ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP

advertisement
ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN
DAN KEMAMPUAN LAHAN
(Studi Kasus Jabodetabek)
TUTUK LUFITAYANTI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Inkonsistensi
Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan
Lahan (Studi Kasus Jabodetabek) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Tutuk Lufitayanti
NIM A14080082
RINGKASAN
TUTUK LUFITAYANTI. Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap
Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus
Jabodetabek). Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan LA ODE
SYAMSUL IMAN.
Jabodetabek merupakan kawasan metropolitan terbesar dan paling dinamis
di Indonesia yang pertumbuhannya disertai dengan tingginya laju kebutuhan akan
permukiman dan fasilitas perkotaan lainnya. Tata ruang di kawasan ini dicirikan
oleh adanya ketidakkonsistenan tata ruang yang terjadi antara penggunaan lahan
dengan RTR yang telah ditetapkan. Hal ini terutama terjadi pada kawasan
perkotaan dan sekitarnya. Ketidakkonsistenan juga terjadi akibat RTRW/RTR
Kawasan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan terutama
kemampuan lahan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis penggunaan
lahan aktual wilayah Jabodetabek tahun 2010, (2) Mengevaluasi inkonsistensi
penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap peruntukan lahan menurut Rencana
Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 tahun 2008, (3)
Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap
kemampuan lahan wilayah, dan (4) Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan
lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres
No. 54 tahun 2008 terhadap kemampuan lahan wilayah. Metode penelitian yaitu
menggunakan overlay peta sesuai dengan kombinasi parameter dan dianalisis
secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 jenis penggunaan lahan
di Jabodetabek pada tahun 2010 dengan penggunaan lahan terbesar adalah
penggunaan lahan untuk sawah irigasi sebesar 169.156,5 Ha (26,45%),
selanjutnya penggunaan lahan untuk permukiman sebesar 157.728,5 Ha atau
24,66%. Luas penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan RTR
Kawasan sebesar 65.286,0 Ha (10,21%). Inkonsistensi peruntukan lahan tertinggi
terjadi pada peruntukan zona B4/HP (peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan
sebagai kawasan hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan
perundang-undangan), sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten tertinggi
adalah belukar/semak. Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan
lahan sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dengan ketidaksesuaian kemampuan lahan
tertinggi terjadi pada lahan kelas III dan penggunaan lahan yang tidak sesuai
tertinggi adalah permukiman. Peruntukan lahan RTR Kawasan Jabodetabek yang
tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 145.657,5 Ha (22,77%).
Ketidaksesuaian kemampuan lahan terbesar terjadi pada lahan kelas III,
sedangkan peruntukan lahan RTR Kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan
lahan tertinggi terjadi pada peruntukan zona B-2 (perumahan hunian sedang) dan
zona B-1 (perumahan hunian padat).
Kata kunci : evaluasi lahan, inkonsistensi tata ruang, RTRW, kemampuan lahan,
Jabodetabek
SUMMARY
TUTUK LUFITAYANTI. Inconsistency Analysis of Land Use toward
Spatial Plan and Land Capability (Case Study Jabodetabek). Under the
Supervised of ERNAN RUSTIADI and LA ODE SYAMSUL IMAN.
Jabodetabek is the greatest metropolitan region and the most dynamic
region in Indonesia where economic growth is accompanied by a hight rate of
demand for housing and other urban facilities. Spatial planning in this region is
characterized by inconsistencies that occur between land use/cover, spatial plan as
well as land capability. Inconsistencies also occur due to RTR that a lack of
attention to environmental carrying capacity, especially land capability. The
purposes of this study are: (1) to analyze the land use Jabodetabek in 2010, (2) to
evaluate the inconsistencies between land use in 2010 againts the allotment of
land according to Jabodetabekpunjur Region Spatial Plan (RTR), President
Decree no. 54 year 2008, (3) to evaluate incompatibility of land use in 2010 to
land capability, and (4) to evaluate the incompatibility of the allotment of land
according to Jabodetabekpunjur Region Spatial Plan (RTR) to land capability
criterias. The method of this research is using a combination of overlayed maps in
accordance with the parameters and analyzed descriptively.
The result showed that there are 11 types of land use of Jabodetabek in
2010 with the largest land use is land use for rice irrigated of 169.156,5 Ha or
26,45%, then settlement area of 157.728,5 Ha or 24,66%. Area of land use that is
inconsistent with land allotment of RTR Region of 65.286,0 Ha or 10,21%. The
greatest inconsistency on land allotment is occurred in allotment for B-4/HP zone
(allotment for B-4 zone that ascertained as fixed production forest sphere or
confined production forest sphere according to law regulation), while the land use
wich most inconsistent is grove/shrubs. Land use that is not compatible to land
capability are 134.874,9 Ha (21,09%) with the greatest incompatibility of land
capability are on the land class III and the land use with greatest incompatibility is
settlement area. The land allotment of RTR Region that is not compatible to land
capability are in wide of 145.657,5 Ha (22,77%). Land capability class with the
highest of inconsistency rate are the land classes III and II, while the largest
allotment of lands that is not compatible with land capability are occured on
allotment for B-2 zone (moderate density settlement) and B-1 zone (hight density
settlement).
Keywords: land evaluation, spatial plan inconsistency, spatial planning, land
capability, Jabodetabek
ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN
TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN
DAN KEMAMPUAN LAHAN
(Studi Kasus Jabodetabek)
TUTUK LUFITAYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul
: Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana
Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus
Jabodetabek)
: Tutuk Lufitayanti
: A14080082
: Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Nama
NIM
Departemen
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
NIP. 19651011 199002 1 002
Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc)
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan karunia dan nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pembuatan skripsi ini diawali dengan
penelitian yang dilakukan dari bulan Januari hingga Oktober 2012 dengan judul
Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan
dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek). Cakupan wilayah penelitiian
adalah kawasan Jabodetabek.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pemerintah Jabodetabek khususnya dan bagi para pembaca pada umunya
dalam menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan yang terkait dengan
penataan ruang wilayah Jabodetabek khususnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat beberapa
kekurangan, namun berkat bimbingan, bantuan, dan motivasi dari beberapa pihak
akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi I dan
dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan ilmu,
bimbingan, saran, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari
awal penulis masuk Departemen ITSL sampai pada penyusunan skripsi ini
selesai.
2. Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II yang
telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan dukungannya dalam
penyelasaian skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
3. Mbak Dian dan mbak Emma yang telah banyak membantu penulis.
4. Bu Rohmi (BBSDLP), pak Didit, dan pak Andi (P4W) atas bantuannya
dalam mendapatkan data penelitian.
5. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc yang telah menjadi dosen moderator dalam
seminar dan sebagai dosen penguji ujian skripsi yang telah banyak
memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
6. Bapak, ibu, dan adik yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang,
semangat dan doa setiap saat.
7. Kementrian Agama yang telah membiayai kuliah penulis dari awal masuk
hingga kelulusan ini.
8. Teman-teman seperjuangan baik dari CSS MoRA 4Riot IPB, maupun
soiler 45: Dian, Ghera, mas Aul, Eva, Ardly, Siti, Nia, Eka, Inpus, Cecep,
Uun, Mia, Etika, Muti, Wuri, Grahan, Jalal, Aida, Robi, dan pihak lain
yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Tutuk Lufitayanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
I
PENDAHULUAN ...............................................................................
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Permasalahn .................................................................................
1.3. Tujuan ..........................................................................................
1.4. Batasan Penelitian .......................................................................
1
1
2
2
2
II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
2.1. Penggunaan/Penutupan Lahan .....................................................
2.2. Tata Ruang dan Penataan Ruang ................................................
2.3. Kemampuan Lahan .....................................................................
2.4. Kawasan Jabodetabek .................................................................
2.5. Sistem Informasi Geografis ........................................................
5
5
6
7
10
11
III METODOLOGI ..................................................................................
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................
3.2. Data, Sumber Data, dan Alat ......................................................
3.3. Metode Penelitian .......................................................................
3.3.1. Tahap Persiapan, Studi Literatur, dan Pengumpulan
Data ...............................................................................
3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial .............
3.3.3. Pengecekan Lapang ......................................................
3.3.4. Tahap Analisis Data .....................................................
13
13
13
14
IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ..................................
4.1. Letak dan Lokasi Penelitian .........................................................
4.2. Iklim .............................................................................................
4.3. Geologi dan Geomorfologi .........................................................
4.4. Tanah ...........................................................................................
17
17
18
18
19
V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
5.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010
5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan ....................................................
5.3. Peruntukan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata
Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 ........................
5.4. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan
Jabodetabek .................................................................................
5.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
21
21
23
15
15
16
16
26
28
terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi
Peruntukan Lahan RTR ................................................
5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan
Lahan Aktual ................................................................
5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Kemampuan Lahan Wilayah .......................................................
5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan Menurut Kelas
Kemampuan Lahan Wilayah ........................................
5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan
/penutupan Lahan Aktual .............................................
5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan Jabodetabek terhadap Kemampuan Lahan Wilayah ...
5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan
terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas
Kemampuan Lahan .......................................................
5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan
terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi
Peruntukan Lahan .........................................................
5.7. Analisis Penggunaan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan
dan Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek ...................
34
36
37
43
44
46
51
52
53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
6.1 Kesimpulan ..................................................................................
6.2. Saran ............................................................................................
57
57
58
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
59
61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan .................................
Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian .....
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota di Wilayah
Penelitian .................................................................................
Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 Jabodetabek dengan
Luas (Ha) dan Proporsinya (%) ...............................................
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas
Kemampuan Lahan .................................................................
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Peruntukan Lahan Menurut
Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun
2008 ........................................................................................
Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan RTR ......................................................................
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan RTR ......................................................................
Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan ...................................................
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan ...................................................
Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan .................................................................
Kabupaten/kota dengan Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%)
Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR
terhadap Kemampuan Lahan ...................................................
Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi
3 Parameter ..............................................................................
10
13
18
22
25
27
29
31
38
41
47
50
54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Bagan Alir Metode Penelitian ...............................................
Peta Administrasi Jabodetabek ..............................................
Peta Penggunaan/penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010
Grafik Sebaran Tipe Penggunaan Lahan Aktual Tahun
2010 di Jabodetabek ..............................................................
Peta Kemampuan Lahan Wilayah Jabodetabek ...................
Grafik Sebaran Kelas Kemampuan Lahan di Setiap
Kabupaten/kota .....................................................................
Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008
Peta Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek ....................
Urutan 10 Besar Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan
RTR .......................................................................................
Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek (Ha) ...........
Jumlah Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan
terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek pada
Setiap Kabupaten/kota ..........................................................
Luas Rata-rata (Ha) Poligon Terbesar Inkonsistensi
Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang
Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota ..................
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/
Penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut
Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR ......................................
Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Inkonsistensi
Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan
Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR (%) .................
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/
Penutupan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan
Lahan Aktual ........................................................................
Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaan/
Penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut
Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%) ...................
Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek ............................
Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan .................................................
Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi
Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
14
17
21
23
24
25
28
30
30
31
33
33
34
35
36
37
38
39
2
terhadap Kemampuan Lahan (Ha) ........................................
Gambar 20. Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/
Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di
Setiap Kabupaten/kota ..........................................................
Gambar 21. Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan
Lahan di Setiap Kabupaten/kota (Ha) ...................................
Gambar 22. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan
Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan ...................
Gambar 23. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan
Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) ..
Gambar 24. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan
Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan ............
Gambar 25. Urutan 5 Besar Persenatse Luas Kombinasi Ketidaksesuaian
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan
Lahan Menurut Penggunaan/penutupan Lahan (%) ..............
Gambar 26. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan Jabodetabek ...........................................
Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan ...............................................................
Gambar 28. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Terbesar Poligon Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan (Ha) ......................................................
Gambar 29. Kabupaten/kota dengan Jumlah Poligon Kombinasi
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan
terhadap Kemampuan Lahan .................................................
Gambar 30. Kabupaten/kota dengan Luas Rata-rata (Ha) Poligon
Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR
Kawasan terhadap Kemampuan Lahan (Ha) .........................
Gambar 31. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian
Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan
Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan ...................
Gambar 32. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian
Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan
Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) .............
Gambar 33. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian
Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan
Menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan ............
Gambar 34. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian Peruntukan
Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut
Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan (%) ....................
Gambar 35. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi dari
Penggunaan Lahan, Peruntukan Lahan, dan Kemampuan
Lahan .....................................................................................
40
42
42
43
44
45
45
46
48
48
49
50
51
52
53
53
55
3
Gambar 36. Grafik Sebaran 3 Parameter di Kabupaten/kota di
Jabodetabek ...........................................................................
56
4
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Lampiran 17.
Matrik Logik Inkonsistensi Penggunaan/penutupan
Aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan
Jabodetabek ........................................................................
Matrik Logik Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan
Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek ..
Matrik Logik Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Menurut
Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap
Kemampuan Lahan Jabodetabek ........................................
Luas (Ha) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten
/kota di Jabodetabek ...........................................................
Proporsi Luas (%) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap
Kabupaten/kota di Jabodetabek ..........................................
Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap
Kabupaten/kota di Jabodetabek ..........................................
Proporsi Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di
Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ...............................
Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan di
Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ...............................
Proporsi Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan
Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ................
Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan
Peruntukan Lahan RTR ......................................................
Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Tipe
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual ................................
Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Kemampuan Lahan Berdasarkan Kelas Kemampuan
Lahan ..................................................................................
Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Kemampuan Lahan Berdasarkan Tipe Penggunaan/
Penutupan Lahan Aktual ....................................................
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Kelas
Kemampuan Lahan .............................................................
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Peruntukan
Lahan RTR .........................................................................
Sebaran Analisis 3 Parameter di Kabupaten/kota di
Wilayah Penelitian ..............................................................
Sebaran Analisis 3 Parameter di Tiap Kecamatan di
Wilayah Jabodetabek ..........................................................
Hasil Foto-foto Cek Lapang ...............................................
63
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
86
1
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Jabodetabek merupakan satuan wilayah yang terdiri dari sembilan wilayah
administratif. Wilayah tersebut meliputi DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor,
Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta
Kota dan Kabupaten Bekasi (Jabodetabek). Wilayah Jabodetabek merupakan
wilayah aglomerasi perkotaan terbesar dan paling dinamis di Indonesia. Jakarta
sebagai ibukota Negara Indonesia dan Bodetabek sebagai wilayah yang ada di
sekitarnya (hinterland) merupakan pusat perekonomian nasional sehingga
tidaklah heran jika wilayah-wilayah tersebut sangat dinamis perkembangannya.
Peningkatan penduduk di Jabodetabek menyebabkan kebutuhan alokasi
pemanfaatan ruang untuk aktifitas perkotaan semakin meningkat pula. Kebutuhan
lahan untuk kegiatan permukiman dan penggunaan perkotaan lainnya seperti
perindustrian, pertokoan, dan lain-lain juga semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan alih fungsi penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek. Perubahan
penggunaan lahan di Jabodetabek banyak terjadi dari penggunaan lahan pertanian
menjadi penggunaan lahan non pertanian atau menjadi kawasan terbangun
terutama permukiman sebagaimana pada tahun 1992 hingga 2001 telah terjadi
peningkatan penggunaan permukiman di Jabodetabek sebesar 10,05% (Deni
2004).
Rencana Tata Ruang dan pemanfaatan ruang harus memperhatikan semua
aspek yang ada baik sosial, ekonomi maupun aspek lingkungan. Aspek yang
masih kurang dipertimbangkan dengan memadai dalam memanfatakan ruang
adalah aspek lingkungan terutama terkait dengan daya dukung. Hal ini berakibat
pada pemanfaatan ruang tidak seimbang dengan lingkungan yang ada dan
akhirnya dapat melampaui batas dari daya dukung lingkungan. Pada dasarnya
evaluasi daya dukung wilayah sangat terkait erat dengan evaluasi sumberdaya
lahan, dimana satuan lahan yang memiliki hambatan tinggi akan sesuai untuk
menjadi kawasan lindung, dan sebaliknya yang memiliki hambatan rendah dapat
menjadi kawasan budidaya (Rustiadiet al. 2011).
Berdasarkan UU No. 26/2007 pasal 19 tentang penataan ruang
menyebutkan bahwa penyusunan Rencana Tata Ruang Nasional harus
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini
menunjukkan bahwa Rencana Tata Ruang kawasan Jabodetabek harus didasarkan
pada daya dukung dan daya tampung lingkungan yang salah satu parameternya
dapat dilihat dari kemampuan lahan wilayahnya. Pengaturan penataan ruang
menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Sistem
keterpaduan dari penataan ruang Jabodetabek ini nantinya akan dapat
mempengaruhi penataan ruang dalam skala nasional. Hal ini disebabkan karena
wilayah Jabodetabek merupakan salah satu wilayah strategis nasional yang
penataan ruangnya perlu ditata sebaik-baiknya.
Adanya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah atau Kawasan menyebabkan terjadinya beberapa permasalahan terkait
dengan penataan ruang seperti banjir, longsor, dan sebagainya. Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa terjadi inkonsistensi penggunaan lahan tahun
2001 terhadap peruntukan lahan kawasan di Jabodetabek sebesar 8,50% dari total
2
luas wilayah Jabodetabek (Nurhasanah 2004). Hal ini menunjukkan bahwa masih
adanya pemanfaatan ruang yang belum memperhatikan RTR Kawasan yang telah
ditetapkan. Penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang inkonsisten terhadap
peruntukan lahan kawasan sebesar 10,21%. Hal ini mengindikasikan bahwa
inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan akan
terus meningkat jika dibiarkan terus menerus. Oleh sebab itu, analisis
penyimpangan/inkonsistensi penggunaan lahan perlu dilakukan untuk melihat
besarnya inkonsistensi penggunaan lahan aktual dengan Rencana Tata Ruang
Kawasan yang terjadi. Analisis kemampuan lahan suatu wilayah juga harus
diperhatikan mengingat penggunaan suatu lahan dan Rencana Tata Ruang harus
disesuaikan dengan kapasitas/karakteristik fisik lingkungan lahan/wilayah.
I.2.
Permasalahan
Wilayah Jabodetabek merupakan wilayah aglomerasi kawasan
permukiman terbesar di Indonesia. Sebagian besar penduduk khususnya
masyarakat pedesaan melakukan perpindahan dari desa ke kota, salah satunya ke
Jakarta sebagai ibu kota negara dan di Bodetabek sebagai daerah hinterland di
sekitar Jakarta. Selain hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk Jabodetabek
setiap tahunnya mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pemanfaatan lahan
permukiman yang semakin luas dan semakin berkembang. Pemanfaatan lahan
yang tidak terkendalikan secara bijaksana akan dapat mempengaruhi ketersediaan
sumberdaya lahan dan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.
1.3.
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis inkonsistensi
penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan dan kemampuan lahan di Jabodetabek. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis penggunaan lahan aktual wilayah Jabodetabek tahun 2010
2. Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap
peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan
Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 Tahun 2008
3. Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap
kemampuan lahan wilayah.
4. Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang
(RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 Tahun 2008 terhadap
kemampuan lahan
I.4.
Batasan Penelitian
1. Evaluasi kemampuan lahan tidak memasukkan aspek-aspek penerapan teknik
konservasi lahan di wilayah Jabodetabek.
2. Parameter kemampuan fisik tanpa memasukkan aspek banjir dan batuan
permukaan
3
3. Penggunaan/penutupan
lahan
aktual
wilayah Jabodetabek
tidak
memperhitungkan luas poligon minimum atau poligon yang lebih kecil dari
satuan lahan terkecil.
4
5
I.
1.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan/Penutupan Lahan
Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut berpengaruh pada
penggunaannya (Rustiadi et al. 2010). Lahan dalam pengertian yang lebih luas
termasuk yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
diantarannya adalah aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lampau
maupun saat sekarang.
Pengertian penggunaan lahan menurut Arsyad (2006) merupakan setiap
bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Terdapat dua
golongan besar penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan pertanian dan
penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan yang optimal memerlukan
keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan
adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik
dan kualitas lahannya bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara
berkesinambungan. Pengertian penutupan lahan (land cover) merupakan
kenampakan visual yang dapat dilihat tanpa memperhatikan pemanfaatan untuk
manusia.
Menurut Sitorus (2004), secara umum penggunaan lahan digolongkan ke
dalam dua golongan, yaitu: penggunaan lahan pedesaan, secara umum dititik
beratkan pada produksi pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan
kehutanan, dan penggunaan lahan perkotaan, secara umum dititik beratkan untuk
tempat tinggal, pemusatan ekonomi, layanan jasa, dan pemerintahan. Berdasarkan
Permen RI No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) disebutkan bahwa kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Hasil penelitian oleh Deni (2004) menyebutkan bahwa telah terjadi
peningkatan penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 1992 hingga 2001
sebesar 10,05% untuk permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
lahan terutama untuk permukiman akan semakin meningkat seiring dengan
peningkatan penduduk, peningkatan jumlah fasilitas, dan seiring dengan
perkembangan wilayah.
Penggunaan lahan dari luasan lahan yang satu berbeda dengan luasan
lahan yang lain. Terdapat beberapa jenis penggunaan lahan yang dapat dianalisis
dalam suatu lahan tertentu. Jenis-jenis penggunaan lahan pada umumnya
disesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan masing-masing, kesuburan
tanah, dan dilihat pada topografi yang ada.
Penggunaan lahan memerlukan mekanisme pemantauan yang baik
mengingat fungsi dan peranan yang sangat penting. Terdapat dua mekanisme
utama dalam pemantauan tersebut, diantaranya adalah pengamatan lapangan dan
6
pemanfaatan data penginderaan jauh. Berdasakan literatur yang ada, telah banyak
digunakan data-data penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan dan pemantauan
penggunaan lahan (Anjani 2010).
Tata Ruang dan Penataan Ruang
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tata ruang merupakan wujud struktur
ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.
Sedangkan Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya.
Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU RI No. 26 tahun
2007). Menurut Rustiadi et al. (2011) penataan ruang merupakan upaya aktif
manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang dari satu
keseimbangan menuju kepada keseimbangan yang baru atau yang lebih baik.
Setiap penataan ruang tidak terlepas dari adanya rencana tata ruang wilayah.
Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi: Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota, serta rencanarencana yang lebih detil lagi. Selain Rencana Tata Ruang tersebut, terdapat lagi
Rencana Tata Ruang untuk kawasan khusus, diantaranya adalah penataan ruang
kawasan Jabodetabekpunjur. Pemanfaatan ruang merupakan wujud dari
operasionalisasi Rencana Tata Ruang atas pelaksanaan pembangunan.
Pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban
tehadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW yang ada.
Rencana Tata Ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang
dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat
berjalan secara seimbang. Interaksi tersebut bertujuan untuk tercapainya
kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan pembangunan (Algamar 2003).
Pemanfaatan ruang merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang telah disusun. Namun, seiring dengan perkembangan wilayah yang
semakin pesat, kompleksitas permasalahan tentang penataan ruang semakin
meningkat yang disebabkan karena penggunaan dan pemanfaatan lahan yang
menyimpang dari RTRW. Hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi ketimpangan
antara penggunaan lahan aktual dengan RTRW yang telah ditetapkan.
