SUCCESS BUILT TO LAST Creating A Life That Matters

advertisement
Studi Buku Mandiri
(Critical Review)
SUCCESS BUILT TO LAST
Creating A Life That Matters
Jerry Porras | Stewart Emery | Mark Thompson
Nama Mahasiswa / NPM :
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi / 8605210299
Program Doktor Strategic Management
Program Studi Ilmu Manajemen
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Ekonomi
Universitas Indonesia
Mei 2007
1
1. Argumentasi Pengarang
Orang, tim dan organisasi yang luar biasa adalah orang-orang biasa yang
melakukan hal yang luar biasa mengenai apa yang berarti bagi mereka. Untuk
membuat suatu perubahan diperlukan perjalanan diri, integritas seluruh kemampuan
pribadi dan kehidupan profesionalitas. Jika ketiganya dilakukan, maka akan terdapat
potensi untuk menciptakan suatu organisasi dan peninggalan yang dapat diberikan
kepada dunia untuk jangka panjang. Untuk itu dapat dilakukan dengan membangun
gagasan, struktur organisasi dan model bisnis yang terbaik pada suatu perusahaan
dibandingkan dengan menemukan berbagai hal mengenai manusia sebagai makhluk
individu. Arti keberhasilan yang sesungguhnya adalah suatu kehidupan dan pekerjaan
yang membawa pemenuhan kepuasan pribadi dan suatu hubungan tetap serta
membuat perubahan di mana individu tersebut tinggal.
Terdapat tiga elemen dasar untuk mencapai suatu keberhasilan yang kekal
yang diimplementasikan dalam kehidupan dan pekerjaan. Elemen pertama adalah
Meaning, segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki arti yang dalam pada
kehidupan. Penentuan tujuan yang didasarkan pada hasrat dan keinginan yang kuat
dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan perubahan pada diri sendiri,
perusahaan maupun masyarakat untuk menjadi lebih baik. Elemen kedua yaitu,
ThoughtStyle, suatu rasa pengembangan yang tinggi terhadap akuntabilitas,
keberanian, hasrat, dan tanggung jawab. Dengan memiliki pikiran yang sehat maka
akan dapat menciptakan berbagai ide dan kreatifitas sehinga dapat menyelesaikan
permasalahan yang muncul.
Elemen ketiga yaitu, ActionStyle. Orang yang meraih keberhasilan yang kekal
menggunakan cara yang efektif dalam setiap tindakannya. Tindakan yang efektif
dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai hal yang dapat membantu untuk
mencapai tujuan, misalnya persaingan dan merekrut orang-orang yang bertujuan
sama. Dengan bekerja sama sebagai tim, suatu keberhasilan akan lebih mudah untuk
diraih. Ketiga elemen tersebut saling berkaitan satu sama lainnnya dalam mencapai
suatu tujuan dalam kehidupan seseorang. Dengan merangkaikan ketiganya (Meaning,
ThoughtStyle, dan ActionStyle) seseorang akan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkannya. Segala sesuatu yang berarti (Meaning), diatur dalam pemikiran
2
(ThoughtStyle), kemudian diterapkan dalam perkataan dan perbuatan (ActionStyle)
sehingga mendukung apa yang berharga bagi mereka. Dengan menggunakan setiap
kesempatan yang muncul maka pencapaian tujuan dan keberartian dalam kehidupan
akan lebih mudah diwujudkan
Setiap manusia dapat meraih suatu keberhasilan walaupun dilahirkan sebagai
anak yang terbelakang atau tinggal dalam kemiskinan atau memiliki suatu kecacatan
dalam hidup. Manusia dapat mengukur suatu keberhasilan dengan keadilan,
kedamaian, kerendahan hati, kebaktian, pemaaf, berperasaan dan rasa cinta. Manusia
tidak perlu menjadi kaya, berkuasa, terkenal, sehat, atau pandai untuk menjadi sukses.
