pengaruh komunikasi antar budaya dalam keluarga kawin campur

advertisement
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
ISSN : 2085 – 0328
PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM KELUARGA
KAWIN CAMPUR TERHADAP POLA MENDIDIK ANAK
DI KOMPLEK SETIA BUDI INDAH
Rehia K.I.Barus, Irfan Simatupang, Friska Rizki Noviyanti
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Medan Area
ABSTRACT
Mix marriage as regulated in Article 57 Law Number 1 of 1974 concerning
marriage that is committed by a couple with different nationality. The Nationality of
the Republic of Indonesia in Law Number 12 of 2006, is explained that children as
the result of mix marriage can have double nationalities but limited. The process of
communication that is using in the mixing marriage is the process of intercultural
communication. In establishment of an interpersonal communication between
eastern culture and western culture. This communication takes place not just for a
day or two, but takes place during the stay of foreign citizens and citizens relations
with in Indonesia. The patterns of children's education is one of the problems that
often occur in mixed marriages. Most of the mixing marriage used the foreign
pattern of their child's education. This is because foreigners want their children get
an education equivalent to the education of the country of origin may be obtained.
The results showed that the process of intercultural communication can be wellestablished and effective among the four mixed marriage couples. Overall
informants seeks to honor and respect for cultural differences in their marriage.They
tried to blend and merge with the cultur of their partner.Changes in view of the
world (religion,values,and behaviors) on minorities and chose to follow the beliefs of
the dominant partner.
Keywords: Mix marriage, intercultural communication, the patterns of children's
education
PENDAHULUAN
Ilmu dan teknologi telah menjadikan
masyarakat dunia saling berkomunikasi
dan bersosialisasi, baik secara langsung
maupun melalui media telekomunikasi.
Kemudahan interaksi antar negara
membuat warga negara Indonesia dapat
bekerja
atau
pun
melanjutkan
pendidikannya di negara luar dengan lebih
mudah, sebaliknya banyak juga warga
asing memasuki Indonesia dengan tujuan
untuk bekerja atau untuk menetap, lebih
jauh
memungkinkan
terjadinya
perkawinan campur antar budaya.
Perkawinan campur di Indonesia lebih
sering dengan warga negara asing yang
berasal dari daerah Barat. Perkawinan
campur seperti ini harus menyesuaikan
diri dengan pasangannya yang berbeda
kebangsaan,|negara, suku, agama, kasta,
status sosial dan ras.
Amir
Syarifuddin
(2006:35)
mengatakan bahwa arti kata nikah berarti
”bergabung”,
“hubungan
kelamin”.
Bergabung atau bercampur itu berarti
berkumpul yang tidak seragam. Indonesia
menyatakan
dalam
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974
Pasal 57 tentang Perkawinan Campuran
bahwa
”yang
dimaksud
dengan
perkawinan campuran dalam Undangundang ini ialah perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia tunduk pada
hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Asing dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Dalam Perkawinan Campur, proses
komunikasi yang dipakai dalam hal ini
adalah proses komunikasi antar budaya,
yaitu terjalinnya sebuah komunikasi
interpersonal antara budaya timur dan
budaya
barat.
Berdasarkan
adat-
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
154
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
istiadatnya, terdapat 3 ciri yang dominan
dalam budaya barat yaitu penghargaan
terhadap martabat manusia, kebebasan,
dan
penciptaan
dan
pemanfaatan
teknologi. Dan bangsa barat lebih
menekankan pada logika dan ilmu karena
orang barat cenderung aktif dan analitis.
Berbeda dengan orang timur dimana hal
yang paling dominan adalah adat-istiadat.
yang masih dipegang teguh, walaupun
adat-istiadat saat ini mulai pudar dan
berubah.
Komunikasi antar budaya ini
berlangsung bukan hanya untuk satu atau
dua hari, tetapi komunikasi ini
berlangsung selama warga asing menetap
dan
menjalin
hubungan
dengan
warganegara
Indonesia
sehingga
menimbulkan
proses
akulturasi.
