kuantifikasi reduksi emisi karbon melalui green building sebagai

advertisement
JRL Vol.7 No.2 Hal. 137 - 144
Jakarta,
Juli 2011
ISSN : 2085.3866
No.376/AU1/P2MBI/07/2011
KUANTIFIKASI REDUKSI EMISI KARBON MELALUI GREEN
BUILDING SEBAGAI UPAYA MITIGASI TERHADAP
PERUBAHAN IKLIM DAN PEMANASAN GLOBAL
Suryo Anggoro dan Joko Prayitno Susanto
Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT
Jl MH Thamrin no 8 Jakarta 10340, email: [email protected]
Abstrak
Ada dua pendekatan yang dapat diambil untuk memutuskan kebijakan terkait dengan
dampak perubahan iklim yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi berupaya untuk mengurangi
sumber atau meningkatkan penyerapan gas-gas rumah kaca terutama karbon dioksida
(CO 2), sementara adaptasi berupaya menyesuaikan respon manusia terhadap
perubahan iklim dan dampaknya. Perbedaan mendasar antara mitigasi dengan adaptasi
adalah reduksi CO2 yang dikuantifikasi dengan ekivalensi unit. Reduksi emisi melalui
kegiatan mitigasi dapat terukur dengan jelas dan mudah. Green Building adalah salah
satu kegiatan mitigasi dan tulisan ini berusaha menganalisis kebijakan yang dilakukan
melalui green building untuk mengetahui besaran reduksi CO2 yang ditunjukkan dalam
ekivalensi unit
kata kunci : bangunan hijau, mitigasi, perubahan iklim
CARBON EMISSION REDUCTION QUANTIFICATION
THROUGH GREEN BUILDING AS A MITIGATION EFFORTS
ON CLIMATE CHANGE AND GLOBAL WARMING
Abstract
Mitigation and adaptation are two approaches for taking policy action to address climate
change impacts. Mitigation activities seek to reduce the sources or enhance the sinks
of greenhouse gases, most notably carbon dioxide (CO2), and adaptation is to adjust
human systems in response to actual or expected climatic stimuli or their effects. One
signifance difference between mitigation and adaptation approach is emission reduction
expressed in CO2-equivalent units. Emission reductions through mitigation activities can
be easily measured. Green building is one of mitigation activities and this paper is to
analyze policy impacts through green building approach in CO2 reduction equivalent
units.
keywords : green building, mitigation, climate change
Kuantifikasi Reduksi Emisi...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 137 - 144
137
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dampak perubahan iklim dan
pemanasan global dalam kurun 10 tahun
terakhir telah menjadi isu yang mengemuka
dan penting di seluruh negara di dunia. Melalui penelaahan secara ilmu pengetahuan
dan kajian ilmiah yang semakin mendalam,
saat ini upaya merespon perubahan iklim
telah mengerucut pada alternatif solusi untuk
menekan dampak yang ditimbulkannya.
Alternatif solusi ini secara umum terbagi
dalam dua pendekatan untuk pengambilan
aksi kebijakan, yaitu: mitigasi dan adaptasi
(Brody, S., et.al., 2010).
Mitigasi yang dilakukan bertujuan
untuk mereduksi sumber atau meningkatkan
penjerapan gas-gas rumah kaca, terutama
CO2 (IPCC), 2001). Para pengambil keputusan
memiliki 2 (dua) cara untuk mempengaruhi
besaran gas rumah kaca yang di emisikan
ke atmosfer atau menyimpannya didalam
elemen penjerap yaitu: pertama, melalui
peraturan untuk sumber-sumber polusi
seperti pembangkit energi dan industri
manufaktur umumnya. Kedua, ditujukan
pada sektor permukiman dan pola perilaku
individual. Pada cara ke-2 ini sebagai
contoh dapat dilakukan dengan implementasi
kebijakan perencanaan untuk mengurangi
jarak tempuh kendaraan melalui optimalisasi
kepadatan daerah terbangun (Ewing, R.,
Bartholomew, K., Winkelman, S., Walters,
J., and Chen, D., 2008) atau menciptakan
pembangunan berorientasi transit dan
strategi untuk mencegah perluasan wilayah
kumuh pinggiran kota (Brody, S., Grover,
et.al., 2008).
