evaluasi pemakaian beban listrik di gedung pusat grosir cililitan

advertisement
BAB II
AUDIT DAN MANAJEMEN ENERGI LISTRIK
2.1. KONSUMSI ENERGI PADA BANGUNAN BERTINGKAT
Peningkatan jumlah konsumsi energi oleh bangunan bertingkat seperti gedung
perbelanjaan, perkantoran, rumah sakit, hotel dan lain sebagainya diakibatkan oleh
bertambahnya jumlah bangunan tersebut yang akhirnya dapat mempengaruhi pola
penyediaan energi secara nasional. Hal ini tentu akan berkaitan dengan kebijaksanaan
pemerintah dalam hal intensifikasi/ektensifikasi serta diversifikasi dan konservasi
energi.
Dalam hal konservasi energi pada bangunan, pemerintah mengambil langkahlangkah kebijaksanaan yang dituangkan dalam SNI 03 - 6196 - 2000 tentang Prosedur
Audit Energi pada Bangunan Gedung.
Sumber energi listrik menempati porsi paling besar pada bangunan pusat
perbelanjaan dan perkantoran, energi listrik tersebut digunakan terutama untuk sistem
pencahayaan, sistem tata udara, motor-motor pompa, peralatan kantor dan toko serta
lain-lainnya.
2.2. AUDIT ENERGI
Kunci utama dari manajemen energi adalah audit pada sistem atau bagian sistem yang
engkonsumsi energi yang dilakukan secara periodik dengan selang waktu tertentu.
Lingkup kegiatan dari audit energi ini adalah pemeriksaan konsumsi energi serta
sejenisnya kemudian dianalisis dan dilakukan tindakan dari hasil analisis yang telah
dilakukan.
Dengan audit energi tersebut akan dapat diketahui alur energi pada sistem yaitu
kemana energi disalurkan, bagaimana efisiensinya, dimana terjadi kehilangankehilangan / kebocoran energi selama perjalanannya dan usaha-usaha apa yang dapat
dilakukan untuk mengurangi kebocoran-kebocoran sampai pada level minimum dan
juga untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam sistem atau bagian sistem.
5
2.2.1. Tahapan Audit Energi
Secara umum audit energi meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap 1: pengumpulan data, dimana tahapan ini merupakan pengumpulan data
energy histories, dimulai dengan pengumpulan data konsumsi dan biaya seluruh
energi minimal selama dua tahun terakhir atau lebih. Seluruh masukan energi ke
dalam bangunan dikonversikan dengan satuan yang sama, demikian juga dengan
biaya atau harga energi tersebut.
Data historis tentang biaya dan konsumsi energi setiap tahun digambarkan untuk
melihat fluktuasi (perubahan) konsumsi dan biaya energi. Fluktuasi konsumsi
energi listrik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
•
Perubahan area bangunan, volume bangunan yang dikondisikan dan modifikasi
bangunan.
•
Perubahan jam operasional dari peralatan-peralatan yang mengkonsumsi energi.
•
Perubahan jumlah penghuni dan perubahan jumlah alat-alat pengkonsumsi
energi.
•
Perubahan
micro-climate
lingkungan:
seperti
tanaman-tanaman
atau
pepohonan di sekitar bangunan.
•
Perubahan harga satuan energi yang digunakan.
b. Tahap 2: pengamatan lapangan dan analisis, dimana pada tahap ini dilakukan
pengukuran-pengukuran
pada
setiap
peralatan-peralatan
/
sistem
yang
mengkonsumsi energi. Awal dari tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi
seluruh peralatan-peralatan / sistem yang mengkonsumsi energi di dalam bangunan.
Dengan semua data yang ada kemudian menggambarkan alur aliran listrik energi di
dalam bangunan dan peralatan-peralatan / sistem-sistem yang mengkonsumsinya.
Data pengukuran atau data konsumsi energi dari setiap komponen, peralatanperalatan, atau grup-grup yang melengkapi bangunan selanjutnya dilakukan analisis
secara teknis dari masing-masing komponen tersebut guna menentukan konsumsi
energi spesifik yaitu jumlah energi yang dikonsumsi selama selang waktu tertentu
(1 tahun atau satu bulan) per satuan luas bangunan atau sering juga dinyatakan
dalam daya rata-rata per satuan luas. Konsumsi energi spesifik di atas dapat
dijadikan indikator untuk mengetahui apakah penggunaan energi dalam suatu
6
bangunan sudah efisien pada setiap peralatan /sistem, dengan mengacu pada
standar-standar yang ada.
Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan pada setiap peralatan-peralatan yang
menyangkut jenis, jumlah, daya, jam operasional (Watt age), kapasitas, sistem
control, suhu, isolasi, dan lain sebagainya. Di dalam bangunan bertingkat, beberapa
peralatan-peralatan yang perlu diamati adalah:
•
Sistem penerangan
•
Sistem tata udara
•
Sistem transportasi (lift atau escalator)
•
Pompa-pompa (plumbing)
•
Peralatan-peralatan lainnya
Pengamatan terhadap objek di atas dapat dilakukan dengan mengisi check list dari
hasil pengukuran-pengukuran langsung. Hasil analisa dan pengamatan dalam tahap
ini akan memberikan kesimpulan pada bagian-bagian atau sistem-sistem mana yang
terjadi kebocoran-kebocoran, pemborosan-pemborosan, dan pemakaian energi yang
tidak sesuai sehingga efisiensi penggunaan energi pada sistem-sistem tersebut dapat
diketahui apakah sudah optimal atau berlebihan.
c. Tahap 3: identifikasi potensi konservasi energi, dimana pada tahap terakhir ini
ditentukan tindakan-tindakan/usaha-usaha apa yang harus dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan energi di dalam bangunan. Analisa dan
kesimpulan yang diambil dalam mengidentifikasi potensi konservasi energi pada
tahap ini perlu juga didasari pada analisa tekno-ekonomi yang menyangkut
investasi, perkiraan penghematan biaya, ”pay-back period” yang akan menentukan
prioritas usaha / tindakan yang perlu dilakukan untuk konservasi energi di dalam
bangunan.
Dalam menentukan prioritas tindakan di atas dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu:
a.
Usaha/tindakan jangka pendek, dimana pada kategori ini merupakan tindakan yang
dapat dilakukan dengan tanpa modal awal, atau dengan modal awal yang relatif jauh
lebih rendah dibandingkan dengan harga pemborosan yang terjadi. Contohnya,
menaikan set thermostat sistem A/C, mematikan lampu pada tempat-tempat yang
tidak fungsional, mengganti lampu yang mempunyai efisiensi tinggi, melakukan
maintenance pada peralatan-peralatan, mengurangi jam operasional alat-alat, dan
7
lain sebagainya. Bisanya “pay-back period” untuk kategori ini kurang dari satu
tahun dan dapat menghemat energi (atau biaya energi) lebih 50% dari potensi
penghematan total.
b.
Usaha/tindakan jangka panjang, dimana pada kategori ini tindakan yang dilakukan
memerlukan biaya yang cukup besar dalam pelaksanaannya dan mempunyai “payback period” yang lebih panjang. Beberapa contoh tindakan dalam kategori ini,
antaranya penggunaan sistem control automatic peralatan-peralatan/sistem-sistem
pemakai energi, penggantian peralatan-peralatan/sistem-sistem dengan yang lebih
efisien, perubahan struktur bangunan, dan lain sebagainya. Saran-saran di atas baru
merupakan saran yang memerlukan investasi relatif kecil dibandingkan dengan
pemborosan biaya tiap tahun akibat kehilangan-kehilangan/pemborosan energi.
2.3.
SIFAT KELISTRIKAN
2.3.1.
Daya
Daya merupakan banyaknya perubahan tenaga terhadap waktu dalam besaran tegangan
dan arus. Satuan daya adalah Watt (W) atau Horse Power (HP). Daya dalam Watt yang
diserap oleh suatu beban pada setiap saat adalah hasil kali jatuh tegangan sesaat diantara
beban dalam Volt dengan arus sesaat yang mengalir dalam beban tersebut dalam
Amper. Guna keperluaan analisa, daya dalam sirkuit arus bolak – balik, dirinci lagi
sesuai tipe dari daya tersebut, dimana tipe daya tersebut adalah [6]:
a.
Daya sesaat
b.
Daya kompleks
c.
Daya aktif
d.
Daya reaktif
e.
Daya vector
Hubungan antara daya dan arus tergantung pada tegangan, dan bisanya tegangan
dalam suatu rangkaian adalah konstan, maka hubungan vektorisasi untuk daya dapat
digambarkan sama dengan hubungan vektoris pada arus seperti dapat dilihat pada
gambar 2.1 dan gambar 2.2.
8
Arus kerja
φ
Arus reaktif
Arus total
Gambar 2.1. Vektor Arus
P = daya aktif (kW)
φ
Q = daya reaktif (kVAr)
S = daya total (kVA)
Gambar 2.2 Hubungan segitiga daya
Dari gambar 2.1 dan gambar 2.2 jelaslah terlihat bahwa:
S = P2 + Q2
atau
Q = S 2 − P2
dimana :
P
: daya aktif (Watt)
Q
: daya reaktif (VAr)
S
: daya total (VA)
2.3.2.
Faktor Daya
Beban listrik umumnya berupa beban induktif dengan faktor daya 80% mengikut. Oleh
sebab itu, beban seperti ini yang distribusi arusnya mengikut (lagging) terhadap
tegangan, seperti yang terlihat pada gambar cosinus dari sudut yang dibentuk antara
9
arus dan tegangan dikenal sebagai faktor-daya (power factor) yang dirumuskan sebagai
berikut.
Daya aktif
P
=
Daya semu S
Faktor daya =
atau:
Faktor daya = cos ϕ =
P
S
dimana sudut φ adalah sudut fasanya, dan arus mengikut tegangan dari beban yang
bersangkutan.
2.3.3.
Perbaikan Faktor Daya
Banyak peralatan listrik mempunyai faktor daya yang rendah, dimana peralatan tersebut
memerlukan arus listrik yang lebih besar dibanding dengan peralatan listrik yang faktor
dayanya lebih besar untuk kapasitas dan tegangan yang sama. Hal ini disebabkan karena
alat tersebut memerlukan arus efektif sebagai tambahan. Makin rendah faktor daya
suatu peralatanm, maka semakin besar kebutuhan arusnya. Beban listrik umumya
berupa beban induktif dengan faktor daya 80 % mengikut, oleh sebab itu untuk beban
seperti ini yang distribusi arusnya mengikut terhadap tegangan seperti yang terlihat pada
gambar 2.3 cosinus dari sudut yang dibentuk antar arus dan tegangan terima (Vt)
dikenal sebagai faktor daya (power factor).
Gambar 2.3 Perbaikan faktor daya dengan daya aktif konstan
10
Bila komponen dari arus I yang sefasa dan tidak sefasa dikalikan dengan
tegangan terima Vt maka didapat hubungan antar daya aktif (P) daya reaktif (Q) dan
daya kompleks (S) atau apparent power (gambar 2.3 b). bila kapasitor dipasang pada sisi
beban, maka komponen daya reaktif (Q) dari daya semu (S) akan berkurang.
Rendahnya power factor pada sebuah gedung perkantoran, industri, hotel, rumah
sakit dan sebagainya disebabkan karena banyaknya beban induktif. Rendahnya power
factor berakibat fatal apabila sistem beroperasi pada beban rendah. Besarnya faktor
daya (cosφ) dapat dihitung berdasarkan pada persamaan [5]:
Cosϕ =
P kW
=
S kVA
dimana:
P = Daya aktif (kW)
S = Daya total (kVA)
φ = Sudut fasa
2.3.4.
Kebutuhan atau Demand
Kebutuhan beban listrik dalam suatu sistem ialah beban rata-rata yang dibutuhkan
selama selang waktu yang singkat dan bukan harga sesaatnya. Beban listrik bisanya
diukur dalam Amper, kiloWatt atau kiloVolt-Amper. Selang waktu tersebut ditentukan
oleh jenis peralatan yang ditinjau/dibahas, dimana ditentukan oleh konstante termis dan
peralatan yang ditinjau atau lamanya (duration) dari beban tersebut. Beban tersebut
mungkin hanya sebentar.seperti listrik arus stater dari motor, tetapi setiap peralatan
mempunyai konstanta waktu termis yang lama bisa 15 menit, 30 menit, satu jam bahkan
lebih, tergantung pada pemakaian. Sehingga tanpa menyebutkan selang waktunya,
kebutuhan beban listrik tersebut tidak mempunyai arti apa-apa.
Kebutuhan maksimum dari suatu instalasi didefinisikan sebagai suatu beban
(kebutuhan) yang terbesar atau tertinggi yang terjadi selama periode tertentu. Beban
puncak merupakan beban rata-rata selama selang waktu tertentu, yaitu kemungkinan
terjadinya beban yang tertinggi dalam periode selama kurva beban tersebut. Sehingga
kebutuhan puncak (kebutuhan maksimum) bukan merupakan nilai sesaat, tetapi nilai
rata – rata selama selang waktu tertentu, bisaanya selang waktu tertentu tersebut adalah
15 menit, 30 menit atau satu jam.
11
Untuk mendapatkan pengertian yang lebihi jelas mengenai kebutuhan puncak,
perhatikanlah kurva suatu beban selama 5 jam seperti terlihat pada gambar 2.4. Pada
gambar 2.4 ini terlihat bahwa kebutuhan puncak pada selang waktu 30 menit terjadi
pada selang waktu A-B, yaitu antara pukul 8.30 sampai pukul 9.00, nilainya adalah 192
kW merupakan beban puncak (kebutuhan maksimum) dari keseluruhan kurva beban ini
selama selang waktu 30 menit. Selanjutnya kebutuhan maksimum atas dasar selang
waktu 15 menit akan terdapat pada selang waktu M-N, dan nilainya adalah, 210 kW.
Jelas terlihat disini, bahwa bila basis selang waktu dirubah, posisi dari kebutuhan
maksimum berubah disamping nilainya. Kebutuhann maksimum untuk selang waktu 30
menit lebih kecil daripada selang waktu 15 menit.
200
A
B
M
N
150
100
6:00
6:30
7:00
7:30
8:00
8:30
9:00
9:30 10:00 10:30 11:00
Waktu
Gambar 2.4 Cara menentukan besaran kebutuhan (demand)
Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa pengertian kebutuhan maksimum tanpa
disertai lamanya selang waktu tidak mempunyai arti apa-apa. Sebagai contoh,
kebutuhan maksimumnya = 150 kW, ini tidak mempunyai arti yang khusus.
Agar supaya kebutuhan maksimum mempunyai arti maka perlu diketahui:
a.
Jenis kurva beban yang ditinjau; beban harian, bulanan atau tahunan (jadi periode
dari kurva tersebut).
b.
Selang waktu yang dipakai, misainya 15 menit atau 30 menit dan metoda yang
dipakai dalam menentukan nilai rata-ratanya.
12
2.4.
MANAJEMEN ENERGI PERALATAN LISTRIK
Manajemen energi pada peralatan listrik adalah suatu cara untuk mengoptimisasi
peralatan listrik sesuai dengan kegunaannya dan mengurangi kerugian yang timbul saat
peralatan listrik tersebut digunakan. Biasanya peralatan listrik yang sering dilakukan
audit adalah motor listrik, trafo, lampu penerangan, kapasitor, pendingin, dll. Pada
gambar 2.5 di bawah terlihat bahwa pada setiap peralatan yang dioperasionalkan
terdapat kemungkinan losses yang timbul dan hal tersebut berarti berpeluang untuk
dilakukannya efesiensi.
Efesiensi
Panas
Efesiensi
Mekanik
Efesiensi
Efesiensi
Efesiensi
AC /
Mekanikal
Pendingin
Lain
Efesiensi
Gambar 2.5 Prinsip umum manajemen energi.
2.4.1.
Motor-motor Listrik
Ada tiga komponen energi listrik yang dibutuhkan oleh sebuah motor yaitu:
a.
Beban mekanik (mechanical loads) pada motor
b.
Rugi mekanik (mechanlcaI losses) dalam motor
13
c.
Rugi listrik (electrical losses) dalam motor dan rugi pada sistim tenaga listrik
(electrical network losses)
Rugi-rugi listrik merupakan fungsi dari kondisi lingkungan listrik, sifat beban,
dan disain motor. Cara yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja motor adalah
efisiensi yang berhubungan dengan rugi-rugi dan kerja produktif yang dilakukan motor.
Bila motor tidak beroperasi pada beban yang konstan, maka efisiensi harus
didefinisikan kembali. Misal motor tidak dibebani selama waktu 80% dan dibebani
150 % dari name plate selama waktu 20%. Efisiensi motor harus didefinisikan kembali
sebagai [1]:
Rt 2 = Rt1 ×
(M + t 2 )
( M + t1 )
dimana:
Rt1 dan Rt2
: tahanan DC (Ohm)
T1 dan T2
: temperature (oC)
M
: konstanta bernilai 241 untuk tembaga dan bernilai 228 untuk
alumunium
Pengurangan ternperature motor sebesar 1oC akan mengurangi rugi resistansi dc
konduktor sebesar 3-4 %. Efisiensi seluruh peralatan listrik mempunyai beberapa
sensitivitas terhadap magnitude tegangan catu, keseimbangan fasa, bentuk gelombang,
dan frekuensi. Motor dan trafo didesain untuk kenaikan temperature yang spesifik
dalam batasan ± 10% dari name plate. Dibutuhkan ukuran konduktor yang sesuai untuk
membawa arus pada tegangan -10% dan rangkaian magnetik yang sesuai untuk
tegangan +10%.
Bila frekuensi bervariasi, maka efisiensi harus diperhatikan karena lebih
berhubungan dengan Volt per herz. Rasio Volt per hz yang konstan menghasilkan
kerapatan fluks yang konstan dan ini merupakan parameter yang signifikan.
Ketidakseimbangan tegangan fasa, kedip, dan distorsi tegangan akan menambah
rugi-rugi sistim dan peralatan. Rugi-rugi ini dihasilkan oleh dua efek yaitu arus yang
mengalir di dalam komponen dan efek kulit yang terjadi dalam konduktor yang besar.
Arus harmonik yang terjadi memberi efek pemanasan karena meningkatnya resistansi
akibat efek kulit. Selanjutnya efek kulit terjadi di dalam rotor. Rotor didesain untuk
diberi arus dc untuk motor sinkron dan untuk rotor pada frekuensi slip 1-2 Hz.
14
Ketidakseimbangan tegangan memberi dampak yaitu munculnya arus frekuensi
tinggi dua kali dari frekuensi saluran yang mengalir pada rotor. Ketidakseimbangan
tegangan sebesar 5% dapat mengakibatkan arus yang tidak seimbang sebesar 20-30%.
Resistansi efektif rotor pada frekuensi 120% mendekati 5-6 kali resistansi dc. Sehingga
kenaikan rugi motor pada saat beban penuh dapat meningkat sampai 50%. Pada gambar
2.6 dapat dilihat karakteristik tegangan, faktor daya, dan arus motor induksi pada saat
beban penuh.
Gambar 2.6 Pengaruh tegangan motor induksi saat beban penuh
Efisiensi maksimum terjadi pada tegangan di atas 100%, tetapi faktor daya
maksimum terjadi mendekati tegangan 85%. Sedangkan arus minimum tidak terjadi
pada saat faktor daya maksimum seperti dapat dilihat pada gambar 2.7, dimana
ditunjukkan keuntungan bila dilakukan regulasi tegangan ke nilai tegangan optimum
untuk beban motor tertentu. Kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi pada beban
yang ringan dapat dilakukan dengan menurunkan tegangan mesin
Teknik penurunan tegangan digunakan pada alat penghemat energi, tetapi ada
tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Jika motor dioperasikan untuk beban yang berubah cepat, akan rnenyebabkan stall
apabila tegangan tidak dinaikan untuk memberikan torsi yang cukup.
15
b. Jika tegangan diatur kenilai optimum dengan thyristor akan menyebabkan distorsi
gelombang yang akan menambah rugi-rugi
c. Bila kapasitor dipasang untuk memperbaiki faktor daya, tegangan juga akan
bertambah. Hal ini akan menambah efisiensi pada saat beban penuh, tetapi akan
menurunkan efisiensi pada beban yang lebih rendah [1].
Gambar 2.7 Karakteristik motor untuk berbagai variasi beban
Ketidakseimbangan tegangan akan menaikan rugi-rugi motor dan distorsi
harmonik akan menyebabkan kenaikan rugi-rugi, seperti ditunjukan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Efek keseimbangan tegangan saat beban penuh motor 200 hp
Tegangan tidak seimbang (%)
0
2.0
3.5
5.0
Kenaikan rugi-rugi (%)
0
8
25
50
Kenaikan temperature (oC)
-
Kelas A
60
65
75
90
-
Kelas B
80
86
100
120
16
2.4.2.
Transformator
Transformator atau biasa disebut trafo jarang sekali dioperasikan pada beban penuhnya,
sehingga efisiensi siklusnya lebih banyak digunakan. Siklus spesifik untuk
mengevaluasi trafo harus memperhatikan perkiraan kondisi operasi dimasa yang akan
datang dan kondisi awal. Banyak trafo diperbesar kapasitasnya sehingga dapat dibebani
dengan beban ekstra selama keadaan darurat atau kondisi pemadaman rutin karena
pemeliharaan.
Trafo mempunyai rugi daya reaktif (I2R) dan rugi daya nyata. Bila reaktansi
daya trafo tinggi dipilih karena untuk meminimumkan arus hubung singkat pada circuit
braker, maka hasilnya adalah terjadi kenaikan I2X dan akibatnya regulasi tegangan akan
sangat jelek. Untuk memperbaiki regulasi perlu peralatan kendali tegangan tambahan.
Distorsi bentuk tegangan juga akan menambah rugi-rugi yang akan timbul pada trafo
[11].
Gambar 2.8 Pembebanan trafo terhadap umur trafo
2.4.3.
Kapasitor
Kapasitor dalam jaringan digunakan untuk memperbaiki arus kerja sambil mengurangi
rugi-rugi yang terjadi pada motor dan peralatan listrik lainnya dengan memberikan daya
reaktif (VAR) secara lokal. Kapasitor sangat sensitif terhadap distorsi gelombang dan
perhatian dilakukan untuk meminimasi masalah pada area ini.
17
Ketika kapasitor digunakan dengan thirystor atau beban non linier yang lain (arc
furnace. mesin las), resonansi harmonik antara kapasitor dengan sistim induktansi dapat
rnengakibatkan kerusakan pada peralatan. Meskipun resonansi tidak terjadi, penguatan
harmonik dapat terjadi dan hal ini dapat menambah rugi-rugi sistim dari
pengurangannya untuk kondisi frekuensi normalnya.
2.5.
DASAR PERHITUNGAN REKENING LISTRIK
Berdasarkan pada Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2003 penggolongan tarif dibedakan
menjadi beberapa kriteria:
a. Dari segi kebutuhan yaitu, pelanggan rumah tangga, badan sosial, usaha, perhotelan,
industri, kantor pemerintahan dan penerangan jalan umum.
b.
Dari segi sistim tegangan penyambungan listrik yaitu pelanggan tegangan rendah,
pelanggan tegangan menengah dan pelanggan tegangan tinggi.
c.
Dari segi batas daya yaitu pelanggan rumah tangga dengan batas daya 250VA,
450VA, 900VA, 1300VA, 2200VA, batas daya sampai dengan 99kVA seperti yang
dipergunakan oleh perhotelan, dan sampai kepuluhan MVA sebagaimana yang
dipergunakan oleh industri besar.
Pada tabel 2.2 dapat dilihat golongan tarif dan batasan daya untuk keperluan bisnis
berdasarkan Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2003. Pembagian golongan tarif untuk
bisnis ditentukan oleh besar kecilnya daya yang digunakan. Secara lengkap Tarif Dasar
Listrik (TDL) 2003 yang berlaku saat ini bisa dilihat di lampiran A.
18
Tabel 2.2 Golongan tarif untuk keperluan bisnis berdasarkan pada TDL 2003
1
B-1 / TR
s.d. 450 VA
Biaya Beban
(Rp./ kVA/ bulan)
23,500
2
B-1 / TR
900 VA
26,500
Blok I : 0 s.d. 108 kWh : 420
Blok II : diatas 108 kWh : 465
3
B-1 / TR
1.300 VA
28,200
Blok I : 0 s.d. 146 kWh : 470
Blok II : diatas 146 kWh : 473
4
B-1 / TR
2.200 VA
29,200
Blok I : 0 s.d. 264 kWh : 480
Blok II : diatas 264 kWh : 518
5
B-2 / TR
diatas 2.200 VA
s.d. 200 kVA
30,000
Blok I : 0 s.d. 100 jam nyala : 520
Blok II : diatas 100 jam nyala berikutnya : 545
6
B-3 / TM
diatas 200 kVA
28,400
Blok WBP = K x 452
Blok LWBP = 452
No.
Gol. Tarif
Batas Daya
Biaya Pemakaian (Rp. / kWh)
Blok I : 0 s.d. 30 kWh : 254
Blok II : diatas 30 kWh : 420
Keterangan:
: Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan
K
karakteristik beban sistem kelistrikan setempat (1.4 £ K £ 2), yang
ditetapkan oleh Direksi Perusahaan Perseroan PT. Perusahaan Listrik
Negara)
WBP
: Waktu Beban Puncak (Pukul 18.00 s/d 22.00)
LWBP
: Luar Waktu Beban Puncak
Jam Nyala : adalah kWh per bulan dibagi kVA tersambung
Besarnya biaya rekening listrik yang harus dibayar olen konsumen setiap bulan
terdiri dari beberapa komponen:
a.
Biaya beban, merupakan tarif daya terpasang atau kapasitas terpasang. Yang bisa
disebut biaya beban adalah Rp/kVa/bulan yang mana harga setiap kVa nya
berberda untuk setiap tarif. Biaya beban perbulan yang harus dibayar adalah:
Biaya Beban = Kapasitas terpasang x harga per kVA
b.
Biaya pemakaian konsumsi energi listrik, merupakan biaya listrik yang dipengaruhi
oleh konsumsi energi listrik yang dipakai selama sebulan. Dari tabel 2.5 di atas,
biaya pemakaian masing-masing golongan tarif mempunyai aturan yang berbeda.
Sehingga perhitungan bulanan untuk pemakaian energi listrik adalah:
19
Biaya Pemakaian = Jumlah konsumsi kWh WBP + Jumlah konsumsi kWh LWBP
x tarif per kWh
c.
Tarif disinsentif, dimana berdasarkan pada peraturan yang baru dari PT. PLN
(Persero) bahwa mulai Oktober 2005 sistim pembayaran rekening listrik untuk
konsumen industri dan bisnis diberlakukan sistim kVA maksimum dan daya
maksimum plus. Dengan sistim ini biaya tambahan yang diberlakukan oleh PT.
PLN (Persero) adalah sistem disinsentif.
•
Bea kelebihan kVA max, yaitu biaya yang harus dikeluarkan apabila
pemakaian daya maksimum melebihi setengah dari batas daya terpasang.
Besarnya tarif kVA maksimum dibedakan menjadi dua yaitu:
o
Apabila jam nyala kurang dari 350 jam/bulan maka tarifnya adalah 2 kali
tarif biaya beban.
Bea kVA max = (daya maksimum – ½ batas daya) x 2 x biaya beban
o
Apabila jam nyala lebih dari 350 jam/bulan maka tarifnya adalah seperti
tarif biaya beban normal.
Bea kVAmax= (daya maksimum - ½ batas daya) x biaya beban
•
Bea kelebihan batas energi saat waktu beban puncak (WBP), yaitu biaya yang
harus dikeluarkan apabila pemakaian energi WBP melebihi batas energi yang
telah ditentukan. Penentuan batas energi ini berdasarkan pada kesepakatan
antara PT. PLN (Persero) dengan konsumen, dimana barga tersebut diambil
dari setengah harga rata-rata pemakaian energi listrik WBP selama enam bulan
terakhir. Besarnya tarif batas energi ini adalah dua kali harga tarif per kWh.
Bea batas energi = (Energi WBP terpakai - batas energi) x 2 x biaya per kWh
d.
Denda, dimana selain sistim disinsentif yang diberlakukan saat ini terdapat biaya
tambahan lainnya yaitu biaya denda karena faktor daya kurang dari harga yang
ditentukan PT. PLN (Persero) yaitu 62% harga tersebut bisaanya hasil perhitungan
dari perbandingan pemakaian energi reaktif kVARh terhadap energi aktif kW.
Apabila harga faktor daya kurang dari 62% dalam sebulan maka akan dikenakan
denda tarif biaya per kVArh.
Bea kVArh = Enegi kVArh - (Energi kWh xO.62) x biaya per kVArh
20
e.
Tarif pajak penerangan jalan umum, dimana pajak penerangan jalan yang
ditentukan oleh PT. PLN (Persero) adalah 3% dari total biaya pada poin 2.6.1 s/d
2.6.4. Pajak ini akan masuk ke dalam kas Pemda.
Bea PPJU =3% x (Biaya Beban + Biaya Pemakaian + Disinsentif + Biaya Denda)
f.
Total biaya rekening listrik, yaitu rekening listrik bulanan yang harus dibayar oleh
konsumen kepada PT. PLN (Persero) merupakan penjumlahan dari biaya pada poin
2.6.1 sld 2.6.5
Total Rekening = Biaya Beban + Biaya Pernakaian + Biaya Disinsentif +
Biaya Denda + Biaya pajak
21
Download