Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

advertisement
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Barat
Februari - 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju
Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat
Penanggung Jawab
Dadal Angkoro
(Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi
makro, keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan
dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek perekonomian
ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan
masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan
moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan
uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor
Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin
berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah
kerjanya.
Koordinator Penyusun
Surya Alamsyah
Tim Penulis
Surya Alamsyah
Anton Kisworo
Dien M.I. Idris
Ayudha Dikho P.
Kontributor
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
Unit Operasional Sistem Pembayaran
Email
[email protected]
[email protected]
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi
yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui perolehan data internal
yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi
baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinu,
tepat waktu, dan reliable. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik
selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan
datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk
menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Mamuju, Februari 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Dadal Angkoro
Deputi Direktur
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
i
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif
bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan
terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek
perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk
bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity - Professionalism - Excellence -
Public Interest - Coordination and Teamwork.
ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ___________________________________________________________________________________ i
RINGKASAN EKSEKUTIF _____________________________________________________________________________ viii
TABEL INDIKATOR EKONOMI ________________________________________________________________________ xiii
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Perkembangan Ekonomi ________________________________________________________________________1
1.1.
Kondisi Umum _______________________________________________________________________________ 3
1.2.
Sisi Permintaan ______________________________________________________________________________ 5
1.3.
Sisi Penawaran______________________________________________________________________________ 11
Keuangan Pemerintah ________________________________________________________________________ 23
2.1.
Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi _______________________________________________________ 25
2.2.
Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat _____________________________________________ 26
Inflasi ______________________________________________________________________________________ 31
3.1.
Inflasi Secara Umum _________________________________________________________________________ 33
3.2.
Inflasi Bulanan ______________________________________________________________________________ 34
3.3.
Inflasi Dari Sisi Penawaran ____________________________________________________________________ 35
3.4.
Inflasi Dari Sisi Permintaan ____________________________________________________________________ 36
3.5.
Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas _______________________________________ 37
3.6.
Disagregasi Inflasi ___________________________________________________________________________ 40
Stabilitas Keuangan Daerah____________________________________________________________________ 47
4.1.
Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga _______________________________________________ 49
4.2.
Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi ____________________________________________________ 55
4.3.
Perkembangan Institusi Perbankan _____________________________________________________________ 56
4.4.
Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan __________________________________________ 57
Sistem Pembayaran __________________________________________________________________________ 59
5.1.
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai _______________________________________________________ 61
5.2.
Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ___________________________________________________ 64
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan ____________________________________________________________ 67
6.1.
Ketenagakerjaan ____________________________________________________________________________ 69
6.2.
Pengangguran ______________________________________________________________________________ 71
6.3.
Nilai Tukar Petani ___________________________________________________________________________ 71
6.4.
Tingkat Kemiskinan __________________________________________________________________________ 72
Prospek Perekonomian ________________________________________________________________________ 75
7.1.
Prospek Pertumbuhan Ekonomi ________________________________________________________________ 77
7.2.
Prospek Inflasi ______________________________________________________________________________ 79
Lampiran _________________________________________________________________________________________ 81
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ____________________________ 5
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ___________________________ 11
Tabel 2.1. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 25
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) _______________________________________________________ 28
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) ___________________________________________________________ 29
Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar ________________________________________________________________________ 35
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau ______________________________________ 38
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Bahan Makanan _________________________________________________________________ 39
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Sandang _______________________________________________________________________ 39
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan bahan Bakar ________________________________________ 39
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga ________________________________________________ 40
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan ____________________________________ 40
Tabel 4.1. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Triwulan III 2016 _____________________________________________ 51
Tabel 4.2. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan Triwulan IV 2016 _____________________________________________ 51
Tabel 4.3. Debt Service Ratio Triwulan III 2016 _______________________________________________________________ 52
Tabel 4.4. Debt Service Ratio Triwulan IV 2016 _______________________________________________________________ 52
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa) __________________________________ 69
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan _________________________ 70
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor ___________________________________________________________________________ 72
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan _________________________________________________________________ 74
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%yoy) ____________________________________________________________ 3
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy) __________________________________________________________ 3
Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan _____________________________________________________ 6
Grafik 1.4. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ___________________________________________ 6
Grafik 1.5. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ____________________________________________________ 6
Grafik 1.6. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Sulawesi Barat ___________________________________________ 6
Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Mobil ____________________________________________________________________ 7
Grafik 1.8. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ________________________________________________________ 7
Grafik 1.9. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ________________________________________ 8
Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Sulawesi Barat ________________________________________________ 8
Grafik 1.11. Investasi Bangunan ____________________________________________________________________________ 9
Grafik 1.12. Realisasi Pengadaan Semen _____________________________________________________________________ 9
Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat ______________________________________________________ 9
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Impor ___________________________________________________________________ 10
Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor CPO _____________________________________________________________________ 10
Grafik 1.16. Perkembangan Harga CPO Dunia _______________________________________________________________ 11
Grafik 1.17. Struktur Ekonomi 2016 Sulawesi Barat Sisi Penawaran ______________________________________________ 12
Grafik 1.18. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Pertanian ________________________________________________ 13
Grafik 1.19. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Pertanian ______________________________________________ 13
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian _________________________________________________________________ 13
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Grafik 1.21. Perkembangan Curah Hujan ____________________________________________________________________ 13
Grafik 1.22. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Perdagangan _____________________________________________ 14
Grafik 1.23. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Perdagangan ___________________________________________ 14
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Perdagangan ______________________________________________________________ 14
Grafik 1.25. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Industri __________________________________________________ 15
Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Industri ________________________________________________ 15
Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil____________________________________________________________ 16
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Besar dan Sedang __________________________________________________________ 16
Grafik 1.29. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _________________________________ 16
Grafik 1.30. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _______________________________ 16
Grafik 1.31. Perkembangan Tahunan Lapangan Usaha Konstruksi _______________________________________________ 17
Grafik 1.32. Perkembangan Triwulanan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan _______________________________ 17
Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen ____________________________________________________________________ 18
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi ________________________________________________________________ 18
Grafik 1.35. Kondisi Jalan _________________________________________________________________________________ 20
Grafik 1.36. Akses Infrastruktur ____________________________________________________________________________ 20
Grafik 1.37. Indeks Tata Kelola Daerah ______________________________________________________________________ 21
Grafik 1.38. Indikator Tata Kelola Daerah Sulawesi Barat _______________________________________________________ 21
Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di Triwulan IV __________________________________________________ 26
Grafik 2.2. Komponen APBN Sulawesi Barat di Sulawesi Barat __________________________________________________ 26
Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat _______________________________________________ 27
Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat __________________________________________ 28
Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ______________________________________________ 28
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju_______________________________________________________________ 33
Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota Mamuju ________________________________________________________ 34
Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota Mamuju ________________________________________________________ 34
Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK _______________________________________________________________________________ 36
Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ________________________________________________________ 36
Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 2016 ____________________________________________________________________ 37
Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan ___________________________________________________________________ 37
Grafik 3.8. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya _________________________________________________ 38
Grafik 3.9. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi ____________________________________________________________ 42
Grafik 3.10. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi ___________________________________________________________ 42
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga _______________________________________________________________________ 49
Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 49
Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini di Mamuju ___________________________________________ 50
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen _______________________________________________________ 50
Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3 bulan yang akan datang _____________________________________ 50
Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen ______________________________________________________________ 50
Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 52
Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat _____________________________________________________ 52
Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di Sulawesi Barat _______________________________________ 53
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ____________________________________________________ 53
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga ____________________________________________________________ 54
Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah Tangga _______________________________________________________ 54
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi _________________________________________________________________ 55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
v
Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi ___________________________________________________________ 55
Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK ___________________________________________________________________ 57
Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit _______________________________________________________________ 57
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM ___________________________________________________________________ 57
Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM _____________________________________________________________ 57
Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja ________________________________________________________ 58
Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja ______________________________________________________ 58
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _________________________________________________ 61
Grafik 5.2. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI Prov. Sulawesi Barat _______________________________________________ 61
Grafik 5.3. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar _____________________________________________________ 62
Grafik 5.4. Denominasi Outflow Uang Kartal Sulawesi Barat ____________________________________________________ 62
Grafik 5.5. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat ________________________________________________________________ 64
Grafik 6.1. Kondisi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Lalu _________________________________________________________ 69
Grafik 6.2. Ekspektasi 6 Bulan Ke Depan ____________________________________________________________________ 69
Grafik 6.3. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor _______________________________________________________ 70
Grafik 6.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat Agustus 2016 ________________________________________ 71
Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) _____________________________________________________________ 71
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya ____________________________________________________________ 72
Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat _____________________________________________________________ 73
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Triwulanan) ________________________________________________ 77
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode Tahunan) __________________________________________________ 77
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (WTI) _________________________________________________________ 79
Grafik 7.4. Prospek Inflasi _________________________________________________________________________________ 79
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
BOKS
Boks 1. Diagnosa Hambatan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat ______________________________________________ 19
Boks 2. Meningkatkan Komitmen Koordinasi Pengendalian Inflasi Melalui Penandatanganan Roadmap ________________ 44
Boks 3. Mencari Ilmu di Pulau Seribu Dewa __________________________________________________________________ 46
Boks 4. Gerakan Peduli Koin Perdana di Sulawesi Barat ________________________________________________________ 65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
vii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan positif terjadi pada perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan IV 2016. Akselerasi
Sulawesi Barat 2016
perekonomian di triwulan IV mencapai Rp7,01 triliun atau tumbuh 7,51% dibandingkan periode
lebih rendah
yang sama pada tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan 2015
dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh 5,97% (yoy). Pertumbuhan pada
triwulan IV 2016 berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4,94% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2016 tumbuh 6,03% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan 2015 yang mencapai 7,39% (yoy). Meskipun lebih rendah, pertumbuhan tersebut
masih positif dan lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02% (yoy).
Pertumbuhan 6,03% (yoy) menjadikan secara total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sulawesi Barat mencapai Rp35,97 triliun menurut harga berlaku dan Rp27,55 triliun menurut
harga konstan.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 mencapai pertumbuhan 25,93% (yoy.
Meskipun pertumbuhan triwulan IV sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III (27,16%, yoy),
konsumsi pemerintah tetap menjadi pendorong perekonomian. Kehadiran instansi baru di
Sulawesi Barat pada periode triwulan II 2016, memberikan stiumulus positif bagi perekonomian
Sulawesi Barat selama 2016. Pada tahun 2016 konsumsi pemerintah tumbuh 18,70% (yoy),
menyumbang 3,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan.
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 10,99% (yoy).
Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga di triwulan IV yang hanya tumbuh 2,82% (yoy), dibandingkan triwulan
sebelumnya 3,64% (yoy). Rendahnya pendapatan masyarakat ditengarai menjadi penyebab
rendahnya konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama penggerak perekonomian
Sulawesi Barat dengan pangsa 52,1%. Pada tahun 2016 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh
4,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang masih dapat tumbuh di atas 5%.
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan signifikan di
triwulan IV 2016. Pertumbuhan pada lapangan usaha ini mencapai 12,03% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan 3,65% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selama 2016, lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan tumbuh 3,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan 5,74% (yoy) pada
tahun 2015. Pertumbuhan tersebut masih cukup baik jika melihat gangguan iklim yang
mempengaruhi produktivitas pertanian dan perkebunan. Lapangan usaha tersebut memberikan
andil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 1,47%.
Melihat realisasi tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2017
diperkirakan akan lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016. Namun,
sebagaimana pola historisnya, pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2016. Pada awal tahun, konsumsi pemerintah masih belum
menunjukkan peran yang begitu besar. Perekonomian triwulan I 2017 akan lebih didorong oleh
pembentukan modal tetap domestik regional bruto (PMTDRB) yang banyak dilakukan pihak
swasta dalam pengembangan usaha. Selain itu, produksi kelapa sawit yang telah normal dan
peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO) diperkirakan akan meningkatkan ekspor dari Sulawesi
Barat terutama ke luar negeri. Dari sisi sektoral, peran cukup besar diperkirakan akan diberikan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan lapangan usaha konstruksi. Pengaruh
iklim ekstrim yang terjadi hingga 2016, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika,
viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
tidak akan terjadi kembali pada tahun 2017. Dengan asumsi tersebut, produksi pertanian dan
perkebunan Sulawesi Barat akan lebih optimal pada awal tahun 2017.
Keuangan Pemerintah
Rasionalisasi fiskal dari
Seiring dengan rasionalisasi kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat, maka Pagu
Pemerintah Pusat pada
APBN Provinsi Sulawesi Barat pada tahun laporan juga mengalami penurunan 21,91% (yoy)
tahun 2016 memberikan
pengaruh berarti
terhadap keuangan
daerah
menjadi sebesar Rp3,23 triliun. Mayoritas pagu anggaran tersebut dialokasikan untuk belanja
barang Rp1,32 triliun atau 40,88%, kemudian belanja modal sebesar Rp1,31 triliun atau 40,54%
dan belanja pegawai serta bantuan sosial, masing-masing sebesar Rp585,46 miliar dan Rp15,45
miliar, gabungan dua komponen terakhir hanya memiliki pangsa sebesar 18,59%.
Secara triwulanan, penetapan pagu anggaran cenderung menurun, hal ini ditandai dengan
kontraksi pertumbuhan pagu anggaran yang semakin dalam. Jika pada triwulan III 2016
pertumbuhan pagu anggaran sebesar -19,67% (yoy) maka pada triwulan berikutnya terkoreksi
semakin dalam menjadi -21,91% (yoy).
Kondisi keuangan Pemerintah di penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang cukup
menggembirakan, meski tidak sebaik tahun lalu. Pendapatan daerah tahun 2016 sebesar Rp1,69
triliun, tumbuh 13,91% (yoy) lebih lambat dibandingkan 18,81% (yoy) pada tahun 2015. Nilai
pendapatan daerah di 2016 setara dengan 99,26% dari target atau sebesar Rp1,70 triliun,
dengan pangsa terbesar berupa dana perimbangan daerah sebesar 85,32% atau Rp1,41 triliun.
Pengeluaran belanja pemerintah yang tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun lalu, dari
26,12% (yoy) menjadi 19,26% (yoy) sehingga nominal belanja pemerintah pada tahun 2016
sebesar Rp1,77 triliun. Salah satu hal yang menstimulasi pengeluaran belanja Pemerintah di tahun
2016 adalah beroperasinya beberapa lembaga pemerintah di tahun 2016, dan mampu sedikit
mengurangi dampak beleid anggaran yang di terapkan Pemerintah. Secara kumulatif, realisasi
pengeluaran di tahun 2016 sebesar 95,06% dari target.
Inflasi
Pencapaian inflasi
Sulawesi Barat di 2016
rendah
Secara tahunan (yoy), Laju inflasi pada triwulan IV 2016 sebesar 2,23%, melemah dibandingkan
3,42% pada triwulan III 2016. Jika dilihat pada triwulan yang sama di tahun 2015, pencapaian
inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 menurun sangat jauh dari pencapaian sebelumnya yaitu
sebesar 5,07% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari seluruh komponen
disagregasi inflasi, dimana sumbangan yang diberikan masing-masing adalah sebesar -0,05%
(yoy) untuk Administered Prices (AP), 0,12% (yoy) untuk Volatile Food (VF) dan 2,16% (yoy)
untuk core.
Dalam triwulan IV 2016, fluktuasi inflasi kota Mamuju sampai dengan bulan Oktober 2016 relatif
lebih terkendali yaitu sebesar -0,17% (mtm) dibandingkan inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI)
sebesar 0,30% (mtm) dan Indonesia sebesar 0,14% (mtm). Namun demikian meningkatnya
kebutuhan masyarakat ditengah kelangkaan pasokan ikan dan komoditas hortikultura telah
mendorong pencapaian inflasi pada bulan November hingga mencapai 0,46% (mtm). Menjelang
akhir tahun tekanan inflasi kembali meningkat yang disebabkan oleh persiapan masyarakat
menghadapi natal dan libur akhir tahun hingga mencapai 0,98% (mtm).
Pada triwulan I 2017, inflasi relatif akan melemah dengan level yang moderat. Penurunan
disebabkan oleh meningkatnya pasokan bahan makanan seperti beras dan ikan tangkap akibat
berakhirnya musim penghujan. Selain itu, normalisasi permintaan masyarakat setelah
menghadapi tahun baru diperkirakan juga dapat menyebabkan pelemahan tekanan inflasi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
ix
Stabilitas Keuangan Daerah
Risiko keuangan rumah
tangga cenderung
menurun. Sementara,
risiko keuangan
korporasi meningkat
Bagi sebagian rumah tangga, melemahnya konsumsi merupakan kesempatan untuk mengalihkan
sebagian pendapatannya menjadi angsuran/cicilan. Pangsa konsumsi menurun dari 66,18%
menjadi 59,32%, pada saat bersamaan cicilan pinjaman meningkat dari 19,12% menjadi
25,07%. Hal positif lainnya yaitu meningkatnya pangsa tabungan dalam pengeluaran rumah
tangga, dari 14,70% pada triwulan III 2016 menjadi menjadi 15,61%.
Berdasarkan jenis penggunaan kredit konsumsi, mayoritas penggunaan kredit mengalami
perlambatan pertumbuhan, namun eskalasi pertumbuhan kredit pada KPR dan kredit multiguna
(KMG), yang masing-masing tumbuh sebesar 18,3% (yoy) dan 30,3% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015 sebesar 9,6% (yoy) dan 14,6% (yoy) mampu mendongkrak
pertumbuhan kredit konsumsi pada tahun 2016. Sementara pertumbuhan KKB yang merupakan
penerima kredit terbesar ketiga, mengalami pelemahan yang signifikan, dari 43,8% (yoy) di
tahun 2015 menjadi 3,0% (yoy) di tahun 2016. NPL kredit rumah tangga pada triwulan IV 2016
berada pada level 0,96%, relatif lebih baik dibandingkan tahun lalu sebesar 1,3%. Penurunan
NPL tesebut terutama terjadi pada KMG dari 0,7% (2015) menjadi 0,46% (2016). Demikian pula
NPL KPR yang telah mampu ditekan dari 2% (2015) menjadi 1,79% (2016).
Kredit korporasi pada tahun 2016 tercatat RP3,51 triliun, tumbuh sebesar 14,30% (yoy)
melambat dibandingkan 19,59% (yoy) pada tahun 2015. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya
pertumbuhan kredit pada sektor-sektor yang mayoritas menyerap kredit relatif besar, yaitu sektor
jasa sosial masyarakat dari 30,45% (yoy) menjadi 24,77% (yoy), diikuti sektor perdagangan dari
18,37% (yoy) menjadi 10,95% (yoy) dan sektor industri pengolahan yang pertumbuhannya
terkoreksi dari 36,38% (yoy) menjadi -42,85% (yoy). NPL kredit korporasi di triwulan IV 2016
justru meningkat dibandingkan triwulan lalu, dengan perubahan rasio dari 0,80% menjadi
1,46%. Kembali, peningkatan NPL tersebut sangat dipengaruhi oleh NPL sektor pertanian dan
perdagangan, yang mengalami peningkatan NPL dari 0,23% menjadi 0,35% dari 1,20% menjadi
2,10%. Sementara NPL pada sektor lainnya meski cenderung meningkat namun pada level
moderat.
Kredit UMKM Sulawesi Barat tumbuh 14,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 25,63% (yoy). Meskipun melambat, perkembangan kredit UMKM
secara umum sudah cukup baik. Pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di
Sulawesi Barat mencapai 42,66%. Sementara, risiko kredit UMKM cenderung menurun. NPL
kredit UMKM pada triwulan IV 2016 mencapai 3,5%. Prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan
kredit UMKM yang diterapkan perbankan menyebabkan NPL UMKM di Sulawesi Barat terus
mengalami penurunan.
Sistem Pembayaran
Akhir tahun 2016, net
outflow di Sulawesi
Barat meningkat
Perkembangan aliran uang masuk (inflow) cukup stabil dan hanya mengalami sedikit penurunan
pada akhir triwulan IV 2016 menjadi Rp44 miliar atau turun sebesar 5,56% dibandingkan
dengan akhir triwulan III 2016 yang tercatat inflow sebesar Rp47 miliar. Hal tersebut
menyebabkan aliran uang sepanjang triwulan IV 2016 mengalami neflow sebesar Rp228 miliar
dimana posisi tersebut lebih besar dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang mencapai
Rp110 miliar. Untuk triwulan laporan saja, setoran UTLE bank berjumlah Rp82 miliar atau
menurun 23.56% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berjumlah sebesar
Rp109 miliar. Tercatat sepanjang tahun 2016, jumlah setoran UTLE bank yang didapatkan oleh
KPw BI Prov. Sulbar sebanyak Rp239 miliar.
Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan IV 2016
mengalami peningkatan positif. Tercatat sebanyak 295 transaksi terjadi pada triwulan IV atau
tumbuh sebesar 34.09% dari 220 transaksi yang tercatat di triwulan III 2016. Dari sisi jumlah
nominal transaksi juga terjadi peningkatan yang cukup signifikan, dimana pada triwulan IV
x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
tercatat sebesar Rp14 miliar atau meningkat 118,06% dari triwulan III 2016 yang tercatat sebesar
Rp6,4 miliar. Peningkatan disebabkan meningkatnya transksi menjelang akhir tahun dimana
periode hari raya keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Natal, dan tahun baru.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tren kemiskinan di
Sulawesi Barat menurun
Masyarakat Sulawesi Barat masih optimis akan ketersediaan lapangan kerja. Berdasarkan survei
konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, indeks ketersediaan lapangan kerja hingga Desember
2016 masih berada dalam level optimis (Indeks = 118,0). Di saat perlambatan ekonomi, tingkat
ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat masih cukup baik sehingga tingkat pengangguran
relatif rendah. Selain itu, tingkat pendapatan masyarakat juga masih baik dan mencukupi untuk
kebutuhan sehari-hari. Masyarakat berharap perbaikan ekonomi terjadi di tahun 2017 dan
tergambarkan dari indeks ketersediaan lapangan kerja dalam 6 bulan mendatang yang mencapai
130,0. Masyarakat Sulawesi Barat juga berekspektasi penghasilan semakin meningkat di 2017
terlebih UMP Sulawesi Barat di 2017 mengalami kenaikan sebesar 8,3%.
pada periode September 2016 tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,19%. Tingkat
kemiskinan tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang
mencapai 11,90%. Sejalan dengan hal tersebut, jumlah penduduk miskin berjumlah 146,90 ribu
jiwa atau menjadi jumlah penduduk miskin terendah setidaknya dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
Semakin berkembangnya perekonomian turut meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu,
rendahnya inflasi menyebabkan tingkat pengeluaran masyarakat menjadi tidak meningkat secara
signifikan.
Prospek Perekonomian
Aktivitas perekonomian
Di triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan mengalami peningkatan
mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan I 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2017
di 2017
diperkirakan berada pada kisaran 9,7% - 10,1% (yoy). Akselerasi terutama disebabkan
peningkatan konsumsi rumah tangga yang memasuki bulan puasa dan hari raya Lebaran.
Secara keseluruhan, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 2017
dibandingkan 2016. Pada tahun 2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh
dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2016 yaitu 7,7% - 8,1% (yoy). Pengaruh pemerintahan
baru memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program pemerintahan
selanjutnya akan terus berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan akan
semakin mengundang investor untuk masuk ke Sulawesi Barat. Beberapa modal yang sudah
dimasukkan oleh pihak swasta diharapkan dapat memberikan dampak positif di 2017. Selain itu,
dampak El Nino dan La Nina yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan. Kondisi tersebut ditambah harga komoditas
ekspor andalan Sulawesi Barat yaitu CPO yang terus mengalami peningkatan.
Inflasi pada triwulan II 2017 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I
2017. Memasuki periode musiman bulan puasa dan hari raya Lebaran, tingkat permintaan
masyarakat akan semakin meningkat. Daya beli yang lebih baik dengan adanya tambahan
pendapatan juga berpotensi meningkatkan ekspektasi harga para pedagang.
Pencapaian inflasi Sulawesi Barat di 2017 tidak akan serendah 2016. Meski demikian pencapaian
tersebut masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4%±1%.
