Buletin TANGKASI – Desember 2013 BKSDA Sulut

advertisement
Salam kebangkitan,
Kami sudah berlayar, pantang untuk surut.
Tujuan telah ditetapkan,
bekal telah diperhitungkan, dan
tantangan adalah motivasi terbesar kami.
Pembina
Kepala Balai
KSDA Sulawesi Utara
Masih dengan antusiasme tinggi,
bahkan bertambah dengan
semangat baru, untuk menunjukan, untuk
memperlihatkan bahwa kami adalah generasi baru,
generasi pekerja, generasi bersih, generasi yang ingin
mengubah wajah KSDA Sulawesi Utara menjadi lebih baik,
sehingga lebih bermanfaat,
lebih mewarnai dan terpenting
LEBIH MENGINSPIRASI.
Penanggung Jawab
Kepala Sub Bagian
Tata Usaha
Pimpinan Redaksi
Koordinator PEH
Editor
Johanes Wiharisno
Novita Tandi
Buletin ini menjadi tidak sekedar ajang aktualisasi
semangat dan antusiasme dalam menulis, dan penyambung
informasi segala aktivitas Balai KSDA Sulawesi Utara dengan
para stakeholders, namun telah bermetamorfosa menjadi
sarana perjuangan suatu idealisme.
Edisi kedua Buletin Tangkasi ini, mengupas potensi
wisata TWA Batuangus, kawasan dengan sejuta pesona;
kajian tentang kepegawaian, suatu harapan tentang
profesionalisme; dan mencermati, memahami
perencanaan bidang PHKA.
Besar harapan kami, Buletin ini mampu menginspirasi
semua pihak untuk bekerja jauh lebih baik, mengabdi jauh lebih
tulus; kepada alam, kepada masyarakat dan tentunya kepada
Tuhan Yang Maha Mulia.
Layout & Design
Johanes Wiharisno
Fanny Febrianto
Tim Redaksi
Novita Tandi
Johanes Wiharisno
Wiwin Ekandari
Tini Hartiningsih
Rahmat Biki
Agung Rizal
Dyah Ayu Puspitasari
Zulham Tangahu
Willy Noor Effendi
Hari Shabirin
Yusuf Tamaroll
Tangkasi merupakan nama daerah dari
Tarsius spectrum, salah satu satwa
endemik Sulawesi
Pimpinan Redaksi
Daftar Isi hal
Pengantar Redaksi
2
Daftar Isi
3
Restorasi Ekosistem di TWA Batuangus
4
Visit To School: SMPN 14 Manado
Sekolah Dengan Visi Hijau
9
Batuangus Nature Recreation Park, The Hidden
Paradise
10
Cagar Alam Tanjung Panjang, Di Ujung Senja
20
Kajian Kepegawaian: Proses Menuju
Profesionalisme
24
Perkembangan Perencanaan Bidang PHKA
26
bakudapa
29
Sumber Foto:
Cover Depan (Willy N Effendy)
Cover Belakang (Willy, Eko, Pandu, Ubun)
Johanes Wiharisno,Gaetan Selamatkan Yaki
Alamat Redaksi
Balai Konservasi Sumber Daya AlamBalai
Sulawesi
Utara
KSDA Sulawesi
Utara
Jl. Tololiu Supit Tingkulu ManadoTlp. (0431) 868214
Buletin ini dibiayai melalui Anggaran DIPA Balai KSDA Sulawesi Utara Tahun 2013
BERITA UTAMA
Restorasi
EKOSISTEM
di TWA Batuangus
Kunjungan Serikat Pekerja Jepang di
Cara beradaptasi dan menyikapi
TWA Batuangus pada Bulan Juli 2013, suatu
perubahan iklim dan
inisiatif untuk memberi nilai lebih pada kegiatan
pemanasan global
wisata alam di kawasan konservasi. Bersenangsenang menikmati keindahan alam dan berkontribusi
pada alam, sebuah upaya kerjasama lintas bangsa dalam
menyikapi perubahan iklim dan pemanasan
global. Kegiatan restorasi ekosistem di TWA Batuangus,
kerjasama antara Balai KSDA Sulawesi Utara,
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado,
Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Tondano,
dan Serikat Pekerja Jepang.
Johanes Wiharisno
PEH Balai KSDA Sulawesi Utara
Johanes Wiharisno
PEH Balai KSDA Sulawesi Utara
Foto: Johanes Wiharisno
bahwa pekerja ini sebagian besar merupakan
pekerja pada level rendah di Jepang, sebagian
besar pun tidak bisa berbahasa inggris. Etos
kerja mereka perlu mendapat acungan jempol,
tidak satu pun yang bekerja dengan asalasalan, body language mereka menunjukan
kesungguhan.
Bulan Juli 2013, Serikat pekerja suatu
perusahaan retail (Aeon Retail Workers’ Union)
dari Jepang melakukan kunjungan ke Taman
Wisata Alam (TWA) Batuangus. Kunjungan
tersebut tidak sekedar berwisata, namun lebih
dari itu mereka berinisiatif untuk memberi nilai
lebih bagi aktivitas liburannya yaitu melakukan
penanaman pohon di TWA Batuangus.
Perubahan iklim, saat ini bukan sekedar wacana
dalam seminar dan workshop, akan tetapi
kenyataan yang harus kita hadapi, rasakan
panas yang semakin menyengat, musim
hujan dan kemarau yang tidak terduga dan
terprediksi, dan masih banyak lagi.
Dari hari jumat sampai dengan minggu, mereka
mengejar target untuk mampu melakukan
penanaman seluas 3 ha. Antusiasme dan
motivasi bekerja, suatu pelajaran berharga
yang coba mereka tunjukan. Perlu diketahui
4
Fakta menunjukan bahwa laju kehilangan
keragaman hayati secara mengejutkan 1000
sampai 10.000 kali lebih tinggi dibandingkan
laju kepunahan alami; laju kepunahan spesies
saat ini jauh melampaui apapun dari rekaman
fosil (biological science), 270 spesies unik
hilang setiap harinya, suhu rata-rata global
meningkat melampaui 3,5 derajat Celcius, dan
mungkin terjadi kepunahan lebih dari 70%
spesies di seluruh dunia. UNEP (United Nations
Environment Programme) menyatakan bahwa
ekosistem mungkin berjalan menuju kerusakan
permanen saat banyak negara gagal mencapai
tujuan untuk melindungi satwa dan tumbuhan.