Adaptasi sebagai strategi kedua
menghadapi perubahan iklim dan pemanasan
global adalah upaya penyesuaian
manusia untuk menyikapi kejadian atau
prediksi gejala iklim atau dampak yang
ditimbulkannya (IPCC), 2001). Adaptasi
ini terkait erat dengan konsep kerentanan
(resiko terhadap perubahan) dan konsep
ketahanan (kemampuan penyesuaian untuk
138
menyikapi perubahan) (Adger, W.N., 2001).
Hingga saat ini upaya adaptasi yang telah
dijalankan di hampir semua negara dalam
rangka menghadapi perubahan iklim banyak
difokuskan pada tingkatan lokal. Hal ini
karena masyarakat paling rentan menerima
dampak resiko iklim (Brody, S., et.al., 2008)
dan kebijakan untuk mengatasi ini ada pada
wewenang organisasi perencanaan lokal
dan regional (EIA., 2005)
Perbedaan antara kegiatan mitigasi
dan adaptasi dapat dilihat berdasarkan
empat aspek, yaitu: pertama dari skala
kegiatan. Kegiatan mitigasi pada umumnya
dilakukan dalam wilayah regional atau
inter regional dimana emiter gas rumah
kaca dalam jumlah besar dilibatkan
untuk dapat memberikan dampak yang
signifikan. Sedangkan kegiatan adaptasi
banyak melibatkan aktivitas lokal untuk
implementasi peraturan dan perencanaan
(Smit, B., Burton, I., Klein, R.J.T and Wandel,
J., 2000, Adger, W.N., 2001). Aspek kedua
yang membedakan antara kegiatan mitigasi
dan adaptasi adalah pelaku yang terlibat di
dalamnya(Eankhduser., et.at., 2005 Pelaku
yang terlibat dalam kegiatan mitigasi adalah
yang banyak terkait dengan sektor energi
dan transportasi, sementara kegiatan
adaptasi melibatkan lebih beragam pelaku
seperti sektor lingkungan, sumberdaya
alam, agrikultur, pengembang, air bersih
dan pengelola lokal (Smit, B., et.al.,
2003). Aspek ke-tiga adalah tolok ukur
dampak kegiatan. Kegiatan mitigasi untuk
mereduksi emisi dapat terukur melalui
besaran unit CO2 yang di ekivalensi dengan
analisis manfaat biaya (Fankhouser, S. dan
Tol, R.S., 2005). Sebaliknya untuk kegiatan
adaptasi, dampak kegiatan sulit untuk
terukur karena biasanya tolok ukurnya
bervariasi tergantung dari pencapaian
yang terkait dengan sosio ekonomi dan
politik dan sektor yang terpengaruhi. Hal ini
menyebabkan analisis manfaat biaya sulit
dilakukan untuk kegiatan adaptasi. Aspek
keempat adalah waktu yang dibutuhkan
untuk menunjukkan hasil. Kegiatan mitigasi
Anggoro, S. dan Susanto, J.P., 2011
secara tipikal membutuhkan waktu cukup
panjang hingga puluhan tahun untuk
memperlihatkan dampak, sementara
kegiatan adaptasi hanya membutuhkan
beberapa tahun (Peltonen, L., et.al.,
2005)
Green building adalah salah satu
upaya mitigasi untuk menghadapi perubahan
iklim (Brown, M.A. dan Southworth, F., 2008).
Dalam laporan tahun 2007 IPCC menyebutkan
bahwa sektor bangunan merupakan sektor
yang paling potensial untuk upaya mereduksi
CO 2 dengan biaya implementasi yang
rendah (United Nations Foundations, 2007).
