PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA STUDI KOMPARASI ASPEK NON VERBAL PENGGUNA JILBAB SYAR’I DENGAN JILBAB GAUL “Suatu Studi Deskriptif Komparatif Aspek Non Verbal Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul di Lingkungan Kampus Unisba sebagai Kampus Yang Islami” SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung Disusun Oleh : Nama : Astri NPM : 100 8000 6257 Bidang Kajian : Public Relations BIDANG KAJIAN PUBLIC RELATIONS FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI 2010 LEMBAR PENGESAHAN Judul : STUDI KOMPARASI ASPEK NON VERBAL PENGGUNA JILBAB SYAR’I DENGAN JILBAB GAUL Sub Judul : Suatu Studi Deskriptif Komparatif Aspek Komunikasi Non Verbal Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul di Lingkungan Kampus Unisba sebagai Kampus Yang Islami Disusun Oleh : Astri NPM : 100 8000 6257 Bidang Kajian : Public Relations Menyetujui, Pembimbing Teguh Ratmanto, S.Sos., S.Ag., M.A.Comms. Mengetahui, Ketua Bidang Kajian Public Relations Maman Suherman, Drs., M.Si. !"## $% & ' ( ) * + !"#$%&' ABSTRAK Latar belakang masalah adalah berdasarkan fenomena penggunaan jilbab yang terjadi dikalangan wanita muslimah, khususnya penggunaan jilbab dikampus Unisba, dimana banyak sekali mahasiswi Unisba yang belum menggunakan jilbab padahal Unisba merupakan Universitas Islam. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaiamana Perbedaan Aspek Komunikasi Non Verbal Mahasiswi Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Bagi Mahasiswi di Lingkungan Kampus Unisba Sebagai Kampus Yang Islami” Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif studi komparatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai data yang tidak terukur oleh alat ukur kuantitatif yang ada peneliti akan memaparkan hasil temuan dilapangan, kemudian melakukan perbandingan antara kedua objek yang diteliti yaitu pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul dalam aspek komunikasi non verbal yaitu aspek penampilan fisik, aspek sentuhan, aspek bahasa tubuh, dan aspek pengaturan jarak. metode pengambilan data dengan angket dan wawancara, dilakukan selama rentang waktu Aprilt 2010 – Juni 2010 dan dilakukan di kampus Unisba. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis 4 aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i dari angket yang telah disebar sebelumnya saehingga dalam penelitian ini penulis mendapatkan hasil dan kesimpulan yang didapat selama proses pengumpulan data dan mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian berupa: 1. Penampilan fisik Dalam hal penampilan fisik baik pengguna jilbab syar’i maupun pengguna jilbab gaul seringkali menambahkan aspek-aspek seperti penggunaan bros atau pin yang mereka gunakan untuk menghias jilbab yang digunakan, tetapi terdapat perbedaan antara kedua objek yang diteliti ini yaitu pada penggunaan manset, dan kaos kaki, parfum, make-up, dan ketebalan jilbab. 2. Haptika Pengguna jilbab gaul melakukan sentuhan ketika sedang berkomunikasi dengan lingkungannya, terlebih dengan laki-laki seperti memukul, mencubit, bahkan merangkul, pengguna jilbab syar’i tidak melakukan sentuhan ketika sedang berkomunikasi dengan lingkungannya khususnya dengan laki-laki, tetapi sentuhan hanya dilakukan dengan sesama perempuan dan masih dalam batas yang wajar atau tidak berlebihan. 3. Kinesik Dalam hal aspek komunikasi non verbal kinesik atau bahasa tubuh, tidak terlalu berbeda baik pengguna jilbab syar’i maupun jilbab gaul ketika sedang berkomunikasi menggerakaan sebagian anggota tubuhnya seperti gerakan tangan yang berfungsi untuk mempertegas kembali bahasa verbal mereka ketika sedang berkomunikasi 4. Proksemik: pengguna jilbab syar’i lebih banyak menggunakan jarak sosial dan jarak publik dalam komunikasi,. pengguna jilbab gaul lebih banyak menggunakan jarak intin saat berkomunikasi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim Asalamu’alaiku Wr.Wb Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dzat Yang Maha Sempurna Maha Baik dan Maha Bijaksana atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis diberikan kekuatan jasmani dan rohani dari awal pembuatan skripsi sampai dengan skripsi ini dapat terselesaikan. Adapun skripsi ini berjudul “Studi Komparasi Aspek Komunikasi Non Verbal Pengguna Jilbab Gaul dan Pengguna Jilbab Syar’i Mahasiswi Unisba” ini merupakan karya ilmiah yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana setingkat Strata 1 (S1) di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung. Dalam prosesnya penulis luar biasa takjubnya atas kebesaran Allah SWT, karena dari awal penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa yang selama ini dipelajari di bangku kuliah ada manfaatnya, juga dalam hal pemahaman penulis belum ada apa-apanya. Seperti halnya kehidupan manusia di dunia, penulisan skripsi inipun tidak terlepas dari suka dan duka yang amat dalam dirasakan penulis. Namun sesulit apapun tantangan didepan mata, dengan izin-Nya pula, hambatan dan rintangan yang datangnya dari dalam dan mengkin dari luar diri penulis, tak mampu menghalangi penyelesaian skripsi ini. i Dengan segala ketulusan hati, penulis tidaklah lupa atas segala bantuan dan jasa-jasa dari semua pihak yang telah memberikan andil dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Sudah sepantasnya jika pada kesempatan ini penulis bermaksud menghaturkan ucapan terima kasih yang mendalam kepada : 1. Bapak Dr. O. Hasbiansyah, Drs., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, terima kasih telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dikampus 2. Bapak Teguh Ratmanto, S.Sos., S.Ag., M.A.Comms. selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini hingga akhir dan dapat terselesaikan 3. Bapak Maman Suherman, Drs., M.Si. selaku Ketua Bidang Kajian Public Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung yang telah memberikan Acc usulan permasalahan yang diajukan oleh penulis untuk dijadikan sebagai judul pembuatan skripsi 4. Ibu Riza Hernawati, S.Sos. selaku dosen wali yang terus memberikan motivasi agar penulis segera menyelesaikan kuliah 5. Semua dosen yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Komunikasi dan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis 6. Staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Komunikasi, terima kasih untuk pelayanan dan keramahannya serta kesabarannya dalam menghadapi penulis saat berkunjung ke fakultas untuk mencari informasi ii 7. Teman-teman organisasi BOMPAI dan HIMA PR, terima kasih semoga kita bisa bertemu lagi, terima kasih juga kepada semua teman-teman khususnya Public Relations angkatan ’06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu 8. Ayahanda tercinta Zainal Arifin (alm), dimana semasa hidup beliau memberikan kesabaran, keuletan, kegigihan, dan keyakinan dalam berjuang menancapkan semangat dan kesabaran kepada penulis. Semoga Allah golongkan sebagai salah satu Ahli Surganya. Amin 9. Ibunda tercinta Sri Hartati, wanita yang mengajari akan arti sebuah cinta, pengorbanan dan kasih sayang terhadap keluarga dan anak-anak. Semoga kelak Allah jadikan wanita yang paling bahagia didunia maupun diakhirat. Amin 10. Adik-adik tersayang : Octa Rica dan Alan Star. Terima kasih untuk dukungan dan doanya. Semoga selalu menjadi anak yang soleh dan solehah, dapat membahagiakan orang tua dan keluarga. Tetap SEMANGAT ! 11. Spesial untuk suami tercinta, belahan jiwaku “Abi” Decky Arisandy anugerah yang paling indah yang pernah penulis miliki, saling mencintai karena Allah, melindungi hati, membaluti dengan kedamaian, menjadi benteng yang terkokoh, penyenang hati dalam kehidupan. Terima kasih atas senyum, canda dan tawa, serta keikhlasannya untuk menunggu penulis menyelesaikan skripsi ini. Yakin dan percayalah Allah akan melihat dan menatap dengan cinta dan kasih sayangNya. Amin iii 12. Keluarga besar di Relly : Ayah, Ibu, adik-adikku tercinta dan yang lainnya semoga Allah menambahkan kebahagiaan dan kenikmatan dalam hidup kita, dan semoga Allah selalu tanamkan rasa kasih sayang dan saling mencintai. 13. Keluarga kecilku di kosn : Rina, Esha, Sari yang selalu berbagi suka maupun duka dengan penulis, kalian semua adalah saudara serta sahabat terbaik yang pernah penulis miliki, terima kasih untuk menggunakan laptop secara bergantian. Penulis pasti akan merindukan saat-saat kebersamaan dengan kalian semua. 14. Sahabat seperjuanganku di kampus Unisba tercinta : Uma Kurma Madu, Duren, Tomat (Refa), dan Inggit, terima kasih atas persahabatannya dan semoga kalian cepat menyusul menyelesaikan skripsinya, hidupku penuh warna dengan kebersamaan kalian, semoga apa yang kita cita-citakan bersama dapat tercapai Amin. 15. Pihak-pihak dan tentunya masih banyak lagi ucapan terima kasih yang ingin penulis sampaikan. Penulis tidak mungkin menyebutkannya satu persatu dalam lembaran kertas yang kecil ini. Hanya Allah yang pantas lebih tahu atas perjuangan dan pengorbanan sahabat selama ini. Mohon maaf jika ada nama-nama yang layak disebutkan tetapi tidak dapat penulis sebutkan. Percayalah Allah akan balas dengan kemuliaan yang lebih baik. Allah Maha Mengetahhui dan Maha membalas dengan sangat sempurna bagi siapapun yang telah memberikan doa, dorongan, dan bantuan atas terselesaikannya penulisan skripsi ini. iv Ya Allah yang maha pengasih dan maha penyayang ampunilah dosa dan kesalahan hamba, dosa orang tua hamba, dosa guru-guru hamba, saudara dan sahabat-sahabat hamba serta seluruh ummat muslim didunia ini. Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Kau berikan rahmat bukan jalan orang-orang yang Kau sesatkan. Amin... Akhir kata, disamping bermanfaat untuk penulis, semoga tulisan skripsi ini dapat bermanfaat juga bagi pembaca. Kesempurnaan hanyalah milik Allah, dan penulis menyadari sepenuhnya akan adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, maka segala kritik dan saran perbaikan yang diterima akan sangat dihargai. Wassalamu’aiakum Wr.Wb Bandung, Agustus 2010 Penulis v DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................. vi DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN.... ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 7 1.3 Identifikasi Masalah .................................................................................................... 8 1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................... ............................................ 8 1.4.1 Tujuan Penelitian .................................................. ............................................ 8 1.4.2 Kegunaan Penelitian ............................................. ............................................ 9 1.5 Pembatasan Masalah ................................................................................................. 10 1.6 Pengertian Istilah ...................................................................................................... 10 1.7 Alasan Pemilihan Masalah........................................................................................ 13 1.8 Kerangka Berfikir ..................................................................................................... 14 1.9 Teknik Pengumpulan Data........................................................................................ 26 1.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ............................................................. 27 1.10.1 Populasi ............................................................... .......................................... 27 1.10.2 Teknik Pengambilan Sampling ........................... .......................................... 28 1.11 Sistematika Penulisan .................................................. .......................................... 28 1.12 Organisasi Karangan .................................................... .......................................... 31 vi BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………34 2.1 Kajian Pustaka .................................................................................. .................. ......34 2.2 Tinjauan Pustaka................ .............................................................. ............. ...........37 2.2.1 Pengertian Jilbab ..................................................................... .................. .... 37 2.2.2 Jilbab Syar’i ............................................................................ .................. .... 39 2.2.3 Jilbab Gaul .............................................................................. .................. .... 42 2.3 Pengertian Komunikasi Secara Umum .......................... .................. ....................... 44 2.4 Pengertian Komunikasi Verbal ..................................................................................46 2.4.1 Faktor Penting Komunikasi Verbal ..............................................................47 2.5 Pengertian Komunikasi Nonverbal ............................................................................48 2.5.1 Karakteristik Komunikasi Nonverbal ..................................... .................. .... 50 2.5.2 Klasifikasi Pesan Nonverbal ................................................... .................. .... 51 2.5.3 Fungsi Pesan Nonverbal ......................................................... .................. .... 55 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 57 3.1 Pengertian Metode Deskriptif ................................................................................... 57 3.1.1 Ciri Metode Deskriptif ............................................................ .................. .... 60 3.1.2 Kelebihan Deskriptif Komparatif ........................................... .................. .... 61 3.1.1 Kualifikasi Penelitian Deskriptif ............................................ .................. .... 61 3.2 Pengertian Komparatif .............................................................................................. 62 3.3 Teknik Pengumpulan Data........................................................................................ 63 3.4 Langkah-Langkah Penelitian .................................................................................... 65 vii BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................. 67 4.1 Aspek Penampilan Fisik .......................................................................................... 68 4.1.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 69 4.1.b Jilbab Gaul ...................................................................................................... 75 4.1.c Komparasi Penampilan Fisik Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul ......... 80 4.2 Aspek Haptika ........................................................................................................... 83 4.2.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 84 4.2.b Jilbab gaul ....................................................................................................... 86 4.2.c Komparasi Haptika Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul ........................ 88 4.3 Aspek Kinesik ........................................................................................................... 90 4.3.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 91 4.3.b Jilbab gaul ....................................................................................................... 91 4.3.c Komparasi Kinesik Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul......................... 92 4.4 Aspek Proksemik ..................................................................................................... 96 4.4.a Jilbab Syar’i .................................................................................................... 98 4.4.b Jilbab gaul ....................................................................................................... 99 4.4.c Komparasi Proksemik Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul .................... 99 BAB V PENUTUP....................................................................................................... 101 5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 101 5.2 Saran ....................................................................................................................... 104 LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA viii DAFTAR TABEL 1. Tabel Penampilan Fisik ........................................................................................................... 66 2. Tabel Haptika ........................................................................................................................... 81 3. Tabel Kinesik ........................................................................................................................... 88 4.Tabel Proksemik ....................................................................................................................... 94 5. Coding Book Tabel Coding Sheet Kategori Pengguna Jilbab Syar’i 7. Tabel Coding Sheet Kategori Pengguna Jilbab Gaul ix TABEL GAMBAR 1. Contoh Jilbab Syar’i ............................................................................................................... 39 2. Contoh Jilbab Gaul .................................................................................................................. 42 x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tetapi masih sangat sedikit wanita muslimah yang menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-hari untuk menutup auratnya, meskipun banyak yang sudah menggunakan jilbab tetapi jilbab yang digunakan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan tuntutan syari’at agama Islam, sehingga nuansa ke-Islaman di Indonesia tidak terasa meskipun penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Meskipun demikian fenomena menarik dari maraknya penggunaan jilbab di Indonesia, bahwa gerakan jilbab di Indonesia justru dipelopori oleh mahasiswi dilingkungan perguruan tinggi non IAIN dan sekolah menengah non-pesantreninstitusi “sekuler”. Dari sini, popularitas jilbab kian mengemuka dan sangat menarik untuk diteliti. Dalam perspektif komunikasi jilbab bisa dilihat sebagai sebuah penyampaian pesan. Penyampaian pesan terdiri dari verbal dan non verbal sehingga jilbab yang yang digunakan tersebut dapat menyampaikan sebuah pesan yang dapat diartikan oleh manusia, dengan pakaian jilbab yang digunakan orang dapat langsung mengetahui bahwa wanita tersebut beragama Islam karena jilbab yang digunakan menjadi sebuah indentitas diri dan telah menyampaikan berbagai makna dalam bentuk pesan non verbal, secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain, sehingga pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. (Samavor dan Porter, dalam Mulyana ; 2005 : 308). Universitas Islam Bandung lahir atas gagasan para tokoh umat Islam dan tuntutan masyarakat Jawa Barat akan adanya perguruan tinggi yang bernafaskan Islam dan melahirkan intelektual muslim. Cikal bakal Unisba diawali dengan lahirnya Perguruan Islam Tinggi (PIT) pada tanggal 15 November 1958, yang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam (YPI). Fakultas yang pertama didirikan adalah Fakultas Syari'ah pada tahun 1958, kemudian Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Tarbiyah pada tahun 1961. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1967 PIT berubah menjadi Universitas Islam Kiansantang. Kemudian pada tahun 1969 diganti menjadi Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan selanjutnya berturut-turut didirikan Fakultas Hukum (1971), Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (1972) sekarang MIPA, Fakultas Psikologi (1973), Fakultas Teknik (1973), Fakultas Ekonomi (1979), dan Fakultas Ilmu Komunikasi (1982) serta pada tahun 2004 Fakultas Kedokteran secara resmi berdiri menjadi fakultas termuda di Unisba. Tujuan pendidikan di Unisba adalah mewujudkan mujahid (pejuang), mujtahid (peneliti) dan mujaddid (pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami, maka dalam proses pembelajaran banyak dimuati pendidikan ke-Islaman yaitu Pendidikan Agama Islam setiap semester, mentoring Agama Islam, pesantren mahasiswa dan sarjana. Berbagai sarana dan prasarana belajar, praktek dan penelitian sebagai penunjang proses pendidikan di Unisba, disediakan secara lengkap, antara lain: laboratorium, perpustakaan, pusat pembinaan dan laboratorium bahasa, pusat pengolahan data, internet, serta berbagai pusat penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Dilihat dari tujuan awal berdirinya Unisba sebagai Universitas Islam sudah seharusnya penggunaan jilbab bagi para mahasiswi diwajibkan ketika sedang berada dalam lingkungan kampus, akan tetapi hal tersebut berbeda dengan fakta yang ada, penggunaan jilbab hanya diwajibkan dibeberapa fakultas yang ada di Unisba dan berlaku untuk para pegawai dan dosen saja, hal ini dikarenakan adanya perbedaan kebijakan yang berlaku pada fakultas sehingga penggunaan jilbab bagi para mahasiswi hanya berlaku pada beberapa fakultas saja yaitu fakultas kedokteran, fakultas dirosah, dan fakultas teknik. UNISBA (Universitas Islam Bandung) merupakan isntitusi yang berladaskan Islam tapi jika ditelaah kembali apakah kampus ini sudah benar-benar terdapat nuansa Islami, yang notabene kampus berlabelkan Islam. Label "Islam" di kampus Unisba merupakan indikasi bahwa keadaan dan suasananya pun terdapat kehidupan Islami. Begitu kontras sekali orang-orang yang berdatangan ke masjid dengan orangorang yang masih berkeliaran di sekitar kampus. Dari hasil pengamatan penulis di lapangan yaitu tentang pakaian (busana) hanya sekitar 20% mahasiswi UNISBA yang telah berjilbab yang terbagi menjadi 15% mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul dan 5% mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dari total keseluruhan mahasiswi yang telah menggunakan jilbab. UNISBA telah "bangkrut", dimana sangat minim sekali mahasiswa yang telah berjilbab. Bukankah jilbab sebagai identitas kepribadian sebagai seorang muslimah dan merupakan kewajiban bagi seorang wanita. Busana muslimah membedakan wanita muslimah dari wanita kafir dan jahiliyah yang tidak mengerti batas-batas kesopanan dan akhlaqul karimah. Inilah yang akan membuat wanita muslimah istimewa di hadapan orang-orang yang beriman dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Allah SWT berfirman:" Hai nabi katakanlah kepada istri-istri dan anak-anak perempuanmu dan kepada istri-istri orang mukmin. "Hendaklah mereka mengulurkan jilbanya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikeanal, karena itu mereka tidak diganggu (Qs. Al-Ahzab : 59). Dalam berbusana, setiap wanita muslimah wajib mengenakan jilbab berupa baju longgar yang terulur sampai bawah hingga menutupi kedua (telapak) kaki. Selain itu, wanita muslimah juga diwajibkan memakai khimar (kerudung) saat berada dalam kehidupan umum. Dengan kata lain, memakai jilbab dan khimar seperti ini merupakan cara berpakaian syar’i yang dicintai Allah. Dengan kata lain jilbab itu dapat mempresentasikan kedudukan wanita muslim yang memakainya karena dengan jilbab yang melekat pada dirinya dan orang lain akan tahu bahwa wanita tersebut adalah beragama Islam. Akan tetapi pemakaian busana muslimah telah banyak macamnya, malah berkembang istilah “jilbab gaul” bagi perempuan yang menggunakan jilbab tetapi masih ketat disana-sini, hal ini terjadi karena banyak cara berpakaian perempuan muslimah yang dipengaruhi oleh fashion budaya barat, padahal cara berpakaian wanita muslimah tidak boleh ketat dan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Sehingga fashion cara berpakaian “jilbab gaul” tidak sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Dan Allah SWT adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".(Al Ahzab:59). "dan katakanlah kepada wanita-wanita mu'min hendaknya mereka menundukkan sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih baik bagi mereka". (An Nur: 31). Firman-Nya pula: "Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku sebagaimana orang-orang jahiliyah terdahulu".(Al Ahzab : 33). Termasuk yang tidak boleh dilupakan dalam pakain Islam adalah tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak ketat sehingga menampilkan bentuk dan lekukan tubuh, tidak tipis sehingga memperlihatkan bayang-bayang tubuh. Sabda Rasulullah SAW: "Ada dua golongan manusia yang termasuk penghuni neraka dan aku (sekarang) belum melihatnya:orang yang selalu membawa cambuk seperti ekor sapi yang dengannya ia menyiksa manusia, dan wanita yang berpakaian tapi (sama dengan) telanjang dan menggoda, kepala mereka bagaikan punuk unta. Mereka itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium bau harum surga, padahal baunya itu bisa tercium dari jarak sekian". (HR. Muslim). Lingkungan kehidupan mahasiswa memiliki banyak nuansa baik dari segi pemikiran, adat istiadat, maupun gaya dan orientasi hidup. Dalam berinteraksi dengan lingkungan, seorang muslimah dituntut bersikap arif dan penuh perhitungan. Karena dalam pergaulan dengan lingkungan masyarakat akan menghadapi berbagai problem baik yang berkaitan dengan sistem ataupun nilai yang jauh dari-nilai-nilai Islam. Boleh jadi kondisi yang tidak bernilai Islam itu membuat "sesak napas". Ya, bukan saja masalah yang makin seronok, melainkan juga pola pergaulan yang semakin serba boleh. Era telah benar-benar mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat manusia pada umumnya dan masyarakat mahasiswa pada khususnya. Gaya hidup urakan telah merambah kehidupan remaja sampai ke liku-likunya. Hal itu tentu saja tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan sebagai hasil dari rekayasa orang-orang yang berkepentingan dengan rusaknya moral remaja. Ada pertanyaan yang dilansir dari seorang mahasiswa bahwa" Pakai jilbab atau tidak itu hak seseorang ". Tapi menurutnya juga jika kita sudah berada di lingkungan Unisba, itu lain lagi karena kita sudah berada di kampus yang berlabelkan Islam. Pada hakikatnya, tidak semua wanita memakai jilbab karena itu memang ada dorongan hidayah dari Allah SWT. Tapi akankah menunggu hidayah dari Allah SWT selamanya, mungkin saja maut akan menjemput sekarang juga. Setidaknya kalaulah belum bisa memakainya, mungkin dengan berbusana yang " Sopan ". Memakai jilbab pun kalau masih tetap menunjukkan lekuk tubuh (yang tidak memenuhi yang ditetapkan oleh syariat Islam), Hal itu justru lebih memperburuk citra Islam. Andaikan pihak yang berwenang (Rektor & Dosen) lebih tegas dalam penerimaan mahasiswa dengan persyaratan-persyaratan yang lebih bertolak ukur pada hukumhukum Islam, mungkin akan meminimalisasi problematika kampus. Janganlah takut apabila nantinya akan berkurang mahasiswa yang mendaftar, karena kita yakin bahwa kita kuliah di Unisba tidak hanya menimba ilmu pengetahuan umum tapi ilmu agama pun sangat diutamakan. Dari kondisi dan fenomena yang penulis lihat yang ada selama ini di kampus Unisba, maka penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut. Karena penulis melihat terdapat perbandingan antara beberapa mahasisiwi yang menggunakan jilbab dengan yang belum menggunakannya sebagai pakaian sehari-hari didalam pergaulannya dan mereka yang telah menggunakan pakaian menutup aurat (jilbab) mendapatkan perlakuan yang berbeda dari lingkungan pergaulannya dalam hal ini adalah perlakuan yang lebih positif, seperti perlakuan yang sopan dari lingkungannya, dengan kata lain jilbab ini bisa menjaga diri mereka, dan terlihat sekali bagaimana jilbab itu sendiri dapat merepresentasikan kedudukan wanita dalam pergaulannya. Sehingga dengan jilbab ini jadi sebuah symbol yang dapat membedakan secara langsung antara wanita muslim dengan wanita non muslim. Selain itu hal yang menjelaskan mengenai pakaian bagi para wanita ini juga terdapat dan dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat AnNur : 31 dan Al-Ahzab : 33 dan 59. Dengan syarat-syarat pakaian yang memenuhi ketentuan syar’i sesuai dengan yang diajarkan agama Islam. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut : Bagaiamana Perbedaan Aspek Komunikasi Non Verbal Mahasiswi Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Bagi Mahasiswi di Lingkungan Kampus Unisba Sebagai Kampus Yang Islami 1.3 Identifikasi Masalah Dari penjelasan latar belakang dan perumusan masalah yang ada di atas maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah perbedaan komunikasi non verbal aspek “penampilan fisik” pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul 2. Bagaimanakah perbedaan komunikasi non verbal aspek “sentuhan” pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul 3. Bagaimanakah perbandingan komunikasi non verbal aspek “bahasa tubuh” pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul 4. Bagaimanakah perbandingan komunikasi non verbal aspek “jarak” pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul 1.4 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “penampilan fisik” antara mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dengan mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba 2. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “sentuhan” antara mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dengan mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba 3. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “bahasa tubuh” antara mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dengan mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba 4. Untuk mengetahui perbandingan komunikasi non verbal aspek “jarak” antara mahasiswi yang menggunakan jilbab syar’i dengan mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul di lingkungan kampus Unisba 1.4.2 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut : 1. Kegunaan secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap ilmu komunikasi khususnya ilmu ke-PR-an yang telah didapatkan oleh penulis selama berada di bangku kuliah. 2. Kegunaan secara praktis diharapkan dengan penggunaan jilbab tersebut banyak memberikan hal positif bagi kaum wanita, sehingga penulisan ini dapat bermanfaat dengan memberikan sumbangan saran untuk Universitas Islam Bandung dalam penggunaan jilbab bagi mahasiswi selama berada dalam lingkungan kampus, sehingga nuansa ke-Islaman yang ada di Unisba lebih bisa dirasakan. 1.5 Pembatasan Masalah Untuk menghidari kesimpangsiuran, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, sehingga dengan adanya pembatasan masalah yang jelas akan menimbulkan pembahasan yang lebih baik dan lebih jelas sengan penulisan yang lebih sistematis. Adapun pembatasan masalah yang penulis cantumkan sesuai dengan pernyataan masalah atau perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek penampilan fisik. 2. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek sentuhan. 3. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek bahasa tubuh. 4. Penggunaan jilbab yang diteliti dalam hal ini adalah mengenai penggunaan jilbab syar’i dan jilbab gaul dilihat dari komunikasi non verbal aspek jarak. 5. Selain meneliti mengenai bagaimana penggunaan jilbab, peneliti juga meneliti bagaimana perbandingan antara jilbab syar’i dan jilbab gaul yang digunakan. 6. Objek penelitian adalah mahasiswa Unisba yang telah menggunakan jilbab baik yang syar’i maupun yang masih menggunakan jilbab gaul. 1. 6 Pengertian Istilah Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam pengertian dan kesimpangsiuran dalam penafsiran, maka penulis perlu menggunakan pengertian istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini. Istilah-istilah tersebut terdiri dari : 1. Peranan artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang andil yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa 2. Studi Deskriptif Komparatif adalah metode penelitian yang pada mulanya mengamati akibat dan kemudian mencoba untuk menemukan sebab, kebalikan dari eksperimen yang pada mulanya menciptakan sebab, kemudian secara sengaja membuat kelompok berbeda dan selanjutnya mengamati akibat perbedaan itu pada variabel terikat. 3. Jilbab adalah pakaian yang lebar, longgar dan menutupi seluruh bagian tubuh sebagaimana disimpulkan oleh Al Qurthuby: "Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh (Al-Jundi : 25) 4. Jilbab Syar’i adalah merupakan istilah untuk menyebutkan cara berpakaian yang sesuai dengan tuntutan dan ajaran agama Islam, yang terdapat dalam Al-Qur’an Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan pehiasaannya kecuali yang biasa nampak dari pandangan. Dan hen- daklah mereka menutupkan kainkerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau keapda ayah mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara- saudara mereka, atau putra-putra suami mereka, atau wanita- wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan- pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap kaum wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat kaum wanita. dan janganlah mereka memukul kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung". (Qs An Nur : 31 "Hendaklah mereka itu mengeluarkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (Qs Al Ahzab : 59) 5. Jilbab Gaul adalah jilbab yang cara berapakaiannya pada umumnya masih memperlihatkan aurat yang belum sesuai dengan tuntutan syari’at dan biasanya pakaian yang digunakan masih pendek atau jilbab dililit dileher dan bahan pakaian yang digunakan tipis, masih menyerupai pakaian laki-laki, ketat dan masih memperlihatkan lekukan badan. “Sesungguhnya segolongan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya”. (HR. Bukhari dan Muslim). 6. Penampilan fisik adalah pengertian penampilan fisik disini adalah bagaimana cara berpakaian antara pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul, yang digabungkan dengan bau-bauan dan artefak yaitu benda apa saja yang dapat dihasilkan oleh kecerdasan manusia dan merupakan aspek perluasan dari pakaian sebagai penampilan fisik yang akan diteliti. 7. Aspek sentuhan yaitu aspek perilaku non verbal yang multi makna dan dapat menggantikan seribu kata, dalam hal ini aspek sentuhan akan difokuskan kepada mahasiswi yang menjadi objek penelitian sehingga dapat dilihat aspek sentuhan yang dilakukan antara pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i ketika sedang berinteraksi di lingkungannya. 8. Bahasa tubuh adalah klasifikasi pesan non verbal, yaitu setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan secara keseluruhan yang dapat dikatakan sebagai isyarat simbolik. 9. Aspek jarak adalah klasifikasi pesan non verbal proxemik atau bahasa ruang, yaitu jarakyang digunakan ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada saat komunikasi sedang berlangsung 10. Komunikasi adalah penyampaian pesan timbal balik dari komunikator kepada komunikan, interaksi yang dilakukan lebih dari satu orang 11. Komunikasi Non Verbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara 1.7 Alasan Pemilihan Masalah Adapun yang menjadi alasan penulis dalam melakukan penelitian mengenai Peran Penggunaan Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Sebagai Pesan Komunikasi Bagi Mahaisiwi Unisba dalam Merepresentasikan Kedudukan Wanita Muslimah di Lingkungan Kampus Unisba adalah sebagai berikut : 1. Unisba merupakan salah satu instansi pendidikan yang berlandaskan Islam, tetapi persentase mahasiswi yang menggunakan jilbab ketika berada dalam lingkungan kampus masih sangat sedikit 2. Untuk mengetahui perbedaan aspek non verbal penampilan fisik, sentuhan, bahasa tubuh dan aspek jarak pengguna jilbab syar’i dengan jilbab gaul. 1.8 Kerangka Berfikir Kerangka berfikir merupakan landasan teori yang penulis jadikan sebagai alat atas titik tolak dalam melakukan penelitian ini. Penulis mengemukakan kerangka berfikir sebagai berikut : Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tetapi masih sangat sedikit wanita muslimah yang menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-hari untuk menutup auratnya, meskipun banyak yang sudah menggunakan jilbab tetapi jilbab yang digunakan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan tuntutan syari’at agama Islam, sehingga nuansa ke-Islaman di Indonesia tidak terasa meskipun penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Meskpun demikian fenomena menarik dari maraknya penggunaan jilbab di Indonesia, bahwa gerakan jilbab di Indonesia justru dipelopori oleh mahasiswi dilingkungan perguruan tinggi non IAIN dan sekolah menengah non-pesantreninstitusi “sekuler”. Dari sini, popularitas jilbab kian mengemuka dan sangat menarik untuk diteliti. Jilbab di Indonesia, adalah merupakan suatu peristiwa “100% modern bahkan terlampau modern” dimana perempuan berjilbab adalah sebagai suatu tanda globalisasi, suatu lambang identifikasi orang Islam di Indonesia dengan umat Islam di negara-negara lain di dunia modern ini, serta menolak tradisi lokal, paling tidak dalam hal berpakaian, dan sekaligus sipemakai juga menolak hegemoni Barat. Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, di satu sisi patut disyukuri, wanita sudah tidak malu lagi untuk berjilbab di manapun tempatnya sehingga jilbab benar-benar telah membudaya di masyarakat dan dianggap sesuatu yang lumrah. Namun di sisi lain jilbab yang sesungguhnya harus memenuhi prasyarat jilbab syar'i sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-qur’an seakan telah berubah fungsi dan ajaran. Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi maha penyayang.” (Qs. Al-Ahzab : 59). Banyak sekali dan telah bertebaran dimana-mana jilbab yang bukan lagi syar'i tapi lebih terkesan trendy dan mode atau lebih dikenal dengan jilbab funky atau jilbab gaul yang kebanyakan dari semua itu adalah menyimpang dari syarat-syarat syara' jilbab yang sebenarnya. “Sesungguhnya segolongan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan mereka orang lain untuk maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya” (HR. Bukhari dan Muslim). Berjilbab Tapi Telanjang, defined as jilbab yang masih menampakkan aurat sebab ukurannya yang teramat pendek, tipis transparan dan dililitkan ke leher sehingga dadanya nampak. Mengapa disebut ‘Jilbab Gaul’? Berhubung jilbab sudah menjadi trend dalam pergaulan, maka supaya disebut gaul dan trendy, dipakailah jilbab jenis ini, dan karena alasan berjilbabnya pun hanya untuk ‘gaul’ maka disebutlah jilbab ini sebagai jilbab gaul. ( Al-Ghifari ; 2005 : 14). Tetapi belakangan muncul fenomena yang melanda pemakaian para muslimat khususnya di Indonesia yang tercinta ini. Dimana para perempuan muslimat banyak memang yang memakai kerudung tetapi tidak memenuhi syarat yang dimaksud oleh syari’at. Kerudung hanya menjadi model dan style dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa populernya yang dengan kerudung gaul. Di antara bentuk dan tanda kerudung gaul yang sering penulis lihat yang saat ini banyak berkembang di masyarakat, di antaranya, kerudung hanya menutup kepala tetapi bahagian leher terbuka, kemudian tidak sampai menutupi dada. Agaknya fenomena ini merupakan bagian dari pengaruh globalisasi yang semakin cepat dan dinamis. Akhirnya kerudung yang pada awalnya dijadikan sebagai alat untuk melindungi kehormatan diri dan dalam rangka memenuhi tuntutan syari’at sebaliknya menjadi kebiasaan seremonial yang tidak lagi memenuhi kriteria syari’at itu sendiri. Dengan adanya ideologi yang berbeda-beda dari mahasiswi yang telah menggunakan jilbab maka terdapat perbedaan dalam menafsirkan penggunaan jilbab itu sendiri, sehingga muncullah perbedaan bagaimana cara pemakaian jilbab hingga berkembang menjadi jilbab gaul dan jilbab syar’i yang dapat dilihat dari penampilan fisik wanita yang telah menggunakan jilbab. Hampir sebagian besar umat Islam pada saat ini mempunyai kecenderungan dalam berpikir bahwa alasan seorang perempuan untuk menggunakan jilbab pada tubuhnya dikarena sebagai suatu keharusan dalam menutup aurat dan menjaga nilai keimanan seorang perempuan, dengan kata lain bahwa nilai ke-imanan perempuan salah satunya di dilihat..diukur dan dinilai dari selembar kain yang bernama jilbab. Tentu saja mereka yang berpikir bahwa alasan diharuskan menggunakan jilbab untuk menutup aurat dan menjadi nilai keimanan perempuan percaya dan menyakini bahwa apa yang menjadi pemikiran mereka sesuai dengan apa yang ada dalam sumber hukum umat Islam yaitu kitab suci Al-Qur'an. (Mia : 2007). Belakangan ini peneliti banyak sekali menyaksikan model atau ragam para perempuan muslim dalam memakai kerudung, namun dari sekian banyaknya model itu dapat dikelompokkan kepada kerudung gaul dan panjang (memenuhi standar syari’at): a. Jilbab Gaul : Gebyar jilbab terlihat di mana-mana. Ironisnya, jilbab kini telah berhadapan dengan industri fashion. Sehingga, jilbab (kerudung) tidak lagi sekedar kain panjang yang menutupi hingga melewati dada. Jilbab kini bermacam motifnya, tapi di sisi lain, ukurannya kian memendek. Ironisnya, orang menggunakannya pun sering kali berpakaian serba ketat. Masyarakat umum menyebut gaya berjilbab seperti ini dengan istilah Jilbab Gaul. Adapun diantara penyimpangan-penyimpangannya yang ada, antara lain : 1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau yang lagi trendy, remaja putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka. 2. Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis, sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan jelas. 3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar'i untuk kaum muslimin, apalagi wanita. 