Ketimpangan tersebut pun dapat dikatakan inkonsistensi penggunaan lahan
dengan RTRW. Konsistensi penggunaan lahan dapat dilihat dari kesesuaian antara
penggunaan atau pemanfaatan ruang terhadap RTRW. Analisis inkonsistensi
penggunaan lahan terhadap RTRW bertujuan untuk mengetahui apakah
penggunaan lahan aktual sesuai dengan RTRW ataukah malah sebaliknya tidak
sesuai (Afifah 2010).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Deni (2004) menunjukkan bahwa
pada periode tahun 1992 hingga 2001 di Jabodetabek telah terjadi pengurangan
luasan kawasan lindung sebesar 16,00%. Hal lain yang terjadi yaitu semakin
1.2.
7
luasnya alokasi kawasan lindung yang telah dirambah oleh masyarakat sehingga
kawasan lindung Jabodetabek hanya tinggal 0,60% dibandingkan dengan total
wilayah Jabodetabek (Panuju 2004). Kejadian demikian menunjukkan bahwa
penggunaan lahan aktual tidak konsisten terhadap Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan yang telah ditetapkan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan dapat
mengancam keberlanjutan dari wilayah Jabodetabek sendiri.
Terdapat beberapa sasaran penyelenggaraan penataan ruang kawasan
Jabodetabekpunjur yang tercantum dalam Peraturan Presiden RI No. 54 tahun
2008 pada bab I pasal 2 tentang penataan ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, diantaranya adalah (1) terwujudnya
kerjasama penataan ruang antar pemerintah kabupaten dan kota dalam kawasan
Bopunjur, (2) terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara,
flora, dan fauna dengan ketentuan-ketentuan tertentu, (3) terciptanya optimalisasi
fungsi budidaya, dan yang (4) adalah terciptanya keseimbangan antara fungsi
budidaya dan lindung.
Kemampuan Lahan
Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga potensi lahan untuk
penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun untuk nonpertanian. Potensi
suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan
oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain
yang terdiri dari lereng, topografi, batuan di permukaan dan di dalam penampang
tanah serta singkapan batuan dan hidrologi, serta persyaratan penggunaan lahan
dan persyaratan tumbuh lainnya.
Menurut Rustiadi et al. (2010) terdapat dua metode yang dikenal dalam
penilaian suatu lahan yaitu evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian
lahan. Evaluasi kemampuan lahan merupakan evaluasi potensi suatu lahan yang
didasarkan atas kecocokkan lahan untuk penggunaan secara umum misalnya
daerah pertanian, penggembalaan, hutan, dan cagar alam. Evaluasi kemampuan
lahan ini menjelaskan bahwa lahan yang mempunyai kemampuan lahan tinggi
akan mempunyai pilihan penggunaan yang lebih banyak dan baik untuk pertanian,
kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya. Lahan dengan kemampuan yang tinggi
bahkan dapat juga digunakan untuk keperluan non pertanian seperti permukiman,
industri dan lain-lain. Sebaliknya lahan dengan kemampuan rendah
mengindikasikan bahwa lahan tersebut mempunyai hambatan yang lebih banyak.
Produk yang diharapkan dari lahan yang berkemampuan rendah adalah jasa
lingkungan, misalnya lahan tersebut digunakan sebagai daerah perlindungan atau
kawasan lindung.
Menurut Sitorus (1986) klasifikasi kemampuan lahan merupakan
pengelompokan tanah kedalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya
untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan
secara terus menerus maupun berkelanjutan. Klasifikasi penggunaan lahan ini
menetapkan jenis penggunaan lahan yang sesuai dan jenis perlakuan yang
diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi khususnya tanaman secara
lestari.
Terdapat beberapa keuntungan yang didapatkan dari evaluasi kemampuan
lahan ini sehingga evaluasi kemampuan lahan dapat juga digunakan dalam
1.3.
8
penilaian permulaan secara umum terhadap sumberdaya lahan di daerah-daerah
yang belum berkembang yaitu dengan alasan-alasan sebagai berikut (Sitorus
1985):
1. Sistem ini didasarkan pada evaluasi dari keadaan dan tingkat penghambat
sifat-sifat fisik, maka sistem ini berguna untuk penilaian obyektif,
penilaian perbandingan, dan menghindarkan bias pengaruh subyektif bagi
wilayah yang sedang diklasifikasaikan.
2. Sistem ini hampir keseluruhan didasarkan pada sifat-sifat fisik lahan, dan
faktor ekonomis tidak dipertimbangkan kecuali asumsi untuk tindakan
pengelolaan tertentu yang digunakan.
3. Sistem tersebut menunjukkan macam penggunaan lahan yang sesuai untuk
lahan dengan faktor-faktor penghambat tertentu, sekaligus dengan
tindakan pengelolaan yang dibutuhkan untuk dapat mengatasi faktor
penghambat tersebut.
Menurut Arsyad (2006) klasifikasi kemampuan lahan terbagi ke dalam
tiga kategori yang digunakan yaitu kelas, sub kelas, dan satuan kemampuan
(capability unit). Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam
struktur klasifikasi. Pengelompokan sub kelas didasarkan atas dasar jenis utama
faktor penghambat atau ancaman yang dikenal yaitu ancaman erosi, kelebihan air,
pembatas perkembangan akar tanaman, dan pembatas iklim. Pengelompokan di
dalam satuan kemampuan yaitu pengelompokan tanah-tanah yang mempunyai
keragaan dan persyaratan yang sama terhadap sistem pengelolaan yang sama bagi
usaha tani tanaman pertanian pada umumnya atau tanaman rumput untuk
makanan ternak atau yang lainnya.
Kelas kemampuan lahan dibagi menjadi 8 kelas yaitu dari kelas I sampai
pada kelas VIII (Tabel 1). Kelas I samapai kelas IV adalah kelas yang dapat
ditanamai (digarap), sedangkan kelas V sampai kelas VIII tidak dapat ditanami.
Uraian tentang kelas kesesuaian lahan dapat diterangkan sebagai berikut:
Kelas I
Kelas I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya.
Kelas ini sesuai untuk segala macam penggunaan pertanian. Tanah pada kelas ini
tidak mempunyai penghambat ataupun ancaman kerusakan yang berarti dan cocok
untuk usaha tani yang intensif.
Kelas II
Tanah pada kelas II mempunyai sedikit penghambat yang dapat
mengurangi pilihan penggunaannya atau membutuhkan tindakan pengaawetan
yang sedang. Tanah pada kelas II ini membutuhkan pengelolaan tanah secara hatihati. Di dalam penggunaannya diperlukan tindakan-tindakan pengawetan yang
ringan seperti pengolahan tanah menurut kontur.
Kelas III
Tanah pada lahan kelas III ini mempunyai lebih banyak penghambat dari
tanah di lahan kelas II, dan bila digunakan untuk tanaman pertanian memerlukan
tindakan pengawetan khusus, yang umumnya lebih sulit baik dalam pelaksanaan
maupun pemeliharaannya. Apabila lahan ini diusahakan untuk pertanian
membutuhkan pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, pembuatan teras dll.
Kelas IV
Tanah pada lahan kelas IV ini mempunyai lebih banyak penghambat yang
lebih besar dibandingkan dengan lahan kelas III sehingga pemilihan jenis
9
penggunaan atau jenis tanaman juga lebih terbatas. Tanah pada lahan kelas IV ini
dapat digunakan untuk berbagai jenis penggunaan pertanian dengan ancaman dan
bahaya kerusakan yang lebih besar dibandingkan lahan kelas III. Apabila lahan ini
diusahakan maka dibutuhkan tindakan pengelolaan khusus, yang relatif lebih sulit
baik dalam pelaksanaan maupun dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan
kelas-kelas sebelumnya.
Kelas V
Tanah pada kelas V ini tidak sesuai untuk ditanami dengan tanaman
semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen seperti
makanan ternak atau dihutankan. Tanah pada kelas ini terletak pada tempat yang
hampir datar, basah atau tergenang air dan terlalu banyak batu di atas permukaan
tanah.
Kelas VI
Tanah pada lahan kelas VI ini tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani
semusim. tetapi sesuai untuk vegetasi permanen yang dapat digunakan sebagai
makanan ternak/padang rumput atau dihutankan dengan penghambat yang sedang.
Tanah ini mempunyai lereng yang curam sehingga mudah tererosi, mempunyai
solum yang sangat dangkal. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan
tindakan pengawetan khusus seperti pembuatan teras bangku, pengolahan
menurut kontur dan sebagainya.
Kelas VII
Tanah pada kelas VII ini tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani
tanaman semusim, dan sebaiknya digunakan untuk penanaman dengan vegetasi
permanen seperti padang rumput atau hutan yang disertai dengan tindakan
pengelolaan yang tepat dan lebih intensif dari yang diperlukan pada lahan kelas
VI.
Kelas VIII
Tanah pada lahan kelas VIII tidak sesuai untuk tanaman semusim dan
usaha produksi pertanian lainnya dan harus dibiarkan pada keadaan alami di
bawah vegetasi alami. Tanah pada lahan ini dapat digunakan untuk cagar alami,
hutan lindung, atau rekreasi.
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang terdapat pada bab I pasal 1, pengertian daya dukung
lingkungan merupakan kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lainnya, dan keseimbangan antar
keduanya. Daya dukung lahan tergantung pada presentasi lahan yang dapat
digunakan untuk penggunaan yang berkelanjutan dan lestari. Penghitungan daya
dukung lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan ini dapat ditentukan
apakah penggunaan suatu lahan sudah melampaui daya dukungnya atau belum.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya dukung lahan
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2010) di Desa Ciaruteun
Ilir, antara lain adalah (1) kemampuan lahan dan penggunaan lahan, (2) degradasi
lahan, (3) keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk yang tidak dapat diatasi, (4)
perilaku negatif masyarakat. Penggunaan suatu lahan seharusnya sesuai dengan
kemampuan lahan atau daya dukungnya. Pemanfaatan lahan yang baik
memerlukan suatu perencanaan yang baik pula. Perencanaan penggunaan ruang
yang baik adalah perencanaan yang berbasis pada kemampuan lahan yaitu
berbasis pada daya dukung lahan (Rustiadi et al. 2010).
10
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Faktor Penghambat
Tekstur Tanah (t)
Lapisan Atas (40 cm)
Lereng Permukaan
(%)
Drainase
Kedalaman Efektif
(cm)
Keadaan Erosi
Kepekaan Erosi
Kerikil/batuan
(% Volume)
Banjir
Keterangan :
(*)
(**)
Tekstur
Erosi
:
:
:
:
Drainase
:
Kepekaan
Erosi
:
Kelas Kemampuan Lahan
III
IV
V
VI
I
II
VII
VIII
h-s
h-s
h-ak
h-ak
(*)
h-ak
h-ak
K
0-3
3-8
8-15
15-30
0-3
30-45
45-65
>65
d1
d2
d3
d4
d5
(**)
(**)
d0
>90
90-50
50-25
<25
(*)
(*)
(*)
(*)
e0
KE1/
KE2
e1
KE3
e2
KE4/
KE5
e3
KE6
(**)
(*)
e4
(*)
e5
(*)
(*)
(*)
0-15
0-15
15-50
50-90
>90
(*)
(*)
>90
O0
O1
O2
O3
O4
(**)
(**)
(*)
dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat
tidak berlaku
ah = agak halus; h = halus; ak = agak kasar; k = kasar; s = sedang
e0 = tidak ada; e1 = ringan; e2 = sedang; e3 = agak berat; e4 = berat; e5 = sangat
berat
d0 = berlebih; d1 = baik; d2 = agak baik; d3 = agak buruk; d4= buruk; d5 = sangat
buruk
KE1= sangat rendah; KE2 = rendah; KE3 = sedang; KE4 = agak tinggi; KE5 =
tinggi; KE6 = sangat rendah
Sumber: Konservasi Tanah dan Air (Arsyad 2006).
Kawasan Jabodetabek
Sebagian besar wilayah Jabodetabek terdiri dari 1.160 desa (tanpa wilayah
Kepulauan Seribu) dan dibatasi oleh lima Derah Aliran Sungai (DAS). Batasbatas wilayahnya adalah sebagai berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur (Provinsi Jawa Barat)
 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rangkas bitung, Kabupaten
Pandeglang, dan Kabupaten Serang (Provinsi Banten)
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten
Purwakarta (Provinsi Jawa Barat)
Wilayah Jabodetabek terbagi menjadi kategori bentuk lahan yang
disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentuk lahan tersebut adalah kawasan
pesisir pantai di bagian utara, kawasan daratan di bagian tengah, dan kawasan
perbukitan di bagian selatan. Keragaman jenis tanah yang berbeda-beda terdapat
di Jabodetabek. Keragaman ini dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah
keragaman lereng, faktor batuan induk, dan faktor iklim. Pada bagian daratan
jenis tanah didominasi oleh asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan.
Jenis penggunaan lahan yang ada di Jabodetabek terdiri dari lahan berpenggunaan
badan air, ruang terbangun, hutan, kebun campuran, ladang/upland/bareland,
rumput, sawah tergenang, dan sawah tidak tergenang, semak, dan tambak. Jenis
penggunaan lahan yang paling dominan adalah lahan untuk ruang terbangun
dengan total luas lahan 156.774,0 Ha (Septiani 2009).
1.4.
11
Peningkatan jumlah penduduk yang terus menerus menyebabkan
banyaknya konversi lahan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh
aparat pemerintahan. Konversi lahan pertanian terbesar di kawasan Jabodetabek
adalah wilayah Tangerang dan Bekasi yang justru merupakan wilayah dengan
infrastruktur pertanian terbaik di Indonesia. Konversi tersebut semakin tahun
semakin meningkat (Panuju 2004).
Pertumbuhan lahan terbangun di Jabodetabek yang tidak terkendali
mengkonversi kawasan pertanian dan kawasan lindung sehingga membuat daya
dukung kawasan menurun. Hal itu antara lain terlihat dari luasan ancaman banjir
di kawasan Jabodetabek yang terus naik. Pada tahun 2000, sebanyak102 desa di
Jabodetabek yang terkena banjir, tetapi tahun 2008 sudah mencapai 644 desa.
Selain itu, penyediaan infrastruktur juga tidak efisien sehingga menimbulkan
kemacetan dan kekumuhan yang semakin parah setiap tahunnya
(http://nasional.kompas.com).
Beberapa permasalahan yang terjadi di kawasan Jabodetabek diantaranya
adalah tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, degradasi lahan,
perkembangan infrastruktur, limbah dan terjadinya land subsidance.
Permasalahan-permasalah ini banyak terjadi disebabkan oleh penyimpanganpenyimpangan terhadap Rencana Tata Ruang. Hal ini menyebabkan
terlampauinya daya dukung lingkungan sehingga banyak permasalahan yang
bermunculan.
Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup
pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah
tersebut. Dalam hal ini lahan pertanian selalu menjadi lahan yang paling banyak
terkonversi. Kajian tentang penutupan lahan di Jabodetabek data tahun 1972-2001
dapat dilihat bahwa kebutuhan ruang untuk sarana permukiman dan fasilitas
meningkat cukup pesat (Panuju 2004).
Terjadinya inkonsistensi output Rencana Tata Ruang antar wilayah di
Jabodetabekpunjur sudah tidak dapat dihindari lagi. Tidak hanya output yang
dihasilkan yang cenderung tidak konsisten, tetapi terminologi penggunaan lahan
di setiap wilayah yang tentunya berimplikasi pada output rencana detil pun dapat
berbeda-beda antar wilayah. Permasalahan yang paling utama adalah
penyimpangan yang terbesar terjadi pada kawasan lindung yang seharusnya dijaga
oleh masyarakat dan pemerintah, namun malah sebaliknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Panuju (2004) menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Botabek tahun 1990 telah melampaui jumlah penduduk Jakarta. Dengan
data penduduk Jabodetabek tahun 1990 sampai tahun 2000 pertumbuhan
penduduk Jakarta dan Bodetabek akan mengikuti persamaan saturation. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jakarta telah mencapai titik jenuh.
Keadaan tersebut merupakan salah satu hal dari terlamapauinya daya dukung
lingkungan yang terdapat di kawasan Jabodetabek tersebut.
1.5.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Dalam cakupan yang lebih luas, Sistem Informasi Geografi (SIG) diartikan
sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi secara manual, yang berkaitan
dengan operasi pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi
geografi secara konvensional. Perkembangan sistem ini telah berkembang dalam
12
dua dekade terakhir ini. Pada saat sekarang ini, SIG sering diterapkan untuk
teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan
teknologi komputer (Barus dan Wiradisastra 2000).
Terdapat empat komponen utama dalam Sistem Informasi Geografi (SIG)
yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai.
Komponen perangkat keras SIG terdiri dari tiga bagian utama yaitu (a) peralatan
pemasukan data, (b) peralatan penyimpanan dan pengolahan data dan (c) peralatan
untuk mencetak hasil. Komponen perangkat lunak sudah banyak tersedia di
pasaran dan bervariasi. Pemilihan komponen perangkat lunak untuk SIG ini
ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah bentuk data dan sumbernya,
serta kemampuan analisis data yang diinginkan. Komponen yang ketiga dan
keempat yaitu sulit dipisahkan antara pengelola dan pemakai. Sistem Informasi
Geografi banyak dikembangkan langsung oleh pengguna yang disesuaikan dengan
kebutuhan penerapan teknologi yang cepat berkembang (Barus dan Wiradisastra
2000).
13
II.
METODOLOGI
2.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 hingga bulan
September 2012 dengan cakupan wilayah Jabodetabek yang terdiri dari delapan
wilayah administrasi. Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian Perencanaan
Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan
persiapan, pengolahan data spasial, pengecekan lapang, dan analisis data serta
penyusunan laporan akhir.
2.2.
Data, Sumber Data, dan Alat
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan
data primer. Data sekunder yang digunakan terdiri dari peta administrasi, peta
penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2010, peta tanah, Peta land system lembar
Jakarta, dan peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek serta data penunjang
lainnya. Data primer diperoleh dari hasil cek lapang.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari komputer dengan
perangkat lunak (software) data spasial ArcView GIS, Microsoft Office Excel, dan
Microsoft Office Word, serta GPS dan kamera digital. Jenis data dan sumber data
yang digunakan dalam penelitian disajikan dalam Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
No.
1
2
3
4
5
Jenis Data
Peta Penggunaan Lahan
Jabodetabek Tahun 2010,
Skala 1:100.000
Peta Tanah Semidetil
Jabodetabek, skala 1:50.000
Peta Land System with Land
Suitability and
Environmental Hazard,
Lembar : Jakarta, Skala
1:250.000
Peta Rencana Tata Ruang
(RTR) Kawasan
Jabodetabekpunjur Tahun
2008, Skala 1:150.000
Peta Administrasi
Jabodetabek
Ekstraksi Data
-
Data digeneralisasiakan
informasinya, misalnya
macam tanah menjadi
jenis tanah
Peta
dikombinasikan
dengan data lain seperti
data
SRTM
(peta
kontur) untuk proses
pendetilan
Data digeneralisasikan
-
Sumber Data
Pusat Pengkajian Perencanaan
Pengembangan Wilayah
(P4W) LPPM IPB
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya
Lahan (BBSDLP)
Pusat Pengkajian Perencanaan
Pengembangan
Wilayah
(P4W) LPPM IPB
Peraturan Presiden RI No.
54/2008
Pusat Pengkajian Perencanaan
Pengembangan
Wilayah
(P4W) LPPM IPB
14
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap dalam
penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima tahapan yang terdiri dari: (1)
tahap persiapan, studi literatur, dan pengumpulan data, (2) tahap analisis data
spasial, (3) tahap pengecekan lapang, (4) tahap analisis data, dan (5) tahap
penyusunan laporan akhir. Tahap-tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
2.3.
Basis Data Spasial
Peta
Tekstur
Tanah
Peta Landsystem
Peta Tanah
Ekstraksi
Ekstraksi
Peta Bahaya
Erosi
Peta
Kemiringan
Lereng
Peta
Drainase
Tanah
Peta
Kedalaman
Tanah
Peta
Kepekaan
Erosi
Overlay
Peta
Penggunaan/penutup
an Lahan
Penetapan Kemampuan
Lahan
Kriteria Penetapan
Kemampuan Lahan
(Konservasi Tanah dan
Air), Arsyad, 2006
Peta Kemampuan
Lahan
Peta Peruntukan
Lahan RTR
Overlay (Didasarkan Matrik
LogikInkonsistensi dan
Ketidaksesuaian menurut Konsep
Landrent (Rustiadi et al. 2011))
Peta
KetidaksesuaianPenggunaan
Lahan terhadap
Kemampuan Lahan
Data Penunjang
(Pengecekan Lapang)
Peta Inkonsistensi Penggunaan
Lahan terhadap Rencana Tata
Ruang (RTR) Kawasan
Analisis Deskriptif
Menggunakan Pivot Table
Peta
KetidaksesuaianPeruntukan
Lahan RTR terhadap
Kemampuan Lahan
Deskripsi Luas Inkonsistensi
dan Ketidaksesuaian
Gambar 1. Bagan ALir Metode Penelitian
15
2.3.1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan penentuan tema penelitian, studi
literatur, pembuatan proposal, dan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam
penelitian serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Tahapan
pengumpulan data diantaranya adalah mengumpulkan data-data penunjang seperti
peta tanah, peta administrasi, peta Rencana Tata Ruang, dan peta land system.
2.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial
Pengolahan data digital dan analisis spasial dilakukan dengan
menggunakan software ArcView GIS. Peta penggunaan lahan diperoleh dari hasil
digitasi citra landsat oleh Afifah tahun 2010. Hasil digitasi tersebut kemudian
dioverlay dengan peta administrasi sehingga diperoleh peta penggunaan lahan
pada masing-masing kabupaten/kota. Selanjutnya peta penggunaan lahan
dioverlay dengan peta Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek dan peta
kemampuan lahan sehingga didapatkan peta inkonsistensi penggunaan lahan
terhadap RTR Kawasan dan peta ketidaksesuaian terhadap kemampuan lahan.
Kemudian peta inkonsistensi dan peta ketidaksesuaian dianalisis secara deskriptif.
a. Tumpang Tindih (overlay)
Tahap tumpang tindih dilakukan dengan menggunakan metode overlay peta
digital. Pada tahap ini, peta yang satu dioverlay dengan peta yang lain
sehingga terbentuk peta baru yang dapat menunjang penelitian. Misal: peta
penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2010 ditumpang tindihkan dengan peta
administrasi Jabodetabek. Hasil dari overlay peta tersebut didapatkan peta
penggunaan lahan di setiap wilayah yaitu kabupaten/kota di Jabodetabek.
