i MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS BANGSA (CATATAN KRITIS DAN SHARING PENGALAMAN GURU INDONESIA) Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang i ii Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Hak Cipta © Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang Hak Terbit pada UMM Press Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144 Telepon (0341) 464318 Psw. 140 Fax. (0341) 460435 E-mail: [email protected] http://ummpress.umm.ac.id Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia) Cetakan Pertama, Maret 2017 ISBN : 978-979-796-263-0 xx; 544 hlm.; 16 x 23 cm Setting & Design Cover : A. Andi Firmansah Editor: Arif Setiawan, Husamah, Fuad Jaya Miharja,Bustanol Arifin Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. Pengutipan harap menyebutkan sumbernya. iii Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). iv Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) v KATA PENGANTAR GURU DAN KOMITMEN MENGAWAL MASA DEPAN “PENERUS” BANGSA Oleh: Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si. (Wakil Rektor I/Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Malang; Guru Besar Fakultas Agama Islam) Sam M. Intrator & Robert Kunzman, dua orang profesor pendidikan dari Smith College Massachusetts dan Indiana University, Amerika Serikat, lewat artikel mereka “The Person in the Profession: Renewing Teacher Vitality through Professional Development (The Educational Forum, Vol. 71, Fall 2006)” dengan lugas menulis bahwa “Teachers are people with biographies and changing life circumstances and not merely repertoires of skills and techniques, the personal realm of teachers has been considered private terrain”. Berdasarkan pandangan tersebut, pribadi guru yang utuh tidak lain adalah model dan teladan, yang bahkan mampu mengubah kehidupan manusia yang lain, dengan ciri khas mereka berupa keyakinan, kepekaan, dan kejujuran. Kita semua menyadari, tuntutan pendidikan kekinian, terlebih di era “revolusi mental”, menghendaki profesi guru untuk memastikan bahwa peserta didik mereka mampu menaklukan dan meraih masa depan. Dengan kata lain, orang yang menekuni profesi tertua ini adalah orangorang terpilih, orang-orang yang mampu menciptakan masa depan. Lewat transfer ilmu pengetahuan, pengembangan potensi, dan pembentukan karakter, amanah itu senantiasa dijalankan tiap hari, bahkan rasanya tidak berlebihan bila dikatakan “tiap waktu”. Guru memiliki peran strategis dan jelas merupakan ujung tombak untuk menyelamatkan generasi. Berhasil atau tidak, baik atau buruk output pendidikan, dipegaruhi oleh bentuk pendidikan, dengan guru sebagai aktor utamanya. Hal ini tentu dengan tidak bermaksud menafikan peran orang tua dan masyarakat dalam satu rangkaian tripusat pendidikan. v vi Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Interaksi guru yang erat dan intens dengan peserta didik memberi makna bahwa guru memiliki pengaruh langsung dalam pikiran dan perilaku mereka. Guru selalu dibutuhkan sebagai salah seorang agen kunci bagi peserta didik, mereka yang dalam level remaja, dalam merespon masalah kekinian kehidupan. Tentu saja, aktivitas perjuangan mencetak generasi masa depan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak ranjau kehidupan yang siap meledak hingga meluluhlantakkan niat, ada aneka bentuk jurang dan cadas kehidupan yang siap untuk menghancurkan semangat, dan cukup jamak rintangan yang setiap saat melumpuhkan energi guru, dan tentu saja para peserta didik, remaja, atau generasi muda itu sendiri. Maka, tak heran bila keluhan, rasa cemas, kegalauan, dan kesedihan guru, adalah kabar buruk bagi kehidupan bangsa. Faktanya, generasi muda bangsa kini dihadapkan pada beragam problema akut, mulai dari rusaknya pergaulan remaja dan menjamurnya tindakan amoral/asusila (penggunaan miras dan narkoba, akses pornografi, free sex, pemerkosaan, pelacuran, aborsi, perjudian, kriminalitas), tawuran, geng motor, bullying, bahkan pembunuhan dan tindakan tidak etis lainnya. Rangkaian perilaku buruk itu senantiasa kita baca dan saksikan di berbagai media massa atau bahkan secara langsung hingga detik ini. Tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan pun kian luntur dan sampai pada titik nadir, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat luas. Sebagai bahan perenungan, kurang lebih sepuluh tahun lalu kita pernah dikagetkan dengan hasil penelitian PKBI pada tahun 2005 tentang perilaku seksual remaja menyatakan remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah di Jabotabek 51%, Bandung 54%, Surabaya 47% dan Medan 52% dengan kisaran umur pertama kali melakukan hubungan seks pada umur 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan 85% dilakukan di rumah sendiri. Berdasarkan data PKBI (2006) pun didapatkan 2,5 juta perempuan pernah melakukan aborsi per tahun, 27% dilakukan oleh remaja, sebagian besar dilakukan dengan cara tidak aman, 30-35% aborsi ini adalah penyumbang kematian ibu atau Maternal Mortality Rate (MMR). Kondisi tidak banyak berubah. Hasil penelitian Abadi (2015) menunjukkan aktivitas yang umum dilakukan remaja, yaitu masturbasi/oral seks (18%), berciuman (42%), meraba bagian sensitif pasangannya (30%), serta berhubungan kelamin (20%). Kata Pengantar Wakil Rektor II UMM vii Kondisi ini tentu semakin mengkhawatirkan mengingat besarnya jumlah remaja di Indonesia. Bila kita merujuk dan memadukan data proporsi remaja di dunia, Biro Pusat Statistik, dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 maka persentase jumlah remaja adalah 20-30%. Dengan estimasi jumlah penduduk Indonesia sebesar 250 juta orang, maka jumlah remaja adalah 50-75 juta orang. Arus informasi dan euphoria era globalisasi semakin memperunyam masalah, hingga menjadi sengkarut benang kusut, sebab sinyal kebebasan tanpa batas dan klaim modernitas yang dibawa cenderung di-amini oleh generasi muda. Sebagian dari orang tua justru malah acuh, atau bahkan terbawa arus dengan menganggap itu sebagai sebuah keniscayaan. Sebagian lagi mencoba melakukan tindakan aktif, mencoba reaktif dan berbuat sesuatu yang positif meskipun berat. Pada golongan kedua inilah kita dapat melihat posisi para guru Indonesia. Semangat mereka untuk terus berjuang memastikan setiap anak didik dapat menjadi generasi masa depan bangsa yang membanggakan senantiasa membara. Minimal indikator dari statemen itu adalah kemauan, kesadaran, kepekaan, dan antusiasme mereka untuk memberikan kontribusi berupa artikel dalam buku ini. Semangat para guru ini tentu harus selalu dipelihara, diwadahi, dan diapresiasi. Universitas Muhammadiyah Malang, dengan jargonnya Dari Muhammadiyah untuk Bangsa, secara sadar memahami hal itu. Sebagai bagian dari bangsa ini, sebagai bagian dari unsur pendidikan, dan sebagai bagian dari pencetak generasi, menjadi dasar Universitas Muhammadiyah Malang untuk memberikan perhatian lebih terhadap niat-niat baik, usaha-usaha positif, dan perhatian setiap bagian dari bangsa untuk ikut terlibat mengurai atau memikirkan sedikit demi sedikit benang kusut problematika bangsa. Oleh karena itu, kami selaku jajaran pimpinan UMM sekaligus secara pribadi sebagai pengamat/ pemerhati pendidikan, menyambut baik dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas penerbitan buku kumpulan catatan, opini, artikel, kajian pemikiran, dan penelitian para guru tingkat SD, SMP, SMA dan sederajat, sekolah luar biasa (SLB), dan pemerhati pendidikan di Jawa Timur yang dikoordinasi oleh Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang. Tentu saja kami meyakini, bahwa meluangkan waktu untuk menulis merupakan sebuah perjuangan sendiri di tengah aktivitas mengajar dan berbagai pekerjaan domestik viii Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) yang menjadi tanggungan para guru setiap harinya. Insya Allah buku berjudul “Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa: ini akan menjadi oase baru, memperkaya wawasan, dan khasanah pemikiran kita terkait isu kependudukan, pendidikan, dan khususnya remaja sebagai generasi penerus bangsa. Nilai plus-nya adalah bahwa para penulis yang berkontribusi dalam buku ini adalah para pelaku pendidikan dan para guru yang setiap hari berinteraksi dengan remaja. Maka menjadi wajar bila tulisannya pun kebanyakan adalah fakta, kondisi riil, dan pengalaman sehari-hari. Kita seakan-akan ikut merasakan bagaimana kondisi yang begitu miris di ruang-ruang kelas, dan kenyataan pahit remaja di sekeliling kita. Kita ikut merasakan, karena seakan kita berada di ruang dan waktu yang sama dengan para guru. Tulisan mereka tidak melulu teoritis, sebagaimana kebanyakan buku yang bertebaran di rak buku kita. Tentu, dengan tidak menutup mata bila mungkin saja masih terdapat kelemahan dalam penulisan, pengutipan, gaya bahasa, dan kevalidan teori. Hal yang wajar dalam penulisan sosial/kualitatif, yang bisa jadi akan termaafkan bila kita sepenuhnya menghargai semangat dan niat mulia para guru tersebut. Akhirnya, semoga kerja luar biasa para guru di Jawa Timur dan Tim PSLK UMM ini menjadi tradisi akademik yang akan terus diagendakan, menjadi peneguh komitmen dan peneguh semangat untuk terus mendidik generasi bangsa. Juga, semoga buku ini menjadi amal jariyah bagi kita semua, dari guru dan UMM untuk bangsa Indonesia. Wallahu a’lam. ix KATA PENGANTAR KEPALA PSLK UMM Ide untuk mengajak para guru untuk menulis tema ini diilhami oleh kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun 2016 yang lalu. Penelitian tersebut dilaksanakan oleh Tim PSLK, yaitu Drs. Atok Miftachul Hudha, M.Pd sebagai ketua dengan anggota Husamah, S.Pd., M.Pd. dr. Rubayat Indradi, MOH serta Sri Sunaringsih Ika Wardojo, SKM, M.PH. Penelitian dengan judul Efektivitas Model Pembelajaran “OIDDE” Sebagai Langkah Promotif dan Preventif Terhadap Seks Pranikah melalui PIK Remaja di Kota Malang dibiayai oleh Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, BKKBN Pusat. Lewat interaksi yang cukup intens dengan puluhan guru dari 16 sekolah (8 SMP dan 8 SMA/SMK) dan hampir 600 siswa se-kota Malang selama hampir 5 bulan, maka ide tersebut semakin kuat. Kami merasa, ada semangat yang luar biasa, energi yang kuat, dan niat yang besar dari para guru (umumnya saat itu adalah guru Bimbingan Konseling dan pendamping kesiswaan) untuk bersama-sama “memastikan” bahwa para siswa yang mereka didik benar-benar berkualitas, mencerminakan generasi masa depan bangsa yang berkualitas. Atas dasar itulah, maka kami mencoba menyebarkan undangan menulis hanya dengan menggunakan media sosial WhatsApp. Ternyata respon para guru sangat di luar dugaan. Kabar tersebar luas, bahkan sampai ke luar Jawa. Atas berbagai pertimbangan, dan keterbatasan sumberdaya maka tim PSLK hanya membatasi kepesertaan menulis ini untuk pendidik di Jawa Timur (sembari berharap tahun-tahun berikutnya akan dapat dilaksanakan dengan skala luas bahkan sampai level nasional). Ide untuk menerbitkan buku dengan tema ini sepenuhnya berangkat dari kondisi kekinian bangsa ini, khususnya pada kondisi remaja/siswa/ generasi masa depan bangsa. Mereka sedang mengalami split personality (diri yang terpisah). Dinamika perubahan zaman yang terus berkembang dengan sangat cepat memunculkan pergeseran aspek nilai dan moral dalam kehidupan masyarakat. Dekadensi moral dan sifat buruk yang ditunjukkan siswa semakin jamak kita dengar dan temukan ix x Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) sehari-hari. Isu-isu moralitas di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika, pornografi, pornoaksi, tawuran pelajar, aborsi perkosaan, perampasan, pencurian, pembunuhan, dan tindakan-tindakan amoral lainnya sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini terus mengancam. Permasalahan tersebut, menurut hemat kami, bagaimanapun adalah masalah kependudukan yang sangat penting, perlu untuk terus diperhatikan dengan berupaya mencari solusi-solusi ideal, semata demi masa depan bangsa. PSLK UMM berpandangan bahwa sekecil apapun upaya kita untuk memberikan kontribusi penyelesaian masalah tentu akan sangat bermanfaat. Masalah besar tentu akan menuntut keterlibatan dan kepedulian banyak pihak pula. Pada titik inilah alasan mengapa PSLK UMM hadir. Terlebih kampus ini telah menetapkan jargon luar biasa, Dari Muhammadiyah untuk Bangsa. Akhirnya, tentu sangat patut kami berterima kasih, penghargaan, dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis (para guru dan pengamat pendidikan) yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi pikiran dan ide kreatif-bahkan banyak tulisan berasal dari pengalaman nyata penulis (best practices). Terima kasih pula kami sampaikan kepada Bapa Wakil Rektor I UMM, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si., sekaligus pemerhati dan pelaku pendidikan, yang berkenan memberikan kata pengantar buku ini. Tentu, tidak lupa kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada para tim editor PSLK (Arif Setiawan, M.Pd., Fuad Jaya Miharja, M.Pd., Bustanol Arifin, M.Pd., dan Husamah, M.Pd) atas segala kerja kerasnya dalam menyunting naskah sehingga lebih enak dibaca dan memenuhi kaidah yang ada. Terima kasih juga kepada Tim UMM Press atas kerja kerasnya menerbitkan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat untuk semakin menambah wawasan dan semangat kita dalam isu-isu terkait remaja/siswa generasi masa depan bangsa. Malang, Maret 2017 Kepala PSLK UMM Husamah, S.Pd., M.Pd. xi KATA PENGANTAR EDITOR PENDIDIKAN KARAKTER DAN PROBLEMATIKA REMAJA DALAM SOROTAN GURU “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kugoncangkan dunia” Ir. Soekarno Sebaris kalimat di atas dari Bapak proklamasi yang terasa sangat menggema di seantero penjuru negeri. Hampir setiap orang tidak asing dengan kalimat tersebut, bahkan sudah digunakan oleh siapapun untuk memantik api semangat kaum muda. Tidak dapat dipungkiri lagi, memang ucapan Bung Karno tersebut sudah menjadi trendmark dalam segala aspek kehidupan. Di pundak kaum muda semua harapan seolah digantungkan dan ditumpahkan untuk membuat sebuah perubahan besar dalam dirinya maupun di luar dirinya. Filosofi “yang muda yang berkresai” seolah telah menjadi sebuah ilham dalam pemahaman roda kehidupan di setiap prosesnya. Berbekal ucapan Bung Karno dan realita yang ada di lapangan, memang tidak asing lagi kalau di setiap poros kehidupan akan ditemui sosok muda nan kreatif. Kaum muda memang tidak terlepas dari setiap sorotan, pantauan, dan intaian terhadap bakat dan talenta yang mereka miliki. Berkaca pada kalimat sebelumnya, nampaknya memang benar adanya. Dewasa ini genderang kaum muda seolah telah membuat perubahan mendasar dalam segalam urusan. Salah satunya benar-benar diadaptasi dalam dunia industri sepak bola, tengok saja filosofi “yang muda yang berkreasi” benar-benar menjadi fondasi klub asal Kota Barcelona, dengan akademi sepak bola La Masia-nya. Akademi tersebut telah melahirkan banyak talenta muda nan berbakat seperti Lionel Messi, Andres Iniesta, Xavi Hernadez, dan Gerad Pique. Di pundak merekalah digantungkan dan ditumpahkan semua harapan untuk Berjaya. Tidak main-main buah manis dari kepercayaan itu adalah prestasi yang bergelimang di semua level tertinggi. Terlepas dari dunia industri sepak bola, ada satu hal yang perlu kita pahami dengan baik, yaitu kepercayaan pada kaum muda. xi xii Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Tentunya kepercayaan tersebut tidak hanya sekadar kata “percaya”, melainkan semua pola dan bentuk bimbingan dalam mengarahkan tumbuh kembang kaum muda menjadi lebih bermakna. Investasi tersebut yang nantinya akan berbuah manis seperti halnya filosofi akademi milik Barcelona. Harapan besar seperti dua paragraf di atas boleh saja kita harapkan menjadi sebuah kenyataan. Hal ini memang tidak jauh api dari panggang, karena banyak talenta muda bangsa ini yang telah menelurkan karya luar biasa dan monumental. Selain itu, banyak juga di antara mereka yang telah berhasil membuktikan diri di tingkat internasional. Nampaknya, kaum muda inilah yang nantinya akan menjadi harapan besar bangsa dalam mengarungi derasnya arus globalisasi, sehingga mampu menjadikan bangsa menjadi lebih berdikari sesuai dengan keinginan para founding fathers. Oleh karena itu, perlu sebuah kesadaran yang teramat dalam dari setiap pemuda bangsa untuk mampu mewujudkan cita-cita dan harapan tersebut. Hal inilah yang setidaknya sekarang ini sedang dialami oleh bangsa kita dan nampaknya memerlukan sebuah penanganan yang teramat serius. Perkembangan dan perubahan zaman yang semakin bergerak maju, sehingga memberikan dampak positif yang menuntut setiap individu untuk selalu terus melakukan terobosan baru. Selain itu, dampak negatif juga sangat dirasakan, mulai dari lemahnya kemampuan berpikir kritis, manusia menyukai segala sesuatu yang bersifat instan, dan yang paling parah adalah degradasi moral yang tengah dialami oleh remaja. Nampaknya uraian pada poin terkahir ini bukan sekedar omong kosong belaka, melainkan sebagai kenyataan yang harus dihadapai dan dicarikan sebuah solusi. Apabila hal tersebut tidak segera ditangani, maka dapat dipastikan nasib bangsa ini ke depan hanyalah akan menjadi sebuah sejarah. Oleh karena itu, perlu sebuah langkah nyata dari semua elemen, mulai dari orang tua, guru, dan masyarakat. Tidak dapat dipungkuri apabila peran ketiga elemen tersebut akan sangat signifikan terhadap tumbuh kembang remaja dalam mengarungi kehidupan. Peran tersebut dimulai dari dari lingkup yang paling kecil, namun memberikan efek yang luar biasa yaitu keluarga. Di lingkup inilah semua nilai positif ditanamkan dan diajarkan dengan baik pada anak. Selian itu, di lingkup keluarga juga diajarkan terkait dengan nilai-nilai yang tidak sepantasnya dilakukan di tengah masyarakat. Kondisi demikian Kata Pengantar Editor xiii dapat dibangun semenjak dini, mulai dari ibu mengandung (prenatal) sampai anak tumbuh dan berkembang menuju fase dewasa. Diharapkan bekal yang sudah diberikan oleh orang tua mampu dijadikan sebagai pegangan dan pedoman hidup, sehingga nanti tumbuh menjadi manusia yang berkarakter. Aspek kedua yang juga memiliki peran luar biasa dalam tumbuh kembang anak menjadi remaja adalah sekolah. Sebagian besar waktu anak dan remaja dihabiskan di sekolah untuk menuntut ilmu. Dalam prosesnya ternyata siswa tidak hanya belajar dan menuntut ilmu saja, melainkan melakuan komunikasi dan interkasi dengan komunitas dalam lingkup yang sedang. Kondisi inilah yang secara perlahan telah mentrasformasi sekolah menjadi lingkup masyarakat. Dengan demikian, tidak dapat dipungkuri perlu sebuah peran pengendali yang harus dipegang oleh seorang guru. Hal ini dikarenakan guru sebagai orang tua kedua dan ujung tombak dari harapan sebuah bangsa. Di mana tugas dan kewajibannya adalah mengajar, mendidik, membimbing, dan mengarahkan siswa untuk menjadi generasi yang sukses dunia dan akhirat. Tanggung jawab berat tersebut seolah tidak menjadi halangan bagi guru, sebaliknya malah menjadikan sebuah semangat dalam melaksanakan tugas. Pelayanan dengan sepenuh hati seolah menjadi sebuah jalan lurus yang akan menuntun siswa melewati semua fase pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga siswa dapat menjadi insan kamil seperti halnya cita-cita proklamasi. Aspek ketiga yang tidak kalah pentingnya dalam membangun karakter remaja adalah masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bukan hanya sekedar yang ada di sekitar remaja, melainkan masyarakat yang sifatnya sudah sangat universal. Kondisi ini dilatari oleh semakin berkembang dan mudahnya jalinan komunikasi yang dapat dilakukan dengan orang lain di berbagai belahan dunia. Oleh kerena itu, diperlukan perangkat yang dapat menjaga konsistensi dan keajegan dalam melakukan tindakan. Perangkat tersebut berupa pemahaman etika, sopan santun, dan budi pekerti luhur yang dikemas dalam sebuah nilai karakter bangsa. Berbekal karakter bangsa, diharapkan nantinya setiap penerus bangsa tidak lagi canggung dan kehilangan jati diri dalam melakukan komunikasi yang bersifat universal. Berbicara mengenai pendidikan karakter, otomatis tidak dapat dilepaskan dari segitiga emas yang menjadi dasar pembentukannya. xiv Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Perlu kiranya untuk menyiapkan dan membekali SDM dengan semua perangkat pemahaman terhadap etika, sopan santun, dan budi pekerti luhur yang dikemas dalam sebuah nilai karakter bangsa. Bekal tersebut diharapakan akan mampu membentuk pribadi yang sesuai dengan citacita proklamasi. Salah satu langkah yang dapat dilakukan sejak dini adalah mengenalkan, menanamkan, dan membekali generasi penurus bangsa dengan nilai karakter dan falsafah bangasa. Langkah tersebut akan menjadikan nilai positif pada setiap Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bertindak dan bersikap. Bentuk penilaian postif yang tersirat dalam kalimat sebelumnya coba diukir oleh Bapak/Ibu guru dalam sebuah artikel yang menitik beratkan pada pendidikan karakter. Di mata para guru coba diulas secara mendetail tentang pendidikan karakter dan cara mengaplikasikannya. Langkah nyata tersebut perlu dan harus terus mendapatkan dukungan dari semua pihak, agar goresan dan sumbangan ide para guru tidak hanya sekedar menjadi ukiran tulisan yang tidak bermakna. Pemikiran tersebut dapat dilihat dari beberapa intisari goresan guru yang mencoba mengemukan argumentasinya melalui sudut pandang pendidik seperti berikut. Ainul Yaqin memberikan sebuah ide nyata dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak. Proses tersebut dapat dilakukan melalui prenatal education, kondisi ini diilhami semakin bobroknya karakter yang dimiliki oleh remaja, utamanya karakter profetik. Dalam konsep pemikirannya, coba diulas lebih mendalam mengenai salah satu peran dari segitiga emas yaitu keluarga. Keluarga dianggap sebagai garda terdepan dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak. Hal ini dapat dimulai ketika anak masih dalam kandungan ibu. Semasa hamil orang tua dituntut untuk bersikap proaktif terhadap pertumbuhan dan perkembangan buah hati. Sikap proaktif tersebut dimulai dari hal-hal yang bersifat sederhana dan mengandung nilai profetik, seperti membaca Al-Quran di setiap waktu agar memberikan rangsangan terhadap pola tumbuh kembang otaknya. Selain itu, pola makan dan sumber makanan perlu untuk dijaga, karena pola dan sumber makan itu yang nantinya akan menjadi darah dan daging pada buah hati. Dapat dibayangkan apabila sumber makanan yang dikonsumsi tidak halal, maka akan berdampak pada buah hati dan menjadi karakter bawaan. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran sedini mungkin bagi setiap laki-laki dan perempuan yang akan menikah. Kesadaran yang dimaksud adalah untuk mempertimbangkan orang yang akan dinikahinya, sehingga nantinya Kata Pengantar Editor xv anak yang dilahirkan akan memiliki karakter yang baik. Zakiyah mencoba memberikan sudut pandang tersendiri mengenai proses pendidikan karakter pada Anak Berekebutuhan Khusus (ABK). Melalui proses pemahaman yang mendalam terhadap ABK, ia mencoba untuk mengungkapkan bahwa mereka sama seperti anak-anak yang normal. Meraka memiliki hak dan kewajiban untuk diperlakukan sama dengan peserta didik yang normal sebagai salah satu generasi penerus bangsa. Penanaman karakter pada ABK dapat dilakukan semenjak dini dan disesuaikan dengan jurusannya. Bentuk perilaku berkarakter tersebut ditungkan dalam kegiatan-kegiatan kecil yang penuh makna, di antaranya saling membantu, saling menghargai, dan saling menghormati, meskipun mereka beda kebutuhan khususnya. Selian itu, pendidikan karakter juga diterapkan di dalam dan di luar kelas dalam bentuk yang dikemas sedemikian rupa, sehingga ABK pun dapat tumbuh menjadi generasi penerus bangsa. Berbekal pendidikan karakter yang telah dilakukan di sekolah, maka ABK juga dapat menjadi bagian utuh di masyarakat dalam memberikan bukti nyata mengenai pendidikan karakter. Alfin Faridian memberikan argumentasi mengenai perkembangan generasi muda di era sekarang. Melalui sumbangsi pemikirannya yang diulas lebih mendalam serta terperinci dalam mempersipakan remaja di era digital. Remaja yang dinamai dengan genrazi Z ini merupakan remaja yang mampu menyesuaikan dengan segala bentuk kemajuan zaman dan tantangannya. Generasi tersebut tidak perlu lagi harus saling bertatap muka dalam melakukan segala sesuatunya, hanya cukup dengan kecanggihan teknologi mereka dapat melakukan segalanya dengan baik. Selain itu, sebagian besar identitas diri tidak lagi ditentukan dari nilainilai budaya tradisional, melainkan seberapa mampu mereka memiliki, menyebarkan, dan mengetahui banyak informasi. Tentunya dengan kondisi yang demikian perlu sebuah paradigma baru dari para orang tua dalam melakukan pendekatan kepada generasi Z. Hal ini dikrenakan pendekatan dan dukungan penuh kepada generasi Z akan semakin membuat kreatif dan invotaif. Dukungan tersebut juga akan memberikan masukan karakter ke-Indonesia-an, sehingga mereka tidak melupakan budaya nasional yang menjadi dasar falsafah negara dalam setiap beraktivitas. Lilik Suhartatik mempunyai sebuah pandangan mengenai kesuksesan yang akan didapatkan oleh peserta didik melalui pembinaan soft skill, xvi Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) di mana soft skill memang merupakan aspek yang tidak dapat dianggap sebelah mata dalam pembentukan karakter. Dapat dikatakan bahwa karakter yang baik dapat bermula dari soft skill yang dimiliki oleh setiap manusia. Hal inilah yang menjadi objek argumentasi yang diutarakan lebih menyeluruh oleh Lilik melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Seperti yang banyak diketahui, bahwa selama ini SMK mendapatkan stigma sebagai sekolah nomor dibandingkan dengan SMA atau MA. Kondisi demikian tidak berlaku untuk Lilik, yang justru menjadi sebuah poin penting dalam mewujudkan keinginan pemerintah dalam membentuk karakter peserta didik. Proses tersebut dilaksanakan tidak harus dengan cara yang sangat sulit atau berbelit, melainkan melalui cara yang sagat sederhana dan berkesan. Dengan cara tersebut ternyata dapat menumbuhkan soft skill peserta didik menjadi lebih baik lagi, sehingga harapan dalam membentuk pendidikan karakter dapat tercai dengan baik. Debora Primawati Widayat menguraikan sebuah pandangan bahawa dalam membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter, diperlukan sebuah langkah nyata dalam mengaplikasikannya. Hal ini dapat dimulai dari sebuah aspek yang ternyata dianggap sepele dan kerap dianggap sebelah mata. Aspek tersebut adalah tingkat kedisiplinan diri atau self discipline, sepintas memang terlihat sangat sederhana sekali dan bahkan hampir semua orang mampu dengan mudah untuk mengucapkannya. Akan tetapi, ketika ditantang untuk membuktikan atau melakukanya, banyak di antara mereka yang mengernyitkan dahi. Kondisi yang demikian seolah menimbulkan sebuah pertanyaan besar di dalamnya, kenapa self discipline dapat berkorelasi pada sebuah kesuksesan. Tentunya pertanyaan tersebut dapat diuraikan berdasarkan logika praktis, bahwa sebuah kesuksean tidak akan didapatkan secara cuma-cuma dan begitu saja. Self discipline yang tinggi akan dapat mengantarkan setiap individunya meraih semua keinginan yang dimilikinya. Kondisi inilah yang coba diulas lebih mendalam dan bersifat klinis berdasarkan pengalam penulis yang telah menjadi guru Bimbingan Konseling (BK) dan telah banyak menghadapi karakter peserta didik. Gagasan serta hasil penelitian yang telah diulas oleh para guru dalam sebuah bungai rampai ini, seolah membuka cakrawala yang selama ini masih terkotak-kotak dalam melihat potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Cakarawala tersebut diharapkan dapat membuka Kata Pengantar Editor xvii paradigma baru dalam memahami peserta didik sebagai objek yang akan digarap karakternya, sehingga dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Dengan demikian, konsep lama mengenai karakter dan perilaku peserta didik atau generasi muda perlu rasanya untuk mendapatkan penyegaran. Kondisi tersebut dikarenakan banyaknya ruangruang yang selama ini belum pernah digarap dan disoroti dengan baik oleh khalayak. Melalui beberapa goresan dan pemikiran guru ini, kita sebagai pembaca diajak untuk menelusuri ruang-ruang yang menjadi lahan garapan guru, di mana lahan tersebut selama ini belum tergarap secara maksimal. Dengan kembali membaca, memahami, dan melakukan perenungan terhadap karya guru tersebut, sudah selayaknya negara, pemerintah, dan masyarakat mulai merapatkan barisan dan bersamasama menyingsingkan tangan dalam membangun pendidikan karakter terhadap peserta didik, sehingga kelak meraka akan menjadi insan kamil sesuai dengan UUD 1945. Secara garis besar pemikiran guru mengenai pendidikan karakter, telah memberikan banyak informasi baru pada setiap khalayak. Tentunya dengan membaca perwakilan lima contoh yang telah diulas di atas, belum mampu memberikan sebuah pemahaman menyeluruh mengenai ulasan dan goresan sebanyak lima puluh empat essai lainnya. Setiap pemikiran dan ulasan essai tersebut menunjukkan sebuah keunikan dan kekhasan tersendiri mengenai sudut pandang para guru dalam melaksanakan tugas mulianya. Sisi lain dan peran orang tua kedua seolah mengalir dengan sendirinya dalam ulasannya tanpa perlu diungkapkan dengan dengan nyata. Ciri tersebut seolah telah menjadi sebuah fitrah lahir dan batin bagi seorang guru yang tidak dapat dinafikan oleh apapaun. Tentunya di balik uraian dan ulasan yang mendalam tersebut terselip sebuah harapan besar pada instansi pengambil keputusan untuk menindaklanjutinya. Sekali lagi, ulasan para guru tersebut seolah membuka beberapa fakta tersembunyi yang belum mampu digali lebih dalam oleh khalayak ramai. Malang, Maret 2017 Editor Arif Setiawan, dkk xviii Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) xix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR: GURU DAN KOMITMEN MENGAWAL MASA DEPAN “PENERUS” BANGSA. Oleh: Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si. (Wakil Rektor I/Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Malang; Guru Besar Fakultas Agama Islam) .................................................................. KATA PENGANTAR KEPALA PSLK UMM ....................................... KATA PENGANTAR EDITOR ............................................................ v ix xi TEMA 1: MEDIA SOSIAL DAN PROBLEMATIKA KENAKALAN REMAJA SERTA SOLUSINYA Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja dari Bahaya Free Sex di Tengah Derasnya Arus Teknologi Informasi Muryati ........................................................................................... 1 Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan Ellen Landriany .............................................................................. 7 Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja Etik Fariati ...................................................................................... 15 Ciptakan Generasi “Z” Cerdas dan Berkarakter Alfi Faridian ................................................................................... 27 Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam Menyikapi Masalah Kenakalan Remaja Eviatun Khaeriah ........................................................................... 35 Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone Berdampak pada Pribadi dan Interaksi Sosial Evva ................................................................................................. 43 xix xx Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Mamang Efendy............................................................................. 51 Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah Dwi Ulfa Nurdahlia ....................................................................... Kenakalan Remaja dan Peran Guru di MTS Maulidatul Fitriyah ........................................................................ 67 Menangkal Narkoba Pada Remaja Erna Pratiwi.................................................................................... 73 Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan, dan Matinya Akal Kritis) Muhlis ............................................................................................. 79 Remaja Itu Harus Keren Sulastrini ......................................................................................... 89 Remaja Kekinian dan Kenakalannya Erwin Qadariyah ............................................................................ 97 Pergaulan Bebas Penghancur Peradapan Santi Suhermina ............................................................................ 103 Menangkal Narkoba di Kalangan Pelajar Uyun Ni’mah .................................................................................. 109 Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Susi Irmayanti ................................................................................ 115 Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alternatif Ferril Irham Muzaki ...................................................................... 131 Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah Diana Kusumawati......................................................................... 137 59 Daftar Isi Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah Juwariyah ....................................................................................... Jaringan Anti Narkoba “Siap Lapor” SMP Negeri 22 Malang Sumarno ......................................................................................... PIK Remaja Ar Risalah Peduli Generasi Emas Eko Endri Wiyono ......................................................................... xxi 153 161 169 TEMA 2: . MEWUJUDKAN PENDIDIKAN INKLUSIF, HUMANIS, DAN BERBASIS LITERASI UNTUK CALON GENERASI EMAS BANGSA Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Malang Yachya Hasyim ............................................................................... 179 Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orang Tua dalam Mengantar Anak Berkebutuhan Khusus Menjadi Bagian Generasi Emas Bangsa Aryadharma Sukma Alam Adhikusuma ....................................... 195 Membangun Mindset Optimis Siswa SMK Guna Mereduksi Kecemasan Mempersiapkan Diri Memasuki Dunia Kerja Isrizal Anwar Zuhri ........................................................................ 211 Ketapatan Pemilihan Jurusan di Perguruan Tinggi Awal Langkah Menuju Kesuksesan Peserta Didik Pepi Nuroniah ................................................................................ 217 Strategi Token Reinforcement untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-of seat pada Anak Usia Sekolah Dasar Rosyida Aziz .................................................................................. 223 Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus Zakiyah............................................................................................ 233 Menggapai Uluran Tangan Anak Sulistiana ........................................................................................ 255 xxii Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling Yachya Hasyim ............................................................................... Air Itu Bernama Murid Saifi Yunianto ................................................................................ Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan Kasih Agar Meraih Prestasi yang Berarti Dina Elisa........................................................................................ 263 273 281 Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 Melalui Gerakan Literasi dan Karya Endang Mudjianah ........................................................................ 289 Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di Lahan Subur Hariati Tinuk .................................................................................. 307 Budaya Literasi dalam Pembentukan Karakter di SMAMDA Sidoarjo Ifta Zuroidah. ................................................................................. 317 TEMA 3: URGENSI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SECARA KONSISTEN Reinterpretasi Pendidikan Karakter (Tinjauan Ulang Konsep Pendidikan Karakter Menuju Pendidikan Kritis dan Emansipatoris) Arief Hanafi.................................................................................... 325 Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP Debora Primawati Widayat ........................................................... 331 Keutamaan Karakter Religi Dwi Utami ...................................................................................... 347 Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Terhadap Tingkat Moralitas Peserta Didik di Daerah Migrasi Kota Surabaya Utara Ichmi Yani Arinda Rohmah .......................................................... 351 Daftar Isi xxiii Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembelajaran (Building Young Generation Character ofIslamic Through Learning Education) Intan Ayu Sari Dewi ...................................................................... 359 Pembentukan SoftSkill di Sekolah Menengah Kejuruan Menjadikan Karakter Unggul di Masa Depan Lilik Suhartatik .............................................................................. 375 Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai Akselerator Revolusi Mental Maghfira Wijayanti ....................................................................... 381 Menjadi Generasi (Tidak) Berkarakter Erna Pratiwi.................................................................................... 391 Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak terhadap Perkembangan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Mudafiatun Isriyah ........................................................................ 399 Metode GPS (Gerakan Positif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan Nilai Pancasila pada Siswa Rhegita Resih Kemuning .............................................................. 409 Prenatal Education Menjawab Krisis Generasi Berkarakter Ainul Yaqin .................................................................................... 423 Menjadi Generasi Berkarakter Siti Robiah ..................................................................................... 435 Pendidikan Karakter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasi Kenakalan Remaja Tutiek Srihayati .............................................................................. 449 Berkarakter Kebangsaan Bhineka Tunggal Ika Sri Wahyuni ................................................................................... 463 xxiv Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia) Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta Anna Jarrotul Khoiriyah ............................................................... 471 Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah dan Madrasah Arif Muzayin Shofwan .................................................................. Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius Fitrotul Hasanah ............................................................................ 487 Selamatkan Anak-anak Bangsa dengan Pendidikan Karakter Rif’ah Azizah ................................................................................. 499 Upaya Sang Guru Mencegah Tindak Kekerasan di Kalangan Pelajar Melalui Jurus Cakar Sri Asih ........................................................................................... 515 Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Sebagai Upaya Sekolah Mewujudkan Generasi Berkarakter Aloysius Gonzaga Adi ................................................................... 529 479 Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 1 TEMA 1: MEDIA SOSIAL DAN DILEMA PROBLEMATIKA KENAKALAN REMAJA SERTA SOLUSINYA 1 2 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja Dari Bahaya Free Sex di ..... 1 PERAN ORANG TUA DALAM MELINDUNGI REMAJA DARI BAHAYA FREE SEX DI TENGAH DERASNYA ARUS TEKNOLOGI INFORMASI Muryati SMAN 3 Kediri Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Masa ini dapat dikatakan sedang mencari pola hidup yang paling sesuai dan sering melakukan coba-coba walaupun sering melakukan kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang tua. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua sama-sama masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja. Remaja merupakan aset masa depan yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Dapat dibayangkan apabila remaja yang menjadi tulang punggung sebuah bangsa tidak memiliki komimen yang tinggi dan moral yang baik. Banyak kegiatan menggembirakan yang telah dilakukan oleh para remaja seperti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pelajar dan mahasiswa. Selain kegitan yang positif kita juga melihat arus kemerosotan moral yang semakin melanda di kalangan sebagian remaja, yang lebih terkenal dengan sebutan kenakalan remaja. Sering dijumpai dalam surat kabar berita tentang seks bebas yang dilakukan oleh anakanak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja putri, dan penyalahgunaan narkoba yang semakin merajalela. Hal tersebut merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat dewasa ini. Oleh karena itu, masalah kenakalan remaja mendapatkan perhatian yang serius untuk segera ditangani. Selain itu, fokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kenakalan remaja. Dalam hal ini peran orang tua sangat dibutuhkan dalam melindungi remaja dari hal-hal negatif seperti free sex dan penyalahgunaan narkoba. 1 2 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa PEMBAHASAN Rendahnya Pemahaman Remaja Seks bebas menjadi salah satu permasalahan yang ada di Indonesia. Setiap tahun, permasalahan ini semakin meningkat seiring berkembangnnya zaman dan teknologi, sehingga mempermudah mengakses situs yang seharusnya tidak dikunjungi. Kesalahan pergaulan juga dapat menyebabkan remaja terjerumus ke dalam lingkaran seks bebas. Hal ini dikarenakan remaja adalah individu yang labil emosinya dan rentan tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan temanteman membuat semakin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa. Peran orang tua sangat penting dalam mengendalikan perilaku anak. Oleh karena itu, diperlukan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak dengan melakukan komunikasi yang efektif. Mungkin menjadi tempat curhat bagi anak, mendukung hobi yang diinginkan, tidak terlalu mengekang anak, dan orang tua harus mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan anak diluar rumah adalah salah satu cara, sehingga anak dapat terhindar dari penyimpangan perilaku. Tidak hanya diberi asupan pendidikan formal disekolah, mereka juga harus diberikan pendidikan melalui keluarga, seperti memberikan masukan berupa siraman rohani, pemahaman terhadap etika dan estetika, dan pemahaman terhadap bakat dan minat anak. Oleh karena itu, bagaimana peran orang tua dalam melindungi remaja dari bahaya free sex di tengah-tengah derasnya arus teknologi informasi, perlu dicarikan solusi. Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak Peran orang tua dalam melindungi remaja dari bahaya seks bebas sangat diperlukan, karena hal tersebut merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam perjalanan hidup seorang remaja. Orang tua merupakan inti pembentukan tata nilai seorang remaja. Di dalam keluarga orang tua mempunyai otoritas terhadap pembentukan dan penentuan sistem tata nilai keluarga. Pengajaran tata nilai yang lebih mengedepankan kelimpahan materi dan kemakmuran ekonomi jika tidak dibekali dengan kekuatan iman, akan mendorong anak menjadi hamba keserakahan dan ketamakan. Orang tua dapat memberikan kasih sayang dan perhatiannya terhadap para remaja di dalam lingkup keluarga, Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja Dari Bahaya Free Sex di ..... 3 sehingga para remaja tidak mencari-cari kasih sayang yang salah dalam pergaulannya di luar rumah. Selain itu, peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan remaja perlu dimaksimalkan, namun jangan berlebihan. Apabila remaja melakukan sebuah kesalahan perlu diperingatkan dan diberikan pendidikan agar mampu mengetahui kesalahan dan tidak mengulanginya kembali. Selain itu, peran orang tua juga sangat diperlukan dalam pembentukan watak dan tata nilai remaja yang kelak menjadi identitasnya. Bagaimanapun setiap anak remaja pasti mempunyai ciri khas masing-masing yang berbeda dengan yang lain. Ada remaja yang pendiam, penurut, mudah bergaul, pemurung, gembira, pembangkang, bahkan pemberontak. Sering kali remaja memandang rumah sebagai penjara dan orang tuanya tidak lebih sebagai mahkluk yang kegemarannya menciptakan peraturan dan larangan. Oleh karena itu, perlu kiranya para orang tua memahami dan mengerti kondisi anak dalam setiap detiknya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peran sebagai orang tua dengan tujuan sebagai berikut. a. Tidak salah dalam pergaulan b. Tidak terjerumus dalam seks bebas c. Terhindar dari penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang d. Terhindar dari penyakit atau penularan HIV/AIDS e. Terhindar dari tindak kriminal f. Terhindar dari kemalasan g. Terhindar dari perkelahian h. Terhindar dari sikap apatis di lingkungan keluarga dan masyarakat. Langkah Tepat dalam Medidik Remaja Menjadi Lebih Baik Berdasarkan hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat (BKKBN), 63% remaja di Indonesia pada usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah pada tahun 2008. Pada tahun 2010 BKKBN mencatat bahwa persentase seks bebas di kalangan remaja meningkat menjadi 65%. Data ini diperkirakan akan terus bertambah dengan semakin bertambah majunya zaman. Pada dasarnya, ada beberapa faktor yang mendorong remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah. Faktor pertama adalah pengaruh liberalisme atau pergaulan hidup bebas. Remaja zaman sekarang lebih mengedepankan gaya hidup kebarat-baratan, sedangkan 4 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa gaya hidup kebarat-baratan yang dianut itu terkesan bebas, tidak mengindahkan tata nilai dan norma yang berlaku di Indonesia. Faktor kedua adalah lingkungan atau keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut. Peran orang tua dan lingkungan sekitar turut mempengaruhi perilaku remaja. Jika orang tua dan lingkungan mau peduli dengan keadaan dan kondisi remaja di sekitarnya, maka hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Faktor ketiga adalah pengaruh dari media massa, khususnya peran teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya akses internet bagi kalangan remaja menuju situs porno. Dengan mudahnya mengakses situs porno, para remaja dapat dengan mudah melihat tayangan yang seharusnya tidak mereka tonton. Mereka juga dengan mudah menyimpan video terlarang tersebut ke dalam smartphone yang dimilikinya. Hal inilah yang mendorong terjadinya seks pranikah di kalangan remaja. Psikologi dan pemikiran mereka selalu tertuju pada tayangan tersebut, hingga tanpa sadar mereka tertarik melakukan seks karena dorongan seksual pada diri mereka memuncak. Secara fisik aktivitas remaja dapat dipantau oleh orang tuanya, namun secara psikis orang tua harus memahami kebutuhan biologis dan harus mengarahkan sudut pandang anak secara hati-hati. Tentu saja sebagai pertimbangan dapat dilakukan pendidikan seksual dan mengajak anak mengalihkan pandangannya tentang kebutuhan biologis dengan pendekatan religius. Hal ini juga dapat dipelaji dalam Al-Quran yang telah memberikan peringatan keras tentang seks yang disalahgunakan (QS. Al-Isra’: 32) dan sebaiknya seks dilakukan dengan pasangan yang diikat dengan sebuah pernikahan yang sah (QS. Al-Mukminun: 5-7). Hal ini memang sudah menjadi fitrah manusia saling membutuhkan pasangan atau lawan jenisnya (QS. Az-Zariat: 49, Ar-Rum: 21) bukan dengan yang sejenis (QS. Al-A’raf: 80-81). Pendidikan seks yang sehat dalam Al-Qur’an dapat menjauhkan diri dari berbagai penyakit bagi pelaku-pelaku seks yang sah dalam ikatan pernikahan (QS. Al-Baqarah: 222). Selain itu,bagaimana cara agar terhindar dari aktivitas seks yang haram (zina) baik itu berpakaian dan tingkah laku laki-laki atau perempuan yang dapat menjaga setiap titik urat malunya (QS. An-Nur: 30-31, Al-Azab: 59) agar tidak putus. Nabi Muhammad SAW bersabda “Malu itu sebagian dari iman, jika kamu tidak punya rasa malu (urat malunya sudah putus) maka kamu pasti akan berbuat sesuka hatimu”. Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja Dari Bahaya Free Sex di ..... 5 Agar anak-anak tidak terjerumus dalam perilaku free sex, orang tua harus menjelaskan bahwa apa yang diharamkan (zina), akan dihalalkan pada waktunya (ketika sudah resmi menikah). Tidak hanya itu, kelak jika sudah uzur kemungkinan besar juga tidak lagi membutuhkan hal-hal yang berbau seksualitas. Bahwa kebutuhan insan mengikuti irama kehidupan sesuai dengan usia adalah takdir. Remaja biasanya di saatsaat tertentu justru menjauh dari orang tuanya dan lebih mendengarkan kata-kata temannya yang lebih persuasif. Hal ini dikarenakan ajakan teman dianggap menyenangkan dan terkadang membahayakan. Keduanya sering di luar perhitungan remaja, jika terjadi resiko, orang tua tentu ikut menerima dampaknya. Terlebih masa depan pelaku sendiri yang dipertaruhkan. Oleh karena itu, para orang tua, guru, saudara, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemimpin, perangkat desa/ kelurahan, dan aparatur negara, hendaknya bersama-sama peduli pada remaja, minimal di sekitar lingkungan domisili maupun lingkungan kerja. Hal ini penting sekali dalam memantau dan memberi perhatian baik berupa sapaan, dialog atau komunikasi, dan perhatian pada remaja yang rata-rata malu-malu atau bahkan ada yang tidak peduli pada sekitar. Kepedulian ini untuk menumbuhkan rasa bahwa dirinya diperhatikan/mendapat perhatian, dengan harapan mereka memiliki rasa malu jika mulai melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan atau norma. PENUTUP Di era globalisasi dan semakin berkembangnya teknologi yang memengaruhi kehidupan remaja tidak lepas dari yang namanya media sosial. Banyak remaja yang menyalahgunakan teknologi untuk hal-hal negatif seperti menonton hal yang berbau porno. Hal itu yang memicu terjadinya free sexdi kalangan remaja. Kondisi ini terjadi karena kelalaian orang tua dalam mengawasi anaknnya. Terutama keimanan yang dimiliki orang tua biasanya dicontohkan atau dimiliki oleh seorang anak, free sex juga muncul karena kurangnya iman dalam diri seorang anak. Bila anak salah dalam memilih pergaulan, hal itu dapat menimbulkan ajakan negatif dari teman yang mengarah pada free sex. Sebagai orang tua yang memiliki anak-anak usia dini hingga remaja, tentu sudah menanamkan nilai-nilai adat, budaya, dan religius kepada anak-anaknya. Akan tetapi, dengan adanya laju arus gelombang teknologi 6 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa informasi yang menyebabkan segala sesuatu menjadi mungkin, baik halhal yang positif maupun yang negatif. Rasanya perlu pengoptimalan penanaman nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam butir-butir Pancasila.Pancasila sebagai dasar negara sudah lengkap memuat nilai-nilai yang harus ditanamkan pada remaja/generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua sebagai berikut: 1. Sebagai orang tua hendaknya menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada anaknya menjadi sebuah kewajiban. 2. Sebaiknya orang tua sebagai penanggung jawab tertinggi atas perilaku anak-anaknya, dapat membagi waktu antara waktu bekerja dan waktu untuk sang anak. 3. Seharusnya orang tua dapat dijadikan teladan buat anaknya. 4. Orang tua memberitahukan kepada anaknya tentang bahaya free sex agar tidak salah langkah. Bahwa suatu saat nanti hal-hal yang diharamkan saat ini akan halal pada waktunya. 5. Orang tua harus mengetahui dengan siapa anak bergaul. 6. Sebaiknya orang tua mengajarkan dan menerapkan perihal keimanan yang harus dipegang teguh agar anak tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. 7. Sebaiknya ketika menegur anak, menggunakan kata-kata yang tidak menyakitkan hati, jangan terkesan menghakimi namun mengajari menyadari akan kesalahan. Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan 7 PERGAULAN BEBAS ANCAMAN GENERASI MASA DEPAN Ellen Landriany SMA Negeri 10 Malang Membicarakan tentang remaja memang selalu menarik perhatian dari semua kalangan. Tidak hanya karena remaja merupakan sosok unik ketika melewatifase perubahan ragawi maupun mental,tetapi juga dari perubahan non fisik. Menurut Glenn (1999: 239) tubuh akan tumbuh pesat karena ada zat-zat kimiawi bernama “hormon” yang mendesaknya untuk tumbuh. Remaja laki?laki dengan ciri kelamin sekunder seperti: pita suara bertambah panjang dan tebal, suara menjadi lebih dalam, mental lebih agresif, sikap aktif, dan mulai berminat terhadap perkembangan kelamin lawan jenis. Untuk ciri-ciri kelamin sekunder perempuan meliputi panggul bertambah lebar, payudara dan organ reproduksi bertambah besar. Perubahan non fisik meliputi perubahan perasaan yang tiba-tiba merasa gembira tanpa sebab, ingin marah-marah atau dirundung kecemasan yang tiada henti-hentinya,sangat mudah tersinggung, dan ingin selalu menangis. Pakar psikologi mengatakan pada fase ini dikenal dengan proses pencarianjati diri dan pemahaman diri, serta penjajakan peranan dan kedudukannya dalam lingkungan. Dalam proses pencarian jati diri, remaja membutuhkan kemandirian meliputi “Perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan maupun masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”. Ada suatu dorongan yang kuat untuk terlepas dari ketergantungan dengan orang tua, keinginan dihargai sebagai orang dewasa dan mempunyai hak terhadap dirinya dalam berkeputusan, serta bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Masa remaja adalah masa pembelajaran, masa mencari jati diri, dan masa yang masih labil. Meskipun remaja mendapatkan kesempatan mengembangkan potensi diri, namun tetap memerlukan bekal, bimbingan, dan pengarahan dari orang tua, pendidik, serta dukungan lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu, perlu rasanya untuk membekali remaja dengan pemahaman konsep hidup yang benar. 7 8 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dengan bimbingan, akan membentuk remaja menjadi merasa percaya diri, karenasecara kemampuanmereka belum teruji dalam menghadapi tantangan hidup. Keterlibatan orang tua, pendidik, dan lingkungan dalam memberikan pengarahan akan membentuk kesiapan mentalnya, karena secara kejiwaan remajamasih labil, mudah kebingungan ketika mengalami kesulitan, dan kegagalan menjalani hidupnya. Mengambil Keputusan tentang Seks Bagi remaja perempuan atau perempuan muda sangat sulit untuk mengambil keputusan tentang laki-laki.Kebanyakan orang mulai memiliki perasaan cinta atau seksual bila telah menginjak masa remaja. Perempuan muda dan gadis melakukan hubungan seks karena berbagai alasan, ada yang ingin punya anak atau merasa diinginkan oleh lelaki,sekedar menjalankan tugasnya sebagai seorang istri tanpa menikmatinya, bahkan mungkin juga karena dipaksa, serta ada yang terpaksa melakukan hubungan seks dengan imbalan uang atau imbalan lain yang diperlukan untuk bertahan hidup (Burns dkk, 2005: 72). Ancaman Penyakit AIDS (Acquuired Immune Deficiency Sindrome) Salah satu penyakit yang disebabkan oleh hubungan seks yang tidak sehat adalah AIDS. Penyakit tersebut mampu merambah ke semua kalangan dan semua tempat. Namun, yang paling pesat perkembangannya terjadi pada beberapa tempat yang memiliki latar belakang penduduk miskin dan kurang berpendidikan, kelaparan, peperangan, dan pengangguran. Kondisi tersebut membuat runtuhnya tradisi seks yang baik dan hubungan seks dengan pasangan-pasangan barupun menjadi kegiatan yang biasa.AIDS merupakan penyakit yang menyerang kekebalan tubuh, di mana “himpunan kekurangan kekebalan tubuh yang ditularkan“. Penderita penyakit AIDS akan memiliki system kekebalan tubuh yang berbeda dengan manusai normal. Hal ini dikarnekan penyakit AIDS akan menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga penderitanya mudah terserang penyakit dan memiliki kondisi tubuh yang ringkih. Ibarat sebuah penyakit kanker yang siap memberangus setiap nyawa yang ditemuinya. Setiap tahun kita terperangah dengan semakin meningkatnya orang yang terkena penyakit HIV/AIDS dan pecandu narkoba. HIV/AIDS dan narkoba bukan lagi menjadi endemik ganda yang mengancam kehidupan mereka yang gemerlap, bebas dan para penjaja seks namun sudah mulai masuk dalam ranah kehidupan rumah tangga dan anak?anak. Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan 9 Mencuatnya banyak kasus asusila tersebut, yang perlu digaris bawahi adalah : Pertama, muatan materi agama yang masih minim. Sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya muatan materi pengetahuan agama pada kurikulum sekolah umum hanya memberikan tatap muka dalam pembelajaran tiga jam setiap minggu, hal tersebut belum dapat menjadi jaminan peserta didik untuk memahami mau pun mempraktekkan dalam tindakan dan perilakunya. Materi maupun ajaran agama tentu saja tidak hanya menjelaskan masalah ubudiyah yang sifatnya wajib, atau doktrin jihad, namun lebih dari itu ajaran agama mengajarkan kita masalah moralitas, untuk berperilaku baik terhadap orang tua, keluarga, bergaul dengan komunitasnya, menghargai sesama makhluk dan memprilakukan dengan baik lingkungan sekitarnya, terlebih mengenai hubungannya dengan Sang Pencipta. Pada dasarnya seluruh agama yang ada, tidak membenarkan ummatnya melakukan seks bebas. Menurut pendapat Nelty (2016: 174) pergaulan bebas yang dimaksud adalah pergaulan yang tidak dibatasi oleh aturan agama maupun susila, perilaku yang dilarang oleh agama Islam yaitu Zina. Terkait hukum zina dianggap sebagai puncak keharaman hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.Sal- Isra’ /17- 32 , dalam pandangan hukum Islam perbuatan zina merupakan dosa besar yang dikategorikan sebagai perbuatan yang keji, hina, dan buruk. Kedua, doktrin hidup bebas dan serba glamour seolah menjadi ideologi anak muda. Kebebasan merupakan ideologi dalam berperilaku, dan apa yang dilakukannya merupakan sebuah kebenaran. Gaya hidup remaja, disamping disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap ajaran agama, juga kurangnya perhatian dari pihak keluarga, belum lagi serbuan yang menyerang imajinasi remaja usia labil yang terus memberondong dari mulai ia keluar rumah melalui gambar? gambar, pamlet, iklan-iklan di media cetak atau elektronik ditambah lagi dengan sajian sinetron remaja yang mereka tonton di televisi. Terjerumusnya remaja pada dunia seks merupakan hasil dari rasa keingintahuan terhadap seks itu sendiri, yang mereka dapatkan dari media, video cassete disk dan fasilitas lainnya. Yang tanpa disadari dengan sekali melakukan, ia akan terjerumus pada pecandu seks bebas. Ketiga, guru sebagai pengajar dan pendidik. Dengan kejadian tersebut yang akan merasakan dampaknya adalah pendidik, guru yang seyogyanya 10 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sebagai pendidik siswanya baik di lingkungan maupun di luar sekolah, hanya berfungsi sebagai pengajar di kelas, guru memiliki peran ganda, yaitu seorang pengajar juga peran pendidik. Apabila terjadi pergaulan yang bebas, siapakah yang akan memikul tanggung jawab dari pergaulan bebas tersebut? Keempat, problem yang ditimbulkan dalam keluarga mendominasi dari timbulnya perilaku menyimpang pada diri anak. Perilaku menyimpang anak usia pelajar bukan sepenuhnya kesalahan anak. Namun dapat juga disebabkan keharmonisan dalam keluarga mulai menipis dan menghilang. Keributan orang tua di depan mata putraputrinya sudah menjadi tontonan. Tanpa disadari bahwa apa yang dilakukan orang tua di depan anaknya sudah menghancurkan psikologis seorang anak oleh karena itu, maka dalam kondisi keputusasaan usia pelajar sangat mudah mengambil keputusan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, meskipun berakibat sangat fatal. Dari pemaparan di atas pertanyaan, siapa yang patut disalahkan dengan kejadian seks bebas tersebut? Apakah Sekolah yang memberi porsi agama sangat minim, atau pelajar yang mengikuti arus globalisasi hidup bebas, guru, atau keributan orang tua di depan anaknya maupun perilaku acuh orang tua terhadap anaknya. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas. Pertama, industri pornografi. Luasnya peredaran materi pornografi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola perilaku seks remaja. Kedua, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Banyak informasi tentang kesehatan reproduksi yang tidak akurat, sehingga dapat menimbulkan dampak pada pola perilaku seks yang tidak sehat dan membahayakan. Ketiga, pengalaman masa kecil, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang pada masa kecil mengalami pengalaman buruk akan mudah terjebak ke dalam aktivitas seks pada usia yang amat muda dan memiliki kecenderungan untuk memiliki pasangan seksual yang berganti-ganti. Keempat, pembinaan religius. Remaja yang memiliki kehidupan religius yangbaik, lebih mampu berkata ‘tidak’ terhadap godaan seks bebas dibandingkan mereka yang tidak memperhatikan kehidupan religius. Seks bebas dapat disebabkan oleh hal-hal berikut: maraknya peredaran gambar dan VCD porno, kurangnya pemahaman akan nilai Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan 11 nilai agama, keliru dalam memaknai cinta, minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas serta belum adanya pendidikan seks secara reguler?formal di sekolah? sekolah. Itulah sebabnya informasi tentang Makna Hakiki Cinta dan adanya Kurikulum Kesehatan Reproduksi di sekolah mutlak diperlukan. Melacak lebih jauh persoalan cinta dan seksualitas di kalangan remaja ini, ada sejumlah fakta yang mesti diterima dengan lapang dada dan disikapi secara bijak. Pertama, banyak remaja memiliki persepsi yang salah tentang cinta. Ketika diberi anugerah cinta singgah di hatinya, ia tidak rela hubungan cintanya diakhiri. Konsekuensi apa pun, juga rela melakukan apa saja yang diinginkan pasangannya, termasuk melakukan perbuatan yang belum layak mereka lakukan. Kedua, tawaran erotisme dan stimulasi seksual yang seronok ? vulgar, yang disuguhkan media massa begitu deras mengalir di ruang publik. Hal tersebut sangat berdampak buruk pada mentalitas para remaja. Tawaran erotisme dan stimulasi seksual tersebut akan menimbulkan implikasi psikologis di kalangan remaja yang sedang dalam proses transisi mencari identitas diri. Ketiga, cinta dan seksualitas merupakan hal yang sangat menarik perhatian remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja tersebut segala perangkat seksualnya mengalami perkembangan pesat dan dorongan seksualnya pun menjadi hal yang sangat akrab dalam kehidupan mereka. Keempat, cinta dan seks adalah dorongan alami yang tak dapat dipisahkan dalam perkembangan setiap manusia yang normal. Dorongan seks tersebut sering menimbulkan masalah tetapi bukan tidak dapat diatasi. Seks harus dilihat dari konteks kehidupan kita secara utuh, tidak parsial. Dorongan itu dapat disublimasi menjadi potensi yang positif untuk berprestasi bila ditangai secara benar. Kelima, kini, seks bukan monopoli orang dewasa atau aorang tua lagi. Seks juga milik remaja. Nilai seks yang luhur itu pun sudah sedikit demi sedikit meninggalkan ketabuannya. Oleh sebab itu, nilai luhur seks itu harus ditanamkan pada remaja. Kalau dulu orang malu membicarakannya meskipun begitu banyak orang mengalami masalah seks, sekarang sebaliknya kalau tidak berani berpacaran dapat dinilai kuper dan ketinggalan zaman. Keenam, para remaja kita sekarang ini telah mengalami pergeseran nilai yang cukup 12 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa signifikan terhadap seks ini. Pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, seks bebas (free sex), intercouse, sex pranikah, dan berbagai aktivitas seksual lainnya bukan lagi sesuatu yang asing bagi mereka. Mereka begitu permisif dengan hal?hal tersebut. Di mata mereka, di dalam seks hanya ada kesenangan. Sementara sisi buram akibat perbuatan mereka hampir tidak pernah dipikirkan. Ketujuh, banyak remaja yang kurang bahkan tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang masalah cinta dan seks ini. Banyak diantara mereka yang tidak mengenal organ tubuhnya sendiri secara baik, sementara tingkat keingintahuan mereka mengenai masalah seks ini begitu besar. Untuk memenuhi keingintahuan mereka yang begitu besar tersebut, mereka mencarinya secara sembunyi. Akibatnya, tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam informasi yang salah bahkan menyesatkan yang dapat membahayakan perkembangan mental mereka. Untuk semua fakta itulah, informasi yang jelas, lugas dan komprehensif mengenai makna hakiki cinta dan seks dengan segala dampak yang ditimbulkannya mutlak diperlukan. Remaja adalah aset bangsa dan agama, persoalan remaja saat ini sudah masuk dalam tataran kritis dan sulit dikendalikan. Hal ini menjadikan berbagai kalangan merasa cemas dan berupaya menemukan langkah?langkah penyelesaiannya, karena remaja adalah aset negara, agama, dan penerus perjuangan generasi sebelumnya. Secara kejiwaan remaja mempunyai energi yang berpotensi menghasilkan kecermelangan berfikir dalam menemukan ide dan inovasi baru yang penuh kedinamisan. Namun potensi ini harus diimbangi dengan kejelasan arah dan tujuan hidupnya. Ketika remaja kosong dengan tujuan hidup yang benar, pemanfaatan potensi ini akan beralih pada keadaan yang justru merugikan bahkan menghancurkan kehidupannya. Sebagaimana pernyataan yang dikeluarkan presiden RI bahwa endemik ganda narkoba dan HIV/AIDS telah mencapai keadaan yang mengkawatirkan eksistensi negara. Menurut pendapat Winarno (2014: 404), globalisasi merupakan faktor yang mempengaruhi perdagangan narkoba, juga membuat kedudukan negara menjadi lemah, dampaknya telah menjadikan negara tanpa batas, perubahan arah kehidupan masyarakat semakin terinterdependensi. Beliau menyarankan langkah antisipatif dengan 3T nya yaitu: Tingkatkan kepemimpinan dan upaya pencegahan, Tingkatkan layanan kesehatan Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan 13 komprehensif, profesional dan manusiawi, dan Tingkatkan mobilisasi sumber dana dan daya. Banyak pula pernyataan solutif yang diberikan para praktisi kesehatan, psikologi bahkan pemerhati remaja tentang cara terbaik untuk mencegah semakin menjamurnya kasus endemik ganda yang merusak generasi bangsa. Pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja sekarang sudah menjadi wabah yang setiap saat dapat melahirkan berbagai penyakit fisik dan psikososial. Sebagian praktisi mengatakan remaja putri merupakan pihak yang sangat dikorbankan akibat pergaulan bebas ini. Untuk itu perlu memberikan pendidikan tentang kesehatan reproduksinya sehingga remaja memahami tentang dirinya, keunikan organ reproduksinya. Dengan demikian remaja mampu memberikan keputusan tepat dan bertanggung jawab terhadap penggunaan organ reproduksinya. Selain itu dengan dalih kedaruratan, diambil langkah?langkah penyelesaikan seperti ATM kondom untuk mencegah penularan HIV/ AIDS, anjuran pemakaian jarum steril saat mengonsumsi narkoba, kemudahan sarana untuk melakukan aborsi aman yang sebenarnya justru akan memfasilitasi semakin berkembangnya seks bebas berikut juga dampaknya. Sekali lagi kita selalu dihadapkan dengan kenyataan bahwa kenaikan kasus dampak dari pergaulan bebas yang terjadi di masyarakat terutama remaja semakin tidak terkendali. Fenomena dampak pergaulan bebas dan seks bebas yaitu meningkatnya pemakai narkoba, berkembangnya penyakit menular seksual terutama HIV/AIDS yang akan menghancurkan aset termahal bangsa ini. Upaya Mengatasi Pergaulan Bebas. Cara paling ampuh untuk menghindari penyakit menular seksual adalah tidak melakukan hubungan seksual, sedangkan tindakan pencegahan meliputi: pengawasan terhadap sumber penularan, menghindari perilaku yang mempermudah penularan, penyembuhan dan menghilangkan sumber penularan.Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat. Menerapkan perilaku mulia sesuai dengan ajaran agama Islam dengan menjaga pergaulan yang sehat yaitu pergaulan yang terbebas dari nafsu yang mengarah kepada hubungan seksual di luar nikah. Menjaga aurat perempuan untuk menggunakan jilbab dan pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuhnya termasuk bagian dada. Demikian juga dengan laki laki, agar terjaga dari pandangan maka bagian tubuh 14 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa yang menjaga aurat harus dijaga dari pandangan lawan jenisnya. Menjaga pandangan dengan cara menundukkan pandangan. Menjaga kehormatan yang ada pada organ tubuh yang paling pribadi. Memperbaiki wawasan secara luas mengenai kehidupan yang lebih baik, melakukan komunikasi dengan baik pada masyarakat dan membuat masyarakat tidak melakukan ajakan kepada hal yang negatif. Pemerintah mengadakan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya pergaulan bebas dalam rangka melakukan tindakan pencegahan, juga menegakkan aturan hukum yang akan dapat memberikan efek jera mengenai pergaulan bebas sekaligus sebagai benteng terakhir untuk menyelamatkan generasi muda. Referensi August Burn et all. 2005. Bila Perempuan Tidak Ada Dokter. Yogyakarta: Insis. Budi Winarno. 2014. Dinamika Isu Isu Global Kontemporer. Jakarta: Caps Glenn and Susan Toole. New Understanding Biology For Advanced Level Fourth Edition. Stanley Thornes. Nelty Khairiyah. 2016. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta:Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Putu Budi Adnyana. 2003. Kesehatan Reproduksi. Malang: UM Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja 15 PEER COUNSELING UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY TERHADAP PERILAKU BERISIKO PADA REMAJA Etik Fariati SMKN 6 Malang Upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia, khususnya remaja di Indonesia dari waktu ke waktu selalu menemui kendala. Salah satu kendalanya adalah semakin meningkatnya kecenderungan remaja untuk melakukan sindrom perilaku berisiko. Sindrom perilaku berisiko pada remaja menurut Kagan (dalam Heaven, 1996) meliputi kehamilan di luar nikah, kenakalan remaja, dan pergaulan bebas. Berdasarkan survey Media Litbang Departemen Kesehatan di tahun 2009 terdapat peningkatan perilaku berisiko pada remaja yang sangat tinggi, survey tersebut terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kondisi tersebut menjadi lebih mengkhawatirkan, karena sedikit demi sedikit merambah ke kota-kota kecil termasuk Malang, yang ironisnya dikenal sebagai kota pelajar. Remaja dapat menghindari perilaku yang berisiko apabila dalam diri tertanam efikasi diri untuk mencegahnya. Self efficacy (efikasi diri) yang tinggi pada remaja menjadikan memiliki keyakinan personal untuk tetap melakukan perilaku sehat meskipun tantangannya berat. Self efficacy tinggi menjadikan remaja juga memiliki keyakinan untuk mampu mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko.Selain itu, self efficacy merupakan evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk menyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan, atau menghadapi suatu tantangan. Individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan mampu memotivasi diri dan mengontrol lingkungan sekitarnya, sehingga dapat menampilkan perilakuperilaku tertentu sesuai dengan keinginannya (Bandura, 1997). Salah satu upaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja adalah melalui konseling sebaya (peer counseling). Konseling sebaya (peer counseling) merupakan konseling yang dilakukan oleh kelompok sebaya. Dalam hal ini dibangun melalui hubungan saling percaya terhadap 15 16 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa individu yang membutuhkan bantuan. Konseling ini dipandang cukup efektif karena diberikan oleh teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki personal fable, yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling dipandang cukup bermakna dilakukan. Penguatan remaja untuk meningkatkan efikasi diri terhadap perilaku berisiko sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, upaya yang dilakukan masih sebatas menjadikan remaja sebagai objek, misalnya melalui ceramah dan pelatihan. Penguatan yang menjadikan remaja aktif untuk diri dan kelompoknya sendiri melalui konseling sebaya, tampaknya belum banyak dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan remaja yang memiliki hubungan dekat dan berinteraksi dengan pemuda yang lebih tua, akan terdorong untuk terlibat dalam kenakalan, termasuk juga melakukan hubungan seksual secara dini (Billy, Rodgers, & Udry, dalam Santrock, 2004: 414). Sementara itu, remaja alkoholik tidak memiliki hubungan yang baik dengan teman sebayanya, serta memiliki kesulitan dalam membangun kepercayaan pada orang lain (Muro & Kottman, 1995: 229). Remaja membutuhkan afeksi dari remaja lainnya, dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa hormat. Remaja juga membutuhkan perhatian dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi masalah. Selain itu, butuh orang yang mau mendengarkan dengan penuh simpati, serius, dan memberikan kesempatan untuk berbagi kesulitan serta perasaan seperti marah, takut, cemas, dan keraguan (Cowie and Wallace, 2000: 5). Uraian fakta di atas sangat menarik perhatian peneliti untuk melakukan sebuah pengujian lebih lanjut melalui penelitian tindakan (action research) dalam bimbingan dan konseling dengan judul “Peer Counseling untuk meningkatkan self afficacy terhadap perilaku berisiko pada remaja”. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) yang dilaksanakan pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 6 Malang, Kota Malang, Propinsi Jawa Timur. Dalam menyelesaikan penelitian tindakan ini membutuhkan waktu selama dua bulan, terhitung sejak bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan November 2016. Adapun pembagian waktunya meliputi penyusunan proposal penelitian dan penyusunan instrumen penelitian pada bulan Oktober.Bulan November Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja 17 digunakan untuk mengumpulkan data atau melakukan tindakan (action), analisis data, pembahasan dan analisis, serta menyusun laporan hasil penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yang digabungkan sekaligus dalam pengambilan data.Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang padat, tepat, dan komprehensif. Dengan demikian, diharapkan dapat memenuhi standar data yang valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Angket, angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1993:124). Angket ini digunakan untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Dengan angket ini responden mudah memberikan jawaban karena alternatif jawaban sudah disediakan dan membutuhkan waktu singkat dalam menjawabnya. Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Angket ini terdiri dari dua bagian, yang pertama angket pretest yang diberikan kepada responden sebelum melakukan tindakan, dan yang kedua posttest diberikan setelah melakukan tindakan konseling sebaya. 2. Observasi. Metode observasi ini merupakan pengamatan atau mendengarkan perilaku individu dalam situasi atau selang waktu tanpa manipulasi atau mengontrol dimana perilaku itu ditampilkan. Observasi dalam penelitian ini juga tidak mengabaikan kemungkinan menggunakan sumber-sumber non manusia seperti dokumen dan catatan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan deskripsi kualitatif, yakni data yang diperoleh dijelaskan secara rinci berdasarkan hasil pretest dan membandingkannya dengan hasil posttest. Kemudian disandingkan dengan hasil observasi di lapangan sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan. Data dianalisis berdasarkan metode pendekatan terhadap permasalahan yang diangkat, sehingga ada relevansi antara data dan kesimpulan. Subjek penelitian tindakan ini adalah semua siswa yang tergabung dalam kegiatan PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Rinciannya adalah 5 orang siswa yang terlatih sebagai peer counseling yang diambil berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan 18 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sebagai pemberi layanan bimbingan, sedangkan siswa yang menerima layanan bimbingan berjumlah 31 orang. Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian tindakan ini berjumlah 36 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Format pelatihan konselor sebaya berupa pelatihan yang bertujuan agar konselor sebaya mampu bertindak sebagai peer educator yang memiliki keterampilan konseling dasar. Metode yang digunakan dalam pelatihan konselor sebaya meliputi ceramah, diskusi, brainstorming, dan simulasi. Materi yang diberikan berupa materi tumbuh kembang remaja, peran efikasi diri terhadap pencegahan perilaku berisiko, serta teknikteknik dan strategi konseling sebaya. Pelatihan dilengkapi dengan buku panduan yang berisi materi yang disampaikan dalam pelatihan, serta materi yang akan dipresentasikan oleh para peer educator dalam konseling sebaya. Penekanan simulasi adalah melatih konselor sebaya agar mampu memberikan penguatan terhadap teman sebaya untuk menolak perilaku berisiko secara klasikal. Para konselor sebaya diarahkan untuk memiliki ketrampilan menjadi pendidik sebaya, dengan tugas memberikan informasi yang dibutuhkan remaja mengenai perilaku berisiko dan cara menghadapinya, serta menjadi model bagi remaja yang lain. Dalam kegiatan konselor sebaya ini, para konselor secara bergantian melakukan simulasi sebagai peer educator terhadap teman sebaya. Secara umum hasil pelatihan menunjukkan bahwa konselor sebaya sudah menunjukkan penguasaan materi dan ketrampilan sebagai peer educator untuk meningkatkan efikasi diri teman sebaya dalam menolak perilaku berisiko. Pelaksanaan Konseling Sebaya Tindakan dalam bentuk konseling sebaya dilakukan konselor sebaya yang terlatih terhadap teman sebaya dilaksanakan terdiri dari 2 siklus. Siklus 1 berupa pemberian konseling sebaya oleh konselor secara klasikal pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Siklus 2 peneliti merencanakan perbaikan tindakan pada siklus 1. Pada masing-masing siklus ini berisi kegiatan (1) perencanaan, (2) implementasi, (3) monitoring, dan (4) refleksi. Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja 1. Siklus I: Konseling Sebaya Secara Klasikal a. Tahap Perencanaan 19 Pada siklus 1 ini peneliti merencanakan kegiatan ceramah dan diskusi. Kegiatan ceramah dilakukan dalam bentuk pemberian informasi mengenai macam-macam perilaku berisiko pada remaja. Materi yang diinformasikan adalah kehamilan, narkoba dan miras, serta menjadi remaja dengan efikasi diri tinggi. Perencanaan dilakukan peneliti (guru BK) dan konselor sebaya untuk menentukan waktu pelaksanaan, dan tindakan yang akan dilakukan. Direncanakan kegiatan dilaksanakan tanggal 26 Oktober 2016 pukul 13.00 sampai selesai di ruang 5. b. Tahap Pelaksanaan Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2016 selama 2 x 45 menit, yaitu dimulai dari pukul 13.00 sampai 14.30 di ruang 5 dengan jumlah siswa 31 orang. Sebelumnya, terlebih dahulu siswa diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Siswa (pretest) No. 1 2 3 4 5 Interval 28 – 30 31 – 33 34 – 36 37 – 39 40 - 42 Jumlah Frekuensi 2 11 14 3 1 31 Frekuensi Relatif (%) 7% 35% 45% 10% 3% 100% Kategori Rendah Sekali Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Hasil pengukuran sebelum tindakan menunjukkan bahwa ada 2 siswa (7%) yang memiliki skor efikasi diri rendah sekali, 11 siswa (35%) memiliki efikasi diri rendah, 14 siswa (45%) memiliki efikasi diri sedang, 3 siswa (10%) memiliki efikasi diri tinggi, dan 1 siswa (4%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Setelah pretest, selanjutnya konselor sebaya memberikan konseling sebaya dalam bentuk peer education pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. c. Tahap Pengamatan Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung. Konselor sebaya menyampaikan materi dengan gaya dan bahasa yang mengena untuk taraf perkembangan remaja, serta cukup komunikatif meskipun masih tampak sedikit ketegangan di awal proses. Hasil 20 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa monitoring menunjukkan adanya ketertarikan siswa untuk mengikuti informasi yang disampaikan konselor sebaya. Ada antusiasme siswa yang ditunjukkan oleh respon verbal maupun non verbal. Siswa tampak tenang menyimak ketika para konselor menyampaikan materi, dan mengajukan pertanyaan ketika ada hal-hal yang mengganjal. Tabel 2. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan Siklus ke I No 1. Kondisi yang Diamati Melaksanakan tugas dalam segala situasi dan kondisi 2. Mempelajari kemampuan tertentu dalam segala situasi dan kondisi 3. Mengendalikan diri berupa keyakinan tetap melakukan perilaku positif meskipun tantangan yang dihadapi relatif besar 4. Mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko 5. Mengendalikan diri dari perilaku berisiko meskipun tekanan internal maupun eksternal sangat kuat Hasil Pengamatan Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengikuti proses kegiatan bimbingan klasikal yang berlansung, sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman mereka tentang materi yang sedang dijelaskan oleh konselor sebaya. Hal itu dapat dibuktikan ketika konselor sebaya memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa hanya tiga orang siswa yang mampu menjawab dengan baik. Hampir seluruh siswa tidak dapat memahami kemampuan yang spesifik dalam dirinya.Hal itu disebabkan karena kurangnya perhatian siswa pada saat konselor sebaya menjelaskan materi, sehingga siswa tidak mampu mengenal kemampuan diri sendiri agar terhindar dari perilaku yang berisiko. Selama proses bimbingan berlansung, nampak diamati sebagian besar siswa belum mampu mengontrol diri atau mengendalikan diri baik perilaku verbal dan maupun perilaku non verbal yg ditampilkan. Hal ini dibuktikan dengan ributnya kelas membuat proses bimbingan kurang begitu efektif. Karena kurangnya perhatian siswa pada materi yang sedang dijelaskan, membuat siswa tidak memahami sekaligus menumbuhkan keyakinan dalam diri untuk tidak melakukan berbagai perilaku berisiko. Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa proses kegiatan bimbingan berlansung tidak begitu efektif, sehingga hal ini berdampak pada kurangnya pemahaman dan kemampuan siswa dalam menghindari perilaku berisiko pada remaja. Kurangnya perhatian siswa pada materi yang dijelaskan konselor sebaya disebabkan oleh minimnya motivasi diri siswa sendiri untuk mendengarkan materi tersebut. Hal lain juga dipengaruhi oleh adanya gangguan dan maupun tekanan dari teman sebaya, sehingga sebagian besar siswa didalam kelas kurang mampu mengendalikan diri untuk terhindar dari perilaku berisiko. Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja 21 d. Tahap Refleksi Secara umum pelaksaaan konseling sebaya pada siklus 1 menunjukkan proses yang berjalan cukup baik. Namun demikian, tampaknya keterlibatan penuh peserta konseling sebaya belum optimal. Siswa peserta konseling masih cenderung pasif mendengarkan, sedangkan keaktifan proses masih berada pada konselor sebaya. Berdasarkan evalusi dan refleksi ini peneliti merencanakan tindakan pada siklus II. 2. Siklus II : Konseling Sebaya melalui Diskusi Kelompok a. Tahap Perencanaan Pada siklus II ini direncanakan peran konselor sebaya adalah sebagai fasilitator diskusi kelompok siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Tujuan dari kegiatan adalah untuk lebih mengoptimalkan proses peer education dengan lebih menekankan partisipasi aktif siswa sebagai peserta konseling sebaya. Pada siklus 2 ini peneliti merencanakan kegiatan diskusi kelompok sebagai bagian dari pelaksanaan konseling sebaya. Diskusi dilakukan dalam bentuk pembagian kelompok di kelas. Dibentuk 5 kelompok dan masing-masing kelompok mendiskusikan macam-macam perilaku berisiko pada remaja beserta strategi menolak perilaku tersebut. Materi yang didiskusikan adalah kehamilan tidak diinginkan, narkoba, miras, tawuran, dan pembolosan. Peran para konselor sebaya adalah menjadi pendamping dan fasilitator diskusi kelompok. Kegiatan direncanakan pada tanggal 11 November 2016 pukul 13.00 sampai selesai di ruang 5. b. Tahap Pelaksanaan Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 11 November 2016 selama 90 menit yaitu dimulai dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 14.30 di ruang 5 dengan jumlah siswa 31 orang. Diskusi berlangsung dengan cukup baik. Para konselor sebaya menunjukkan peran sebagai fasilitator yang baik, sehingga mendorong peserta diskusi untuk terlibat aktif dalam proses diskusi. Masing-masing kelompok menghasilkan pokok-pokok bahasan yang kemudian ditulis sebagai kesimpulan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya hasil diskusi kelompok ini dipresentasikan secara pleno kelas. c. Tahap Pengamatan Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung. Konselor menunjukkan peran yang baik sebagai fasilitator dan 22 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa pendamping dalam diskusi kelompok. Diskusi berlangsung cukup menarik karena antusisme dan partisipsi aktif siswa sangat menonjol. Pokokpokok hasil diskusi masing-masing kelompok sudah menunjukkan sangat tingginya efikasi diri siswa untuk menolak perilaku berisiko. Tabel 3. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan Siklus ke II No 1. Kondisi yang diamati Melaksanakan tugas dalam segala situasi dan kondisi 2. Mempelajari kemampuan tertentu dalam segala situasi dan kondisi 3. Mengendalikan diri berupa keyakinan tetap melakukan perilaku positif meskipun tantangan yang dihadapi relatif besar 4. Mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko 5. Mengendalikan diri dari perilaku berisiko meskipun tekanan internal maupun eksternal sangat kuat Hasil Pengamatan Sebagian besar siswa sangat aktif dalam mengikuti proses diskusi yang berlansung pada kelompoknya masing-masing, terihat mereka saling berdebat, memberikan masukan, dan maupun mengkritik pendapat teman sekelompoknya. Hal itu dapat dibuktikan ketika konselor peneliti memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa pada sesi akhir kegiatan hampir semua siswa berebutan menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Namun, ada satu siswa yang terlihat diam tanpa merespon sekalipun. Secara keseluruhan siswa terlihat aktif dalam mengemukan berbagai temuan yang pernah diamati dilingkungan masyarakat terkait dengan berbagai kenakalan–kenakalan yang dilakukan oleh kalangan remaja dan juga dampak negatif yang timbul dari perilaku tersebut.Hal ini sangat membantu siswa agar dapat mengenal diri lebih dalam lagi. Selama proses diskusi kelompok berlansung, nampak diamati sebagian besar siswa sudah mampu mengontrol diri atau mengendalikan diri baik perilaku verbal dan maupun perilaku non verbal yang ditampilkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan keheningan dan ketenangan kelas karena semua siswa sangat aktif untuk berpikir dan mencari ide untuk mengemukakan pendapatnya masing–masing pada diskusi kelompok. Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa proses diskusi kelompok yang berlansung sangat efektif, sehingga semua siswa dapat mempelajari dan memahami semua materi diskusi dengan baik, hal ini menandakan adanya peningkatan kemampuan siswa untuk menghindari perilaku yang berisiko. Efektifitas diskusi kelompok sangat mempengaruhi motivasi siswa dalam berpikir dan menemukan ide–ide yang cemerlang.Hal ini membuat siswa tidak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi teman sebayanya untuk melakukan berbagai perilaku yang berisiko. Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja 23 d. Tahap Refleksi Evaluasi terhadap tindakan pada siklus II menunjukkan peningkatan kualitas proses maupun isi konseling sebaya secara signifikan. Tampak ada pemahaman dan penguasaan konselor sebaya maupun peserta konseling sebaya terhadap materi dan berbagai ketrampilan untuk menolak perilaku berisiko. Secara umum pelaksanaan konseling sebaya pada siklus II menunjukkan proses yang berjalan cukup baik. Tampak keterlibatan penuh peserta konseling sebaya yang ditunjukkan cenderung aktif dalam mengikuti kegiatan diskusi. Sesudah konseling sebaya diberikan pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang, selanjutnya siswa kembali diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko. Adapun skor efikasi diri sisiwa sesudah tindakan menunjukkan bahwa: Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variabel Efikasi Diri (Post Test) No. 1 2 3 4 5 Interval 35 – 37 38 – 40 41 – 43 44 – 46 47 - 49 Jumlah Frekuensi 1 2 2 23 3 31 Frekuensi Relatif (%) 3% 6% 6% 76% 9% 100% Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Hasil pengukuran setelah tindakan menunjukkan bahwa ada 1 siswa (3%) yang memiliki skor efikasi diri sangat rendah, 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri rendah, 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri sedang, 23 siswa (76%) memiliki efikasi diri tinggi dan 3 siswa (9%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa setelah siswa mendapatkan tindakan berupa konseling sebaya maka sebagaian besar atau 85% siswa memiliki self efficacy yang sang tinggi untuk menghindari perilaku berisiko dikalangan remaja saat ini. Jika hasil pre test dan post test diperbandingkan, tampak ada kecenderungan peningkatan efikasi diri siswa yang diberi konseling sebaya secara berarti. Pada saat pre test ada ada 2 siswa (7%) yang memiliki skor efikasi diri rendah sekali, 11 siswa (35%) memiliki efikasi diri rendah, 14 siswa (45%) memiliki efikasi diri sedang, 3 siswa (10%) memiliki efikasi diri tinggi dan 1 siswa (4%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Sedangkan pada saat post test hanya terdapat ada 1 siswa (3%) yang memiliki skor efikasi diri sangat rendah, 24 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri rendah, 2 siswa (6%) memiliki efikasi diri sedang, 23 siswa (76%) memiliki efikasi diri tinggi dan 3 siswa (9%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Hal ini membuktikan bahwa setelah siswa mendapatkan tindakan berupa konseling sebaya maka sebagaian besar atau 85% siswa memiliki self efficacy yang sang tinggi untuk menolak perilaku berisiko dikalangan remaja saat ini. Pada para konselor sebaya setelah tindakan pada siklus 2 berakhir dilakukan pengukuran kembali. Perbandingan perolehan skor total pada para konselor sebaya sebelum dan sesudah tindakan menunjukkan adanya peningkatan skor efikasi diri yang cukup berarti. Hal Ini menunjukkan bahwa pada konselor sebaya, aktivitas sebagai konselor pada konseling sebaya juga turut meningkatkan efikasi diri remaja untuk menolak perilaku berisiko. Hasil ini cukup menggembirakan mengingat konselor sebaya sendiri juga berperan sebagai model bagi teman-teman sebayanya. Secara kognitif, penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran dan orientasi remaja untuk berperilaku sehat dan menghadapi situasi yang menekan dengan strategi pengelolaan diri yang efektif. Salah satu indikatornya adalah adanya peningkatan skor efikasi diri sesudah tindakan jika dibandingkan dengan sebelum tindakan. Ditinjau dari aspek motivasi, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi peserta konseling dan konselor sebaya untuk menghindari perilaku berisiko. Uraian dan tayangan konselor sebaya pada temantemannya cukup menggugah peserta konseling sebaya dan para konselor sebaya sendiri untuk tidak lagi berani melakukan perilaku berisiko. Diskusi kelompok dan diskusi pleno menunjukkan tingginya motivasi siswa yang diberi konseling dan para konselor sebaya untuk menghindari atau menolak perilaku berisiko. Secara afektif, hasil yang terlihat dalam penelitian ini adalah remaja tidak lagi merasa cemas seandainya menolak perilaku berisiko yang ditawarkan teman-temannya. Ini tampak dari hasil diskusi ketika siswa diminta menggambarkan perasaannya ketika menghadapi situasi tersebut. Ketika dihadapkan pada situasi dilematis untuk melakukan atau menghindari perilaku berisiko, pada saat diskusi tampak siswa sudah mampu memilih perilaku yang cenderung menghindari perilaku berisiko. Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja 25 PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan suatu buku panduan sederhana bagi konselor sebaya untuk membantu meningkatkan efikasi diri teman teman sebayanya terhadap perilaku berisiko. Selain itu, penelitian ini juga dapat menghasilkan gambaran proses suatu penerapan konseling sebaya di sekolah untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Dalam penelitian tindakan ini sebenarnya terdapat dua tindakan dan dua populasi subyek yang dikenai tindakan. Tindakan pertama, berupa: pelatihan konselor sebaya dan penerjunan konselor sebaya yang sudah dilatih tersebut kepada para siswa. Tindakan kedua berupa konseling sebaya oleh para konselor sebaya berupa: ceramah dan diskusi yang ditujukan kepada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Ada lima remaja yang menjadi konselor sebaya, setelah melewati seleksi. Hasil tindakan berupa pelatihan konselor sebaya yang dilanjutkan penerjunan menjadi pendidik dan konselor sebaya bagi teman sekelasnya menunjukkan hasil adanya peningkatan efikasi diri para konselor sebaya sebelum dan sesudah tindakan. Ada 31 siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang yang dikenai tindakan konseling sebaya berupa ceramah dan diskusi. Hasil menunjukkan terjadinya peningkatan efikasi diri para siswa yang mendapat konseling sebaya untuk meningkatkan efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Saran Untuk meningkatkan self efficacy terhadap perilaku remaja, hendaknya diberikan penguatan melalui kegiatan PIK (Pusat Informasi dan Konseling) yang terintegrasi dalam Bimbingan dan Konseling, maka perlu ditingkatkan pelatihan-pelatihan konselor sebaya dan dikaji hal-hal yang berkaitan dengan cara pengefektifan dinamika komunikasi di kalangan remaja. Hal ini untuk mengantisipasi persoalan yang berkaitan dengan ketidakaktifan konselor sebaya atau peer counselor dalam menjalankan perannya atau persoalan yang berkaitan dengan kurangnya koordinasi dan komunikasi di antara para pengelola yang berkompeten dengan konselor sebaya yang telah mengikuti pelatihan. 26 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTAR PUSTAKA Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta Bandura,1994. Ontological and Epistemological Terrains Revisited. Journal of Behavior Therapy and experimental Psychiatry. 27, 323-345 Borg, W and Gall MD. Education Research and Introduction. Fourth Edition. Longman Inc Heaven P.C.L. 1996. Adolescence Health: The Role of Individual Differences. London: Routledge. Kusmilah, S, Rimayanti, Aini, N, Hartanto D, dan Purwoko, F. 2004. Model Peer Counseling dalam Mengatasi Problematika Remaja Akhir. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIP UNY O’Leary, A. 1985. Self Efficacy and Health. Behavioral Research and Therapy, 23, 437-451. Scwarzer, R and Renner,B. 1995. Health Specific Self Efficacy Scale. www. Ralfschwarzer.com Thompson CL, Rudolph LB, dan Henderson DA. 2004. Counseling for Children. USA: Thompson Brooks/Cole. Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 27 CIPTAKAN GENERASI “Z” CERDAS DAN BERKARAKTER Alfi Faridian SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Generasi “Z” dikenal sebagai generasi Facebook, Instagram, Twitter, WhatsApp dan internet atau generasi sosial media. Mereka sangat dipengaruhi cepatnya arus informasi dan sangat bergantung pada teknologi. Mereka mampu berinteraksi dengan siapa pun tanpa harus bertatap muka. Bagi generasi Z, bekerja tidak harus berada di lokasi pekerjaan, asalkan dapat diselesaikan. Self –Esteem mereka dipenuhi dengan membuat produk yang menunjukkan keunikan dan jati diri. Pesatnya arus informasi membuat mereka toleran dengan hidup alternatif. Akulturasi budaya begitu deras, kadang terbentuk jarak budaya antara mereka dengan orang tuanya, apalagi dengan kakek-neneknya. Sebagian besar identitas diri tidak lagi ditentukan dari nilai-nilai budaya tradisional, melainkan seberapa mampu mereka memiliki, menyebarkan, dan mengetahui banyak informasi. Mereka menganggap bahwa “mengelola“ informasi lebih bernilai daripada bertahan pada nilai-nilai tradisional. Guru maupun orang tua, harus mengetahui siapa dan bagaimana generasi “Z” ini. Kepekaan dari orang sekitar akan memicu mereka untuk lebih kreatif dalam berkegiatan. Lingkungan harus mendukung ide dan keinginannya dengan menyeimbangkan adab dan budaya. Dalam kondisi ini tentu menjadi tugas kita yang harus mengenalkan nilai-nilai budaya tradisional kepada mereka, hingga akhirnya tidak terjadi ketimpangan karakter. Generasi merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Kemajuan suatu bangsa bergantung pada generasi yang akan melanjutkannya. Tujuan pembangunan nasional dapat tercapai bila didukung oleh seluruh komponen bangsa, termasuk generasi muda. Pemuda mempunyai peranan penting dalam menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, bidang pendidikan mempunyai peranan penting dalam menciptakan generasi cerdas. Generasi cerdas adalah generasi yang mempunyai pengetahuan luas, potensi diri yang tinggi, mempunyai keahlian dan ketrampilan, 27 28 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa serta produktif. Generasi “Z” sebagai generasi penerus bangsa juga harus memiliki daya saing dan daya juang tinggi. Hal ini diperlukanuntuk melanjutkan pembangunan Indonesia diera globalisasi. Untuk menciptakan generasi yang cerdas diperlukan keseimbangan dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bersumber pada diri anak itu sendiri, kemauan, dan kemampuan untuk mengembangkan dirinya, sedangkan faktor eksternal adalah orang tua, sekolah, dan lingkungan. Kedua faktor ini harus seiring sejalan dalam setiap kehidupan anak bangsa. Di samping pendidikan, faktor yang juga berperan untuk membentuk generasi Z yang berkualitas adalah iman dan takwa kepada Allah SWT. Keimanan dan ketakwaan akan membentengi seseorang dari perbuatanperbuatan tercela. Sebuah pepatah yang berbunyi “ilmu tanpa agama adalah buta” memang benar adanya. Setinggi apa pun ilmu yang didapatkan tanpa diikuti kepatuhan terhadap perintah agama pasti akan binasa. Selain cerdas dan kreatif generasi Z harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Untuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada generasi Z, pemerintah telah memasukkan materi pendidikan agama ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah. Selain itu, kegiatan keagamaan di lingkungan rumah, seperti majelis taklim merupakan solusi lain dalam rangka menanamkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Dengan demikian, terbentuklah generasi penerus pilihan yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia, dan mengedepankan nilainilai keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT. Aspek pendidikan adalah aspek terpenting dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas pendidikan, dapat melihat potret bangsa yang sebenarnya. Aspek pendidikan menentukan masa depan seseorang, dalam hal ini generasi Z. Apakah mereka dapat memberikan suatu yang membanggakan bagi bangsa? Apakah mereka juga dapat mengembalikan jati diri bangsa atau sebaliknya? Pendidikan seperti apa yang diberikan agar generasi Z lebih berkarakter. Setidaknya ada empat faktor utama yang harus diperhatikan, yaitu kurikulum, dana yang tersedia untuk pendidikan, kelayakan tenaga pendidik, dan lingkungan yang mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan. Keempat faktor ini terkait satu sama lain untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan karakter yang yang mampu bersaing di era global, sehingga dapat mengembalikan jati diri bangsa. Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 29 Pada aspek pendidikan, generasi Z tidak hanya dibekali aspek kognitif saja. Bekal aspek kognitif itu membuat peserta didik hanya sekedar ‘tahu’ dan ‘mengenal’ ilmu pengetahuan, tanpa memahami apa yang dipelajari, dan bagimana menerapkannya dalam kehidupan seharihari. Dari pernyataan tersebut, tentunya peserta didik harus dibekali aspek sikap dan ketrampilan, agar peserta didik menjadi manusia yang dapat mengerti ilmu dan juga mempraktikkannya. Institusi pendidikan harusnya dapat membuat anak didik menerapkan ilmu yang dipelajari, karena sesungguhnya itulah kegunaan dari ilmu pengetahuan. Dengan aspek sikap dan ketrampilan yang mumpuni, diharapkan generasi Z akan menjadi generasi yang cerdas dan berkarakter. Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik juga. Dari sekian banyak faktor atau media yang berperan dalam pembentukan karakter, ada empat peran media yang memiliki pengaruh sangat besar yaitu: keluarga, media masa, lingkungan sosial, dan pendidikan formal. Keempat faktor tersebut merupakan bagian yang selalu bersinggungan dengan generasi Z, ulasan tersebut dijabarkan sebagai berikut. 1. Keluarga Keluarga adalah lingkungan pertama seorang manusia sejak dini. Dalam keluarga, seorang anak belajar mengenai konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, serta benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang dibentuk menjadi individu yang sadar lingkungan, belajar tata-nilai atau moral, dan bagaimana bersikap dalam kehidupan. Pendidikan di keluarga menentukan seorang anak berproses menjadi orang yang lebih dewasa. Di dalam keluarga pula nilai moral dipelajari, misalnya kejujuran, kedermawanan, dan kesedehanaan. Selain itu, keluarga sebagai tempat mengembangkan konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup dan wawasan mengenai masa depan. Oleh karena itu, sebagai orang tua selayaknya mampu menciptakan suasana keluarga yang harmonis, agar anak tumbuh menjadi generasi yang lebih baik. Proses komunikasi antara masing-masing anggota keluarga juga sangat diperlukan guna menciptakan suasana yang harmonis. 2. Media massa Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini, salah satu faktor yang berpengaruh pada pembangunan adalah media masa. Hampir 30 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa semua informasi yang sampai pada pembaca dan pendengar merupakan andil dari media massa. Kondisi yang demikian memang memberikan kemudahan kepada siapaun, tetapi tidak dapat dipungkiri di balik kemudahan yang menyertainya ada sebuah ancaman besar. Jika penggunaan media masa tidak terkontrol, maka akan menjadi pemicu rusaknya karakter masyarakat, khususnya generasi Z. Dengan semakin majunya teknologi maka semakin menjamur pula keberadaan media massa atau mdia sosial di kalangan masyarakat. Bentuk media sosial yang dapat menyamai peran media massa meliputi, Facebook, Twitter, Line, WhatsApp, BBM, Linkid, Path, Instagram, dan Telegram. Dengan semakin beraneka ragamnya bentuk media sosial yang ada, secara otomatis berdampak pada tampilan da nisi media tersebut. Dalam hal ini peran orang tua untuk mengontrol penggunaan media sosial yang digunakan oleh anak-anak. Perbedaan generasi bukan menjadi penghalang dalam melakukan kontrol kepada anak, perlu metode yang tepat dan sesuai dengan jiwa generasi Z. Seperti kata bijak “Didiklah anakmu seperti zamannya, jangan didik anakmu seperti zamanmu”. Dari pernyataan itu sudah sangat jelas bahwa sebagai orang tua harus mengantarkan mereka dengan dunia mereka sendiri. Jika mereka memiliki akun-akun di media sosial, sebagai pengontrol orang tua juga tidak boleh ketinggalan. Sebagai orang tua tidak boleh gagap teknologi, tapi wajib melek teknologi, sehingga perkembangan generasi Z seiring sejalan antara iman dan teknologi. Harapan untuk menjadikan generasi yang berkemajuan pun akan terwujud dengan baik. 3. Lingkungan Sosial Peran orang tua harus mampu untuk mendominasi dan meletakkan generasi Z ada di lingkungan yang bagaimana. Tentunya dengan demikian dapat mengarahkan pergaulan sosial yang lebih baik. Hal ini tidak hanya pada lingkungan yang dengan mudah dapat dipantau, namun harus mampu menyesuikan dengan era yang sudah berubah. Generasi Z hidup di zaman perkembangan teknologi yang semakin maju. Dapat dikatakan lingkungn mereka berada di dunia ganda, yaitu dunia nyata dan dunia maya. Sebagai orang tua harus mengetahui dua dunia tersebut, agar lingkungan yang baik selalu dapat mengiringi perkembangan generasi Z. Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 4. 31 Pendidikan Formal Pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi diharapkan berperan besar dalam pembangunan karakter bangsa. Lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Harus diakui bahwa pendidikan formal di Indonesia secara umum banyak melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan telah terusir menjadi kegiatan ’mengisi’ otak para siswa dan mahasiswa sebanyak-banyaknya, dan kurang perhatian pada perkembangan ’hati’ mereka. Keberhasilan seorang guru diukur dari kecepatannya ’mengisi’ otak para siswanya. Sekolah menjadi ’pabrik’ untuk menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik. Dengan demikian, bukan berarti bahwa secara praktik pendidikan sama sekali terpisah dari pelatihan, melainkan dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus mengarah kepada pembangunan karakter manusia. Hal ini dikarenakan sekolah adalah salah satu lembaga yang berorientasi dalam mencetak manusia yang lebih baik, jadi sekolah harus mampu memanusiakan manusia. Saat ini pembangunan fisik, teknologi, dan ilmu pengetahuan di dunia telah megalami kemajuan yang sangat pesat. Akan tetapi, kondisi manusia menjadi jauh dari kondisi manusia yang sempurna kemanusiaanya. Banyak manusia menjadi robot-robot hidup yang penuh dengan ketakutan-ketakutan yang diakibatkan oleh penemuan manusia itu sendiri, kondisi ini tidak mengarah kepada kedamaian dan ketenangan yang dibutuhkan oleh manusia. Manusia tidak tahu arah hidupnya dan menjadi budak-budak konsumsi dari apa yang diciptakan sendiri, akhirnya membuat hati mereka mati. Mereka terlalu mempertuhankan apa yang telah diciptakan dan diperbudak oleh otak kiri (akalnya) saja. Mereka tidak mempergunakan kemampuan otaknya secara sempurna, yaitu menggunakan otak kiri, otak kanan, bawah sadar, serta kekuatan hati nurani. Tentu saja kondisi yang demikian harus dijauhkan dari generasi Z agar tidak menjadi racun yang membunuh karakter mereka. Menciptakan generasi yang beretika memang tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi harus dengan perjuangan yang sungguhsungguh. Sebenarnya, hal pertama yang harus diperbaiki adalah niat, niat untuk menjadi yang baik dan membaikkan. Pendidikan haus akan orang-orang yang beretika dan memiliki kesadaran hati nurani dalam 32 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa menjalankan profesinya, secara tidak langsung pendidikan adalah etika itu sendiri. Orang tahu bersopan santun karena dididik, orang tahu yang mana benar dan yang mana salah juga karena dididik, dan orang berbudi juga hasil dari didikan. Namun, yang sedang marak terjadi sekarang adalah anak yang tidak mau dididik, mereka lebih memilih caranya sendiri dan menganggap dirinya yang paling benar, hebat, dan yang lain dianggap salah. Tentu saja hal tersebut tidak diinginkan terjadi pada generasi Z, sehingga perlu sebuah langkah nyata dalam meresalisasikannya. Karakter generasi yang tidak sesuai dengan cita-cita dan harapan bangsa dapat diperbaiki melalui beberapa cara sebagai berikut. 1. Mengubah Pola Pikir Perubahan cara berpikir, hendaknya tidak dilakukan hanya oleh pemerintah saja, namun juga seluruh elemen pendidikan, mulai dari pemerintah, sekolah, guru, murid, keluarga, hingga siswa. Perubahan cara berpikir meliputi pemahaman tentang siapa dan bagaimana generasi sekarang yang dikenal dengan generasi Z. 2. Penataan Ulang Konsep Pendidikan Pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya pembangunan pendidikan nasional. Pemerintah juga harus dapat menjamin bahwa seluruh generasi memperoleh pendidikan dasar. Konsep pendidikan ke depan berupaya menciptakan suasana belajar yang memungkinkan peserta didik mencapai kesejahteraan batin dalam belajar dengan penuh kebebasan, sesuai dengan gaya belajar anak masingmasing. Penciptaan suasana dan konsep pendidikan, hendaknya berhubungan dengan nilai-nilai kreativitas, beretika, dan berkarakter . 3. Pemahaman tentang Pilar Pendidikan yang Humanis Pendidikan bukan hanya berupa transfer ilmu pengetahuan dari satu orang ke orang yang lain, tapi juga mentransformasikan nilai-nilai ke dalam jiwa, kepribadian, dan struktur kesadaran manusia. Hasil cetak kepribadian manusia merupakan proses transformasi pengetahuan dan pendidikan yang dilakukan secara humanis. 4. Pemahaman bahwa Pendidikan adalah Faktor Kunci Pendidikan menjadi kunci bagi semua hal, dengan pendidikan, manusia memiliki daya untuk membagi pengetahuan meski tidak harus Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 33 berlevel-level. Namun dari pendidikanlah semua ilmu pengetahuan dapat dikuasai, dan pemahaman tentang suatu hal dapat terjadi. Oleh karena itu, penting untuk memahamkan pendidikan sebagai faktor kunciuntuk membuka cakrawala dan berpikir dengan luas. 5. Dilakukan Terprogram Bersama-sama Seluruh program pendidikan haruslah saling menunjang satu sama lain, dan saling mendukung. Dengan demikian, fungsi saling mengisi antar program pendidikan satu sama lain dapat terlaksana dengan baik. 6. Bergerak Bersama-sama dengan Semua Elemen Sebuah mobil tidak akan berjalan bila roda-rodanya berjalan saling berlawanan arah. Ibarat roda, elemen-elemen pendidikan haruslah berjalan beriringan dan selaras satu dengan yang lain. Pemerintah, legislatif, sekolah, guru, siswa, bahkan keluarga, dan individu, harus paham dan siap bergerak bersama-sama. Akhirnya, pendidikan mengambil peranan yang tidak pernah usai dan tidak berujung dalam rangka membangun karakter bangsa yang utuh. Hal ini dikarenakan karakter bangsa itu sendiri selalu berproses menurut perkembangan dan dinamika bangsa. Keberlanjutan proses ini memerlukan komitmen, konsistensi, dan waktu yang lama. Tak lupa pula, pembentukan karakter pada sebuah generasi diperlukan keterlibatan seluruh komponen bangsa guna membangun Indonesia yang maju, mandiri, kuat, dan berkepribadian. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mencetak generasi Z yang baik diperlukan pendidikan yang cerdas dan berkarakter. Sekolah merupakan satu wahana untuk membangun itu semua. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber Daya Manusia yang bermutu merupakan produk pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu negara. Oleh sebab itu, pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan yang sangat penting baik untuk diri sendiri, oang lain ataupun negara. Untuk diri sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita dapat mengajarkan ilmu yang kita ketahui, dan untuk negara kita dapat mengangkat nama baik melalui pendidikan di dunia internasional. Pendidikan berkarakter merupakan pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan. Hal itu dikarenakan pendidikan yang 34 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sangat berperan dan diharapkan mampu mendukung upaya mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju. Selain itu, mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan yang cerdas dan berkarakter, maka tercipta generasi Z yang luar biasa. Jika Indonesia memiliki generasi Z yang cerdas, tangguh, dan beretika, maka dengan sendirinya terwujud tujuan pendidikan nasional yang baik. Apabila tujuan pendidikan nasional telah tercipta, maka cita-cita bangsa Indonesia yang berada di genggaman seluruh masyarakat Indonesia dapat terwujud. Dengan demikian, generasi Z dapat mewujudkan harapan masa depan ibu pertiwi. Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja 35 PERAN ORANG TUA DAN PEER COUNSELOR DALAM MENYIKAPI MASALAH KENAKALAN REMAJA Eviatun Khaeriah SMKN 2 Malang Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, maupun akibat perubahan lingkungan. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugastugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian, dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Sementara banyak orang tua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orang tua dan remaja itu sendiri. Banyak orang tua yang tetap menganggap remaja masih perlu dilindungi dengan ketat, sebab di mata orang tua para remaja masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jatidiri yang mandiri dan terlepas dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa. 35 36 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis menurut beberapa pakar, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Laura E. Berk seorang pakar psikologi perkembangan, menggolongkan remaja dalam rentang usia 11 hingga 18 tahun, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Pada masa remaja banyak hal yang berubah, mulai dari perubahan fisik, kognitif, dan psikososial remaja. Saat remaja mengalami perubahan dan secara psikis belum siap atau bahkan remaja sebagian belum mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, maka akan timbul masalah dan konflik internal serta eksternal. Salah satu bentuk masalahnya adalah kenakalan remaja. Dimana kenakalan remaja acapkali mengarah pada perilaku yang tidak dapat diterima oleh khalayak. Saat ini sering kali kita mendengar banyak remaja-remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, seperti perkelahian, narkoba, seks bebas sampai masalah paling parah, seperti tindakan kriminal. Kita menyadari bahwa kenakalan yang ditimbulkan oleh para remaja, selain menjadi tanggung jawab dari remaja itu sendiri, juga merupakan tanggung jawab orang-orang dan lingkungan di sekitar mereka. Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organorgan seksual). Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun. Kemampuan berpikir para remaja juga berkembang sedemikian rupa, sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) dapat berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago pada tahun 1984 detemukan bahwa, remaja rata-rata memerlukan waktu hanya 45 menit untuk berubah dari msood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja 37 Dalam hal kesadaran diripara remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjamjam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja cenderung merespon sesuatu dengan spontan, dengan reaksi yang tidak disadari terhadap stimulus emosional, sedangkan orang dewasa lebih mungkin bereaksi dengan cara yang lebih rasional dan masuk akal. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun pacaran. Pada masa ini berkembang juga sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain. Perkembangan konformitas pada remaja dapat memberi pengaruh positif maupun negatif bagi dirinya. 38 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Remaja lebih sering berada di luar rumah, bersama dengan temanteman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku, lebih besar daripada keluarga. Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling menonjol terjadi pada hubungan heteroseksual. Pada periode ini juga sering terbentuk kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan peer group atau istilah kerennya gank. Idealisme mereka sangat kuat dan identitas diri mulai terbentuk dengan emosi yang labil. Dalam fase ini, orangtua sangat berperan dalam mengawasi anak-anaknya dalam bergaul dan menuntun mereka dalam menjalani hidup supaya tidak salah bergaul dengan teman-teman yang dapat menjerumuskan mereka. Pada masa remaja, mereka lebih intens dan cenderung lebih dekat dengan teman sebaya, kiranya peran teman sebaya yang baik dan positif akan sangat membantu remaja-remaja menemukan identitas dirinya dan mengatasi krisis identitas diri yang lazim terjadi pada masanya. Dalam hal ini peran peer counselor atau konselor sebaya sangat diperlukan untuk membantu teman-teman remajanya mengatasi masalah dan menjadi teman curhat, menjadi sahabat yang mampu mensosialisasikan hal-hal yang positif untuk teman sebayanya yang membutuhkan berbagai informasi berkaitan erat dengan masalah remaja. Masalah yang sering dihadapi remaja seperti krisis identitas diri, emosi, sosialisasi dan adaptasi, masalah pubertas, tertarik pada lawan jenis sampai dengan bahaya seks bebas, narkoba dan bahaya infeksi menular seksual. Peran Peer counselor atau konselor sebaya adalah keeratan, keterbukaan dan perasaan senasib yang muncul diantara sesama remaja dapat menjadi peluang bagi upaya fasilitasi perkembangan remaja. Pada sisi lain beberapa karakteristik psikologis remaja seperti emosi yang labil juga merupakan tantangan bagi efektifitas layanan konseling terhadap remaja. Pentingnya teman sebaya bagi remaja antara lain tampak dalam konformitas remaja terhadap kelompok sebayanya. Konformitas terhadap teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Interaksi antar remaja dikelola sehingga berdampak positif dan dapat memberikan dukungan terhadap berkembangnya resiliensi remaja. Resiliensi adalah daya lentur individu atau keberhasilan individu dalam menghadapi berbagai kesulitan. Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja 39 Memanfaatkan momentum dan fenomena yang terjadi pada diri remaja inilah, dipandang perlu untuk dibentuknya konseling sebaya atau peer counselor. Terbentuknya konselor sebaya ini diharapkan dapat membantu guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan tugasnya membantu siswa dalam menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya. Kegiatan konseling yang dilakukan oleh teman sebaya disebut sebagai konseling sebaya. Pengertian konseling sebaya adalah suatu program bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan bimbingan dan konseling. Program konseling teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstuktur, aktivitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi (memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang memberikan motifasi mengikuti pelatihan untuk pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibandingkan pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler, dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Pada masa remaja peran kelompok teman sebaya sangatlah berpengaruh. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 40 dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film dan sebagainya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian konseling sebaya adalah : 1. Konseling sebaya adalah suatu proses tatap muka dimana orang yang menjadi narasumber/konselor adalah berasal dari kelompok sebaya yang berusaha membantu untuk memecahkan masalah. 2. Konseling sebaya dilakukan oleh klien (seorang/beberapa orang) dengan konselor (yang sebaya). 3. Proses konseling sebaya menganut sistem ; a. Hubungan saling percaya b. Komunikasi yang terbuka c. Pemberdayaan klien agar mampu mengambil keputusan sendiri Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan peer konselor atau konselor sebaya di sekolah sangatlah diperlukan untuk membantu teman sebayanya mencapai kepribadian yang optimal. Disamping itu, dengan adanya peer-counselor, guru BK (Bimbingan dan Konseling) sebagai konselor di sekolah akan semakin maksimal dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling untuk siswa. Ketika peran teman sebaya menjadi sangat berpengaruh pada remaja bukan berarti peran keluarga menjadi boleh dianggap sebelah mata. Justru keberadaan dan dukungan keluarga pada remaja juga menjadi modal dasar tumbuhnya pribadi-pribadi remaja yang optimal. Pada masa remaja, perkembangan identitas diri menjadi isu sentral pada masa remaja yang akan memberikan dasar bagi masa berikutnya yaitu masa dewasa. Pada tahap ini akan terjadi identity vs role confused (kebingungan akan identitas diri), jika remaja telah berhasil menemukan jati dirinya maka dia akan memiliki identity, tetapi apabila dia gagal mengintegrasikan aspek-aspek kehidupannya dan tidak mampu memilih, Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja 41 maka remaja akan mengalami kebingungan (role confused). Seringkali masalah keluarga yang broken home (orang tua yang bercerai atau bermasalah) menjadi akar dari permasalahan anak-anak. Keluarga merupakan hal yang penting sebagai pedoman hidup remaja. Bila mereka kehilangan pedoman hidup, maka mereka akan susah untuk melewati masa kritis dalam hidupnya. Masa kritis tersebut diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, dan cita-cita serta keinginan yang tinggi tetapi sulit untuk diwujudkan, sehingga menimbulkan stress dan frustasi. Perlu kita ingat kembali bahwa keluarga adalah kehidupan dimana seorang anak pertamakali berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Oleh sebab itu, pendidikan dalam keluarga sangatlah penting untuk menjadi dasar dan arah anak mencapai kedewasaan mereka yang menuntut tanggung jawab. Anak adalah generasi muda yang nantinya akan meneruskan generasi tua sehingga pendidikan sangatlah perlu untuk diperhatikan dan ditekankan. Pengendalian untuk kenakalan remaja dapat dilakukan dengan bersikap preventif (mencegah) dan bersifat represif. Anak-anak perlu ditanamkan sikap disiplin oleh orangtua, diberikan kasih sayang dan rasa keamanan bagi anak, serta orangtua dapat menjadi sahabat bagi anak. Sebaiknya orangtua tidak bersikap terlalu overprotective (proteksi yang berlebihan). Akan tetapi, anak perlu diberikan kebebasan untuk memilih apa yang dia suka dan tidak dia suka, karena dengan berjalannya waktu, anak juga dituntut untuk bersikap dewasa dan bertanggung jawab terhadap hidup dan pilihan mereka. Oleh sebab itu, orangtua perlu membiasakan diri untuk memberikan pengertian terhadap diri mereka dan percaya kepada anak-anaknya. Tentu saja, orangtua juga tidak boleh memberikan kebebasan yang berlebihan, tetapi tetap menjadi pengawas dan guru bagi mereka untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar apabila arah mereka terlihat melenceng/tak sesuai. Orang tua juga dapat terlibat dalam organisasi sosial yang bertujuan menanggulangi kenakalan remaja. Dengan banyak ikut serta dan mengenal kehidupan remaja, orang tua dapat menjadi sahabat yang baik bagi anak-anaknya serta dapat menjadi tempat berkeluh kesah bagi sang anak. Dengan menanamkan arti kepercayaan, hubungan cinta dan rasa tenteram dalam keluarga antara anak dan orang tua akan tercipta, serta akhirnya dapat turut mengurangi kenakalan remaja. 