4. Banyak wanita muslimah saat ini yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dan sebagainya, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala. b. Jilbab Syar’i : Jilbab syar’i adalah jilbab yang dimaksud dalam Al-qur’an, setidaknya harus memenuhi syarat-syarat hijab atau jilbab sebagai berikut dan inilah jilbab yang syar'i dan benar : 1. Berhijab, maksud dari pada berhijab adalah untuk menutup tubuh wanita dari pandangan laki-laki. Jadi, bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, maupun yang bercorak dan yang bersifat mengundang penglihatan laki-laki. 2. Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat-tempat yang menarik pada anggota tubuh. 3. Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah saw : "Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati kaum (laki-laki) bermak- sud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakuk- an perbuatan zina". (HR Tirmidzi) 4. Pakaian wanita tidak boleh menyerupai laki-laki, "Nabi SAW melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki". (HR Abu Dawud dan An Nasai). 5. Tidak menyerupai pakaian orang kafir, "Siapa yang meniru suatu kaum, maka ia berarti dari golongan mereka". (HR Ahmad) 6. Berpakaian tanpa bermaksud supaya dikenal, baik itu dengan mengenakan pakaian yang berharga mahal maupun yang mu- rah, jika niatnya untuk dibanggakan karena harganya atau- pun yang kumal jika bermaksud agar dikenal sebagai orang yang ta'at (riya'). "Siapa yang mengenakan pakaian tersohor (bermaksud supaya dikenal) di dunia, maka Allah akan mem- berinya pakaian hina di hari Kiamat, lalu dinyalakan apa pada pakaian tersebut." (HR Abu Dawud). Dalam perspektif komunikasi jilbab bisa dilihat sebagai sebuah penyampaian pesan. Penyampaian pesan terdiri dari verbal dan non verbal sehingga jilbab yang yang digunakan tersebut dapat menyampaikan sebuah pesan yang dapat diartikan oleh manusia, dengan pakaian jilbab yang digunakan orang dapat langsung mengetahui bahwa wanita tersebut beragama Islam karena jilbab yang digunakan menjadi sebuah indentitas diri dan telah menyampaikan berbagai makna dalam bentuk pesan non verbal, secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain, sehingga pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. (Samavor dan Porter, dalam Mulyana ; 2005 : 308). Ada dugaan bahwa bahasa nonverbal sebangun dengan bahasa verbalnya. Artinya, pada dasarnya suatu kelompok yang punya bahasa verbal khas yang dilengkapi dengan bahasa nonverbal khas sejajar dengan bahasa verbal terebut. Meskipun secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannnya kedua jenis komunikasi ini jalin-menjalin dalam komuniksi tatap muka sehari-hari. Dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan rangsangan nonverbal itu hampir selalu berlangsung bersama-sama dalam kombinasi. Kedua jenis rangsangan itu di interpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan. Komunikasi nonverbal adalah proses dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan pakaian,an, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Para ahli di bidang komunikasi nonverbal biasanya menggunakan definisi "tidak menggunakan kata" dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non-verbal dengan komunikasi nonlisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal. Menurut Mulyana (2005 : 316) ” ada sepuluh klasifikasi pesan non verbal yaitu : bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak pribadi, konsep waktu, diam, warna, dan artefak”. Tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil empat dari sepuluh klasifikasi pesan non verbal tersebut, karena menurut penulis ada beberapa klasifikasi pesan non verbal tersebut yang dapat digabungkan menjadi satu dengan aspek penampilan fisik dan merupakan pengembangan lebih lanjut dari aspek tersebut yaitu antara : artefak, bau-bauan, dan warna, sehingga fokus penelitian yang akan dilakukan adalah pada komunikasi non verbal aspek “ penampilan fisik, sentuhan, bahasa tubuh, dan jarak” sebagaimana dijelaskan dibawah ini diantaranya sebagai berikut : a. Penampilan fisik: Pesan artifaktual yang diungkapkan melalui penampilan—tubuh, pakaian, kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relative menetap, orang sering berprilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya untuk membentuk citra tubuh dengan pakaian dan kosmetik, karena pakaian menyampaikan pesan, pakaian terlihat sebelum suara terdengar. (Rakhmat ; 2005 : 292). Dalam komunikasi non verbal setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang baik itu busananya ( model, kualitas bahan, warna), dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti jam tangan, gelang, kalung, parfum dan sebagainya (Mulyana ; 2005 : 346). Alasan inilah yang menjadi asumsi dasar penulis memasukkan klasifikasi pesan non verbal seperti warna, artefak, dan bau-bauan kedalam klasifikasi pesan non verbal penampilan fisik. b. Sentuhan : Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif. (Mulyana ; 2005 : 335). c. Bahasa tubuh : Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan. (Mulyana ; 2005 : 317). d. Proxemik : Proxemik atau bahasa ruang, yaitu jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban seseorang dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian seseorang terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial. ( Edward, dalam Rakhmat ; 2005 : 290-291) menyebutkan dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal sebagai berikut : 1. Jarak intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan. 2. Jarak personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki. 3. Jarak sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki. 4. Jarak publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga. Dari penjelasan mengenai peranan komunikasi non verbal dalam proses penyampaian diatas maka dapat dilihat juga bahwa penggunaan jilbab atas alasan teologi yaitu kewajiban agama. Mereka yang mengenakan jilbab ini akan memahaminya sebagai kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Bentuk jilbab pun sesuai dengan standar-standar syariat, tak hanya menutup rambut dan kepala, tapi juga sampai kedada. Jilbab yang lebar, bila perlu menutupi seluruh tubuh. Perempuan yang mengenakan jilbab seperti ini juga akan berhati-hati bergaul diruang publik. Penggunaan jilbab dalam perspektif psikologi sangat berbeda dengan penggunaan jilbab dengan alasan teologi. Alasan psikologis perempuan yang berjilbab atas motif ini sudah tidak memandang lagi jilbab sebagai kewajiban agama, tapi sebagai budaya dan kebiasaan yang bila ditinggalkan akan membuat suasana hati tidak tenang. Kita bisa menemukan muslimah yang progresif dan liberal masih menggunakan jilbab karena motif kenyamanan psikologis tersebut. Ungkapan bahwa rambut perempuan adalah aurat karena merupakan mahkota mereka. Setelah itu, nantinya akan diikuti dengan pernyataan bahwa mukanya, yang merupakan singgasana juga aurat. Suara yang merupakan kekuasaannya juga aurat, tubuh yang merupakan kerajaannya juga aurat. Akhirnya perempuan serba aurat. Implikasinya perempuan tak bisa melakukan aktifitas apa-apa sebagai manusia yang diciptakan Allah karena serba aurat. Bahkan tradisi berjilbab di kalangan sahabat dan tabi'in lebih merupakan keharusan budaya dari pada keharusan agama. ( Al Asymawi ; 2003 : 12). Bentuk jilbab yang dikenakan berbeda dengan model jilbab yang dipakai dengan alasan teologi, dan disesuaikan dengan konteks dan fungsinya. Demikian juga dengan gaya hidup yang memakainya, jauh lebih terbuka dan pergaulan mereka sangat luas, berbeda dengan muslimah yang menggunakan jilbab dengan alasan teologi. Dari penjelasan diatas dapat dilihat perbedaan antara penggunaan jilbab dengan alasan teologi dengan penggunaan jilbab dengan alasan psikologis, baik dari cara berpakaian maupun cara bergaul dengan lingkungan, sehingga jika penggunaan jilbab dinilai dari perspektif sosiologi juga akan berbeda dengan perspektif teologi dan psikologi pengguna jilbab tersebut. Melalui perspektif sosiologi agama, jilbab adalah suatu gejala yang terkait dengan dimensi sosial. Jilbab adalah salah satu perintah dalam agama Islam yang diwajibkan bagi wanita memakainya. Namun pada saat ini jilbab menjadi sebuah gejala sosial yang mewabah. Baik bernilai positif maupun bernilai negatif. Seperti contoh dan masalah yang sudah dibahas diatas jilbab ditempatkan sebagai masalah yang subyektif sehingga banyak pemahaman tentang jilbab saat ini yaitu sebagai perintah agama, sugesti, fashion, dan paksaan. “ Dalam realitas sosiologis di masyarakat jilbab tidak menyimbolkan apa-apa, tidak menjadi lambang kesalehan dan ketakwaan. Tidak ada jaminan bahwa pemakai jilbab adalah perempuan bertakwa”. ( Mulia 2009 ). Agama adalah seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungannya dan manusia dengan yang lainnya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-sistem nilai karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan pandangan hidup, karena itu juga aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada didalamnya lebih menekankan pada hal-hal yang normatif atau yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan dan bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang bersifat praktis dan teknis dalam hal manusia menghadapi lingkungannya dan sesamanya. Sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan. Agama dipandang sosiologi sebagai suatu jenis sistem sosial tertentu, yang dibuat oleh penganut-penganutnya. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut pandangan sosiologi ialah keseluruhan pola kelakuan lahir dan batin yang memungkinkan hubungan sosial antara angota-angota suatu masyarakat. Komunikasi non verbal pastilah merupakan kata yang sedang popular saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik dengan pesan yang dikomunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah,sosok tubuh, penggunaan jarak-ruang, kecepatan dan volume penggunaan suara, bahkan keheningan. Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada suara, ekspresi wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Manusia mendapatkan informasi dari manusia lain secara dominant melalui bahasa tubuh (55% informasi), kemudian disusul nada bicara (38%) dan baru katakata (7%). Informasi nonverbal akan terkode lima kali lebih kuat daripada informasi verbal. (Birdwhistell, dalam Mulyana ; 2005 : 316 ). Dari uraian penjelasan diatas maka dapat diketahui perbedaan ketiga aspek tersebut dalam hal pemahaman jilbab yang digunakan oleh wanita muslimah saat ini, sehingga penggunaan jilbab menjadi berkembang dengan adanya penamaan jilbab syar’i dan ada yang disebut dengan istilah jilbab gaul. Dengan demikian maka dapat dilihat juga aspek komunikasi non verbal dari pengguna jilbab tersebut, dalam hal ini aspek non verbal tersebut antara lain adalah penampilan fisik, bahasa tubuh, dan sentuhan, yang merupakan fokus penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. 1.9 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1) Angket adalah selebaran kertas yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang disebarkan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan pada angket berupa pertanyaan tertutup (berstruktur), dimana jawaban pertanyaan tersebut telah disediakan “kemungkinan pilihannya” sehingga responden tinggal memilih yang sesuai. (Nazir : 1988 : 245). Angket ini akan disebarkan kepada mahasiswi yang telah menggunakan jilbab sebanyak 60 lembar, yang terbagi menjadi dua klasifikasi pengguna jilbab yaitu 30 lembar untuk responden pengguna jilbab gaul dan 30 lembar untuk responden pengguna jilbab syar’i. 2) Wawancara : digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil dan dilakukan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari orang-orang yang berkepentingan dan berwewenang atau ada hubungan dengan masalah penelitian untuk memperoleh data pendukung (Sugiyono : 2006 : 137). Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada mahasiswi Unisba dengan kriteria mahasiswi tersebut telah menggunakan jilbab pada saat sedang berada dalam lingkungan kampus baik jilbab syar’i maupun jilbab gaul. 3) Studi kepustakaan : yaitu suatu teknik pengumpulan data atau keterangan melalui bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti dan yang mendukung penelitian (Nazir : 1988 : 211). Studi kepustakaan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan mempelajari dan membaca buku- buku yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data yang akurat sesuai dengan sasaran dan tujuan penulis. 1.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1.10.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono ; 2006 : 80). Dalam penelitian ini penulis menentukan populasinya adalah mahasiswi Unisba yang telah menggunakan jilbab, baik jilbab syar’i maupun jilbab gaul. Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ketua umum BOMPAI UNISBA (Rachmat Hidayat) pada tanggal 06 April 2010, menurut ketua BOMPAI UNISBA diperkirakan jumlah populasi mahasiswi Unisba yang telah menggunakan jilbab sebanyak 300 mahasiswi dengan penggunaan jilbab terbagi menjadi 2 yaitu mahasiswi pengguna jilbab gaul dan mahasiswi pengguna jilbab syar’i dengan perbadingan 1 : 4, sehingga perkiraan perhitungan menurut ketua BOMPAI UNISBA perbandingan komposisi pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i di Unisba adalah 240 : 60 mahasiswi yaitu 240 mahasiswi untuk pengguna jilbab gaul dan 60 untuk mahasisiwi pengguna jilbab syar’i. 1.10.2 Teknik Pengambilan Sampling Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono ; 2006 : 81). Dengan jumlah populasi yang ada memungkinkan sekali penulis dalam melakukan penarikan sampel dengan menggunakan teknik puposive sampling pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Karena yang menjadi sampling penelitian adalah mahasiswi yang telah memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian yaitu komunitas jilbab syar’i dan jilbab gaul yang ada di Unisba karena pengguna jilbab itu bersifat homogen, dan alasannya menggunakan jilbab pun ada secara psikologis dan sosiologis sehingga total sampling yang jadi responden sebanyak 60 orang dengan pembagian sampling dengan kriteria responden dalam penelitian ini adalah mahasiswi pengguna jilbab gaul sebanyak 30 orang dan mahasiswi penguna jilbab syar’i sebanyak 30 orang. 1.11 Sistematika Penulisan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Identifikasi Masalah 1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian 1.4.2 Kegunaan Penelitian 1.5 Pembatasan Masalah 1.6 Pengertian Istilah 1.7 Alasan Pemilihan Masalah 1.8 Kerangkan Berfikir 1.9 Teknik Pengumpulan Data 1.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampling 1.10.1 Populasi 1.10.2 Teknik Pengambilan Sampling 1.11 Teknik Penulisan 1.12 Organisasi Karangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.2 Pengertian Jilbab 2.2.1 Jilbab Syar’i 2.2.2 Jilbab Gaul 2.3 Pengertian Komunikasi Secara Umum 2.4 Pengertian Komunikasi Verbal 2.4.1 Faktor-Faktor Penting Dalam Komunikasi Verbal 2.5 Pengertian Komunikasi Non Verbal 2.5.1 Karakteristik Komunikasi Non Verbal 2.5.2 Klasifikasi Pesan Non Verbal 2.5.3 Fungsi Pesan Non Verbal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengertian Metode Deskriptif 3.1.1 Ciri Metode Deskriptif 3.1.2 Kualifikasi Penelitian Deskriptif 3.1.3 Kelebihan Metode Deskriptif 3.2 Pengertian Komparatif 3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.4 Langkah-Langkah Melakukan Penelitian BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Jilbab dari aspek penampilan fisik 4.2 Jilbab dari aspek sentuhan 4.3 Jilbab dari aspek bahasa tubuh 4.4 Jilbab dari aspek jarak BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA 1.12 Organisasi Karangan Secara keseluruhan dalam sistematika penulisan skripsi ini, penyusunan dibagi kedalam lima bab penulisan, perinciannya adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN : Pendahuluan merupakan bagian dari isi skripsi yang memuat 12 aspek: (1) Latar belakang yang menjadi motivasi peneliti untuk melakukan penelitian. (2) Perumusan Masalah Penelitian, (3) Identifikasi Masalah, (4) Tujuan dan Kegunaan Penelitian, (4) Pembatasan Masalah, (6) Pengertian Istilah, (7) Alasan Pemilihan Masalah, (8) Kerangka Berfikir, (9) Teknik Pengumpulan Data, (10) Populasi dan Teknik Pengambilan Sampling, (11) Sistematika Penulisan, dan (12) Organisasi Karangan. Pembahasan dalam bagian ini, dimulai dengan uraian yang cukup mengenai arti pentingnya penelitian dan alasan pemilihan bidang masalah dan topik yang diteliti. Peneliti memberikan rumusan masalah yang jelas, batasan-batasan dan asumsi-asumsi yang jelas, serta tujuan dan manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini baik dari aspek teoretis maupun dari aspek praktis BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Bagian ini memuat hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yang peneliti gunakan sebagai kajian pustaka yang bertujuan untuk menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan dan dibahas oleh penulis saat ini tidak mengulang penelitian yang pernah ada, selain itu dalam bab ini peneliti juga menjelaskan konsepkonsep teoritis yang digunakan sebagai kerangka atau landasan untuk menjawab masalah penelitian. Pembahasan pada bagian ini, difokuskan pada literatur-literatur yang membahas konsep teoretis yang relevan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yaitu mengenai komunikasi non verbal. BAB III METODE PENELITIAN: a. Pengertian Metode Penelitian : Menjelaskan jenis penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif komparatif. b. Teknik Pengumpulan Data : Sumber data penelitian terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data primer adalah metode observasi. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yaitu dengan metode wawancara. Langsung dengan narasumber yang menjadi objek penelitian dalam hal ini adalah mahasiswi Unisba yang menggunakan jilbab gaul dan jilbab syar’i pada saat berada dikampus. c. Langkah-langkah melakukan penelitian : merupakan penjelasan tahapan-tahapan yang akan dilakukan oleh saya (penulis) ketika akan melakukan penelitain BAB IV PEMBAHASAN : Pada bab empat peneliti menguraikan mengenai pembahasan dalam bentuk deskriptif atau menguraikan dan memaparkan hasil temuan dilapangan sesuai dengan identifikasi yang telah ditentukan di bab satu, kemudian dari data-data yang telah diuraikan tersebut peneliti melakukan perbandingan antara objek yang diteliti sesuai dengan fokus penelitian yaitu aspek komunikasi non verbal pengnguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i mahasiswi Unisba. BAB V PENUTUP : Pada bab lima berisikan kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan yang menjawab identifikasi dalam penelitian, dan saran yang ditujukan kepada instansi yang bersangkutan yaitu Unisba. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Untuk memetakan posisi peneliti dalam penelitian ini, maka peneliti menambahkan beberapa hasil penelitian sejenis yang sebelumnya pernah dilakukan oleh para peneliti lainnya sebagai tinjauan pustaka agar tidak melakukan penelitian yang sama, yaitu: 1. Awan Darmawan (2009) Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Long Ikis dengan judul “Pentingnya Wanita Berjilbab” yang menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu : a. Penggunaan jilbab yang masih relative kecil, serta masih banyaknya remaja yang lain, yang belum mampu menerapkan penggunaan jilbab. b. Pentingnya menutup aurat,dapat menghindarkan diri dari yang keji dan mungkar serta takkan ada lelaki hidung belang yang akan mengganggu serta membayangkan diri kita yang tidak semestinya di bayangkan 2. Wawan Setiawan Penelitian dengan judul ”Jilbab dan Cadar Muslimah menurut Al-Qur'an dan Sunnah (Studi Perbandingan atas Pemikiran Al-Alban)” yang menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu: a. Al-Albaniy dalam membahas masalah jilbab muslimah lebih bersikap teliti khususnya ketika mengemukakan hadis atas dalil seputar jilbab ini. Hampir seluruh hadis yang dijadikan dalil dalam masalah ini, al-Albaniy selalu menampilkan takhrij dan terkadang memberikan komentar (ta'liq) seputar sanad hadisnya. Apa yang dilakukan al-Albaniy ini tidaklah mengherankan mengingat ia adalah seorang yang kompeten di bidang kritik hadis. Dalam pembahasannya, al-Albaniy mengemukakan syarat pakaian (baca: jilbab) muslimah yang dimaksud al-Qur'an dan Sunnah. b. Adapun pemikiran al-'Usaimin tentang jilbab muslimah lebih banyak ditekankan pada pembahasan masalah cadar dari pada masalah jilbab itu sendiri. Bagi al'Usaimin, syari'at cadar tidak dapat lepas dari maksud disyari'atkannya jilbab bagi muslimah. Yakni manakala muslimah diperintah untuk menjaga kemaluannya, dan menyembunyikan perhiasannya maka hal yang lebih utama untuk disembunyikan adalah wajah, karena wajah adalah sumber fitnah menurut al-'Usaimin. c. Meskipun keduanya (al-Albaniy dan al-'Usaimin) memberikan definisi yang sama tentang jilbab, namun mereka berbeda dalam memahami makna ayat-ayat atau hadis-hadis yang berbicara dalam masalah jilbab. Hasilnya, mereka berbeda dalam menyatakan hukum mengenakan cadar bagi wanita muslimah. al-'Usaimin menyatakan dengan tegas bahwa menutup wajah adalah wajib bagi wanita muslimah. Pernyataan beliau ini merupakan hasil istimbat hukum atas dalil-dalil yang berbicara masalah jilbab muslimah. Sedangkan al-Albaniy dengan tegas mengatakan bahwa hukum cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah sunnah dan mustahab. Pernyataan ini beliau sampaikan setelah melakukan kajian dan penelitian yang serius atas dalil-dalil yang secara lafaz membolehkan membuka wajah bagi wanita, maupun dalil-dalil yang oleh sebagian orang dijadikan dasar akan kewajiban menutup wajah. 