Berdasarkan proyeksi tahunan, pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran
angka sebesar 3,97% - 4,35% (yoy). Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari komponen
administered prices yaitu kenaikan TDL, BBM, LPG 3 kg, dan biaya perpanjangan STNK. Kenaikan
harga komoditas-komoditas tersebut dapat memberikan dampak ke komoditas lain seperti
misalnya bahan makanan yang banyak diangkut melalui transportasi darat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
xi
xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi
INDIKATOR
2014
I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
I
II
III
IV
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Sisi Permintaan
Harga Konstan (Rp Miliar)
Konsumsi Rumah Tangga
3,072.5
3,100.7
3,234.7
3,243.8
3,227.3
3,253.2
3,401.0
3,405.5
3,387.9
3,495.5
3,525.0
48.4
51.3
46.8
48.0
46.1
47.2
48.7
49.7
48.3
49.2
51.4
52.4
711.1
848.4
927.0
1,441.5
685.7
1,003.0
1,104.9
1,566.2
680.9
1,116.9
1,405.0
1,972.3
Investasi
1,570.1
1,639.5
1,727.8
1,789.2
1,683.3
1,751.3
1,845.5
1,943.3
1,863.2
1,977.0
2,054.7
2,097.1
Ekspor
2,808.0
3,055.3
3,172.9
3,343.0
2,893.6
3,427.2
3,504.2
3,535.0
3,165.7
3,307.0
3,385.4
3,738.9
Impor
2,740.0
2,938.1
2,946.6
3,322.7
2,731.6
3,136.7
3,139.3
3,523.1
2,843.3
3,007.8
3,346.6
4,094.3
Total PDRB
5,683.7
5,960.2
6,224.9
6,326.9
6,003.1
6,475.9
6,629.1
6,875.6
6,369.2
6,780.8
7,008.0
7,392.2
2.82
Konsumsi Lembaga Non Profit RT
Konsumsi Pemerintah
3,501.7
Pertumbuhan Tahunan (% yoy)
Konsumsi Rumah Tangga
5.33
4.98
4.41
4.72
5.04
4.92
5.14
4.99
4.98
7.45
3.64
Konsumsi Lembaga Non Profit RT
21.62
23.50
6.22
5.45
-4.69
-8.00
4.16
3.57
4.67
4.25
5.45
5.42
Konsumsi Pemerintah
-2.14
-0.47
2.13
22.13
-3.58
18.22
19.20
8.65
-0.69
11.36
27.16
25.93
7.92
Investasi
7.40
2.82
5.40
14.83
7.21
6.82
6.81
8.61
10.69
12.89
11.33
Ekspor
-3.08
-3.29
3.76
13.67
3.05
12.17
10.44
5.74
9.40
-3.51
-3.39
5.77
Impor
-6.69
-7.49
-4.48
9.73
-0.31
6.76
6.54
6.03
4.09
-4.11
6.60
16.21
7.04
6.26
10.60
11.39
5.62
8.65
6.49
8.67
6.10
4.71
5.72
7.51
Total PDRB
Sisi Penawaran
Harga Konstan (Rp Miliar)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2,393.1
2,615.3
2,533.0
2,211.9
2,469.8
2,773.9
2,608.2
2,461.5
2,515.8
2,717.8
2,703.3
2,757.6
Pertambangan dan Penggalian
109.6
119.3
125.7
161.5
122.6
132.9
143.1
159.1
132.9
151.9
160.4
168.4
Industri Pengolahan
543.5
630.1
728.3
767.0
656.7
733.4
733.8
842.4
714.9
688.0
692.0
772.5
Pengadaan Listrik dan Gas
3.4
3.7
3.7
3.7
3.5
3.8
3.9
4.5
4.5
4.7
4.8
4.8
Pengadaan Air
9.7
9.5
9.7
10.3
10.0
10.5
10.9
11.5
11.2
11.6
11.7
12.0
Konstruksi
429.9
390.0
452.3
577.6
430.8
453.1
508.0
621.5
475.9
514.7
566.9
674.4
Perdagangan Besar dan Eceran
600.1
604.0
628.0
628.8
606.7
648.3
674.2
660.3
647.0
683.2
680.9
697.0
Transportasi dan Pergudangan
90.7
94.2
103.2
106.2
97.7
101.7
109.3
113.9
99.3
110.7
115.7
118.1
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
14.1
14.5
14.7
16.0
14.3
15.0
15.7
17.1
15.4
16.6
17.3
17.9
Informasi dan Komunikasi
242.0
251.8
269.3
275.3
269.0
272.2
291.8
318.3
307.5
314.9
316.9
318.1
Jasa Keuangan dan Asuransi
116.0
120.3
119.5
123.1
118.6
117.4
134.5
138.4
137.0
154.8
149.0
142.1
Real Estate
168.9
170.6
173.4
174.2
175.3
178.8
182.2
185.2
186.8
188.6
190.8
191.4
5.4
5.2
5.2
5.6
5.5
5.8
5.7
6.0
5.9
5.9
6.1
6.2
Administrasi Pemerintahan
452.6
422.7
495.9
623.8
477.9
479.0
591.3
686.4
514.1
593.9
706.7
786.7
Jasa Pendidikan
286.5
285.4
322.6
386.3
309.9
310.8
356.7
383.9
345.0
361.6
400.7
426.4
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
108.9
112.2
122.6
139.2
120.8
121.3
131.0
138.8
134.8
134.9
148.1
158.1
Jasa lainnya
109.1
111.5
117.8
116.4
114.0
117.7
128.8
126.7
121.2
127.0
136.9
140.5
Jasa Perusahaan
Inflasi
Indeks Harga Konsumen
108.92
110.28
112.54
116.85
116.20
118.65
119.84
122.78
122.23
123.74
123.94
125.52
Laju Inflasi Tahunan (% yoy)
6.24
6.68
4.61
8.05
6.68
7.59
6.49
5.07
5.19
4.29
3.42
2.23
Laju Inflasi Tahun Berjalan (% ytd)
0.72
1.98
4.07
8.05
-0.56
1.54
2.56
5.07
-0.45
0.78
0.94
2.23
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
xiii
Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran
INDIKATOR
2014
I
II
2015
III
IV
I
II
2016
III
IV
I
II
III
IV
Stabilitas Keuangan
Perbankan
Nominal (Rp Miliar)
Total Aset
4,156.8
4,321.6
4,431.5
4,555.6
4,537.9
4,804.9
4,892.3
4,935.9
5,116.3
5,702.4
5,789.8
5,927.1
Total DPK
2,694.5
2,937.6
3,034.5
2,758.9
3,049.2
3,392.5
3,745.8
3,130.5
3,449.6
4,000.3
3,695.9
3,313.2
812.6
904.6
967.8
497.6
853.9
965.6
1,136.3
453.9
1,133.3
1,360.7
1,069.0
430.2
1,719.8
1,741.3
1,766.1
2,059.7
1,730.5
1,817.9
1,946.4
2,415.0
2,003.9
2,295.9
2,275.4
2,566.5
Giro
Tabungan
Deposito
162.0
291.7
300.7
201.6
464.7
609.0
663.1
261.6
312.5
343.6
351.5
316.5
Total Kredit (Lokasi Proyek)
5,006.9
5,167.2
5,247.2
5,434.7
5,568.5
5,791.7
5,998.6
6,300.4
6,005.5
7,197.5
7,520.7
7,593.1
Kredit Modal kerja
1,298.7
1,383.8
1,397.6
1,421.0
1,357.5
1,420.3
1,399.4
1,477.1
1,596.3
1,647.2
1,652.2
1,695.8
357.1
363.6
382.7
398.5
420.4
469.8
424.8
487.6
546.8
562.3
575.9
636.4
Kredit Konsumsi
2,063.7
2,120.0
2,174.9
2,228.5
2,239.1
2,298.0
2,375.3
2,461.2
2,531.6
3,026.2
3,193.3
3,175.0
Kredit UMKM
1,648.3
1,735.9
1,752.0
1,792.8
1,752.5
1,848.4
1,798.7
1,940.2
2,098.6
2,166.5
2,175.0
2,279.8
Total Kredit (Lokasi Proyek)
3.64
3.76
3.62
3.18
3.71
3.28
2.80
2.07
2.13
2.03
2.05
1.91
Kredit Modal kerja
6.03
6.33
6.25
5.62
6.81
5.82
4.34
2.87
2.68
2.47
2.50
3.07
Kredit Investasi
7.04
6.25
5.85
4.35
7.78
4.72
3.19
2.48
2.06
1.57
1.93
1.70
Kredit Konsumsi
1.18
1.15
1.16
0.78
0.68
0.72
0.66
0.63
0.59
0.42
0.39
0.41
Kredit UMKM
6.18
1.03
6.24
5.42
7.13
5.62
4.06
2.74
2.51
2.22
2.31
2.35
142.3
Kredit Investasi
Risiko Keuangan
NPL Gross (%)
Sistem Pembayaran
Sistem Pembayaran Tunai
Nominal (Rp Miliar)
In Flow
49.2
160.4
39.4
193.9
Out Flow
647.1
136.5
703.7
303.5
370.3
Net Flow
-597.8
24.0
-664.3
-109.6
-228.0
Sistem Pembayaran Non Tunai
Nominal Kliring (Rp Miliar)
9.6
7.7
6.7
6.4
14.1
Jumlah Warkat Kliring
138
168
187
220
295
Sumber:
Laporan Bank Umum
Bank Indonesia
xiv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
1. Perkembangan Ekonomi
Bab 01
PERKEMBANGAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
1
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
1.1. Kondisi Umum
Pertumbuhan positif terjadi pada perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan IV 2016 . Akselerasi
perekonomian di triwulan IV mencapai Rp7,01 triliun atau tumbuh 7,51% dibandingkan periode yang sama pada
tahun 2015. Pertumbuhan secara tahunan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya mampu tumbuh 5,97% (yoy). Pertumbuhan pada triwulan IV 2016 berada di atas pertumbuhan
ekonomi nasional yang mencapai 4,94% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2015.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2016 tumbuh 6,03% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 2015
yang mencapai 7,39% (yoy). Meskipun lebih rendah, pertumbuhan tersebut masih positif dan lebih baik dari
pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02% (yoy). Pertumbuhan 6,03% (yoy) menjadikan secara total
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Barat mencapai Rp35,97 triliun menurut harga berlaku dan
Rp27,55 triliun menurut harga konstan. Angka tersebut menggambarkan perkembangan yang signifikan sejak
Sulawesi Barat berdiri dimana pada tahun 2005 perekonomian Sulawesi Barat hanya berada pada angka Rp3,12
triliun (harga konstan). Dengan kata lain, hingga 2016, perekonomian Sulawesi Barat telah tumbuh 782,8% sejak
terpisah dari Sulawesi Selatan.
Konsumsi pemerintah tumbuh signifikan di tengah pelemahan konsumsi rumah tangga . Pertumbuhan
konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 mencapai pertumbuhan 25,93% (yoy. Meskipun pertumbuhan
triwulan IV sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III (27,16%, yoy), konsumsi pemerintah tetap menjadi
pendorong perekonomian. Kehadiran instansi baru di Sulawesi Barat pada periode triwulan II 2016, memberikan
stiumulus positif bagi perekonomian Sulawesi Barat selama 2016. Pada tahun 2016 konsumsi pemerintah tumbuh
18,70% (yoy), menyumbang 3,14% terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat secara keseluruhan.
Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 10,99% (yoy). Namun, kondisi tersebut
berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan IV yang
hanya tumbuh 2,82% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya 3,64% (yoy). Rendahnya pendapatan masyarakat
ditengarai menjadi penyebab rendahnya konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama penggerak
perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa 52,1%. Pada tahun 2016 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh
4,69% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang masih dapat tumbuh di atas 5%.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami peningkatan signifikan di triwulan IV
2016. Pertumbuhan pada lapangan usaha ini mencapai 12,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 3,65% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Selama 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 3,69%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
3
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
(yoy), lebih rendah dibandingkan 5,74% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut masih cukup baik jika
melihat gangguan iklim yang mempengaruhi produktivitas pertanian dan perkebunan. Lapangan usaha tersebut
memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat sebesar 1,47%.
Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib mengalami pertumbuhan
yang tinggi. Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha tersebut tumbuh 14,61% (yoy). Meskipiun lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 19,52% (yoy), pertumbuhannya masih mampu di atas 10%. Selama
2016, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib tumbuh 16,42% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan 12,02% (yoy) pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan signifikan ini tidak terlepas dari
instansi baru yang hadi di Sulawesi Barat sejak triwulan II 2016.
Melihat realisasi tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I 2017 diperkirakan akan
lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016. Namun, sebagaimana pola historisnya, pada
triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016. Pada awal tahun,
konsumsi pemerintah masih belum menunjukkan peran yang begitu besar. Perekonomian triwulan I 2017 akan
lebih didorong oleh pembentukan modal tetap domestik regional bruto (PMTDRB) yang banyak dilakukan pihak
swasta dalam pengembangan usaha. Selain itu, produksi kelapa sawit yang telah normal dan peningkatan harga
Crude Palm Oil (CPO) diperkirakan akan meningkatkan ekspor dari Sulawesi Barat terutama ke luar negeri. Dari
sisi sektoral, peran cukup besar diperkirakan akan diberikan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
dan lapangan usaha konstruksi. Pengaruh iklim ekstrim yang terjadi hingga 2016, menurut Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika, tidak akan terjadi kembali pada tahun 2017. Dengan asumsi tersebut, produksi
pertanian dan perkebunan Sulawesi Barat akan lebih optimal pada awal tahun 2017.
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
1.2. Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, pergerakan ekonomi Sulawesi Barat didominasi konsumsi pemerintah. Selama 2016,
pertumbuhan tinggi ditunjukkan komponen konsumsi pemerintah dan investasi. Komponen tersebut masingmasing tumbuh 18,70% (yoy) dan 10,64% (yoy). Dengan tumbuhnya kedua komponen tersebut menunjukkan
Sulawesi Barat masih secara konsisten melakukan upaya pembangunan provinsi. Secara triwulanan, konsumsi
pemerintah hanya mengalami sedikit pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya namun tetap tumbuh di atas
20% yaitu sebesar 25,93% (yoy). Sedangkan investasi mengalami pelemahan yang cukup dalam ke angka 7,92%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 11,33% (yoy).
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
PERTUMBUHAN YOY (%)
2014
2015
2016
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
KONSUMSI RUMAH TANGGA
4.85
5.04
4.92
5.14
4.99
5.02
4.98
7.45
3.64
2.82
4.69
KONSUMSI LNPRT
13.80
-4.69
-8.00
4.16
3.57
-1.40
4.67
4.25
5.45
5.42
4.96
KONSUMSI PEMERINTAH
7.12
-3.58
18.22
19.20
8.65
10.99
-0.69
11.36
27.16
25.93
18.70
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB)
7.56
7.21
6.82
6.81
8.61
7.38
10.69
12.89
11.33
7.92
10.64
PERUBAHAN PERSEDIAAN
9.88
-7.02
-35.60
-318.21
-53.20
-64.89
-66.52
-220.14
-50.88
-222.83
-136.00
EKSPOR
2.69
3.05
12.17
10.44
5.74
7.92
9.40
-3.51
-3.39
5.77
1.77
IMPOR
-2.3
-0.3
6.8
6.5
6.0
4.9
4.1
-4.1
6.6
16.2
6.1
TOTAL PDRB
8.86
5.62
8.65
6.49
8.67
7.39
6.10
4.71
5.72
7.51
6.03
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
51.81
54.17
50.82
52.56
51.22
52.14
55.37
53.02
51.71
48.94
52.11
0.80
0.78
0.73
0.74
0.74
0.75
0.79
0.75
0.77
0.73
0.76
KONSUMSI PEMERINTAH
17.49
11.62
16.69
18.96
25.46
18.45
11.99
18.72
22.65
30.08
21.28
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB)
PANGSA (%)
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
2014
2015
2016
28.76
29.37
28.09
29.22
29.81
29.13
31.05
30.83
31.01
30.20
30.75
PERUBAHAN PERSEDIAAN
1.21
2.84
2.03
-2.13
-1.91
0.10
1.74
-3.85
-1.87
3.57
-0.06
NET EKSPOR IMPOR
-0.06
1.23
1.63
0.64
-5.31
-0.56
-0.94
0.53
-4.27
-13.52
-4.84
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
I
II
III
IV
TOTAL
KONSUMSI RUMAH TANGGA
2.63
2.72
2.56
2.67
2.56
2.63
2.68
3.74
1.87
1.40
2.40
KONSUMSI LNPRT
0.11
-0.04
-0.07
0.03
0.03
-0.01
0.04
0.03
0.04
0.04
0.04
KONSUMSI PEMERINTAH
1.17
-0.45
2.59
2.86
1.97
1.78
-0.08
1.76
4.53
5.91
3.14
PEMBENTUKAN MODAL TETAP DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PMTDRB)
2.13
1.99
1.88
1.89
2.44
2.05
3.00
3.49
3.16
2.24
2.96
PERUBAHAN PERSEDIAAN
0.11
-0.26
-1.21
-3.19
1.82
-0.71
-2.20
-4.44
1.04
3.27
-0.48
TOTAL PDRB
ANDIL PERTUMBUHAN (%)
2014
2015
2016
NET EKSPOR IMPOR
2.71
1.66
2.91
2.23
-0.13
1.64
2.67
0.13
-4.92
-5.34
-2.02
TOTAL PDRB
8.86
5.62
8.65
6.49
8.67
7.39
6.10
4.71
5.72
7.51
6.03
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Konsumsi rumah tangga berperan besar terhadap perekonomian Sulawesi Barat. Pangsa konsumsi rumah
tangga masih stabil di 2016 dengan angka sebesar 52,1% atau sama dengan 2015. Dengan tingkat pertumbuhan
yang tinggi membuat peran konsumsi pemerintah dan investasi meningkat di 2016. Pada tahun 2016, konsumsi
pemerintah memiliki pangsa 21,3%. Peran sebesar di atas 20% ini menjadi yang pertama sejak Sulawesi Barat
berdiri. Pada 2015, porsi konsumsi pemerintah berada pada angka 18,4%. Di sisi lain, meskipun tidak signifikan,
peran investasi terhadap perekonomian Sulawesi Barat semakin tinggi di 2016 dengan memiliki pangsa sebesar
30,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan 2015 yang mencapai 29,1%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
5
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Grafik 1.4. Andil Pertumbuhan Ekonomi
Permintaan
Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Secara triwulanan, triwulan IV 2016 menjadi periode dengan pertumbuhan konsu msi rumah tangga
terendah di 2016. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 2,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III
2016 yang mencapai 3,64% (yoy). Pada periode laporan, hari raya kegamaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan
Natal tidak mampu menggerakkan konsumsi rumah tangga. Pengaruh perlambatan ekonomi yang terjadi sejak
triwulan II sehingga rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan pendapatan masyarakat cenderung
terbatas.
Konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan rendah selama 2016. Pertumbuhan konsumsi rumah
tangga 2016 berada pada angka 4,69% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 2015 yang mencapai 5,02% (yoy).
Kondisi selama 2016 ditengarai rendahnya pendapatan masyarakat akibat pelemahan ekonomi Sulawesi Barat.
Penurunan harga BBM yang terjadi pada awal tahun 2016 turut mendukung rendahnya tingkat pengeluaran
masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa biaya operasional di Sulawesi Barat tergantung harga BBM karena
transportasi darat menjadi moda transportasi utama peredaran barang. Namun, tidak sepanjang tahun konsumsi
rumah tangga mengalami pelemahan. Tercatat pada triwulan II 2016 konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi
7,45% (yoy). Masyarakat memperoleh suntikan pendapatan lebih dari kebijakan pemerintah bagi pegawai negeri
sipil melalui Tunjangan Hari Raya (THR).
Grafik 1.5. Struktur Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 1.6. Andil Pertumbuhan Konsumsi Rumah
Sulawesi Barat
Tangga Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pelemahan konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari pelemahan penjualan mobil. Penjualan mobil selama
2016 mengalami penurunan sekitar 13,2% (yoy). Penurunan terdalam terjadi pada triwulan IV 2016 yang
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
mengalami kontraksi dengan tumbuh negatif 26,2% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang juga tumbuh negatif namun dengan angka lebih rendah (3,8%, yoy). Rendahnya
pendapatan masyarakat akibat turunnya produksi kelapa sawit dan penundaan realisasi anggaran pemerintah
daerah, membuat masyarakat mengutamakan konsumsi pada kebutuhan pokok.
Grafik 1.7. Pertumbuhan Penjualan Mobil
Sumber: Kontak Liaison Bank Indonesia, diolah
Pendapatan masyarakat mulai menunjukkan peningkatan. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan Bank
Indonesia, Indeks Penghasilan Konsumen mengalami penurunan yang cukup dalam pada akhir triwulan III 2016.
Namun, sejak awal triwulan IV 2016 mulai mengalami peningkatan hingga akhir 2016. Di akhir periode triwulan
III 2016, Indeks Penghasilan Konsumen berada pada angka 109 sedangkan pada periode laporan indeks tersebut
mengalami peningkatan ke angka 132. Penurunan pendapatan pada pertengahan tahun terlihat cukup dalam dan
mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Namun, melihat pergerakannya, indeks penghasilan konsumen
akan diperkirakan mengalami peningkatan seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan kenaikan upah
minimum provinsi (UMP).
Grafik 1.8. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu
Sumber: Survei Bank Indonesia, diolah
Konsumsi rumah tangga di triwulan I 2017 diperkirakan mengalami perbaikan. Melihat perkembangan
triwulan IV 2016 dimana produksi sektor pertanian dan perkebunan mulai mengalami peningkatan, konsumsi
rumah tangga di triwulan I 2017 akan lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016. Pendapatan masyarakat akan
mengalami peningkatan mengingat masyarakat Sulawesi Barat sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan
perkebunan. Selain itu, kenaikan UMP pada awal 2017 diperkirakan akan menjadi dorongan bagi masyarakat
untuk meningkatkan konsumsinya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
7
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Meski di di pertengahan tahun 2016 belanja pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sempat terganggu
pembatasan fiskal dari pemerintah pusat, program kerja masih bisa direalisasikan pada triwulan IV 2016.
Pada periode triwulan IV 2016, konsumsi pemerintah mampu tumbuh 25,93% (yoy). Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 27,16% (yoy) akibat kurang optimalnya penyerapan anggaran
pemerintah daerah. Terhambatnya proses penyaluran dana perimbangan membuat pemerintah kesulitan
mengatur program kerja yang sudah dicanangkan pada awal tahun 2016.
Konsumsi pemerintah memberikan andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat 2016.
Konsumsi pemerintah tumbuh 18,70% (yoy) atau lebih baik dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 10,99%
(yoy). Hadirnya instansi baru yang sebagai bentuk pemisahan administrasi yang dahulunya digabung Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Barat memberikan dampak tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah Sulawesi Barat.
Kehadiran instansi pemerintahan tersebut mendorong perekonomian di saat konsumsi rumah tangga sedang
dalam masa pelemahan.
Grafik 1.9. Realisasi Pendapatan Pemerintah
Grafik 1.10. Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Barat
Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sulawesi Barat, diolah
Kinerja konsumsi pemerintah melemah di triwulan I 2017 . Periode awal tahun, aktivitas pemerintahan belum
terlalu intens. Secara historis, pertumbuhan konsumsi pemerintah tidak akan setinggi periode di akhir tahun. Pada
periode ini pemerintahan akan mematangkan rencana program kerja selama 2017 sembari menunggu proses
pencairan anggaran dan pemilihan kepala daerah yang baru. Namun, efek instansi baru masih akan terasa pada
triwulan I 2017. Belanja operasional yang timbul dari instansi baru akan mendorong peningkatan konsumsi
pemerintah sehingga tingkat pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan I 2017 akan lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2016.
1.2.3. Investasi
Secara triwulanan, perkembangan investasi di triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Pertumbuhan
investasi pada triwulan IV 2016 mencapai 7,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan 11,33% (yoy) pada triwulan III
2016. Selain meredanya minat berinvestasi di akhir tahun menjelang pemilihan kepala daerah yang baru,
pelemahan juga sebagai base effect pembangunan PLTU Belang-Belang yang merupakan nilai investasi terbesar
di Sulawesi Barat selama 2016. Pertumbuhan pada periode ini juga ditandai dengan pertumbuhan investasi non
bangunan yang lebih tinggi dibandingkan investasi bangunan. Belum adanya proyek infrastruktur besar baru di
Sulawesi Barat membuat pelaku usaha fokus pengembangan usaha melalui penambahan modal dengan
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
memanfaatkan infrastruktur yang ada. Dengan investasi tersebut diharapkan meningkatkan marjin keuntungan di
tengah perlambatan ekonomi dan meningkatnya biaya-biaya operasional perusahaan.
Investasi di Sulawesi Barat berkinerja positif di 2016. Pertumbuhan investasi 2016 mencapai 10,64% (yoy) atau
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada 2015 yang mencapai 7,38% (yoy). Pertumbuhan tersebut didukung
baik dari pihak swasta dan pemerintah. Meskipun dari sisi pemerintah cukup terbatas, namun beberapa
pembangunan infrastruktur seperti jalan, perumahan, gedung perkantoran, dan rumah sakit, mampu memberikan
peran terhadap aktivitas perekonomian Sulawesi Barat. Investasi yang dilakukan pemerintah daerah diiringi
investasi yang dilakukan swasta. Untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat mendampingi rumah sakit
umum daerah, pihak swasta turut mengembangkan fasilitas kesehatan dengan kualitas terbaik. Selain itu, investasi
besar berupa pembangunan PLTU Belang-Belang memberikan harapan investor lebih banyak datang ke Sulawesi
Barat.
Grafik 1.11. Investasi Bangunan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.12. Realisasi Pengadaan Semen
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Secara total, penanaman modal selama 2016 mengalami penurunan dibandingkan 2015 . Pada triwulan IV
2016, penanaman modal dari asing yang berhasil terealisasi berjumlah Rp41,7 miliar dan tercatat tidak ada
penanaman modal dalam negeri yang signifikan. Total selama 2016, penanaman modal yang masuk ke Sulawesi
Barat berjumlah Rp360,7 miliar dengan rincian Rp276,6 miliar penanaman modal asing dan Rp 84,1 miliar
penanaman modal dalam negeri. Angka tersebut menurun dibandingkan 2015 dengan total mencapai Rp1.132,1
miliar. Namun, terjadi peningkatan penanaman modal asing dimana pada tahun 2015 penanaman modal asing
hanya berjumlah Rp28,3 miliar. Penanaman modal asing terbesar terjadi untuk pembangunan PLTU Belang-Belang
pada rentang waktu triwulan II dan III 2016.
Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Investasi akan lebih positif pada triwulan I 2017. Jika dibandingkan triwulan IV 2016, investasi akan mengalami
peningkatan meskipun dalam level terbatas. Membaiknya pendapatan masyarakat akan diupayakan maksimal
oleh para pelaku usaha. Sosok kepala daerah yang baru turut menentukan perspektif investor apakah Sulawesi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
9
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Barat akan semakin berkembang dari berbagai aspek dan memberikan keuntungan lebih kepada pelaku usaha.
Investor masih berupaya melakukan eksplorasi potensi Sulawesi Barat. Melihat potensi pertanian dan perkebunan
yang sudah hampir dalam kapasitas optimal, investor berupaya mengeksplor potensi pertambangan. Beberapa
yang masih berpotensi digali seperti minyak dan gas di blok Sebuku serta nikel, batu bara, dan emas di Kalumpang.
1.2.4. Ekspor dan Impor
Dari sisi triwulanan, baik ekspor maupun impor mengalami peningkata n. Ekspor Sulawesi Barat tumbuh
5,77% (yoy), lebih baik dibandingkan dari pertumbuhan ekspor di triwulan III 2016 yang mencapai -3,39% (yoy).
Proses pemulihan produksi sumber daya alam yang mulai terjadi di akhir tahun mendorong ekspor Sulawesi Barat
ke arah yang lebih baik. Impor Sulawesi Barat di triwulan IV 2016 juga mengalami peningkatan dengan tumbuh
16,21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 6,60% (yoy).
Secara keseluruhan di 2016, ekspor mengalami pelemahan dan impor mengalami pening katan. Ekspor
Sulawesi Barat tumbuh 1,77% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan ekspor di tahun 2015 yang mencapai 7,92%
(yoy). Pelemahan ekspor diakibatkan penurunan kinerja industri di Sulawesi Barat. Produksi sumber daya alam
yang terbatas membuat ekspor Sulawesi Barat juga menjadi terbatas karena masih banyak mengandalkan produksi
sumber daya alam. Di sisi lain, impor Sulawesi Barat di 2016 justru mengalami peningkatan dengan tumbuh 6,08%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya 4,88% (yoy). Peningkatan impor disebabkan ragam kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat seiiring perkembangan ekonomi Sulawesi Barat.
Surplus neraca perdagangan Sulawesi Barat di 2016 mengalami penurunan. Neraca perdagangan Sulawesi
Barat mencatat nilai Rp305,1 miliar lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp829,4 miliar.
Pencapaian tersebut didorong defisit neraca perdagangan di triwulan IV 2016 (Rp355,4 miliar). Padahal di triwulan
sebelumnya, neraca perdagangan masih surplus Rp38,8 miliar. Penurunan produksi kelapa sawit menyebabkan
penurunan nilai ekspor CPO dari Sulawesi Barat. Selain itu, impor dari luar negeri mulai menunjukkan ada
peningkatan. Belum banyaknya industri di Sulawesi Barat menyebabkan barang kebutuhan masyarakat masih
harus didatangkan dari luar daerah termasuk luar negeri Indonesia.
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Impor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.15. Negara Tujuan Ekspor CPO
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Negara tujuan ekspor Sulawesi Barat semakin beragam. Paska hilangnya permintaan impor dari Tiongkok
terhadap komoditas Sulawesi Barat, pasar ekspor mengelami pergeseran ke berbagai negara. Pada semester
pertama 2016, muncul permintaan dari negara Asia selain Tiongkok seperti India, Filipina, Pakistan, dan Republik
Korea. Sementara pada semester kedua 2016, muncul negara lain yang menjadi tujuan eksportir Sulawesi Barat
seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Singapura. Tingginya kebutuhan akan energi alternatif menjadikan
CPO sebagai komoditas ekspor Sulawesi Barat semakin diminati negara-negara maju dunia.
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Pada triwulan I 2017, ekspor diperkirakan akan mengalami peningkatan sedangkan impor akan mengalami
penurunan. Peningkatan produksi sejak triwulan IV 2016 akan mendorong ekspor Sulawesi Barat lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016. harga CPO dunia pun mengalami peningkatan sejak triwulan IV 2016. Data
terakhir pada Februari 2017 menunjukkan harga CPO dunia sudah berada pada kisaran USD720 /metric ton.
Sementara itu, impor akan cenderung terbatas sebagai bentuk normalisasi paska perayaan hari Natal dan tahun
baru 2017.
