PUTUSAN NOMOR :435/PDT/2015/PT. BDG “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara : PT. ABETAMA SEMPURNA, beralamat di Jalan Komp. Intercon, Taman Kebon Jeruk Blok AA No. 1-3 Jakarta Barat, dalam hal ini memberi Kuasa kepada T. TRIYANTO, S.H., CN., PUJIANTI, S.H., MARBUI HAIDI PARTOGI, S.H., WARDANIMAN LAROSA, S.H., LIMSON NAINGGOLAN, S.H., J.B. BUDHISATRIO, S.H., ROYNALDO SAUT, S.H., Advokat pada Kantor Hukum “TRI & REKAN (3R)” yang beralamat kantor di Jalan Raden Saleh Raya No. 45 A Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 08 Januari 2015, sebagai PEMBANDING semula PENGGUGAT;------------------Lawan : 1. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq PEMERINRAH PROPINSI JAWA BARAT Cq GUBERNUR PROPINSI JAWA BARAT, beralamat di Jalan Dipenogoro No. 22 Kota Bandung, dalam hal ini memberi Kuasa kepada YESSY ESMIRALDA, S.H., M.H., TATANG FIRMANSYAH, S.H., M.H., ARIZ EKHA SUPRAPTO, S.H., DADI ANDRIYANDI NUGRAHA, S.H., Kepala Biro dan HAM Sekretariat Daerah Prop Jawa Barat, Kasubag Litigasi dan Staf Biro Hukum dan HAM Daerah Prop Jawa Barat dan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 09 Maret 2015, sebagai TERBANDING semula TERGUGAT ;---------------------------------------------------------------------2. KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KOTA BANDUNG, beralamat di Jalan Soekarno-Hatta No. 586 Kota Bandung, dalam hal ini memberi Kuasa kepada ENDANG JAYADI, S.H., M.H., DIDIH DIHARJA WIJAYA, S.IP., H. IYEP SOFYAN, S.H., H. ULOH SAEFULOH, S.H., DANNY HERSUBIANTO, S.H., HIDAYAT, Kepala seksi sengketa Badan Pertanahan Bandung dan Para Staff Kantor Badan Pertanahan Bandung berdasarkan Surat Hal 1 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Kuasa Khusus tertanggal 12 Pebruari 2015 sebagai TURUT TERBANDING semula TURUT TERGUGAT ;--------------------------- PENGADILAN TINGGI TERSEBUT ;---------------------------------------------------Telah membaca:------------------------------------------------------------------------------1. Surat Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 07 Januari 2016 Nomor : 435/ Pen /Pdt/ 2015/ PT. BDG tentang penunjukan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini ;-------------------------------------------------------------------------------------2. Berkas perkara dan surat-surat yang bersangkutan serta turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor : 20/Pdt. G/2015 /PN. Bdg, dalam perkara para pihak tersebut di atas;-- TENTANG DUDUK PERKARA : Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan Gugatannya ke Pengadilan Negeri Bandung tertanggal. 21 Januari 2015, yang terdaftar diregister ke Paniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal. 15 Januari 2015, dibawah Register Perkara No.20/Pdt.G/2015/PN Bdg, yang pada pokoknya mengemukakan dalil-dalil dan petitum Gugatannya sebagai berikut : 1. Bahwa Penggugat adalah pemegang hak atas Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292/1986 tanggal 23 September 1986 seluas 93 m2 yang terletak di Komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung berikut sebuah bangunan permanent tiga lantai yang didirikan berdasarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tertanggal 18 Juli 1985 Nomor 644.2/928-DBP yang dikeluarkan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II (dua) Bandung. 2. Bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga berikut bangunan permanen tersebut Penggugat peroleh atas dasar jual beli sebagaimana tercantum dalam Akta Jual Beli Nomor : 295/2007 tanggal 14 Juni 2007, yang dibuat dihadapan Notaris dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Haji Wira Fransiska, SH. Hal 2 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg 3. Bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mempunyai masa berlaku hak selama 30 tahun dan berakhir pada tanggal 17 April 2014. 4. Bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebelum masa berlakunya hak sertifikat tersebut berakhir sertifikat tersebut dapat dimohonkan perpanjangan dan untuk itu Penggugat telah mencoba memohon perpanjangan jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut kepada Turut Tergugat, namun permohonan Penggugat ini tidak mau diterima oleh Turut Tergugat sebelum adanya persetujuan terlebih dahulu dari Tergugat I dengan alasan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut berdiri diatas tanah Hak Pengelolaan (HPL) yang kewenangannya berada pada Tergugat I. 5. Bahwa Penggugat juga telah memohon persetujuan untuk memperpanjang jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut kepada Tergugat I, tapi permohonan ini juga DITOLAK Tergugat I dengan alasan tanah tersebut akan direvitalisasi menjadi kawasan komersial baru yang haknya akan diberikan kepada Investor Baru melalui lelang. 6. Bahwa selanjutnya, ternyata bukan surat persetujuan dari Tergugat I yang Penggugat peroleh, tapi sebaliknya melalui surat tertanggal 11 April 2014 No.030/1963-PPD yang ditujukan kepada Para Penghuni Komplek Ruko Banceuy Permai, Tergugat I meminta kepada seluruh penghuni Komplek Banceuy untuk segera mengosongkan bangunan dan segera pindah dengan batas waktu pengosongan sampai tanggal 30 Desember 2014. 7. Bahwa Penggugat lebih terkejut lagi ternyata dengan suratnya tertanggal 22 April 2013 No.593/1917/PPD Tergugat I memberitahukan kepada seluruh warga/penghuni pertokoan Banceuy Permai bahwa HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pemerintah Provinsi Jawa Barat bukan HGB murni dan setelah jangka waktu sertifikat berakhir kembali menjadi milik/dikuasai Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 8. Bahwa Penggugat yang baru membeli bangunan ruko yang terletak di komplek Banceuy Permai tersebut pada tanggal 14 Juni 2007, sungguhlah amat terkejut dengan adanya informasi dari Tergugat I yang memberitahukan sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat tidak dapat diperpanjang karena apabila Penggugat tahu sertifikat tidak dapat diperpanjang dan bangunan harus dikosongkan dan diserahkan Hal 3 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg bersamaan dengan berakhirnya sertifikat, Penggugat atau siapapun pasti tidak akan mau membeli bangunan ruko yang terletak di Banceuy Permai ini. 9. Bahwa didalam Sertifikat HGB No.322/Braga, sedikitpun tidak ada catatan ataupun keterangan yang menyatakan Sertifikat HGB No.322/Braga apabila habis masa berlakuknya tidak dapat diperpanjang dan dalam surat ukurnya juga tidak ada catatan yang menerangkan bahwa apabila masa berlaku sertifikat berakhir, maka bangunan yang berdiri di atas sertifikat beralih menjadi milik Tergugat I. 10. Bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku, walaupun sertifikat Hak Guna Bangunan berdiri di atas tanah dengan Hak Pengelolaan (HPL), sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya, dimana hal ini secara tegas diatur dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan sebagai berikut : Ayat (1) “ Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun” Ayat (2) “Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun”. Selanjutnya Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah juga menyebutkan sebagai berikut : Pasal 25 ayat (1) “Hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun”. 11. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a,b,c,d Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah menegaskan bahwa : “Hak Guna Bangunan atas tanah negara sebagimana dimaksud dalam Pasal 22, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat: a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; Hal 4 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan. 12. Bahwa selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 44 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan disebutkan : (1). Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan yang tanahnya dipergunakan untuk bangunan rumah tinggal DIKABULKAN oleh pejabat yang berwenang apabila : a. Tanah tersebut masih dipergunakan untuk rumah tinggal sesuai dengan maksud pemberian hak yang bersangkutan atau telah dipergunakan pemegang hak untuk keperluan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah untuk kawasan yang bersangkutan. b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan. (2). Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan yang tanahnya dipergunakan untuk keperluan lain daripada untuk bangunan tempat tinggal DIKABULKAN oleh pejabat yang berwenang apabila : a. Tanah yang bersangkutan dipergunakan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku pada saat permohonan perpanjangan atau masih dipergunakan sesuai dengan maksud pemberian hak tersebut atau Rencana Tata ruang Wilayah yang berlaku sebelum saat permohonan perpanjangan akan tetapi pemegang hak sanggup untuk menyesuaikan penggunaan tanah tersebut dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku. b. Syarat-syarat pemberian hak masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. Hal 5 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai Pemegang Hak Guna Bangunan. 13. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, walaupun Hak Guna Bangunan berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan tetap dapat diperpanjang dan dalam hal ini Penggugat haruslah diprioritaskan untuk memperpanjang atau memperbaharui Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga tersebut daripada pihak manapun juga, sehingga tidak ada alasan lain bagi Tergugat I untuk tidak memberikan persetujuan kepada Penggugat untuk memperpanjang hak dan tidak ada alasan lagi bagi Turut Tergugat untuk tidak menerima permohonan perpanjangan sertifikat Hak Guna dan memproses Bangunan milik Penggugat. 14. Bahwa Penggugat pernah mencoba menyelesaikan persoalan ini secara musyawarah dengan Tergugat I akan tetapi tidak mencapai suatu kesepakatan dimana Tergugat I tetap berkeinginan untuk menyerahkan Hak Pengelolaan tersebut dengan cara melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk membangun, mengelola dan akan merevitalisasi komplek Banceuy Permai Bandung, pedahal secara fakta bangunan yang ada di Komplek Banceuy Permai tersebut sampai saat ini masih digunakan oleh Penggugat. 15. Bahwa oleh karena gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti otentik yang tidak dapat disangkal lagi keberanannya, maka mohon putusan ini dinyatakan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding maupun kasasi (Uitvoerbaar bij voorraad). Berdasarkan dalil-dalil sebagaimana tersebut diatas, kiranya Majelis Hakim yang terhormat yang memeriksa dan mengadili perkara aquo berkenan memutuskan sebagai berikut: 1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Penggugat adalah pemilik yang sah atas bangunan permanent 3 (tiga) lantai yang didirikan berdasarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tertanggal 18 Juli 1985 Nomor 644.2/928DBP yang dikeluarkan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II (dua) Bandung terletak di komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung. Hal 6 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg 3. Menyatakan Penggugat mempunyai hak prioritas utama dari pihak manapun untuk dapat memperpanjang atau memperbaharui Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292/1986 tanggal 23 September 1986, yang terletak di komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung. 4. Menghukum dan memerintahkan Tergugat I dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap untuk menerbitkan surat persetujuan kepada Penggugat untuk memperpanjang atau memperbaharui Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292 /1986 tanggal 23 September 1986, yang terletak di Komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung dan apabila Tergugat I tidak mau menerbitkan surat persetujuan tersebut maka dengan lewatnya tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari maka persetujuan tersebut dianggap telah diberikan. 5. Menghukum dan memerintahkan Turut Tergugat untuk menerima dan memproses permohonan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/ Braga, Surat Ukur No. 1292/1986 tanggal 23 September 1986, yang terletak di komplek Barceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung. 6. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan ini ; 7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding maupun kasasi (Uitvoerbaar bij voorraad). Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Tergugat I telah mengajukan jawaban sebagai berikut : A. DALAM EKSEPSI 1. Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili secara Absolut (Exceptie van Onbeveogheid) Bahwa apa yang diuraikan oleh Penggugat di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 pada dasarnya merupakan hal yang terkait dengan perbuatan tata usaha negara karena menyangkut proses penerbitan sertipikat dan juga hal lainnya terkait administrasi pertanahan. Hal ini sangat tampak terlihat dari pokok permasalahan yang dikemukakan, dimulai dari uraian mengenai administrasi kepemilikan objek sengketa yaitu berupa Hak Guna Bangunan (“HGB”) yang merupakan hasil spiltsing yang dijual oleh PT. Interna Permai baik secara langsung maupun tidak langsung melalui beberapa kali pengalihan sebagaimana terurai di dalam posita Penggugat angka 1 sampai dengan angka 15. Hal 7 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Bahwa kemudian dari uraian posita dimulai dari angka 1 sampai dengan angka 15 tersebut, Penggugat seolah-olah menceritakan sebagai pihak yang paling mengatahui proses hingga terbitnya sertifikasi yang in casu dipersoalkan di dalam perkara a quo. Di samping itu Penggugat pun membuat analisis yang keliru sebagaimana dinyatakan dalam angka 13 surat gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 tersebut. Hal lain yang menarik adalah masalah Surat No. 030/1963-PBD tanggal 11 April 2014 dan surat No. 593/1917/BPD, tanggal 22 April 2014, yang diyakini para Penggugat sebagai dasar tindakan hukum yang akan dilakukan berupa pengosongan objek sengketa pasca berakhirnya HGB para Penggugat pada tanggal 17 April 2014. Sehingga dari kesemua uraian para Penggugat tersebut, baik dari posita yang disampaikan maupun petitum-nya, dapat disimpulkan bahwa pokok gugatan yang diajukan oleh para Penggugat adalah : 1. Masalah perpanjangan HGB atas objek sengketa pasca berakhir pada tanggal 17 April 2014. 2. Masalah pengosongan objek sengketa; Atas dasar kesimpulan pokok gugatan tersebut, maka Tergugat akan menyampaikan sanggahan sbb : Bahwa masalah ini, merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, terakhir diubah kembali oleh Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”) disebutkan bahwa : (1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. (2) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. (3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat(2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak di terimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang Hal 8 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tidak adanya perpanjangan HGB atas nama Penggugat oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung (selaku Pejabat Tata Usaha Negara) dapat dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara atau dikenal dengan Keputusan TUN yang Fiktif Negatif. Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 9 UU PTUN disebutkan bahwa : “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Lalu bagaimana dengan sertipikat HGB, apakah memenuhi kriteria sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 UU PTUN tersebut ? Bahwa sebagaimana diketahui, terkait doktrin mengenai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah (bestuur hendelingen) secara publik, dikenal diantaranya perbuatan hukum bersegi satu (eenzijdigepublikrechtelijke handelingen) yang bentuknya adalah ketetapan atau keputusan. Di Belanda istilah “Ketetapan” atau “Keputusan” disebut dengan istilah Beschikking (Van Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan sebagai „Ketetapan‟ (Bagir Manan, Sjachran Basah, Indroharto, dll.), ada juga yang menterjemahkan dengan „Keputusan‟ (Philipus M. Hadjon, SF. Marbun, dll). Dikalangan para sarjana terdapat perbedaan pendapat dalam mendefenisikan istilah ketetapan (beschikking), menurut J.B.J.M Ten Berge beschikking didefinisikan sebagai: 1. Keputusan hukum publik yang bersifat konkret dan individual: keputusan itu berasal dari organ pemerintahan yang didasarkan pada kewenangan hukum publik. 2. Dibuat untuk satu atau lebih individu atau berkenaan dengan satu atau lebih perkara atau keadaan. 3. Keputusan itu memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau organisasi, memberikan kewenangan atau hak pada mereka. Hal 9 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Menurut Utrecht, beschikking diartikan sebagai perbuatan hukum publik bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa). Sedangkan menurut WF. Prins dan R Kosim Adisapoetra beschikking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenang yang luar biasa. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, tampak ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking, yaitu: 1. Pernyataan kehendak sepihak; 2. Dikeluarkan oleh organ pemerintah; 3. Didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik; 4. Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa kongkret dan individual; 5. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan definisi dan dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 UU PTUN tersebut tampak bahwa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) memiliki unsur-unsur sebagai berikut: - Penetapan tertulis bukan hanya dilihat dari bentuknya saja tetapi lebih ditekankan kepada isinya, yang berisi kejelasan tentang: a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya; b. Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut; dan c. Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya. - Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN Sebagai suatu Keputusan TUN, Penetapan tertulis itu juga merupakan salah satu instrumen yuridis pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN dalam rangka pelaksanaan suatu bidang urusan pemerintahan. Selanjutnya mengenai apa dan siapa yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN sebagai subjek Tergugat, disebutkan dalam Pasal 1 angka 8 UU PTUN :“Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Hal 10 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Badan atau Pejabat TUN di sini ukurannya ditentukan oleh fungsi yang dilaksanakan Badan atau Pejabat TUN pada saat tindakan hukum TUN itu dilakukan. Sehingga apabila yang diperbuat itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan suatu pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka apa saja dan siapa saja yang melaksanakan fungsi demikian itu, saat itu juga dapat dianggap sebagai suatu Badan atau Pejabat TUN. Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah segala macam urusan mengenai masyarakat bangsa dan negara yang bukan merupakan tugas legislatif ataupun yudikatif. - Berisi tindakan Hukum TUN Bahwa suatu Penetapan Tertulis adalah salah satu bentuk dari keputusan Badan atau Pejabat TUN, dan keputusan yang demikian selalu merupakan suatu tindakan hukum TUN, dan suatu tindakan hukum TUN itu adalah suatu keputusan yang menciptakan, atau menentukan mengikatnya atau menghapuskannya suatu hubungan hukum TUN yang telah ada. Dengan kata lain untuk dapat dianggap suatu Penetapan Tertulis, maka tindakan Badan atau Pejabat TUN itu harus merupakan suatu tindakan hukum, artinya dimaksudkan untuk menimbulkan suatu akibat hukum TUN. - Berdasarkan Peraturan perundang-undangan; yang dimaksud adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum, yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah yang juga mengikat secara umum (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986). Sedangkan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Hal 11 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg - Bersifat konkret diartikan obyek yang diputuskan dalam keputusan itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Dengan kata lain wujud dari keputusan tersebut dapat dilihat dengan kasat mata, namun terhadap ketentuan ini ada pengecualian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 UU PTUN; - Bersifat individual, diartikan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan namanya dalam keputusan tersebut. - Bersifat final, diartikan keputusan tersebut sudah definitif , keputusan yang tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, karenanya keputusan ini dapat menimbulkan akibat hukum. - Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Menimbulkan Akibat Hukum disini artinya menimbulkan suatu perubahan dalam suasana hukum yang telah ada. Karena Penetapan Tertulis itu merupakan suatu tindakan hukum, maka sebagai tindakan hukum ia selalu dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Apabila tidak dapat menimbulkan akibat hukum ia bukan suatu tindakan hukum dan karenanya juga bukan suatu Penetapan Tertulis. Bahwa perlu juga diketengahkan menyangkut perbuatan hukum dilakukan oleh Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara, in casu, adalah Turut Tergugat yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung yang merupakan representasi Badan Pertanahan Nasional RI vide Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Pasal 2 yang menyatakan : “BPN RI mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hal yang digaris bawahi bahwa menyangkut “tugas pemerintahan di bidang pertanahan” adalah suatu perbuatan hukum yang mungkin dilakukan oleh Pemerintah, di samping juga perbuatan yang sifatnya keperdataan. Perlu dibedakan antara perbuatan melawan hukum dalam ranah perbuatan Hal 12 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg hukum perdata dan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum tata usaha negara. H. Ujang Abdullah, SH., M.Si di dalam makalahnya tentang “Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa” menyatakan dengan tegas bahwa: “Pemerintah yang merupakan bagian dari organisasi negara mempunyai organ-organ disebut badan atau jabatan Tata Usaha Negara yang mempunyai mandiri dalam statusnya berdasarkan peraturan per Undangundangan yang berlaku dapat melakukan perbuatan hukum perdata dan hukum publik, seperti mengadakan perjanjian, melahirkan hukum positif dalam bentuk keputusan dari yang bersifat umum sampai keputusan yang kongkrit dan individual.” Berdasarkan hal tersebut di atas, tampak bahwa perbuatan hukum Pemerintah tidak saja dalam lingkup hukum publik seperti melahirkan hukum positif dalam bentuk keputusan baik yang bersifat umum ataupun keputusan yang kongkrit dan individual, namun juga di luar hal tersebut, Pemerintah pun dapat melakukan perbuatan hukum perdata. Artinya adalah : perlu dilakukan klasifikasi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan pemerintah sebelum mengajukannya ke pengadilan, karena hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap peradilan manakah yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perbuatan hukum dari pemerintah tersebut. Bahwa dalam perkara a quo, Penggugat mencoba untuk menyamarkan tuntutan dengan dalil “Menuntut Hak” yang dikemas dalam posita dan petitum yang seolah-olah gugatan a quo adalah gugatan menuntut hak atas perbuatan Tergugat dalam ranah Hukum Perdata padahal tujuan akhir dari gugatan a quo adalah lahirnya suatu perbuatan hukum tata usaha negara dari Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara yaitu berbentuk perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) . Dalam praktek keputusan-keputusan badan/Pejabat TUN yang berpontesi menimbulkan sengketa TUN, sebagaimana dikemukakan oleh H. Ujang Abdullah, SH., M.Si, yaitu antara lain keputusan tentang Status Hukum, Hak dan Kewajiban yang meliputi: 1. Status hukum perorangan atau Badan Hukum Perdata,misalkan: akta kelahiran, akta kematian, akta pendirian/pembubaran badan hukum, KTP, Ijazah, Sertifikat, dsb; 2. Hak/ Kewajiban perorangan atau Badan Hukum Perdata terhadap suatu barang untuk jasa, misalkan: pemberian/pencabutan hak atas tanah, hak untuk melakukan pekerjaan, dsb. Hal 13 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Bahwa permasalahan kompetensi mengadili ternyata telah menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung RI berdasarkan putusan No. 716 K/Sip/1973 tanggal 5 September 1973 dimana Majelis Hakim Agung yang dipimpin oleh Prof. R. Subekti SH membenarkan pertimbangan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi bahwa pengeluaran/ pencabutan dan pembatalan surat sertipikat adalah semata-mata wewenang dari Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah, bukan termasuk wewenang Pengadilan Negeri, maka gugatan penggugat-penggugat mengenai pencabutan / pembatalan sertipikat No. 171 tidak dapat diterima. Sehingga kiranya sudah cukup patut dan beralasan hukum apabila Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar dalam kedudukannya sebagaimana Pasal 132 Rv yang secara Ex-Officio memiliki kewenangan untuk menyatakan diri tidak berwenang mengadili secara absolut perkara-perkara yang menyangkut objek gugatan Tata Usaha Negara yang merupakan kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara. Bahwa berdasarkan keseluruhan uraian dalil-dalil tersebut di atas, Tergugat mohon dengan hormat kepada Majelis Hakim yang Mulia pada Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk dapat kiranya memutus terlebih dahulu berkenaan dengan kewenangan mengadili secara absolut dari Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo dengan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini dan selanjutnya memutus bahwa gugatan dari Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvanklijke verklaard). 2. Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi 2.1. Eksepsi Error in Persona 2.1.1 Gugatan Diskualifikasi in Person (Gemis aanhoedanigheid) Bahwa Penggugat di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung pada tanggal 15 Januari 2015, menyatakan di dalam perihalnya bahwa gugatan a quo adalah gugatan menuntut hak. Hal 14 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Namun demikian hal menarik yang patut disimak adalah apa yang menjadi dalil posita sebagaimana diuraikan oleh Penggugat, namun dalam posita tersebut tidak ada satupun dalil yang menyatakan hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat, oleh karena itu perlu Tergugat uraikan kronologis hal ihwal terbitnya Hak Guna Bangunan sbb : Bahwa Tergugat mengadakan perjanjian dengan PT. Interna Permai untuk membangun kawasan bancey (tanah bekas LP Banceuy) sebagaimana tertuang di dalam Surat Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung Banceuy Permai di Jalan Banceuy No. 8 Bandung Nomor : 011/3700/Huk. yang dibuat tanggal 17 April 1984. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya Penggugat menyadari asal muasal dari SHGB yang dipegangnya merupakan pecahan atau splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga terbit tanggal 11 Agusus 1986 Surat Ukur tanggal 28 Nopember 1985 No.3244/1985 seluas 10.305 m2 tertulis atas nama PT. Interna Permai, berkedudukan di Bandung yang berakhir haknya pada tanggal 17 April 2014. Para Penggugat tampaknya juga menyadari bahwa SHGB No.322/ Braga tersebut merupakan bentuk akibat hukum yang timbul dari adanya Surat Perjanjian Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 antara Tergugat dengan PT. Interna Permai. Bahwa terhadap hal tersebut, secara hukum, tentu memberikan implikasi sebagai berikut : 1. Objek sengketa merupakan turunan atau splitsing dari SHGB No.284/ Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985, yang masa berakhirnya merujuk pada Surat Perjanjian Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 maka berakhir pada tanggal 17 April 2014; 2. Segala akibat hukum yang timbul dari Surat Perjanjian Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 hanya mengikat pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut yaitu Tergugat dan PT. Interna Permai; 3. Segala objek yang menyangkut keberadaan SHGB No.284/ Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak Pengelolaan Hal 15 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 sepenuhnya hanya mengikat Tergugat dan PT. Interna Permai. Hal tersebut merujuk ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya Pasal 1338 yang pada pokoknya menyatakan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Frasa “perjanjian berlaku bagi mereka yang membuatnya” tersebut semakin kokoh dengan adanya pernyataan Pasal 1340 yang dengan tegas menyebutkan : “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Pertanyaannya adalah : Lalu dimanakah posisi hukum Penggugat saat ini ??? Sesuai dengan ketentuan Pasal 30 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah(“PP 40/1996”) dinyatakan bahwa : “Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban: menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;” Artinya bahwa Penggugat sudah tidak lagi memiliki hubungan hukum dengan SHGB turunan atau splitsing dari SHGB No.284/ Kelurahan Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985, yang masa berakhirnya merujuk pada Surat Perjanjian Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 sejak berakhir pada tanggal 17 April 2014. Bahwa fakta tersebut, secara normatif juga dikuatkan oleh Pasal 68 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut : “Keputusan berakhir apabila: a. habis masa berlakunya; b. dicabut oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang; c. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan putusan Pengadilan; atau d. diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan. Hal 16 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg (1) Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a, Keputusan dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan hukum.“ Bahwa sebagaimana kita ketahui, dan telah diulas sebelumnya pada bagian Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili secara Absolut (Exceptie van Onbeveogheid) surat jawaban ini, bahwa SHGB yang diklaim dan dipermasalahkan oleh Penggugat adalah salah satu bentuk dari Keputusan Tata Usaha Negara. Sehingga dengan demikian ketentuan UU 30/2014 sangat relevan untuk diterapkan didalam permasalahan ini, karena undang-undang tersebut sudah mulai diundangkan pada 17 Oktober 2014. Bahwa dengan telah berakhirnya sejak 17 April 2014 maka dengan demikian sesuai dengan bunyi frasa “Keputusan dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan hukum” maka secara otomatis hubungan hukum antara Subjek pemegang SHGB dengan objek SHGBnya pun menjadi berakhir. Dengan kedudukan yang demikian maka jelaslah sudah bahwa Penggugat adalah Penggugat yang tidak memiliki legal standing atau menurut hukum dinyatakan sebagai penggugat yang tidak memiliki kualifikasi (diskualifikasi in person). Bahwa kedudukan Penggugat yang tidak memiliki kapasitas (legal standing) ini patut untuk dikualifikasikan sebagai cacat error in persona, hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh M. Yahya Harahap, SH., dalam bukunya “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Jakarta : Sinar Grafika. 2005 : 111 bahwa apabila yang bertindak sebagai Penggugat orang yang tidak memenuhi syarat (diskualifikasi) karena disebabkan Penggugat dalam kondisi tidak mempunyai hak untuk menggugat perkara yang disengketakan, maka sudah selayaknyalah gugatan tersebut harus dinyatakan cacat formal karena mengandung diskualifikasi in person. Bahwa permasalahan mengenai pentingnya kapasitas (legal standing) dari suatu pihak yang berperkara khususnya Penggugat juga telah diangkat menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung RI sebagaimana putusan Nomor 294 Hal 17 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg K/Sip/1971 tanggal 7 Juli 1971 juncto putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 114/1970/Perd/PTB tanggal 10 Nopember 1970 juncto PNI Bandung Nomor 215/1967/Sipil tanggal 4 Juni 1968 yang menyatakan bahwa “suatu gugatan haruslah diajukan oleh orang yang mempunyai hubungan hukum dengan apa yang digugatnya, sehingga gugatan yang secara salah diajukan tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima”. 2.1.2 Gugatan Kurang Pihak (Plurium Litis Consortium). Gugatan dari Penggugat seharusnya dinyatakan kurang pihak karena tidak menarik PT. Interna Permai sebagai pihak dalam perkara Aquo. Mengapa demikian? Karena terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut bermula dari kerjasama pembangunan antara Penggugat dengan PT. Interna Permai kemudian terbit HGB No. 284/Kelurahan Braga yang dipecah oleh PT. Interna Permai menjadi beberapa HBG diantaranya HGB yang dikuasai oleh Penggugat (SHGB No. 322/Braga). Apabila Penggugat kemudian berdalih, dengan menyatakan bahwa penarikan Tergugat untuk menjadi pihak dalam perkara a quo adalah sepenuhnya menjadi kewenangan Penggugat dengan mendasarkannya pada beberapa yurisprudensi yang memiliki substansi tentang itu, tentu hal tersebut merupakan hak Penggugat untuk mengelak, tetapi sekali lagi, secara proporsional, Tergugat dalam kapasitas sebagai pihak yang beritikad baik untuk menyelesaikan perkara a quo dan lebih dari itu tentunya dengan latar belakang fundamentum petendi yang jelas dan terang, maka akan memberikan informasi dan dasar yang kuat bagi Majelis Hakim in casu untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo dengan pertimbangan yang matang dan penuh keadilan. Bahwa selaras dengan apa yang disampaikan oleh M. Yahya Harahap, SH., (2005: 112) : Bentuk error in persona yang lain disebut plurium litis consortium. Pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang ditarik sebagai tergugat : Hal 18 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg - tidak lengkap, masih ada orang yang mesti ikut bertindak sebagai penggugat atau ditarik tergugat; - oleh karena itu, gugatan mengandung error in persona dalam bentuk plurium litis consortium, dalam arti gugatan yang diajukan kurang pihaknya. Hal tersebut juga mengacu pada yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 186/R/Pdt/1984 tanggal 18 Desember 1985 juncto putusan PT Samarinda Nomor 178/1983 tanggal 21 September 1984 juncto PN Samarinda Nomor 96/1982 tanggal 5 Maret 1983 yang menyatakan bahwa karena tidak menarik pihak yang seharusnya ditarik sebagai pihak maka gugatan dinyatakan mengandung cacat error in persona dalam bentuk plurium litis consortium. Yurisprudensi tersebut semakin diperkuat oleh yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang lain dalam putusan Nomor 1125 K/Pdt/1984 tanggal 18 September 1983 juncto putusan PT Bandung Nomor 454/1982 tanggal 9 Juni 1983 juncto putusan PN Bandung Nomor 6/1982 tanggal 25 Agustus 1982 yang menyatakan bahwa judex factie salah menerapkan tata tertib beracara yang tidak menyertakan pihak yang memiliki relevansi namun tidak ditarik menjadi pihak di dalam suatu perkara. Hal senada juga ditegakkan di dalam yurisprudensi Mahkamah Agung yang lain yaitu dalam putusan Nomor 621 K/ Sip/1975 tanggal 25 Mei 1977 yang menyatakan bahwa dengan tidak menarik pihak ketiga yang memiliki keterkaitan dengan gugatan yang diajukan penggugat maka mengandung cacat plurium litis consortium. 2.2. Eksepsi Kedudukan Hukum (legal standing) 2.2.1 Penggugat tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan. Bahwa apabila Penggugat mengklaim sebagai pemilik SHGB No. 322/Braga, sebagaimana diuraikan di dalam posita angka 1 dan 2, yang pada pokoknya menyatakan “bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 322/Braga, Surat Ukur No. Hal 19 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg 1292/1986 tanggal 23 September 1986 seluas 93 m2 yang terletak di komplek Banceuy Permai Kaveling D.6 No. 18 Bandung diperoleh atas dasar jual beli sebagaimana tercantum dalam akta Jual Beli No. 295/2007 tanggal 14 Juni 207 .......”. Terhadap dalil tersebut apabila hendak dicermati, Penggugat melakukan pembelian terhadap Bangunan Ruko tersebut dilakukan pada tanggal 14 Juni 2007. Dimana SHGB tersebut merupakan turunan atau splitsing dari SHGB induk No.284/ Kelurahan Braga yang terbit di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 sementara itu Surat Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung Banceuy Permai di Jalan Banceuy No. 8 Bandung Nomor : 011/3700/Huk. yang dibuat tanggal 17 April 1984, artinya Penggugat membeli ruko tersebut 7 tahun menjelang berahirnya Hak Guna Bangunan tersebut yaitu tanggal 17 April 2014. Pertanyaannya adalah ? Dimana posisi hukum Penggugat di dalam Surat Perjanjian Nomor: 011/3700/Huk. yang dibuat tanggal 17 April 1984 antara Tergugat dan PT. Interna Permai. Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut tentu patut diperhatikan apa yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung pada saat menjatuhkan putusan dalam perkara Gugatan Perdata Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG yang diajukan pada tanggal 27 Juni 2014 oleh Suwito Gunawan Cs yang juga merupakan penghuni Objek Sengketa di kawasan Banceuy Permai. Di dalam putusan tertanggal 4 Nopember 2014 tersebut Yang Mulia Majelis Hakim dengan bijaksana memberikan pertimbangan sebagaimana termuat di dalam halaman 30 putusan tersebut yaitu sebagai berikut : “Menimbang, bahwa oleh karena para pihak dalam Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung Banceuy Permai No. 011/3700/HUK tertanggal 17 April 1984 adalah Tergugat I dengan Tergugat II sedangkan para Penggugat bukan merupakan pihak dalam perjanjian a quo, maka tuntutan para Penggugat agar Tergugat I dinyatakan melakukan perbuatan wanprestasi padahal diantara keduanya tidak terdapat adanya hubungan hukum berupa Hal 20 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg perjanjian telah mengakibatkan dalil gugatan para Penggugat menjadi tidak jelas atau kabur;” Walaupun Suwito Gunawan tidak lagi masuk sebagai pihak di dalam perkara a quo namun demikian patut dicatat bahwa para Penggugat di dalam Gugatan Perdata Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG adalah merupakan penghuni yang sama yang berada di atas objek sengketa yang dipermasalahkan di dalam perkara a quo; Berdasarkan hal tersebut setidaknya dapat dipastikan bahwa pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG tanggal 4 Nopember 2014 sebagaimana disunting tersebut di atas sangat relevan untuk kembali dipertimbangkan di dalam memeriksa dan memutus perkara a quo. Terhadap fakta tersebut maka dapat dipastikan bahwa posita yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana diuraikan di dalam surat gugatan tertanggal 12 Januari 2015 hanyalah sebuah peraturan alasan hukum yang perundang-undangan berdasarkan yang asumsi diuraikan dari oleh Penggugat yang jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 1320, 1338 KUHPerdata. Bahwa terhadap hal-hal yang demikian tentunya patut untuk dinyatakan tidak dapat dikabulkan. Karena secara logika, bagaimana mungkin memberi perpanjangan Hak Guna Bangunan kepada pihak yang tidak terikat dalam suatu perjanjian atau tidak ada hubungan hukumnya, oleh karena itu sudah sepatut dan sepantasnya apabila Yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk memutus dan menyatakan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 1.2.2 Gugatan Prematur Gugatan yang diajukan oleh Penggugat harus dinyatakan prematur dengan alasan bahwa Penggugat tidak pernah mengajukan permohonan perpanjangan haknya, apabila mengacu pada ketentuan Pasal 27 PP 40/1996 dinyatakan sebagai berikut : (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat- Hal 21 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg lambatnya DUA TAHUN sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya. (2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. (3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Dengan berpedoman pada Pasal 27 tersebut, seharusnya sebelum mempermasalahkan perkara a quo, maka terlebih dahulu Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan SHGB-nya minimal atau selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum SHGB tersebut berakhir. Faktanya? Hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh Penggugat untuk mengajukan permohonan perpanjangan. Hal tersebut diungkap dalam pertimbangan persidangan Gugatan Perdata Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG yang selanjutnya dijadikan dasar pertimbangan hukum oleh Yang Mulia Majelis Hakim perkara tersebut sebagaimana terurai di dalam halaman 30 salinan putusan perkara tersebut tertanggal 4 Nopember 2014 sebagai berikut : “Menimbang, bahwa di samping uraian pertimbangan hukum di atas, dalam posita surat gugatannya para Penggugat menguraikan berdasarkan pasal 10 ayat (3) Perjanjian No. 011/3700/HUK tertanggal 17 April 1984 yaitu antara Tergugat I dengan Tergugat II disebutkan setelah masa waktu habis pemakaian diberi prioritas untuk memperpanjang mengajukan hak perpanjangan pakainya haknya dan sesuai dapat dengan ketentuan yang berlaku dengan persyaratan yang akan ditentukan kemudian hari oleh Pihak Kesatu...., namun tidak terdapat adanya suatu uraian mengenai bahwa para Penggugat telah pernah mengajukan permohonan perpanjangan haknya yaitu setelah berakhirnya masa berlakunya hak tersebut (terhitung 30 tahun sejak tanggal 17 April 1984). Bahwa dengan belum pernahnya para Penggugat mengajukan permohonan Hal 22 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg perpanjangan haknya setelah masa berlakunya hak tersebut berakhir, maka hal tersebut telah mengakibatkan gugatan para Penggugat tersebut belum waktunya untuk diajukan atau dengan perkataan lain, bahwa gugatan para Penggugat tersebut merupakan gugatan yang prematur” Apabila menyimak Surat Gugatan tertanggal 12 januari 2015 yang diajukan oleh Penggugat dari posita 1 samapai dengan posita 15 maka fakta yang disampaikan oleh Penggugat tersebut yang menyatakan bahwa Penggugat pernah mengajukan permohonan perpanjangan SHGB tersebut hanya merupakan isapan jempol. Dengan kondisi yang demikian, maka apa yang menjadi fakta dan telah dipertimbangkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim dalam perkara Perdata Nomor : 335/PDT.G/2014/PN.BDG tersebut di atas, menurut hemat Tergugat masih sangat relevan untuk pula diterapkan dan dipertimbangkan oleh Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara a quo. Terlebih lagi, para Penggugat justru terlihat kebingungan, di satu sisi menyatakan diri sebagai pemegang SHGB yang diperoleh dari hasil jual beli dengan pihak yang tidak jelas. Fakta lain yang juga tidak dapat ditampik adalah terhadap SHGB tersebut tidak pernah sekalipun Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan kepada Tergugat secara tertulis dari Penggugat sebagaimana amanat dari Pasal 26 ayat (2) PP 40/1996 yang menyatakan : “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.” Yang ada justru Penggugat terlihat begitu “galau” dan “mencla mencle” karena disatu sisi mengklaim sebagai pemilik SHGB dan disisi lain Penggugat tidak menyebutkan membeli dari pihak mana, lebih parahnya lagi Penggugat yang beritikad tidak baik karena faktanya Penggugat membeli Obyek sengketa tidak melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap status tanah dan bangunan tersebut, yang nyatanya SHGB 322/Braga yang dikuasai oleh Penggugat merupakan splitsing dari HGB No. 284 yang diterbitkan di atas HPL No. 1 Milik Hal 23 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah berahir pada tanggal 14 April 2014. berkenaan dengan ada prosedur yang tidak ditempuh oleh Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 27 PP 40/1996, maka dalil gugatan tersebut dianggap prematuur, oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan bahwa gugatan penggugat harus ditolak atau atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 3. Eksepsi Hukum Materiil (Materiele Exceptie) 1.1 Objek Sengketa Tidak Dapat Diperkarakan (Exceptio Peremptoria) 1.1.1 Exceptio doli mali (exceptio doli presentis) Bahwa gugatan dari para Penggugat sebagaimana dinyatakan di dalam surat gugatannya tertanggal 12 januari 2015 yang baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Khusus Klas IA Bandung tanggal 15 januari 2015 harus dinyatakan sebagai gugatan curang atau guugatan yang tidak beritikad baik. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan, Penggugat berusaha untuk menghindari ketentuan Pasal 26 ayat (2) PP 40/1996 yang menyatakan bahwa : “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan”. Apabila memang Penggugat menghendaki untuk diperpanjang bukankah seharusnya Penggugat menempuh mekanisme sebagaimana dipersyaratkan oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku yaitu PP 40/1996? Kalaupun pada akhirnya akan dilakukan revitalisasi dan selanjutnya dilakukan pengumuman lelang, hal tersebut merupakan amanat dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Pasal 41 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Penetapan mitra Bangun Guna Serah dilaksanakan melalui tender/lelang Hal 24 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat". Sehingga apa yang dilakukan Tergugat I memang sudah dilakukan secara normatif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap penghuni terakhir yang mendiami Ruko Banceuy, sudah dijelaskan dalam pertemuan terakhir dengan masyarakat Banceuy, bahwa akan mengakomodir para penghuni untuk mendapatkan prioritas sebagai penghuni pada kawasan Banceuy Baru, implementasinya akan direalisasikan pada saat telah terpilih mitra kerjasama, yang dituangkan dalam perjanjian, yang intinya untuk penghuni terakhir apabila berminat akan diberikan perlakuan khusus tidak disamakan dengan konsumen umum. Fakta tersebut jelas menimbulkan persepsi negatif, karena akan sangat tampak bahwa gugatan a quo diajukan dengan tidak didasari oleh niat baik atau dalam sistem hukum Common Law dikenal sebagai Vexatious litigation atau dalam sistem hukum Civil Law maka lebih dikenal dengan gugatan doli presentis atau gugatan dengan “niat licik” yaitu ingin menguasai objek sengketa dengan tidak mentaati peraturan perundangundangan yang berlaku. oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan bahwa gugatan penggugat harus ditolak atau atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 1.1.2 Exceptio Dominii Penggugat di dalam surat gugatannya tertanggal 12 januari 2015 yang baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Khusus Klas IA Bandung tanggal 15 januari 2015 mendalilkan dalam posita dan petitum seolah-olah sebagai pihak yang paling benar dan mempunyai kapasitas untuk memperoleh perpanjangan SHGB padahal terbitnya SHGB tersebut merupakan perbuatan perjanjian yang dilakukan Tergugat I dengan PT. Interna Permai, lebih jauh Penggugat Hal 25 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg pun mengklaim bahwa SHGB tersebut adalah miliknya padahal berdasarkan perjanjian No. 011/3700/HUK tertanggal 17 April 1984 sudah expire. Bahwa menjadi kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata yang ada, maka Penggugat wajib untuk membuktikan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar tersebut. Karena, barangsiapa yang mendalilkan maka dia yang harus membuktikan sebagaimana diisyaratkan dalam: - Pasal 163 HIR Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian atau meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya haknya itu atau adanya kejadian itu. - Pasal 1865 KUHPerdata Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Bahwa berdasarkan uraian pada bagian eksepsi materiil ini, maka dapat dibuktikan bahwa gugatan dari Penggugat tersebut sama sekali tidak berdasardan mengandung cacat exceptio peremptoria. Karenanya sudah cukup alasan hukum agar kiranya Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan eksepsi Tergugat I tersebut adalah sangat tepat dan beralasan dan selanjutnya menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard). Hal 26 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa Tergugat I dengan ini mohon agar hal-hal yang telah dikemukakan dalam bagian Eksepsi dan bagian Provisi secara mutatis mutandis masuk dalam bagian Pokok Perkara ini; 2. Bahwa Tergugat I dengan ini MENOLAK dengan tegas, bulat dan utuh, seluruh dalil Penggugat sebagaimana tertuang di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 yang baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung tanggal 15 Januari 2015 dan diberi registerasi perkara Nomor : 20/PDT/G/2015/PN.BDG, kecuali untuk hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya oleh Tergugat I; 3. Bahwa sebelum menanggapi pada bagian pokok perkara a quo, alangkah baiknya jika kita kembali menyimak dalil-dalil sebagaimana dikemukaakan oleh Penggugat dalam perkara perdata Nomor : 20/PDT/G/2015/PN.BDG yang diajukan berdasarkan Surat Gugatan tertanggal 12 Januari 2015 yang baru diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Khusus Klas IA Bandung tanggal 15 januari 2015, khususnya posita angka 1, 2 dan 3, dimana Penggugat dalam perkara tersebut mendalilkan bahwa Penggugat adalah pemilik SHGB No. 322/Braga. Mengapa dalil tersebut perlu kembali diangkat? Karena banyak persamaan diantara kedua gugatan, baik perkara perdata Nomor : 20/PDT/G/2015/PN.BDG dan perkara perdata Nomor : 533/PDT/G/2014/PN.BDG, memiliki objek lokasi yang sama yaitu Pertokoan Banceuy Permai yang terletak di Jalan Banceuy No. 8 Bandung. Bahwa walaupun sebagian besar identitas penggugat berbeda di kedua perkara tersebut, namun kesemua penggugat di kedua perkara adalah penghuni Pertokoan Banceuy Permai yang terletak di Jalan Jalan Banceuy No. 8 Bandung. Artinya bahwa walaupun substansi gugatannya berbeda diantara keduanya, namun demikian kedudukan dari penggugat di dalam kedua perkara tersebut adalah sama yaitu sama-sama pemegang SHGB yang lahir dari hasil pemisahan atau splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I), dimana SHGB tersebut telah berakhir masa berlakunya sejak tanggal 17 April 2014. Dengan demikian jelas bahwa