BAB II AUDIT DAN MANAJEMEN ENERGI LISTRIK 2.1. KONSUMSI ENERGI PADA BANGUNAN BERTINGKAT Peningkatan jumlah konsumsi energi oleh bangunan bertingkat seperti gedung perbelanjaan, perkantoran, rumah sakit, hotel dan lain sebagainya diakibatkan oleh bertambahnya jumlah bangunan tersebut yang akhirnya dapat mempengaruhi pola penyediaan energi secara nasional. Hal ini tentu akan berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam hal intensifikasi/ektensifikasi serta diversifikasi dan konservasi energi. Dalam hal konservasi energi pada bangunan, pemerintah mengambil langkahlangkah kebijaksanaan yang dituangkan dalam SNI 03 - 6196 - 2000 tentang Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung. Sumber energi listrik menempati porsi paling besar pada bangunan pusat perbelanjaan dan perkantoran, energi listrik tersebut digunakan terutama untuk sistem pencahayaan, sistem tata udara, motor-motor pompa, peralatan kantor dan toko serta lain-lainnya. 2.2. AUDIT ENERGI Kunci utama dari manajemen energi adalah audit pada sistem atau bagian sistem yang engkonsumsi energi yang dilakukan secara periodik dengan selang waktu tertentu. Lingkup kegiatan dari audit energi ini adalah pemeriksaan konsumsi energi serta sejenisnya kemudian dianalisis dan dilakukan tindakan dari hasil analisis yang telah dilakukan. Dengan audit energi tersebut akan dapat diketahui alur energi pada sistem yaitu kemana energi disalurkan, bagaimana efisiensinya, dimana terjadi kehilangankehilangan / kebocoran energi selama perjalanannya dan usaha-usaha apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebocoran-kebocoran sampai pada level minimum dan juga untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam sistem atau bagian sistem. 5 2.2.1. Tahapan Audit Energi Secara umum audit energi meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Tahap 1: pengumpulan data, dimana tahapan ini merupakan pengumpulan data energy histories, dimulai dengan pengumpulan data konsumsi dan biaya seluruh energi minimal selama dua tahun terakhir atau lebih. Seluruh masukan energi ke dalam bangunan dikonversikan dengan satuan yang sama, demikian juga dengan biaya atau harga energi tersebut. Data historis tentang biaya dan konsumsi energi setiap tahun digambarkan untuk melihat fluktuasi (perubahan) konsumsi dan biaya energi. Fluktuasi konsumsi energi listrik dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: • Perubahan area bangunan, volume bangunan yang dikondisikan dan modifikasi bangunan. • Perubahan jam operasional dari peralatan-peralatan yang mengkonsumsi energi. • Perubahan jumlah penghuni dan perubahan jumlah alat-alat pengkonsumsi energi. • Perubahan micro-climate lingkungan: seperti tanaman-tanaman atau pepohonan di sekitar bangunan. • Perubahan harga satuan energi yang digunakan. b. Tahap 2: pengamatan lapangan dan analisis, dimana pada tahap ini dilakukan pengukuran-pengukuran pada setiap peralatan-peralatan / sistem yang mengkonsumsi energi. Awal dari tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi seluruh peralatan-peralatan / sistem yang mengkonsumsi energi di dalam bangunan. Dengan semua data yang ada kemudian menggambarkan alur aliran listrik energi di dalam bangunan dan peralatan-peralatan / sistem-sistem yang mengkonsumsinya. Data pengukuran atau data konsumsi energi dari setiap komponen, peralatanperalatan, atau grup-grup yang melengkapi bangunan selanjutnya dilakukan analisis secara teknis dari masing-masing komponen