Salam kebangkitan, Kami sudah berlayar, pantang untuk surut. Tujuan telah ditetapkan, bekal telah diperhitungkan, dan tantangan adalah motivasi terbesar kami. Pembina Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara Masih dengan antusiasme tinggi, bahkan bertambah dengan semangat baru, untuk menunjukan, untuk memperlihatkan bahwa kami adalah generasi baru, generasi pekerja, generasi bersih, generasi yang ingin mengubah wajah KSDA Sulawesi Utara menjadi lebih baik, sehingga lebih bermanfaat, lebih mewarnai dan terpenting LEBIH MENGINSPIRASI. Penanggung Jawab Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pimpinan Redaksi Koordinator PEH Editor Johanes Wiharisno Novita Tandi Buletin ini menjadi tidak sekedar ajang aktualisasi semangat dan antusiasme dalam menulis, dan penyambung informasi segala aktivitas Balai KSDA Sulawesi Utara dengan para stakeholders, namun telah bermetamorfosa menjadi sarana perjuangan suatu idealisme. Edisi kedua Buletin Tangkasi ini, mengupas potensi wisata TWA Batuangus, kawasan dengan sejuta pesona; kajian tentang kepegawaian, suatu harapan tentang profesionalisme; dan mencermati, memahami perencanaan bidang PHKA. Besar harapan kami, Buletin ini mampu menginspirasi semua pihak untuk bekerja jauh lebih baik, mengabdi jauh lebih tulus; kepada alam, kepada masyarakat dan tentunya kepada Tuhan Yang Maha Mulia. Layout & Design Johanes Wiharisno Fanny Febrianto Tim Redaksi Novita Tandi Johanes Wiharisno Wiwin Ekandari Tini Hartiningsih Rahmat Biki Agung Rizal Dyah Ayu Puspitasari Zulham Tangahu Willy Noor Effendi Hari Shabirin Yusuf Tamaroll Tangkasi merupakan nama daerah dari Tarsius spectrum, salah satu satwa endemik Sulawesi Pimpinan Redaksi Daftar Isi hal Pengantar Redaksi 2 Daftar Isi 3 Restorasi Ekosistem di TWA Batuangus 4 Visit To School: SMPN 14 Manado Sekolah Dengan Visi Hijau 9 Batuangus Nature Recreation Park, The Hidden Paradise 10 Cagar Alam Tanjung Panjang, Di Ujung Senja 20 Kajian Kepegawaian: Proses Menuju Profesionalisme 24 Perkembangan Perencanaan Bidang PHKA 26 bakudapa 29 Sumber Foto: Cover Depan (Willy N Effendy) Cover Belakang (Willy, Eko, Pandu, Ubun) Johanes Wiharisno,Gaetan Selamatkan Yaki Alamat Redaksi Balai Konservasi Sumber Daya AlamBalai Sulawesi Utara KSDA Sulawesi Utara Jl. Tololiu Supit Tingkulu ManadoTlp. (0431) 868214 Buletin ini dibiayai melalui Anggaran DIPA Balai KSDA Sulawesi Utara Tahun 2013 BERITA UTAMA Restorasi EKOSISTEM di TWA Batuangus Kunjungan Serikat Pekerja Jepang di Cara beradaptasi dan menyikapi TWA Batuangus pada Bulan Juli 2013, suatu perubahan iklim dan inisiatif untuk memberi nilai lebih pada kegiatan pemanasan global wisata alam di kawasan konservasi. Bersenangsenang menikmati keindahan alam dan berkontribusi pada alam, sebuah upaya kerjasama lintas bangsa dalam menyikapi perubahan iklim dan pemanasan global. Kegiatan restorasi ekosistem di TWA Batuangus, kerjasama antara Balai KSDA Sulawesi Utara, Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Tondano, dan Serikat Pekerja Jepang. Johanes Wiharisno PEH Balai KSDA Sulawesi Utara Johanes Wiharisno PEH Balai KSDA Sulawesi Utara Foto: Johanes Wiharisno bahwa pekerja ini sebagian besar merupakan pekerja pada level rendah di Jepang, sebagian besar pun tidak bisa berbahasa inggris. Etos kerja mereka perlu mendapat acungan jempol, tidak satu pun yang bekerja dengan asalasalan, body language mereka menunjukan kesungguhan. Bulan Juli 2013, Serikat pekerja suatu perusahaan retail (Aeon Retail Workers’ Union) dari Jepang melakukan kunjungan ke Taman Wisata Alam (TWA) Batuangus. Kunjungan tersebut tidak sekedar berwisata, namun lebih dari itu mereka berinisiatif untuk memberi nilai lebih bagi aktivitas liburannya yaitu melakukan penanaman pohon di TWA Batuangus. Perubahan iklim, saat ini bukan sekedar wacana dalam seminar dan workshop, akan tetapi kenyataan yang harus kita hadapi, rasakan panas yang semakin menyengat, musim hujan dan kemarau yang tidak terduga dan terprediksi, dan masih banyak lagi. Dari hari jumat sampai dengan minggu, mereka mengejar target untuk mampu melakukan penanaman seluas 3 ha. Antusiasme dan motivasi bekerja, suatu pelajaran berharga yang coba mereka tunjukan. Perlu diketahui 4 Fakta menunjukan bahwa laju kehilangan keragaman hayati secara mengejutkan 1000 sampai 10.000 kali lebih tinggi dibandingkan laju kepunahan alami; laju kepunahan spesies saat ini jauh melampaui apapun dari rekaman fosil (biological science), 270 spesies unik hilang setiap harinya, suhu rata-rata global meningkat melampaui 3,5 derajat Celcius, dan mungkin terjadi kepunahan lebih dari 70% spesies di seluruh dunia. UNEP (United Nations Environment Programme) menyatakan bahwa ekosistem mungkin berjalan menuju kerusakan permanen saat banyak negara gagal mencapai tujuan untuk melindungi satwa dan tumbuhan. Fakta-fakta diatas menunjukan bahwa bumi sedang berubah, dan menuju kepada tandatanda dimana manusia dan spesies lainnya ditekan keras untuk mampu beradaptasi atau punah. Apa yang dilakukan oleh pekerja jepang ini merupakan pesan penting bahwa perubahan iklim tidak bersifat lokal semata, namun telah menjadi masalah global. Bekerja pada level lokal, dengan melakukan hal-hal kecil seperti penanaman pohon, menjaga hutan tetap pada proporsi yang seimbang merupakan langkah untuk kita mencoba mengendalikan perubahan iklim berjalan secara bertahap dan perlahan menyesuaikan dengan kemampuan kita untuk beradaptasi. Lebih jauh dapat dilihat laporan baru (2010) dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), bahwa populasi penguin Antartika menurun lebih dari 80% sejak 1975 akibat hilangnya es lautan, Kijang Kaibu Arktik mengalami penurunan tajam karena kelaparan Apa yang terjadi saat ini tidak dapat dilepaskan dari perilaku kita dalam mengelola kawasan konservasi, kita dituntut untuk lebih cermat lagi dalam mengelola anggaran, melaksanakan kegiatan, dan mengefektifkan perencanaan Sungai-sungai dunia sedang dalam “kondisi kritis” pada skala global. Persediaan air untuk hampir 80% dari populasi dunia sedang sangat terancam. US researcher Prof. Peter McIntyre of the University of Winconsin-Madison and City College of New York modeler Charles Vorosmarty) agar lebih adaptif dengan kondisi lapangan. Kembali perlu ditekankan bahwa mindset kita perlu dijernihkan ketika melihat dan mencermati setiap kegiatan pengelolaan, ini merupakan salah satu langkah kita dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim. Pengelolaan kawasan konservasi gagal, berarti kita gagal beradaptasi terhadap perubahan iklim. akibat perubahan iklim saat pencairan awal dan pembekuan membuat tumbuhan sumber makannya tidak bisa terjangkau, mirip tahun 2007 dan 2009, pada bulan Sepetember 2010, sepuluh ribu anjing laut menuju pesisir yang merupakan perilaku tidak normal, akibat kurangnya es dilautan, tempat mereka biasa beristirahat, burung bermigrasi sekarat akibat perjalanan yang tidak tepat waktu membuat mereka tidak mendapat persediaan makanan yang cukup saat mereka tiba di tempat tujuan dan/atau tempat-tempat seperti lahan basah pun mengering sehingga tidak lagi menyediakan habitat bagi mereka. Masyarakat sekitar TWA Batuangus mungkin sudah terbiasa dengan kekurangan air, dimana masyarakat dalam mencukupi kebutuhan akan air (persediaan air) banyak yang masih 5 bergantung pada air hujan (dengan melakukan penampungan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari). Kondisi yang bertahun-tahun dialami ini bukan tanpa usaha untuk perbaikan. Masyarakat sekitar TWA Batuangus adalah pekerja keras dan usaha telah banyak dilakukan. Penanaman pohon di TWA Batuangus yang merupakan kerjasama Balai KSDA Sulawesi Utara, Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Tondano dan Serikat Pekerja Jepang ini tidak akan terwujud jika tanpa partisipasi dan peran aktif perangkat desa dan masyarakatnya. Masyarakat awam tentu tidak akan berbicara tentang Global Warming ataupun Climate Change, namun jika kegiatan penanaman ini mampu memunculkan satu mata air baru, membuat udara menjadi sejuk sehingga tidur menjadi lebih nyenyak...cukuplah bagi kita untuk bicara tentang manfaat menanam pohon ataupun keberadaan kawasan konservasi. Kepala Desa yang ikut turun ke lapangan saat kegiatan ini dilaksanakan, mengungkapkan rasa senang dan bangganya ketika kawasan ini mendapat perhatian dunia (Jepang), ia berharap hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakatnya untuk lebih peduli dengan lingkungan. Ini bersambut dengan apa yang disampaikan Bapak Adi Susmianto (Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi/Puskonser), yang mengharapkan agar kegiatan Serikat Pekerja Jepang ini di tahun yang akan datang dapat lebih melibatkan masyarakat sekitar kawasan. Mari belajar dari orang-orang jepang ini, kita bisa lebih baik. Tahun depan siapa tahu kita bisa menanam pohon di jepang, siapa tahu... jika ada kemauan, alam semesta pasti mendukung. (JW) 6 Let’s play and wo ...let's get hard ork harder PARTY! Foto: Johanes Wiharisno 7 H ari itu 26 Juli 2013 saya berada di SMP Negeri 14 Manado untuk mengikuti kegiatan Kampanye Pelestarian Satwa. Angin yang bertiup kencang membuat udara lumayan nyaman. Hari ini siswa-siswi SMP Negeri 14 akan kedatangan tamu dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. Menurut guru mereka maksud kedatangan para tamu itu adalah dalam rangka Visit To School yang merupakan kegiatan tahunan yang diadakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. Maksud kegiatan ini, untuk mengajak seluruh generasi muda terutama siswa dan pelajar untuk lebih mengenal akan satwa khas Sulawesi Utara yang dilindungi. Tujuannya untuk menumbuhkan minat dan jiwa konservasi kepada anak-anak sekolah tentang pentingnya penyelamatan satwa khas Sulawesi Utara. Kekaguman yang saya rasakan pada siswa-siswi ini, ketika acara pameran mereka memperlihatkan kerajinan tangan hasil karya mereka, mereka membuat patung berbentuk Yaki dari sabut kelapa, tas-tas dari kulit kayu, rumah-rumahan dari kayu..wah bagus sekali dan sangat kreatif! Kegiatan Kampanye Pelestarian satwa ini merupakan salah satu upaya meningkatkan kesadaran masyarakat luas akan pentingnya konservasi terutama pelestarian satwa yang dilindungi. Sebagai aksi lapangan adalah dengan menanam pohon di hutan sekolah. Saya dan siswa-siswi SMP Negeri 14 larut dalam pelajaran yang disampaikan oleh Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara (Bapak Ir. Sudiyono) tentang Tupoksi BKSDA, Konservasi Satwa oleh Balai Penelitian Kehutanan Manado (Anita Mayasari, S.Hut), Penyelamatan Satwa oleh Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (Victoria Sendy), dan Pendidikan Konservasi Satwa oleh Selamatkan Yaki (Harry Hilser dan Yunita Siwi). Saya dan teman-teman merasa senang sekali karena banyak sekali ilmu yang diperoleh, ternyata hewan-hewan di dunia ini tidak semua bisa ditangkap, diburu, bahkan dimakan. Bagi anak-anak muda, kegiatan ini sangat menarik dan punya dampak positif bagi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan masyarakat internasional telah menyepakati pentingnya menjaga bumi dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. Salah satu komitmen pemerintah dalam menjaga bumi dari pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah melalui pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan yang merupakan kunci untuk mempersiapkan kita dengan pengetahuan, keahlian, nilai dan sikap agar pembangunan yang kita lakukan saat ini tidak mengorbankan generasi masa depan. Tini Hartiningsih (Penyuluh Balai KSDA Sulawesi Utara) Foto: Gaetan, Selamatkan Yaki TWA Batuangus, memiliki karang keras dengan tutupan tertinggi terdapat di Jico Beringin (40,17 %) dan terendah di Hall Batuangus (25,67 %) dengan ratarata sebesar 45,1 %. Karang lunak dengan tutupan tertinggi sebesar 9,5 % terdapat di lokasi Pantai Jaga dan terendah terdapat di Hall Batuangus sebesar 4,33 %. Tutupan alga dalam hal ini terdiri dari makroalga dan DCA (death coral with algae) . Foto: Willy Noer Effendy Terdapat genus karang sebanyak 33 genus yang terdiri dari 27 genus karang keras dan 6 genus karang lunak. Komponen lainnya yang terdapat di kawasan ini meliputi organisme laut bentik non karang seperti (Linckia sp., Holoturoida, Crinoid, Tridacna sp., Diadema sp., dll) di lokasi tertinggi di lokasi Hall Batuangus (6 %) dan terendah terdapat di lokasi Pantai Batu (1,5 %). Terakhir untuk komponen abiotik umumnya didominasi oleh pasir di beberapa lokasi dan sedikit batuan vulkanik dan batu. Komponen abiotik tertinggi terdapat di Hall Batuangus sebesar 51, 67% dan terendah di Jico Beringin sebesar 40,67 %. Terdapat genus karang sebanyak 33 genus yang terdiri dari 27 genus karang keras dan 6 genus karang lunak. Persentase tutupan karang hidup dimana penggabungan dari data karang keras dan karang lunak berkisar antara 30 % - 49, 17 % dengan rata-rata sebesar 42,57 %. Berdasarkan KEPMEN LH No 4 tahun 2001 baik di TWA Batuangus maupun lokasi pembanding masuk dalam kategori “sedang” hingga baik dengan rata-rata masuk kategori sedang. Tutupan karang hidup tertinggi terdapat di lokasi pembanding yaitu Magic Rock ( 51, 50 %) dan untuk tutupan tertinggi di TWA Batuangus terdapat di lokasi Jico Beringin sedangkan untuk tutupan karang hidup terendah terdapat di Hall Batuangus (30 %). Secara keseluruhan lokasi TWA Batuangus masuk dalam kisaran sedang hal ini dikarenakan kondisi substrat dasar yang relatif pasir sehingga menjadi faktor pembatas untuk tumbuh dan berkembang menjadi koloni karang yang besar dimana karang membutuhkan substrat yang padat dan kompak untuk menempel. Ikan karang yang dicatat/ditemukan terdiri dari 195 species ikan karang yang termasuk dalam 37 family dengan jumlah individu tercatat sebanyak 4392 individu. Ikan karang jika dilihat dari biomassa dan kelimpahannya per family memperlihatkan family Pomacentridae (damsel fishes) memiliki biomassa serta kelimpahan tertinggi sebesar 3.363,07,36 Kg/Ha dan kelimpahan sebesar 222.940 Ind/Ha . Umumnya ikan karang yang memiliki biomassa dan kelimpahan tertinggi dijumpai dalam keadaan berkelompok (schooling), hal inilah yang mengakibatkan beberapa data memiliki ketimpangan di beberapa lokasi. Untuk melihat sejauh mana family ikan ini yang memiliki jumlah dan jenis mempengaruhi data serta ekosistemnya, maka analisis ditambahkan dengan kelimpahan dan biomassa sehingga dapat melihat kondisi ekosistemnya, apakah masih dalam kondisi baik atau tidak. Keanekaragaman spesies ikan karang mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan terumbu karang di daerah tersebut. Tingkah laku ikan karang baik kecenderungan untuk berkelompok, mencari makan dan bertahan dari serangan predator tidak terlepas dari lingkungan yang berstruktur akibat bentuk terumbu yang komplek. Perbedaan dalam habitat dipengaruhi oleh aktivitas gelombang, arus, cahaya, ketersediaan alga, plankton dan makanan lain serta kelimpahan bentuk dan variasi koral termasuk struktur terlindung lainnya memberikan kombinasi variasi yang 12 besar dalam kelompok ikan niche mereka. Kelimpahan ikan karang di TWA Batuangus tertinggi terdapat di lokasi Pantai Batu sebesar 21.573, 33 Ind/Ha sedangkan di lokasi pembanding (Magic Rock) sebesar 13.303, 33 Ind/Ha. Kelimpahan terendah untuk di dalam TWA terdapat di lokasi Pantai Jaga sebesar 6.426,67 Ind /Ha. Hasil survei memperlihatkan baik kelimpahan tertinggi maupun terendah sama-sama berada di TWA Batuangus. Kondisi karang yang mengelompok dan tidak tersebar merata menyebabkan ikan juga tidak terdistribusi merata di semua transek. Kondisi inilah yang umum terdapat di perairan TWA Batuangus. Pasir yang menjadi faktor pembatas distribusi karang sehingga ikan juga mengikuti pola distribusi karang yang ada. Kelimpahan ikan karang berdasarkan komunitas ikan karangnya yang terbagi kedalam kategori ikan indikator, mayor group dan ikan target. Ikan indikator yaitu species-species ikan yang dijadikan sebagai indikator kesehatan perairan ekosistem terumbu karang serta hidupnya berasosiasi paling kuat dengan terumbu karang. Contoh species ikan yang termasuk kelompok ini yaitu ikan dari family Chaetodontidae karena dianggap berguna untuk mengevaluasi dampak mereka terhadap terumbu karang. Mayor group, yaitu species-species ikan yang tidak termasuk kedalam dua kelompok diatas dan umumnya belum diketahui peranannya kecuali dalam rantai makanan. Data semi kuantitatif diambil dengan menghitung secara taksiran, karena sebagian besar ikan-ikan yang termasuk kelompok ini hidup dalam kelompok besar (schooling). Umumnya