Fakta-fakta diatas menunjukan bahwa bumi
sedang berubah, dan menuju kepada tandatanda dimana manusia dan spesies lainnya
ditekan keras untuk mampu beradaptasi atau
punah. Apa yang dilakukan oleh pekerja jepang
ini merupakan pesan penting bahwa perubahan
iklim tidak bersifat lokal semata, namun telah
menjadi masalah global. Bekerja pada level
lokal, dengan melakukan hal-hal kecil seperti
penanaman pohon, menjaga hutan tetap pada
proporsi yang seimbang merupakan langkah
untuk kita mencoba mengendalikan perubahan
iklim berjalan secara bertahap dan perlahan
menyesuaikan dengan kemampuan kita untuk
beradaptasi.
Lebih jauh dapat dilihat laporan baru (2010)
dari Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC), bahwa populasi penguin
Antartika menurun lebih dari 80% sejak 1975
akibat hilangnya es lautan, Kijang Kaibu Arktik
mengalami penurunan tajam karena kelaparan
Apa yang terjadi saat ini tidak dapat dilepaskan
dari perilaku kita dalam mengelola kawasan
konservasi, kita dituntut untuk lebih cermat
lagi dalam mengelola anggaran, melaksanakan
kegiatan, dan mengefektifkan perencanaan
Sungai-sungai dunia sedang dalam
“kondisi kritis” pada skala global. Persediaan air untuk hampir 80%
dari populasi dunia sedang sangat terancam.
US researcher Prof. Peter McIntyre of the University of Winconsin-Madison
and City College of New York
modeler Charles Vorosmarty)
agar lebih adaptif dengan kondisi lapangan.
Kembali perlu ditekankan bahwa mindset
kita perlu dijernihkan ketika melihat dan
mencermati setiap kegiatan pengelolaan,
ini merupakan salah satu langkah kita dalam
beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Pengelolaan kawasan konservasi gagal, berarti
kita gagal beradaptasi terhadap perubahan
iklim.
akibat perubahan iklim saat pencairan awal
dan pembekuan membuat tumbuhan sumber
makannya tidak bisa terjangkau, mirip tahun
2007 dan 2009, pada bulan Sepetember 2010,
sepuluh ribu anjing laut menuju pesisir yang
merupakan perilaku tidak normal, akibat
kurangnya es dilautan, tempat mereka biasa
beristirahat, burung bermigrasi sekarat akibat
perjalanan yang tidak tepat waktu membuat
mereka tidak mendapat persediaan makanan
yang cukup saat mereka tiba di tempat
tujuan dan/atau tempat-tempat seperti lahan
basah pun mengering sehingga tidak lagi
menyediakan habitat bagi mereka.
Masyarakat sekitar TWA Batuangus mungkin
sudah terbiasa dengan kekurangan air, dimana
masyarakat dalam mencukupi kebutuhan
akan air (persediaan air) banyak yang masih
5
bergantung pada air hujan (dengan melakukan penampungan air
hujan untuk kebutuhan sehari-hari). Kondisi yang bertahun-tahun
dialami ini bukan tanpa usaha untuk perbaikan. Masyarakat sekitar
TWA Batuangus adalah pekerja keras dan usaha telah banyak
dilakukan.
Penanaman pohon di TWA Batuangus yang merupakan kerjasama
Balai KSDA Sulawesi Utara, Balai Penelitian Kehutanan (BPK)
Manado, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Tondano dan Serikat
Pekerja Jepang ini tidak akan terwujud jika tanpa partisipasi dan
peran aktif perangkat desa dan masyarakatnya.
Masyarakat awam tentu tidak akan berbicara tentang Global
Warming ataupun Climate Change, namun jika kegiatan penanaman
ini mampu memunculkan satu mata air baru, membuat udara
menjadi sejuk sehingga tidur menjadi lebih nyenyak...cukuplah
bagi kita untuk bicara tentang manfaat menanam pohon ataupun
keberadaan kawasan konservasi.
Kepala Desa yang ikut turun ke lapangan saat kegiatan ini
dilaksanakan, mengungkapkan rasa senang dan bangganya ketika
kawasan ini mendapat perhatian dunia (Jepang), ia berharap hal
ini dapat menjadi contoh bagi masyarakatnya untuk lebih peduli
dengan lingkungan. Ini bersambut dengan apa yang disampaikan
Bapak Adi Susmianto (Kepala Pusat Litbang Konservasi dan
Rehabilitasi/Puskonser), yang mengharapkan agar kegiatan
Serikat Pekerja Jepang ini di tahun yang akan datang dapat lebih
melibatkan masyarakat sekitar kawasan.
Mari belajar dari orang-orang jepang ini, kita bisa lebih baik. Tahun
depan siapa tahu kita bisa menanam pohon di jepang, siapa tahu...
jika ada kemauan, alam semesta pasti mendukung. (JW)
6
Let’s play
and wo
...let's get
hard
ork harder
PARTY!
Foto: Johanes Wiharisno
7
H
ari itu 26 Juli 2013 saya berada di SMP Negeri 14 Manado
untuk mengikuti kegiatan Kampanye Pelestarian Satwa.
Angin yang bertiup kencang membuat udara lumayan
nyaman. Hari ini siswa-siswi SMP Negeri 14 akan kedatangan
tamu dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. Menurut
guru mereka maksud kedatangan para tamu itu adalah dalam rangka
Visit To School yang merupakan kegiatan tahunan yang diadakan oleh
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. Maksud kegiatan
ini, untuk mengajak seluruh generasi muda terutama siswa dan pelajar
untuk lebih mengenal akan satwa khas Sulawesi Utara yang dilindungi.
Tujuannya untuk menumbuhkan minat dan jiwa konservasi kepada
anak-anak sekolah tentang pentingnya
penyelamatan satwa khas Sulawesi Utara.
Kekaguman yang saya rasakan pada siswa-siswi ini, ketika acara
pameran mereka memperlihatkan kerajinan tangan hasil karya mereka,
mereka membuat patung berbentuk Yaki dari sabut kelapa, tas-tas dari
kulit kayu, rumah-rumahan dari kayu..wah bagus sekali dan sangat
kreatif!
Kegiatan Kampanye Pelestarian satwa ini merupakan salah satu upaya
meningkatkan kesadaran masyarakat luas akan pentingnya konservasi
terutama pelestarian satwa yang dilindungi. Sebagai aksi lapangan
adalah dengan menanam pohon di hutan sekolah.
Saya dan siswa-siswi SMP Negeri 14 larut dalam pelajaran yang
disampaikan oleh Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara (Bapak Ir.
Sudiyono) tentang Tupoksi BKSDA, Konservasi Satwa oleh Balai
Penelitian Kehutanan Manado (Anita Mayasari, S.Hut), Penyelamatan
Satwa oleh Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (Victoria Sendy), dan
Pendidikan Konservasi Satwa oleh Selamatkan Yaki (Harry Hilser dan
Yunita Siwi). Saya dan teman-teman merasa senang sekali karena
banyak sekali ilmu yang diperoleh, ternyata hewan-hewan di dunia ini
tidak semua bisa ditangkap, diburu, bahkan dimakan.