tersebut guna menentukan konsumsi energi spesifik yaitu jumlah energi yang dikonsumsi selama selang waktu tertentu (1 tahun atau satu bulan) per satuan luas bangunan atau sering juga dinyatakan dalam daya rata-rata per satuan luas. Konsumsi energi spesifik di atas dapat dijadikan indikator untuk mengetahui apakah penggunaan energi dalam suatu 6 bangunan sudah efisien pada setiap peralatan /sistem, dengan mengacu pada standar-standar yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan pada setiap peralatan-peralatan yang menyangkut jenis, jumlah, daya, jam operasional (Watt age), kapasitas, sistem control, suhu, isolasi, dan lain sebagainya. Di dalam bangunan bertingkat, beberapa peralatan-peralatan yang perlu diamati adalah: • Sistem penerangan • Sistem tata udara • Sistem transportasi (lift atau escalator) • Pompa-pompa (plumbing) • Peralatan-peralatan lainnya Pengamatan terhadap objek di atas dapat dilakukan dengan mengisi check list dari hasil pengukuran-pengukuran langsung. Hasil analisa dan pengamatan dalam tahap ini akan memberikan kesimpulan pada bagian-bagian atau sistem-sistem mana yang terjadi kebocoran-kebocoran, pemborosan-pemborosan, dan pemakaian energi yang tidak sesuai sehingga efisiensi penggunaan energi pada sistem-sistem tersebut dapat diketahui apakah sudah optimal atau berlebihan. c. Tahap 3: identifikasi potensi konservasi energi, dimana pada tahap terakhir ini ditentukan tindakan-tindakan/usaha-usaha apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di dalam bangunan. Analisa dan kesimpulan yang diambil dalam mengidentifikasi potensi konservasi energi pada tahap ini perlu juga didasari pada analisa tekno-ekonomi yang menyangkut investasi, perkiraan penghematan biaya, ”pay-back period” yang akan menentukan prioritas usaha / tindakan yang perlu dilakukan untuk konservasi energi di dalam bangunan. Dalam menentukan prioritas tindakan di atas dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu: a. Usaha/tindakan jangka pendek, dimana pada kategori ini merupakan tindakan yang dapat dilakukan dengan tanpa modal awal, atau dengan modal awal yang relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga pemborosan yang terjadi. Contohnya, menaikan set thermostat sistem A/C, mematikan lampu pada tempat-tempat yang tidak fungsional, mengganti lampu yang mempunyai efisiensi tinggi, melakukan maintenance pada peralatan-peralatan, mengurangi jam operasional alat-alat, dan 7 lain sebagainya. Bisanya “pay-back period” untuk kategori ini kurang dari satu tahun dan dapat menghemat energi (atau biaya energi) lebih 50% dari potensi penghematan total. b. Usaha/tindakan jangka panjang, dimana pada kategori ini tindakan yang dilakukan memerlukan biaya yang cukup besar dalam pelaksanaannya dan mempunyai “payback period” yang lebih panjang. Beberapa contoh tindakan dalam kategori ini, antaranya penggunaan sistem control automatic peralatan-peralatan/sistem-sistem pemakai energi, penggantian peralatan-peralatan/sistem-sistem dengan yang lebih efisien, perubahan struktur bangunan, dan lain sebagainya. Saran-saran di atas baru merupakan saran yang memerlukan investasi relatif kecil dibandingkan dengan pemborosan biaya tiap tahun akibat kehilangan-kehilangan/pemborosan energi. 