Hubungan Spiritualitas Dengan Agresivitas Terhadap Pemeluk

advertisement
HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS TERHADAP
PEMELUK AGAMA LAIN PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
OLEH
FINI TETUS NUBAN TIMO
802011012
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN AGRESIVITAS TERHADAP
PEMELUK AGAMA LAIN PADA MAHASISWA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Fini Tetus Nuban Timo
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara spiritualitas dengan
agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik insidental sampling dengan jumlah partisipan
sebanyak 417 mahasiswa UKSW. Peneliti mengambil data menggunakan The Spirituality
Scale yang disusun Delaney (2005) dan Aggression Questionnaire (Buss & Perry, 1992) yang
dimodifikasi untuk mengukur agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Teknik analisa data
menggunakan Spearman rho. Hasil yang diperoleh adalah r = -0,112 dengan sig. 1-tailed =
0,011 (p < 0,05), yang berarti spiritualitas berkorelasi negatif secara signifikan dengan
agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
Kata kunci: spiritualitas, agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
i
Abstract
The aim of the present study is to investigate the relationship between spirituality and
aggressiveness toward other religions participants on UKSW college student. 417 UKSW
college students were recruited to participate in this study using accidental sampling method.
They fill the Spirituality Scale which prepared by Delaney (2005) and Aggression
Questionnaire (Buss & Perry, 1992) which has been modified to measure aggressiveness
toward other religions participants. Data were analyzed using correlation Spearman rho.
The result shows r = -0,112 with sig. 1-tailed = 0,011 (p < 0,05), which means spirituality
and aggressiveness toward other religions participants were significantly correlate.
Keywords: spirituality, aggressiveness towards other religions participants.
ii
1
Pendahuluan
Indonesia memiliki keberagaman yang tinggi dalam aspek etnis, bahasa
dan masih banyak lagi. Badan Pusat Statistik Jakarta pada tahun 2001 mencatat
jumlah penduduk yang tinggal Indonesia sebanyak 205.843.196 yang terdiri lebih
dari 1.000 etnis/kelompok sub-etnis (Suryadinata, Arifin & Ananta, 2003). Selain
etnis, Badan Pusat Statistik juga mencatat keragaman agama yang dimiliki
Indonesia. Tahun 2000, Badan Pusat Statistik mencatat dengan total 201.241.999
pemeluk agama, 88,22% Islam, 8,92% Kristen, 1,81% Hindu, 0,84% Budha, 0%
Confucians dan 0,20% agama lainnya. Nelson (2009) menuliskan beberapa
masalah yang timbul di dalam komunitas agama salah satunya adalah kekerasan.
Banyaknya perbedaan yang dimiliki negara Indonesia membuat negara
mengalami konflik diantara anggota masyarakatnya. Ada konflik antar suku, ada
juga konflik antar agama.
Sejarah telah mencatat bahwa perkembangan awal dari agama Kristen di
Eropa ditandai oleh perburuan orang-orang Kristen oleh dan atas perintah
penguasa Romawi yang merasa sah untuk menyiksa dan kalau perlu membunuh
orang-orang yang menganut keyakinan agama yang berbeda dengan agama resmi
atau dengan kebiasaan yang berlaku (Koeswara, 1988). Ajinatha (2012) melalui
Kompasiana melaporkan bahwa di Myanmar, umat Muslim di bantai habishabisan oleh Militer Myanmar. Sedangkan di China umat Islam dilarang
melakukan ibadah selama bulan Ramadhan karena dianggap mengganggu
stabilitas keamanan.
2
Di Indonesia juga sudah tercatat kejadian yang menunjukkan kurangnya
toleransi antar umat beragama. Bulan Mei tahun 2012 dilaporkan bahwa jemaat
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia, Tambun, Bekasi, Jawa Barat,
tidak dapat menjalankan ibadah karena dihadang 500 massa intoleran yang
mengaku pembela agama. Jemaat yang hendak pulang justru diteriaki dengan
berbagai macam makian, dikejar, dilempari dengan tanah, serta dihalangi jalannya
(ADI & IAN, 2012). Pada Maret 2014, Armando (2014) melaporkan sekitar 150
anggota Front Pembela Islam meminta pembangunan Gereja Santo Stanislaus
Kostka di Bekasi dihentikan. Ini menunjukkan kurangnya toleransi antar umat
beragama pada beberapa daerah di Indonesia. Kurangnya toleransi bisa berujung
pada agresivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu terhadap pemeluk
agama lain.
Agresivitas terhadap pemeluk agama lain dapat dipahami dari definisi
agresivitas yang dinyatakan oleh Tremblay (dalam Hedo & Sudhana, 2014)
sebagai sikap yang cenderung menggunakan perwujudan perilaku dalam cara atau
interaksi yang bersifat antagonis kepada orang lain. Orang lain dalam penelitian
ini ialah individu yang menganut agama yang berbeda.