Tahap selanjutnya yaitu overlay peta penggunaan lahan pada masing-masing
wilayah dengan peta kemampuan lahan yang telah dibuat. Hasil dari overlay
kedua peta ini didapatkan peta ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap
kemampuan lahan wilayah Jabodetabek.
b. Penetapan Kemampuan Fisik Lahan
Penentuan kemampuan fisik lahan dikategorikan ke dalam bentuk kelas dan
sub kelas. Faktor pembatas yang terdapat pada masing-masing parameter
menentukan lahan yang dianalisis masuk pada kelas dan sub kelas yang
mana. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17
tahun 2009, penentuan kelas dan sub kelas kemampuan lahan dilakukan
dengan teknik overlay beberapa peta diantaranya adalah peta lereng, peta
tanah, peta erosi, dan peta drainase. Kemudian hasil dari overlay tersebut
dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan (Gambar 1). Pada penelitian
ini, peta kemampuan lahan dibuat dengan mengekstrak peta tanah dan peta
land system menjadi beberapa peta diantaranya peta kemiringan lereng, peta
kedalaman tanah, peta tekstur tanah, peta drainase tanah, dan peta erosi, serta
peta kepekaan erosi. Beberapa kriteria faktor pembatas dalam penelitian ini
tidak digunakan (seperti faktor banjir, batuan permukaan) dikarenakan
keterbatasan data yang diperoleh, sehingga penentuan kemampuan lahan
hanya menggunakan data yang telah tersedia. Langkah selanjutnya yaitu
menganalisis antara peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan
sehingga akan dapat terlihat peta ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap
kemampuan lahan. Selain itu dilakukan overlay antara peta RTR Kawasan
16
dengan peta kemampuan lahan sehingga didapatkan peta ketidaksesuaian
RTR terhadap kemampuan lahan Jabodetabek.
c. Penetapan Peta Inkonsistensi Penggunaan Lahan
Penentuan inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang
(RTR) Kawasan dilakukan dengan overlay antara peta penggunaan lahan
dengan peta RTR Kawasan Jabodetabek. Hasil overlay kedua peta didapatkan
peta inkonsistensi penggunaan lahan Jabodetabek terhadap RTR Kawasan.
Penentuan inkonsistensi disesuaiakan pada matrik logik inkonsistensi yang
didasarkan pada konsep land rent (Rustiadi et al. 2011).
2.3.3. Pengecekan Lapang
Pengecekan lapang dilakukan pada tanggal 8 dan 10 Agustus 2012.
Pengecekan lapang berfungsi untuk mengkonfirmasi hasil analisis dan interpretasi
data agar dicapai tingkat ketelitian, akurasi dan kebenaran yang dibutuhkan pada
proses analisis data penelitian. Alat yang digunakan yaitu GPS (Global
Positioning System) untuk mengambil gambar penggunaan lahan aktual di
lapangan. Selain itu dilakukan wawancara terhadap penduduk yang berada di
tempat penelitian.
2.3.4. Tahap Analisis Data
Dalam tahap ini, data attribute table dari beberapa peta kombinasi hasil
analisis spasial tersebut dibuka di Microsoft Office Excel. Luas dalam satuan
meter persegi (m2) kemudian dikonversi ke dalam satuan hektar (Ha). Luas dan
jumlah masing-masing kombinasi dari poligon dianalisis dengan menggunakan
pivot table.
17
III.
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1.
Letak dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah wilayah Jabodetabek yang merupakan wilayah
urban terbesar di Indonesia. Jabodetabek terdiri dari 9 wilayah administrasi yaitu
DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi (Gambar
2). Kawasan Jabodetabek terdapat di tiga provinsi yang berdekatan yaitu Provinsi
DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Gambar 2. Peta Administrasi Jabodetabek
Secara astronomis kawasan Jabodetabek terletak pada 121º94’82” Bujur
Timur dan 6º10’8’’-6º30’ Lintang Selatan. Lokasi penelitian memiliki luas
639.641,3 Ha yang terdiri dari 9 wilayah administrasi yang meliputi 13
kabupaten/kota dengan luas terbesar adalah Kabupaten Bogor (285.153,3 Ha atau
44,58%) dan kota/kabupaten dengan luasan terkecil adalah Jakarta Pusat dengan
luas 4.618,7 Ha atau 0,72% dari luas total Jabodetabek. Untuk lebih rinci luas
setiap kabupaten/kota di kawasan Jabodetabek disajikan dalam Tabel 3.
18
Tabel 3. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten dan Kota di Wilayah Jabodetabek
No
Luas
Kabupaten/kota
Ha
Luas Total
%
1
Jakarta Barat
11.705,7
1,83
2
Jakarta Pusat
4.618,7
0,72
3
Jakarta Selatan
13.578,6
2,12
4
Jakarta Timur
17.320,3
2,71
5
Jakarta Utara
13.258,4
2,07
6
Kabupaten Bogor
7
Kota Bogor
285.153,3
8.154,1
8
Kota Depok
9
Ha
%
60.481,7
9,46
44,58
1,27
293.307,3
45,85
17.784,2
2,78
17.784,2
2,78
Kabupaten Tangerang
92.410,6
14,45
128.141,7
20,03
10
Kota Tangerang
17.667,3
2,76
11
Kota Tangerang Selatan
18.063,8
2,82
12
Kabupaten Bekasi
18,85
3,02
21,88
Kota Bekasi
120.590,9
19.335,5
139.926,4
13
639.641,3
100,00
639.641,3
100,00
Luas Total
Sumber: Hasil analisis data spasial yang diagregasikan berdasarkan data BPS 2011
3.2.
Iklim
Lokasi Jabodetabek terletak pada ketinggian 25 hingga lebih dari 200
mdpl, bertopografi datar sampai sangat curam. Sebagian besar wilayah
Jabodetabek terletak pada kemiringan lereng 0% sampai lebih dari 65%. Curah
hujan rata-rata di lokasi penelitian antara 1500 - lebih dari 5000 mm/tahun dengan
curah hujan terbesar terdapat di Bogor. Curah hujan terendah tersebar di sebagian
wilayah Bekasi, Jakarta, dan Tangerang. Berdasarkan curah hujan yang ada,
terdapat bulan basah dan bulan kering. Sebagian besar tipe iklim yang berada di
lokasi penelitian menurut Klasifikasi iklim Oldeman yaitu iklim A, B, C, dan D.
3.3.
Geologi dan Geomorfologi
Formasi batuan yang tersebar di wilayah Jabodetabek adalah batuan
alluvial, batuan volkan dan batuan sedimen. Geologi yang tersebar luas di
Jabodetabek adalah pleistocene volkanic facies dengan luasan sebesar 196.105,5
Ha atau 30,66% dari total luas wilayah Jabodetabek. Geologi paling sedikit yang
menyusun wilayah Jabodetabek adalah pleistocene sedimentary facies dengan luas
sebesar 1.245,8 Ha atau dengan proporsi sebesar 0,19%.
Kawasan Jabodetabek merupakan kawasan yang dibagi menjadi tiga
kategori bentuk lahan yang disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentukbentuk lahan tersebut adalah kawasan pesisir, kawasan dataran, dan kawasan
perbukitan. Ketiga bentuk lahan tersebut terbagi berdasarkan pada ketinggian
lahan di atas permukaan laut. Kawasan pesisir mempunyai topografi yang landai
dan elevasi yang rendah. Kawasan ini terdapat hampir di sepanjang Pantai Utara
Jabodetabek, baik Tangerang, Bekasi, dan DKI Jakarta. Kawasan dataran adalah
kawasan yang memiliki ketinggian antara 25-200 meter dpl dan memiliki
topografi bergelombang. Kawasan ini terdiri dari Kabupaten dan Kota Tangerang,
19
Kota Tangerang Selatan, Kota Depok dan sebagian wilayah Kabupaten dan Kota
Bekasi, sedangkan kawasan perbukitan adalah kawasan dengan ketinggian di atas
200 meter dpl dengan topografi berbukit sampai dengan sangat curam (seluruh
wilayah Bogor).
Setiap kawasan dengan ekosistem yang berbeda akan memiliki geologi
yang berbeda pula. Kawasan pesisir didominasi oleh geologi dengan tipe
alluvium. Kawasan dataran didominasi oleh Pleistocene volcanic facies dan
kawasan perbukitan didominasi oleh material vulkanik muda.
Tanah
Tanah-tanah yang terbentuk di Jabodetabek pada umumnya berasal dari
bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Jenis tanah yang tersebar di lokasi
penelitian diantaranya adalah jenis tanah alluvial, andosol, tanah kelabu, tanah
podsolik, tanah latosol, regosol, dan tanah renzina, serta asosiasi dan komplek dari
jenis tanah yang ada. Tanah-tanah tersebut tersebar kurang merata di wilayah
Jabodetabek. Jenis tanah yang paling banyak ditemukan diwilayah Jabodetabek
adalah jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat, podzolik
dengan proporsi luas sebesar 15,28% dari luas total Jabodetabek atau sebesar
97.722,0 Ha. Tanah dengan sebaran terbesar kedua di Jabodetabek adalah jenis
tanah asosiasi antara jenis tanah latosol merah dan latosol coklat kemerahan
dengan luas sebesar 90.550,8 Ha atau 14,16%. Jenis tanah regosol coklat
merupakan jenis tanah yang sangat sedikit ditemukan di wilayah Jabodetabek
dengan luas sebesar 0,6 Ha atau 0,00%.
3.4.
20
21
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe
penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek tahun 2010 yaitu penggunaan
lahan untuk permukiman, hutan, badan air, empang, sawah irigasi, sawah tadah
hujan, tanah ladang/tegalan, belukar/semak, kebun, rawa/mangrove, dan rumput
(Gambar 3). Penggunaan lahan aktual dominan adalah penggunaan lahan sawah
irigasi dengan luas sebesar 169.156,5 Ha (26,45%), selanjutnya adalah
penggunaan lahan permukiman dimana luasannya sekitar 157.728,5 Ha (24,66%).
Sementara penggunaan lahan aktual yang relatif sedikit adalah penggunaan
rawa/mangrove sebesar 1.571,0 Ha (0,25%) (Tabel 4).
Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 2010
Gambar 4 menunjukkan sebaran setiap jenis penggunaan lahan pada
masing-masing kabupaten/kota di Jabodetabek. Penggunaan sawah irigasi banyak
tersebar di sebagian besar Kabupaten Bekasi yaitu seluas 76.384,5 Ha atau
11,94% dari total luas Jabodetabek, Kabupaten Tangerang (46.237,8 Ha atau
7,23%), dan Kabupaten Bogor (31.501,3 Ha atau 4,92%), sisanya menyebar
merata diseluruh wilayah Jabodetabek dengan proporsi yang rendah. Sawah
irigasi banyak tersebar di wilayah Bekasi dan Tangerang dikarenakan wilayah-
22
wilayah tersebut berdekatan dengan daerah yang terkenal dengan lumbung padi
Jawa Barat seperti Karawang, Purwakarta, dan Cianjur (Agrisantika 2007). Selain
hal tersebut, di ketiga wilayah ini terutama di Kabupaten Bogor dan Bekasi
banyak terdapat badan air seperti sungai besar yang mengalir merata di daerah
tersebut.
Penggunaan lahan terluas kedua yaitu penggunaan lahan untuk
permukiman yang dominan tersebar merata di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan
Kota Depok, dan permukiman merupakan penggunaan lahan yang dominan
terbesar di sebagian besar kabupaten/kota di Jabodetabek bila dibandingkan
dengan penggunaan yang lain. Lahan yang digunakan untuk permukiman di DKI
Jakarta sebesar 39.629,5 Ha (6,20%). Permukiman terluas kedua yaitu di
Kabupaten Bogor dengan luasan sebesar 34.762,1 Ha atau 5,43%.
Penggunaan lahan rawa/mangrove hanya tersebar di sebagian besar
Kabupaten Bekasi dan sebagian kecil tersebar di wilayah Tangerang, Kabupaten
Bogor,dan DKI Jakarta. Rawa/mangrove menyebar di wilayah DKI Jakarta
dikarenakan DKI Jakarta merupakan wilayah yang dulunya masih terdapat banyak
rawa-rawa atau hutan mangrove. Rawa/mangrove luasannya semakin berkurang
dikarenakan adanya konversi lahan rawa/mangrove menjadi permukiman dan
penggunaan yang lain.
Tabel 4.
Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 di Jabodetabek dengan Luas (Ha) dan
Proporsinya (%)
1
Penggunaan
Lahan
Badan Air
2
Belukar/Semak
3
Empang
4
5
6
Hutan
Kebun
Permukiman
7
Rawa/Mangrove
8
Rumput
9
10
Sawah Irigasi
Sawah Tadah
Hujan
Tanah
Ladang/Tegalan
No
11
Deskripsi Penggunaan Lahan
Semua kenampakan perairan, termasuk sungai, laut,
waduk, terumbu karang, dan padang lamun
Lahan kering yang ditumbuhi vegetasi alami heterogen
dan homogeny dengan kerapatan jarang hingga rapat,
didominasi vegetasi rendah (alami)
Aktivitas untuk perikanan atau penggaraman yang
tampak dengan pola pematang di sekitar panatai
Hutan lahan kering, primer atau sekunder
Terdiri dari perkebunan dan perkebunan campuran
Terdiri dari permukiman, lahan terbangun, dan
bangunan industry
Lahan basah yang tergenang oleh air tawar dan payau
secara permanen yang dominan ditumbuhi hutan bakau
atau mangrove
Areal terbuka didominasi beragam jenis rumput
heterogen
Sawah yang diusahakan dengan pengairan dari irigasi
Sawah yang diusahakan dengan pengairan dari air hujan
Tanah lahan kering yang ditanami tanaman semusim
Grand Total
Sumber: Hasil analisis citra satelit landsat ETM, 2010
Luas
(Ha)
5.781,2
%
0,90
45.744,6
7,15
13.330,4
2,08
34.181,2
77.651,9
157.728,5
5,34
12,14
24,66
1.571,0
0,25
35.490,6
5,55
169.156,5
45.253,6
26,45
7,07
53.751,8
8,40
639.641,3
100,00
23
Keterangan:
JBAR
JPUS
JSEL
JTIM
JUTA
:
:
:
:
:
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Utara
BKS
BGR
TGR
K.BKS
K.BGR
:
:
:
:
:
Kab. Bekasi
Kab. Bogor
Kab. Tangerang
Kota Bekasi
Kota Bogor
K.DPK
K.TGR
K.TGRS
: Kota Depok
: Kota Tangerang
: Kota Tangerang Selatan
Gambar 4. Grafik Sebaran Tipe Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 di Jabodetabek
4.2.
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan yang dianalisis adalah klasifikasi
kemampuan lahan dalam tingkat kelas dan sub kelas. Terdapat beberapa
parameter yang digunakan dalam analisis yaitu kemiringan lereng, drainase tanah,
tingkat erosi dan kepekaan erosi, tekstur tanah serta kedalaman tanah. Hasil
analisis didapatkan kelas kemampuan lahan II sampai dengan kelas kemampuan
lahan VIII di wilayah Jabodetabek. Urutan kelas mulai dari terendah sampai yang
tertinggi banyak tersebar dari wilayah Jakarta ke arah Bogor.
Terdapat beberapa sub kelas kemampuan lahan di wilayah Jabodetabek.
Terdapat 3 sub kelas kemampuan lahan untuk kelas II, 7 sub kelas untuk kelas III,
5 sub kelas untuk kelas IV, dan masing-masing 1 sub kelas untuk kelas
kemampuan lahan V, VI, VII dan kelas VIII. Pembatas dari kelas II, III adalah
erosi, lereng, drainase, tekstur atau kedalaman tanah. Pada sub kelas IV tidak
terdapat pembatas drainase. Pada sub kelas V pembatasnya adalah drainase dan
lereng, sedangkan pada sub kelas VI, VII, dan VIII pembatas utamanya adalah
lereng. Hasil analisis kemampuan lahan disajikan pada Gambar 5.
Kemampuan lahan digunakan untuk menganalisis kesesuaian penggunaan
lahan dikarenakan kelas dan sub kelas kemampuan lahan mampu memberikan
informasi mengenai karakteristik fisik pembentuk lahan dimana gejala kerusakan
fisiknya menjadi parameter dalam menilai lahan yang sudah dimanfaatkan. Fakta
24
yang banyak terjadi akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan daya
dukung lingkungan (salah satunya kemampuan lahan) diantaranya adalah adanya
banjir yang terjadi di sebagian besar permukiman DKI Jakarta. Hal ini
dikarenakan banyaknya permukiman yang dibangun di daerah rawa-rawa atau
daerah yang memiliki kondisi drainase yang buruk, yang sebenarnya tidak cocok
atau tidak sesuai untuk permukiman, terjadinya longsor di area yang memiliki
lereng yang curam yang digunakan untuk permukiman, pertanian, dan lain-lain.
Gambar 5. Peta Kemampuan Lahan Wilayah Jabodetabek
Kelas kemampuan lahan II banyak tersebar di seluruh wilayah
Jabodetabek kecuali Jakarta Utara. Kelas III hampir tersebar di semua wilayah
Jabodetabek kecuali Kota Depok. Kelas kemampuan lahan IV hanya tersebar di
Kabupaten dan Kota Bogor, serta di Kabupaten Bekasi. kelas kemampuan lahan
IV ini banyak tersebar di wilayah Bogor dan Bekasi dikarenakan sebagian besar
hasil analisis menunjukkan bahwa sub kelas kemampuan lahan IV mempunyai
faktor pembatas kelerengan, sehingga kelas lahan IV ini banyak tersebar di
wilayah dengan kelerengan yang agak bergelombang sampai berbukit. Kelas
kemampuan lahan V banyak tersebar di Kabupaten Bekasi dan Tangerang, serta
sebagian kecil berada di Jakarta Utara. Sub kelas kemampuan lahan V ini
mempunyai faktor pembatas yang utama yaitu drainase. Kelas kemampuan VI
hanya tersebar di Kabupaten Bogor dan Tangerang dan kelas VII pun hanya
tersebar di Kabupaten Bogor dan Bekasi. Untuk kelas kemampuan lahan VIII
25
hanya tersebar di satu tempat yaitu di Kabupaten Bogor, dimana sebagian kecil di
kabupaten ini merupakan kabupaten dengan kemiringan lereng yang sangat curam
yaitu > 65% sehingga area ini termasuk dalam kelas VIII (Gambar 6).
Gambar 6. Grafik Sebaran Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota
Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub kelas Kemampuan Lahan
Kelas
Sub Kelas
Luas
Luas Total
No
Kemampuan
Kemampuan
Ha
%
Ha
%
Lahan
Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Iie
IIt, e, s
IIt, e, s, w
IIIe
III
IIIe,s,w
IIIe,w
IIIs,w
IIIt
IIIt,e
IIIw
IV
Ive
Ivt
IVt, e, s
IVt, s
IVt,e
V
Vt, w
VI
Vit
VII
VIIt
VIII
VIIIt
Grand Total
Sumber: Hasil analisis data spasial
II
20.352,9
166.416,0
5.768,7
18.945,1
11.217,7
17.088,9
19.124,9
8.246,5
20.622,2
127.692,1
1,4
67.712,3
893,0
928,0
578,3
18.316,1
58.672,5
74.957,8
2.106,6
639.641,3
3,18
26,02
0,90
2,96
1,75
2,67
2,99
1,29
3,22
19,96
0,00
10,59
0,14
0,15
0,09
2,86
9,17
11,72
0,33
100,00
192.537,6
30,10
222.937,6
34,85
70.113,0
10,96
18.316,1
58.672,5
74.957,8
2.106,6
639.641,3
2,86
9,17
11,72
0,33
100,00
26
Kelas kemampuan lahan terluas di Jabodetabek adalah kelas kemampuan
lahan III dengan luas area 222.937,6 Ha atau 34,85% dari total luas Jabodetabek.
Kelas kamampuan lahan dengan luasan terbesar kedua adalah kelas II yaitu
sebesar 192.537,6 Ha atau 30,10%. Kelas kemampuan lahan VIII merupakan
kelas dengan luasan terendah yaitu sebesar 2.106,6 Ha (0,33%). Luas dan proporsi
masing-masing kelas dan sub kelas kemampuan lahan disajikan dalam Tabel 5.
Sub kelas kemampuan lahan dengan luasan terbesar adalah sub kelas II
dengan faktor pembatas kelerengan (t), erosi (e), kedalaman tanah dan tekstur
tanah (s) (IIt, e, s) sebesar 26,02% dan sub kelas III dengan faktor pembatas
drainase (IIIw) sebesar 19,96%. Sub kelas IIt, e, s ini banyak tersebar di
Kabupaten Bogor (6,21%), Kabupaten Bekasi (2,81%), dan Kota Depok (2,78%).
Sub kelas kemampuan ini dominan tersebar di wilayah yang landai atau berombak
dengan hambatan ketiga faktor tersebut. Sedangkan sub kelas IIIw dominan
tersebar di Kabupaten Bekasi (9,81%), Kabupaten Tangerang (3,94%), dan
Jakarta Utara (1,93%). Sub kelas ini tersebar di sebagian besar wilayah pesisir
Pantai Utara dan di daerah rawa-rawa. Sub kelas IIIw ini dominan tersebar merata
di wilayah Jabodetabek kecuali di Kota Bogor. Hal ini disebabkan sebagian besar
tanah di Kota Bogor adalah tanah-tanah dengan pola drainase yang baik, sehingga
jarang memiliki hambatan seperti draianase.
Peruntukan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang
(RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008
Rencana Tata Ruang yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rencana
Tata Ruang untuk kawasan khusus yaitu RTR Kawasan Jabodetabekpunjur tahun
2008. Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah DKI Jakarta,
Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang serta
Kota dan Kabupaten Bekasi. Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan
Jabodetabekpunjur tahun 2008 dioverlay dengan peta administrasi Jabodetabek
sehingga didapatkan peta RTR Kawasan Jabodetabek yang disajikan dalam
Gambar 7.
Berdasarkan peta RTR Kawasan Jabodetabek pada Gambar 7 dapat
diketahui bahwa peruntukan penggunaan lahan menurut RTR Kawasan
Jabodetabek secara umum terbagi atas kawasan budidaya dan kawasan lindung.
Kawasan lindung terbagi atas hutan lindung dan hutan konservasi. Kawasan
budidaya terbagi atas peruntukan lahan basah, perumahan hunian padat, sedang,
dan rendah, serta zona B-4 dan B-7 yang ditetapkan untuk kawasan hutan
produksi.
Proporsi rencana penggunaan untuk kawasan lindung dan kawasan
budidaya tidak seimbang. Kawasan budidaya jauh lebih luas dibandingkan dengan
kawasan lindung yang hanya 8,11% dari total luas Jabodetabek, sebagaimana
terdapat pada Tabel 6. Peruntukan lahan terluas adalah peruntukan untuk zona B-1
atau perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan
non polutan dan berorientasi pasar seluas 149.704,7 Ha (23,40%). Peruntukan
terluas kedua yaitu peruntukan untuk zona B-4 (perumahan hunian rendah;
pertanian lahan basah/kering (dengan teknologi tepat guna) seluas 149.074,7 Ha
(23,31%). Hal ini menunjukkan bahwa alokasi peruntukan lahan terbesar di
Jabodetabek memang untuk perumahan.
4.3.
27
Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Penggunaan/peruntukan Lahan Menurut Rencana Tata
Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008
Luas
No Kawasan
Zona
RTR Kawasan
Ha
%
1
Kawasan N-1
Hutan lindung
14.917,6
2,33
lindung
2
N-2
Hutan konservasi/cagar alam/taman
36.973,0
5,78
nasional/taman wisata
alam/suakamargasatwa/budaya/peninggalan
sejarah
3
Kawasan B-7/HP Zona B-7 yang telah ditetapkan sebagai
10.783,3
1,69
budidaya
kawasan hutan produksi tetap atau hutan
produksi terbatas sesuai peraturan perundangundangan
4
B-4/HP Zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai
26.830,0
4,19
kawasan hutan produksi tetap atau hutan
produksi terbatas sesuai peraturan perundangundangan
5
B-7
Perumahan hunian rendah dengan KZB
404,3
0,06
maksimum 40%. daya dukung lingkungan
rendah. hutan produksi. pemanfaatan
ruangnya harus disetujui badan koordinasi
tata ruang nasional.
