BAB.I PENDAHULUAN Hepatitis kronis merupakan masalah besar di dunia termasuk Indonesia. Bila seseorang terkena hepatitis kronis dapat berkembang progresif menjadi Sirosis hati dan akhirnya Kanker hati pada 20-30 % kasus. Oleh karena itu penderita hepatitis kronis harus diterapi supaya tidak berlanjut. Penyebab hepatitis kronis yang terbanyak adalah virus hepatitis B dan virus hepatitis C.(1) Menurut WHO lebih dari 2 milyar orang terinfeksi hepatitis B, sekitar 350 juta menjadi kronis dan 75% penderita hepatitis kronis tinggal di Asia. Sedangkan menurut Mc Culloch tahun 2002 penderita hepatitis B kronis di Asia sekitar 262 juta orang (2.3). Di Amerika diperkirakan 1.25 juta orang dengan HbsAg positif lebih dari 6 bulan.(4). Pada tahun 1983 berdasarkan survei yang dilakukan HongKong Medica and Health Departement jumlah populasi yang mengidap hepatitis virus B di Cina adalah 10%, sedangkan menurut data dari Third Teaching Hospital of Zhongsan Medical Collage ( Guangzhou ) adalah 15%, tahun 1997 meningkat menjadi 20% (5). Populasi Indonesia dengan prevalensi HbsAg positif pada penyakit hati kronis 30-35% (6). Infeksi hepatitis C didapatkan diseluruh dunia. Menurut WHO penduduk dunia yang terinfeksi virus hepatitis C sekitar 170 juta orang dan sekitar 90% berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati. Di Amerika berdasarkan Centers for Diseases Control and Prevention diperkirakan lebih dari 2.7 juta orang terinfeksi hepatitis C.(7). Di Cina penderita yang terinfeksi hepatitis C adalah lebih 30 juta jiwa. Di Indonesia prevalensi hepatitis C berkisar 2,5 % - 4 % (8). Dan prevalensi anti-HCV pada 33 orang pekerja seks komersil di kota Padang adalah 9,1 %.(9) Tujuan pengobatan hepatitis kronis adalah mengurangi peradangan hati dengan menghilangkan atau menekan replikasi virus 1 penyebab, sehingga kerusakan hati tidak berlanjut. Sampai saat ini belum ada terapi yang optimal (biaya terapi mahal, efek samping yang serius dan tidak dapat mencegah rekurensi penyakit) maka para ahli mencoba terapi alternatif seperti Terapi Herbal (10). Terapi Herbal adalah pengobatan yang menggunakan bahan yang berasal dari tanaman. Terapi Herbal merupakan bagian dari pengobatan komplementer dan alternatif atau Complementary and Alternative Medicine disingkat CAM. Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine ( NCCAM ) mendefinisikan CAM sebagai cara pengobatan yang konvensional.(11,12). komplementer tidak dikategorikan sebagai pengobatan perbedaan antara pengobatan dimana pengobatan Terdapat dan pengobatan alternatif, komplementer digunakan bersama pengobatan konvensional, sedangkan pengobatan alternatif digunakan sebagai pengganti pengobatan konvensional.(13) Di Amerika Serikat tahun 1997 diperkirakan 34 % masyarakatnya menggunakan CAM dan 12 % diantaranya menggunakan terapi herbal.(14) dan tahun 1999-2001 dari 1040 orang, 284 orang (27,3%) menggunakan CAM dan 175 orang (16,6%) yang menggunakan terapi herbal.(15) Tahun 2002 penelitian Dr.Strader dari 989 pasien diklinik hati AS 39 % menggunakan CAM, 21 % menggunakan terapi herbal.(16.17) Di Jepang lebih 40% tenaga medis menerapkan terapi herbal Cina untuk pasiennya. Bahkan dikatakan terapi ini lebih efektif dibandingkan terapi negara barat untuk penyakit ini (5). Penelitian klinis di Cina selama 20 tahun tentang penggunaan terapi herbal ini dapat menurunkan enzim hati ( ALT ) dan serokonversi HbsAg (+) atau HbeAg (+) menjadi negatif serta mengurangi keluhan pasien. (5) Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of California, Berkeley menyatakan dengan menggunakan terapi herbal di Cina yang 2 dikombinasikan dengan Interferon-alfa akan menghasilkan efektifitas 2 kali lebih baik jika dibandingkan dengan hanya menggunakaan Interferon saja pada pengobatan Hepatitis B kronis (18). Tanamly tahun 2004 melaporkan dari delapan penelitian yang dilakukan di Cina membandingkan pada 628 penggunakan pasien terapi hepatitis herbal kronis kombinasi yang dengan Interferon alfa terhadap Interferon alfa saja ternyata dengan kombinasi terdapat hasil lebih bermakna dalam meningkatkan clearance serum HbeAg, HbsAg dan HBV DNA (19). Dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia dan bertambah banyaknya rakyat yang tergolong miskin maka makin banyak penduduk