Kosmas Sobon IMPLEMENTATION OF DISCOVERY LEARNING MODEL TO IMPROVE LEARNING RESULT OF NATURAL SCIENCE AT FIFTH GRADE OF SD N LELANG BANGGAI SUBDISTRICT Kosmas Sobon, S.Fil, M.Pd Email:[email protected] Abstract This research aims to descibe the improvement of student learning result in learning science by implementation of discovery learning model at fifth grade of SDN Lelang, Banggai Subdistrict. This research is a Classroom Action Research (CAR) in two cycles. Each cycle consisted of four steps namely planning, action, observation and reflection. The techniques of data collecting were test, interview, observation and documentation. The results showed that: (1) skill of teaching teacher in the first cycle 77,5% with good criteria and in second cycle obtained 86% with very good criteria; (2) student learning result in the first cycle 58,33% and the second cycle 83%. Based on the result of the research, it can be concluded that implementation of discovery learning model can improve Learning Result of Natural Science at Fifth Grade of SD N Lelang Banggai Subdistrict. Suggestions in this study was that:1) experimental methods could become as a teacher’s way to improve the quality of natural science learning in elementary school.2) in using discovery learning model, teacher have to follow stages well so that learning result can be successful. Key Words: discovery learning model, Learning result, IPA Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan model pembelajaran discovery learning kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data adalah tes, wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) keterampilan mengajar guru dalam siklus I 77,5% dengan kriteria baik dan pada siklus II 86% dengan kriteria sangat baik; (2) hasil belajar siswa pada siklus I 58,33% dan siklus II 83%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai. Adapun saran dalam penelitian ini adalah 1) model pembelajaran discovery learning dapat dijadikan sarana atau cara dari seorang guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. 2) dalam menggunakan model pembelajaran discovery learning guru harus mengikuti langkah-langkah dengan baik supaya hasil belajar dapat berhasil. Kata Kunci: Model discovery learning, Hasil Belajar, IPA 52 Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 52-62 ISSN 2548-9119 PENDAHULUAN Era global harus didukung oleh peningkatan sumber daya manusia sebagai pelaksana kemajuan. Sehubungan dengan itu, pendidikan merupakan tonggak utama kemajuan sumber daya manusia. Hal ini senada dengan Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” Dari uraian ini jelas bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir dan memiliki makna bahwa pendidikan dilakukan oleh usaha sadar manusia, punya dasar dan tujuan yang jelas, serta memiliki tahapan dan komitmen bersama di dalam proses pendidikan. Artinya guru dituntut untuk mampu menciptakan manusia-manusia yang berkompoten dibidangnya masingmasing. Namun kenyataan banyak kendala yang dialami guru dalam proses pembelajaran yang salah satunya adalah daya serap siswa yang sangat terbatas sehingga untuk mengatasi hal ini diperlukan model pembelajaran yang sesuai dan cocok dalam proses pembelajaran. Kurikulum 2006 (KTSP) yang diperbarui dengan Kurikulum 2013 semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun kenyataannya dalam pelaksanaan pembelajaran disekolah masih kurang memperhatikan kompetensi siswa. Pada tuntutan Kurikulum 2013 dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas guru hanya sebagai fasilitator dan siswa sebagai pemain, sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensi mereka dan memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan mandiri. Namun dengan melihat situasi dan kondisi yang ada dilapangan pemerintah kemudian berinisiatif untuk menggunakan kembali Kurikulum KTSP. PP 28 Tahun 1993 menjelaskan tentang pendidikan dasar, guru selalu dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mencapai suatu keberhasilan pendidikan terutama dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Guru sebagai pendidik tenaga professional sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 BAB XI Pasal 39 ayat 2 bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembalajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Berfungsi untuk menanamkan kemampuan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia yang masih berada dalam batas usia sekolah dasar. Pendidikan dasar menjadi landasan utama untuk mengembangkan kemampuan, mutu kehidupan, harkat dan martabat manusia dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan kata lain, pendidikan dasar memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupanya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga Negara serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Singkatnya, sekolah dasar merupakan salah satu wadah pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Ilmu Penerapan Model Pembelajaran Dicovery Learning untuk Meningkatkan....... 