6
B-6
Perumahan hunian rendah dengan KZB
2.616,2
0,41
maksimum 50%. daya dukung lingkungan
rendah. pemanfaatan ruangnya harus
disetujui badan koordinasi tata ruang
nasional.
7
B-5
Pertanian lahan basah (irigasi teknis)
62.424,4
9,76
8
B-4
9
B-3
10
B-2
11
B-1
Perumahan hunian rendah; pertanian lahan
basah/kering (dengan teknologi tepat guna);
perkebunan. perikanan. peternakan
agroindustri. hutan produksi
Perumahan hunian rendah (intensitas lahan
terbangun rendah dengan rekayasa teknis);
pertanian/ladang
Perumahan hunian sedang (perdesaan);
pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga
kerja
Perumahan hunian padat (perkotaan);
perdagangan dan jasa; industri ringan non
polutan dan berorientasi pasar
Luas Total
Keterangan: KZB= Koefisien Zona Bangun
149.074,7
23,31
84.946,0
13,28
100.967,1
15,78
149.704,7
23,40
639.641,3
100,00
28
Gambar 7. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008
4.4.
Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan
Jabodetabek
Inkonsistensi penggunaan lahan merupakan penggunaan lahan yang tidak
konsisten terhadap Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan/yang telah ada dan
biasanya terkait dengan hukum. Inkonsistensi ini dapat menimbulkan dampak
baik positif maupun negatif, akan tetapi sebagian besar berdampak negatif baik
bagi masyarakat maupun lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis, luas
penggunaan/penutupan lahan yang konsisten terhadap peruntukan Rencana Tata
Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek adalah sebesar 574.355,3 Ha (89,79%),
sedangkan yang inkonsisten sebesar 65.286,0 Ha atau 10,21% dari total luas
wilayah penelitian. Kombinasi inkonsistensi penggunaan lahan di wilayah
Jabodetabek sebanyak 34 kombinasi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 10
urutan luasan terbesar inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap
Rencana Tata Ruang Kawasan yang disajikan pada Tabel 7.
Luas Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan untuk zona B4/HP atau peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan
produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundang-undangan
dengan penggunaan lahan belukar/semak sebesar 12.208,7 Ha (1,91%) dari total
luas wilayah penelitian. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya penggunaan lahan
untuk belukar/semak di wilayah penelitian. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi
pada peruntukan kawasan konservasi/cagar alam (N2) dengan penggunaan lahan
29
belukar/semak dengan luas 10.830,1 Ha (1,69%), sebagaimana yang terjadi di
lapangan yaitu di Bantar Karet Bogor yang seharusnya digunakan untuk kawasan
konservasi, saat ini dijumpai adanya belukar/semak dan permukiman di dalamnya.
Selanjutnya yaitu peruntukan pertanian lahan basah atau irigasi teknis (zona B-5)
dengan penggunaan permukiman sebesar 7.710,2 Ha atau 1,21%. Hasil analisis ini
sesuai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek
sehingga banyak terjadi konversi lahan untuk permukiman khususnya dan
penggunaan lain seperti pembangunan fasilitas-fasilitas umum dan lain lain.
Tabel 7. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Inkonsistensi
Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Tahun 2010 terhadap Peruntukan Lahan RTR
No
Kombinasi Inkonsistensi
Luas (Ha)
Luas (%)
1 B-4/HP-->Belukar/Semak
12.208,7
1,91
2 N-2-->Belukar/Semak
10.830,1
1,69
3 B-5-->Permukiman
7.710,2
1,21
4 N-1-->Empang
4.646,0
0,73
5 B-4/HP-->Sawah Tadah Hujan
3.153,0
0,49
6 N-2-->Kebun
2.772,3
0,43
7 B-4/HP-->Kebun
2.519,6
0,39
8 B-7/HP-->Empang
2.497,1
0,39
9 B-4/HP-->Tanah Ladang/Tegalan
1.968,9
0,31
10 B-7/HP-->Kebun
1.887,0
0,30
Berdasarkan matrik logik inkonsistensi penggunaan lahan terhadap
Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek yang disajikan pada Lampiran 1,
maka diperoleh peta inkonsistensi yang merupakan hasil overlay dari peta
penggunaan/penutupan lahan aktual tahun 2010 terhadap Rencana Tata Ruang
Kawasan Jabodetabek tahun 2008 yang disajikan pada Gambar 8.
Gambar 9 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang
mengalami inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap RTR
Kawasan. Jumlah poligon inkonsistensi sebanyak 11.051 poligon dengan poligon
inkonsistensi terbanyak berjumlah 3.016 poligon pada peruntukan pertanian lahan
basah/irigasi teknis (B-5) dengan penggunaan permukiman. Hal ini menunjukkan
adanya intensitas penggunaan permukiman dengan peluang perubahan yang
cukup besar, hal ini terlihat dengan adanya perubahan peruntukan pertanian lahan
basah menjadi permukiman sebanyak 3.016 perubahan penggunaan. Jumlah
poligon inkonsistensi terbesar kedua yaitu peruntukan kawasan konservasi (N-2)
dengan penggunaan sawah tadah hujan dengan jumlah poligon 876 poligon,
dilanjutkan dengan peruntukan kawasan konservasi (N-2) dengan belukar/semak.
Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk telah banyak
mengubah fungsi peruntukan RTR Kawasan yang telah ditetapkan, menjadi
penggunaan yang inkonsisten yang seharusnya tidak terjadi.
30
Gambar 8. Peta Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan RTR
Kawasan Jabodetabek
Gambar 9. Urutan 10 Besar Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan
Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek
31
Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/
penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek (Ha)
Urutan 10 besar luas rata-rata poligon inkonsistensi ditunjukkan pada
Gambar 10. Luas rata-rata poligon terluas terjadi pada kombinasi peruntukan B-5
(pertanian lahan basah/irigasi teknis) dengan penggunaan sawah tadah hujan
dengan luas 69,2 Ha, diikuti oleh peruntukan hutan lindung (N-1) dengan
penggunaan sawah irigasi sebesar 29,9 Ha, dan seluas 23,8 Ha peruntukan B-5
dengan penggunaan belukar/semak. Luasan rata-rata setiap poligon ini tidak
sebanding dengan banyaknya jumlah poligon, hal ini dikarenakan antara satu
poligon dengan poligon yang lain mempunyai luasan yang berbeda dan
banyaknya jumlah poligon tidak selalu mengindikasikan luasan terbesar rata-rata
setiap poligon.
Tabel8. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi Inkonsistensi
Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR
PersentaseLuas Inkonsistensi
No
Kabupaten/kota
Luas (Ha)
% Jabodetabek
% Kabupaten/kota
1 Jakarta Barat
0,0
0,0
0,0
2 Jakarta Pusat
0,0
0,0
0,0
3 Jakarta Selatan
0,0
0,0
0,0
4 Jakarta Timur
0,0
0,0
0,0
5 Jakarta Utara
232,3
0,04
1,8
6 Kab. Bekasi
13.136,3
2,05
10,9
7 Kab. Bogor
45.987,5
7,19
16,1
8 Kab. Tangerang
5.923,4
0,93
6,4
9 Kota Bekasi
0,0
0,0
0,0
10 Kota Bogor
0,0
0,0
0,0
11 Kota Depok
0,0
0,0
0,0
12 Kota Tangerang
6,5
0,00
0,0
13 Kota Tangerang Selatan
0,0
0,0
0,0
65.286,0
10,21
32
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa luas inkonsistensi tertinggi
dominan terjadi di Kabupaten Bogor (45.987,5 Ha atau 7,19%), Kabupaten Bekasi
(13.136,3 Ha atau 2,05%), dan Kabupaten Tangerang (5.927,4 Ha atau 0,93%)
dari total luas wilayah penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang menyatakan bahwa Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten
Tangerang merupakan kabupaten/kota yang mengelami inkonsistensi terbesar
antara penggunaan lahan tahun 2001 terhadap Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan Jabodetabek (Nurhasanah 2004). Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor
mengalami inkonsistensi terbesar dikarenakan di kabupaten ini banyak terdapat
belukar/semak yang berada baik di zona B-4/HP (1,91%) maupun di zona N-2
(1,69%) terhadap luas wilayah penelitian. Walaupun diktahui bahwa
belukar/semak belum dapat dikatakan inkonsisten mutlak terhadap RTR
dikarenakan penggunaan tersebut dimungkinkan dapat dijadikan sebagai media
konservasi, akan tetapi zona N-2 dan zona B-4/HP sebaiknya tetap digunakan
sebagaimana fungsinya yaitu sebagai hutan konservasi dan sebagai hutan
produksi.
Berbeda dengan Kabupaten Bekasi dan Tangerang, kedua kabupaten ini
Rencana Tata Ruang Kawasannya banyak yang mengalami ketidakkonsistenan
dikarenakan banyaknya permukiman yang dibangun di zona B-5 (pertanian lahan
basah). Mengingat kedua kabupaten ini terkenal dengan sawah irigasi teknis
Pantai Utara, jika hal ini dibiarkan terus menerus maka masyarakat akan dengan
mudah mengkonversi lahan yang dialokasikan untuk sawah tersebut menjadi
permukiman atau penggunaan lain sehingga dapat menurunkan luasan dari sawah
dan juga produksi padi. Selain dampak tersebut, lahan sawah yang telah
dikonversi menjadi permukiman akan dapat menurunkan daya dukung lahannya.
Kombinasi yang lain yang mengakibatkan kedua kabupaten ini mengalami
inkonsistensi tertinggi yaitu adanya lahan empang yang terdapat di hutan lindung
(zona N-1) sebesar 0,56% di Kabupaten Bekasi dan 0,14% di Kabupaten
Tangerang. Padahal telah diketahui bahwa hutan lindung tidak dapat digunakan
untuk penggunaan yang lain kecuali fungsi dari hutan lindung sendiri.
Gambar 11 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang,
dan Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten yang memiliki jumlah poligon
inkonsistensi terbanyak dengan jumlah masing-masing 7.561, 2.304, dan 1.769
poligon. Hal ini menggambarkan bahwa di Kabupaten Bogor, Tangerang, dan
Bekasi merupakan kabupaten dengan jumlah aktual perubahan penggunaan lahan
yang paling dominanin konsisten terhadap RTR Kawasan, sedangkan
kabupaten/kota yang lain aktual perubahannya yang inkonsisten dalam jumlah
relatif sedikit. Banyaknya jumlah poligon di ketiga kabupaten ini sebanding
dengan luasan inkonsistensi terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah
aktual perubahan penggunaan lahan yang inkonsisten di ketiga kabupaten tersebut
kemungkinan besar sebanding dengan luasan setiap poligonnya, sehingga
berakibat pada luas inkonsistensi yang besar pula, akan tetapi hal ini belum tentu
berlaku untuk kabupaten/kota yang lain dikarenakan jumlah poligon tidak
berhubungan dengan luas poligon.
33
Gambar 11. Jumlah Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata
Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota
Gambar 12. Luas Rata-rata (Ha) Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota
Luas rata-rata setiap poligon inkonsistensi terbesar terdapat di Jakarta
Utara (23,2 Ha), Kabupaten Bekasi (7,4 Ha), Kabupaten Bogor (6,1 Ha) (Gambar
12). Hasil analisis untuk Kabupaten Bekasi dan Bogor sebanding dengan jumlah
aktual perubahan penggunaan lahan terhadap RTR Kawasan dan luas
inkonsistensinya (dominan di Jabodetabek), sedangkan Jakarta Utara tidak
sebanding, bahkan Jakarta Utara memiliki luas rata-rata poligon inkonsistensi
terbesar. Hal ini kemungkinan dikarenakan luas inkonsistensi di Jakarta Utara
relatif tinggi (232,3 Ha atau urutan no. 4 dari luas inkonsistensi terbesar; Tabel 8),
34
sedangkan aktual perubahan penggunaanya ditunjukkan dengan jumlah poligon
relatif kecil, sehingga didapatkan luas rata-rata poligon inkonsistensi yang besar.
Selain hal tersebut, Jakarta Utara dominan penggunaan lahannya adalah
penggunaan lahan dengan karakteristik bentuk yang rapat dan sebagian besar
dominan dalam satu atau dua penggunaan lahan yang sama yaitu permukiman dan
empang (karena merupakan wilayah pesisir), sehingga areal permukiman dan
empang yang mempunyai luasan yang besar ternyata banyak yang inkonsisten
terhadap RTR Kawasan.
4.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR
Berdasarkan Gambar 13 Inkonsistensi penggunaan lahan aktual dominan
terjadi pada peruntukan kawasan budidaya dan lindung. Inkonsistensi terbesar
terjadi pada peruntukan zona B-4/HP sebesar 21.439,8 Ha atau 32,84% dari total
luas inkonsistensi, diikuti inkonsistensi peruntukan lahan zona N-2 (kawasan
konservasi/cagar alam) sebesar 16.335,8 Ha atau 25,02% dari total luas
inkonsistensi. Hasil analisis yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa
alokasi peruntukan lahan yang mengalami inkonsistensi sebagian besar adalah
lahan-lahan yang dialokasikan untuk kelestarian lingkungan yaitu kawasan
lindung (zona N-1 dan N-2) dan kawasan budidaya (zona B-7/HP, B-4/HP, dan B5).
a
b
a) Luas Inkonsistensi menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (Ha)
b) Proporsi Inkonsistensi menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (%)
Gambar 13. Luas (Ha) Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
terhadap Peruntukan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR
Terdapat 5 besar kombinasi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap
peruntukan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan RTR Kawasan (Gambar
14). Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan B-4/HP yang digunakan
untuk belukar/semak dengan proporsi sebesar 45,50% dari total luas peruntukan
zona B-4/HP. Hal ini dimungkinkan banyaknya konversi yang terjadi pada
35
peruntukan zona B-4/HP yang dipergunakan untuk beberapa macam penggunaan
lahan, akan tetapi lahan-lahan tersebut belum dimanfaatkan untuk penggunaan
yang lebih produktif (misalnya sawah, perkebunan) sehingga belukar/semak
tumbuh pada lahan tersebut, atau belukar/semak ini tumbuh pada area-area bekas
ladang/tegalan, atau bekas hutan yang pohonnya telah ditebang (Sandy 1975).
Inkonsistensi selanjutnya terjadi pada peruntukan kawasan lindung yaitu
hutan lindung yang digunakan untuk empang dengan luas 31,14% dari total luas
hutan lindung. Inkonsistensi seperti ini memiliki dampak yang positif khususnya
bagi para pelaku ekonomi, karena dengan digunakannya sebagai empang di
kawasan yang seharusnya dilindungi tersebut akan dapat memberikan penghasilan
bagi pelaku ekonomi, akan tetapi inkonsistensi tersebut juga membawa dampak
yang negatif diantaranya adalah semakin berkurangnya areal luasan hutan,
sehingga daya penyangga air juga semakin berkurang, akibatnya banyak terjadi
banjir di wilayah khususnya dataran rendah. Hal ini menunjukkan masih
banyaknya penggunaan lahan aktual yang belum memperhatikan peruntukan
lahan yang telah ditetapkan, walaupun diketahui bahwa luas kawasan lindung
persentasenya sangat kecil bila dibandingkan dengan total luas wilayah
Jabodetabek, akan tetapi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap kawasan
lindung cukup besar sehingga hal ini berakibat pada pergeseran fungsi utama
kawasan lindung yang sebenarnya, beralih menjadi fungsi lain yang dapat
berdampak negatif terhadap area tersebut. Kombinasi inkonsistensi pengggunaan
lahan terhadap peruntukan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan RTR
selengkapnya disajikan pada Lampiran 10.
Gambar 14. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan
Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR (%)
36
4.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan
Aktual
Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual yang
inkonsisten terbesar terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan adalah penggunaan
belukar/semak sebesar 24.514,1 Ha (37,55%) dari total luas inkonsistensi. Hal ini
dikarenakan penggunaan belukar/semak merupakan penggunaan yang pada
umumnya sering terjadi pada lahan yang diberakan akibat konversi lahan (Sandy
1975), sehingga inkonsistensi pada penggunaan ini lebih dominan dibandingkan
dengan penggunaan lahan yang lain. Akan tetapi, inkonsistensi penggunaan
belukar/semak ini tidak mutlak penuh dikategorikan inkonsisten terhadap RTR
Kawasan. Hal ini dikarenakan belukar/semak dimungkinakan dapat dijadikan
sebagai media konservasi bagi lahan dan masih dapat dikonversi lagi menjadi
hutan. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan aktual permukiman
dengan luas 8.789,9 Ha (13,46%) dari luas inkonsistensi (Gambar 15a dan b).
Banyaknya penggunaan permukiman yang inkonsisten terhadap RTR diakibatkan
banyaknya konversi lahan yang terjadi pada area-area yang tidak boleh digunakan
untuk permukiman menurut peruntukan RTR. Hal ini juga diakibatkan oleh
adanya peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan konversi
lahan. Inkonsistensi permukiman ini banyak memberikan dampak yang negatif
terhadap permukiman itu sendiri, diantaranya sering terjadinya banjir, longsor
pada daerah-daerah yang memang tidak diperbolehkan digunakan sebagai
permukiman.
a
b
a) Luas Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan (Ha)
b) Proporsi Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan (%)
Gambar 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan
terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa kombinasi inkonsistensi
terbesar antara penggunaan lahan terhadap peruntukan RTR Kawasan menurut
tipe penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan aktual empang pada
peruntukan hutan lindung (N-1) dengan luas 34,85% terhadap luas lahan empang.
37
Kombinasi inkonsistensi ini banyak terjadi di wilayah Jabodetabek bagian Pesisir
Utara yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Jakarta Utara.
Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan lahan belukar/semak yang
terdapat pada peruntukan zona B-4/HP dengan proporsi 26,69% terhadap luas
lahan belukar/semak. Kombinasi inkonsistensi selengkapnya disajikan dalam
Lampiran 11.
Gambar 16. Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap
Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%)
4.5.
Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap
Kemampuan Lahan Wilayah
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa kombinasi
ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan aktual dengan kemampuan
lahan di wilayah Jabodetabek. Ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap
kemampuan lahan merupakan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan/tidak
sesuai terhadap kemampuan lahan yaitu yang terkait dengan aspek fisik lahan.
Penggunaan/penutupan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan sebesar
504.766,4 Ha (78,91%) terhadap luas wilayah penelitian, sedangkan yang tidak
sesuai sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dengan kombinasi ketidaksesuaian
sebanyak 36 kombinasi (Gambar 17). Kombinasi ketidaksesuaian terbesar terjadi
pada penggunaan lahan permukiman dengan sub kelas kemampuan lahan III
dengan faktor pembatas drainase (w) sebesar 33.437,8 Ha atau 5,23%. Kombinasi
ketidaksesuaian ini terbesar terjadi di Kabupaten Tangerang dimana sebagian
wilayah dengan sub kelas kemampuan lahan IIIw ini banyak dimanfaatkan untuk
permukiman, padahal seharusnya tidak sesuai digunakan untuk permukiman
karena lahan dengan kondisi ini akan sering terkena banjir dan cenderung
tergenang karena air sulit meresap kedalam tanah.
Kombinasi ketidaksesuaian lain yang cukup dominan adalah
penggunaan/penutupan lahan untuk sawah irigasi dengan sub kelas kemampuan
IV dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dengan luasan mencapai
38
16.096,0 Ha atau 2,52%, selanjutnya diikuti oleh penggunaan/penutupan lahan
permukiman dengan sub kelas kemampuan IVt, dan kebun dengan sub kelas
kemampuan VIIt. Urutan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan
terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek disajikan dalam Tabel 9.
Gambar 17. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan
Lahan Jabodetabek
Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian
Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kombinasi Ketidaksesuaian
IIIw-->Permukiman
IVt-->Sawah Irigasi
IVt-->Permukiman
VIIt-->Kebun
VIt-->Sawah Tadah Hujan
VIt-->Tanah Ladang/Tegalan
VIIt-->Sawah Tadah Hujan
IIIe-->Permukiman
VIIt-->Tanah Ladang/Tegalan
VIt-->Sawah Irigasi
Luas Ketidaksesuaian
Ha
%
33.437,8
5,23
16.096,0
2,52
12.727,0
1,99
10.971,8
1,72
9.136,3
1,43
7.618,9
1,19
6.300,4
0,98
5.082,9
0,79
4.495,1
0,70
4.403,5
0,69
39
Pada Gambar 18 telah ditunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon
ketidaksesuaian terbanyak kombinasi dari penggunaan/penutupan lahan terhadap
kemampuan lahan wilayah Jabodetabek. Jumlah poligon terbanyak terjadi pada
kombinasi penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan subkelas IIIw
sebesar 20.815 poligon. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 20.815
penggunaan lahan aktual permukiman yang tidak sesuai dengan sub kelas
kemampuan IIIw. Banyaknya jumlah poligon kombinasi ketidaksesuaian ini
sejalan dengan luas ketidaksesuaiannya yang ditunjukkan pada Tabel 9.
Gambar 18. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ketidaksesuaian
Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan
Jumlah poligon ketidaksesuaian yang cukup dominan adalah
penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan lahan kelas IVt sebanyak 7.010
poligon, diikuti permukiman lagi dengan sub kelas IIIs, w sebanyak 3.019
poligon. Permukiman sebagian besar memiliki jumlah poligon ketidaksesuaian
dengan urutan terbesar, hal ini diakibatkan banyaknya aktual perubahan
penggunaan lahan permukiman yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya.
Kombinasi ketidaksesuaian antara permukiman dengan sub kelas kemampuan
IIIw banyak terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta, misalnya Jakarta
Timur. Sebagaimana hasil wawancara di lapang yang dilakukan di Kelurahan
Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Timur menunjukkan bahwa di kelurahan
tersebut sering terjadi banjir jika musim penghujan turun dan kejadian banjir ini
pada umumnya terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta. Hal ini diakibatkan
sebagian wilayah DKI Jakarta tidak ada lagi area untuk meresapkan air hujan ke
dalam tanah sehingga berakibat terjadinya banjir. Selain hal tersebut, di sebagian
wilayah DKI Jakarta pada umumnya dulunya merupakan daerah rawa yang
memang kondisi drainasenya kurang baik, sehingga memang di beberapa tempat
di DKI Jakarta ini tidak sesuai digunakan untuk permukiman.
