BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terdapat

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
status kesehatan ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu angka
kematian ibu (Kemenkes RI, 2015). AKI merupakan salah satu indikator
yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan
kesehatan. Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam
menilai derajat kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah sangat
menekankan untuk menurunkan angka kematian ibu melalui programprogram kesehatan (Sulistyawati, 2009). AKI juga dapat digunakan dalam
pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi
status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama
kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor
kesehatan (Depkes RI, 2012).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara–negara
tetangga di kawasan ASEAN (DEPKES, 2015). Salah satu sasaran
pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-2019 adalah menurunnya
angka kematian ibu menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab
2
utama kematian ibu yaitu hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan
postpartum (Kementerian Kesehatan, 2015).
Secara Nasional angka kematian ibu di DIY juga tetap menempati
salah satu yang terbaik. Berdasarkan data dari BPS, angka kematian ibu
dalam 4 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang cukup baik. Angka
terakhir yang dikeluarkan oleh BPS adalah tahun 2008, di mana angka
kematian ibu di DIY berada pada angka 104/100.000 KH, menurun dari
114/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun
2011, jumlah kasus kematian ibu yang dilaporkan kabupaten/kota pada
tahun 2011 mencapai 56 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010
sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun menjadi
sebanyak 40 kasus sesuai dengan pelaporan dari Dinas kesehatan
Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu
Dilaporkan sebesar 87,3 per 100.000 KH. Meskipun angka kematian ibu
terlihat kecenderungan penurunan, namun terjadi fluktuasi dalam 3 – 5
tahun terakhir. Target MDG’s di tahun 2015 untuk angka kematian Ibu
nasional adalah 102/100.000 KH, dan untuk DIY relatif sudah mendekati
target, namun masih memerlukan upaya yang keras dan konsisten dari
semua pihak yang terlibat (Dinkes DIY, 2013).
Lima penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus
(Kemenkes RI, 2015). Perdarahan yang menyebabkan kematian ibu yang
saat ini banyak ditemui adalah abortus (Irayani, 2015). Apabila abortus
3
tidak segera ditangani dengan cepat maka akan menyebabkan infeksi yang
mengakibatkan kematian ibu (Mochtar, 2007). Abortus adalah ancaman
atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau
berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2008). Dalam
terminologi kedokteran, abortus adalah gugurnya suatu kehamilan yang
tidak diduga-duga, tidak direncanakan, spontan sebelum janin cukup
berkembang untuk bertahan hidup di luar kandungan. Abortus spontan
merupakan suatu mekanisme biologis alamiah untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang abnormal. Akan tetapi jika hasil konsepsi tidak keluar
seluruhnya maka kemungkinan besar terjadi berbagai komplikasi seperti
perdarahan, syok, perforasi, dan infeksi yang dapat mengakibatkan
kematian (Daswati, 2005).
Setiap kehamilan dan persalinan selalu mempunyai risiko, dengan
kemungkinan bahaya terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan
dan nifas. Komplikasi yang terjadi pada kehamilan memiliki rentang dari
yang ringan sampai berat yang menyebabkan kematian, kesakitan, dan
kecacatan pada ibu maupun janin. Salah satu komplikasi terbanyak pada
kehamilan adalah perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia
kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian
abortus. Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai
dengan pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat
terjadinya perdarahan pada kehamilan kita harus selalu berfikir tentang
4
akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan kegagalan kelangsungan
kehamilan itu sendiri (Prawirohardjo, 2008).
Abortus spontan merupakan salah satu masalah kesehatan
reproduksi yang banyak terjadi namun sering diabaikan. Sekitar 10-20%
kematian klinis berakhir dengan abortus spontan. Banyak wanita yang
tidak menyadari bahwa ia mengalami abortus spontan, karena gejala klinis
abortus spontan hanya dianggap sebagai menstruasi yang banyak pada
siklus yang panjang. Jika kita memperhitungkan juga kasus-kasus yang
terjadi sebelum siklus menstruasi rutin maka angka kejadian abortus
spontan bisa mencapai 50%. Abortus spontan dan tidak jelas umur
kehamilannya hanya sedikit memberikan tanda dan gejala sehingga
biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang
diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan. Sekitar 5% dari pasangan
yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang beruntun, dan
sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang
berurutan (Wantania, 2008).