dengan permintaan perpanjangan SHGB dari Penggugat kepada Tergugat I merupakan sebuah pengakuan dari Penggugat bahwa tanah dan bangunan yang Hal 27 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg beralamat di Jalan Banceuy No. 8 Bandung merupakan milik Tergugat I hal ini patut untuk diangkat sebagai fakta yang memiliki validitas yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna di dalam perkara a quo. oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 4. Bahwa apa yang di dalilkan oleh Penggugat pada posita angka 1, 2 dan 3 tersebut di atas yang pada pokoknya menyatakan fakta bahwa Penggugat baru membeli splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I) pada tanggal 14 Juni 2007. Bahwa hal tersebut memberikan fakta bahwa Penggugat baru memiliki SHGB tersebut + 7 tahun menjelang berahirnya SHGB (14 April 2014), dari hasil jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dihadapan notaris H. Wira Fransiska, SH tanggal 14 Juni 2007. - Pertanyaannya mungkinkah Penggugat tidak tahu SHGB-nya terbit di atas HPL No. 1 ? Apabila Penggugat berdalih tidak mengetahui bahwa SHBG tersebut terbit di atas HPL No. 1 milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hal itu hanya isapan jempol belaka karena penggugat melakukan pembelian SHGB No. 322/Braga tersebut bukan dibahwah tangan tetapi dihadapan Notaris yang notabenenya pasti akan diperiksa kelengkapan dokumen-dokumen pendukung/ asal muasal dari SHGB oleh notaris. Bahwa berdasarkan atas alasan-alasan tersebut, maka Tergugat I dengan tegas MENOLAK seluruh posita yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana dimuat dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 khususnya pada bagian angka 1, 2 dan 3. Posita-posita tersebut harus ditolak dan dikesampingkan karena ketentuan tentang Hak Guna Bangunan sudah jelas sebagaimana diatur dalam : - Pasal 26 ayat (2) PP 40 tahun 1996 yang menyatakan bahwa : “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan”. Hal 28 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg - Pasal 30 huruf d PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah(“PP 40/1996”) dinyatakan bahwa : “Pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban: menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;” Khususnya mengenai dalih pembeli yang beritikad baik, Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI.menyatakan bahwa Pembeli yang beritikad baik memang dilindungi hukum, karena sudah merupakan azas hukum, akan tetapi tidak setiap pembeli dapat dikategorikan beritikad baik apalagi terbukti secara nyata pembeli tersebut mengetahui tanah HGB diatas HPL itu tunduk kepada P3T, akan tetapi sengaja ditabrak dengan mengenyampingkan semua ketentuan Perundang-undangan, seperti Pasal 26 ayat (2) jo. Pasal 34 ayat (7) PP No. 40 Tahun 1996 dan Surat Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor: 630.1-3433 tanggal 17 September 1998, tidak pernah diuji secara materiil oleh Mahkamah Agung. Pembeli yang beritikad baik adalah pembeli yang jujur dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. Berkenaan dengan prinsip pembeli yang beritikad baik, sudah pula menjadi yurispridensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1651 K/PDT/2013 tanggal 12 November 2013 yang menyatakan : “Bahwa Penggugat tidak bisa dikwalifikasi sebagai pembeli objek sengketa yang beritikad baik, HGB yang segera berakhir dan berada di atas Hak Pengelolaan karena tidak melakukan duty of care dan tidak memenuhi a certain standart of conduct, yaitu meneliti secara cermat sebelum membeli” Berdasarkan alasan-alasan tersebut, dan bersandar pada ketentuan, maka Tergugat I dengan tegas menolak dengan bulat dan utuh seluruh asumsi yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana termuat di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 posita angka 1,2 dan 3. oleh karena itu mohon kiranya Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung seyogianya menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan Hal 29 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 5. Bahwa selanjutnya Tergugat I pun MENOLAK dengan TEGAS terhadap Surat Gugatan Penggugat tertanggal 12 Januari 2015 khususnya posita angka 4 dan 5 dengan alasan bahwa posita-posita tersebut hanyalah asumsi belaka dari ketentuan UU 5 Tahun 1960 yang dibangun untuk kepentingan Penggugat saja. Karena Faktanya : Bahwa Penggugat tidak pernah mengajukan secara tertulis permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan termaksud kepada Tergugat I sebagaimana ketentuan Pasal 27 PP 40/1996 yang menyatakan sebagai berikut : (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan tersebut atau perpanjangannya. (2) Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. (3) Ketentuan mengenai tata cara permohonan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dan persyaratannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Berdasarkan alasan-alasan dan uaraian-uraian tersebut, maka sudah sepantas dan sepatutnya Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 6. Bahwa Tergugat dengan tegas dan bulat menolak gugatan Penggugat pada angaka 6,7,8 dan 9 dalam surat gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 yang pada pokoknya menyatakan “keberatan terhadap surat-surat yang dikeluarkan oleh Tergugat I terkait dengan Ruko Banceuy”. Untuk mendapat gambaran yang terang benderang mengenai peristiwa hukum hingga lahirnya SHGB No. 322/Braga tersebut, tergugat I akan menguraikan hal-hal sbb : Bahwa bermula dari Surat Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung Banceuy Permai di Jalan Banceuy No. 8 Bandung Nomor : 011/3700/Huk. tanggal 17 April 1984 dan lahirnya SHGB-SHGB turunan Hal 30 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg dari hasil pemisahan atau splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I), Tergugat I akan ketengahkan kronologisnya sebagai berikut : (1) Tanah di Jalan Banceuy/ABC Kav. B. 14 No. 16 Kota Bandung, awalnya berdiri Lembaga Pemasyarakatan Banceuy sejak tahun 1911 yang kemudian dikuasai oleh Departemen Kehakiman RI, oleh karena kondisinya sudah rusak dan lokasinya tidak cocok sebagai tempat Pemasyarakatan Narapidana karena berada di pusat kota yang peruntukan tanahnya untuk kawasan perdagangan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Bandung, sehingga Departemen Kehakiman telah membangun Lembaga Pemasyarakatan baru yang terletak di jalan Soekarno-Hatta Bandung. Bahwa selanjutnya dilakukan tukar-menukar/ruislag antara Departemen Kehakiman selaku Pemilik Asset Ex Lembaga Pemasyarakatan Banceuy dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menyerahkan 3,5 Ha Tanah di Desa Cibubur Kecamatan Cimanggis Kabupaten Bogor. (2) Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 27 Pebruari 1985 No.A.18b.PL.07.01/ 1985 dan Surat Persetujuan Pelimpahan Tanah dan Gedung dari Menteri Keuangan RI tanggal 19 September 1984 No.S.1011/MK.011/1984 tanah tersebut diserahkan haknya untuk kepentingan Pemerintah Propinsi Daerah Tk.l Jawa Barat dan dilakukan serah terima asset sesuai Berita Acara Serah Terima Tanah dan Bangunan Bekas Lembaga Pemasyarakatan Banceuy tanggal 03 April 1985 No.WB. PL.07.1-I.1016. (3) Bahwa kemudian tanah tersebut dimohon permohonan Hak Pengelolaan tanggal 12 April 1985 oleh Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat. I Jawa Barat seluas 10.305m2 untuk pusat pertokoan dan halaman parkir, yang terletak di Jalan Banceuy Kelurahan Braga, Kecamatan sumur Bandung, Kota Bandung (d.h. Bandung Wetan). (4) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.SK.93/HPL/DA/85 tanggal 8 Oktober 1985 tersebut diberikan Hak Pengelolaan seluas 10.305 m2 kepada Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. (5) Bahwa selanjutnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.93/HPL/DA/85 tanggal 8 Oktober 1985 tersebut didaftarkan dan diterbitkan Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985, Surat Ukur tanggal 28 Nopember 1985 No. 3244/1985 Hal 31 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg seluas 10.305 m2 tertulis atas nama Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat yang terletak di Jalan Banceuy Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung. (6) Pada tanggal 17 April 1984, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan kerjasama pembangunan eks. Lembaga Permasyarakatan dengan PT. Interna Permai dengan sistem Built Operation and Transfer (BOT) berdasarkan Perjanjian Pembangunan dan Pengelolaan Gedung Banceuy Permai di Jalan Banceuy No.8 Bandung No. 001/3700/Huk tertanggal 17 April 1984; dan kepada PT. lnterna Permai diberikan hak untuk mengelola selama 30 (tiga puluh) tahun, setelah berakhir masa kerjasama seluruh aset yang telah dibangun harus diserahkan kepada pemilik dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (7) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK. 411/HGB/DA/86 tanggal 13 Juni 1986 diberikan Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No.1/Kel. Braga kepada PT. Interna Permai berkedudukan di Bandung untuk jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun berlaku terhitung mulai tanggal 17 April 1984 seluas 10.305 m2, yang selanjutnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK. 411/HGB/DA/86 tanggal 13 Juni 1986 didaftarkan dan terbit Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga terbit tanggal 11 Agusus 1986 Surat Ukur tanggal 28 Nopember 1985 No.3244/1985 seluas 10.305 m2 tertulis atas nama PT. Interna Permai berkedudukan di Bandung, kemudian SHGB No. 284 tersebut displitsing oleh PT. Interna menjadi beberapa SHGB termasuk SHGB No. 322 yang konon milik Penggugat. (8) Berdasarkan Surat Direktur Utama PT. Interna Permai Nomor : 09/PT.INT/II/10 tanggal 9 Februari 2010 Perihal : Permohonan Perpanjangan Perjanjian Kerjasama Gedung Banceuy Permai kepada Bapak Gubernur Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat antara lain disebutkan bahwa tanah seluas 10.305 m2 telah dibangun : Seluas ± 9.305 m2 telah di bangun 59 Unit Ruko berlantai 3 dan fasilitas Jalan Komplek, dimana Hak Guna Bangunan atas 59 (lima puluh sembilan) Unit Ruko tersebut telah beralih kepada pihak ketiga; Seluas ± 1.000 m2 telah di bangun Gedung Parkir berlantai 5 yang sampai saat ini masih dikelola PT. Interna Permai. (9) Pemerintah Provinsi telah mengadakan sosialisasi kepada masyarakat penghuni Ruko Banceuy sejak tahun 2011, dengan menginformasikan antara lain : Hal 32 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg i. Mengenai status aset/tanah dijelaskan bahwa status tanah adalah tanah dengan Hak Pengelolaan yang ada pemiliknya yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat bukan tanah negara bebas. ii. Kerjasama dengan PT. lnterna Permai telah berakhir pada 17 April 2014 dan perlu diketahui bahwa HGB induk atas nama PT. Interna Permai yaitu HGB di atas HPL No.284/Kelurahan Braga sama telah berakhir pada 17 April 2014. iii. Dengan berakhirnya perjanjian tersebut sebagaimana poin b pihak PT. Interna Permai telah menyerahkan aset yang dibangun hasil kerjasama kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, berdasarkan Berita Acara Serah Terima Nomor: 214/INT-DIR-ST/IV/2014 tanggal 17 April 2014. iiii. Rencana Pemerintah eks. Ruko Provinsi Jawa Barat Banceuy mengoptimalisasikan Permai akan merevitalisasi yaitu dalam pemanfaatan/pengelolaan rangka aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (10) Revitalisasi Ruko Banceuy Permai merupakan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan: i. Bahwa keberadaan ruko saat ini tidak dapat dikelola secara maksimal karena secara ekonomis tidak dapat menghasilkan secara maksimal Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memadai. ii. Bahwa daya tampung eksisting hanya untuk 62 (enam puluh dua) Ruko saja dengan jumlah penghuni yang terbatas. iii. Jalan Banceuy adalah kawasan komersial, dengan daerah peruntukan perdagangan dan jasa, sehingga sangat memungkinkan untuk pengembangan kawasan tersebut menjadi kawasan yang ekonomis dan memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat Bandung khususnya dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya. (11) Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap penghuni terakhir yang mendiami Ruko Banceuy, sudah dijelaskan dalam pertemuan terakhir dengan masyarakat banceuy, bahwa akan mengakomodir para penghuni untuk mendapatkan prioritas sebagai penghuni pada kawasan Banceuy Baru, implementasinya akan direalisasikan pada saat telah