Sementara pada Gambar 19 menunjukkan urutan 10 besar luas rata-rata
poligon ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan
40
di wilayah Jabodetabek. Luas rata-rata poligon ketidaksesuaian terbesar adalah
38,1 Ha yang terjadi pada kombinasi ketidaksesuaian belukar/semak dengan sub
kelas VIIIt. Sebagaimana hasil di lapang, sub kelas kemampuan VIIIt banyak
digunakan untuk belukar/semak terutama di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten
Bogor. Kombinasi ketidaksesuaian ini kemungkinan besar diakibatkan karena
pada lahan tersebut yang seharusnya diperuntukkan menjadi kawasan lindung,
namun pada aktualnya banyak dikonversi menjadi penggunaan non lindung,
sehingga akibat konversi lahan tersebut dimungkinkan banyak ditumbuhi oleh
belukar/semak sebelum lahan ini digunakan lebih ekonomis bagi para pelaku
ekonomi yang mengkonversi lahan tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh
Sandy (1975) bahwa belukar/semak merupakan vegetasi yang banyak tumbuh
akibat banyaknya hutan atau pohon-pohon yang banyak ditebangi atau akibat dari
lahan yang belum termanfaatkan dengan optimal (diberakan). Luas rata-rata
poligon terbesar kedua adalah kombinasi ketidaksesuaian antara
penggunaan/penutupan lahan hutan dengan kemampuan lahan Vt, w sebesar 12,1
Ha, diikuti sawah irigasi dengan sub kelas IVt sebesar 7,4 Ha.
Gambar 19. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian
Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan (Ha)
Tabel 10 menunjukkan luas kabupaten/kota yang mengalami
ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan
di wilayah Jabodetabek. Kabupaten/kota dengan luas ketidaksesuaian terbesar
adalah Kabupaten Bogor sebesar 71.984,5 Ha (11,25%). Selanjutnya secara
berurutan wilayah dengan luas ketidaksesuaian terbesar adalah Kabupaten Bekasi
sebesar 23.919,7 Ha atau 3,74%, dan Kabupaten Tangerang dengan luas 13.832,9
Ha atau 2,16% dari luas Jabodetabek. Dari hasil yang diperoleh juga
menunjukkan bahwa ketiganya merupakan kabupaten dengan luas inkonsistensi
terbesar antara penggunaan/penutupan lahan terhadap RTR Kawasan. Akan tetapi
jika dilihat dari luas setiap kabupaten/kota, Jakarta Pusat merupakan wilayah yang
41
sebagian besar penggunaan lahan aktualnya mengalami ketidaksesuaian terbesar
yaitu sebesar 66,19% terhadap luas Jakarta Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan lahan di Jakarta Pusat sebagian besar belum memperhatikan
kemampuan lahannya, sehingga banyak dilihat adanya permukiman kumuh, banjir
yang terjadi di Jakarta Pusat tersebut. Jakarta Utara juga merupakan wilayah yang
mengalami ketidaksesuaian terbesar jika dilahat dari luasan kabupaten/kota, hal
ini dikarenakan sekitar 5.870,2 Ha (0,92% dari total wilayah Jabodetabek) lahan
kelas III digunakan untuk permukiman yang seharusnya tidak sesuai untuk
penggunaan tersebut.
Berdasarkan luas total wilayah Jabodetabek, Kabupaten Bogor merupakan
kabupaten yang mengalami ketidaksesuaian terbesar. Hal ini dikarenakan di
kabupaten ini terdapat penggunaan kebun yang berada di lahan kelas VII sebesar
7.654,0 Ha (1,20%). Lahan kelas VII ini tidak sesuai digunakan untuk kebun
dikarenakan akan berbahaya untuk kebun itu sendiri misalnya terkena erosi dan
lain-lain. Selain hal tersebut, akan memerlukan biaya yang lebih mahal lagi dalam
pengelolaannya.
Tabel 10.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan
Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Tiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
Luas
%
%
Kabupaten/kota
Ketidaksesuaian
Kabupaten/
Jabodetabek
(Ha)
kota
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Utara
Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bogor
Kabupaten Tangerang
Kota Bekasi
Kota Bogor
Kota Depok
Kota Tangerang
Kota Tangerang Selatan
Luas Ketidaksesuaian
5.017,3
3.057,4
540,5
3.220,2
6.326,7
23.919,7
71.984,5
13.832,9
2.482,2
1.818,0
0,0
2.584,7
90,8
134.874,9
0,78
0,48
0,08
0,50
0,99
3,74
11,25
2,16
0,39
0,28
0,00
0,40
0,01
21,09
42,86
66,19
3,98
18,59
47,72
19,84
25,24
14,97
12,84
22,30
0,00
14,63
0,50
Jumlah poligon kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan
dengan kemampuan lahan di setiap kabupaten/kota di Jabodetabek ditunjukkan
pada Gambar 20. Poligon ketidaksesuaian terbanyak dominan terdapat di
Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi dengan jumlah
poligon masing-masing 24.627, 8.244, dan 6.937 poligon. Banyaknya jumlah
poligon ketidaksesuaian di ketiga kebupaten ini menggambarkan bahwa
penggunaan lahan aktual di ketiga kabupaten tersebut banyak yang tidak
memperhatikan daya dukung lingkungannya, salah satunya yaitu kemampuan
lahan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan berdampak negatif pada wilayah
tersebut. Besarnya jumlah poligon di ketiga kabupaten ini sejalan dengan luas
ketidaksesuaiannya yaitu terbesar diantara kabupaten/kota yang lain di
42
Jabodetabek. Namun hal ini tidak berarti bahwa kabupaten/kota lain semua
penggunaan aktualnya sesuai dengan kemampuan lahannya, akan tetapi
penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai relatif sedikit.
Gambar 20. Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual
terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota
Gambar 21. Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan
Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota (Ha)
Berdasarkan hasil analisis, luas rata-rata poligon ketidaksesuaian
penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan sebagaimana disajikan
pada Gambar 21, diketahui bahwa Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten
dengan luas rata-rata poligon kombinasi ketidaksesuaian terbesar dengan luas 3,4
43
Ha, diikuti Kabupaten Bogor sebesar 2,9 Ha, dan Kota Bogor dengan luas ratarata poligon 2,3 Ha. Luas terbesar rata-rata setiap poligon ini tidak sebanding
dengan jumlah poligon dan ketidaksesuaiannya. Hal ini dikarenakan banyaknya
jumlah poligon tidak berbanding lurus dengan luas poligon. Selain hal tersebut,
Kota Bogor memiliki jumlah poligon dalam arti jumlah aktual perubahan
penggunaan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan cukup rendah, namun
luas ketidaksesuaiannya cukup besar (1.818,0 Ha) sehingga luas rata-rata
ketidaksesuaian setiap poligon cukup besar bila dibandingkan dengan Kabupaten
Tangerang yang hanya 1,7 Ha.
4.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan Wilayah
Berdasarkan kelas kemampuan lahan Jabodetabek, luas ketidaksesuaian
terbesar antara penggunaan lahan aktual terhadap kemampuan lahan terjadi pada
kelas III sebesar 52.944,7 Ha atau 39,25% terhadap total luas ketidaksesuaian.
Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis yaitu ketidaksesuaian terbesar terjadi
pada lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w). Selanjutnya sebesar
29.527,3 Ha atau 21,89% terhadap luas ketidaksesuaian yang terjadi pada lahan
kelas IV (Gambar 22a dan b). Lahan kelas IV banyak mengalami ketidaksesuaian
terutama pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan yang agak curam.
a
b
a) Luas Ketidaksesuaian penggunaan Lahan menurut Kelas Kemampuan Lahan (Ha)
b) Proporsi Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan menurut Kelas Kemampuan Lahan (%)
Gambar 22. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan
terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan
Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 23 merupakan kombinasi
ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi
kemampuan lahan dengan ketidaksesuaian terbesar yaitu kombinasi kelas VIII
dengan penggunaan lahan aktual belukar/semak sebesar 83,20% terhadap lahan
kelas VIII. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya penggunaan lahan aktual yang
tidak memperhatikan aspek fisik lingkungan khususnya kesesuaian karakteristik
44
lahannya. Kombinasi ketidaksesuaian yang cukup berpengaruh adalah
kemampuan lahan III yang digunakan untuk permukiman sebesar 23,75%
terhadap luas lahan kelas III. Kombinasi dan luas ketidaksesuaian menurut kelas
kemampuan lahan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 12.
Gambar 23. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan
lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%)
4.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap
Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan
Aktual
Gambar 24 menunjukkan bahwa luas ketidaksesuaian terbesar terjadi pada
penggunaan/penutupan lahan untuk permukiman dengan luas 70.211,6 Ha atau
52,06% dari total luas ketidaksesuaian. Hal ini menunjukkan banyaknya
permukiman yang tidak lagi memperhatikan daya dukung lingkungannya,
sehingga sering terjadi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada permukiman
diakibatkan oleh beberapa bencana akibat tidak memperhatikan daya dukung
lingkungannya seperti banyaknya permukiman yang terkena longsor yang
diakibatkan permukiman tersebut terdapat pada lereng yang curam (contoh),
permukiman yang sering terkena banjir diakibatkan permukiman tersebut berada
di daerah rawa-rawa. Ketidaksesuaian terbesar selanjutnya terjadi pada
penggunaan sawah irigasi sebesar 21.162,5 Ha atau 15,69% dari total luas
ketidaksesuaian.
45
a
b
a) Luas Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan menurut Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (Ha)
b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan menurut Penggunaan/penutupan Lahan
Aktual (%)
Gambar 24. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan
terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan
Gambar 25. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian antara Penggunaan/penutupan
Lahan Aktual terhadap Kelas Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan
Aktual (%)
Luas dan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap
kemampuan lahan menurut tipe penggunaan lahan disajikan dalam Lampiran 13.
Berdasakan urutan 5 besar kombinasi ketidaksesuaian, kombinasi antara
penggunaan permukiman dan kelas III merupakan kombinasi ketidaksesuaian
terbesar dengan luas 33,57% dari total luas permukiman (Gambar 25).
Selanjutnya yaitu kombinasi penggunaan sawah tadah hujan dengan lahan kelas
VI sebesar 20,19% terhadap luas penggunaan sawah tadah hujan, diikuti
46
penggunaan tanah ladang/tegalan yang terdapat pada lahan kelas VI sebesar
14,17%. Ketidaksesuaian ini banyak terjadi pada lereng yang agak curam sampai
curam sehingga jika digunakan untuk sawah tadah hujan maupun tanah
ladang/tegalan dibutuhkan biaya yang lebih mahal. Banyaknya ketidaksesuaian
penggunaan permukiman terhadap kemampuan lahannya diakibatkan adanya
peningkatan penggunaan lahan terutama penggunaan non pertanian akibat
peningkatan jumlah penduduk sehingga banyak lahan-lahan produktif yang
seharusnya digunakan untuk area pertanian, dikonversi menjadi permukiman.
4.6.
Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan Jabodetabek terhadap Kemampuan Lahan Wilayah
Hasil analisis ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap
kemampuan lahan akan terlihat sejauh mana Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan daya dukung
lingkungan atau wilayah dilihat dari segi fisiknya. Peruntukan lahan RTR
Kawasan yang sesuai terhadap kemampuan lahannya seluas 493.983,8 Ha
(77,23%) dari total luas penelitian, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 145.657,5
Ha atau 22,77% (disajikan pada Gambar 26). Terdapat 25 kombinasi
ketidaksesuaian antara peruntukan lahan RTR Kawasan dengan subkelas
kemampuan lahan wilayah penelitian.
Gambar 26. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan
Jabodetabek
47
Menurut Tabel 11 ketidaksesuaian peruntukan lahan terhadap kemampuan
lahan terbesar terjadi pada lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase yang
dialokasikan untuk perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa;
industri ringan non polutan dan berorientasi pasar (zona B-1) dengan luas
42.470,4 Ha atau 6,64% terhadap luas`wilayah penelitian. Selanjutnya yaitu lahan
kelas III dengan faktor pembatas drainase (w) yang diperuntukan untuk zona B-2
(perumahan hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi
tenaga kerja) dengan luas 24.052,0 Ha atau 3,76%, diikuti lahan kelas IV dengan
faktor pembatas kelerengan (t) yang diperuntukkan untuk zona B-2 (perumahan
hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga kerja)
dengan luas 11.892,4 Ha atau 1,86%. Dari sini terlihat bahwa peruntukan lahan
dalam RTR Kawasan yang dialokasikan terutama untuk perumahan hunian padat
dan sedang masih belum disesuaiakan dengan daya dukung lahannya. Hal ini akan
berdampak juga pada penggunaan aktualnya yang tidak sesuai dengan
kemampuan lahan.
Besarnya ketidaksesuaian RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan ini
menunjukkan bahwa RTR Kawasan yang telah dibuat lebih melihat dari sebaran
penggunaan lahan saja, akan tetapi kurang memperhatikan aspek fisik lahan yang
seharusnya sangat diperlukan dalam perencanaan suatu wilayah. Akibatnya jika
Rencana Tata Ruang kurang memperhatikan kemampuan lahannya, berakibat
pada penggunaan lahan aktual yang kurang memperhatikan pada kemampuan
lahan juga. Hal ini akan dapat berdampak negatif pada area tersebut atau untuk
lingkungan sekitar.
Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian
Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan
No
Kombinasi Ketidaksesuaian
Ha
%
1 IIIw-->B-1
42.470,4
6,64
2 IIIw-->B-2
24.052,0
3,76
3 IVt-->B-2
11.892,4
1,86
4 IIIe,s,w-->B-2
8.146,8
1,27
5 VIt-->B-3
7.033,6
1,10
6 IIIe,w-->B-1
6.398,1
1,00
7 IIIt,e-->B-2
6.324,4
0,99
8 IIIe-->B-1
5.818,8
0,91
9 IIIs,w-->B-2
5.389,1
0,84
10 IIIe-->B-2
4.905,1
0,77
Gambar 27 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak
ketidaksesuaian di wilayah penelitian. Jumlah poligon ketidaksesuaian berjumlah
432 poligon dengan jumlah poligon terbanyak terjadi pada kombinasi kemampuan
lahan III dengan faktor pembatas drainase (IIIw) dengan zona B-2 sebanyak 75
poligon, sebanyak 65 poligon kombinasi kemampuan lahan III dengan faktor
pembatas drainase (IIIw) untuk zona B-1, dan 48 poligon yang merupakan
kombinasi antara kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas kemiringan
lereng (IVt) untuk zona B-2. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah alokasi
peruntukan lahan yang dominan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya
48
banyak terjadi pada alokasi peruntukan lahan untuk perumahan hunian padat,
sedang, dan rendah. Sedangkan untuk peruntukan lahan lain yang tidak sesuai
dengan kemampuan lahannya relatif kecil.
Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR
terhadap Kemampuan Lahan
Gambar 28. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata (Ha) Terbesar Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan
Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan
Urutan 10 besar luas rata-rata poligon ketidaksesuaian RTR Kawasan
terbesar disajikan pada Gambar 28. Luas rata-rata poligon terluas terdapat pada
kombinasi lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi (e), dan
tekstur/kedalaman tanah (s), dan drainase (w) menjadi peruntukan lahan untuk
49
zona B-2 dengan luasa rata-rata 1.357,8 Ha, diikuti kelas III dengan faktor
pembatas erosi/kepekaan erosi (e), dan drainase (w) yang diperuntukkan untuk
zona B-1 seluas 1.066,3 Ha, dan sebesar 831,3 Ha pada lahan kelas III dengan
faktor pembatas erosi/kepekaan erosi yang diperuntukkan untuk zona B-1. Hasil
analisis ini sesuai dengan analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa
ketidaksesuaian terbesar terjadi pada alokasi peruntukan lahan untuk zona B-1 dan
B-2 (perumahan hunian padat dan sedang). Hal ini mengindikasikan masih adanya
peruntukan lahan kawasan Jabodetabek yang kurang memperhatikan aspek fisik
lingkungannya.
Luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan Jabodetabek
terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi di Kabupaten Bekasi sebesar 39.543,0
Ha atau 6,18% dari luas wilayah penelitian, diikuti oleh Kabupaten Bogor dan
Tangerang dengan luas masing-masing 38.414,1 Ha (6,01%) dan 25.916,1 Ha
(4,05%) terhadap luas Jabodetabek (Tabel 12), sedangkan berdasarkan luas
kabupaten/kota, Jakarta Utara merupakan wilayah dengan luas ketidaksesuaian
terbesar yaitu sebesar 88,92% terhadap luas Jakarta Utara. Sebagaimana dengan
urutan jumlah poligon, Kabupaten Bogor. Bekasi, dan Tangerang merupakan
kabupaten dengan urutan jumlah poligon terbanyak dengan jumlah masingmasing 255, 198, dan 141 poligon (Gambar 29). Dari hasil analisis ini dapat
diketahui bahwa Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Tangerang merupakan kabupaten
yang alokasi peruntukan lahannya masih banyak yang belum disesuaikan dengan
aspek fisik lahannya (kemampuan lahan), sedangkan ketidaksesuaian pada
kabupaten/kota lain di Jabodetabek relatif rendah.
Gambar 29. Kabupaten/kota dengan Jumlah Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR
Kawasan terhadap Kemampuan Lahan
Banyaknya ketidaksesuaian antara peruntukan lahan dengan kemampuan
lahan di Kabupaten Bekasi disebabkan di kabupaten tersebut sekitar 2,86%
terhadap luas wilayah Jabodetabek dialokasikan untuk perumahan hunian padat
(zona B-1) yang terdapat di lahan kelas III. Sedangkan di Kabupaten Bogor,
sekitar 1,56% terhadap luas Jabodetabek di lahan kelas IV dialokasikan untuk
50
perumahan hunian sedang (zona B-2). Berdasarkan luasan setiap kabupaten/kota,
Jakarta Utara merupakan wilayah yang peruntukan lahannya mengalami
ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 1,83% lahan kelas III dialokasikan untuk
zona B-1 (perumahan hunian padat) di area ini. Hasil ini menunjukkan bahwa
alokasi lahan yang sebagian besar belum memperhatikan daya dukung lingkungan
terutama kemampuan lahan banyak terjadi pada peruntukan untuk perumahan.
Tabel 12. Kabupaten/kota dengan Luas (Ha) dan Proporsi (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan
RTR terhadap Kemampuan Lahan
Persentase Ketidaksesuaian (%)
Luas Ketidaksesuaian
NO Kabupaten/kota
(Ha)
% Jabodetabek
% Kabupaten/kota
1 Jakarta Barat
7.750,6
1,21
66,21
2 Jakarta Pusat
3.946,0
0,62
85,44
3 Jakarta Selatan
644,8
0,10
4,75
4 Jakarta Timur
4.828,6
0,75
27,88
5 Jakarta Utara
11.789,8
1,84
88,92
6 Kab. Bekasi
32,79
39.543,0
6,18
7 Kab. Bogor
13,47
38.414,1
6,01
8 Kab. Tangerang
25.916,1
4,05
28,04
9 Kota Bekasi
4.045,9
0,63
20,92
10 Kota Bogor
1.724,4
0,27
21,15
11 Kota Depok
0,0
0,00
0,00
12 Kota Tangerang
6.997,1
1,09
39,61
13 Kota Tangerang
56,9
0,01
0,31
Selatan
Luas Total
145.657,5
22,77
Gambar 30. Kabupaten/kota dengan Luas Rata-rata (Ha) Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan
Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan
Luas rata-rata poligon kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR
Kawasan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek terdapat pada Gambar
51
30. Jakarta Timur merupakan wilayah dengan luas rata-rata poligon terbesar
dengan luas 603,6 Ha. Hal ini memberikan informasi bahwa luas inkonsistensi di
Jakarta Timur relatif lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah poligon
peruntukan RTR Kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya,
sehingga luas rata-rata ketidaksesuaian nilainya terbesar dibandingkan dengan
kabupaten/kota yang lain. Selanjutnya yaitu Jakarta Utara dengan luas 436,7 Ha,
diikuti Jakarta Barat dengan luas 369,1 Ha. Hasil ini didukung dengan hasil
analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa alokasi peruntukan zona B-1 dan
B-2 atau perumahan hunian padat dan sedang banyak mengalami ketidaksesuaian
dengan kemampuan lahannya, dan diketahui bahwa permukiman (yang termasuk
dalam alokasi zona B-1 dan B-2, maupun B-3, dan B-4) dominan tersebar di DKI
Jakarta dan Kota Depok. Oleh sebab itu, luas rata-rata poligon ketidaksesuaian
juga banyak terjadi di wilayah-wilayah tersebut.
4.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap
Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan
Hasil analisis menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan yang
mengalami ketidaksesuaian terbesar dengan peruntukan lahan RTR Kawasan
adalah lahan kelas III dengan luas 111.496,0 Ha atau sebesar 76,55% terhadap
luas ketidaksesuaian. Selanjutnya lahan kelas IV dengan luas 17.185,8 Ha atau
11,80% (Gambar 31). Berdasarkan kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan
RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan menurut kelas kemampuan lahan,
kombinasi terbesar terjadi pada lahan kelas III yang diperuntukkan untuk
perumahan hunian padat (zona B-1) sebesar 25,09% terhadap luas kelas III,
diikuti lahan kelas III untuk peruntukan lahan zona B-2 sebesar 24,92% terhadap
luas kelas III. Hal ini memperlihatkan bahwa masih banyaknya peruntukan RTR
Kawasan yang kurang memperhatikan kaidah kemampuan lahan wilayah
Jabodetabek (Gambar 32). Kombinasi dan luas ketidaksesuaian berdasarkan kelas
kemampuan lahan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 14.
a
b
a) Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan menurut Kelas Kemampuan Lahan (Ha)
b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan menurut Kelas Kemampuan Lahan (%)
Gambar 31. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan
RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan
52
Gambar 32. Urutan 5 Besar Persentase Luas Luas Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR
Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan (%)
4.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap
Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan
Gambar 33a dan b menunjukkan peruntukan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuan lahan Kawasan Jabodetabek. Peruntukan lahan RTR
Kawasan yang tidak sesuai terbesar terjadi pada zona B-2 (perumahan hunian
sedang) sebesar 72.832,5 Ha atau 50,00% dari total luas ketidaksesuaian, diikuti
peruntukan zona B-1 sebesar 62.538,8 Ha atau 42,94% dari luas ketidaksesuaian,
zona B-3 sebesar 9.836,5 Ha, dan terakhir adalah zona B-4 sebesar 449,0 Ha.
Ketidaksesuaian peruntukan RTR Kawasan pada keempat zona tersebut ini sesuai
dengan hasil yang dianalisis yaitu ketidaksesuaian terbesar terjadi pada
peruntukan zona B-1 dan B-2. Berdasarkan hasil analisis ini terlihat bahwa dalam
penentuan lokasi khususnya untuk perumahan kurang memperhatikan daya
dukung khusunya kemampuan lahannya, sehingga hal ini akan berdampak pada
aktual penggunaan lahan terutama permukiman yang dominan tidak sesuai
terhadap kemampuan lahan dikarenakan pada RTRnya sudah tidak sesuai. Fakta
yang banyak terjadi yaitu adanya penggunaan permukiman di area-area yang
sebenarnya sangat rawan dari bencana seperti longsor, banjir, dan lain-lain.
Kombinasi ketidaksesuaian berdasarkan peruntukan lahan RTR Kawasan
terbesar terjadi pada peruntukan B-2 yang terdapat pada lahan kelas III sebesar
55,03% terhadap luas zona B-2. Selanjutnya yaitu peruntukan lahan zona B-1
yang terdapat pada lahan kelas III sebesar 37,36% dari total luas zona B-1
(Gambar 34). Luas dan kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR
Kawasan terhadap kemampuan lahan menurut peruntukan lahan selengkapnya
disajikan dalam Lampiran 15.