53 Kosmas Sobon Pengetahuan Alam (IPA) adalah salah satu mata pelajaran di sekolah dasar (SD). IPA mempunyai hubungan yang sangat luas dengan kehidupan manusia. IPA memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepripadian siswa. Karena melalui pembelajaran IPA, siswa diperkenalkan dengan berbagai konsep tentang dunia dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan penelusurannya dengan berbagai objek yang dipelajari. Artinya siswa sebagai subjek pendidikan, dituntut supaya aktif dalam belajar mencari informasi dan mengeksplorasikan sendiri dengan apa yang dialaminya setiap hari. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing kearah pengoptimalan pencapaian ilmu pengetahuan yang dipelajari. Dari uraian diatas dapat diasumsikan bahwa mata pelajaran IPA mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dan handal. Namun kenyataannya, berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru yang mengajarkan mata pelajaran IPA kelas V di SDN Lelang Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Laut menunjukkan bahwa hasil pembelajaran IPA masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil tes ujian semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Dari 12 jumlah siswa yang ada hanya 4 siswa yang lulus atau 33,33% dan yang lainnya 8 siswa atau 66,67% belum memenuhi standar KKM. Hasil akhir belajar siswa awal menunjukkan bahwa nilai IPA paling rendah adalah 50 sedangkan yang paling tinggi 85. Kesulitan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran IPA kelas V di SDN Lelang Kecamatan Banggai disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: (a) Sumber daya manusia (guru) masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat 54 Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 52-62 dengan penguasaan guru tentang strategi dan model-model pembelajaran tergolong rendah. Guru jarang sekali menggunakan model-model pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA. (b) Pada umumnya model pembelajaran dalam mata pelajaran IPA di SDN Lelang selalu terpusat pada guru (teacher-centered) dan monoton sehingga terkesan membosankan. (c) Pembelajaran IPA selama ini terkesan siswa hanya sebagai pencatat materi ajar. Artinya siswa hanya dibekali dengan catatan-catatan dan tugas baik dikelas maupun dirumah. Dengan kata lain pengalaman dan proses penemuan dari siswa belum mendapat perhatian oleh guru. (d) Guru tidak pernah menggunakan media pembelajaran dikelas. Hal ini mempengaruhi rendahnya motivasi dan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA Berdasarkan penjelasan diatas dan pengamatan tentang pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Laut Provinsi Sulawesi Tengah maka dapat ditegaskan bahwa hasil belajar dan proses pembelajaran IPA di SDN Lelang Kecamatan Bnaggai belum sesuai dengan yang di harapkan. Dari uraian tersebut maka peneliti tertarik mengambil judul penelitian yaitu “Penerapan Model pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang ada dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana menerapkan model pembelajaran Discovery Learning dalam mata pelajaran IPA pada siswa kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai? (2) Apakah model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar ISSN 2548-9119 IPA pada siswa kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai? Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk menjelaskan: (1) Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dalam mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di SDN Lelang Kecamatan Banggai; (2) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran discovery learning kelas V di SDN Lelang Kecamatan Banggai. Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan proplem solving. Belajar menemukan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan (Eni Arinawati,2012:2). Discovery Learning lebih menekankan ditemukanya konsep atau prinsip yang sebelumnya diketahui. Pada Discovery Learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru (Imas & Berlin,2014:65). Konsep belajar Discovery Learning merupakan pembentukan kategorikategori atau konsep-konsep yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner (Trianto,2007:33) tentang kategorisasi yang dampak dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori atau sering disebut sistem coding. Bruner mementingkan partisipasi aktif dari setiap siswa dalam proses belajar dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan (Trianto,2007:33). Untuk menunjang proses belajar lingkungan perlu memfasilitasi rasa ingin tahu pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui (Slameto,2010:11). Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Pada pembelajaran menemukan (discovery learning) bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan dan mengorganisasikan bahan serta membuat kesimpulankesimpulan (Imas & Berlin,2014:65). Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Sehubungan dengan hal tersebut tujuan discovery learning menurut Bruner (Susanto,2013:98) adalah hendaknya guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historia, atau ahli matematika. Artinya melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasai, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Berdasarkan beberapa definisi tentang pembelajaran discovery learning tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa pembelajaran discovery learning merupakan sebuah model pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan suatu konsep,teori atau pemahaman sendiri melalui suatu pengalaman hidup Penerapan Model Pembelajaran Dicovery Learning untuk Meningkatkan....... 