35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Determinasi Tumbuhan
Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Sekolah Tinggi Ilmu Hayati
(SITH) ITB Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies
tumbuhan yang akan diteliti. Hasil determinasi tumbuhan paria adalah sebagai
berikut (lampiran 1) :
Nama Suku / Familia :
Cucurbitaceae
Nama Jenis / Species
:
Momordica charantia L.
Sinonim
:
Momordica indica L.
Momordica elegans Salibs
Momordica chinensis Sprengel
4.2. Proses Penyiapan Sampel Tumbuhan
Pada proses pengeringan ini, daging buah paria (8 Kg) dikeringkan dengan
sinar matahari sehingga diperoleh serbuk daging buah paria kering (770 gram;
9,6%). Daging buah paria yang sudah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
35
(a)
(b)
Gambar 4.1. Daging Buah Paria Kering (a) ; Serbuk Daging Buah Paria (b)
4.3
Ekstraksi Daging Buah Paria (M. charantia)
Serbuk daging buah paria (770 gram) dimaserasi menggunakan metanol (6 x
2 liter) berturut-turut selama 6 x 24 jam pada suhu kamar (24 0C). Dari hasil
maserasi, diperoleh ekstrak metanol berwarna coklat kehijauan sebanyak 8,6 liter
yang kemudian diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak pekat (288 gram;
37,5%). Ekstrak pekat metanol yang diperoleh tidak dikeringkan semuanya karena
pada tahap berikutnya tidak diperlukan ekstrak yang kering. Oleh karena itu,
untuk mengetahui massa kering dari ekstrak tersebut dilakukan pengeringan lebih
lanjut pada 4 mL ekstrak pekat metanol sehingga diperoleh ekstrak kering (0,67
gram; 0,2%). Data ini dikonversi untuk mengetahui massa kering ekstrak metanol
keseluruhan (28 gram; 3,6%). Setelah dilakukan maserasi, tahap selanjutnya yang
dilakukan adalah fraksinasi menggunakan berbagai pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda-beda.
36
Ekstrak metanol (11 gram; 40,7%) diencerkan kembali menggunakan 500
mL metanol untuk difraksinasi. Proses fraksinasi bertujuan untuk memisahkan
senyawa metabolit sekunder berdasarkan tingkat kepolarannya. Ekstrak metanol
tersebut pertama-tama difraksinasi dengan pelarut non polar yaitu heksan masing–
masing dilakukan 3 x 50 mL. Dari hasil ini diperoleh fraksi heksan yang berwarna
hijau dan fraksi metanol sisa.
Fraksi metanol sisa kemudian difraksinasi kembali dengan menggunakan
etil asetat, masing-masing dilakukan 3 x 50 mL. Pada saat dilakukan fraksinasi,
tidak terjadi pemisahan antara etil asetat dengan metanol. Hal ini dikarenakan
kepolaran kedua pelarut ini hampir sebanding dan untuk memisahkannya adalah
dengan penambahan air dengan perbandingan 1:1 untuk menambah kepolaran
metanol sehingga terbentuk pemisahan antara pelarut etil asetat dengan metanolair. Dari hasil ini diperoleh fraksi etil asetat yang berwarna coklat dan fraksi
metanol-air.
Fraksi metanol-air ini kemudian difraksinasi kembali dengan n-butanol,
masing-masing dilakukan 2 x 50 mL. Pada saat dilakukan fraksinasi, tidak terjadi
pemisahan antara n-butanol dengan metanol. Hal ini dikarenakan kepolaran kedua
pelarut ini hampir sebanding dan untuk memisahkannya digunakan penambahan
air dengan perbandingan 1:1 untuk menambah kepolaran metanol sehingga
terbentuk pemisahan antara pelarut n-butanol dengan metanol-air. Dari hasil ini,
diperoleh fraksi n-butanol yang berwarna coklat dan fraksi metanol-air yang
berwarna coklat.
