ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN (Studi Kasus Jabodetabek) TUTUK LUFITAYANTI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Tutuk Lufitayanti NIM A14080082 RINGKASAN TUTUK LUFITAYANTI. Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek). Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan LA ODE SYAMSUL IMAN. Jabodetabek merupakan kawasan metropolitan terbesar dan paling dinamis di Indonesia yang pertumbuhannya disertai dengan tingginya laju kebutuhan akan permukiman dan fasilitas perkotaan lainnya. Tata ruang di kawasan ini dicirikan oleh adanya ketidakkonsistenan tata ruang yang terjadi antara penggunaan lahan dengan RTR yang telah ditetapkan. Hal ini terutama terjadi pada kawasan perkotaan dan sekitarnya. Ketidakkonsistenan juga terjadi akibat RTRW/RTR Kawasan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan terutama kemampuan lahan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis penggunaan lahan aktual wilayah Jabodetabek tahun 2010, (2) Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 tahun 2008, (3) Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap kemampuan lahan wilayah, dan (4) Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 tahun 2008 terhadap kemampuan lahan wilayah. Metode penelitian yaitu menggunakan overlay peta sesuai dengan kombinasi parameter dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 jenis penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 2010 dengan penggunaan lahan terbesar adalah penggunaan lahan untuk sawah irigasi sebesar 169.156,5 Ha (26,45%), selanjutnya penggunaan lahan untuk permukiman sebesar 157.728,5 Ha atau 24,66%. Luas penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan sebesar 65.286,0 Ha (10,21%). Inkonsistensi peruntukan lahan tertinggi terjadi pada peruntukan zona B4/HP (peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundang-undangan), sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten tertinggi adalah belukar/semak. Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dengan ketidaksesuaian kemampuan lahan tertinggi terjadi pada lahan kelas III dan penggunaan lahan yang tidak sesuai tertinggi adalah permukiman. Peruntukan lahan RTR Kawasan Jabodetabek yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 145.657,5 Ha (22,77%). Ketidaksesuaian kemampuan lahan terbesar terjadi pada lahan kelas III, sedangkan peruntukan lahan RTR Kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan tertinggi terjadi pada peruntukan zona B-2 (perumahan hunian sedang) dan zona B-1 (perumahan hunian padat). Kata kunci : evaluasi lahan, inkonsistensi tata ruang, RTRW, kemampuan lahan, Jabodetabek SUMMARY TUTUK LUFITAYANTI. Inconsistency Analysis of Land Use toward Spatial Plan and Land Capability (Case Study Jabodetabek). Under the Supervised of ERNAN RUSTIADI and LA ODE SYAMSUL IMAN. Jabodetabek is the greatest metropolitan region and the most dynamic region in Indonesia where economic growth is accompanied by a hight rate of demand for housing and other urban facilities. Spatial planning in this region is characterized by inconsistencies that occur between land use/cover, spatial plan as well as land capability. Inconsistencies also occur due to RTR that a lack of attention to environmental carrying capacity, especially land capability. The purposes of this study are: (1) to analyze the land use Jabodetabek in 2010, (2) to evaluate the inconsistencies between land use in 2010 againts the allotment of land according to Jabodetabekpunjur Region Spatial Plan (RTR), President Decree no. 54 year 2008, (3) to evaluate incompatibility of land use in 2010 to land capability, and (4) to evaluate the incompatibility of the allotment of land according to Jabodetabekpunjur Region Spatial Plan (RTR) to land capability criterias. The method of this research is using a combination of overlayed maps in accordance with the parameters and analyzed descriptively. The result showed that there are 11 types of land use of Jabodetabek in 2010 with the largest land use is land use for rice irrigated of 169.156,5 Ha or 26,45%, then settlement area of 157.728,5 Ha or 24,66%. Area of land use that is inconsistent with land allotment of RTR Region of 65.286,0 Ha or 10,21%. The greatest inconsistency on land allotment is occurred in allotment for B-4/HP zone (allotment for B-4 zone that ascertained as fixed production forest sphere or confined production forest sphere according to law regulation), while the land use wich most inconsistent is grove/shrubs. Land use that is not compatible to land capability are 134.874,9 Ha (21,09%) with the greatest incompatibility of land capability are on the land class III and the land use with greatest incompatibility is settlement area. The land allotment of RTR Region that is not compatible to land capability are in wide of 145.657,5 Ha (22,77%). Land capability class with the highest of inconsistency rate are the land classes III and II, while the largest allotment of lands that is not compatible with land capability are occured on allotment for B-2 zone (moderate density settlement) and B-1 zone (hight density settlement). Keywords: land evaluation, spatial plan inconsistency, spatial planning, land capability, Jabodetabek ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN (Studi Kasus Jabodetabek) TUTUK LUFITAYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Judul : Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek) : Tutuk Lufitayanti : A14080082 : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Nama NIM Departemen Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr NIP. 19651011 199002 1 002 Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP. 19621113 198703 1 003 Tanggal Lulus: PRAKATA Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pembuatan skripsi ini diawali dengan penelitian yang dilakukan dari bulan Januari hingga Oktober 2012 dengan judul Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek). Cakupan wilayah penelitiian adalah kawasan Jabodetabek. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pemerintah Jabodetabek khususnya dan bagi para pembaca pada umunya dalam menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan yang terkait dengan penataan ruang wilayah Jabodetabek khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat beberapa kekurangan, namun berkat bimbingan, bantuan, dan motivasi dari beberapa pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi I dan dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, saran, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal penulis masuk Departemen ITSL sampai pada penyusunan skripsi ini selesai. 2. Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan dukungannya dalam penyelasaian skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Mbak Dian dan mbak Emma yang telah banyak membantu penulis. 4. Bu Rohmi (BBSDLP), pak Didit, dan pak Andi (P4W) atas bantuannya dalam mendapatkan data penelitian. 5. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc yang telah menjadi dosen moderator dalam seminar dan sebagai dosen penguji ujian skripsi yang telah banyak memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis. 6. Bapak, ibu, dan adik yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang, semangat dan doa setiap saat. 7. Kementrian Agama yang telah membiayai kuliah penulis dari awal masuk hingga kelulusan ini. 8. Teman-teman seperjuangan baik dari CSS MoRA 4Riot IPB, maupun soiler 45: Dian, Ghera, mas Aul, Eva, Ardly, Siti, Nia, Eka, Inpus, Cecep, Uun, Mia, Etika, Muti, Wuri, Grahan, Jalal, Aida, Robi, dan pihak lain yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Tutuk Lufitayanti DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii I PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Permasalahn ................................................................................. 1.3. Tujuan .......................................................................................... 1.4. Batasan Penelitian ....................................................................... 1 1 2 2 2 II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1. Penggunaan/Penutupan Lahan ..................................................... 2.2. Tata Ruang dan Penataan Ruang ................................................ 2.3. Kemampuan Lahan ..................................................................... 2.4. Kawasan Jabodetabek ................................................................. 2.5. Sistem Informasi Geografis ........................................................ 5 5 6 7 10 11 III METODOLOGI .................................................................................. 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................... 3.2. Data, Sumber Data, dan Alat ...................................................... 3.3. Metode Penelitian ....................................................................... 3.3.1. Tahap Persiapan, Studi Literatur, dan Pengumpulan Data ............................................................................... 3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial ............. 3.3.3. Pengecekan Lapang ...................................................... 3.3.4. Tahap Analisis Data ..................................................... 13 13 13 14 IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN .................................. 4.1. Letak dan Lokasi Penelitian ......................................................... 4.2. Iklim ............................................................................................. 4.3. Geologi dan Geomorfologi ......................................................... 4.4. Tanah ........................................................................................... 17 17 18 18 19 V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 5.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan .................................................... 5.3. Peruntukan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 ........................ 5.4. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek ................................................................................. 5.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual 21 21 23 15 15 16 16 26 28 terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR ................................................ 5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan Lahan Aktual ................................................................ 5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Wilayah ....................................................... 5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan Wilayah ........................................ 5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan /penutupan Lahan Aktual ............................................. 5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek terhadap Kemampuan Lahan Wilayah ... 5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan ....................................................... 5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan ......................................................... 5.7. Analisis Penggunaan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan dan Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek ................... 34 36 37 43 44 46 51 52 53 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 6.2. Saran ............................................................................................ 57 57 58 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... LAMPIRAN .............................................................................................. 59 61 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan ................................. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ..... Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota di Wilayah Penelitian ................................................................................. Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 Jabodetabek dengan Luas (Ha) dan Proporsinya (%) ............................................... Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan ................................................................. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Peruntukan Lahan Menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 ........................................................................................ Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan RTR ...................................................................... Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan RTR ...................................................................... Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan ................................................... Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan ................................................... Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan ................................................................. Kabupaten/kota dengan Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan ................................................... Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3 Parameter .............................................................................. 10 13 18 22 25 27 29 31 38 41 47 50 54 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Bagan Alir Metode Penelitian ............................................... Peta Administrasi Jabodetabek .............................................. Peta Penggunaan/penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010 Grafik Sebaran Tipe Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 di Jabodetabek .............................................................. Peta Kemampuan Lahan Wilayah Jabodetabek ................... Grafik Sebaran Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota ..................................................................... Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 Peta Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek .................... Urutan 10 Besar Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan RTR ....................................................................................... Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek (Ha) ........... Jumlah Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek pada Setiap Kabupaten/kota .......................................................... Luas Rata-rata (Ha) Poligon Terbesar Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota .................. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/ Penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR ...................................... Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR (%) ................. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/ Penutupan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual ........................................................................ Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaan/ Penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%) ................... Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek ............................ Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan ................................................. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual 14 17 21 23 24 25 28 30 30 31 33 33 34 35 36 37 38 39 2 terhadap Kemampuan Lahan (Ha) ........................................ Gambar 20. Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/ Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota .......................................................... Gambar 21. Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota (Ha) ................................... Gambar 22. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan ................... Gambar 23. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) .. Gambar 24. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan ............ Gambar 25. Urutan 5 Besar Persenatse Luas Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Penggunaan/penutupan Lahan (%) .............. Gambar 26. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek ........................................... Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan ............................................................... Gambar 28. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Terbesar Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan (Ha) ...................................................... Gambar 29. Kabupaten/kota dengan Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan ................................................. Gambar 30. Kabupaten/kota dengan Luas Rata-rata (Ha) Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan (Ha) ......................... Gambar 31. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan ................... Gambar 32. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) ............. Gambar 33. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan ............ Gambar 34. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan (%) .................... Gambar 35. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi dari Penggunaan Lahan, Peruntukan Lahan, dan Kemampuan Lahan ..................................................................................... 40 42 42 43 44 45 45 46 48 48 49 50 51 52 53 53 55 3 Gambar 36. Grafik Sebaran 3 Parameter di Kabupaten/kota di Jabodetabek ........................................................................... 56 4 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 17. Matrik Logik Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek ........................................................................ Matrik Logik Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek .. Matrik Logik Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek ........................................ Luas (Ha) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten /kota di Jabodetabek ........................................................... Proporsi Luas (%) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek .......................................... Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek .......................................... Proporsi Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ............................... Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ............................... Proporsi Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ................ Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Peruntukan Lahan RTR ...................................................... Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual ................................ Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan .................................................................................. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Tipe Penggunaan/ Penutupan Lahan Aktual .................................................... Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan ............................................................. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR ......................................................................... Sebaran Analisis 3 Parameter di Kabupaten/kota di Wilayah Penelitian .............................................................. Sebaran Analisis 3 Parameter di Tiap Kecamatan di Wilayah Jabodetabek .......................................................... Hasil Foto-foto Cek Lapang ............................................... 