Reduksi CO2 di sektor bangunan ini dilakukan
terutama melalui efisiensi pemakaian energi
untuk operasional bangunan. Berdasarkan
data yang dikeluarkan oleh kementerian
ESDM penggunaan energi oleh sektor
bangunan secara nasional di Indonesia,
hanya dari konsumsi energi listrik mencapai
30% dari total konsumsi listrik nasional (Peni
Susanti, 2009). Hingga saat ini praktik green
building masih dalam tahap awal diterapkan
di Indonesia. Sebagai sebuah upaya mitigasi
maka salah satu aspek yang membedakannya
dengan upaya adaptasi adalah dampak
kegiatan dapat terukur melalui besaran unit
CO2 yang dapat diekivalensi.
1.2 Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk melakukan
analisa pengukuran ekivalensi CO2 yang
dapat tereduksi melalui aplikasi green
building dengan melakukan efisiensi energi,
sesuai dengan skenario Peraturan Presiden
no.5/2006 dan Instruksi Presiden no.2/2008
dan Instruksi Presiden no.13/2011 untuk
penghematan energi sebesar 20% pada
bangunan.
nasional diserap oleh DKI Jakarta dengan
penggunaan terutama untuk sektor komersial
(Peni Susanti, 2009). Lingkup bahasan adalah
konsumsi penggunaan energi listrik oleh
bangunan multi lantai di DKI Jakarta. Waktu
penelitian dilaksanakan selama 4 bulan.
2.2 Sampling dan Analisis Sampel
Sampling objek penelitian dilakukan
acak terarah pada populasi gedung high rise
(lebih dari 6 lantai), dimana sampel mewakili
tipe peruntukkan kantor, perbelanjaan,
mixed use, rumah sakit, hotel (bintang
3-5), mall dan apartemen. Analisis sampel
dilakukan melalui perhitungan kuantifikasi
nilai efisiensi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Berdasarkan laporan hasil studi
tentang negara ASEAN tahun 1992, ratarata konsumsi energi pada sektor bangunan
di Indonesia 28% lebih tinggi daripada nilai
rata-rata negara ASEAN lainnya (ASEANUSAID, 1992). Jumlah total listrik yang
dihasilkan PLN yang dikonsumsi pada tahun
2010 adalah sebesar 169.786 GWh, dimana
sektor industri menyerap sebesar 40,35%,
rumah tangga 40,83%, sektor komersil
14,62%, sektor sosial 2,24%, penerangan
jalan publik 1,67% dan bangunan kantor
pemerintah 1,58%.
II. METODOLOGI
2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Lingkup wilayah penelitian untuk tulisan
ini adalah gedung multi lantai atau gedung
high rise (lebih dari 6 lantai) di DKI Jakarta.
Berdasarkan data 20% pengguna listrik
Gambar 1.Grafik distribusi penggunaan
energi per sektor
Kuantifikasi Reduksi Emisi...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 137 - 144
139
Secara keseluruhan sektor bangunan
(mencakup komersial, sosial dan bangunan
kantor pemerintah) menyerap energi listrik
sebesar 18,53% dari jumlah total energi
listrik yang dihasilkan oleh PLN.
Penggunaan energi listrik pada sektor
bangunan di Indonesia sebagian besar
untuk peralatan pendinginan A/C dengan
penyerapan ± 50% dari total konsumsi
energi bangunan. Beberapa hasil laporan
audit energi dari beberapa instansi juga
menunjukkan hasil yang berkisar antara
50-65%.
Berdasarkan hasil survei dan
komparasi data yang dilakukan pada
sampel gedung high rise di DKI Jakarta,
dapat terlihat distribusi penggunaan energi
di gedung-gedung sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi penggunaan energi di 60
gedung high rise Jakarta
TIPE
BANGUNAN
1
Distribusi Energi (%)
A/C
LIFT/ Pene
ESC. rangan
lain
nya
Perkantoran
a.Pemerintah 46,80
1,80
21,10 30,30
b. Swasta
45,74
3,20
21,00 30,05
2
Pus.
