ii. bahan dan metode

advertisement
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
faktorial dengan dua faktor yaitu dosis hormon tiroksin dan dosis rGH (Tebel 1).
Dosis hormon tiroksin yaitu 0 mg/L, 0.01 mg/L, 0.05 mg/L, dan 0.1 mg/L,
sementara dosis rGH yaitu 0 mg/L dan 10 mg/L. Semua perlakuan diulang tiga
kali.
Tabel 1 Faktorial pada perlakuan dosis hormon tiroksin dan rGH
Hormon Tiroksin (mg/L)
rGH (mg/L)
0
0.01
0.05
0.1
0
Kontrol
T1
T2
T3
10
rGH
GT1
GT2
GT3
2.2 Benih Ikan Patin
Benih diperoleh dari petani patin di daerah Cibanteng, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Benih patin yang digunakan memiliki panjang total 3.2±0.2 cm
dengan bobot tubuh 0.27±0.07 g dan berumur 40 hari. Benih ini dihasilkan dari
pemijahan buatan induk ikan patin dan dilanjutkan dengan pemeliharaan larva
hingga mencapai ukuran benih.
2.3 Hormon Tiroksin
Hormon tiroksin yang digunakan yaitu hormon tiroksin komersial bermerek
dagang Thyrax. Kandungan tiroksin per tablet Thyrax adalah 100 mcg atau setara
dengan 0.1 mg tiroksin (Lampiran 1). Thyrax (levothyroxine sodium) dengan
dosis 0.1 mg per tablet diambil sebanyak 10 tablet dan digerus dengan mortar, lalu
dilarutkan dalam 10 L air sehingga diperoleh dosis 0.1 mg/L (larutan stok). Dosis
0.01 mg/L diperoleh dengan cara 1 L larutan stok diencerkan dengan 9 L air.
Dosis 0.05 mg/L diperoleh dengan cara 3 L larutan stok diencerkan dengan 3 L
air, dan untuk dosis 0.1 mg/L diperoleh dari larutan stok tanpa dilakukan
pengenceran.
5
2.4 rGH
Produksi protein rGH dilakukan menggunakan bakteri E. Coli BL.21 yang
mengandung pCold-rElGH dikultur awal dalam 3 mL media LB cair yang
mengandung ampisilin dan NaOH 5M, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 18
jam dengan shaker 200 rpm. Setelah itu dilakukan subkultur dengan mengambil
sebanyak 1% dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 100 mL media LB cair
baru yang mengandung ampisilin dan NaOH 5M, kemudian diinkubasi lagi pada
suhu 37oC selama 3 jam dengan shaker 200 rpm. Induksi produksi rGH dilakukan
dengan memberikan kejutan suhu 15oC selama 30 menit, ditambahkan IPTG (100
mM) sebanyak 750 µL dan diinkubasi pada suhu 15oC selama 24 jam dengan
shaker. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan cara disentrifugasi pada
kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit.
Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lysozim.
Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan buffer Tris-EDTA (TE)
sebanyak 1 mL per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20
menit. Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit,
kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri (natan) yang
diperoleh dalam tabung mikro ditambahkan larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL
buffer TE) sebanyak 500 µL, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit,
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit, supernatan
dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan
inklusi (inclusion body). Pelet rGH dicuci dengan PBS (phosphate buffer saline)
sebanyak 1 kali dan disimpan pada suhu -80oC hingga akan digunakan.
2.5 Perendaman, Penebaran dan Pemeliharaan Benih
a. Perendaman dalam larutan hormon tiroksin
Benih diambil sebanyak 250 ekor untuk setiap dosis perlakuan hormon
tiroksin, lalu direndam dengan larutan hormon tiroksin selama 1 jam. Setelah 1
jam benih direndam dalam larutan tiroksin, kemudian benih diangkat dan
dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan yang berukuran 50 x 30 x 25 cm.
Padat penebaran perendaman dalam larutan tiroksin yaitu 50 ekor/200 mL. Benih
dipelihara selama 15 hari, dengan padat penebaran 10 ekor/L.
6
b. Perendaman dalam larutan rGH
Sebanyak 250 ekor benih ikan patin dimasukkan ke dalam media yang
mengandung protein rGH dengan dosis 10 mg/L selama 1 jam. Setelah 1 jam
benih direndam, kemudian benih diangkat dan dimasukkan ke dalam akuarium
pemeliharaan yang berukuran 50 x 30 x 25 cm. Padat penebaran perendaman
dalam media yang mengandung protein rGH yaitu 50 ekor/200 mL. Benih
dipelihara selama 15 hari, dengan padat penebaran 10 ekor/L.
c. Perendaman dalam larutan hormon tiroksin dan rGH
Benih diambil sebanyak 250 ekor untuk setiap dosis perlakuan, kemudian
dimasukkan ke dalam media yang mengandung protein rGH dengan dosis 10
mg/L dan hormon tiroksin dengan dosis 0.01 mg/L, 0.05 mg/L, dan 0.1 mg/L
dengan lama waktu perendaman 1 jam. Selanjutnya setelah 1 jam benih direndam,
kemudian benih diangkat dan dimasukkan ke dalam akuarium pemeliharaan yang
berukuran 50 x 30 x 25 cm. Padat penebaran perendaman yaitu 50 ekor/200 mL.