Agresivitas menurut Buss & Perry (1992) terdiri atas 4 aspek yaitu: (1)
verbal aggression yaitu menyakiti atau merugikan orang lain dalam bentuk
ucapan; (2) physical aggression yaitu menyakiti atau merugikan orang lain dalam
bentuk tindakan fisik; (3) anger yaitu gairah fisiologis dan persiapan untuk agresi;
(4) hostility yaitu perasaan ill will dan ketidakadilan.
3
Agresivitas terhadap pemeluk agama lain meninggalkan dampak yang
buruk terhadap para korbannya. Khabarsoutheastasia (2012) melaporkan bahwa
konflik yang terjadi di Maluku menjadi kerusuhan terparah dari tahun 1999-2002,
yang mungkin menewaskan hingga sebanyak 9.000 orang. Kamp untuk penduduk
tergusur yang didirikan secara tergesa-gesa setelah kerusuhan di Ambon dari
tahun 1999-2002 hingga berita ini dilaporkan masih dihuni oleh banyak keluarga
dengan alasan karena masalah keamanan, kesempatan kerja dan trauma
berkepanjangan. Beberapa ungkapan narasumber yang dilaporkan dalam
Khabarsoutheastasia:
Setiap kali saya memikirkan apa yang terjadi di Ambon, saya menjadi
takut. Konflik itu tidak pernah berakhir. Saya tidak pernah merasa aman.
Semua darah dan ingatan masih jelas di kepala saya. Saya masih bisa
membayangkan para pengungsi yang menderita, anak-anak yang
kelaparan, air mata dan penyakit, sungguh menyedihkan. Saya pikir
inilah harga yang harus kita bayar untuk konflik itu. Kebanyakan
pengungsi seperti saya akan menjadi trauma jika mendengar letusan
senjata, sirene mobil militer dan suara tangis seorang ibu yang
kehilangan anaknya dan seorang anak yang kehilangan semuanya.
Sebagai anak perempuan berusia sembilan tahun, tidak mengetahui apaapa – kemana saya bisa pergi? Dan tidak mengenal siapapun di kamp
sangat pedih. Saya rasa itulah kepedihan terparah yang saya ingat. Saya
mengetahui kedua orangtua saya telah meninggal setahun kemudian.
4
Dari ungkapan tersebut, jelas bahwa kerusuhan yang terjadi di Ambon,
Maluku memiliki efek yang menetap bagi para pengungsi yang selamat dari
kerusuhan tersebut. Meskipun mereka selamat dari kerusuhan, namun kejadian
yang mereka lihat, dengar, saat kerusuhan terjadi, tetap tinggal dalam ingatan
mereka dan menjadi trauma yang tentu mempengaruhi sepanjang kehidupan
mereka.
Kebanyakan ajaran agama mengajarkan tentang kedamaian dan sangat
menentang penghilangan nyawa manusia (Arinze dalam Nelson, 2009). Tetapi
sejarah agama tidak sama dengan harapan ini, dengan banyaknya kekerasan antar
dan di dalam kelompok agama baik yang memberi dampak secara fisik dan
psikologis (Bellinger & Selengut dalam Nelson, 2009). Konflik antar agama yang
terjadi di Indonesia ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam
menafsirkan ajaran agamanya. Koeswara (1988) mengatakan bahwa tidak ada satu
pun agama yang menganjurkan pemeluknya untuk membunuh atau merusak
kehidupan para pemeluk agama-agama lain ataupun para pemeluk agama yang
sama yang memiliki penafsiran yang berbeda terhadap ajaran-ajaran agamanya,
yang ada dan sering terjadi adalah penyalahtafsiran ajaran-ajaran agama sehingga
timbul gagasan-gagasan yang membenarkan para pemeluknya untuk melakukan
berbagai bentuk agresi.
Agama sudah dikenalkan kepada setiap individu sejak kecil. Agama
adalah istilah yang ditujukan untuk segala aspek hubungan manusia dengan the
Divine, atau sosok transenden – yang dimana lebih dari manusia, “sumber dan
tujuan dari seluruh nilai dan hidup manusia” (Meissner dalam Nelson, 2009).
5
Beberapa dekade terakhir, istilah spiritualitas menjadi kata yang umum sebagai
cara alternatif untuk mendeskripsikan pencarian terhadap sosok transenden
(Nelson, 2009). Caleb (dalam Delaney, 2005) menuliskan bahwa spiritualitas
adalah segala sesuatu mengenai hubungan – Tuhan dengan manusia, manusia
dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan cosmic reality. Beberapa
peneliti melihat spiritualitas dan agama sebagai konsep yang berbeda (Nelson,
2009). Sinnot (dalam Nelson, 2009) berpikir bahwa spiritualitas itu mengenai
sebuah hubungan dengan the sacred yang membedakan dari agama yang
mengenai prinsip atau aturan tertentu dari suatu kepercayaan spesifik.
