MODUL KE 10 KREATIVITAS PROGRAM TV BERDASARKAN RATING DAN SHARE Stasiun televisi membutuhkan rating sebagai mata uang yang berlaku umum, karena pemasang iklan sebagai pendapatan utama untuk kelangsungan hidupnya ingin mengetahui televisi dan program apa yang paling banyak ditonton orang. Standar siaran iklan juga telah ditetapkan dalam Undang-undang No.32 Tahun 2002 sebanyak 20%.1 Sehingga standar umumnya dalam 1 jam/60 menit = terdapat 24 kali siaran iklan per (@1 spot). Output iklan produk/brand yang menjadi sasaran utama, bukan iklan PSA/layanan masyarakat yang memiliki peran penting untuk mensosialisasikan keberhasilan pembangunan, kebijakan pemerintah dan masalah-masalah sosial yang terjadi dimasyarakat. Dengan rating di televisi, pengiklan dapat lebih efisien mengatur biaya operasionalnya yang akan mencapai sasaran dikenal oleh konsumen sebanyak-banyaknya. Pengiklan yang terdiri dari lembaga/intitusi negara dan khususnya swasta akan memasang iklannya pada stasiun televisi yang memiliki rating terbaik. Oleh sebab itu rating menjadi parameter keberhasilan mempublikasikan sesuatu atau penjualan produk pengiklan. Rating didapat melalui riset terhadap penonton televisi, yang sifatnya cair. Kalau jumlah pembaca surat kabar dapat diketahui dari berapa eksemplar koran yang terjual, sedangkan untuk mengetahui berapa penonton setiap program televisi jauh lebih rumit. Maksud dari sifat yang cair, penonton televisi dapat berpindah-pindah dengan mengunakan remote control. Karena sifatnya yang dinamis dibutuhkan penelitian terhadap karakteristik penonton televisi dengan berbagai macam metode agar mendekati akurat. Riset rating meneliti tindakan penonton televisi yang meliputi; 1. Menonton program televisi seberapa lama. 2. Menganti channel ke program saluran televisi apa. 3. Berapa banyak penonton televisi menyaksikan suatu program. 4. Klasifikasi apakah penonton televisi dominan yang menyaksikan suatu program. 5. Berapa nilai iklan per audien dapat diukur (CPRP) Riset rating diambil berdasarkan jumlah sample yang tersebar dibeberapa wilayah yang potensial mengikuti mekanisme pasar disuatu negara atau daerah tertentu. Lembaga riset terkemuka seperti AGB Nielsen Media Research dan Arbitron memiliki operasional bisnisnya 1] Undang-undang Penyiaran No.32/Tahun 2002. Tentang Penyiaran. Pasal 46 ayat 8 (Isi Siaran). ‘12 1 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana dibeberapa negara termasuk Indonesia. AGB Nielsen Media Research menjadi satu-satunya parameter di Indonesia hingga saat ini. Metodologi Pengukuran Kepemirsaan Televisi Metode yang digunakan adalah Peoplemeter (memantau performa kepemirsaan menit per menit) dengan pengumpulan data secara on-line (harian) dan off-line (mingguan). Sedangkan sampel yang diambil yaitu yang berusia 5 tahun keatas. Metodologi umum untuk mengumpulkan data pengukuran kepemirsaan televisi dimana sampel rumah tangga dilengkapi dengan system pengukuran rangkap dua yang mencatat; A. Status perangkat televisi (channel mana yang sedang ditonton). B. Kehadiran penonton. Riset dengan peoplemeter saat ini terbatas pada pengukuran kepemirsaan dirumah dengan pengukur Base Unit yang terpasang pada setiap perangkat televisi di rumah. Pengunaan peoplemeter didunia juga sangat mendominasi. Dengan keuntungan utama bagi komunikasi periklanan adalah metode ini menghasilkan pengukuran kepemirsaan yang sangat terperinci. (menit per menit bahkan detik per detik) sepanjang 24 jam sehari dan 365 hari setahun dan dianggap netral tanpa metodologi wawancara.2 Televisi mendominasi di semua negara diseluruh dunia, telah menjadi media penyiaran yang sangat dominan atas informasi, komunikasi komersial dan hiburan. Hal ini mendorong pada pelaku