ikan ini banyak dijadikan ikan hias (Pomacentridae, Apogonidae, Labridae, dll). Sedangkan Ikan Target, yaitu ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi yang hidup berasosiasi dengan perairan karang. seperti: family Seranidae, Lutjanidae, Caesionidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Mullidae, Siganidae, Labridae (Cheilinus, Hemigymnus, Choerodon) dan Haemulidae (Terangi, 2004) . Kelimpahan tertinggi untuk kategori mayor group di TWA Batuangus terdapat di lokasi Pantai Batu sebesar 20.956,67 Ind/Ha dan terendah terdapat di Pantai Jaga sebesar 6.080 Ind/Ha. Pada bagian kategori ikan target, kelimpahan tertinggi terdapat di Pantai Batu sebesar 333,33 Ind/Ha dan terendah di Hall Batuangus sebesar 150 Ind/Ha. Sedangkan untuk ikan indikator tertinggi terdapat di lokasi Pantai Batu sebesar 233,33 Ind/Ha dan terendah di Hall Batuangus sebesar 140 Ind/Ha. Biomasa ikan karang tertinggi di TWA Batuangus terdapat di lokasi Pantai Batu sebesar 371, 46 Kg/Ha dan terendah terdapat di lokasi Hall Batuangus. Lokasi pembanding memiliki biomassa cukup tinggi yaitu sebesar 359, 33 Kg/Ha. Lokasi Pantai Batu memiliki kelimpahan serta Biomassa tertinggi di semua lokasi di TWA Batuangus. Hal yang menjadi kekhawatiran adalah ikan karang di lokasi lain di dalam TWA Batuangus dimana biomassanya dan kelimpahan ikan karangnya rendah perlu perhatian khusus apakah ini merupakan kondisi alami atau dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Biomassa ikan karang di TWA Batuangus berdasarkan kategorinya memperlihatkan bahwa untuk kategori ikan indikator tertinggi biomassanya terdapat di lokasi Pantai Batu sebesar 9, 35 Kg/Ha dan terendah terdapat di lokasi Pantai Jaga sebesar 4,97 Kg/Ha. Biomassa ikan mayor group tertinggi terdapat di lokasi Pantai Batu sebesar 332, 51 Kg/Ha dan terendah terdapat di lokasi Hall Batuangus sebesar 73,69 Kg/Ha. Sedangkan biomassa untuk ikan target tertinggi terdapat di lokasi Pantai Jaga sebesar 39, 97 Kg/Ha. Jika kita membandingan dengan lokasi Magic Rock terlihat bahwa lokasi pembanding sedikit lebih baik dibandingkan dengan TWA Batuangus. Hal ini dapat dilihat dari kondisi karang serta ikan target yang ada. 13 Hal ini memungkinkan lokasi TWA Batuangus menjadi daerah penangkapan ikan bagi masyarakat sekitar karena lokasinya yang bukan daerah spot penyelaman sehingga pengawasan kurang ketimbang lokasi wisata diamana selalu ada kegiatan penyelaman di lokasi pembanding. Uraian diatas merupakan hasil yang didapat dari survei tahun 2013, beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain: • Tutupan karang hidup berdasarkan KEPMEN LH No 4. Tahun 2001 tentang kritaeria baku kerusakan terumbu karang, hasil yang didapatkan menunjukan umumnya kondisi tutupan karang di TWA Batuangus umumnya berada pada kategori sedang. Genus karang yang tercatat masuk di dalam transek sebanyak 33 genus yang terdiri dari 27 genus karang keras dan 6 genus karang lunak. • • Ikan karang yang dicatat/ditemukan dalam survei derah dangkal ini terdiri dari 195 species ikan karang yang termasuk dalam 37 family . Lokasi di dalam TWA Batuangus yang memiliki kondisi relatif baik yaitu di lokasi Pantai Batu dimana memiliki kelimpahan dan biomassa terbaik dibanding lokasi lainnya Lokasi TWA Batuangus jika dengan lokasi pembanding Magic Rock terlihat bahwa lokasi pembanding sedikit lebih baik dibandingkan dengan TWA Batuangus. Hal ini dapat dilihat dari kondisi karang serta ikan target yang menajdi konsumsi yang ada. Hal ini kemungkinan lokasi TWA Batuangus menjadi daerah penangkapan ikan bagi masyarakat sekitar karena lokasinya yang bukan daerah spot penyelaman sehingga pengawasan kurang ketimbang lokasi wisata diamana selalu ada kegiatan penyelaman di lokasi pembanding. Willy Noer Effendy (Calon PEH Balai KSDA Sulut) Batuangus , habitat bagi beberapa satwa penting di Sulawesi, seperti: tarsius, monyet hitam sulawesi, rusa, ular phyton dan masih banyak lagi Foto: Johanes Wiharisno 16 Foto: Willy Noer Effendy 17 Cagar Alam (CA) Gn. Ambang memiliki potensi yang sangat besar, baik dari sisi ilmiah, keindahan alam, budaya masyarakatnya, dan salah satu potensi yang sedang diupayakan untuk dapat dimanfaatkan yaitu panas bumi (geothermal). Banyak potensi yang belum mampu dimanfaatkan, karena status kawasan tersebut sebagai cagar alam. Seperti yang kita bersama ketahui, cagar alam sangat memiliki keterbatas untuk dapat dimanfaatkan. Cagar alam terutama untuk kegiatan keilmuan, dimana kondisi alamiah dan keasliannya harus tetap terjaga, ini warisan kita untuk masa depan. Tantangan terbesar yang saat ini dihadapi oleh Gn. Ambang adalah tekanan dan kebutuhan masyarakat terhadap lahan. Masyarakat disekitar Gn. Ambang merupakan masyarakat yang bergantung kepada lahan pertanian. Pertambahan penduduk menuntut kebutuhan lahan, sehingga sedikit demi sedikit masyarakat mulai naik dan merambah kawasan ini. Kebutuhan energi pun menjadi tantang yang cukup mengemuka sehingga memunculkan wacana perubahan fungsi kawasan. Perhitungan dan kearifan kita menyikapi hal ini akan menentukan nasib anak -anak Ambang ke depan. (JW) Gunung Ambang dalam gambar foto: Johanes Wiharisno foto: Johanes Wiharisno Cagar Alam Tanjung Panjang; Di Ujung Senja Disarikan dari Kajian Ekologi Kelayakan Pemulihan Ekosistem Di Cagar Alam Tanjung Panjang Butuh kajian mendalam tentang ketinggian daerah ini terhadap MSL. Suplai bibit atau propagule ke kawasan yang telah dialihfungsikan terhambat karena tidak berfungsinya saluran air dan keberadaan pematang tambak. yang dilaksanakan Tim Balai KSDA Sulawesi Utara pada bulan Juli 2013 P enilaian ekologi, hidrologi dan gangguan yang dilakukan mendapatkan beberapa informasi dasar tentang faktor tekanan (stress factor) dan gangguan terhadap peluang terjadinya suksesi alami di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang terutama di kawasan yang telah dialihfungsikan antara lain : Hidrologi normal kawasan terganggu:Adanya pematang tambak yang menghalangi aliran air pasang surut. Kondisi ini menyebabkan kawasan yang telah dialihfungsikan senantiasa tergenang air. Sedangkan kawasan di sekitar tambak mengalami tekanan karena perubahan hidrologi dan aliran pasang surut yang tersendat. Saluran air pasang surut (terutama saluran air pasang surut sekunder) tidak berfungsi karena ditutupi oleh pematang tambak sedangkan di sekitar tambak fungsinya tidak alami lagi. Kondisi substrat yang sudah tidak mendukung regenerasi alami karena senantiasa tergenang, mengandung banyak H2S yang menghambat pertumbuhan perakaran mangrove. Topografi dan elevasi permukaan tambak yang berubah terutama di pinggiran tambak. Kedalaman substrat mencapai 1 meter dari kondisi semula. Padahal mangrove hanya bisa tumbuh di atas muka air laut ratarata (Mean Sea Level) sampai pasang tertinggi. 22 Ketersediaan bibit atau propagule untuk beberapa spesies terbatas terutama jenis back mangrove (zona belakang) karena telah hilang seiring pembukaan tambak. Jenisjenis mangrove ini sebagian masih terdapat pada hutan referensi di sekitar sabuk hijau namun tidak semua berjarak dekat dengan kawasan yang dilihfungsikan dan diharapkan melakukan suksesi alami. Juga dari segi produksi bibit atau propagule apakah mencukupi untuk regenerasi alami di kawasan yang rusak seluas 2400 Ha. Masih berlangsungnya aktifitas pembukaan lahan tambak baru di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang yang potensial menghilangkan hutan referensi (analog forest) dan sumber bibit atau propagule di kawasan ini. Kajian ekologi, hidrologi dan gangguan yang dilakukan menunjukkan bahwa kedua prasyarat kemampuan suksesi alami mangrove sebagaimana di paparkan oleh Roy Robin Lewis dan beberapa pakar lainnya tidak terpenuhi karena adanya faktor tekanan dan gangguan atau hambatan yang telah diidentifikasi. Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tidak akan mampu memperbaiki kondisinya secara alami (suksesi alami) walaupun dalam jangka panjang 15 – 30 tahun. Rekomendasi : Restorasi Hidrologi dan Ekologi Mengingat suksesi alami tidak memungkinkan, upaya pemulihan yang lain harus segera direncanakan. Pemulihan ekosistem mangrove dilakukan dengan terlebih dahulu mengatasi persoalan faktor tekanan dan gangguan atau hambatan terhadap regenerasi alami ekosistem mangrove di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang. “Restorasi atau rehabilitasi dapat disarankan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekosistem homeostasis telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atau perbaikan secara alami dari kerusakan terhambat oleh berbagai sebab. Rencana restorasi harus terlebih dulu melihat potensi dari aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lingkungan lainnya yang mungkin menghambat perkembangan mangrove. Jika aliran airnya terhalangi dan ada tekanan lain, maka harus di tangani terlebih dulu. Kajian sistem hidrologi kawasan secara mendalam sangat penting dilakukan untuk merumuskan rencana restorasi dan pemulihan kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang. Untuk upaya pemulihan, kajian sejarah aliran air pasang surut perlu dilakukan untuk merekam kembali kondisi, lokasi dan sistem pengairan kawasan yang menentukan pola distribusi dan pertumbuhan mangrove. Kajian ini dapat dilakukan secara 23 partisipatif maupun memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. T ahapan selanjutnya yang penting dilakukan adalah merekam jejak spesies/jenis mangrove yang ada di Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang. Pengkajian ini penting untuk memilih jenis mangrove yang akan direstorasi kembali. Sedapat mungkin project restorasi yang dijalankan mempertimbangkan untuk pemulihan kembali hidrologi kawasan dan jenis mangrove yang memiliki jejak sejarah penghuni kawasan Cagar Alam Tanjung panjang. Restorasi komunitas mangrove adalah harga mati untuk upaya pemulihan ekosistem ini tidak terbatas pada restorasi spesies seperti Rhizophora yang lazim dilakukan di Indonesia. Salah satu kunci penting yang harus dilakukan ketika rehabilitasi mangrove adalah mencontoh tingkat kemiringan dan topografi substrat dari mangrove terdekat yang masih bagus kondisinya. Hutan ini biasanya disebut dengan hutan referensi atau analog forest. Mempertahankan keberadaan hutan referensi penting dilakukan. Dalam jangka pendek upaya konservasi hutan referensi di Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang perlu mendapat perhatian serius. Dengan keberadaan hutan referensi ini, perencana kegiatan restorasi atau pemulihan ekosistem dapat dengan mudah merencanakan kegiatan restorasi dengan mengkaji tingkat kemiringan dan topografi substrat dari mangrove terdekat yang masih bagus kondisinya. (JW) KITA PE PIKIRAN yang dalam tugas dan fungsinya berbeda-beda namun tetap menjadi satu yaitu menyukseskan pembangunan nasional. Dalam rangka ikut menyukseskan pelaksanaan pembangunan dan menciptakan masyarakat yang adil dan merata, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah memperkuat penyelenggaraan