Akulturasi
yang
menurut
Rusmin
Tumanggor dkk (2010:46) yaitu proses
sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah
kedalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri. Penting untuk
mengetahui bagian-bagian mana dari
masyarakat penerima yang terkena
pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing
tersebut, karena setelah akulturasi maka
akan muncul suatu proses baru bila terjadi
perkawinan campur yang berkepanjangan
yaitu Asimilasi. Asimilasi itu adalah
bercampurnya dua kebudayaan atau lebih
sehingga membentuk kebudayaan baru.
Bila
proses
asimilasi
ini
terus
berkembang, maka kebudayaan yang ada
makin lama akan makin tenggelam atau
hilang.
Proses akulturasi dan asimilasi dapat
dilihat dari proses komunikasi yang
dilakukan antara suami dan istri, maupun
antara orang tua dengan anak . Suami dan
istri yang datang dari dua budaya yang
berbeda,
membutuhkan
proses
pemahaman terhadap masing-masing
ISSN : 2085 – 0328
budaya yang merupakan sesuatu yang
sangat penting. Ini dikenal istilah low
context communication dan high context
communication. Pola pendidikan anak
merupakan salah satu permasalahan yang
yang sering terjadi di perkawinan
campuran. Kebanyakan dari perkawinan
campuran mereka lebih memilih konsep
pendidikan
warga
asing
dalam
mendominasi hal pola pendidikan anak
mereka, dikarenakan warga
asing
menginginkan anak mereka mendapatkan
pendidikan yang hampir setara dengan
pendidikan yang ada di luar negeri.
Sehingga banyak dari pasangan kawin
campur menyekolahkan anak mereka di
sekolah International dengan bahasa
pengantar untuk proses belajar mengajar
yaitu bahasa Inggris. Dan mereka juga
menambah pendidikan anak mereka
dengan les tambahan untuk kepribadian
diri dengan kursus musik, melukis atau
tari. Hal ini ternyata dapat meningkatkan
kreatifitas anak mereka sehingga anak
hasil dari kawin campur ini lebih cerdas.
Berangkat dari banyaknya fenomena
perkawinan campuran yang
unik,
mendorong peneliti untuk memutuskan
mengambil topik mengenai perkawinan
campuran dalam penelitian kali ini dengan
judul penelitian, Pengaruh Komunikasi
Antar Budaya Dalam Pola Mendidik Anak
Kawin Campur di Komplek Setia Budi
Indah Medan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas maka sebelum
penulis mengemukakan pokok masalah
dalam penulisan ini, ada baiknya penulis
terlebih
dahulu
mengemukakan
perumusan masalah. Adapun perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana pandangan orang tua dan
anak tentang perkawinan campur?
2. Bagaimana pola komunikasi yang
diterapkan antara orang tua dengan
anak oleh pasangan kawin campur?
3. Apa saja kendala-kendala yang
dihadapi oleh pasangan pernikahan
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
155
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
4.
kawin campur dalam masalah
komunikasi di antara mereka ?
Model pendidikan apa yang harus
dijalani oleh anak hasil kawin
campur?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pandangan orang
tua dan anak tentang perkawinan
campur.
2. Untuk mengetahui pola komunikasi
yang diterapkan oleh orang tua pada
anak perkawinan campuran.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala
yang
dihadapi
oleh
pasangan
perkawinan campur dalam masalah
komunikasi diantara mereka.
4. Untuk mengetahui model pendidikan
yang harus dijalani oleh anak hasil
kawin campur.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas
dasar manusia, dengan berkomunikasi,
manusia dapat saling berhubungan satu
sama lain baik dalam kehidupan seharihari di rumah tangga, di tempat kerja, di
pasar, di sekolah, dalam masyarakat atau
dimana saja manusia berada. Onong
Uchjana Effendy (2003:28) menerangakan
bahwa
komunikasi
berarti
proses
penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan.
Adapun fungsi – fungsi komunikasi
adalah komunikasi Sosial yang berguna
untuk membangun konsep diri dan
akulturasi diri, komunikasi ekspresif yang
berfungsi untuk mempengaruhi orang lain,
komunikasi ritual dan komunikasi
instrumental
Sedangkan
tujuan-tujuan
komunikasi menurut Myers yaitu untuk :
- Mengetahui
tentang
dirinya
sendiri, maksudnya bisa dilakukan
manusia melalui proses komunikasi dalam
dirinya sendiri.
- Mengetahui segala sesuatu yang
terjadi di lingkunganya, maksudnya
ISSN : 2085 – 0328
manusia mencari segala informasi atau
terlibat sebagai peserta yang pasif.
- Berbagi pengetahuan tentang
segala seuatu yang terjadi dengan manusia
lain, maksudnya manusia secara aktif
menyampaikan informasi.
- Mempengaruhi manusia lain,
maksudnya manusia juga secara aktif
melakukan komunikasi dengan manusia
lain.
- Memperoleh
kesenangan,
maksudnya manusia secara aktif maupun
pasif
terlibat
dalam
komunikasi.
(Jamiluddin, 2005 : 13)
Model komunikasi yang dipakai
adalah model Tubbs. Model ini
menggambarkan komunikasi yang paling
mendasar, yaitu komunikasi dua orang
(diadik). Model komunikasi Tubbs ini
mengasumsikan kedua peserta komunikasi
sebagai pengirim pesan dan penerima
pesan. Model ini melukiskan, baik
komunikator 1 atau komunikator 2 terus
menerus memperoleh masukan, yakni
rangsangan yang berasal dari dalam
ataupun luar darinya. Yang sudah berlalu
maupun sedang berlangsung, juga semua
pengalaman
dan
pengetahuannya
mengenai dunia fisik dan sosial yang
mereka peroleh lewat indra mereka. Akan
tetapi, baik komunikator 1 atau
komunikator 2 adalah manusia yang unik.
Mereka yang memiliki latar belakang
sosial-budaya yang berbeda. Filter atau
penyaring mereka masing-masing, baik
fisikologis ataupun psikologis juga dapat
berbeda (Mulyana.2005).
Defenisi Komunikasi Antarbudaya
Djuarsa Sendjaja (1994) menunjuk
pada suatu fenomena komunikasi dimana
para pesertanya masing-masing memiliki
latar belakang budaya yang berbeda
terlibat dalam suatu kontak antara satu
dengan yang lainnya, baik secara langsung
atau pun tidak langsung. Semua tindakan
komunikasi itu berasal dari konsep
kebudayaan. Sedangkan (Liliweri. 2001)
Berlo berasumsi bahwa kebudayaan
mengajarkan kepada anggotanya untuk
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
156
ISSN : 2085 – 0328
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
melaksanakan tindakan itu. Berarti
kontribusi latar belakang kebudayaan
sangat
penting
terhadap
perilaku
komuniksi
seseorang
termasuk
memahami makna-makna yang dipersepsi
terhadap tindakan komuniksi yang
bersumber dari kebudayaan yang berbeda.
Selanjutnya, salah satu perspektif
komunikasi antarbudaya menekankan
bahwa tujuan komunikasi antarbudaya
adalah mengurangi tingkat ketidakpastian
tentang orang lain. Sedangkan Devito
mengemukakan beberapa faktor penentu
efektivitas komunikasi antarpribadi, yakni
: (1) keterbukaan; (2) empati; (3) perasaan
positif; (4) dukungan; dan
(5)
keseimbangan (Liliweri, 2001: 171).
Berdasarkan gambar-gambar model
komunikasi antarpribadi dibawah ini
digambarkan
bagaimana
model
komunikasi tersebut, dimana gambar
tersebut menunjukan A dan B merupakan
dua orang yang berbeda latar belakang
kebudayaan karena itu memiliki pula
perbedaan kepribadian dan persepsi
mereka terhadap relasi antar pribadi.