terpilih mitra kerjasama, yang dituangkan dalam perjanjian, yang intinya untuk penghuni terakhir apabila berminat akan diberikan perlakuan khusus tidak disamakan dengan konsumen umum. (12) Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam jangka pendek, telah memberikan kebijaksanaan bahwa penghuni ruko Banceuy dapat Hal 33 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg menghuni sementara sampai dengan 30 Desember 2014 dengan cara sewa sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (13) Terkait dengan permohonan perpanjangan HGB diatas HPL dari para penghuni dan dari PT.Interna Permai sesuai penjelasan dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung dalam pertemuan tanggal 22 Mei 2014 yang dihadiri oleh penghuni eks. Ruko Benceuy telah dijelaskan bahwa perpanjangan HGB di atas HPL harus seijin dari pemilik HPL, berdasarkan PP No.40 Tahun 1996 pada Pasal 26 ayat (2) "Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan". (14) Terkait dengan berakhirnya HGB diatas HPL dijelaskan dalam PP No. 40 Tahun 1996 pada Pasal 36 ayat (2) "Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan ". Hal ini perlu disampaikan karena ada yang salah menginterpretasikan PP No.40 Tahun 1996 yang tidak dibaca secara utuh, karena ada perbedaan perlakuan terhadap Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan dan Tanah Hak Milik. (15) Mengenai pengumuman lelang kerjasama dalam harian umum Pikiran Rakyat pada tanggal 25 Juni 2014, itu sudah merupakan hal yang normatif, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 17 Tahun 2007 Pasal 41 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Penetapan mitra Bangun Guna Serah dilaksanakan melalui tender/lelang dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat", perihal pengumuman yang ditayangkan di harian Pikiran Rakyat terbatas karena informasi yang lebih lengkap sudah ada di Sekretariat Tim Pemanfaatan Aset Milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat Jl. Diponegoro No.. 22 Bandung, pada Biro Pengelolaan Barang Daerah. Bahwa dengan penjelasan kronologis tersebut sudah jelas terang benderang kedudukan Penggugat tersebut, oleh karenannya sudah sepatut dan selayaknya Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara A quo untuk memutus dan menyatakan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 7. Bahwa selanjutnya terkait dengan posita angka 10, 11 dan 12 dimana Penggugat berusaha untuk memberikan uraian mengenai Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan dapat diperpanjang Hal 34 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg dengan berlandaskan pada UU No 5 Tahun 1960 Khususnya Pasal 28 ayat 1 dan 2, terhadap dalil tersebut Tergugat I akan tanggapi dengan mengambil Keterangan Ahli Hukum Agraria yaitu Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. yang disampaikan oleh beliau kepada Yang Mulia Bapak Ketua Mahkamah Agung RI sebagaimana tertuang di dalam Affidavit (written sworn statement of fact) tertanggal 6 November 2013. Bahwa keterangan ahli dari Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. tersebut berpedoman pada : 1. Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (“UU No. 5 Tahun 1960”); 2. Undang-Undang No. 51/PRP/Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (“UU No. 51/PRP/Tahun 1960”) 3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU No. 4 Tahun 1996”) 4. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP No. 40 Tahun 1996”); 5. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24 Tahun 1997”); 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan (“PMDN No. 5 Tahun 1974”); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya (“PMDN No. 1 Tahun 1977”) (catatan: PMDN No. 1 Tahun 1977 ini sudah dicabut dengan PMNA/ Ka. BPN No. 9 Tahun 1999, tetapi ketentuan yang diatur didalam PMDN No. 1 Tahun 1977 belum diatur dalam PMNA/ Ka. BPN No. 9 Tahun 1999, sehingga dianggap masih berlaku); 8. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana PP No. 24/1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997”); Hal 35 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg 9. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999”). (catatan : ketentuan PMNA/ Ka. BPN No. 9 Tahun 1999 sepanjang mengatur tata cara pembatalan Hak atas Tanah Negara yang bertentangan dengan Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku); 10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan (“Per Ka. BPN No. 1 Tahun 2010”); 11. Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (“Per Ka. BPN No. 3 Tahun 2011”); 12. Surat Menteri Negara Agraria Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-3433 tanggal 17 September 1998 perihal Agunan Sertipikat di atas tanah Hak Pengelolaan (“Surat Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor: 630.1-3433 tanggal 17 September 1998”) Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. memberikan penjelasan mengenai konsepsi dasar atau ajaran ilmu hukum dalam bidang hukum tanah Nasional yang mengatur kedudukan serta hakekat dari Hak Pengelolaan (“HPL”). HPL adalah “gempilan” atau “bagian” dari Hak Menguasai Negara (“HMN”) yang berisi kewenangan publik, yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. HPL mengandung 2 (dua) sifat kewenangan, yaitu kewenangan publik (merencanakan penggunaan dan menyerahkan bagian dari HPL untuk pihak ketiga) dan kewenangan privat (menggunakan tanahnya untuk keperluan pelaksanaan tugasnya). HPL dalam sistematika hak-hak penguasaan atas tanah tidak dimasukkan ke dalam golongan hak atas tanah. Pemegang HPL memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanahnya untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, tetapi bukan itu tujuan pemberian HPL tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah bahwa Hal 36 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg tanah yang bersangkutan disediakan pihak-pihak lain yang memerlukan. bagi penggunaannya oleh Dalam penyediaan dan pemberian tanah itu, pemegang HPL diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan yang merupakan sebagian dari kewenangan Negara sebagaimana diatur menurut ketentuan pasal 2 ayat 2 UUPA. Subyek yang dapat diberikan HPL adalah: a. Instansi Pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah); b. Badan Usaha Milik Negara; c. Badan Usaha Milik Daerah; d. PT. Persero; e. Badan Otorita; f. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah yang dapat diberikan HPL sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang berkaitan dengan pengelolaan tanah. (vide pasal 67 ayat (1) & (2) PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999) Walaupun HPL bukan hak atas tanah, namun HPL tetap dilakukan pendaftaran dan diterbitkan sertipikatnya sebagai tanda bukti haknya. HPL sebagai HMN tidak dapat dipindahtangankan dan tidak ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan. Oleh karena itu HPL tidak memenuhi syarat untuk dapat dijadikan jamin utang. HPL hanya dapat diberikan diatas Tanah Negara. Oleh karena itu, jika diatas tanah yang akan diberikan HPL masih ada hak-hak atas tanah lainnya seperti HGB, HP, dll, maka wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang HPL dengan memberikan ganti rugi yang layak. Sebelum calon pemegang HPL diberikan HPL, harus dipastikan bahwa diatas tanah yang akan diberikan HPL tersebut clean and clear. Jika pemberian HPL terjadi diatas tanah yang masih ada hak atau kepentingan pihak lain, maka secara hukum HPL itu mengandung cacat yuridis. Selanjutnya terkait dengan kedudukan Hak Guna Bangunan (“HGB”) diatas HPL dengan menguraikan tentang apa yang menjadi dasar memberikan HGB diatas HPL dan apa saja hak-hak pemegang HGB diatas HPL, apakah sama dengan HGB diatas Tanah Negara atau HGB diatas Tanah Hak Milik, Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. memberikan penjelasan sebagai berikut: Pemegang HPL mempunyai kewenangan untuk: Hal 37 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya; dan c. Menyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (vide pasal 3 PMDN No. 5 Tahun 1974 jo. pasal 1 ayat (1) PMDN No. 1 Tahun 1977). Berdasarkan hal tersebut, diatur adanya kewenangan pemegang HPL untuk memberikan hak lain diatas tanah HPL tersebut kepada pihak lain seperti HM, HGB dan HP (vide pasal 22 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996 jo. pasal 2 PMDN No. 1 Tahun 1977 jo. pasal 1 butir (3) PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999). Pemberian Hak atas tanah diatas HPL tersebut, dilakukan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas usul pemegang HPL yang bersangkutan berdasarkan perjanjian antara pemegang HPL dengan calon pemegang hak atas tanah diatas HPL. Perjanjian antara pemegang HPL dengan calon pemegang hak atas tanah diatas tanah HPL tersebut-lah yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah (HM/HGB/HP) diatas HPL. Pemegang HGB diatas HPL memiliki hak-hak yang sama dengan pemegang HGB diatas Tanah Negara maupun dengan pemegang HGB diatas tanah Hak Milik, yaitu: - Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk membangun bangunan diatas HGB-nya tersebut sesuai dengan peruntukannya (vide pasal 32 PP No. 40 Tahun 1996). - Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk memperpanjang dan memperbaharui jangka waktu HGB nya setelah mendapat persetujuan dari pemegang HPL (vide pasal 26 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996). Hal 38 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg - Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk menjadikan HGB-nya tersebut sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, dengan persetujuan pemegang HPL terlebih dahulu (vide pasal 4 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 jo. pasal 33 PP No. 40 Tahun 1996 jo. Surat Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor: 630.1-3433 tanggal 17 September 1998). - Pemegang HGB diatas HPL berhak untuk mengalihkan HGB-nya tersebut kepada pihak lain, dengan persetujuan pemegang HPL terlebih dahulu (vide pasal 34 ayat (7) PP No. 40 Tahun 1996). Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka pemegang HGB diatas HPL mempunyai hak-hak yang sama dengan pemegang HGB diatas Tanah Negara atau tanah Hak Milik. Namun perbedaannya adalah, pada setiap perpanjangan/pembaharuan atau peralihan atau pembebanannya atas HGB tersebut, harus dengan persetujuan terlebih dahulu dari pemegang HPL. Bahwa terkait dengan HGB diatas HPL didasarkan kepada adanya perjanjian antara pemegang HPL dengan pemegang HGB yang disebut dengan P3T (Perjanjian Penyerahan Pengunaan Tanah), apakah ada syarat-syarat tertentu yang diharuskan baik formal atau material untuk pembuatan P3T. Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. memberikan penjelasan sebagai berikut : Setiap penyerahan penggunaan tanah sebagai bagian HPL kepada pihak ketiga oleh pemegang HPL wajib membuat P3T antara pihak pemegang HPL dengan pihak ketiga/calon pemegang hak atas tanah. Dalam P3T harus memuat keterangan mengenai: a. Identitas pihak-pihak yang bersangkutan; b. Letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud; c. Jenis penggunaannya; d. Hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya; e. Jenis bangunan yang akan didirikan diatasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan berakhirnya hak atas tanah yang diberikan; Hal 39 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg tersebut pada f. Jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya; dan g. Syarat-syarat lain yang dipandang perlu. (vide pasal 3 ayat (2) PMDN No. 1 Tahun 1977) Setelah para pihak (pemegang HPL dan pihak ketiga) menyepakati dan menandatangani P3T, maka pihak ketiga tersebut mengajukan permohonan hak atas tanah kepada Kepala BPN melalui perantaraan pemegang HPL. Setelah terbit Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, maka si pihak ketiga tanah harus memenuhi kewajibannya untuk membayar uang pemasukan kepada pemegang HPL. Kewajiban membuat perjanjian tertulis antara pemegang HPL dengan calon pemegang HGB ditentukan dalam pasal 3 ayat (1) PMDN No. 1 Tahun 1977 tanggal 17-2-1977 yang berbunyi sebagai berikut: “ setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga oleh pemegang Hak Pengelolaan, baik yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan diatasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang Hak Pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan.” Sedangkan substansi yang dimuat dalam Perjanjian tertulis (P3T) tersebut menurut pasal 3 ayat (2) PMDN No. 1 Tahun 1977 tersebut disebutkan sebagai berikut: Perjanjian termaksud dalam ayat (1) pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai: a. identitas pihak-pihak yang bersangkutan. b. letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud. c. jenis penggunaannya. d. hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenai jangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya. e. jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut berakhirnya hak tanah yang diberikan. f. jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya. g. syarat-syarat lain yang dipandang perlu.” Hal 40 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg pada Adapun permohonan HGB diatas HPL didasarkan “atas usul pemegang HPL” diatur didalam pasal 4 PMDN No. 1 Tahun 1977 sebagai berikut: Pasal 4 i. Permohonan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diajukan oleh pihak ketiga yang memperoleh penunjukan/penyerahan tersebut pada pasal 2 dengan perantara pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan. ii. Pemegang Hak Pengelolaan berkewajiban untuk melengkapi berkas-berkas permohonan tersebut dan meneruskannya kepada Menteri Dalam Negeri/Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan, disertai usul-usul tentang syarat-syarat yang harus ditaati oleh penerima hak. iii. Permohonan tersebut dalam ayat (2) pasal ini diajukan dan diselesaikan menurut tata cara dan wewenang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan Agraria yang berlaku. iv. Selain memenuhi kewajibannya terhadap pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan, penerima hak berkewajiban membayar biaya administrasi kepada Kantor Bendahara Negara dan sumbangan kepada Yayasan Dana Landreform serta biaya pendaftaran tanah sebagai yang disebutkan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1/1975.” catatan: 1. PMDN No. 6 Tahun 1972 sudah dinyatakan tidak berlaku dan icabut oleh PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1999, dan terakhir yang berlaku saat ini Per. Ka. BPN No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. 2. PMDN No. 5 Tahun 1973 sudah dinyatakan tidak berlaku dan dicabut oleh PMNA/Ka. BPN No. 9 Tahun 1999 3. PMDN No. 1 Tahun 1975 sudah dinyatakan tidak berlaku dan dicabut, yang terakhir berlaku saat ini adalah PP No. 13 Tahun 2010. Didalam PP No. 13 Hal 41 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Tahun 2010 tersebut kewajiban pembayaran uang pemasukan kepada Negara oleh pemegang HGB diatas HPL sudah tidak ada lagi, namun hanya dikenakan biaya pendaftaran sebesar 1‰ (satu permil). Berdasarkan alasan-alasan tersebut, bersandar dari apa yang disampaikan oleh Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI., Tergugat I dengan tegas menolak dengan bulat dan utuh seluruh dalil yang disampaikan oleh Penggugat sebagaimana termuat di dalam Surat Gugatannya tertanggal 12 Januari 2015 posita angka 10,11 dan 12. Oleh karenannya Tergugat I mohon kiranya Yang Mulia Majelis Hakim Yang Terhormat yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menyatakan menolak gugatan Pengugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 8. Bahwa terhadap posita Penggugat angka 13, 14 dan 15 yang terurai di halaman surat gugatan Penggugat tertanggal 12 Januari 2015, Tergugat I merasa tidak perlu lagi menanggapinya, karena bagian tersebut telah dijawab dengan merujuk apa yang disampaikan oleh Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI., pada bagian angka 7 Surat Jawaban ini. Khususnya mengenai dalih pembelian, namun demikian apabila merujuk terhadap pendapat, Prof. Ny. Arie S. Hutagalung. S.H., M.LI. mengenai “pembeli yang beritikad baik” beliau menyatakan bahwa Pembeli yang beritikad baik memang dilindungi hukum, karena sudah merupakan azas hukum, akan tetapi tidak setiap pembeli dapat dikategorikan beritikad baik apalagi terbukti secara nyata pembeli tersebut mengetahui bahwa tanah HGB diatas HPL itu tunduk kepada P3T, akan tetapi sengaja ditabrak dengan mengenyampingkan semua ketentuan Perundang-undangan, seperti Pasal 26 ayat (2) jo. Pasal 34 ayat (7) PP No. 40 Tahun 1996 dan Surat Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor: 630.1-3433 tanggal 17 September 1998, tidak pernah diuji secara materiil oleh Mahkamah Agung. Pembeli yang beritikad baik adalah pembeli yang jujur dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. Berkenaan dengan prinsip pembeli yang beritikad baik, sudah pula menjadi yurispridensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi Hal 42 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Mahkamah Agung Nomor 1651 K/PDT/2013 tanggal 12 November 2013 yang menyatakan : “Bahwa Penggugat tidak bisa dikwalifikasi sebagai pembeli objek sengketa yang beritikad baik, HGB yang segera berakhir dan berada di atas Hak Pengelolaan karena tidak melakukan duty of care dan tidak memenuhi a certain standart of conduct, yaitu meneliti secara cermat sebelum membeli” Pertanyaannya sekarang yang patut disodorkan adalah : apakah Penggugat pernah menyangkal bahwa SHGB-SHGB-nya tersebut merupakan turunan atau pecahan atau splitsing dari Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/ Kelurahan Braga atas nama PT. Interna Permai yang berdiri di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.1/Kel. Braga tanggal 28 Nopember 1985 atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Tergugat I) ? Pada saatnya persidangan pembuktian akan tampak kebenaran yang sesungguhnya. Dari hal tersebut tentu akan tampak apakah para Penggugat memang beritikad baik dengan memenuhi prinsip duty of care dan memenuhi a certain standart of conduct ataukah sebaliknya para Penggugat ternyata memiliki itikad buruk mengajukan gugatan a quo yang dalam sistem hukum Common Law dikenal sebagai Vexatious litigation atau dalam sistem hukum Civil Law maka lebih dikenal dengan gugatan doli presentis atau gugatan dengan “niat licik”. Para Penggugat hanya ingin memperpanjang penguasaan dan pemanfaatan atas objek sengketa secara melawan hukum, padahal sudah berakhir SHGBnya tersebut sejak 17 April 2014. Oleh karena itu sudah cukup alasan kiranya bagi Tergugat I untuk menyampaikan permohonan kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang Terhormat yang memeriksa perkara a quo agar kiranya juga sependapat dengan Tergugat I dan selanjutnya menyatakan bahwa surat gugatan Penggugat tertanggal 12 Januari 2015 adalah bertentangan dengan fakta yang nyata dan sangat bertentangan dengan kebenaran hukum sehingga sudah sepantas dan sepatutnya apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung untuk menyatakan dalil Tergugat I tersebut tepat dan beralasan dan selanjutnya menyatakan bahwa gugatan penggugat Hal 43 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg harus ditolak atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); DALAM PETITUM Bahwa berdasarkan seluruh uraian-uraian yang telah disampaikan sebagaimana tersebut di atas, kiranya tidaklah berlebihan dan sangat beralasan hukumapabila Tergugat I dengan ini memohon agar kiranya Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung Yang Terhormat, yang memeriksa perkara a quo berkenan untuk mengadili dan selanjutnya memutus perkara sebagai berikut: I. DALAM EKSEPSI 1. Menerima dan menyatakan Eksepsi Tergugat I tepat dan beralasan; 2. Menyatakan gugatan Pengugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijkverklaard); 3. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini menurut hukum. II. DALAM POKOK PERKARA 1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini menurut hukum. ATAU : Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung Yang Terhormat berpendapat lain, maka Tergugat I mohon kiranya dapat memberikan Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Turut Tergugat telah mengajukan jawaban sebagai berikut : DALAM EKSEPSI 1. Bahwa, Turut Tergugat menolak seluruh dalil gugatan Penggugat kecuali yang secara tegas diakui dan menguntungkan Turut Tergugat; 2. TENTANG KUALITAS PENGGUGAT (ONBEVOEG) Bahwa, Sertipikat Hak Guna Bangunan No.322/Kelurahan Braga terakhir tercatat atas nama Penggugat merupakan pecahan dari Sertipikat HGB No.284/Kelurahan Braga yang terbit di atas Hak Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga telah berakhir jangka waktunya sehingga Sertipikat HGB dimaksud sudah tidak berlaku lagi dan status Hal 44 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg tanahnya kembali pada Hak Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga atas nama Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat yang mana perencanaan, pengelolaan dan penggunaannya kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan in casu Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Sehubungan dengan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, maka sudah jelas bahwa Penggugat tidak mempunyai kualitas untuk mengajukan gugatan mengingat sertipikat HGB dimaksud telah berakhir. Oleh karena itu maka sudah selayaknya Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo untuk menyatakan gugatan Pengugat ditolak seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvantkelijk verklaard). DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa, mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, menangani dan memutus perkara ini agar apa yang telah Turut Tergugat kemukakan dalam Eksepsi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pokok perkara ini; 2. Bahwa, Turut Tergugat menolak dalil-dalil surat gugatan Penggugat kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas dan nyata demi kepentingan Turut Tergugat; 3. Bahwa, di atas Sertipikat Hak Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga Kecamatan Bandung Wetan Kotamadya Bandung tercatat atas nama Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat telah diterbitkan Sertipikat Hak Guna Bangunan No.284/Kelurahan Braga, sertipikat terbit tanggal 11-08-1986, Surat Ukur tanggal 28-11-1985 No.3244/1985 seluas 10.305 M2, tercatal atas nama PT.1NTERNA PERMAI Berkedudukan di Bandung, terletak di Jl.Banceuy Kelurahan Braga, Kecamatan Bandung Wetan, Kotamadya Bandung, berakhir haknya tanggal 17-04-2014 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 13-06-1986 No. SK.411/HGB/DA/86; 4. Bahwa, terhadap Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 284/Kelurahan Braga tersebut telah dipisah-pisah/displit sampai habis, antara lain menjadi beberapa sertipikat HGB dan salah satunya adalah Sertipikat HGB No.322/Kelurahan Braga terakhir tercatat atas nama Penggugat. 5. Bahwa, Turut Tergugat menolak dalil posita gugatan angka 9 sampai dengan angka 13 karena Penggugat dalam posita gugatannya hanya Hal 45 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg mendalilkan dan mencantumkan peraturan dengan pasal yang menguntungkan bagi dirinya saja tidak mengungkapkan pasal-pasal lainnya, bahwa mengenai pemberian Hak Guna Bangunan diatur pula pada Peraturan Pemerintah RI No.40 Tahun 1996 tentang Hale Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah pada Pasal 21 menyebutkan sebagai berikut: Pasal 21 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah : a. Tanah Negara; b. Tanah Hak Pengelolaan; c. Tanah Hak Milik. 6. Bahwa, mengenai terjadinya Hale Guna Bangunan diatur pada Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No.40 Tahun 1996 bahwa : "Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan”. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka sudah jelas bahwa permohonan HGB di atas Hak Pengelolaan, bergantung pada perencanaan pemegang Hak Pengelolaan in casu Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat sebagai pemegang Sertipikat Hak Pengelolaan No. 1/Kelurahan Braga disesuaikan dengan rencana peruntukkan dan penggunaan lahan tersebut. 7. Bahwa, mengenai perpanjangan maupun pembaharuan HGB diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 bahwa : "Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan daripemegang Hak Pengelolaan". Berdasarkan uraian tersebut di atas, rnaka sudah sangat jelas bahwa apabila Penggugat ingin mengajukan perpanjangan atau pembaharuan HGB harus mendapat persetujuan (rekomendasi) terlebih dahulu kepada pemegang Hak Pengelolaan in casu Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat sebagai pemegang Sertipikat Hak Pengelolaan Pengelolaan No. 1/Kelurahan tidak memberi Braga. ijin Apabila adanya pemegang Hak permohonan perpanjangan/pembaharuan HGB maka permohonan tersebut tidak dapat dilakukan. 