53
a
b
a) Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan meurut Zona Peruntukan Lahan (Ha)
b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan meurut Zona Peruntukan Lahan (%)
Gambar 33. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan
Gambar 34. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan
terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan (%)
Analisis Penggunaan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan dan
Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek
Berdasarkan hasil overlay antara 3 parameter, yaitu peta penggunaan lahan
aktual, peta peruntukan lahan RTR Kawasan, dan peta kemampuan lahan wilayah
Jabodetabek, dapat dilihat sejauh mana penggunaan/penutupan lahan aktual yang
konsisten terhadap RTR Kawasan namun tidak sesuai dengan kemampuan
lahannya, maupun sebaliknya. Hasil lain dapat diketahui luasan lahan yang tidak
konsisten dan tidak sesuai terhadap RTR Kawasan dan kemampuan lahannya.
Menurut hasil analisis, penggunaan lahan yang konsisten terhadap
peruntukan RTR Kawasan`tetapi tidak sesuai dengan kemampuan lahannya
sebesar 110.720,0 Ha atau 17,31% terhadap luas wilayah penelitian. Dari sini
terlihat bahwa masih cukup besar Rencana Tata Ruang di kawasan ini yang belum
4.7.
54
sepenuhnya memperhatikan aspek fisik lahannya (kemampuan lahan). Hal ini
terlihat dengan adanya penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR
Kawasannya, akan tetapi tidak sesuai dengan kemampuan lahannya.
Penggunaan/penutupan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan RTR
Kawasan namun sesuai dengan kemampuan lahannya sebesar 41.525,7 Ha atau
6,49% terhadap luas wilayah penelitian, dan penggunaan lahan yang konsisten
baik terhadap peruntukan RTR Kawasan dan kemampuan lahannya sebesar
463.946,9 Ha atau 72,53% dari total luas wilayah penelitian. Sebesar 23.448,7 Ha
(3,67%) merupakan penggunaan/penutupan lahan aktual yang inkonsisten dan
tidak sesuai terhadap keduannya yaitu peruntukan lahan maupun kemampuan
lahannya (Gambar 35).
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa sebesar 59.592,6 Ha atau 9,32%
penggunaan/penutupan lahan sawah irigasi konsisten baik terhadap peruntukan
lahan menurut RTR Kawasan maupun kemampuan lahan. Sebesar 27.749,5 Ha
atau 4,34% penggunaan/penutupan lahan permukiman konsisten berdasarkan
peruntukan lahan RTR Kawasan tetapi tidak sesuai terhadap kemampuan
lahannya. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa masih banyaknya penggunaan
lahan aktual maupun peruntukan lahan yang belum sesuai dengan kemampuan
lahannya.
Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3 Parameter
K;S
K;TS
TK;S
TK;TS
Luas Total
Kombinasi Tiga
Parameter
Ha
%
Ha
%
Ha
%
Ha
%
Ha
%
1 III--->B-5--0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 59.592,6 9,32
59.592,6 9,32
>Sawah Irigasi
2 II--->B-1--50.162,0 7,84
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 50.162,0 7,84
>Permukiman
3 III--->B-2--29.850,5 4,67
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 29.850,5 4,67
>Sawah Irigasi
4 III--->B-1--0,0 0,00 27.749,5 4,34 0,0 0,00 0,0 0,00 27.749,5 4,34
>Permukiman
5 II--->B-3--20.350,8 3,18
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 20.350,8 3,18
>Permukiman
6 VII--->N-2--19.522,1 3,05
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 19.522,1 3,05
>Hutan
7 III--->B-4--17.960,9 2,81
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 17.960,9 2,81
>Sawah Irigasi
8 III--->B-1--14.589,4 2,28
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 14.589,4 2,28
>Sawah Irigasi
9 III--->B-2--0,0 0,00 11.242,5 1,76 0,0 0,00 0,0 0,00 11.242,5 1,76
>Permukiman
10 II--->B-2--10.559,4 1,65
0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 10.559,4 1,65
>Permukiman
Keterangan:.
K;S
: P enggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
K;TS
: Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap
Kemampuan Lahan
TK;S
: Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap
Kemampuan Lahan
TK;TS : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
No
Penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap kemampuan lahan dan RTR
Kawasan paling dominan terjadi di Kabupaten Bogor sebesar 15.668,7 Ha
55
(2,45%) dari total luas wilayah penelitian. Kabupaten Bogor juga merupakan
daerah dengan luas terbesar penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR
Kawasan dan kemampuan lahan seluas 180.559,8 Ha (28,23%) dari total wilayah
penelitian. Kabupaten/kota yang mempunyai luas terbesar penggunaan lahan yang
konsisten terhadap RTR namun tidak sesuai terhadap kemampuan lahan maupun
sebaliknya juga terjadi di Kabupaten Bogor dengan luas masing-masing 57.517,1
Ha (8,99%) dan 31.407,6 Ha (4,91%) dari total wilayah penelitian (Gambar 36).
Sebagaimana disajikan pada Lampiran 17, Kecamatan Cigudeg,
Kabupaten Bogor dan Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi merupakan
kecamatan terluas yang penggunaan lahannya konsisten terhadap peruntukan
lahan dan kemampuan lahan dengan luas masing-masing 15.007,5 Ha (2,50%)
dan 15.559,8 Ha (2,43%). Kecamatan dengan luasan terbesar yang penggunaan
lahannya konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi tidak sesuai dengan
kemampuan lahan adalah Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor dengan luas
8.751,0 Ha (1,37%) dan Kecamatan Serang, Kabupaten Bekasi dengan luas
4.812,6 Ha (0,75%). Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi dengan luas
7.514,4 Ha (1,17%) dan Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor dengan luas
6.736,4 Ha (1,05%) merupakan kedua kecamatan dengan luasan terbesar yang
penggunaan lahannya inkonsisten terhadap RTR Kawasan tetapi sesuai dengan
kemampuan lahan. Kecamatan yang penggunaan lahannya inkonsisten terhadap
peruntukan lahan dan kemampuan lahan adalah Kecamatan Cariu dan Kecamatan
Jonggol, Kabupaten Bogor dengan luasan 2.604,8 Ha (0,41%) dan 1.664,1 Ha
(0,26%) dari total luas wilayah penelitian. Hasil analisis secara keseluruhan dapat
diketahui bahwa Kabupaten Bogor merupakan kabupaten/kota di Jabodetabek
yang penggunaan lahan aktualnya dominan inkonsisten terhadap peruntukan RTR
Kawasan dan tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya.
Keterangan:.
K;S
:
K;TS
:
TK;S
:
TK;TS
:
P enggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap
Kemampuan Lahan
Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap
Kemampuan Lahan
Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
Gambar 35. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi dari Penggunaan Lahan, Peruntukan
Lahan, dan Kemampuan Lahan
56
Keterangan:
 JBAR
JPUS
: Jakarta Barat
: Jakarta Pusat
BKS
BGR
:
:
Kab. Bekasi
Kab. Bogor
K.DPK
K.TGR
: Kota Depok
: Kota Tangerang
JSEL
JTIM
: Jakarta Selatan
: Jakarta Timur
TGR
K.BKS
:
:
Kab. Tangerang
Kota Bekasi
K.TGRS
: Kota Tangerang
Selatan
JUTA
: Jakarta Utara
K.BGR
:
Kota Bogor
 K;S
K;TS
:
:
TK;S
:
TK;TS
:
P enggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap
Kemampuan Lahan
Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap
Kemampuan Lahan
Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan
Lahan
Gambar 36. Grafik Sebaran 3 Parameter di Kabupaten/kota di Jabodetabek
57
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek pada tahun 2010 terdiri dari 11
tipe penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan untuk permukiman, hutan, badan
air, empang, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah ladang/tegalan,
belukar/semak, kebun, rawa/mangrove, dan rumput. Penggunaan lahan terluas di
Jabodetabek adalah penggunaan lahan untuk sawah irigasi, diikuti penggunaan
lahan untuk permukiman.
Inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap RTR Kawasan
Jabodetabek adalah sebesar 65.286,0 Ha (10,21%) terhadap luas wilayah
penelitian. Kombinasi inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan untuk
zona B4/HP atau peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan
hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundangundangan dengan penggunaan lahan belukar/semak. Hal ini sejalan dengan hasil
di lapang bahwa lahan yang seharusnya digunakan untuk kawasan lindung, namun
digunakan sebagai kawasan budidaya. Peruntukan lahan yang mengalami
inkonsistensi terbesar terjadi pada zona B-4/HP, sedangkan penggunaan lahan
yang inkonsisten terbesar terjadi pada penggunaan belukar/semak.
Kabupaten/kota dengan luas inkonsistensi terbesar secara berurutan yaitu
Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar
134.874,9 Ha (21,09%) dari total luas wilayah penelitian dengan ketidaksesuaian
terbesar terjadi pada kombinasi penggunaan permukiman dengan sub kelas
kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (w). Ketidaksesuaian
paling tinggi terjadi pada lahan kelas III dan pada penggunaan lahan permukiman.
Ketidaksesuaian terbesar terjadi di Kabupaten Bogor, selanjutnya yang dominan
juga terjadi di Kabupaten Bekasi, diikuti Kabupaten Tangerang. Luas
kabupaten/kota yang mengalami ketidaksesuaian terbesar ini sejalan dengan
kabupaten/kota yang mengalami inkonsistensi terbesar terhadap RTR Kawasan.
Sementara peruntukan lahan RTR Kawasan yang tidak sesuai terhadap
kemampuan lahan sebesar 145.657,5 Ha (22,77%). Ketidaksesuaian peruntukan
RTR Kawasan terbesar terjadi pada kombinasi lahan kelas III dengan faktor
pembatas drainase (w) yang diperuntukkan sebagai zona B-1 (perumahan hunian
padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan
berorientasi pasar. Kemampuan lahan yang mengalami ketidaksesuaian terbesar
adalah lahan kelas III, sedangkan peruntukan lahan yang tidak sesuai terbesar
terjadi pada zona B-2 (perumahan hunian sedang). Luas ketidaksesuaian terbesar
terjadi di Kabupaten Bekasi, diikuti oleh Kabupaten Bogor, dan Kabupaten
Tangerang.
Penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR Kawasan dan sesuai
terhadap kemamapuan lahan sebesar 72,53%. Penggunaan lahan yang konsisten
terhadap RTR Kawasan namun tidak sesuai dengan kemampuan lahan sebesar
17,31%. Proporsi penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan,
namun sesuai dengan kemampuan lahan sebesar 6,49%. Sebesar 3,67%
merupakan penggunaan lahan yang tidak konsisten dan tidak sesuai terhadap RTR
58
Kawasan dan kemampuan lahan dengan kabupaten/kota yang mengalami
inkonsistensi dan ketidaksesuaian terbesar terjadi di Kabupaten Bogor.
5.2.
Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi kemampuan lahan
dengan parameter yang lebih lengkap disertai jangkauan cek lapang yang lebih
luas. RTR Kawasan yang ada perlu ditinjau ulang agar lebih disesuaiakan dengan
daya dukung lingkungan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Afifah. 2010. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya [skripsi].
Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Agrisantika T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang
Terbuka Hijau (Studi Kasus Jabodetabek) [skripsi]. Bogor: Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Algamar SB. 2003. Peran Penataan Ruang Sebagai Instrumen dalam Mewujudkan
Pengelolaan Kawasan Perkotaan yang Baik. Makalah disajikan dalam
Pelatihan Penataan Ruang Wilayah Perkotaan yang diselenggarakan oleh
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Depkimpraswil. Makassar. 19 - 23 Agustus 2003
Anjani V. 2010. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten
Bekasi [skripsi]. Bogor: Program studi manajemen sumberdaya lahan,
Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Anonim. 2012. Jakarta Tak Lagi Menarik. [internet]. [diunduh 2012 Februari 03].
Tersedia pada: http://nasional.kompas.com/read/2012/01/17/04462846/
jabode.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah & Air. Bogor: IPB Press.
Barus B dan Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi: Sarana
Manajemen Sumberdaya. Bogor: Jurusan Tanah, IPB.
Deni R. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Di dalam Panuju D
R et al., Editor. Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Masalah
Lingkungan di Jabodetabek. Proseding Seminar Terbatas; 2004 Januari
29; Bogor, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Suara Dramaga,
hlm: 7 – 21.
Hadi A. 2010. Analisis Daya Dukung Lahan di Desa Ciarutuen Ilir. Kecamatan
Cibungbulang. Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Program Studi
Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah Dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan/penutupan Lahan dan
Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung
Hulu [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Tanah,
Fakultas Pertanian, IPB.
Nurhasanah. 2004. Konsistensi Rencana Tata Ruang di Kawasan Jabodetabek
[skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, IPB.
Panuju DR. 2004. Dinamika Sosial Ekonomi dan Pemanfaatan Ruang
Jabodetabek. Di dalam Panuju DR et al., Editor. Penataan Ruang,
Pemanfaatan Ruang dan Masalah Lingkungan di Jabodetabek. Proseding
Seminar Terbatas; 2004 Januari 29; Bogor, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor: Suara Dramaga, hlm 49 – 60.
Pontah NK dan SudrajatD. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan
dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal
60
Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. Vol. 16 No. 3/Desember 2005.
Bandung. Hlm. 44-56.
Rustiadi E, Barus B, Prastowo, Iman LOS. 2010. Pengembangan Pedoman
Evaluasi Pemanfaatan Ruang Penyempurnaan Lampiran Permen LH
17/2009. Bogor: Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah (P4W), Institut Pertanian Bogor.
Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.
Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sandy IM. 1975.Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria Departemen dalam Negeri.
SeptianiP. 2009. Model Spasial Hubungan Banjir dengan Karakteristik Fisik dan
Aktifitas Penggunaan Lahan di Wilayah Jabodetabek [skripsi]. Bogor:
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Sitorus SRP.1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bogor: Jurusan Tanah, IPB.
.1986. Survei Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor: Jurusan Tanah, IPB.
.2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi Ketiga. Bogor:
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB.
Susanto. 1986. Penginderaan Jauh. Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.Or.
Presiden Republik Indonesia. 2006. Undang-undang Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: RI.
Presiden Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Jakarta: RI.
Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Jakarta: RI.
61
LAMPIRAN
62
63
LAMPIRAN
Lampiran 1. Matrik Logik Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek
Penggunaan/Penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010
No
Klasifikasi
Peruntukan
Hutan
RTRW
Jabodetabek
Rawa/
mangrove
Badan Air
Kebun
Tanah
Ladang/
tegalan
Empang
Sawah
Irigasi
Sawah
Tadah
Hujan
Belukar/
semak
Rumput
Permukiman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1
N-1
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
2
N-2
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
3
B-4/HP
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
4
B-7/HP
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
5
B-7
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
6
B-6
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
7
B-5
V
V
V
V
V
V
V
X
X
X
X
8
B-4
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
9
B-3
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
10
B-2
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
11
B-1
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Keterangan Zona:
N-1
: Hutan lindung
N-2
: Hutan konservasi/cagar alam/taman nasional
B-4/HP
: Zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap/ hutan produksi terbatas sesuai peraturan Undang-Undang
B-7/HP
: Zona B-7 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap/ hutan produksi terbatas sesuai perundang-undangan
V
64
64
B-7
B-6
B-5
B-4
B-3
B-2
B-1
: Perumahan hunian rendah dengan KZB maksimum 40%. Daya dukung lingkungan rendah, hutan produksi,pemanfaatan harus disetujui oleh badan
koordinasi tata ruang
: Perumahan hunian rendah dengan KZB maksimum 50%. Daya dukung lingkungan rendah. Pemanfaatan ruangnya harus disetujui badan koordinasi
tata ruang nasional
: Pertanian lahan basah (irigasi teknis)
: Perumahan hunian rendah. pertanian lahan basah/ kering (dengan teknologi tepat guna); perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, hutan
produksi
: Perumahan hunian rendah, intensitas lahan terbangun rendah (dengan rekayasa teknis), Pertanian/ ladang
: Perumahan hunian sedang (pedesaan); pertanian/ ladang; industri berorientasi tenaga kerja
: Perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorienatsi pasar
65
Lampiran 2. Matrik Logik Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek
Penggunaan/Penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010
Hutan
Rawa/
mangrove
Badan Air
Kebun
Tanah
Ladang/
tegalan
Empang
Sawah
Irigasi
Sawah
Tadah
Hujan
Belukar/
semak
Rumput
Permukiman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
I
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
2
II
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
3
III
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
4
IV
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
X
5
V
V
V
V
V
V
X
V
V
X
X
X
X
X
V
X
VI
X
V
X
6
X
V
X
X
7
VII
V
V
V
X
X
X
X
X
V
X
X
8
VIII
V
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
No
1
Klasifikasi
Kemampuan
Lahan
66
66
Lampiran 3. Matrik Logik Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek
Zona Peruntukan Lahan Menurut RTR Kawasan Jabodetabek
No
Klasifikasi Kemampuan
Lahan
N-1
N-2
B-4/HP
B-7/HP
B-7
B-6
B-5
B-4
B-3
B-2
B-1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1
I
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
2
II
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
3
III
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
X
4
IV
V
V
V
V
V
V
X
V
V
X
X
5
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
X
X
6
VI
V
V
V
V
V
V
X
V
X
X
X
7
VII
V
V
V
V
V
X
X
V
X
X
X
8
VIII
V
V
X
X
X
X
X
X
X
X
X
67
Lampiran 4. Luas (Ha) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
Jenis Tanah
Aluvial kelabu tua
Andosol
Asosiasi andosol dan
regosol
Asosiasi hidromorf
kelabu&planosol
Asosiasi kelabu
tua&aluvial coklat
kekelabuan
Asosiasi kelabu
tua&gley humus
rendah
Asosiasi latosol
coklat,regosol
Asosiasi latosol
merah,latosol coklat
kemerahan
Asosiasi latosol
merah,latosol coklat
kemerahan&laterit
Asosiasi podzolik
kuning dan hidromorf
kelabu
Grumusol
Kompleks latosol
merah
kekuningan,latosol
coklat,podzolik
Kompleks podzolik
merah
kekuningan,podzolik
kuning&regosol
Latosol merah
Podzolik kuning
Podzolik merah
Regosol coklat
Renzina
Grand Total
Jakbar
Jakpus
Jaksel
Jaktim
Jakut
Kab.
Bekasi
Kab.
Bogor
Kab.
Tangerang
Luas (Ha)
3.340,3
21.031,9
20.610,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
1.771,5
0,0
30.472,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
8.277,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
92,9
0,0
0,0
0,0
0,0
997,7
446,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
121,2
Kota
Bekasi
Kota
Bogor
Kota
Depok
Kota
Tangerang
Kota
Tangsel
Luas
Total
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
3.143,1
0,0
946,4
0,0
60.738,3
20.540,5
0,2
0,0
0,0
0,0
0,0
344,4
8.596,7
0,0
9.264,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
9.350,1
38.632,0
1.394,9
20.015,1
713,7
0,0
0,0
1.670,2
0,0
62.559,9
7.085,4
0,0
0,0
4.011,5
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
12.391,1
0,0
0,0
0,0
3.376,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
3.365,2
1.449,9
3.183,2
0,0
1.884,7
58.216,2
0,0
3.822,2
1.320,9
16.825,2
0,0
3.881,4
90.550,8
138,1
8.829,3
5.722,5
0,0
12.823,2
3.485,6
14.359,9
12.452,9
0,0
959,0
12.652,2
12.891,2
84.972,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
18.334,1
0,3
4.626,6
16.889,5
23.614,3
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
46.704,3
16.832,3
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
13.900,4
83.405,1
0,0
655,4
93,7
0,0
0,0
0,0
97.722,0
2.046,5
8.447,4
0,0
0,0
0,0
0,0
11.705,7
0,0
4.034,6
0,0
0,0
0,0
0,0
4.618,7
0,0
3.299,4
0,0
0,0
0,0
0,0
13.578,6
0,0
8.414,6
0,0
0,0
0,0
0,0
17.320,3
0,0
4.401,5
0,0
0,0
0,0
0,0
13.258,4
760,8
964,4
2.818,0
0,0
0,6
0,0
120.590,9
9.478,2
30.427,2
23.232,3
7.373,1
0,0
11.019,8
285.153,3
113,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
92.410,6
0,0
1.691,3
0,0
0,0
0,0
0,0
19.335,5
0,0
6.474,3
0,0
265,0
0,0
0,0
8.154,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
17.784,2
1,7
200,1
0,0
0,0
0,0
0,0
17.667,3
0,0
0,5
0,0
0,0
0,0
0,0
18.063,8
12.384,9
68.377,5
25.959,9
7.612,9
0,6
10.982,3
639.641,3
68
68
Lampiran 5. Proporsi Luas (%) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
Jenis Tanah
Aluvial kelabu tua
Andosol
Asosiasi andosol dan
regosol
Asosiasi hidromorf
kelabu&planosol
Asosiasi kelabu
tua&aluvial coklat
kekelabuan
Asosiasi kelabu
tua&gley humus
rendah
Asosiasi latosol
coklat,regosol
Asosiasi latosol
merah,latosol coklat
kemerahan
Asosiasi latosol
merah,latosol coklat
kemerahan&laterit
Asosiasi podzolik
kuning dan hidromorf
kelabu
Grumusol
Kompleks latosol
merah
kekuningan,latosol
coklat,podzolik
Kompleks podzolik
merah
kekuningan,podzolik
kuning&regosol
Latosol merah
Podzolik kuning
Podzolik merah
Regosol coklat
Renzina
Grand Total
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,28
0,00
0,00
4,76
0,00
0,00
Kab.
Tangerang
Luas (%)
0,52
3,29
3,22
0,00
1,29
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
6,04
0,16
0,07
0,00
0,00
1,11
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,23
0,02
0,02
0,00
Jakbar
Jakpus
Jaksel
Jaktim
Jakut
Kab.
Bekasi
Kab.
Bogor
Kota
Bekasi
Kota
Bogor
Kota
Depok
Kota
Tangerang
Kota
Tangsel
Luas
Total
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,49
0,00
0,00
0,15
0,00
0,05
9,50
3,21
1,34
1,45
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,46
0,22
3,13
0,11
0,00
0,00
0,26
0,00
9,78
0,00
0,00
0,63
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,94
0,00
0,00
0,53
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,53
0,50
0,00
0,29
9,10
0,00
0,60
0,21
2,63
0,00
0,61
14,16
1,38
0,89
0,00
2,00
0,54
2,24
1,95
0,00
0,15
1,98
2,02
13,28
0,00
0,00
0,00
0,00
2,87
0,72
3,69
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,17
2,64
13,04
0,00
0,00
0,00
0,10
0,00
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,63
15,28
0,32
0,00
0,00
0,00
0,00
0,12
1,48
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,94
1,32
0,00
0,00
0,00
0,00
1,83
0,63
0,00
0,00
0,00
0,00
0,72
0,52
0,00
0,00
0,00
0,00
2,12
1,32
0,00
0,00
0,00
0,00
2,71
0,69
0,00
0,00
0,00
0,00
2,07
0,15
0,44
0,00
0,00
0,00
18,85
4,76
3,63
1,15
0,00
1,72
44,58
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14,45
0,26
0,00
0,00
0,00
0,00
3,02
1,01
0,00
0,04
0,00
0,00
1,27
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,78
0,03
0,00
0,00
0,00
0,00
2,76
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,82
10,69
4,06
1,19
0,00
1,72
100,00
69
Lampiran 6. Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Penggunaan
Lahan
Badan Air
Belukar/Semak
Empang
Hutan
Kebun
Permukiman
Rawa/Mangrove
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah
Hujan
Tanah
Ladang/Tegalan
Grand Total
Jaksel
Jaktim
Jakut
Kab.