51,55
perbelanjaan
4,78
18,57 25,10
3
Mixed use
47,56
3,82
14,82 33,80
4
Rumah Sakit
a.Pemerintah 60,25
4,43
10,82 24,50
b.Swasta
62,04
4,27
11,77 21,92
a.bintang 5
60,18
6,44
14,54 18,84
b.bintang 4
60,15
7,68
9,57 22,40
c.bintang 3
65,40 16,10
10,40
6
Mall
51,90
0,92
11,95 35,20
7
Apartemen
53,45
6,75
12,25 27,55
5
Hotel
Sumber : Hasil pengolahan data
140
8,10
Gambar 2.Grafik distribusi penggunaan
energi per jenis bangunan
Apabila ditinjau dari laju pertumbuhan
dan kebutuhan sektor properti Indonesia,
maka pertambahan jumlah perkantoran,
komersial dan hotel yang terkonsentrasi
di DKI Jakarta menunjukkan peningkatan
dari tahun ke tahun. Hal ini juga akan
meningkatkan besaran konsumsi energi per
tahun dari sektor bangunan.
Dinas Pengawasan dan Penertiban
Bangunan (P2B) DKI menyebutkan hingga
2011 ini di kawasan DKI tercatat ada 1.033
bangunan tinggi dan menengah. Bangunan
tinggi 567 unit, bangunan menengah 466 unit
dan bangunan industri 6.838 unit. Bangunan
tinggi dan menengah tersebut ada yang
peruntukannya untuk pusat perkantoran, ada
juga untuk pusat komersil.
Tabel 2 menunjukkan laju pertumbuhan
gedung perkantoran dan komersial.
3.2 Pembahasan
Studi konsumsi energi bangunan
di wilayah ASEAN untuk beberapa tipe
bangunan utama dapat terlihat pada Tabel 4.
Data tersebut menunjukkan bahwa
dibanding dengan ibukota ASEAN lainnya,
bangunan-bangunan perkantoran dan
komersial di Jakarta mengkonsumsi energi
34% lebih tinggi dengan konsumsi rata-rata
sebesar 390 kWh/m2.tahun.
Menyikapi krisis pengadaan BBM dan
semakin tingginya harga BBM dunia yang
terjadi sejak tahun 2008, maka pemerintah
mengeluarkan Instruksi Presiden no.13/2011
tentang penghematan energi dan air.
Anggoro, S. dan Susanto, J.P., 2011
Tabel 2. Pertumbuhan perkantoran dan
komersial di jakarta
Tahun
Tipe & luas (1000 m2)
Perkantoran
Komersial
1997
4.095
2.260
1998
4.815
2.373
1999
4.820
2.375
2000
4.825
2.378
2002
4.970
2.450
2003
5.070
2.499
2005
5.468
2.599
2007
5.999
2.798
2008
6.299
2.938
2009
6.614
3.084
2010
7.190
3.239
2011
7.894
3.401
Sumber: Pusat Studi Properti Indonesia
(PSPI),2011; Hendarto, Dicky
(2005) & hasil pengolahan data
Tabel 3. Konsumsi energi bangunan di
jakarta dan negara ASEAN
Konsumsi Energi (kWh/m2.tahun)
Tipe
Jakarta ASEAN
Beda Standar
(%) Indonesia
Perkantoran
333
246
35,4
240
Hotel
400
307
30,3
300
Komersial
450
332
35,5
330
Rumah
Sakit
420
382
9,9
380
Sumber : ASEAN-US Energy Conservation
in Building Project (1992); Panduan
Te k n i s S t a n d a r B a n g u n a n
Indonesia (2002)
Penghematan energi yang harus dilakukan
sebesar 20% dan penghematan air sebesar
10% dari rata-rata penggunaan untuk semua
bangunan.
Dirjen Energi Sumber Daya dan
Mineral (DESDM) mengidentifikasi bahwa
potensi konservasi energi di semua sektor
mempunyai peluang yang sangat besar
yaitu antara 10% sampai dengan 30%.