pemerintahan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan yang profesional oleh para pegawai yang ada, sebab pelaksanan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Negara Indonesia sangat dipengaruhi oleh egitu kritisnya masyarakat pada saat ini dengan berbagai tuntutan perubahan yang semuanya mengarah pada suatu harapan yaitu terwujudnya kondisi atau keadaan yang jauh lebih baik, baik kondisi masyarakat maupun penyelenggaraan pemerintahan. Semakin berkembangnya era globalisasi dan semakin terbukanya arus informasi telah mengakibatkan terjadinya perubahan paradigma dalam sistem pemerintahan. Perubahan paradigma pemerintahan dari rule driven ke mission driven serta terjadinya pergeseran tuntutan pelayanan publik The laws of life allow no one to be kearah yang lebih transparan, successful without striving, struggling, partisipatif dan discipline and hard work for it. akuntabel merupakan Dr. T. P. Chia fenomena perubahan lingkungan strategis yang berkembang saat ini. Keinginan untuk perubahan tersebut bermuara penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. dari semakin meningkatnya kesadaran Pembangunan pegawai pemerintah masyarakat akan hak dan kewajibannya atau dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil sebagai warganegara yang dipicu oleh diarahkan untuk meningkatkan kualitas kerja semakin meningkatnya pendidikan dan pegawai agar lebih memiliki sikap dan perilaku pengetahuan warganegara (learning society). yang berlandaskan kepada pengabdian, Selain itu semakin mandirinya mass kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan media yang didukung oleh teknologi informasi keadilan, sehingga dalam melaksanakan tugas dan komunikasi yang semakin canggih dan dan fungsinya sebagai pegawai negeri berhasil terbuka lebar juga memberikan pengaruh dengan baik serta dapat memberikan pelayanan yang cukup besar. Kenyataan membuktikan dan pengayoman kepada masyarakat sesuai bahwa kesuksesan penyelenggaraan dengan tuntunan hati nurani mereka. Untuk pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil nasional terutama sangat tergantung dari sebagaimana yang disebutkan di atas, maka kesempurnaan aparatur pemerintah, serta perlu dilaksanakan pembinaan yang baik dan dukungan dari berbagai instansi pemerintah teratur, dilakukan secara terus menerus dengan B KAJIAN PROSES MENUJU berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Hal ini dimaksudkan 24 untuk memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berprestasi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetensi secara sehat. Selain itu, untuk meningkatkan profesionalisme dan prestasi kerja atau kinerja pegawai tersebut harus diperhatikan pula masalah kesejahteraannya, agar pegawai yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian sepenuhnya kepada tugas pokok sehari-hari. Bentuk kesejahteraan KEPEGAWAIAN PROFESIONALISME Dyah Ayu Puspitasari Calon Analis Kepegawaian disini antara lain adalah kelancaran dalam pemberian gaji atau bentuk lainnya, sehingga setiap pegawai tentunya akan lebih bergairah dan bersemangat dalam bekerja mengingat kesejahteraannya dapat terpenuhi dan diterima sesuai dengan haknya. Dengan adanya berbagai masalah pegawai maka masalah tersebut perlu ditangani secara khusus, untuk itu perlu adanya bagian yang mengurus segala hal administrasi kepegawaian, pembinaan pegawai, dan peningkatan kinerja pegawai. Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan yang mengarah pada pemerintahan demokratis yang berazas pada good governance, diperlukan pula pembaharuan pada tataran manajemen sumber daya manusia (aparatur pemerintah). Arah kebijakan untuk mewujudkan profesionalisme PNS yang harus ditempuh melalui pelaksanaan program prioritas bidang kepegawaian. Sehubungan dengan hal tersebut, komponen atau sub sistem kepegawaian menuju profesionalisme PNS seperti: sistem penilaian kinerja, pola pembinaan karir berbasis merit dan sistem remunerasi, serta pembangunan sistem informasi kepegawaian sangat mendesak untuk dilaksanakan. Terdapat tiga kata kunci yang akan memberikan pemahaman tentang visi, yaitu profesional, netral, dan sejahtera. Profesional Istilah ’profesional’ dimaksudkan untuk menunjukkan kriteria pegawai yang memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan persyaratan suatu jabatan, bekerja dengan dedikasi yang tinggi, dan beorientasi pada prestasi kerja. Netral Istilah ’netral’ dimaksudkan bahwa PNS bersikap netral terhadap seluruh kekuatan politik atau kekuatan tertentu lainnya sehingga dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara adil dan merata, tidak membedakan suku, ras, dan agama. Sejahtera yang dimaksud dengan ’sejahtera’ adalah untuk menunjukkan bahwa penghasilan PNS dapat memenuhi tingkat hidup layak bagi diri dan keluarganya. Kesejahteraan PNS diwujudkan dengan memperhitungkan beban kerja dan prestasi kerja/produktivitas marjinal, serta didukung dengan sistem penghargaan yang adil dan rasional sehingga mampu menumbuhkan motivasi peningkatan kinerja dan terciptanya PNS yang bersih dari KKN.