Jika suatu keberhasilan hanya diukur dengan kekayaan, popularitas, dan kekuasaan,
maka keberhasilan tersebut tidak akan memuaskan dan tidak kekal. Kerberhasilan
seperti itu akan memudar, menghilang atau menjadi kekosongan jiwa kecuali jika hal
tersebut bukanlah tujuan utama dalam suatu keberhasilan. Ketidak-tahuan individu
terhadap apa yang paling berharga dalam hidupnya untuk saat ini dan dan masa yang
akan datang dapat menyebabkan kekecewaan dan ketidak-bahagiaan pada individu
tersebut. Kebanyakan orang mengajukan suatu rencana hebat tanpa memiliki arti bagi
dirinya. Tanpa memahami keingin-tahuan pribadi atau suatu hasrat yang berharga
dalam kehidupan mereka, risiko kegagalan usaha akan bertambah besar.
Meraih keberhasilan memerlukan kegigihan dan hasrat, hanya cinta pada
pekerjaan yang dapat menopangnya. Seseorang yang mencintai pekerjaannya akan
bekerja lebih keras, bergerak lebih cepat dan mengajukan lebih banyak gagasan, dan
akhirnya mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk berkembang dibandingkan
dengan orang yang melakukan sesuatu hanya untuk hidup. Mengerjakan hal yang
dicintai akan memberikan pengalaman yang sangat berbeda dalam bekerja. Pekerjaan
akan terasa sangat menyenangkan sehingga tidak terasa seperti benar-benar bekerja.
Dengan begitu, suatu keberhasilan akan mudah diraih.
Suatu keberhasilan tidak hanya didukung oleh satu keinginan yang kuat
terhadap pekerjaan, namun masih banyak hasrat lain yang harus dikejar dalam
mencapai keberhasilan yang kekal. Konsep keseimbangan adalah suatu omong
kosong yang menyatakan bahwa seseorang hanya memiliki satu keinginan yang kuat
dalam kehidupannya, dan pada saat dia mengetahui apa yang diinginkannya, dia akan
3
bahagia. Namun pada kenyataannya, orang yang sukses tidak menggunakan
keseimbangan sebagai suatu jalan utama. Mereka selalu melakukan apapun yang
berharga bagi mereka yang didasari oleh berbagai keinginan dan hasrat yang kuat.
Seseorang dapat meraih keberhasilan ketika tidak membatasi hasrat yang berada pada
dirinya. Diperlukan ketekunan dan kerja keras untuk mendapatkan apa yang
diinginkan.
Akhir yang bahagia datang dari mendengarkan bisikan yang berada di dalam
kepala seseorang mengenai apa yang berharga baginya. Bisikan tersebut bergema
melalui setiap sel dalam tubuh, bunyinya terdengar seperti silent scream yang
membutuhkan suatu respon. Terdapat setidaknya empat perangkap yang dapat
merusak kemampuan untuk merespon silent scream. Perangkap pertama, tidak
mempertimbangkan karir yang bermanfaat. Suatu bisnis kecil yang menguntungkan
lebih baik dilaksanakan daripada menuruti keinginan yang penuh dengan ketidakpastian karena hal itu dapat menyebabkan suatu penyesalan.
Perangkap kedua, harapan untuk memperoleh berbagai hal yang bersifat
materi. Jika seseorang mendedikasikan kehidupannya untuk berbagai hal yang hanya
memberikan kesenangan sementara seperti mobil mewah, keanggotaan klub, pakaian
bermodel, dan lainnya, maka ia tidak akan merespon silent scream dengan baik
sehingga ia tidak dapat meraih suatu keberhasilan yang kekal karena yang dikejar
hanyalah hal yang bersifat materi, bukan suatu pengembangan dalam kehidupan.
Walaupun tidak ada yang salah dengan memiliki berbagai benda materi,
banyak orang yang terserat dalam kebosanan, mengejar apa saja yang diyakini dapat
membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik. Seseorang yang menjadi lebih kaya,
keinginannya untuk memiliki benda-benda materil akan meningkat. Masalahnya,
tidak ada orang yang akan merasa cukup dengan apa yang tidak benar-benar mereka
butuhkan untuk menjadi bahagia. Untuk mendapatkan kepuasan hati, yang harus
dilakukan seseorang adalah mendengarkan apa yang penting bagi dirinya, bukan
perkataan yang berasal dari teman, musuh maupun keluarga.
