Terapi Herbal Pada Penyakit Hati

advertisement
BAB.I
PENDAHULUAN
Hepatitis kronis merupakan masalah besar di dunia termasuk
Indonesia. Bila seseorang terkena hepatitis kronis dapat berkembang
progresif menjadi Sirosis hati dan akhirnya Kanker hati pada 20-30 %
kasus. Oleh karena itu penderita hepatitis kronis harus diterapi supaya
tidak berlanjut. Penyebab hepatitis kronis yang terbanyak adalah virus
hepatitis B dan virus hepatitis C.(1)
Menurut WHO lebih dari 2 milyar orang terinfeksi hepatitis B,
sekitar 350 juta menjadi kronis dan 75% penderita hepatitis kronis
tinggal di Asia. Sedangkan menurut Mc Culloch tahun 2002 penderita
hepatitis B kronis di Asia sekitar 262 juta orang
(2.3).
Di Amerika
diperkirakan 1.25 juta orang dengan HbsAg positif lebih dari 6 bulan.(4).
Pada tahun 1983 berdasarkan survei yang dilakukan HongKong Medica
and Health Departement jumlah populasi yang mengidap hepatitis virus
B di Cina adalah 10%, sedangkan menurut data dari Third Teaching
Hospital of Zhongsan Medical Collage ( Guangzhou ) adalah 15%, tahun
1997 meningkat menjadi 20%
(5).
Populasi Indonesia dengan prevalensi
HbsAg positif pada penyakit hati kronis 30-35%
(6).
Infeksi hepatitis C didapatkan diseluruh dunia. Menurut WHO
penduduk dunia yang terinfeksi virus hepatitis C sekitar 170 juta orang
dan sekitar 90% berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati. Di
Amerika berdasarkan Centers for Diseases Control and Prevention
diperkirakan lebih dari 2.7 juta orang terinfeksi hepatitis C.(7). Di Cina
penderita yang terinfeksi hepatitis C adalah lebih 30 juta jiwa. Di
Indonesia prevalensi hepatitis C berkisar 2,5 % - 4 %
(8).
Dan prevalensi
anti-HCV pada 33 orang pekerja seks komersil di kota Padang adalah
9,1 %.(9)
Tujuan
pengobatan
hepatitis
kronis
adalah
mengurangi
peradangan hati dengan menghilangkan atau menekan replikasi virus
1
penyebab, sehingga kerusakan hati tidak berlanjut. Sampai saat ini
belum ada terapi yang optimal (biaya terapi mahal, efek samping yang
serius dan tidak dapat mencegah rekurensi penyakit) maka para ahli
mencoba terapi alternatif seperti Terapi Herbal
(10).
Terapi Herbal adalah pengobatan yang menggunakan bahan yang
berasal dari tanaman. Terapi Herbal merupakan bagian dari pengobatan
komplementer dan alternatif atau Complementary and Alternative
Medicine disingkat CAM. Menurut National Center for Complementary
and Alternative Medicine ( NCCAM ) mendefinisikan CAM sebagai cara
pengobatan
yang
konvensional.(11,12).
komplementer
tidak
dikategorikan
sebagai
pengobatan
perbedaan
antara
pengobatan
dimana
pengobatan
Terdapat
dan
pengobatan
alternatif,
komplementer digunakan bersama pengobatan konvensional, sedangkan
pengobatan
alternatif
digunakan
sebagai
pengganti
pengobatan
konvensional.(13)
Di Amerika Serikat tahun 1997 diperkirakan 34 % masyarakatnya
menggunakan CAM
dan
12 %
diantaranya menggunakan terapi
herbal.(14) dan tahun 1999-2001 dari 1040 orang, 284 orang (27,3%)
menggunakan CAM dan 175 orang (16,6%) yang menggunakan terapi
herbal.(15) Tahun 2002 penelitian Dr.Strader dari 989 pasien diklinik hati
AS 39 % menggunakan CAM, 21 % menggunakan terapi herbal.(16.17)
Di Jepang lebih 40% tenaga medis menerapkan terapi herbal Cina
untuk pasiennya. Bahkan dikatakan terapi ini lebih efektif dibandingkan
terapi negara barat untuk penyakit ini
(5).
Penelitian klinis di Cina selama 20 tahun tentang penggunaan
terapi herbal ini dapat menurunkan enzim hati ( ALT ) dan serokonversi
HbsAg (+) atau HbeAg (+) menjadi negatif serta mengurangi keluhan
pasien.
(5)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of California,
Berkeley menyatakan dengan menggunakan terapi herbal di Cina yang
2
dikombinasikan dengan Interferon-alfa akan menghasilkan efektifitas 2
kali lebih baik
jika
dibandingkan dengan hanya menggunakaan
Interferon saja pada pengobatan Hepatitis B kronis
(18).
Tanamly tahun 2004 melaporkan dari delapan penelitian yang
dilakukan
di
Cina
membandingkan
pada
628
penggunakan
pasien
terapi
hepatitis
herbal
kronis
kombinasi
yang
dengan
Interferon alfa terhadap Interferon alfa saja ternyata dengan kombinasi
terdapat hasil lebih bermakna dalam meningkatkan clearance serum
HbeAg, HbsAg dan HBV DNA
(19).
Dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia dan bertambah
banyaknya rakyat yang tergolong miskin maka makin banyak penduduk
yang menggunakan pengobatan alternatif
(20).
Motivasi penggunaan
terapi alternatif adalah merasa lebih efektif, merasa aman, tidak invasif,
dapat
diterima,
menyenangkan
tidak
begitu
mahal
dan
pengalaman
terapi
(21).
Walaupun makin meluasnya penggunaan terapi herbal ini untuk
hepatitis kronis namun Food and Drug Administration ( FDA ) belum
mengatur produk ini baik kualitas, manfaat, potensi, efek samping dan
keamanannya. Para peneliti saat ini telah mulai juga mengembangkan
Modern Chinese Medicine ( MCM ) yang merupakan gabungan Traditional
Chinese Medicine (TCM) dengan tanaman herbal dari negara barat
(22)
3
BAB II
PERKEMBANGAN TERAPI HERBAL
2.1. PERKEMBANGAN TERAPI HERBAL DIDUNIA
WHO memperkirakan sekitar 4 milyar orang, atau sekitar 80 %
penduduk dunia pada saat ini memakai obat untuk berbagai aspek
kesehatan dan penyakitnya. Menurut WHO obat-obat farmasi yang
berasal dari 119 jenis tanaman, sekitar 74 % dipergunakan dalam
pengobatan modern.
Di Amerika sekitar 25 % obat yang diresepkan berisi sedikitnya
satu bahan aktif yang berasal dari tanaman. Beberapa berasal dari
ekstrak murni sedangkan sebagian lainnya hasil sintesis yang mirip dari
bahan asalnya.
Penggunaan obat herbal untuk penyakit hati sudah dikenal sejak
lama. Pada abad ke 21 terdapat perubahan paradigma dimana adanya
upaya untuk pemakaian obat herbal bersama pengobatan konvensional
dalam pengobatan penyakit secara umum dan penyakit hati.
Walaupun dikenal ratusan obat herbal untuk penyakit hati namun
ternyata hanya 4 jenis tanaman saja yang telah diteliti diantaranya
adalah:
Sylibum
marianum,
Glycyrrhizin
glabra,
Picorrhiza
kuroa,
Pyllanthus amarus telah terbukti mempunyai khasiat antiviral hepatitis
B dan C, berkhasiat hepatoprotektor yaitu zat yang dapat melindungi sel
hati dari kerusakan dan sebagai imunomodulator yaitu zat yang dapat
memodulasi sistim imun.
Dengan menggunakan obat herbal dapat menekan virus hepatitis,
menormalkan peningkatan enzim hati, menyembuhkan peradangan hati
meningkatkan imunitas, mencegah fibrosis dan mengurangi kerusakan
sel hati dengan mengeluarkan racun dalam tubuh.(12)
4
Hepatitis kronis merupakan masalah besar didunia termasuk
Indonesia. Bila seseorang terkena hepatitis kronis dapat berkembang
progresif menjadi Sirosis hati dan akhirnya Kanker hati pada 20-30 %
kasus. Oleh karena itu penderita hepatitis kronis harus diterapi supaya
tidak berlanjut. Penyebab hepatitis kronis yang terbanyak adalah virus
hepatitis B dan virus hepatitis C.(1)
Gambar 1. Progresivitas Infeksi Hepatitis B Kronik(23)
Gangguan fungsi hati terpenting pada tahap prasirotik adalah
peningkatan enzim transaminase hati terutama ALT serum. Tingginya
kadar ALT menggambarkan berat ringannya proses nekroinflamasi. Bila
pasien hepatitis kronik tidak diterapi maka proses nekroinflamasi terus
berlangsung dan akhirnya terjadi fibrosis dan sirosis yang kemudian
dapat berlanjut menjadi kanker hati.(23)
5
Menurut WHO lebih dari 2 milyar orang terinfeksi hepatitis B,
sekitar 350 juta menjadi kronis dan 75% penderita hepatitis kronis
tinggal di Asia.(2.3)
Sedangkan menurut Mc Culloch tahun 2002 penderita hepatitis B
kronis di Asia sekitar 262 juta orang (2.3). Di Amerika diperkirakan 1.25
juta orang dengan HbsAG positif lebih dari 6 bulan.(4).
Gambar 2. Prevalensi Hepatitis B didunia tahun 2002
(24)
Di Indonesia 4,6 % populasi dengan HbsAg positif, di Thailand 6%8% populasi dengan HbsAg positif, Singapura 4,5%, Malaisia 5,2% dan
di Taiwan 75%-80% pasien penyakit hati kronik dengan HbsAg positif,
sedangkan di Cina 73% pasien hepatitis kronik, 78% diantaranya
dengan sirosis hati dan 71% dengan kanker hati.(3.24)
6
Menurut WHO penduduk dunia yang terinfeksi virus hepatitis C
sekitar 170 juta orang dan sekitar 90% berlanjut menjadi sirosis hati
dan kanker hati.
(7).
Gambar 3. Prevalensi Hepatitis C didunia tahun 1999
Keterangan gambar : - Very High
- High
(24)
: Prevalensi > 5%
: Prevalensi 2,5% - 5%
- Intermediate : Prevalensi 1%-2,5%
- Low
: Prevalensi <1%
Prevalensi hepatitis C yang tertinggi adalah di Afrika, Asia dan
Mesir, dengan prevalensi lebih dari 20 %.(24)
7
Terapi herbal merupakan pengobatan dengan memakai bahan
yang berasal dari tanaman. Pengobatan herbal merupakan bagian dari
Complementary
And
Alternative
Medicine
merupakan salah satu pengobatan tertua.
(CAM).
Pengobatan
ini
(12)
CAM sudah banyak dikenal didunia. Profesor Richard dawkins
seorang
Profesor
mengemukakan
Public
bahwa
Understanding
pengobatan
di
alternatif
Universitas
adalah
satu
Oxford
cara
pengobatan yang tidak bisa diukur.(12)
Pengobatan herbal ini kebanyakan belum diteliti manfaatnya atau
keamanannya secara ilmiah. Bahan-bahan yang sudah diteliti dan
ternyata berkhasiat akan diterima sebagai pengobatan konvensional.
Sebaliknya jika ternyata terbukti tidak efektif dan hanya mempunyai
efek plasebo saja atau bahkan diketahui terdapatnya efek samping,
maka tidak akan digunakan lagi. Penggunaan pengobatan komplementer
dan alternatif meningkat dengan tajam dibanyak negara maju.
Suatu
survei
di
Amerika
selama
7
tahun
(1990-1997)
memperlihatkan terjadinya peningkatan yang siknifikan penggunaan
pengobatan alternatif dari 34 % dalam tahun 1990 menjadi 42 % dalam
tahun 1997. Jika dihitung dengan uang pengeluaran biaya pengobatan
alternatif dalam tahun 1997 ini besarnya sekitar 27 milyar dolar dan
kira-kira sebanding dengan pemakaian obat secara konvensional pada
tahun yang sama. Yang meningkat sangat menyolok dari obat-obat
alternatif ini adalah penggunaan obat-obat herbal sebesar 5.4 milyar
dolar suatu peningkatan 4 kali lipat sejak tahun 1990.(12)
Di Amerika diperkirakan penggunaan CAM menghabiskan 1.8
milyar USD pertahun sedangkan di Jerman sekitar 180 juta USD
dibelanjakan untuk satu macam preparat herbal Silimarin untuk
pengobatan penyakit hati. Di Jepang sejak obat tradisional Jepang
(Kampo) boleh digunakan oleh Sistim Ansuransi Kesehatan Nasional
tahun 1976, 77% dokter Jepang selama tahun 1993 menggunakan
Kampo bersama dengan obat konvensional.(23)
8
Diantara pengguna obat tersebut ternyata banyak para penderita
penyakit hati. Hal ini diakui oleh para Hepatolog di Amerika Serikat. Di
Inggris
pada
tahun
1998
sekitar
20
%
orang
dewasa
telah
mempergunakan pengobatan alternatif dan komplementer .(12)
Salah satu alasan mengapa terjadi kecendrungan kenaikan
penggunaan obat herbal adalah karena para penderita kurang puas
dengan hasil pengobatan konvensional, hal ini terungkap dalam 1 survei
di Amerika Serikat tahun 1997 pada penderita penyakit hati dimana
banyak diantara mereka ternyata memakai terapi herbal juga bersama
obat-obat konvensional yang diberikan oleh para dokternya.(25)
Suatu survei di Amerika tentang alasan orang menggunakan CAM:
1. Kombinasi terapi konvensional dengan CAM lebih baik (54,9%)
2. Tertarik untuk mencoba CAM (50,1%)
3. Terapi konvensional tidak memuaskan (27,7%)
4. Dianjurkan oleh dokter (25,8)
5. Terapi konvensional terlalu mahal (13,2%)
Gambar 4. Alasan orang menggunakan CAM
(25)
9
Sistim pengobatan herbal di Cina berbeda dengan cara yang
dilaksanakan di Barat. Salah satu perbedaan yang nyata adalah bahwa
penggunaan obat herbal di Barat memfokuskan kepada satu macam
bahan saja, sedangkan pada penggunaan obat tradisional Cina terdiri
dari kombinasi beberapa bahan. Pengobatan dengan kombinasi herbal
ini dimaksudkan bukan untuk mengobati simptom spesifik yang
disebabkan oleh penyakit, namun mengobati secara keseluruhan
individu atau boleh dikatakan suatu pendekatan holistik, sehingga cara
pengobatan traditional Cina lebih sulit digunakan dibandingkan dengan
penggunaan herbal dinegara barat. Pengobatan traditional cina banyak
dilakukan di Asia dengan menggunakan kedua versi tersebut.(12)
CAM
meningkat
penggunaannya,
dan
diperkirakan
separoh
masyarakat Australia menggunakannya dengan pengeluaran 2.3 milyar
pada tahun 2000. Sedangkan di AS terjadi peningkatan dari 33.8 %
tahun 1993 menjadi 42.1 % tahun 1997 dan menghabiskan 14-21
milyar pada tahun yang sama. Di Jerman lebih dari 65 % pasien
menggunakan terapi herbal.(26) sedangkan di California diperkirakan
penggunaan terapi herbal untuk penyakit hati kronik menjadi 80 %.(27)
2.2. PERKEMBANGAN TERAPI HERBAL DI INDONESIA
Di Indonesia obat traditional tertua yang banyak dikonsumsi oleh
penduduk adalah jamu, yang berasal dari Jawa.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7%
penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri dan 31,7 %
menggunakan obat tradisional.(28)
Penggunaan obat tradisional meningkat dari 19,9 % tahun 1980
menjadi 31,7 % tahun 2001 dan 32,8% tahun 2004.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2005
Obat herbal di Indonesia dibagi dalam tiga kategori : Jamu, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka.
10
Tabel 1. PENGELOMPOKAN OBAT HERBAL DI INDONESIA
(28)
JAMU : Harus memenuhi kriteria
1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
2. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
OBAT HERBAL TERSTANDAR : Harus memenuhi kriteria
1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
2. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik
3. Telah
dilakukan
standarisasi
terhadap
bahan
baku
yang
digunakan dalam produk jadi, memenuhi persyaratan mutu
FITOFARMAKA : Harus memenuhi kriteria
1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinis
3. Telah
dilakukan
standarisasi
terhadap
bahan
baku
yang
digunakan dalam produk jadi.
Pada saat ini yang termasuk Fitofarmaka di Indonesia ada 5 yaitu
Nodia, Rheumaneer, Stimuno, Tensigard Agromed, dan X-Gra.
Sekitar 17 produk Obat Herbal Terstandar yang telah diregistrasi
oleh BPOM antara lain: Diabmeneer, Diapet, Fitogaster, Fitolac, Kiranti
sehat datang bulan, kuat segar, Lelap dll.
Perkembangan obat herbal dari jamu ke Obat Herbal Terstandar
dan
Fitofarmaka
berjalan
sangat
lambat.
Riset
pengembangan
dilaksanakan oleh universitas/institusi pemerintah lainnya.
(12)
11
BAB III
TERAPI HERBAL PADA HEPATITIS KRONIS
Terapi herbal untuk mengobati hepatitis kronis sudah dimulai di
Cina sejak ratusan tahun lalu. Kemudian tahun 1950-an digalakkan
kembali oleh pemerintahnya karena ketidak mampuan rakyat dalam
masalah sosial ekonomi untuk menggunakan pengobatan barat. Untuk
pengobatan penyakit hepatitis kronis tanaman yang sering dipakai
adalah :
3.1 SILIMARIN
Merupakan komponen flavonoid aktif dari Silybum marianum,
termasuk
famili
hepatoprotektor.
benzo
gamma-pyrones.
Mekanismenya
kerja
Zat
ini
masih
tercatat
sedikit
sebagai
dimengerti.
Sebenarnya zat ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti di Eropah,
Obat ini di Eropah sudah dipakai lebih dari 15 tahun untuk terapi
penyakit hati, sekarang banyak dipakai di Amerika.(29).
Farmakologis
Preparat ini dapat diberikan secara oral kemudian absorbsi baik
oleh usus. Metabolitnya diekresi ke empedu dan saluran enterohepatik.
Toksisitasnya sangat rendah. Mekanisme kerjanya :
1. Sebagai antioksidan dan mengatur proses intraseluler .
2. Menstabilkan
membran
sel
dan
mengatur
permeabilitas
yang
mencegah agen hepatotoksik masuk ke dalam sel hepar.
3. Merangsang regenerasi sel hati.
4. Sebagai
penghambat
perubahan
sel
stelata
hepatosit
menjadi
miofibroblas, yang merupakan proses pembentukan serat kolagen
untuk menimbulkan sirosis.
12
Silimarin secara umum aman digunakan, walaupun kadangkadang dapat menimbulkan reaksi alergi. Efek samping yang sering
adalah efek laksansia, mual, kembung, artralgia, pruritus, sakit kepala
dan urtikaria.
Mekanisme kerja silimarin adalah sebagai antioksidan dengan
meningkatkan superoxid dismutase dan juga menstabilkan struktur
membran hepatosit.(27)
Peneliti klinis
Penelitian klinis pada penderita hepatitis toksik dan sirosis hati
yang disebabkan oleh obat-obat psikotropik dan alkohol yang diberi
silimarin dengan dosis 280-800 mg memperlihatkan zat ini dapat
memperbaiki enzim hati.
Menurut Flora 1971 memberikan silimarin 560 mg/hari selama 8
minggu pada 2637 pasien hepatitis kronis, maka pada 63% hilangnya
keluhan subjektif, AST menururn sampai 36% ALT sampai 34% dan
GGT
sampai
46%.
Lebih
lanjut
peneliti
menyatakan
hilangnya
hepatomegali secara palpasi.(30)
Pada penelitian kedua dilakukan pada pasien hepatitis kronis
dengan atau tanpa sirosis yang diberi silimarin 3-12 bulan. Ternyata
tidak memperbaiki fungsi hati. Tetapi secara histologis memperbaiki
inflamasi portal, parenkim dan nekrosis.
Pada penelitian klinis dosis silimarin yang digunakan adalah 280800 mg. Dosis yang dianjurkan adalah 140 mg silimarin ( 200 mg dari
ekstrak ) tiga kali sehari. Dosis tinggi ( 1500 mg/hari ) memberikan efek
laxative untuk meningkatkan aliran empedu.
13
Ada beberapa penelitian mengenai silimarin pada manusia. Namun
penelitian tersebut umumnya kecil jumlahnya dan kebanyakan untuk
penyakit hati dan tidak khusus untuk penyakit hepatitis C. Hasilnya
masih kontradiktif, ada yang positif dan ada yang negatif.
Penelitian
tahun 2001 terhadap silimarin untuk penyakit hati
menghasilkan penilaian bahwa obat tersebut bersifat aman.(12)
Tabel 2. Penelitian penggunaan Silimarin pada Hepatitis Kronis
(27)
14
Tabel 3. Kader enzim hati pasien hepatitis kronis sebelum dan
sesudah terapi silimarin dan plasebo.(27)
Dari beberapa penelitian yang menggunakan Silimarin tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa Silimarin dapat menurunkan serum
transaminase pada pasien hepatitis kronik, tapi tidak mempengaruhi
viral load dan histologi hati.(27)
Sedangkan penelitian Kiesewetter tahun 1977 pada 36 pasien
hepatitis kronik yang diberi silimarin 420 mg, tiga kali sehari selama 12
bulan, tidak ada perbedaan enzim hati antara yang mendapat silimarin
dengan kontrol, tapi terdapat perbaikan histologi hati.(27
15
3.2. SCHISANDRA
Schisandra dari ekstrak buah-buahan, merupakan spesies dari
Fruktus schisandrin yang digunakan dalam pengobatan traditional Cina
dan pengobatan Kampo obat traditional Jepang. Terdapat beberapa
spesies tanaman yang digunakan termasuk Schisandra chinensis,
ditemukan di Cina, Timur Utara dan Korea. Hasil penelitian bahan
tersebut mempunyai efek perlindungan pada hati, dan efek antioksidan.
Sebagai contoh dalam formula herbal TJ-108 dipergunakan dalam
Kampo.
Dalam
penelitian
terbatas
dalam
jumlah
kecil
TJ-108
mempunyai efek antiviral. Belum ada laporan mengenai efektifitas dan
keamanan
schisandra
sendiri
dalam
penggobatan
hepatitis
C.
Schisandra dikategorikan aman. Pada beberapa penderita menimbulkan
rasa panas didada, menurunkan nafsu makan, sakit lambung atau
reaksi alergi rash dikulit.(31)
Derivat schisandra chinensis
Deoxyschisandrin, Gomisin M2, Schisandrin, Dimethylgomisin J,
Schisandrin C, Gomisin N, GomisinO, Gomisin Q, Gomisin B, Gomisin C,
Gomisin H, Gomisin A, Gomisin J, Gomisin G, Gomisin L1, Gomisin L2
Gomosin K1, Gomisin K2, Gomisin K3 Schisandrin B, Gomisin L1
Banyak
laporan
yang
menyatakan bahwa
S.chinesis
efektif
melindungi hati. Pada binatang percobaan aktivitas Glutamic Piruvic
Transamine (GPT) yang dirangsang oleh zat-zat hepatoksik seperti carbon
tetrachloride (CC14), parasetamol, thiasetamide, dan ethinylestaridol 3
cyclopentylether terjadi penurunan setelah pemberian secara oral
ekstrak etanal dari ekstrak alkohol S. chinesis.
16
Dengan pemberian gosimin B 50 mg/kg. po, gosimin A 50 mg/kg
po. Schisandrin C 50-100 mg/kg po, schisandrine B 50-100 mg/kg po,
deoxyschisandrin 200 mg/kg po, dapat mencegah peningkatan SGPT
dan perubahan morfologis dari sel hepar seperti inflamasi, infiltrasi, dan
nekrosis sel hati yang dirangsang oleh CC14. Pemberian Gosimin A 50
mg/kg po, dapat mencegah peningkatan SGPT dan SGOT dan nekrosis
sel hati yang disebabkan oleh parasetamol.
Efek
hepatoprotektor
dari
deoxyschisandrin,
schisandrin
v,
schisandrin c, gomisin a, dan schisandrin adalah dengan menghambat
efek CC14 untuk merangsang lipid peroksidase dan menghambat ikatan
metabolit CC14 dengan lipid mikrosom sel hati.
Schisandrin B, schisanhenol, dan gomisin A dapat meningkatkan
stabilitas membran sel hepatosit pada keadaan stress oksidatif dan
kerusakan sel hati karena proses imunologis. Pada pemeriksaan ultra
struktur sel hati dengan menggunakan transmission electron microscope
terdapat peningkatan retikulum endoplasma halus dan kasar pada
kelompok yang menerima gomisin A 100-300 mg/kg/hari. Gomisin A
mempercepat
proliferasi
hepatosit,
pemulihan
fungsi
hati
dan
peningkatan aliran darah hati.
Gomisin A 100 mg/kg p.o perhari selama 14 hari meningkatkan
pertumbuhan hepatosit setelah mitosis selama regenerasi parsial sel hati
tikus yang mengalami reseksi parsial.
(5)
Efek antioksidan dan efek detoksifikasi.
Efek antioksidan Schisandra Chinesis pada percobaan invitro,
yaitu dengan perangsangan enzim antioksidatif yang menghambat lipid
peroksidase. Pada konsentrasi 1 mM schisanhenol, schisandrin C dan
schisandrin B memperlihatkan efek yang lebih poten dari vitamin E.
17
Efek anti karsinogenik
Efek
anti
karsinogenik
ini
terdapat
pada
3methyl
4
dimethylaminoazobenzene (3MeDAP). Pemberian Gomisin A 30 mg/kg per
hari selama 5 minggu secara nyata menghambat Glutathione STransfarase Plasental form (GST-P) yang merupakan pertanda enzim
preneoplasma.
Penelitian Klinis
Penelitian klinis pada 107 penderita Hepatitis B kronis yang diberi
20 mg Schisandrin tiga kali sehari. Setelah 16-24 minggu pengobatan
maka 73 penderita terjadi penurunan SGPT menjadi normal dan
efektivitas pengobatan 68,2%. Rata-rata penurunan SGOT terjadi setelah
4 minggu pengobatan. Sedangkan pada grup kontrol hanya 44% SGPT
normal dalam 8 minggu Tidak ditemukan efek samping yang serius.
Penelitian pada 4.558 pasien yang diberi schisandrin B dan C
ternyata dapat menormalkan 75% pasien dalam waktu 2-3 bulan.
(10).
Tahun 1970 Cina menggunakan Schisandra untuk terapi hepatitis
dapat menurunkan SGPT. Dan 1989 dilaporkan lebih 5.000 kasus
dengan berbagai variasi hepatitis telah diobati dengan menggunakan
Schisandra, dimana terjadi penurunan enzim hati, yaitu nilai SGPT
kembali normal pada 75% pasien setelah 20 hari pengobatan
3.3
Biphenyl Dimethyl Dicarboxylate (BDD)
(12).
(5).
Merupakan analog dari schisandrin C yang merupakan komponen
yang diisolasi dari Fructus schisandra. Saat ini sudah tersebar ke
banyak negara.
18
Mekanisme kerjanya Biphenyl Dimethyl Dicarboxylate (BDD) adalah:
1. Merangsang cytochrome P-450
Dengan pemberian BDD 200 mg/kg secara oral selama 3 hari pada
mencit dapat merangsang aktivitas Cytocrhome P-450, NADPH,
aminopyrin dimethylase dan benzo (a) ptrine hydroxylase.
2. Anti karsinogenik
3. Efek pada lipid peroksidase dan menghambat ikatan CC14 dengan
mikrosom lipid sehingga mencegah kerusakan hati.
Penelitian klinis
Tahun 1980 di Cina penelitian penggunaan BDD pada 328 pasien
hepatitis B kronis pada 10 rumah sakit. Sebanyak 319 orang diberi BDD
50 mg tiga kali sehari selama 3 bulan. Enam puluh tiga orang diberi 100
mg tiga kali sehari selama 3 bulan. Maka nilai SGPT kembali normal
setelah 1,2,3 bulan adalah 79,8%, 81,8%, dan 85%. Sedangkan pada
kontrol grup hanya 17%, 18%, 15%. Jadi perbedaan ini sangat
bermakna (P<0,01). Dari 20 orang yang memiliki bilirubin tinggi maka
16 orang kembali normal. Enam belas pasien dengan AFP yang tinggi
maka 14 orang kembali normal (87,5%). Sebelum pengobatan 30 orang
memiliki albumin yang rendah dan globulin yang tinggi, setelah diberi
BDD 56% kembali normal. Empat pasien hepatitis kronis aktif yang
dibiopsi maka setelah diberi BDD maka degenerasi asidofilik, nekrosis
menjadi berkurang.(5)
Suatu penelitian membandingkan efek BDD dengan glycyrrhizin
pada pasien hepatitis B kronis aktif. Dua puluh empat pasien diberi BDD
25 mg tiga kali sehari selama 8 minggu sedangkan 25 pasien diberi
glycyrrhizin 40 mg infus selama 8 minggu. Ternyata yang mendapat BDD
keberhasilan pengobatan 95,8% sedangkan pada glycyrrhizin hanya 68%
(P<0,01).(32)
19
Penelitian yang membandingkan BDD dengan silimarin. Dua
puluh pasien hepatitis kronis diberi BDD 25 mg tiga kali sehari, dan 20
orang lainnya diberi silimarin 70 mg tiga kali sehari selama 3 bulan.
Ternyata 18 dari 20 orang yang dapat BDD nilai SGOT kembali normal
sedangkan pada silimarin hanya 4 dari 20 yang kembali normal. Jadi
BDD lebih baik dari silimarin
(30).
3.4 LYCIUM BARBARUM
Merupakan tonik yang alami yang terkenal yang berasal dari
pengobatan herbal Cina yang dapat meningkatkan sistim imun.
Farmakologis
1.
Efek pada imunitas yang rendah pada orang tua
Lycium Barbarum diberikan selama 30 hari, 2 kali sehari, terbukti
dapat meningkatkan sistim imun
2.
Efek pada peningkatkan konsentrasi lisozim.
Kemampuan makrofag dalam mengatasi penyakit tergantung pada
konsentrasi lisozim yang terkandung dalam makrofag. Pada penelitian
ternyata setelah pemberian Lycium Barbarum dapat meningkat lisozim.
Menurut penelitian Zhang Baisong pemakaian Lycium barbarum
pada Hepatitis B dapat meningkatkan imun pasien. HbsAg dan HbeAg
dapat menjadi negatif
3.5
(5).
LICOROCE (GLYCYRRHIZA GLABRA)
Licorice
adalah akar tanaman Likoris Glycyrrhizin glabra yang
dikeringkan. Bahan aktif utamanya adalah glycyrrhizin.
Akar likoris ini telah digunakan di Cina sejak abad kedua sebelum
masehi dan di Barat sejak zaman Mesir, Yunani dan Roma.
20
Penelitian laboratorium glycyrrhizin dalam kultur sel mendapatkan
bahwa glycyrrhizin memiliki khasiat anti virus, pada kasus-kasus yang
tidak respon dengan interferon.
Penelitian di Cina dan Jepang dengan menggunakan Licoroce ini
pada penderita hepatitis kronis, dapat menormalkan ALT 64% penderita
di Jepang dan 84,5% di Cina
Suatu
penelitian
(16).
tahun
1997
dan
review
tahun
2002
memperlihatkan manfaat glycyrrhizin dalam pencegahan karsinoma
hepatoselular pada penderita dengan hepatitis kronis.