Spiritualitas memang sulit dibedakan dari agama. Tetapi perbedaan
utamanya adalah agama lebih menekankan pada struktur, praktik dan keyakinan
yang dimiliki oleh kelompok tertentu sedangkan spiritualitas menggambarkan sisi
eksperiental dan personal dari relasi seseorang dengan sosok transenden atau yang
kudus (Nelson, 2009). Spiritualitas dilihat sebagai sesuatu yang “dimiliki” oleh
individu, kontras dengan agama, yang dilihat menjadi “milik” oleh sebuah
komunitas atau institusi dimana individu tersebut berpartisipasi (Hughes, 2013).
Mahmoudvand, Dehnavi & Naseri (2014) menuliskan spiritualitas
sebagai nilai, sikap dan harapan yang berhubungan dengan the superior existence
yang langsung berhubungan dengan hidup individu. Spiritualitas sebagai sistem
yang terdiri dari banyak rencana dalam mengarahkan manusia. Spiritualitas juga
terdiri dari beberapa elemen dari self-control karena panduan moral dan prinsip
yang dihadirkan kepada manusia untuk mengontrol jiwa dan menghindar dari
perilaku anti sosial seperti agresi dan kekerasan.
6
Spiritualitas sebagai sistem yang mengarahkan manusia dalam
kehidupannya terdiri dari beberapa aspek. Delaney (2005) menuliskan 3 aspek
diantaranya (1) self-discovery yaitu memiliki relasi personal dengan diri sendiri
untuk mencari makna dan tujuan hidup, (2) relationships yaitu memiliki sebuah
relasi interpersonal berdasarkan pada rasa hormat yang mendalam dan
penghormatan terhadap kehidupan dan (3) ecoawareness yaitu memiliki sebuah
integrasi hubungan dengan alam berdasarkan pada rasa hormat yang dalam dan
pengakuan terhadap lingkungan dan kepercayaan bahwa bumi adalah suci serta
memiliki relasi transpersonal dengan Yang Maha Kuasa.
Self-discovery membantu individu untuk mengambil hikmah dari setiap
pengalaman hidupnya, lebih memaknai hidupnya, serta selalu berintrospeksi
sehingga agresivitas tidak terjadi (Wardhani & Wahyuningsih, 2008). Individu
dengan tingkat relationships yang kurang, menganggap kehidupan adalah hal
yang sepele tidak ragu untuk menyakiti, atau bahkan membunuh antar sesama
manusia tanpa sedikit pun rasa bersalah, karena tidak adanya penghormatan atas
hidup yang sudah diberikan oleh higher power atau Yang Maha Kuasa.
Ecoawareness yang kurang dapat membuat individu menganggap bahwa dialah
yang berkuasa atas alam akan memperlakukan alam semena-mena. Merusak,
menebang, membunuh dan melakukan sesukanya terhadap alam beserta makhluk
hidup didalamnya.
Selain itu, Carlozzi, Winterowd, Harrist, Thomason, Bratkovich dan
Worth (2010) mengemukakan bahwa praktek spiritual seperti berdoa dan meditasi
mengatasi stress dan anger yang mengarahkan individu pada kondisi emosi yang
7
lebih stabil. Austin dan Falconier (2012) menuliskan bahwa praktek spiritual
(seperti berdoa dan meditasi) membantu untuk mengurangi stress dan mencegah
stress tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya agresi.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
spiritualitas dengan agresi. Mahmoudvand dkk (2014) melakukan penelitian pada
196 partisipan di Universitas Sistan dan Baluchistan menunjukkan adanya
korelasi negatif antara spiritualitas dan agresi pada mahasiswa dengan r = -0,75.
Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani dan Wahyuningsih (2008) pada 158
siswa di Magelang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara spiritualitas dan agresivitas dengan nilai rxy = -0,265.
Spiritualitas memberi sumbangan sebesar 7% terhadap agresivitas pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Austin dan Falconier (2012) pada 104 pasangan
Latin yang tinggal di area metropolitan di Washington D. C. menunjukkan bahwa
spiritualitas setiap pasangan memiliki efek langsung negatif pada agresi
psikologis.
Carlozzi dkk (2010), melakukan penelitian pada 53 partisipan. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara
spiritualitas dan anger. Anger merupakan salah satu aspek agresi dan hasil
penelitian Carlozzi dkk ini berbeda dengan penelitian Mahmoudvand dkk (2014)
dan penelitian lain yang hasilnya serupa sehingga perlu untuk dilakukan penelitian
mengenai hubungan spiritualitas dengan agresi.