3. MUHAMMAD BARIKUDIN - NIM. 01350910, Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta(2010-01-27). Penelitian dengan judul “PANDANGAN MUHAMMAD SAID AL-ASYMAWI TENTANG JILBAB” yang menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu : Bahwa pola istinbat hukum yang dilakukan oleh Muhammad Said alAsymawi terhadap ayat dalam nash-nash tentang jilbab adalah berdasar pada kekhususan konteks turunnya nash dan bukan pada keumuman bunyi lafadznya (al-'ibrah bi al-khusus al-sabab la bi 'umum al-lafdz). Maksud perintah memanjangkan pakaian dalam ayat dan hadis tentang jilbab menurut Muhammad Said al-Asymawi adalah untuk membedakan perempuan merdeka dengan budak atau perempuan kurang terhormat lainnya, agar perempuan merdeka bebas dari kejahatan atau perlakuan buruk lainnya. Untuk konteks masa sekarang, seiring dengan telah tiadanya perbudakan, maksud perintah memanjangkan pakaian dalam ayat dan hadis tentang jilbab adalah anjuran bagi perempuan untuk memakai pakaian yang pantas dan layak dengan budaya dan kebiasaan setempat, dan tidak harus berupa jilbab. Dari ketiga hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara ketiga penelitian diatas dengan penelitian yang saya (penulis) lakukan saat ini. Ketiga penelitian diatas lebih menekankan pada pentingnya penggunaan jilbab bagi wanita dan pandangan mengenai para ahli agama atas pemikiran mereka dalam memandang jilbab dan hukum cadar. Sedangkan pada penelitian yang saya (penulis) sedang lakukan saat ini justru ingin mencari tahu bagaimana aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab syar’i dan pengguna jilbab gaul mahasiswi Unisba, dari aspek penampilan fisik, aspek sentuhan, aspek bahasa tubuh, dan aspek jarak. Selain untuk mengetahui aspek tersebut saya (penulis) juga melakukan perbandingan dan memaparkan atau mendeskripsikan hasil temuan dilapangan selama melakukan penelitian, sehingga penelitian yang akan dilakukan tidak sama dengan penelitian yang pernah ada. 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Pengertian Jilbab Jilbab bermakna miihafah yaitu baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis, kain apa saja yang dapat menutupi atau pakaian yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Dalam kamus al-Muhith dinyatakan bahwa jilbab laksana sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung arau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung. Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan dan istriistri orang mukmin. “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih muda untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun Lagi Maha penyayang” (Qs. Al-Ahzab : 59). Adapun jilbab yang terdapat dalam surat Al-Ahzab (33) : 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah. Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana jeans oke-oke saja, yang penting 'kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu, Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur'an dan Assunnah. Baju jilbab yang dipakai oleh seorang wanita dapat mengkomunikasikan beberapa hal. Makna pemakaian baju jilbab ini tergantung dari situasi dan kondisi. Model yang memperagakan baju muslim, mengkomunikasikan secara non verbal bahwa fashion show tersebut ditujukan kepada wanita-wanita muslim yang ingin tampil modis dengan baju jilbab. Jilbab dalam Islam merupakan representasi dari nafs al-mu’minat yang telah dibersihkan, cahaya iman yang telah diberi pakaian taqwa, dan karenanya jilbab juga represntasi dari akhlaq yang mulia dan keikhlasan. Dalam konteks kekinian jilbab telah menjadi simbol identitas, status, dan kekuasaan, “ misalnya pakaian adalah ekspresi yang paling khas dalam bentuk material dari berbagai tingkatan kehidupan sosial sehingga jilbab menjadi eksistensi sosial, dan individu dalam komunitasnya (Crawley, dalam Al-Gundi : 117) ”. Dalam berbusana setiap wanita muslimah wajib mengenakan jilbab berupa baju longgar yang terulur sampai bawah hingga menutupi kedua (telapak kaki). Selain itu wanita muslimah juga diwajib menggunakan khimar (kerudung0 saat berada dalam kehidupan umum. Dengan kata lain dengan memakai khinar dan jilbab seperti itu merupakan cara berpakaian syar’i yang dicintai Allah, selain itu jilbab juga dapat merepresentasikan kedudukan wanita muslim yang memakianya karena dengan jilbab yang melekat pada dirinya orang lain akan tahu bahwa wanita tersebut beragama Islam. Apabila melihat seorang wanita yang memakai jilbab, yang tersirat dalam benak kita adalah wanita tersebut beragama muslim, taat terhadap ajaran agama (sholeh). Disini terjadi komunikasi non verbal dengan menggunakan simbol yaitu jilbab yang dipakai oleh wanita tersebut. Wanita ini tidak harus mengatakan kepada semua orang bahwa agama yang dianutnya adalah Islam, karena baju jilbab yang dipakainya telah mengkomunikasikan hal tersebut. Baju jilbab merupakan simbol universal, bahwasanya orang yang memakainya adalah wanita muslim. Dari uraian mengenai pengertian jilbab diatas maka penggunaan jilbab itu sendiri pun kini telah mengalami perkembangan dan perubahan, dengan demikian peneliti mengelompokkan penggunaan jilbab menjadi dua klasifikasi yaitu : 2.2.2 Jilbab Syar’i Jilbab syar’i adalah pakaian yang lebar, longgar, dan menutupi seluruh bagian tubuh sebagaimana yang dimaksud dalam Al-qur’an : Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nuur (24) : 31). Setidaknya harus memenuhi syarat-syarat hijab atau jjilbab sebagai berikut dan inilah jilbab yang syar’i dan benar : 1. Berhijab, maksunya adalah jilbab untuk menutup tubuh wanita dari pandangan laki-laki, jadi bukan yang tipis, yang pendek, yang ketat, maupun yang bercorak yang dapat mengundang penglihatan laki-laki 2. Harus yang longgar, sehingga tidak menampakkan tempat-tempat yang menarik pada anggota tubuh 3. Tidak diberi wangi-wangian, hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah saw “ Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian meleati kaum (laki-laki) bermaksud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakukan perbuatan zina” (HR- Tirmidzi). 4. Pakaian wanita tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki “ Nabi SAW melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i). 5. Tidak menyerupai pakaian orang kafir “ Siapa yang meniru suatu kaum, maka ia berarti dari golongan mereka” (HR. Ahmad). 6. Berpakaian tanpa bermaksud untuk dikenal, baik itu dengan mengenakan pakaian yang berharga mahal maupun yang murah, jika niatnya untuk dibanggakan karena harganya ataupun yang kumal jika bermaksud agar dikenal sebagai orang taat (riya’) “Siapa yang mengenakan pakaian tersohor (bermaksud supaya dikenal) di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina dihati kianat, lalu dinyalakan apa pada pakaian tersebut” (HR. Abu Dawud). Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah jidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan, tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna. Dari uraian diatas dapatlah kita ketahui bahwa jilbab merupakan pakaian yang lapang yang menutup aurat wanita (seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan sampai pergelangan tangan). Jadi pada pengertian tersebut jilbab berbeda dengan kerudung. Kerudung merupakan kain yang digunakan untuk menutupi kepala, leher, hingga dada sedangkan jilbab maliputi keseluruhan pakaian yang menutup mulai dari kepala sampai kaki kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan tangan. Sehingga seseorang yang mengenakan jilbab pasti berkerudung tetapi orang yang berkerudung belum tentu berjilbab. Gambar 2.2.1 : jilbab syar’i Sumber : pondok-muslimah.blogspot.com/200...mah.html 2.2.3 Jilbab Gaul Gebyar jilbab terlihat dimana-mana, ironisnya jilbab kini telah berhadapan dengan industri fashion, sehingga jilbab (kerudung) tidak lagi sekedar kain panjang yang menutupi hingga melewati dada. Jilbab kini bermacam motifnya, tapi disisi lain ukurannya kian memendek. Ironisnya orang yang menggunakannya pun sering kali berpakaian serba ketat, dan terkadang juga masih suka dilepas pada saat-saat tertentu. Masyarakat umum menyebut gaya berpakaian seperti ini dengan istilah jilbab gaul. Jilbab gaul adalah jilbab yang cara berpakaiannya pada umumnya masih memperlihatkan aurat yang belum sesuai dengan tuntutan syariat dan biasanya pakaian yang digunakan masih pendek atau jilbab dililit dileher, ketat dan masih memperlihatkan lekukan badan, “Sesungguhnya segolongan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk maksiat, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya” (HR, Bukhari dan Muslim). Berjilbab Tapi Telanjang, defined as jilbab yang masih menampakkan aurat sebab ukurannya yang teramat pendek, tipis transparan dan dililitkan ke leher sehingga dadanya nampak. Mengapa disebut ‘Jilbab Gaul’? Berhubung jilbab sudah menjadi trend dalam pergaulan, maka supaya disebut gaul dan trendy, dipakailah jilbab jenis ini, dan karena alasan berjilbabnya pun hanya untuk ‘gaul’ maka disebutlah jilbab ini sebagai jilbab gaul. ( Al-Ghifari ; 2005 : 14). Dari penjelasan mengenai pengertian jilbab gaul diatas maka saya (penulis) menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam menggunakan jilbab, penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain yang menjadi ciri-ciri dari penggunaan jilbab gaul yaitu : 1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh, seperti yang biasa dan dianggap sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bahkan dada karena jilbab diikatkan dileher terkadang masih memperlihatkan rambut bagian depan wajah (poni), atau memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulng atau dibuka hingga kesiku 2. Sering menggunakan pakaian yang ketat, pakaian berkaos ataupun pakaian yan tipis sehingga walaupun perempuan tersebut telah menggunakan jilbab tapi lekuk-lekuk tubuh dapat diamati dengan jelas 3. Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai celana jeans. Yang perlu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar'i untuk kaum muslimin, apalagi wanita. 4. Banyak wanita muslimah saat ini yang memakai jilbab bersifat temporer yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, kendurian, acara pengajian kampung dan sebagainya, setelah itu jilbab dicopot dan yang ada kebanyakan jilbab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala. Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al A'raaf (7) : 26-27). Jadi amatlah disayangkan apabila kita menjumpai saudara-saudara kita muslimah yang memakai jilbabnya hanya untuk kepentingan-kepentingan tertentu saja seperti pada waktu sekolah, mengajar, kuliah, dan sebagainya. Tetapi diluar itu apabila dia keluar rumah tidak memakai jilbabnya. Gambar 2.2.2 : jilbab gaul Sumber : cahayahijrah.blogspot.com/2009/0...mah.html 2.3 Pengertian Komunikasi Secara Umum Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis ) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat “ Kita bebagai pikiran”, “Kita mendiskusikan makna”, dan “ Kita mengirimkan pesan”. Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk kepada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama mencapai tujuan tetentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu. Komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama, dan bahasa, dan masing-masing bentuk tersebut mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunikasi tersebut. Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward mengenai komunikasi manusia yaitu: Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. (dalam Erwin : 2005 : 16). Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi komunikasi yang benar ataupun yang salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didiefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya “Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau terlalu luas, misalnya ”Komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih”, sehingga para peserta komunikasi ini mungkin temasuk hewan, tanaman, bahkan jin. Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagai pengalaman”. Sampai batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatakan komunikasi dalam pengertian berbagai pengalaman. Namun dalam hal ini yag dimaksud dengan komunikasi adalah komunikasi manusia yang dalam bahasa Inggrisnya adalah human communication. Dance (dalam Mulyana : 2005 : 54) menemukan tiga dimensi konseptual penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi, antara lain : 1. Dimensi pertama adalah tingkat observasi (level of observation), atau derajat keabstrakannya. 2. Dimensi kedua adalah kesengajaan pesan (intentionality). Sebagain definisi mencakup hanya pengiriman dan penerimaan yang disengaja, sedangkan sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat ini. 3. Dimensi ketiga adalah penilaian normative. Sebagian definisi, meskipun secara implisit, menyertakan keberhasilan atau kecermatan, sebagain lainnya tidak seperti itu 2.4 Pengertian Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata, bicara. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal, kata adalah alat yang sangat penting dalam komunikasi. Validasi tentang pengertian komunikasi verbal antara komunikator dan komunikan adalah penting. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi secara verbal adalah: Masalah teknik yaitu seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan simbol dari komunikasi tersebut. Masalah semantik yaitu seberapa tepat simbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud. Masalah pengaruh yaitu seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa vebal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang dan objek. Setiap orang punya nama untuk identifikasi sosial. Orang juga dapat menamai apa saja, objek-objek yang berlainan, termasuk perasaan tertentu yang mereka alami. Penamaan adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa, dan pada awalnya itu dilakukan manusia sesuka mereka, yang lalu menjadi konvensi. Bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.(Barker, dalam Mulyana : 2005 : 243). 2.4.1 Faktor-Faktor Penting Dalam Komunikasi Verbal Kecepatan yaitu kecepatan bicara mempengaruhi komunikasi verbal. Seseorang yang dalam keadaan cemas atau sibuk biasanya akan lupa untuk berhenti berbicara dan pembicaraan dilakukan sangat cepat sehingga hal ini menyebabkan pendengar tidak dapat memproses pesan dan menyusun respon yang akan diberikan. Ellis dan Nowlis (1994) mengatakan : Beberapa hal penting dalam komunikasi verbal: penggunaan bahasa, perlu mempertimbangkan pendidikan lawan bicara, tingkat pengalaman dan kemahiran dalam berbahasa (bahasa Inggris, Indonesia, dan lain-lain). Dalam penggunaan bahasa memerlukan kejelasan yaitu memilih kata yang jelas dan tidak mempunyai arti yang salah. Keringkasan yaitu pesan singkat dan tanpa penyimpangan untuk menghindari kebingungan tentang apa yang penting dan apa yang kurang penting. (dalam Mulyana : 2005 : 237) Komunikasi verbal dengan kecepatan yang sesuai akan memberikan kesempatan bagi pembicara sendiri untuk berpikir jernih tentang apa yang diucapkan dan juga akan menyebabkan seseorang dapat menjadi pendengar yang efektif. Voice tone menunjukan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat merubah arti dari kata.Pengaruh dari bicara dengan suara yang keras akan berbeda dengan suara yang lembut atau lemah. Suara yang keras menunjukan berbicara yang terburuburu, tidak sabar, sindiran tajam dan marah. 2.5 Pengertian Komunikasi Nonverbal Setiap peristiwa komunikasi yang terjadi dalam kehidupan manusia selalu mencakup kode-kode non verbal dan verbal. Dalam percakapan yang dilakukan oleh dua orang setidaknya 35% merupakan komunikasi yang dilakukan secara verbal. Sehingga 65% pesan dikomunikasikan secara non verbal. Dengan demikian, kodekode non verbal memegang peranan penting dalam komunikasi, khususnya komunikasi antar pribadi. Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada suara, ekspresi wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Manusia mendapatkan informasi dari manusia lain secara dominant melalui bahasa tubuh (55% informasi), kemudian disusul nada bicara (38%) dan baru katakata (7%). Informasi nonverbal akan terkode lima kali lebih kuat daripada informasi verbal. (Birdwhistell, dalam Mulyana ; 2005 : 316 ). Oleh karena itu mempelajari komunikasi non verbal merupakan salah satu upaya untuk lebih memahami makna dari pesan yang dilontarkan. Melalui pemahaman terhadap petunjuk non verbal kita dapat meningkatkan pemahaman terhadap sesuatu yang diucapkan orang. Selain itu, kita juga ingin bisa mengendalikan komunikasi non verbal kita sendiri sehingga dapat tercapai komunikasi yang efektif. Sayangnya, komunikasi non verbal begitu kompleks dan kita tidak cukup mempunyai pengetahuan untuk mengartikan gerak gerik tubuh, ekspresi wajah, tekanan suara, maupun petunjuk non verbal lainnya. Oleh karena itu, mempelajari komunikasi non verbal merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan efektifitas. Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya : bagaimana bahsanya (halus, kasar, intektual, mampu berbahasa asing, dan sebagainya), namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya bahasa nonverbal ini misalnya dilukiskan frase, “ Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung, atau sedih. Kesan awal kita kepada seseorang sering didasarkan pada perilaku nonverbalnya, yang mendorong kita untuk mengenalnya lebih jauh. Secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan katakata. Menurut Larry A. Samavor dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain, sehingga pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. (Mulyana : 2005 : 308). Meskipun secara teoritis, komunikasi nonverbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannnya kedua jenis komunikasi ini jalin-menjalin dalam komuniksi tatap muka sehari-hari. Dalam komunikasi ujaran, rangsangan verbal dan rangsangan nonverbal itu hamper selalu berlansung bersama-sama dalam kombinasi. Kedua jenis rangsangan itu di interpretasikan bersama-sama oleh penerima pesan. Dari penjelasan mengenai pengertian komunikasi secara umum, sampai pada penjelasan mengenai komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal maka jilbab termasuk kedalam bahasa nonverbal karena jilbab merupakan sebuah tanda yang memberikan makna dalam komunikasi yang dapat di artikan oleh manusia. 2.5.1 Karakteristik Komunikasi Non Verbal Apa sebenarnya yang dimaksud dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal merujuk pada semua pesan atau respon yang dilontarkan manusia tidak dalam bentuk kata-kata. Kedipan mata, tekanan suara, senyuman, postur tubuh, pakaian yang dikenakan, gaya rambut – merupakan bentuk-bentuk komunikasi non verbal yang menggambarkan tingkah laku, perasaan ataupun kepribadian seseorang. Seringkali kita tidak sadar atas apa yang ditampilkan oleh tubuh kita, suara kita ataupun jarak yang kita timbulkan pada saat berinteraksi dengan orang lain. Kebanyakan dari kita beraksi dan bereaksi tanpa memperhatikan aspek non verbal dari komunikasi. Kita juga berkomunikasi dengan tubuh dan penampilan kita. Kita berkomunikasi melalui lingkungan yang kita ciptakan dimana kita tinggal di dalamnya. Misalnya, ketika seseorang memasuki rumah kita, asumsi apa yang mungkin timbul di benak orang tersebut. Bisa jadi kondisi rumah ataupun lingkungan kita memberikan informasi kepada orang lain bahwa kita adalah orang yang rajin, bersih dan rapi atau sebaliknya yaitu kita adalah orang yang jorok dan berantakan. Kadangkala kita menciptakan pesan secara non verbal untuk mengirimkan pesan yang spesifik. Penggunaan petunjuk non verbal disini mempunyai tujuan tertentu.Sebagai contoh : Seperti komunikasi verbal, komunikasi non verbal juga ambigu. Seperti juga kata-kata, pesan non verbal bisa mengandung banyak arti. Sehingga kita harus berhati-hati dalam menafsirkan pesan non verbal tersebut. Semua pesan non verbal harus diinterpretasikan di dalam konteks dimana pesan tersebut timbul. Pesan verbal dan non verbal seringkali juga bersifat kontradiktif. Ketika kita mengucapkan sesuatu tetapi melakukukan sesuatu yang lain, kita mengirimkan pesan Pesan verbal dan non verbal seringkali juga bersifat kontradiktif. Ketika kitamengucapkan sesuatu tetapi melakukukan sesuatu yang lain, kita mengirimkan pesan yang kontradiktif. Ketika kita sadar adanya pesan yang kontradiktif tersebut kecenderungan dari kita adalah lebih mempercayai petunjuk non verbal. Penelitian yang dilakukan dalam ilmu komunikasi juga menyimpulkan bahwa komunikasi non verbal lebih sulit dimanipulasi dibandingkan dengan petunjuk verbal ( kata-kata). 