2.3. SIFAT KELISTRIKAN 2.3.1. Daya Daya merupakan banyaknya perubahan tenaga terhadap waktu dalam besaran tegangan dan arus. Satuan daya adalah Watt (W) atau Horse Power (HP). Daya dalam Watt yang diserap oleh suatu beban pada setiap saat adalah hasil kali jatuh tegangan sesaat diantara beban dalam Volt dengan arus sesaat yang mengalir dalam beban tersebut dalam Amper. Guna keperluaan analisa, daya dalam sirkuit arus bolak – balik, dirinci lagi sesuai tipe dari daya tersebut, dimana tipe daya tersebut adalah [6]: a. Daya sesaat b. Daya kompleks c. Daya aktif d. Daya reaktif e. Daya vector Hubungan antara daya dan arus tergantung pada tegangan, dan bisanya tegangan dalam suatu rangkaian adalah konstan, maka hubungan vektorisasi untuk daya dapat digambarkan sama dengan hubungan vektoris pada arus seperti dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2. 8 Arus kerja φ Arus reaktif Arus total Gambar 2.1. Vektor Arus P = daya aktif (kW) φ Q = daya reaktif (kVAr) S = daya total (kVA) Gambar 2.2 Hubungan segitiga daya Dari gambar 2.1 dan gambar 2.2 jelaslah terlihat bahwa: S = P2 + Q2 atau Q = S 2 − P2 dimana : P : daya aktif (Watt) Q : daya reaktif (VAr) S : daya total (VA) 2.3.2. Faktor Daya Beban listrik umumnya berupa beban induktif dengan faktor daya 80% mengikut. Oleh sebab itu, beban seperti ini yang distribusi arusnya mengikut (lagging) terhadap tegangan, seperti yang terlihat pada gambar cosinus dari sudut yang dibentuk antara 9 arus dan tegangan dikenal sebagai faktor-daya (power factor) yang dirumuskan sebagai berikut. Daya aktif P = Daya semu S Faktor daya = atau: Faktor daya = cos ϕ = P S dimana sudut φ adalah sudut fasanya, dan arus mengikut tegangan dari beban yang bersangkutan. 2.3.3. Perbaikan Faktor Daya Banyak peralatan listrik mempunyai faktor daya yang rendah, dimana peralatan tersebut memerlukan arus listrik yang lebih besar dibanding dengan peralatan listrik yang faktor dayanya lebih besar untuk kapasitas dan tegangan yang sama. Hal ini disebabkan karena alat tersebut memerlukan arus efektif sebagai tambahan. Makin rendah faktor daya suatu peralatanm, maka semakin besar kebutuhan arusnya. Beban listrik umumya berupa beban induktif dengan faktor daya 80 % mengikut, oleh sebab itu untuk beban seperti ini yang distribusi arusnya mengikut terhadap tegangan seperti yang terlihat pada gambar 2.3 cosinus dari sudut yang dibentuk antar arus dan tegangan terima (Vt) dikenal sebagai faktor daya (power factor). Gambar 2.3 Perbaikan faktor daya dengan daya aktif konstan 10 Bila komponen dari arus I yang sefasa dan tidak sefasa dikalikan dengan tegangan terima Vt maka didapat hubungan antar daya aktif (P) daya reaktif (Q) dan daya kompleks (S) atau apparent power (gambar 2.3 b). bila kapasitor dipasang pada sisi beban, maka komponen daya reaktif (Q) dari daya semu (S) akan berkurang. Rendahnya power factor pada sebuah gedung perkantoran, industri, hotel, rumah sakit dan sebagainya disebabkan karena banyaknya beban induktif. Rendahnya power factor berakibat fatal apabila sistem beroperasi pada beban rendah. Besarnya faktor daya (cosφ) dapat dihitung berdasarkan pada persamaan [5]: Cosϕ = P kW = S kVA dimana: P = Daya aktif (kW) S = Daya total (kVA) φ = Sudut fasa 2.3.4. Kebutuhan atau Demand Kebutuhan beban listrik dalam suatu sistem ialah beban rata-rata yang dibutuhkan selama selang waktu yang singkat dan bukan harga sesaatnya. Beban listrik bisanya diukur dalam Amper, kiloWatt atau kiloVolt-Amper. Selang waktu tersebut ditentukan oleh jenis peralatan yang ditinjau/dibahas, dimana ditentukan oleh konstante termis dan peralatan yang ditinjau atau lamanya (duration) dari beban tersebut. Beban tersebut mungkin