Penghematan ini dapat direalisasikan
dengan cara yang mudah dengan sedikit atau
tanpa biaya. Dengan cara itu penghematan
yang dapat dicapai sekitar 10% hingga
15%, apabila menggunakan investasi maka
penghematan dapat mencapai 30%.
Sasongko dan Santoso menyimpulkan
bahwa konservasi energi dapat dicapai
melalui penggunaan teknologi hemat
energi dalam penyediaan, baik dari sumber
terbarukan maupun sumber tak terbarukan
dan menerapkan budaya hemat energi
dalam pemanfaatan energi. Penerapan
konservasi energi meliputi perencanaan,
pengoperasian, dan pengawasan dalam
pemanfaatan energi (Sugiyono, Agus, 2006).
Berdasarkan hasil riset BPPT,
konservasi energi berupa penghematan
dengan penggunaan teknologi yang lebih
efisien berdampak lebih efektif dibanding
dengan konversi bahan bakar fosil ke bahan
bakar nabati. Sesuai dengan instruksi yang
dikeluarkan, penghematan energi yang akan
dilakukan oleh pemerintah adalah berupa
pembentukan tim pengawas energi listrik di
setiap kantor yang ada di kota besar. Tim
ditunjuk oleh pimpinan setiap kantor untuk
mengontrol pemakaian listrik antara lain
dengan mematikan listrik yang tidak perlu
dan mengatur pendingin atau air conditioner
(AC) pada suhu 25 0C .
Perubahan pengaturan temperatur
dalam ruang pada kisaran suhu 250C karena
banyak gedung perkantoran di Jakarta
menerapkan standar Amerika (ASHRAE
55-1992) dengan mengatur temperatur
ruangan pada kisaran 22-250C. Sementara
hasil penelitian Karyono(2000) tentang
kenyamanan suhu ruang kerja di beberapa
kantor di Jakarta memperlihatkan bahwa
para pekerja kantor masih merasa nyaman
pada kisaran suhu 26,70-28,60C.
Perhitungan ekivalensi CO 2 yang
dapat tereduksi dengan melakukan
penghematan energi sebesar 15%-20%
Kuantifikasi Reduksi Emisi...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 137 - 144
141
disimulasikan untuk sektor perkantoran dan
komersial, yaitu yang mengkonsumsi energi
listrik terbesar dari sektor bangunan. Maka
rumus perhitungan sbb.:
Energy Saving = Annual energy
consumption x potential
energy efficiency
Energy Saving = 285kWh x 15%
= 42,75kWh/m2.th
Total area = 10.428.000 m2
Total Energy
Saving = Total Area x Energy
Saving
= 10.428.000m2 x
42,75kWh/m2.th
= 445.797.000 kWh/tahun
Ekivalensi CO2 (sesuai dengan surat menteri
ESDM no.3783/21/600.5/2008) yaitu 1kWh
= 0,891kg CO2
Total CO2 tereduksi = Total Energy Saving x
Conversion Factor
= 445.797.000 kWh x 0,891
= 397.205.127 kg CO2
= 397.205 ton CO2/tahun
Apabila total CO2 yang dapat tereduksi
Gambar 5. Grafik potensi reduksi CO2 per
tipe bangunan
Berdasarkan data dan hasil
perhitungan konversi diatas terlihat bahwa
walaupun rata-rata penggunaan energi dari
bangunan perkantoran lebih kecil daripada
bangunan hotel, komersial dan rumah sakit,
namun potensi reduksi CO2 nya ternyata
yang paling besar. Hal ini karena rata-rata
tingkat pertumbuhan perkantoran paling
tinggi dari tipe bangunan lainnya.