penyiaran, pengiklan dan agensi periklanan untuk memperoleh informasi yang akurat, konsisten dan terperinci mengenai kepemirsaan televisi. Pengukuran kepemirsaan televisi yang dijalankan oleh AGB Nielsen Media Research Indonesia adalah bagian dari survey global AGB Nielsen di lebih dari 30 negara diseluruh dunia. Survei ini dirancang untuk pengiklan, agensi periklanan dan pelaku industri pertelevisian untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai karakteristik dan pilihan menonton dari pemirsa televisi di 10 kota besar di Indonesia. Dalam rangka menyediakan data kepemirsaan televisi yang independent, akurat dan dapat diandalkan bagi suatu negara atau pasar tertentu, dibutuhkan suatu metode khusus, yang mampu menjembatani kebutuhan industri media penyiaran, pemilik produk (brand), agensi iklan (planner) dan konsumen/khalayak (buyer). Sebuah sistem membutuhkan pengalaman bertahun-tahun yang relevan, riset dan pengembangan, sekaligus kemampuan untuk berkembang dengan perubahan teknologi televisi, teknologi riset dan kebutuhan pengguna atas sistem pengukuran kepemirsaan televisi. 2] AGB Nielsen Media Research. 2009. The Global Leader in TV Audience Measurement. Jakarta. AGB Neilsen Media Research. ‘12 2 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana Sistem pengukuran kepemirsaan televisi yang dikembangkan oleh AGB Nielsen Media Research disebut Television Audience Measurement (TAM). Sistem TAM dapat diandalkan hanya jika system pengukurannya menghasilkan temuan yang hampir sama setelah dilaksanakan beberapa kali secara independen. Dikatakan independen jika leveransir yang beroperasi dari posisi yang netral dikenali oleh semua pemain pasar. 3 Hubungan tertutup dengan kelompok kepentingan tertentu akan menimbulkan prasangka atas data yang dihasilkan, yang pada akhirnya akan mencegah penerimaannya sebagai mata uang. Tentunya transparan jika setiap komponen dari sistem dapat dipahami dan diperoleh oleh pasar. Setiap klien dari layanan AGB Nielsen memiliki hak untuk mengetahui bagaimana angka rating, share, index, cost per program dan cost per rating point diperoleh atau dihasilkan oleh perusahaan riset sesuai dengan peraturan dan prosedur yang dikenal oleh pasar. Proses Pengolahan Data Rating dan Share AGB Nielsen Media Research sejak tanggal 5 Agustus 2004 telah mengabungkan AGB Grup dan Nielsen Media Research Internasional. Yang mengumumkan penggabungan keduanya untuk menawarkan layanan rating televisi di lebih dari 30 negara dibawah nama AGB Nielsen Media Research. Sistem yang digunakan AGB Nielsen Media Research adalah hasil dari pengalaman selama menjalankan bisnis riset dan pengembangan, serta kemampuan sejalan dengan perubahan teknologi pertelevisian, teknologi riset dan kebutuhan media televisi terhadap pengukuran kepemirsaan televisi. Karenanya, AGB Nielsen Media Research mengunakan teknologi mutakhir dalam pengukuran kepemirsaan televisi yang memberikan data akurat dengan landasan teknologi canggih dalam setiap langkah pemrosesan data. Riset rating akhirnya menjadi favorit dengan mengunakan beragam metode untuk mempelajari penonton sekaligus keberpihakan pada suatu program televisi. Efektivitas program yang ditayangkan pada suatu stasiun televisi akan mudah dipantau. Pemetaan awal pada setiap wilayah yang akan dilakukan riset rating, sebagai perkiraan kuantitatif yang dianggap mewakili keseluruhan populasi. Pemetaan dilakukan dengan cara memberikan questioner untuk mengetahui segmentasi demografi (usia, gender, pendapatan, pendidikan, klasifikasi A sampai E) dari calon sampel. Setelah diketahui calon sampel bersih dari unsur media massa penyiaran dan cetak (dengan cara mendatangi atau menelpon setiap rumah), maka calon sampel akan didata serta diberikan questioner sebagai saringan untuk mengetahui segmentasi demografi. 