8. Bahwa, terhadap pemegang HGB mempunyai beberapa kewajiban Hal 46 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg sebagaimana diatur pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 sebagai berikut: Pasal 30 (1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; (2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; (3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; (4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus; (5) Menyerahkan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas maka sudah jclas Penggugat harus segera mengembalikan lahan tersebut Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Barat sebagai pemegang Sertipikat Hak Pengelolaan No. 1/Kelurahan Braga dan Penggugat mempunyai kewajiban untuk menyerahkan sertipikat HGB atas nama Penggugat yang telah hapus tersebut kepada Tergugat I; Hal demikian juga terdapat pada Pasal 38 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996, yang mengatur sebagai berikut: "apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas Hak Milik". 9. Bahwa, mengenai hapusnya HGB diatur dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996, mengatur sebagai berikut: "Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengeiolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan". Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, status tanah obyek perkara a quo kembali kepada Hak Pengelolaan yaitu Sertipikat Hak Hal 47 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Pengelolaan No.l/Kelurahan Braga atas nama Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. 10. Bahwa, mengenai sanksi yang dapat dilakukan terhadap pemegang HGB diatur pada Pasal 37 Undang-Undang No.40 Tahun 1996 selengkapnya sebagai berikut: Pasal ,37 (1) Apabila Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan rnenycrahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan-, (2) Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden; (3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan', (4) Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas Hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. 11. Bahwa, Hak Pengelolaan diatur secara tersendiri dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Permohonan dan No.l Tahun 1977 tentang Tata Cara Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya. Hak Pengelolaan ini bcrisi wewenang crnluk : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya; c. Menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut yang meliputi segi-segi peruntukkan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang Hal 48 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.l Tahun 1977 Pasal 5 ditentukan bahwa mengenai Hak Pengelolaan tidak menjadi hapus dengan didaftarkannya hak-hak yang diberikan kepada pihak ketiga. Dengan demikian maka Hak Pengelolaan memang bukan Hak Memiliki tetapi Negara yang dalam hal ini diberikan kepada Pemerintah Daerah (Pemerintah Propinsi Jawa Barat) diberikan "hak menguasai" yang mana pengelolaannya diberikan kepada pihak ketiga berdasarkan perjanjian (Pasal 3) dengan hak atas tanah yang berjangka waktu (Hak Guna Bangunan), yang mana apabila setelah diberikan Hak Guna Bangunan kepada pihak ketiga, Hak Pengelolaan yang melekat terhadap tanah tersebut tidak menjadi hapus dan setelah Hak Guna Bangunan atas nama Pihak Ketiga tersebut jangka waktunya berakhir maka tanah tersebut tetap berstatus Hak Pengelolaan. Dalam hal ini PT. Interna Permai (Tergugat II) tidak mempunyai hubungan hukum lagi dengan tanah tersebut apalagi Sertipikat HGB atas nama Para Penggugat. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.l Tahun 1977 kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan. Atas dasar uraian tersebut diatas, mohon kiranya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini berkenan untuk memutus : 1. Menerima jawaban Turut Tergugat baik dalam Eksepsi maupun dalam pokok perkara; 2. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); 3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini; 4. Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo ex, bono). Menimbang, bahwa terhadap jawaban dari Tergugat I dan jawaban Turut Tergugat, Penggugat telah mengajukan sanggahan terhadap refliknya Hal 49 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg tertanggal 04 Mei 2015 yang pada pokoknya menolak eksepsi Tergugat I dan Turut Tergugat ;-----------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa terhadap Replik dari Penggugat, Tergugat I telah menyampaikan Duplik tanggal 30 Mei 2015 sedangkan Turut tergugat tidak mengajukan Duplik dan selengkapnya sebagaimana terlampir dalam Berita Acara perkara ini Persidangan di Pengadilan Negeri Bandung ;-----------------Memperhatikan, mengutip dan menerima keadaan-keadaan sebagaimana tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor : 20/Pdt. G/2015 /PN. Bdg , yang amarnya berbunyi sebagai berikut :-------------------------------------------------------------------------------I. DALAM EKSEPSI : II. Mengabulkan Eksepsi Tergugat I ;------------------------------------- DALAM POKOK PERKARA 1. Menyatakan Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut ; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.271.000,- (satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu rupiah) ; Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugat , telah menyatakan permohonan pemeriksaan tingkat banding terhadap putusan tersebut di atas yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 01 Juni 2015, permohonan banding mana telah diberitahukan dengan patut dan seksama kepada Terbanding semula Tergugat pada tanggal 24 Juni 2015 dan kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat pada tanggal 22 Juni 2015, dengan seksama ; ---------------------------------------- Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugat untuk kepentingan pemeriksaan tingkat banding melaui kuasa hukumnya telah mengirimkan Memori Banding yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 03 Agustus 2015 dan telah diberitahukan kepada Terbanding semula Tergugat pada tanggal 11 Agustus 2015, dan kepada Turut Terbanding semula Turut Tergugat pada tanggal 11 Agustus 2015, dengan seksama ;--------------------------------------------------------------------- Hal 50 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Menimbang, bahwa dalam hal ini baik Terbanding semula Tergugat ataupun Turut Terbanding semula Turut Tergugat tidak mengirimkan kontra memori banding. ;----------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa kepada Pembanding semula Penggugat pada tanggal 07 Juli 2015, kepada 14 Juli 2015 Mei 2015 dan Tergugat 13 Juli Terbanding semula Tergugat pada tanggal kepada Para Turut Terbanding semula Turut 2015, telah diberi kesempatan berkas perkara sebelum dikirim ke Pengadilan untuk mempelajari Tingkat Banding, dengan seksama ;---------------------------------------------------------------------------------------- TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor : 20/Pdt.G/2015/PN. Bdg, telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang oleh karenanya permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima ;-------Menimbang, bahwa dalam memori bandingnya Pembanding semula Penggugat pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut : Bahwa Terbanding (Tergugat) tidak pernah mengeluarkan penetapan tertulis atau Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Kongkrit, Individual dan Final yang dapat menjadi Objek gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara ;----------------------------------------------------------------------------- Bahwa asal muasal Sertifikat HGB No.322/BRAGA milik Pembanding merupakan pecahan (Splitsing) dari Sertifikat HGB No.284/BRAGA atas Nama PT. Interna Permai dimana timbulknya sertifkat HGB No.284/BRAGA karena perjanjian yang pernah dibuat Terbanding dengan PT.INTERNA PERMAI dan berdasar ketentuan pasal 2 huruf a UU No.5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, hal ini merupakan perbuatan Perdata yang mutlakl menjadi kewenangan Peradilan Umum ;------------------------------------------------------------------------- Bahwa dalam Sertifikat HGB No. 322/BRAGA tidak ada catatan setelah Sertifikat habis masa berlakunya maka tidak dapat diperpanjang dan pada waktu membeli, Penjual telah mendapat izin mengalihkan Hak No.500.32.73-752A tanggal 14-06-2007 dari Terbanding, sehingga kepentingan Pembanding selaku Pembeli yang beritikad baik haruslah dilindungi ;---------------------------------------------------------------------------------- Hal 51 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Bahwa berdasarkan bukti P-1 sampai dengan P-6, Penggugat adalah pemilik atas c bangunan diatas Sertifikat Hak Guna Bangunan No.322/BRAGA yang harus diprioritaskan pemberian haknya ;------------- Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding membaca memori banding yang dikirimkan oleh kuasa hukum Pembanding semula Penggugat, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa semua yang diuraikan dalam memori banding tersebut tidak ditemukan hal-hal baru yang dapat mempengaruhi putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama dan secara umum apa yang menjadi keberatan Pembanding semula Penggugat telah dipertimbangkan dalam putusan Tingkat Pertama ;---------------------------------Menimbang, bahwa setelah Majelis Tingkat Banding mempelajari dengan seksama berkas perkara berupa salinan resmi Putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor : 20/Pdt.G/2015/PN. Bdg, Berita Acara Persidangan, dan alat-alat bukti kedua belah pihak dan Memori Banding dari Pembanding semula Penggugat, Majelis Hakim Tingkaat Banding berpendapat bahwa alasan-alasan hukum, pertimbangan hukum dalam putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama sudah tepat dan benar, oleh karenanya pertimbangan hukum tersebut diambil alih dan dijadikan sebagai pertimbangan hukum sendiri oleh Pengadilan Tinggi dalam mengadili dan memutus perkara ini dalam tingkat banding ;-------------------------------------------Menimbang, bahwa berdasarkan segala pertimbangan hukum diatas, menurut pendapat Majelis Hakim Tingkat Banding bahwa putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor :20/Pdt.G/2015/PN. Bdg, yang dimohonkan banding tersebut, beralasan hukum untuk DIKUATKAN ;----------------------------------------------------------------------------------Menimbang, bahwa oleh karena Pembanding semula Penggugat berada dalam pihak yang kalah, maka dihukum untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding akan ditetapkan dalam amar putusan ;---------------------------------------------------------- Mengingat dan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan serta hukum yang bersangkutan :------------------------------------------Hal 52 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg ------------------------------------------ M E N G A D I L I ------------------------- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat ;------------------------------------------------------------------------ Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 28 Mei 2015 Nomor : 20/ Pdt. G / 2015 / PN. Bdg, yang dimohonkan banding tersebut ;--------------------------------------------------------------- Menghukum Pembanding semula Penggugat membayar biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah), ;--- Demikianlah diputus dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung pada hari Rabu tanggal 10 Februari 2016, oleh Kami KAREL TUPPU, SH. MH, selaku Hakim Ketua Majelis, H. LEXSY MAMANTO, SH. MH dan HANIFAH HIDAYAT NOOR, SH.MH masingmasing selaku Hakim anggota untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada tingkat banding pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2016, oleh Hakim Ketua Majelis didampingi Hakim anggota dengan dibantu oleh BAMBANG BELARDAYA, SH sebagai Panitera Pengganti, tanpa hadirnya para pihak yang berperkara ;---------------------------------------------------------------- Hakim Anggota Hakim Ketua Majelis TTD TTD H. LEXSY MAMANTO, SH. MH KAREL TUPPU, SH. MH TTD HANIFAH HIDAYAT NOOR, SH.MH Panitera Pengganti TTD BAMBANG BELARDAYA, SH. Hal 53 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg Rincian Biaya : Redaksi ------------------------ Rp. 5.000,Materai----- --------------------Rp. 6.000,Pemberkasan------------- --- Rp. 139.000,Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah) Hal 54 put No.435/Pdt/2015/PT.Bdg