hanya sebentar.seperti listrik arus stater dari motor, tetapi setiap peralatan mempunyai konstanta waktu termis yang lama bisa 15 menit, 30 menit, satu jam bahkan lebih, tergantung pada pemakaian. Sehingga tanpa menyebutkan selang waktunya, kebutuhan beban listrik tersebut tidak mempunyai arti apa-apa. Kebutuhan maksimum dari suatu instalasi didefinisikan sebagai suatu beban (kebutuhan) yang terbesar atau tertinggi yang terjadi selama periode tertentu. Beban puncak merupakan beban rata-rata selama selang waktu tertentu, yaitu kemungkinan terjadinya beban yang tertinggi dalam periode selama kurva beban tersebut. Sehingga kebutuhan puncak (kebutuhan maksimum) bukan merupakan nilai sesaat, tetapi nilai rata – rata selama selang waktu tertentu, bisaanya selang waktu tertentu tersebut adalah 15 menit, 30 menit atau satu jam. 11 Untuk mendapatkan pengertian yang lebihi jelas mengenai kebutuhan puncak, perhatikanlah kurva suatu beban selama 5 jam seperti terlihat pada gambar 2.4. Pada gambar 2.4 ini terlihat bahwa kebutuhan puncak pada selang waktu 30 menit terjadi pada selang waktu A-B, yaitu antara pukul 8.30 sampai pukul 9.00, nilainya adalah 192 kW merupakan beban puncak (kebutuhan maksimum) dari keseluruhan kurva beban ini selama selang waktu 30 menit. Selanjutnya kebutuhan maksimum atas dasar selang waktu 15 menit akan terdapat pada selang waktu M-N, dan nilainya adalah, 210 kW. Jelas terlihat disini, bahwa bila basis selang waktu dirubah, posisi dari kebutuhan maksimum berubah disamping nilainya. Kebutuhann maksimum untuk selang waktu 30 menit lebih kecil daripada selang waktu 15 menit. 200 A B M N 150 100 6:00 6:30 7:00 7:30 8:00 8:30 9:00 9:30 10:00 10:30 11:00 Waktu Gambar 2.4 Cara menentukan besaran kebutuhan (demand) Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa pengertian kebutuhan maksimum tanpa disertai lamanya selang waktu tidak mempunyai arti apa-apa. Sebagai contoh, kebutuhan maksimumnya = 150 kW, ini tidak mempunyai arti yang khusus. Agar supaya kebutuhan maksimum mempunyai arti maka perlu diketahui: a. Jenis kurva beban yang ditinjau; beban harian, bulanan atau tahunan (jadi periode dari kurva tersebut). b. Selang waktu yang dipakai, misainya 15 menit atau 30 menit dan metoda yang dipakai dalam menentukan nilai rata-ratanya. 12 2.4. MANAJEMEN ENERGI PERALATAN LISTRIK Manajemen energi pada peralatan listrik adalah suatu cara untuk mengoptimisasi peralatan listrik sesuai dengan kegunaannya dan mengurangi kerugian yang timbul saat peralatan listrik tersebut digunakan. Biasanya peralatan listrik yang sering dilakukan audit adalah motor listrik, trafo, lampu penerangan, kapasitor, pendingin, dll. Pada gambar 2.5 di bawah terlihat bahwa pada setiap peralatan yang dioperasionalkan terdapat kemungkinan losses yang timbul dan hal tersebut berarti berpeluang untuk dilakukannya efesiensi. Efesiensi Panas Efesiensi Mekanik Efesiensi Efesiensi Efesiensi AC / Mekanikal Pendingin Lain Efesiensi Gambar 2.5 Prinsip umum manajemen energi. 