Grafik 1.16. Perkembangan Harga CPO Dunia
Sumber: Bloomberg, diolah
1.3. Sisi Penawaran
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
PERTUMBUHAN YOY (%)
2014
2015
I
II
III
IV
2015
2016
I
II
III
IV
2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
5.93
3.20
6.07
2.97
11.29
5.74
1.86
-2.02
3.65
12.03
3.69
Pertambangan dan Penggalian
8.04
11.89
11.37
13.82
-1.48
8.06
8.45
14.30
12.15
5.85
10.05
Industri Pengolahan
35.68
20.82
16.40
0.77
9.82
11.15
8.86
-6.20
-5.71
-8.30
-3.34
Pengadaan Listrik dan Gas
13.21
1.86
4.92
5.86
19.95
8.29
30.16
22.26
21.69
7.44
19.66
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
6.46
2.64
10.95
11.90
11.32
9.23
12.85
10.17
7.14
4.51
8.51
Konstruksi
8.11
0.20
16.17
12.30
7.60
8.84
10.47
13.59
11.60
8.51
10.85
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.10
1.09
7.34
7.36
5.00
5.22
6.64
5.37
0.99
5.56
4.58
Transportasi dan Pergudangan
7.39
7.73
7.95
5.95
7.29
7.20
1.61
8.91
5.86
3.64
5.01
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6.53
1.32
3.65
6.87
6.61
4.69
7.87
10.30
10.02
4.68
8.13
Informasi dan Komunikasi
7.20
11.13
8.12
8.35
15.63
10.87
14.33
15.67
8.59
-0.07
9.21
Jasa Keuangan dan Asuransi
3.77
2.20
-2.42
12.55
12.46
6.26
15.51
31.93
10.75
2.71
14.56
Real Estate
4.14
3.82
4.82
5.05
6.32
5.01
6.52
5.48
4.73
3.34
4.99
Jasa Perusahaan
3.01
2.29
11.56
9.07
7.77
7.63
6.64
1.60
7.08
3.38
4.62
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
6.16
5.59
13.32
19.24
10.05
12.02
7.58
23.99
19.52
14.61
16.42
Jasa Pendidikan
4.02
8.17
8.91
10.57
-0.60
6.29
11.33
16.34
12.32
11.06
12.66
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
6.05
10.91
8.08
6.90
-0.29
6.01
11.53
11.21
13.06
13.91
12.49
Jasa lainnya
8.92
4.48
5.62
9.33
8.88
7.14
6.31
7.84
6.26
10.89
7.86
TOTAL PDRB
8.86
5.62
8.65
6.49
8.67
7.39
6.10
4.71
5.72
7.51
6.03
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Meskipun mengalami pelemahan, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap memberikan
andil terbesar (1,47%) terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2016. Kehadiran instansi
baru memberikan dampak terhadap lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial
wajib yang memberikan andil terbesar kedua (1,41%) terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Lapangan
usaha lainnya yang turut memberikan andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat yaitu konstruksi
(0,84%), jasa pendidikan (0,66%), dan perdagangan besar dan eceran (0,46%). Sementara itu, kontraksi yang
terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan menjadikan lapangan usaha tersebut satu-satunya lapangan
usaha yang memberi andil negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat selama 2016.
Dilihat dari periode triwulanan, peningkatan produksi mendorong pertumbuhan yang tinggi pada lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Lapangan usaha tersebut memberikan andil 4,31% terhadap
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
11
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2016. Kemudian lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan,
dan jaminan sosial wajib masih memberikan andil yang tinggi di triwulan IV 2016 dengan nilai 1,46%. Lapangan
usaha lain pemberi andil besar terhadap perekonomian di triwulan IV yaitu konstruksi (0,77%), jasa pendidikan
(0,62%), dan perdagangan besar dan eceran (0,53%). Sementara itu, meskipun produksi bahan baku membaik
belum mampu meningkatkan kinerja industri pengolahan yang memberikan andil negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Barat di triwulan IV 2016.
Grafik 1.17. Struktur Ekonomi 2016 Sulawesi Barat Sisi
Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dalam tr en menurun. Perekonomian Sulawesi
Barat terus berkembang dari tahun ke tahun. Kehidupan masyarakat pun dirasakan sudah lebih baik dibandingkan
sebelum menjadi provinsi. Akses ke luar daerah Sulawesi Barat saat ini sudah lebih mudah dibandingkan pada saat
masih bergabung Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan pengaruh luar sudah lebih banyak masuk ke Sulawesi
Barat. Masyarakat yang tadinya banyak bertani atau pun melaut sudah mulai bergeser ke lapangan usaha lain
yang memberikan imbal hasil lebih baik seperti industri, perdagangan, maupun ikut ambil bagian dalam
pemerintahan yang masih terus berkembang. Pangsa lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
menurun dari 41,9% di 2015 menjadi 41,3% di 2016. Penurunan juga terjadi pada lapangan usaha industri
pengolahan dari 10,3% di 2015 menjadi 9,4% di 2016. Peningkatan peran besar terjadi pada lapangan usaha
administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib dari 8,4% (2015) menjadi 8,9% (2016)
kemudian disusul lapangan usaha konstruksi dari 7,8% (2015) menjadi 8,2% (2016).
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami penurunan
jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016. Namun, pertumbuhan ekonomi pada periode berjalan akan lebih
baik dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Hal ini terlihat dari curah hujan yang baik selama 2016 dan
tidak ada gangguan yang berarti terhadap produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kondisi
tersebut diharapkan akan membuat produksi sumber daya alam menjadi lebih optimal. Lapangan usaha industri
pengolahan pun akan terdorong ke arah pertumbuhan positif setelah 3 periode triwulanan mengalami kontraksi
berturut-turut. Efek instansi baru masih akan terasa pada triwulan I 2017 sehingga pertumbuhan lapangan usaha
administrasi, pertahanan, dan jaminan sosial wajib masih akan cukup tinggi.
1.3.1. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami akselerasi pada
triwulan IV 2016. Dengan pertumbuhan 12,03% (yoy) pada triwulan IV 2016 mengindikasikan produksi sumber
daya alam sudah tidak terkena dampak negatif cuaca ekstrim sehingga lebih baik dibandingkan triwulan III 2016
yang mencapai 3,65% (yoy). Memasuki masa panen beberapa komoditas perkebunan menjadikan periode ini
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
memasuki produksi optimal. Curah hujan yang baik mendukung tingkat produksi lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Pada tahun 2016, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami pertumbuhan t erendah
setidaknya dalam 6 (enam) tahun terakhir. Hal tersebut jika dilihat perekonomian Sulawesi Barat selama
setahun. Namun, pertumbuhan lapangan usaha ini masih terjaga dalam teritori positif. Pertumbuhan lapangan
usaha ini selama 2016 adalah 3,69% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 5,74% (yoy) pada 2015. Pertumbuhan
tersebut dipengaruhi pertumbuhan negatif yang terjadi pada triwulan II akibat El Nino pada tahun 2015. Meskipun
kinerja setelahnya membaik, namun tidak mampu mendorong lebih jauh agar setidaknya menyamai pertumbuhan
di 2015.
Grafik 1.18. Perkembangan Tahunan Lapangan
Grafik 1.19. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Pertanian
Usaha Pertanian
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan kredit di lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan membaik. Hingga akhir 2016,
kredit lokasi proyek untuk lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat cukup signifikan.
Tercatat kredit yang disalurkan mencapai Rp884 miliar atau tumbuh 33% dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
kredit pada lapangan usaha ini selain untuk memanfaatkan momen perbaikan produksi, juga untuk ekspansi para
petani seperti kebutuhan bibit unggul, pupuk, dan pengairan.
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.21. Perkembangan Curah Hujan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I 2017, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan akan tumbuh lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun produksi padi sebagai salah satu komoditas unggulan
cenderung terbatas pada periode ini, produksi sumber daya alam lain diperkirakan lebih terbatas. Produksi sumber
daya alam yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan padi seperti kelapa sawit dan cokelat lebih terbatas.
Peningkatan produksi yang mendukung pertumbuhan akan terjadi pada triwulan II.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
13
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Kinerja perdagangan besar dan eceran meningkat di triwulan akhir 2016. Pada triwulan IV 2016, lapangan
usaha perdagangan besar eceran tumbuh signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode laporan,
lapangan usaha ini tumbuh 5,56% (yoy) jauh lebih baik dibandingkan triwulan III 2016 yang mencapai 0,99%
(yoy). Meningkatnya kebutuhan akhir tahun ditengarai menyebabkan kinerja salah satu lapangan usaha utama di
Sulawesi Barat ini meningkat. Kebutuhan meningkat di masa hari raya Natal dan menjelang tahun baru ditambah
kebutuhan untuk penyelenggaraan kampanye calon kepala daerah baru.
Perlambatan ekonomi yang terjadi pada 2016 mempengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran. Lapangan usaha dengan pangsa 9,8% ini tumbuh 4,58% (yoy) pada tahun 2016, lebih rendah
dibandingkan 2015 yang mencapai 5,22% (yoy). Lemahnya konsumsi selama 2016 membuat aktivitas
perdagangan tidak sebaik tahun sebelumnya. Pelaku usaha membatasi penjualan untuk disesuaikan dengan
tingkat permintaan masyarakat yang cenderung terbatas. Pendapatan masyarakat yang terbatas membuat rumah
tangga lebih mementingkan kebutuhan pokok terutama makanan sehari-hari dan mengesampingkan kebutuhan
sekunder dan tersier yang memiliki tingkat harga lebih tinggi.
Grafik 1.22. Perkembangan Tahunan Lapangan
Grafik 1.23. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Perdagangan
Usaha Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Perlambatan juga terjadi pada kredit pada sektor perdagangan. Kinerja lapangan usaha perdagangan besar
dan kecil ditunjukkan oleh kredit perdagangan yang mengalami perlambatan hingga akhir tahun 2016. Pada akhir
tahun 2016, kredit perdagangan hanya tumbuh 11%, padahal pada periode yang sama kredit ini mampu tumbuh
18%. Penurunan suku bunga yang terjadi selama 2016 tidak berdampak pada sektor ini karena pelaku usaha
masih melihat tingkat permintaan yang rendah di Sulawesi Barat.
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Lapangan usaha perdagangan besar dan kecil meningkat di periode awal 2017. Membaiknya pendapatan
masyarakat di 2017 yang sudah mulai terlihat pada akhir 2016 akan meningkatkan aktivitas jual beli di Sulawesi
Barat yang ditopang daerah Polewali Mandar sebagai pusat perdagangan di Sulawesi Barat. Perbaikan pendapatan
tidak hanya bersumber dari meningkatnya produksi sumber daya alam, namun juga peningkatan upah minimum
provinsi (UMP) yang mulai berlaku pada awal tahun 2017.
1.3.3. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Kinerja industri pengolahan tidak membaik hingga akhir tahun 2016. Pada periode triwulan IV 2016, industri
pengolahan masih mengalami kontraksi -8,30% (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya (-5,71%,
yoy). Bahan baku industri belum pulih hingga triwulan III 2016 sehingga pada triwulan IV industri yang didominasi
pengolahan kelapa sawit belum dapat berproduksi secara optimal. Padahal beberapa korporasi telah melakukan
penambahan modal untuk meningkatkan kapasitas produksi. Terbatasnya bahan baku kelapa sawit tidak hanya
terjadi di Indonesia namun juga negara produksi kelapa sawit lainnya seperti Malaysia. Efek positif yang diberikan
dari kondisi tersebut adalah harga Crude Palm Oil (CPO) internasional bergerak semakin meningkat.
Ekspansi industri pengolahan Sulawesi Barat terhambat selama 2016. Kinerja lapangan usaha industri
pengolahan mengalami penurunan pada 2016 dengan tumbuh -3,34% (yoy). Di tahun sebelumnya, lapangan
usaha yang memiliki porsi cukup besar di Sulawesi Barat ini tumbuh 11,15% (yoy). Penurunan ini disebabkan
rendahnya produksi kelapa sawit selama 2016 yang menjadi bahan baku sebagian besar industri pengolahan
Sulawesi Barat. El Nino yang terjadi pada bulan Agustus dan September 2015 mempengaruhi produksi kelapa
sawit pada 2016 yang membutuhkan air untuk berproduksi.
Grafik 1.25. Perkembangan Tahunan Lapangan
Grafik 1.26. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Industri
Usaha Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Di tengah perlambatan industri pengolahan secara keseluruhan, i ndustri mikro dan kecil masih terus
tumbuh. Pada triwulan IV 2016, industri mikro kecil tumbuh 15,69% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 30,69% (yoy), pertumbuhan di atas 10% ini masih cukup menggembirakan
di tengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi. Industri mikro dan kecil masih didominasi industri di bidang
pangan dan sandang. Perkembangan industri besar dan sedang berbanding terbalik dengan industri mikro dan
kecil karena masih dalam kondisi kontraksi. Industri besar dan sedang tumbuh negatif -4,08% (yoy), masih
meneruskan teritori negatif pada triwulan sebelumnya (-7,08%, yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
15
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Grafik 1.27. Pertumbuhan Industri Mikro dan Kecil
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.28. Pertumbuhan Industri Besar dan
Sedang
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan akan pulih pada triwulan I 2016 . Setelah mengalami
kontraksi 3 triwulan berturut-turut, kinerja industri pengolahan diperkirakan akan membaik pada periode terakhir
di 2016. Peningkatan produksi bahan baku telah terlihat pada triwulan IV 2016. Dengan peningkatan produksi
bahan baku, maka industri pengolahan sudah siap melakukan akselerasi produksi bahan jadi untuk meningkatkan
penjualan di 2017. Peningkatan harga CPO dunia juga diharapkan mendorong pertumbuhan industri pengolahan
ke arah yang lebih baik dibandingkan 2016.
1.3.4. Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial waj ib mengalami perlambatan
pada triwulan IV 2016 jika dibandingkan triwulan III 2016. Pada periode laporan, lapangan usaha tersebut
tumbuh 14,61% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 19,52% (yoy). Pelemahan ini
disebabkan proses realisasi anggaran pemerintah daerah yang kurang optimal. Pembatasan fiskal yang terjadi
pada pertengahan tahun menyulitkan pemerintah daerah untuk merealisasikan program. Proses pencairan yang
baru dilakukan pada periode terakhir 2016, membuat beberapa program tidak dapat terealisasikan karena
keterbatasan waktu.
Grafik 1.29. Perkembangan Tahunan Lapangan
Grafik 1.30. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Administrasi Pemerintahan
Usaha Administrasi Pemerintahan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib menjadi lapangan usaha
dengan kinerja terbaik selama 2016. Tingkat pertumbuhan lapangan usaha ini selama 2016 mencapai 16,42%
(yoy) atau lebih tinggi dibandingkan 2015 yang mencapai 12,02% (yoy). Dengan pertumbuhan tinggi tersebut
semakin mendorong peran lapangan usaha yang mengurusi pemerintahan Sulawesi Barat ini menjadi semakin
besar. Pangsa lapangan usaha tersebut meningkat 0,5% dari 8,4% menjadi 8,9%. Peran instansi baru langsung
16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
terasa selama 2016. Instansi yang melayani masyarakat ini langsung melaksanan tugas dan kewajibannya dan
memberikan dampak yang signifikan terhadap pemerintahan Sulawesi Barat.
Instansi baru masih akan memberikan dampak terhadap lapangan usaha administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib pada triwulan I 2017. Instansi pemerintah baru hadir pada triwulan II
2016 sehingga pada triwulan I 2017. Selain efek dari instansi baru, lapangan usaha ini belum mendapatkan
sentimen yang positif hingga terpilihnya kepala daerah yang baru. Program-program pemerintahan yang telah
disusun diperkirakan akan mengalami perubahan setelah terpilihnya kepala daerah yang baru. Meskipun akan
melanjutkan program yang telah ada, kepala daerah baru akan menambahkan program-program baru yang lebih
realistis demi pengembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi
Konstruksi mengalami pelemahan pada triwulan IV 2016. Di akhir tahun 2016, konstruksi yang ada di Sulawesi
terbatas sehingga pertumbuhannya tidak sebaik triwulan sebelumnya. Pada periode laporan lapangan usaha
konstruksi tumbuh 8,51% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 11,6% (yoy).
Perlambatan ini lebih disebabkan terbatasnya program pembangunan pemerintah di akhir tahun 2016. Program
pemerintah lebih diarahkan kepada penyelesaian proyek yang sudah dicanangkan pada awal tahun.
Konstruksi selama 2016 lebih baik dibandingkan tahun 2015. Walaupun tidak ada proyek besar pemerintah
daerah dalam pembangunan Sulawesi Barat selama 2016 sebagai akibat pembatasan fiskal, lapangan usaha
konstruksi berhasil meningkat dibandingkan 2015. Di tahun 2016, konstruksi tumbuh 10,85% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan 8,84% (yoy) pada 2015. Pembangunan konstruksi lebih didominasi pihak swasta seperti
pembangunan PLTU Belang-
an beberapa kawasan
perumahan Sulawesi Barat. Pemerintah daerah fokus dalam memperlancar transportasi yang ada di Sulawesi Barat
seperti jalan arteri kompleks gubernuran hingga Bandara Tampa Padang, jalan baru di Salubatu, dan infrastruktur
transportasi darat untuk masyarakat umum.
Grafik 1.31. Perkembangan Tahunan Lapangan
Grafik 1.32. Perkembangan Triwulanan Lapangan
Usaha Konstruksi
Usaha Administrasi Pemerintahan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan konstruksi juga terlihat dari realisasi pengadaan semen yang mengalami peningkatan selama
2016. Pertumbuhan realisasi semen selama 2016 mencapai 11,9% (yoy) atau di atas pertumbuhan tahun 2015
yang mencapai 7,0% (yoy). Pertumbuhan kredit juga mengalami pertumbuhan positif meskipun mengalami
perlambatan di akhir-akhir periode 2016. Kredit konstruksi tumbuh 20% (yoy), lebih baik dibandingkan
pertumbuhan kredit di tahun 2015 sebesar 17% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
17
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Di triwulan I 2017, peningkatan lapangan usaha konstruksi lebih terbatas. Berdasarkan informasi dari contact
liaision, tingkat permintaan semen yang rendah pada awal tahun lebih disebabkan proyek yang bersumber dari
pemerintahan belum dapat direalisasikan. Terlebih kepala daerah yang baru belum terpilih di awal tahun sehingga
diperkirakan proyek besar belum dapat terealisasi pada periode ini. Peningkatan justru akan bersumber dari proyek
pembangunan yang dilakukan pihak swasta seperti perumahan, pusat perbelanjaan, dan pertokoan.
Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Boks 1. Diagnosa Hambatan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat
BOKS 1
Diagnosa HambataN Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat
Latar Belakang
Sektor swasta dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah melalui investasi. Dorongan
investasi swasta dapat bersumber dari insentif pemerintah yang merupakan salah satu kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau daerah. Investasi dapat menyebabkan akumulasi
modal baik secara fisik maupun dari sumber daya manusia serta dapat meningkatkan percepatan kemajuan
teknologi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Investasi dapat memperkenalkan hal-hal baru
yang selama ini tidak dilakukan untuk meningkatkan efisiensi suatu proses dimana akan memberikan dampak
positif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Namun, investasi dilakukan dengan memperhatikan berbagai
aspek seperti seberapa besar tingkat pengembaliannya atau pun berapa besar biaya yang harus dilakukan oleh
investor. Setiap investor menanamkan modal mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sulawesi Barat memiliki berbagai potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia
yang selama ini belum tereksplor secara optimal. Wilayah Sulawesi Barat memang masih banyak yang belum
dieksplorasi mengingat daerahnya dengan topografi berbukit. Meskipun begitu, Sulawesi Barat terkenal dengan
tanahnya yang subur sehingga banyak komoditas yang tumbuh di wilayah ini. Selain memiliki potensi di dalamnya,
pemisahan Sulawesi Barat dari Sulawesi Selatan disebabkan masyarakat Mandar yang memiliki keinginan kuat
untuk bersatu dan mempertahankan budaya yang sudah sejak lama lahir.
Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi baru cenderung tinggi namun mulai
melambat. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Perkembangan ekonomi yang cepat diakibatkan pembangunan yang terus menerus dilakukan untuk membentuk
Sulawesi Barat menjadi provinsi yang setara dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat tidak lagi dapat mencapai di atas 10% dimana angka pertumbuhan tinggi dibutuhkan bagi daerah
baru untuk terus berkembang dan berkontribusi lebih terhadap perekonomian nasional. Perlambatan yang terjadi
ditengarai oleh perekonomian yang hanya mengandalkan satu sektor saja dan tidak disertai proses peningkatan
nilai tambah yang signifikan.
Pemerintah berupaya meningkatkan nilai tambah perekonomian dengan program pengembangan agroindustri.
Pemerintah daerah Sulawesi Barat mengetahui kondisi tersebut di atas sebagai landasan untuk mengembangkan
daerahnya. Pemerintah berupaya mengembangkan industri dengan memanfaatkan kekayaan alam yang potensial
di daerahnya. Namun, minimnya penanaman modal dari dalam maupun luar negeri menyebabkan perkembangan
nilai tambah perekonomian Sulawesi Barat justru stagnan sehingga perekonomian tidak lagi dapat tumbuh tinggi
seperti sebelum tahun 2010.
Analisis Hambatan Utama
Kondisi geografis Sulawesi Barat cukup strategis sebagai jalur perdagangan baik nasional maupun internasional.
Posisi ibukota Mamuju juga berada di tengah-tengah Pulau Sulawesi dan dapat menjadi penghubung dengan kota
di Kalimantan seperti Balikpapan ataupun Banjarmasin. Posisi tersebut berpotensi pengembangan kerja sama
perdagangan antar pulau antara Sulawesi dan Kalimantan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
19
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Gambar 1.1. Peta Geografis Sulawesi Barat
Infrastruktur menjadi salah satu hambatan utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat. Seperti yang tercantum
dalam (Ismail & Mahyideen, 2015), bahwa infrastruktur menjadi bagian penting dalam memperlancar
perdagangan sehingga nilai ekspor diharapkan meningkat. Sebagai provinsi yang baru terbentuk, kondisi
infrastruktur belum mencapai titik ideal. Infrastruktur jalan sebagai jalur perdagangan utama di Sulawesi Barat,
masih perlu mendapat perhatian. Selain masih banyak kualitas jalan yang buruk, jumlah jalan yang ada belum
mencukupi bagi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan listrik juga akan semakin meningkat seiiring perkembangan
ekonomi Sulawesi Barat. Sehingga diperlukan tambahan kapasitas listrik untuk memenuhi tingginya kebutuhan
masyarakat dan pelaku usaha. Sementara, masih banyak penduduk yang kesulitan mendapat air bersih yang akan
mempengaruhi tingkat kesehatan.
Grafik 1.35. Kondisi Jalan
Grafik 1.36. Akses Infrastruktur
sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat yang rendah menjadi salah satu indikasi permasalahan sumber
daya manusia di Sulawesi Barat. Kualitas sumber daya manusia yang kurang mumpuni menghambat investor
untuk menanamkan modalnya. Hal lini disebabkan investor mengharapkan tenaga kerja dari dalam daerah agar
tidak perlu mengimpor tenaga kerja dari luar dengan biaya lebih tinggi. Investasi untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan dari masyarakat di suatu wilayah
(Wilson & Briscoe, 2004).
Manajemen sumber daya alam di Sulawesi Barat dapat berpotensi menghambat perekonomian Sulawesi Barat.
Pengelolaan sumber daya alam yang masih bersifat tradisional dapat lebih ditingkatkan agar memiliki produktivitas
yang tinggi. Permasalahan ini diharapkan dapat teratasi dengan mengakomodasi permasalahan sumber daya
manusia.
Sulawesi Barat tidak memiliki hambatan dari sisi mikro dan makro. Hal ini tercermin dari tata kelola daerah yang
baik yang mengindikasikan pemerintahan Sulawesi Barat mampu mengontrol daerahnya agar berjalan sesuai
dengan ekspektasi masyarakat. Sementara, tingkat inflasi yang cenderung stabil mengindikasikan kondisii makro
Sulawesi Barat tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Grafik 1.37. Indeks Tata Kelola Daerah
Grafik 1.38. Indikator Tata Kelola Daerah Sulawesi Barat
sumber: Komite Pemantauan Pelaksanan Otonomi Daerah (KPPOD), diolah
Faktor kegagalan pasar menjadi salah satu hambatan utama Sulawesi Barat. Masih minimnya inovasi dan kreasi
dari masyarakat dalam mengolah sumber daya alam, membuat hasil alam Sulawesi Barat sulit berkembang di
pasar luar Sulawesi Barat. Sulawesi Barat perlu lebih banyak inovasi dalam pengembangan produk agar
mendiversifikasi ekspor yang selama ini tergantung dari Crude Palm Oil (CPO).
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan simulasi, hambatan utama dari perekonomian Sulawesi Barat adalah kualitas sumber
daya manusia yang kurang baik. Data terakhir menunjukkan rata-rata lama sekolah di Sulawesi Barat mencapai
7,42 tahun, hanya lebih baik dibandingkan Sulawesi Utara dan Papua untuk wilayah timur Indonesia. Dengan
peningkatan rata-rata lama sekolah paling tidak sampai ke tingkat sekolah menengah, diharapkan pengetahuan
masyarakat lebih luas dan tingkat efisiensi dalam bekerja. Tentunya peningkatan kualitas sumber daya manusia
juga akan meningkatkan pola pikir untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola sumber daya alam di Sulawesi
Barat. Hasil simulasi kebijakan memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai
0,72%, dimana potensi peningkatan penyerapan tenaga kerja mencapai 1,28% dan potensi peningkatan volume
ekspor rata-rata per tahun mencapai 1,15%.
Terbatasnya kapasitas listrik merupakan hambatan utama kedua yang dihadapi bagi pertumbuhan investasi dan
perekonomian Sulawesi Barat. Kapasitas listrik yang ada saat ini sudah tidak mencukupi pada saat beban puncak
seperti pada saat panen raya padi dimana perusahaan pengolahan padi terhambat kapasitas listrik. Perusahaan
pengolahan padi tidak dapat memaksimalkan produksi padi dan kapasitas mesin yang ada untuk menghasilkan
beras yang lebih banyak karena berpotensi meningkatkan beban listrik. Akibat keterbatasan ini, perusahaan kelapa
sawit di Sulawesi Barat harus mengandalkan listrik yang dikelola secara swadaya. Hal ini tentu menjadi patokan
bagi investor yang ingin masuk ke Sulawesi Barat. Mereka harus menyediakan biaya tambahan untuk penyediaan
listrik agar proses produksi berjalan lancar tanpa tergantung kapasitas listrik yang terbatas dari pemerintah. Potensi
pembangkit listrik yang besar di Sulawesi Barat dapat bersumber dari aliran air sungai yang cukup banyak melintasi
daerah di Sulawesi Barat. Jika salah satu proyek pembangunan listrik besar seperti PLTA Karama dapat terealisasi
sesuai rencana, maka potensi pengembangan ekonomi di Sulawesi Barat menjadi besar. Hal ini berdasarkan
simulasi dimana dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 0,39% dengan potensi
peningkatan penyerapan tenaga kerja mencapai 0,04%.
Permasalahan ketiga yang menghambat perekonomian Sulawesi Barat agar tumbuh lebih baik lagi adalah kondisi
infrastruktur jalan yang masih terbatas. Meskipun terbatas, kondisi jalan Sulawesi Barat saat ini sudah jauh lebih
baik dibandingkan dengan saat sebelum provinsi ini berdiri. Saat ini sudah ada jalan nasional melintasi sisi pantai
Sulawesi Barat sehingga masyarakat sudah dapat melintasi dengan jalur Makassar-Mamuju-Palu. Namun, jalur
tersebut tidak mencakup untuk keseluruhan aktivitas masyarakat di Sulawesi Barat sendiri. Apalagi di sisi timur
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
21
Bab 01. Perkembangan Ekonomi
Sulawesi Barat yang berbukit dengan Mamasa sebagai bagian terluas. Kondisi ini menyebabkan perkembangan
ekonomi di daerah tersebut menjadi lambat. Masyarakat membutuhkan waktu berjam-jam untuk memperoleh
kebutuhan sehari-hari yang banyak diperoleh dari daerah pusat perekonomian seperti Mamuju dan Polewali. Hal
tersebut juga berdampak pada tingkat harga barang dan jasa yang menjadi lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
Berdasarkan simulasi, perbaikan dan pembangunan jalan berpotensi memberikan dampak pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 0,38%. Selain itu, potensi penyerapan tenaga kerja mencapai 0,02%
dan peningkatan ekspor 0,44% karena proses pengangkutan sumber daya alam menjadi lancar.
Prioritas ke-empat Sulawesi Barat adalah proses hilirisasi industri untuk komoditas utama di Sulawesi Barat.
Meskipun berdasarkan simulasi memiliki dampak yang paling besar terhadap PDRB Sulawesi Barat, proses hilirisasi
akan lebih optimal saat SDM, listrik, dan jalan sudah dalam kondisi optimal. Hal tersebut akan membuat biaya
yang dikeluarkan investor dalam pembangunan industri menjadi lebih murah. Selain itu, dengan kondisi SDM dan
jalan yang lebih baik akan menjadi nilai jual yang bagus untuk Sulawesi Barat. Apalagi jika pembangunan jalan
direncanakan secara terstrukur dan desain tata ruang yang baik, yang akan memberikan pandangan positif bagi
kawasan Sulawesi Barat.
Permasalahan kelima yang menjadi prioritas Sulawesi Barat yaitu kondisi air bersih yang masih terbatas.
