Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Februari - 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju Sulawesi Barat 91511, Indonesia Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656 KATA PENGANTAR Tim Penyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat Penanggung Jawab Dadal Angkoro (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi makro, keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Koordinator Penyusun Surya Alamsyah Tim Penulis Surya Alamsyah Anton Kisworo Dien M.I. Idris Ayudha Dikho P. Kontributor Unit Pengelolaan Uang Rupiah Unit Operasional Sistem Pembayaran Email [email protected] [email protected] Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui perolehan data internal yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Mamuju, Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI BARAT ttd Dadal Angkoro Deputi Direktur Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 i VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism - Excellence - Public Interest - Coordination and Teamwork. ii Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ___________________________________________________________________________________ i RINGKASAN EKSEKUTIF _____________________________________________________________________________ viii TABEL INDIKATOR EKONOMI ________________________________________________________________________ xiii 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Perkembangan Ekonomi ________________________________________________________________________1 1.1. Kondisi Umum _______________________________________________________________________________ 3 1.2. Sisi Permintaan ______________________________________________________________________________ 5 1.3. Sisi Penawaran______________________________________________________________________________ 11 Keuangan Pemerintah ________________________________________________________________________ 23 2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi _______________________________________________________ 25 2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat _____________________________________________ 26 Inflasi ______________________________________________________________________________________ 31 3.1. Inflasi Secara Umum _________________________________________________________________________ 33 3.2. Inflasi Bulanan ______________________________________________________________________________ 34 3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran ____________________________________________________________________ 35 3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan ____________________________________________________________________ 36 3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas _______________________________________ 37 3.6. Disagregasi Inflasi ___________________________________________________________________________ 40 Stabilitas Keuangan Daerah____________________________________________________________________ 47 4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga _______________________________________________ 49 4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi ____________________________________________________ 55 4.3. Perkembangan Institusi Perbankan _____________________________________________________________ 56 4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan __________________________________________ 57 Sistem Pembayaran __________________________________________________________________________ 59 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai _______________________________________________________ 61 5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ___________________________________________________ 64 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ____________________________________________________________ 67 6.1. Ketenagakerjaan ____________________________________________________________________________ 69 6.2. Pengangguran ______________________________________________________________________________ 71 6.3. Nilai Tukar Petani ___________________________________________________________________________ 71 6.4. Tingkat Kemiskinan __________________________________________________________________________ 72 Prospek Perekonomian ________________________________________________________________________ 75 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi ________________________________________________________________ 77 7.2. Prospek Inflasi ______________________________________________________________________________ 79 Lampiran _________________________________________________________________________________________ 81 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 iii DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ____________________________ 5 Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ___________________________ 11 Tabel 2.1. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 25 Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) _______________________________________________________ 28 Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 29 Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar ________________________________________________________________________ 35 Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau ______________________________________ 38 Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Bahan Makanan _________________________________________________________________ 39 Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Sandang _______________________________________________________________________ 39 Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan bahan Bakar ________________________________________ 39 Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga ________________________________________________ 40 Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan ____________________________________ 40 Tabel 4.1. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Triwulan III 2016 _____________________________________________ 51 Tabel 4.2. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Triwulan IV 2016 _____________________________________________ 51 Tabel 4.3. Debt Service Ratio Triwulan III 2016 _______________________________________________________________ 52 Tabel 4.4. Debt Service Ratio Triwulan IV 2016 _______________________________________________________________ 52 Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa) __________________________________ 69 Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan _________________________ 70 Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor ___________________________________________________________________________ 72 Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan _________________________________________________________________ 74 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%yoy) ____________________________________________________________ 3 Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) __________________________________________________________ 3 Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan _____________________________________________________ 6 Grafik 1.4. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ___________________________________________ 6 Grafik 1.5. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ____________________________________________________ 6 Grafik 1.6. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ___________________________________________ 6 Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Mobil ____________________________________________________________________ 7 Grafik 1.8. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ________________________________________________________ 7 Grafik 1.9. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ________________________________________ 8 Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat ________________________________________________ 8 Grafik 1.11. Investasi Bangunan ____________________________________________________________________________ 9 Grafik 1.12. Realisasi Pengadaan Semen _____________________________________________________________________ 9 Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat ______________________________________________________ 9 Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Impor ___________________________________________________________________ 10 Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor CPO _____________________________________________________________________ 10 Grafik 1.16. Perkembangan Harga CPO Dunia _______________________________________________________________ 11 Grafik 1.17. Struktur Ekonomi 2016 Sulawesi Barat Sisi Penawaran ______________________________________________ 12 Grafik 1.18. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Pertanian ________________________________________________ 13 Grafik 1.19. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian ______________________________________________ 13 Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian _________________________________________________________________ 13 iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Grafik 1.21. Perkembangan Curah Hujan ____________________________________________________________________ 13 Grafik 1.22. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Perdagangan _____________________________________________ 14 Grafik 1.23. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan ___________________________________________ 14 Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Perdagangan ______________________________________________________________ 14 Grafik 1.25. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Industri __________________________________________________ 15 Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri ________________________________________________ 15 Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil____________________________________________________________ 16 Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang __________________________________________________________ 16 Grafik 1.29. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _________________________________ 16 Grafik 1.30. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _______________________________ 16 Grafik 1.31. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Konstruksi _______________________________________________ 17 Grafik 1.32. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _______________________________ 17 Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen ____________________________________________________________________ 18 Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi ________________________________________________________________ 18 Grafik 1.35. Kondisi Jalan _________________________________________________________________________________ 20 Grafik 1.36. Akses Infrastruktur ____________________________________________________________________________ 20 Grafik 1.37. Indeks Tata Kelola Daerah ______________________________________________________________________ 21 Grafik 1.38. Indikator Tata Kelola Daerah Sulawesi Barat _______________________________________________________ 21 Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan IV __________________________________________________ 26 Grafik 2.2. Komponen APBN Sulawesi Barat di Sulawesi Barat __________________________________________________ 26 Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________________ 27 Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat __________________________________________ 28 Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ______________________________________________ 28 Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju_______________________________________________________________ 33 Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju ________________________________________________________ 34 Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju ________________________________________________________ 34 Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK _______________________________________________________________________________ 36 Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ________________________________________________________ 36 Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 2016 ____________________________________________________________________ 37 Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan ___________________________________________________________________ 37 Grafik 3.8. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya _________________________________________________ 38 Grafik 3.9. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi ____________________________________________________________ 42 Grafik 3.10. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi ___________________________________________________________ 42 Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga _______________________________________________________________________ 49 Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 49 Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 50 Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen _______________________________________________________ 50 Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang _____________________________________ 50 Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen ______________________________________________________________ 50 Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 52 Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat _____________________________________________________ 52 Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 53 Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ____________________________________________________ 53 Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga ____________________________________________________________ 54 Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga _______________________________________________________ 54 Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi _________________________________________________________________ 55 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 v Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi ___________________________________________________________ 55 Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK ___________________________________________________________________ 57 Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit _______________________________________________________________ 57 Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM ___________________________________________________________________ 57 Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM _____________________________________________________________ 57 Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja ________________________________________________________ 58 Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja ______________________________________________________ 58 Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _________________________________________________ 61 Grafik 5.2. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _______________________________________________ 61 Grafik 5.3. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar _____________________________________________________ 62 Grafik 5.4. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat ____________________________________________________ 62 Grafik 5.5. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat ________________________________________________________________ 64 Grafik 6.1. Kondisi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Lalu _________________________________________________________ 69 Grafik 6.2. Ekspektasi 6 Bulan Ke Depan ____________________________________________________________________ 69 Grafik 6.3. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor _______________________________________________________ 70 Grafik 6.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 2016 ________________________________________ 71 Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) _____________________________________________________________ 71 Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya ____________________________________________________________ 72 Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat _____________________________________________________________ 73 Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) ________________________________________________ 77 Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) __________________________________________________ 77 Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) _________________________________________________________ 79 Grafik 7.4. Prospek Inflasi _________________________________________________________________________________ 79 vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 BOKS Boks 1. Diagnosa Hambatan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat ______________________________________________ 19 Boks 2. Meningkatkan Komitmen Koordinasi Pengendalian Inflasi Melalui Penandatanganan Roadmap ________________ 44 Boks 3. Mencari Ilmu di Pulau Seribu Dewa __________________________________________________________________ 46 Boks 4. Gerakan Peduli Koin Perdana di Sulawesi Barat ________________________________________________________ 65 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 vii RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan positif terjadi pada perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan IV 2016. Akselerasi Sulawesi Barat 2016 perekonomian di triwulan IV mencapai Rp7,01 triliun atau tumbuh 7,51% dibandingkan periode lebih rendah yang sama pada tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan 2015 dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 5,97% (yoy). Pertumbuhan pada triwulan IV 2016 berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4,94% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2016 tumbuh 6,03% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 2015 yang mencapai 7,39% (yoy). Meskipun lebih rendah, pertumbuhan tersebut masih positif dan lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02% (yoy). Pertumbuhan 6,03% (yoy) menjadikan secara total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Barat mencapai Rp35,97 triliun menurut harga berlaku dan Rp27,55 triliun menurut harga konstan. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 mencapai pertumbuhan 25,93% (yoy. Meskipun pertumbuhan triwulan IV sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III (27,16%, yoy), konsumsi pemerintah tetap menjadi pendorong perekonomian. Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat pada periode triwulan II 2016, memberikan stiumulus positif bagi perekonomian Sulawesi Barat selama 2016. Pada tahun 2016 konsumsi pemerintah tumbuh 18,70% (yoy), menyumbang 3,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 10,99% (yoy). Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan IV yang hanya tumbuh 2,82% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya 3,64% (yoy). Rendahnya pendapatan masyarakat ditengarai menjadi penyebab rendahnya konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama penggerak perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa 52,1%. Pada tahun 2016 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang masih dapat tumbuh di atas 5%. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan signifikan di triwulan IV 2016. Pertumbuhan pada lapangan usaha ini mencapai 12,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 3,65% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selama 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 3,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan 5,74% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut masih cukup baik jika melihat gangguan iklim yang mempengaruhi produktivitas pertanian dan perkebunan. Lapangan usaha tersebut memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 1,47%. Melihat realisasi tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2017 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016. Namun, sebagaimana pola historisnya, pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016. Pada awal tahun, konsumsi pemerintah masih belum menunjukkan peran yang begitu besar. Perekonomian triwulan I 2017 akan lebih didorong oleh pembentukan modal tetap domestik regional bruto (PMTDRB) yang banyak dilakukan pihak swasta dalam pengembangan usaha. Selain itu, produksi kelapa sawit yang telah normal dan peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO) diperkirakan akan meningkatkan ekspor dari Sulawesi Barat terutama ke luar negeri. Dari sisi sektoral, peran cukup besar diperkirakan akan diberikan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan lapangan usaha konstruksi. Pengaruh iklim ekstrim yang terjadi hingga 2016, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, viii Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 tidak akan terjadi kembali pada tahun 2017. Dengan asumsi tersebut, produksi pertanian dan perkebunan Sulawesi Barat akan lebih optimal pada awal tahun 2017. Keuangan Pemerintah Rasionalisasi fiskal dari Seiring dengan rasionalisasi kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat, maka Pagu Pemerintah Pusat pada APBN Provinsi Sulawesi Barat pada tahun laporan juga mengalami penurunan 21,91% (yoy) tahun 2016 memberikan pengaruh berarti terhadap keuangan daerah menjadi sebesar Rp3,23 triliun. Mayoritas pagu anggaran tersebut dialokasikan untuk belanja barang Rp1,32 triliun atau 40,88%, kemudian belanja modal sebesar Rp1,31 triliun atau 40,54% dan belanja pegawai serta bantuan sosial, masing-masing sebesar Rp585,46 miliar dan Rp15,45 miliar, gabungan dua komponen terakhir hanya memiliki pangsa sebesar 18,59%. Secara triwulanan, penetapan pagu anggaran cenderung menurun, hal ini ditandai dengan kontraksi pertumbuhan pagu anggaran yang semakin dalam. Jika pada triwulan III 2016 pertumbuhan pagu anggaran sebesar -19,67% (yoy) maka pada triwulan berikutnya terkoreksi semakin dalam menjadi -21,91% (yoy). Kondisi keuangan Pemerintah di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan, meski tidak sebaik tahun lalu. Pendapatan daerah tahun 2016 sebesar Rp1,69 triliun, tumbuh 13,91% (yoy) lebih lambat dibandingkan 18,81% (yoy) pada tahun 2015. Nilai pendapatan daerah di 2016 setara dengan 99,26% dari target atau sebesar Rp1,70 triliun, dengan pangsa terbesar berupa dana perimbangan daerah sebesar 85,32% atau Rp1,41 triliun. Pengeluaran belanja pemerintah yang tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun lalu, dari 26,12% (yoy) menjadi 19,26% (yoy) sehingga nominal belanja pemerintah pada tahun 2016 sebesar Rp1,77 triliun. Salah satu hal yang menstimulasi pengeluaran belanja Pemerintah di tahun 2016 adalah beroperasinya beberapa lembaga pemerintah di tahun 2016, dan mampu sedikit mengurangi dampak beleid anggaran yang di terapkan Pemerintah. Secara kumulatif, realisasi pengeluaran di tahun 2016 sebesar 95,06% dari target. Inflasi Pencapaian inflasi Sulawesi Barat di 2016 rendah Secara tahunan (yoy), Laju inflasi pada triwulan IV 2016 sebesar 2,23%, melemah dibandingkan 3,42% pada triwulan III 2016. Jika dilihat pada triwulan yang sama di tahun 2015, pencapaian inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 menurun sangat jauh dari pencapaian sebelumnya yaitu sebesar 5,07% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari seluruh komponen disagregasi inflasi, dimana sumbangan yang diberikan masing-masing adalah sebesar -0,05% (yoy) untuk Administered Prices (AP), 0,12% (yoy) untuk Volatile Food (VF) dan 2,16% (yoy) untuk core. Dalam triwulan IV 2016, fluktuasi inflasi kota Mamuju sampai dengan bulan Oktober 2016 relatif lebih terkendali yaitu sebesar -0,17% (mtm) dibandingkan inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 0,30% (mtm) dan Indonesia sebesar 0,14% (mtm). Namun demikian meningkatnya kebutuhan masyarakat ditengah kelangkaan pasokan ikan dan komoditas hortikultura telah mendorong pencapaian inflasi pada bulan November hingga mencapai 0,46% (mtm). Menjelang akhir tahun tekanan inflasi kembali meningkat yang disebabkan oleh persiapan masyarakat menghadapi natal dan libur akhir tahun hingga mencapai 0,98% (mtm). Pada triwulan I 2017, inflasi relatif akan melemah dengan level yang moderat. Penurunan disebabkan oleh meningkatnya pasokan bahan makanan seperti beras dan ikan tangkap akibat berakhirnya musim penghujan. Selain itu, normalisasi permintaan masyarakat setelah menghadapi tahun baru diperkirakan juga dapat menyebabkan pelemahan tekanan inflasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 ix Stabilitas Keuangan Daerah Risiko keuangan rumah tangga cenderung menurun. Sementara, risiko keuangan korporasi meningkat Bagi sebagian rumah tangga, melemahnya konsumsi merupakan kesempatan untuk mengalihkan sebagian pendapatannya menjadi angsuran/cicilan. Pangsa konsumsi menurun dari 66,18% menjadi 59,32%, pada saat bersamaan cicilan pinjaman meningkat dari 19,12% menjadi 25,07%. Hal positif lainnya yaitu meningkatnya pangsa tabungan dalam pengeluaran rumah tangga, dari 14,70% pada triwulan III 2016 menjadi menjadi 15,61%. Berdasarkan jenis penggunaan kredit konsumsi, mayoritas penggunaan kredit mengalami perlambatan pertumbuhan, namun eskalasi pertumbuhan kredit pada KPR dan kredit multiguna (KMG), yang masing-masing tumbuh sebesar 18,3% (yoy) dan 30,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 sebesar 9,6% (yoy) dan 14,6% (yoy) mampu mendongkrak pertumbuhan kredit konsumsi pada tahun 2016. Sementara pertumbuhan KKB yang merupakan penerima kredit terbesar ketiga, mengalami pelemahan yang signifikan, dari 43,8% (yoy) di tahun 2015 menjadi 3,0% (yoy) di tahun 2016. NPL kredit rumah tangga pada triwulan IV 2016 berada pada level 0,96%, relatif lebih baik dibandingkan tahun lalu sebesar 1,3%. Penurunan NPL tesebut terutama terjadi pada KMG dari 0,7% (2015) menjadi 0,46% (2016). Demikian pula NPL KPR yang telah mampu ditekan dari 2% (2015) menjadi 1,79% (2016). Kredit korporasi pada tahun 2016 tercatat RP3,51 triliun, tumbuh sebesar 14,30% (yoy) melambat dibandingkan 19,59% (yoy) pada tahun 2015. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya pertumbuhan kredit pada sektor-sektor yang mayoritas menyerap kredit relatif besar, yaitu sektor jasa sosial masyarakat dari 30,45% (yoy) menjadi 24,77% (yoy), diikuti sektor perdagangan dari 18,37% (yoy) menjadi 10,95% (yoy) dan sektor industri pengolahan yang pertumbuhannya terkoreksi dari 36,38% (yoy) menjadi -42,85% (yoy). NPL kredit korporasi di triwulan IV 2016 justru meningkat dibandingkan triwulan lalu, dengan perubahan rasio dari 0,80% menjadi 1,46%. Kembali, peningkatan NPL tersebut sangat dipengaruhi oleh NPL sektor pertanian dan perdagangan, yang mengalami peningkatan NPL dari 0,23% menjadi 0,35% dari 1,20% menjadi 2,10%. Sementara NPL pada sektor lainnya meski cenderung meningkat namun pada level moderat. Kredit UMKM Sulawesi Barat tumbuh 14,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 25,63% (yoy). Meskipun melambat, perkembangan kredit UMKM secara umum sudah cukup baik. Pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sulawesi Barat mencapai 42,66%. Sementara, risiko kredit UMKM cenderung menurun. NPL kredit UMKM pada triwulan IV 2016 mencapai 3,5%. Prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM yang diterapkan perbankan menyebabkan NPL UMKM di Sulawesi Barat terus mengalami penurunan. Sistem Pembayaran Akhir tahun 2016, net outflow di Sulawesi Barat meningkat Perkembangan aliran uang masuk (inflow) cukup stabil dan hanya mengalami sedikit penurunan pada akhir triwulan IV 2016 menjadi Rp44 miliar atau turun sebesar 5,56% dibandingkan dengan akhir triwulan III 2016 yang tercatat inflow sebesar Rp47 miliar. Hal tersebut menyebabkan aliran uang sepanjang triwulan IV 2016 mengalami neflow sebesar Rp228 miliar dimana posisi tersebut lebih besar dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang mencapai Rp110 miliar. Untuk triwulan laporan saja, setoran UTLE bank berjumlah Rp82 miliar atau menurun 23.56% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berjumlah sebesar Rp109 miliar. Tercatat sepanjang tahun 2016, jumlah setoran UTLE bank yang didapatkan oleh KPw BI Prov. Sulbar sebanyak Rp239 miliar. Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan positif. Tercatat sebanyak 295 transaksi terjadi pada triwulan IV atau tumbuh sebesar 34.09% dari 220 transaksi yang tercatat di triwulan III 2016. Dari sisi jumlah nominal transaksi juga terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dimana pada triwulan IV x Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 tercatat sebesar Rp14 miliar atau meningkat 118,06% dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar Rp6,4 miliar. Peningkatan disebabkan meningkatnya transksi menjelang akhir tahun dimana periode hari raya keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Natal, dan tahun baru. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tren kemiskinan di Sulawesi Barat menurun Masyarakat Sulawesi Barat masih optimis akan ketersediaan lapangan kerja. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, indeks ketersediaan lapangan kerja hingga Desember 2016 masih berada dalam level optimis (Indeks = 118,0). Di saat perlambatan ekonomi, tingkat ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat masih cukup baik sehingga tingkat pengangguran relatif rendah. Selain itu, tingkat pendapatan masyarakat juga masih baik dan mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat berharap perbaikan ekonomi terjadi di tahun 2017 dan tergambarkan dari indeks ketersediaan lapangan kerja dalam 6 bulan mendatang yang mencapai 130,0. Masyarakat Sulawesi Barat juga berekspektasi penghasilan semakin meningkat di 2017 terlebih UMP Sulawesi Barat di 2017 mengalami kenaikan sebesar 8,3%. pada periode September 2016 tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,19%. Tingkat kemiskinan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang mencapai 11,90%. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin berjumlah 146,90 ribu jiwa atau menjadi jumlah penduduk miskin terendah setidaknya dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Semakin berkembangnya perekonomian turut meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, rendahnya inflasi menyebabkan tingkat pengeluaran masyarakat menjadi tidak meningkat secara signifikan. Prospek Perekonomian Aktivitas perekonomian Di triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan mengalami peningkatan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2017 di 2017 diperkirakan berada pada kisaran 9,7% - 10,1% (yoy). Akselerasi terutama disebabkan peningkatan konsumsi rumah tangga yang memasuki bulan puasa dan hari raya Lebaran. Secara keseluruhan, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 2017 dibandingkan 2016. Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2016 yaitu 7,7% - 8,1% (yoy). Pengaruh pemerintahan baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program pemerintahan selanjutnya akan terus berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan akan semakin mengundang investor untuk masuk ke Sulawesi Barat. Beberapa modal yang sudah dimasukkan oleh pihak swasta diharapkan dapat memberikan dampak positif di 2017. Selain itu, dampak El Nino dan La Nina yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan. Kondisi tersebut ditambah harga komoditas ekspor andalan Sulawesi Barat yaitu CPO yang terus mengalami peningkatan. Inflasi pada triwulan II 2017 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I 2017. Memasuki periode musiman bulan puasa dan hari raya Lebaran, tingkat permintaan masyarakat akan semakin meningkat. Daya beli yang lebih baik dengan adanya tambahan pendapatan juga berpotensi meningkatkan ekspektasi harga para pedagang. Pencapaian inflasi Sulawesi Barat di 2017 tidak akan serendah 2016. Meski demikian pencapaian tersebut masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4%±1%. Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran angka sebesar 3,97% - 4,35% (yoy). Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari komponen administered prices yaitu kenaikan TDL, BBM, LPG 3 kg, dan biaya perpanjangan STNK. Kenaikan harga komoditas-komoditas tersebut dapat memberikan dampak ke komoditas lain seperti misalnya bahan makanan yang banyak diangkut melalui transportasi darat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 xi xii Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 TABEL INDIKATOR EKONOMI Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi INDIKATOR 2014 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II III IV Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sisi Permintaan Harga Konstan (Rp Miliar) Konsumsi Rumah Tangga 3,072.5 3,100.7 3,234.7 3,243.8 3,227.3 3,253.2 3,401.0 3,405.5 3,387.9 3,495.5 3,525.0 48.4 51.3 46.8 48.0 46.1 47.2 48.7 49.7 48.3 49.2 51.4 52.4 711.1 848.4 927.0 1,441.5 685.7 1,003.0 1,104.9 1,566.2 680.9 1,116.9 1,405.0 1,972.3 Investasi 1,570.1 1,639.5 1,727.8 1,789.2 1,683.3 1,751.3 1,845.5 1,943.3 1,863.2 1,977.0 2,054.7 2,097.1 Ekspor 2,808.0 3,055.3 3,172.9 3,343.0 2,893.6 3,427.2 3,504.2 3,535.0 3,165.7 3,307.0 3,385.4 3,738.9 Impor 2,740.0 2,938.1 2,946.6 3,322.7 2,731.6 3,136.7 3,139.3 3,523.1 2,843.3 3,007.8 3,346.6 4,094.3 Total PDRB 5,683.7 5,960.2 6,224.9 6,326.9 6,003.1 6,475.9 6,629.1 6,875.6 6,369.2 6,780.8 7,008.0 7,392.2 2.82 Konsumsi Lembaga Non Profit RT Konsumsi Pemerintah 3,501.7 Pertumbuhan Tahunan (% yoy) Konsumsi Rumah Tangga 5.33 4.98 4.41 4.72 5.04 4.92 5.14 4.99 4.98 7.45 3.64 Konsumsi Lembaga Non Profit RT 21.62 23.50 6.22 5.45 -4.69 -8.00 4.16 3.57 4.67 4.25 5.45 5.42 Konsumsi Pemerintah -2.14 -0.47 2.13 22.13 -3.58 18.22 19.20 8.65 -0.69 11.36 27.16 25.93 7.92 Investasi 7.40 2.82 5.40 14.83 7.21 6.82 6.81 8.61 10.69 12.89 11.33 Ekspor -3.08 -3.29 3.76 13.67 3.05 12.17 10.44 5.74 9.40 -3.51 -3.39 5.77 Impor -6.69 -7.49 -4.48 9.73 -0.31 6.76 6.54 6.03 4.09 -4.11 6.60 16.21 7.04 6.26 10.60 11.39 5.62 8.65 6.49 8.67 6.10 4.71 5.72 7.51 Total PDRB Sisi Penawaran Harga Konstan (Rp Miliar) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393.1 2,615.3 2,533.0 2,211.9 2,469.8 2,773.9 2,608.2 2,461.5 2,515.8 2,717.8 2,703.3 2,757.6 Pertambangan dan Penggalian 109.6 119.3 125.7 161.5 122.6 132.9 143.1 159.1 132.9 151.9 160.4 168.4 Industri Pengolahan 543.5 630.1 728.3 767.0 656.7 733.4 733.8 842.4 714.9 688.0 692.0 772.5 Pengadaan Listrik dan Gas 3.4 3.7 3.7 3.7 3.5 3.8 3.9 4.5 4.5 4.7 4.8 4.8 Pengadaan Air 9.7 9.5 9.7 10.3 10.0 10.5 10.9 11.5 11.2 11.6 11.7 12.0 Konstruksi 429.9 390.0 452.3 577.6 430.8 453.1 508.0 621.5 475.9 514.7 566.9 674.4 Perdagangan Besar dan Eceran 600.1 604.0 628.0 628.8 606.7 648.3 674.2 660.3 647.0 683.2 680.9 697.0 Transportasi dan Pergudangan 90.7 94.2 103.2 106.2 97.7 101.7 109.3 113.9 99.3 110.7 115.7 118.1 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.1 14.5 14.7 16.0 14.3 15.0 15.7 17.1 15.4 16.6 17.3 17.9 Informasi dan Komunikasi 242.0 251.8 269.3 275.3 269.0 272.2 291.8 318.3 307.5 314.9 316.9 318.1 Jasa Keuangan dan Asuransi 116.0 120.3 119.5 123.1 118.6 117.4 134.5 138.4 137.0 154.8 149.0 142.1 Real Estate 168.9 170.6 173.4 174.2 175.3 178.8 182.2 185.2 186.8 188.6 190.8 191.4 5.4 5.2 5.2 5.6 5.5 5.8 5.7 6.0 5.9 5.9 6.1 6.2 Administrasi Pemerintahan 452.6 422.7 495.9 623.8 477.9 479.0 591.3 686.4 514.1 593.9 706.7 786.7 Jasa Pendidikan 286.5 285.4 322.6 386.3 309.9 310.8 356.7 383.9 345.0 361.6 400.7 426.4 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.9 112.2 122.6 139.2 120.8 121.3 131.0 138.8 134.8 134.9 148.1 158.1 Jasa lainnya 109.1 111.5 117.8 116.4 114.0 117.7 128.8 126.7 121.2 127.0 136.9 140.5 Jasa Perusahaan Inflasi Indeks Harga Konsumen 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 125.52 Laju Inflasi Tahunan (% yoy) 6.24 6.68 4.61 8.05 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 2.23 Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd) 0.72 1.98 4.07 8.05 -0.56 1.54 2.56 5.07 -0.45 0.78 0.94 2.23 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 xiii Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran INDIKATOR 2014 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II III IV Stabilitas Keuangan Perbankan Nominal (Rp Miliar) Total Aset 4,156.8 4,321.6 4,431.5 4,555.6 4,537.9 4,804.9 4,892.3 4,935.9 5,116.3 5,702.4 5,789.8 5,927.1 Total DPK 2,694.5 2,937.6 3,034.5 2,758.9 3,049.2 3,392.5 3,745.8 3,130.5 3,449.6 4,000.3 3,695.9 3,313.2 812.6 904.6 967.8 497.6 853.9 965.6 1,136.3 453.9 1,133.3 1,360.7 1,069.0 430.2 1,719.8 1,741.3 1,766.1 2,059.7 1,730.5 1,817.9 1,946.4 2,415.0 2,003.9 2,295.9 2,275.4 2,566.5 Giro Tabungan Deposito 162.0 291.7 300.7 201.6 464.7 609.0 663.1 261.6 312.5 343.6 351.5 316.5 Total Kredit (Lokasi Proyek) 5,006.9 5,167.2 5,247.2 5,434.7 5,568.5 5,791.7 5,998.6 6,300.4 6,005.5 7,197.5 7,520.7 7,593.1 Kredit Modal kerja 1,298.7 1,383.8 1,397.6 1,421.0 1,357.5 1,420.3 1,399.4 1,477.1 1,596.3 1,647.2 1,652.2 1,695.8 357.1 363.6 382.7 398.5 420.4 469.8 424.8 487.6 546.8 562.3 575.9 636.4 Kredit Konsumsi 2,063.7 2,120.0 2,174.9 2,228.5 2,239.1 2,298.0 2,375.3 2,461.2 2,531.6 3,026.2 3,193.3 3,175.0 Kredit UMKM 1,648.3 1,735.9 1,752.0 1,792.8 1,752.5 1,848.4 1,798.7 1,940.2 2,098.6 2,166.5 2,175.0 2,279.8 Total Kredit (Lokasi Proyek) 3.64 3.76 3.62 3.18 3.71 3.28 2.80 2.07 2.13 2.03 2.05 1.91 Kredit Modal kerja 6.03 6.33 6.25 5.62 6.81 5.82 4.34 2.87 2.68 2.47 2.50 3.07 Kredit Investasi 7.04 6.25 5.85 4.35 7.78 4.72 3.19 2.48 2.06 1.57 1.93 1.70 Kredit Konsumsi 1.18 1.15 1.16 0.78 0.68 0.72 0.66 0.63 0.59 0.42 0.39 0.41 Kredit UMKM 6.18 1.03 6.24 5.42 7.13 5.62 4.06 2.74 2.51 2.22 2.31 2.35 142.3 Kredit Investasi Risiko Keuangan NPL Gross (%) Sistem Pembayaran Sistem Pembayaran Tunai Nominal (Rp Miliar) In Flow 49.2 160.4 39.4 193.9 Out Flow 647.1 136.5 703.7 303.5 370.3 Net Flow -597.8 24.0 -664.3 -109.6 -228.0 Sistem Pembayaran Non Tunai Nominal Kliring (Rp Miliar) 9.6 7.7 6.7 6.4 14.1 Jumlah Warkat Kliring 138 168 187 220 295 Sumber: Laporan Bank Umum Bank Indonesia xiv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi 1. Perkembangan Ekonomi Bab 01 PERKEMBANGAN EKONOMI Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 1 Bab 01. Perkembangan Ekonomi 2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi 1.1. Kondisi Umum Pertumbuhan positif terjadi pada perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan IV 2016 . Akselerasi perekonomian di triwulan IV mencapai Rp7,01 triliun atau tumbuh 7,51% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 5,97% (yoy). Pertumbuhan pada triwulan IV 2016 berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4,94% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2016 tumbuh 6,03% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 2015 yang mencapai 7,39% (yoy). Meskipun lebih rendah, pertumbuhan tersebut masih positif dan lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02% (yoy). Pertumbuhan 6,03% (yoy) menjadikan secara total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Barat mencapai Rp35,97 triliun menurut harga berlaku dan Rp27,55 triliun menurut harga konstan. Angka tersebut menggambarkan perkembangan yang signifikan sejak Sulawesi Barat berdiri dimana pada tahun 2005 perekonomian Sulawesi Barat hanya berada pada angka Rp3,12 triliun (harga konstan). Dengan kata lain, hingga 2016, perekonomian Sulawesi Barat telah tumbuh 782,8% sejak terpisah dari Sulawesi Selatan. Konsumsi pemerintah tumbuh signifikan di tengah pelemahan konsumsi rumah tangga . Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 mencapai pertumbuhan 25,93% (yoy. Meskipun pertumbuhan triwulan IV sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III (27,16%, yoy), konsumsi pemerintah tetap menjadi pendorong perekonomian. Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat pada periode triwulan II 2016, memberikan stiumulus positif bagi perekonomian Sulawesi Barat selama 2016. Pada tahun 2016 konsumsi pemerintah tumbuh 18,70% (yoy), menyumbang 3,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 10,99% (yoy). Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan IV yang hanya tumbuh 2,82% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya 3,64% (yoy). Rendahnya pendapatan masyarakat ditengarai menjadi penyebab rendahnya konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama penggerak perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa 52,1%. Pada tahun 2016 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang masih dapat tumbuh di atas 5%. Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan signifikan di triwulan IV 2016. Pertumbuhan pada lapangan usaha ini mencapai 12,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 3,65% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selama 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 3,69% Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 3 Bab 01. Perkembangan Ekonomi (yoy), lebih rendah dibandingkan 5,74% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut masih cukup baik jika melihat gangguan iklim yang mempengaruhi produktivitas pertanian dan perkebunan. Lapangan usaha tersebut memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 1,47%. Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib mengalami pertumbuhan yang tinggi. Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha tersebut tumbuh 14,61% (yoy). Meskipiun lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 19,52% (yoy), pertumbuhannya masih mampu di atas 10%. Selama 2016, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib tumbuh 16,42% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 12,02% (yoy) pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan signifikan ini tidak terlepas dari instansi baru yang hadi di Sulawesi Barat sejak triwulan II 2016. Melihat realisasi tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2017 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016. Namun, sebagaimana pola historisnya, pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016. Pada awal tahun, konsumsi pemerintah masih belum menunjukkan peran yang begitu besar. Perekonomian triwulan I 2017 akan lebih didorong oleh pembentukan modal tetap domestik regional bruto (PMTDRB) yang banyak dilakukan pihak swasta dalam pengembangan usaha. Selain itu, produksi kelapa sawit yang telah normal dan peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO) diperkirakan akan meningkatkan ekspor dari Sulawesi Barat terutama ke luar negeri. Dari sisi sektoral, peran cukup besar diperkirakan akan diberikan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan lapangan usaha konstruksi. Pengaruh iklim ekstrim yang terjadi hingga 2016, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, tidak akan terjadi kembali pada tahun 2017. Dengan asumsi tersebut, produksi pertanian dan perkebunan Sulawesi Barat akan lebih optimal pada awal tahun 2017. 4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi 1.2. Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, pergerakan ekonomi Sulawesi Barat didominasi konsumsi pemerintah. Selama 2016, pertumbuhan tinggi ditunjukkan komponen konsumsi pemerintah dan investasi. Komponen tersebut masingmasing tumbuh 18,70% (yoy) dan 10,64% (yoy). Dengan tumbuhnya kedua komponen tersebut menunjukkan Sulawesi Barat masih secara konsisten melakukan upaya pembangunan provinsi. Secara triwulanan, konsumsi pemerintah hanya mengalami sedikit pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya namun tetap tumbuh di atas 20% yaitu sebesar 25,93% (yoy). Sedangkan investasi mengalami pelemahan yang cukup dalam ke angka 7,92% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 11,33% (yoy). Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan PERTUMBUHAN YOY (%) 2014 2015 2016 TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL KONSUMSI RUMAH TANGGA 4.85 5.04 4.92 5.14 4.99 5.02 4.98 7.45 3.64 2.82 4.69 KONSUMSI LNPRT 13.80 -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67 4.25 5.45 5.42 4.96 KONSUMSI PEMERINTAH 7.12 -3.58 18.22 19.20 8.65 10.99 -0.69 11.36 27.16 25.93 18.70 PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 10.69 12.89 11.33 7.92 10.64 PERUBAHAN PERSEDIAAN 9.88 -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -66.52 -220.14 -50.88 -222.83 -136.00 EKSPOR 2.69 3.05 12.17 10.44 5.74 7.92 9.40 -3.51 -3.39 5.77 1.77 IMPOR -2.3 -0.3 6.8 6.5 6.0 4.9 4.1 -4.1 6.6 16.2 6.1 TOTAL PDRB 8.86 5.62 8.65 6.49 8.67 7.39 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL 51.81 54.17 50.82 52.56 51.22 52.14 55.37 53.02 51.71 48.94 52.11 0.80 0.78 0.73 0.74 0.74 0.75 0.79 0.75 0.77 0.73 0.76 KONSUMSI PEMERINTAH 17.49 11.62 16.69 18.96 25.46 18.45 11.99 18.72 22.65 30.08 21.28 PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) PANGSA (%) KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI LNPRT 2014 2015 2016 28.76 29.37 28.09 29.22 29.81 29.13 31.05 30.83 31.01 30.20 30.75 PERUBAHAN PERSEDIAAN 1.21 2.84 2.03 -2.13 -1.91 0.10 1.74 -3.85 -1.87 3.57 -0.06 NET EKSPOR IMPOR -0.06 1.23 1.63 0.64 -5.31 -0.56 -0.94 0.53 -4.27 -13.52 -4.84 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 TOTAL I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL KONSUMSI RUMAH TANGGA 2.63 2.72 2.56 2.67 2.56 2.63 2.68 3.74 1.87 1.40 2.40 KONSUMSI LNPRT 0.11 -0.04 -0.07 0.03 0.03 -0.01 0.04 0.03 0.04 0.04 0.04 KONSUMSI PEMERINTAH 1.17 -0.45 2.59 2.86 1.97 1.78 -0.08 1.76 4.53 5.91 3.14 PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB) 2.13 1.99 1.88 1.89 2.44 2.05 3.00 3.49 3.16 2.24 2.96 PERUBAHAN PERSEDIAAN 0.11 -0.26 -1.21 -3.19 1.82 -0.71 -2.20 -4.44 1.04 3.27 -0.48 TOTAL PDRB ANDIL PERTUMBUHAN (%) 2014 2015 2016 NET EKSPOR IMPOR 2.71 1.66 2.91 2.23 -0.13 1.64 2.67 0.13 -4.92 -5.34 -2.02 TOTAL PDRB 8.86 5.62 8.65 6.49 8.67 7.39 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Konsumsi rumah tangga berperan besar terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Pangsa konsumsi rumah tangga masih stabil di 2016 dengan angka sebesar 52,1% atau sama dengan 2015. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi membuat peran konsumsi pemerintah dan investasi meningkat di 2016. Pada tahun 2016, konsumsi pemerintah memiliki pangsa 21,3%. Peran sebesar di atas 20% ini menjadi yang pertama sejak Sulawesi Barat berdiri. Pada 2015, porsi konsumsi pemerintah berada pada angka 18,4%. Di sisi lain, meskipun tidak signifikan, peran investasi terhadap perekonomian Sulawesi Barat semakin tinggi di 2016 dengan memiliki pangsa sebesar 30,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan 2015 yang mencapai 29,1%. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 5 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Grafik 1.4. Andil Pertumbuhan Ekonomi Permintaan Sulawesi Barat Sisi Permintaan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga Secara triwulanan, triwulan IV 2016 menjadi periode dengan pertumbuhan konsu msi rumah tangga terendah di 2016. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 2,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 3,64% (yoy). Pada periode laporan, hari raya kegamaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Natal tidak mampu menggerakkan konsumsi rumah tangga. Pengaruh perlambatan ekonomi yang terjadi sejak triwulan II sehingga rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan pendapatan masyarakat cenderung terbatas. Konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan rendah selama 2016. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga 2016 berada pada angka 4,69% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 2015 yang mencapai 5,02% (yoy). Kondisi selama 2016 ditengarai rendahnya pendapatan masyarakat akibat pelemahan ekonomi Sulawesi Barat. Penurunan harga BBM yang terjadi pada awal tahun 2016 turut mendukung rendahnya tingkat pengeluaran masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa biaya operasional di Sulawesi Barat tergantung harga BBM karena transportasi darat menjadi moda transportasi utama peredaran barang. Namun, tidak sepanjang tahun konsumsi rumah tangga mengalami pelemahan. Tercatat pada triwulan II 2016 konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi 7,45% (yoy). Masyarakat memperoleh suntikan pendapatan lebih dari kebijakan pemerintah bagi pegawai negeri sipil melalui Tunjangan Hari Raya (THR). Grafik 1.5. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Grafik 1.6. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah Sulawesi Barat Tangga Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pelemahan konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari pelemahan penjualan mobil. Penjualan mobil selama 2016 mengalami penurunan sekitar 13,2% (yoy). Penurunan terdalam terjadi pada triwulan IV 2016 yang 6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi mengalami kontraksi dengan tumbuh negatif 26,2% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif namun dengan angka lebih rendah (3,8%, yoy). Rendahnya pendapatan masyarakat akibat turunnya produksi kelapa sawit dan penundaan realisasi anggaran pemerintah daerah, membuat masyarakat mengutamakan konsumsi pada kebutuhan pokok. Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sumber: Kontak Liaison Bank Indonesia, diolah Pendapatan masyarakat mulai menunjukkan peningkatan. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, Indeks Penghasilan Konsumen mengalami penurunan yang cukup dalam pada akhir triwulan III 2016. Namun, sejak awal triwulan IV 2016 mulai mengalami peningkatan hingga akhir 2016. Di akhir periode triwulan III 2016, Indeks Penghasilan Konsumen berada pada angka 109 sedangkan pada periode laporan indeks tersebut mengalami peningkatan ke angka 132. Penurunan pendapatan pada pertengahan tahun terlihat cukup dalam dan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Namun, melihat pergerakannya, indeks penghasilan konsumen akan diperkirakan mengalami peningkatan seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP). Grafik 1.8. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu Sumber: Survei Bank Indonesia, diolah Konsumsi rumah tangga di triwulan I 2017 diperkirakan mengalami perbaikan. Melihat perkembangan triwulan IV 2016 dimana produksi sektor pertanian dan perkebunan mulai mengalami peningkatan, konsumsi rumah tangga di triwulan I 2017 akan lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016. Pendapatan masyarakat akan mengalami peningkatan mengingat masyarakat Sulawesi Barat sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu, kenaikan UMP pada awal 2017 diperkirakan akan menjadi dorongan bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 7 Bab 01. Perkembangan Ekonomi 1.2.2. Konsumsi Pemerintah Meski di di pertengahan tahun 2016 belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sempat terganggu pembatasan fiskal dari pemerintah pusat, program kerja masih bisa direalisasikan pada triwulan IV 2016. Pada periode triwulan IV 2016, konsumsi pemerintah mampu tumbuh 25,93% (yoy). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 27,16% (yoy) akibat kurang optimalnya penyerapan anggaran pemerintah daerah. Terhambatnya proses penyaluran dana perimbangan membuat pemerintah kesulitan mengatur program kerja yang sudah dicanangkan pada awal tahun 2016. Konsumsi pemerintah memberikan andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat 2016. Konsumsi pemerintah tumbuh 18,70% (yoy) atau lebih baik dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 10,99% (yoy). Hadirnya instansi baru yang sebagai bentuk pemisahan administrasi yang dahulunya digabung Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memberikan dampak tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah Sulawesi Barat. Kehadiran instansi pemerintahan tersebut mendorong perekonomian di saat konsumsi rumah tangga sedang dalam masa pelemahan. Grafik 1.9. Realisasi Pendapatan Pemerintah Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat Sulawesi Barat Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sulawesi Barat, diolah Kinerja konsumsi pemerintah melemah di triwulan I 2017 . Periode awal tahun, aktivitas pemerintahan belum terlalu intens. Secara historis, pertumbuhan konsumsi pemerintah tidak akan setinggi periode di akhir tahun. Pada periode ini pemerintahan akan mematangkan rencana program kerja selama 2017 sembari menunggu proses pencairan anggaran dan pemilihan kepala daerah yang baru. Namun, efek instansi baru masih akan terasa pada triwulan I 2017. Belanja operasional yang timbul dari instansi baru akan mendorong peningkatan konsumsi pemerintah sehingga tingkat pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan I 2017 akan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016. 