan menolong kelahiran. Selain itu ada seorang dukun kampung yang hanya bisa urut perut ibu hamil. Adapung di dusun Tayoen terdapat seorang dukun kampung yang hanya bisa membantu menolong kelahiran. 3.4. Health Seeking Behaviour Selain tenaga kesehatan, gereja juga menjadi rujukan bagi masyarakat untuk mengupayakan kesembuhan bagi pihak yang sedang mengalami sakit. “Proses penyembuhan” tersebut melalui doa, dengan memanggil tim pelayanan doa dari gereja ke rumah. Pilihan pertama masyarakat pada umumnya adalah pergi untuk meminta doa, baru kemudian mereka akan meminta bantuan ke pihak tenaga kesehatan. Jika belum sembuh juga, maka biasanya orang pintar akan menjadi pilihan. Karena itu artinya, penyakit yang diderita bukanlah penyakit biasa, melainkan penyakit yang disebabkan karena ada iri hati dari seseorang. Ketika masyarakat mencari pengobatan ke tenaga kesehatan, maka Posyandu menjadi pilihan sebagian informan untuk berobat, walaupun itu artinya mereka harus menunggu setiap satu bulan. Setelah itu, barulah mereka mendatangi puskesmas pembantu untuk mencari pengobatan. Masyarakat berobat ke puskesmas kalau penyakitnya tersebut dirasa berat. 113 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Sebaliknya, kalau penyakit tersebut dirasa tidak terlalu berat, maka masyarakat akan berobat ke posyandu. Pergi ke rumah sakit atau dokter yang berpraktik di Baa tidak menjadi pilihan utama karena beaya transportasi yang mahal, Rp. 75.000; dari Baa ke Limakoli pulang pergi atau bila penyakitnya berat. Salah seorang informan, bapak DL, memilih untuk pergi ke rumah sakit ketika penyakit yang dialaminya terasa sebagai penyakit berat. Sementara itu, jika penyakit dirasakan sebagai penyakit biasa, maka informan akan pergi membeli obat di warung atau apotik. “Kalau kita dapat alami penyakit yang berat baru bawa ke rumah sakit, tapi kalau sekedar sakit-sakit biasa karena kita tanggulangi dengan kita ambil obat di itu, yang jual obat, apa itu namanya (apotik, apotik) ..ya apotik. “ DL Selain mencari pengobatan, informan juga sering mengobati sendiri penyakit-penyakit yang dialami oleh dirinya sendiri maupun keluarga. Menurut informan, pengetahuan tersebut didapatkannya ketika berobat di tenaga kesehatan, dan mengingat jenis obat yang dipergunakan untuk mengobati penyakitnya. Informan mengenal beberapa jenis obat, misalnya paracetamol. Dengan demikian, informan mempunyai persediaan obat di rumahnya untuk berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu ada anggota keluarganya yang sakit. Obat cacing, obat diare, obat anti malaria, CTM, dexa. Pengalaman berobat ke rumah sakit pernah dialami oleh anak MR yang sedang hamil. Karena mengalami keracunan kehamilan, maka anaknya harus dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Selain itu belum pernah ada pengalaman informan berobat ke rumah sakit. 114 BAB 4 KESEHATAN IBU DAN ANAK 4.1. Pra Hamil 4.1.1. Remaja Remaja adalah masa baliq atau keterbukaan terhadap lawan jenis. Sedangkan menurut Zakiyah Darajat (1990:23) remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa anak ini mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Tidak ada sebutan khusus untuk remaja di Desa Limakoli. Sapaan bagi anak perempuan yang belum menikah dengan sebutan Nona dan anak laki-laki belum menikah dengan sebutan Nyong. Tidak ada tradisi maupun ritual yang dilakukan untuk menandai peralihan masa dari anak-anak menuju remaja. Tradisi sunat misalnya, bukan merupakan sebuah tradisi yang dikenal oleh masyarakat desa Limakoli. Satu-satunya ritual yang menandai peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja atau dewasa adalah ritual keagamaan pembaptisan. Pembaptisan dilakukan berdasarkan keinginan dari masing-masing orang, dilakukan tanpa adanya paksaan, sebagai tanda seseorang lahir kembali dan siap untuk menanggung sendiri dosa yang diperbuatnya. Pada umumnya, masyarakat melakukan pembaptisan pada usia antara 15-18 tahun. Seorang jemaat yang 115 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sudah menyatakan diri siap untuk dibaptis bisa mendaftar kepada pendeta di gereja. Pendeta akan memberikan pembekalan agama terlebih dahulu kepada calon yang akan dibaptis. Kemudian pada hari pembaptisan, pendeta, jemaat yang akan dibaptis, bersama seluruh jemaat gereja akan menuju ke sungai tempat pembaptisan akan dilakukan. Sungai menjadi tempat pembaptisan, karena seorang jemaat yang akan dibaptis harus “menenggelamkan” seluruh anggota tubuhnya ke dalam sungai sebagai simbol dari kelahiran kembali menjadi seorang manusia baru. “...tapi kalau kita itu sudah besar, jadi kesadaran pribadi. Kalau belum dibaptis itu dosa kesalahan kita itu masih terkait sama orangtua, kalo uda dibaptis itu uda ditanggung sendiri. Jadi kita udah bener-bener menyadari adanya Tuhan...” Jelas St 4.1.2. Aktivitas Remaja Remaja desa Limakoli yang masih menempuh pendidikan mempunyai aktivitas sekolah pada pagi hari. Karena sekolah SMP terletak di desa lain, maka pada pagi hari anak-anak SMP tersebut akan berangkat bersama-sama menuju ke sekolah yang bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit dengan berjalan kaki. Bagi remaja perempuan, sepulang dari sekolah mereka mempunyai tugas untuk membantu orang tua dengan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci piring dan pakaian, memikul air, membersihkan rumah, dan juga pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sedangkan bagi remaja laki-laki tidak diberikan beban kerja rumah tangga seperti halnya remaja perempuan. Kebanyakan remaja laki-laki 116 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur akan mengisi waktunya dengan bermain bola volly yang biasa dilakukan di lapangan sekolah dasar desa Limakoli. Bagi para remaja yang sudah tidak menempuh jenjang pendidikan, mereka akan mengisi waktunya dengan membantu orang tua bekerja di sawah dan juga menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Beberapa orang remaja mengisi hari-hari dengan minum minuman keras. Beberapa orang remaja laki-laki mengkonsumsi sopi (jenis minuman keras tradisional), yang bisa mereka dapatkan melalui salah satu warung di desa tersebut, dengan harga yang tidak terlalu mahal, Rp. 10.000 untuk satu botol air mineral berukuran @600 ml. Meminum sopi menjadi kebiasaan pada waktu acara pernikahan, acara kematian, atau pada malam hari ketika berkumpul bersama-sama dengan remaja lain. “...Bisa juga kalau duduk-duduk lalu minum-minum...” Jelas Nd. Telepon genggam juga telah menjadi bagian dari keseharian sebagian besar remaja di Desa Limakoli. Menurut keterangan salah seorang guru SMP yang tinggal di desa Limakoli, selain pengaruh dari lingkungan, telepon genggam juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pergaulan remaja pada masa kini, yang cenderung mengarah kepada pergaulan bebas. “Iya dua itu, lingkungan dan HP. Nah di hp kan ada tuh film porno yang dong su tonton to. Nah anak SMP kan banyak yang punya HP. HP mereka juga bukan HP yang biasa to, yang sudah lengkap itu, makanya mereka juga jadi terpengaruh. Tapi lingkungan nomor 1”, kata informan Lr. Pendapat yang hampir serupa juga dikemukakan oleh seorang pendeta yang tinggal di desa Limakoli. Informan ini 117 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 sepakat bahwa telepon genggam mempunyai andil dalam mempengaruhi pergaulan remaja pada masa kini. “...Kita lihat sekarang ini sex bebas merajalela. Kemudian narkoba itu juga kadang-kadang merembet. Sekarang ini desa-desa tidak seperti macam dulu. Kalau macam dulu desa-desa masih suci lah. Tidak ada yang suci lagi sekarang. Istilahnya sekarang ini dunia selebar daun kelor sudah. Artinya dulu kita mau hubung ke mana setengah mati, paling-paling telegram. Tapi sekarang adanya besi bodoh ini, semua. Sehingga kadang-kadang kita lihat pergaulan itu, ada nona-nona dong bisa hilang...” Jelas Pd Dl. “Kotong ini setiap hari. dari dulu begitu. Habis main bola sore-sore, kotong tanya di mana nanti malam (tempat minum sopi-pen).” Lanjut Nd menjelaskan mengenai waktu dan tempat dilakukannya kegiatan minum sopi. Meskipun tidak seluruh remaja mempunyai kebiasaan untuk minum sopi, tetapi hal ini patut menjadi perhatian, karena di sini ditemukan seorang anak remaja berusia 16 tahun yang setiap hari selalu minum sopi, sehingga telah menjadi kebiasaan. Peneliti juga pernah menemukan, satu orang anak SMP berusia 14 tahun minum sopi di sore hari bersama dua orang temannya di pinggir jalan. Sopi merupakan jenis minuman keras tradisional yang merupakan olahan dari nira yang diambil dari pohon lontar. Nira tersebut kemudian difermentasikan sehingga menjadi minuman sopi. Dengan fenomena beberapa anak muda yang mempunyai kebiasaan minum-minuman keras ini, tidak ada tindakan tegas yang diberikan baik oleh tokoh pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun masyarakat itu sendiri. Sopi dipandang sebagai bagian dari tradisi, dan bukan pelanggaran terhadap norma agama misalnya. Oleh karena itu tidak ada sanksi yang 118 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur diberikan kepada remaja yang memium sopi, kecuali kalau mereka yang meminum sopi tersebut kemudian melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat seperti melakukan pencurian atau perkelahian. “Awal mulanya memang dapat terguran dari kepala desa, tapi bilang minum boleh, tapi jangan bikin merusak ke halaman orang, artinya potong orang punya pepaya, ubi. Itu namanya curi. Itu sanksinya harus ada. Kalau hanya minum di jalan boleh boleh saja..” Nd Ketertarikan antar lawan jenis diakui oleh para informan sudah mulai dirasakan semenjak mereka duduk di bangku SMP, setelah mengalami mimpi basah bagi remaja laki-laki dan mendapatkan haid bagi remaja perempuan. Tidak semua remaja berani mengutarakan perasaan kepada orang yang mereka sukai. Para remaja perempuan lebih banyak membicarakan tentang orang yang disukai kepada teman terdekatnya. Meskipun demikian, ditemukan beberapa kasus di mana remaja sudah mulai berani berpacaran, bahkan sampai melakukan hubungan seksual. 4.1.3. Kesehatan Reproduksi Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sudah didapatkan sejak duduk dibangku SD kelas enam, meskipun masih terbatas pada penjelasan tentang mestruasi. Setelah anak duduk di bangku SMP, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dijelaskan dengan lebih mendalam pada mata pelajaran Biologi. Pemberian pengetahuan tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai bekal pengetahuan bagi para remaja agar tidak melakukan hal-hal yang menyimpang dan bisa lebih berhatihati dalam berhubungan dengan lawan jenis. 119 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Salah seorang informan yang duduk di bangku SMP mengatakan bahwa dia sudah memperoleh informasi dari guru, bahwa seorang perempuan yang sudah mengalami masa menstruasi berarti perempuan tersebut bisa hamil jika melakukan hubungan seksual. “...Ibu terangkan kalau sudah menstruasi itu sudah tanda alat kemaluannya sudah berfungsi untuk berhubungan gitu...” Jelas St Selain guru sekolah yang memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, pihak Puskesmas dan BKKBN setempat juga mempunyai program penyuluhan yang ditujukan kepada murid sekolah SMP dan SMA. Kegiatan penyuluhan tersebut dilakukan rutin setiap satu tahun sekali dengan tujuan untuk memberikan sosialisasi tentang kesehatan reproduksi remaja sekaligus kegiatan pemberian imunisasi tetanus. “...Organ reproduksi sama KB. Tanda-tanda mulai dewasa, semua dikasih” Jelas KpP mengenai materi yang diberikan ketika penyuluhan. Gereja juga mempunyai peran dalam memberikan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi kepada remaja, meskipun pengetahuan tersebut masih disampaikan secara umum. Orangtua, khususnya ibu, juga memberikan nasihat kepada anak perempuan yang telah mendapatkan menstruasi. Pengetahuan yang diberikan adalah pengetahuan tentang apa saja yang harus dilakukan jika remaja putri mengalami haid dan bekal untuk melindungi diri sendiri agar terhindar dari pergaulan yang negatif. Orangtua salah seorang informan juga mengatakan bahwa ketika seorang perempuan sudah mendapatkan haid, maka dia tidak boleh membawa seorang laki-laki untuk masuk ke 120 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam kamar, tanpa menjelaskan lebih lanjut kepada anak apa alasan dari pelarangan tersebut. Seorang anak perempuan yang sudah mendapatkan haid juga mempunyai pantangan-pantangan tertentu yang tidak boleh dilakukan disebabkan karena kepercayaan-kepercayaan yang ditanamkan oleh orangtua, khususnya dari ibu mereka. Seorang perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk melakukan keramas dan mandi pada malam hari. Jika seorang perempuan yang sedang haid keramas, maka dipercaya darah putih akan naik ke atas kepala, dan bisa menyebabkan kepala pusing, pingsan, dan bisa juga menjadi gila. Mandi pada malam hari yang dilakukan oleh perempuan yang sedang haid, juga bisa menyebabkan darah haid keluar secara berlebih dan menyebabkan perut terasa sakit. Berikut ini adalah pernyataan yang dikemukakan oleh mama Db mengenai pelarangan mandi malam pada perempuan yang sedang haid. “...Sakit perut dan haidnya terlalu banyak kalau mandi malam dan lama...” Berbeda dengan anak perempuan, seorang anak laki-laki tidak banyak diberikan nasihat, pantangan, maupun kepercayaan-kepercayaan mengenai kesehatan reproduksi. Anak remaja laki-laki banyak mendapatkan pengetahuan mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi dari teman-teman sebaya atau melalui televisi. Seorang informan remaja berusia 16 tahun mengatakan bahwa dia mengetahui informasi mengenai HIV/AIDS dari televisi. Menurut informan, dia pernah melihat tayangan televisi yang menceritakan tentang seorang penderita AIDS. Cara pencegahan yang dilakukan menurut informan adalah dengan mengindari perempuan yang “tidak baik”. Meskipun dmeikian, ketika diminta untuk menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan perempuan “tidak baik”, informan tidak bisa 121 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 menjelaskan lebih lanjut, dan hanya mengatakan bahwa perempuan yang tidak baik adalah perempuan yang bergaul bebas dengan laki-laki, perempuan yang menderita AIDS, dan perempuan yang mempunyai kebiasaan minum-minuman keras. “Pokoknya yang sembarang-sembarang, su (sudah) pernah mengalami