Penggunaan air yang tidak bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berpotensi menimbulkan berbagai
penyakit bagi masyarakat. Hal tersebut dapat mengakibatkan produktivitas menjadi menurun akibat terserang
penyakit. Dari hasil simulasi dampak perbaikan pada sektor ini berpotensi meningkatkan perekonomian rata-rata
per tahun mencapai 0,17% dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja 0,28% serta peningkatan ekspor 0,60%.
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
2. Keuangan Pemerintah
Bab 02
Keuangan Pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
23
Bab 02. Keuangan Pemerintah
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi
Dampak rasionalisasi fiskal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2016 memberikan p engaruh
berarti terhadap keuangan daerah di Sulawesi Barat. Kondisi yang kurang kondusif tersebut ditandai dengan
penurunan realisasi APBN dan pengeluaran APBD. Kondisi ini menjadi semakin tidak kondusif dengan
berkurangnya kemampuan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat untuk menjaga konsistensi pertumbuhan. Sehingga
pertumbuhan PAD pada tahun 2016 tumbuh melemah dibandingkan tahun lalu.
Secara umum melemahnya pertumbuhan pengeluaran di tahun 2016 disebabkan oleh tingkat belanja modal yang
cenderung menurun. Sementara belanja operasional masih cukup baik, yang ditopang oleh mulai beroperasinya
beberapa instansi Pemerintah di Sulawesi Barat pada tahun 2016.
Pagu APBN di tahun 2016 mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Seiring dengan rasionalisasi kebijakan
fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat, maka Pagu APBN Provinsi Sulawesi Barat pada tahun laporan juga
mengalami penurunan 21,91% (yoy) menjadi sebesar Rp3,23 triliun. Mayoritas pagu anggaran tersebut
dialokasikan untuk belanja barang Rp1,32 triliun atau 40,88%, kemudian belanja modal sebesar Rp1,31 triliun
atau 40,54% dan belanja pegawai serta bantuan sosial, masing-masing sebesar Rp585,46 miliar dan Rp15,45
miliar, gabungan dua komponen terakhir hanya memiliki pangsa sebesar 18,59%.
Secara triwulanan, penetapan pagu anggaran cenderung menurun, hal ini ditandai dengan kontraksi
pertumbuhan pagu anggaran yang semakin dalam. Jika pada triwulan III 2016 pertumbuhan pagu anggaran
sebesar -19,67% (yoy) maka pada triwulan berikutnya terkoreksi semakin dalam menjadi -21,91% (yoy).
Tabel 2.1. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
Pagu (Rp Miliar)
Periode
2013
2014
2015
2016
Realisasi (Rp Miliar)
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bantuan
Sosial
Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bantuan
Sosial
11.74
Pertumbuhan
(yoy)
I
339.63
674.94
829.39
295.17
63.83
45.82
77.86
II
339.63
673.49
967.66
252.6
152.41
172.13
262.01
89.62
III
352.86
693.46
1189.12
298.84
254.8
321.81
552.22
170.36
IV
387.78
703.63
1235.67
358.37
354.7
631.57
1191.5
351.36
I
429.45
710.75
1149.96
302.32
70.9
61.83
80.41
8.29
26.4%
II
432.63
726.43
1160.59
313.26
154.75
235.67
329.39
93.75
27.4%
III
427.17
691.82
1070.82
296.67
270.64
400.83
632.27
172.88
21.1%
IV
422.38
693.6
1155.36
326.67
392.81
628.58
1102.12
312.93
8.9%
I
424.99
1018.82
1447.28
263.36
79.59
41.5
54.11
51.09
-1.0%
II
511.26
1118.91
2089.46
219.17
186.39
183.39
351.74
64.7
18.2%
III
512.64
1141.68
2087.11
219.17
341.7
413.09
815.13
124.21
20.0%
IV
540.8
1148.09
2185.63
265.78
494.03
1000.96
2044.21
261.79
28.0%
I
561.49
1264.4
1460.26
16
101.63
125.68
189.74
0.19
32.1%
II
562.76
1301.68
1505.38
15.99
272.22
405.61
538.48
4.36
10.1%
III
567.4
1289.53
1309.24
15.45
411.67
725.73
864.98
6.37
10.7%
IV
585.46
1321.55
1310.55
15.45
581.4
1096.95
1214.93
15.2
8.3%
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat
Tak hanya pagu, dampak penerapan kebijakan fiskal juga mempengaruhi kemampuan aparatur/ SKPD dalam
menyerap anggaran. Tercatat realisasi APBN di tahun 2016 sebesar Rp2,91 triliun, turun 23,48% (yoy). Turun
signifikan, mengingat pada tahun lalu realisasi APBN tumbuh pesat sebesar 56,01% (yoy). Hasil Liaison pada akhir
tahun 2016 menginformasikan bahwa realisasi anggaran fiskal di akhir tahun yang semula sempat tertunda,
menyebabkan kemampuan SKPD dalam menyerap anggaran menjadi berkurang, dan terdapat beberapa
proyek/kegiatan yang pelaksanaan menjadi tertunda.
Realisasi APBN mengalami kontraksi. Realisasi APBN pada triwulan IV tercatat -23,48%, fluktuasinya cukup
kontras mengingat pada triwulan lalu realisasi APBN masih mengalami peningkatan sebesar 18,57% (yoy) dengan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
25
Bab 02. Keuangan Pemerintah
realisasi pengeluaran sebesar Rp2,08 triiun. Terkontraksinya pengeluaran pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh
turunnya pengeluaran untuk belanja modal dan bantuan sosial.
Secara tahunan (yoy) seluruh komponen APBN tumbuh melambat. Seluruh komponen APBN pada tahun 2016
tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Koreksi pertumbuhan pada belanja barang dari 59,24% (yoy)
menjadi 9,59% (yoy) pada tahun 2016 dan curamnya penurunan pertumbuhan pengeluaran modal dari 85,48%
(yoy) menjadi -40,57% (yoy) di tahun 2016 menjadi dua faktor utama yang mendorong melandainya
pertumbuhan APBN pada tahun 2016.
Grafik 2.1. Perkembangan APBN Sulawesi Barat di
Grafik 2.2. Komponen APBN Sulawesi Barat di
Triwulan IV
Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat
Keuangan daerah di tahun 2016 mengalami defisit. Kinerja keuangan pemerintah provinsi Sulawesi Barat di
tahun 2016 mengalami tekanan dengan pertumbuhan pendapatan yang tidak setinggi pertumbuhan
pengeluaran. secara kumulatif, pendapatan daerah sebesar Rp1,69 triliun, tumbuh 13,91% (yoy), sementara
realisasi belanja sebesar Rp1,77 triliun, tumbuh 19,26% (yoy). Defisit keuangan tersebut antara lain dipengaruhi
operasional beberapa instansi baru di tahun 2016.
Pendapatan tahun 2016 meningkat dengan level yang lebih rendah. Kondisi keuangan Pemerintah di
penghujung tahun 2016 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan, meski tidak sebaik tahun lalu.
Pendapatan daerah tahun 2016 sebesar Rp1,69 triliun, tumbuh 13,91% (yoy) lebih lambat dibandingkan 18,81%
(yoy) pada tahun 2015. Nilai pendapatan daerah di 2016 setara dengan 99,26% dari target atau sebesar Rp1,70
triliun, dengan pangsa terbesar berupa dana perimbangan daerah sebesar 85,32% atau Rp1,41 triliun..
Kinerja positif pemerintah terlihat secara triwulanan, dimana pertumbuhan 13,91% (yoy) tersebut meningkat
signifikan dibandingkan triwulan lalu yang terkoreksi sebesar -2,01%. Kenaikan pendapatan sebesar Rp539,57
miliar dibandingkan triwulan lalu, setara dengan 31,75%, melebihi target normal triwulanan sebesar 25%. Kinerja
triwulanan tersebut di topang oleh realisasi pendapatan asli daerah (PAD) yang tumbuh 40,22% dibandingkan
target triwulanan.
Sementara itu, dampak dari kebijakan fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah Pusat juga dirasakan oleh
Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, tercermin dari pengeluaran belanja pemerintah yang tumbuh lebih rendah
dibandingkan tahun lalu, dari 26,12% (yoy) menjadi 19,26% (yoy) sehingga nominal belanja pemerintah pada
tahun 2016 sebesar Rp1,77 triliun. Salah satu hal yang menstimulasi pengeluaran belanja Pemerintah di tahun
2016 adalah beroeprasinya beberapa lembaga pemerintah di tahun 2016, dan mampu sedikit mengurangi
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
dampak beleid anggaran yang di terapkan Pemerintah. Secara kumulatif, realisasi pengeluaran di tahun 2016
sebesar 95,06% dari target.
Indikasi melemahnya pengeluaran belanja terlihat pula secara triwulanan, yang tumbuh lebih rendah dibandingkan
22,34% (yoy) pada triwulan III 2016. Secara tahunan, perlambatan tersebut dipengaruhi oleh moderasi
pertumbuhan belanja modal. Namun kondisi berbeda terjadi secara triwulanan, dimana realisasi belanja modal di
triwulan IV 2016 mencapai 53,00%, jauh melampaui target triwulanan sebesar 25%.
29.4%
2015
15.9%
2013
52.9%
2014
51.3%
41.1%
76.9%
79.8%
81.4%
67.2%
98.3%
2016
52.3%
2015
2016
2013
2014
2015
2016
2013
101.6%
2014
103.0%
2015
99.26%
2016
Triwulan II
2014
Triwulan III
2013
7.5%
13.0%
11.7%
5.5%
31.6%
32.4%
27.7%
31.4%
43.9%
56.0%
53.9%
46.0%
Triwulan IV
27.7%
28.9%
Triwulan I
Grafik 2.3. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
88.0%
90.0%
98.4%
95.06%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.1. Pendapatan
Pendapatan Daerah di tahun 2016 tumbuh 13,91% (yoy) lebih rendah dibandingkan tahun 2015. Realisasi
pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 senilai Rp1,69 triliun atau 99,26% dari target
pendapatan pada tahun laporan sebesar 1,70 triliun. Mengalami peningkatan sebesar 13,91% (yoy) secara
tahunan, namun pertumbuhannya tidak sebaik tahun lalu yang mencapai 18,81% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan pendapatan daerah dipengaruhi oleh penurunan nilai pada beberapa
komponennya, yaitu pertumbuhan pendapatan asli daerah, turun 1,39% (yoy) menjadi Rp276,10 dan lain-lain
pendapatan yang sah, turun signifikan sebesar 99,09% (yoy) menjadi Rp1,91 miliar. Satu-satunya komponen
yang mengalami peningkatan adalah dana perimbangan yang meningkat 42,08% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun.
Peningkatan dana perimbangan tersebut seiring dengan beroperasinya beberapa instansi pemerintah di tahun
2016.
Meskipun secara tahunan tumbuh melambat, namun pertumbuhan pendapatan pada triwulan IV 2016 sebesar
13,91% (yoy) tersebut cukup baik, mengingat pendapatan daerah terkoreksi -2,01% (yoy) pada triwulan III 2016.
Rendahnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi penyebab utama yang melatarbelakangi rendahnya
pertumbuhan pendapatan daerah pada dua periode tersebut.
Jika dibandingkan dengan target tahun 2016, pencapaian terendah sampai dengan akhir triwulan IV 2016
terdapat pada komponen lain-lain sebesar 63,95%, diikuti dengan PAD sebesar 97,24%. Pencapaian PAD di tahun
2016 relatif menurun, karena dalam 2 tahun terakhir pencapaian PAD lebih tinggi dari target yang ditetapkan.
Namun hal positif adalah penyebab melandainya penerimaan PAD bukan dipengaruhi oleh penerimaan pajak yang
memiliki pangsa dominan dalam PAD (sekitar 90%), namun disebabkan oleh koreksi pendapatan yang berasal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
27
Bab 02. Keuangan Pemerintah
dari retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah, dimana realisasi masing-masing komponen tersebut sebesar
77,29% dan 61,04% atau sebesar Rp12,43 miliar dan Rp13,02 miliar.
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)
Uraian
Pendapatan
Anggaran 2015
Anggaran 2016
Tw I 2016
Tw II 2016
Tw III 2016
Tw IV 2016
%
1,450,184.1
1,699,484.6
270,741.3
700,781.68
1,147,336.03
1,686,904.26
239,795.8
283,932.0
30,602.3
101,169.4
161,919.7
276,103.4
97.2%
216,196.5
243,221.1
28,824.7
90,811.1
143,640.4
247,316.7
101.7%
Pendapatan Retribusi Daerah
4,141.8
16,080.8
1,088.3
4,409.4
6,723.6
12,428.6
77.3%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang di Pisahkan
1,175.0
3,300.0
3,337.8
3,337.8
101.1%
13,020.2
61.0%
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Pajak Daerah
Lain - lain PAD yang Sah
Pendapatan Transfer
-
-
99.3%
18,282.5
21,330.1
689.3
5,948.9
8,217.9
1,004,208.8
1,425,086.6
238,356.8
597,360.5
982,992.7
1,004,208.8
1,412,568.8
238,356.8
597,360.5
42,405.0
1,406,443.2
99.6%
36,113.9
25,362.0
6,673.0
11,632.7
11,977.2
27,854.1
109.8%
1,986.4
396.9
396.9
495.7
999.0
50.3%
231,286.9
539,669.4
677,109.6
925,147.6
100.0%
45,661.6
251,005.2
410,037.6
98.8%
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat
Bagi Hasil Pajak
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam
-
Dana Alokasi Umum (DAU)
895,580.9
925,147.6
Dana Alokasi Khusus (DAK)
72,514.0
415,218.4
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik
-
Dana Insentif Daerah (DID)
-
44,854.4
-
-
-
-
-
-
-
0.0%
-
42,405.0
42,405.0
2,251.8
2,423.6
1,908.2
64.0%
146.4
170.8
848.7
114.3%
2,105.4
2,252.8
1,059.5
47.3%
94.5%
Dana Penyesuaian
Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah
206,179.5
2,983.8
742.7
742.7
205,436.8
2,241.1
Pendapatan Hibah
Pendapatan Lainnya
1,782.3
1,782.3
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Realisasi Dana Perimbangan tahun 2016 meningkat. Dana Perimbangan/ Pendapatan Transfer yang memiliki
pangsa 83,52% dari total pendapatan daerah, pada tahun 2016 realisasinya hanya sedikit di bawah target, sebesar
99,74% atau senilai Rp1,41 triliun. Pencapaian tersebut didukung oleh peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dibandingkan tahun lalu, karena mulai beroperasinya beberapa instansi
pemerintah di tahun 2016. Peningkatan terjadi pula pada realisasi Dana Insentif Daerah 1, yang tahun ini mencapai
Rp42,41 miliar.
Sementara secara triwulanan, realisasi pendapatan transfer di triwulan IV 2016 cenderung menurun dibandingkan
triwulan lalu, meskipun diatas target triwulanan (25%). Tercatat realisasi pendapatan transfer di triwulan IV 2016
sebesar 30,15%, lebih rendah dibandingkan 52,72% dibandingkan triwulan lalu. Tertundanya realisasi DAU yang
sempat tejadi pada awal triwulan laporan, pada akhirnya dapat direalisasikan sesuai target dan mampu
mendukung pertumbuhan pendapatan daerah.
Grafik 2.4. Perkembangan Pendapatan Pemerintah
Grafik 2.5. Perkembangan Belanja Pemerintah
Prov. Sulawesi Barat
Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi
Sulawesi Barat, diolah
Sulawesi Barat, diolah
Upaya meningkatkan pendapatan daerah. Pemerintah Sulawesi Barat secara konsisten melanjutkan upaya untuk
meningkatkan pendapatan dan kemandiriannya. Selain melalui program tax manesty yang diintensifkan
1
28
Dana Insentif Daerah direalisasikan pada triwulan III 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 02. Keuangan Pemerintah
Pemerintah Pusat, Pemerintha Provinsi pun menatausahakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi dan
pajak kendaraan bermotor, yang selema ini terkesan belum dikelola secara optimal.
2.2.2. Belanja Pemerintah
Belanja Pemerintah meningkat 19,26% namun tidak sebaik tahun lalu . Nilai belanja pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat pada tahun 2016 sebesar Rp1,62 triliun, tumbuh 9,52% (yoy) tidak sebaik pertumbuhan tahun lalu
yang mencapai 26,12% (yoy). Landainya pertumbuhan tersebut tak lepas dari kebijakan fiskal yang diterapkan
oleh Pemerintah Pusat. Secara kumulatif, realisasi belanja pemerintah di tahun 2016 sebesar 95,06%. Realisasi
tersebut didukung oleh belanja operasional yang mencapai 98,53%.
Secara triwulanan, nominal belanja pemerintah yang mampu direalisasikan pada triwulan IV 2016 sebesar
Rp712,33 miliar atau 41,75% dari target normal (25%), sementara pada triwulan lalu 15,29%. Namun
berdasarkan pertumbuhannya, belanja pemerintah pada triwulan IV 2016 tumbuh melemah, sebesar 6,15% (yoy)
dibandingkan 8,12% (yoy) pada triwulan III 2016.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
Uraian
Anggaran 2015
BELANJA
Anggaran 2016
Tw I 2016
Tw II 2016
Tw III 2016
Tw IV 2016
%
1,354,142.8
1,706,120.2
117,763.5
648,631.7
909,470.4
1,621,796.0
95.06%
BELANJA OPERASI
910,562.6
1,139,795.4
117,415.9
518,034.7
710,664.0
1,123,060.6
98.53%
Belanja Pegawai
241,370.0
266,749.4
37,621.3
135,501.2
158,971.3
264,743.5
99.25%
Belanja Barang dan Jasa
429,066.8
458,103.0
3,864.9
158,236.8
232,210.3
444,112.7
96.95%
524.8
1,541.4
93.85%
309,972.9
395,290.3
99.84%
Belanja Bunga
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
BELANJA MODAL
228,625.8
1,642.5
-
395,927.1
68,877.7
11,500.0
17,373.5
-
443,580.2
565,924.8
347.6
218,456.2
5,840.5
8,984.6
17,372.6
99.99%
130,597.0
198,806.5
498,735.5
88.13%
Belanja Modal Tanah
-
9,975.6
-
5,937.3
5,937.3
9,961.8
99.86%
Belanja Modal Peralatan dan Mesin
-
86,491.0
347.6
25,257.8
37,590.9
72,090.0
83.35%
Belanja Modal Gedung dan Bangunan
-
250,382.3
-
64,032.0
68,748.8
240,222.9
95.94%
Belanja Modal Jalan. Irigasi dan Jaringan
-
211,992.0
-
33,697.9
83,147.1
169,473.3
79.94%
Belanja Modal dan Tetap Lainnya
-
7,083.8
-
1,672.0
3,382.3
6,987.4
98.64%
BELANJA TAK TERDUGA
-
400.0
-
-
-
-
400.0
-
-
-
-
144,403.8
-
29,366.2
83,329.6
144,260.7
99.90%
Belanja Tak Terduga
TRANSFER
1,000.0
-
0.00%
0.00%
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN
86,281.0
115,925.2
-
20,160.2
68,326.1
115,925.2
100.00%
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah
86,281.0
115,925.2
-
20,160.2
68,326.1
115,925.2
100.00%
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN
66,066.0
28,478.6
-
9,206.0
15,003.5
28,335.4
99.50%
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya
66,066.0
27,409.6
-
9,206.0
15,003.5
27,309.3
99.63%
1,000.0
1,069.0
-
1,026.2
95.99%
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya
SURPLUS/ (DEFISIT)
-
PEMBIAYAAN
(151,039.5)
152,977.8
-
-
22,783.8
-
154,535.9
-
(79,152.4)
-
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
-
153,039.5
-
Penggunaan SILPA
-
41,635.8
-
Pinjaman Dalam Negeri
-
111,403.7
-
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
-
2,000.0
Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah
-
2,000.0
2,000.0
2,000.0
PEMBIAYAAN NETTO
-
151,039.5
(2,000.0)
27,362.1
SISA LEBIH PEMBIAYAN ANGGARAN (SILPA)
-
150,977.8
50,145.8
181,898.0
44,686.0
-
2,000.0
29,362.1
-
29,362.1
-
52.41%
-
125,838.4
82.23%
41,635.8
100.00%
29,362.1
29,362.1
84,202.6
75.58%
2,000.0
2,000.0
2,000.0
100.00%
2,000.0
2,000.0
100.00%
27,362.1
123,838.4
81.99%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Koreksi belanja pegawai serta belanja barang dan jasa mempengaruhi lemahnya belanja operasional. Secara
tahunan, belanja operasional pada tahun 2016 tumbuh melambat dibandingkan tahun lalu, dari 15,61% (yoy) di
tahun 2015 menjadi 6,15% (tahun 2016). Moderasi pertumbuhan tersebut dilatarbelakangi oleh menurunnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
29
Bab 02. Keuangan Pemerintah
belanja barang dan jasa yang memiliki pangsa terbesar dalam belanja operasional. Pada tahun 2016 realisasinya
sebesar Rp444,11 miliar dari target Rp458,10 miliar atau 96,95%, diikuti dengan realisasi pembayaran bunga
sebesar Rp1,54 miliar yang mencapai 93,58% dibandingkan target menjadi Rp1,64 miliar. Sementara itu realisasi
belanja pegawai dan hibah kinerjanya cukup baik dengan tingkat realisasi masing-masing sebesar 99,25% dan
99,84%.
Sementara itu secara triwulanan, realisasi belanja triwulan IV 2016 melambat dibandingkan periode lalu, dari
8,12% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 6,15%. Melambatnya pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh
penurunan belanja barang dan jasa sebesar 7,56% (yoy) menjadi sebesar Rp444,11 miliar. Meskipun mengalami
penurunan, namun pangsa belanja barang dan jasa masih merupakan yang terbesar di dalam belanja operasional,
yakni sebesar 39,54%.
Pertumbuhan belanja modal turut melemah. Imbas dari kebijakan fiskal dirasakan pula dengan menurunnya
kemampuan belanja modal. Pada tahun 2016 belanja modal tumbuh sebesar 17,95% (yoy) menurun signifikan
dibandingkan 63,25% (yoy) pada tahun 2015. Menilik perbandingannya dengan target, maka realisasi belanja
modal sebesar 88,13%. Koreksi pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh realatif minimnya belanja modal untuk
jalan, irigasi dan jaringan serta pemebelian peralatan dan mesin, masing-masing sebesar 79,94% dan 83,35%
sehingga nilainya di tahun 2016 sebesar Rp169,74 miliar dan Rp72,09 miliar.
Sementara berdasarkan pangsanya, komponen terbesar dalam belanja modal berupa belanja gedung dan
bangunan sebesar Rp240,22 miliar atau 48,17%, diikuti oleh pengeluaran untuk jalan, irigasi dan jaringan sebesar
33,98% dan komposisi untuk pembelian peralatan dan mesin sebesar 14,45%.
Secara triwulanan pertumbuhan belanja modal menurun. Capaian belanja modal di triwulan IV 2016 yang
tumbuh sebesar 17,95% (yoy) melambat dibandingkan triwulan lalu sebesar 28,94% (yoy). Hal ini antara lain
dipicu oleh melemahnya pertumbuhan pengeluaran untuk perbaikan jalan, irigasi dan jaringan.
2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian
Kinerja keuangan pemerintah daerah membaik. Berdasarkan alokasi antara pendapatan dan belanja terdapat
surplus pendapatan sebesar Rp65,11 miliar. Surplus ini cukup baik mengingat pada tahun 2016 Pemerintah
Provinsi memperkirakan akan terjadi defisit sebesar Rp297,35 miliar. Kedepannya, diperkirakan akan terjadi defisit
pembiayaan di tahun 2017, didorong oleh peningkatan belanja oeprasional dan transfer, sementara dana
perimbangan yang memiliki pangsa terbesar dalam pendapatan tumbuh secara moderat.
Untuk mendorong kemandirian dalam pengelolaan pendapatan, pemerintah secara intensif menggalakan
penerimaan pajak dan retribusi, yang antara lain berasal dari pajak kendaraan bermotor, retribusi parkir dan pajak
galian, yang di tahun 2016 aktivitas penambangan yang tumbuh relatif cepat.
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
3. Inflasi
Bab 03
Inflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
31
Bab 03. Inflasi
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
3.1. Inflasi Secara Umum
Tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 cenderung melambat. Secara tahunan (yoy), Laju inflasi pada triwulan
IV 2016 sebesar 2,23%, melemah dibandingkan 3,42% pada triwulan III 2016. Jika dilihat pada triwulan yang
sama di tahun 2015, pencapaian inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 menurun sangat jauh dari pencapaian
sebelumnya yaitu sebesar 5,07% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi utamanya bersumber dari seluruh komponen
disagregasi inflasi, dimana sumbangan yang diberikan masing-masing adalah sebesar -0,05% (yoy) untuk
Administered Prices (AP), 0,12% (yoy) untuk Volatile Food (VF) dan 2,16% (yoy) untuk core.
Inflasi bulanan kota Mamuju relatif lebih rendah dibandingkan inflasi KTI namun lebih tinggi dibandingkan
nasional. Dalam triwulan IV 2016, fluktuasi inflasi kota Mamuju sampai dengan bulan Oktober 2016 relatif lebih
terkendali yaitu sebesar -0,17% (mtm) dibandingkan inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 0,30% (mtm)
dan Indonesia sebesar 0,14% (mtm). Namun demikian meningkatnya kebutuhan masyarakat ditengah kelangkaan
pasokan ikan dan komoditas hortikultura telah mendorong pencapaian inflasi pada bulan November hingga
mencapai 0,46% (mtm). Menjelang akhir tahun tekanan inflasi kembali meningkat yang disebabkan oleh
persiapan masyarakat menghadapi natal dan libur akhir tahun hingga mencapai 0,98% (mtm).
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Secara kumulatif, hingga triwulan IV 2016 inflasi terjaga pada level yang sangat rendah dan terkendali.
Melemahnya harga komoditas hotikultura, ikan-ikanan dan biaya transportasi angkutan udara, mengakibatkan
sampai dengan bulan Oktober 20016 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,77% (kumulatif/ year to date). Namun
demikian, pada bulan November 2016 komoditas-komoditas di atas mengalami peningkatan harga akibat
berakhirnya musim migrasi ikan dan berkahirnya masa panen hortikultura sehingga pencapaian inflasi kembali
menguat dan tercatat sebesar 1,24% (ytd). Tekanan kembali menguat pada bulan Desember akibat terjadi
peningkatan harga pada komoditas ikan-ikanan, sandang dan angkutan udara yang menyebabkan pencapaian
inflasi pada bulan Desember 2016 adalah sebesar 2,23% (ytd).
Pada triwulan I 2017, inflasi relatif akan melemah dengan level yang moderat. Penurunan disebabkan oleh
meningkatnya pasokan bahan makanan seperti beras dan ikan tangkap akibat berakhirnya musim penghujan.
Selain itu, normalisasi permintaan masyarakat setelah menghadapi tahun baru diperkirakan juga dapat
menyebabkan pelemahan tekanan inflasi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
33
Bab 03. Inflasi
Grafik 3.2. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota
Grafik 3.3. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota
Mamuju
Mamuju
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.2. Inflasi Bulanan
Oktober 2016: Kecukupan pasokan komoditas pangan menjaga kestabilan pencapaian inflasi mamuju dan
menyebabkan inflasi tercatat sebesar -0,17% (mtm). Normalisasi permintaan masyarakat setelah Idul Qurban
terhadap angkutan udara, lancarnya pasokan distribusi komoditas hortikultura dan adanya efek lanjutan badai LaNina yang berpengaruh terhadap panjangnya musim migrasi ikan, menjadi penyebab lemahnya inflasi pada bulan
ini. Hal ini dapat dilihat dari andil komoditas tersebut seperti angkutan udara yang tercatat sebesar -0.05 (mtm),
cabai merah sebesar -0,03% (mtm), kacang panjang sebesar -0,02% (mtm), cabai rawit sebesar -0,02% (mtm),
ikan layang sebesar -0,07% (mtm), ikan tongkol sebesar -0,02% (mtm) dan ikan cakalang sebesar -0,02% (mtm).