3] AGB Nielsen Media Research. 2009. The Global Leader in TV Audience Measurement. Jakarta. AGB Neilsen Media Research. ‘12 3 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana Calon sampel akan ditentukan dari data yang tadi untuk dipilih dalam kuota-nya berdasarkan prosentase populasi. Sample terpilih sudah mewakili kriteria segmentasi demografi dan geografis. Hingga saat ini AGB Nielsen Media Research telah memiliki sample pada 10 kota besar di Indonesia total 8751 rumah tangga (household). AGB Nielsen Media Research Indonesia mengklasifikasikan SSE (Status Sosial Ekonomi) berdasarkan pengeluaran rutin bulanan, seperti listrik, air, bahan bakar, makanan dan kebutuhan harian, biaya sekolah, dan sebagainya. Tidak termasuk biaya yang dikeluarkan untuk cicilan, mobil, rumah, kartu kredit dan sebagainya. Status Sosial Ekonomi No 1 2 3 4 5 6 7 Klas A1 A2 B C1 C2 D E Range Pendapatan Rp 3.000.001 keatas Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000 Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000 Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 Rp 700.001 – Rp 1.000.000 Rp 500.001 – Rp 700.000 Rp 500.001 – ke bawah Sumber AGB Nielsen Media Research Rata-rata di 10 kota survey yang dilakukan AGB Nielsen Media Research tahun 2008 yang dipublikasikan pada media televisi, 26% dari total populasi adalah kelas menengah atas (SSE AB). Sedangkan kelompok terbesar adalah SSE C dengan komposisi 51%. Dimana profil penonton televisi laki-laki (47%) dan perempuan (53%), dan penonton perempuan usia 10-24 tahun adalah yang terbesar. Berdasarkan pengeluaran rumah tangga, persentase kelas bawah (SSE C) adalah yang terbesar (49%) sebaliknya persentase penonton kelas menengah atas (SSE AB) sebesar 22%. Proses kerja riset yang menghasilkan rating diolah oleh software yang diinstal pada komputer yang dipisahkan. Komputer tersebut berupa local area network (LAN) yang spesifikasinya ditentukan oleh AGB Nielsen agar mampu mengoperasionalkan data yang diolah. Software yang dikembangkan AGB Nielsen juga mengalami banyak kemajuan untuk meningkatkan kualitasnya. Setelah software telescope, adwatch dan sekarang Arianna Viewing behaviour untuk analisa program dan Arianna Post Evaluation untuk analisa iklan. Software tersebut akan mengolah data yang didapat dari sampel yang memantau pergerakan penonton televisi ketika menyimak program ataupun iklan. Dalam rumusan yang dirancang dalam remote dan seatlebox/base unit milik AGB Nielsen di sampel, akan mencatat ‘12 4 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana penonton televisi sebagai penonton suatu program setelah 16 detik. Apabila sebelum 16 detik berpindah channel dikatagorikan belum masuk hitungan. Remote yang diberikan AGB Nielsen akan tertulis data anggota rumah tangga sampel. Berdasarkan remote yang dipilih sampel itulah, terdata jumlah penonton program yang akan diakumulasikan menjadi rating dan share. Berikut ini proses terpilihnya Sampel dari populasi yang dikembangkan AGB Nielsen Media Research; Sumber AGB Nielsen Media Research Gbr. 1 Proses Perekrutan Sample Universe dalam pengertian AGB Nielsen adalah total individu/rumah pada populasi, yaitu rumah tangga televisi. Sedangkan target penonton merupakan kelompok individu didalam komunitas yang terpilih sebagai target atau kelompok individu yang paling cocok untuk jadwal atau kampanye iklan tertentu. Adapun bagaimana cara menghitung rating program adalah ratarata jumlah penonton selama berlangsungnya program televisi yang dinyatakan dalam persentase dari total potensi atau kelompok sampel. Point rating program didasarkan atas unit waktu