A18 seni SELASA, 22 NOVEMBER 2011 Ketika Quincy Jones Terpesona Angklung agu Bengawan Solo didendangkan pesinden Sruti Respati dengan gaya R&B yang apik. Berpadu dengan keanggunan petikan harpa Maya Hasan, lagu ciptaan Gesang (almarhum) itu mampu menyihir penonton yang berkerumun di panggung besar area Nusa Dua, Bali. Tak terkecuali musisi sekaligus produser kawakan asal Amerika Serikat, Quincy Jones. Bahu dan kepalanya terus bergoyang mengikuti irama, tak peduli peluh mengucur deras membasahi kerah kemeja merah marunnya. Sabtu malam lalu, Jones hadir dalam salah satu kegiatan ASEAN Fair, memenuhi undangan Menteri Pariwisata dan Ekono- L Musisi sekaligus produser kawakan asal Amerika, Quincy Jones, ikut meramaikan kegiatan ASEAN Fair di Nusa Dua, Bali. Bicara soal musik tradisi dan pembajakan. mi Kreatif Mari Elka Pangestu. Setelah menghadiri diskusi interaktif bertajuk “Gong!”, ia kembali muncul dalam pergelaran musik “Tribute to Quincy Jones”. Dalam kesempatan itu, Jones berbagi pengalaman dan formulanya berjibaku di industri musik dunia kepada para musisi dan pelaku industri Indonesia. Malam penghormatan bagi Jones itu diisi oleh balutan musik tradisional dan modern. Dua panggung megah yang berdiri bersampingan membuat pergelaran ini terasa spesial. Franky Raden memperkenalkan alat musik tradisional, seperti terompong, goncang, gong Sumba, dan angklung. Selain itu, ada permainan gamelan Ayu Laksmi dan tari Saman. Adapun ciri kekinian terwakili oleh solois ciamik Sandhy Sondoro dengan lantunan lagu Just Once, Malam Biru, dan Superstition. Malam itu alat musik angklung dan kumpulan CD musik Indonesia menjadi simbol penghargaan untuk Jones, yang telah meraup 27 penghargaan Grammy. Ia sangat terkesima oleh kekayaan musik Indonesia dibanding Amerika. Sehari sebelumnya, Jones sempat tampil bersama Eka Deli, Elfa’s Singers, dan Joy Tobing, diiringi oleh orkestra Aminoto Kosim, menyanyikan lagu We Are the World. “Musik Aceh dari Eka Deli sangat indah,” kata Jones. Dan ia pun dibuai takjub oleh suara khas pesinden Sruti Respati, pesinden Sujiwo Tejo, dan Sa’Unine Orchestra. Musik semacam inilah yang menjadi bidikan Jones dalam diskusi yang dimoderatori Menteri Mari Elka itu. “Culture is in your heart, start with that. When you start with trying to make money, God leaves the room,” ujar pengorbit Michael Jackson itu mantap. Jones kepincut oleh suara angklung. Kesempatan itu segera disambut musisi Dwiki Darmawan. “Saya siap membantu untuk itu, setidaknya ada 300 kelompok etnis yang memiliki musik khas tradisional dengan ciri masing-masing.” Jones, yang kini genap 78 tahun, meski menggunakan alat bantu dengar di salah satu telinganya, tetap bersemangat dan ramah. Dalam diskusi, ia bertukar pikiran dengan, antara lain, Mari Elka, Peter F. Gontha, Abdee “Slank”, dan Purwacaraka. Menurut Purwacaraka, industri kreatif di Indonesia tak perlu diragukan, hanya pelaksanaan dalam sistem dan dukungan pemerintah yang harus ditambah. Masalah pembajakan karya dan komersialitas tak berimbang dari ring-back tone masih menjadi perdebatan klasik. Apalagi kasus “sedot pulsa”, y a n g sempat mengebiri ladang bisnis musik digital, kian mencekik. Jones pun ternyata tak berkutik soal itu. “Sebenarnya saya tak tahu cara menghentikan bajakan lewat Internet dan saya tak terlalu ambil pusing, tapi yang pasti ada cara,” katanya. Menteri Mari merespons bahwa ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi kementeriannya. “Ini menjadi tantangan yang serius untuk saya,” katanya. ASEAN Fair, yang digelar hingga besok, akan diisi pergelaran musik dalam negeri. Menurut penyelenggara acara, Seno Adhi Damono dari Quad Event Management, akan tampil sejumlah musisi Tanah Air dan band indie papan atas, seperti Naif. “Musik memang menjadi perhatian serius dalam pergelaran ASEAN Fair kali ini. Kami memang membidik adanya kerja sama antarmusisi dari negara tetangga untuk membangun industri ini,” katanya. Kehadiran Quincy Jones pun dianggap sebagai sebuah “amunisi” bagi industri yang tengah ramai ini. “Jones sebagai produser dan pelaku bisnis musik tentu kesuksesannya mampu membangkitkan gairah para stakeholder yang hadir,” kata Seno. Apalagi, ia melanjutkan, Jones mengaku terkesima oleh musik etnik dan tertegun setelah menyaksikan Sruti Respati, Sandhy Sondoro, dan musik Aceh dari Eka Deli. ASEAN Fair juga menyuguhkan pameran karya musik dan kerajinan tangan. ”Pengunjung menjadi lebih tahu bahwa Indonesia memiliki perhatian yang sangat besar terhadap kesenian, khususnya musik,” katanya. Pertunjukan yang digelar secara gratis itu telah mempersiapkan sebuah panggung hiburan megah sebagai wadah unjuk aksi band indie, yang hadir dari Bali, Yogyakarta, Thailand, hingga Vietnam. ● AGUSLIA HIDAYAH AGUSLIA HIDAYAH (TEMPO)