1.2.3. Investasi Secara triwulanan, perkembangan investasi di triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Pertumbuhan investasi pada triwulan IV 2016 mencapai 7,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan 11,33% (yoy) pada triwulan III 2016. Selain meredanya minat berinvestasi di akhir tahun menjelang pemilihan kepala daerah yang baru, pelemahan juga sebagai base effect pembangunan PLTU Belang-Belang yang merupakan nilai investasi terbesar di Sulawesi Barat selama 2016. Pertumbuhan pada periode ini juga ditandai dengan pertumbuhan investasi non bangunan yang lebih tinggi dibandingkan investasi bangunan. Belum adanya proyek infrastruktur besar baru di Sulawesi Barat membuat pelaku usaha fokus pengembangan usaha melalui penambahan modal dengan 8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi memanfaatkan infrastruktur yang ada. Dengan investasi tersebut diharapkan meningkatkan marjin keuntungan di tengah perlambatan ekonomi dan meningkatnya biaya-biaya operasional perusahaan. Investasi di Sulawesi Barat berkinerja positif di 2016. Pertumbuhan investasi 2016 mencapai 10,64% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada 2015 yang mencapai 7,38% (yoy). Pertumbuhan tersebut didukung baik dari pihak swasta dan pemerintah. Meskipun dari sisi pemerintah cukup terbatas, namun beberapa pembangunan infrastruktur seperti jalan, perumahan, gedung perkantoran, dan rumah sakit, mampu memberikan peran terhadap aktivitas perekonomian Sulawesi Barat. Investasi yang dilakukan pemerintah daerah diiringi investasi yang dilakukan swasta. Untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat mendampingi rumah sakit umum daerah, pihak swasta turut mengembangkan fasilitas kesehatan dengan kualitas terbaik. Selain itu, investasi besar berupa pembangunan PLTU Belang-Belang memberikan harapan investor lebih banyak datang ke Sulawesi Barat. Grafik 1.11. Investasi Bangunan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.12. Realisasi Pengadaan Semen Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Secara total, penanaman modal selama 2016 mengalami penurunan dibandingkan 2015 . Pada triwulan IV 2016, penanaman modal dari asing yang berhasil terealisasi berjumlah Rp41,7 miliar dan tercatat tidak ada penanaman modal dalam negeri yang signifikan. Total selama 2016, penanaman modal yang masuk ke Sulawesi Barat berjumlah Rp360,7 miliar dengan rincian Rp276,6 miliar penanaman modal asing dan Rp 84,1 miliar penanaman modal dalam negeri. Angka tersebut menurun dibandingkan 2015 dengan total mencapai Rp1.132,1 miliar. Namun, terjadi peningkatan penanaman modal asing dimana pada tahun 2015 penanaman modal asing hanya berjumlah Rp28,3 miliar. Penanaman modal asing terbesar terjadi untuk pembangunan PLTU Belang-Belang pada rentang waktu triwulan II dan III 2016. Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Investasi akan lebih positif pada triwulan I 2017. Jika dibandingkan triwulan IV 2016, investasi akan mengalami peningkatan meskipun dalam level terbatas. Membaiknya pendapatan masyarakat akan diupayakan maksimal oleh para pelaku usaha. Sosok kepala daerah yang baru turut menentukan perspektif investor apakah Sulawesi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 9 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Barat akan semakin berkembang dari berbagai aspek dan memberikan keuntungan lebih kepada pelaku usaha. Investor masih berupaya melakukan eksplorasi potensi Sulawesi Barat. Melihat potensi pertanian dan perkebunan yang sudah hampir dalam kapasitas optimal, investor berupaya mengeksplor potensi pertambangan. Beberapa yang masih berpotensi digali seperti minyak dan gas di blok Sebuku serta nikel, batu bara, dan emas di Kalumpang. 1.2.4. Ekspor dan Impor Dari sisi triwulanan, baik ekspor maupun impor mengalami peningkata n. Ekspor Sulawesi Barat tumbuh 5,77% (yoy), lebih baik dibandingkan dari pertumbuhan ekspor di triwulan III 2016 yang mencapai -3,39% (yoy). Proses pemulihan produksi sumber daya alam yang mulai terjadi di akhir tahun mendorong ekspor Sulawesi Barat ke arah yang lebih baik. Impor Sulawesi Barat di triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan dengan tumbuh 16,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 6,60% (yoy). Secara keseluruhan di 2016, ekspor mengalami pelemahan dan impor mengalami pening katan. Ekspor Sulawesi Barat tumbuh 1,77% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan ekspor di tahun 2015 yang mencapai 7,92% (yoy). Pelemahan ekspor diakibatkan penurunan kinerja industri di Sulawesi Barat. Produksi sumber daya alam yang terbatas membuat ekspor Sulawesi Barat juga menjadi terbatas karena masih banyak mengandalkan produksi sumber daya alam. Di sisi lain, impor Sulawesi Barat di 2016 justru mengalami peningkatan dengan tumbuh 6,08% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 4,88% (yoy). Peningkatan impor disebabkan ragam kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat seiiring perkembangan ekonomi Sulawesi Barat. Surplus neraca perdagangan Sulawesi Barat di 2016 mengalami penurunan. Neraca perdagangan Sulawesi Barat mencatat nilai Rp305,1 miliar lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp829,4 miliar. Pencapaian tersebut didorong defisit neraca perdagangan di triwulan IV 2016 (Rp355,4 miliar). Padahal di triwulan sebelumnya, neraca perdagangan masih surplus Rp38,8 miliar. Penurunan produksi kelapa sawit menyebabkan penurunan nilai ekspor CPO dari Sulawesi Barat. Selain itu, impor dari luar negeri mulai menunjukkan ada peningkatan. Belum banyaknya industri di Sulawesi Barat menyebabkan barang kebutuhan masyarakat masih harus didatangkan dari luar daerah termasuk luar negeri Indonesia. Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Impor Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor CPO Sumber: Bank Indonesia, diolah Negara tujuan ekspor Sulawesi Barat semakin beragam. Paska hilangnya permintaan impor dari Tiongkok terhadap komoditas Sulawesi Barat, pasar ekspor mengelami pergeseran ke berbagai negara. Pada semester pertama 2016, muncul permintaan dari negara Asia selain Tiongkok seperti India, Filipina, Pakistan, dan Republik Korea. Sementara pada semester kedua 2016, muncul negara lain yang menjadi tujuan eksportir Sulawesi Barat seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Singapura. Tingginya kebutuhan akan energi alternatif menjadikan CPO sebagai komoditas ekspor Sulawesi Barat semakin diminati negara-negara maju dunia. 10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Pada triwulan I 2017, ekspor diperkirakan akan mengalami peningkatan sedangkan impor akan mengalami penurunan. Peningkatan produksi sejak triwulan IV 2016 akan mendorong ekspor Sulawesi Barat lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016. harga CPO dunia pun mengalami peningkatan sejak triwulan IV 2016. Data terakhir pada Februari 2017 menunjukkan harga CPO dunia sudah berada pada kisaran USD720 /metric ton. Sementara itu, impor akan cenderung terbatas sebagai bentuk normalisasi paska perayaan hari Natal dan tahun baru 2017. Grafik 1.16. Perkembangan Harga CPO Dunia Sumber: Bloomberg, diolah 1.3. Sisi Penawaran Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran PERTUMBUHAN YOY (%) 2014 2015 I II III IV 2015 2016 I II III IV 2016 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.93 3.20 6.07 2.97 11.29 5.74 1.86 -2.02 3.65 12.03 3.69 Pertambangan dan Penggalian 8.04 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.45 14.30 12.15 5.85 10.05 Industri Pengolahan 35.68 20.82 16.40 0.77 9.82 11.15 8.86 -6.20 -5.71 -8.30 -3.34 Pengadaan Listrik dan Gas 13.21 1.86 4.92 5.86 19.95 8.29 30.16 22.26 21.69 7.44 19.66 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.46 2.64 10.95 11.90 11.32 9.23 12.85 10.17 7.14 4.51 8.51 Konstruksi 8.11 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47 13.59 11.60 8.51 10.85 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.10 1.09 7.34 7.36 5.00 5.22 6.64 5.37 0.99 5.56 4.58 Transportasi dan Pergudangan 7.39 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 1.61 8.91 5.86 3.64 5.01 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.53 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 7.87 10.30 10.02 4.68 8.13 Informasi dan Komunikasi 7.20 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 14.33 15.67 8.59 -0.07 9.21 Jasa Keuangan dan Asuransi 3.77 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 15.51 31.93 10.75 2.71 14.56 Real Estate 4.14 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52 5.48 4.73 3.34 4.99 Jasa Perusahaan 3.01 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64 1.60 7.08 3.38 4.62 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6.16 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 7.58 23.99 19.52 14.61 16.42 Jasa Pendidikan 4.02 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 11.33 16.34 12.32 11.06 12.66 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.05 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 11.53 11.21 13.06 13.91 12.49 Jasa lainnya 8.92 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 6.31 7.84 6.26 10.89 7.86 TOTAL PDRB 8.86 5.62 8.65 6.49 8.67 7.39 6.10 4.71 5.72 7.51 6.03 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Meskipun mengalami pelemahan, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap memberikan andil terbesar (1,47%) terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2016. Kehadiran instansi baru memberikan dampak terhadap lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang memberikan andil terbesar kedua (1,41%) terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Lapangan usaha lainnya yang turut memberikan andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat yaitu konstruksi (0,84%), jasa pendidikan (0,66%), dan perdagangan besar dan eceran (0,46%). Sementara itu, kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan menjadikan lapangan usaha tersebut satu-satunya lapangan usaha yang memberi andil negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2016. Dilihat dari periode triwulanan, peningkatan produksi mendorong pertumbuhan yang tinggi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Lapangan usaha tersebut memberikan andil 4,31% terhadap Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 11 Bab 01. Perkembangan Ekonomi pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016. Kemudian lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib masih memberikan andil yang tinggi di triwulan IV 2016 dengan nilai 1,46%. Lapangan usaha lain pemberi andil besar terhadap perekonomian di triwulan IV yaitu konstruksi (0,77%), jasa pendidikan (0,62%), dan perdagangan besar dan eceran (0,53%). Sementara itu, meskipun produksi bahan baku membaik belum mampu meningkatkan kinerja industri pengolahan yang memberikan andil negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di triwulan IV 2016. Grafik 1.17. Struktur Ekonomi 2016 Sulawesi Barat Sisi Penawaran Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam tr en menurun. Perekonomian Sulawesi Barat terus berkembang dari tahun ke tahun. Kehidupan masyarakat pun dirasakan sudah lebih baik dibandingkan sebelum menjadi provinsi. Akses ke luar daerah Sulawesi Barat saat ini sudah lebih mudah dibandingkan pada saat masih bergabung Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan pengaruh luar sudah lebih banyak masuk ke Sulawesi Barat. Masyarakat yang tadinya banyak bertani atau pun melaut sudah mulai bergeser ke lapangan usaha lain yang memberikan imbal hasil lebih baik seperti industri, perdagangan, maupun ikut ambil bagian dalam pemerintahan yang masih terus berkembang. Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan menurun dari 41,9% di 2015 menjadi 41,3% di 2016. Penurunan juga terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan dari 10,3% di 2015 menjadi 9,4% di 2016. Peningkatan peran besar terjadi pada lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib dari 8,4% (2015) menjadi 8,9% (2016) kemudian disusul lapangan usaha konstruksi dari 7,8% (2015) menjadi 8,2% (2016). Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Namun, pertumbuhan ekonomi pada periode berjalan akan lebih baik dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Hal ini terlihat dari curah hujan yang baik selama 2016 dan tidak ada gangguan yang berarti terhadap produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kondisi tersebut diharapkan akan membuat produksi sumber daya alam menjadi lebih optimal. Lapangan usaha industri pengolahan pun akan terdorong ke arah pertumbuhan positif setelah 3 periode triwulanan mengalami kontraksi berturut-turut. Efek instansi baru masih akan terasa pada triwulan I 2017 sehingga pertumbuhan lapangan usaha administrasi, pertahanan, dan jaminan sosial wajib masih akan cukup tinggi. 1.3.1. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami akselerasi pada triwulan IV 2016. Dengan pertumbuhan 12,03% (yoy) pada triwulan IV 2016 mengindikasikan produksi sumber daya alam sudah tidak terkena dampak negatif cuaca ekstrim sehingga lebih baik dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 3,65% (yoy). Memasuki masa panen beberapa komoditas perkebunan menjadikan periode ini 12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi memasuki produksi optimal. Curah hujan yang baik mendukung tingkat produksi lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada tahun 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan t erendah setidaknya dalam 6 (enam) tahun terakhir. Hal tersebut jika dilihat perekonomian Sulawesi Barat selama setahun. Namun, pertumbuhan lapangan usaha ini masih terjaga dalam teritori positif. Pertumbuhan lapangan usaha ini selama 2016 adalah 3,69% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 5,74% (yoy) pada 2015. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi pertumbuhan negatif yang terjadi pada triwulan II akibat El Nino pada tahun 2015. Meskipun kinerja setelahnya membaik, namun tidak mampu mendorong lebih jauh agar setidaknya menyamai pertumbuhan di 2015. Grafik 1.18. Perkembangan Tahunan Lapangan Grafik 1.19. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian Usaha Pertanian Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan kredit di lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan membaik. Hingga akhir 2016, kredit lokasi proyek untuk lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat cukup signifikan. Tercatat kredit yang disalurkan mencapai Rp884 miliar atau tumbuh 33% dibandingkan tahun 2015. Peningkatan kredit pada lapangan usaha ini selain untuk memanfaatkan momen perbaikan produksi, juga untuk ekspansi para petani seperti kebutuhan bibit unggul, pupuk, dan pengairan. Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.21. Perkembangan Curah Hujan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pada triwulan I 2017, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan akan tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun produksi padi sebagai salah satu komoditas unggulan cenderung terbatas pada periode ini, produksi sumber daya alam lain diperkirakan lebih terbatas. Produksi sumber daya alam yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan padi seperti kelapa sawit dan cokelat lebih terbatas. Peningkatan produksi yang mendukung pertumbuhan akan terjadi pada triwulan II. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 13 Bab 01. Perkembangan Ekonomi 1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran Kinerja perdagangan besar dan eceran meningkat di triwulan akhir 2016. Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha perdagangan besar eceran tumbuh signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 5,56% (yoy) jauh lebih baik dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 0,99% (yoy). Meningkatnya kebutuhan akhir tahun ditengarai menyebabkan kinerja salah satu lapangan usaha utama di Sulawesi Barat ini meningkat. Kebutuhan meningkat di masa hari raya Natal dan menjelang tahun baru ditambah kebutuhan untuk penyelenggaraan kampanye calon kepala daerah baru. Perlambatan ekonomi yang terjadi pada 2016 mempengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Lapangan usaha dengan pangsa 9,8% ini tumbuh 4,58% (yoy) pada tahun 2016, lebih rendah dibandingkan 2015 yang mencapai 5,22% (yoy). Lemahnya konsumsi selama 2016 membuat aktivitas perdagangan tidak sebaik tahun sebelumnya. Pelaku usaha membatasi penjualan untuk disesuaikan dengan tingkat permintaan masyarakat yang cenderung terbatas. Pendapatan masyarakat yang terbatas membuat rumah tangga lebih mementingkan kebutuhan pokok terutama makanan sehari-hari dan mengesampingkan kebutuhan sekunder dan tersier yang memiliki tingkat harga lebih tinggi. Grafik 1.22. Perkembangan Tahunan Lapangan Grafik 1.23. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan Usaha Perdagangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Perlambatan juga terjadi pada kredit pada sektor perdagangan. Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan kecil ditunjukkan oleh kredit perdagangan yang mengalami perlambatan hingga akhir tahun 2016. Pada akhir tahun 2016, kredit perdagangan hanya tumbuh 11%, padahal pada periode yang sama kredit ini mampu tumbuh 18%. Penurunan suku bunga yang terjadi selama 2016 tidak berdampak pada sektor ini karena pelaku usaha masih melihat tingkat permintaan yang rendah di Sulawesi Barat. Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Perdagangan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Lapangan usaha perdagangan besar dan kecil meningkat di periode awal 2017. Membaiknya pendapatan masyarakat di 2017 yang sudah mulai terlihat pada akhir 2016 akan meningkatkan aktivitas jual beli di Sulawesi Barat yang ditopang daerah Polewali Mandar sebagai pusat perdagangan di Sulawesi Barat. Perbaikan pendapatan tidak hanya bersumber dari meningkatnya produksi sumber daya alam, namun juga peningkatan upah minimum provinsi (UMP) yang mulai berlaku pada awal tahun 2017. 1.3.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kinerja industri pengolahan tidak membaik hingga akhir tahun 2016. Pada periode triwulan IV 2016, industri pengolahan masih mengalami kontraksi -8,30% (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya (-5,71%, yoy). Bahan baku industri belum pulih hingga triwulan III 2016 sehingga pada triwulan IV industri yang didominasi pengolahan kelapa sawit belum dapat berproduksi secara optimal. Padahal beberapa korporasi telah melakukan penambahan modal untuk meningkatkan kapasitas produksi. Terbatasnya bahan baku kelapa sawit tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga negara produksi kelapa sawit lainnya seperti Malaysia. Efek positif yang diberikan dari kondisi tersebut adalah harga Crude Palm Oil (CPO) internasional bergerak semakin meningkat. Ekspansi industri pengolahan Sulawesi Barat terhambat selama 2016. Kinerja lapangan usaha industri pengolahan mengalami penurunan pada 2016 dengan tumbuh -3,34% (yoy). Di tahun sebelumnya, lapangan usaha yang memiliki porsi cukup besar di Sulawesi Barat ini tumbuh 11,15% (yoy). Penurunan ini disebabkan rendahnya produksi kelapa sawit selama 2016 yang menjadi bahan baku sebagian besar industri pengolahan Sulawesi Barat. El Nino yang terjadi pada bulan Agustus dan September 2015 mempengaruhi produksi kelapa sawit pada 2016 yang membutuhkan air untuk berproduksi. Grafik 1.25. Perkembangan Tahunan Lapangan Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri Usaha Industri Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Di tengah perlambatan industri pengolahan secara keseluruhan, i ndustri mikro dan kecil masih terus tumbuh. Pada triwulan IV 2016, industri mikro kecil tumbuh 15,69% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 30,69% (yoy), pertumbuhan di atas 10% ini masih cukup menggembirakan di tengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi. Industri mikro dan kecil masih didominasi industri di bidang pangan dan sandang. Perkembangan industri besar dan sedang berbanding terbalik dengan industri mikro dan kecil karena masih dalam kondisi kontraksi. Industri besar dan sedang tumbuh negatif -4,08% (yoy), masih meneruskan teritori negatif pada triwulan sebelumnya (-7,08%, yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 15 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan akan pulih pada triwulan I 2016 . Setelah mengalami kontraksi 3 triwulan berturut-turut, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan membaik pada periode terakhir di 2016. Peningkatan produksi bahan baku telah terlihat pada triwulan IV 2016. Dengan peningkatan produksi bahan baku, maka industri pengolahan sudah siap melakukan akselerasi produksi bahan jadi untuk meningkatkan penjualan di 2017. Peningkatan harga CPO dunia juga diharapkan mendorong pertumbuhan industri pengolahan ke arah yang lebih baik dibandingkan 2016. 1.3.4. Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial waj ib mengalami perlambatan pada triwulan IV 2016 jika dibandingkan triwulan III 2016. Pada periode laporan, lapangan usaha tersebut tumbuh 14,61% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 19,52% (yoy). Pelemahan ini disebabkan proses realisasi anggaran pemerintah daerah yang kurang optimal. Pembatasan fiskal yang terjadi pada pertengahan tahun menyulitkan pemerintah daerah untuk merealisasikan program. Proses pencairan yang baru dilakukan pada periode terakhir 2016, membuat beberapa program tidak dapat terealisasikan karena keterbatasan waktu. Grafik 1.29. Perkembangan Tahunan Lapangan Grafik 1.30. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Usaha Administrasi Pemerintahan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib menjadi lapangan usaha dengan kinerja terbaik selama 2016. Tingkat pertumbuhan lapangan usaha ini selama 2016 mencapai 16,42% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 2015 yang mencapai 12,02% (yoy). Dengan pertumbuhan tinggi tersebut semakin mendorong peran lapangan usaha yang mengurusi pemerintahan Sulawesi Barat ini menjadi semakin besar. Pangsa lapangan usaha tersebut meningkat 0,5% dari 8,4% menjadi 8,9%. Peran instansi baru langsung 16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi terasa selama 2016. Instansi yang melayani masyarakat ini langsung melaksanan tugas dan kewajibannya dan memberikan dampak yang signifikan terhadap pemerintahan Sulawesi Barat. Instansi baru masih akan memberikan dampak terhadap lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib pada triwulan I 2017. Instansi pemerintah baru hadir pada triwulan II 2016 sehingga pada triwulan I 2017. Selain efek dari instansi baru, lapangan usaha ini belum mendapatkan sentimen yang positif hingga terpilihnya kepala daerah yang baru. Program-program pemerintahan yang telah disusun diperkirakan akan mengalami perubahan setelah terpilihnya kepala daerah yang baru. Meskipun akan melanjutkan program yang telah ada, kepala daerah baru akan menambahkan program-program baru yang lebih realistis demi pengembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. 1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi Konstruksi mengalami pelemahan pada triwulan IV 2016. Di akhir tahun 2016, konstruksi yang ada di Sulawesi terbatas sehingga pertumbuhannya tidak sebaik triwulan sebelumnya. Pada periode laporan lapangan usaha konstruksi tumbuh 8,51% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,6% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan terbatasnya program pembangunan pemerintah di akhir tahun 2016. Program pemerintah lebih diarahkan kepada penyelesaian proyek yang sudah dicanangkan pada awal tahun. Konstruksi selama 2016 lebih baik dibandingkan tahun 2015. Walaupun tidak ada proyek besar pemerintah daerah dalam pembangunan Sulawesi Barat selama 2016 sebagai akibat pembatasan fiskal, lapangan usaha konstruksi berhasil meningkat dibandingkan 2015. Di tahun 2016, konstruksi tumbuh 10,85% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 8,84% (yoy) pada 2015. Pembangunan konstruksi lebih didominasi pihak swasta seperti pembangunan PLTU Belang- an beberapa kawasan perumahan Sulawesi Barat. Pemerintah daerah fokus dalam memperlancar transportasi yang ada di Sulawesi Barat seperti jalan arteri kompleks gubernuran hingga Bandara Tampa Padang, jalan baru di Salubatu, dan infrastruktur transportasi darat untuk masyarakat umum. Grafik 1.31. Perkembangan Tahunan Lapangan Grafik 1.32. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Konstruksi Usaha Administrasi Pemerintahan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Peningkatan konstruksi juga terlihat dari realisasi pengadaan semen yang mengalami peningkatan selama 2016. Pertumbuhan realisasi semen selama 2016 mencapai 11,9% (yoy) atau di atas pertumbuhan tahun 2015 yang mencapai 7,0% (yoy). Pertumbuhan kredit juga mengalami pertumbuhan positif meskipun mengalami perlambatan di akhir-akhir periode 2016. Kredit konstruksi tumbuh 20% (yoy), lebih baik dibandingkan pertumbuhan kredit di tahun 2015 sebesar 17% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 17 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Di triwulan I 2017, peningkatan lapangan usaha konstruksi lebih terbatas. Berdasarkan informasi dari contact liaision, tingkat permintaan semen yang rendah pada awal tahun lebih disebabkan proyek yang bersumber dari pemerintahan belum dapat direalisasikan. Terlebih kepala daerah yang baru belum terpilih di awal tahun sehingga diperkirakan proyek besar belum dapat terealisasi pada periode ini. Peningkatan justru akan bersumber dari proyek pembangunan yang dilakukan pihak swasta seperti perumahan, pusat perbelanjaan, dan pertokoan. Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah 18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Bab 01. Perkembangan Ekonomi Boks 1. Diagnosa Hambatan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat BOKS 1 Diagnosa HambataN Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Latar Belakang Sektor swasta dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah melalui investasi. Dorongan investasi swasta dapat bersumber dari insentif pemerintah yang merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau daerah. Investasi dapat menyebabkan akumulasi modal baik secara fisik maupun dari sumber daya manusia serta dapat meningkatkan percepatan kemajuan teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Investasi dapat memperkenalkan hal-hal baru yang selama ini tidak dilakukan untuk meningkatkan efisiensi suatu proses dimana akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Namun, investasi dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek seperti seberapa besar tingkat pengembaliannya atau pun berapa besar biaya yang harus dilakukan oleh investor. Setiap investor menanamkan modal mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sulawesi Barat memiliki berbagai potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia yang selama ini belum tereksplor secara optimal. Wilayah Sulawesi Barat memang masih banyak yang belum dieksplorasi mengingat daerahnya dengan topografi berbukit. Meskipun begitu, Sulawesi Barat terkenal dengan tanahnya yang subur sehingga banyak komoditas yang tumbuh di wilayah ini. Selain memiliki potensi di dalamnya, pemisahan Sulawesi Barat dari Sulawesi Selatan disebabkan masyarakat Mandar yang memiliki keinginan kuat untuk bersatu dan mempertahankan budaya yang sudah sejak lama lahir. Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi baru cenderung tinggi namun mulai melambat. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Perkembangan ekonomi yang cepat diakibatkan pembangunan yang terus menerus dilakukan untuk membentuk Sulawesi Barat menjadi provinsi yang setara dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tidak lagi dapat mencapai di atas 10% dimana angka pertumbuhan tinggi dibutuhkan bagi daerah baru untuk terus berkembang dan berkontribusi lebih terhadap perekonomian nasional. Perlambatan yang terjadi ditengarai oleh perekonomian yang hanya mengandalkan satu sektor saja dan tidak disertai proses peningkatan nilai tambah yang signifikan. Pemerintah berupaya meningkatkan nilai tambah perekonomian dengan program pengembangan agroindustri. Pemerintah daerah Sulawesi Barat mengetahui kondisi tersebut di atas sebagai landasan untuk mengembangkan daerahnya. Pemerintah berupaya mengembangkan industri dengan memanfaatkan kekayaan alam yang potensial di daerahnya. Namun, minimnya penanaman modal dari dalam maupun luar negeri menyebabkan perkembangan nilai tambah perekonomian Sulawesi Barat justru stagnan sehingga perekonomian tidak lagi dapat tumbuh tinggi seperti sebelum tahun 2010. Analisis Hambatan Utama Kondisi geografis Sulawesi Barat cukup strategis sebagai jalur perdagangan baik nasional maupun internasional. Posisi ibukota Mamuju juga berada di tengah-tengah Pulau Sulawesi dan dapat menjadi penghubung dengan kota di Kalimantan seperti Balikpapan ataupun Banjarmasin. Posisi tersebut berpotensi pengembangan kerja sama perdagangan antar pulau antara Sulawesi dan Kalimantan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 19 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Gambar 1.1. Peta Geografis Sulawesi Barat Infrastruktur menjadi salah satu hambatan utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Seperti yang tercantum dalam (Ismail & Mahyideen, 2015), bahwa infrastruktur menjadi bagian penting dalam memperlancar perdagangan sehingga nilai ekspor diharapkan meningkat. Sebagai provinsi yang baru terbentuk, kondisi infrastruktur belum mencapai titik ideal. Infrastruktur jalan sebagai jalur perdagangan utama di Sulawesi Barat, masih perlu mendapat perhatian. Selain masih banyak kualitas jalan yang buruk, jumlah jalan yang ada belum mencukupi bagi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan listrik juga akan semakin meningkat seiiring perkembangan ekonomi Sulawesi Barat. Sehingga diperlukan tambahan kapasitas listrik untuk memenuhi tingginya kebutuhan masyarakat dan pelaku usaha. Sementara, masih banyak penduduk yang kesulitan mendapat air bersih yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan. Grafik 1.35. Kondisi Jalan Grafik 1.36. Akses Infrastruktur sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat yang rendah menjadi salah satu indikasi permasalahan sumber daya manusia di Sulawesi Barat. Kualitas sumber daya manusia yang kurang mumpuni menghambat investor untuk menanamkan modalnya. Hal lini disebabkan investor mengharapkan tenaga kerja dari dalam daerah agar tidak perlu mengimpor tenaga kerja dari luar dengan biaya lebih tinggi. Investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan dari masyarakat di suatu wilayah (Wilson & Briscoe, 2004). Manajemen sumber daya alam di Sulawesi Barat dapat berpotensi menghambat perekonomian Sulawesi Barat. Pengelolaan sumber daya alam yang masih bersifat tradisional dapat lebih ditingkatkan agar memiliki produktivitas yang tinggi. Permasalahan ini diharapkan dapat teratasi dengan mengakomodasi permasalahan sumber daya manusia. Sulawesi Barat tidak memiliki hambatan dari sisi mikro dan makro. Hal ini tercermin dari tata kelola daerah yang baik yang mengindikasikan pemerintahan Sulawesi Barat mampu mengontrol daerahnya agar berjalan sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Sementara, tingkat inflasi yang cenderung stabil mengindikasikan kondisii makro Sulawesi Barat tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. 20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Grafik 1.37. Indeks Tata Kelola Daerah Grafik 1.38. Indikator Tata Kelola Daerah Sulawesi Barat sumber: Komite Pemantauan Pelaksanan Otonomi Daerah (KPPOD), diolah Faktor kegagalan pasar menjadi salah satu hambatan utama Sulawesi Barat. Masih minimnya inovasi dan kreasi dari masyarakat dalam mengolah sumber daya alam, membuat hasil alam Sulawesi Barat sulit berkembang di pasar luar Sulawesi Barat. Sulawesi Barat perlu lebih banyak inovasi dalam pengembangan produk agar mendiversifikasi ekspor yang selama ini tergantung dari Crude Palm Oil (CPO). Kesimpulan Berdasarkan analisis dan simulasi, hambatan utama dari perekonomian Sulawesi Barat adalah kualitas sumber daya manusia yang kurang baik. Data terakhir menunjukkan rata-rata lama sekolah di Sulawesi Barat mencapai 7,42 tahun, hanya lebih baik dibandingkan Sulawesi Utara dan Papua untuk wilayah timur Indonesia. Dengan peningkatan rata-rata lama sekolah paling tidak sampai ke tingkat sekolah menengah, diharapkan pengetahuan masyarakat lebih luas dan tingkat efisiensi dalam bekerja. Tentunya peningkatan kualitas sumber daya manusia juga akan meningkatkan pola pikir untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola sumber daya alam di Sulawesi Barat. Hasil simulasi kebijakan memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 0,72%, dimana potensi peningkatan penyerapan tenaga kerja mencapai 1,28% dan potensi peningkatan volume ekspor rata-rata per tahun mencapai 1,15%. Terbatasnya kapasitas listrik merupakan hambatan utama kedua yang dihadapi bagi pertumbuhan investasi dan perekonomian Sulawesi Barat. Kapasitas listrik yang ada saat ini sudah tidak mencukupi pada saat beban puncak seperti pada saat panen raya padi dimana perusahaan pengolahan padi terhambat kapasitas listrik. Perusahaan pengolahan padi tidak dapat memaksimalkan produksi padi dan kapasitas mesin yang ada untuk menghasilkan beras yang lebih banyak karena berpotensi meningkatkan beban listrik. Akibat keterbatasan ini, perusahaan kelapa sawit di Sulawesi Barat harus mengandalkan listrik yang dikelola secara swadaya. Hal ini tentu menjadi patokan bagi investor yang ingin masuk ke Sulawesi Barat. Mereka harus menyediakan biaya tambahan untuk penyediaan listrik agar proses produksi berjalan lancar tanpa tergantung kapasitas listrik yang terbatas dari pemerintah. Potensi pembangkit listrik yang besar di Sulawesi Barat dapat bersumber dari aliran air sungai yang cukup banyak melintasi daerah di Sulawesi Barat. Jika salah satu proyek pembangunan listrik besar seperti PLTA Karama dapat terealisasi sesuai rencana, maka potensi pengembangan ekonomi di Sulawesi Barat menjadi besar. Hal ini berdasarkan simulasi dimana dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 0,39% dengan potensi peningkatan penyerapan tenaga kerja mencapai 0,04%. Permasalahan ketiga yang menghambat perekonomian Sulawesi Barat agar tumbuh lebih baik lagi adalah kondisi infrastruktur jalan yang masih terbatas. Meskipun terbatas, kondisi jalan Sulawesi Barat saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan saat sebelum provinsi ini berdiri. Saat ini sudah ada jalan nasional melintasi sisi pantai Sulawesi Barat sehingga masyarakat sudah dapat melintasi dengan jalur Makassar-Mamuju-Palu. Namun, jalur tersebut tidak mencakup untuk keseluruhan aktivitas masyarakat di Sulawesi Barat sendiri. Apalagi di sisi timur Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 21 Bab 01. Perkembangan Ekonomi Sulawesi Barat yang berbukit dengan Mamasa sebagai bagian terluas. Kondisi ini menyebabkan perkembangan ekonomi di daerah tersebut menjadi lambat. Masyarakat membutuhkan waktu berjam-jam untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari yang banyak diperoleh dari daerah pusat perekonomian seperti Mamuju dan Polewali. Hal tersebut juga berdampak pada tingkat harga barang dan jasa yang menjadi lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Berdasarkan simulasi, perbaikan dan pembangunan jalan berpotensi memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 0,38%. Selain itu, potensi penyerapan tenaga kerja mencapai 0,02% dan peningkatan ekspor 0,44% karena proses pengangkutan sumber daya alam menjadi lancar. Prioritas ke-empat Sulawesi Barat adalah proses hilirisasi industri untuk komoditas utama di Sulawesi Barat. Meskipun berdasarkan simulasi memiliki dampak yang paling besar terhadap PDRB Sulawesi Barat, proses hilirisasi akan lebih optimal saat SDM, listrik, dan jalan sudah dalam kondisi optimal. Hal tersebut akan membuat biaya yang dikeluarkan investor dalam pembangunan industri menjadi lebih murah. Selain itu, dengan kondisi SDM dan jalan yang lebih baik akan menjadi nilai jual yang bagus untuk Sulawesi Barat. Apalagi jika pembangunan jalan direncanakan secara terstrukur dan desain tata ruang yang baik, yang akan memberikan pandangan positif bagi kawasan Sulawesi Barat. Permasalahan kelima yang menjadi prioritas Sulawesi Barat yaitu kondisi air bersih yang masih terbatas. Penggunaan air yang tidak bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berpotensi menimbulkan berbagai penyakit bagi masyarakat. Hal tersebut dapat mengakibatkan produktivitas menjadi menurun akibat terserang penyakit. Dari hasil simulasi dampak perbaikan pada sektor ini berpotensi meningkatkan perekonomian rata-rata per tahun mencapai 0,17% dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja 0,28% serta peningkatan ekspor 0,60%. 22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 02. Keuangan Pemerintah 2. Keuangan Pemerintah Bab 02 Keuangan Pemerintah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 23 Bab 02. Keuangan Pemerintah 24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 02. Keuangan Pemerintah 2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Dampak rasionalisasi fiskal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2016 memberikan p engaruh berarti terhadap keuangan daerah di Sulawesi Barat. Kondisi yang kurang kondusif tersebut ditandai dengan penurunan realisasi APBN dan pengeluaran APBD. Kondisi ini menjadi semakin tidak kondusif dengan berkurangnya kemampuan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat untuk menjaga konsistensi pertumbuhan. Sehingga pertumbuhan PAD pada tahun 2016 tumbuh melemah dibandingkan tahun lalu. Secara umum melemahnya pertumbuhan pengeluaran di tahun 2016 disebabkan oleh tingkat belanja modal yang cenderung menurun. Sementara belanja operasional masih cukup baik, yang ditopang oleh mulai beroperasinya beberapa instansi Pemerintah di Sulawesi Barat pada tahun 2016. Pagu APBN di tahun 2016 mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Seiring dengan rasionalisasi kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat, maka Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat pada tahun laporan juga mengalami penurunan 21,91% (yoy) menjadi sebesar Rp3,23 triliun. Mayoritas pagu anggaran tersebut dialokasikan untuk belanja barang Rp1,32 triliun atau 40,88%, kemudian belanja modal sebesar Rp1,31 triliun atau 40,54% dan belanja pegawai serta bantuan sosial, masing-masing sebesar Rp585,46 miliar dan Rp15,45 miliar, gabungan dua komponen terakhir hanya memiliki pangsa sebesar 18,59%. Secara triwulanan, penetapan pagu anggaran cenderung menurun, hal ini ditandai dengan kontraksi pertumbuhan pagu anggaran yang semakin dalam. Jika pada triwulan III 2016 pertumbuhan pagu anggaran sebesar -19,67% (yoy) maka pada triwulan berikutnya terkoreksi semakin dalam menjadi -21,91% (yoy). Tabel 2.1. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) Pagu (Rp Miliar) Periode 2013 2014 2015 2016 Realisasi (Rp Miliar) Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial 11.74 Pertumbuhan (yoy) I 339.63 674.94 829.39 295.17 63.83 45.82 77.86 II 339.63 673.49 967.66 252.6 152.41 172.13 262.01 89.62 III 352.86 693.46 1189.12 298.84 254.8 321.81 552.22 170.36 IV 387.78 703.63 1235.67 358.37 354.7 631.57 1191.5 351.36 I 429.45 710.75 1149.96 302.32 70.9 61.83 80.41 8.29 26.4% II 432.63 726.43 1160.59 313.26 154.75 235.67 329.39 93.75 27.4% III 427.17 691.82 1070.82 296.67 270.64 400.83 632.27 172.88 21.1% IV 422.38 693.6 1155.36 326.67 392.81 628.58 1102.12 312.93 8.9% I 424.99 1018.82 1447.28 263.36 79.59 41.5 54.11 51.09 -1.0% II 511.26 1118.91 2089.46 219.17 186.39 183.39 351.74 64.7 18.2% III 512.64 1141.68 2087.11 219.17 341.7 413.09 815.13 124.21 20.0% IV 540.8 1148.09 2185.63 265.78 494.03 1000.96 2044.21 261.79 28.0% I 561.49 1264.4 1460.26 16 101.63 125.68 189.74 0.19 32.1% II 562.76 1301.68 1505.38 15.99 272.22 405.61 538.48 4.36 10.1% III 567.4 1289.53 1309.24 15.45 411.67 725.73 864.98 6.37 10.7% IV 585.46 1321.55 1310.55 15.45 581.4 1096.95 1214.93 15.2 8.3% Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat Tak hanya pagu, dampak penerapan kebijakan fiskal juga mempengaruhi kemampuan aparatur/ SKPD dalam menyerap anggaran. Tercatat realisasi APBN di tahun 2016 sebesar Rp2,91 triliun, turun 23,48% (yoy). Turun signifikan, mengingat pada tahun lalu realisasi APBN tumbuh pesat sebesar 56,01% (yoy). Hasil Liaison pada akhir tahun 2016 menginformasikan bahwa realisasi anggaran fiskal di akhir tahun yang semula sempat tertunda, menyebabkan kemampuan SKPD dalam menyerap anggaran menjadi berkurang, dan terdapat beberapa proyek/kegiatan yang pelaksanaan menjadi tertunda. Realisasi APBN mengalami kontraksi. Realisasi APBN pada triwulan IV tercatat -23,48%, fluktuasinya cukup kontras mengingat pada triwulan lalu realisasi APBN masih mengalami peningkatan sebesar 18,57% (yoy) dengan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 25 Bab 02. Keuangan Pemerintah realisasi pengeluaran sebesar Rp2,08 triiun. Terkontraksinya pengeluaran pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh turunnya pengeluaran untuk belanja modal dan bantuan sosial. Secara tahunan (yoy) seluruh komponen APBN tumbuh melambat. Seluruh komponen APBN pada tahun 2016 tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Koreksi pertumbuhan pada belanja barang dari 59,24% (yoy) menjadi 9,59% (yoy) pada tahun 2016 dan curamnya penurunan pertumbuhan pengeluaran modal dari 85,48% (yoy) menjadi -40,57% (yoy) di tahun 2016 menjadi dua faktor utama yang mendorong melandainya pertumbuhan APBN pada tahun 2016. Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Grafik 2.2. Komponen APBN Sulawesi Barat di Triwulan IV Sulawesi Barat Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah 2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat Keuangan daerah di tahun 2016 mengalami defisit. Kinerja keuangan pemerintah provinsi Sulawesi Barat di tahun 2016 mengalami tekanan dengan pertumbuhan pendapatan yang tidak setinggi pertumbuhan pengeluaran. secara kumulatif, pendapatan daerah sebesar Rp1,69 triliun, tumbuh 13,91% (yoy), sementara realisasi belanja sebesar Rp1,77 triliun, tumbuh 19,26% (yoy). Defisit keuangan tersebut antara lain dipengaruhi operasional beberapa instansi baru di tahun 2016. Pendapatan tahun 2016 meningkat dengan level yang lebih rendah. Kondisi keuangan Pemerintah di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan, meski tidak sebaik tahun lalu. Pendapatan daerah tahun 2016 sebesar Rp1,69 triliun, tumbuh 13,91% (yoy) lebih lambat dibandingkan 18,81% (yoy) pada tahun 2015. Nilai pendapatan daerah di 2016 setara dengan 99,26% dari target atau sebesar Rp1,70 triliun, dengan pangsa terbesar berupa dana perimbangan daerah sebesar 85,32% atau Rp1,41 triliun.. Kinerja positif pemerintah terlihat secara triwulanan, dimana pertumbuhan 13,91% (yoy) tersebut meningkat signifikan dibandingkan triwulan lalu yang terkoreksi sebesar -2,01%. Kenaikan pendapatan sebesar Rp539,57 miliar dibandingkan triwulan lalu, setara dengan 31,75%, melebihi target normal triwulanan sebesar 25%. Kinerja triwulanan tersebut di topang oleh realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang tumbuh 40,22% dibandingkan target triwulanan. Sementara itu, dampak dari kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat juga dirasakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, tercermin dari pengeluaran belanja pemerintah yang tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun lalu, dari 26,12% (yoy) menjadi 19,26% (yoy) sehingga nominal belanja pemerintah pada tahun 2016 sebesar Rp1,77 triliun. Salah satu hal yang menstimulasi pengeluaran belanja Pemerintah di tahun 2016 adalah beroeprasinya beberapa lembaga pemerintah di tahun 2016, dan mampu sedikit mengurangi 26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 02. Keuangan Pemerintah dampak beleid anggaran yang di terapkan Pemerintah. Secara kumulatif, realisasi pengeluaran di tahun 2016 sebesar 95,06% dari target. Indikasi melemahnya pengeluaran belanja terlihat pula secara triwulanan, yang tumbuh lebih rendah dibandingkan 22,34% (yoy) pada triwulan III 2016. Secara tahunan, perlambatan tersebut dipengaruhi oleh moderasi pertumbuhan belanja modal. Namun kondisi berbeda terjadi secara triwulanan, dimana realisasi belanja modal di triwulan IV 2016 mencapai 53,00%, jauh melampaui target triwulanan sebesar 25%. 29.4% 2015 15.9% 2013 52.9% 2014 51.3% 41.1% 76.9% 79.8% 81.4% 67.2% 98.3% 2016 52.3% 2015 2016 2013 2014 2015 2016 2013 101.6% 2014 103.0% 2015 99.26% 2016 Triwulan II 2014 Triwulan III 2013 7.5% 13.0% 11.7% 5.5% 31.6% 32.4% 27.7% 31.4% 43.9% 56.0% 53.9% 46.0% Triwulan IV 27.7% 28.9% Triwulan I Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat 88.0% 90.0% 98.4% 95.06% Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah 2.2.1. Pendapatan Pendapatan Daerah di tahun 2016 tumbuh 13,91% (yoy) lebih rendah dibandingkan tahun 2015. Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 senilai Rp1,69 triliun atau 99,26% dari target pendapatan pada tahun laporan sebesar 1,70 triliun. Mengalami peningkatan sebesar 13,91% (yoy) secara tahunan, namun pertumbuhannya tidak sebaik tahun lalu yang mencapai 18,81% (yoy). Melambatnya pertumbuhan pendapatan daerah dipengaruhi oleh penurunan nilai pada beberapa komponennya, yaitu pertumbuhan pendapatan asli daerah, turun 1,39% (yoy) menjadi Rp276,10 dan lain-lain pendapatan yang sah, turun signifikan sebesar 99,09% (yoy) menjadi Rp1,91 miliar. Satu-satunya komponen yang mengalami peningkatan adalah dana perimbangan yang meningkat 42,08% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Peningkatan dana perimbangan tersebut seiring dengan beroperasinya beberapa instansi pemerintah di tahun 2016. Meskipun secara tahunan tumbuh melambat, namun pertumbuhan pendapatan pada triwulan IV 2016 sebesar 13,91% (yoy) tersebut cukup baik, mengingat pendapatan daerah terkoreksi -2,01% (yoy) pada triwulan III 2016. Rendahnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi penyebab utama yang melatarbelakangi rendahnya pertumbuhan pendapatan daerah pada dua periode tersebut. Jika dibandingkan dengan target tahun 2016, pencapaian terendah sampai dengan akhir triwulan IV 2016 terdapat pada komponen lain-lain sebesar 63,95%, diikuti dengan PAD sebesar 97,24%. Pencapaian PAD di tahun 2016 relatif menurun, karena dalam 2 tahun terakhir pencapaian PAD lebih tinggi dari target yang ditetapkan. Namun hal positif adalah penyebab melandainya penerimaan PAD bukan dipengaruhi oleh penerimaan pajak yang memiliki pangsa dominan dalam PAD (sekitar 90%), namun disebabkan oleh koreksi pendapatan yang berasal Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 27 Bab 02. Keuangan Pemerintah dari retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah, dimana realisasi masing-masing komponen tersebut sebesar 77,29% dan 61,04% atau sebesar Rp12,43 miliar dan Rp13,02 miliar. Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Pendapatan Anggaran 2015 Anggaran 2016 Tw I 2016 Tw II 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 % 1,450,184.1 1,699,484.6 270,741.3 700,781.68 1,147,336.03 1,686,904.26 239,795.8 283,932.0 30,602.3 101,169.4 161,919.7 276,103.4 97.2% 216,196.5 243,221.1 28,824.7 90,811.1 143,640.4 247,316.7 101.7% Pendapatan Retribusi Daerah 4,141.8 16,080.8 1,088.3 4,409.4 6,723.6 12,428.6 77.3% Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan 1,175.0 3,300.0 3,337.8 3,337.8 101.1% 13,020.2 61.0% Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Pajak Daerah Lain - lain PAD yang Sah Pendapatan Transfer - - 99.3% 18,282.5 21,330.1 689.3 5,948.9 8,217.9 1,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 597,360.5 982,992.7 1,004,208.8 1,412,568.8 238,356.8 597,360.5 42,405.0 1,406,443.2 99.6% 36,113.9 25,362.0 6,673.0 11,632.7 11,977.2 27,854.1 109.8% 1,986.4 396.9 396.9 495.7 999.0 50.3% 231,286.9 539,669.4 677,109.6 925,147.6 100.0% 45,661.6 251,005.2 410,037.6 98.8% Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam - Dana Alokasi Umum (DAU) 895,580.9 925,147.6 Dana Alokasi Khusus (DAK) 72,514.0 415,218.4 Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik - Dana Insentif Daerah (DID) - 44,854.4 - - - - - - - 0.0% - 42,405.0 42,405.0 2,251.8 2,423.6 1,908.2 64.0% 146.4 170.8 848.7 114.3% 2,105.4 2,252.8 1,059.5 47.3% 94.5% Dana Penyesuaian Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah 206,179.5 2,983.8 742.7 742.7 205,436.8 2,241.1 Pendapatan Hibah Pendapatan Lainnya 1,782.3 1,782.3 Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Realisasi Dana Perimbangan tahun 2016 meningkat. Dana Perimbangan/ Pendapatan Transfer yang memiliki pangsa 83,52% dari total pendapatan daerah, pada tahun 2016 realisasinya hanya sedikit di bawah target, sebesar 99,74% atau senilai Rp1,41 triliun. Pencapaian tersebut didukung oleh peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dibandingkan tahun lalu, karena mulai beroperasinya beberapa instansi pemerintah di tahun 2016. Peningkatan terjadi pula pada realisasi Dana Insentif Daerah 1, yang tahun ini mencapai Rp42,41 miliar. Sementara secara triwulanan, realisasi pendapatan transfer di triwulan IV 2016 cenderung menurun dibandingkan triwulan lalu, meskipun diatas target triwulanan (25%). Tercatat realisasi pendapatan transfer di triwulan IV 2016 sebesar 30,15%, lebih rendah dibandingkan 52,72% dibandingkan triwulan lalu. Tertundanya realisasi DAU yang sempat tejadi pada awal triwulan laporan, pada akhirnya dapat direalisasikan sesuai target dan mampu mendukung pertumbuhan pendapatan daerah. Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat Prov. Sulawesi Barat Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sulawesi Barat, diolah Upaya meningkatkan pendapatan daerah. Pemerintah Sulawesi Barat secara konsisten melanjutkan upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kemandiriannya. Selain melalui program tax manesty yang diintensifkan 1 28 Dana Insentif Daerah direalisasikan pada triwulan III 2016 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 02. Keuangan Pemerintah Pemerintah Pusat, Pemerintha Provinsi pun menatausahakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi dan pajak kendaraan bermotor, yang selema ini terkesan belum dikelola secara optimal. 2.2.2. Belanja Pemerintah Belanja Pemerintah meningkat 19,26% namun tidak sebaik tahun lalu . Nilai belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 sebesar Rp1,62 triliun, tumbuh 9,52% (yoy) tidak sebaik pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 26,12% (yoy). Landainya pertumbuhan tersebut tak lepas dari kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat. Secara kumulatif, realisasi belanja pemerintah di tahun 2016 sebesar 95,06%. Realisasi tersebut didukung oleh belanja operasional yang mencapai 98,53%. Secara triwulanan, nominal belanja pemerintah yang mampu direalisasikan pada triwulan IV 2016 sebesar Rp712,33 miliar atau 41,75% dari target normal (25%), sementara pada triwulan lalu 15,29%. Namun berdasarkan pertumbuhannya, belanja pemerintah pada triwulan IV 2016 tumbuh melemah, sebesar 6,15% (yoy) dibandingkan 8,12% (yoy) pada triwulan III 2016. Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) Uraian Anggaran 2015 BELANJA Anggaran 2016 Tw I 2016 Tw II 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 % 1,354,142.8 1,706,120.2 117,763.5 648,631.7 909,470.4 1,621,796.0 95.06% BELANJA OPERASI 910,562.6 1,139,795.4 117,415.9 518,034.7 710,664.0 1,123,060.6 98.53% Belanja Pegawai 241,370.0 266,749.4 37,621.3 135,501.2 158,971.3 264,743.5 99.25% Belanja Barang dan Jasa 429,066.8 458,103.0 3,864.9 158,236.8 232,210.3 444,112.7 96.95% 524.8 1,541.4 93.85% 309,972.9 395,290.3 99.84% Belanja Bunga Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial BELANJA MODAL 228,625.8 1,642.5 - 395,927.1 68,877.7 11,500.0 17,373.5 - 443,580.2 565,924.8 347.6 218,456.2 5,840.5 8,984.6 17,372.6 99.99% 130,597.0 198,806.5 498,735.5 88.13% Belanja Modal Tanah - 9,975.6 - 5,937.3 5,937.3 9,961.8 99.86% Belanja Modal Peralatan dan Mesin - 86,491.0 347.6 25,257.8 37,590.9 72,090.0 83.35% Belanja Modal Gedung dan Bangunan - 250,382.3 - 64,032.0 68,748.8 240,222.9 95.94% Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan - 211,992.0 - 33,697.9 83,147.1 169,473.3 79.94% Belanja Modal dan Tetap Lainnya - 7,083.8 - 1,672.0 3,382.3 6,987.4 98.64% BELANJA TAK TERDUGA - 400.0 - - - - 400.0 - - - - 144,403.8 - 29,366.2 83,329.6 144,260.7 99.90% Belanja Tak Terduga TRANSFER 1,000.0 - 0.00% 0.00% TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 86,281.0 115,925.2 - 20,160.2 68,326.1 115,925.2 100.00% Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 86,281.0 115,925.2 - 20,160.2 68,326.1 115,925.2 100.00% TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 66,066.0 28,478.6 - 9,206.0 15,003.5 28,335.4 99.50% Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 66,066.0 27,409.6 - 9,206.0 15,003.5 27,309.3 99.63% 1,000.0 1,069.0 - 1,026.2 95.99% Transfer Bantuan Keuangan Lainnya SURPLUS/ (DEFISIT) - PEMBIAYAAN (151,039.5) 152,977.8 - - 22,783.8 - 154,535.9 - (79,152.4) - PENERIMAAN PEMBIAYAAN - 153,039.5 - Penggunaan SILPA - 41,635.8 - Pinjaman Dalam Negeri - 111,403.7 - PENGELUARAN PEMBIAYAAN - 2,000.0 Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah - 2,000.0 2,000.0 2,000.0 PEMBIAYAAN NETTO - 151,039.5 (2,000.0) 27,362.1 SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA) - 150,977.8 50,145.8 181,898.0 44,686.0 - 2,000.0 29,362.1 - 29,362.1 - 52.41% - 125,838.4 82.23% 41,635.8 100.00% 29,362.1 29,362.1 84,202.6 75.58% 2,000.0 2,000.0 2,000.0 100.00% 2,000.0 2,000.0 100.00% 27,362.1 123,838.4 81.99% Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah Koreksi belanja pegawai serta belanja barang dan jasa mempengaruhi lemahnya belanja operasional. Secara tahunan, belanja operasional pada tahun 2016 tumbuh melambat dibandingkan tahun lalu, dari 15,61% (yoy) di tahun 2015 menjadi 6,15% (tahun 2016). Moderasi pertumbuhan tersebut dilatarbelakangi oleh menurunnya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 29 Bab 02. Keuangan Pemerintah belanja barang dan jasa yang memiliki pangsa terbesar dalam belanja operasional. Pada tahun 2016 realisasinya sebesar Rp444,11 miliar dari target Rp458,10 miliar atau 96,95%, diikuti dengan realisasi pembayaran bunga sebesar Rp1,54 miliar yang mencapai 93,58% dibandingkan target menjadi Rp1,64 miliar. Sementara itu realisasi belanja pegawai dan hibah kinerjanya cukup baik dengan tingkat realisasi masing-masing sebesar 99,25% dan 99,84%. Sementara itu secara triwulanan, realisasi belanja triwulan IV 2016 melambat dibandingkan periode lalu, dari 8,12% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 6,15%. Melambatnya pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh penurunan belanja barang dan jasa sebesar 7,56% (yoy) menjadi sebesar Rp444,11 miliar. Meskipun mengalami penurunan, namun pangsa belanja barang dan jasa masih merupakan yang terbesar di dalam belanja operasional, yakni sebesar 39,54%. Pertumbuhan belanja modal turut melemah. Imbas dari kebijakan fiskal dirasakan pula dengan menurunnya kemampuan belanja modal. Pada tahun 2016 belanja modal tumbuh sebesar 17,95% (yoy) menurun signifikan dibandingkan 63,25% (yoy) pada tahun 2015. Menilik perbandingannya dengan target, maka realisasi belanja modal sebesar 88,13%. Koreksi pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh realatif minimnya belanja modal untuk jalan, irigasi dan jaringan serta pemebelian peralatan dan mesin, masing-masing sebesar 79,94% dan 83,35% sehingga nilainya di tahun 2016 sebesar Rp169,74 miliar dan Rp72,09 miliar. Sementara berdasarkan pangsanya, komponen terbesar dalam belanja modal berupa belanja gedung dan bangunan sebesar Rp240,22 miliar atau 48,17%, diikuti oleh pengeluaran untuk jalan, irigasi dan jaringan sebesar 33,98% dan komposisi untuk pembelian peralatan dan mesin sebesar 14,45%. Secara triwulanan pertumbuhan belanja modal menurun. Capaian belanja modal di triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 17,95% (yoy) melambat dibandingkan triwulan lalu sebesar 28,94% (yoy). Hal ini antara lain dipicu oleh melemahnya pertumbuhan pengeluaran untuk perbaikan jalan, irigasi dan jaringan. 