42 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Setelah menelaah pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang yang erat hubungannya dengan perkembangan fisik, kognitif, otak, dan perkembangan psikososial remaja. Dimana perkembangan fisik, kognitif, otak, dan psikososial remaja membawa dampak pada perilaku remaja, kepribadian dan sikap remaja.Adapun sebagai orang tua perlu memahami apa saja yang dialami dan dirasakan oleh remaja mereka, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat serta pandangan antara orang tua dan anak. Antara orang tua dan anak remajanya perlu terjalin komunikasi timbal balik yang harmonis. Peran orang tua sangat besar pada munculnya kenakalan remaja, karena bagaimanapun remaja adalah bagian dari keluarga. Apabila fungsi-fungsi keluarga tidak berjalan semestinya, maka peluang untuk terjadinya berbagai persoalan semakin besar, apalagi bila mereka memiliki anak remaja yang kita ketahui berada pada masa storm and stress, masa badai dan tekanan. Remaja memerlukan dukungan keluarga lebih dari sebelumnya. Demikian pula peran konselor sebaya sebagai sahabat remaja yang dapat menjadi tempat berbagi cerita suka dan duka sangatlah diperlukan, sehingga ketika seorang remaja berada di sekolah, mereka memiliki teman-teman yang baik dan mampu mengajak teman-temannya ke arah yang positif. Dengan demikian, remaja mampu mengatasi masalah yang dihadapinya, menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter dan jauh dari segala hal–hal yang mengarah pada kenakalan remaja.Jadi, peran orang tua dan teman sebaya dalam hal ini konselor sebaya (peer counselor) sangatlah diperlukan untuk menghindari remaja terjerumus dalam kenakalan remaja. Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone Berdampak pada pribadi dan Interaksi Sosial 43 KETERGANTUNGAN SISWA TERHADAP PENGGUNAAN SMARTPHONE BERDAMPAK PADA PRIBADI DAN INTERAKSI SOSIAL Evva SMA Negeri 4 Malang Komunikasi sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Komunikasi secara ilmiah memiliki arti proses penyampaian pesan atau informasi dari pengirim (komunikator/sender) kepada penerima (komunikan/receiver) dengan menggunakan symbol atau lambang tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung (menggunakan media) untuk mendapatkan umpan balik (feedback). Manusia saling bertukar informasi melalui berkomunikasi kepada masing-masing individu yang dituju. Budaya berkomunikasi akan berpengaruh terhadap cara manusia melakukannya. Komunikasi itu sendiri dapat mengubah budaya dalam masyarakat. Dalam perkembangan terakhir di mana dunia informasi menjadi sangat penting dalam aspek kehidupan manusia, maka menjadi bagian yang sangat penting dalam melengkapi kehidupan manusia. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa perkembangan zaman memberikan kontribusi dalam berkomunikasi, apabila pada saat dahulu kala sebelum berkembangnya teknologi komunikasi, manusia dapat melakukan komunikasi kepada orang secara tatap muka. Namun seiring berkembangnya zaman serta teknologi komunikasi, proses komunikasi dapat dilakukan tanpa batasan waktu, jarak dan tempat. Perkembangan teknologi dalam beberapa aspek sudah mengubah pola kehidupan masyarakat. Contoh nyata hasil perkembangan teknologi komunikasi ialah munculnya telepon genggam. Pada masa saat ini penggunaan telepon genggam bukanlah hal aneh karena hampir penduduk Indonesia sudah menggunakan telepon genggam dalam kesehariannya. Namun, alat komunikasi jarak jauh tersebut juga mengalami kemajuan teknologi yang sangat pesat. Telepon genggam sudah beralih fungsi dari alat komunikasi jarak jauh menjadi sebuah 43 44 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa benda yang sangat pintar yang dapat digunakan berbagai macam hal oleh sipenggunanya. Dalam era masa kini telepon genggam disebut menjadi smartphone, alat yang dapat digunakan banyak hal selain untuk berbicara jarak jauh maupun mengirim pesan singkat. Dulu sebuah handphone diciptakan memang bertujuan untuk mempermudah melakukan komunikasi jarak jauh. Namun, seiring berkembangnya teknologi munculnya sebuah smartphone tidak hanya dapat digunakan untuk melakukan komunikasi jarak jauh. Bahkan lebih dari itu, seperti menonton video, mendengarkan musik, mencari informasi di internet, dan bermain game. Kemudahan yang didapatkan dari penggunaan smartphone menjadikan seseorang termasuk di dalam bagiannya adalah siswa di sekolah terlena terhadap dirinya dan juga lingkungan sosialnya, hingga seorang pengguna smartphone terkadang tidak menyadari bahwa mereka menjadi ketergantungan dalam menggunakan sebuah smartphone. Ini merupakan salah satu dampak negatif penggunaan smartphone. PEMBAHASAN Saat ini smartphone sudah menjadi salah satu kebutuhan primer bagi kebanyakan orang. Kegiatan komunikasi sesederhana menyapa teman pun tetap kita lakukan menggunakan smartphone. Seberapa sering kita chatting melalui instant messanger pun sudah mulai menjadi salah satu tolak ukur kedekatan kita dengan seseorang. Selain itu, kita merasa banyak hal menarik yang dapat didapatkan melalui smartphone. Mulai dari info terkini, games, dan berbagai hiburan lainnya yang dapat kita lakukan pada benda canggih dalam genggaman. Penggunaan smartphone dalam jumlah tinggi juga terjadi di lingkungan sekolah, dimana siswa merupakan pengguna aktif dari smartphone. Mulai dari smartphone yang berharga murah sampai yang mahal merupakan pilihan mereka. Dari pengamatan itu membuat ketertarikan kami untuk melakukan survei ke siswa kelas X dan XI di SMAN 4 Malang, dan ditemukan data dari 246 siswa yang mengisi angket ada satu siswa yang menjawab tidak memiliki smartphone, artinya 99,6% siswa memiliki smartphone yang memiliki fitur canggih untuk mengakses berbagai kegiatan yang disukai oleh siswa. Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan siswa dengan menggunakan smartphone-nya berdasarkan hasil survei dari urutan yang paling sering Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone Berdampak pada pribadi dan Interaksi Sosial 45 diakses sebagai berikut, 1) Chatting atau sekedar mengecek chat grup; 2) Membuka social media; 3) Bermain game online; 4) Mencari informasi pelajaran atau mencari jawaban tugas sekolah; 5) Menonton film atau mencari film di youtube; 6) Browsing; 7) Mendengarkan musik; 8) Baca berita terkini; 9) Baca Webtoon; 10) Telepon; 11) Selfie/ foto diri; 12) Membaca novel; 13) Download film/lagu/pelajaran; 14) SMS; 15) Stalking/kepo informasi orang lain; 16) Edit foto; 17) Upload cerita fiksi; 18) Video call; 19) Membaca Al-Quran; dan 20) Berjualan Saat ditanya apa yang dirasakan siswa ketika smartphone nya tertinggal, dari hasil survei ada 59,7 % siswa menjawab tidak senang dengan uraian jawaban mereka menyatakan bingung, merasa aneh, cemas, gelisah, hampa, khawatir, kesepian, menyesal, resah, panik, takut. Sejumlah kurang lebih 40 % siswa menjawab biasa saja. Dari hasil perhitungan tersebut menandakan bahwa banyak siswa merasakan ketergantungan terhadap smartphone mereka. Tidak dapat dipungkiri, ketergantunggan siswa terhadap smartphone sudah mulai mengkhawatirkan, siswa sering sekali bahkan ‘ketagihan’ untuk terus mengecek smartphone-nya. Berbagai kegiatan mendasar seperti komunikasi, sudah kita gantungkan pada smartphone. Smartphone dapat digunakan untuk menjadi asisten pribadi, dikarenakan alat ini dapat menyimpan data-data penting maupun sebagai pengingat apa yang harus dilakukan selanjutnya oleh si penggunanya. Smartphone dapat dimasukan berbagai aplikasi untuk keperluan chat, email, telepon, media sosial, dan hiburan, begitu juga untuk keperluan pengerjaan tugas siswa, menjadi kamus bahasa asing, mencari jawaban pertanyaan yang sulit, dan sebagainya dalam hal yang positif. Namun, ada beberapa hal negatif dari penggunaan smartphone tersebut, seperti aplikasi game online yang membuat para siswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mencoba. Di samping itu smartphone mampu memudahkan pengguna dalam bertukar informasi. Dengan kemajuan teknologi ini juga mempengaruhi pola hidup manusia dalam mendapatkan informasi. Saat ini, semua informasi yang ada dari belahan dunia manapun dapat dengan mudah tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan adanya teknologi jaringan, era digital yang menggunakan sistem internet yang dapat membuat manusia dengan mudah dan cepat memperoleh informasi. 46 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Seiring dengan penjelasan di atas dilihat dari hasil perhitungan survei dikatakan siswa merasa cemas, takut, panik, dan gelisah ketika smartphone-nya tertinggal. Ketakutan atau kecemasan yang menetap (setiap tersadar bahwa seseorang pergi dan tidak membawa smartphonenya), tidak rasional dan berlebihan, serta ada desakan-desakan yang irasional untuk menghindarinya, maka itu dapat dimasukkan ke dalam kelompok phobia. Gejala yang dialami tersebut dinyatakan oleh sebuah studi dari perusahaan pengesahan keamanan sebagai penyakit psikologis yang disebut dengan nomophobia (nomobilephonephobia). Gangguan ini akan mempengaruhi ke diri siswa apalagi kalau kecemasan yang dialami siswa berubah menjadi gangguan kecemasan yang tidak beralasan. Kecemasan yang dirasakan memang bukan tanpa alasan. Salah satunya adalah masalah biaya yang harus dikeluarkan jika benar-benar kehilangan smartphone, dan juga kehilangan akses berbagai data, mulai data penting hingga data-data rahasia yang ada pada smartphone. Belum lagi ditambah dengan kesulitan berkomunikasi dengan kerabat. Padahal, tanpa smartphone, siswa masih dapat melakukan berbagai pekerjaan lain dan tetap dapat bersosialisasi secara nyata dan intens dengan teman bicara. Smartphone memang memberikan kepraktisan dalam melakukan banyak hal, namun tanpa smartphone siswa (pengguna gadget) dapat menjadi lebih kreatif. Kamu akan berpikir bagaimana cara melakukan berbagai hal tanpa smartphone yang tentunya akan membuahkan ide yang berbeda dari orang lain. Kegiatan-kegiatan siswa dalam menggunakan smartphone ada yang bernilai positif, yaitu dengan memanfaatkan smartphone sebagai sarana belajar. Kemajuan teknologi saat ini menjadikan smartphone sebagai alat komunikasi yang memudahkan seseorang untuk berhubungan tanpa ada jarak dan waktu yang membatasi. Siswa dapat saling menanyakan tugas yang belum dimengerti melalui aplikasi chatting, yang memungkinkan siswa dapat memfoto pekerjaannya untuk dibagi dengan teman yang lain. Namun, ternyata dari teknologi komunikasi yang modern itu juga dapat menyebabkan pengaruh pada kehidupan sosial siswa, yaitu menurunnya kepedulian sosial siswa terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka terlalu asyik menikmati fitur-fitur yang ada di smartphone, sehingga seolah yang terjadi adalah “Dengan smartphone mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Belum lagi jika terjadi siswa menjadikan smartphone sebagai benda Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone Berdampak pada pribadi dan Interaksi Sosial 47 yang harus selalu ada di hari-harinya, bahkan menjadi cemas jika smartphone-nya tertinggal. Gambar 1. Diagram Jumlah Siswa yang Memiliki Smartphone Gambar 2. Jumlah Aktivitas Siswa Menggunakan Smartphone Hal ini menimbulkan dampak buruk dalam interaksi interpersonal secara langsung dan dapat merusak psikologis siswa, beriringnya waktu seseorang akan sulit menjalin komunikasi tatap muka dan membangun relasi dengan orang-orang disekitarnya. Bahkan ada rasa bahwa ingin menunjukkan eksistensi diri dengan menyamarkan identitas yang sebenarnya, hingga menurut Ratrioso: 2008, dalam bukunya yang berjudul “Remaja Unggul Kamukah Itu?” menyatakan bahwa masa remaja adalah masa yang tidak realistik dimana remaja cenderung melihat segala 48 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sesuatu sesuai dengan apa yang ia inginkan, tidak sebagaimana adanya. Hal tersebut terwadahi dalam aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh siswa dengan smartphone-nya, yaitu membuat berbagai status dan komentar di media sosial. Aplikasi media sosial yang tersedia di smartphone tidak hanya ada satu aplikasi saja, tetapi lebih dari itu. Penulisan status yang disertai foto pengguna seolah-olah ingin menunjukkan segi kelebihan dari si pembuat status meski itu dapat jadi hasil penyamaran. Begitu juga dengan berbagai kata-kata yang digunakan dalam status di media sosial tersebut bermaksud ingin menyindir orang lainyang akibatnya menimbulkan perselisihan. Selain itu, banyaknya waktu yang terserap untuk menikmati aplikasi media sosial yang ada di smartphone menjadikan siswa kehilangan banyak waktu yang sia-sia dan keengganan untuk berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Apabila hal tersebut tidak segera dicegah akan menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi kehidupan sosial. Selain itu, maraknya muncul gambar-gambar pornografi yang dengan mudah diakses di smartphone, penggunaan internet di smartphone juga mempengaruhi siswa menjadi asing dengan dunia luar karena jarang berinteraksi sosial, sehingga perasaan dan dinamika emosi yang biasanya muncul dan terasah dari perjumpaan-perjumpaan dengan orang lain menjadi agak kurang peka. Remaja lebih asyik chatting bermain dengan teman-teman di dunia mayanya yang belum pernah ditemui, mengutak-atik situs media sosial atau menikmati gameonline hingga bejam-jam. Remaja hidup dalam dunia maya sehingga persoalan-persoalan sosial yang terjadi di sekitarnya termasuk keluarganya tidak ia perhatikan. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi yang berkembang saat ini. Ketika membutuhkan komunikasi jarak jauh sedapat mungkin untuk tidak terlalu mementingkan kerabat yang jaraknya jauh, kita harus sadar bahwa waktu dengan orang-orang disekitar kita lebih penting untuk selalu dapat menjalin komunikasi secara langsung. Dengan demikian, kita dapat menghargai waktu yang ada untuk melakukan aktivitas bersama keluarga atau kerabat yang sedang berada di sekitar kita. Bahkan kita sebagai masyarakat Indonesia yang ramah terhadap orang lain tetap menjadi budaya masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan sosial pun peran-peran penting seperti orang tua dan pemerintah harus menjadi pagar untuk perkembangan anak-anaknya Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone Berdampak pada pribadi dan Interaksi Sosial 49 dan masyarakat secara keseluruhan. Mempunyai smartphone memang mempermudah kita dalam menjalani aktivitas. Peran orang tua dalam menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya serta menanamkan nilai-nilai kehidupan dan norma-norma yang baik dan tidak baik, agar pemanfaatan teknologi itu sendiri lebih tepat. Pemerintah pun ikut andil dalam pengawasan dari perkembangan teknologi komunikasi. Dengan demikian, dampak negatif dapat semakin tersaring dan meminimaliskan dampak negatif itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Ratrioso, Iman. 2008. Remaja Unggul Kamukah Itu?. Jakarta: PT Perca. h t t p s : / / g h e o v a n c h o f f . w o r d p r e s s . c o m / 2 0 1 4 / 1 1 / 1 8 /p e n g e r t i a n phobia-penyebab-dan-macam-macam-phobia/ 50 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja 51 PENDIDIKAN SEKSUAL BAGI REMAJA SEBAGAI UPAYA PREVENTIF PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA Mamang Efendy SMP Negeri 1 Galis Pamekasan Masalah seks pada remaja memang sangat mencemaskan para orang tua, pendidik, pejabat pemerintah, dan para ahli. Bagaimana tidak, sering kali kita dihadapkan pada berita-berita di televisi dan koran tentang kasus remaja puteri yang bunuh diri akibat hamil diluar nikah, tidak hanya itu bahkan yang lebih tragis lagi terjadi pada kisah sepasang muda-mudi yang bunuh diri bersama-sama karena pasangannya hamil diluar nikah. Akan tetapi, seandainya pun dilakukan perkawinan pada usia dini pada akhirnya juga akan menimbulkan permasalahan yang tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun perilaku seksual pranikah pada remaja memang tidak menguntungkan. Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis ataupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2015:175) Masa remaja sering disebut sebagai masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan, baik secara fisik maupun perkembangan psikis. Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Masa remaja adalah masa dimana seharusnya mereka mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek seksualnya. Seharusnya pada masa ini remaja mendapatkan sikap yang sangat bijaksana dari para orang tua, pendidik, dan masyarakat pada 51 52 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa umumnya agar mereka dapat melewati masa transisi ini dengan baik dan selamat. Karena remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan, merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat akan sangat mempengaruhi pola tingkah laku dan jenis penyakit golongan usia remaja seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit akibat hubungan seksual, dan penyalahgunaan alkohol yang semuanya akan menentukan kehidupan pribadi serta dapat menjadi masalah bagi keluarga, bangsa, dan negara di masa yang akan datang (Budie, 2009). Orang tua sering tidak memahami perubahan yang terjadi pada remaja. Merasa tidak dimengerti, remaja seringkali memperlihatkan agresivitas yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi. Salah satu bentuk perilaku risiko tinggi yang terjadi dan menjadi masalah remaja adalah perilaku yang berkaitan dengan seks pranikah. Akibat yang ditimbulkan oleh perilaku seksual pranikah remaja sangat kompleks, diantaranya yaitu kasus aborsi, penyakit menular seksual, kehamilan yang menyebabkan remaja putri putus sekolah, dan yang lebih tragis apabila sampai terjadi bunuh diri seperti pada kasus diatas. Dalam sebuah laporan majalah Gatra dinyatakan bahwa tingkat kasus aborsi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai dua juta kasus dari jumlah kasus di negara ASEAN yang mencapai 4,2 juta kasus per tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization-WHO) mengenai kasus aborsi tersebut terungkap pada Talk Show “Virginitas dan Fenomena Aborsi” yang digelar di Makassar, Sabtu 25 Maret 2006. Sementara itu, akibat psikososial yang lainnya yang harus ditanggung oleh remaja adalah ketegangan mental, seta kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah apabila seorang remaja puteri tiba-tiba hamil. Akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitar, akibat-akibat lainnya yaitu putus sekolah dan akibat ekonomis untuk biaya perawatan dalam membesarkan anak (Sanderwitz & Paxman dalam Sarlito, 2015). Akibat yang tidak terlalu tampak jika hanya dilihat sepintas, sehingga kurang banyak dibicarakan adalah berkembangnya penyakit kelamin di kalangan remaja. Prof. Dr. M. Sukandar selaku Ketua Panitia Kongres Nasional IV Perkumpulan Ahli Dermatovenerologi (Penyakit kulit dan Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja 53 kelamin) Indonesia, Juni 1983 di Semarang menyatakan bahwa sebagian besar penyakit kelamin berbahaya dari luar negeri telah melanda remaja usia16-25 tahun baik di kota maupun di pedesaan. Salah satu jenis penyakit menular seksual (PMS) itu adalah Genorhoea (kencing nanah) yang sudah tidak mempan lagi diberantas dengan 300.000 unit penicillin, tetapi paling tidak harus dengan 24 juta unit. Para penderita tampaknya lebih kebal terhadap pengobatan karena semakin ganasnya penyakit itu. Faktor-faktor penyebab masalah seksualitas pada remaja yaitu, (1) meningkatnya libido seksualitas, (2) penundaan usia perkawinan, (3) tabu-larangan, (4) kurangnya informasi tentang seks, dan (5) pergaulan semakin bebas. Berkenaan dengan faktor-faktor penyebab masalah seksualitas diatas akan dibahas tentang masalah kurangnya informasi tentang seks. Pada umumnya remaja seringkali mendapatkan informasiinformasi yang salah tentang seks. Hal ini terjadi karena tidak ada peran orang tua yang memberikan informasi yang benar tentang seks itu sendiri, orang tua menganggap tabu membicarakan seks dengan anaknya. Padahal tugas perkembangan remaja yang harus dikuasai diantaranya adalah masalah seksualitas, di mana belajar menjalankan peran seksualitas yang diakui. Seksualitas, sebagai bagian dari permasalahan remaja berkaitan dengan semua aspek perkembangan tersebut. Maka dari itu perlunya pendidikan seks pada remaja oleh pendidik itu sebagai upaya memberikan informasi yang benar bagi remaja tentang seks itu sendiri.Hal ini dikarenakan pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks oleh remaja. Akan tetapi, di pihak lain ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tau tentang seks jadi mengetahuinya dan karena dorongan keingintahuan yang besar maka dikhawatirkan mereka akan mencobanya. Padahal pada dasarnya tidak pernah mengajarkan pada anak atau remaja tentang bagaimana cara melakukan hubungan seks, ataupun hal-hal lain yang berkesan tabu dan vulgar. Pendidikan seks membicarakan tentang totalitas ekspresi seseorang (dalam hal ini anak, pra remaja, dan remaja) sebagai laki-laki atau perempuan, apa yang dipercayai, dipikirkan dan dirasakan, bagaimana bereaksi terhadap lingkungan, bagaimana menampilkan diri, bagaimana berbudaya dan bersosial, etika dan adab pergaulan, yang kesemuanya 54 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa tersebut akan mencirikan sosok identitas remaja. Oleh karena itu, pemahaman seksualitas akan menjadikan anak dan remaja mengerti benar hal-hal yang berkaitan dengan dirinya,tubuhnya,fungsi dari bagianbagian tubuhnya, dan bagaimana menjaga diri dari hal-hal yang tidak diperkenankan. Informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh remaja, media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya. Hal ini dikarenakan mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya dan disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum, dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi, maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas (Budie, 2009). Pertama yang memberikan pengetahuan seks bagi anak seharusnya orang tua. Informasi seks dari teman, film, atau buku yang hanya setengah-setengah tanpa pengarahan mudah menjerumuskan. Apalagi si anak tidak tahu resiko melakukan hubungan seksual pranikah. Pendidikan seks dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Sekali waktu penyuluhan seks dapat diadakan. Tema penyuluhan didasarkan pada pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach), yakni penyuluhan disertai kesempatan berkonsultasi dengan guru, konsultan psikolog di sekolah, atau guru agama. Di tingkat RT pun sebetulnya bisa sekali waktu diselenggarakan ceramah tentang seks bagi para orang tua atau remaja dengan bantuan dokter Puskesmas (Yulia, 2010). Pendidikan seks di Indonesia seyogiyanya tetap dimulai dari rumah. Salah satu alasan utamanya adalah karena masalah seks ini merupakan masalah yang sangat pribadi sifatnya, yang kalau hendak dijadikan materi pendidikan juga perlu penyampaian yang pribadi. Di sekolah guru yang diharapkan bisa membantu siswa dalam memberikan pendidikan seks yang baik dan benar dan bersifat pribadi. Hal ini dapat dilakukan melalui Guru Bimbingan Konseling, karena Guru BK memahami betul perkembangan masa remaja dan tugas-tugas perkembangan masa remaja yang harus dilalui dengan baik. Selain itu, dalam dunia Bimbingan dan Konseling terdapat layanan-layanan yang bersifat pribadi yaitu konseling individu. Konseling individu di sekolah-sekolah diharapkan dapat dijadikan layanan sebagai upaya preventif pencegahan remaja dari kesalah pahaman dan penyalahgunaan seks. Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja 55 Tetapi apabila topik seksual dianggap terlalu sensitif atau vulgar maka guru BK dapat memproyeksikannya dalam bentuk yang lain, misalnya informasi tentang kesehatan reproduksi remaja yang orientasi tujuannya adalah sama yaitu mencegah para remaja untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Remaja harus bertanggung jawab atas dirinya serta bertanggung jawab atas kehormatan dirinya sebagai laki-laki dan perempuan. Dari beberapa jurnal penelitian yang penulis baca terdapat beberapa hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah diantaranya yaitu religiusitas (agama) yang rendah, Harga diri yang rendah, konsep diri, pengetahuan remaja tentang seks itu sendiri, peranan orang tua, kotrol diri, dan pengaruh teman sebaya. Beberapa hal tersebut diatas sedikit banyak sudah dapat kita temukan jalan keluarnya untuk membantu remaja agar tidak terjerumus pada perilaku seksual pranikah, yaitu menumbuhkan religiusitas yang baik, harga diri yang tinggi, konsep diri yang positif, dan pengetahuan yang benar tentang informasi seks. Peran bidan di komunitas dalam hal mencegah terjadinya seks pranikah akibat akses informasi yang salah, dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan pada kelompok remaja yang salah satunya dengan cara penyuluhan tentang seks pranikah beserta dampaknya. Hal ini sesuai dengan wewenang bidan dalam KEPMENKES RI No 900/ MENKES/SK/VII/2002 pasal 4 isinya pelayanan kepada wanita dalam masa pranikah meliputi konseling untuk remaja, konseling persiapan pranikah, dan pemeriksaan fisik yang dilakukan menjelang pernikahan. Tujuan dari pemberian pelayanan ini adalah untuk mempersiapkan wanita usia subur dan pasangannya yang akan menikah agar mengetahui kesehatan reproduksi, sehingga dapat berperilaku reproduksi sehat secara mandiri dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Mengingat sikap merupakan salah satu komponen yang penting dalam membentuk perilaku, maka dalam menanggulangi perilaku seksual pranikah bebas di kalangan remaja melalui pendidikan dalam keluarga dan memberikan pemahaman tentang seksual kepada remaja. Faktor keluarga adalah faktor yang sangat mempengaruhi munculnya perilaku seksual pranikah pada remaja. Kinnaird (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik, dan 56 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa perpecahan. Tidak adanya pengawasan dan disiplin yang baik dari orang tua akan menyebabkan seorang remaja cenderung berperilaku delinkuen. Adanya pengawasan yang baik, disertai perhatian, kasih sayang, pemberian kepercayaan kepada anak, dan keharmonisan keluarga yang timbal balik akan mencegah munculnya perilaku seksual pranikah bebas pada remaja. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Kartono (1995) bahwa perhatian orang tua yang diwujudkan berupa penyediaan fasilitas belajar, serta pemberian bantuan dalam pemecahan masalah, maka anak merasa diperhatikan oleh orang tuanya. Perhatian adalah keadaan yang merupakan tingkat atau perhatian orang tua dalam memberikan dorongan serta perhatian pada anak-anaknya. Dengan mendapat perhatian orang tua maka remaja akan merasa senang dan merasa dihargai keberadaannya, sehingga akan patuh dan segan kepada orang tuanya sebagai timbal balik. Hal ini juga akan membawa akibat atau dampak yang positif pada sikap anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya anak yang kurang mendapat perhatian orang tua cenderung mengalami berbagai macam kesulitan yang mungkin dapat mengarah ke hal-hal yang menyimpang, salah satunya kecenderungan perilaku seksual pranikah. Keluarga juga mempunyai peranan dalam membentuk kepribadian seorang remaja. Dalam keluarga yang sehat dan harmonis, anak akan mendapatkan latihan-latihan dasar dalam mengembangkan sikap sosial yang baik dan perilaku yang terkontrol. Oleh karena itu, peran penting orang tua, guru, tenaga ahli, dan semua pihak diharapkan dapat berkontribusi dalam menanggulangi dan mencegah perilaku seksual pada remaja, agar kita bisa mempersiapkan remaja yang baik untuk masa depan. DAFTAR PUSTAKA Sarwono, S.W. 2009. Penyaluran Hasrat Seksual pada Penyandang Cacat Ganda. Makalah untuk Kongres Asosiasi Seksolohi Indonesia di Pontianak. Sarwono, S.W. 2015. Psikologi Remaja. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Perasada. Fitriana, N.G. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Seks Pranikah dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa SMK XX Semarang. Jurnal Penelitian. (Online) http://e-journal.com. Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja 57 Fitriana, N.G. 2010. Ketimpangan Religiusitas dengan Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja SMA Sederajat di Jakarta Selatan. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi dan Pendidikan Universitas Al-Azhar Indonesia. Hasanah, U. 2012. Peran Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Perilaku Seksual Remaja Puteri. Tesis. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 58 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 59 KENAKALAN REMAJA DAN PERAN GURU DI SEKOLAH Dwi Ulfa Nurdahlia Pengamat Pendidikan/ IKIP Budi Utomo Malang Kenakalan Remaja sebagai Satu Indikator Gagalnya Pendidikan Juvenile delinquency merupakan istilah yang digunakan dalam dunia psikologi, khususnya remaja yang sering melakukan kenakalan remaja. Mereka sering melakukan perilaku yang yang maladaptive. Beberapa perilaku negatif yang muncul dalam dunia remaja, antara lain: free sex, tawuran, mencuri, minum minuman keras, dan penggunaan narkoba. Bahkan dalam sebuah jurnal menyebutkan kenakalan remaja semakin meningkat, hal tersebut diapaparkan dari data-data yang berasal dari BNN, KPAI, ditambah informasi dari media cetak seperti Kompas dan media elektronik seperti TV One (Sabarisman dan Unayah, 2015). Perilaku yang bersifat merusak diri dan lingkungan kerap ditunujukkan oleh remaja. Hal ini yang akan membawa para remaja berada dalam lingkaran label negatif dari masyarakat umum. Dampaknya banyak diantara mereka menjadi objek yang dikucilkan dan dijadikan bahan untuk menjadi contoh negatif. Tentunya hal ini akan membuat remaja akan merasa dirinya terintimidasi bahkan akan memperkuat perilaku negatifnya. Perilaku negatif yang dilakukan oleh remaja, pada dasarnya tidak murni kesalahan dari remaja itu sendiri. Melainkan peranan dari dua faktor antara lain: faktor internal yang berasal dari diri remaja dan faktor eksternal yang berada dari luar diri remaja. Berikut beberapa peritiwa yang menggambarkan faktor internal remaja yang mendorong melakukan perilaku menyimpang sebagai gejala patologis: Kasus 1: contoh remaja yang mengalami krisis identitas Remaja merasa dirinya sudah dewasa dan memiliki hak yang sama dengan orang tua, seperti pulang malam, merokok dan dapat bergaul dengan siapa saja. Kemudian remaja tersebut, tidak memiliki kendali 59 60 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa untuk memposisikan dirinya sebagai remaja yang memiliki positive values, sehingga mereka memutuskan untuk mengikuti keinginannya menjadi dewasa tanpa kontrol dari orang tua. Dari peristiwa tersebut, remaja mulai memiliki gaya hidup yang tidak sehat, mereka mulai sering pulang malam, menjadi addicted terhadap rokok dan minuman keras (Sumber: pengalamam penulis ketika menjadi guru BK) Krisis identitas yang dialami oleh remaja sering dikaitkan dengan perilaku memberontak di kalangan remaja atau disebut adolescent rebellion. Namun, jika remaja tersebut mendapat kesempatan untuk mengelola emosi yang dimiliki, maka tidak akan timbul pemberontakan dalam diri remaja. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh para ahli antropologi seperti Margaret Mead yang mempelajari pertumbuhan di pulau Samoa, kemudian didukung hasil observasi Schlegel & Barry terhadap 186 masyarakat praindustri 1991, serta beberapa peneliti lain seperti Offer, Ostrov, Howard, dan Atkinson (Feldman dkk, 2009) yang menyatakan bahwa “badai dan stress” yang dialami remaja tidak akan terjadi, jika remaja mengalami peralihan emosi yang stabil. Kasus 2: contoh tentang keyakinan diri pada remaja Remaja yang memiliki keyakinan diri yang tidak sesuai dengan lingkungan. Misal remaja memilih membolos daripada harus hadir di sekolah. Tingkah laku tersebut dilakukan secara berulang dengan alasan, aturan sekolah yang mewajibkan hadir pukul 06.45 dan banyak tugas yang diberikan oleh guru. (Sumber: pengalamam penulis ketika menjadi guru BK) Keyakinan negatif yang dimiliki remaja merupakan suatu bentuk perwujudan dari penguatan identitas diri untuk mendapat pengakuan, bahwa ia mampu bertindak dan memutuskan apa yang remaja suka dan tidak disukai. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma, merupakan perilaku menyimpang. Menurut Feist (2009) penyimpangan adalah tindakan memberontak melawan penguasa. Remaja menyimpang dengan keras kepala, berpegang pada kepercayaan dan praktik tersebut tidak diterima. Namun, menurut Erikson perilaku remaja tersebut bukan hanya sebagai penyangkalan peran, melainkan penambahan gagasan baru dan vitalitas baru dalam struktur sosial (Feist, 2009). Dengan kata lain, struktur sosial yang merupakan bagian luar dari remaja memerlukan pengkajian terhadap aturan yang memiliki pengaruh terhadap pemikiran internal remaja. Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 61 Pembentukan perilaku remaja tidak hanya disebabkan oleh faktor internal, melainkan juga faktor eksternal sebagai reinforcement yang mampu membenarkan remaja untuk melakukan peruatan yang maladaptive. Beberapa faktor eksternal yang menyebabkan remaja melakukan tindakan menyimpang, antara lain: keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kasus 1: remaja yang tinggal dengan keluarga yang tidak harmonis Ketika berada di rumah, remaja sering mendengarkan pertengkaran dan ibu yang sering mengeluh tentang perbuatan ayahnya, sehingga remaja tersebut memilih untuk menggunakan narkoba yang akan membuatnya tenang dan membuatnya tidur untuk menghilangkan kegundahan hatinya. (Sumber: pengalamam penulis ketika menjadi guru BK) Dampak negatif faktor eksternal yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua akan menjadikan remaja yang bermasalah. Jika dalam keluarga melakukan program yang bertujuan meningkatkan hubungan dalam perkawinan adalah memperbaiki pengasuhan, maka konsekuensinya adalah menghasilkan anak-anak dan remaja yang lebih sehat (Santrock, 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan keluarga untuk menjadikan remaja yang sehat. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Rahayu et all (2013) yang menggunakan rumus person product moment (PPM) Karl Person. Disebutkan bahwa ada korelasi antara keharmonisan keluarga dan motivasi belajar siswa sebesar 0,648 pada taraf signifikansi 0,01, sehingga menunjukkan ada hubungan yang sangat erat. Kasus 2: remaja yang mendapat hukuman saat di sekolah Remaja yang melakukan pelanggaran tidaklah selalu dari kalangan remaja yang memiliki kemampuan rendah. Adakalnya mereka yang memiliki kemampuan lebih juga pernah melakukannya. Misalkan, ada remaja yang mampu memanipulasi nilai ujian sekolah melalui systemcomputer. Kasus tersebut bagi beberapa guru, mungkin akan dihukum. Akan tetapi, tidak pada sekolah tersebut, remaja tersebut dibina oleh tim guru IT. (Sumber: pengalamam penulis ketika menjadi guru BK) Sekolah yang hanya memberikan hukuman akan semakin memperburuk situasi dan keadaan remaja. Mereka akan memiliki mindset sekolah adalah tempat yang buruk serta dipenuhi dengan ancaman dan 62 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa hukuman. Namun, pemikiran negatif akan berubah menjadi pikiran yang positif pada saat pendidik mampu mendekatkan diri pada remaja dan melakukan pendekatan secara humanis. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara pendidik dengan remaja (siswa) akan menciptakan perilaku yang positif pada diri remaja. Seperti penelitian selalu menunjukkan bahwa kualitas hubungan guru-siswa adalah satu faktor terpenting-mungkin satu-satunya faktor yang paling penting-yang mempengaruhi kesehatan emosi, motivasi, dan pembelajaran siswa selama disekolah (Ormrod, 2009). Sekolah Sebagai Rumah Kedua Pendidikan merupakan tempat bertukarnya ilmu. Dikatakan sebagai tempat bertukarnya ilmu dikarenakan terjadi pertukaran ilmu antara guru dengan guru, guru dengan siswa. Guru menyampaikan ilmunya kepada siswa. Disisi lain siswa secara tidak langsung juga memberikan ilmu terkait dengan perilaku yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung. Konsep pertukaran ilmu inilah yang harusnya dimiliki oleh guru maupun remaja yang sedang menempuh pendidikan di sekolah. Jika konsep tersebut sudah dipahami, maka proses pembelajaran di sekolah merupakan sesuatu yang penting dan akanada rasa saling membutuhkan satu sama lain, layaknya makhluk sosial. Sekolah merupakan tempat memanusiakan manusia. Para ahli teori humanistic menunjukkan bahwa (1) tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan (2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia (Djiwandono, 2004). Pandangan teori humanistic menunjukkan bahwa remaja merupakan kesatuan utuh, memiliki akal untuk menciptakan sesuatu atau bertingkah laku sesuai dengan kehendak yang dimiliki. Jika dikaitkan dengan kenakalan remaja, maka sebagi seorang pendidik harus mampu mengelola remaja sebagai individu utuh yang layak untuk dimanusiakan. Mereka bukan robot yang dapat disetting oleh lingkungan terlebih oleh orang lain. Kemampuan mengelola remaja di sekolah dapat dilakukan dengan 5 cara. Hal ini seperti yang biasa dilakukan oleh guru bimbingan dan Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 63 konseling atau konselor yaitu: pemahaman, pencegahan, pengentasan, pengembangan, dan advokasi. (1) Pemahaman: remaja diberikan penjelasan perihal yang negatif dan positif,sehingga remaja memiliki pemahan utuh untuk tidak melakukan perilaku negatif. (2) Pencegahan: memberikan kegiatan positif yang bertujuan untuk mengembangkan bakat dan minat remaja,sehingga kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terpenuhi. Selain itu, energi yang dimiliki remaja akan tersalurkan pada pengembangan diri yang positif. (3) Pengentasan: penanganan terhadap remaja yang terlanjur melakukan perilaku maladaptive, maka dapat dilakukan pendekatan melalui konseling. Pendekatan konseling yang digunakan menyesuaiakan permasalahan yang dialami oleh remaja. Selama proses pengentasan, guru BK bekerjasama dengan seluruh guru mapel atau pun karyawan dan staff di sekolah untuk tidak memberikan label negatif. Guru BK atau konselor harus memiliki kemampuan menjaga kerahasiaan dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh siswa. (4) Pengembangan: pengembangan bakat dan minat secara maksimal, sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi remaja yang memiliki kepercayaan diri serta akan menjadi remaja yang memiliki identitas utuh. (5) Advokasi: proses pendampingan dan pembelaan terhadap remaja yang memiliki permasalahan. Tidaklah bijaksana seorang guru BK atau konselor membiarkan siswa berjuang sendiri tanpa adanya pendampingan. Membela bukan berarti tidak ada ketegasan untuk menunjukkan kesalahan yang telah dilakukan oleh remaja.Melainkan menguatkan remaja dan memberikan petunjuk untuk bertanggungjawab dan memperbaiki kesalah yang telah dibuatnya. Saat 5 konsep tersebut mampu diterapkan di sekolah,kemugkinan terbesar adalah remaja akan merasa aman dan nyaman ketika berada disekolah. Seolah bapak dan ibu guru di sekolah merupakan orang tua kedua yang selalu ada untuk mereka. Dengan kata lain, sekolah sebagai rumah kedua yang mampu melindungi dan mengayomi layaknya keluarga di rumah. Pendidikan sebagai Pilar Pembentukan Karakter Pendidikan sebagai pilar yang harus dikokohkan yang memiliki unsur antara lain: kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan. Guru 64 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa merupakan pemeran utama yang tidak luput dari dukungan karyawan dan kepala sekolah. Namun, interaksi yang paling dominan adalah guru yang mengajar di kelas yang berinteraksi secara intens dengan para remaja (siswa). Oleh sebab itu, penting bagi seorang guru memiliki sifat humanis yang mampu memberikan kenyamanan. Saat remaja (siswa) merasa nyaman, maka besar kemungkinan penanaman nilai-nilai positif akan lebih mudah,sehingga akan terwujud remaja yang memiliki karakter positif. Terdapat kebutuhan-kebutuhn afektif yang terkait dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral (dalam Djiwandono, 2004) yang kemudian diuraikan sebagai tujuan pendidikan humanistik oleh Combs (dalam Djiwandono, 2004) seperti berikut ini. (1) Menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan program untuk perkembangan keunikan potensi siswa. (2) Memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu. (3) Memperkuat perolehan keterampilan dasar (akademik, pribadi, antarpribadi, komunikasi, dan ekonomi). (4) Memutuskan pendidikan secara pribadi dan penerapannya. (5) Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi dalam proses pendidikan. (6) Mengembangkan suasana belajar yang menantang dan dapat dimengerti, mendukung, menyenangkan, serta bebas dari ancaman. (7) Mengembangkan rasa ketulusan, respek, menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik pada diri siswa. Pola pendidikan yang tepat sesuai dengan kebutuhan remajaakan membentuk karakter positif. Keberhasilan pembentukan karakter akan terlihat ketika remaja tersebut mampu bersosialisasi dengan masyarakat umum. Mereka tidak lagi berperilaku baik karena berada disekolah dan dalam pengawasan guru, melainkan kesadaran pribadi yang utuh dalam bermasyarakat. Peranan Guru yang Efektif Pembentukan karakter bagi anak-anak yang spesial “remaja yang berperilaku negatif” memerlukan guru yang luar biasa. Mereka adalah guru-guru tangguh yang memiliki mental positif. Berikut ini merupakan atribut bagi guru yang peduli terhadap prestasi akademik dan pembelajaran sosial (Arends, 2013). Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 65 (1) Guru-guru yang efektif memiliki kualitas personal yang membuat mereka mampu mengembangkan hubungan manusia yang autentik dan penuh perhatian dengan para siswa, orang tua, dan kolega. (2) Guru efektif dapat menciptakan kelas yang demokratis dan memberikan contoh keadilan sosial siswa. (3) Guru yang efektif memiliki disposisi positif terhadap pengetahuan. Mereka memiliki kemampuan dalam tiga hal, yaitu dasar pengetahuan luas yang berkaitan dengan bidang studi, pengembangan manusia dan pembelajaran, serta pedagogi. Mereka menggunakan pengetahuan ini untuk membimbing ilmu dan seni dari praktik mengajar. (4) Guru efektif memiliki repertoar praktik-praktik mengajar yang efektif yang dapat memotivasi siswa, meningkatkan prestasi siswa dalam keterampilan dasar, mengembangkan pemikiran tingkat tinggi, dan menghasilkan pembelajar yang dapat mengatur diri sendiri. (5) Guru yang efektif secara personal cenderung berefleksi dan memecahkan masalah. Mereka menganggap belajar untuk mengajar adalah proses seumur hidup, dapat mendiagnosis situasi dan beradaptasi, serta menggunakan pengetahuan profesionalnya secara tepat untuk meningkatkan pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah. Guru-guru yang efektif tidak akan memberikan stereotip negatif yang menciptakan jarak dengan (siswa). Mereka adalah orang tua kedua saat disekolah, disertai dengan peran sebagai pendamping, pembimbing, dan pendidik jika terjadi kesalahan. Kemampuan guru-guru efektif inilah yang akan menjadi pilar pembentukan karakter remaja. Bahkan para remaja yang tergolong spesial “teracuhkan oleh masyarkat” tidak akan lagi terabaikan. Kesimpulan: Pada dasarnya sekolah merupakan tempat yang layak untuk membantu remaja dalam membentuk karakter positif. Tentunya dengan bantuan para guru-guru yang efektif, sehingga remaja tidak lagi mendapat stereotip negatif dan mereka tidak akan terabaikan. Dengan kata lain, sekolah memiliki fungsi maksimal bagi seluruh remaja yang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan sebagai warga negara Indonesia. guruku sahabatku, guruku pahalawanku, 66 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard, I. 2013. Belajar untuk Mengajar Edisi 9 buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Djiwandono, Wuryani. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Feist, G. J. dan Feist, J. 2009. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humnika. Feldman, R. D., Olds, S. W., dan Papalia, D. E. 2009. Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika. Ormrod, J. Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang jilid 2. Jakarta: Erlangga. Rahayu, K. S. I, et all. 2013. Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dan Motivasi Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Konseling, 2 (1): 23-56. Sabarisman, Muslim dan Unayah, Nunung. 2015. Fenomena Kenakalan Remaja dan Kriminalitas. Jakarta: Yrama Media. Santrock. 2007. Remaja: edisi 11, jilid 2. Jakarta: Erlangga. Kenakalan Remaja dan Peran Guru di MTs 67 KENAKALAN REMAJA DAN PERAN GURU DI MTs Maulidatul Fitriyah MTS Darul Karomah Randuagung Pasuruan Pada era global saat ini terjadi banyak penyimpangan di kalangan remaja, termasuk dunia pendidikan. Saat ini dunia pendidikan sudah mulai mengkhawatirkan,karena ulah penerus bangsa, kenakalan remaja di dunia pendidikan sudah mulai mejalar bahkan merajalela. Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses–proses perkembangan jiwanya, baik itu dilakukan pada masa anak-anak ataupun masa remaja. Dalam perkembangannya, Indonesia bahkan menjadi sasaran sindikat internasional dengan ditemukannya pabrik-pabrik (produsen) narkoba di beberapa daerah belakangan ini. Hasil survei demografi kesehatan Indonesia mencapai 30% dari jumlah penduduk, jadi sekitar 1,2 juta jiwa terlibat beraneka macam kenakalan remaja. Hal ini tentunya menjadi berita yang sangat mencengangkan. Tidak masalah apabila remaja dapat menunjukkan potensi diri yang positif, namun apabila sebaliknya akan menjadi petaka jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam kenakalan remaja. Menurut Santrock (2006S:28) kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial, sehingga terjadi tindakan kriminal. Kenakalan remaja menjadi hal yang perlu diwaspadai dan lebih diperhatikan karena seiring berkembangnya seorang anak. Sudah sewajarnya seorang remaja melakukan sebuah kenakalan, selama kenakalan itu sebagai tingkat yang wajar. Oleh karena itu, peran orang tua dan guru pendidik sangat penting serta diperlukan dalam penanaman nilai dan norma yang diberikan sejak dini dapat mempengaruhi sikap dan perbuatan seorang anak, sehinnga anak dapat memilah mana yang baik dan buruk. 67 68 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kenakalan remaja merupakan suatu isu yang sering ditampilkan dalam berbagai media. Media sering memuat berita tentang remaja seperti balapan liar, penyalahgunaan narkoba, cara bicara kepada guru dan orang tua yang tidak pantas, merokok, dan seks bebas. Selain itu, tayangan di televisi juga memperlihatkan bahwa remaja itu sendiri sebagai pelaku tindakan kriminal seperti menganiaya guru,merokok, mengedarkan narkoba, dan seks bebas. Banyak faktor-faktor yang membuat remaja memasuki dunia pergaulan yang tidak biasanya.Hal ini berawal dari teman sebaya yang membawa dampak buruk,karena masa remaja merupakan masa dimana keadaan psikis remaja mudah terpengaruh. Kondisi tersebut dapat terjadi karena faktor keluarga, kondisi tersebut terjadi karena kurangnya perhatian dari keluarga membuat anak menjadi royal dalam pergaulan. Faktor terpenting yang membuat anak terjerumus dalam kenakalan remaja adalah kurangnya bekal agama sebagai fondasi yang membentengi pikiran dan jiwa anak. Remaja juga senang mencoba hal baru dan rasa ingin tahunya sangat besar dan mengikuti gaya baru,sehingga remaja mudah terpengaruh untuk menyalahgunakan narkoba. Menurut Hawari (2003) sebanyak 70% pasiennya yang menggunakan narkotika adalah remaja usia sekolah baik yang duduk di bangku SMP, SMU dan Perguruan Tinggi. Pada dasarnya remaja tidak ingin dibilang seperti anak kecil lagi, karenanya mereka mulai meniru perilaku yang mereka hubungkan dengan status dewasa. Oleh sebab itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas. Uraian selanjutnya akan mengulas lebih mendalam, beberapa bentuk kenalan remaja. Jenis Kenakalan Remaja a. Membolos sekolah b. Balapan liar c. Penyalahgunaan narkoba d. Perkelahian antar pelajar e. Seks bebas Penyebab terjadinya Kenakalan Remaja Perilaku menyimpang pada remaja dapat timbul dari dalam diri (Internal) maupun faktor dari luar (eksternal), berikut ulasan lebih mendalam mengenai kedua faktor tersebut. Kenakalan Remaja dan Peran Guru di MTs a. 69 Faktor Internal Remaja yang tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, maka remaja tersebut akan terseret pada perilaku “nakal”. Begitupun bagi remaja yang sudah bisa membedakan hal yang baik dan buruk.Namun tidak mampu mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. b. Faktor eksternal 1) Keluarga. Seperti yang telah kita ketahui bersama, peran keluarga sangat penting dalam mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang, dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2010:177). Bisa jadi remaja yang mengalami kenakalan remaja karena faktor perceraian orang tua, orang tua yang sering bertengkar, kesibukan orang tua sehingga tidak ada waktu bagi anak. Hal ini dapat memicu hal negatif pada perkembangan sikap pada remaja. Bahkan pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, dan terlalu mengekang anak dapat menjadi timbulnya kenakalan remaja. 2) Pengaruh teman sepermainan yang kurang baik. 3) Lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. 4) Minimnya pemahaman tentang keagamaan Dalam kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting, karena nilainilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah oleh waktu dan tempat. Pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya, karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah. Selain itu, belum mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Oleh karena itu, pembinaan moral pada permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihanlatihan dan nasehat-nasehat yang dipandang baik. Maka pembinaan moral harus dari orang tua melalui teladan yang baik berupa hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif, karena 70 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa apa yang diperoleh dalam rumah akan di bawa ke lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka dari kenakalan, serta merupakan cara untuk mempersiapkan diri bagi generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, kesalahan dalam pembinaan moral akan berakibat negatif terhadap remaja itu sendiri. Pemahaman tentang agama sebaiknya dilakukan sejak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan. Hal iniagar nantinya setelah mereka remaja, dapat memilah baik buruk perbuatan yang akan dilakukan sesuatu di setiap harinya. Berbagai Kasus nyata yang pernah terjadi di sekolah MTs a. Seorang remaja yang sering membolos, kemudian guru bimbingan dan konseling melakukan kunjungan rumah kepada remaja tersebut. Setelah menyelidiki kasus remaja tersebut ternyata si anak tiap hari berangkat ke sekolah tetapi anak tersebut tidak ada/tidak sampai di sekolah. Penelusuran pun terus berlanjut, remaja ini ternyata sering nongkrong dengan anak-anak yang tidak sekolah, bahkan ketika dikonseling oleh guru bimbingan dan konseling anak tersebut mengaku kalau menggunakan pil, dia juga mengaku telah beberapa kali meminum minuman keras dan merokok. b. Kasus kedua hampir sama dengan kasus pertama yang mana remaja ini berangkat kesekolah dan tidak sampai di sekolah. Saat guru bimbingan dan konseling melakukan penelusuran, ternyata remaja tersebut ketahuan di sebuah warnet dan sedang main game online. Dia mengaku kalau sudah bermain game online sampai lupa waktu, serta sering melakukan ini setiap harinya, bahkan pernah pulang pukul 04.00 pagi. c. Baru-baru ini sekolah mendapatkan laporan dari beberapa orang tua kalau anak mereka baru pulang sekolah sekitar pukul 19.00. Akhirnya dari pihak sekolah menyelidiki kemana remaja-remaja ini main setelah pulang sekolah. Ada satu guru yang sengaja membuntuti remaja-remaja ini dan ternyata remaja-remaja ini melakukan balapan liar. Peran orang tua, guru dan lingkungan Sebenarnya tingkah laku yang positif itu tidak hanya dari orang tua dan guru saja, melainkan tanggung jawab semua orang. Misal antara perkataan dan perbuatan harus konsisten, sehingga remaja dapat meniru tingkah laku guru dan orang tua dengan baik. Guru itu singkatan dari Kenakalan Remaja dan Peran Guru di MTs 71 digugu dan ditiru, peran guru itu tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja. Akan tetapi, seluruh hidupnya memang didedikasikan untuk pendidikan. Menurut Lydia & Satya (2006:12) bahwa seseorang yang terlatih dalam tanggung jawab tidak pernah terlibat tawuran, kebut-kebutan di jalan umum, atau menyalahgunakan narkoba, serta terlibat dalam perilaku negatif lain. Oleh karena itu, pupuklah rasa tanggung jawabmu demi sebuah masa depan yang lebih baik dan cerah. Selalu memantau, mengecek, dan mengawasi peserta didik dan remaja dalam melakukan apapun. Saat anak membuat kesalahan jangan memarahi anak tersebut, setidaknya tanyakan dulu dan dengarkan penjelasannya. Baru guru bimbingan dan konseling dapat memberi bimbingan, orang tua bisa memberikan solusi dan nasehat, sedangkan masyarakat bisa memberikan dorongan dan motivasi kepada anak tersebut. Tips untuk mencegah dan mengatasi kenakalan remaja a. Orang tua harus lebih banyak berkomunikasi dan memberikan perhatian pada anaknya, penting juga orang tua memberikan waktu mendengarkan cerita anaknya, agar tidak ada apapun hal yang disembuyikan dan masalah anak tersebut dapat terselesaikan. b. Pondasi, penanaman, dan pengenalan agama perlu dimulai sejak dini. c. Pengawasan orang tua yang intensif terhadap anak termasuk mengawasi media televisi, internet, handphone, dan semua situs yang berbahaya bagi anak. d. Perlunya materi bimbingan dan konseling di sekolah. e. Dukunglah hobi dan bakat anak, fasilitasi hobinya agar dapat terhindar dari hal yang negatif. Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa upaya pencegahan dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Kemudian remaja tersebut perlu membentengi pengaruh dari luar dengan pemahaman agama yang kuat, moral yang baik dan selalu berpikir positif. Selain itu, upaya pencegahan dalam mengantisipasi kenakalan remaja perlu dukungan dari semua serta kerjasama yang baik (orang tua, guru, dan masyarakat). Adapun upaya yang lebih kongkret yang dapat dilakukan adalah lebih memperhatikannya, upaya yang lebih penting lagi adalah menanamkan agama sejak dini kepada si anak. 72 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTAR PUSTAKA Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fanidya. 2013. Kenakalan Remaja. (Online) https://fanidya111. wordpress. com/2013/03/08/contoh-artikel-tentang-kenakalan-remaja-dan-narkoba, diakses 26 November 2016. Martono, Harlina, dkk. 2006. Belajar Hidup Bertanggung jawab, Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka. Hawari, Dadang. 2003. Kenakalan Remaja. Sinar Harapan. 1 Desember 2003:A5, Print. Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Erlangga. Samin,Cah. 2015. Kenakalan Remaja. (Online) http://artikelmateri. blogspot.co.id/2015/12/kenakalan-remaja-pengertian-adalah-contohpenyebab.html, diakses 26 November 2016. Yusuf, Syamsu, dan Nurihsan Juntika. 2010.Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Menangkal Narkoba pada Remaja 73 MENANGKAL NARKOBA PADA REMAJA Erna Pratiwi SMP Al–Ikhlash Lumajang Mengutip cerita Bill Beausay, seorang penulis yang sangat terkenal dengan karyanya tentang remaja. Di mana menceritakan sebuah kisah menarik mengenai seorang tokoh agama nasrani (pastor) yang letih melihat bagaimana narkoba merebak luas di lingkungan dan menghancurkan kehidupan remaja di daerahnya. Sang pastor tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menghentikan bagaimana merebaknya narkoba yang ada di sekitarnya. Ia lalu memutuskan mengambil sebuah langkah yang menurut orang lain adalah gila/radikal untuk menangani masalah narkoba, yaitu dengan mendatangi pengedar narkoba atau berguru lansung pada sang pengedar. Dengan langkah pasti dan tanpa keraguan, ia langsung menemui pengedar dan menanyakan ‘kiatnya‘ sampai demikian sukses dalam melakukan pendekatan pada remaja untuk ngedrugs. Pertanyaan tersebut dijawab si pengedar dengan begitu entengnya dan menusuk ulu hati sang pastor. Saya ada disana mendampingi mereka, engkau tidak. Saat mereka berangkat sekolah di pagi hari, saya di sana engkau tidak. Saat mereka pulang sekolah di sore hari, saya di sana engkau tidak. Saat mereka membeli buku di toko aku di sana engkau tidak. Saat mereka bersama teman-temannya nongkrong di café, saya di sana engkau tidak. Saat mereka membutuhkan seseorang untuk merasa kuat, berani, dan terlindungi saya di sana dan engkau tidak, maka aku menang dan kau kalah (I’am there to accompany them, your’re not. When these children go to school in the morning, I’m there, you’re not. When they come home in the afternoon, I’m there, you’re not. When they buy books from a bookstore, I am there, you are not. When they go to a caffee with their frend, I’m there, you’re not. When they need someone to make them strong and though and protected, I’m there, you’re not. Then, I win and you lose). Demikian sederhana cara yang digunakan oleh pengedar untuk menjerumuskan semua pemuda ke dalam kesenangan semua. 73 74 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Lalu kita dimana Artikel ini saya baca pada sebuah majalah yang sangat lama, tapi saya terus mengingatnya karena memang isinya menarik dan cocok digunakan sebagai refleksi kehidupan dewasa ini. Artkel ini memang digunakan untuk mengajak para orang tua dan masyarakat untuk saling mengencangkan pengawasan terhadap remaja. Hal ini didasari oleh betapa banyaknya orang yang paling bertanggung jawab dalam kehidupan anak (dalam contoh ini menggunakan pastor untuk menekankan masalah siapa yang bertanggung jawab terhadap nilai– nilai religius). Ternyata bukan yang paling dekat dengan para remaja. Artinya sebagai orang tua/guru marilah kita renungkan bersama bahwa dalam menghadapi remaja kita saat ini, sudahkah kita menjadi orang terdekat bagi mereka (para remaja kita), menjadi sahabat mereka, pendamping mereka, orang yang selalu ada di saat mereka membutuhkan. Bukan tidak mungkin disadari atau tidak, kesulitan yang kita hadapi adalah adanya perbedaan pendapat yang sering kali muncul dalam hubungan antara remaja dengan orang tua dan antara para remaja dan guru mereka. Hal ini tercipta karena masing-masing dari mereka merasa paling benar tanpa ada yang merasa untuk mengalah sehingga semakin lebarlah jurang yang memisahkan hubungan tersebut. Para orang tua dan guru cenderung menuntut para remaja menjadi seperti keinginan mereka tanpa tahu apa keinginan para remaja itu sendiri. Jadilah pihak ke tiga yang memanfaatkan kesenjangan itu dengan menawarkan kenikmatan semu melalu ngedrugs, karena hanya para pengedar la yang selalu berada di dekat mereka saat mereka dalam situasi apapun. Artinya kita hendaknya mampu bergaul dengan para remaja kita. Bagaimana Memahami Remaja Kita lihat remaja kita sekarang dalam pertumbuhan fisiknya mereka mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, meski dari segi fisik dan dimensi berpikir seorang remaja telah dapat disetarakan dengan orang dewasa, namun secara emosi dan sosial mereka belum bisa sepadan atau setara dengan orang dewasa. Perubahan hormonal pada remaja amat mempengaruhi kehidupan emosional para remaja. Tak heran bila seoarang motivator sekaliber Miftahul Jinan mengungkapkan dalam sebuah bukunya yang berjudul ‘Alhamdulilah anakku Nakal’, yakni Menangkal Narkoba pada Remaja 75 seorang remaja bisa marah-marah tak karuan dengan ekspresi yang menakutkan lalu sesaat kemudian dia sudah tertawa terbahak – bahak bersama teman – temannya. Secara psikologis dan emosi mereka memang masih berada dalam tahap peralihan dari anak – anak menuju menjadi orang dewasa dan itu tidak mudah .Karena semua itu membutuhkan proses yang panjang Dengan perubahan fisik dan suasana psikologis para remaja itu,terpaan pengaruh dari media masa saat ini begitu gencar mulai dari HP. Gadget hingga Internet yang bisa di akses dimana – mana tanpa saringan yang jelas sehingga mereka bisa nenerobos pilar – pilar yang seharusnya belum boleh mereka lihat, baca atau pahami belum lagi masukan dari teman atau lingungan dimana biasa mereka berada, dan remaja banyak sekali memiliki kejutan dan pertanyaan yang membingunkan kita. Oleh karena itu disinilah peran orang tua pada masa – masa ini menjadi sangat dominan. Mereka diharapkan dapat menjadi teman/sahabat remaja atau kalau kita lihat istilah anak jaman sekarang adalah kita para orang tua harus gaul dengan mereka. Masalahnya adalah kalau kita termasuk para orang tua yang tertutup dan bersikap kaku terhadap para remaja, maka para remaja itu akan merasa serba salah. Mau ngomong, takut diomelin. Ijin bermain dengan jujur malah dilarang. Tidak ngomong atau diam saja, tapi ingin bertanya karena rasa ingin tahu mereka yang sangat melimpah ruah. Akhirnya mereka memilih diam dan selalu nampak baik – baik saja di hadapan orang tua. Padahal mereka memilih bertanya pada teman atau pihak lain. Ini yang berbahaya karena kalau bertanya pada teman, pengetahuan, emosi dan usia mereka rata – rata adalah sebaya jadi tentu saja jawaban dari rasa ingin tahu mereka tidak memperoleh jawaban tapi malah menambah beban rasa ingin tahu yang lebih besar lagi. Sedangkan pihak lain yang di tuju para remaja kita justru tidak memiliki kejelasan sebagai sumber informasi yang akurat. Lalu siakah kita sebagai orang tua atau Guru untuk selalu berada di samping para remaja. Bagaimana bisa bergaul dan bersahabat dengan Remaja Seringkali orang tua/guru ditolak oleh anak atau remaja kita, mengapa karena kita tidak memahami mereka. Ingin menjadi sahabat bagi anak, siswa atau remaja di sekitar kita? Mudah kok, asal kita mau membuka diri dan memahami mereka maka yakinlah anak. Siswa atau 76 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa remaja di sekitar kita pasti membuka lengannya lebar-lebar dan bilang selamat datang teman. Pengalaman penulis sebagai seorang guru disebuah SMP mendekati siswa atau remaja mudah-mudah saja, tapi menjadi tidak mudah manakala siswa atau remaja yang kita dekati bermasalah, karena mereka akan menatap kita dengan pandangan curiga, dan kuatir atas pendekatan yang kita lakukan. Kiat Sukses bersahabat dengan Remaja 1. Pahami Bahasa Remaja; Pengertian bahasa ini tidak hanya meliputi penggunaan istilah tetapi juga penyampaian kapasitas berpikir dengan gaya bicara remaja saat ini. Remaja cenderung bicara spontan, apa adanya dan ceplas-ceplos, tidak malu-malu dan kadang-kadang cenderung emosional. Oleh karena itu pembicaraan remaja sering bikin merah telinga orang tua. Oleh karena itu kita sebagai orang tua atau Guru hendaknya bisa menahan diri untuk tidak marah mendengar para remaja bicara. Tidak apa-apa siswa atau remaja bicara seperti itu, gaya bicara seperti itu bukan buruk tapi lebih menunjukkan bahwa remaja itu suka bebas. Mereka hanya tengah bersemangat dan penuh rasa ingin tahu. 2. Mendengarkan; Siswa atau remaja di sekitar kita sangat tidak suka bila dinasehati yang dibutuhkan mereka adalah didengarkan. Tak jarang remaja yang mau mengadu, berkeluh kesah sebenarnya hanya ingin menumpahkan uneg- uneg atau sekedar mencari perhatian kita. Hindari menasehati anak, siswa atau remaja setiap kali bicara dengan mereka. Tetapi lebih baik menunjukkan sikap antusias kepada mereka saat berbicara, sekali-sekali berlakulah hanya sebagai pendengar yang antusias tanpa embel-embel mengatakan harus begini dan harus begitu karena hal imi menyebabkan mereka akan menjauh dari kita. 3. Bicara apa adanya, kapan saja dan di mana saja; Kita lihat menagapa anak kita, siswa dan remaja pada umumnya sangat akrab dengan temanya, mereka rela tidak ikut acara kita asal bisa bersua dengan teman-temannya, apapun rela mereka korbankan untuk temantemannya. Mengapa? Karena mereka bisa memperbincangkan segala hal setiap saat, ketika jalan-jalan, naik sepeda, nongkrong di restoran atau cafe, sambil berenang, sambil tiduran di kamar, sambil jajan di kantin jadi kapanpun mereka inginkan. Jangan tunggu waktu khusus untuk duduk berhadapan saat berbincang dengan anak, siswa atau para remaja kita. Mereka sedang menghadapi masa aktif (kita Menangkal Narkoba pada Remaja 77 mengistilahkan mereka sedang kelebihan banyak energi). Gaya ini bicara yang diatur dan disetting akan membuat mereka bosan, dan cenderung merasa di interogasi. Jadi setiap ada kesempatan bicaralah dengan mereka. Sambil nonton TV, sambil masak, sambil belanja bahkan saat mengantar mereka ke sekolah atau Les. Bicaralah dengan santai dan tidak terkesan ingin tahu terhadap apa yang mereka lakukan. Sekalikali minta pendapat mereka tentang beberapa hal. 4. Terbuka untuk semua topik Pembicaraan; Jangan batasi pembicaraan dengan anak, siswa atau remaja kita meski (menurut kita) topik itu remeh, tabu, buruk, tidak pantas atau amat mengejutkan. Biarkan mereka mengungkapkan pikiran mereka dan kita para orang tua atau guru di sekolah dapat menjadi pendengar yang baik sekaligus menjadi pengarah, jangan sekali-kali memotong/menyela pembicaraan mereka kemudian menyalahkan pembicaraan itu sembari mengatakan bahwa pembicaraan itu tabu, menjijikan atau yang lain. Hal ini akan mengakibatkan mereka bungkam dan tutup mulut tentang banyak hal yang nereka ketahui. Buat mereka merasa nyaman dan enjoy setiap berbicara dengan kita termasuk dalam membicarakan hal-hal yang sensitif sekalipun maka pasti anak, siswa atau remaja kita akan merasa aman, percaya dan mau terbuka pada kita sebagai Orang Tua atau Guru mereka. 5. Percaya; Yang ini paling penting untuk di ingat oleh orang tua atau guru yaitu jangan Overprotect pada anak, siswa atau remaja kita. Bila kita telah memberikan masukan pada remaja kita tentang hal-hal yang baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram langkah berikutnya adalah kepercayaan. Tak perlu khawatir bila sekali waktu anak akan berbuat salah ,atau mengambil tindakan kurang tepat. Ada sebuah pepatah yang mengatakan tindakan yang tepat biasanya berasal dari pengalaman berharga dan pengalaman berharga berasal dari kesalahan. 6. Hargai Privasinya; Sebagaimana kita orang tua atau guru, anak kita, siswa atau remaja juga ingin punya privasi yang ingin dihargai. Oleh karena itu meski dorongan ingin tahu sangat kuat jangan sekali-kali membaca buku hariannya, menguping pembicaraan rahasianya, membongkar kamarnya di luar sepengetahuannya, mengikutinya/ menguntinya bahkan membongkar rahasianya yang ia percayakan pada anda. Itu sangat menyakiti hatinya dan ingatlah bila anak kehilangan kepecayaan pada anda maka bersiaplah kita sebagai orang tua atau guru akan “kehilangan” mereka . 78 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 7. Jadilah Model Terbaik bagi Mereka; jangan tetapkan standar ganda kepada mereka ,bila kita ingn mereka jujur kepada kita maka kita sebagai orang tua/guru harus berlaku sama selalu jujur kepada mereka dan jangan sekali – sekali berbohong kepada mereka karena kejujuran yany kita bangun bersama mereka akan hancur berkeping – keping manakala sekali saja kita membohongi mereka apalagi kalau berkali kita bohong. 8. Sediakan Ruang dan Waktu Untuk Mereka Sendirian; Kita sebagai orang tua atau guru jelas – jelas sangat sayang dan sudah sangat akrab dengan anak, siswa atau remaja kita tetapi ia sebagaimana kita juga butuh suatu tempat atau ruang tempat di mana kadang-kadang dia menyendiri dan punya waktu khusus menyendiri, biarkan mereka melakukan itu jangan curiga atau memata-matai mereka dengan prasangka bahwa mereka akan melakukan hal- hal yang kurang baik tanpa sepengetahuan kita, saat-saat khusus ini sangat berguna bagi anak, siswa atau remaja kita menyendiri sekali waktu untuk instropeksi diri dan sebagai sarana untuk menumpahkan emosi atau sekedar keluar dari rutinitas yang dilakukan. 9. Ucapkan Maaf; Walau sebagai orang tua atau guru kita adalah manusia biasa yang tidak luput dari melakukan kesalahan begitu juga anak, siswa atau remaja kita,jangan gengsi mengakui kesalahan atau meminta maaf pada anak, siswa atau remaja kita bila kita sebagai orang tua atau guru melakukan kesalahan melakukan perbuatan yang menyakiti hati anak, siswa atau remaja kita. Orang tua atau guru tidak akan kehilangan wibawanya karena meminta maaf pada mereka tetapi kita justru akan mengukir keindahan dalam diri remaja karena telah berlaku bijak. Bila beberapa pendekatan kepada anak, siswa atau orang tua yang sudah sudah kita bangun dan bisa kita lakukan kemian ud kita sudah bisa bergaul dengan mereka layaknya teman/sahabat maka menjadi mudah kita masuk dalam hidup mereka dalam kegiatan mereka dan mampu mendampingi mereka dalam situasi apapun maka kami yakin anak,siswa atau remaja kita tidak akan terjerumus dalam peredaran narkoba karena kitalah yang paling dekat dengan mereka bukan minuman keras, bukan rokok dan bukan pula narkoba, bukan yang lain-lainya tapi kitalah Orang tua guru sebagai pendamping mereka hingga kelak mereka dewasa dan telah meraih cita-citanya dan pula telah mampu memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Semoga ini bermanfaat. Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan dan Matinya Akal Kritis) 79 INDONESIA DARURAT (TEKNOLOGI, SEKS, PENDIDIKAN, DAN MATINYA AKAL KRITIS) Muhlis SMK Al-Asy’ari Kwanyar Bangkalan Tujuh puluh satu (71) tahun Indonesia menapaki usianya, mungkinkah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini sanggup melampaui usianya yang ke 100 tahun? Demikian, pertanyaan Sukanto dalam bukunya Prahara Bumi Jawa (2007). Ia merepresentasikan, angka 100 tahun untuk memprediksi usia NKRI, bukan mengandai-andai atau sebuah angka yang kebetulan semata. Secara rasional, 100 tahun adalah satu abad, sebuah umur yang sangat krusial untuk sebuah bangsa dan peradaban. Uni Soviet yang dibangun lewat Revolusi Bolsevik 1917 yang seakan demikian kokoh dan kuat pun, harus berakhir terpecah-pecah menjadi beberapa negara kecil,demikian juga dengan Yugoslavia. Persoalannya siapa yang dapat memberi jaminan bahwa NKRI yang megah dan prestisius ini akan tetap berjaya di usianya yang keseratus sekian? Fakta sejarah menyatakan Sriwijaya yang disebut-sebut Kerajaan Nusantara I, dan Majapahit, sebagai Kerajaan Nusantara II tak sanggup melampaui usianya yang keseratus lebih. Padahal Kerajaan Majapahit semasa Tri Buwana Tunggadewi, lewat Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada, sedemikian hegemonik menguasai kepulauan Nusantara, bahkan juga Asia Tenggara. Sebelum abad 20, Tan Malaka (2002), menyebut Filipina sebagai bagian Indonesia Selatan. Selain itu, ada banyak fakta dan jejak-jejak historis pengaruh Majapahit yang ditinggalkan di Asia Tenggara, seperti Filipina, Birma, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Demikian pula, kerajaan-kerajaan setelahnya, seperti Demak, Pajang, dan Mataram, semua tidak sanggup melampaui usianya yang ke seratus (Sukanto, 38-39: 2007). Rekam jejak, menunjukkan bahwa bangsa ini memang bangsa yang besar, dengan keanekaragaman ras, suku, agama, budaya, serta bahasa. Keragaman ini tentu tidak cukup dengan melihat burung garuda 79 80 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa mencengkram tulisan Bhineka Tunggal Ika. Melainkan melalui perjalanan panjang dalam mengenyahkan keogoisan dan primordialisme. Indonesia 29 tahun lagi mencapai angka keseratus?Tak ada pilihan untuk menjawab pertanyaan tersebut, kecuali cara berbangsa dan bernegara kita adalah dengan terus membangun kesadaran kolektif: kesadaran melanjutkan segala bentuk perjuangan, kesadaran menjaga nilai-nilai moralitas anak bangsa, merancang ide-ide kemajuan melawan persaingan global, serta tetap mempertahankan empat pilar kebangsan: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagai harga mati. Simbol-simbol kenegaraan serta Pancasila sebagai ideologi bangsa yang sejatinya memang sudah tertanam sejak bangsa ini berdiri, akhirakhir ini terus diuji keberadaan dan kekuatannya. Mewaspadai adanya sekelompok orang sebagai pemecah belah kedaulatan bangsa haruslah diantisipasi sedini mungkin. Tidak pandang bulu darimana asal-muasal serta latar belakangnya tetap harus ditindak tegas di atas Bumi Pertiwi yang menganut faham ‘hukum’ di atas panglima. Teknologi dan Seks: Ancaman Berat Anak Cucu Bangsa Sabang hingga Merauke adalah bukti betapa luas dan majemuk bangsa ini. Jika mengumpulkan semua peristiwa dalam satu hari, satu berita, butuh ribuan halaman untuk memuatnya. Di satu sisi, kehadiran teknologi sangat berperan aktif untuk membentuk wacana positif. Di sisi lain teknologi menjadi evaluasi tersendiri buat kita semua.Di tahun 2015 Telkom Indonesia merilis pengguna internet di tanah air yaitu sebanyak 85.956.163. Dari 505,5 juta pengguna internet, 40% dari total penduduk ASEAN adalah pengguna internet. Indonesia memiliki jumlah pengguna internet terbanyak,angka ini sangat fantastis. Tidak heran, bila kemudian negeri ini menjadi sasaran empuk pemilik industri teknologi. Data ini, bagian dari panduan kehidupan global yang patut dikhawatirkan. Ketika semua peristiwa terpublikasi dengan mudah, murah, dan lumrah. Peristiwa besar dimungkinkan menjadi biasa-biasa saja karena jangkauan mata kita terlalu sering menjumpainya di berbagai media. Begitu pun sebaliknya.Sebagaimana diberitakan (Jawa Pos, 17/11/ 2016). Kasus di SDN Karang Kadawung 01, Kecamatan Mulbulsari Jember. Gara-gara gaduh dan keluyuran di kelas, tiga siswi kelas IV mengaku dihukum dengan disuruh menelan lem glukol oleh gurunya ketika Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan dan Matinya Akal Kritis) 81 pelajaran bahasa Inggris berlangsung. Atas perbuatannya, guru tersebut dilaporkan orangtua kepada pihak berwajib. Tidak hanya di Jember, kejadian serupa juga terjadi di Situbondo dan lebih memilukan. Di media cetak yang sama, di hari yang sama, diberitakan dugaan kasus pencabulan oknum guru di sebuah sekolah dasar negeri di Kecamatan Arjasa Situbondo.Empat siswi menjadi korban predator seksual,pelaku adalah guru Matematika. Dua ribu hingga dua belas ribu rupiah dibagikan pada korban sebagai pemulus kekejian nafsunya. Selain itu, korban juga diancam akan disembelih bila tidak mau mengikuti ajakannya. Korban-korban itu miris bila disebutkan yang terdiri dari kelas IV (1 siswi), kelas III (2 siswi), terakhir paling kecil, paling tragis kelas I. Di Sumenep, kisah bejat terbongkar pada 30 Oktober 2016 dan terpublikasi pada tanggal 17/11/2016 di Radar Madura (Jawa Pos Group),“SembilanTahunCabuliAnakTiri”. Kasus itu terbongkar setelah ibu kandung korban curiga anaknya disiram dengan bumbu rujak oleh pelaku dan pulang larut malam saat menonton hiburan pada acara Hari Jadi Kabupaten. Dalam tekanan dan kekerasan seksual yang cukup lama, pelaku kali pertama menggagahi anak tirinya ketika masih sekolah dasar dan belum menstruasi. Saat itu,rumah sedang sepi,istri bekerja sebagai buruh cuci di tetangga. Nafsu hewaninya berlanjut hingga terakhir dilakukan 24 Oktober 2016. Dari ribuan kasus yang hampir sama dengan peristiwa di atas, baik yang terpublikasi maupun tidak terpublikasi dan dari kata ‘perlu’ harus ditingkatkan menjadi kata ‘wajib’, sudah selayaknya perlu mendapatkan refleksi secara bersama. Pelaku kekerasan fisik dan seksual justru berada di lingkungan keluarga, sekolah, dan berasal orang-orang terdekat merupakan sebuahkenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Ketidakberdayaan para korban yang notabene anak-anak, telah menambah deretan daftar bahwa moral bangsa berada dalam stadium akhir. Menyejajarkan manusia dengan hewan, tentu banyak kalangan yang tidak akan sependapat. Kondisi ini semata-mata bukan mengkategorikan semua manusia demikian adanya. Akan tetapi mengacu pada pelaku yang seharusnya menjadi pelindung, justru sebagai penghancur masa depan anak. Dalam kejadian tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk memulihkan trauma para korban. Dunia anak-anak adalah 82 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa keceriaan, bermain, dan berinteraksi pada skala dimana mereka memperoleh kebahagiaan pada dunianya. Status mereka seharusnya berada dalam kasih sayang orang-orang terdekat. Diharapkan dengan memahami prinsip tersebut, kelak merka akan menjadi harapan dan tumpuan bangsa. Tabel 1. Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (Sumber: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2014) Rincian tabel di atas merupakan kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak di KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dalam kurun waktu 4 tahun (2011-2014). Kekerasan seksual (pemerkosaan, sodomi, pencabulan, pedofilia) mencapai angka tertinggi dengan jumlah 2286 di bawah klaster keluarga dan pengasuhan alternatif dengan jumlah 2432.Dalam banyak hal, kondisi ini diperparah dengan tayangantayangan kurang mendidik. Celaka sekali ketika gambaran media massa, terutama TV, setiap hari mengumbar kata-kata indah, tawa, dan tangis yang menghibur dan menghipnotis, tetapi pada realitasnya masyarakat disuguhi oleh gambaran kejahatan dan kekerasan yang semarak. Bukan hanya pesimisme yang muncul, tapi seolah-olah masyarakat ditambahkan Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan dan Matinya Akal Kritis) 83 pemahaman dalam perasaannya bahwa ternyata hidup ini bagai “sinetron” atau “drama”, penuh kepura-puraan, sedangkan tangis dan tawa hanyalah alat untuk membungkus kepentingan nafsu jahat yang ada (Soyomukti, 67-68: 2008). Pendidikan: Dunia Kasih Sayang Kenapa Harus Melahirkan Kekerasan? Periode awal abad ke-20 merupakan periode cukup penting dalam sejarah Indonesia. Fondasi Indonesia sebagai negara bangsa mulai dibangun pada periode ini. Kesadaran kebangsaan itu tidak serta-merta muncul, namun melalui proses. Pendidikan merupakan media penting dalam proses pembentukan kesadaran itu.Secara perlahan kebijakan kolonialisme Belanda lebih “manusiawi”, ketika mereka memperkenalkan kebijakan etis. Di bidang pendidikan, mulai ada peluang rakyat pribumi untuk terlibat dalam proses pendidikan model barat.Di samping itu,mereka mulai bisa mengakses layanan kesehatan lebih berkualitas. Dua bidang itu, kesehatan dan pendidikan, awalnya dilaksanakan oleh pemerintah dan organisasi keagamaan (Budi, 177: 2010). Dari kolonial ke reformasi, kurun waktu panjang ini sudah melompati fase hidup dan mati. Kini, branding pendidikan kita seperti mengalami depresi sebagai dampak politik citra pemangku kebijakan. Setiap pergantian kabinet kementrian pendidikan, kurikulum pun main bongkar pasang. Alhasil setiap lembaga sekolah kocar-kacir menentukan pilihan kurikulum mana yang akan diterapkan di sekolah masing-masing sesuai keadaan demi suatu capaian? Kondisi demikian seperti hidup di jalan yang buntu. Ketika semua lini saling menghimpit dan terhimpit. Mengembalikan citra pendidikan yang telah tercoreng ditengah karutmarut sistem pendidikan nasional, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Demontrasi guru menuntut kenaikan gaji, hingga tuntutan mengenai status guru honorer dan swasta terhadap pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih perlu kepastian. Jika di internal pendidik tumpul, maka bagaimana nasib anak didik? Pendidikan yang baik setelah rumah (keluarga) adalah sekolah, kemudian lingkungan masyarakat sebagai lahan dimana benih-benih pengalaman, pengetahuan, dan keilmuan diterapkan. Bagaimana ketika menyaksikan tawuran antar pelajar bergejolak dimana-mana? narkoba sudah menjadi hal biasa? free sex bukan hal tabu lagi? dan semua itu sebagai sebuah suguhan yang menghipnotis. Pelajar kini sangat dekat 84 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dengan dunia kekerasan, yang jelas-jelas bertolak belakang dengan dunia mereka sendiri, yakni dunia pendidikan dan keilmuan. Pendidikan adalah sebuah dunia yang terlahir dari rahim kasih sayang. Seorang ibu akan mengasuh dan mendidik anaknya disebabkan naluri kasih sayang yang dimilikinya. Jadi, kekerasan pelajar ini menyisakan sebuah pertanyaan besar: mengapa dunia kasih sayang kini malah melahirkan kekerasan (Munir, 01: 2009). Perilaku Seks Bebas dan Matinya Akal Kritis Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI menerbitkan hasil survei reproduksi remaja kurun waktu 1998-1999. Hasil penelitian yang dilakukan di 20 Kabupaten pada 4 buah provinsi yang mencakup: Jawa Timur (Ngawi, Jombang, Sampang, Pamekasan, dan Trenggalek). Jawa Tengah (Brebes, Cilacap, Jepara, Pemalang, dan Rembang). Jawa Barat (Indramayu dan Bandung). Lampung (Lampung Barat, Selatan, Utara, dan Tengah, serta Bandar Lampung). Penelitian tersebut melibatkan 8000 orang responden dan hasilnya sekitar 2,9% pernah melakukan seks pranikah atau hubungan seksual, sekitar 34,9% responden laki-laki dan 31,2% reponden perempuan mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seks pranikah. Tahun 1990, Soetjipto dari Fakultas Psikologi UGM melaporkan bahwa 90% remaja Bali pernah melakukan hubungan seks pranikah (Wijayanto, 35-36: 2003). Hasil survei lama ini sengaja diorbitkan kembali bukan untuk pengingat semata, tetapi juga sebagai tolak ukur saat ini, apakah angka data ini menjadi berkurang atau kian meningkat? Di tahun 2007 jawabannya sangat mencengangkan. Data itu datang dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) yang merilis hasil survei di 12 kota besar di Indonesia, dimana 62,7% remaja yang duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) pernah berhubungan intim, dan 21,2% siswi SMA (Sekolah Menengah Atas) pernah menggugurkan kandungannya (Kompasiana, 2010). Survei di tahun 2016 semoga hasilnya tidak lebih mencengangkan? Di sisi lain, dari hasil survei ini bisa digunakan untuk melihat dan memahami merosotnya kemanusiaan kita. Bagaimana ‘manusia modern’ terjebak pada akumulatif peradaban ‘instan’. Manusia sebagai konsumen pengkonsumsi ‘pemuas diri’. Kemudian lahir dan berkembang manusiamanusia pencari hasrat ‘keinginan’ bukan lagi ‘kebutuhan’. Pakaian Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan dan Matinya Akal Kritis) 85 bukan urusan sandang lagi, tapi sudah berubah menjadi gaya hidup (lifestyle). Hp bermetamorfosis dari komunikasi menjadi tempat berekspresi. Makan bukan lagi penopang perut lapar, tapi sudah urusan menuruti selera lidah. Hukum kausalitas pun berlaku dalam hal ini,kaum kapitalis tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Menurut Fromm (1988) pada dasarnya gagasan untuk mengonsumsi barang-barang yang lebih baik dimaksudkan untuk memberi kebahagian yang lebih dan hidup yang lebih memuaskan. Tetapi, konsumsi telah menjadi tujuan itu sendiri. Pertambahan kebutuhan yang terus-menerus memaksa manusia untuk memenuhinya. Dengan munculnya benda-benda komoditas, tampillah dunia-dunia benda asing yang memperbudak manusia. Melalui teror iklan yang menciptakan kebutuhan-kebutuhan semu (palsu), mengonsumsi pada hakikatnya merupakan kepuasan fantasi yang dirangsang secara artifisial, suatu bentuk fantasi yang teralienasi dari diri manusia yang konkret. Jika fenomena sosial yang sedang terjadi saat ini sebagai akibat dari genjatan masif kaum kapitalis untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin, maka Indonesia berada dalam zona merah. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat cenderung konsumtif daripada kreatif. Situasi ini membuat hamparan generasi didominasi kesepian akal kritis. Krisis Identitas dan Resolusi Situasi Kekinian Tak ada asap, bila tak ada api,tak ada kenakalan, bila tak ada penyebab. Robohnya sendi-sendi generasi, disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktorinternal meliputi krisis identitas,keinginan untuk diakui ditengah-tengah golongan sebagai perwujudan eksistensi identitas peran pada dirinya sangat besar. Jika tak terarah, maka akan terjadi kontrol diri yang lemah. Berbagai cara dapat ditempuh, tanpa pertimbangan apapun. Faktoreeksternal datang dari keluarga,kurangnya kasih sayang orang tua/keluarga yang disebabkan perceraian menjadi penyebabnya. Tidak adanya pengawasan orang tua membuat anak lebih leluasa melakukan hal-hal semaunya. Selain keluarga, faktor eksternal dikarenakan pergaulan sesama teman dan lingkungan setempat.Jika kedua-duanya merupakan lingkaran positif, maka buahnya tentu mani,tetapi jika negatif, buahnya tentu akan terasa pahit. 86 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Selain faktor internal dan eksternal, pemicu lain diantaranya adanya reaksi frustasi diri. Perasaan yang terpendam, serupa hobi/bakat, cinta, dan adanya sebuah peristiwa yang menimpa diri sendiri atau orangorang terdekat. Tekanan luar biasa itu akan mengganggu pola pikir dan intelegensia.Terakhir, dasar-dasar agama yang kurang tertanam. Seiring tuntutan zaman, tuntutan memecahkan persoalan, sebenarnya sudah ada dalam setiap agama manapun. Resolusi jihad tidaklah relevan bila digunakan untuk berperang seperti yang pernah terjadi di masa kolonial. Bentuk perang sekarang, Sri Mangkunegara IV menjelaskan tentang Narapati: julukan bagi seorang penguasa, bagi seorang raja. Namun, yang dikuasainya apa? Bukan sesuatu di luar dirinya,yang dikuasainya adalah dirinya sendiri. Nara berarti manusia,Pati berarti raja,penguasa, atau pengendali, maka yang dimaksudkan adalah pengendalian diri (Jatmiko, 2005: 107). Pengendalian diri diharapkan dapat meredam segala wujud peradaban. Peradaban modernisasi yang secara perlahan-lahan menggiring semua pola pikir anak manusia untuk mengikutinya. Baik-buruk merupakan hasil akhir reaksi mahluk hidup (manusia) terhadap semua kebudayaan yang pada dasarnya lahir untuk kebaikan. DAFTAR PUSTAKA Budi, Langgeng Sulistyo, Kota-kota di jawa: Identitas, Gaya Hidup dan Permasalan Sosial. Yogyakarta: Ombak, 2010. Fromm, Erich. 1998. Manusia Bagi Dirinya. Jakarta: Akademika. Jatmiko, Adityo. 2005. Tafsir Ajaran Serat Wedhatama. Yogyakarta: Pura Pustaka. Jawa Pos. 17 Oktober 2016. Komisi Perlindungan Anak Indonesia: Bidang Data Informasi dan Pengaduan, 2015. Kompasiana atau http://www.kompasiana.com/bocahndeso/80-gadis-taklagi perawan_550057e2a33311376f510bc4,1 Desember 2010. Malaka, Tan. 2002. Dari Penjara Ke Penjara. Jakarta: Teplok Press. Munir, Abdullah. 2009. Spritual Teaching: Agar Guru Senantiasa Mencintai Pekerjaan dan Anak Didiknya. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Otto, Sukanto. 2007. Prahara Bumi Jawa: Sejarah Bencana Jatuh-Bangunnya Penguasa Jawa. Yogyakarta: Jejak. Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan dan Matinya Akal Kritis) 87 Radar Madura (Jawa Pos Group), 17 Oktober 2016. Soyomukti, Nurani. 2008. Dari Demontrasi Hingga Seks Bebas: Mahasiswa Di Era Kapitalisme dan Hedonisme. Jogjakarta: Garasi. Wijayanto, Iip. 2003. Sex In Kost: Realitas dan Moralitas Seks Kaum “Terpelajar. Yogyakarta: Tinta. 88 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Remaja Itu Harus Keren 89 REMAJA ITU HARUS KEREN Sulastrini MTsN I Kota Malang “Braaaaakkk” Hantaman keras suara itu terdengar dari rumah sebelah. Tidak sekali dua kali pintu tak berdosa itu jadi sasaran kemarahan putri tunggal tetangga sebelah rumahku. “Mama sich nggak pernah tau isi hatiku, sukanya ngatur-ngatur…” “Aku sudah dewasa maaa” pokoknya aku mau pergi sama teman-teman”. “Katriiiin….mama sangat sayang sama kamu naak?” “Mama tega ya kalo aku nggak punya teman?”. “Mama nggak ingin kamu terpengaruh sama teman-temanmu”. “Apa yang mama khawatirkan, teman-temanku itu anak baik-baik semuanya”. “Mama papa sama saja sukanya curiga sama orang” “Masa bodoh… Katrin tetep pergi ini kan ulang tahunku ke-17 yang nggak bakalan terulang lagi” “Mama tahu nggak sich “ Bukan tanpa alasan tante Vinza dan dan suaminya melarang Katrin untuk pergi saat itu. Hati kecilnya tidak rela dan selalu menjerit melihat tingkah polah putri semata wayangnya. Sebulan yang lalu tanpa sengaja Katrin terpegok lagi kumpul-kumpul di salah satu foodcourt dan kala itu teman-temannya pada merokok, cowok juga cewek. Memang Katrin tidak merokok, tapi orang tua mana yang sudi melihat anaknya bergaul dengan teman-teman seperti itu. Namun, setiap diingatkan selalu dia membela teman-temannya. Dia bilang biasa maa anak muda, kan cuma merokok aja, atau dia bilang kalau papa mama yang nggak ngikuti zaman, kolot lah dan ini itu yang pasti dia merasa yang paling benar. Aku sebagai gadis yang sebaya dengannya memahami bagaimana gejolak jiwa remaja. Aku dengan Katrin hanya beda 2 tahun lebih tua, kami beda sekolah. Katrin anak orang kaya, sehingga bisa melanjutkan di sekolah favorit di kotaku. Berbeda denganku yang berasal dari anak buruh pabrik sebagai pekerjaan utama ayahku. Ibuku pekerjaannya sebagai tukang cuci dengan gaji yang pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan makan kami sekeluarga. 89 90 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Katrin sebenarnya bukan anak yang urakan, di lingkungan kami Katrin dikenal sebagai gadis yang sopan, ditambah parasnya yang cantik membuat setiap orang yang memandangkan tidak akan pernah bosan, apalagi papa mama Katrin terkenal dermawan. Setiap tahun pasti menyantuni orang-orang miskin di sekitar rumahnya, termasuk keluargaku pasti akan dapat bagian, kami segan dengan keluarga Katrin. Waktu kami masih sama-sama sekolah SD aku akrab dengan Katrin. Aku suka karena sering dibelikan es krim, yang bagiku jajanan yang sangat mahal karena orang tuaku pasti akan berpikir beribu-ribu kali jika uangnya untuk membeli es krim. Namun, sejak sekolah SMP dan sekarang sudah SMA kami agak renggang. Katrin sudah punya teman-teman yang memiliki status sosial yang sama. Aku sering melihat Katrin keluar mengendarai mobil bersama teman-teman sekolahnya, entah kemana dia pergi bersama mereka. Aku hanya sesekali melihat teman-temannya yang berparas cantik dan ganteng. Terkadang aku iri kenapa nasibku tidak sebaik Katrin. Bisa jalan-jalan pakai mobil bagus, bisa hangout dengan teman-temannya, asyik kelihatannya. Tapi semua perasaan itu segera aku tepis, aku ingat pesan ayah bahwa jika kita pandai mensyukuri karunia Allah, maka Allah akan tambahkan rezeki yang melimpah untuk kita. Hal ini pun termaktub dalam Al-Quran surat Ibrahim ayat 7 yang artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Seperti pada hari-hari biasanya Katrin pergi bersama temantemannya. Namun, orang tuanya merasa gelisah dengan kepergian Katrin, biasanya pukul 22.00 pasti sudah pulang, namun tidak dengan malam itu. Jarum jam berpindah dari jam 23.00, 24.00 sampai akhirnya pada pukul 02.00 dini hari ada suara dering HP. Tampak jelas suara di seberang sana mengabarkan bahwa Katrin sekarang berada di salah satu rumah sakit dan orang tuanya diminta segera datang. Tanpa berpikir panjang antara, percaya dan tidak apakah penipuan atau sungguhsungguh, papa dan mama Katrin meluncur ke rumah sakit yang ditunjuk. Semakin berdebar hati mama Katrin bahkan kaki rasanya tidak bisa untuk menopang tubuhnya yang semakin bertambah tua. Begitu sampai didepan kamar tak sabar untuk membukanya, kemudian keluarlah seorang perawat yang menanyakan kepastian apakah benar orang tua Remaja Itu Harus Keren 91 Katrin. Perawat yang ramah mempersilakan untuk masuk dan spontan teriakan keras dan tangisan mamanya Katrin tak bisa dibendung tatkala melihat tubuh yang lemas dengan berbagai kabel menancap di badannya. “Dok, apa yang terjadi dengan anak saya?” Papa Katrin berusaha menentramkan mama Katrin, namun isakan tangis seorang ibu yang tidak mampu dibendung. Dokter menjelaskan bahwa Katrin mengalami pendarahan yang sangat hebat karena berusaha untuk menggugurkan Janin yang di kandungnya. Seperti petir disiang bolong orang tua Katrin mendengar penjelasan dokter “Nggak mungkin dok.”“Anak saya anak yang baik. Teman-temannya juga anak yang baik”. Orang tua mana yang rela anak semata wayang menjadi korban aborsi, namun semua sudah terjadi. Kini yang ada hanya tinggal penyesalan mendalam. Ada hal yang penting diperhatikan untuk kalian yang menginjak remaja. Gaul tidak harus berpakaian minim untuk para cewek. Gaul tidak selalu yang hobi nongkrong di café sambil menghisap rokok. Namun, jadilah remaja yang keren yaitu yang sobat muda dimana saja kamu berada, kita tentu sudah tidak asing lagidengan istilah ‘gaul’. Yah, tren yang sudah membumi di lingkungan masyarakat, terlebih lagi bagi para ABG. Mulai dari model baju, celana ketat, rok mini, tanktop, sampai buku-buku, dan majalah tidak ketinggalan membahas tren gaul. Akan tetapi, apa teman-teman tahu? apa sebenernya arti gaul tersebut? Ada yang bilang, gaul itu punya banyak temen dan punya banyak wawasan, di mana-mana ia dikenal,banyak yang menelpon, banyak yang mengajak hang-out, banyak yang naksir, dan banyak juga yang iseng gangguin. Intinya, hidup serasa seperti seorang superstar, ia dikenal di manapun berada. Kemudian Ada juga yang mengatakan, gaul itu mengikuti perkembangan zaman. Pokoknya, orang dapat dikatakan gaul, jika ia dapat mengikuti perkembangan zaman saat ini. Apapun yang dianggap modern pasti diikuti untuk menunjukkan identitas gaulnya. Dari bacaan modern yang membahas perselingkuhan artis, sampai film modern yang mengumbar nafsu dan kekerasan. Dari mulai celana gombrong di bawah mata kaki sampai celana ketat yang kesannya seperti telanjang. Dari baju kebesaran yang berumbai di mana-mana sampai kaos kekecilan model adik bayi, semuanya diikuti untuk mendapatkan status gaul. Namanya juga mengikuti tren modern! Walaupun terasa susah tetap saja dilakukan agar terlihat gaul. 92 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Ada lagi yang memaknai gaul sebagai kebiasaan belanja di mall, nongkrong di kafe, jago sms-an, jago pencet HP, dan mengumbar foto tidak seronok. Tapi apa memang hanya sebatas itu saja definisi gaul? Mari kita tengok makna gaul yang sebenarnya, agar kita tidak tersesat lebih jauh. Dalam Islam sendiri, gaul berarti memiliki prinsip. Tidak lucu apabila kita mengaku gaul, tetapi ke mana-mana hanya ikut-ikutan tanpa dasar. Oleh karena itu, kita harus mencari tahu prinsip tersebut. Sebagai seorang muslim, kita mempunyai cara gaul, yakni dekati dan akrabi ilmu agama, khususnya Al-Quran dan As-Sunnah. Pramuka saja punya prinsip “Satyaku kudharmakan, dharmaku kubaktikan”, masa kita sebagai seorang muslim yang merupakan umat terbaik malah tidak mempunyai prinsip. Tentunya Malu dong! Lantas apa prinsip kita sebagai Muslim? Ada yang bilang “Hidup mulia atau mati syahid!”. Selain itu, pribadi muslim yang gaul tercermin dalam tujuh sifat sebagai berikut. 1. Salimul Aqidah (aqidah yang bersih) Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah. Dengan ikatan yang kuat itu, kita tidak akan nyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah ta’ala sebagaimana dalam firmanNya”Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam” (QS. Al An’am:162).Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka pada awal dakwahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rosulullah mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan taukhid. Kita dapat tahu hal tersebut tentunya dengan membaca buku-buku Islami dan kajian-kajian yang bermanfaat. Jadi kalau ingin disebut manusia gaul, maka bersihkan terlebih dahulu aqidah kita. Jangan hanya membersihkan wajah agar tidak berjerawat! 2. Sahihul Ibadah (ibadah yang benar) Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rosulullah yang penting. Dalam satu hadits, beliau bersabda “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul, yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan. Muslim yang gaul memang muslim yang mempunyai prinsip. Akan tetapi, prinsip kita harus berdasarkan Remaja Itu Harus Keren 93 kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan asal prinsip. Apalagi berprinsip berdasarkan hawa nafsu dan orang yang tidak mengerti agama. 3. Matinul Khuluq (akhlaq yang kokoh) Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, khususnya kita sebagai generasi muda. Sifat tersebut harus ada baik dalam hubungannya kepada Allahta’ala maupun dengan makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik dunia maupun akhirat. Pastinya setiap kita ingin merasakan bahagia dunia-akhirat? Oleh karena itu, penting untuk memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rosulullah diutus untuk memperbaiki akhlak. Beliau sendiri telah memberi contoh kepada kita akhlaknya yang agung, sehingga diabadikan oleh Allah di dalam AlQuran yang artinya “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”(QS. Al Qalam: 4). 4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani) Qowiyyul jismi merupakan satu sisi yang harus ada pada setiap Muslim, kita katakan lagi khususnya kita sebagai pemuda. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh, sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Salat, puasa, zakat, dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah ta’ala dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Intinya untuk mencari ridho Allah ‘azzawajalla. Oleh karena itu,kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama dari pada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun, jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rosulullah bersabda yang artinya “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim). Berarti poin ini memiliki makna bahwa Gaul itu tidak mudah sakitsakitan. Oleh karena itu, olah raga sebagai sesuatu yang mudah, serta dapat dilalukan sebagai sarana menyehatkan tubuh agar tetap kuat dalam menjalankan ketaatan kepada Allah ‘azzawajalla. Akan tetapi, jangan sampai juga waktu kita habis hanya untuk olah raga, apalagi sampai lupa waktu. Masalah jasmani tentunya berkaitan juga dengan 94 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa gaya hidup. Orang yang merokok tentunya jauh dari sehat jasmaninya, walaupun perokok kelihatan sehat tapi mereka sebenarnya kehilangan sebagian dari kehidupannya. Apalagi minuman keras, naudzubillah, semoga kita dijaukan oleh Allah ‘azzawajalla dari hal tersebut. 5. Mujahadatu lLinafsihi (berjuang melawan hawa nafsu) Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang juga harus ada pada diri seorang muslim. Karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim). Orang yang gaul, tidak akan bernafsu untuk memiliki ini dan itu, atau mengikuti hal ini dan itu. Jika ada seorang yang berpacaran tentunya kita sebagai seorang muslim yang gaul, maka harus berprinsip bahwa pacaran adalah hal yang diharamkan dalam Islam, serta tidak mudah mengikuti orang yang melakukan hal tersebut. Apalagi dizaman sekarang muncul istilah pacaran Islami, padahal pacaran sebelum menikah adalah perbuatan maksiat, apakah perbuatan maksiat jadi Islami. 6. Harishun AlaWaqtihi (pandai menjaga waktu) Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal tersebut karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah ta’aladan Rasul-Nya. Allah banyak bersumpah di dalam Al-Quran dengan menyebut nama waktu seperti walfajri, waddhuha, wal’asri, wallaili dan seterusnya. Allah memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Oleh karena itu, tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu,setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik, sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif dan tidak ada yang sia-sia. Jangan sampai waktu kita habis dengan hal yang tidak bermanfaat atau bahkan dengan kemaisiatan, seperti Remaja Itu Harus Keren 95 menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik. Tentunya kalau sudah mendengarkan musik, yang namanya waktu itu tidak terasa, sampai-sampai salat terlalaikan.Padahal waktu terutama dimasa muda telah Allah terangkan sebagai masa kuat diantara dua masa lemah yaitu anak-anak dan masa tua. Selain itu, Allah ta’ala berfirman yang artinya “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Ruum: 54). Maka diantara yang disinggung nabi adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk, dan kaya sebelum miskin. 7. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain) Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik, sehingga dimanapun dia berada selalu memberikan mnafaat kepada siapapun. Orang merasakan keberadaannya dan merasa kehilangan ketika ia tidak ada.Ini berarti setiap Muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal mungkin untuk dapat bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Sebaikbaik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).Demikian beberapa poin yang mewakili seorang muslim menjadi gaul, Khususnya bagi kita sebagai seorang pemuda. 8. Muntadzim (Teratur dalam segala urusan) Dalam menciptakan keteraturan dalam hidup harus dengan cara yang baik. Cara yang baik antara lain dengan harus punya jadwal harian, kamar jangan berantakan, catatan dan tugas tidak amburadul. Aktifis organisasi tetapi masih sempat untuk mencuci baju dan mencuci piring sendiri. Itu baru remaja yang dapat dikatakan gaul. 9. Muqtasid (Pintar nyari duit) Tentunya dengan cara yang benar dan ihsan, bukan dari hasil mengamen di perempatan. Dapat berawal dari hobimu yang dikembangkan menjadi bisnis. Misalnya suka menulis buku, hal ini dapat 96 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sekaligus diginakan sebagai sarana dakwah. Ada juga yang suka kuliner dapat mencoba resep yang super kreatif. Dimulai dari tante yang beli dilanjut ke temen-temen dapat jadi konsumen. Jangan sampai kita berkata gaul, tapi tetap ikut-ikutan zaman tanpa menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Remaja Kekinian dan Kenakalannya 97 REMAJA KEKINIAN DAN KENAKALANNYA Erwin Qadariyah SMAN 1 Lawang, Malang Kebanyakan orang mengartikan remaja adalah masa yang paling indah dan menyenangkan. Setiap peristiwa yang dilakukan pada masa remaja sulit untuk dilupakan, kadangkala berlanjut sampai reuni tetap diingat-ingat peristiwa yang menyenangkan. Banyak para ahli berbeda pendapat tentang masa remaja, ada yang berpendapat masa remaja hanya berlaku pada masa usia antara 13–18 tahun, ada yang berpendapat masa remaja hanya berlaku pada usia 13–20 tahun.Apa itu remaja? apa itu remaja kekinian? Bagaimana remaja saat ini?Nampaknya beberapa pertanyaan tersebut perlu untuk didukkan dan dicarikan sebuah definisi yang tepat. Pengertian Remaja Menurut Para Ahli Menurut Derajat (1990:23) remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak, baik bentuk badan ataupun cara berpikir atau bertindak tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Menurut Santrock (2003:26) remaja berasal dari kata latin adolescence yang dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa, di mana mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Dengan kata lain, yang berarti tumbuh dan menjadi dewasa. Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Menurut Rumini dan Sundari (2004:53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 97 98 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa tahun sampai 22 tahun bagi pria.Adapun batasan usia remaja menurut Deswita (2006:192) yang umum digunakan oleh para ahli adalah 12-21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun (masa remaja awal), 16-20 tahun (masa remaja pertengahan), dan 21-23 tahun (masa remaja akhir).Pernahkah Anda mengamati remaja saat ini? Menurut news.okezone, remaja saat ini tidak punya pegangan untuk bersikap. Para remaja cenderung bersikap narsis lantaran ingin eksis. Inilah fenomena yang terjadi saat ini yang dalam bahasa gaul dikatakan remaja kekinian. Masalah Utama yang Sering Dihadapi Remaja Saat Ini Secara general, beberapa isu berikut jadi perhatian utama yang sering dihadapi remaja sekarang ini. a. Cyber Bullying and Stalking Internet ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi memudahkan aktivitas kita dan membuat kita menjadi orang yang selalu update. Tapi di sisi lain, ada banyak kejahatan yang terjadi karena internet. Diantaranya cyber bullying dan cyber stalking. Terkadang, dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, tapi tidak jarang dilakukan oleh orang terdekat kita. Tanpa sadar kita juga sering melakukan cyber bullying, seperti meninggalkan komentar bernada negatif yang mengkritik seseorang. Efek cyber bullying ini lebih parah ketimbang bullying biasa, karena siapa saja dapat menjadi pelaku dan korban. Oleh Karena itu, kita harus berhati-hati dalam memanfaatkan internet, terutama sosial media, dan jangan mudah terpancing. b. Free Sex Seks bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan. Bahkan, sekarang remaja sudah akrab dengan seks. Sayangnya, kebanyakan di antara kita mencari tahu seputar seks dengan cara yang salah, seperti mencari tahu sendiri melalui internet atau teman-teman sehingga terjebak dalam hubungan seks di usia dini. Padahal, kita belum saatnya melakukan hubungan seksual ini. Belum lagi informasi yang sangat mudah didapat, seperti melalui film, televisi, majalah, internet, yang membuat kita tambah penasaran. Sayangnya tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu, jika ingin tahu tentang seks, langsung tanyakan kepada ahlinya, seperti orangtua, guru, atau dokter,sehingga tidak akan tergoda untuk melakukan hubungan seksual di usia remaja. Remaja Kekinian dan Kenakalannya c. 99 Drugs and Alcohol Narkoba semakin lama semakin mudah untuk ditemui. Bahkan, di usia remaja sekarang, sudah ada yang mulai menggunakan narkoba. Atau setidaknya mencoba-coba alkohol. Masalahnya, seringkali kita mengalami peer pressure dan berani mencoba-coba hal ini karena tekanan teman. Jika melihat teman minum minuman beralkohol atau mencoba narkoba, maka jangan tertarik untuk mencobanya. Meski mereka memaksa kita melakukannya, yakinkan diri untuk tidak pernah mencoba hal ini. d. Grades Masalah sekolah, terutama nilai, juga jadi hal utama yang dihadapi sekarang. Setiap hari, kita seperti dituntut untuk mendapatkan nilai sempurna, entah itu dari sekolah, guru, dan orangtua. Akibatnya, kita sering stres karena belum berhasil memenuhi tantangan ini. Kita pun jadi semakin sibuk belajar demi nilai tinggi, sehingga melupakan hal lain, seperti social life. Nilai memang penting, tapi ingat, kita juga punya kehidupan sosial yang harus dipenuhi. Daripada belajar keras, lebih baik belajar secara efektif. Agar hasilnya lebih maksimal, kita bisa mengenal cara belajar yang cocok untuk kita. e. Family Issue Masalah keluarga juga menjadi perhatian. Seperti orangtua yang terlalu sibuk, sehingga merasa dicuekin, kakak yang nyebelin, adik yang suka bikin kesal, orangtua yang sering berantem, orang tua yang banyak aturan atau perceraian orang tua. Hal yang dialami di rumah seringkali mempengaruhi tindakan di luar rumah. Jika masalah yang dihadapi di rumah sangat besar, maka kita dapat merasa stres dan berimbas menurunnya nilai di sekolah, dan tentunya menimbulkan masalah baru.Jika menghadapi masalah keluarga, maka ajak orangtua untuk membicarakan ini dan sampaikan kalau keadaan rumah membuat kita stres. Jika tidak berhasil, maka tidak ada salahnya meminta bantuan dari luar seperti saudara dan guru bimbingan konseling di sekolah. f. Eating Disorder Masalah kesehatan juga jadi perhatian penting yang sering dialami remaja. Salah satunya adalah eating disorder. Eating disorder ini jadi masalah kesehatan utama yang sering dihadapi remaja. Tuntutan untuk kurus membuat kita melakukan diet yang salah dan berujung ke eating 100 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa disorder. Setelah mendapatkan tanda-tanda eating disorder, kita harus segera menyikapinya. Kunjungi dokter untuk tahu pola diet sehat yang dapat diterapkan. g. Depression Remaja juga rentan terhadap depresi. Biasanya, depresi ini sudah mulai dihadapi sejak umur 13 tahun. Banyaknya tekanan yang dialami di masa-masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa membuat kita merasa depresi. Jika dibiarkan, maka depresi dapat berbahaya karena memunculkan keinginan untuk bunuh diri atau melakukan tindakan negatif lainnya, seperti, kekerasan, free sex, dan narkoba. Jika merasakan tanda-tanda depresi, jangan dibiarkan dan segera cari pertolongan. Setidaknya, kita punya seseorang yang bisa dijadikan tempat curhat dan siap menolong. h. Smoking Rokok sudah jadi hal yang gampang sekali ditemui di kalangan remaja. Padahal kita semua tahu bahaya merokok, tapi tetap saja mencoba merokok. Seringnya, kita mencoba rokok karena ajakan teman. Karena sudah tahu bahaya merokok, jangan sampai terpengaruh, sekalipun yang mengajak adalah sahabat sendiri. Banyak faktor terjadinya kenakalan remaja secara umum, yaitu pergaulan yang salah, terlibat geng anak nakal, faktor keluarga, faktor media massa. Selain itu, ada faktor biologis yaitu melalui gen pembawa sifat dalam keturunan dapat memunculkan penyimpangan tingkah laku remaja, faktor psigenis, sosiogenis, dan subkultur delikunsi. Upaya Pencegahan Masalah Kenakalan Remaja a. Upaya preventif dengan cara moralitas Upaya ini menitikberatkan pada pembinaan moral dan membina mental remaja. Sekolah merupakan wadah yang mampu memberikan kegiatan dan pendidikan yang sesuai kebutuhan anak, serta mampu meningkatkan bakat dan potensi remaja. b. Upaya preventif dengan cara abolisionistis Upaya ini mengurangi, menghilangkan sebab-sebab yang mendorong anak remaja melakukan perbuatan-perbuatan nakal. Dalam penerapannya pencegahan ini memerlukan keterlibatan semua pihak dan serangkaian kegiatan dalam sebuah kesinambungan dari masa ke masa. Misalnya, Remaja Kekinian dan Kenakalannya 101 dari pihak kepolisian terlibat untuk mensosialisasikan ke sekolah-sekolah mengenai aturan-aturan hukum yang mengatur tentang kenakalan remaja.Keterlibatan tokoh masyarakat/agama, melalui organisasi remaja untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kepemudaan yang diminati remaja terkini. c. Pembinaan dan peningkatan kualitas keluarga Keluargalah yang paling berperan dalam pencegahan kenakalan remaja. Oleh karena itu, kedua orangtua membina serta mengembangkan kepribadian dan akhlak anak-anak dengan baik. Keluarga harus mampu menjadi teladan yang baik bagi kehidupan remaja itu sendiri. Dimulai dari keluarga yang sehat akan tercipta masyarakat yang sehat berdampak pada lingkungan sosial yang sehat pula. d. Menyehatkan kembali media massa Pada upaya ini, menyehatkan kembali materi dan penyajian dalam media massa baik media sosial ataupun media elektronik. Hilangkan segala bentuk berita atau hiburan yang mendorong munculnya kenakalan remaja. Media massa mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam perkembangan mental anak. e. Membentuk Badan Kesejahteraan Masyarakat dan Badan Remorfatif Misalnya membangun panti asuhan, melalui tempat ini, anak-anak yang tidak memiliki keluarga akan mendapatkan rasa kasih sayang dan didikan dari pengasuhnya.Badan reformatif untuk memberikan latihan korektif dan asistensi untuk hidup mandiri dan susila kepada anak-anak dan para remaja yang membutuhkan. f. Membuat Undang-Undang Khusus untuk Pelanggaran dan Kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja g. Menyelenggarakan Diskusi Kelompok daan Bimbingan Kelompok untuk membangun komunikasi manusiawi diatara para remaja nakal dan masyarakat luar. Remaja kekinian dan kenakalannya merupakan tanggungjawab bersama seluruh elemen masyarakat. Jika keluarga sehat, masyarakat sehat, sekolah sehat, maka akan tercipta generasi yang baik yaitu generasi yang berprestasi dan menginspirasi sekitarnya. 102 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTAR PUSTAKA Laning, Vina Dwi. 2008. Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya. Pergaulan Bebas Penghancur Peradaban 103 PERGAULAN BEBAS PENGHANCUR PERADABAN Santi Suhermina SMP Negeri 2 Dau Satu Atap Malang Ini sebuah kisah nyata. Mereka ada di sekitar kita. Sepulang mengajar dari sekolah, saya biasanya nyambi sebagai guru les. Kali ini murid saya seorang anak SMA di sebuah perumahan elit. Ketika sedang asyik belajar, tiba-tiba ada seorang anak kecil usia empat tahunan, sedang asyik bersepeda di jalan raya sendirian. Kulitnya agak hitam dengan baju ketat yang kekecilan. Kancing bajunya terkatup tak sempurna, hingga menampakkan sebagian kulit perutnya. Rambutnya agak kemerahan dikepala yang ukurannya terlalu kecil untuk anak seumurannya. Sekilas saya melihatnya nampak seperti anak yang kurang gizi. Anak kecil itu berlarian kesana kemari, membunyikan klakson sepeda roda tiganya disiang yang terik. Entah kenapa, memperhatikan anak ini membuat saya tertarik bertanya pada murid les saya. “Siapa anak itu? Kok panas-panas begini main sendirian di jalanan. Apa tidak kepanasan?” “Oh, dia memang biasanya begitu, Bu. Maklum keluarganya kurang perhatian.” “Memang rumahnya dimana?” tanya saya penasaran. “Itu Bu. Disebelah kanan persis depan gang.” Ujarnya sambil menunjuk suatu arah. Saya agak terkejut saat menyadari bahwa rumah yang ditunjuk murid saya ini termasuk bangunan mewah meski terlihat kurang terawat. Rumah seperti itu harganya masih milyaran. Halaman depan rumah banyak tumbuh rumput yang sudah panjang. Kondisinya pun kotor seperti jarang disapu. Sampah plastik bercampur sampah rumah tangga bertebaran dimana-mana. “Yang rumah bagus itu?” tanya saya berusaha meyakinkan diri. Murid saya mengangguk. Saya terdiam meski masih ingin bertanya. Saya berusaha menahan diri karena ini waktunya belajar bukan berbincang. Saya dibayar untuk mengajar bukan untuk bergosip. Namun, entah kenapa rasa penasaran saya pada anak itu tak bisa saya tahan lebih lama lagi. Belum sempat saya bertanya, murid saya menyela. “Ibu penasaran ya sama anak itu?” Saya mengangguk. Beberapa menit setelah itu sebuah cerita mengalir dari bibir murid saya. 103 104 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Ternyata ayah dari anak kecil itu masih berstatus pelajar SMA. Ia bersekolah disalah satu sekolah favorit di kota ini. Kakek dan nenek dari anak kecil itu berprofesi sebagai dosen. Mereka saat ini dalam proses cerai dan masing-masing tinggal diluar kota yang berbeda. Mereka sudah berencana membina keluarga baru lagi jika proses cerai itu nanti selesai. Karena pasangan dosen itu sudah tidak tinggal bersama lagi, praktis rumah sebesar ini hanya dihuni tiga orang, yaitu pelajar SMA yang juga ayah biologis dari anak itu, anak itu sendiri dan seorang asisten rumah tangga berusia paruh baya. Ketidakhadiran orang tua dan fasilitas materi tanpa diiringi tanggung jawab adalah jurang ampuh untuk menghancurkan masa depan seorang anak. Setiap hari pelajar SMA itu membonceng teman perempuannya untuk diajak ke rumah. Teman perempuan ini selalu berganti-ganti setiap hari. Asisten rumah tangga di rumah itu hanya mampu diam dan tak bisa berbuat apapun. Ketidakhadiran orang tua membuat pelajar SMA tersebut bebas melakukan apapun tanpa kontrol. Ditunjang dengan kondisi masyarakat perkotaan di perumahan yang individualis membuat kontrol masyarakat menjadi lemah. Hingga pada akhirnya salah seorang teman wanitanya hamil. Kejadian inilah yang membuka fakta-fakta yang sebelumnya tertutup rapat. Bahwa ternyata ini bukanlah kehamilan yang pertama. Ada tujuh teman perempuan yang pernah hamil dan enam diantaranya berhasil digugurkan. Dan perempuan kali ini adalah yang ketujuh. Yang k-e-t-uj-u-h! Naudzubillahimindzalik! Saya terpaku diam, kisah ini nyata dan terjadi di sekitar kita, saya kaget mendengar cerita ini. Murid saya melanjutkan ceritanya, sebenarnya bayi dalam kandungan itu sudah berusaha digugurkan berkali-kali namun tak berhasil. Waktu itu ujian nasional masih kurang beberapa minggu saat pacar anak laki-laki tersebut harus melahirkan di rumah sakit. Sempat ada pikiran untuk meninggalkan bayi itu begitu saja di rumah sakit. Namun, nenek anak laki-laki tersebut merasa iba saat melihat wajah bayi. Akhirnya bayi itu dibawa pulang dan diasuh oleh asisten rumah tangganya. Sementara neneknya kembali ke rumahnya di luar kota. Alhasil bayi itu tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Setelah melahirkan, pacar anak SMA itu kembali melanjutkan sekolah dan mengikuti ujian nasional. Ia berhasil lulus dan kemudian menghilang entah kemana. Anak SMA itu pun melanjutkan sekolah hingga selesai. Bayi kecil itu ditinggal dan diasuh oleh asisten rumah Pergaulan Bebas Penghancur Peradaban 105 tangganya sendirian. Saya terenyuh melihatnya, tanpa sadar saya menitikkan air mata. Ini fakta dan saya sulit percaya ini benar-benar terjadi. Pergaulan bebas saat ini seolah menjadi tren remaja, anggota mereka yang tak mengikutinya maka dianggap tidak kekinian. Seringkali saya mengintip pembicaraan murid-murid saya di sekolah. Sekedar untuk mengetahui apa yang sedang tren dikalangan mereka. Dengan mengetahui apa yang terjadi diantara mereka, saya bisa melakukan banyak tindakan preventif dikelas. Seperti misalnya bahaya pacaran, penularan penyakit seksual maupun dampak buruk yang terjadi akibat ketidaksiapan menghadapi pernikahan dini. Yang membuat saya miris, banyak dari mereka merasa malu jika tidak mempunyai pacar. Anggapan tidak laku akan menjadi stigma yang mampu menjadi hantu yang menakutkan bagi mereka. Disisi lain, punya pacar artinya mereka harus siap melakukan aktivitas-aktivitas seks yang berbahaya. Karena bagi mereka pacaran identik dengan aktivitas seks mulai dari yang ringan sampai berat. Masyarakat yang permisif membentuk pola pikir yang menyimpang dikalangan remaja. Mereka percaya dalam pacaran apapun boleh dilakukan asal tidak sampai hamil. Sebenarnya pergaulan bebas tidak hanya terjadi di masa kini, zaman dulu pun sebenarnya juga sudah ada. Namun, remaja zaman sekarang amat mudah mengakses hal-hal yang mampu membangkitkan libido hanya dengan menjentikkan jari di gadget. Hampir mayoritas murid saya memiliki gadget dengan fasilitas facebook, WA, twitter, BBM dan lain sebagainya. Padahal saya mengajar disekolah desa yang jauh dari pusat kota. Saya tak bisa membayangkan, jika didesa saja akses anak-anak sudah sejauh ini, bagaimana dengan mereka yang tinggal dikota. Belum lagi sinetron-sinetron dan tayangan yang tidak memdidik turut andil merusak moral dengan mengusung gaya hidup hedonis yang penuh hura-hura. Dalam otak manusia, terdapat bagian khusus yang dinamakan pre frontal cortex. Dibagian inilah tempat moral dan nilai-nilai tanggung jawab terbentuk dalam diri seseorang. Ia memiliki fungsi untuk mengatur emosi agar seseorang tersebut mampu menunda pemuasan kebutuhan sampat waktu yang ditentukan. Disinilah awal pembentukan terhadap kontrol diri seseorang dibentuk. Apabila fungsi ini gagal maka akibatnya akan sangat fatal bagi penerus generasi di negeri ini. Menurut penelitian 106 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa yang dilakukan Elly Risman, pakar parenting dan psikolog dari Yayasan Buah Hati Jakarta, gambar-gambar pornografi bertebaran di media sosial dapat merusak fungsi otak ini. Kerusakan yang ditimbulkan lebih parah dari luka karena kecelakaan. Kerusakan otak akibat pengaruh pornografi di mesin Magnetic Resonance Imaging (MRI), hasilnya sama dengan kerusakan pada mobil saat tabrakan keras. Candu pornografi membuat seseorang menjadi dissensitifisasi. Gambar yang sudah dilihat tidak ingin dilihat lagi. Ia akan mencari gambar yang lain dengan level yang lebih dan lebih, sehingga pengonsumsi ini akan merasa kecanduan dan selalu ingin mencari gambar yang baru lagi. Hampir mayoritas lembaga survei menemukan fakta bahwa anak-anak mengkonsumsi pornografi dan pornoaksi dari ketidaksengajaan. Dalam salah satu postingan di facebook diceritakan bagaimana seorang anak tertarik mengetik kata “ciuman” di google hanya karena gara-gara melihat ending film spiderman. Dari satu adegan itulah semuanya berawal. Padahal banyak dari orang tua yang masih beranggapan film spiderman adalah film anak-anak! Bahkan saya pernah mengalami dirumah saya sendiri, anak saya yang masih berumur tiga tahunan mengambil gadget tanpa sepengetahuan saya (saya amat protektif dan memberi batasan penggunaan gadget dirumah). Waktu itu saya lupa menaruhnya diatas meja. Sikecil mengambilnya lalu asal menyentuh tombol google. Tanpa sengaja ia mengetik huruf x. Dari satu huruf itu keluarlah gambargambar yang amat tidak pantas dilihat. Untunglah ia masih berusia tiga tahun dan belum paham tentang hal-hal semacam itu. Namun, kejadian itu membuat saya berpikir,jika saja asal pencet itu tidak terjadi pada balita seusia anak saya, namun pada anak usia remaja apa yang akan terjadi? Satu lagi pengalaman dari saya. Waktu itu saya berencana menyapih ASI si kecil yang sudah berusia dua tahun. Saya browsing mencari susu pendamping yang kira-kira cocok untuk anak saya. Di google saya mengetik “susu” ternyata gambar yang keluar bukan hanya susu formula namun anggota tubuh perempuan. Lagi-lagi saya membayangkan, jika saja yang melihat bukan saya yang notabene seorang perempuan, apa jadinya jika yang melihat adalah laki-laki usia remaja. Data statistik di kota-kota besar menunjukkan tren pergaulan bebas semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan fakta mengejutkan Pergaulan Bebas Penghancur Peradaban 107 dikota Batu, 60% calon mempelai wanita sudah dalam kondisi hamil. Kepala KUA Junrejo Kota Batu, Arif Syaifuddin pada hari selasa (22/2/ 2011) mengatakan dari 328 pasangan calon, 60%-nya ditolak mengajukan nikah karena sudah dalam keadaan hamil. Jika itu terjadi sekitar enam tahun yang lalu, maka dipastikan sekarang kondisinya semakin parah. Pergaulan bebas dapat di kategorikan sebagai perbuatan zina. Perbuatan ini amat dikutuk dalam kitab suci di agama manapun. Bahkan dalam salah satu riwayat Imam Syafii, zina adalah dosa yang azabnya dapat mengenai keluarga, tetangganya, keturunannya hingga tikus dan semut diliang rumahnya. Sedemikian berat dosa zina hingga azabnya pun dapat mengenai orang-orang bahkan binatang yang ada disekitarnya yang tidak tahu apa-apa. Akhir tulisan ini saya hanya mengingatkan sebuah peristiwa beberapa saat sebelum kejatuhan Andalusia yang amat legendaris itu. Suatu hari raja Leon menyuruh salah seorang mata-mata pergi ke daerah tersebut, ditengah jalan ia bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sedang menangis. Mata–mata itu bertanya kenapa ia menangis, anak itu menjawab “Anak panahku meleset. Jika begini bagaimana aku bisa mengalahkan musuhku nanti.” ujarnya tersedu-sedu. Mata-mata itu berpikir, jika anak sekecil ini saja mampu berpikir tentang keamanan sebuah negara, maka bagaimana mungkin kerajaan ini bisa dikalahkan. Ia laporkan kejadian itu pada rajanya. Beberapa tahun kemudian seorang mata-mata kembali dikirim ke Andalusia. Di tengah jalan mata-mata itu bertemu dengan seorang pemuda yang sedang menangis. Mata-mata itu bertanya kenapa ia menangis. Pemuda itu menjawab ia menangis karena baru saja ditinggal kekasihnya. Mata-mata itu segera melapor pada raja, seketika raja berkata, inilah saatnya menjatuhkan Andalusia. Belajar dari sejarah, Andalusia yang kokoh berabad-abad itu akhirnya jatuh. Siapapun tak mampu percaya Andalusia yang negara superpower bisa ditaklukkan dan jatuh begitu saja tanpa perlawanan dan rajanya diusir dalam keadaan yang hina. Mereka lemah karena pemudanya lemah. Pergaulan bebas, dunia pacaran dan pornografi telah menghancurkan sebuah negara adidaya. Bandingkan dengan zaman Sultan Salahudin Al Ayubi yang pada umur 18 tahun waktunya telah dihabiskan untuk mewujudkan visi dan cita-cita besar menaklukan Konstantinopel. Bandingkan dengan generasi sekarang, usia 18 tahun waktu kita dihabiskan didepan TV sambil membicarakan ulah selebriti 108 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa yang tak habisnya membuat sensasi. Lalu merengek pada orang tua agar dibelikan gadget atau sepeda motor terbaru yang bisa dipamerkan di depan teman-teman sekelas. Ah, jika kita tidak segera berbenah, negara kita akan hancur. Anakanak muda adalah generasi penting yang akan memegang tongkat estafet menuju mercusuar dunia. Seperti kata bung Karno, berikan aku 10 pemuda dan akan kubangun negara ini. Betapa pentingnya generasi muda. Indonesia tidak akan pernah berkilau seperti “emas” jika kita tidak melakukan tindakan dari sekarang. Selama ini masalah-masalah yang berhubungan dengan peserta didik seperti tawuran, pergaulan bebas dan lainnya disekolah ditangani oleh bagian kesiswaan. Melalui program-program kesiswaan ini diharapkan mampu menjadi motor utama dalam menyelesaikan masalah– masalah yang berhubungan dengan para peserta didik. Oleh karena itu, didalam sekolah, tim kesiswaan biasanya dekat dengan anak-anak. Namun kesiswaan tidak akan berhasil tanpa ditopang semua elemen baik itu dewan guru, orang tua maupun lingkungan sekitar. Kerjasama yang harmonis akan menyelamatkan generasi ini dari kehancuran. Tidakkah kita belajar dari sejarah? Menangkal Narkoba di Kalangan Pelajar 109 MENANGKAL NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR Uyun Ni’mah SMAN 1 Purwoasri, Kediri Generasi muda merupakan representasi penerus kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tangan merekalah nasib bangsa Indonesia ditentukan. Sebagai pilar pembangunan di masa mendatang kiprah mereka dinanti untuk melanjutkan perjuangan bangsa. Jika mereka unggul, tentu harapan untuk kemajuan bangsa akan muncul. Namun jika sebaliknya, masa depan bangsa akan semakin hancur. Narkoba adalah ancaman yang sangat serius khususnya bagi generasi muda penerus bangsa. Mereka menjadi objek yang potensial untuk merusak keutuhan negara Indonesia. Jika mereka sudah lemah, maka secara otomatis nasib bangsa Indonesia akan rusak, serta dengan mudah dapat dihancurkan oleh orang-orang yang ingin mengusik keutuhan NKRI. Saat ini berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat untuk menanggulangi bahaya ancaman narkoba. Bentuk upaya yang dilakukan Pemerintah antara lain dengan memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba melalui penegakan hukum. Selain itu, upayaupaya lain yang diwujudkan pemerintah yaitu melalui programprogram yang bersifat preventif, repsresif maupun rehabilitatif. Secara umum dapat diamati bahwa upaya-upaya tersebut belum sepenuhnya optimal. Nampaknya upaya penaggulangan penyalahgunaan narkoba hanya sampai pada permukaannya saja. Hal ini dapat diibaratkan seperti fenomena “gunung Es.” Begitu banyak kasus penyalahgunaan narkoba yang dapat diatasi, namun di sisi lain jauh lebih banyak lagi yang belum terkuak ke permukaan. Kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba seringkali kita dengar, bahkan tidak sedikit para pengedar dan penyalahgunaan narkoba terjaring oleh petugas keamanan. Mereka terdiri dari golongan pelajar, mahasiswa, masyarakat, bahkan aparatur pemerintah sendiri. Bukan berarti dengan tertangkapnya para pengedar 109 110 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dan pemakai urusan menjadi selesai. Diperlukan upaya-upaya kongkrit dan tindakan yang tegas bagi para pengedar dan penyalahgunaan narkoba. Sepanjang tahun 2015 BNN telah mengungkap sebanyak 102 kasus narkotika dan TPPU yang merupakan sindikat jaringan nasional dan internasional. Di mana sebanyak 82 kasus telah P21. Kasus-h WNA. Berdasarkan seluruh kasus narkotika yang telah diungkap, BNN telah menyita barang bukti sejumlah 1.780.272,364 gram sabu kristal; 1.200 mililiter sabu cair; 1.100.141,57 gram 606.132 butir ekstasi; serta cairan precursor sebanyak 32.253 mililiter, dan 14,8 gram. Dalam kasus TPPU total aset yang berhasil disita oleh BNN senilai Rp 85.109.308.337. Selain itu, pada tahun ini BNN juga menemukan 2 jenis zat baru (new psychoactive substances) yaitu CB-13 dan 4-klorometkatinon,sehingga total NPS yang telah ditemukan BNN hingga akhir tahun. Waspada Ancaman Narkoba Ancaman narkoba di Indonesia patut mendapatkan perhatian khusus. Isu ancaman ini bukan hanya isapan jempol belaka. Jaringan narkoba di tingkat Internasional membidik Indonesia sebagai sasaran yang empuk. Mayoritas pemasok narkoba berasal dari negara-negara asing. Mereka terus berupaya memasarkan narkoba di Indonesia. Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan masuknya narkoba ke Indonesia, seribu satu cara tetap mereka tempuh untuk mencapai pasar perdagangan narkoba di Indonesia. Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol Nugroho Aji pada tahun 2012 menyampaikan bahwa ada dua modus pelaku untuk mengirimkan paket-paket narkoba tersebut, sehingga dapat masuk bebas ke Indonesia. Modus pertama, dulu mereka pakai pesawat yang di koper, dalam jumlah kecil dan banyak terungkap di bea cukai. Modus yang kedua dalam jumlah besar. Pelaku dari Malaysia memakai kapal laut, ada yang lewat Medan, Aceh, Dumai, Jambi melalui pelabuhan kecil. Generasi muda Indonesia menjadi sasaran yang sangat memiliki prospek untuk peredaran narkoba di Indonesia. Di usia yang masih labil dalam mencari jati diri, mereka mudah sekali terpengaruh. Jika mereka sudah mengenal, memakai, hingga pada tahap kecanduan tentunya hal ini sangatlah menguntungkan pihak-pihak yang memiliki kepentinngan untuk merusak generasi muda Indonesia. Untuk melancarkan aksi peredaran narkoba di Indonesia, kini narkoba juga dikemas semakin Menangkal Narkoba di Kalangan Pelajar 111 menarik sehingga konsumsinya dapat meluas ke berbagai kalangan. Berbagai bentuk variasi olahan yang patut diwaspadai dari peredaran narkoba dapat berupa makanan (seperti kue & permen) dan minuman (seperti blue safir, snow white, dan red top) yang dipasarkan di tempattempat hiburan malam. Selain itu, ada pula yang berbentuk tisyu. Berikut contoh makanan yang terindikasi mengandung narkoba. Gambar 1. Petugas BNN menunjukkan kue ganja dan bahan olahannya (Sumber: Hafidz Mubarak, 2015) Ancaman narkoba kian hari kian terasa semakin dekat. Di lingkungan sekitar kita banyak ditemukan kasus narkoba di kalangan pelajar. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis sebagai seorang guru BK di sebuah lembaga pendidikan, peta kerawanan siswa yang berkaitan dengan narkoba patut menjadi catatan yang harus diwaspadai. Narkoba sudah mulai merambah di dunia pendidikan. Sasarannya jelas para pelajar. Sebagian dari pelajar tersebut bahkan ada yang sudah terjun menjadi pengedar di lingkungan sekolah. Sungguh sangat ironi jika narkoba berkeliaran di sekolah yang semestinya digunakan sebagai tempat pencetak generasi emas bangsa. Sebuah data yang diungkap oleh BNN Surabaya menunjukkan bahwa tes urine yang dilakukan kepada 400 siswa di 10 SMA memberikan hasil 41 sampel positif pengguna narkoba. Indikasi tersebut bahkan menunjukkan bahwa mereka telah menggunakan narkoba sejak SMP. Mewujudkan Sekolah Bebas Narkoba Sebagian aktivitas pelajar banyak dihabiskan di sekolah. Sebagai rumah kedua, sekolah memberikan andil yang sangat besar dalam proses pendidikan dan perkembangan anak. Dalam rangka mewujudkan program sekolah bebas narkoba perlu diupayakan pengembangan yang komprehensif dan terpadu dari seluruh komponen sekolah yang meliputi siswa, personel sekolah, orangtua siswa serta tokoh masyarakat. Disamping itu diperlukan dukungan dari lembaga pelayanan kesehatan, sosial, agama, dan penegak hukum, sehingga akan terwujud lingkungan sekolah yang bebas narkoba. Program ini dapat diwujudkan dengan membangun budaya anti narkoba, anti kekerasan, dan penegakan 112 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa disiplin untuk mencegah serta menanggulangi penyalahgunaan narkoba serta kekerasan. Dalam upaya mewujudkan sekolah bebas narkoba, penegakan hukum yang dapat dilakukan antara lain: 1. Mengadakan razia secara berkala mengenai penyimpanan dan pemilikan narkoba atau benda-enda terlarang lainnya. 2. Merujuk kasus pelanggaran hukum yang dilakukan siswa kepada pihak kepolisian. 3. Memberikan informasi kepada polisi tentang kasus peredaran gelap narkoba dan tindakan pelanggaran hukum lain di sekolah serta lingkungan sekitar. Bijak dalam Bertindak Sebagai generasi yang bertekad kuat terbebas dari narkoba, beberapa upaya untukmencegah penyalahgunaan narkoba yang dapat dilakukan para remaja antara lain: 1. Mencintai dan mensyukuri hidup sebagai aanuerah Tuhan YME 2. Menemukan dan mengenali daya, minat, serta hobi. 3. Dengan mengenali kelemahan serta kelebihan diri, fokus pada hal-hal yang bersifat positif. 4. Menghadapi masalah hidup sebaik mungkin, bukan justru lari pada narkoba. 5. Membuat mindmap bahwa penyalahgunaan narkoba bukanlah solusi, namun justru memperparah kondisi. 6. Memiliki komunitas pertemanan yang mendorong pada aktivitas positif. 7. Memperkuat kepercayaan diri yang tinggi serta keberanian untuk mengatakan tidak pada narkoba. Sikap dan perilaku diatas diharapkan dapat menjadikan para pelajar bijak dalam setiap tindakan yang direncanakan. Mengingat remaja yang sedang mencari jati diri sangat rentan mendapatkan pengaruh negatif dari berbagai arah. Peran Strategis Guru BK Keberadaan guru BK menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan sekolah bebas narkoba. Guru BK dituntut untuk dapat mengawal segala bentuk perkembangan siswa. Kepala Badan Narkotika Nasional Sumatera Selatan Brigjen Polisi Bontor Hutapea, dalam acara focus group discussion dengan 40 guru BK yang bertajuk Menangkal Narkoba di Kalangan Pelajar 113 “Apa yang Bisa Diperbuat Guru BK dalam pencegahan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba” menyampaikan bahwa guru BK bisa memberikan nasihat dan saran atas persoalan siswa. Hal ini dikarenakan kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar kian memprihatinkan. Melalui pelatihan ini, diharapkan para guru memberikan pendidikan tentang bahaya narkoba kepada siswa. Konseling yang diartikan sebagai layanan profesional konselor terhadap klien diharapkan dapat membantu klien dalam memahami dirinya dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah. Unit layanan bimbingan siswa memiliki tugas dalam memberikan bantuan kepada siswa bermasalah. Bimbingan tersebut dapat berupa: 1. Melakukan deteksi dini dan dalam penyalahgunaan narkoba. 2. Merujuk kepada tenaga profesi di sekolah (konselor, dokter UKS, psikolog). 3. Memberikan layanan konseling di sekolah. 4. Merujuk kasus ke profesi lain di luar sekolah/lembaga pendidikan (psikolog, dokter, psikolog, rohaniawwan) atau ke pusat rehabilitasi. 5. Mengadakan tindak lanjut. Menangkal Narkoba Bahaya ancaman narkoba bagi generasi muda Indonesia memerlukan penanganan yang efisien dan efektif. Untuk mewujudakan hal tersebut perlu kerjasama dari seluruh elemen.Baik Pemerintah, masyarakat maupun tokoh agama. Diantara upaya preventif yang dapat dilakukan tindakan sebagai berikut. 1. Penguatan tingkat keimanan diperlukan untuk menumbuhkan religiusitas anak, sehingga mereka akan tahu bahwa narkoba menjadi sesuatu yang dilarang oleh agama. 2. Menjalin keharmonisan hubugan keluarga, sehingga anak memiliki kedekatan emosi yang baik dengan keluarga tercinta. Hal ini dapat menghindarkan anak melakukan penyimpangan perilaku. 3. Sosialisasi dari pemerintah maupun sekolah serta pihak-pihak terkait harus dilakukan secara massif, sehingga masyarakat semakin tahu dan sadar informasi tentang bahaya narkoba serta dampaknya. 4. Pembinaan generasi muda perlu dilakukan sejak dini. Dalam hal ini diperlukan pendidikan narkoba bagi para pelajar mulai dari tingkat dasar hingga tingkat atas.Pembinaan ini juga dapat dilakukan melalui 114 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa beberpa pendekatan seperti pendekatan informatif (pemberian informasi tentang bahaya narkoa dan ancamannya), pendekatan afektif (pendekatan kebutuhan mental dan emosional anak), sehingga dapat mengurangi alasan pemakaian narkoba. Pendidikan yang berorientasi pada situasi penawaran, sehigga anak dapat menolak jika ada penawaran penggunaan narkoba, kegiatan alternatif yang bersifat positif, latihan peningkatan keepercayaan diri dalam kompetensi sosial dsb. 5. Aparat Pemerintah perlu menindak tegas pelaku pengedar narkoba tanpa pandang bulu. Hal ini dilakukan demi menyelamatkan masa depan generasi bangsa. 6. Pemerintah harus menjalankan Clean Governance (Pemerintahan yang bersih) anti suap dimana para pejabat betul-betul amanah terhadap segala bentuk penyuapan. Penulis yakin jika cara ini diterapkan Indonesia dapat terhindar dari ancaman bahaya narkoba. DAFTAR PUSTAKA Martono, Lydia Harlina dan Setya Joewana. 2006a. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka. Martono, Lydia Harlina dan Setya Joewana. 2006b. Menangkal Narkoba dan Kekerasan Jakarta: Balai Pustaka. Nurhayati, Eti. 2011. Bimbingan Konseling & Psikoterapi Inovatif. Jakarta: Pustaka Pelajar. Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 115 REMAJA DAN BAHAYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA Susi Irmayanti SMP Negeri 6 Kota Probolinggo Istilah narkoba dapat kita dengar dan kita baca dimana-mana, melalui media seperti radio, televisi, koran, majalah, perbincangan atau forum diskusi ilmiah maupun non ilmiah. Kata narkoba adalah istilah yang telah dikenal luas diberbagai kalangan baik kalangan tua, dewasa, remaja hingga anak-anak. Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Penggunaan yang salah dapat sangat merugikan penggunanya. Yang banyak terjerumus dalam hal ini adalah kalangan muda yaitu anak-anak dan remaja. Ketidaktahuan atau keterbatasan pengetahuan tentang narkoba merupakan salah satu yang mendorong terjadinya penyalahgunaan terhadap Narkoba. Narkoba pada era saat ini tidak hanya berupa pil atau obat-obatan saja tapi telah disisipkan pada makanan atau minuman yang sangat akrab dengan dunia anak maupun remaja. Narkoba itu dapat disisipkan melalui permen, coklat atau brownis yang sangat digemari anak/remaja. Yang sangat membahayakan justru anak-anak yang diberi dan secara sengaja atau tanpa sengaja mereka mengkonsumsi makanan atau minuman yang sekilas terlihat seperti makanan atau minuman pada umumnya, sehingga mereka mendapatkan efek negatif dari zat yang membahayakan tersebut. Maraknya Narkoba akhir-akhir ini yang dilakukan dengan cara-cara yang terselubung dan menipu oleh pihakpihak yang tidak bertanggung jawab membuat orang tua, guru dan remaja menjadi cemas dan khawatir akan menjadi korban dari para pengedar Narkoba apabila kurang berhati-hati atau waspada. Meningkatkan kewaspadaan dan membekali anak-anak atau remaja kita agar membentengi diri mereka supaya tidak menjadi korban dalam penyalahgunaan dan peredaran narkoba di masyakakat. Peran berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba agar tidak semakin meluas dan merusak masa depan bangsa. 115 116 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan tentang seluk beluk narkoba, akibat atau dampak negatif bagi penggunanya serta cara pengobatan, upaya rehabilitasi dan pencegahannya. Tulisan ini juga bertujuan agar kita dapat belajar bahwa narkoba benar-benar mampu merusak fisik dan mental generasi muda, pecandu narkoba sehingga kehilangan semangat hidup dan cita-citanya bahkan masa depannya hancur karena terjerumus narkoba. Dengan demikian remaja, orang tua dan guru perlu dibekali pengetahuan atau wawasan tentang narkoba dan bahaya penyalahgunaannya serta kiat untuk menangani masalah tersebut. Pengertian Narkoba Menurut susunan kata, Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat/bahan berbahaya. Narkoba juga dikenal dengan istilah lain, khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dikenal dengan Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif. Kedua istilah itu tidaklah berbeda. Kedua istilah ini, baik Narkoba maupun Napza mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Narkoba atau Napza adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan. Jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan dan disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering menyebabkan ketergantungan. Penyalahgunaannya mengakibatkan kerja otak menjadi menurun. Demikian juga fungsi vital organ-organ tubuh, seperti jantung peredaran darah serta pernafasan terganggu. Manfaat Penggunaan Narkoba Penggunaan narkoba/napza dengan dosis yang tepat dan oleh pihak yang berwenang seperti dokter dengan tujuan untuk kepentingan medis atau pengobatan akan membawa manfaat bagi penggunanya. Suatu contoh, penggunaan narkoba secara benar sebagai berikut. a. Seorang Dokter spesialis Anestesi memberikan morfin dalam dosis sesuai takaran kepada pasiennya yang akan dilakukan pembedahan atau operasi dengan tujuan medis agar pasien tersebut tidak merasakan sakit ketika proses operasi berlangsung. b. Seorang Dokter spesialis Kejiwaan memberikan obat penenang atau obat jenis antidepresan dengan dosis yang tepat kepada pasien skizofrenia (salah satu jenis gangguan kejiwaan) yang bertujuan agar dapat membuat pasiennya yang gelisah dapat beristirahat dengan tenang. Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 117 Cara Penggunaan Narkoba a. Dihirup melalui hidung atau dihisap melalui mulut. Contonnya ganja yang dibentuk menyerupai rokok klobot kemudian dinyalakan dengan api lalu dihisap seperti halnya rokok. b. Disuntikkan kedalam pembuluh darah, contohnya putaw berjenis cair dimasukan dalam pipet atau alat suntik lalu disuntikan pada pecandu. c. Ditelan melalui mulut, misalnya putaw dapat berupa serbuk maupun tablet yang dapat ditelan melaui mulut atau dicampur dalam makanan atau minuman. Jenis-jenis Narkoba a. Narkotika 1) Pengertian Narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis (campuran) maupun semi sintesis (setengah campuran) yang dapat menyebabkan atau penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Istilah Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narkotikos yang berarti menggigil. Ditemukan pertama kali, berasal dari subtansi-subtansi yang dapat membantu orang untuk tidur. 2) Jenis-jenis Narkotika. Jenis-jenis Narkotika sangat beragam, diantaranya sebagai berikut: Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko) opium obat, morfin, kokain, ekgonina, tanaman ganja dan damar ganja. Garam-garam dan turunan–turunan dari morfin dan kokain, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut diatas. 3) Penggolongan Narkotika. Penggolongan Narkotika berdasarkan potensi dalam mengakibatkan ketergantungan adalah sebagai berikut. a) Narkotika golongan 1, berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan untuk terapi (pengobatan). Contohnya heroin, kokain dan ganja. b) Narkotika golongan II, berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Digunakan pada terapi, contohnya morfin, petidin dan matadon. c) Narkotika golongan III, berpetensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi, contohnya kodein, difenoksiat, asetilhidritenia. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 118 4) Efek Narkotika bagi Pemakainya. Efek Narkotika banyak sekali. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. a) Orang yang menggunakan narkoba dapat kecanduan atau ketagihan b) Orang tersebut mencari cara agar dapat memperoleh narkoba kembali, meskipun dengan cara-cara kriminal c) Mata merah d) Bibir mereka menjadi kecoklatan, bahkan daya tahan tubuhnya menurun e) Ketika daya tahan tubuh menurun mereka mudah sekali terserang penyakit f) Tubuh menjadi kurus kering dan kurang semangat b. Psikotropika 1) Pengertian Psikotropika. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sisntesis (campuran) bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada pusat saraf yang meyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. 2) Jenis-jenis Psikotropika. Jenis-jenis Psikotropika antara lain yaitu, Sedatin (pil BK), rohipol, magadon, valium, mandarax, amfetamin, fensiklidin, metakualon, metinenidat, fenoberbital, flunitrazepam, ekstasi, shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide) dan sebagainya. a) Efek Pemakaian Psikotropika Efek Psikotropika bagi penggunanya adalah: b) 1. Merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku 2. Menurunkan aktivitas otak 3. Menyebabkan gangguan cara berpikir (halusinasi dan ilusi) 4. Perubahan alam perasaan 5. Ketergantungan obat 6. Mempunyai efek stimulasi (merangsang) Penggolongan Psikotropika 1. Psikotropika golongan 1, berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan untuk tujuan pengobatan. Contohnya cathinon, DMA (dimetthoxyalpha-methyphenethydro) Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 119 2. Psikotropika golongan II, berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Digunakan pada terapi dan menimbulkan ketergantungan, contohnya amphetaminine, dexamphetamine 3. Psikotropika Golongan III, menyebabkan ketergantungan sedang dari kelompok hipnotik, cotohnya amobarbital, buprenorphine, cathine dan lain-lain. 4. Psikotropika Golongan IV, menyebabkan ketergantungan ringan, cotohnya Allobarbital, Alprazolam, Amfepramon dan lain-lain. Gejala fisik Pengguna Narkoba Tanda-tanda secara fisiologis yang dapat diamati dari pengguna narkoba antara lain adalah: a. Wajah pucat dan kuyu b. Berat badan menurun tajam c. Bibir kering kehitaman d. Mata cekung dan merah e. Tangan gemetar f. Nafas tersengal g. Mengeluarkan air mata berlebihan h. Sering nyeri kepala, persendian ngilu i. Badan lesu dan malas Gejala Psikologis Pengguna Narkoba Gejala secara psikologis yang sering dialami oleh pengguna narkoba diantaranya adalah: a. Anak menjadi pemurung dan penyendiri b. Sangat sensitif dan cepat bosan c. Badan lesu dan selalu gelisah d. Mudah curiga dan cemas e. Susah tidur f. Kurang berminat pada kegiatan yang digemarinya, misalnya olah raga g. Menjadi mudah tersinggung h. Suka menentang orang tua i. Penurunan konsentrasi belajar yang berakibat pada penurunana nilai akademisnya 120 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Gejala Perubahan Perilaku Gejala-gejala adanya perubahan perilaku yang dialami pemakai narkoba antara lain yaitu: a. Malas dan melupakan tanngung jawab/tugas rutinnya b. Bersikap kurang peduli dan jauh dari keluarga c. Sering menyendiri di kamar, toilet, gudang atau ruang-ruang yang gelap d. Nafsu makan tidak menentu e. Takut air sehingga jarang mandi f. Sering menguap/mengantuk g. Sikapnya cenderung manipulatif dan tiba-tiba bersikap manis jika ada maunya h. Sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga i. Sering pergi tanpa pamit dan pulang hingga larut malam Bahaya Pemakaian Narkotika Narkotika sangat berbahaya jika dikonsumsi. Dampaknya akan berpengaruh kepada organ-organ penting dalam tubuhnya, yaitu: a. Otak. Narkoba dapat menyebabkan kerusakan pada otak sehingga menyebabkan stroke dsn cacat mental. b. Hati. Narkoba dapat merusak sel hati sehingga mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit lain. c. Ginjal. Narkoba akan merusak fungsi hati, sehingga pecandu narkoba dapat meninggal karena infeksi atau gagal ginjal d. Jantung. Narkoba menyebabkan munculnya penyakit jantung koroner yang mengakibatkan kematian.Narkoba akan merusak organ lainnya seperti limpa, paru-paru, sumsum tulang dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan karena Narkoba Narkotika juga dapat menimbulkan bahaya infeksi dan komplikasi ditimbulkan karena pemakaian jarum suntik yang kurang steril dan pemakaian yang bergantian. Hepatitis, HIV/AIDS adalah penyakit yang umumnya dapat ditularkan melalui pemakaian jarum suntik yang tidak steril sesama pengguna narkotika. Siphilis atau penyakit kelamin juga bisa ditularkan virus melalui hubungan badan antara sesama pengguna narkoba yang disebabkan faktor kedekatan dan pengaruh ketidaksadaran karena pengaruh obat. Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 121 Zat Adiktif lain Zat adiktif lain adalah zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak. Jenis ini tidak tercantum dalam perundang-undang tentang narkotika dan psikotropika. Zat psiko-aktif yang sering disalahgunakan antara lain yaitu: a. Alkohol yang terdapat pada berbagai jenis minuman keras b. Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah menguap yang terdapat pada berbagai keperluan seperti pabrik, kantor dan rumah tangga. c. Nikotin, seperti yang terrkandung pada rokok d. Kafein pada kopi, minuman penambah energi dan obat sakit kepala tertentu. Definisi Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan Narkoba adalah pemakaian narkoba secara tetap yang tidak bertujuan pengobatan atau digunakan tanpa mengikuti petunjuk atau aturan takaran yang seharusnya. Penyalahgunaan narkoba juga diartikan suatu tindakan yang dilakukan secara sadar, bahwa narkoba tersebut akan berpengaruh terhadap tubuhnya, tetapi tetap menggunakannya. Jadi pada dasarnya semua jenis obat dapat disalahgunakan oleh seseorang a. Ciri-ciri dan Dampak Pemakaian Narkoba. Jenis Narkoba yang biasa dipakai oleh masyarakat kita atau yang telah dikenal luas di masyarakat kita, yaitu ekstasi, shabu-shabu, ganja, kokain, nikotin, heroin serta minuman keras. Berikut ini akan diuraikan ciri-ciri maupun dampak penggunaannya. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyalahgunaan Narkoba. Fakor-faktor penyebab Penyalahgunaan Narkoba secara umum digolongkan menjadi 2 yaitu: Faktor internal dan faktor eksternal 1) Faktor internal (didalam diri individu) a) Ingin tahu (coba-coba). Adanya rasa penasaran dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang belum diketahui menyebabkan remaja menggunakan nakroba b) Perasaan rendah diri. Perasaan ingin dianggap hebat, ingin diakui, ingin menjadi pusat perhatian adalah sikap yang dimiliki generasi muda/remaja Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 122 2) c. d. c) Rasa setia kawan. Rasa setia kawan pada remaja sangat dibanggakan sebab mereka sama-sama mencari identitas diri, merasa senasib sepenanggungan. d) Emosioanal. Emosional yang dimaksud rasa frustasi, kecewa dan kesal yang berlebihan sehingga mereka ingin lari dari kenyataan hidup yang mereka hadapi. Faktor eksternal diluar diri individu (lingkungan soaial/pergaulan) a) Lingkungan keluarga. Adanya masalah dengan keluarga dapat menjadi latar belakang anak/remaja terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba. Kekeliruan komunikasi antara anak dengan orang tua dapat menjadi pemicu kekecewaan anak pada orang tua. Hubungan kurang harmonis antara anak dengan orang tua yang disebabkan oleh kesalah-fahaman. Hubuangan yag tidak harmonis juga disebabkan karena kondisi keluarga/orang tua yang kacau atau broken home (keluarga berantakan). b) Lingkungan pergaulan di masyarakat. Lingkungan pergaulan diluar rumah juga sangat berpengaruh besar terhadap remaja. Remaja yang kurang pandai memilih teman akan mudah terjerumus dalam pergaulan yang kurang baik. Ajakan dan paksaan dari teman dapat mempengaruhi anak untuk mengkonsumsi narkoba. Akibat Penyalahgunaan Psikotropika. Efek yang ditimbulkan dari pemakaian psikotropika antara lain sebagai berikut: 1) Depressansia Adalah mengendorkan dan mengurangi kegiatan sususnan syaraf pusat artinya akibat dari penggunaannya dapat menenangkan saraf seseorang sehingga dapat tidur nyenyak. 2) Stimulasi Adalah mengendorkan dan mengurangi kegiatan sususnan syaraf pusat yang berakibat akan meningkatkan aktivitas kemampuan fisiknya. 3) Halusinogen Artinya menimbulkan khaayalan yang sangat menyenangkan. Bahan atau zat psikotropika jenis tertentu dapat menimbulkan seseorang berhalusinasi. Upaya Penanganan Penyalahgunaan Narkoba. Upaya Penanganan masalah penyalahgunaan narkoba ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu, pengobatan/penyembuhan (kuratif), rehabilitatif (pemulihan) serta pencegahan (preventif). Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 1) e. 123 Upaya Pengobatan pada masalah narkoba (Kuratif). Korban penyalahgunaan narkoba terus meningkat, mereka perlu mendapatkan bantuan dengan berbagai pendekatan, misalnya dengan pengobatan medis, alternatif, spiritual, dan sebagainya. Adapun cara-cara yang dilakukan untuk menyembuhkan penderita akibat penyalahgunaan narkoba sebagai berikut. a) Pengobatan Alternatif dapat ditangani oleh tokoh agamawan, misalnya kyai, pendeta dan lain-lain. b) Pengobatan Medis dapat meminta pertolongan seseorang yang berprofesi sebagai dokter, psikolog atau psikiater. 2) Upaya Pemulihan (Rehabilitatif). Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang telah menjalani pengobatan, baik alternatif maupun medis. Tujuan program ini adalah menyadarkan pemakai narkoba agar terbebas dari penyalahgunaan narkoba dan penyakit ikutannya, serta setelah menjalani program ini diharapkan mantan pecandu tersebut sadar akan kekeliruannya dan tidak mengulangi kembali. Panti-panti rehabilitasi dan pondok-pondok yang memang diperuntukan untuk korban penyalahgunaan narkoba. Di tempat ini mereka dibimbing tentang praktik-praktik keagamaan, olahraga, kesenian, perbengkelan dan lain-lain, diharapkan melalui program tersebut para mantan pengguna narkoba dapat mandiri dan berwirausaha sesuai bidang yang diminati dan diperolehnya. 3) Upaya Pencegahan Masalah Narkoba (preventif). Agar perkembangan narkoba tidak bertambah luas dimasyarakat, maka diharapkan peran serta dari berbagai pihak yakni generasi muda, orang tua, guru/sekolah dalam upayapencegahan penyalahgunaannya. Adapun peran-peran yang harus dilakukan adalah sebagai berikut. Peran Generasi Muda (Remaja) (1) Prinsip hidup sehat; (a) Terapkan pola hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan halal. (b) Biasakan bergaya hidup sederhana. Hindari gaya hidup mewah dan berfoya-foya dengan membelanjakan uang/harta sesuai dengan kebutuhan. 124 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (c) Hiduplah dengan teratur dan sehat serta hindari kebiasaan merokok. Rokok merupakan pintu pembuka bagi masuknya narkoba sebab sifat rokok hampir menyerupai narkoba dimana terdapat zat adiktif didalamnya yang menyebabkan pemakainya ketagiahan. (d) Kembangkan pola pikir yang positif dalam menghadapi setiap persoalan. (2) Peningkatan Iman dan Takwa. Ajak remaja agar taat beribadah ke tempat-tempat peribadatan, dengan rajin mengikuti kegiatankegiatan keagamaan. Dekatkanlah mereka kepada sang Pencipta untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Tuhan sesuai agama atau keyakinannya. (3) Memberikan bekal pengetahuan tentang narkoba. Berikan informasi dan pengetahuan tentang jenis-jenis narkoba serta bahayanya melalui media berupa buku, majalah, maupun melalui diskusi dengan keluarga atau bekerjasama dengan tokoh-tokoh lain seperti guru, tokoh agama dan petugas kesehatan dan lainlain (4) Sikap asertif. Sikap asertif adalah sikap/keberanian seseorang untuk menyampaikan pandangan/prinsip sehingga berani menolak narkoba. Berikut ini kiat untuk menolak ajakan penyalahgunaan narkoba; (a) Ajarkan remaja untuk menolak hal-hal yang tidak biasa mereka lakukan atau mereka konsumsi. Berilah pesan kepada mereka pantang menerima sesuatu/barang dari seseorang asing atau orang yang belum begitu akrab dengan mereka. (b) Berilah pengertian bahwa bisa jadi orang asing tersebut memiliki niat yang kurang baik kepada mereka sehingga remaja berusaha waspada dan lebih berhati-hati jika ada orang asing yang mendekatinya. (c) Ajarkan remaja cara menolak ajakan dalam hal-hal yang kurang baik dengan cara yang halus maupun tegas. (d) Ajarkan kepada mereka menghindari pergaulan yang kurang baik dengan memilih teman yang dapat mengarahkan mereka pada kegiatan yang positif agar terhindar dari kelaamnya dunia narkoba Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba f. g. 125 Bagi Remaja (remaja sebagai teman pengguna narkoba). Yang dapat dilakukan para remaja untuk membendung penyalahgunaan narkoba di kalalangan remaja adalah: Menjadi teman curhat yang baik, sehingga dapat meringankan beban/masalahnya dan mencegahnya untuk menggunakan narkoba. Tips yang perlu dilakukan remaja dalam membimbing teman sebayanya adalah: 1) Jangan sekali-kali menyalahkannya, dengarkan segala keluh-kesah dan permasalahannya hingga selesai dan puas bercerita lalu beri nasihat atau masukan yang positif dan berguna 2) Buat acara khusus bagi remaja dan undang pada tokoh yang berhubungan dengan narkoba, jika perlu undanglah korban pengguna narkoba dengan tujuan untuk berdiskusi, berbagi kisah dan pengalaman dengan mereka. 3) Buat klub atau kelompok-kelompok yang dapat berkegiatan sesuai hobi atau kegiatan-kegiatan positif yang mereka gemari secara bersama-sama. Peran Orang tua. Bila kita cermati secara seksama perilaku penyalahgunaan narkoba tidak lepas dari peran dan tanggung jawab orang tua. Keluarga menjadi batu peletak pertama seorang anak untuk menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Adapun peran dan tanggung jawab orang tua untuk mencegah penyebarluasan narkoba sebagai berikut: (1) Orang tua dapat menjadi tauladan atau panutan. Remaja pada jaman sekarang adalah remaja yang kritis tidak perlu diberi dalil-dalil, tetapi mereka hanya perlu contoh sikap perilaku keteladanan dari orang dewasa terutama orang tuanya. Contohnya, orangtua melarang anak remaja untuk merokok tetapi justru ayahnya sendiri malah merokok tanpa henti. Yang mereka butuhkan adalah tindakan dan contoh yang nyata agar ucapan dan tindakan orang tua cenderung konsisten dalam pandangan anak. (2) Orang tua dapat menjadi tempat bercerita, diskusi dan curhat. Berikut ini adalah tips-tips bagi orang tua dalam membina hubungan dengan anak: (a) Sediakan waktu khusus untuk menyampaikan persoalanpersoalan baik yang dihadapi orang tua maupun dialami anak. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 126 (b) Dengarkan keluhan-keluahan anak secara seksama dan penuh perhatian. Jangan sekali-kali memotong pembicaraan anak, dengarkan saja hingga anak selesai mengutarakan keluahannya. Apabila anak telah selesai barulah beri nasihat atau solusi alternatif bagi permasalahannya,. (c) Jauhkan kesan menggurui, mendikte, tempatkanlah posisi mereka sebagai teman. (d) Cermati dan amati setiap perkembangan remaja dirumah. Tanggap terhadap setiap perubahan pada perilaku mereka sehari-hari. Periksa barang-barang dan kamar anak dan waspada terhadap hal-hal diluar kebiasaannya. 3) Orang tua menjadi tempat beratanya. Orang tua sebaiknya menjadi tempat/rujukan anak sebagai teman bicara, caranya sebagai berikut. (a) Orang tua wajib mengikuti perkembangan dunia remaja saat ini. Jika anak bertanya orang tua enggan menjawab atau bahkan tidak tahu tentang dunia anak/remaja. (b) Oarang tua memiliki kewajiban untuk mengetahui lebih jauh tentang dunia anak/remaja sehingga mereka akan lebih tahu dan memahami permasalahan remaja. Apabila orang tua merasa kurang/tidak memahami permasalahan anak maka orang tua perlu berkonsultasi dengan pihak lain seperti pada guru, dokter, konselor, para orang tua lain atau pihak yang mereka anggap lebih memahami permasalahan tersebut. (c) Orang tua menyediakan buku-buku pengetahuan umum atau khusus yang dibutuhkan anak atau ajaklah anak membaca buku di perpustakaan. Orang tua harus mengetahui gejala dini perubahan perilaku pengguna narkoba dan tanggap terhadap perubahan tersebut. Orang tua aktif membekali diri dengan informasi dan pengetahuan lewat buku, bacaan, diskusi, seminar dan media-media lain tentang Narkoba dan pemasalahan yang lain berkaitan dengan anak dan remaja. 4) Orang tua perlu mengetahui dan memahami bakat anak. Orang tua harus mengetahui bakat dan potensi pada diri anak sedini mungkin. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya, menyediakan sarana agar minat atau kesenangan anak dapat terfasilitasi.Orang tua dapat menfasilitasi anak sesuai dengan Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 127 minat, hobi atau kesenangan anak, yakni dengan cara mengikuti klub-klub atau lembaga-lembaga baik dibidang seni, olah raga dan organisasi lainnya. Kegiatan tersebut diatas memiliki banyak manfaat yakni, antara lain: (a) menumbuhkan kreativitas dan sportivitas anak/remaja (b) lebih peka terhadap kondisi lingkungan sekitarnya (c) memiliki jati diri dan harga diri lebih positif sehingga anak lebih percaya diri (d) mengembangkan potensi dan mengasah bakatnya (e) meningkatkan keterampilan hidup (soft skill dan hard skill) (f) 5) meningkatkan keterampilan sosial anak Peran guru dan sekolah. Peran guru tidak kalah penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Guru dapat melakukan hal-hal berikut ini dalam upaya preventif, antara lain adalah: (a) Sebagai teman. Guru sebagai teman berbagi cerita, pengalaman dan persoalan remaja di sekolah. (b) Sebagai pusat informasi. Guru dan sekolah sebagai pusat informasi tentang narkoba dan bahayanya yang dapat mengancam masa depan remaja (c) Bekerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti Puskesmas, BKKBN, BNN atau pihak Kepolisisan dalam rangka penyuluhan tentang bahaya narkona bagi remaja (d) Bekerjasama dengan pihak yang berwenang (kepolisian atau dinas kesehatan) jika mengamati ada gelagat mencurigakan dari perilaku remaja secara perorangan atau kelompok yang kurang wajar. Sekolah dapat menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka memfasilitasi remaja mengembangkan potensinya dengan cara sebagai berikut. (1) Kegiatan intrakulikuler yang aktif, kreatif, menyenangkan dan bermakna (2) Kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai dengan kebutuhan siswa siswinya sehingga mampu meningkatkan minat dan bakat anak remaja. 6) Peran Masyarakat dan Unsur lainnya 128 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peran masyrakat juga diperlukan dalam mengamati atau kontrol terhadap sikap dan penyimpangan perilaku remaja. Tokoh-tokoh di masyarakat hendaknya dapat turun tangan dan berkontribusi dalam upaya pemberian bantuan korban penyalahgunaan narkoba dan menyediakan suport terhadap kegiatan-kegiatan remaja yang bersifat positif demi pencegahan penyalahgunaan narkoba. Pemerintah dapat mengurangi atau menekan peredaran narkoba dimasyarakat dengan cara menutup pabrik pembuatan narkoba. Pemerintah harus mampu menegakkan hukum yang jelas dan tegas bagi pengguna, pembuat dan pengedar narkoba serta penyandang dana peredaran narkoba di Indonesia. Maraknya Narkoba akhir-akhir ini yang dilakukan dengan cara-cara yang terselubung dan menipu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab membuat orang tua, guru dan remaja menjadi khawatir dan cemas. Dampak negatif dari penyalahgunaan narkoba dapat merusak fisik dan mental generasi muda yang merupakan tunas harapan bangsa akan meneruskan perjuangan bangsa. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan tentang seluk beluk narkoba, bahaya atau dampak negatif bagi penggunanya. Peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk membantu remaja dalam menangangi penyalahgunaan narkoba yaitu peran dari remaja sebagai generasi muda, orang tua, guru/sekolah, masyarakat, dan pemerintah Upaya Penanganan masalah penyalahgunaan narkoba ini dapat dilakukan dengan tiga caya yaitu pengobatan/penyembuhan (kuratif), (rehabilitatif) serta pencegahan (preventif). Upaya Pengobatan pada Masalah narkoba (Kuratif). Dengan tujuan para korban penyalahgunaan Narkoba mengalami kesembuhan, mereka perlu mendapatkan bantuan dengan berbagai pendekatan, misalnya dengan pengobatan secara medis, alternatif, spiritual, dan lain sebagainya.Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai Narkoba yang sudah menjalani pengobatan, baik alternatif maupun medis.Adapaun tujuan program ini adalah menyadarkan pemakai Narkoba agar terbabas dari penyalahgunaan narkoba dan penyakit ikutannya, serta setelah menjalani program ini diharapkan bekas pecandu tersebut sadar akan kekeliruannya dan tidak mengulangi kembali. Agar perkembangan narkoba tidak bertambah luas dimasyarakat, Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 129 maka diharapkan peran serta dari berbagai pihak dapat turut berpartisipasi yakni generasi muda, orang tua, guru-guru di sekolah dan pihak-pihak yang terkait membantu dan memberantas peredaran narkoba dan penyalahgunaannya. Peran masyarakat juga diperlukan dalam mengontrol penyimpangan perilaku remaja. Tokoh-tokoh di masyarakat hendaknya dapat turun tangan dan berkontribusi dalam upaya rehabilitasi dan pencegahan penyalahgunaan narkoba dengan menyediakan fasilitasfasilitas atau kegiatan remaja yang bersifat positif agar remaja terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif. Pemerintah dapat mengurangi atau menekan peredaran narkoba dimasyarakat dengan cara menutup pabrik pembuatan narkoba dan miras. Pemerintah harus mampu menegakkan hukum yang jelas dan tegas bagi pengguna, pembuat dan pengedar narkoba serta penyandang dana peredaran narkoba di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Istiati. 2009. Narkoba. Klaten: Sahabat. Kabain, Ahmad. 2007. Peran keluarga, Guru, dan Sekolah dalam Menyelamatkan Anak dari Pengarun Napza. Semarang. Bengawan Ilmu. Laning, V.D. 2008. Kenakalan Remaja dan Penaggulangannya. Klaten. Cempaka Putih. Sunarmo. 2007. Bahaya Narkoba dan Upaya Pencegahannya. Semarang. Bengawan Ilmu. Widodo, R.W. 2008. Benteng Remaja Menolak Narkoba. Jakarta. Nobel Edumedia. Winarto, S.S. 2007. Ada Apa Dengan Narkoba. Semarang. Aneka Ilmu. 130 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alterknatif 131 FILM BERKARAKTER “PERNIKAHAN DINI” VIA MEDIA ARUS UTAMA DAN MEDIA ARUS ALTERNATIF Ferril Irham Muzaki Pengamat Pendidikan, Penulis Lepas Tantangan bonus demografis Indonesia yang didominasi oleh kelompok muda usia produktif sudah menjadi sebuah keniscayaan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang berjumlah 400 juta jiwa (perkiraan per-Oktober tahun 2016) pertumbuhan penduduk telah melahirkan fenomena berupa permasalahan yang erat kaitannya dengan pendidikan baik di dalam sekolah, keluarga maupun luar sekolah yang termaktub dalam gagasan Ki Hadjar Dewantara yakni Tri-Pusat Pendidikan. Permasalahan bonus demografis itu perlu disikapi sebagai sebuah tantangan dalam kehidupan pada khususnya dunia pendidikan pada tingkatan Sekolah Dasar (SD). Hill (2015:224) memberi sebuah ulasan bahwa generasi muda merupakan bonus yang memberi kemajuan pada sebuah negara, yang akan berbahaya apabila terlalu banyak generasi tua dibanding dengan generasi muda. Fenomena yang memegang peranan strategis adalah dunia yang sudah dipenuhi oleh media massa arus utama dan media sosial yang terdiri dari jejaring sosial dan blog sosial. Kedua media massa tersebut baik media massa arus utama yang terdiri dari televisi, radio, koran dan berbagai media lain dan media sosial juga memegang peranan yang memerlukan sebuah evaluasi yakni penyebaran gagasan dan ide-ide yang pada akhirnya bisa mempengaruhi perilaku warga lebih khususnya peserta didik yang masih duduk di bangku SD. Sejalan dengan itu pemikiran dari Kim dan Lowrey (2015:290) mengutarakan bahwa digital media yang berkembang saat ini menjadi alternatif sebagai alat untuk menyampaikan ide dan gagasan. Gagasan berkenaan globalisasi semakin menjadi-jadi seiring dengan laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam menyikapi laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seorang peserta didik tentu dituntut untuk mampu mengembangkan gagasan yang 131 132 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa memiliki manfaat dalam kehidupan dikalangan warga secara mendetail, baik yang dilakukan secara fisik maupun yang dilakukan secara mental. Dalam hal tersebut seorang peserta didik meski perlu dibimbing oleh guru pada tingkat SD agar memiliki akhlak (perilaku) yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada komunitas warga. Kondisi demografis Indonesia memerlukan masukan yang berkaitan dengan sistem perilaku secara umum. Pokok permasalahan ini adalah berbagai macam garis kebijakan yang sesuai dengan berbagai prinsip yang sesuai dengan garis-garis dasar kebijakan pendidikan karakter yang digagas oleh Kemendikbud pada tahun 2011. Dalam gagasan tersebut jika dilakukan sintesa dengan kondisi media penyampai informasi akhirakhir ini bisa dicapai sebuah simpulan bahwa kesepahaman akan membawa kepada kemampuan untuk mengembangkan gagasan pada diri sendiri. Pada masa yang lalu, pernah ada sistem pencegahan pernikahan dini dalam bentuk film atau sinetron. Dalam konteks ini kasus pernikahan dini bisa dicegah dengan mengadakan sistem pencegahan berupa sosialisasi dampak pernikahan dini dengan mendatangkan cerita atau fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan, yang dibintangi oleh tokoh-tokoh atau pemeran pada masa itu. Untuk itulah gagasan ini perlu dikembangkan lagi dengan gaya lebih segar dan isu-isu kekinian untuk mensosialisasikan ulang dampak pernikahan dini yang dipicu oleh perilaku sendiri. Hal ini menjadi sebuah titik tolak untuk mengembangkan gagasan yang pada akhirnya bermanfaat dalam sosialisasi remaja. Kriteria Film Berkarakter untuk Pernikahan Dini Film-film yang ditujukan untuk melakukan pencegahan atas pernikahan dini memiliki karakter-karakter yang khusus yang meski dikaji secara kreatif untuk kepentingan pengembangan diri peserta didik yang terutama duduk di bangku SD. Konflik-konflik yang ada dalam pernikahan dini merupakan langkah-langkah kongkrit untuk mengembangkan kriteria tokoh-tokoh yang sesuai untuk film pernikahan dini. Kesesuaian ini didadasarkan atas kemampuan untuk mengembangkan karakter film yang sesuai dengan perilaku kemanusiaan yang sesuai dengan pengembangan kemampuan diri maupun keterampilan untuk bermasyarakat. Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alterknatif 133 Dalam memegang peranan ini diperlukan karakter yang sesuai dengan perilaku yang ingin dikembangkan untuk membangun individu yang memiliki karakter yang sesuai dengan film pernikahan dini. Rauch (2016:760) menuturkan bahwa penyebaran gagasan tidak hanya berasal dari media massa yang sifatnya arus utama, melainkan media massa alternatif bisa dijalankan sebagai media penyebaran film selama dikelola dengan sistem yang identik dengan media massa arus utama. Atas dasar itulah film-film yang memiliki karakter pernikahan dini meski disesuaikan dengan tingkatan perilaku. Apalagi film-film yang sesuai dengan tingkat perilaku meski disesuaikan dengan perilaku yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan keberadaan perilaku ini diharapkan seorang peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan berbagai macam perilaku yang sesuai dengan karakter bangsa. Dengan keberadaan hal ini diharapkan berbagai macam sistem bisa melahirkan semangat untuk membangun keberagaman yang sesuai dengan sistim perilaku warga. Dengan demikian sistem perilaku yang sesuai dengan warga yang meski dirancang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tokoh dan Penokohan Film Berkarakter untuk Mendiskusikan Pernikahan Dini Dalam pengembangan film seringkali tidak bisa dilepaskan dari tokoh dan penokohan yang ada di dalam berbagai kegiatan. Dalam tokoh dan penokohan tidak sekadar membangun jati diri kehidupan maupun perilaku kehidupan melainkan sebuah sistim perilaku yang sesuai dengan perilaku yang ada dalam bermasyarakat. Dengan demikian sistem perilaku yang ada meski disesuaikan dengan berbagai macam perilaku yang ada di kalangan warga. Kopeliovich (2013:251) menyatakan bahwa perancangan tokoh sekaligus membuat penokohan meski disesuaikan dengan berbagai macam perilaku yang sesuai dengan sistem untuk membangun kemandirian yang pada akhirnya adalah kemampuan untuk mengembangkan diri. Kemampuan untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang menyesuaikan dengan berbagai macam teknis dan langkah-langkah menjadi semakin dominan serta menjadi sebuah katalisator dalam mengembangkan kehidupan yang sifatnya keekonomian. Sejalan dengan hal tersebut sudah meski disesuaikan dengan berbagai macam tindakan yang pada gilirannya mampu mengembangkan diri untuk membangun 134 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa jati diri serta kehidupan yang lebih baik bagi warga yang lebih khususnya keadaan yang lebih membuat baik. Dengan pengembangan diri maka diharapkan keberadaan ini semakin menyesuaikan dengan keterampilan yang sesuai dengan sesama serta membentuk perilaku yang wajar dan terukur. Dengan demikian, pengembangan jati diri warga diperlukan untuk membangun kemampuan yang sesuai dengan sistem perilaku yang ada. Untuk itulah diperlukan gagasan yang sesuai dengan sistem yang sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Tokoh-tokoh yang ada dalam film yang membahas pernikahan dini meski disesuaikan dengan sistem perilaku yang ada dalam mengembangkan gagasan serta kemandirian serta tidak lupa membangun kemampuan diri untuk mengembangkan gagasan. Dengan demikian sistem perilaku ini lebih mencerminkan perilaku yang sesuai dengan data yang ada. Sistem yang ada lebih banyak mengandalkan kemampuan untuk menyesuaikan diri serta membangun kemandirian dalam mendesain semangat serta keterampilan dalam berkarya. Fauzi (2016:3) menuturkan bahwa tokoh dan penokohan meski dirancang untuk menyesuaikan dengan perilaku yang mandiri serta menguraikan masa depan. Dengan penguaraian itu diharapkan perancangan terhadap berbagai macam fenomena akan semakin optimal. Perancangan untuk menerapkan sistem yang ideal memerlukan gagasan yang utuh. Dengan keberadaan hal tersebut maka dapat dimaklumi sistem perilaku yang terbangun semakin membangun kemandirian yang ideal. Dengan pengembangan sistem tersebut maka dipastikan berbagai macam sistem yang dibangun menjadi semakin ideal serta mampu untuk menyesuaikan diri untuk mengembangkan citra diri dan keterampilan yang sifatnya dominan. Keterampilan tersebut semakin memegang peranan strategis seiring dengan laju pengembangan data yang memberikan tambahan kemampuan atas berbagai perilaku untuk kemandirian warga. Langkah-Langkah Kongkrit untuk Mensosialisasikan Film “Pernikahan Dini” Dalam mengembangkan film dan pendidikan karakter diperlukan perancangan sistem yang ideal serta sesuai dengan kemandirian. Sistem yang memandirikan warga diperlukan untuk mengembangkan diri serta mendesain keterampilan untuk membangun jati diri yang sesuai dengan Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alterknatif 135 keterampilan warga. Dengan keberadaan sistem maka diharapkan kemampuan warga untuk mengembangkan gagasan semakin utuh seiring dengan laju arus gagasan dan pengembangan diri. Dengan demikian kemampuan untuk mengembangkan diri semakin dominan dalam kehidupan serta mengembangkan jati diri warga. Kemampuan warga untuk membangun jati diri inilah yang menjadi dominan di tengah keperluan untuk tampil dan mendominasi setiap percaturan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejalan dengan prinsip tersebut maka diperlukan membangun keberagaman yang sesuai dengan kemampuan warga untuk membangun sebuah film yang bersosialisasi. Dengan keberadaan yang sesuai dengan prinsip keberagaman serta gagasan. Untuk mengembangkan hal itu maka diperlukan sebuah sistem yang sesuai dengan keberagaman dan kemanusiaan. Untuk itulah diperlukan sistem yang sesuai dengan keberagaman yakni mengajarkan konsekuensi atas tindakan dalam pernikahan dini. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gold dan Nash (2013:11) yang menjelaskan bahwa fenomena pernikahan dini erat kaitannya dengan kesiapan kondisi fisik ibu maupun kondisi mental ibu yang ada kaitannya dengan faktor ekonomi dan sosial politik. KESIMPULAN Untuk mengembangkan diri maka diperlukan sistem yang sesuai dengan warga. Kemampuan yang memberikan persepsi. Keyakinan bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa diubah menjadi sebuah fakta yang agak sulit untuk dimengerti. Untuk itulah diperlukan kampanye massif tentang dampak dan konsekuensi pernikahan dini dimulai dari cara pengasuhan bayi, cara memperoleh uang dengan bekerja dan berbagai macam teknik untuk mengembangkan diri dalam bentuk pengembangan start-up (usaha rintisan). Untuk itulah maka film-film yang ditujukan untuk mendidik karakter menjadi penting di tengah arus globalisasi yang semakin lama perlu disaring yang sesuai dengan nilai-nilai keIndonesiaan. Permasalahan sekarang adalah ada berapa hal yang perlu dikaji sebagai objek film berkarakter yang salah satunya adalah fenomena pernikahan dini yang dipicu tidak hanya karena perilaku melainkan lebih dikarenakan ketidaktahuan atas dampak perilaku yang memicu pernikahan dini. 136 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Perilaku yang disebabkan ketidaktahuan malah-malah akan menjerumuskan diri sendiri maupun individu yang bersangkutan kepada permasalahan-permasalahan seperti destabilitas emosi hingga permasalahan ekonomi yang sering menjadi pemicu tindak kejahatan yang lain seperti tindak pidana kejahatan yang oleh pihak aparatur didefinisikan sebagai “masalah asmara dan keuangan”. DAFTAR RUJUKAN Fauzi, Y. 2016. The Analysis Of Character Building Values In Big Hero 6 Movie (Doctoral dissertation, Universitas Muria Kudus). Gold, R. B., & Nash, E. 2013. TRAP laws gain political traction while abortion clinics—and the women they serve—pay the price. Guttmacher Policy Review,16(2): 7-12. Hill, H. 2015. Comment on “Population Ageing and Social Security in Asia”.Asian Economic Policy Review, 10(2): 223-224. Kim, Y., & Lowrey, W. 2015. Who are Citizen Journalists in the Social Media Environment? Personal and social determinants of citizen journalism activities.Digital Journalism, 3(2): 298-314. Kopeliovich, S. 2013. Happylingual: A family project for enhancing and balancing multilingual development. In Successful family language policy (pp. 249-275). Springer Netherlands. Rauch, J. 2016. Are There Still Alternatives? Relationships Between Alternative Media and Mainstream Media in a Converged Environment.Sociology Compass, 10(9) : 756-767. Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 137 KENAKALAN REMAJA DAN PERAN GURU/SEKOLAH Diana Kusumawati SDN Balongsari 1 Mojokerto Pada saat era globalisasi yang kaya akan teknologi modern, banyak menggunakan IT di mana-mana dan dapat membantu manusia dalam segala hal tambah banyak kejadian yang menyimpang terjadi di bumi ini,baik masalah ekonomi, sosial, budaya, tatakrama yang terjadi pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Prihatin dan miris melihat kejadian yang menimpa masyarakat kita, kadang tambah semakin transparan saja kejadiannya tidak melihat dari adat kita sebagai orang timur yang masih menghormati adat istiadat atau tata krama, contohnya, pada orang dewasa: narkoba, miras, perselingkuhan, pemerkosaan, homosek, lesbian, sodomi, pencurian, pembunuhan, narkoba, miras, pengeboman, penculikan, perdagangan manusia, penjualan organ tubuh manusia, pada remaja dan anak-anak : merokok, narkoba, miras, seks bebas, homosek, lesbian, pernikahan dini, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, sodomi, geng motor, tawuran antar pelajar dan lain sebagainya. Saya pernah melihat sendiri tawuran antar pelajar SMP Swasta dan STM Swasta ternama di Surabaya hanya karena tersinggung kata-kata sampai mengerahkan teman-temannya untuk membelanya berkelahi melawan sekolah lain dengan menggunakan sajam tanpa memikirkan akibat yang di timbulkan dari kejadian itu, mereka dalam melangkah tidak berpikir jauh atau ke depan, di pikirannya yang ada hanya dendam dan bagaimana cara membalasnya yang penting hati ini puas bisa melawannya, ada lagi kejadian sorang remaja tertangkap mengedarkan narkoba lalu di bawa ke rumahnya, di introgasi oleh polisi dan di geledah rumahnya ternyata terdapat narkoba, anak sekolah baik itu SD, SMP, SMA pada saat jam pelajaran di sekolah masih ada yang keluar berada di warnet di amankan oleh petugas kepolisian dan di beri pengarahan. 137 138 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Timbulnya kejadian tersebut berasal dari: 1. Dasar-dasar agama yang kurang 2. Kurangnya kasih sayang orang tua. 3. Kurangnya pengawasan dari orang tua. 4. Pergaulan dengan teman yang tidak sebaya. 5. Peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif. 6. Kebebasan yang berlebihan 7. Masalah yang di pendam Solusi Kenakalan Remaja Dari berbagai faktor dan permasalahan yang terjadi di kalangan remaja masa kini sebagaimana telah disebutkan di atas, maka tentunya ada beberapa solusi yang tepat dalam pembinaan dan perbaikan remaja masa kini. Kenakalan remaja dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat umum maupun bagi diri remaja itu sendiri. Tindakan penanggulangan kenakalan remaja dapat dibagi dalam: 1. Tindakan Preventif. Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dapat dilakukan melalui cara berikut. a. Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja. Kesulitan-kesulitan mana saja yang biasanya menjadi sebab timbulnya pelampiasan dalam bentuk kenakalan. Usaha pembinaan remaja dapat dilakukan melalui: a. Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. b. Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etiket. c. Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi yang wajar. d. Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat bermanfaat. Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 139 e. Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingkah laku baik dan merangsang hubungan sosial yang baik. f. Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan kesempatan mengemukakan pandangan dan pendapat para remaja dan memberikan pengarahan yang positif. g. Memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun masyarakat di mana banyak terjadi kenakalan remaja. Sebagaimana disebut di atas, bahwa keluarga juga mempunyai andil dalam membentuk pribadi seorang remaja. Jadi untuk memulai perbaikan, maka harus mulai dari diri sendiri dan keluarga. Mulailah perbaikan dari sikap yang paling sederhana, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan, membaca doa setiap melakukan hal-hal kecil, memberikan bimbingan agama yang baik kepada anak dan masih banyak hal lagi yang bisa dilakukan oleh keluarga. Memang tidak mudah melakukan dan membentuk keluarga yang baik, tetapi semua itu bisa dilakukan dengan pembinaan yang perlahan dan sabar. Dengan usaha pembinaan yang terarah, para remaja akan mengembangkan diri dengan baik sehingga keseimbangan diri yang serasi antara aspek rasio dan aspek emosi akan dicapai. Pikiran yang sehat akan mengarahkan para remaja kepada perbuatan yang pantas, sopan dan bertanggung jawab yang diperlukan dalam menyelesaikan kesulitan atau persoalan masing-masing. Usaha pencegahan kenakalan remaja secara khusus dilakukan oleh para pendidik terhadap kelainan tingkah laku para remaja. Pendidikan mental di sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan psikolog sekolah bersama dengan para pendidik lainnya. Usaha pendidik harus diarahkan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap penyimpangan tingkah laku remaja di rumah dan di sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan remaja. Ada banyak hal yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk memulai perbaikan remaja, di antaranya melakukan program “monitoring” pembinaan remaja melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah dan penyelenggaraan berbagai kegiatan positif bagi remaja. Pemberian bimbingan terhadap remaja tersebut bertujuan menambah pengertian remaja mengenai: 140 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa a. Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. b. Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut. c. Orientasi diri: mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilainilai sosial, moral dan etik. Bimbingan yang dilakukan terhadap remaja dilakukan dengan dua pendekatan: a. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada remaja itu sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan remaja dan membantu mengatasinya. b. Pendekatan melalui kelompok, di mana ia sudah merupakan anggota kumpulan atau kelompok kecil tersebut. 2. Tindakan Represif Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui pidana atau hukuman secara langsung bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu. Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam keluarga. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur. Di lingkungan sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinankemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 141 represif diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung dari jenis pelanggaran tata tertib sekolah. 3. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi Tindakan ini dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkah laku pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus yang sering ditangani oleh suatu lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini. Ada beberapa cara mengatasi kenakalan remaja yaitu: a. Memberikan kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun. b. Adanya kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja. c. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih dalam batas kewajaran, dan apabila menurut pengawasan dia telah melewati batas yang sewajarnya, maka orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas tersebut. d. Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani. e. Remaja harus pandai dalam memilih teman dan lingkungan yang baik serta orang tua harus memberi arahan dengan siapa dan dikomunitas mana remaja harus bergaul. f. Memberikan pengawasan yang intensif dari orang tua terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone, dll. g. Memberikan bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah. 142 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa h. Memberikan pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya. Hal ini juga betujuan untuk membentuk akhlak yang baik bagi sang anak yang sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama. i. Memberikan dukungan terhadap hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya. j. Anda sebagai orang tua harus menjadi tempat CURHAT yang nyaman untuk anak anda, sehingga anda dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah. k. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat. Beberapa ahli mendefinisikan kenakalan remaja ini sebagai berikut. 1) Kartono, ilmuwan sosiologi. Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juveniledelinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”. 2) Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.” Masa Remaja 1. Masa pra-pubertas (12-13 tahun) Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanakkanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 143 yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ- organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai “hero” atau pujaannya. 2. Masa pubertas (14-16 tahun) Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. 3. Masa akhir pubertas (17-18 tahun) Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya. 4. Periode remaja Adolesen (19-21 tahun) Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada 144 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini. Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja dan Cara Mengatasinya 1. Faktor internal a. Krisis identitas. Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. b. Kontrol diri yang lemah. Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. 2. Faktor eksternal a. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. b. Teman sebaya yang kurang baik c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Menurut Kumpfer dan Alvarado, faktor-faktor Penyebab kenakalan remaja antara lain. a. Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial. b. Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai anti-sosial. c. Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar sekolah, dan lainnya). Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 145 d. Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua pada anak. e. Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak. f. Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga. g. Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga. h. Anak tinggal jauh dari orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain. i. Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru. j. Adanya saudara kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan kenakalan remaja. Contoh dari Faktor-faktor Tersebut 1. Pengaruh Teman Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya. Cara Mengatasi : a. mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai. b. orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 146 c. dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. 2. Tekanan Orang Tua dalam Memilih Pendidikan Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orang tua kepada anak, agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Terkadang hal ini yang menjadikan orang tua berkeras hati untuk memasukan anaknya kesekolah yang manurut orang tua adalah yang terbaik tapi belum tentu untuk anak itu sendiri. Tak jarang dengan adanya selisih paham tentang pendidikan anak menjadi lebih egois karena dia mempunyai tempat pendidikan menurutnya terbaik. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang. Cara Mengatasinya: a. Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. b. Berikan Kepercayaan anak untuk memilih pendidikannya dan orang tua mengawasi anak dan jangan terlalu membatasi selama itu masih dalam batas kewajaran. Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja antara lain: 1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri. 2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya. Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 147 Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik, maka dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari. Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja antara lain: 1. Bagi diri remaja itu sendiri Akibat dari kenakalan yang dilakukan oleh remaja akan berdampak bagi dirinya sendiri dan sangat merugikan baik fisik dan mental, walaupun perbuatan itu dapat memberikan suatu kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja. Dampak bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena gaya hidup yang tidak teratur. Sedangkan dampak bagi mental yaitu kenakalan remaja tersebut akan mengantarnya kepada mental-mental yang lembek, berfikir tidak stabil dan kepribadiannya akan terus menyimpang dari segi moral yang pada akhirnya akan menyalahi aturan etika dan estetika. Dan hal itu kan terus berlangsung selama remaja tersebut tidak memiliki orang yang membimbing dan mengarahkan. 2. Bagi keluarga Anak merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat menjadi tulang punggung keluarga apabila orang tuanya tidak mampu lagi bekerja. Apabila remaja selaku anak dalam keluarga berkelakuan menyimpang dari ajaran agama, akan berakibat terjadi ketidakharmonisan di dalam kekuarga dan putusnya komunikasi antara orang tua dan anak. Tentunya hal ini sangat tidak baik karena dapat mengakibatkan remaja sering keluar malam dan jarang pulang serta menghabiskan waktunya bersama teman-temannya untuk bersenang-senang dengan jalan minumminuman keras atau mengkonsumsi narkoba. Pada akhirnya keluarga akan merasa malu dan kecewa atas apa yang telah dilakukan oleh remaja. Padahal kesemuanya itu dilakukan remaja hanya untuk melampiaskan rasa kekecewaannya terhadap apa yang terjadi dalam keluarganya. 148 3. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Bagi lingkungan masyarakat Apabila remaja berbuat kesalahan dalam kehidupan masyarakat, dampaknya akan buruk bagi dirinya dan keluarga. Masyarakat akan menganggap bahwa remaja itu adalah tipe orang yang sering membuat keonaran, mabuk-mabukan ataupun mengganggu ketentraman masyarakat. Mereka dianggap anggota masyarakat yang memiliki moral rusak, dan pandangan masyarakat tentang sikap remaja tersebut akan jelek. Untuk merubah semuanya menjadi normal kembali membutuhkan waktu yang lama dan hati yang penuh keikhlasan. 4. Peran Guru/Sekolah Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu mengusahakan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya yang merupakan remaja generasi penerus bangsa memiliki moral dan ahlak baik dan tidak korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya sebagai remaja yang baik tidak menjadi pendusta, tidak terjaebak dalam kenakalan remaja. Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru . Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan seharihari. Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari para remaja. Jika sang guru mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu akan dijadikan referensi bagi para remaja yang lain tentang pembenaran kesalahan yang sedang ia lakukan, dan ini dapat menjadi satu penyebab, alasan mengapa terjadi kenakalan remaja. Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 149 Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan para remaja sebagai generasi penerus yang berkualitas. Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia, jika terpaan cobaan itu terlalu kuat manusia juga dapat melakukan kesalahan. Setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini. Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anak remajanya untuk tidak merokok jika seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seorang ibu untuk mengajari anak-anak remaja untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan lingkungannya, atau sebaliknya. jadi bagaimana mungkin orang tua melarang remaja untuk tidak nakal sementara mereka sendiri nakal? Anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan menulis apa pada selembar kertas putih itu. Orang pertama yang patut disalahkan mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah (orang tua), di sekolah (guru), atau pun lingkungannya hingga secara tanpa disadari mencetak para remaja tersebut untuk melakukan perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja. Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitasfasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid misalnya. Jadi jangan heran apabila terjadi kenakalan remaja, karena sang remaja mencontoh pola kenakalan para orang tua. 150 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), guru di sekolah, dan Lingkungan (sebagai Guru saat anak-anak, para remaja bermain dan belajar) harus di bentuk. Diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja. Terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat, orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar. Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua untuk menangkal kenakalan remaja, Sang guru bagi para remaja adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya “kenakalan remaja” yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja. Dampak Negatif Kenakalan Remaja Dampak negatif kenakalan remaja adalah bodoh mereka menjadibodoh, karena mereka tidak mau belajar, tidak pernah belajar dan tidak mau memikirkan pelajaran, tidak dapat mengatur waktu dengan baik. Remaja tidak pernah mempergunakan waktunya dengan baik. Karena waktunya habis terbuang untuk bermain-main dan bersenang-senang tidak pernah memikirkan pelajaran sekolah. Selain itu, dapat merusak positif dan tidak pernah melakukan ibadah akibatnya remaja menjadi nakal dan melakukan perbuatan yang tidak baik. Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah 151 DAFTARPUSTAKA Atkinson. 1999. PengantarPsikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat. 2001. Buku Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah & Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa. Direproduksi oleh Proyek Peningkatan Kesehatan Khusus APBD 2002. Hurlock, E.B. 1998. Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo & Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga. Kozier, B. 1991. Fundamental of Nursing: Concept, Process, and Practice.Fourth Edition.California: Addison-Wesley Publishing Company. Mappiare, A. 1992.Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Soerjono, Soekanto. 1988. Sosiologi Penyimpangan. Rajawali: Jakarta 1985 Perubahan Sosial. Stuart & Sundeen. 1998.Principle and Practice of Psychiatric Nursing. 6th. Ed.Philadelphia: The CV Mosby. 152 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 153 KENAKALAN REMAJA DAN PERAN GURU DI SEKOLAH Juwariyah SMP Negeri 3 Kota Mojokerto Hari selasa tanggal 22 november 2016, tepatnya jam 21.00 terjadi hal yang sangat tragis di sekolah kami. Murid kami tercinta yang bernama Rehan Adistra main-main di rel kereta api sehingga tidak sempat lari akhirnya tertabrak kereta, akhirnya meninggal di tempat dengan kondisi sangat mengenaskan. Ini kejadian sungguh tragis karena latar belakang anak tersebut berasal dari keluarga broken home ( orang tuanya berpisah/ bercerai), ia tinggal di rumah kontrakan bersama ibunya beserta ke empat adiknya. Hari selasa pagi ia masih masuk sekolah, walaupun sering kena masalah karena ia sering tidak masuk kelas, namun kata teman-temannya ia tidak pernah meninggalkan sholat. Semoga segala dosa-dosanya diampuni dan amal ibadahnya diterima disisi Alloh SWT. Anak remaja pada usia SMP masih rentan dengan pencarian jati diri, mereka masih ingin coba-coba, jika yang dicoba positif tidak apaapa, tetapi jika yang dicoba negative (minuman yang beralkohol) ini sungguh bermasalah. Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orangorang di sekitarnya. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi. Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, tawuran antar pelajar. Fakta ini sudah tidak dapat dipungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang. Dan saya pun pernah melihat di handphone anak-anak remaja putra dan remaja putri sedang smsan saat pelajaran dan kata-katanya sungguh 153 154 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa diluar dugaan kita ( anak-anak kls 8 smp sudah berani pacaran yang keblabasan (ciuman, pelukan, bersetubuh). Definisi kenakalan remaja menurut para ahli Kartono, ilmuwan sosiologi “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”. Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Masalah kenakalan mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat. Jenis-jenis kenakalan remaja · Minuman beralkohol ( minuman keras) · Penyalahgunaan narkoba · Seks bebas, kehamilan tidak diinginkan, Aborsi · Tawuran antara pelajar, tindak kriminal · Kecanduan main game on line · Kecanduan lihat film porno Penyebab terjadinya kenakalan remaja Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal: Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. Remaja tidak menemukan figur yang bias dijadikan teladan (orang tua). Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 155 dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. Remaja dengan kontrol diri lemah tidak bisa membedakan mana prilaku yang menyimpang dan mana prilaku yang baik. Masalah yang dipendam : Remaja nakal kemungkinan ada masalah yang dipendam oleh anak tersebut, misalnya ada masalah dikeluarga, ada masalah kesulitan belajar, ada masalah dengan teman sebayanya. Dasar-dasar agama yang kurang : Remaja dengan latar belakang agama yang kurang, maka akan mudah terpengaruh teman atau lingkungannya. Faktor eksternal: Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, kurangnya kasih sayang orang tua. kurangnya pengawasan dari orang tua. kebebasan yang berlebihan atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. Teman sebaya yang kurang baik, teman yang kurang baik bisa membawa pengaruh buruk bagi remaja, katanya “tidak gaul” jika tidak mau minum yang beralkohol atau sejenisnya. pergaulan dengan teman yang tidak sebaya. Bergaul dengan teman yang umurnya jauh di atas mereka Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Lingkungan yang tidak baik, juga membawa pengaruh buruk bagi remaja. Peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif. Remaja pada zaman sekarang memang rentan dengan godaan perkembangan iptek, dimana yang dikhawatirkan adalah tergoda dengan rayuan tegnologi negative, seperti kecanduan game online dan video porno. Tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah. Sekolah seharusnya bisa membimbing dan mengarahkan remaja remaja untuk berbuat baik, tetapi jika tidak ada bimbingan maka akan mudah terpengaruh pada hal negative. 156 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya. Sekolah seharusnya bisa menyalurkan semua bakat dan hoby anak-anak. Jika hoby dan bakat anak-anak tidak tersalurkan maka anak lebih suka berbuat semaunya sendiri. Hal-hal yang bisa dilakukan/ cara mengatasi kenakalan remaja: 1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini. Figur ini bisa didapatkan dari orang tua ( bapak dan ibu) dan guru guru disekolahnya. 2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan hal hal yang baik. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun. Remaja tidak terlalu dimanja, ketika berbuat salah anak-anak diberi hukuman/panisment (bukan kekerasan, misalnya: dihukum membersihkan rumah) dan jika berbuat baik maka anak-anak diberi hadiah ( reward). 3. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Kita boleh saja membiarkan dia melakukan apa saja yang masih sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas kewajaran tersebut. Sebagai orang tua memang tidak boleh lengah . 4. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja. Akhirnya remaja betah tinggal dirumah. 5. Kita Sebagai orang tua harus menjadi tempat curhat yang nyaman untuk anak kita, sehingga kita dapat membimbing dia ketika ia sedang menghadapi masalah. Jika siswa berada disekolah maka guru harus bisa menjadi tempat curhat bagi anak-anak, buat senyaman mungkin sehingga siswa kita bisa menggagap kita sebagai pengganti orang tua dirumah. Sebagai guru yang baik harus bisa menjadi sahabat bagi anak didik kita. Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 157 6. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul. Ikut aktif di organisasi baik ikut osis, kegiatan ekstra di sekolah maupun ikut aktif di karang taruna dan remaja masjid. 7. Hanya berteman dengan teman yang sebaya saja. contohnya: Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani. 8. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan, bentengi diri dengan latar belakang agama. Ikut mengaji di pondok atau di masjid untuk memberi siraman ruhani. 9. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet, radio, handphone. Ini terjadi di sekolah kami karena face book maka siswi kami berteman dengan anak yang kurang baik sehingga di berani kabur dari rumah hanya untuk bertemu dengan teman face booknya. Untuk itu kita harus selalu mengawasi anak-anak kita. 10. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah. Disekolah seharusnya menjadi tempat pembentukan karakter positif. Ini tugas kita bersama sebagai pendidik, bukan hanya kuwajiban guru agama dan guru PPKN saja. Setiap kita mengajar diselingi dengan penanaman kepribadian yang baik yang bisa diteladani murid-murid kita. 11. Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya. Alhamdulillah disekolah kami, selalu diadakan sholat dhuhur bersama setiap hari dibimbing oleh guru agama beserta warga sekolah dan juga setiap minggunya diadakan istighosah dihari jumat pagi untuk membentegi ruhani anak-anak remaja jaman sekarang. 12. Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia. Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya. Sebagai guru yang baik harus bisa mengarahkan 158 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa anak didik kita mencari bakat dan minatnya terhadap mata pelajaraan maupun terhadap ekstra ekstra yang ada di sekolah. Sehingga kreativitas anak-anak tersalurkan. Alhamdulillah disekolah kami banyak kegiatan ekstra, ada ekstra pramuka, PMR, sepak bola, Bola Volly, Pencak silat, Karawitan, dan lain-lain. Itulah ulasan tentang jenis-jenis kenakalan remaja dan bagaimana cara mengatasi kenakalan remaja. Nah kita sebagai pengajar yang baik harus bisa mengarahkan anak-anak yang notabene nakal dikelas (misalnya ramai, tidak mengerjakan tugas, dan suka mengganggu temannya) untuk menjadi anak-anak yang baik. Dengan menyelami kehidupan remaja maka kita bisa dianggap sebagai sahabat yang baik bagi anak anak didik kita, jangan sampai anak-anak curhat pada teman yang tidak baik. Rangkullah anak anak yang nakal di kelas, bisa jadi anak-anak tersebut kurang kasih sayang dari orang tuanya atau mereka sedang dihimpit berbagai masalah bisa masalah kesulitan belajar maupun masalah ekonomi keluarganya. untuk remaja yang sudah terjerumus dalam pergaulan anak muda jaman sekarang sebaiknya bertobat/renungkanlah lagi apa yang telah kalian perbuat yang telah mengecewakan semua orang. jadilah anak yang berbakti pada orang tua kalian, gapai mimpi, cita-cita, dan harapan, karena masa depan kalian masih panjang. Sebagai seorang guru harus bisa menjadi pionir inspirasi buat murid-muridnya. Guru harus bisa mengkondisikan kelasnya, suasana kelas yang nyaman, tertib tanpa tekanan akan membuat pelajaran menjadi lebih sampai ke anak-anak. Para pendidik harus tahu latar belakang anak, karena jika anak tersebut ada masalah dalam keluarganya pasti anak tersebut dalam menerima pelajaran sulit akhirnya ramai dikelas, tidak mengerjakan tugas bahkan mengaggu temannya. Jika guru bisa menjadi sahabat bagi anak maka anak-anak yang bermasalah akan bercerita pada kita, jangan sampai anak anak tersebut lari mencari pelampiasan yang tidak terarah seperti bercerita pada teman yang salah( salah pergaulan), akhirnya di ajak minum-minuman keras untuk menghilangkan masalahnya. Sebagai penutup tulisan saya, bertepatan dengan hari guru nasional pada tanggal 25 november kemarin, maka kita sebagai guru yang akan membawa generasi penerus bangsa ini menuju keberhasilan. Guru merupakan pendidik yang bisa di gugu dan ditiru. Digugu maksudnya ucapannya dipatuhi anak-anak, ditiru maksudnya perbuatannya dicontoh Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah 159 anak-anak. Untuk itu sebagai guru yang baik harus bisa memberi contoh yang baik, baik melalui ucapannya maupun perbuatannya. Sebagai pendidik yang baik bukan hanya menstranfer ilmu saja tetapi juga memotivasi, mendidik dan mengarahkan anak-anak untuk berbuat baik. Wahai para guru Jangan berhenti berkarya!!!! Teruslah mengabdi untuk pembentukan karakter dan kebribadian budaya bangsa. Bangsa dan Negara bisa sukses jika moral para remaja-remaja kita baik, anak anak terus berpretasi tanpa terpengaruh oleh godaan baik dari dalam diri maupun dan luar lingkungan mereka. Jayalah indonesiaku. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. 160 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Jaringan Anti Narkoba “Siap Lapor “ SMP 22 Negeri Malang 161 JARINGAN ANTI NARKOBA “ SIAP LAPOR ” SMP NEGERI 22 MALANG Sumarno SMP Negeri 22 Malang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya.Terminologi narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum seperti polisi (termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah Napza yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat yang sama. Menurut UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan pengertian Narkotika adalah “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”. Sebenarnya Narkoba itu obat legal yang digunakan dalam dunia kedokteran, namun dewasa ini Narkoba banyak disalahgunakan. Bahkan kalangan muda tidak sedikit yang menggunakan narkoba. Banyak dari mereka yang menggunakan Narkoba dengan alasan untuk kesenangan batin, namun sayangnya tidak banyak yang mengetahuai bahaya narkoba. Terutama diwilayah Cemorokandang yang merupakan salah satu wilayah pinggiran kota Malang. Peredaran dan penyalah gunaan narkoba yang marak dewasa ini menimbulkan keresan bagi sebagian besar orang tua dan sekolah, sehingga perlu adanya beberapa inovasi untuk menangulangi hal tersebut. Tujuan Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda di wilayah Cemorokandang dewasa ini kian meningkat. 161 162 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Maraknya penyimpangan perilaku generasi muda tersebut dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Karena pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf. Sehingga pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Bahkan sampai dengan anak-anak usia sekolah dasar, oleh karena itu dibutuhkan kerjasama dari seluruh komponen masyarakat diseluruh wilayah cemorokandang sehingga generasi muda wilayah cemorokandang bisa terlindungi dari peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Jaringan Siap Lapor Anti Narkoba Apa Itu JARINGAN SIAP LAPOR? Jaringan SIAP LAPOR salah satu bentuk jaringan ANTI NARKOBA SMPN 22 Malang yang berangotakan beberapa unsur yang bersingunggan secara langsung mapun tidak langsung dengan siswa SMPN 22 Malang dengan tujuan untuk melaporkan segala bentuk yang berkaitan dengan peredaran dan penggunaan narkoba disekitar wilayah SMPN 22 Malang pada khususnya dan peredaran narkoba diwilayah kelurahan Cemorokandang pada umumnya. Dengan memberikan informasi melalui media elektronik maupun secara langsung datang ke: - Posko Anti Narkoba - SMPN 22 Malang, dengan Call Center. - Email. [email protected] - Telp./WA/ SMS pada nomor 081230868566 - Web. Smpn22-mlg.sch.id - Fb. SMPN 22 Anti Narkoba - Blog. SMPN 22 Anti narkoba blog spot.com - Instagram. Siap Lapor. SMPN 22 Malang Adapun unsur-unsur tersebut adalah: 1. Kader Anti Narkoba dan Spionase 22 Kader anti narkoba SMPN 22 adalah beberapa siswa yang terlatih dan faham akan bahaya narkoba mereka adalah kader yang diharapkan Jaringan Anti Narkoba “Siap Lapor “ SMP 22 Negeri Malang 163 bisa memberikan penyuluhan terhadap teman sebaya sekaligus memberikan pengawasan secara langsung terhadap seluruh siswa terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkoba di SMPN 22 Malang, sedangkan Spionase 22 adalah perwakilan dari masing- masing kelas dimana setiap kelas ada 2 siswa yang berperan sebagai spionase dan memberikan laporan kepada Kader anti narkoba kalau ada indikasi siswa yang mengedarkan atau menggunakan narkoba. 2. Pedagang keliling Pedagang keliling adalah pedagang yang selalu berkeliling kesekolahsekolah disekitar kelurahan Cemoro kandang, mulai dari SD Cemorokandang 1 sampai dengan SD cemorokandang 4, MTSn 2 SMPKN 9 dan SMPN 22 pedagangnya selalu sama. pedagang keliling yang selalu datang siang hari di SMPN 22, pada saat siswa pulang sekolah. Mereka merupakan orang-orang yang faham betul apa yang dilakukan oleh siswa sepulang sekolah, kemana anak-anak berkumpul dengan siapa dia berkumpul bahkan apa yang dilakukan siswa, karena mereka yang selalu berada diluar dan berinteraksi secara intens dengan siswa saat pulang sekolah sehingga tidak ada salahnya apabila para pedagang keliling disekitar sekolah dijadikan sebagai Informan tentang peredaran dan penggunaan narkoba disekitar sekolah. 3. Pedagang di Kantin sekolah Kantin sekolah merupakan sarana siswa berkumpul pada jam-jam istirahat baik istirahat pertama maupun istirahat kedua, hampir semua siswa berkumpul disana baik yang membeli atau sekedar mengantar teman, dan pedagang di kantin faham betul dengan anak-anak, baik yang pendiam ataupun anak-anak yang sering berbuat ulah, mereka adalah orang-orang yang dekat dengan siswa setiap siswa istirahat. 4. Penjaga parkir disekitar sekolah Sebenarnya siswa SMP belum diijinkan untuk mengendarai sepeda motor, namun satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa banyak sekali siswa yang mengendarai sepeda motor ke sekolah meskipun sudah sering kali sekolah mengingatkan pada orang tua untuk mengantar anaknya. Sebuah ironi memang, namun satu hal yang tidak bisa dipungkiri letak geografis SMPN 22 Malang yang berada pada puncak Gunung Buring dan tidak ada angkutan yang bisa mengantar mereka maka dengan penuh berat hati kita menutup mata dengan hal tersebut. Ada 164 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 4 tempat parkir yang berada di sekitar sekolah, mereka adalah orangorang pertama yang dijumpai siswa ketika datang ke sekolah dan tidak jarang siswa selalu berkerumun baik ketika datang maupun pulang sehingga bisa dikatakan bahwa tempat parkir dijadikan tempat nongkrong anak-anak sebelum dan setelah pulang sekolah, apa yang dilakukan anak-anak disana ? penjaga parkir yang tahu tentang hal itu, sehingga tidak ada salahnya kita melibatkan mereka dalam team work ini. 5. Pedagang / warung disekitar sekolah. Ada sekitar 4 warung / toko disekitar sekolah yang biasa juga digunakan sebagai tempat nongkrong siswa ketika siswa datang maupun ketika siswa pulang mereka juga hafal betul dengan siswa-siswi SMPN 22. 6. Sekolah Dasar di wilayah Cemorokandang Ada 4 sekolah dasar disekitar SMPN 22 yaitu SDN Cemorokandang 1 sampai dengan SDN Cemorokandang 4 hampir 75 % murid-murid dari sekolah dasar ini masuk di SMPN 22, sehingga sangatlah tepat menjadikan keempat SD ini sebagai informan awal tentang anak-anak yang nantinya akan masuk ke SMPN 22 Malang. 7. Kelurahan, RW dan RT dan Tokoh masyarakat Kelurahan, RW dan RT merupakan lembaga resmi pemerintahan yang langsung bersinggungan dengan masayarakat dimana SMPN 22 berada, melibatkan lembagalembaga inimsangatlah penting karena hampir 80 % Siswa SMPN 22 Berasal dari wilayah disekitar sekolah yang merupakan warga dari RW 9 dan RW 7 Kelurahan Cemorokandang, sehingga kalau ada permasalahan yang melibatkan masyarakat setempat akan mudah menyeslesaikannya. 8. Karang Taruna RW 9 dan RW 7 Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan yang ada disetiap RW dan beberapa siswa SMPN 22 adalah aggota dari karang taruna,, melibatkan mereka secara aktif dalam jaringan ini akan banyak memberikan keuntungan Karena jaringan SIAP LAPOR ini kedepan bukan hanya untuk kepentingan sekolah SMPN 22 saja tetapi juga akan memberikan control terhadap peredaran narkoba diwilayah Cemorokandang. Jaringan Anti Narkoba “Siap Lapor “ SMP 22 Negeri Malang 9. 165 BNN Kota Malang, Polsek Kedung Kandang, dan Koramil Kedung Kandang Lembaga-lembaga Negara ini merupakan unsur tepenting dari Net working SIAP LAPOR SMPN 22 ANTI NARKOBA. Karena tidak semua masalah bisa diselesaikan oleh fihak sekolah maka perlu unsur tekait untuk merikan dukungan dalam upaya membebaskan wilayah Cemorokandang dari penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Dengan unsur-unsur tersebut diatas Net Working Siap Lapor akan bisa memberikan arti lebih bagi pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkoba diwilayah Cemorokandang pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu mulai saat ini kita selaku pendidik, masyarakat, dan sebagai orang tua harus sigap dan waspada, akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak kita sendiri. Dengan berbagai upaya cara untuk mencegah penyalahgunaan narkoba dan narkotika mari kita jaga dan awasi anak didik kita dari bahaya narkoba tersebut. Tindak lanjut Sebagai satgas anti narkoba di lingkungan sekolah tentu kewenangan dalam menangani kasus atau masalah yang berkaitan dengan narkoba hanya sebatas dilingkungan sekolah dan mempunyai hubungan langsung dengan pembinaan siswa, oleh karena itu setiap laporan yang masuk dari berbagai sumber akan kami pilah menjadi beberapa bagian diantaranya : 1. Masalah yang berkaitan langsung dengan siswa dan dapat diselesaikan secara mandiri oleh pihak sekolah dengan melibatkan orang tua siswa 2. Masalah yang berkaitan secara langsung dengan siswa dan masyarakat sehingga dalam penyelesainya harus melibatkan orang tua dan organisasi masyarakat setempat seperti Kelurahan, RW dan RT. 3. Masalah yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan siswa yang melibatkan masyarakat luar sehingga penyelesainya harus melibatkan instansi terkait yang mempunyai wewenang terhadap permasalahan tersebut misalnya pihak BNN, Polsek Kedung Kandang maupun Koramil Kedung Kandang Demikian tindak lannjut yang dapat dilakukan oleh Kader Anti Narkoba SMPN 22 Malang dalam menyelesaikan berbagai permasalahan Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 166 yang berkaitan dengan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran narkoba di wilayah Cemorokandang, semoga semua pihak bisa berperan aktif dalam Jaringan Siap Lapor Anti Narkoba ini sehingga apa yang menjadi tujuan bersama yaitu Indonesia bebas narkoba bisa terwujud. Adapun hasil yang diperoleh setelah berjalannya kegiatan ini selama satu bulan sudah ada dua laporan dari email, satu lewat telepon dan satu laporan langsung dari pedagang keliling. Semoga kepedulian seluruh anggota jaringan anti narkoba ini terjalin secara terus menerus sehingga peredaran narkoba diwilayah cemorokandang bisa ditekan seminimal mungkin, semoga. Penutup Kesimpulan Dari uraian di atas bisa ditark kesimpulan bahwa: 1. Narkoba adalah barang yang sangat berbahaya dan bisa merusak generasi muda dan masa depan bangsa 2. Perlu kerjasama secara aktif seluruh komponen masyarakat, pemerintahan dan sekolah untuk menangulangi peredaran dan penyalahgunaan narkoba. 3. NET WORKING SIAP LAPOR ANTI NARKOBA merupakan salah satu upaya untuk mengetahui lebih dini penyalahgunaan dan peredaran narkoba sebelum berdampak lebih buruk terhadap siswa dan generasai muda diwilayah Cemorokandang Saran NETWORKING SIAP LAPOR ANTI NARKOBA adalah salah satu upaya untuk mengendalikan peredaran dan penyalahgunaan narkoba, perlu adanya kerja keras dari semua pihak yang terlibat didalamnya untuk memujudkan sebuah wilayah benar-benar bebas dari bahaya narkoba, semoga keberhasilan NET WORKING SIAP LAPOR ANTI NARKOBA ini nantinya dapat ditiru oleh sekolah-sekolah lain di Indonesia dengan harapan dapat membebaskan seluruh pelajar Indonesia terbebas dari bahaya narkoba, semoga. Jaringan Anti Narkoba “Siap Lapor “ SMP 22 Negeri Malang 167 Kegiatan Launching Jaringan Siapa Lapor ANTI NARKOBA SMPN 22 Malang Yang dihadiri oleh, Kapolsek Kedung Kandang, Dan Ramil Kedung Kandang, Ketua BNN Kota Malang, Perwakilan SMKN 9 Malang, Kepala SDN Cemorokandang 1, 2, 3, 4, Para pedagang keliling di sekolah-sekolah wilayah Kedung Kandang, Penjaga-penjaga kantin di SMPN 22, Penjaga-penjaga warung di sekitar sekolah SMPN 22, Penjaga Parkir sekitar sekolah, Ketua RW 9 dan RW 04 kel Cemorokandang, Ketua RT 04 RW 9 dan RT 07 RW 4 Kelurahan Cemorokandang , Karang Taruna RW 09, ibu PKK RW 09, Paguyuban sekolah dan Komite sekolah. 168 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa PIK Remaja AR Risalah Peduli Generasi Emas 169 PIK REMAJA AR RISALAH PEDULI GENERASI EMAS Eko Endri Wiyono MTsN Tanjunganom Nganjuk Pada masa kini remaja sering kali mengalami permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan fase tumbuh kembang yang dialami remaja. Masalah yang dialami para remaja sangat beragam. Sebagian besar remaja belum memahami mengenai permasalahan seputar remaja seperti kenakalan remaja (tawuran, kebut-kebutan, bolos sekolah, narkoba, kasus video porno), terlebih permasalahan tentang kesehatan reproduksi remaja, dampaknya akan menjadi permasalahan sosial seperti kasus remaja hamil di luar nikah, pernikahan dini (usia sekolah) bahkan sampai dengan kasus HIV/AIDS. Masalah yang menonjol dikalangan remaja antara lain masalah seksualitas (kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi), terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PSM), HIV dan AIDS, penyalahgunaan NAPZA dan sebagainya. Sebagai bentuk dalam untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja khususnya di lingkungan MTsN Tanjunganom mengenai kesehatan reproduksi remaja serta kenakalan remaja, maka pada bulan Agustus 2016 di bentuklah PIK Remaja AR RISALAH. Kondisi Kabupaten Nganjuk 1. Profil Kabupaten Nganjuk Kabupaten Nganjuk terletak antara 11105' sampai dengan 112013' BT dan 7020' sampai dengan 7059' LS. Luas Kabupaten Nganjuk adalah sekitar ± 122.433 Km2 atau 122.433 Ha yang terdiri dari atas: Tanah sawah 43.052.5 Ha, Tanah kering 32.373.6 Ha Tanah hutan 47.007.0 Ha. Dengan wilayah yang terletak di dataran rendah dan pegunungan, Kabupaten Nganjuk memiliki kondisi dan struktur tanah yang cukup produktif untuk berbagai jenis tanaman, baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan sehingga sangat menunjang pertumbuhan ekonomi dibidang pertanian. Kondisi dan struktur tanah yang produktif ini 169 170 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sekaligus ditunjang adanya sungai Widas yang mengalir sepanjang 69,332 km dan mengairi daerah seluas 3.236 Ha, dan sungai Brantas yang mampu mengairi sawah seluas 12.705 Ha. Jumlah curah hujan per bulan selama 2002 terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu 7.416 mm dengan rata-rata 436 mm. Sedangkan terkecil terjadi pada bulan November dengan jumlah curah hujan 600 mm dengan rata-rata 50mm. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober tidak terjadi hujan sama sekali. Nganjuk dahulunya bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa Jawa Kuna berarti Tanah Kemenangan. Dibangun pada tahun 859 Caka atau 937 Masehi. 2. Pembagian administratif Nganjuk mempunyai 20 kecamatan dan 284 desa/kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Bagor, Baron, Berbek, Gondang, Jatikalen, Kertosono, Lengkong, Loceret, Nganjuk, Ngetos, Ngluyu,Ngronggot, Pace, Patianrowo, Prambon, Rejoso, Sawahan, Sukomoro, Tanjunganom, Wilangan. 3. Agama dan Budaya Mayoritas penduduk di Kabupaten Nganjuk memeluk agama Islam dengan jumlah hampir 99%, dan sisanya menganut agama Kristen, Hindu, Budha, Khonghucu. Sejarah PIK-R AR RISALAH Sebagai seorang Guru Bimbingan Konseling tentu kita harus siap dan sigap ditempatkan dimana saja termasuk mutasi ke sekolah lain. Sebelumnya penulis aktif di MTsN Lengkong sebelum di MTsN Tanjunganom Nganjuk. Pada tanggal 15 Januari 2014 di MTsN Lengkong di bentuklah PIK-R AL AZMI, sebagai wadah kegiatan para siswa. Berjalannya waktu pada bulan Agustus 2016 digulirkannya mutasi dan akhirnya ditempatkan di MTsN Tanjunganom, nah saat itu juga dibentuklah Pusat informasi Konseling Remaja AR RISALAH adalah Organisasi yang dibangun dan dikelola dari, oleh dan untuk remaja. Bertujuan mensosialisasikan Kelurga Berencana (KB) dan antisipasi terhadap perilaku seks bebas juga NAPZA yang mengakibatkan HIV/AIDS, serta memberikan pendidikan tentang reproduksi sehat bagi remaja. PIK Remaja AR RISALAH berusaha untuk mengadakan sosialisasi atas dampak penyalahgunaan Narkoba dan bahaya HIV & Aids serta dampak pergaulan bebas ke siswa- PIK Remaja AR Risalah Peduli Generasi Emas 171 siswi MTsN Tanjunganom. Terdorong rasa keprihatinan sekolah terhadap pergaulan bebas yang saat itu sudah mulai menjadi trend dikalangan remaja. Dengan sosialisasi oleh dan untuk remaja diharapkan mereka mulai memikirkan bagaimana hidup sehat, dan beretika. Sehingga pada tahun 2016 yang lalu ditanda tangani Mou antara MTsN Tanjunganom dengan BPPKBD Kab Nganjuk sebagai tanda terbentuknya PIK-Remaja di MTsN Tanjunganom dengan nama PIK-Remaja AR RISALAH. Hal ini tidak lepas dari dorongan berbagai pihak, Kehadiran PIK-Remaja AR RISALAH sangat membantu remaja dalam mengatasi masalah. dan kehadirannya sangat diharapkan, terbukti semakin banyak siswa-siswi untuk mengadakan sosialisasi. Eko Endri Wiyono, S.Pd selaku pembina PIKRemaja AR RISALAH senantiasa merangkul semua lini untuk berperan serta aktif dalam kegiatan siswa sehingga siswa tergugah untuk lebih giat dan aktif. Pusat Informasi Konseling Remaja AR RISALAH dibentuk berdasarkan sebuah rapat pertemuan sebagai tindak lanjut dari hasil Sosialisai PIK Remaja di Kabupaten Nganjuk yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan sususnan pengurus PIK Remaja AR RISALAH. Materi Sosialisasi a. b. Materi dan Isi Pesan yang diberikan oleh dari untuk remaja di Pusat Informasi Konseling Remaja AR RISALAH adalah sebagai berikut: 1) TRIAD KRR 2) Pedewasaan Usia Perkawinan. 3) Pemahaman tentang Hak-hak Reproduksi 4) 8 Fungsi Keluarga 5) Life skill Kegiatan yang dilakukan: 1) Sosialisasi dan berkegiatan yang dilakukan oleh PIK Remaja AR RISALAH 2) Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) di PIK Remaja AR RISALAH 3) Menggunakan media sebagai sarana sosialisasi 4) Melakukan pencatatan dan pelaporan 172 c. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Program kerja Setelah selesai kepengurusan terbentuk, disusunlah program kerja sebagai pedoman kegiataan selanjutnya. Adapun program kerja tersebut meliputi : 1) Pembekalan Pengurus 2) Penataan Administrasi 3) Sosialisasi PIK Remaja AR RISALAH kepada Remaja 4) Rekrutmen Anggota 5) Sosialisasi tentang Kesehatan Reproduksi Remaja 6) Pengadaan Perpustakaan Mini 7) Pembuatan Blog 8) Pembuatan Mading 9) Konseling Sebaya 10) Pertemuan Rutin 11) Life Skills 12) Pemilihan Pengurus 13) Pelantikan Pengurus Kegiatan Kegiatan yang sudah dilakukan oleh PIK Remaja AR RISALAH Periode Kepengurusan Tahun 2016/2017 adalah : 1. Pembekalan Pengurus Kegiatan yang dilaksanakan ini dimaksudkan untuk membekali pengurus PIK Remaja AR RISALAH yang baru dilantik dengan pengetahuan dasar tentang TRIAD KRR menjalankan fungsinya. Kegiatan ini dilaksanakan di ruang MTsN Tanjunganom dengan materi seksualitas, HIV, AIDS, dan NAPZA BNN Jawa Timur. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melengakapi pembekalan awal. Pada saat itu dijelaskan tentang program PIK Remaja, dan 8 fungsi Keluarga. 2. Penataan Administrasi Administrasi merupakan sarana mencapai tujuan, yang jelas sangat penting dalam jalanya organisasi. Sebagai pengurus periode pertama, sudah pasti segala sesuatunya dimulai dari nol. Karenanyalah dilakukan penataan administrasi meliputi pengadaan buku administrasi dan pengisinya. PIK Remaja AR Risalah Peduli Generasi Emas 3. 173 Sosialisasi PIK Remaja AR RISALAH kepada Remaja Sebagai sebuah organisasi baru, tentu masih banyak siswa yang belum mengenal PIK Remaja AR RISALAH. Maka dilakukanlah sosialisasi tentang organisasi ini kepada siswa, baik secara personal oleh tiap-tiap pengurus. 4. Rekrutmen Anggota Jumlah personal PIK Remaja AR RISALAH saat terbentuk tidak terlalu banyak, rekrutmen anggota dilakukan untuk menambah kekuatan PIK Remaja AR RISALAH dalam melaksanakan fungsinya. 5. Sosialisasi tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Permasalahan-permasalahan terkait remaja begitu kompleks. Pengurus kemudian mengadakan kegiatan Sosialisasi tentang kesehatan Reproduksi Remaja untuk seluruh siswa. 6. Mengikuti Sosisalisasi KRR Yang diselenggrakan oleh BPPKB Kabupaten Nganjuk. Atas undangan Badan pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Nganjuk, Sosialisasi KRR yang dilaksanakan di Gedung Anjuk Ladang pada hari Sabtu, 28 Desember 2013. Kegiatan ini didiikuti oleh Guru Bk dan Waka Kesiswaan SLTP Negeri/Swasta. 7. Mengikuti Capacity Building oleh Pengurus di Hotel Istana Nganjuk 8. Mengikuti Capacity Building oleh Pembina di BKK Pasuruhan 9. Pengadaan Perpustakaan Mini Diperlukan untuk menambah wawasan anggota sebagai bekal melakukan konseling ataupun KIE, maka PIK Remaja AR RISALAH mengusahakan Perpustakaan Mini dengan mengumpulkan buku-buku ataupun kliping secara swadaya anggota, sumbangan pihak luar, serta meminjam perpustakaan sekolah. 10. Pembuatan Mading Bekerja sama dengan eskul jurnalistik, PIK AR RISALAH mengisi artikel tentang KRR atau materi lain yang terkait dimading sekolah. Bahkan secara berkala PIK Remaja AR RISALAH juga menerbitkan madingnya sendiri, yang khusus membahas seputar permasalahan remaja. 174 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 11. Mempunyai akses pada jaringan internet PIK Remaja AR RISALAH, lebih dikenal oleh masyarakat luas dan sekaligus juga untuk sosialisasi/KIE tentang permasalahan- permasalahan remaja, memamfaatkan jaringan internet, maka PIK Remaja AR RISALAH memanfaatkan blog dengan label PIK R yang dapat dakses didunia maya 12. Konseling Teman Sebaya Konseling Teman Sebaya dilakukan oleh pengurus yang sudah terlatihKegiatan ini dilakukan secara personal. Waktu dan tempat penyesuaianya. 13. Pertemuan Rutin Pertemuan Rutin PIK Remaja AR RISALAH dilakukan setiap hari Jum’at, Kegiatan ini dimaksudkan untuk koordinasi terkait dengan pelaksanaan program, dinamika kelompok, pembinaan khusus. 14. Life Skills Multimedia, Jurnalistik, Broadasting dan Toga sebagai bekal keakapan hidup remaja, Mengadakan pelatihan-pelatihan untuk membekali anggota PIK Remaja dengan ilmu/pengetahuan dan kerterampilan agar dapat mencari penghasilan sendiri. Sarana Dan Prasarana 1. Ruang Khusus dan Ruang Aktifitas Pengurus PIK Remaja AR RISALAH belum memiliki ruang khusus untuk konseling yang nyaman, dan ruang aktifitas pengurus yang cukup luas, meskipun pengelolaanya sudah mandiri dan dibawah binaan dari Bimbingan Konseling di sekolah. 2. Pengelolaan dan tanggungjawab Pengelolaan PIK Remaja AR RISALAH ditangani sesuai struktur organisasi, yang meliputi Pelindung dan Pembina, unsur organisasi ada Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Bendahara, sedangkan bidang di PIK Remaja AR RISALAH Konsultasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Bidang pengembangan Sumber Daya Manusia, Bidang advokasi dan Humas, Bidang penelitian dan Evaluasi. 3. Memiliki Identitas diri Identitas PIK Remaja AR RISALAH terletak representatif terbuat dari banner, sehingga mampu menjadi penunjuk bagi remaja, yang memuat nama PIK, alamat, website, facebook, email dan sms counseling. PIK Remaja AR Risalah Peduli Generasi Emas 4. 175 Lokasi mudah diakses serta digemari remaja PIK Remaja AR RISALAH beralamat di desa Tanjunganom, kecamatan Tanjunganom Nganjuk, berada di lingkungan persawahan dan perkampungan, berdekatan dengan sarana tempat peribadatan. 5. Jumlah Pendidik Sebaya Sebagai PIK Remaja AL AZMI yang dalam tahapan tumbuh memiliki 2 Pendidik Sebaya, meskipun masih dalam tahab tumbuh namun giat berlatih dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk tumbuh, sebagai konsekuensinya harus menjadi profesional dengan adanya pelatihan. 6. Memiliki Konselor Sebaya yang dapat di akses Sebagai PIK Remaja AR RISALAH yang dalam tahapan tumbuh belum memiliki Konselor Sebaya, namun PIK Remaja AR RISALAH berkomitmen untuk senantiasa eksis, perlu pelatihan untuk menuju profesional. 7. Bersinergi dengan AR RISALAH MEDIA AR RISALAH MEDIA yang menaungi website dan multimedia. Sebagai sarana untuk menuju kecakapan hidup dan mensosialisasikan programprogram dari PIK Remaja AR RISALAH. 8. Memiliki SMS Konseling PIK Remaja AR RISALAH memiliki hotline SMS yang dapat dihubungi oleh para remaja, diharapkan dapat dijadikan tempat curhat alternatif bagi para remaja yang mengalami kesulitan mengenai permasalahan remaja. 9. Memiliki Perpustakaan Mini Perpustakaan Mini PIK Remaja AR RISALAH memiliki beberapa koleksi mengenai buku pengetahuan populer, buletin, majalah dan buku alternatif yang disukai remaja. Inovasi 1. Dinamika Kelompok Dalam pelaksanaan kegiatan PIK Remaja AR RISALAH tidak selalu mengacu pada sosialisasi saja melainkan mampu menyuguhkan alternatif berdinamika kelompok dalam game, permainan sederhana yang menyenangkan dan menghibur. 176 2. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kecakapan Hidup (Life Skill) Bersinergi dengan AR RISALAH MEDIA yang mengelola website, disamping mensosialisasikan program PIK Remaja AR RISALAH juga mampu untuk mengasah pengetahuan. Bersinergi dengan AR RISALAH MEDIA yang mengelola jurnalistik, menambah pengetahuan tentang jurnalistik, mulai dari proses peliputan sampai keredaksian. Semuanya itu bermuara pada kecakapan hidup yang akan bermanfaat dikemudian hari. Perlunya penguatan para remaja dengan aktifitas dan pengetahuan yang benar, Untuk itulah PIK-R AR RISALAH senantiasa berbenah dan bersinergi dengan berbagai instansi untuk menambah kacakapan dalam kemandirian life skill, termasuk dengan sekolah maupun madrasah, BPPKBD, BNN, PERPUSDA dan AR RISALAH MEDIA yang mengelola jurnalistik website,. Semuanya itu bermuara pada kecakapan hidup yang akan bermanfaat dikemudian hari.yang senantiasa aktif, proaktif, agresif diperlukan adanya serapan yang dapat dijadikan pedoman pembinaan dan pengkaderan, Penutup Demikian sekilas tentang PIK-R AR RISALAH, dengan segala kerendahan hati, kami memohon Kehadirat Sang Ilahi Robbi agar kami dapat terus melangkah menapaki masa depan dengan didasari ilmu dan keikhlasan. Akhirnya kami mohon kepada seluruh pembaca, baik pembina, sahabat maupun kerabat kiranya dapat ikut memberi masukan dan mengingatkan kami agar keberadaan kami bisa memberikan arti. DOKUMENTASI KEGIATAN 1) Sosialisai Pembentukan PIK Remaja oleh BPPKB Nganjuk tahun 2013, awal terbentuk nya PIK Remaja AL AZMI/ PIK AR RISALAH PIK Remaja AR Risalah Peduli Generasi Emas 177 Sosialisasi Pembentukan PIK Remaja yang diselenggrakan oleh BPPKB Kabupaten Nganjuk. Atas undangan Badan pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Nganjuk, Sosialisasi KRR yang dilaksanakan di Gedung Anjuk Ladang pada hari Sabtu, 28 Desember 2013. Kegiatan ini didiikuti oleh Guru BK dan Waka Kesiswaan SLTP Negeri/Swasta. 2) Peringatan Hari AIDS tahun 2016 3) PIK Remaja AR RISALAH yel yel 178 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 4) Lomba Yel dan Poster Anti Narkoba 5) Dinamika Kelompok dengan Genre Kit Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 1 TEMA 2: MEWUJUDKAN PENDIDIKAN INKLUSIF, HUMANIS, DAN BERBASIS LITERASI UNTUK CALON GENERASI EMAS BANGSA 1 2 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 179 PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 2 MALANG Yachya Hasyim SMK Negeri 2 Malang Konferensi Dunia tentang Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada bulan Juni 1994 di Kota Salamanca Spanyol, diterbitkan deklarasi yang dikenal sebagai ’The Salamanca Statement on Inclusive Education’. Dokumen ini mengakui hak asasi dari semua anak-anak untuk pendidikan yang inklusif, dari perjanjian tersebut dapat disimpulkan berarti bahwa education for all—pendidikan untuk semua— harus diberlakukan. Negara yang hadir dalam konferensi Dunia ada 193 termasuk Indonesia, dalam Konferensi Dunia tersebut telah ditandatangani pernyataan tentang hak-hak anak dan komitmen untuk melaksanakan pernyataan ini di negara masing-masing. Selanjutnya, adalah sunatullah bahwa setiap individu khas berbeda satu dengan lainnya, perbedaan itu adalah keindahan, tapi dapat juga berarti menuntut pemahaman atas individu lainnya. Perlu dipahami bahwa keberadaan siswa ABK inklusi adalah salah satu wujud keberagaman tersebut, seyogyanya diterima perbedaan serta keberagaman tersebut dengan memberikan pendidikan secara inklusi. Prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah “(Jika mungkin) semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang ada”. Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya (Tarmansyah, 2003). Masalah pendidikan inklusif ini juga dijamin oleh UUD 1945 RI, Pasal 31 Ayat (1) yang berbunyi ”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Di dalam kitab suci Al-Quran juga ada beberapa ayat yang mencerminkan pendidikan inklusif, di mana pada ayat suci Allah tersebut dikatakan bahwa semua makhluk itu sama. Inilah beberapa ayat yang dapat dijadikan pedoman, antara lain Surat At Tin ayat 4 yang berbunyi ”sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” dan Surat Al Hujarat ayat 11 & 13 yang berbunyi ”hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum 179 180 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) … manusia diciptakan berbagai bangsa untuk kenal mengenal … (ayat 13).” Perlu diketahui bahwa sampai sejauh ini masih belum didapatkan format pendidikan inklusif yang tepat dan sesuai. Pakar pendidikan inklusif di berbagai perguruan tinggi giat berusaha merancamg serta mencari model bagaimana melaksanakan pendidikan inklusif yang ideal. Pendidikan inklusif di Indonesia saat ini masih terkonsentrasikan pada penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mendapat layanan inklusif di sekolah reguler. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya ABK yang tidak berkesempatan mendapat pendidikan dan tidak terfasilitasi potensinya. Rasmanudin, Kasi Kurikulum Inklusi Dinas Pendidikan Kota Malang, menerangkan bahwa sebenarnya di setiap sekolah ada siswa inklusif, namun karena belum semua sekolah disiapkan sebagai sekolah inklusif, maka fenomena ini menimbulkan dilema dan permasalahan bagi sekolah. Perlu diketahui bahwa ternyata ada guru yang masih belum tahu bagaimana seharusnya siswa inklusif diperlakukan. Disamping itu, juga ada pimpinan sekolah yang kuatir prestasi hasil ujian akhir sekolah akan turun,sehingga kalah bersaing dengan sekolah lain.Ketidakpahaman siswa reguler terhadap perilaku siswa inklusif juga menimbulkan masalah tersendiri,banyak kasus cerita bahwa siswa inklusif dibully atau dianiaya oleh teman-temannya sendiri yang notabene adalah siswa reguler. Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang dan Dr. Idayu (Pengawas SD/SMP/ SMA/SMK Inklusif Kota Malang) sepakat dan menegaskan bahwa Sekolah Inklusif sebenarnya merupakan jawaban dari keresahan ini (Idayu, 2011). Dalam rangka memberikan jembatan interaksi antara siswa reguler dan inklusif, maka pendidikan melalui program inklusif dapat menjadi titik temunya. Dengan pendidikan inklusif diharapkan terciptakan komunitas ramah, sehingga pendidikan untuk semua dapat segera terealisir. Diperlukan perhatian tinggi agar sekolah-sekolah dapat dimodifikasi atau disesuaikan untuk meyakinkan bahwa pendidikan inklusif relevan dengan konteks lokal, memasukkan dan mendidik semua peserta didik dengan ramah dan fleksibel,sehingga mereka dapat berpartisipasi (Hildegum, 2003). Delphie (2006)menyampaikan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif dilapangan tidak semudah teorinya. Banyak kendala dan tantangan Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 181 yang membutuhkan adaptasi kedua belah pihak; antara siswa inklusif dengan guru serta teman regulernya.Hal itu biasanya bersumber dari ketidakpahaman pada perilaku siswa inklusi yang mempunyai keterbatasan. Jika guru reguler tidak dapat bersikap sabar, maka dapat berakibat pada kegiatan belajar yang tidak terkendali. Oleh karena itu, sebaiknya setiap guru reguler yang akan dilibatkan dalam pengajaran di kelas inklusif harus dibekali tentang psikologi kepribadian siswa inklusif. Keberhasilan dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus sangat dipengaruhi oleh sikap guru. Rose dan Howley (2007) menyatakan bahwa jika guru memiliki harapan positif, misalnya dengan mendorong anak dengan memberikan kesempatan untuk belajar dan menguatkan usaha siswa ABK, maka siswa akan mampu dan terus belajar. Satu hal penting yang harus disadari adalah kemauan untuk menerima perbedaan siswa ABK dan membantunya untuk dapat merasa nyaman di kelas. Menurut catatan Kementrian Sosial RI, pada tahun 2011 jumlah ABK di Indonesia telah berkembang mencapai 7 juta orang atau sekitar 3% dari total penduduk di Indonesia yang berjumlah 238 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebagian besar ABK adalah slow leaner, termasuk di antaranya autis dan tuna grahita yang jumlahnya mencapai 60%. Maka, pendidikan yang lebih diutamakan bagi mereka adalah untuk pengembangan keterampilan dan kemampuan motorik. Pola atau model pendidikan semacam itu dapat diperoleh di Sekolah Menengan Kejuruan atau SMK, demikian disampaikan Direktur Pembinaan Pendidikan Luar Biasa Kementrian Pendidikan Nasional, Ekodjatmiko Sukarso (Tarsidi, 2004). Akan tetapi, setelah beberapa tahun pendidikan Inklusif diperkenalkan di Indonesia, keberadaannya belum menyentuh level SMK. Artinya, belum ada terobosan untuk membuka pendidikan inklusi di tingkat SMK. Salah satu tantangan yang cukup sulit dihadapi di lapangan ialah kesiapan warga sekolah, antara lain bagaimana manajemen inklusif, pemahaman guru reguler dalam mengajar siswa inklusif untuk mengembangkan pembelajaran inklusif di kelas, serta bagaimana memberikan sosialisasi kepada siswa reguler tentang bagaimana menyikapi keberadaan siswa inklusif di sekolah mereka. Pada perkembangannya,ternyata ada sebagian guru reguler yang belum memahami proses pendidikan inklusif. Mereka beranggapan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan khusus bagi siswa ABK yang diadakan di SMK regular, namun pada pelaksanaannya punya sistem dan 182 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa menempati ruang tersendiri (Sunaryo, 2009).Proses pelaksanaan pendidikan inklusif di SMK merupakan proses belajar terintegrasi atau tergabung,di mana siswa ABK belajar bersama dengan siswa reguler untuk pelajaran produktif atau pelajaran yang bersifat teori serta praktek kejuruan. Untuk materi pelajaran yang bersifat normatif dan adaptif, siswa inklusif belajar diruangankhusus dibawah bimbingan para GPK atau guru pendamping khusus,dimana GPK tersebut adalah guru yang memang dipersiapkan dan dididik secara khusus untuk mendidik siswa inklusif. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,persepsi,motivasi, dan tindakansecara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata serta bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,2010:54). Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Malang.Mengapa SMK Negeri 2 Malang yang dipilih sebagai lokasi penelitian? Hal itu karena SMK Negeri 2 Malang mempunyai kekhasan,salah satunya ada Program Keahlian Pekerjaan Sosial yang mana keahlian yang diajarkan pada siswa salah satunya adalah mengurus, membimbing dan mendampingi siswa inklusif, atau dikenal sebagai shadow.Pada penelitian kualitatif, keunikan serta kekhasan lokasi penelitian adalahsalah satu pertimbangan memilih lokasi penelitian. Dalam pengambilan sampel, penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai sumber (Moleong, 2010:55). HASIL Letak SMK Negeri 2 Malang yang berada di wilayah strategis rupanya memang layak mengemban tugas sebagai SMK inklusif. Ditambah kondisi warga SMK Negeri 2 Malang yang sangat memahami keberadaan siswa inklusif dengan segala keunikannya, akan sangat membantu berjalannya pendidikan inklusif.Selain itu, di Malang belum ada sekolah inklusif yang setingkat SMK. Oleh karena itu, SMK Negeri 2 Malang mendapat tugas dari Dinas Pendidikan Kota Malang untuk menjadi sekolah inklusif berdasarkan surat tugas nomor ; 800/1850/35.73.307/ 2011.Selanjutnya hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 183 Pelaksanaan Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 2 Malang Letak dan lokasi yang strategis sesuai dengan paradigma pendidikan inklusif, yang berusaha menerima perbedaan anak reguler dan inklusif (ABK) serta memberikan hak pada setiap anak untuk dapat sekolah di tempat terdekat dengan tempat tinggalnya. Sebagaimana telah dirumuskan oleh UNESCO (1994) pendidikan inklusif berarti bahwa”sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan linguistik”. Hal ini harus mencakup anak cacat dan berbakat, anak jalanan dan anak yang bekerja, anak dari populasi terpencil atau nomaden, anak dari minoritas linguistik, etnis atau budaya, dan anak-anakkurang beruntung lainnya atau dari kelompok marginal.” Paradigma pendidikan inklusif ini harus selalu disosialisasikan secara konsisten agar segera diterima masyarakat serta semua yang terlibat dalam dunia pendidikan, terutama para guru dan siswa reguler sebagai pelaku terdepan di sekolah. Demikian juga yang terjadi di SMK Negeri 2 Malang, yang pada mulanya agak canggung dan kaku dalam menerima keberadaan siswa inklusif. Lambat laun pendidikan inklusif merupakan hal yang sangat diterima oleh segenap warga SMK Negeri 2 Malang,bahkan merupakan salah satu komponen keunggulan sekolah.SMK Negeri 2 Malang sangat menghormati peranan guru reguler dan guru pendamping khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Oleh karena itu, dalam upaya mendekati para guru, sekolah mengundang narasumber atau pakar inklusif pada beberapa kali pertemuan untuk mensosialisasikan pendidikan inklusif. Harapannya tentu para guru tersentuh serta memperoleh pemahaman pendidikan inklusif secara detail, sehinggamerekadapat menjalankan tugasnya dengan jelas. Dengan demikian, akhirnya dapatmenjadi corong pada seluruh warga sekolah untuk menerima keberadaan siswa inklusif secara empati,terbuka,ikhlas, dan tidak ragu-ragu. Usaha sekolah menyentuh perasaan para guru agar terbuka hatinya diistilahkan Thorndike sebagai penggunaanlawof associatif shifthing. Secara umum, hukum ini menyatakan bahwa seseorang dapat memperoleh setiap respon yang dalam batas kemampuan belajar dengan menghubungkannya pada situasi yang sensitif bagi orang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa siswa inklusif yang ada di SMK Negeri 2 Malang terdiri dari berbagai macam ketuhanan.Oleh 184 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa karena itu, penempatan mereka pada program keahlian dilihat dari faktor ketunaan mereka. Siswa inklusif yang autis dan tuna grahita cenderung kurang dapat berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk mempunyai hambatan komunikasi. Oleh karena itu, mereka ditempatkan di program keahlian perhotelan.Di program keahlian ini mereka lebih banyak berinteraksi dengan pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan manusia,pekerjaan mereka antara lain house keeping,making bed,danlaundry,sehingga kemampuan motorik mereka lebih berkembang. Untuk siswa inklusif yang ketunaannya pada pendengaran atau tuna rungu ditempatkan di program keahlian Teknik Komputer Jaringan.Hal ini disebabkan siswa tuna rungu biasanya kecerdasannya lebih dibanding ketunaan yang lain. Mereka juga mudah beradaptasi dengan temantemannya yang reguler walaupun menggunakan bahasa isyarat. Tabel 1: Data Siswa Inklusif di SMKN 2 Malang Nama NIS BfV 10388 FAS 10419 NVD 10454 TW 10482 TAN 10357 BDB 9346 JNS 9388 ZAP 9446 TMH 9819 ADM DMC RPD MNU DF 8538 8548 8628 9008 8558 Kelas X AP3 X AP3 X AP3 X AP3 X TKJ3 XI AP3 XI AP3 XI AP3 XI TKJ3 XII AP1 XII AP1 XII AP1 XII TKJ XII AP Jenis Ketunaan Autis C = Tuna Grahita Tempat, Tgl. lahir Surabaya, 10 Jun 1996 Malang,16 Mei 1995 Nama Ortu SMW SM Autis Malang, 21 Nop 1996 RY Autis Malang, 18 Jan 1995 HBS B =Tuna Rungu Madiun, 3 Okt 1996 DP Autis Malang. 2 Des 1995 HRH G = Tuna Daksa Autis Malang, 5 Jul 1993 PW Autis Malang, 12 Peb 1995 LU B = Tuna Rungu Malang, 4 Mei 1995 THS Autis Autis Autis B = Tuna Rungu C = Tuna Grahita Malang, 15 Nop1994 Cilacap, 18 Des 1994 Malang, 02 Mar 1994 Malang, 31 Mar 1994 Surabaya, 1 Peb1994 CA DS SP WM DBS Berikutnya, GPK ada 4 orang, mereka cukup profesional dan ahli dibidangnya. Mereka semua sudah memiliki pengalaman yang cukup dibidang pendidikan inklusif sebelum mengabdikan diri mendidik para siswa inklusif di SMK Negeri 2 Malang.Disamping itu, mereka juga sangat komunikatif kepada warga sekolah dan orang tua siswa,sehingga selama 3 tahun berjalannya pendidikan inklusif segala masalah yang terjadi berkaitan dengan siswa inklusif dapat terselesaikan dengan baik. Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 185 Bahkan para GPK cenderung melakukan jemput bola atau menangani masalah secara preventif agar masalah tidak berkembang menjadi hal yang tidak diharapkan. Tentang penggunaan kurikulum modifikasi, kurikulum ini disusun oleh GPK bersama dengan guru reguler.Kurikulum modifikasi tersebut meliputi, (1) duplikasi kurikulum,yakni siswa inklusif menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa rata-rata/ regular. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik tunanetra, tunarungu tunawicara, tunadaksa, dan tunalaras. (2) Modifikasi kurikulum,yakni kurikulum siswa rata-rata/regular disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi siswa inklusif. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik tuna grahita dan modifikasi kurikulum ke atas (eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented. (3) Substitusi kurikulum,yakni beberapa bagian kurikulum siswa rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi dan kondisinya.(4) Omisi kurikulum,yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi siswa inklusif untuk dapat berpikir setara dengan anak rata-rata. Pada proses belajar siswa inklusif sejauh ini tidak ada masalah bahkan para siswa inklusif kelihatan rileks dan nyaman dalam belajar. Dengan mencampur mereka bersama, kawannya yang reguler pada saat pelajaran kejuruannya atau materi produktif, mereka lancar melakukannya. Sebaliknya, teman-teman reguler mereka banyak yang empati dengan membantu jika ada kesulitan yang dialami siswa inklusif saat praktek. Saat harus menempuh pelajaran Normatif serta Adaptif, mereka masuk keruang inklusif dimana mereka diajar secara khusus oleh GPK. Hal itu dilakukan karena keterbatasan siswa inklusif,sehingga ada beberapa materi pelajaran yang harus diolah secara khusus agar mereka dapat menerimanya. Dalam rangka meningkatkan semangat siswa inklusif saat belajar serta mengenalkan mereka pada teknologi informasi, mereka diperkenalkan dengan penggunaan komputer atau laptop untuk proses belajarnya. Hal itu juga untuk memanfaatkan bantuan laptop yang diberikan oleh Direktorat Menengah Kejuruan (DMK).Penggunaan laptop dalam proses belajar ini ternyata sangat menarik dan meningkatkan minat belajar, bahkan saat didepan laptop mereka sering lupa waktu, 186 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sehingga GPK harus mengingatkan dan menghentikan kegiatan mereka untuk ganti pelajaran lainnya. Hasil penelitian menunjukkandari beberapa siswa inklusif terdapat 6 siswa yang mempunyai akun facebook, 3 siswa tunarungu ada di program keahlian Teknik Komputer Jaringan, serta 4 siswa yang ada di Program Keahlian Akomodasi Perhotelan. Pada saat praktek kerja industri, jika siswa reguler disebar pada berbagai lembaga yang sudah bekerja sama dengan sekolah untuk pelaksanaan prakerin, praktek kerja industri siswa inklusif hanya ada dilingkungan sekolah.Pertimbangannya adalah untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada siswa dan orang tua. Selain itu, GPK lokasi di lingkungan sekolah akan mudah melakukan monitoring kegiatan mereka,serta mempercepat memberikan pertolongan jika ada faktor tak terduga terjadi, misalnya sakitatau kondisi psikologis siswa tidak stabil. Pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk siswa inklusif dilaksanakan dengan kebijakan sekolah sendiri karena keterbatasan mereka, maka siswa inklusif tidak diikutkan dalam Ujian Nasional/UN. Materi ujian akhir sekolah bagi mereka disusun oleh GPK bekerja sama dengan guru reguler,predikat kelulusan mereka nantinya adalah Tamat Belajar,sedangkan Surat Keterangan Tamat Belajarnya yang mengeluarkan tetap Dinas Pendidikan. Respon Siswa Reguler dalam Menerima Siswa ABK di SMK Negeri 2 Malang Pada awal pelaksanaan pendidikan inklusif memang ada sikap penolakan dari orangtua siswa dan guru reguler karena keberadaan siswa inklusif, kondisi tersebut dikarenakankurangnya pemahaman tentang pendidikan inklusif. Ada kekuatiran bahwa anak-anak mereka tidak berkembang jika dikumpulkan dengan siswa inklusif.Seperti disampaikan Garrett, salah satu faktor terkuat dalam pembentukan sikap adalah faktor budaya masyarakat. Budaya/kebiasaan/tradisi masyarakat yang mempunyai anak inklusif selama ini adalah mengirim mereka ke Sekolah Luar Biasa atau Pendidikan Model Segresi. Hal ini berarti mereka menghendaki agar siswa inklusif harus disekolahkan secara khusus dan tidak boleh belajar bersama siswa reguler.Jika dilihat dari teori belajar Thorndike, maka sikap penolakan guru terhadap paradigma baru. Dengan kata lain, pendidikan inklusif merupakan sebuah reaksi ketidaksiapan (Law ofreadiness) yang dipaksakan dalam pembelajaran bersama ABK, Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 187 serta menuntut pengetahuan dan keterampilan baru yang selama ini tidak pernah dilakukan (lawof exercise). Guru reguler yang ada tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana pendidikan inklusif secara komprehensifsehingga pemahamannya sangat terbatas. Disamping itu, guru juga tidak ada pengalaman berinteraksi dengan ABK, tidak pernah ada pelatihan tentang bagaimana menangani ABK. Disamping itu, sikap dasar guru ini telah dibentuk oleh budaya memberikan label negatif pada ABK. Sikap ini akan mengarahkan atau melandasi perilaku guru terhadap proses pembelajaran di kelas terutama terhadap ABK. Faktor internal individu sangat mempengaruhi pembentukan sikap yang memegang peranan dalam menentukan bagaimana perilaku seseorang di dalam lingkungannya. Respon penerimaan siswa reguler terhadap keberadaan siswa inklusif merupakan keberhasilan sosialisasi pelaksanaan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang. Kegiatan sosialisasi dilakukan secara terus menerus, diawali dengan workshop dan sosialisasi pendidikan inklusif untuk guru,yang dilaksanaan bersamaan dengan penyusunan perangkat administrasi pembelajaran sebelum dimulainya tahun ajaran baru.Dilanjutkan dengan sosialisasi kepada siswa kelas X saat Masa Orientasi Siswa Baru, dan diteruskan dengan sosialisasi oleh siswa Program Keahlian Perawatan Sosial. Mengapa siswa Program Keahlian Perawatan Sosial yang diandalkan? karena materi pelajaran mereka ada yang berhubungan dengan perawatan dan pendampingan siswa inklusif, yang berartimereka mempunyai pemahaman tentang keberadaan siswa inklusif.Oleh karena itu, merekalah ujung tombak sosialisasi keberadaan siswa inklusif kepada teman mereka yang ada di jurusan atau program keahlian lain. Pergaulan antara siswa inklusif dan reguler juga tidak ada kendala. Siswa reguler sudah dapat menerima kehadiran siswa inklusif dalam kehidupan mereka, walaupun kadang hanya didiamkan saja karena mereka tidak paham apa yang dibicarakan oleh temannya yang inklusif tersebut.Pada beberapa kejadian, peneliti menyaksikan betapa akrabnya hubungan mereka,perilaku yang lucu dari siswa inklusif membuat suasana ceria dan meriah,dimana siswa inklusif diminta menyanyi dan siswa tersebut menyanyi serta bergaya dengan lucunya. Pemahaman siswa reguler terhadap adanya siswa inklusif membuat mereka diterima dengan tulus, sehingga sejauh ini belum ada laporan catatan kasus gangguan atau pem-bully-an terhadap siswa inklusif. 188 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dukungan Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 2 Malang Dewasa ini pemerintah sudah sangat memperhatikan pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya PERMEN nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Selain itu, Dinas Pendidikan Kota Malang juga mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua sekolah mulai TK sampai SMA/SMK mulai tahun pendidikan latihan 2013-2014 untuk menerima siswa inklusif.Pemerintah juga menurunkan bantuankelengkapan media belajar siswa inklusif di sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, dan memberikan pelatihan-pelatihan tentang pendidikan inklusif. Sarana prasarana pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang dapat dikatakan sudah cukup memenuhi kebutuhan.Dengan 2 ruang kelas untuk belajar materi Normatif dan Adaptif yang berdampingan dengan ruang bimbingan konseling. Kondisi ruang ini cukup ideal untuk pembimbingan siswa inklusif secara terpadu antara kebutuhan pendidikan dan psikologis siswa.Untuk kebutuhan materi kejuruan atau produktif juga sangat memenuhi syarat,sebab SMK Negeri 2 Malang mempunyai Edotel, yaitu hotel yang merupakan unit produksi dan sekalian laboratorium praktek industri siswa. Disamping itu, ada fasilitas laboratorium komputer dan audio visual untuk praktek kerja industri siswa program keahlian Teknik Komputer Jaringan.Dengan kelengkapan sarana-prasrana tersebut maka pelaksanaan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang berjalan cukup lancar.Tentunya semua itu harus selalu ditingkatkan,apalagi setelah adanya kebijakan kewajiban bahwa setiap sekolah mulai tahun 2013 – 2014 harus menerima siswa inklusif. Tentunya, jumlah siswa inklusif akan selalu meningkat, itu artinya sarana-prasarana yang ada harus selalu ditambah dan ditingkatkan agar ada keseimbangan antara jumlah siswa dengan sarana prasarana pendidikan yang ada. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian secara mendalam, pelaksanaan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang dapat disampaikan sebagai berikut. Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 189 1. Pendidikan inklusi adalah suatu rencana yang terpadu dari sistem pendidikan nasionaluntuk dipergunakan dalam mendidik anak penyandang cacat. Pendidikan inklusi merupakan sebuah proses dan tujuan yang menggambarkan kualitas atau karakteristik tertentu yang merupakan perwujudan pendidikan untuk Semua. 2. Pendidikan inklusif adalah sebuah upaya merespon keberagaman masyarakat. 3. Pendidikan inklusif di SMK merupakan sebuah alternatif yang mendekati sesuai untuk mendidik anak berkebutuhan khusus. 4. Pendidikan inklusif di SMK lebih mengakomodasi pengembangan skill dan motorik siswa ABK. 5. Pendidikan inklusif yang ada di SMK menjadikan ABK lebih mudah melaksanakan praktek kerja lapangan dengan rasa aman, karena semua terintegrasi dilingkungan sekolah. Hasil wawancara dan penelitian dengan berbagai pihak sebagai pelaksana pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Pelaksanan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang berawal dari perintah dari Dinas Pendidikan Kota Malang yang kemudian diperkuat dengan diterbitkannya surat keputusan nomer : 800/1850/35.73.307/ 2011. 2. Setelah berjalan selama 3 tahun, pelaksanaan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang berlangsung dengan baik dan lancar.Indikasinya adalah sejauh ini tidak ada permasalahan yang terjadi, baik itu komplain dari siswa reguler, guru reguler, dan orang tua siswa inklusif. 3. Pendidikan inklusif mulai mendapat tempat di masyarakat dan Pemerintah Kota Malang, hal ini terbukti dari banyaknya permintaan Pemerintah Kota kepada SMK Negeri 2 Malang untuk mengisi berbagai kegiatan di Kota Malang dengan melibatkan siswa inklusif. 4. Untuk kurikulum,digunakan kurikulum modifikasi yang disusun bersama antara Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum,Manajer Inklusif,GPK,dan guru reguler. Kurikulum modifikasi materi pelajaran disesuaikan dengan ketunaan siswa,artinya ada beberapa bagian yang tidak sama dengan siswa reguler. 5. Pelaksanaan belajar siswa inklusif menerapkan sistem kelas PullOut.Maksudnya, siswa inklusif belajar bersama dengan siswa 190 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa reguler pada waktu pemberian materi Produktif,yaitu materi yang bersifat kejuruannya, kemudian saat materi pelajaran Normatif dan Adaptif, mereka ditarik atau pindah menuju ruang khusus inklusif dengan diajar dan dibimbing oleh para GPK. 6. Untuk menarik minat belajar siswa inklusif digunakan beberapa cara atau strategi dalam belajar. Salah satu strategi yang efektif adalah pembelajaran dengan menggunakan komputer.Ketertarikan siswa inklusif pada penggunaan komputer agaknya membuat mereka lebih mudah menangkap dan menerima materi belajar. 7. Pada saat praktek kerja industi atau praktek pengalaman lapangan, siswa inklusif dipraktekan di unit atau laboratorim yang ada di lingkungan SMK Negeri 2 Malang sendiri. Hal itu bertujuan untuk mempermudah pengawasan serta untuk keamanan siswa inklusif. Selain itu, juga bermaksud menciptakan rasa aman dan tenang bagi orang tua siswa inklusif. 8. Sosialisasi dilakukan secara intens dan terus menerus, tujuannya agar seluruh warga SMK Negeri 2 Malang dapat (a) berinteraksi dan memperlakukan secara wajar kehadiran siswa inklusif, (b) memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan siswa inklusif, (c) siswa inklusif merasa aman dan nyaman untuk menempuh pendidikan inklusif di SMK Negeri, dan (d) meningkatkan kepercayaan orang tua siswa inklusif dan masyarakat terhadap peran serta SMK Negeri 2 dalam pendidikan inklusif. 9. Siswa inklusif di SMK Negeri 2 Malang juga ikut kegiatan ekstrakurikuler. Hampir semua siswa inklusif suka musik dan bernyanyi. Oleh karena itu, mereka sering dilibatkan jika ada kegiatan penerimaan tamu di sekolah atau jika diundang pada acara-acara di Pemkot Malang. 10. Seluruh warga SMK Negeri 2 Malang telah sangat mengerti tentang keberadaan siswa inklusif, karena sosialisasi dilakukan terus menerus. Apalagi didukung peranan siswa-siswa program keahlian Perawatan Sosial yang mendapat materi pelajaran tata cara melayani siswa berkebutuhan khusus,sehingga mereka dapat menjadi informan untuk teman-temannya yang ada di program studi yang lain, serta bagaimana menghadapi serta menerima siswa Inklusif. 11. Siswa inklusif pada ujian akhir sekolah tidak diikutkan UN.Hal itu sesuai dengan surat resmi ber-kop surat Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tertanggal 17 Februari 2009, dengan nomor surat 1596/BSNP/II/ Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 191 2009 yang ditandatangani Ketua BSNP, Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd.,Kons., dan ditujukan kepada seluruh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi. 12. Siswa berkebutuhan khusus yang tidak dapat mengikuti ujian nasional masih dapat mendapatkan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).Mereka mendapatkan Surat Keterangan Tamat Belajar (SKTB) khusus meski tanpa diikuti dengan dengan surat keterangan hasil ujian nasional (danem) atau ijasah penyetaraan PAKET C. 13. Pemerintah sudah cukup memperhatikan keberadaan siswa inklusif, hal ini terbukti dari pemberian bantuan sarana belajar berupa 15 laptop khusus untuk pendidikan inklusif. Begitu juga para GPK juga dikirim mengikuti workshop inklusif baik tingkat kota, provinsi sampai workshop tingkat nasional.Disamping itu, juga disediakan ruang kelas tersendiri serta perangkat musik sebagai sarana peningkatan sosialisasi serta pengembangan bakat serta potensi siswa inklusif di bidang seni. SARAN Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berkenaan denganpenelitian ini untuk berbagai pihak adalah sebagai berikut. 1. Kepada Kepala Sekolah dan Manager Inklusif Dewasa ini pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang merupakan hal yang sangat diharapkan kehadirannya oleh masyarakat.Maka keberadaan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang harus semakin ditingkatan kualitasnya.Hal tersebut menyangkut kurikulum modifikasi inklusif, keprofesian GPK dan guru reguler serta sarana prasarana pendukungnya seperti ruang kelas untuk pembelajaran Materi Normatif dan adaptif yang representatif, labotarorium yang aman dan nyaman,serta situasi belajar yang kondusif. Untuk memantapkan keberadaan SMK Negeri 2 Malang sebagai sekolah inklusif, maka ada beberapa hal yang disarankan antara lain: a. Melakukan sosialisasi tentang pendidikan inklusif secara terus menerus, sehingga semua warga SMK Negeri 2 Malang mengerti, memahami, dan menerimakeberadaan siswa inklusif. b. Meningkatkan profesionalisme para pelaku pendidikan inklusif, Manajer inklusif Staf Administarasi, GPK, dan guru reguler dengan cara mengirim mereka untuk mengikuti pelatihan atau workshop tentang pengelolaan pendidikan inklusif. 192 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa c. Memantapkan kurikulum modifikasi untuk pendidikan inklusif dengan memasukan materi lokal supaya menjadi acuan kurikulum modifikasi untuk pendidikan inklusif.Hal tersebut tentunya dengan melibatkan segala komponen yang berkaitan dengan pendidikan inklusif termasuk para pakar pendidikan inklusif yang ada di Kota Malang. d. Membuat sistem pengelolaan administrasi pendidikan inklusif yang handal di segala lini,seperti pada pengelolaan keuangan,administrasi pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga pelaksanaan pendidikan inklusif dapat berjalan secara profesional. e. Membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan lembagalembaga profesional untuk pengembangan pendidikan inklusif di SMK Negeri 2 Malang,seperti pelaksanaan tes psikologis, pengukuran kecerdasan,bakat minat, serta kepribadian bagi siswa-siswa inklusif. 2. Kepada Dinas Pendidikan Karena Dinas Pendidikan Kota Malang merupakan salah satustakeholder pemegang kebijakan pendidikan inklusif, maka di sarankan: a. Menambah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif untuk level Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Malang,mengingat jumlah lulusan pendidikan inklusif level SMP semakin banyak dan membutuhkan pendidikan inklusif level SMK untuk lanjutannya. b. Melengkapi sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan inklusif di SMK agar kegiatan belajar siswa inklusif dapat berlangsung dengan maksimal. c. Memberikan pengertian dan pemahaman secara berkelanjutan mengenai pendidikan inklusif kepada warga sekolah dan masyarakat, melalui sosialisasi menggunakan berbagai media d. Memberikan pelatihan manajemen pendidikan inklusif kepada sekolah penyelenggara inklusif. e. Mengadakan workshop pengembangan materi pendidikan inklusif kepada GPK serta guru reguler. f. Menurunkan kebijakan aturan standarisasi pedoman penyusunan kurikulum pendidikan inklusif yang disesuaikan dengan kekhasan program keahlian masing-masingSMK. g. Menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan biaya yang dapat dijangkau orang tua siswa inklusif, karena tidak semua orang tua siswa inklusif dari golongan sosial ekonomi yang mampu. Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruhan Negeri 2 Malang 193 3. Kepada Guru a. Diharapkan selalu mengikuti pelatihan dan sosialisasi pendidikan inklusif yang diselenggarakan, sehingga mempunyai pengertian dan pemahaman mendalam tentang pendidikan inklusif. b. Menjadi katalisator diterimanya keberadaan siswa inklusif kepada warga sekolah. c. Mempelajaripsikologi kepribadiansiswa inklusifsehingga mempermudahpendekatan terhadap siswa inklusif. 4. Kepada Orang Tua Siswa Inklusif Anak adalah permata hati,dengan segala keunikan, kelebihan, dan kekurangannya yang merupakan hadiah dari Tuhan yang Maha Memberi. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya: a. Ikhlas menerima kehadiran anak inklusif sebagai bagian dari ibadah. b. Berusaha semaksimal mungkin memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak inklusif. c. Bertanggung jawab mengikuti pendidikan dan perkembangan anakanaknya yang inklusif. d. Memupuk serta mengembangkan potensi siswa inklusif dengan melibatkan siswa sesuai dengan kemampuan siswa. 5. Kepada Peneliti selanjutnya Pendidikan inklusif semakin berkembang dan tentunya semakin menarik minat para pakar untuk mengadakan penelitian, oleh karena itu hal-hal yang disarankan adalah: a. Melakukan penelitian untuk menyusun model kurikulum pendidikan inklusif diSMK b. Menyusun prosedur operasional standar pelayanan dan penanganan siswa inklusif saat terjadi masalah di sekolah atau di kelas. DAFTAR PUSTAKA Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam SettingPendidikanInklusif. Bandung: PT. Refika Aditama. Hildegum, O.2003. Pendidikan Inklusif suatu Strategi Menuju Pendidikan untuk Semua.Mataram: Direktorat PSLB. http://surabaya. tribunnews.com/2013/02/15/tak-ikut-unas-anak-inklusi-tetap dapat ijazah#sthash.IJldk0fc.dpuf (online), dikases 23 November 2016. 194 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Idayu, Walentiningsih. 2011.Pakem Sekolah Inklusif.Malang:Bayu Media Publishing. Moleong, Lexi. 2012.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Rose, R. dan Howley, M. 2007. The Practical Guide to Special Education Needs inn Inclusive Primary Classrooms. London: Paul Chapman Publishing. Sunaryo.2009. Manajemen Pendidikan Inklusif. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tarmansyah. 2003. Penyiapan Tenaga Kependidikan dalam Kerangka Pendidikan Inklusif. Surabaya: Bina Ilmu. Tarsidi, D. 2004. Implementation of Inclusive Education in Indonesia. Bandung: UniversitasPendidikan Indonesia. Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 195 KELEBIHAN DI BALIK KEKURANGAN PERAN ORANG TUA DALAM MENGANTAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MENJADI BAGIAN GENERASI EMAS BANGSA Aryadharma Sukma Alam Adhikusuma SMA Muhammadiyah 10 Surabaya Ayah, Ibu Aku Juga Manusia! Kejam! “Ayah ini tega membunuh anaknya yang autis karena lelah mengurusnya”, itu salah satu judul yang dimuat dalam koran online Detik News yang dimuat pada Rabu tanggal 7 Oktober 2015. Dalam berita tersebut diberitakan M (50 tahun) tega membunuh anaknya sendiri yang bernama FH (21 tahun) karena lelah mengurus anaknya yang berkebutuhan khusus. Berbeda dengan kasus yang terjadi di keluarga H, dalam jurnal yang ditulis oleh Hendriani, Handayani,dan Malia (2006). H merupakan anak laki-laki penderita keterbelakangan mental ringan,dia adalah anak ke-2 dari 5 bersaudara. H dianggap sebagai seorang anak yang bodoh dan lemah secara sosial oleh keluarga dan lingkungan sekitarnya. Mereka juga memandang H tidak mampu melakukan apa-apa, sehingga tidak mememiliki konstribusi apapun terhadap keluarga. Mereka menganggap H tidak bekerja seperti orang normal, tidak dapat mengambil peran untuk ikut membiayai kebutuhan keluarga seperti saudara-saudaranya yang lain, sehingga seolah-olah ia menjadi tidak berguna. Persepsi dan stigma negatif yang diterima oleh H dari lingkungan, terutama dari keluarga, menunjukkan masih belum dapat menerima kondisi H yang berbeda dengan anak pada umumnya. Perlakuan tersebut tentu saja memperbesar hambatan perkembangan dalam diri H yang seharusnya dapat berkembang secara optimal. Pada 2 kasus diatas,dapatdilihat bahwa masih banyak orang tua menganggap rendah anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus. Para orang tua cenderung menganggap bahwa anak-anak berkebutuhan khusus tidak memiliki masa depan cerah. Setiap orang tua tentu mendambakan memiliki anak yang sehat, baik secara jasmani maupun rohani. Selain itu, orang tua juga mendambakan anaknya sehat, cerdas, 195 196 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa berhasil dalam pendidikan, dan sukses dalam hidup. Orang tua merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut menjadi kenyataan. Orang tua mana yang tidak bangga ketika melihat anak-anaknya sukses. Tidak jarang orang tua mengungkapkan perasaan bangga tersebut dengan menceritakan kesuksesan anaknya kepada sanak saudara, tetangga dekat maupun jauh, teman sejawat, dan bahkan kepada siapapun yang menjadi lawan bicaranya. Anak yang terlahir sempurna merupakan harapan semua orang tua. Padahal tanpa disadari orang tua bila disuruh memilih tentu setiap anak tidak ingin terlahir sebagai anak yang mengalami kebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus tidak mengetahui dan tidak berharap lahir dalam keadaan tidak sempurna. Anak berkebutuhan khusus lahir tanpa memandang latar belakang orang tuanya. Mereka dapat hadir dikeluarga siapa saja, tanpa mengenal status ekonomi atau pendidikan seseorang (Ciptono dan Triadi, 2009:141). Salah satu gangguan psikiatrik pada anak dikenal dengan istilah “anak berkebutuhan khusus” (special needs children), yaitu anak yang secara bermakna mengalami kelainan atau gangguan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anakanak lain seusianya. Anak-anak tersebut memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Direktorat Pembinaan SLB, 2005). PEMBAHASAN Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus (children with special needs) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya, tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami kelainan/penyimpangan fisik, mental, maupun karakterisitik perilaku sosialnya. Menurut Alimin istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda.Oleh karena itu, setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 197 belajar dan kebutuhan masing-masing. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing. Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang besifat menetap (permanent). Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementara (Temporer) Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperekosa, sehingga anak tersebut tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara, apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya, tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang bersifat temporer.Oleh karena itu, mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan, disebut pendidikan kebutuhan khusus. Contoh lain, anak baru masuk kelas I Sekolah Dasar (SD) yang mengalami kehidupan dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dengan bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali atau Madura), tapi saat belajar membaca permulaan menggunakan bahasa anak akan terkejut. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca permulaan dengan bahasa Indonesia. Anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer).Oleh karena itu, ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seeperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanen. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanent) Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anakanak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal.Kondisi tersebut merupakanakibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, ganguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial, 198 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dan tingkah laku. Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang cacat. Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat. Akan tetapi, anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen (penyandang cacat). Oleh karena itu, apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Maka konsekuensi logisnya adalah ruang lingkup pendidikan berkebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat. Anak berkebutuhan khususmerupakan anak-anak yang mengalami gangguan bersifat sementara maupun gangguan yang bersifat permanen. Menurut Handadari dan Ariana (2014) anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi 4 gangguan sebagai berikut. 1. Gangguan Fisik Beberapa hambatan fisik mempengaruhi kemampuan atau prestasi akademik. Misalnya gangguan pendengaran (tuna rungu) gangguan bicara (tuna wicara), gangguan pengelihatan atau kebutaan, kecacatan (tuna daksa). Hanya sebagian kecil penderita penderita gangguan fisik yang diikuti dengan hambatan kemampuan kognitif dan berpikir. Sebagian besar dari mereka memiliki kemampuan berpikir normal, hanya saja hambatan fisik yang ada menyebabkan perlunya pola belajar yang berbeda dari mereka yang normal. 2. Gangguan Kognitif Learning disorder (LD), kemampuan membaca, matematika, atau menulis secara substansial berada di bawah rata-rata anak seusianya, artinya menyimpang 2 sd atau lebih dari hasil IQ-nya. Dapat dikatakan, anak yang mengalami LD memiliki kecerdasan yang cukup baik untuk belajar materi tertentu, tetapi tidak dapat menunjukkan bahwa mereka mampu melakukannya. Untuk lebih memahami bentuk LD berikut klasifikasinya. a. Reading Disorder, yaitu ketidakmampuan seseorang dalam membedakan atau memisahkan bunyi dalam kata-kata yang diucapkan. Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 199 Hal ini biasanya diikuti dengan pola anak membaca sebuah kata secara tepat untuk membaca seluruh kalimat. b. Mathematic Disorder, yaitu ketidakmapuan atau kesulitan yang dialami anak-anak dalam mengembangkan kemampuan aritmatika, seperti pengenalan angka dan simbol-simbol, mengingat tabel-tabel penjumlahan, mengurutkan angka, atau memahami konsep-konsep abstrak seperti nilai ruang dan pecahan. c. Writing Disorder, yaitu kesulitan dalam bidang menulis dan menggambar, kesulitan dalam kemampuan motorik halus pada tugastugasyang membutuhkan koordinasi mata atau tangan meskipun perkembangan motorik kasar mereka normal. Beberapa komponen dalam gangguan ini adalah lemah dalam penulisan tangan, kesalahan tata bahasa dan tanda baca, lemah dalam pengorganisasian paragraf, ataupun kesalahan pengejaan ganda. 3. Gangguan Perkembangan a. Autisme, yaitu gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan adanya kerusakan pada otak yang mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensoris, dan belajar. Pada anak-anak ditunjukkan dari ketidakmampuannya mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam duninya sendiri. Tanda-tanda yang paling menonjol adalah tidak ada (atau minimalis) kontak mata dari sang anak kepada orang lain.Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial dan komunikasi serta adanya pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. b. ADHD (Attention Deficit Hyperaktif Disorder), yaitu gangguan pada anak-anak yang secara konsisten dan berulang memperlihatkan inattention (kekacauan perhatian) dan hyperactivity-impulsitivy. Hal yang sangat menonjol adalah kurangnya konsentrasi, dan aktivitas yang berlebihan (aktivitas yang tidak bertujuan). c. Retardasi Mental (RM), gangguang yang terjadi karena fungsi intelektual umum yang berada di bawah rata-rata secara signifikan, serta defisit dalam perilaku adaptif dan ditunjukkan selama periode perkembangan. RM memiliki ciri-ciri IQ kurang dari 70 serta memiliki fungsi adaptif yang rendah dalam bidang(1) komunikasi, (2) mengurus diri sendiri, (3) kehidupan keluarga, (4) ketrampilan interpesonal, (5) penggunaan sumber daya komunitas, (6) kemampuan mengambil keputusan sendiri, dan (7) rekreasi. 200 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Menurut Abdullah (2013) faktor penyebab terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam jenisnya. Secara umum dilihat dari masa terjadinya kelainan itu sendiri diklasifikasikan menjadi sebelum kelahiran (prenatal), pada saat kelahiran (neonatal), dan setelah kelahiran (postnatal). Kelainan terjadi sebelum anak lahir, yaitu masa di mana anak masih berada dalam kandungan diketahui telah mengalami kelainan atau ketunaan. Kelainan yang terjadi pada masa prenatal, berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan periode janin aktini (Arkandha, 1984). Periode embrio dimulai sejak saat pembuahan sampai kandungan berumur 3 bulan. Karakreristik periode ini yaitu pembiakan sel yang pesat dan berakhir pada saat embrio dapat hidup sendiri dengan memanfatkan bahan-bahan yang ada dalam kantong kuning telur (yolk sack). Kelainan saat anak lahir (neonatal), yakni masa dimana kelainan itu terjadi pada saat anak dilahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir dengan bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal, analgesia dan anesthesia, kelahiran ganda, asphyxia, atau karena kesehatan bayi yang bersangkutan. Kelainan yang terjadi setelah anak lahir (postnatal), yakni masa di mana kelainan terjadi setelah bayi itu dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan, antara lain infeksi, luka, bahan kimia, malnutrisik deprivation factor dan meningitis, serta stuip. Pentingnya Peran Ayah dan Ibu dalam Perkembangan Anak ABK Orang tua merupakan aspek pertama dan utama dalam proses perkembangan anaknya. Orang tua atau keluarga memiliki posisi sentral dalam hal konvensi hak pada anak. Maka anak-anak yang hidup dan berkembang di luar keluarganya sendiri, berhak mendapatkan keluarga baru atau lembaga asuh pengganti.Hal ini agar mereka tetap dapat berkembang sebagaimana layaknya anak-anak yang hidup dalam keluarganya yang asli. Bagaimanapun juga anak-anak sangat bergantung pada orang dewasa, karena pola asuhnya dapat membentuk kepribadian individu bagi mereka (Gautama,2000). Keluarga merupakan kelompok sosial yang terdiri dari ayah,ibu, dan anak. Keluarga inti lazim disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai proses pergaulan hidup (Soekanto,1990). Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 201 Menurut Khairuddin (1997: 5) setiap keluarga tentunya akan menjalani peran serta fungsi-fungsinya yang telah ditentukan untuk terciptanya hubungan yang baik, sehingga tujuan yang diharapkan dari keluarga dapat tercapai. Menurut Khairuddin (1997: 5) 7 fungsi keluarga dalam teori keluarga sebagai berikut. 1. Fungsi Pengaturan Seksual Keluarga adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan dan kenginan seksual. 2. Fungsi Reproduksi Urusan memproduksi anak yang disikapi masyarakat, tentunya tergantung kepada keluarga. Cara lain hanyalah kemungkinan teoritis saja dan sebagian masyarakat yang menerapkan norma untuk memperoleh anak kecuali sebagai bagian keluarga. 3. Fungsi Sosialisasi Fungsi ini diberikan bagi anak-anak kedalam alam dewasa yang dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat. 4. Fungsi Efeksi Keluarga bertujuan memberikan kebutuhan akan kasih sayang atau rasa cinta bagi anggota keluarga. 5. Fungsi Penentuan Status Keluarga berfungsi memberikan status keluarga berdasarkan umur, jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Hal ini berfungsi sebagai dasar untuk memberi status sosial. 6. Fungsi Perlindungan Keluarga berfungsi memberikan perlindungan baik fisik, ekonomi, dan psikologi, bagi seluruh anggota keluarga. 7. Fungsi Ekonomi Keluarga memberikan fungsi ekonomi guna memenuhi semua kebutuhan sandang,pangan, dan papan.Dimana orang tua dapat mengoptimalkan anak pada masa perkembangannya Dari penjelasan di atas betapa penting peran keluarga,terutama peran orang tua bagi anak untuk dapat mengoptimalkan masa perkembangannya. Oleh karena itu, orang tua seharusnya mampu untuk 202 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya dan memberikan banyak stimulus untuk dapat mengoptimalkan perkembangan anak, karena setiap anak sebenarnya selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Seperti yang dikatakan oleh Shapiro L.E. (dalam Handadari, 2015) bahwa anak usia dini memiliki harapan yang tinggi untuk berhasil mempelajari segala hal, dan anak-anak memiliki kepercayaan yang tinggi untuk berhasil, walaupun dalam kenyataannya mungkin tidak semuanya berhasil. Oleh karena itu, pentingnya peran orang tua untuk dapat selalu mendampingi anaknya dikala berhasil maupun tidak. Peran orang tua dalam membina dan membimbing buah hatinya merupakan suatu hal yang sangat vital. Pendidikan yang diterima oleh seorang anak, diawali dari para orang tuanya. Pendidikan keluarga yang ditanamkan kepada anak merupakan pondasi dasar pendidikan anak di masa yang akan datang. Dengan istilah lain, keberhasilan anak khususnya pendidikan sangat bergantung pada pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Namun, saat ini belum sepenuhnya disadari oleh para orang tua betapa pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak. Terlebih lagi peran orang tua terhadap pendidikan anak yang mengalami kebutuhan khusus. Justru terkadang sikap orang tua cenderung tidak menganggap penting pendidikan bagi mereka. Persoalan ini sebabkan banyak hal, selain karena adanya faktor ketidakpahaman orang tua tentang pendidikan anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu, rendahnya pendidikan orang tua juga menjadi dasar tersebut.Faktor lain yang justru lebih miris adalah ketika orang tua secara sadar dan sengaja tidak mau mempedulikan pendidikan anaknya. Hal ini didasari oleh rasa khawatir, malu, dan menganggap sebagai aib mempunyai anak berkebutuhan khusus,sehingga tidak jarang ABK ditelantarkan oleh orang tuanya, bahkan diasingkan atau dipasung. Memang tidak mudah bagi orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Menurut Mira (dalam Faradina, 2016)memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan beban berat bagi orang tua baik secara fisik maupun mental. Beban tersebut membuat reaksi emosional di dalam diri orang tua. Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dituntut untuk terbiasa menghadapi peran yang berbeda dari sebelumnya. Anak yang tadinya menjadi harapan masa depan cemerlang dan investasi yang sangat berharga, akhirnya malahan menjadi korban. Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 203 Anak diterlantarkan, dibiarkan, diabaikan, ditolak kehadirannya, tidak dibimbing, tidak didorong, tidak diberi semangat untuk mencapai perkembangan yang seharusnya dan optimal. Kondisi semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Besar kemungkinan anak akan mengalami gangguan psikologis, psiko-sosial, dan perilaku serta emosi. Menurut Puspita (dalam Faradina, 2016)) reaksi pertama orang tua ketika awalnya dikatakan bermasalah adalah tidak percaya, shok, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah bagi orang tua yang anaknya menyandang kebutuhan khusus untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orang tua merenung dan tidak mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman, tetangga bahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani anak tersebut. Setiap anak berhak mendapatkan apa yang seharusnya anak dapatkan dari orang tuanya untuk dapat melengkapi proses perkembangannya. Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus, mereka pun berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak normal yang lainnya. Meskipun mereka terlihat berbeda seperti anak pada umumnya, sebenarnya mereka pun sama dengan anak pada umumnya yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Hewett dan Frenkpenanganan dan pelayanan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut. 1. Pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping utama yang dalam membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan pendidikan anak. 2. Advokat (as advocates), yang mengerti, mengusahakan, dan menjaga hak anak dalam kesempatan mendapat layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik khususnya. 3. Sumber (as resources), menjadi sumber data yang lengkap dan benar mengenai diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak. 4. Guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah. 5. Diagnostisian (diagnosticians) penentu karakteristik dan jenis kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan treatmen, terutama di luar jam sekolah. 204 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pentingnya peran orang tua terhadap anak, terutama pada anak berkebutuhan khusus.Akan tetapi, masih banyak orang tua merasa sudah memenuhi kewajibannya ketika mereka sudah memberikan makan, minum, pakaian ataupun ketika sudah berhasil menyekolahkan anaknya. Namunmereka terkadang lupa memberikan perhatian kepada anaknya karena kesibukan akan pekerjaan. Mereka tidak punya cukup waktu untuk mengenal anak-anak mereka secara mendalam. Selain itu, juga tidak mempunyai cukup waktu untuk membicarakan masalah-masalah yang dihadapi oleh anak-anaknya. Sang ayah yang tidak mengetahui apa yang dikatakan atau diputuskan ibu mengenai anaknya, ataupun sang ibu tidak mengetahui apa yang telah dijanjikan ayah kepada anaknya. Oleh karena itu, pentingnya keserasian, saling menbantu satu sama lain, dan juga saling mendukung ketika salah satu sedang mengalami kelelahan antara ayah dan ibu untuk mengasuh anak berkebutuhan khusus dalam mengoptimalkan potensinya. Orang tua disini, bukan ayah saja atau ibu saja sebagai orang yang paling mempengaruhi anak.Akan tetapi, keduanya (ayah dan ibu) secara bersama memberikan semua yang dimilikinya secara konsisten. Dampaknya adalah sang anak akan melewati perkembangan dengan optimal, sehingga tidak terlalu ketinggalan dalam mengikuti pendidikan sekolah, meskipun belum dapat menjadi yang terbaik di sekolah. Selain itu, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana dia berada nantinya, termasuk ketika harus berhadapan dengen teman sebaya, orang tua, maupun lingkungan sosial lainnya. Apabila anak tersebut sudah terstimulasi atau diperhatikan sejak dini oleh kedua orang tuanya, yaitu keterlibatan ayah dan ibu dalam pengasuhan secara terus menerus, maka sang anak akan dapat diharapkan berkembang secara optimal. Salah satu cara orang tua mengoptimalkan pekermbangan anak berkebutuhan khusus adalah dengan melakukan deteksi dini. Deteksi dini tersebut adalah dengan mendeteksi problem-problem perkembangan anak berkebutuhan khusus. Hal ini penting dilakukan orang tua untuk dapat mengantisipasi dan mengurangi keparahan dan kekurangan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus. Setelah itu orang tua juga memberikan intervensi kepada anak berkebutuhan khusus. Dengan demikian, anak akan mempunyai peluang lebih besar untuk dapat meningkatkan fungsinya melalui intervensi yang tepat. Menurut Handadari & Ariana (2014) secara umum, hal-hal yang perlu diperhatikan Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 205 oleh orang tua dalam melakukan deteksi dini anak-anak berkebutuhan khusus antara lain: 1. Kenali tugas perkembangan anak. Tugas perkembangan anak adalah segala hal-hal yang seharusnya mampu dilakukan oleh anak pada usianya. Untuk memperoleh informasi mengenai tugas perkembangan, para orang tua dapat mengumpulkan informasi dari buku, internet, maupun pengamatan langsung terhadap rata-rata kemampuan anak pada usia tertentu. 2. Kenali pola dan irama perkembangannya. Secara universal perkembangan anak yang diasumsikan terjadi secara runtut pada seluruh anak. Namun pada kenyataannya, kecepatan anak tidak terjadi secara mutlak dan berbeda-beda setiap anak. Oleh sebab itu, seringkali ditemui beberapa anak sudah dapat berjalan,tetapi belum lancar berbicara maupun sebaliknya. Dalam hal ini, dibutuhkan kepekaan dan kebijakan dari orang tua dan lingkungan sekitarnya dalam menyikapinya. Latihlah dan berikanlah stimulus yang dibutuhkan anak agar dapat mengoptimalkan perkembangnnya. 3. Perluaslah wawasan tentang berbagai jenis gangguan perkembangan Wawasan mengenai gangguan perkembangan ini penting, untuk dapat mengantisipasi dan mengurangi ketidaktahuan akan berbagai jenis gangguan anak. Hal ini dapat dilakukan secara mandiri atau otodidak maupun mengikuti pelatihan, seminar, maupun diskusi dengan sesama orang tua yang mengalami hal yang sama. 4. Amati perkembangan dan perilaku anak. Dalam hal ini dibutuhkan kerjasama dan keserasisan yang harmonis dan saling melengkapi antara orang tua (ayah dan ibu), sebagai orang yang paling bertanggung jawab dan yang paling utama dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus. 5. Carilah informasi yang seluas-luasnya Hal ini dilakukan bila para orang tua merasa ragu-ragu ataupun kurang informasi, serta takut untuk melakukan intervensi kepada anak. Lebih baik Anda menemui atau berdiskusi kepada pakar atau ahli di bidangnya, sehingga dapat melakukan identifikasi dan merencakan intervensi secara tepat untuk diberikan. 206 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peran Anak Berkebutuhan Khusus sebagai Bagian Generasi Emas Bangsa Semua anak memiliki hak yang sama untuk dapat berkembang dan mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya. Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus, meskipun terlihat berbeda, sebenarnya anak berkebutuhan khusus juga sama dengan anak pada umumnya yang mempunyai kekurangan dan juga kelebihan. Akan tetapi, masih banyak orang tua yang masih memandang dengan stigma negatif dan dipandang tidak memiliki masa depan. Mereka lupa bahwa setiap anak pasti tidak ada yang mau terlahir menjadi anak yang berkebutuhan khusus. Seperti telah dijelaskan pada paparan di atas, bahwa anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensinya untuk menjadi bekalnya di masa depan. Hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk dapat memberikan semua apa yang dipunyai dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya. Banyak contoh nyata dengan kekurangan yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus, tetapi tetap dapat melakukan karya yang hebat bila dapat mengoptimalkan segala kelebihan potensi yang dimilikinya. Berikut adalah orang-orang yang berkebutuhan khusus tetapi dapat sukses dan berkarya. 1. Raffi Abdurrahman Ridwan Keterbatasan alat indera tidak menghalangi Rafi Abdurrahman Ridwan, pria kelahiran Jakarta 20 Juli 2002 untuk berkarya dan berprestasi sebagai desainer cilik. Lewat rancangan busananya, nama Rafi melambung di luar negeri. Bahkan super model Amerika Serikat, Tyra Banks memuji Rafi saat perhelatan final America’sNextTopModel di Bali beberapa bulan lalu. Rafi menderita tuna rungu sejak lahir, derita yang dialaminya ini terkait dengan virus rubellasaat di dalam kandungan. Sejak kecil Rafi hobi menggambar, semakin dewasa kreativitas Rafi dalam hobi menggambar justru terasah. Coretan kasar Rafi tentang baju lambat laun berubah menjadi desain yang unik. Siapa sangka, berawal dari coretan itulah, karya Rafi diakui tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. 2. Stephani Handoyo Gadis yang lahir pada 5 November 1991, merupakan anak penderita downsyndrome yang berhasil memecahkan rekor MURI sebagai pemain Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 207 piano yang mampu membawakan 22 lagu berturut-turut, serta pembawa obor Olimpiade London 2012. Selain itu, jejak prestasi Stephanie sudah tergores di sejumlah deretan piala penghargaan, mulai dari juara I di bidang renang gaya dada 50 meter Pekan Olahraga Nasional Special Olympic Indonesia 2010, dan gaya dada 50 meter Special Olympics WorldS ummer Games 2011 Athena. Stephanie putri pasangan dari Maria Yustina dan Santoso Handojo, sejak kecil memang sudah mulai mengikuti kegiatan positif khususnya di bidang olahraga seperti berenang dan bulutangkis. Bahkan, saat menginjak usia 12 tahun, ia berhasil meraih juara 1 pada kejuaraan Porcada. 3. Reviera Novitasari Putri kelahiran 30 Oktrober 1993, merupakan anak penderita downsyndrome yang berhasil mendapatkan medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra, Australia, 11-13 April 2008. Kemampuan renangnya sudah menonjol sejak kecil dibandingkan anak cacat lainnya. Sadar akan bakat anak keempatnya itu, orang tuanya memfasilitasi Reviera dengan latihan renang seminggu dua kali di Club SOINA (SpecialOlympic Indonesia) Sunter Jakarta. Derita yang dialami Reviera tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahkan selama tiga tahun kedua orang tuanya tidak dapat menerima kehadirannya. Sampai akhirnya dia disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita Kemayoran Jakarta. Bahkan ketika menginjak kelas 2 SMP di luar dugaan terjadi, gadis cantik ini mementahkan ramalan dokter dengan tiba-tiba dapat menulis, membaca, dan berhitung. 4. Satoshi Tajiri Satoshi Tajiri dikenal sebagai desainer video game Jepang yang menciptakan Pokemon. Pria kelahiran 28 Agustus 1965 juga menciptakan salah satu waralaba video game yang paling populer di dunia, Game Freak Inc, yang menciptakan game secara eksklusif untuk Nintendo. Meski didiagnosis dengan sindrom asperger, Satoshi Tajiri telah tumbuh menjadi pengusaha Nintendo yang sangat kreatif tapi tertutup dan eksentrik. 5. Daniel Tammet Penulis, linguist, pendidik, dan dinobatkan sebagai 1 dari 100 orang jenius yang masih hidup di dunia, Daniel Tammet dikenal sebagai ‘Brainman’. Pria kelahiran 31 Januari 1979 ini mulai menarik perhatian 208 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa pada tahun 2006 setelah menulis buku terlaris New York Times berjudul ‘Born On A Blue Day’. Buku tersebut menceritakan kehidupannya sebagai penyandang autisticsavant. Dari berbagai contoh diatas, bahwa anak berkebutuhan khusus juga dapat berkarya dan mengapai cita-citanya dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Hal ini menegaskan bahwa anak berkebutuhan khusus juga dapat ambil bagian menjadi generasi emas bangsa,serta mematahkan stigma negatifbahwa anak berkebutuhan khusus tidak dapat melakukan apa-apa. Selain itu,sudah seharusnya mampu mengahapus stigma orang tua yang menganggap bahwa setiap anak berkebutuhan khusus tidak mempunyai masa depan. Setiap anak memang anugerah dari Allah kepada kita yang sudah dilengkapi kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, tentunya kondisi tersebut harus diterima dan dioptimalkan oleh kedua orang tuanya. Peran orang tua dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus sangat vital. Orang tua sebagai orang yang pertama hidup bersama dengan anak sejak mulai dilahirkan, mereka memahami betul tentang bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Saat anak memasuki masa sekolah, orang tua dituntut untuk proaktif dengan para guru terkait pertumbuhan dan perkembanganya. Potensi dan bakat yang nampak pada diri anak sangat penting sekali untuk diinformasikan kepada guru.Hal ini sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memberikan program pendidikan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus,sehingga dalam perkembanganya, anak akan tumbuh bersama bakat tersebut. Hal ini tentu akan membantu mewujudkan generasi emas bangsa di masa yang akan datang. Pada dasarnyar anak-anak berkebutuhan khusus juga bagian dari bangsa, sehingga mereka berhak untuk berkarya serta berperan membangun negara ini lebih maju dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Naniyah. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra. No. 86, Desember 2013. Diambil dari (Online) http://news.detik.com/ berita/3038883/kejam-ayah-ini-tega-bunuh-anaknya-yang-autis-karenalelah-mengurusnya, diakses 29 November 2016. Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orajng Tua dalam..... 209 Ali, Yasser. 2015. Kejam! Ayah ini Tega Bunuh Anaknya yang Autis karena Lelah Mengurusnya. Diambil Dari(Online) http://news.detik.com/berita/ 3038883/kejam-ayah-ini-tega-bunuh-anaknya-yang-autis-karena-lelahmengurusnya (29 Novemeber 2016) Alimin, Zaenal. Anak Berkebutuhan Khusus. Diambil dari (Online) http:// file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903241984031ZAENAL_ALIMIN/MODUL_1_UNIT_2.pdf, diakses 29 November 2016. Ciptono dan Triadi, G. 2009. Guru Luar Biasa. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2005. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusif.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Faradina, Novira. 2016. Penerimaan Diri pada Orang Tua yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Ejournal Psikologi. 4(4):386-396, 2016. Handadari, W., Ariana, A. D., 2014. Jurnal Kelas Psikologi untuk Bunda PAUD. Surabaya: Airlangga University Press. Handadari, Woelan. 2015. Peran Ayah-Ibu sebagai Model Pengasuhan dan Pembelajaran yang Efekif Sejak Dini. Surabaya: Insan Media. Hendriani, W., Handariyati, R., Sakti, T. M. 2006. Penerimaan Keluarga terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Surabaya: Insan Media Psikologi. Khairuddin, 1997. Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty. Khairuddin, 2002. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty. 210 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Membangun Mindset Optimis Siswa SMK Guna Mereduksi Kecemasan Mempersiapakan.... 211 MEMBANGUN MINDSET OPTIMIS SISWA SMK GUNA MEREDUKSI KECEMASAN MEMPERSIAPKAN DIRI MEMASUKI DUNIA KERJA Isrizal Anwar Zuhri SMKN 2 Singosari Malang Umumnya pada masa remaja terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang dialami di berbagai aspek dalam diri individu seperti biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock 2003: 26). Pada masa ini merupakan masa transisi antara anak-anak ke dewasa yang berada pada rentang usia 13 sampai 18 tahun (Hurlock 1980:206). Lebih lanjut, Hurlock (1980: 213) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan salah satu periode kehidupan yang sarat akan dinamika, mempunyai ciri khas pada salah satu tugas perkembangannya yaitu kurangnya keterampilan dalam mengontrol diri pada aspek psikologis. Ketidakterampilan remaja dalam mengontrol diri pada aspek psikologis diwujudkan dalam bentuk rasa kekhawatiran yang berlebih terhadap dunia kerja, utamanya remaja yang bersekolah di kelas XII Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kekhawatiran yang berlebihan tersebut berdampak serius pada perkembangan siswa, utamanya berkaitan erat dengan kondisi psikis siswa SMK dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. SMK merupakan salah satu bagian dari jenjang pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa atau individu untuk siap bekerja di suatu bidang tertentu secara profesional. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyatakan bahwa tujuan pendidikan kejuruan (SMK) mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja, serta mengembangkan sikap profesional. Dengan demikian, fokus utama SMK adalah lembaga pendidikan yang mencetak perserta didik untuk siap bekerja. Penjelasan di atas berbanding terbalik dengan fenomena di lapangan. Seperti data yang dilansir oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Sairi Hasbullah (2015) menyatakan berdasarkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPK) di Provinsi Jawa Timur hingga Agustus 211 212 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 2015, paling tinggi terjadi pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni 11,74 persen.Pada sektor pendidikan lainnya, tingkat pengangguran pada SMP di Jatim mencapai 4,43 persen, SMA 8,73 persen, Diploma 8,11 persen, dan Universitas 4,99 persen. Sementara untuk TPK terendah terjadi pada lulusan SD yaitu 1,39 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa sekolah-sekolah kejuruan yang diharapkan dapat langsung bekerja, ternyata tidak seperti itu,” kata Sairi di Surabaya, Kamis (5 November 2015). Skala nasional tingkat pengangguran yang paling tinggi terjadi pada lulusan SMK yaitu 12,65 persen sampai agustus 2015. Sementara tingkat pengangguran terendah terjadi pada lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu 2,74 persen. Data di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara ekspektasi lulusan SMK yang dipersiapkan memasuki dunia kerja, namun realita jumlah siswa SMK yang sulit mendapat pekerjaan setelah lulus masih tinggi. Keadaan seperti inilah yang membuat banyak siswa SMK mengalami tekanan psikologis dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja, karena adanya persaingan yang semakin berat untuk mendapatkan pekerjaan. Kondisi ini pula yang memunculkan kecemasan siswa akan masa depan mereka. Kecemasan yang dialami siswa SMK tersebut secara otomatis akan menghambat proses perkembangannya baik secara kognitif dan afektif dalam proses persiapannya memasuki dunia kerja. Senada dengan data diatas hasil temuan penulis selama mengajar di SMK negeri baik kota maupun Kabupaten Malang terdapat fakta yang sangat mengejutkan. Banyak siswa yang pesimis akan masa depannya terkait dengan aspek karier, banyak siswa-siswi yang berpikir setelah lulus nanti ketrampilan serta ijazah SMK mereka bakal sia-sia dan tidak terpakai. Selain itu, ketidak siapan mereka untuk kerja jauh dari orang tua menjadi kecemasan selanjutnya, disusul mendapatkan gaji yang sedikit atau pekerjaan yang tidak sesuai harapan. Itu semua mereka tuturkan dengan gamblang sewaktu saya sedang ngobrol santai dengan beberapa anak kelas XII, yang seyogyanya sudah memiliki pandangan ingin menjadi apa dan bekerja dimana setelah lulus nantinya. Begitu pula hasil wawancara terhadap beberapa siswa kelas XI dan X yang umumnya belum memiliki tuntutan terkait dengan kelulusan dan ujian nasional. Hasil dari wawancara singkat dengan mereka saya mendapati suatu kesimpulan kalau mereka juga memiliki kecemasan Membangun Mindset Optimis Siswa SMK Guna Mereduksi Kecemasan Mempersiapakan.... 213 akan karier di masa depannya kelak, terutama dalam bidang karier. Hal ini menunjukkan bahwa kecemasan siswa akan masa depan kariernya sudah muncul dari kelas X. Kecemasan memasuki dunia kerja,itulah salah satu masalah terbesar siswa SMK saat ini. Sebelum membahas lebih jauh mengenai kecemasan, sebenarnya apa itu kecemasan, menurut Ramaiah (2003:10) Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang dalam waktu tertentu dikehidupannya. Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan juga dapat muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Senada dengan pendapat diatas Beck & Moore (2001) memberikan definisi bahwa kecemasan adalah suatu rangkaian pandangan negatif dan tidak terkendali yang berpusat pada beberapa masalah yang dialami dengan menimbulkan akibat yang tidak pasti, dari hal tersebut pasti dapat mendatangkan berbagai kekacauan. Dari berbagai sumber diatas penulis menarik satu kesimpulan bahwasannya kecemasan adalah suatu respon terhadap situasi tertentu yang dianggap mengancam baik nyata ataupun khayalan. Jika kecemasan tersebut dikaitkan dengan persiapan diri memasuki dunia kerja, maka akan menjadi sebuah kondisi atau respon dimana individu memiliki pemikiran negatif tentang masa depan kariernya yang belum tentu terjadi. Siswa SMK bukanlah satu-satunya penyumbang pengangguran bagi Indonesia, ada lulusan diploma, SMA,SMP, SD bahkan S1 dan S2. Akan tetapi, dengan besic lulusan SMK yang diproyeksikan sebagai calon tenaga kerja professional dan masa depan generasi emas bangsa malah menempati pringkat teratas penyumbang pengangguran,hal inilah yang membuat pembahasan ini menarik. Sebenarnya apa yang menyebabkan hal tersebut? Apakah sistem yang diterapkan masing-masing sekolah salah? atau intruksi dari pemerintah yang selalu berganti patut untuk dikambing hitamkan? atau pula para guru-guru dimasing-masing sekolah sebagai orang yang patut untuk dipersalahkan atas kegagalan siswanya dalam masa depan karir peserta didik? Banyak hal sebenarnya yang perlu dikoreksi akan permasalahan kecemasan siswa dalam persiapan memasuki dunia kerja ini. Dalam hal ini penulis menggolongkan dua aspek dalam terbentuknya kecemasan siswa SMK tersebut, dimana kedua aspek ini sangat berhubungan dan saling menguatkan satu sama lain. 214 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dua aspek tersebut yakni aspek internal dan eksternal. Internal yakni dari dalam siswa itu sendiri, siswa sudah memiliki bayangan-bayangan akan dirinya ataupun memiliki kepesimisan sejak awal mula dirinya masuk SMK. Kemudian keengganan siswa memiliki keinginan untuk merubah karakternya menjadi seorang petarung. Petarung disini dalam artian siswa SMK memiliki motivasi atau jiwa memberontak dalam merubah nasib yang dia anggap tidak memihak padanya. Sikap-sikap tersebut seperti keaktifan dalam berbagai organisasi-organisasi yang positif, lebih dekat dengan guru, tidak sungkan bertanya, mengkesampingkan melakukan hal-hal yang tidak penting bahkan melanggar norma sosial yang kebanyakan remaja saat ini lakukan. Sampai akhirnya sikapnya tersebut akan memberikan suatu pemikiran baru yang lebih matang, ataupun dampak positif guna menentukan tujuan dia setelah lulus nanti baik bidang pekerjaan/karir atau bidang lain. Aspek selanjutnya adalah eksternal. Kalau dalam aspek ini peran berbagai lapisan masyarakat dan lingkungan yang menentukan. Seperti pertemanan diluar sekolah, banyak siswa SMK yang masih berteman akrab dengan teman SMP, SD atau teman sepermainannya dulu, sebenarnya tidak ada masalah dengan pergaulan tersebut.Akan tetapi, menjadi dampak yang merugikan bagi anak didik kita jika temantemennya dulu ternyata sudah putus sekolah dan mengajak bolos, keluar main malam hari, bahkan sampai melakukan pelanggaran norma sosial, dan lain sebagainya. Dampak seperti itulah yang paling ditakutkan semua guru terutama guru BK, karena akan sangat mengganggu peroses pembelajaran disekolah yang akhirnya menyebabkan kerugian pada diri peserta didik itu sendiri. Lapisan selanjutnya adalah lingkungan keluarga,lingkungan keluarga ini ibarat pondasi anak didik kita. Dimana dari keluargalah pola pikir, prilaku, dan karakter anak terbentuk, memiliki lingkungan keluarga yang kurang sehat sudah dapat dipastikan semangat belajar peserta didik disekolah juga tidak sehat. Oleh karena itu, semangat belajar kurang baik akhirnya peserta didik tersebut tidak dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, pastinya kompetensi yang dimiliki akan kurang memuaskan pula, sehingga pemikiran-pemikiran yang irasional akan muncul. Peserta didik akan berpikir bahwa ilmu yang dia dapatkan di sekolah hanyalah kesia-siaan dan ujungnya mereka akan melampiaskan amarah mereka dengan hal-hal negatif. Parahnya lagi Membangun Mindset Optimis Siswa SMK Guna Mereduksi Kecemasan Mempersiapakan.... 215 mereka (peserta didik) mengajak teman untuk mendukung dan menemani pelampiasan amarahnya ini, sehingga anak yang tidak berpikir negatif akan berpikir sama dengan anak yang memiliki pemikiran negatif. Kondisi demikian menyebar ke yang lain pula, hingga akhirnya dari pemikiran-pemikiran yang kesemua negatif tersebut, akan menimbulkan kekhawatiran dari dalam diri individu peserta didik dalam persiapan karirnya dan serta menghambat proses perkembangannya. Lapisan selanjutnya adalah pihak sekolah serta guru-guru di dalamnya. Sekolah dapat dibilang adalah tombak atau pisau dari Siswa SMK, karena sekolah adalah bagian akhir dan vital dalam pembentukan mindset dari para siswa SMK tersebut.Sistem dan lingkungan sekolah yang tidak dapat menampung aspirasi dan kreativitas siswa, akan menyebabkan ketidakpercayaan siswa terhadap proses pendidikan.Hal ini dikarenakan ketidakpercayaan tersebut akan menimbulkan pemikiran pesimis dari dalam diri siswa, kepesimisan tersebut akan menular ketemanteman siswa yang lain. Kepesimisan akan menimbulkan dampak keminderan yang bermuara pada kecemasan dalam persiapan diri di karier siswa SMK. Akan tetapi, apakah semua ini mutlak kesalahan sekolah, keluarga, ataupun teman yang salah? tentu tidak, masih banyak aspek yang perlu dikritisi dalam hal ini, seperti pemerintah, sistem pendidikan yang membingungkan bagi peserta didik, dan akhirnya bukan sistem pendidikan yang melayani atau mengikuti kemampuan para peserta didiknya. Justru malah sebaliknya peserta didiklah yang harus dapat mengikuti alur dunia pendidikan di negri ini. Padahal kemampuan seluruh peserta didik di Indonesia tidak dapat disama ratakan. Bukannya ingin menyalahkan pemerintah atau mengambing hitamkan pemerintah, tetapi pemerintah juga ikut andil dalam membengkaknya prosentase pengangguran di berbagai tingkatan pendidikan, khususnya SMK. Sementara itu upaya kita sebagai seorang guru BK sekiranga memiliki cara, agar siswa SMK tidak memiliki pemikiran-pemikiran negatif mengenai masa depan karirnya. Peran kita (guru BK) adalah sebagai salah seorang yang harus siap memberikan bahunya untuk setiap siswa ketika mereka mulai putus asa, memberikan tangan untuk mengangkat ataupun mendorongnya agar mereka tetap optimis meraih masa depan, tidak lupa menjadi pendengar yang baik untuk semua keluhan siswa, dan pembicara yang diharapkan setiap katanya sebagai sarana informasi 216 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa baik itu informasi kerja ataupun sekolah lanjutan. Paling utama adalah guru BK dapat menjadi sumber motivasi dan informasi bagi seluruh peserta didik dimasing-masing sekolah. Dari berbagai data dan argumentasi diatas menunjukkan bahwa dunia SMK perlu diberikan perhatian lebih, karna di SMK ini pemudapemuda bangsa yang siap menjadi tumpuan perekonomian dan dunia industri kita dicetak. Perlu langkah pasti untuk membuat SMK menjadi lebih baik. Langkah kongkrit yang perlu diusahakan yakni saling bekerjasama satu sama lain, jadi tidak hanya satu pihak saja yang berusaha merubah dan membangun mindset optimistis dari siswa SMK. Akan tetapi, semua aspek diatas dapat memberikan titik temu dan dapat memecahkan masalah apa, serta bagaimana menjadikan siswa SMK yang matang dan siap untuk bekerja demi generasi emas Indonesia di masa depan. DAFTAR RUJUKAN Beck, J. R., & Moore, D.T. 2001. Kuatir. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima) Jakarta: Erlangga. Kurniawan, Dian. 2005. Memprihatinkan, Lulusan SMK Banyak yang Menganggur. (Online) (http://news.liputan6.com/read/2358787/ memprihatinkan-lulusan-smk-paling-banyak-menganggur /Diakses pada tanggal 26 November 2016). PP No 29 tahun 1990, tentang standart pendidikan Indonesia. Ramaiah, S. 2003. Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Santrock, J.W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta:Erlangga. Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 217 KETEPATAN PEMILIHAN JURUSAN DI PERGURUAN TINGGI AWAL LANGKAH MENUJU KESUKSESAN PESERTA DIDIK Pepi Nuroniah Pascasarjana UM dan Guru MAN 2 Serang, Banten Setiap tahun ajaran baru biasanya jadi ajang untuk mewujudkan mimpi calon mahapeserta didik. Di Indonesia ada beberapa jalur untuk masuk ke perguruan tinggi negeri maupun swasta. Ada jalur seleksi melalui rapor atau undangan (misalnya PMDK, SNMPTN, SPAN PTKIN), tes tulis yang diadakan bersama (SBMPTN, UMBPT, dll), dan tes tulis mandiri (misalnya UTUL UGM, UM UNDIP, SIMAK UI). Di saat-saat inilah peserta didik kelas XII menyiapkan dirinya agar dapat masuk ke universitas favoritnya. Persiapan biasanya dilakukan dengan belajar mandiri lebih keras dan rajin, ditambah mengikuti bimbingan belajar. Di samping menyiapkan ujian Ujian Nasional, mereka meluangkan waktu untuk berlatih soal-soal SBMPTN. Bukan hanya belajar, biaya pun harus dipersiapkan dengan matang. Situasi yang tertulis di atas menggambarkan bagaimana peserta didik amat ingin masuk universitas yang favorit atau terkenal. Tentu saja hal ini wajar, setiap peserta didik ingin belajar di tempat yang berkualitas. Sayangnya, ketika sudah masuk ke dunia kuliah apakah mahasiswa baru ini sebelumnya memikirkan apa sebenarnya tujuan dia berkuliah? Atau hanya mengikuti kebiasaan yang sudah ada? Setelah lulus SMA, SMK, MAN harus kuliah. Hal ini terkadang menjadi sebuah tanya besar, apakah “Karena orang-orang melakukan itu jadi saya pun melakukannya” ikutikutan temankah? disuruh orang tua? Biar keren? atau benar-benar ingin mewujudkan mimpi? Tentunya sebaris pertanyaan tersebut menjadi begitu familiar saat tahuan ajarn baru dibuka. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru BK, kebanyakan dari peserta didik ingin masuk ke universitas A, namun mereka bingung memilih program studi. Kebingungan yang tidak ada jalan keluarnya atau dibiarkan saja oleh peserta didik, kemungkinan ke depannya akan menyebabkan peserta didik tersebut mengalami salah jurusan. Adapun penyebab-penyebab peserta didik salah jurusan sebagai berikut. 217 218 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 1. Hanya mengikuti yang disarankan orang tua. Peserta didik mengalami kebingungan ketika apa yang diinginkannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tua. 2. Ikut-ikutan teman, bingung memilih jurusan danterkadang peserta didik hanya mengikuti apa yang temannya pilih. 3. Asal kuliah di universitas ternama. Menurut Alfan (2014) Jacket Syindrom perlu diwaspadai pada peserta didik. Maksudnya ketika peserta didik lebih mengutamakan warna almamater yang akan dia gunakan dibandingakan jurusan pilihannya. Contoh apabila peserta didik diberikan pertanyaan akan kuliah di mana? Mereka bisa langsung menjawab UI, ITB, UGM dll. Padahal pertanyaan kuliah di mana bisa saja dijawab dengan nama daerah. 4. Tidak mengetahui konsep dirinya dan tujuannya kuliah. Salah jurusan dapat menimbulkan kejenuhan dan kebingungan ketika menjalani perkulihannya. Potensi yang dimiliki bisa jadi tidak dikembangkan secara maksimal. Ada yang menyadari kekeliruannya dan mengulang ditahun berikutnya, ada juga yang bertahan pada jurusan tersebut. Tentu saja tidak masalah ketika sang mahasiswa merasa baikbaik saja dengan jurusannya. Namun, banyak kita temui ketika mereka bekerja kadang tidak sesuai dengan jurusannya. Tepat jurusan dapat membuat mahasiswa bertanggungjawab atas pilihannya dan memiliki motivasi tinggi dalam meraih masa depan cerah. Untuk menangani hal-hal di atas ada beberpa program yang mungkin dapat dilaksanakan di sekolah. Sebab, study lanjut adalah bagian layanan bimbingan karier dalam bimbingan dan konseling yang berfungsi untuk pengembangan potensi diri dan memandirikan peserta didik dalam menganmbil keputusan karir.Program yang rutin dilakukan sebagai berikut. 1. Pertemuan dengan orang tua peserta didik. Disetiap ajaran tahun baru, sekolah mengadakan pertemuan dengan orang tua peserta didik untuk mensosialisasikan cara masuk perguruan tinggi, jurusan, dan apa saja yang perlu disiapkan. Tujuan pertemuan ini agar orang tua dan peserta didik dapat sesuai dalam pemahaman memilih jurusan. Sebab masalah yang sering timbul adalah siswa ingin masuk jurusan teknik sipil orang tua ingin anaknya masuk kedokteran. 2. Carier Day, sekolah mendatangkan pemateri-pemateri dari universitas untuk menjelaskan lebih detail juruasan apa saja yang ada di Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 219 universitas tersebut, ada juga pemateri dari lembaga yang memberikan beasiswa, dan dapat mengundang alumni yang baru lulus untuk memebrikan motivasi pada adik kelasnya. Agar peserta didik lebih mengetahui setiap jurusan dan tahu apa perbedaan serta kesamaannya 3. Melaksanakan tes minat bakat, pelaksanaan tes ini dapat mengetahui kecenderungan minat dan bakat peserta didik. Bukan untuk dijadikan acuan utama, namun dapat jadi pertimbangan untuk peserta didik. 4. Guru BK dapat melaksanakan Bimbingan dan Kelompok. Tujuan utamanya agar peserta didik dapat saling membantu dalam menyelesaikan maslahnya. Contoh masalah kecemasan dalam memilih bidang studi yang tidak sesuai dengan pilihan orang tuanya. Dalam kelompok tersebut mungkin ada peserta didik yang mengalami permasalahan yang sama dan dapat memberikan pendapat-pendapat atau cara yang pernah dilakukannya. Begitupun dengan anggota kelompok lainnya. 5. Guru BK juga dapat melaksanakan layanan klasikal dengan memilih tema-tema berkaitan dengan pemilihan jurusan atau tentang karir di masa depan. Namun, yang harus dilakukan lebih dulu adalah melaksanakan need asessmet. Mengetahui kebutuhan utama siswa, hal ini bisa didapat dari angket, inventori, dan observasi di lapangan. 6. Konseling Individu adalah konseling yang dilakukan oleh guru BK baik untuk menyelesaikan masalah yang mengganggu peserta didik maupun untuk mengembangkan potensinya. Bisa jadi siswa memiliki masalah yang sama, namun diatasi dengan pendekatan teori konseling yang berbeda. Ada berbagai macam pendekatan contoh behavioristik, psikoanalisis, gestalt, personcenter, realita dan banyak lagi pendekatan teori konseling. Sebagaimana diuraikan di atas, poin-poin yang dapat dilakukan guru BK dalam membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah jurusan. Untuk lebih mendalam peulis akan membahas poin terakhir yakni konseling individu yang biasa dilakukan oleh guru BK. Mungkin guru BK dapat menerapkan prosedur konseling realitas yang dikenal dengan singkatan WDEP yakni (Fall et al, 2001). a. Want: mengetahui apa yang diingikan oleh peserta didik saat ini, contoh: saya ingin masuk jurusan pendidikan bahasa Indonesia, seperti yang ibu tahu saya sering juara kepenulisan dan lomba puisi, tapi orang tua saya ingin saya masuk jurusan kebidanan. 220 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa b. Do/Direction: mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh peserta didik selama ini, contoh: ”apa saja yang sudah kamu lakukan untuk dapat persetujuan dari orang tuamu?” “bagaimana cara kamu menjelaskan keinginanmu”. Guru BK mengidentifikasi apa saja yang pernah dilakukan oleh peserta didik. c. Evaluation: adalah evaluasi yang dilakukan oleh peserta didik atas apa yang pernah dikerjakannya dalam mengatasi masalah. Guru BK hanya mengkonfrontasi dan menghindari judgement. Contoh “baik, kamu hanya mengatakan ingin masuk jurusan bahasa Indonesia namun belum mengungkapkan alasan memilih jurasan bahasa Indonesia?” d. Planing: Rencana yang akan dilakukan oleh peserta didik. Contoh: “kapan kamu akan menjelaskan alasanmu memilih jurusan bahasa Indonesia kepada orang tuamu?” rencana yang dibuat harus berdasarkan pilihan peserta didik, dapat diukur keberhasilannya dan dapat dilaksanakan. Prosedur tersebut didasarkan pada prinsip keterlibatan (involvement), pemutusan pada tingkah laku saat sekarang dari pada perasaan (focus on present behavior rather than on feeling), pertimbangan nilai (value judgement), perancanaan tingkah laku bertanggungjawab (planning responsible behavior), membuat komitmen (commitment), tidak menerima alasan-alasan kegagalan (no excuses), peniadaan hukuman (eliminate punishment), dan pantang menyerah (never give up). Prinsipprinsip ini harus dilaksanakan oleh guru BK ketika memilih menggunakan prosedur WDEP agar tujuan konseling tercapai. Menurut Glaseser dan Zunin (Corey, 2013) tujuan umum dari konseling realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Guru BK harus memiliki tujuan-tujuan tertentu bagi klien dalam pikirannya.Akan tetapi, tujuan-tujuan itu harus diungkapkan dari segi konsep tanggung jawab individual. Tujan tersebut selaras dengan tujuan dari bimbingan dan konseling yakni mengentaskan masalah peserata agar dapat membuatnya mandiri dalam mengambil keputusan karirnya di masa depan. Sempat di awal disinggung, bahwa masalah yang sama belum tentu dapat diselesaikan dengan pendekatan yang sama pada setiap peserta didik. Untuk itulah guru BK harus dapat mengindentifikasi secara holistik dalam menghadapi peserta didik. Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter 221 Ketepatan memilih jurusan, diharapakan dapat menumbuhkan motivasi berprestasi yang tinggi dalam diri peserta didik kelak di perguruan tinggi. Sebab, kuliah mempunyai arti “pelajaran yang diberikan” atau “ceramah”. Lebih sering diartikan juga proses belajar. Pelajaran yang kurang disukai kemungkinan dapat menurunkan motivasi belajarnya terlebih kurang mengetahui tujuan dari jurusan yang dipilihnya. Oleh karena itu, salah jurusan sebisa mungkin untuk dihindari dan pemilihan jurusan dimulai semenjak sekolah. DAFTAR RUJUKAN Alfan, Rabbani. 2014. Waspada Jacket Syindrom. PT Gramedia: Jakarta. Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Terjemahan Koswara E. Bandung: Refika Aditama. Fall, A, Kefin et al. 2010. Theoretical Models of Counseling and Psychotherapy.Brunner-Rountage: New York and Hove. Ramli, M. 2016. Penerapan Prinsip dan Prosedur Konseling Realitas dalam Membantu Remaja Mengatasi Masalah yang Dihadapi. Disampaikan dalam seminar profesi bimbingan dan konseling, tantangannya dalam menghadapi problematika remaja. Malang: UM. 222 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada..... 223 STRATEGI TOKEN REINFORCEMENT UNTUK MENURUNKAN MUNCULNYA PERILAKU OUT-OF SEAT PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR Rosyida Aziz SMA Muhammadiyah 10 Surabaya Masa anak-anak adalah masa dimana seorang individu berada pada usia empat sampai sebelas tahun. Masa ini merupakan masa dimana individu mulai melakukan sosialisasi dengan lingkungannya, baik dengan lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Pada fase ini individu yang awalnya lebih cenderung menutup diri dan lebih menyukai bermain sendiri mulai memilih untuk membuka diri terhadap lingkungan dan bermain dengan kelompok seusianya. Pada usia ini individu cenderung meniru apa yang dilihat dan didengar, sehingga apa yang dilakuakan orang tua maupun orang-orang disekitarnya menjadi cerminan apa yang akan dilakukan anak saat ini maupun pada masa yang akan datang. Pada usia ini anak menyerap sangat cepat apapun yang ada di depannya, sikap orang tua sangat mempengaruhi sikap anak dimanapun dia berada. Anak-anak usia sekolah dasar cenderung memiliki sifat manja dan mencari perhatian baik kepada orang tuanya ataupun kepada orang-orang di sekelilingnya. Keinginan untuk selalu ingin diperhatikan ini tidak selalu diiringi sikap positif, namun juga mampu menimbulkan sifat negatif seperti manja, jahil, atau perilaku negatif lainnya. Perlakuan orang tua akan mampu mengarahkan perilaku anak, misalnya dengan tidak selalu menuruti permintaan anak, dengan bersikap tegas namun tetap tidak kasar dan lain sebagainya. Pada usia ini anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sehingga kerap muncul pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya dari semua yang dilihat, didengar, dandirasakan olehnya. Jawaban yang diberikan akan terekam kuat oleh anak, sehingga jika jawaban yang diberikan tidak dapat memuaskannya.Maka ia akan mencari jawaban dari orang lain yang dianggapnya mampu memenuhi rasa ingin tahunya. Tentu jawaban yang didapat haruslah jawaban yang benar, misalnya seorang anak yang sedang berjalan-jalan di taman sedang melihat langit, kemudian bertanya kepada orang tuanya “apakah langit itu dekat?” 223 224 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa jawaban yang diberikan oleh orang tua akan selalu di ingat oleh anak.Jika jawaban orang tua asal-asalan untuk menghindari pertanyaan yang lebih dalam lagi, maka hal ini akan mengakibatkan anak menjadi anak yang kurang kritis. Anak-anak usia 7-8 tahun pada dasarnya sedang mengalami proses adaptasi, dari model pendidikan yang lebih banyak bermain menjadi model pembelajaran yang lebih komples seperti mulai mengenal angka atau huruf yang lebih rumit. Perlakuan guru pada saat ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan pendidikan anak.Jika seorang anak untuk pertama kali mendapatkan guru yang penyebar dan penyayang, maka anak akan menjadi anak yang lebih sabar dan lebih percaya diri. Jika mendapat guru yang kurang sabar dan sedikit keras. maka anak akan merasa takut, malas, dan lebih tidak percaya diri di lingkungan sekolah. Hal ini terjadi karena penerimaan guru pada awal masa sekolah terutama sekolah dasar akan selalu diingat oleh anak, perlakuan baik guru anak menjadikan anak lebih merasa diterima dan disayang, sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan apa adanya. Anak juga akan memiliki ketertarikan untuk datang ke sekolah dan selalu berprestasi, sebab lingkungannya mendukung. Di usia ini individu sedang berada pada kondisi dimana ia memiliki energi yang sangat besar, sehingga anak akan cenderung bersikap agresif atau tidak bisa diam. Kenyataan ini jika tidak diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang positif akan menjadi sebuah perilaku mengganggu, baik di rumah maupun di sekolah. Baru-baru ini para psikolog menekankan bahwa pengalaman kehidupan sehari-hari dan juga peristiwa-peristiwa utama kehidupan dapat menjadi faktor-faktor penyebab timbulnya stres bagi anak-anak. Tekanan hidup keluarga seperti kemiskinan, atau pertengkaran antar anggota keluaga yang dialami oleh anak-anak setiap hari, dapat menambah tegangnya kehidupan dan pada akhirnya mengakibatkan gangguan atau penyakit kejiwaan (Compas dalam Santrock, 1995). Perilaku menggangu ini jika dibiarkan akan menjadi perilaku yang menetap dalam diri individu bahkan menjadi salah satu faktor munculnya gangguan kejiwaan. Pada dunia pendidikan, perilaku mengganggu disebut juga sebagai perilaku off-task behavior. Perilaku-perilaku yang termasuk dalam off-task behavior anatara lain tingkahlaku impulsive, innatention, non completon of task, out-of seat, talking without Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada..... 225 permission, unmotivated to learn, unprepared for class, out of class (Sparzo, 1989). Perilaku off-task yang banyak muncul pada usia-usia sekolah dasar adalah perilaku out-of seat, danperilaku out-of seat merupakan salah satu perilaku yang menjadi penentu prestasi akademik siswa disekolah. Perilaku out-of seat adalah perilaku dimana siswa keluar dari tempat duduk ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, perilaku ini sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas karena perilaku ini dapat menghilangkan konsentrasi siswa lain. Perilaku out-of seat ini ditandai dengan munculnya kebiasaan siswa keluar dari tempat duduknya untuk mengganggu teman-temannya yang lain atau hanya sekedar untuk mencari perhatian dari guru yang sedang mengajar. Perliku out of seat merupakan kebiasaan keluar dari tempat duduknya ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung. Kebiasaan yang menetap terlalu lama menjadikan kebiasaan ini berubah menjadi perilaku. Bentuk-bentuk dari perilaku our of seat antara lain adalah sebagai berikut. a. Berjalan berkeliling ruangan; b. Berdiri di beberapa tempat diluar bangkunya; c. berdiri atau berlutur di atas kursi; d. Duduk di tempat duduk siswa lain; e. Mengganggu konsentrasi siswa lain dengan mengajak siswa lain berbicara; f. Berbuat kegaduhan di luar bangkunya. Sparzo (1989) menjelaskan bahwa perilau out-of seat merupakan salah satu bentuk gangguan perilau dan emosi. Ciri-ciri anak dengan gangguan perilaku dan emosi antara lain pemalu, rendah diri, sering murung, menyendiri, pendiam, mudah marah/tersinggung, ingin menang sendiri, sering membuat ulang, keributan atau sering mengganggu orang lain, kurang percaya diri, mudah terpengaruh, terlalu cuek atau tidak perduli, sering melanggar peraturan, dan sering menunjukkan gerakan aneh yang menetap. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Widyastono Heri mengatakan bahwa 33% siswa di Indonesia mendapatkan nilai dibawah rata-rata dan mengalami gangguan perilaku dan emosi. Penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan perilaku dan emosi merupakan salah satu jenis kesulitan belajar, penelitian ini juga 226 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa menunjukkan bahwa gangguan perilaku dan emosi dapat menetap pada diri seseorang. Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku out-of seat dapat muncul pada jenjang pendidikan berikutnya jika terus dibiarkan tanpa penanganan tertentu. Perilaku out-of seat banyak dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar.Hal ini ditunjukkan dalam studi pendahuluan atau need assesment yang dilakukan sebelumnya yakni menunjukan bahwa lebih dari 10% siswa kelas II menunjukkan perilaku out-of seat. Hal ini disebabkan karena pada usia Sekolah Dasar anak sangat mudah merasa bosan dan jenuh dalam menjalankan aktivitas yang monoton,sehingga mereka cenderung lebih suka melakukan hal-hal yang dianggap mampu mengalihkan kebosanan selama dikelas. Perilaku seperti out-of seat merupakan perilaku yang tidak hanya merugikan bagi siswa yang bersangkutan, namun juga berdampak buruk pada lingkungannya. Model klasikal yang digunakan dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar menyebabkan guru kurang mampu mengawasi siswa-siswanya secara keseluruhan. Guru akan cenderung memperhatikan sebagian siswa saja,karena dengan pembelajaran model klasikal ini guru akan kesulitan untuk memperhatikan, mengawasi, serta mengawal siswa satu persatu. Setiap individu memiliki ciri khas yang berbeda anatara satu dengan yang lain, sehingga guru dituntut untuk memahami karakteristik masingmasing siswa. Masa Sekolah Dasar terutama pada kelas-kelas awal (kelas satu atau kelas dua) adalah masa dimana siswa sangat ingin diperhatikan terutama oleh guru kelas dan oleh teman-teman satu kelasnya. Hal ini menyebabkan sering munculnya perilaku off-taks pada diri siswa, diantara perilaku off-task tersebut adalah perilaku out-of seat. Selain karena keinginan untuk selalu diperhatikan, siswa pada usia ini juga sangat mudah merasa bosan dalam melakukan aktivitas yang monoton atau aktivitas yang dilakukan berulang-ulang dengan waktu yang relatif lama. Pada usia Sekolah Dasar siswa masih terbawa kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya selama di rumah atau di pra sekolah dasar, misalnya pada jam-jam tertentu siswa bermain, makan atau melakukan kegiatan lain diluar kegiatan belajar mengajar. Hal ini menyebabkan ketika masuk Sekolah Dasar siswa masih terbawa kebiasaan dalam berperilaku tersebut, sehingga perlu adanya perlakuan khusus dari guru kelas untuk menurunkan perilaku-perilaku tersebut agar tidak mengganggu kegiatan Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada..... 227 pembelajaran. Perilaku ini jika tidak segera dihilangkan akan menjadi perilaku yang menetap dan akan mengganggu kestabilan dalam proses pembelajaran. Jika hal tersebut terjadi maka tujuan pendidikan tidak akan sama lagi dengan tujuan pendidikan nasional. Masalah yang dihadapi oleh guru dari waktu ke waktu adalah sama, yakni bagaimana cara yang tepat untuk mengajarkan keterampilan sosial, mereduksi perilaku destruktif, dan sejenisnya. Out of seat merupakan salah satu bentuk dari perilaku off-task behavioryang sulit untuk direduksi. Menurut Sparzo (1989) yang termasuk dalam perilai out of seat meliputi “student walks about the room,student stands at same place other then her or him assigned desk,student kneels in the seat in and someone else’s chair.” Selain itu, Sparzo (1989) juga mengemukakan bahwa perilaku out of seat yang dilakukan oleh siswa dapat mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung, serta mengganggu tugas yang diberikan oleh guru kelas mereka. Dalam beberapa situasi perilaku out of seat didorong oleh guru kelas, namun tetap harus dalam pengawasan sang guru. Karena jika dibiarkan tanpa pengawasan kegiatan atau perilaku ini akan menjadi sebuah perilaku yang mengganggu.Selain itu, pengawasan atau atauran yang dibuat juga digunakan untuk mengajarkan tentang kedisiplinan untuk tetap duduk di bangku masingmasing dengan tenang pada saat jam pelajaran sedang berlangsung. Tidak semua sekolah memiliki guru Bimbingan dan Konseling, namun kebanyakan SD memberikan tugas-tugas guru BK kepada guru kelas. Sebab guru kelas lah yang lebih sering bertemu dengan siswa dan dituntut untuk memahami karakteristik siswa satu persatu. Kehadiran guru BK di Sekolah Dasar merupakan hal yang baru bagi beberapa sekolah, sehingga kebanyakan struktur sekolah menganggap bahwa guru BK tidaklah terlalu penting. Sangat jarang ada jam khusus bagi guru BK untuk menyampaikan materi di dalam kelas.Hal ini disebabkan karena kepala sekolah menganggap materi yang disampaikan oleh guru BK sama atau monoton,sehingga guru BK hanya diberikan waktu untuk menyampaikan materinya dua hingga tiga kali selama satu semester. Guru BK hanya menyelesaikan masalah-masalah yang dianggap besar oleh sekolah seperti kasus pencurian, pemukulan, dan lain sebagainya.Namun masalah siswa di dalam kelas seperti munculnya perilaku out ofseat pada siswa tidak menjadi perhatian guru BK. 228 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa BK di SD bersifat preventif atau pencegahan, dimana materi yang diberikan adalah materi yang sesuai dengan pengalaman siswa seperti perasaan, pandangan diri, minat, dan lain sebagainya (Alwisol, 2010). Hal ini bertolak belakang dengan keadaan di lapangan, karena di lapangan guru BK hanya menangani masalah yang sudah terjadi bukan lagi mencegah munculnya masalah tersebut. Karena jarangnya guru BK bertatap muka dengan siswa menyebabkan guru BK kurang memahami sifat dan karakteristik masing-masing siswa. Hal ini menyebabkan kurang bisanya guru BK dalam mencegah perilaku negatif atau masalah pada siswa. Terdapat 3 pandangan penting tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling di lingkup sekolah dasar yakni bimbingan terbatas pada pengajaran yang baik (innstructional guidence); bimbingan hanya diberikan kepada siswa yang menunjuukan gejala-gejala penyimpangan dari laju perkembangan yang normal; dan pelayanan bimbingan tersedia bagi seluruh siswa agar proses perkembangannya berjalan lebih lancar dan sesuai dengan tugas perkembangan masing-masing individu. Siswa sekolah dasar pada dasarnya memang gemar mencari perhatian dari lingkungan di sekelilingnya, namun perilaku yang berlebihan juga dapat menjadi salah satu indikator bahwa anak tersebut memiliki sesuatu yang tidak sesuai di lingkungan rumahnya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar rumahnya. Sebab tempat seorang anak belajar dan menyerap segala pengetahuan pertama kali adalah pada lingkungan keluarga dan lingkungan rumahnya. Lingkungan keluarga yang tidak kondusif berdampak negatif pada psikologis anak. Perceraian, pertengkaran atau perdebatan, dan sikap kasar orang tua memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan dan psikologis anak termasuk perilakunya di sekolah. Menurut Hurlock dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan jenis disiplin yang digunakan pada masa awal kanakkanak menentukan karakter anak dimasa yang akan datang, bahkan hingga anak tersebut dewasa. Jenis disiplin yang dijalankan orang tua terbagi menjadi tiga antara lain disiplin otoriter, lemah, dan demokratis. Disiplin yang diterapkan oleh orang tua dapat mempengaruhi sifat dan perilaku pada diri anak, diantaranya adalah: Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada..... 229 Tabel 1. Disiplin yang diterapkan dan pengaruhnya Disiplin Perilaku Sikap Kepribadian Pengaruhnya Terhadap Anak Anak yang orang tuanya lemah akan mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak-hak orang lain, agresif, dan tidak sosial. Anak-anak yang mengalami disiplin yang keras (otoriter) akan sangat patuh bila dihadapan orang-orang dewasa namun agresif dalam hubungannya dengan temanteman sebayanya. Anak yang dibesarkan dilingkungan disiplin demokratis belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain. Anak yang orang tuanya melaksanakan disiplin otoriter maupun disiplin yang lemah cenderung membenci orang-orang yang berkuasa. Anak yang mengalami disiplin otoriter merasa diperlakukan tidak adil.Anak yang orang tuanya lemah merasa bahwa orang tua seharusnya memperingatkan bahwa tidak semua orang dewasa mau menerima perilaku yang tidak disiplin. Disiplin yang demokratis dapat menyebabkan kemarahan sementara tetapi bukan kebencian. Sikap-sikap yang terbentuk sebagai akibat akibat dari metode pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum, tertuju kepada semua orang yang berkuasa. Semakin banyak hukuman fisik digunakan, semakin anak cenderung menjadi cemberut, keras kepada negativistik. Ini mengakibatkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk, yang juga merupakan ciri khas dari anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah. Anak yang dibesarkan di bawah disiplin yang demokratis akan mempuanyai penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang terbaik. (Sumber: Hurlock, 1980) Kurangnya perhatian dari orang tua membuat anak cenderung banyak menunjukkan perilaku out-of seat mauapun perilaku off-task lainnya. Kebanyakan orang tua menganggap perilaku negatif yang ditunjukkan oleh sang anak merupakan perilaku yang buruk dari anak tersebut.Hal ini menyebabkan orang tua memberikan “cap” negatif pada anak tersebut. Cap negatif yang diberikan oleh orang tua ataupun oleh lingkungan sekitarnya dapat menyebabkan anak merasa rendah diri dan dapat pula menurunkan rasa kepercayaan diri sang anak.Turunnya kepercayaan diri anak akan membuat anak tersebut menjadi lebih pendiam atau bahkan lebih sulit di kendalikan. Perilaku out-of seat masuk kedalam kategori pelanggaran tata tertib kelas yakni ketidak displisinan selama berada dalam kelas. Sebab pada usia ini anak memiliki aspek perkembangan motorik yang lebih besar daripada perkembangan moral, intelektual, maupun sosial (Hurlock, 1980), sehingga anak perlu diberikannya layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan individu-individu yang memiliki kebiasaan negatif tersebut. Selain itu, guru di sekolah perlu membuat kesepakatan dengan siswa dalam membuat peraturan kelas, sehingga dengan peraturan tersebut perilaku siswa dapat dikontrol dengan baik. 230 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Untuk dapat merubah suatu perilaku yang dimiliki oleh setiap individu dibutuhkan berbagai macam teknik, karena dalam prakteknya, setiap individu memiliki kecenderungan terhadap suatu teknik tertentu. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa setiap individu unik dan berbeda dari individu yang lain. Beberapa teknik dalam behavior analysis antara lain : shaping, flooding, token reinforcement, chaining, behavior contract,dantime-out. Menurut Goodwin & Coates (1976) dalam penerapannya di lapangan behavior analysis didasarkan pada tiga asumsi, yakni “Token reinforcement merupakan teknik modifikasi perilaku dimana guru memberikan reinforcement atau hadiah berupa token atau tanda.Tanda tersebut dapat berbentuk bintang, stempel, stiker, poster, atau dengan tanda yang lain sesuai dengan kesepakatan anatara guru dengan siswa. Dimana dalam pelaksanaannya guru akan memberikan token ketika siswa mampu untuk tidak melakukan perilaku yang hendak diubah dalam hal ini adalah perilaku out-of seat. Selain itu, tugas siswa adalah mengumpulkan token, jika siswa mampu mengumpulkan token dalam jumlah tertentu maka siswa berhak mendapatkan reinforcement asli. Reinforcementasli dapat berupa uang, makanan, atau barang yang diinginkan oleh siswa sesuai dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya. Pada pelakansanaannya hadiah asli atau berang yang diberikan hendaknya adalah barang atau sesuatu yang tidak didapatkan anak dengan mudah, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekitar. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian dan minat anak terhadap hadiah yang akan diberikan.Jika hadiah yang diberikan adalah barang yang dengan mudah ia dapatkan di lingkungan keluarganya, maka motivasi anak untuk mendapatkan hadiah tersebut akan turun. Cooper (1994) menyebutkan bahwa token reinforcement sangat cocok digunakan untuk anak-anak usia 5 hingga 12 tahun.Dimana anakanak pada usia ini masih sangat tertarik dengan bentuk-bentuk maupun dengan hadiah asli yang diberikan ketika mereka mampu melakukan perilaku yang diinginkan. Selain itu,token reonforcement telah banyak digunakan pada berbagai seting seperti di rumah, di sekolah, di asrama, maupun pada seting-seting yang lain. Pada beberapa Sekolah Dasar yang memiliki guru BK perilaku outof seat bukanlah menjadi perilaku yang diamati maupun diselesaikan (dianggap bukan sebagai masalah). Yang terjadi adalah ketika siswa menunjukkan perilaku out-of seat pada saat guru sedang memberikan Strategi Token Reinforment untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-Of Seat pada..... 231 materi di dalam kelas, guru akan memberikan hukuman kepada siswa berupa berdiri didalam kelas, atau hukaman fisik bahkan hukumanhukuman yang membuat mental anak jatuh di depan teman-temannya yang lain. Hal ini ternyata tidak menimbulkan efek yang baik bagi siswa, mereka tetap melakukan perilaku yang sama di hari-hari berikutnya dan kemunculan perilaku tersebut akan cenderung naik. Proses pembelajaran akan sangat terganggu dengan adanya siswa yang memiliki perilaku out-of seat. Selain itu, guru BK di lingkungan sekolah dasar cenderung hanya menangani masalah-masalah yang dianggap besar saja seperti pencurian dan perkelahian. Karena tidak adanya tindakan atas munculnya perilaku out-of seat pada siswa maka yang terjadi adalah perilaku ini akan dibawanya hingga jenjang kelas selanjutnya. Dengan adanya treatment berupa token reniforcement diharapkan anak akan mampu menurunkan atau bahkan menghilangkan sama sekali perilaku out-of seat nya. Ketika perilaku out-of seat siswa hilang maka dapat dipastikan proses pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal.Jika demikian, maka kreativitas gurulah yang kemudian di uji. Jika anak sudah berhasil mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku out-of seat nya dan guru mengajar dengan metode yang membosankan, maka yang akan terjadi adalah perilaku tersebut akan muncul kembali. Sebab anak akan mengalami kebosanan dalam proses pembelajaran tersebut, sehingga guru harus selalu memperbaharui caranya mengajar untuk dapat menarik minat siswa untuk senantiasa memperhatikan secara suka rela bukan lagi karena terpaksa. Keterpaksaan siswa dalam proses belajar mengajar dapat menyebabkan anak kurang kreatif dan cenderung pasif karena tidak tertarik dengan apa yang diajarkan. Namun, semakin menarik materi dan cara guru mengajar, maka anak akan semakin kreatif dan akan mampu menyerap apa yang disampaikan oleh guru secara cepat dan maksimal. Selain dengan menerapkan strategi token reinforcement, guru juga harus bersikap kreatif dan inovatif untuk merangsang anak tertarik dengan materi dan sekolah. DAFTRA PUSTAKA Hurlock, E.B. 1980.Psikologi Perkembangan(Edisi terjemah bahasa Indonesia). Jakarta: PT Erlangga. Cooper, J.O, Timothy E. H., & William L. H. 1994.Applied Behavior Analysis. Ohio: Maemillan Publishing Company. 232 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Sparzo, F.J. and Pottet, J.A.1989. Classroom Behavior. Detecting and Correcting Special Problems. Boston: Allyn and Bacon. Winkel. & Sri H. 2010. BimbingandanKonseling di InstitusiPendidikan (EdisiRevisi). Yogyakarta: Media Abadi. Sobur, A.2003. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Azrin, N.H. & Lindsley, O.R. 1956. The Reinforcement of Cooperation between Children. Journal of Abnormal and Social Psyichology. 52. (2): 100-102. Santrock, J.W. 1995. Life-Spand Development; Perkembangan Masa Hidup jilid 1.Jakarta: PT. Erlangga. Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 233 MENCETAK GENERASI BERKARAKTER PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Zakiyah Pendidikan Khusus Negeri Seduri Mojokerto Pada dasarnya pendidikan karakter tidak hanya di peruntukkan pada anak normal saja. Anak berkebutuhan khusus juga harus ditanamkan pendidikan karakter itu sejak dini, dengan berbagai kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus merupakan tantangan tersendiri bagi guru di sekolah luar biasa untuk menanamkan pendidikan karakter pada peserta didik. Anak berkebutuhan khusus berhak mendapat perlakuan yang sama dengan peserta didik reguler, dan juga mempunyai kewajiban yang sama sebagai generasi bangsa yang berkarakter. Meskipun cara perlakukan nya berbeda dengan anak reguler atau anak normal. Seperti yang dituangkan dalam undang undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.Ayat 3 yang berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikannasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak muliadalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur denganundang-undang”. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan kemampuan dalam berbagai aspek seperti hambatan kemampuan dalam penglihatan yang di sebut dengan tunanetra. hambatan kemampuan dalam pendengaran disebut dengan tunarungu. hambatan kemampuan dalam kecerdasan disebut dengan tunagrahita. hambatan kemampuan dalam gerak tubuh disebut dengan tunadaksa. hambatan kemampuan dalam emosi dan sosial di sebut tunalaras. Autis, anak berkebutuhan khusus juga bisa menjadi generasi berkarakter sama dengan anak normal lainnya, tapi cara penanganan pada anak berkebutuhan khusus memerlukan strategi dan metode khusus juga, sehingga anak bisa menerapkan karakter karakter yang baik dalam kehidupan sehari hari. Mencetak generasi berkarakter pada anak berkebutuhan khusus merupakan tantangan tersendiri bagi orang tua di rumah dan guru di sekolah. Diperlukan strategi dan metode khusus dalam penanganannya. 233 234 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Adapun metode dan strategi tersebut harus disesuaikan dengan berbagai macam karakteristik anak berkebutuhan khusus dan harus sesuai dengan hambatan yang disandangnya. Adapun karakteristik anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut. Tunanetra 1. Pengertian Anak Tunanetra Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1990) tuna mempunyai arti rusak, luka, kurang, tidak memiliki, sedangkan netra artinya mata. Tunanetra artinya rusak matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatannya. Definisi bila ditinjau dari sudut pendidikan, anak dengan gangguan penglihatan adalahanak yang mengalami gangguan daya penglihatannya berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap tidak mampu memanfaatkan media pendidikan yang dirancang untuk anakanak awas pada umumnya, sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus(Azwandi, 2005). Menurut white conference, pengertian tunanetra adalah seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision) dari kedua matanya bila kedua mata itu tidak dapat digunakan untuk membaca, meskipun dibantu dengan kaca mata.Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai katajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata terbaik.Setelah mendapat perbaikan yang terbaik atau bila mempunyai ketajaman lebih dari 20/200 tetapi luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat (Widdjajantin, 1995). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tunanetra adalah seseorang yang mengalami kerusakan pada kedua matanya, sehingga tidak bisa melihat (buta) atau yang masih dapat melihat tetapi tidak cukup jelas penglihatannya. Kondisi yang tetap tidak mengalami perubahan, walaupun telah dibantu dengan kaca mata ia tidak dapat mengikuti pendidikan dengan menggunakan fasilitas yang umumnya dipakai anak awas. Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 2. 235 Klasifikasi Tunanetra WHO mengklasifikasikan orang dengan gangguan penglihatan ke dalam lima kategori (Ilyas dalam Azwandi,2007) yaitu: kategori 1 dan 2 adalah rabun dengan penglihatan kurang dari 30/60 atau ketajaman penglihatan kurang dari 6/60 sedangkan.Kategori 3 dan 4 adalah buta dengan ketajaman penglihatan kurang dari 1/60 atau ketajaman penglihatan kurang dari 1/60 dengan lapang pandang kurang dari 5 derajat. Kategori 5 adalah buta dan tidak ada persepsi sinar. Penglihatan seseorang dikatakan benar-benar terganggu bila ketajaman penglihatannya lebih rendah atau sama dengan 20/200, yaitu seseorang yang hanya mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki, sedangkan benda tersebut dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Orang yang tidak memiliki ketajaman penglihatan sama sekali atau yang visus matanya nol disebut buta (Arum, 2005). Dari dua pendapat tersebut disimpulkan bahwa pengklasifikasian seorang tunanetra, dapat dilihat dari seberapa besar ketajaman penglihatan yang masih dipunyainya. 3. Sebab-sebab Ketunanetraan Penyebab ketunanetraan menurut Sunanto (2005) ada beberapa faktor sebagai berikut. a. Kelainan yang terjadi pada struktur mata atau karena penyakit yang menyerang kornea mata, saraf mata, dan lain sebagainya. b. Karena faktor keturunan misalnya perkawinan antar saudara dekat yang dapat menyebabkan kemungkinan diturunkannya kondisi kelainan penglihatan yang dibawa. c. Karena infeksi virus, tumor otak atau cedera yang terjadi akibat kecelakaan. d. Penyakit trachoma e. Kondisi badan yang tidak sehat disertai kekurangan gizi dan perawatan kesehatan dasar yang buruk. f. Kondisi kelainan genetis bawaan yang disebut retinopaty of prematurity atau kerusakan jalur penglihatan. Penyebab ketunanetraan juga dapat ditinjau dari sudut internal dan eksternal(Widdjajantin, 1995)seperti beruikut. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 236 a. Faktor internal. Faktor intern merupakan faktor penyebab kecacatan mata yang timbul dari dalam diri orang tersebut. Misalnya dari perkawinan keluarga dan perkawinan sesama tunanetra. b. Faktor eksternal. Faktor ekstern merupakan faktor penyebab kecacatan mata yang timbul dari luar diri orang tersebut. Misalnya karena: 1) Penyakit sifilis/ raja singa/ rubella 2) Malnutrisi berat atau kekurangan nutrisi berat 3) Kekurangan vitamin A 4) Penyakit diabetes melitus 5) Penyakit tekanan darah tinggi 6) Mengalami stroke 7) Mengalami radang kelenjar kelopak mata 8) Penyakit hemangioma yaitu tumor jinak pada pembuluh darah. 9) Penyakit retinoblastoma yaitu tumor ganas yang berasal dari retina. 10) Menderita Cellutis orbita yaitu radang jaringan mata yang disebabkan karena infeksi kuman pada jaringan mata. 11) Glaukoma yaitu tekanan pada bola mata yang tinggi. 12) Fibroplasi retrolensa yaitu pemberian oksigen yang berlebihan pada bayi lahir prematur. 13) Pengaruh obat atau zat kimiawi 4. Karakteristik Tunanetra Karakteristik tunanetra adalah kegiatan yang dilakukan oleh tunanetra. Edangkan berat ringan karakteristik tersebut tergantung sejak kapan mengalami ketunaannya, tingkat ketajaman penglihatannya, tingkat pendidikannya, lingkungan, serta usia (Widdjajantin, 1995) a. Karakteristik tunanetra total antara lain : 1) Mempunyai rasa curiga pada orang lain 2) Perasaannya mudah tersinggung 3) Ketergantungan pada orang lain yang berlebihan 4) Melakukan blindism, yaitu gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa mereka sadari 5) Mempunyai rasa rendah diri 6) Sikap tangan ke depan dan sikap badan agak membungkuk Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 7) Suka melamun 8) Memiliki fantasi yang kuat untuk mengingat suatu obyek 9) Memiliki sifat kritis 237 10) Memiliki sifat pemberani 11) dan perhatian terpusat b. Karakteristik tunanetra kurang lihat antara lain 1) Selalu mencoba melihat suatu benda dengan memfokuskan pada titik-titik benda. 2) Menanggapi rangsang cahaya yang datang padanya, terutama pada benda yang kena sinar yang disebut visually function. 3) Bergerak dengan penuh percaya diri baik di rumah maupun di sekolah. 4) Merespon terhadap warna. 5) Dapat menghindari rintangan-rintangan yang berbentuk besar dengan menggunakan sisa penglihatannya. 6) Memiringkan kepala bila akan memulai dan melakukan suatu pekerjaan. 7) Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya yang dipunyainya 8) Tertarik pada benda yang bergerak. 9) Berusaha mencari benda jatuh dengan menggunakan penglihatannya. 10) Kebanyakan mereka menjadi penuntun bagi teman-temannya yang buta. 11) Jika berjalan sering terbentur atau kakinya menginjak-injak benda tanpa disengaja. 12) Jika berjalan dengan menyeretkan kaki, menggeserkan kaki atau salah langkah. 13) Mengalami kesulitan dalam menunjuk benda atau mencari benda kecuali benda-benda yang berwarna kontras. 14) Mengalami kesulitan melakukan gerakan-gerakan yang halus, dan lembut. 15) Bila melihat benda secara global atau menyeluruh. 16) Kerjasama antara mata dan anggota badan lemah. 238 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Tunarungu 1. Pengertian anak tunarungu Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar sebagai akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari– hari yang berdampak terhadap kehidupanya secara menyeluruh. Seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruh alat pendengarannya dalam kehidupan sehari–hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara komplek (Permanarian dan Hernawati, 1996: 27). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagai akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari – hari yang berdampak terhadap kehidupannya secara menyeluruh. 2. Karakteristik anak tunarungu a. Karakteristik dalam segi intelegensi. Secara umum anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau rata – rata, tetapi dalam perkembangannya intelegensi tidak secepat anak normal pendengaran. Hal tersebut sangat dipengaruhi kemampuan bahasa yang dimiliki anak, akibatnya dalam prstasi anak tunarungu lebih rendah dibanding dengan anak berpendengaran normal atau mendengar yang sebaya. Rendahnya tingkat prestasi anak tunarungu bukan berasal dari kemampuan intelektual yang rendah, tetapi pada umumnya disebabkan intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang dengan maksimal, tapi tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat hanya yang bersifat verbal saja anak tunarungu mengalami hambatan. b. Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara. Kemampuan berbicara dan berbahasa anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar, anak tunarungu mengalami hambatan karena masalah ketajaman pendengaran yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus c. 239 Karakteristik dalam segi kepribadian, emosi dan sosial. Kemiskinan bahasa anak tunarungu mengakibatkan terhambatnya komunikasi dengan lingkungan, hal tersebut menimbulkan masalah bagi anak tunarungu karena anak terasing dari pergaulan sehari–hari dimana dia hidup. Keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek negatif seperti: 1) Egoisentrisme yang melebihi anak berpendengaran normal. 2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas. 3) Ketergantungan terhadap orang lain. 4) Perhatian mereka sukar dialihkan. 5) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung. Karena dampak tersebut diatas menyebabkan anak tunarungu kurang mempunyai konsep sosial meliputi pengertian luas yaitu lingkungan dimana dia hidup, sehingga menimbulkan perasaan rendah diri, terasing, cemburu, mudah curiga, kurang dapat bergaul, dan mudah marah. Tunagrahita 1. Pengertian Anak Tunagrahita Pengertian Anak tunagrahita menurut beberapa ahli (soemantri, 2007:103) adalah “anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata”. Menurut Delphie (2007:2) “anak dengan hambatan kemampuan (tunagrahita) memiliki problema belajar disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, fisik”. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, yang dimaksud dengan anak tunagrahita adalah anak dengan gangguan intelegensi atau intelegensi di bawah rata-rata normal sehingga mengalami kesulitan dalam akademik, komunikasi, bahasa maupun sosial. 2. Karakteristik Anak tunagrahita ringan a. Ditinjau dari segi Kecerdasan. Umumnya anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dan memiliki kecerdas-an di bawah rata-rata. Dengan kecerdasan di bawah rata-rata ini anak tunagrahita ringan memiliki keterbatasan kemampuan dalam berpikir abstrak dan kemampuan intelektual lain di bawah kemampuan yang dimiliki oleh kebanyakan anak, anak tunagrahita ringan lebih banyak belajar dengan cara membeo (rate learning). 240 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dengan kemampuan yang terbatas ini, anak tunagrahita ringan sering dianggap sebagai anak yang bodoh dan acapkali menempati urutan paling bawah dalam prestasi belajar di lingkungan tempat tinggalnya. Sebagaimana tertulis dalam The new America Webster (dalam Amin, 1995:37) bahwa “Moron (debile) is person whole mentality does not develop beyond the 12 years old level”. Maksudnya kecerdasan berpikir seseorang tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan kecerdasan anak normal usia 12 tahun. Walaupun anak tunagrahita ringan ke-mampuan akademiknya terbatas namun mereka masih memiliki kemampuan yang dapat di-kembangkan dalam bidang ketrampilan. Dalam berbicaranya Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar, tetapi minim kosa katanya, Mereka mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, tetapi mereka masih mampu mengikuti pelajaran yang bersifat akademik atau tool subject, baik di sekolah biasa maupun di sekolah luar biasa (SLB). b. Ditinjau dari segi bahasa. Anak tunagrahita ringan yang mengalami gangguan bahasa lebih banyak dibandingkan dengan yang mengalami gangguan bicara (Rochyadi dalam Imandala, 2012). Hasil penelitian Robert Ingall (Rochyadi dalam Imandala,2012) tentang kemampuan berbahasa anak tunagrahita dengan menggunakan ITPA (Illionis Test of Psycholinguistic Abilities), menunjukkan bahwa (1)anak tunagrahita memperoleh keterampilan berbahasa pada dasarnya sama seperti anak normal, (2)kecepatan anak tunagrahita dalam memperoleh keterampilan berbahasa jauh lebih rendah dari pada anak normal, (3)kebanyakan anak tunagrahita tidak dapat mencapai keterampilan bahasa yang sempurna, (4)perkembangan bahasa anak tunagrahita sangat terlambat dibandingkan dengan anak normal, sekalipun pada MA yang sama, (5)anak tunagrahita mengalami kesulitan tertentu dalam menguasai gramatikal, (6)bahasa tunagrahita bersifat kongkrit, (7)anak tunagrahita tidak dapat menggunakan kalimat majemuk. Ia akan banyak menggunakan kalimat tunggal. Mc Lean dan Synder (Sunardi dan Sunaryo, 2007:194) mengemukakan bahwa “anak tunagrahita cenderung mengalami kesulitan dalam keterampilan berbahasa, meliputi morfologi, sintaksis, dan semantik. Dalam hal semantic mereka cenderung kesulitan dalam menggunakan kata benda, sinonim, penggunaan kata sifat, dan dalam pengelompokkan hubungan antara objek dengan ruang, waktu, kualitas, dan kuantitas”. Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 241 Menurut Sutjihati (Sunardi dan Sunaryo, 2007:194) anak tunagrahita disamping dalam komunikasi sehari-hari cenderung menggunakan kalimat tunggal, pada mereka umumnya juga mengalami gangguan dalam artikulasi, kualitas suara, dan ritme, serta mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara”. c. Ditinjau dari segi sosial dan emosi Anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan untuk beradaptasi atau bersosialisasi dengan lingkungannya. Kemampuan menyesuaikan diri yang kurang ini akan sulit bagi mereka untuk membuka jaringan sosial dengan teman sebayanya. Kalaupun mungkin akan membutuhkan waktu yang cukup lama sebagai proses adaptasi. Oleh karena itu, anak tunagrahita lebih cenderung bergaul dengan anak usia lebih mudah di bawah usia mereka sendiri. Lingkungan yang baru juga merupakan hal yang sangat dihindari oleh anak tunagrahita ringan karena beberapa adat kebiasaan yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Beberapa anak tunagrahita membutuhkan pertolongandalam kemampuan itu dibutuhkan untuk hidup, bekerja, dan bermain di dalam masyarakat. Fungsi mental anak tunagrahita juga mengalami kemunduran seiring dengan ke-mampuan sosial mereka. Secara mental, kecerdasan setaraf anak normal berumur 12 tahun. Mereka mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar membuka kreasi-kreasi yang baru. Dengan demikian anak tunagrahita ringan akan semakin tersisih secara sosial dan pada akhirnya akan berakibat pada emosinya. Dimana anak tunagrahita emosinya kurang kaya, kurang kuat dan kurang banyak mempunyai keragaman anak tunagrahita jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial. d. Masalah Anak tunagrahita ringan Menurut Sunardi & Sunaryo (2007) permasalahan Anak tunagrahita ringan meliputi: 1) Hambatan perkembangan motorik. Anak tunagrahita memiliki kecakapan motorik yang lebih rendah dibandingkan kelompok anak normal sebaya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 2) Hambatan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif anak tunagrahita hakekatnya seperti yang terjadi pada anak normal. Namun, sulit untuk berfikir abstrak. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 242 3) Hambatan perkembangan komunikasi. Perkembangan bahasa dan bicara erat kaitannya dengan perkembangan kognitif. Per-kembangan kognitif yang terhambat ber-pengaruh pada perkembangan bahasa dan bicaranya. 4) Hambatan perkembangan sosial dan emosi. Dalam perkembangan sosialnya anak tunagrahita memiliki ketergantungan pada orang lain. Perkembangan emosi anak tunagrahita tidak jauh dengan anak normal tetapi tidak sekaya anak normal. Anak tunagrahita dapat memeperlihatkan kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana hatinya secara tepat. Tunadaksa 1. Pengertian tuna daksa Tunadaksa adalah adalah bahasa kasar Indo nya adalah cacat, dan bahasa halus adalah Tuna Daksa (alias cacat tubuh). Definisi Tunadaksa menurut situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, tunadaksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. 2. a. Ciri-ciri anak tunadaksa 1) Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh 2) Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,tidak lentur/tidak terkendali). 3) Terdapat bagian angggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebihh kecil dari biasanya. 4) Terdapat cacat pada alat gerak. 5) Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam. 6) Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal. 7) Hiperaktif/tidak dapat tenang. Ciri-ciri fisik Anak memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam kesempurnaan tubuh. Misalnya tangannya putus, kakinya lumpuh atau layu, otot atau motoriknya kurang terkoordinasi dengan baik. Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus b. c. 243 Ciri-ciri mental 1) Anak memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas. 2) Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan kedengkian dan permusuhan. Orang tersebut begitu susah dan frustasi atas cacat yang dialami. 3) Penyangkalan dan penerimaan, atau suatu keadaan emosi yang mencerminkan suatu pergumulan yang diakhiri dengan penyerahan. Ada saat-saat di mana individu tersebut menolak untuk mengakui realita cacat yang telah terjadi meskipun lambat laun ia akan menerimanya. 4) Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini adalah fase di mana individu tersebut mencoba menyesuaikan diri untuk dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat ia ingin tidak bergantung, ada saat-saat ia betul-betul membutuhkan bantuan sesamanya. Keseimbangan ini kadang-kadang sulit dicapai. Ciri-ciri sosial Anak kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena keterbatasan aktivitas geraknya. Kadang-kadang anak menampakkan sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas. Untuk kegiatan belajar-mengajardisekolah diperlukan alatalat khusus penopang tubuh, misalnya kursi roda, kaki dan tangan buatan. Penyebab tunadaksa ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada sistem musculusskeletal.Adanya keragaman jenis tuna daksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir. 1) Sebab-sebab Sebelum Lahir (Fase Prenatal), kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan, kerusakan disebabkan oleh: (a) Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya, misalnya infeksi, sypilis, rubela, dan typhus abdominolis. 244 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (b) Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak. (c) Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu. (d) Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat. 2) Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal, peri natal), Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain: (a) Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan. (b) Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi. (c) Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya. (d) Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase post natal), Fase setelah kelahiran adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia 5 tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah: (1) Kecelakaan/trauma kepala, amputasi. (2) Infeksi penyakit yang menyerang otak. (3) Anoxia/hipoxia. 3. Karakteristik Anak Tuna Daksa, Kareakteristik anak tunadaksa mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 245 pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak tuna daksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya.jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak tuna daksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan. Tunalaras 1. Definisi Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dankontrol sosial.Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.Menurut Somantri (2007:139)“Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain.”Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. 2. Ciri-ciri Anak Tuna Laras Penggolongan anak tunalaras secara umum dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sebagi berikut. a. Gangguan Emosi. Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senangsedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas. Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu: 1) Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas objeknya. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 246 b. 2) Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya. 3) Gugup/nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatanperbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut. 4) Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya. 5) Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan. 6) Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi. 7) Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan. 8) Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena perasaan tertekan. Gangguan Sosial. Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain. Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah: 1) Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya. 2) Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial. 3) Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga. 4) Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah. Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 5) c. 247 Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat. Dari keluarga miskin. Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara. Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan kegoncangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya. Klasifikasi berat-ringannya kenakalan Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah: 1. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negatif terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut. 2. Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya. 3. Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum. 4. Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah. 5. Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat. 6. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya. Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya 248 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Autis Autis adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas dan kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan. Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang terapi harus dilakukan seumur hidup, walaupun demikian penderita Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi Autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti Sekolah Umum, menjadi Sarjana dan dapat bekerja memenuhi standar yang dibutuhkan, tetapi pemahaman dari rekan selama bersekolah dan rekan sekerja seringkali dibutuhkan, misalnya tidak menyahut atau tidak memandang mata si pembicara, ketika diajak berbicara. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.[1] Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme.Autisme adalah yang terberat di antara PDD. Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun.Penderita autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar, komunikasi, dan bahasa.Seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal Dari beberapa pengertian dan karakteristik tentang anak berkebutuhan khusus dari tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan autis, dapat kami kami simpulkan bahwa pendidikan karakter dapat di berikan pada anak berkebutuhan khusus tapi pemberiannya di sesuaikan dengan karakteristik masing masing anak dan di sesuaikan dengan Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 249 kebutuhan khususnya, pendekatan harus memperhatikan time yang tepat, sebab kalau tidak tepat maka akan pemperburuk pada perkembangan anak tersebut, dengan melihat time yang tepat maka penanaman karakter karakter yang baik dapat merubah prilaku yang kurang baik pada anak didik berkebutuhan khusus. Sehingga anak berkebutuhan khususpun dapat menjadi pribadi pribadi yang berkarakter sehingga anak dapat bergaul secara sosial dengan masyarakat pada umumnya. Penanaman Nilai – nilai Karakter Pada anak Berkebutuhan Khusus Di sekolah Pendidikan Khusus Negeri Seduri penanaman prilaku yang berkarakter selalu ditanamkan sejak dini pada anak berkebutuhan khusus dari jurusan tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan Autis. Perilaku–perilaku berkarakter perlu ditanamkan pada anak didik supaya mereka bisa saling membantu, saling menghargai, dan saling menghormati, meskipun mereka beda kebutuhan khususnya. Ada rasa kebersamaan sesama anggota warga sekolah seperti wali murid, pendidikan dan tenaga kependidikan, adapun prilaku yang ditanamkan pada peserta didik tersebut dibagi tiga yaitu : 1. Diluar kelas a. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Perilaku ini ditanamkan pada anak didik pada awal sebelum masuk kelas, anak di kumpulkan di halaman sekolah untuk berdoa bersama dipimpin oleh salah satu siswa tunanetra, dengan alasan siswa tunanetra mampu mengucapkan doa dengan ucapan yang jelas sehingga dapat mengajarkan pada siswa tunagrahita dan tunadaksa, sedang untuk siswa tunarungu, ada salah seorang guru yang membantu dengan isyarat jari tangan untuk disimak siswa tunarungu dalam berdoa. Keadaan tersebut dapat di lihat pada gambar di bawah ini. Gambar 1. Kegiatan berkumpul di halaman untuk berdo’a 250 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Prilaku karakter religius juga ditanamkan pada siswa pada saat sholat berjamaah Di mushollah sekolah, siswa di ajak sholat dhuhur berjamaah, sebelum pulang sekolah. Dan sholat berjamaah tersebut juga diikuti oleh siswa SD reguler yang kebetulan dekat dengan sekolah pendidikan khusus negeri seduri, disitu terlihat adanya saling interaksi siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler. b. Peduli sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. c. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Siswa berkebutuhan khusus juga memiliki rasa peduli pada orang lain, meskipun itu siswa tunagrahita yang selama ini dianggap sebagian masyarakat sebagai anak tidak berguna karena lemah mentalnya, ternyata dengan pembiasaan yang ditanamkan guru pada siswa, anak tunagrahita juga mempunyai rasa peduli pada temannya, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini: Gambar 2. Bersalaman dengan guru Mereka tanpa disuruh mendorong kursi roda temannya yang tunadaksa agar bisa bersalaman dengan guru, setelah selesai berdoa bersama. d. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Prilaku karakter disiplin pada siswa berkebutuhan khusus ditanamkan pada saat setelah selesai berdoa bersama, mereka berbaris rapi untuk bersalaman dengan guru nya. Mereka dengan tertib berbaris untuk bersalaman, dan saling menolong juga ditunjukkan dengan mendorong temanya yang tunadaksa dan tunanetra untuk berjalan berbaris dengan rapi di halaman sekolah. Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 251 Prilaku disiplin juga ditanamkan pada siswa pada saat mau masuk kelas, disini terllihat kebersamaan siswa, pada saat mau masuk kelas siswa dengan tertib berbaris dengan rapi mesikipun yang mempimpin adalah anak tunagrahita, siswa tunarungu mau menghargai pemimpin barisan meskipun pemimpinnya tunagrahta. Gambar 3. Berbaris untuk melatih kedisiplinan a) Di dalam kelas 1) Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain Didalam kelas perlu ditanamkan sikap karakter ini sebab agar siswa mudah bersosialisasi denga temannya, enjoy menerima pelajaran, dengan suasana enjoy siswa lebih bisa berkomunikasi dengan guru dan temannya, terutama siswa tunagrahita,yang sulit ditebak prilakunya. Guru harus benar benar melakukan dengan pendekatan dengan berbagai startegi dan metode. Agar dapat menguasai kelas. Gambar 4. Kegiatan siswa di dalam kelas 2) Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Pembelajaran di kelas hendaknya mampu mendorong rasa ingin tau siswa terhadap materi pembelajaran, guru harus mampu memilih startegi dan metode yang sesuai dengan karakteristik pada siswa, sehingga kelas menjadi bermakna. Contohnya : pembelajaran tidak harus di lakukan dalam kelas, pembelajaran bisa di lalukan di luar kelas tapi harus di sesuaikan juga dengan materi yang ada, sekiranya bisa dilakukan di luar kelas lebih baik di luar kelas untuk menghindari kejenuhan siswa pada pembelajaran. Seperti pada gambar di bawah ini. Siswa tunagrahita 252 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa pada Pembelajaran alat komunikasi bisa langsung di bawa ke asarama untuk di kenalkan pada alat komunikasi, yaitu telepon, hp, televisi, dan Tape/radio. Gambar 5. Kegiatan melatih rasa ingin tahu 3) Tanggung-jawab: sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. 4) Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Penanaman rasa tanggung jawab dan mandiri perlu ditanamkan pada siswa berkebutuhan khusus, mesikupun mereka ada kekurangan, tapi mereka harus bisa mandiri, harus bisa bertanggung jawab minimal pada diri mereka sendiri tanpa bergantung pada orang lain, maksimal bisa ikut serta dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Hal ini ditanamkan pada siswa agar mampu mandiri, mampu mengurusi kebutuhan diri nya sendiri tanpa bergantung pada orang lain, baik itu saudara, orang tua atau teman, seperti gambar di bawah ini Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus 253 Gambar 6. Kegiatan melatih tanggung jawab dan mandiri b) Di rumah Program–program yang ditanam kan guru di sekolah tidak akan ada guna nya bila tidak ada dukungan dari orang tua siswa itu sendiri, sebab program dan bimbingan itu tidak ada gunanya bila dirumah tidak dilakukan pembiasaan, untuk itu perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara guru dan orang tua wali murid, perlu adanya diskusi mengenai program yang akan dilakukan pada siswa, juga kendala kendala yang dialami guru di sekolah bisa di diskusikan dengan orang tua siswa demikian juga sebaliknya, kendala kendala orang tua dalam meneruskan program sekolah di rumah di konsultasikan dan diskusikan ke guru agar keberhasil program bisa berhasil dengan baik. Sebab pengorbanan oraang tua berkebutuhan khusus tidak sedikit, seperti di bawah ini, harus meluangkan waktu untuk mengantarkan anaknya ke sekolah, sambil membawa anak yang masih kecil, juga dengan finansial yang tidak sedikit, untuk transpot, uang saku, dan kebutuhan lainnya. KESIMPULAN Dengan berbagai macam teori tentang anak berkebutuhan khusus dan kenyataan di lapangan meskipun itu hanya sebagaian kecil contoh perlakuan pada siswa berkebutuhan khusus di Pendidikan Khusus Negeri Seduri, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pembiasaan merupakan pendekatan yang tepat untuk menanamkan prilaku yang berkarakter pada siswa berkebutuhan khusus baik itu yang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan aiutis. Semakin komplek karakteristik siswa berkebutuhan khusus semakin memerlukan perlakuan dan strategi khusus dalam menanamkan prilaku berkarakter pada siswa tersebut. Mesikipun berkebutuhan khusus siswa di SLB atau di Pendidikan Khusus mampu menjadi generasi yang 254 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa berkarakter. Tinggal masyarakat luas saja apakah mereka mau menerima mereka dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka, jangan menutup mata pada mereka, seperti slogan kami para guru–guru pendidilkan luar biasa untuk menanamkan rasa percaya diri pada anak berkebutuhan kusus yaitu: JANGAN KASIHANI KAMI, TAPI BERI KAMI KESEMPATAN. DAFTAR PUSTAKA Arum, W.S.A, 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implikasinya bagi Penyiapan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Depdiknas. Purbaningrum, Endang. 2013. Modul Bina Persepsi Bunyi dan Bina Bicara. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press. Somad, Permanarian dan Hernawati, Tati .1996.Ortpedagogik Anak Tunarungu.Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru. Sunaryo dan Sunardi. 2007. Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti. Sutjiati, Somantri. 2006. Psikologi Anak LuarBiasa. Bandung: Reflika Aditama. Widdjajantin, A, 1995. Ortopaedagogik Tunagrahita Jakarta: DepdikbudDin. Widdjajantin, A, 1995. Ortopaedagogik Tunanetra I. Jakarta: DepdikbudDin. Menggapai Uluran Tangan Anak 255 MENGGAPAI ULURAN TANGAN ANAK Sulistiana SMA Negeri I Kebomas Gresik Dunia anak adalah dunia impian. Berjuta bintang, bunga, anak binatang dengan berbagai kelucuannya, kebun, laut, langit dan berbagai isi alam berpadu dalam warna dan nuansa bak negeri dongeng. Semua hadir dalam dunia anak. Milik anak. Setiap orang dewasa, utamanya yang telah menikah, tidak akan menolak bahwa kehadiran anak adalah hal yang paling ditunggu dalam kehidupan rumah tangga. Para orang tua bahkan rela melakukan apapun demi hadirnya sang buah hati yang tidak hanya menambah makna dalam kehidupan, tetapi juga sebagai generasi penerus bagi keluarga besar ayah dan ibu. Kelahiran anak menambah kokoh keberadaan pasangan suami dan istri. Demikian pula sebaliknya, anak terlahir ke dunia dengan kebutuhan untuk disayangi tanpa kekerasan (Margaretha; Workshop Klinis Kekerasan Seksual). Tetapi fenomena saat ini sungguh membuat pilu dan miris siapapun yang memiliki hati nurani yang normal dan wajar. Anak-anak saat ini sejak lahir sudah menghadapi bahaya yang sangat luar biasa terhadap fisiknya yakni kekerasan seksual terhadap anak. Di Medan, seorang ayah tega mencabuli anak perempuannya yang baru berusia 18 bulan. Di Kukar, seorang guru SD menjadi tersangka kasus sodomi terhadap seorang siswanya. Di Cianjur, pedofilia melibatkan seorang oknum guru SD di Yayasan Al-Azhar. Pelaku berinisial AS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan muridnya. Sedangkan di Aceh, seorang oknum polisi ditahan setelah mencabuli 5 bocah (Kompas com, 23/04/2014). Dan tidak seorang pun bisa melupakan tragedi JIS. Sekolah yang katanya ber-SPP 20 juta per bulan itu telah menjadi mimpi buruk yang membuka fakta bahwa tindak kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi dimana saja, pada kalangan apa saja tanpa melihat latar belakang pendidikan dan yang lainnya. 255 256 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Data dari Komnas Perlindungan Anak menyebutkan, terdapat 2508 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) sepanjang tahun 2011. Dari jumlah itu, 62,7 persennya adalah bentuk kekerasan seksual. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2010 yakni sebanyak 2413 kasus (vivanews.com,20/12/11). Hasil asesmen tentang KTA di 3 sekolah dasar yang dilakukan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dan World Population Foundation (WPF) tahun 2010 lalu, juga masih menemukan adanya guru yang melakukan tindak kekerasan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarya, khususnya kekerasan fisik dan psikis (Modul Aku Anak Berani). Bahkan saat ini Jawa Timur dinyatakan sebagai tempat tindak kekerasan seksual terhadap anak tertinggi secara nasional, dengan rincian 20% diantaranya terjadi di lingkungan pendidikan (Workshop Klinis; Kekerasan Seksual Terhadap Anak). Hal ini membuat para orangtua merasa tidak aman terhadap keberadaan anak baik di sekolah dan tempat umum lainnya, misal saja; tempat bermain, tempat wisata, tempat les dan sejenisnya. Anak lakilaki maupun perempuan semuanya memiliki potensi sebagai korban kekerasan seksual. Mengapa anak-anak? Karena anak seringkali diposisikan sebagai sosok yang lemah dan mudah tergoda dengan iming-iming yang sangat bernilai bagi anak-anak tetapi bersifat sederhana bagi orang dewasa. Anak-anak adalah sosok tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang dewasa baik yang tidak dikenal dan lebih-lebih pada yang dikenal. Suatu hal yang lumrah jika anak-anak merasa takut saat menghadapi ancaman dari orang dewasa yang memiliki otoritas akan dirinya. Melihat tubuh yang lebih besar dan kekuatan yang juga lebih besar dari dirinya, menekan keberadaannya. Tentu saja kebanyakan anak menjadi takut karenanya, meski tidak menutup kemungkinan adanya anak yang pemberani. Tetapi tentu saja jumlah anak yang pemberani tidaklah banyak. Secara umum lebih banyak yang takut dan tidak mampu berpikir panjang untuk melindungi dirinya. Oleh karenanya, hampir setiap kasus yang terungkap, pelakunya adalah orang dekat korban. Orang-orang terdekat yang seharusnya memberi perlindungan dan kasih sayang, justru menjadi tersangka urutan pertama. Bisa merupakan orang yang dikenal dan disukai anak. Bisa perempuan maupun laki-laki; menikah maupun single. Bisa sesama anak, remaja atau dewasa. Bisa jadi anggota keluarga, rekan, guru, Menggapai Uluran Tangan Anak 257 rohaniwan, pengusaha, atau siapapun yang melakukan kontak dengan anak tanpa menghiraukan tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan karena tidak berpengaruh pada perilaku pelecehan seksual (Modul Aku Anak Bahagia). Erlinda, Sekretaris Jendral KPAI menyatakan; kekerasan seksual terhadap anak itu ibarat fenomena gunung es, atau dapat dikatakan bahwa satu orang korban yang melapor di belakangnya ada enam anak bahkan lebih yang menjadi korban tetapi tidak melapor (http://indonesia.ucanews.com,diakses pada 20 November 2016). Kekerasan seksual terhadap anak baik perempuan maupun laki-laki tentu tidak boleh dibiarkan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelanggaran moral dan hukum, serta melukai secara fisik dan psikologis. Kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan dalam bentuk sodmi, pemerkosaan, pencabulan, serta incest. Kekerasan Seksual Pada Anak Menurut Ricard J. Gelles (Hurairah, 2012), kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun emosional). Kekerasan seksual terhadap anak menurut End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak dipergunakan sebagai obyek pemuas kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan bahkan tekanan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakantindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti : menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja melakukan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain; membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anakanak dalam pose atau tindakan tidak senonoh; serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas seksual (www.parenting.co.id, diakses pada 20 November 2016). 258 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tetapi dalam psikologi perkembangan ada penahapan atau periodesasi rentang kehidupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu. Titik berat pembagian fase-fase perkembangan didasarkan pada gejala-gejala perubahan fisik anak, atau didasarkan atas proses biologis tertentu. Aristoteles misalnya, membagi dalam 3 fase. 1). Fase anak kecil atau masa bermain (0 – 7 tahun), 2). Fase anak sekolah atau masa belajar (7 – 14 tahun), 3). Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi dewasa (14 – 21) tahun. Menurut Maria Montessori, pembagian fase-fase perkembangan anak mempunyai arti biologis, sebab perkembangan itu adalah melaksanakan kodrat alam dengan asas pokok, yaitu asas kebutuhan vital (masa peka), dan asas kesibukan sendiri. Fase-fase perkembangan itu adalah: 1). 0 – 7 tahun, periode penangkapan dan pengenalan dunia luar dengan pancaindra, 2). Umur 7 – 12 tahun, periode abstrak, dimana anak-anak mulai menilai perbuatan manusia atas dasar baik- buruk dan mulai timbulnya insan kamil, 3). Umur 12 – 18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan kepekaan sosial, 4). Umur 18 tahun ke atas, periode pendidikan perguruan tinggi (Desmita, 2009;20-35). Adapun secara kognitif, Piaget (dalam Desmita, 2009; 98) menyatakan bahwa kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan secara bertahap. Secara sederhana kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif dalam 4 tahap, yaitu; tahap sensori-motorik (sejak lahir hingga usia 2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ketas). Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Jika mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6 – 9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10 – 12 tahun) (Desmita, 2009; 96-101). Hal ini mengandung pengertian, anak usia sekolah Dasar secara sederhana memiliki kemampuan mengenali lingkungan, mampu menilai perbuatan baik dan buruk, serta secara kognitif mampu melakukan penalaran konkret-operasional yakni berpikir Menggapai Uluran Tangan Anak 259 secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan melakukan klasifikasi. Dalam pengertian yang lebih luas mereka telah mampu untuk berpikir tentang keselamatan dirinya terhadap ancaman kekerasan seksual. Hal ini tidak sesuai dengan pandangan lama yang menyatakan bahwa anak-anak selayaknya “boneka” yang tidak mengerti apa-apa dan tidak mampu berbuat apa-apa terhadap bahaya yang mengintainya. Anak-anak usia sekolah dasar (SD) memang belum bisa sepenuhnya menghilangkan kesenangan masa kecilnya, tampak masih senang bermain dan mudah memberi kepercayaan pada orang dewasa yang dalam benaknya orang dewasa adalah orang yang selalu baik hati pada setiap anak-anak. Secara teori perkembangan dan kognitif, anak-anak memiliki potensi untuk mampu mengenali gejala kejahatan yang mengancam dirinya. Mereka hanya belum memiliki pengalaman untuk mengantisipasinya dengan baik. Disinilah peran orang-orang dewasa, baik itu orang tua sendiri, guru, pegiat sosial dan lain sebaginya, membekali anak-anak dengan wawasan dan ilmu pengetahuan untuk mengasah ketajaman anak terhadp bahaya seksual yang mengancam dimana-mana. Karena kejahatan itu adalah masalah kesempatan, demikian slogan pemeberantas kejahatan atau pak polisi pada tayangan televisi. Modul Aku Anak Berani yang digagas oleh YKAI dan Rutgers WPF, membuat program yang diharapakan dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak. Melalui workshop yang digelar oleh Psikologi Unair, modul tersebut ditujukan untuk anak SD kelas 3-5. Modul memiliki tujuan untuk membangun pengetahuan dan kesadaran baru pada diri anak-anak tentang tindak kekerasan, sehingga mereka dapat menghindari kemungkinan menjadi korban maupun pelaku kekerasan. Selain itu, modul dirancang untuk memberdayakan anak-anak, membangun sikap mental dan ketrampilan yang dibutuhkannya untuk dapat mencari solusi pada saat menghadapi kekerasan. Melalui program tersebut, anak-anak diharapkan mengembangkan kepercayaan diri, kemampuan untuk menghargai dirinya sendiri dan orang lain, sikap empati dan kepedulian untuk membangun orang lain, sikap tanggap dan responsif, keberanian dan kreativitas untuk berinisiatif menyelesaikan masalah dengan cara positif. Secara umum modul berisi tentang pemahaman anak pada daerah sensitif mereka sekaligus bagaimana cara melindungi dari orang-orang yang tidak berhak untuk melakukannya. Salah satunya bagaimana anak 260 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa mengenali berbagai jenis sentuhan pada daerah sensitif tersebut. Ada sentuhan baik, sentuhan membingungkan dan sentuhan buruk. Sentuhan baik adalah sentuhan yang tidak mengarah pada organ sensitif anak. Sentuhan membingungkan adalah sentuhan yang mengarah pada organ sensitif yang dilakukan oleh orag yang dikenal dan membuat anak merasa tidak nyaman tetapi tidak tahu bagaimana cara menolaknya. Sentuhan buruk adalah sentuhan yang mengarah langsung pada organ sensitif anak yang dilakukan oleh orang tidak dikenal maupun dikenal oleh anak yang membuat anak menjadi ketakutan. Modul Aku Anak Berani juga berisi pembelajaran tentang bagaimana cara anak dapat mengenal dirinya secara utuh dan bagaimana ia dapat menjaga dirinya. Melalui modul tersebut anak memiliki wawasan dalam aspek pengetahuan, aspek sikap dan aspek ketrampilan. Peran guru atau orang dewasa lain dalam memotivasi siswa untuk terlibat dan berpendapat sesuai daya imajinasinya, akan membuat anak memiliki pemahaman terhadap gejala kekerasan seksual yang mengancamnya. Pada akhirnya mereka akan menularkan ilmu yang dimiliki pada temannya, atau bisa menjadi model belajar bagi anak-anak lainnya. Beberapaa gambar di bawah merupakan contoh bagaimana anak mengetahui perlindungan terhadap organ sensitif mereka, baik perempuan maupun laki-laki; Menggapai Uluran Tangan Anak 261 DAFTARPUSTAKA Anonim.______. Modul Aku Anak Berani. Workshop Nasional: Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hurairah, Abu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung: Nuasa Press. 262 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling 263 PERKEMBANGAN INOVASI BARU DALAM LAYANAN BIMBINGAN KONSELING Yachya Hasyim SMK Negeri 2 Malang Saat ini, kecanggihan teknologi informasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu. Kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktivitas. Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia akan mampu bersaing dalam era global. Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan media seperti teknologi informasi dengan tujuan dapat bersaing dalam era global. Perkembangan yang sangat pesat dalam hal teknologi dan informasi tersebut, menimbulkan masalah dan tantangan baru yang lebih berat bagi siswa/konseli. Tucker (2001) mengidentifikasi adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu, (1) kecepatan (speed), (2) kenyamanan (convenience), (3) gelombang generasi (age wave), (4) pilihan (choice), (5) ragam gaya hidup (life style), (6) kompetisi harga (discounting), (7) pertambahan nilai (value added), (8) pelayananan pelanggan (costumer service), (9) teknologi sebagai andalan (techno age), dan (10) jaminan mutu (quality control). Kesepuluh tantangan tersebut, menurut Robert B Tucker, menuntut inovasi dikembangkannya paradigma baru dalam pendidikan seperti: accelerated learning, learning revolution, megabrain, quantum learning, value clarification, learning than teaching, transformation of knowledge, quantum quotation (IQ, EQ, SQ, dll.), process approach, porfolio evaluation, school/community based management, school based quality improvement, life skills, dan competency based curriculum. Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu (siswa) dapat dilaksanakan melalui berbagai macam layanan. Saat ini layanan tersebut semakin berkembang, tidak hanya dapat dilakukan dengan tatap muka secara langsung, tapi juga 263 264 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dengan memanfaatkan media atau teknologi informasi yang ada. Tujuannya adalah menjadikan proses BK lebih menarik, interaktif, dan inovatif, tidak terhambat oleh ruang dan waktu, tetapi tetap memperhatikan azas-azas dan kode etik dalam bimbingan dan konseling. Selanjutnya inilah beberapa inovasi dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling pada siswa SMK. Pengertian Inovasi Layanan pada Bimbingan dan Konseling (BK) Inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, atau barang-barang buatan manusia yang diamati sebagai suatu hal yang benar-benar baru bagi seseorang atau kelompok (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu permasalahan.InovasidalambidangBK adalah suatu ide, metode, cara atau barang yang dibuat oleh guru BK sebagai suatu hal yang benar-benar baru yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah dalam bidang BK. Tentang hal ini, Fullan & Stiegelbauer (1991) mengemukakan bahwa setiap inovasi seharusnya terdiri dari tiga elemen intrinsik sebagai berikut. a. Bentuk (form), bentuk fisik yang dapat diamati secara langsung dan substansi yang terkandung dari sebuah inovasi. Misalnya, bentuk dari pendekatan BK komprehensif dapat dipahami sebagai layanan BK yang terintegrasi dengan proses pendidikan di sekolah,melalui komponen program yang dirancang secara utuh dan saling berkaitan dengan layanan dasar bimbingan, layanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem. b. Fungsi (function), kontribusi atau manfaat yang dihasilkan dari inovasi terhadap kehidupan anggota dalam sistem sosial. Misalnya fungsi yang diperoleh dari pendekatan bimbingan dan konseling komprehensif ini adalah memfasilitasi pencapaian tugas-tugas perkembangan konseli yang memandirikan. c. Makna (meaning), intensitas manfaat yang diberikan inovasi terhadap pengguna inovasi, sehingga dapat dipersepsi sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan individu dalam sistem sosial. Misalnya, pendekatan bimbingan dan konseling komprehensif dapat mendorong aksesibilitas semua peserta didik dan pihak-pihak terkait kepala sekolah, guru, staf administrasi sekolah, orang tua siswa, dan profesi lainnya untuk terlibat dalam proses bimbingan dan konseling. Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling 265 Inovasi Layanan Bimbingan & Konseling Berikut adalah beberapa inovasi dalam hal layanan bimbingan dan konseling yang ada di SMK. 1. Layanan Informasi Bimbingan Konseling Berbasis IT Bimbingan dan Konseling (BK)adalah bagian dari sekolah yang membantu siswa mengatasi segala permasalahan yang dihadapi dalam proses studi untuk mencapai perkembangan yang optimal. Segala upaya dapat dilakukan untuk menjalin hubungan emosi antara guru pembimbing dengan siswa. Upaya ini dilakukan dengan merealisasikan program layanan yang sudah terkonsep sebagai empat komponen layanan pada bimbingan dan konseling. Salah satu dari empat komponen layanan tersebut adalah Layanan Perencanaan Individual. Tujuan layanan perencanaan individual ini adalah agar siswa/ konselidapat membuat, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri melalui media online/blog BK sekolah. Melalui layanan perencanaan individual, diharapkan siswa dapat melakukan hal sebagai berikut. a. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karier, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakat. b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya. c. Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya. d. Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya. Sebagian besar tujuan dari layanan tersebut di atas cenderung bersifat informatif, sehingga perlu dibangun sebuah layanan informasi berbasis web yang dinamis dengan konten yang menarik dan mudah diatur.Layanan informasi tersebut dapat dibuat dengan menggunakan Content Management System (CMS) yang mudah dioperasikan, bahkan dapat digunakan oleh pengguna yang tidak mengerti tentang bahasa pemrograman.Sistem ini diciptakan untuk membangun layanan informasi sekolah. Sistem ini memiliki ukuran yang kecil dan mudah untuk dikonfigurasikan secara manual pada server lokal atau server-server gratis yang ada di Internet, sehingga akan lebih ekonomis. Hal ini 266 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sangat membantu konselor sekolah tanpa memerlukan bantuan tenaga ahli. 2. Konseling Online/CyberCounseling CyberCounseling atau konseling lewat dunia maya adalah konseling online dengan email atau lewat inbox Facebook. Perkembangan alat komunikasi elektronik yang sangat pesat, makin canggih, dan mudah dalam pengoperasiannya menuntut konselor untuk lebih aktif dan proaktif mengikutinya agar tidak tertinggal dalam memberikan layanan BK dengan era ini. Salah satu tindakan pengembangan atau inovasi yang dapat dilakukan oleh konselor adalah dengan memberikan layanan konseling melalui email. Konseling dengan cara ini sangat efektif terutama bagi konselor di sekolah yang tidak memiliki waktu tatap muka untuk layanan BK secara rutin yang terjadwal setiap minggu. Konseling melalui email tidak sulit/rumit untuk dilakukan, karena hampir semua konselor sudah mahir dalam memanfaatkan teknologi informasi dan hampir semua sekolah sudah memiliki website, blog, media sosial, dan fasilitas laboratorium computer yang terkait dengan teknologi informasi. Konselor tinggal mengkomunikasikan program BK yang direncanakan sehubungan dengan kegiatan layanan konseling melalui email kepada pihak terkait di sekolah agar dapat terlaksana dengan lancar. Hal ini penting, karena merupakan salah satu kewajiban sekolah dalam memfasilitasi program yang dimaksud (dukungan sistem). Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan layanan konseling melalui email bagi konselor dan konseli adalah sebagai berikut. a. memiliki alamat email; b. ada fasilitas komputer/laptop/netbook; c. terhubung dengan Internet (modem, wifi, hot spot, smartphone, android, warnet). 3. Bursa Kerja Khusus Berbasis online /lewat Facebook atau Blog Perkembangan telekomunikasi dan informatika saat ini sangat cepat, berbagai infomasi dapat diperoleh dengan mudah. Penggunaan komputer secara online sebagai sarana untuk memperoleh informasi sudah tidak asing lagi saat ini. Pengiriman dan pengambilan informasi dapat dilakukan dengan cepat melalui sistem komputer yang terhubung satu dengan yang lain dalam satu jaringan. Perkembangan jaringan dari yang semula sekedar server penyedia data statis menjadi server yang dapat memberikan informasi yang bersifat nyata (real). Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling 267 Penyampaian informasi lowongan kerja sangatlah penting untuk dapat diketahui oleh berbagai pihak terutama oleh para pencari kerja. Melihat kondisi yang ada saat ini, penulis mencoba merancang suatu aplikasi bursa kerja secara online untuk memenuhi kebutuhan akan penyampaian informasi lowongan kerja melalui media internet/facebook (online). Selama ini dalam proses bursa kerja (lowongan kerja) yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk mencari karyawan, kebanyakan dilakukan melalui media massa yang seringkali terbatas dalam hal waktu penyampaian berita. Bursa kerja secara online mengacu pada tingkat kebutuhan akan lowongan pekerjaan yang dapat secara cepat diterima maupun dikirim oleh pihak perusahaan maupun pihak pencari kerja. Banyak sekali mereka yang telah lulus bersaing untuk memperoleh suatu pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya dan diharapkan lewat aplikasi yang dibuat ini, para pencari kerja dapat dengan mudah dan cepat untuk mengakses lowongan pekerjaan yang diinginkan. Seiring perkembangan waktu, maka dipilihlah salah satu media sosial (facebook) untuk dapat menjaring dan menyampaikan berbagai macam informasi berkenaan dengan bursa kerja.Hal ini merupakan salah satu dari sekian banyak tugas konselor atau guru BK di SMK yang berfungsi untuk memberikan layanan penempatan dan penyaluran alumni. Selain itu, untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan selnjutnya, atau juga dapat digunakan untuk menyampaikan pada siswa atau alumni yang ingin bekerja. 4. Sinema Konseling Sinema konseling adalah suatu konseling kreatif, di mana seorang konselor menggunakan film atau video sebagai alat konseling. Menurut Solomon (2011) sinema konseling adalah suatu metode dengan mengunakan film dalam sebuah konseling yang memiliki efek positif pada orang, kecuali pada seseorang dengan gangguan psikotik. Lebih luas lagi diungkapkan oleh Solomon (dalam Anindito, 2008) bahwa masalah yang dapat dikonseling adalah motivasi, hubungan, dan depresi. Dalam sinema konseling, subjek terdiri dari 5-8 konseli dan berlangsung kurang lebih selama 90 menit, serta didokumentasikan dengan menggunakan variabel yang terukur (Demir, 2007). Sinema konseling merupakan perkembangan dari bibliokonseling. Bibliokonseling merupakan suatu konseling yang menggunakan sumber bacaan untuk membantu kliennya (Demir, 2007). Menurut Ulus (dalam Demir, 2007), 268 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sinema konseling lebih menarik daripada bibliokonseling, selain itu sinema konseling lebih mudah daripada bibliokonseling karena menonton film lebih mudah daripada membaca buku. Menonton film membutuhkan waktu lebih singkat dibandingkan membaca buku. Dinilai dari hasil, proses konseling menggunakan film lebih cepat dibandingkan menggunakan bahan bacaan. Sejalan dengan yang diungkapkan Mc Conahey (2003), remaja akan lebih tertarik dan mudah ketika mereka melihat film pada daripada membaca. Woltz(2004)mengungkapkan bahwa sinema konseling juga merupakan konseling yang spesifik. Dalam prosesnya konselor bukan hanya menayangkan film, tetapi juga memilih kesesuaian film dengan tujuan dalam konseling.Menurut Berg-Cross, Jenning, & Baruch (dalam Derme, 2000) sinema konseling adalah sebuah konseling spesifik untuk melihat konseli secara individual atau kelompok, yang mana menggunakan film sebagai sarana mencapai keuntungan konseling. Dari beberapa definisi mengenai sinema konseling menurut beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa sinema konseling adalah sebuah metode dalam konseling yang menggunakan film atau video dapat dilakukan secara individual maupun kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan menghasilkan efek positif, kecuali pada seseorang dengan gangguan psikotik. Prosedural dalam pelaksanaan sinema konseling tidak hanya penayangan film, namun terdapat serangkaian kegiatan seperti (a) penayangan film, (b) refleksi isi film, (c) refleksi diri, (d) pengembangan komitmen, (e) uji komitmen, dan (f) refleksi pengalaman. Film atau video yang digunakan dalam sinema konseling memiliki durasi paling lama 60 menit, melalui proses editing dimana akan dilakukan pemilihan bagian mana yang layak ditonton konseli dan bagian mana yang tidak layak. Alur cerita film atau video hendaknya yang disukai oleh konseli dan memilih tokoh yang mana menarik dan sesuai dengan usia perkembangan konseli. Hal ini diharapkan akan lebih mempermudah penyerapan oleh konseli terhadap pesan yang hendak disampaikan melalui film. Serangkaian kegiatan yang telah disampaiakan diatas sangat berpengaruh terhadap kesuksesan dari konseling. Prosedur yang sistematis akan mendukung kesuksesan pelaksanaan sinema konseling. Selain itu, sinema konseling memiliki beberapa manfaat sebagai berikut. a. Tawa bekerja sebagai obat. Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa tawa dapat meningkatan aktivitas sistem kekebalan. Tertawa Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling 269 juga dapat mengurangi hormon stres yang dapat menyempitkan pembuluh darah dan menekan aktivitas hormon (epinefrin dan dopamin). Dalam keadaan bermasalah, film lucu dapat menjadi alat yang ampuh untuk mendapatkan sedikit ketenangan. b. Menangis sebagai katarsis emosional. Sebuah film yang membuat seseorang menangis dapat merangsang pelepasan emosi yang terpendam, yang selanjutnya akan menimbulkan perasaan lega dan dapat mengangkat semangat untuk membuka sebuah perspektif baru. c. Mendapatkan harapan dan semangat. Tidak ada film yang dengan sendirinya dapat membalikkan pandangan dunia yang negatif. Tetapi jika seseorang berada pada perasaan tidak berdaya dan putus asa, film yang dimulai dengan cerita mengenai keputusasaan dan berakhir pada kemenangan dapat memberikan harapan. Film mampu membawa seseorang untuk seolah-olah berada didalamnya, merasakan seperti pada cerita sehingga dapat memunculkan sikap optimis dan keberanian untuk mengubah situasi pada diri. d. Mempertanyakan keyakinan negatif tentang diri dan menemukan kembali kekuatan diri. Seseorang mungkin memegang keyakinan negatif tentang dirinya dan tidak menyadari kekuatan pada diri dan cara mendapatkannya. Dengan merefleksikan cerita dan karakter yang terdapat dalam film, seseorang dapat menemukan kekuatan yang sebenarnya ada dalam diri, integrasi kehidupan tidak nyata ke dalam kehidupan nyata dapat terjadi ketika seseorang bercermin pada film. e. Memperbaiki komunikasi. Film dapat digunakan sebagai sarana dalam memperbaiki komunikasi yang kurang baik antara teman atau pasangan. Dengan menonton film bersama-sama dan menjelaskan kepada pasangan atau teman mengenai alasan memilih film tertentu, dapat memungkinkan masuk ke percakapan yang lebih produktif. Film berfungsi sebagai metafora yang mungkin lebih akurat untuk mewakili perasaan dan ide-ide dari pada kata-kata dari seseorang yang kesulitan dalam perangkaiannya. 5. Peer Counselor/Konselor Sebaya Judy A. Tindall & H. Dean Gray (1985) mengemukakan: “Peer counseling is defined as variety of interpersonal helping behaviours assumed by nonprofessionals who undertake a helping role with others” (konseling teman sebaya dapat diartikan sebagai jenis bantuan interpersonal yang dilakukan oleh nonprofesional untuk membantu 270 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa teman yang lainnya). Lebih lanjut dijelaskan bahwa: “Peer counseling includes one-to-one helping relationships, group leadership, discussion leadership, advisement, tutoring, and all activities of an interpersonal human helping or assisting nature” (konseling teman sebaya meliputi hubungan bantuan individu ke individu, kepemimpinan kelompok, kepemimpinan dalam diskusi, pemberian nasehat, tutorial, dan semua aktivitas hubungan interpersonal manusia yang saling membantu). Dengan sederhana, dapat didefinisikan bahwa konseling sebaya adalah layanan bantuan konseling yang diberikan oleh teman sebayanya (biasanya seusia/tingkatan pendidikannya hampir sama). Dalam hal ini yang telah terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya, sehingga diharapkan dapat memberikan bantuan baik secara individu maupun kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah atau mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan kepribadiannya. Mereka yang menjadi konselor sebaya bukanlah seorang yang profesional di bidang konseling, tapi mereka diharapkan dapat menjadi perpanjangan tangan konselor profesional (Erhamwilda, 2009). Dengan adanya layanan peercounseling berarti sekolah menyiapkan siswa-siswa tertentu untuk menjadi konselor nonprofesional dalam membantu menyelesaikan masalah teman-temannya. Para siswa calon peercounselor akan mendapatkan serangkaian pelatihan yang memadai untuk menjadi konselor sebaya, sehingga diharapkan meningkatkan kemampuan siswa (yang dilatih sebagai peerconselor dan konseli yang dibimbingnya) dalam menghadapi masalah. 6. Layanan Bimbingan Konseling untuk Inklusif/Siswa Berkebutuhan khusus Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus saat ini mengalami perubahan paradigma, dari eksklusif menjadi inklusif. Perubahan ini memberikan warna baru terhadap kebijakan, dimana layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, tidak mesti dilaksanakan di SLB, tetapi dapat dilaksanakan di sekolah inklusi. Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994). Nyatanya upaya pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus melalui layanan pendidikan di sekolah inklusi tidak cukup melalui instructional approach. Hal tersebut dikarenakan proses perkembangan Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling 271 anak berkebutuhan khusus ‘untuk menjadi’ (on becoming)relatif dihadapkan pada berbagai hambatan (barrier of development), baik yang bersumber dari dalam diri maupun bersumber dari lingkungan perkembangannya. Kenyataan inilah yang memberikan landasan empirik akan pentingnya layanan BK bagi anak berkebutuhan khusus. Pendekatan komprehensif pelayanan BK pada siswa inklusif memberikan kerangka acuan agar pelayanan harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut. a. Layanan BK didesain secara utuh dengan memandang konseli sebagai sosok individu yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikolgis, sosial, dan spiritual). Konsep ini sejalan dengan visi Departemen Pendidikan Nasional dalam memandang sosok peserta didik yang hendak dicapai melalui ikhtiar pendidikan, yaitu “Menjadikan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif” atau dengan kata lain “Menjadi insan kamil atau paripurna” (Depdiknas, 2005). b. Ditinjau dari manajemen implementasi layanan, pendekatan BK komprehensif bercirikan integratif dengan program sekolah, berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait, memperluas peran konselor ke dalam konsep “3K” yakni: konselor, konsultan, dan koordinator. Hal ini mengandung makna bahwa keberadaan program BK dan sosok konselor sekolah tidak tampil sebagai sosok yang “eksklusif”.Akan tetapi, hadir sebagai komponen yang terintegratif dengan komponen sekolahan lainnya. Namun demikian, inklusivisme layanan bimbingan dan konseling dan kinerja konselor tetap memiliki ekspektasi dan konteks tugas yang unik dan profesional. c. Orientasi layanan adalah bahwa pendekatan BK komprehensif mengakses semua peserta didik. Hal ini merubah paradigma BK tradisional, dimana layanan diidentikkan untuk menangani peserta didik yang bermasalah saja. Memperhatikan esensi yang terkandung dalam pendekatan BK komprehensif sebagaimana dijelaskan di atas, maka dalam perspektif inovasi pendidikan, pendekatan komprehensif ini dapat dimaknai sebagai sebuah inovasi dalam dunia bimbingan dan konseling. Di era digital ini, konselor harus senantiasa menciptakan inovasiinovasi baru dalam pelayanan BK, tentunya ditunjang oleh kompetensi yang memadai mengenai teknologi informasi. Teknologi informasi mampu menunjang pelayanan BK agar lebih efektif. Oleh karena itu, 272 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa konselor harus selalu meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan teknologi yang berkembang saat ini. Konselor akan selalu menjadi idola klien apabila selalu up to date, karena pada dasarnya bimbingan adalah long life learning atau belajar sepanjang hayat. Selain itu, penyediaan infrastruktur harus ditingkatkan disetiap sekolah. Penyediaan perangkat teknologi informasi adalah hal yang mutlak dalam konseling melalui teknologi informasi, sehingga pelayanan bimbingan konseling akan berjalan efektif tanpa batas ruang dan waktu. DAFTAR PUSTAKA Corey, G. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara). Bandung: Refika Aditama. Demir. 2005. Practical Counselling and Helping Skills. London: Sage Publications Ltd. Dirjen PMPTK. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta. Erhamwilda. 2009. Model Hipotetik Peer Counseling, dengan Pendekatan Realitas untuk Siswa SLTA. Bandung: Nuansa. Gati, I. 1994. Computer-Assisted Career Counseling: Dilemmas, Problems, and Possible Solutions. JournalofCounseling&Development. 73 (1): 51-73. Gendler, M. E. 1992. Learning & Instruction; Theory into Practice. New York: McMillan Publishing. Rahman, A. 2009. Peran Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkelainan. Yogyakarta: Printa. Rogers, E. 1983. Diffusion of Innovation. New York: The Free Press a Division of Macmillan Publishing Co. Inc. Rose, R. and Howley, M. 2007. The Practical Guide to Special Education Needs inn Inclusive Primary Classrooms. London: Paul Chapman Publishing. Santrock, J.W. 2004. Education Psychology. New York: McGraw-Hill Company, Inc. Slavin, R.E. 2006. Education Psychology. Boston: Allyn and Bacon. Smith, J. D. 2009. Inklusif Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa. Sudarman, D. 2002. InovasiPendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia. Suherman, U. 2009. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi Press. Tindall, J.A. & Gray, H. D. Shernoff, M. 2000. Cyber Counseling for Client.New Yorke: Haworth Press. Air Itu Bernama Murid 273 AIR ITU BERNAMA MURID Saifi Yunianto SMPN 2 Rembang Kab. Pasuruan Ada joke teman-teman guru yang membahas kehebatan para murid mereka di sela-sela MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) berlangsung. Ketika bersama siswa-siswanya, salah satu guru tengah ber-googling dengan medsos (media sosial), dia tidak dapat melampirkan laman yang akan diunggah. Tanpa diminta tolong, siswa yang di sebelah tahu keresahannya dan ternyata ia dapat melakukan bahkan lebih lengkap hasil unggahannya. Ada juga guru lainnya yang masih setia menggunakan satu aplikasi lama, ketika beberapa siswi mengetahuinya lantas ‘meledek’ pak guru tidak update dan jadul. Cerita-cerita tersebut sebagian kecil dari satu konsekuensi perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang sangat pesat. Dampak kemajuan IPTEK tidak dapat dipungkiri bagi perubahan tata nilai dan budaya masyarakat, termasuk dalam lingkup pendidikan. Sekolah sebagai satu pilar pendidikan yang mampu membekali para peserta didiknya untuk memiliki pijakan yang kuat. Dasar yang kokoh untuk mampu bertahan di tengah kehidupan bermasyarakat nantinya. Selain itu, peran lingkungan (masyarakat) yang ditopang, juga peran keluarga (orang tua) mutlak dibutuhkan. Bak sebilah pisau yang bermata dua, IPTEK terutama teknologi dapat digunakan untuk apa saja dan oleh siapa saja tanpa terkecuali anak-peserta didik. Peran sinergi ketiga pilar tersebut menjadi signifikan untuk terus dilakukan. Lompatan-lompatan perkembangan yang semakin akseleratif perlu ada upaya penguatan filter para pengguna teknologi. Dalam hal ini, saat guru tidak meng-upgrade ilmu dan keterampilan berteknologinya, tentu dapat menjadi bumerang baginya. Bagaimanapun ia akan mengalami kesulitan, setidaknya untuk mencari penangkal akses informasi yang tidak sepatutnya bagi peserta didik. Lantaran siswanya dapat mengakses informasi yang lebih beragam, sehingga tidak mustahil bila murid dapat jadi lebih hebat dibanding gurunya seperti cerita di 273 274 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa atas. Kemampuan murid yang hebat tersebut menyisakan celah yang perlu ditutup guru dan orang tua, yaitu bekal tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksudkan adalah pada langkah pengambilan keputusan dan tindakan apa yang akan dilakukan. Pengejewantahan rasa tanggung jawab berkorelasi erat dengan Yang Maha Pencipta, orang tua, guru, teman, dan sesama di sekitarnya. Setiap manusia termasuk murid adalah pemimpin dan kelak dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Tanggung jawab atas tindakan yang pernah dilakukan. Demikian kurang lebih makna sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhori. Hal itu yang perlu digarisbawahi, oleh guru maupun orang tua untuk menanamkan pada diri anak-peserta didik dan melatih mereka sejak dini. Begitu pula Pahlawan sekaligus Pelopor Pendidikan, Ki Hajar Dewantara yang mengklasifikasinya kembali dalam tiga bagian. Ing Ngarsa Sang Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Kala di depan memberi teladan dan inspirasi, di tengah menyemangati dan memotivasi, dan di belakang menaati dan mengikuti. Ulasan mengenai tiga pilar tersebut menyiratkan sebuah makna bahwa bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan adalah menurut porsi dan kursinya masing-masing. Peserta Didik Terlahir Fitrah Setiap anak (peserta didik) yang terlahir berdasarkan fitrahnya. Orang tualah yang kemudian menjadikan atau mempengaruhi anak tersebut mengambil keputusan A, B, C atau lainnya. Orang-orang terdekat terutama orang tua yang berperan membimbing dan mengarahkan anak-anaknya untuk memilih keputusan terbaik. Juga, Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bagian dua Hak dan Kewajiban orang tua pasal dua menegaskan hal senada. Orang tua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar pada anaknya. Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad SAW merekomendasikan sejak janin dalam kandungan sering diperdengarkan kalimat-kalimat yang baik, bahkan setelah lahir pun diberi nama-nama yang baik pula. Tentunya nama tersebut dapat menjadi harapan, doa, serta menyelamatkannya dari segala cobaan dan ujian duniawi. Bukan sebaliknya, menjadi sebuah asa yang membuat terlena dan melupakan asal muasal dirinya yaitu berasal dari tanah dan air yang terpancar. Air Itu Bernama Murid 275 “Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup...” (QS. AlAnbiya [21]:30). Air adalah unsur utama dalam tubuh manusia. Komposisi tubuh manusia sebagian besar terdiri atas air yang berkisar 60 persen sampai 70 persen (www.academia.edu). Belum lagi bagian otak yang mengandung air antara 73 persen - 74,5 persen, jantung 73 persen, paru 83 persen, hati 71 persen, dan ginjal 79 persen. Setali tiga uang dengan hasil riset Ilmuwan Jepang, Dr. Masaru Emoto yang menyatakan 70 persen tubuh orang dewasa mengandung air. Dengan isitilah lainnya, materi pembentuk manusia adalah air. Menurut Emoto, air adalah prinsip pertama dari semua benda sebagaimana yang disampaikan dalam filosofi Yunani kuno. Semakin manusia mengenal air, sejatinya ia semakin mampu melihat diri sendiri. Lantas, bagaimana potret air yang berhasil diambil setelah diucapkan kata arigato (terima kasih) bentuknya berubah menjadi begitu indah, Subhanallah,ia membentuk heksagonal yang menakjubkan. Begitu sebaliknya, saat foto air yang dipotret setelah dikatakan you’re fool (kamu bodoh), maka hasilnya berubah tidak sedap dipandang mata, air tidak menjelma bentuk yang menawan. Jauh-jauh hari sebelumnya, Rasulullah SAW sempat menyitir tentang air zamzam. “Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya.” AA Gym panggilan populer KH. Abdullah Gymnastiar (2006) mengatakan barangsiapa meminumnya karena ingin melepas dahaga, niscaya hilanglah dahaganya. Barangsiapa meminumnya karena ingin sembuh dari sakit, maka ia segera sembuh dan sehat. Dr. Emoto juga meneliti air zamzam dengan hasil foto yang menakjubkan bergambar kristal yang sangat indah. Tersibak juga kekuatan sejati air dalam penelitian Dr. Emoto dan Ahli Sains, Kazuya Ishibashi yang menemukan efek gelombang energi, hasil penelitian tersebut dinamakan Hado. Hado memiliki arti semua energi yang sulit dilihat dan berada di alam semesta (Emato, 2006:25). Hampir semua benda yang ada di dunia mempunyai gelombang atau hado. Energi tersebut dapat berbentuk positif atau negatif dan mudah dipindahkan dari satu benda menuju benda yang lain. Artinya, jika ada dua benda yang mempunyai frekuensi yang sama, maka keduanya saling membentuk resonansi. Dalam hubungan antar manusia, seringkali kita mengatakan tidak cocok dengan seseorang. Hal itu yang sebenarnya berkaitan dengan gelombang dan resonansi. 276 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Murid dan Air Hasil jajak pendapat Kompas (22-24/4/2015) menunjukkan bahwa mayoritas publik menyadari pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak. Pengumpulan pendapat ini diambil dari 325 responden yang memiliki anak usia sekolah dalam keluarganya. Tidak kurang dari 85 persen responden menyatakan bahwa orang tua dan keluarga memiliki peran paling penting dalam proses pendidikan anak. Hanya 15 persen responden yang menilai peran ini ada di tangan guru dan lingkungan di luar sekolah. Selain itu, peran aktif keluarga perlu didukung komunikasi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua siswa. 74 persen orang tua murid mengaku tidak tahu pola pelajaran atau kurikulum di sekolah. Mayoritas responden menyatakan, sumber utama infromasi terkait perkembangan anak adalah guru. 45 persen mengaku berkomunikasi dengan guru hanya satu atau dua kali dalam setahun (akhir semester/ awal tahun ajaran baru). Hanya 15 persen yang biasa menanyakan perkembangan sekolah pada anaknya. Prosentase survei tersebut setidaknya menjadi gambaran awal perlu terjalinnya sinergi antara lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Harapannya, hubungan yang saling menguatkan dan berkolaborasi mampu mengurangi hambatan-hambatan di lapangan. Dengan demikian, visi dan misi bersama untuk melahirkan generasi yang kuat dan bertanggung jawab dapat tercapai sesuai asa. Semisal, tidak ada lagi orang tua yang menaruh penuh tanggung jawab pembinaan anak pada sekolah, atau seorang siswa sepulang sekolah bergaul di lingkungan yang tidak memotivasinya untuk belajar, lantaran sebagian temannya putus sekolah atau tidak sekolah. Kasus-kasus yang terjadi di luar rencana pun dapat menambah perbendaharaan rintangan menuju kerja sama yang semakin kokoh di antara stakeholders pendidikan terkait. Ketika ada seorang peserta didik yang hampir sebulan absen tanpa alasan yang jelas, sekolah melalui guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan wali kelas mendatangi rumahnya. Ternyata anak tersebut berangkat dan berseragam ke sekolah, tapi tidak menuju sekolah. Orang tua sampai kejadian itu baru mengetahui perihal anaknya. Beberapa kali sekolah mengunjungi anak tersebut dan memotivasinya untuk kembali bersekolah. Namun belum berhasil sampai kemudian ditemukan alasan mengapa ia sering bolos sekolah. Lantaran permintaannya untuk dibelikan sepeda motor seperti artis di televisi belum diwujudkan orang tuanya. Air Itu Bernama Murid 277 Orang tua tidak menuruti permintaan tersebut dengan alasan kekhawatiran. Proses mencapai titik temu pun berlangsung secara bertahap, akhirnya anak itu mau pergi ke sekolah lagi. Berbeda dengan kasus berikut. Ada peserta didik mutasi dari sekolah lain yang hadir dua hari, lalu tidak hadir sepekan. Kemudian dia masuk beberapa hari, absen juga beberapa hari. Orang tua dipanggil bolakbalik ke sekolah dan belum terjadi perubahan. Anak tersebut masih sering bolos dengan teman sekolah asalnya. Beberapa guru bergantian mengunjungi ke rumahnya, ibunya ada tapi anak tidak di rumah. Bapak yang bekerja di luar daerah jarang memantau perkembangan anaknya, menurut ibu, sesekali pulang. Saat bertemu putranya, bapak tersebut kerapkali memarahi dan bertindak keras. Hal itu semakin tidak menemui jalan keluar. Sampai akhirnya, salah seorang guru home visit ke rumah keluarga, bertemu dengan formasi lengkap. Ada bapak, ibu dan anaknya yang kebetulan berada di rumah. Guru tersebut menceritakan pengalaman pribadi yang diselaraskan dengan tanggung jawab masa depan peserta didiknya, mereka pun menyimak dengan baik. Terbukti, esoknya murid tersebut hadir di sekolah. Apa ada keterkaitan dengan hado atau resonansi, tapi yang jelas perlu ada kata kunci sebagai pengungkit semangat anak tersebut. Kuat dan Bertanggung Jawab Sementara pertanyaan yang muncul, apa kaitan antara peserta didik dengan air dalam membentuk pribadi yang kuat dan bertanggung jawab? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, peserta didik juga manusia yang berkomposisi dominan air. Artinya, ketika peserta didik diberi stimuli perlakuan dalam bentuk ucapan maupun tindakan yang baik, tentu juga ia meresponnya dengan ucapan dan tindakan yang baik pula. Saat orang tua dan guru memperlakukan anak dengan energi positif, maka secara otomatis ia membalasnya dengan resonansi yang positif. Seperti air, kala diucapkan pujian atau kata-kata baik lainnya maka kristal yang menawan segera terbentuk, begitu juga sebaliknya. Memang tidak sesederhana itu untuk membentuk pribadi yang berkarakter kuat dan bertanggung jawab. Paling tidak, sebagai dasar acuan untuk mengarahkan peserta didik ke arah tersebut. Menurut Prof. Dr. Hamka, pembentukan pribadi yang kuat dan bertanggung jawab perlu memiliki lima kriteria di antaranya. Pertama, 278 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa memiliki tujuan. Setiap manusia harus mempunyai tujuan, karena tidak ada orang yang berhasil datang ke suatu tempat dengan tiba-tiba. Kedua, keinginan bekerja dan yang ketiga adalah rasa wajib. Emmerson mengatakan (dalam Hamka, 2014) Manusia yang bekerja disebabkan oleh dorongan kewajiban maka akan gembira dalam mengerjakannya. Meski awalnya terpaksa, lambat laun akan terbiasa dan menikmati perkerjaan itu dengan hati. Sementara, keempat, pengaruh agama dan iman juga dibutuhkan. Kelima, pengaruh sholat dan ibadah. Eisenhower juga meyakini bahwa pekerjaan tidak dapat dilaksanakan semata-mata dengan tenaga manusia dan senjata lengkap, di atas semua itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Setali tiga uang dengan pendapat Trainer yang juga Motivator, Lukman Hakim, bahwa satu-dua persen dari jumlah peserta didik satu sekolah merupakan anak bermasalah. Setelah dirunut dari peserta didik yang bermasalah, ternyata berasal dari keluarga yang bermasalah pula. Ada berbagai pendekatan dan cara yang dapat ditempuh dalam mendampingi anak-anak bersosialisasi. Salah satunya, tips hierarki pembinaan mereka yang perlu dicermati dalam sebuah akronim Copete Celaan Hahu (contoh, perintah, tegur, cela, ancam, hukum, dan hati (usapan di kepala saat terlelap dan berdoa). Saat proses pembinaan terus diupayakan melakukan tarik ulur antara boleh dan tidak boleh, sehingga menjadi pribadi yang matang dan baik. Juga memperhatikan empat aspek jiwa anak, antara lain: (1) akal (intellectual) yang memperoleh asupan nutrisi dari referensi, buku, dan literasi, (2) perasaan (emotional) yang bersumber dari senyum, belaian, dan kasih sayang, (3) spiritual (spiritual) yang dapat diperoleh dari aktivitas sholat, membaca Al-Quran, sedekah, dan mengamalkan ilmu dalam kehidupan, dan (4) ruh (soul) akan baik jika ketiganya baik. Tugas orang tua menyiapkan jasmani dari makanan yang empat sehat lima sempurna plus satu, halalyang thoyyib. Teladan memang menjadi sesuatu yang paling diamati peserta didik. Lantaran mereka kerapkali dikenal dengan sebutan perekam yang baik. Seperti yang diutarakan Lukman dalam paparannya di atas. Bahkan jauh-jauh hari Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah (teladan yang baik) memotivasi para pemuda untuk belajar memanah dan menunggang kuda. Pasalnya, aktivitas tersebut menggambarkan keperkasaan, kekuatan dan kesiapan untuk menghadapi kesulitan. Ditambah lagi Nabi Muhammad SAW bersabda, Allah tidak pernah mengutus seorang nabi Air Itu Bernama Murid 279 kecuali ia pernah mengembala kambing (Abdurrahman, 2007:187). Lantas para sahabat bertanya, Begitu juga Anda? “Ya, saya menggembalakan milik orang-orang Mekkah dengan upah qararith (pecahan dirham/ dinar), jawab Nabi SAW dalam sabdanya. Perjalanan Nabi SAW yang didesain memang tidak mudah. Justru hal itu mampu mencetak kepribadian yang kuat, tahan banting, dan bertanggung jawab. Sebagai orang tua dan guru di era kekinian, peningkatan kecakapan dan ketrampilan dalam mendampingi anak-anak dan peserta didik mutlak diperlukan secara berkesinambungan. Tidak cukup upayaupaya lahir dalam melahirkan generasi yang kuat dan bertanggung jawab, tapi juga diperlukan usaha-usaha batin yang simultan. Sentuhan, elusan, ciuman, dan doa yang tulus dilantunkan orang tua di ubun-ubun anak sambil menyampaikan cinta yang mendalam ketika terlelap tetap meresap pada dirinya (Yudisia, 2015:15). Enegri hado-nya Emoto juga berlaku dalam momen-momen tersebut. Namun beberapa abad sebelumnya, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa saat tidur, seluruh indera termasuk peraba atau kulit menjadi lebih peka meski mata yang terpejam. Tren tersebut ternyata merambah di negeri ginseng. Para orang tua di Korea dewasa ini, biasa memasuki kamar putra-putrinya yang tengah tertidur saat pulang dari kesibukannya. Mereka berupaya menjaga frekuensi positif kedekatan dengan anak-anaknya melalui cara mengelus dan memijit kakinya. Alangkah indahnya tatapan mata keduanya, orang tua dan anak ketika tiba-tiba terjaga yang dapat menyemai cinta yang beresonansi. Kemudian Buya Hamka (2014) pun tak luput berpesan kepada para anak muda baik anak maupun peserta didik dengan lantang. Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu. Petuah tersebut masih relevan dengan apa yang terjadi saat ini. Bagaimanapun perkembangan IPTEK dan pergeseran budaya tengah berlangsung, pembentukan karakter yang kuat dan bertanggung jawab dapat menjadi langkah alternatif pemecahannya. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Jamal. 2007. Cara Nabi SAW Menyiapkan Generasi. Surabaya: Penerbit eLBA. Emato, Masaru. 2006. The True Power of Water. Bandung: MQ Publishing. Hamka. 2014. Pribadi Hebat. Jakarta: Penerbit Gema Insani. 280 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan....... 281 PERAN PENDIDIK UNTUK MENYENTUH HATI REMAJA DENGAN KASIHAGAR MERAIH PRESTASI YANG BERARTI Dina Elisa SMP Negeri 27 Malang Remaja dengan segala tindakannya membutuhkan bimbingan, perhatian, dukungan serta sentuhan kasih yang berarti untuk memberikan pencerahan baru, bahwa sesungguhnya ia mampu berprestasi dengan cara dan kemampuannya sendiri. Masa remaja adalah masa yang bergejolak, masa dimana seorang mencari jatidirinya secara utuh.Namun seringkali remaja terjerumus dalam pencariannya karena tidak tahu jalan mana yang harus dipilih. Dengan sebab apa, dengan siapa, dan jalan mana yang dia pilih,bahkan dengan alasan yang tidak logis sekalipun. Mereka lebih percaya kepada teman daripada orang tua, mereka lebih care kepada orang yang memberikan perhatian lebih walaupun itu baru dikenal, padahal mereka lebih sering tertipu dan terpedaya dengan janji-janji gombal.Sayangnya mereka tidak sadar meskipun sering diingatkan oleh orang-orang yang menyayangi mereka dengan sepenuh hati. Remaja Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.Masaremaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. pengertian remaja menurut Darajat (1990:23) adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisik maupun psikis. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan dan cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.Jadi, 281 282 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, proses tersebut berlangsung antara umur 12 sampai 22 tahun yang ditandai dengan beberapa perubahan baik secara fisik, psikis maupun emosional, dan sosial. Pergaulan Remaja Pergaulan remaja saat ini dengan remaja 10 sampai 20 tahun kebelakang akan sangat jauh berbeda dengan remaja sekarang ini. Baik dari segi cara berpakaian/model, sopan santun, etika, menunjukkan rasa simpati, dan mengungkapkan rasa suka kepada lawan jenis. Bahkan perkembangan teknologi yang semakin maju membuat remaja semakin maju dan berkembang dari sisi positifnya, namun juga semakin maju tindakan menyimpangnya.Beberapa tindakan menyimpang dalam kehidupan remaja yang dapat disebut kehidupan efektif sehari-hari terganggu (Kes-T) dalam istilah bimbingan dan konseling, yang seringkali dilakukan remaja antara lain: a. Berkelahi/tawuran b. Membolos c. Nge-game d. Merokok/ nge-drugs e. Pacaran di luarbatas f. Nge-gank dengan kegiatan negatif g. Melakukan tindakan bullyying h. Perbuatan melanggar etika dan sopan santu i. Pencurian j. Perampokan k. Freesex dan lain-lain Tidak sedikit upaya orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah untuk meminimalisir tindakan menyimpang yang dilakukan remaja. Hal ini untuk menuju kehidupan efektif sehari-hari yang sehat.Namun pengaruh luar biasa gadget dan kemajuan teknologi juga menjadi perhatian oleh banyak pihak. Kemajuan tidak dapat dilarang bahkan sangat penting dalam rangka mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman.Tindakan-tindakan menyimpang akan menimbulkan dampak terhadap kehidupan remaja, dimana dampak itulah yang akan menjadi pengaruh penting dalam menyongsong kehidupannya mendatang. Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan....... 283 Dampak nyata akibat perilaku menyimpang itu antara lain mengakibatkan: a. Permusuhan b. Malas belajar/sekolah c. Kecanduan d. Kecelakaan e. Kekerasan yang berakibat fatal f. Tindakan kriminal g. Dipenjara h. Kehamilan tidak diinginkan i. Aborsi j. IMS (Infeksi Menular Seksual) dan lain-lain Dampak yang begitu beragam dapat mengganggu kehidupan kedepan dan pengaruhnya terhadap masa depan remaja. Hal ini menjadi inspirasi kuat dan harus menjadi alasan untuk mencari cara bagaimana upaya membantu remaja menyongsong masa depannya. Sentuhan Agama dan Kasih Agama dan ilmu pengetahuan adalah pondasi utama manusia menuju sukses. Dalam Alqur an (QS. Al-Mujaadilah: 11) Allah berfirman: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat”. Mengapa manusia sering melakukan tindakan menyimpang? Kemungkinanjawaban terbanyak karena mereka jauh dengan Tuhan (jarang beribadah), dan mereka kurang berpengetahuan.Demikian pula dengan perilaku menyimpang pada remaja jawabannya 11-12 tidaklah jauh dari kemungkinan yang dimaksudkan. Di suatu sekolah pernah dilakukan vooting tindakan perilaku menyimpang. Lebih dari 80 persen mereka mengangkat tangan dan mengakui pernah melakukan tindakan menyimpang yang disebutkan, karena apa? berbagai alasan tentunya. Namun, setelah disimpulkan sebagian besar yang pernah melakukan tindakan menyimpang tidak lain karena mereka tidak pernah melakukan ibadah, jarang melakukan ibadah serta melakukan ibadah kalau hanya disuruh.Mereka yang sadar untuk mau beribadah adalah sebagian kecil dari mereka yang sedikit melakukan perilaku menyimpang, dan itu bukanlah hakl-hal yang fatal. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 284 Sentuhan agama sekali lagi merupakan hal yang sangat urgent untuk mengetuk hati para remaja. Pengertian dan pemahaman yang gamblang dan tegas, namun sangat lembut melalui ajaran agama yang akan mengantarkan mereka menjadi pribadi-pribadi santun juga penyayang. Agama mengajarkan bagaimana cara bersikap terhadap orang yang lebih tua dan bagaimana terhadap yang lebih muda/ sebaya.Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Bukanlah termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi yang kecil/muda dan tidak menghormati yang tua”. Penyadaran pentingnya etika pada remaja diperlukan proses-proses dan pendekatan yang beragam dan tidak mudah. Pendekatan yang akan dibahas dalam hal ini adalah pendekatan dari hati dan juga kasih. a. Menumbuhkan Motivasi Internal Menumbuhkan sebuah motivasi yang tumbuh dari dalam diri secara ikhlas dan membayangi dirinya untuk menjadi sukses. Hal ini dapat menjadi kebahagiaan diri sendiri juga orang yang ada disekitar. Dalam menumbuhkansebuah motivasi mau tidak mau harus melakukan 4 kiat sukses berikut ini. 1) Sholat 5 waktu tepat waktu berjamaah 2) Birrulwalidain (berbakti kepada orang tua) 3) Bersedekah 4) Belajar diatas rata-rata (disampaikan Abdul Tedy, M.Pd; dalam LDK OSIS SMPN satu Atap Lesanpuro Malang periode 2015/2016) Gambar 1. Kegiatan Religi “Salat Dzuhur berjamaah di lab.IPA-Mushola” b. Seringnya mengucapkan, memperdengarkan, memperlihatkan, dan memberikan teladan positif dimanapun berada, serta memberikan keyakinan bahwa usaha keras dan positif akan menghasilkan sesuatu yang positif. Contohnya: selalu mengucapkan yel-yel positif sebelum melakukan kegiatan (Manjaddawajada, I can do, Bravo, Jaya, Sukses, Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan....... 285 Yes!), menempeli dinding-dinding kelas dan sekolah dengan kalimatkalimat motivasi/peribahasa/ mahfudhot. Gambar 2. Pemasangan Banner yang Berisi Kata-kata Motivasi dan Inspirasi di Depan dan di Dalam Kelas Tahun 2015 c. Sentuhan secara pribadi, yaitu tindakan pemahaman, penyadaran, pencegahan, pengembangan potensi, pemberian informasi, pemberian santunan, motivasi dari orang-orang terdekat, yang dipercaya dan diyakini mau dan mampu untuk membantu menyelesaikan remaja yang melakukan tindakan menyimpang. Contohnya: melakukan konseling dengan guru pembimbing, teman sebaya dalam PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) di sekolah, dengan wali kelas, ustadz, kyai, ahli (psikolog dan psikiater) dan juga SEFter/ hypnoteraphis. Gambar 4. Pemberian Santunan Siswa Kurang Mampu dari Dinas Pendidikan Kota Malang d. Mempertemukan remaja yang melakukan tindakan menyimpang dengan orang-orang yang mengasihi dan menyayanginya (parenting). Dengan cara dan tujuan yang telah disepakati bersama dengan orang-orang tertentu, untuk memberikan pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan menghasilkan komitmen perubahan melalui kontrak perilaku oleh remaja tersebut. Gambar 5. Kegiantan Parenting “Bertemu dengan Orang-orang Terkasih” Tahun 2016 286 e. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Membina dan menjaring kerjasama positif dengan berbagai pihak terkait, guna melakukan pembimbingan, pembinaan, penyuluhan, pengkaderan, penyaluran bakat, dan usaha peningkatan skill serta akhlak remaja. Contohnya: kerjasama dengan BNN, Puskesmas, BKKBN, Polisi, motivator, psikolog, psikiater, dosen, kyai/ustadz/mubaligh/da’i, dokter, wali murid, dan pihak-pihak lainyang diperlukan. Gambar 6. Bekerjasama dengan Lembaga Psikilogi untuk Tes IQ dan Wali Murid tentang Pengolahan Limbah/Daur Ulang Gambar 7. Serangkaian Kegiatan Penyuluhan tentang Sex Education Bekerjasama dengan PSLK UMM Tahun 2016 Gambar 8. Kerjasama dengan Polisi dan TNI untuk meningkatkan Kedisiplinan Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan....... f. 287 Ingat Pelajaran Hidup yang Berarti: Bila anak hidup dengan kritik, ia belajar untuk menyalahkan Bila anak hidup dengan kekerasan, ia belajar untuk berkelahi Bila anak hidup dengan ketakutan, ia belajar untuk menjadi penakut Bila anak hidup dengan rasa benci,ia belajar untuk tidak menghargai Bila anak hidup dengan ejekan, ia belajar menjadi pemalu Bila anak hidup dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah Bila anak hidup dengan perasaan iri, ia belajar iri hati Bila anak hidup dengan berbagi, ia belajar kemurahan hati Bila anak hidup dengan toleransi, ia belajar menjadi sabar Bila anak hidup dengan dukungan, ia belajar percaya diri Bila anak hidup dengan pujian, ia belajar menghargai Bila anak hidup dengan penghargaan, ia belajar memiliki tujuan hidup Bila anak hidup dengan persetujuan, ia belajar menyukai dirinya sendiri Bila anak hidup dengan penerimaan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan Bila anak hidup dengan ketenangan dan kebahagiaan, , ia akan hidup dengan pikiran yang damai (dikutip dari materi Workshop Super Wali Kelas, Umar Kadafi; 2014) Kegiatan positif menjadi pengalaman berharga yang membekas, dan menyentuh hati akan membawa pengaruh besar terhadap keberhasilan, serta perubahan siswa menjadi lebih positif baik skill, sikap, dan prestasi. Keberhasilan siswa tidaklah harus diwujudkan dalam bentuk penghargaan piala dan materi lainnya. Kesadaran siswa secara mandiri merubah perilaku yang tidak baik menjadi baik, yang kasar menjadi lebih santun, melawan dan membantah orang tua menjadi menghormati dan sopan/berbudi pekerti, itu adalah keberhasilan yang lebih berharga. Semua itu adalah usaha dan rangkaian tugas serta tanggungjawab yang diemban oleh pendidik dan harus dilaksanakan dengan baik.Namun, keberhasilan dan kebaikan yang dihasilkan semua adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Semoga yang dilakukan pendidik-pendidik di Indonesia walaupun itu kecil, tetapi dapat menyentuh hati peserta didik, sehingga dapat mengantarkan dan membawa perubahan berarti terhadap generasi mendatang. 288 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Gambar 9. Beberapa surat cinta kepada Bapak/Ibu guru pada peringatan hari guru 25 November 2016 yang berisi ucapan terima kasih sudah membantu menyadarkan anak yang tidak baik/nakal menjadi anak yang lebih baik. Dari yang punya kebiasaan merokok mau berhenti merokok, dari yang depresi dan ingin bunuh diri karena disakiti akhirnya dapat memaafkan dan menjalani kehidupannya dengan baik. DAFTAR RUJUKAN Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al-Quran dan Terjemahnya. Surabaya: CV Jaya Sakti. Mustafa. 1987. 150 Hadits Pilihan untuk Pembinaan Akhlak dan Iman. Surabaya: Al-Ikhlas. De Porter, Bobby & Mike Hernacki. 1999.Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyanangkan.Bandung: Kaifa. Chatib, Munif.2011. Gurunya Manusia Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara.Bandung: Kaifa. Chatib, Munif. 2012. Sekolahnya Manusia Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia.Bandung: Kaifa. Utomo, Nurbowo Budi. 2012. Pengembangan Materi BK Berbasis Multimedia. Yogyakarta: Paramitra Publishing. Kadafi, Umar dan Abdul Tedy. 2013.Modul Workshop Super Wali Kelas. Malang: UMM Press. Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 289 PROFESIONAL GURU IPA DALAM MEMBANGUN GENERASI ABAD 21 MELALUI GERAKAN LITERASI DAN KARYA Endang Mudjianah SMP Negeri 1 Siliragung Kec. Siliragung Kab. Banyuwangi Guru merupakan salah satu pilar bangsa, tanpa guru pesan tak dapat tersampaikan kepada peserta didiknya. Guru yang tidak mampu menyampaikan pesan dengan benar dan baik kepada peserta didik belum bisa dikatakan guru tetapi belum profesioanal. Kualitas bangsa akan ditentukan oleh kualitas generasi penerus bangsa. Oleh karenanya yang penting bukan hanya kebijakan, kurikulumnya, metode pembelajaran tetapi pelaku utama dalam dunia pendidikan, yang berkiprah membangun dan mencetak generasi di masa depan yaitu guru. Kebijakan, kurikulum itu tak lain sebagai pedoman, acuan dalam melangkah melaksanakan proses pembelajaran sedangkan metode, strategi, model pembelajaran adalah sarana dan cara guru untuk mengembangkan pembelajaran, pengetahuan yang dimiliki untuk ditransferkan kepada siswa/peserta didiknya. Disadari atau tidak guru sebagai ujung tombak di dunia pendidikan ikut ambil bagian dalam mencetak peserta didik 5 – 10 tahun ke depan. Keberhasilan peserta didik baru bisa dirasakan betul setelah para guru bertemu, mendengar cerita jika ada murid-muridnya bekerja di tempat yang mapan dan benar. Alangkah bangganya seorang guru bisa bertemu dengan mantan muridnya yang sukses di bidang apapun dan muridnya mengatakan keberhasilan ini juga karena motivasi bapak / ibu guru atau seorang murid mengatakan masih ingat saya pak/bu yang nakal itu lho. Sejalan dengan pemikiran Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Sumarna Surapranata dalam kata sambutan Modul Guru Pembelajar yaitu Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci keberhasilan belajar siswa. Guru profesional adalah guru yang kompeten membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan yang berkualitas. 289 290 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Hiruk pikuk kasus yang melanda di negara ini merupakan salah satu kesalahan tanpa sadar yang guru-guru lakukan saat mengajar/ menyampaikan sebuah kata/kalimat, memperlakukan peserta didik. Mereka tidak pernah menyadari dan tidak pernah berfikir dampak jangka panjang dan sangat besar di masa yang akan datang. Contoh kecil saja, pernahkah guru melatih peserta didik untuk jujur pada saat ulangan, mulut bisa berbicara tetapi tanpa penerapan yang benar akan ikut mencetak atau membangun peserta didik di masa akan datang menjadi korupsi, mafia narkoba, pecandu, ini semua didasari oleh ketidakjujuran. Menjadi tugas dan tanggung jawab guru sebagai pendidik untuk membangun peserta didik sebagai generasi penerus perjuangan di negara ini melalui gerakan peserta didik berkarya didahului dengan peningkatan profesionalisme guru. Membaca definisi profesionalisme guru itu gampang, yang sulit ketika istilah profesionalisme harus dipahami dan guru harus menerapkan keprofesionalnya dalam membangun peserta didiknya menuju abad 21. Sangat ironis sekali bila ada guru yang tidak tahu profesionalnya sebagai guru. Profesionalisme dengan 4 kompetensi yang harusnya melekat pada diri seorang guru masih banyak yang belum mengalir pada darah seorang guru dan belum menyatu di hati mereka. Tentu saja sebelum melangkah membangun generasi abad 21, guru memahami betul profesionalismenya guru dalam UU no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permendiknas no. 16 tahun 2007 tentang Standart Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru. Pemerintah dengan Permendikbud no. 23 tahun 2015 melalui Penumbuhan Budi Pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Bangsa (GLB) dengan tujuan menumbuhkan budi pekerti anak melalui budaya literasi (membaca dan menulis). Menurut hasil penelitian tahun 2012, budaya membaca masyarakat Indonesia menduduki peringkat 64 dari 65 negara. Gerakan literasi ini ditanamkan dan dikaitkan dengan gerakan peserta didik berkarya. Tanpa membaca dan menulis sudah tentu sulit untuk menghasilkan karya. Gerakan Literasi Bangsa merupakan kegiatan ekstrakurikuler bukan intrakurikuler dan tidak menambah jam belajar dengan model membaca, mengkontruksi dan menulis kembali hasil bacaan dengan bahan bacaan yang sudah disiapkan yang relevan dengan perkembangan psikologi dan kecerdasan peserta didik.(http://badan Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 291 bahasa.kemendikbud.go.id). Gerakan literasi ini juga menjadi pilar terciptanya generasi abad 21 melalui karya peserta didik. Modal utama yang harus dilalui peserta didik adalah kebiasaan berliterasi (membaca dan menulis). Literasi ini yang menjadi kendala seseorang untuk berkembang, jangankan peserta didik, guru yang tidak mau membaca dan menulis selama mereka mengatakan sebagai seorang guru sangat besar berdampak negative mustahil dapat mencetak generasi abad 21. Melalui kegiatan literasi peserta didik akan mampu berkarya dan akan menuntut guru juga untuk melakukan literasi. Pengembangan Kebijakan Pemerintah perlu dipandang sebagai usaha pemerintah untuk memperbaiki di setiap line kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui dunia pendidikan pemerintah merenta kembali penanaman budi pekerti anak dengan gerakan literasi sekolah. Menurut Unesco 2003. Literasi terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya. Literasi juga terkait dengan kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Gerakan Literasi Sekolah merupakan gerakan social dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca yang dilakukan 15 menit diarahkan tahap pengembangan dan pembelajaran disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 13.(http://ainamulyana.blogspot.com). Gerakan literasi sekolah memiliki tujuan yang jelas yang utama membaca dan menulis agar di masa yang akan datang menjadi budaya bagi diri sendiri dan lingkungan. Gerakan literasi sekolah akan bermakna dan mengenai sasaran bila Kepala Sekolah sebagai pilot disekolah dan pembantu-pambantunya, guru serta penanggung jawab kegiatan literasi memahami apa maksud dan tujuan diadakan literasi. Dinas Pendidikan sebagai pengontrol jalannya literasi di sekolah juga mengfungsikan diri sebagai pengawas ke tingkat bawah, apakah sudah sesuai dengan himbauan yang disampaikan kepada sekolah melalui kepala sekolah. Kalau tidak ada pengawasan atau pengontrolan jalannya literasi di sekolah al hasil tidak ada gunanya gerakan literasi yang dicanangkan pemerintah di dunia pendididkan akhirnya gerakan literasi hanya sekedar himbauan dan himbauan dan akan berlalu begitu saja tanpa bekas. Oleh karenanya sebagai guru yang memahami maksud dan tujuan gerakan literasi tidak seharusnya kalah start untuk melakukan kegiatan 292 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa literasi pada mata pelajaran yang diampunya. Mata pelajaran IPA memilki keterkaitan yang kuat dengan tujuan literasi. Walaupun sebenarnya literasi tidak harus berhubungan dengan mata pelajaran, namun untuk kepentingan membangun budaya literasi dan memberi motivasi pada peserta didik, guru memberi kesempatan kepada peserta didik secara bebas dan seluas-luasnya untuk waktu tertentu 5-10 menit untuk melakukan literasi Kegiatan ilmiah IPA membantu guru untuk mengarahkan peserta didik dalam membangun budaya literasi. Literasi (membaca dan menulis) antara lain diarahkan pada peserta didik untuk pembuatan karya berupa alat peraga, laporan atau membuat kerangka karya ilmiah. Namun tidak memasung peserta didik untuk melakukan literasi yang berkaitan dengan IPA saja boleh yang lain, tentunya diperlukan tagihan-tagihan sebagai control kegiatan literasi yang dilakukan. Guru sebagai pelaku pendidikan ditingkat bawah (sekolah) tidak semuanya mampu menangkap sinyal-sinyal kebaikkan pemerintah dalam memperbaiki dunia pendidikan khususnya, bangsa dan negara pada umumnya. Banyak kalangan yang berpikir sempit dalam menanggapinya dengan lontaran ganti menteri ganti kebijakan, yang lebih mengharukan lagi ketika lontaran-lontaran itu dimaksudkan untuk menutupi ketidakmampuan dan ketidakmauan untuk menjadi lebih baik karena mereka para guru merasa sudah baik dan benar dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Perubahan demi perbaikan-perbaikan merupakan kewajaran yang semestinya bisa diterima dengan keikhlasan hati. Tanpa ada perubahan, kebijakan maupun pengembangan dari pemerintah selaku pengontrol dari atas guru sebagai pelaku pendidikan di sekolah tidak akan pernah tahu apa yang telah dilakukan benar atau salah karena pada dasarnya manusia sebagai pribadi tidak pernah melakukan intropeksi diri dan tidak pernah merasa salah dalam menyampaikan/ mentransfer ilmu kepada peserta didiknya. Sifat manusiawinya akan muncul ketika diusik dengan kebijakan baru yaitu mempertahankan pendiriannya sendiri yang dianggapnya sudah baik dan benar. Zaman sudah berubah, pola pikir peserta didik berubah dan lingkungan yang mempengaruhinya juga berubah, apa yang akan terjadi bila guru tidak mau merubah pola pikir, tindakan dan memahami peserta didik dari pengaruh lingkungannya. Perubahan, pengembangan dan kebijakkan pemerintah sudah pasti ada dasarnya, tujuan dan maksud Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 293 untuk masa depan generasi penerus bangsa, masyarakat, sekolah maupun keluarga. Walaupun guru selaku pendidik di sekolah menjadi orang pertama tahu permasalahan-permasalahan yang ada pada diri peserta didik beserta lingkungan yang mepengaruhinya namun jika pemikirannya tidak sesuai dengan kondisi peserta didik di era sekarang maka masalah akan membunuh diri sendiri. Pola pikir guru sekarang sudah tidak sejalan dengan pola pikir peserta didik saat ini. Dan peserta didik tidak bisa diperlakukan seperti guru kita dulu memperlakukan kita. Peserta didik tidak dapat diperlakukan sama karena mereka memilki watak, kepribadian, latar belakang dan tujuan yang berbeda juga lingkungan yang begitu kejam serta pemikiran yang jauh tidak seimbang dengan pemikiran guru di zamannya. Andaikata guru seorang dokter dan peserta didik adalah pasiennya, penyakit yang tidak sama, hasil analisa sama hanya karena gejala yang diderita sebagian ada yang sama selanjutnya diberi obat yang sama apa jadinya, guru tersebut sama artinya melakukan mal praktek, akan sangat berbahaya bagi peserta didik saat ini dan di masa yang akan datang. Apabila terjadi ketidaksesuaian perilaku peserta didik, sebenarnya bisa disebabkan oleh guru namun guru tidak pernah mau dikatakan dirinya salah. Contoh kecil saja salah satu peserta didik nilainya jelek, memang anak itu sulit diatur, anak itu memang bodoh dan sebagainya, tidak pernah mereka menyadari atau introspeksi diri sudahkah guru menyampaikan hal-hal yang benar, sudahkan pembelajaran dilakukan dengan benar. Ini yang menjadi persoalan atau akar permasalahan dari tahun ke tahun hasil Ujian Nasional menurun, karakter bobrok, masa yang panjang munculnya banyak pengangguran, dan masih banyak persoalan kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai. Pada akhirnya munculah permasalah-permasalah karena ketimpangan yang ada., antara lain bagaimana guru professional yan diharapkan mampu menghantarkan peserta didik menuju gerbang generasi emas abad 21 dan bagaimana cara yang dilakukan guru untuk mencetak peserta didik menuju gerbang abad 21? Keberhasilan sebuah proses belajar mengajar diperlukan adanya keseimbangan antara usaha yang dilakukan guru, kemauan peserta didik dan sarana yang mendukungnya. Peranan guru menuju gerbang keberhasilan harus dilalui dengan menapaki jalan berliku-liku. Sebagai inspirator dan motivasi tidak cukup menggugurkan kewajibannya sebagai 294 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa seorang guru yaitu mengajar saja. Namun mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan dan melatih sudah selayaknya menjadi satu kesatuaan yang harus tertanam pada diri seorang guru. Setiap langkah kaki seorang guru, seharusnya guru menyadari akan beban yang dipikul untuk mengantarkan peserta didiknya. Tiada rasa berat, tiada beban yang dipikirkan tugas akan dijalani dengan menyenangkan “Bismillah” dengan ridho Allah peserta didik bukanlah beban. Guru akan terus berusaha mengembangkan pengetahuan, menggali ilmu pendidikan dan pembelajaran sebagai bekal mengantarkan peserta didiknya. Dengan satu kata “Sukses” menjadi modal bagi guru untuk mengiringi langkah perjuangan peserta didik. Tidak cukup hanya mempertimbangkan usaha yang dilakukan oleh guru tetapi dengan latar belakang peserta didik yang berbeda-beda, pengaruh negatif lingkungan yang sangat kuat baik keluarga, sekolah maupun di masyarakat kondisi mental peserta didik akan menjadi pertimbangan dalam menapaki jalan yang berliku-liku itu untuk mencapai tujuannya. Peserta didik yang menyadari akan tujuan yang akan dicapai, jalan yang akan dilalui, kendala yang dihadapi akan lebih mudah mencapai harapannya. Ditambah sarana yang mendukungnya dari keluarga, sekolah untuk proses pembelajaran atau proses belajar mereka, bukanlah hal yang sulit untuk dapat mencapai harapan diri sendiri, orang tua dan sekolah. Usaha-usaha yang dilakukan guru mendidik diri sendiri yaitu dengan keprofesionalannya dimaksudkan sebagai modal dan bekal dalam mencetak peserta didik menapaki perjalanan yang berliku-liku itu yaitu menuju generasi abad 21melalui kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah dengan mewujudkan sebuah karya peserta didik yang diawali dengan menanamkan kegiatan literasi. Di sekolah tujuan dari pembelajaran atau hasil belajar tidak hanya dilihat dari nilai atau angka-angka tetapi sikap perilaku yang sesuai norma agama, tata tertib sekolah norma-norma dalam masyarakat sehingga perkembangan yang terjadi merupakan perkembangan kompetensi peserta didik dalam hal berpikir, kreativitas dan kepribadian. Menurut piaget yang ditulis kembali oleh Agus Suprijono (2012:31) bahwa pengetahuan meliputi: a. pengetahuan fisis yang terbentuk langsung terhadap objek yang dipelajari b. pengetahuan matematis logis yang dibentuk berdasarkan koordinasi, relasi dan Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 295 penggunaan objek artinya seseorang harus berpikir terhadap objek yang dipelajari. c. pengetahuan sosial yang dibentuk melalui interaksi seseorang dengan orang lain yang memiliki pengetahuan atau pemikiran tentang proses pembelajaran dan proses belajar. Orang tua akan menjadi kekuatan atas keberhasilan peserta didik. Dirumah mereka juga mengarahkan, membimbing, memberi tauladan kepada putra-putri, bukan tidak mungkin harapan yang luar biasa akan mereka nikmati karena keberhasilan putra-putrinya. Orang tua peserta didik yang mampu menempatkan diri sebagai pengayom, tauladan, sahabat, inspirator, motivator bukan sebagai penuntut suatu saat akan merasakan hasilnya melebihi apa yang mereka pikirkan Namun pada kenyataanya banyak hal yang bertentangan dengan harapan baik dari guru, peserta didik maupun orang tua. Masih banyak guru yang belum sadar akan pilihannya menjadi guru, menjadi guru karena terpaksa, terpaksa tidak mendapatkan pekerjaan lain, terpaksa karena saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang bisa menerima sesuai kemampuan yang dimiliki di jurusan guru atau mendapatkan ijazahnya tidak melalui perjuangan, di sisi lain dari pihak orang tua banyak orang tua yang hanya bisa menekan, meminta kepada anakanaknya (peserta didik) untuk mendapatkan rangking, kalau nilai ulangan/ hasil rapotnya jelek mereka hanya bisa marah-marah tetapi tidak pernah bisa menyelesaikan atau mencari akar permasalahan. Dalam hal ini yang paling penting dalam hidup manusia, mereka hanya bisa menyuruh, membentak-bentak tanpa ada contoh, tanpa ajakan dan sebagainya. Mestinya tauladan akan lebih mengena di hati daripada hanya dibentakbentak. Contoh: anak dibentak-bentak untuk sholat, tetapi orang tuanya sendiri tidak pernah sholat atau sholatnya 1 kali dalam setahun. Sebagai guru melihat dan merasakan peristiwa yang seperti ini sungguh sangat menusuk hati. Masih banyak orang tua yang tidak pernah memikirkan bagaimana andaikata aku jadi anak walaupun mereka pernah menjadi anak, bisa jadi ini hasil tiruan dari orang tua mereka dulu.Contoh: ketika nilai anak jelek, pernahlkah orang tua menanyakan atau mengajari anak-anak, mereka hanya bisa marah-marah tidak pernah mengarahkan untuk berani menanyakan kepada guru yang mengajar tetapi bisa juga karena ketidak beraniaannya, ketakutan, malu atau sikap diamnya karena dengan gurunya tidak bisa terbuka atau mungkin mereka tidak 296 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa memahami materinya, sehingga tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Baik itu karena guru maupun orang tua, yang pasti mengalami ketidakadilan adalah peserta didik dengan kata lain peserta didik akan menjadi korban. Perilaku peserta didik menjadi menyimpang tidak sesuai dengan norma agama, tata tertib sekolah dan norma masyarakat. Menangani masalah dari sekian banyak peserta didik dengan kondisi, latarbelakang yang berbeda, keinginan yang bervarisi dibutuhkan guruguru yang mau, peduli, tegar, kuat iman dan sabar, kadang-kadang gurupun memiliki kemauan atau prinsip yang tidak sama. Kondisi guru yang demikian ini juga menjadi pemicu terhalangnya peserta didik mencapai sukses. Karena guru merupakan salah satu pilar yang mampu mengantarkan kesuksesan peserta didik dengan 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, sudah pasti guru akan ikut andil dan mampu mewujudkan satu kata ‘Sukses” bagi peserta didik. Meningkatkan kompetensi inipun juga tidak mudah, perlu waktu dan bisa jadi masih banyak guru yang tidak menyadari apa yang harus dilakukan maupun ditingkatkan, yang penting mereka mengajar dianggap sudah menggugurkan kewajibannya. Jangan heran kalau out put peserta didik jauh dari angan-angan, kadang-kadang ada juga yang tidak mengajar, ada tapi tidak ada. Jika memberi motivasi pada diri sendiri tidak mampu bagaimana memberi motivasi pada orang lain atau pada peserta didik. Diklat-diklat diadakan juga bisa dipantau hasilnya ketika mereka mengerjakan tagihan, banyak diantara mereka yang copy paste, bagi mereka yang penting dapat sertifikat. Oleh karena itu pilarnya harus kokoh untuk mampu mengantarkan kesuksesan peserta didik. Peningkatan 4 kompetensi harus atau wajib hukumnya karena guru yang seperti ini yang akan menjadi inspirator dan motivator bagi peserta didik karena motivasi akan menjadi kekuatan bagi peserta didik untuk menjalani hidup, hidup di dunia pendidikan di sekolah. Anak adalah amanah dari Allah di dunia ini, peserta didik adalah amanah di sekolah, mereka harapan orangtua, msyarakat, bangsa dan negara. Dipundak merekalah perjuangan ini akan dilanjutkan, mereka tombak di masa depan oleh karena itu memenuhi hak-hak mereka adalah kewajiban guru sebagai pemegang amanah di sekolah dan sebagai pelaku dalam proses pembelajaran. Dalam literatur-literatur ilmu kependidikan (Suara A’isyiah : 2015) dikenal teori-teori terkait dengan kesuksesan pembelajaran yaitu : Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 297 1. Ahmaddah ahammi min at thariqah artinya materi lebih penting dari strategi/metode mengajar untuk pembelajaran. 2. At thariqah ahammi min al- maddah artinya strategi/metode mengajar lebih penting dari materi. 3. Al mumuta’alim ahammi min al- maddah wa at thariqah artinya pembelajaran dan siswa lebih penting dari materi dan strategi/metode mengajar. 4. Al mu’allim au al mudarris ahammu min kulli syai artinya guru lebih dari segalanya untuk keberhasilan sebuah proses pembelajaran/kegiatan belajar mengajar. Teori di atas menunjukkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran berada di tangan guru yang profesinal bukan ditentukan oleh kebijakan, penentu kebijakan, pergantian kurikulumnya, media pembelajarannya dan bahkan Presiden sekalipun. Guru profesional adalah guru yang memiliki 4 kompetensi, menurut Permendiknas no 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru yaitu guru yang menguasai: 1. Kompetensi Pedagogik meliputi memahami peserta didik, memahami teori—teori/prinsip-prinsip pembelajaran, mampu mengembangkan kurikulum, melakukan kegiatan pembelajaran, mengembangkan potensi peserta didik, berkomunikasi kepada peserta didik dan melakukan penilaian sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran. Memahami potensi peserta didik merupakan langkah awal untuk mengarahkan peserta didik dalam berkarya. Tidak hanya peserta didik yang mampu saja yang memi;lii kesempatan untuk berkarya, kadangkadang ada beberapa peserta didik yang secara teori tidak mampu ternyata ketika dihadapkan dengan dunia nyata atau melakukan kegiatan yang jelas kelihatan mereka justru lebih baik disbanding dengan peserta didik yang memiliki kelebihan pada teori pembelajaran/ konsep-konsep yang ada. Ini sebuah kesalahan yang muncul karena pada umumnya orang tua/guru di sekolah yang sebelumnya mengandalkan pada teori-teori. 2. Kompetensi kepribadian meliputi adanya interaksi sesuai norma, agama, hukum sosial dan kebudayaan nasional, memiliki pribadi yang dewasa dan menjadi tauladan dan memilki etos kerja, tanggung jawab 298 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa yang tinggi serta bangga menjadi guru. Dengan berkepribadian yang mantap dan stabil, seorang guru akan bertindak sesuai norma yang berlaku, memilki sikap mandiri, disiplin, arif, bertindak untuk kepentingan peserta didik, sekolah dan masyarakat, berwibawa atau berperilaku positif dan berakhlak mulia/religius sehingga menjadi tauladan bagi peserta didik. Kepribadian guru berpengaruh besar terhadap perilaku peserta didik. Guru yang memiliki tauladan yang baik akan mendorong peserta didik untuk melakukan kebaikan seperti apa yang sudah dilakukan oleh guru. Tauladan lebih penting dari hanya sekedar menyuruh ini dan itu. Apalagi guru memilki prestasi yang patut dijadikan contoh bagi peserta didik. Tauladan akan terpancarkan pada kegiatan yang dilakukan oleh guru tentunya yang berdampak positif. Peserta didik diajak bersama-sama guru melakukan kegiatan yang bermakna dan berdampak di masa yang akan datang diantaranya dengan berkarya yang dilandasi dengan kebiasaan berliterasi (membaca dan menulis). 3. Kompetensi sosial meliputi bersikap obyektif, tidak diskriminatif, melakukan komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan orang tua dan masyarakat. Keprofesionalan guru dituntut dengan tidak membedakan latarbelakang, kemampuan, warna kulit, siapa orang tuanya (kaya/miskin) agar semua peserta didik mendapatkan perlakuan dan pelayanan yang sama. Peserta didik berhak mendapatkan pengarahan sesuai dengan ide-ide yang didiskusikan dengan guru. Selain itu tidak segan-segan dan perlu melakukan diskusi dengan guru lain tentang kondisi peserta didik. Perbedaan yang ada pada peserta didik merupakan khasanah social bagi guru ketika menerapkan atau mengarahkan kegiatan-kegiatan dalam membangun peserta didik menuju abad 21. 4. Kompetensi profesional artinya menguasai konsep keilmuannya (materi ajar, metode, strategi dan konsep) dan selalu mengembangkan keprofesiaannya. Dalam 3 tahun dibagi dijabarkan menjadi 10 kompetensi yang dijelaskan pada modul-modul pembelajaran. Dengan adanya guru pembelajar sebenarnya pemerintah bermaksud untuk membelajarkan guru-guru namun kembali pada sifat guru itu sendiri mau belajar atau tidak. Namun untuk mampu mengantarkan peserta didik menuju gerbang abad 21 dibutuhkan guru yang ikhlas, ringan hati, ringan kaki untuk mewujudkan sebuah karya hasil dari peserta didik. Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 299 Budaya literasi harus dimulai dari pelaku pendidikan yang utama adalah guru, Guru ujung tombak pendidikan di sekolah bagaikan makan buah simalakama, dilakukan tidak mampu tidak dilakukan salah. Berapa ribu guru yang ada di sebuah kabupaten? Berapa persen yang membaca dan menulis, menjadi sebuah tanda tanya besar bagi diri sendiri, sekolah, Dinas penddikan dan pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan, keadaan inipun tidak disadari oleh guru, betapa menyedihkan sekali ketika guru dengan tanpa bersalah naik pangkat tanpa ada karya yang mampu diukir dengan tangan sendiri. Banyak guru yang tidak berani mencoba membuat karya tulis sendiri, walaupun sudah banyak yang mengikuti pelatihan-pelatihan penyusunan Karya Ilmiah namun pada akhirnya mereka mengajukan kenaikkan pangkat dengan mengeluarkan uang tanpa menggoreskan pena untuk menulis. Kalau sudah seperti ini bagaimana mereka (guru) bisa menerapkan literasi dengan benar sesuai dengan anjuran kebijakan yang ada. Mereka tidak akan pernah tahu membaca dan menulis yang diinginkan, yang sesuai dan yang dapat mengarah pada penulisan sebuah karya tulis karena mereka tidak pernah berhadapan dengan pengujian sebuah karya. Bila guru berani membuat karya ilmiah berkaitan dengan kenaikkan pangkat dan diujikan maka betapa banyak ilmu yang akan didapatkan karena kesalah-kesalahan penulisannya. Disinilah sebenarnya guru belajar, belajar dari kesalahan karena salah akhirnya tahu yang benar. Peserta didik tidak cukup disuruh membaca kemudian merangkum apa yang dibacanya, tetapi bagaimana membaca yang benar dan menuliskan kembali apa yang dibaca tidak hanya merangkum saja. Kalau setiap hari membaca dan merangkum akan dapat menimbulkan kejenuhan dan literasi menjadi tidak bermakna, pada ujung-ujungnya literasi tidak mampu memberi motivasi kepada peserta didik untuk meningkatkan kesukaan membaca dan menulis karena literasi tidak berdampak positif tetapi menjadi beban bagi peserta didik. Belum lagi bila guru menambah beban kepada peserta didik untuk kegiatan literasi peserta didik di beri tugas mencari bacaan di internet dan dikumpulkan, sudah menambah biaya pengeluaran tetapi tidak berujung dan mengarah pada tujuan yang jelas akhirnya tujuan literasi menjadi kabur. Menjadi lebih kabur lagi tujuan literasi bila pelaksanaan Literasi di sekolah dimasukkan jam belajar, dan selama jam itu peserta didik disuruh membaca dan merangkum sedangkan guru yang diberi tanggung 300 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa jawab hanya duduk tanpa memberikan masukan kepada peserta didik bagaimana membaca yang benar, yang bermakna sekaligus menulis yang mengikat. Kembali kepada kemampuan guru dalam memahami tujuan literasi di sekolah. Hal ini juga tidak luput dari pengalaman guru dalam membaca dan menulis. Sudah semestinya guru mencari tahu apabila ada perubahan/perbaikan/himbauan yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Informasi pasti lebih gampang dicari dibanding zaman dulu. Banyak guru yang pegang Hp mahal tetapi tidak banyak yang menggunakan sesuai dengan kebutuhan, khususnya yang berkaitan dengan dunianya. Gerakan Literasi banyak di muat di internet asalkan kita mau membaca pasti akan mendapatkan dan akan memahami maksud dan tujuannya. Oleh karenanya sebagai guru yang memahami maksud dan tujuan gerakan literasi tidak seharusnya kalah start untuk melakukan kegiatan literasi pada mata pelajaran yang diampunya. Mata pelajaran IPA memilki keterkaitan yang kuat dengan tujuan literasi. Walaupun sebenarnya literasi tidak harus berhubungan dengan mata pelajaran, namun untuk kepentingan membangun budaya literasi dan memberi motivasi pada peserta didik, guru memberi kesempatan kepada peserta didik secara bebas dan seluas-luasnya untuk waktu tertentu 5-10 menit untuk melakukan literasi. Kegiatan membuat karya harus dilandasi dengan literasi untuk mendapatkan ide-ide berkaitan dengan karya yang dibuat. Di sinilah ntu guru membantu peserta didik dan mengarahkan peserta didik dalam membangun budaya literasi. Literasi (membaca dan menulis) antara lain diarahkan pada peserta didik untuk pembuatan laporan membuat kerangka karya ilmiah. Namun tidak memasung peserta didik untuk melakukan literasi yang berkaitan dengan IPA saja boleh yang lain, tentunya diperlukan tagihan-tagihan sebagai control kegiatan literasi yang dilakukan. Menumbuhkan kebiasaan membaca dan menulis (literasi) memerlukan rangsangan yang mendorong peserta didik untuk tertarik dan menyenangi kegiatan literasi tersebut. Sebagai guru IPA peluang untuk merangsang peserta didik yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu adalah melakukan kegiatan ilmah yang didahului dengan kegiatan eksperimen. Walaupun sebenarnya literasi tidak harus terkait dengan bidang studi tertentu namun untuk membangun budaya literasi perlu adanya kebiasaan atau membiasakan peserta didik untuk melakukan kegiatan membaca Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 301 dan menulis. Karena literasi di sekolah belum diterapkan secara maksimal dan dilaksanakan terlepas dari aturan yang telah ditetapkan maka guru IPA perlu membantu pemerintah menciptakan budaya literasi. Literasi yang dilaksanakan di sekolah-sekolah rata-rata hanya melakukan kegiatan membaca dan merangkum yang sebanarnya bukan hanya kegiatan seperti itu tetapi ;lebih luas lagi dalam membaca harus mampu mengikat makna/ menemukan bagian yang penting dan mampu mencerikan/ menyampaikan kembali apa yang dibacanya. Kegiatan membaca dalam pembelajaran dilakukan setiap 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan menulis selama 5 menit yang bersifat umum yang penting membaca dan menulis selanjutnya masuk pada kegiatan ilmiah membaca materi yang berkaitan dengan tema kegiatan eksperimen. Kegiatan literasi akan berlanjut setelah kegiatan eksperimen selesai dilaksanakan yaitu dengan membuat laporan. Membuat laporan ilmiahpun jika tidak dilatih/dibiasakan juga tadak mungkin peserta didik mampu membuatnya. Secara tidak disadari peserta didik sudah melakukan banyak kegiatan literasi antara lain membaca, menulis, kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan dan sebagainya. Kegiatan literasi tidak harus dilakukan saat pembelajaran tetapi dilakukan di luar jam pelajaran saat melakukan kegiatan eksperimen. Materi eksperimen yang akan dilakukan tidak harus berasal dari guru IPA tetapi guru memberi keluasan dan kebebasan kepada peserta didik untuk mencari ide-ide baru apa yang dapat dikaryakan dengan mencari sumber bacaan sendiri kemudian dikomunikasikan dengan guru dan guru mengarahkan yang disesuaikan dengan materi IPA, namun bila berkaitan dengan mata pelajaran lain guru IPA mengarahkan kepada peserta didik untuk menghubungi guru yang lain yang sesuai dengan yang diampu. Namun ada kalanya guru yang bersangkutan kadang tidak memahami maksud dan tujuan dari literasi dan tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis atau literasi termasuk didalamnya tidak pernah membuat karya ilmiah. Kegiatan literasi pada saat melakukan membuat sebuah karya dari hari ke hari ditentukan/ditargetkan ada perubahan setiap menitnya. Misalnya hari pertama membaca mendapatkan 100 kata maka hari kedua seharusnya lebih dari 100 kata dan seterusnya. Demikian juga dengan menulis peserta didik dilatih dalam 5 menit hari berikutnya harus ada perubahan lebih banyak. Awalnya peserta didik hanya membaca kemudian dilanjutkan dengan membaca yang mengikat makna/ yang berarti 302 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sehingga kata, kalimat yang diikat dapat disampaikan kembali dengan mengembangan kalimat tersebut sesuai dengan cara pandang mereka. Membaca adalah melisankan gambar huruf yang bersusun jadi kata, kata jadi kalimat, tetapi menyinkronkan pikir, hati dan penglihatan yang menuntun pembaca mengungkapkan lisan yang jelas. (Harnowo:133:2016). Pemantauan kegiatan membaca dari hari ke hari harus dilakukan oleh guru dan peserta perlu menyimpan hasil yang dilakukan setiap harinya. Kegiatan menulis dalam kegiatan ilmiah diarahkan pada pembuatan laporan yang dikembangkan lagi ke penulisan karya ilmiah. Ditargetkan dalam satu tahun peserta sudah bisa dan mampu membuat karya ilmiah dengan ide dari peserta didik, minimal peserta didik mampu membuat makalah atau artikel. Menulis yang benar memerlukan ketrampilan, kebiasaan dan harus dibangun sehingga menjadi budaya menulis di sekolah. Ini merupakan salah satu tujuan literasi yang dilakukan di sekolah dan lebih jauh akan tertanam pada pribadi peserta didik di masa yang akan datang. Latihan menulis tidak jauh berbeda dengan membaca, ditekankan setiap 5 menit di hari berikutnya harus mendapatkan jumlah kata yang lebih banyak, diawali dengan menulis bebas tidak terpasung dunia IPA, puisi, ceritapun boleh. Dengan harapan bagi guru IPA akan mendapatkan tidak hanya satu hasil karya tetapi lebih, tidak hanya membuat karya ilmiah tetapi dimungkinkan ada diantara peserta didik yang mampu membuat cerita pendek/panjang, deskripsi dari suatu daerah wisata, asal usul daerah kelahirannya, menulis resep makanan, menulis hasil laporan dan lain-lainnya. Bila itu terjadi guru IPA mengarahkan kepada guru yang sesuai dan mampu membimbing selanjutnya. Sehingga apa yang ditulis peserta didik menjadi tulisan yang bermakna dan terarah sesuai dengan apa yang dipikirkan dan apa yang menjadi luapan emosinya. Menulis adalah menggambarkan ekspresi hati yang tampak pada gambar dan huruf melalui proses berfikir yang bermakna karena tulisan adalah tuturan lisan yang dicerna oleh indra mata. (Hernowo:133:2016). Untuk sebuah karya Ilmiah peserta didik dilatih memahami dengan benar membuat laporan, dan selanjutnya dimulai menulis kata pengantar, latar belakang, rumusan masalah, hipotesa dan seterusnya. Proses menulis ini membutuhkan waktu yang lama oleh karenanya diperlukan latihan mulai dari dasar sampai benarbenar paham. Selain membaca, menulis merupakan bagian dari literasi yang perlu dibangun sehingga berdampak pada kebiasaan membaca dan Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 303 menulis. Membangun budaya literasi inilah yang dibutuhkan untuk kelangsungan penulisan karya ilmiah dari sebuah karya yang dibuat.. Kegiatan ilmiah untuk menghasilkan sebuah karya dimulai dengan membaca, peserta harus membaca sumber- sumber yang diperlukan untuk melakukan kegiatan. Kesempatan diberikan kepada peserta didik untuk mendapatkan ide-ide baru atau ide ditentukan oleh guru dan peserta didik memperluas pengetahuan dengan mencari di internet atau sumber yang lain. Sebelum kegiatan ilmiah berlangsung peserta didik sebanyak-banyaknya mencari sumber bacaan yang mendukung kegiatan tersebut. Selama kegiatan ilmiah berlangsung peserta didik melakukan literasi dengan menulis yaitu pengambilan data, analisa data, membahas kegiatan (membaca dan menulis) dan yang terakhir membuat laporan (membaca dan menulis). Sehingga dengan melakukan kegiatan ilmiah peserta didik sudah terbangun literasinya. Hal ini senada dengan kurikulum KTSP bahwasanya ketrampilan ilmiah meliputi ketrampilan mengamati, mengukur, mencatat data, menerapkan prosedur, memprediksi, menginferensi, merencanakan, melaksanakan dan yang terakhir melaporkan semua ini membutuhkan ketrampilan dasar membaca dan menulis. Seiring juga dengan Kurikulum 13 yaitu 5 M, mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan. Selama proses terbangunnya budaya literasi mulailah ditentukan target-target yang diinginkan atau yang dicapai antara lain berkaitan dengan pembuatan laporan dari kerja ilmiah. Dalam jangka panjang minimal peserta didik mampu membuat makalah, artikel dan sebuah karya yang lebih luas yaitu karya ilmiah. Guru IPA hanya sebagai jembatan mengantarkan peserta didik untuk melatih diri menuangkan apa yang dipikirkan dari sebuah pengamatan kemudian menuangkan dalam bentuk tulisan sesuai dengan hati dan emosinya. Bukan tidak mungkin ada diantara peserta didik yang mampu membuat sebuah cerita baik yang nyata maupun yang khayal. Terciptalah karya-karya yang selanjutnya perlu diarahkan ke mana hasil karya-karya ini dijadikan karya yang bermakna. Diawali diadakan lomba-lomba disekolah agar memberi motivasi kepada peserta didik yang sudah berkarya atau peserta didik yang lain yang belum berkarya. Tanpa ada pengakuan karya lunturlah tujuan membangun budaya literasi di sekolah. Ditingkat pusat sudah ada lomba-lomba yang memberi rangsangan kepada peserta didik untuk dapat mengikutinya namun perlu pedamping dari guru 304 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa untuk bisa melangkah ke sana. Oleh karenanya menjadi tantangan bagi guru untuk mencari dan mendapatkan info-info yang berkaitam dengan karya peserta didik agar bisa dibanggakan oleh diri sendiri, keluarga dan sekolah. Guru harus terus berkarya juga. Kalau sudah demikian ini membangun budaya literasi melalui kegiatan ilmiah merupakan hubungan yang sangat terkait bagaikan hubungan simbiosis mutualisme dimana keduanya saling membutuhkan dan dibutuhkan. Membaca menulis apa? Bila tidak ada kegiatan ilmiah. Sehingga membaca menulis ada tujuan. Kegiatan ilmiah apa? Bila belum membaca menulis apa yang dikerjakan. Simbiosis antara literasi dan kegiatan ilmiah akan seiring dengan model literasi yang dicanangkan pemerintah yaitu model literasi membaca, mengkontruksi dan menulis. Terbentuknya sebuah karya dari hasil literasi akan sejalan dengan pemikiran seorang tokoh pendidikan yaitu kemampuan mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Untuk mendukung gerakan literasi ini diperlukan kerjasama dengan sarana dan prasarana yang ada di sekolah antara lain peran perpustakaan dan isinya termasuk petugas perpustakaan yang siap melayani kegiatan peserta didik, laboratorium IPA dan isinya termasuk petugas laboran harus mampu mengimbangi kebutuhan peserta didik, Laboratorium TIK dan petugas yang harus share dengan peserta didik dan yang terakhir perancang kurikulum harus terbuka wawasannya menghadapi gerakan literasi. Jika semua unsur melakukan tanggungjawab sesuai dengan bidangnya gerakan literasi akan berdampak positif bagi peserta didik khususnya masyarakat luas pada umumnya. Karena peserta didik akan merasa membutuhkan untuk membaca dan menulis dan akan terangsang pikirannya ke hal-hal yang bermanfaat. Yang paling utama gerakan literasi untuk semua jenis bacaan dan tulisan sedangkan kegiatan ilmiah hanya rangsangan bagi peserta didik agar termotivasi untuk berliterasi dan untuk membangun budaya literasi karena kemampuan, potensi dan daya khayal masing-masing peserta didik berbeda. Perbedaan yang ada justru akan memperkaya terbentuknya karya-karya peserta didik. Dengan literasi diharapkan peserta didik menghasilkan sebuah karya bebas tidak hanya bidangf IPA tetapi bisa bidang studi yang lain. Secara keseluruhan diharapkan peserta didik menjadi insan yang memiliki sifat-sifat yang Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 melalui..... 305 berkarakter menuju generasi abad 21 antara lain guru dengan profesionalnya mampu membekali generasi abad 21 dengan : keimanan, kecerdasan, siap berubah, berani menghadapi tantangan, siap bersaing, tegar dan pantang menyerah, kreatif, berkepribadian, berkualitas. Karakter ini akan terbentuk selama proses literasi sampai menghasilkan karya. Peserta didik akan merasakan setelah 10 tahun ke depan itulah abad 21 atau abad emas sehingga Visi, Misi dan fungsi pendidikan nasional akan sekaligus tercapai. Dari pembahasan diatas tentang profesional guru IPA dalam membangun generasi abad 21 melalui gerakan literasi dan karya dapat disimpulkan dengan profesionalnya dalam 4 kompetensi yang dimiliki guru ternyata mampu membangun proses pembelajaran yang baik mampu menghasilkan pembelajaran yang berkualitas sehingga keberhasilan proses pembelajaran bukan ditentukan oleh kebijakan, penentu kebijakan, pergantian kurikulumnya, media pembelajarannya. Keberhasilan proses pembelajaran menunjukkan terbangunnya generasi abad 21. Hal ini ditandai saat proser literasi berlangsung sebagai hasil akhir terciptanya karya-karya peserta didik. Diharapkan akan tertanam peserta didik yang beriman, cerdas, siap berubah, berani menghadapi tantangan, siap bersaing, tegar dan pantang menyerah, kreatif, berkepribadian, berkualitas. Rujukan: Asmani, Ma’mur Jamal. 2009. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif. Ciputat: Penerbit DIVA Press. Sofan, Hendro dan Ahmadi, Iif. 2011. Pembelajaran Akselerasi. Jakarta: Penerbit Pretasi Pustaka. Sudarwati. 2014. Revitalisasi Profesionalme. Jawa Timur: Media. http://badan bahasa.kemendikbud.go.id http://ainamulyana.blogspot.com Hasim Hernowo, Flow Di Era Socmed, Kaifa, Bandung, 2016 Yoto dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, SIC, 2005 306 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di LAhan Subur 307 GERAKAN LITERASI, BAK MENYEMAI BIJI DI LAHAN SUBUR Hariati Tinuk Wakil Kepala SMP Negeri 8 Malang Bidang Kesiswaan Membaca dan menulis adalah dua bentuk kegiatan yang tidak bisa dipisahkan, karena untuk bisa menulis perlu membaca dan untuk bisa menuangkan apa yang telah dibacanya harus di tulis, sehingga membaca dan menulis merupakan rangkaian aktivitas yang dapat meningkatkan kapasitas belajar dan meningkatakn pengetahuan seseorang. Aktivitas belajar dalam bentuk membaca dan menulis di kalangan pelajar memang belum menggembirakan, belum menjadi ruh, tak terkecuali pula di masyarakat Indonesia secara luas. Membaca dan menulis seolah menjadi dasar untuk belajar lebih jauh dan lebih dalam, karena dengan membaca dan menulis mampu meningkatkan derajat pengetahuan dan keilmuan seseorang. Dan dalam komunitas besar sebagai suatu bangsa, maka budaya membaca dan menulis yang telah tumbuh, mampu meningkatkan derajat dan citra pengetahuan dan keilmuan bangsa tersebut. Seiring dengan pentingnya membaca dan menulis, karena keduanya merupakan bagian dari literasi, maka sangat tepat jika pemerintah turut ambil bagian dengan mengeluarkan kebijakan, melalui Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang di dalamnya tertuang upaya menumbuhkan budaya membaca dan menulis selama lima belas menit sebelum memulai pelajaran. Jika merujuk pada Unesco (2003) maka literasi tidak hanya berupa gerakan membaca dan menulis, namun literasi mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat, juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya. Itulah sebabnya gerakan literasi sekolah harus melibatkan semua unsur, sumberdaya dan peran maksimal para guru, siswa, tenaga kependidikan, dan pimpinan sekolah, serta masyarakat (khususnya orang tua siswa) dan juga penerbit. Hadirnya Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai gerakan penumbuhan budi pekerti melalui gerakan membaca dan menulis adalah upaya 307 308 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa menumbuhkan budaya ilmiah untuk gemar membaca dan menulis pada siswa, yang seharusnya sudah menjadi iklim dan atmosfir yang harus tumbuh dan berkembang secara otomasis pada siswa, sejak di tingkat dasar. Namun harus jujur kita mengakui, bahwa membaca, apalagi menulis belum menjadi budaya yang atmosfirnya tumbuh di lingkungan kita. Banyak faktor yang menyebabkannya, sebagaimana dibahas dalam berbagai diskusi, bahwa rendahnya kemampuan membaca kita dan atau literasi kita sebagai pelajar, mahasiswa dan masyarakat Indonesia antara lain, disebabkan budaya menonton lebih dominan. Masyarakat kita dinilai suka sekali menonton dari pada membaca. Hal ini tidak salah, karena sejak usia kanak-kanak, hadirnya teknologi dan media visualisasi seperti televisi di rumah, telah menciptakan budaya menonton dari pada membaca. Kita perlu tahu, dimana posisi dan peringkat literasi kita sebagai bangsa Indonesia dibandingkan dengan literasi masyarakat internasional. Jika merujuk pada peringkat literasi tertinggi masyarakat dunia (World,s Most Literate Nations) berdasarkan rujukan dari Central Connecticut State University Tahun 2016 sebagaimana di lansir dalam tranding topic pada Femina.co.id (2016) disebutkan, bahwa terdapat 10 besar negara dengan literasi tertinggi yang dimulai dari Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia, Swiss, Amerika Serikat, Jerman, Latvia, dan Belanda. Sementara jika melihat laporan Programme for International Student Assessment (PISA) di tahun 2012, dikatakan budaya literasi masyarakat Indonesia terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia, karena Indonesia berada di posisi ke 64, dari 65 negara tersebut, dan justru Vietnam menempati urutan ke-20 besar. Menurut Oktavian (2016), indeks membaca rata-rata penduduk Indonesia hanya membaca 4 judul buku setahun dan masih jauh dari standard UNESCO, yaitu 7 judul buku dalam setahun, dalam hal ini posisi Indonesia di peringkat 60 dari 65 negara dan masih di bawah Malaysia. Data ini menunjukkan betapa Indonesia masih rendah dan jauh ketinggalan dibanding negara-negara lain di dunia dalam hal budaya membaca. Jika kita baca sejarah, sesungguhnya budaya membaca telah dibentuk dan ditumbuhkan sejak jaman penjajahan Belanda, di mana siswa AMS (sekolah Belanda) saat itu diwajibkan untuk membaca 25 judul buku sebelum mereka lulus. Tentu tidak salah, jika kebijakan Belanda tersebut melahirkan para tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di LAhan Subur 309 yang pada perjalanan hidupnya pernah mengenyam pendidikan di sekolah Belanda tersebut. Sering kita membaca slogan, “Membaca adalah jalan Menguasai Dunia” atau “Membaca Jendela Dunia”, tentu yang dimaksud dengan sloganini bukan dunia dalam makna materi, akan tetapi dunia dalam kehidupan global, dunia dalam percaturn kehidupan internasional, dunia dalam kehidupan dan kemajuan. Oleh karena itu, jika kita membaca buku saku Gerakan Literasi Sekolah (Wiediarti, dkk:2016) akan kita temukan adanya tiga tahapan Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yaitu: 1) Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (sebagaimana Permendikbud No. 23 Tahun 2015); 2) Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan; dan 3) Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. Tiga tahapan dimaksud jika disimpulkan merupakan gerakan tiga langkah menumbuhkan literasi, yaitu tahap pembiasaan (belum ada tagihan), tahap pengembangan (ada tagihan sederhana untuk penilaian non-akademik); dan tahap pembelajaran (ada tagihan akademik). Tahap pembiasaan ditumbuhkan melalui kegiatan membaca selama lima belas menit setiap hari sebelum jam pelajaran dengan membaca buku secara nyaring (read aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati (sustained silent reading). Keberhasilan tahap ini harus didukung dengan penyediaan lingkungan fisik sekolah yang kaya literasi, antara lain: (1) adanya perpustakaan sekolah, sudut baca, area baca yang nyaman; (2) pengembangan sarana lain (UKS, kantin, kebun sekolah): dan (3) penyediaan koleksi teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan kaya teks (print-rich materials). Tahap pengembangan ditumbuhkan melalui kegiatan membaca juga selama lima belas menit sebelum jam pelajaran, juga membacakan buku dengan nyaring (read aloud) atau dalam hati, membaca bersama (shared reading), dan/atau membaca terpandu (guided reading) diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik, contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan graphic organizer, dan bincang buku. Keberhasilan tahap ini akan tercapai atas dukungan pengembangan lingkungan fisik, sosial, afektif sekolah yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah yang menghargai keterbukaan dan kegemaran terhadap 310 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (1) memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif, kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik (dimana penghargaan ini dapat diberikan pada setiap uapacara bendera hari Senin dan/atau peringatan lain); (2) kegiatan-kegiatan akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di sekolah, seperti belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar sekolah, wisata perpustakaan kota atau daerah, dan taman bacaan masyarakat, dan lain-lain. Juga mndorong peserta didik untuk merespon teks (baik cetak atau visual atau digital), fiksi dan nonfiksi, melalui beberapa kegiatan sederhana seperti menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan berbincang tentang buku. Tahap pembelajaran memiliki kesamaan dengan tahap satu dan dua dalam hal kegiatan ini dimulai dengan membaca setiap hari selama lima belas menit sebelum jam pelajaran dengan membacakan buku yang nyaring (read aloud) atau dalam hati, membaca bersama (shared reading), dan/atau membaca terpandu (guided reading) namun diikuti dengan kegiatan lain berupa tagihan non-akadamik dan akademik. Tagihan akademik disesuaikan dengan tagihan akademik pada kurikulum 2013. Kegiatan literasi pada tahap tiga ini dapat dikembangkan melalui berbagai macam strategi, khususnya dalam memahami teks dalam semua mata pelajaran (misalanya, dengan menggunakan graphic organizer). Lingkungan fisik, sosial, afektif, dan akademik (disertai beragam bacaan cetak, visual, audotori, dan digital) yang kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya pengetahuan dalam mata pelajaran. Graphic organizer, menurut Wikipedia (2016) juga dikenal sebagai peta pengetahuan (knowledge map), peta konsep (concept map), peta cerita (story map), pengorganisasian pengetahuan (cognitive organizer), ‘gagasan awal’ (advance organizer), dan diagram konsep (diagram concept). Adapun contoh bentuk-bentuk diagram dari graphic organizer dimaksud dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah: Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di LAhan Subur 311 Gambar 1: Peta Konsep Cahaya (Sumber: Anonim, 2012) Selain peta konsep di atas, juga bisa dikembangkan dalam peta pikiran (mind mapping) sebagaimana Gambar 2 di bawah: (1) (2) Gambar 2: Contoh Peta Pikiran (Mind Mapping) (1) Sukses Belajar ; (2) Surat (Sumber: Ratri, 2011; Kurniasari, 2015) Dari dua contoh gambar di atas perlu diketahui, bahwa peta konsep berbeda dengan peta pikiran, sebagaimana menurut Buzan (2007), mind map adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar otak dari otak, dan dengan mind 312 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa map, daftar informasi yang panjang bisa dialihkan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur, dan mudah diingat yang bekerja selaras dengan cara kerja alami otak dalam melakukan berbagai hal. Adapun peta konsep menurut Hudojo, at al (2002) adalah keterkaitan antara konsep dan prinsip yang dipresentasikan sebagai jaringan konsep yang perlu di konstruk, sedangkan Novak and Gowin (1985) menyebut peta konsep adalah alat atau cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh siswa. Penumbuhan dan pengembangan literasi di sekolah dengan membudayakan membaca selama 15 menit sebelum pelajaran utama dimulai, adalah atmosfir baru yang harus senantiasa ditumbuhkan, diaktifkan, terjadwal, terorganisir dan terpadu keterlaksanaannya dengan melibatkan semua unsur di dalam sekolah dan orang tua siswa. Penumbuhan minat membaca pada siswa menampakkan atmosfir belajar di sekolah, meskipun terkesan dipaksa untuk membaca, namun dampak yang terjadi akan mendorong terbentuknya perilaku membaca di kalangan siswa, dan hal ini akan menjadi langkah baik untuk merubah kebiasaan siswa dari tidak peduli terhadap buku menjadi peduli terhadap buku, dari sekedar melihat cover buku, menjadi ingin mengetahui isi buku. Potret perubahan perilaku pada siswa dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memang belum terevaluasi, namun melihat kondisi sekolah di pagi hari yang menjadi tenang dan semua siswa membaca buku bacaan apapun yang dibawanya selama 15 menit, atau buku bacaan yang telah disediakan sekolah telah menciptakan suasana baru dalam belajar. Hal ini tentu menjadi titik awal sebuah harapan dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yaitu terciptanya belajar sepanjang hayat. Pengembangan literasi harus disadari sebagai jalan menumbuhkan siswa berkarakter, sehingga akan terbentuk siswa berkarakter. Bukan tidak mungkin selama 15 menit siswa membaca tidak akan memperoleh informasi penting, justru dengan waktu 15 menit membaca bacaan apapun yang telah diarahkan guru, pasti siswa akan memperoleh kekayaan informasi dan buku yang dibacanya, sehingga menambah pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya. Jika kita kembalikan kepada posisi sekolah sebagai lembaga pendidikan, maka akan sangat salah jika Gerakan Literasi Sekolah (GLS) tidak diupayakan semaksimal mungkin dan sekondusif mungkin, sebab gerakan membaca dan menulis (literasi) adalah rohnya pendidikan. Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di LAhan Subur 313 Pendidikan dapat berkembang, siswa menjadi cerdas dan berprestasi jika budaya utama yang menjadi ciri sosok siswa, yaitu membaca dan menulis dikembangkan dan ditumbuhkan. Penumbuhan gerakan membaca dan menulis dalam lingkup literasi sebenarnya merupakan gerakan kesadaran diri yang seharusnya sudah tumbuh otomatis, apalagi pada diri siswa. Ketika seseorang berstatus sebagai siswa, maka tentunya membaca dan menulis adalah tugas utamanya dalam belajar dan secara otomatis menjadi kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Bukankah setiap hari siswa mendapatkan pelajaran yang selalu berbeda dengan hari sebelumnya, kecuali mata pelajaran yang memang membutuhkan pertemuan lebih dari satu kali dalam seminggu. Membaca dan menulis adalah aktivitas yang mudah di ucapkan namun sulit dilaksanakan, karena kedua kegiatan ini membutuhkan kesiapan hati dan pikiran yang penuh perhatian dan fokus. Ketika hati tidak siap untuk diajak membaca, maka pikiran tidak terdorong untuk membaca, namun jika hati terdorong untuk membaca, maka pikiran akan sepenuhnya berkonsentrasi dan fokus pada bacaan yang dibacanya, karena sejatinya hati dan pikiran membutuhkan gelombang dan frekuensi yang sama untuk menuju keseimbangan kerja. Oleh karena itu Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harus didorong dengan menumbuhkan rasa senang pada diri siswa, serta menumbuhkan situasi psikologis yang kondusif agar hati dan pikiran siswa menyatu dalam menerima Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini, sehingga siswa merasa senang membaca dan menulis dan tidak meninggalkan kebiasaan membaca dan menulis yang sudah mulai tumbuh dan membudaya dengan sia-sia. Mengkondisikan siswa untuk sampai pada kebisaan membaca dan menulis adalah pekerjaan kasih-sayang dari berbagai pihak, sekolah, guru, orang tua siswa dan masyarakat. Memberi kesempatan sebaikbaiknya, menerima segala pendapat dan uraian atas bacaan yang telah dibacanya serta memberi ruang untuk menulis apa yang telah dibacanya, harus pula dibangun, sebab hal demikian perlahan dan pasti akan meningkatkan kemampuan literasi siswa dengan baik. Kemampuan literasi memang harus dibangun dan dibentuk tidak bisa muncul begitu saja tanpa ada dorongan yang menyertainya. Mengapa demikian? Karena harus disadari, bahwa kesadaran literasi pada berbagai lapisan masyarakat kita, termasuk para siswa masih jauh dari harapan. Oleh karena itu kehadiran Gerakan Literasi Sekolah (GLS) tidak hanya memberikan kondisi 314 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dan situasi guna meningkatkan kebiasaan membaca dan menulis pada siswa, namun para guru juga harus ikut terlibat dengan baik dalam membaca dan menulis agar turut serta menjadi generasi literat. Membangun dan membentuk kebiasaan membaca dan menulis (literasi) pada siswa di sekolah melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini tentu tidak terfokus pada membaca dan menulis bacaan di luar mata pelajaran. Harapan yang menjadi tujuan ke depan tentu akan tumbuh pada diri setiap siswa bentuk literasi yang lebih baik dan meningkat pada mata pelajaran, sehingga dengan meningkatnya literasi siswa pada mata pelajaran tentu diharapkan akan diikuti dengan meningkatnya prestasi belajar siswa. Jika langkah ini berhasil, maka akan sinergis dengan tahapan ketiga dari Gerakan Literasi Sekolah (GLS), yaitu meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. Lingkungan sekolah yang kondusif dan kaya akan sumber penumbuhan literasi adalah lahan yang subur, sehingga bagaimana lahan yang subur bisa menghasilkan panen yang berlimpah, maka bijibji kebiasaan membaca dan menulis harus disemai dengan baik, karena siswa-siswa di sekolah adalah biji-biji yang baik yang harus di tanam di lahan yang subur. Oleh karena itu menumbuhkan budaya literasi di sekolah, bak menyemai biji di lahan subur, yang harus di semai oleh semua guru, pimpinan, tenaga pendidikan, orang tua siswa, masyarakat sekitar sekolah, para penerbit buku dan penggiat literasi. Daftar Pustaka Anonim. (2012). Peta Konsep Bunyi dan Cahaya. Retrieved from http:// fdsmtsnslawi.blogspot.co.id/2012/01/peta-konsep-bunyi-dancahaya.html Buzan. (2007). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Hudojo, Herman, at al. (2002). Peta Konsep. Makalah. Jakarta: disajikan dalam forum diskusi Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Januati, Eka dan Yusrini, 2016. Peringkat Literasi Indonesia, Nomor Dua Dari bawah. http://www.femina.co.id/trending-topic/peringkat-literasiindonesia-nomor-dua-dari-bawah, diakses 30 Desember 2016. Kurniasari, H. (2015). Pembahasan. Retrieved from http:// hanykurniasari14.blogspot.co.id/2015_03_01_archive.html Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di LAhan Subur 315 Litbang Kemendikbud. (2015). Mendikbud Luncurkan Gerakan Literasi Sekolah. (Online). http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/indexberita-bulanan/2015/berita-bulan-agustus-2015/1297-mendikbudluncurkan-gerakan-literasi-sekolah, diaskes 27 Desember 2016 Novak and Gowin. (1985). Learning how to learn. Cambridge; Cambridge University Press. Oktavian, Catur Nurrochman. (2016). Membangun Budaya Literasi Di Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Retrieved from http:// literasi.jabarprov.go.id/baca-artikel-424-membangun-budaya-literasi-dikeluarga-sekolah-dan-masyarakat.html, diaskes, 31 Desember 2016. Ratri, D. (2011). Belajar untuk belajar. Retrieved from http:// menerjemahkandunia.blogspot.co.id/2011/04/belajar-untukbelajar.html; Kurniasari, 2015) Unesco. (2003). Literacy: a Unesco Perspective. Retrieved from http:// unesdoc.unesco.org/ images/0013/ 001318/131817eo.pdf, diakses 30 Desember 2016 Wiedarti, Pangesti, dkk. (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wikipedia. (2016). Graphic Organizer. Retrieved from https:// en.wikipedia.org/wiki/Graphic_ organizer, diakses, 27 Desember 2016 316 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Budaya Literasi dalam Pembentukan Karakter di SMAMDA Sidoarjo 317 BUDAYA LITERASI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DI SMAMDA SIDOARJO Ifta Zuroidah SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Pendidikan karakter mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi juga di rumah dan di lingkungan sosial masyarakat. Di masa kini, siswa menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai kelas yang lainnya. Tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)tentunya membutuhkan good character. Hal ini dikarenakan karakter adalah kunci keberhasilan individu. Kegagalan siswa sering disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, jika menginginkan keberhasilan, siswa membutuhkan Emotional Quotient (EQ). Sekolah pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka, sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Akan tetapi, sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai Kegiatan kelas yang dapat mendorong siswa untuk lebih mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip etika dan perilaku yang baik akan dapat menjadi karakter siswa saat melakukan pembelajaran di sekolah maupun diluar sekolah nantinya. Adapun cara membangun karakter siswa disekolah dapat melalui upaya yang meiluputi: 1) Pilar karakter, yaitu suatu karakter positif yang patut ditanamkan dalam diri siswa, sehingga perilaku yang baik akan secara otomatis dan secara spontanitas diterapkan oleh siswa. 2) Mengatur peraturan yang tepat,hal ini merupakan tanggung jawab sebagai guru untuk menetapkan aturan yang tepat untuk perilaku kelas dengan menetapkan aturan-aturan dasar yang jelas dan baik. Guru dapat melihat secara langsung kepribadian siswa, apa saja yang dapat dan tidak dapat diterima untuk diarahkan menjadi suatu kebaikan. 317 318 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 3) Mendorong umpan balik yang baik, maksudnya adalah siswa memilih model peran apakah seorang guru atau orang lain untuk menunjukkan model peran karakter positif dalam sejarah, sastra, ilmu pengetahuan, seni dan lain-lain. 4) Meletakan dasar saling menghormati, dimana kelas harus mapan di atas dasar rasa hormat. Harga diri dan rasa hormat kepada orang lain merupakan dasar dari banyak karakter positif lainnya. Karakter negatif dan penyalahgunaan dalam bentuk apapun tidak dapat ditolerir dan hasus diikuti dengan konsekuensi yang sesuai. Hal ini diperlukan untuk kampanye anti bullying dan memuji kebaikan siswa karena memperlakukan semua teman sekelas dengan hormat dan bermartabat. Selain itu, siswa juga diajarkan untuk jujur dan berperilaku sopansantun, menghargai dan menghormati keadaan orang lain terutama antar siswa di kelas dan tidak saling mengejek atau membicarakan kekurangan orang lain, santun terhadap yang lebih tua dan menjaga menyayangi yang lebih muda. 5) Kebijakan toleransi yang mempunyai tanggungjawab terhadap lingkungan yang baik, meletakkan dasar kejujuran dan kesetiakawanan sosial yang baik terhadap apa yang dilihat dan dirasakan, melalui suatu kegiatan yang melibatkan seluruh siswa sehingga timbul rasa sosial dan menghargai terhadap sesama. 6) Tindakan yang berkarakter, yang mencakup bagaimana pendidik atau guru dapat memberikan wawasan pengetahuan yang baik terhadap siswa akan adanya suatu kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain, serta membuat suatu kegiatan yang melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial dan kesetiakawanan. Dalam ajaran Islam, banyak anjuran untuk belajar, belajar, dan belajar serta berpikir, berpikir dan berpikir. Bahkan, kita pun menjumpai dalam salah satu ayat Al-Quran surat Iqra’ yang artinya adalah ‘baca’. Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup, karena semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap siswa, tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat akan membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Bagaimana siswa kita agar terbiasa untuk membaca padahal kita tahu banyak dari mereka yang belum terbiasa melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman dari membaca dan mengaktualisasi diri melalui Budaya Literasi dalam Pembentukan Karakter di SMAMDA Sidoarjo 319 tulisan. Membaca dan menulis dapat dikatakan belum mengakar kuat dalam budaya siswa. Kondisi ini tidak hanya siswa yang menjalani, bahkan mahasiswa, guru, dan dosen tidak sedikit dari mereka yang sama keadaannya. Hal ini terbukti dengan minimnya jumlah buku yang dimiliki. Menciptakan kebiasaan dan keinginan untuk terus membaca haruslah terus kita upayakan. Kita berharap bahwa siswa siap untuk diajak kepada hal-hal yang lebih terbuka pikirannya dengan dunia luar dari proses literasi. Dengan demikian, mereka diharapkan dapat berpikir kritis, disiplin, berinisiatif, tekun, ulet/gigih, dinamis, dan menghargai waktu. Lemahnya budaya literasi siswa yang kita jumpai mengakibatkan siswa hanya mengandalkan apa yang dilihat dan apa yang didengar. Mereka merasa lebih menikmati belajar praktis dengan cara melihat dan mendengarkan dari media elektronika yang tersedia. Jika kita amati lebih jauh mana yang lebih cepat mereka tangkap antara melihat, mendengar, membaca, dan menulis, maka sudah dapat dipastikan melihat dan mendengarlah yang akan menjadi pilihan mereka. Sebuah harapan bahwa budaya literasi yang dibangun ini akan dapat menciptakan karakter seseorang yang jauh lebih baik. Banyak hal yang perlu diperhatikan, misalnya bagaimana siswa kita memiliki karakter bawaan, akan tetapi tidak berarti karakter itu tidak dapat diubah. Untuk dapat mengubah karakter seseorang dibutuhkan perjuangan yang berat. Dibutuhkan latihan yang terus menerus untuk menghidupi nilai-nilai yang baik dan tidak terlepas dari faktor lingkungan sekitar. Memulai budaya literasi disekolah dengan memanfaatkan perpustakaan kelas dapat dikatakan cukup efektif. Siswa banyak yang mulai tertarik dan ingin membaca dari buku yang dikumpulkan bersama, tidak perlu jauh dan antri di perpustakaan sekolah hanya untuk meminjam buku, karena apa yang ingin dibaca semua sudah tersedia di kelas mereka. Ada waktu yang dapat mereka manfaatkan untuk membaca, sekolah kami, SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjo, mengalokasikan 15 menit sebelum siswa memulai aktivitas pembelajaran untuk membaca. Jam sekolah masuk 6.30 pagi dan pembelajaran baru dimulai 6.45, jadi masih ada sisa waktu yang dapat siswa gunakan untuk membiasakan diri dengan membaca, tidak jarang dijumpai pula siswa yang membaca pada saat istirahat jam pertama atau pada istirahat jam kedua. 320 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dengan adanya perpustakaan kelas ini, siswa mulai merasa tertantang, sehingga tidak hanya mengumpulkan buku saja. Disinilah mulai muncul nilai-nilai karakter yang tanpa mereka sadari mulai terbentuk. Bertanggung jawab adalah salah satunya, mereka harus merawat dan memanfaatkan perpustakaan kelas ini. Cinta ilmu juga salah satunya, kebiasaan mereka membaca tanpa kesulitan mencari buku dari waktu yang terbatas. Selain itu, disiplin membaca juga menjadi kebiasaan bagi mereka. Wajah masa depan siswa kita dapat dilihat dari bagaimana kualitas literasi yang mereka lakukan. Dengan memperkenalkan budaya literasi secara terus menerus kepada siswa melalui contoh dan penyampaian yang menarik, maka kita tidak perlu khawatir lagi mereka akan menjadi korban globalisasi atau peradaban modern. Tidak dapat dimungkiri bahwa minat baca mampu mencerdaskan anak didik kita. Gambar 1. Dokumentasi Bukti Penghargaan dan Kegiatan yang Dilakukan SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjo adalah sekolah yang mendapatkan penghargaan penguatan literasi satuan pendidikan dari bupati Sidoarjo. Sekolah ini tidak lantas berpuas diri setelah mendapatkan penghargaan ini, budaya literasi ini masih tetap dilanjutkan dengan sepenuh hati. Konsekuensi yang didapatkan tidaklah mudah, dibutuhkan peran semua pihak di sekolah serta kerja sama yang kuat antara pemimpin sekolah, guru, tenaga kepegawaian, dan siswa. Sekolah dengan julukan School of Champions ini mampu membuktikan diri. Budaya literasi yang sudah dibangun, salah satu caranya melalui kegiatan membaca surat kabar Jawa Pos, yang dilakukan dua kali dalam satu minggu, mampu membangun karakter siswa untuk dapat berpikir kritis, berinovasi tinggi, kreatif, ulet, tanggung jawab, Budaya Literasi dalam Pembentukan Karakter di SMAMDA Sidoarjo 321 dan mampu beraktualisasi kearah yang lebih baik. Dengan bukti, siswa mampu berpikir kreatif dan inovatif dalam melakukan berbagai hal yang bermanfaat dan dengan sikap yang positif. Surat kabar dalam jumlah banyak yang sudah mereka baca dan mereka buat literasi tulisan tidaklah terbuang sia-sia. Pembentukan karakter dari budaya literasi ini menciptakan suatu gagasan yang membuat kita bangga kepada mereka, melalui event pameran Zero Waste, mereka memanfaatkan koran-koran ini sebagai bahan untuk membuat media pembelajaran dalam bentuk tubuh manusia dan organ-organnya, yang ditampilkan dalam pameran yang bertempat di Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Tidak berhenti sampai disini, dengan gigih, ulet, kerja keras, disiplin, dan tanggung jawab, mereka mampu memahami tidak hanya pada literasi yang harus mereka lakukan setiap saat. Mereka juga aktif mengikuti event penting lain yang harus mereka lakukan dan perjuangkan, salah satunya bagaimana menjadi juara dalam tingkat internasional. SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjo mendapatkan kesempatan tampil dalam ajang internasional paduan suara LICC (Lanna International Choir Competition) di Chiang Mai, Thailand. LICC merupakan ajang bergengsi yang diselenggarakan oleh Interkultur Europen Choir Games. Kompetisi ini diadakan di Payap Univercity, Chiang Mai, Thailand. Pembentukan karakter yang terjadi dalam mempersiapkan mereka cukuplah berat, mereka betul- betul harus melakukan apa yang sudah menjadi ketentuan. Mulai dari literasi tentang musik, disiplin dalam waktu latihan bahkan siswa-siswi ini pun juga harus disiplin dalam segi makanan dan tidak diperbolehkan berhubungan dengan media sosial selama sembilan bulan. Kegigihan, kerja keras, keuletan dan tanggung jawab yang terbentuk dalam diri mereka membuahkan hasil yang begitu membanggakan sekolah. Mereka menjadi juara dalam dua kategori, yaitu kategori folklore yang memperoleh Golden, dan kategori Mixed Youth yang memperoleh Silver. Budaya literasi sudah mulai mengakar dalam diri siswa, guru, dan semua elemen yang ada di SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjo. Karakter inovatif, pemikiran kritis, kerja keras, disiplin, tanggung jawab, dan keuletan mereka betul-betul sudah dapat terbentuk menjadi karakter siswa sesuai dengan yang diharapkan. SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjo tidak berhenti dan tidak pernah puas dalam menoreh prestasi. Hal itu dibuktikan dengan mengikuti ajang Pesta Rakyat Fisika yang 322 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa diselenggarakan di Universitas Indonesia. Kembali dibuktikan oleh SMAMDA, karakter yang sudah berhasil kita bentuk melalui budaya literasi mengantarkan siswa-siswi kami kembali menoreh prestasi. Tiga penghargaan sekaligus mereka raih; Bidang science Project juara 1 (ANSONT), juara 3 kategori (ATLASTIC) dan bidang robotika menempati juara 2 Sumo Robot. Usaha tidak akan menghianati hasil, semangat yang sudah tertanam di jiwa siswa- siswi kami semakin membara, menjadikan SMAMDA sebagai sekolah literasi. Hal ini membuat para gurupun banyak belajar dari berbagai pihak, misalnya dari bedah buku yang mengupas misteri di balik perintah membaca 14 abad yang lalu, yang menjadikan wawasan mereka semakin terbuka bahwa dengan membaca dan membaca itulah manusia akan semakin dapat berpikir lebih kritis, serta menjadikan mereka dapat lebih baik dalam melakukan berbagai hal, termasuk dalam usaha sebagai guru untuk terus membangun karakter siswa yang kuat dan semakin baik. Terus menoreh prestasi, itulah yang kami lakukan, kembali dengan kreativitas, inovasi, dan ide yang cemerlang, siswa kami menorehkan kembali kemenangannya lewat juara menulis yang dilaksanakan oleh salah satu perguruan tinggi di Surabaya dan mendapatkan juara pertama. Budaya literasi di SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjoini pun juga membuat semua guru terus berinovasi dalam melakukan pembelajaran di kelas. Bahkan ada beberapa guru SMAMDA yang lolos dalam menulis soal yang diselenggarakan oleh Kemendikbud.Kompetisi yang diperuntukkan untuk para Guru di seluruh Indonesia itu berkomitmen untuk menemukan penulis soal nasional demi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Untuk lolos seleksi ini tidak mudah, pasalnya soal yang ditulis harus sudah sesuai dengan format dan kaidah penulisan soal serta berkriteria Higher Order Thinking Skill. Tidak hanya itu, Guru yang mengikuti lomba penulisan soal ini harus sudah memiliki pengalaman mengajar minimal 5 (lima) tahun. Program ini juga diikuti guru-guru SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Dua guru lolos dalam seleksi dari Kemendikbud ini, Siti Agustini, M.Pd dan Alful Musyrifah, M.Pd, keduanya merupakan pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Kimia. Pembentukan karakter melalui budaya literasi betul-betul efektif. Banyak hal yang sudah dapat dilakukan siswa untuk menyalurkan inspirasi dan motivasi mereka dengan penuh percaya diri, tanggung Budaya Literasi dalam Pembentukan Karakter di SMAMDA Sidoarjo 323 jawab, kreatif, dan imajinatif, tidak hanya dalam hal prestasi akademik, tapi juga prestasi non akademik. Bahkan, untuk menanamkan sifat heroik dalam jiwa supporter yang betul-betul supportif, mereka juga membentuk kelompok supporter yang diberi nama ‘SMAMDA Holic’. Dipiloti alumni SMAMDA, kelompok SMAMDA Holic ini berdiri dengan menjunjung tinggi kebersamaan, kekompakan, berinovasi membuat lagu-lagu, koreografi, dan yel-yel yang menarik. Kembali prestasi diraih oleh teamSMAMDA lewat SMAMDA Holic, yaitu mendapatkan penghargaan Koor Best Five Supporter dan Supporter Best of the Day. Dalam menjalankan budaya literasi ini, sekolah selalu mengembangkan ekosistem belajar-mengajar yang kondusif, mengembangkan praktik-praktik yang baik dalam meningkatkan mutu berkelanjutan dan berprestasi akademik maupun non akademik. Sampai akhirnya, satu lagi prestasi diraih oleh SMAMDA di kancah nasional. Tahun ini, SMA Muhammdiyah 2 Sidoarjo didapuk sebagai sekolah rujukan nasional. Prestasi ini jelas bukan prestasi biasa, pasalnya Kemendikbud hanya memilih 614 SMA dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 Propinsi. Sebagai sekolah rujukan, SMAMDA diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi sekolah imbasnya, baik secara administratif maupun dalam proses belajar mengajar. DAFTAR PUSTAKA http://www.sekolahdasar.net/2013/07/peranan-sekolah-dan-keluarga-dalammembentuk-karakter-siswa.html#ixzz4PgWBEQS5. www.gurumuda.web.id , 2016 Gerakan literasi sekolah. Satria, Dharma.2015. Misteri di Balik Perintah Membaca 14 Abad yangLalu. Jakarta: Eureka Academia. 324 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter TEMA 3: URGENSI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SECARA KONSISTEN 1 1 2 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Reinterpretasi Pendidikan Karakter 325 REINTERPRETASI PENDIDIKAN KARAKTER (TINJAUAN ULANG KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MENUJU PENDIDIKAN KRITIS DAN EMANSIPATORIS) Arief Hanafi SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo Pemuda adalah tumpuan bangsa,di tangan para pemuda, bangsa ini akan ditentukan arahnya. Sejarah membuktikan, perubahan suatu bangsa atau negara ditentukan oleh pemudanya. Maka tidak salah jika di era kemerdekaan Soekarno pernah berucap, berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia. Dalam hal ini sudah jelas bagaimana posisi pemuda dalam merubah keadaan menjadi posisi yang amat strategis. Dalam konteks sejarah Indonesia misalnya, kita dapati bagaimana pemuda yang menanamkan benih-benih nasionalisme, bersatu merumuskan cita-cita kemerdekaan melalui sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Di tahun itulah tonggak perubahan bangsa dimulai, berangkat dari bangsa yang terpuruk karena sistem kolonialisme, menuju bangsa yang bangkit dan menolak segala aspek penjajahan. Bukan hanya itu, peran atau kiprah pemuda berlanjut pada tahun 1966 yang berhasil menumbangkan rezim Soekarno yang saat itu terkenal dengan nuansa demokrasi terpimpin yang cenderung otoroiter. Kiprah pemuda dalam membangun bangsa berikutnya terjadi pada Mei 1998. Elemen masyarakat menengah ini mampu menyadarkan masyarakat/mahasiswa bergabung menjadi satu dengan masyarakat untuk “mendobrak” segala sistem yang sudah melewati batas saat itu. Dalam konteks ini untuk kesekian kalinya pemuda menjadi tongak perubahan bangsa. Apa yang dilakukan pemuda dalam beberapa contoh kasus diatas memang sangat beralasan,pasalnya dalam diri pemuda tertanam jiwa idealis.Pemuda mempunyai modal sosial yang kuat dibarengi dengan bentuk solidaritas mekanik. Dimana solidaritas ini muncul dalam sekelompok manusia yang sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif. 325 326 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kesadaran kolektif inilah yang menjadi kunci, bagaimana pemuda mampu menjadi garda terdepan dalam perubahan. Jika kita lihat dalam sistem tatanan sosial masyarakat, maka sebenarnya terletak pada stratara tengah. Dihimpit antar kaum kelas atas, yang biasanya diduduki oleh para pemangku kebijakan, dan kelas bawah yang biasanya didiami oleh masyarakat bawah, atau rakyat jelata. Maka dalam hal ini sebenarnya generasi muda sudah seharusnya manjadi penyambung lidah rakyat. Menjalin komunikasi dengan bahasa birokrasi jika berkomunikasi dengan pemangku kebijakan, serta menggunakan bahasa rakyat jika berhadapan dengan masyarakat kalangan bawah. Generasi Muda dan Kapitalisme Setiap zaman pastinya mempunyai kondisi yang berbeda-beda. Dulu pemuda-pemudi Indonesia berhadapan dengan kolonialisme dan imperialisme barat, hari ini pemuda berhadapan pada sistem kapitalisme global yang sudah mangakar kuat dalam sendi-sendi masyarakat. Sistem kapitalisme dewasa ini, sudah menjelama menjadi berbagai “produk” budaya populer seperti, konsumerisme, hedonisme, westernisasi, dan matrealistis. Bahkan kalau kita telisik libah dalam, adanya sistem kapitalisme beserta kroni-kroninya itu, cenderung lebih berbahaya dari pada sistem imperialisme dan kolonialisme. Pasalnya bentuk pergolakan yang harus dilawan pada masa lalu adalah nyata dan dapat dilihat di depan mata. Akan tetapi, dengan adanya bentuk kapiltalisme yang menjadi objek serangan adalah cara pandang, fikiran, dan ideologi. Kapitalisme yang sekarang terjadi tidak lebih dari proses hegemoni yang tiada henti. Antonio Gramsci tokoh neo marxis dari Italia, menjelaskan hegemoni ini dengan cukup menarik. Hegemoni menurtnya adalah bentuk penguasaan ideologi/pikiran manusia dengan cara mengedepankan kepemimpinan moral dan intelektual. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa hegemoni berjalan dengan rapi, dan menumpulkan kesadaran kritis setiap manusia sebagai objeknya. Penguasaan manusia atas manusia bukan lagi pada persolan fisik, namun lebih pada penguasaan alam pikiran sadar manusia. Jadi meminjam istilah lain manusia dalam sistem kapitalisme menjadi manusia yang terasing dengan dirinya sendiri. Reinterpretasi Pendidikan Karakter 327 Apa yang sudah dijelaskan diatas, dapat diamati pada generasi muda sekarng ini yang cenderung asik dengan dunianya sendiri. Kesadaran kritis menjadi sebuah alur pemikiran yang sangat langka, apalagi jika pemuda melakukan gerakan-gerakan yang emansipatoris berbasis penadaran masyarakat. Bahkan pemuda jarang untuk terjun langsung kebawah melihat berbagai macam realitas sosial yang ada. Ini merupakan persoalan serius yang seharusnya tidak terus melanggeng begitu saja menjadi sebuah hegemoni baru. Persoalanya adalah bagaimana jika pemuda di era sekarang ini dihadapkan pada budaya kapitalisme yang semakin gencar mencengkramkan pengaruhnya di dunia? Apakah pemuda hari ini masih mempunyai idealisme? Apa yang harus dilakukan pemuda hari ini untuk menangkal sistem kapotalisme ini? Membangun Generasi Berkarakter Kritis dan Emansipatoris Tahun 2010 boleh dikatakan sebagai tahun pendidikan karakter. Hal tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya sejak awal tahun 2010, tepatnya pada tanggal 14 Januari 2010 lalu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan program “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” sebagai gerakan nasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengawali kerjanya sebagai kepala pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II mengangkat isu tentang pendidikan karakter bangsa sebagai pilar pembangunan. Apa yang dilakukan oleh SBY itu merupakan realitas politik nasional, dimana dalam kehidupan sehari-hari, negara adalah sebuah realitas politik yang nyaris diterima sebagai suatu pemberian. Kecenderungan ini terjadi karena negara yang diketahui dan dialami setiap hari itu seakan berada di luar kesadaran manusia. Pada tingkat individual, negara baru dirasakan keberadaannya manakala ia berbenturan dengan kekuasaan. Ada sebuah realitas kekuasaan di luar dirinya, yang berada pada atmosfer publik, namun cukup berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Dari kekuasaan dan legitimasi dalam wacana politik, kenyataan itu disebut sebagai realitas kekuasaan negara dalam masyarakat. Apa yang diwacanakan oleh pemerintah tentang pendidikan katakter tersebut, sering dimaknai sebagai proses penundukan yang bertolak belakang dengan pendidikan kritis. Pendidikan karakter dekat dengan makna keteraturan, karena istilah katakter lebih pada istilah yang 328 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa mengarah pada pendisiplinan. Padahal dalam konteks ini pendidikan harus berhaluan pada paradigma kritis dan emansipatoris. Paulo Freire, praktisi pendidikan kritis asal Brazil, membagi kasedaran manusia menjadi kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Pertama,adalah kesadaran magis yang merupakan suatu kesadaran yang tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Kesadaran magis lebih mengarahkan penyebab masalah dan ketidakberdayaan masyarakat dengan faktor-faktor diluar manusia, baik natural maupun supernatural. Kesadaran ini berhubungan dengan alam dan bersifat vertikal. Sebagai contoh, siswa yang tidak dapat atau kurang dapat menyerap proses pembelajaran itu karena adanya takdir dari Tuhan, sehingga dalam bentuk kesadaran yang pertama ini manusia seolah tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam konteks masyarakat muslim, orang yang memahami masalah sosial dengan menggunakan kesadaran magis ini akan melihat bahwa kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat merupakan takdir atau ketetapan dari Tuhan. Hanya Tuhan yang Maha Tahu apa arti dan hikmah dibalik ketentuan tersebut. Kedua adalah kesadaran naif, di mana melihat ‘aspek manusia’ sebagai akar penyebab masalah dalam masyarakat. Dalam kesadaran ini, masalah etika, kreativitas, dan ‘need for achievement’ dianggap sebagai penentu dalam perubahan sosial. Jadi, dalam menganalisis kemiskinan mereka berpendapat bahwa masyarakat miskin terjadi karena kesalahan mereka sendiri, yakni karena malas, tidak memiliki jiwa kewiraswastaan, atau tidak memiliki budaya pembangunan. Kesadaran ini dikaitkan dengan sistem sosial yang ada di luar dirinya. Sistem globalisasi menjadi sebuah kebenaran yang mutlak, dan kemiskinan yang diakibatkan oleh sistem ini karena manusianya sendiri yang tidak mampu untuk mengembangkan segala potensinya yang ada. Aspek yang ketiga adalah kesadaran kritis,disinilah intinya, pendidikan kritis sebagai cara untuk memerdekakan mansusia yang setuhnya. Paradigma kritis dalam perubahan sosial memberikan ruang bagi masyarakat untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur tersebut bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Pendidikan kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar masyarakat terlibat dalam suatu proses dialog Reinterpretasi Pendidikan Karakter 329 ‘penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik atau lebih adil’. Kesadaran ini disebut sebagai kesadaran transformatif. Menurut Freire sudah menjadi bagian dari konsep memanusiakanmanusia. Manusia dimaknai sebagai wujud yang kompleks dan merdeka, baik fisik dan pemikiran. Kaitanya dengan pendidikan karakter adalah, sudah saatnya pendidikan karakter bukan sebagai sarana untuk penundukan atau pelanggeng statsu quo pemangku kebijakan. Melainkan pendidikan karakter dalam konteks keindonesiaan adalah pendidikan karakter yang “berhaluan” kritis dan emansipatoris. Selain itu, kesadaranakan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat, serta emansipatoris. Artinya mampu untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam masyarakat. Merubah keadaan yang tidak adil dan bahkan keadaan yang menindas. Sudah saatnya pendidikan karakter tidak hanya sebagai wacana yang menguap begitu saja, pasalnya sudah berulang kali ganti program namun output yang dihasilkan masih stagnan tanpa ada perubahan yang drastis.Apalagi pemerintah dalam konteks ini belum begitu siap dengan berbagai proses revolusi dibidang teknologi. Perang media sosial menjadi “musuh” yang harus ditundukkan dengan penuh kesadaran. Agar generasi tidak jatuh pada kesadaran semu yang menindas. Maka kaitanya dengan konsep pendidikan yang emansipatoris adalah bagaimana mampu mengarahkan pada potensi generasi penerus bangsa sesuai dengan apa yang dimilikinya. Setiap manusia mempunyai kelebihannya masing-masing. Tatkala sudah mengetahui potensi dirinya maka konsep emansipatoris ini dapat dikembanghkan pada jiwa generasi yang mampu “memerdekakan” masyarakat yang lain diluar dari dirinya bahkan di luar golongannya. 330 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 331 KEEFEKTIFAN PEER SUPPORT UNTUK MENINGKATKAN SELF DISCIPLINE SISWA SMP Debora Primawati Widayat SMP Negeri 27 Malang Pada masa ini, Indonesia memerlukan banyak generasi penerus yang memiliki kepribadian tangguh, mampu berelasi secara sosial, memiliki ketahanan mental yang kuat, dan disiplin diri yang memadai supaya mampu bertahan menghadapi berbagai macam tantangan dalam era globalisasi. Kualitas pribadi dan keterampilan-keterampilan tersebut perlu dimiliki oleh setiap orang, secara khusus para siswa Indonesia. Disiplin diri ditandai dengan kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri, mengatur dan mengarahkan diri untuk mampu bertahan, serta mampu mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya. Kemampuan seperti ini dapat dicapai dengan berbagai upaya yang harus senantiasa dilatih sejak dini untuk meraih keberhasilan dalam kehidupannya. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan bimbingan serta lingkungan yang dapat membuatnya terus melatih diri meningkatkan kemampuan dalam mengatur diri, mengendalikan diri, dan mengarahkan dirinya. Disiplin diri, merupakan dasar bagi seseorang dalam mencapai target-target yang diharapkan. Bagi siswa, disiplin diri mutlak diperlukan sebagai dasar meraih prestasi belajarnya. Indonesia memiliki siswa-siswa berprestasi dan memperoleh penghargaan di mata dunia. Para pelajar SMA yang tergabung dalam Tim Olimpiade Komputer Indonesia (TOKI) berhasil meraih medali perak dan perunggu dalam ajang International Olympiad in Informatics (IOI) pada tahun 2009. Dua siswi Indonesia meraih medali perak dan perunggu dalam European Girl Mathematical Olympiad (EGMO) di Inggris (Kompas, 2012). Pada tahun 2014, Indonesia memperoleh 7 medali emas dalam ajang Olimpiade Sains Dunia (Kompas, 2014). Beberapa prestasi besar para siswa Indonesia tersebut hanyalah sebagian kecil dari prestasi yang diraih oleh para siswa Indonesia. Masih banyak siswa Indonesia yang belum mampu meraih prestasi besar bahkan gagal dalam belajarnya. 331 332 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pada tahun 2013, terdapat 24 sekolah dari 15.000 sekolah yang 100 persen siswanya tidak lulus, total siswa yang tidak lulus di Indonesia sebanyak 8.250 siswa (Kompas, 2013). Hasil pengamatan mengenai prestasi siswa di SMP Negeri 27 Malang menunjukkan bahwa banyak siswa yang masih memiliki nilai dibawah KKM, tidak naik kelas, dan tidak melanjutkan sekolah.Fenomena tersebut memberikan gambaran bahwa untuk meraih prestasi diperlukan kemampuan siswa untuk mengatur dirinya, mengikuti tata aturan yang seharusnya diikuti sebagai seorang pelajar, disiplin dalam belajar, mengendalikan dirinya, dan berusaha terus mengarahkan diri untuk mencapai target belajarnya. Ketidaklulusan siswa di atas menggambarkan bahwa disiplin diri yang dimiliki oleh siswa di Indonesia masih lemah. Kegagalan akademis seperti contoh di atas merupakan salah satu kontributor dari rendahnya self discipline. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang disiplin dirinya rendah, memiliki tingkat intelegensi yang rendah (Sasson, 2012). Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Gong (2009) menunjukkan bahwa siswa yang memiliki self discipline tinggi berkorelasi positif dengan pengetahuan. Seligman dan Duckworth (2005) dalam penelitiannya mengenai self discipline yang diukur dengan menggunakan self report, laporan orang tua, laporan guru, dan hasil tes IQ, menunjukkan bahwa alasan utama jatuhnya potensi intelektual siswa karena kegagalan mereka dalam menerapkan disiplin diri. Self discipline merupakan syarat seorang pelajar untuk mencapai target belajarnya. Prestasi dalam belajar hanya dapat diraih apabila ada ketekunan, kemampuan mangatur diri, motivasi yang besar, tanggung jawab, dan kemampuan siswa dalam mengarahkan diri untuk mencapai target belajar yang ditetapkan.Individu yang memiliki self discipline berarti di dalam dirinya terdapat skema yang dijadikan sebagai dasar untuk mengarahkan, mengatur, serta mengontrol pola pikir dan tingkah lakunya. Skema ini terbentuk melalui proses kognitif yang panjang. Pengalaman dan interaksi dengan perilaku orang lain, pola asuh orang tua (Gunarsa, 2004), nilai-nilai baru, ide-ide baru, reinforcement dari lingkungan, tujuan, harapan, serta rencana merupakan komposisi dari skema tersebut (Friedman, 2006). Segala sesuatu yang dialami dan dirasakan oleh individu akan diobservasi dan diinternalisasi. Nilai yang cocok akan dijadikan sebagai bagian dari skema tersebut. Bagaimana membentuk pribadi seorang individu tergantung dengan lingkungan Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 333 dan komposisi dari skema tersebut. Semakin baik nilai-nilai yang terkonsep dalam diri individu, maka akan semakin baik pula pola pikir dan perilaku individu tersebut. Self disciplineadalahkemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mengendalikan diri, mengarahkan diri, dan mengelola diri yang didasarkan pada keinginan untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban di dalam kehidupan. Schunk dan Zimmerman (1998) mengemukakan, bahwa siswa dikatakan memiliki self discipline apabila mereka secara sistematis dapat mengatur perilaku dan kognitifnya dengan memperhatikan aturan yang ada, siswa dapat mengontrol diri, dapat mengintegrasikan pengetahuan, dan pengalaman, melatih dan mengingat informasi yang diperolehnya, serta mampu mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai positif belajarnya. Self discipline menurut Bryant (2008) adalah kesadaran untuk mengarahkan diri (self direction) dan mengatur diri (self-regulation). Jadi dapat disimpulkan bahwa self discipline merupakan kesadaran untuk mengatur, mengontrol, dan mengarahkan diri sendiri secara mandiri agar sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Self discipline adalah bekal yang diperlukan oleh individu pada setiap aspek kehidupannya. Kemampuan self discipline membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga memudahkannya dalam membangun relasi soaial dengan orang lain. Self discipline juga memberikan keterampilan dan kemampuan pada diri individu untuk mengatur, mengarahkan, dan mengontrol diri, sehingga berpengaruh terhadap prestasi akademiknya (Lane, Stanton-Chapman, Jamison & Philips, 2007). Seorang siswa tidak akan mampu mencapai prestasi yang optimal apabila ia tidak memiliki self discipline yang baik, meskipun memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, kepribadian, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah yang mendukungnya (Susanto, 2006). Disiplin diri memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki disiplin diri yang baik, secara sadar dapat mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri untuk belajar dengan baik dan teratur, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang baik pula. Dimilikinya self discipline yang memadai pada diri individu harus ditanamkan sejak dini dan melalui latihan yang terus-menerus. Self discipline tidak dapat berkembang dengan sendirinya, namun dipengaruhi oleh banyak faktor. Dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif agar 334 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa disiplin di dalam diri dapat berkembang. Berdasarkan teori sosial kognitif Bandura (Feist & Feist, 2011),yang menyatakan bahwa self discipline ditentukan oleh faktor eksternal dan internal yang memiliki hubungan timbal balik. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap terbentuknya self discipline adalah peran serta lingkungan serta pola asuh dalam keluarga dan sekolah. Bentuk dan pola didikan yang diterima seorang individu di dalam keluarga menyumbangkan pengaruh terhadap pembentukan self discipline-nya. Orang tua memegang peranan penting bagi anak khususnya sebagai cermin dan informasi mengenai diri anak. Perilaku dan perkataan orang tua juga menjadi sebuah model bagi anaknya. Saat orang tua mampu menunjukkan perbuatan dan perkataan yang baik, maka anak akan meniru hal tersebut, begitu pula sebaliknya. Bagaimana orang tua mengembangkan nilai-nilai di dalam keluarga akan memberikan pengaruh dan dijadikan sebagai bahan dalam menyusun konsep dan mengembangkan self discipline. Pola hubungan antara anak dan orang tua memberikan pengaruh terhadap pola tingkah laku anakanak. Sokol-Katz dan Dunham menyatakan bahwa jenis dan kualitas hubungan anak dengan orang tua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap timbulnya kenakalan yang dilakukan anak (Sheehan, 2010). Sebuah studi di Korea menunjukkan bahwa kenakalan yang dilakukan oleh remaja lebih terkait dengan disfungsi remajadengan orangtuanya, hubungan keluarga yang kurang berfungsi, serta tingginya level kekerasan dalam rumah tangga (Demuth, 2004.) Sekolah sebagai tempat belajar bagi anak pun memberikan pengaruh untuk mengembangkan pola pikir dan sikap. Sekolah mendidik siswa untuk taat pada aturan, menerapkan disiplin, dan memiliki kecakapan akademik. Pola didikan dan ajaran yang diterapkan sekolah pada siswa memiliki tujuan menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk mampu memiliki kecakapan diri, baik secara akademik, kepribadian,dapat hidup secara teratur, terarah, dan mampu mengendalikan diri. Sekolah sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi dengan teman sebaya, guru, dan orang lain adalah menjadi tempat bagi individu belajar keterampilan mengatur, mangarahkan, dan mengontrol dirinya sendiri, sehingga pada akhirnya mampu melakukan penyesuaian sosial dengan tepat. Tujuan pelatihan self discipline ini adalah untuk membekali siswa supaya mampu mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri. Dalam proses belajar dan masa perkembangannya, self discipline perlu Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 335 untuk dimiliki oleh setiap siswa. Self discipline merupakan faktor penting dalam menunjang siswa memperoleh prestasi yang optimal. Selain keluarga dan sekolah sebagai faktor pembentuk self discipline, lingkungan budaya juga memiliki pengaruh. Menurut Vygotsky (1978) anak berkembang dalam lingkungan budaya, bagaimana pola interaksi dalam lingkungan tersebut akan sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi anak. Kepribadian anak terbentuk karena hasil belajar. Budaya masyarakat yang juga diikuti oleh orang tua berdampak pada pola asuhnya. Pendidikan yang diterima anak dari orang tua di dalam keluarga, serta pendidian yang diterima anak di sekolah dan masyarakat, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya yang ada. Mengajar, mendidik, dan mengasuh berarti juga menanamkan nilai-nilai tertentu pada anak, sehingga nilai budaya dan subkultur akan memberikan warna terhadap hasil belajar atau perilaku anak termasuk di dalamnya disiplin diri. Dimilikinya self discipline sejak dini akan membantu individu dalam mengatur, mengontrol, dan mengarahkan diri serta kehidupan, sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan. Nilai-nilai yang diajarkan dan berbagai bentuk pola tingkah laku yang dilakukan di dalam keluarga, sekolah, lingkungan, dan pengalamanpengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan orang lain, memberikan sumbangan terhadap pembentukan pola disiplin di dalam dirinya. Semakin baik nilai dan pola tingkah laku yang dilihat serta tertanam di dalam diri individu akan membentuk konsep diri yang positif, sehingga menghasilkan pribadi yang bertanggung jawab, dapat mengontrol tingkah lakunya, dan dapat mencapai tujuan hidup dengan lebih mudah. Hal ini berbeda ketika sejak anak-anak mendapatkan lingkungan dan pengaruh yang buruk, anak-anak akan mengidentifikasi hal-hal buruk, sehingga apa yang terkonsep di dalam dirinya negative, dan menghasilkan pola tingkah laku yang negatif pula. Identifikasi tingkah laku dari lingkungan dan pengalaman yang tersarikan dan terkonsep membentuk sebuah pola aturan di dalam dirinya, semakin baik pengalaman dan identifikasi tersebut maka akan semakin kuat pula self discipline yang terbentuk.Namun semakin buruk dan kacaunya keadaan dan aturan yang diperolehnya dari lingkungan, maka akan membentuk konsep diri yang keliru, sehingga self discipline yang terbentuk di dalam diri siswa menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan munculnya perilaku yang kurang terkontrol bahkan pelanggaran serta kenakalan remaja. 336 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Self discipline sangat penting dimiliki oleh setiap individu, karena memberikan kemampuan untuk mencapai tujuan lebih cepat dari yang kita pikirkan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki self discipline mampu mencapai prestasi akademik yang tinggi, lebih fleksibel, kreatif, memiliki tanggung jawab, mandiri, memiliki performa yang bagus, dan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak memiliki self discipline (Kapeleris, 2010). Schunk dan Zimmerman (1998) mengemukakan bahwa siswa dikatakan memiliki self discipline apabila mereka secara sistematis dapat mengatur perilaku dan kognitifnya dengan memperhatikan aturan yang ada, siswa dapat mengontrol diri, dapat mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, melatih mengingat informasi yang diperolehnya, serta mampu mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai positif belajarnya. Siswa yang memiliki pengaturan diri yang baik mampu mengontrol perilaku, sehingga dapat mengarahkan diri untuk mengambil keputusan dan tindakan yang sesuai.Hal itu mendukung kesuksesan dalam membangun komunikasi sosial, menghindarkan dari permusuhan sosial, dan sukses akademik (Bronson, dalam Lane et al., 2007). Storandt dan Pearman (2004) dalam penelitiannya mengenai para usia lanjut menunjukkan, bahwa mereka yang semasa hidupnya memiliki self discipline yang baik dan membiasakan hidup secara disiplin memiliki kesadaran dan memori yang baik sampai usia lanjut, sehingga di usianya yang telah lanjut mereka masih tetap dapat fokus pada pekerjaan atau kegiatan yang dimiliki (Storant, 2004). Membentuk self discipline harus dimulai sejak dini dan melalui latihan yang berkesinambungan. Minimnya self discipline tampak dari sikap dan perilaku individu sehari-hari yang cenderung tidak sesuai bahkan dapat mengarah ke arah penyimpangan. Perilaku yang tidak sesuai tersebut akan muncul dalam berbagai simbol perbuatan negatif yang dapat terjadi sepanjang rentang hidupnya. Penyimpangan perilaku dimulai dari kejadian yang ringan seperti buruknya nilai ujian, sering membolos, tidak naik kelas, tidak lulus ujian, mengganggu teman. Siswa SMP berada pada tahap perkembangan remaja. Pada tahap usia remaja, mereka sudah memiliki kemampuan untuk berpikir secara analitis, mampu membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk, serta mampu mengungkapkan pendapatnya. Di Sekolah Menengah Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 337 Pertama (SMP), para pendidik dan konselor seyogyanya memandang self discipline siswa sebagai bagian yang sangat penting untuk ditingkatkan dan dikembangkan, melalui program bimbingan dan konseling. Untuk mengembangkan self discipline, seorang siswa memerlukan bantuan dari pihak lain, baik itu orang tua, guru, konselor, hingga teman sebayanya. Self discipline harus dikembangkan supaya tugas-tugas perkembangan individu sebagai seorang siswa dapat terpenuhi. Menurut Havighurst (dalam Monk, dkk, 2002) tugas perkembangan (developmental task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh individu dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan. Para siswa memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sertamemiliki kebutuhan materiil dan spiritual yang harus dipenuhi. Peranan Bimbingan dan Konseling (BK) semakin penting di sekolah, terutama untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa, baik kesulitan belajar dan permasalahan pribadi siswa. Siswa yang mengalami kesulitan perlu memperoleh bimbingan dan motivasi dari BK. Bimbingan dapat diartiukan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini sebagau upaya agar individudapat memahami dirinya sendiri, sehingga ia sanggup untuk mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, mampu menyesuaikan diri dengan tuntutandan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bimbingan dan konseling di sekolah yang bergerak dalam bidang human service, harus memberikan bantuan psikologis kepada para peserta didik agar dapat mengembangkan potensi diri dan mencapai semua tugas perkembangannya. Self discipline adalah salah satu bagian dari tugas perkembangan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru dan konselor sekolah, supaya siswa dapat berkembang menjadi lebih optimal. Penerapan disiplin yang paling tepat bagi remaja adalah yang bersifat demokratis, artinya penerapan dan pelatihan disiplin diri dilakukan dengan cara memberikan penjelasan-penjelasan dan pengertian melalui layanan pembelajaran (fungsi BK). Melalui layanan pembelajaran, siwa dapat lebih mampu mengarahkan diri, mengendalikan diri, dan mengatur dirinya secara sadar. Pengertian dan penjelasan yang diberikan membangun kesadaran siswa untuk mengembangkan kendali dan keteraturan dalam diri, sehingga memunculkan perilaku yang benar. 338 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dari penjelasan di atas, diperlukan suatu strategi yang tepat untuk meningkatkan self discipline siswa agar mamiliki kesadaran untuk mengatur, mengarahkan, dan mengendalikan dirinya sendiri. Kesadaran akan keterampilan tersebut penting dimiliki siswa, agar mampu menyesuaiakan diri untuk menghadapi tugas-tugas sulit dan tanggung jawab yang besar. Beberapa teknik bimbingan dapat digunakan dalam membimbing siswa. Teknik dan strategi tersebut dipilih yang efektif dan efisien disesuaikan dengan karakteristik siswa. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah melalui pemanfaatan hubungan dan dukungan sebaya (peer support).Usaha untuk membuat para siswa sadar tentang tanggungjawab untuk mencapai cita-cita ini dapat diberikan melalui dukungan sebaya (peer support). Sejalan dengan perkembangan yang terjadi pada diri remaja, yaitu perkembangan sosial, yang mana pada masa ini keterikatan dengan teman sebaya sangat kuat. Oleh karena itu, penggunaan dukungan sebaya (peer support) diharapkan dapat membantu menegaskan pentingnya self dicipline bagi para siswa dan mampu membantu meningkatkan disiplin diri siswa SMP. Dukungan sebaya (peer support) adalah pemberian bantuan interpersonal yang diberikan oleh orang-orang non profesional kepada orang lain yang memerlukan bantuan. Istilah sebaya memiliki arti bahwa seseorang yang menjalankan tugas membantu adalah seseorang yang memiliki usia yang kurang lebih sama dengan orang yang dilayani. Beberapa penelitian mengenai peer support menemukan bahwa dukungan sebaya (peer support) dapat digunakan untuk mengembangkan resiliensi remaja (Suwarjo, 2012). Carr (1981) menyatakan bahwa tanpa bantuan aktif dari para siswa (teman sebaya) dalam memecahkan krisis perkembangan dan problem-problem psikologis mereka, program layanan dan program konseling tidak akan berhasil secara efektif. Menurut Carr (1981) konselor harus melibatkan para siswa (teman sebaya) sebagai cooperative allies dan upaya-upaya membantu siswa melalui berbagai tindakan yang rasional dan logis.Temuan dari Miller (dalam Frits, 1999) melaporkan bahwa para siswa yang memanfaatkan layanan dukungan sebaya (peer support) mampu melakukan identifikasi diri dengan teman sebaya mereka, serta menganggap bahwa peer counselor memiliki kemauan membangun jembatan komunikasi. Tindal dan Grey (1987) memiliki keyakinan bahwa apabila seseorang memiliki masalah, maka orang pertama yang akan diajaknya berbicara Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 339 adalah teman ataupun kelompok sebaya,sebagian besar orang kemudian memilih kepada konselor. Pendapat ini juga diperkuat oleh Bramer yang mengungkapkan bahwa, sebagian besar orang akan mengungkapkan persoalan kepada teman dekat atau sebayanya daripada kepada orang yang lebih tua. Hal ini disebabkan karena sesama remaja lebih memahami lika-liku permasalahan dan lebih cepat untuk memulai kontak. Tindall & Gray (1985) telah menunjukkan bahwa sebagian besar layanan yang diberikan melalui peer counseling berhasil. Sebagaimana Bowman and Myrick (1980) menggambarkan program dukungan sebaya (peer support) pada pelajar kelas 3-6 SD, di mana siswa sudah dilatih menjadi konselor junior. Semua peer helpers mengalami peningkatan positif dalam konsep diri ketika dibandingkan dan dianalisis dari hasil pretest dan posttestnya. Emmert (1977) menemukan bahwa kelompok siswa yang telah mendapatkan pelatihan menjadi peer-helper secara statistik berbeda dan lebih tinggi skor empatinya, dibanding kelompok siswa yang tidak menerima pelatihan. Dalam studi yang lain, Bell (1977) menggunakan metode perbandingan antar kelompok untuk menemukan efek dari partisipasi pada program peer support siswa SMP. Ia menguji apakah terjadi peningkatan konsep diri dan prestasi akademik pada peer support. Dia menemukan meskipun peer counselor yang dilatih tidak memperlihatkan peningkatan dalam self concept. Mereka menunjukkan prestasi akademik yang lebih tinggi dibanding kelompok siswa peer counselor yang tidak bekerja dengan siswa (Tindall & Gray,1985). Penelitian lain berkaitan dengan dukungan sebaya (peer support) dilakukan oleh Muslikah, menunjukkan bahwa bimbingan teman sebaya dapat mengembangkan sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat pada remaja. Melalui kegiatan bimbingan teman sebaya, teman yang dibantu akan diajak untuk saling berinteraksi baik secara individual maupun secara kelompok dalam membahas topik tentang seksualitas. Penelitian ini menggambarkan bahwa dengan dukungan sebaya (peer support), teman yang dibantu merasa lebih nyaman mengungkapkan masalahnya tanpa ragu dan takut. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 12 Semarang. Dalam penelitian Rubin et al (2006), tentang hubungan interaksi teman sebaya dan kelompok, ditemukan bahwa anak-anak dan remaja yang sulit berempati dan mengatur diri sendiri memiliki sedikit interaksi sosial yang positif.Tidak adanya 340 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa kemungkinan ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya, secara signifikan berdampak pada kesejahteraan sosial dan hasil-hasil akademik. Dalam penerapannya, dukungan sebaya (peer support) memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan konseling yang dilakukan oleh konselor profesional. Dukungan sebaya (peer support) dapat membangun rapport lebih cepat karena adanya hubungan kesederajatan. Disamping itu, adanya faktor kesamaan pengalaman dan status non profesional yang dimiliki oleh konselor sebaya menyebabkan mereka lebih diterima oleh konseli (Sandmeyer dalam Bernardus, 2012). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah diungkapkan diatas, dukungan sebaya (peer support) dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan self discipline siswa SMP. Melalui dukungan sebaya (peer support), proses interaksi antara konselor dan kelompok sebaya (konseli) dapat berjalan lebih efektif. Hal ini dikarenakan usia diantara para peer support sama, maka proses pelaksanaan dapat berjalan lebih baik, konseli yang dibantu merasa lebih nyaman dalam mengungkapkan masalahnya tanpa keraguan ataupun rasa takut. Dengan dinamika dan pengaruh dalam dukungan sebaya (peer support), individu dapat merumuskan dan memperbaiki konsep diri, menguji dirinya sendiri, mengevaluasi dirinya. Melalui dukungan, hasil evaluasi dan penyadaran ini, individu dapat menetapkan tujuan hidup dengan tepat dan dapat membuat perencanaan dengan baik untukmencapai kesuksesan ataupun cita-cita yang diharapkan. Melalui peer support diharapkan dapat membangun perilaku yang potensial melalui pengorganisasian materi pelajaran secara mandiri. Hal ini berpengaruh dalam bentuk mencari pertolongan dan memberikan bantuan selama proses belajar berlangsung, karena jarak psikologis antara subjek dan peer supporter yang tidak jauh. Peer support yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan prosedur DBC (Direct Behavioral Consultation). DBC merupakan metode mengajarkan keterampilan kepada konsulti (peer supporter), yang memiliki tujuan memberdayakan konsulti melalui konsultasi (Watson & Robinson, 1996). Para siswa dengan kriteria tertentu dilatih sebagai peer support bagi siswa lain yang memiliki masalah dengan disiplin dirinya. Dasar digunakannya DBC adalah teori behavioristik yang memiliki asumsi bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah (Komalasari, 2011). Manusia Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 341 dipandang sebagai individu yang mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi perilaku orang lain (Walker & Shea, 1998). Berdasarkan teori di atas, pembelajaran yang bersifat behavioristik dapat diajarkan kepada siapapun termasuk kepada siswa SMP. Oleh sebab itu, mereka dapat dilatih dan diajari untuk menjadi penolong dan pendukung bagi rekan sebayanya di sekolah sebagai peer support. Mengingat pentingnya self discipline, peran orang tua juga sangat diperlukan untuk menegaskan proses pembentukan dan pengembangan self disciplinebaik di rumah maupun di sekolah, sehingga self discipline siswa dapat meningkat seperti yang diharapkan. Keterlibatan orang tua akan sangat membantu dalam penegakan upaya pembimbing di sekolah. Orang tua atau pembimbing yang memberikan kepercayaan kepada siswa akan membantu siswa merasa yakin bahwa dirinya mampu mengatur, mengontrol, dan mengarahkan diri sendiri. Rogers (dalam Feist dan Feist 2006) menyatakan bahwa manusia terlahir dengan membawa potensi kreativitas untuk memecahkan masalah, mengubah konsep diri dan mengarahkan diri sendiri, manusia mengevaluasi setiap pengalamannya, dan menginternalisasi pengalaman yang sesuai dengan dirinya sebagai bagian dari kepribadian. METODE Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperimen, karena adanya suatu perlakuan(intervensi) yang diterapkan oleh peneliti kepada subjek. Penelitian ini menggunakan Time Series Design, yaitu menguji satu kelompok belajar, mengobservasi perilaku subjek dari waktu ke waktu dengan langkah-langkah melalui beberapa pretest dan postes atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Malang. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah equivalent time series, sehingga subjek yang dipilihdidasarkan pada kelompok yang sudah ada yaitu siswa SMP Negeri 27 Malang. Dasar yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan subjek penelitian ini adalah (1) siswa SMP yang berada dalam rentang usia 12-15 tahun, (2) pada dasarnya siswa SMP kelas VIII belum memperoleh bimbingan pengembangan self discipline secara khusus, dan (3) subjek penelitian teridentifikasi memiliki self discipline yang rendah berdasarkan pengukuran menggunakan skala self discipline. 342 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Penentuan subjek dalam penelitian ini tidak ditentukan secara acak, namun dilakukan melalui penjaringan dengan menggunakan skala self discipline. Proses penjaringan subjek dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan, yaitu: (1) wawancara konselor dan guru (wali kelas), dari hasil wawancara tersebut ditetapkan kelas mana yang akan diberikan pretest,(2) kelas yang telah direkomendasikan oleh konselor dan guru akan diberikan pretest menggunakan skala self discipline untuk mengetahui siswa yang memiliki skor self discipline tinggi, sedang, dan rendah, (3) siswa yang memiliki skor self discipline rendah akan dikumpulkan dan dilakukan wawancara secara mendalam untuk memastikan kemampuan self discipline siswa dalam kategori rendah, dan (4) peneliti meminta kesediaan siswa yang terjaring dalam self discipline kategori rendah untuk mengikuti program hingga selesai. Untuk meningkatkan self discipline siswa, maka bantuan dari peer support yang diperlukan. Peer support merupakan kelompok yang terdiri dari siswa-siswi SMP yang sudah dipilih berdasarkan kriteria dan pelatihan khusus berjumlah 8–10 orang.Tugasnya adalah mengadakan pertemuan rutin sesuai jadwal pertemuan yang sudah disepakati/disetujui untuk berbagi pengalaman, ide, informasi seputar peningkatan self discipline, apa saja yang menjadi penghambatdan pendukungnya. Tujuan dari peer supportadalah agar self discipline siswa dapat ditingkatkan atau dapat memiliki self discipline yang tinggi. Dukungan yang dilakukan oleh peer supporter akan lebih mudah diterima oleh teman sebaya, karena remaja memiliki kecenderungan untuk bercerita dan lebih percaya kepada teman sebayanya.Dalam hubugannya dengan teman sebaya suasana saling mendukung dapat terbangun karena memiliki pengalaman dan situasi yang sama (Nankunda, 2006). Aspek–aspekself discipline yang diukur meliputi (1) kemampuan mengatur diri (self regulation), yaitu kemampuan untuk mengatur perilaku dan kognitifnya dengan memperhatikan aturan yang ada, sehingga mampu mengarahkan diri dalam mengambil keputusan,(2) kemampuan mengarahkan diri (self directed), yaitu kemampuan menyalurkan dan mengarahkan setiap keinginan, emosi, dan tindakannya sendiri untuk mencapai tujuan, dan (3) kemampuan mengontrol diri (self control), yaitu kemampuan mengatur impuls-impuls, kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku demi tujuan tertentu. Instrumen penelitian yang digunakan ialah Skala Self Discipline oleh Widayat (2016) untuk mengungkap tingkat self discipline siswa SMP. Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 343 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi, posttest, dan pretest adalah tidak semuasiswa di SMP Negeri 27 Malang memiliki self discipline yang rendah, tetapi hanya sebagian kecil. Mereka yang memiliki self discipline rendahharus memperoleh perlakuan (treatment) oleh peer support yang sudah dipilih dan dilatih. Penelitian ini diawali dengan membentuk peer support (kelompok pendukung sebaya yang dapat membantu teman sebayanya meningkatkan self dicipline). Peer support adalah mereka yang memiliki self discipline yang tinggi (hasil skala self discipline, rekomendasi wali kelas, BK, dan kesiswaan) dan bertugas untuk memberikan informasi, pengalaman, dan menawarkan atau memberikan bantuan kepada teman sebaya (yang self discipline-nya kurang) dalam kondisi saling percaya dan menghargai. Tujuan pembentukan dan pelatihan peer support adalah meningkatkan keterampilan peer support, sehingga selain menjadi teman sebaya juga mampu memberikan berbagai pengalaman tentang usaha peningkatan self discipline kepada siswa atau teman sebaya lainnya. Selain itu, memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi konseler yang berhubungan dengan disiplin dirinya yang rendah, sehingga dapat teratasi, serta dirumuskan tingkah laku yang baru. Peer support merupakan kelompok yang terdiri dari siswa-siswi SMP yang sudah dipilih berdasarkan kriteria dan pelatihan khusus, berjumlah 8–10 orang.Tugasnya adalah mengadakan pertemuan rutin sesuai jadwal pertemuan yang sudah disepakati/disetujui untuk berbagi pengalaman, ide, informasi seputar peningkatan self discipline, serta apa saja yang menjadi penghambat dan pendukungnya. Tujuan dari peer supportadalah agar self discipline siswa dapat ditingkatkan atau dapat memiliki self discipline yang tinggi. Dukungan yang dilakukan oleh peer support akan lebih mudah diterima oleh teman sebaya, karena remaja memiliki kecenderungan untuk bercerita dan lebih percaya kepada teman sebayanya. Dalam hubugannya dengan teman sebaya suasana saling mendukung dapat terbangun,karena memiliki pengalaman dan situasi yang sama (Nankunda, 2006). Pemberian bantuan diawali dengan melakukan observasi terhadap siswa yang bermasalah dengan self discipline-nya. Siswa yang memiliki masalah dengan self discipline-nya dikumpulkan dan diberi skala self discipline, diambil 10 siswa yang memiliki self discipline rendah. 10 siswa yang bermasalah (konselee) akan dipasangkan dengan 10 peer 344 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa support, peer support bertugas membantu konselee selama proses treatment, tugas peer support meliputi membuat laporan kemajuan konselee dan berkonsultasi dengan konselor terkait dengan kemajuan konselee. KESIMPULAN Penelitian yang dilakukan ini sedang berada dalam proses treatment untuk melihat sejauh mana keefektifan peer support dalam meningkatkan self discipline siswa SMP. Saran penelitian ini meliputi (1) bagi konselor, hasil dan temuan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk membantu para konselor dalam memperbaiki dan mengembangkan layanan di sekolah, (2) bagi sekolah, penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk meningkatkan self discipline siswa melalui pemanfaatan layanan BK dan peer support; (3) bagi siswa, peer support dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk mengembangkan self discipline, sehingga siswa sekolah menengah pertama (SMP) dapat mencapai tugas perkembangannya yang optimal, (4) bagi penelitian lanjut, data dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian awal untuk mengembangkan penelitian lanjutan pada lingkup yang lebih luas berkenaan dengan aspek self discipline. DAFTAR PUSTAKA Bell, Michele. 1997. Building Moral Intelligence: The Seven Essential Virtues That Teach Kids to Do The Right Things. Pennsylvania: Pennsylvania University Press AS. Brown, Martha. 1980. Recognizing and Supporting the Development of Self-Regulation in Young Childern. (Online) www.naeyc.org/resources/ journal, diakses 1 Agustus 2014. Bryant, R.D. 2008. Self-Discipline in 10 Days: How to go From Thinking to Do. Seattle Washington: Human Understanding and Behavior Publishing. Carter, T. D. 2005. Peer Counseling: Roles, Functions, Boundaries. ILRU Program. (Online) http://www.peercounseling.com, diakses 12 Maret 2014. Carr, Barbara. 1981. The Bully, The Bullied, and The Bystander: from Preschool to High School.New York: Harper Collins Publisher. Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline Siswa SMP 345 Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. Demuth, Brown. 2004. Family Structure, Family Process, and Adolescent Deliquency: The Significance of Parental Absence Versus Parental Gender. Journal of Research In Crime and Deliquency. 41 (1): 345-355. Feist, Jess and Gregory Feist. 2006. Heories of Personality. Amerika: Mc. Graw Hill. Friedman, Howard Schustack. 2006. Personality: Classic Theories and Modern Research. New Jersey: Pearson Publication. Gong, W.S. 2009. Preschool and Child Care Expulsion and Suspension: Rates and Predictors in One State.Journal Infants and Young Childern. 19 (3): 228-245. Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Perkembangan dari Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Kapeleris, J. 2010. The Power of Self Discipline: Action, Personal Development, Self-Discipline.(Online) http://johnkapeleris.com/blog/ ?p=332,diakses 17 April 2014. Lane, K., Stanton-Chapman, and T., Jamison, K., 2007. Teacher and Parent Expectations of Preschoolers Behaviors: SocialSkills Necesarry for Success. San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc. Schunk, C. 1998. Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Terjemahan T. Sirait. Jakarta: Mitra Utama. Sheehan, Hillary. 2010. The “Broken Home” or Broken Society A Sosiologycal Study of Family Structure and Juvenile Deliquency. California: Social Science Department College. Susanto, H. 2006. Mengembangkan Kemampuan Self-Discipline untuk Meningkatkan Keberhasilan kademik Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. 7 (5): 219-228. Vygotsky, L. 1978. Mind in Society: The Development of Higher Psychological Process. Cambrige: Harvard University Press. Widayati, Wahyuningsih. 2015. Pelatihan dan Implementasi Konselor PeerSupport Berbasis Masyarakat pada Kelompok Pendukung ASI Ekslusif. Jurnal SEMAR, 4 (1):211-219. Widodo, Bernardus. 2012. Perilaku Disiplin Siswa Ditinjau dari Aspek Pengendalian Diri (Self Control) dan Keterbukaan Diri (Self Disclosure) pada Siswa SMK Wonoasri Caruban Kabupaten Madiun. Jurnal Widya Warta,35 (1): 91-101. 346 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Walker, Daniel. 1998. Training Children in Self-Discipline and Self Control. USA: The Prentice-Hall. Watson, D. 1996. The Psychology of Winning. Victoria: Brolga Publising Pty. Ltd. Zimmerman, B.J. 1998. An Educator with Passion for Developing SelfRegulation of Learning ThroughSocial Learning. New York: Baruch College. Keutamaan Karakter Religi 347 KEUTAMAAN KARAKTER RELIGI Dwi Utami SMP Brawijaya Smart School Malang “Benteng utama untuk dapat cerdas dan selektif menghadapi kecanggihan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah dengan pemantapan karakter religi pada aktivitas pendidikan” Indonesia saat inisedang gencar menerapkan sistem pendidikan karakter, guna mendidik generasi penerus bangsa menjadi manusia yang berkarakter. Pendidikan karakter dilaksanakan dengan menanamkan nilainilai karakter pada setiap matapelajaran maupun matakuliah yang diajarkan oleh semua instansi pendidikan. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2010) terdapat 18 nilai karakter yang dapat ditanamkan dalam pendidikan karakter, salah satunya adalah religius. Menurut Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah(dalam Suparlan, 2010) karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan akibat dari keputusan yang dibuat. Lebih lanjut, Suparlan (2010) menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha sengaja atau sadar untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusian yang baik secara objektif.Bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, proses pendidikan karakter, ataupun pendidikan akhlak dan karakter bangsa sudah tentu harus dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion, sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.Religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang (Thontowi, 2012). Religius sebagai salah satu nilai karakter 347 348 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dideskripsikan oleh Suparlan (2010) sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral.Dalam hal ini, siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. Pembentukan karakter religius ini tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen stakeholder pendidikan dapat berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri. Aspek yang dapat dikembangkan pada dunia pendidikan saat ini adalah adanya nilai–nilai plus pendidikan akademis yang mereka miliki dengan aktivitas berbasis religi.Sebagaimana yang sudah banyak dilakukan oleh sekolah–sekolah di kota besar di Indonesia saat ini. Dengan menyusun kegiatan pembelajaran yang berbasis religi melalui rencana pembelajaran, kemudian melaksanakan aktivitas nyata berbasis religi sebagai berikut. 1. Dengan menyelenggarakan saolat duha berjamaah sebelum memulai aktivitas pembeljaaran akademis sebagai salah satu pembiasaan pada diri siswa. Dengan pembiasaan salat duha berjamaah diharapkan saat menerima materi pembelajaran, siswa dalam keadaan telah bersuci dan berdoa pada waktu yang afdhol untuk berdoa. Sebagaimana hadits berikut ini “Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa lemah dari empat rakaat dalam mengawali harimu, niscaya Aku (Allah) akan mencukupimu di akhir harimu.” (HR. Abu Darda`). 2. Mewajibkan mengikuti salat berjamaah pada zuhur dan asar. Aktivitas ini memberikan pembiasaan salat tepat pada waktunya dan akan membawa dampak pembiasaan tepat waktu dalam menyelesaikan kewajiban mengerjakan tugas akademis. 3. Menyelanggaran pembelajaran Al-Quran yang dikenal dengan Smart Al-Quran sebagai salah satu bagian kurikulum internal sekolah. Dengan demikian, siswa lebih mudah menghafal materi pembelajaran, apabila telah dibiasakan membaca Al-Quran bahkan berupaya untuk menghafal. 4. Mengadakan peringatan hari besar agama, kegiatan tersebut tidak hanya sekedar seremonial. Akan tetapi,diharapkan adanya praktek langsung sehingga betul–betul memberikan pengalaman belajar pada siswa. Keutamaan Karakter Religi 349 Keempat aspek tersebut adalah pengembangan religi pada siswamuslim.Sudah seharusnya ada kegiatan sepadan yang harus dilakukan oleh yang non muslim, mislakan adanya kajian Bible pada jam yang bersamaan dengan siswa muslim belajar Al-Quran, adanya kegiatan ritmis bagi siswa Nasrani yang dilakukan pada saat yang muslim pondok ramadan. Uraian di atas adalah aktivitas disekolah dalam pengembangan karakter religi.Namun, kegiatan tersebut tidak terlepas dari kerjasama yang baik dengan orangtua dalam peningkatan karakter religi dirumah. Hal ini dikarenakan bagaimanapun waktu yang lebih banyak adalah di rumah, serta agen sosialisasi karakter yang paling utama adalah keluarga.Inilah pentingnya karakter religi yang menjadi kunci utama dalam pembentukan karakter peserta didik, sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan diri pada segala tantangan zaman.Utamanya di era globalisasi yang menuntut generasi Indonesia dapat berjuang melawan tantangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Intinya pelajar Indonesia saat ini harus dipertebal karakter religinya, sehingga mampu menghadapi kecanggihan teknologi, berpikir kritis, dan selektif menyikapi suguhan–suguhan atau tampilan IT yang semakin canggih. DAFTAR RUJUKAN Elearning Pendidikan. 2011. Membangun Karakter Religius Pada Siswa Sekolah Dasar. (Online), (http://www.elearningpendidikan.com), diakses 23 November 2016. Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Pendidikan Karakter. (Online), (http:/ /www.perpustakaan.kemdiknas.go.id), diakses 23 November 2016. Suparlan. 2010. Pendidikan Karakter: Sedemikian Pentingkah dan Apa yang Harus Kita Lakukan. (Online), (http://www.suparlan.com), diakses 23 November 2016. Thontowi, A. 2012. Hakekat Religiusitas. (Online), (http:// www.sumsel.kemenag.go.id), diakses 23 November 2016. 350 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter terhadap Tingkat Moralitas ......... 351 PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP TINGKAT MORALITAS PESERTA DIDIK DI DAERAH MIGRASI KOTA SURABAYA UTARA Ichmi Yani Arinda Rohmah SMP PGRI 6 Surabaya Pendidikan dalam definisi Emile Durkheim yaitu sebagai proses yang ditempuh oleh setiap individu yang memiliki tujuan untuk memperoleh bimbingan untuk mengembangkan kualitas secara fisik, intelektual, dan moral yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat (Ritzer, 2014: 180-181). Tujuan pendidikan untuk memperoleh pengembangan kualitas fisik dalam hal ini sebagai pemenuhan kebutuhan secara jasmani atau raga individu. Selain itu, pendidikan juga dapat meningkatakan keintelektualan, memperoleh alat-alat moral yang membentuk karakter dan sikap tiap individu untuk menjalani kehidupan di dalam masyarakat. Durkheim berargumen bahwa pendidikan harus memiliki tujuan secara nyata untuk membantu anak-anak mengembangkan suatu sikap moral terhadap masyarakat. Dia percaya bahwa lembaga sekolah merupakan satu-satunya lembaga yang dinilai paling efektif yang dapat memberikan suatu fondasi sosial bagi moralitas modern (Ritzer, 2014:181). Ungkapan Emile Durkheim setara dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sebagaimana tersebut dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal I yang berbunyi: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Berdasarkan definisi Durkheim dan UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, menegaskan bahwa salah satu tujuan dari diselenggarakannya pendidikan yaitu untuk membentuk moral atau karakter dalam diri peserta didik. Kemudian di Indonesia berlandaskan UU No. 20 tahun 2003 dikembangkan pendidikan karakter yang terdiri dari 18 karakter.18 karakter dalam pendidikan karakter di Indonesia yaitu karakter religius, 351 352 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pendidikan moral atau pendidikan karakter sebagaimana dirumuskan dalam pendidikan nasional sangat perlu untuk diimplementasikan. Lembaga sekolah merupakan salah satu lembaga yang memiliki kewajiban sekaligus kewenangan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter atau pendidikan moral tersebut. Pendidikan karakter dapat diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran terutama di dalam kelas, namun juga dapat dilaksanakan di luar kelas. Bagi Durkheim, ruang kelas yang digunakan dalam proses pembelajaran merupakan masyarakat kecil yang memiliki semangat tinggi kolektifnya.Selain itu, dapat dibuat cukup kuat untuk menanamkan sikap moral. Ruang kelas dapat memberikan lingkungan pergaulan kolektif yang diperlukan untuk menghasilkan kembali representasirepresentasi kolektif (Ritzer, 2014: 181). Melihat realitas sosial yang ada, moralitas masyarakat di Indonesia di era modernisasi dan globalisasi dapat dinilai menurun terutama di kalangan generasi muda. Penurunan moralitas generasi muda dapat dilihat dari banyaknya perilaku penyimpangan moral (anmoral) yang terjadi di Indonesia. Perilaku anmoral seperti tawuran pelajar, penggunaan narkoba di kalangan pelajar, pemerkosaan, pencurian, dan masih banyak tindak anmoral yang terjadi. Berbicara tentang moral, Durkheim membagi tiga elemen yang terdapat dalam moralitas. Pertama, moralitas meliputi disiplin yaitu suatu perasaan akan otoritas yang melawan dorongan-dorongan hati yangbersifat idiosinkritik. Kedua, moralitas meliputi kelekatan kepada masyarakat karena masyarakat adalah sumber moralitas. Ketiga, moralitas meliputi otonomi yaitu suatu perasaan akan tanggung jawab individual atas tindakan-tindakan kita (Ritzer, 2014:180). Ketiga elemen moralitas tersebut menurut Durkheim dapat dihadirkan dan diproduksi melalui lembaga pendidikan. Pembahasan dalam artikel mengambil objek pembahasan tingkat moralitas pada para remaja di daerah imigrasi Kota Surabaya utara dengan mengambil sampel di SMP PGRI 6 Surabaya. Sebagaimana informasi yang peneliti dapatkan bahwa wilayah Kota Surabaya bagian Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter terhadap Tingkat Moralitas ......... 353 utara banyak pendatang dari beberapa daerah, terutama pendatang dari Madura.Kondisi daerah migrasi Surabaya utara yang termasuk wilayah pinggiran secara geografisnya tentu memberikan dampak salah satunya pada psikis masyarakat. Akibatnya, kondisi lingkungan yang memiliki kultur campuran dari suku yang berbeda membentuk karakter masyarakat. Masyarakat di daerah tersebut tidak hanya usia tua, tetapi juga muda rentan terpengaruh dengan adanya tindakan amoral. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan sehari-hari pergaulan para remaja atau peserta didik di sekolah. Adanya pendidikan karakter yang telah diterapkan oleh pihak sekolah sedikit banyak memberikan pengaruh dalam pembentukan moral atau karakter peserta didik. Perihal yang menjadi menarik pada pembahasan kali ini, yaitu pengaruh implementasi pendidikan karakter terhadap penilaian moral peserta didik yang memiliki latar belakang keluarga pinggiran dan migran. PEMBAHASAN Wilayah Kota Surabaya bagian utara merupakan wiayah yang mayoritas penduduknya berasal dari Madura. Penduduk yang melakukan migrasi ke Surabaya bagian utara memiliki beberapa tujuan. Diantara beberapa tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup, memperoleh fasilitas pendidikan, kesehatan, dan rekreasi yang jauh lebih lengkap dibandingkan daerah asal. Penduduk yang melakukan migrasi ke Kota Surabaya bagian utara cenderung membawa sejumlah anggota keluarga yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan terdapat beberapa penduduk pendatang yang merubah Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai penduduk Surabaya. Para remaja yang terlahir di Surabaya bagian utara khususnya yang menjadi peserta didik di SMP PGRI 6 Surabaya memiliki latar belakang keluarga Madura, meskipun kebanyakan dari peserta didik dilahirkan di Kota Surabaya. Lingkungan sangat memberikan pengaruh yang fundamental bagi pembentukkan karakteristik seseorang. Apalagi bagi seorang anak usia muda yang memiliki karakter yang rentan untuk terpengaruh oleh perihal positif maupun negatif lingkungan. Perlu adanya kewaspadaan dengan memberikan pengawasan kepada para generasi muda oleh generasi tua, supaya generasi muda yang akan datang memiliki moral yang sesuai dengan yang diinginkan. 354 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Lembaga sekolah formal merupakan salah satu lembaga yang ada di dalam masyarakat yang memiliki peran yang sangat penting untuk mendidik anak. Lembaga sekolah tidak hanya mengajarkan pelajaranpelajaran umum seperti IPA, IPS, Matematika, Olahraga. Namun, di lain sisi, lembaga sekolah formal juga memiliki kewajiban untuk mendidikan peserta didik untuk mencapai nilai moralitas yang baik.Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui pendidikan formal di Indonesia, pemerintah mulai mencanangkan pendidikan yang berkarakter. Pendidikan karakter merupakan langkah awal yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah sebagai pondasi membentuk karakter peserta didik. Seseorang dikatakan berkarakter atau berwatak terpuji jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang ada dalam masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya (Zuriah, 2008:19). Kekuatan moral yang dimaksudkan adalah sebagai bentuk untuk mengupayakan diri agar tidak menyalahi nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati untuk dijadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat.Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar, antara lain: (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan (Zubaedi, 2011:72). Pendidikan karakter yang telah dilaksanakan di sekolah formal SMP PGRI 6 Surabaya memiliki keunikan tersendiri. Pendidikan karakter yang diimplementasikan diintegrasikan dengan nilai-nilai agama yang dianut peserta didik, sehingga seringkali di SMP PGRI 6 Surabaya terdapat kegiatan-kegiatan yang bernuansa religius.Beberapa kegiatan religius yang sebagai bentuk pelaksanaan pendidikan berkarakter, yaitu diantaranya peserta didik setiap pagi diwajibkan melaksanakan mengaji bersama di halaman sekolah, ber-istighosah atau membaca bacaanbacaan sholawat, melakukan kegiatan keagamaan setiap kali peringatan hari-hari khusus dalam ajaran agama Islam. Hal ini dikarenakan peserta didik di SMP PGRI 6 Surabaya semua Islam. Pelaksanaan pendidikan karakter pada peserta didik SMP PGRI 6 Surabaya juga melibatkan orang tua peserta didik dan masyarakat di sekitar sekolah. Peran orang tua peserta didik lebih dominasi di rumah. Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter terhadap Tingkat Moralitas ......... 355 Dalam hal ini, pihak sekolah selalu memberikan monitoring kepada orang tua peserta didik dalam memberikan pengawasan dan pendidikan keluarga kepada peserta didik. Kerja sama dengan masyarakat di sekitar sekolah, yaitu juga sebagai pengontrol perilaku atau sikap peserta didik ketika berada di luar sekolah.Meskipun latar belakang orang tua peserta didik SMP PGRI 6 Surabaya 90% penduduk migran dari Madura yang bertempat tinggal di kawasan pinggiran Kota Surabaya utara, orang tua peserta didik masih dapat diajak untuk bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memberikan pengawasan pada peserta didik. Latar belakang peserta didik yang berasal dari keluarga Madura yang memiliki tingkat religiusitas yang cukup baik, ternyata memberikan dorongan untuk terlaksananya pendidikan karakter yang diintegrasikan dengan nilai keagamaan. Hal tersebut karena penduduk di Madura mayoritas memiliki prinsip untuk mendidik putra-putrinya yang pertama tentang penanaman nilai religiusitas. Faktor penghambat terlaksananya pendidikan karakter di lingkungan peserta didik yaitu adanya perkembangan teknologi informasi. Dapat dinilai bahwa mayoritas semua peserta didik di Indonesia mulai tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas memiliki sifat ketergantungan dengan teknologi, terutama handphone.Adanya kemajuan teknologi informasi selain memberikan dampak positif ternyata juga memberikan dampak negatif pada peserta didik. Oleh karena itu, pihak sekolah SMP PGRI 6 Surabaya selalu menghimbau pada peserta didik untuk tidak ketergantungan dengan alat komunikasi jenis handphone, sehingga peserta didik setiap datang ke sekolah dilarang membawa HP. Hasil implementasi pendidikan karakter di SMP PGRI 6 Surabaya yang memiliki sejumlah peserta didik 90% berlatar belakang masyarakat migran yang tinggal di daerah pinggiran Kota Surabaya bagian utara memiliki hasil yang cukup bagus. Hal tersebut sesuai dengan penilaian guru konseling dan pendamping peserta didik yang menilai hampir tidak ada peserta didik yang melakukan tidakan amoral. Disamping pendidikan karakter yang diimplementasikan dengan berbagai inovasi atau cara baru yang dilakukan oleh pihak lembaga pendidikan. Usaha untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di daerah-daerah juga perlu diperhatikan. Salah satunya peningkatan kualitas guru yang sebagai sumber utama peserta didik mendapatkan ilmu 356 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa pengetahuan utama (Syafi’I, 2006:4). Sekaligus guru sebagai sosok yang menjadi cermin bagi peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak hanya mengupayakan pembentukan karakter yang terpuji pada peserta didik, namun juga mendorong karakter guru yang harus patut untuk dipercontohkan kepada peserta didik. PENUTUP Pendidikan memberikan kesempatan bagi para civitas akademik untuk melakukan bimbingan selain pada mata pelajaran umum yang harus dikuasai, tapi juga menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada peserta didik. Adanya inovasi-inovasi baru yang dapat dilakukan oleh lembaga sekolah formal utamanya, dapat memudahkan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter pada peserta didik di sekolah. Karakteristik peserta didik terbentuk dengan tidak sendirinya, tetapi terdapat faktor-faktor di luar diri peserta didik yang membentuk karakternya. Seperti lingkungan di sekitar, pengaruh teknologi informasi, dan lain sebagainya,sehingga dalam hal tersebut perlu adanya pengawasan yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk mengawasi perilaku peserta didik. Pihak-pihak di luar sekolah termasuk orang tua peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Adanya sinergisitas dan ide inovasi baru yang dikerahkan dalam pengimplementasian pendidikan karakter akan memberikan buah hasil yang baik. Peserta didik terhindar dari tindakan-tindakan amoral yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, mari bersama-sama baik dari civitas akademik dan masyarakat luas memanfaatkan dengan baik pendidikan di Indonesia sebagai wadah pembentukan karakter yang terpuji bagi para generasi muda. Jangan ada yang saling menyalahkan jika terdapat tindak amoral, apabila yang menyalahkan tidak ikut berupaya untuk memberikan didikan dan pengawasan pada generasi muda sekarang untuk mematuhi normanorma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, akan terbentuk karakter generasi muda yang memiliki nilai moralitas yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Ritzer, George. 2014. TeoriSosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syafi’I, Muzammil. 2006. Memacu Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan. Malang: Pustaka Kayutangan. Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter terhadap Tingkat Moralitas ......... 357 Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana. Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. 358 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 359 MEMBANGUN GENERASI MUDA YANG BERKARAKTER ISLAM MELALUI PEMBELAJARAN Intan Ayu Sari Dewi Pengamat Pendidikan/ Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang Bangsa kita yaitu bangsa Indonesia terkenal dengan karakter ketimurannya. Karakter ketimuran merupakan watak budaya bangsa bukan hanya sekedar slogan semata, karakter bukan merupakan suatu bawaan melainkan suatu sikap atau sifat yang memang harus diubah menuju yang terbaik. Karakter yang terbaik tumbuh dari manusia yang berkualitas. Jika kekayaan sirna, maka sesungguhnya tidak ada yang hilang karena karakter mengutamakan kekayaan budi pekerti. Jika kesehatan yang hilang, maka sesuatu telah hilang karena suatu karakter memerlukan kesehatan jiwa dan raga yang ada pada diri individu. Jika karakter yang hilang, maka segalanya telah hilang karena karakter merupakan suatu roh dalam kehidupan. Manusia yang memiliki kualitas terbaik merupakan manusia berkarakter yang dalam filsafat pendidikan mencakup ideografis dan dimensi nomotetis. Individu yang ideografis memiliki kemampuan yang memanfaatkan rambu–rambu nomotetis, yaitu norma kebangsaan. Bung Karno mengatakan bahwa karakter merupakan salah satu pendukung utama dalam pembangunan bangsa. Bangsa Indonesia harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building), karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat (Soedarsono, 2009). Jika character building tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa Kuli. Dalam Perspektif filosofis dikatakan bahwa education without character, this is sins the basis for misery in the world, the essence of education is to recognize truth. Let your secular education go hand in hand with spiritual education (Sathya, 2002). Karakter bangsa tercermin dari kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas, antara lain adalah kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan prilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah karsa. 359 360 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Islam sangat mementingkan pendidikan, dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, generasi muda yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang berakhlak. Sayangnya, sekalipun institusiinstitusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusiinstitusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang memiliki akhlak mulia. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang berakhlak mulia, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya peserta didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual, dan akhlakulkarimah seperti terabaikan (Syarif dan Ainiyah, 2013). Suatu karakter dikembangkan melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak dini atau anak–anak melalui pendidikan formal, informal, dan non formal, tujuannya adalah untuk mendorong lahirnya generasi muda yang terbaik, tumbuh dengan kapasitas dan komitmen untuk menjadi generasi muda yang memiliki tujuan hidup yang jelas. Pendidikan karakter merupakan suatu upaya dalam membangun dan membentuk pola pikir, yang jika tidak dilakukan dengan terencana dan sungguh–sungguh maka akan pupus ditengah jalan. Jika pendidikan karakter berhasil diterapkan dalam suatu lembaga pendidikan, maka akan menghasilkan generasi muda yaitu generasi yang memiliki delapan belas sifat dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter salah satu pendidikan yang mengembangkan nilai–nilai budaya dan karakter bangsa pada diri generasi muda, sehingga memiliki nilai dan karakter dalam pribadinya. Dalam kondisi saat ini, karakter hanya sebatas wacana (Sukidi, 2005), karakter generasi dididik dalam perspektif nomotetis dan ideografis dengan tujuan untuk melahirkan keempat dimensi karakter, keempat dimensi tersebut meliputi dimensi sikap positif, pola pikir esensial, komitmen normatif, dan kompetensi abilitas berlandaskan IESQ. Kerangka berpikir dalam menciptakan pendidikan karakter adalah bahwa setiap ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tidak dapat bebas nilai atau tidak dapat berdiri sendiri. Pelajaran matematika dapat dimasukkan pada pendidikan karakter oleh seorang pendidik ketika ia menjelaskan materi pembelajaran yang terkait geometri bangun datar. Dalam hal ini, seorang pendidik mencoba mengajak peserta didik untuk mengenal bilangan pecahan dari bilangan pecahan setengah, sepertiga, seperempat dan seterusnya. Apa yang Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 361 terjadi apabila suatu bilangan dipangkatkan? Makin tinggi pangkatnya, dua, tiga dan seterusnya, maka makin kecil nilainya yaitu menjadi seperempat, seperdelapan, seperenambelas, dan seterusnya. Kita bandingkan dengan bilangan bulat yang dipangkatkan, semakin tinggi pangkatnya maka semakin besar nilainya. Apa makna dari pernyataan berikut? Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dapat mengatakan kepada peserta didik bahwa kepribadian seseorang jika belum utuh dan diberi pangkat setinggi apapun, maka akan mengecil kedudukan orang yang diberi pangkat tersebut. Dengan kata lain, seorang pendidik harus memotivasi peserta didik dengan mengatakan lebih baik membangun keutuhan kepribadian terlebih dahulu dengan karakter–karakter yang baik dan terpuji, baru kemudian kita dapat mengejar pangkat. Bukan sebaliknya, mengejar pangkat tanpa dilandasi karakter yang kuat. Pemaparan diatas merupakan salah satu contoh yang dapat disampaikan oleh pendidik untuk memotivasi peserta didik dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan bilangan pecahan. Dari proses pembelajaranlah seorang pendidik dapat berupaya terus menerus menerapkan pendidikan karakter, sehingga menciptakan generasi muda untuk Indonesia. Pendidikan Karakter di Indonesia Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025). Masa depan suatu bangsa bukanlah sebuah tempat yang akan dituju, melainkan sebuah tempat yang akan dibangun. Lintasan untuk menuju ketempat tersebut harus dibuat bukan ditemukan. Sebuah karakter menentukan kualitas hidup masa depan, artinya efektivitas dalam menghadapi tantangan masa depan suatu bangsa, membutuhkan karakter yang baik. Karakter generasi muda merupakan kekuatan utama membangun masa depan bangsa. 362 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Harus diakui bahwa sorotan terhadap karakter bangsa saat ini telah semakin mengemuka.Pemerintah semakin gencar mengkampenyekan pendidikan karakter di sekolah setidaknya dapat merubah tingkah laku pelajar agar bertata krama yang lebih baik, mempunyai budi pekerti yang luhur dari sebelumnya.Sorotan itu tidak terlepas dari fenomena globalisasi saat ini, sebuah kondisi dimana mau tidak mau atau suka tidak suka, kita harus memberikan peluang dan akses yang sama kepada segala pihak, termasuk pihak asing, untuk ikut terlibat dalam berbagai percaturan nasional maupun regional di berbagai bidang, berikut segala konsekuensinya. Tampaknya tidak berlebihan jika bangsa Indonesia selama ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami penurunan kualitas pada pendidikan karakter bangsa. Mulai dari masalah gontok-gontokan, kurang kerja sama, lebih suka mementingkan diri sendiri, golongan atau partai, sampai kepada bangsa yang sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Persoalan ini muncul karena lunturnya nilai-nilai karakter bangsa yang diakui kebenarannya secara universal.Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa. Sekurang-kurangnya ada 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia. Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong-royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai, dan cakap.2 Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia.3Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter sesungguhnya sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas,“…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 363 adil, dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan dihormati bangsa-bangsa lain. Semangat untuk menjadi bangsa yang berkarakter ditegaskan oleh Soekarno dengan mencanangkan nation and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara spesifik Soekarno menegaskan dalam amanat Pembangunan Semesta Berencana tentang pentingnya karakter ini sebagai mental investment, yang mengatakan bahwa kita jangan melupakan aspek mental dalam pelaksanaan pembangunan dan mental yang dimaksud adalah mental Pancasila (Manullang, 2013). Pendidikan yang berfokus dalam membangun generasi muda yang memiliki karakter, sikap positif, pola pikir esensial, komitmen normatif dan kompetensi abilitas. Pendidikan di Indonesia masih jauh dari arah pembentukan karakter seperti empat dimensi tersebut. Bahkan boleh jadi belum ada penerapan yang benar dalam membentuk karakter generasi muda di Indonesia.Fenomena yang terjadi adalah ketika pendidikan karakter disosialisasikan, semua pihak menyambutnya dengan antusias namun masih banyak penafsiran yang beraneka ragam tentang sosok ilmu berkarakter yang diharapkan oleh negara. Banyak yang berbicara tentang karakter, namun pemahaman tentang esensi masih belum dipahami bahkan proposal yang diajukan untuk pendidikan karakter masing–masing membuat penafsiran beraneka ragam. Tujuan dari pendidikan karakter yaitu mendorong lahirnya generasi muda yang baik, tumbuh dengan kapasitas, dan komitmen untuk menjadi generasi yang memiliki tujuan hidup yang jelas (Wiyani, 2010). Pendidikan karakter dikategorikan menjadi 5 tahap sesuai dengan perkembangan generasi muda, yaitu: (1) Adab, mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mengenal mana yang baik dan mana yang buruk, serta mengenal mana yang diperintah (yang dibolehkan) dan mana yang dilarang (tidak dibolehkan dilakukan). (2) Tanggung jawab diri, generasi muda dididik untuk bertanggung jawab, terutama dididik untuk bertanggung jawab pada diri sendiri. Generasi muda bertanggung jawab untuk membina dirinya sendiri, generasi muda dididik untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban dirinya sendiri. (3) Caring-Peduli, generasi muda dididik untuk mulai peduli pada orang lain, terutama teman–teman sebaya yang setiap hari ia bergaul. (4) Kemandirian, 364 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa generasi muda dilatih untuk menerapkan hal–hal yang menjadi perintah dan yang menjadi larangan, serta sekaligus memahami konsekuensi resiko jika melanggar aturan. (5) Bermasyarakat, generasi muda dilatih untuk dapat bergaul dimasyarakat dengan berbekal pengalaman– pengalaman yang dilalui sebelumnya (Lidyasari, 2014). Pendidikan karakter bukanlah berupa materi yang hanya dapat dicatat dan dihafalkan serta tidak dapat dievaluasi dalam jangka waktu yang pendek.Akan tetapi, pendidikan karakter merupakan sebuah pembelajaran yang teraplikasi dalam semua kegiatan siswa baik disekolah, lingkungan masyarakat, dan dilingkungan keluarga melalui proses pembiasaan, keteladanan, dan dilakukan secara berkesinambungan. Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan karakter ini menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat dan orangtua. Evaluasi dari Keberhasilan pendidikan karakter ini tentunya tidak dapat dinilai dengan tes formatif atau sumatif yang dinyatakan dalam skor (Yuwono, 2014). Tetapi tolak ukur dari keberhasilan pendidikan karakter adalah terbentuknya peserta didik yang berkarakter; berakhlak, berbudaya, santun, religius, kreatif, inovatif yang teraplikasi dalam kehidupan disepanjang hayatnya. Oleh karena itu, tentu tidak ada alat evaluasi yang tepat dan serta merta dapat menunjukkan keberhasilan pendidikan karakter. Pendidikan karakter menjadi salah satu akses yang tepat dalam melaksanakan characterbuilding bagi generasi muda.Generasi yang berilmu pengetahuan tinggi dengan dibekali iman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Ainiyah, 2013). Dasar Pembentukan Karakter Dari mana perubahan karakter itu dimulai? Al-Quran datang untuk melakukan perubahan-perubahan positif, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada keadaan terang benderang (minazzulamâtiilaal-nûr), yakni mengubah nilai-nilai lama yang tidak relevan kepada nilai-nilai baru yang lebih sesuai dengan perkembangan dan jati diri manusia, yang mengharuskan perubahan individu dan masyarakat kepada sikap yang luhur dan dikehendaki oleh Allah SWT. Perubahan adalah sebuah keniscayaan bagi makhluk hidup khususnya manusia. Dalam konteks itu, Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 365 Al-Quran memberikan banyak prinsip perubahan yang disebut dengan sunnatullâh. Dengan mempelajari sunnatullâh, sejarah, dan memahami isyarat quraniyah, akan tampak gaya dan cara membentuk prilaku untuk menampilkan sisi positif dari perubahan itu, yang mengandung nilainilai inti (corevalues) makna hidup. Perubahan itu diisyaratkan oleh AlQuran dengan berbagai ayat, antara lain “... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ....”. Dalam merealisir perubahan, AlQuran menempu prinsip dasar yang dikemukan oleh ayat ini. Kitab suci ini memulai perubahan dengan pendidikan nilai serta pembentukan karakter (character building) yang kemudian pada gilirannya membentuk karakter dan prilaku yang diharapkan. Konsep pembentukan dasar karakter ini merupakan nilai-nilai inti (corevalues) yang mesti ada adalah reformasi pendidikan. Dasar pembentukan karakter itu adalah nilai baik atau buruk. Nilai baik disimbolkan dengan nilai malaikat dan nilai buruk disimbolkan dengan nilai setan. Karakter manusia merupakan hasil tarik-menarik antara nilai baik dalam bentuk energi positif dan nilai buruk dalam bentuk energi negatif. Energi positif itu berupa nilai-nilai etis religius yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, sedangkan energi negatif itu berupa nilai-nilai moral yang bersumber dari taghut (Iberani, 2003). Dalam hal pembentukan karakter, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan generasi muda. Pendidikan Islam berperan sebagai pengendali akhlak atau perbuatan yang terlahir dari sebuah keinginan untuk membentuk karakter Islam suatu generasi muda. Jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikannya sebagai pedoman kehidupan generasi muda dalam sehari-hari dan sudah ditanamkannya sejak kecil, maka akhlak akan lebih terkendali dalam menghadapi segala keinginan-keinginannya yang timbul (Syarif, 2013). Generasi Muda untuk Indonesia Secara bahasa, generasi merupakan kata benda yang bermakna masa orang-orang seangkatan hidup sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya angkatan (KBBI, 2002). Dengan demikian, maka istilah dari “generasi muda” merupakan konotasi atas harapan dimasa mendatang tentang hadirnya generasi-generasi Indonesia yang genius dan unggul dalam segala bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun 366 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa NKRI menjadi bangsa yang besar, kuat, dan berdaulat di mata dunia. Bila demikian adanya bahwa konotasi generasi muda adalah suatu bentuk kaderisasi generasi-generasi Indonesia yang genius dan unggul dimasa depan. Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsabangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang berkarakter adalah impian bangsa Indonesia. Meskipun sudah bukan barang baru lagi, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita, serta menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan popularisme asing. Di era globalisasi yang tidak dapat menahan derasnya arus informasi dari dunia manapun, membuat generasi muda dapat dengan mudah mengetahui dan menyerap informasi dan budaya dari negara lain. Demikian sebaliknya negara manapun dapat dengan mudah mendapatkan segala bentuk informasi dan budaya dari negara kita. Dalam hal ini karakter bangsa diperlukan, karena apabila karakter bangsa tidak kuat maka globalisasi akan melindas generasi muda. Generasi muda diharapkan dapat berperan menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi yang semakin ketat sekarang ini. Untuk membentengi generasi muda khususnya pelajar agar tidak terlindas oleh arus globalisasi. Konsep Pendidikan Karakter Islam Membangun suatu generasi muda yang berkarakter Islam tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini membutuhkan cara yang tepat, proses yang cukup panjang dan sistematis bahkan ada suatu tembok yang harus dibangun. Tembok tersebut adalah akhlak dan aqidah, akhlak dan aqidah sangat penting karena sebagai tanda bahwa orang tersebut merupakan manusia. Apabila tidak mempunyai akhlak, maka ia bukanlah seorang manusia. Setidaknya ada beberapa profil yang harus terinternalisasikan dalam diri seorang generasi emas sebagai berikut. Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 1. Salimul Aqidah (aqidah yang bersih) 2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar) 3. Matinul Khuluq (akhlak yang mulia) 4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani) 5. Mutsaqqul Fikri (intelek dalam berfikir) 6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu) 7. Harishun ala Waqtihi (pandai menjaga waktu) 8. Munadhdhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan) 9. Qodirun ala Kasbi (mampu berusaha sendiri/mandiri) 367 10. Nafi’un lighairihi (bermanfaat bagi orang lain) Konsep pendidikan karakter sebenarnya telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Hal ini terbukti dari perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya. Pembahasan substansi makna dari karakter Islam sama dengan konsep akhlak dalam Islam, keduanya membahas tentang perbuatan prilaku manusia. Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan (Rusn, 1998). Akhlak sering disebut juga ilmu tingkah laku atau perangai karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya dan bagaiman membersihkan jiwa yang telah kotor (Suwito, 2004). Antara akhlak dan karakter mengisyaratkan substansi makna yang sama yaitu masalah moral manusia tentang pengetahuan nilai-nilai yang baik,serta seharusnya dimiliki seseorang generasi muda dan tercermin dalam setiap prilaku serta perbuatannya. Prilaku ini merupakan hasil dari kesadaran generasi muda. Generasi muda yang mempunyai nilai-nilai baik dalam jiwanya serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari disebut generasi muda yang berakhlak atau berkarakter. Akhlak atau karakter dalam Islam adalah sasaran utama dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits nabi yang menjelaskan tentang keutamaan pendidikan akhlak salah satunya hadits berikut ini: “ajarilah anak-anakmu kebaikan, dan didiklah mereka” (Ulwan), konsep pendidikan didalam Islam memandang bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi lahiriah yaitu, (1) potensi berbuat baik terhadap alam, (2) potensi 368 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa berbuat kerusakan terhadap alam, (3) potensi ketuhanan yang memiliki fungsi-fungsi non fisik. Ketiga potensi tersebut kemudian diserahkan kembali perkembangannya kepada manusia (Suwito, 2004). Lebih luas Ibnu Faris menjelaskan bahwa konsep pendidikan karakter dalam Islam adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi pedagogik yang dimilikinya. Proses tersebut melalui tahapan-tahapan yang sesuai, untuk didik jiwanya, akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan semangat jihadnya (Mahmud, 2003). Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak yang komprehensif, dimana tuntutan hakiki dari kehidupan manusia yang sebenarnya adalah keseimbangan hubungan antara manusia dengan tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya serta hubungan manusia dengan lingkungan disekitarnya. Akhlak selalu menjadi sasaran utama dari proses pendidikan karakter dalam Islam, karena akhlak dianggap sebagai dasar bagi keseimbangan kehidupan manusia yang menjadi penentu keberhasilan bagi potensi pedagogis yang lain. Prinsip akhlak terdiri dari empat hal yaitu, (1) hikmah ialah situasi keadaan psikis dimana seseorang dapat membedakan antara hal yang benar dan yang salah. (2) Syajaah (kebenaran) ialah keadaan psikis dimana seseorang melampiaskan atau menahan potensialitas aspek emosional dibawah kendali akal. (3) Iffah (kesucian) ialah mengendalikan potensialitas selera atau keinginan dibawah kendali akal dan syariat. (4) ‘adl (keadilan) ialah situasi psikis yang mengatur tingkat emosi dan keinginan sesuai kebutuhan hikmah disaat melepas atau melampiaskannya. Dalam pandangan Islam, Rasulullah telah memberikan contoh yang tepat, beliau dapat menjadi simbol/keteladanan umatnya dalam membentuk karakter yang sempurna. Ada beberapa tindakan Rasul dalam menanamkan karakter terhadap anak bangsa, yaitu: fokus, repetisi, analogi, memperhatikan keragaman, menumbuhkan kreativitas, berbaur, dan aplikatif. Dalam mendidik karakter generasi muda agar terwujud akhlak yang mulia dalam setiap pribadinya, ada tiga tahapan strateginya (Majid & Andayani, 2011): 1. Moral Knowing, sebagai langkah pertama dalam membentuk karakter, dalam tahapan ini generasi kita diorientasikan tentang nilainilai. Artinya; generasi kita dapat memilih dan memilah antara akhlak yang mulia dengan akhlak yang tercela. Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 369 2. Moral Loving, belajar untuk mencintai tanpa syarat, maksudnya generasi kita termotivasi untuk melakukan nilai-nilai akhlak mulia dengan penuh kesadaran diri bukan karena keterpaksaan 3. Moral Doing, ini merupakan puncak dari keberhasilan akhlak, artinya akhlak yang baik telah dapat diterapkan oleh generasi kita dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan diatas menggambarkan bahwa akhlak merupakan pilar utama dari tujuan pendidikan karakter didalam Islam. Hal ini senada dengan latar belakang perlunya diterapkan pendidikan karakter disekolah; untuk menciptakan bangsa yang besar, bermartabat dan disegani oleh dunia maka dibutuhkan goodsociety yang dimulai dari pembangunan karakter (character building). Pembangunan karakter atau akhlak tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui proses pendidikan disekolah dengan mengimplementasikan penanaman nilai-nilai akhlak dalam setiap materi pelajaran. Pembelajaran untuk Membangun Karakter Islam Untuk membangun karakter bangsa, haruslah dimulai dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, kita menganalogikan proses pembelajaran di sekolah dengan proses kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu saja pembelajaran yang dapat mengadopsi semua nilai-nilai karakter bangsa yang akan dibangun. Para pendidik sedini mungkin harus menyisipkan nilai-nilai karakter bangsa. Nilai-nilai karakter ini dapat ditanamkan dalam pembelajaran dan juga dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan pramuka, haiking, penghijauan, olah raga, dan peduli lingkungan, diharapkan melalui wahana itulah kita dapat membangun karakter bangsa. Pembelajaran merupakan sebuah proses kegiatan belajar agar dapat membangun generasi muda yang berkarakter Islam,sehingga suatu situasi sengaja dirancang secara tersusun untuk membantu dan memudahkan generasi muda dalam memahami materi (Shauqi, 2012). Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut (Komalasari, 2010) yaitu: 1. Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran, pengorganisasian kelas, evaluasi belajar dan tindak lanjut pembelajaran. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 370 2. Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses. Proses tersebut meliputi: a. Persiapan, dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan semester hingga alat-alat evaluasi (alat peraga). b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuat. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran akan banyak dipengaruhi oleh strategi dan pendekatan pembelajaran yang telah dipilih atau dirancang. c. Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelola. Kegiatan ini dapat berbentuk pengayaan, dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi generasi muda yang berkesulitan belajar. Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan atau proses yang terdapat unsur timbal balik antara peserta didik dan pendidik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hamalik (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses gabungan antara unsur manusiawi, material, fasilitas, peralatan, dan prosedur yang saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Selain itu, pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya menciptakan suatu kegiatan belajar yang sistematis dan mendidik (Mulyana, 2008:17). Pendidikan salah satu wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa yang baik. Melalui Pendidikan dapat membangun karakter generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena di dalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Peran penting dari generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di era globalisasi ini adalah sebagai pembangun kembali karakter (character enabler),pemberdaya karakter(character builders), dan perekayasa karakter (character enginee). Jika tidak ada pembelajaran dalam pendidikan, maka hasilnya akan seperti sebelumnya, dalam arti kata tidak ada perubahan. Kita menginginkan adanya proses pembelajaran yang dapat memberikan perubahan atau dampak positif pada perilaku dan sikap pelajar kita, sehingga mereka tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan secara akademik tetapi mereka dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya. Belum terlambat untuk menyelamatkan karakter bangsa kita Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 371 yang sudah terpuruk sekarang ini asal semua komponen bangsa mau dan mampu berupaya untuk membangun kembali karakter bangsa melalui pendidikan yang menginginkan adanya pembelajaran dalam pendidikan tersebut. Dengan pembelajaran yang kontinyu akan mendorong kemandirian dan kebebasan siswa dalam berkreativitas, sehingga dapat melahirkan calon penerus yang lebih berkarakter dan bermoral. Pembangunan karakter dalam bentuk apapun akan memberikan perubahan apabila pendidikan yang dilaksanakan menerapkan adanya proses pembelajaran yang berpotensi semakin tingginya daya saing bangsa dan lebih bermartabat di mata Internasional. PENUTUP Ada beberapa tindakan Rasul dalam menanamkan karakter terhadap anak bangsa, yaitu: fokus, repetisi, analogi, memperhatikan keragaman, menumbuhkan kreativitas, berbaur, dan aplikatif. Dalam mendidik karakter Islam generasi muda agar terwujud akhlak yang mulia dalam setiap pribadinya, ada tiga tahapan strateginya yaitu: (1) Moral Knowing, sebagai langkah pertama dalam membentuk karakter, dalam tahapan ini generasi kita diorientasikan tentang nilai-nilai. Artinya; generasi kita dapat memilih dan memilah antara akhlak yang mulia dengan akhlak yang tercela. (2) Moral Loving, belajar untuk mencintai tanpa syarat, maksudnya generasi kita termotivasi untuk melakukan nilai-nilai akhlak mulia dengan penuh kesadaran diri bukan karena keterpaksaan. (3) Moral Doing, ini merupakan puncak dari keberhasilan akhlak, artinya akhlak yang baik telah dapat diterapkan oleh generasi kita dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan salah satu wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter Islam bangsa yang baik. Melalui Pendidikan dapat membangun karakter generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena di dalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Peran penting dari generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di era globalisasi ini adalah sebagai pembangun kembali karakter (character enabler),pemberdaya karakter (character builders),dan perekayasa karakter (character enginee). 372 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTRA RUJUKAN Ainiyah, N. 2013. Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. Jurnal Al Ulun, Volume 13 Nomor 1. Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. Iberani S, J. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi. Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Lidyasari A, T. 2014. Keterlibatan Orang tua Dalam Membentuk Karakter Anak Bangsa Melalui Pendidikan Karakter. Seminar Nasional Menuju Generasi Emas Berkarakter, Volume 7 ISBN 978-602-70434-0-4. Manullang, B. 2013. Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi Emas 2045. Jurnal Pendidikan Karakter, Volume 3 Nomor 1. Mulyana, Enceng. 2008. Model Tukar Belajar (Learning Exchang) dalam Perspektif Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Rusn A, I. 1998. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Shauqi, K. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran Modul Interaktif Las Busur Manual di SMK Negeri 1 Sedayu. Skripi sarjana, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Soedarsono, Soemarno. 2009. Karakter Mengantar Bangsa, dari Gelap Menuju Terang. Jakarta: Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia. Sukidi. 2005. Kecerdasan Spiritual, Mengapa SQ Lebih Penting daripada IQ dan SQ. Suwito. 2004. Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih. Yogyakarta: Belukar. Syarif, M. 2013. Pendidikan Agama Islam dalam Pembentukan Karakter Bangsa (Studi Analisis Perilaku Siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Palembang). Jurnal Nasional Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah, Volume 1. Wiyani N, A. 2010. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia. Yuwono, I. 2014. Pendidikan Matematika dan Pendidikan Karakter Dalam Implementasi Kurikulum 2013. Jurnal Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung, Volume 1 ISSN 23550473. Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembeljaran 373 Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025. Membangun Karakter dan Kemandirian Bangsa. (Online) http:// www.setneg.go.id (diakses tanggal 15 Nopember 2016)1. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Kontekstual. (Online)http://agupenajateng.net (diakses tanggal 15 Nopember 2016)2. 374 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pembentukan Soft Skill di Sekolah Menengah Kejuruan Menjadikan Karakter..... 375 PEMBENTUKAN SOFTSKILL DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MENJADIKAN KARAKTER UNGGUL DI MASA DEPAN Lilik Suhartatik SMKN 1 Duduksampeyan, Gresik Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang sepakat dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Dengan adanya hal tersebut, maka Indonesia harus siap bersaing dengan negara-negara ASEAN. Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM) haruslah lebih unggul daripada negara lain agar tidak kalah dalam perdagangan ekonomi ASEAN. Pendidikan sebagai tonggak utama untuk mencetak manusia yang unggul baik dari karakter tingkah laku maupun ilmu pengetahuan. Peran sekolah sangatlah penting sebagai tempat untuk menempa peserta didik agar mempunyai bekal perilaku dan pengetahuan yang unggul dan berguna bagi diri sendiri dan masyarakat di masa depan. Pendidikan menengah baik SMA maupun SMK untuk kaum remaja haruslah lebih mengutamakan aspek pembentukan karakter. Hal tersebut dikarenakan pembetukan karakter perlu pembiasaan yang membutuhkan waktu cukup lama. Karakter erat hubungannya dengan soft skills. Soft skills akan membentuk karakter unggul yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk sosialisasi di masyarakat dan mencari pekerjaan di dunia usaha atau dunia industri. Oleh karena itu, penulis akan berbagi pengalaman tentang penerapan kebiasaan-kebiasaan atau budaya positif yang diterapkan di sekolah menengah kejuruan (SMK), agar membentuk soft skills atau karakter peserta didik yang unggul yang sekaligus berguna ketika memasuki dunia usaha dan dunia industri. Pengertian Soft Skills Berthal sebagaimana dikutip Illah Sailah (dalam Sudiana, 2010) menyebutkan bahwa soft skills didefinisikan sebagai “personal and interpersonal behaviours that develop and maximize human performance (e.g.coaching, team building, initiative, decision making, etc.) soft skills does not include technical skills such as financial, 375 Peran Bimbingan dan konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai..... 381 PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGEMBANGKAN KARAKTER SISWA SEBAGAI AKSELERATOR REVOLUSI MENTAL Maghfira Wijayanti MTsN 1 Paron Ngawi Karakter atau watak hakikatnya merupakan ciri kepribadian yang berkaitan dengan pertimbangan nilai moralitas normatif yang berlaku. Kualitas karakter seseorang bersifat relatif tetap dan akan tercermin dalam penampilan kepribadiannya ditinjau dari sudut timbangan nilai moral normatif yang meliputi aspek emosional, intelektual, moral dan spiritual. Sharon dan Miller (dalam Winkel, 1982) menyatakan bahwa karakter dipandang sebagai hubungan timbal balik yang sehat antara diri dengan tiga hal yaitu lingkungan eksternal (orng lain dan fisik), internal (diri sendiri), dan lingkungan spiritual (sesuatu yang maha besar dan abadi). Oleh karena itu, karakter akan menyatu dalam perilaku, mulai dari niat, sikap, pandangan hidup, pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakan sebagai wujud totallitas kepribadian. Karakter selalu berkait dengan serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motovasi, dan keterampilan (skills). Karakter akan mendasari sikap untuk melakukan sesuatu yang terbaik, akan mendorong kapasitas intelektual seperti berpikir kritis, mendorong bersikap jujur, etik, bertanggung jawab dan mempertahankan prinsip-prisip moral yang diyakini dalam berbagai situasi, baik dalam situasi yang nyaman ataupun dalam situasi sebaliknya. Karakter mendorong kecakapan interpersonal dan emosional yang menjadikan seorang individu mampu berinteraksi secara efektif dalam bebrbagai situasi, keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berupaya untuk melakukan hal yang terbaik (Battistich, 2008). Istilah karakter sendiri berangkat dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Karakter acap kali disama artkan dengan kepribadian. Alwisol 381 382 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa (2006) membedakan karakter dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Namun, keduanya berwujud pada tingkah laku yang ditujukan pada lingkungan sosial dan keduanya menuntun, mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu. Karakter merupakan basis terwujudnya cita-cita nasional, sehingga pembentukan karakter dituangkan dalam dalam salah satu tujuan pendidikan nasional seperti yang termaktub dalam UU Sidiknas tahun 2003. Karakter berkait erat dengan mental oleh karena itu revolusi mental pada prinsipnya adalah revolusi perubahan karakter. Revolusi mental merupakan transformasi etos yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas yang meliputi cara berpikir, cara berperilaku, dan cara bertindak. Revolusi mental mengacu pada keselarasan pikiran (idea)dan tindakan (action), sehingga seorang individu tidak hanya berpikir dan megetahui yang baik dan benar tetapi juga bertindak baik dan benar. Revolusi Mental Istilah revolusi mental sebenarnya sudah lama dipakai dalam sejarah pemikiran. Plato (428-347 SM) menggunakan istilah revolusi mental untuk mengacu pada pengembalian dominasi akal budi, hati nurani atas nafsu, dan emosi agar terjadi keselarasan antara pikiran (idea) dan tindakan (actio). Orang tahu tentang baik dan benar, tetapi belum tentu bertindak baik dan benar. Idealnya pikiran baik dan benar diikuti tindakan baik dan benar. Pandangan Plato ini pun berabad-abad kemudian dilanjutkan oleh Descartes (1596-1650) dengan jargonnya yang mashur ‘cogito ergo sum!’ yang merevolusi mental pemikiran filsafati pada zamannya. Di Indonesia, secara historis revolusi mental kali pertama dikumandangkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1956 dengan istilah mental investment, yang kemudian (1957) dinyatakan secara tegas dengan istilah gerakan revolusi mental, yakni gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat garuda, dan berjiwa api menyala-nyala (Nuryanta, 2014). Istilah revolusi mental mencuat kembali saat presiden Joko Widodo menjadikannya salah satu prioritas program pembangunan di samping prorgam kemandirian dan kemaritiman. Menurut presiden Joko Widodo (2014) pembangunan Indonesia pasca reformasi baru terbatas pada Peran Bimbingan dan konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai..... 383 pembangunan atau perubahan yang sifatnya institusional dan kelembagaan negara, belum menyangkut pembangunan yang menyentuh paradigma, mindset, dan budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa (nation buiding). Pembangunan yang hanya menekankan pada institusional dan kelembagaan negara, tidak akan mampu untuk mengantarkan masyarakat Indonesia ke arah cita-cita bangsa. Agar pembangunan dapat mencapai ke arah perubahan yang lebih baik, bermakna dan berkesinambungan diperlukan revolusi mental. Revolusi metal bertujuan untuk mengadakan perubahan mental atau cara berpikir, serta bertindak masyarakat Indonesia secara cepat dari yang belum baik menjadi baik. Istilah mental berkaitan dengan jiwa, ahlak, dan watak. Mental juga berkaitan dengan kepribadian yang berupa keseluruhan karakteristik, sikap, dan nilai-nilai yang dianut oleh individu untuk bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain dan lingkungannya (Pangewa’ 2004). Mental berkaitan dengan sikap. Sikap dirumuskan Pangewa (2008:40) sebagai situasi mental yang mempengaruhi seseorang dalam kecenderungannya untuk menjadi bermotivasi dalam hubungannya dengan sesuatu. Sikap bukan pembawaan lahir tetapi dibentuk oleh pengalaman dan lingkungan. Bisa bersifat tetap, tetapi juga bisa berubah sesuai faktor-faktor yang mempengaruhi. Mental juga dapat dimaknai sebagai cara berpikir atau mindset seseorang (Supratno, 2014). Mental ini akan menentukan sikap, perilaku, dan tutur bahasa. Revolusi mental secara luas dimaknai sebagai perubahan cara berpikir seseorang dari kondisi belum baik menjadi baik. Perubahan menjadi baik ini akan membawa konsekuensi perubahan tatanan masyarakat yang lebih baik. Perubahan mental seseorang dapat berubah dengan kesadaran diri sendiri (internal) ataupun berubah karena dorongan pihak luar (eksternal) misalnya melalui pendidikan formal, pendidikan karakter, peraturan, dan gerakan nasional. Karakter dan Pendidikan Karakter Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘to mark’ atau menandai atau memfokuskan pada pengaplikasian nilai-nilai kebaikkan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku nyata (Wynne, 1991). Karakter merupakan gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai-nilai baik atau positif yang muncul secara eksplisit maupun implisit. 384 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Klipatrick (1992) dan Licona (1991) adalah pencetus utama pendidikan karakter.Kedua tokoh ini percaya akan adanya keberadaan moral absolut yang perlu diajarkan kepada generasi muda agar paham betul moral yang baik dan benar. Nilai-nilai moral yang universal dan absolut ini bersumber dari agama-agama di dunia yang disebutnya sebagai the golden rule, seperti berkata jujur, suka menolong, hormat orang tua, dan bertanggung jawab. Menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Yus, 2008) aktualisasi karakter berwujud dalam bentuk perilaku sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dengan interaksi dengan lingkungannya. Lickona (1991) mengemukakan pula bahwa karakter berkaitan dengan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. Berdasarkan ketiga komponen dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan berbuat baik dan melakukan perbuatan baik. Konsep moral memiliki komponen kesadaran moral, pengetahuan moral, pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri. Sikap moral memiliki komponen kata hati, rasa percaya diri, empati, cinta, kebaikan, pengendalian diri, dan kerendahan hati. Perilaku moral terdiri dari komponen-komponen moral yang membentuk karakter yang baik dan tangguh serta unggul. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi anak didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.Hal itu berarti menunjukkan bahwa sekolah memiliki tugas penting membangun karakter anak didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Battisch (2008) yang menegaskan bahwa pendidikan karakter yang efektif adalah sekolah yang memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting. Pembangunan karakter merupakan sebuah upaya sadar untuk memperbaiki danmeningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat isttiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat, dan pikiran anak didik. Bimbingan dan Konseling Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan tujuan pendidkan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar.Namun,juga berkepribadian sehingga nantinya akan Peran Bimbingan dan konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai..... 385 lahir generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan Pancasila. Hal itu menunjukkan bahwa sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK)sampai dengan Perguruan Tinggi (PT)memiliki peran penting dalam mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai karakter. Melalui sekolah dapat disusun dan diatur secara secara sistematis dan berkesinambungan pengembangan dan pembentukan karakter anak. Posisi pendidikan sebagai pemberi masukan pengetahuan tentang moral, nilai, dan kebaikan sekaligus sebagai sarana pembentukan karakter anak didik jelas menjadi rujukan penting untuk pembentukan karakter siswa yang diharapkan. Salah satu program pendidikan yang disusun untuk kepentingan pembentukan karakter itu adalah bimbingan dan konseling. Siswa yang tumbuh dalam karakter yang baik, maka melakukan sesuatu dengan benar dan cenderung memiliki tujuan hidup. Tugas bimbingan konselinglah untuk menumbuhkan karakter dan mengarahkan dan mengoptimalkan tujuan hidup siswa. Pada paragraf di atas telah ditunjukkan bahwa tujuan pendidikan nasional tidaklah sekedar memprioritaskan perkembangan aspek kognitif dan penegtahuan siswa. Namun,juga mengembangkan karakter siswa agar tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan utuh. Untuk mefasilitasi pengembangan karakter dan pembentukan pribadi yang tangguh dan utuh itulah, maka dalam setiap satuan pendidikan harus memberikan layanan yang optimal melalui bimbingan dan konseling. Ahmadi (1991) mengemukakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada peserta didik agar dengan potensi yang dimilikinya mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri sendiri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Adapun konseling dikemukakan Tolbert (dalam Prayitno, 2014) sebagai hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang, yaitu konselor dan konseli. Dalam kegiatan tersebut konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya di masa depan. Konseli melalui kegiatan tatap muka ini dapat belajar bagaimana memecahkan masalah dan menemukan kebutuhannya di masa mendatang.Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu di dalam memperoleh penyesuaian diri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dalam konsepsi tentang tugas perkembangan (devel- 386 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa opment task) ditegaskan bahwa setiap periode tertentu terdapat sejumlah tugas-tugas pengembangan yang harus diselesaikan. Agar layanan bimbingan dan konseling dapat terlaksana harus berdasar pada 12 azas yang meiliputi (1) azas kerahasiaan, (2) azas kesukarelaan, (3) azas keterbukaan, (4) azas kegiatan, (5) azas kemandirian, (6) azas kekinian, (7) azas kedinamisan, (8) azas keterpaduan, (9) azas keharmonisan, (10 ) azas keahlian, (11) azas alih tangan kasus, dan (12) azas Tut Wuri Handayani.Program bimbingan konseling di sekolah disusun berdasar kebutuhan peserta didik (need assesment). Berdasar kebutuhan peserta didik tersebut program layanan konseling mencakup empat hal yaitu jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan dan volume atau beban tugas konselor. Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa Posisi pendidikan sebagai pemberi masukan pengetahuan tentang moralitas, kebaikan, dan nilai kepada peserta didik, sekaligus sebagai wahana belajar anak didik secara formal jelas menjadi rujukan penting dalam membentuk karakter siswa yang diharapkan. Salah satu program pendidikan yang disusun untuk itu adalah bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk mendorong lahirnya peserta didik yang berperilaku dan berkarakter positif. Pendidikan karakter yang efektif bisa diperoleh melalui pengoptimalan peran bimbingan dan konseling di sekolah, karena melalui bimbingan dan konseling semua peserta didik bisa ‘menemukan’ dirinya sendiri, mengetahui, dan mengembangkan potensi dalam dirinya sekaligus menyusun dan merancang strategi untuk mengatasi hambatan dan mencapai tujuan hidupnya. Pendidikan karakter yang dilakukan melalu bimbingan dan konseling harus berpijak pada tujuan membentuk manusia yang utuh (holistic), berkarakter, mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual, dan intelektual anak didik secara optimal. Banyaknya aspek yang harus dicermati dalam proses bimbingan dan konseling dalam membentuk dan mengembangkan karakter. Hal ini menjadikan bimbingan konseling tidak bisa berjalan sendiri tanpa ada kolaboratif dengan komponen pendidikan lainnya. Komponen pendidikan lainnya seperti isi kurikulum, proses pembelajaran, kulaitas hubungan, penanganan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas ekstra kurikuler, dan etos seluruh lingkunagn sekolah. Peran Bimbingan dan konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai..... 387 Melalui bimbingan dan konseling, pengembangan karakter bisa dilakukan dengan dimulai dengan menanamkan nilai-nilai dasar (core ethical values) sebagai basis karakter. Nilai-nilai dasar tersebut harus menyentuh kawasan kognitif, afektif, dan perilaku. Bimbingan dan konseling harus memiliki komponen program berupa layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem yang tersusun secara terencana dan terpadu yang menyentuh bidang akademik, bidang pribadi, bidang sosial, dan bidang karir dengan berbasis karakter. Program bimbingan dan konseling dengan berbagai kegiatan di dalamnya harus mendukung potensi siswa denga memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan dirinya. Posisi bimbingan konseling adalah sebagai wadah yang strategis dalam pembentukan karakter.Melihat peran penting bimbingan dan konseling, maka setiap jenjang sekolah seharusnya memilliki layanan bimbingan konseling yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan program pendidikan. Ini berarti bahwa setiap komponen sekolah harus terlibat dalam usaha layanan bimbingan dan konseling. Inilah yang disebut Keriee Lee (2007) sebagai model terpadu atau model gabungan.Peran bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen pendidikan formal amat penting bagi upaya pembentukan dan pengembangan karakter. Bimbingan dan konseling dapat menjadi dasar pijakan atau lokus untuk mengembangkan karakter. Fungsi dan Hasil yang Diharapkan pada Karakter Siswa Bimbingan dan konseling berperan sangat strategis untuk mengembangkan karakter karena memiliki banyak fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah (1) fungsi pencegahan atau preventif, (2) fungsi pemahaman, (3) fungsi pengentasan, (4) fungsi pemeliharaan, (5) fugsi penyaluran, (6) fungsi penyesuaian, (7) fungsi pengembangan, (8) fungsi perbaikan, dan (9) fungsi advokasi. Melalui peran optimal bimbingan dan konseling dalam membentuk dan mengembangkan karakter siswa, dengan tidak lupa melibatkan seluruh komponen pendidikan, diharapkan terjadi beberapa hal dalam diri siswa. Beberapa hal itu adalah (1) adanya perubahan karakter dan perilaku konseli/siswa menjadi lebih baik, positif, produktif, dan kreatif; (2) siswa/konseli mempunyai dan memelihara kesehatan mental, karakter, 388 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dan kepribadian positif; (3) dapat menyelesaikan masalah dengan rasa percaya diri yang tinggi, (4) mencapai keefektifan pribadi, dan (5) mendorong konseli/siswa untuk mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya Upaya dan peran optimal bimbingan dan konseling di atas bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan bimbingan dan konseling. Pendekatan yang paling efektif adalah pendekatan krisis, pendekatan remidial, pendekatan preventif, dan pendekatan perkembangan. Pendekatan krisis merupakan upaya bimbingan yang diarahkan pada individu yang mengalami krisis atau mengalami masalah. Bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengatasi dan bersama-sama mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Pendekatan remidial adalah upaya bimbingan dan konseling diarahkan pada konseli yang mengalami kesulitan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kelemahan dan kesulitan yang dialami. Pendekatan preventif merupakan upaya bimbingan dan konseling yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum konseli dan mencegah jangan sampai terjadi pada diri konseli. Pendekatan perkembangan bertitik sentral pada perkembangan optimal kepribadian, karakter, dan kemampuan siswa yang artinya memberikan berbagai stimulus melalui perekayasaan lingkungan untuk mempertajam potensi dan karakter konseli. Kesimpulan Dari hasil paparan, deskripsi dan eksplanasi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Pembentukan dan pengembangan karakter berkait erat dengan revolusi mental karena pada prinsipnya revolusi metal adalah revolusi perubahan karakter. 2. Bimbingan konseling mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam mengembangkan karakter siswa karena memiliki (a) fungsi pencegahan, (b) fungsi pemahaman, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan, (e) fungsi penyaluran, (f) fungsi pengembangan, (g) fungsi penyesuaian, (h) fungsi perbaikan, dan (i) fungsi advokasi. 3. Melalui peran optimal bimbingan dan konseling diharapkan pada siswa/ konseli terjadi perubahan karakter, perilaku, dan kepribadian konseli yang positif, produktif, kreatif, dan inovatif, mempunyai dan Peran Bimbingan dan konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai..... 389 memelihara kesehatan mental dan kepribadian positif, dapat menyelesaikan masalah, mencapai keefektifan pribadi, dan mampu mengambil keputusan yang penting bagi kehidupannya. 4. Bimbingan dan konseling bisa dilakukan dengan melalui berbagai pendekatan di anatranya pendekatan kritis, pendekatan remidial, pendekatan preventif, dan pendekatan perkembangan dengan melibatkan seluruhkomponen pendidikan. Saran Melihat peran bimbingan dan konseling yang demikian penting dan strategis, dalam membangun dan mengembangkan karakter siswa maka perlu ditingkatkan efektivitas layanan bimbingan dan konseling pada setiap satuan pendidikan. Efektivitas layanan bimbingan dan konseling pun secara berkala harus dilakukan evaluasi, sehingga dapat memenuhi sasaran dengan tepat dan selalu bersifat kontinyu atau terus menerus. Perlu diperhatikan pula bahwa keberhasilan bimbingan dan konseling juga melibatkan secara aktif setiap komponen pendidikan yang ada, sehingga dibutuhkan koordinasi dan sinergi yang tepat dan berkesinambungan. DAFTAR PUSTAKA Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Balttistich, Voctor. 2007. Character Education, Prevention and Poditive Youth Development. Illnois: Uneversity of Missouri. Budinuryanta, Johanes.2014. Revolusi Mental dalam Pendidikan. DalamMakalahProsiding Seminar Nasional Revolusi Mental dalam Pendidikan. Surabaya:Unesa Press. Izzaty, Rita eka. 2004. Mengenali Perkembangan Masalah Anak. Jakarta: Dirjen Dkti. Rubino, Rubiyanto.2008. Bimbingan Konseling. Surakarta: FKIP Muhamadiyah. Ridwan. 1998. Penanganan Efektif Bimbingan Konseling di Sekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sofyan, S.Wilis. 2004. Konseling Individual. Surabaya: Usaha Nasional. Sudrajat, Ahmad. 2010. Strategi Pelaksanaan Layanan dan Bimbingan Konseling, Jakarta: Gramedia. 390 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Sukardi, Dewa Ketut.1998. Organisasi dan Administrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Supratno, Haris.2014. Revolusi Mental dalam Pendidikan untuk menciptakan Masyarakat Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, Berbudaya, dan Berkepribadian. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Revolusi Mental dalam Pendidikan. Surabaya:Unesa Press. Winkel. WS.1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah.Jakarta: Gramedia. Wijayanti, Maghfira.2012.Menjadi Remaja Hebat. Surabaya: AM Pres. ________________.2013. Menuju Pribadi Sukses. Sidoarjo:Satukata. ________________.2015. MoveOnSukses Belajar. Sidoarjo:Satukata. 376 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa computing and assembly skills.”Soft skill adalah ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dirinya sendiri). Dengan demikian, atribut soft skills tersebut meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter, dan sikap. Soft skills dibagi menjadi dua bagian yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills.Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam “mengatur” dirinya sendiri,sedangkan, interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain (Endang dan Made, 2011). Sekolah Menengah Kejuaruan (SMK) haruslah mencetak lulusan yang siap kerja dengan soft skills yang unggul dan kemampuan teknis yang mumpuni. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika, dan Kanada, ada 23 atribut soft skills yang dominan di lapangan pekerjaan (Illah Sailah dalam Sudiana, 2010). 1. Inisiatif 13. Manajemen diri 2. Etika/ integritas 14. Menyelesaikan persoalan 3. Berpikir kritis 15. Dapat meringkas 4. Kemauan belajar 16. Kooperatif 5. Komitmen 17. Fleksibel 6. Motivasi 18. Kerja dalam tim 7. Bersemangat 19. Mandiri 8. Dapat diandalkan 20. Mendengarkan 9. Komunikasi lisan 21. Tangguh 10. Kreatif 22. Berargumentasi logis 11. Kemampuan analitis 23. Manajemen waktu 12. Dapat mengatasi stress Sekolah merupakan sebuah tempat yang mempersiapkan lulusannya untuk memasuki dunia kerja. Oleh karena itu, sekolah harus sejak dini memperhatikan kandungan atribut soft skills dalam proses pembelajaran. Tanpa upaya yang dibangun dalam penguasaan soft skills sejak di bangku sekolah, hanya akan menghasilkan tamatan yang cerdas, mudah mencari pekerjaan, tetapi tidak akan bertahan di dunia kerja. Peningkatan kompetensi lulusan berbasis soft skills sangat mendesak untuk memenuhi kebutuhan stakeholders dengan orientasi produktivitas yang tinggi, juga untuk mewarnai dunia kerja kearah perbaikan karakter bangsa. Pembentukan Soft Skill di Sekolah Menengah Kejuruan Menjadikan Karakter..... 377 Penerapan Kebiasaan/Budaya Positif untuk Menumbuhkan Soft Skillsdi SMK Berbicara tentang pembiasaan, maka penulis selaku salah satu guru di SMK akan berbagi pengalaman nyata tentang pembiasaan/budaya positif yang membentuk soft skills yang diterapkan di sekolah kami. a. Masuk sekolah tepat waktu, kurang 5 menit dari pukul 07,00 wib Gerbang utama ditutup. Maksud dan tujuan dari pembiasaan tersebut adalah peserta didik bisa disiplin terhadap waktu masuk di sekolah. Pukul 06.55 bel tanda masuk sudah berbunyi, sehingga siswa hanya punya jeda waktu 5 menit untuk tidak terlambat masuk di lingkungan sekolah. Pukul 07.00 pintu gerbang sudah ditutup dan dikunci, sehingga peserta didik yang terlambat tidak bisa mengikuti proses belajar mengajar. Setelah diterapkan peraturan tersebut, sangatlah signifikan hasilnya sesuai yang diharapkan. Tidak ada siswa yang terlambat karena takut dialpha/tidak masuk tanpa keterangan alias bolos. Hal tersebut akan bisa menjadi suatu kebiasaan ketika mereka bekerja di suatu perusahaan. Disiplin waktu yang tinggi akan memperkaya produktivitas kerja yang pada akhirnya berimbas pada melesatnya karier di perusahaan. Soft skill yang ditanamkan kepada peserta didik tentang manajemen waktu bisa tercapai dan bermanfaat untuk kebaikan di masa depan. b. Turun dari sepeda motor ketika masuk pintu gerbang dengan cara menuntun hingga sampai di tempat parkir siswa. Hal ini sangat berguna untuk melatih kesopanan peserta didik di masyarakat. Mereka diharapkan untuk lebih tahu tata cara memasuki rumah/sekolah agar tidak menimbulkan kebisingan yang pada akhirnya menimbulkan kenyamanan semua penghuni. Sikap seperti ini pun juga sangat dibutuhkan di dunia kerja karena sikap yang tahu tata cara dan etika akan lebih memudahkan dalam mencari teman. Sikap yang tahu etika memberi kesan sopan dan ramah dalam pergaulan. Sikap sopan semacam ini sesuai dengan atribut soft skill yaitu tahu etika dan manajemen diri. c. Kegiatan doa bersama sebelum memulai jam pelajaran yang dipimpin dari central atau ruang guru. Kegiatan ini sangat berguna untuk para peserta didik agar selalu ingat bahwa dalam kegiatan apapun selalu didahului dengan bacaan basmallah agar mendapat keridho’an dan dipermudah segala urusan. 378 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peserta didik dituntut untuk pandai secara keilmuan dunia dan juga pandai secara agama karena ilmu tanpa agama akan menyebabkan seseorang kebablasan baik dalam berpikir maupun bersikap. Sebaliknya agama tanpa ilmu adalah kebodohan yang menyebabkan manusia tidak bisa kritis dan bijak dalam bersikap. Sikap yang selalu berpegang pada agama akan menuntun orang yang bersangkutan untuk selalu berbuat kebaikan. Demikian pula, ketika peserta didik bekerja di perusahaan/ dunia kerja maka mereka lebih mengutamakan cara yang halal ketika ingin berprestasi di tempat kerja. Tidak menghalalkan segala cara hanya untuk mencari untung/laba maupun jabatan di perusahasaan. Kebaikan itu akan selalu mereka kerjakan untuk mencapai keberkahan. Kebiasaan yang baik ini sudah ditanamkan sejak mereka masuk menjadi murid SMK hingga dinyatakan lulus dari sekolah. Soft skill yang dibentuk untuk peserta didik adalah manajemen diri, tangguh, dan beretika dalam agama maupun kehidupan sehari-hari. d. Kegiatan jum’at sehat diawal jam pelajaran. Salah satu hari favorit di SMKN 1 Duduksampeyan Gresik adalah hari Jumat. Pasalnya setiap hari Jumat ada kegiatan senam bersama. Peserta didik berkumpul di lapangan dan diajak untuk menyehatkan diri di awal jam pelajaran. Seluruh warga sekolah mengikuti senam bersama yang bisa menyegarkan tubuh setelah hampir seminggu beraktivitas rutin di sekolah. Hal tersebut sangat berguna untuk menyeimbangkan antara kesehatan mental dan raga. Pembiasaan yang baik ini bisa membentuk soft skill peserta didik untuk bisa manajemen diri dan waktu untuk memelihara kesehatan. Ini juga berguna ketika mereka sudah bekerja di perusahaan agar bisa menyeimbangkan kesehatan jiwa dan raga, agar produktivitas diri dan kerja semakin baik dan terjaga. Ketika badan dan jiwa sehat maka semangat pun semakin bertambah. Selain itu, dengan rajin senam atau olahraga juga bisa mengelola stress dengan baik, sehingga tekanan pekerjaan atau tugas baik di sekolah ataupun ketika sudah bekerja bisa di atasi dengan tuntas. Soft skill yang dibentuk dan ditanamkan dengan adanya penyeimbangan kesehatan jiwa dan raga berupa senam bersama untuk peserta didik adalah selalu bersemangat dan bisa mengelola stress dengan baik. e. Kegiatan Jumat shodaqoh Kegiatan ini membiasakan peserta didik untuk menyisihkan sebagian uang saku untuk kegiatan amal rutin hari Jumat. Selain untuk Pembentukan Soft Skill di Sekolah Menengah Kejuruan Menjadikan Karakter..... 379 menumbuhkan rasa cinta shodaqoh, kegiatan ini mengajarkan kepada peserta didik untuk lebih menghargai uang. Ketika peserta didik mengerti dan menghargai uang maka mereka akan lebih bijak dalam membelanjakan uangnya. Demikian juga, ketika peserta didik sudah bekerja di sebuah dunia usaha/industri maka menyisihkan sebagian harta untuk shodaqoh akan melancarkan usaha itu sendiri. Selain itu, kebiasaan bisa menghargai uang berarti peserta didik yang menjadi karyawan akan lebih bijak dalam membelanjakan semua perlengkapan kantor/perusahaan secara efektif dan tepat sasaran sesuai kebutuhan. Atribut soft skill yang dibentuk dan dikembangkan adalah mempunyai inisiatif untuk bertindak efektif, berpikir kritis, dan mempunyai kemampuan analitis yang baik dalam membelanjakan uang. f. Sebagian besar kegiatan belajar mengajar menggunakan LCD proyektor dengan berbagai media pembelajaran menarik disertai tugas pembuatan proyek. Pembiasaan kegiatan belajar mengajar menggunakan media yang menarik akan membuat peserta didik lebih antusias dan bersemangat dalam megikuti pelajaran. Rasa ingin tahu mereka akan jauh lebih besar karena mereka merasa senang dan nyaman dengan kondisi kelas. Pembuatan slide, pemutaran video, dan demonstrasi materi dikelas akan membuat peserta didik lebih bersemangat. Setiap akhir sesi pembelajaran bisa dipastikan ada tugas kelompok atau individu guna mengukur pemahaman siswa. Selain itu, ada pembuatan proyek kelompok dari setiap mata pelajaran yang di desain untuk membangkitkan solidaritas, toleransi, dan kerjasama tim. Dengan pembiasaan tersebut diharapkan soft skill yang terbentuk dan tertanam adalah peserta didik selalu bersemangat untuk mencari ilmu baru baik di lingkungan masyarakat maupun dunia usaha dan industri. Selain itu, kebiasaan untuk bekerjasama dengan tim sangat berguna ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Dari paparan diatas, soft skill sangat dibutuhkan selain kemampuan teknis dari peserta didik. Kemampuan dan ketrampilan dalam mengatur diri dan sikap yang baik sangat dipengaruhi oleh pembiasaan atau budaya positif yang ditanamkan oleh pihak sekolah. Pembiasaan tersebut akan menjadi karakter unggul peserta didik yang lulus dari sekolah agar diterima dan melejit potensinya baik dilingkungan masyarakat maupun di lingkungan dunia usaha dan industri. 380 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa DAFTAR PUSTAKA Sadbudhy, Endang dan Made Nuryata, 2011. Pengembangan Soft Skills di SMK. Jakarta: SEkarmita Publisher & Training. Sudiana, I ketut. 2010. Peningkatan Kualitas Lulusan melalui Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi. Makalah disajikan dalam Lokakarya Softskill Implementasi PHK-I STIE Triatma MUlya Tanggal 29 Januari 2010. Menjadi Generasi (Tidak) Berkarakter 391 MENJADI GENERASI (TIDAK) BERKARAKTER Erna Pratiwi SMP Al –Ikhlash Lumajang Ketika mengoreksi tugas siswa klas VII di Sekolah seorang teman guru terhenyak melihat sebuah tulisan yang isinya bikin bulu kuduk kita merinding. Apa tulisan itu? “Aku bunuh kamu Er!!!” Wali kelas, jelas-jelas merasa horor membaca tulisan itu, mengapa karena Er itu kebetulan adalah nama depan sekaligus nama panggilan saya sebagai kesiswaan di sekolah kami. Ibu wali kelas ini bertanyatanya sudah dihukum dengan cara apa siswa itu sehingga begitu dendamnya terhadap saya. Akhirnya dengan berbagai macam pendekatan bu wali kelas ini menggali sedalam –dalamnya mengapa siswa kelas 7 ini sampai menulis kata-kata seperti itu di buku tugasnya. Pendekatan itu membuahkan hasil ternyata nama itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan saya tetapi tetapi nama itu adalah nama ibunya yang kebetulan nama depannya sama dengan saya. Tapi lagi-lagi ibu wali kelas ini semakin heran mengapa anak seusia ini sudah berani mengancam ibunya. Hasil pendekatan kepada siswa tadi ternyata jawabannya adalah dia merasa muak dan bosan terus menerus diomeli. Dilarang ini, itu, dan semuanya serba tidak boleh. Hanya boleh begini dan begitu sesuai keinginan orang tua. Setelah mengetahui hal itu, ibu wali kelas bercerita panjang lebar kepada saya tentang tulisan itu dan saya menyarankan untuk konsultasi dengan BK (bimbingan konseling) agar mendapat penanganan yang tepat sesuai Job Desk di sekolah kami. Pembaca sekalian ini benar-benar terjadi dan baru awal bulan Nopember 2016 terbaca di kelas. Sekolah kami adalah sekolah swasta dengan mengedepankan ISLAMI sebagai Visi paling utama sehingga RPP dan PBM terkonsep dengan tambahan muatan berupa QA (Quality Assurance) sebagai jaminan mutu dalam pembelajaran di sekolah kami. Seperti contohnya kegiatan kami di pagi hari adalah dari siswa dan 391 392 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa seluruh komponen sekolah melaksanakan ibadah sholat Dhuha bersama dilanjutkan dengan membaca Al-Quran. Kami berasumsi sebelum membaca apapun, mendengar apapun, dan melihat apapun kami lebih dulu melihat, membaca dan mendengarkan Al-Quran. Dengan harapan segala kegiatan yang kami lakukan selalu diwarnai dan bersumber dari Al-Quran. Tetapi, apa yang bisa kita lihat dari salah satu siswa kami yang meulis ancaman kepada Ibunya? Masa remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak dengan dewasa dimana masa peralihan tersebut biasanya ada batasan usia remaja biasanya ada rentangnya yaitu antara 12 – 21 tahun. Selama periode itu banyak perubahan yang terjadi dalam diri seseorang. Perubahan hormonal dan perubahan fisik. Perubahan hormonal nyatanya amat mempengaruhi perubahan fisik dan kehidupan emosional seseorang. Kita lihat tahapan perkembangan remaja, para ahli Psikologi mengelompokkan menjadi dua, yaitu masa puber (12 – 18 tahun) dan masa remaja adolesen (19 – 21 tahun). Masa pubertas diawali dengan masa pra puber tas (12-14 tahun) pada masa ini banyak yang akan kita dapati pada saat mengamati mereka ,dan penemuan itu penuh kejutan yang tidak kita sangka – sangka karena mereka telah berubah, mereka bukan lagi “gadis kecil” atau “bocah laki- laki kecil”. Paling tidak itulah menurut mereka. Pada masa ini anak mulai perubahan hormon seksual. Walaupun secara fisik mereka masih terlihat seperti anak-anak, tetapi mereka tidk suka diperlakukan seperti anak-anak. Bisa kita coba dengan berusaha mencium anak laki-laki anda yang berusia 12 tahun di depan teman-temannya. Kemungkinannya adalah dia akan menarik diri dan menatap anda dengan kesal. Padahal satu atau dua tahun lalu dia masih senang dipeluk dan dicium di depan umum. Mereka mulai bersikap kritis terhadap kondisi atau orang – orang yang ada di sekitarnya. Beberapa anak mulai menyukai lawan jenisnya jadi jangan heran kalau ‘gadis kecil’ anda selalu bercerita tentang Adi, teman sekelasnya yang menurut dia pintar. Masa renajan Awal antara usia (14-16 tahun). Pada masa ini mereka masih mengalami perubahan Hormonal, sementara perubahan fisik mereka semakin kentara. Gadis kecil kita mulai mendapatkan menstruasi dan tubuhnya semakain mekar ,sementara si bocah laki- laki kecil “pecah” suaranya, jakunnya mulai nampak dan mereka mengalami Menjadi Generasi (Tidak) Berkarakter 393 mimpi basah. Perubahan hormonal yang masih terjadi dalam tubuh mereka mempengaruhi kondisi psikologis mereka, mereka jadi labil. Perubahan fisik yang terjadi membuat mereka cemas. Terlebih bila wajah mereka mulai berjerawat. Banyak remaja yang sangat merasa terganggu dengan jerawatnya. Hal ini dapat dipahami karena pada masa ini remaja mulai peduli pada penampilannya. Selain itu seringkali mereka menjadi sensitif. Hal-hal sepele/hal kecil begitu mudah membuat mereka tersinggung atau memusuhi anda (seperti kasus ilustrasi di atas) Mereka cenderung memberontak terhadap kita dan terhadap aturanaturan yang kita buat. Mereka cenderung senang berkelompok (peer group). Remaja merasa mendapat banyak kesenangan dengan kelompoknya , dalam kelompoknya mereka bebas. Solidaritas mereka juga sangat tinggi. Mereka berkelompok kadang memiliki “rahasia”, bahkan bahasa atau sandi – sandi khusus. Tidak jarang gank ini lebih mempengaruhi mereka ketimbang keluarga atau kita sebagai orang tua mereka. Jadi jangan heran kalai mereka mulai sulit diajak menghadiri acara keluarga, mereka sudah asyik dengan kelompoknya bahkan sudah memiliki jadwal kegiatan sendiri dengan kelompoknya. Akhir masa pubertas masa dialami remaja berusia 17-18 tahun, perubahan fisik mereka mulai matang. Tubuh atau penampilan mereka sudah sama dengan orang dewasa. Pada masa ini anda benar-benar telah kehilangan sosok boch kecil atau gadis kecil anda. Sekarang mereka bisa jadi sudah lebih tinggi, lebih tangkas atau lebih gagah daripada kita. Bahkan mungkin lebih pintar dari kita. Namun secara Psikologis kondisi kejiwaan mereka masih belum matang. Walau kadangkadang sifat kekanak – kanakan mereka masih sering muncul. Pembaca sekalian manusia mengalami berbagai tahap perkembangan dalam hidupnya, dalam setiap tahap perkembangan seseorang perlu “mempelajari” beberapa hal agar perkembangannya sempurna. Menurut sorang ahli Psikologi dalam proses perubahan itu perlu mempelajari setidaknya 5 hal yang prinsip, yaitu: 1. Remaja mampu menerima perubahan kondisi fisiknya . 2. Remaja harus dapat bergaul baik dengan teman sejenis maupun lawan jenis 3. Remaja harus mampu menerima kemampuan diri secara positif, dan juga kelemahannya. 394 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 4. Remaja dengan kondisi psikologis yang belum matang perlu selalu didampingi dan diperkuat penguasaan dirinya. 5. Remaja selalu ingin memiliki kebebasan emosional (pada tahapan ini selalu terjadi pertentangan dengan orang tua) sehingga perlu selalu dikomunikasikan. Bila kelima hal ini kita pahami maka Insya Allah kita tidak akan menjumpai siswa .anak atau remaja kita yang mencoret/menulisi bukunya dengan perkataan penuh dendam kepada ibunya. Banyak orang kurang bersimpati ketika membicarakan remaja. Dalam kepala mereka remaja adalah sekelompok orang muda yang sok tahu, penuh kesombongan, suka coba–coba, banyak tingkah dan menyebalkan. Dr. James E. Gardner, penyusun buku Memahami Gejolak Masa Remaja mendapat komentar dari seorang rekannya, bahwa menulis buku untuk menolong orang dengan anaknya yang masih remaja adalalah isapan jempol belaka, sebab tak ada gunanya. Mengapa timbul banyak sekali masalah pada usia remaja? Apa sebenarnya yang terjadi saat seseorang memasuki dunia remaja? Dari uraian di atas sudah jelas bahwa pada saat seorang anak mengalami perubahan baik perubahan psikis maupun perubahan hormonal akibat matangnya organ – organ seksual. Pada diri remaja itu sendiri ada beberapa yang mengalami kebingungan tersendiri. Dan masa ini jelas mereka menghadapi banyak persoalan, merasa ditinggalkan, tidak diperhatikan, selalu dikekang. Kadang, remaja memberikan reaksi terhadap kegalauan dan kegelisahan lewat tindakan. Mereka acapkali berontak dan melawan segala bentuk otorika. Bila tanpa arahan, mereka menjadi bertindak sesuka hatinya dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi dengan kelompoknya. Lalu bagaimana seharusnya ? Sebenarnya yang dibutuhkan remaja adalah bantuan dan dukungan memasuki masa dewasanya. Perubahan jaman memiliki pengaruh kuat pada diri seseorang baik dalam berpikir, menentukan langkah kehisupan ke depan ataupun berinterkasi dengan sesama. Bagaimana hubungan perubahan masa sekarang dengan para remaja sebagai generasi penerus bangsa. Kita lihat jika dulu perilaku yang tidak sopan berbicara dengan orang tua tanpa memandang wajahnya, maka sekarang hal itu seperti lumrah saja terjadi. Dahulu, saat anggota keluarga berkumpul dalam suasana santai tak mungkin rasanya masing-masing berdiam diri tanpa suara, tapi saat ini hal itu sudah menjadi fenomena, perubahan zaman. Menjadi Generasi (Tidak) Berkarakter 395 Perubahan zaman telah pula mengubah gaya hidup para remaja, dimanapun mereka berada, di desa ataupaun di kota besar. Umumnya, para remaja kita sangat akrab dengan mediadan teknologi. Tak heran kemudian pebisnis media dan teknologi melihat kelompok usia remaja sebagai target pasar yang cukup memguntungkan. Kita lihat gaya hidup remaja memang telah berubah. Dulu para remaja lebih banyak mengisi waktu dengan kegiatan–kegiatan bersama teman- teman maupun dengan keluarga. Di rumah, berolahraga, main ini itu atau bahkan belajar bersama. Tapi sekarang mereka justru semakin banyak menghabiskan waktu dengan media dan teknologi. Media ini bisa berupa Internet berupa Fb, BBM, Line, WA, Instagram dan media sosial lainnya. Sedangkan dibidang teknologi remaja kita sangat memahami dan cenderung mahir menggunakan Laptop, HP dan teknologi lainnya. Persoalannya kemudian adalah muatan yang disajikan dari media dan teknologi yang ada benar-benar telah melenceng jauh dari tujuan pendidikan yang kita harapkan .Kemampuan media untuk menanamkan nilai-nilai baik dan buruk inilah yang membuat kehawatiran banyak kalangan. Sangat wajar dan manusiawi kekhawatiran orang tua terhadap perubahan jaman ini. Tapi kalau kita hanya merasa khawatir saja tanpa melakukan tindakan apapun maka tujuan kita untuk menciptakan remaja yang berkarakter tentunya hanya menjadi angan – angan saja. Lalu apa yang harus kita lakukan. Kalau kita lihat potret remaja saat ini tentunya tidak beda jauh dengan ilustrasi awal yang penulis paparkan. Cerita tentang kebrutalan remaja dan remaja pengguna Narkoba. Banyak penyebab munculnya persoalan yang menimpa remaja, mulai dari media massa yang tidak mendidik, nilai-nilai yang mulai bregeser, sampai konspirasi untuk menghancurkan moral remaja. Di tengah situasi seperti ini, tidak ada pilihan lain bagi kita, orang tua dan guru, yaitu memberikan bekal yang cukup bagi remaja agar tetap terjaga fitrahnya. Memberikan bekal merupakan kewajiban orang tua yang mau tidak mau harus dilakukan namun tidak semua orang tua mampu melakukannya dengan baik karena memang tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Mengutip perkataan seorang ahli yang mengatakan bahwa orang tua seringkali tidak mempunyai imu yang cukup bahkan bekal yang cukup untuk menjadi orang tua. Akibatnya kita mendidik anak sepertinya coba- coba saja. Kadang kita mengacu kepada bagiamana orang tua kita dulu mendidik kita. Tetapi ternyata tidak cukup, jadi banyak kekeliruan- 396 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa kekeliruan yang kita lakukan dalam mengasuh anak- anak kita yang sudah remaja.Hal ini harus disadari dan dibenahi bersama. Untuk membekali remaja kita supaya menjadi remaja yang berkarakter. Hal yang paling penting di perbaiki adalah aspek psikolosial terutama disiplin dan komunikasi. Kenapa Komunikasi, ada yang salah dengan komunikasi kita, setidaknya ada dua kesalahan dalam komunikasi yang kita lakukan yaitu ; 1. Orang tua yang terlalu Sibuk Pada kasus ini sering kali orang tua yang terlalu sibuk cenderung berbicara serba terburu-buru karena ingin cepat selesai yang hendak dibicarakan. Contoh “Kamu sudah makan belum? ‘Ayo cepat makan!, “ Gimana PR sudah dikerjakan?.” Kamarmu sudah Rapi? Orang tua menginginkan anak menyeleseikan segala sesuatunya dengan cepat sehingga isi pembicaraan kebanyakan hanya perintah. Kita tidak duduk bersama – sama anak dan berpikir tentang bagaimana cara menyampaikan sesuatu atau keinginan kita kepada mereka dengan baik. Dalam kondisi terburu - buru seperti itu, jangankan untuk mendengarkan perasaan anak, mendengarkan perkataan secara lengkap saja tidak sempat dilakukan. Apalagi sampai membaca bahasa tubuh anak. Sebaliknya, anak juga tidak bisa mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh ibunya. Anak tidak mampu mengingat semuanya karena disampaikan dengan terburu-buru. 2. Kebutuhan dan keinginan Orang Tua berbeda dengan kebutuhan dan keinginan Anak. Sebelum menyampaikan kepada anak sebaiknya orang tua bertanya dulu kepada dirinya, ini kebutuhan siapa, kebutuhan orang tua atau kebutuhan anak. Menginginkan anak menjadi pintar atau menjadi soleh misalnya adalah kebutuhan orang tua. Oleh karena itu orang tua harus menyampaikan kepada anak dengan baik agar anak juga merasa apa yang disampaikan orang tua adalah kebutuhannya juga. Hal lain yang sering dilakukan orang tua adalah orang tua cenderung memerintah, menyalahkan, meremehkan dan cenderung membanding-membandingkan ketika orang tua bercerita. Gaya seperti ini alih- alih melancarkan komunikasi, tetapi justru membuat komunikasi semakin buruk. Hasil komunikasi yang seperti ini menjadikan anak tidak memiliki konsep diri yang positif. Akibatnya anak akan menganggap dirinya tidak cukup berharga. Konsep diri yang negatif ini sangat beresiko. Mengapa? Jika konsep dirinya negatif mereka menganggap diri mereka tidak berharga. Menjadi Generasi (Tidak) Berkarakter 397 Bekal apa yang harus Kita berikan kepada mereka Selain konsep diri yang positif ternyata agar remaja kita berkarakter adalah dibekali dengan sembilan aspek yang menurut bebeapa ahli dan beberapa bacaan yang penulis baca kesembilan aspek itu adalah dimulai dari faktor utama, yaitu Kesehatan, tauhid, ibadah, akhlak, hubungan sosial, emosi, kecerdasan, keterampilan hidup sampai masalah seksual. Remaja harus diberi batasan yang jelas. Mereka harus diberi rambu-rambu yang jelas, mana perbuatan dosa, mana yang tidak. Kehidupan sehari – hari nya harus memiliki batasan – batasan yang jelas dan tegas. Selain itu mereka juga memerlukan penjelasan yang masuk akal dan nalar tentang batasan yang diberikan. Dalam kaitannya dengan masalah seksual, kita sebagai orang tua harus selalu memperhatikan anak. Pembekalan yang memadai, akan membuat anak-anak siap menghadapi lingkungan di sekitarnya. Dan kita sebagai orang tua tetap tidak melupakan pengawasan kita terhadap mereka. Remaja tidak bisa dilepas sepenuhnya, namun yang mesti diingat, dalam melakukan pengawasan hendaknya orang tua menghindari intimidasi. Remaja tetap harus diperlakukan dengan respect. Mereka tetap harus dihargai hak dan privasinya. Remaja sudah memasuki tahap 7 yang ketiga dari periode pentahapan pendidikan anak versi Ali bin Abi Thalib, yaitu menjadikan menjadikan mereka sebagai teman. Sekali lagi pendekatan pada remaja ini sesungguhnya bukan sekedar mengatakan mana boleh dan mana tidak boleh tetapi harus diberikan pengertian. Sebab, kalau nggak boleh jadinya mereka akan curi-curi. Kita khawatir bisa terjadi double standard (standar ganda), lalu mereka menjadi “munafik”. Di depan orang tua terlihat seperti baik-baik saja, tetapi di luar kita tidak tahu apa yang mereka lakukan. Hemat saya, lebih baik mereka jujur, kita ajak bicara baik-baik apa yang seharusnya boleh dan tidak boleh, mereka tahu atau tidak, apa yang mereka suka dan apa yang tidak mereka suka itu kita bisa bicarakan bersama. Akhirnya upaya seperti itu menjadi sangat bagus, karena kerja sama dengan orang tua juga baik. Artinya, orang tua itu harus sering banyak dialog. Akhirnya, marilah kita sebagai orang tua jangan sampai kecolongan. Kita sebagai orang tua hanya bisa membekali dengan sesuatu yang kita mampu, artinya sesuai jangkauan kita. Marilah kita selalu mendoakan anak-anak kita supaya mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. 398 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak terhadap...... 399 NILAI BALASAN SENTUHAN CIUM TANGAN GURU DAN ANAK TERHADAP PERKEMBANGAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER (PPK) Mudafiatun Isriyah Pemerhati Pendidikan/Program Studi PAUD IKIP PGRI Jember Menguatkan pendidikan karakter yang dimiliki anak diperlukan strategi pendekatan dan pembiasaan yang dinamis. Kompetensi anak sebelumnya sudah terbangun dengan latar belakang dan karakter masing-masing. Guru bertanggung jawab pada kemajuan kompetensi yang dimiliki anak, saat yang sama setiap anak adalah unik, harus dihormati, bisa berinteraksi dengan setiap anak menyeimbangkan perkembangan, menyesuaikan budayanya, dan memenuhi kebutuhannya. Hal inidilakukan agar menjadi anak yang sesuai dengan pengembangan kurikulum sekolah yang penuh dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).Dengan demikian, anak akan tahu apa yang dilakukan, sehingga memiliki kompetensi dalam segala bidang yang sesuai dengan tahapannya (Isriyah, 2016). Menanggapi kebutuhan ini guru harus memiliki kompetensi profesional mendidik anak usia dini, dengan melakukan pendekatan sentuhan bahwa guru adalah sebagai fasilitator dan pembimbing selalu melakukan perhatian dengan sentuhan (attachment). Berdasarkan hasil penelitian bahwa tidak ada keraguan dengan pengaruh sentuhan terhadap perbedaan dalam banyak aspek seperti kognisi, perilaku, keterampilan sosial, emosional, tanggapan, dan kepribadian. Beberapa ahli perkembangan menegaskan bahwa pengalaman awal anak akan menjamin perkembangan jangka panjang hasil atau melindungi terhadap berikutnya misalnya trauma (Sroufe dan Jacobvitz, 1989). Awal pengalaman, terutama emosional atau afektif pengalaman dan lainnya, mendorong dan mengatur pola pertumbuhan anak yang mengakibatkan perluasan kapasitas fungsional berkembang pada individu. Schore (1994) menunjukkan bahwa pengalaman awal membentuk pengembangan kepribadian yang unik, yang kapasitas adaptif serta kerentanan dan resistensi tertentu terhadap bentuk patologi masa depan. (Malekpour, 2007) 399 400 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peran pengasuhan pada perkembangan anak-anak akan menentukan aspek fungsi manusia, setidaknyasebagian, dari hasil perkembangan kehidupan individu. Alam, lingkungan, genetikabadi dan pengalaman berinteraksi dalamkondisi eksternal yang beragam, mentaldan dukungan pemerintah, untukmenentukan kelangsungan hidup,kesehatan dan pengembangananak-anak (Rutter, 1989). Bukti empiris menunjukkan pentingnya aspek pengalaman yang dimiliki anak-anak akan berdampak dan menentukan pada kelangsungan hidup mereka dan pengembangan yang sehat. Mereka sehari-hari berinteraksi dengan pengasuhan yang intim dan rutin. Tahun-tahun awal kehidupan memiliki pengaruh penting pada pengalaman kemudian. Mereka menentukan dampak bahwa pengalaman kemudian terhadap kesehatan dan perkembangan masa depan. Ini adalah karena tiga tahun pertama kehidupan diyakini menjadi periode sensitif di biologi dan sosial pengembangan (Bornstein, 1989a). Pentingnya pengasuhan anak berinteraksi untuk kelangsungan hidup dan perkembangan yang sehat,meliputi bidang yang sangat besar. Proporsi terbesardari bidang studi psikologi perkembangandan pediatri perilaku yang relevan, seperti psikiater, sosiologi keluarga, dan gizi. Hubungan pengasuhan anak pada sosial danhasil psikologis, terutama padaperkembangan kognitif, kompetensi sosial danpenyesuaian perilaku sebaliknya,pada kelangsungan hidup, pertumbuhan dan hasil kesehatan fisikterkait dengan hubungan anak usia dini adalahterbatas. Ini terkait dengan pandanganbahwa fisik, bukan psikologis, faktorcenderung untuk bertindak kausal pada kelangsungan hidup anakdan perkembangan yang sehat. Akibatnya, efekhubungan pengasuhan anak sejak dini kelangsungan hidup dan kesehatan cenderung lebih tidak langsung. Kebijakan Pemerintah dalam penguatan pedidikan karakter di sebutkan dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.Secara makna, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan dalam cara pandang, cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak. Oleh karenanya setiap nilai-nilai luhur sesungguhnya merupakan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai luhur tersebut ada yang berlaku secara lokal, nasional, maupun universal. Perbedaan nilai antar masyarakat harus dimaknai sebagai kebinekaan yang harus dihargai oleh semua pihak.(Dr. Sukiman, 2016) Pendidikan keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama. Banyak keluarga yang masih menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak terhadap...... 401 pendidikan anak pada sekolah. Peran sekolah adalah membantu keluarga agar pendidikan anak dapat terlaksana secara lebih lengkap, sistematis, efektif, dan hasilnya tersertifikasi. Untuk mencapai hasil yang optimal, kerjasama keluarga dengan satuan pendidikan mutlak diperlukan.Sekolah sebagai pihak penyedia layanan wajib bekerjasana dengan keluarga dalam memajukan pendidikan anak mereka. Di zaman globalisasi ini wanita yang memiliki kerja sebagai pegawai kantoran yang mengharuskannya pergi pagi pulang sore seakan menjadi cita-cita dan impian wanita masa kini. Berlomba-lomba untuk mendapatkan pendidikan di sekolah dan kampus meningkatkan prestasi akademik dan soft skill telah lumrah dilakukan kaum wanita masa kini. Hal ini menjadikan perempuan lebih banyak muncul di ruang publik. Perempuan dapat dengan leluasa melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki. (Mustikawati, 2015) Wacana ini yang membuat kaum ibu mencari tempat pengasuhan anak yang dapat di percaya sebagai pengganti orang tua. Cium tangan adalah istilah yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan atau ikatan yang berkembang antara guru dan anak, anak dengan guru, orang tua dengan anak juga anak dengan orang tua.Anakanak bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan mereka termasuk:makanan, keamanan, perawatan fisik, interaksi sosial dan keamanan emosional. Mereka memiliki dorongan alamiah untukmengembangkan dan membangun hubungan dengan orang tua atau wali sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhanini terpenuhi dengan sentuhan. Perilaku yang paling mudah dilihat ketika anak-anak bersapa dengan guru, anak akan meninggalkan guru atau orang tua, anak akan menikuti kegiatan untuk mohon doa restu, anak sakit minta sentuhan, terluka, lelah, cemas. Sentuhan (attachment) mulai terbentuk selama tahap-tahap praverbal pembangunan, sebelum bayi memilikibahasa untuk mengekspresikan kebutuhan mereka. Mengamati perilaku bayi dan anak-anak memiliki bentukan dasar pemahaman dan belajar tentang sentuhan awal. Pada anak-anakperilaku attachment dapat mencakup:Pandangan mata untuk tatapan mata sampai tersenyum, tersentuh terespon atau membalas tatapan, menempel atau menghampiri mencari untuk direspon dengan mencari keterlibatan Verbal diadaptasi dari Pearce 2009. Sentuhan (attachment) adalah salah satu yang paling penting tugas perkembangan bayi Dr Joy Osofsky. 402 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kwalitas tempat pembelajaran anak harus memiliki pengembangan kompetensi. Kurikulum Anak Usia Dini di Indonesia kurikulum 2013 yang sudah disosialisasi kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Aplikasi dari pelaksanaan K13 masing belum bisa dilaksanakan dengan baik dikalangan guru PAUD. K13 yang di pakai pada PAUD sosialisasi dari berbagai stage holder sudah sering dilakukan. Pelatihan di tingkat propinsi sudah sering dilaksanakan. Namun aplikasi di lembaga masih jauh dari sempurna, sehingga di khawatirkan dalam melaksanakan pengembangan pada anak usia golden age tidak sesuai dengan tahapannya. (Mudafiatun Isriyah, 2016) Melihat fenomena tersebut perlu adanya rancangan konsep pembelajaran yang mendukung pada tahapan perkembangan anak usia dini. Informasi tentang tahap-tahap perkembangan seperti Piaget dan Lev Vygotsky adalah saran untuk mengaplikasikan teori perkembangan anak. Teori Vygotsky bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan mereka. Ada tiga klaim inti pandangan Vygotsky 1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental; 2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentrasnsformasikan secara mental; dan 3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Sedang Piaget menerapkan: 1) pendekatan konstruktif ; 2) fasilitasi mereka untuk belajar; 3) pertimbangkan pengetahuan dan tingkat pemikiran anak; 4) gunakan penilaian terus menerus; 5) tingkatkan kemampuan intelektual anak; 6) jadikan ruang kelas menjadi ruang eksplorasi dan penemuan (Santrock, 2004). Berdasarkan hal tersebut di atas maka peranan nilai balasan sentuhan cium tangan guru dan anak terhadap perkembangan penguatan pendidikan karakter (PPK) untuk membangun kompetensi anak melalui konsep sekaligus mengimplementasikan pada Pendidikan Anak Usia Dini sangat diperlukan. Dalam hal ini bagaimana guru merancang pengembangan kecerdasan majemuk anak, anak-anak efektif berkomunikasi, melatih sensori diperlukan penanaman melalui sentuhan, pelukan,tatapan antara guru dan anak, antara anak dan guru. Anak akan merasa lebih aman dan terarah pada sentuhan tersebut. Mengajar adalah hal yang kompleks dan anak-anak itu bervariasi, maka tidak ada cara tunggal untuk mengajar yang efektif untuk semua Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak terhadap...... 403 hal (Diaz, 1997). Guru harus menguasai beragam perspektif dan strategi, dan harus bisa mengaplikasikannya secara fleksibel. Guru yang efektif punya strategi yang baik untuk memotivasi anak agar mau belajar dan bermain. Pada anak usia dini akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat yang tidak tergantikan pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian di bidang neorologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Slamet Suyanto , 2005: 6). Mengapa periode itu disebut sebagai masa keemasan? Sebab, pada masa itu otak anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Dan, otak merupakan kunci utama bagi pembentukan kecerdasan anak. Kecerdasan anak merupakan proses kognitf anak yang dimaksud adalah perubahan dalam pemikiran, kecerdasan, dan bahasa anak. Proses perkembangan kognitif memampukan anak untuk mengingat, membayangkan, memecahkan masalah, menyusun strategi dan menghubungkan kalimat menjadi pembicaraan bermakna.( Santrock, 2004) Dari pendekatan pemrosesan informasi tersebut menyatakan bahwa anak mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan proses berfikir (thinking). Menurut pendekatan pemrosesan informasi, anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompeks. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2004) Dalam teori attachment, perilaku bayi terkait dengan sentuhan terutama mencari kedekatan dengan orang tua dalam situasi stres dan lain-lain itu sebagai pengasuh. Bayi menjadi besar dengan sensitif dan responsif dalam interaksi sosial dengan dunianya, dan orang tua tetap mengasuh untuk beberapa bulan sampai dua tahun. Selama tahun terakhir ini, anak-anak mulai mengenal attachment (orang asing) sebagai basis yang aman untuk mengeksplorasi dengan lingkungan. Orang tua mengarah pada pengembangan pola attachment ini, semua yang melekat pada bayi akan menyebabkan model kerja internal yang akan memandu perasaan individu, pikiran dan harapan dalam hubungan nanti. Pemisahan 404 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa kecemasan atau kesedihan setelah kehilangan sosok pengasuh dianggap sebagai respon normal dan adaptif untuk keberadaan bayi. Perilaku ini telah melekat karena mereka bisa meningkatkan perubahan yang benarbenar dirasakan pada kelangsungan hidup anak. (J, 1993) Penelitian oleh psikolog perkembangan Mary Ainsworth pada tahun 1960 dan 70-an didukung konsep-konsep dasar,memperkenalkan konsep “dasar aman” dan mengembangkan teori dari sejumlah pola attachment pada bayi:pelukan yang aman, menghindari dari rasa takut,gelisah dan sentuhan bebas,adalah persoalan nanti. Pada 1980-an, teori ini diperpanjang untuk attachment pada orang dewasa. Interaksi lainnya dapat ditafsirkansebagai bentuk perilaku, ini termasuk hubungan dengan teman sebaya pada semua usia, romantis dan seksual daya tarik dan tanggapan terhadap kebutuhan perawatan bayi atau orang sakit dan lanjut usia. Namun, teori attacment sejak itu menjadi “pendekatan yang dominan untuk memahami awal sosialpengembangan, dan telah menimbulkan gelombang besar penelitian empiris dalam pembentukan perkembangan anak-anak. Kemudian teori ini berhubungan dengan temperamen, kompleksitas hubungan sosial,dan keterbatasan berbagai macam pola individu untuk klasifikasikannya. Teori ini telah diubah secara signifikan sebagai hasil penelitian empiris, namun konsep telah menjadi berlaku umum. Teoriattacment telah membentukdasar terapi baru dan informasi yang sudah ada, dan konsep yang telah digunakan dalam perumusan sosial dankebijakan perawatan anak untuk mendukung hubungan keterikatan awal anak-anak. Ia berhasil mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan. Salah satu teori Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui kegiatan atau aktivitas pembelajaran. Piaget menolak paham lama yang menyatakan bahwa kecerdasan adalah bawaan secara genetis. Ini terjadi pada setiap manusia,termasuk pada anak-anak.(Suyadi, 2010) Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai balasan cium tangan guru dan anak terhadap perkembangan penguatan pendidikan karakter (ppk) menjadi kebutuhan penting bagi setiap anak baik untuk guru maupun sebaliknya mengingat kebutuhan tumbuh kembang karakter anak guru usia golden age perlu mempersiapkan dan mendesain sikap yang mendukung pada perkembangan anak pada tiap tahapannya. Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak terhadap...... 405 Pengertian Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan anak adalah sikap kecenderungan dan kesediaan untuk bertindak dan disertai dengan perasaan-perasaan yang dimilki oleh keduanya. Dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa lalu maka timbul sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan tertentu, dalam menanggapi suatu objek yang menggerakkan untuk bertindak. Sikap yang dicakup dalam domain afektif mempunyai 4 (empat) tingkatan yaitu : menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsibility). Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek adalah suatu indikasi dari sikap tingkat pertama. Merespon responding), diartikan member jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap tingkat dua. Menghargai (vauling), mengajak orang untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah yang ada adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. Bertanggung jawab (responsibility), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Utara, 2011). Sentuhan tangan meskipun biasa untuk ibu menjadi angka primer, bayi akan membentuk sentuhan untuk setiap pengasuh yang sensitif dan responsif dalam interaksi sosial dengan mereka. Dalam teori attachment, sentuhan berarti ikatan rasa sayang antara individu dan tokoh attachment (biasanya pengasuh). Anggapan tersebut mungkin timbal balik antara dua orang dewasa, tetapi antara anak dan guru pernyataan ini didasarkan pada kebutuhan anak untuk keselamatan, keamanan dan perlindungan, yang terpenting pada masa bayi dan kanak-kanak. Menjadi perubahan besar pada diri anak tersebut dengan nilai balasan sentuhan cium tangan guru terhadap anak. Itu teori menyatakan bahwa anakanak merasa naluriah tubuhnya keluar yang pada akhirnya akan mendapatkan tujuan hidup untuk replikasi genetik bahwa itu tujuan biologis adalah kelangsungan hidup dan tujuan psikologis keamanan. Balasan sentuhan tangan guru dengan anak bukan gambaran yang utuh dari hubungan manusia, juga tidak identik dengan cinta dan kasih sayang, meskipun ini mungkin menunjukkan bahwa obligasi ada. Dalam hubungan anak ke orang dewasa, yang sayang anak disebut “attachment” dan timbal balik antara guru dengan anak saling memberi kepedulian yang sama. 406 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Berkaitan dengan Penguatan Pendidikan Berkarakter anak usia dini merupakan solosi terbaik bagi anak. Kualitas kurikulum yang dibuat oleh pengembang pendidikan PAUD adalah tugas pengembang untuk merancang program-program yang mendukung pembelajaran anak usia dini. Sikap guru terhadap anak secara umum yang bisa menggantikan posisi orang tua di sekolah. Sikap terhadap guru, kepala sekolah, teman, orang tua teman, lingkungan yang memang harus di desain agar anak bisa mendapatkan sesuatu yang sama ketika anak di rumah dan anak di sekolah. Perkembangan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Konsep sekolah yang ramah dan menyenangkan merupakan keharusan dari kurikulum yang dibuat. Sistem pembelajaran yang terpadu dengan perawatan secara umum menciptakan sekolah berbasis Attacment sangat diharapkan pada pengembang kurikulum sekolah PAUD. Bisa dibayangkan belajar di sekolah seraya belajar di rumah, ini yang membuat anak betah dan tidak bosan belajar. Nilai keefektifannya sangat tinggi karena desain penguatan pendidikan karakternya bisa mengembangkan kecerdasan majemuk anak. Sekolah itu sebagai rumah kedua, anak-anak senang belajar di rumah kedua pada pendidikan berkarakter semua dilakukan dengan senang dan penuh kasih dan sayang. Imajinasi anak-anak bekerja sepanjang waktu, dan pemahaman mental mereka mengenai dunia menjadi lebih baik. Hari-hari penuh dengan keceriaan sesuai dengan konsep belajar anak yaitu belajar sambil bermain dan bermain seraya belajar. Hal semacam ini penyedia layanan dan pendukung lingkungan harus di desain sedemikian rupa sehingga ruang belajar anak benarbenar di konsep bermain agar anak bisa melakukan kegiatan sosial dengan teman sebaya yang mendukung pengembangan attacment. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah Program pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Urgensi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah 1) pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan pondasi pembangunan bangsa 2) keterampilan abad 21 yang dibutuhkan siswa kualitas karakter, literasi dasar, dan kompetensi 4C, guna mewujudkan keunggulan bersaing Generasi Emas 2045 3) Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak terhadap...... 407 kecenderungan kondisi degradasi moralitas, etika, dan budi pekerti. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI) Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obatobatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang menciptakan anak tidak bosan selama sehari. Kegiatan di sekolah dibuat agar anak tidak mudah stres dan bisa bemain dengan bebas. Program sekolah juga melayani masyarakat untuk penyedia jasa guna mendukung program dengan latar belakang orang tua yang berbeda. Tersedia juga layanan yang mudah diakses agar orang tua bisa melihat perkembangan anak sewaktu-waktu. Penutup Nilai balasan sentuhan cium tangan guru dan anak terhadap perkembangan penguatan pendidikan karakter (ppk) merupakan konsep nilai yang sangat baik untuk dikembangkan pada anak usia dini. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang menciptakan anak tidak bosan selama sehari. Kegiatan di sekolah dibuat agar anak tidak mudah stres dan bisa bermain dengan bebas. Konsep sekolah yang ramah dan menyenangkan merupakan keharusan dari program sekolah. Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak yang dikembangkan dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Daftar Pustaka Catherine Fife, O. (2011). Family-Friendly Schools Spell Success!,“An integrated system of early learning and care that is universally accessible, publicly funded. The Atkinson Letter , 1-2. Dr. Sukiman, M. (2016). Pelibatan Keluarga, Penguatan Pendidikan Karakter, Dan Sekolah Sehari Penuh (Full Day School). 408 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa J, H. (1993). Attachment theory. Makers of modern psychotherapy . Mudafiatun Isriyah. (2016). Pengembangan Buku Bercerita Bergambar Melalui Pembelajaran Saintifik Berbasis BCCT. In A. Muis (Ed.), Jambore Nasional BK (p. 102). Jember: Proceeding, ISBN. Malekpour, M. (2007). Effects Of Attachment On Early And Later. The British Journal of Developmental Disabilities , 1. Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan, Diterjemahkan dari buku aslinya ‘Educational Psychology 2’ Edition McGraw Hill Company, Inc . Jakarta, University of Texas at Dallas: Kencana Prenada Media Group. Starter, R. (2016). The Montessori Method. EBSCO Research Starters® • Copyright © 2008 EBSCO Publishing Inc. Research Starters, A. T. (2016). The Montessori Method. EBSCO Research Starters® • Copyright © 2008 EBSCO Publishing Inc.. Utara, U. S. (2011). Translate. In U. I. Repositori, Chapter 3 (p. 6). Sumatra Utara: Repository.usu.ac.id/bit stream 123456789/3chapter/2011 Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 409 METODE GPS (GERAKAN POSITIF SISWA) GUNA MENINGKATKAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN NILAI PANCASILA PADA SISWA Rhegita Resih Kemuning SMP Negeri 25 Malang Guru adalah sosok orang tua kedua bagi siswa ketika berada di sekolah, sehingga seorang guru harus memiliki perilaku yang positif, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yustisia yang menyatakan bahwa, guru tidak hanya sebatas pada mengajarkan keilmuan, tetapi juga mendidik dan mengajar tentang hal-hal yang berhubungan dengan spiritualitas dan keterampilan fisik. Seorang guru yang baik tidak hanya dituntut untuk mengajarkan materi pembelajaran yang ada di sekolah, melainkan juga mengajarkan banyak nilai pendidikan karakter dan juga nilai Pancasila. Nilai sendiri memiliki sebuah pengertian yakni sesuatu yang berguna, benar, indah, dan juga baik. Salim menyatakan bahwa Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran sikap perasaan perkataan dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum tata krama, budaya, dan adat istiadat. Salah satu mata pelajaran yang memberikan banyak nilai positif adalah mata pelajaran PPKn. Di dalam mata pelajaran PPKn terdapat nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila yang harus selalu dikembangkan oleh para peserta didik ketika menempuh pendidikan. Pendidikan memiliki pengertian yang sangat luas karena mencangkup beberapa perbuatan untuk meningkatkan nilai-nilai pengetahuan, pengalaman, kecakapan, serta berbagai keterampilan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Salim mengenai pengertian pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik,ini dilakukan terhadap semua aspek perkembangan kepribadian, baik jasmani dan rohani. Nilai-nilai pada mata pelajaran PPKn dapat diterapkan dalam proses kehidupan saat peserta didik 409 410 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa berada di masyarakat. Salah satu materi yang ada di mata pelajaran PPKn yang sangat penting namun saat ini mulai dilupakan adalah norma. Keberadaan norma yang ada di masyarakat dapat menjadikan kehidupan lebih tertib dan terkendali. Materi Norma dapat membuat peserta didik memiliki kesadaran hidup dan berfikir secara kreatif. Hal tersebut sesuai dengan pendapatSantrock yang menjelaskan bahwa kesadaran berarti menjadi waspada hadir secara mental dan kognitif fleksibel saat melalui kegiatan dan tugas hidup sehari-hari, sedangkan berpikir kritis adalah berpikir reflektif, produktif, dan mengevaluasi bukti. Para peserta didik khususnya sekolah menengah pertama haruslah memiliki kesadaran dan cara berpikir kritis agar dapat menciptakan ideide baru, terbuka terhadap informasi baru, dan sadar lebih dari satu perpesktif. Jika seorang peserta didik dapat berpikir secara kritis, maka penanaman nilai pendidikan karakter dan juga nilai Pancasila akan berjalan secara maksimal. Peserta didik di tingkat sekolah menengah pertama berada pada fase remaja, yakni sebuah masa peningkatan pengambilan keputusan. Di masa remaja, peserta didik berada pada kondisi yang tidak menentu dan sering menimbulkan konflik ataupun masalah. Menurut Sukmadinata pada masa remaja akan terjadi berbagai gejolak hidup ataupun kemelut yang berhubungan dengan afektif, sosial, intelektual, dan juga moral seseorang. Hal tersebut dapat terjadi karena perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat, sehingga menimbulkan ketidakstabilan kepribadian seorang remaja. Pernyataan tersebut yang saat ini sering di dengar dengan istilah labil ketika menghadapi sebuah permasalahan hidup. John Wock menjelaskan bahwa seorang yang dapat memecahkan masalah akan menemukan cara yang tepat untuk mencapai tujuannya. Jika seseorang tidak dapat memecahkan permasalahannya, maka akan menimbulkan banyak konflik seperti yang dialami para remaja saat ini. Namun, kenakalan remaja dan konflik di masyarakat tidak akan terjadi apabila nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila dapat diterapkan oleh peserta didik. Seluruh masyarakat menginginkan kehidupan yang harmonis, rukun, dan juga damai, hal tersebut dapat terjadi jika semua pihak mampu menampilkan sifat positif baik saat sendiri maupun di tengah pergaulan sehari-hari. Guru dan orang tua menginginkan dengan adanya mata pelajaran PPKn, kenakalan remaja dapat sedikit diminimalisir. Seorang guru Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 411 khususnya selalu dihadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan juga sosial. Seorang guru PPKn juga dituntut untuk memiliki kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam keadaan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mata pelajaran PPKn memiliki peranan yang sangat penting karena memiliki dasar positif yang berasal dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Pendidikan karakter mengembangkan sebuah nilai-nilai yang mengacu pada empat hal yakni, agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan bangsa Indonesia. Sasaran dan perbuatan pendidikan selalu bersifat normatif dan terarah kepada sebuah hal yang baik. Jika tujuan yang diharapkan positif, maka proses pendidikannya pun juga harus positif, konstruktif, dan juga normatif. Namun tantangannya adalah, penanaman pendidikan karakter tidaklah mudah diperlukan proses yang panjang dalam membentuk sebuah karakter positif pada seseorang khususnya peserta didik. Karakter peserta didik dapat dibangun jika terdapat sebuah sistem yang saling kuat yakni kerjasama orang tua di rumah dan guru di sekolah. Wijaya Kusuma berpendapat bahwa sistem dapat terjadi jika guru dan orang tua berpikir keras dalam menanamkan moral pada siswa dan tetap menjaga akhlaknya dengan baik. Dari penjelasan diatas muncul beberapa pertanyaan yakni, apa sajakah nilai pendidikan karakter dan nilai yang terkandung di dalam Pancasila, apa saja manfaat penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila, dan yang ketiga apa yang dimaksud dengan metode GPS bagi penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila bagi siswa. Sesuai dengan pernyataan diatas maka penulis melakukan evaluasi dan inovasi dengan membuat sebuah metode yang bernama metode GPS. Metode GPS adalah akronim dari kata Gerakan Positif Siswa dan diharapkan dapat meningkatkan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila pada siswa khususnya siswa sekolah menengah pertama yang berada pada masa perubahan dan mencari jati diri yang sesungguhnya. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dalam penanaman nilai-nilai positif. Nilai Pendidikan Karakter dan Nilai Pancasila Saat ini pembelajaran di Indonesia menggunakan sebuah kurikulum yang bernama Kurikulum 2013. Di dalam Kurikulum 2013 terdapat 412 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sebuah konsep yang menganjurkan kepada pendidik untuk menggunakan nilai pendidikan karakter di setiap proses pembelajarannya. Hal tersebut sangatlah tepat karena nilai pendidikan karakter memiliki tujuan yang sangat positif bagi peserta didik. Sama halnya dengan nilai karakter, peran dari nilai-nilai Pancasila juga sangat penting karena berasal dari nilai-nilai luhur bangsa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dahlan danAsyari yang menjelaskan, bahwa Pancasila dijadikan pandangan hidup bangsa yang sebenarnya dan merupakan perwujudan dari nilainilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri, yang diyakini kebaikan dan kebenaranya. Jika membahas mengenai nilai karakter dan nilai Pancasila, alangkah baiknya jika mengetahui terlebih dahulu pengertian dari nilai itu sendiri. Menurut pendapat Dahlan nilai merupakan sebuah hal di dalam ranah filsafat, sesungguhnya nilai itu memiliki arti yang sangat luas bila dihubungkan dengan unsur yang ada pada diri manusia seperti akal, pikiran, perasaan, dan juga keyakinan. Nilai dalam arti yang sesungguhnya tidak hanya sekedar konsep abstak, melainkan sebuah hal yang ditanamkan dengan sepenuh hati dan juga mempengaruhi jiwa raga seseorang. Nilai juga dijalankan secara dinamis dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Sebuah nilai bersumber pada budi pekerti seseorang yang selalu memiliki tujuan hidup untuk mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia ke arah yang lebih baik. Nilai akan menjadi petunjuk yang mengarahkan tingkah laku manusia dalam kesehariannya. Nilai sendiri memiliki 6 ciri sebagai berikut. 1. Dibentuk dan disebarluakan oleh masyarakat melalui hasil interaksi sehari-hari dan proses belajar. 2. Nilai merupakan sebuah bagian dari pemenuhan kebutuhan dan kepuasaan masyarakat. 3. Nilai memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan. 4. Nilai memiliki peranan sebagai perubahan perkembangan diri seseorang. 5. Pengaruh yang ditimbulkan dari nilai tersebut setiap masyarakat berbeda-beda. 6. Terbentuk sistem nilai yang mengikat kehidupan masyarakat. Setelah mengetahui pengertian dan ciri-ciri nilai yang ada di masyarakat, maka pembahasan akan semakin terpusat kepada nilai Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 413 pendidikan karakter dan nilai Pancasila. Nilai pendidikan karakter yang harus dijalankan seorang pendidik kepada peserta didik sebanyak 18 nilai sebagai berikut. 1. Nilai Religius. Patuh terhadap ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap agama lain, menjalani kehidupan rukun antar umat beragama. 2. Nilai Jujur. Sikap dalam diri yang menunjukkan bahwa seseorang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan juga pekerjaan. 3. Nilai Toleransi. Menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan yang berbeda dengan dirinya. 4. Nilai Disiplin. Perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Nilai Kerja Keras. Perilaku tidak mudah menyerah dalam menggapai sebuah tujuan. 6. Nilai Kreatif. Memikirkan rancangan untuk hasil baru yang menarik. 7. Nilai Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain. 8. Nilai Demokratis. Pemikiran yang sederajat dalam pemenuhan hak dan kewajiban terhadap seseorang. 9. Nilai Rasa Ingin Tahu.Perasaan yang mendalam mengenai sesuatu hal yang dipelajarinya. 10. Nilai Semangat Kebangsaan. Sikap semangat yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Nilai Cinta Tanah Air. Sikap cinta terhadap tanah airnya dan menempatkan kepentingan bangsanya di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 12. Nilai Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Nilai Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan tindakan yang selalu semangat dalam membina sebuah persahabatan dan komunikasi dengan orang lain. 14. Nilai Cinta Damai. Selalu menempatkan kasih dan sayang dalam dasar tindahkannya 15. Nilai Gemar Membaca. Kebiasaan menambah wawasan dan pemikiran dengan membaca buku-buku yang bermanfaat Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 414 16. Nilai Peduli Lingkungan. Selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya. 17. Nilai Peduli Sosial. Tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Nilai Tanggung Jawab. Sikap pemenuhan tugas dan kewajiban, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan juga Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai Pancasila yang harus selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik terdapat lima bagian utama yang dijabarkan dalam berbagai poin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Dahlan dan juga Asyari yang menyebutkan bahwa, 1. 2. Nilai-nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kepercayaannya masing-masing c. Mengembangkan sikap hormat dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda. d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama. e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan merupakan masalah yang menyangkut pribadi. f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama. g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan YME. b. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, adat, ras, agama, gender kedudukan sosial, dan juga warna kulit. c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. d. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepaslira. e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 3. 4. 415 g. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. h. Berani membela kebenaran dan keadilan. i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. j. Mengembangkan sikap hormat-menghormarti dan bekerja sama dengan bangsa lain. Nilai-nilai Sila Persatuan Indonesia a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. c. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa. d. Mengembangkan rasa kebanggan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. e. Memelihara ketrtiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai secara musyawarah. e. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musywarah. f. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan golongan ataupun pribadi. g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 416 5. Nilai-nilai Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia a. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan. b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d. Menghormati hak orang lain. e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat mandiri. f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan kepada orang lain. g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. h. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dan merugikan kepentingan umum. i. Suka bekerja keras. j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat. k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dari nilai-nilai Pancasila tersebut, peserta didik dapat menerapkan sikap positif dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut ini. 1. 2. 4. Sikap positif terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. a. Jika antar pemeluk agama saling menghormati dan bekerja sama maka kerukunan akan tercipta. b. Setiap individu tidak boleh memaksakan agamanya kepada orang lain. Sikap positif terhadap Sila kemanusiaan yang adil dan beradab. a. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. b. Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. 3. Sikap positif terhadap Sila Persatuan Indonesia. a. Mengembangkan persatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. b. Menjaga kerukunan antar bangsa. Sikap positif terhadap sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. a. Menjunjung tinggi hak dan kewajiban seseorang dalam sebuah musyawarah. Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... b. 5. 417 Mengambil keputusan yang sesuai dengan kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi. Sikap positif terhadap sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia a. Menganggap bahwa derajat semua manusia itu sama. b. Tidak membeda-bedakan keadilan seseorang. Nilai dan sikap positif yang terdapat dalam nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila seharusnya dapat diterapkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat membantu peserta didik untuk memperoleh keadaan yang tentram dan damai. Hal tersebut dikarenakan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila merupakan ciri khas atau kepribadian asli bangsa Indonesia yang harus selalu ditampilkan secara jelas dalam kehidupan sehari-hari. Namun, saat ini kesadaran masyarakat untuk melaksanakan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila sudah mulai luntur. Untuk menyiasatinya maka diperlukan penguatan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila sejak dini, bisa melalui dua hal yakni jalur pendidikan dan juga jalur media masa. Manfaat Penanaman Nilai Pendidikan Karakter dan Nilai Pancasila pada Siswa Manfaat dari penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila pada peserta didik adalah semakin terarahnya kehidupan masyarakat ketika telah dewasa. Tidak hanya melakukan sesuai dengan keinginannya saja, melainkan dapat diatur sesuai dengan norma dan nilai asli Indonsia. Jika membahas mengenai hubungan antara nilai dan juga pendidikan di Indonesia, maka muncullah sebuah pernyataan bahwa sebuah nilai akan mengajarkan mengenai ide yang akan dijadikan sebagai pandangan hidup yang sangat berharga. Seseorang akan memiliki karakter yang positif apabila memiliki kebiasaan yang positif dalam mengambil dan menanggapi keadaan di dalam hidupnya. Kebiasaan juga akan membawa seseorang kepada proses adaptasi penerapan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan pendidikan karakter yang utama adalah di dalam keluarga, namun sebagai seorang pendidik, guru juga sangat berperan penting dalam menerapkan nilai pendidikan karakter. Salah satu kendala penanaman pendidikan karakter di rumah adalah jika keluarga, khususnya orang tua memiliki rutinitas yang sangat 418 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa padat,sehingga peran guru di sekolah akan semakin dibutuhkan, karena peserta didik tidak mendapatkan perhatian yang tepat. Bekal nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila pada siswa akan mengantarkannya pada lingkungan sosial. Sesuai dengan pendapat Sukmadinata yang menjelaskan bahwa lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar manusia. Seorang peserta didik yang mendapatkan pendidikan akan melalui sebuah bimbingan dan latihan untuk membantu pengembangan potensi yang ada di dalam dirinya. Pendidikan juga akan menyelamatkan peserta didik, ketika melalui masa perubahan dari masa anak-anak menuju tahap yang lebih tinggi ataupun lebih baik. Namun, setiap individu memiliki cara sendiri-sendiri dalam melakukan perubahan di hidupnya. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni faktor keturunan, lingkungan, dan pendidikan. Maka dari itu, pentingnya pendidikan bagi seorang peserta didik, karena pendidikan dibutuhkan seseorang sejak dia bayi hingga sepanjang perjalanan hidupnya. Untuk memahami karakter dari peserta didik dibutuhkan tiga aspek penting yakni aspek biologis, psikologis, dan perbedaan intelektual. Ketiga aspek ini dapat diperkuat dengan menempuh pendidikan yang baik ketika berada di sekolah. Peran guru sebagai model utama di sekolah sangat dibutuhkan bagi setiap peserta didik. Tingkah laku dan sikap seorang pendidik akan selalu ditiru oleh para peserta didik. Maka dari itu, dalam proses penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila guru harus menerapkan nilai dan juga norma yang ada di masyarakat, bangsa, dan negara. Nilai dasar bangsa Indonesia adalah nilai Pancasila, maka setiap tingkah laku seorang pendidik dan peserta didik harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam penanaman nilai pendidikan dan nilai Pancasila bagi siswa. Selain menyampaikan ilmu pengetahuan, seorang guru juga harus menyampaikan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kehidupan sosial. Guru juga dituntut untuk memiliki kepribadian yang positif, sehingga penyampaian nilai-nilai akan semakin maksimal. Tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, guru juga harus selalu belajar dan menambah pengetahuannya serta keterampilannya. Agar pengetahuan dan keterampilannya tidak ketinggalan zaman. Sesuai pernyataan diatas, peran guru menurut Moedikdo ada sembilan macam diantaranya sebagai seorang pendidik, Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 419 pembimbing, komunikator, motivator, mediator, informator, evaluator, fasilitator; dan director. Maka dari itu, peran yang dimiliki oleh seorang guru dapat menggantikan posisi orang tua ketika berada di sekolah. Peserta didik diharapkan dalam menghindari hal-hal negatif di hidupnya, karena selalu mendapatkan arahan yang positif dari para pendidik. Namun ada beberapa peserta didik yang tetap melakukan pelanggaran dan kenakalan remaja. Upaya yang dapat diambil oleh seorang pendidik adalah: 1. Pendidikan diharapkan mampu memberikan contoh tingkah laku yang tidak menyimpang dari norma. 2. Pendidik diharapkan mampu memberikan motivasi kepada peserta didik. 3. Pendidik diharapkan memberikan informai mengenai bahaya tindakan kriminal. 4. Pendidik mengawasi perkembangan dan tingkah laku peserta didik. 5. Pendidik memberikan bimbingan kepribadian kepada peserta didik. 6. Pendidik mengarahkan peserta didik untuk melakukan hal-hal yang positif. Namun upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik tidak akan berjalan dengan maksimal apabila tidak didukung oleh upaya orang tua ketika di rumah. Dibutuhkan kerjasama yang baik diantara keduanya, agar kenakalan remaja dapat diminimalisir. Hal tersebut dikarenakan kenakalan remaja meskipun sangatsederhana akan menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kehidupan peserta didik sendiri. Pembinaan yang terarah dari seorang guru kepada peserta didik yang berada pada posisi remaja dapat mengembangkan antara aspek rasio dan aspek emosi yang positif. Segala bentuk tindakan yang positif akan mengarahkan kepada perbuatan yang sopan, bertanggung jawab serta sopan dalam berbagai hal. Penggunaan Metode GPS sebagai Upaya Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan Pendidikan Pancasila bagi Siswa Setelah memahami apa saja nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila beserta manfaat penerapannya, maka pembahasan yang ketiga berlanjut kepada penggunaan metode GPS sebagai upaya meningkatakan pendidikan karakter dan pendidikan Pancasila pada siswa. Pengertian dari metode adalah salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh 420 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa seorang guru adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Metode ini dirancang agar peserta didik lebih termotivasi untuk melaksanakan hal-hal positif di kehidupannya. Metode GPS adalah sebuah metode yang berasal dari akronim kara Gerakan Positif Siswa. Gerakan ini ditujukan agar para siswa dapat termotivasi untuk melakukan hal-hal positif setiap hari. GPS berbentuk seperti buku saku yang sangat kecil dan dimiliki oleh setiap siswa. Di dalam GPS akan tertulis hal-hal yang dilakukan oleh siswa setiap harinya. Hal-hal tersebut didasari oleh nilai pendidikan karakter dan juga nilai Pancasila. Jika seorang siswa telah melaksanakan salah satu poin dari GPS, maka dapat meminta tanda tangan kepada pengamat. Pengamat disini adalah seseorang yang dianggap mampu untuk mengawasi segala aktivitas siswa, bisa orang tua di rumah, guru, walikelas, kepala sekolah bahkan perangkat desa setempat. Saat meminta tanda tangan sebagai bukti pelaksanaan GPS, peserta didik akan diberikan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan poin yang disetujui. Contohnya adalah, jika seorang siswa melaksanakan salah satu poin nilai pendidikan karakter yaitu nilai Religius, siswa menunjukkan dengan cara rajin beribadah sesuai dengan keyakinannya. Setelah itu siswa dapat meminta tanda tangan untuk melengkapi poin-poin pada GPS. Jika semua poin telah diselesaikan oleh siswa, maka siswa dapat mengikuti syarat yang akan diajukan oleh guru. Misalnya adalah, jika para siswa telah menyelesaikan seluruh poin pada GPS maka siswa dapat mengikuti ujian akhir semester,sehingga kelengkapan dari GPS setiap siswa akan menentukan pendidikan yang ditempuh oleh seorang peserta didik. Jika hal ini dapat berjalan dengan maksimal, maka peserta didik akan terbiasa melakukan hal-hal positif baik dalam keadaan sendirian maupun berada pada keramaian. Penggunaan metode GPS ini sangat cocok diberikan kepada peserta didik yang berada pada masa remaja yakni sekolah menengah pertama. Peserta didik dapat membentuk konsep dan pengalaman hidup yang positif apabila selalu diarahkan dan dipantau oleh guru maupun orang tua. PENUTUP Pelaksanaan yang diharapkan dari metode GPS sebagai upaya peningkatan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila tidaklah mudah diwujudkan.Namun dengan adanya kerjasama yang baik maka dapat Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 421 dilaksanakan secara baik pula. Hal tersebut dapat mengarahkan peserta didik kepada kehidupan yang lebih baik, karena sesuai dengan nama aslinya GPS jika berada pada sebuah teknologi memiliki pengertian sebuah hal yang dapat mengarahkan. Maka metode GPS juga diharapkan dapat mengarahkan peserta didik secara dini ke dalam jalan yang baik. Peserta didik dapat melaksanakan norma dan peraturan kehidupan secara sosial di masyarakat luas,sehingga kehidupannya akan semakin positif dan berada pada kondisi yang stabil. Hal tersebut dapat meminimalisir kenakalan remaja yang saat ini marak terjadi kepada para peserta didik. Pemberian tanda tangan kepda peserta didik yang telah melaksanakan poin GPS juga akan memberikan pemahaman lebih jika orang-orang di sekitarnya selalu memperhatikan secara khusus. Selain itu, peserta didik juga akan selalu termotivasi dan menganggap bahwa lingkungannya menyayangi dan memberikan penghargaan atas apa yang dilakukannya. DAFTAR PUSTAKA Alfandi, Haryanto. 2011. Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis. Jogjakarta: ArRuzz Media. Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evalusi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Asmani, Jamal Ma’mur. 2010. Micro Teaching & Team Teaching. Jogjakarta: Diva Press. Dahlan, Saronji dan Asyari. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga. Darmansyah. 2012. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi Aksara. Dewey, John. 2008. Pengalaman dan Pendidikan. Yogyakarta: Kepel Press. Holt, John. 2016. Belajar Sepanjang Waktu. Jakarta: Gelora Kasara Pratama. Kusuma, Wijaya. 2012. Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya. Jakarta: PT Indeks. Salikun dkk. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/ Mts Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salikun dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/ Mts Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 422 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Salim, Moh. Haitami. 2013. Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasinya Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Yogyakarta: ArRuzz Media. Santrock, John W. 2016. Psikologi Pendidikan Educationaal Psychology. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Thoha, M. Chabib. 2003. Tekhnik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Thoifuri. 2008. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group. Wahidin. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Tanggerang: Penerbit In Media. Yustisia, N. 2013. Hypno Teaching Seni Ajar Mengeksplorasi Otak Peserta Didik. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 409 METODE GPS (GERAKAN POSITIF SISWA) GUNA MENINGKATKAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN NILAI PANCASILA PADA SISWA Rhegita Resih Kemuning SMP Negeri 25 Malang Guru adalah sosok orang tua kedua bagi siswa ketika berada di sekolah, sehingga seorang guru harus memiliki perilaku yang positif, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yustisia yang menyatakan bahwa, guru tidak hanya sebatas pada mengajarkan keilmuan, tetapi juga mendidik dan mengajar tentang hal-hal yang berhubungan dengan spiritualitas dan keterampilan fisik. Seorang guru yang baik tidak hanya dituntut untuk mengajarkan materi pembelajaran yang ada di sekolah, melainkan juga mengajarkan banyak nilai pendidikan karakter dan juga nilai Pancasila. Nilai sendiri memiliki sebuah pengertian yakni sesuatu yang berguna, benar, indah, dan juga baik. Salim menyatakan bahwa Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran sikap perasaan perkataan dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum tata krama, budaya, dan adat istiadat. Salah satu mata pelajaran yang memberikan banyak nilai positif adalah mata pelajaran PPKn. Di dalam mata pelajaran PPKn terdapat nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila yang harus selalu dikembangkan oleh para peserta didik ketika menempuh pendidikan. Pendidikan memiliki pengertian yang sangat luas karena mencangkup beberapa perbuatan untuk meningkatkan nilai-nilai pengetahuan, pengalaman, kecakapan, serta berbagai keterampilan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Salim mengenai pengertian pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik,ini dilakukan terhadap semua aspek perkembangan kepribadian, baik jasmani dan rohani. Nilai-nilai pada mata pelajaran PPKn dapat diterapkan dalam proses kehidupan saat peserta didik 409 410 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa berada di masyarakat. Salah satu materi yang ada di mata pelajaran PPKn yang sangat penting namun saat ini mulai dilupakan adalah norma. Keberadaan norma yang ada di masyarakat dapat menjadikan kehidupan lebih tertib dan terkendali. Materi Norma dapat membuat peserta didik memiliki kesadaran hidup dan berfikir secara kreatif. Hal tersebut sesuai dengan pendapatSantrock yang menjelaskan bahwa kesadaran berarti menjadi waspada hadir secara mental dan kognitif fleksibel saat melalui kegiatan dan tugas hidup sehari-hari, sedangkan berpikir kritis adalah berpikir reflektif, produktif, dan mengevaluasi bukti. Para peserta didik khususnya sekolah menengah pertama haruslah memiliki kesadaran dan cara berpikir kritis agar dapat menciptakan ideide baru, terbuka terhadap informasi baru, dan sadar lebih dari satu perpesktif. Jika seorang peserta didik dapat berpikir secara kritis, maka penanaman nilai pendidikan karakter dan juga nilai Pancasila akan berjalan secara maksimal. Peserta didik di tingkat sekolah menengah pertama berada pada fase remaja, yakni sebuah masa peningkatan pengambilan keputusan. Di masa remaja, peserta didik berada pada kondisi yang tidak menentu dan sering menimbulkan konflik ataupun masalah. Menurut Sukmadinata pada masa remaja akan terjadi berbagai gejolak hidup ataupun kemelut yang berhubungan dengan afektif, sosial, intelektual, dan juga moral seseorang. Hal tersebut dapat terjadi karena perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat, sehingga menimbulkan ketidakstabilan kepribadian seorang remaja. Pernyataan tersebut yang saat ini sering di dengar dengan istilah labil ketika menghadapi sebuah permasalahan hidup. John Wock menjelaskan bahwa seorang yang dapat memecahkan masalah akan menemukan cara yang tepat untuk mencapai tujuannya. Jika seseorang tidak dapat memecahkan permasalahannya, maka akan menimbulkan banyak konflik seperti yang dialami para remaja saat ini. Namun, kenakalan remaja dan konflik di masyarakat tidak akan terjadi apabila nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila dapat diterapkan oleh peserta didik. Seluruh masyarakat menginginkan kehidupan yang harmonis, rukun, dan juga damai, hal tersebut dapat terjadi jika semua pihak mampu menampilkan sifat positif baik saat sendiri maupun di tengah pergaulan sehari-hari. Guru dan orang tua menginginkan dengan adanya mata pelajaran PPKn, kenakalan remaja dapat sedikit diminimalisir. Seorang guru Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 411 khususnya selalu dihadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan juga sosial. Seorang guru PPKn juga dituntut untuk memiliki kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam keadaan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mata pelajaran PPKn memiliki peranan yang sangat penting karena memiliki dasar positif yang berasal dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Pendidikan karakter mengembangkan sebuah nilai-nilai yang mengacu pada empat hal yakni, agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan bangsa Indonesia. Sasaran dan perbuatan pendidikan selalu bersifat normatif dan terarah kepada sebuah hal yang baik. Jika tujuan yang diharapkan positif, maka proses pendidikannya pun juga harus positif, konstruktif, dan juga normatif. Namun tantangannya adalah, penanaman pendidikan karakter tidaklah mudah diperlukan proses yang panjang dalam membentuk sebuah karakter positif pada seseorang khususnya peserta didik. Karakter peserta didik dapat dibangun jika terdapat sebuah sistem yang saling kuat yakni kerjasama orang tua di rumah dan guru di sekolah. Wijaya Kusuma berpendapat bahwa sistem dapat terjadi jika guru dan orang tua berpikir keras dalam menanamkan moral pada siswa dan tetap menjaga akhlaknya dengan baik. Dari penjelasan diatas muncul beberapa pertanyaan yakni, apa sajakah nilai pendidikan karakter dan nilai yang terkandung di dalam Pancasila, apa saja manfaat penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila, dan yang ketiga apa yang dimaksud dengan metode GPS bagi penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila bagi siswa. Sesuai dengan pernyataan diatas maka penulis melakukan evaluasi dan inovasi dengan membuat sebuah metode yang bernama metode GPS. Metode GPS adalah akronim dari kata Gerakan Positif Siswa dan diharapkan dapat meningkatkan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila pada siswa khususnya siswa sekolah menengah pertama yang berada pada masa perubahan dan mencari jati diri yang sesungguhnya. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dalam penanaman nilai-nilai positif. Nilai Pendidikan Karakter dan Nilai Pancasila Saat ini pembelajaran di Indonesia menggunakan sebuah kurikulum yang bernama Kurikulum 2013. Di dalam Kurikulum 2013 terdapat 412 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa sebuah konsep yang menganjurkan kepada pendidik untuk menggunakan nilai pendidikan karakter di setiap proses pembelajarannya. Hal tersebut sangatlah tepat karena nilai pendidikan karakter memiliki tujuan yang sangat positif bagi peserta didik. Sama halnya dengan nilai karakter, peran dari nilai-nilai Pancasila juga sangat penting karena berasal dari nilai-nilai luhur bangsa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dahlan danAsyari yang menjelaskan, bahwa Pancasila dijadikan pandangan hidup bangsa yang sebenarnya dan merupakan perwujudan dari nilainilai budaya milik bangsa Indonesia sendiri, yang diyakini kebaikan dan kebenaranya. Jika membahas mengenai nilai karakter dan nilai Pancasila, alangkah baiknya jika mengetahui terlebih dahulu pengertian dari nilai itu sendiri. Menurut pendapat Dahlan nilai merupakan sebuah hal di dalam ranah filsafat, sesungguhnya nilai itu memiliki arti yang sangat luas bila dihubungkan dengan unsur yang ada pada diri manusia seperti akal, pikiran, perasaan, dan juga keyakinan. Nilai dalam arti yang sesungguhnya tidak hanya sekedar konsep abstak, melainkan sebuah hal yang ditanamkan dengan sepenuh hati dan juga mempengaruhi jiwa raga seseorang. Nilai juga dijalankan secara dinamis dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Sebuah nilai bersumber pada budi pekerti seseorang yang selalu memiliki tujuan hidup untuk mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia ke arah yang lebih baik. Nilai akan menjadi petunjuk yang mengarahkan tingkah laku manusia dalam kesehariannya. Nilai sendiri memiliki 6 ciri sebagai berikut. 1. Dibentuk dan disebarluakan oleh masyarakat melalui hasil interaksi sehari-hari dan proses belajar. 2. Nilai merupakan sebuah bagian dari pemenuhan kebutuhan dan kepuasaan masyarakat. 3. Nilai memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan. 4. Nilai memiliki peranan sebagai perubahan perkembangan diri seseorang. 5. Pengaruh yang ditimbulkan dari nilai tersebut setiap masyarakat berbeda-beda. 6. Terbentuk sistem nilai yang mengikat kehidupan masyarakat. Setelah mengetahui pengertian dan ciri-ciri nilai yang ada di masyarakat, maka pembahasan akan semakin terpusat kepada nilai Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 413 pendidikan karakter dan nilai Pancasila. Nilai pendidikan karakter yang harus dijalankan seorang pendidik kepada peserta didik sebanyak 18 nilai sebagai berikut. 1. Nilai Religius. Patuh terhadap ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap agama lain, menjalani kehidupan rukun antar umat beragama. 2. Nilai Jujur. Sikap dalam diri yang menunjukkan bahwa seseorang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan juga pekerjaan. 3. Nilai Toleransi. Menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan yang berbeda dengan dirinya. 4. Nilai Disiplin. Perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Nilai Kerja Keras. Perilaku tidak mudah menyerah dalam menggapai sebuah tujuan. 6. Nilai Kreatif. Memikirkan rancangan untuk hasil baru yang menarik. 7. Nilai Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain. 8. Nilai Demokratis. Pemikiran yang sederajat dalam pemenuhan hak dan kewajiban terhadap seseorang. 9. Nilai Rasa Ingin Tahu.Perasaan yang mendalam mengenai sesuatu hal yang dipelajarinya. 10. Nilai Semangat Kebangsaan. Sikap semangat yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Nilai Cinta Tanah Air. Sikap cinta terhadap tanah airnya dan menempatkan kepentingan bangsanya di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 12. Nilai Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Nilai Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan tindakan yang selalu semangat dalam membina sebuah persahabatan dan komunikasi dengan orang lain. 14. Nilai Cinta Damai. Selalu menempatkan kasih dan sayang dalam dasar tindahkannya 15. Nilai Gemar Membaca. Kebiasaan menambah wawasan dan pemikiran dengan membaca buku-buku yang bermanfaat Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 414 16. Nilai Peduli Lingkungan. Selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya. 17. Nilai Peduli Sosial. Tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Nilai Tanggung Jawab. Sikap pemenuhan tugas dan kewajiban, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan juga Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai Pancasila yang harus selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik terdapat lima bagian utama yang dijabarkan dalam berbagai poin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Dahlan dan juga Asyari yang menyebutkan bahwa, 1. 2. Nilai-nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kepercayaannya masing-masing c. Mengembangkan sikap hormat dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda. d. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama. e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan merupakan masalah yang menyangkut pribadi. f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama. g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Nilai-nilai Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan YME. b. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, adat, ras, agama, gender kedudukan sosial, dan juga warna kulit. c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. d. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepaslira. e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 3. 4. 415 g. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. h. Berani membela kebenaran dan keadilan. i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. j. Mengembangkan sikap hormat-menghormarti dan bekerja sama dengan bangsa lain. Nilai-nilai Sila Persatuan Indonesia a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. c. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa. d. Mengembangkan rasa kebanggan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. e. Memelihara ketrtiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai secara musyawarah. e. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musywarah. f. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan golongan ataupun pribadi. g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan YME. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 416 5. Nilai-nilai Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia a. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan. b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d. Menghormati hak orang lain. e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat mandiri. f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan kepada orang lain. g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. h. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dan merugikan kepentingan umum. i. Suka bekerja keras. j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat. k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dari nilai-nilai Pancasila tersebut, peserta didik dapat menerapkan sikap positif dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut ini. 1. 2. 4. Sikap positif terhadap Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. a. Jika antar pemeluk agama saling menghormati dan bekerja sama maka kerukunan akan tercipta. b. Setiap individu tidak boleh memaksakan agamanya kepada orang lain. Sikap positif terhadap Sila kemanusiaan yang adil dan beradab. a. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. b. Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. 3. Sikap positif terhadap Sila Persatuan Indonesia. a. Mengembangkan persatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. b. Menjaga kerukunan antar bangsa. Sikap positif terhadap sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. a. Menjunjung tinggi hak dan kewajiban seseorang dalam sebuah musyawarah. Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... b. 5. 417 Mengambil keputusan yang sesuai dengan kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi. Sikap positif terhadap sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia a. Menganggap bahwa derajat semua manusia itu sama. b. Tidak membeda-bedakan keadilan seseorang. Nilai dan sikap positif yang terdapat dalam nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila seharusnya dapat diterapkan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat membantu peserta didik untuk memperoleh keadaan yang tentram dan damai. Hal tersebut dikarenakan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila merupakan ciri khas atau kepribadian asli bangsa Indonesia yang harus selalu ditampilkan secara jelas dalam kehidupan sehari-hari. Namun, saat ini kesadaran masyarakat untuk melaksanakan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila sudah mulai luntur. Untuk menyiasatinya maka diperlukan penguatan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila sejak dini, bisa melalui dua hal yakni jalur pendidikan dan juga jalur media masa. Manfaat Penanaman Nilai Pendidikan Karakter dan Nilai Pancasila pada Siswa Manfaat dari penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila pada peserta didik adalah semakin terarahnya kehidupan masyarakat ketika telah dewasa. Tidak hanya melakukan sesuai dengan keinginannya saja, melainkan dapat diatur sesuai dengan norma dan nilai asli Indonsia. Jika membahas mengenai hubungan antara nilai dan juga pendidikan di Indonesia, maka muncullah sebuah pernyataan bahwa sebuah nilai akan mengajarkan mengenai ide yang akan dijadikan sebagai pandangan hidup yang sangat berharga. Seseorang akan memiliki karakter yang positif apabila memiliki kebiasaan yang positif dalam mengambil dan menanggapi keadaan di dalam hidupnya. Kebiasaan juga akan membawa seseorang kepada proses adaptasi penerapan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan pendidikan karakter yang utama adalah di dalam keluarga, namun sebagai seorang pendidik, guru juga sangat berperan penting dalam menerapkan nilai pendidikan karakter. Salah satu kendala penanaman pendidikan karakter di rumah adalah jika keluarga, khususnya orang tua memiliki rutinitas yang sangat 418 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa padat,sehingga peran guru di sekolah akan semakin dibutuhkan, karena peserta didik tidak mendapatkan perhatian yang tepat. Bekal nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila pada siswa akan mengantarkannya pada lingkungan sosial. Sesuai dengan pendapat Sukmadinata yang menjelaskan bahwa lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar manusia. Seorang peserta didik yang mendapatkan pendidikan akan melalui sebuah bimbingan dan latihan untuk membantu pengembangan potensi yang ada di dalam dirinya. Pendidikan juga akan menyelamatkan peserta didik, ketika melalui masa perubahan dari masa anak-anak menuju tahap yang lebih tinggi ataupun lebih baik. Namun, setiap individu memiliki cara sendiri-sendiri dalam melakukan perubahan di hidupnya. Hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni faktor keturunan, lingkungan, dan pendidikan. Maka dari itu, pentingnya pendidikan bagi seorang peserta didik, karena pendidikan dibutuhkan seseorang sejak dia bayi hingga sepanjang perjalanan hidupnya. Untuk memahami karakter dari peserta didik dibutuhkan tiga aspek penting yakni aspek biologis, psikologis, dan perbedaan intelektual. Ketiga aspek ini dapat diperkuat dengan menempuh pendidikan yang baik ketika berada di sekolah. Peran guru sebagai model utama di sekolah sangat dibutuhkan bagi setiap peserta didik. Tingkah laku dan sikap seorang pendidik akan selalu ditiru oleh para peserta didik. Maka dari itu, dalam proses penanaman nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila guru harus menerapkan nilai dan juga norma yang ada di masyarakat, bangsa, dan negara. Nilai dasar bangsa Indonesia adalah nilai Pancasila, maka setiap tingkah laku seorang pendidik dan peserta didik harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam penanaman nilai pendidikan dan nilai Pancasila bagi siswa. Selain menyampaikan ilmu pengetahuan, seorang guru juga harus menyampaikan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kehidupan sosial. Guru juga dituntut untuk memiliki kepribadian yang positif, sehingga penyampaian nilai-nilai akan semakin maksimal. Tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, guru juga harus selalu belajar dan menambah pengetahuannya serta keterampilannya. Agar pengetahuan dan keterampilannya tidak ketinggalan zaman. Sesuai pernyataan diatas, peran guru menurut Moedikdo ada sembilan macam diantaranya sebagai seorang pendidik, Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 419 pembimbing, komunikator, motivator, mediator, informator, evaluator, fasilitator; dan director. Maka dari itu, peran yang dimiliki oleh seorang guru dapat menggantikan posisi orang tua ketika berada di sekolah. Peserta didik diharapkan dalam menghindari hal-hal negatif di hidupnya, karena selalu mendapatkan arahan yang positif dari para pendidik. Namun ada beberapa peserta didik yang tetap melakukan pelanggaran dan kenakalan remaja. Upaya yang dapat diambil oleh seorang pendidik adalah: 1. Pendidikan diharapkan mampu memberikan contoh tingkah laku yang tidak menyimpang dari norma. 2. Pendidik diharapkan mampu memberikan motivasi kepada peserta didik. 3. Pendidik diharapkan memberikan informai mengenai bahaya tindakan kriminal. 4. Pendidik mengawasi perkembangan dan tingkah laku peserta didik. 5. Pendidik memberikan bimbingan kepribadian kepada peserta didik. 6. Pendidik mengarahkan peserta didik untuk melakukan hal-hal yang positif. Namun upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik tidak akan berjalan dengan maksimal apabila tidak didukung oleh upaya orang tua ketika di rumah. Dibutuhkan kerjasama yang baik diantara keduanya, agar kenakalan remaja dapat diminimalisir. Hal tersebut dikarenakan kenakalan remaja meskipun sangatsederhana akan menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kehidupan peserta didik sendiri. Pembinaan yang terarah dari seorang guru kepada peserta didik yang berada pada posisi remaja dapat mengembangkan antara aspek rasio dan aspek emosi yang positif. Segala bentuk tindakan yang positif akan mengarahkan kepada perbuatan yang sopan, bertanggung jawab serta sopan dalam berbagai hal. Penggunaan Metode GPS sebagai Upaya Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan Pendidikan Pancasila bagi Siswa Setelah memahami apa saja nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila beserta manfaat penerapannya, maka pembahasan yang ketiga berlanjut kepada penggunaan metode GPS sebagai upaya meningkatakan pendidikan karakter dan pendidikan Pancasila pada siswa. Pengertian dari metode adalah salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh 420 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa seorang guru adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Metode ini dirancang agar peserta didik lebih termotivasi untuk melaksanakan hal-hal positif di kehidupannya. Metode GPS adalah sebuah metode yang berasal dari akronim kara Gerakan Positif Siswa. Gerakan ini ditujukan agar para siswa dapat termotivasi untuk melakukan hal-hal positif setiap hari. GPS berbentuk seperti buku saku yang sangat kecil dan dimiliki oleh setiap siswa. Di dalam GPS akan tertulis hal-hal yang dilakukan oleh siswa setiap harinya. Hal-hal tersebut didasari oleh nilai pendidikan karakter dan juga nilai Pancasila. Jika seorang siswa telah melaksanakan salah satu poin dari GPS, maka dapat meminta tanda tangan kepada pengamat. Pengamat disini adalah seseorang yang dianggap mampu untuk mengawasi segala aktivitas siswa, bisa orang tua di rumah, guru, walikelas, kepala sekolah bahkan perangkat desa setempat. Saat meminta tanda tangan sebagai bukti pelaksanaan GPS, peserta didik akan diberikan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan poin yang disetujui. Contohnya adalah, jika seorang siswa melaksanakan salah satu poin nilai pendidikan karakter yaitu nilai Religius, siswa menunjukkan dengan cara rajin beribadah sesuai dengan keyakinannya. Setelah itu siswa dapat meminta tanda tangan untuk melengkapi poin-poin pada GPS. Jika semua poin telah diselesaikan oleh siswa, maka siswa dapat mengikuti syarat yang akan diajukan oleh guru. Misalnya adalah, jika para siswa telah menyelesaikan seluruh poin pada GPS maka siswa dapat mengikuti ujian akhir semester,sehingga kelengkapan dari GPS setiap siswa akan menentukan pendidikan yang ditempuh oleh seorang peserta didik. Jika hal ini dapat berjalan dengan maksimal, maka peserta didik akan terbiasa melakukan hal-hal positif baik dalam keadaan sendirian maupun berada pada keramaian. Penggunaan metode GPS ini sangat cocok diberikan kepada peserta didik yang berada pada masa remaja yakni sekolah menengah pertama. Peserta didik dapat membentuk konsep dan pengalaman hidup yang positif apabila selalu diarahkan dan dipantau oleh guru maupun orang tua. PENUTUP Pelaksanaan yang diharapkan dari metode GPS sebagai upaya peningkatan nilai pendidikan karakter dan nilai Pancasila tidaklah mudah diwujudkan.Namun dengan adanya kerjasama yang baik maka dapat Metode GPS (Gerakan Postif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan.... 421 dilaksanakan secara baik pula. Hal tersebut dapat mengarahkan peserta didik kepada kehidupan yang lebih baik, karena sesuai dengan nama aslinya GPS jika berada pada sebuah teknologi memiliki pengertian sebuah hal yang dapat mengarahkan. Maka metode GPS juga diharapkan dapat mengarahkan peserta didik secara dini ke dalam jalan yang baik. Peserta didik dapat melaksanakan norma dan peraturan kehidupan secara sosial di masyarakat luas,sehingga kehidupannya akan semakin positif dan berada pada kondisi yang stabil. Hal tersebut dapat meminimalisir kenakalan remaja yang saat ini marak terjadi kepada para peserta didik. Pemberian tanda tangan kepda peserta didik yang telah melaksanakan poin GPS juga akan memberikan pemahaman lebih jika orang-orang di sekitarnya selalu memperhatikan secara khusus. Selain itu, peserta didik juga akan selalu termotivasi dan menganggap bahwa lingkungannya menyayangi dan memberikan penghargaan atas apa yang dilakukannya. DAFTAR PUSTAKA Alfandi, Haryanto. 2011. Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis. Jogjakarta: ArRuzz Media. Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evalusi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Asmani, Jamal Ma’mur. 2010. Micro Teaching & Team Teaching. Jogjakarta: Diva Press. Dahlan, Saronji dan Asyari. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga. Darmansyah. 2012. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta: Bumi Aksara. Dewey, John. 2008. Pengalaman dan Pendidikan. Yogyakarta: Kepel Press. Holt, John. 2016. Belajar Sepanjang Waktu. Jakarta: Gelora Kasara Pratama. Kusuma, Wijaya. 2012. Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya. Jakarta: PT Indeks. Salikun dkk. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/ Mts Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salikun dkk. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/ Mts Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 422 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Salim, Moh. Haitami. 2013. Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasinya Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Yogyakarta: ArRuzz Media. Santrock, John W. 2016. Psikologi Pendidikan Educationaal Psychology. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Thoha, M. Chabib. 2003. Tekhnik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Thoifuri. 2008. Menjadi Guru Inisiator. Semarang: RaSAIL Media Group. Wahidin. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Tanggerang: Penerbit In Media. Yustisia, N. 2013. Hypno Teaching Seni Ajar Mengeksplorasi Otak Peserta Didik. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Prental Educatioon Menjawab Krisis Generasi Berkarakter 423 PRENATAL EDUCATION MENJAWAB KRISIS GENERASI BERKARAKTER Ainul Yaqin MA. Mashlahatul Hidayah dan STIQNIS, STIDAR Sumenep “Pemuda hari ini adalah generasi masa depan hari esok” begitulah Sang Revolusioner akbar bersabda, untuk pemuda yang saat ini mengalami krisis karakter dalam berjiwa bijak dan bersifat profetik.Sebuah tantangan besar bagi kemajuan generasi kita umat Islam dan bangsa ini. Maka syekh Musthofa al-Ghulayaini (1949) menafsirkan hadist diatas dalam sebuah buku ‘IdzatunNasyi’in“Sesungguhnya ditangan pemudalah urusan Ummat.....” bahkan sang bapak proklamator kita (Soekarno) berkata: “Beri aku sepuluh pemuda, maka aku merdekakan negeri ini dari para penjajah” dan bahkan Yesus Kristuspun berkata: “Bapa di surga, beri hambamu ini 12 Murid, maka akan aku selamatkan manusia dari derita dan kehinaan”(Lembaga Al-kitab Indonesia, 2004), makna dari semua itu mengisyaratkan akan peran penting pemuda sebagai generasi harapan bangsa. Sebuah realita yang ada ditengah masyarakat saat ini telah mengalami krisis berkarakter profetik terutama bagi para pemuda.Hal ini dibuktikan dengan merosotnya moral dan tindak krimanal yang semakin menjalar keberbagai pelosok.Belum lagi prilaku asusila oleh anak dibawah umur ataupun oleh orang tua yang berusia lanjut seperti dalam berita-berita yang ada di medsos.Selain itu, faktor lingkungan yang bersifat eksternal mempengaruhi watak manusia, juga faktor internal dalam diri jiwa manusia sangat menentukan. Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Lumuddin menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung bahwa ada empat macam unsur pada watak manusia yaitu: 1. Unsur kehewanan adalah terdiri dari nafsu, sahwat. Tujuannya agar mereka mencapai pada kesehatan badan sebagai alat dan bertanggung jawab atas kualitas kehewanan seperti, makan, tidur, dan seks. 2. Unsur kebuasan adalah sifat marah, ambisi, yang tujuannya untuk menjaga diri dari segala yang dapat melukai jasmani. 423 424 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 3. Unsur kenakalan diperkenalkan, unsur tersebut ada pada sekitar berumur tujuh tahun. 4. Penjelmaan unsur-unsur ketuhanan sumber kualitas suka pada pujian, unsur tersebut lahir pada roh semenjak diciptakan. Keempat unsur tadi tidak berkembang secara sekaligus, akan tetapi berkembang secara sedikit demi sedikit (bertahap) sesuai dengan perkembangan usia dan lingkungan sekitar (Langgulung, 2003).Apabila perkembangan anak dibiarkan pada keempat unsur tersebut makauntuk mengarahkan suatu hal yang tidak tahu menjadi tahu tanpa ada upaya pendidikan. Tentunya hal ini dirasakan kurang optimal tanpa mengarahkan seseorang untuk lebih mengenal Tuhannya.Sebagaimana konsep AlGhazali yang dikutip oleh Ibnu Rush tentang tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkepribadian muslim, yaitu manusia bertakwa dengan sebenarnya takwa kepada Allah(Abidin Ibnu Rush. Pem. Al-ghazali 1998). Oleh karena itu, sangatlah dibutuhkan metode dan strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan agar sesuai harapan. Berdasarkan fakta dan realita diatas, sejatinya zaman sekarang cukup menghawatirkan kepribadian masadepan anak sebagai tunas pemuda bangsa dan negara.Dalam memahami agama diperlukan penawaran konsep pendidikan sedini mungkin yaitu prenatal (anak sebelum lahir), pendidikan prenatal tersebut dilakukan mulai dari tahapan memilih jodoh sampai proses pernikahan calon bapak-ibu sianak. Pendidikan prenatal yaitu pendidikan tidak langsung karena diberikan pada ibu yang mengandung. (Uhbiyati Nur. 2009). Istilah Long Life Education, menjadi stimulasi terhadap kalangan praktisi pendidikan barat untuk mengadakan penelitian.Pada tahun 1996 The American Assosiation of the Advancement of Sience melaporkan prenatal enrichment unit di Hua Chiew General Hospital, Bangkok, Thailand dengan pimpinan DR.C. Panthuraamphorn telah melakukan penelitian terhadap bayi Prenatal dan hasilnya disimpulkan bahwa bayi yang diberikan stimulus dalam usia kandungan lebih cepat mahir berbicara, menirukan suara, menyebutkan kata pertama, tersenyum secara spontan, dan juga mengembangkan pola sosial yang lebih baik pada saat dewasa. Hal ini pun dibuktikan oleh peneliti Dr. Mark Pitzer, Ph.D yang menulis “penelitian ilmiah membuktikan bahwa perkembangan intlektual anak dipengaruhi oleh faktor keturunan dan kondisi awal Prental Educatioon Menjawab Krisis Generasi Berkarakter 425 lingkungannya”. Awal lingkungan yang dimakasud sejak adalah sebelum lahir sampai usia 3 tahun. Tokoh pembaharu Perancis Jean Jaqques Rosseau mengatakan; “Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan waktu kita lahir hanya kita penuhi melalui pendidikan”(Rush,1998). Maka pendidikan prenatalbagian jawaban tantangan yang ada, sebuah tindakan antisipasi mulai sejak dalam kandungan dengan mengenalkan ajaran keagamaan, kedisiplinan, serta mental krakter baik merupakan solusi cerdas.Sebagaimana disampaikan juga oleh tokoh nasionalis kita Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara yang mengatakan; “satu-satunya yang dapat merubah sesuatu bangsa hanyalah pendidikan” (Kartono, 1995). Sejatinya pendidikan sebelum lahir (prenatal) merupakan tawaran konsep yang perlu direalisasikan keseluruh generasi umat Islam, khususnya dan bangsa pada umumnya mulai dari kalangan masyarakat kecil sampai kalangan tingkat elit yang mempunyai kebijakan dalam mengatur sistem kepemerintahan. Pendidikan Prenatal dalam Keluarga sebagai Garda Terdepan terhadap Terbentuknya Karakter DR C. Panthuramphom menyatakan dalam penelitiannya bahwa janin yang diberi stimulasi sebelum lahir cepat mahir berbicara, menirukan suara, menyebutkan kata pertama, tersenyum spontan, menolehkan kepala kearah suara orang tuanya, lebih tanggap musik, dan juga mengembankan pola sosialnya lebih baik saat dia dewasa. Pendapat tersebut diamini olehBaihaki yang menyatakan bahwa anak didalam kandungan (yang telah mendapatkan roh) sudah mampu merespon segala stimulus dari lingkungan luarnya. Penemuan ini dapat diterima oleh ilmuan muslim, karena Islam telah menjelaskan bahwa ketika roh ditiupkan pada anak akan memberikan kehidupan,sehingga memiliki daya koknitif tinggi (Nur, 2009). Disini Al-Quran memberikan penjelasan tentang masa kehidupan Janin, tepatnya pada QS. AlMukminun:14 yang berbuyi “Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik”. 