terkecil, yaitu 1 menit. Rating program = Jumlah pemirsa program televisi x 100% Total populasi (universe) Sedangkan menghitung rating iklan adalah rata-rata jumlah penonton selama jeda iklan yang dinyatakan dalam persentase dari total potensi atau kelompok sampel. Rating iklan juga didasarkan atas unit waktu terkecil, 1 menit. Rating iklan = ‘12 5 Jumlah pemirsa selama iklan x 100% Total populasi (universe) Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana Share (kepemirsaan) adalah persentase yang menonton program tertentu dari penonton potensial pada periode waktu tertentu. Agar lebih lengkapnya mencari share, pembilang merupakan jumlah penonton suatu program televisi A pada waktu tertentu dibagi jumlah penonton program televisi lainnya selain televisi A pada waktu yang sama. Share = Rating program x 100% Rating total Populasi pemilik televisi 10.000 TV A 2000 TV B 1000 TV C 1000 Viewers = 4000 Maka rating TV A = 20%, rating TV B = 10%, rating TV C = 10%, sedangkan channel sharenya TV A = 50% , share TV B = 25% dan share TV C = 25%. Cara mencari biaya yang diperlukan untuk menjangkau 1000 individu pada target penonton tertentu disebut cost per thousand (CPM). CPM = Harga iklan (rate card) Jumlah penonton (‘000) CPRP = Harga iklan (rate card) Rating x 100 x 100 Cost per rating point (CPRP) merupakan biaya yang diperlukan untuk menjangkau 1 persen individu pada target penonton tertentu. Oleh sebab itu setiap pengiklan dan agen periklanan dapat mengetahui berapa nilai rupiah yang dikeluarkan untuk membeli setiap spot iklan distasiun televisi per 1 penonton. Semakin kecil nilai CPRP-nya akan semakin efisien pengeluaran iklan yang dibelanjakan. Bagi pengiklan dan agen periklanan sangat penting menghitung CPRP setiap program televisi. Jadi tidak heran lagi kalau ada program yang memiliki iklan over (berlebihan) dari 20% sesuai Undang-undang No.32 Tahun 2002, bahkan durasi/frekuensi penampilannya melebihi durasi program itu sendiri. Tapi mengapa penonton independen (sampel) melakukan itu? Penonton/sampel yang dikatagorikan sebagai pasar tersebut merepresentasikan populasi pemilik televisi. Berdasarkan azas yang berlaku umum program yang ditampilkan lebih menghibur dan ditayangkan berkalikali (bervariasi bentuknya) akhirnya akan menjadi pujaan bahkan gaya hidup. Lalu mengapa ‘12 6 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana program itu sukses dengan rating yang tinggi? Karena program yang ditampilkan mengutamakan ekploitasi emosi penonton tanpa menghiraukan unsur negative-nya. Misalnya berita, menonjolkan masalah yang menarik perhatian dengan gambar yang terkadang tidak sesuai etika jurnalistik yang berlaku. Setelah itu berita di follow up terus, namun inti penyelesaian masalah yang membuat tuntas tidak diutamakan, tetapi dominan masalah-masalah yang mengali emosi penonton. Agar muncul gairah untuk tetap menyimak berita tersebut bukan mendapatkan pembelajaran dari masalah yang ada. Pada program non berita lebih mudah lagi untuk membuat program yang cepat diminati penonton, bukan pada kualitas konten, tetapi kualitas materi bahan siaran serta pengisi acaranya. Atau program yang menonjolkan sisi negative kehidupan orang lain, apalagi orang terkemuka/popular sangat cepat mengangkat rating program. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, sampel yang digunakan AGB Nielsen Media Research sangat minim. Namun seleksi ketat yang digunakan untuk memilih sample berusaha menepis dugaan negative dalam perekrutannya. Kondisi penyebaran penduduk di Indonesia yang tidak merata sangat mempengaruhi dalam proses riset rating. Populasi di kota-kota besar (pulau Jawa khususnya) yang padat, mendukung output rating yang tinggi (Jakarta centris). Karena sample Jakarta yang terbesar berdasarkan pemetaan awal dari populasi. Bentuk persaingan televisi di Indonesia yang tidak memperhitungkan kota besar sebagai sasaran pasar sangat tidak realistis. Karena disanalah pusat bisnis, populasi besar dan pusat perputaran uang beredar. Sehingga rating tidak akan mengambil sampel di pedesaan atau bukan kota besar. Karena distributor produk tidak laku dipasarkan diwilayah pedesaan. Jadi, bagaimana klien media televisi mau memasang iklan kuku bima misalnya, apabila media televisi menjual coverage areal pedesaan. Karena televisi menjual program bersadarkan rating, maka persaingan menguasai iklan semakin keras. Semakin tinggi rating yang dicapai, berpotensi mendatangkan iklan yang berlimpah. Berarti keuntungan menanti untuk melipatgandakan modal awalnya. Tidak perduli iklan yang muncul hampir separo dari program yang tayangkan. Resiko penayangan iklan melebihi kuota 20% akan mengakibatkan rating menurun. Karena jumlah penonton program dihitung berdasarkan detik menonton, ketika iklan sebagian besar audien akan keluar program. Jika durasi program berkurang rating akan turun, CPRP akan naik. Hal ini akan berlaku dinamis, stasiun televisi komersial akan memainkan jumlah durasi iklan. Setelah beberapa waktu menaikkan durasi iklan dengan dampak rating turun, dekade selanjutnya akan mengatur pengurangan durasi iklan secara bertahap untuk menaikkan rating lagi, demikian seterusnya. ‘12 7 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan tentang riset rating adalah; 1. Riset rating yang diberikan AGB Nielsen Media Research tidak mewakili seluruh jumlah penduduk Indonesia secara nasional. Namun hanya mengambil wilayah yang berdasarkan mekanisme pasar sebagai daerah potensial dominan perputaran bisnis. 2. Hingga saat ini sample AGB Nielsen yang beredar ada pada 10 kota dengan televisi terrestrial dan hanya Jakarta untuk televisi berlangganan. 3. Demografi diambil berdasarkan metodologi yang sistematis, namun dari jumlah sample di 10 kota sebanyak 8751 rumah tangga, sample Jakarta dominan 2223 rumah tangga. Sehingga konten program yang memiliki rating tinggi mengikuti sentralistik dari Jakarta. Sementara populasi diluar kota besar diabaikan karena dianggap tidak potensial. 4. Riset rating menyediakan estimasi penonton televisi setiap menit berdasarkan penonton yang menekan tombol handset (yang diberikan AGB Nielsen) didalam rumah tangga (kuantitatif). Bukan menjawab alasan penonton mengapa menonton televisi atau program tertentu (kualitatif). 5. Keakuratan data siaran program televisi disesuaikan dengan jam tayang terjamin, karena mengunakan tahap monitoring selama 24 jam dengan TV EVENT. Sehingga klien AGB Nielsen Media Research mendapatkan kepastian rating program sesuai dengan judul, total durasi dan rating yang tepat. 6. Hasil rating dari pengukuran elektronik berlangsung sangat cepat sehari setelah penayangan (on-line daily), sehingga menjadikan layanan rating semakin dibutuhkan oleh operator televisi, pengiklan dan agen periklanan. Hal ini menyebabkan rating sebagai mata uang yang berlaku umum makin kokoh mendulang emas bagi pemenang kompetisi neoliberal di media televisi. 7. Informasi harga iklan dikombinasikan dengan setiap ratecard stasiun televisi yang di up date setiap bulannya. Dengan pengukuran berdasarkan Cost per rating point (CPRP), maka setiap stasiun televisi, pengiklan dan agen periklanan dapat efektif mengetahui jumlah penonton iklan pada program televisinya. Namun laporan pengeluaran iklan tersebut berdasarkan nilai kotor (gross) bukan nilai bersih (nett) dari belanja iklan televisi. ‘12 8 Perencanaan Kreatif Televisi Drs. Andi Fachrudin, M.MSi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana