BAB I PENGERTIAN SIKAP 1.1 Pengertian Sikap Menurut Robbins (2007), sikap adalah pernyataan evaluatif – baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Menurut Thurstone (Alo Liliweri, 2005: 195) mengemukakan bahwa sikap merupakan penguatan positif atau negatif terhadap objek yang bersifat psikologis. Howard Kendler (Syamsu Yusuf, 2006: 169). Para ahli dalam memberikan definisi tentang sikap banyak terjadi perbedaan.Terjadinya hal ini karena sudut pandang yang berbeda tentang sikap itu sendiri.Sikap pada awalnya diartikan sebagi suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan.Konsep itu kemudian berkembang semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon pada keadaan tertentu Young (Zaim Elmubarok, 2009: 45). Dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan objek yang memberikan daya positif dan negative terhadap subjek seperti individu atau peristiwa yang berpengaruh pada respon keadaan tertentu. Untuk benar-benar memahami sikap, kita harus mempertimbangkan karakteristik fundamental mereka. Dalam materi ini kita akan menjawab empat pertanyaan mengenai sikap yang akan membantu hal ini dengan lebih baik: 1. Apa saja komponen utama dari sikap? 2. Seberapa konsistenkah sikap itu? 3. Apakah perilaku selalu mengikuti sikap? 4. Apakah sikap kerja yang utama? 1.2 Apa Saja Komponen Utama Dari Sikap Biasanya para peneliti telah berasumsi bahwa sikap mempunyai tiga komponen kesadaran, perasaan, dan perilaku.Keyakinan bahwa “diskriminasi itu salah” merupakan sebuah pertanyaan evaluative.Opini semacam ini adalah komponen kognitif dari sikap, yang menentukan tingkatan untuk bagian yang lebih penting dari sebuah sikap.Komponen afektifnya merupakan segmen emosional atau perasaan dari sikap.Perasaan adalah segmen emosional atau perasaan dari sebuah sikap dan tercermin dalam pernyataan seperti “Saya tidak menyukai Jon karena ia mendiskriminasi orang-orang minoritas”. Komponen perilaku 1 dari sebuah sikap merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Pandangan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen kesadaran, perasaan dan perilaku sangat bermanfaat dalam memahami kerumitan hal ini dan hubungan potensial antara sikap dan perilaku.Dalam organisai, sikap sangatlah penting karena komponen perilakunya. Sebagai contoh, apabila para pekerja percaya bahwa pengawas, auditor, atasan, dan teknisi efisien berkomplot untuk membuat karyawan bekerja lebih keras untuk bayaran yang sama atau lebih sedikit, adalah masuk akal untuk berusaha memahami bagaiman sikap ini terbentuk, hubungan mereka dengan perilaku pekerjaan yang aktual, dan bagaimana mereka bisa tambah. 1.3 Seberapa Konsistenkah Sikap Itu Apakah anda pernah memerhatikan bagaiman individu mengubah apa yang mereka katakan sehingga tidak berlawanan dengan yang mereka lakukan? Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten.Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbullah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Pada akhir tahun 1950-an Leon Festinger mengemukakan teori ketidakpastian koginitif. Teoriini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku.Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan.Ketidakkonsistenan kognitif merujuk pada ketidaksesuaian yang dirasakan oleh seseorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apa pun tidaklah menyenangkan dan bahwa individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian dan tentunya ketidaknyamanan tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Penghargaan juga mempengaruhi tingkat sampai mana individu termotivasi untuk mengurangi ketidaksesuaian.Penghargaan tinggi yang menyertai ketidaksesuaian yang tinggi cenderung mengurangi ketegangan yang melekat pada ketidaksesuaian. Penghargaan berfungsi mengurangi ketidaksesuaian dengan cara meningkatkan sisi konsistensi dari neraca individu. 2 1.4 Apakah Perilaku Selalu Mengikuti Sikap Pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian.Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku atau, paling banyak, hanya berhubungan sedikit. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakian semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bias ditingkatkan dengan memperhitungkan variabel-variabel pengait. Variabel-variabel pengait hubungan sikap-perilaku yang paling kuat adalah pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan social, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang.Sikapsikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan hubungan yang kuat dengan perilaku.Semakin khusus sikap tersebut dan semakin khusus perilaku tersebut, semakin kuat hubungan antara keduanya.Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku kemungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan sosial untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Teori persepsi diri.Meskipun sebagian besar penelitian sikap-perilaku memberikan hasil positif, para peneliti telah mencapai korelasi yang masih lebih tinggi dengan menuju kea rah memerhatikan apakah perilaku memengaruhi sikap.Pandangan ini, yang disebut teori persepsi diri, telah menghasilkan beberapa penemuan yang membesarkan hati.Teori persepsi diri ini sangat didukung. Sementara hubungan sikap perilaku yang tradisional pada umumnya positif, hubungan perilaku-sikap sama kuatnya. Ini sangat benar ketika sikap yang ada tidak jelas dan ambigu. 1.5 Apakah Sikap Kerja Yang Utama Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi PO memfokuskan perhatian pada jumlah yang sangat terbatas mengenai sikap yang berkaitan dengan kerja.Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang memiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka. Kepuasaan Kerja.Istilah kepuasaan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi 3 karakteristiknya.Sesorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaanperasaan yang negative tentang pekerjaan tersebut.Ketika individu membicarakan sikap karyawan, yangs erring dimaksudkan adalah kepuasan kerja. Keterlibatan Pekerjaan.Meskipun jauh lebih sedikit dipelajari bila dibandingkan dengan kepuasan kerja, konsep yang juga berkaitan dengan sikap kerja adalah keterlibatan pekerjaan.Keterlibatan pekerjaan mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan meganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Konsep pemberian wewenang psikologis yaitu keyakinan karyawan tergadap sejauh apa mereka memiliki lingkungan kerja, kompetensi, makna pekerjaan, dan otonomi dalam pekerjaan, juga sangat berkaitan dengan sikap kerja. Komitmen Organisaional. Sikap kerja ketiga yang akan kita diskusikan adal;ah komitmen organisasional yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisai tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keangotaan dalam organisasi tersebut. Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah: 1. Komitmen afektif – perasaan emosional untuk organisai dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Sebagai contoh, seseorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktfi untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewanhewan. 2. Komitmen berkelanjutan – nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin berkomiten kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya. 3. Komitmen normatif – kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etus. Sebagai contoh, seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit” bila ia pergi. Tingkat komitmen organisasi seorang individu merupakan indikator yang lebih baik mengenai pengunduran diri karyawan daripada indikator kepuasan kerja yang lebih sering digunakan. 4 BAB II ASPEK-ASPEK SIKAP 2.1 Aspek Sikap Menurut Ahli Secord and Bacman (Zaim Elmubarok, 2009: 46) membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut: (1)Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap. (2)Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap. (3) Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap. 2.2 Penjelasan Aspek-Aspek Sikap Kognitif (Cognitive). Aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap). Afektif (affective) Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaanyang dimiliki obyek tertentu.(segmen emosional atau perasaan dari sikap). Konatif (conative) Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu). 5 Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut: opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan. 2.3 Pembentukan Sikap Sikap bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir sebab munculnya sikap di dalam diri seseorang terbentuk karena adanya interaksi orang yang bersangkutan dengan berbagai hal dalam lingkungan hidup. 2.4 Faktor Terbentuknya Sikap Menurut Sartain,dkk., ada empat faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap, yaitu sebagai berikut : a) Faktor pengalaman khusus (specific experience) Hal ini berarti bahwa sikap terhadap suatu objek itu terbentuk melalui pengalaman khusus. Misalnya: pasien yang mendapat perlakuan baik dari paramedis, baik dari sisi komunikasi maupun perawatannya, maka akan terbentuk pada diri pasien sikap yang positif. b) Faktor komunikasi dengan orang lain (communication with other people) Banyak sikap individu yang terbentuk disebabkan oleh adanya komunikasi dengan orang lain. Komunikasi itu baik langsung (face to face) maupun tidak langsung, yaitu melalui media massa, seperti: TV, radio, film, koran dan majalah. c) Faktor model Banyak sikap terbentuk terhadap sesuatu itu dengan melalui jalan mengimitasi (meniru) suatu tingkah laku yang memadai model dirinya, seperti perilaku orang tua, guru dan pemimpin. 6 d) Faktor lembaga-lembaga sosial (institutional) Suatu lembaga dapat juga menjadi sumber yang mempengaruhi terbentuknya sikap, seperti: lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain. 2.5 Perubahan Sikap Karena sikap merupakan aspek psikis yang dipelajari, maka sikap itu dapat berubah. Perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. McGuire mengemukakan tentang teorinya mengenai perubahan sikap itu sebagai berikut: Learning Theory Approach (pendekatan teori belajar) Pendekatan ini beranggapan, bahwa sikap itu berubah disebabkan oleh proses belajar atau materi yang dipelajari. Perceptual Theory Approach (pendekatan teori persepsi) Pendekatan teori ini beranggapan, bahwa sikap seseorang itu berubah bila persepsinya tentang objek itu berubah. Consistency Theory Approach (pendekatan teori konsistensi) Dasar pemikiran dari pendekatan ini adalah bahwa setiap orang akan berusaha untuk memelihara harmoni intensional, yaitu keserasian atau keseimbangan (kenyamanan) dalam dirinya. Apabila keserasian terganggu, maka ia akan menyesuaikan sikap dan perilakunya demi kelestarian harmonisnya