penyakit AIDS, dengan perempuan yang mabuk-mabuk, itu son (tidak) mau. Hindari supaya jangan kena penyakit AIDS”, (Nd). Ciri-ciri dari orang yang terkena HIV/AIDS juga diketahui oleh informan melalui film. Berbadan kurus, dan terus mengalami penurunan berat badan sampai meninggal dunia merupakan tanda-tanda orang terkena AIDS yang digambarkan dalam film tersebut. Pengetahuan mengenai beberapa macam alat kontrasepsi juga diperoleh informan remaja melalui pergaulan. Informan pernah mendengar mengenai alat kontrasepsi kondom, tetapi belum pernah melihatnya. Berkaitan dengan permasalahan kesehatan reproduksi remaja, kejadian hamil di luar nikah menjadi salah satu permasalahan yang cukup banyak dialami oleh remaja pada usia sekolah mereka. Kebanyakan remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah masih duduk di bangku SMP dan SMA. Ketika terjadi kehamilan, maka seorang remaja perempuan harus berhenti dan keluar dari bangku sekolah. Hal itu disebabkan karena peraturan sekolah memang mengharuskan sekolah untuk mengeluarkan siswa yang mengalami kasus kehamilan di luar nikah. Dalam beberapa kasus, kehamilan yang terjadi ketika seorang remaja perempuan hamil di bangku kelas tiga, maka dia tetap diizinkan untuk mengikuti ujian akhir sekolah disebabkan karena nama siswa sudah tercantum dalam daftar peserta ujian akhir. Dalam kejadian hamil di luar nikah pada remaja, ada yang memutuskan untuk melanjutkan kehamilannya meski tanpa 122 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur suami, ada yang kemudian menikah secara adat (pernikahan Terang Kampung) dan ada juga yang kemudian menggugurkan kandungannya. Ss adalah seorang remaja berusia 16 tahun. Pada saat Ss duduk di bangku SMA, Ss tinggal di kos karena jarak sekolah dengan rumah terlalu jauh untuk ditempuh pulang pergi setiap hari. Akibatnya pengawasan orangtua kepada anak juga menjadi kurang. Ss hamil diluar nikah dengan teman satu sekolah, dan pihak sekolah mengeluarkan Ss dari bangku sekolah. Setelah anak lahir, Ss kembali lagi ke bangku sekolah, dan tinggal kembali di kamar kos. Pengasuhan anak kemudian diserahkan kepada orangtua Ss. Oleh orang tua Ss, anak yang sebenarnya menjadi cucu tersebut sudah dianggap sebagai anak sendiri dan diberikan fam orang tuanya. Sangat disayangkan, tidak lama kemudian, Ss kembali hamil di luar nikah, kali ini dengan adik kelasnya di SMA. Pihak sekolah kemudian memberikan kebijakan untuk mengeluarkan kembali Ss dari sekolah. Saat penelitian berlangsung, Ss sedang hamil dengan usia kandungan tujuh bulan. Satu kasus aborsi kami temukan di wilayah penelitian. El adalah nama remaja tersebut. Pada waktu itu El masih berusia 17 tahun, dan duduk di bangku SMA kelas dua. Menurut keterangan dari salah seorang informan, El hamil dengan seorang pria yang sudah beristri dengan usia yang jauh di atas El. Orangtua dan seluruh keluarga El marah besar dan bahkan mengancam akan membunuh El, ketika mengetahui El sedang mengandung. Karena merasa ketakutan dengan ancaman keluarga besarnya tersebut, El kemudian melarikan diri ke rumah saudara di desa sebelah. Sesampainya di sana, El kemudian menggugurkan kandungan dengan meminum serbuk obat “Bintang Tujuh” yang dibeli di kios. Setelah meminum obat tersebut, El mengalami sakit perut dan pendarahan, sehingga akhirnya keluarga 123 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 membawa El ke Rumah Sakit. Di rumah Sakit, hasil USG menyatakan bahwa janin El masih bisa diselamatkan. Tetapi setelah pulang dari Rumah Sakit, orang tua El membawa El ke dukun kampung untuk menggugurkan kandungan dengan cara diurut. Menurut Romauli (2011), ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan jika mengalami kehamilan yang tidak diharapkan yaitu mempertahankan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Semua tindakan yang dilakukan remaja tersebut dapat membawa risiko baik fisik, psikis, sosial. Bila kehamilan diakhiri (aborsi) dapat mengakibatkan dampak negatif, antara lain: 1. Risiko perdarahan karena mengambil jaringan yang tidak bersih dan tidak aman menurut medis 2. Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan/ bahkan lubang di dinding rahim 3. Gangguan haid bila pergerakan dilakukan sampai menyentuh selaput otot 4. Infeksi yang terjadi akibat kelalaian/kurang terampilnya dokter yang menangani Mengingat besarnya risiko yang harus dihadapi oleh pelaku aborsi, diperlukan perhatian dari pihak petugas kesehatan untuk memberikan pengetahuan tentang bahaya aborsi, utamanya pada remaja. Kejadian hamil di luar nikah di kalangan remaja disebabkan karena beberapa macam hal. Penyebab yang utama adalah kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak. Karena desa Limakoli tidak memiliki sekolah setingkat SMA, maka warga desa yang akan melanjutkan sekolah ke bangku SMA harus bersekolah di SMA yang terletak di Kecamatan. Jarak tempuh yang terlalu jauh untuk melakukan perjalanan pulang pergi, serta tidak adanya alat transportasi umum dari dan menuju ke desa Limakoli menyebabkan anak yang duduk di bangku SMA harus menginap/kos di rumah orang atau tinggal di rumah saudara. 124 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Mereka biasa pulang ke rumah setiap satu minggu sekali atau bahkan satu bulan sekali. Oleh sebab itu orangtua mengalami kesulitan untuk mengawasi keseharian anak yang duduk di bangku SMA. Kesibukan orangtua bekerja di sawah dari pagi sampai dengan sore hari menyebabkan orangtua kurang memberikan pengawasan kepada anak, terutama anak yang beranjak remaja. Anak yang beranjak remaja sudah dianggap sebagai anak yang tidak memerlukan perhatian yang lebih besar, dibandingkan dengan anak yang masih berada di bangku sekolah dasar misalnya. Anak yang sudah duduk di bangku SMP, utamanya anak perempuan, diberikan tugas dan tanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika orangtua pergi bekerja ke sawah. Kasus kehamilan di luar nikah yang dialami para remaja tidak menyebabkan warga masyarakat melakukan pengucilan terhadap mereka. Remaja yang mengalami kasus kehamilan yang tidak diinginkan, tetap diterima menjadi bagian dari masyarakat, meskipun gunjingan terhadap mereka tidak bisa dihindarkan, terutama gunjingan yang dilakukan terhadap perempuan yang tidak menikah dan perempuan yang melakukan aborsi. “Posisi” perempuan yang hamil di luar nikah tetapi kemudian melakukan pernikahan adat lebih cenderung tidak mendapatkan gunjingan dari masyarakat. Kasus perempuan hamil di luar nikah kemudian juga berpengaruh terhadap tingkat pemeriksaan kehamilan. Mereka cenderung untuk tidak mau memeriksakan kehamilannya ke Posyandu. Untuk kasus-kasus seperti ini, di mana ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya ke Posyandu, bidan desa kemudian mendatangi rumah pasien untuk melakukan pemeriksaan kandungan ibu hamil. 125 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Meskipun ada beberapa orang remaja yang mengalami kejadian hamil di luar nikah, tetapi berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas setempat, tidak terdapat penyakit yang disebabkan karena perilaku seks bebas seperti Infeksi Menular Seksual dan HIV AIDS di desa Limakoli. 4.1.4. Pasangan Suami Yang Istrinya Belum Pernah Hamil Salah satu tujuan dalam pernikahan adalah melanjutkan keturunan dalam keluarga. Tetapi tidak semua pasangan suami istri bisa mempunyai anak. Ada yang baru menikah dan cepat dikaruniai anak, ada juga yang sudah lama menikah baru dikaruniai anak, tetapi ada juga yang sudah menikah dan tidak dikaruniai anak dalam jangka waktu sangat lama, sehingga bisa dikatakan bahwa mereka tidak memiliki keturunan. Di wilayah penelitian, peneliti menemukan sepasang suami istri yang belum dikarunia anak setelah menikah selama 14 tahun. Siklus haid informan Ls sebelum menikah bisa dikatakan tidak teratur. Mama Ls mendapatkan haid setiap dua atau empat bulan sekali. Setelah menikah mama Ls baru mendapatkan haid setiap satu tahun sekali, diikuti dengan tubuh yang terasa lemas hingga mama Ls tidak mampu untuk beraktivitas disebabkan karena darah yang dikeluarkan sangat banyak. Menurut informan, darah yang keluar berupa gumpalan darah hitam, diikuti dengan rasa sakit yang teramat sangat pada bagian belakang perut. Jika darah hitam sudah keluar habis, maka akan diikuti dengan keluarnya darah merah selama kurang lebih lima hari. Untuk mempercepat dan memperlancar keluarnya darah pada waktu menstruasi, mama Ls meminum ramuan obat kampung yang diracik oleh kakaknya. Obat kampung tersebut dibuat dari bahan akar Lulu Ai Fula yang direbus dengan cengkeh (Syzgium aromaticum), pala (Myristica fragrans) dan lada (Piper 126 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur nigrum). Ramuan tersebut diminum tiga kali sehari, pagi, siang, malam, sampai mentruasi berhenti. Mama Ls meminum ramuan obat kampung selama dua tahun terakhir, setiap kali mengalami menstruasi, sebab menstruasi yang dialami selama dua tahun terakhir ini menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Mama Ls pernah memeriksakan mengenai siklus menstruasi yang tidak teratur kepada bidan, dan bidan memberikan vitamin penambah darah. Bidan desa setempat sebenarnya sudah menyarankan mama Ls agar pergi memeriksakan diri ke rumah sakit di Kupang disebabkan karena peralatan yang lebih lengkap. Tetapi karena alasan keterbatasan biaya, dan rasa malu untuk pergi memeriksakan ke dokter, maka mama Ls memutuskan untuk menunda kepergiannya ke Kupang. “...Ikut posyandu saya kasih vitamin. Karena dia malu untuk periksa ke dokter. Dokter disini hanya dokter umum itupun laki-laki. Bagusnya langsung ke Kupang...” Jelas Bd Fk Dahulu, ketika usia pernikahan Mama Ls dan suami berjalan selama tujuh tahun, Mama Ls pergi memeriksakan diri ke dokter praktek untuk memeriksakan mestruasi yang tidak teratur. Dokter memberikan obat untuk diminum selama empat hari, tetapi dokter tidak memberitahukan kepada Mama Ls manfaat dari obat tersebut. Sebagai usaha untuk mendapatkan keturunan Mama Ls pernah pergi ke pengobatan tradisional dengan meminta bantuan seorang dukun kampung untuk melakukan pemijatan di bagian perut. Dari dukun kampung yang pertama diperoleh keterangan bahwa kandungan mama Ls tidak kuat, sehingga sulit untuk mendapatkan keturunan. Dukun kampung yang kedua mengatakan bahwa kandungan Mama Ls tergeser, sehingga perut mama Ls harus diurut secara teratur untuk “meletakkan” kembali posisi kandungan kepada tempatnya. 127 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Masyarakat menanggapi kondisi mama Ls dan suami yang belum dikaruniai anak atau tidak bisa hamil sebagai sebuah kondisi yang disebabkan karena ketidakcocokan antara darah mama Ls dengan darah suami. Untuk saat ini, Mama Ls dengan suami sudah pasrah dengan kondisi tanpa anak yang dialami pada saat ini. Meskipun mama Ls tidak pernah meminum ramuan obat untuk membantu menyuburkan kandungan, salah seorang dukun kampung mengatakan bahwa ada bahan alam dari kayu Kak yang bisa digunakan untuk menyuburkan kandungan. Kulit kayu Kak tersebut kemudian direbus dengan campuran buah pinang kering. “Ada 1 kayu juga namanya Kak, anaknya nanti banyak.ambil dia punya kulit 3 kasih mendidih dengan pinang kering 3 biji supaya bikin subur kandungan...” Jelas Oma Sr. 4.2. Masa Kehamilan Kehamilan adalah suatu keadaan yang butuh perawatan khusus dan sangat berisiko karena bisa menyebabkan kematian bayi, ibu maupun keduanya. Tetapi bagi masyarakat Desa Limakoli, kehamilan bukan merupakan hal yang istimewa, dan merupakan sebuah peristiwa biasa yang dialami oleh setiap perempuan. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada ibu hamil, seperti upaya mengurangi pekerjaan sehari-hari, melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, atau melakukan ritual penyambutan kehamilan dan kelahiran. 128 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 4.2.1. Aktivitas Ibu Hamil Pada usia kehamilan satu sampai tiga bulan, ibu biasanya bekerja hati-hati untuk menjaga kehamilannya. Sebagian besar ibu hamil di desa Limakoli mulai melakukan kegiatan atau pekerjaan yang berat mulai dari usia kehamilan tiga bulan sampai dengan masa melahirkan. Bekerja di sawah, memikul air, memikul kayu, memasak, membersihkan rumah dan mencuci merupakan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh ibu hamil. Pada usia kehamilan satu bulan sampai dengan tiga bulan, seorang ibu hamil akan mengurangi pekerjaan sehari-hari, karena kandungan dirasa belum kuat. Sementara itu ketika usia kehamilan mencapai sembilan bulan dan semakin dekat dengan masa melahirkan, intensitas pekerjaan ibu hamil semakin ditingkatkan untuk menghadapi masa melahirkan. Tetap bekerja selama masa kehamilan dipercaya bisa mempermudah proses kelahiran. Sebaliknya, jika seorang ibu hamil bermalas-malasan dalam bekerja, maka bisa dipastikan bahwa proses kelahiran akan berjalan dengan tidak mudah. “....harus kerja berat karena kalau tidak kerja berat melahirkan akan susah...” Jelas mama Es. Bekerja di sawah merupakan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan sebagian besar ibu di Desa Limakoli, termasuk juga ibu yang sedang hamil. Mama Yo dan mama Me yang sedang hamil 6 bulan, setiap hari pergi bekerja ke sawah untuk melakukan kegiatan panen dan tanam. Sama halnya seperti petani yang lain, mama Yo dan mama Me bekerja mulai dari pukul tujuh pagi sampai dengan pukul enam malam. Akses menuju ke lokasi persawahan bisa dikatakan bukan merupakan akses yang mudah untuk ditempuh. Jalan yang terjal dan berbatu harus dilewati sebelumnya. Setelah sampai di pinggir sungai, perjalanan masih 129 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dilanjutkan dengan berjalan kaki menyeberang sungai dengan arus cukup deras dan batu-batu licin di dalamnya. Gambar 4. 1 Ibu hamil sedang memikul kayu Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Selain bekerja di sawah, ibu hamil juga melakukan aktivitas menjemur padi dan mencari kayu sebagai persiapan tradisi panggang setelah melahirkan dan juga sebagai persediaan bahan bakar di dapur. 