8
Mahmoudvand dkk (2014) mengatakan bahwa selama tahun-tahun
belajar, individu berada dalam kondisi yang beresiko akan gangguan mentalsosial, yang dalam beberapa hal bisa mengarah pada irreparable individual dan
social harms yang didalamnya termasuk agresi, delinkuensi, drug abuse,
academic failure dan lain-lain. Lebih lanjut dituliskan bahwa spiritualitas dapat
berperan sebagai faktor untuk
memanajemen emosi dan agresi
yang
meningkatkan kontrol atas keinginan pada mahasiswa selain dari meningkatkan
kesehatan mental.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil data dari mahasiswa
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga, Jawa Tengah. UKSW
mendapat julukan “Indonesia Mini” karena mahasiswa yang menempuh studi di
UKSW sangat beragam dari segi etnis, agama dan bahasa yang menyerupai
negara Indonesia tetapi dalam versi yang kecil. Berdasarkan data yang diperolah
dari Biro Administrasi dan Registrasi Akademik (BARA) pada tanggal 8 Mei
2015, mahasiswa aktif yang tercatat selama semester III atau semester antara
berjumlah 10.583 dengan persentase mahasiswa pemeluk agama Budha sebesar
0,81%, Hindu 0,20%, Islam 36,28%, Kristen Katholik 11,85% dan Kristen
Protestan 50,52%. Data ini menunjukkan keragaman yang terdapat dalam UKSW
dalam hal agama yang mirip dengan negara Indonesia sehingga ada potensi
konflik antar pemeluk agama di UKSW seperti yang sudah pernah terjadi di
Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti, “Apakah ada
hubungan negatif antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama
9
lain pada mahasiswa UKSW?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji
hipotesis bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara spiritualitas
dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW.
Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
korelasional dan ingin mengukur korelasi antara spiritualitas dengan agresivitas
terhadap pemeluk agama lain.
Partisipan
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 10.583 mahasiswa UKSW.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan insidental sampling.
Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini sebanyak 385 berdasarkan
perhitungan menggunakan metode Slovin (dalam Setiawan, 2007) sehingga
jumlah sampel dalam penelitian ini telah memenuhi jumlah minimal sampel yang
dapat digunakan yaitu sebanyak 417. Partisipan terdiri atas 160 laki-laki dan 257
perempuan yang merupakan mahasiswa/i UKSW.
Partisipan menuliskan informasi-informasi sosiodemografi seperti
fakultas, jenis kelamin dan agama. Dari informasi yang dituliskan, diketahui
bahwa partisipan berasal dari latar belakang agama yang berbeda. Sebanyak 288
partisipan beragama Kristen Protestan, 48 orang beragama Kristen Katholik, 75
orang beragama Islam, 2 orang beragama Hindu, 3 orang beragama Budha dan 1
orang atheis.
10
Alat ukur
Sebelum membagikan alat ukur untuk diisi oleh partisipan, peneliti
menerjemahkan skala-skala berbahasa asing yang akan digunakan ke dalam
bahasa Indonesia. Skala yang sudah diterjemahkan diberikan kepada 10 orang
terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada kesulitan dalam memahami setiap
aitem yang telah diterjemahkan.
The Spiritual Scale adalah skala yang digunakan untuk mengukur
spiritualitas yang dibuat oleh Delaney (2005) berdasarkan 3 aspek spiritualitas
yaitu self-discovery, relationship dan ecoawareness. The Spiritual Scale
menggunakan skala Likert yang terdiri dari 23 aitem (α = 0,94) dan menyediakan
6 pilihan jawaban mulai dari “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju”. Uji
validitas yang dilakukan oleh Delaney (2005) pada 240 partisipan menghasilkan
validitas setiap aitem bergerak mulai dari 0,25-0,75 dengan koefisien Alpha
Cronbach sebesar 0,94. Uji daya diskriminasi aitem dan reliabilitas dilakukan lagi
oleh peneliti dengan data try-out terpakai. Hasil uji daya diskriminasi aitem dan
reliabilitas menunjukkan bahwa tidak ada aitem yang gugur. Koefisien
diskriminasi aitem pada skala ini bergerak mulai dari 0,314 sampai 0,613.
Koefisien Alpha Cronbach untuk setiap aspek sebesar 0,612 untuk aspek selfdiscovery, 0,741 untuk aspek relationships dan 0,793 untuk aspek ecoawareness.
Koefisien Alpha Cronbach untuk keseluruhan skala ini ialah sebesar 0,862.
Koefisien reliabilitas ini berada pada kisaran 0,8 sampai 0,9 sehingga dapat
dikatakan bahwa reliabilitas alat ukur ini tergolong cukup (Azwar, 2001).
11
Aggression Questionnaire adalah skala yang digunakan untuk
mengukur agresivitas yang dibuat Buss dan Perry (1992) berdasarkan aspek-aspek
agresi yaitu verbal aggression, physical aggression, anger dan hostility. Oleh
peneliti skala ini dimodifikasi untuk disesuaikan dengan topik penelitian ini yaitu
agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Aggresion Questionnaire menggunakan
skala Likert yang terdiri atas 29 aitem dengan 4 pilihan jawaban mulai dari
“sangat tidak sesuai” sampai “sangat sesuai”. Uji validitas yang dilakukan oleh
Abd-El-Fatah (2007) pada 510 partsipan menunjukkan validitas setiap aitem pada
skala ini bergerak mulai dari 0,34-0,62 dengan koefisien Alpha Cronbach untuk
setiap aspek sebesar 0,82 untuk physical aggression, 0,81 untuk verbal
aggression, 0,83 untuk anger dan 0,80 untuk hostility. Uji daya diskriminasi aitem
dan reliabilitas dilakukan lagi oleh peneliti dengan data try-out terpakai dan
ditemukan 2 aitem gugur menyisakan 27 aitem yang reliabel dengan koefisien
Alpha Cronbach sebesar 0,915. Koefisien reliabilitas ini berada pada kisaran 0,9
sampai 1,0 sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan sangat
reliabel (Azwar, 2001). Koefisien diskriminasi aitem pada skala ini bergerak
mulai dari 0,294 sampai 0,649.
12
Hasil
Data Deskriptif
Tabel 1. Statistik deskriptif skala spiritualitas dan agresivitas terhadap pemeluk
agama lain
No.
1.
2.
Skala
Spiritualitas
Agresivitas
N
417
Min
74
27
Max
138
93
M
113,87
46,53
SD
10,313
12,444
Tabel 1 merupakan statistik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap
variabel. Peneliti kemudian membagi skor dari setiap skala menjadi 5 kategori
mulai dari “sangat rendah” hingga “sangat tinggi”. Interval skor untuk setiap
kategori ditentukan dengan menggunakan rumus interval dalam Hadi (2000).
Tabel 2 dan 3 menunjukkan jumlah partisipan untuk setiap kategori pada masingmasing variabel.
Tabel 2. Kriteria skor spiritualitas
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Interval
23 ≤ x < 46
46 ≤ x < 69
69 ≤ x < 92
92 ≤ x < 115
115 ≤ x ≤ 138
Total
Kategori
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
F
13
198
206
417
Persentase
3%
47,48%
49,40%
100%
Mean
113,87
Tabel 3. Kriteria skor agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Interval
27 ≤ x < 43,2
43,2 ≤ x < 59,4
59,4 ≤ x < 75,6
75,6 ≤ x < 91,8
91,8 ≤ x ≤ 108
Total
Kategori
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
F
184
180
43
6
4
417
Persentase
44,12%
43,17%
10,31%
1,44%
0,96%
100%
Mean
46,53
Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat spiritualitas
partisipan berada pada kategori tinggi, sedangkan rata-rata tingkat agresivitas
terhadap pemeluk agama lain partisipan berada pada kategori rendah.
13
Uji Asumsi
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya korelasi anatara spiritualitas dengan agresivitas
terhadap pemeluk agama lain. Namun sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti
harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis statistik
parametrik atau non-parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.
1. Uji Normalitas
Uji
normalitas
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov
yang
menunjukkan skala spiritualitas (K-S-Z = 1,462, p = 0,028, p < 0,05) dan
skala agresivitas terhadap pemeluk agama lain (K-S-Z = 1,706, p =
0,006, p < 0,05). Hasil ini menunjukkan data-data yang didapat tidak
berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas menunjukkan adanya hubungan yang linear antara
spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain dengan
deviation from linearity sebesar 0,184 (p > 0,05).
Uji Korelasi
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang
diperoleh tidak berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear maka
uji korelasi dilakukan dengan menggunakan statistik non-parametrik. Uji korelasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman rho. Tabel 4
menunjukkan hasil dari uji korelasi.
14
Tabel 4. Korelasi antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk
agama lain
Correlation Coefficient
Sig. (1-tailed)
N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Spearman's
rho
SPIRITUALITAS
AGRESIVITAS
*
-.112
.011
417
Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif yang
signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain, r =
-0,112 dengan p < 0,05. Hal ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan
adanya korelasi negatif antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk
agama lain pada mahasiswa UKSW diterima. Korelasi antara spiritualitas dengan
agresivitas terhadap pemeluk agama lain berada pada kisaran -0,00 sampai -0,29
Sehingga dapat dikatakan spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk
agama lain memiliki korelasi yang lemah (Jackson, 2006).