Rata-rata konsumsi energi per tahun
tertinggi terdapat pada rumah sakit, dengan
distribusi penggunaan terbesar adalah
pendinginan ruang untuk persyaratan medis
dan sanitasi (lihat Tabel 2.). Namun potensi
Tabel 4. Konversi reduksi CO2 per tipe aktivitas bangunan melalui efisiensi 15% (2011)
Tipe
Konsumsi Energi (kWh/m2.th)
Luas lantai
(1000 m2)
CO2
tereduksi (ton)
Total Pohon
(1000)
Perkantoran
240
7894
253.208
71730
Hotel
300
3155
126.500
35836
Komersial
330
3401
149.999
42493
Rumah
Sakit
380
1983
100.711
28530
Sumber : Hasil Analisa & Pengolahan Data
dengan efisiensi sebesar 15% disetarakan
dengan kemampuan penjerapan ratarata CO2 per pohon, maka sesuai dengan
standar perhitungan emisi EIA (Energy
Information Administration, 2005), Average
Sequesteration per tree = 3,53 kg CO2/year
Total tree sequesteration = Total CO2
reduction / average sequestertion per tree
= 397.205.127 / 3,53 kg
= 112.522.699 pohon
142
reduksi CO2 nya ternyata yang paling kecil
dibanding dengan tipe bangunan lainnya.
Hal ini karena tingkat pertumbuhan rumah
sakit paling rendah dibandingkan dengan
tipe bangunan lainnya.
Pada tulisan ini metode penghematan
15% belum dibahas secara mendetail
karena tidak dapat digeneralisasikan untuk
semua tipe bangunan. Hal ini terutama
karena setiap tipe bangunan memiliki sistem
Anggoro, S. dan Susanto, J.P., 2011
pemakaian energi dengan karakteristik
teknis yang saling berbeda satu dengan
lainnya. Sesuai dengan instruksi pemerintah
maka metode penghematan 15% ini dapat
tercapai tanpa biaya dan tanpa investasi
tambahan, hanya melalui tindakan efisiensi
dan penghematan penggunaan energi
(listrik) pada peralatan penerangan (lampu)
dan pengaturan suhu pendinginan ruang.
Berdasarkan tujuan utama penulisan
yaitu untuk memperlihatkan bahwa praktik
green building merupakan upaya mitigasi
terhadap perubahan iklim, maka kuantifikasi
ekivalensi nilai CO2 yang mampu tereduksi
dapat terukur dan dianalisa dengan metode
dan standar-standar yang tersedia.
Hasil perhitungan dan analisa
menunjukkan bahwa aplikasi green
building sangat efektif dan ekonomis
dalam rangka untuk mereduksi CO2 dari
sumber penggunaan energi. Dengan
mempertimbangkan secara tepat sasaran
aplikasi (sektor dan objek) sesuai dengan
data-data yang tersedia maka jumlah CO2
yang dapat tereduksi secara terukur dapat
terlihat secara signifikan.
Hasil analisa juga memperlihatkan
bahwa praktik green building sebagai upaya
mitigasi dari segi aspek waktu dampak
kegiatan, ternyata memiliki karakteristik
aspek waktu yang sama dengan kegiatan
adaptasi yaitu dampak kegiatan dapat
terlihat dalam kurun waktu yang tidak terlalu
lama. Berbeda dengan yang disampaikan
oleh Peltonen, (1993) dan Ausubel 1993)
Hal ini memberikan nilai yang lebih untuk
green building sebagai upaya mitigasi
perubahan iklim.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hambatan yang dihadapi dalam
konservasi energi antara lain: biaya
investasi tinggi, budaya hemat energi
masih sulit diterapkan, kemampuan sumber
daya manusia masih rendah sehingga
pengetahuan terhadap teknologi yang efisien
masih sangat kurang, dan dukungan dari
pemerintah dalam bentuk insentif untuk
melakukan upaya konservasi masih kurang.
Green Building adalah praktik yang
sangat potensial dan sudah saatnya untuk
diaplikasikan untuk semua sektor bangunan.
Aplikasi green building tidak hanya
mencakup, energi tetapi holistik hingga
mempertimbangkan aspek konservasi air,
material, kualitas udara, limbah dan kualitas
lingkungan di dalam dan di sekitar bangunan.
Semua aspek ini dapat terukur melalui
metode perhitungan untuk mengetahui
dampak kegiatan.