2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian Kinerja keuangan pemerintah daerah membaik. Berdasarkan alokasi antara pendapatan dan belanja terdapat surplus pendapatan sebesar Rp65,11 miliar. Surplus ini cukup baik mengingat pada tahun 2016 Pemerintah Provinsi memperkirakan akan terjadi defisit sebesar Rp297,35 miliar. Kedepannya, diperkirakan akan terjadi defisit pembiayaan di tahun 2017, didorong oleh peningkatan belanja oeprasional dan transfer, sementara dana perimbangan yang memiliki pangsa terbesar dalam pendapatan tumbuh secara moderat. Untuk mendorong kemandirian dalam pengelolaan pendapatan, pemerintah secara intensif menggalakan penerimaan pajak dan retribusi, yang antara lain berasal dari pajak kendaraan bermotor, retribusi parkir dan pajak galian, yang di tahun 2016 aktivitas penambangan yang tumbuh relatif cepat. 30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi 3. Inflasi Bab 03 Inflasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 31 Bab 03. Inflasi 32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi 3.1. Inflasi Secara Umum Tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 cenderung melambat. Secara tahunan (yoy), Laju inflasi pada triwulan IV 2016 sebesar 2,23%, melemah dibandingkan 3,42% pada triwulan III 2016. Jika dilihat pada triwulan yang sama di tahun 2015, pencapaian inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 menurun sangat jauh dari pencapaian sebelumnya yaitu sebesar 5,07% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari seluruh komponen disagregasi inflasi, dimana sumbangan yang diberikan masing-masing adalah sebesar -0,05% (yoy) untuk Administered Prices (AP), 0,12% (yoy) untuk Volatile Food (VF) dan 2,16% (yoy) untuk core. Inflasi bulanan kota Mamuju relatif lebih rendah dibandingkan inflasi KTI namun lebih tinggi dibandingkan nasional. Dalam triwulan IV 2016, fluktuasi inflasi kota Mamuju sampai dengan bulan Oktober 2016 relatif lebih terkendali yaitu sebesar -0,17% (mtm) dibandingkan inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 0,30% (mtm) dan Indonesia sebesar 0,14% (mtm). Namun demikian meningkatnya kebutuhan masyarakat ditengah kelangkaan pasokan ikan dan komoditas hortikultura telah mendorong pencapaian inflasi pada bulan November hingga mencapai 0,46% (mtm). Menjelang akhir tahun tekanan inflasi kembali meningkat yang disebabkan oleh persiapan masyarakat menghadapi natal dan libur akhir tahun hingga mencapai 0,98% (mtm). Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Secara kumulatif, hingga triwulan IV 2016 inflasi terjaga pada level yang sangat rendah dan terkendali. Melemahnya harga komoditas hotikultura, ikan-ikanan dan biaya transportasi angkutan udara, mengakibatkan sampai dengan bulan Oktober 20016 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,77% (kumulatif/ year to date). Namun demikian, pada bulan November 2016 komoditas-komoditas di atas mengalami peningkatan harga akibat berakhirnya musim migrasi ikan dan berkahirnya masa panen hortikultura sehingga pencapaian inflasi kembali menguat dan tercatat sebesar 1,24% (ytd). Tekanan kembali menguat pada bulan Desember akibat terjadi peningkatan harga pada komoditas ikan-ikanan, sandang dan angkutan udara yang menyebabkan pencapaian inflasi pada bulan Desember 2016 adalah sebesar 2,23% (ytd). Pada triwulan I 2017, inflasi relatif akan melemah dengan level yang moderat. Penurunan disebabkan oleh meningkatnya pasokan bahan makanan seperti beras dan ikan tangkap akibat berakhirnya musim penghujan. Selain itu, normalisasi permintaan masyarakat setelah menghadapi tahun baru diperkirakan juga dapat menyebabkan pelemahan tekanan inflasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 33 Bab 03. Inflasi Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju Mamuju Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.2. Inflasi Bulanan Oktober 2016: Kecukupan pasokan komoditas pangan menjaga kestabilan pencapaian inflasi mamuju dan menyebabkan inflasi tercatat sebesar -0,17% (mtm). Normalisasi permintaan masyarakat setelah Idul Qurban terhadap angkutan udara, lancarnya pasokan distribusi komoditas hortikultura dan adanya efek lanjutan badai LaNina yang berpengaruh terhadap panjangnya musim migrasi ikan, menjadi penyebab lemahnya inflasi pada bulan ini. Hal ini dapat dilihat dari andil komoditas tersebut seperti angkutan udara yang tercatat sebesar -0.05 (mtm), cabai merah sebesar -0,03% (mtm), kacang panjang sebesar -0,02% (mtm), cabai rawit sebesar -0,02% (mtm), ikan layang sebesar -0,07% (mtm), ikan tongkol sebesar -0,02% (mtm) dan ikan cakalang sebesar -0,02% (mtm). November 2016: Komoditas pangan mendorong pencapaian inflasi November sebesar 0,46% (mtm). Inflasi pada periode laporan disebabkan oleh meningkatnya tekanan harga pada sebagian komoditas hortikultura, ikanikanan, rokok dan biaya transportasi angkutan udara. Tekanan inflasi pada komoditas hortikultura meningkat karena wilayah-wilayah sentra hortikultura Indonesia tengah mengalami penurunan jumlah produksi dan berdampak pada pasokan hortikultura Sulawesi Barat. Hal tersebut tercermin dari andil tomat buah sebesar 0,01% (mtm), cabai merah sebesar 0,06% (mtm), tomat sayur sebesar 0,02% (mtm) dan cabai rawit sebesar 0,03% (mtm). Inflasi pada kelompok ikan-ikanan disebabkan oleh berakhirnya musim migrasi ikan yang tercermin pada andil beberapa komoditas ikan tangkap seperti ikan cakalang/sisik yang tercatat sebesar 0,16% (mtm), ikan teri sebesar 0,009% (mtm) dan layang benggol 0,056% (mtm). Untuk rokok tekanan inflasi disebabkan oleh permintaan yang meningkat diiringi oleh ekpektasi masyarakat terhadap adanya kenaikan harga yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, tercermin dari andil sebesar sebesar 0,01% (mtm). Desember 2016: Hari Raya Natal dan libur tahun baru mendorong pencapaian inflasi pada bulan laporan sebesar 0,98% (mtm). Meskipun realisasi inflasi di Desember 2016 meningkat, namun pencapaian inflasi Mamuju di sepanjang tahun 2016 merupakan yang terendah yang pernah dicapai oleh Provinsi Sulawesi Barat, setelah tahun 2015 sempat menyentuh angka 1,70%(mtm). Menilik sumbernya, penyebab inflasi bulanan secara signifikan disumbang oleh kelompok bahan makanan, tepatnya subkelompok ikan segar yang meyumbang 0,59% (mtm). Sumbangan terbesar kedua berasal dari kelompok transportasi dan komunikasi, dimana kenaikan tarif angkutan udara memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,04% pada periode laporan. Seluruh sumbangan inflasi tersebut sejalan dengan trend akhir tahun yang selama ini terjadi, dimana permintaan masyarakat yang meningkat tidak diimbangi dengan pasokan kecukupan komoditas karena berakhirnya musim panen di wilayah-wilayah sentra Indonesia. Selain itu, tingginya animo masyarakat untuk berlibur, dengan menggunakan transportasi darat dan udara, mendorong peningkatan harga pada komoditas tersebut. 34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar OKTOBER -0.17 NOVEMBER 0.46 DESEMBER 0.98 BAWANG MERAH -0.07 AIR KEMASAN -0.05 BANDENG/BOLU -0.08 LAYANG/BENGGOL -0.07 BANDENG/BOLU -0.05 CABAI MERAH -0.05 BESI BETON -0.05 PISANG -0.02 SUSU BUBUK -0.03 ANGKUTAN UDARA -0.05 TELUR AYAM RAS -0.02 TOMAT SAYUR -0.02 DAGING SAPI -0.05 DAGING AYAM RAS -0.02 KANGKUNG -0.02 KUE BASAH 0.09 CAKALANG/SISIK 0.17 CAKALANG/SISIK 0.56 SOP 0.05 MAKANAN RINGAN/SNACK 0.12 TELUR AYAM RAS 0.10 TARIP LISTRIK 0.04 CABAI MERAH 0.07 BERAS 0.06 SEPEDA MOTOR 0.03 LAYANG/BENGGOL 0.06 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI0.05 BAYAM 0.03 GADO-GADO 0.04 LAYANG/BENGGOL 0.05 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran Tekanan inflasi berada pada level yang moderat disebabkan oleh menurunnya produksi ikan tangkap . Berakhirnya efek anomali La-Nina pada bulan November 2017, telah menyebabkan beberapa harga ikan tangkap kembali meningkat pada akhri triwulan IV, seperti ikan cakalang yang memberikan andil sebesar 0,56% (mtm) dan ikan layang/benggol sebesar 0,05% (mtm). Selain itu, berakhirnya musim panen padi juga telah menyebabkan tingginya permintaan masyarakat sejalan dengan peningkatan tekanan inflasi pada komoditas tersebut. Tercatat bahwa beras memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Komoditas lainnya, seperti telur ayam ras juga menjadi salah satu komoditas yang memberikan sumbangan pada triwulan IV 2017, dengan andil sebesar 0,10% (mtm). Hal tersebut dapat terjadi mengingat bahwa Sulawesi Barat bukan merupakan sentra penghasil telur ayam ras, sedangkan pasokan dari wilayah lain juga tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya. Di sisi lain, meningkatnya panen hortikultura di wilayah sentra hortikultura Indonesia dan membaiknya jalur distribusi di wilayah Sulawesi Barat, telah membantu menahan tekanan inflasi lebih tinggi lagi. Beberapa komoditas hortikultura yang tercatat memberikan andil negatif terhadap pencapaian inflasi triwulan IV adalah cabai merah sebesar -0,05% (mtm), tomat sayur sebesar -0,02% (mtm) dan kangkung sebesar -0,02% (mtm). Berdasarkan hasil survei pusat informasi harga pangan strategis, selama triwulan IV 2016 rata-rata harga komoditas ikan-ikanan untuk jenis cakalang adalah Rp15.076,92,-/ekor, dengan harga paling rendah adalah Rp11.750,-/ekor pada minggu pertama Oktober 2016 dan harga paling tinggi adalah Rp20.000,-/ekor pada minggu terkahir Desember 2016. Komoditas lainnya yaitu ikan layang/benggol diketahui memiliki harga rata-rata sebesar Rp26.461,54,-/ekor, dengan harga paling rendah terjadi pada minggu pertama November 2017 yaitu sebesar Rp21.250,-/kg dan harga paling tinggi terjadi pada minggu ketiga bulan Desember 2016 yaitu sebesar Rp31.500,-/kg. Untuk komoditas telur ayam, rata-rata harga selama triwulan IV 2016 adalah Rp23.077,-/kg. Terpantau harga paling rendah terjadi pada minggu ke I bulan Oktober 2017 yaitu sebesar Rp22.500,-/kg, sedangkan harga paling tinggi terjadi pada minggu terakhir bulan Desember 2016 yaitu sebesar Rp25.313,-/kg. Pada triwulan berjalan (triwulan I 2017), tekanan inflasi diprediksi akan melemah seiring dengan berakhirnya musim penghujan yang dapat memudahkan nelayan untuk pergi melaut dan mencari ikan tangkap. Selain itu, pelemahan tekanan inflasi juga diprediksi akan bersumber dari berakhirnya masa kampanye, peningkatan produksi rumahan hortikultura seperti cabai di Polewali Mandar dan bawang merah di Majene serta program TPID lainnya yang mulai diterapkan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 35 Bab 03. Inflasi Secara tahunan proyeksi inflasi Kota Mamuju pada triwulan berjalan diperkirakan berada pada kisaran angka 3,0% (yoy) - 3,40% (yoy) atau sesuai dengan target inflasi yang telah ditetapkan oleh Nasional sebesar 4% +/- 1%. Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dari pencapaian inflasi Kota Mamuju pada triwulan yang sama tahun 2016 yang tercatat sebesar 5,19% (yoy). Adanya penurunan pencapaian inflasi tahunan tersebut diprediksi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, membaiknya distribusi pasokan komoditas ke Sulawesi Barat, normalisasi permintaan sandang setelah pelaksanaan Pemilukada, berkurangnya curah hujan yang dapat membantu proses nelayan melaut dan masuknya musim panen komoditas hortikultura di beberapa wilayah sentra hortikultura. Di sisi lain, beberapa hal yang patut diwaspadai dan diprediksi dapat meningkatkan tekanan inflasi triwulan berjalan adalah belum masuknya musim panen beras, adanya kemungkinan dinaikkannya harga BBM dan TDL dan adanya peningkatan pengenaan penerimaan negara bukan pajak. Hal lainnya yang berpotensi untuk menyebabkan besarnya tekanan inflasi adalah meningkatnya alih fungsi lahan untuk dipergunakan sebagai lahan usaha selain pertanian. Mempertimbangkan hal tersebut, maka jika dilihat secara bulanan pencapaian inflasi kota mamuju akan berada pada kisaran angka sebesar 0,90% (mtm) 0,13% (mtm) atau meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun 2016 yang tercatat sebesar -0,02% (mtm). 3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan Kondisi perekonomian dinilai menurun dibandingkan dengan triwulan lalu. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penghasilan sebagian masyarakat, seperti masuknya gaji ke 13 pada bulan Desember lalu untuk PNS, namun secara umum tidak memberikan dampak yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi lainnya. Seluruh informasi ini dibuktikan oleh Indeks Penghasilan Konsumen yang meningkat pada triwulan laporan sebesar 132,0 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 109,0. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak berjalan lurus dengan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang menurun sebesar 118,0 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 163,0, dan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama yang juga menurun sebesar 106,0 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 112,0 1. Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Sumber: Bank Indonesia, diolah Keseluruhan hal tersebut menjaga tingkat permintaan inflasi pada level yang sangat terjaga . Jika memperhatikan hasil survey diatas, maka penurunan pola konsumsi masyarakat terutama untuk barang tahan lama merupakan faktor rendahnya tingkat pencapaian inflasi pada triwulan laporan. 1 36 Seluruh data didapatkan oleh Survei yang dilaksanakan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Barat, yaitu Survei Konsumen. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi Namun demikian, memperhatikan perkembangan ekonomi yang akan terjadi pada tahun 2017, masyarakat optimis bahwa kegiatan dunia usaha akan dapat lebih baik dibandingkan dengan triwulan laporan. Hal ini diprediksi antara lain oleh infrastruktur pendukung Sulawesi Barat yang mulai beroperasi, seperti PLTU BelangBelang, yang dapat meningkatkan geliat usaha di Sulawesi Barat. Seluruh hal ini dibuktikan oleh hasil survey Indeks Kegiatan Usaha 6 bulan ke depan yang meningkat sebesar 141,0 dibandingkan hasil survey triwulan sebelumnya sebesar 115,0. Membaiknya ekpektasi konsumen terhadap dunia usaha juga meningkatkan ekpektasi penghasilan 6 bulan ke depan, dengan indeks sebesar 144,0 dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 108,0 Memperhatikan hal tersebut, pencapaian inflasi secara keseluruhan pada tahun 2017 diprediksi akan meningkat dibandingkan tahun 2016. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peningkatan koordinasi TPID baik Provinsi maupun Kabupaten akan lebih digiatkan, demi menjaga pencapaian inflasi pada level yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 4% +/- 1%. 3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas Pengaruh paling besar terhadap penurunan inflasi triwulan laporan diberikan oleh Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 1,18% (yoy). Hal ini disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarakat terhadap makanan jadi, untuk perayaan hari libur tahun baru dan perayaan Hari Raya Natal. Sementara itu, meningkatnya permintaan masyarakat terhadap komoditas baju untuk menghadapi libur akhir tahun dan Hari Raya Natal, telah menyebabkan tekanan inflasi pada kelompok Sandang sebesar 0,84% (yoy), diikuti oleh Kelompok Perumahan, Listrik, Gas dan Bahan Bakar sebesar 0,17% (yoy). Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 2016 Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 36 menggambarkan pengaruh konsumsi masyarakat terhadap inflasi terutama inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau. Andil terbesar inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau berasal dari makanan jadi sebesar 0,68% (yoy). Meningkatnya permintaan tersebut disebabkan oleh persiapan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi perayaan tahun baru dan Hari Raya Natal. Komoditas yang berperan besar dari makanan jadi adalah makanan ringan dengan andil sebesar 0,26% (yoy), kue basah sebesar 0,10% (yoy), mie sebesar 0,08% (yoy) dan gado-gado sebesar 0,07% (yoy). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 37 Bab 03. Inflasi Grafik 3.8. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sub kelompok lainnya yang berperan dari inflasi kelompok ini adalah tembakau dan minuman beralkohol sebesar 0,40% (yoy). Tekanan inflasi ini berasal karena ada sedikit peningkatan harga rokok dan ekspektasi masyarakat terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan harga rokok. Komoditas yang memberikan andil inflasi terhadap tembakau dan minuman beralkohol adalah rokok kretek filter dengan sumbangan sebesar 0,23% (yoy), disusul oleh rokok putih sebesar 0,10% (yoy) dan rokok kretek sebesar 0,07% (yoy). Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok Komoditas Andil Inflasi Tahunan Tw III 2016 Tw IV 2016 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1.21 1.18 Makanan Jadi 0.48 0.68 Minuman yang Tidak Beralkohol 0.18 0.10 Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.54 0.40 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kelompok Bahan Makanan tercatat memberikan andil inflasi sebesar 0,09% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,14% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok ini disumbang dari subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya sebesar 0,22% (yoy). Komoditas yang memberikan sumbangan besar pada sub kelompok tersebut adalah beras sebesar 0,21% (yoy). Hal ini sejalan dengan berakhirnya musim panen padi yang sudah terjadi pada triwulan sebelumnya. Komoditas selanjutnya adalah mie kering instan dengan sumbangan sebesar 0,02% (yoy). Subkelompok selanjutnya yang berperan besar dalam pencapaian inflasi triwulan laporan adalah bumbu-bumbuan sebesar 0,13% (yoy). Komoditas yang tergabung di dalam kelompok ini dalam memberikan sumbangan inflasi adalah komoditas hortikultura seperti cabai rawit dengan andil sebesar 0,07% (yoy) dan bawang putih sebesar 0,04% (yoy). Hal ini sejalan dengan trend nasional, dimana wilayah sentra Indonesia penghasil hortikultura belum memasuki masa panen kembali. Pada triwulan berjalan tekanan inflasi pada kelompok ini juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan laporan, mengingat bahwa musim penghujan diprediksi sudah berhenti dan normalisasi permintaan masyarkat terhadap bahan makanan setelah menghadapi Hari Raya Natal dan tahun baru. 38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Bahan Makanan Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas Tw III 2016 Tw IV 2016 Bahan Makanan 1.14 0.09 Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0.46 0.22 Daging dan Hasil-hasilnya -0.05 -0.13 Ikan Segar 0.18 -0.08 Ikan Diawetkan 0.04 0.04 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -0.08 -0.01 Sayur-sayuran 0.08 -0.09 Kacang-kacangan 0.00 -0.04 Buah-buahan 0.18 -0.02 Bumbu-bumbuan 0.32 0.13 Lemak dan Minyak 0.02 0.05 Bahan Makanan Lainnya 0.00 0.00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan inflasi Kelompok Sandang menurun dari 0,93% (yoy) menjadi 0,84% (yoy) pada triwulan laporan. Meski sempat menurun setelah Hari Raya Idul Qurban, permintaan terhadap sandang kembali meningkat untuk menghadapi Hari Raya Natal dan Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Sandang tahun baru. Oleh karena itulah, meski Andil Inflasi Tahunan Kelompok Komoditas terjadi penurunan namun penurunan Tw III 2016 Tw IV 2016 Sandang 0.93 0.84 umum, Sandang Laki-Laki 0.31 0.29 kelompok yang terjadi tidak terlalu besar. Secara pencapaian ini inflasi pada dipengaruhi oleh Sandang Wanita 0.31 0.26 subkelompok sandang laki-laki yaitu Sandang Anak-Anak 0.22 0.22 sebesar 0,29% (yoy). Komoditas yang Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.09 0.08 memiliki andil besar dalam sub kelompok ini adalah baju muslim sebesar 0,14% (yoy), celana panjang jeans sebesar Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 0,06% (yoy) dan baju kaos berkerah sebesar 0,05% (yoy). Diperkirakan pada triwulan berjalan kelompok sandang akan mengalami pelemahan inflasi, mengingat bahwa masa kampanye Pemilukada sudah berakhir, dimana biasanya kegiatan pemilu banyak membutuhkan kaos dari masing-masing calon. Sumbangan inflasi Perumahan, Air, Listrik, Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Gas dan Bahan Bakar menurun menjadi bahan Bakar 0,17%, dibandingkan 0,41% pada triwulan III 2016. Tekanan inflasi pada kelompok ini Kelompok Komoditas Andil Inflasi Tahunan Tw III 2016 Tw IV 2016 disumbang oleh subkelompok perlengkapan Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 0.41 0.17 rumah tangga sebesar 0,18% (yoy). Adapun Biaya Tempat Tinggal 0.10 -0.08 Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0.13 0.06 Perlengkapan Rumah Tangga 0.19 0.18 Penyelenggaraan Rumah Tangga -0.01 0.01 komoditas yang tercatat memberikan sumbangan besar adalah 0,06% (yoy), mesin cuci sebesar 0,04% (yoy) dan kulkas/lemari es sebesar 0,03% (yoy). Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 39 Bab 03. Inflasi Pada triwulan berjalan kelompok ini masih wajib diwaspadai apabila keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi Elpiji 3kg jadi dilaksanakan, mengingat sebagian masyarakat Sulawesi Barat masih menggunakan elpiji dengan ukuran tersebut. Inflasi pada kelompok kesehatan tercatat menurun sebesar 0,09% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 0,11% (yoy). Tekanan inflasi tersebut utamanya disumbang dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika sebesar 0,03% (yoy). Komoditas yang menyumbang pencapaian inflasi adalah pasta gigi dengan andil 0,02% (yoy) dan parfum sebesar 0,01% (yoy). Tekanan inflasi yang diberikan oleh komoditas ini sejalan dengan prediksi Bank Indonesia pada triwulan sebelumnya, bahwa dalam rangka menghadapi akhir tahun Hari Raya natal dan Tahun Baru, masyarakat akan banyak membutuhkan komoditas yang tergabung di dalam kelompok ini seperti Perawatan Jasmani Dan Kosmetika serta Jasa Perawatan Jasmani. Diperkirakan bahwa pada triwulan berjalan, tekanan inflasi pada kelompok ini akan melemah seiring dengan normalisasi permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pada kelompok ini. Tekanan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan ola hraga meningkat, menjadi 0,16% (yoy) dibandingkan 0,10% (yoy) pada triwulan lalu. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh subkelompok pendidikan sebesar 0,15% (yoy). Komoditas yang berperan besar dalam menyebabkan inflasi pada subkelompok tersebut adalah sekolah dasar dengan andil sebesar 0,09% (yoy) disusul oleh akademi perguruan tinggi sebesar 0,05% (yoy). Tekanan pada komoditas ini disebabkan karena adanya kewajiban pemenuhan uang semester oleh seluruh murid. Satu-satunya kelompok yang tercatat mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar 0,31% (yoy). pelemahan inflasi pada Kelompok ini disebabkan oleh subkelompok transportasi yang tercatat memberikan andil sebesar -0,34% (yoy) atau melemah lebih jauh dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -0,50% (yoy). Pelemahan menunjukkan beberapa hal yaitu, (i) proses pembentukan harga yang lebih kompetitif dibandingkan tahun 2015, (ii) efek harga energi yang rendah sehingga penyedia transportasi tidak menaikkan harga. Pada triwulan berjalan diperkirakan tekanan inflasi pada kelompok ini akan menguat, terkait dengan adanya kemungkinan Pemerintah Pusat menaikkan harga BBM pada akhir tahun dan adanya kenaikan permintaan masyarakat pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru terhadap komoditas transportasi udara. Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor, Olah Raga Komunikasi & Jasa Keuangan Kelompok Komoditas Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Andil Inflasi Tahunan Tw III 2016 Tw IV 2016 0.10 0.16 Kelompok Komoditas Andil Inflasi Tahunan Tw III 2016 Tw IV 2016 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan -0.47 -0.31 Transpor -0.50 -0.34 Komunikasi dan Pengiriman -0.01 0.02 Pendidikan 0.10 0.15 Kursus-Kursus / Pelatihan 0.00 0.00 Sarana dan Penunjang Transpor 0.04 0.01 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan -0.01 0.01 Jasa Keuangan 0.00 0.00 Rekreasi 0.01 0.01 Olahraga 0.00 0.00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 3.6. Disagregasi Inflasi Tekanan inflasi disumbang oleh komponen baik Volatile Food dan Core. Sedangkan Administered Prices merupakan satu-satunya komponen yang mengalami deflasi. Secara triwulanan, realisasi inflasi (tahunan) pada triwulan IV 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yaitu sebesar 2,23% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 3,42% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya sumbangan inflasi dari seluruh komponen, 40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi yaitu volatile food menjadi 0,12% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 1,01% (yoy), core menjadi 2,16% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,38% (yoy) dan administered price menjadi -0,05% (yoy) dari triwulan sebelumnya 0,04% (yoy). Jika dibandingkan dengan tahun 2015, pelamahan andil kelompok disagregasi secara umum dapat terlihat dengan jelas, kecuali pada komponen AP. Pada tahun 2015 komponen VF tercatat memberikan andil sebesar 2,39% (yoy), kelompok core memberikan andil sebesar 3,10% (yoy). Kedua hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan komoditas VF sudah jauh lebih baik ditengah kestabilan permintaan masyarakat. Untuk komponen AP tercatat lebih rendah, sebesar -0,41% (yoy) yang menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap transportasi baik melalui darat ataupun udara masih cukup tinggi. 