Perangkap ketiga, godaan kompetensi. Banyak orang yang disarankan untuk
melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui
bagaimana melakukannya. Dan merupakan suatu kesalahan jika membuat suatu
4
keputusan mengenai karir dan kehidupan yang sepenuhnya berdasarkan pertimbangan
orang lain. Orang yang telah meraih keberhasilan mengejar tujuan mereka karena
tujuan tersebut berharga bagi mereka, bukan untuk suatu popularitas dan
penghargaan. Namun banyak orang yang melakukannya dengan cara yang
berlawanan. Mereka melakukan sesuatu karena mereka menginginkan popularitas dan
penghargaan bukan untuk sesuatu yang berharga bagi mereka. Orang yang sukses
mengakui keberhasilannya hanya pada dirinya sendiri, bukan kepada publik karena ia
tahu bahwa silent scream tidak meminta suatu pengakuan dan penghargaan.
Perangkap keempat, penggunaan ‘atau’ sebagai pilihan. Salah satu sumber
kesalahan dan membingungkan mengenai silent scream datang dari permainan katakata mengenai apakah menyenangkan diri sendiri ‘atau’ orang lain. Tetapi orang yang
meraih keberhasilan berpikir berbeda yaitu, apakah menyenangkan diri ‘dan’
membantu orang lain pada saat yang sama? Apakah memuaskan diri sendiri dan
orang lain? Bagi mereka, kehidupan jarang menggunakan kata ‘atau’.
.
2. Hasil Penelitian? Metodologi Yang Digunakan?
Buku ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan sejak 1996 hingga
2006, dengan mewawancarai tidak kurang dari seribu orang yang berasal dari
berbagai kalangan: manajer bisnis, wirausahawan, guru, atlit, CEO, pemenang hadiah
Nobel (seperti Nelson Mandela, Mother Theresa), Pulitzer, Grammy, dan Academy
Award, seniman, ilmuwan, presiden, aktivis NGO, dan lain sebagainya. Dengan
menerapkan batasan-tertentu, akhirnya diperoleh sekitar 200 orang yang digolongkan
oleh penulis sebagai Builder.
Dari mereka yang diinterview, ditemukan gambaran praktek kebijaksanaan
dan berbagai kisah mengenai keberhasilan yang luar biasa, berkelanjutan dalam
berbagai bidang, profesi dan komunitas. mereka, yang telah diwawancarai oleh para
penulis.
3. Hubungan Dengan Pandangan Atau Referensi Lain
Buku karya Jerry Porras, Stewart Emery dan Mark Thompson ini dapat
digolongkan sebagai buku pencerahan kepemimpinan (leadership). Penulis
5
mengajukan makna baru dari sukses yang diyakini oleh para Builder. Ukuran sukses
tidak lagi berupa kekayaan materi, keberhasilan mencapai karir puncak, atau citra di
masyarakat, namun lebih dari itu yakni, seberapa jauh para Builder membuat sesuatu
yang berbeda, bermakna, memiliki dampak luas bagi masyarakat dan berkelanjutan.
Pandangan semacam ini sejalan dengan pemikiran D’Souza (dalam Proactive
Visonary Leadership, 2006) tentang karakter pemimpin yang proaktif. Pemimpin
yang berhasil adalah pemimpin yang proaktif. Mereka menetapkan tujuan dengan
jelas dan pasti; melakukan perencanaan dan penjadwalan untuk mencapai tujuan,
memikul tanggung jawab pribadi untuk melaksanakan dan mengikuti perencanaan
dan penjadwalan tersebut; gigih dalam menghadapi rintangan; mengatur strategi
untuk mencegah permasalahan yang mungkin munculsehingga tidak menghabiskan
banyak waktu untuk memadamkan kebakaran, melainkan untuk mencegah kebakaran.