yang menggunakan pengobatan alternatif (20). Motivasi penggunaan terapi alternatif adalah merasa lebih efektif, merasa aman, tidak invasif, dapat diterima, menyenangkan tidak begitu mahal dan pengalaman terapi (21). Walaupun makin meluasnya penggunaan terapi herbal ini untuk hepatitis kronis namun Food and Drug Administration ( FDA ) belum mengatur produk ini baik kualitas, manfaat, potensi, efek samping dan keamanannya. Para peneliti saat ini telah mulai juga mengembangkan Modern Chinese Medicine ( MCM ) yang merupakan gabungan Traditional Chinese Medicine (TCM) dengan tanaman herbal dari negara barat (22) 3 BAB II PERKEMBANGAN TERAPI HERBAL 2.1. PERKEMBANGAN TERAPI HERBAL DIDUNIA WHO memperkirakan sekitar 4 milyar orang, atau sekitar 80 % penduduk dunia pada saat ini memakai obat untuk berbagai aspek kesehatan dan penyakitnya. Menurut WHO obat-obat farmasi yang berasal dari 119 jenis tanaman, sekitar 74 % dipergunakan dalam pengobatan modern. Di Amerika sekitar 25 % obat yang diresepkan berisi sedikitnya satu bahan aktif yang berasal dari tanaman. Beberapa berasal dari ekstrak murni sedangkan sebagian lainnya hasil sintesis yang mirip dari bahan asalnya. Penggunaan obat herbal untuk penyakit hati sudah dikenal sejak lama. Pada abad ke 21 terdapat perubahan paradigma dimana adanya upaya untuk pemakaian obat herbal bersama pengobatan konvensional dalam pengobatan penyakit secara umum dan penyakit hati. Walaupun dikenal ratusan obat herbal untuk penyakit hati namun ternyata hanya 4 jenis tanaman saja yang telah diteliti diantaranya adalah: Sylibum marianum, Glycyrrhizin glabra, Picorrhiza kuroa, Pyllanthus amarus telah terbukti mempunyai khasiat antiviral hepatitis B dan C, berkhasiat hepatoprotektor yaitu zat yang dapat melindungi sel hati dari kerusakan dan sebagai imunomodulator yaitu zat yang dapat memodulasi sistim imun. Dengan menggunakan obat herbal dapat menekan virus hepatitis, menormalkan peningkatan enzim hati, menyembuhkan peradangan hati meningkatkan imunitas, mencegah fibrosis dan mengurangi kerusakan sel hati dengan mengeluarkan racun dalam tubuh.(12) 4 Hepatitis kronis merupakan masalah besar didunia termasuk Indonesia. Bila seseorang terkena hepatitis kronis dapat berkembang progresif menjadi Sirosis hati dan akhirnya Kanker hati pada 20-30 % kasus. Oleh karena itu penderita hepatitis kronis harus diterapi supaya tidak berlanjut. Penyebab hepatitis kronis yang terbanyak adalah virus hepatitis B dan virus hepatitis C.(1) Gambar 1. Progresivitas Infeksi Hepatitis B Kronik(23) Gangguan fungsi hati terpenting pada tahap prasirotik adalah peningkatan enzim transaminase hati terutama ALT serum. Tingginya kadar ALT menggambarkan berat ringannya proses nekroinflamasi. Bila pasien hepatitis kronik tidak diterapi maka proses nekroinflamasi terus berlangsung dan akhirnya terjadi fibrosis dan sirosis yang kemudian dapat berlanjut menjadi kanker hati.(23) 5 Menurut WHO lebih dari 2 milyar orang terinfeksi hepatitis B, sekitar 350 juta menjadi kronis dan 75% penderita hepatitis kronis tinggal di Asia.(2.3) Sedangkan menurut Mc Culloch tahun 2002 penderita hepatitis B kronis di Asia sekitar 262 juta orang (2.3). Di Amerika diperkirakan 1.25 juta orang dengan HbsAG positif lebih dari 6 bulan.(4). Gambar 2. Prevalensi Hepatitis B didunia tahun 2002 (24) Di Indonesia 4,6 % populasi dengan HbsAg positif, di Thailand 6%8% populasi dengan HbsAg positif, Singapura 4,5%, Malaisia 5,2% dan di Taiwan 75%-80% pasien penyakit hati kronik dengan HbsAg positif, sedangkan di Cina 73% pasien hepatitis kronik, 78% diantaranya dengan sirosis hati dan 71% dengan kanker hati.(3.24) 6 Menurut WHO penduduk dunia yang terinfeksi virus hepatitis C sekitar 170 juta orang dan sekitar 90% berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati. (7). Gambar 3. Prevalensi Hepatitis C didunia tahun 1999 Keterangan gambar : - Very High - High (24) : Prevalensi > 5% : Prevalensi 2,5% - 5% - Intermediate : Prevalensi 1%-2,5% - Low : Prevalensi <1% Prevalensi hepatitis C yang tertinggi adalah di Afrika, Asia dan Mesir, dengan prevalensi lebih dari 20 %.