November 2016: Komoditas pangan mendorong pencapaian inflasi November sebesar 0,46% (mtm). Inflasi
pada periode laporan disebabkan oleh meningkatnya tekanan harga pada sebagian komoditas hortikultura, ikanikanan, rokok dan biaya transportasi angkutan udara. Tekanan inflasi pada komoditas hortikultura meningkat
karena wilayah-wilayah sentra hortikultura Indonesia tengah mengalami penurunan jumlah produksi dan
berdampak pada pasokan hortikultura Sulawesi Barat. Hal tersebut tercermin dari andil tomat buah sebesar 0,01%
(mtm), cabai merah sebesar 0,06% (mtm), tomat sayur sebesar 0,02% (mtm) dan cabai rawit sebesar 0,03%
(mtm). Inflasi pada kelompok ikan-ikanan disebabkan oleh berakhirnya musim migrasi ikan yang tercermin pada
andil beberapa komoditas ikan tangkap seperti ikan cakalang/sisik yang tercatat sebesar 0,16% (mtm), ikan teri
sebesar 0,009% (mtm) dan layang benggol 0,056% (mtm). Untuk rokok tekanan inflasi disebabkan oleh
permintaan yang meningkat diiringi oleh ekpektasi masyarakat terhadap adanya kenaikan harga yang ditetapkan
oleh pemerintah pusat, tercermin dari andil sebesar sebesar 0,01% (mtm).
Desember 2016: Hari Raya Natal dan libur tahun baru mendorong pencapaian inflasi pada bulan laporan
sebesar 0,98% (mtm). Meskipun realisasi inflasi di Desember 2016 meningkat, namun pencapaian inflasi
Mamuju di sepanjang tahun 2016 merupakan yang terendah yang pernah dicapai oleh Provinsi Sulawesi Barat,
setelah tahun 2015 sempat menyentuh angka 1,70%(mtm). Menilik sumbernya, penyebab inflasi bulanan secara
signifikan disumbang oleh kelompok bahan makanan, tepatnya subkelompok ikan segar yang meyumbang 0,59%
(mtm). Sumbangan terbesar kedua berasal dari kelompok transportasi dan komunikasi, dimana kenaikan tarif
angkutan udara memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,04% pada periode laporan. Seluruh sumbangan inflasi
tersebut sejalan dengan trend akhir tahun yang selama ini terjadi, dimana permintaan masyarakat yang meningkat
tidak diimbangi dengan pasokan kecukupan komoditas karena berakhirnya musim panen di wilayah-wilayah
sentra Indonesia. Selain itu, tingginya animo masyarakat untuk berlibur, dengan menggunakan transportasi darat
dan udara, mendorong peningkatan harga pada komoditas tersebut.
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
Tabel 3.1. Komoditas Andil Terbesar
OKTOBER
-0.17
NOVEMBER
0.46
DESEMBER
0.98
BAWANG MERAH
-0.07 AIR KEMASAN
-0.05 BANDENG/BOLU
-0.08
LAYANG/BENGGOL
-0.07 BANDENG/BOLU
-0.05 CABAI MERAH
-0.05
BESI BETON
-0.05 PISANG
-0.02 SUSU BUBUK
-0.03
ANGKUTAN UDARA
-0.05 TELUR AYAM RAS
-0.02 TOMAT SAYUR
-0.02
DAGING SAPI
-0.05 DAGING AYAM RAS
-0.02 KANGKUNG
-0.02
KUE BASAH
0.09 CAKALANG/SISIK
0.17 CAKALANG/SISIK
0.56
SOP
0.05 MAKANAN RINGAN/SNACK
0.12 TELUR AYAM RAS
0.10
TARIP LISTRIK
0.04 CABAI MERAH
0.07 BERAS
0.06
SEPEDA MOTOR
0.03 LAYANG/BENGGOL
0.06 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI0.05
BAYAM
0.03 GADO-GADO
0.04 LAYANG/BENGGOL
0.05
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.3. Inflasi Dari Sisi Penawaran
Tekanan inflasi berada pada level yang moderat disebabkan oleh menurunnya produksi ikan tangkap .
Berakhirnya efek anomali La-Nina pada bulan November 2017, telah menyebabkan beberapa harga ikan tangkap
kembali meningkat pada akhri triwulan IV, seperti ikan cakalang yang memberikan andil sebesar 0,56% (mtm)
dan ikan layang/benggol sebesar 0,05% (mtm). Selain itu, berakhirnya musim panen padi juga telah menyebabkan
tingginya permintaan masyarakat sejalan dengan peningkatan tekanan inflasi pada komoditas tersebut. Tercatat
bahwa beras memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Komoditas lainnya, seperti telur ayam ras juga
menjadi salah satu komoditas yang memberikan sumbangan pada triwulan IV 2017, dengan andil sebesar 0,10%
(mtm). Hal tersebut dapat terjadi mengingat bahwa Sulawesi Barat bukan merupakan sentra penghasil telur ayam
ras, sedangkan pasokan dari wilayah lain juga tidak sebanyak bulan-bulan sebelumnya.
Di sisi lain, meningkatnya panen hortikultura di wilayah sentra hortikultura Indonesia dan membaiknya jalur
distribusi di wilayah Sulawesi Barat, telah membantu menahan tekanan inflasi lebih tinggi lagi. Beberapa
komoditas hortikultura yang tercatat memberikan andil negatif terhadap pencapaian inflasi triwulan IV adalah
cabai merah sebesar -0,05% (mtm), tomat sayur sebesar -0,02% (mtm) dan kangkung sebesar -0,02% (mtm).
Berdasarkan hasil survei pusat informasi harga pangan strategis, selama triwulan IV 2016 rata-rata harga
komoditas ikan-ikanan untuk jenis cakalang adalah Rp15.076,92,-/ekor, dengan harga paling rendah adalah
Rp11.750,-/ekor pada minggu pertama Oktober 2016 dan harga paling tinggi adalah Rp20.000,-/ekor pada
minggu terkahir Desember 2016. Komoditas lainnya yaitu ikan layang/benggol diketahui memiliki harga rata-rata
sebesar Rp26.461,54,-/ekor, dengan harga paling rendah terjadi pada minggu pertama November 2017 yaitu
sebesar Rp21.250,-/kg dan harga paling tinggi terjadi pada minggu ketiga bulan Desember 2016 yaitu sebesar
Rp31.500,-/kg.
Untuk komoditas telur ayam, rata-rata harga selama triwulan IV 2016 adalah Rp23.077,-/kg. Terpantau harga
paling rendah terjadi pada minggu ke I bulan Oktober 2017 yaitu sebesar Rp22.500,-/kg, sedangkan harga paling
tinggi terjadi pada minggu terakhir bulan Desember 2016 yaitu sebesar Rp25.313,-/kg.
Pada triwulan berjalan (triwulan I 2017), tekanan inflasi diprediksi akan melemah seiring dengan berakhirnya
musim penghujan yang dapat memudahkan nelayan untuk pergi melaut dan mencari ikan tangkap. Selain itu,
pelemahan tekanan inflasi juga diprediksi akan bersumber dari berakhirnya masa kampanye, peningkatan produksi
rumahan hortikultura seperti cabai di Polewali Mandar dan bawang merah di Majene serta program TPID lainnya
yang mulai diterapkan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
35
Bab 03. Inflasi
Secara tahunan proyeksi inflasi Kota Mamuju pada triwulan berjalan diperkirakan berada pada kisaran
angka 3,0% (yoy) - 3,40% (yoy) atau sesuai dengan target inflasi yang telah ditetapkan oleh Nasional sebesar
4% +/- 1%. Proyeksi tersebut jauh lebih rendah dari pencapaian inflasi Kota Mamuju pada triwulan yang sama
tahun 2016 yang tercatat sebesar 5,19% (yoy).
Adanya penurunan pencapaian inflasi tahunan tersebut diprediksi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
membaiknya distribusi pasokan komoditas ke Sulawesi Barat, normalisasi permintaan sandang setelah pelaksanaan
Pemilukada, berkurangnya curah hujan yang dapat membantu proses nelayan melaut dan masuknya musim panen
komoditas hortikultura di beberapa wilayah sentra hortikultura.
Di sisi lain, beberapa hal yang patut diwaspadai dan diprediksi dapat meningkatkan tekanan inflasi triwulan
berjalan adalah belum masuknya musim panen beras, adanya kemungkinan dinaikkannya harga BBM dan TDL
dan adanya peningkatan pengenaan penerimaan negara bukan pajak. Hal lainnya yang berpotensi untuk
menyebabkan besarnya tekanan inflasi adalah meningkatnya alih fungsi lahan untuk dipergunakan sebagai lahan
usaha selain pertanian.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka jika dilihat secara bulanan pencapaian inflasi kota mamuju akan berada
pada kisaran angka sebesar 0,90% (mtm)
0,13% (mtm) atau meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada
tahun 2016 yang tercatat sebesar -0,02% (mtm).
3.4. Inflasi Dari Sisi Permintaan
Kondisi perekonomian dinilai menurun dibandingkan dengan triwulan lalu. Hal ini disebabkan
oleh
peningkatan penghasilan sebagian masyarakat, seperti masuknya gaji ke 13 pada bulan Desember lalu untuk PNS,
namun secara umum tidak memberikan dampak yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi lainnya. Seluruh
informasi ini dibuktikan oleh Indeks Penghasilan Konsumen yang meningkat pada triwulan laporan sebesar 132,0
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 109,0. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak
berjalan lurus dengan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja yang menurun sebesar 118,0 dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 163,0, dan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama yang juga menurun sebesar
106,0 dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 112,0 1.
Grafik 3.4. IKK, IKE dan IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 3.5. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat
Ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Keseluruhan hal tersebut menjaga tingkat permintaan inflasi pada level yang sangat terjaga . Jika
memperhatikan hasil survey diatas, maka penurunan pola konsumsi masyarakat terutama untuk barang tahan
lama merupakan faktor rendahnya tingkat pencapaian inflasi pada triwulan laporan.
1
36
Seluruh data didapatkan oleh Survei yang dilaksanakan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Barat, yaitu Survei Konsumen.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
Namun demikian, memperhatikan perkembangan ekonomi yang akan terjadi pada tahun 2017, masyarakat
optimis bahwa kegiatan dunia usaha akan dapat lebih baik dibandingkan dengan triwulan laporan. Hal ini
diprediksi antara lain oleh infrastruktur pendukung Sulawesi Barat yang mulai beroperasi, seperti PLTU BelangBelang, yang dapat meningkatkan geliat usaha di Sulawesi Barat. Seluruh hal ini dibuktikan oleh hasil survey Indeks
Kegiatan Usaha 6 bulan ke depan yang meningkat sebesar 141,0 dibandingkan hasil survey triwulan sebelumnya
sebesar 115,0. Membaiknya ekpektasi konsumen terhadap dunia usaha juga meningkatkan ekpektasi penghasilan
6 bulan ke depan, dengan indeks sebesar 144,0 dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 108,0
Memperhatikan hal tersebut, pencapaian inflasi secara keseluruhan pada tahun 2017 diprediksi akan
meningkat dibandingkan tahun 2016. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peningkatan koordinasi TPID
baik Provinsi maupun Kabupaten akan lebih digiatkan, demi menjaga pencapaian inflasi pada level yang telah
ditetapkan oleh pemerintah yaitu 4% +/- 1%.
3.5. Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas
Pengaruh paling besar terhadap penurunan inflasi triwulan laporan diberikan oleh Kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok dan Tembakau sebesar 1,18% (yoy). Hal ini disebabkan oleh peningkatan permintaan
masyarakat terhadap makanan jadi, untuk perayaan hari libur tahun baru dan perayaan Hari Raya Natal. Sementara
itu, meningkatnya permintaan masyarakat terhadap komoditas baju untuk menghadapi libur akhir tahun dan Hari
Raya Natal, telah menyebabkan tekanan inflasi pada kelompok Sandang sebesar 0,84% (yoy), diikuti oleh
Kelompok Perumahan, Listrik, Gas dan Bahan Bakar sebesar 0,17% (yoy).
Grafik 3.6. Andil Inflasi Triwulan III 2016
Grafik 3.7. Andil terhadap Inflasi Tahunan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 36 menggambarkan pengaruh konsumsi masyarakat terhadap inflasi terutama inflasi pada kelompok
makanan jadi, minuman rokok dan tembakau.
Andil terbesar inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau berasal dari makanan jadi
sebesar 0,68% (yoy). Meningkatnya permintaan tersebut disebabkan oleh persiapan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam menghadapi perayaan tahun baru dan Hari Raya Natal. Komoditas yang berperan besar dari
makanan jadi adalah makanan ringan dengan andil sebesar 0,26% (yoy), kue basah sebesar 0,10% (yoy), mie
sebesar 0,08% (yoy) dan gado-gado sebesar 0,07% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
37
Bab 03. Inflasi
Grafik 3.8. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sub kelompok lainnya yang berperan dari inflasi kelompok ini adalah tembakau dan minuman beralkohol
sebesar 0,40% (yoy). Tekanan inflasi ini berasal karena ada sedikit peningkatan harga rokok dan ekspektasi
masyarakat terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan harga rokok. Komoditas yang memberikan andil
inflasi terhadap tembakau dan minuman beralkohol adalah rokok kretek filter dengan sumbangan sebesar 0,23%
(yoy), disusul oleh rokok putih sebesar 0,10% (yoy) dan rokok kretek sebesar 0,07% (yoy).
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau
Kelompok Komoditas
Andil Inflasi Tahunan
Tw III 2016
Tw IV 2016
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
1.21
1.18
Makanan Jadi
0.48
0.68
Minuman yang Tidak Beralkohol
0.18
0.10
Tembakau dan Minuman Beralkohol
0.54
0.40
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kelompok Bahan Makanan tercatat memberikan andil inflasi sebesar 0,09% (yoy) atau menurun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,14% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok ini disumbang
dari subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya sebesar 0,22% (yoy). Komoditas yang memberikan
sumbangan besar pada sub kelompok tersebut adalah beras sebesar 0,21% (yoy). Hal ini sejalan dengan
berakhirnya musim panen padi yang sudah terjadi pada triwulan sebelumnya. Komoditas selanjutnya adalah mie
kering instan dengan sumbangan sebesar 0,02% (yoy).
Subkelompok selanjutnya yang berperan besar dalam pencapaian inflasi triwulan laporan adalah bumbu-bumbuan
sebesar 0,13% (yoy). Komoditas yang tergabung di dalam kelompok ini dalam memberikan sumbangan inflasi
adalah komoditas hortikultura seperti cabai rawit dengan andil sebesar 0,07% (yoy) dan bawang putih sebesar
0,04% (yoy). Hal ini sejalan dengan trend nasional, dimana wilayah sentra Indonesia penghasil hortikultura belum
memasuki masa panen kembali.
Pada triwulan berjalan tekanan inflasi pada kelompok ini juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan
laporan, mengingat bahwa musim penghujan diprediksi sudah berhenti dan normalisasi permintaan masyarkat
terhadap bahan makanan setelah menghadapi Hari Raya Natal dan tahun baru.
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Andil Inflasi Tahunan
Kelompok Komoditas
Tw III 2016
Tw IV 2016
Bahan Makanan
1.14
0.09
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
0.46
0.22
Daging dan Hasil-hasilnya
-0.05
-0.13
Ikan Segar
0.18
-0.08
Ikan Diawetkan
0.04
0.04
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
-0.08
-0.01
Sayur-sayuran
0.08
-0.09
Kacang-kacangan
0.00
-0.04
Buah-buahan
0.18
-0.02
Bumbu-bumbuan
0.32
0.13
Lemak dan Minyak
0.02
0.05
Bahan Makanan Lainnya
0.00
0.00
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan inflasi Kelompok Sandang menurun dari 0,93% (yoy) menjadi 0,84% (yoy) pada triwulan
laporan. Meski sempat menurun setelah Hari Raya Idul Qurban, permintaan terhadap sandang kembali meningkat
untuk menghadapi Hari Raya Natal dan
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Sandang
tahun baru. Oleh karena itulah, meski
Andil Inflasi Tahunan
Kelompok Komoditas
terjadi penurunan namun penurunan
Tw III 2016
Tw IV 2016
Sandang
0.93
0.84
umum,
Sandang Laki-Laki
0.31
0.29
kelompok
yang terjadi tidak terlalu besar. Secara
pencapaian
ini
inflasi
pada
dipengaruhi
oleh
Sandang Wanita
0.31
0.26
subkelompok sandang laki-laki yaitu
Sandang Anak-Anak
0.22
0.22
sebesar 0,29% (yoy). Komoditas yang
Barang Pribadi dan Sandang Lain
0.09
0.08
memiliki andil besar dalam sub kelompok
ini adalah baju muslim sebesar 0,14%
(yoy), celana panjang jeans sebesar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
0,06% (yoy) dan baju kaos berkerah
sebesar 0,05% (yoy). Diperkirakan pada triwulan berjalan kelompok sandang akan mengalami pelemahan inflasi,
mengingat bahwa masa kampanye Pemilukada sudah berakhir, dimana biasanya kegiatan pemilu banyak
membutuhkan kaos dari masing-masing calon.
Sumbangan inflasi Perumahan, Air, Listrik,
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan
Gas dan Bahan Bakar menurun menjadi
bahan Bakar
0,17%, dibandingkan 0,41% pada triwulan III
2016. Tekanan inflasi pada kelompok ini
Kelompok Komoditas
Andil Inflasi Tahunan
Tw III 2016
Tw IV 2016
disumbang oleh subkelompok perlengkapan
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
0.41
0.17
rumah tangga sebesar 0,18% (yoy). Adapun
Biaya Tempat Tinggal
0.10
-0.08
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
0.13
0.06
Perlengkapan Rumah Tangga
0.19
0.18
Penyelenggaraan Rumah Tangga
-0.01
0.01
komoditas
yang
tercatat
memberikan
sumbangan besar adalah 0,06% (yoy), mesin
cuci sebesar 0,04% (yoy) dan kulkas/lemari es
sebesar 0,03% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
39
Bab 03. Inflasi
Pada triwulan berjalan kelompok ini masih wajib diwaspadai apabila keputusan pemerintah untuk mencabut
subsidi Elpiji 3kg jadi dilaksanakan, mengingat sebagian masyarakat Sulawesi Barat masih menggunakan elpiji
dengan ukuran tersebut.
Inflasi pada kelompok kesehatan tercatat menurun sebesar 0,09% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar
0,11% (yoy). Tekanan inflasi tersebut utamanya disumbang dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika
sebesar 0,03% (yoy). Komoditas yang menyumbang pencapaian inflasi adalah pasta gigi dengan andil 0,02%
(yoy) dan parfum sebesar 0,01% (yoy). Tekanan inflasi yang diberikan oleh komoditas ini sejalan dengan prediksi
Bank Indonesia pada triwulan sebelumnya, bahwa dalam rangka menghadapi akhir tahun Hari Raya natal dan
Tahun Baru, masyarakat akan banyak membutuhkan komoditas yang tergabung di dalam kelompok ini seperti
Perawatan Jasmani Dan Kosmetika serta Jasa Perawatan Jasmani.
Diperkirakan bahwa pada triwulan berjalan, tekanan inflasi pada kelompok ini akan melemah seiring dengan
normalisasi permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pada kelompok ini.
Tekanan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan ola hraga meningkat, menjadi 0,16% (yoy)
dibandingkan 0,10% (yoy) pada triwulan lalu. Peningkatan tersebut utamanya disebabkan oleh subkelompok
pendidikan sebesar 0,15% (yoy). Komoditas yang berperan besar dalam menyebabkan inflasi pada subkelompok
tersebut adalah sekolah dasar dengan andil sebesar 0,09% (yoy) disusul oleh akademi perguruan tinggi sebesar
0,05% (yoy). Tekanan pada komoditas ini disebabkan karena adanya kewajiban pemenuhan uang semester oleh
seluruh murid.
Satu-satunya kelompok yang tercatat mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah Kelompok
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang tercatat sebesar 0,31% (yoy). pelemahan inflasi pada
Kelompok ini disebabkan oleh subkelompok transportasi yang tercatat memberikan andil sebesar -0,34% (yoy)
atau melemah lebih jauh dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -0,50% (yoy). Pelemahan menunjukkan
beberapa hal yaitu, (i) proses pembentukan harga yang lebih kompetitif dibandingkan tahun 2015, (ii) efek harga
energi yang rendah sehingga penyedia transportasi tidak menaikkan harga.
Pada triwulan berjalan diperkirakan tekanan inflasi pada kelompok ini akan menguat, terkait dengan adanya
kemungkinan Pemerintah Pusat menaikkan harga BBM pada akhir tahun dan adanya kenaikan permintaan
masyarakat pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru terhadap komoditas transportasi udara.
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Kelompok Transpor,
Olah Raga
Komunikasi & Jasa Keuangan
Kelompok Komoditas
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Andil Inflasi Tahunan
Tw III 2016
Tw IV 2016
0.10
0.16
Kelompok Komoditas
Andil Inflasi Tahunan
Tw III 2016
Tw IV 2016
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
-0.47
-0.31
Transpor
-0.50
-0.34
Komunikasi dan Pengiriman
-0.01
0.02
Pendidikan
0.10
0.15
Kursus-Kursus / Pelatihan
0.00
0.00
Sarana dan Penunjang Transpor
0.04
0.01
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
-0.01
0.01
Jasa Keuangan
0.00
0.00
Rekreasi
0.01
0.01
Olahraga
0.00
0.00
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.6. Disagregasi Inflasi
Tekanan inflasi disumbang oleh komponen baik Volatile Food dan Core. Sedangkan Administered Prices
merupakan satu-satunya komponen yang mengalami deflasi. Secara triwulanan, realisasi inflasi (tahunan) pada
triwulan IV 2016 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2016 yaitu sebesar 2,23% (yoy) dari triwulan sebelumnya
sebesar 3,42% (yoy). Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya sumbangan inflasi dari seluruh komponen,
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
yaitu volatile food menjadi 0,12% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 1,01% (yoy), core menjadi 2,16% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 2,38% (yoy) dan administered price menjadi -0,05% (yoy) dari triwulan
sebelumnya 0,04% (yoy).
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, pelamahan andil kelompok disagregasi secara umum dapat terlihat dengan
jelas, kecuali pada komponen AP. Pada tahun 2015 komponen VF tercatat memberikan andil sebesar 2,39% (yoy),
kelompok core memberikan andil sebesar 3,10% (yoy). Kedua hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan komoditas
VF sudah jauh lebih baik ditengah kestabilan permintaan masyarakat. Untuk komponen AP tercatat lebih rendah,
sebesar -0,41% (yoy) yang menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap transportasi baik melalui darat
ataupun udara masih cukup tinggi.
3.6.1. Volatile Food
Berhentinya musim panen dan berakhirnya musim migrasi ikan pada triwulan laporan menyebabkan
pencapaian inflasi pada triwulan laporan menjadi 3,38% (mtm) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
-0,12% (mtm). Hal tersebut secara langsung berdampak pada kapasitas beras yang dapat disediakan kepada
masyarakat untuk menghadapi Hari Raya Natal dan tahun baru. Beberapa komoditas yang berperan besar dalam
pencapaian hal tersebut adalah ikan-ikanan seperti ikan cakalang yang memberikan andil sebesar 0,56% (mtm)
serta ikan layang sebesar 0,05% (mtm). Beras juga tercatat menjadi penyumbang tercapainya inflasi pada
kelompok ini sebesar 0,06% (mtm).
Jika dilihat secara tahunan, komponen VF merupakan komponen yang mengalami pelemahan tekanan inflasi
menjadi 0,57% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,06% (yoy). Pelemahan tersebut
menunjukan bahwa secara tahunan, kebutuhan masyarakat pada akhir tahun tidak sebesar kebutuhan masyarakat
dalam menghadapi Hari Raya Idul Qurban. Membandingkan dengan tahun 2015 pencapaian inflasi kelompok VF
tercatat mengalami penurunan sangat jauh dari 12,19% (yoy) menjadi 0,57% (yoy). Fenomena di atas
menandakan bahwa pemenuhan bahan makanan di tengah kestabilan inflasi pada tahun 2016 sudah jauh lebih
baik. Pelemahan secara tahunan tersebut di sebabkan oleh andil ikan budidaya yaitu bandeng sebesar -0,20%
(yoy) dan komoditas hortikultura yaitu tomat buah sebesar -0,08% (yoy) dan tomat sayur sebesar -0,07% (yoy).
Hal tersebut memberikan sinyal bahwa pemenuhan komoditas hortikultura dan jenis ikan-ikanan tertentu, sudah
lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu
Secara bulanan, pelamahan inflasi VF mencapai puncaknya pada bulan Oktober sebesar -1,75% (mtm), yang
disebabkan oleh normalisasi permintaan paska Hari Raya Idul Qurban. Anomali efek badai La-Nina yang
berdampak pada panjangnya musim migrasi ikan juga diprediksi menyebabkan harga ikan sangat terkendali pada
bulan ini, tingginya produksi hortikultura juga mendukung pencapaian inflasi pada bulan tersebut. Terbukti dari
sumbangan tekanan inflasi pada beberapa komoditas utama yang memberikan andil minus, seperti bawang merah
dengan andil sebesar -0,07% (mtm), layang/benggol sebesar -0,07% (mtm), cabai merah sebesar -0,03% (mtm)
dan cakalang sebesar -0,02% (mtm).
Inflasi beras, hortikulura dan ikan berpotensi melemah pada triwulan berjalan. Hal ini disebabkan karena
masuknya masa panen beras, dan panen hortikultura di wilayah sentra penghasil hortikultura. Untuk menjaga
pencapaian inflasi VF pada level yang diharapkan, TPID Sulawesi Barat telah melakukan pertemuan awal tahun
dengan beberapa kesimpulan, antara lain: (i) peningkatan penggunaan lahan kosong dan pekarangan untuk
menanam hortikultura, (ii) peningkatan luas lahan hortikultura di wilayah sentra bawang dan (iii) menjaga
kelancara distribusi antar daerah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
41
Bab 03. Inflasi
Memperhartikan informasi di atas, maka komponen VF diprediksi masih akan menjadi komponen yang
pencapaian inflasinya cukup rendah di antara komponen lainnya, yaitu berkisar di angka sebesar 0,62% (yoy)
0,65% (yoy).
Grafik 3.9. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi
Grafik 3.10. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Memperhatikan informasi di atas, maka komponen VF diprediksi masih akan menjadi komponen
yang pencapaian inflasinya paling tinggi di antara komponen lainnya, yaitu sebesar 6,60% (yoy)
7,00% (yoy). Namun demikian pencapaian tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
pencapaian inflasi VF tahun kemarin yang mencapai angka sebesar 12,19% (yoy). Pada tahun 2017
diproyeksikan inflasi VF secara tahunan akan kembali menguat dalam level yang moderat yaitu dalam
rentang 7,2% (yoy) - 7,5% (yoy). Hal ini disebabkan karena musim migrasi ikan yang kemungkinan
tidak akan sepanjang tahun 2016.
3.6.2. Administered Price
Secara bulanan, libur akhir tahun mendorong kebutuhan masyarakat terhadap angkutan udara dan darat.
Tercatat bahwa pencapaian inflasi pada triwulan laporan adalah sebesar 0,64% (mtm) dan secara andil
memberikan sumbangan sebesar 0,10% (mtm). Jika dilihat secara komoditas, andil terbesar terhadap pencapaian
inflasi kelompok diberikan oleh angkutan udara sebesar 0,04% (mtm), disusul oleh angkutan antar kota sebesar
0,03% (mtm) dan tarif listrik sebesar 0,01% (mtm). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun
2015, tekanan inflasi yang diberikan oleh kelompok ini cenderung turun dari 1,42% (mtm) pada triwulan IV 2015,
karena adanya penyesuaian harga yang dilakukan oleh pemerintah seperti bensin dan tairf listrik.
Jika dilihat secara tahunan, terjadi pelemahan inflasi yang cukup dalam dari -2,49% (yoy) menjadi
-0,34% (yoy).
Penurunan hal tersebut secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada tahun
2016, yaitu penyesuaian harga BBM. Jika dilihat sumbangannya, penurunan tahunan pada kelompok ini
disebabkan oleh komoditas bensin sebesar 0,34% (yoy), angkutan udara sebesar -0,12% (yoy), solar sebesar 0,04% (yoy) dan angkutan sungai, danau, penyeberangan sebesar -0,01% (yoy).