63 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 86 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jabodetabek merupakan satuan wilayah yang terdiri dari sembilan wilayah administratif. Wilayah tersebut meliputi DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi (Jabodetabek). Wilayah Jabodetabek merupakan wilayah aglomerasi perkotaan terbesar dan paling dinamis di Indonesia. Jakarta sebagai ibukota Negara Indonesia dan Bodetabek sebagai wilayah yang ada di sekitarnya (hinterland) merupakan pusat perekonomian nasional sehingga tidaklah heran jika wilayah-wilayah tersebut sangat dinamis perkembangannya. Peningkatan penduduk di Jabodetabek menyebabkan kebutuhan alokasi pemanfaatan ruang untuk aktifitas perkotaan semakin meningkat pula. Kebutuhan lahan untuk kegiatan permukiman dan penggunaan perkotaan lainnya seperti perindustrian, pertokoan, dan lain-lain juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan alih fungsi penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek. Perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek banyak terjadi dari penggunaan lahan pertanian menjadi penggunaan lahan non pertanian atau menjadi kawasan terbangun terutama permukiman sebagaimana pada tahun 1992 hingga 2001 telah terjadi peningkatan penggunaan permukiman di Jabodetabek sebesar 10,05% (Deni 2004). Rencana Tata Ruang dan pemanfaatan ruang harus memperhatikan semua aspek yang ada baik sosial, ekonomi maupun aspek lingkungan. Aspek yang masih kurang dipertimbangkan dengan memadai dalam memanfatakan ruang adalah aspek lingkungan terutama terkait dengan daya dukung. Hal ini berakibat pada pemanfaatan ruang tidak seimbang dengan lingkungan yang ada dan akhirnya dapat melampaui batas dari daya dukung lingkungan. Pada dasarnya evaluasi daya dukung wilayah sangat terkait erat dengan evaluasi sumberdaya lahan, dimana satuan lahan yang memiliki hambatan tinggi akan sesuai untuk menjadi kawasan lindung, dan sebaliknya yang memiliki hambatan rendah dapat menjadi kawasan budidaya (Rustiadiet al. 2011). Berdasarkan UU No. 26/2007 pasal 19 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa penyusunan Rencana Tata Ruang Nasional harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa Rencana Tata Ruang kawasan Jabodetabek harus didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan yang salah satu parameternya dapat dilihat dari kemampuan lahan wilayahnya. Pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Sistem keterpaduan dari penataan ruang Jabodetabek ini nantinya akan dapat mempengaruhi penataan ruang dalam skala nasional. Hal ini disebabkan karena wilayah Jabodetabek merupakan salah satu wilayah strategis nasional yang penataan ruangnya perlu ditata sebaik-baiknya. Adanya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau Kawasan menyebabkan terjadinya beberapa permasalahan terkait dengan penataan ruang seperti banjir, longsor, dan sebagainya. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terjadi inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2001 terhadap peruntukan lahan kawasan di Jabodetabek sebesar 8,50% dari total 2 luas wilayah Jabodetabek (Nurhasanah 2004). Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya pemanfaatan ruang yang belum memperhatikan RTR Kawasan yang telah ditetapkan. Penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan kawasan sebesar 10,21%. Hal ini mengindikasikan bahwa inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan akan terus meningkat jika dibiarkan terus menerus. Oleh sebab itu, analisis penyimpangan/inkonsistensi penggunaan lahan perlu dilakukan untuk melihat besarnya inkonsistensi penggunaan lahan aktual dengan Rencana Tata Ruang Kawasan yang terjadi. Analisis kemampuan lahan suatu wilayah juga harus diperhatikan mengingat penggunaan suatu lahan dan Rencana Tata Ruang harus disesuaikan dengan kapasitas/karakteristik fisik lingkungan lahan/wilayah. I.2. Permasalahan Wilayah Jabodetabek merupakan wilayah aglomerasi kawasan permukiman terbesar di Indonesia. Sebagian besar penduduk khususnya masyarakat pedesaan melakukan perpindahan dari desa ke kota, salah satunya ke Jakarta sebagai ibu kota negara dan di Bodetabek sebagai daerah hinterland di sekitar Jakarta. Selain hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk Jabodetabek setiap tahunnya mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pemanfaatan lahan permukiman yang semakin luas dan semakin berkembang. Pemanfaatan lahan yang tidak terkendalikan secara bijaksana akan dapat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya lahan dan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. 1.3. Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan dan kemampuan lahan di Jabodetabek. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis penggunaan lahan aktual wilayah Jabodetabek tahun 2010 2. Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 Tahun 2008 3. Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap kemampuan lahan wilayah. 4. Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 Tahun 2008 terhadap kemampuan lahan I.4. Batasan Penelitian 1. Evaluasi kemampuan lahan tidak memasukkan aspek-aspek penerapan teknik konservasi lahan di wilayah Jabodetabek. 2. Parameter kemampuan fisik tanpa memasukkan aspek banjir dan batuan permukaan 3 3. Penggunaan/penutupan lahan aktual wilayah Jabodetabek tidak memperhitungkan luas poligon minimum atau poligon yang lebih kecil dari satuan lahan terkecil. 4 5 I. 1.1. TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan/Penutupan Lahan Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut berpengaruh pada penggunaannya (Rustiadi et al. 2010). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantarannya adalah aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lampau maupun saat sekarang. Pengertian penggunaan lahan menurut Arsyad (2006) merupakan setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Terdapat dua golongan besar penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara berkesinambungan. Pengertian penutupan lahan (land cover) merupakan kenampakan visual yang dapat dilihat tanpa memperhatikan pemanfaatan untuk manusia. Menurut Sitorus (2004), secara umum penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: penggunaan lahan pedesaan, secara umum dititik beratkan pada produksi pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan, dan penggunaan lahan perkotaan, secara umum dititik beratkan untuk tempat tinggal, pemusatan ekonomi, layanan jasa, dan pemerintahan. Berdasarkan Permen RI No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disebutkan bahwa kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Hasil penelitian oleh Deni (2004) menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 1992 hingga 2001 sebesar 10,05% untuk permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan terutama untuk permukiman akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan penduduk, peningkatan jumlah fasilitas, dan seiring dengan perkembangan wilayah. Penggunaan lahan dari luasan lahan yang satu berbeda dengan luasan lahan yang lain. Terdapat beberapa jenis penggunaan lahan yang dapat dianalisis dalam suatu lahan tertentu. Jenis-jenis penggunaan lahan pada umumnya disesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan masing-masing, kesuburan tanah, dan dilihat pada topografi yang ada. Penggunaan lahan memerlukan mekanisme pemantauan yang baik mengingat fungsi dan peranan yang sangat penting. Terdapat dua mekanisme utama dalam pemantauan tersebut, diantaranya adalah pengamatan lapangan dan 6 pemanfaatan data penginderaan jauh. Berdasakan literatur yang ada, telah banyak digunakan data-data penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan dan pemantauan penggunaan lahan (Anjani 2010). Tata Ruang dan Penataan Ruang Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU RI No. 26 tahun 2007). Menurut Rustiadi et al. (2011) penataan ruang merupakan upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang dari satu keseimbangan menuju kepada keseimbangan yang baru atau yang lebih baik. Setiap penataan ruang tidak terlepas dari adanya rencana tata ruang wilayah. Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota, serta rencanarencana yang lebih detil lagi. Selain Rencana Tata Ruang tersebut, terdapat lagi Rencana Tata Ruang untuk kawasan khusus, diantaranya adalah penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur. Pemanfaatan ruang merupakan wujud dari operasionalisasi Rencana Tata Ruang atas pelaksanaan pembangunan. Pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban tehadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW yang ada. Rencana Tata Ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan secara seimbang. Interaksi tersebut bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (Algamar 2003). Pemanfaatan ruang merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun. Namun, seiring dengan perkembangan wilayah yang semakin pesat, kompleksitas permasalahan tentang penataan ruang semakin meningkat yang disebabkan karena penggunaan dan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari RTRW. Hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi ketimpangan antara penggunaan lahan aktual dengan RTRW yang telah ditetapkan. Ketimpangan tersebut pun dapat dikatakan inkonsistensi penggunaan lahan dengan RTRW. Konsistensi penggunaan lahan dapat dilihat dari kesesuaian antara penggunaan atau pemanfaatan ruang terhadap RTRW. Analisis inkonsistensi penggunaan lahan terhadap RTRW bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan aktual sesuai dengan RTRW ataukah malah sebaliknya tidak sesuai (Afifah 2010). Penelitian yang telah dilakukan oleh Deni (2004) menunjukkan bahwa pada periode tahun 1992 hingga 2001 di Jabodetabek telah terjadi pengurangan luasan kawasan lindung sebesar 16,00%. Hal lain yang terjadi yaitu semakin 1.2. 7 luasnya alokasi kawasan lindung yang telah dirambah oleh masyarakat sehingga kawasan lindung Jabodetabek hanya tinggal 0,60% dibandingkan dengan total wilayah Jabodetabek (Panuju 2004). Kejadian demikian menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual tidak konsisten terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan yang telah ditetapkan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan dapat mengancam keberlanjutan dari wilayah Jabodetabek sendiri. Terdapat beberapa sasaran penyelenggaraan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur yang tercantum dalam Peraturan Presiden RI No. 54 tahun 2008 pada bab I pasal 2 tentang penataan ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, diantaranya adalah (1) terwujudnya kerjasama penataan ruang antar pemerintah kabupaten dan kota dalam kawasan Bopunjur, (2) terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna dengan ketentuan-ketentuan tertentu, (3) terciptanya optimalisasi fungsi budidaya, dan yang (4) adalah terciptanya keseimbangan antara fungsi budidaya dan lindung. Kemampuan Lahan Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun untuk nonpertanian. Potensi suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang terdiri dari lereng, topografi, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan dan hidrologi, serta persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh lainnya. Menurut Rustiadi et al. (2010) terdapat dua metode yang dikenal dalam penilaian suatu lahan yaitu evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kemampuan lahan merupakan evaluasi potensi suatu lahan yang didasarkan atas kecocokkan lahan untuk penggunaan secara umum misalnya daerah pertanian, penggembalaan, hutan, dan cagar alam. Evaluasi kemampuan lahan ini menjelaskan bahwa lahan yang mempunyai kemampuan lahan tinggi akan mempunyai pilihan penggunaan yang lebih banyak dan baik untuk pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya. Lahan dengan kemampuan yang tinggi bahkan dapat juga digunakan untuk keperluan non pertanian seperti permukiman, industri dan lain-lain. Sebaliknya lahan dengan kemampuan rendah mengindikasikan bahwa lahan tersebut mempunyai hambatan yang lebih banyak. Produk yang diharapkan dari lahan yang berkemampuan rendah adalah jasa lingkungan, misalnya lahan tersebut digunakan sebagai daerah perlindungan atau kawasan lindung. Menurut Sitorus (1986) klasifikasi kemampuan lahan merupakan pengelompokan tanah kedalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus menerus maupun berkelanjutan. Klasifikasi penggunaan lahan ini menetapkan jenis penggunaan lahan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi khususnya tanaman secara lestari. Terdapat beberapa keuntungan yang didapatkan dari evaluasi kemampuan lahan ini sehingga evaluasi kemampuan lahan dapat juga digunakan dalam 1.3. 8 penilaian permulaan secara umum terhadap sumberdaya lahan di daerah-daerah yang belum berkembang yaitu dengan alasan-alasan sebagai berikut (Sitorus 1985): 1. Sistem ini didasarkan pada evaluasi dari keadaan dan tingkat penghambat sifat-sifat fisik, maka sistem ini berguna untuk penilaian obyektif, penilaian perbandingan, dan menghindarkan bias pengaruh subyektif bagi wilayah yang sedang diklasifikasaikan. 2. Sistem ini hampir keseluruhan didasarkan pada sifat-sifat fisik lahan, dan faktor ekonomis tidak dipertimbangkan kecuali asumsi untuk tindakan pengelolaan tertentu yang digunakan. 3. Sistem tersebut menunjukkan macam penggunaan lahan yang sesuai untuk lahan dengan faktor-faktor penghambat tertentu, sekaligus dengan tindakan pengelolaan yang dibutuhkan untuk dapat mengatasi faktor penghambat tersebut. Menurut Arsyad (2006) klasifikasi kemampuan lahan terbagi ke dalam tiga kategori yang digunakan yaitu kelas, sub kelas, dan satuan kemampuan (capability unit). Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi. Pengelompokan sub kelas didasarkan atas dasar jenis utama faktor penghambat atau ancaman yang dikenal yaitu ancaman erosi, kelebihan air, pembatas perkembangan akar tanaman, dan pembatas iklim. Pengelompokan di dalam satuan kemampuan yaitu pengelompokan tanah-tanah yang mempunyai keragaan dan persyaratan yang sama terhadap sistem pengelolaan yang sama bagi usaha tani tanaman pertanian pada umumnya atau tanaman rumput untuk makanan ternak atau yang lainnya. Kelas kemampuan lahan dibagi menjadi 8 kelas yaitu dari kelas I sampai pada kelas VIII (Tabel 1). Kelas I samapai kelas IV adalah kelas yang dapat ditanamai (digarap), sedangkan kelas V sampai kelas VIII tidak dapat ditanami. Uraian tentang kelas kesesuaian lahan dapat diterangkan sebagai berikut: Kelas I Kelas I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya. Kelas ini sesuai untuk segala macam penggunaan pertanian. Tanah pada kelas ini tidak mempunyai penghambat ataupun ancaman kerusakan yang berarti dan cocok untuk usaha tani yang intensif. Kelas II Tanah pada kelas II mempunyai sedikit penghambat yang dapat mengurangi pilihan penggunaannya atau membutuhkan tindakan pengaawetan yang sedang. Tanah pada kelas II ini membutuhkan pengelolaan tanah secara hatihati. Di dalam penggunaannya diperlukan tindakan-tindakan pengawetan yang ringan seperti pengolahan tanah menurut kontur. Kelas III Tanah pada lahan kelas III ini mempunyai lebih banyak penghambat dari tanah di lahan kelas II, dan bila digunakan untuk tanaman pertanian memerlukan tindakan pengawetan khusus, yang umumnya lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Apabila lahan ini diusahakan untuk pertanian membutuhkan pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, pembuatan teras dll. Kelas IV Tanah pada lahan kelas IV ini mempunyai lebih banyak penghambat yang lebih besar dibandingkan dengan lahan kelas III sehingga pemilihan jenis 9 penggunaan atau jenis tanaman juga lebih terbatas. Tanah pada lahan kelas IV ini dapat digunakan untuk berbagai jenis penggunaan pertanian dengan ancaman dan bahaya kerusakan yang lebih besar dibandingkan lahan kelas III. Apabila lahan ini diusahakan maka dibutuhkan tindakan pengelolaan khusus, yang relatif lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan kelas-kelas sebelumnya. Kelas V Tanah pada kelas V ini tidak sesuai untuk ditanami dengan tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen seperti makanan ternak atau dihutankan. Tanah pada kelas ini terletak pada tempat yang hampir datar, basah atau tergenang air dan terlalu banyak batu di atas permukaan tanah. Kelas VI Tanah pada lahan kelas VI ini tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani semusim. tetapi sesuai untuk vegetasi permanen yang dapat digunakan sebagai makanan ternak/padang rumput atau dihutankan dengan penghambat yang sedang. Tanah ini mempunyai lereng yang curam sehingga mudah tererosi, mempunyai solum yang sangat dangkal. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan tindakan pengawetan khusus seperti pembuatan teras bangku, pengolahan menurut kontur dan sebagainya. Kelas VII Tanah pada kelas VII ini tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, dan sebaiknya digunakan untuk penanaman dengan vegetasi permanen seperti padang rumput atau hutan yang disertai dengan tindakan pengelolaan yang tepat dan lebih intensif dari yang diperlukan pada lahan kelas VI. Kelas VIII Tanah pada lahan kelas VIII tidak sesuai untuk tanaman semusim dan usaha produksi pertanian lainnya dan harus dibiarkan pada keadaan alami di bawah vegetasi alami. Tanah pada lahan ini dapat digunakan untuk cagar alami, hutan lindung, atau rekreasi. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terdapat pada bab I pasal 1, pengertian daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lainnya, dan keseimbangan antar keduanya. Daya dukung lahan tergantung pada presentasi lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan yang berkelanjutan dan lestari. Penghitungan daya dukung lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan ini dapat ditentukan apakah penggunaan suatu lahan sudah melampaui daya dukungnya atau belum. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya dukung lahan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2010) di Desa Ciaruteun Ilir, antara lain adalah (1) kemampuan lahan dan penggunaan lahan, (2) degradasi lahan, (3) keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk yang tidak dapat diatasi, (4) perilaku negatif masyarakat. Penggunaan suatu lahan seharusnya sesuai dengan kemampuan lahan atau daya dukungnya. Pemanfaatan lahan yang baik memerlukan suatu perencanaan yang baik pula. Perencanaan penggunaan ruang yang baik adalah perencanaan yang berbasis pada kemampuan lahan yaitu berbasis pada daya dukung lahan (Rustiadi et al. 2010). 10 Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Faktor Penghambat Tekstur Tanah (t) Lapisan Atas (40 cm) Lereng Permukaan (%) Drainase Kedalaman Efektif (cm) Keadaan Erosi Kepekaan Erosi Kerikil/batuan (% Volume) Banjir Keterangan : (*) (**) Tekstur Erosi : : : : Drainase : Kepekaan Erosi : Kelas Kemampuan Lahan III IV V VI I II VII VIII h-s h-s h-ak h-ak (*) h-ak h-ak K 0-3 3-8 8-15 15-30 0-3 30-45 45-65 >65 d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0 >90 90-50 50-25 <25 (*) (*) (*) (*) e0 KE1/ KE2 e1 KE3 e2 KE4/ KE5 e3 KE6 (**) (*) e4 (*) e5 (*) (*) (*) 0-15 0-15 15-50 50-90 >90 (*) (*) >90 O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*) dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat tidak berlaku ah = agak halus; h = halus; ak = agak kasar; k = kasar; s = sedang e0 = tidak ada; e1 = ringan; e2 = sedang; e3 = agak berat; e4 = berat; e5 = sangat berat d0 = berlebih; d1 = baik; d2 = agak baik; d3 = agak buruk; d4= buruk; d5 = sangat buruk KE1= sangat rendah; KE2 = rendah; KE3 = sedang; KE4 = agak tinggi; KE5 = tinggi; KE6 = sangat rendah Sumber: Konservasi Tanah dan Air (Arsyad 2006). Kawasan Jabodetabek Sebagian besar wilayah Jabodetabek terdiri dari 1.160 desa (tanpa wilayah Kepulauan Seribu) dan dibatasi oleh lima Derah Aliran Sungai (DAS). Batasbatas wilayahnya adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur (Provinsi Jawa Barat) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rangkas bitung, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Serang (Provinsi Banten) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta (Provinsi Jawa Barat) Wilayah Jabodetabek terbagi menjadi kategori bentuk lahan yang disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentuk lahan tersebut adalah kawasan pesisir pantai di bagian utara, kawasan daratan di bagian tengah, dan kawasan perbukitan di bagian selatan. Keragaman jenis tanah yang berbeda-beda terdapat di Jabodetabek. Keragaman ini dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah keragaman lereng, faktor batuan induk, dan faktor iklim. Pada bagian daratan jenis tanah didominasi oleh asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Jenis penggunaan lahan yang ada di Jabodetabek terdiri dari lahan berpenggunaan badan air, ruang terbangun, hutan, kebun campuran, ladang/upland/bareland, rumput, sawah tergenang, dan sawah tidak tergenang, semak, dan tambak. Jenis penggunaan lahan yang paling dominan adalah lahan untuk ruang terbangun dengan total luas lahan 156.774,0 Ha (Septiani 2009). 1.4. 11 Peningkatan jumlah penduduk yang terus menerus menyebabkan banyaknya konversi lahan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh aparat pemerintahan. Konversi lahan pertanian terbesar di kawasan Jabodetabek adalah wilayah Tangerang dan Bekasi yang justru merupakan wilayah dengan infrastruktur pertanian terbaik di Indonesia. Konversi tersebut semakin tahun semakin meningkat (Panuju 2004). Pertumbuhan lahan terbangun di Jabodetabek yang tidak terkendali mengkonversi kawasan pertanian dan kawasan lindung sehingga membuat daya dukung kawasan menurun. Hal itu antara lain terlihat dari luasan ancaman banjir di kawasan Jabodetabek yang terus naik. Pada tahun 2000, sebanyak102 desa di Jabodetabek yang terkena banjir, tetapi tahun 2008 sudah mencapai 644 desa. Selain itu, penyediaan infrastruktur juga tidak efisien sehingga menimbulkan kemacetan dan kekumuhan yang semakin parah setiap tahunnya (http://nasional.kompas.com). Beberapa permasalahan yang terjadi di kawasan Jabodetabek diantaranya adalah tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, degradasi lahan, perkembangan infrastruktur, limbah dan terjadinya land subsidance. Permasalahan-permasalah ini banyak terjadi disebabkan oleh penyimpanganpenyimpangan terhadap Rencana Tata Ruang. Hal ini menyebabkan terlampauinya daya dukung lingkungan sehingga banyak permasalahan yang bermunculan. Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah tersebut. Dalam hal ini lahan pertanian selalu menjadi lahan yang paling banyak terkonversi. Kajian tentang penutupan lahan di Jabodetabek data tahun 1972-2001 dapat dilihat bahwa kebutuhan ruang untuk sarana permukiman dan fasilitas meningkat cukup pesat (Panuju 2004). Terjadinya inkonsistensi output Rencana Tata Ruang antar wilayah di Jabodetabekpunjur sudah tidak dapat dihindari lagi. Tidak hanya output yang dihasilkan yang cenderung tidak konsisten, tetapi terminologi penggunaan lahan di setiap wilayah yang tentunya berimplikasi pada output rencana detil pun dapat berbeda-beda antar wilayah. Permasalahan yang paling utama adalah penyimpangan yang terbesar terjadi pada kawasan lindung yang seharusnya dijaga oleh masyarakat dan pemerintah, namun malah sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Panuju (2004) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Botabek tahun 1990 telah melampaui jumlah penduduk Jakarta. Dengan data penduduk Jabodetabek tahun 1990 sampai tahun 2000 pertumbuhan penduduk Jakarta dan Bodetabek akan mengikuti persamaan saturation. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jakarta telah mencapai titik jenuh. Keadaan tersebut merupakan salah satu hal dari terlamapauinya daya dukung lingkungan yang terdapat di kawasan Jabodetabek tersebut. 1.5. Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam cakupan yang lebih luas, Sistem Informasi Geografi (SIG) diartikan sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional. Perkembangan sistem ini telah berkembang dalam 12 dua dekade terakhir ini. Pada saat sekarang ini, SIG sering diterapkan untuk teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer (Barus dan Wiradisastra 2000). Terdapat empat komponen utama dalam Sistem Informasi Geografi (SIG) yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai. Komponen perangkat keras SIG terdiri dari tiga bagian utama yaitu (a) peralatan pemasukan data, (b) peralatan penyimpanan dan pengolahan data dan (c) peralatan untuk mencetak hasil. Komponen perangkat lunak sudah banyak tersedia di pasaran dan bervariasi. Pemilihan komponen perangkat lunak untuk SIG ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah bentuk data dan sumbernya, serta kemampuan analisis data yang diinginkan. Komponen yang ketiga dan keempat yaitu sulit dipisahkan antara pengelola dan pemakai. Sistem Informasi Geografi banyak dikembangkan langsung oleh pengguna yang disesuaikan dengan kebutuhan penerapan teknologi yang cepat berkembang (Barus dan Wiradisastra 2000). 13 II. METODOLOGI 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 hingga bulan September 2012 dengan cakupan wilayah Jabodetabek yang terdiri dari delapan wilayah administrasi. Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan persiapan, pengolahan data spasial, pengecekan lapang, dan analisis data serta penyusunan laporan akhir. 2.2. Data, Sumber Data, dan Alat Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan terdiri dari peta administrasi, peta penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2010, peta tanah, Peta land system lembar Jakarta, dan peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek serta data penunjang lainnya. Data primer diperoleh dari hasil cek lapang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari komputer dengan perangkat lunak (software) data spasial ArcView GIS, Microsoft Office Excel, dan Microsoft Office Word, serta GPS dan kamera digital. Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian disajikan dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian No. 1 2 3 4 5 Jenis Data Peta Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 2010, Skala 1:100.000 Peta Tanah Semidetil Jabodetabek, skala 1:50.000 Peta Land System with Land Suitability and Environmental Hazard, Lembar : Jakarta, Skala 1:250.000 Peta Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Tahun 2008, Skala 1:150.000 Peta Administrasi Jabodetabek Ekstraksi Data - Data digeneralisasiakan informasinya, misalnya macam tanah menjadi jenis tanah Peta dikombinasikan dengan data lain seperti data SRTM (peta kontur) untuk proses pendetilan Data digeneralisasikan - Sumber Data Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan (BBSDLP) Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB Peraturan Presiden RI No. 54/2008 Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB 14 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap dalam penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima tahapan yang terdiri dari: (1) tahap persiapan, studi literatur, dan pengumpulan data, (2) tahap analisis data spasial, (3) tahap pengecekan lapang, (4) tahap analisis data, dan (5) tahap penyusunan laporan akhir. Tahap-tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 2.3. Basis Data Spasial Peta Tekstur Tanah Peta Landsystem Peta Tanah Ekstraksi Ekstraksi Peta Bahaya Erosi Peta Kemiringan Lereng Peta Drainase Tanah Peta Kedalaman Tanah Peta Kepekaan Erosi Overlay Peta Penggunaan/penutup an Lahan Penetapan Kemampuan Lahan Kriteria Penetapan Kemampuan Lahan (Konservasi Tanah dan Air), Arsyad, 2006 Peta Kemampuan Lahan Peta Peruntukan Lahan RTR Overlay (Didasarkan Matrik LogikInkonsistensi dan Ketidaksesuaian menurut Konsep Landrent (Rustiadi et al. 2011)) Peta KetidaksesuaianPenggunaan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Data Penunjang (Pengecekan Lapang) Peta Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Analisis Deskriptif Menggunakan Pivot Table Peta KetidaksesuaianPeruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Deskripsi Luas Inkonsistensi dan Ketidaksesuaian Gambar 1. Bagan ALir Metode Penelitian 15 2.3.1. Tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan penentuan tema penelitian, studi literatur, pembuatan proposal, dan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Tahapan pengumpulan data diantaranya adalah mengumpulkan data-data penunjang seperti peta tanah, peta administrasi, peta Rencana Tata Ruang, dan peta land system. 2.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial Pengolahan data digital dan analisis spasial dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS. Peta penggunaan lahan diperoleh dari hasil digitasi citra landsat oleh Afifah tahun 2010. Hasil digitasi tersebut kemudian dioverlay dengan peta administrasi sehingga diperoleh peta penggunaan lahan pada masing-masing kabupaten/kota. Selanjutnya peta penggunaan lahan dioverlay dengan peta Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek dan peta kemampuan lahan sehingga didapatkan peta inkonsistensi penggunaan lahan terhadap RTR Kawasan dan peta ketidaksesuaian terhadap kemampuan lahan. Kemudian peta inkonsistensi dan peta ketidaksesuaian dianalisis secara deskriptif. a. Tumpang Tindih (overlay) Tahap tumpang tindih dilakukan dengan menggunakan metode overlay peta digital. Pada tahap ini, peta yang satu dioverlay dengan peta yang lain sehingga terbentuk peta baru yang dapat menunjang penelitian. Misal: peta penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2010 ditumpang tindihkan dengan peta administrasi Jabodetabek. Hasil dari overlay peta tersebut didapatkan peta penggunaan lahan di setiap wilayah yaitu kabupaten/kota di Jabodetabek. Tahap selanjutnya yaitu overlay peta penggunaan lahan pada masing-masing wilayah dengan peta kemampuan lahan yang telah dibuat. Hasil dari overlay kedua peta ini didapatkan peta ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek. b. Penetapan Kemampuan Fisik Lahan Penentuan kemampuan fisik lahan dikategorikan ke dalam bentuk kelas dan sub kelas. Faktor pembatas yang terdapat pada masing-masing parameter menentukan lahan yang dianalisis masuk pada kelas dan sub kelas yang mana. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2009, penentuan kelas dan sub kelas kemampuan lahan dilakukan dengan teknik overlay beberapa peta diantaranya adalah peta lereng, peta tanah, peta erosi, dan peta drainase. Kemudian hasil dari overlay tersebut dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan (Gambar 1). Pada penelitian ini, peta kemampuan lahan dibuat dengan mengekstrak peta tanah dan peta land system menjadi beberapa peta diantaranya peta kemiringan lereng, peta kedalaman tanah, peta tekstur tanah, peta drainase tanah, dan peta erosi, serta peta kepekaan erosi. Beberapa kriteria faktor pembatas dalam penelitian ini tidak digunakan (seperti faktor banjir, batuan permukaan) dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh, sehingga penentuan kemampuan lahan hanya menggunakan data yang telah tersedia. Langkah selanjutnya yaitu menganalisis antara peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan sehingga akan dapat terlihat peta ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan. Selain itu dilakukan overlay antara peta RTR Kawasan 16 dengan peta kemampuan lahan sehingga didapatkan peta ketidaksesuaian RTR terhadap kemampuan lahan Jabodetabek. c. Penetapan Peta Inkonsistensi Penggunaan Lahan Penentuan inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan dilakukan dengan overlay antara peta penggunaan lahan dengan peta RTR Kawasan Jabodetabek. Hasil overlay kedua peta didapatkan peta inkonsistensi penggunaan lahan Jabodetabek terhadap RTR Kawasan. Penentuan inkonsistensi disesuaiakan pada matrik logik inkonsistensi yang didasarkan pada konsep land rent (Rustiadi et al. 2011). 2.3.3. Pengecekan Lapang Pengecekan lapang dilakukan pada tanggal 8 dan 10 Agustus 2012. Pengecekan lapang berfungsi untuk mengkonfirmasi hasil analisis dan interpretasi data agar dicapai tingkat ketelitian, akurasi dan kebenaran yang dibutuhkan pada proses analisis data penelitian. Alat yang digunakan yaitu GPS (Global Positioning System) untuk mengambil gambar penggunaan lahan aktual di lapangan. Selain itu dilakukan wawancara terhadap penduduk yang berada di tempat penelitian. 2.3.4. Tahap Analisis Data Dalam tahap ini, data attribute table dari beberapa peta kombinasi hasil analisis spasial tersebut dibuka di Microsoft Office Excel. Luas dalam satuan meter persegi (m2) kemudian dikonversi ke dalam satuan hektar (Ha). Luas dan jumlah masing-masing kombinasi dari poligon dianalisis dengan menggunakan pivot table. 17 III. KONDISI UMUM WILAYAH 3.1. Letak dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah wilayah Jabodetabek yang merupakan wilayah urban terbesar di Indonesia. Jabodetabek terdiri dari 9 wilayah administrasi yaitu DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi (Gambar 2). Kawasan Jabodetabek terdapat di tiga provinsi yang berdekatan yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Gambar 2. Peta Administrasi Jabodetabek Secara astronomis kawasan Jabodetabek terletak pada 121º94’82” Bujur Timur dan 6º10’8’’-6º30’ Lintang Selatan. Lokasi penelitian memiliki luas 639.641,3 Ha yang terdiri dari 9 wilayah administrasi yang meliputi 13 kabupaten/kota dengan luas terbesar adalah Kabupaten Bogor (285.153,3 Ha atau 44,58%) dan kota/kabupaten dengan luasan terkecil adalah Jakarta Pusat dengan luas 4.618,7 Ha atau 0,72% dari luas total Jabodetabek. Untuk lebih rinci luas setiap kabupaten/kota di kawasan Jabodetabek disajikan dalam Tabel 3. 18 Tabel 3. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten dan Kota di Wilayah Jabodetabek No Luas Kabupaten/kota Ha Luas Total % 1 Jakarta Barat 11.705,7 1,83 2 Jakarta Pusat 4.618,7 0,72 3 Jakarta Selatan 13.578,6 2,12 4 Jakarta Timur 17.320,3 2,71 5 Jakarta Utara 13.258,4 2,07 6 Kabupaten Bogor 7 Kota Bogor 285.153,3 8.154,1 8 Kota Depok 9 Ha % 60.481,7 9,46 44,58 1,27 293.307,3 45,85 17.784,2 2,78 17.784,2 2,78 Kabupaten Tangerang 92.410,6 14,45 128.141,7 20,03 10 Kota Tangerang 17.667,3 2,76 11 Kota Tangerang Selatan 18.063,8 2,82 12 Kabupaten Bekasi 18,85 3,02 21,88 Kota Bekasi 120.590,9 19.335,5 139.926,4 13 639.641,3 100,00 639.641,3 100,00 Luas Total Sumber: Hasil analisis data spasial yang diagregasikan berdasarkan data BPS 2011 3.2. Iklim Lokasi Jabodetabek terletak pada ketinggian 25 hingga lebih dari 200 mdpl, bertopografi datar sampai sangat curam. Sebagian besar wilayah Jabodetabek terletak pada kemiringan lereng 0% sampai lebih dari 65%. Curah hujan rata-rata di lokasi penelitian antara 1500 - lebih dari 5000 mm/tahun dengan curah hujan terbesar terdapat di Bogor. Curah hujan terendah tersebar di sebagian wilayah Bekasi, Jakarta, dan Tangerang. Berdasarkan curah hujan yang ada, terdapat bulan basah dan bulan kering. Sebagian besar tipe iklim yang berada di lokasi penelitian menurut Klasifikasi iklim Oldeman yaitu iklim A, B, C, dan D. 3.3. Geologi dan Geomorfologi Formasi batuan yang tersebar di wilayah Jabodetabek adalah batuan alluvial, batuan volkan dan batuan sedimen. Geologi yang tersebar luas di Jabodetabek adalah pleistocene volkanic facies dengan luasan sebesar 196.105,5 Ha atau 30,66% dari total luas wilayah Jabodetabek. Geologi paling sedikit yang menyusun wilayah Jabodetabek adalah pleistocene sedimentary facies dengan luas sebesar 1.245,8 Ha atau dengan proporsi sebesar 0,19%. Kawasan Jabodetabek merupakan kawasan yang dibagi menjadi tiga kategori bentuk lahan yang disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentukbentuk lahan tersebut adalah kawasan pesisir, kawasan dataran, dan kawasan perbukitan. Ketiga bentuk lahan tersebut terbagi berdasarkan pada ketinggian lahan di atas permukaan laut. Kawasan pesisir mempunyai topografi yang landai dan elevasi yang rendah. Kawasan ini terdapat hampir di sepanjang Pantai Utara Jabodetabek, baik Tangerang, Bekasi, dan DKI Jakarta. Kawasan dataran adalah kawasan yang memiliki ketinggian antara 25-200 meter dpl dan memiliki topografi bergelombang. Kawasan ini terdiri dari Kabupaten dan Kota Tangerang, 19 Kota Tangerang Selatan, Kota Depok dan sebagian wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi, sedangkan kawasan perbukitan adalah kawasan dengan ketinggian di atas 200 meter dpl dengan topografi berbukit sampai dengan sangat curam (seluruh wilayah Bogor). Setiap kawasan dengan ekosistem yang berbeda akan memiliki geologi yang berbeda pula. Kawasan pesisir didominasi oleh geologi dengan tipe alluvium. Kawasan dataran didominasi oleh Pleistocene volcanic facies dan kawasan perbukitan didominasi oleh material vulkanik muda. Tanah Tanah-tanah yang terbentuk di Jabodetabek pada umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Jenis tanah yang tersebar di lokasi penelitian diantaranya adalah jenis tanah alluvial, andosol, tanah kelabu, tanah podsolik, tanah latosol, regosol, dan tanah renzina, serta asosiasi dan komplek dari jenis tanah yang ada. Tanah-tanah tersebut tersebar kurang merata di wilayah Jabodetabek. Jenis tanah yang paling banyak ditemukan diwilayah Jabodetabek adalah jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat, podzolik dengan proporsi luas sebesar 15,28% dari luas total Jabodetabek atau sebesar 97.722,0 Ha. Tanah dengan sebaran terbesar kedua di Jabodetabek adalah jenis tanah asosiasi antara jenis tanah latosol merah dan latosol coklat kemerahan dengan luas sebesar 90.550,8 Ha atau 14,16%. Jenis tanah regosol coklat merupakan jenis tanah yang sangat sedikit ditemukan di wilayah Jabodetabek dengan luas sebesar 0,6 Ha atau 0,00%. 3.4. 20 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek tahun 2010 yaitu penggunaan lahan untuk permukiman, hutan, badan air, empang, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah ladang/tegalan, belukar/semak, kebun, rawa/mangrove, dan rumput (Gambar 3). Penggunaan lahan aktual dominan adalah penggunaan lahan sawah irigasi dengan luas sebesar 169.156,5 Ha (26,45%), selanjutnya adalah penggunaan lahan permukiman dimana luasannya sekitar 157.728,5 Ha (24,66%). Sementara penggunaan lahan aktual yang relatif sedikit adalah penggunaan rawa/mangrove sebesar 1.571,0 Ha (0,25%) (Tabel 4). Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 2010 Gambar 4 menunjukkan sebaran setiap jenis penggunaan lahan pada masing-masing kabupaten/kota di Jabodetabek. Penggunaan sawah irigasi banyak tersebar di sebagian besar Kabupaten Bekasi yaitu seluas 76.384,5 Ha atau 11,94% dari total luas Jabodetabek, Kabupaten Tangerang (46.237,8 Ha atau 7,23%), dan Kabupaten Bogor (31.501,3 Ha atau 4,92%), sisanya menyebar merata diseluruh wilayah Jabodetabek dengan proporsi yang rendah. Sawah irigasi banyak tersebar di wilayah Bekasi dan Tangerang dikarenakan wilayah- 22 wilayah tersebut berdekatan dengan daerah yang terkenal dengan lumbung padi Jawa Barat seperti Karawang, Purwakarta, dan Cianjur (Agrisantika 2007). Selain hal tersebut, di ketiga wilayah ini terutama di Kabupaten Bogor dan Bekasi banyak terdapat badan air seperti sungai besar yang mengalir merata di daerah tersebut. Penggunaan lahan terluas kedua yaitu penggunaan lahan untuk permukiman yang dominan tersebar merata di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok, dan permukiman merupakan penggunaan lahan yang dominan terbesar di sebagian besar kabupaten/kota di Jabodetabek bila dibandingkan dengan penggunaan yang lain. Lahan yang digunakan untuk permukiman di DKI Jakarta sebesar 39.629,5 Ha (6,20%). Permukiman terluas kedua yaitu di Kabupaten Bogor dengan luasan sebesar 34.762,1 Ha atau 5,43%. Penggunaan lahan rawa/mangrove hanya tersebar di sebagian besar Kabupaten Bekasi dan sebagian kecil tersebar di wilayah Tangerang, Kabupaten Bogor,dan DKI Jakarta. Rawa/mangrove menyebar di wilayah DKI Jakarta dikarenakan DKI Jakarta merupakan wilayah yang dulunya masih terdapat banyak rawa-rawa atau hutan mangrove. Rawa/mangrove luasannya semakin berkurang dikarenakan adanya konversi lahan rawa/mangrove menjadi permukiman dan penggunaan yang lain. Tabel 4. Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 di Jabodetabek dengan Luas (Ha) dan Proporsinya (%) 1 Penggunaan Lahan Badan Air 2 Belukar/Semak 3 Empang 4 5 6 Hutan Kebun Permukiman 7 Rawa/Mangrove 8 Rumput 9 10 Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan No 11 Deskripsi Penggunaan Lahan Semua kenampakan perairan, termasuk sungai, laut, waduk, terumbu karang, dan padang lamun Lahan kering yang ditumbuhi vegetasi alami heterogen dan homogeny dengan kerapatan jarang hingga rapat, didominasi vegetasi rendah (alami) Aktivitas untuk perikanan atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar panatai Hutan lahan kering, primer atau sekunder Terdiri dari perkebunan dan perkebunan campuran Terdiri dari permukiman, lahan terbangun, dan bangunan industry Lahan basah yang tergenang oleh air tawar dan payau secara permanen yang dominan ditumbuhi hutan bakau atau mangrove Areal terbuka didominasi beragam jenis rumput heterogen Sawah yang diusahakan dengan pengairan dari irigasi Sawah yang diusahakan dengan pengairan dari air hujan Tanah lahan kering yang ditanami tanaman semusim Grand Total Sumber: Hasil analisis citra satelit landsat ETM, 2010 Luas (Ha) 5.781,2 % 0,90 45.744,6 7,15 13.330,4 2,08 34.181,2 77.651,9 157.728,5 5,34 12,14 24,66 1.571,0 0,25 35.490,6 5,55 169.156,5 45.253,6 26,45 7,07 53.751,8 8,40 639.641,3 100,00 23 Keterangan: JBAR JPUS JSEL JTIM JUTA : : : : : Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara BKS BGR TGR K.BKS K.BGR : : : : : Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor K.DPK K.TGR K.TGRS : Kota Depok : Kota Tangerang : Kota Tangerang Selatan Gambar 4. Grafik Sebaran Tipe Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 di Jabodetabek 4.