Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher

advertisement
Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim
dengan Menggunakan Metode CBE dan IVA
di Kabupaten Lampung Selatan
1,2
Sudarmi1, Nurchairina2
Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Email: [email protected]
Abstract: Implementation of Early Detection of Breast Cancer and Cervical Cancer by
Using CBE and IVA Methods in South Lampung District. Breast cancer and cervical cancer
are the highest female cancers in Indonesia. Both of these cancers become one of the main
problems in health. From 2007 Up to 2014, the program has been running at 1,986 Puskesmas in
304 districts/ cities located in 34 provinces in Indonesia, including southern Lampung regency.
The purpose of this study was to evaluate the implementation of prevention / early detection
program of breast cancer and cervical cancer. The research method used is descriptive qualitative,
research time July to December 2016. Technique of collecting data using documentation study,
interview, observation, and active participation, using protocol research, Data analysis is done by
testing the prevalence of data, classify data according to sub focus and Research question, merging
of data in matrix or table form and triangulation strategy to describe the result of analysis and
research findings. The results of the implementation of early detection of breast cancer and cancers
of the womb of Rahim 2016, CBE Implementation 75% according to SOP, Implementation of IVA
86.3% according to SOP and from target 28.138 (20%) WUS only reached 14.821 (52.67%), and
found lesions White (Accetowhite) 357 (2.49%) and CBE positive 198 (1.34%).
Recommendations addressed to the Health Department, head of Puskesmas and cancer detection
operators in the process of cancer detection are expected in accordance with Standard Operating
Procedures (SOP) so that the expected program objectives can be achieved.
Keywords: Early detection of cancer, IVA and CBE methods
Abstrak: Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim dengan
Menggunakan Metode CBE dan IVA di Kabupaten Lampung Selatan. Kanker payudara dan
kanker leher rahim merupakan kanker perempuan tertinggi di Indonesia. Kedua kanker ini menjadi
salah satu masalah utama pada kesehatan. Dari Tahun 2007 Sampai dengan tahun 2014, program
telah berjalan pada 1.986 Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi di
Indonesia, tak terkecuali kabupaten lampung selatan. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi
implementasi program pencegahan/ deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, waktu penelitian Juli sampai Desember
2016. Teknik mengumpulkan data studi dokumentasi, wawancara, observasi,dan partisipasi aktif,
dengan menggunakan protocol research, Analisis data dilakukan dengan cara pengujian kevalidan
data, mengklasifikasikan data sesuai sub fokus dan pertanyaan penelitian, penggabungan data
dalam bentuk matrik atau tabel serta strategi triangulasi untuk dideskripsikan hasil analisis dan
temuan penelitiannya. Hasil implementasi deteksi dini kanker payudara dan kanker lehar Rahim
Tahun 2016, Pelaksanaan CBE 75% sesuai SOP, Pelaksanaan IVA 86,3 % sesuai SOP dan dari
target 28.138 (20%) WUS hanya tercapai 14.821 (52,67%), dan ditemukan lesi putih
(Accetowhite) 357 (2,49%) serta CBE positif 198 (1,34%). Rekomendasi ditujukan kepada Dinas
Kesehatan, kepala Puskesmas danpelaksana deteksi kanker dalam proses deteksi kanker
diharapkan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga tujuan program yang
diharapkan dapat tercapai.
Kata kunci: Deteksi dini kanker, Metode IVA dan CBE
Kanker payudara dan kanker leher rahim
merupakan kanker perempuan tertinggi di
Indonesia. Kedua kanker di atas menjadi salah
satu masalah utama pada kesehatan. Berdasarkan
data WHO penyakit kanker merupakan penyebab
kematian terbanyak didunia, dimana kanker
sebagai penyebab kematian nomor 2 di dunia
sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular.
Setiap tahun, 12 juta orang di dunia menderita
kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia.
Diperkirakan pada 2030 kejadian tersebut dapat
mencapai hingga 26 juta orang dan 17 juta di
225
Sudarmi, Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim ... 226
antaranya meninggal akibat kanker, terlebih untuk
negara miskin dan berkembang kejadiannya akan
lebih cepat.
Pada tahun 2014, ditemukan 528.000 kasus
baru kanker leher rahim didiagnosis di seluruh
dunia sekitar 85% terjadi di daerah yang kurang
berkembang. Pada tahun yang sama 266.000
wanita di dunia meninggal akibat kanker leher
rahim, diantaranya 9 dari 10 kasus mengalami
kematian atau 231.000 jumlah wanita yang
meninggal berasal dari negara dengan pendapatan
yang rendah, disamping itu 35.000 atau 1 dari 10
wanita berasal dari negara dengan berpendapatan
yang tinggi. Di Indonesia sendiri diperkirakan
setiap hari muncul 40-45 kasus baru, 20-25 orang
meninggal, berarti setiap jam diperkirakan 1
orang meninggal dunia karena kanker serviks.
Artinya, Indonesia akankehilangan 600-750
orang yang masih produktif setiap bulannya.
Menurut YKI (Yayasan Kanker Indonesia),
kanker serviks atau kanker leher rahim
menduduki urutan kedua terbanyak setelah
kanker payudara, seperti kejadian kanker serviks
di Bali, dilaporkan telah menyerang sebesar
553.000 wanita usia subur pada tahun 2010
(Arum, 2015).
Di Indonesia, berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,prevalensi
tumor/ kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000
penduduk. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI
Yogyakarta (4,1‰), diikuti Jawa Tengah (2,1‰),
Bali (2‰), Bengkulu, dan DKI Jakarta masingmasing 1,9 per mil. Kanker tertinggi di Indonesia
pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker
leher rahim. Berdasarkan estimasi Globocan,
International Agency for Research on Cancer
(IARC) tahun 2012, insidens kanker di Indonesia
134 per 100.000 penduduk dengan insidens
tertinggi pada perempuan adalah kanker payudara
sebesar 40 per 100.000 diikuti dengan kanker
leher rahim 17 per 100.000 dan kanker kolorektal
10 per 100.000 perempuan. Berdasarkan data
Sistem Informasi Rumah Sakit 2010, kasus rawat
inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%),
kanker leher rahim 5.349 kasus (12,8%), sedang
di provinsi Lampung, jumlah penderita kanker
serviks yang berkunjung dan dirawat selama
tahun 2014 sebanyak 383 pasien (Profil Dinas
Kesehatan, 2014).