Adanya kemungkinan penghapusan subsidi BBM pada tahun 2017 berpotensi menyebabkan tekanan inflasi
pada triwulan I 2017. Selain itu adanya penyesuaian tarif penerimaan Negara bukan pajak seperti plat dengan
kenaikan 100%, BPKB motor sebesar 181,25% dan BPKB mobil sebesar 275%, juga memiliki potensi yang cukup
besar untuk mempengaruhi pencapaian inflasi kelompok AP.
Memperhartikan informasi di atas, maka pencapaian inflasi komponen AP pada triwulan berjalan diprediksi
akan sedikit menguat dalam level yang moderat, yaitu sebesar 4,40% (yoy) 4,45% (yoy). Proyeksi pencapaian
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
tersebut diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,67% (yoy). Jika dilihat secara
bulanan maka diproyeksikan komponen AP akan berada pada rentang pencapaian inflasi sebesar 0,85% (mtm)
0,89% (mtm)
3.6.3. Core Inflation
Secara bulanan pencapaian inflasi core menguat sebesar 0,31% (mtm) dibandingkan dengan triwulan lalu
sebesar 0,26% (mtm). Komoditas yang paling memiliki andil besar dalam pencapaian ini adalah tarif akademi
perguruan tinggi sebesar 0,05% (mtm), yang dipengaruhi oleh kebutuhan mahasiswa untuk melakukan
pembayaran semester oleh mahasiswa. Komoditas lainnya yang memiliki andil tinggi adalah tarif pulsa ponsel
sebesar 0,03% (mtm), minyak kelapa sebesar 0,03% (mtm), tuna sebesar 0,02% (mtm) dan wafer sebesar 0,02%
(mtm). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2015, tekanan inflasi pada kelompok ini
cenderung menurun dari 0,37% (mtm), yang disebabkan oleh pelemahan tekanan inflasi emas yang dipengaruhi
oleh harga komoditas dunia.
Tekanan inflasi komponen core diperkirakan melemah pada triwulan berjalan. Ekspektasi ini disebabkan oleh
normalisasi permintaan komoditas sandang setelah masa Pilkada selesai. Memperhatikan informasi di atas, maka
pencapaian inflasi komponen core diprediksi akan menguat dalam level yang moderat, yaitu sebesar 4,40% (yoy)
4,40% (yoy). Jika dilihat secara bulanan maka diproyeksikan komponen AP akan berada pada rentang
pencapaian inflasi sebesar 0,85% (mtm)
0,89% (mtm).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
43
Bab 03. Inflasi
BOKS 2
Boks 2. Meningkatkan Komitmen Koordinasi Pengendalian Inflasi Melalui Penandatanganan Roadmap
MENINGKATKAN KOMITMEN KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI MELALUI
PENANDATANGANAN ROADMAP
Tanggal 14 November 2016 merupakan hari bersejarah bagi TPID Sulawesi Barat. yang telah dibentuk dari tahun
2014, karena roadmap Pengendalian inflasi akhirnya disahkan oleh seluruh jajaran Pimpinan Sulawesi Barat. Tidak
tanggung-tanggung, roadmap tersebut ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Barat, Bp. Adnan Anwar Saleh,
Pimpinan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Barat, Bp. Asep Budi Brata dan seluruh Bupati Kabupaten di Sulawesi
Barat yang berjumlah 6 Kabupaten.
Gambar 3.1. Pemaparan Roadmap TPID
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Gambar 3.2. Peserta HLM TPID Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Keterlibatan seluruh jajaran Pimpinan Sulawesi Barat dalam penandatanganan roadmap diharapkan dapat
mendorong jajaran TPID dalam mengelola inflasi agar dapat lebih stabil pencapaiannya, sesuai dengan target
inflasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 4% +/- 1%.
Dalam proses penyusunannya, KPw BI Prov. Sulawesi Barat secara teliti menganalisis data inflasi yang dirilis oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Barat, selain itu koordinasi secara aktif juga dilakukan dengan seluruh
Kabupaten yang ada. Hal ini dilakukan dalam rangka mengakomodir terciptanya roadmap yang komprehensif
sesuai dengan karakteristik kewilayahan masing-masing Kabupaten. Kabupaten Polewali Mandar misalnya,
mengusulkan agar dapat dimasukkan biaya transportasi darat dalam roadmap Pengendalian inflasi bagi kabupaten
yang tidak memiliki bandara. Kabupaten Mamuju Utara mengusulkan agar kelompok ikan-ikanan mendapat
perhatian khusus dalam proses Pengendalian inflasi mengingat bahwa komoditas tersebut merupakan komoditas
yang sering mengalami tingkat volatilitas yang tinggi.
Gambar 3.3. Jajaran Pimpinan TPID Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 03. Inflasi
Menindaklanjuti hal tersebut, maka di dalam roadmap disepakati hal-hal sebagai berikut: (i) komoditas yang
tergabung di dalam kelompok inflasi bahan makan bergejolak atau Volatile Food (VF) yang harus diwaspadai yaitu
beras, ikan-ikanan, hortikultura telur ayam ras dan daging-dagingan, (ii) komoditas yang tergabung di dalam
kelompok harga yang diatur oleh pemerintah atau Administered Prices (AP) yang harus diwaspadai yaitu bensin,
transportasi udara, bahan bakar rumah tangga dan angkutan antar kota dan (iii) komoditas yang tergabung di
dalam kelompok inti atau core yang harus diwaspadai adalah sewa rumah.
Ke depan, roadmap yang telah ditangani ini akan dijadikan acuan bagi Provinsi dan Kabupaten dalam merumuskan
RPJMD dan RKPD, sehingga program Pengendalian inflasi dapat selaras dengan program daerah. Langkah ini
dipandang perlu dilakukan dalam rangka mendapatkan alokasi anggaran yang optimal sesuai dengan program
Pengendalian inflasi yang direncanakan. Efek multiplier yang diharapkan dengan adanya roadmap adalah
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil bagi Sulawesi Barat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
45
Bab 03. Inflasi
BOKS 3
Boks 3. Mencari Ilmu di Pulau Seribu Dewa
MENCARI ILMU DI PULAU SERIBU DEWA
Dalam rangka meningkatkan wawasan serta cakrawala berpikir TPID Prov. dan Kabupaten Sulawesi Barat, KPw BI
Prov. Sulawesi Barat menginisiasi studi banding TPID ke Provinsi Bali pada tanggal 24 s.d. 25 November 2016.
Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada pencapaian TPID Prov. Bali dalam melakukan pengelolaan inflasi hingga
berbuah manis dengan predikat sebagai TPID terbaik di tingkat Provinsi untuk tahun 2016. Inisiasi tersebut
disambut baik oleh seluruh TPID Provinsi dan Kabupaten yang terlihat dari antusiasme Pejabat Provinsi dan
Kabupaten yang ikut dalam kegiatan studi banding dimaksud.
Hari pertama dilalui dengan berdiskusi dengan TPID Prov. Bali. TPID Sulawesi Barat mendapatkan banyak pelajaran
dari mulai koordinasi pengelolaan lintas Provinsi dan Kabupaten, seperti pelaksanaan pasar murah yang tidak
hanya dilakukan pada saat hari besar, penyusunan anggaran pengelolaan inflasi dan program yang dapat
meredam gejolak komoditas pendorong inflasi.
Tidak berhenti di situ, selepas berdiskusi dengan TPID Prov. Bali, TPID Prov. Sulawesi Barat melakukan capacity
building dengan melakukan diskusi bersama pakar pengelolaan inflasi yaitu, Bp. Suntono selaku kepala BPS Prov.
Sulawesi Barat dan Ir. Budi Suharjo selaku peneliti IPB terkait masalah pasar. Dari diskusi tersebut TPID
mendapatkan banyak pengetahuan seperti pentingnya menjembatani gap yang ada di pasar dan fungsi serta
peran jalur distribusi dalam menekan angka inflasi.
Gambar 3.4. Diskusi dengan TPID Prov. Bali
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Gambar 3.5. Kunjungan TPID Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Hari ke dua TPID Prov. Sulawesi Barat melakukan kunjungan ke beberapa tempat yaitu, Simantri (Sistem Pertanian
Terintegrasi) yang sangat popular di Provinsi Bali dalam menekan angka inflasi terutama untuk komoditas beras.
Dalam Simantri TPID Prov. Sulawesi Barat mendapatkan informasi bahwa integrated farming dapat dilakukan
dengan biaya anggaran +/- Rp200 juta Rupiah. Namun uang bukan faktor utama yang menentukan keberhasilan
integrated farming di suatu wilayah. Yang menentukan adalah komitmen dari Kelompok Tani yang mengelola
komplek integrated farming tersebut. Selepas istirahat siang, TPID Prov. Sulawesi Barat kemudian mengunjungi
salah satu klaster padi binaan KPw BI Prov. Bali, yaitu Subak Pulagan. TPID belajar bagaimana caranya
meningkatkan produksi padi tanpa harus menggunakan penyubur tanah yang bersifat kimiawi.
Mendapatkan banyak pelajaran pengendalian pengelolaan inflasi dari TPID Prov. Bali, TPID Prov. Sulawesi Barat
bertekad untuk melancarkan koordinasi di antara Provinsi dan Kabupaten, sehingga bottleneck yang terjadi selama
ini dapat diselesaikan dan berdampak pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
4. Stabilitas Keuangan Daerah
Bab 04
Stabilitas Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
47
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat. Sebagai provinsi yang berusia muda dan masih berkembang, sektor
rumah tangga memiliki peranan penting dalam menunjang sistem keuangan dan mendorong perekomian daerah.
Hal ini diindikasikan dengan dominannya pangsa konsumsi rumah tangga di dalam PDRB Sulawesi Barat, pada
tahun 2016 pangsanya sebesar 52,11%, sebaliknya dengan kecenderungan yang meningkat, konsumsi rumah
tangga pada tahun 2016 mampu tumbuh sebesar 4,69%. Sementara peran sentral rumah tangga dalam sistem
keuangan tercermin dari besarnya pangsa dana pihak ketiga (DPK) yang bersumber dari tabungan di tahun 2016
sebesar 77,09% serta pangsa penyaluran kredit ke rumah tangga sebesar 38,92%. Dominasi rumah tangga
tersebut menginformasikan pula bahwa kondisi perekonomian dan keuangan Sulawesi Barat rentan dipengaruhi
oleh kondisi keuangan rumah tangga, yaitu tingkat pendapatan, tingkat penciptaan lapangan kerja,
pengangguran dan kondisi pembiayaan/ kredit oleh rumah tangga.
Survei Konsumen: konsumsi rumah tangga triwulan IV 2016 cenderung melambat. Secara umum konsumsi
rumah tangga di tahun 2016 tumbuh melambat, yakni 4,69% dibandingkan tahun 2015 sebesar 5,02%. Secara
triwulanan pun konsumsi rumah tangga cenderung melemah dibandingkan peride sebelumnya, dari 3,64% (yoy)
pada triwulan III 2016 menjadi 2,82% (yoy). Seiring dengan perlambatan tersebut, pangsa konsumsi rumah tangga
dalam perekonomian pun turun. Pada tahun 2016, pangsa konsumsi rumah tangga sebesar 52,11% sedikit lebih
rendah dari 2015 sebesar 52,14%. Penurunan pangsa tersebut dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi yang terjadi
di tahun 2016, sehingga pangsa di triwulan IV 2016 pun menurun, dari 51,71% (triwulan III 2016) menjadi
48,94%.
Grafik 4.1. Konsumsi Rumah Tangga
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi
Saat ini di Mamuju
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Aktivitas usaha melemah dan kredit pun tumbuh merayap. Lemahnya pengeluaran konsumsi yang tercermin
dari moderasi pertumbuhannya di PDRB, turut mempengaruhi penyaluran kredit dari perbankan kepada
masyarakat. Pada tahun 2016, rumah tangga cenderung menahan konsumsinya sehingga realisasi kredit kepada
rumah tangga yang umumnya berupa kredit konsumsi, mengalami relaksasi pertumbuhan pada beberapa
jenisnya, antara lain pembelian ruko/rukan (-20,56%, yoy), kredit kendaraan bermotor ( 6,42%) dan kredit multi
guna (-9,11%).
Melemahnya konsumsi rumah tangga terkonfirmasi pula dari hasil survei konsumen periode triwulan IV 2016.
Konsumen meyakini bahwa persepsi terhadap kondisi perekonomian akan sedikit lebih baik dibandingkan triwulan
lalu. Hal ini terkonfirmasi dari indeks keyakinan konsumen (IKK) sebesar 128,5 dibandingkan 127,0 pada triwulan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
49
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
III 2016. Utamanya peningkatan indeks tersebut didorong oleh kenaikan indeks ekspektasi konsumen sebesar 12,3
poin.
Grafik 4.3. Perkembangan Indeks Kondisi
Grafik 4.4. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Ekonomi Saat ini di Mamuju
Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Meskipun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) relatif meningkat dibandingkan triwulan lalu, namun Indeks Kondisi
Ekonomi saat ini (IKE) menurun dari 128,0 di bulan September 2016 menjadi 118,7 pada Desember 2016.
Penurunan IKE utamanya didorong oleh penurunan indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks konsumsi
barang tahan lama yang masing-masing mengalami penurunan sebanyak 55 poin (qtq) dan 6 poin (qtq) sehingga
nilai indeksnya menjadi 118,0 dan 106,0. Variabel lain pada Survei Konsumen menginformasikan pula bahwa
sebagian responden mengalihkan keseharian konsumsinya menjadi cicilan pinjaman, tercermin dari pangsa
konsumsi dalam pengeluaran rumah tangga turun dari 66,18% menjadi 59,32%, sebaliknya pangsa cicilan
meningkat dari 19,12% menjadi 25,07%.
Ekspektasi konsumen 6 bulan ke depan membaik. Hal ini ditandai dengan perubahan Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) yang lebih baik dibandingkan triwulan lalu, dari 126,0 menjadi 138,3. Ekspektasi positif tesebut
didukung oleh eskalasi indeks dua komponen IEK, yaitu indeks penghasilan konsumen yang meningkat 32 poin
dan indeks kegiatan usaha yang meningkat 26 poin. Sehingga indeks keduanya pada triwulan IV 2016 sebesar
144,0 dan 141,0. Perbaikan infrastruktur dan harapan adanya kenaikan penghasilan dalam 6 bulan kedepan
melatarbelakangi ekspektasi konsumen tesebut. Faktor eksternal lain yang turut mempengaruhi yaitu kepastian
hasil pilkada Gubernur dan implementasi program kerja Pemerintah Provinsi, diyakini turut mempengaruhi persepsi
pelaku usaha dan konsumen terhadap kondisi perekonomi 6 bulan yang akan datang.
Grafik 4.5. Inflasi Triwulanan dan Ekspektasi harga 3
bulan yang akan datang
Sumber: Bank Indonesia, diolah
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Grafik 4.6. Penggunaan Penghasilan Konsumen
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
Khusus konsumsi barang tahan lama, diperkirakan masih akan mengalami trend menurun dalam 3 bulan kedepan,
dengan perubahan indeks dari 153,0 menjadi 147,0 (di bulan Maret 2017). Melemahnya konsumsi tersebut
terutama terjadi pada konsumsi bahan makanan serta makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Sementara
indeks konsumsi pada kelompok komoditas lainnya mengalami peningkatan setelah ekspektasi untuk akhir
triwulan IV 2016 mencapai level minimum optimis, sebesar 100,0. Seiring dengan melemahnya permintaan yang
antara lain karena berakhirnya masa kampanye, pada sisi lain terjadi peningkatan supply pada saat musim panen
untuk beberapa komoditas, maka kerentanan harga dalam 3 bulan ke depan pun diperkirakan akan sedikit
menurun.
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Masyarakat mengalihkan sebagian konsumsi menjadi cicilan. Bagi sebagian rumah tangga, melemahnya
konsumsi merupakan kesempatan untuk mengalihkan sebagian pendapatannya menjadi angsuran/cicilan. Pangsa
konsumsi menurun dari 66,18% menjadi 59,32%, pada saat bersamaan cicilan pinjaman meningkat dari 19,12%
menjadi 25,07%. Kondisi ini mengindikasikan kerentanan rumah tangga dan potensi default pada triwulan IV
2016 cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan lalu, dan rumah tangga berupaya untuk memperbaiki debt
rationya. Hal positif lainnya yaitu meningkatnya pangsa tabungan dalam pengeluaran rumah tangga, dari 14,70%
pada triwulan III 2016 menjadi menjadi 15,61% (Grafik 4.6).
Tabel 4.1. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan
Tabel 4.2. Tabungan Menurut Tingkat Pendapatan
Triwulan III 2016
Triwulan IV 2016
Pengeluaran/
bln
Triwulan III 2016
Pengeluaran/
bln
Tabungan
0-10%
10%-20%
20%-30%
>30%
TBM
10%-20%
20%-30%
>30%
TBM
8.0%
14.3%
1.7%
0.3%
35.7%
7.3%
Rp2,1 - 3 jt
4.0%
9.0%
2.3%
0.3%
7.7%
0.0%
0.3%
Rp3,1 - 4 jt
2.7%
3.7%
1.7%
0.0%
1.0%
0.0%
0.0%
0.3%
Rp4,1 - 5 jt
2.3%
1.3%
0.7%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
>Rp5 jt
0.3%
2.0%
0.7%
0.0%
0.3%
33.3%
3.7%
0.0%
56.0%
17.3%
30.3%
7.0%
0.7%
44.7%
5.7%
25.3%
2.7%
0.0%
48.0%
Rp2,1 - 3 jt
1.3%
6.7%
0.7%
0.0%
Rp3,1 - 4 jt
0.0%
1.0%
0.3%
Rp4,1 - 5 jt
0.0%
0.3%
>Rp5 jt
0.0%
7.0%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Tabungan
0-10%
Rp1 - 2 jt
Rp1 - 2 jt
Total
Triwulan IV 2016
Total
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Upaya menurunkan kerentanan melalui peningkatan tabungan. Meskipun pangsa tabungan hanya sedikit
meningkat, namun terdapat perkembangan positif yang mendorong yaitu menurunnya pangsa rumah tangga
yang tidak bisa menabung (TBM) dari 56,0% di triwulan III 2016 menjadi 44,7% (Tabel 4.2). Disamping itu upaya
menabung rumah tangga meningkat pada setiap jenjang pengeluaran dan tabungan. Berdasarkan tingkat
pengeluaran, perubahan cukup besar pada responden yang memiliki pengeluaran antara Rp1-2 juta, pangsa
rumah tangga yang menabung s.d 10% meningkat dari 5,7% menjadi 8%. Pada kelompok pengeluaran antara
Rp2,1 3 juta, pangsa responden yang menabung antara 0-10,0% dan 10,0-20,0% meningkat dari 1,3% menjadi
4,0% dan 6,7% menjadi 9,0%. Secara umum terlihat bahwa pangsa tabungan responden meningkat seiring
dengan meningkatnya pengeluaran konsumen rumah tangga.
DSR meningkat, indikasi pemanfaatan kartu kredit semakin baik. Melemahnya pangsa konsumsi dalam
pengeluaran terkait erat dengan penggunaan uang tunai didalam transaksi. Namun indikasi pelemahan konsumsi
tersebut tidak sepenuhnya tercermin dari pengeluaran uang tunai, karena pada saat bersamaan terjadi
peningkatan pangsa untuk pembayaran angsuran/cicilan dan salah satu variabel yang mencerminkan hal tersebut
yaitu meningkatnya intensitas pembayaran angsuran untuk kartu kredit.
Pada triwulan laporan, hasil survei konsumen mengindikasikan bahwa Debt Service Ratio/ DSR di kota Mamuju
cenderung meningkat, dari 19,12% menjadi 25,07%. Hal ini mengindikasikan meningkatnya ratio pinjaman
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
51
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
didalam pengeluaran rumah tangga, terutama pangsa konsumen yang memiliki DSR lebih dari 20% (Tabel 4.4).
Pada DSR 20%-30%, umumnya peningkatan yang terjadi pada kelompok responden yang memiliki pengeluaran
lebih dari Rp2 juta/bulan (Tabel 4.4). sehingga total DSR untuk kelompok ini meningkat dari 16,3% menjadi
20,3%. Peningkatan terjadi pula pada DSR yang lebih dari 30%, dari 1,7% (triwulan III 2016) menjadi 10,3%,
didorong oleh peningkatan DSR pada semua kelompopk pendapatan.
Tabel 4.3. Debt Service Ratio Triwulan III 2016
Pengeluaran/
bln
Triwulan III 2016
Debt Service Ratio (DSR)
0-10%
10%-20%
20%-30%
>30%
Tabel 4.4. Debt Service Ratio Triwulan IV 2016
Pengeluaran/
bln
54.7%
16.7%
10.0%
0.3%
Rp1 - 2 jt
Rp2,1 - 3 jt
6.0%
3.3%
6.0%
0.7%
Rp3,1 - 4 jt
0.3%
0.3%
0.3%
Rp4,1 - 5 jt
0.7%
0.0%
>Rp5 jt
0.0%
61.7%
Rp1 - 2 jt
Total
Triwulan IV 2016
Debt Service Ratio (DSR)
0-10%
10%-20%
20%-30%
>30%
40.3%
10.0%
7.7%
2.0%
Rp2,1 - 3 jt
9.0%
4.0%
7.7%
2.7%
0.7%
Rp3,1 - 4 jt
3.0%
1.0%
2.3%
2.7%
0.0%
0.0%
Rp4,1 - 5 jt
0.3%
0.7%
1.3%
2.0%
0.0%
0.0%
0.0%
>Rp5 jt
0.7%
0.3%
1.3%
1.0%
20.3%
16.3%
1.7%
53.3%
16.0%
20.3%
10.3%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Total
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Penggunaan Kartu Kredit meningkat dengan NPL yang terjaga. Salah satu indikasi peningkatan DSR melalui
penggunaan kartu kredit yaitu kuantitas penggunaa kartu kredit/ credit card (CC) di wilayah Sulawesi Barat yang
tumbuh secara moderat dibandingkan triwulan lalu (qtq). Nilai penggunaan kartu kredit meningkat Rp156,12 juta
(0,89%) menjadi Rp17,73 miliar. Pada saat bersamaan potensi no performing loan (NPL) dari penggunaan kartu
kredit dapat ditekan secara masif menjadi 2,0% atau sebesar Rp361,9 juta, dibandingkan NPL CC pada triwulan
lalu sebesar 3,6%.
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan
Dominasi simpanan perorangan menguat. Jumlah simpanan perseorangan di perbankan pada tahun 2016
tumbuh sebesar 5,3% (yoy), tidak sebaik pertumbuhan tahun lalu sebesar 15,1%. Kenaikan tersebut mendorong
nilai DPK perorangan di penghujung tahun 2016 menjadi Rp3,12 triliun atau setara 89,1% dari total dana pihak
ketiga. Pangsa DPK perorangan di tahun 2016 meningkat pada level moderat dibandingkan 89,5% pada tahun
2015.
Grafik 4.7. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap
Grafik 4.8. Komposisi DPK Perseorangan di
Total DPK di Sulawesi Barat
Sulawesi Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Secara triwulanan, tingkat pertumbuhan pada triwulan IV 2016 sebesar 5,3% (yoy) melambat dibandingkan 9,9%
(yoy) pada triwulan lalu. Melandainya pertumbuhan DPK dipengaruhi oleh melambatnya ekspansi tabungan pada
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
akhir tahun 2016. Besarnya pangsa simpanan rumah tangga dalam sistem perbankan di Sulawesi Barat
mengindikasikan kerentanan dan kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit atau
pembiayaannya, karena mayoritas sumber pendanaan yang bersifat jangka pendek.
Berdasarkan jenisnya, kontraksi pertumbuhan tahunan (yoy) yang terbesar terdapat pada Giro yang menurun
signifikan dari 1,7% di tahun 2015 menjadi -23,0% pada tahun 2016. Diikuti dengan melambatnya pertumbuhan
tabungan dari 15,8% (yoy; 2015) menjadi 5,6% (yoy) pada tahun 2016. Sebaliknya pertumbuhan deposito
menigkat dari 21,5% (yoy) menjadi 27,3% (yoy). Meskipun tabungan tumbuh melambat namun pangsanya
didalam DPK perorangan sedkit meningkat dari 84,7% (2015) menjadi 85,0% (2016).
Sementara secara triwulanan, hanya deposito yang tumbuh menguat. Peningkatan pertumbuhan secara
triwulanan hanya dialami oleh deposito, yang tumbuh sebesar 27,3% (yoy) di triwulan IV 2016 dibandingkan
19,4% (yoy) pada triwulan lalu. Hal ini ditengarai karena dipengaruhi oleh tendensi konsumen untuk menahan
konsumsinya pada tahun 2016, terutama di penghujung tahun, dan sementara waktu menempatkan dana
tersebut dalam bentuk deposito.
Pertumbuhan DPK perseorangan tidak lebih baik dibandingkan non perseorangan. Kondisi ekonomi yang
kurang kondusif dan melemahnya daya beli masyarakat, membuat pertumbuhan DPK perseorangan tumbuh
melambat dari 13,3% (yoy) di tahun 2015 menjadi 5,8%, sementara non perseorangan meningkat signifikan dari
0,1% (yoy) menjadi 9,7% (yoy) di tahun 2016. Seperti halnya komparasi tahunan, secara triwulanan pun
pertumbuhan dana no perorangan meningkat dari -17,3% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 9,7% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Sementara DPK perorangan tumbuh lebih moderat, dari 0,7% (yoy) pada triwulan III 2016
menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan laporan.
Grafik 4.9. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan di
Total DPK di Sulawesi Barat
Sulawesi Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Penurunan simpanan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga pada simpanan murah. Seiring dengan
menurunnya suku bunga jangkar 7-days repo rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, suku bunga dana
perbankan pun turut menurun, terutama pada dana murah. Hal ini untuk mendorong efisiensi dalam pengelolaan
perbankan. secara umum suku bunga dana di tahun 2016 cenderung meningkat, dari 2,23% menjadi 2,29%,
dimana peningkatan tersebut didorong oleh kenaikan imbal jasa giro dari 1,93% (2015) menjadi 2,55% (tahun
2016). Sementara dalam kurun waktu yang sama, suku bunga tabungan dan deposito juga menurun, dari 1,68%
menjadi 1,41% dan bunga deposito dari 6,78% menjadi 6,32%. Meskipun penurunan suku bunga tabungan
merupakan yang terendah, namun dengan pangsa yang besar dalam DPK mengakibatkan dampak cukup
signifikan dalam perkembangan DPK perorangan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
53
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
Secara triwulanan, suku bunga relatif stabil. Suku bunga DPK pada triwulan III 2016 sebesar 2,25% masih relatif
stabil sebesar 2,29% pada triwulan IV 2016. Kestabilan bunga tersebut terutama pada tabungan, yang masih
sekitar 1,40%. Sementara suku bunga giro dan deposito cenderung meningkat dari 2,44% menjadi 2,55% dan
6,22% menjadi 6,32%. Meskipun suku bunga masih relatif stabil namun kerentanan pendanaan di perbankan
Sulawesi Barat masih cukup tinggi, dengan dominasi dana perorangan dalam bentuk tabungan, sehingga
membatasi ekspansi kredit yang dapat dilakukan perbankan.
4.1.4. Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan kredit RT melambat. Pertumbuhan kredit pada tahun 2016 tumbuh sebesar 19,85% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan 13,88% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut didorong pertumbuhan kredit
konsumsi yang meningkat dari 9,28% (yoy) menjadi 24,77% (yoy), terutama kredit kepemilikan rumah (KPR).
Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan kredit cenderung lebih lambat dibandingkan triwulan lalu yang
mampu tumbuh hingga 24,01% (yoy), kembali pertumbuhan kredit konsumsi menjadi motor utama dari
pertumbuhan kredit triwulanan.
Berdasarkan jenis penggunaan kredit konsumsi, mayoritas penggunaan kredit mengalami perlambatan
pertumbuhan, namun eskalasi pertumbuhan kredit pada KPR dan kredit multiguna (KMG), yang masing-masing
tumbuh sebesar 18,3% (yoy) dan 30,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 sebesar 9,6% (yoy) dan
14,6% (yoy) mampu mendongkrak pertumbuhan kredit konsumsi pada tahun 2016. Sementara pertumbuhan
KKB yang merupakan penerima kredit terbesar ketiga, mengalami pelemahan yang signifikan, dari 43,8% (yoy) di
tahun 2015 menjadi 3,0% (yoy) di tahun 2016.