itu. Functional Theory Approach (pendekatan teori fungsi) Sikap seseorang itu akan berubah atau tidak, sangat bergantung pada hubungan fungsional (kemanfaatan) objek itu bagi dirinya atau pemenuhan kebutuhan dirinya. Sikap yang sudah terbentuk melalui pengalaman dapat diubah dengan cara memberikan pengalaman baru yang merupakan kebalikan dari pengalaman sebelumnya. Pengalaman buruk di masa lalu diubah dengan memberikan pengalaman baru yang lebih menyenangkan sehingga kesan negatif akan berubah menjadi positif. Sebagai contoh, mengubah sikap negatif pasien terhadap pelayanan rumah sakit karena pelayanan yang tidak menyenangkan saat dirawat di rumah sakit dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman baru berupa pelayanan istimewa, sehingga kesan negatifnya akan berubah menjadi positif. 7 2.6 Tingkatan Perubahan Sikap Perubahan sikap pada diri seseorang yang menerima komunikasi persuasif ada tiga tingkatan, yaitu perubahan sikap yang didasarkan pada prinsip kepatuhan (obedience), prinsip identifikasi (identification), dan proses internalisasi (internalization). Prinsip Kepatuhan Pada tingkatan ini, perubahan sikap terjadi karena rasa takut hukum.Komunikasi berubah sikapnya karena takut mendapat hukuman dari pemberi komunikasi bila dia tidak mematuhi apa-apa yang dikatakan oleh komunikator.Selain takut dihukum, perubahan sikap mungkin pula terjadi karena adanya keinginan untuk mendapat hadiah. Prinsip Identifikasi Pada tingkat ini, seseorang berubah sikapnya karena rasa hormat komunikan pada komunikator, semakin besar kecenderungan komunikan untuk mengikuti keinginan komunikator. Proses Internalisasi Pada tingkatan ini, seseoang berubah sikapnya karena keyakinan dan kepercayaan bahwa isi pesan yang disampaikan baik dan bermanfaat. Biasanya perubahan sikap terjadi karena komunikan sangat menyadari bahwa apa yang dikomunikasikan tersebut adalah hal yang baik, sesuai dengan pola pikirnya, keyakinan dirinya, dan konsep hidup yang dianutnya. 8 BAB III PENGERTIAN KEPUASAAN KERJA 3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Para Ahli Arti dari puas adalah:Adjektiva (kata sifat): (1) merasa senang (lega, gembira, kenyang, dan sebagainya karena sudah terpenuhi hasrat hatinya): ia merasa puas sebagai penyanyi; ia merasa puas melihat pekerjaan murid-muridnya; baru puas hatinya, kalau dapat mencelakakan saingannya; (2) lebih dari cukup; jemu: puas merasakan hinaan dan nistaan; puas bertanya-tanya, tiada seorang pun yang tahu. Dikutip sumber dari kbbi(kamus besar bahasa indonesia). Menurut Malayu Hasibuan (2006:41) kerja adalah sejumlah aktifitas fisik dan mental yang dilakukan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Sedangkan menurut Osborn (1985:4) mengatakan bahwa “kerja adalah kegiatan yang mengahasilkan suatu nilai bagi orang lain”. Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 2002) yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai “ the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sesuatu rasa yang dirasakan oleh pekerja atau pegawai dalam melakukan respon terhadap pekerjaannya. 3.2 Teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu: 1) Two Factor Theory Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan hygiene factors. 9 Pada teori ini ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi disekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah, keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negatif dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors. Sebaliknya kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan.Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi dinamakan motivators. 2) Value Theory Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. 3) Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisihantara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehinggaapabila kepuasannya diperolah melebihi apa yang diinginkan, maka orang akanmenjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat disparancy, tetapi merupakandisparancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antarasesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. 4) Teori Keadilan (Equity theory) Teori ini mengungkapkan bahwa orang yang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya ada atau tidaknya keadilan dalam suatusituasi., khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teorikeadilan adalah input, hasil keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktorbernilai bagi sepertipendidikan, karyawan pangalaman, yang dianggap kecakapan, mendukung jumlah tugas pekerjaannya dan peralatan atauperlengkapan yang digunakan untuk melakukan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang diangap bernilai oleh seorang karyawanyang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah/gaji, keuntungan sampingan,simbol, status, pengahargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi 10 diri.Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa serseorang di perusahaanyang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan dirinya dimasa lalu.Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasilorang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akanmerasa puas.Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisamenimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidak puasan. 