Benih dipelihara selama 15 hari, dengan padat penebaran 10 ekor/L.
d. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu berupa pakan buatan
komersil berbentuk butiran dan merupakan pakan terapung. Pakan yang diberikan
memiliki kandungan protein sebesar 40%. Jumlah pakan yang diberikan per hari
yaitu sebesar 10% dari biomassa ikan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3
kali/hari, yaitu pada pagi, siang, dan sore hari.
2.6 Pengamatan Benih
a. Pengukuran benih (panjang dan bobot)
Pengukuran panjang benih ikan patin dilakukan dengan cara mengukur
panjang total. Panjang total adalah jarak antara ujung terminal mulut hingga ujung
sirip ekor. Panjang total dihitung dengan cara mengambil lima ekor ikan setiap
ulangan secara acak, selanjutnya diukur panjang total menggunakan penggaris.
Pengukuran bobot ikan diukur menggunakan timbangan digital dengan
ketelitian 0.01 g. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengambil lima ekor ikan
setiap ulangan secara acak, lalu ditimbang bobot ikan per ekor. Pengukuran
panjang dan bobot benih ikan patin menggunakan individu yang sama.
Pengukuran ini dilakukan setiap 3 hari sekali.
7
b. Pertumbuhan panjang relatif
Pertumbuhan panjang relatif dapat dihitung dengan rumus (Effendie 1979):
Keterangan:
lt
: Panjang rata-rata benih pada waktu ke-t (cm/ekor)
lo
: Panjang rata-rata benih pada waktu ke-o (cm/ekor)
c. Laju pertumbuhan harian bobot
Laju pertumbuhan harian atau disebut juga dengan Spesific growth rate
(SGR) merupakan persentase pertumbuhan ikan per hari. Laju pertumbuhan
harian bobot ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987):
[√
]
Keterangan:
wt
: Berat rata-rata benih pada waktu ke-t (g/ekor)
wo
: Berat rata-rata benih pada waktu ke-o (g/ekor)
t
: Periode pengamatan (hari)
SGR
: Laju pertumbuhan harian (%)
d. Tingkat kelangsungan hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) merupakan persentase
jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan
awal tebar. Tingkat kelangsungan hidup dinyatakan dengan persamaan berikut
(Goddard 1996):
Keterangan:
Nt
: Jumlah ikan pada waktu akhir pemeliharaan (ekor)
No
: Jumlah ikan pada waktu awal pemeliharaan (ekor)
SR
: Tingkat kelangsungan hidup (%)
8
e. Efisiensi pakan
Efisiensi pakan (EP) merupakan persentase pemanfaatan pakan yang
diberikan untuk pertumbuhan ikan. Efisiensi pakan dihitung dengan persamaan
sebagai berikut (Zonneveld et al. 1991):
Keterangan:
Wt
: Biomassa ikan pada waktu ke-t (g)
Wo
: Biomassa ikan pada waktu ke-o (g)
Wm
: Biomassa ikan yang mati (g)
Pa
: Jumlah pakan yang diberikan (g)
Perhitungan
jumlah
pakan
yang
diberikan
adalah
dengan
cara
mengakumulasikan pakan yang dihabiskan per hari dari awal hingga akhir
pemeliharaan untuk masing-masing perlakuan dan ulangan.
2.7 Pengukuran Kualitas Air
Kualitas air yang diukur meliputi suhu, DO, pH, kesadahan, alkalinitas, dan
Total Ammonia Nitrogen (TAN). Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada jam
06:00 WIB, 12:00 WIB, dan 18:00 WIB, sedangkan DO, pH, kesadahan,
alkalinitas, dan TAN dilakukan pada awal sebelum penebaran dan akhir
pemeliharaan.
2.8 Analisis Statistik
Data pertumbuhan panjang, pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang
relatif, laju pertumbuhan harian bobot, tingkat kelangsungan hidup, dan efisiensi
pakan yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan
program MS. Excel 2010 dan SPSS 17.0. Analisis deskriptif digunakan untuk
mengevaluasi pengaruh kualitas air.
9
Download