Para ahli memperkirakan bahwa 40% kanker
dapat dicegah dengan mengurangi faktor risiko
terjadinya kanker tersebut. Untuk itu diperlukan
upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mencegah faktor risiko tersebut dan peningkatan
program pencegahan dan penanggulangan yang
tepat. Pemeriksaan deteksi dini kanker leher
rahim dengan IVA adalah pemeriksaan leher
rahim secara visual menggunakan asam cuka
berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang
untuk
mendeteksi
abnormalitas
setelah
pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah
yang tidak normal akan berubah warna dengan
batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin
memiliki lesi prakanker (KEMENKES RI, 2014).
Sesuai dengan rekomendasi WHO, bahwa
keberhasilan kegiatan penapisan untuk mencegah
kanker akan tejadi bila penapisan dapat mencapai
minimal 80% dari populasi yang berisiko, yang
berarti 80% dari populasi perempuan berusia 3050 tahun (KEMENKES, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
tertarik untuk melakukan PenelitianImplementasi
pencegahan dan deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher rahim dengan menggunakan metode
IVA dan CBE di Kabupaten Lampung selatan,
dengan fokus penelitian sebagai berikut. (1) Proses
penyelenggaraan deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher Rahim dengan menggunakan metode
CBE dan IVA (2) Hasil pencapaian cakupan deteksi
dini kanker payudara dan servik, Pencapaian
penemuan lesi putih (accetowhite) dan pencapaian
penemuan kasus dini kaker payudara.
METODE
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan metode penelitian deskriprif
kualitatif. Metode kualitatif ditujukan untuk
mendeskripsikan, dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan,
persepsi, dan pemikiran orang secara individu
maupun secara kelompok. Lokasi penelitian di
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2016.
Subyek dalam penelitian ini adalah semua orang
yang terkait dengan pemeriksaan deteksi dini/
pencegahan kanker payudara dan kanker serviks.
Pengambilan sampel dilakukan dengan purposif
sampling yaitu berdasarkan kriteria tertentu yang
ditentukan oleh peneliti sendiri. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data penelitian
ini menggunakan studi dokumentasi, wawancara,
dan observasi partisipatif. Ketiga teknik tersebut,
menggunakan protocol research. Teknik analisis
data yang digunakan terdiri dari menguji,
memberikan kategori, membuat tabulasi,
mengetes, atau menggabungkan data kuantitatif
dan kualitatif untuk menunjukkan kode dalam
penelitian. Tahap analisis ini dilakukan dengan
cara melakukan tes atau pengujian kevalidan
data, mengklasifikasikan data sesuai sub fokus
dan pertanyaan penelitian, penggabungan data
227 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 225-234
dalam bentuk matrik atau tabel dan membuat
kesimpulan yang berbasis data.
HASIL
Untuk mendeteksi kanker payudara, bisa
dilakukan pemeriksaan oleh pasien sendiri terdiri
(SADARI) dan pemerisaan payudara secara
klinis (SADANIS)/ Clinical Breast Examination
(CBE) oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.
Sedangkan pelaksanaan deteksi dini kanker
servik dengan metode IVA, juga dilaksanakan
oleh dokter dan bidan yang terlatih. Pelaksanaan
deteksi dini kanker menurut hasil wawancara
penulis terhadap informan KI.5 dan KI.6
pelaksanaan deteksi dini kanker dilakukan secara
aktif dan pasif. Bentuk pelayanan aktif
pemeriksaan deteksi dini kanker dengan
SADANIS dan pemeriksaan IVA dilaksanakan
dengan cara petugas puskesmas yang mendatangi
kelompok sasaran yang meminta pelayanan
pemeriksaan yang difasilitasi oleh kelompokkelompok sosial kemasyarakatan. Sedangkan
bentuk kegiatan program yang secara pasif
adalah dengan membuka klinik pelayanan
pemeriksaan IVA di Puskesmas dengan jadwal
yag telah ditentukan.
1. Pemeriksaan Payudara secara Klinis
(SADANIS)
Standar pemeriksaan payudara secara
klinis (SADANIS) yaitu: (1) tahap persiapan
klien (2) Persiapan petugas (3) Persiaan alat dan
tempat (2) Tahap pelaksanaan dan (3) penilaian.
Untuk melihat Teknik pemeriksaan payudara
secara klinis (SADANIS) penulis ikut
berpartisipasi langsung dalam melakukan
SADANIS, menulis melakukan pengamatan di 4
puskesmas tempat pemberian pelayanan dan 2
tempat pelayanan masal pemeriksaan SADANIS
dan IVA. Dari 6 tempat pelayanan tersebut
penulis melakukan observasi terhadap 16 tenaga
pelaksana teknis pemeriksaan yaitu informan
KI.7 dan KI.8, dengan cara melakukan observasi
partisifatif. Penulis melakukan pengamatan
terhadap
petugas
pemeriksaan
dengan
menggunakan pedoman observasi yang telah
dibuat sesuai dengan standar. Standar 1 persiapan
klien trrdiri dari 12 langkah kegiatan yang
dilakukan, Standar 2 Persiapan petugas terdiri
dari 4 langkah kegiatan, Standar 3 persiapan
peralatan terdiri dari 4 langkah, standar 4.
Langkah pemeriksaan SADANIS terdiri dari
Inpeksi 6 langkah pemeriksaan, Palpasi 10
langkah pemeriksaan dan standar 5 evaluasi
terdiri dari 6 langkah kegiatan. Penulis
melakukan pengamatan terhadap 16 petugas,
masing-masing petugas dilakukan pengamatan
rata-rata 3 kali melakukan pemeriksaan. Hasil
akhir rata-rata petugas melakukan teknik
SADANIS didapat hasil pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh petugas dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1.
Kegiatan
Hasil
Observasi
Pelaksanaan
Pemeriksaan Payudara secara
Klinis oleh Petugas Terlatih
Sesuai
Standar
∑
%
Persiapan
Persiapan klien
12
75
Persiapan petugas
10 62,5
Persiapan Alat
16 100
Teknik Pemerikaaan SADANIS CBE
Insfeksi
9 56,3
Palpasi
14 87,5
Evaluasi/Kesimpulan
11 68,7
pemeriksaan
Jumlah
75
Tidak sesuai
Standar
∑
%
4
6
0
25
37.5
0
7
2
5
43,7
12,5
31,3
25
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa
secara keseluruhan 75% petugas melaksanakan
pemeriksaan SADANIS sesuai standar, dan
masih ada 25% petugas belum memeriksa
SADANIS sesuai standar yang telah ditetapkan.
Dari tabel diatas juga terlihat saat pemeriksaan
SADANIS secara insfeksi 43,7% petugas tidak
melakukan sesuai dengan standar pemeriksaan.
2. Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker dengan
IVA
Standar yang dilakukan untuk pemeriksaan
IVA terdiri dari 5 langkah yaitu: (1) Penilaian
klien, (2) Persiapan pasien, (3) Persiapan tempat
dan Alat, (4) Pemeriksaan IVA, dan (5)
Konseling dan Evaluasi. Teknis pemeriksaan
deteksi dini kanker leher rahim dengan metode
IVA dilakukan oleh dokter dan bidan yang sudah
terlatih. Hasil observasi penulis terhadap 16
tenaga pelaksana teknis pemeriksaan IVA
informan KI.7 dan KI.8, dengan cara melakukan
observasi partisipatif. Penulis melakukan
pengamatan terhadap petugas pemeriksaan
dengan menggunakan pedoman observasi yang
telah dibuat sesuai dengan standar. Standar 1
penilaian klien trrdiri dari 3 kriteria yang
ditanyakan, Standar 2 persiapan klien terdiri dari
14 langkah kegiatan,
Standar 3 Persiapan
petugas terdiri dari 5 langkah kegiatan, Standar 4
persiapan peralatan terdiri dari 5 poin, standar 5
Langkah pemeriksaan IVA terdiri dari 22
langkah kegiatan pemeriksaan, dan standar 5
Konseling dan evaluasi terdiri dari 4 langkah
Sudarmi, Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim ... 228
kegiatan. Penulis melakukan pengamatan
terhadap 16 petugas, masing-masing petugas
dilakukan pengamatan rata-rata 3 kali melakukan
pemeriksaan. Hasil akhir rata-rata petugas
melakukan teknik pemeriksaan deteksi kanker
servik dengan metode IVA didapat hasil
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
petugas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Hasil Observasi Teknis Pelaksanaan Pemeriksaan deteksi Dini Kanker Servik dengan
Metode IVA oleh Petugas Terlatih
Kegiatan
Penilaian klien
Persiapan klien
Persiapan petugas
Persiapan Alat
Teknik Pemeriksaan IVA
Evaluasi/Kesimpulan pemeriksaan
Jumlah
Dilakukan Sesuai Standar
∑
%
12
75
10
62,5
12
75
9
56,3
11
68,8
14
87,5
70,85
Dari tabel dapat dilihat bahwa secara
keseluruhan 70,85% petugas melakukan prosedur
pemeriksaan IVA sesuai standar, dan masih ada
29,15% petugas belum melakukan prosedur
pemeriksa IVA sesuai standar yang telah
ditetapkan. Dari tabel diatas juga terlihat
persiapan alat untuk pemeriksaan IVA 43,7%
petugas tidak dipersiapkan sesuai dengan standar
pemeriksaan.
Dilakukan Tdk Sesuai Standar
∑
%
4
25
6
37,5
4
25
7
43,7
5
31,2
2
12,5
29,15
3. Pencapaian Cakupan Deteksi Dini Kanker
Payudara dan Servik
Jumlah WUS yang sudah dilakukan
pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dengan
metode CBE dan deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA sebanyak 3.129 WUS. Hasil
pencapaian cakupan deteksi dini kanker payudara
dan kanker servik pada tahun 2016 dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker Servik dengan IVA dan SADANIS Jan s/d Des 2016
KECAMATAN
RI.Penengahan
RI. Bakauheni
RI.Ketapang
Palas
Sragi
Kalianda
Rajabasa
RI. Sidomulyo
Way Panji
Way Sulan
Candipuro
RI. Katibung
Tanjung Sari
Merbau Mataram
RI. Tanjung Bintang
Karang Anyar
Natar
PUSKESMAS
RI.Penengahan
RI. Bakauheni
RI.Ketapang
Palas
RI. Bumi Daya
Sragi
Kalianda
Way Urang
Rajabasa
RI. Sidomulyo
Way Panji
Way Sulan
Candipuro
RI. Katibung
Tanjung Agung
Tanjung Sari
Merbau Mataram
RI. Talang Jawa
RI. Tanjung Bintang
Karang Anyar
Banjar Agung
Natar
Branti Raya
Hajimena
RI. Sukadamai
RI. Tanjung Sari
Ʃ
SASARAN
Th. 2016
5.528
3.276
7.029
5.118
3.276
5.016
4.743
7.303
3.310
9.016
2.422
3.685
8.190
5.115
4.817
4.095
5.379
2.177
10.819
11.535
3.140
8.044
6.733
3.213
3.521
4.189
140.689
TARGET
20%
Th. 2016
1.106
655
1.406
1.024
655
1.003
949
1.461
662
1.803
484
737
1.638
1.023
963
819
1.076
435
2.164
2.307
628
1.609
1.347
643
704
838
28.138
Positif
28
0
21
13
2
2
0
0
6
12
2
3
5
0
4
8
0
3
5
54
10
3
9
0
6
2
198
TOTAL
CBE
Yg Diperiksa Positif
271
5
175
2
3202
13
753
5
468
0
198
0
371
0
1214
35
521
0
380
8
402
3
721
0
253
5
79
4
200
3
123
1
80
4
388
5
1058
98
1519
47
270
12
391
27
220
15
354
5
558
19
652
41
14.821
357
IVA
Yg Diperiksa
271
175
3026
753
468
198
371
1214
521
380
402
721
253
79
200
123
80
388
1006
1519
270
391
220
354
558
418
14.359
229 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 225-234
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
jumlah target sasaran Wanita Usia Subur (WUS)
adalah 140.689 WUS, target sasaran deteksi dini
kanker serviks dan payudara WUS untuk tahun
2016 di kabupaten lampung selatan, adalah 20%
dari WUS yaitu: 28.138, WUS yang dilakukan
deteksi dini kanker tahun 2016 sebanyak 14.821
WUS, bila dibandingkan dengan target 20% dari
sasaran WUS maka capaian program deteksi ditahun
2016 hanya tercapai 52,67%. Capaian penemuan lesi
putih (accetowhite) dengan metode IVA yang
dilakukan oleh petugas kesehatan dimasing-masing
wilayah kerjanya, ditahun 2016 ditemukan 357
(2,49%) WUS dari 14.359 WUS yang dilakukan
pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan
metode IVA. Sedangkan temuan CBE positif, secara
keseluruhan ditemukan 198 (1,34%) WUS dari
14.821 yang dilakukan pemeriksaan clinical breast
examination.