Bekasi
Kota
Tangerang
Kota
Tangerang
Selatan
128,3
4,8
221,5
3,6
266,2
708,2
5.781,2
45.744,6
0,0
0,0
971,8
16,7
0,0
1.949,1
0,0
2,7
131,4
0,0
0,0
1.826,4
13.330,4
34.181,2
77.651,9
11.435,9
0,0
4.044,7
0,0
10.663,8
11,0
8.551,4
171,0
7.930,9
115,4
157.728,5
1.571,0
4.269,0
46.237,8
5.866,3
1.985,2
2.306,8
9,0
491,9
842,3
274,3
891,9
428,0
124,3
4.337,5
3.485,4
0,0
2.898,0
1.473,0
19,5
169.156,5
45.253,6
32.389,4
6.057,2
1.473,9
1.303,3
3.566,2
762,8
2.826,2
53.751,8
285.153,3
92.410,6
19.335,5
8.154,1
17.784,2
17.667,3
18.063,8
639.641,3
Kab.
Bogor
Kab.
Tangerang
Kota
Bekasi
Kota
Bogor
Jakbar
Jakpus
93,1
28,5
69,8
1,6
60,6
76,7
115,5
123,7
523,9
68,7
1.148,1
166,2
2.146,2
44.586,4
Luas (Ha)
803,1
303,1
107,6
158,7
99,1
126,8
0,0
0,0
42,8
0,0
0,0
94,9
0,0
0,0
532,5
4,4
0,0
780,8
735,6
45,0
121,0
7.074,8
0,0
2.788,3
12,0
34.505,1
61.810,2
5.220,6
102,4
5.540,4
0,0
0,0
1.858,4
7.892,3
2,4
3.394,7
0,0
10.631,9
3,4
11.639,2
4,3
6.071,3
116,4
22.983,6
811,4
34.762,1
87,5
17.792,0
218,6
2.115,2
1.295,1
0,0
1.056,4
0,0
0,0
1.466,1
8,7
0,0
2.898,2
861,8
0,0
3.805,4
1.714,7
0,0
2.754,5
76.384,5
2.721,7
6.697,6
31.501,3
36.655,4
236,3
1,3
798,7
892,4
56,1
3.757,9
11.705,7
4.618,7
13.578,6
17.320,3
13.258,4
120.590,9
Kota
Depok
Luas
Total
35.490,6
70
70
Lampiran 7. Proporsi Luas (%) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
No
Penggunaan Lahan
Jakbar
Jakpus
Jaksel
Jaktim
Jakut
Kab.
Bekasi
Kab.
Bogor
Kab.
Tangerang
Kota
Bekasi
Kota
Bogor
Kota
Depok
Kota
Tangerang
Kota
Tangerang
Selatan
Luas
Total
Luas (%)
1
Badan Air
0,01
0,01
0,01
0,02
0,08
0,18
0,34
0,13
0,02
0,02
0,02
0,03
0,04
0,90
2
Belukar/Semak
0,00
0,00
0,01
0,02
0,01
0,03
6,97
0,05
0,02
0,02
0,00
0,00
0,11
7,15
3
Empang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,12
1,11
0,00
0,82
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,08
4
Hutan
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
5,39
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5,34
5
Kebun
0,01
0,01
0,08
0,12
0,02
0,44
9,66
0,87
0,29
0,15
0,30
0,02
0,29
12,14
6
Permukiman
1,23
0,53
1,66
1,82
0,95
3,59
5,43
2,78
1,79
0,63
1,67
1,34
1,24
24,66
7
Rawa/Mangrove
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,13
0,01
0,03
0,00
0,00
0,00
0,03
0,02
0,25
8
Rumput
0,33
0,17
0,23
0,45
0,59
0,43
1,05
0,67
0,31
0,08
0,14
0,68
0,45
5,55
9
Sawah Irigasi
0,20
0,00
0,00
0,13
0,27
11,94
4,92
7,23
0,36
0,13
0,07
0,54
0,23
26,45
Sawah Tadah Hujan
Tanah
Ladang/Tegalan
Grand Total
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,43
5,73
0,92
0,00
0,04
0,02
0,00
0,00
7,07
0,04
1,83
0,00
0,72
0,12
2,12
0,14
2,71
0,01
2,07
0,59
18,85
5,06
44,58
0,95
14,45
0,23
3,02
0,20
1,27
0,56
2,78
0,12
2,76
0,44
2,82
8,40
100,00
10
11
71
Lampiran 8. Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
No
Kelas
Kemampuan
Lahan
Sub Kelas
Kemampuan
Lahan
II
Iie
Jaksel
Jaktim
Jakut
Kab.
Bekasi
Kab.
Bogor
Kab.
Tangerang
Kota
Bekasi
Kota
Bogor
Jakbar
Jakpus
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
15.797,4
0,0
0,0
4.591,5
Kota
Depok
Kota
Tangerang
Kota
Tangsel
Luas Total
9,9
0,0
0,0
20.352,9
Luas (Ha)
1
2
IIt, e, s
4.028,9
699,6
12.940,6
12.549,3
0,0
17.951,2
39.725,4
16.488,8
15.222,8
0,0
17.774,3
10.599,0
17.719,4
166.416,0
3
IIt, e, s, w
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
5.785,7
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
5.768,7
IIIe
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
7.063,9
9.132,2
2.398,1
0,0
42,7
0,0
0,0
344,4
18.945,1
4
III
192.537,6
222.937,6
5
IIIe,s,w
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
11.128,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
11.217,7
6
IIIe,w
2.046,5
0,0
0,0
0,0
0,0
8.463,8
5.401,1
1.200,6
0,0
0,0
0,0
1,7
0,0
17.088,9
7
IIIs,w
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
17.714,5
0,0
0,0
0,0
1.263,2
0,0
19.124,9
8
IIIt
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
5.301,2
2.937,1
0,0
0,3
0,0
0,0
0,1
8.246,5
9
IIIt,e
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
11.558,9
9.024,8
0,0
0,4
0,0
0,0
0,0
20.622,2
10
IIIw
5.630,4
3.919,1
638,0
4.771,0
12.322,3
62.738,6
2.814,9
25.173,1
4.112,8
0,0
0,0
5.803,4
0,0
127.692,1
Ive
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,6
0,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
1,4
12
Ivt
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
13.076,9
51.325,8
0,0
0,0
3.519,2
0,0
0,0
0,0
67.712,3
13
IVt, e, s
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
895,6
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
893,0
14
IVt, s
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
930,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
928,0
15
IVt,e
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
580,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
578,3
11.109,3
0,0
6.298,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
18.316,1
18.316,1
11
IV
70.113,0
16
V
Vt, w
0,0
0,0
0,0
0,0
936,0
17
VI
Vit
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
58.798,2
46,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
58.672,5
58.672,5
18
VII
VIIt
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
186,7
74.992,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
74.957,8
74.957,8
19
VIII
VIIIt
Grand Total
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2.112,8
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2.106,6
2.106,6
11.705,7
4.618,7
13.578,6
17.320,3
13.258,4
120.590,9
285.153,3
92.410,6
19.335,5
8.154,1
17.784,2
17.667,3
18.063,8
639.641,3
639.641,3
722
Lampiran 9. Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek
No
1
Kelas
Kemampuan
Lahan
Jakbar
Jakpus
Jaksel
Jaktim
Jakut
Kab.
Bekasi
Kab.
Bogor
Kab.
Tangerang
Kota
Bekasi
Kota
Bogor
Kota
Depok
Kota
Tangerang
Kota
Tangsel
Luas
Total
Iie
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,47
0,00
0,00
0,72
0,00
0,00
0,00
3,18
IIt, e, s
0,63
0,11
2,02
1,96
0,00
2,81
6,21
2,58
2,38
0,00
2,78
1,66
2,77
26,02
3
IIt, e, s, w
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,90
IIIe
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,10
1,43
0,37
0,00
0,01
0,00
0,00
0,05
2,96
5
IIIe,s,w
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,74
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,75
6
IIIe,w
0,32
0,00
0,00
0,00
0,00
1,32
0,84
0,19
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,67
7
IIIs,w
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,77
0,00
0,00
0,00
0,20
0,00
2,99
8
IIIt
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,83
0,46
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,29
9
IIIt,e
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,81
1,41
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,22
10
IIIw
0,88
0,61
0,10
0,75
1,93
9,81
0,44
3,94
0,64
0,00
0,00
0,91
0,00
19,96
11
III
IV
IVe
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12
IVt
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,04
8,02
0,00
0,00
0,55
0,00
0,00
0,00
10,59
13
IVt, e, s
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,14
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,14
14
IVt, s
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
15
Luas
Total
Persentase (%)
2
4
II
Sub Kelas
Kemampuan
Lahan
30,10
34,85
10,96
IVt,e
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
16
V
Vt, w
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
1,74
0,00
0,98
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,86
2,86
17
VI
VIt
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
9,19
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
9,17
9,17
18
VII
VIIt
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
11,72
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
11,72
11,72
19
VIII
VIIIt
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,33
0,33
Grand Total
1,83
0,72
2,12
2,71
2,07
18,85
44,58
14,45
3,02
1,27
2,78
2,76
2,82
100,00
100,00
73
Lampiran 10. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Peruntukan Lahan
Persentase Inkonsistensi (%)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Zona
Peruntukan
Lahan
Luas Zona
Peruntukan
Lahan (Ha)
N-1
14.917,6
N-2
36.973,0
B-7/HP
10.783,3
B-4/HP
26.830,0
B-5
62.424,4
Penggunaan Lahan
Belukar/Semak
Empang
Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
Belukar/Semak
Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
Belukar/Semak
Empang
Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
Belukar/Semak
Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
Belukar/Semak
Permukiman
Rumput
Sawah Tadah Hujan
Luas Total Inkonsistensi
Luas
Inkonsistensi (Ha)
849,1
4.646,0
1.200,4
199,7
52,2
1.556,9
18,7
623,9
10.830,1
2.772,3
105,8
63,3
62,2
1.655,5
846,8
508,1
2.497,1
1.887,0
404,3
78,1
1.645,2
1.466,5
1.687,4
12.208,7
2.519,6
369,9
316,4
903,4
3.153,0
1.968,9
118,1
7.710,2
84,6
276,8
65.286,0
terhadap Luas
Jabodetabek
0,13
0,73
0,19
0,03
0,01
0,24
0,00
0,10
1,69
0,43
0,02
0,01
0,01
0,26
0,13
0,08
0,39
0,30
0,06
0,01
0,26
0,23
0,26
1,91
0,39
0,06
0,05
0,14
0,49
0,31
0,02
1,21
0,01
0,04
10,21
terhadap Luas
Peruntukan
Lahan
5,69
31,14
8,05
1,34
0,35
10,44
0,13
4,18
29,29
7,50
0,29
0,17
0,17
4,48
2,29
4,71
23,16
17,50
3,75
0,72
15,26
13,60
15,65
45,50
9,39
1,38
1,18
3,37
11,75
7,34
0,19
12,35
0,14
0,44
Jumlah Poligon
Inkonsistensi
123
241
310
274
37
52
12
220
646
635
206
49
34
876
238
53
140
250
363
48
69
221
217
643
385
335
126
186
562
397
5
3.016
78
4
11.051
Luas Rata-rata
Inkonsistensi (Ha)
6,9
19,3
3,9
0,7
1,4
29,9
1,6
2,8
16,8
4,4
0,5
1,3
1,8
1,9
3,6
9,6
17,8
7,5
1,1
1,6
23,8
6,6
7,8
19,0
6,5
1,1
2,5
4,9
5,6
5,0
23,6
2,6
1,1
69,2
742
Lampiran 11. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Penggunaan Lahan
Belukar/semak
Empang
Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/tegalan
Luas
Penggunaan
Lahan (Ha)
45.744,6
Zona
Peruntukan
Lahan
B-4/HP
B-5
B-7/HP
N-1
N-2
13.330,4 B-7/HP
N-1
77.651,9 B-4/HP
B-7/HP
N-1
N-2
157.728,5 B-4/HP
B-5
B-7/HP
N-1
N-2
35.490,6 B-4/HP
B-5
B-7/HP
N-1
N-2
169.156,5 B-4/HP
B-7/HP
N-1
N-2
45.253,6 B-4/HP
B-5
B-7/HP
N-1
N-2
53.751,8 B-4/HP
B-7/HP
N-1
N-2
Total Luas Inkonsistensi
Luas
Inkonsistensi (Ha)
12.208,7
118,1
508,1
849,1
10.830,1
2.497,1
4.646,0
2.519,6
1.887,0
1.200,4
2.772,3
369,9
7.710,2
404,3
199,7
105,8
316,4
84,6
78,1
52,2
63,3
903,4
1.645,2
1.556,9
62,2
3.153,0
276,8
1.466,5
18,7
1.655,5
1.968,9
1.687,4
623,9
846,8
65.286,0
Perseantase Luas Inkonsistensi (%)
terhadap Luas
terhadap Luas
Jabodetabek
Penggunaan Lahan
1,91
26,69
0,02
0,26
0,08
1,11
0,13
1,86
1,69
23,68
0,39
18,73
0,73
34,85
0,39
3,24
0,30
2,43
0,19
1,55
0,43
3,57
0,06
0,23
1,21
4,89
0,06
0,26
0,03
0,13
0,02
0,07
0,05
0,89
0,01
0,24
0,01
0,22
0,01
0,15
0,01
0,18
0,14
0,53
0,26
0,97
0,24
0,92
0,01
0,04
0,49
6,97
0,04
0,61
0,23
3,24
0,00
0,04
0,26
3,66
0,31
3,66
0,26
3,14
0,10
1,16
0,13
1,58
10,21
Jumlah Poligon
Inkonsistensi
643
5
53
123
646
140
241
385
250
310
635
335
3.016
363
274
206
126
78
48
37
49
186
69
52
34
562
4
221
12
876
397
217
220
238
11.051
Luas Rata-rata
Inkonsistensi (Ha)
19,0
23,6
9,6
6,9
16,8
17,8
19,3
6,5
7,5
3,9
4,4
1,1
2,6
1,1
0,7
0,5
2,5
1,1
1,6
1,4
1,3
4,9
23,8
29,9
1,8
5,6
69,2
6,6
1,6
1,9
5,0
7,8
2,8
3,6
75
Lampiran 12. Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan terhadap Kemampuana Lahan Berdasarkana Kelas Kemampuan Lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Kelas
Kemampuan
Lahan
III
IV
V
VI
VII
VIII
Luas Kelas
Kemampuan
Lahan (Ha)
Penggunaan Lahan
Luas Total
Ketidaksesuaian
(Ha)
Permukiman
Permukiman
Sawah Irigasi
18.316,1 Belukar/Semak
Hutan
Kebun
Permukiman
Rumput
Tanah Ladang/Tegalan
58.672,5 Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
74.957,8 Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
2.106,6 Belukar/Semak
Kebun
Permukiman
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/Tegalan
Luas Total Ketidaksesuaian
52.944,7
13.430,7
16.096,6
8,7
48,3
68,6
405,9
467,3
185,0
2.030,0
1.659,6
4.403,5
9.136,3
7.618,9
10.971,8
1.388,7
484,1
662,4
6.300,4
4.495,1
1.752,6
21,6
11,6
232,7
49,7
134.874,9
222.937,6
70.113,0
Persentase Ketidaksesuaian (%)
terhadap Total
terhadap Total
Luas Kelas
Luas Jabodetabek
Kemampuan
Lahan
8,28
23,75
2,10
19,16
2,52
22,96
0,00
0,05
0,01
0,26
0,01
0,37
0,06
2,22
0,07
2,55
0,03
1,01
0,32
3,46
0,26
2,83
0,69
7,51
1,43
15,57
1,19
12,99
1,72
14,64
0,22
1,85
0,08
0,65
0,10
0,88
0,98
8,41
0,70
6,00
0,27
83,20
0,00
1,02
0,00
0,55
0,04
11,04
0,01
2,36
21,09
Jumlah Poligon
Ketidaksesuaian
32.675
7.449
2.176
8
4
32
326
171
50
1.562
480
758
1.710
1.500
2.090
1.709
216
256
1.938
1.128
46
7
8
88
7
56.394
Luas Rata-rata
Ketidaksesuaian
(Ha)
1,6
1,8
7,4
1,1
12,1
2,1
1,2
2,7
3,7
1,3
3,5
5,8
5,3
5,1
5,2
0,8
2,2
2,6
3,3
4,0
38,1
3,1
1,5
2,6
7,1
2
76
Lampiran 13. Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan terhadap Kemampuana Lahan Berdasarkana Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual
Persentase Ketidaksesuaian (%)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Penggunaan Lahan
Belukar/semak
Hutan
Kebun
Permukiman
Rumput
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Tanah Ladang/tegalan
Luas
Penggunaan
Lahan (Ha)
45.744,6
Kelas
Kemampuan
Lahan
V
VIII
34.181,2 V
77.651,9 V
VII
VIII
157.728,5 III
IV
V
VI
VII
VIII
35.490,6 V
VI
VII
169.156,5 IV
VI
VII
45.253,6 VI
VII
VIII
53.751,8 V
VI
VII
VIII
Luas Total Ketidaksesuaian
Luas
Ketidaksesuaian
(Ha)
8,7
1.752,6
48,3
68,6
10.971,8
21,6
52.944,7
13.430,7
405,9
2.030,0
1.388,7
11,6
467,3
1.659,6
484,1
16.096,6
4.403,5
662,4
9.136,3
6.300,4
232,7
185,0
7.618,9
4.495,1
49,7
134.874,9
terhadap Luas
Jabodetabek
0,00
0,27
0,01
0,01
1,72
0,00
8,28
2,10
0,06
0,32
0,22
0,00
0,07
0,26
0,08
2,52
0,69
0,10
1,43
0,98
0,04
0,03
1,19
0,70
0,01
21,09
terhadap Luas
Penggunaan
Lahan
0,02
3,83
0,14
0,09
14,13
0,03
33,57
8,52
0,26
1,29
0,88
0,01
1,32
4,68
1,36
9,52
2,60
0,39
20,19
13,92
0,51
0,34
14,17
8,36
0,09
Jumlah Poligon
Ketidaksesuaian
8
46
4
32
2.090
7
32.675
7.449
326
1.562
1.709
8
171
480
216
2.176
758
256
1.710
1.938
88
50
1.500
1.128
7
56.394
Luas Rata-rata
Ketidaksesuaian
(Ha)
1,1
38,1
12,1
2,1
5,2
3,1
1,6
1,8
1,2
1,3
0,8
1,5
2,7
3,5
2,2
7,4
5,8
2,6
5,3
3,3
2,6
3,7
5,1
4,0
7,1
77
Lampiran 14. Ketidaksesuaian Peruntukan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan
No
1
Kelas
Kemampuan
Lahan
III
Luas Kelas
Kemampuan
Lahan (Ha)
22.2937,6
Zona
Peruntukan
Lahan
Luas
Ketidaksesuaian
(Ha)
Persentase Ketidaksesuaian (%)
terhadap Luas
Jabodetabek
terhadap Luas
Kemampuan Lahan
Jumalh Poligon
Ketidaksesuaian
Luas Rata-rata
Ketidaksesuaian
(Ha)
B-2
55.563,0
8,69
24,92
174
319,3
B-1
55.933,0
8,74
25,09
82
682,1
B-2
11.892,4
1,86
16,96
48
247,8
B-1
5.293,4
0,83
7,55
20
264,7
B-2
1.797,1
0,28
9,81
19
94,6
B-1
725,8
0,11
3,96
8
90,7
B-3
7.033,6
1,10
11,99
10
703,4
8
B-2
3.360,2
0,53
5,73
18
186,7
9
B-1
569,8
0,09
0,97
4
142,4
B-3
2.802,8
0,44
3,74
12
233,6
11
B-2
219,8
0,03
0,29
5
44,0
12
B-1
16,8
0,00
0,02
1
16,8
B-4
449,7
0,07
21,35
31
14,5
145.657,5
22,77
432,0
3.040,5
2
3
IV
70.113,0
4
5
V
18.316,1
6
7
10
13
VI
VII
VIII
58.672,5
74.957,8
2.106,6
Luas Total Ketidaksesuaian
2
78
Lampiran 15. Ketidaksesuaian Peruntukan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Peruntukan Lahan
Persentase Ketidaksesuaian (%)
Zona
Luas Zona
Kelas
Luas
Luas Rata-rata
Jumlah Poligon
terhadap
terhadap Luas
No
Peruntukan
Peruntukan
Kemampuan
Ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian
Luas
Peruntukan
Lahan
Lahan (Ha)
Lahan
(Ha)
(Ha)
Jabodetabek
Lahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
B-1
B-2
B-3
B-4
149.704,7
VII
VI
V
IV
III
100.967,1 VII
VI
V
IV
III
84.946,0 VII
VI
149.074,7 VIII
Luas Total Ketidaksesuaian
16,8
569,8
725,8
5.293,4
55.933,0
219,8
3.360,2
1.797,1
11.892,4
55.563,0
2.802,8
7.033,6
449,7
145.657,5
0,00
0,09
0,11
0,83
8,74
0,03
0,53
0,28
1,86
8,69
0,44
1,10
0,07
22,77
0,01
0,38
0,48
3,54
37,36
0,22
3,33
1,78
11,78
55,03
3,30
8,28
0,30
1
4
8
20
82
5
18
19
48
174
12
10
31
432,0
16,8
142,4
90,7
264,7
682,1
44,0
186,7
94,6
247,8
319,3
233,6
703,4
14,5
3.040,5
79
Lampiran 16. Sebaran Analisis 3 Parameter di Kabupaten/kota di Wilayah Penelitian
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kabupaten/kota
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Utara
Kab. Bekasi
Kab. Bogor
Kab. Tangerang
Kota Bekasi
Kota Bogor
Kota Depok
Kota Tangerang
Kota Tangerang Selatan
Grand Total
K;S
Ha
6.641,3
1.524,3
13.033,6
14.082,1
6.407,4
90.246,5
180.559,8
77.507,2
16.838,5
6.305,2
17.784,2
15.044,4
17.972,4
463.946,9
K;TS
%
1,04
0,24
2,04
2,20
1,00
14,11
28,23
12,12
2,63
0,99
2,78
2,35
2,81
72,53
Ha
5.064,4
3.094,5
544,9
3.238,2
6.609,4
18.627,8
57.517,1
8.969,7
2.497,1
1.848,9
0,0
2.616,6
91,5
110.720,0
TK;S
%
0,79
0,48
0,09
0,51
1,03
2,91
8,99
1,40
0,39
0,29
0,00
0,41
0,01
17,31
Ha
TK;TS
%
0,0
0,0
0,0
0,0
222,5
8.961,3
31.407,6
934,2
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
41.525,7
Keterangan:.