2.4.1. Motor-motor Listrik Ada tiga komponen energi listrik yang dibutuhkan oleh sebuah motor yaitu: a. Beban mekanik (mechanical loads) pada motor b. Rugi mekanik (mechanlcaI losses) dalam motor 13 c. Rugi listrik (electrical losses) dalam motor dan rugi pada sistim tenaga listrik (electrical network losses) Rugi-rugi listrik merupakan fungsi dari kondisi lingkungan listrik, sifat beban, dan disain motor. Cara yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja motor adalah efisiensi yang berhubungan dengan rugi-rugi dan kerja produktif yang dilakukan motor. Bila motor tidak beroperasi pada beban yang konstan, maka efisiensi harus didefinisikan kembali. Misal motor tidak dibebani selama waktu 80% dan dibebani 150 % dari name plate selama waktu 20%. Efisiensi motor harus didefinisikan kembali sebagai [1]: Rt 2 = Rt1 × (M + t 2 ) ( M + t1 ) dimana: Rt1 dan Rt2 : tahanan DC (Ohm) T1 dan T2 : temperature (oC) M : konstanta bernilai 241 untuk tembaga dan bernilai 228 untuk alumunium Pengurangan ternperature motor sebesar 1oC akan mengurangi rugi resistansi dc konduktor sebesar 3-4 %. Efisiensi seluruh peralatan listrik mempunyai beberapa sensitivitas terhadap magnitude tegangan catu, keseimbangan fasa, bentuk gelombang, dan frekuensi. Motor dan trafo didesain untuk kenaikan temperature yang spesifik dalam batasan ± 10% dari name plate. Dibutuhkan ukuran konduktor yang sesuai untuk membawa arus pada tegangan -10% dan rangkaian magnetik yang sesuai untuk tegangan +10%. Bila frekuensi bervariasi, maka efisiensi harus diperhatikan karena lebih berhubungan dengan Volt per herz. Rasio Volt per hz yang konstan menghasilkan kerapatan fluks yang konstan dan ini merupakan parameter yang signifikan. Ketidakseimbangan tegangan fasa, kedip, dan distorsi tegangan akan menambah rugi-rugi sistim dan peralatan. Rugi-rugi ini dihasilkan oleh dua efek yaitu arus yang mengalir di dalam komponen dan efek kulit yang terjadi dalam konduktor yang besar. Arus harmonik yang terjadi memberi efek pemanasan karena meningkatnya resistansi akibat efek kulit. Selanjutnya efek kulit terjadi di dalam rotor. Rotor didesain untuk diberi arus dc untuk motor sinkron dan untuk rotor pada frekuensi slip 1-2 Hz. 14 Ketidakseimbangan tegangan memberi dampak yaitu munculnya arus frekuensi tinggi dua kali dari frekuensi saluran yang mengalir pada rotor. Ketidakseimbangan tegangan sebesar 5% dapat mengakibatkan arus yang tidak seimbang sebesar 20-30%. Resistansi efektif rotor pada frekuensi 120% mendekati 5-6 kali resistansi dc. Sehingga kenaikan rugi motor pada saat beban penuh dapat meningkat sampai 50%. Pada gambar 2.6 dapat dilihat karakteristik tegangan, faktor daya, dan arus motor induksi pada saat beban penuh. Gambar 2.6 Pengaruh tegangan motor induksi saat beban penuh Efisiensi maksimum terjadi pada tegangan di atas 100%, tetapi faktor daya maksimum terjadi mendekati tegangan 85%. Sedangkan arus minimum tidak terjadi pada saat faktor daya maksimum seperti dapat dilihat pada gambar 2.7, dimana ditunjukkan keuntungan bila dilakukan regulasi tegangan ke nilai tegangan optimum untuk beban motor tertentu. Kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi pada beban yang ringan dapat dilakukan dengan menurunkan tegangan mesin Teknik penurunan tegangan digunakan pada alat penghemat energi, tetapi ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: a. Jika motor dioperasikan untuk beban yang berubah cepat, akan rnenyebabkan stall apabila tegangan tidak dinaikan untuk memberikan torsi yang cukup. 