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan lahan yang dianalisis adalah klasifikasi kemampuan lahan dalam tingkat kelas dan sub kelas. Terdapat beberapa parameter yang digunakan dalam analisis yaitu kemiringan lereng, drainase tanah, tingkat erosi dan kepekaan erosi, tekstur tanah serta kedalaman tanah. Hasil analisis didapatkan kelas kemampuan lahan II sampai dengan kelas kemampuan lahan VIII di wilayah Jabodetabek. Urutan kelas mulai dari terendah sampai yang tertinggi banyak tersebar dari wilayah Jakarta ke arah Bogor. Terdapat beberapa sub kelas kemampuan lahan di wilayah Jabodetabek. Terdapat 3 sub kelas kemampuan lahan untuk kelas II, 7 sub kelas untuk kelas III, 5 sub kelas untuk kelas IV, dan masing-masing 1 sub kelas untuk kelas kemampuan lahan V, VI, VII dan kelas VIII. Pembatas dari kelas II, III adalah erosi, lereng, drainase, tekstur atau kedalaman tanah. Pada sub kelas IV tidak terdapat pembatas drainase. Pada sub kelas V pembatasnya adalah drainase dan lereng, sedangkan pada sub kelas VI, VII, dan VIII pembatas utamanya adalah lereng. Hasil analisis kemampuan lahan disajikan pada Gambar 5. Kemampuan lahan digunakan untuk menganalisis kesesuaian penggunaan lahan dikarenakan kelas dan sub kelas kemampuan lahan mampu memberikan informasi mengenai karakteristik fisik pembentuk lahan dimana gejala kerusakan fisiknya menjadi parameter dalam menilai lahan yang sudah dimanfaatkan. Fakta 24 yang banyak terjadi akibat penggunaan lahan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (salah satunya kemampuan lahan) diantaranya adalah adanya banjir yang terjadi di sebagian besar permukiman DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan banyaknya permukiman yang dibangun di daerah rawa-rawa atau daerah yang memiliki kondisi drainase yang buruk, yang sebenarnya tidak cocok atau tidak sesuai untuk permukiman, terjadinya longsor di area yang memiliki lereng yang curam yang digunakan untuk permukiman, pertanian, dan lain-lain. Gambar 5. Peta Kemampuan Lahan Wilayah Jabodetabek Kelas kemampuan lahan II banyak tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek kecuali Jakarta Utara. Kelas III hampir tersebar di semua wilayah Jabodetabek kecuali Kota Depok. Kelas kemampuan lahan IV hanya tersebar di Kabupaten dan Kota Bogor, serta di Kabupaten Bekasi. kelas kemampuan lahan IV ini banyak tersebar di wilayah Bogor dan Bekasi dikarenakan sebagian besar hasil analisis menunjukkan bahwa sub kelas kemampuan lahan IV mempunyai faktor pembatas kelerengan, sehingga kelas lahan IV ini banyak tersebar di wilayah dengan kelerengan yang agak bergelombang sampai berbukit. Kelas kemampuan lahan V banyak tersebar di Kabupaten Bekasi dan Tangerang, serta sebagian kecil berada di Jakarta Utara. Sub kelas kemampuan lahan V ini mempunyai faktor pembatas yang utama yaitu drainase. Kelas kemampuan VI hanya tersebar di Kabupaten Bogor dan Tangerang dan kelas VII pun hanya tersebar di Kabupaten Bogor dan Bekasi. Untuk kelas kemampuan lahan VIII 25 hanya tersebar di satu tempat yaitu di Kabupaten Bogor, dimana sebagian kecil di kabupaten ini merupakan kabupaten dengan kemiringan lereng yang sangat curam yaitu > 65% sehingga area ini termasuk dalam kelas VIII (Gambar 6). Gambar 6. Grafik Sebaran Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub kelas Kemampuan Lahan Kelas Sub Kelas Luas Luas Total No Kemampuan Kemampuan Ha % Ha % Lahan Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Iie IIt, e, s IIt, e, s, w IIIe III IIIe,s,w IIIe,w IIIs,w IIIt IIIt,e IIIw IV Ive Ivt IVt, e, s IVt, s IVt,e V Vt, w VI Vit VII VIIt VIII VIIIt Grand Total Sumber: Hasil analisis data spasial II 20.352,9 166.416,0 5.768,7 18.945,1 11.217,7 17.088,9 19.124,9 8.246,5 20.622,2 127.692,1 1,4 67.712,3 893,0 928,0 578,3 18.316,1 58.672,5 74.957,8 2.106,6 639.641,3 3,18 26,02 0,90 2,96 1,75 2,67 2,99 1,29 3,22 19,96 0,00 10,59 0,14 0,15 0,09 2,86 9,17 11,72 0,33 100,00 192.537,6 30,10 222.937,6 34,85 70.113,0 10,96 18.316,1 58.672,5 74.957,8 2.106,6 639.641,3 2,86 9,17 11,72 0,33 100,00 26 Kelas kemampuan lahan terluas di Jabodetabek adalah kelas kemampuan lahan III dengan luas area 222.937,6 Ha atau 34,85% dari total luas Jabodetabek. Kelas kamampuan lahan dengan luasan terbesar kedua adalah kelas II yaitu sebesar 192.537,6 Ha atau 30,10%. Kelas kemampuan lahan VIII merupakan kelas dengan luasan terendah yaitu sebesar 2.106,6 Ha (0,33%). Luas dan proporsi masing-masing kelas dan sub kelas kemampuan lahan disajikan dalam Tabel 5. Sub kelas kemampuan lahan dengan luasan terbesar adalah sub kelas II dengan faktor pembatas kelerengan (t), erosi (e), kedalaman tanah dan tekstur tanah (s) (IIt, e, s) sebesar 26,02% dan sub kelas III dengan faktor pembatas drainase (IIIw) sebesar 19,96%. Sub kelas IIt, e, s ini banyak tersebar di Kabupaten Bogor (6,21%), Kabupaten Bekasi (2,81%), dan Kota Depok (2,78%). Sub kelas kemampuan ini dominan tersebar di wilayah yang landai atau berombak dengan hambatan ketiga faktor tersebut. Sedangkan sub kelas IIIw dominan tersebar di Kabupaten Bekasi (9,81%), Kabupaten Tangerang (3,94%), dan Jakarta Utara (1,93%). Sub kelas ini tersebar di sebagian besar wilayah pesisir Pantai Utara dan di daerah rawa-rawa. Sub kelas IIIw ini dominan tersebar merata di wilayah Jabodetabek kecuali di Kota Bogor. Hal ini disebabkan sebagian besar tanah di Kota Bogor adalah tanah-tanah dengan pola drainase yang baik, sehingga jarang memiliki hambatan seperti draianase. Peruntukan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 Rencana Tata Ruang yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rencana Tata Ruang untuk kawasan khusus yaitu RTR Kawasan Jabodetabekpunjur tahun 2008. Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah DKI Jakarta, Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang serta Kota dan Kabupaten Bekasi. Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur tahun 2008 dioverlay dengan peta administrasi Jabodetabek sehingga didapatkan peta RTR Kawasan Jabodetabek yang disajikan dalam Gambar 7. Berdasarkan peta RTR Kawasan Jabodetabek pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa peruntukan penggunaan lahan menurut RTR Kawasan Jabodetabek secara umum terbagi atas kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan lindung terbagi atas hutan lindung dan hutan konservasi. Kawasan budidaya terbagi atas peruntukan lahan basah, perumahan hunian padat, sedang, dan rendah, serta zona B-4 dan B-7 yang ditetapkan untuk kawasan hutan produksi. Proporsi rencana penggunaan untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya tidak seimbang. Kawasan budidaya jauh lebih luas dibandingkan dengan kawasan lindung yang hanya 8,11% dari total luas Jabodetabek, sebagaimana terdapat pada Tabel 6. Peruntukan lahan terluas adalah peruntukan untuk zona B-1 atau perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorientasi pasar seluas 149.704,7 Ha (23,40%). Peruntukan terluas kedua yaitu peruntukan untuk zona B-4 (perumahan hunian rendah; pertanian lahan basah/kering (dengan teknologi tepat guna) seluas 149.074,7 Ha (23,31%). Hal ini menunjukkan bahwa alokasi peruntukan lahan terbesar di Jabodetabek memang untuk perumahan. 4.3. 27 Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Penggunaan/peruntukan Lahan Menurut Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 Luas No Kawasan Zona RTR Kawasan Ha % 1 Kawasan N-1 Hutan lindung 14.917,6 2,33 lindung 2 N-2 Hutan konservasi/cagar alam/taman 36.973,0 5,78 nasional/taman wisata alam/suakamargasatwa/budaya/peninggalan sejarah 3 Kawasan B-7/HP Zona B-7 yang telah ditetapkan sebagai 10.783,3 1,69 budidaya kawasan hutan produksi tetap atau hutan produksi terbatas sesuai peraturan perundangundangan 4 B-4/HP Zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai 26.830,0 4,19 kawasan hutan produksi tetap atau hutan produksi terbatas sesuai peraturan perundangundangan 5 B-7 Perumahan hunian rendah dengan KZB 404,3 0,06 maksimum 40%. daya dukung lingkungan rendah. hutan produksi. pemanfaatan ruangnya harus disetujui badan koordinasi tata ruang nasional. 6 B-6 Perumahan hunian rendah dengan KZB 2.616,2 0,41 maksimum 50%. daya dukung lingkungan rendah. pemanfaatan ruangnya harus disetujui badan koordinasi tata ruang nasional. 7 B-5 Pertanian lahan basah (irigasi teknis) 62.424,4 9,76 8 B-4 9 B-3 10 B-2 11 B-1 Perumahan hunian rendah; pertanian lahan basah/kering (dengan teknologi tepat guna); perkebunan. perikanan. peternakan agroindustri. hutan produksi Perumahan hunian rendah (intensitas lahan terbangun rendah dengan rekayasa teknis); pertanian/ladang Perumahan hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga kerja Perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorientasi pasar Luas Total Keterangan: KZB= Koefisien Zona Bangun 149.074,7 23,31 84.946,0 13,28 100.967,1 15,78 149.704,7 23,40 639.641,3 100,00 28 Gambar 7. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 4.4. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Inkonsistensi penggunaan lahan merupakan penggunaan lahan yang tidak konsisten terhadap Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan/yang telah ada dan biasanya terkait dengan hukum. Inkonsistensi ini dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif, akan tetapi sebagian besar berdampak negatif baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Berdasarkan hasil analisis, luas penggunaan/penutupan lahan yang konsisten terhadap peruntukan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek adalah sebesar 574.355,3 Ha (89,79%), sedangkan yang inkonsisten sebesar 65.286,0 Ha atau 10,21% dari total luas wilayah penelitian. Kombinasi inkonsistensi penggunaan lahan di wilayah Jabodetabek sebanyak 34 kombinasi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 10 urutan luasan terbesar inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan yang disajikan pada Tabel 7. Luas Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan untuk zona B4/HP atau peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundang-undangan dengan penggunaan lahan belukar/semak sebesar 12.208,7 Ha (1,91%) dari total luas wilayah penelitian. Hal tersebut sejalan dengan banyaknya penggunaan lahan untuk belukar/semak di wilayah penelitian. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada peruntukan kawasan konservasi/cagar alam (N2) dengan penggunaan lahan 29 belukar/semak dengan luas 10.830,1 Ha (1,69%), sebagaimana yang terjadi di lapangan yaitu di Bantar Karet Bogor yang seharusnya digunakan untuk kawasan konservasi, saat ini dijumpai adanya belukar/semak dan permukiman di dalamnya. Selanjutnya yaitu peruntukan pertanian lahan basah atau irigasi teknis (zona B-5) dengan penggunaan permukiman sebesar 7.710,2 Ha atau 1,21%. Hasil analisis ini sesuai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek sehingga banyak terjadi konversi lahan untuk permukiman khususnya dan penggunaan lain seperti pembangunan fasilitas-fasilitas umum dan lain lain. Tabel 7. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Tahun 2010 terhadap Peruntukan Lahan RTR No Kombinasi Inkonsistensi Luas (Ha) Luas (%) 1 B-4/HP-->Belukar/Semak 12.208,7 1,91 2 N-2-->Belukar/Semak 10.830,1 1,69 3 B-5-->Permukiman 7.710,2 1,21 4 N-1-->Empang 4.646,0 0,73 5 B-4/HP-->Sawah Tadah Hujan 3.153,0 0,49 6 N-2-->Kebun 2.772,3 0,43 7 B-4/HP-->Kebun 2.519,6 0,39 8 B-7/HP-->Empang 2.497,1 0,39 9 B-4/HP-->Tanah Ladang/Tegalan 1.968,9 0,31 10 B-7/HP-->Kebun 1.887,0 0,30 Berdasarkan matrik logik inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek yang disajikan pada Lampiran 1, maka diperoleh peta inkonsistensi yang merupakan hasil overlay dari peta penggunaan/penutupan lahan aktual tahun 2010 terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek tahun 2008 yang disajikan pada Gambar 8. Gambar 9 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang mengalami inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap RTR Kawasan. Jumlah poligon inkonsistensi sebanyak 11.051 poligon dengan poligon inkonsistensi terbanyak berjumlah 3.016 poligon pada peruntukan pertanian lahan basah/irigasi teknis (B-5) dengan penggunaan permukiman. Hal ini menunjukkan adanya intensitas penggunaan permukiman dengan peluang perubahan yang cukup besar, hal ini terlihat dengan adanya perubahan peruntukan pertanian lahan basah menjadi permukiman sebanyak 3.016 perubahan penggunaan. Jumlah poligon inkonsistensi terbesar kedua yaitu peruntukan kawasan konservasi (N-2) dengan penggunaan sawah tadah hujan dengan jumlah poligon 876 poligon, dilanjutkan dengan peruntukan kawasan konservasi (N-2) dengan belukar/semak. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk telah banyak mengubah fungsi peruntukan RTR Kawasan yang telah ditetapkan, menjadi penggunaan yang inkonsisten yang seharusnya tidak terjadi. 30 Gambar 8. Peta Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek Gambar 9. Urutan 10 Besar Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek 31 Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/ penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek (Ha) Urutan 10 besar luas rata-rata poligon inkonsistensi ditunjukkan pada Gambar 10. Luas rata-rata poligon terluas terjadi pada kombinasi peruntukan B-5 (pertanian lahan basah/irigasi teknis) dengan penggunaan sawah tadah hujan dengan luas 69,2 Ha, diikuti oleh peruntukan hutan lindung (N-1) dengan penggunaan sawah irigasi sebesar 29,9 Ha, dan seluas 23,8 Ha peruntukan B-5 dengan penggunaan belukar/semak. Luasan rata-rata setiap poligon ini tidak sebanding dengan banyaknya jumlah poligon, hal ini dikarenakan antara satu poligon dengan poligon yang lain mempunyai luasan yang berbeda dan banyaknya jumlah poligon tidak selalu mengindikasikan luasan terbesar rata-rata setiap poligon. Tabel8. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR PersentaseLuas Inkonsistensi No Kabupaten/kota Luas (Ha) % Jabodetabek % Kabupaten/kota 1 Jakarta Barat 0,0 0,0 0,0 2 Jakarta Pusat 0,0 0,0 0,0 3 Jakarta Selatan 0,0 0,0 0,0 4 Jakarta Timur 0,0 0,0 0,0 5 Jakarta Utara 232,3 0,04 1,8 6 Kab. Bekasi 13.136,3 2,05 10,9 7 Kab. Bogor 45.987,5 7,19 16,1 8 Kab. Tangerang 5.923,4 0,93 6,4 9 Kota Bekasi 0,0 0,0 0,0 10 Kota Bogor 0,0 0,0 0,0 11 Kota Depok 0,0 0,0 0,0 12 Kota Tangerang 6,5 0,00 0,0 13 Kota Tangerang Selatan 0,0 0,0 0,0 65.286,0 10,21 32 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa luas inkonsistensi tertinggi dominan terjadi di Kabupaten Bogor (45.987,5 Ha atau 7,19%), Kabupaten Bekasi (13.136,3 Ha atau 2,05%), dan Kabupaten Tangerang (5.927,4 Ha atau 0,93%) dari total luas wilayah penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang merupakan kabupaten/kota yang mengelami inkonsistensi terbesar antara penggunaan lahan tahun 2001 terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek (Nurhasanah 2004). Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor mengalami inkonsistensi terbesar dikarenakan di kabupaten ini banyak terdapat belukar/semak yang berada baik di zona B-4/HP (1,91%) maupun di zona N-2 (1,69%) terhadap luas wilayah penelitian. Walaupun diktahui bahwa belukar/semak belum dapat dikatakan inkonsisten mutlak terhadap RTR dikarenakan penggunaan tersebut dimungkinkan dapat dijadikan sebagai media konservasi, akan tetapi zona N-2 dan zona B-4/HP sebaiknya tetap digunakan sebagaimana fungsinya yaitu sebagai hutan konservasi dan sebagai hutan produksi. Berbeda dengan Kabupaten Bekasi dan Tangerang, kedua kabupaten ini Rencana Tata Ruang Kawasannya banyak yang mengalami ketidakkonsistenan dikarenakan banyaknya permukiman yang dibangun di zona B-5 (pertanian lahan basah). Mengingat kedua kabupaten ini terkenal dengan sawah irigasi teknis Pantai Utara, jika hal ini dibiarkan terus menerus maka masyarakat akan dengan mudah mengkonversi lahan yang dialokasikan untuk sawah tersebut menjadi permukiman atau penggunaan lain sehingga dapat menurunkan luasan dari sawah dan juga produksi padi. Selain dampak tersebut, lahan sawah yang telah dikonversi menjadi permukiman akan dapat menurunkan daya dukung lahannya. Kombinasi yang lain yang mengakibatkan kedua kabupaten ini mengalami inkonsistensi tertinggi yaitu adanya lahan empang yang terdapat di hutan lindung (zona N-1) sebesar 0,56% di Kabupaten Bekasi dan 0,14% di Kabupaten Tangerang. Padahal telah diketahui bahwa hutan lindung tidak dapat digunakan untuk penggunaan yang lain kecuali fungsi dari hutan lindung sendiri. Gambar 11 menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten yang memiliki jumlah poligon inkonsistensi terbanyak dengan jumlah masing-masing 7.561, 2.304, dan 1.769 poligon. Hal ini menggambarkan bahwa di Kabupaten Bogor, Tangerang, dan Bekasi merupakan kabupaten dengan jumlah aktual perubahan penggunaan lahan yang paling dominanin konsisten terhadap RTR Kawasan, sedangkan kabupaten/kota yang lain aktual perubahannya yang inkonsisten dalam jumlah relatif sedikit. Banyaknya jumlah poligon di ketiga kabupaten ini sebanding dengan luasan inkonsistensi terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah aktual perubahan penggunaan lahan yang inkonsisten di ketiga kabupaten tersebut kemungkinan besar sebanding dengan luasan setiap poligonnya, sehingga berakibat pada luas inkonsistensi yang besar pula, akan tetapi hal ini belum tentu berlaku untuk kabupaten/kota yang lain dikarenakan jumlah poligon tidak berhubungan dengan luas poligon. 33 Gambar 11. Jumlah Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota Gambar 12. Luas Rata-rata (Ha) Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota Luas rata-rata setiap poligon inkonsistensi terbesar terdapat di Jakarta Utara (23,2 Ha), Kabupaten Bekasi (7,4 Ha), Kabupaten Bogor (6,1 Ha) (Gambar 12). Hasil analisis untuk Kabupaten Bekasi dan Bogor sebanding dengan jumlah aktual perubahan penggunaan lahan terhadap RTR Kawasan dan luas inkonsistensinya (dominan di Jabodetabek), sedangkan Jakarta Utara tidak sebanding, bahkan Jakarta Utara memiliki luas rata-rata poligon inkonsistensi terbesar. Hal ini kemungkinan dikarenakan luas inkonsistensi di Jakarta Utara relatif tinggi (232,3 Ha atau urutan no. 4 dari luas inkonsistensi terbesar; Tabel 8), 34 sedangkan aktual perubahan penggunaanya ditunjukkan dengan jumlah poligon relatif kecil, sehingga didapatkan luas rata-rata poligon inkonsistensi yang besar. Selain hal tersebut, Jakarta Utara dominan penggunaan lahannya adalah penggunaan lahan dengan karakteristik bentuk yang rapat dan sebagian besar dominan dalam satu atau dua penggunaan lahan yang sama yaitu permukiman dan empang (karena merupakan wilayah pesisir), sehingga areal permukiman dan empang yang mempunyai luasan yang besar ternyata banyak yang inkonsisten terhadap RTR Kawasan. 4.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR Berdasarkan Gambar 13 Inkonsistensi penggunaan lahan aktual dominan terjadi pada peruntukan kawasan budidaya dan lindung. Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan zona B-4/HP sebesar 21.439,8 Ha atau 32,84% dari total luas inkonsistensi, diikuti inkonsistensi peruntukan lahan zona N-2 (kawasan konservasi/cagar alam) sebesar 16.335,8 Ha atau 25,02% dari total luas inkonsistensi. Hasil analisis yang disajikan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa alokasi peruntukan lahan yang mengalami inkonsistensi sebagian besar adalah lahan-lahan yang dialokasikan untuk kelestarian lingkungan yaitu kawasan lindung (zona N-1 dan N-2) dan kawasan budidaya (zona B-7/HP, B-4/HP, dan B5). a b a) Luas Inkonsistensi menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (Ha) b) Proporsi Inkonsistensi menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (%) Gambar 13. Luas (Ha) Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR Terdapat 5 besar kombinasi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap peruntukan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan RTR Kawasan (Gambar 14). Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan B-4/HP yang digunakan untuk belukar/semak dengan proporsi sebesar 45,50% dari total luas peruntukan zona B-4/HP. Hal ini dimungkinkan banyaknya konversi yang terjadi pada 35 peruntukan zona B-4/HP yang dipergunakan untuk beberapa macam penggunaan lahan, akan tetapi lahan-lahan tersebut belum dimanfaatkan untuk penggunaan yang lebih produktif (misalnya sawah, perkebunan) sehingga belukar/semak tumbuh pada lahan tersebut, atau belukar/semak ini tumbuh pada area-area bekas ladang/tegalan, atau bekas hutan yang pohonnya telah ditebang (Sandy 1975). Inkonsistensi selanjutnya terjadi pada peruntukan kawasan lindung yaitu hutan lindung yang digunakan untuk empang dengan luas 31,14% dari total luas hutan lindung. Inkonsistensi seperti ini memiliki dampak yang positif khususnya bagi para pelaku ekonomi, karena dengan digunakannya sebagai empang di kawasan yang seharusnya dilindungi tersebut akan dapat memberikan penghasilan bagi pelaku ekonomi, akan tetapi inkonsistensi tersebut juga membawa dampak yang negatif diantaranya adalah semakin berkurangnya areal luasan hutan, sehingga daya penyangga air juga semakin berkurang, akibatnya banyak terjadi banjir di wilayah khususnya dataran rendah. Hal ini menunjukkan masih banyaknya penggunaan lahan aktual yang belum memperhatikan peruntukan lahan yang telah ditetapkan, walaupun diketahui bahwa luas kawasan lindung persentasenya sangat kecil bila dibandingkan dengan total luas wilayah Jabodetabek, akan tetapi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap kawasan lindung cukup besar sehingga hal ini berakibat pada pergeseran fungsi utama kawasan lindung yang sebenarnya, beralih menjadi fungsi lain yang dapat berdampak negatif terhadap area tersebut. Kombinasi inkonsistensi pengggunaan lahan terhadap peruntukan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan RTR selengkapnya disajikan pada Lampiran 10. Gambar 14. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR (%) 36 4.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual yang inkonsisten terbesar terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan adalah penggunaan belukar/semak sebesar 24.514,1 Ha (37,55%) dari total luas inkonsistensi. Hal ini dikarenakan penggunaan belukar/semak merupakan penggunaan yang pada umumnya sering terjadi pada lahan yang diberakan akibat konversi lahan (Sandy 1975), sehingga inkonsistensi pada penggunaan ini lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain. Akan tetapi, inkonsistensi penggunaan belukar/semak ini tidak mutlak penuh dikategorikan inkonsisten terhadap RTR Kawasan. Hal ini dikarenakan belukar/semak dimungkinakan dapat dijadikan sebagai media konservasi bagi lahan dan masih dapat dikonversi lagi menjadi hutan. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan aktual permukiman dengan luas 8.789,9 Ha (13,46%) dari luas inkonsistensi (Gambar 15a dan b). Banyaknya penggunaan permukiman yang inkonsisten terhadap RTR diakibatkan banyaknya konversi lahan yang terjadi pada area-area yang tidak boleh digunakan untuk permukiman menurut peruntukan RTR. Hal ini juga diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan konversi lahan. Inkonsistensi permukiman ini banyak memberikan dampak yang negatif terhadap permukiman itu sendiri, diantaranya sering terjadinya banjir, longsor pada daerah-daerah yang memang tidak diperbolehkan digunakan sebagai permukiman. a b a) Luas Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan (Ha) b) Proporsi Inkonsistensi menurut Penggunaan Lahan (%) Gambar 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa kombinasi inkonsistensi terbesar antara penggunaan lahan terhadap peruntukan RTR Kawasan menurut tipe penggunaan lahan terjadi pada penggunaan lahan aktual empang pada peruntukan hutan lindung (N-1) dengan luas 34,85% terhadap luas lahan empang. 37 Kombinasi inkonsistensi ini banyak terjadi di wilayah Jabodetabek bagian Pesisir Utara yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, dan Jakarta Utara. Inkonsistensi terbesar kedua terjadi pada penggunaan lahan belukar/semak yang terdapat pada peruntukan zona B-4/HP dengan proporsi 26,69% terhadap luas lahan belukar/semak. Kombinasi inkonsistensi selengkapnya disajikan dalam Lampiran 11. Gambar 16. Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%) 4.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Wilayah Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa kombinasi ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan aktual dengan kemampuan lahan di wilayah Jabodetabek. Ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan merupakan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan/tidak sesuai terhadap kemampuan lahan yaitu yang terkait dengan aspek fisik lahan. Penggunaan/penutupan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan sebesar 504.766,4 Ha (78,91%) terhadap luas wilayah penelitian, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dengan kombinasi ketidaksesuaian sebanyak 36 kombinasi (Gambar 17). Kombinasi ketidaksesuaian terbesar terjadi pada penggunaan lahan permukiman dengan sub kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (w) sebesar 33.437,8 Ha atau 5,23%. Kombinasi ketidaksesuaian ini terbesar terjadi di Kabupaten Tangerang dimana sebagian wilayah dengan sub kelas kemampuan lahan IIIw ini banyak dimanfaatkan untuk permukiman, padahal seharusnya tidak sesuai digunakan untuk permukiman karena lahan dengan kondisi ini akan sering terkena banjir dan cenderung tergenang karena air sulit meresap kedalam tanah. Kombinasi ketidaksesuaian lain yang cukup dominan adalah penggunaan/penutupan lahan untuk sawah irigasi dengan sub kelas kemampuan IV dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dengan luasan mencapai 38 16.096,0 Ha atau 2,52%, selanjutnya diikuti oleh penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan sub kelas kemampuan IVt, dan kebun dengan sub kelas kemampuan VIIt. Urutan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek disajikan dalam Tabel 9. Gambar 17. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kombinasi Ketidaksesuaian IIIw-->Permukiman IVt-->Sawah Irigasi IVt-->Permukiman VIIt-->Kebun VIt-->Sawah Tadah Hujan VIt-->Tanah Ladang/Tegalan VIIt-->Sawah Tadah Hujan IIIe-->Permukiman VIIt-->Tanah Ladang/Tegalan VIt-->Sawah Irigasi Luas Ketidaksesuaian Ha % 33.437,8 5,23 16.096,0 2,52 12.727,0 1,99 10.971,8 1,72 9.136,3 1,43 7.618,9 1,19 6.300,4 0,98 5.082,9 0,79 4.495,1 0,70 4.403,5 0,69 39 Pada Gambar 18 telah ditunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon ketidaksesuaian terbanyak kombinasi dari penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek. Jumlah poligon terbanyak terjadi pada kombinasi penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan subkelas IIIw sebesar 20.815 poligon. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 20.815 penggunaan lahan aktual permukiman yang tidak sesuai dengan sub kelas kemampuan IIIw. Banyaknya jumlah poligon kombinasi ketidaksesuaian ini sejalan dengan luas ketidaksesuaiannya yang ditunjukkan pada Tabel 9. Gambar 18. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jumlah poligon ketidaksesuaian yang cukup dominan adalah penggunaan/penutupan lahan permukiman dengan lahan kelas IVt sebanyak 7.010 poligon, diikuti permukiman lagi dengan sub kelas IIIs, w sebanyak 3.019 poligon. Permukiman sebagian besar memiliki jumlah poligon ketidaksesuaian dengan urutan terbesar, hal ini diakibatkan banyaknya aktual perubahan penggunaan lahan permukiman yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Kombinasi ketidaksesuaian antara permukiman dengan sub kelas kemampuan IIIw banyak terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta, misalnya Jakarta Timur. Sebagaimana hasil wawancara di lapang yang dilakukan di Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Timur menunjukkan bahwa di kelurahan tersebut sering terjadi banjir jika musim penghujan turun dan kejadian banjir ini pada umumnya terjadi di sebagian besar wilayah DKI Jakarta. Hal ini diakibatkan sebagian wilayah DKI Jakarta tidak ada lagi area untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah sehingga berakibat terjadinya banjir. Selain hal tersebut, di sebagian wilayah DKI Jakarta pada umumnya dulunya merupakan daerah rawa yang memang kondisi drainasenya kurang baik, sehingga memang di beberapa tempat di DKI Jakarta ini tidak sesuai digunakan untuk permukiman. Sementara pada Gambar 19 menunjukkan urutan 10 besar luas rata-rata poligon ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan 40 di wilayah Jabodetabek. Luas rata-rata poligon ketidaksesuaian terbesar adalah 38,1 Ha yang terjadi pada kombinasi ketidaksesuaian belukar/semak dengan sub kelas VIIIt. Sebagaimana hasil di lapang, sub kelas kemampuan VIIIt banyak digunakan untuk belukar/semak terutama di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Kombinasi ketidaksesuaian ini kemungkinan besar diakibatkan karena pada lahan tersebut yang seharusnya diperuntukkan menjadi kawasan lindung, namun pada aktualnya banyak dikonversi menjadi penggunaan non lindung, sehingga akibat konversi lahan tersebut dimungkinkan banyak ditumbuhi oleh belukar/semak sebelum lahan ini digunakan lebih ekonomis bagi para pelaku ekonomi yang mengkonversi lahan tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sandy (1975) bahwa belukar/semak merupakan vegetasi yang banyak tumbuh akibat banyaknya hutan atau pohon-pohon yang banyak ditebangi atau akibat dari lahan yang belum termanfaatkan dengan optimal (diberakan). Luas rata-rata poligon terbesar kedua adalah kombinasi ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan hutan dengan kemampuan lahan Vt, w sebesar 12,1 Ha, diikuti sawah irigasi dengan sub kelas IVt sebesar 7,4 Ha. Gambar 19. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan (Ha) Tabel 10 menunjukkan luas kabupaten/kota yang mengalami ketidaksesuaian antara penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan di wilayah Jabodetabek. Kabupaten/kota dengan luas ketidaksesuaian terbesar adalah Kabupaten Bogor sebesar 71.984,5 Ha (11,25%). Selanjutnya secara berurutan wilayah dengan luas ketidaksesuaian terbesar adalah Kabupaten Bekasi sebesar 23.919,7 Ha atau 3,74%, dan Kabupaten Tangerang dengan luas 13.832,9 Ha atau 2,16% dari luas Jabodetabek. Dari hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa ketiganya merupakan kabupaten dengan luas inkonsistensi terbesar antara penggunaan/penutupan lahan terhadap RTR Kawasan. Akan tetapi jika dilihat dari luas setiap kabupaten/kota, Jakarta Pusat merupakan wilayah yang 41 sebagian besar penggunaan lahan aktualnya mengalami ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 66,19% terhadap luas Jakarta Pusat. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Jakarta Pusat sebagian besar belum memperhatikan kemampuan lahannya, sehingga banyak dilihat adanya permukiman kumuh, banjir yang terjadi di Jakarta Pusat tersebut. Jakarta Utara juga merupakan wilayah yang mengalami ketidaksesuaian terbesar jika dilahat dari luasan kabupaten/kota, hal ini dikarenakan sekitar 5.870,2 Ha (0,92% dari total wilayah Jabodetabek) lahan kelas III digunakan untuk permukiman yang seharusnya tidak sesuai untuk penggunaan tersebut. Berdasarkan luas total wilayah Jabodetabek, Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang mengalami ketidaksesuaian terbesar. Hal ini dikarenakan di kabupaten ini terdapat penggunaan kebun yang berada di lahan kelas VII sebesar 7.654,0 Ha (1,20%). Lahan kelas VII ini tidak sesuai digunakan untuk kebun dikarenakan akan berbahaya untuk kebun itu sendiri misalnya terkena erosi dan lain-lain. Selain hal tersebut, akan memerlukan biaya yang lebih mahal lagi dalam pengelolaannya. Tabel 10. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Tiap Kabupaten/kota di Jabodetabek Luas % % Kabupaten/kota Ketidaksesuaian Kabupaten/ Jabodetabek (Ha) kota Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Kabupaten Bekasi Kabupaten Bogor Kabupaten Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Luas Ketidaksesuaian 5.017,3 3.057,4 540,5 3.220,2 6.326,7 23.919,7 71.984,5 13.832,9 2.482,2 1.818,0 0,0 2.584,7 90,8 134.874,9 0,78 0,48 0,08 0,50 0,99 3,74 11,25 2,16 0,39 0,28 0,00 0,40 0,01 21,09 42,86 66,19 3,98 18,59 47,72 19,84 25,24 14,97 12,84 22,30 0,00 14,63 0,50 Jumlah poligon kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan dengan kemampuan lahan di setiap kabupaten/kota di Jabodetabek ditunjukkan pada Gambar 20. Poligon ketidaksesuaian terbanyak dominan terdapat di Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi dengan jumlah poligon masing-masing 24.627, 8.244, dan 6.937 poligon. Banyaknya jumlah poligon ketidaksesuaian di ketiga kebupaten ini menggambarkan bahwa penggunaan lahan aktual di ketiga kabupaten tersebut banyak yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya, salah satunya yaitu kemampuan lahan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan berdampak negatif pada wilayah tersebut. Besarnya jumlah poligon di ketiga kabupaten ini sejalan dengan luas ketidaksesuaiannya yaitu terbesar diantara kabupaten/kota yang lain di 42 Jabodetabek. Namun hal ini tidak berarti bahwa kabupaten/kota lain semua penggunaan aktualnya sesuai dengan kemampuan lahannya, akan tetapi penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai relatif sedikit. Gambar 20. Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota Gambar 21. Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota (Ha) Berdasarkan hasil analisis, luas rata-rata poligon ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan sebagaimana disajikan pada Gambar 21, diketahui bahwa Kabupaten Bekasi merupakan kabupaten dengan luas rata-rata poligon kombinasi ketidaksesuaian terbesar dengan luas 3,4 43 Ha, diikuti Kabupaten Bogor sebesar 2,9 Ha, dan Kota Bogor dengan luas ratarata poligon 2,3 Ha. Luas terbesar rata-rata setiap poligon ini tidak sebanding dengan jumlah poligon dan ketidaksesuaiannya. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah poligon tidak berbanding lurus dengan luas poligon. Selain hal tersebut, Kota Bogor memiliki jumlah poligon dalam arti jumlah aktual perubahan penggunaan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan cukup rendah, namun luas ketidaksesuaiannya cukup besar (1.818,0 Ha) sehingga luas rata-rata ketidaksesuaian setiap poligon cukup besar bila dibandingkan dengan Kabupaten Tangerang yang hanya 1,7 Ha. 4.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan Wilayah Berdasarkan kelas kemampuan lahan Jabodetabek, luas ketidaksesuaian terbesar antara penggunaan lahan aktual terhadap kemampuan lahan terjadi pada kelas III sebesar 52.944,7 Ha atau 39,25% terhadap total luas ketidaksesuaian. Hasil ini juga sejalan dengan hasil analisis yaitu ketidaksesuaian terbesar terjadi pada lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w). Selanjutnya sebesar 29.527,3 Ha atau 21,89% terhadap luas ketidaksesuaian yang terjadi pada lahan kelas IV (Gambar 22a dan b). Lahan kelas IV banyak mengalami ketidaksesuaian terutama pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan yang agak curam. a b a) Luas Ketidaksesuaian penggunaan Lahan menurut Kelas Kemampuan Lahan (Ha) b) Proporsi Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan menurut Kelas Kemampuan Lahan (%) Gambar 22. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 23 merupakan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi kemampuan lahan dengan ketidaksesuaian terbesar yaitu kombinasi kelas VIII dengan penggunaan lahan aktual belukar/semak sebesar 83,20% terhadap lahan kelas VIII. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya penggunaan lahan aktual yang tidak memperhatikan aspek fisik lingkungan khususnya kesesuaian karakteristik 44 lahannya. Kombinasi ketidaksesuaian yang cukup berpengaruh adalah kemampuan lahan III yang digunakan untuk permukiman sebesar 23,75% terhadap luas lahan kelas III. Kombinasi dan luas ketidaksesuaian menurut kelas kemampuan lahan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 12. Gambar 23. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) 4.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual Gambar 24 menunjukkan bahwa luas ketidaksesuaian terbesar terjadi pada penggunaan/penutupan lahan untuk permukiman dengan luas 70.211,6 Ha atau 52,06% dari total luas ketidaksesuaian. Hal ini menunjukkan banyaknya permukiman yang tidak lagi memperhatikan daya dukung lingkungannya, sehingga sering terjadi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada permukiman diakibatkan oleh beberapa bencana akibat tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya seperti banyaknya permukiman yang terkena longsor yang diakibatkan permukiman tersebut terdapat pada lereng yang curam (contoh), permukiman yang sering terkena banjir diakibatkan permukiman tersebut berada di daerah rawa-rawa. Ketidaksesuaian terbesar selanjutnya terjadi pada penggunaan sawah irigasi sebesar 21.162,5 Ha atau 15,69% dari total luas ketidaksesuaian. 45 a b a) Luas Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan menurut Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (Ha) b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan menurut Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%) Gambar 24. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Gambar 25. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian antara Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kelas Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%) Luas dan kombinasi ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan menurut tipe penggunaan lahan disajikan dalam Lampiran 13. Berdasakan urutan 5 besar kombinasi ketidaksesuaian, kombinasi antara penggunaan permukiman dan kelas III merupakan kombinasi ketidaksesuaian terbesar dengan luas 33,57% dari total luas permukiman (Gambar 25). Selanjutnya yaitu kombinasi penggunaan sawah tadah hujan dengan lahan kelas VI sebesar 20,19% terhadap luas penggunaan sawah tadah hujan, diikuti 46 penggunaan tanah ladang/tegalan yang terdapat pada lahan kelas VI sebesar 14,17%. Ketidaksesuaian ini banyak terjadi pada lereng yang agak curam sampai curam sehingga jika digunakan untuk sawah tadah hujan maupun tanah ladang/tegalan dibutuhkan biaya yang lebih mahal. Banyaknya ketidaksesuaian penggunaan permukiman terhadap kemampuan lahannya diakibatkan adanya peningkatan penggunaan lahan terutama penggunaan non pertanian akibat peningkatan jumlah penduduk sehingga banyak lahan-lahan produktif yang seharusnya digunakan untuk area pertanian, dikonversi menjadi permukiman. 4.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek terhadap Kemampuan Lahan Wilayah Hasil analisis ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan akan terlihat sejauh mana Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan daya dukung lingkungan atau wilayah dilihat dari segi fisiknya. Peruntukan lahan RTR Kawasan yang sesuai terhadap kemampuan lahannya seluas 493.983,8 Ha (77,23%) dari total luas penelitian, sedangkan yang tidak sesuai sebesar 145.657,5 Ha atau 22,77% (disajikan pada Gambar 26). Terdapat 25 kombinasi ketidaksesuaian antara peruntukan lahan RTR Kawasan dengan subkelas kemampuan lahan wilayah penelitian. Gambar 26. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek 47 Menurut Tabel 11 ketidaksesuaian peruntukan lahan terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi pada lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase yang dialokasikan untuk perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorientasi pasar (zona B-1) dengan luas 42.470,4 Ha atau 6,64% terhadap luas`wilayah penelitian. Selanjutnya yaitu lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w) yang diperuntukan untuk zona B-2 (perumahan hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga kerja) dengan luas 24.052,0 Ha atau 3,76%, diikuti lahan kelas IV dengan faktor pembatas kelerengan (t) yang diperuntukkan untuk zona B-2 (perumahan hunian sedang (perdesaan); pertanian/ladang; industri berorientasi tenaga kerja) dengan luas 11.892,4 Ha atau 1,86%. Dari sini terlihat bahwa peruntukan lahan dalam RTR Kawasan yang dialokasikan terutama untuk perumahan hunian padat dan sedang masih belum disesuaiakan dengan daya dukung lahannya. Hal ini akan berdampak juga pada penggunaan aktualnya yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Besarnya ketidaksesuaian RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan ini menunjukkan bahwa RTR Kawasan yang telah dibuat lebih melihat dari sebaran penggunaan lahan saja, akan tetapi kurang memperhatikan aspek fisik lahan yang seharusnya sangat diperlukan dalam perencanaan suatu wilayah. Akibatnya jika Rencana Tata Ruang kurang memperhatikan kemampuan lahannya, berakibat pada penggunaan lahan aktual yang kurang memperhatikan pada kemampuan lahan juga. Hal ini akan dapat berdampak negatif pada area tersebut atau untuk lingkungan sekitar. Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan No Kombinasi Ketidaksesuaian Ha % 1 IIIw-->B-1 42.470,4 6,64 2 IIIw-->B-2 24.052,0 3,76 3 IVt-->B-2 11.892,4 1,86 4 IIIe,s,w-->B-2 8.146,8 1,27 5 VIt-->B-3 7.033,6 1,10 6 IIIe,w-->B-1 6.398,1 1,00 7 IIIt,e-->B-2 6.324,4 0,99 8 IIIe-->B-1 5.818,8 0,91 9 IIIs,w-->B-2 5.389,1 0,84 10 IIIe-->B-2 4.905,1 0,77 Gambar 27 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak ketidaksesuaian di wilayah penelitian. Jumlah poligon ketidaksesuaian berjumlah 432 poligon dengan jumlah poligon terbanyak terjadi pada kombinasi kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (IIIw) dengan zona B-2 sebanyak 75 poligon, sebanyak 65 poligon kombinasi kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (IIIw) untuk zona B-1, dan 48 poligon yang merupakan kombinasi antara kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas kemiringan lereng (IVt) untuk zona B-2. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah alokasi peruntukan lahan yang dominan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya 48 banyak terjadi pada alokasi peruntukan lahan untuk perumahan hunian padat, sedang, dan rendah. Sedangkan untuk peruntukan lahan lain yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya relatif kecil. Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Gambar 28. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata (Ha) Terbesar Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Urutan 10 besar luas rata-rata poligon ketidaksesuaian RTR Kawasan terbesar disajikan pada Gambar 28. Luas rata-rata poligon terluas terdapat pada kombinasi lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi (e), dan tekstur/kedalaman tanah (s), dan drainase (w) menjadi peruntukan lahan untuk 49 zona B-2 dengan luasa rata-rata 1.357,8 Ha, diikuti kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi (e), dan drainase (w) yang diperuntukkan untuk zona B-1 seluas 1.066,3 Ha, dan sebesar 831,3 Ha pada lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi/kepekaan erosi yang diperuntukkan untuk zona B-1. Hasil analisis ini sesuai dengan analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa ketidaksesuaian terbesar terjadi pada alokasi peruntukan lahan untuk zona B-1 dan B-2 (perumahan hunian padat dan sedang). Hal ini mengindikasikan masih adanya peruntukan lahan kawasan Jabodetabek yang kurang memperhatikan aspek fisik lingkungannya. Luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan Jabodetabek terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi di Kabupaten Bekasi sebesar 39.543,0 Ha atau 6,18% dari luas wilayah penelitian, diikuti oleh Kabupaten Bogor dan Tangerang dengan luas masing-masing 38.414,1 Ha (6,01%) dan 25.916,1 Ha (4,05%) terhadap luas Jabodetabek (Tabel 12), sedangkan berdasarkan luas kabupaten/kota, Jakarta Utara merupakan wilayah dengan luas ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 88,92% terhadap luas Jakarta Utara. Sebagaimana dengan urutan jumlah poligon, Kabupaten Bogor. Bekasi, dan Tangerang merupakan kabupaten dengan urutan jumlah poligon terbanyak dengan jumlah masingmasing 255, 198, dan 141 poligon (Gambar 29). Dari hasil analisis ini dapat diketahui bahwa Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Tangerang merupakan kabupaten yang alokasi peruntukan lahannya masih banyak yang belum disesuaikan dengan aspek fisik lahannya (kemampuan lahan), sedangkan ketidaksesuaian pada kabupaten/kota lain di Jabodetabek relatif rendah. Gambar 29. Kabupaten/kota dengan Jumlah Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Banyaknya ketidaksesuaian antara peruntukan lahan dengan kemampuan lahan di Kabupaten Bekasi disebabkan di kabupaten tersebut sekitar 2,86% terhadap luas wilayah Jabodetabek dialokasikan untuk perumahan hunian padat (zona B-1) yang terdapat di lahan kelas III. Sedangkan di Kabupaten Bogor, sekitar 1,56% terhadap luas Jabodetabek di lahan kelas IV dialokasikan untuk 50 perumahan hunian sedang (zona B-2). Berdasarkan luasan setiap kabupaten/kota, Jakarta Utara merupakan wilayah yang peruntukan lahannya mengalami ketidaksesuaian terbesar yaitu sebesar 1,83% lahan kelas III dialokasikan untuk zona B-1 (perumahan hunian padat) di area ini. Hasil ini menunjukkan bahwa alokasi lahan yang sebagian besar belum memperhatikan daya dukung lingkungan terutama kemampuan lahan banyak terjadi pada peruntukan untuk perumahan. Tabel 12. Kabupaten/kota dengan Luas (Ha) dan Proporsi (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Persentase Ketidaksesuaian (%) Luas Ketidaksesuaian NO Kabupaten/kota (Ha) % Jabodetabek % Kabupaten/kota 1 Jakarta Barat 7.750,6 1,21 66,21 2 Jakarta Pusat 3.946,0 0,62 85,44 3 Jakarta Selatan 644,8 0,10 4,75 4 Jakarta Timur 4.828,6 0,75 27,88 5 Jakarta Utara 11.789,8 1,84 88,92 6 Kab. Bekasi 32,79 39.543,0 6,18 7 Kab. Bogor 13,47 38.414,1 6,01 8 Kab. Tangerang 25.916,1 4,05 28,04 9 Kota Bekasi 4.045,9 0,63 20,92 10 Kota Bogor 1.724,4 0,27 21,15 11 Kota Depok 0,0 0,00 0,00 12 Kota Tangerang 6.997,1 1,09 39,61 13 Kota Tangerang 56,9 0,01 0,31 Selatan Luas Total 145.657,5 22,77 Gambar 30. Kabupaten/kota dengan Luas Rata-rata (Ha) Poligon Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Luas rata-rata poligon kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek terdapat pada Gambar 51 30. Jakarta Timur merupakan wilayah dengan luas rata-rata poligon terbesar dengan luas 603,6 Ha. Hal ini memberikan informasi bahwa luas inkonsistensi di Jakarta Timur relatif lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah poligon peruntukan RTR Kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya, sehingga luas rata-rata ketidaksesuaian nilainya terbesar dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain. Selanjutnya yaitu Jakarta Utara dengan luas 436,7 Ha, diikuti Jakarta Barat dengan luas 369,1 Ha. Hasil ini didukung dengan hasil analisis sebelumnya yang menunjukkan bahwa alokasi peruntukan zona B-1 dan B-2 atau perumahan hunian padat dan sedang banyak mengalami ketidaksesuaian dengan kemampuan lahannya, dan diketahui bahwa permukiman (yang termasuk dalam alokasi zona B-1 dan B-2, maupun B-3, dan B-4) dominan tersebar di DKI Jakarta dan Kota Depok. Oleh sebab itu, luas rata-rata poligon ketidaksesuaian juga banyak terjadi di wilayah-wilayah tersebut. 4.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan Hasil analisis menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan yang mengalami ketidaksesuaian terbesar dengan peruntukan lahan RTR Kawasan adalah lahan kelas III dengan luas 111.496,0 Ha atau sebesar 76,55% terhadap luas ketidaksesuaian. Selanjutnya lahan kelas IV dengan luas 17.185,8 Ha atau 11,80% (Gambar 31). Berdasarkan kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan menurut kelas kemampuan lahan, kombinasi terbesar terjadi pada lahan kelas III yang diperuntukkan untuk perumahan hunian padat (zona B-1) sebesar 25,09% terhadap luas kelas III, diikuti lahan kelas III untuk peruntukan lahan zona B-2 sebesar 24,92% terhadap luas kelas III. Hal ini memperlihatkan bahwa masih banyaknya peruntukan RTR Kawasan yang kurang memperhatikan kaidah kemampuan lahan wilayah Jabodetabek (Gambar 32). Kombinasi dan luas ketidaksesuaian berdasarkan kelas kemampuan lahan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 14. a b a) Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan menurut Kelas Kemampuan Lahan (Ha) b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan menurut Kelas Kemampuan Lahan (%) Gambar 31. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan 52 Gambar 32. Urutan 5 Besar Persentase Luas Luas Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan (%) 4.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan Gambar 33a dan b menunjukkan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan Kawasan Jabodetabek. Peruntukan lahan RTR Kawasan yang tidak sesuai terbesar terjadi pada zona B-2 (perumahan hunian sedang) sebesar 72.832,5 Ha atau 50,00% dari total luas ketidaksesuaian, diikuti peruntukan zona B-1 sebesar 62.538,8 Ha atau 42,94% dari luas ketidaksesuaian, zona B-3 sebesar 9.836,5 Ha, dan terakhir adalah zona B-4 sebesar 449,0 Ha. Ketidaksesuaian peruntukan RTR Kawasan pada keempat zona tersebut ini sesuai dengan hasil yang dianalisis yaitu ketidaksesuaian terbesar terjadi pada peruntukan zona B-1 dan B-2. Berdasarkan hasil analisis ini terlihat bahwa dalam penentuan lokasi khususnya untuk perumahan kurang memperhatikan daya dukung khusunya kemampuan lahannya, sehingga hal ini akan berdampak pada aktual penggunaan lahan terutama permukiman yang dominan tidak sesuai terhadap kemampuan lahan dikarenakan pada RTRnya sudah tidak sesuai. Fakta yang banyak terjadi yaitu adanya penggunaan permukiman di area-area yang sebenarnya sangat rawan dari bencana seperti longsor, banjir, dan lain-lain. Kombinasi ketidaksesuaian berdasarkan peruntukan lahan RTR Kawasan terbesar terjadi pada peruntukan B-2 yang terdapat pada lahan kelas III sebesar 55,03% terhadap luas zona B-2. Selanjutnya yaitu peruntukan lahan zona B-1 yang terdapat pada lahan kelas III sebesar 37,36% dari total luas zona B-1 (Gambar 34). Luas dan kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTR Kawasan terhadap kemampuan lahan menurut peruntukan lahan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 15. 53 a b a) Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan meurut Zona Peruntukan Lahan (Ha) b) Proporsi Luas Ketidaksesuaian Peruntukan RTR Kawasan meurut Zona Peruntukan Lahan (%) Gambar 33. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan Gambar 34. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan (%) Analisis Penggunaan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan dan Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek Berdasarkan hasil overlay antara 3 parameter, yaitu peta penggunaan lahan aktual, peta peruntukan lahan RTR Kawasan, dan peta kemampuan lahan wilayah Jabodetabek, dapat dilihat sejauh mana penggunaan/penutupan lahan aktual yang konsisten terhadap RTR Kawasan namun tidak sesuai dengan kemampuan lahannya, maupun sebaliknya. Hasil lain dapat diketahui luasan lahan yang tidak konsisten dan tidak sesuai terhadap RTR Kawasan dan kemampuan lahannya. Menurut hasil analisis, penggunaan lahan yang konsisten terhadap peruntukan RTR Kawasan`tetapi tidak sesuai dengan kemampuan lahannya sebesar 110.720,0 Ha atau 17,31% terhadap luas wilayah penelitian. Dari sini terlihat bahwa masih cukup besar Rencana Tata Ruang di kawasan ini yang belum 4.7. 54 sepenuhnya memperhatikan aspek fisik lahannya (kemampuan lahan). Hal ini terlihat dengan adanya penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR Kawasannya, akan tetapi tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Penggunaan/penutupan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan namun sesuai dengan kemampuan lahannya sebesar 41.525,7 Ha atau 6,49% terhadap luas wilayah penelitian, dan penggunaan lahan yang konsisten baik terhadap peruntukan RTR Kawasan dan kemampuan lahannya sebesar 463.946,9 Ha atau 72,53% dari total luas wilayah penelitian. Sebesar 23.448,7 Ha (3,67%) merupakan penggunaan/penutupan lahan aktual yang inkonsisten dan tidak sesuai terhadap keduannya yaitu peruntukan lahan maupun kemampuan lahannya (Gambar 35). Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa sebesar 59.592,6 Ha atau 9,32% penggunaan/penutupan lahan sawah irigasi konsisten baik terhadap peruntukan lahan menurut RTR Kawasan maupun kemampuan lahan. Sebesar 27.749,5 Ha atau 4,34% penggunaan/penutupan lahan permukiman konsisten berdasarkan peruntukan lahan RTR Kawasan tetapi tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa masih banyaknya penggunaan lahan aktual maupun peruntukan lahan yang belum sesuai dengan kemampuan lahannya. Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3 Parameter K;S K;TS TK;S TK;TS Luas Total Kombinasi Tiga Parameter Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % 1 III--->B-5--0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 59.592,6 9,32 59.592,6 9,32 >Sawah Irigasi 2 II--->B-1--50.162,0 7,84 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 50.162,0 7,84 >Permukiman 3 III--->B-2--29.850,5 4,67 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 29.850,5 4,67 >Sawah Irigasi 4 III--->B-1--0,0 0,00 27.749,5 4,34 0,0 0,00 0,0 0,00 27.749,5 4,34 >Permukiman 5 II--->B-3--20.350,8 3,18 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 20.350,8 3,18 >Permukiman 6 VII--->N-2--19.522,1 3,05 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 19.522,1 3,05 >Hutan 7 III--->B-4--17.960,9 2,81 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 17.960,9 2,81 >Sawah Irigasi 8 III--->B-1--14.589,4 2,28 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 14.589,4 2,28 >Sawah Irigasi 9 III--->B-2--0,0 0,00 11.242,5 1,76 0,0 0,00 0,0 0,00 11.242,5 1,76 >Permukiman 10 II--->B-2--10.559,4 1,65 0,0 0,00 0,0 0,00 0,0 0,00 10.559,4 1,65 >Permukiman Keterangan:. K;S : P enggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan K;TS : Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan TK;S : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan TK;TS : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan No Penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap kemampuan lahan dan RTR Kawasan paling dominan terjadi di Kabupaten Bogor sebesar 15.668,7 Ha 55 (2,45%) dari total luas wilayah penelitian. Kabupaten Bogor juga merupakan daerah dengan luas terbesar penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR Kawasan dan kemampuan lahan seluas 180.559,8 Ha (28,23%) dari total wilayah penelitian. Kabupaten/kota yang mempunyai luas terbesar penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR namun tidak sesuai terhadap kemampuan lahan maupun sebaliknya juga terjadi di Kabupaten Bogor dengan luas masing-masing 57.517,1 Ha (8,99%) dan 31.407,6 Ha (4,91%) dari total wilayah penelitian (Gambar 36). Sebagaimana disajikan pada Lampiran 17, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi merupakan kecamatan terluas yang penggunaan lahannya konsisten terhadap peruntukan lahan dan kemampuan lahan dengan luas masing-masing 15.007,5 Ha (2,50%) dan 15.559,8 Ha (2,43%). Kecamatan dengan luasan terbesar yang penggunaan lahannya konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi tidak sesuai dengan kemampuan lahan adalah Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor dengan luas 8.751,0 Ha (1,37%) dan Kecamatan Serang, Kabupaten Bekasi dengan luas 4.812,6 Ha (0,75%). Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi dengan luas 7.514,4 Ha (1,17%) dan Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor dengan luas 6.736,4 Ha (1,05%) merupakan kedua kecamatan dengan luasan terbesar yang penggunaan lahannya inkonsisten terhadap RTR Kawasan tetapi sesuai dengan kemampuan lahan. Kecamatan yang penggunaan lahannya inkonsisten terhadap peruntukan lahan dan kemampuan lahan adalah Kecamatan Cariu dan Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor dengan luasan 2.604,8 Ha (0,41%) dan 1.664,1 Ha (0,26%) dari total luas wilayah penelitian. Hasil analisis secara keseluruhan dapat diketahui bahwa Kabupaten Bogor merupakan kabupaten/kota di Jabodetabek yang penggunaan lahan aktualnya dominan inkonsisten terhadap peruntukan RTR Kawasan dan tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya. Keterangan:. K;S : K;TS : TK;S : TK;TS : P enggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan Gambar 35. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi dari Penggunaan Lahan, Peruntukan Lahan, dan Kemampuan Lahan 56 Keterangan: JBAR JPUS : Jakarta Barat : Jakarta Pusat BKS BGR : : Kab. Bekasi Kab. Bogor K.DPK K.TGR : Kota Depok : Kota Tangerang JSEL JTIM : Jakarta Selatan : Jakarta Timur TGR K.BKS : : Kab. Tangerang Kota Bekasi K.TGRS : Kota Tangerang Selatan JUTA : Jakarta Utara K.BGR : Kota Bogor K;S K;TS : : TK;S : TK;TS : P enggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan Gambar 36. Grafik Sebaran 3 Parameter di Kabupaten/kota di Jabodetabek 57 V. 5.1. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek pada tahun 2010 terdiri dari 11 tipe penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan untuk permukiman, hutan, badan air, empang, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah ladang/tegalan, belukar/semak, kebun, rawa/mangrove, dan rumput. Penggunaan lahan terluas di Jabodetabek adalah penggunaan lahan untuk sawah irigasi, diikuti penggunaan lahan untuk permukiman. Inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap RTR Kawasan Jabodetabek adalah sebesar 65.286,0 Ha (10,21%) terhadap luas wilayah penelitian. Kombinasi inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan lahan untuk zona B4/HP atau peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundangundangan dengan penggunaan lahan belukar/semak. Hal ini sejalan dengan hasil di lapang bahwa lahan yang seharusnya digunakan untuk kawasan lindung, namun digunakan sebagai kawasan budidaya. Peruntukan lahan yang mengalami inkonsistensi terbesar terjadi pada zona B-4/HP, sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten terbesar terjadi pada penggunaan belukar/semak. Kabupaten/kota dengan luas inkonsistensi terbesar secara berurutan yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Tangerang. Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dari total luas wilayah penelitian dengan ketidaksesuaian terbesar terjadi pada kombinasi penggunaan permukiman dengan sub kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas drainase (w). Ketidaksesuaian paling tinggi terjadi pada lahan kelas III dan pada penggunaan lahan permukiman. Ketidaksesuaian terbesar terjadi di Kabupaten Bogor, selanjutnya yang dominan juga terjadi di Kabupaten Bekasi, diikuti Kabupaten Tangerang. Luas kabupaten/kota yang mengalami ketidaksesuaian terbesar ini sejalan dengan kabupaten/kota yang mengalami inkonsistensi terbesar terhadap RTR Kawasan. Sementara peruntukan lahan RTR Kawasan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 145.657,5 Ha (22,77%). Ketidaksesuaian peruntukan RTR Kawasan terbesar terjadi pada kombinasi lahan kelas III dengan faktor pembatas drainase (w) yang diperuntukkan sebagai zona B-1 (perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorientasi pasar. Kemampuan lahan yang mengalami ketidaksesuaian terbesar adalah lahan kelas III, sedangkan peruntukan lahan yang tidak sesuai terbesar terjadi pada zona B-2 (perumahan hunian sedang). Luas ketidaksesuaian terbesar terjadi di Kabupaten Bekasi, diikuti oleh Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Tangerang. Penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR Kawasan dan sesuai terhadap kemamapuan lahan sebesar 72,53%. Penggunaan lahan yang konsisten terhadap RTR Kawasan namun tidak sesuai dengan kemampuan lahan sebesar 17,31%. Proporsi penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan, namun sesuai dengan kemampuan lahan sebesar 6,49%. Sebesar 3,67% merupakan penggunaan lahan yang tidak konsisten dan tidak sesuai terhadap RTR 58 Kawasan dan kemampuan lahan dengan kabupaten/kota yang mengalami inkonsistensi dan ketidaksesuaian terbesar terjadi di Kabupaten Bogor. 5.2. Saran Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi kemampuan lahan dengan parameter yang lebih lengkap disertai jangkauan cek lapang yang lebih luas. RTR Kawasan yang ada perlu ditinjau ulang agar lebih disesuaiakan dengan daya dukung lingkungan. 59 DAFTAR PUSTAKA Afifah. 2010. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Agrisantika T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Jabodetabek) [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Algamar SB. 2003. Peran Penataan Ruang Sebagai Instrumen dalam Mewujudkan Pengelolaan Kawasan Perkotaan yang Baik. Makalah disajikan dalam Pelatihan Penataan Ruang Wilayah Perkotaan yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Depkimpraswil. Makassar. 19 - 23 Agustus 2003 Anjani V. 2010. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi [skripsi]. Bogor: Program studi manajemen sumberdaya lahan, Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Anonim. 2012. Jakarta Tak Lagi Menarik. [internet]. [diunduh 2012 Februari 03]. Tersedia pada: http://nasional.kompas.com/read/2012/01/17/04462846/ jabode. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah & Air. Bogor: IPB Press. Barus B dan Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi: Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Jurusan Tanah, IPB. Deni R. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Di dalam Panuju D R et al., Editor. Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Masalah Lingkungan di Jabodetabek. Proseding Seminar Terbatas; 2004 Januari 29; Bogor, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Suara Dramaga, hlm: 7 – 21. Hadi A. 2010. Analisis Daya Dukung Lahan di Desa Ciarutuen Ilir. Kecamatan Cibungbulang. Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan/penutupan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Nurhasanah. 2004. Konsistensi Rencana Tata Ruang di Kawasan Jabodetabek [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Panuju DR. 2004. Dinamika Sosial Ekonomi dan Pemanfaatan Ruang Jabodetabek. Di dalam Panuju DR et al., Editor. Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Masalah Lingkungan di Jabodetabek. Proseding Seminar Terbatas; 2004 Januari 29; Bogor, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Suara Dramaga, hlm 49 – 60. Pontah NK dan SudrajatD. 2005. Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal 60 Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. Vol. 16 No. 3/Desember 2005. Bandung. Hlm. 44-56. Rustiadi E, Barus B, Prastowo, Iman LOS. 2010. Pengembangan Pedoman Evaluasi Pemanfaatan Ruang Penyempurnaan Lampiran Permen LH 17/2009. Bogor: Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), Institut Pertanian Bogor. Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sandy IM. 1975.Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Jakarta: Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria Departemen dalam Negeri. SeptianiP. 2009. Model Spasial Hubungan Banjir dengan Karakteristik Fisik dan Aktifitas Penggunaan Lahan di Wilayah Jabodetabek [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Sitorus SRP.1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bogor: Jurusan Tanah, IPB. .1986. Survei Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor: Jurusan Tanah, IPB. .2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Edisi Ketiga. Bogor: Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Susanto. 1986. Penginderaan Jauh. Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Or. Presiden Republik Indonesia. 2006. Undang-undang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: RI. Presiden Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur. Jakarta: RI. Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: RI. 61 LAMPIRAN 62 63 LAMPIRAN Lampiran 1. Matrik Logik Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Penggunaan/Penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010 No Klasifikasi Peruntukan Hutan RTRW Jabodetabek Rawa/ mangrove Badan Air Kebun Tanah Ladang/ tegalan Empang Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Belukar/ semak Rumput Permukiman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 N-1 V V V X X X X X X X X 2 N-2 V V V X X X X X X X X 3 B-4/HP V V V X X X X X X X X 4 B-7/HP V V V X X X X X X X X 5 B-7 V V V V V V V V V V V 6 B-6 V V V V V V V V V V V 7 B-5 V V V V V V V X X X X 8 B-4 V V V V V V V V V V V 9 B-3 V V V V V V V V V V V 10 B-2 V V V V V V V V V V V 11 B-1 V V V V V V V V V V Keterangan Zona: N-1 : Hutan lindung N-2 : Hutan konservasi/cagar alam/taman nasional B-4/HP : Zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap/ hutan produksi terbatas sesuai peraturan Undang-Undang B-7/HP : Zona B-7 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap/ hutan produksi terbatas sesuai perundang-undangan V 64 64 B-7 B-6 B-5 B-4 B-3 B-2 B-1 : Perumahan hunian rendah dengan KZB maksimum 40%. Daya dukung lingkungan rendah, hutan produksi,pemanfaatan harus disetujui oleh badan koordinasi tata ruang : Perumahan hunian rendah dengan KZB maksimum 50%. Daya dukung lingkungan rendah. Pemanfaatan ruangnya harus disetujui badan koordinasi tata ruang nasional : Pertanian lahan basah (irigasi teknis) : Perumahan hunian rendah. pertanian lahan basah/ kering (dengan teknologi tepat guna); perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, hutan produksi : Perumahan hunian rendah, intensitas lahan terbangun rendah (dengan rekayasa teknis), Pertanian/ ladang : Perumahan hunian sedang (pedesaan); pertanian/ ladang; industri berorientasi tenaga kerja : Perumahan hunian padat (perkotaan); perdagangan dan jasa; industri ringan non polutan dan berorienatsi pasar 65 Lampiran 2. Matrik Logik Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek Penggunaan/Penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010 Hutan Rawa/ mangrove Badan Air Kebun Tanah Ladang/ tegalan Empang Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Belukar/ semak Rumput Permukiman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 I V V V V V V V V V V V 2 II V V V V V V V V V V V 3 III V V V V V V V V V V X 4 IV V V V V V V X V V V X 5 V V V V V V X V V X X X X X V X VI X V X 6 X V X X 7 VII V V V X X X X X V X X 8 VIII V V V X X X X X X X X No 1 Klasifikasi Kemampuan Lahan 66 66 Lampiran 3. Matrik Logik Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek Zona Peruntukan Lahan Menurut RTR Kawasan Jabodetabek No Klasifikasi Kemampuan Lahan N-1 N-2 B-4/HP B-7/HP B-7 B-6 B-5 B-4 B-3 B-2 B-1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 I V V V V V V V V V V V 2 II V V V V V V V V V V V 3 III V V V V V V V V V X X 4 IV V V V V V V X V V X X 5 V V V V V V V V V X X X 6 VI V V V V V V X V X X X 7 VII V V V V V X X V X X X 8 VIII V V X X X X X X X X X 67 Lampiran 4. Luas (Ha) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek Jenis Tanah Aluvial kelabu tua Andosol Asosiasi andosol dan regosol Asosiasi hidromorf kelabu&planosol Asosiasi kelabu tua&aluvial coklat kekelabuan Asosiasi kelabu tua&gley humus rendah Asosiasi latosol coklat,regosol Asosiasi latosol merah,latosol coklat kemerahan Asosiasi latosol merah,latosol coklat kemerahan&laterit Asosiasi podzolik kuning dan hidromorf kelabu Grumusol Kompleks latosol merah kekuningan,latosol coklat,podzolik Kompleks podzolik merah kekuningan,podzolik kuning&regosol Latosol merah Podzolik kuning Podzolik merah Regosol coklat Renzina Grand Total Jakbar Jakpus Jaksel Jaktim Jakut Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Tangerang Luas (Ha) 3.340,3 21.031,9 20.610,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1.771,5 0,0 30.472,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8.277,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 92,9 0,0 0,0 0,0 0,0 997,7 446,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 121,2 Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangsel Luas Total 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3.143,1 0,0 946,4 0,0 60.738,3 20.540,5 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 344,4 8.596,7 0,0 9.264,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9.350,1 38.632,0 1.394,9 20.015,1 713,7 0,0 0,0 1.670,2 0,0 62.559,9 7.085,4 0,0 0,0 4.011,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 12.391,1 0,0 0,0 0,0 3.376,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3.365,2 1.449,9 3.183,2 0,0 1.884,7 58.216,2 0,0 3.822,2 1.320,9 16.825,2 0,0 3.881,4 90.550,8 138,1 8.829,3 5.722,5 0,0 12.823,2 3.485,6 14.359,9 12.452,9 0,0 959,0 12.652,2 12.891,2 84.972,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 18.334,1 0,3 4.626,6 16.889,5 23.614,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 46.704,3 16.832,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 13.900,4 83.405,1 0,0 655,4 93,7 0,0 0,0 0,0 97.722,0 2.046,5 8.447,4 0,0 0,0 0,0 0,0 11.705,7 0,0 4.034,6 0,0 0,0 0,0 0,0 4.618,7 0,0 3.299,4 0,0 0,0 0,0 0,0 13.578,6 0,0 8.414,6 0,0 0,0 0,0 0,0 17.320,3 0,0 4.401,5 0,0 0,0 0,0 0,0 13.258,4 760,8 964,4 2.818,0 0,0 0,6 0,0 120.590,9 9.478,2 30.427,2 23.232,3 7.373,1 0,0 11.019,8 285.153,3 113,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 92.410,6 0,0 1.691,3 0,0 0,0 0,0 0,0 19.335,5 0,0 6.474,3 0,0 265,0 0,0 0,0 8.154,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 17.784,2 1,7 200,1 0,0 0,0 0,0 0,0 17.667,3 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 18.063,8 12.384,9 68.377,5 25.959,9 7.612,9 0,6 10.982,3 639.641,3 68 68 Lampiran 5. Proporsi Luas (%) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek Jenis Tanah Aluvial kelabu tua Andosol Asosiasi andosol dan regosol Asosiasi hidromorf kelabu&planosol Asosiasi kelabu tua&aluvial coklat kekelabuan Asosiasi kelabu tua&gley humus rendah Asosiasi latosol coklat,regosol Asosiasi latosol merah,latosol coklat kemerahan Asosiasi latosol merah,latosol coklat kemerahan&laterit Asosiasi podzolik kuning dan hidromorf kelabu Grumusol Kompleks latosol merah kekuningan,latosol coklat,podzolik Kompleks podzolik merah kekuningan,podzolik kuning&regosol Latosol merah Podzolik kuning Podzolik merah Regosol coklat Renzina Grand Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,28 0,00 0,00 4,76 0,00 0,00 Kab. Tangerang Luas (%) 0,52 3,29 3,22 0,00 1,29 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 6,04 0,16 0,07 0,00 0,00 1,11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,23 0,02 0,02 0,00 Jakbar Jakpus Jaksel Jaktim Jakut Kab. Bekasi Kab. Bogor Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangsel Luas Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,49 0,00 0,00 0,15 0,00 0,05 9,50 3,21 1,34 1,45 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,46 0,22 3,13 0,11 0,00 0,00 0,26 0,00 9,78 0,00 0,00 0,63 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,94 0,00 0,00 0,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,53 0,50 0,00 0,29 9,10 0,00 0,60 0,21 2,63 0,00 0,61 14,16 1,38 0,89 0,00 2,00 0,54 2,24 1,95 0,00 0,15 1,98 2,02 13,28 0,00 0,00 0,00 0,00 2,87 0,72 3,69 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,17 2,64 13,04 0,00 0,00 0,00 0,10 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,63 15,28 0,32 0,00 0,00 0,00 0,00 0,12 1,48 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,94 1,32 0,00 0,00 0,00 0,00 1,83 0,63 0,00 0,00 0,00 0,00 0,72 0,52 0,00 0,00 0,00 0,00 2,12 1,32 0,00 0,00 0,00 0,00 2,71 0,69 0,00 0,00 0,00 0,00 2,07 0,15 0,44 0,00 0,00 0,00 18,85 4,76 3,63 1,15 0,00 1,72 44,58 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14,45 0,26 0,00 0,00 0,00 0,00 3,02 1,01 0,00 0,04 0,00 0,00 1,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,78 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 2,76 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,82 10,69 4,06 1,19 0,00 1,72 100,00 69 Lampiran 6. Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Penggunaan Lahan Badan Air Belukar/Semak Empang Hutan Kebun Permukiman Rawa/Mangrove Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Grand Total Jaksel Jaktim Jakut Kab. Bekasi Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan 128,3 4,8 221,5 3,6 266,2 708,2 5.781,2 45.744,6 0,0 0,0 971,8 16,7 0,0 1.949,1 0,0 2,7 131,4 0,0 0,0 1.826,4 13.330,4 34.181,2 77.651,9 11.435,9 0,0 4.044,7 0,0 10.663,8 11,0 8.551,4 171,0 7.930,9 115,4 157.728,5 1.571,0 4.269,0 46.237,8 5.866,3 1.985,2 2.306,8 9,0 491,9 842,3 274,3 891,9 428,0 124,3 4.337,5 3.485,4 0,0 2.898,0 1.473,0 19,5 169.156,5 45.253,6 32.389,4 6.057,2 1.473,9 1.303,3 3.566,2 762,8 2.826,2 53.751,8 285.153,3 92.410,6 19.335,5 8.154,1 17.784,2 17.667,3 18.063,8 639.641,3 Kab. Bogor Kab. Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor Jakbar Jakpus 93,1 28,5 69,8 1,6 60,6 76,7 115,5 123,7 523,9 68,7 1.148,1 166,2 2.146,2 44.586,4 Luas (Ha) 803,1 303,1 107,6 158,7 99,1 126,8 0,0 0,0 42,8 0,0 0,0 94,9 0,0 0,0 532,5 4,4 0,0 780,8 735,6 45,0 121,0 7.074,8 0,0 2.788,3 12,0 34.505,1 61.810,2 5.220,6 102,4 5.540,4 0,0 0,0 1.858,4 7.892,3 2,4 3.394,7 0,0 10.631,9 3,4 11.639,2 4,3 6.071,3 116,4 22.983,6 811,4 34.762,1 87,5 17.792,0 218,6 2.115,2 1.295,1 0,0 1.056,4 0,0 0,0 1.466,1 8,7 0,0 2.898,2 861,8 0,0 3.805,4 1.714,7 0,0 2.754,5 76.384,5 2.721,7 6.697,6 31.501,3 36.655,4 236,3 1,3 798,7 892,4 56,1 3.757,9 11.705,7 4.618,7 13.578,6 17.320,3 13.258,4 120.590,9 Kota Depok Luas Total 35.490,6 70 70 Lampiran 7. Proporsi Luas (%) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek No Penggunaan Lahan Jakbar Jakpus Jaksel Jaktim Jakut Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Luas Total Luas (%) 1 Badan Air 0,01 0,01 0,01 0,02 0,08 0,18 0,34 0,13 0,02 0,02 0,02 0,03 0,04 0,90 2 Belukar/Semak 0,00 0,00 0,01 0,02 0,01 0,03 6,97 0,05 0,02 0,02 0,00 0,00 0,11 7,15 3 Empang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,12 1,11 0,00 0,82 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,08 4 Hutan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 5,39 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,34 5 Kebun 0,01 0,01 0,08 0,12 0,02 0,44 9,66 0,87 0,29 0,15 0,30 0,02 0,29 12,14 6 Permukiman 1,23 0,53 1,66 1,82 0,95 3,59 5,43 2,78 1,79 0,63 1,67 1,34 1,24 24,66 7 Rawa/Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,13 0,01 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 0,02 0,25 8 Rumput 0,33 0,17 0,23 0,45 0,59 0,43 1,05 0,67 0,31 0,08 0,14 0,68 0,45 5,55 9 Sawah Irigasi 0,20 0,00 0,00 0,13 0,27 11,94 4,92 7,23 0,36 0,13 0,07 0,54 0,23 26,45 Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Grand Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,43 5,73 0,92 0,00 0,04 0,02 0,00 0,00 7,07 0,04 1,83 0,00 0,72 0,12 2,12 0,14 2,71 0,01 2,07 0,59 18,85 5,06 44,58 0,95 14,45 0,23 3,02 0,20 1,27 0,56 2,78 0,12 2,76 0,44 2,82 8,40 100,00 10 11 71 Lampiran 8. Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek No Kelas Kemampuan Lahan Sub Kelas Kemampuan Lahan II Iie Jaksel Jaktim Jakut Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor Jakbar Jakpus 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 15.797,4 0,0 0,0 4.591,5 Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangsel Luas Total 9,9 0,0 0,0 20.352,9 Luas (Ha) 1 2 IIt, e, s 4.028,9 699,6 12.940,6 12.549,3 0,0 17.951,2 39.725,4 16.488,8 15.222,8 0,0 17.774,3 10.599,0 17.719,4 166.416,0 3 IIt, e, s, w 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5.785,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5.768,7 IIIe 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 7.063,9 9.132,2 2.398,1 0,0 42,7 0,0 0,0 344,4 18.945,1 4 III 192.537,6 222.937,6 5 IIIe,s,w 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11.128,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11.217,7 6 IIIe,w 2.046,5 0,0 0,0 0,0 0,0 8.463,8 5.401,1 1.200,6 0,0 0,0 0,0 1,7 0,0 17.088,9 7 IIIs,w 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 17.714,5 0,0 0,0 0,0 1.263,2 0,0 19.124,9 8 IIIt 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5.301,2 2.937,1 0,0 0,3 0,0 0,0 0,1 8.246,5 9 IIIt,e 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11.558,9 9.024,8 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 20.622,2 10 IIIw 5.630,4 3.919,1 638,0 4.771,0 12.322,3 62.738,6 2.814,9 25.173,1 4.112,8 0,0 0,0 5.803,4 0,0 127.692,1 Ive 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 0,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,4 12 Ivt 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 13.076,9 51.325,8 0,0 0,0 3.519,2 0,0 0,0 0,0 67.712,3 13 IVt, e, s 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 895,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 893,0 14 IVt, s 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 930,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 928,0 15 IVt,e 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 580,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 578,3 11.109,3 0,0 6.298,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 18.316,1 18.316,1 11 IV 70.113,0 16 V Vt, w 0,0 0,0 0,0 0,0 936,0 17 VI Vit 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 58.798,2 46,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 58.672,5 58.672,5 18 VII VIIt 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 186,7 74.992,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 74.957,8 74.957,8 19 VIII VIIIt Grand Total 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2.112,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2.106,6 2.106,6 11.705,7 4.618,7 13.578,6 17.320,3 13.258,4 120.590,9 285.153,3 92.410,6 19.335,5 8.154,1 17.784,2 17.667,3 18.063,8 639.641,3 639.641,3 722 Lampiran 9. Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek No 1 Kelas Kemampuan Lahan Jakbar Jakpus Jaksel Jaktim Jakut Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangsel Luas Total Iie 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,47 0,00 0,00 0,72 0,00 0,00 0,00 3,18 IIt, e, s 0,63 0,11 2,02 1,96 0,00 2,81 6,21 2,58 2,38 0,00 2,78 1,66 2,77 26,02 3 IIt, e, s, w 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,90 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,90 IIIe 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,10 1,43 0,37 0,00 0,01 0,00 0,00 0,05 2,96 5 IIIe,s,w 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,74 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,75 6 IIIe,w 0,32 0,00 0,00 0,00 0,00 1,32 0,84 0,19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,67 7 IIIs,w 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,77 0,00 0,00 0,00 0,20 0,00 2,99 8 IIIt 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,83 0,46 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,29 9 IIIt,e 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,81 1,41 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,22 10 IIIw 0,88 0,61 0,10 0,75 1,93 9,81 0,44 3,94 0,64 0,00 0,00 0,91 0,00 19,96 11 III IV IVe 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12 IVt 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,04 8,02 0,00 0,00 0,55 0,00 0,00 0,00 10,59 13 IVt, e, s 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,14 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,14 14 IVt, s 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,15 15 Luas Total Persentase (%) 2 4 II Sub Kelas Kemampuan Lahan 30,10 34,85 10,96 IVt,e 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 16 V Vt, w 0,00 0,00 0,00 0,00 0,15 1,74 0,00 0,98 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,86 2,86 17 VI VIt 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9,19 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9,17 9,17 18 VII VIIt 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 11,72 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11,72 11,72 19 VIII VIIIt 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,33 Grand Total 1,83 0,72 2,12 2,71 2,07 18,85 44,58 14,45 3,02 1,27 2,78 2,76 2,82 100,00 100,00 73 Lampiran 10. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Peruntukan Lahan Persentase Inkonsistensi (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Zona Peruntukan Lahan Luas Zona Peruntukan Lahan (Ha) N-1 14.917,6 N-2 36.973,0 B-7/HP 10.783,3 B-4/HP 26.830,0 B-5 62.424,4 Penggunaan Lahan Belukar/Semak Empang Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Belukar/Semak Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Belukar/Semak Empang Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Belukar/Semak Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Belukar/Semak Permukiman Rumput Sawah Tadah Hujan Luas Total Inkonsistensi Luas Inkonsistensi (Ha) 849,1 4.646,0 1.200,4 199,7 52,2 1.556,9 18,7 623,9 10.830,1 2.772,3 105,8 63,3 62,2 1.655,5 846,8 508,1 2.497,1 1.887,0 404,3 78,1 1.645,2 1.466,5 1.687,4 12.208,7 2.519,6 369,9 316,4 903,4 3.153,0 1.968,9 118,1 7.710,2 84,6 276,8 65.286,0 terhadap Luas Jabodetabek 0,13 0,73 0,19 0,03 0,01 0,24 0,00 0,10 1,69 0,43 0,02 0,01 0,01 0,26 0,13 0,08 0,39 0,30 0,06 0,01 0,26 0,23 0,26 1,91 0,39 0,06 0,05 0,14 0,49 0,31 0,02 1,21 0,01 0,04 10,21 terhadap Luas Peruntukan Lahan 5,69 31,14 8,05 1,34 0,35 10,44 0,13 4,18 29,29 7,50 0,29 0,17 0,17 4,48 2,29 4,71 23,16 17,50 3,75 0,72 15,26 13,60 15,65 45,50 9,39 1,38 1,18 3,37 11,75 7,34 0,19 12,35 0,14 0,44 Jumlah Poligon Inkonsistensi 123 241 310 274 37 52 12 220 646 635 206 49 34 876 238 53 140 250 363 48 69 221 217 643 385 335 126 186 562 397 5 3.016 78 4 11.051 Luas Rata-rata Inkonsistensi (Ha) 6,9 19,3 3,9 0,7 1,4 29,9 1,6 2,8 16,8 4,4 0,5 1,3 1,8 1,9 3,6 9,6 17,8 7,5 1,1 1,6 23,8 6,6 7,8 19,0 6,5 1,1 2,5 4,9 5,6 5,0 23,6 2,6 1,1 69,2 742 Lampiran 11. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Penggunaan Lahan Belukar/semak Empang Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/tegalan Luas Penggunaan Lahan (Ha) 45.744,6 Zona Peruntukan Lahan B-4/HP B-5 B-7/HP N-1 N-2 13.330,4 B-7/HP N-1 77.651,9 B-4/HP B-7/HP N-1 N-2 157.728,5 B-4/HP B-5 B-7/HP N-1 N-2 35.490,6 B-4/HP B-5 B-7/HP N-1 N-2 169.156,5 B-4/HP B-7/HP N-1 N-2 45.253,6 B-4/HP B-5 B-7/HP N-1 N-2 53.751,8 B-4/HP B-7/HP N-1 N-2 Total Luas Inkonsistensi Luas Inkonsistensi (Ha) 12.208,7 118,1 508,1 849,1 10.830,1 2.497,1 4.646,0 2.519,6 1.887,0 1.200,4 2.772,3 369,9 7.710,2 404,3 199,7 105,8 316,4 84,6 78,1 52,2 63,3 903,4 1.645,2 1.556,9 62,2 3.153,0 276,8 1.466,5 18,7 1.655,5 1.968,9 1.687,4 623,9 846,8 65.286,0 Perseantase Luas Inkonsistensi (%) terhadap Luas terhadap Luas Jabodetabek Penggunaan Lahan 1,91 26,69 0,02 0,26 0,08 1,11 0,13 1,86 1,69 23,68 0,39 18,73 0,73 34,85 0,39 3,24 0,30 2,43 0,19 1,55 0,43 3,57 0,06 0,23 1,21 4,89 0,06 0,26 0,03 0,13 0,02 0,07 0,05 0,89 0,01 0,24 0,01 0,22 0,01 0,15 0,01 0,18 0,14 0,53 0,26 0,97 0,24 0,92 0,01 0,04 0,49 6,97 0,04 0,61 0,23 3,24 0,00 0,04 0,26 3,66 0,31 3,66 0,26 3,14 0,10 1,16 0,13 1,58 10,21 Jumlah Poligon Inkonsistensi 643 5 53 123 646 140 241 385 250 310 635 335 3.016 363 274 206 126 78 48 37 49 186 69 52 34 562 4 221 12 876 397 217 220 238 11.051 Luas Rata-rata Inkonsistensi (Ha) 19,0 23,6 9,6 6,9 16,8 17,8 19,3 6,5 7,5 3,9 4,4 1,1 2,6 1,1 0,7 0,5 2,5 1,1 1,6 1,4 1,3 4,9 23,8 29,9 1,8 5,6 69,2 6,6 1,6 1,9 5,0 7,8 2,8 3,6 75 Lampiran 12. Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan terhadap Kemampuana Lahan Berdasarkana Kelas Kemampuan Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Kelas Kemampuan Lahan III IV V VI VII VIII Luas Kelas Kemampuan Lahan (Ha) Penggunaan Lahan Luas Total Ketidaksesuaian (Ha) Permukiman Permukiman Sawah Irigasi 18.316,1 Belukar/Semak Hutan Kebun Permukiman Rumput Tanah Ladang/Tegalan 58.672,5 Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan 74.957,8 Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan 2.106,6 Belukar/Semak Kebun Permukiman Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/Tegalan Luas Total Ketidaksesuaian 52.944,7 13.430,7 16.096,6 8,7 48,3 68,6 405,9 467,3 185,0 2.030,0 1.659,6 4.403,5 9.136,3 7.618,9 10.971,8 1.388,7 484,1 662,4 6.300,4 4.495,1 1.752,6 21,6 11,6 232,7 49,7 134.874,9 222.937,6 70.113,0 Persentase Ketidaksesuaian (%) terhadap Total terhadap Total Luas Kelas Luas Jabodetabek Kemampuan Lahan 8,28 23,75 2,10 19,16 2,52 22,96 0,00 0,05 0,01 0,26 0,01 0,37 0,06 2,22 0,07 2,55 0,03 1,01 0,32 3,46 0,26 2,83 0,69 7,51 1,43 15,57 1,19 12,99 1,72 14,64 0,22 1,85 0,08 0,65 0,10 0,88 0,98 8,41 0,70 6,00 0,27 83,20 0,00 1,02 0,00 0,55 0,04 11,04 0,01 2,36 21,09 Jumlah Poligon Ketidaksesuaian 32.675 7.449 2.176 8 4 32 326 171 50 1.562 480 758 1.710 1.500 2.090 1.709 216 256 1.938 1.128 46 7 8 88 7 56.394 Luas Rata-rata Ketidaksesuaian (Ha) 1,6 1,8 7,4 1,1 12,1 2,1 1,2 2,7 3,7 1,3 3,5 5,8 5,3 5,1 5,2 0,8 2,2 2,6 3,3 4,0 38,1 3,1 1,5 2,6 7,1 2 76 Lampiran 13. Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan terhadap Kemampuana Lahan Berdasarkana Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual Persentase Ketidaksesuaian (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Penggunaan Lahan Belukar/semak Hutan Kebun Permukiman Rumput Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Tanah Ladang/tegalan Luas Penggunaan Lahan (Ha) 45.744,6 Kelas Kemampuan Lahan V VIII 34.181,2 V 77.651,9 V VII VIII 157.728,5 III IV V VI VII VIII 35.490,6 V VI VII 169.156,5 IV VI VII 45.253,6 VI VII VIII 53.751,8 V VI VII VIII Luas Total Ketidaksesuaian Luas Ketidaksesuaian (Ha) 8,7 1.752,6 48,3 68,6 10.971,8 21,6 52.944,7 13.430,7 405,9 2.030,0 1.388,7 11,6 467,3 1.659,6 484,1 16.096,6 4.403,5 662,4 9.136,3 6.300,4 232,7 185,0 7.618,9 4.495,1 49,7 134.874,9 terhadap Luas Jabodetabek 0,00 0,27 0,01 0,01 1,72 0,00 8,28 2,10 0,06 0,32 0,22 0,00 0,07 0,26 0,08 2,52 0,69 0,10 1,43 0,98 0,04 0,03 1,19 0,70 0,01 21,09 terhadap Luas Penggunaan Lahan 0,02 3,83 0,14 0,09 14,13 0,03 33,57 8,52 0,26 1,29 0,88 0,01 1,32 4,68 1,36 9,52 2,60 0,39 20,19 13,92 0,51 0,34 14,17 8,36 0,09 Jumlah Poligon Ketidaksesuaian 8 46 4 32 2.090 7 32.675 7.449 326 1.562 1.709 8 171 480 216 2.176 758 256 1.710 1.938 88 50 1.500 1.128 7 56.394 Luas Rata-rata Ketidaksesuaian (Ha) 1,1 38,1 12,1 2,1 5,2 3,1 1,6 1,8 1,2 1,3 0,8 1,5 2,7 3,5 2,2 7,4 5,8 2,6 5,3 3,3 2,6 3,7 5,1 4,0 7,1 77 Lampiran 14. Ketidaksesuaian Peruntukan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan No 1 Kelas Kemampuan Lahan III Luas Kelas Kemampuan Lahan (Ha) 22.2937,6 Zona Peruntukan Lahan Luas Ketidaksesuaian (Ha) Persentase Ketidaksesuaian (%) terhadap Luas Jabodetabek terhadap Luas Kemampuan Lahan Jumalh Poligon Ketidaksesuaian Luas Rata-rata Ketidaksesuaian (Ha) B-2 55.563,0 8,69 24,92 174 319,3 B-1 55.933,0 8,74 25,09 82 682,1 B-2 11.892,4 1,86 16,96 48 247,8 B-1 5.293,4 0,83 7,55 20 264,7 B-2 1.797,1 0,28 9,81 19 94,6 B-1 725,8 0,11 3,96 8 90,7 B-3 7.033,6 1,10 11,99 10 703,4 8 B-2 3.360,2 0,53 5,73 18 186,7 9 B-1 569,8 0,09 0,97 4 142,4 B-3 2.802,8 0,44 3,74 12 233,6 11 B-2 219,8 0,03 0,29 5 44,0 12 B-1 16,8 0,00 0,02 1 16,8 B-4 449,7 0,07 21,35 31 14,5 145.657,5 22,77 432,0 3.040,5 2 3 IV 70.113,0 4 5 V 18.316,1 6 7 10 13 VI VII VIII 58.672,5 74.957,8 2.106,6 Luas Total Ketidaksesuaian 2 78 Lampiran 15. Ketidaksesuaian Peruntukan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Peruntukan Lahan Persentase Ketidaksesuaian (%) Zona Luas Zona Kelas Luas Luas Rata-rata Jumlah Poligon terhadap terhadap Luas No Peruntukan Peruntukan Kemampuan Ketidaksesuaian Ketidaksesuaian Ketidaksesuaian Luas Peruntukan Lahan Lahan (Ha) Lahan (Ha) (Ha) Jabodetabek Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 B-1 B-2 B-3 B-4 149.704,7 VII VI V IV III 100.967,1 VII VI V IV III 84.946,0 VII VI 149.074,7 VIII Luas Total Ketidaksesuaian 16,8 569,8 725,8 5.293,4 55.933,0 219,8 3.360,2 1.797,1 11.892,4 55.563,0 2.802,8 7.033,6 449,7 145.657,5 0,00 0,09 0,11 0,83 8,74 0,03 0,53 0,28 1,86 8,69 0,44 1,10 0,07 22,77 0,01 0,38 0,48 3,54 37,36 0,22 3,33 1,78 11,78 55,03 3,30 8,28 0,30 1 4 8 20 82 5 18 19 48 174 12 10 31 432,0 16,8 142,4 90,7 264,7 682,1 44,0 186,7 94,6 247,8 319,3 233,6 703,4 14,5 3.040,5 79 Lampiran 16. Sebaran Analisis 3 Parameter di Kabupaten/kota di Wilayah Penelitian N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kabupaten/kota Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Tangerang Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Grand Total K;S Ha 6.641,3 1.524,3 13.033,6 14.082,1 6.407,4 90.246,5 180.559,8 77.507,2 16.838,5 6.305,2 17.784,2 15.044,4 17.972,4 463.946,9 K;TS % 1,04 0,24 2,04 2,20 1,00 14,11 28,23 12,12 2,63 0,99 2,78 2,35 2,81 72,53 Ha 5.064,4 3.094,5 544,9 3.238,2 6.609,4 18.627,8 57.517,1 8.969,7 2.497,1 1.848,9 0,0 2.616,6 91,5 110.720,0 TK;S % 0,79 0,48 0,09 0,51 1,03 2,91 8,99 1,40 0,39 0,29 0,00 0,41 0,01 17,31 Ha TK;TS % 0,0 0,0 0,0 0,0 222,5 8.961,3 31.407,6 934,2 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 41.525,7 Keterangan:. K;S : Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan K;TS : Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan TK;S : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan TK;TS : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan Ha 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 1,40 4,91 0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6,49 0,0 0,0 0,0 0,0 19,1 2.755,3 15.668,7 4.999,5 0,0 0,0 0,0 6,2 0,0 23.448,7 % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,43 2,45 0,78 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,67 Luas Total Ha % 11.705,7 1,83 4.618,7 0,72 13.578,6 2,12 17.320,3 2,71 13.258,4 2,07 120.590,9 18,85 285.153,3 44,58 92.410,6 14,45 19.335,5 3,02 8.154,1 1,27 17.784,2 2,78 17.667,3 2,76 18.063,8 2,82 639.641,3 100,00 802 Lampiran 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Tiap Kecamatan di Wilayah Jabodetabek K;S K;TS TK;S Kabupaten/Kota Luas (Kecamatan) Ha % Ha % Ha Jakarta Barat 6.641,3 1,04 5.064,4 0,79 0,0 Kec.Cengkareng 1.136,8 0,18 1.112,2 0,17 0,0 Kec.Grogol Petamburan 170,7 0,03 826,9 0,13 0,0 Kec.Kalideres 1.475,3 0,23 1.319,7 0,21 0,0 Kec.Kebun Jeruk 1.173,9 0,18 412,2 0,06 0,0 Kec.Kembangan 2.071,4 0,32 398,5 0,06 0,0 Kec.Palmerah 483,3 0,08 217,1 0,03 0,0 Kec.Taman Sari 82,8 0,01 339,4 0,05 0,0 Kec.Tambora 47,1 0,01 438,4 0,07 0,0 Jakarta Pusat 1.524,3 0,24 3.094,5 0,48 0,0 Kec.Cempaka Putih 61,1 0,01 619,5 0,10 0,0 Kec.Gambir 204,9 0,03 522,5 0,08 0,0 Kec.Kemayoran 126,7 0,02 564,6 0,09 0,0 Kec.Menteng 79,7 0,01 530,5 0,08 0,0 Kec.Sawah Besar 234,4 0,04 361,2 0,06 0,0 Kec.Senen 45,9 0,01 355,1 0,06 0,0 Kec.Tanah Abang 771,4 0,12 141,1 0,02 0,0 Jakarta Selatan 13.033,6 2,04 544,9 0,09 0,0 Kec.Cilandak 1.220,9 0,19 0,0 0,00 0,0 Kec.Jagakarsa 2.339,2 0,37 0,0 0,00 0,0 Kec.Kebayoran Baru 1.232,6 0,19 0,0 0,00 0,0 Kec.Kebayoran Lama 2.241,8 0,35 0,0 0,00 0,0 Kec.Mampang Prapatan 754,0 0,12 0,0 0,00 0,0 Kec.Pancoran 774,9 0,12 0,0 0,00 0,0 Kec.Pasar Minggu 2.076,3 0,32 0,0 0,00 0,0 Kec.Pesanggrahan 1.208,6 0,19 0,0 0,00 0,0 TK;TS % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Ha Luas Total % 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Ha 11.705,7 2.249,0 997,7 2.795,0 1.586,1 2.469,9 700,3 422,2 485,5 4.618,7 680,7 727,4 691,3 610,2 595,7 401,1 912,5 13.578,6 1.220,9 2.339,2 1.232,6 2.241,8 754,0 774,9 2.076,3 1.208,6 % 1,83 0,35 0,16 0,44 0,25 0,39 0,11 0,07 0,08 0,72 0,11 0,11 0,11 0,10 0,09 0,06 0,14 2,12 0,19 0,37 0,19 0,35 0,12 0,12 0,32 0,19 81 Kabupaten/Kota (Kecamatan) Kec.Setiabudi Kec.Tebet Jakarta Timur Kec.Cakung Kec.Cipayung Kec.Ciracas Kec.Durensawit Kec.Jatinegara Kec.Kramat Jati Kec.Makassar Kec.Matraman Kec.Pasar Rebo Kec.Pulogadung Jakarta Utara Kec.Cilincing Kec.Kelapa Gading Kec.Pademangan Kec.Penjaringan Kec.Tanjung Priok Kabupaten Bekasi Kec.Babelan Kec.Bojong Manggu Kec.Cabangbungin Kec.Cibarusah Kec.Cibitung Kec.Cikarang Kec.Lemahabang K;S K;TS TK;S TK;TS Luas Total Luas Ha 707,8 477,6 14.082,1 2.211,0 2.711,5 1.518,7 2.038,9 695,7 1.240,5 2.033,5 15,3 1.178,9 438,2 6.407,4 2.607,1 1.138,5 632,2 1.465,6 564,0 90.246,5 4.151,0 1,1 6.192,7 2.733,7 7.510,2 7.579,3 6.042,1 % 0,11 0,07 2,20 0,35 0,42 0,24 0,32 0,11 0,19 0,32 0,00 0,18 0,07 1,00 0,41 0,18 0,10 0,23 0,09 14,11 0,65 0,00 0,97 0,43 1,17 1,18 0,94 Ha 139,9 405,0 3.238,2 1.511,6 0,0 0,0 2,0 339,2 0,0 0,0 432,2 0,0 953,2 6.609,4 1.615,2 1.294,2 437,2 1.568,5 1.694,3 18.627,8 752,3 0,5 394,3 4.559,8 1.334,7 1.271,7 3.199,7 % 0,02 0,06 0,51 0,24 0,00 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 0,07 0,00 0,15 1,03 0,25 0,20 0,07 0,25 0,26 2,91 0,12 0,00 0,06 0,71 0,21 0,20 0,50 Ha 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 222,5 0,0 0,0 0,0 222,5 0,0 8.961,3 286,8 0,0 462,3 0,0 0,0 4,7 0,0 % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,03 0,00 1,40 0,04 0,00 0,07 0,00 0,00 0,00 0,00 Ha 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 19,1 0,0 0,0 0,0 19,1 0,0 2.755,3 46,5 0,0 182,9 0,0 25,5 510,0 0,0 % 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 Ha 847,7 882,6 17.320,3 3.722,6 2.711,5 1.518,7 2.040,8 1.034,9 1.240,5 2.033,5 447,6 1.178,9 1.391,4 13.258,4 4.222,3 2.432,7 1.069,5 3.275,6 2.258,3 120.590,9 5.236,6 1,6 7.232,1 7.293,5 8.870,4 9.365,6 9.241,8 % 0,13 0,14 2,71 0,58 0,42 0,24 0,32 0,16 0,19 0,32 0,07 0,18 0,22 2,07 0,66 0,38 0,17 0,51 0,35 18,85 0,82 0,00 1,13 1,14 1,39 1,46 1,44 822 Kabupaten/Kota (Kecamatan) Kec.Muaragembong Kec.Pebayuran Kec.Serang Kec.Setu Kec.Sukatani Kec.Tambelang Kec.Tambun Kec.Tambun Selatan Kec.Tarumajaya Kabupaten Bogor Kec.Bojonggede Kec.Caringin Kec.Cariu Kec.Ciampea Kec.Ciawi Kec.Cibinong Kec.Cibungbulan Kec.Cigudeg Kec.Cijeruk Kec.Cileungsi Kec.Ciomas Kec.Cisarua Kec.Citeureup Kec.Dramaga Kec.Gunungputri Kec.Gunungsindur Kec.Jasinga K;S K;TS TK;S TK;TS Luas Total Luas Ha 2.497,5 10.141,9 4.457,3 5.912,9 15.559,8 8.281,8 5.545,6 0,4 3.639,4 180.559,8 6.728,0 5.274,0 14.039,9 5.214,8 2.969,3 4.389,3 6.746,9 16.007,5 4.340,6 9.934,9 3.207,7 4.141,5 8.402,8 1.228,0 5.627,1 4.628,0 9.921,2 % 0,39 1,59 0,70 0,92 2,43 1,29 0,87 0,00 0,57 28,23 1,05 0,82 2,19 0,82 0,46 0,69 1,05 2,50 0,68 1,55 0,50 0,65 1,31 0,19 0,88 0,72 1,55 Ha 176,9 62,9 4.812,6 284,8 390,6 243,3 674,5 0,0 469,1 57.517,1 0,0 2.251,4 3.472,0 1.742,9 1.183,4 0,0 4.599,5 4.071,4 3.382,2 1.915,9 2.339,7 1.454,9 4.781,5 1.069,8 40,2 32,0 2.560,2 % 0,03 0,01 0,75 0,04 0,06 0,04 0,11 0,00 0,07 8,99 0,00 0,35 0,54 0,27 0,19 0,00 0,72 0,64 0,53 0,30 0,37 0,23 0,75 0,17 0,01 0,01 0,40 Ha 7.514,4 515,4 0,0 0,0 121,0 1,4 0,0 0,0 55,3 31.407,6 0,0 299,0 4.126,5 463,6 207,9 0,0 1.726,4 6.736,4 522,1 2.799,3 58,1 350,3 1.175,4 0,0 0,0 0,0 3.525,6 % 1,17 0,08 0,00 0,00 0,02 0,00 0,00 0,00 0,01 4,91 0,00 0,05 0,65 0,07 0,03 0,00 0,27 1,05 0,08 0,44 0,01 0,05 0,18 0,00 0,00 0,00 0,55 Ha 240,6 816,7 0,0 0,0 485,3 447,8 0,0 0,0 0,0 15.668,7 0,0 319,9 2.604,8 94,1 121,6 0,0 650,1 1.528,3 179,8 706,2 19,4 887,3 808,7 0,0 0,0 0,0 1.531,0 % 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 2,4 0,0 0,1 0,4 0,0 0,0 0,0 0,1 0,2 0,0 0,1 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,2 Ha 10.429,4 11.536,9 9.270,0 6.197,7 16.556,7 8.974,2 6.220,2 0,4 4.163,8 285.153,3 6.728,0 8.144,2 24.243,2 7.515,4 4.482,3 4.389,3 13.723,0 28.343,7 8.424,6 15.356,3 5.624,9 6.833,9 15.168,3 2.297,7 5.667,3 4.660,0 17.538,0 % 1,63 1,80 1,45 0,97 2,59 1,40 0,97 0,00 0,65 44,58 1,05 1,27 3,79 1,17 0,70 0,69 2,15 4,43 1,32 2,40 0,88 1,07 2,37 0,36 0,89 0,73 2,74 83 Kabupaten/Kota (Kecamatan) Kec.Jonggol Kec.Kemang Kec.Leuwiliang Kec.Megamendung Kec.Nanggung Kec.Parung Kec.Parungpanjang Kec.Rumpin Kec.Sukaraja Kec.Tanah Sereal Kec.Tanjung Sari Kec.Tenjo Kabupaten Tangerang Kec.Balaraja Kec.Cikupa Kec.Cisoka Kec.Curug Kec.Kresek Kec.Kronjo Kec.Legog Kec.Mauk Kec.Pasarkemis Kec.Rajeg Kec.Sepatan Kec.Teluknaga Kec.Tigaraksa Kota Bekasi K;S K;TS TK;S TK;TS Luas Total Luas Ha 15.490,3 4.773,9 5.038,6 3.662,6 8.452,0 6.338,0 4.266,3 10.360,4 4.010,4 2.066,7 0,2 3.299,1 77.507,2 4.990,8 6.188,2 6.342,0 4.145,2 4.649,2 5.580,9 9.306,1 8.376,5 5.242,1 4.333,4 6.554,0 5.255,0 6.543,9 16.838,5 % 2,42 0,75 0,79 0,57 1,32 0,99 0,67 1,62 0,63 0,32 0,00 0,52 12,12 0,78 0,97 0,99 0,65 0,73 0,87 1,45 1,31 0,82 0,68 1,02 0,82 1,02 2,63 Ha 8.751,0 552,7 4.521,1 1.119,5 3.387,3 0,0 1.061,3 1.477,8 307,1 0,0 0,5 1.441,8 8.969,7 1.077,6 1.429,2 1.382,4 125,7 152,4 143,6 2,8 457,0 1.011,6 216,1 657,7 915,7 1.398,0 2.497,1 % 1,37 0,09 0,71 0,18 0,53 0,00 0,17 0,23 0,05 0,00 0,00 0,23 1,40 0,17 0,22 0,22 0,02 0,02 0,02 0,00 0,07 0,16 0,03 0,10 0,14 0,22 0,39 Ha 1.615,5 0,0 1.251,4 111,9 2.248,8 0,0 1.287,0 401,1 0,0 0,0 0,0 2.501,3 934,2 0,0 1,7 0,0 0,0 0,2 130,4 0,0 104,6 9,2 0,3 172,9 514,8 0,0 0,0 % 0,25 0,00 0,20 0,02 0,35 0,00 0,20 0,06 0,00 0,00 0,00 0,39 0,15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,00 0,02 0,00 0,00 0,03 0,08 0,00 0,00 Ha 1.664,1 0,0 1.073,3 993,0 1.564,7 0,0 101,2 494,5 25,9 0,0 0,0 300,8 4.999,5 335,3 1,1 4,4 0,0 482,0 1.147,1 0,0 571,2 287,8 467,2 946,7 756,8 0,0 0,0 % 0,3 0,0 0,2 0,2 0,2 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,8 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,2 0,0 0,1 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 Ha 27.520,8 5.326,6 11.884,4 5.887,0 15.652,9 6.338,0 6.715,8 12.733,8 4.343,4 2.066,7 0,7 7.543,0 92.410,6 6.403,6 7.620,2 7.728,8 4.270,9 5.283,7 7.002,0 9.308,9 9.509,3 6.550,7 5.016,9 8.331,4 7.442,3 7.941,9 19.335,5 % 4,30 0,83 1,86 0,92 2,45 0,99 1,05 1,99 0,68 0,32 0,00 1,18 14,45 1,00 1,19 1,21 0,67 0,83 1,09 1,46 1,49 1,02 0,78 1,30 1,16 1,24 3,02 842 Kabupaten/Kota (Kecamatan) Kec.Bantargebang Kec.Bekasi Barat Kec.Bekasi Selatan Kec.Bekasi Timur Kec.Bekasi Utara Kec.Jatiasih Kec.Jatisampurna Kec.Pondokgede Kota Bogor Kec.Bogor Barat Kec.Bogor Selatan Kec.Bogor Tengah Kec.Bogor Timur Kec.Bogor Utara Kota Depok Kec.Beji Kec.Cimanggis Kec.Limo Kec.Pancoran Mas Kec.Sawangan Kec.Sukmajaya Kota Tangerang Kec.Batuceper Kec.Ciledug Kec.Cipondoh Kec.Jatiuwung Kec.Tangerang K;S K;TS TK;S TK;TS Luas Total Luas Ha 3.906,5 1.475,0 1.846,5 2.845,8 507,6 2.087,8 2.057,6 2.111,6 6.305,2 1.659,1 1.508,8 707,9 851,6 1.577,7 17.784,2 1.486,6 5.316,1 2.142,1 1.486,6 4.234,9 3.117,8 15.044,4 3.643,0 2.826,0 3.674,3 2.744,9 2.156,2 % 0,61 0,23 0,29 0,44 0,08 0,33 0,32 0,33 0,99 0,26 0,24 0,11 0,13 0,25 2,78 0,23 0,83 0,33 0,23 0,66 0,49 2,35 0,57 0,44 0,57 0,43 0,34 Ha 1,6 653,1 527,1 218,6 944,4 152,1 0,0 0,0 1.848,9 166,8 1.226,0 9,4 446,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2.616,6 1.216,6 0,0 35,2 803,0 561,9 % 0,00 0,10 0,08 0,03 0,15 0,02 0,00 0,00 0,29 0,03 0,19 0,00 0,07 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,41 0,19 0,00 0,01 0,13 0,09 Ha 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Ha % 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 6,2 3,0 0,0 0,0 3,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Ha 3.908,2 2.128,2 2.373,6 3.064,5 1.452,0 2.239,9 2.057,6 2.111,6 8.154,1 1.825,9 2.734,9 717,4 1.298,3 1.577,7 17.784,2 1.486,6 5.316,1 2.142,1 1.486,6 4.234,9 3.117,8 17.667,3 4.862,5 2.826,0 3.709,5 3.551,1 2.718,1 % 0,61 0,33 0,37 0,48 0,23 0,35 0,32 0,33 1,27 0,29 0,43 0,11 0,20 0,25 2,78 0,23 0,83 0,33 0,23 0,66 0,49 2,76 0,76 0,44 0,58 0,56 0,42 85 Kabupaten/Kota (Kecamatan) Kota Tangerang Selatan Kec.Ciputat Kec.Pamulang Kec.Pondok Aren Kec.Serpong Luas Total K;S K;TS TK;S TK;TS Luas Total Luas Ha 17.972,4 4.387,2 1.930,7 2.733,7 8.920,7 463.946,9 % 2,81 0,69 0,30 0,43 1,39 72,53 Ha 91,5 0,0 0,0 0,0 91,5 110.720,0 % 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01 17,31 Ha 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 41.525,7 % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 6,49 Keterangan:. K;S : Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan K;TS : Penggunaan Lahan yang Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan TK;S : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan tetapi Sesuai terhadap Kemampuan Lahan TK;TS : Penggunaan Lahan yang Tidak Konsisten terhadap RTR Kawasan dan Kemampuan Lahan Ha 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 23.448,7 % 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,67 Ha 18.063,8 4.387,2 1.930,7 2.733,7 9.012,2 639.641,3 % 2,82 0,69 0,30 0,43 1,41 100,00 2 86 Lampiran 18. Hasil Foto-foto Cek Lapang No Foto Pengamatan Koordinat S E Altitute Lokasi Keterangan 1 6° 32' 651" 106° 31' 694" 340 m Kec. Cigudeg, IV---->B-2--->Kebun Kabupaten Lereng agak curam Bogor 6° 30' 764" 106° 29' 955" 178 m Kec. Cigudeg, III---->B-4--->Belukar/Semak Kabupaten Lereng agak curam Bogor 6° 28' 417" 106° 30' 419" 126 m Kec. Cigudeg, Kabupaten VII---->B-4--->Kebun Bogor 2 3 87 4 6° 33' 006" 106° 30' 178" 177 m Desa Sukamaju, VIII---->B-4--->Permukiman Kec. Cigudeg, Di belakang dan samping Kabupaten rumah ini adalah pegunungan Bogor 296 m III---->B-4--->Sawah Tadah Kec. Cigudeg, Hujan Kabupaten Di lapang belum ditanami padi Bogor karena kondisi saat musim kemarau 252 m IV---->B-4--->Sawah Irigasi Disamping lahan ini terdapat Kec. Cigudeg, sungai besar yang digunakan Kabupaten untuk pengairan sawah dan Bogor penggunaan yang lain seperti untuk mandi, mencuci, dll. 5 6° 32' 973" 106° 30' 399" 6 6° 33' 170" 106° 30' 865" 88 2 7 6° 34' 802" 106° 32' 869" 301 m Kec. Nanggung, Kabupaten Bogor III---->B-4--->Badan Air 518 m Desa Bantar Karet, Kec. Nanggung, Kabupaten Bogor VII---->B-4--->Sawah Tadah Hujan Di lapang digunakan untuk perkebunan pisang dan sengon 537 m Desa Bantar Karet, Kec. Nanggung, Kabupaten Bogor VII---->B-4--->Sawah Tadah Hujan Area ini sekarang digunakan unuk pertambangan dan terdapat pabrik pengolahan limbah 8 6° 38' 819" 106° 34' 168" 9 6° 38' 485" 106° 34' 355" 89 10 6° 32' 426" 106° 40' 812" 167 m Kec. Cibungbulan, Kabupaten Bogor 6° 34' 706" 106° 45' 227" 212 m Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor II---->B-2--->Sawah Irigasi 177 m Kec. Cibungbulan, Kabupaten Bogor III---->B-4/HP-->Permukiman Selain hal tersebut, di area ini penggunaan lahannya juga terdapat semak belukar III---->B-4/HP-->Permukiman 11 12 6° 32' 464" 106° 40' 806" 902 13 6° 12' 625" 106° 53' 433" 39 m Kelurahan II---->B-1--->Permukiman Cipinang, Kec. Di area ini sudah tidak ada Pulogadung, lahan untuk meresapkan air Jakarta Timur 6° 11' 972" 106° 53' 163" 41 m Kec. Pulogadung, Jakarta Timur III---->B-1--->Permukiman 39 m Kelurahan Kayu Putih, Kec. Pulogadung, Jakarta Timur Keadaan sungai yang sangat kotor yang digunakan sebagai tempat pembuangan sampah oleh masyarakat 14 15 6° 11' 274" 106° 53' 817" 91 16 6° 12' 695" 106° 51' 619" 38 m Kelurahan Palmeriem, Kec. Jatinegara, Jakarta Timur 35 m III---->B-1--->Permukiman Kelurahan DI belakang area ini Bukit Duri, merupakan bagian hilir sungai Kec. Tebet, ciliwung, dan sering terjadi Jakarta Selatan banjir saat musim hujan turun III---->B-1--->Rumput Sekarang menjadi ruang terbangun 17 6° 13' 038" 106° 51' 745" 2 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan di Desa Sendangharjo Brondong tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan ibu Soniati dan bapak Sonadi. Penulis memiliki satu saudara, Muhammad Nashrul Fatikh yang sekarang masih duduk di kelas VIII SMP. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis diantaranya adalah Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal pada tahun 1993-1996 di Sendangharjo. Sekolah Dasar pada tahun 1996-2002 di SDN 1 dan MIM-7 Sendangharjo. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 20022005 di SMPN 1 Brondong, Lamongan. kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas pada tahun 2005-2008 di MA Al-Ishlah Pondok Pesantren AlIshlah Sendangagung, Paciran, Lamongan. Setelah lulus dari SMA pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beaseswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementrian Agama RI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi ekstrakurikuler luar kampus seperti di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Bogor sebagai anggota bidang pengkaderan pada tahun 2010-2011 dan aktif di ekstrakurikuler dalam kampus seperti CSS MoRA IPB (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs IPB) sebagai anggota Divisi Sosial dan Lingkungan pada tahun 2010-2011. Penulis juga sering mengikuti beberapa kegiatan maupun kepanitiaan seperti seminar baik seminar tingkat nasional maupun tingkat internal IPB sendiri. Pada bulan Juli 2011 penulis mengikuti perlombaan PKM-P (Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian) sebagai salah satu finalis dalam acara Pekan Ilmiah Nasional “PIMNAS XXIV” di Universitas Hasanuddin Makassar. Pada tahun 2012 ini penulis menjadi asisten dalam praktikum mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan