FORMULASI DAN UJI STABILITAS KIMIA VITAMIN C DALAM

advertisement
FORMULASI DAN UJI STABILITAS KIMIA VITAMIN C
DALAM SEDIAAN SEMISOLID BASIS AIR DAN
SEDIAAN SEMISOLID BASIS SILIKON
Tia Erviza Ulfa, Joshita Djajadisastra
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, 16424
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Vitamin C merupakan antioksidan yang paling banyak digunakan dan masih terus diteliti karena
memiliki masalah terhadap stabilitasnya dalam sediaan farmasi. Adanya air, udara dan cahaya
dapat menyebabkan vitamin C dalam bentuk asam askorbat terurai menjadi asam
dehidroaskorbat dan kemudian menjadi asam oksalat yang tidak aktif. Magnesium askorbil
fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat. Namun, pada kenyataannya magnesium askorbil
fosfat tidak efektif sebagai sediaan topikal. Diformulasikan sediaan semisolid tanpa air asam
askorbat dan magnesium askorbil fosfat menggunakan basis silikon yang akan dibandingkan
stabilitasnya dalam sediaan semisolid basis air (krim). Persentase kadar pengujian stabilitas
dipercepat setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu hangat 40±20oC dengan metode
KLT Densitometri terhadap sediaan semisolid basis air asam askorbat, basis air magnesium
askorbil fosfat, basis silikon asam askorbat dan basis silikon magnesium askorbil fosfat berturut
adalah 0,67%, 2.45% , 3.74% dan 4.57% dari 5% zat aktif yang ditambahkan. Persentase ini
menunjukkan bahwa sediaan semisolid basis silikon jauh lebih stabil dibandingkan sediaan
semisolid basis air. Ini membuktikan bahwa basis tanpa air merupakan sistem yang ideal
sebagai pembawa untuk asam askorbat. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan
asam askorbat, namun kekuatan antioksidannya berdasarkan metode pengujian peredaman
DPPH diperoleh IC50 105,15 ppm dimana potensi antioksidannya jauh lebih rendah
dibandingkan asam askorbat dengan IC50 2,66 ppm.
Kata kunci
: Vitamin C, asam askorbat, magnesium askorbil fosfat, silikon, stabilitas
kimia, KLT Densitometri
ABSTRACT
Vitamin C is an antioxidant which is the most widely used and is still studied because it has the
problem of stability in pharmaceutical preparations. Presence of water, air and light can cause
vitamin C in the form of ascorbic acid breaks down into dehydroascorbic acid and finally be
inactive of oxalic acid. Using vitamin C derivatives such as magnesium ascorbyl phosphate are
more stable than ascorbic acid. However, in reality magnesium ascorbyl phosphate is not
effective as a topical preparation. Ascorbyl acid was made into semisolid preparation without
water (silicone based), and then the stability will be compared with semisolid aqueous based
(cream). Percentage level after 8 weeks accelerated stability testing at a temperature of 40±20oC
with TLC Densitometry for semisolid aqueous based ascorbic acid, aqueous based magnesium
ascorbyl phosphate, ascorbic acid silicone based and magnesium ascorbyl phosphate silicone
based are respectively 0,67%, 2.45% , 3.74% and 4.57% of 5% active substance added. This
percentage shows that semisolid silicone based is more stable than semisolid aqueous based.
This proves that non aqueous is ideal as a carrier system for ascorbic acid. Magnesium ascorbyl
phosphate is more stable than ascorbic acid, but antioxidants potential obtained (IC50 105.15
ppm) measured by DPPH method was lower than ascorbic acid with IC50 2.66 ppm.
Keyword
: vitamin C, ascorbic acid, magnesium ascorbyl phosphate,
silicone, chemical stability, TLC Densitometry
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
1. Pendahuluan
Vitamin C merupakan komponen esensial bagi manusia. Salah satunya dalam
pembentukan kolagen yang dibutuhkan dalam pertumbuhan normal kulit dan
memperbaiki jaringan tubuh, dengan mencegah kerusakan sel oleh radikal bebas dan
polusi (Jiang, Reitz, dan Chan, 2010). Peningkatan vitamin C pada kulit terbatas,
sehingga aplikasi topikal dari asam askorbat menjadi salah satu cara untuk lebih
meningkatkan konsentrasinya dikulit (Azulay dan Edileia, 2009). Sayangnya,
penggunaan vitamin C sebagai produk perawatan kulit memiliki masalah karena relatif
tidak stabil.
Salah satu penyebab ketidakstabilan Vitamin C yaitu karena adanya air yang
dapat menyebabkan vitamin C dalam bentuk L-asam askorbat terurai menjadi asam Ldehidroaskorbat (DHA) lalu berubah menjadi asam L-glukonat dan oksalat yang tidak
aktif. Stabilitas asam askorbat dalam bentuk larutan dipengaruhi oleh pelarut, pH dan
kadar oksigen, juga dikatalisis oleh ion-ion logam terutama Cu2+, Fe+3, adanya
pemanasan serta cahaya. Untuk mengatasi ketidakstabilan asam askorbat, maka
formulator menggantinya dengan derivat dari vitamin C itu sendiri yaitu magnesium
askorbil fosfat, natrium askorbil fosfat, askorbil palmitat, glukosida askorbil dan
kalsium askorbil (Djajadisastra, Sutriyo, dan Karina, 2010).
Salah satu penelitian menyatakan bahwa vitamin C dalam bentuk magnesium
askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan dengan asam askorbat (Austria, R. et al. 1996,
Spiclin, P. et al. 2001, 2002). Modifikasi terhadap gugus hidroksil oleh ester fosfat
menyebabkan askorbil fosfat lebih tahan terhadap oksigen di udara. Askorbil fosfat
akan diubah menjadi asam askorbat melalui katalisasi hidrolisis oleh enzim fosfatase
(Sari,2010). Namun, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, ternyata magnesium
askorbil fosfat tidak efektif dalam sediaan topikal. Magnesium askorbil fosfat terbukti
efektif untuk penggunaan oral, tetapi tidak efektif untuk meningkatkan konsentrasi
vitamin C dijaringan ketika diaplikasikan pada kulit. Studi mengenai absorbsi perkutan
menunjukan bahwa magnesium askorbil fosfat ternyata tidak mampu menembus
stratum korneum, walaupun dapat masuk kedalam kulit, tapi konversinya menjadi Lasam askorbat tidak efisien (Pinnell, et al., 2001).
Penelitian mengenai vitamin C terus berkembang, penelitian terbaru mengenai
stabilitas vitamin C dalam pembawa non-air yang ternyata dapat meningkatkan
stabilitas vitamin C dan peneliti membuktikan bahwa pembawa non-air merupakan
sistem pengantaran obat yang baik untuk Vitamin C (You, Fang, dan Zhang, 2012).
Pada penelitian ini diformulasikan vitamin C dan derivatnya dalam sediaan semisolid
yang mengandung air dan sediaan semisolid yang tidak mengandung air dengan
menggunakan basis silikon sehingga dapat dilihat bahwa tanpa adanya air ternyata
vitamin C dalam bentuk asam askorbat dapat stabil. Selain itu, ingin membuktikan
apakah magnesium askorbil fosfat masih berpotensi sebagai antioksidan. Stabilitas
kimia vitamin C dalam sediaan akan diuji dengan metode kromatografi lapis tipis
(KLT) karena metode ini relatif sederhana dan waktu analisis yang relatif cepat.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Vitamin C
Dalam sediaan krim, vitamin C aktif dalam bentuk L-asam askorbat. Namun Lasam askorbat sangat tidak stabil karena mudah teroksidasi, sehingga turunan ester
asam askorbat dalam formulasi digunakan untuk meningkatkan stabilitas vitamin C.
Derivat yang paling umum adalah Magnesium askorbil fosfat dan askorbil-6-palmitat,
derivat vitamin C ini akan terhidrolisis menjadi L-askorbat dengan adanya enzim
fosfatase pada kulit (Colven dan Pinnell, 1996).
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, ternyata magnesium askorbil fosfat
dan askorbil palmitat tidak efektif sebagai formulasi sediaan topikal, walaupun derivat
vitamin C ini efektif untuk penggunaan oral, mereka ternyata tidak efektif untuk
meningkatkan konsentrasi vitamin C dijaringan ketika diaplikasikan pada kulit. Studi
mengenai absorbsi perkutan dari magnesium askorbil fosfat ternyata tidak mampu
menembus stratum korneum, walaupun dapat masuk kedalam kulit, tapi konversinya
menjadi L-asam askorbat tidak efisien (Pinnell, et al., 2001).
Telah dilakukan penelitian mengenai stabilitas vitamin C dalam pembawa nonair yang ternyata dapat meningkatkan stabilitas vitamin C dan peneliti membuktikan
bahwa pembawa non-air merupakan sistem pengantaran obat yang baik untuk Vitamin
C. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan gliserin yang mengandung karagenan
sebagai pembawa non-air (You, Fang, dan Zhang, 2012).
Penelitian lain dengan menggunakan sistem silikon anhidrat yang digabungkan
dengan gliserin dapat meningkatkan stabilitas asam askorbat secara signifikan.
Formulasi vitamin C dalam gliserin-silikon dapat mempercepat laju absorbsi dikulit,
kurang berminyak dan terasa lebih kering. Stabilitas vitamin C dalam sistem gliserinsilikon anhidrat secara visual tidak mengalami fanomena browning jika dibandingkan
dengan formulasi gliserin+air-silikon dan air-silikon sistem. Formulasi vitamin C dalam
sistem silikon anhidrat mulai dikembangkan untuk pelepasan vitamin C di kulit guna
memperoleh efek yang maksimum (Eeman, M., Rose B., dan Isabelle VR. 2012).
2.1.1 Stabilitas Vitamin C
Vitamin C sangat tidak stabil dalam bentuk larutan. Larutan vitamin C mudah
teroksidasi oleh udara. Oksidasi dapat dipercepat dengan adanya cahaya, panas, basa
dan ion logam terutama Cu2+ dan Fe3+ .
Degradasi vitamin C dapat terjadi pada kondisi aerob dan anaerob. Pada
kondisi aerob, vitamin C akan teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dan reaksi ini
bersifat reversibel. Asam dehidroaskorbat ini dapat mengalami hidrolisis yang bersifat
irreversibel menjadi asam 2,3-diketogulonat dan kemudian teroksidasi menjadi asam
oksalat yang tidak aktif.
Pada kondisi anaerob, vitamin C akan mengalami dehidrasi dan hidrolisis
menghasilkan furfural dan karbondioksida . Stabilitas maksimum terjadi dekat pH 3 dan
pH 6. Stabilitas asam askorbat dalam sediaan padat cukup baik, asal kelembabannya
dikendalikan (Connors, Gordon, dan Valentino, 1992).
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
2.2
Silikon
Dalam Formulasi topikal, polimer silikon memberikan beberapa sifat yang unik
karena perbedaannya secara fisikokimia. Silikon memiliki kemampuan menyebar pada
kulit. Silikon memberikan efek halus, mulus dan tidak berminyak, sehingga
memberikan kenyamanan maksimal pada kulit (Sene, 2003).
Sebagai eksipien, silikon dapat digunakan pada tiga bentuk sediaan topikal:
krim, salep dan hidrogel. Pada emulsi air dalam minyak, silikon dapat mengurangi
kelicinan dan kilau, tetapi meningkatkan kemampuan menyebar dan membasahi dengan
cepat saat diaplikasikan. Dibandingkan dengan petrolatum, salep yang mengandung
25% volatil silikon lebih mudah untuk menyebar dan lebih bersih, tidak berminyak,
lebih licin (menunjukan pelumasan yang lebih baik) dan lebih halus (Sene, 2003).
Keuntungan lain dari basis silikon adalah tidak berminyak sehingga dapat
diterima oleh pengguna, dan dengan adanya siklosilikon memberikan sensasi
menyegarkan, tidak toksik bagi kulit, stabil dan viskositas produk akhir mudah
dimodifikasi. Silikon sangat kompatibel dengan bahan lain yang digunakan dalam
kosmetik (Baquerizo, V. Gallardo, A.Parera dan M.A. Ruiz, 1999).
3. Metode Penelitian
3.1 Alat
Lempeng KLT Silika Gel F254 (Merck, Jerman), bejana KLT (Camag), KLT
densitometer (Camag TLC Scanner 3), komputer yang dilengkapi dengan program
winCATS, spektrofotometer UV-Vis (Jasco V-530, Jepang) homogenizer (OmniMultimix Inc., Malaysia), viskometer brookfield (Brookfield, USA), sentrifugator
(Kubota 5100, Jepang), Oven (Memmert, Jerman).
3.2 Bahan
Asam askorbat (DSM Nutritional Product, USA), Magnesium Askorbil fosfat
(Spec-Chem Industry, China), Dimetikon (Momentive Performance Materials,
Thailand), Siklometikon (Momentive Performance Materials, Thailand), DPPH (SigmaAldrich, Amerika Serikat), Metanol p.a (Merck, Jerman), Petroleum eter (Merck,
Jerman), Asam asetat glasial (Mallinckrodt, Swedia), dan n-butanol (Merck, Jerman).
3.3
3.3.1
Cara Kerja
Penyiapan larutan standar asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat
untuk pembuatan kurva kalibrasi
Pada pembuatan kurva kalibrasi standar asam askorbat dan magnesium
askorbil fosfat digunakan masing-masing sebanyak 6 titik, yaitu 400 µg/mL, 800
µg/mL, 1200 µg/mL, 1600 µg/mL, 1800 µg/mL, dan 2000 µg/mL.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
3.3.2 Formulasi sediaan
Tabel 1. Formulasi Sediaan Semisolid
Bahan
Asam askorbat
Magnesium askorbil fosfat
Cera Alba
Setil alkohol
Span 80
Tween 80
Metilparaben
Propilparaben
Propilen glikol
Dimetikon
Siklometikon
Sodium Metabisulfit
Aqua DM
Vaselin Kuning
Formula 1
5
15
3
2,336
7,664
0,1
0,05
10
1
0,05
55,8
-
Konsentrasi (%)
Formula 2
Formula 3
5
5
15
3
5
2,336
7,664
0,1
0,05
10
1
12,5
12,5
0,05
0,05
55,8
64,95
Formula 4
5
5
12,5
12,5
0,05
64,95
3.3.3 Pembuatan Sediaan
3.3.3.1 Pembuatan sediaan semisolid basis air
Bahan-bahan yang larut dalam fase minyak yang meliputi Cera alba, setil
alkohol, dan span 80 dipanaskan pada suhu 70°C hingga melebur. Metilparaben dan
propilparaben dilarutkan dengan propilen glikol. Asam askorbat dan magnesium
askorbil fosfat masing-masing dilarutkan dalam aqua DM bersamaan dengan tween 80
dan sodium metabisulfit. Selanjutnya campurkan fase minyak dengan fase air lalu
diaduk dengan homogenizer dengan kecepatan 2500 rpm pada suhu Massa yang
terbentuk dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Sediaan yang dihasilkan disimpan
dalam oven suhu 40oC.