Korelasi setiap aspek spiritualitas dan terhadap variabel agresivitas
terhadap pemeluk agama lain akan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5. Hubungan setiap aspek spiritualitas dengan variabel
agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
Aspek
Self-discovery
Relationships
Spiritualitas
Ecoawareness
*. Correlation is significant at the level 0,05.
**.Correlation is significant at the level 0,01.
r
-0,066
-0,147**
-0,098*
p
0,180
0,003
0,045
15
Pembahasan
Hasil uji korelasi yang menunjukkan adanya korelasi negatif yang
signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain
pada mahasiswa UKSW (r = -0,112). Ini menunjukkan semakin tinggi spiritualitas
mahasiswa UKSW, semakin rendah agresivitasnya terhadap pemeluk agama lain.
Sebaliknya, semakin rendah spiritualitas mahasiswa UKSW maka semakin tinggi
tingkat agresivitasnya terhadap pemeluk agama lain.
Korelasi negatif yang signifikan antara spiritualitas dengan agresivitas
terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW serupa dengan hasil dari
penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan spiritualitas dengan
agresivitas. Austin dan Falconier (2012) menemukan bahwa spiritualitas
berhubungan negatif dengan agresi. Mahoney et al (dalam Austin & Falconier,
2012) mengemukakan bahwa spiritualitas melindungi individu dari melakukan
agresi dengan menawarkan strategi mengatasi stressor (seperti meditasi dan
berdoa) atau dengan meningkatkan kecenderungan individu untuk lebih menerima
dan mengurangi konflik yang bisa mencegah individu melakukan agresi. Austin
dan Falconier (2012) menuliskan bahwa praktek spiritual (seperti berdoa dan
meditasi) membantu untuk mengurangi stress dan mencegah stress tersebut
diwujudkan dalam bentuk perilaku sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
agresi.
Carlozzi dkk (2009) mengungkapkan bahwa praktek spiritual seperti
berdoa dan meditasi dapat mengurangi stress dan anger serta menuntun ke
kondisi emosional yang lebih stabil. Mereka yang terlibat dalam kepercayaan dan
16
praktek spiritual serta mencari makna dari stressful event yang terjadi dalam
kehidupan dapat bangkit dari frustasi yang mereka rasakan dengan merubah
makna dari stressful event dan kondisi emosional seperti anger dibandingkan
dengan mereka yang tidak. Spiritualitas berperan dalam memanajemen emosi dan
agresi
sehingga
meningkatkan
kontrol
atas
keinginan
pada
individu
(Mahmoudvand dkk, 2014).
Tabel 5 menunjukkan dua aspek dari tiga aspek spiritualitas memiliki
hubungan negatif yang signifikan dengan agresivitas terhadap pemeluk agama
lain. Pertama, aspek relationships berhubungan negatif dengan agresivitas
terhadap pemeluk agama lain dengan r = -0,147 (p < 0,05). Hal ini mungkin
terjadi karena aspek ini yang mengatur individu dalam setiap hubungan individu
dengan siapapun yang dalam penelitian ini adalah individu pemeluk agama lain.
Individu yang tidak memiliki sebuah integrasi dalam hubungan dengan pemeluk
agama lain berdasarkan pada rasa hormat yang mendalam dan penghormatan
terhadap kehidupan serta menganggap kehidupan adalah hal yang sepele, tidak
ragu untuk saling menyakiti, atau bahkan saling merusak antar sesama manusia
(Delaney dalam Wardhani & Wahyuningsih 2008).
Kedua, aspek ecoawareness juga berhubungan negatif yang signifikan
dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain dengan r = -0,098 (p <0,01).
Ecoawareness merupakan aspek yang berkaitan dengan integrasi hubungan
dengan alam juga dengan Yang Maha Kuasa. Menurut Humphreys (2000) koneksi
atau hubungan yang baik dengan higher power atau Yang Maha Kuasa
mengurangi distress. Berdoa, meditasi dan cara-cara lain untuk berhubungan
17
dengan Yang Maha Kuasa memfasilitasi relaksasi, menenangkan pikiran,
membaurkan rasa terganggu akan orang lain sehingga mengurangi distress yang
bisa menjadi agresi.
Sedangkan aspek self-discovery tidak berhubungan dengan agresivitas
terhadap pemeluk agama lain. Stevens (2005) menuliskan bahwa beberapa
individu terkadang mencapai tujuan hidupnya dengan menghukum orang lain.
Individu yang mencari makna hidupnya melakukan kekerasan terhadap pemeluk
agama lain jika memang diperlukan untuk melindungi agamanya (Shah, 2005).