426 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pada masa atau priode dalam kandungan yang bisa dididik menurut Ahlisin apabila telah memenuhi 4 syarat, diantara empat syarat itu adalah: 1. Anak dalam kandungan adalah janin yang sudah matang sebagai bayi yang hidup dan tumbuh secara normal (teleh memiliki roh). 2. Anak dalam kandungan yang layak mendapatkan pendidikan yaitu anak yang sudah berusia 5-6 bulan dari pembuahan (priode kegelapan tahap ke-3). 3. Anak dalam kandungan yang tidak terganggu fisik dan psikisnya. 4. Anak dalam kandungan yang sudah diketahui letak posisi dan jenis klaminnya. (Ahlishin,2004). Saat masa seperti itulah kedua orang tua berperan dalam mendidik anak, peranan tersebut tidak hanya dimiliki oleh sang ibu yang sedang mengandungnya, atau hanya diperankan oleh suami. Tidak semuanya berperan dalam mendidik anak, sebagaimana yang disebut dalam QS. An-Nisa: 34 yang berbunyi “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (lakilaki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. ………( QS. AnNisa’:34)”. Dari ayat tersebut dipahami kedudukan seorang suami diibaratkan seorang aktor yang paling berperan untuk menjadi “nahkoda” keluarga itu sendiri.Seorang ayah adalah tokoh yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya keluarga yang bahagia, tentunya bahagia dunia dan akhirat. Tugas seorang ayah adalah selain menjadi kepala rumah tangga adalah sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan keluarganya. Keberhasilan dan kegagalan suatu sistem pendidikan keluarga, menjadi tanggung jawab ayah. Lain halnya dengan ibu, ibarat sebuah persuahaan, seorang ibu layaknya seorang manager operasional pendidikan. Ibulah yang teramat dekat hubungannya dengan keluarga, sehingga perkembangan anak baik ataupun buruknya tergantung peranan sang ibu (walaupun tidak mutlak). Seorang ibu sangat dominan dalam alur keluarga, karena ibu adalah yang paling mengerti dan paling faham situasi di rumah,sehingga dalam rangka menciptakan pendidikan berdasarkan syariat keislaman yang kuat dilingkungan keluarga, terutama pada calon anak. Hal ini sangatlah dipandang perlu persiapan sedini mungkin dengan beberapa tahapan sebagai berikut. Prental Educatioon Menjawab Krisis Generasi Berkarakter 1. 427 Tahapan Memilih Jodoh Dalam pendidikan anak orang tua terutama seorang calon ibu notabenenya sebagai “madrasatul ulaa” yaitu tempat pertama seorang anak belajar. Orang tua merupakan pemegang peranan penting terhadap pendidikan dan kemajuan anak didik.Oleh karena itu, perlu berhati-hati dalam menentukan pilihan pasangan, setidaknya harus seagama(Tafsir, 2004). Dalam memilih jodoh kita jangan hanya melihat kecantikan, kekayaan atau postur tubuh yang dijadikan indikator utama untuk diprioritaskan, apalagi seorang yang musyrik. Apabila untuk mencetak anak yang berkarakter baik, maka harus melihat karakter keagamaannya baru kemudian nasab, kecantikan, dan harta. Sebuah kisah seorang sahabat yang ingin menikahi perempuan syirik telah dijelaskan pada ayat, yang artinya sebagai berikut. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintahperintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah:221) Pada azbabunnuzulnya ayat tersebut, diriwayatkan sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Murtsid Al-Ghanawi yang meminta izin kepada nabi Muhammad SAWuntuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik terpandang. Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Al-Wahidi yang bersumber pada Muqatil (Dahlan, dkk,2002). Dapat diambil hikmahnya dari kisah hadist tersebut, bahwa dalam memilih jodoh kita harus selektif jangan karena melihat mulusnya paha sintal atau mempunyai “masadepan” yang menonjol, apalagi seorang musyrik, maka untuk mencetak anak yang berkepribadian pendidikan Islami kita harus lebih memandang pada Al-Quran, “….. wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik…”.Hal ini bertujuan untuk mengarahkan pendidikan anak sedini mungkin, dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islami yang berkarakter mulia. Tujuan memilih jodoh berdasarkan konsep Al-Quran diatas adalah semata untuk meluruskan niat suci dalam mendidik anak pada fase prenatal, sehinggamembentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan Rahmah. Sebagaimana ayat berikut dalam QS. Ar-Rum:21, yang artinya;. 428 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum:21). 2. Hubungan Keluarga Sakinah dan Makanan yang Pantas Dikonsumsi Keluarga Terutama pada Masa Kehamilan Saat mendapatkan jodoh yang sesuai dengan syariat agama, maka hubungan suami istri harus dicetak seharmonis mungkin.Tidak boleh saling menang sendiri ataupun saling curiga, seharusnya saling mengalah dan menghargai serta saling mempercayai sebaiknya untuk memberikan kesan yang indah pada malam pertama.Langkah terbaik untuk menciptakan hubungan harmonis dan penuh mengesankan sudah dijelaskan dalam hadist Nabi dalam kitab Af’alul Ibad (77) yang dikutip oleh Musthofa Murod dalam bukunya, Rasulullah bersabda, yang artinya: “Jika seseorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka hendaklah dia memegang ubun-ubunnya, lalu menyebut nama Allah dan memohon keberkahan. Hendaklah dia mengucapkan: Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu akan kebaikannya dan kebaikan yang melekat padanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang melekat padanya. Apabila dia membeli seekor unta, maka hendaklah dia memegang ujung punuknya dan mengucapkan doa seperti itu” (HR. Bukhari dalam kitab Af’aal Al Ibaat). Sementara juga ada tata tertib mempergauli istri sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa’:19: “………dan bergaullah dengan mereka secara patut (baik) ………”(QS. An-Nisa’:19) Ditegaskan kembali pengertian “Bil-Ma’ruf ” dalam ayat berikut. ”Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 223). Sebagaimana ayat dan melaksanakan anjuran Hadis Rasulullah diatas, maka akan terjalinlah hubungan harmonis antara suami istri, sehingga tidak akan mempengaruhi kondisi janin ketika menghadapi kehamilan.Dimana dalam masa hamil seorang ibu sangat sensitif dengan situasi dan lingkungan disekitarnya, keharmonisan tersebut dapat juga Prental Educatioon Menjawab Krisis Generasi Berkarakter 429 menumbuhkan perkembangan positif pada kondisi kejiwaan anak pada fase prenatal dalam kandungan. Selain seorang ibu yang telah hamil harus mendoakan anaknya. Anak pada fase prenatal haruslah senantiasa didoakan oleh ibunya, karena setiap muslim meyakini bahwa hakikatnya, dan Allahlah yang menciptakan anak tersebut sedangkan orang tua hanyalah sebatas yang dititipkan olehNya. Seorang ibu harus senantiasa memakan makanan yang halal dan baik. Karena setiap yang dimakan oleh ibu, secara otomatis akan berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Selanjutnya, jika ia bermaksud agar anak yang pada fase prenatal lahir dengan cerdas dan berdedikasi tinggi dengan dengan kedewasaanya, maka ia harus menjaga benar-benar agar makanan dan minuman yang diberikan kepada anaknya itu haruslah baik dan halal. Makanan dan minuman yang halal tersebut diberinya kepada anak pada fase prenatal tentu saja melalui ibu yang mengandungnya. Firman Allah SWT., artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 88) Walaupun secara ilmiah tidak ada pembuktian dengan memakan barang haram itu dapat mempengaruhi kondisi prenatal pasca melahirkan, namun anak berasal dari benih pria dan wanita yang berasal dari sari pati tanah yang terkandung dalam makanan. Maka dianggap perlu memperhatikan makanan dan minuman bagi kedua orang tua sebagai wujud bentuk prilaku edukatif terhadap calon anaknya. Sementara makanan yang baik dan berkualitas tentunya makanan yang berdasarkan anjuran dalam Al-Quransebagai pedoman hidup umat, sebagaimana yang telah disebut diatas dalam surat Al-Ma’idah ayat 88. Pengertian haram tersebut bukan hanya makanan yang didapat dari mencuri atau korupsi, akan tetapi daging yang disembelihpun juga haram jika ditambah dengan menyebut selain Allah, hal ini ditegaskan dalam QS.Al-Baqarah.119, yang artinya: “Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Al-Baqarah.119) 430 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Selain makanan yang halal dan baik juga perlu diperhatikan gizi dan porsi makanannya, harus mengandung zat pembangun atau protein, kalsium, zat besi, vitamin dan magnesium. Termasuk hal yang perlu diperhatikan disini adalah perilaku orang tua sudah dapat direkam oleh anak pada fase prenatal, karena pada usia tertentu janin sudah diberi roh dan bergerak bebas dalam kandungan. Sebagaimana yang telah disebut diatas dalam QS. Al-Mukminun ayat 14. 3. Menuju Generasi Anak Berkarakter yang Berkualitas Islami dan Cerdas Terdapat beberapa penyebab kecerdasan anak yang hal itu perlu dilakukan sedini mungkin dalam mencetak generasi berkarakter, termasuk semenjak masih usia prenatal. Kondisi demikian dapat diciptakan karena beberapa sebab yang meliputi makanan, perilaku orang tua dalam upaya melakukan dialog terhadap anak pada fase prenatal.Miarti, seorang direktur LPPA ZAIDAN Tutorial Preschool, telah menulis bertajuk “Prenatal Education: Berdialog dengan Janin” sebagai berikut. “Ada sebuah pengalaman yang cukup menarik yang dialami oleh seorang pasangan suami istri di sebuah kota. Ketika sang istri tengah hamil, dari awal kehamilan terjadi, si suami sangat rajin mengajak ngobrol sang janin lewat perut isterinya. Sang calon bapak sering membunyikan barangbarang yang ada di rumahnya kemudian didekatkan pada perut istrinya. Misalnya, ia memukul-mukul wajan dengan gagang sendok, atau meniupkan terompet, memainkan tambur, dan lain-lain. Apa yang dilakukan tersebut tiada lain adalah untuk memberikan stimulus kepada anak prenatal. Maksudnya, walaupun sang janin masih berada di dalam kandungan, namun sang janin bisa merasakan kebersamaan dengan orang-orang di luar dunianya. Dengan bunyi-bunyian tersebut, diharapkan agar janin tersebut akan memiliki kepekaan yang tinggi (www.suparlan.com 2008) Menurut F. Rene Van de Carr MD dan Marc Rehrer dalam Uhbiyati, terdapat delapan prinsip berkomunikasi dengan anak pada fase prenatal sebagai berikut. 1. Prinsip kerjasama. Dengan permainan-permainan belajar dan latihan stimulasi,akan membantu orang tua dan anggota keluarga lain belajar bekerjasama untuk mencapai kesejahteraan bayi sebelum dilahirkan. Selain itu, untuk mengetahui sejauh mana tingkat kerjasamanya setelah melahirkan. Prental Educatioon Menjawab Krisis Generasi Berkarakter 431 2. Prinsip ikatan cinta pra lahir . Dengan memainkan permainan belajar dan melakukan latihan-latihan, orang tua dapat mengungkapkan dan mengembangkan ikatan cinta sebelum lahir. 3. Prinsip stimulasi pralahir. Latihan-latihan pendidikan pralahir memberikan stimulasi sistimatis bagi otak dan perkembangan syaraf bayi sebelum dilahirkan. Karena membantu otak bayi menjadi lebih efisien dan menambah kapasitas belajar sebelum bayi dilahirkan. 4. Prinsip kesadaran pralahir. Latihan-latihan pendidikan pra lahir memiliki potensi mengajarkan bayi untuk menyadari bahwa tindakannya mempunyai efek, dan mempunyai potensi besar dalam mempercepat bayi belajar sebab akibat setelah bayi dilahirkan. 5. Prinsip Kecerdasan. Program pendidikan pra lahir mencakup latihanlatihan untuk menarik minat bayi yang sedang berkembang terhadap sensasi dan urutan yang dapat dipahami sebelum kelahiran. 6. Prinsip mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik. Mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik seperti berbicara dengan jelas kepada bayi (mengaji Al-Quran dengan jelas dan tartil), mengharapkan bayi menanggapi dan mengulang latihan-latihan tersebut dengan prasaan senang ketika masa pasca lahir. 7. Prinsip melibatkan kakak sang Bayi. Dengan ikut serta dalam latihanlatihan pendidikan pralahir, anak-anak yang lain akan merasa penting dan tidak diabaikan. 8. Prinsip peran penting ayah dalam masa kehamilan. Pendidikan pralahir dapat dilakukan dengan mudah oleh ayah dan sang bayi akan lebih menanggapi nada dalam suara ayah dan mempengaruhi perkembangan sosial anak (Uhbiyati, 2009). Sebuah pembuktian akan peranan penting bagi pendidikan prenataltelah dilakukan oleh DR. Stephen Carr Leon, tentang pengembangan kualitas hidup orang Israel atau orang Yahudi, kenapa terdapat banyak orang yahudi yang pintar dan berkualitas.Menurut DR. Carr leon dari terjemahan buku H. Maaruf Bin Hj Abdul Kadir (guru besar Universitas Kebangsaan Malaysia). Apabila seorang Yahudi hamil, maka sang ibu segera saja meningkatkan aktivitasnya membaca, menyanyi, dan bermain piano serta mendengarkan musik klasik. Tidak itu saja, mereka juga segera memulai untuk mempelajari matematika lebih intensif dan juga membeli lebih banyak lagi buku tentang matematika. Kemudian mempelajarinya, mencermatinya, dan bila ada yang tidak 432 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa diketahui dengan baik, mereka tidak segan-segan untuk datang ke orang lain yang tahu matematika untuk mempelajarinya. Semua itu, dilakukannya untuk anaknya yang masih didalam kandungan. Disamping hal tersebut sang ibu memilih lebih banyak makan kacang, korma, dan susu. Siang hari, makan roti dengan ikan yang tanpa kepala serta salad. Daging ikan dianggap bagus untuk otak dan kepala ikan harus dihindari karena mengandung zat kimia yang tidak baik untuk pertumbuhan otak anak. Disamping itu sang ibu diharuskan banyak mengkonsumsi minyak ikan (Fish Oil). Menu diatur sedemikian rupa sehingga didominasi oleh ikan. Bila ada daging, mereka tidak akan makan daging bersama-sama dengan ikan,karena mereka percaya dengan makan ikan dengan daging hasilnya tidak bagus untuk pertumbuhan. Makan ikan seyogiyanya hanya makan ikan saja, bila makan daging, hanya makan daging saja, tidak dicampur. Makan pun, mereka mendahulukan makan buah-buahan baru makan roti atau nasi. Pada hakekatnya kebiasaan orang Israil tersebut dalam memakan buah-buahan sebelum makan nasi atau roti.Hal ini ada pada konsep hadist nabi ketika akan berbuka puasa sebagaimana riwayat hadis Sulaiman Ibnu ‘Amir Adldhabbi. “Menurut hadis Sulaiman Ibnu ‘Amir Adldhabbi, bahwa Rasulallah SAW. bersabda: “Bila seseorang daripadamuhendak berbuka maka berbukalah dengan kurma, bila tidak ada berbukalah dengan air, karena air itu suci”. (Diriwayatkan oleh lima ahli hadis serta dishahehkan oleh Ibnu Khazaimah, Ibnu Hibban dan Hakim). Sangat jelas sekali pengertian Al-Quran dalam surat Al-Maidah ayat 88 bahwa yang dimaksud dengan “halalantoyyiban” adalah makanan yang halal menurut syar’i dan makanan baik adalah yang bergizi dan berprotein serta menjaga ketahanan dan kesehatan tubuh. PENUTUP Implementasi pendidikan prenatal sebenarnya diawali dengan hubungan keluarga yang sakinah,mawaddah, warrahmah dalam rangka mendidik anak berdedikasi tinggi terhadap agama dan orang tuanya. Karena menggunakan pendidikan pembiasaan dan kebiasaan orang tua disaat masa usia kandungan, konsep membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah termaktub dalam Firman Allah QS. Ar-Rum ayat 21. Prental Educatioon Menjawab Krisis Generasi Berkarakter 433 Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Uhbiyati dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Long Life Education…..bahwa pendidikan prenatal (usia anak dalam kandunga) merupakan pendidikan yang tidak langsung karena diberikan kepada ibu yang mengandung. Termasuk juga bapak,sehingga dipandang perlu untuk mempersiapkan sedini mungkin, sejak tahap pencarian jodoh yang sesuai dengan konsep Al-Quran, hubungan suami istri sampai pada hubungan berrumah tangga. Upaya untuk memberikan dorongan kesadaran positif dalam mencetak generasi berkarakter sesuai harapan orang tua, bangsa, dan agama. Maka diperlukan peran penting dari faktor eksternal, dalam hal ini adalah pemerintah. Diharapkan nantinya lebih serius kembali dalam memberikan perhatian kepada ibu hamil sebagai objek sasaran pendidikan Prenatal. Halini dilakukan dengan membekali dan menajamkan kembali program parenting, serta program bantuan untuk ibu hamil sebagaimana upaya pemerintah yang selama ini dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Terjemah.2012. Bandung: Cordoba. Al-Kitab dengan Kidung Jemaat. 2004. Jakarta: Lembaga Al-kitab Indonesia. Gymnastiar, Abdullah. 2005. Cara Merawat Anak. Bandung: Khas MQ. Atsari, Abul Ishaq. 2002. Bekal-Bekal Menuju Pelaminan Mengikuti Sunnah. Solo: At-Tibyan. A. Susanto. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH Departemen Agama. 2009. Tafsir Al-Quran Tematik, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik. Jakarta: Lajnah pentashihan Mushaf Al-Quran. Abdullah, Muhammad Imam Syafii. 2007. Ringkasan Kitab Al-UMM. Jakarta Selatan: Pustaka azzam. Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: Sukses offset. Musthafa, Murad. 2009. Memilih Pasangan &TataCara Menikah. Bandung: Irsyad baiyus salam. Mulkhan,Munir Abdul. 1994. Masalah-masalah Teologi dan Fiqih dalam tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta: Roykhan. 434 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Shaleh. 2004. AsbabunNuzul. Bandung: CV.Penerbit. Uhbiyati, Nur. 2009.Long Life Education Pendidikan Anak Sejak dalam Kandungan Sampai Lansia. Semarang: Walisongo Press. Ulwan, Nashihin Abdullah. 1981. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Semarang. CV. Assyifa’. Ubes, Nur Ahlishin. 2004. Islam Mendidik Anak dalam Kandungan. Jakarta: Gema Insan Press. Menjadi Generasi Berkarakter 435 MENJADI GENERASI BERKARAKTER Siti Robiah SMAN 1 Lawang, Malang Bangsa Indonesia sebagai bangsa besar yang dikenal ramah tamah,menghargai perbedaan, dan suka gotong royong.Semua itu, hanya sanjung puja yang kelewat narsistis dari pada realistisnya. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, narkoba, korupsi, dan tindakan sara. Nyatanya dari beberapa urain tersebut, kasus kekerasan pada anak di dunia pendidikan makin marak. Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat untuk anak korban tawuran pelajar menunjukkan pada tahun 2011 terdapat 20 kasus, 2012 terdapat 49 kasus,2013 terdapat 52 kasus,2014 terdapat 113 kasus, dan 2015 ada 37 kasus. Anak pelaku tawuran pelajar pada tahun 2011 terdapat 64 kasus, tahun 2012 ada 82 kasus, 2013 ada 71 kasus, 2014 terdapat 46 kasus, dan 2015 terdapat 62 kasus. Persoalan sosial budaya kini juga menjadi sorotan tajam masyarakat, jika ditinjau dari letak geografis Indonesia yang strategis di antara dua benua; Benua Asia dan Benua Australia; diantara dua samudra; Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Letak geografis Indonesia yang strategis ini memberikan banyak dampak yang berakibat bagi Indonesia, dampak yang menguntungkan dan yang merugikan. Dampak yang menguntungkan tidak menimbulkan masalah bagi Indonesia, tetapi dampak yang merugikan bagi Indonesia, secara otomatis memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan sosial budaya yang berpengaruh besar terhadap bangsa Indonesia.Adapun dampak negatif sosial budaya bisa berupa: (1) banyak budaya yang masuk dari luar membuat budaya lokal dapat terpinggirkan, (2) banyaknya perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan adat istiadat Indonesia atau norma-norma Indonesia karena mengikuti budaya asing.Selama ini masyarakat Indonesia memandang apa yang datang dari luar selalu baik, 435 436 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya, sehingga melahirkan ketidak seimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya disebut “keterkejutan budaya (cultural shock)”.(3)Banyaknya perilaku dari turis asing yang membawa pengaruh buruk bagi bangsa Indonesia, (4) lahan subur meningkatnya kejahatan Internasional,karena Indonesia merupakan jalur perdanganInternasional dan jalur penghubung dua benua, dan dua Samudra yang memudahkan masuknya kejahatan internasional berupa narkotika dan obat-obatan terlarang. Bagaimana cara untuk menanggulangi peristiwa-peristiwa yang muncul di masyarakat sepertikekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif. Bagaimana pula cara untuk mencegah generasi penerus, terutama kalangan pelajar Indonesia supaya tidak terpengaruh pada dampak negatif sosial budaya, dan Siapa saja yang terlibat untuk pencegahan tersebut. Pentingnya Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Pendidikan karakter bangsa dimulai dari pendidikan karakter dalam keluarga. Pendidikan karakter bangsa diperlukan untuk membentuk pribadi bangsa yang beradab, berilmu, berwawasan, dan berkarakter. Jika bangsa kita kehilangan karakter, maka kerusakanlah yang terjadi, mereka akan terombang-ambing, dan tidak memiliki pendirian. Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk generasi muda bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, beroreantasi ilmu pengetahuan, dan teknologi, yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.Dengan adanya pendidikan karakter yang diterapkan secara sistimatis dan berkelanjutan, seorang anak akan cerdas Emosinya. Kecerdasan Emosi ini merupakan bekal penting dalam mempersiapkan anak untuk menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan kehidupan termasuk tantangan untuk berhasil secara akademik. Dari hasil penelitian para ahli perkembangan manusia menemukan kecerdasan yang sifatnya kognitif, atau dikenal dengan istilah kecerdasan intelektual atau dikenal IQ (Intelligence Quotient) sebagai kecerdasan yang mutlak. Oleh karena itu, pada saat itu teori kesuksesan individu diukur dari sejauh mana IQ dimiliki seseorang, dengan kata lain apabila seseorang mempunyai IQ Menjadi Generasi Berkarakter 437 tinggi, ia pun memiliki harapan untuk sukses dibanding dengan individu yang memiliki IQ yang rendah. Pada kenyataannya individu yang memiliki IQ yang tinggi tidak selalu sukses, malah sebaliknya. Dari hasil penelitian beberapa pakar psikologi perkembangan menyimpulkan bahwa masih ada kecerdasan yang cukup potensial untuk mendongkrak kesuksesan, yakni kecerdasan Emosional (EQ). Atmosoeprapto dalam bukunya yang berjudul ”Temukan kembalui Jat Diri Anda” bahwa kecerdasan kognitif (IQ) hanya menentukan 20 % perjalanan hidup, sisanya sebagaian besar yang 80 % bersifat emosional yang dikendalikan oleh kemampuan emosional. Kecerdasan emosional lebih menekankan kepada sifat perasaan, imajinasi, intuisi maupun emosional. Kecerdasan emosional inilah yang dominan membentuk karakter individu manusia, dengan demikian diperlukan sekali pendidikan karakter bukan berarti tanpa dibekali pendidikan kognitif. Ada sebuah kata bijak mengatakan”ilmu tanpa agama buta,dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya,karena buta tidak bisa berjalan, berjalanpun asal jalan tidak tahu arah; kalaupun berjalan menggunakan tongkat, tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya pendidikan karakter tanpa pendidikan kognitif,maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan, dan dikendalikan orang lain. Oleh karena itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam Keluarga Pendidikan merupakan faktor yang paling penting untuk membentuk kepribadian manusia, dengan pendidikan akan terbentuk kepribadian baik dan buruk manusia. Pendidikan dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu sistem pendidikan formal dan non formal, pendidikan di dalam keluarga termasuk pendidikan non formal, pendidikan karakter harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan agar menjadi kokoh dan kuat. Untuk itu, hendaknya pendidikan karakter dilakukan sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya, yang nantinya menjadi generasi penerus bangsa yang sukses dan berkarakter. Dalam hal ini keluarga adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai semenjak masih 438 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dalam kandungan, anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama ibu. Menurut Megawangi (2004), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci ibarat kanvas putih bersih. Diberi goresan hitam, ia akan menjadi hitam, diberi goresan kuning akan menjadi kuning. Atau yang lebih tepat, anak itu ibarat lempung dan kita orang-orang dewasa di sekitarnya, adalah yang membentuk lempung itu, akan dibentuk apa lempung itu tergantung orang tua yang membentuknya. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat turut andil dalam perkembangan karakter anak. Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah tanggung jawab semua pihak. Terlebih melihat kondisi karakter bangsa saat ini yang memprihatinkan, serta kenyataan bahwa manusia tidak secara alamiah (spontan) tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik. Menurut Aristoteles (dalam Megawangi, 2004) hal itu merupakan hasil dari usaha seumur hidup individu dan masyarakat. Bagi seorang anak keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah ”sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, memberikan kepuasan, dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtra”. Keluarga adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga, dimana sebagaian besar anak-anak Indonesia sampai usia 18 tahun menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga, sampai usia 18 tahun, mereka masih membutuhkan orang tua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang anak tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Pendidikan yang perlu ditumbuhkan sejak awal adalah (1) pendidikan keagamaan, ini adalah hal yang utama perlu ditekankan pada seorang anak, seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, bagaimana cara beribadah, bagaimana memohon berkah, dan mengucap syukur. (2)Kualitas input yang diterima, merupakan tugas orang tua untuk memilih dan Menjadi Generasi Berkarakter 439 menentukan, input-input mana saja yang perlu dimasukkan dan mana yang perlu dihindari. (3)Anak adalah peniru yang baik, ada istilah Monkey see, Monkey Do; artinya seekor monyet biasanya akan bertindak berdasarkan apa yang telah dilihatnya, demikian pula seorang anak. Anak perlu figur seorang tokoh yang dikagumi, yang akan ditiru di dalam tindakan sehari-harinya.Pilihan utamanya akan jatuh pada orang tua, dan seorang anak akan lebih percaya pada apa yang dilihat daripada apa yang dikatakan orang tua. Dalam hal ini orang tualah yang menumbuhkan karakter seorang anak untuk itu tumbuhkanlah karakter anak, suatu karakter yang baik. (4)Membiasakan seorang anak sejak kecil harus bekerja dulu baru mendapatkan hasil yang dikenal dengan sistemno pain no gain, karena hal ini dalam jangka waktu yang panjangakan membentuk karakter yang kuat dan tangguh. (5)Tiga perilaku dasar dalam berkomunikasi, sejak kecil seorang anak perlu dididik tiga prilaku dasar dalam komunikasi yang berhubungan dengan orang lain.Pertama adalah harus belajar mengucapkan “terima kasih” kepada siapa saja yang sudah memberikan sesuatu padanya, kedua adalah harus belajar mengucapkan kata “tolong” apabila ingin minta bantuan orang lain, dan ketiga adalah belajar mengucapkan kata “maaf” apabila memang bersalah. Kelihatannya memang sederhana,akan tetapi dengan terbiasa mengucapkannya kata-kata tersebut sejak kecil,secara otomatis akan membentuk karakter seorang anak menghargai orang lain. Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan selain keluarga, dan lingkungan yang menjamin seorang anak untuk mampu melewati tahapan perkembangan yang optimal.Dia akan terus menerus didukung apabila dia memiliki kekurangan, dan akan didorong untuk berkembang bila dia memiliki potensi. Sekolah merupakan lembaga yang memperlakukan semua manusia yang berkekurangan maupun berkelebihan sebagai manusia yang sederajat, yang memiliki kelebihan dilayani sebagaimana kelebihan yang dimiliki, demikian juga yang berkekurangan. Inilah yang menjadikan sekolah sebagai lembaga sosial yang tepat untuk mendampingi anak disetiap tahapan perkembangannya.Sekolah juga memberikan pembagaian jenjang yang sesuai dengan tahapan perkembangan, dan tujuan tahapan perkembangan. Meskipun sekolah memberikan perlakuan yang setara, namun antara individu yang berbeda 440 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa usia dan kebutuhan belajar akan dibedakan dengan adil. Perlakuan yang setara dan adil ini tidak akan ditemui di dalam keluarga dan lingkungan.Bertitik tolak, pada tujuan Pendidikan Nasional, pada UndangUndang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan,”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan, membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu, merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.Pendidikan adalah suatu usaha yang sadardan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik, merupakan suatu usaha masyarakatdan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat, serta bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat, dan bangsa.Oleh karena itu,pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda, juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa, untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakatdan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka, dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtra, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian,terutama anak atau peserta didik. Dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003,bahwa pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,pendidikan menengah, Menjadi Generasi Berkarakter 441 dan pendidikan tinggi. Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikandi luar pendidikan formal yang terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, serta satuan pendidikan yang sejenis. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dari ketiga jenis pendidikan di atas ada kecendrungan berjalan secara terpisah antara pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Mereka tidak saling mendukung untuk peningkatan pembentukan kepribadian anak. Setiap lembaga pendidikan berjalan sendiri-sendiri, sehingga yang terjadi sekarang adalah pembentukan pribadi anak menjadi parsial, misalnya anak bersikap baik di rumah, namun ketika keluar rumah atau berada di sekolah ia melakukan perkelahian antar pelajar, melakukan kekerarasan yang merupakan bagian dari penyimpangan moralitas dan prilaku sosial pelajar (Suyanto dan Hisyam,2000:194). Dalam hal ini difokuskan pada pendidikan formal di sekolah, dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Kementerian Dinas Pendidikan, mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter dalam proses pembelajaran. Karena proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan seterusnya sampai ke jenjang pendidikan berikutnya. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah dikembangkan 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuanpendidikan nasional yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab.Kemudian dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa Penumbuhan Budi Pekerti adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah, yang dimulai sejak dari hari pertama masuk sekolah sampai dengan kelulusan. Berarti sejak Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 442 kelas1 Sekolah Dasar (SD) sampai kelas 12 Sekolah Menengah Atas (SMA)sederajat. Berkaitan dengan Permendikbud tersebut, muncullah Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (GPBP) . Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti Gerakan berarti menjadikan aturan ini sebagai milik bersama; menggunakan istilah penumbuhan,bukannya penanaman.Menanam bermakna menaruh bibit atau benih artinya ada campur tangan pihak lain dalam prosesnya.Sementara menumbuhkan berartimemelihara sesuatu agar tumbuh semakin besar.Kemendikbud meyakini bahwa pada dasarnya setiap peserta didik memiliki bibit-bibit nilai positif.Mereka tentu tahu apa itu kejujuran,sopan santun,kebaikan,menolong teman dan sebagainya,berarti semua itu sudah ada di dalam diri peserta dididik.Budi Pekerti merupakan istilah untuk menyebut kepribadian seseorang itu baik.Kita melihat seseorang berbudi pekerti baik,bila memang dia telah memiliki kebiasaan baik dalam kesehariannya. GPBP dimasukkan dalam jalur non-kurikuler. Melalui program ini diharapkan para peserta didik memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Ada 7 nilai positif yang hendak ditumbuhkan dalam GPBP,nilai ini ditumbuhkan melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan sepanjang waktu,di sekolah,lingkungan, dan rumah.7 pembiasaan tersebut adalah: 1. Internalisasi sikap moral dan spiritual,yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama makhlluk hidup dan alam sekitar. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual adalah. a. Kegiatan Wajib. Sebelum dan sesudah pelajaran, guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masing-masing yang dipimpin seorang peserta didik secara bergantian. b. Pembiasaan umum. Membiasakan menunaikan ibadah bersama sesuai dengan agama, dan kepercayaan masing-masing, baik di sekolah maupun lingkungan tempat tinggal. c. Pembiasaan Periodik. Membiasakan perayaan hari Besar Keagamaan dengan kegiatan sederhana dan khidmat. Contoh yang lain: santun dalam berbicara, berprilaku, berpakaian sopan sesuai aturan sekolah, dan mengucapkan salam saat masuk kelas. Menjadi Generasi Berkarakter 2. Keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinekaan untuk merekatkan persatuan bangsa,yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa,suku bangsa,agama dan golongan,dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa,satu tanah air dan berbangsa bersama Bahasa Indonesia. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk Menumbuhkembangkan nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan adalah. a. 3. 443 Kegiatan Wajib 1) Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin. 2) Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan Masa Orientasi Peserta Didik Baru(MOPDB) untuk jenjang SMP, SMA, SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara. 3) Menyanyikan lagu bernuansa patriotik dan cinta tanah air, baik lagu wajib nasional maupun daerah. b. Pembiasaan umum. Mengenakan beragam keunikan potensi asal daerah peserta didik melalui berbagai media dan kegiatan positif. c. Pembiasaan Periodik. Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai media dan aktivitas. Interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah,yaitu mampu dan mau menghormati guru,kepala sekolah,tenaga kependidikan,warga masyarakat di lingkungan sekolah dan orang tua. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai Interaksi positif antara peserta didik dengan guru dan orang tua. a. Kegiatan Wajib. Membiasakan pertemuan orang tua peserta didik pada setiap tahun ajaran baru untuk menyosialisasikan visi,misi,aturan,materi dan capaian belajar siswa yang diharapkan dapat dukungan orang tua di rumah. b. Pembiasaan umum 1) Memberi salam, senyum, dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah. 2) Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 444 c. 4. 5. Pembiasaan Periodik 1) Membiasakan peserta didik untuk berpamitan pada orang tua/ wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pilang,sesuai kebiasaan yang dibangun keluarga. 2) Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai. Interaksi sosial positif antar peserta didik,yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antar teman sebaya,adik kelas, dan kakak kelas. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai Interaksi positif antara peserta. a. Kegiatan Wajib. Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolahdan/atau rumah untuk belajar kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orang tua. b. Pembiasaan umum. Gerakan kepedulian sesame warga sekolah dengan menjenguk warga sekolahyang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian dan lainnya. c. Pembiasaan Periodik. Membiasakan siswa saling membantu,bila ada siswa yang sedang mengalami musibah atau kesusahan. Memelihara lingkungan sekolah,yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga, keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai merawat diri dan lingkungan sekolah. a. Kegiatan Wajib. Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa. b. Pembiasaan umum 1) Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air,listrik,telepon)secara efisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh peserta didik. 2) Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan. 3) Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangkunya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupunkebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama. Menjadi Generasi Berkarakter c. 6. 445 Pembiasaan Periodik 1) Mengajarkan simulasi antri dengan berbaris sebelum masuk kelas. 2) Antri bergantian saat memakai fasilitas sekolah. 3) Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian regu. 4) Menjaga dan merawat tanamandi lingkungan sekolahsecara bergiliran. 5) Melaksanakan kegiata buang sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat. Penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan,yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai potensi diri peserta didik secara utuh. a. Kegiatan Wajib 1) Membaca buku selain pelajaran selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. 2) Seluruh warga sekolah(guru, tenaga kependidikan, dan siswa) memanfaatkan waktu sebelum memulai pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan olah fisik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan rutin sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu). b. Pembiasaan Umum 1) Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai bentuk (rekening bank,celengan, danlainnya). 2) Membangun budaya bertanya dan melatihpeserta didik mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan peserta didik mengacungkan tangan sebagai isyarat akan mengajukan pertanyaan. 3) Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan pada setiap peserta didiktanpa kecuali, untuk memimpin secara bergilir dalam kegiatan bersama/berkelompok.. Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa 446 c. Pembiasaan Periodik. Peserta didik melakukan kegiata positif secara berkala sesuai denganpotensi dirinya, misalnya membuat buletindan/atau majalah dinding. Contoh lain: Gerakan Literasi Sekolah (GLS), dimana GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumbersumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital dan auditori. Tiga tahapan pelaksanaan GLS meliputi(1) pembiasaan,yaitu penumbuhan minat baca melalui kegiatan membaca selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai, (2) pengembangan,yaitu meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan, (3) pembelajaran, yaitu meningkatkan kemampuan literasi disemua mata pelajaran menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca disemua mata pelajaran. 7. Penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait,yaitu melibatkan peran aktif orang tua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan prilaku positip di sekolah. Pembiasaan GPBP yang dilakukan di sekolah untuk menumbuhkembangkannilai-nilai pelibatan orang tua dan masyarakat di sekolah. a. Kegiatan Wajib. Mengadakan pameran karya peserta didik pada setiap akhir tahun ajarandengan mengundang orang tua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada peserta didik. b. Pembiasaan Umum. Orang tua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap malam untuk bercengkrama dengan anak mengenal kegiatran di sekolah. c. Pembiasaan Periodik 1) Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar sekolah. 2) Masyarakat dari berbagai professi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada peserta didik di dalam sekolah. Dengan adanya pendidikan budaya dan karakter bangsa, sangat berguna bagi seseorang untuk memilih karakter mana yang baik baginya, Menjadi Generasi Berkarakter 447 dan mana yang buruk.Pendidikan budaya dan karakter bangsa, sangat berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Karena suatu bangsa jika memiliki karakter dan kepribadian, akan unggul dibandingkan dengan bangsa yang belum memiliki karakter dan kepribadian.Pendidikan karakter sangat penting diberikan bagi generasi muda bangsa Indonesia, karena generasi muda adalah penentu suatu karakter bangsa. Jika suatu bangsa ingin memiliki karakter kuat, bermartabat, dan disegani oleh bangsa lain, maka dibutuhkan generasi muda yang berkarakter.Melalui pendidikan karakter diharapkan generasi muda bangsa Indonesia, menjadi lebih menjunjung tinggi nilai-nilai karakter yang telah dimiliki bangsa Indonesia sejak dulu, yang mana nilai-nilai terdapat didalam sila-sila Pancasila dan UUD 1945. Lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa, kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter.Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran, bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak mereka didalam keluarga. Pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan melalui pembiasaan kehidupan keseharian dengan keteladanan, dan disertai penumbuhan nilai-nilai karakter.Oleh karena itu, melalui kegiatan di lingkungan sekolah, serta dengan penumbuhan nilai-nilai karakter yang dibiasakan lewat pembelajaran di kelas, diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki bekal karakter yang kuat untuk dapat menjadi generasi mendatang yang lebih berkarakter. Dengan diterapkannya pendidikan karakter di sekolah, semua potensi kecerdasan peserta didik akan dilandasi oleh karakter-karakter yang dapat membawa mereka menjadi generasi emas penerus bangsa yang berpegang teguh pada karakter yang kuat dan beradab. Daftar Pustaka Tridhonanto. 2009. Melejetkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputendo. Megawangi, Ratna. 2010. Pengembangan Program Pendidikan Karakter di Sekolah, Pengalaman Sekolah Karakter. Makalah. IHF. Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. 448 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 449 PENDIDIKAN KARAKTER DAN PERAN GURU DI SEKOLAH DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA Tutiek Srihayati SMP Negeri 21 Malang Pada masa remaja terdapat banyak hal baru yang terjadi, dan biasanya lebih bersifat menggairahkan, karena hal baru yang mereka alami merupakan tanda-tanda menuju kedewasaan. Masalah yang timbul berupa akibat pergaulan, keingin tahuan tentang asmara dan seks, hingga masalah-masalah yang bergesekan dengan hukum dan tatanan sosial yang berlaku di sekitar remaja. Banyak ahli psikologi yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh masalah, penuh gejolak, penuh risiko (secara psikologis), over energi, dan lain sebagainya, yang disebabkan oleh aktifnya hormon-hormon tertentu. Tetapi para remaja merasa bahwa apa yang terjadi, apa yang mereka lakukan adalah suatu hal yang biasa dan wajar. Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan “energi negatif”, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan “energi positif”, yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular. Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata “kenakalan remaja” yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. 449 450 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Masa remaja merupakan masa dimana seseorang belajar bersosialisasi dengan sebayanya secara lebih mendalam, serta dengan itu pula mereka mendapatkan jati diri dari apa yang mereka inginkan dan merupakan tempat untuk memacu landasan dalam menggapai kedewasaan. Remaja merupakan generasi muda yang menjadi aset negara dan merupakan tumpuan harapan bagi masa depan bangsa dan negara maupun agama. Maka sudah menjadi kewajiban bagi orang tua, pendidik (guru), pemerintah, dan kita semua untuk mempersiapkan generasi muda yang berwawasan luas dan berakhlak baik serta bertanggungjawab secara moral. Kini tuntutan pendidikan semakin meningkat. Untuk itu, ada pendidikan karakter terhadap remaja sebagai penerus bangsa agar memiliki akhlak yang baik dan bertanggungjawab. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat remaja lebih sensitif dalam menanggapi hal itu. Pada akhirnya tidak sedikit remaja yangterjerumus ke hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, norma agama, norma sosial, serta norma hidup dimasyarakat. Oleh karena itu, remaja akan cenderung mempunyai tingkah laku yang tidak wajar dalam arti melakukan tindakan yang kurang pantas. Kenakalan remaja inilah yang menjadikan diri kita semakin terbelakang dan tertinggal jauh untuk dapat membangun Indonesia ini menjadi negara yang baik dan maju. Inilah yang menarik bagi penulis untuk mengeksplorenya lebih dalam dari aspek berikut. 1. Hakikat kenakalan remaja. 2. Penyebab kenakalan remaja. 3. Akibat kenakalan remaja. 4. Pendidikan karakter. 5. Peran guru dalam menanggulangi kenakalan remaja. Hakikat Kenakalan Remaja Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kata kenakalan berasal dari kata “nakal” yang artinya adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu dan suka tidak menurut. Pengertian kenakalan adalah sifat nakal, perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan bersifat mengganggu ketenangan orang lain, tingkah laku yang menyimpang dari norma yang Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 451 berlaku dalam suatu masyarakat. Kata “remaja” berarti mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin. Remaja disebut pula dengan istilah pubertas yaitu antara usia 12 dan 16 tahun. Pengertian pubertas meliputi perubahan-perubahan fisik dan psikis, seperti halnya pelepasan diri dari ikatan emosional dengan orang tua dan pembentukan rencana hidup dan sistem nilai sendiri. Perubahan pada masa ini menjadi objek penyorotan terutama perubahan dalam lingkungan dekat, yakni dalam hubungan dengan keluarga. Secara terminologi, para ahli merumuskan masa remaja dalam pandangan dan tekanan yang berbeda, di antaranya menurut Daradjat (2007), masa remaja adalah”masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, di mana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk jasmani, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini mulai kira-kira pada umur 13 tahun dan berakhir kirakira umur 21 tahun.” Menurut Arifin (2006)”Bagi setiap remaja mempunyai batasan usia bagi remaja masing-masing yang satu sama lain tidak sama. Di Indonesia, dalam rangka usaha pembinaandan usaha penanggulangan kenakalan remaja, agar secara hukum jelas batas-batasnya, maka ditetapkanlah batas usia bawah dan usia atas. Batas usia bawah sebaiknya adalah 13 tahun dan batas usia atas adalah 17 tahun baik laki-laki maupun perempuan dan yang belum kawin (nikah). Dengan demikian, maka perilaku yang nakal yang dilakukan oleh anak di bawah umur 13 tahun dikategorikan dalam kenakalan “biasa”. Sebaliknya perilaku nakal oleh anak usia 18 tahun ke atas adalah termasuk dalam tindak pelanggaran atau kejahatan. Penentuan batas usia tersebut di atas berdasarkan alasan di antaranya: kenakalan remaja, menurut data yang diperoleh selama ini, banyak terjadi dalam bentuk dan sifat kenakalan yang dilakukan oleh anak usia 13 tahun sampai dengan anak usia 17 tahun. Bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak usia sebelum 13 tahun pada umumnya belum begitu serius dan membahayakan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh anak usia 13 tahun atas. Sedang usia 18 tahun ke atas adalah dipandang sudah menjelang dewasa yang telah terkena sanksi hukum”. Adapun istilah kenakalan remaja merupakan terjemahan dari kata” Juvenile Delinquency”. Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, 452 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifatsifat khas pada periode remaja. Delinquent berasal dari kata Latin “delinquere” yang berarti: terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi,dan lain-lain. Delinquency itu selalu mempunyai konotasi serangan,pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun. John M Echols dan Hassan Shadily dalam kamus Inggris Indonesia menterjemahkan juveniledelinquency sebagai kejahatan/ kenakalan anak-anak/anak muda/muda-mudi. Ciri-ciri dari kenakalan remaja, antara lain: (1)seseorang akan mudah marah jika dia merasa tidak cocok dalam suatu hal, (2) apabila sudah terjerumus dalam hal yang negatif, anak menjadi pemalas, (3) tidak memiliki belas kasihan terhadap sesama, (4) mudah putus asa, (5) tidak memperhatikan penampilan, dan (6) tidak patuh kepada orang tua dan guru. Adapun jenis kenakalan remaja antara lain:(a) tidak mau patuh kepada orang tua dan guru. Hal seperti ini biasanya terjadi pada kalangan siswa, dia tidak segan-segan menentang apa yang dikatakan oleh orang tua dan gurunya bila tidak sesuai dengan jalan pikirannya. Lari atau bolos dari sekolah adalah pilihan untuk menghindari dari nasihat orang tua an guru. (b) Sering berkelahi.Sering berkelahi merupakan salah satu dari gejala kenakalan siswa. Siswa yang perkembangan emosinya tidak stabil yang hanya mengikuti kehendaknya tanpa memperdulikan orang lain, yang menghalanginya itulah musuhnya. (c) Cara berpakaian. Meniru pada dasarnya sifat yang di miliki oleh para siswa, meniru orang lain atau bintang pujaannya yang sering di lihat di TV atau pada iklan-iklan baik dalam hal berpakaian atau tingkah laku, walaupun itu tidak sesuai dengan keadaan dirinya yang penting baginya adalah mengikuti mode zaman sekarang. (d) Membolos pada jam sekolah. (e) Kenakalan yang menganggu ketentraman dan keamanan orang lain. Kenakalan ini adalah kenakalan yang dapat digolongkan pada pelanggaran hukum, sebab kenakalan ini menganggu ketentraman dan keamanan masyarakat di antaranya adalah: mencuri, menodong, kebut-kebutan, minum-minuman keras, penyalahgunaan narkotika, dan membaca buku-buku porno. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja yaitu kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 453 yang berlaku umum, atau remaja yangperbuatannya menyimpang dari norma-norma agama, hukum, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, sehingga meresahkan kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Penyebab Kenakalan Remaja Sebagaimana kita ketahui bahwa kanakalan remaja merupakan penyimpangan yang bersifat sosial, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai moral, nilai-nilai sosial, nilai-nilai luhur agama, dan norma-norma hukum yang hidup dan tumbuh di dalamnya baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Semua perilaku yang menyimpang bagi siswa itu, akan menimbulkan dampak pada pembentukan citra diri siswa dan aktualisasi potensinya. Menurut Darajat (2007) sebab-sebab terjadinya kenakalan siswa yang paling menonjol antara lain: (a)kurangnya pendidikan agama, yang dimaksud dengan didikan agama bukanlah pelajaran agama yang diberikan secara sengaja dan teratur oleh guru sekolah saja. Akan tetapi, yang terpenting adalah penanaman jiwa agama yang dimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil, dengan jalan membiasakan si anak kepada sifat-sifat dan kebiasaan yang baik. (b)Kurang pengertian orang tua tentang pendidikan. Banyak orang tua yang tidak mengerti bagaimana cara mendidik anak. Mereka menyangka bahwa apabila telah memberikan makanan, pakaian, dan perawatan kesehatan yang cukup kepada si anak, telah selesai tugas mereka. Ada pula yang menyangka bahwa mendidik anak dengan keras, akan menjadikannya orang baik dan sebagainya. Sesungguhnya yang terpenting dalam pendidikan si anak, adalah kesuluruhan perlakuan-perlakuan yang diterima oleh si anak dari orang tuanya, di mana dia merasa disayangi, diperhatikan dan diindahkan dalam keluarganya. Disamping itu ia harus merasa bahwa dalam hubungannya dengan orang tua ia diperlakukan adil diantara saudarasaudaanya, ia merasa aman dan tentram, tanpa rasa ketakutan akan dimarahi, diolok atau dibanding-bandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Kurangnya komunikasi antara guru dan siswa.Komunikasi antara guru dan siswa sangat mempengaruhi perilaku siswa, siswa yang merasa nyaman pada guru, pasti akan merasa betah di sekolah dan berpikir untuk melakukan tindakan yang menyimpang. (c) Kurangnya pemahaman tentang peserta didik dan kebutuhan peserta didik”. 454 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Faktor-faktor penyebab lainnya dari kenakalan remaja antara lain: reaksi frustasi diri, kurangnya kasih sayang,dan pengawasan dari orang tua, dampak negatif dari perkembangan teknologi modern, tidak adanya media penyalur bakat/hobi, masalah yang dipendam,brokenhome, salah dalam pergaulan serta pengaruh informasi dan teknologi yang negatif. Akibat Kenakalan Remaja Setiap perbuatan pasti akan ada akibat yang ditimbulkan, begitu pula dengan kenakalan remaja. Dampak kenakalanremaja pasti akan berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, ia akan tumbuh menjadi sosok yang bekepribadian buruk. Dampak kenakalan remaja antara lain: (1)kenakalan dalam keluarga. Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka dengan melarang hal-hal tertentu.Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya, mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga. (2) Kenakalan dalam pergaulan: Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan terlarang sampai seks bebas. Menyeret remaja pada sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remajasangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu. Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang cukup berat. (3) Kenakalan dalam pendidikan: Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam kelas, dan lain-lain. Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu pastinya akan dihindari atau malah dikucilkan oleh banyak orang. Remaja tersebut hanya akan dianggap sebagai pengganggu dan orang yang tidak Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 455 berguna.Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan. Hal yang dimaksud gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia akan merasa terkucilkan dalam lingkungan sosial, merasa sangat sedih, atau malah akan membenci orang-orang sekitarnya.Dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga yang harus menanggung malu. Hal ini tentu sangat merugikan, dan biasanya anak remaja yang sudah terjebak kenakalan remaja tidak akan menyadari tentang beban keluarganya. Masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu para remaja yang melakukan kenakalan. Bayangkan bila ada seorang remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas, hampir bisa dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya akan hancur perlahan dan tidak sempat memperbaikinya. Kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak kenakalan. Remaja yang terjebak hal-hal negatif bukan tidak mungkin akan memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal. Mencuri demi uang atau merampok untuk mendapatkan barang berharga. Itulah beberapa dampak kenakalan remaja yang sudah semestinya harus dihindari. Peran orang tua atau keluarga, guru di sekolah, dan juga teman-teman, adalah orang-orang yang sangat berperan penting dalam kehidupan remaja. Keikutsertaan mereka dalam mengontrol seorang remaja, bisa berdampak cukup besar demi mencapai masa depan yang lebih cerah. Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara (1962) mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai moral (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tumbuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras.Sementara Zamroni (1992) memberikan definisi pendidikan adalah suatu proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal. 456 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar, disengaja, dan positif untuk menuntun hidup jasmani dan rohani anak didik dengan memberi kesempatan kepadanya untuk mengembangkan bakat menuju terbentuknya kepribadian yang utama, serta untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Karakter yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya terbentuk melalui proses pembelajaran yang cukup panjang. Karakter manusia bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Lebih dari itu, karakter merupakan bentukan ataupun tempaan lingkungan dan juga orang–orang yang ada di sekitar lingkungan tersebut. Karakter dibentuk melalui proses pembelajaran di beberapa tempat, seperti di rumah, sekolah, dan di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pihak–pihak yang berperan penting dalam pembentukan karakter seseorang yaitu keluarga, guru, dan teman sebaya. Karakter seseorang biasanya akan sejalan dengan perilakunya. Bila seseorang selalu melakukan aktivitas yang baik seperti sopan dalam berbicara, suka menolong, atau pun menghargai sesama, maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga baik, akan tetapi jika perilaku seseorang buruk seperti suka mencela, suka berbohong, suka berkata yang tidak baik, maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga buruk. Pengertiankarakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Koesoema(2010) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukanbentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir. Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 457 Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya(perasaannya). Pendidikankarakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikankarakter merupakan sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhuryang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-orma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. 458 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Peran Guru dalam Mengatasi Kenakalan Remaja Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berada di tengah-tengah masyarakat hanya akan berhasil apabila ada kerja sama dan dukungan yang penuh pengertian dari masyarakat dan keluarga. Sekolah merupakan suatu kesatuan dari pribadi-pribadi yang berinteraksi. Pribadi-pribadi yang bertemu di sekolah bergabung dalam bagian-bagian yang melakukan hubungan yang harmonis. Terutama hubungan antara guru dan orang tua siswa. Guru sebagai salah satu komponen di sekolah tidak hanya menitik beratkan pada transfer ilmu kepada siswanya tetapi juga harus bisa membentuk karakter siswa yang jauh dari hal-hal negatif, sehingga para siswa layak menjadi calon pemimpin di masa yang akan datang. Saardiman (2010) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru, yaitu: 1. Informator: sebagai pelaksana mengajar dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. 2. Organisator: guru sebagai organisator, pengelolah kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponenkomponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa. 3. Motivator: peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan menjadi dinamika dalam proses belajar-mengajar. Peranan guru sebagai motivator ini sangat penting sebgai dalam interaksi belajar-mengajar, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam arti personalisasi dan sosialisasi diri. 4. Pengarah/director: jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicitacitakan. 5. Inisiator: guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh aleh anak didiknya. Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 459 6. Transmitter: dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidik dan pengetahuan. 7. Fasilitator: berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalm proses belajar-mengajar, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini sesuai dengan semboyang “Tut Wuri Handayani”. 8. Mediator: guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. 9. Evaluator: sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak. Dalam dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam membimbing siswa untuk menjadi siswa yang baik, siswa yang patuh terhadap aturan, dan mampu mengukir prestasi, walau tidak semua siswa bisa atau mau menjadi yang seperti yang diharapkan, contohnya ada siswa yang tidak mau belajar dengan aktif. Ketika hal ini terjadi guru harus bekerjasama dengan orang tua untuk memberikan bantuan bimbingan kepada siswa. Orang tua dan guru harus memiliki hubungan dalam konteks yang demikian erat seperti (a) guru hendaknya selalu mengadakan hubungan timbal balik dengan orang tua/wali anak didik dalam rangka kerja sama untuk memecahkan persoalan-persoalan di sekolah dan pribadi anak. (b) Segala kesalahfahaman yang terjadi antara guru dan orang tua/wali anak didik, hendaknya diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan mutlak harus mengadakan kerja sama dengan orang tua siswa, karena siswa berada disekolah waktunya sangat terbatas, untuk memantau perkembangan siswa. Baik dari segi pengetahuan, maupun sikap guru harus lebih aktif untuk bertanya kepada orang tua tentang bagaimana kehidupan siswa di luar sekolah.Namun, guru juga berkewajiban untuk memberikan laporan dan penjelasan kepada orang tua tentang perkembangan yang dialami oleh siswa, sehingga jika ada permasalahan yang dialami oleh siswa akan lebih mudah untuk mencari solusinya. 460 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Hubungan kerjasama antara guru dengan orang tua dalam mengatasi kenakalan siswa sangatlah dibutuhkan. Kendala yang dialami oleh guru dalam mengatasi kenakalan siswa adalah kurangnya partisipasi dan kerjasama dari sebagian orang tua siswa, lemahnya motivasi dari dalam diri siswa dan rendahnya minat belajar, kurangnya bantuan dari masyarakat sekitar, mudah dan murahnya akses teknologi, lemahnya pengawasan orang tua. Upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi kenakalan siswa adalah dengan memberikan keteladanan, memberikan pendidikan agama, melakukan pendekatan psikologis, membuat tata tertib dan memperkecil peluang siswa untuk melakukan pelanggaran tata tertib, melakukan kerjasama dengan semua warga sekolah, orang tua dan masyarakat sekitar, mengadakan pengawasan lebih ketat, dan menciptakan lingkungan kelas dan sekolah yang menyenangkan, sehingga membuat siswa betah dan nyaman ketika berada di kelas dan di lingkungan sekolah. Sebagi sebuah upya nyata yang telah dilakukan guru (wali kelas) dalam mengatasi kenakalan remaja di SMPN 21 Malang sebagai berikut. 1. Guru berdiri di pintu gerbang dan menyambut kehadiran siswa di sekolah dengan senyuman di pagi hari, untuk memberikan motivasi belajar agar siswa selalu ceria dan semangat dalam mengikuti pelajaran di kelas. 2. Guru menjalin hubungan dengan siswa seperti layaknya sahabat, sehingga siswa tidak canggung dalam mengutarakan masalah yang dihadapi yang berhubungan dengan pelajaran atau teman,dengan menggunakan media sosial. 3. Guru juga menjalin komunikasi dengan wali murid dengan membentuk paguyuban antar kelas, sehingga informasi dari sekolah lebih mudah dan cepat tersampaikan ke orang tua melalui media sosial (WA). 4. Guru membimbing dan mengarahkan siswa untuk selalu melakukan hal yang positif misalnya untuk melatih jiwa sosial siswa, di dalam kelas ada “celengan ceria”, dimana siswa memasukkan uang seikhlasnya setiap hari dan dibuka setiap bulan. Hasilnya di bawa ke panti asuhan dan program nasi bungkus untuk dibagikan kepada yang berhak sebagai wujud syukur dan berbagi dengan sesama, dan ini dilakukan oleh siswa bersama orang tua dan guru. 5. Istighosah bersama antara siswa, orang tua dan guru, sehingga siswa merasa nyaman ketika berdoa didampingi oleh orang tua masingmasing dan ini dilaksanakan sebulan sekali. Pendidikan Karalkter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasai Kenakalan Remaja 6. 461 Outbound dengan tujuan melatih kerjasama, kekompakan antar teman dan orang tua masing-masing siswa. Itulah sekelumit contoh dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan di sekolah kami, sehingga dengan kegiatan-kegiatan tersebut para siswa dengan mudah terdeteksi secara dini apabila melakukan pelanggaran.Orang tua dan guru juga dengan mudah mengontrol kegiatan siswa. Mari kita bersama-sama untuk menjadi guru bagi anakanak dan para remaja kita para remaja belia, dengan selalu memberi contoh kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Guru bagi para remaja adalah orang tua, guru sekolah, dan lingkungan tempat ia dibesarkan. Apabila sang guru sudah memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya “kenakalan remaja” yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja. DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. 2006. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: PT Golden Terayon Press. Daradjat, Zakiah. 2007. KesehatanMental. Jakarta: Gunung Agung. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dewantara, Ki Hadjar. 1962.Karya Ki Hadjar Dewantara.Yogyakarta: Taman Siswa. Echols, John M. Kamus Inggris Indonesia (An Engglish-Indonesian Dictionary). Jakarta: PT Gramedia. Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Gramedia. Koesoema, Doni.2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta:Grasindo. Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers. Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial.Yogyakarta: Tiara Wacana. 462 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Berkarakter Kebebasan Tunggal Ika 463 BERKARAKTER KEBANGSAAN BHINNEKA TUNGGAL IKA Sri Wahyuni SMPN 2 Berbek Nganjuk Setiap manusia dilahirkan tidak ada yang sama persis dan dalam keadaan atau potensi yang berbeda. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk unik atau khas. Perbedaan itu bukan hanya mengenai bentuk dan roman muka, tetapi juga mengenai tingkah laku dan perbuatan. Bahkan, walaupun ada dua orang yang mempunyai dua ciri jasmani yang sama, misalnya kembar identik, bila diamati dengan seksama pasti ada juga perbedaannya (Mustaqim dan Wahib, 1991:56). Inilah yang akan menjadi patokan pembahasan mengenai perbedaan individu, namun harus tetap bersatu dan berkarakter kebangsaan yang sama. Indonesia adalah negara dengan budaya keramah-tamahannya, gotong royong, dan cinta damainya. Sejak zaman dahulu Indonesia memang sudah terkenal dengan persatuannya, walaupun dengan beribu budaya yang berbeda-beda. Kondisi karakter seperti inilah yang seharusnya membuat masyarakat Indonesia memiliki keluasan wawasan kebangsaan yang tinggi. Hal ini ditujukan agar setiap individu mengetahui bahwabangsa Indonesia sejak dulu telah memiliki budaya yang baik. Seorang individu tentu saja memiliki sifat yang berbeda dari individu yang lain. Namun setiap individu harus memiliki kesadaran akan pentingnya toleransi dan sikap menghargai sesama masyarakat Indonesia. Jika rasa menghargai itu sudah ada dalam setiap individu, maka perbedaan bukanlah suatu hal yang perlu dihindari dalam pergaulan. Faktanya, banyak para pelajar yang tawuran yang dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat atau kesalahpahaman. Selain itu, terkadang pertentangan dan permusuhan terjadi hanya karena fansclub sepakbola yang berbeda. Sebagai seorang pendidik sudah selayaknya dapat membentuk karakter peserta didik melalui pemahaman konsep toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan tersebut tidak lain agar siswa memahami bahwa tidak ada manfaatnya sama sekali dari perbedaan pandangan yang berujung pertikaian. Selain itu, sebagai guru harus 463 464 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dapat menumbuhkembangkan jiwa saling menghargai serta merefleksikan kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pahlawan dengan segenap jiwa raganya. Dengan demikian, peserta didik akan lebih memahami pentingnya persatuan antar sesama warga Indonesiadi balik perbedaan yang beragam. Menurut Ahmadi (2014:21) setiap manusia sejak dilahirkan membutuhkan kehadiran orang lain agar ia dapat bertahan hidup. Setiap individu memerlukan bantuan orang lain untuk perkembangannya. Sejak seseorang dilahirkan ia membutuhkan bantuan orang lain untuk mengurusnya, jika tidak ada yang mengurusnya pasti seorang bayi itu akan meninggal. Seperti yang diketahui bahwa manusia sebagai makhluk sosial pasti harus berinteraksi dengan orang lain. Manusia tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri apabila bersifat individual. Dalam segala aspek kehidupan baik besar maupun kecil, seseorang tetap membutuhkan bantuan dari orang lain. Misalnya seorang yang kaya raya dengan puluhan mobil yang dimilikinya, tetap membutuhkan petani untuk menghasilkan sumber makanannya. Jadi tidak ada individu atau manusia yang bisa hidup sendiri di dunia ini. Setiap individu haruslah memiliki kepekaan sosial yang baik terhadap sesamanya. Banyak sekali fakta yan terjadi saat ini dijalan, di sekolah dan di banyaktempat lain, seorang anak sekolah kurang sekali rasa pedulinya untuk membantu orang lain. Entah karena dia tidak bisa membantu atau karena memang tidak memiliki keinginan untuk membantu. Ada seorang anak yang melihat orang tua terjatuh dijalan, namun tetap melaju kencang dengan motornya tanpa berhenti. Kondisi yang seperti ini yang menjadi masalah bagi sebagain besar peserta didik, yang seolah kehilangan sikap peduli terhadap sesama. Seharusnya sebagai warga negara Indonesia yang berkarakter kebangsaan dan Pancasila, dengan tanpa basa-basi pasti akan langsung membantu orang lain yang sedang kesulitan. Pentingnya moral dan nilai dalam kehidupan memang seharusnya lebih diutamakan daripada wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Dengan moral dan nilai yang baik, dapat dipastikan seseorang akan mampu memberikan manfaat bagi orang lain, walaupun mungkin dalam pengetahuan keilmuannya dirasa kurang. Selain itu, sebagai seorang pendidik berkewajiban untuk menumbuhkan nilai sosial yang baik terhadap orang lain, khususnya pada peserta didik. Diharapkan nantinya peserta didik akan memiliki nilai dan karakter Berkarakter Kebebasan Tunggal Ika 465 kebangsaan yang baik. Dengan demikian, peserta didik siap menghadapi era globalisasi yang semakin membuat kacau nilai dan karakter kebangsaan bangsa Indonesia. Menurut Ahmadi (2014:24) salah satu karakteistik manusia adalah memiliki kehendak. Kehendak adalah kekuatan batin seorang individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Kehendak adalah fungsi jiwa untuk mencapai sesuatu. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa setiap orang pasti memiliki keinginan atau suatu tindakan yang ingin diperbuat. Banyak sekali keinginan individu yang berbeda di dunia ini, karena pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan berbeda pula. Telah banyak dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana seorang anak yang masih belum menginjak usia remaja sangat bergantung pada orang tuanya. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap kehendak yang dimiliki oleh orang tua, di mana kehendak tersebut selalu diwujudkan pada si anak. Bila kehendak orang tua baik, maka anak tersebut akan melakukan tindakan yang baik pula, begitu pun sebaliknya. Peran orang tua lagi-lagi sangat menentukan sikap dan kehendak anak ketika sudah menginjak usia remaja. Seorang yang dari kecil sudah diajarkan melakukan kehendak dan tindakan yang baik, ketika dewasa dia juga akan berbuat baik pula. Kehendak seorang individu juga tergantung dengan sebuah situasi yang sedang dihadapi. Bagaimana seorang individu menangani suatu masalah dengan kehendaknya, baik yang bersifat positif maupun negatif. Misalnya seorang individu yang hidup di daerah dengan budaya berbeda menghadapi peristiwa penghinaan terhadap budayanya, dalam kondisi yang demikian sesungguhnya dia dihadapkan pada dua pilihan. “Melakukan pembalasan atau menyikapi masalah itu dengan bijak”. Dua pilihan tersebut yang hampir selalu ada dalam benak setiap individu ketika menghadapi permasalahn. Maka pilihan kedua yang seharusnya dipilih untuk menunjukkan seseorang yang berkarakter kebangsaan yang berlandaskan Bhineka Tunggal Ika. Jika selalu memilih kehendak yang bijak, maka seorang individu merupakan salah satu aset bangsa terbaik. Hal itu sebagai sebuah wujud pengejawantahan penerus perjuangan pahlawan untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Hal yang demikian adalah salah satu bentuk tanggung jawab dari seorang pendidik kepada peserta didik. 466 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, ada suatu hal yang dapat dikaji lebih mendalam lagi yaitu tentang nilai karekter. Manusia memilki kehendak dan pasti memiliki sebuah tujuan dalam hidupnya, tujuan itulah yang dinamakan cita-cita. Seperti yang dikatakan (Ahmadi, 2014:28) setiap individu memiliki cita-cita hidup. Tidak ada satu pun manusia yang tidak memiliki cita-cita sama sekali. Baik orang itu bodoh maupun cerdas, kaya atau miskin, di kota maupun desa, semua pasti memiliki cita-cita. Cita-cita adalah tujuan seseorang yang ingin dicapai selama hidup di dunia. Setiap manusia mempunyai cita-cita yang berbeda-beda, ada yang bercita-cita setinggi langit dan ada pula yang bercita-cita ala kadarnya saja. Sebagai manusia yang tinggal dalam sebuah negara dan menjadi suatu bangsa memiliki kewajiban untuk menjunjung persatuan dan kemajuan bangsa. Dengan demikian, seorang yang tinggal di suatu negara harus menjadi bagian integral di dalamnya, serta wajib memberikan yang terbaik untuk negaranya. Jika seseorang mempunyai cita-cita, maka harus memiliki tujuan yang disertakannya untuk mengembangkan serta memajukan bangsa. Harus juga memiliki cita-cita yang tetap menjaga persatuan serta kesatuan bangsa dan negaranya. Mulai dari cita-cita yang tinggi maupun rendah pun, bisa untuk mencapai tujuan kebangsaan dan menjadi seorang yang berkarakter kebangsaan yang baik. Contohnya adalah seorang dengan cita-cita tinggi ingin menjadi professor ataupun pengembang teknologi, semua haruslah tetap disumbangkan dan didedikasikan ilmunya serta penemuannya untuk negara. Sebagai contoh orangnya adalah mantan presiden kita, bapak Habibie yang dulu menempuh pendidikan jauh ke negeri Jerman namun setelah beliau berhasil dan sukses, beliau tak lupa dengan negaranya. Beliau merupakan sumbangsih terbesar bagi negara sebagai orang yang sukses di negeri lain. Sangat patut sekali kita contoh dan teladani bagaimana seorang yang kayanya tidak dipungkiri dan dijamin negara Jerman kehidupannya sangat berlebih namun tetap memilih Indonesia sebagai kewarganegaraannya dan tanah airnya. Beliaupun juga tak pernah lupa untuk terus mengembangkan dan membudidayakan pemuda Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. Ada pula contoh cita-cita yang mungkin saja terlihat sederhana, namun memiliki nilai karakter kebangsaan yang sangat tinggi.contohnya citacita sebagai guru sekolah kecil di pelosok. Cita-cita yang begitu sederhana namun memiliki fungsi kearifan yang luar biasa. Dengan menjadi Berkarakter Kebebasan Tunggal Ika 467 seorang guru yang berarti pendidik, pembimbing dan pelurus moral anak muda bangsa, maka sangat penting sekali perannya untuk persatuan dan pencerdasan bangsa. Sebagai seorang guru, seseorang bisa memberikan ilmu serta wawasan kebangsaan yang menghargai perjuangan para pahlawan serta pentingnya menjaga tanah air Indonesia agar tidak terjajah kembali. Seorang guru bisa memberikan pengaruh positif setiap hari kepada sang siswa. Sehingga walaupun dengan jauhnya anak didik atau anak-anak pelosok dari kemajuan dan teknologi yang maju saat ini, serta kebudayaan mereka yang masih tradisional dan tertinggal, namun mereka memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi dan mampu bertindak bijak jika ada masalah yang menyangkut dengan persatuan bangsanya. Inilah pentingnya suatu cita-cita, bukan hanya untuk memuliakan dirinya sendiri, namun lebih luas cita-cita harus bernilai kebangsaan sehingga mampu menjaga negara Indonesia dengan baik menggunakan cita-citanya. Menurut (Hariyono, 2014:27) munculnya kelompok-kelompok yang mendasarkan pada identitas etnis dan agama yang eksklusif jelas membahayakan upaya membangun nasionalisme inklusif serta kehidupan bermasyarakat yang toleran tehadap basis pada kebhinekaan. Ini artinya pemuda yang baik memang kadang dapat dilihat dari kereligiusan dan penghormatan terhadap budayanya dengan baik. Namun lain cerita jika ketaatan agama dan budaya seseorang ini melampaui batas. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang yang taat terhadap budaya dan agamanya ini menjadi seorang yang radikal dan keras. Menolak mentah-mentah bahkan memusuhi budaya dan agama lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan seseorang dalam berbangsa dan bernegara. Kita harus ingat bahwa kita mendiami negara pasti berlandaskan terhadap sesuatu. Dan negara kita Indonesia berlandaskan pancasila yang harus menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. Apa artnya? Artinya kita mampu untuk menerima dan bijak dalam menyikapi suatu perbedaan. Karena Indonesia memang dibentuk dan berdiri dalam perbedaan. Kita harus mengingat bagaimana dahulu para pahlawan bahkan warga sipil yang ikut berjuang untuk kemerdekaaan, mengorbankan nyawa dan raga serta hartanya untuk negara. Apakah ada yang berfikir bahwa mereka berjuang hanya bersama dengan golongannya saja? Dengan kelompok sesama budayanya ataupun kelompok agamanya saja? Jawabanya adalah tidak. Semua warga negara Indonesia berjuang 468 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa bersama, berjalan bersama dengan banyak perbedaan. Ada yang dari Jawa, Sunda, Batak, dan lain-lain. Mereka berkumpul bermusyawarah dan berperang bersama dalam satu visi yaitu untuk memerdekaan Indonesia serta menyatukannya. Selain perbedaan budaya, agamapun dikesampingkan untuk perjuangan bersama. Bagaimana seorang santri bersama-sama mengangkat senjata dan tolong menolong bersama dengan penganut agama lainnya. Lihatlah sejarah Indonesia zaman dulu, bagaimana perbedaan yang disatukan dengan satu tujuan itu sangatlah indah. Maka jika ingin memiliki karakter kebangsaan yang baik, kesampingkanlah agama dan budaya untuk persatuan dan kemajuan bangsa. Namun di Indonesia saat ini yang terlihat banyak sekali pertikaian dan permusuhan hanya karena perbedaan-perbedaan kecil. Kita lihat bagaimana fans suatu klub sepakbola bertikai dengan fans klub lain. Bahkan sampai saling membunuh dan mengancam dan selalu bermusuhan. Bagaimana bisa banyak sekali pemuda yang masih sekolah dan mengerti pendidikan, ikut-ikutan dengan radikalnya suatu fans klub sepakbola. Inilah yang harus pendidik perbaiki. Jangan sampai Bhineka Tunggal Ika hanya sebagai sebuah wacana saja. Dan jangan sampai negara lain menertawakan kita dengan motto kita yang sangat bertolak-belakang dengan fakta yang terjadi di masyarakatnya. Untuk itulah, sebagai pendidik harus dapatmembimbing anak didiknya, untuk membuka pikirannya dan merenung, alangkah indahnya jika kita bersatu dan bersama-sama menuju suatu tujuan yang baik. Tentu Indonesia akan menjadi negara yang maju dan mampu bersaing dengan negara maju lain pastinya. Namun yang pertama harus kita lakukan adalah dengan bertindak sesuai dengan asas pancasila serta menghargai perbedaanperbedaan. Apapun itu, perbedaan besar maupun kecil. Saat ini kita hidup di zaman yang sudah sangat modern. Era globalisasi, era 2000-an dengan banyak sekali kemajuan dalam segala bidang. Perkembangan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin mempermudah pekerjaan manusia saat ini. Menurut (Ahmadi, 2014:136), perkembangan IPTEK terjadi pada semua sektor pembangunan, baik ekonomi, pendidikan, politik, sosial, budaya, dan keamanan, termasuk dalam dunia teknologi dan informasi (TIK). Banyak manusia tercengang dengan kemajuan teknologi yang semakin membuat pekerjaan manusia lebih efisien dan efektif. Namun dibalik itu, ada banyak sekali hal negatif dari kemajuan IPTEK. Sebagai suatu Berkarakter Kebebasan Tunggal Ika 469 alat untuk membantu manusia, seharusnya IPTEK tidak melebihi batas fungsinya. IPTEK bisa membantu sebuah negara untuk maju dengan semakin mudahnya melakukan banyak hal dengan teknologi baru. Semua akses informasi yang begitu cepat dan keamanan yang semakin terjamin juga dengan kemajuan teknologi. Kita sebagai pendidik haruslah dapat menyiapkan generasi penerus yang berwawasan luas dalam menyikapi kemajuan teknologi saat ini. Karena tidak semua teknologi mempermudah manusi.Namun ada juga yang menggeser fungsi kerja manusia yang akhirnya membuat angka pengangguran semakin meningkat. Sebagai warga negara yang baik, kita haruslah tetap melihat dan mengamati kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan. Kita wajib tahu kapan menggunakan teknologi dan kapan menggunakan tenaga manusia untuk melakukan suatu pekerjaan. Karena dengan tetap mempertahankan fungsi manusia dan memberdayakannya maka dengan secara langsung kita telah membantu memajukan negara dan bangsa dengan tetap memperhatikan kesejahteraan rakyat dibalik kemajuan teknologi yang semakin menggiurkan. Teknologi saat ini memang membuat banyak manusia dan diantaranya adalah para pemuda maupun remaja yang terjebak dalam bingkai kenikmatan fatamorgana bermain dengan dunia maya. Teknologi yang begitu mudah diakses seperti smartphone memang memiliki beberapa manfaat, namun banyak sekali juga mudharatnya. Seperti contohnya adalah dengan mudahnya segala sesuatu diakses dari internet, maka pemuda yang masih labil dan gampang terbujuk sesuatu kesenangan sementara akan terbuai dan melihat suatu hal yang dilarang oleh nilai yang berlaku dimasyarakat maupun nilai agama. Untuk itu sebagai pendidik harus dapat menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkarakter kebangsaan yang berjiwa Bhineka Tunggal Ika. Seorang pendidik harus dapat mencetak generasi penerusyang dapat menjaga diri dari hal yang merusak moral dan tingkah laku yang dilarang agama. Sehingga nantinyagenerasi kita akan memiliki jiwa yang bersih dan bisa berpikir jernih untuk kedamaian dan persatuan tanpa terkotori oleh hal yang tidak baik. 470 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta 471 PEMBENTUKAN KARAKTER DENGAN BAHASA CINTA Anna Jarrotul Khoiriyah SMPN 18 Malang Tujuan pendidikan nasional antara lain membentuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia (UU Sisdiknas No 20, 2003). Tujuan ini juga didukung oleh kurikulum 2013 yang mencantumkan karakter didalamnya. Berdasarkan Kopentensi Inti (KI) dalam kurikulum 2013 ada 2 kompetensi yang dibangun berlandaskan karakter yaitu KI 1 tentang sikap spiritual dan KI 2 yang tentang sikap sosial (Permendiknas no 58, 2014). Karakter menjadi pokok penting yang harus ditanamkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Masalah tentang pendidikan karakter dipaparkan Baswedan (2014), yang mengemukakan masih rendahnya karakter yang dimiliki siswa. Hal ini dapat dilihat dari data banyaknya tawuran pelajar, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual yang dilakukan pelajar. Beberapa masalah yang dihadapi guru di sekolah antara lain (1) Kurangnya tanggung jawab siswa, hal ini terlihat 37% siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru (2) Kurangnya kepedulian siswa, hal ini terlihat dari kecuekan siswa terhadap temannya ketika memerlukan bantuan (3) siswa cenderung mengolok-olok ketika ada temannya yang salah atau berpenampilan tidak semestinya (4) siswa cenderung marah, mudah tersinggung dan emosi (5) siswa cenderung membesar-besarkan hal-hal kecil. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada orang tua siswa ditemukan beberapa perilaku siswa selama di rumah, diantaranya (1) Siswa lebih suka menunda-nunda waktu untuk mengerjakan sholat (2) Siswa lebih suka menonton tv dan bermain gadget daripada belajar dan (3) Siswa tidak memiliki banyak waktu untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah atau peduli dengan saudaranya selama di rumah. Masalah ini memang tidak dialami oleh semua siswa, walaupun demikian kebiasaankebiasaan tersebut dapat memicu tumbuhnya karakter yang akan merugikan siswa untuk bekal kehidupan sekarang atau yang akan datang. 471 472 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Guru memiliki andil besar dalam pembentukan karakter. Pembelajaran di sekolah melibatkan guru dan siswa. Proses pembelajaran memungkinkan hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Ada keterkaitan emosi dari hubungan sosial mereka selama proses pembelajaran. Rasa peduli, kerjasama, disiplin, tanggung jawab, dan karater-karakter yang baik dapat ditumbuhkan dan dilatih selama proses pembelajaran. Prasetyo (2014) mengemukakan pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah dasar diyakini berperan dalam membangun adab dan budi pekerti luhur, bangsa ini. Guru dapat melakukan banyak hal untuk membangun karakter siswa. Kemampuan, keterampilan yang dimiliki guru, dan sikap guru sangat diperlukan dalam membangun karakter siswa. Siswa pada jenjang pendidikan dasar cenderung sensitif. Sentuhan hati lebih membuat mereka menyadari akan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Kondisi ini memungkinkan ”bahasa cinta” yang diberikan guru mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Pembentukan Karakter Karakter merupakan ciri khas yang dimiliki oleh individu atau seseorang. Menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat lain disampaikan Muhtadi (2014) yang menyatakan bahwa secara psikologi, karakter bermaknakepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Karakter merupakan kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain (Muhtadi, 2014). Menurut hemat kami, karakter merupakan perilaku yang bersumber dari pola pikir. Karakter dapat dibentuk dengan membuat siswa mengerti, memahami, dan mengetahui sebab pentingnya karakter, selanjutnya adalah dengan membiasakan, dan menanamkan dalam pola pikirnya. Beberapa karakter yang perlu dikembangkan pada siswa antara lain menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri (Permendiknas No 58, 2014). Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta 473 Karakter tersebut tahap demi tahap dapat ditanamkan pada siswa selama proses pembelajaran. Cara yang dilakukan untuk menjamin bahwa karakter tersebut dapat tertanam untuk masa sekarang, yang akan datang dan selamanya serta dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari, perlu dipikirkan guru. Pendidikan karakter yang dibelajarkan pada siswa sekolah dasar memiliki prioritas lebih besar dibanding sekolah menengah dan sekolah menengah lebih besar dibanding perguruan tinggi. Keseimbangan antara pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan karakter (attitude) di sekolah dijelaskan pada Gambar 1. Sumber: Bruner (1960) dalam BPSDM (2014) Gambar 1. Keseimbangan Sikap, Keterampilan, dan Pengetahuan untuk Membangun Soft Skills dan Hard Skills. Pentingnya memulai pendidikan karakter pada usia dini dengan cara membiasakan, membentuk pola pikir yang bagus, membuat pondasi karakter yang kuat, dan mengajak siswa untuk mengerti betapa pentingnya membentuk manusia yang berkarakter dan mengetahui apa tujuan dibangunnya karakter yang lebih baik. Pendidikan di sekolah memiliki andil besar dalam hal ini. Penting bagi dunia pendidikan melakukan perubahan pola pikir bahwa pendidikan tidaklah sekedar pemaknaan atas transformasi akademik (keilmuan) saja, melainkan perlu dilengkapi dengan karakter (Dongoran, 2014). 474 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Bahasa Cinta Pengertian bahasa cintadimaknai seseorang dengan cara yang berbedabeda. Tutur bahasa yang lembut, perilaku yang sabar, penuh perhatian merupakan bentuk-bentuk ungkapan bahasa cinta. Chapman (2007) memaknai bahasa cinta dengan 5 bahasa yaitu: (1) Sentuhan fisik (2) Kata-kata mendukung (3) Waktu bersama (4) Pemberian hadiah (5) Pelayanan. Dephlie (2005) menjelaskan bahwa bahasa cinta berupa kasih sayang yang merupakan pola hubungan yang unik diantara dua orang manusia atau lebih. Bahasa cinta mampu membuat suasana seseorang menjadi berbeda. Balutan bahasa cinta mampu membius pola pikir seseorang untuk menyadari kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Cara sederhana ini diharapkan mampu merubah karakter siswa menjadi seperti diharapkan. Penting bagi guru sebagai model mereka untuk bertutur kata yang lembut, berperilaku halus, memberi perhatian dan kasih sayang kepada siswa. Sikap yang ramah cenderung lebih menyentuh emosional siswa. Kelembutan membuat siswa dapat berfikir positif. Siswa pada pendidikan dasar cenderung menjadikan guru sebagai model/idola mereka. Anak yang tumbuh dalam balutan penuh dengan kasih sayang dan perhatian akan memiliki kepribadian yang mulia, senang mencintai orang lain dan berperilaku baik dalam masyarakat (Seefeld, 2002). Seorang guru yang mampu memperlakukan siswanyadengan bahasa cinta dan begitu juga siswanya yang berperilaku dengan bahasa cinta kepada guru dan siswa lainnya dalam bersosial, maka akan menumbuhkan hubungan sosial yang harmonis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Perilaku siswa yang terbentuk pada dasarnya merupakan hasil dari mencontoh atau mentauladani perilaku yang diperlihatkan guru (Rahmat, 2010). Hal ini juga akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, belajar bukan lagi beban dan keterpaksaan, tetapi belajar adalah sesuatu yang menyenangkan, bebas, santai, penuh semangat. Susana belajar yang seperti ini yang diharapkan dapat tercipta dalam proses pembelajaran. DePorter (2007) menjelaskan satu-satunya hal yang dapat menarik minat siswa untuk belajar adalah hubungan sebagai manusia yang dapat mereka bangun dengan guru. Siswa pada pendidikan dasar memerlukan pondasi yang tepat dalam penanaman karakter. Usia mereka membutuhkan model yang baik untuk perkembangan jiwanya. Guru adalah model yang tepat pada saat Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta 475 pembelajaran di sekolah. Wardani (2002) mengemukakan bahwa seorang pendidik harus melakukan berbagai peran dalam menjalankan suatu proses pendidikan, diantaranya (1) membimbing dengan kasih sayang (2) pembentuk kepribadian (3) sebagai tempat perlindungan (4) sebagai figur teladan. Implementasi Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta Tantangan abad 21 memicu berbagai pihak untuk andil di dalamnya, termasuk dunia pendidikan yang mempesiapkan generasi emas yang salah satunya adalah dengan membentuk manusia yang berkarakter. Karakter diharapkan mampu menjadi pondasi kuat menyongsong tantangan masa depan. Menghadapi tantangan masa depan diperlukan manusia yang memiliki kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan dan Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab (BPSDM, 2014). Kurikulum 2013 merupakan pijakan awal dalam proses pembelajaran. Implementasi kurikulum 2013 diharapkan mampu mewujudkan tujuan nasional pendidikan, mampu mewujudkan manusia yang terampil, cerdas, dan berkarakter. Pengawalan yang serius terhadap implementasi kurikulum 2013 terutama dilakukan untuk menjamin terwujudnya Generasi Emas 2045 (Prasetyo, 2014). Beberapa asumsi yang menyebabkan gagalnya pendidikan karakter (1) Adanya anggapan bahwa persoalan pendidikan karakter adalah persoalan klasik yang penanganannya adalah sudah menjadi tanggung jawab guru agama dan guru PPKn. (2) Rendahnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspekaspek pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan (3) Proses pembelajaran mata pelajaran cenderung bersifat transfer of knowledge dan kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengalaman untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari. Asumsi ini harus kita tepis, bahwa keberhasilan pendidikan karakter adalah tanggung jawab kita bersama. Semua guru dalam mata pelajaran apapun harus mampu mengembangkan inovasi dan kreasinya untuk mengembangkan karakter sesuai yang tertera pada KI 1 dan KI 2 pada kurikulum 2013. Bahasa cinta adalah tawaran yang menggiurkan untuk diterapkan guru dalam membentuk karakter. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru adalah (1) Luangkan waktu 10 menit sebelum memulai pelajaran 476 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa untuk menayangkan video atau cerita tentang kisah bernuansa karakter (2) Saat membuka pelajaran pada kegiatan pendahuluan, sisipkan pertanyaan dan pernyataan tentang untuk apa Allah menciptakan, kebesaran Allah, atau rasa syukur kepada Allah atas karunia yang diberikan (3) Tambahkan pertanyaan dalam LKS tentang sikap spiritual dan sosial yang berhubungan dengan materi yang dipelajari (4) Tambahkan pada kegiatan penutup dengan kesimpulan yang melibatkan sikap spriritual dan sosial (5) Perhatian guru ditujukan untuk seluruh siswa tanpa pilih-pilih, dengan bahasa lembut dan berperilaku halus, bimbing siswa dengan telaten. (6) Berikan pujian dengan kata-kata yang baik, tidak mencemooh atau berkata-kata kasar walaupun siswa berbuat salah. Tayangan video yang dimaksud dapat diperoleh dari media sosial, pilih yang sesuai dengan materi, tetapi apabila tidak menemukan yang sesuai materi tidak masalah, guru dapat menghubungkan/memberi benang merah dengan pernyataan atau pertanyaan yang diajukan pada siswa tentang video yang ditayangkan. Pertanyaan yang ditambahkan pada kegiatan pendahuluan atau di LKS misalnya “Mengapa Allah menciptakan suhu benda berbeda-beda?”, “Apa fungsi Allah menciptakan suhu yang berbeda-beda?”. Kalimat pernyataan yang diberikan guru misalnya “kita harus bersyukur bahwa Allah telah mendesain sedemikian rupa untuk kepentingan manusia”. “Coba pikirkan apa yang terjadi jika Allah menciptakan semua suhu benda sama. Kalimat-kalimat halus diberikan guru pada saat proses pembelajaran dapat membangkitkan dan memotivasi siswa. Kisah bernuansa karakter dari video terbukti mampu menyentuh hati siswa. Hal ini terbukti dari antusias siswa dalam menyimak dan respon siswa setelah menyimak video. Anderson (1987) menjelaskan bahwa kelebihan dari tayangan video dengan menggunakan efek dan teknik, dapat menjadi media yang sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan emosi. Pertanyaan dan pernyataan tentang sikap spiritual dan sikap sosial yang dilakukan guru terbukti mampu membiasakan siswa untuk mengagungi, mensyukur karunia Allah dan menumbuhkan sikap sosial yang baik. Penting bagi guru untuk memberi pertanyaan atau pernyataan pada siswa yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial pada saat membuka pelajaran untuk meningkatkan sikap spiritual dan sikap sosial siswa (Khoiriyah, 2016). Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta 477 Kepedulian guru sebagai wujud bahasa cintanya pada siswa dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara, misalnya (1) Sabar menunggu ketika siswa tidak mengerjakan PR, bukan menghukumnya (2) Mudah memaafkan apabila siswa berbuat salah (3) Menanyakan alasan ketika siswa datang terlambat atau tidak membawa perlengkapan sekolah dan berusaha mencari solusi yang tepat dari permasalahan siswa. Hubungan yang baik yang terjalin antara guru dan siswa menjadi modal suksesnya pembelajaran. Prayitno (2002) menjelaskan bahwa dalam proses pendidikan hendaknya ada kedekatan antara pendidik dengan peserta didik. Ksimpulan Bahasa cinta adalah cara yang tepat yang dipergunakan guru dalam membangun karakter siswa. Ketulusan guru sebagai pendidik dalam proses pembelajaran menunjang keberhasilan pendidikan karakter. Berhenti untuk memberikan hukuman, ganti dengan memberikan pengertian tentang kesalahan yang dilakukan. Ajak siswa berfikir apa yang harus dan sebaiknya dikerjakan. Ubahlah pola pikir siswa dengan membuat siswa memahami tujuan yang dinginkan. DAFTAR RUJUKAN Anderson, R. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Terjemahan Yusuf Hadi Miarso, dkk. Jakarta: PAU-UT. Baswedan, A. Gawat Darurat Pendidikan Indonesia. 2014. Disampaikan dalam silaturahmi kementrian dengan kepala dinas. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. BPSDM Kemendikbud & Penjamu Pendidikan. 2014. Rasional Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. Chapman, G. 2007. Lima Bahasa Cinta Menghadapi Remaja. Yogyakarta: Quills Book Publisher Indonesia. Deplhie, B. 2005. Bimbingan Perilaku Anak. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. DePorter, Bobbi., dkk. 2007. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa. Dongoran, F. R. 2014. Paradigma Membangun Generasi Emas 2045 dalam Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal Tabularasa PPS Unimed, 11 (1): 61-76. 478 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Khoiriyah, A. J. 2016. Penerapan Inkuiri Terpimpin dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Sikap Spiritual, Sikap Sosial, Pengetahuan, dan Keterampilan Siswa kelas VII SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Pascasarjana: Universitas Negeri Malang. Muhtadi, A. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Sekolah. Slide share. Diakses 21 November 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah. 2014. Jakarta: Kementrian Pedidikan dan Kebudayaan. Seefeldt, C. 2002. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Prasetyo, Z. K. 2014. Generasi Emas 2045 sebagai Fondasi Mewujudkan Siklus Peradaban Bangsa Melalui Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kurikulum 2013 di Universitas Tanjungpura Pontianak pada Rabu, 16 April 2014. Prayitno. 2002. Hubungan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat SLTP. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Diundangkan oleh Sekertaris Negara Republik Indonesia. Wardani. 2002. Pengantar Pendidikan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka. Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah.... 479 MEMBENTUK GENERASI BERKARAKTER MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH DAN MADRASAH Arif Muzayin Shofwan MI Miftahul Huda Papungan 01 Blitar “Sungguh-sungguh ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah bagi orang yang mengharap kasih sayang Allah dan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21) Setiap guru bisa dianggap berhasil apabila mampu membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter. Lebih-lebih seorang guru agama akan dianggap berhasil apabila mampu membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter sesuai dengan agamanya. Seorang guru agama Islam misalnya, akan dapat dianggap berhasil apabila mampu membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter sesuai dengan ajaran Islam. Hal tersebut tentu saja tidak menjadi suatu masalah bagi kemajuan bangsa dan negara. Sebab negara Indonesia yang memiliki dasar Pancasila dan UUD 45 telah mengakui dan melindungi keberadaan berbagai agama untuk ikut andil dalam membangun bangsa dan menjadikan manusia yang berkarakter. Justru keberadaan berbagai agama tersebut sangat membantu tumbuhnya generasi berkarakter di negara Indonesia yang berbhineka, yakni sebuah negara yang berbeda-beda agama, suku, budaya, etnis, dan semacamnya, tetapi memiliki tujuan yang sama berupa persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembentukan generasi yang berkarakter bagi peserta didik yang beragama Islam di sekolah maupun madrasah dapat dilakukan oleh seorang guru agama melalui pendidikan agama Islam. Adapun yang termasuk sekolah dalam tulisan ini dapat berupa Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan semacamnya. Sedangkan yang termasuk madrasah dapat berupa Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan semacamnya. Pendidikan agama Islam 479 480 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa yang dimaksud meliputi tiga komponen, di antaranya: (1) akidah, yakni berupa tauhid dan iman yang tidak terdapat perbedaan bagi umat Islam; (2) ibadah, yakni berisi mengenai tata pelaksanaan ibadah ritual; dan(3) akhlak, yakni menekankan tata cara hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama dan alam semesta (Tholkhah, 2011). Dari ketiga hal diatas yang signifikan dengan tema tentang karakter adalah komponen akhlak. Seorang pakar pendidikan Islam Abdul Rahman (2012) menyatakan bahwa pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam sangat berkaitan erat dengan misi pendidikan Nabi Muhammad saw yang hanya diutus Tuhan di muka bumi untuk menyempurnakan akhlak atau karakter umatnya. Masih menurut Rahman bahwa akhlak merupakan bagian penting dalam kehidupan seorang muslim. Sebab misi dakwah nabi sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu mempertinggi nilainilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak mulia (akhlaq al-karimah). Faktor kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan, yang menurut pandangan Islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan kehidupan di akhirat. Sementara itu, Megawangi (2016) menyatakan bahwa beberapa tolok ukurbagi anak didik atau siswa-siswi apabila mereka telah berkarakter, diantaranya; (1) cinta pada Tuhan dan alam semesta; (2) tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3) toleransi dan cinta damai terhadap sesama; (4) baik dan rendah hati; (5) kepemimpinan dan keadilan; (6) kepercayaan terhadap diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7)kasih sayang, kepedulian dan kerja sama; (8)hormat dan santun; dan (9) kejujuran. Dengan demikian, seorang guru agama Islam baik di sekolah maupun madrasah dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter melalui pendidikan agama Islam yang diajarkan berdasarkan sembilan tolok ukur tersebut. Selain itu, untuk membentuk generasi berkarakter diperlukan pula pendekatan proaktif, komprehensif, dan intensif (Lickona, 1991). Signifikansi Pembentukan Karakter melalui Pendidikan Agama Islam Pembentukan karakter atau pembanguan karakter (character building) sesungguhnya tidak hanya sebatas dalam dunia pendidikan saja, tetapi memiliki spectrum yang lebih luas. Selain itu, character building Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah.... 481 sesungguhnya merupakan proses berkelanjutan dan terus berkembang sepanjang hidup manusia (Naim, 2012). Dengan demikian, character building dapat dilakukan di dalam maupun diluar dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan, tentu saja apa yang telah diuraikan Megawangi di atas bukan merupakan satu-satunya tolok ukur dalam membentuk anak didiknya sebagai generasi berkarakter. Namun dalam konteks ini, tolok ukur Megawangi akan menjadi sebuah tawaran tersendiri bagi para guru pendidikan agama Islam untuk membentuk anak didiknya menjadi generasi yang berkarakter. Sebagai sebuah tawaran, tolok ukur yang dinyatakan Megawangi di atas dapat dijelaskan signifikansinya dengan pendidikan agama Islam di sekolah maupun madrasah sebagai berikut. Pertama, cinta pada Tuhan dan alam semesta. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang memiliki karakter cinta pada Tuhan dan alam semesta dengan cara menjelaskan bahwa Tuhan Yang Maha Penciptalah yang menciptakan alam semesta untuk kebutuhan manusia. Sehingga sebagai bukti bahwa seseorang mencitai Tuhan dan alam semesta di antaranya adalah dengan merawat ciptaan-Nya dengan baik. Seorang guru agama Islam bisa memaparkan isi dari firman Allah swt berikut: “Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu...” (QS. Al-Baqarah: 29). Berdasarkan firman tersebut seorang guru agama Islam bisa menjelaskan kepada anak didiknya agar mencintai Tuhan yang telah menciptakan bumi dan memperuntukkan baginya. Kedua, tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya menjadi generasi berkarakter tanggungjawab melalui firman Allah swt berikut: “Apakah manusia mengira, bahwa dia akan dibiarkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban?.” (QS. Al-Qiyamah: 36). Berdasarkan firman tersebut seorang guru agama Islam bisa menjelaskan pada anak didiknya bahwa manusia dilahirkan di dunia memiliki berbagai tanggungjawab yang harus dilaksanakan, di antaranya: tanggungjawab pada dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, alam semesta, dan lain sebagainya. Selain itu, seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter disiplin, teguh pendirian dan mandiri melalui firman Allah swt berikut: “Maka tetaplah engkau di jalan yang benar sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu...” (QS. Hud: 112). Berdasarkan firman tersebut seorang guru agama Islam dapat menjelaskan 482 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa kepada anak didiknya bahwa disiplin, teguh pendirian dan mandiri merupakan salah satu ajaran Islam yang dapat membawa kesuksesan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Ketiga, toleransi dan cinta damai terhadap sesama. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter toleran dan cinta damai terhadap sesama melalui firman Allah swt berikut: “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (QS. AlKafirun: 6). Selain itu, seorang guru agama Islam dapat menjelaskan kepada anak didiknya tentang toleransi dalam berbangsa dan bersukusuku melalui firman Allah swt: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal...” (QS. Al-Hujurat: 13). Berdasarkan firman tersebut seorang guru agama Islam dapat menjelaskan kepada anak didiknya bahwa Islam merupakan agama yang toleran dan cinta damai terhadap sesama. Islam merupakan salah satu agama yang membawa kebaikan di kehidupan kini dan mendatang tanpa ada keraguan di dalamnya. Keempat, baik dan rendah hati. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya menjadi generasi yang berkarakter baik melalui suri tauladan dari Rasulullah saw, di antaranya: berlaku jujur (siddiq), dapat dipercaya (amanah), pemaaf (hilm), berbudi luhur (muru’ah), dermawan (sakha’), dan semacamnya. Tak jauh dari itu, seorang guru agama Islam juga mengajarkan sifat-sifat yang harus dihindari dalam pergaulan, seperti iri hati (hasad), dendam (hiqdu), sombong (kibr), berbuat aniaya (zulm), dan semacamnya. Tak jauh dari itu, seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya menjadi generasi yang berkarakter rendah hati melalui firman Allah swt berikut: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh...” (QS. Luqman: 18). Sebab dalam kerendahan hati terdapat kekuatan jiwa yang dapat menjadikan seseorang mampu mengendalikan diri dalam situasi dan kondisi apapun. Kelima, kepemimpinan dan keadilan. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan melalui sabda Rasulullah SAW berikut: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari). Berdasarkan Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah.... 483 hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan harus dimulai dari diri pribadi masing-masing. Selain itu, seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter adil melalui firman Allah swt berikut: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian berlaku adil dan berbuat kebajikan...” (QS. An-Nahl: 90). Berdasarkan firman tersebut, seorang guru agama Islam dapat membangun karakter anak didiknya agar berperilaku adil kepada siapapun tanpa memandang agama, ras, suku, budaya, dan semacamnya. Keenam, kepercayaan terhadap diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang memiliki karakter percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah melalui firman Allah SWT: “Maka berlombalombalah kamu dalam berbuat kebaikan...” (Al-Baqarah: 148). Firman tersebut menjelaskan agar seseorang percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah dalam berkompetisi pada kebaikan. Tak jauh dari itu, seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter pantang menyerah melalui firman Allah SWT berikut: “Sesungguhnya Allah tidak merubah suatu kaum sebelum mereka merubah keadaan diri mereka.” (QS. Ar-Ra’d: 11). Dengan demikian, kedua firman tersebut dapat digunakan seorang guru agama Islam dalam membentuk anak didiknya sebagai generasi yang memiliki karakter yang dimaksud sesuai ciri khas Islam. Ketujuh, kasih sayang, kepedulian dan kerjasama. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter kasih sayang melalui firman Allah swt berikut: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi kasih sayang bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Berawal dari firman tersebut seorang guru agama Islam dapat mengembangkan penjelasan kepada anak didiknya bahwa Islam mengajarkan kepedulian dan kerjasama melalui firman Allah swt: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan ketakwaan dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2). Dengan demikian, seseorang bisa dikatakan memiliki karakter peduli dan mampu kerjasama dengan manusia lainnya apabila dia dapat mengaplikasikan perilaku tolong-menolong (ta’awun) terhadap sesama dalam hal kebaikan dan ketakwaan serta tidak tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. 484 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Kedelapan,hormat dan santun. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter hormat dan santun melalui sabda Rasulullah saw berikut: “Tidaklah seorang pemuda menghormati kepada orang tua karena tua usianya, melainkan Allah akan membalas dengan penghormatan orang yang menghormatinya karena usianya kelak.” ( HR. Tirmidzi). Berdasarkan sabda tersebut seorang guru agama Islam dapat mengembangkan penjelasan tentang perilaku hormat dan santun melalui beberapa ajaran Islam berikut, di antaranya: QS. Al-Isra: 23 berisi tentang pentingnya perilaku hormat dan santun kepada kedua orang tuanya; QS. Luqman: 18 berisi pentingnya perilaku hormat, santun dan tidak berperilaku sombong terhadap sesama; dan hadist-hadist Bukhari Muslim yang berisi tentang pentingnya berperilaku hormat dan santun terhadap tamu dan tetangga. Selain itu, seorang guru agama Islam dapat mengembangkan cara pembentukan generasi berkarakter hormat dan santun melalui nilai-nilai yang termuat dalam pendidikan agama Islam lainnya. Kesembilan, kejujuran. Seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter jujur melalui sabda Rasulullah saw berikut: “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur...” (HR. Bukhari Muslim). Berdasarkan hadist tersebut seorang guru agama Islam bisa menjelaskan pada anak didiknya bahwa Islam mengajarkan umatnya berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, ibadah dan semua perkara. Tak jauh dari itu, tampak pula bahwa Tuhan memerintah hamba-Nya agar selalu bersama orang-orang yang jujur. Firman Allah swt: “Dan bersamalah kalian dengan orang-orang yang benar atau jujur.” (QS. Taubah: 119). Sebab perilaku dan berteman dengan orang-orang jujur itulah yang dapat membawa kebaikan bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara dalam kehidupan kini dan mendatang Demikianlah tawaran tolok ukur yang dapat digunakan seorang guru agama Islam untuk membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter. Selain itu, seorang guru agama Islam dapat pula mengembangkan tolok ukur yang lainnya. Seperti tolok ukur manusia berkarakter yang dikemukakan Tim Penulis Naskah (2010) pada Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah.... 485 Kementerian Pendidikan Nasional berikut, di antaranya: (1) relegius; (1) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja keras; (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10) semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13) bersahabat; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) pantang menyerah; (17) peduli lingkungan; (18) peduli sesama. Tak jauh dari itu semua, seorang guru agama Islam dapat mengembangkan berbagai tolok ukur dalam membentuk generasi berkarakter berdasarkan pendapat para pakar lainnya. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru agama Islam dapat membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter melalui pendidikan agama Islam di sekolah maupun madrasah dengan tolok ukur yang ditawarkan para pakar pendidikan karakter. Apabila seorang guru agama Islam mampu menggali nilai-nilai luhur yang ada dalam pendidikan agama Islam, maka dia akan banyak menemukan berbagai nilai yang signifikan dengan pendapat para pakar pendidikan karakter tersebut. Dengan demikian, pembentukan karakter (character building) melalui pendidikan agama Islam merupakan ciri khas bagi peserta didik yang beragama Islam. Sementara itu, seorang guru agama lain juga berhak membentuk anak didiknya sebagai generasi yang berkarakter sesuai dengan ciri khas keyakinannya masing-masing. Sebab hal tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara. DAFTAR PUSTAKA Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character. New York: Bantam Book. Megawangi, Ratna. 2016. Membangun SDM Indonesia melalui Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. Makalah diakses dari www.usm.mainc.edu/ psy/gayton pada 10 November 2016. Naim, Ngainun. 2012. Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Rahman, Abdul, 2011. Pendidikan Agama Islam & Pendidikan Islam: Tinjauan Epistemologi dan Isi Materi. Jurnal Eksis, 8 (1): 2058. Tholkhah, Imam, ed. 2011. Buku Pengayaan Guru PAI: Pendidikan Kewarganegaraan, Budaya dan Agama. Jakarta: Kemenag RI. 486 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa Tim Penulis Naskah. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an Terjemah Per-Kata. Bandung: Syaamil Al-Qur’an. Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius 487 MENYONGSONG GENERASI EMAS MELALUI PENANAMAN BUDAYA RELIGIUS Fitrotul Hasanah SMP Negeri 21 Malang Dalam rangka menyiapkan bangkitnya generasi emas Indonesia diperlukan pembangunan pendidikan dalam perspektif masa depan, yaitu mewujudkan masyarakat indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, modern serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Dirjen Dikti, 2003). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan wahana dan proses yang memungkinkan peserta didik memiliki iman, taqwa dan akhlak mulia. Salah satu wahana pembentukan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia adalah pembelajaran agama Islam di sekolah. Pembelajaran agama Islam di sekolah merupakan pilar penting dalam membentuk manusia yang berbudi luhur, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan agama serta mengaplikasikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kenyataannya, sejak dulu hingga saat ini pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih dianggap kurang berhasil dalam menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik dan membangun moral dan etika bangsa (Muhaimin, 2009:256). Pendidikan agama di sekolah selama ini dikatakan lebih menekankan pada aspek knowing (mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) dan doing (mempraktikkan apa yang diketahui) dan belum banyak mengarah ke aspek being (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama) yakni peserta didik menjalani hidup sesuai 487 488 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa dengan ajaran dan nilai-nilai agama yang diketahui. Berbagai alasan dikemukakan untuk memperkuat pernyataan tersebut antara lain alasan yang dikemukakan oleh Nasution, bahwa: 1. Masih banyak siswa yang belum mampu membaca Al- Qur’an dengan baik dan benar, tidak melaksanakan shalat dengan tertib, tidak menjalankan puasa di bulan Ramadhan dan berperilaku kurang sopan. 2. Masih sering terjadi tawuran antar pelajar dan tidak jarang membawa korban jiwa, banyaknya pelanggaran susila serta tingginya prosentase penggunaan obat terlarang dan minuman keras di kalangan pelajar. 3. Meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme di semua kantor kemasyarakatan, merupakan isyarat masih lemahnya kendali akhlak di dalam diri seseorang. Maraknya perilaku hidup mewah, dan masih tergoda untuk berbuat tidak baik, hal ini menggambarkan kurang berperannya pendidikan agama terlebih Aqidah Akhlak (Nasution, 2001:49). Keberhasilan pendidikan agama dalam menanamkan nilai-nilai bagi pembentukan kepribadian dan watak peserta didik tidak hanya ditentukan oleh proses belajar mengajar di kelas saja tetapi sangat ditentukan oleh proses yang mengintegrasikan antara aspek pengajaran, pengamalan dan pembiasaan serta pengalaman sehari-hari yang dialami peserta didik baik di sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal dalam menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif dan inovatif. Karena dengan cara ini peserta didik hanya berhasil mengingat jangka pendek tetapi mereka gagal dalam memperoleh bekal untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi antara nilai-nilai yang diterima peserta didik dari pengajaran yang diberikan guru di dalam kelas dengan kegiatan keagamaan di luar kelas dapat memotivasi peserta didik untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata sehari-hari, baik motivasi dari peserta didik sendiri, maupun motivasi dari seluruh pelaku pendidikan, termasuk guru dan staf sekolah. Dengan demikian akan tercipta budaya religus di sekolah. Pengamalan dan pembiasaan perilaku sehari-hari yang sejalan dengan nilai-nilai agama yang diajarkan dan yang berlangsung secara terus menerus itulah yang akan menciptakan suatu lingkungan pendidikan yang melahirkan pribadi-pribadi siswa yang utuh. Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius 489 Budaya religius dapat ditanamkan melalui proses pembelajaran dan pembiasaan-pembiasaan. Penciptaan budaya religius berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikan agama Islam di sekolah berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya adalah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilainilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup oleh para warga sekolah (Muhaimin, 2009:1). Generasi emas yang diidam-idamkan Indonesia diharapkan akan terwujud nanti pada saat negara ini berusia genap 100 tahun. Berarti calon generasi emas tersebut saat ini sebagian besar masih duduk di bangku SMP, SMA serta Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, jika ingin generasi emas nanti memiliki kualitas yang prima maka perlu segera diciptakan sebuah lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat mengamalkan pendidikan agama yang telah diperoleh di dalam kelas atau disebut budaya religius, sehingga nilai-nilai yang telah ditanamkan di dalam kelas dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika hal ini sudah terwujud maka akan tercipta peserta didik yang memiliki pribadi yang utuh dan siap menjadi generasi emas yang berkualitas prima. PEMBAHASAN Generasi Emas Pada periode tahun 2010 sampai 2035 bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertamakalinya terjadi sejak indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yng jumlahnya sangat luar biasa tersebut Insya Allah akan menjadi bonus demografi (demografic devidend) yang sangat berharga. Di sinilah peran strategis pembangunan bidang pendidikan untuk mewujudkn hal itu menjadi sangat penting. (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada peringatan hari Pendidikan Nasional 2012, Rabu, 2 Mei 2012) Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalah generasi muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan 490 Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang, kompetensi yang memadai dan dengan karakter yang kokoh, kecerdasan yang tinggi dan kompetitif merupakan produk pendidikan yang diidam idamkan. Peserta didik dalam setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa masa pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung secara terus menerus dalam ruang dan waktu melalui proses pendidikan yang bermutu. Dikatakan generasi emas karena merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif, sangat berharga dan sangat bernilai Sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas dan insan yang kompetitif. Budaya Religius Budaya religius memiliki makna yang sama dengan “suasana religius atau suasana keagamaan.” Adapun makna suasana keagamaan menurut M. Saleh Muntasir adalah suasana yang memungkinkan setiap anggota keluarga beribadah, kontak dengan Tuhan dengan cara-cara yang telah ditetapkan agama, dengan suasana tenang, bersih, hikmat. Sarananya adalah selera religius, selera etis, estetis, kebersihan, itikad religius dan ketenangan (Muntasir, 1985:120). Budaya religius di sekolah merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan) (Sahlan, 2010:75). Sedangkan menurut Muhaimin budaya religius di sekolah berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam yang dampaknya adalah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup oleh para warga sekolah (Muhaimin, 2009:1). Budaya religius merupakan salah satu metode pendidikan yang komprehensif, karena dalam perwujudannya terdapat nilai, pemberian teladan, dan penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan-pembuatan keputusan moral secara bertanggung jawab. Menciptakan suasana religius di sekolah merupakan perwujudan dari sekolah sebagai lembaga yang berfungsi mentransmisikan budaya. Sekolah merupakan tempat internalisasi budaya Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius 491 religius kepada peserta didik, supaya peserta didik mempunyai benteng yang kokoh untuk membentuk karakter yang luhur. Sedangkan karakter yang luhur merupakan pondasi dasar untuk memperbaiki sumber daya manusia yang telah merosot ini. Penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan (Muhaimin, 2006:106). Dalam konteks pendidikan agama ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (hablum min Allah). Penciptaan suasana religius yang bersifat vertikal dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ritual, seperti shalat berjamaah, membaca Al Qur’an serta do’a bersama ketika akan dan setelah sukses dalam meraih tujuan tertentu dan lain-lain. Yang horizontal berwujud hubungan antar manusia atau warga sekolah (hablum min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya. Suasana religius adalah suasana yang bernuansa religius, seperti adanya sistem absensi dalam kegiatan shalat Dhuhur berjamaah, perintah untuk membaca kitab suci setiap akan memulai pelajaran dan sebagainya, yang biasa diciptakan untuk menginternalisasikan nilai-nilai religius ke dalam diri peserta didik. Suasana religius merupakan upaya pengembangan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional. Suasana Religius dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang tidak hanya melakukan ritual (beribadah) tapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Menurut Clock dan Stark dalam Muhaimin, macam-macam dimensi religiusitas atau keberagamaan seseorang ada lima, yaitu