Bagi anak-anak muda, kegiatan ini sangat menarik dan punya dampak
positif bagi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pemerintah
Indonesia bersama-sama dengan masyarakat internasional telah
menyepakati pentingnya menjaga bumi dari pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Salah satu komitmen pemerintah dalam menjaga bumi dari
pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah melalui pelaksanaan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang merupakan kunci
untuk mempersiapkan kita dengan pengetahuan, keahlian, nilai dan
sikap agar pembangunan yang kita lakukan saat ini tidak mengorbankan
generasi masa depan.
Tini Hartiningsih (Penyuluh Balai KSDA Sulawesi Utara)
Foto: Gaetan, Selamatkan Yaki
TWA
Batuangus,
memiliki karang
keras dengan
tutupan tertinggi
terdapat di
Jico Beringin
(40,17 %) dan
terendah di Hall
Batuangus (25,67
%) dengan ratarata sebesar
45,1 %. Karang
lunak dengan
tutupan tertinggi
sebesar 9,5 %
terdapat di lokasi
Pantai Jaga
dan terendah
terdapat di
Hall Batuangus
sebesar 4,33
%. Tutupan
alga dalam hal
ini terdiri dari
makroalga dan
DCA (death coral
with algae) .
Foto: Willy Noer Effendy
Terdapat
genus karang
sebanyak 33
genus yang
terdiri dari 27
genus karang
keras dan 6
genus karang
lunak.
Komponen lainnya yang terdapat di kawasan ini meliputi organisme laut
bentik non karang seperti (Linckia sp., Holoturoida, Crinoid, Tridacna sp.,
Diadema sp., dll) di lokasi tertinggi di lokasi Hall Batuangus (6 %) dan
terendah terdapat di lokasi Pantai Batu (1,5 %). Terakhir untuk komponen
abiotik umumnya didominasi oleh pasir di beberapa lokasi dan sedikit
batuan vulkanik dan batu. Komponen abiotik tertinggi terdapat di Hall
Batuangus sebesar 51, 67% dan terendah di Jico Beringin sebesar 40,67 %.
Terdapat genus karang sebanyak 33 genus yang terdiri dari 27 genus karang
keras dan 6 genus karang lunak. Persentase tutupan karang hidup dimana
penggabungan dari data karang keras dan karang lunak berkisar antara 30
% - 49, 17 % dengan rata-rata sebesar 42,57 %. Berdasarkan KEPMEN LH
No 4 tahun 2001 baik di TWA Batuangus maupun lokasi pembanding masuk
dalam kategori “sedang” hingga baik dengan rata-rata masuk kategori
sedang. Tutupan karang hidup tertinggi terdapat di lokasi pembanding
yaitu Magic Rock ( 51, 50 %) dan untuk tutupan tertinggi di TWA Batuangus
terdapat di lokasi Jico Beringin sedangkan untuk tutupan karang hidup
terendah terdapat di Hall Batuangus (30 %).
Secara keseluruhan lokasi TWA Batuangus masuk dalam kisaran sedang hal
ini dikarenakan kondisi substrat dasar yang relatif pasir sehingga menjadi
faktor pembatas untuk tumbuh dan berkembang menjadi koloni karang
yang besar dimana karang membutuhkan substrat yang padat dan kompak
untuk menempel.
Ikan karang yang dicatat/ditemukan terdiri dari 195 species ikan karang
yang termasuk dalam 37 family dengan jumlah individu tercatat sebanyak
4392 individu. Ikan karang jika dilihat dari biomassa dan kelimpahannya
per family memperlihatkan family Pomacentridae (damsel fishes) memiliki
biomassa serta kelimpahan tertinggi sebesar 3.363,07,36 Kg/Ha dan
kelimpahan sebesar 222.940 Ind/Ha .
Umumnya ikan karang yang memiliki biomassa dan kelimpahan tertinggi
dijumpai dalam keadaan berkelompok (schooling), hal inilah yang
mengakibatkan beberapa data memiliki ketimpangan di beberapa lokasi.
Untuk melihat sejauh mana family ikan ini yang memiliki jumlah dan jenis
mempengaruhi data serta ekosistemnya, maka analisis ditambahkan
dengan kelimpahan dan biomassa sehingga dapat melihat kondisi
ekosistemnya, apakah masih dalam kondisi baik atau tidak.
Keanekaragaman spesies ikan karang mempunyai hubungan yang erat
dengan keberadaan terumbu karang di daerah tersebut. Tingkah laku ikan
karang baik kecenderungan untuk berkelompok, mencari makan dan
bertahan dari serangan predator tidak terlepas dari lingkungan yang
berstruktur akibat bentuk terumbu yang komplek. Perbedaan dalam
habitat dipengaruhi oleh aktivitas gelombang, arus, cahaya, ketersediaan
alga, plankton dan makanan lain serta kelimpahan bentuk dan variasi koral
termasuk struktur terlindung lainnya memberikan kombinasi variasi yang
12
besar dalam kelompok ikan niche mereka.
Kelimpahan ikan karang di TWA Batuangus
tertinggi terdapat
di lokasi Pantai Batu
sebesar 21.573, 33 Ind/Ha sedangkan di lokasi
pembanding (Magic Rock) sebesar 13.303, 33
Ind/Ha. Kelimpahan terendah untuk di dalam
TWA terdapat di lokasi Pantai Jaga sebesar
6.426,67 Ind /Ha. Hasil survei memperlihatkan
baik kelimpahan tertinggi maupun terendah
sama-sama berada di TWA Batuangus.
Kondisi karang yang mengelompok dan tidak
tersebar merata menyebabkan ikan juga tidak
terdistribusi merata di semua transek. Kondisi
inilah yang umum terdapat di perairan TWA
Batuangus. Pasir yang menjadi faktor pembatas
distribusi karang sehingga ikan juga mengikuti
pola distribusi karang yang ada.
Kelimpahan ikan karang berdasarkan komunitas
ikan karangnya yang terbagi kedalam kategori
ikan indikator, mayor group dan ikan target.
Ikan indikator yaitu species-species ikan yang
dijadikan sebagai indikator kesehatan perairan
ekosistem terumbu karang serta hidupnya
berasosiasi paling kuat dengan terumbu karang.
Contoh species ikan yang termasuk kelompok
ini yaitu ikan dari family Chaetodontidae karena
dianggap berguna untuk mengevaluasi dampak
mereka terhadap terumbu karang.
Mayor group, yaitu species-species ikan yang
tidak termasuk kedalam dua kelompok diatas
dan umumnya belum diketahui peranannya
kecuali dalam rantai makanan. Data semi
kuantitatif diambil dengan menghitung secara
taksiran, karena sebagian besar ikan-ikan yang
termasuk kelompok ini hidup dalam kelompok
besar (schooling). Umumnya ikan ini banyak
dijadikan ikan hias (Pomacentridae, Apogonidae,
Labridae, dll). Sedangkan Ikan Target, yaitu ikan
yang merupakan target untuk penangkapan
atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis
penting atau ikan konsumsi yang hidup
berasosiasi dengan perairan karang. seperti:
family Seranidae, Lutjanidae, Caesionidae,
Kyphosidae, Lethrinidae, Mullidae, Siganidae,
Labridae (Cheilinus, Hemigymnus, Choerodon)
dan Haemulidae (Terangi, 2004) .
Kelimpahan tertinggi untuk kategori mayor
group di TWA Batuangus terdapat di lokasi
Pantai Batu sebesar 20.956,67 Ind/Ha dan
terendah terdapat di Pantai Jaga sebesar 6.080
Ind/Ha. Pada bagian kategori ikan target,
kelimpahan tertinggi terdapat di Pantai Batu
sebesar 333,33 Ind/Ha dan terendah di Hall
Batuangus sebesar 150 Ind/Ha. Sedangkan
untuk ikan indikator tertinggi terdapat di lokasi
Pantai Batu sebesar 233,33 Ind/Ha dan terendah
di Hall Batuangus sebesar 140 Ind/Ha.
Biomasa ikan karang tertinggi di TWA
Batuangus terdapat di lokasi Pantai Batu
sebesar 371, 46 Kg/Ha dan terendah terdapat
di lokasi Hall Batuangus. Lokasi pembanding
memiliki biomassa cukup tinggi yaitu sebesar
359, 33 Kg/Ha. Lokasi Pantai Batu memiliki
kelimpahan serta Biomassa tertinggi di semua
lokasi di TWA Batuangus. Hal yang menjadi
kekhawatiran adalah ikan karang di lokasi lain
di dalam TWA Batuangus dimana biomassanya
dan kelimpahan ikan karangnya rendah perlu
perhatian khusus apakah ini merupakan kondisi
alami atau dipengaruhi oleh aktifitas manusia.
Biomassa ikan karang di TWA Batuangus
berdasarkan kategorinya memperlihatkan
bahwa untuk kategori ikan indikator tertinggi
biomassanya terdapat di lokasi Pantai Batu
sebesar 9, 35 Kg/Ha dan terendah terdapat di
lokasi Pantai Jaga sebesar 4,97 Kg/Ha. Biomassa
ikan mayor group tertinggi terdapat di lokasi
Pantai Batu sebesar 332, 51 Kg/Ha dan terendah
terdapat di lokasi Hall Batuangus sebesar 73,69
Kg/Ha. Sedangkan biomassa untuk ikan target
tertinggi terdapat di lokasi Pantai Jaga sebesar
39, 97 Kg/Ha.
Jika kita membandingan dengan lokasi Magic
Rock terlihat bahwa lokasi pembanding
sedikit lebih baik dibandingkan dengan TWA
Batuangus. Hal ini dapat dilihat dari kondisi
karang serta ikan target yang ada.
13
Hal ini memungkinkan lokasi TWA Batuangus menjadi daerah penangkapan ikan
bagi masyarakat sekitar karena lokasinya yang bukan daerah spot penyelaman
sehingga pengawasan kurang ketimbang lokasi wisata diamana selalu ada kegiatan
penyelaman di lokasi pembanding.
Uraian diatas merupakan hasil yang didapat dari survei tahun 2013, beberapa hal yang
dapat disimpulkan antara lain:
• Tutupan karang hidup berdasarkan KEPMEN LH No 4. Tahun 2001 tentang
kritaeria baku kerusakan terumbu karang, hasil yang didapatkan menunjukan
umumnya kondisi tutupan karang di TWA Batuangus umumnya berada pada
kategori sedang. Genus karang yang tercatat masuk di dalam transek sebanyak
33 genus yang terdiri dari 27 genus karang keras dan 6 genus karang lunak.
•
•
Ikan karang yang dicatat/ditemukan dalam survei derah dangkal ini terdiri dari
195 species ikan karang yang termasuk dalam 37 family . Lokasi di dalam TWA
Batuangus yang memiliki kondisi relatif baik yaitu di lokasi Pantai Batu dimana
memiliki kelimpahan dan biomassa terbaik dibanding lokasi lainnya
Lokasi TWA Batuangus jika dengan lokasi pembanding Magic Rock terlihat bahwa
lokasi pembanding sedikit lebih baik dibandingkan dengan TWA Batuangus. Hal
ini dapat dilihat dari kondisi karang serta ikan target yang menajdi konsumsi
yang ada. Hal ini kemungkinan lokasi TWA Batuangus
menjadi daerah penangkapan ikan bagi masyarakat
sekitar karena lokasinya yang bukan daerah
spot penyelaman sehingga pengawasan kurang
ketimbang lokasi wisata diamana selalu ada kegiatan
penyelaman di lokasi pembanding.
Willy Noer Effendy (Calon PEH Balai KSDA Sulut)
Batuangus , habitat
bagi beberapa satwa
penting di Sulawesi,
seperti: tarsius,
monyet hitam
sulawesi, rusa, ular
phyton dan masih
banyak lagi
Foto: Johanes Wiharisno
16
Foto: Willy Noer Effendy
17
Cagar Alam (CA) Gn. Ambang
memiliki potensi yang sangat
besar, baik dari sisi ilmiah,
keindahan alam, budaya
masyarakatnya, dan
salah satu potensi
yang sedang
diupayakan untuk
dapat dimanfaatkan
yaitu panas bumi
(geothermal). Banyak potensi
yang belum mampu dimanfaatkan,
karena status kawasan tersebut sebagai cagar
alam. Seperti yang kita bersama ketahui, cagar
alam sangat memiliki keterbatas untuk dapat dimanfaatkan. Cagar alam terutama
untuk kegiatan keilmuan, dimana kondisi alamiah dan keasliannya harus tetap terjaga,
ini warisan kita untuk masa depan.
Tantangan terbesar yang saat ini dihadapi oleh Gn. Ambang adalah tekanan dan
kebutuhan masyarakat terhadap lahan. Masyarakat disekitar Gn. Ambang merupakan
masyarakat yang bergantung kepada lahan pertanian. Pertambahan
penduduk menuntut kebutuhan lahan, sehingga sedikit demi sedikit
masyarakat mulai naik dan merambah kawasan ini. Kebutuhan
energi pun menjadi tantang yang cukup mengemuka sehingga
memunculkan wacana perubahan fungsi kawasan.
Perhitungan dan kearifan kita menyikapi hal
ini akan menentukan nasib anak -anak
Ambang ke depan. (JW)
Gunung Ambang
dalam gambar
foto: Johanes Wiharisno
foto: Johanes Wiharisno
Cagar Alam Tanjung Panjang;
Di Ujung Senja
Disarikan dari Kajian Ekologi
Kelayakan Pemulihan
Ekosistem Di Cagar Alam
Tanjung Panjang
Butuh kajian mendalam tentang
ketinggian daerah ini terhadap MSL.
Suplai bibit atau propagule ke
kawasan yang telah dialihfungsikan
terhambat karena tidak berfungsinya
saluran air dan keberadaan
pematang tambak.
yang dilaksanakan
Tim Balai KSDA
Sulawesi Utara pada
bulan Juli 2013
P
enilaian ekologi, hidrologi dan gangguan
yang dilakukan mendapatkan beberapa
informasi dasar tentang faktor tekanan
(stress factor) dan gangguan terhadap
peluang terjadinya suksesi alami di
kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang terutama di
kawasan yang telah dialihfungsikan antara lain :
Hidrologi normal kawasan terganggu:Adanya
pematang tambak yang menghalangi aliran air pasang
surut. Kondisi ini menyebabkan kawasan yang telah
dialihfungsikan senantiasa tergenang air. Sedangkan
kawasan di sekitar tambak mengalami tekanan karena
perubahan hidrologi dan aliran pasang surut yang
tersendat.
Saluran air pasang surut (terutama saluran air pasang
surut sekunder) tidak berfungsi karena ditutupi oleh
pematang tambak sedangkan di sekitar tambak
fungsinya tidak alami lagi.
Kondisi substrat yang sudah tidak mendukung
regenerasi alami karena senantiasa tergenang,
mengandung banyak H2S yang menghambat
pertumbuhan perakaran mangrove.
Topografi dan elevasi permukaan tambak yang berubah
terutama di pinggiran tambak. Kedalaman substrat
mencapai 1 meter dari kondisi semula. Padahal
mangrove hanya bisa tumbuh di atas muka air laut ratarata (Mean Sea Level) sampai pasang tertinggi.
22
Ketersediaan bibit atau propagule
untuk beberapa spesies terbatas
terutama jenis back mangrove
(zona belakang) karena telah hilang
seiring pembukaan tambak. Jenisjenis mangrove ini sebagian masih
terdapat pada hutan referensi di
sekitar sabuk hijau namun tidak
semua berjarak dekat dengan
kawasan yang dilihfungsikan dan
diharapkan melakukan suksesi alami.
Juga dari segi produksi bibit atau
propagule apakah mencukupi untuk
regenerasi alami di kawasan yang
rusak seluas 2400 Ha.
Masih berlangsungnya aktifitas
pembukaan lahan tambak
baru di kawasan Cagar Alam
Tanjung Panjang yang potensial
menghilangkan hutan referensi
(analog forest) dan sumber bibit atau
propagule di kawasan ini.
Kajian ekologi, hidrologi dan
gangguan yang dilakukan
menunjukkan bahwa kedua prasyarat
kemampuan suksesi alami mangrove
sebagaimana di paparkan oleh Roy Robin Lewis dan beberapa pakar lainnya tidak
terpenuhi karena adanya faktor tekanan dan gangguan atau hambatan yang telah
diidentifikasi. Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tidak akan mampu
memperbaiki kondisinya secara alami (suksesi alami) walaupun
dalam jangka panjang 15 – 30 tahun.
Rekomendasi : Restorasi Hidrologi dan Ekologi
Mengingat suksesi alami tidak
memungkinkan, upaya pemulihan yang
lain harus segera direncanakan. Pemulihan
ekosistem mangrove dilakukan dengan
terlebih dahulu mengatasi persoalan faktor
tekanan dan gangguan atau hambatan
terhadap regenerasi alami ekosistem
mangrove di kawasan Cagar Alam Tanjung
Panjang.
“Restorasi atau rehabilitasi dapat disarankan
ketika suatu sistem telah berubah dalam
tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi
memperbaiki atau memperbaharui diri secara
alami. Dalam kondisi seperti ini, ekosistem
homeostasis telah berhenti secara permanen
dan proses normal untuk suksesi tahap kedua
atau perbaikan secara alami dari kerusakan
terhambat oleh berbagai sebab.
Rencana restorasi harus terlebih
dulu melihat potensi dari aliran air laut yang
terhalangi atau tekanan-tekanan lingkungan
lainnya yang mungkin menghambat
perkembangan mangrove. Jika aliran airnya
terhalangi dan ada tekanan lain, maka harus di
tangani terlebih dulu.
Kajian sistem hidrologi kawasan
secara mendalam sangat penting dilakukan
untuk merumuskan rencana restorasi dan
pemulihan kawasan Cagar Alam Tanjung
Panjang. Untuk upaya pemulihan, kajian
sejarah aliran air pasang surut perlu dilakukan
untuk merekam kembali kondisi, lokasi dan
sistem pengairan kawasan yang menentukan
pola distribusi dan pertumbuhan mangrove.
Kajian ini dapat dilakukan secara
23
partisipatif maupun memanfaatkan
teknologi penginderaan jauh. T ahapan
selanjutnya yang penting dilakukan adalah
merekam jejak spesies/jenis mangrove yang
ada di Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang.
Pengkajian ini penting untuk memilih jenis
mangrove yang akan direstorasi kembali.
Sedapat mungkin project restorasi yang
dijalankan mempertimbangkan untuk
pemulihan kembali hidrologi kawasan
dan jenis mangrove yang memiliki jejak
sejarah penghuni kawasan Cagar Alam
Tanjung panjang. Restorasi komunitas
mangrove adalah harga mati untuk upaya
pemulihan ekosistem ini tidak terbatas pada
restorasi spesies seperti Rhizophora yang
lazim dilakukan di Indonesia. Salah satu
kunci penting yang harus dilakukan ketika
rehabilitasi mangrove adalah mencontoh
tingkat kemiringan dan topografi substrat
dari mangrove terdekat yang masih bagus
kondisinya. Hutan ini biasanya disebut
dengan hutan referensi atau analog forest.
Mempertahankan keberadaan hutan referensi
penting dilakukan. Dalam jangka pendek
upaya konservasi hutan referensi di Kawasan
Cagar Alam Tanjung Panjang perlu mendapat
perhatian serius. Dengan keberadaan hutan
referensi ini, perencana kegiatan restorasi atau
pemulihan ekosistem dapat dengan mudah
merencanakan kegiatan restorasi dengan
mengkaji tingkat kemiringan dan topografi
substrat dari mangrove terdekat yang masih
bagus kondisinya. (JW)
KITA PE PIKIRAN
yang dalam tugas dan fungsinya berbeda-beda
namun tetap menjadi satu yaitu menyukseskan
pembangunan nasional. Dalam rangka ikut
menyukseskan pelaksanaan pembangunan
dan menciptakan masyarakat yang adil dan
merata, maka salah satu upaya yang dilakukan
adalah
memperkuat
penyelenggaraan
pemerintahan melalui peningkatan kualitas
dan kuantitas pelayanan yang profesional oleh
para pegawai yang ada, sebab pelaksanan
pembangunan yang merata di seluruh wilayah
Negara Indonesia sangat dipengaruhi oleh
egitu kritisnya masyarakat
pada saat ini dengan berbagai
tuntutan perubahan yang
semuanya mengarah pada
suatu harapan yaitu
terwujudnya
kondisi atau keadaan yang
jauh lebih baik, baik kondisi masyarakat
maupun penyelenggaraan pemerintahan.
Semakin berkembangnya era globalisasi dan
semakin terbukanya arus informasi telah
mengakibatkan terjadinya perubahan
paradigma dalam sistem pemerintahan. Perubahan paradigma pemerintahan
dari rule driven ke mission driven
serta terjadinya pergeseran
tuntutan pelayanan publik
The laws of life allow no one to be
kearah yang lebih transparan,
successful without striving, struggling,
partisipatif dan
discipline and hard work for it.
akuntabel merupakan
Dr. T. P. Chia
fenomena perubahan
lingkungan strategis yang
berkembang saat ini. Keinginan
untuk perubahan tersebut bermuara
penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. dari semakin meningkatnya kesadaran
Pembangunan pegawai pemerintah
masyarakat akan hak dan kewajibannya
atau dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil
sebagai warganegara yang dipicu oleh
diarahkan untuk meningkatkan kualitas kerja
semakin meningkatnya pendidikan dan
pegawai agar lebih memiliki sikap dan perilaku
pengetahuan warganegara (learning society). yang berlandaskan kepada pengabdian,
Selain itu semakin mandirinya mass
kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan
media yang didukung oleh teknologi informasi
keadilan, sehingga dalam melaksanakan tugas
dan komunikasi yang semakin canggih dan
dan fungsinya sebagai pegawai negeri berhasil
terbuka lebar juga memberikan pengaruh
dengan baik serta dapat memberikan pelayanan
yang cukup besar. Kenyataan membuktikan
dan pengayoman kepada masyarakat sesuai
bahwa kesuksesan penyelenggaraan
dengan tuntunan hati nurani mereka. Untuk
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil
nasional terutama sangat tergantung dari
sebagaimana yang disebutkan di atas, maka
kesempurnaan aparatur pemerintah, serta
perlu dilaksanakan pembinaan yang baik dan
dukungan dari berbagai instansi pemerintah
teratur, dilakukan secara terus menerus dengan
B
KAJIAN
PROSES MENUJU
berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi
kerja dan sistem karier yang dititikberatkan
pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan
24
untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri
Sipil yang berprestasi untuk meningkatkan
kemampuannya secara profesional dan
berkompetensi secara sehat. Selain itu, untuk
meningkatkan profesionalisme dan prestasi
kerja atau kinerja pegawai tersebut harus
diperhatikan pula masalah kesejahteraannya,
agar pegawai yang bersangkutan dapat
memusatkan perhatian sepenuhnya kepada
tugas pokok sehari-hari. Bentuk kesejahteraan
KEPEGAWAIAN
PROFESIONALISME
Dyah Ayu Puspitasari
Calon Analis Kepegawaian
disini antara lain adalah kelancaran dalam
pemberian gaji atau bentuk lainnya, sehingga
setiap pegawai tentunya akan lebih bergairah
dan bersemangat dalam bekerja mengingat
kesejahteraannya dapat terpenuhi dan diterima
sesuai dengan haknya. Dengan adanya berbagai
masalah pegawai maka masalah tersebut perlu
ditangani secara khusus, untuk itu perlu adanya
bagian yang mengurus segala hal administrasi
kepegawaian, pembinaan pegawai, dan
peningkatan kinerja pegawai. Seiring dengan
perubahan paradigma pemerintahan yang
mengarah pada pemerintahan demokratis
yang berazas pada good governance, diperlukan
pula pembaharuan pada tataran manajemen
sumber daya manusia (aparatur pemerintah).
Arah kebijakan untuk mewujudkan
profesionalisme PNS yang harus ditempuh
melalui pelaksanaan program prioritas
bidang kepegawaian. Sehubungan dengan
hal tersebut, komponen atau sub sistem
kepegawaian menuju profesionalisme PNS
seperti: sistem penilaian kinerja,
pola pembinaan karir berbasis
merit dan sistem
remunerasi, serta
pembangunan sistem
informasi kepegawaian
sangat mendesak untuk
dilaksanakan. Terdapat
tiga kata kunci yang akan
memberikan pemahaman
tentang visi, yaitu profesional,
netral, dan sejahtera.
Profesional Istilah ’profesional’
dimaksudkan untuk menunjukkan kriteria
pegawai yang memiliki kompetensi yang
memadai sesuai dengan persyaratan suatu
jabatan, bekerja dengan dedikasi yang tinggi,
dan beorientasi pada prestasi kerja.
Netral Istilah ’netral’ dimaksudkan bahwa PNS
bersikap netral terhadap seluruh kekuatan
politik atau kekuatan tertentu lainnya
sehingga dalam melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan
secara adil dan merata, tidak membedakan
suku, ras, dan agama. Sejahtera yang
dimaksud dengan ’sejahtera’ adalah untuk
menunjukkan bahwa penghasilan PNS dapat
memenuhi tingkat hidup layak bagi diri dan
keluarganya. Kesejahteraan PNS diwujudkan
dengan memperhitungkan beban kerja
dan prestasi kerja/produktivitas marjinal,
serta didukung dengan sistem penghargaan
yang adil dan rasional sehingga mampu
menumbuhkan motivasi peningkatan kinerja
dan terciptanya PNS yang bersih dari KKN.(D)
25
KITA PE PIKIRAN
Teori – teori perencanaan berkembang sesuai dengan
tantangan kondisi aktual wilayah dan lingkungan. Interaksi lingkungan
masyarakat yang dinamis dengan lingkungan fisik yang unik menghasilkan
perkembangan pada sistem kehidupan manusia (pola pikir, pengetahuan, perilaku) dan
kegiatan usaha yang dilakoni. Perubahan ini berimplikasi pada berbagai aspek kehidupan,
baik aspek sosial,ekonomi, hukum, politik, dan budaya. Kondisi yang senantiasa
berubah ini menimbulkan konsekuensi adanya suatu perencanaan yang
senantiasa “up to date”, bersifat dinamis dan memenuhi kebutuhan saat ini. Arus globalisasi
dan perkembangan peradaban manusia telah menghasilkan berbagai kondisi yang
bergerak ke arah pembaharuan, salah satunya terjadi di bidang kehutanan, khususnya
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Menyadari kondisi tersebut maka saat
ini kita perlu mengembangkan paradigma baru, mengadakan pilihan-pilihan baru,
dan tidak mengulangi kesalahan masa lampau.
Perkembangan Perencanaan
Bidang Perlindungan Hutan dan
Konservasi
Alam
Rully Dhora Carolyn
PEH Balai KSDA Sulawesi Utara
Dalam Rencana
Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2010-2014, peran
pembangunan bidang
Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA)
dalam Renstra Kementerian
Kehutanan di fokuskan pada
Pembangunan Lingkungan
Hidup dan Pengelolaan
Bencana, Pembangunan
Reformasi Birokrasi dan Tata
Kelola serta Infrastruktur.
Posisi dan peran PHKA juga
terkait
dengan
prioritas
pembangunan
bidang
sumberdaya
alam
dan
lingkungan
hidup
serta
pembangunan lintas bidang
yang
berkaitan
dengan
mitigasi
dan
adaptasi
perubahan iklim global. Untuk
itu penyelenggaraan bidang
26
PHKA dituangkan melalui
Rencana Strategis Direktorat
Jenderal PHKA Tahun 20102014 yang mendasarkan pada
prinsip-prinsip perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan
lestari. Perumusan posisi dan
ruang lingkup pembangunan
kehutanan bidang PHKA dalam
Renstra Ditjen PHKA Tahun
2010-2014 disusun berdasarkan
Renstra Kementerian
Kehutanan Tahun 2010-2014 yang bertumpu
pada Kebijakan Prioritas: (1) Pengamanan
Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan
dan (2) Konservasi Keanekaragaman Hayati,
dengan Program: Konservasi Keanekaragaman
Hayati dan Perlindungan Hutan.
menghasilkan keputusan, dan tersedianya
berbagai alternatif pilihan pendekatan
pengelolaan yang meminimalisir konflik
dengan masyarakat.
Pada periode sebelumnya pengembangan
pengelolaan pada satwa ini hanya fokus pada
mempertahankan keberadaan satwa pada
suatu kawasan konservasi. Sayangnya, upaya
pengembangan konservasi satwa pun tidak
mendapatkan cukup perhatian dalam proses
pengembangan wilayah yang cenderung
memberi ruang bagi proses industrialisasi.
Padahal, dinamika pembangunan telah
menimbulkan ketersinggungan aspek yang
satu dengan lainnya. Kondisi ini tidak dapat
dijelaskan oleh teori pembangunan wilayah
yang ada. Sebagai solusi, maka UPT BKSDA
Sulawesi Utara bersama – sama dengan
berbagai pihak mencoba merumuskan suatu
perencanaan pengelolaan satwa dalam poin –
poin berikut :
Program utama bidang PHKA, memiliki
outcome Biodiversity dan ekosistemnya
berperan significant sebagai penyangga
ketahanan ekologis dan penggerak ekonomi riil
serta pengungkit martabat bangsa dalam
pergaulan global, dengan indikator kinerja
utama :
•
•
•
•
•
•
Terbangunnya Sistem Pengelolaan BLU
pada Taman Nasional sebanyak 12 Unit.
Populasi spesies prioritas utama yang
terancam punah meningkat sebesar 3%
dari kondisi populasi tahun 2009 sesuai
kondisi biologis dan kesediaan habitat.
Penanganan kasus baru tindak pidana
kehutanan pada tahun berjalan dapat
diselesaikan minimal 75%.
Hotspot (titik api) di Pulau Kalimantan,
Sumatera dan Sulawesi berkurang 20%
per tahun.
Meningkatnya Pengusahaan Pariwisata
Alam sebesar 60 % dibanding Tahun 2008.
Konflik dan tekanan terhadap kawasan
Taman Nasional dan Kawasan Konservasi
Lainnya dan Hutan Lindung menurun
sebanyak 5 %.
Salah satu contoh upaya pencapaian
indikator tersebut dapat dilihat pada program
pengembangan konservasi satwa endemik
Sulawesi Utara, yang merupakan bagian dalam
perencanaan UPT Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara. Model
pengembangan perencanaan pengelolaan
kawasan konservasi pada UPT BKSDA Sulut
ini berubah seiring waktu. Dengan adanya
sumber daya manusia yang memiliki kualitas
akademik yang berbeda dari pendahulu pada
periode sebelumnya, terjadi penajaman fokus
pengelolaan, teknik pengelolaan, kecepatan
27
•
Penelitian, pemantauan dan survey
(Penentuan kebutuhan penelitian bersama;
Penelitian bio-ekologi satwa; Penelitian
bidang medis konservasi (conservation
medicine); Pemantauan habitat dan
populasi satwa)
•
Sosialisasi dan diseminasi hasil penelitian
kepada para pihak terkait (Membuat
terbitan ilmiah populer hasil penelitian;
Membantu perancangan pembangunan
data base untuk kepentingan pemantauan
upaya konservasi satwa; Mentransformasi
hasil penelitian untuk mendukung
konservasi satwa)
•
Penyadartahuan dan pemberdayaan
masyarakat (Menyusun materi pendidikan
konservasi
dan
penyadartahuan
masyarakat; Publikasi di berbagai media
cetak maupun media elektronik lokal
dalam rangka pendidikan konservasi dan
penyadartahuan masyarakat; Penyuluhan
kepada masyarakat dan pendidikan
konservasi untuk siswa sekolah)
Perjalanan Teori Perencanaan
Planning as policy analysis
Planning as social learning
Planning as social reform
Planning as social mobilization
JOHN FRIEDMANN
•
Mendukung perlindungan
dan pengamanan kawasan
(Penegakan hukum;
Melakukan kajian dalam rangka
mendukung manajemen
konflik antara manusia –
satwa). Model pengembangan
konservasi satwa yang
coba diimplementasikan
oleh UPT BKSDA Sulawesi
Utara tersebut disusun
dengan mempertimbangkan
berbagai faktor. Program
penyadartahuan menjadi
bagian yang mencoba
mengedepankan fungsi dan
peranan masyarakat dalam
pengembangan pembangunan
konservasi satwa ke depan.
Identifikasi daya dukung fisik
(habitat dan luas wilayah),
sosial dan ekonomi menjadi
mutlak dilakukan, agar
pembangunan konservasi
satwa ini berjalan selaras
dengan pembangunan wilayah
yang berusaha meningkatkan
pendapatan daerah dan
kesejahteraan masyarakat.
Sebagai penutup, kompleksitas permasalahan
bidang PHKA telah menyangkut kepentingan
sektor lain (pertambangan, pembangunan
daerah-jalan, waduk, jaringan transmisi listrik,
energi listrik, tower telekomunikasi, areal
(pencadangan) transmigrasi, pemukiman
masyarakat), illegal logging, illegal fishing,
poaching, perambahan, pendudukan kawasan,
jual beli lahan, sertifikasi lahan kawasan,
tumpang tindih atau konflik batas kawasan,
tumpang tindih wilayah kabupaten baru
dengan kawasan, dan sebagainya. Berbagai
isu tersebut sulit untuk diterangkan oleh teori
– teori pembangunan wilayah. Pendekatan
yang dapat menjadi alternatif solusi yang tepat
antara lain dengan mengidentifikasi perubahan
sosial dan ekonomi, serta pembentukan kondisi
bagi sumberdaya manusia untuk berkembang
dan mengambil peran yang tepat dalam proses
pembangunan yang berwawasan konservasi.
Untuk itu penting untuk diperhatikan
keterlibatan stakeholders yang tepat dalam
proses perencanaan pembangunan wilayah,
agar produk pengembangan wilayah yang
dihasilkan tepat sasaran. (RDC)
28
BAKUDAPA
Tatang
Abdullah
“Tanpa maleo,
Panua tidak ada artinya.
Panua artinya maleo,
maka lestarikanlah maleo. Mari
sama-sama kita lindungi maleo
dari kepunahan, jangan sampai
kawasan ini hanya tinggal
namanya saja ‘Panua’
tanpa ada spesies
maleo didalamnya.”
T
ahun
2005,
Tatang Abdullah
mengawali
kariernya menjadi
Pegawai Negeri Sipil
Kementerian kehutanan
setelah merasa tidak memiliki
tantangan lagi di Perusahaan
Inhutani. Berbekal ilmu
yang diperoleh dari Sekolah
Kehutanan Menengah Atas
SKMA) Kadipaten, pria asal
Sumedang ini dengan penuh
percaya diri melangkahkan
kaki meninggalkan kampung
halaman, menyambut
datangnya cercah-cercah harap
yang ideal.“Jadi PNS adalah
pilihan terbaik saya,
karena dengan menjadi
PNS
saya
memiliki
kesempatan
untuk
bisa
berkembang
dan menimba ilmu.” Kang
Tatang (panggilan akrab
sehari-hari) ditempatkan
di Seksi Konservasi Wilayah
(SKW) II Resort Panua,
sebuah kawasan cagar alam
yg terletak di kabupaten
P o h u w a t o ,
provinsi Gorontalo. Sempat
ciut
nyalinya
ketika
pertama kali menginjakkan
kaki di Cagar Alam (CA)
29
Pengamatan Maleo
Panua. “Mampukah saya
mengemban tugas ditempat
ini?” Pikirnya saat itu. Dengan
keterbatasan sarana dan
prasarana dan dekatnya
pemukiman penduduk
disekitar kawasan, terlintas
dalam benaknya “pasti banyak
permasalahan yang akan muncul
dan harus diselesaikan”
Seiring berjalannya waktu,
pesona cagar alam Panua terus
menerus membiusnya dengan
berbagai keindahan didalamnya.
Kawasan yang memiliki
ekosistem hutan tropis dataran
rendah dengan panorama
hutan dan pantai yang begitu
indah serta besarnya potensi
biotik yang sungguh elok,
membuatnya berat untuk
berpaling meninggalkan Panua.
Kang Tatang adalah orang resort, ia memahami Panua, Ia tidur,
ia makan bersama Panua, ia mau belajar, ia menghargai sejarah,
ia mencatat perilaku Maleo, ia mengumpulkan catatan-catatan pendahulunya,
ia kumpulkan arsip-arsip usang di lemarinya...
dari dia kita tahu berapa banyak telur Maleo yang pernah
dibawa ke Panua untuk ditetaskan
Atas dasar cinta itulah ayah
dari 2 anak (Anggi Sukma
dan Gita Sukma Ramadhani)
dengan
sepenuh
hati
bekerja
untuk
Panua.
Delapan
tahun
sudah
Tatang Abdullah menggeluti
pekerjaannya
dan
ia
pun semakin tenggelam
menikmati
berbagai
tantangan
pekerjaannya,
meskipun notabene Tatang
bukanlah putera daerah
Gorontalo. “Saya sangat
mencintai pekerjaan ini.
Karena dengan mencintai
pekerjaan,
kita
akan
termotivasi dalam bekerja,
urusan
pindah
tinggal
urusan administrasi dan
saya belum memikirkan itu karena
saya sedang menikmati pekerjaan saya
sekarang.” Meskipun banyak kendala
dalam bertugas, seperti kurangnya
personil dalam mengelola kawasan
seluas 36.557,35 Ha, serta minimnya
sarana dan prasarana, ia tetap
menjalankan tugasnya sebisa yang ia
mampu kerjakan dan terus berusaha
menjadi diri yang professional dan ideal
dalam bekerja. Kang Tatang dibantu
3 orang Masyarakat Mitra Polhut
dan 1 orang penangkar satwa, tetap
semangat bekerja mengamankan dan
menyelesaikan berbagai permasalahan
di CA Panua. Kang Tatang sempat
mengatakan “Saat ini saya dan rekanrekan sedang menggali potensi-potensi
apa yang ada di Cagar
Alam Panua. Saya
sangat tertarik
dengan Potensi CA
Panua yang sangat
besar dan saya sedang
mempelajari itu.”
Kang Tatang sangat
berharap suatu saat
akan muncul kaderkader konservasi yang
berkualitas yang dapat
mengelola kawasan ini
dengan lebih tepat dan
intensif. “Percuma saja
kita terus menggali
potensi potensi yang
ada di CA Panua tanpa
memperhatikan sisi
perlindungan dan
pengamanannya.
Untuk itu sangat
dibutuhkan sumber
daya manusia yang
berkualitas sehingga
dapat mengatasi
permasalahanpermasalahan yang
sedang dan mungkin
akan terjadi di dalam
dan sekitar
kawasan.”
Wiwin Ekandari
Calon PEH Balai KSDA Sulawesi Utara
30
Lahir di Kendal 22 Oktober1979
Suami dari Rochim Mustofiyah
Ayah dari Nabila dan Zakiya
Menyelesaikan pendidikan terakhirnya
di University of Twente
The Netherlands
(Master of Science di Bidang
Lingkungan)
Memberi yang terbaik kepada
negara sebagai Kepala
Subbagian Tata Usaha Balai
KSDA Sulawesi Utara
Mengakhiri perjalanan hidup di
Manado 4 September 2013
Selamat Jalan...Tuhan
memberkati
Download