5) Teori Motivator-Hygiene (M-H) Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teorimotivator-hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg.Teori H-M sebenarnya berujung pada kepuasan kerja.Namun penelitian menunjuaknhubungan yang positif antara kepuasan kerja dan turnover SDM serta antarakepuasan kerja dan komitmen SDM. Pada intinya, teori H-M justru kurang sependapat dengan pemberian balas jasa yang tinggi, seperti strategi golden handcuff, karena balas jasa yang tinggihanya mampu menghilangkan ketidakpuasan kerja dan tidak mampumendatangkan kepuasan kerja (balas jasa hanyalah faktor hygiene, bukanmotivator).Untuk mendatangkan kepuasan kerja, Hezberg menyarankan agarperusahaan melakukan job enrichment, yaitu suatu upaya menciptakan pekerjaandengan tantangan, tanggung jawab, dan otonomi yang lebih besar.Dalam dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu kepadakompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan danfasilitas kerja lainnya seperti, rumah dinas dan kendaraan kerja. Konteks “puas”dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan merasa puas apabila diamengalami hal-hal : Apabila hasil atau imbalan yang didapat individu tersebut labih dari yangdiharapkan. Masing-masing individu memiliki target pribadi, apabila merekatermotivasi untuk mendapatkan target tersebut, mereka akan bekerja keras.Pencapaian hasil dari kerja keras tersebut akan membuat individu merasapuas. Apabila hasil yang dicapai lebih besar daripada standar yang ditetapkan.Apabila individu memperoleh hasil yang lebih besar dari standar yangditetapkan oleh perusahaan, maka individu tersebut memiliki produktivitasyang tinggi dan layak mendapatkan penghargaan dari perusahaan. 11 Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang dimintadan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan, konsisten untuk setiap saatserta dapat ditingkatkan setiap waktu. Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teoriyang dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan Equity ModelTheory atau teori kesetaran. Initnya teori ini menjelaskan kepuasan danketidakpuasan dengan pembayaran, perbedaan antara jumlah yang diterimadengan jumlah yang dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebabutama terjadinya ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatanpembayaran, yaitu : a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan. b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak maupindah kerja ketempat lain.3. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yangdiharapkan. Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau RelativeDeprivatioan Theory dalam (Veithzal Rivai, 2004:477), ada enam keputusanpenting menyangkut kepuasan dengan pembayaran, menurut teori ini adalah : a) Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan b) Perbedaan antara pengeluaran dengan penerimaan c) Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih d) Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan e) Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang buruk Apakah kepuasan kerja para pegawai dapat ditingkatkan atau tidak,tergantung dari apakah kompensasi yang diberikan kepadanya telah memenuhiharapan dan keinginannya atau belum. Jika kinerja yang lebih baik dapatmeningkatkan imbalan bagi karyawan secara adil dan seimbang, maka kepuasankerja akan meningkat. Dalam kasus lain, kepuasan kerja karyawan merupakanumpan balik yang mempengaruhi self-image dan motivasi untuk meningkatkankinerja. 12 Pengaruh fungsi SDM terhadap produktivitas kerja dan kepuasan kerjadapat kita lihat pada gambar 2.4. Fungsi-fungsi tersebut dijalankan dalam rangka meningkatkan kualitaskerja karyawan.Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan dengan lancar, makaperlu dilakukan pengawasan oleh supervisor.Keberhasilan pelaksanaan fungsi SDM tersebut sangat tergantung dari Feed Back (umpan balik) yang diberikankaryawan, dalam bentuk peningkatan produktivitas kerjakerja dan tercapainyakepuasan kerja. 3.3 Penyebab Kepuasan Kerja Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja(Kreitner dan Kinicki :225) yaitu sebagai berikut : Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment) Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. Perbedaan (Discrepancies) Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan. 13 Pencapaian nilai (Value attainment) Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. Keadilan (Equity) Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Komponen genetik (Genetic components) Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik lingkungan pekerjaan. Selain penyebab kepuasan kerja, ada juga faktor penentu kepuasan kerja. Diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan kerja). Gaji/Upah Menurut Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan simbol dari pencapaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan. Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan kerja. Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas. Tapi jika gaji dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya. Kondisi kerja yang menunjang Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan (uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhan-kebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja. 14 Hubungan Kerja Hubungan dengan rekan kerja. Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain (dalam bentuk tertentu). Keluarannya (barang yang setengah jadi)menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Misalnya pekerja konveksi. Hubungan antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang berbentuk fungsional. Kepuasan kerja yang ada timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja sehingga dapat berkomunikasi. Bersifat kepuasan kerja yang tidak menyebabkan peningkatan motivasi kerja. Dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. Hubungan dengan atasan. Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa (consideration). Hubungan fungsional mencerminkan sejauhmana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilainilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa, misalnya keduanya mempunyai pandangan hidup yang sama. 3.4 Pengukuran Kepuasan Kerja Tingkat Kepuasan Kerja Rata-Rata Menurut Aspek 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tingkat Kepuasan Kerja RataRata Menurut Aspek 15 BAB IV ASPEK-ASPEK KEPUASAN KERJA 4.1 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja Faktor-faktor kepuasan kerja yang diambil berdasarkan pada Job Descriptive Index, dimana terdapat pengukuran yang standar terhadap kepuasan kerja, yang meliputi beberapa faktor yaitu pekerjaan itu sendiri, mutu dan pengawasan supervisi, gaji atau upah, kesempatan promosi, dan rekan kerja. Job Description Index adalah pengukuran terhadap kepuasan kerja yang dipergunakan secara luas.Riset menunjukkan bahwa Job Description Index dapat menyediakan skala kepuasan kerja yang valid dalam skala yang dapat dipercaya (Dipboye, Robert, Smith, Howell, 1994:157). Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu: 1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self) Karyawan lebih menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki dan yang mampu memberikan kebebasan dan umpan balik(feedback) tentang seberapa baiknya mereka bekerja. Studi-studi mengenai karakteristik tersebut membuat pekerjaan menjadi lebih menantang secara mental. Adapun lima dimensi inti dari materi pekerjaan yang meliputi: a. Ragam keterampilan(skill variety) b. Identitas pekerjaan(task identity) c. Keberartian pekerjaan(task significance) d. Otonomi(autonomy) e. Umpan balik(feedback) 2. Atasan (Supervisior) Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya.Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. 3. Teman sekerja (Workers) Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Pada dasarnya 16 karyawan juga menginginkan adanya perhatian dari rekan kerjanya, sehingga pada saat seorang karyawan memiliki rekan kerja yang saling mendukung dan bersahabat maka akan meningkatkan kepuasan kerja mereka. 4. Promosi (Promotion) Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi karyawan, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial (Robbins,2003:108). Oleh karena itu salah satu kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan promosi yang diberikan perusahaan. 5. Gaji/Upah (Pay) Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.Dengan mempertimbangkan sejauh mana gaji yang diterima oleh karyawan dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil dengan didasarkan tuntutan yang ada pada pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan timbul kepuasan kerja. 4.2 Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja 1. Kerja yang secara mental menantang Kebanyakan Karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan. 2. Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat 17 keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja.Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. 3. Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). 4. Rekan kerja yang mendukung Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat.Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. 5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka. 18 BAB V PENUTUP Dalam sebuah instansi atau perusahaan pasti menginginkan kemajuan yang sangat baik. Dan sebuah perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki keinginan mendengarkan apa yang karyawan katakan dan menghargai opini mereka. Selain itu, ada kenyataan bahwa perusahaan yang menggunakan informasi ini secara aktif untuk memperbaiki lingkungan kerja dan etika telah menerima manfaat. Dalam lima tahun terkahir, secara umum respons mengenai kepuasan karyawan baik, sangat baik, dan luar biasa baik, meningkat dari 93% menjadi 98%. Selama periode yang sama, perputaran karyawan tahunan telah menurun dari 23% menjadi 12%. Selama 3 tahun berturut-turut ini, VSP juga berada dalam daftar “100 Tempat Perusahaan Kerja Terbaik” versi majalah Fortune. 19 DAFTAR PUSTAKA Stephen P.Robbins – Timothy A. Judge.2012.”Perilaku Organisasi Organizational Behavior”. Salani, Mochammad. Jurnal Skripsi “Kepuasan Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT. DYSTAR COLOURS INDONESIA”. Kartika, Endo Wijaya.“Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja(Studi Kasus pada Karyawan Restoran di Pakuwon Food Festival Surabaya)”. Rafael Mu˜noz de Bustillo Llorente, Enrique Fern´andez Mac´ias.“Job satisfaction as an indicator of thequality of work”. Dr. P. K. Mishra,” Job Satisfaction”. OSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS)Volume 14, Issue 5 (Sep. - Oct. 2013), PP 45-54e-ISSN: 22790837, p-ISSN: 2279-0845. 20