37
Dari seluruh tahap fraksinasi, diperoleh fraksi heksan (0,8 gram; 7,4%),
fraksi etil asetat (4,9 gram; 42,9%), fraksi n-butanol (1,3 gram; 11,4%) dan fraksi
metanol-air (21,4 gram; 187,7%). Pada fraksi metanol-air, massa yang diperoleh
sangat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini disebabkan karena fraksi
tersebut pelarutnya hanya diuapkan pada udara terbuka sehingga kemungkinan
masih ada pelarut dalam fraksi tersebut. Dan untuk mengetahui bagaimana tingkat
penurunan glukosa darah dari ekstrak dan fraksi tersebut, maka tahapan
dilanjutkan pada uji efek antihiperglikemia.
4.4. Uji Efek Antihiperglikemia
a.
Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih yang berasal dari galur Wistar
dengan berat tikus rata-rata 180-200 gram. Sebelumnya tikus-tikus tersebut
diadaptasikan selama satu minggu dan menunjukkan perilaku normal serta berat
badan naik atau tetap. Tikus tersebut kemudian dipuasakan selama 20-24 jam.
b.
Penyiapan Sediaan Uji dan Pembanding
Ekstrak dan fraksi daging buah M. charantia yang diberikan pada hewan uji,
diberikan dalam dosis 250 mg/Kg berat badan. Dosis ini dipilih berdasarkan
kajian pustaka yang menyatakan bahwa dosis tersebut dapat memberikan efek
antihiperglikemia.
Untuk dapat diaplikasikan kepada hewan uji, ekstrak dan fraksi disiapkan
sebagai sediaan uji. Volume pemberian sediaan uji diberikan sebanyak 2 mL
38
untuk tikus dengan bobot 200 gram. Untuk dosis 250 mg/Kg berat badan, maka
diperoleh konsentrasi 25 mg/mL. Sehingga untuk membuat 100 mL sediaan uji
diperlukan 2,5 gram ekstrak/fraksi kemudian ditambahkan tragakan 2% hingga
volumenya
mencapai
100
mL.
Sebagai
pembanding,
digunakan
Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) glibenklamid. Dosis glibenklamid pada manusia
(bobot 70 kg) adalah 5 mg. Pada tikus dengan bobot 200 g dosisnya = 5 mg x
0,018 (faktor konversi dosis dari manusia ke tikus) = 0,09 mg/200 g bb. Untuk
tikus 200 g diberikan sediaan dalam suspensi tragakan 2 % sebanyak 2 mL,
sehingga konsentrasi sediaan yang dibuat adalah 0,045 mg/mL.
Gambar 4.2. Sediaan Uji
c.
Pengujian Sediaan
Untuk mengetahui efek antihiperglikemia ekstrak dan fraksi dari daging
buah M. charantia dilakukan uji toleransi glukosa secara in vivo terhadap hewan
uji. Pada uji efek antihiperglikemia menggunakan metode toleransi glukosa Pada
hari percobaan semua tikus ditimbang berat badannya kemudian diberi perlakuan.
Kelompok kontrol positif diberi suspensi tragakan 2%, kelompok pembanding
diberi glibenklamid, kelompok uji diberi sediaan uji. Semua sediaan diberikan
secara oral sebanyak 2 mL/200 g bb. Setengah jam berikutnya diambil cuplikan
darah vena dimana pengambilan cuplikan darah dilakukan dengan cara memotong
39
sedikit bagian ekor tikus sebagai kadar glukosa darah awal. Pengukuran kadar
glukosa darah menggunakan alat Optimum Omega®. Kemudian larutan glukosa 2
g/kg bb diberikan pada semua kelompok. Pengambilan darah vena dilakukan
kembali pada menit ke-30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian glukosa.
Gambar 4.3. Proses Pengukuran Kadar Glukosa Darah
Hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus sebelum dan sesudah perlakuan
dari masing-masing kelompok dapat dilihat pada lampiran 2. Data hasil
pengukuran glukosa darah kemudian dirata-ratakan dan dihitung standar
deviasinya secara statistik (lampiran 3).
40
Gambar 4.4. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Glibenklamid Terhadap
Kontrol Positif
Berdasarkan grafik pada gambar 4.4, terlihat adanya kenaikan kadar glukosa
darah pada menit ke-30, baik pada kelompok kontrol positif maupun pada
kelompok pembanding glibenklamid. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut,
glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar
glukosa darah. Sedangkan pada menit-menit berikutnya, kontrol positif
mengalami penurunan kadar glukosa darah, yang disebabkan karena insulin yang
dikeluarkan kelenjar pankreas sudah mulai bekerja. Hal yang sama, juga terjadi
pada kelompok pembanding glibenklamid, yang disebabkan pengaruh dari obat
tersebut sudah mulai bekerja menurunkan kadara glukosa darah.
Jika
dibandingkan antara kadar glukosa darah dari kedua kelompok tersebut, terlihat
bahwa glibenklamid memberikan efek penurunan yang sangat signifikan. Hal ini
disebabkan karena glibenklamid merupakan obat hipoglikemik oral yang biasa
digunakan untuk menurunkan glukosa dalam darah.
41
Gambar 4.5. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Metanol Terhadap
Kontrol Positif
Berdasarkan grafik pada gambar 4.5, terlihat bahwa pada menit ke-30,
ekstrak metanol mengalami kenaikan kadar glukosa darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut,
glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar
glukosa darah. Sedangkan pada menit-menit berikutnya, ekstrak metanol
memperlihatkan adanya penurunan kadar glukosa darah yang cukup signifikan
jika dibandingkan dengan kontrol positif. Walaupun, jika dibandingkan dengan
glibenklamid, penurunan tersebut tidak terlalu signifikan, tetapi secara umum, hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat menurunkan kadar glukosa darah.
42
Gambar 4.6. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Fraksi Etil asetat
Terhadap Kontrol Positif
Berdasarkan grafik pada gambar 4.6, terlihat bahwa pada menit ke-30 fraksi
etil asetat memberikan penurunan kadar glukosa darah jika dibandingkan dengan
kontrol positif. Sedangkan pada menit ke-90 dan 120, terjadi kenaikan kadar
glukosa darah pada fraksi etil asetat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya
suatu senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat yang membuat kadar glukosa
darah menjadi naik. Dan secara keseluruhan, ditunjukan bahwa kinerja dari fraksi
etil asetat dalam menurunkan kadar glukosa darah tidak terlalu baik, sehingga
penurunannya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan antara kontrol positif dan
glibenklamid.
43
Gambar 4.7. Grafik Kadar Glukosa Darah Fraksi n-Butanol Terhadap
Kontrol Positif
Berdasarkan grafik pada gamabar 4.7, fraksi n-butanol yang diujikan
menunjukan adanya kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke-30 dan 60. Hal
ini kemungkinan disebabkan adanya suatu senyawa yang terdapat pada fraksi nbutanol yang membuat kadar glukosa darah menjadi naik. Sedangkan pada menit
ke-90, fraksi n-butanol mngalami penuruan kadar glukosa darah, tetapi hal itu
masih berada diatas kontrol positif. Sehingga secara umum, fraksi n-butanol tidak
terlalu dapat menurunkan kadar glukosa darah seperti halnya glibenklamid dan
fraksi lainnya.
44
Gambar 4.8. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Fraksi Metanol-Air
Terhadap Kontrol Positif
Berdasarkan grafik pada gambar 4.8, terlihat bahwa pada menit ke-30, fraksi
metanol-air mengalami kenaikan kadar glukosa darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut,
glukosa yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar
glukosa darah. Sedangkan pada menit ke-60 dan 90, ekstrak metanol-air
memperlihatkan adanya penurunan kadar glukosa darah yang cukup signifikan
jika dibandingkan dengan kontrol positif. Walaupun, terjadi kenaikan kembali
pada menit ke-120. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol
dapat menurunkan kadar glukosa darah.
45
Gambar 4.9. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Fraksi Heksan Terhadap
Kontrol Positif
Berdasarkan grafik pada gambar 4.9, terlihat bahwa pada menit ke-30, fraksi
heksan mengalami kenaikan kadar glukosa darah, tetapi kenaikan tersebut masih
berada di bawah kontrol positif. Hal ini dikarenakan pada menit tersebut, glukosa
yang diinduksi pada tikus mulai bekerja untuk meningkatkan kadar glukosa darah.
Sedangkan pada menit-menit berikutnya, terlihat penurunan kadar glukosa darah
yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum, fraksi heksan dapat menurunkan kadar glukosa darah seperti
halnya glibenklamid.
46
Gambar 4.10. Grafik Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus
Berdasarkan grafik pada gambar 4.10, ekstrak dan fraksi yang diujikan ada
mengalami kenaikan maupun penurunan kadar glukosa darah jika dibandingkan
dengan kontrol positif. Sedangkan jika dibandingkan dengan glibenklamid,
terlihat bahwa semua fraksi mengalami kenaikan, dan hanya fraksi heksan saja
yang paling mendekati penurunan glibenklamid. Hal ini menunjukan bahwa fraksi
heksan merupakan fraksi yang memiliki aktivitas antihiperglikemia, yang ditandai
dengan penurunan kadar glukosa darah yang sangat besar. Walaupun, penurunan
tersebut tidak sebesar glibenklamid.
Dari data hasil pengukuran kadar glukosa darah, kemudian dihitung
perubahan kadar glukosa darah tikus terhadap kadar glukosa darah awal (lampiran
4). Data yang dihasilkan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan bantuan
47
program SPSS untuk uji analisis varian (ANAVA) dan uji lanjutan LSD.
Berdasarkan data yang dihasilkan secara statistika (lampiran 5), dengan taraf
kepercayaan 95%, besarnya penurunan kadar glukosa darah tikus pada kelompok
IV (fraksi heksan) memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan
dengan kontrol positif pada menit ke-120. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi
heksan memberikan efek antihiperglikemia yang paling signifikan dibandingkan
dengan fraksi lainnya. Data hasil perubahan kadar glukosa darah tikus tersebut
kemudian dihitung persentase perubahannya diperlihatkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Persentase Perubahan Kadar Glukosa Darah Tikus
Kel
Persentase perubahan kadar glukosa darah sebelum
dan sesudah pemberian glukosa pada waktu
pengamatan (menit)
30’
60’
90’
120’
I
42,8
60,7
40,5
41,7
II
13,8
-5,8
-33,1
-36,5
III
54,5
53,8
31,8
29,4
IV
39,6
33,2
3,4
-2,3
V
53,2
66,5
40,7
33,3
VI
80,0
84,6
36,6
37,9
VII
58,6
31,9
6,3
17,7
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada ekstrak metanol, terjadi penurunan
kadar glukosa darah tikus yang cukup signifikan karena persentase penurunan
yang dihasilkan masih berada di bawah kontrol positif. Hal ini menandakan
48
bahwa ekstrak metanol juga dapat menurunkan kadar glukosa darah walaupun
tingkatannya masih di bawah fraksi heksan. Sedangkan pada fraksi heksan terjadi
penurunan kadar glukosa darah tikus yang sangat signifikan, ditandai dengan
tanda minus (-) pada persentase penurunan kadar gukosa darah di menit ke-120.
Hal ini menunjukan bahwa fraksi heksan merupakan fraksi yang aktif dalam
menurunkan kadar glukosa darah jika dibandingkan dengan ekstrak metanol dan
fraksi lainnya. Penurunan kadar glukosa darah fraksi heksan ini, mendekati
penurunan pada kelompok pembanding yang menggunakan glibenklamid.
Persentase penurunan kadar glukosa darah dari fraksi etil asetat tidak terlalu
signifikan. Hal ini ditandai dengan dimulainya persentase penurunan pada menit
ke-120 jika dibandingkan dengan kontrol positif. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa fraksi etil asetat tidak terlalu dapat menurunkan
kadar glukosa darah.
Pada fraksi n-butanol, persentase penurunan kadar glukosa darah tidak
terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini ditandai
dengan terjadinya persentase penurunan jika dibandingkan dengan kontrol positif
pada menit ke-90 dan 120. Hal ini menunjukan bahwa fraksi n-butanol tidak
terlalu dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Pada ekstrak metanol-air, terjadi penurunan persentase kadar glukosa darah
tikus yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini
menandakan bahwa ekstrak metanol-air juga dapat menurunkan kadar glukosa
darah walaupun tingkatannya masih di bawah fraksi heksan.
49
Untuk lebih memahami data pada tabel 4.1, maka dibuatlah grafik
persentase perubahan kadar glukosa darah tikus yang dapat dilihatkan pada
gambar 4.11.
Gambar 4.11. Grafik Persentase Perubahan Kadar Glukosa Darah Tikus
Dan untuk mengetahui termasuk kedalam golongan apakah senyawa
metabolit sekunder yang menunjukkan aktivitas antihiperglikemia, maka tahapan
dilanjutkan dengan karakterisasi senyawa dalam fraksi.
4.5
Karakterisasi Senyawa dalam Fraksi
Untuk mengetahui karakterisasi dari senyawa yang terdapat dalam ekstrak
dan fraksi yang dihasilkan dari daging buah Momordica charantia, maka
dilakukan uji fitokimia, pengujian dengan spektrometri IR, dan analisis dengan
50
HPLC.
Pengujian yang pertama kali dilakukan adalah uji fitokimia untuk
mengetahui golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak dan fraksi.
Ekstrak dan fraksi yang diperoleh diidentifikasi komponen fitokimianya
dengan metode pereaksi warna. Senyawa yang diperiksa adalah senyawa
golongan alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin, steroid dan terpenoid. Data hasil uji
fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Uji Fitokimia
Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
Fraksi
Alkaloid Flavonoid Terpenoid Steroid
Tanin
Kuinon Antosianin
Metanol
-
-
-
-
-
-
Heksan
-
-
-
-
-
-
Etil Asetat
-
-
-
-
-
-
n-Butanol
-
-
-
-
-
-
Metanol-Air
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan :
:
terdeteksi
:
tidak terdeteksi
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa pada
hampir semua fraksi mengandung terpenoid, kecuali pada fraksi metanol-air tidak
terdeteksi adanya senyawa terpenoid. Hal tersebut dapat disebabkan karena sangat
kecilnya konsentrasi senyawa terpenoid yang terdapat dalam fraksi metanol-air,
sehingga tidak dapat terdeteksi.
51
Hasil dari uji fitokimia tersebut, tidak dapat membedakan antara senyawa
terpenoid dengan senyawa terpenoid terglukosilasi. Oleh karena itu, untuk
membedakannya, dapat diperkuat dengan data yang dihasilkan dari spektrum IR
dari ekstrak dan tiap fraksi yang diperoleh (lampiran 6-10). Berdasarkan spektrum
IR yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan spektrum yang
dihasilkan dari pelarut polar dengan pelarut non-polar.
Pada ekstrak metanol, spektrum IR yang dihasilkan memperlihatkan adanya
pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3379,1 cm-1 ; vibrasi ulur
C-H pada bilangan gelombang 2939,3 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang
1774,4 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada
bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Gugus yang dominan dari ekstrak metanol
adalah gugus OH. Hal tersebut diduga disebabkan karena pada ekstrak metanol,
senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan
tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH.
Pada fraksi etil asetat, spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita
serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3402,2 cm-1 ; vibrasi ulur C-H
pada bilangan gelombang 2935,5 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1778,2
cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada
bilangan gelombang 1045,3 cm-1. Gugus yang dominan dari fraksi etil asetat
adalah gugus OH. Hal tersebut diduga disebabkan karena pada fraksi etil asetat,
senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan
tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH.
52
Pada fraksi n-butanol, spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita
serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3406,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H
pada bilangan gelombang 2931,6 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1774,4
cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada
bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Gugus yang dominan dari fraksi n-butanol
adalah gugus OH. Hal tersebut kemungkinan diduga karena pada fraksi n-butanol,
senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan
tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH.
Pada metanol-air, spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita
serapan gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3402,2 cm-1 ; vibrasi ulur C-H
pada bilangan gelombang 2931,6 cm-1 ; C=O pada bilangan gelombang 1774,4
cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1384,8 cm-1 ; C-O pada
bilangan gelombang 1049,2 cm-1. Gugus yang dominan dari fraksi n-butanol
adalah gugus OH. Hal tersebut kemungkinan diduga karena pada fraksi n-butanol,
senyawa terpenoidnya berikatan dengan gugus gula yang ditandai dengan
tingginya serapan yang dihasilkan dari gugus OH.
Pada fraksi heksan, terdapat hasil yang berbeda dengan ekstrak dan fraksifraksi lainnya. Spektrum IR yang dihasilkan menunjukan adanya pita serapan
gugus fungsi OH pada bilang gelombang 3421,5 cm-1 ; vibrasi ulur C-H metilen
pada bilangan gelombang 2923,9 cm-1 ; C-H pada panjang gelombang 2854,5 cm-1
; C=O pada bilangan gelombang 1735,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan
gelombang 1377,1 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1080,1 cm-1. Gugus
fungsi yang dominan pada fraksi heksan bukanlah gugus OH, melainkan gugus
vibrasi ulur C-H dan C=O. Hal tersebut kemungkinan diduga karena pada fraksi
53
heksan, senyawa terpenoidnya sudah tidak berikatan dengan gugus gula yang
ditandai dengan rendahnya serapan yang dihasilkan dari gugus OH. Jadi,
berdasarkan hasil spektrum IR, diduga bahwa pada fraksi heksan yang secara
signifikan menurunkan kadar glukosa darah, mengandung senyawa terpenoid
yang tidak terglukosilasi, sedangkan pada fraksi-fraksi yang lainnya mengandung
senyawa terpenoid terglukosidasi.
Pada pengukuran HPLC, fasa gerak yang digunakan adalah metanol.
Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan (lampiran 10-15), didapatkan data
bahwa pada ekstrak metanol dan hampir semua fraksi yang diuji (etil asetat, nbutanol, dan metanol-air) hanya memperlihatkan adanya satu puncak yang berada
pada waktu retensi sekitar menit ke-2. Hal ini kemungkinan dikarenakan senyawa
yang terdapat pada ekstrak metanol dan keempat fraksi tersebut memiliki tingkat
kepolaran yang hampir sama, sehingga puncak yang muncul berada pada waktu
retensi yang berdekatan. Oleh karena itu, pemisahan yang terjadi tidak berjalan
secara baik.
Sebagai contoh adalah kromatogram fraksi metanol-air seperti
diperlihatkan pada Gambar 4.14.
Gambar 4.12. Kromatogram HPLC dari Fraksi Metanol-Air
54
Pengukuran ulang HPLC, dilakukan untuk melihat pola pemisahan pada
fraksi-fraksi lainnya. Fasa gerak yang digunakan adalah metanol-air dengan
perbandingan 7:3 dan 6:4. Hasil yang didapatkan dari kedua perbandingan
tersebut, relatif sama dengan pengukuran sebelumnya yaitu hanya muncul satu
puncak pada waktu retensi sekitar menit ke-2. Pada fraksi n-butanol, didapatkan
hasil yang berbeda, yaitu terjadinya pemisahan (walaupun tidak terlalu sempurna)
yang ditandai dengan adanya dua puncak yang muncul pada waktu retensi sekitar
1,67 dan 1,97 menit. Hal ini, menunjukkan bahwa kemungkinan ada dua senyawa
polar yang terdapat pada fraksi n-butanol. Kromatogram yang dihasilkan dari
fraksi n-butanol dengan perbandigan fasa gerak 7:3 dapat dilihat pada Gambar
4.15, sedangkan hasil kromatogram dari perbandingan 6:4 dapat dilihat pada
Gambar 4.16.
Gambar 4.15. Kromatogram HPLC dari Fraksi n-Butanol (Perbandingan 7:3)
55
Gambar 4.16. Kromatogram HPLC dari Fraksi n-Butanol (Perbandingan 6:4)
Hal tersebut, menunjukkan bahwa belum terjadi pemisahan secara baik
dalam ekstrak metanol dan fraksi-fraksi yang dihasilkan. Ada beberapa faktor
yang dapat menjadi penyebab, seperti fasa gerak yang digunakan tidak sesuai
sehingga tidak dapat memisahkan dengan baik dan kolom yang digunakan kurang
sesuai sehingga tidak terlalu baik dalam memisahkan.
Pada fraksi heksan, terlihat hasil yang berbeda dengan fraksi-fraksi lainnya,
karena terlihat adanya pemisahan yang ditandai dengan munculnya puncakpuncak pada waktu retensi menit ke-2,41; 2,71; 4,04; 4,87; 5,71; 7,51; dan 9,23.
Hasil ini menunjukkan bahwa ada banyak senyawa-senyawa yang bersifat non
polar dibandingkan senyawa yang bersifat polar dalam fraksi heksan.
Kromatogram yang dihasilkan dari fraksi heksan, diperlihatkan pada Gambar
4.17.
Gambar 4.17. Kromatogram HPLC dari Fraksi Heksan
56
Download