2.5.2 Klasifikasi Pesan Non Verbal Duncan menyebutkan ada enam klasifikasi pesan non verbal yaitu kinesik atau gerak tubuh, paralinguistic atau suara, proksemik atau penggunaan ruang personal dan sosial, olfaksi atau penciuman, sensitivitas kulit, dan factor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik. Sedangkan menurut Scheflen menyebutkan dengan istilah lain : kinesik, sentuhan, bau-bauan, territorial, proksemik, dan artifaktual (dalam Rakhmat : 2005 : 289). Dari klasifikasi menurut Duncan dan Scheflen, tersebut peneliti hanya mengambil empat klasifikasi yang akan menjadi focus dalam penelitian ini yaitu : 1. Artifaktual atau penampilan fisik: Komunikasi non verbal yang dapat diungkapkan melalui penampilan—tubuh pakaian,dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relative menetap, orang sering berprilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya untuk membentuk citra tubuh dengan pakaian dan kosmetik yang digunakan. “Pakaian menyampaikan pesan”. Pakaian terlihat sebelum suara terdengar. Kefgen dan Specht, dalam Rakhmat; 2005 : 292 menyebutkan, Pakaian tertentu berhubungan dengan perilaku tertentu. Umumnya pakaian yang digunakan mempunyai fungsi untuk menyampaikan dan untuk mengungkapkan identitas diri kepada orang lain. Menyampaikan identitas berarti menunjukkan bagaimana perilaku seseorang dan bagaimana orang lain akan memperlakukan kita. Selain dilihat dari cara berpakaian, dalam penelitian ini peneliti menggabungkan beberapa klasifikasi pesan non verbal kedalam artifaktual diantaranya penggunaan parfum atau bau-bauan, dan penggunaan aksesoris yang digunakan oleh pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah bagaimana perbedaan yang terdapat pada pengguna jilbab gaul dengan pengguna jilbab syar’i dilihat dari komunikasi non verbal dari aspek penampilan fisik. 2. Haptika atau sentuhan : Studi tentang sentuhan disebut haptika (haptics). Haptik adalah bidang yang mempelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal. (Menurut Heslin dalam Mulyana : 2005 : 336) terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Fungsional-profesional : sentuhan bersifat dingin dan berorientasi bisnis, misalnya pelayan tikoh membantu pelanggan memilih pakaian 2. Sosial-sopan : perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku misalnya berjabat tangan 3. Persahabatan-kehangatan : kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab 4. Cinta-keintiman : kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan 5. Rangsangan seksual : kategori ini berkaitan erat dengan kategori cinta-keintiman hanya saja motifnya bersifat seksual Dari kategori sentuhan diatas maka sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang penyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada sang penerima sentuhan, baik positif ataupun negatif. Itu sebabnya Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh diantara lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada perbuatan negatif. Dalam hal ini fokus penelitian adalah bagaiamana perbedaan komunikasi antara pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i aspek sentuhan atau haptika dalam pergaulan sehari-hari mereka dimasyarakat, seperti ketika sedang berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan. 3. Kinesik atau bahasa tubuh : Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics), suatu istilah yang dirintis oleh seorang perintis studi bahasa non verbal, “ Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik (Birdwhistell dalam Mulyana : 2005 : 317)”. Karena manusia hidup, semua anggota badan senantiasa begerak. Dari penjelasan mengenai bahasa tubuh diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh dapat meliputi kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan, misalnya memukul meja untuk menunjukkan kemarahan; untuk mengatur atau menngendalikan jalannya percakapan; atau untuk melepaskan ketegangan. 4. Proksemik atau pengaturan jarak : Merupakan pesan komunikasi non verbal non visual dan non vocal. Proksemik atau bahasa ruang, yaitu jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi berada. Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban seseorang dengan orang lain, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka dan perhatian seseorang terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial. (Edward, dalam Rakhmat ; 2005 : 290-291) menyebutkan dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal sebagai berikut : Jarak intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan. Jarak personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki. Jarak sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki. Jarak publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga Dalam penelitian ini, saya (penulis) akan meneliti aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i dengan merujuk pada ke empat kategori pengaturan jarak menurut Edward seperti yang dijelaskan diatas. 2.5.3 Fungsi Pesan Non Verbal Meskipun secara teoritis komunikasi non verbal dapat dipisahkan dari komunikasi verbal, dalam kenyataannya kedua jenis komunikasi ini jalin-menjalin dalam komunikasi tatap muka sehari-hari. Misalnya ketika mengatak tidak tanpa sadar kepala akan menggelang, sehingga manusia memproses kedua jenis rangsangan komunikasi verbal dan komunikasi non verbal hampir secara bersamaan, sehingga mudah terkecoh untuk menekankan suatu perbedaan yang sebenar nay antara komunikasi verbal dan non verbal. Mark L.Knapp : istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku non verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dalam pengertian ini peristiwa dan perilaku non verbal tidak sungguh-sungguh bersifat non verbal (dalam Mulyana : 2005 : 312). Bahasa verbal bisa menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh manusia lewat interaksi berkomunikasi, tetapi dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan non verbal masih sering digunakan. Sehingga pesan komunikasi non verbal mempunyai beberapa fungsi diantaranya seperti yang dijelaskan dibawah ini : Mark L. Knapp dalam Rakhmat :2005 : 287, menyebutkan ada lima fungsi pesan non verbal yaitu : 1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal 2. Subtitusi : menggantikan lambang-lambang verbal 3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna lain terhadap pesan verbal 4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal 5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahi. Meskipun bahasa telah mampu menyampaikan informasi kepada manusia ketika sedang melakukan komunikasi, akan tetapi pesan verbal belum cukup untuk mengunmgkapakn maksud dan tujuan saat sedang berbicara, sehingga pesan non verbal sangatlah penting untuk mendukung pernyataan yang keluar dari bahasa verbal yang diucapkan ketika interaksi komunikasi berangsung. Adapun alasan pentinganya pesan komunikasi non verbal sebagai berikut : Dale G. Leathers dalam rakhmat : 2005 : 287-288, menyebutkan enam alasan mengapa pesan non verbal sangat penting : 1. faktor-faktor non verbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal 2. perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan non verbal ketimbang pesan verbal 3. pesan non vebal menyampaikan makna dan maksud yang relative bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan 4. pesan non verbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. 5. pesan non verbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal 6. pesan non verbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengertian Metode Deskriptif Arti deskriptif adalah uraian, paparan atau keterangan. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk mengetahui paparan, uraian terhadap suatu kasus yang sedang diteliti. Dengan mengetahui paparan ini maka diharapkan peneliti dapat menganalisis dan memecahkan suatu masalah secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang didapat di suatu daerah tertentu. Penelitian deskrptif ini mempunyai ciri-ciri yaitu untuk membuat suatu keterangan dan paparan terhadap suatu situasi atau kejadian tertentu. “Menurut Usman dan Abdi (2008:30) penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata, tidak perlu mencari hubungan korelasi, hubungan sebab akibat dan tidak perlu mencari hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap suatu penelitian” Jadi metode deskriptif, yaitu dengan mengadakan pengumpulan data. Pengumpulan data ini ditempuh dengan cara : studi pustaka / studi literatur, data yang diperoleh dari instansi terkait, wawancara dengan narasumber, observasi lapangan serta browsing internet. Metode deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa, penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. “Beberapa penulis memperluas penelitian deskriptif kepada segala penelitian selain penelitian historis dan eksperimental, mereka menyebut metode yang deskriptif sebagai penelitian survei atau penelitian obsevational (Isaac, Michael, dan Wood, dalam Rakhmat : 2005 : 24-25)”. Dari uraian diatas maka sangat banyak macam definisi tentang penelitian deskriptif, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi dalam hal ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain. Penelitian semacam ini disebut dengan penelitian deskriptif. (Sugiyona : 2006 : 35). Dilihat dari pengertian penelitian deskriptif diatas, maka penelitian deskriptif tidak hanya memaparkan hasil temuan selama dilapangan saja, tetapi selain itu ternyata penelitian deskriptif juga terbagi menajdi beberapa kelompok jenis penelitian, seperti yang dijelaskan dibawah ini, Menurut Sugiyono : 2006 : 83, jenis penelitian deskriptif sendiri dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu 1. Apabila hanya mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara kualitatif maka disebut penelitian deskriptif kualitatif; 2. Apabila dilakukan analisis data dengan menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka disebut deskriptif asosiatif; dan 3. Apabila dalam analisis data dilakukan pembandingan maka disebut deskriptif komparatif Dari jenis kelompok penelitian deskriptif yang disebutkan oleh Sugiyo tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil jenis kelompok penelitian deskriptif yang ketiga, karena dalam penelitian ini peneliti juga akan melakukan pembandingan dalam analisis data penelitian antara objek yang akan diteliti sesuai dengan fokus penelitian yaitu aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i mahaisiwi Unisba. Deskriptif diartikan melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Pada hakikatnya penelitian deskriptif mengumpulkan data secara univariat. Karakteristik data diperoleh dengan ukuran-ukuran kecenderungan pusat atau ukuran sebaran. Rakhmat : 2005 : 25, mengemukakan bahwa penelitian deskriptif ditujukan untuk: 1. mengumpulkan informasi yang aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada 2. mengidentifikasi masalah atau memeriksai kondisi dan praktek-praktek yang berlaku 3. membuat perbandingan atau evaluasi 4. menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapai masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain. 3.1.1 Ciri Metode Deskriptif : Metode deskriptif sangat berbeda dengan metode-metode penelitian yang lain, sehingga peneliti memasukkan ciri dari metode penelitian deskriptif sesuai dengan pendapat, Rakhmat : 2005 : 25, menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik metode deskriptif, diantaranya sebagai berikut : 1. metode deskriptif mencari teori bukan menguji teori, “hypothesis generating”, bukan “hipothesis testing”, dan “heuristic” , bukan “verifikatif”. 2. Titik berat metode deskriptif terletak observasi dan suasana alamiah (natural setting). 3. Peneliti bertindak sebagai pengamat, ia hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi. Penelitian deskriptif timbul karena suatu peristiwa yang menarik perhatian peneliti, tetapi belum ada kerangka teoritis untuk menjelaskan. “Penelitian deskriptif tidak jarang melahirkan apa yang disebut Seltiz, Wrightsman, dan Cook sebagai peneitian yang isntightstimulating (dalam Rakhmat : 2005 : :. Peneliti terjun kelapangan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori. Ia tidak bermaksud menguji teori sehingga perspektifnya tidak tersaring, peneliti bebas mengamati objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan-wawasan baru sepanjang jalan. Penelitian terus-menerus mengalami reformulasi dan rediksi ketika informasi-informasi baru mulai ditemukan. Hipotesis tidak datang sebelum penelitian, hipotesis-hipotesis baru muncul dalam penelitian. 3.1.2 Kelebihan Deskriptif Komparatif Menurut Rakhmat : 2006 : 24-26 penelitian deskriptif mempunyai beberapa kelebihan diantaranya sebagai berikut : 1. Penelitian deskriptif dapat menggambarkan variabel satu demi satu dalam analisis data yang diperoleh selama dilapangan 2. Penelitian deskriptif dapat mengumpulkan data secara univariat 3. Penelitian deskriptif sangat berguna untuk melahirkan teori-teori tentatif yang dapat membedakan hasil penelitian deskriptif dengan metode penelitian lainnya 4. Metode deskriptif untuk mencari teori bukan untuk menguji teori sehingga dapat menghasilkan teori-teori baru dalam penelitian 5. Penelitian deskriptif lahir karena adanya suatu kebutuhan Dilihat dari kelebihan menurut Rakhmat seperti yang telah diuraikan diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa penelitian deskriptif dengan komparatif mempunyai kelebihan sebagai berikut : Dengan penelitian deskriptif kompratif, peneliti tidak hanya memaparkan hasil temuan dilapangan tetapi juga malakukan perbandingan antara objek yang diteliti, sehingga hasil yangdiperoleh dari penelitian ini bisa dilihat dengan jelas antara perbedaan kedua objek aspek komunikasi non verbal dpengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i saat berada dilingkungan kampus Unisba 3.1.3 Kualifikasi Penelitian Deskriptif Penelitian deskriptif harus mempunyai kualifikasi yang memadai yaitu : 1. Peneliti harus mempunyai sifat yang reseptif, peneliti harus selalu mencari bukan menguji 2. Peneliti harus mempunyai kekuatan integratif, kekuasaan untuk memadukan berbagai macan informasi yang diterimanya menjadi satu kesatuan penafsiran Jadi penelitian deskriptif bukan hanya menjabarkan (analitis), tetapi juga memadukan (sintetis). Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi, dari penelitian deskriptiflah dikembangkan berbagai penelitian korelasional an eksperimental. 3.2 Pengertian Komparatif Metode komparatif adalah penelitian yang bersifat membandingkan. Variabelnya masih sama dengan penelitian variable mandiri tetapi untuk sample yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda. Dalam penelitian komparatif akan dihasilkan informasi mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada urutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu. “ Rumusan komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang membandingkan keadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono : 2006 : 36)”. Dengan mengadakan studi banding / studi kasus terhadap aspek komunikasi non verbal mahasiswi pengguna jilab gaul dan pengguna jilbab syar’i yang ada di Unisba. Selanjutnya dari data - data yang telah terkumpul, dilakukan identifikasi dan analisa sehingga diperoleh gambaran yang cukup lengkap mengenai karakteristik dan kondisi yang ada. Perlu untuk digaris bawahi mengenai metode komparatif ini dipakai untuk membandingkan objek yang sama yaitu mahasisiwi pengguna jilbab di Unisba, metode ini dimulai dari pengumpulan data-data dengan bentuk dan makna yang mirip melalui teknik observasi dan wawancara. Dari uraian penjelasan metode penelitian deskriptif dan metode komparatif diatas, metode komparatif dilakukan dengan membandingkan antara pengguma jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i mahasiswi Unisba. Hasilnya akan diperoleh perbedaan antara kedua pengguna jilba tersebut, yang sifatnya sekunder (variasi), maka peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif yang merupakan gabuangan dari kedua penjelasan metode penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, karena pada awalnya peneliti hanya mendeskripsikan atau memaparkan hasil penelitian yang ditemukan dilapangan mengenai objek yang diteliti dalam hal ini komunikasi non verbal dari aspek penampilan fisik, aspek sentuhan, aspek bahasa tubuh, dan aspek jarak, antara pengguna jilbab gaul dan pengguna jilban syar’i. Kemudian dari hasil yang ditemukan tersebut peneliti melakukan perbandingan antara objek yang diteliti dari ke empat aspek tersebut. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam pembuatan skripsi ini adalah : 1. Angket adalah selebaran kertas yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang disebarkan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan pada angket berupa pertanyaan tertutup (berstruktur), dimana jawaban pertanyaan tersebut telah disediakan “kemungkinan pilihannya” sehingga responden tinggal memilih yang sesuai. (Nazir : 1988 : 245). Angket ini akan disebarkan kepada mahasiswi yang telah menggunakan jilbab sebanyak 60 lembar, yang terbagi menjadi dua klasifikasi pengguna jilbab yaitu 30 lembar untuk responden pengguna jilbab gaul dan 30 lembar untuk responden pengguna jilbab syar’i. 2. Wawancara : yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari orang-orang yang berkepentingan dan berwewenang atau ada hubungan dengan masalah penelitian untuk memperoleh data pendukung. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mandalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2005 : 137). Menurut Sutrisno Hadi, dalam Sugiyono : 138, mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode waawancara adalah sebagai berikut : 1. Bahwa subyek (responden) adalah orang paling tahu tentang dirinya sendiri 2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya 3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaanyang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti Dari penjelasan diatas, maka dalam hal ini wawancara dilakukan kepada beberapa mahasiswi Unisba yang sesuai dengan kriteria yang diperlukan oleh peneliti yaitu mahasiswi yang menggunakan jilbab gaul dan jilbab syar’i 3. Studi kepustakaan : yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data yang akurat sesuai dengan sasaran dan tujuan penulis. “yaitu suatu teknik pengumpulan data atau keterangan melalui bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti dan yang mendukung penelitian (Nazir : 1988 : 211)”. 3.4 Langkah-Langkah Melakukan Penelitian Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian sebagai berikut : 1. Desain penelitian yang dilakukan penulis, awalnya mencermati cara berpakaian mahasiswi Unisba, ruang lingkup, serta permasalahannya. 2. Dalam penelitian ini penulis menjadikan angket sebagai data utama (primer) dalam penelitian, dan angket yang disebar tidak fokus hanya pada satu fakultas tetapi angket disebarkan pada semua mahasiswi Unisba yang memenuhi syarat sebagai sumber penelitian bagi penulis, selain menyebar angket peneliti juga melakukan wawancara kepada 10 mahasiswi sebagai narasumber masing-masing dari kategori objek penelitian yaitu mahasiswi pengguna jilbab syar’i dan mahasiswi pengguna jjilbab gaul yang ada di Unisba sehingga total mahasiswi yang diwawancara sebanyak 20 orang, hasil wawancara hanya digunakan sebagai data pendukung (sekunder) dalam penelitian ini. 3. Dari permasalahan yang umum ini, peneliti memfokuskan permasalahan terhadap perbedaaan antara mahasiswi pengguan jilbab gaul dengan mahasiswi pengguna jilbab syar’i dari komunikasi non verbal. Hal yang menjadi fokus penelitian adalah perbandingan antara pengguna jilbab gaul dengan jilbab syar’i dalam hal ini komunikasi non verbal aspek penampilan fisik, sentuhan bahasa tubuh, dan jarak 4. Penelitian ini bersifat terbuka karena tidak menutup kemungkinan untuk masuknya data baru selama proses penelitian berlangsung. 