Ketika A dan B bercakap-cakap itulah
yang
disebut
dengan
komunikasi
antarbudaya karena kedua belah pihak
“menerima” perbedaan di antara mereka
sehingga bermanfaat untuk menurunkan
tingkat ketidakpastian dan kecemasan
dapat menjadi motivasi bagi strategi
komunikasi yang bersifat akomodatif.
Strategi tersebut juga dihasilkan oleh
karena
terbentuknya
sebuah
”kebudayaan” baru (c) yang secara
psikologis menyenangkan kedua belah
pihak. Hasilnya adalah komunikasi yang
bersifat adaptif yakni A dan B saling
menyesuaikan
diri
dan
akibatnya
menghasilkan komunikasi antar pribadi
dan antar budaya yang efektif. Dan proses
tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :
PERCAKAPAN
C
Kebudayaan
Kebudayaan
Kepribadian
Kepribadian
A
B
Persepsi
Terhadap
Relasi Antar
Pribadi
Adaptif
-efektif
Menerima
Perbedaan
- Ketidakpastian
- Kecemasan
Persepsi terhadap
relasi antar pribadi
Strategi
Komunikasi yang
akomodatif
Gambar 1. Model komunikasi antar budaya
Hambatan komunikasi antarbudaya
terbagi dua antara dua yaitu hambatan
komunikasi antarbudaya di atas air (above
waterline) dan di bawah air (below
waterline). Below waterline adalah faktorfaktor yang membentuk perilaku atau
sikap seseorang, hambatan-hambatan ini
cukup sulit untuk diperhatikan, yaitu
Persepsi, Norma,Stereotip, Filosofi Bisnis,
Aturan, Nilai, Kebudayaan Subkultur
(Chaney & Martin,2004).
Definisi Perkawinan Campuran
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
157
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
Undang-Undang RI No. 1 Tahun
1974 pasal 57 menyatakan bahwa: “Yang
dimaksud dengan perkawinan campuran
dalam
Undang-Undang
ini
ialah
perkawinan antara dua orang yang di
Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan,
karena
perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak
kewarganegaraan Asing dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia. “
Perkawinan campur antarbangsa
tentunya juga terkait dengan perbedaan
latar belakang kebudayaan. Dan dari situ
kemudian akan terkait lagi dengan pola
menetap, pola pengasuhan anak, pola
hidup, hubungan sosial dengan kerabat
dan lingkungan sekitar hingga pola
penyesuaian kedua belah pihak, baik bagi
pasangan yang menikah dan bagi keluarga
besar pasangan campuran tersebut.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif,
dimana penelitian ini merupakan tipe
pendekatan dalam penelitian yang
penelaahannya
kepada
satu
kasus
dilakukan secara intensif, mendalam,
ISSN : 2085 – 0328
mendetail, dan komprehensif. Berbagai
variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk
juga kemungkinan berhubungan antar
variabel yang ada. Karenanya, penelitian
suatu kasus bisa jadi melahirkan
pernyataan-pernyataan
yang
bersifat
eksplanasi, Sanapiah (2003:21)
Peneliti akan mengamati fenomenafenomena yang terjadi pada pasangan
perkawinan
campuran
sehubungan
perkawinan campuran dengan hambatanhambatan komunikasi antarbudaya yang
terjadi dan dalam pola pendidikan anak
cawin campur.
Dalam riset kualitatif tidak dikenal
istilah sampel. Karena sampel pada riset
kualitatif disebut informan atau subjek
penelitian. (Kriyantono.2006.). Hal ini
dikarenakan riset kualitatif tidak bertujuan
untuk membuat generalisasi hasil riset.
Hasil riset lebih bersifat kontekstual dan
kasulistik, yang berlaku pada waktu dan
tempat tertentu sewaktu riset dilakukan.