3.3.3.2 Pembuatan sediaan semisolid basis silikon
Dimetikon, setil alkohol, dan vaselin kuning dipanaskan di cawan porselen di
atas penangas air hingga melebur sempurna. Setelah tercampur, ditambahkan
siklometikon, lalu basis diaduk dengan menggunakan alat homogenizer dengan
kecepatan 1500 rpm hingga terbentuk massa yang homogen. Lalu ditambahkan asam
askorbat atau magnesium askorbil fosfat dan sodium metabisulfit yang telah digerus
halus terlebih dahulu, kemudian dihomogenkan. Massa yang terbentuk dibiarkan
mendingin sampai suhu kamar. Sediaan yang dihasilkan disimpan dalam oven suhu
40oC.
3.4 Evaluasi Sediaan
Evaluasi dari masing-masing sediaan:
3.4.1 Pengamatan organoleptis
Sediaan diamati bau, warna, serta tekstur secara subyektif.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
3.4.2
Pengukuran pH
Uji pH dilakukan menggunakan pH meter. Untuk sediaan krim, dibuat larutan
dengan cara 1 g krim didispersikan kedalam 9 mL air (krim-air 1:9) (K.
Purushothamrao, Khaliq K., Sagare P., Patil S.K., Kharat S.S., dan Alpana K., 2010),
sedangkan untuk sediaan semisolid basis silikon diekstraksi terlebih dahulu dengan
aquadest-petroleum eter, bagian aquadest diambil untuk diukur dengan pH meter.
3.4.3 Pemeriksaan konsistensi
Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam wadah khusus dan
diletakkan pada meja penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh
bayang permukaan sediaan yang dapat diperjelas dengan menghidupkan lampu. Batang
pendorong dilepas dengan mendorong tombol start. Angka penetrasi dibaca lima detik
setelah kerucut menembus sediaan. Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer
akan diperoleh yield value.
3.4.4 Penentuan viskositas dan sifat alir
Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan viskometer
Brookfield menggunakan spindel nomor 6, kecepatan diatur mulai dari 1; 2; 5; 10; dan
20 rpm, lalu dibalik dari 20; 10; 5; 2; dan 1 rpm.
3.4.5 Pengukuran diameter globul rata-rata
Sediaan diletakkan diatas kaca objek dan ditutup dengan gelas penutup,
kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali yang
dilengkapi lensa okuler mikrometer yang telah dikalibrasi.
3.5
Uji Stabilitas Kimia
Dilakukan penetapan kadar vitamin C dengan menggunakan TLC scanner
Camag III.
3.5.1 Penyiapan larutan sampel
3.5.1.1 Sediaan semisolid basis air
Sediaan ditimbang secara kuantitatif ± 1 g dimasukkan kedalam tabung
sentrifugasi ditambahkan dengan pelarut 8 mL (metanol untuk asam askorbat, dan
metanol-air (1:3) untuk magnesium askorbil fosfat), kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit, setelah itu larutan akan memisah. Bagian larutan
diambil dan ditampung dalam labu tentukur 25,0 mL. Larutan yang diambil dicukupkan
volumenya hingga batas labu.
3.5.1.2 Sediaan semisolid basis silikon
Sediaan ditimbang ± 1 g, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah,
selanjutnya ditambahkan petroleum eter 20,0 ml dan metanol 20,0 ml untuk asam
askorbat, metanol-air(1:3) 20,0 mL untuk magnesium askorbil fosfat, dikocok hingga
terbentuk dua lapisan pelarut. Bagian metanol/metanol-air dipipet lalu dimasukkan
kedalam labu tentukur 100,0 ml. Filtrat yang dihasilkan dicukupkan hingga batas labu
dengan metanol/ metanol-air.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
3.5.2
Perhitungan kadar
Konsentrasi dihitung berdasarkan persamaan kurva kalibrasi standar Asam
askorbat dan Magnesium askorbil fosfat yang telah diperoleh sesuai dengan persamaan
berikut.
y = a + bx
keterangan:
x : Konsentrasi (µg)
y : Area atau tinggi puncak
setelah dilakukan analisis dengan KLT densitometri diperoleh Area (y) dan didapat nilai
(x) sebagai nilai konsentrasi terukur. Dihitung kadar dengan menggunakan rumus
kadar (%) =
!"#$%#&'($) !"#$%$#
!"#$%#&'($) !"#"$%&$'%
x 100%
3.6 Pengukuran Aktivitas Antioksidan
Metode peredaman DPPH digunakan pada penelitian ini untuk menentukan
aktivitas antioksidan dari asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat
3.6.1 Pembuatan Larutan Pereaksi DPPH
Dibuat larutan DPPH konsentrasi 100 ppm menggunakan pelarut metanol p.a..
3.6.2 Penentuan Panjang Gelombang DPPH
Pipet 1,0 ml larutan DPPH 100 ppm masukkan kedalam vial, kemudian
ditambahkan 3 ml metanol p.a dikocok 20 detik kemudian diinkubasi selama 30 menit
pada suhu 37oC. Selanjutnya diukur panjang gelombang maksimumnya pada range 400600 nm dengan spektrofotometer UV-Vis.
3.6.3 Penyiapan Larutan Vitamin C
3.6.3.1 Asam askorbat
Dibuat larutan asam askorbat konsentrasi 1,2,3,4,5, dan 6 ppm.
3.6.3.1 Magnesium askorbil fosfat
Dibuat larutan magnesium askorbil fosfat konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60 dan 70
ppm.
3.6.4 Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Larutan Uji dibuat dengan cara dipipet 2,0 ml dari masing-masing konsentrasi
ditambahkan 1,0 ml DPPH 100 ppm ditambah 1,0 ml metanol p.a. campuran dikocok
selama 20 detik kemudian larutan uji diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit.
Kemudian diukur serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Dari data absorbansi
yang didapat kemudian dihitung persentase inhibisi vitamin C terhadap radikal bebas
DPPH yang merupakan nilai serapan larutan DPPH terhadap sampel.
Persentase inhibisi =
!"#$%$& !"#$%"&!!"#$%$& !"#$%&
!"#$%$& !"#$%"&
x 100%
3.6.5 Perhitungan IC50
Harga IC50 dihitung dari kurva regresi linear antara % inhibisi serapan dengan
berbagai konsentrasi larutan uji. Setelah nilai % inhibisi didapatkan, selanjutnya
ditentukan persamaan regresi y = a + bx, dimana x adalah konsentrasi (ppm) dan y
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
adalah % inhibisi. Nilai IC50 merupakan konsentrasi yang diperoleh dari perhitungan
pada saat nilai % inhibisi sebesar 50. Nilai IC50 didapatkan dari nilai x setelah
mengganti y = 50.
4.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1
Kurva Kalibrasi (linieritas)
4.1.1 Asam askorbat
Kurva kalibrasi asam askorbat terdiri dari 6 titik dengan rentang 2,348-11,74
µg menghasilkan nilai linieritas 0,99615887. Persamaan garis yang didapat adalah y =
2958,6133 + 2244,8176x
4.1.2 Magnesium askorbil fosfat
Kurva kalibrasi Magnesium askorbil fosfat terdiri dari 6 titik dengan rentang
2,034-10,17 µg menghasilkan nilai linieritas 0,99799. Persamaan garis yang didapat
adalah y = 4814,43614 + 1471,920509x
4.2
Evaluasi Sediaan
4.2.1 Pengamatan Organoleptis
Dilakukan pengamatan organoleptis terhadap keempat formula pada suhu
tinggi (40o±2oC) setiap 2 minggu selama 8 minggu.
Secara fisik, sediaan krim memiliki warna putih dan tidak tampak pemisahan,
sedangkan sediaan basis silikon memiliki warna kuning yang berasal dari vaselin.
Kedua bentuk sediaan homogen, hanya saja untuk sediaan basis silikon sedikit terasa
kasar karena vitamin C ditambahkan secara langsung setelah digerus halus.
Pada penyimpanan suhu 40±2oC, terjadi perubahan pada sediaan semisolid
basis air asam askorbat. Pada minggu pertama, sediaan sediaan krim asam askorbat
mulai berubah sedikit kuning dan perubahan warna ini semakin terlihat jelas setiap
minggunya hingga berwarna kuning tua saat minggu ke-8.
Sediaan semisolid basis air magnesium askorbil fosfat, basis silikon asam
askorbat dan magnesium askorbil fosfat tidak menunjukan perubahan warna dan bentuk
hingga minggu ke-8 yang menunjukan bahwa sediaan ini stabil secara organoleptis.
4.3.2. Pengukuran pH
Pengukuran pH hanya dilakukan pada sediaan basis air. Hasil pemeriksaan pH
sediaan basis berair asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat pada minggu ke-0
secara berturut-turut adalah 5,87 dan 6,09. Perubahan pH setiap 2 minggu dengan waktu
penyimpanan pada suhu hangat (40±2oC) dapat dilihat pada gambar berikut.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
8
pH
6
4
basis berair asam askorbat
2
basis berair magnesium
askorbil fosfat
0
0
2
4
6
8
waktu (minggu)
Gambar 1. Grafik perubahan pH sediaan selama 8 minggu
Dari grafik diatas, terlihat adanya penurunan pH dari sediaan semisolid basis
air asam askorbat. Hal ini diduga akibat terjadinya proses pelepasan ion hidrogen (H+)
yang dimiliki oleh vitamin C akibat adanya proses oksidasi pada kondisi hangat,
sehingga pH sediaan menjadi semakin asam. Sedangkan sediaan semisolid basis air
magnesium askorbil fosfat terjadi peningkatan pH karena adanya proses pelepasan Mg
pada struktur magnesium askorbil fosfat yang akan berikatan dengan air membentuk
MgOH yang menyebabkan pH sediaan menjadi semakin basa.
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
basis berair asam
askorbat
basis berair
magnesium askorbil
fosfat
0
8
Waktu (minggu)
basis silikon asam
askorbat
yield value (dyne/cm2)
Konsistensi (1/10mm)
4.3.3 Pemeriksaan Konsistensi
Hasil pemeriksaan konsistensi menunjukkan bahwa sediaan semisolid basis air
mengalami kenaikan angka kedalaman penetrasi kerucut, sedangkan sediaan semisolid
basis silikon mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan tekstur pada
sediaan. Sediaan semisolid basis air teksturnya semakin lunak ditandai dengan
meningkatnya angka penetrasi kerucut, sedangkan sediaan semisolid basis silikon
teksturnya menjadi semakin kental ditandai dengan menurunnya angka penetrasi
kerucut, dimana semakin mendekati 0 maka menunjukan tekstur sediaan yang semakin
padat. Dri hasil pemeriksaan konsistensi, kemudian dihitung yield value dan didapatkan
kesimpulan bahwa sediaan memiliki sifat yang tidak mudah menyebar karena memiliki
yield value tidak pada kisaran 100-1000 dyne/cm2. .
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
basis berair asam
askorbat
basis berair
magnesium askorbil
fosfat
basis silikon asam
askorbat
0
8
Waktu (minggu)
basis silikon
magnesium askorbil
fosfat
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Hasil pengukuran konsistensi, (b) Grafik perhitungan yield value
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
4.3.4. Pengukuran Viskositas
Sediaan masing-masing formula memiliki tipe aliran non newton. Hasil
evaluasi viskositas keempat formula pada penyimpanan suhu kamar menunjukan
sediaan semisolid basis air viskositasnya menurun, sedangkan sediaan semisolid basis
silikon menjadi semakin kental seiring dengan lamanya waktu penyimpanan.
Perubahan viskositas ini dikarenakan adanya tekanan geser dari pengaduk yang
digunakan saat pembuatan sediaan. Tekanan geser akan mengubah struktur polimer
basis sediaan menjadi agak renggang, sehingga menjadi encer saat baru dibuat. Setelah
dilakukan penyimpanan, untuk sediaan semisolid basis air struktur dari polimer tidak
kembali ke keadaan semula karena adanya hidrolisis ikatan polimer-polimer oleh asam
yang menyebabkan viskositasnya menjadi turun, sedangkan untuk sediaan semisolid
basis silikon, struktur dari polimer akan kembali seperti semula karena tidak ada
pengaruh hidrolisis, sehingga sediaan menjadi lebih kental (Martin, Swabrick, and
Cammarata, 1993).
350000
viskositas (cps)
300000
basis berair asam askorbat
250000
200000
basis berair magnesium
askorbil fosfat
150000
100000
basis silikon asam
askorbat
50000
0
0
8
basis silikon magnesium
askorbil fosfat
Waktu (minggu)
Gambar 3. Grafik perubahan viskositas selama 8 minggu
4.3.5. Pengukuran Globul Rata-rata
Hasil pengukuran diameter globul rata-rata sediaan semisolid basis air pada
penyimpanan selama 8 minggu pada penyimpanan suhu tinggi (40o±2oC) berkisar antara
0,49-0,67 µm.
4.4.
Uji Stabilitas Kimia
Uji stabilitas dipercepat dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan
yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Sampel disimpan pada suhu tinggi (40±2oC)
selama 8 minggu dan pengukuran kadar dilakukan pada minggu ke-0, 1, 2, 4, 6, dan 8.
Sebelum dilakukan perhitungan kadar sediaan, dilakukan uji perolehan kembali
(UPK) sebagai faktor koreksi untuk mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi
terutama pada proses ekstraksi. Hasil uji perolehan kembali (UPK) untuk sediaan
semisolid basis air asam askorbat, basis air magnesium askorbil fosfat, basis silikon
asam askorbat dan basis silikon magnesium askorbil fosfat berturut adalah 100,02%,
99,36%, 100,001% dan 99,11%.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
Selanjutnya dilakukan penetapan kadar pada t0 yaitu pada suhu kamar
(27o±2oC), dan selanjutnya pada sediaan yang disimpan pada suhu 40o±2oC minggu ke1, 2, 4, 6, dan minggu ke-8..
Konsentrasi (%)
6
5
basis silikon
magnesium askorbil
fosfat
4
3
basis silikon asam
askorbat
2
1
0
0
2
4
6
8
10
basis berair magnesium
askorbil fosfat
Waktu (minggu)
Gambar 4. Grafik hubungan kadar vitamin C keempat sediaan selama 8 minggu
Pada suhu tinggi, sediaan semisolid basis air asam askorbat akan cepat terurai
sehingga kadarnya terus menurun setiap minggunya. Hal ini dikarenakan suhu tinggi
dan dengan adanya air yang dapat menyebabkan sediaan cepat teroksidasi. Sediaan
semisolid basis air magnesium askorbil fosfat juga mengalami penurunan kadar,
walaupun tidak sebesar asam askorbat. Derivat vitamin C ini, secara teoritis memang
lebih stabil dibandingkan dengan asam askorbat. Sedangkan hasil pengukuran kadar
sediaan semisolid basis silikon, tanpa adanya air menunjukan penurunan kadar asam
askorbat yang cukup kecil, bahkan penurunan kadar sangat kecil sekali pada magnesium
askorbil fosfat.
Dari data yang didapatkan, ditentukan orde reaksi penguraian dari keempat
sediaan dengan memplot log konsentrasi terhadap waktu yang menunjukan laju
penguraian vitamin C dalam sediaan. Penurunan kadar sediaan semisolid basis silikon
dimana tanpa ada air lebih stabil dibandingkan dengan sediaan semisolid basis air,
karena adanya air dan suhu yang tinggi dapat mempercepat proses oksidasi vitamin C.
Walaupun tetap terjadi penurunan kadar asam askorbat dalam basis silikon, tapi
penurunan kadar ini berbeda jauh jika dibandingkan sediaan yang mengandung air.
0.8
y = -0.0047x + 0.6999
R² = 0.96126
0.6
y = -0.0168x + 0.7005
R² = 0.98184
y = -0.0417x + 0.7252
R² = 0.99259
Log C
0.4
0.2
0
0
2
4
y = -0.1117x + 0.7149
R² = 0.99616
6
8
10
basis silikon magnesium
askorbil fosfat
basis silikon asam askorbat
basis berair magnesium
askorbil fosfat
basis berair asam askorbat
-0.2
-0.4
Waktu (minggu)
Linear (basis silikon
magnesium askorbil fosfat)
Gambar 5. Grafik Laju peruraian vitamin C dalam sediaan selama 8 minggu
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
Dari grafik diatas didapatkan nilai regresi yang menunjukan garis lurus,
sehingga disimpulkan bahwa reaksi adalah orde pertama (Martin, Swabrick, dan
Cammarata, 1993). Dari persamaan garis, dapat ditentukan nilai k dan waktu paruh
untuk masing-masing sediaan.
Harga k yang diperoleh dari persamaan garis akan digunakan untuk
menghitung A, konstanta yang dikenal sebagai faktor Arrhenius atau faktor frekuensi
dan energi aktivasi (Ea). Grafik hubungan antara log k dan 1/T dari masing-masing
sediaan akan diperoleh persamaan garis yang digunakan untuk memperoleh nilai Ea dan
A. Grafik hubungan antara log k dan 1/T dapat dilihat pada Gambar berikut.
0
0
0.001
0.002
0.003
0.004
-0.5
Log k
y = -185.42x
-1
y = -320.8x
-1.5
basis berair asam
askorbat
basis berair magnesium
askorbil fosfat
y = -448.71x - 8E-17
-2
y = -637.16x
-2.5
basis silikon asam
askorbat
1/T
Gambar 6. Grafik hubungan antara log k dan 1/T
Hubungan antara energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding terbalik.
Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksi semakin lambat karena energi minimum
untuk terjadi reaksi semakin besar.
Tabel 2. Hasil perhitungan energi aktivasi
Sediaan
Basis berair asam
askorbat
Basis berair
magnesium askorbil
fosfat
Basis silikon asam
askorbat
Basis silikon
magnesium askorbil
fosfat
Suhu
(K)
k
1/T
log k
Ea
(kal/mol)
A
313
0,255633
0,003194888
-0,592383083
848,40
0,9998
313
0,094423
0,003194888
-1,024922205
1468,00
0,999995
313
0,036848
0,003194888
-1,433586079
2053,28
0,999908
313
0,009212
0,003194888
-2,035646071
2915,41
0,999579
Dari perhitungan berdasarkan persamaan diperoleh energi aktivasi terbesar
yaitu pada basis silikon magnesium askorbil fosfat yang menunjukan bahwa sediaan ini
memiliki laju reaksi yang paling lambat, sedangkan dalam sediaan semisolid basis air
asam askorbat memiliki energi aktivasi paling kecil yang menunjukan bahwa laju
reaksinya semakin cepat.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
4.5
Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman DPPH (2,2difenil-1-pikril hidrazil
4.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Panjang gelombang yang diperoleh untuk pengukuran aktivitas antioksidan
dengan metode peredaman DPPH 100 ppm adalah 515,5 nm.
4.5.2 Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Nilai IC50 rata-rata asam askorbat yang diperoleh adalah sebesar 2,6641 ppm
dan nilai IC50 rata-rata magnesium askorbil fosfat sebesar 105,15 ppm.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
a. Berdasarkan hasil uji stabilitas dipercepat dan penetapan kadar dengan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Densitometri, sediaan semisolid basis air
magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan sediaan semisolid basis air
asam askorbat, dan sediaan semisolid basis silikon asam askorbat lebih stabil
daripada sediaan semisolid basis air asam askorbat dan basis air magnesium
askorbil fosfat, namun sediaan semisolid basis silikon magnesium askorbil fosfat
paling stabil dari keempat sediaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa vitamin C
dalam sediaan semisolid basis silikon menunjukan stabilitas yang lebih baik
dibandingkan dengan sediaan vitamin C dalam basis air. Penyimpanan pada suhu
tinggi (40o±2oC) menunjukan sediaan dalam basis silikon stabil secara kimia.
b. Hasil uji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman DPPH menunjukan
bahwa kekuatan antioksidan dari magnesium askorbil fosfat dengan IC50 105,15
ppm, jauh lebih rendah dibandingkan dengan asam askorbat (IC50 2,66 ppm).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa potensi antioksidan dari magnesium askorbil
fosfat sangat kecil.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan uji penetrasi dengan menggunakan sel difusi Franz agar dapat
dibandingkan kemampuan penetrasi asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat
terhadap kulit.
b. Dilakukan formulasi sediaan dalam basis tanpa air dengan menggunakan basis yang
lain.
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
DAFTAR ACUAN
Austria, R., A. Semenzato, A. Bettero. (1996). Stability of vitamin C derivatives in
solution and topical Formulations Centro di Cosmetologia Chimica
dell'Universith di Padova, Dipartimento di Scienze Farmaceutiche, Via Marzoh
Padova, Italy. International Journal of Pharmaceutics 271–279
Azulay, M.M., dan Edileia B. (2009). Cosmeceuticals Vitamins. Department of Medical
Clinics dan Dermatology University of Rio de Janeiro dan University of Sao
Paulo, Brazil. Clinics in Dermatology 27, 469-474
Baquerizo, I., V. Gallardo, A. Parera dan M.A. Ruiz. (1999). Development,
Formulation, and Effectiveness Testing of a Silicone-Based Barrier-Type Hand
Cream. Departamento de Farmacia y Tecnologı´a Farmace´ utica, Facultad de
Farmacia, Universidad de Granada, Spain
Colven, Roy M. dan Pinnell, S.R. (1996). Topical Vitamin C in Aging. The Division of
Dermatology, Duke University Medical Center, Durham, North Carolina.
Clinics in Dermatology 14:227-234
Connors, KA, Gordon LA dan Valentino JS. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi
jilid satu diterjemahkan dari Chemical Stability of Pharmaceuticals oleh Didik
G. IKIP Semarang Press : 180-182.
Djajadisastra,J., Sutriyo, dan Yang Disa Karina, (2010). Formulasi Lipstik
Menggunakan Liposom Magnesium Askorbil Fosfat Yang Dibuat Dengan
Metode Reverse Phase Evaporation, Medicinus Scientific Journal of
Pharmaceutical Development and Medical Application, vol 23 No. 2 Edition
June – August, ISSN 1979-9X, 39 – 44
Eeman, M., Rose B., dan Isabelle VR. (2012). Stabilization and Release of Vitamin C
from Anhidrous Silicone Systems. Dow Corning Europe and China Holding
Co, China. Society and Cosmetics
Jiang, Q, Reitz, R, dan Chan, Sum. (2010). Methods for Detecting Vitamin C by Mass
Spectrofotometry. Diakses dalam: www.freepatensonline.com/ US0084545AI
pada tanggal 18 desember 2012
K. Purushothamrao, Khaliq K., Sagare P., Patil S.K., Kharat S.S., dan Alpana K. (2010).
Formulation and Evaluation of Vanishing Cream for Scalp Psoriasis. Int J
Pharma Sci Tech, vol 4, Issue-1. ISSN: 0975-0525
Martin, A., Swarbick, J., and Cammarata, A. (1983). Farmasi Fisik Jilid II edisi ketiga
terj. Dari Physical Pharmacy oleh Joshita. Jakarta: UI Press.
Pinnell, Sheldon R. et.al. (2001). Topical L-Ascorbic Acid: Percutaneous Absorption
Studies. Duke University Medical Center Durham, PhytoCeuticals Elmwood
Park New Jersey, College of Veterinary Medicine, North Carolina State
University Raleigh, North Carolina. The American Society For Dermatologic
Surgery, Published by Blackwell Science, 27:137-142
Sene, Christophe. (2003). Silicone Excipients for Aesthetically Superior and Substantive
Topical Pharmaceutical Formulation. Diakses dalam: www.dowcorning.com
pada tanggal 25 Januari 2013
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
Spiclin, P., M. Gasperlin, V. Kmetec. (2001). Stability of ascorbyl palmitate in topical
microemulsions. Faculty of Pharmacy, University of Ljubljana, Askercea 7,
1000 Ljubljana, Slovenia
Spiclin, P, Miha Homar, Andreja Zupan, Mirjana Gašperlin. (2002). Sodium ascorbyl
phosphate in topical microemulsions. Faculty of Pharmacy, University of
Ljubljana, Askerceva 7, 1000 Ljubljana, Slovenia
Tranggono, R.I., dan Fatma L. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Editor: Joshita Djajadisastra, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
You C., Fang B., dan Zhang W. (2012). Research on the Stability of Vitamin C in nonaqueous Carrier. Lab of Chemical Engineering Rheology, Chemical
Engineering Research Center, East China University of Science and
Technology, Shanghai, China
Formulasi Dan..., Tia Erviza Ulfa, F Farmasi UI, 2013
Download