4.2.2. Masalah kehamilan Menurut keterangan bidan desa, masalah kehamilan yang banyak dialami ibu hamil di Desa Limakoli adalah mual, muntah, tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan KEK. Satu orang ibu hamil mengalami kehamilan berisiko tinggi karena mempunyai protein urin positif 2, yang bisa berbahaya bagi kehamilan. Berikut keterangan dari Bd Fk. “...Itu berbahaya karena hasil urine positif 2 mengakibatkan mata kunang-kunang, kepala pusing, 130 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur tiba-tiba gelap pada saat melahirkan (preemklasi). Ada yang bengkak tangan dan kaki, karena urine positif 2..”Bd Fk. Pada saat usia kehamilan delapan bulan, kaki Mama Rn bengkak sampai dengan paha. Bidan setempat menyarankan agar Mama Rr periksa dan hasilnya urine positif 2. Hasil tes tersebut menurut bidan membahayakan keselamatan ibu dan janin, sehingga bidan menyarankan agar Mama Rn melakukan opname di Rumah Sakit. Kakak mama Rn tidak setuju jika mama Rn harus menjalani opname, sehingga akhirnya mama Rn pulang ke rumah. Bidan setempat hanya mengingatkan agar pada saat persalinan menghubungi bidan. Ketika dikonfirmasikan kepada informan mama Rn, mama Rn mengatakan bahwa menurut dokter informan menderita asam urat. “...jadi ambil darah tes bilang asam urat (terkekeh)...” Jelas Mama Rn Tiga orang ibu hamil dengan KEK ditemukan di lokasi penelitian. Konsumsi ibu hamil sama seperti konsumsi masyarakat lain pada umumnya, atau dengan kata lain tidak ada pembedaan makanan antara ibu yang sedang hamil dengan ibu yang tidak hamil. Sayur, lauk pauk dan ikan dikonsumsi jika ada penjual ikan yang menjual ikan di dalam desa. Makan nasi kosong (nasi yang dicampur dengan air garam atau nasi dengan gula air) merupakan jenis makanan yang cukup sering dikonsumsi. Ibu hamil yang mengalami KEK akan menerima bantuan dari PNPM Mandiri berupa PMT ibu hamil seperti telur, susu dan gula. Menurut Romauly (2011) pengaruh gizi terhadap kehamilan sangat penting, berat badan ibu hamil harus memadai bertambah sesuai dengan usia kehamilan, karena berat badan normal akan menghasilkan anak yang normal. 131 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 4.2.3. Makanan Pantangan Ibu Hamil Berkaitan dengan pantangan makanan, maka ada beberapa jenis makanan yang dihindari oleh ibu hamil. Konsumsi makanan bersantan dan kacang tanah dihindari oleh ibu hamil karena pada saat bayi lahir, kulit bayi akan sulit untuk dibersihkan karena tubuhnya berminyak seperti santan. Seorang ibu hamil juga tidak diperbolehkan untuk meminum es, mengkonsumsi buah pisang dan bakso karena pada saat melahirkan nanti, bayi akan berukuran besar sehingga ibu akan mengalami kesulitan pada saat melahirkan. Menurut Romauli (2011), meminum es sebenarnya tidak berpengaruh dalam peningkatan berat badan janin maupun ibu. Meminum air es disertai dengan sirup yang mempunyai kadar gula tinggi adalah penyebab meningkatnya berat badan ibu dan janin. Seorang ibu hamil tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jantung pisang, buah nangka, daun dan bunga pepaya serta daun singkong karena akan menyebabkan ketuban sulit pecah, ari-ari sulit untuk keluar, dan bisa menyebabkan ibu meninggal. Seorang ibu hamil tidak diperbolehkan makan nanas karena bisa menyebabkan keguguran. Dalam Romauli (2011) konsumsi nanas dapat merangsang asam lambung berproduksi lebih tinggi, yang dapat mengganggu kesehatan lambung. 4.2.4. Pemeriksaan Kehamilan 4.2.4.1. Pemeriksaan Kehamilan di Tenaga Kesehatan Di Desa Limakoli terdapat Puskesmas Pembantu untuk pelayanan kesehatan warga, termasuk untuk pemeriksaan ibu hamil Meskipun demikian, ibu hamil lebih memilih untuk 132 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur memeriksakan kehamilan pada saat Posyandu di tiap-tiap dusun, yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Rata-rata ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan pertama kali pada usia kehamilan empat bulan. Alasan yang dikemukakan oleh informan mengenai pemeriksaan kehamilan yang dilakukan pada usia empat bulan ke atas disebabkan karena bayi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada usia kehamilan empat bulan. Ketika bayi belum menunjukkan gerakan apapun, maka bagi para informan belum waktunya untuk memeriksakan kehamilan. Alasan kesibukan bekerja di sawah juga dikemukakan oleh informan sebagai penyebab pemeriksaan kehamilan yang terlambat. Menurut bidan desa setempat, idealnya pemeriksaan kehamilan untuk pertama kali dilakukan pada usia kehamilan 0-12 minggu untuk deteksi awal kehamilan. “...Sebenarnya kan yang normalnya dia harus 0-12 minggu, itu harus dideteksi dari awal. Tapi kan – yang 012 minggu satu sa (saja)(yang memeriksakan kehamilannya-pen)...” kata Bd Fk Idealnya seorang ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya minimal sebanyak empat kali yaitu (Romauli,2011): 1) Trimester I (sebelum 14 minggu) satu kali kunjungan 2) Trimester II (antara 14 – 28 minggu) satu kali kunjungan 3) Trimester III (antara 28 – 36 minggu) 4) Trimester III sesudah 36 minggu 4.2.4.2. Pemeriksaan Kehamilan di Tenaga non Kesehatan Selain melakukan pemeriksaan kehamilan di tenaga kesehatan, ibu hamil di desa Limakoli juga mempunyai kebiasaan untuk melakukan urut atau pijat di bagian perut ketika kehamilan memasuki usia tujuh bulan. Pada saat kehamilan memasuki usia tujuh bulan, maka keluhan yang dirasakan oleh seorang ibu hamil 133 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 semakin bertambah. Ketika perut terasa nyeri, seorang ibu hamil lebih memilih untuk memijat atau melakukan urut pada kandungannya. Menurut informan, rasa nyeri tersebut disebabkan karena posisi bayi yang melintang. Seorang dukun kampung mampu memutar posisi bayi yang melintang sehingga bisa berada pada posisi jalan lahir dnegan cara mengurut perut dan punggung seorang ibu hamil. Salah seorang informan tenaga kesehatan mengatakan bahwa urut atau pijat hamil pada ibu hamil yang bertujuan untuk memutar bayi agar berada di posisi yang tepat justru bisa mengakibatkan perdarahan saat persalinan. Ibu cukup melakukan posisi menungging, maka bayi akan kembali berada pada posisi jalan lahir. “...Itu berbahaya sekali. Nantinya pada saat persalinan bisa mengakibatkan pendarahan...” Jelas Bd Fk mengenai bahaya urut perut pada ibu hamil. “Pasien disuruh pulang, tidur nungging paling lama 5 menit selama 1 minggu. Setelah itu periksa ulang sudah normal kembali” Jelas Bd Fk Selain disebabkan karena rasa sakit di dalam perut, ibu yang berada pada masa awal kehamilan melakukan urut untuk menyatukan darah yang masih terserak di dalam rahim. “...Urut kasih bulat begitu.Karena masih bulan pertama itu masih darah kan jadi terserak, jadi oma itu harus buat kasih dikumpulin begitu. Kadang-kadang kalau tidak urut nanti terjadi anak kembar...” Jelas Mm Es 4.2.5. Ramuan Tradisional pada Masa Hamil Seorang ibu dengan usia kehamilan delapan-sembilan bulan mempunyai tradisi untuk menggunakan ramuan obat tradisional yang dipercaya bisa memperlancar proses kelahiran. 134 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Berikut ini adalah rangkaian ramuan yang digunakan oleh ibu hamil di desa Limakoli. 1. Kulit pohon Atebik Kulit pohon Atebik diambil sebanyak dua ruas jari tangan. Kulit pohon harus diambil dari bawah ke atas. Kulit pohon Atebik tersebut kemudian dimakan dengan kelapa yang sudah dijemur sampai kering sebanyak satu ruas jari tangan. Kulit pohon Atebik dan buah kelapa tersebut kemudian dikunyah sampai sarinya habis, kemudian ampas sisa kunyahan tersebut diusapkan ke perut. Ramuan ini dimakan selama tiga hari. 2. Akar Abanitu Tiga buah akar Abanitu dimakan dengan kelapa kering sebanyak satu ruas jari tangan. Setelah dikunyah, ampasnya diusapkan ke perut. Hal ini juga dilakukan selama tiga hari. 3. Daun Marungga/ daun kelor (Moringa Oleifera) Daun Marungga diambil dari tujuh batang ranting pohon Marungga. Setelah itu daun marungga direbus, dan harus dimakan hingga habis oleh ibu hamil. Ramuan ini dimakan selama satu hari. 4. Akar lombok hutan (lombok buah halus) Tiga buah akar Lombok hutan direbus dengan air sebanyak tiga gelas, hingga menyusut menjadi 1,5-1 gelas saja. Setelah itu ramuan ini diminum selama tiga hari. 5. Daun Totokoana Daun diambil dari pohon Totokoana yang tidak berbuah. Satu genggam daun Totokoana dimasak sampai layu dengan menggunakan minyak kelapa. Ramuan ini dimakan selama satu hari. Daun Totokoana yang direndam dalam minyak kelapa dioleskan ke perut selama satu sampai dua minggu. 135 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “...kayu ada yang kunyah dan minum semua ada dekatdekat sini.bisa minum / makan kayu untuk melahirkan supaya picah (pecah) air gonak (ketuban) biar anak keluar sonde (tidak) sakit dan cepat” Jelas Oma Sr 4.2.6. Kepercayaan untuk Ibu Hamil Ibu hamil di desa Limakoli mempunyai kepercayaan terhadap makhluk kuntilanak sebagai penyebab keguguran, dengan cara menghisap darah bayi yang ada di dalam kandungan dan mencakar punggung ibu hamil. Bayi yang meninggal disebabkan karena kuntilanak, akan meninggalkan semacam garukan dan warna hitam pada kulit bayi. Untuk menghindari “serangan” kuntilanak tersebut, ibu hamil mempunyai kepercayaan untuk memakai sisir, membawa paku atau membawa gunting ketika keluar pada malam hari. Informan meyakini bahwa makhluk kuntilanak bukan hanya merupakan mitos, melainkan merupakan makhluk yang benar-benar ada. Hal ini disebabkan karena informan pernah melihat sendiri kejadian di mana bayi sudah berada dalam kondisi hancur di dalam perut. Akhirnya bayi dikeluarkan dengan bantuan dukun kampung, dengan cara merogoh perut ibu dan mengeluarkan satu per satu bagian tubuh bayi yang sudah hancur dari dalam perut ibu. Ibu hamil di desa Limakoli juga mempunyai tradisi menggosok perut dengan menggunakan pasir. Tujuan melakukan kebiasaan ini adalah supaya pada saat dilahirkan kulit anak menjadi bersih, badan dan rambut anak tidak tercampur dengan darah sehingga mudah dibersihkan. Pasir digosokkan di bagian perut setiap kali mandi, sejak seorang ibu mengetahui kalau dia sedang hamil. 136 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Beberapa kepercayaan dan pantangan juga masih dilakukan dan dipercaya oleh ibu hamil yang berada di Desa Limakoli. Kesulitan ketika akan melahirkan diyakini akan dialami jika seorang ibu hamil duduk di depan pintu, makan sambil berjalan, tidur siang terlalu lama dan bermalas-malasan. Seorang ibu hamil dan suaminya tidak boleh membicarakan kejelekan orang lain, karena kejelekan yang dibicarakan tersebut akan kembali ke anaknya. Saat seorang istri sedang hamil, suami tidak boleh marah atau membentak istri karena akan menyebabkan anak di dalam kandungan menjadi sedih dan kelak anak yang dilahirkan menjadi cengeng. 4.3. Persalinan Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya jalan lahir (Hidayat, et al 2010). Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu - tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal paling mendebarkan. Proses persalinan merupakan sebuah keadaan yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam mencari dan menentukan upaya kesehatan bagi sang ibu (Musadad, 2002). Persalinan di desa Limakoli ada tiga macam, yaitu persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, persalinan yang dibantu oleh dukun kampung dan persalinan yang dilakukan dengan bantuan keluarga, baik itu mama mantu, orangtua kandung atau suami. Peran keluarga, khususnya mertua, sangat besar untuk menentukan dimana ibu hamil akan bersalin dan apa saja yang harus dilakukan ibu setelah bersalin. 137 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 4.3.1. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Alur pelayanan yang tertulis dalam Buku Panduan Revolusi KIA NTT 2009 adalah pasien (ibu akan melahirkan) dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam di Puskesmas Rawat Inap dan apabila membutuhkan penanganan lebih lanjut pada tingkat yang lebih tinggi maka di rujuk ke Rumah Sakit. Sejak diterapkan program Revolusi KIA, persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan tidak dipungut biaya, mulai dari biaya transportasi (untuk keperluan mengantar dan menjemput pasien), biaya persalinan, dan biaya pengobatan. Meskipun demikian, masih sedikit ibu hamil di desa Limakoli yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. “...Masalah biaya tidak usah dipikirkan. Ibu tinggal siapkan pakaian bayi, pakaian ibu untuk tukar, pembalut, mungkin juga termos air untuk minum...” Jelas KpP Berdasarkan Pedoman Revolusi KIA NTT 2009 disebutkan bahwa: 1. Setiap ibu hamil dipersiapkan untuk bersalin di fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam ( Puskesmas PONED atau RS PONEK) 2. Suami dan keluarga ibu hamil dipersiapkan secara mental dan finansial untuk mengantar dan mendampingi ibu hamil yang akan bersalin ke fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam ( Puskesmas PONED atau RS PONEK), termasuk bila menunnggu di ruang tunggu 3. Setiap ibu hamil dengan kondisi normal, pada hari H-1 sudah berada di Puskesmas PONED terdekat dan dan pulang ke rumah pada hari+3 4. Semua biaya yang termasuk dalam kriteria miskin ditanggung oleh pemerintah 138 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 5. Semua pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit setelah mendapat pertolongan dan perawatan dijemput dan diantar pulang kerumah oleh mobil Puskesmas yang merujuk atau ambulans Rumah Sakit Gambar 4. 