Jika Porras et all menyatakan para Builder mencapai sukses berkat ketekunan
dan kecintaan kepada yang mereka kerjakan, demikian halnya dengan D’Souza yang
menyatakan bahwa salah satu syarat mencapai sukses berkelanjutan adalah dengan
mengerjakan segala sesuatu dengan tekun (persistence). Di bagian lain, Porras juga
menyatakan perlunya percaya diri bahwa apa yang dikerjakan akan membawa
keberhasian bagi diri sendiri dan orang lain. Pemimpin perlu menciptakan sikap atau
keyakinan yang sulit diubah (mindset) yang kemudian akan memengaruhi apa dan
bagaimana tindakannya kemudian (John Naisbit, 2006, Mindset). Jika seseorang
percaya akan berhasil, maka tindak dan perilakunya akan mencerminkan ciri-ciri
orang berhasil, sebaliknya mereka yang tidak percaya diri, maka langkahnyapun
mencerminkan isi pikirannya.
Dari perspektif perilaku organisasi, Gary Yukl, 2002 (dalam Leadership in
Organizations)
menyatakan bahwa keberhasilan organisasi merupakan resultan
interaksi antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin yang berpengaruh terhadap
anggotanya untuk bersama-sama meraih sukses memiliki motivasi, kepribadian dan
value, serta menularkan (induce) karakteristik ini kepada bawahannya.
4. Kritik
6
Pemimpin, menurut Daniel Goleman, Richard Boyatzis dan Annie McKee,
2002 (dalam Primal Leadership, Learning to Lead with Emotional Intelligence) dapat
dikelompokkan ke dalam enam gaya kepemimpinan: visionary, coaching, affiliative,
democratic, pacesetting, dan commanding. Setiap gaya kepemimpinan pada
umumnya cocok untuk suatu masa dan keadaan tertentu, pemimpin dengan suatu
gaya kepemimpinan yang berhasil di suatu organisasi belum tentu berhasil pula ketika
menerapkan gaya kepemimpinan yang sama di organisasi lain. Demikian pula,
seorang pemimpin yang berhasil membawa kesuksesan pada suatu periode, acap kali
menemui kegagalan ketika memimpin pada periode berikutnya di organisasi yang
sama. Meski mengakui bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan
pemimpin dan organisasi, Poras et all tidak membahas hal ini (pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap keberhasilan organisasi).
Kriteria sukses yang diajukan Porras et all dapat dikatakan sebagai kriteria
normatif-universal, bersifat makro. Pada kenyataannya, di banyak organisasi, pada
level mikro, khususnya organisasi bisnis, kriteria sukses masih diukur dari besaran
kuantitatif seperti berapa besar dividend yang diberikan kepada pemegang saham,
berapa persen pertumbuhan pasar, berapa poin kenaikan harga saham, dan lain
sebagainya. Ukuran sukses secara kuantitatif masih dan akan terus digunakan,
meskipun secara jangka panjang, atau sebagai akibat dari inovasi bisnis berbasis
teknologi informasi, mulai muncul organisasi bisnis yang menggunakan kriteria
keberhasilan model Porras, seperti Yahoo, Google. Namun demikian, ketika hendak
mengetahui sudah seberapa bisnis mereka, masih tetap juga mengunakan ukuran
kuantitatif, yang menunjukkan besaran uang yang mereka kuasai.
5. Komentar, Saran dan Kemungkinan Penelitian Lanjutan
Walaupun keberhasilan dapat didefinisikan sebagai pencapaian tujuan,
terdapat perbedaan antara keberhasilan yang bersifat sementara dengan keberhasilan
akhir. Keberhasilan akhir tidak dapat diraih jika tidak ditambahkan beberapa hal
untuk dapat meraih sesuatu yang lebih besar. Banyak orang yang berhasil meraih
kesejahteraan tetapi mereka tidak benar-benar meraih keberhasilan. Sedangkan orang
yang berada dalam berbagai tingkat kesejahteraan, yang mendedikasikan dirinya
7
untuk meraih sesuatu yang lebih besar dari kepentingan dirinya, dapat memperoleh
kehidupan yang sangat memuaskan. Satu hal yang dapat memberikan suatu
keberhasilan yang kekal adalah berusaha untuk menggerakkan lingkaran dari
meaning, thought, dan action ke dalam kehidupan dan pekerjaan.
Setiap orang sukses pernah melakukan kesalahan yang dapat membawa
mereka kepada kegagalan. Namun mereka tidak menyerah dan membiarkan
pengalaman buruk tersebut terus menghantui. Mereka tetap terus berusaha hingga
akhirnya mereka dapat meraih keberhasilan atas tercapainya tujuan dari kehidupan
mereka. Walaupun telah memetik hasil dari kesuksesan, mereka tetap bekerja agar
kesuksesan tersebut dapat terus dipertahankan.
Sukses berkelanjutan dapat diraih dengan inovasi yang dilakukan secara
konitinyu (Paul C. Light, 1998, dalam Sustaining Innovation, Creating Nonprofit and
Government Organizations That Innovate Naturally). Organisasi yang ingin sukses
dalam ber-inovasi membutuhkan pemimpin yang berperan sebagai institutional
leader, menciptakan infra-struktur organsasi yang dibutuhkan bagi inovasi,
menyelesaikan permasalahan yang timbul di antara para pemimpin/manajer; the
critic, menguji rencana investasi, menetapkan sasaran dan membuat kemajuan; the
sponsor,
menyediakan,
advokasi
dan
memimpin
perubahan;
the
mentor,
membimbing, membela dan memberi nasihat; dan the entrepreneur, mengelola unit
organisasi yang melakukan inovasi (Jay Barney, 2007, dalam Gaining and Sustaining
Competitive Advantage).
Menggabungkan argumen Light, Barney, dan Goleman et all, serta
menggunakan segitiga Porras et all (Meaning, Thought, dan Action), buku Porras et
all ini dapat dikembangkan lagi dalam sebuah penelitian yang mengungkap hubungan
antara gaya kepempimpinan (Goleman et all), peran pemimpin dalam inovasi
berkelanjutan (Barney) dan teknik meraih sukses (Porras et all).
6. Relevansi
Bagi sementara pihak, substansi yang disajikan dalam buku ini bukan hal
baru. Bahkan dapat dikatakan sebagai isi lama dalam kemasan baru. Dalam
masyarakat Jawa misalnya, ada istilah numusi, yakni sesuatu yang diyakini dan
8
diupayakan dengan tekun pada akhirnya akan terwujud. Dalam literatur manajemen,
keyakinan semacam ini disebut Pigmalion Efect. Oleh karena itu, dalam masyarakat
Jawa diajarkan agar selalu berhati –hati ketika membuat janji, tekad atau sumpah.
Dalam kontek pengelolaan organisasi, buku ini mengingatkan bahwa zaman
terus berubah, ukuran sukses tidak lagi yang bersifat material, kuatitatif, duniawi
semata, namun lebih dari itu. Ukuran keberhasilan yang bersifat material, pada
umumnya tidak berlangsung lama, sementara, kriteria keberhasilan yang bersifat
universal, memberi dampak siginfikan kepada masyarakat akan berlangsung lama.
Hal ini dapat dipahami karena kesuksesan semacam ini mendapat dukungan dari
banyak pihak, sehingga semua merasa berkepentingan untuk memertahakan
keberhasilan tersebut.
Buku ini juga seolah menjawab persoalan keburukan pemimpin yang menurut
Barbara Kelllerman, 2004 (dalam Bad Leadership, What It Is, How It Happens, Why
It Matters) bahwa manusia pada dasarnya selalu memiliki sifat buruk, sehingga
menimbulkan tantangan bagaimana mengendalikan sifat buruk manusia agar tidak
merugikan bagi sesama.
Bagi Indonesia - dinyatakan oleh politisi dan pengamat di berbagai media
massa – yang sedang membutuhkan pemimpin berkualitas, baik di sektor publik
maupun swasta, buku ini dapat
memberi pencerahan dan bekal untuk menjadi
pemimpin (yang) berhasil, bukan sekedar berhasil menjadi pemimpin.*****
9
Download