3.6.1. Volatile Food Berhentinya musim panen dan berakhirnya musim migrasi ikan pada triwulan laporan menyebabkan pencapaian inflasi pada triwulan laporan menjadi 3,38% (mtm) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -0,12% (mtm). Hal tersebut secara langsung berdampak pada kapasitas beras yang dapat disediakan kepada masyarakat untuk menghadapi Hari Raya Natal dan tahun baru. Beberapa komoditas yang berperan besar dalam pencapaian hal tersebut adalah ikan-ikanan seperti ikan cakalang yang memberikan andil sebesar 0,56% (mtm) serta ikan layang sebesar 0,05% (mtm). Beras juga tercatat menjadi penyumbang tercapainya inflasi pada kelompok ini sebesar 0,06% (mtm). Jika dilihat secara tahunan, komponen VF merupakan komponen yang mengalami pelemahan tekanan inflasi menjadi 0,57% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,06% (yoy). Pelemahan tersebut menunjukan bahwa secara tahunan, kebutuhan masyarakat pada akhir tahun tidak sebesar kebutuhan masyarakat dalam menghadapi Hari Raya Idul Qurban. Membandingkan dengan tahun 2015 pencapaian inflasi kelompok VF tercatat mengalami penurunan sangat jauh dari 12,19% (yoy) menjadi 0,57% (yoy). Fenomena di atas menandakan bahwa pemenuhan bahan makanan di tengah kestabilan inflasi pada tahun 2016 sudah jauh lebih baik. Pelemahan secara tahunan tersebut di sebabkan oleh andil ikan budidaya yaitu bandeng sebesar -0,20% (yoy) dan komoditas hortikultura yaitu tomat buah sebesar -0,08% (yoy) dan tomat sayur sebesar -0,07% (yoy). Hal tersebut memberikan sinyal bahwa pemenuhan komoditas hortikultura dan jenis ikan-ikanan tertentu, sudah lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu Secara bulanan, pelamahan inflasi VF mencapai puncaknya pada bulan Oktober sebesar -1,75% (mtm), yang disebabkan oleh normalisasi permintaan paska Hari Raya Idul Qurban. Anomali efek badai La-Nina yang berdampak pada panjangnya musim migrasi ikan juga diprediksi menyebabkan harga ikan sangat terkendali pada bulan ini, tingginya produksi hortikultura juga mendukung pencapaian inflasi pada bulan tersebut. Terbukti dari sumbangan tekanan inflasi pada beberapa komoditas utama yang memberikan andil minus, seperti bawang merah dengan andil sebesar -0,07% (mtm), layang/benggol sebesar -0,07% (mtm), cabai merah sebesar -0,03% (mtm) dan cakalang sebesar -0,02% (mtm). Inflasi beras, hortikulura dan ikan berpotensi melemah pada triwulan berjalan. Hal ini disebabkan karena masuknya masa panen beras, dan panen hortikultura di wilayah sentra penghasil hortikultura. Untuk menjaga pencapaian inflasi VF pada level yang diharapkan, TPID Sulawesi Barat telah melakukan pertemuan awal tahun dengan beberapa kesimpulan, antara lain: (i) peningkatan penggunaan lahan kosong dan pekarangan untuk menanam hortikultura, (ii) peningkatan luas lahan hortikultura di wilayah sentra bawang dan (iii) menjaga kelancara distribusi antar daerah. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 41 Bab 03. Inflasi Memperhartikan informasi di atas, maka komponen VF diprediksi masih akan menjadi komponen yang pencapaian inflasinya cukup rendah di antara komponen lainnya, yaitu berkisar di angka sebesar 0,62% (yoy) 0,65% (yoy). Grafik 3.9. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi Grafik 3.10. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Memperhatikan informasi di atas, maka komponen VF diprediksi masih akan menjadi komponen yang pencapaian inflasinya paling tinggi di antara komponen lainnya, yaitu sebesar 6,60% (yoy) 7,00% (yoy). Namun demikian pencapaian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian inflasi VF tahun kemarin yang mencapai angka sebesar 12,19% (yoy). Pada tahun 2017 diproyeksikan inflasi VF secara tahunan akan kembali menguat dalam level yang moderat yaitu dalam rentang 7,2% (yoy) - 7,5% (yoy). Hal ini disebabkan karena musim migrasi ikan yang kemungkinan tidak akan sepanjang tahun 2016. 3.6.2. Administered Price Secara bulanan, libur akhir tahun mendorong kebutuhan masyarakat terhadap angkutan udara dan darat. Tercatat bahwa pencapaian inflasi pada triwulan laporan adalah sebesar 0,64% (mtm) dan secara andil memberikan sumbangan sebesar 0,10% (mtm). Jika dilihat secara komoditas, andil terbesar terhadap pencapaian inflasi kelompok diberikan oleh angkutan udara sebesar 0,04% (mtm), disusul oleh angkutan antar kota sebesar 0,03% (mtm) dan tarif listrik sebesar 0,01% (mtm). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2015, tekanan inflasi yang diberikan oleh kelompok ini cenderung turun dari 1,42% (mtm) pada triwulan IV 2015, karena adanya penyesuaian harga yang dilakukan oleh pemerintah seperti bensin dan tairf listrik. Jika dilihat secara tahunan, terjadi pelemahan inflasi yang cukup dalam dari -2,49% (yoy) menjadi -0,34% (yoy). Penurunan hal tersebut secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2016, yaitu penyesuaian harga BBM. Jika dilihat sumbangannya, penurunan tahunan pada kelompok ini disebabkan oleh komoditas bensin sebesar 0,34% (yoy), angkutan udara sebesar -0,12% (yoy), solar sebesar 0,04% (yoy) dan angkutan sungai, danau, penyeberangan sebesar -0,01% (yoy). Adanya kemungkinan penghapusan subsidi BBM pada tahun 2017 berpotensi menyebabkan tekanan inflasi pada triwulan I 2017. Selain itu adanya penyesuaian tarif penerimaan Negara bukan pajak seperti plat dengan kenaikan 100%, BPKB motor sebesar 181,25% dan BPKB mobil sebesar 275%, juga memiliki potensi yang cukup besar untuk mempengaruhi pencapaian inflasi kelompok AP. Memperhartikan informasi di atas, maka pencapaian inflasi komponen AP pada triwulan berjalan diprediksi akan sedikit menguat dalam level yang moderat, yaitu sebesar 4,40% (yoy) 4,45% (yoy). Proyeksi pencapaian 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi tersebut diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,67% (yoy). Jika dilihat secara bulanan maka diproyeksikan komponen AP akan berada pada rentang pencapaian inflasi sebesar 0,85% (mtm) 0,89% (mtm) 3.6.3. Core Inflation Secara bulanan pencapaian inflasi core menguat sebesar 0,31% (mtm) dibandingkan dengan triwulan lalu sebesar 0,26% (mtm). Komoditas yang paling memiliki andil besar dalam pencapaian ini adalah tarif akademi perguruan tinggi sebesar 0,05% (mtm), yang dipengaruhi oleh kebutuhan mahasiswa untuk melakukan pembayaran semester oleh mahasiswa. Komoditas lainnya yang memiliki andil tinggi adalah tarif pulsa ponsel sebesar 0,03% (mtm), minyak kelapa sebesar 0,03% (mtm), tuna sebesar 0,02% (mtm) dan wafer sebesar 0,02% (mtm). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2015, tekanan inflasi pada kelompok ini cenderung menurun dari 0,37% (mtm), yang disebabkan oleh pelemahan tekanan inflasi emas yang dipengaruhi oleh harga komoditas dunia. Tekanan inflasi komponen core diperkirakan melemah pada triwulan berjalan. Ekspektasi ini disebabkan oleh normalisasi permintaan komoditas sandang setelah masa Pilkada selesai. Memperhatikan informasi di atas, maka pencapaian inflasi komponen core diprediksi akan menguat dalam level yang moderat, yaitu sebesar 4,40% (yoy) 4,40% (yoy). Jika dilihat secara bulanan maka diproyeksikan komponen AP akan berada pada rentang pencapaian inflasi sebesar 0,85% (mtm) 0,89% (mtm). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 43 Bab 03. Inflasi BOKS 2 Boks 2. Meningkatkan Komitmen Koordinasi Pengendalian Inflasi Melalui Penandatanganan Roadmap MENINGKATKAN KOMITMEN KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI MELALUI PENANDATANGANAN ROADMAP Tanggal 14 November 2016 merupakan hari bersejarah bagi TPID Sulawesi Barat. yang telah dibentuk dari tahun 2014, karena roadmap Pengendalian inflasi akhirnya disahkan oleh seluruh jajaran Pimpinan Sulawesi Barat. Tidak tanggung-tanggung, roadmap tersebut ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Barat, Bp. Adnan Anwar Saleh, Pimpinan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Barat, Bp. Asep Budi Brata dan seluruh Bupati Kabupaten di Sulawesi Barat yang berjumlah 6 Kabupaten. Gambar 3.1. Pemaparan Roadmap TPID Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Gambar 3.2. Peserta HLM TPID Prov. Sulawesi Barat Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Keterlibatan seluruh jajaran Pimpinan Sulawesi Barat dalam penandatanganan roadmap diharapkan dapat mendorong jajaran TPID dalam mengelola inflasi agar dapat lebih stabil pencapaiannya, sesuai dengan target inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 4% +/- 1%. Dalam proses penyusunannya, KPw BI Prov. Sulawesi Barat secara teliti menganalisis data inflasi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Barat, selain itu koordinasi secara aktif juga dilakukan dengan seluruh Kabupaten yang ada. Hal ini dilakukan dalam rangka mengakomodir terciptanya roadmap yang komprehensif sesuai dengan karakteristik kewilayahan masing-masing Kabupaten. Kabupaten Polewali Mandar misalnya, mengusulkan agar dapat dimasukkan biaya transportasi darat dalam roadmap Pengendalian inflasi bagi kabupaten yang tidak memiliki bandara. Kabupaten Mamuju Utara mengusulkan agar kelompok ikan-ikanan mendapat perhatian khusus dalam proses Pengendalian inflasi mengingat bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas yang sering mengalami tingkat volatilitas yang tinggi. Gambar 3.3. Jajaran Pimpinan TPID Prov. Sulawesi Barat Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia 44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 03. Inflasi Menindaklanjuti hal tersebut, maka di dalam roadmap disepakati hal-hal sebagai berikut: (i) komoditas yang tergabung di dalam kelompok inflasi bahan makan bergejolak atau Volatile Food (VF) yang harus diwaspadai yaitu beras, ikan-ikanan, hortikultura telur ayam ras dan daging-dagingan, (ii) komoditas yang tergabung di dalam kelompok harga yang diatur oleh pemerintah atau Administered Prices (AP) yang harus diwaspadai yaitu bensin, transportasi udara, bahan bakar rumah tangga dan angkutan antar kota dan (iii) komoditas yang tergabung di dalam kelompok inti atau core yang harus diwaspadai adalah sewa rumah. Ke depan, roadmap yang telah ditangani ini akan dijadikan acuan bagi Provinsi dan Kabupaten dalam merumuskan RPJMD dan RKPD, sehingga program Pengendalian inflasi dapat selaras dengan program daerah. Langkah ini dipandang perlu dilakukan dalam rangka mendapatkan alokasi anggaran yang optimal sesuai dengan program Pengendalian inflasi yang direncanakan. Efek multiplier yang diharapkan dengan adanya roadmap adalah pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil bagi Sulawesi Barat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 45 Bab 03. Inflasi BOKS 3 Boks 3. Mencari Ilmu di Pulau Seribu Dewa MENCARI ILMU DI PULAU SERIBU DEWA Dalam rangka meningkatkan wawasan serta cakrawala berpikir TPID Prov. dan Kabupaten Sulawesi Barat, KPw BI Prov. Sulawesi Barat menginisiasi studi banding TPID ke Provinsi Bali pada tanggal 24 s.d. 25 November 2016. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada pencapaian TPID Prov. Bali dalam melakukan pengelolaan inflasi hingga berbuah manis dengan predikat sebagai TPID terbaik di tingkat Provinsi untuk tahun 2016. Inisiasi tersebut disambut baik oleh seluruh TPID Provinsi dan Kabupaten yang terlihat dari antusiasme Pejabat Provinsi dan Kabupaten yang ikut dalam kegiatan studi banding dimaksud. Hari pertama dilalui dengan berdiskusi dengan TPID Prov. Bali. TPID Sulawesi Barat mendapatkan banyak pelajaran dari mulai koordinasi pengelolaan lintas Provinsi dan Kabupaten, seperti pelaksanaan pasar murah yang tidak hanya dilakukan pada saat hari besar, penyusunan anggaran pengelolaan inflasi dan program yang dapat meredam gejolak komoditas pendorong inflasi. Tidak berhenti di situ, selepas berdiskusi dengan TPID Prov. Bali, TPID Prov. Sulawesi Barat melakukan capacity building dengan melakukan diskusi bersama pakar pengelolaan inflasi yaitu, Bp. Suntono selaku kepala BPS Prov. Sulawesi Barat dan Ir. Budi Suharjo selaku peneliti IPB terkait masalah pasar. Dari diskusi tersebut TPID mendapatkan banyak pengetahuan seperti pentingnya menjembatani gap yang ada di pasar dan fungsi serta peran jalur distribusi dalam menekan angka inflasi. Gambar 3.4. Diskusi dengan TPID Prov. Bali Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Gambar 3.5. Kunjungan TPID Prov. Sulawesi Barat Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Hari ke dua TPID Prov. Sulawesi Barat melakukan kunjungan ke beberapa tempat yaitu, Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi) yang sangat popular di Provinsi Bali dalam menekan angka inflasi terutama untuk komoditas beras. Dalam Simantri TPID Prov. Sulawesi Barat mendapatkan informasi bahwa integrated farming dapat dilakukan dengan biaya anggaran +/- Rp200 juta Rupiah. Namun uang bukan faktor utama yang menentukan keberhasilan integrated farming di suatu wilayah. Yang menentukan adalah komitmen dari Kelompok Tani yang mengelola komplek integrated farming tersebut. Selepas istirahat siang, TPID Prov. Sulawesi Barat kemudian mengunjungi salah satu klaster padi binaan KPw BI Prov. Bali, yaitu Subak Pulagan. TPID belajar bagaimana caranya meningkatkan produksi padi tanpa harus menggunakan penyubur tanah yang bersifat kimiawi. Mendapatkan banyak pelajaran pengendalian pengelolaan inflasi dari TPID Prov. Bali, TPID Prov. Sulawesi Barat bertekad untuk melancarkan koordinasi di antara Provinsi dan Kabupaten, sehingga bottleneck yang terjadi selama ini dapat diselesaikan dan berdampak pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. 46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah 4. Stabilitas Keuangan Daerah Bab 04 Stabilitas Keuangan Daerah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 47 Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah 48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah 4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga 4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat. Sebagai provinsi yang berusia muda dan masih berkembang, sektor rumah tangga memiliki peranan penting dalam menunjang sistem keuangan dan mendorong perekomian daerah. Hal ini diindikasikan dengan dominannya pangsa konsumsi rumah tangga di dalam PDRB Sulawesi Barat, pada tahun 2016 pangsanya sebesar 52,11%, sebaliknya dengan kecenderungan yang meningkat, konsumsi rumah tangga pada tahun 2016 mampu tumbuh sebesar 4,69%. Sementara peran sentral rumah tangga dalam sistem keuangan tercermin dari besarnya pangsa dana pihak ketiga (DPK) yang bersumber dari tabungan di tahun 2016 sebesar 77,09% serta pangsa penyaluran kredit ke rumah tangga sebesar 38,92%. Dominasi rumah tangga tersebut menginformasikan pula bahwa kondisi perekonomian dan keuangan Sulawesi Barat rentan dipengaruhi oleh kondisi keuangan rumah tangga, yaitu tingkat pendapatan, tingkat penciptaan lapangan kerja, pengangguran dan kondisi pembiayaan/ kredit oleh rumah tangga. Survei Konsumen: konsumsi rumah tangga triwulan IV 2016 cenderung melambat. Secara umum konsumsi rumah tangga di tahun 2016 tumbuh melambat, yakni 4,69% dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,02%. Secara triwulanan pun konsumsi rumah tangga cenderung melemah dibandingkan peride sebelumnya, dari 3,64% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 2,82% (yoy). Seiring dengan perlambatan tersebut, pangsa konsumsi rumah tangga dalam perekonomian pun turun. Pada tahun 2016, pangsa konsumsi rumah tangga sebesar 52,11% sedikit lebih rendah dari 2015 sebesar 52,14%. Penurunan pangsa tersebut dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi yang terjadi di tahun 2016, sehingga pangsa di triwulan IV 2016 pun menurun, dari 51,71% (triwulan III 2016) menjadi 48,94%. Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju Sumber: Bank Indonesia, diolah Aktivitas usaha melemah dan kredit pun tumbuh merayap. Lemahnya pengeluaran konsumsi yang tercermin dari moderasi pertumbuhannya di PDRB, turut mempengaruhi penyaluran kredit dari perbankan kepada masyarakat. Pada tahun 2016, rumah tangga cenderung menahan konsumsinya sehingga realisasi kredit kepada rumah tangga yang umumnya berupa kredit konsumsi, mengalami relaksasi pertumbuhan pada beberapa jenisnya, antara lain pembelian ruko/rukan (-20,56%, yoy), kredit kendaraan bermotor ( 6,42%) dan kredit multi guna (-9,11%). Melemahnya konsumsi rumah tangga terkonfirmasi pula dari hasil survei konsumen periode triwulan IV 2016. Konsumen meyakini bahwa persepsi terhadap kondisi perekonomian akan sedikit lebih baik dibandingkan triwulan lalu. Hal ini terkonfirmasi dari indeks keyakinan konsumen (IKK) sebesar 128,5 dibandingkan 127,0 pada triwulan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 49 Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah III 2016. Utamanya peningkatan indeks tersebut didorong oleh kenaikan indeks ekspektasi konsumen sebesar 12,3 poin. Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Ekonomi Saat ini di Mamuju Konsumen Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Meskipun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) relatif meningkat dibandingkan triwulan lalu, namun Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) menurun dari 128,0 di bulan September 2016 menjadi 118,7 pada Desember 2016. Penurunan IKE utamanya didorong oleh penurunan indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks konsumsi barang tahan lama yang masing-masing mengalami penurunan sebanyak 55 poin (qtq) dan 6 poin (qtq) sehingga nilai indeksnya menjadi 118,0 dan 106,0. Variabel lain pada Survei Konsumen menginformasikan pula bahwa sebagian responden mengalihkan keseharian konsumsinya menjadi cicilan pinjaman, tercermin dari pangsa konsumsi dalam pengeluaran rumah tangga turun dari 66,18% menjadi 59,32%, sebaliknya pangsa cicilan meningkat dari 19,12% menjadi 25,07%. Ekspektasi konsumen 6 bulan ke depan membaik. Hal ini ditandai dengan perubahan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu, dari 126,0 menjadi 138,3. Ekspektasi positif tesebut didukung oleh eskalasi indeks dua komponen IEK, yaitu indeks penghasilan konsumen yang meningkat 32 poin dan indeks kegiatan usaha yang meningkat 26 poin. Sehingga indeks keduanya pada triwulan IV 2016 sebesar 144,0 dan 141,0. Perbaikan infrastruktur dan harapan adanya kenaikan penghasilan dalam 6 bulan kedepan melatarbelakangi ekspektasi konsumen tesebut. Faktor eksternal lain yang turut mempengaruhi yaitu kepastian hasil pilkada Gubernur dan implementasi program kerja Pemerintah Provinsi, diyakini turut mempengaruhi persepsi pelaku usaha dan konsumen terhadap kondisi perekonomi 6 bulan yang akan datang. Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang Sumber: Bank Indonesia, diolah 50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen Sumber: Bank Indonesia, diolah Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah Khusus konsumsi barang tahan lama, diperkirakan masih akan mengalami trend menurun dalam 3 bulan kedepan, dengan perubahan indeks dari 153,0 menjadi 147,0 (di bulan Maret 2017). Melemahnya konsumsi tersebut terutama terjadi pada konsumsi bahan makanan serta makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Sementara indeks konsumsi pada kelompok komoditas lainnya mengalami peningkatan setelah ekspektasi untuk akhir triwulan IV 2016 mencapai level minimum optimis, sebesar 100,0. Seiring dengan melemahnya permintaan yang antara lain karena berakhirnya masa kampanye, pada sisi lain terjadi peningkatan supply pada saat musim panen untuk beberapa komoditas, maka kerentanan harga dalam 3 bulan ke depan pun diperkirakan akan sedikit menurun. 4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Masyarakat mengalihkan sebagian konsumsi menjadi cicilan. Bagi sebagian rumah tangga, melemahnya konsumsi merupakan kesempatan untuk mengalihkan sebagian pendapatannya menjadi angsuran/cicilan. Pangsa konsumsi menurun dari 66,18% menjadi 59,32%, pada saat bersamaan cicilan pinjaman meningkat dari 19,12% menjadi 25,07%. Kondisi ini mengindikasikan kerentanan rumah tangga dan potensi default pada triwulan IV 2016 cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan lalu, dan rumah tangga berupaya untuk memperbaiki debt rationya. Hal positif lainnya yaitu meningkatnya pangsa tabungan dalam pengeluaran rumah tangga, dari 14,70% pada triwulan III 2016 menjadi menjadi 15,61% (Grafik 4.6). Tabel 4.1. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Tabel 4.2. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Triwulan III 2016 Triwulan IV 2016 Pengeluaran/ bln Triwulan III 2016 Pengeluaran/ bln Tabungan 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% TBM 10%-20% 20%-30% >30% TBM 8.0% 14.3% 1.7% 0.3% 35.7% 7.3% Rp2,1 - 3 jt 4.0% 9.0% 2.3% 0.3% 7.7% 0.0% 0.3% Rp3,1 - 4 jt 2.7% 3.7% 1.7% 0.0% 1.0% 0.0% 0.0% 0.3% Rp4,1 - 5 jt 2.3% 1.3% 0.7% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% >Rp5 jt 0.3% 2.0% 0.7% 0.0% 0.3% 33.3% 3.7% 0.0% 56.0% 17.3% 30.3% 7.0% 0.7% 44.7% 5.7% 25.3% 2.7% 0.0% 48.0% Rp2,1 - 3 jt 1.3% 6.7% 0.7% 0.0% Rp3,1 - 4 jt 0.0% 1.0% 0.3% Rp4,1 - 5 jt 0.0% 0.3% >Rp5 jt 0.0% 7.0% Sumber: Bank Indonesia, diolah Tabungan 0-10% Rp1 - 2 jt Rp1 - 2 jt Total Triwulan IV 2016 Total Sumber: Bank Indonesia, diolah Upaya menurunkan kerentanan melalui peningkatan tabungan. Meskipun pangsa tabungan hanya sedikit meningkat, namun terdapat perkembangan positif yang mendorong yaitu menurunnya pangsa rumah tangga yang tidak bisa menabung (TBM) dari 56,0% di triwulan III 2016 menjadi 44,7% (Tabel 4.2). Disamping itu upaya menabung rumah tangga meningkat pada setiap jenjang pengeluaran dan tabungan. Berdasarkan tingkat pengeluaran, perubahan cukup besar pada responden yang memiliki pengeluaran antara Rp1-2 juta, pangsa rumah tangga yang menabung s.d 10% meningkat dari 5,7% menjadi 8%. Pada kelompok pengeluaran antara Rp2,1 3 juta, pangsa responden yang menabung antara 0-10,0% dan 10,0-20,0% meningkat dari 1,3% menjadi 4,0% dan 6,7% menjadi 9,0%. Secara umum terlihat bahwa pangsa tabungan responden meningkat seiring dengan meningkatnya pengeluaran konsumen rumah tangga. DSR meningkat, indikasi pemanfaatan kartu kredit semakin baik. Melemahnya pangsa konsumsi dalam pengeluaran terkait erat dengan penggunaan uang tunai didalam transaksi. Namun indikasi pelemahan konsumsi tersebut tidak sepenuhnya tercermin dari pengeluaran uang tunai, karena pada saat bersamaan terjadi peningkatan pangsa untuk pembayaran angsuran/cicilan dan salah satu variabel yang mencerminkan hal tersebut yaitu meningkatnya intensitas pembayaran angsuran untuk kartu kredit. Pada triwulan laporan, hasil survei konsumen mengindikasikan bahwa Debt Service Ratio/ DSR di kota Mamuju cenderung meningkat, dari 19,12% menjadi 25,07%. Hal ini mengindikasikan meningkatnya ratio pinjaman Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 51 Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah didalam pengeluaran rumah tangga, terutama pangsa konsumen yang memiliki DSR lebih dari 20% (Tabel 4.4). Pada DSR 20%-30%, umumnya peningkatan yang terjadi pada kelompok responden yang memiliki pengeluaran lebih dari Rp2 juta/bulan (Tabel 4.4). sehingga total DSR untuk kelompok ini meningkat dari 16,3% menjadi 20,3%. Peningkatan terjadi pula pada DSR yang lebih dari 30%, dari 1,7% (triwulan III 2016) menjadi 10,3%, didorong oleh peningkatan DSR pada semua kelompopk pendapatan. Tabel 4.3. Debt Service Ratio Triwulan III 2016 Pengeluaran/ bln Triwulan III 2016 Debt Service Ratio (DSR) 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% Tabel 4.4. Debt Service Ratio Triwulan IV 2016 Pengeluaran/ bln 54.7% 16.7% 10.0% 0.3% Rp1 - 2 jt Rp2,1 - 3 jt 6.0% 3.3% 6.0% 0.7% Rp3,1 - 4 jt 0.3% 0.3% 0.3% Rp4,1 - 5 jt 0.7% 0.0% >Rp5 jt 0.0% 61.7% Rp1 - 2 jt Total Triwulan IV 2016 Debt Service Ratio (DSR) 0-10% 10%-20% 20%-30% >30% 40.3% 10.0% 7.7% 2.0% Rp2,1 - 3 jt 9.0% 4.0% 7.7% 2.7% 0.7% Rp3,1 - 4 jt 3.0% 1.0% 2.3% 2.7% 0.0% 0.0% Rp4,1 - 5 jt 0.3% 0.7% 1.3% 2.0% 0.0% 0.0% 0.0% >Rp5 jt 0.7% 0.3% 1.3% 1.0% 20.3% 16.3% 1.7% 53.3% 16.0% 20.3% 10.3% Sumber: Bank Indonesia, diolah Total Sumber: Bank Indonesia, diolah Penggunaan Kartu Kredit meningkat dengan NPL yang terjaga. Salah satu indikasi peningkatan DSR melalui penggunaan kartu kredit yaitu kuantitas penggunaa kartu kredit/ credit card (CC) di wilayah Sulawesi Barat yang tumbuh secara moderat dibandingkan triwulan lalu (qtq). Nilai penggunaan kartu kredit meningkat Rp156,12 juta (0,89%) menjadi Rp17,73 miliar. Pada saat bersamaan potensi no performing loan (NPL) dari penggunaan kartu kredit dapat ditekan secara masif menjadi 2,0% atau sebesar Rp361,9 juta, dibandingkan NPL CC pada triwulan lalu sebesar 3,6%. 4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan Dominasi simpanan perorangan menguat. Jumlah simpanan perseorangan di perbankan pada tahun 2016 tumbuh sebesar 5,3% (yoy), tidak sebaik pertumbuhan tahun lalu sebesar 15,1%. Kenaikan tersebut mendorong nilai DPK perorangan di penghujung tahun 2016 menjadi Rp3,12 triliun atau setara 89,1% dari total dana pihak ketiga. Pangsa DPK perorangan di tahun 2016 meningkat pada level moderat dibandingkan 89,5% pada tahun 2015. Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Total DPK di Sulawesi Barat Sulawesi Barat Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Secara triwulanan, tingkat pertumbuhan pada triwulan IV 2016 sebesar 5,3% (yoy) melambat dibandingkan 9,9% (yoy) pada triwulan lalu. Melandainya pertumbuhan DPK dipengaruhi oleh melambatnya ekspansi tabungan pada 52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah akhir tahun 2016. Besarnya pangsa simpanan rumah tangga dalam sistem perbankan di Sulawesi Barat mengindikasikan kerentanan dan kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit atau pembiayaannya, karena mayoritas sumber pendanaan yang bersifat jangka pendek. Berdasarkan jenisnya, kontraksi pertumbuhan tahunan (yoy) yang terbesar terdapat pada Giro yang menurun signifikan dari 1,7% di tahun 2015 menjadi -23,0% pada tahun 2016. Diikuti dengan melambatnya pertumbuhan tabungan dari 15,8% (yoy; 2015) menjadi 5,6% (yoy) pada tahun 2016. Sebaliknya pertumbuhan deposito menigkat dari 21,5% (yoy) menjadi 27,3% (yoy). Meskipun tabungan tumbuh melambat namun pangsanya didalam DPK perorangan sedkit meningkat dari 84,7% (2015) menjadi 85,0% (2016). Sementara secara triwulanan, hanya deposito yang tumbuh menguat. Peningkatan pertumbuhan secara triwulanan hanya dialami oleh deposito, yang tumbuh sebesar 27,3% (yoy) di triwulan IV 2016 dibandingkan 19,4% (yoy) pada triwulan lalu. Hal ini ditengarai karena dipengaruhi oleh tendensi konsumen untuk menahan konsumsinya pada tahun 2016, terutama di penghujung tahun, dan sementara waktu menempatkan dana tersebut dalam bentuk deposito. Pertumbuhan DPK perseorangan tidak lebih baik dibandingkan non perseorangan. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif dan melemahnya daya beli masyarakat, membuat pertumbuhan DPK perseorangan tumbuh melambat dari 13,3% (yoy) di tahun 2015 menjadi 5,8%, sementara non perseorangan meningkat signifikan dari 0,1% (yoy) menjadi 9,7% (yoy) di tahun 2016. Seperti halnya komparasi tahunan, secara triwulanan pun pertumbuhan dana no perorangan meningkat dari -17,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 9,7% (yoy) pada triwulan IV 2016. Sementara DPK perorangan tumbuh lebih moderat, dari 0,7% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan laporan. Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Total DPK di Sulawesi Barat Sulawesi Barat Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Penurunan simpanan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga pada simpanan murah. Seiring dengan menurunnya suku bunga jangkar 7-days repo rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, suku bunga dana perbankan pun turut menurun, terutama pada dana murah. Hal ini untuk mendorong efisiensi dalam pengelolaan perbankan. secara umum suku bunga dana di tahun 2016 cenderung meningkat, dari 2,23% menjadi 2,29%, dimana peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan imbal jasa giro dari 1,93% (2015) menjadi 2,55% (tahun 2016). Sementara dalam kurun waktu yang sama, suku bunga tabungan dan deposito juga menurun, dari 1,68% menjadi 1,41% dan bunga deposito dari 6,78% menjadi 6,32%. Meskipun penurunan suku bunga tabungan merupakan yang terendah, namun dengan pangsa yang besar dalam DPK mengakibatkan dampak cukup signifikan dalam perkembangan DPK perorangan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 53 Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah Secara triwulanan, suku bunga relatif stabil. Suku bunga DPK pada triwulan III 2016 sebesar 2,25% masih relatif stabil sebesar 2,29% pada triwulan IV 2016. Kestabilan bunga tersebut terutama pada tabungan, yang masih sekitar 1,40%. Sementara suku bunga giro dan deposito cenderung meningkat dari 2,44% menjadi 2,55% dan 6,22% menjadi 6,32%. Meskipun suku bunga masih relatif stabil namun kerentanan pendanaan di perbankan Sulawesi Barat masih cukup tinggi, dengan dominasi dana perorangan dalam bentuk tabungan, sehingga membatasi ekspansi kredit yang dapat dilakukan perbankan. 4.1.4. Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga Pertumbuhan kredit RT melambat. Pertumbuhan kredit pada tahun 2016 tumbuh sebesar 19,85% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 13,88% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut didorong pertumbuhan kredit konsumsi yang meningkat dari 9,28% (yoy) menjadi 24,77% (yoy), terutama kredit kepemilikan rumah (KPR). Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan kredit cenderung lebih lambat dibandingkan triwulan lalu yang mampu tumbuh hingga 24,01% (yoy), kembali pertumbuhan kredit konsumsi menjadi motor utama dari pertumbuhan kredit triwulanan. Berdasarkan jenis penggunaan kredit konsumsi, mayoritas penggunaan kredit mengalami perlambatan pertumbuhan, namun eskalasi pertumbuhan kredit pada KPR dan kredit multiguna (KMG), yang masing-masing tumbuh sebesar 18,3% (yoy) dan 30,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 sebesar 9,6% (yoy) dan 14,6% (yoy) mampu mendongkrak pertumbuhan kredit konsumsi pada tahun 2016. Sementara pertumbuhan KKB yang merupakan penerima kredit terbesar ketiga, mengalami pelemahan yang signifikan, dari 43,8% (yoy) di tahun 2015 menjadi 3,0% (yoy) di tahun 2016. Sementara itu secara triwulanan, dari 3 jenis kredit penyerap pembiayaan terbesar, KPR pertumbuhannya meningkat dari 9,6% (yoy) menjadi 18,3% (yoy), diikuti KKB yang mulai menapaki pertumbuhan positif (3,01%; yoy) setelah triwulan lalu mencatat kontraksi sebesar -21,7% (yoy). Tumbuh positifnya KKB ditengarai seiring dengan perbaikan pendapatan masyarakat, sehingga mendorong kenaikan permintaan kendaraan. Sementara, perlambatan pada KMG ditengarai seiring dengan melemahnya tingkat konsumsi masyarakat, sehingga masyarakat pun sedikit menurunkan permintaan terhadap KMG. Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga Pertumbuhan KPR Pertumbuhan KKB Pertumbuhan KMG Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga 4% % yoy 100 NPL KPR NPL KKB NPL KMG NPL Kredit Rumah Tangga 3% 80 3% 60 40 2% 1.79% 20 -20 0.96% 1% -40 0.46% 1% -60 -80 0% -100 I II III 2014 IV I II III 2015 IV I II III IV 2016 Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 54 1.67% 2% 0 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 I II III 2014 IV I II III 2015 Sumber: Laporan Bank Umum, diolah IV I II III 2016 IV Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah Risiko kredit rumah tangga terjaga pada level rendah. NPL kredit rumah tangga pada triwulan IV 2016 berada pada level 0,96%, relatif lebih baik dibandingkan tahun lalu sebesar 1,3%. Penurunan NPL tersebut terutama terjadi pada KMG dari 0,7% (2015) menjadi 0,46% (2016). Demikian pula NPL KPR yang telah mampu ditekan dari 2% (2015) menjadi 1,79% (2016). Sementara itu, NPL untuk kredit Ruko/Rukan masih dalam kisaran 2 (dua) digit, sehingga potensi risiko pada kredit ruko ini perlu diwaspadai. Membaiknya NPL terlihat secara triwulanan. Tercermin dari tingkat NPL yang lebih rendah dibandingkan 1,04% pada triwulan lalu. Penurunan NPL KPR dari 2,38% (triwulan III 2016) menjadi 1,79% pada triwulan laporan dan terjaganya NPL KKMG sebesar 0,46% memberikan andil positif terhadap penurunan NPL di triwulan IV 2016. 4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi Kredit korporasi di tahun 2016 tumbuh melemah sebesar 14,30% (yoy). Kredit korporasi pada tahun 2016 tercatat RP3,51 triliun, tumbuh sebesar 14,30% (yoy) melambat dibandingkan 19,59% (yoy) pada tahun 2015. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya pertumbuhan kredit pada sektor-sektor yang mayoritas menyerap kredit relatif besar, yaitu sektor jasa sosial masyarakat dari 30,45% (yoy) menjadi 24,77% (yoy), diikuti sektor perdagangan dari 18,37% (yoy) menjadi 10,95% (yoy) dan sektor industri pengolahan yang pertumbuhannya terkoreksi dari 36,38% (yoy) menjadi -42,85% (yoy). Pelemahan sektor industri disebabkan rendahnya produksi kelapa sawit sehingga korporasi membatasi untuk ekspansi melalui kredit. Dengan relaksasi pertumbuhan tersebut, nilai masing-masing kredit pada tahun 2016 sebesar Rp200,21 miliar, Rp2,06 miliar dan Rp90,42 miliar. Perlambatan pertumbuhan tersebut tertahan dengan masih meningkatnya pertumbuhan kredit pertanian dari 17,84% (yoy; 2015) menjadi 33,09% (yoy) di tahun 2016 dengan nilai sebesar Rp884,47 miliar. Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Secara triwulanan, pertumbuhan kredit melambat dari 22,55% (yoy) menjadi 14,30% (yoy). Melambatnya pertumbuhan kredit tersebut disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan kredit pada semua sektor ekonomi di triwulan IV 2016. Penurunan cukup besar terjadi pada sektor pertanian, dari 41,41% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi 33,09% (yoy) pada triwulan IV 2016. Demikian pula dengan kredit sektor pengangkuran yang secara signifikan melambat dari 104,42% (yoy) menjadi 68,54% (yoy) pada tiwulan IV 2016. Kredit perdagangan yang menjadi primadona penyaluran kredit pun menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari 19,04% (yoy) menjadi 10,95% (yoy). Tingkat risiko kredit korporasi meningkat. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif tidak hanya mempengaruhi penyaluran kredit, namun mendongkrak ratio NPL kredit korporasi pada tahun 2016, setidaknya meningkat dibandingkan triwulan III 2016. Secara tahunan rasio NPL lebih baik dibandingkan tahun 2015, yaitu sebesar Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 55 Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah 3,30% di tahun 2015 turun menjadi 1,46% pada tahun 2016. Penurunan tersebut didorong oleh perbaikan NPL pada seluruh sektor ekonomi, terutama sektor perdagangan dari 3,59% menjadi 2,10%, dan NPL sektor pertanian dari 0,94% menjadi 0,35%. Pada periode triwulanan NPL meningkat. NPL kredit korporasi di triwulan IV 2016 justru meningkat dibandingkan triwulan lalu, dengan perubahan rasio dari 0,80% menjadi 1,46%. Kembali, peningkatan NPL tersebut sangat dipengaruhi oleh NPL sektor pertanian dan perdagangan, yang mengalami peningkatan NPL dari 0,23% menjadi 0,35% dari 1,20% menjadi 2,10%. Sementara NPL pada sektor lainnya meski cenderung meningkat namun pada level moderat. Kondisi ini mencerminkan kerentanan pada sektor korporasi yang cenderung meningkat, diindikasikan dengan meningkatnya NPL, meskipun rasio NPL dari kredit korporasi hingga saat ini masih terjaga di bawah level psikologis, yaitu sebesar 2%. Kinerja kredit diperkirakan membaik pada periode mendatang. Melambatnya pertumbuhan kredit pada triwulan IV dan momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi yang giat dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, diperkirakan akan mempu mendorong pertumbuhan kredit ke tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016. Terutama dengan adanya momen pemilihan kepala daerah dan masih tingginya back log kebutuhan perumahan di Sulawesi Barat. 4.3. Perkembangan Institusi Perbankan Kinerja perbankan tahun 2016 membaik, ditopang oleh penyaluran kredit. Dalam menjalankan fungsi intermedianya, kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada tahun 2016 tumbuh cukup baik, sbesar 19,22% (yoy) dibandingkan 7,16% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut mendorong nilai aset perbankan di penghujung tahun 2016 menjadi Rp6,12 triliun. Ekspansi kredit (berdasarkan lokasi bank) yang cukup baik secara tahunan menjadi alasan utama yang melatbelakangi peningkatan kinerja tersebut. Pada tahun 2016 kredit tercatat tumbuh 24,43%, lebih baik dibandingkan 9,34% di tahun 2015. Pembangunan perumahan di Sulawesi Barat membuat pertumbuhan kredit konstruksi meningkat seignifikan dari -11,70% (yoy) tahun 2015 menjadi 148,22% (yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan kredit terjadi pula pada sektor lainnya, seperti sektor perdagangan yang mampu mendorong pertumbuhannya dari 2,39% (yoy) menjadi 14,05% (yoy). Sementara itu, lambatnya pertumbuhan DPK menjadi salah satu faktor yang menahan penignkatan kinerja perbankan. Pada tahun 2016 nilai DPK (menurut loekasi bank) sebesar Rp3,48 triliun, tumbuh 5,18% (yoy) lebih lambat dibandingkan 13,32% (yoy) pada tahun 2015. Selain karena kondisi ekonomi yang kurang kondusif, penerapan kebijakan fiskal ketat oleh pemerintah turut mempengaruhi sumber pendanaan perbankan yang berasal dari Pemerintah Secara triwulanan, pertumbuhan aset didorong oleh menguatnya pertumbuhan dana. Berbeda halnya dengan periode tahunan, secara triwulanan pertumbuhan dana perbankan meningkat, dengan kenaikan pertumbuhan dari -0,27% menjadi 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2016. Hal ini mendorong aset perbankan mampu tumbuh lebih tinggi dari 17,79% (yoy) pada tiwulan III 2016 menjadi 19,22% (yoy) pada triwulan laporan. Sebaliknya pertumbuhan kredit cenderung melemah, disebabkan oileh melambatnya pertumbuhan kredit pertanian dari 25,59% (yoy) menjadi 19,33% (yoy) dan kredit perdagangan yang tumbuh melemah dari 16,75% (yoy) menjadi 14,05% (yoy). Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaan kredit, pertumbuhan kredit di tahun 2016 dipicu oleh kenaikan signifikan pertumbuhan kredit konsumsi dari 10,44% (yoy) menjadi 29,00% (yoy). Sementara secara triwulanan, seluruh jenis kredit penggunaan mengalami penurunan pertumbuhan. Terbesar pada kredit konsumsi dari 34,44% 56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah (yyoy) menjadi 29,00% (yoy), diikuti kredit investasi dari 35,58% (yoy) menjadi 30,51% (yoy) dan kredit modal kerja dari 18,07% (yoy) menjadi 14,81%. Namun demikian perkembangan pertumbuhan secarra periode tahunan dan triwulanan tidak terlampau mempengaruhi pangsa kredit konsumsi, yang masih menjadi pangsa terbesar 57,65%, diikuti dengan kredit modal kerja 30,79% dan kredit investasi sebesar 11,56%. Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan Pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Barat melambat. Kredit UMKM Sulawesi Barat tumbuh 14,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 25,63% (yoy). Meskipun melambat, perkembangan kredit UMKM secara umum sudah cukup baik. Pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sulawesi Barat mencapai 42,66%. Basis perekonomian Sulawesi Barat yang bersumber dari sumber daya alam berupa tanaman pangan, membuat masyarakat dapat dengan mudah menghasilkan makanan jadi dari hasil lahan sendiri. Namun, pengolahan yang masih sederhana menyebabkan hasil olahan tidak menghasilkan nilai tambah yang signifinan. Sementara, risiko kredit UMKM cenderung menurun. NPL kredit UMKM pada triwulan IV 2016 mencapai 3,5%. Prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM yang diterapkan perbankan menyebabkan NPL UMKM di Sulawesi Barat terus mengalami penurunan. Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Dalam kiprahnya di Sulawesi Barat, KPw BI Prov. Sulawesi Barat juga turut berperan dalam pengembangan UMKM melalui langkah nyata. Hal tersebut ditunjukan melalui pemberian bantuan, asistensi dan pengembangan UMKM yang memiliki potensi tinggi di Sulawesi Barat. Sampai dengan akhir tahun 2016 beberapa pengembangan UMKM yang dilakukan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Barat adalah: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 57 Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah Pembinaan petani coklat dari hulu ke hilir. Pembinaan dilakukan pada 2 kelompok tani yaitu Kelompok Tani Samaturu dan Kelompok Tani Sibatupanga. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa sampai dengan saat ini proses produksi coklat masih dilakukan secara tradisional, sehingga KPw BI Prov. Sulawesi Barat menilai bahwa kelompok tani tersebut perlu diperkenalkan dengan metode produksi yang dilakukan melalui proses fermentasi. Proses tersebut berdampak pada peningkatan harga jual yang dapat diperoleh oleh petani coklat mengingat bahwa saat ini, seluruh penadah besar hanya mau menerima coklat yang telah melalui proses fermentasi. Selain pembinaan, KPw BI Prov. Sulawesi Barat juga memberikan bantuan agar proses fermentasi dapat dilakukan dengan optimal seperti pemberian bantuan bak fermentasi dan pembenahan gudang. Peningkatan hasil dan kualitas produksi beras, pada Kelompok Tani Mesapeolo. Pembinaan dilakukan mengingat bahwa sampai dengan saat ini, rata-rata kelompok tani tidak memberikan nilai tambah pada beras yang diproduksinya melalui pengolahan lebih lanjut. Untuk mengatasi hal tersebut, KPw BI Prov. Sulawesi Barat memberikan bantuan berupa peralatan lengkap Rice Mill Unit (RMU) dan pembenahan gudang. Melalui hal tersebut, diharapkan petani Sulawesi Barat dapat meningkatkan nilai tambah hasil produksinya, yang berdampak pada peningkatan pendapatan yang diterimanya. Pembinaan pada pelaku usaha kain khas Sulawesi Barat yaitu Kelompok Usaha Bersama (KUB) Lestari. Pembinaan tersebut dilakukan sebagai bentuk kepedulian KPw BI Prov. Sulawesi Barat terhadap perempuan dan menjaga kelestarian budaya. Untuk mengoptimalkan produksi kain mandar yang diproduksi oleh KUB tersebut, bantuan yang diberikan adalah berupa ruang kerja berupa bale-bale dan peralatan tambahan produksi seperti sisir alat pintal. Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat mengalami peningkatan. Rasio jumlah rekening terhadap jumlah penduduk bekerja pada Agustus 2016 senilai 95,28% atau meningkat dibandingkan periode Februari 2016 yang mencapai 82,50%. Sementara, rasio rekening kredit terhadap penduduk bekerja dari 12,23% pada Februari 2016 menjadi 12,96% pada Agustus 2016. Rasio akses keuangan semakin mendekati angka 100%. Hal tersebut seiiring perkembangan Lembaga Keuangan Digital (LKD) yang terus berkembang di Sulawesi Barat. Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Sumber: Laporan Bank Umum, diolah 58 Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 05. Sistem Pembayaran 5. Sistem Pembayaran Bab 05 Sistem Pembayaran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 59 Bab 05. Sistem Pembayaran 60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 05. Sistem Pembayaran 5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai 5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal Selama triwulan IV 2016, tercatat aliran outflow uang Rupiah mengalami penurunan di awal periode namun berangsur meningkat dan puncaknya terjadi pada Desember 2016. Tercatat outflow yang terjadi sebesar Rp208 miliar pada Desember atau meningkat 24,57% dibandingkan dengan akhir triwulan III 2016 yang hanya mencapai Rp167 miliar. Sebaliknya perkembangan aliran uang masuk ( inflow) cukup stabil dan hanya mengalami sedikit penurunan pada akhir triwulan IV 2016 menjadi Rp44 miliar atau turun sebesar 5,56% dibandingkan dengan akhir triwulan III 2016 yang tercatat inflow sebesar Rp47 miliar. Hal tersebut menyebabkan aliran uang sepanjang triwulan IV 2016 mengalami net outflow sebesar Rp228 miliar dimana posisi tersebut lebih besar dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang mencapai Rp110 miliar. Posisi net outflow mengindikasikan suatu kondisi dimana lebih banyak uang yang keluar dibandingkan uang yang masuk ke KPw BI Provinsi Sulawesi Barat. Kondisi tersebut merupakan efek dari tingginya aktivitas masyarakat dalam menyambut libur sekolah pada akhir tahun dan juga adanya perayaan hari besar keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Natal. Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Grafik 5.2. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Sulawesi Barat Prov. Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar Dalam mendukung kebijakan Clean Money Policy yang diterapkan oleh Bank Indonesia di seluruh wilayah NKRI, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara rutin melakukan upaya penarikan UTLE (Uang Tidak Layak Edar) yang ada di masyarakat untuk digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE). Adapun UTLE diperoleh melalui setoran Bank di wilayah Sulawesi Barat, dimana rata - rata setoran UTLE bank pada triwulan IV 2016 mencapai Rp28 miliar per bulannya. Untuk triwulan laporan saja, setoran UTLE bank berjumlah Rp82 miliar atau menurun 23.56% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berjumlah sebesar Rp109 miliar. Tercatat sepanjang tahun 2016, jumlah setoran UTLE bank yang didapatkan oleh KPw BI Prov. Sulbar sebanyak Rp239 miliar. Upaya lain yang dilakukan pada penarikan UTLE adalah dengan melakukan penukaran uang dalam seluruh pecahan dan penggantian uang rusak melalui kas keliling baik di dalam kota (Kab. Mamuju) maupun di seluruh Kabupaten yang ada di Sulawesi Barat. Tercatat hingga akhir triwulan IV 2016 telah dilakukan 114 kali kas keliling dalam kota dengan realisasi penukaran sebesar Rp5,7 miliar dan 24 kali kas keliling luar kota dengan realisasi Rp32,2 miliar. Peran serta masyarakat Sulawesi Barat sangat diharapkan dalam mendukung kebijakan Clean Money Policy dimaksud. Dengan moto 3D (didapat, disimpan, disayang) diharapkan ketersediaan ULE semakin mengurangi bahkan menghilangkan adanya UTLE di Sulawesi Barat. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 61 Bab 05. Sistem Pembayaran Grafik 5.3. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat Pecahan Rp100.000,- dan Rp50.000,- mendominasi aliran perkasan untuk tahun 2016 terhadap sisi inflow maupun outflow . Sepanjang tahun 2016, pada sisi outflow, jumlah Uang Kertas (UK) pecahan Rp100.000,mencapai 10,64 juta lembar atau mencapai 29,60% dari total lembar UK yang keluar dari perbankan yang diikuti oleh UK pecahan Rp50.000,- yang mencapai 6,76 juta lembar atau 18,81% terhadap lembar UK. Sedangkan untuk Uang Logam (UL) pecahan Rp1.000,- mencapai 743 ribu keping (45,21%) dan UL Rp500,- mencapai 545 ribu keping (33,14%) dari total UL outflow. Pada sisi inflow terjadi pola sebaliknya dimana, jumlah UK Rp50.000,mencapai 4,12 juta lembar (31,43%) dan UK Rp100.000,- mencapai 2,88 juta lembar (21,97%) dari total UK inflow. Sedangkan untuk UL didominasi oleh pecahan Rp500,- yang mencapai 129 ribu keping (41,60%) dan diikuti oleh UL Rp1.000,- dengan 78 ribu keping (25,28%) dari total UL inflow. Grafik 5.4. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.6. Denominasi Inflow Uang Kartal Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah 62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Grafik 5.5. Denominasi Outflow Uang Logam Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.7. Denominasi Inflow Uang Logam Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Bab 05. Sistem Pembayaran Dalam pelaksanaan kas keliling dalam dan luar kota sepanjang tahun 2016, permintaan masyarakat dalam penukaran uang masih didominasi oleh uang pecahan kecil. Hasil kas keliling dalam kota menunjukkan Uang Kertas (UK) pecahan Rp2.000,- terealisasi sebanyak 506 ribu lembar atau sebesar 38,49% dari total UK yang terealisasi. Sedangkan Uang Logam (UL) pecahan Rp500,- terealisasi 102 ribu keping atau sebesar 30,79% dari total UL terealisasi atas kas keliling dalam kota. Untuk pelaksanaan kas keliling luar kota terdapat permintaan penukaran uang yang cukup besar terhadap UK pecahan Rp2.000 sebesar 2,01 juta lembar atau sebesar 37,55% dari total UK yang teralisasi. Sedangkan untuk UL didominasi oleh pecahan Rp1.000.- sebesar 290 ribu keping atau sebesar 58,76% dari total UL yang terealisasi untuk kas keliling luar kota. Grafik 5.8. Denominasi Uang Kartal Kas Keliling Dalam Kota Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.10. Denominasi Uang Kartal Kas Keliling Luar Kota Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.9. Denominasi Uang Logam Kas Keliling Dalam Kota Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 5.11. Denominasi Uang Logam Kas Keliling Luar Kota Sumber: Bank Indonesia, diolah 5.1.4. Pembukaan Kas Titipan Selain mendukung kebijakan Clean Money Policy , Bank Indonesia juga mengusung kebijakan ketersediaan uang layak edar dalam seluruh pecahan di NKRI. Atas hal tersebut KPw BI Provinsi Sulawesi Barat berencana melakukan pembukaan kas titipan di BPD Sulselbar KC Polewali untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi atas permintaan seluruh pecahan uang layak edar yang mencakup Kabupaten Polewali, Majene dan Mamasa. Hingga akhir triwulan 2016 telah dilakukan finalisasi persiapan pembukaan kas titipan diantaranya mencakup kelengkapan dan ketersediaan infrastruktur dari bank pengelola kas titipan serta keikutsertaan dari 6 (enam) Bank lain dalam kas titipan dimaksud yakni BRI, Bank Mandiri, BSM, BNI dan BTPN serta Panin Bank. Diharapkan pada triwulan I 2017 pembukaan kas titipan di BPD Sulselbar KC Polewali telah terlaksana. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 63 Bab 05. Sistem Pembayaran 5.1.5. Perkembangan Uang yang Diragukan Keasliannya Sepanjang tahun 2016, pihak kepolisian di wilayah Sulawesi Barat telah berkoordinasi dengan KPw BI Provinsi Sulawesi Barat untuk menjadi ahli dalam adanya indikasi uang yang diragukan keasliannya . Adapun temuan dimaksud didapatkan pada Kab. Mamuju sebanyak 1 lembar pecahan Rp50.000,- dan pada Kab. Polewali Mandar sebanyak 261 lembar pecahan Rp100.000,-. Sebagai langkah antisipatif agar tidak beredarnya uang yang diragukan keasliannya dimaksud, secara berkala KPw BI Provinsi Sulawesi Barat melakukan sosialiasasi Ciri Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) kepada stakeholders yang ada di Sulawesi Barat. Sosialisasi dimaksud selain dilakukan melalui pelaksanaan edukasi ke kalangan pendidikan juga dilakukan secara persuasif langsung ke masyarakat pada saat pelaksanaan kas keliling baik dalam maupun luar kota, agar masyarakat dapat lebih memahami dan menimbulkan awareness terhadap CIKUR serta hal yang harus dilakukan apabila menemukan uang yang terindikasi diragukan keaslianya. 5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan positif. Tercatat sebanyak 295 transaksi terjadi pada triwulan IV atau tumbuh sebesar 34.09% dari 220 transaksi yang tercatat di triwulan III 2016. Dari sisi jumlah nominal transaksi juga terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dimana pada triwulan IV tercatat sebesar Rp14 miliar atau meningkat 118,06% dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar Rp6,4 miliar. Diharapkan dengan adanya peningkatan transaksi dari sisi volume maupun nominal di triwulan IV dapat menjadi sinyal positif atas perkembangan transaksi non tunai di Sulawesi Barat, dengan tidak hanya mengalami peningkatan pada saat menjelang hari raya keagamaan ataupun libur sekolah. Peningkatan transaksi non tunai dimaksud sangat didukung oleh Bank Indonesia dikarenakan dapat mengurangi potensi risiko tindakan kejahatan seperti perampokan, pencurian dan terhindar dari uang palsu. Grafik 5.5. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat Sumber: Bank Indonesia, diolah Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan berkembangnya elektronifikasi di Sulawesi Barat. Sebagai tindaklanjut dari penandatangan Nota Kesepahaman di bulan Juni 2016 antara Kantor Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju Tengah mengenai GNNT dan Pengembangan UMKM dan Ekonomi Daerah di Kabupaten Mamuju Tengah, pada Tw-IV 2016 telah dilakukan mapping dan penyusunan Roadmap GNNT serta pembahasan terkait elektronifikasi dan keuangan inklusif untuk Kabupaten Mamuju Tengah. Diharapkan pada tahun 2017 dapat dilakukan implementasi dari Roadmap GNNT yang telah disusun tersebut untuk mewujudkan layakan keuangan yang inklusif untuk masyarakat. 64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 05. Sistem Pembayaran BOKS 4 Boks 4. Gerakan Peduli Koin Perdana di Sulawesi Barat Gerakan Peduli Koin Perdana di Sulawesi Barat Gerakan peduli koin merupakan langkah antisipatif atas banyaknya permintaan uang logam/koin oleh masyarakat namun sedikit sekali yang beredar di masyarakat dikarenakan adanya kecenderungan masyarakat untuk "menyimpan" uang koin dengan tidak membelanjakan uang koin tersebut (hoarding). Memang masyarakat cenderung malas berbelanja dengan uang koin. Uang koin dianggap tidak praktis untuk digunakan dalam berbelanja apalagi jika harus belanja dalam nominal yang besar. Hal ini menyebabkan terhambatnya perputaran uang koin yang mengakibatkan kebutuhan akan uang koin terus meningkat sepanjang tahun. Namun, ketidakpraktisan tersebut tidak menjadi hambatan bagi sebagian orang. Sebagai contoh, seorang warga membeli motor dengan menggunakan koin yang telah dikumpulkannya. Meskipun sebaiknya beliau menukarkan koinnya di bank terlebih dahulu, terlihat bahwa koin sebenarnya memiliki peran yang sama sebagai alat tukar dalam perdagangan. Koin yang diedarkan Bank Indonesia berfungsi sebagai alat tukar dalam nominal kecil dan sifatnya lebih tahan lama dibandingkan dengan uang kertas. Berdasarkan data Bank Indonesia, permintaan ( outflow) uang logam untuk nasional selama 1 (satu) dasawarsa tercatat sebesar Rp6 triliun. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan data inflow uang rupiah logam yang tercatat sebesar Rp900 miliar, dimana bersumber dari perbankan ataupun penukaran secara langsung oleh masyarakat kepada Bank Indonesia terhadap uang rupiah logam yang sudah tidak layak edar maupun tidak berlaku. Tren yang sama juga terlihat dari data perputaran uang di Mamuju selama 1 (satu) tahun terakhir, dimana tercatat outflow sebesar Rp1,1 miliar sedangkan inflow terhadap uang logam hanya sebesar Rp30 juta. Atas hal itulah, Bank Indonesia baik di pusat maupun di daerah secara masif melakukkan Gerakan Peduli Koin dan hal ini merupakan yang pertama di Mamuju, Sulawesi Barat. Gambar 5.1. Gerakan Peduli Koin Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, dan Perbankan Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 65 Bab 05. Sistem Pembayaran Gerakan Peduli Koin Nasional telah dicanangkan pada tahun 2010 melalui penandatangan Nota Kesepahaman, antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Perdagangan. Untuk kembali menggiatkan gerakan tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bekerja sama dengan perkasbar (14 Bank) yang ada dan pelajar dari sekolah - sekolah yang ada di Mamuju untuk ikut serta Gerakan Peduli Koin yang diselenggarakan pada Minggu 18, Desember 2016 di Anjungan Pantai Manakarra. Gerakan ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas kepada masyarakat yang akan melakukan penukaran uang koin, mendorong tumbuhnya budaya masyarakat dalam mengoptimalkan penggunaan uang pecahan kecil/koin sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan transaksi, mendorong pula agar pedagang/peritel pun memiliki budaya yang sama dan bertanggungjawab dalam memberikan hak konsumen berupa pengembalian dalam bentuk uang bukan bentuk lainnya saat bertransaksi. Gambar 5.2. Penukaran Koin Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Gambar 5.3. Antusiasme Masyarakat Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia Hasil yang diperoleh dari Gerakan Peduli Koin yang pertama kali dilakukan di Sulawesi Barat ini, terkumpul Uang Logam berbagai pecahan dengan total nominal Rp198 juta. Dimana total tersebut merupakan gabunan antara hasil koin yang ditukarkan masyarakat kepada KPw BI Prov. Sulbar maupun kepada 14 perbankan yang membuka loket/counter penukaran selama ½ hari di Anjungan Pantai Manakarra dimaksud. Melalui Gerakan Peduli Koin ini, diharapkan akan menumbuhkan kepedulian terhadap koin, walaupun kecil nilainya, tapi besar manfaatnya. 66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Bab 06 Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 67 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 6.1. Ketenagakerjaan Masyarakat Sulawesi Barat masih optimis akan ketersediaan lapangan kerja . Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, indeks ketersediaan lapangan kerja hingga Desember 2016 masih berada dalam level optimis (Indeks = 118,0). Di saat perlambatan ekonomi, tingkat ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat masih cukup baik sehingga tingkat pengangguran relatif rendah. Selain itu, tingkat pendapatan masyarakat juga masih baik dan mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat berharap perbaikan ekonomi terjadi di tahun 2017 dan tergambarkan dari indeks ketersediaan lapangan kerja dalam 6 bulan mendatang yang mencapai 130,0. Masyarakat Sulawesi Barat juga berekspektasi penghasilan semakin meningkat di 2017 terlebih UMP Sulawesi Barat di 2017 mengalami kenaikan sebesar 8,3%. Grafik 6.1. Kondisi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Grafik 6.2. Ekspektasi 6 Bulan Ke Depan Lalu Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah Jumlah tenaga kerja Sulawesi Barat terus mengalami peningkatan hingga tahun 2016. Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau usia di atas 15 tahun pada Agustus 2016 mencapai 897.964 jiwa atau meningkat 2,3% dibandingkan Agustus 2015. Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif tersebut mengindikasikan prospek ketenagakerjaaan di Sulawesi Barat. Jumlah penduduk produktif ini meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia di Sulawesi Barat. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 mengalami peningkatan 4.8% (yoy) menjadi 645.971 orang, dan 71,90% diantaranya merupakan tenaga kerja atau sebanyak 624.182 orang. Peningkatan jumlah tenaga kerja ini disebabkan banyaknya pendatang ke Sulawesi Barat untuk mencari penghasilan. Prospek Sulawesi Barat yang masih baru sebagai provinsi memunculkan harapan banyak lapangan pekerjaan baik itu bersumber dari pemerintahan, pihak swasta, maupun kesempatan berwirausaha. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa) Keterangan 2013 2014 2015 2016 Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Penduduk Usia Kerja (15+) 827,971 835,797 843,984 856,255 866,634 877,444 887,312 897,964 Angkatan Kerja 599,707 558,574 600,713 608,446 647,709 616,549 641,529 645,971 Bekerja 587,695 545,438 591,117 595,797 636,010 595,905 624,108 624,182 Pengangguran 12,012 13,136 9,596 12,649 11,699 20,644 17,421 21,489 Bukan Angkatan Kerja 228,264 277,223 243,271 247,809 218,925 260,865 245,783 252,293 Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%) 72.43 66.83 70.04 71.06 74.74 70.27 72.30 71.90 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2.00 2.35 1.60 2.08 1.81 3.35 2.72 3.33 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tingkat pengangguran Sulawesi Barat stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran di Sulawesi Barat masih terjaga dalam level yang rendah meskipun saat ini sedang terjadi perlambatan ekonomi. Kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan tidak sampai menimbulkan pemutusan hubungan tenaga kerja dengan perusahaan. Malah sebagian penduduk mendirikan usaha sendiri meskipun dalam skala mikro dan kecil namun dapat menyerap tenaga kerja yang ada di sekitarnya. Jumlah penduduk yang bekerja pada Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 69 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan periode Agustus 2016 meningkat sebanyak 4,7% (yoy) menjadi 624.182 jiwa. Pada saat bersamaan, jumlah pengangguran masih stabil di angka 3,3% dengan jumlah 21.289 jiwa. Tren yang berubah adalah dimana jumlah pekerja tidak dibayar mengalami penurunan. Semakin terbukanya perekonomian Sulawesi Barat membuat masyarakat berupaya meningkatkan kesejahteraan dan tidak lagi bekerja tanpa mendapat upah. Seiiring menurunnya pangsa ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, tenaga kerja pada lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan. Pada periode Agustus 2016, tercatat 310.605 penduduk atau 49.8% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat, bekerja pada lapangan usaha pertaninan, kehutanan, dan perikanan. Penurunan penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha ini cukup tajam karena pada periode yang sama tahun sebelumnya pangsa tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 58,5%. Lapangan usaha lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu lapangan usaha perdagangan yang menyerap 82.761 penduduk dan lapangan usaha jasa kemasyarakatan yang menyerap 92.170 penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha perdagangan dan jasa kemasyarakatan semakin meningkat seiiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Kondisi ini mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, sehingga membuat calon tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja cenderung memilih bekerja di lainnya. Grafik 6.3. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pekerja di sektor informal terus menurun. Dengan jumlah tenaga kerja mencapai 70,2% dari total penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 73,7%. Sisanya 29,9% atau sebanyak 186.318 bekerja di sektor formal seperti industri, perdagangan maupun jasa. Sejalan dengan perkembangan perekonomian Sulawesi Barat, peningkatan pekerja di bidang formal selain pertanian seperti perdagangan dan jasa, jumlah pekerja di sektor formal meningkat dari 156.848 di Agustus tahun 2015 menjadi 186.318 di Agustus 2016. Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Status Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja Bebas Pekerja Tak Dibayar Jumlah Tenaga Kerja 2013 Feb 2014 Agt Feb 2015 Agt Feb 2016 Agt Feb Agt 88,555 106,510 87,742 95,694 131,045 114,787 124,281 128,355 169,864 140,965 143,144 148,518 155,179 138,544 138,832 151,650 14,953 9,498 15,736 11,989 14,751 17,120 22,912 18,098 131,729 135,863 164,030 147,814 140,594 139,728 161,371 168,236 25,879 27,408 34,100 39,290 45,474 36,728 28,524 40,577 156,715 125,194 146,365 152,492 148,967 148,998 148,188 117,266 595,797 636,010 595,905 624,108 624,182 587,695 545,438 591,117 Sektor Formal 25.0% 26.7% 30.4% 26.8% 24.4% 26.3% 29.5% 29.9% Sektor Informal 75.0% 73.3% 69.6% 73.2% 75.6% 73.7% 70.5% 70.2% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Berdasarkan data Agustus 2016, mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah dengan porsi mencapai 54,8% dari total penduduk yang bekerja atau sebesar 70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 342.124 orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 326.720 orang. Perkembangan positif terjadi pada pekerja yang berpendidikan universitas, dengan porsi 8,4% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan porsi sebesar 7,6%. Peningkatan terjadi pula pada TK berpendidikan menengah ke atas. Semakin banyaknya lapangan usaha yang berkembang di Sulawesi Barat membuat kebutuhan akan tenaga kerja berkualitas meningkat. Grafik 6.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 2016 Sumber: Bank Indonesia, diolah Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumber: Bank Indonesia, diolah 6.2. Pengangguran Tingkat pengangguran Sulawesi Barat berada di bawah pengangguran nasional . Berdasarkan data Agustus 2016, jumlah pengangguran mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Agustus 2016 tercatat sebesar 4,09% (yoy). Meskipun jumlah pengangguran meningkat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami sedikit penurunan dimana TPT pada periode Agustus 2016 sebesar 3,33%, cukup stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,35%. Angka tersebut di bawah TPT nasional yang berada pada angka 5,61%. Penurunan TPT disebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja yang meningkat lebih tinggi dibandingkan jumlah pengangguran. 6.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 107,89 pada triwulan III 2016 menjadi 108,70 pada triwulan IV 2016. Pada periode laporan, NTP tumbuh 2,39% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,54% (yoy). Penurunan NTP terutama terjadi pada sektor perikanan dimana melimpahnya pasokan diiringi tingkat permintaan yang tidak terlalu tinggi membuat harga ikan segar di pasaran cenderung menurun. Secara tahunan, kesejahteraan petani tumbuh meningkat. Meskipun meningkat, pertumbuhan NTP tidak sebaik triwulan sebelumnya. Tingkat pertumbuhan NTP triwulan IV 2016 sebesar 2,39% (yoy) dibanding 2,54% (yoy) pada triwulan III 2016. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 6,96% menjadi 107,33. Stabilnya harga komoditas hortikultura pada level yang cukup tinggi, cukup berperan dalam peningkatan NTP subsektor ini. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat juga terjadi pada subsektor perkebunan rakyat yang meningkat sebesar 4,00% atau menjadi 117,82. Hal ini terjadi karena perbaikan produksi perkebunan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 71 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan kelapa sawit di triwulan IV 2016. Sementara itu, tingkat kesejahteraan nelayan juga mengalami peningkatan sebesar sebesar 3,57% (yoy) yang dipicu peningkatan produksi ikan tangkap. Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah NTP tanaman pangan dan pembudidaya ikan mengalami penurunan. NTP tanaman pangan mengalami koreksi sebesar 2,78% (yoy) menjadi 100,80. Penurunan NTP tanaman pangan disebabkan biaya petani dalam pengolahan lahan mengalami peningkatan seperti biaya untuk pupuk. Sementara, penurunan NTP pembudidaya ikan terjadi sebesar 2,14% (yoy) menjadi 95,57. Penurunan NTP pada subsektor ini terjadi akibat produksi perikanan tangkap yang meningkat sehingga masyarakat cenderung memilih membeli ikan dari nelayan dibandingkan budidaya yang memiliki harga lebih tinggi. Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor URAIAN 2015 I II IV I II III IV NILAI TUKAR PETANI (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 108.70 Indeks Harga diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03 125.98 128.35 130.26 Indeks Harga dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88 117.82 118.96 119.84 Tanaman Pangan (NTPP) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78 100.40 99.79 100.80 Indeks Harga diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96 118.72 119.21 121.27 Indeks Harga dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14 118.25 119.46 120.31 Hortikultura (NTPH) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19 105.58 104.06 107.33 Indeks Harga diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13 123.96 123.47 128.29 Indeks Harga dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39 117.41 118.66 119.53 Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72 114.70 117.34 117.82 Indeks Harga diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00 136.65 141.25 142.87 Indeks Harga dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23 119.14 120.38 121.27 Peternakan (NTPT) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33 103.52 105.33 104.93 Indeks Harga diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56 119.76 122.74 123.23 Indeks Harga dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85 115.70 116.54 117.44 Perikanan (NTNP) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58 101.66 103.39 101.70 Indeks Harga diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51 119.27 122.36 121.33 Indeks Harga dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82 117.32 118.35 119.31 NTN (nelayan) 99.39 100.26 103.48 101.57 102.68 104.85 107.39 105.19 Indeks Harga diterima 115.91 117.81 123.11 121.42 121.86 123.53 127.57 126.01 Indeks Harga dibayar 116.63 117.50 118.97 119.54 118.68 117.81 118.78 119.79 NTPI (pembudidaya ikan) 99.22 100.29 99.64 97.66 96.86 96.05 96.38 95.57 Indeks Harga diterima 112.44 113.84 114.45 112.70 112.69 111.88 113.32 113.23 Indeks Harga dibayar 113.33 113.51 114.86 115.41 116.34 116.48 117.59 118.48 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 6.4. Tingkat Kemiskinan 72 2016 III Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat terus mengalami penurunan. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik, pada periode September 2016 tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,19%. Tingkat kemiskinan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang mencapai 11,90%. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin berjumlah 146,90 ribu jiwa atau menjadi jumlah penduduk miskin terendah setidaknya dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin di pedesaan dari September 2015 ke September 2016 menurun sebanyak 8,87 ribu orang menjadi 121,83 ribu jiwa. Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan pun mengalami peningkatan sebanyak 2,56 ribu jiwa pada rentang waktu yang sama menjadi 25,07 ribu jiwa. Kondisi tersebut sejalan dengan perpindahan penduduk yang banyak terjadi dari desa ke kota demi mencari pendapatan yang lebih baik. Beragamnya jenis lapangan pekerjaan di perkotaan semakin memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat yang tadinya hanya bertani di pedesaan. Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan garis kemiskinan (GK) mengalami perlambatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada September 2016 berada pada level Rp292.519 /kapita/bulan atau tumbuh 5,42% dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencapai 12,56% (yoy). Perlambatan garis kemiskinan terjadi baik pada garis kemiskinan makanan (GKM) maupun garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan berada pada level Rp230.960 /kapita/bulan atau tumbuh 5,22% (yoy) sedangkan garis kemiskinan non makanan berada pada level Rp61.558 /kapita/bulan atau tumbuh 6,17% (yoy). Perlambatan garis kemiskinan tidak terlepas rendahnya inflasi sepanjang 2016. Tingkat inflasi pada periode September 2016 adalah 3,42% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan September 2015 yang mencapai 6,49% (yoy). Semakin berkembangnya perekonomian turut meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, rendahnya inflasi menyebabkan tingkat pendapatan riil meningkat sehingga makin terhindar unutuk berada di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 73 Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Pertumbuhan (% yoy) Makanan Bukan Makanan Total Makanan Bukan Makanan Total Jumlah (ribu jiwa) Mar 2014 188,201 47,732 235,933 8.61 5.71 8.01 Sep 2014 196,282 49,667 245,949 6.29 7.27 6.48 Mar 2015 204,476 52,529 257,005 8.65 10.05 Sep 2015 212,226 56,854 269,080 8.12 Mar 2016 215,503 57,721 273,224 5.39 Sep 2016 220,419 59,698 280,117 3.86 Mar 2014 189,491 43,724 233,215 Sep 2014 197,261 49,074 246,335 Mar 2015 209,873 53,237 Sep 2015 221,332 Mar 2016 Sep 2016 Daerah Penduduk Miskin Pertumbuhan (% yoy) Tingkat Kemiskinan (%) 26.31 -2.92 9.16 29.87 23.48 9.99 8.93 27.39 4.10 10.52 14.47 9.40 22.51 -24.64 8.69 9.88 6.31 22.85 -16.58 8.59 5.00 4.10 25.07 11.37 8.43 10.59 7.94 10.08 127.58 0.54 13.19 6.41 14.21 7.88 124.82 -2.10 12.67 263,110 10.76 21.76 12.82 133.09 4.32 12.87 58,262 279,594 12.20 18.72 13.50 130.70 4.71 12.70 230,339 60,001 290,340 9.75 12.71 10.35 129.88 -2.41 12.56 233,676 62,063 295,739 5.58 6.52 5.77 121.83 -6.79 12.00 Mar 2014 189,196 44,642 233,838 10.13 7.30 9.58 153.89 -0.07 12.27 Sep 2014 197,309 49,214 246,523 6.53 12.55 7.68 154.69 1.98 12.05 Mar 2015 208,787 53,095 261,882 10.35 18.94 11.99 160.48 4.28 12.40 Sep 2015 219,500 57,979 277,479 11.25 17.81 12.56 153.21 -0.96 11.90 Mar 2016 227,208 59,632 286,840 8.82 12.31 9.53 152.73 -4.83 11.74 Sep 2016 230,960 61,558 292,519 5.22 6.17 5.42 146.90 -4.12 11.19 KOTA DESA TOTAL Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 07. Prospek Perekonomian 7. Prospek Perekonomian Bab 07 Prospek Perekonomian Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 75 Bab 07. Prospek Perekonomian 76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 07. Prospek Perekonomian 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Di triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 9,7% - 10,1% (yoy). Akselerasi terutama disebabkan peningkatan konsumsi rumah tangga yang memasuki bulan puasa dan hari raya Lebaran. Kuatnya konsumsi rumah tangga pada periode musiman ini terlihat seperti yang terjadi pada tahun 2016. Peningkatan juga terlihat dari komponen konsumsi pemerintah yang akan lebih baik dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi lapangan usaha, normalisasi produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan meningkatkan kinerja lapangan usaha ini dan akan menjadi motor utama penggerak perekonomian. Sejalan dengan peningkatan konsumsi pemerintah, lapangan usaha administrasi pemerintahan juga akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2017. Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode (Periode Triwulanan) Tahunan) Sumber: Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Proyeksi Bank Indonesia Perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 2017 dibandingkan 2016. Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2016 yaitu 7,7% - 8,1% (yoy). Pemerintahan baru akan menghadiri Sulawesi Barat pada tahun 2017 setelah Gubernur yang menjabat sejak Sulawesi Barat berdiri, sudah habis masa jabatannya. Pengaruh pemerintahan baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program pemerintahan selanjutnya akan terus berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan akan semakin mengundang investor untuk masuk ke Sulawesi Barat. Beberapa modal yang sudah dimasukkan oleh pihak swasta diharapkan dapat memberikan dampak positif di 2017. Selain itu, dampak El Nino dan La Nina yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan. Kondisi tersebut ditambah harga komoditas ekspor andalan Sulawesi Barat yaitu CPO yang terus mengalami peningkatan. 7.1.1 Prospek Sisi Permintaan Di triwulan II 2017, konsumsi rumah tangga dan pemerintah akan meningkat. Memasuki periode musiman bulan puasa dan hari raya Lebaran, pergerakan konsumsi mulai ada peningkatan. Dengan tambahan pendapatan masyarakat melalui tunjangan hari raya (THR), membuat masyarakat dapat melakukan konsumsi lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017. Peningkatan konsumsi juga akan terlihat dari konsumsi pemerintah. Proses realisasi program pemerintah daerah sudah mulai berjalan meskipun harapan pertumbuhan lebih tinggi akan terjadi pada semester kedua tahun 2017. Peningkatan juga diharapkan berasal dari komponen ekspor. Dengan produksi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 77 Bab 07. Prospek Perekonomian sumber daya alam yang sudah membaik disertai peningkatan harga komoditas, ekspor Sulawesi Barat yang sudah merambah berbagai macam negara akan mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2016. Investasi masih akan tumbuh tinggi di 2017. Pemerintahan yang baru akan hadir pada 2017 dimana pembangunan akan melanjutkan yang tertunda di 2016 serta beberapa pemikiran-pemikiran baru yang belum ada pada pemerintahan sebelumnya. Selain itu, pihak swasta memiliki ekspektasi yang positif terhadap prospek perekonomian Sulawesi Barat yang belum tereksplor lebih jauh. Pihak swasta akan meningkatkan investasinya di Sulawesi Barat agar meriah keuntungan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 juga berpotensi mendatangkan investor-investor baru yang sudah sejak lama memantau potensi yang ada di Sulawesi Barat seperti potensi tambang ataupun hilirisasi industri terhadap komoditas-komoditas utama di Sulawesi Barat. Tercatat, perusahaan asing telah melakukan eksplorasi cadangan minyak dan gas di perairan Sulawesi Barat. Pola perekonomian Sulawesi Barat masih akan sama di 2017. Tingkat permintaan masyarakat akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 yaitu memasuki bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Selebihnya tingkat permintaan cenderung stagnan atau bahkan menurun pada saat setelah hari raya Idul Fitri. Meskipun tingkat konsumsi akan lebih baik dibandingkan 2016 seiiring perbaikan pendapatan masyarakat. Konsumsi pemerintah akan tumbuh secara normal, tidak seperti 2016 yang dihadiri instansi baru. Konsumsi pemerintah berpotensi lebih tinggi jika investasi yang dilakukan di 2016 berhasil memberikan dampak. Pembangunan pembangkit listrik di 2016 diharapkan menarik investor untuk membangun industri berbasis sumber daya alam yang belum dieksplor lebih jauh seperti kakao, kopi, atau pun ikan laut. 7.1.2 Prospek Sisi Penawaran Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan Prakiraan April 2017 Prakiraan Mei 2017 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan Prakiraan April 2017 Prakiraan Mei 2017 Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2017. Dengan curah hujan yang cukup baik akan mendukung produksi komoditas di Sulawesi Barat. Musim panen juga diperkirakan masih akan terjadi pada periode ini. Melihat perkiraan cuaca yang akan terjadi di Sulawesi Barat, proses panen diperkirakan tidak menemui hambatan yang berarti sehingga produksi akan optimal. Produksi kelapa sawit akan jauh lebih baik pada periode ini mengingat curah hujan selama 2016 yang cukup baik sehingga berdampak positif terhadap produksi kelapa sawit setahun setelahnya (2017). Selain itu, triwulan II merupakan 78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Bab 07. Prospek Perekonomian periode panen salah satu komoditas unggulan Sulawesi Barat lainnya yaitu kakao. Melihat permintaan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun disertai penerapan teknologi dalam penanaman kakao, akan ada peningkatan produksi kakao pada tahun 2017. Administrasi pemerintahan dan konstruksi juga akan mengalami peningkatan. Periode triwulan II 2017 akan menjadi periode mulai bergeraknya administrasi pemerintah. Seiiring dengan hal tersebut, konstruksi juga akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017. Kepala daerah yang baru akan memberikan dampak positif dalam penyegaran pemerintahan di Sulawesi Barat. Di tahun 2017, lapangan usaha Sulawesi Barat tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2016. Lapangan usaha utama seperti pertanian, industri, perdagangan, konstruksi, dan administrasi pemerintahan, akan menjadi lapangan usaha utama penggerak perekonomian mengingat lapangan usaha ini sempat mengalami kontraksi pada triwulan II 2016. Perbaikan infrastruktur dan penggunaan teknologi turut meningkatkan produktivitas lapangan usaha yang mendominasi perekonomian Sulawesi Barat ini. Dampak positifnya, industri pengolahan akan ikut mengalami peningkatan yang signifikan. 7.2. Prospek Inflasi Inflasi pada triwulan II 2017 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 . Memasuki periode musiman bulan puasa dan hari raya Lebaran, tingkat permintaan masyarakat akan semakin meningkat. Daya beli yang lebih baik dengan adanya tambahan pendapatan juga berpotensi meningkatkan ekspektasi harga para pedagang. Namun, melihat produksi bahan makanan yang cukup baik, tingkat inflasi pada triwulan II 2017 diharapkan tidak setinggi pada triwulan II 2016 atau berada pada rentang 4,07% - 4,45% (yoy). Tekanan inflasi terutama dari komponen administered prices. Kemungkinan pemerintah menaikkan harga LPG 3 kg diprakirakan akan turut mendorong inflasi. Selain itu, harga minyak dunia yang masih di atas level psikologi USD50 per barrel, semakin menguatkan pemerintah akan menaikkan harga BBM. Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia Grafik 7.4. Prospek Inflasi (WTI) Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Proyeksi Bank Indonesia Inflasi Sulawesi Barat di 2017 diperkirakan akan meningkat. Meski demikian pencapaian tersebut masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4%±1%. Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran angka sebesar 3,97% - 4,35% (yoy). Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari komponen administered prices yaitu kenaikan TDL, BBM, LPG 3 kg, dan biaya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 79 Bab 07. Prospek Perekonomian perpanjangan STNK. Kenaikan harga komoditas-komoditas tersebut dapat memberikan dampak ke komoditas lain seperti misalnya bahan makanan yang banyak diangkut melalui transportasi darat. Kenaikan harga BBM turut meningkatkan biaya operasional sehingga harga yang beredar di masyarakat juga meningkat. Di sisi lain, jalinan kerjasama yang mulai dibina oleh anggota TPID pada tahun 2016 diprediksi akan memberikan dampak terhadap pencapaian inflasi yang lebih terkontrol pada tahun 2017 akibat adanya peningkatan koordinasi yang lebih baik lagi. Internalisasi roadmap inflasi pada RPJMD dan RKPD juga diprediksi akan memudahkan Pemprov dan Pemkab untuk mendapat suntikan anggaran pengelolaan inflasi lebih besar dibandingkan tahun 2016. Dengan adanya roadmap pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat memiliki arah yang lebih jelas dalam mengendalikan harga. Selain itu, adanya pencetakan lahan baru, baik untuk beras maupun hortikultura dan perbaikan infrastruktur, baik utama maupun pendukung juga dapat menjadi pemicu kestabilan inflasi. Secara umum risiko-risiko yang berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi di Sulawesi barat selama 2017 yaitu: Kondisi cuaca ekstrim terjadi di Sulawesi Barat yang akan mengganggu produksi sumber daya alam seperti padi dan ikan 80 Kenaikan harga bahan bakar minyak Kenaikan harga rokok Kenaikan harga tarif dasar listrik Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 Lampiran Istilah Keterangan Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan Credit Limit Batas kredit Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi E-money Uang elektronik Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan Good corporate Tata kelola yang baik governance Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan Idle money Uang yang tidak terpakai Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017 81 Istilah Keterangan Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum Inflasi inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaanpenawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan Margin Selisih Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu terhadap satu bulan sebelumnya Push factor Faktor pendorong Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember) 82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017