2 Keluarga yang menunggu di ruang bersalin Sumber: Dokumentasi Peneliti REK 2014 Selama ini pihak Puskesmas telah melakukan sosialisasi kepada warga setempat, khususnya ibu hamil dan keluarganya, untuk melakukan persalinan di tenaga kesehatan. Sosialisasi dan konseling tersebut dilakukan setiap kali ibu memeriksakan kehamilan di Posyandu, kegiatan pertemuan dengan kader, dan sosialisasi dari pihak PNPM mengenai program Revolusi KIA. Petugas kesehatan juga memberikan nomer HP di setiap buku KIA, yaitu nomer HP Bidan desa setempat, Bidan koordinator Puskesmas, Kepala Puskesmas dan nomor HP dari sopir ambulans supaya bisa dihubungi oleh ibu hamil jika merasakan tanda-tanda melahirkan. “...Jadi kalau semisal menghubungi nomor yang satu tidak bisa, bisa menghubungi nomor yang lain, jadi 139 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dengan nomor HP sopir punya. Kan pelayanan gratis ibu. Persalinan gratis, antar jemput gratis, pengobatan gratis...” Jelas KpP Dari kacamata petugas kesehatan, seorang ibu harus melahirkan di fasilitas kesehatan sebab proses persalinan di puskesmas dan rumah sakit dilakukan dengan prosedur-prosedur yang sudah terstandar. Sebelum melakukan proses persalinan, tenaga kesehatan melakukan pensterilan alat dan bahan sebelum digunakan. Bidan dan tenaga kesehatan yang lain juga menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) berupa sepatu boot untuk menghindari tertularnya penyakit yang diderita oleh ibu bersalin tersebut. “...tenaga kesehatan mau pake sarung tangan harus cuci tangan 7 langkah…baru pake sarung tangan, seperti itu prosesnya...Kalau misalnya posisi bidan yang menolong, kaki luka. Ibu yang kotong tolong positif hepatitis, positif AIDS, pasti kan kalo bisa pake sepatu boot. Kalau sonde berhati-hati nanti dia bisa kena AIDS, karena dia tolong ibu melahirkan yang AIDS tanpa dia perlindungan diri yang sonde bagus...” Jelas Bd Fk 4.3.2. Persalinan oleh Dukun Kampung Terdapat empat orang dukun kampung yang biasa membantu proses persalinan di desa Limakoli. Mereka akan datang apabila dipanggil oleh pihak keluarga ibu yang akan melahirkan. Biasanya seorang dukun kampung dimintai pertolongan karena proses persalinan sulit, seperti posisi anak yang melintang. Selain itu seorang dukun kampung juga akan dimintai pertolongannya untuk membantu memotong tali pusar bayi dan mengeluarkan ari-ari (plasenta) yang sulit keluar. 140 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Selain memberikan pertolongan pada ibu melahirkan, seorang dukun kampung juga bisa memberikan ramuan tradisional untuk diminum dan digunakan dalam air mandi, yang bermanfaat untuk memulihkan kondisi ibu paska melahirkan. Seorang dukun kampung menolong persalinan dengan cara merogoh jalan lahir dengan menggunakan tangan kosong. Seringkali hal tersebut dilakukan tanpa menunggu pembukaan sempurna terlebih dahulu dari jalan lahir. Jika ternyata proses persalinan sulit disebabkan karena bayi berada dalam posisi melintang, maka dukun kampung akan memutar posisi bayi terlebih dahulu dengan mengurut perut ibu, baru setelah itu bayi ditarik keluar. “...disini kalau melahirkan, kalau oma (dukun kampung) datang permisi ini tangannya harus masuk ke dalam....” Jelas mama Es. “...Belum waktunya untuk muku (mengejan) sudah- kan kebanyakan begitu, dukun-dukun kan seperti itu toh, jadi rogoh itu langsung tarik, sonde pakai sarung tangan, tahu itu bersih atau sonde...” Jelas Bd Fk “Kalau bayinya sulit keluar, dirogoh, ditarik,Kalau dia punya kaki duluan, dia punya mukanya di belakang, baru saya putar, ” Jelas Oma Yl, seorang dukun kampung. Demikian juga ketika terjadi persalinan dengan ari-ari yang sulit keluar, maka masyarakat akan memanggil dukun kampung untuk meminta pertolongan. “...sudah tolong habis, dia pu ari-ari sonde keluar sendiri, oma yang rogoh kasih keluar dia pu ari-ari. Tarik kasih keluar semua di bawah...” Jelas Oma Dk. Ibu yang melahirkan di rumah, baik dengan bantuan dukun maupun tidak, akan mengikat perut bagian atas dengan sehelai kain. Hal ini dipercaya bisa mempercepat proses kelahiran bayi 141 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 dan mencegah bayi yang sudah berada di jalan lahir akan naik kembali ke atas. Sedangkan menurut petugas kesehatan setempat, pengikatan perut bagian atas tidak perlu dilakukan karena jika bayi sudah berada di jalan lahir, maka bayi tersebut tidak akan kembali naik ke rahim seperti yang dipercaya oleh masyarakat. “...Itu dia nyobek kain, talinya tipis. Itu diikat karena takut bayinya lari lagi ke atas. Sebenarnya tidak perlu diikat karena jika bayi sudah dijalan lahir pasti akan keluar dengan sendirinya...” Jelas Bd Fk Jika seorang bayi ditolong kelahirannya oleh dukun kampung, maka beberapa tradisi masih dilakukan terhadap bayi yang baru lahir. Salah satunya adalah dengan mengayun bayi dengan cukup kencang segera setelah bayi tersebut dipotong tali pusat dan dimandikan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya bayi tidak tumbuh menjadi anak penakut. “Bayi lahir, tali pusarnya dipotong, dimandiin, digoyang, baru pakai baju,” Jelas Oma Yl Program kemitraan dukun kampung dan bidan di desa Limakoli sudah dilakukan, dengan mengadakan pertemuan rutin setiap tahunnya. Dalam kemitraan dukun kampung dan bidan tersebut dijelaskan bahwa tugas dari dukun kampung adalah mendampingi dan memberitahu bidan jika terdapat seorang ibu yang akan melahirkan, supaya bidan dapat segera datang untuk menolong. “...Mitra kerja itu hanya sekadar, “bidan, ibu yang ini sudah dapat tanda, ibu bidan su cepat datang ko? Oiya mama kotong pi. Hanya sekedar begitu sa (tugas dukun kampung), tapi untuk persalinan bukan tugas dari dukun lagi. Itu sudah harus diserahkan ke tangan bidan. Jadi 142 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur kemitraan bidan dan dukun kan harusnya seperti itu toh...” Jelas Bd Fk Hal ini sesuai dengan Pedoman Revolusi KIA Provinsi NTT 2009, yang menyatakan bahwa tugas, fungsi dan peran dukun bayi (dalam desa setempat dikenal dukun kampung) adalah sebagai berikut: 1) Mengingatkan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya minimal empat kali selama kehamilan di bidan/ dokter 2) Mengingatkan ibu untuk melahirkan di Puskesmas PONED/ Rumah Sakit PONEK (dengan catatan: bila lokasi tempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan 24 jam, menyiapkan diri untuk tinggal di rumah tunggu) 3) Mengingatkan keluarga untuk mengantarkan ibu melahirkan ke Puskesmas PONED/ Rumah Sakit PONEK 4) Menggerakkan ibu dan bayinya ke Posyandu setiap bulan 5) Meningkatkan kemitraan dengan bidan dalam peran “Ibu Asuh” (memandikan ibu dan bayi, merawat tali pusat) Dukun kampung yang bersedia membawa ibu untuk melahirkan di fasilitas kesehatan, akan mendapat uang insentif yang diambil dari dana PNPM. Hal tersebut dilakukan untuk merangsang dukun kampung agar tidak melakukan persalinan di rumah dan bersedia mendorong ibu untuk melahirkan di fasilitas kesehatan. “Oh iya, 25 ribu untuk satu ibu. Sampai sekarang masih....” Jelas KpP Sementara itu, kader sebagai mitra petugas kesehatan, selain bertugas untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, juga bertugas mengingatkan ibu hamil dan keluarganya untuk selalu memeriksakan kehamilannya dan melahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan. Berikut ini adalah tugas, fungsi dan peran 143 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kader Posyandu yang tercantum dalam buku Pedoman Revolusi KIA Provinsi NTT 2009 : 1) Melakukan kunjungan rumah untuk pendataan ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui, bayi baru lahir, bayi dan PUS 2) Menggerakkan sasaran pergi ke Posyandu 3) Mengingatkan ibu untuk melahirkan ke Puskesmas PONED / Rumah Sakit PONEK (dengan catatan: bila lokasi tempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan 24 jam, menyiapkan diri untuk tinggal di rumah tunggu) 4) Melaporkan kepada bidan desa/ perawat/ tenaga kesehatan lainnya bila ada yang akan melahirkan 5) Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan penimbangan di Posyandu 6) Melakukan pencatatan dan pelaporan Posyandu. Sementara itu berdasarkan informasi dari kader posyandu setempat, kader melaksanakan kegiatan sesuai dengan agenda kegiatan yang disampaikan pada pertemuan kader dengan tenaga kesehatan dan PNPM. Kegiatan tersebut antara lain adalah mengingatkan ibu hamil dan keluarganya untuk memeriksakan kehamilan dan melahirkan di tenaga kesehatan, serta mengingatkan orang tua yang mempunyai bayi dan balita untuk datang ke Posyandu setiap bulannya. Tetapi di sisi lain kader mengatakan bahwa mereka hanya bisa mengingatkan dan memberitahu masyarakat tentang pentingnya melahirkan di fasilitas kesehatan, tetapi mempunyai kewenangan untuk memaksa. Hal ini disebabkan karena di satu sisi, jika terjadi sesuatu pada warga pada saat warga melahirkan ke tenaga kesehatan, maka keluarga dan masyarakat akan menyalahkan dirinya sebagai kader. “...Pengalaman yang tradisional, melahirkan pakai dukun beranak, dukun kampung. Saya jelaskan, saya kasih 144 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur penyuluhan sebaiknya ke rumah sakit. Mereka jawab begini, ‘kalau dulu punya anak banyak banyak kita melahirkan di rumah, tidak apa-apa’, mereka punya jawaban balik seperti itu. Jadi saya sebagai kader tidak boleh maksa mereka, saya tidak bisa paksa ibu karena begini, saya juga berpikir kembali kalau seadainya saya paksa mereka bawa ke rumah sakit, untung-untung kalau sampai sana melahirkannya normal, tapi kalau ada kendala pasti saya yang disalahkan. Karena orang kampung seperti itu, pasti saya disalahkan karena apa, ‘kita mau melahirkan di rumah tapi ibu yang mau-mau bawa kita datang ke puskesmas akhirnya terjadi seperti ini’. Jadi saya menjaga hal-hal itu terjadi, apalagi kita disini semua masih hubungan keluarga, saya jaga itu. Makanya saya cuma kasih penyuluhan, tapi kalau mereka tidak sadar saya tidak bisa paksa mereka...” Jelas Mm Db 4.3.3. Persalinan Sendiri di Rumah Persalinan yang dilakukan di rumah biasanya dilakukan sendiri atau dengan bantuan suami,ibu mertua atau ibu kandung, saudara perempuan, dan atau tetangga terdekat. Beberapa alasan dikemukakan oleh informan terkait dengan keputusan mereka untuk melakukan persalinan tanpa pertolongan petugas kesehatan. Ibu yang akan bersalin tidak mau di tolong orang lain selain keluarga, karena takut kalau proses persalinannya akan menjadi bahan pembicaraan orang lain. Selain itu, disebabkan karena pengalaman melahirkan anak pertama yang dirasa mudah, maka seorang ibu kemudian memutuskan untuk melahirkan anak kedua dan seterusnya seorang diri, tanpa meminta bantuan siapapun. 145 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Informan merasa ketakutan jika melahirkan di puskesmas maka jalan lahir akan digunting dan dijahit. Kabar tentang hal ini sebenarnya merupakan kabar yang banyak beredar dan menimbulkan ketakutan pada ibu yang akan melahirkan. Bayangan tentang rasa sakit yang harus ditanggung tersebut telah membuat seorang ibu lebih memilih untuk melahirkan tanpa pertolongan petugas kesehatan. Sementara itu keterangan yang diperoleh dari petugas kesehatan, ketika sudah tiba waktunya melahirkan yang ditandai dengan pembukaan sempurna pada jalan lahir dan kepala bayi mulai terlihat, barulah bidan melakukan persalinan. Jika terjadi robekan pada jalan lahir, maka bidan melakukan tindakan jahit dengan menggunakan benang daging untuk menutup luka robekan dan menghentikan keluarnya darah. Meskipun demikian, tidak setiap proses kelahiran mengharuskan tindakan penjahitan jalan lahir. “...Dia betul-betul su pembukaan 10, sampe lihat adek mea (bayi) punya kepala, bayi punya kepala sudah 5-6 senti di jalan lahir, baru bidan pimpin persalinan...” Jelas Bd Fk Jika ibu melahirkan di puskesmas atau rumah sakit, maka keluarga tidak boleh menemani proses kelahiran ibu. Dengan demikian, seorang ibu akan merasa kesepian dan tidak mendapatkan dukungan dari pihak keluarga. Menurut pihak puskesmas, anggapan tersebut salah, karena sebenarnya di dalam ruangan bersalin, ibu diizinkan untuk ditemani oleh suami atau keluarga, meskipun dibatasi jumlahnya. Kekhawatiran lain juga muncul, Jika melahirkan di puskesmas atau rumah sakit maka tidak ada yang menjaga anak di rumah, dan tidak ada yang memberi makan hewan peliharaan. 146 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur “...suami saya bilang kalau di RS nanti anak-anak siapa yang jaga...” Jelas mama Es. Selain itu, ternyata di antara para informan yang kami wawancarai, juga beredar kabar bahwa jika melahirkan di RS dan ibu merasa kesakitan, maka bidan akan memarahi ibu tersebut. “...Ya dengar-dengar cerita kalau su sampai di rumah sakit kalau perut su menosol, ibu bidan su rasa...ibu bidan bilang menjengkelkan kotong lagi, itu yang bikin beta takut...” Jelas mama Dt. Ketika dikonfirmasi kepada petugas kesehatan, menurut petugas kesehatan, persalinan yang dilakukan pada masa kini tidak seperti apa yang dibayangkan oleh para ibu. Dengan adanya gerakan sayang ibu, persalinan dilakukan dengan meminimalisir terjadinya luka pada ibu ketika melahirkan. “...Karena ada istilah kalau melahirkan di rumah sakit itu harus colok, gunting, padahal kan tidak. Orang kan ada gerakan sayang ibu dan anak to ibu. Kita sudah jelaskan kalau kita tidak kayak di rumah yang disuruh ngeden, kan kita tahu berapa jam dia melahirkan, berapa jam dia sampai bukaan berapa, dan kapan dia sudah diperbolekan mengedan. Ada keluarga di luar. Kalau ada saat-saat tertentu mereka butuh suami, kita bisa persilahkan suami. ” Jelas KpP Alasan lain yang banyak dikemukakan oleh informan kenapa mereka tidak melahirkan di fasilitas kesehatan adalah tidak adanya tanda-tanda akan melahirkan. Para informan mengatakan, perut terasa mulas seperti akan buang air besar, dan “tiba-tiba” saja bayi lahir, tanpa sempat pergi ke fasilitas kesehatan. 147 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Alasan tersebut dinilai mengada-ada oleh petugas kesehatan. Kepala puskesmas mengemukakan pendapatnya sebagai berikut, “...Mereka bilang melahirkan tidak sakit, langsung keluar, kan tidak mungkin. Saya kasih contoh, untuk BAB saja kita butuh tenaga untuk ngeden supaya BAB itu bisa keluar, tidak mungkin langsung keluar. Apalgi mengeluarkan bayi, tidak bisa langsung keluar. Sakitnya berjam-jam. Apalagi anak pertama kan kadang ada his his palsu, sakit berminggu-minggu baru kemudian melahirkan, begitu” Persalinan di rumah biasa dilakukan di lantai dengan beralaskan tikar. Ketika seorang ibu sudah siap melahirkan, maka sehelai kain akan segera diikatkan pada bagian atas perut ibu untuk mencegah supaya bayi tidak naik kembali ke atas. Untuk membantu mengumpulkan kekuatan pada waktu mengejan, seorang ibu akan berpegangan pada tali, menahan kaki, bersandar pada tembok, atau bersandar pada punggung salah seorang anggota keluarga. Selain mengejan, supaya bayi dapat cepat lahir, ada anggota keluarga yang membantu mendorong perut bagian atas ibu. Jika ari-ari (plasenta) belum keluar bersamaan dengan bayi, maka perut ibu yang bersalin akan dipijat dengan gerakan memutar, menggunakan minyak kelapa, baru kemudian ibu mengejan sedikit. “...kalau saya putar sendiri, akhirnya dia (ari-ari) keluar...”Mama Es. Setelah bayi lahir dan tubuh ibu telah dibersihkan, seluruh bagian tubuh ibu, termasuk perut, akan diinjak dengan menggunakan kaki yang terlebih dahulu sudah dihangatkan di 148 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur depan perapian. Tradisi ini dipercaya dapat mengeluarkan darah kotor yang masih menggumpal di dalam perut. “...iya injak pakai kaki, habis melahirkan itu harus injak pakai kaki, kasih panas di kaki injak badan semua...” jelas mama Es Pada masyarakat desa Limakoli, peran keluarga sangat penting dalam menentukan dimana ibu akan melahirkan dan melakukan perawatan paska persalinan. Pihak-pihak yang mempunyai peran cukup besar dalam menentukan tempat persalinan adalah pihak keluarga dari suami (bapak mantu dan mama mantu). Sebagai contoh adalah kasus yang dialami oleh mama Td. Mama Td dan orangtua mama Td menginginkan untuk melahirkan di tenaga kesehatan, karena pengalaman kematian salah satu anggota keluarga akibat perdarahan pada waktu melahirkan. Tetapi di sisi lain, keluarga dari suami mama Td (mama mantu dan bapak mantu) menginginkan agar persalinan dilakukan di rumah dengan bantuan keluarga. Keluarga mama Td akhirnya mengikuti keinginan dari keluarga suami Mama Td. Mama Td ternyata mengalami persalinan sulit, yang disebabkan karena bayi berada pada posisi melintang. Sehingga kemudian keluarga memutuskan untuk meminta pertolongan dukun kampung. 4.3.4. Risiko Persalinan Kasus kematian ibu melahirkan di Desa Limakoli disebabkan karena perdarahan dan infeksi paska persalinan. Menurut kepercayaan warga setempat, perdarahan pada ibu melahirkan disebabkan karena ari-ari hidup yang tidak segera keluar dari rahim ibu. Dalam pengertian para informan, ari-ari hidup adalah ari-ari yang bisa berjalan dan merayap di dalam rahim dan apabila merayap naik sampai dada, maka seorang ibu 149 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 bisa meninggal dunia. Menurut Oma Sr, seorang dukun kampung, ari-ari dapat dibagi menjadi empat macam. “...Yang pertama itu, anak keluar itu ari-ari mati. Yang satu hidup, itu namanya tokek. Satu lagi namanya kelelawar,kalau itu anak keluar dia mulai naik ke atas, dia cari jalan mau keluar tapi tidak ada jalan. Satu lagi sama kek (seperti) kerbau punya, itu besar, muku (mengedan) baru keluar. Kebanyakan ari-ari hidup kasih keluar, di luar dia merayap-merayap....” Jelas Oma Sr. Untuk menanggulangi terjadinya darah loss atau pendarahan, ketika waktu melahirkan sudah dekat, biasanya ibu hamil atau keluarga sudah menyiapkan ramuan untuk menghentikan perdarahan. Ramuan tersebut dibuat dari akar Gelenggitik yang tumbuh menghadap ke arah timur, kemudian dicuci bersih dan direbus dengan satu gayung air menggunakan periuk (periuk dari tanah atau panci) sampai mendidih menjadi satu gelas dan diminum tiga kali sehari sebelum makan sampai darah yang keluar berkurang. “...Jadi kalau su dekat melahirkan, itu sudah kasih tahu memang sudah diambil Bapak Ss, siap-siap, kalau tidak darah loss ya tidak diminum...” Jelas Mama Yn Kematian ibu karena infeksi persalinan terjadi ketika persalinan di rumah yang dibantu oleh keluarga atau dukun kampung. Persalinan tersebut hanya menggunakan peralatan seadanya yaitu tanpa memakai sarung tangan dan tidak disterilisasi terlebih dahulu. Alat yang dipakai untuk memotong tali pusat bukan menggunakan alat khusus melainkan gunting atau pisau yang biasa digunakan sehari-hari tanpa dibersihkan atau disterilakan sebelum digunakan. Pihak yang biasa dimintai tolong untuk memotong tali pusat yaitu kader atau dukun kampung. 150 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Kasus kematian ibu yang terjadi pada tahun 2013 adalah persalinan di rumah yang menyebabkan infeksi paska persalinan. Saat itu mama Dm melahirkan dibantu mama dan bapaknya sendiri dirumah. Dalam proses persalinannya ternyata bayi sulit dilahirkan. Akhirnya bapak memanggil dukun kampung dan setelah dibantu persalinannya bayi bisa keluar dengan selamat. Tetapi pada hari ketiga setelah persalinan perut mama Dm tibatiba membesar dan keras. Bidan setempat datang ke rumah dan menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit, tapi keluarga masih belum mau. Kemudian bidan datang untuk yang kedua kalinya dan akhirnya keluarga mau membawa Mama Dm ke rumah sakit. Setelah pemeriksaan di rumah sakit, petugas tenaga kesehatan menyarankan pasien untuk dirujuk ke Rumah Sakit di Kupang karena peralatan kurang lengkap dan meminta persetujuan keluarga agar pasien di suntik infeksi tapi keluarga menolak dan membawa pulang pasien. Pada hari ketujuh setelah pulang dari Rumah Sakit, Mama Dm meninggal dunia. Risiko persalinan yang menyebabkan kematian bayi di desa setempat adalah kematian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) karena premature (lahir belum waktunya) dan lamanya bayi di dalam jalan lahir ibu. pada tahun 2013 sampai dengan penelitian ini berakhir, kematian bayi di desa setempat sebesar empat bayi. Dua kematian dikarenakan BBLR yang lahir premature, satu kematian dikarenakan lama dijalan lahir dan satu kematian pada saat hari terakhir kami di lokasi dikarenakan IUFD (Intra Uterine Fetal Death). Kematian bayi yang meninggal karena BBLR dialami oleh Mama Id. Selama masa kehamilan beliau rutin memeriksakan kehamilannya di bidan setempat saat posyandu dan keadaan janin dinyatakan sehat. Pada usia kehamilan empat bulan, beliau pergi urut ke dukun kampung karena bayi di dalam kandungan tidak bergerak. Dukun kampung memberitahukan bahwa bayi 151 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tidak bergerak karena bayi masih terlalu kecil. Saat usia kehamilan delapan bulan, pada pukul dua siang mama Id merasakan perut tertikam (nyeri), dan pada pukul enam pagi keesokan harinya seorang bayi laki-laki lahir, tanpa adanya tanda akan melahirkan seperti bercak darah atau cairan. Persalinan dibantu oleh mama mantu. Karena bayi yang lahir sangat kecil, mama mantu memberitahu kader bahwa mama Id sudah melahirkan. Kader kemudian menelepon bidan untuk memberitahukan kejadian tersebut. Pada pukul tujuh pagi bidan datang dengan ambulans dan segera menyuntik ibu, kemudian membungkus bayi untuk dibawa ke Puskesmas karena bayi yang lahir prematur dan berat badan lahir rendah. Awalnya bidan dan mama Id tidak tahu kalau bayi kembar. Ditengah perjalanan menuju Puskesmas, mama Id merasakan perut terasa mulas, dan setelah diperiksa bidan ternyata masih terdapat bayi di dalam kandungan. Seorang bayi perempuan kemudian lahir di dalam ambulans. Mama Id dan bayi kemudian dirujuk ke Rumah Sakit untuk mendapatkan penanganan yang intensif karena peralatan di Puskesmas tidak lengkap. Pada pukul empat sore bayi laki-laki tersebut meninggal di Rumah Sakit dan langsung dibawa pulang bersamaan dengan bayi perempuan yang masih hidup. Keluarga meminta agar bayi yang masih hidup dibawa pulang karena keluarga kurang puas dengan kinerja petugas kesehatan di Rumah Sakit yang tidak menjelaskan penyebab kematian dari bayi laki-laki. Bayi perempuan tersebut kemudian meninggal pada hari kesembilan. Kematian bayi karena proses persalinan lama dialami mama Yi merupakan proses persalinan yang dibantu oleh keluarga sendiri di rumah. Menurut keterangan dari bidan setempat proses persalinan yang lama sehingga bayi berada lama di jalan lahir dan akhirnya bayi meninggal. Pada waktu itu tidak ada yang mengetahui tentang persalinan mama Yi termasuk 152 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur kader dan bidan. Kader baru mengetahui kalau mama Yi melahirkan dan bayi meninggal dunia setelah mama dari mama Yi memminta tolong untuk memberitahukan kejadian tersebut kepada bidan desa. Selama kehamilan mama Yi rajin memeriksakan kehamilannya ke bidan setempat pada waktu Posyandu. Sedangkan kematian bayi karena Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dialami oleh bayi mama Dn. Mama Dn rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan saat Posyandu meskipun jarak dari rumah ke Posyandu jauh,membutuhkan waktu 30 menit dengan berjalan kaki, dan harus ditempuh melewati jalan berbatu dan terjal. Hasil pemeriksaan kehamilan dinyatakan sehat, baik janin dan ibunya. Pada usia kehamilan sembilan bulan dan memasuki waktu bersalin, pagi harinya mama Dn dan keluarga berencana untuk tinggal dirumah saudara yang dekat dengan Puskesmas agar apabila proses persalinan tiba bisa cepat tertangani. Tetapi sebelum berangkat ke rumah saudara, mama Dn sudah merasakan tanda-tanda akan melahirkan dan langsung menghubungi bidan untuk bersalin ke fasilitas kesehatan. Setelah bidan dan ambulans datang, bidan memeriksa kehamilan mama Dn dan curiga dengan kondisi bayi dalam kandungannya yang tidak bergerak sehingga mama Dn langsung dibawa ke Puskesmas. Setelah dilahirkan di Puskesmas, diperkirakan bayi sudah meninggal dalam kandungan sekitar 1-2 minggu dengan kondisi badan bayi lembek, kulit mengelupas walaupun tubuh masih utuh. Selama 1-2 minggu tersebut mama Dn tidak merasakan tanda-tanda apapun dan tidak mengetahui jika bayi yang dikandungnya sudah meninggal. Dalam menyukseskan gerakan Revolusi KIA untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir, selain masyarakat dan tenaga kesehatan, Kepala desa/lurah juga mempunyai tugas, fungsi dan peran sebagai berikut: 153 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 1) Membuat peraturan desa (Perdes) melalui Musyawarah Desa tentang pemberdayaan masyarakat desa dalam mendukung penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai dan 24 jam 2) Menggerakkan ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan di bidan/dokter 3) Mewajibkan ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan yang memadai dan 24 jam 4) Berpartisipasi aktif dalam melaksanakan Audit Maternal Perinatal Sosial 5) Melakukan Musyawarah Masyarakat Desa/ Kelurahan 6) Mencatat dan melaporkan kelahiran dan kematian yang terjadi di desa/ kelurahan wilayah kerjanya kepada camat 7) Mengaktifkan kembali Dasa Wisma 8) Memfasilitasi pembentukan/pengembangan Desa Siaga di wilayah kerjanya 9) Mengorganisasikan jejaring calon donor darah sukarelawan 10) Mensiagakan fasilitas transportasi ke fasilitas kesehatan. 4.4. Paska Persalinan Setelah bayi lahir ibu harus melakukan beberapa perawatan paska persalinan untuk memulihkan kesehatannya. Tradisi perawatan tersebut sudah dilakukan sejak dari nenek moyang dan sampai saat ini masih dipercaya dapat membantu memulihkan kondisi paska bersalin. Adapun tradisi perawatan yang dilakukan pada masa nifas tersebut adalah panggang, mandi air obat dan minum obat kampung atau jamu yang dibeli dari apotek. 154 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Rangkaian kegiatan ini juga sudah direncanakan oleh ibuibu yang sedang hamil, meskipun nantinya mereka akan melahirkan di tenaga kesehatan. Kegiatan ini tidak di tinggalkan karena kegiatan tersebut sudah menjadi kebiasaan dari zaman dahulu yang harus dilakukan. Yang paling berperan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut adalah keluarga terutama keluarga dari pihak suami (bapak mantu dan mama mantu). 4.4.1. Panggang Panggang merupakan kegiatan yang dilakukan setelah ibu melahirkan untuk mengeluarkan darah kotor serta menyembuhkan luka dalam paska persalinan, dan mencegah darah putih agar tidak naik ke atas kepala. Tidak ada hukuman adat yang mengikat jika seorang ibu tidak melakukan panggang setelah melahirkan. Tetapi terdapat ketakutan warga setempat akan naiknya darah putih ke kepala yang bisa menyebabkan ibu tersebut menjadi gila, jika seorang ibu tidak melakukan panggang. Tradisi panggang tersebut sudah dilakukan turun temurun dari nenek moyang dan sudah menjadi kewajiban bagi ibu untuk melakukan panggang setelah melahirkan, baik melahirkan di rumah maupun melahirkan di tenaga kesehatan. Tradisi Panggang dilakukan di dapur atau di kamar pada masa nifas, selama kurang lebih satu bulan hingga darah kotor dan darah putih keluar sampai habis. Tidak ada ketentuan khusus mengenai ruangan yang digunakan untuk panggang, tetapi panggang biasa dilakukan di dapur atau di kamar. Kamar maupun dapur di desa setempat banyak terbuat dari papan kayu maupun bebak (dahan pohon gewang yang masih kecil). Pertukaran udara hanya masuk melalui celah-celah papan maupun bebak karena tidak ada jendela yang dibuat khusus untuk pertukaran udara 155 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 tersebut. Tempat yang dipakai ibu untuk duduk atau berbaring selama panggang terbuat dari papan yang diberi alas tikar terbuat dari daun pohon lontar. Gambar 4. 3 Dapur tempat melakukan panggang Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Kayu kusambing merupakan jenis kayu yang harus dipakai untuk melakukan tradisi panggang karena kayu kusambing mempunyai api yang besar dan dapat menghasilkan nyala api yang tahan lama. Kayu kusambing tersebut sudah dipersiapkan sendiri oleh ibu hamil sebelum waktu persalinan tiba. Ketika melakukan tradisi panggang, kayu kusambing dibakar dengan nyala api cukup besar di samping papan tempat ibu tidur maupun menyusui bayinya. Semakin malam maka semakin besar juga api yang dinyalakan karena suhu udara di desa setempat semakin dingin dan ibu akan merasa kedinginan jika nyala api tidak besar. 156 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar 4. 4 Kayu Kusambing Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Selain dilakukan oleh ibu setelah melahirkan, tradisi panggang juga dilakukan oleh ibu yang mengalami keguguran. Hal ini disebabkan karena setelah keguguran ibu juga mengeluarkan darah merah dan darah putih. Jika tidak melakukan panggang, maka diyakini darah putih akan naik ke kepala dan bisa menyebabkan seorang ibu menjadi gila. Seluruh informan yang mengalami keguguran tidak pergi ke fasilitas kesehatan untuk membersihkan kandungannya. Mereka memulihkan kondisi tubuh paska keguguran dengan cara meminum ramuan tradisional, mengompres perut dengan air hangat dan mandi dengan air panas selama dua minggu sampai darah keluar habis. Berikut ini adalah informasi yang menyebutkan akibat dari tidak melakukan panggang paska keguguran. “… dia tidak mandi air panas, tidak panggang, hanya dia biarkan begitu saja. Dia gila. Dia punya kepala pusing, lalu kalau dia kerja, dia kayak tidak bisa kerja begitu” Jelas Mm Fc 157 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Selama panggang ibu tidak boleh meninggalkan tempat panggang kecuali untuk mandi dan buang air. Beberapa bayi ikut tidur satu ruangan dengan ibu yang sedang melakukan panggang, tetapi beberapa bayi masuk ke dalam ruangan panggang hanya saat akan disusui. Yang ditakutkan jika ibu meninggalkan tempat panggang adalah angin bisa masuk ke tubuh ibu dan naiknya darah putih ke kepala yang bisa menyebabkan pusing bahkan bisa menyebabkan gila. Gambar 4. 5 Tradisi Panggang Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Sebenarnya, tenaga kesehatan tidak tinggal diam dan melarang ketika mengetahui seorang ibu melakukan panggang setelah melahirkan. Tetapi tidak semua warga mengindahkan larangan tersebut, karena panggang sudah menjadi kebiasaan meraka. Menurut tenaga kesehatan, tradisi panggang 158 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai pengaruh yang tidak sehat bagi bayi dan ibu seperti sesak nafas dan paru-paru yang terganggu. “...Arang, asap keluar, bayi yang baru lahir, dia baru mau menyesuaikan diri dengan dia punya lingkungan yang ada, dia punya paru-paru masih terlalu kecil. Dengan hirup seperti itu, itu kan sonde sehat buat dia , bisa saja dia napas sesak. Seperti itu sih. . untuk ibunya, bisa saja napas sesak, dengan hirup itu asap...” Jelas Bd Fk Tradisi serupa panggang ini juga bisa ditemui di daerah lain di Indonesia. Salah satunya adalah hasil dari Riset Etnografi Kesehatan 2012 yang dilakukan oleh Fitrianti dkk di Desa Tetinggi, Kecamatan Blang Pegayon, Kabupaten Gayo Lues, NAD. Hampir sama dengan tradisi panggang, prosesi nite harus dilakukan oleh ibu nifas dalam waktu 44 hari, dengan berada di depan api dan menggunakan ramuan tradisional. Mengeluarkan darah kotor, menghilangkan rasa sakit di tubuh paska melahirkan, supaya badan tidak bungkuk, dan kuat bekerja di sawah /ladang merupakan alasan melakukan nite (Fitrianti dkk, 2012). 4.4.2 Mandi Air Obat Tradisi mandi air obat dilakukan paska melahirkan hingga masa nifas berakhir. Mandi air obat dipercaya dapat mengeluarkan darah kotor dari dalam perut (darah merah dan darah putih), mencegah darah putih naik ke kepala, membuat badan tidak berbau amis, dan menjadikan badan segar. Berbagai macam tumbuhan digunakan sebagai bahanbahan ramuan yang akan digunakan untuk mandi. Berikut ini adalah bahan-bahan yang biasa dipergunakan : 1. Serai Merah 2. Daun Gelak (Kayu Putih) 159 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 3. Daun Tembiring (Asam) Semua bahan tersebut direbus di dalam tacu (wajan besar) atau kuali tanah maupun panci sampai mendidih. Gambar 4. 6 Air obat untuk mandi (serai, daun asam, daun kayu putih) Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Selain itu, terdapat bahan lain yang digunakan untuk mandi air obat, yaitu : 1) Akar kuning 2) Kulit Noak 3) Kulit Tuppy 4) Kulit Dellas 5) Kulit Lino Cara membuat ramuan air mandi sama seperti di atas, seluruh bahan direbus hingga mendidih. Ramuan air ini dapat digunakan hingga empat hari dan dapat dibuat kembali jika air sudah mulai memudar warnanya. Ramuan air mandi ini bertujuan untuk mencegah darah putih naik ke kepala, mengharumkan badan dan mencegah angin masuk kedalam poripori kulit. 160 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur “...Kalau obat yang mandi, itu kan, kalau menurut kita orang Rote ini kita kalau setelah melahirkan itu, kita punya pori-pori kan terbuka. Menurut kami orang tua begitu. Pori-pori kalau terbuka, kalaumandi air dingin seperti ini nanti ini, apa, kemasukan angin. Menurut orang tua kita begitu...” Jelas Mama Ls Gambar 4. 7 Bahan air obat (Akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas, kulit lino) Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Jika digunakan secara terpisah, masing-masing tumbuhan yang digunakan sebagai bahan mandi air obat tersebut memiliki manfaat tersendiri. 1. Akar kuning mempunyai manfaat untuk mengharumkan darah 2. Kulit Noak mempunyai manfaat untuk melancarkan darah merah 3. Kulit Tupi mempunyai manfaat untuk membersihkan dan melancarkan darah merah 4. Kulit Delas mempunyai manfaat untuk membersihkan darah dan melancarkan darah putih 5. Kulit Lino mempunyai manfaat untuk memperkuat dada bayi. 161 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Informan mama Ls mengetahui manfaat dari masingmasing tumbuhan tersebut karena sering melihat orangtuanya pada masa dahulu sering membuat ramuan untuk mandi air obat. Gambar 4. 8 Bahan air obat yang sudah direbus Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Ramuan air mandi yang sudah direbus hingga mendidih tadi kemudian digunakan sebagai air mandi. Air obat tersebut tidak boleh dicampur dengan air dingin, sehingga kemudian badan ibu harus diolesi terlebih dahulu dengan minyak kelapa supaya kulit tidak langsung terkena panasnya air obat. Pada hari pertama sampai hari ketiga setelah melahirkan, ibu mandi air obat dengan cara tatobi (kompres) dengan menggunakan kain. Bagian perut merupakan bagian tubuh yang pertama kali ditekan untuk mengeluarkan darah kotor di dalam perut. Setelah bagian perut, baru kemudian dilakukan penekanan pada bagian tubuh lain. 162 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 4.4.3 Obat Kampung dan Jamu Selain melakukan tradisi panggang dan mandi air obat, setelah melahirkan ibu juga harus minum obat kampung atau jamu yang dibeli dari apotek untuk mengeluarkan darah kotor dan mencegah darah putih naik ke kepala. Bahan yang biasa digunakan untuk membuat obat kampung antara lain adalah Kunyit (Curcumae domesticae rhizoma), Asam (Tamarindus indica), Lada (Myristica fragrans), dan Daun pepaya muda. Gambar 4. 9 Bahan obat kampung (Kunyit, Asam, Lada, Daun pepaya muda) Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Cara pembuatan obat kampung pada dasarnya hampir sama seperti pembuatan jamu yang dilakukan di Jawa. Parutan kunyit, daun pepaya dan lada yang dihaluskan, dan air asam dicampur menjadi satu, kemudian disaring. Ramuan obat kampung tersebut diminum setiap pagi hari sebelum sarapan untuk membantu mengeluarkan darah kotor, sehingga rahim ibu menjadi bersih. Ramuan obat kampung tersebut diminum selama tiga hari,sejak hari pertama setelah melahirkan. 163 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Ramuan obat lain masih harus diminum sampai masa nifas selesai terbuat dari akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas dan kulit lino. Semua bahan tersebut direbus hingga mendidih dan diminum setiap hari (pagi, siang dan malam). Ramuan obat kampung ini mempunyai manfaat untuk mencegah darah putih naik ke kepala, melancarkan keluarnya darah merah, darah putih, mengharumkan badan dan menguatkan dada bayi. Gambar 4. 10 Ramuan obat kampung diminum selama tiga hari (kunyit, asam, lada dan daun pepaya) Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Variasi lain dari bahan-bahan ramuan obat kampung terbuat dari Akar kuning, kulit pohon kamboja yang dikeringkan (diiris dari bawah keatas) dan bawang merah (Allium cepa). Seluruh ramuan tersebut direbus hingga mendidih dan diminum selama satu minggu. Ramuan obat kampung lain yang didapatkan dari salah satu dukun kampung di desa setempat adalah sebagai berikut : 164 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Ramuan obat kampung yang harus diminum sesaat setelah melahirkan 1) Asam (Tamarindus indica) 2) Bawang putih 3) Merica / Pala(Piper nigrum) 4) Pala (Myristica fragrans) Gambar 4. 11 Bahan obat kampung (akar kuning, kulit noak, kulit tupi, kulit delas dan kulit lino) Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Ramuan obat kampung yang harus diminum selama satu bulan 1) Kaisumamanek 2) Akar Kasumba 3) Akar kuning 4) Akar kalamanik 5) Akar sungalatu 6) Akar niluale 7) Akar kunauk 165 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Seluruh bahan-bahan ramuan obat tradisional tersebut diambil dari hutan dengan mengucapkan doa terlebih dahulu. Selain itu, ampas sisa rebusan ramuan tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus ditimbun kembali di dalam tanah. Gambar 4. 12 Akar Kalamanik (1) dan akar Sungalatu (2) Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Selain meramu sendiri obat kampung, beberapa ibu juga ada yang lebih memilih jamu instan yang dibeli di apotek sebagai pengganti obat kampung. Selain diminum, jamu dalam kemasan tersebut juga diperuntukkan dioleskan pada tubuh. Anggur bersalin juga digunakan oleh beberapa orang informan sebagai pengganti ramuan obat kampung maupun jamu. Anggur bersalin diminum satu sloki untuk menghangatkan badan, membersihkan perut dan memulihkan kembali tenaga ibu setelah melahirkan. Meminum ramuan obat kampung, jamu, atau anggur bersalin terkadang menjadi pengganti bagi ibu bersalin yang tidak melakukan panggang. Karena jika tidak melakukan panggang 166 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur badan akan terasa dingin, menggigil dan pegal, obat kampung dapat membantu mengurangi keluhan yang ditimbulkan akibat tidak melakukan panggang. Gambar 4. 13 Jamu yang dibeli dari apotek Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Gambar 4. 14 Isi jamu yang dibeli dari apotek Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 167 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 4.4.4 Ari-ari (Plasenta) Oleh warga setempat, ari-ari bayi biasa dikubur atau digantung di pohon Kainunak. Menurut keterangan informan, pada masa lalu seluruh ari-ari bayi digantung di bagian paling atas dari pohon Kainunak. Tujuan dari menggantung ari-ari tersebut adalah supaya kelak ketika dewasa anak tidak memiliki rasa takut untuk menaiki pohon. Dalam kebudayaan Rote di masa lalu, mengiris pohon lontar merupakan mata pencaharian utama penduduk. Jika dikaitkan dengan tradisi tersebut, maka harapan orang tua kepada anak adalah supaya anak dapat mencari nafkah dengan mengiris pohon lontar tanpa dilip[uti rasa takut. Gambar 4. 15 Ari-ari yang digantung di pohon Kainunak Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Pohon kainunak yang akan digunakan untuk menggantung ari-ari dibersihkan terlebih dahulu dahannya. Sebelum digantung, ari-ari dibungkus kain dan dimasukkan ke dalam kapisak (anyaman keranjang yang terbuat dari daun lontar). Ayah si bayi kemudian akan berlari ke pohon kainunak , memanjat pohon tersebut, dan kemudian menggantungkannya di bagian paling 168 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur atas dari pohon kainunak. Keranjang berisi ari-ari tersebut kemudian digoyang-goyangkan seperti tertiup angin. Karena pohon kainunak digunakan untuk menggantung ari-ari, maka terdapat kepercayaan bahwa pohon Kainunak tidak boleh dipotong dan dijadikan sebagai kayu bakar, sebab terdapat bagian tubuh manusiapada pohon kainunak. 4.4.5 Konsep Darah Putih Dalam Tradisi Masyarakat Desa Limakoli Pada masa nifas, masyarakat desa Limakoli mengenal dua macam darah, yaitu darah merah dan darah putih. Darah merah adalah darah yang keluar dari jalan lahir, berwarna merah dan keluar segera setelah melahirkan sampai beberapa hari setelahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan darah putih adalah darah yang keluar dari jalan lahir setelah darah merah keluar habis. Darah putih ini berbentuk kental dan berbau. Darah putih inilah yang dianggap berbahaya oleh masyarakat, sebab jika naik ke atas kepala dapat menyebabkan pusing dan gila. Naiknya darah putih, bisa terjadi jika seorang ibu tidak melakukan tradisi panggang dan perawatan paska persalinan, serta melakukan keramas sebelum darah putih selesai keluar. Dari sisi tenaga kesehatan, darah yang keluar setelah persalinan disebabkan karena terlepasnya ari-ari dan kontraksi pada waktu melahirkan. Darah tersebut kemudian berangsurangsur berubah warnanya dari warna merah (lokea rubra) dan berangsur-angsur berubah warna menjadi kuning (semuelenta) dan terakhir darah tersebut berubah warna menjadi putih. “...Pada saat proses persalinan berakhir, pasti darah keluar karena lepasan dari ari-ari. Nah itu dia pasti keluar karena ada luka. Terjadi kontraksi. Makanya darah harus keluar..” Jelas Bd Fk 169 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Di desa Limakoli, terdapat seorang ibu yang mengalami gangguan jiwa. Oleh penduduk setempat gangguan jiwa tersebut dipercaya disebabkan karena ibu tidak melakukan perawatan paska persalinan seperti panggang, mandi air obat dan minum ramuan obat kampung. 4.4.6 Pantangan Ibu Nifas (Saat Menjalani Perawatan Paska Persalinan) Berbeda halnya dengan pada saat menjalani masa kehamilan, masa nifas atau masa setelah melahirkan merupakan masa di mana seorang ibu mendapatkan perlakuan khusus atau istimewa. Selama menjalani masa panggang, seorang ibu tidak boleh melakukan pekerjaan apapun. Ketika bayi memasuki usia satu sampai dua bulan, seorang ibu mulai diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan memandikan bayi. Dalam melakukan pekerjaan tersebut dada ibu harus diikat dengan sehelai kain dengan tujuan supaya dada anak tidak “pecah” (anak tidak batuk, sesak nafas dan mengeluarkan suara seperti orang mengorok). Setelah bayi berusia sembilan bulan, seorang ibu diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan berat seperti memikul air dan memikul kayu. Selain larangan untuk melakukan pekerjaan berat, selama masa panggang ibu tidak boleh melakukan kegiatan keramas. Hal ini diyakini akan menyebabkan darah putih naik yang menyebabkan pusing dan dapat menyebabkan timbulnya gangguan jiwa pada ibu. “...istilah kita orang Rote itu kalau kita melahirkan, kalau sesudah panggang baru bisa keramas rambut. Kita panggang selama dua minggu walaupun rambut kotor seperti apapun jangan dikeramas...” Jelas mama Fc. 170 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 4.4.7 Paska Panggang, Mandi air Obat dan Minum Jamu atau Obat Kampung Setelah masa nifas selesai, dan ketiga rangkaian tradisi tersebut selesai dilakukan, maka ibu diperbolehkan mandi dengan menggunakan air dingin dan keramas dengan menggunakan ramuan air obat. “...itu harus cuci rambut pakai obat(kampung) itu mencegah darah putih, kalau darah putihnaik di kepala itu akan gila” Jelas Mama Es 4.4.8. Pencegahan Kehamilan Pencegahan kehamilan yang dilakukan warga setempat adalah dengan cara ikut KB. KB yang diminati oleh warga desa Limakoli adalah KB susuk (implant). Keikutsertaan warga dalam ber-KB dilakukan setelah lahir anak ketiga dan seterusnya. Dalam keluarga, anak yang dimiliki harus lengkap yaitu anak laki-laki dan perempuan. Misalnya sebuah keluarga sudah memiliki tiga orang anak laki-laki maka keluarga tersebut masih berupaya untuk bisa mendapatkan anak perempuan dan begitu pula sebaliknya. Dari informasi yang diperoleh dari dukun kampung setempat, rebusan kulit kayu kusambing jantan (tidak memiliki buah) merupakan obat alami yang bisa diminum untuk melakukan pencegahan kehamilan. 4.5 Perawatan Bayi 4.5.1 Pemotongan Tali Pusat Tali pusat bayi dipotong dengan menggunakan gunting atau pisau. Sebelum dipotong, tali pusat diberi garam, lada (Myristica fragrans) atau abu untuk mengurangi darah yang 171 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 keluar pada saat pemotongan tali pusat. Setelah itu tali pusat diikat dengan menggunakan benang dan dipotong dengan alas buah kelapa. Gambar 4. 16 Gunting yang dipakai dukun untuk memotong tali pusat Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 4.5.2 Perawatan Tali Pusat Tali pusat yang sudah dipotong kemudian diberi alkohol, minyak telon, atau bedak supaya cepat kering. Selama tali pusat bayi belum lepas, ibu tidak diperbolehkan makan masakan yang dimasak dengan menggunakan garam dan bumbu masak, karena akan menyebabkan tali pusat anak menjadi berair, bernanah, dan lama masa pengeringannya. Ketika tali pusat sudah terlepas, maka tali pusat tersebut akan disimpan, untuk kemudian dibuang ke laut supaya anak tidak mengalami mabuk laut jika bepergian dengan menggunakan kapal. Beberapa informan juga menggunakan tali 172 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur pusat sebagai obat jika anak mengalami sakit. Rendaman tali pusat di dalam air digunakan untuk mengobati sakit demam atau pilek pada anak. Selain itu, tali pusat juga bisa dikalungkan ke leher anak untuk mencegah anak menjadi sakit. “...ditaruh di dalam air putih, dong demam...” Jelas Mama Yn minum kalau “...Dengan ini, pilek, begini, ambil peniti ko apa ikat pakai benang ko taruh dileher, atau taruh dibaju begini (tangan sambil menunjuk ke baju seperti menjepitkan peniti ke baju)...” Jelas Mama Yn 4.5.3. Memandikan Bayi Setelah bayi lahir, bayi dimandikan dengan air hangat. Pada saat bayi berusia satu sampai tiga hari, tubuh bayi dipijat dengan menggunakan tangan yang dihangatkan terlebih dahulu dengan api panggang. Tujuan dari pemijatan tersebut adalah untuk membentuk anggota badan bayi, seperti memancungkan hidung, membulatkan kepala dan mengempeskan bagian tubuh bayi yang bengkak. Mandi dengan air santan dilakukan jika bayi sedang sakit panas. Santan kental dibalurkan ke seluruh tubuh bayi untuk menurunkan panas tubuh. Air santan yang dicampur dengan jahe digunakan jika sakit anak disertai dengan batuk. 173 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Gambar 4. 17 Santan kental dan kencur untuk menurunkan panas badan pada bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Gambar 4. 18 Kencur yang disematkan di baju untuk mengobati sakit batuk pada bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 174 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 4.5.4. Tradisi Penamaan Anak Penamaan anak bagi masyarakat Desa Limakoli merupakan sebuah hal yang penting. Selain nama yang tercantum di dalam akta kelahiran, setiap anak yang tinggal di Desa Limakoli memiliki nama lain, yang oleh beberapa orang disebut dengan istilah nama “setan”. Nama setan tersebut biasanya diambil dari nama keluarga yang sudah meninggal dunia, meskipun tidak menutup kemungkinan nama keluarga yang masih hidup juga bisa disematkan sebagaia nama setan. Penamaan tersebut diberikan sejak anak baru lahir, atau ketika seorang anak masih berusia kurang dari satu bulan. Pemilihan nama bisa didapatkan dari sebuah mimpi atau disebabkan karena anak mengalami gangguan baik secara fisik maupun gangguan kesehatan. Gangguan tersebut antara lain adalah anak terus menerus menangis, tidak mau menyusu, tidak dapat buang air kecil maupun buang air besar, tubuhnya demam, nafas sesak, atau mengalami kejang. Jika terjadi tanda-tanda seperti itu, maka orangtua akan segera memilihkan nama kerabat yang dirasa cocok. Berhentinya keluhan maupun gangguan pada anak menjadi tanda bahwa nama yang dipilih tersebut sesuai dengan anak. “...ada juga yang dia demam, sampai tidak mau makan. Begitu. Lalu orangtua kadang-kadang dong dia bilang ini, kan dia punya ba’i atau nenek yang tutup dia punya mulut, sehingga tidak mau makan, tidak mau minum, begitu..” Jelas Bp Fd Kejadian sakit pada seorang anak juga dipercaya disebabkan karena pemilik nama “setan” tidak terima jika seorang anak dimarahi oleh orang tua. 175 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 “...nanti dia punya orangtua yang kita kasih nama itu dia kasih dia sakit. Kepercayaannya di sini. Bisa juga dia sakit, kita minta ampun sudah…” Jelas Bapak Fd 4.5.5. Kepercayaan untuk Keselamatan Bayi beberapa cara dilakukan oleh warga Desa Limakoli untuk menghindarkan bayi dari gangguan makhluk halus. Menyematkan bawang merah dan umbi genuak pada baju bayi merupakan salah satunya. Cara lain adalah dengan meletakkan sisir di atas kepala anak, atau meletakkan Al-kitab di samping kepala anak. Gambar 4. 19 Umbi Genuak Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 176 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Gambar 4. 20 Bayi yang diberi sisir dan al-kitab di samping bantal Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 4.5.6. Imunisasi Kegiatan Posyandu dilakukan setiap satu bulan sekali pada masing-masing dusun. Selain kegiatan penimbangan bayi dan balita, dalam Posyandu juga dilakukan kegiatan pemeriksaan ibu hamil dan pemeriksaan warga masyarakat yang sedang sakit. Kegiatan penimbangan dan pengukuran tinggi badan dilakukan oleh kader, sementara itu kegiatan pemeriksaan ibu hamil, imunisasi bayi dan warga masyarakat dilakukan oleh bidan desa setempat. “Di posyandu itu meliputi penimbangan, imunisasi bayibalita, imunisasi ibu hamil, pemeriksaan ibu hamil, lalu dengan pelayanan pasien umum” Jelas KpP Bidan desa memberikan imunisasi HB 0 baik untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan maupun bayi yang lahir di rumah. 177 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan, imunisasi HB-0 diberikan pada saat setelah persalinan dan sebelum pulang kembali ke rumah. Untuk bayi yang lahir di rumah, maka bidan akan memberikan imunisasi HB-0 di rumah warga. Imunisasi HB0 diberikan pada bayi dengan berat badan normal (>2500 gram) sedangkan untuk bayi dengan berat badan di bawah 2500 gram, imunisasi baru akan diberikan ketika berat badannya sudah mencapai 2500 gram. Meskipun bidan desa sudah melakukan kunjungan rumah untuk memberikan imunisasi HB 0, tetapi masih ada warga yang menolak anaknya untuk diimunisasi. Salah satu contoh adalah mama Ar yang mempunyai anak kembar. Menurut informasi dari bidan dan kader setempat, salah seorang warga menolak kedatangan bidan yang akan memberikan imunisasi, disebabkan karena takut jika nanti kedua anaknya terus menerus menangis setelah dilakukan imunisasi, sehingga ibu harus menenangkan kedua bayi kembarnya tersebut. Beberapa vaksin imunisasi hanya diberikan di Puskesmas pada setiap tanggal tertentu, disebabkan karena harga vaksin yang mahal. Sehingga untuk mendapatkan imunisasi tersebut orang tua harus mengantarkan bayinya ke Puskesmas. Tidak semua orang tua mau mengantarkan bayi untuk melakukan imunisasi di Puskesmas dengan alasan tidak ada yang mengantar, tempat terlalu jauh dan takut kalau anaknya menangis. Dalam kegiatan Posyandu, juga terdapat program pemberian makanan tambahan untuk bayi dan balita, serta ibu hamil yang diambil dari dana PNPM. Pemberian makanan tambahan tersebut bertujuan untuk menarik minat orangtua agar bersedia untuk menimbangkan anak-anaknya ke Posyandu. “PMT itu ada 2 yaitu penyuluhan dan pemulihan. PMT penyuluhan hanya untuk menarik ibu-ibu, berupa pemberian 178 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur susu balita agar rutin datang ke Posyandu. PMT pemulihan untuk pemulihan gizi buruk balita...” Jelas Bd Fk 4.6. Masa Menyusui Masa menyusui merupakan masa penting dalam pertumbuhan bayi, karena ASI mengandung banyak zat gizi yang diperlukan bayi untuk membangun daya tahan tubuhnya. Menurut para informan, ASI berfungsi untuk menghilangkan rasa lapar pada bayi. Pada masa menyusui terdapat beberapa pantangan makanan bagi ibu menyusui. Salah satunya adalah pantangan mengkonsumsi daging babi karena menyebabkan perut anak menjadi kembung. Makanan pedas juga menjadi pantangan bagi ibu menyusui karena dapat menyebabkan sakit perut pada bayi. 4.6.1. Minuman Bayi Baru Lahir Sebelum ASI Setelah bayi lahir, minuman pertama yang biasanya diberikan kepada bayi adalah air kopi atau gula air, karena dianggap minuman tersebut dapat membuat bayi kuat dan tidak mudah sakit. Pemberian kopi atau gula air hanya diberikan sekali sesaat setelah bayi lahir, sekitar satu sampai tiga sendok teh. Pemberian minuman tersebut sudah dilakukan sejak dahulu dan telah menjadi tradisi yang dilakukan turun temurun. 4.6.2. Pemberian ASI Menurut Rukiyah dkk (2010) ASI eksklusif adalah pemberian ASI yang dilakukan sedini mungkin setelah persalinan, tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan lain, walaupun air putih sampai bayi berusia 6 bulan. 179 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Dari pengertian tersebut, program ASI eksklusif yang dicanangkan oleh pemerintah belum dapat tercapai. Hal ini disebabkan karena ASI baru diberikan kepada bayi setelah pemberian minuman kopi atau gula air seperti disebut di atas. Jika ternyata ASI belum keluar, maka bayi akan diberikan susu formula atau air teh. Pengertian dan manfaat kolostrum juga belum diketahui oleh para informan. Oleh para informan, kolostrum dimaknai sebagai air susu yang lebih kental. “...yaa kalau dikasih langsung itu masih kental jadi itu bagus untuk kasih bayi...” Jelas Mm Es 4.6.3. Masalah ASI dan Menyusui Kebanyakan informan mengatakan bahwa ASI baru keluar dengan lancar tiga hari setelah melahirkan. Untuk memperlancar ASI, ibu di desa Limakoli biasa mengkonsumsi kacang tanah, daging ayam atau daging sapi. Daging yang akan dimakan diolah dengan cara digoreng, direbus atau dipanggang. Daging tersebut dimasak tanpa menggunakan bumbu masak dan garam. Selain mengkonsumsi makanan tersebut, untuk memperlancar ASI dilakukan urut dengan menggunakan miniyak kelapa, atau dengan tumbukan kelapa yang sudah dijemur dan dibakar dan dicampur dengan air. Ramuan tersebut kemudian dioleskan dan diurut pada bagian payudara dan punggung ibu setiap pagi selama tiga hari. “...Mama mantu ini baru bakar kelapa, habis itu baru ramas, kasih ke punya tetek, kalau tiga hari baru ini..keluar..” Jelas Mama Fh Menurut Rukiyah (2010), produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan Oksitosin mempengaruhi proses pengeluaran ASI. 180 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Prolaktin dipengaruhi oleh nutrisi ibu, semakin baik asupan nutrisinya maka produksi ASI akan banyak. Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah makanan, ketenangan jiwa dan pikiran, penggunaan alat kontrasepsi, perawatan payudara, anatomis payudara, faktor fisiologi, pola istirahat, faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan, faktor obat-obatan, berat bayi lahir, umur kehamilan saat melahirkan, konsumsi rokok dan alkohol. Gambar 4. 21 Bayi umur 2 hari yang diberi minum teh Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 Makanan, perawatan payudara dan juga masa istirahat setelah persalinan merupakan beberapa faktor yang dilakukan oleh warga setempat untuk memperlancar produksi ASI. Menurut Rukiyah (2010), makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap produksi ASI, apabila gizinya cukup dan pola makannya teratur maka produksi ASI akan lancar. 181 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 4.6.4. Sole (Sapih) Proses menyapih atau dalam bahasa setempat disebut sole, rata-rata dilakukan ketika anak berusia satu tahun lebih. Pada umumnya, anak akan dititipkan ke rumah nenek sampai anak bisa lepas minum ASI. Susu Formula atau air teh merupakan minuman pengganti ASI selama masa penyapihan. 4.6.5. Makanan Pendamping ASI Pada umumnya warga Desa Limakoli memberikan makanan tambahan setelah bayi berusia enam bulan. Informasi tersebut diperoleh dari bidan dan kader setempat. Makanan pendamping ASI yang diberikan berupa bubur, baik bubur instan maupun bubur dari beras yang dibuat sendiri oleh ibu. 4.7. Anak dan Balita 4.7.1. Pola Asuh Anak dan Balita Dari hasil observasi dapat dilihat bahwa balita di desa setempat jarang memakai celana. Ketika buang air kecil, orangtua jarang langsung mengganti celana anak. Kebanyakan orangtua hanya melepas celana, tanpa memakaikan lagi celana penggantinya. Anak-anak juga terlihat memakai baju yang sama selama dua sampai tiga hari. Keluarga yang belum mempunyai WC, membiarkan anak buang air besar di halaman rumah atau di hutan yang terletak di dekat rumah. Kebiasaan menggosok gigi baru diajarkan oleh orangtua ketika anak sudah tidak menelan pasta giginya. Pukulan dan bentakan keras merupakan pemandangan lumrah yang biasa dilakukan kepada anak-anak. Bukan hanya berasal dari orangtua, bentakan tersebut juga berasal dari kakak kandung atau saudara. 182 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Ketika anak sakit, orang tua akan membeli obat di kios, atau membeli obat di apotek yang terletak di Ba’a. Puskesmas pembantu menjadi pilihan berobat warga masyarakat yang tinggal di sekitarnya, tetapi tidak bagi warga masyarakat yang tinggal jauh dari Puskesmas Pembantu. Posyandu lebih dijadikan sebagai pilihan tempat berobat. Sementara itu hampir tidak pernah ada warga yang berobat ke puskesmas, disebabkan karena jarak puskesmas yang terbilang cukup jauh dari desa Limakoli. Pengobatan tradisional yang biasa dilakukan untuk mengobati anak sakit adalah dengan melakukan pemijatan pada dukun kampung setempat. 4.7.2 Aktivitas Anak Aktivitas sehari-hari anak di desa setempat adalah bermain dan juga membantu orangtua. Menjaga adik sambil bermain, menyapu, mengambil air atau memasak merupakan kegiatan anak di desa Limakoli. Gambar 4. 22 Kakak menjaga adik bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti 2014 183 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 4.7.3 Perayaan Ulang Tahun Anak Perayaan Ulang Tahun menjadi sebuah hal yang biasa dilakukan oleh warga setempat. Perayaan ulang tahun anak ketika memasuki usia satu tahun merupakan sebuah perayaan yang wajib dilakukan, sementara itu perayaan ulang tahun pada tahun-tahun setelahnya merupakan pilihan dari masing-masing keluarga apakah akan merayakannya atau tidak. Pada perayaan ulang tahun tersebut biasanya orang tua akan memotong ayam, babi atau anjing sebagai makanan yang akan disajikan. Perayaan ulang tahun dilakukan pada malam hari, dengan dihadiri keluarga dan tetangga sekitar. Perempuan hamil dan bayi yang ada di dalam kandungannya dipandang sebagai sesuatu yang rentan dan harus dilindungi. Cara perlindungan yang kemudian dilakukan adalah dengan melalui penerapan berbagai macam pantangan hal-hal yang dilarang untuk dilakukan, dan juga sebaliknya berbagai macam hal-hal yang harus dilakukan. Tradisi-tradisi yang sudah ditanamkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang perempuan ketika dia menjalani masa kehamilan, melahirkan, paska melahirkan, sampai bagaimana cara-cara yang diharapkan seorang perempuan untuk merawat anak-anaknya, sudah melekat dan tertanam kuat dalam diri. Bahkan semua proses tersebut sudah ditanamkan sejak kecil, dan berlanjut sampai remaja, dan dewasa. Ketika anak, mereka melihat praktik-praktik tradisi tersebut dilakukan pada ibu, tetangga atau saudara perempuan misalnya. Ketika seorang perempuan beranjak menjadi gadis remaja, seorang ibu mulai ditanamkan nilai-nilai tentang hal-hal yang harus dihindari oleh seorang perempuan ketika sudah mengalami menstruasi. Nilai-nilai yang berpengaruh terhadap kesehatan remaja perlu ditingkatkan dengan pendidikan mengenai bahaya 184 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur kehamilan di usia dini. Sementara itu ketika sudah melahirkan anak pertama, seorang perempuan akan menjalani tradisi sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulunya. Seperti dikatakan Foster (1986), dalam sistem nilai dan kepercayaan, dalam struktur sosial dan proses kognitif mereka, masyarakat rumpun dan masyarakat petani menunjukkan bentuk-bentuk yang kadang menghambat penerimaan terhadap pengobatan ilmiah. Pada umumnya masih terlihat sifat etnosentris pada diri mereka, di mana terikat pada cara-cara dan kepercayaan tradisional, dan menganggap bahwa cara-cara tradisional tersebut sama dan mungkin lebih baik daripada caracara masyarakat lainnya. Demikian juga dengan masyarakat desa Limakoli yang masih kental tradisinya dalam hal cara-cara perawatan ibu hamil dan melahirkan. 185 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 186 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit dan penyebabnya dapat dikatakan masih rendah. Di dalam masyarakat masih terdapat kepercayaan terkait dengan hal-hal bersifat gaib sebagai penyebab timbulnya penyakit, yang juga menjadi penyebab kematian mendadak. Kesadaran penduduk untuk melakukan pengobatan jika mengalami gangguan kesehatan juga masih rendah. Hal yang sama juga terjadi pada ibu hamil. Meskipun kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya di posyandu cukup tinggi, tetapi kesadaran untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah. Mereka lebih merasa nyaman untuk melahirkan di rumah dengan bantuan keluarga maupun dukun kampung. Melahirkan di rumah dengan bantuan tenaga non kesehatan mempunyai risiko lebih besar terutama berkaitan dengan kebersihan, yang menyebabkan risiko infeksi paska melahirkan lebih tinggi. Risiko terlambatnya pertolongan jika terjadi kelahiran berisiko tinggi, juga menjadi ancaman bagi ibu melahirkan. Perdarahan juga menjadi salah satu risiko dalam persalinan yang dapat menyebabkan kematian. Meskipun demikian, bahan akar tanaman yang sudah disiapkan sebelum melahirkan dan dipercaya dapat menghentikan perdarahan 187 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 membuat para informan menjadi tenang. Mengingat risiko yang harus dihadapi oleh ibu melahirkan cukup tinggi, maka upaya mendorong ibu agar secara sadar melakukan persalinan di fasilitas kesehatan merupakan sebuah hal yang penting untuk dilakukan. Dari hasil penelitian dapat dilihat pengobatan ilmiah modern sudah diterima untuk penyakit-penyakit yang secara umum bisa dianggap ringan, seperti batuk, pilek, panas, dan beberapa penyakit lain seperti hipertensi. Tetapi hambatan dari penerimaan masyarakat terhadap pengobatan dan perawatan kesehatan modern juga masih terjadi. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih terikat dengan tradisi-tradisi mereka. Tradisitradisi tersebut masih terlihat dipegang teguh utamanya pada kasus ibu hamil dan melahirkan, serta pada orang yang menderita sakit karena terkena suanggi. Pengambilan keputusan terkait dengan permasalahan kesehatan juga masih banyak dilakukan oleh keluarga, khususnya keluarga laki-laki. Hal ini kemudian juga menyebabkan keterlambatan dalam pencarian pertolongan kesehatan. 5.2. Rekomendasi Berikut ini adalah rekomendasi yang bisa diberikan untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan di Desa Limakoli: 1. Melibatkan keluarga dan tokoh adat dalam kegiatan promosi kesehatan 2. Memasukkan materi kesehatan ke dalam kegiatan keagamaan 3. Penyuluhan tentang konsep-konsep kesehatan yang benar untuk meningkatkan pemahaman masyarakat agar tidak takut bersalin di tenaga kesehatan 188 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur 4. Meningkatkan kepercayaan terhadap tenaga kesehatan, dengan cara tenaga kesehatan menetap di desa 5. Memanfaatkan larangan ibu bekerja di sawah pada saat menyusui untuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif 6. Modifikasi tradisi panggang, agar saat menyusui ibu boleh keluar dari ruangan panggang. 189 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 190 INDEKS A adat · 5, 17, 31, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 48, 49, 50, 54, 118, 123, 125, 155, 188, 196 AKI · 1, 2 ASI · 75, 76, 179, 180, 181, 182, 189 78, 79, 82, 93, 96, 100, 115, 117, 128, 129, 130, 132, 137, 149, 169, 175, 176, 182, 188 dukun · 2, 5, 56, 72, 73, 82, 96, 113, 124, 127, 128, 134, 136, 137, 140, 141, 142, 143, 144, 149, 150, 151, 164, 171, 172, 183, 187 F B budaya · 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 17, 28, 29, 48, 50, 63, 137 fasilitas kesehatan · 2, 5, 138, 140, 143, 147, 178, 187 K D desa Limakoli · 12, 15, 16, 18, 21, 57, 58, 77, 78, 79, 81, 108, 109, 110, 111, 112, 115, 116, 117, 124, 126, 129, 133, 135, 136, 137, 138, 140, 142, 149, 169, 170, 171, 180, 183, 185 Desa Limakoli · 11, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 34, 37, 47, 49, 56, 58, 59, 62, 66, 67, 68, 69, 74, 75, 77, Kabupaten Rote Ndao · 2, 3, 4, 24, 59 kehamilan · 1, 3, 96, 107, 114, 122, 124, 125, 128, 129, 130, 131, 133, 134, 139, 143, 144, 151, 153, 154, 170, 171, 181, 184, 185 kematian · 1, 2, 17, 29, 31, 32, 33, 34, 48, 50, 59, 93, 94, 98, 104, 105, 108, 117, 128, 149, 151, 152, 153, 154, 187 191 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 kepercayaan · 3, 88, 93, 108, 110, 121, 136, 137, 149, 169, 185, 187, 189 kesehatan · 1, 2, 3, 4, 5, 6, 36, 56, 66, 67, 68, 71, 72, 73, 76, 81, 83, 88, 89, 96, 98, 106, 110, 113, 114, 119, 120, 121, 122, 124, 132, 133, 134, 137, 138, 139, 140, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 151, 152, 153, 154, 155, 157, 158, 169, 175, 177, 184, 187, 188, 189 kesehatan reproduksi · 119, 120, 121 konsumsi · 79, 131, 132, 181 M makanan · 3, 16, 21, 23, 32, 39, 55, 58, 68, 71, 75, 76, 83, 84, 87, 88, 90, 93, 94, 102, 128, 131, 132, 178, 179, 180, 181, 182, 184, 195 maneleo · 40, 41, 44, 49, 50 Manesongo · 50 mata pencaharian · 15, 16, 168 menyusui · 56, 76, 144, 156, 179, 181, 189 minuman · 3, 31, 33, 58, 75, 76, 85, 86, 90, 117, 118, 122, 179, 180, 182, 196 192 P Panggang · 155, 158, 171 pantangan · 3, 84, 87, 109, 121, 132, 137, 179, 184 pengobatan · 2, 55, 57, 71, 83, 91, 97, 100, 103, 106, 109, 110, 113, 114, 127, 138, 140, 185, 187, 188 penyakit · 5, 55, 56, 67, 69, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 91, 94, 95, 97, 98, 99, 100, 102, 104, 105, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 122, 126, 140, 187, 188 penyakit menular · 5, 81 Penyakit Tidak Menular · 3, 82 pernikahan · 17, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 48, 50, 117, 123, 125, 126, 127, 194, 195, 196 persalinan · 2, 71, 72, 73, 98, 131, 134, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 145, 146, 147, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 169, 170, 178, 179, 181, 187, 194, 195 pesta kematian · 17, 29, 31, 32, 33, 59, 103 Posyandu · 71, 74, 75, 76, 113, 125, 133, 139, 143, 144, 153, 177, 178, 179, 183 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Puskesmas · 71, 72, 77, 81, 82, 98, 112, 120, 126, 132, 138, 139, 143, 144, 152, 153, 178, 183 S suanggi · 88, 89, 91, 92, 94, 98, 100, 108, 110, 111, 188, 195 suku Rote · 9, 44, 45, 46, 50, 59 R ramuan · 57, 96, 100, 103, 109, 126, 128, 134, 135, 141, 150, 157, 159, 160, 162, 164, 166, 170, 171 remaja · 34, 35, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 184 Revolusi KIA · 2, 71, 72, 138, 139, 143, 144, 153, 197 ritual · 115, 128 T tali pusat · 73, 96, 142, 143, 150, 171, 172 teknologi · 66, 68 tradisi · 33, 38, 60, 75, 115, 118, 130, 134, 136, 142, 154, 156, 157, 158, 159, 163, 168, 169, 171, 179, 184, 185, 188, 189, 194 tradisional · 5, 56, 57, 60, 68, 83, 87, 90, 100, 103, 109, 110, 112, 113, 117, 118, 127, 134, 141, 144, 157, 159, 166, 183, 185, 193, 194 193 GLOSARIUM Abanitu : jenis tanaman obat tradisional untuk memperlancar proses melahirkan Aidok : obat Antero : utuh Asam-asam : nyeri pada tulang Atebik : jenis tanaman obat tradisional untuk memperlancar proses melahirkan Ba’e Pusaka : hukum pewarisan Ba’i : kakek Bebak : tulang daun pohon gewang Belis :mas kawin Botong : kita Darah loss : pendarahan Delas : jenis tanaman untuk bahan mandi air obat Duimanosok :rematik Enggalutu : pukulan gong dengan irama lambat Fadik manini uma : anak bungsu sebagai pewaris rumah Foti : nama tarian dengan gerakan kaki yang cepat Gelenggitik : tanaman obat untuk mengobati hipertensi dan pendarahan Genuak : tanaman umbi-umbian Gewang : nama pohon Juk : gitar kecil Kaak manita hata : kakak melihat harta Kainunak : nama pohon tempat menggantungkan ari-ari bayi Kaisumanek : jenis tanaman obat untuk ibu bersalin 194 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Kalamanik Kapisak Kasumba Kebalai Kenggaok Koko Komisi am Koru Kunauk Kusambing Lala’ba nusak Lelepa Leo Lino Lu’lu Lulumun Mae Mamar Manakilaoe Mane maneholo Maneleo Maneleo huk Maneleo uum Manesongo Man suanggi Marungga Mea Mete Muku : jenis tanaman obat untuk ibu bersalin : keranjang yang terbuat dari anyaman daun lontar : tanaman yang dikonsumsi ibu setelah bersalin : nama tarian tradisional Rote : denda kawin lari : menggendong : komisi pagar : panen : tanaman yang dikonsumsi ibu setelah persalinan : jenis kayu yang digunakan dalam tradisi panggang : pernikahan beda kecamatan : pikulan : anak suku : tanaman bahan mandi air obat : tanaman untuk mengurangi rasa sakit pada saat bersalin : remas : induk sapi betina yang sudah melahirkan anak : kebun : wakil manesongo : raja :ketua kompleks perkebunan :raja suku : raja suku tingkat kabupaten : raja suku tingkat kecamatan : kepala pengairan persawahan : pelaku suanggi : daun kelor : bayi : begadang : mengejan 195 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 Nahani : penyambutan Nakona sepek : perayaan hari ketiga setelah bayi lahir Nalelesu : kawin lari Naluoek : denda karena membawa lari anak perempuan Nanea : menjaga burung di sawah Nate’ah : acara berpamitan yang dilakukan keluarga perempuan setelah menikah Ndunak : tempat sirih pinang Niluale : tanaman yang dikonsumsi ibu setelah persalinan Noak : tanaman bahan mandi air obat Noke makasi : uang terimakasih Nuk : bibit Nusak : kerajaan Oto :kendaraan bermotor Papadak : peraturan Picabok : hantaran perlengkapan rumah tangga yang dilakukan sehari sebelum pernikahan Putak : isi pohon gewang (biasanya untuk makanan babi) Sa : saja Sele : menanam bibit padi Sole : sapih Sonde : tidak Sopi : minuman keras Su : sudah Suanggi : kekuatan gaib Suelelesu : adat buka pintu Sungalatu : nama tanaman yang dikonsumsi ibu setelah bersalin Tacu : wajan Tek : rontok padi Tendes : menekan Te tafa : kelewang dan tombak 196 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Tete : bendungan Tete na’o : membersihkan rumput Terang kampung: pernikahan adat Tertikam : rasa nyeri Tofa : mencabut rumput Tomanek Ina Kakana : Laki-laki adalah raja, dan perempuan itu seperti kanak-kanak Totokoana : nama tanaman untuk memperlancar proses melahirkan To’o :paman Tupi : tanaman yang digunakan sebagai bahan mandi air obat Tuti Kalike : pernikahan sambung ikat pinggang(pernikahan antara saudara sepupu di mana kedua orangtuanya bersaudara kandung) 197 DAFTAR PUSTAKA Darajat, Zakiyah. 1990. Kesehatan Mental. Jakarta: CV Haji Mas Agung Dinas Kesehatan Provinsi NTT. 2009. Pedoman Revolusi KIA di Provinsi NTT. Fitrianti, Yunita, dkk. 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak: Etnik Gayo, Desa Tetingi, Kecamatan Blang Pegayon, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi NAD. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Foster, George M. & Barbara G. Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI Press. Haning, Paul A. 2009. Bahasa dan Sastra Rote. Kupang: CV Kairos. Helman, Cecil G. Culture. 2001. Health and Illness. New York: Oxford University Press. Hidayat, Asri, Supatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Muha Medika. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riskesdas 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Musadad, Anwar, Rachmalina, Kasnodiharjo, Ekowati Rahajeng. 2002. Latar Belakang Kejadian Kematian Ibu di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan vol 2 no 3 : 136-145 Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan dan Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Nuha Medika : Yogyakarta 198 Etnik Rote, Kab. Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti, Meida Liana. 2010. Asuhan kebidanan III (Nifas). CV Trans Info Media: Jakarta Timur. Sanapiah, Faisal. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: YA3. Spradley, James. P. 2007.Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana. UNICEF Indonesia. www.unicef.org/indonesia Ringkasan Kajian, Oktober 2012. 199 Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014 200