BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Diare Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam, dan tanda-tanda dehidrasi (Amin, 2015). 2. Klasifikasi diare Klasifikasi diare berdasarkan waktu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung kurang dari dua minggu. Gejalanya antara lain tinja cair, biasanya mendadak, disertai lemah dan kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat makanan (Suraatmaja, 2007). b. Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare. Batasan waktu 15 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan, karena banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare kronis (Suraatmaja, 2007). c. Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. 4 5 Berdasarkan penyebab diare dibagi menjadi dua yaitu diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifik adalah diare yang disebabkan oleh makanan (Akhmadi, 2009). 3. Penyebab Diare Akut Infeksi bakteri merupakan salah satu penyebab diare cair ataupun diare berdarah. Berikut jenis bakteri penyebab diare : a. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), penyebab diare pelancong. b. Enterophatogenic E.coli (EPEC), penyebab diare pada orang dewasa. c. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC), penyebab diare berdarah atau pendarahan hebat. d. Enteroinvasive E.coli (EIEC), penyebab disentri disertai demam. e. Enteroaggregative E.coli (EAggEC), penyebab diare berair atau encer pada anak dan penyebab diare persisten pada anak dengan Human Immonologi Virus (HIV) (WGO, 2012). 4. Mekanisme Diare Mekanisme terjadinya diare dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. a. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap sehingga meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. b. Diare sekresi bisa terjadi karena gangguan elektrolit baik absorpsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat 6 toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non osmotik. c. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi. d. Gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan diare (Zein dkk, 2004). 5. Pemeriksaan laboratorium Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada, dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non-infeksi. Sampel harus diperiksa sesegera mungkin karena neutrofil cepat berubah. Sensitivitas leukosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% 95% tergantung pada jenis patogennya (Farthing dkk, 2013). 6. Penatalaksanaan Diare Akut a. Rehidrasi Tujuan dalam pemberian rehidrasi yaitu untuk memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan atau menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare. Kehilangan cairan dapat diganti baik melalui oral maupun parenteral (Depkes RI, 2011). 7 b. Antidiare Zink adalah mikronutrien yang berfungsi untuk memperbaiki absorbsi air dan elektrolit dari usus, regenerasi cepat epitel usus, meningkatkan respon imun, mempercepat klirens kuman diare yang patogen dari usus (Fontaine, 2008). Pada penelitian Trivedia dkk (2009) penggunaan zink menunjukkan penurunan frekuensi diare secara signifikan (36%) dan luaran tinja (45%). c. Antiemetik Domperidon adalah obat yang digunakan untuk mengobati mual dan muntah karena berbagai penyebab (Tjay dan Rahardja, 2007). Domperidon digunakan untuk mengobati mual dan muntah yang terjadi karena efek dari diare, muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut (Nurwidati, 2010). d. Antipiretik Paracetamol sebagai efek antipiretik yang terjadi secara langsung mempengaruhi pusat pengaturan panas di hipotalamus (Priyanto, 2008). Menurut Sullivan dan Farar (2015) pemberian antipiretik paracetamol merupakan pilihan yang aman dan efektif dalam menurunkan gejala demam pada anak. 7. Antibiotik Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau 8 penyelamatan jiwa pada diare infeksi dan diare pada pelancong. Pemberian antibiotik dapat secara empiris tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Sumarmo, 2002). Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dibagi menjadi dua golongan besar yaitu: a. Antibiotik yang mempunyai aktivitas luas (broad spectrum) Antibiotik yang dapat mematikan bakteri gram positif dan negatif. Antibiotik ini diharapkan dapat mematikan sebagian bakteri termasuk virus tertentu dan protozoa. Termasuk antibiotik broad spectrum adalah Tetrasiklin dan derivatnya, Kloramfenikol, Ampisilin. b. Antibiotik yang mempunyai aktivitas sempit (narrow spectrum) Antibiotik golongan ini hanya aktif terhadap beberapa jenis bakteri. Termasuk antibiotik narrow spectrum adalah Penisilin G, Polimiksin B, Streptomisin, Bleomisin, dan Basitrasin (Sumarmo, 2002). 9 Tabel I. Terapi Antibiotik Menurut pada Kasus Diare Akut Penyebab Terapi empirik Dosis dan frekuensi untuk anak Pediatric Amoksisilin < 3 bulan : 10-15 mg/kg/dosis Medication (IV) Handbook > 3 bulan : 15-25 mg/kg/dosis (IV) Ampisilin 25 mg/kg/6jam(IV) Sefotaksim 50mg/kg/8jam(IV) Seftriakson 50mg/kg/24jam(IV) Gentamisin < 1 bulan : 2,5 mg/kg/8jam(IV) > 1 bulan : 5-7,5 mg/kg/24jam(IV) Metronidazol 7,5mg/kg/6jam(IV) Acute Diarrhea Shigellosis Seftriakson 50-100 mg/kg/24jam in Adult and selama 2-5 hari (IV) Children AmebiasisMetronidazol 10 mg/kg/8jam (WGO, 2012) intrasive selama 5-10 hari (IV) intestinal Giardiasis Metronidazol 5 mg/kg/8jam selama 5-10 hari (IV) Escherichia coli Kotrimoksazol 3-6 mg/kg/12jam atau 240 mg/12jam selama 5-10 hari (IV) Keterangan : WGO (World Gastroenterology Organisation); IV (Intra Vena) Guideline Adapun mekanisme penggunaan antibiotik yang terdapat pada Tabel I yaitu ampicillin dan amoksisilin merupakan antibiotik board spectrum (aktivitas luas) dimana antibiotik ini bekerja terhadap jenis bakteri gram positif maupun gram negatif (Tjay dan Raharjda, 2007). Sefotaksim dan seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang memiliki spektrum kerja yang luas dan meliputi banyak kuman gram-positif dan gram-negatif, termasuk Escherichia coli, Klebsiella dan Proteus. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman, dan bekerja dengan cara menghambat sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. 10 Kepekaan terhadap beta-laktamase lebih rendah daripada penisilin (Tjay dan Rahardja, 2007). Metronidazol adalah antibiotik yang sangat efektif melawan bakteri anaerob dan bakteri gram negatif maka metronidazol dapat digunakan untuk membunuh bakteri yang terdapat pada tubuh pasien (Tjay dan Rahardja, 2007). Sedangkan pemberian kombinasi dua antibiotik ampisilin- gentamisin dan sefotaksim-gentamisin digunakan sebagai antibiotik lini pertama untuk pasien anak. Hal ini disebabkan gentamisin yang dikombinasikan dengan ampisilin menghasilkan efek bakterisid yang kuat, yang sebagian disebabkan oleh peningkatan pengambilan obat yang timbul karena penghambatan sintesis dinding sel. Ampisilin mengubah struktur dinding sel sehingga memudahkan penetrasi gentamisin kedalam kuman (Katzung, 2004). Sedangkan kombinasi Metronidazol-kotrimoksazol terindikasi infeksi Amoebiasis atau protozoa kista Entamoeba histolytica. Infeksi Amoeba (amoebiasis) dan infeksi Giardia (Giardiasis) disebabkan oleh protozoa. Agen protozoa dalam bentuk kista masuk ke intestinal beserta makanan dan minuman yang terkontaminasi. Dalam usus halus, protozoa memperbanyak diri dan melakukan invasi ke sel mukosa usus. Kemudian terjadi kerusakan yang menyebabkan terjadinya diare (Muttaqin dan Sari, 2011). 11 Kombinasi antibiotik dapat diberikan dan dapat dipertanggungjawabkan pada keaadaan sebagai berikut : a. Untuk pengobatan permulaan pasien dengan infeksi berat. b. Pada infeksi polimikrobial. c. Untuk mencegah timbulnya mikroorganisme yang kebal. d. Untuk mengurangi toksisitas yang berkaitan dengan dosis. e. Untuk mendapatkan efek sinergistik (Juwono dan Prayitno, 2003). Beberapa bahaya yang dapat diakibatkan pada pemakaian antibiotik antara lain: a. Gejala resistensi, pada pengobatan yang tidak cukup yaitu terlalu singkat waktunya atau terlampau lama dengan dosis terlalu rendah atau digunakan pada pengobatan yang tidak perlu misalnya pada luka yang kecil dan sebagainya dapat mengakibatkan resistensi, artinya bakteri akan memberikan perlawanan terhadap kerja antibiotik, sehingga khasiat antibiotik ini akan menjadi berkurang atau tidak berkhasiat sama sekali. b. Gejala kepekaan yang disebut alergi, misalnya gatal-gatal. Sebagai contoh, penisilin bila diberikan kepada seseorang yang tidak tahan (peka) dapat menimbulkan bintik-bintik merah, gatal-gatal bahkan dapat sampai pingsan. c. Supra infeksi, ini terutama terjadi pada pemakaian antibiotik broad spectrum, karena kegiatannya demikian luasnya sehingga flora bakteri usus juga dimatikan dan keseimbangan bakteri normal juga terganggu. 12 Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. b. Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri. c. Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. d. Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan. 13 B. KERANGKA PEMIKIRAN Menurut hasil Rikesdas 2014 penyakit diare akut menjadi penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%) Antibiotik merupakan terapi penting pada pasien diare akut Masih kurangnya penelitian terkait evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diare akut terutama di RSUD Dr. Moewardi mendorong peneliti untuk melakukan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diare akut di RSUD Dr. Moewardi berdasarkan tepat obat dan tepat dosis. C. KETERANGAN EMPIRIK Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2014) tentang evaluasi penggunaan obat antibiotik pada pasien gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” periode Januari-Juni 2013 menunjukkan bahwa hasil penelitian ini diperoleh jenis antibiotik yang digunakan adalah Seftriakson (41,07%), Kotrimoksazol (30,36%), Metronidazol (25%), Sefotaksim (10,71%), Ampisilin (3,57%), Seftazidim (3,57%), dan Siprofloksasin (3,57%). Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik diketahui tepat indikasi 7,14%, tepat obat 7,14%, dan tepat dosis 84,85%. Belum ada penelitian tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pediatri di RSUD Dr. Moewardi berdasarkan tepat obat dan tepat dosis dengan dibandingkan Pediatric Medication Handbook dan Acute Diarrhea in Adult and Children (WGO, 2012).