5. Peneliti tidak merumuskan hipotesis pada awal penelitian, karena tidak bermaksud menguji sesuatu, selain itu hasil penelitian tidak diramalkan sebelumnya. Peneliti juga berusaha memahami data-data yang diperoleh dengan analisis yang dilakukan sejak mulai diperoleh data pada awal penelitian dan selama penelitian berlangsung BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini peneliti mengemukakan analisis terhadap apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dan menghubungkan dengan hasil perolehan data dari angket yang disebarkan kepada responden. Dalam bab ini dijelaskan bagaimana perbandingan aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab syar’i dan pengguna jilbab gaul dilihat dari penampilan fisik, haptika, kinesik, dan proksemik. Penyebaran angket dilakukan dengan cara mendatangi mahasiswi Unisba yang telah dipilih untuk dijadikan sampel yaitu mahasiswi Unisba yang telah menggunakan jilbab ketika sedang berada di llingkungan kampus, baik mahasiswi yang telah menggunakan jilbab syar’i maupun mahasiswi yang masih menggunakan jilbab gaul. Jumlah angket yang disebarkan sebanyak 60 buah, yang dibagi menjadi 4 kategori pertanyaan (penampilan fisik, haptika, kinesik, dan proksemik), yang terdiri dari 10 pertanyaan untuk kategori penampilan fisik, 7 pertanyaan untuk kategori haptika (sentuhan), 5 pertanyaan untuk kategori kinesik (bahasa tubuh), dan 4 pertanyaan untuk kategori proksemik (pengaturan jarak). Selanjutnya peneliti akan menguraikan hasil angket yang telah disebarkan dalam bentuk uraian pemaparan dan perbadingan dari kedua obejek yang diteliti agar dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap masalah yang diteliti agar mudah dipahami seperti berikut ini. 4.1 Aspek Penampilan Fisik No. Kategori Penelitian Jilbab Syar’i Jilbab Gaul Ya % Tidak Ya % Tidak % 1. Manset 23 76,6 7 23,4 0 0 30 100 2. Kaos kaki 30 100 0 0 4 13,3 26 86,7 3. Bros/pin 28 93,3 2 6,7 22 73,3 8 26,7 4. Parfum 10 33,4 20 66,6 26 86,7 4 13,3 Ciput 29 96,7 1 3,4 2 6,7 28 93,3 6. Jam tangan 14 46,6 16 53,4 21 70 9 30 7. Jilbab panjang 30 100 0 0 3 10 27 90 8. Jilbab pendek 0 0 30 100 27 90 3 10 9. Baju lengan panjang 30 100 0 0 15 50 15 50 10. Baju lengan ¾ 0 0 30 100 15 50 15 50 11. Jilbab tebal 30 100 0 0 4 13,3 26 86,7 12. Jilbab tipis 0 0 30 100 25 83,3 5 16,7 13. Make-up 7 23,4 23 76,6 25 83,3 5 16,7 Tabel : 4.1 Penampilan Fisik Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik angket dan wawancara maka terdapat perbedaan antara yang menggunakan jilbab secara syar’i dengan jilbab gaul hal ini dapat dilihat dari penampilan fisik pakaian jilbab itu sendiri. Penampilan fisik ini juga bisa mendapat sentuhan penambahan bros atau pin pada jilbab yang digunakan sebagai aksesoris penampilan fisik bagi para perempuan yang telah menggunakan jilbab sebagai pakaiannya yang . Selain hal diatas dari hasil penyebaran angket yang peneliti lakukan juga didapatkan fakta bahwa sebagian perempuan yang berjilbab juga menggunakan make-up dan parfum, serta jam tangan sebagai tambahan dari penampilan fisik mereka selain dari penampilan fisik yang terlihat dari pakaian yang mereka gunakan. Akan tetapi dalam hal penampilan fisik ini terdapat beberapa perbedaan antara penampilan fisik pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul yang peneliti dapatkan dilapangan. Untuk lebih jelasnya maka penjelasan mengenai penampilan fisik jilbab syar’i dengan jilbab gaul sebagai berikut : 4.1.a Penampilan Fisik Jilbab Syar’i Dari data yang telah peneliti dapatkan persentase yang paling besar dari penampilan fisik dari pengguna jilbab syar’i adalah menggunakan ukuran jilbab panjang dan lengan baju tangan panjang, kaos kaki, serta ukuran jilbab yang tebal atau tidak transparan dengan persentase 100%, adapun alasan mereka menggunakan jilbab dan lengan baju yang panjang adalah karena memang seperti itu pakaian yang syar’i, sedangkan untuk alasan penggunaan kaos kaki adalah karena menurut mereka (responden) telapak kaki termasuk aurat yang harus ditutupi sesuai dengan pengertian jilbab dalam Al-qur’an. Sedangkan untuk penggunaan manset ada 23 responden pengguna jilbab syar’i yang memakai manset sebagai tambahan dengan persentase 76,6% alasan mereka menggunakan manset adalah untuk menutupi pergelangan tangan seandainya lengan pakaiannya terangkat saat sedang beraktivitas, dan ada 7 responden yang menjawab tidak menggunakan manset dengan 23,4% sebagai tambahan dalam penampilan fisik mereka, dengan alasan bahwa mereka (responden) tidak mengggunakan manset lebih karena dengan lengan baju yang menutupi pergelangan tangan tidak akan memperlihatkan tangan mereka ketika sedang beraktivitas. Untuk penggunaan bros atau pin sebanyak 28 responden dengan nilai persentase sebesar 93,3% pengguna jilbab syar’i menggunakannya dengan alasan bahwa penambahan bros atau pin pada jilbab mereka lebih karena untuk keindahan, dan untuk merapikan jilbab yang mereka kenakan, Sebagaiman menurut Mulyana : 2005 : 346 menyatakan : Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya(model, kualitas bahan, warna), dan juga ornamen lain yang dipakainya seperti kacamata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin dan sebagainya. Seringkali orang juga memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut dan sebagainya. Data ini juga peneliti dapatkan dari pernyataan pengguna jilbab syar’i saat menjawab pertanyaan wawancara yang peneliti lakukan sebagai berikut. Iya, saya selalu menggunakan tambahan aksesoris seperti bros pada jilbab saya, karena Allah itu indah dan mencintai keindahan, tapi asalkan bros yang digunakan tidak berlebihan, Pake bros, alasannya biar lebih rapih jilbabnya, eye catching dan sebagai sarana dakwah juga, biar tampil menarik tapi bukan menarik perhatian lawan jenis, karena untuk merapikan jjilbab yang saya gunakan, asalkan aksesoris seperti pin atau bros itu tidak terlalu mencolok dan berlebihan dan tidak menarik perhatian (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Sedangkan untuk yang tidak menggunakan bros atau pin sebagai tambahan dalam penampilan fisiknya, hanya ada 2 responden yang tidak menggunakan dari kategori pengguan jilbab syar’i yaitu sebesar 6,7 % alasanya karena disuaikan dengan kebutuhan saat menggunakan jilbab, dan karena lebih kearah yang praktis dan ingin tampil simpel saat berjjilbab, seperti data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara berikut ini. Penggunaan aksesoris disesuaikan dengan kebutuhan, ketika saya sedang menggunakan jilbab segi tiga maka saya akan menambahkan aksesoris seperti menggunakan bros atau pin, tapi ketika saya menggunakan jilbab langsung maka saya tidak menambahkan pin atau bros karena lebih simpel dan polos saja (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Untuk penggunaan parfum hampir sebagian besar responden pengguna jilbab syar’i menjawab tidak menggunakan parfum saat berada di luar rumah, meskipun masih ada beberapa responden pengguna jilbab syar’i yang menambahkan parfum sebagai tambahan dalam penampilan fisiknya. Adapun jumlah responden pengguna jilbab syar’i yang tidak menggunakan parfum adalah sebanyak 20 responden dengan nilai persentase sebesar 66,6% dan alasan mereka (responden) ini tidak menggunakan parfum adalah dalam hal pemahaman mereka terhadap hadist yang menyatakan bahwa wanita itu jika menggunakan parfum dan tercium dari jarak yang cukup jauh maka sama seprti zina, “Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya seorang wanita yang memakai wangi-wangian kemudian meleati kaum (laki-laki) bermaksud agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakukan perbuatan zina (HRTirmidzi)”. Selain itu juga karena sebagian dari responden pengguna jilbab syar’i memang tidak terlalu menyukai aroma parfum yang menyengat, hasil persentase pengguna jilbab syar’i yang lebih banyak tidak menggunakan parfum peneliti dapatkan juga dari hasil wawancara sebagai data pendukung dalam penelitian ini, Saya tidak menggunakan karena dari aromanya yang tidak saya suka, selain itu memang tidak boleh menggunakan parfum untuk perempuan yang dijelaskan dalam sebuah hadist, jadi alasan itulah yang membuat saya tidak menggunakan parfum. saya tidak suka pake parfum soalnya sudah jelas dalam hadist yang menyatakan bahwa perempuan yang wangi parfumnya ketika berjalan melewati laki-laji dan tercium dari jarak yamh jauh maka sama seperti zina dan tidak akan mencium wangi syurga jadi itulah alasan saya tidak menggunakan parfum (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Dari hasil angket tersebut peneliti mendapatkan bahwa ada 10 responden pengguna jilbab syar’i yang masih menggunakan parfum dengan persentase sebesar 33,4%, sedangkan alasan mereka (responden) penggguna jilbab syar’i yang masih menggunakan parfum adalah sebagai berikut seperti hasil yang didapatkan peneliti saat melakukan wawancara kepada pengguna jilbab syar’i “Saya masih menggunakan parfum, asalkan tidak terlalu menyengat baunya dan tidak tercium dari jarak yang jauh, kan biar tidak menzolimi orang lain juga saat dekat sama kita karena bau yang tidak sedap (hasil wawancara, 11 Juni 2010)” Darsono dan Hugo, menyatakan : wewangian mengirim pesan yang mendalam ke otak serta tidak ada sesuatu pun yang membangkitkan kenangan seperti suatu bau, karena bau dapat membangkitkan ingatan seseorang terhadap sesuatu, bau parfum tertentu pun boleh jadi mengingatkan seseorang kepada orang lain seperti sahabat. (dalam Mulyana : 2005 : 354). Untuk kategori penggunaan ciput dalam penampilan fisik, sebanyak 29 jumlah responden pengguna jilbab syar’i menjawab bahwa mereka menggunakan ciput sebagai tambahan dalam menggunakan jilbab, dengan persentase nilainya adalah sebesar 96,7 %, sedangkan yang tidak menggunakan ciput hanya ada 1 responden dengan nilai persentase sebesar 3,4 %. Adapun alasan yang peneliti dapatkan mengenai data ini adalaha, sebagian besar pengguna jilbab syar’i menggunakan ciput agar supaya jilbab yang digunakannya menjadi lebih rapih, serta menjaga agar rambut depan (poni) mereka tidak keluar dari jilbab yang sedang digunakan, sedangkan alasan yang tidak menggunakan ciput supaya lebih ringkas pada saat menggunakan jjilbab langsung. Sedangkan dalam penggunaan jam tangan hanya sebanyak 14 responden sebesar 46,6% dari jilbab syar’i yang menggunakan jam tangan sebagai tambahan dalam penampilan fisiknya, sedangkan yang tidak menggunakan sebanyak 16 responden atau sebesar 53,4% yang tidak menggunakan jam tangan. Untuk kategori penggunaan make-up ada sebanyak 7 responden pengguna jilbab syar’i yang menggunakan make-up yaitu sebesar 23,4%, dengan alasan sebagai bentuk perawatan terhadap kulit wajah agar tidak kusam dan tidak terlihat kotor, penggunaan make-up pun sangat minimalis tidak menggunakan lipstik, atau pewarna pipi. Sebagaimana menurut Rich dalam Mulyana : 2005 : 350, Lipstik yang digunakan oleh kaum wanita sebenarnya mempunyai sejarah yang panjang, wanita modern juga menghiasi wajah mereka, antara lain dengan bedak, eye shadow, dan juga lipstik. Menurut suatu penelitian perempaun berlipstik dipersepsi sebagai berlebihan, gemar berbicara, dan lebih berminta pada lawan jenisnya. Muslimah itu harus enak dipandang karena muslimah juga harus menjaga penampilan, berpakaian juga harus diperhatikan, jangan asal nempel, mix and match dan tidak berlebihan, tapi tidak kucel juga tapi bukan untuk pamer, misalnya menggunakan make-up yang sangat minimalis agar tidak terlihat kotor, dan tidak berlebihan dengan tidak menggunakan pemerah pipi (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Yang tidak menggunakan make-up sebagai tambahan dari penampilan fisik pengguna jilbab syar’i sebanyak 23 responden dengan persentase sebesar 76,6%, alasannya adalah sebagian besar mereka yang menggunakan jjilbab syar’i menganggap bahwa berhias merupakan sebuah bentuk tabaruj yang tidak boleh dilakukan kecuali hanya untuk diperlihatkan pada suami. Dari data yang diperoleh bahwa, penampilan fisik dari para perempuan yang telah menggunakan pakaian penutup aurat sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu dengan pakaian yang syar’i sangat terlihat berbeda dengan pakaian jilbab gaul yang digunakan oleh sebagian kaum perempuan saat ini. Penampilan fisik jilbab syar’i ini selalu digunakan setiap saat oleh para pemakainya ketika sedang melakukan aktivitas diluar rumah, sehingga penampilan fisik jilbab seperti inipun sangatlah menjaga pemakainya dari segala macam fitnah dan kejahilan para laki-laki karena pakaian yang digunakan biasanya lebar dan tidak membentuk lekukan-lekukan tubuh dan jilbab yang digunakan juga sangat lebar dan panjang yang menutup sampai kedada sehingga tidak mengundang syahwat lawan jenis ketika mereka sedang melakukan aktivitas diluar rumah. Penampilan fisik dari jilbab syar’i ini juga bisa dilihat dari penggunaan warna pakaian yang tidak mencolok sehingga tidak menarik perhatian lawan jenis. Selain hal diatas penampilan fisik ini juga dapat dilihat dengan adanya pemakaian bros atau pin yang terdapat pada jilbab yang berfungsi sebagai aksesoris, dan biasanya penampilan jilbab syar’i ini tidak menggunakan make-up pada saat mereka berada diluar rumah, karena sebagain besar perempuan yang telah menggunakan jilbab syar’i ini tidak menggunakan make-up atau menghias wajahnya kecuali untuk suami mereka. Tetapi dengan ciri dan penampilan fisik yang demikian bukan berarti bahwa perempuan yang telah menggunakan pakaian penutup aurat secara syar’i menjadi ketinggalan zaman dan tidak mengikuti trend mode cara berpakaian saat ini, karena hal tersebut tetap bisa digunakan akan tetapi tidak mengubah ciri khas yang merupakan identitas diri yang telah melekat pada diri mereka. Hal tersebut peneliti dapatkan juga dari hasil wawancara yang peneliti gunakan sebagai data pendukung dalam penelitian yang dilakukan kesejumlah mahasisiwi yang telah menggunakan jilbab syar’i. Jilbab syar’i itu bukan berarti tidak gaul, karena jilbab syar’i juga bisa menggunakan lebih banyak mode jilbab saat ini dibandingkan dengan jilbab zaman dulu, boleh gaul tapi tetap nyar’i yang jelas lebih diutamakan pasti syar’inya ketimbang gaulnya maksud gaul disini seperti penggunaan bermacam motif jjilba dan sebagainya, gaul bukan berarti bajunya harus ketat dan jilbabnya pendek loh (hasil wawancara, 11 Juni 2010). 4.1.b Penampilan Fisik Jilbab Gaul Dari data yang telah peneliti dapatkan persentase yang paling besar dari penampilan fisik dari pengguna jilbab gaul adalah menggunakan ukuran jilbab pendek dengan persentase sebesar 90% sebanyak 27 responden dan jilbab yang masih transparan (tembus pandang) serta penggunaan make-up yang berlebihan sebesar 83,3% dengan responden sebanyak 25 orang, alasan pengguna jilbab gaul ini menggunakan pakaian seperti itu adalah karena mereka merasa nyaman dan percaya diri dengan pakai seperti itu saat keluar rumah. Dalam menggunakan bros atau pin hanya sebanyak 22 responden saja yang menggunakannya sebagai tambahan aksesoris penampilan fisik mereka “pengguna jilbab gaul” dengan jumlah persentase sebesar 73,3% alasannya adalah selain untuk mempercantik diri, agar jilbab yang mereka gunakan tidak terbang saat tertiup angin, dan sebanyak 8 orang responden tidak menggunakan pin atau bros pada jilbabnya, karena lebih memilih pemakaian jilbab yang simpel. Dalam pemakaian lengan baju tangan panjang dan lengan baju tangan pendek peneliti mendapatkan hasil data dari angket sebanyak 15 responden dengan persentase sebesar 50%, sehingga penggunaan lengan pakaian ini bernilai seimbang, alasannya adalah karena mereka suka dengan pakaian lengan pendek meskipun telah menggunakan jilbab, tetapi mereka terkadang tidak menambahkan manset untuk menutupi lengan mereka saat menggunakan baju lengan pendek tersebut sehingga lengan tangan mereka dibiarkan terbuka. Penggunaan kaos kaki sangat sedikit jika dibandingkan dengan pengguna jilbab syar’i yaitu hanya sebanyak 4 orang sebesar 13,3% yang menggunakan kaos kaki dengan alasan bahwa dengan menggunakan kaos kaki maka kaki mereka akan terlindung dari sinar matahari dan tidak ering, bukan karena pengetahuan bahwa sebenarnya telapak kaki juga termasuk kedalam bagian aurat yang harus ditutup, selain itu penggunaan kaos kaki juga sering kali dicocokkan dengan jenis pakaian yang sedang digunakan saat itu. Sedangkan jumlah yang tidak menggunakan kaos kaki sebanyak 26 responden dengan persentase sebesar 86,7%, alasannya adalah kebanyakan dari pengguna jilbab gaul ini menganggap bahwa kaki tidak termasuk aurat wanita yang harus ditutupi. Jenis pakaian yang saya suka ya seperti sekarang saya gunakan, selalu pake celana, ga pake kaos kaki, apalagi manset bikin ribet, kadang agak sedikit ketat, tapi saya nyaman pakenya, untuk ukuran panjang lengan baju tergantung mood saya mau pake apa saat itu. Saya lebih suka pakai celana, kerudung masih suka pake yang pendek, tidak pake manset karena jadi tidak nyaman, bikin tebal dan keliatan gendut, bikin gerah, tapi kalu kaos kaki suka pake tapi dicocokin sama bajunya, kalau ngerasanya cocok ya pake tapi kalau ga cocok yah ga usah pake kaos kaki (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Begitu juga dengan penggunaan manset tidak ada responden dalam penelitian ini yang menjawab menggunakan manset sebagai tambahan dari penampilan gisik saat berjilbab, sebanyak 30 responden pengguna jilbab gaul yang diteliti tidak menggunakan manset yaitu sebesar 100%, alasan yang peneliti dapatkan dari wawancara yang dilakukan adalah karena menggunakan manset membuat ribet dan susah, panas dan gerah, dan membuat penampilan telihat gemuk. “Saya tidak pake manset karena jadi tidak nyaman, bikin tebal dan keliatan gendut, bikin gerah, tapi kalau kaos kaki suka pake (hasil wawancara, 11 Juni 2010)”. Untuk penggunaan bros atau pin sebanyak 28 responden dengan nilai persentase sebesar 93,3% pengguna jilbab syar’i menggunakannya dengan alasan bahwa penambahan bros atau pin pada jilbab mereka lebih karena untuk keindahan, dan untuk merapikan jilbab yang mereka kenakan, data ini juga peneliti dapatkan dari pernyataan pengguna jilbab syar’i saat menjawab pertanyaan wawancara yang peneliti lakukan. Untuk kategori parfum sebanyak 26 responden menggunakannya sebagai tambahan dalam penampilan fisik, sebesar 86,7% , sedangkan yang tidak menggunakan sebanyak 4 responden dengan persentase sebesar 13.3 %, kebanyakan alasan mereka yang menggunakan parfum adalah biar badan tidak bau, dan terlihat tetap segar dan wangi, serta dapat menambah rasa percaya diri saat sedang berinteraksi dilingkungannya, “Pake parfum biar enak dan terhindar dari bau yang tidak sedap (hasil wawancara, 11 Juni 2010)”. Dari hasil angket yang peneliti dapatkan kebanyakan dari pengguna jilbab gaul ini tidak menggunakan ciput ini terlihat dari tabel yang menunjukkan bahwa hanya sebanyak 2 orang saja yang menggunajan ciput saat menggunakan jilbab dengan persentase sebesar 6,7%, sedangkan sebanyak 28 responden tidak menggunakan ciput dengan persentase sebesar 93,3%. Sedangkan dalam penggunaan jam tangan persentase pengguna jilbab gaul lebih besar dibandingkan dengan pengguna jilbab syar’i yaitu sebanyak 21 orang dengan persentase 70% dan yang tidak menggunakan jam tangan lebih sedikit yaitu 9 orang sebesar 30%. Sedangkan untuk yang menggunakan make-up sebagai tambahan penampilan fisik sebanyak 83,3% dengan penggunaan make-up yang lengkap dengan menggunakan lipstik, atau pemerah pipi, bahkan tidak jarang ada juga yang menggunakan eye shadow dengan alasan bahwa berhias itu merupakan suatu kebutuhan bagi setiap wanitas ehingga terkesan sedikit berlebihan. Sebagaimana menurut Rich dalam Mulyana : 2005 : 350, Lipstik yang digunakan oleh kaum wanita sebenarnya mempunyai sejarah yang panjang, wanita modern juga menghiasi wajah mereka, antara lain dengan bedak, eye shadow, dan juga lipstik. Menurut suatu penelelitian perempaun berlipstik dipersepsi sebagai berlebihan, gemar berbicara, dan lebih berminta pada lawan jenisnya. Dari uraian diatas dan data yang peneliti temukan dilapangan dengan menggunakan angket dan wawancara, maka penampilan fisik dari pakaian jilbab gaul ini sangat terlihat mengikuti kemajuan zaman dan perkembangan pakaian saat ini dengan tidak memperhatikan pakaian yang seharusnya digunakan yang sesuai dengan ajaran agama. Pakaian jilbab gaul ini cendrung lebih memperlihatkan lekukanlekukan tubuhnya, biasanya dengan menggunakan jilbab yang pendek dengan pakaian yang ketat. Sehingga tidak jarang penampilan fisik dari jilbab gaul ini terlihat tidak sopan karena masih sering memperlihatkan sebagian tubuhnya, maka tidak heran jika dari pakaian jilbab gaul ini cendrung masih menyerupai seperti pakaian laki-laki, "Nabi SAW melaknat laki-laki yang mengenakan pakaian wanita, dan seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki". (HR Abu Dawud dan An Nasai), karena pakaian yang digunakan oleh mereka yang berjilbab gaul masih dengan menggunakan celana atau jins. Saya lebih suka pakai celana, kerudung masih suka pake yang pendek, tidak pake manset karena jadi tidak nyaman, bikin tebal dan keliatan gendut, bikin gerah, tapi kalu kaos kaki suka pake tapi dicocokin sama bajunya, kalau ngerasnya cocok ya pake tapi kalau ga cocok yan ga usah pake kaos kaki, karena lebih simpel dan bebas untuk bergerak (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Sehingga dari penampilan fisik ini sangat terlihat sekali perbedaan antara pakaian jilbab syar’i dan jilbab gaul. Akan tetapi hal ini menjadi ciri khas tersendiri bagi sebagian kaum perempuan yang masih menggunakan jilbab gaul sebagai pakaiannya sehari-hari. Dari hasil penyebaran angket dan wawancara yang peneliti lakukan dalam mencari data dalam pembuatan skripsi ini, tidak jarang penulis temukan bahwa masih ada sebagian dari para pemakai jilbab gaul ini yang ternyata masih melepas jilbabnya ketika sedang berada ditempat lain, dengan kata lain sebagian mereka yang menggunakan jilbab gaul ini hanya memakai jilbab ketika sedang berada ditempat-tempat tertentu saja. Penampilan fisik dari jilbab gaul juga dapat dilihat dari penggunaan make-up yang sangat terlihat mencolok ketika sedang berada di luar rumah, selain itu jilbab yang digunakan sering kali dililit dibelakang leher. Jilbab misalnya, diganti dengan sebuah topi yang menutupi rambut saja, atau ciput yang biasanya hanya menjadi bagian dalam jilbab, atau bahan-bahan lainnya yang biasanya fashionable namun masih menampakkan bagian leher “jenjang”nya. Secara sintagmatik, jilbab misalnya, dipadukan dengan sweater atau t-shirt ketat dan dipasangkan dengan celana atau jeans yang ketat pula kadang sampai kelihatan pusar atau bagian belakang pinggangya. Sebagai pelengkap yang di ”harus” kan, kosmetik tebal tergantung selera dan parfum yang telah direkomendasikan menjadi acuan panduan berpakaian remaja muslim, biasanya keluaran griya busana atau mode yang mengusung label islami. Selain itu, pilihan warna yang dikombinasikan hanya sebatas pertimbangan matching semata. 4.1.c Komparasi Penampilan Fisik Antara Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Sebagian orang berpendapat bahwa pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan kepribadian, apakah orang tersebut termasuk orang yang konservatif, religius, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah, kendaraan, dan perhiasan, yang digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa orang lain mempunyai citra yang sama terhadap sipemilik pakaian. Dapat dikatakan dalam komunikasi non verbal penampilan fisik mempunyai peran penting dalam pencitraan diri seseorang. Banyak subkultur atau komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaaan mereka dalam kelompok tersebut, seperti halnya komunitas pengguna jilbab syar’i dengan pakaian yang digunakan menjadi sebuah tanda keagamaan dan keyakinan terhadap ajaran agama, begitu juga dengan komunitas pengguna jilbab gaul dengan pakaian yang digunakan akan mencerminkan bahwa mereka anak yang terkesan lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman dalam pemakaian busana sehingga lebih terlihat fashionable dibanding penggguna jilbab syar’i, sehingga dari kedua komunitas yang menjadi responden dalam penelitian ini pun mempunyai perbandingan dalam hal penampilan fisik. Kefgen dan Specht, pakaian tertentu berhubungan dengan perilaku tertentu. Umumnya pakaian yang digunakan mempunyai fungsi untuk menyampaikan dan untuk mengungkapkan identitas diri kepada orang lain. Menyampaikan identitas berarti menunjukkan bagaimana perilaku seseorang dan bagaimana orang lain akan memperlakukan kita. (dalam Rakhmat ; 2005 : 292). Dari uraian mengenai penampilan fisik jilbab syar’i dan jilbab gaul diatas, berdasarkan hasil angket dan wawancara yang peneliti lakukan, serta ditambah dengan hasil temuan dilapangan selama proses pengumpulan data, maka perbandingan penampilan fisik antara jilbab syar’i dan jilbab gaul yang paling besar terdapat pada penampilan fisik kategori penggunaan kaos kaki, ukuran jilbab, penggunaan lengan baju, dan ketebalan jilbab sebesar 100% : 0%, dengan persentase pengguna jilbab syar’i 100% mengggunakan manset, kaos kaki, ukuran jilbab serta lengan pakaian yang panjang, dan juga jilbab yang tebal dan sebaliknya yang tidak digunakan oleh pengguna jilbab gaul. Adapun alasan pengguna jilbab syar’i berpakaian seperti itu karena memang tuntutan syari’at dan cara berpakaian yang benar menurut perintah Allah, sehingga dengan jjilbab yang digunakan akan menutup dada dan tidak transparan dan tidak memperlihatkan lekukan tubuh. Sedangkan alasan pengguna jilbab gaul menggunakan pakaian yang biasanya berlengan pendek alasannya biasanya disesuaikan dengan selera. Begitu juga dengan penggunaan parfum dan bros atau pin. Dalam penggunaan parfum lebih banyak pengguna jilbab gaul yang mengunakannya dibandingkan dengan pengguna jilbab syar’i. Bau tubuh memang sangat sensitif, orang akan enggan berdekatan dengan orang yang mempunyai bau badan, sehingga manusia modern khususnya wanita kini menggunakan wewangian terutama parfum untuk memperoleh citra yang positif atau untuk menarik lawan jenisnya, sehingga alasan ini juga yang melatar belakangi penggunaan parfum oleh sebagain besar pengguna jilbab gaul dibandingkan dengan pengguna jilbab syar’i yang lebih sedikit menggunakan parfum sebagai tambahan dari penampilan fisik mereka. Dan penggunaan make-up yang lebih banyak digunakan oleh pengguna jilbab gaul sebanyak 83,6%. 4.2 Aspek Haptika No. Kategori Penelitian Jilbab Syar’i Jilbab Gaul Ya % Tidak Ya % Tidak % 1. Jabat tangan 0 0 30 100 26 86,7 4 13,3 2. Mencium 0 0 30 100 13 43,3 17 56,7 3. Memukul 0 0 30 100 25 83,3 5 16,7 4. Mencubit 0 0 30 100 23 76,6 7 23,4 Merangkul 0 0 30 100 16 53,3 14 46,7 6. Mengenggam tangan 0 0 30 100 25 83,3 5 16,7 7. Mengelus 0 0 30 100 14 46,7 16 53,3 Tabel : 4.2 Haptika Penggunaan jilbab sebagai sentuhan merupakan salah satu fungsi dari jilbab itu sendiri, dengan penggunaan jilbab akan dapat memberikan batasan-batasan sentuhan yang dapat dilakukan oleh para perempuan, tentu saja batasan-batasan ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang telah berjilbab saja melainkan bagi semua orang yang beragama Islam. Akan tetapi bagi sebagian perempuan yang telah memutuskan untuk menutup auratnya baik secara syar’i sesuai dengan ajaran agama Islam maupun yang belum, tentu saja jilbab itu dapat memberikan penjagaan bagi diri mereka ditengah-tengah pergaulan dalam masyarakat. Menurut Heslin dalam Mulyana : 2005 : 336 terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Fungsional-profesional : sentuhan bersifat dingin dan berorientasi bisnis, misalnya pelayan tikoh membantu pelanggan memilih pakaian 2. Sosial-sopan : perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik sosial yang berlaku misalnya berjabat tangan 3. Persahabatan-kehangatan : kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan afeksi atau hubungan yang akrab 4. Cinta-keintiman : kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan emosional atau ketertarikan 5. Rangsangan seksual : kategori ini berkaitan erat dengan kategori cintakeintiman hanya saja motifnya bersifat seksual Sehingga tidak heran jika jilbab mempunyai peranan dan kekuatan yang sangat besar dalam menjaga kehormatan perempuan dan dapat memberikan kedudukan yang tinggi bagi kaum perempuan dalam masyarakat. Tetapi sekarang ini banyak fenomena yang terjadi disekitar kita terlihat sebagian besar perempuan walaupun telah menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-harinya masih belum memahami bagaimana seharusnya cara bergaul dengan lawan jenis. Sehingga jilbab yang digunakan terkadang masih belum digunakan sebagaimana fungsinya yang dapat menjaga diri dari pergaulan bebas, dan esensi dari jilbab itu sendiri seakan hilang seiring dengan berkembangnya zaman. Adapun sentuhan tersebut akan dijelaskan seperti dibawah ini 4.2.a Haptika Jilbab Syar’i Data yang peneliti dapatkan dari semua kategori haptika yang ditanyakan dalam angket seperti jabat tangan, mencium, memukul, mencubit, merangkul, mengenggam tangan, dan menegelus, semua responden pengguna jilbab syar’i tidak melakukan hal tersebut dengan persentase sebesar 100% , ketika sedang berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan muhrim mereka (pengguna jilbab syar’i) pada saat berada dilingkungan. Bagi perempuan yang telah menggunakan jilbab sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an (qs.24:31, dan qs.33:59, jilbab ini merupakan sebuah penjagaan tersendiri bagi diri mereka dalam pergaulan dengan lawan jenis. Hal ini terlihat dari bagaimana cara mereka ketika sedang berinteraksi dengan lawan jenis, mereka tidak menyentuh lawan jenisnya ketika sedang berinteraksi, dan tidak bersalaman ataupun berjabat tangan dengan sembarang laki-laki yang bukan muhrim bagi mereka. Sehingga fungsi dari penggunaan jilbab sebagai sentuhan ini juga menjadi sebuah rambu-rambu bagi mereka dalam melakukan interaksi dengan lawan jenis dan menjaga mereka dalam pergaulan sehari-hari dengan batasan-batasan yang telah menjadi aturan dalam agama Islam seperti tidak berpacaran, tidak bersentuhan dengan yang bukan muhrim, dan lain-lain. Dengan tidak menjadikan aturan yang ada dalam ajaran agama ini sebagai sebuah penghalang untuk tetap maju. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil angket yang telah peneliti sebarkan kepada objek penelitian yang telah menggunakan jilbab syar’i, dari hasil angket tersebut menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan jilbab syar’i sebagai pakaian sehariharinya 100 % tidak melakukan sentuhan kepada laki-laki yang bukan muhrimnya ketika sedang berinteraksi dilingkungan, tetapi mereka hanya melakukan sentuhan yang sewajarnya dan tidak berlebihan kepada sesama wanita saat mereka sedang berinteraksi dilingkungannya, hal ini peneliti dapatkan dari data angket dan didukung oleh hasil wawancara kepada sejumlah wanita yang telah menggunakan jilbab syar’i seperti berikut ini Gerakan sentuhan terkadang saya lakukan ketika sedang berinteraksi dengan sesama teman perempuan, seperti saya akan menyapanya dengan mengucapkan salam sambil menciun kedua pipinya, dan melakukan jabat tangan. Selain itu juga saat sedang mengobrol gerakan tangan saya terkadang juga merangkul untuk menunjukkan bahwa saya sangat menghargai teman saya tersebut, tapi ini saya lakukan hanya kepada teman saya yang perempuan saja (hasil wawncara, 10 Juni 2010). Jadi sangat jelas sekali bahwa gerakan sentuhan yang dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i hanya dilakukan dengan muhrim mereka saja, dan kontak fisik atau sentuhan ini juga dilakukan jika dengan sesama teman perempuannya, dan dalam konteks yang biasa saja dan tidak berlebihan. 4.2. b Haptika Jilbab Gaul Dari hasil angket diatas, yang terdapat pada tabel 4.2 haptika penelitian menunjukkan hampir sebagian besar dari mereka yang masih menggunakan jilbab gaul melakukan gerakan sentuhan ketika sedang bertinteraksi dilingkungannya, sentuhan tersebut dilakukan baik kepada laki-laki maupun kepada sesama teman wanita, dari hasil tabel angket yang peneliti dapatkan kategori sentuhan (haptika) yang paling sering dan paling besar presentasi dilakukannya terdapat dalam kategori jabat tangan sebanyak 26 responden dengan persentase sebesar 86,7%, kemudian pada kategori memukul dan mengenggam tangan yaitu sebesar 83,3 % dengan jumlah responden sebanyak 25 orang, dan mencubit sebanyak 23 responden dengan persentase sebesar 76,6%. Adapun alasan dari pengguna jilbab gaul ini masih melakukan gerakan seperti diatas adalah karena mereka sudah terbiasa dengan gerakan-gerakan seperti itu ketika sedang berinteraksi dengan teman-teman lawan jenisnya, dan tidak merasa risih sehingga interkasi dengan gerakan tersebut sudah menjadi lumrah dikalangan mereka, sebaliknya juga teman laki-laki merekapun bisa dengan seenaknya untuk memukul atau mengengggam tangan mereka ketika sedanga berkomunikasi, dan terkadang juga sambil bercanda. Sedangkan jumlah pengguna jjilbab gaul yang tidak melakukan gerakan sentuhan (haptika) saat berinterkasi dengan teman lawan jenisnya, yang terdapat dalam tabel penelitian diatas sebanyak 4 orang yang tidak melakukan jabat tangan dengan persentase sebesar 13,3% dengan alasan karena tidak terbiasa. Untuk kategori mencium sebanyak 17 orang yang tidak melakukannya dengan persentase sebesar 56,7% dengan alasan karena memang tidak boleh dilakukan dan dilarang oleh agama, serta sebanyak 5 orang responden pengguna jilbab gaul yang tidak memukul dan merangkul saat sedang berinteraksi dengan lawan jenisnya yaitu sebesar 16,7%. Untuk kategori merangkul sebanyak 16 responden dengan total persentase pengguna jilbab gaul yang melakukan haptika (sentuhan) ini sebesar 53,3%, dan yang tidak melakukan sebesar 46,7% yaitu sebanyak 14 responden. Alasan mereka yang merangkul saat interaksi dengan teman-temannya adalah karena faktor lingkungan mereka yang terbiasa jika antara sesama teman saling merangkul saat sedang berkumpul ataupun sedang berbicara baik dengan teman laki-laki maupun dengan teman sesama perempuan, sedangkan sebagian yang tidak demikian mengemukakan alasannya karena malu jika dilihat oleh orang lain karena sudah menggunakan jilbab sebagai pakaian sehari-hari selain itu karena faktor tidak terbiasa melakukan hal seperti itu. Begitu juga dengan gerakan haptika kategori mengelus, hanya 14 responden yang melakukan gerakan tersebut ketika sedang berinterkasi, sesuai dengan data yang peneliti dapatkan dari angket sebesar 46,7%, dan selebihnya tidak melakukan gerakan mengelus ketika sedang berinteraksi dilingkungannnya yaitu sebanyak 16 responden dengan persentase sebesar 53,3%. Sehingga dari hasil angket diatas menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang menggunakan jilbab gaul sebagai pakaian sehari-hari mereka yang pada saat sedang berinteraksi dengan lawan jenisnya kurang memperhatikan batasanbatasan dalam pergaulannya yang sesuai dengan syari;at yang terdapat dalam ajaran agama Islam, sehingga terkadang masih sering terjadi mereka bersentuhan atau berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan muhrim ketika sedang bersalaman. Selain itu dalam pergaulan pun mereka mengikuti etika yang berlaku komunitas anak gaul seperti cara berpacaran, hanging out di pusat perbelanjaan, mendatangi jumpa fans atau konser idolanya, dan berteriak-teriak histeris. 4.2.c Komparasi Haptika Antara Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Berdasarkan data penelitian yang didapatkan dari angket dan uraian deskripsi diatas maka perbandingan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul dari komunikasi non verbal aspek haptika adalah : Jilbab syar’i lebih bisa menjaga aspek sentuhan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dilingkungan, terlebih mereka sangat menjaga gerakan menyentuh dengan laki-laki yang bukan muhrimnya karena alasan pemahaman agama yang dimiliki. Akan tetapi sentuhan seperti berjabat tangan ini hanya mereka lakukan dengan sesama wanita saja saat bertemu sebagai bentuk keakraban, dan gerakan sentuhan ini juga tidak terlalu berlebihan. Begitu juga dengan gerakan sentuhan saya tidak melakukannya ketika sedang berinteraksi dengan laki-laki, karena dalam Islam haram bersentuhan dengan yang bukan mahramnya, tapi saya akan berjabat tangan dan mencium pipi sesama teman perempuan ketika bertemu, sebagai bentuk persahabatan dan keakraban (hasil wawancara 10 Juni 2010). Berbeda dengan pengguna jilbab gaul mereka akan lebih sering melakukan gerakan sentuhan ketika sedang berinteraksi dilingkungannya, sentuhan seperti jabat tangan, memukul, mencubit, merangkul, dan lainya mereka lakukan kepada siapa saja, baik laki-laki maupn teman perempuan, dengan alasan gerakan sentuhan seperti itu sudah biasa mereka lakukan ketika sedang berkomunikasi atau berinteraksi dengan teman-teman mereka, dan mengganggap hal yang mereka lakukan merupakan sesuatu yang wajar dan tidak merugikan orang lain. Ekspresi gerakan tangan ya reflek aja dan biasa, tidak ada pembedaan gerakan tangan saat menyentuh baik laki-laki maupun ke teman perempuan saat sedang ngobrol atau lagi kumpul-kumpul, kalau saya ingin memukul ya akan saya lakukan biasanya gerakan tangan dengan sentuhan saya lakukan untuk mengungkapkan ekspresi yang saya rasakan saat lagi ngobrol sama teman-teman (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Sehingga dari hasil angket diatas menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang menggunakan jilbab gaul sebagai pakaian sehari-hari mereka yang pada saat sedang berinteraksi dengan lawan jenisnya kurang memperhatikan batasanbatasan dalam pergaulannya yang sesuai dengan syari;at yang terdapat dalam ajaran agama Islam, sehingga terkadang masih sering terjadi mereka bersentuhan atau berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan muhrim ketika sedang bersalaman. Selain itu dalam pergaulan pun mereka mengikuti etika yang berlaku komunitas anak gaul seperti cara berpacaran, hanging out di pusat perbelanjaan, mendatangi jumpa fans atau konser idolanya, dan berteriak-teriak histeris. Dari uraian perbandingan tersebut sangat jelas perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul dalam hal sentuhan. Mark L. Knapp dalam Rakhmat :2005 : 287, menyebutkan ada lima fungsi pesan non verbal yaitu : 1. Repetisi : mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal 2. Subtitusi : menggantikan lambang-lambang verbal 3. Kontradiksi : menolak pesan verbal atau memberikan makna lain terhadap pesan verbal 4. Komplemen : melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal 5. Aksentuasi : menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahi. Dari data yang peneliti dapatkan maka, gerakan tangan yang dilakukan oleh pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i juga berfungsi untuk mempertegas kembali saat mereka sedang berkomunikasi, meskipun jilbab syar’i lebih hemat dalam melakukan gerakan sentuhan ketika sedang berinteraksi dibansingkan dengan pengguna jilbab gaul. 4.3 Kinesik No. Kategori Penelitian Jilbab Syar’i Jilbab Gaul Ya % Tidak Ya % Tidak % 1. Kontak mata 14 46,7 16 53,3 30 100 0 0 2. Senyuman 26 86,7 4 13,3 26 86,7 4 13,3 3. Gerakan kepala (mengangguk untuk iya, menggeleng untuk tidak) Menggerakkan kaki saat duduk Bersila saat duduk 29 96,7 1 3,3 29 96,7 1 3,3 18 60 12 40 21 70 9 30 28 93,3 2 6,7 28 93,3 2 6,7 4. Tabel : 4.3 Kinesik Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara berkomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Begitu juga dengan bahasa tubuh yang ditampilkan oleh perempuan yang berjilbab syar’i dengan yang berjilbab gaul cendrung terdapat perbedaan, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 4.3.a Kinesik Jilbab Syar’i Dengan jilbab syar’i biasanya dapat mengontrol bahasa tubuh bagi kaum perempuan, sehingga gerakan-gerakan yang terlihat atau yang tampak sangat bersahaja, hal ini membuat meraka yang telah menggunakan jilbab syar’i terlihat anggun. 