PEMBAHASAN
Penyelenggaraan adalah suatu tindakan
atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci, implementasi
biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah
dianggap siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa
diartikan penerapan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Mazmanian dan A. Sabatier dalam
Nugroho,(2014: 66) yang menyatakan bahwa:
Implementation is the carrying out of basic
policy decision, usually incorporated in a
state but which can also take the form of
important excecutive order or court decision.
Ideally, that decision identifies the problem to
be adressed, stimulates the objective to be
pursued, and, in a variety of ways, “structure
the implementation process.
Pengertian implementasi menunjukkan
bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas,
adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu
sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti
bahwa pelaksanaan bukan sekedar aktivitas,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan
norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usahausaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan
semua rencana dan kebijaksanaan yang telah
dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi
segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa
yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya
mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan,
suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah
program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri
atas pengambilan keputusan, langkah yang
strategis maupun operasional atau kebijaksanaan
menjadi kenyataan guna mencapai sasaran
dariprogram yang ditetapkan semula (Nurdin
Usman. 2002: 70).
Dalam melakukan pemeriksaan SADANIS
atau pun Pemeriksaan IVA, diperlukan Standar
Operasional Prosedur (SOP) hal ini sangat
diperlukan sebagai pedoman pelaksanaan setiap
proses kerja dan untuk meminimalis terjadinya
kesalahan-kesalahan prosedur yang petugas
lakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat. Tjipto
Atmoko (2008:78) yang menyatakan bahwa
”Standar Operasional Prosedur merupakan suatu
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas
pekerjaan sesuai denga fungsi dan alat penilaian
kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikatorindikator teknis, administratif dan prosedural sesuai
tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit
kerja yang bersangkutan.
A. Teknik Pemeriksaan SADANIS
Secara
keseluruhan
75%
petugas
melaksanakan pemeriksaan SADANIS sesuai
standar, dan masih ada 25% petugas belum
memeriksa SADANIS sesuai standar yang telah
ditetapkan. Dari tabel diatas juga terlihat saat
pemeriksaan SADANIS secara insfeksi 43,7%
petugas tidak melakukan sesuai dengan standar
pemeriksaan.
Standar 1. Penilaian Klien
Penilaian klien sebelum dilakukan
pemeriksaan SADANIS sangat penting dilakukan
hal ini dilakukan dengan tujuan agar klien
mengerti tindakan pemeriksaan apa yang akan
dilakukan terhadap dirinya, dengan demikian klien
dapat kooperatif saat dilakukan pemeriksaan dan
akan mempermudah petugas dalam melakukan
pemeriksaan SADANIS. Tapi hasil observasi
penulis masih ada 4 petugas (25 %) petugas tidak
melakukan penilaian terhadap klien sesuai
standar. Standar penilain klien yang dilakukan
petugas ada 12 langkah. Standar yang tidak
dilakukan oleh petugas dalam penilaian klien
adalah di standar 7 yaitu menjelaskan tujuan dan
prosedur pemeriksaan SADANIS. Langkahlangkah dalam penjelasan tujuan dan prosedur
SADANIS dengan cara: (1) Menjelaskan prosedur
dan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan oleh
petugas, (2) Gunakan dengan bahasa sederhana
mudah dipahami, (3) Beri kesempatan pasien untuk
bertanya atau menentukan keperluan yang
diinginkan, (4) Monitor respon emosional pasien
selama pemeriksaan, (5) Kaji apakah adanya
ketakutan atau kecemasan dan (6) Tidak memaksa
klien untuk melaksanakan pemeriksaan. Pentingnya
menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
Sudarmi, Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim ... 230
SADANIS pada klien dengan maksud agar klien
mengerti langkah-langkah pemeriksaan apa yang
akan dilakukan terhadap dirinya. Dengan
mengertinya klien terhadap tindakan yang akan
dilakukan, secara psikologis klien akan lebih
siap terhadap perlakuan yang akan petugas
lakukan terhadap dirinya.
Standar 2. Persiapan Petugas
Untuk
memperlancar
dan
untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan
dalam melaksanakan pemeriksaan IVA, petugas
yang akan melakukan pemeriksaan diharuskan
untuk melakukan standar persiapan petugas.
Hasil pengamatan penulis, masih ada 6 petugas
(37,5%) tidak melakukan standar 4 yaitu
memakai handscoon. Penggunaan sarung tangan,
merupakan komponen kunci dalam meminimalkan
penularan
penyakit
serta
mempertahankan
lingkungan bebas infeksi. Hal-hal yang dilakukan
dan jangan dilakukan dalam pemakaian sarung
tangan: (1) Pakailah sarung tangan dengan
ukuran yang sesuai, khususnya sarung tangan
bedah. Jika ukuran tidak sesuai dengan tangan
pada pelaksanaan prosedur, dapat terjadi
gangguan atau mudah robek, (2) Gantilah sarung
tangan secara berkala pada tindakan yang
memerlukan waktu lama, (3) Potonglah kuku
cukup pendek untuk mengurangi risiko robek
atau berlubang, (4) Tariklah sarung tangan
sampai meliputi tangan baju, (5) Pakailah cairan
pelembab yang tidak mengandung lemak untuk
mencegah kulit tangan dari kekeringan/ berkerut,
(6) Jangan memakai cairan atau krim yang
berbasis minyak, karena akan merusak sarung
tangan bedah dan sarung tangan pemeriksaan dari
lateks, (7) Jangan pakai cairan pelembab yang
terlalu wangi karena dapat merangsang kulit dan
menyebabkan iritasi dan (8) Jangan simpan
sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu
panas atau terlalu dingin, karena dapat merusak
bahan sarung tangan tersebut (Sarwono
prawirohardjo; Jakarta; 2008). Dengan demikian
pentingnya menggunakan handskoon bagi
petugas sebagai persyaratan dalam pemeriksaan
fisik klien, sangatlah efektif untuk mencegah
kontaminasi pada tangan petugas kesehatan.
Sarung tangan dipakai untuk melindungi petugas
kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau
pekerjaan rutin, handskoon juga dapat mencegah
terjadinya kontaminasi tangan petugas kesehatan
dengan mikroorganisme yang dapat berpindah
dari satu pasien ke pasien lainnya (kontaminasi
silang).
Standar 3. Persiapan Alat
Hasil observasi penulis seluruh
petugas
(100%) melakukan persiapan alat sesuai standar.
Standar persiapan alat yang disiapkan dalam
pemeriksaan SADANIS ada 4 standar yaitu: (1)
Meja periksa, (2) Sumber cahaya/ lampu, (3)
Sarung tangan steril dalam tempatnya dan (4)
Wadah tempat pembuangan handskoon.
Standar 4. Teknik Pemeriksaan SADANIS
Pemeriksaan SADANIS dilakukan dengan
dua cara inspeksiyaitu melihat dan mengevaluasi
pasien secara visual dan palpasi yaitu: menyentuh
atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan
untuk menambah data yang telah diperoleh
melalui inspeksi.
1. Sadanis dengan inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien
adalah
inspeksi,
yaitu
melihat
dan
mengevaluasi pasien secara visual dan
merupakan metode yang digunakan untuk
mengkaji/menilai pasien. Hasil observasi
penulis masih ada petugas 7 (43,7%) yang
tidak melakukan pemeriksaan SADANIS
secara inspeksi sesuai standar yaitu di standar
5. meminta ibu untuk menekan kedua tangan
di pinggang dan standar 6 meminta klien
untuk membungkukkan badannya kedepan.
Pemeriksaan fisik secara insfeksi secara
formal adalah pemeriksaan menggunakan
indera penglihatan berkonsentrasi untuk
melihat pasien secara seksama, persisten dan
tanpa terburu-buru, sejak detik pertama
bertemu, dengan cara memperoleh riwayat
pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan
fisik dilakukan. Pemeriksaan SADANIS
secara insfeksi adalah mengamati secara
seksama kedua payudara klien dan
membandingkan ke dua payudara antara
payudara kanan dan kiri. Dengan Meminta ibu
untuk menekan kedua tangan di pinggang
(Standar 5) akan dapat dilihat ukuran, dan
bentuk serta kesemetrisan kedua payudara,
dan juga akan terlihat apakah ada kelainan
pada lekukan dan kulit payudara. Dan dengan
meminta klien untuk membungkukkan
badannya ke depan (Standar 6) akan dapat
terlihat apakah kedua payudara tergantung
secara seimbang, hal ini dapat diindikasikan
adanya kelainan diantara kedua payudara.
2. Sadanis dengan palpasi.
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan
dengan tangan, adalah langkah kedua pada
pemeriksaan pasien dan digunakan untuk
menambah data yang telah diperoleh melalui
inspeksi sebelumnya. Hasil observasi penulis
masih ada 2 petugas (12,5%) tidak
melakukanteknik
pemeriksaan
payudara
231 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 225-234
secara palpasi sesuai dengan standar
pemeriksaan pada klien.Area tangan yang di
gunakan untuk palpasi untuk membedakan
temuan-temuan klinis, pemeriksa yang ahli
akan menggunakan bagian tangan yang paling
sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi.
Pada atau ujung jari pada bagian distal ruas
interphalangeal paling baik digunakan untuk
palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk
indera sentuh terkelompok saling berdekatan,
sehingga akan meningkatkan kemapuan
membedakan dan
interpretasi apa yang
disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling
baik dilakukan memggunakan bagian
punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran
dan konsistensi struktur dapat ditentukan
secara paling efektif menggunakan tangan
yang berfungsi untuk meraih atau memegang.
Tangan juga dapat digunakan untuk
mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan
yang terkumpul secara abnormal (D Lyrawati,
2009).
Standar 5. Evaluasi/ Kesimpulan Pemeriksaan
Klien yang telah selesai dilakukan
pemeriksaan SADARIperlu diberitahu hasil dari
pemeriksaan yang telah dilakukan dan konseling
pasca tindakan oleh petugas dengan tujuan agar
klien merasa puas dan mengerti tentang hasil
tindakan yang telah dlakukan. Hasil observasi
penulis masih ada 5 petugas (31,3%) tidak
melakukan
evaluasi/
kesimpulan
hasil
pemeriksaan pada klien. Yaitu di standar 3
mengajarkan kepada klien/ibu cara melakukan
SADARI.Pentingnya pemeriksaan payudara
sendiri tiap bulan terbukti dari kenyataan bahwa
kanker payudara ditemukan sendiri secara
kebetulan atau waktu memeriksa diri sendiri.
Wanita-wanita yang sudah berpengalaman dalam
memeriksa diri sendiri dapat meraba benjolanbenjolan kecil dengan garis tengah yang kurang
dari satu sentimeter. Dengan demikian bila
benjolan ini ternyata ganas dapat diobati dalam
stadium dini. Dan kemungkinan sembuh juga
lebih besar.
B. Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker Servik
dengan IVA
Secara keseluruhan 70,85% petugas
melakukan prosedur pemeriksaan IVA sesuai
standar, dan masih ada 29,15% petugas belum
melakukan prosedur pemeriksa IVA sesuai
standar yang telah ditetapkan. Dari tabel diatas
juga terlihat persiapan alat untuk pemeriksaan
IVA 43,7% petugas tidak dipersiapkan sesuai
dengan standar pemeriksaan.
Standar 1. Penilaian Klien
Dari hasil observasi penulis terhadap
petugas pemeriksaan IVA, masih ada 4 petugas
(25%) tidak melakukan penilaian terhadap klien.
Pada WUS yang akan menjalani pemeriksaan
IVA standar yang harus di tanyakan pada klien
yaitu: (1). Apakah klien sudah pernah melakukan
hubungan seksual, (2) Apakah klien Tidak
sedang datang bulan/ haid (3) Apakah klien
Tidak sedang dalam keadaan hamil, (4) Apakah
24 jam sebelumnya klien tidak melakukan
hubungan seksual.
Standar 2. Persiapan Pasien
Klien yang akan dilakukan pemeriksaan
IVA perlu dipersiapkan sebelumnya dengan
tujuan agar klien benar-benar siap dan mengerti
prosedur dan langkah-langkah yang akan
dilakukan pada dirinya. Hasil observasi penulis
untuk standar persiapan ibu mulai dari langkah 1
sampai langkah ke 14 ada 37,5% petugas yang
tidak melaksanakan di langkah ke 9 dan 10.
Untuk langkah ke 9 yaitu meminta persetujuan
ibu tentang tindakan yang akan dilaksanakan,
untuk langkah ke 10 yaitu menganjurkan ibu
untuk mengosongkan kandung kemih juga tidak
dilaksanakan.
Menurut
PerMenKes
no
290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45. Pentingnya pemberian informed
consent dan Persetujuan Tindakan Kedokteran
terhadap
klien
yang
akan
dilakukan
tindakan/pemeriksaan. Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan
penjelasan
secara
lengkap
mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut. Inform
consent sangatlah diperlukan untuk melindungi
para petugas pelaksana dari ancaman hukuman
bila terjadi kesalahan prosedur tindakan.Tujuan
Informed Consent: (1) Memberikan perlindungan
kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik
tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasiennya. (2) Memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena
prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan
pada setiap tindakan medik ada melekat suatu
resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008
Pasal 3)
Standar 3. Persiapan Petugas
Hasil pengamatan penulis, masih ada 4
petugas (25%) tidak melakukan standar 1 dengan
sempurna yaitu mencuci tangan 7 langkah
dibawah air mengalir. Hal ini disebabkan sarana
Sudarmi, Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim ... 232
tempat cuci tangan yaitu kran air yang mengalir
tidak tersedia saat palaksanaan pemeriksaan IVA
secara masal.Cuci tangan dianggap sebagai salah
satu langkah paling efektif untuk mengurangi
penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi.
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan
kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai
sebab utama infeksi nosokomial yang menular di
pelayanan kesehatan, penyebaran mikroorganisme
multiresisten dan telah diakui sebagai kontributor
yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan
Pitter, 2002). Perilaku yang lebih efektif di antara
menggunakan cairan pembersih tangan atau
mencuci tangan dengan sabun, Wallace Kelly,
Infection Control R.N. (Paramedik untuk
Pengendalian Infeksi) berpendapat bahwa keduanya
efektif dalam membersihkan bakteria-bakteria
tertentu. Namun cairan pembersih tangan berbahan
dasar alkohol tidak efektif dalam membunuh
bakteria yang lain seperti e-coli dan salmonela.
Karena alkohol tidak menghancurkan spora-spora
namun dengan mencuci tangan dengan sabun sporaspora tersebut terbasuh dari tangan. Menurutnya
metode terbaik adalah menentukan saat keadaan
tidak memungkinkan untuk mengakses air dan
sabun, maka cairan pencuci tangan jauh lebih
baik daripada tidak menggunakan apapun.
Standar 4. Persiapan Alat
Petugas yang akan melakukan pemeriksaan
IVA perlu mempersiapkan alat-alat yang akan
digunakan dalam pemeriksaan, dengan tujuan
agar mempermudah petugas dalam pemeriksaan
sehingga saat pelaksanaan IVA petugas tidak
mengalami kesulitan, selain itu juga perlunya
persiapan alat yang digunakan untuk mendapatkan
hasil pemeriksaan yang akurat dan menghindari
infeksi nasokomial terhadap klien. Tetapi hasil
observasi penulis masih ada 7 petugas (43,7%)
tidak melakukan persiapan alat sesuai standar
dan. Untuk standar persiapan alat 1 s/d 4 sudah
dipersiapkan dengan baik, tetapi untuk standar 5
khususnya untuk persiapan kapas lidi swab yang
akan digunakan untuk mengoleskan asam asetat
ke dalam servik ibu tidak di persiapkan secara
steril. Standar alat yang digunakan untuk
mengoleskan asam asetat kapas lidi swab
kedalam servik ibu adalah steril, hal ini untuk
mencegah terjadinya infeksi nasokomial pada
ibu. Oleh sebab itu kapas lidi swab yang di
persiapkan dalam keadaan steril.
Menurut
Hadioetomo (1993) Tindakan untuk membebaskan
alat atau media dari mikroba adalah dengan
sterilisasi. Secara umum sterilisasi dapat dilakukan
dengan cara mekanik, fisik, dan kimia. Teknik
aseptis dibutuhkan untuk mencegah ataupun untuk
mengurangi kontaminan yang tidak diinginkan.
Mikroba memiliki karakteristik serta ciri yang
berbeda dalam persyaratan pertumbuhannya.
Karakteristik persyaratan pertumbuhan mikroba
inilah yang meyebabkan bermacam-macam
media penunjang pertumbuhan mikroba.
Standar 5. Teknik Pemeriksaan IVA
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan cara
melihat serviks yang telah diberi asam asetat 35% secara inspekulo, setelah serviks diulas
dengan asam asetat, akan terjadi perubahan
warna pada serviks yang dapat diamati secara
langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau
abnormal. Dibutuhkan waktu satu sampai dua
menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan
pada jaringan epitel. Untuk melakukan
pemeriksaan IVA diperlukan Teknik pemeriksaan
yang tepat, dan untuk mendapatkan hasil yang akurat
diperlukan standar langkah-langkah pemeriksaan.
Standar langkah-langkah pemeriksaan IVA ada 22
standar operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan.
Hasil observasi penulis standar operasional prosedur
(SOP) pemeriksaan IVA mulai dari langkah 1
sampai langkah ke 22, masih ada 5 petugas
(31,2%) tidak melakukan langkah-langkah
pemeriksaan sesuai standar. SOP yang tidak
melaksanakan di langkah ke 13 yaitu tunggu 30
detik hingga 1 menit lihat perubahan pada portio
dan dilangkah 20 cuci handscoon dan lepas
secara terbalik dalam larutan klorin. Serviks yang
diberi larutan asam asetat 5% akan merespon
lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan
menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan
pemberian asam asetat akan didapat hasil
gambaran serviks yang normal (merah homogen)
dan bercak putih (displasia). Larutan asam asetat
pada leher rahim. Larutan tersebut menunjukkan
perubahan pada sel-sel yang menutupi leher
rahim (sel-sel epithel) dengan menghasilkan
reaksi “acetowhite” (Novel S Sinta, 2010).
Standar 6. Evaluasi/ Kesimpulan Pemeriksaan
Klien yang telah selesai dilakukan
pemeriksaan IVA perlu diberitahu hasil dari
pemeriksaan yang telah dilakukan dan konseling
pasca tindakan oleh petugas dengan tujuan agar
klien merasa puas dan mengerti tentang hasil
tindakan yang telah dlakukan. Hasil observasi
penulis ada 2 petugas (12,5%) tidak melakukan
evaluasi/ kesimpulan hasil pemeriksaan pada
klien.Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam
siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, pada
masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska
keguguran. Tes tersebut dapat dilakukan pada
wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki
IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk
tiap hasil tes, termasuk ketika konseling
233 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 225-234
dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan
diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana
untuk ibu tersebut (mis, kunjungan ulang untuk
tes IVA setiap 1 tahun secara berkala atau 3-5
tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus
dibahas seperti kapan dan dimana pengobatan
dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat
pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes
tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.
SIMPULAN
1. Pemeriksaan Payudara secara Klinis
(SADANIS)/ Clinical Breast Examination
(CBE)
Standar untuk pemeriksaan SADANIS
yang dilakukan oleh petugas, secara keseluruhan
75% petugas melaksanakan pemeriksaan
SADANIS sesuai standar, tetapimasih ada 25%
petugas belum memeriksa SADANIS sesuai
standar yang telah ditetapkan. Pemeriksaan
SADANIS yang dilakukan oleh petugas yang
tidak sesuai standar terbanyak pada pemeriksaan
SADANIS secara insfeksi yaitu 43,7% petugas
tidak melakukan sesuai dengan standar
pemeriksaan.
2. Pemeriksaan deteksi dini kanker dengan IVA
Pemeriksaan deteksi dini kanker dengan
IVA secara keseluruhan 86,3% petugas
melakukan prosedur pemeriksaan IVA sesuai
standar, tetapi masih ada 13,7% petugas belum
melakukan prosedur pemeriksa IVA sesuai
standar yang telah ditetapkan. Pemeriksaan
IVAyang dilakukan oleh petugas yang tidak
sesuai standar terbanyak pada persiapan alat
untuk pemeriksaan SADANIS yaitu 43,7%
petugas tidak melakukan sesuai dengan standar
pemeriksaan.
3. Hasil penyelenggaraan program pencegahan
kanker payudara dan kanker leher Rahim.
Target sasaran deteksi dini kanker serviks
dan payudara WUS untuk tahun 2016
di
kabupaten lampung selatan, adalah 20% dari
WUS yaitu: 28.138, WUS yang dilakukan deteksi
dini kanker tahun 2016 sebanyak 14.821 WUS,
capaian program deteksi ditahun 2016 hanya
tercapai 52,67%. Capaian penemuan lesi putih
(accetowhite) dengan metode ditahun 2016
ditemukan 357 (2,49%) WUS dari 14.359 WUS
yang dilakukan pemeriksaan deteksi dini kanker
serviks dengan metode IVA. Sedangkan temuan
CBE positif, secara keseluruhan ditemukan 198
(1,34%) WUS dari 14.821 yang dilakukan
pemeriksaan clinical breast examination (CBE).
SARAN
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung
Selatan
a. Dalam penetapan target sasaran program
sebaiknya Dinas kesehatan lampung
selatan melibatkan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) sebagai
pelaksana program, agar FKTP dapat
menyesuaikan tentang target sasaran
yang akan dicapai.
b. Untuk mempercepat capaian program
diperlukan SDM pelaksana program
yang terlatih, hendaknya dinas kesehatan
lampung selatan membuat perencanaan
pelatihan bagi para pelaksanan program
deteksi dini kanker leher rahim dan
kanker payudara.
c. Dinas kesehatan Lampung Selatan
hendaknya membuat kebijakan agar
seluruh FKTP untuk dapat melaksanakan
program deteksi dini kanker payudara
dan kanker leher rahim.
d. d.Untuk menindaklanjuti penemuan
deteksi dini kanker serviks dengan IVA
positif hendaknya dinas kesehatan
Lampung Selatan menyiapkan peralatan
untuk tindakan krioterapi di seluruh
puskesmas. Dan menyiapkan fasilitas
tempat rujukan pertama di tingkat
kabupaten.
e. Untuk memperlancar promosi deteksi
dini kanker leher rahim dan kanker
payudara, hendaknya Dinas Kesehatan
Lampung Selatan meminta tokoh
perempuan (ibu bupati, ibu camat) untuk
dapat diangkat menjadi “Duta Kanker” di
wilayah kerjanya masing-masing.
f. Untuk mendapat dukungan yang
maksimal dari para stakeholder terkait,
hendaknya dinas kesehatan Lampung
Selatan memprakarsai terbentuknya
“Gerakan Perempuan Peduli Kesehatan
Reproduksi (Peduli kanker serviks dan
kanker payudara)” dengan mengajak para
organisasi wanita dan stakeholder terkait,
untuk peduli dengan program deteksi dini
kanker serviks dan kanker payudara.
2. Bagi Puskesmas/ Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP).
a. Setiap FKTP hendaknya menyiapkan dan
membuka fasilitas pelayanan deteksi
dini kanker leher rahim dan kanker
payudara.
b. Kepala Puskesmas hendaknya berperan
aktif mengadakan advokasi pada
kelompok sosial kemasyarakatan di
Sudarmi, Implementasi Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim ... 234
wilayah kerjanya masing-masing, untuk
mengajak peduli tentang program deteksi
dini kanker payudara dan serviks.
c. Merencanakan dan mengusulkan SDM
yang ada dipuskesms untuk mengikuti
pelatihan deteksi dini kanker leher rahim
dan payudara.
3. Untuk pelaksana deteksi kanker (Dokter/
Bidan)
a. Hendaknya dalam melaksanakan deteksi
dini kanker serviks dengan metode IVA
dan melakukan deteksi dini kanker
payudara dengan SADANIS,
selalu
melaksanakannya sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang telah
ditetapkan.
b. Selalu meningkatkan diri
dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan tentang
keterampilanuntuk
mendeteksi
dini
kanker serviks dan kanker payudara.
c. Para petugas pencatatan dan pelaporan
hendaknya selalu rutin melakukan
pencatatan dan pelaporan baik digital
maupun secara tertulis.
d. Selalu berperan serta aktif untuk
melakukan promosi dan sosialisasi pada
WUS yang ada diwilayah kerjanya untuk
melakukan deteksi dini kanker leher
rahim dan kanker payudara dan bekerja
sama dan berkoordinasi dengan para
kader di wilayah kerjanya masingmasing.
DAFTAR PUSTAKA
BPFE
Donelly, Gibson, Ivancevich. 1992.
Fundamental of Management Eight
Edition (USA: Von Hoffmann Press, Inc,
1992), h.113-115.
Colquitt, LePine, Wesson. 2009. Organizational
Behavior Improving Performance and
Commitment in the Workplace (New York:
McGraw-Hill, 2009), h. 187.
Daniel L Stufflebeamdan Anthony J. Shinkfield.
2007. Evaluation Theory, Models, and
Application (USA: Jossey Bass, 2007), h.9.
Depkes RI. 2008. Skirinig Kanker Leher Rahim
dengan Metode Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat (IVA). Jakarta: Health
Technology
Assessment
Indonesia
Departemen Kesehatan RI.
Hacker. 2001. Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan. Jakarta: EGC.
Hadioetomo, R. 1993. Teknik dan Prosedur
Dasar
Laboratorium
Mikrobiologi.
Jakarta: Gramedia.
Kemenkes RI. 2016. Panduan Pelayanan Klinis
Kanker Serviks. Jakarta.
Kemenkes RI. 2015. Buku Panduan Pelaksanaan
Deteksi Dini Kanker Payudara & Kanker
Leher Rahim. Jakarta. Derektorat PP dan
PTM.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Teknis
Pengendalian Kanker Payudara & Kanker
Leher Rahim. Jakarta. Direktorat PP dan
PTM.
Kemenkes RI. 2015. Buku Acuan Pencegahan
Kanker Payudara & Kanker Leher Rahim.
Jakarta. Direktorat PP dan PTM.
Manuaba. 2001. Ilmu Kebidanan dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC.
Nada. 2007. Kanker Servik (Kanker Mulut
Rahim).
http//:www.cegah
kanker
serviks.org (Diakses 26 Februari 2016).
Novel S.Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan
Infeksi Human Pappiloma virus (HPV).
Jakarta: Javamedia Network.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nurdin, Usman. 2002. Konteks Implementasi
Berbasis Kurikulum. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
RiantNugroho. 2014. Public Policy Teori,
Manajemen,
Dinamika,
Analisis,
Konvergensi, dan Kimia Kebijakan.
Jakarta: PT Elix Media Komputindo.
Robert K. Yin. 2009. Case Study Research
Design and Methods Fourth Edition. USA:
SAGE Publication.
Hadioetomo, R. 1993. Teknik dan Prosedur
Dasar
Laboratorium
Mikrobiologi.
Jakarta: Gramedia.
WHO. 2013. WHO Guidelines for Screening and
Treatment of Precanceous Lesions for
Cervical Cancer Prevention.
Widyastuti,
Y.,
Rahmawati,
A.
&
Purnamaningrum, Y.A. 2009. Kesehatan
Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Wirawan. 2012. Evaluasi Teori, Model, Standar,
Aplikasi, dan Profesi. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Download