Kejadian abortus rata-rata terjadi 114 kasus per jam. Sebagian
besar studi mengatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari
semua kehamilan. Kejadian abortus bila dikaji lebih jauh sebenarnya bisa
mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy
loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian
besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya
sperma dan disfungsi oosit) (Prawirohardjo, 2008).
5
Dari sudut pandang epidemiologi, ada banyak faktor risiko yang
dapat mempengaruhi hasil akhir kehamilan termasuk abortus spontan.
Faktor risiko tersebut antara lain umur ibu, paritas, nutrisi, faktor
imunologi, infeksi, riwayat obstetri sebelumnya, stres, trauma, status
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, merokok, konsumsi kopi, alkohol, obatobatan, kontrasepsi, serta jarak antar-kehamilan.10
Jarak antar-kehamilan merupakan salah satu faktor risiko abortus
spontan yang dapat diintervensi. Beberapa makalah menyatakan bahwa
jarak kelahiran 3-5 tahun merupakan rentang jarak optimal untuk
kesehatan ibu maupun anaknya. Jarak antar-kehamilan yang singkat juga
merupakan faktor risiko bagi terjadinya kelahiran prematur dan kematian
neonatal (Wantania, 2008).
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 6 rumah sakit
pemerintah/ daerah dan 32 rumah sakit swasta. Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Sleman adalah salah satu rumah sakit umum daerang
yang berada di Yogyakarta, melaksanakan pelayanan kebidanan (ante
natal) dan merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai puskesmas di
wilayah kerjanya yang memberikan pelayanan obstetri essensial termasuk
pelayanan abortus dan komplikasinya. Data jumlah ibu hamil pada tahun
2014 yaitu kabupaten Sleman 31,5%, Kulon Progo 12,3%, Bantul 28,5%,
Gunung Kidul 18,2%, dan Kota Yogyakarta 9,5%. Berdasarkan data
jumlah dan persentase penanganan komplikasi kebidanan pada tahun 2014
diperoleh data tertinggi perkiraan ibu hamil dengan komplikasi kebidanan
6
yaitu di kabupaten Sleman sebanyak 3.158, kabupaten Kulon Progo 1.231,
kabupaten Bantul 2.857, kabupaten Gunung Kidul 1.825, dan Kota
Yogyakarta 956. Kejadian abortus di RSUD Sleman pada tahun 2015 yaitu
102 (Dinkes DIY, 2015).
Abortus spontan yang tidak segera ditangani akan berdampak bagi
ibu.
Dampak dari kejadian abortus spontan dikenal dengan “trias
komplikasi” yaitu dapat terjadi perdarahan, infeksi sampai sepsis, dan
trauma genetalia (Manuaba, 2003). Komplikasi ini dapat terjadi sebagai
akibat dari tidak atau dilakukannya tindakan, tetapi tidak dengan cara yang
tepat (Kasdu, 2005). Di samping itu kejadian abortus juga berdampak pada
kondisi psikologis ibu. Perasaan sedih karena kehilangan bayi, beban batin
akibat timbulnya perasaan bersalah, dan penyesalan yang dapat
mengakibatkan depresi.
Hal tersebut diperlukan suatu perhatian untuk meminimalkan
risiko-risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya abortus sehingga
tindakan preventif dalam bentuk skrining lebih dini mengandung mana
penting dalam upaya mencegah komplikasi obstetri (abortus) dan
memastikan bahwa komplikasi obstetri dapat dideteksi sedini mungkin
sehingga penanganan diberikan secara memadai dan optimal.
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan
kejadian abortus spontan”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara jarak kehamilan
dengan kejadian abortus spontan?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus
spontan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi jarak kehamilan.
b. Mengidentifikasi kejadian abortus spontan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kebidanan pada
khususnya, maupun tenaga kesehatan pada umumnya tentang ibu
hamil dengan jarak kehamilan terlalu dekat atau terlalu jauh yang
nantinya berisiko abortus spontan.
b. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan peneliti yang akan
meneliti berkaitan dengan hubungan jarak kehamilan dengan
kejadian abortus spontan.