Sementara itu secara triwulanan, dari 3 jenis kredit penyerap pembiayaan terbesar, KPR pertumbuhannya
meningkat dari 9,6% (yoy) menjadi 18,3% (yoy), diikuti KKB yang mulai menapaki pertumbuhan positif (3,01%;
yoy) setelah triwulan lalu mencatat kontraksi sebesar -21,7% (yoy). Tumbuh positifnya KKB ditengarai seiring
dengan perbaikan pendapatan masyarakat, sehingga mendorong kenaikan permintaan kendaraan. Sementara,
perlambatan pada KMG ditengarai seiring dengan melemahnya tingkat konsumsi masyarakat, sehingga
masyarakat pun sedikit menurunkan permintaan terhadap KMG.
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Pertumbuhan KPR
Pertumbuhan KKB
Pertumbuhan KMG
Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Rumah
Tangga
4%
% yoy
100
NPL KPR
NPL KKB
NPL KMG
NPL Kredit Rumah Tangga
3%
80
3%
60
40
2%
1.79%
20
-20
0.96%
1%
-40
0.46%
1%
-60
-80
0%
-100
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
54
1.67%
2%
0
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
IV
I
II
III
2016
IV
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
Risiko kredit rumah tangga terjaga pada level rendah. NPL kredit rumah tangga pada triwulan IV 2016 berada
pada level 0,96%, relatif lebih baik dibandingkan tahun lalu sebesar 1,3%. Penurunan NPL tersebut terutama
terjadi pada KMG dari 0,7% (2015) menjadi 0,46% (2016). Demikian pula NPL KPR yang telah mampu ditekan
dari 2% (2015) menjadi 1,79% (2016). Sementara itu, NPL untuk kredit Ruko/Rukan masih dalam kisaran 2 (dua)
digit, sehingga potensi risiko pada kredit ruko ini perlu diwaspadai.
Membaiknya NPL terlihat secara triwulanan. Tercermin dari tingkat NPL yang lebih rendah dibandingkan 1,04%
pada triwulan lalu. Penurunan NPL KPR dari 2,38% (triwulan III 2016) menjadi 1,79% pada triwulan laporan dan
terjaganya NPL KKMG sebesar 0,46% memberikan andil positif terhadap penurunan NPL di triwulan IV 2016.
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi
Kredit korporasi di tahun 2016 tumbuh melemah sebesar 14,30% (yoy). Kredit korporasi pada tahun 2016
tercatat RP3,51 triliun, tumbuh sebesar 14,30% (yoy) melambat dibandingkan 19,59% (yoy) pada tahun 2015.
Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya pertumbuhan kredit pada sektor-sektor yang mayoritas menyerap kredit relatif
besar, yaitu sektor jasa sosial masyarakat dari 30,45% (yoy) menjadi 24,77% (yoy), diikuti sektor perdagangan
dari 18,37% (yoy) menjadi 10,95% (yoy) dan sektor industri pengolahan yang pertumbuhannya terkoreksi dari
36,38% (yoy) menjadi -42,85% (yoy). Pelemahan sektor industri disebabkan rendahnya produksi kelapa sawit
sehingga korporasi membatasi untuk ekspansi melalui kredit. Dengan relaksasi pertumbuhan tersebut, nilai
masing-masing kredit pada tahun 2016 sebesar Rp200,21 miliar, Rp2,06 miliar dan Rp90,42 miliar. Perlambatan
pertumbuhan tersebut tertahan dengan masih meningkatnya pertumbuhan kredit pertanian dari 17,84% (yoy;
2015) menjadi 33,09% (yoy) di tahun 2016 dengan nilai sebesar Rp884,47 miliar.
Grafik 4.13. Perkembangan Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.14. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Secara triwulanan, pertumbuhan kredit melambat dari 22,55% (yoy) menjadi 14,30% (yoy). Melambatnya
pertumbuhan kredit tersebut disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan kredit pada semua sektor ekonomi di
triwulan IV 2016. Penurunan cukup besar terjadi pada sektor pertanian, dari 41,41% (yoy) di triwulan III 2016
menjadi 33,09% (yoy) pada triwulan IV 2016. Demikian pula dengan kredit sektor pengangkuran yang secara
signifikan melambat dari 104,42% (yoy) menjadi 68,54% (yoy) pada tiwulan IV 2016. Kredit perdagangan yang
menjadi primadona penyaluran kredit pun menunjukkan perlambatan pertumbuhan dari 19,04% (yoy) menjadi
10,95% (yoy).
Tingkat risiko kredit korporasi meningkat. Kondisi ekonomi yang kurang kondusif tidak hanya mempengaruhi
penyaluran kredit, namun mendongkrak ratio NPL kredit korporasi pada tahun 2016, setidaknya meningkat
dibandingkan triwulan III 2016. Secara tahunan rasio NPL lebih baik dibandingkan tahun 2015, yaitu sebesar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
55
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah
3,30% di tahun 2015 turun menjadi 1,46% pada tahun 2016. Penurunan tersebut didorong oleh perbaikan NPL
pada seluruh sektor ekonomi, terutama sektor perdagangan dari 3,59% menjadi 2,10%, dan NPL sektor pertanian
dari 0,94% menjadi 0,35%.
Pada periode triwulanan NPL meningkat. NPL kredit korporasi di triwulan IV 2016 justru meningkat
dibandingkan triwulan lalu, dengan perubahan rasio dari 0,80% menjadi 1,46%. Kembali, peningkatan NPL
tersebut sangat dipengaruhi oleh NPL sektor pertanian dan perdagangan, yang mengalami peningkatan NPL dari
0,23% menjadi 0,35% dari 1,20% menjadi 2,10%. Sementara NPL pada sektor lainnya meski cenderung
meningkat namun pada level moderat. Kondisi ini mencerminkan kerentanan pada sektor korporasi yang
cenderung meningkat, diindikasikan dengan meningkatnya NPL, meskipun rasio NPL dari kredit korporasi hingga
saat ini masih terjaga di bawah level psikologis, yaitu sebesar 2%.
Kinerja kredit diperkirakan membaik pada periode mendatang. Melambatnya pertumbuhan kredit pada
triwulan IV dan momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi yang giat dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten, diperkirakan akan mempu mendorong pertumbuhan kredit ke tingkat pertumbuhan
yang lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016. Terutama dengan adanya momen pemilihan kepala daerah dan
masih tingginya back log kebutuhan perumahan di Sulawesi Barat.
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan
Kinerja perbankan tahun 2016 membaik, ditopang oleh penyaluran kredit. Dalam menjalankan fungsi
intermedianya, kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada tahun 2016 tumbuh cukup baik, sbesar 19,22% (yoy)
dibandingkan 7,16% (yoy) pada tahun 2015. Pertumbuhan tersebut mendorong nilai aset perbankan di
penghujung tahun 2016 menjadi Rp6,12 triliun. Ekspansi kredit (berdasarkan lokasi bank) yang cukup baik secara
tahunan menjadi alasan utama yang melatbelakangi peningkatan kinerja tersebut. Pada tahun 2016 kredit tercatat
tumbuh 24,43%, lebih baik dibandingkan 9,34% di tahun 2015. Pembangunan perumahan di Sulawesi Barat
membuat pertumbuhan kredit konstruksi meningkat seignifikan dari -11,70% (yoy) tahun 2015 menjadi 148,22%
(yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan kredit terjadi pula pada sektor lainnya, seperti sektor perdagangan yang mampu
mendorong pertumbuhannya dari 2,39% (yoy) menjadi 14,05% (yoy).
Sementara itu, lambatnya pertumbuhan DPK menjadi salah satu faktor yang menahan penignkatan kinerja
perbankan. Pada tahun 2016 nilai DPK (menurut loekasi bank) sebesar Rp3,48 triliun, tumbuh 5,18% (yoy) lebih
lambat dibandingkan 13,32% (yoy) pada tahun 2015. Selain karena kondisi ekonomi yang kurang kondusif,
penerapan kebijakan fiskal ketat oleh pemerintah turut mempengaruhi sumber pendanaan perbankan yang
berasal dari Pemerintah
Secara triwulanan, pertumbuhan aset didorong oleh menguatnya pertumbuhan dana. Berbeda halnya
dengan periode tahunan, secara triwulanan pertumbuhan dana perbankan meningkat, dengan kenaikan
pertumbuhan dari -0,27% menjadi 5,18% (yoy) pada triwulan IV 2016. Hal ini mendorong aset perbankan mampu
tumbuh lebih tinggi dari 17,79% (yoy) pada tiwulan III 2016 menjadi 19,22% (yoy) pada triwulan laporan.
Sebaliknya pertumbuhan kredit cenderung melemah, disebabkan oileh melambatnya pertumbuhan kredit
pertanian dari 25,59% (yoy) menjadi 19,33% (yoy) dan kredit perdagangan yang tumbuh melemah dari 16,75%
(yoy) menjadi 14,05% (yoy).
Sementara itu, berdasarkan jenis penggunaan kredit, pertumbuhan kredit di tahun 2016 dipicu oleh kenaikan
signifikan pertumbuhan kredit konsumsi dari 10,44% (yoy) menjadi 29,00% (yoy). Sementara secara triwulanan,
seluruh jenis kredit penggunaan mengalami penurunan pertumbuhan. Terbesar pada kredit konsumsi dari 34,44%
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 04. Stabilitias Keuangan Daerah
(yyoy) menjadi 29,00% (yoy), diikuti kredit investasi dari 35,58% (yoy) menjadi 30,51% (yoy) dan kredit modal
kerja dari 18,07% (yoy) menjadi 14,81%. Namun demikian perkembangan pertumbuhan secarra periode tahunan
dan triwulanan tidak terlampau mempengaruhi pangsa kredit konsumsi, yang masih menjadi pangsa terbesar
57,65%, diikuti dengan kredit modal kerja 30,79% dan kredit investasi sebesar 11,56%.
Grafik 4.15. Perkembangan Aset dan DPK
Grafik 4.16. Perkembangan Penyaluran Kredit
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan
Pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi Barat melambat. Kredit UMKM Sulawesi Barat tumbuh 14,05% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 25,63% (yoy). Meskipun melambat, perkembangan
kredit UMKM secara umum sudah cukup baik. Pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit di Sulawesi
Barat mencapai 42,66%. Basis perekonomian Sulawesi Barat yang bersumber dari sumber daya alam berupa
tanaman pangan, membuat masyarakat dapat dengan mudah menghasilkan makanan jadi dari hasil lahan sendiri.
Namun, pengolahan yang masih sederhana menyebabkan hasil olahan tidak menghasilkan nilai tambah yang
signifinan. Sementara, risiko kredit UMKM cenderung menurun. NPL kredit UMKM pada triwulan IV 2016
mencapai 3,5%. Prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit UMKM yang diterapkan perbankan
menyebabkan NPL UMKM di Sulawesi Barat terus mengalami penurunan.
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 4.18. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Dalam kiprahnya di Sulawesi Barat, KPw BI Prov. Sulawesi Barat juga turut berperan dalam pengembangan UMKM
melalui langkah nyata. Hal tersebut ditunjukan melalui pemberian bantuan, asistensi dan pengembangan UMKM
yang memiliki potensi tinggi di Sulawesi Barat. Sampai dengan akhir tahun 2016 beberapa pengembangan UMKM
yang dilakukan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Barat adalah:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
57
Bab 04. Stabilitas Keuangan Daerah

Pembinaan petani coklat dari hulu ke hilir. Pembinaan dilakukan pada 2 kelompok tani yaitu Kelompok
Tani Samaturu dan Kelompok Tani Sibatupanga. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
bahwa sampai dengan saat ini proses produksi coklat masih dilakukan secara tradisional, sehingga KPw
BI Prov. Sulawesi Barat menilai bahwa kelompok tani tersebut perlu diperkenalkan dengan metode
produksi yang dilakukan melalui proses fermentasi. Proses tersebut berdampak pada peningkatan harga
jual yang dapat diperoleh oleh petani coklat mengingat bahwa saat ini, seluruh penadah besar hanya mau
menerima coklat yang telah melalui proses fermentasi. Selain pembinaan, KPw BI Prov. Sulawesi Barat
juga memberikan bantuan agar proses fermentasi dapat dilakukan dengan optimal seperti pemberian
bantuan bak fermentasi dan pembenahan gudang.

Peningkatan hasil dan kualitas produksi beras, pada Kelompok Tani Mesapeolo. Pembinaan dilakukan
mengingat bahwa sampai dengan saat ini, rata-rata kelompok tani tidak memberikan nilai tambah pada
beras yang diproduksinya melalui pengolahan lebih lanjut. Untuk mengatasi hal tersebut, KPw BI Prov.
Sulawesi Barat memberikan bantuan berupa peralatan lengkap Rice Mill Unit (RMU) dan pembenahan
gudang. Melalui hal tersebut, diharapkan petani Sulawesi Barat dapat meningkatkan nilai tambah hasil
produksinya, yang berdampak pada peningkatan pendapatan yang diterimanya.

Pembinaan pada pelaku usaha kain khas Sulawesi Barat yaitu Kelompok Usaha Bersama (KUB) Lestari.
Pembinaan tersebut dilakukan sebagai bentuk kepedulian KPw BI Prov. Sulawesi Barat terhadap
perempuan dan menjaga kelestarian budaya. Untuk mengoptimalkan produksi kain mandar yang
diproduksi oleh KUB tersebut, bantuan yang diberikan adalah berupa ruang kerja berupa bale-bale dan
peralatan tambahan produksi seperti sisir alat pintal.
Akses keuangan dari baik dari sisi penghimpunan dana maupun kredit di Sulawesi Barat mengalami
peningkatan. Rasio jumlah rekening terhadap jumlah penduduk bekerja pada Agustus 2016 senilai 95,28% atau
meningkat dibandingkan periode Februari 2016 yang mencapai 82,50%. Sementara, rasio rekening kredit
terhadap penduduk bekerja dari 12,23% pada Februari 2016 menjadi 12,96% pada Agustus 2016. Rasio akses
keuangan semakin mendekati angka 100%. Hal tersebut seiiring perkembangan Lembaga Keuangan Digital (LKD)
yang terus berkembang di Sulawesi Barat.
Grafik 4.19. Rasio Rekening DPK per Penduduk
Bekerja
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
58
Grafik 4.20. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 05. Sistem Pembayaran
5. Sistem Pembayaran
Bab 05
Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
59
Bab 05. Sistem Pembayaran
60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 05. Sistem Pembayaran
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal
Selama triwulan IV 2016, tercatat aliran outflow uang Rupiah mengalami penurunan di awal periode namun
berangsur meningkat dan puncaknya terjadi pada Desember 2016. Tercatat outflow yang terjadi sebesar
Rp208 miliar pada Desember atau meningkat 24,57% dibandingkan dengan akhir triwulan III 2016 yang hanya
mencapai Rp167 miliar. Sebaliknya perkembangan aliran uang masuk ( inflow) cukup stabil dan hanya mengalami
sedikit penurunan pada akhir triwulan IV 2016 menjadi Rp44 miliar atau turun sebesar 5,56% dibandingkan
dengan akhir triwulan III 2016 yang tercatat inflow sebesar Rp47 miliar. Hal tersebut menyebabkan aliran uang
sepanjang triwulan IV 2016 mengalami net outflow sebesar Rp228 miliar dimana posisi tersebut lebih besar
dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang mencapai Rp110 miliar. Posisi net outflow mengindikasikan suatu
kondisi dimana lebih banyak uang yang keluar dibandingkan uang yang masuk ke KPw BI Provinsi Sulawesi Barat.
Kondisi tersebut merupakan efek dari tingginya aktivitas masyarakat dalam menyambut libur sekolah pada akhir
tahun dan juga adanya perayaan hari besar keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Natal.
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI Prov.
Grafik 5.2. Pertumbuhan Uang Kartal KPw BI
Sulawesi Barat
Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar
Dalam mendukung kebijakan Clean Money Policy yang diterapkan oleh Bank Indonesia di seluruh wilayah
NKRI, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara rutin melakukan upaya penarikan UTLE
(Uang Tidak Layak Edar) yang ada di masyarakat untuk digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE). Adapun UTLE
diperoleh melalui setoran Bank di wilayah Sulawesi Barat, dimana rata - rata setoran UTLE bank pada triwulan IV
2016 mencapai Rp28 miliar per bulannya. Untuk triwulan laporan saja, setoran UTLE bank berjumlah Rp82 miliar
atau menurun 23.56% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berjumlah sebesar Rp109 miliar.
Tercatat sepanjang tahun 2016, jumlah setoran UTLE bank yang didapatkan oleh KPw BI Prov. Sulbar sebanyak
Rp239 miliar. Upaya lain yang dilakukan pada penarikan UTLE adalah dengan melakukan penukaran uang dalam
seluruh pecahan dan penggantian uang rusak melalui kas keliling baik di dalam kota (Kab. Mamuju) maupun di
seluruh Kabupaten yang ada di Sulawesi Barat. Tercatat hingga akhir triwulan IV 2016 telah dilakukan 114 kali
kas keliling dalam kota dengan realisasi penukaran sebesar Rp5,7 miliar dan 24 kali kas keliling luar kota dengan
realisasi Rp32,2 miliar. Peran serta masyarakat Sulawesi Barat sangat diharapkan dalam mendukung kebijakan
Clean Money Policy dimaksud. Dengan moto 3D (didapat, disimpan, disayang) diharapkan ketersediaan ULE
semakin mengurangi bahkan menghilangkan adanya UTLE di Sulawesi Barat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
61
Bab 05. Sistem Pembayaran
Grafik 5.3. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat
Pecahan Rp100.000,- dan Rp50.000,- mendominasi aliran perkasan untuk tahun 2016 terhadap sisi inflow
maupun outflow . Sepanjang tahun 2016, pada sisi outflow, jumlah Uang Kertas (UK) pecahan Rp100.000,mencapai 10,64 juta lembar atau mencapai 29,60% dari total lembar UK yang keluar dari perbankan yang diikuti
oleh UK pecahan Rp50.000,- yang mencapai 6,76 juta lembar atau 18,81% terhadap lembar UK. Sedangkan
untuk Uang Logam (UL) pecahan Rp1.000,- mencapai 743 ribu keping (45,21%) dan UL Rp500,- mencapai 545
ribu keping (33,14%) dari total UL outflow. Pada sisi inflow terjadi pola sebaliknya dimana, jumlah UK Rp50.000,mencapai 4,12 juta lembar (31,43%) dan UK Rp100.000,- mencapai 2,88 juta lembar (21,97%) dari total UK
inflow. Sedangkan untuk UL didominasi oleh pecahan Rp500,- yang mencapai 129 ribu keping (41,60%) dan
diikuti oleh UL Rp1.000,- dengan 78 ribu keping (25,28%) dari total UL inflow.
Grafik 5.4. Denominasi Outflow Uang Kartal
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6. Denominasi Inflow Uang Kartal
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Grafik 5.5. Denominasi Outflow Uang Logam
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.7. Denominasi Inflow Uang Logam
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bab 05. Sistem Pembayaran
Dalam pelaksanaan kas keliling dalam dan luar kota sepanjang tahun 2016, permintaan masyarakat dalam
penukaran uang masih didominasi oleh uang pecahan kecil. Hasil kas keliling dalam kota menunjukkan Uang
Kertas (UK) pecahan Rp2.000,- terealisasi sebanyak 506 ribu lembar atau sebesar 38,49% dari total UK yang
terealisasi. Sedangkan Uang Logam (UL) pecahan Rp500,- terealisasi 102 ribu keping atau sebesar 30,79% dari
total UL terealisasi atas kas keliling dalam kota. Untuk pelaksanaan kas keliling luar kota terdapat permintaan
penukaran uang yang cukup besar terhadap UK pecahan Rp2.000 sebesar 2,01 juta lembar atau sebesar 37,55%
dari total UK yang teralisasi. Sedangkan untuk UL didominasi oleh pecahan Rp1.000.- sebesar 290 ribu keping
atau sebesar 58,76% dari total UL yang terealisasi untuk kas keliling luar kota.
Grafik 5.8. Denominasi Uang Kartal
Kas Keliling Dalam Kota
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.10. Denominasi Uang Kartal
Kas Keliling Luar Kota
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.9. Denominasi Uang Logam
Kas Keliling Dalam Kota
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.11. Denominasi Uang Logam
Kas Keliling Luar Kota
Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.1.4. Pembukaan Kas Titipan
Selain mendukung kebijakan Clean Money Policy , Bank Indonesia juga mengusung kebijakan ketersediaan
uang layak edar dalam seluruh pecahan di NKRI. Atas hal tersebut KPw BI Provinsi Sulawesi Barat berencana
melakukan pembukaan kas titipan di BPD Sulselbar KC Polewali untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran
distribusi atas permintaan seluruh pecahan uang layak edar yang mencakup Kabupaten Polewali, Majene dan
Mamasa. Hingga akhir triwulan 2016 telah dilakukan finalisasi persiapan pembukaan kas titipan diantaranya
mencakup kelengkapan dan ketersediaan infrastruktur dari bank pengelola kas titipan serta keikutsertaan dari 6
(enam) Bank lain dalam kas titipan dimaksud yakni BRI, Bank Mandiri, BSM, BNI dan BTPN serta Panin Bank.
Diharapkan pada triwulan I 2017 pembukaan kas titipan di BPD Sulselbar KC Polewali telah terlaksana.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
63
Bab 05. Sistem Pembayaran
5.1.5. Perkembangan Uang yang Diragukan Keasliannya
Sepanjang tahun 2016, pihak kepolisian di wilayah Sulawesi Barat telah berkoordinasi dengan KPw BI
Provinsi Sulawesi Barat untuk menjadi ahli dalam adanya indikasi uang yang diragukan keasliannya . Adapun
temuan dimaksud didapatkan pada Kab. Mamuju sebanyak 1 lembar pecahan Rp50.000,- dan pada Kab. Polewali
Mandar sebanyak 261 lembar pecahan Rp100.000,-. Sebagai langkah antisipatif agar tidak beredarnya uang yang
diragukan keasliannya dimaksud, secara berkala KPw BI Provinsi Sulawesi Barat melakukan sosialiasasi Ciri
Ciri
Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) kepada stakeholders yang ada di Sulawesi Barat. Sosialisasi dimaksud selain
dilakukan melalui pelaksanaan edukasi ke kalangan pendidikan juga dilakukan secara persuasif langsung ke
masyarakat pada saat pelaksanaan kas keliling baik dalam maupun luar kota, agar masyarakat dapat lebih
memahami dan menimbulkan awareness terhadap CIKUR serta hal yang harus dilakukan apabila menemukan
uang yang terindikasi diragukan keaslianya.
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan IV 2016 mengalami
peningkatan positif. Tercatat sebanyak 295 transaksi terjadi pada triwulan IV atau tumbuh sebesar 34.09% dari
220 transaksi yang tercatat di triwulan III 2016. Dari sisi jumlah nominal transaksi juga terjadi peningkatan yang
cukup signifikan, dimana pada triwulan IV tercatat sebesar Rp14 miliar atau meningkat 118,06% dari triwulan III
2016 yang tercatat sebesar Rp6,4 miliar. Diharapkan dengan adanya peningkatan transaksi dari sisi volume
maupun nominal di triwulan IV dapat menjadi sinyal positif atas perkembangan transaksi non tunai di Sulawesi
Barat, dengan tidak hanya mengalami peningkatan pada saat menjelang hari raya keagamaan ataupun libur
sekolah. Peningkatan transaksi non tunai dimaksud sangat didukung oleh Bank Indonesia dikarenakan dapat
mengurangi potensi risiko tindakan kejahatan seperti perampokan, pencurian dan terhindar dari uang palsu.
Grafik 5.5. Transaksi Kliring di Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan berkembangnya
elektronifikasi di Sulawesi Barat. Sebagai tindaklanjut dari penandatangan Nota Kesepahaman di bulan Juni
2016 antara Kantor Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju
Tengah mengenai GNNT dan Pengembangan UMKM dan Ekonomi Daerah di Kabupaten Mamuju Tengah, pada
Tw-IV 2016 telah dilakukan mapping dan penyusunan Roadmap GNNT serta pembahasan terkait elektronifikasi
dan keuangan inklusif untuk Kabupaten Mamuju Tengah. Diharapkan pada tahun 2017 dapat dilakukan
implementasi dari Roadmap GNNT yang telah disusun tersebut untuk mewujudkan layakan keuangan yang inklusif
untuk masyarakat.
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 05. Sistem Pembayaran
BOKS 4
Boks 4. Gerakan Peduli Koin Perdana di Sulawesi Barat
Gerakan Peduli Koin Perdana di Sulawesi Barat
Gerakan peduli koin merupakan langkah antisipatif atas banyaknya permintaan uang logam/koin oleh masyarakat
namun sedikit sekali yang beredar di masyarakat dikarenakan adanya kecenderungan masyarakat untuk
"menyimpan" uang koin dengan tidak membelanjakan uang koin tersebut (hoarding). Memang masyarakat
cenderung malas berbelanja dengan uang koin. Uang koin dianggap tidak praktis untuk digunakan dalam
berbelanja apalagi jika harus belanja dalam nominal yang besar. Hal ini menyebabkan terhambatnya perputaran
uang koin yang mengakibatkan kebutuhan akan uang koin terus meningkat sepanjang tahun. Namun,
ketidakpraktisan tersebut tidak menjadi hambatan bagi sebagian orang. Sebagai contoh, seorang warga membeli
motor dengan menggunakan koin yang telah dikumpulkannya. Meskipun sebaiknya beliau menukarkan koinnya
di bank terlebih dahulu, terlihat bahwa koin sebenarnya memiliki peran yang sama sebagai alat tukar dalam
perdagangan. Koin yang diedarkan Bank Indonesia berfungsi sebagai alat tukar dalam nominal kecil dan sifatnya
lebih tahan lama dibandingkan dengan uang kertas.
Berdasarkan data Bank Indonesia, permintaan ( outflow) uang logam untuk nasional selama 1 (satu) dasawarsa
tercatat sebesar Rp6 triliun. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan data inflow uang rupiah logam yang tercatat
sebesar Rp900 miliar, dimana bersumber dari perbankan ataupun penukaran secara langsung oleh masyarakat
kepada Bank Indonesia terhadap uang rupiah logam yang sudah tidak layak edar maupun tidak berlaku. Tren yang
sama juga terlihat dari data perputaran uang di Mamuju selama 1 (satu) tahun terakhir, dimana tercatat outflow
sebesar Rp1,1 miliar sedangkan inflow terhadap uang logam hanya sebesar Rp30 juta. Atas hal itulah, Bank
Indonesia baik di pusat maupun di daerah secara masif melakukkan Gerakan Peduli Koin dan hal ini merupakan
yang pertama di Mamuju, Sulawesi Barat.
Gambar 5.1. Gerakan Peduli Koin Bank Indonesia, Pemerintah Daerah,
dan Perbankan
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
65
Bab 05. Sistem Pembayaran
Gerakan Peduli Koin Nasional telah dicanangkan pada tahun 2010 melalui penandatangan Nota Kesepahaman,
antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Perdagangan. Untuk kembali menggiatkan gerakan tersebut, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bekerja sama dengan perkasbar (14 Bank) yang ada dan pelajar
dari sekolah - sekolah yang ada di Mamuju untuk ikut serta Gerakan Peduli Koin yang diselenggarakan pada
Minggu 18, Desember 2016 di Anjungan Pantai Manakarra. Gerakan ini bertujuan untuk menyediakan fasilitas
kepada masyarakat yang akan melakukan penukaran uang koin, mendorong tumbuhnya budaya masyarakat
dalam mengoptimalkan penggunaan uang pecahan kecil/koin sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan
transaksi, mendorong pula agar pedagang/peritel pun memiliki budaya yang sama dan bertanggungjawab dalam
memberikan hak konsumen berupa pengembalian dalam bentuk uang bukan bentuk lainnya saat bertransaksi.