(24) 7 Terapi herbal merupakan pengobatan dengan memakai bahan yang berasal dari tanaman. Pengobatan herbal merupakan bagian dari Complementary And Alternative Medicine merupakan salah satu pengobatan tertua. (CAM). Pengobatan ini (12) CAM sudah banyak dikenal didunia. Profesor Richard dawkins seorang Profesor mengemukakan Public bahwa Understanding pengobatan di alternatif Universitas adalah satu Oxford cara pengobatan yang tidak bisa diukur.(12) Pengobatan herbal ini kebanyakan belum diteliti manfaatnya atau keamanannya secara ilmiah. Bahan-bahan yang sudah diteliti dan ternyata berkhasiat akan diterima sebagai pengobatan konvensional. Sebaliknya jika ternyata terbukti tidak efektif dan hanya mempunyai efek plasebo saja atau bahkan diketahui terdapatnya efek samping, maka tidak akan digunakan lagi. Penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif meningkat dengan tajam dibanyak negara maju. Suatu survei di Amerika selama 7 tahun (1990-1997) memperlihatkan terjadinya peningkatan yang siknifikan penggunaan pengobatan alternatif dari 34 % dalam tahun 1990 menjadi 42 % dalam tahun 1997. Jika dihitung dengan uang pengeluaran biaya pengobatan alternatif dalam tahun 1997 ini besarnya sekitar 27 milyar dolar dan kira-kira sebanding dengan pemakaian obat secara konvensional pada tahun yang sama. Yang meningkat sangat menyolok dari obat-obat alternatif ini adalah penggunaan obat-obat herbal sebesar 5.4 milyar dolar suatu peningkatan 4 kali lipat sejak tahun 1990.(12) Di Amerika diperkirakan penggunaan CAM menghabiskan 1.8 milyar USD pertahun sedangkan di Jerman sekitar 180 juta USD dibelanjakan untuk satu macam preparat herbal Silimarin untuk pengobatan penyakit hati. Di Jepang sejak obat tradisional Jepang (Kampo) boleh digunakan oleh Sistim Ansuransi Kesehatan Nasional tahun 1976, 77% dokter Jepang selama tahun 1993 menggunakan Kampo bersama dengan obat konvensional.(23) 8 Diantara pengguna obat tersebut ternyata banyak para penderita penyakit hati. Hal ini diakui oleh para Hepatolog di Amerika Serikat. Di Inggris pada tahun 1998 sekitar 20 % orang dewasa telah mempergunakan pengobatan alternatif dan komplementer .(12) Salah satu alasan mengapa terjadi kecendrungan kenaikan penggunaan obat herbal adalah karena para penderita kurang puas dengan hasil pengobatan konvensional, hal ini terungkap dalam 1 survei di Amerika Serikat tahun 1997 pada penderita penyakit hati dimana banyak diantara mereka ternyata memakai terapi herbal juga bersama obat-obat konvensional yang diberikan oleh para dokternya.(25) Suatu survei di Amerika tentang alasan orang menggunakan CAM: 1. Kombinasi terapi konvensional dengan CAM lebih baik (54,9%) 2. Tertarik untuk mencoba CAM (50,1%) 3. Terapi konvensional tidak memuaskan (27,7%) 4. Dianjurkan oleh dokter (25,8) 5. Terapi konvensional terlalu mahal (13,2%) Gambar 4. Alasan orang menggunakan CAM (25) 9 Sistim pengobatan herbal di Cina berbeda dengan cara yang dilaksanakan di Barat. Salah satu perbedaan yang nyata adalah bahwa penggunaan obat herbal di Barat memfokuskan kepada satu macam bahan saja, sedangkan pada penggunaan obat tradisional Cina terdiri dari kombinasi beberapa bahan. Pengobatan dengan kombinasi herbal ini dimaksudkan bukan untuk mengobati simptom spesifik yang disebabkan oleh penyakit, namun mengobati secara keseluruhan individu atau boleh dikatakan suatu pendekatan holistik, sehingga cara pengobatan traditional Cina lebih sulit digunakan dibandingkan dengan penggunaan herbal dinegara barat. Pengobatan traditional cina banyak dilakukan di Asia dengan menggunakan kedua versi tersebut.(12) CAM meningkat penggunaannya, dan diperkirakan separoh masyarakat Australia menggunakannya dengan pengeluaran 2.3 milyar pada tahun 2000. Sedangkan di AS terjadi peningkatan dari 33.8 % tahun 1993 menjadi 42.1 % tahun 1997 dan menghabiskan 14-21 milyar pada tahun yang sama. Di Jerman lebih dari 65 % pasien menggunakan terapi herbal.(26) sedangkan di California diperkirakan penggunaan terapi herbal untuk penyakit hati kronik menjadi 80 %.(27) 2.2. PERKEMBANGAN TERAPI HERBAL DI INDONESIA Di Indonesia obat traditional tertua yang banyak dikonsumsi oleh penduduk adalah jamu, yang berasal dari Jawa. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri dan 31,7 % menggunakan obat tradisional.(28) Penggunaan obat tradisional meningkat dari 19,9 % tahun 1980 menjadi 31,7 % tahun 2001 dan 32,8% tahun 2004. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2005 Obat herbal di Indonesia dibagi dalam tiga kategori : Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. 10 Tabel 1. PENGELOMPOKAN OBAT HERBAL DI INDONESIA (28) JAMU : Harus memenuhi kriteria 1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris. 3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. OBAT HERBAL TERSTANDAR : Harus memenuhi kriteria 1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik 3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi, memenuhi persyaratan mutu FITOFARMAKA : Harus memenuhi kriteria 1. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. 2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinis 3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Pada saat ini yang termasuk Fitofarmaka di Indonesia ada 5 yaitu Nodia, Rheumaneer, Stimuno, Tensigard Agromed, dan X-Gra. Sekitar 17 produk Obat Herbal Terstandar yang telah diregistrasi oleh BPOM antara lain: Diabmeneer, Diapet, Fitogaster, Fitolac, Kiranti sehat datang bulan, kuat segar, Lelap dll. Perkembangan obat herbal dari jamu ke Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka berjalan sangat lambat. Riset pengembangan dilaksanakan oleh universitas/institusi pemerintah lainnya. (12) 11 BAB III TERAPI HERBAL PADA HEPATITIS KRONIS Terapi herbal untuk mengobati hepatitis kronis sudah dimulai di Cina sejak ratusan tahun lalu. Kemudian tahun 1950-an digalakkan kembali oleh pemerintahnya karena ketidak mampuan rakyat dalam masalah sosial ekonomi untuk menggunakan pengobatan barat. Untuk pengobatan penyakit hepatitis kronis tanaman yang sering dipakai adalah : 3.1 SILIMARIN Merupakan komponen flavonoid aktif dari Silybum marianum, termasuk famili hepatoprotektor. benzo gamma-pyrones. Mekanismenya kerja Zat ini masih tercatat sedikit sebagai dimengerti. Sebenarnya zat ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti di Eropah, Obat ini di Eropah sudah dipakai lebih dari 15 tahun untuk terapi penyakit hati, sekarang banyak dipakai di Amerika.(29). Farmakologis Preparat ini dapat diberikan secara oral kemudian absorbsi baik oleh usus. Metabolitnya diekresi ke empedu dan saluran enterohepatik. Toksisitasnya sangat rendah. Mekanisme kerjanya : 1. Sebagai antioksidan dan mengatur proses intraseluler . 2. Menstabilkan membran sel dan mengatur permeabilitas yang mencegah agen hepatotoksik masuk ke dalam sel hepar. 3. Merangsang regenerasi sel hati. 4. Sebagai penghambat perubahan sel stelata hepatosit menjadi miofibroblas, yang merupakan proses pembentukan serat kolagen untuk menimbulkan sirosis. 12 Silimarin secara umum aman digunakan, walaupun kadangkadang dapat menimbulkan reaksi alergi. Efek samping yang sering adalah efek laksansia, mual, kembung, artralgia, pruritus, sakit kepala dan urtikaria. Mekanisme kerja silimarin adalah sebagai antioksidan dengan meningkatkan superoxid dismutase dan juga menstabilkan struktur membran hepatosit.(27) Peneliti klinis Penelitian klinis pada penderita hepatitis toksik dan sirosis hati yang disebabkan oleh obat-obat psikotropik dan alkohol yang diberi silimarin dengan dosis 280-800 mg memperlihatkan zat ini dapat memperbaiki enzim hati. Menurut Flora 1971 memberikan silimarin 560 mg/hari selama 8 minggu pada 2637 pasien hepatitis kronis, maka pada 63% hilangnya keluhan subjektif, AST menururn sampai 36% ALT sampai 34% dan GGT sampai 46%. Lebih lanjut peneliti menyatakan hilangnya hepatomegali secara palpasi.(30) Pada penelitian kedua dilakukan pada pasien hepatitis kronis dengan atau tanpa sirosis yang diberi silimarin 3-12 bulan. Ternyata tidak memperbaiki fungsi hati. Tetapi secara histologis memperbaiki inflamasi portal, parenkim dan nekrosis. Pada penelitian klinis dosis silimarin yang digunakan adalah 280800 mg. Dosis yang dianjurkan adalah 140 mg silimarin ( 200 mg dari ekstrak ) tiga kali sehari. Dosis tinggi ( 1500 mg/hari ) memberikan efek laxative untuk meningkatkan aliran empedu. 13 Ada beberapa penelitian mengenai silimarin pada manusia. Namun penelitian tersebut umumnya kecil jumlahnya dan kebanyakan untuk penyakit hati dan tidak khusus untuk penyakit hepatitis C. Hasilnya masih kontradiktif, ada yang positif dan ada yang negatif. Penelitian tahun 2001 terhadap silimarin untuk penyakit hati menghasilkan penilaian bahwa obat tersebut bersifat aman.