Penggunaan
glycyrrhizin
sebagai
obat
komplementer
dengan
interferon tidak memperlihatkan hasil yang baik. Penggunaanya dapat
menurunkan nilai transaminase, namun tidak menurunkan jumlah
virus dalam darah, penggunaannya dalam jangka panjang pada
beberapa kasus dapat menurunkan tekanan darah , retensi garam dan
air, edema, deplesi kalsium, keluhan sakit kepala, memperberat asites,
walaupun kejadian ini jarang.(12)
Menurut laporan English Language Journal of Tradisional Chinese
Medicine tahun 1982, 80 orang penderita Hepatitis B kronis yang diberi
Glycyrrhizin selama 3 bulan ternyata sembuh 75%. Hanya sedikit HbsAg
dan HbeAg yang positif. Studi ini mengatakan bahwa serokonversi dapat
dicapai 50% dalam waktu 3 bulan. Kemudian laporan tahun 1991 pada
304 pasien Hepatitis B kronis yang diterapi 2-3 bulan maka 63% HbsAg
dan HbeAg menjadi negatif. Studi ini mengatakan bahwa serokonversi
dapat dicapai 50 % dalam 3 bulan terapi (6).
Pada
penurunan
tahun
ALT
2001
pada
Voin
pasien
Rossum
hepatitis
di
Eropah
kronis
mendapatkan
yang
mendapat
glycyrrhizin.
Sedangkan tahun 2005 Kumada di Cina melaporkan pencegahan
sirosis hati dan kanker hati dengan pengobatan glycyrrhizin pada pasien
hepatitis kronis.(12)
21
Di Indonesia Ali Sulaiman tahun 2002 melaporkan 23 orang
pasien hepatitis B kronis yang tidak respon dengan interferon membaik
dengan menggunakan glycyrrhizin selama 24 minggu, karena cepat
menurunkan ALT dan memperbaiki gambaran histologi hati.(12)
3.7
FORMULA LAIN
Berdasarkan penelitian klinis tahun 1994-1996 di Cina, yang
menggunakan sevent forest salvia dengan kandungan salvia 21%, licorice
16%, hu-chang 16%, schisandra 10%, ligustrum 16%, atractylodes 11%.
selama 12 minggu, 50% terjadi serokonversi HbsAg dan HbeAg.(19)
Suatu penelitian di Australia untuk mengobati hepatitis C kronis
tahun 1999 dengan memakai formula baru di Cina yaitu CH-100
(mengandung 19 macam tumbuhan diantaranya adalah radix salvia,
panax pseudo ginseng, rhizoma curcuma, radix glycyrrhiza) dapat
menurunkan ALT walaupun tanpa viral clearance.
The John Hunter Hospital di Australia tahun 2000 melakukan
penelitian pada hepatitis C kronis dengan memakai tablet yang
mengandung 16 herbal (diantaranya salvia, paeonia, ginseng root)
selama 6 bulan, dapat menurunkan ALT, tidak menimbulkan efek
samping.(31)
Menurut laporan The Chinese Journal of Integrated Traditional and
Western Medicine (1994) dengan memakai formula berikut terjadi
penyembuhan 56%. Formulanya (astralagus 30 gr, salvia 15 gr, red
peony 30 gr, gardenia 15 gr, moutan 15 gr, dandelion 15 gr) dua kali
sehari selama tiga bulan.
Tahun 1995 di Cina terapi herbal dibandingkan dengan interferon
pada hepatitis C kronis, ternyata dari 32 yang diberi terapi herbal maka
4 sembuh dan yang lain mengalami perbaikan. Sedangkan yang diberi
interferon 2 dari 32 orang yang sembuh dan yang lain mengalami
perbaikan
(31).
22
EKSTRAK TIMUS
Timus adalah kelenjer yang termasuk dalam pengaturan sistim
imun tubuh. Produk ektrak timus terdiri dari peptida yang diambil dari
kelenjer timus sapi yang digunakan sebagai suplemen diet. Bahan ini
mempunyai khasiat meningkatan fungsi sistim imun untuk mengobati
penyakit seperti
hepatitis C. Penemuan hasil riset mengisyaratkan
bahan ini untuk hepatitis C tidak bermanfaat. Dalam satu penelitian
bahan timus ini yang mengandung ektrak timus bovin bersama vitamin
pada bahan herbal, mineral dan enzim ternyata satu penderita
dilaporkan mengalami penurunan trombosit .(12)
SHO-SAI-KOTO
Di Jepang obat herbal kombinasi sho-sai-koto telah disetujui
pemerintah digunakan untuk hepatitis, sirosis hati, fibrosis atau kanker
hati. Namun demikan data yang ada tidak terlalu menunjukan hasil
yang siknifikan.(12)
23
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KESIMPULAN
1. Penderita Hepatitis Kronis dapat berkembang menjadi Sirosis hati
dan Kanker hati bila tidak diobati.
2. Pengobatan Hepatitis Kronis yang ada pada saat ini belum optimal
sehingga para ahli mencoba Terapi alternatif seperti Terapi Herbal.
3. Terapi herbal merupakan bagian dari Complementary Alternative
Medicine (CAM)
4. Berdasarkan
penelitian
klinis
Silimarin,
Schisandra,
Biphenyl
Dimethyl Dicarboxylate (BDD), Lycium Barbarum dan Licorice dapat
bermanfaat untuk penyakit Hepatitis kronis.
5. Terapi kombinasi herbal dengan Interferon pada penyakit Hepatitis
kronis dapat meningkatan efektifitas terapi 2 kali lipat.
6. Umumnya terapi herbal tidak menimbulkan efek samping yang nyata.
4.2. SARAN
Perlunya penelitian klinik tentang penggunaan terapi herbal untuk
penderita penyakit Hepatitis kronis.
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
Chu CM. Natural history of chronic hepatitis B virus infection in
adults
with
emphasis
on
the
occurrence
of
cirrhosis
and
hepatocellular carcinoma. J Gastroenterol Hepatol.2000;15:25-30.
2.
Liu JP, Mc Intosh H. Chinese Medicine Herb for Chronic hepatitis B
treatment. The Cochrane Lidrary. 2001 ; 1: 1-3
3.
Merican I,Guan R, Amarapuka D.Chronic hepatitis B virus infection
in Asian countries. J Gastroenterol Hepatol.2000;15:1356-1361.
4.
Lok
ASF,
Mc
Mahon
BJ.
Chronic
Hepatitis
B.
Hepatology.
2007;45:507-519.
5.
Dharmananda S. Chinese Herbal Medicine for Treatment of
Hepatitis B Infection. 2000.
6.
Ali S. Hepatitis Kronik. Dalam Gastroenterologi Hepatologi. Info
Medika, Jakarta. 1990.303-312.
7.
Strader DB, Wright T, Thomas DI, Seeff LB. Diagnosis, Management,
and Treatment of Hepatitis C. Hepatology.2004;39:1147-1153.
8.
Hernomo K. Recent development in the management of chronic HCV
infection
dalam
naskah
lengkap
pendidikan
kedoktera
berkelanjutan IPD.2004: SMF IPD FK UNAIR.2004:102-109.
9.
Basri H, Zubir N, Julius. Gambaran HbsAG dan anti-HCV pada
pekerja
seks
komersil
dikota
Padang,
dalam
Acta
Medika
Indonesia.2003;25:140-143.
10. Huggins C. Chinese herbal studied as hepatitis B treatment
compared to Interferon. Reuters healt.2002.
11. Seeff LB, Lindsay
KL, Bacon B. Complementary and Alternative
Medicine in Chronic Liver Disease. Hepatology.2002;34:1097-1103.
25
12. Sulaiman A, Sulaiman AS. Obat Herbal Pada Penyakit Hati. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Hati.2007;1:627-636.
13. Edzard E. Complementary and Alternative Medicine: examining the
the evidence Community pract.2006;79:333-336.
14. Mc Culloch M, Broffman M, Colford JM. Chinese Herbal Medicine
and Interferon in Treatment of Chronic Hepatitis B: A Meta–Analysis
of Randomized, Controlled Trials. American Journal of Public
Health. 2002;92:1619-1627.
15. Ferrucci LM, Bell BP, Dhotre KB. Complementary and Alternative
Medicine
use
in
chronic
liver
disease
patients.
J.Clin
Gastroenterol.2009;23:1316-1322.
16. Strader DB, Bacon BR, Lindsay KL. Use of Complementary and
Alternative
Medicine
in
patients
with
Liver
diseases.
Am.
J.Gastroenterol. 2004 ;9 : 2391-2397.
17. CAM.Complementary and Alternative Medicines. Updated 2006:1-19
18. Steven B, Tamarin MD. Herbal Therapy. Medscape. 1999.
19. Williams JE. Treatment of Chronic Hepatitis C Virus. An integrated
Approach Using Traditional Chinese Medicine and Acupuntur. 2002.
20. Sjaifoellah N Herbal Medicine di Bidang Penyakit Dalam. Dalam
Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta. 2002; 63-67.
21. Ernst. The role of complementary and alternative medicine. BMJ.
2008; 321:1133-1135
22. Greger JL. Dietary Supplement Use: Consumer Characeristic and
Interest. Journal of Nutrition. 2001 ; 131 : 1339-1343
23. Budihusudo U. Manfaat Terapi Komplementer Alternatif pada
Gangguan Fungsi Hati. Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkembangan
Mutakhir
Ilmu
Penyakit
Dalam.
Acta
Medica
Indonesiana.
2003;35:146-147.
24. WHO. Prevalence of Hepatitis Worldwide. 2003.
26
25. Barnes P, Powell GF, Nahin R. Complementary and Alternative
Medicines use among adults:United States.2004:1-52.
26. Robert G, Batey MD, Salmond BA. Comlementary and Alternative
Medicine in the Treatment of Chronic Liver Disease. Current
Gastroenterology.2005;7:63-70.
27. Mayer KE, Myers RP, Lee SS. Silymarin treatment of viral hepatitis.
Journal of Viral Hepatitis.2005;12:559-567.
28. BPOM RI. Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional,
Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.2005.
29. Fraschini F, Demartini G, Esposti D. Pharmacology of Silymarin.
Clin Drug Invest. 2002;22:51-56.
30. Flora K, Hahn M, Rosen H. Milkthiste (Silybum marianum) for the
therapy of liver disease. Am J Gastroentero.2009;93:139-143.
31. Hancke JL, Burgos RA, ahumada F. Schisandra chinensis. Elsevier.
1999;70:451-471.
32. Dotinga R. Chinese Herbs Show Promice for Hepatitis B Patient.
HON NEWS.2003.
27
28
Download