BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Sekolah Tinggi Ilmu Hayati (SITH) ITB Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan yang akan diteliti. Hasil determinasi tumbuhan paria adalah sebagai berikut (lampiran 1) : Nama Suku / Familia : Cucurbitaceae Nama Jenis / Species : Momordica charantia L. Sinonim : Momordica indica L. Momordica elegans Salibs Momordica chinensis Sprengel 4.2. Proses Penyiapan Sampel Tumbuhan Pada proses pengeringan ini, daging buah paria (8 Kg) dikeringkan dengan sinar matahari sehingga diperoleh serbuk daging buah paria kering (770 gram; 9,6%). Daging buah paria yang sudah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 4.1. 35 (a) (b) Gambar 4.1. Daging Buah Paria Kering (a) ; Serbuk Daging Buah Paria (b) 4.3 Ekstraksi Daging Buah Paria (M. charantia) Serbuk daging buah paria (770 gram) dimaserasi menggunakan metanol (6 x 2 liter) berturut-turut selama 6 x 24 jam pada suhu kamar (24 0C). Dari hasil maserasi, diperoleh ekstrak metanol berwarna coklat kehijauan sebanyak 8,6 liter yang kemudian diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak pekat (288 gram; 37,5%). Ekstrak pekat metanol yang diperoleh tidak dikeringkan semuanya karena pada tahap berikutnya tidak diperlukan ekstrak yang kering. Oleh karena itu, untuk mengetahui massa kering dari ekstrak tersebut dilakukan pengeringan lebih lanjut pada 4 mL ekstrak pekat metanol sehingga diperoleh ekstrak kering (0,67 gram; 0,2%). Data ini dikonversi untuk mengetahui massa kering ekstrak metanol keseluruhan (28 gram; 3,6%). Setelah dilakukan maserasi, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah fraksinasi menggunakan berbagai pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. 36 Ekstrak metanol (11 gram; 40,7%) diencerkan kembali menggunakan 500 mL metanol untuk difraksinasi. Proses fraksinasi bertujuan untuk memisahkan senyawa metabolit sekunder berdasarkan tingkat kepolarannya. Ekstrak metanol tersebut pertama-tama difraksinasi dengan pelarut non polar yaitu heksan masing– masing dilakukan 3 x 50 mL. Dari hasil ini diperoleh fraksi heksan yang berwarna hijau dan fraksi metanol sisa. Fraksi metanol sisa kemudian difraksinasi kembali dengan menggunakan etil asetat, masing-masing dilakukan 3 x 50 mL. Pada saat dilakukan fraksinasi, tidak terjadi pemisahan antara etil asetat dengan metanol. Hal ini dikarenakan kepolaran kedua pelarut ini hampir sebanding dan untuk memisahkannya adalah dengan penambahan air dengan perbandingan 1:1 untuk menambah kepolaran metanol sehingga terbentuk pemisahan antara pelarut etil asetat dengan metanolair. Dari hasil ini diperoleh fraksi etil asetat yang berwarna coklat dan fraksi metanol-air. Fraksi metanol-air ini kemudian difraksinasi kembali dengan n-butanol, masing-masing dilakukan 2 x 50 mL. Pada saat dilakukan fraksinasi, tidak terjadi pemisahan antara n-butanol dengan metanol. Hal ini dikarenakan kepolaran kedua pelarut ini hampir sebanding dan untuk memisahkannya digunakan penambahan air dengan perbandingan 1:1 untuk menambah kepolaran metanol sehingga terbentuk pemisahan antara pelarut n-butanol dengan metanol-air. Dari hasil ini, diperoleh fraksi n-butanol yang berwarna coklat dan fraksi metanol-air yang berwarna coklat. 37 Dari seluruh tahap fraksinasi, diperoleh fraksi heksan (0,8 gram; 7,4%), fraksi etil asetat (4,9 gram; 42,9%), fraksi n-butanol (1,3 gram; 11,4%) dan fraksi metanol-air (21,4 gram; 187,7%). Pada fraksi metanol-air, massa yang diperoleh sangat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini disebabkan karena fraksi tersebut pelarutnya hanya diuapkan pada udara terbuka sehingga kemungkinan masih ada pelarut dalam fraksi tersebut. Dan untuk mengetahui bagaimana tingkat penurunan glukosa darah dari ekstrak dan fraksi tersebut, maka tahapan dilanjutkan pada uji efek antihiperglikemia. 4.4. Uji Efek Antihiperglikemia a. Penyiapan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih yang berasal dari galur Wistar dengan berat tikus rata-rata 180-200 gram. Sebelumnya tikus-tikus tersebut diadaptasikan selama satu minggu dan menunjukkan perilaku normal serta berat badan naik atau tetap. Tikus tersebut kemudian dipuasakan selama 20-24 jam. b. Penyiapan Sediaan Uji dan Pembanding Ekstrak dan fraksi daging buah M. charantia yang diberikan pada hewan uji, diberikan dalam dosis 250 mg/Kg berat badan. Dosis ini dipilih berdasarkan kajian pustaka yang menyatakan bahwa dosis tersebut dapat memberikan efek antihiperglikemia. Untuk dapat diaplikasikan kepada hewan uji, ekstrak dan fraksi disiapkan sebagai sediaan uji. Volume pemberian sediaan uji diberikan sebanyak 2 mL 38 untuk tikus dengan bobot 200 gram. Untuk dosis 250 mg/Kg berat badan, maka diperoleh konsentrasi 25 mg/mL. Sehingga untuk membuat 100 mL sediaan uji diperlukan 2,5 gram ekstrak/fraksi kemudian ditambahkan tragakan 2% hingga volumenya mencapai 100 mL. Sebagai pembanding, digunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) glibenklamid. Dosis glibenklamid pada manusia (bobot 70 kg) adalah 5 mg. Pada tikus dengan bobot 200 g dosisnya = 5 mg x 0,018 (faktor konversi dosis dari manusia ke tikus) = 0,09 mg/200 g bb. Untuk tikus 200 g diberikan sediaan dalam suspensi tragakan 2 % sebanyak 2 mL, sehingga konsentrasi sediaan yang dibuat adalah 0,045 mg/mL. Gambar 4.2. Sediaan Uji c. Pengujian Sediaan Untuk mengetahui efek antihiperglikemia ekstrak dan fraksi dari daging buah M. charantia dilakukan uji toleransi glukosa secara in vivo terhadap hewan uji. Pada uji efek antihiperglikemia menggunakan metode toleransi glukosa Pada hari percobaan semua tikus ditimbang berat badannya kemudian diberi perlakuan. Kelompok kontrol positif diberi suspensi tragakan 2%, kelompok pembanding diberi glibenklamid, kelompok uji diberi sediaan uji. Semua sediaan diberikan secara oral sebanyak 2 mL/200 g bb. Setengah jam berikutnya diambil cuplikan darah vena dimana pengambilan cuplikan darah dilakukan dengan cara memotong 39 sedikit bagian ekor tikus sebagai kadar glukosa darah awal. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat Optimum Omega®. Kemudian larutan glukosa 2 g/kg bb diberikan pada semua kelompok. Pengambilan darah vena dilakukan kembali pada menit ke-30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian glukosa. Gambar 4.3. Proses Pengukuran Kadar Glukosa Darah Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus sebelum dan sesudah perlakuan dari masing-masing kelompok dapat dilihat pada lampiran 2. Data hasil pengukuran glukosa darah kemudian dirata-ratakan dan dihitung standar deviasinya secara statistik (lampiran 3). 40 Gambar 4.4. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Glibenklamid Terhadap Kontrol Positif Berdasarkan grafik pada gambar 4.4, terlihat adanya kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke-30, baik pada kelompok kontrol positif maupun pada kelompok pembanding glibenklamid. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut, glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada menit-menit berikutnya, kontrol positif mengalami penurunan kadar glukosa darah, yang disebabkan karena insulin yang dikeluarkan kelenjar pankreas sudah mulai bekerja. Hal yang sama, juga terjadi pada kelompok pembanding glibenklamid, yang disebabkan pengaruh dari obat tersebut sudah mulai bekerja menurunkan kadara glukosa darah. Jika dibandingkan antara kadar glukosa darah dari kedua kelompok tersebut, terlihat bahwa glibenklamid memberikan efek penurunan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan karena glibenklamid merupakan obat hipoglikemik oral yang biasa digunakan untuk menurunkan glukosa dalam darah. 41 Gambar 4.5. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Metanol Terhadap Kontrol Positif Berdasarkan grafik pada gambar 4.5, terlihat bahwa pada menit ke-30, ekstrak metanol mengalami kenaikan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut, glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada menit-menit berikutnya, ekstrak metanol memperlihatkan adanya penurunan kadar glukosa darah yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif. Walaupun, jika dibandingkan dengan glibenklamid, penurunan tersebut tidak terlalu signifikan, tetapi secara umum, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menurunkan kadar glukosa darah. 42 Gambar 4.6. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Fraksi Etil asetat Terhadap Kontrol Positif Berdasarkan grafik pada gambar 4.6, terlihat bahwa pada menit ke-30 fraksi etil asetat memberikan penurunan kadar glukosa darah jika dibandingkan dengan kontrol positif. Sedangkan pada menit ke-90 dan 120, terjadi kenaikan kadar glukosa darah pada fraksi etil asetat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya suatu senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat yang membuat kadar glukosa darah menjadi naik. Dan secara keseluruhan, ditunjukan bahwa kinerja dari fraksi etil asetat dalam menurunkan kadar glukosa darah tidak terlalu baik, sehingga penurunannya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan antara kontrol positif dan glibenklamid. 43 Gambar 4.7. Grafik Kadar Glukosa Darah Fraksi n-Butanol Terhadap Kontrol Positif Berdasarkan grafik pada gamabar 4.7, fraksi n-butanol yang diujikan menunjukan adanya kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke-30 dan 60. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya suatu senyawa yang terdapat pada fraksi nbutanol yang membuat kadar glukosa darah menjadi naik. Sedangkan pada menit ke-90, fraksi n-butanol mngalami penuruan kadar glukosa darah, tetapi hal itu masih berada diatas kontrol positif. Sehingga secara umum, fraksi n-butanol tidak terlalu dapat menurunkan kadar glukosa darah seperti halnya glibenklamid dan fraksi lainnya. 44 Gambar 4.8. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Fraksi Metanol-Air Terhadap Kontrol Positif Berdasarkan grafik pada gambar 4.8, terlihat bahwa pada menit ke-30, fraksi metanol-air mengalami kenaikan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut, glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada menit ke-60 dan 90, ekstrak metanol-air memperlihatkan adanya penurunan kadar glukosa darah yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif. Walaupun, terjadi kenaikan kembali pada menit ke-120. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menurunkan kadar glukosa darah. 45 Gambar 4.9. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Fraksi Heksan Terhadap Kontrol Positif Berdasarkan grafik pada gambar 4.9, terlihat bahwa pada menit ke-30, fraksi heksan mengalami kenaikan kadar glukosa darah, tetapi kenaikan tersebut masih berada di bawah kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut, glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada menit-menit berikutnya, terlihat penurunan kadar glukosa darah yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, fraksi heksan dapat menurunkan kadar glukosa darah seperti halnya glibenklamid. 46 Gambar 4.10. Grafik Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Berdasarkan grafik pada gambar 4.10, ekstrak dan fraksi yang diujikan ada mengalami kenaikan maupun penurunan kadar glukosa darah jika dibandingkan dengan kontrol positif. Sedangkan jika dibandingkan dengan glibenklamid, terlihat bahwa semua fraksi mengalami kenaikan, dan hanya fraksi heksan saja yang paling mendekati penurunan glibenklamid. Hal ini menunjukan bahwa fraksi heksan merupakan fraksi yang memiliki aktivitas antihiperglikemia, yang ditandai dengan penurunan kadar glukosa darah yang sangat besar. Walaupun, penurunan tersebut tidak sebesar glibenklamid. Dari data hasil pengukuran kadar glukosa darah, kemudian dihitung perubahan kadar glukosa darah tikus terhadap kadar glukosa darah awal (lampiran 4). Data yang dihasilkan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan bantuan 47 program SPSS untuk uji analisis varian (ANAVA) dan uji lanjutan LSD. Berdasarkan data yang dihasilkan secara statistika (lampiran 5), dengan taraf kepercayaan 95%, besarnya penurunan kadar glukosa darah tikus pada kelompok IV (fraksi heksan) memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan kontrol positif pada menit ke-120. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi heksan memberikan efek antihiperglikemia yang paling signifikan dibandingkan dengan fraksi lainnya. Data hasil perubahan kadar glukosa darah tikus tersebut kemudian dihitung persentase perubahannya diperlihatkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Persentase Perubahan Kadar Glukosa Darah Tikus Kel Persentase perubahan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah pemberian glukosa pada waktu pengamatan (menit) 30’ 60’ 90’ 120’ I 42,8 60,7 40,5 41,7 II 13,8 -5,8 -33,1 -36,5 III 54,5 53,8 31,8 29,4 IV 39,6 33,2 3,4 -2,3 V 53,2 66,5 40,7 33,3 VI 80,0 84,6 36,6 37,9 VII 58,6 31,9 6,3 17,7 Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada ekstrak metanol, terjadi penurunan kadar glukosa darah tikus yang cukup signifikan karena persentase penurunan yang dihasilkan masih berada di bawah kontrol positif. Hal ini menandakan 48 bahwa ekstrak metanol juga dapat menurunkan kadar glukosa darah walaupun tingkatannya masih di bawah fraksi heksan. Sedangkan pada fraksi heksan terjadi penurunan kadar glukosa darah tikus yang sangat signifikan, ditandai dengan tanda minus (-) pada persentase penurunan kadar gukosa darah di menit ke-120. Hal ini menunjukan bahwa fraksi heksan merupakan fraksi yang aktif dalam menurunkan kadar glukosa darah jika dibandingkan dengan ekstrak metanol dan fraksi lainnya. Penurunan kadar glukosa darah fraksi heksan ini, mendekati penurunan pada kelompok pembanding yang menggunakan glibenklamid. Persentase penurunan kadar glukosa darah dari fraksi etil asetat tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan dimulainya persentase penurunan pada menit ke-120 jika dibandingkan dengan kontrol positif. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa fraksi etil asetat tidak terlalu dapat menurunkan kadar glukosa darah. Pada fraksi n-butanol, persentase penurunan kadar glukosa darah tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini ditandai dengan terjadinya persentase penurunan jika dibandingkan dengan kontrol positif pada menit ke-90 dan 120. Hal ini menunjukan bahwa fraksi n-butanol tidak terlalu dapat menurunkan kadar glukosa darah. Pada ekstrak metanol-air, terjadi penurunan persentase kadar glukosa darah tikus yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini menandakan bahwa ekstrak metanol-air juga dapat menurunkan kadar glukosa darah walaupun tingkatannya masih di bawah fraksi heksan. 49 Untuk lebih memahami data pada tabel 4.1, maka dibuatlah grafik persentase perubahan kadar glukosa darah tikus yang dapat dilihatkan pada gambar 4.11. Gambar 4.11. Grafik Persentase Perubahan Kadar Glukosa Darah Tikus Dan untuk mengetahui termasuk kedalam golongan apakah senyawa metabolit sekunder yang menunjukkan aktivitas antihiperglikemia, maka tahapan dilanjutkan dengan karakterisasi senyawa dalam fraksi. 4.5 Karakterisasi Senyawa dalam Fraksi Untuk mengetahui karakterisasi dari senyawa yang terdapat dalam ekstrak dan fraksi yang dihasilkan dari daging buah Momordica charantia, maka dilakukan uji fitokimia, pengujian dengan spektrometri IR, dan analisis dengan 50 HPLC. Pengujian yang pertama kali dilakukan adalah uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak dan fraksi. Ekstrak dan fraksi yang diperoleh diidentifikasi komponen fitokimianya dengan metode pereaksi warna. Senyawa yang diperiksa adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin, steroid dan terpenoid. Data hasil uji fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Hasil Uji Fitokimia Golongan Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi Alkaloid Flavonoid Terpenoid Steroid Tanin Kuinon Antosianin Metanol - - - - - - Heksan - - - - - - Etil Asetat - - - - - - n-Butanol - - - - - - Metanol-Air - - - - - - - Keterangan : : terdeteksi : tidak terdeteksi Berdasarkan hasil yang didapatkan dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa pada hampir semua fraksi mengandung terpenoid, kecuali pada fraksi metanol-air tidak terdeteksi adanya senyawa terpenoid. Hal tersebut dapat disebabkan karena sangat kecilnya konsentrasi senyawa terpenoid yang terdapat dalam fraksi metanol-air, sehingga tidak dapat terdeteksi. 51 Hasil dari uji fitokimia tersebut, tidak dapat membedakan antara senyawa terpenoid dengan senyawa terpenoid terglukosilasi. Oleh karena itu, untuk membedakannya, dapat diperkuat dengan data yang dihasilkan dari spektrum IR dari ekstrak dan tiap fraksi yang diperoleh (lampiran 6-10). Berdasarkan spektrum IR yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan spektrum yang dihasilkan dari pelarut polar dengan pelarut non-polar. Pada ekstrak metanol, spektrum IR yang dihasilkan memperlihatkan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3379,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H pada bilangan gelombang 2939,3 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1774,4 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Gugus yang dominan dari ekstrak metanol adalah gugus OH. Hal tersebut diduga disebabkan karena pada ekstrak metanol, senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH. Pada fraksi etil asetat, spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3402,2 cm-1 ; vibrasi ulur C-H pada bilangan gelombang 2935,5 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1778,2 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1045,3 cm-1. Gugus yang dominan dari fraksi etil asetat adalah gugus OH. Hal tersebut diduga disebabkan karena pada fraksi etil asetat, senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH. 52 Pada fraksi n-butanol, spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3406,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H pada bilangan gelombang 2931,6 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1774,4 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Gugus yang dominan dari fraksi n-butanol adalah gugus OH. Hal tersebut kemungkinan diduga karena pada fraksi n-butanol, senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH. Pada metanol-air, spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3402,2 cm-1 ; vibrasi ulur C-H pada bilangan gelombang 2931,6 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1774,4 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1049,2 cm-1. Gugus yang dominan dari fraksi n-butanol adalah gugus OH. Hal tersebut kemungkinan diduga karena pada fraksi n-butanol, senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH. Pada fraksi heksan, terdapat hasil yang berbeda dengan ekstrak dan fraksifraksi lainnya. Spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3421,5 cm-1 ; vibrasi ulur C-H metilen pada bilangan gelombang 2923,9 cm-1 ; C-H pada panjang gelombang 2854,5 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1735,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1377,1 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1080,1 cm-1. Gugus fungsi yang dominan pada fraksi heksan bukanlah gugus OH, melainkan gugus vibrasi ulur C-H dan C=O. Hal tersebut kemungkinan diduga karena pada fraksi 53 heksan, senyawa terpenoidnya sudah tidak berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan rendahnya serapan yang dihasilkan dari gugus OH. Jadi, berdasarkan hasil spektrum IR, diduga bahwa pada fraksi heksan yang secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah, mengandung senyawa terpenoid yang tidak terglukosilasi, sedangkan pada fraksi-fraksi yang lainnya mengandung senyawa terpenoid terglukosidasi. Pada pengukuran HPLC, fasa gerak yang digunakan adalah metanol. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan (lampiran 10-15), didapatkan data bahwa pada ekstrak metanol dan hampir semua fraksi yang diuji (etil asetat, nbutanol, dan metanol-air) hanya memperlihatkan adanya satu puncak yang berada pada waktu retensi sekitar menit ke-2. Hal ini kemungkinan dikarenakan senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol dan keempat fraksi tersebut memiliki tingkat kepolaran yang hampir sama, sehingga puncak yang muncul berada pada waktu retensi yang berdekatan. Oleh karena itu, pemisahan yang terjadi tidak berjalan secara baik. Sebagai contoh adalah kromatogram fraksi metanol-air seperti diperlihatkan pada Gambar 4.14. Gambar 4.12. Kromatogram HPLC dari Fraksi Metanol-Air 54 Pengukuran ulang HPLC, dilakukan untuk melihat pola pemisahan pada fraksi-fraksi lainnya. Fasa gerak yang digunakan adalah metanol-air dengan perbandingan 7:3 dan 6:4. Hasil yang didapatkan dari kedua perbandingan tersebut, relatif sama dengan pengukuran sebelumnya yaitu hanya muncul satu puncak pada waktu retensi sekitar menit ke-2. Pada fraksi n-butanol, didapatkan hasil yang berbeda, yaitu terjadinya pemisahan (walaupun tidak terlalu sempurna) yang ditandai dengan adanya dua puncak yang muncul pada waktu retensi sekitar 1,67 dan 1,97 menit. Hal ini, menunjukkan bahwa kemungkinan ada dua senyawa polar yang terdapat pada fraksi n-butanol. Kromatogram yang dihasilkan dari fraksi n-butanol dengan perbandigan fasa gerak 7:3 dapat dilihat pada Gambar 4.15, sedangkan hasil kromatogram dari perbandingan 6:4 dapat dilihat pada Gambar 4.16. Gambar 4.15. Kromatogram HPLC dari Fraksi n-Butanol (Perbandingan 7:3) 55 Gambar 4.16. Kromatogram HPLC dari Fraksi n-Butanol (Perbandingan 6:4) Hal tersebut, menunjukkan bahwa belum terjadi pemisahan secara baik dalam ekstrak metanol dan fraksi-fraksi yang dihasilkan. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab, seperti fasa gerak yang digunakan tidak sesuai sehingga tidak dapat memisahkan dengan baik dan kolom yang digunakan kurang sesuai sehingga tidak terlalu baik dalam memisahkan. Pada fraksi heksan, terlihat hasil yang berbeda dengan fraksi-fraksi lainnya, karena terlihat adanya pemisahan yang ditandai dengan munculnya puncakpuncak pada waktu retensi menit ke-2,41; 2,71; 4,04; 4,87; 5,71; 7,51; dan 9,23. Hasil ini menunjukkan bahwa ada banyak senyawa-senyawa yang bersifat non polar dibandingkan senyawa yang bersifat polar dalam fraksi heksan. Kromatogram yang dihasilkan dari fraksi heksan, diperlihatkan pada Gambar 4.17. Gambar 4.17. Kromatogram HPLC dari Fraksi Heksan 56