(D) 25 KITA PE PIKIRAN Teori – teori perencanaan berkembang sesuai dengan tantangan kondisi aktual wilayah dan lingkungan. Interaksi lingkungan masyarakat yang dinamis dengan lingkungan fisik yang unik menghasilkan perkembangan pada sistem kehidupan manusia (pola pikir, pengetahuan, perilaku) dan kegiatan usaha yang dilakoni. Perubahan ini berimplikasi pada berbagai aspek kehidupan, baik aspek sosial,ekonomi, hukum, politik, dan budaya. Kondisi yang senantiasa berubah ini menimbulkan konsekuensi adanya suatu perencanaan yang senantiasa “up to date”, bersifat dinamis dan memenuhi kebutuhan saat ini. Arus globalisasi dan perkembangan peradaban manusia telah menghasilkan berbagai kondisi yang bergerak ke arah pembaharuan, salah satunya terjadi di bidang kehutanan, khususnya Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Menyadari kondisi tersebut maka saat ini kita perlu mengembangkan paradigma baru, mengadakan pilihan-pilihan baru, dan tidak mengulangi kesalahan masa lampau. Perkembangan Perencanaan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Rully Dhora Carolyn PEH Balai KSDA Sulawesi Utara Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, peran pembangunan bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dalam Renstra Kementerian Kehutanan di fokuskan pada Pembangunan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Pembangunan Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola serta Infrastruktur. Posisi dan peran PHKA juga terkait dengan prioritas pembangunan bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta pembangunan lintas bidang yang berkaitan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global. Untuk itu penyelenggaraan bidang 26 PHKA dituangkan melalui Rencana Strategis Direktorat Jenderal PHKA Tahun 20102014 yang mendasarkan pada prinsip-prinsip perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari. Perumusan posisi dan ruang lingkup pembangunan kehutanan bidang PHKA dalam Renstra Ditjen PHKA Tahun 2010-2014 disusun berdasarkan Renstra Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014 yang bertumpu pada Kebijakan Prioritas: (1) Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan (2) Konservasi Keanekaragaman Hayati, dengan Program: Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan. menghasilkan keputusan, dan tersedianya berbagai alternatif pilihan pendekatan pengelolaan yang meminimalisir konflik dengan masyarakat. Pada periode sebelumnya pengembangan pengelolaan pada satwa ini hanya fokus pada mempertahankan keberadaan satwa pada suatu kawasan konservasi. Sayangnya, upaya pengembangan konservasi satwa pun tidak mendapatkan cukup perhatian dalam proses pengembangan wilayah yang cenderung memberi ruang bagi proses industrialisasi. Padahal, dinamika pembangunan telah menimbulkan ketersinggungan aspek yang satu dengan lainnya. Kondisi ini tidak dapat dijelaskan oleh teori pembangunan wilayah yang ada. Sebagai solusi, maka UPT BKSDA Sulawesi Utara bersama – sama dengan berbagai pihak mencoba merumuskan suatu perencanaan pengelolaan satwa dalam poin – poin berikut : Program utama bidang PHKA, memiliki outcome Biodiversity dan ekosistemnya berperan significant sebagai penyangga ketahanan ekologis dan penggerak ekonomi riil serta pengungkit martabat bangsa dalam pergaulan global, dengan indikator kinerja utama : • • • • • • Terbangunnya Sistem Pengelolaan BLU pada Taman Nasional sebanyak 12 Unit. Populasi spesies prioritas utama yang terancam punah meningkat sebesar 3% dari kondisi populasi tahun 2009 sesuai kondisi biologis dan kesediaan habitat. Penanganan kasus baru tindak pidana kehutanan pada tahun berjalan dapat diselesaikan minimal 75%. Hotspot (titik api) di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi berkurang 20% per tahun. Meningkatnya Pengusahaan Pariwisata Alam sebesar 60 % dibanding Tahun 2008. Konflik dan tekanan terhadap kawasan Taman Nasional dan Kawasan Konservasi Lainnya dan Hutan Lindung menurun sebanyak 5 %. Salah satu contoh upaya pencapaian indikator tersebut dapat dilihat pada program pengembangan konservasi satwa endemik Sulawesi Utara, yang merupakan bagian dalam perencanaan UPT Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara. Model pengembangan perencanaan pengelolaan kawasan konservasi pada UPT BKSDA Sulut ini berubah seiring waktu. Dengan adanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas akademik yang berbeda dari pendahulu pada periode sebelumnya, terjadi penajaman fokus pengelolaan, teknik pengelolaan, kecepatan 27 • Penelitian, pemantauan dan survey (Penentuan kebutuhan penelitian bersama; Penelitian bio-ekologi satwa; Penelitian bidang medis konservasi (conservation medicine); Pemantauan habitat dan populasi satwa) • Sosialisasi dan diseminasi hasil penelitian kepada para pihak terkait (Membuat terbitan ilmiah populer hasil penelitian; Membantu perancangan pembangunan data base untuk kepentingan pemantauan upaya konservasi satwa; Mentransformasi hasil penelitian untuk mendukung konservasi satwa) • Penyadartahuan dan pemberdayaan masyarakat (Menyusun materi pendidikan konservasi dan penyadartahuan masyarakat; Publikasi di berbagai media cetak maupun media elektronik lokal dalam rangka pendidikan konservasi dan penyadartahuan masyarakat; Penyuluhan kepada masyarakat dan pendidikan konservasi untuk siswa sekolah) Perjalanan Teori Perencanaan Planning as policy analysis Planning as social learning Planning as social reform Planning as social mobilization JOHN FRIEDMANN • Mendukung perlindungan dan pengamanan kawasan (Penegakan hukum; Melakukan kajian dalam rangka mendukung manajemen konflik antara manusia – satwa). Model pengembangan konservasi satwa yang coba diimplementasikan oleh UPT BKSDA Sulawesi Utara tersebut disusun dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Program penyadartahuan menjadi bagian yang mencoba mengedepankan fungsi dan peranan masyarakat dalam pengembangan pembangunan konservasi satwa ke depan. Identifikasi daya dukung fisik (habitat dan luas wilayah), sosial dan ekonomi menjadi mutlak dilakukan, agar pembangunan konservasi satwa ini berjalan selaras dengan pembangunan wilayah yang berusaha meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai penutup, kompleksitas permasalahan bidang PHKA telah menyangkut kepentingan sektor lain (pertambangan, pembangunan daerah-jalan, waduk, jaringan transmisi listrik, energi listrik, tower telekomunikasi, areal (pencadangan) transmigrasi, pemukiman masyarakat), illegal logging, illegal fishing, poaching, perambahan, pendudukan kawasan, jual beli lahan, sertifikasi lahan kawasan, tumpang tindih atau konflik batas kawasan, tumpang tindih wilayah kabupaten baru dengan kawasan, dan sebagainya. Berbagai isu tersebut sulit untuk diterangkan oleh teori – teori pembangunan wilayah. Pendekatan yang dapat menjadi alternatif solusi yang tepat antara lain dengan mengidentifikasi perubahan sosial dan ekonomi, serta pembentukan kondisi bagi sumberdaya manusia untuk berkembang dan mengambil peran yang tepat dalam proses pembangunan yang berwawasan konservasi. Untuk itu penting untuk diperhatikan keterlibatan stakeholders yang tepat dalam proses perencanaan pembangunan wilayah, agar produk pengembangan wilayah yang dihasilkan tepat sasaran. (RDC) 28 BAKUDAPA Tatang Abdullah “Tanpa maleo, Panua tidak ada artinya. Panua artinya maleo, maka lestarikanlah maleo. Mari sama-sama kita lindungi maleo dari kepunahan, jangan sampai kawasan ini hanya tinggal namanya saja ‘Panua’ tanpa ada spesies maleo didalamnya.” T ahun 2005, Tatang Abdullah mengawali kariernya menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian kehutanan setelah merasa tidak memiliki tantangan lagi di Perusahaan Inhutani. Berbekal ilmu yang diperoleh dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas SKMA) Kadipaten, pria asal Sumedang ini dengan penuh percaya diri melangkahkan kaki meninggalkan kampung halaman, menyambut datangnya cercah-cercah harap yang ideal.“Jadi PNS adalah pilihan terbaik saya, karena dengan menjadi PNS saya memiliki kesempatan untuk bisa berkembang dan menimba ilmu.” Kang Tatang (panggilan akrab sehari-hari) ditempatkan di Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Resort Panua, sebuah kawasan cagar alam yg terletak di kabupaten P o h u w a t o , provinsi Gorontalo. Sempat ciut nyalinya ketika pertama kali menginjakkan kaki di Cagar Alam (CA) 29 Pengamatan Maleo Panua. “Mampukah saya mengemban tugas ditempat ini?” Pikirnya saat itu. Dengan keterbatasan sarana dan prasarana dan dekatnya pemukiman penduduk disekitar kawasan, terlintas dalam benaknya “pasti banyak permasalahan yang akan muncul dan harus diselesaikan” Seiring berjalannya waktu, pesona cagar alam Panua terus menerus membiusnya dengan berbagai keindahan didalamnya. Kawasan yang memiliki ekosistem hutan tropis dataran rendah dengan panorama hutan dan pantai yang begitu indah serta besarnya potensi biotik yang sungguh elok, membuatnya berat untuk berpaling meninggalkan Panua. Kang Tatang adalah orang resort, ia memahami Panua, Ia tidur, ia makan bersama Panua, ia mau belajar, ia menghargai sejarah, ia mencatat perilaku Maleo, ia mengumpulkan catatan-catatan pendahulunya, ia kumpulkan arsip-arsip usang di lemarinya... dari dia kita tahu berapa banyak telur Maleo yang pernah dibawa ke Panua untuk ditetaskan Atas dasar cinta itulah ayah dari 2 anak (Anggi Sukma dan Gita Sukma Ramadhani) dengan sepenuh hati bekerja untuk Panua. Delapan tahun sudah Tatang Abdullah menggeluti pekerjaannya dan ia pun semakin tenggelam menikmati berbagai tantangan pekerjaannya, meskipun notabene Tatang bukanlah putera daerah Gorontalo. “Saya sangat mencintai pekerjaan ini. Karena dengan mencintai pekerjaan, kita akan termotivasi dalam bekerja, urusan pindah tinggal urusan administrasi dan saya belum memikirkan itu karena saya sedang menikmati pekerjaan saya sekarang.” Meskipun banyak kendala dalam bertugas, seperti kurangnya personil dalam mengelola kawasan seluas 36.557,35 Ha, serta minimnya sarana dan prasarana, ia tetap menjalankan tugasnya sebisa yang ia mampu kerjakan dan terus berusaha menjadi diri yang professional dan ideal dalam bekerja. Kang Tatang dibantu 3 orang Masyarakat Mitra Polhut dan 1 orang penangkar satwa, tetap semangat bekerja mengamankan dan menyelesaikan berbagai permasalahan di CA Panua. Kang Tatang sempat mengatakan “Saat ini saya dan rekanrekan sedang menggali potensi-potensi apa yang ada di Cagar Alam Panua. Saya sangat tertarik dengan Potensi CA Panua yang sangat besar dan saya sedang mempelajari itu.” Kang Tatang sangat berharap suatu saat akan muncul kaderkader konservasi yang berkualitas yang dapat mengelola kawasan ini dengan lebih tepat dan intensif. “Percuma saja kita terus menggali potensi potensi yang ada di CA Panua tanpa memperhatikan sisi perlindungan dan pengamanannya. Untuk itu sangat dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat mengatasi permasalahanpermasalahan yang sedang dan mungkin akan terjadi di dalam dan sekitar kawasan.” Wiwin Ekandari Calon PEH Balai KSDA Sulawesi Utara 30 Lahir di Kendal 22 Oktober1979 Suami dari Rochim Mustofiyah Ayah dari Nabila dan Zakiya Menyelesaikan pendidikan terakhirnya di University of Twente The Netherlands (Master of Science di Bidang Lingkungan) Memberi yang terbaik kepada negara sebagai Kepala Subbagian Tata Usaha Balai KSDA Sulawesi Utara Mengakhiri perjalanan hidup di Manado 4 September 2013 Selamat Jalan...Tuhan memberkati