K;S
: Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
K;TS
: Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan
TK;S
: Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan
TK;TS : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
Ha
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
1,40
4,91
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6,49
0,0
0,0
0,0
0,0
19,1
2.755,3
15.668,7
4.999,5
0,0
0,0
0,0
6,2
0,0
23.448,7
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,43
2,45
0,78
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3,67
Luas Total
Ha
%
11.705,7
1,83
4.618,7
0,72
13.578,6
2,12
17.320,3
2,71
13.258,4
2,07
120.590,9
18,85
285.153,3
44,58
92.410,6
14,45
19.335,5
3,02
8.154,1
1,27
17.784,2
2,78
17.667,3
2,76
18.063,8
2,82
639.641,3
100,00
802
Lampiran 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Tiap Kecamatan di Wilayah Jabodetabek
K;S
K;TS
TK;S
Kabupaten/Kota
Luas
(Kecamatan)
Ha
%
Ha
%
Ha
Jakarta Barat
6.641,3
1,04
5.064,4
0,79
0,0
Kec.Cengkareng
1.136,8
0,18
1.112,2
0,17
0,0
Kec.Grogol Petamburan
170,7
0,03
826,9
0,13
0,0
Kec.Kalideres
1.475,3
0,23
1.319,7
0,21
0,0
Kec.Kebun Jeruk
1.173,9
0,18
412,2
0,06
0,0
Kec.Kembangan
2.071,4
0,32
398,5
0,06
0,0
Kec.Palmerah
483,3
0,08
217,1
0,03
0,0
Kec.Taman Sari
82,8
0,01
339,4
0,05
0,0
Kec.Tambora
47,1
0,01
438,4
0,07
0,0
Jakarta Pusat
1.524,3
0,24
3.094,5
0,48
0,0
Kec.Cempaka Putih
61,1
0,01
619,5
0,10
0,0
Kec.Gambir
204,9
0,03
522,5
0,08
0,0
Kec.Kemayoran
126,7
0,02
564,6
0,09
0,0
Kec.Menteng
79,7
0,01
530,5
0,08
0,0
Kec.Sawah Besar
234,4
0,04
361,2
0,06
0,0
Kec.Senen
45,9
0,01
355,1
0,06
0,0
Kec.Tanah Abang
771,4
0,12
141,1
0,02
0,0
Jakarta Selatan
13.033,6
2,04
544,9
0,09
0,0
Kec.Cilandak
1.220,9
0,19
0,0
0,00
0,0
Kec.Jagakarsa
2.339,2
0,37
0,0
0,00
0,0
Kec.Kebayoran Baru
1.232,6
0,19
0,0
0,00
0,0
Kec.Kebayoran Lama
2.241,8
0,35
0,0
0,00
0,0
Kec.Mampang Prapatan
754,0
0,12
0,0
0,00
0,0
Kec.Pancoran
774,9
0,12
0,0
0,00
0,0
Kec.Pasar Minggu
2.076,3
0,32
0,0
0,00
0,0
Kec.Pesanggrahan
1.208,6
0,19
0,0
0,00
0,0
TK;TS
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Ha
Luas Total
%
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Ha
11.705,7
2.249,0
997,7
2.795,0
1.586,1
2.469,9
700,3
422,2
485,5
4.618,7
680,7
727,4
691,3
610,2
595,7
401,1
912,5
13.578,6
1.220,9
2.339,2
1.232,6
2.241,8
754,0
774,9
2.076,3
1.208,6
%
1,83
0,35
0,16
0,44
0,25
0,39
0,11
0,07
0,08
0,72
0,11
0,11
0,11
0,10
0,09
0,06
0,14
2,12
0,19
0,37
0,19
0,35
0,12
0,12
0,32
0,19
81
Kabupaten/Kota
(Kecamatan)
Kec.Setiabudi
Kec.Tebet
Jakarta Timur
Kec.Cakung
Kec.Cipayung
Kec.Ciracas
Kec.Durensawit
Kec.Jatinegara
Kec.Kramat Jati
Kec.Makassar
Kec.Matraman
Kec.Pasar Rebo
Kec.Pulogadung
Jakarta Utara
Kec.Cilincing
Kec.Kelapa Gading
Kec.Pademangan
Kec.Penjaringan
Kec.Tanjung Priok
Kabupaten Bekasi
Kec.Babelan
Kec.Bojong Manggu
Kec.Cabangbungin
Kec.Cibarusah
Kec.Cibitung
Kec.Cikarang
Kec.Lemahabang
K;S
K;TS
TK;S
TK;TS
Luas Total
Luas
Ha
707,8
477,6
14.082,1
2.211,0
2.711,5
1.518,7
2.038,9
695,7
1.240,5
2.033,5
15,3
1.178,9
438,2
6.407,4
2.607,1
1.138,5
632,2
1.465,6
564,0
90.246,5
4.151,0
1,1
6.192,7
2.733,7
7.510,2
7.579,3
6.042,1
%
0,11
0,07
2,20
0,35
0,42
0,24
0,32
0,11
0,19
0,32
0,00
0,18
0,07
1,00
0,41
0,18
0,10
0,23
0,09
14,11
0,65
0,00
0,97
0,43
1,17
1,18
0,94
Ha
139,9
405,0
3.238,2
1.511,6
0,0
0,0
2,0
339,2
0,0
0,0
432,2
0,0
953,2
6.609,4
1.615,2
1.294,2
437,2
1.568,5
1.694,3
18.627,8
752,3
0,5
394,3
4.559,8
1.334,7
1.271,7
3.199,7
%
0,02
0,06
0,51
0,24
0,00
0,00
0,00
0,05
0,00
0,00
0,07
0,00
0,15
1,03
0,25
0,20
0,07
0,25
0,26
2,91
0,12
0,00
0,06
0,71
0,21
0,20
0,50
Ha
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
222,5
0,0
0,0
0,0
222,5
0,0
8.961,3
286,8
0,0
462,3
0,0
0,0
4,7
0,0
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
0,00
0,00
0,00
0,03
0,00
1,40
0,04
0,00
0,07
0,00
0,00
0,00
0,00
Ha
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
19,1
0,0
0,0
0,0
19,1
0,0
2.755,3
46,5
0,0
182,9
0,0
25,5
510,0
0,0
%
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
Ha
847,7
882,6
17.320,3
3.722,6
2.711,5
1.518,7
2.040,8
1.034,9
1.240,5
2.033,5
447,6
1.178,9
1.391,4
13.258,4
4.222,3
2.432,7
1.069,5
3.275,6
2.258,3
120.590,9
5.236,6
1,6
7.232,1
7.293,5
8.870,4
9.365,6
9.241,8
%
0,13
0,14
2,71
0,58
0,42
0,24
0,32
0,16
0,19
0,32
0,07
0,18
0,22
2,07
0,66
0,38
0,17
0,51
0,35
18,85
0,82
0,00
1,13
1,14
1,39
1,46
1,44
822
Kabupaten/Kota
(Kecamatan)
Kec.Muaragembong
Kec.Pebayuran
Kec.Serang
Kec.Setu
Kec.Sukatani
Kec.Tambelang
Kec.Tambun
Kec.Tambun Selatan
Kec.Tarumajaya
Kabupaten Bogor
Kec.Bojonggede
Kec.Caringin
Kec.Cariu
Kec.Ciampea
Kec.Ciawi
Kec.Cibinong
Kec.Cibungbulan
Kec.Cigudeg
Kec.Cijeruk
Kec.Cileungsi
Kec.Ciomas
Kec.Cisarua
Kec.Citeureup
Kec.Dramaga
Kec.Gunungputri
Kec.Gunungsindur
Kec.Jasinga
K;S
K;TS
TK;S
TK;TS
Luas Total
Luas
Ha
2.497,5
10.141,9
4.457,3
5.912,9
15.559,8
8.281,8
5.545,6
0,4
3.639,4
180.559,8
6.728,0
5.274,0
14.039,9
5.214,8
2.969,3
4.389,3
6.746,9
16.007,5
4.340,6
9.934,9
3.207,7
4.141,5
8.402,8
1.228,0
5.627,1
4.628,0
9.921,2
%
0,39
1,59
0,70
0,92
2,43
1,29
0,87
0,00
0,57
28,23
1,05
0,82
2,19
0,82
0,46
0,69
1,05
2,50
0,68
1,55
0,50
0,65
1,31
0,19
0,88
0,72
1,55
Ha
176,9
62,9
4.812,6
284,8
390,6
243,3
674,5
0,0
469,1
57.517,1
0,0
2.251,4
3.472,0
1.742,9
1.183,4
0,0
4.599,5
4.071,4
3.382,2
1.915,9
2.339,7
1.454,9
4.781,5
1.069,8
40,2
32,0
2.560,2
%
0,03
0,01
0,75
0,04
0,06
0,04
0,11
0,00
0,07
8,99
0,00
0,35
0,54
0,27
0,19
0,00
0,72
0,64
0,53
0,30
0,37
0,23
0,75
0,17
0,01
0,01
0,40
Ha
7.514,4
515,4
0,0
0,0
121,0
1,4
0,0
0,0
55,3
31.407,6
0,0
299,0
4.126,5
463,6
207,9
0,0
1.726,4
6.736,4
522,1
2.799,3
58,1
350,3
1.175,4
0,0
0,0
0,0
3.525,6
%
1,17
0,08
0,00
0,00
0,02
0,00
0,00
0,00
0,01
4,91
0,00
0,05
0,65
0,07
0,03
0,00
0,27
1,05
0,08
0,44
0,01
0,05
0,18
0,00
0,00
0,00
0,55
Ha
240,6
816,7
0,0
0,0
485,3
447,8
0,0
0,0
0,0
15.668,7
0,0
319,9
2.604,8
94,1
121,6
0,0
650,1
1.528,3
179,8
706,2
19,4
887,3
808,7
0,0
0,0
0,0
1.531,0
%
0,0
0,1
0,0
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
2,4
0,0
0,1
0,4
0,0
0,0
0,0
0,1
0,2
0,0
0,1
0,0
0,1
0,1
0,0
0,0
0,0
0,2
Ha
10.429,4
11.536,9
9.270,0
6.197,7
16.556,7
8.974,2
6.220,2
0,4
4.163,8
285.153,3
6.728,0
8.144,2
24.243,2
7.515,4
4.482,3
4.389,3
13.723,0
28.343,7
8.424,6
15.356,3
5.624,9
6.833,9
15.168,3
2.297,7
5.667,3
4.660,0
17.538,0
%
1,63
1,80
1,45
0,97
2,59
1,40
0,97
0,00
0,65
44,58
1,05
1,27
3,79
1,17
0,70
0,69
2,15
4,43
1,32
2,40
0,88
1,07
2,37
0,36
0,89
0,73
2,74
83
Kabupaten/Kota
(Kecamatan)
Kec.Jonggol
Kec.Kemang
Kec.Leuwiliang
Kec.Megamendung
Kec.Nanggung
Kec.Parung
Kec.Parungpanjang
Kec.Rumpin
Kec.Sukaraja
Kec.Tanah Sereal
Kec.Tanjung Sari
Kec.Tenjo
Kabupaten Tangerang
Kec.Balaraja
Kec.Cikupa
Kec.Cisoka
Kec.Curug
Kec.Kresek
Kec.Kronjo
Kec.Legog
Kec.Mauk
Kec.Pasarkemis
Kec.Rajeg
Kec.Sepatan
Kec.Teluknaga
Kec.Tigaraksa
Kota Bekasi
K;S
K;TS
TK;S
TK;TS
Luas Total
Luas
Ha
15.490,3
4.773,9
5.038,6
3.662,6
8.452,0
6.338,0
4.266,3
10.360,4
4.010,4
2.066,7
0,2
3.299,1
77.507,2
4.990,8
6.188,2
6.342,0
4.145,2
4.649,2
5.580,9
9.306,1
8.376,5
5.242,1
4.333,4
6.554,0
5.255,0
6.543,9
16.838,5
%
2,42
0,75
0,79
0,57
1,32
0,99
0,67
1,62
0,63
0,32
0,00
0,52
12,12
0,78
0,97
0,99
0,65
0,73
0,87
1,45
1,31
0,82
0,68
1,02
0,82
1,02
2,63
Ha
8.751,0
552,7
4.521,1
1.119,5
3.387,3
0,0
1.061,3
1.477,8
307,1
0,0
0,5
1.441,8
8.969,7
1.077,6
1.429,2
1.382,4
125,7
152,4
143,6
2,8
457,0
1.011,6
216,1
657,7
915,7
1.398,0
2.497,1
%
1,37
0,09
0,71
0,18
0,53
0,00
0,17
0,23
0,05
0,00
0,00
0,23
1,40
0,17
0,22
0,22
0,02
0,02
0,02
0,00
0,07
0,16
0,03
0,10
0,14
0,22
0,39
Ha
1.615,5
0,0
1.251,4
111,9
2.248,8
0,0
1.287,0
401,1
0,0
0,0
0,0
2.501,3
934,2
0,0
1,7
0,0
0,0
0,2
130,4
0,0
104,6
9,2
0,3
172,9
514,8
0,0
0,0
%
0,25
0,00
0,20
0,02
0,35
0,00
0,20
0,06
0,00
0,00
0,00
0,39
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,00
0,02
0,00
0,00
0,03
0,08
0,00
0,00
Ha
1.664,1
0,0
1.073,3
993,0
1.564,7
0,0
101,2
494,5
25,9
0,0
0,0
300,8
4.999,5
335,3
1,1
4,4
0,0
482,0
1.147,1
0,0
571,2
287,8
467,2
946,7
756,8
0,0
0,0
%
0,3
0,0
0,2
0,2
0,2
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
0,8
0,1
0,0
0,0
0,0
0,1
0,2
0,0
0,1
0,0
0,1
0,1
0,1
0,0
0,0
Ha
27.520,8
5.326,6
11.884,4
5.887,0
15.652,9
6.338,0
6.715,8
12.733,8
4.343,4
2.066,7
0,7
7.543,0
92.410,6
6.403,6
7.620,2
7.728,8
4.270,9
5.283,7
7.002,0
9.308,9
9.509,3
6.550,7
5.016,9
8.331,4
7.442,3
7.941,9
19.335,5
%
4,30
0,83
1,86
0,92
2,45
0,99
1,05
1,99
0,68
0,32
0,00
1,18
14,45
1,00
1,19
1,21
0,67
0,83
1,09
1,46
1,49
1,02
0,78
1,30
1,16
1,24
3,02
842
Kabupaten/Kota
(Kecamatan)
Kec.Bantargebang
Kec.Bekasi Barat
Kec.Bekasi Selatan
Kec.Bekasi Timur
Kec.Bekasi Utara
Kec.Jatiasih
Kec.Jatisampurna
Kec.Pondokgede
Kota Bogor
Kec.Bogor Barat
Kec.Bogor Selatan
Kec.Bogor Tengah
Kec.Bogor Timur
Kec.Bogor Utara
Kota Depok
Kec.Beji
Kec.Cimanggis
Kec.Limo
Kec.Pancoran Mas
Kec.Sawangan
Kec.Sukmajaya
Kota Tangerang
Kec.Batuceper
Kec.Ciledug
Kec.Cipondoh
Kec.Jatiuwung
Kec.Tangerang
K;S
K;TS
TK;S
TK;TS
Luas Total
Luas
Ha
3.906,5
1.475,0
1.846,5
2.845,8
507,6
2.087,8
2.057,6
2.111,6
6.305,2
1.659,1
1.508,8
707,9
851,6
1.577,7
17.784,2
1.486,6
5.316,1
2.142,1
1.486,6
4.234,9
3.117,8
15.044,4
3.643,0
2.826,0
3.674,3
2.744,9
2.156,2
%
0,61
0,23
0,29
0,44
0,08
0,33
0,32
0,33
0,99
0,26
0,24
0,11
0,13
0,25
2,78
0,23
0,83
0,33
0,23
0,66
0,49
2,35
0,57
0,44
0,57
0,43
0,34
Ha
1,6
653,1
527,1
218,6
944,4
152,1
0,0
0,0
1.848,9
166,8
1.226,0
9,4
446,6
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
2.616,6
1.216,6
0,0
35,2
803,0
561,9
%
0,00
0,10
0,08
0,03
0,15
0,02
0,00
0,00
0,29
0,03
0,19
0,00
0,07
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,41
0,19
0,00
0,01
0,13
0,09
Ha
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
0,0
0,0
0,1
0,0
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Ha
%
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
6,2
3,0
0,0
0,0
3,2
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Ha
3.908,2
2.128,2
2.373,6
3.064,5
1.452,0
2.239,9
2.057,6
2.111,6
8.154,1
1.825,9
2.734,9
717,4
1.298,3
1.577,7
17.784,2
1.486,6
5.316,1
2.142,1
1.486,6
4.234,9
3.117,8
17.667,3
4.862,5
2.826,0
3.709,5
3.551,1
2.718,1
%
0,61
0,33
0,37
0,48
0,23
0,35
0,32
0,33
1,27
0,29
0,43
0,11
0,20
0,25
2,78
0,23
0,83
0,33
0,23
0,66
0,49
2,76
0,76
0,44
0,58
0,56
0,42
85
Kabupaten/Kota
(Kecamatan)
Kota Tangerang Selatan
Kec.Ciputat
Kec.Pamulang
Kec.Pondok Aren
Kec.Serpong
Luas Total
K;S
K;TS
TK;S
TK;TS
Luas Total
Luas
Ha
17.972,4
4.387,2
1.930,7
2.733,7
8.920,7
463.946,9
%
2,81
0,69
0,30
0,43
1,39
72,53
Ha
91,5
0,0
0,0
0,0
91,5
110.720,0
%
0,01
0,00
0,00
0,00
0,01
17,31
Ha
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
41.525,7
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6,49
Keterangan:.
K;S
: Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
K;TS
: Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan
TK;S
: Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan
TK;TS : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan
Ha
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
23.448,7
%
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
3,67
Ha
18.063,8
4.387,2
1.930,7
2.733,7
9.012,2
639.641,3
%
2,82
0,69
0,30
0,43
1,41
100,00
2
86
Lampiran 18. Hasil Foto-foto Cek Lapang
No
Foto Pengamatan
Koordinat
S
E
Altitute
Lokasi
Keterangan
1
6° 32' 651"
106° 31' 694"
340 m
Kec. Cigudeg,
 IV---->B-2--->Kebun
Kabupaten
 Lereng agak curam
Bogor
6° 30' 764"
106° 29' 955"
178 m
Kec. Cigudeg,
 III---->B-4--->Belukar/Semak
Kabupaten
 Lereng agak curam
Bogor
6° 28' 417"
106° 30' 419"
126 m
Kec. Cigudeg,
Kabupaten
 VII---->B-4--->Kebun
Bogor
2
3
87
4
6° 33' 006"
106° 30' 178"
177 m
Desa
Sukamaju,
 VIII---->B-4--->Permukiman
Kec. Cigudeg,  Di belakang dan samping
Kabupaten
rumah ini adalah pegunungan
Bogor
296 m
 III---->B-4--->Sawah Tadah
Kec. Cigudeg,
Hujan
Kabupaten
 Di lapang belum ditanami padi
Bogor
karena kondisi saat musim
kemarau
252 m
 IV---->B-4--->Sawah Irigasi
 Disamping lahan ini terdapat
Kec. Cigudeg,
sungai besar yang digunakan
Kabupaten
untuk pengairan sawah dan
Bogor
penggunaan yang lain seperti
untuk mandi, mencuci, dll.
5
6° 32' 973"
106° 30' 399"
6
6° 33' 170"
106° 30' 865"
88
2
7
6° 34' 802"
106° 32' 869"
301 m
Kec.
Nanggung,
Kabupaten
Bogor
 III---->B-4--->Badan Air
518 m
Desa Bantar
Karet, Kec.
Nanggung,
Kabupaten
Bogor
 VII---->B-4--->Sawah Tadah
Hujan
 Di lapang digunakan untuk
perkebunan pisang dan sengon
537 m
Desa Bantar
Karet, Kec.
Nanggung,
Kabupaten
Bogor
 VII---->B-4--->Sawah Tadah
Hujan
 Area ini sekarang digunakan
unuk pertambangan dan
terdapat pabrik pengolahan
limbah
8
6° 38' 819"
106° 34' 168"
9
6° 38' 485"
106° 34' 355"
89
10
6° 32' 426"
106° 40' 812"
167 m
Kec.
Cibungbulan,
Kabupaten
Bogor
6° 34' 706"
106° 45' 227"
212 m
Kec. Ciomas,
Kabupaten
Bogor
 II---->B-2--->Sawah Irigasi
177 m
Kec.
Cibungbulan,
Kabupaten
Bogor
 III---->B-4/HP-->Permukiman
 Selain hal tersebut, di area ini
penggunaan lahannya juga
terdapat semak belukar
 III---->B-4/HP-->Permukiman
11
12
6° 32' 464"
106° 40' 806"
902
13
6° 12' 625"
106° 53' 433"
39 m
Kelurahan
 II---->B-1--->Permukiman
Cipinang, Kec.
 Di area ini sudah tidak ada
Pulogadung,
lahan untuk meresapkan air
Jakarta Timur
6° 11' 972"
106° 53' 163"
41 m
Kec.
Pulogadung,
Jakarta Timur
 III---->B-1--->Permukiman
39 m
Kelurahan
Kayu Putih,
Kec.
Pulogadung,
Jakarta Timur
 Keadaan sungai yang sangat
kotor yang digunakan sebagai
tempat pembuangan sampah
oleh masyarakat
14
15
6° 11' 274"
106° 53' 817"
91
16
6° 12' 695"
106° 51' 619"
38 m
Kelurahan
Palmeriem,
Kec.
Jatinegara,
Jakarta Timur
35 m
 III---->B-1--->Permukiman
Kelurahan
 DI belakang area ini
Bukit Duri,
merupakan bagian hilir sungai
Kec. Tebet,
ciliwung, dan sering terjadi
Jakarta Selatan
banjir saat musim hujan turun
 III---->B-1--->Rumput
 Sekarang menjadi ruang
terbangun
17
6° 13' 038"
106° 51' 745"
2
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lamongan di Desa Sendangharjo Brondong tepatnya
pada tanggal 12 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan
ibu Soniati dan bapak Sonadi. Penulis memiliki satu saudara, Muhammad Nashrul
Fatikh yang sekarang masih duduk di kelas VIII SMP.
Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis diantaranya adalah
Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal pada tahun 1993-1996 di
Sendangharjo. Sekolah Dasar pada tahun 1996-2002 di SDN 1 dan MIM-7
Sendangharjo. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 20022005 di SMPN 1 Brondong, Lamongan. kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Atas pada tahun 2005-2008 di MA Al-Ishlah Pondok Pesantren AlIshlah Sendangagung, Paciran, Lamongan. Setelah lulus dari SMA pada tahun
2008, penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan diterima di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Beaseswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementrian Agama RI.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi ekstrakurikuler
luar kampus seperti di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Bogor
sebagai anggota bidang pengkaderan pada tahun 2010-2011 dan aktif di
ekstrakurikuler dalam kampus seperti CSS MoRA IPB (Community of Santri
Scholars of Ministry of Religious Affairs IPB) sebagai anggota Divisi Sosial dan
Lingkungan pada tahun 2010-2011. Penulis juga sering mengikuti beberapa
kegiatan maupun kepanitiaan seperti seminar baik seminar tingkat nasional
maupun tingkat internal IPB sendiri. Pada bulan Juli 2011 penulis mengikuti
perlombaan PKM-P (Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian) sebagai
salah satu finalis dalam acara Pekan Ilmiah Nasional “PIMNAS XXIV” di
Universitas Hasanuddin Makassar. Pada tahun 2012 ini penulis menjadi asisten
dalam praktikum mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan
Download