55 Kosmas Sobon sehari-hari. Artinya model pembelajaran discovery memungkinkan dengan cepat seorang peserta didik dapat berkembang, kraetif, aktif, dan lebih mudah memperoleh konsep yang kuat serta dapat dipercaya. Melalui model pembelajaran discovery learning peserta didik sudah dilatih dan mulai belajar sebagai peneliti-peneliti. Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode discovery learning dikelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: a. Stimulation (stimulasi/pemberian ransangan) Stimulasi berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Sehubungan hal tersebut, Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal untuk mendorong eksplorasi. Artinya guru harus menguasai teknik-teknik dalam pemberian stimulasi. b.Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setalah stimulasi, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (Syah,2004:244) c. Data collection (pengumpulan data) Guru memberikan informasi kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,2004:244). Artinya anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang 56 Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 52-62 relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. d. Data processing (pengolahan data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi dan sebagainya lalu ditafsirkan. e. Verification (pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang diterapkan tadi dengan temuan alternative dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). f. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi) Tahap ini adalah proses menarik sebuah kesimpulan-kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,2004:244) Pembelajaran IPA di sekolah dasar sangat berhubungan dengan pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi dan penyelidikan sederhana. Dengan demikian,maka pembelajaran IPA menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan dengan merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA. Untuk lebih jelas, Carin dan Sund (1993) mendefinisikan “IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Sehubungan dengan definisi IPA, Wahyana (dalam Trianto, 2012:136) menyatakan “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum ISSN 2548-9119 terbatas pada gejala-gejala alam”. Yang serupa dirumuskan oleh Fowler yakni “IPA adalah pengetahuan sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi”. Nawawi (dalam Susanto,2013:5) menegaskan “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.” Sedangkan S. Nasution (dalam Kunandar, 2012:276) berpendapat “hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif dan kualitatif. Menurut Arikunto (dalam Ekawarna, 2013:70) yang dimaksud dengan “hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah setelah mengikuti proses pengajaran yang dilakukan oleh guru. Hasil belajar ini biasanya dinyatakan dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau kata-kata baik, sedang, dan kurang”. Begitu pula menurut Hamalik (dalam Ekawarna,2013:70) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Djamarah dan Zain (2013:107) menegaskan setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar . masalah yang dihadapi adalah tingkat prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses belajar mengajar itu dibagi atas beberapa tingkat atau taraf. Menurut Susanto (2013:12) hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal yaitu: (1) siswa : dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani (2) Lingkungan : yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru,kreativitas guru, sumbersumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungannya. Selanjutnya menurut Wasliman (dalam Susanto,2013:13) “sekolah merupakan salah satu factor yang ikut menentukan hasil belajar. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Ruseffendi (dalam Susanto,2013:14) mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar kedalam sepuluh macam, yaitu kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru,dan kondisi belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Sudjana (dala Susanto,2013:15) bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Trianto (2011:14) menegaskan “penelitian tindakan kelas merupakan salah satu bentuk penelitian kualitatif yang dilakukan seseorang secara individual atau secara kolektif yang bertujuan untuk mengubah atau memperbaiki berbagai hal tentang permasalahan yang mendesak dalam suatu komunitas atau kelompok tersebut”. Singkatnya, penelitian tindakan kelas Penerapan Model Pembelajaran Dicovery Learning untuk Meningkatkan....... 57 Kosmas Sobon merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran dikelasnya. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SDN Lelang Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas V Sekolah Dasar semester ganjil, yakni bulan September sampai dengan November 2016 untuk Tahun Pelajaran 2016/2017. Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yakni tanggal 27 Oktober 2016 dan tanggal 2 November 2016. Selanjutnya Siklus II dilaksanakan dalam satu kali pertemuan yaitu tanggal 08 November 2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Lelang Kecamatan Banggai dengan jumlah siswa adalah 12 siswa yang terdiri dari 7 laki-laki dan 5 perempuan. Kelas ini dipilih sebagai subyek penelitian untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa yang pada semester sebelumnya tidak memenuhi standar KKM yang sudah ditentukan. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang diperoleh lewat lembar observasi aktivitas belajar siswa melalui lembar observasi. Sedangkan jenis data kuantitatif adalah data hasil belajar siswa yang diperoleh melalui hasil ujian/tes tertulis yang dilakukan siswa. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar ini diperoleh dari hasil kerja lewat tes/ujian hasil belajar melalui pembelajaran metode discovery learning. Sumber data lain yang dapat ditemukan dalam penelitian ini adalah berupa hasil pengamatan, catatan lapangan berupa lembar observasi, 58 Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 52-62 dokumentasi dari setiap tindakan pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pra Siklus Dalam latar belakang telah diuraikan bahwa hasil observasi dan wawancara dengan guru yang mengajarkan mata pelajaran IPA kelas V di SDN Lelang Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Laut menunjukkan bahwa hasil pembelajaran IPA masih tergolong rendah Berdasarkan tabel dan gambar tersebut yang merupakan hasil ujian kondisi awal nampak jelas bahwa rari 12 jumlah siswa yang ada hanya 4 siswa yang lulus atau 33,33% dan yang lainnya 8 siswa atau 66,67% belum memenuhi standar KKM. Hasil akhir belajar siswa awal menunjukkan bahwa nilai IPA paling ISSN 2548-9119 rendah adalah 50 sedangkan yang paling tinggi 85. penerapan model discovery learning diperoleh data sebagai berikut: B. Hasil Penelitian Siklus I Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I maka nilai skor dan persentasi hasil belajar siswa adalah 846/1200 x 100% = 70,5%. Secara keseluruhan, hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model discovery learning diperoleh data sebagai berikut: Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan hasil belajar pada siklus I sebesar 58,33% sedangkan siswa yang tidak tuntas sebesar 41,67%. Dengan kata lain terjadi peningkatan 25% ketuntasan hasil belajar siswa bila dibandingkan sebelum penerapan model pembelajaran discovery learning. C. Hasil Penelitian Siklus II Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I maka nilai skor dan persentasi hasil belajar siswa adalah 984/1200 x 100% = 82%. Secara keseluruhan, hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa persentase ketuntasan hasil belajar pada siklus II sebesar 83% sedangkan siswa yang tidak tuntas sebesar 17%. Dengan kata lain terjadi peningkatan 24,67% ketuntasan hasil belajar siswa bila dibandingkan pada hasil belajar siswa siklus I yang hanya mencapai 58,33% D.Rekapitulasi Nilai Siklus I dan II Berdasarkan tabel tersebut Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keterampilan guru dari siklus I ke siklus II sebesar 8,5%. Peningkatan hasil belajar dari pelaksanaan pra siklus ke siklus I sebesar 25% sedangkan dari siklus I ke Penerapan Model Pembelajaran Dicovery Learning untuk Meningkatkan....... 59 Kosmas Sobon siklus II hasil belajar meningkat menjadi 24,67%. Persentase keterampilan guru siklus I 77,5% dan siklus II 86. Begitu pun dalam hasil belajar siswa terjadi peningkatan dari pra siklu ke siklus I dan ke siklus II. Persentase hasil belajar pra siklus 33,33%, siklus I 58,33% dan siklus II 83% E. Pembahasan 1. Ketrampilan Mengajar Guru Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada proses pembelajaran IPA melalui penerapan pembelajaran discovery learning konkrit terdapat 10 aspek ketrampilan mengajar guru yang diamati baik siklus I maupun siklus II ketrampilan guru mengalami peningkatan dengan masing-masing mendapatkan kriteria baik. Hal ini bisa terlihat pada pencapaian skor yang diperoleh pada siklus I dan siklus II. Misalnya dalam siklus II ada beberapa indikator yang mendukung bahwa guru membuat materi ajar dan mempunyai ketrampilan mampu menjelaskan materi pelajaran, bukti tersebut menegaskan bahwa guru sudah menguasai bahan ajar. Penguasaan bahan ajar merupakan salah satu indikator yang sangat penting bagi proses kegiatan belajar-mengajar di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010:95) yakni :” guru harus menguasai bahan pelajaran sebaik mungkin, sehingga dapat membuat perencanaan pelajaran dengan baik, memikirkan variasi metode, cara memecahkan persoalan dan membatasi bahan, membimbing siswa kearah tujuan yang diharapkan, tanpa kehilangan kepercayaan terhadap dirinya.” Hal yang sama pula diungkapkan oleh Aqib (2010:85) yaitu :” Guru Sekolah Dasar adalah guru kelas, artinya guru harus dapat mengajarkan berbagai materi 60 Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 52-62 pelajaran. Guru tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan bahan pelajaran yang telah ditetapkan, tetapi guru harus menguasai dan menghayati secara mendalam semua materi yang akan diajarkan.” Indikator lain yang turut mempengaruhi peningkatan dan hasil belajar adalah persiapan dan perencanaan. Salah satu tahap yang sangat penting dalam penelitian tindakan kelas adalah perencanaan sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Persiapan perencanaan seperti ; membuat skenario pembelajaran, RPP, media pembelajaran, materi ajar, instrument penilaian dan LKS. Disamping indikator yang disebutkan di atas, ketrampilan guru dalam memberikan penguatan kepada siswa juga sangat membantu tercapainya suatu pembelajaran. Karena bagi peserta didik di tingkat Sekolah Dasar faktor pujian, penguatan atau hadiah dalam bentuk apapun sangat dibutuhkan dan dapat membangkitkan semangat. Indikator lain yang merupakan aspek dalam penilaian keterampilan guru adalah kemampuan memberikan kesimpulan dan penguatan kepada siswa. Bagi peserta didik di tingkat sekolah dasar faktor pujian, penguatan, atau hadiah dalam bentuk apa pun sangat dibutuhkan dan dapat membangkitkan semangat belajar. Inilah yang dibuat oleh guru setiap siklus. Dalam siklus I, guru memberikan hadiah kepada siswa atau kelompok yang memperoleh nilai baik seperti gerakan tepuk tangan, acungan jempol. Di samping itu pada siklus I guru juga memberikan penguatan kepada kelompok yang tampil baik dalam bentuk snack/gula-gula kepada mereka lalu dibagikan kepada teman-teman. Hal yang sama pula penguatan diberikan kepada siswa yang berpretasi dalam siklus II yaitu kelompok yang mendapat nilai baik ISSN 2548-9119 diberikan buku tulis masing-masing satu buah. Hal ini sanada dengan apa yang diungkapkan oleh Slameto (2010:96) bahwa “guru harus berani memberikan pujian. Pujian yang diberikan dengan tepat, dapat mengakibatkan siswa mempunyai sikap yang positif, daripada guru guru selalu mengkritik dan mencela. Pujian dan penguatan dapat menjadi motivasi belajar siswa dengan positif.” 2. Hasil Belajar Siswa Berdasarkan data hasil belajar siswa ditemukan bahwa terjadi peningkatan baik dalam siklus I maupuan dalam siklus II. Adapun instrumen yang dipakai untuk mengukur ketuntasan siswa melalui tes tertulis pada saat setiap pembelajaran selesai. Dari data yang ada menunjukkan bawah peningkatan hasil belajar dari pelaksanaan pra siklus ke siklus I sebesar 25% sedangkan dari siklus I ke siklus II hasil belajar meningkat menjadi 24,67%. Dengan kata lain hasil belajar siswa terjadi peningkatan dari pra siklus ke siklus I dan ke siklus II. Persentase hasil belajar pra siklus 33%, siklus I 58,33% dan siklus II 83%. Dengan melihat data-data yang ada ketuntasan belajar klasikal melalui pembelajaran discovery learning pada pembelajaran IPA kelas V SDN Lelang Kec. Banggai telah sesuai dengan target yang direncanakan. Pada indikator keberhasilan pencapaian ketuntasan belajar maksimal 75% dan pada siklus II diperoleh 83% berarti penelitian sudah berhasil pada siklus II. . PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Keterampilan guru dalam penerapan pembelajaran discovery learning pada mata pelajaran IPA mengalami peningkatan. Pada siklus I dengan persentasi 77,5% dengan kriteria baik. Pada siklus II dengan persentase 86% masuk dalam kriteria baik 2. Pembelajaran IPA penerapan pembelajaran discovery learning pada siswa kelas V SD Lelang Kec. Banggai dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan data hasil belajar siswa pada siklus I 58,33% dan siklus II 83%. Hasil belajar IPA siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu sekurangkurangnya ketuntasan klasikal mencapai 75% dengan KKM IPA kelas V pada SDN Lelang Kec. Banggai Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang harus guru lakukan yaitu: 1. Guru hendaknya dapat menggunakan pembelajaran discovery learning dalam setiap kegiatan pembelajaran IPA demi peningkatan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran IPA di sekolah dengan menggunakan langkah-langkah yang ada dengan baik dan benar 2. Dalam penerapan pembelajaran discovery learning siswa hendaknya dapat selalu berperan aktif dan berani mengemukakan pendapatny Penerapan Model Pembelajaran Dicovery Learning untuk Meningkatkan....... 61 Kosmas Sobon DAFTAR PUSTAKA Arinawati, Eni. St. Y. Slamet, Chumdari. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap hasil belajar Matematika ditinjau dari Motivasi Belajar.” Jurnal PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Djamarah, Syaiful Bahari dan Aswan Zain. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ekawarna. 2013. Penelitian Tindakan Kelas, Edisi Revisi. Jakarta: Referensi GP Press Group. K. Imas & S. Berlin. 2014. Sukses Mengimplikasikan Kurikulum 2013; Memahami Berbagai Aspek dalam Kurikulum 2013. Kata Pena. Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Ssistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum Kunandar. 2012. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Banadung: PT Remaja Rosdakarya. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Trianto. 2007. Tipe Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Trianto. 2011. Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Teori & Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Trianto.2012. Tipe pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT. Bumi Aksara 62 Jurnal Autentik, Vol.1, No.2, Juli 2017: 52-62