8
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Bidan
Memberikan masukan tentang pelaksanaan Asuhan Kebidanan
dengan kehamilan resiko tinggi dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak sesuai standar pelayanan
kebidanan.
b. Bagi Ibu
Memberikan informasi mengatur jarak antar-kehamilan, sehingga
dapat menurunkan kejadian abortus spontan.
c. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengapresiasi ilmu pengetahuan yang didapat
dengan memberikan pelayanan yang bermutu.
E. Keaslian Penelitian
1. Qadariyah et al, 2015 dengan judul “Hubungan antara Jarak
Kehamilan dengan Abortus Spontan di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta” telah mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara
jarak kehamilan dengan abortus spontan di PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan pada
penelitian ini adalah “Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan
Kejadian Abortus Spontan”. Pada penelitian yang dilakukan oleh
saudari Siti Qadariyah menggunakan metode survei analitik dengan
menggunakan pendekatan retrospektif, sedangkan penelitian ini
menggunakan metode retrospektif dengan desain penelitian case
9
control. Tempat penelitian yang dilakukan oleh saudari Siti Qadariyah
di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan penelitian ini
akan dilakukan di RSUD Sleman Yogyakarta. Waktu penelitian yang
dilakukan oleh peneliti Siti Qadariyah yaitu pada bulan Januari sampai
Desember 2013, sedangkan pada penelitian ini pada bulan November
2016. Pada penelitian Siti Qadariyah, berdasarkan uji Kendal Tau nilai
probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi sebesar 0001<0,05.
Tingkat keeratan hubungan sebesar 0,488 yang berarti bahwa keeratan
hubungan antar variabel dalam tingkat sedang. Dengan demikian
diharapkan mempunyai kesamaan hasil dengan penelitian sebelumnya
yaitu ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus
spontan (Qadariyah et al, 2014).
2. Irayani, 2015 dengan judul “Analisis hubungan anemia pada
kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Demang Sepulau Raya
kabupaten Lampung Tengah ” telah mendapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan anemia pada kehamilan dengan kejadian abortus. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah “Hubungan
antara Jarak Kehamilan dengan Kejadian Abortus Spontan”. Perbedaan
dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel independen,
tempat dan waktu penelitiannya. Variabel independen pada penelitian
yang dilakukan oleh Fahrul Irayani yaitu anemia pada kehamilan,
sedangkan variabel independen penelitian ini adalah jarak kehamilan.
Tempat penelitian saudari Fahrul Irayani di RSUD Demang Sepulau
10
Raya kabupaten Lampung Tengah, sedangkan penelitian ini di RSUD
Sleman Yogyakarta. Waktu penelitian yang dilakukan oleh Fahrul
Irayani pada tahun 2013, sedangkan pada penelitian ini tahun 2016
(Irayani , 2015).
3. Yaze IU , 2013 dengan judul “ Hubungan antara jarak kehamilan dan
status gizi dengan anemia pada ibu hamil di Bidan Praktik Swasta
Nyonya Desi Jalan Slamet Riyadi IV Pahoman Bandar Lampung”
telah mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara jarak
kehamilan dengan kejadian anemia pada kehamilan. Sedangkan
penelitian yang akan peneliti lakukan pada penelitian ini adalah
“Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan Kejadian Abortus
Spontan”. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada
metode, variabel dependen, tempat, dan waktu penelitian. Penelitian
yang dilakukan oleh saudara Igus Ulfa Yaze menggunakan metode
penelitian analitik korelatif dengan desain cross sectional, sedangkan
pada penelitian ini menggunakan metode retrospektif dengan desain
penelitian case control. Variabel dependen pada penelitian yang
dilakukan saudara Igus Ulfa Yaze yaitu anemia pada ibu hamil,
sedangkan pada penelitian ini yaitu abortus spontan (Yaze, 2013).
Download