Upaya pemerintah pusat melalui
instruksi penghematan energi dan
pemerintah daerah DKI Jakarta tentang
bangunan hijau sangat membantu sosialisasi
dan penyebarluasan pengetahuan tentang
teknologi green building.
Energy Conservation Center of
Japan (ECCJ) telah melakukan survei
atau audit energi pada perhotelan dan
bangunan komersial. Berdasarkan hasil
audit yang dilakukan, mereka memaparkan
bahwa faktor mendasar yang menentukan
keberhasilan penghematan energi adalah
desain bangunan, manajemen energi, dan
komitmen pimpinan (ECCJ), 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Adger, W.N., 2001. Scales of Governance and
Environmental justice for Adaptation
and Mitigation of Climate Change.
Journal of International Development,
13(7), 921-931
Ausubel, J.H., 1993, Mitigation and
Adaptation for Climate Change:
Answers and Question, The Bridge
ASEAN-USAID, 1992, Buildings Energy
Conservation Project Final Report.
ASEAN Secretariat, Jakarta
Brody, S., Zahran, S., Grover, H., and Vedlitz,
A., 2008. A Spatial Analysis of Local
Climate Change: Risk, Stress and
Opportunity. Landscape and Urban
Planning Journal, 87(1), 33-41
Brown, M.A. dan Southworth, F., 2008.
Kuantifikasi Reduksi Emisi...JRL. Vol. 7 No. 2, Juli 2011 : 137 - 144
143
Mitigating Climate Change and Smart
Growth. Environment and Planning,
653-675
Brody, S., Grover, H., 2010. Examining
Climate Change Mitigation and
Adaptation Behaviours among
Public Sector Organization. Local
Environment Journal, 15 (6), 591-603
Energy Information Administration (EIA),
2005. Method for Calculating Carbon
Sequestration by Trees in Urban and
Suburban Settings, US DOE
Ewing, R., Bartholomew, K., Winkelman,
S., Walters, J., and Chen, D., 2008.
Growing Cooler: the Evidence on
Urban Development and Climate
Change. Urban Land Institute,
Washington D.C.
Fankhouser, S. Dan Tol, R.S., 2005. on
Climate Change and Economic
Growth. Resource and Energy
Economics, 1-17
Fussel, H.M., and Klein, R.J.T., 2006. Climate
Change Vulnerability Assessment: An
Evolution of Conceptual Thinking.
Climatic Change, 75(3), 301-329
Gore, C., Robinson, P., 2009. Local
government Response to Climate
Change. MIT Press, Cambridge, MA.
Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC), 2001, Climate Change
2001: Synthesis Report. Cambridge
University Press, New York
144
Karyono, TH., 2000. Report on Thermal
Comfort and Building Energy Studies
in Jakarta. Journal of Building and
Environment, vol.35, 77-90
Moser, S.C., 2009. Governance and the Art
of Overcoming Barriers to Adaptation,
IDHP, 3, 31-36
Peltonen, L., Haanpaa, S., dan Lehtonen,
S., 2005. The Challenge of Climate
Change Adaptation in Urban Planning.
FINADAPT Working Paper 13, Finnish
Environment Institute, Helsinki
Peni Susanti, 2009. Sustainable Urban
Planning and Energy Efficient
Buildings in Jakarta. presentation on
Asia Pacific Forum, Beijing
Smit, B., Burton, I., Klein, R.J.T and Wandel,
J., 2000. An Anatomy of Adaptation
to Climate Change and Variability.
Climatic Change, 45(1), 223-251
Smit, B., Pilisova, O., 2003. Adaptation to
Climate Change in the Context of
Sustainable Development and Equity.
Sustainable Development, 8-9
Sugiyono, Agus, 2006. Peluang Konservasi
Energi di Industri. ITB Bandung
The Energy Conservation Center of
Japan (ECCJ), 2008. International
Cooperation for Energy Efficiency and
Conservation in Asia. The First Asia
Energy and Environment Technologies
Workshop, Tokyo
United Nations Foundations, 2007. Realizing
the Potential of Energy Efficiency
Anggoro, S. dan Susanto, J.P., 2011
Download