4.3.b Jilbab Gaul Bahasa tubuh yang peneliti amati dari beberapa responden yang masih menggunakan jilbab gaul sebagai pakaian sehari-hari bagi para responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini bahwa sering kali peneliti menemukan dan melihat gerakan-gerakan tubuh para perempuan yang berjilbab gaul ini yang belum menunjukkan bahwa mereka adalah wanita yang telah berjilbab, hal ini dapat dilihat dalam pergaulannya baik dengan sesame perempuan maupun dengan laki-laki seperti melompat ketika sedang senang didepan teman-teman mereka baik yang perempuan maupun yang laki-laki dan masih banyak sebagian dari mereka yang masih bebas mengekspresikan gerakan-gerakannya yang dapat dinilai sebagai bahasa tubuh yang ditimbulkan.hal ini ditunjukkan dalam hasil tabel penelitian yang penulis dapatkan dari angket seperti yang terdapat diatas, dengan demikian dapat dilihat juga perbedaan aspek haptika pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul. 4.3.c Komparasi Kinesik Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Dari data angket yang peneliti dapatkan, komunikasi non verbal aspek kinesik pengguna jilbab syar’i dan pengguna jilbab gaul, untuk kategori senyuman, gerakan kepala, dan cara duduk tidak terdapat perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul, yaitu 26 responden dengan persentase sebesar 86,7% baik dari pengguna jilbab syar’i maupun dari pengguna jilbab gaul melakukan senyuman ketika sedang berinteraksi dengan temannya dilingkungan, dan yang tidak melakukan senyuman sebanyak 4 responden dengan persentase sebesar 13,3%, adapun alasan mereka yang melakukan senyuman saat berinteraksi baik dari jilbab gaul maupun jilbab syar’i adalah karena senyuman merupakan sebuah bentuk keramahan kepada orang lain, dan senyum merupakan bentuk ibadah yang paling mudah untuk dilakukan yang tidak membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk melakukannya, selain itu senyum juga bisa membuat seseorang terlihat manis dan banyak disukai oleh orang lain karena terkesan ramah dan menyenangkan saat berinteraksi “Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik (Birdwhistell dalam Mulyana : 2005 : 317)”, alasan ini peneliti dapatkan dari hasil wawancara sebagai berikut : Senyum itu kan bentuk ibadah, jadi kenapa harus cemberut lagian kalo senyum pasti terlihat manis, dan pasti yang sering senyum terkesan ramah ketimbang yang lebih suka cemberut, asalkan senyumnya proporsional dan pada tempatnya, dan yang jelas senyum yang ikhlas itu akan bernilai pahala, dengan senyum juga bisa sebagai bentuk sapaan kepada orang yang kita kenal (hasil wawancara, 10 Juni 2010). Sedangkan alasan dari responden yang tidak tersenyum ketika sedang berinteraksi dilingkungan adalah, senyuman tergantung dengan situasi dan kondisi, jika tidak ada hal yang lucu kanapa harus senyum. Begitu juga dengan gerakan kepala dan cara duduk yang lebih suka dan merasa nyaman dengan duduk bersila tidak terdapat perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul, saat menyatakan iya tanda setuju, maka gerakan kepala akan menganguk, begitu juga ketika menyatakan tidak maka gerakan kepala akan menggeleng, alasan pengguna jilbab syar’i dan pengguna jilbab gaul melakukan gerakan tersebut karena untuk mempertegas ketika sedang berkomunikasi, dengan kata lain faktor kinesik aspek komunikasi non verbal untuk kategori gerakan kepala antara pengguna jilbab syari dengan pengguna jilbab gaul. Dari data penelitian yang penulis dapatkan terdapat perbedaan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul dari aspek kinesik untuk kategori kontak mata, hal ini dapat dilihat dari hasil tabel 4.3 kinesik diatas, yaitu untuk pengguna jilbab syar’i sebanyak 14 responden sebesar 46,7% yang melakukan kontak mata saat berinteraksi, untuk pengguna jilbab syar’i yang tidak melakukan kontak mata sebanyak 16 responden yaitu sebesar 53,3%, sedangkan untuk pengguna jilbab gaul semua responden sebanyak 30 orang melakukan kontak mata ketika sedang berinteraksi sebesar 100%, dan persentase pengguna jilbab gaul yang tidak melakukan kontak mata saat berinteraksi tidak ada. Sehingga perbandingan antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul yang melakukan kontak mata saat berinteraksi adalah 14 : 30 dengan persentasi perbandingan 46,7% : 100%. Adapun alasan pengguna jilbab syar’i tetap melakukan kontak mata saat sedang berinteraksi karena untuk lebih menghargai lawan bicara saat interaksi komunikasi sedang berlangsung, akan tetapi kontak mata ini dilakukan tidak terlalu lama, agar tetap bisa menjaga pandangan mata. Untuk responden pengguna jilbab syar’i yang tidak melakukan kontak mata beralasan bahwa untuk menghargai seseorang ketika sedang berinteraksi tidak hanya dengan melakukan kontak mata saja, tapi bisa juga dengan hal lain seperti dengan mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung dengan serius tanpa harus melakukan kontak mata, karena dari kontak mata bisa juga terjadi zina, bukan berarti dengan tidak melihat mata seseorang tidak mau berkomunikasi dengan orang lain. Seperti kontak mata juga merupakan bahasa tubuh yang bisa dilakukan saat berkomunikasi, tapi saya pribadi lebih suka tidak melihat mata lawan bicara saya secara langsung, bukan berarti saya tidak mau melakukan komunikasi atau ingin menghindar, tetapi lebih kearah untuk menjaga pandangan agar terhindar dari zina mata, bukankah ada pernyataan yang sering kali mengatakan dari mata turun kehati, nah ini adalah salah satu alasan saya tidak melihat langsung mata lawan bicara saya khususnya untuk teman laki-laki. (hasil wawancara, 11 Juni 2010). Berbeda dengan alasan pengguna jilbab gaul yang melakukan kontak mata saat berinteraksi karena terbiasa melakukan kontak mata dengan lawan bicara bukan karena takut terjadi zina mata seperti yang diungkapkan diatas. Selain itu kontak mata merupakan bentuk penghargaan dan minat seseorang ketika diajak berkomunikasi. Sehingga dari alasan yang dikemukan oleh pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul mengenai kontak mata, maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam komunikasi kontak mata mempunyai dua fungsi yaitu : 1. Fungsi pengatur, untuk memberitahu orang lain apakah Anda akan melakukan hubungan dengan oran itu ataukah akan menghindarinya, jadi kontak mata juga bisa memecah kebekuan saat berinteraksi, kontak mata juga bisa digunakan untuk berhubungan , baik sebelum maupun serempak dengan pesan verbal seseorang 2. Fungsi kedua adalah ekspresif yaitu untuk memberi tahu orang lain bagaimana perasaan seseorang terhadap lawan bicaranya. Dalam aspek kinesik kategori menggerakkan kaki saat duduk tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengguna jilbab syar’i dengan penggguna jilbab gaul yaitu selisih tiga angka dengan perbandingan 18 : 21 yaitu 60% : 70%, dengan kata lain baik pengguna jilbab syar’i maupun pengguna jjilbab gaul sering kali menggerakkan kakinya, dengan alasan menggerakkan kaki ketika duduk supaya terhidar dari rasa nyeri jika terlalu lama duduk, atau ketika sedang cemas maka mereka akan menggerakkan kakinya saat duduk, sedangkan alasan yang tidak menggerakkan kaki saat duduk baik dari jilbab syar’i maupun jilbab gaul adalah karena tidak biasa, jika terasa nyeri saat duduk terlalu lama maka mereka akan berdiri sebentar untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut sebelum duduk kembali 4.4 Proksemik No. Kategori Penelitian Jilbab Syar’i Jilbab Gaul Ya % Tidak Ya % Tidak % 1. Jarak intim 0 0 30 100 15 50 15 50 2. Jarak personal 8 26,7 22 73,3 25 83,3 5 16,7 3. Jarak sosial 28 93,3 2 6,7 23 76,6 7 23,4 4. Jarak publik 14 46,7 16 53,3 11 36,7 19 63,3 Tabel : 4.4 Proksemik Proksemik merupakan aspek komunikasi non verbal yang akan dibahas dalam skripsi ini, peneliti membagi proksemik kedalam empat kategori yaitu, jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik. Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang, umumnya dengan melakukan pengaturan jarak akan menunjukkan dan mengungkapkan keakraban seseorang dengan orang lain. (Edward, dalam Rakhmat ; 2005 : 290-291) menyebutkan dalam ruang personal, dapat dibedakan menjadi 4 ruang interpersonal sebagai berikut: Jarak intim : Jarak dari mulai bersentuhan sampai jarak satu setengah kaki. Biasanya jarak ini untuk bercinta, melindungi, dan menyenangkan. 2. Jarak personal : Jarak yang menunjukkan perasaan masing - masing pihak yang berkomunikasi dan juga menunjukkan keakraban dalam suatu hubungan, jarak ini berkisar antara satu setengah kaki sampai empat kaki. 3. Jarak sosial : Dalam jarak ini pembicara menyadari betul kehadiran orang lain, karena itu dalam jarak ini pembicara berusaha tidak mengganggu dan menekan orang lain, keberadaannya terlihat dari pengaturan jarak antara empat kaki hingga dua belas kaki. 4. Jarak publik : Jarak publik yakni berkisar antara dua belas kaki sampai tak terhingga 1. Setiap budaya punya cara khas dalam mengkonseptualisasikan ruang baik di dalam rumah, di luar rumah ataupun dalam berhubungan dengan orang lain, sehingga proksemik atau jarang sebagai bidang studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang, cara menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi. Setiap orang baik ia sadar atau tidak, memiliki ruang pribadi yang bila dilanggar akan membuatnya tidak nyaman dan ruang pribadi ini akan dibawa dimana pun berada. Sebagai mana menurut Lyman dan Scott, dalam Mulyana : 2005 : 358 : Ruang pribadi identik dengan “wilayah tubuh” (Body territory), satu dari empat kategori wilayah yang digunakan manusia.ketiga wilayah lainnya adalah wilayah publik (public territory) yakni tempat yang secara bebas dimasuki dan ditinggalkan orang, dengan sedikit kekecualian (hanya boleh dimasuki oleh kalangan tertentu atau syarat tertentu), wilayah rumah (home territory) yakni wilayah publik yang bebas dimasuki dan digunakan orang yang mengaku memlikinya, dan wilayah interaksional (interactional territory) yakni tempat pertemuan yang memungkinkan semua orang bekomunikasi secara informal. Komunikasi antar pribadi menunujukkan bahwa semakin dekat hubungan antara dua orang, semakin dekat jarak mereka berbicara, meskipun ada batasnya. Bila batas ini dilanggar akan timbul perasaan tidak nyaman, begitu juga dengan proksemik atau pengaturan jarak yang dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i maupun jilbab gaul saat berinteraksi dilingkunagan. Maka berdasarkan hasil angket yang terdapat dalam tabel 4.4 proksemik terdapat perbedaan untuk aspek proksemik antara pengguna jilbab syar’i dengan pengguna jilbab gaul, sebagai berikut ini : 4.4a Jilbab Syar’i Pengaturan jarak yang paling banyak dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i pada saat berkomunikasi atau berinteraksi terdapat pada kategori jarak sosial sebanyak 28 responden dengan persentase 93,3%, dengan alasan mereka tidak terbiasa jika saat berbicara terlalu dekat dan memang tidak boleh terlalu berdekatan antara perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim, selain itu memang jarak yang cukup jauh saat berinteraksi memberikan kenyamanan, karena kalau terlalu dekat jadi risih , untuk jarak publik hanya ada 14 responden dari pengguna jilbab syar’i yang melakukannya yaitu sebesar 46,7% selebihnya tidak melakukan jarak publik, dengan alasan kalau terlalu jauh jarak saat berbicara tidak terdengar jelas suaranya sehingga harus teriakteriak, dan untuk seorang perempuan tidak baik jika berteriak saat berbicara. Saya selalu menggunakan jarak ketika sedang berinteraksi dengan ikhwan, karena kalau terlalu dekat saya akan merasa risih dan tidak nyaman, tetapi jika sedang berinteraksi dengan perempuan jarak saya biasa saja, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh juga, Untuk pengaturan jarak, saya selalu berlakukan ketika saya berinteraksi dengan laki-laki, sedangkan untuk berinteraksi dengan teman perempuan pengaturan jarak itu biasa saja tapi tidak terlalu dekat dan menempel (hasil wawancara 11 Juni 2010). Sedangkan untuk jarak intim tidak ada pengguna jilbab syar’i yang melakukannya sebesar 0% alasannya karena tidak boleh terlalu dekat saat berkomunikasi dengan laki-laki yang bukan muhrim atau perempuan. Sedangkan untuk katagori jarak personal hanya 8 responden sebesar 26,7 % yang melakukannya, dan yang tidak sebanyak 22 responden dengan persentase sebesar 73,3 %. 4.4.b Jilbab Gaul Pengaturan jarak yang paling banyak dilakukan oleh pengguna jilbab gaul adalah pengaturan jarak personal dan jarak sosial, yaitu sebesar 83,5% dan 76%, sedangkan untuk jarak intim yang melakukannya sebesar 50%, kemudian untuk jarak publik sebesar 36,7%. Adapun alasan mereka melakukan pengaturan jarak saat berkomunikasi agar tidak terlalu dekat. Alasan pengguna jilbab gaul yang tidak melakukan jarak personal sebanyak 16,7%, sosial sebanyak 23,4%, dan publik sebanyak 63,3%, karena mereka terbiasa dengan jarak yang cukup jauh ketika berbicara dengan berteriak. Untuk jarak intim pada kategori proksemik ini pengguna jilbab gaul yang melakukan dan yang tidak bernilai sebanding yaitu sebanyak 15 responden dengan persentase 50%. 4.4.c Komparasi Aspek Proksemik Antara Pengguna Jilbab Syar’i dengan Jilbab Gaul Perbandingan aspek proksemik antara pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul paling besar terdapat pada pengaturan jarak intim 0 : 50 dan 100 : 50, untuk jarak personal 26,7 : 83,3 dan 73,3 :16,7. Sedangkan untuk jarak sosial dan jarak publik perbandinga pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul tidak terlalu jauh hanya selisih 3 orang denga persentase masing-masing sebesar 46,7 : 36,7 dan 53,3 : 63,3. Dari data angket tersebut perbandingan yang terjadi dikarenakan pemahaman yang dimiliki oleh pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul mengenai pengaturan jarak saat berinteraksi masing-masing berbeda. Sehingga ketika sedang berinteraksi pun masih ada yang belum bisa menerapkan pengaturan jarak baik dengan teman laki-laki maupun dengan teman perempuan mereka khususnya bagi pengguna jilbab gaul. Dari hasil analisis ke empat aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul, mahasiswi terbanyak menggunakan jilbab syar’i adalah mahasiswi fakultas Psikologi angkatan 2007 sebanyak 13 responden sebesar 43,3%, mahasiswi paling sedikit menggunakan jilbab syar’i fakultas Teknik dengan persentase 0% (tidak ada sama sekali), untuk mahasiswi terbanyak yang menggunakan jilbab gaul adalah fakultas Ilmu Komunikasi dengan total 10 responden dari angkatan 2005 dengan persentase sebesar 30%, fakultas Tarbiyah dan Psikologi dengan jumlah 5 responden dari berbagai angkatan. Bisa dilihat ternyata pengguna jilbab syar’i di Unisba lebih banyak digunakan oleh fakultas yang berlatar belakang sosial, bukan dari mahasiswi fakultas Tarbiyah yang latar belakang pendidikan agama. Ditemukan data baru diluar kontek penelitian yaitu banyaknya mahasisiwi yang masih menggunakan jilbab yang sifatnya masih temporer (berjilbab saat berada dikampus saja) tetapi ketika diluar kampus jilbab itu akan dilepas dengan alasan bahwa berjilbab karena tuntutan diwajibkannya berjilbab oleh fakultas. BAB V PENUTUP Setelah melakukan tentang aspek-aspek permasalahan mengenai perbandingan aspek komunikasi non verbal mahasiswi pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i di Universitas Islam Bandung, selanjutnya penulis akan menguraikan bab penutup sebagai berikut : 5.1 Kesimpulan: Kesimpulan dalam penelitian ini didasarkan atas latar belakang masalah, tujuan penelitian, yang berjudul studi komparasi pengguna jilbab syar’i dan jilbab gaul. Dari analisis yang dilakukan, penulis mendapatkan kesimpulan-kesimpulan yang didapat selama proses pengumpulan data. Setelah menganalisis 4 aspek komunikasi non verbal pengguna jilbab gaul dan jilbab syar’i, penulis mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian berupa: ŝĂĂƵ !ů" # ƌ"&'%Ő& #! :ůďď! ) &ď'ů Ő*& 'ůďď%!%ƌ!ƌ (# .!% :ď%%Ő& -& ƌŐů $ ů& -ď%& ŐŐ ŐŐ%Ő& Ő ů ŝĂƐĂŝ $ %&% ďů'ůďď& !'Ő'ůďď (# # +ƌ,!&& -!%&ď'%Őů Ő !'Ő (# # / %0)ů) Ő!' % )Őď ƌ% ƌ )ůŐŐď) Őů#ů !) Ő! ƌ ! 1 1%% / LJ&ď ƌů%))& Ő ƌ !ů&Ő ƌ / %00LJ)ů ) Ő ! ƌ ! (# / LJ&ď ƌů% ))&Ő ƌ !ů& Ő ƌ ƌ :ƌ% # :ƌ! ƌů (# (# :ƌů (# :ƌ!ďů 1. Penampilan fisik Dalam hal penampilan fisik baik pengguna jilbab syar’i maupun pengguna jilbab gaul seringkali menambahkan aspek-aspek seperti penggunaan bros atau pin yang mereka gunakan untuk menghias jilbab yang digunakan, tetapi terdapat perbedaan antara kedua objek yang diteliti ini yaitu pada penggunaan manset, dan kaos kaki, yang sering kali tidak digunakan oleh pengguna jilbab gaul tetapi digunakan oleh pengguna jilbab syar’i, sedangkan untuk ukuran jilbab, sebagian besar dari jilbab gaul tidak menutup dada, dan masih tipis (transparan) serta kebanyakan masih menggunakan parfum. 2. Haptika Untuk kategori aspek komunikasi non verba haptika perbedaannya adalah sebagain besar pengguna jilbab gaul melakukan sentuhan ketika sedang berkomunikasi dengan lingkungannya, bahkan tidak jarang sentuhan ini mereka lakukan juga dengan laki-laki, dan terkadang terkesan terlalu berlebihan seperti memukul, mencubit, bahkan merangkul, sedangkan bagi pengguna jilbab syar’i mereka tidak melakukan sentuhan ketika sedang berkomunikasi dengan lingkungannya khususnya dengan laki-laki, tetapi sentuhan hanya dilakukan dengan sesama perempuan dan masih dalam batas yang wajar atau tidak berlebihan. 3. Kinesik Dalam hal aspek komunikasi non verbal kinesik atau bahasa tubuh, tidak terlalu berbeda baik pengguna jilbab syar’i maupun jilbab gaul terkadang ketika sedang berkomunikasi sering kali menggerakaan sebagian anggota tubuhnya seperti gerakan tangan yang berfungsi untuk mempertegas kembali bahasa verbal mereka ketika sedang berkomunikasi, akan tetapi gerakan yang dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i lebih sedikit dibandingkan dengan gerakan tubuh yang dilakukan oleh pengguna jilbab gaul sehingga terkesan gerakan tubuh yang dilakukan oleh pengguna jilbab syar’i terkadang kurang terkontrol dan terlihat berlebihan ketika sedang mengekspresikan gerakan tubuh mereka ketika berada dilingkungan komunitasnya. 4. Proksemik Dalam pengaturan jarak pengguna jilbab syar’i lebih sadar untuk menggunakannya, mereka lebih banyak menggunakan jarak komunikasi dengan pengaturan jarak sosial dan jarak publik, dengan pengaturan jarak ini bisa memberikan kesan nyaman pada saat sedang berkomunikasi. Untuk pengguna jilbab gaul hampir semua responden pengguna jilbab gaul tidak melakukan pengaturan jarak yang sesuai dengan ajaran agama, kebanyakan dari pengguna jilbab gaul ini lebih suka berkomunikasi dengan menggunakan pangaturan jarak personal dan jarak sosial, kemudian jarak intim, dengan menempel atau sangat dekat sekali dengan lawan bicaranya, tidak jarang ini dilakukan dengan temanteman laki-laki maupun perempuan yang bisa setiap saat dilihat dilingkungan kampus. Sehingga sangat terlihat sekali perbedaan antara pengguna jilbab gaul dan pengguna jilbab syar’i ditinjau dari aspek komunikasi non verbal dalam hal pengaturan jarak atau proksemik 5.2 Saran Penulis mengajukan beberapa saran berdasarkan rangkuman dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas dengan harapan saran tersebut dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan maka saran-saran yang sekiranya dapat diberikan penulis adalah: a. Saran Teoritis : Penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut dari analisis yang dibuat, penulis berharap agar semakin banyak yang meneliti dan membahas permasalahan penggunaan jilbab di Unisba baik dari sisi ilmu komunikasi maupun dari sisi ilmu pengetahuan yang lain. Akan lebih baik apabila permasalahan yang diangkat menyangkut bagaimana citra Unisba sebagai kampus yang berlabel Islam dimata masyarakat dengan masih sedikitnya mahasiswi yang menggunakan jilbab saat di kampus sehingga dapat dilihat upaya apa saja yang akan selalu dilakukan oleh pihak Universitas dalam mengambil kebijakan, agar nuansa keislaman di Unisba dapat terasa, dan Unisba bukan hanya menjadi sebuah nama saja sebagai kampus Islam. b. Saran Praktis : 1. Dilihat dari fungsi jilbab maka penulis mengharapkan adanya upaya yang dilakukan oleh kampus Unisba untuk mensosialisasikan penggunaan jilbab bagi para mahasiswinya pada saat berada dalam lingkungan kampus, mengingat Unisba merupakan sebuah kampus yang notabene berlandaskan Islam. 2. Hendaknya jilbab menjadi sebuah pakaian yang digunakan oleh kaum perempuan karena dengan menggunakan jilbab dapat melindungi para wanita muslim dari fitnah. 3. Sebaiknya busana muslimah itu tidak cukup hanya difahami sekedar menutup aurat, akan tetapi dijadikan sebagai identitas diri yang berfungsi untuk mempresentasikan kedudukan wanita 4. Ketika kita memutuskan untuk menutup aurat dan menggunakan jilbab sebagai pakaian kita sesuai dengan yang di ajarkan dalam ajaran agama. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat–atau menggunakan bahan tekstil yang transparan--tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna. DAFTAR PUSTAKA Literatur buku : Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Moleong, J. Lexy. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Mulyana, Deddy. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Liliweri, Alo. 1994. Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Effendy, Onong Uchjana. Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya Cangara, Hafidz. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada J. Skripsiadi Floriberta Aning, Erwin. 2005. Penuntun Komunikasi dan tingkah Laku Pergaulan Manusia Modern. Yogyakarta : Enigma Publishing Al-Ghifari, Abu . 2005. Berjilbab Tapi Telanjang. Jawa Tengah : Mujahid Press Muhamad, Ibnu Saini. Hukum Berjabat Tangan dalam Islam. Yogyakarta : Gema Insani Press Al Asymawi , Muhammad Sa’id. 2003. Kritik Atas Jilbab. Jaringan Islam Liberal dan The Asia Foundation. Sumber Lain : Artikel : Mia “wanita muslimah menjawab jilbab “palsu” 2007 Siti Musdah Mulia “ menyoal agama dibalik jilbab” 17 september 2009 Internet : cahayahijrah.blogspot.com/2009/0...mah.html pondok-muslimah.blogspot.com/200...mah.html LAMPIRAN TERPISAH DARI HALAMAN FULLTEXT