Sehingga hasil uji statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara
self-discovery dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
Tabel 3 menunjukkan mahasiswa UKSW yang memiliki tingkat
agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada kategori sedang sebanyak 43 orang,
kategori tinggi sebanyak 6 orang dan kategori sangat tinggi sebanyak 4 orang. Hal
ini menunjukkan bahwa meskipun di UKSW belum pernah terjadi konflik antar
agama pada mahasiswa, namun ada potensi konflik terjadi di UKSW.
Berdasarkan hasil uji korelasi, adapun sumbangan efektif yang diberikan
oleh spiritualitas terhadap agresivitas terhadap pemeluk agama lain berdasarkan
perhitungan adalah sebesar 1,25%. Ini berarti spiritualitas memiliki kontribusi
sebesar 1,25% terhadap agresivitas terhadap pemeluk agama lain, sedangkan
98,75% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar spiritualitas seperti frustasi,
kekuasaan, kepatuhan, kehadiran senjata, provokasi, obat-obatan, alkohol dan
suhu udara (Koeswara, 1988).
18
Kesimpulan dan saran
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara
spiritualitas dengan agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa
UKSW, maka dapat disimpulkan:
1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara spiritualitas dengan
agresivitas terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW.
2. Sebagian besar mahasiswa memiliki tingkat spiritualitas yang berada
pada kategori sangat tinggi dan juga sebagian besar mahasiswa memiliki
tingkat agresivitas terhadap pemeluk agama lain yang pada kategori
sangat rendah.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta mengingat masih banyaknya
keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran sebagai
berikut:
a. Bagi mahasiswa
Agresivitas terhadap pemeluk agama lain yang dimiliki mahasiswa dapat
dicegah dengan meningkatkan ecoawareness mahasiswa melalui praktek spiritual
seperti berdoa dan meditasi sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya
agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Meningkatkan relationships atau rasa
hormat terhadap kehidupan dengan tetap menjaga relasi baik dengan pemeluk
agama lain di lingkungan sekitar juga dapat meminimalisir kemungkinan
terjadinya agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
19
b. Bagi pihak UKSW
Spiritualitas sebagai salah faktor yang mempengaruhi tingkat agresivitas
terhadap pemeluk agama lain harus dipertahankan. Rata-rata tingkat spiritualitas
yang dimiliki mahasiswa UKSW berada pada kategori tinggi. Bagi pihak UKSW
yang menjadi tempat para mahasiswa mencari ilmu dapat mempertahankan hal ini
dengan tetap menghimbau mahasiswa untuk mengikuti ibadah Senin, ibadah
Perayaan Natal, Kegiatan Bakat Minat yang bersifat kerohanian dan sebagainya
sebagai salah satu bentuk praktek spiritual yang dapat mempertahankan
spiritualitas mahasiswa UKSW.
Selain menggunakan praktek spiritual, tingkat spiritualitas dapat
dipertahankan atau bahkan meningkat dengan memfasilitasi mahasiswa UKSW
yang beranekaragam tetap bersosialisasi satu dengan yang lain. Memfasilitasi
dengan kegiatan atau kepanitiaan yang melibatkan interaksi antar mahasiswa
UKSW sehingga meningkatkan rasa hormat terhadap kehidupan yang dapat
meminimalisir agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
Berdasarkan hasil uji statistik, spiritualitas hanya memiliki sumbangan
yang kecil terhadap agresivitas terhadap pemeluk agama lain. Sumbangan yang
kecil menunjukkan bahwa selain dari menggunakan kegiatan yang meningkatkan
spiritualitas mahasiswa UKSW, pihak UKSW bisa mencoba menggunakan cara
lain untuk meminimalisir agresivitas terhadap pemeluk agama lain.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini menggunakan skala berbahasa Inggris yang kemudian
diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Peneliti sudah melakukan pengujian bahasa
20
terlebih dahulu dan berupaya untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti. Namun saat skala disebarkan, ada beberapa aitem yang masih
membingungkan partisipan, khususnya pada skala agresivitas terhadap pemeluk
agama lain. Hal ini dapat berakibat terhadap reliabilitas dan validitas alat ukur
seperti yang sudah dijabarkan dalam uji validitas dan reliabilitas alat ukur.
Disarankan agar untuk pemakaian alat ukur yang sama di lain waktu dapat
terlebih dahulu mengkonsultasikan pernyataan setiap aitem kepada ahli-ahli
bahasa.
Sampel dalam penelitian ini belum representatif atau mewakili populasi
penelitian karena komposisi agama yang dianut oleh para partisipan berbeda
dengan komposisi agama pada populasi. Hal ini mungkin mempengaruhi hasil
korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini. Bagi peneliti selanjutnya, dianjurkan
untuk lebih memperhatikan komposisi sampel dan populasi penelitian.
Kontribusi variabel spiritualitas yang sebesar 1,25% terhadap agresivitas
terhadap pemeluk agama lain pada mahasiswa UKSW bisa menjadi masukan bagi
penelitian selanjutnya dengan topik agresivitas. Penelitian selanjutnya bisa
meneliti variabel lain di luar spiritualitas frustasi, kekuasaan, kepatuhan,
kehadiran senjata, provokasi, obat-obatan, alkohol dan suhu udara (Koeswara,
1988) untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel lain terhadap agresivitas
terhadap pemeluk agama lain.
21
Daftar Pustaka
Abd-El-Fattah, S. M. (2007). Is the Aggression Questionnaire bias free? A Rasch
analysis. International Education Journal, 8(2), 237-248.
ADI & IAN. (2012, May 6). Jemaat HKBP Filadelfia kembali dilarang
beribadah.
Retrieved
May
6,
2015,
from
http://news.liputan6.com/read/397754/jemaat-hkbp-filadelfia-kembalidilarang-beribadah.
Ajinatha. (2012, August 3). Umat Muslim dilarang “beribadah selama
Ramadhan” di China. Retrieved May 6, 2015, from http://luarnegeri.kompasiana.com/2012/08/03/umat-muslim-dilarang-beribadah-selamaramadhan-di-china-482320.html.
Armando, A. (2014, March 24). Ketika pembangunan gereja (lagi-lagi) dilarang:
kasus
Bekasi.
Retrieved
May
6,
2015,
from
http://sosbud.kompasiana.com/2014/03/24/ketika-pembangunan-gereja-lagilagi-dilarang-kasus-bekasi-641213.html.
Austin, J. L. & Falconier, M. K. (2012). Spirituality and Common Dyadic Coping:
Protective Factors From Psychological Aggression in Latino Immigrant
Couples. Journal of Family Issues, 34(3), 323–346.
Azwar, S. (2001). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
--------. (2012). Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Buss, A. H. & Perry, M. (1992). The Aggression Questionnaire. Journal of
Personality and Social Psychology, Vol. 63, No. 3, 452-459.
Carlozzi, B. L., Winterowd, C., Harrist, R. S., Thomason, N., Bratkovich, K. &
Worth, S. (2010). Spirituality, Anger, and Stress in Early Adolescents.
Journal Relig Health 49: 445-459.
Delaney, C. (2005). The Spirituality Scale. Journal of Holistic Nursing 23, 145167.
Hadi, S. (2000). Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hedo, D. J. Y. P. K. & Sudhana, H. (2014). Perbedaan Agresivitas pada Anak
Usia Dini yang Dibacakan Dongeng Dengan yang Tidak Dibacakan
Dongeng Sebelum Tidur Oleh Ibu. Jurnal Psikologi Udayana, Vol. 1, No.
2, 213-226.
Hughes, P. (2013). Spirituality and Religious Tolerance. Equinox Publishing Ltd,
16.1, 65-91.
22
Humphreys, J. (2000). Spirituality and Distress in Sheltered Battered Women.
Journal of Nursing Scholarship 3: 273-278.
Jackson, S. L. (2006). Research methods and statistics: a critical thinking
approach. Belmont: Thomson Wadsworth.
Koeswara, E. (1988). Agresi manusia. Bandung: PT Eresco.
Mahmoudvand, M., Dehnavi, G. D. & Naseri, S. (2014). A Study on Relationship
between Spirituality and Aggression among Students. International
Journal of Psychology and Behavioral Research Vol 1(2), 84-91.
Nelson, J. M. (2009). Psychology, religion, and spirituality. USA: Springer.
Oratmangun, P. & Herawati, Y. (2012, July 25). Tergusur dan dihantui kekerasan
di
Ambon.
Retrieved
March
6,
2015,
from
http://khabarsoutheastasia.com/id/articles/apwi/articles/features/2012/07/2
5/feature-03.
Setiawan, N. (2007). Penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dan tabel
Krejcie-Morgan: Telaah konsep dan aplikasinya. Retrieved May 13, 2015
from
http://www.statistikian.com/2012/08/rumus-slovin-besar-sampelpenelitian.html.
Shah, Z. (2005). Jihad and Terrorism: A Comparative Study. The Dialogue Vol. 4
Number 4, 526-554.
Stevens, M. J. (2005). What is Terrorism and Can Psychology Do Anything to
Prevent It?. Behavioral Sciences and the Law 23: 507–526.
Suryadinata, L., Arifin, E. N. & Ananta, A. (2003). Indonesia’s population.
Singapore: Institute of Southeast Asian Studie.
Wardhani, D. R. & Wahyuningsih H. (2008). Hubungan antara spiritualitas
dengan agresivitas pada remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Download