(12) Tabel 2. Penelitian penggunaan Silimarin pada Hepatitis Kronis (27) 14 Tabel 3. Kader enzim hati pasien hepatitis kronis sebelum dan sesudah terapi silimarin dan plasebo.(27) Dari beberapa penelitian yang menggunakan Silimarin tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Silimarin dapat menurunkan serum transaminase pada pasien hepatitis kronik, tapi tidak mempengaruhi viral load dan histologi hati.(27) Sedangkan penelitian Kiesewetter tahun 1977 pada 36 pasien hepatitis kronik yang diberi silimarin 420 mg, tiga kali sehari selama 12 bulan, tidak ada perbedaan enzim hati antara yang mendapat silimarin dengan kontrol, tapi terdapat perbaikan histologi hati.(27 15 3.2. SCHISANDRA Schisandra dari ekstrak buah-buahan, merupakan spesies dari Fruktus schisandrin yang digunakan dalam pengobatan traditional Cina dan pengobatan Kampo obat traditional Jepang. Terdapat beberapa spesies tanaman yang digunakan termasuk Schisandra chinensis, ditemukan di Cina, Timur Utara dan Korea. Hasil penelitian bahan tersebut mempunyai efek perlindungan pada hati, dan efek antioksidan. Sebagai contoh dalam formula herbal TJ-108 dipergunakan dalam Kampo. Dalam penelitian terbatas dalam jumlah kecil TJ-108 mempunyai efek antiviral. Belum ada laporan mengenai efektifitas dan keamanan schisandra sendiri dalam penggobatan hepatitis C. Schisandra dikategorikan aman. Pada beberapa penderita menimbulkan rasa panas didada, menurunkan nafsu makan, sakit lambung atau reaksi alergi rash dikulit.(31) Derivat schisandra chinensis Deoxyschisandrin, Gomisin M2, Schisandrin, Dimethylgomisin J, Schisandrin C, Gomisin N, GomisinO, Gomisin Q, Gomisin B, Gomisin C, Gomisin H, Gomisin A, Gomisin J, Gomisin G, Gomisin L1, Gomisin L2 Gomosin K1, Gomisin K2, Gomisin K3 Schisandrin B, Gomisin L1 Banyak laporan yang menyatakan bahwa S.chinesis efektif melindungi hati. Pada binatang percobaan aktivitas Glutamic Piruvic Transamine (GPT) yang dirangsang oleh zat-zat hepatoksik seperti carbon tetrachloride (CC14), parasetamol, thiasetamide, dan ethinylestaridol 3 cyclopentylether terjadi penurunan setelah pemberian secara oral ekstrak etanal dari ekstrak alkohol S. chinesis. 16 Dengan pemberian gosimin B 50 mg/kg. po, gosimin A 50 mg/kg po. Schisandrin C 50-100 mg/kg po, schisandrine B 50-100 mg/kg po, deoxyschisandrin 200 mg/kg po, dapat mencegah peningkatan SGPT dan perubahan morfologis dari sel hepar seperti inflamasi, infiltrasi, dan nekrosis sel hati yang dirangsang oleh CC14. Pemberian Gosimin A 50 mg/kg po, dapat mencegah peningkatan SGPT dan SGOT dan nekrosis sel hati yang disebabkan oleh parasetamol. Efek hepatoprotektor dari deoxyschisandrin, schisandrin v, schisandrin c, gomisin a, dan schisandrin adalah dengan menghambat efek CC14 untuk merangsang lipid peroksidase dan menghambat ikatan metabolit CC14 dengan lipid mikrosom sel hati. Schisandrin B, schisanhenol, dan gomisin A dapat meningkatkan stabilitas membran sel hepatosit pada keadaan stress oksidatif dan kerusakan sel hati karena proses imunologis. Pada pemeriksaan ultra struktur sel hati dengan menggunakan transmission electron microscope terdapat peningkatan retikulum endoplasma halus dan kasar pada kelompok yang menerima gomisin A 100-300 mg/kg/hari. Gomisin A mempercepat proliferasi hepatosit, pemulihan fungsi hati dan peningkatan aliran darah hati. Gomisin A 100 mg/kg p.o perhari selama 14 hari meningkatkan pertumbuhan hepatosit setelah mitosis selama regenerasi parsial sel hati tikus yang mengalami reseksi parsial. (5) Efek antioksidan dan efek detoksifikasi. Efek antioksidan Schisandra Chinesis pada percobaan invitro, yaitu dengan perangsangan enzim antioksidatif yang menghambat lipid peroksidase. Pada konsentrasi 1 mM schisanhenol, schisandrin C dan schisandrin B memperlihatkan efek yang lebih poten dari vitamin E. 17 Efek anti karsinogenik Efek anti karsinogenik ini terdapat pada 3methyl 4 dimethylaminoazobenzene (3MeDAP). Pemberian Gomisin A 30 mg/kg per hari selama 5 minggu secara nyata menghambat Glutathione STransfarase Plasental form (GST-P) yang merupakan pertanda enzim preneoplasma. Penelitian Klinis Penelitian klinis pada 107 penderita Hepatitis B kronis yang diberi 20 mg Schisandrin tiga kali sehari. Setelah 16-24 minggu pengobatan maka 73 penderita terjadi penurunan SGPT menjadi normal dan efektivitas pengobatan 68,2%. Rata-rata penurunan SGOT terjadi setelah 4 minggu pengobatan. Sedangkan pada grup kontrol hanya 44% SGPT normal dalam 8 minggu Tidak ditemukan efek samping yang serius. Penelitian pada 4.558 pasien yang diberi schisandrin B dan C ternyata dapat menormalkan 75% pasien dalam waktu 2-3 bulan. (10). Tahun 1970 Cina menggunakan Schisandra untuk terapi hepatitis dapat menurunkan SGPT. Dan 1989 dilaporkan lebih 5.000 kasus dengan berbagai variasi hepatitis telah diobati dengan menggunakan Schisandra, dimana terjadi penurunan enzim hati, yaitu nilai SGPT kembali normal pada 75% pasien setelah 20 hari pengobatan 3.3 Biphenyl Dimethyl Dicarboxylate (BDD) (12). (5). Merupakan analog dari schisandrin C yang merupakan komponen yang diisolasi dari Fructus schisandra. Saat ini sudah tersebar ke banyak negara. 18 Mekanisme kerjanya Biphenyl Dimethyl Dicarboxylate (BDD) adalah: 1. Merangsang cytochrome P-450 Dengan pemberian BDD 200 mg/kg secara oral selama 3 hari pada mencit dapat merangsang aktivitas Cytocrhome P-450, NADPH, aminopyrin dimethylase dan benzo (a) ptrine hydroxylase. 2. Anti karsinogenik 3. Efek pada lipid peroksidase dan menghambat ikatan CC14 dengan mikrosom lipid sehingga mencegah kerusakan hati. Penelitian klinis Tahun 1980 di Cina penelitian penggunaan BDD pada 328 pasien hepatitis B kronis pada 10 rumah sakit. Sebanyak 319 orang diberi BDD 50 mg tiga kali sehari selama 3 bulan. Enam puluh tiga orang diberi 100 mg tiga kali sehari selama 3 bulan. Maka nilai SGPT kembali normal setelah 1,2,3 bulan adalah 79,8%, 81,8%, dan 85%. Sedangkan pada kontrol grup hanya 17%, 18%, 15%. Jadi perbedaan ini sangat bermakna (P<0,01). Dari 20 orang yang memiliki bilirubin tinggi maka 16 orang kembali normal. Enam belas pasien dengan AFP yang tinggi maka 14 orang kembali normal (87,5%). Sebelum pengobatan 30 orang memiliki albumin yang rendah dan globulin yang tinggi, setelah diberi BDD 56% kembali normal. Empat pasien hepatitis kronis aktif yang dibiopsi maka setelah diberi BDD maka degenerasi asidofilik, nekrosis menjadi berkurang.(5) Suatu penelitian membandingkan efek BDD dengan glycyrrhizin pada pasien hepatitis B kronis aktif. Dua puluh empat pasien diberi BDD 25 mg tiga kali sehari selama 8 minggu sedangkan 25 pasien diberi glycyrrhizin 40 mg infus selama 8 minggu. Ternyata yang mendapat BDD keberhasilan pengobatan 95,8% sedangkan pada glycyrrhizin hanya 68% (P<0,01).(32) 19 Penelitian yang membandingkan BDD dengan silimarin. Dua puluh pasien hepatitis kronis diberi BDD 25 mg tiga kali sehari, dan 20 orang lainnya diberi silimarin 70 mg tiga kali sehari selama 3 bulan. Ternyata 18 dari 20 orang yang dapat BDD nilai SGOT kembali normal sedangkan pada silimarin hanya 4 dari 20 yang kembali normal. Jadi BDD lebih baik dari silimarin (30). 3.4 LYCIUM BARBARUM Merupakan tonik yang alami yang terkenal yang berasal dari pengobatan herbal Cina yang dapat meningkatkan sistim imun. Farmakologis 1. Efek pada imunitas yang rendah pada orang tua Lycium Barbarum diberikan selama 30 hari, 2 kali sehari, terbukti dapat meningkatkan sistim imun 2. Efek pada peningkatkan konsentrasi lisozim. Kemampuan makrofag dalam mengatasi penyakit tergantung pada konsentrasi lisozim yang terkandung dalam makrofag. Pada penelitian ternyata setelah pemberian Lycium Barbarum dapat meningkat lisozim. Menurut penelitian Zhang Baisong pemakaian Lycium barbarum pada Hepatitis B dapat meningkatkan imun pasien. HbsAg dan HbeAg dapat menjadi negatif 3.5 (5). LICOROCE (GLYCYRRHIZA GLABRA) Licorice adalah akar tanaman Likoris Glycyrrhizin glabra yang dikeringkan. Bahan aktif utamanya adalah glycyrrhizin. Akar likoris ini telah digunakan di Cina sejak abad kedua sebelum masehi dan di Barat sejak zaman Mesir, Yunani dan Roma. 20 Penelitian laboratorium glycyrrhizin dalam kultur sel mendapatkan bahwa glycyrrhizin memiliki khasiat anti virus, pada kasus-kasus yang tidak respon dengan interferon. Penelitian di Cina dan Jepang dengan menggunakan Licoroce ini pada penderita hepatitis kronis, dapat menormalkan ALT 64% penderita di Jepang dan 84,5% di Cina Suatu penelitian (16). tahun 1997 dan review tahun 2002 memperlihatkan manfaat glycyrrhizin dalam pencegahan karsinoma hepatoselular pada penderita dengan hepatitis kronis. Penggunaan glycyrrhizin sebagai obat komplementer dengan interferon tidak memperlihatkan hasil yang baik. Penggunaanya dapat menurunkan nilai transaminase, namun tidak menurunkan jumlah virus dalam darah, penggunaannya dalam jangka panjang pada beberapa kasus dapat menurunkan tekanan darah , retensi garam dan air, edema, deplesi kalsium, keluhan sakit kepala, memperberat asites, walaupun kejadian ini jarang.(12) Menurut laporan English Language Journal of Tradisional Chinese Medicine tahun 1982, 80 orang penderita Hepatitis B kronis yang diberi Glycyrrhizin selama 3 bulan ternyata sembuh 75%. Hanya sedikit HbsAg dan HbeAg yang positif. Studi ini mengatakan bahwa serokonversi dapat dicapai 50% dalam waktu 3 bulan. Kemudian laporan tahun 1991 pada 304 pasien Hepatitis B kronis yang diterapi 2-3 bulan maka 63% HbsAg dan HbeAg menjadi negatif. Studi ini mengatakan bahwa serokonversi dapat dicapai 50 % dalam 3 bulan terapi (6). Pada penurunan tahun ALT 2001 pada Voin pasien Rossum hepatitis di Eropah kronis mendapatkan yang mendapat glycyrrhizin. Sedangkan tahun 2005 Kumada di Cina melaporkan pencegahan sirosis hati dan kanker hati dengan pengobatan glycyrrhizin pada pasien hepatitis kronis.(12) 21 Di Indonesia Ali Sulaiman tahun 2002 melaporkan 23 orang pasien hepatitis B kronis yang tidak respon dengan interferon membaik dengan menggunakan glycyrrhizin selama 24 minggu, karena cepat menurunkan ALT dan memperbaiki gambaran histologi hati.(12) 3.7 FORMULA LAIN Berdasarkan penelitian klinis tahun 1994-1996 di Cina, yang menggunakan sevent forest salvia dengan kandungan salvia 21%, licorice 16%, hu-chang 16%, schisandra 10%, ligustrum 16%, atractylodes 11%. selama 12 minggu, 50% terjadi serokonversi HbsAg dan HbeAg.(19) Suatu penelitian di Australia untuk mengobati hepatitis C kronis tahun 1999 dengan memakai formula baru di Cina yaitu CH-100 (mengandung 19 macam tumbuhan diantaranya adalah radix salvia, panax pseudo ginseng, rhizoma curcuma, radix glycyrrhiza) dapat menurunkan ALT walaupun tanpa viral clearance. The John Hunter Hospital di Australia tahun 2000 melakukan penelitian pada hepatitis C kronis dengan memakai tablet yang mengandung 16 herbal (diantaranya salvia, paeonia, ginseng root) selama 6 bulan, dapat menurunkan ALT, tidak menimbulkan efek samping.(31) Menurut laporan The Chinese Journal of Integrated Traditional and Western Medicine (1994) dengan memakai formula berikut terjadi penyembuhan 56%. Formulanya (astralagus 30 gr, salvia 15 gr, red peony 30 gr, gardenia 15 gr, moutan 15 gr, dandelion 15 gr) dua kali sehari selama tiga bulan. Tahun 1995 di Cina terapi herbal dibandingkan dengan interferon pada hepatitis C kronis, ternyata dari 32 yang diberi terapi herbal maka 4 sembuh dan yang lain mengalami perbaikan. Sedangkan yang diberi interferon 2 dari 32 orang yang sembuh dan yang lain mengalami perbaikan (31). 22 EKSTRAK TIMUS Timus adalah kelenjer yang termasuk dalam pengaturan sistim imun tubuh. Produk ektrak timus terdiri dari peptida yang diambil dari kelenjer timus sapi yang digunakan sebagai suplemen diet. Bahan ini mempunyai khasiat meningkatan fungsi sistim imun untuk mengobati penyakit seperti hepatitis C. Penemuan hasil riset mengisyaratkan bahan ini untuk hepatitis C tidak bermanfaat. Dalam satu penelitian bahan timus ini yang mengandung ektrak timus bovin bersama vitamin pada bahan herbal, mineral dan enzim ternyata satu penderita dilaporkan mengalami penurunan trombosit .(12) SHO-SAI-KOTO Di Jepang obat herbal kombinasi sho-sai-koto telah disetujui pemerintah digunakan untuk hepatitis, sirosis hati, fibrosis atau kanker hati. Namun demikan data yang ada tidak terlalu menunjukan hasil yang siknifikan.(12) 23 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. KESIMPULAN 1. Penderita Hepatitis Kronis dapat berkembang menjadi Sirosis hati dan Kanker hati bila tidak diobati. 2. Pengobatan Hepatitis Kronis yang ada pada saat ini belum optimal sehingga para ahli mencoba Terapi alternatif seperti Terapi Herbal. 3. Terapi herbal merupakan bagian dari Complementary Alternative Medicine (CAM) 4. Berdasarkan penelitian klinis Silimarin, Schisandra, Biphenyl Dimethyl Dicarboxylate (BDD), Lycium Barbarum dan Licorice dapat bermanfaat untuk penyakit Hepatitis kronis. 5. Terapi kombinasi herbal dengan Interferon pada penyakit Hepatitis kronis dapat meningkatan efektifitas terapi 2 kali lipat. 6. Umumnya terapi herbal tidak menimbulkan efek samping yang nyata. 4.2. SARAN Perlunya penelitian klinik tentang penggunaan terapi herbal untuk penderita penyakit Hepatitis kronis. 24 DAFTAR PUSTAKA 1. Chu CM. Natural history of chronic hepatitis B virus infection in adults with emphasis on the occurrence of cirrhosis and hepatocellular carcinoma. J Gastroenterol Hepatol.2000;15:25-30. 2. Liu JP, Mc Intosh H. Chinese Medicine Herb for Chronic hepatitis B treatment. The Cochrane Lidrary. 2001 ; 1: 1-3 3. Merican I,Guan R, Amarapuka D.Chronic hepatitis B virus infection in Asian countries. J Gastroenterol Hepatol.2000;15:1356-1361. 4. Lok ASF, Mc Mahon BJ. Chronic Hepatitis B. Hepatology. 2007;45:507-519. 5. Dharmananda S. Chinese Herbal Medicine for Treatment of Hepatitis B Infection. 2000. 6. Ali S. Hepatitis Kronik. Dalam Gastroenterologi Hepatologi. Info Medika, Jakarta. 1990.303-312. 7. Strader DB, Wright T, Thomas DI, Seeff LB. Diagnosis, Management, and Treatment of Hepatitis C. Hepatology.2004;39:1147-1153. 8. Hernomo K. Recent development in the management of chronic HCV infection dalam naskah lengkap pendidikan kedoktera berkelanjutan IPD.2004: SMF IPD FK UNAIR.2004:102-109. 9. Basri H, Zubir N, Julius. Gambaran HbsAG dan anti-HCV pada pekerja seks komersil dikota Padang, dalam Acta Medika Indonesia.2003;25:140-143. 10. Huggins C. Chinese herbal studied as hepatitis B treatment compared to Interferon. Reuters healt.2002. 11. Seeff LB, Lindsay KL, Bacon B. Complementary and Alternative Medicine in Chronic Liver Disease. Hepatology.2002;34:1097-1103. 25 12. Sulaiman A, Sulaiman AS. Obat Herbal Pada Penyakit Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.2007;1:627-636. 13. Edzard E. Complementary and Alternative Medicine: examining the the evidence Community pract.2006;79:333-336. 14. Mc Culloch M, Broffman M, Colford JM. Chinese Herbal Medicine and Interferon in Treatment of Chronic Hepatitis B: A Meta–Analysis of Randomized, Controlled Trials. American Journal of Public Health. 2002;92:1619-1627. 15. Ferrucci LM, Bell BP, Dhotre KB. Complementary and Alternative Medicine use in chronic liver disease patients. J.Clin Gastroenterol.2009;23:1316-1322. 16. Strader DB, Bacon BR, Lindsay KL. Use of Complementary and Alternative Medicine in patients with Liver diseases. Am. J.Gastroenterol. 2004 ;9 : 2391-2397. 17. CAM.Complementary and Alternative Medicines. Updated 2006:1-19 18. Steven B, Tamarin MD. Herbal Therapy. Medscape. 1999. 19. Williams JE. Treatment of Chronic Hepatitis C Virus. An integrated Approach Using Traditional Chinese Medicine and Acupuntur. 2002. 20. Sjaifoellah N Herbal Medicine di Bidang Penyakit Dalam. Dalam Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta. 2002; 63-67. 21. Ernst. The role of complementary and alternative medicine. BMJ. 2008; 321:1133-1135 22. Greger JL. Dietary Supplement Use: Consumer Characeristic and Interest. Journal of Nutrition. 2001 ; 131 : 1339-1343 23. Budihusudo U. Manfaat Terapi Komplementer Alternatif pada Gangguan Fungsi Hati. Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkembangan Mutakhir Ilmu Penyakit Dalam. Acta Medica Indonesiana. 2003;35:146-147. 24. WHO. Prevalence of Hepatitis Worldwide. 2003. 26 25. Barnes P, Powell GF, Nahin R. Complementary and Alternative Medicines use among adults:United States.2004:1-52. 26. Robert G, Batey MD, Salmond BA. Comlementary and Alternative Medicine in the Treatment of Chronic Liver Disease. Current Gastroenterology.2005;7:63-70. 27. Mayer KE, Myers RP, Lee SS. Silymarin treatment of viral hepatitis. Journal of Viral Hepatitis.2005;12:559-567. 28. BPOM RI. Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.2005. 29. Fraschini F, Demartini G, Esposti D. Pharmacology of Silymarin. Clin Drug Invest. 2002;22:51-56. 30. Flora K, Hahn M, Rosen H. Milkthiste (Silybum marianum) for the therapy of liver disease. Am J Gastroentero.2009;93:139-143. 31. Hancke JL, Burgos RA, ahumada F. Schisandra chinensis. Elsevier. 1999;70:451-471. 32. Dotinga R. Chinese Herbs Show Promice for Hepatitis B Patient. HON NEWS.2003. 27 28