Berdasarkan teori tersebut, maka peneliti
memutuskan mengambil satu pasangan
perkawinan campuran dalam penelitian ini
untuk menjadi seorang key informan.
Tabel 1. Jumlah Penduduk di Komplek Taman Setia Budi Indah
No Keterangan
Total
1. Keluarga Yang Mendaftar
1008 Kepala Keluarga
2. Keluarga Kawin Campur Yang Mendaftar
7 Kepala Keluarga
3. Keluarga Kawin Campur Yang Tidak Mendaftar
15 Kepala Keluarga
Jumlah Keluarga
1030 KK
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
158
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan operasional agar
tindakannya masuk pada pengertian yang
sebenarnya. Dan dalam penlitian kali ini
peneliti melakukan 2 teknik dalam proses
pengumpulan data, yaitu wawancara dan
observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 4 (empat) pasangan kawin
campur yang menjadi objek penelitian
untuk diwawancarai secara mendalam
tentang komunikasi yang terjalin pada
pernikahan mereka.
1. Rismauli Manihuruk dan Timothy
Lowe (USA): Delon Lowe (13 tahun)
2. Sari Van Krujen dan Mark Van Malik
(Belanda): Markcy Van Krujen (2
tahun)
3.
Sirini Ginting Back dan Sebastian
Back (Jerman): Tania Back (13
tahun)
4. Marta dan Andreas Van Roon
(Belanda): Craig Van Roon (9 tahun)
Benjii Van Roon (7 tahun)
Pendapat Keluarga Tentang
Perkawinan Campuran
Ter Haar (Hilman Hadikusuma,
1990:9 ) menyatakan bahwa perkawinan
itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga,
urusan masyarakat, urusan martabat dan
urusan pribadi.
Keluarga Rismauli dan Sari pada
awalnya menentang perkawinan campur
ini lebih dikarenakan perbedaan agama
sedangkan pada keluarga Timothy dan
Marc masalah budaya dan agama dalam
pernikahan bukan masalah yang besar,
karena bagi mereka khususnya masyarakat
asing bila mereka sudah dewasa mereka
diberikan kebebasan dalam memilih jalan
hidupnya. Pada saat mereka menikah
mereka
memilih
untuk
menganut
kepercayaan suaminya yaitu Kristen.
Keterbukaan dalam perkawinan campuran
terjadi pada pasangan Sirini Ginting Back
dan Sebastian Back serta Marta Van Roon
Sihombing dan Andreas Van Roon dimana
ISSN : 2085 – 0328
keluarga masing-masing dari pasangan ini
tidak ada masalah.
Pendapat Anak Kawin Campur
terhadap Pernikahan Campuran
Delon Lowe dan Tania sangat
apresiatif memiliki orang tua berbeda
budaya yang membuat mereka menjadi
lebih ”kaya” akan didikan budaya, sopan
santun, etika serta tata krama yang berbeda
dari orang tuanya Craig Van Roon dan
Benji Van Roon dan Marky Van belum
terlalu mengerti tentang perkawinan
campuran, karena anak-anak mereka masih
tergolong anak-anak.
Anak dari kawin campur ini, lebih
memilih berteman dekat dengan wanita
atau pun pria yang asli berkebangsaan
asing dari pada teman yang asli orang
Indonesia karena ditunjang intensitas
bahasa Inggris yang lebih sering mereka
pakai sehari-hari di sekolah maupun di
rumah. Mereka juga mengakui kalau cara
berpikir serta padangan mereka lebih
mengacu pada pola pemikiran ayah
mereka menganggap cara berpikir orang
asing tidak terlalu membesar-besarkan
masalah, praktis, dan demokratis. Berbeda
dengan ibu mereka yang dianggap terlalu
melebih-lebihkan masalah.
Pola Komunikasi yang Terjadi pada
Keluarga Kawin Campur
Keempat keluarga kawin campur ini
juga menggunakan dua bahasa dalam
berkomunikasi seperti bahasa Indonesia
atau pun bahasa Inggris. Komunikasi yang
sering dibicarakan adalah tentang rencana,
pendapat serta kemauan dari masingmasing anggota keluarga khususnya anak
mereka. Mereka lebih mendengarkan
pendapat serta rencana anak-anak mereka
karena menganggap hal ini dapat
mengembangkan kepercayaan diri anakanaknya untuk lebih terbuka dalam
mengemukakan pendapatnya.
Kendala yang Dihadapi Selama
Menjalani Pernikahan
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
159
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
Terdapat dua hambatan yang terjadi
pada pernikahan mereka yaitu hambatan
”diatas air” merupakan hambatan yang
berhubungan dengan perbedaan prinsip,
budaya, persepsi pengalaman, emosi,
bahasa dan nonverbal dan ”dibawah air”
merupakan hambatan yang terjadi
pernikahan mereka meliputi perbedaan
norma dan aturan. Beberapa hambatan atau
kendala yang terjadi pada awal dan masa
pernikahan mereka yaitu bahasa yang
dipakai, agama yang dianut, makanan yang
dipilih, budaya yang diterapkan, prinsip
yang dipakai selama menikah. Pada awal
pernikahan terdapat hambatan di atas
memberikan kendala dalam perkawinan
campur ini namun seiring waktu dengan
menggunakan komunikasi yang baik maka
hambatan di atas dapat teratasi.
Pola Pendidikan Untuk Anak Kawin
Campur
Masalah tentang pendidikan sempat
menjadi salah satu pembicaraan yang
serius bagi pasangan ini. Keempat
pasangan ini kemudian sepakat untuk
menyekolahkan
anaknya di sekolah
dengan standar International yang ada di
Medan berikut dengan tim pengajarnya
yang merupakan orang luar negeri
sehingga proses komunikasi belajar
mengajar mengacu ke bahasa Inggris.
Keempat pasang kawin campur ini juga
berencana akan menguliahkan anak-anak
mereka di luar negeri, dengan pengharapan
anak mereka bisa sebanding dengan anakanak asing asli yang memiliki intelegensi
yang tinggi. Faktor ekonomi mereka yang
bisa dikatakan menengah keatas yang juga
membuat mereka menyekolahkan anak
mereka di sekolah yang terbaik yang ada
di Medan.
Karena keempat pasang kawin
campur ini memiliki program sendiri untuk
masa depan anak-anak mereka. Mereka
memberikan kebebasan pada anak-anak
mereka untuk memberikan pendapat
mereka tentang apa yang mereka inginkan.
Hal itu diajarkan oleh orang tua mereka
terutama ayah mereka yang berasal dari
ISSN : 2085 – 0328
budaya luar untuk mau mengungkapkan
apa yang mereka inginkan tanpa harus
membantah, mengkritik, apalagi melawan
pada
orangtua.
Karena
mereka
menganggap dengan pendidikan secara
demokratis, dapat membentuk karakteristik
anak mereka menjadi lebih mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan
baik dengan teman, mampu menghadapi
kesulitan dan stres, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru dan terbuka dengan
orang lain. Konsep pendidikan anak dari
Timur tidak mereka gunakan karena
dianggap
terlalu
otoriter
dapat
mengakibatkan aneka gangguan kejiwaan
yang kelak akan mengganggu keoptimalan
proses
tumbuh
kembang
anak.
Perkembangan yang tidak optimal ini, bisa
menyebabkan anak tumbuh besar namun
tidak mencerminkan pribadi masingmasing.
Perubahan yang Terjadi Selama Kawin
Campur
Keempat istri merasakan bahwa
merek mengalami perubahan pola pikir
selama mereka menikah dengan pria asing,
dimana pola pikir dan prinsip suaminya
sudah masuk kedalam dirinya sehingga
mereka sekarang menjadi seorang wanita
yang simpel dalam berpikir, tidak mau
merumit-rumitkan masalah seperti dulu
pada saat mereka masih single. Hal
lainnya,selama pernikahan mereka para
istri ini sudah kurang menjalankan dan
mengajarkan
adat-istiadat
atau
kebudayaan yang sudah ada dari turun
temurun baik sehingga anak-anak mereka
tidak tahu tentang kebudayaan asli ibu
mereka. Perubahan sikap ini juga terjadi
pada para istri-istri yang menikahi pria dari
kebangsaan asing. Mereka sekarang jadi
lebih cuek dalam artian tidak perduli
dengan keluarganya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pengamatan pada pasangan
kawin campur ini terdapat ada perbedaan
antara pasangan kawin bisa dengan
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
160
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA
pasangan kawin campur yaitu keterbukaan
dalam keluarga. Hal itu jarang kita temui
di pasangan kawin biasa, dimana bila
seorang anak menyatakan pendapatnya, itu
ditentang dan menganggap kalau anak
tersebut masih kecil dan belum boleh
berbicara.
Bila mendapat masalah atau
perbedaan pendapat harus dibicarakan
dengan tenang. Dan ternyata pria asing
lebih tenang dalam menghadapi masalah
dan yang mereka butuhkan adalah
keterbukaan dengan pasangannya sehingga
dapat disimpulkan bahwa pria asing yang
memutuskan menikah dengan wanita
Indonesia dikarenakan sikap, perhatian dan
keramahan wanita Indonesia yang
membuat mereka nyaman.
Selain itu banyak wanita Indonesia
yang menikah dengan pria asing yang
berstatus duda.
Sementara pasangan kawin campur
lebih memilih pola pendidikan yang
berstandar
pendidikan
International,
karena mereka ingin anak mereka
mendapatkan pendidikan yang sama
dengan pendidikan yang ada di luar negeri.
Dalam berkomunikasi pasangan kawin
campur memilih untuk menggunakan dua
bahasa yaitu bahasa istri dan bahasa suami
dan mereka juga mengajarkan bahasa
tersebut pada anak mereka karena mereka
menganggap pernikahan itu adalah suatu
proses pembelajaran.
ISSN : 2085 – 0328
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi. Bandung. PT.
Citra Aditya Bakti. 2003
Faisal,
Sanapiah.
Format-format
Penelitian sosial. Jakarta Grafindo
Persada cet 6. 1985
Kriyantono, Rachmat. Tehnik Praktis Riset
Komunikasi : Disertai Contoh
Praktis
Riset
Media,
Public
Relations, Advertising, Komunikasi
Organisasi, Komunikasi Pemasaran.
Jakarta. Kencana. 2008
Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi
Antarbudaya.Cet 1. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.2001
Mulyana,Deddy .Ilmu Komunikasi: Suatu
Pengantar .Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.1996
Ritonga, M. Jamiluddin. Tipologi Pesan
Persuasif. Jakarta. Indeks.2005
Sendjaja, S. Djuarsa. Teori Komunikasi.
Jakarta. Universitas Terbuka. 1994
Singarimbun Masri, Sofian
Effendi.
Metode Penelitian Survei Cet. Ke V.
LP3ES. Jakarta.1985
Syarifuddin Amir.Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia.Jakarta. Jakarta
Putra Grafika. 2006
Tumanggor Rusmin, Ridho Kholis, dan
Nurochim. Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar. Jakarta.Kencana Prenada
Media Group. 2010
Undang – Undang Dasar Republik
Indonesia 1945. Jakarta. Sinar Grafika.
1999
Saran
Kepada pasangan kawin campur
agar mendaftarkan atau melaporkan
keluarganya ke Kepala Lingkungan di
Komplek tempat tinggalnya. Selain itu
Kepala Lingkungan setempat agar lebih
aktif dalam mendata warganya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaney & Martin. Intercurtural Business
Communication, 3rd edition. New
Jersey. SAGE.2004
PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011
161
Download