Gambar 5.2. Penukaran Koin
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Gambar 5.3. Antusiasme Masyarakat
Sumber: Dokumentasi Bank Indonesia
Hasil yang diperoleh dari Gerakan Peduli Koin yang pertama kali dilakukan di Sulawesi Barat ini, terkumpul Uang
Logam berbagai pecahan dengan total nominal Rp198 juta. Dimana total tersebut merupakan gabunan antara
hasil koin yang ditukarkan masyarakat kepada KPw BI Prov. Sulbar maupun kepada 14 perbankan yang membuka
loket/counter penukaran selama ½ hari di Anjungan Pantai Manakarra dimaksud. Melalui Gerakan Peduli Koin ini,
diharapkan akan menumbuhkan kepedulian terhadap koin, walaupun kecil nilainya, tapi besar manfaatnya.
66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Bab 06
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
67
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6.1. Ketenagakerjaan
Masyarakat Sulawesi Barat masih optimis akan ketersediaan lapangan kerja . Berdasarkan survei konsumen
yang dilakukan Bank Indonesia, indeks ketersediaan lapangan kerja hingga Desember 2016 masih berada dalam
level optimis (Indeks = 118,0). Di saat perlambatan ekonomi, tingkat ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat
masih cukup baik sehingga tingkat pengangguran relatif rendah. Selain itu, tingkat pendapatan masyarakat juga
masih baik dan mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat berharap perbaikan ekonomi terjadi di tahun
2017 dan tergambarkan dari indeks ketersediaan lapangan kerja dalam 6 bulan mendatang yang mencapai 130,0.
Masyarakat Sulawesi Barat juga berekspektasi penghasilan semakin meningkat di 2017 terlebih UMP Sulawesi
Barat di 2017 mengalami kenaikan sebesar 8,3%.
Grafik 6.1. Kondisi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan
Grafik 6.2. Ekspektasi 6 Bulan Ke Depan
Lalu
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Jumlah tenaga kerja Sulawesi Barat terus mengalami peningkatan hingga tahun 2016. Jumlah penduduk
yang berada pada usia kerja atau usia di atas 15 tahun pada Agustus 2016 mencapai 897.964 jiwa atau meningkat
2,3% dibandingkan Agustus 2015. Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif tersebut mengindikasikan
prospek ketenagakerjaaan di Sulawesi Barat. Jumlah penduduk produktif ini meningkatkan jumlah tenaga kerja
yang tersedia di Sulawesi Barat. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 mengalami peningkatan 4.8% (yoy)
menjadi 645.971 orang, dan 71,90% diantaranya merupakan tenaga kerja atau sebanyak 624.182 orang.
Peningkatan jumlah tenaga kerja ini disebabkan banyaknya pendatang ke Sulawesi Barat untuk mencari
penghasilan. Prospek Sulawesi Barat yang masih baru sebagai provinsi memunculkan harapan banyak lapangan
pekerjaan baik itu bersumber dari pemerintahan, pihak swasta, maupun kesempatan berwirausaha.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (jiwa)
Keterangan
2013
2014
2015
2016
Feb
Agt
Feb
Agt
Feb
Agt
Feb
Agt
Penduduk Usia Kerja (15+)
827,971
835,797
843,984
856,255
866,634
877,444
887,312
897,964
Angkatan Kerja
599,707
558,574
600,713
608,446
647,709
616,549
641,529
645,971
Bekerja
587,695
545,438
591,117
595,797
636,010
595,905
624,108
624,182
Pengangguran
12,012
13,136
9,596
12,649
11,699
20,644
17,421
21,489
Bukan Angkatan Kerja
228,264
277,223
243,271
247,809
218,925
260,865
245,783
252,293
Tingkat Partisipasi Kerja/TPAK (%)
72.43
66.83
70.04
71.06
74.74
70.27
72.30
71.90
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
2.00
2.35
1.60
2.08
1.81
3.35
2.72
3.33
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat pengangguran Sulawesi Barat stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran di
Sulawesi Barat masih terjaga dalam level yang rendah meskipun saat ini sedang terjadi perlambatan ekonomi.
Kontraksi yang terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan tidak sampai menimbulkan pemutusan hubungan
tenaga kerja dengan perusahaan. Malah sebagian penduduk mendirikan usaha sendiri meskipun dalam skala
mikro dan kecil namun dapat menyerap tenaga kerja yang ada di sekitarnya. Jumlah penduduk yang bekerja pada
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
69
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
periode Agustus 2016 meningkat sebanyak 4,7% (yoy) menjadi 624.182 jiwa. Pada saat bersamaan, jumlah
pengangguran masih stabil di angka 3,3% dengan jumlah 21.289 jiwa. Tren yang berubah adalah dimana jumlah
pekerja tidak dibayar mengalami penurunan. Semakin terbukanya perekonomian Sulawesi Barat membuat
masyarakat berupaya meningkatkan kesejahteraan dan tidak lagi bekerja tanpa mendapat upah.
Seiiring menurunnya pangsa ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, tenaga kerja
pada lapangan usaha tersebut juga mengalami penurunan. Pada periode Agustus 2016, tercatat 310.605
penduduk atau 49.8% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat, bekerja pada lapangan usaha pertaninan,
kehutanan, dan perikanan. Penurunan penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha ini cukup tajam karena pada
periode yang sama tahun sebelumnya pangsa tenaga kerja pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan mencapai 58,5%. Lapangan usaha lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu lapangan usaha
perdagangan yang menyerap 82.761 penduduk dan lapangan usaha jasa kemasyarakatan yang menyerap 92.170
penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha perdagangan dan jasa kemasyarakatan semakin
meningkat seiiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi masyarakat. Kondisi ini mendorong
penciptaan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan,
sehingga membuat calon tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja cenderung memilih bekerja di lainnya.
Grafik 6.3. Pangsa Jumlah Penduduk Bekerja Per
Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pekerja di sektor informal terus menurun. Dengan jumlah tenaga kerja mencapai 70,2% dari total penduduk
yang bekerja atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 73,7%. Sisanya
29,9% atau sebanyak 186.318 bekerja di sektor formal seperti industri, perdagangan maupun jasa. Sejalan
dengan perkembangan perekonomian Sulawesi Barat, peningkatan pekerja di bidang formal selain pertanian
seperti perdagangan dan jasa, jumlah pekerja di sektor formal meningkat dari 156.848 di Agustus tahun 2015
menjadi 186.318 di Agustus 2016.
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan
Status Pekerjaan Utama
Berusaha Sendiri
Berusaha dibantu buruh tidak tetap
Berusaha dibantu buruh tetap
Buruh/Karyawan
Pekerja Bebas
Pekerja Tak Dibayar
Jumlah Tenaga Kerja
2013
Feb
2014
Agt
Feb
2015
Agt
Feb
2016
Agt
Feb
Agt
88,555
106,510
87,742
95,694
131,045
114,787
124,281
128,355
169,864
140,965
143,144
148,518
155,179
138,544
138,832
151,650
14,953
9,498
15,736
11,989
14,751
17,120
22,912
18,098
131,729
135,863
164,030
147,814
140,594
139,728
161,371
168,236
25,879
27,408
34,100
39,290
45,474
36,728
28,524
40,577
156,715
125,194
146,365
152,492
148,967
148,998
148,188
117,266
595,797
636,010
595,905
624,108
624,182
587,695
545,438
591,117
Sektor Formal
25.0%
26.7%
30.4%
26.8%
24.4%
26.3%
29.5%
29.9%
Sektor Informal
75.0%
73.3%
69.6%
73.2%
75.6%
73.7%
70.5%
70.2%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Mayoritas tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah. Berdasarkan data Agustus 2016, mayoritas tenaga kerja
berpendidikan SD ke bawah dengan porsi mencapai 54,8% dari total penduduk yang bekerja atau sebesar
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
342.124 orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 326.720
orang. Perkembangan positif terjadi pada pekerja yang berpendidikan universitas, dengan porsi 8,4% dari total
penduduk yang bekerja. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya
dengan porsi sebesar 7,6%. Peningkatan terjadi pula pada TK berpendidikan menengah ke atas. Semakin
banyaknya lapangan usaha yang berkembang di Sulawesi Barat membuat kebutuhan akan tenaga kerja
berkualitas meningkat.
Grafik 6.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja
Sulawesi Barat Agustus 2016
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
6.2. Pengangguran
Tingkat pengangguran Sulawesi Barat berada di bawah pengangguran nasional . Berdasarkan data Agustus
2016, jumlah pengangguran mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Agustus 2016 tercatat sebesar 4,09% (yoy). Meskipun jumlah
pengangguran meningkat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami sedikit penurunan
dimana TPT pada periode Agustus 2016 sebesar 3,33%, cukup stabil dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,35%. Angka tersebut di bawah TPT nasional yang berada pada angka 5,61%.
Penurunan TPT disebabkan peningkatan jumlah angkatan kerja yang meningkat lebih tinggi dibandingkan jumlah
pengangguran.
6.3. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. NTP mengalami kenaikan dari 107,89 pada triwulan III 2016 menjadi 108,70 pada triwulan IV 2016.
Pada periode laporan, NTP tumbuh 2,39% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
2,54% (yoy). Penurunan NTP terutama terjadi pada sektor perikanan dimana melimpahnya pasokan diiringi tingkat
permintaan yang tidak terlalu tinggi membuat harga ikan segar di pasaran cenderung menurun.
Secara tahunan, kesejahteraan petani tumbuh meningkat. Meskipun meningkat, pertumbuhan NTP tidak
sebaik triwulan sebelumnya. Tingkat pertumbuhan NTP triwulan IV 2016 sebesar 2,39% (yoy) dibanding 2,54%
(yoy) pada triwulan III 2016. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 6,96% menjadi
107,33. Stabilnya harga komoditas hortikultura pada level yang cukup tinggi, cukup berperan dalam peningkatan
NTP subsektor ini. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat juga terjadi pada subsektor perkebunan
rakyat yang meningkat sebesar 4,00% atau menjadi 117,82. Hal ini terjadi karena perbaikan produksi perkebunan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
71
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
kelapa sawit di triwulan IV 2016. Sementara itu, tingkat kesejahteraan nelayan juga mengalami peningkatan
sebesar sebesar 3,57% (yoy) yang dipicu peningkatan produksi ikan tangkap.
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
NTP tanaman pangan dan pembudidaya ikan mengalami penurunan. NTP tanaman pangan mengalami koreksi
sebesar 2,78% (yoy) menjadi 100,80. Penurunan NTP tanaman pangan disebabkan biaya petani dalam
pengolahan lahan mengalami peningkatan seperti biaya untuk pupuk. Sementara, penurunan NTP pembudidaya
ikan terjadi sebesar 2,14% (yoy) menjadi 95,57. Penurunan NTP pada subsektor ini terjadi akibat produksi
perikanan tangkap yang meningkat sehingga masyarakat cenderung memilih membeli ikan dari nelayan
dibandingkan budidaya yang memiliki harga lebih tinggi.
Tabel 6.3. NTP Setiap Sub Sektor
URAIAN
2015
I
II
IV
I
II
III
IV
NILAI TUKAR PETANI (NTP)
102.23
103.81
105.22
106.16
106.07
106.92
107.89
108.70
Indeks Harga diterima
116.92
118.91
121.82
123.57
125.03
125.98
128.35
130.26
Indeks Harga dibayar
114.38
114.55
115.77
116.40
117.88
117.82
118.96
119.84
Tanaman Pangan (NTPP)
95.27
97.13
97.48
103.68
105.78
100.40
99.79
100.80
Indeks Harga diterima
108.90
111.27
112.87
120.80
124.96
118.72
119.21
121.27
Indeks Harga dibayar
114.32
114.55
115.78
116.50
118.14
118.25
119.46
120.31
Hortikultura (NTPH)
101.84
100.05
98.71
100.34
103.19
105.58
104.06
107.33
Indeks Harga diterima
116.28
114.36
114.10
116.28
121.13
123.96
123.47
128.29
Indeks Harga dibayar
114.19
114.30
115.59
115.89
117.39
117.41
118.66
119.53
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR)
108.11
112.00
115.15
113.29
110.72
114.70
117.34
117.82
Indeks Harga diterima
125.13
129.75
134.79
133.31
132.00
136.65
141.25
142.87
Indeks Harga dibayar
115.74
115.84
117.05
117.67
119.23
119.14
120.38
121.27
Peternakan (NTPT)
101.04
101.47
103.36
103.34
102.33
103.52
105.33
104.93
Indeks Harga diterima
113.33
113.99
117.31
118.13
118.56
119.76
122.74
123.23
Indeks Harga dibayar
112.17
112.34
113.49
114.31
115.85
115.70
116.54
117.44
Perikanan (NTNP)
99.33
100.27
102.11
100.17
100.58
101.66
103.39
101.70
Indeks Harga diterima
114.64
116.36
119.95
118.23
118.51
119.27
122.36
121.33
Indeks Harga dibayar
115.42
116.04
117.47
118.03
117.82
117.32
118.35
119.31
NTN (nelayan)
99.39
100.26
103.48
101.57
102.68
104.85
107.39
105.19
Indeks Harga diterima
115.91
117.81
123.11
121.42
121.86
123.53
127.57
126.01
Indeks Harga dibayar
116.63
117.50
118.97
119.54
118.68
117.81
118.78
119.79
NTPI (pembudidaya ikan)
99.22
100.29
99.64
97.66
96.86
96.05
96.38
95.57
Indeks Harga diterima
112.44
113.84
114.45
112.70
112.69
111.88
113.32
113.23
Indeks Harga dibayar
113.33
113.51
114.86
115.41
116.34
116.48
117.59
118.48
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6.4. Tingkat Kemiskinan
72
2016
III
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat terus mengalami penurunan. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik, pada
periode September 2016 tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat mencapai 11,19%. Tingkat kemiskinan tersebut
lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2015 yang mencapai 11,90%. Sejalan dengan hal
tersebut, jumlah penduduk miskin berjumlah 146,90 ribu jiwa atau menjadi jumlah penduduk miskin terendah
setidaknya dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Jumlah penduduk miskin di pedesaan dari September 2015 ke September
2016 menurun sebanyak 8,87 ribu orang menjadi 121,83 ribu jiwa. Sementara jumlah penduduk miskin di
perkotaan pun mengalami peningkatan sebanyak 2,56 ribu jiwa pada rentang waktu yang sama menjadi 25,07
ribu jiwa. Kondisi tersebut sejalan dengan perpindahan penduduk yang banyak terjadi dari desa ke kota demi
mencari pendapatan yang lebih baik. Beragamnya jenis lapangan pekerjaan di perkotaan semakin memperbaiki
tingkat kesejahteraan masyarakat yang tadinya hanya bertani di pedesaan.
Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan garis kemiskinan (GK) mengalami perlambatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada September
2016 berada pada level Rp292.519 /kapita/bulan atau tumbuh 5,42% dibandingkan periode yang sama tahun
2015 yang mencapai 12,56% (yoy). Perlambatan garis kemiskinan terjadi baik pada garis kemiskinan makanan
(GKM) maupun garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan berada pada level Rp230.960
/kapita/bulan atau tumbuh 5,22% (yoy) sedangkan garis kemiskinan non makanan berada pada level Rp61.558
/kapita/bulan atau tumbuh 6,17% (yoy). Perlambatan garis kemiskinan tidak terlepas rendahnya inflasi sepanjang
2016. Tingkat inflasi pada periode September 2016 adalah 3,42% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan
September 2015 yang mencapai 6,49% (yoy). Semakin berkembangnya perekonomian turut meningkatkan
pendapatan masyarakat. Selain itu, rendahnya inflasi menyebabkan tingkat pendapatan riil meningkat sehingga
makin terhindar unutuk berada di bawah garis kemiskinan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
73
Bab 06. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tabel 6.4. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Pertumbuhan (% yoy)
Makanan
Bukan
Makanan
Total
Makanan
Bukan
Makanan
Total
Jumlah
(ribu jiwa)
Mar 2014
188,201
47,732
235,933
8.61
5.71
8.01
Sep 2014
196,282
49,667
245,949
6.29
7.27
6.48
Mar 2015
204,476
52,529
257,005
8.65
10.05
Sep 2015
212,226
56,854
269,080
8.12
Mar 2016
215,503
57,721
273,224
5.39
Sep 2016
220,419
59,698
280,117
3.86
Mar 2014
189,491
43,724
233,215
Sep 2014
197,261
49,074
246,335
Mar 2015
209,873
53,237
Sep 2015
221,332
Mar 2016
Sep 2016
Daerah
Penduduk Miskin
Pertumbuhan
(% yoy)
Tingkat
Kemiskinan (%)
26.31
-2.92
9.16
29.87
23.48
9.99
8.93
27.39
4.10
10.52
14.47
9.40
22.51
-24.64
8.69
9.88
6.31
22.85
-16.58
8.59
5.00
4.10
25.07
11.37
8.43
10.59
7.94
10.08
127.58
0.54
13.19
6.41
14.21
7.88
124.82
-2.10
12.67
263,110
10.76
21.76
12.82
133.09
4.32
12.87
58,262
279,594
12.20
18.72
13.50
130.70
4.71
12.70
230,339
60,001
290,340
9.75
12.71
10.35
129.88
-2.41
12.56
233,676
62,063
295,739
5.58
6.52
5.77
121.83
-6.79
12.00
Mar 2014
189,196
44,642
233,838
10.13
7.30
9.58
153.89
-0.07
12.27
Sep 2014
197,309
49,214
246,523
6.53
12.55
7.68
154.69
1.98
12.05
Mar 2015
208,787
53,095
261,882
10.35
18.94
11.99
160.48
4.28
12.40
Sep 2015
219,500
57,979
277,479
11.25
17.81
12.56
153.21
-0.96
11.90
Mar 2016
227,208
59,632
286,840
8.82
12.31
9.53
152.73
-4.83
11.74
Sep 2016
230,960
61,558
292,519
5.22
6.17
5.42
146.90
-4.12
11.19
KOTA
DESA
TOTAL
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 07. Prospek Perekonomian
7. Prospek Perekonomian
Bab 07
Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
75
Bab 07. Prospek Perekonomian
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 07. Prospek Perekonomian
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Di triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat akan mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan I 2017. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada
kisaran 9,7% - 10,1% (yoy). Akselerasi terutama disebabkan peningkatan konsumsi rumah tangga yang memasuki
bulan puasa dan hari raya Lebaran. Kuatnya konsumsi rumah tangga pada periode musiman ini terlihat seperti
yang terjadi pada tahun 2016. Peningkatan juga terlihat dari komponen konsumsi pemerintah yang akan lebih
baik dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi lapangan usaha, normalisasi produksi lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan akan meningkatkan kinerja lapangan usaha ini dan akan menjadi motor utama
penggerak perekonomian. Sejalan dengan peningkatan konsumsi pemerintah, lapangan usaha administrasi
pemerintahan juga akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2017.
Grafik 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Grafik 7.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi (Periode
(Periode Triwulanan)
Tahunan)
Sumber:
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Proyeksi Bank Indonesia
Perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan lebih baik pada tahun 2017 dibandingkan 2016. Pada tahun
2017, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh dalam rentang lebih tinggi dibandingkan 2016
yaitu 7,7% - 8,1% (yoy). Pemerintahan baru akan menghadiri Sulawesi Barat pada tahun 2017 setelah Gubernur
yang menjabat sejak Sulawesi Barat berdiri, sudah habis masa jabatannya. Pengaruh pemerintahan baru
memberikan angin segar baru bagi Sulawesi Barat. Program-program pemerintahan selanjutnya akan terus
berlangsung disertai program-program baru yang diharapkan akan semakin mengundang investor untuk masuk
ke Sulawesi Barat. Beberapa modal yang sudah dimasukkan oleh pihak swasta diharapkan dapat memberikan
dampak positif di 2017. Selain itu, dampak El Nino dan La Nina yang telah usai akan memperbaiki kinerja lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dan industri pengolahan. Kondisi tersebut ditambah harga komoditas
ekspor andalan Sulawesi Barat yaitu CPO yang terus mengalami peningkatan.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Di triwulan II 2017, konsumsi rumah tangga dan pemerintah akan meningkat. Memasuki periode musiman
bulan puasa dan hari raya Lebaran, pergerakan konsumsi mulai ada peningkatan. Dengan tambahan pendapatan
masyarakat melalui tunjangan hari raya (THR), membuat masyarakat dapat melakukan konsumsi lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2017. Peningkatan konsumsi juga akan terlihat dari konsumsi pemerintah. Proses realisasi
program pemerintah daerah sudah mulai berjalan meskipun harapan pertumbuhan lebih tinggi akan terjadi pada
semester kedua tahun 2017. Peningkatan juga diharapkan berasal dari komponen ekspor. Dengan produksi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
77
Bab 07. Prospek Perekonomian
sumber daya alam yang sudah membaik disertai peningkatan harga komoditas, ekspor Sulawesi Barat yang sudah
merambah berbagai macam negara akan mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2016.
Investasi masih akan tumbuh tinggi di 2017. Pemerintahan yang baru akan hadir pada 2017 dimana
pembangunan akan melanjutkan yang tertunda di 2016 serta beberapa pemikiran-pemikiran baru yang belum
ada pada pemerintahan sebelumnya. Selain itu, pihak swasta memiliki ekspektasi yang positif terhadap prospek
perekonomian Sulawesi Barat yang belum tereksplor lebih jauh. Pihak swasta akan meningkatkan investasinya di
Sulawesi Barat agar meriah keuntungan yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017
juga berpotensi mendatangkan investor-investor baru yang sudah sejak lama memantau potensi yang ada di
Sulawesi Barat seperti potensi tambang ataupun hilirisasi industri terhadap komoditas-komoditas utama di
Sulawesi Barat. Tercatat, perusahaan asing telah melakukan eksplorasi cadangan minyak dan gas di perairan
Sulawesi Barat.
Pola perekonomian Sulawesi Barat masih akan sama di 2017. Tingkat permintaan masyarakat akan mengalami
peningkatan pada triwulan II 2016 yaitu memasuki bulan puasa dan hari raya Idul Fitri. Selebihnya tingkat
permintaan cenderung stagnan atau bahkan menurun pada saat setelah hari raya Idul Fitri. Meskipun tingkat
konsumsi akan lebih baik dibandingkan 2016 seiiring perbaikan pendapatan masyarakat. Konsumsi pemerintah
akan tumbuh secara normal, tidak seperti 2016 yang dihadiri instansi baru. Konsumsi pemerintah berpotensi lebih
tinggi jika investasi yang dilakukan di 2016 berhasil memberikan dampak. Pembangunan pembangkit listrik di
2016 diharapkan menarik investor untuk membangun industri berbasis sumber daya alam yang belum dieksplor
lebih jauh seperti kakao, kopi, atau pun ikan laut.
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Gambar 7.1. Prakiraan Curah Hujan
Prakiraan April 2017
Prakiraan Mei 2017
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Gambar 7.2. Prakiraan Sifat Hujan
Prakiraan April 2017
Prakiraan Mei 2017
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan akan mengalami peningkatan pada triwulan II 2017.
Dengan curah hujan yang cukup baik akan mendukung produksi komoditas di Sulawesi Barat. Musim panen juga
diperkirakan masih akan terjadi pada periode ini. Melihat perkiraan cuaca yang akan terjadi di Sulawesi Barat,
proses panen diperkirakan tidak menemui hambatan yang berarti sehingga produksi akan optimal. Produksi kelapa
sawit akan jauh lebih baik pada periode ini mengingat curah hujan selama 2016 yang cukup baik sehingga
berdampak positif terhadap produksi kelapa sawit setahun setelahnya (2017). Selain itu, triwulan II merupakan
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Bab 07. Prospek Perekonomian
periode panen salah satu komoditas unggulan Sulawesi Barat lainnya yaitu kakao. Melihat permintaan yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun disertai penerapan teknologi dalam penanaman kakao, akan ada
peningkatan produksi kakao pada tahun 2017.
Administrasi pemerintahan dan konstruksi juga akan mengalami peningkatan. Periode triwulan II 2017 akan
menjadi periode mulai bergeraknya administrasi pemerintah. Seiiring dengan hal tersebut, konstruksi juga akan
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017. Kepala daerah yang baru akan memberikan dampak positif
dalam penyegaran pemerintahan di Sulawesi Barat.
Di tahun 2017, lapangan usaha Sulawesi Barat tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2016. Lapangan
usaha utama seperti pertanian, industri, perdagangan, konstruksi, dan administrasi pemerintahan, akan menjadi
lapangan usaha utama penggerak perekonomian mengingat lapangan usaha ini sempat mengalami kontraksi
pada triwulan II 2016. Perbaikan infrastruktur dan penggunaan teknologi turut meningkatkan produktivitas
lapangan usaha yang mendominasi perekonomian Sulawesi Barat ini. Dampak positifnya, industri pengolahan
akan ikut mengalami peningkatan yang signifikan.
7.2. Prospek Inflasi
Inflasi pada triwulan II 2017 akan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 .
Memasuki periode musiman bulan puasa dan hari raya Lebaran, tingkat permintaan masyarakat akan semakin
meningkat. Daya beli yang lebih baik dengan adanya tambahan pendapatan juga berpotensi meningkatkan
ekspektasi harga para pedagang. Namun, melihat produksi bahan makanan yang cukup baik, tingkat inflasi pada
triwulan II 2017 diharapkan tidak setinggi pada triwulan II 2016 atau berada pada rentang 4,07% - 4,45% (yoy).
Tekanan inflasi terutama dari komponen administered prices. Kemungkinan pemerintah menaikkan harga LPG 3
kg diprakirakan akan turut mendorong inflasi. Selain itu, harga minyak dunia yang masih di atas level psikologi
USD50 per barrel, semakin menguatkan pemerintah akan menaikkan harga BBM.
Grafik 7.3. Perkembangan Harga Minyak Dunia
Grafik 7.4. Prospek Inflasi
(WTI)
Sumber: Bloomberg, diolah
Sumber:
Badan Pusat Statistik, diolah
Proyeksi Bank Indonesia
Inflasi Sulawesi Barat di 2017 diperkirakan akan meningkat. Meski demikian pencapaian tersebut masih sesuai
dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4%±1%. Berdasarkan proyeksi tahunan,
pencapaian inflasi pada tahun 2017 akan berada pada kisaran angka sebesar 3,97% - 4,35% (yoy). Sumber
tekanan inflasi terutama berasal dari komponen administered prices yaitu kenaikan TDL, BBM, LPG 3 kg, dan biaya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
79
Bab 07. Prospek Perekonomian
perpanjangan STNK. Kenaikan harga komoditas-komoditas tersebut dapat memberikan dampak ke komoditas lain
seperti misalnya bahan makanan yang banyak diangkut melalui transportasi darat. Kenaikan harga BBM turut
meningkatkan biaya operasional sehingga harga yang beredar di masyarakat juga meningkat.
Di sisi lain, jalinan kerjasama yang mulai dibina oleh anggota TPID pada tahun 2016 diprediksi akan memberikan
dampak terhadap pencapaian inflasi yang lebih terkontrol pada tahun 2017 akibat adanya peningkatan koordinasi
yang lebih baik lagi. Internalisasi roadmap inflasi pada RPJMD dan RKPD juga diprediksi akan memudahkan
Pemprov dan Pemkab untuk mendapat suntikan anggaran pengelolaan inflasi lebih besar dibandingkan tahun
2016. Dengan adanya roadmap pengendalian inflasi, Sulawesi Barat dapat memiliki arah yang lebih jelas dalam
mengendalikan harga. Selain itu, adanya pencetakan lahan baru, baik untuk beras maupun hortikultura dan
perbaikan infrastruktur, baik utama maupun pendukung juga dapat menjadi pemicu kestabilan inflasi.
Secara umum risiko-risiko yang berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi di Sulawesi barat selama 2017
yaitu:

Kondisi cuaca ekstrim terjadi di Sulawesi Barat yang akan mengganggu produksi sumber daya alam seperti
padi dan ikan
80

Kenaikan harga bahan bakar minyak

Kenaikan harga rokok

Kenaikan harga tarif dasar listrik
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Lampiran
Istilah
Keterangan
Administered price
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan
kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat
dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor)
atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia
tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin
dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek
atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
Tata kelola yang baik
governance
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat
ditimbulkan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
81
Istilah
Keterangan
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam
pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaanpenawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur
organisasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak
membahayakan kelangsungan usahanya
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu
terhadap satu bulan sebelumnya
Push factor
Faktor pendorong
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate
demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam
jangka pendek
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya
ditawarkan oleh bank-bank ritel
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti
panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun
sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun
sebelumnya (31 Desember)
82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - FEBRUARI 2017
Download