15 b. Jika tegangan diatur kenilai optimum dengan thyristor akan menyebabkan distorsi gelombang yang akan menambah rugi-rugi c. Bila kapasitor dipasang untuk memperbaiki faktor daya, tegangan juga akan bertambah. Hal ini akan menambah efisiensi pada saat beban penuh, tetapi akan menurunkan efisiensi pada beban yang lebih rendah [1]. Gambar 2.7 Karakteristik motor untuk berbagai variasi beban Ketidakseimbangan tegangan akan menaikan rugi-rugi motor dan distorsi harmonik akan menyebabkan kenaikan rugi-rugi, seperti ditunjukan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Efek keseimbangan tegangan saat beban penuh motor 200 hp Tegangan tidak seimbang (%) 0 2.0 3.5 5.0 Kenaikan rugi-rugi (%) 0 8 25 50 Kenaikan temperature (oC) - Kelas A 60 65 75 90 - Kelas B 80 86 100 120 16 2.4.2. Transformator Transformator atau biasa disebut trafo jarang sekali dioperasikan pada beban penuhnya, sehingga efisiensi siklusnya lebih banyak digunakan. Siklus spesifik untuk mengevaluasi trafo harus memperhatikan perkiraan kondisi operasi dimasa yang akan datang dan kondisi awal. Banyak trafo diperbesar kapasitasnya sehingga dapat dibebani dengan beban ekstra selama keadaan darurat atau kondisi pemadaman rutin karena pemeliharaan. Trafo mempunyai rugi daya reaktif (I2R) dan rugi daya nyata. Bila reaktansi daya trafo tinggi dipilih karena untuk meminimumkan arus hubung singkat pada circuit braker, maka hasilnya adalah terjadi kenaikan I2X dan akibatnya regulasi tegangan akan sangat jelek. Untuk memperbaiki regulasi perlu peralatan kendali tegangan tambahan. Distorsi bentuk tegangan juga akan menambah rugi-rugi yang akan timbul pada trafo [11]. Gambar 2.8 Pembebanan trafo terhadap umur trafo 2.4.3. Kapasitor Kapasitor dalam jaringan digunakan untuk memperbaiki arus kerja sambil mengurangi rugi-rugi yang terjadi pada motor dan peralatan listrik lainnya dengan memberikan daya reaktif (VAR) secara lokal. Kapasitor sangat sensitif terhadap distorsi gelombang dan perhatian dilakukan untuk meminimasi masalah pada area ini. 17 Ketika kapasitor digunakan dengan thirystor atau beban non linier yang lain (arc furnace. mesin las), resonansi harmonik antara kapasitor dengan sistim induktansi dapat rnengakibatkan kerusakan pada peralatan. Meskipun resonansi tidak terjadi, penguatan harmonik dapat terjadi dan hal ini dapat menambah rugi-rugi sistim dari pengurangannya untuk kondisi frekuensi normalnya. 2.5. DASAR PERHITUNGAN REKENING LISTRIK Berdasarkan pada Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2003 penggolongan tarif dibedakan menjadi beberapa kriteria: a. Dari segi kebutuhan yaitu, pelanggan rumah tangga, badan sosial, usaha, perhotelan, industri, kantor pemerintahan dan penerangan jalan umum. b. Dari segi sistim tegangan penyambungan listrik yaitu pelanggan tegangan rendah, pelanggan tegangan menengah dan pelanggan tegangan tinggi. c. Dari segi batas daya yaitu pelanggan rumah tangga dengan batas daya 250VA, 450VA, 900VA, 1300VA, 2200VA, batas daya sampai dengan 99kVA seperti yang dipergunakan oleh perhotelan, dan sampai kepuluhan MVA sebagaimana yang dipergunakan oleh industri besar. Pada tabel 2.2 dapat dilihat golongan tarif dan batasan daya untuk keperluan bisnis berdasarkan Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun 2003. Pembagian golongan tarif untuk bisnis ditentukan oleh besar kecilnya daya yang digunakan. Secara lengkap Tarif Dasar Listrik (TDL) 2003 yang berlaku saat ini bisa dilihat di lampiran A. 18 Tabel 2.2 Golongan tarif untuk keperluan bisnis berdasarkan pada TDL 2003 1 B-1 / TR s.d. 450 VA Biaya Beban (Rp./ kVA/ bulan) 23,500 2 B-1 / TR 900 VA 26,500 Blok I : 0 s.d. 108 kWh : 420 Blok II : diatas 108 kWh : 465 3 B-1 / TR 1.300 VA 28,200 Blok I : 0 s.d. 146 kWh : 470 Blok II : diatas 146 kWh : 473 4 B-1 / TR 2.200 VA 29,200 Blok I : 0 s.d. 264 kWh : 480 Blok II : diatas 264 kWh : 518 5 B-2 / TR diatas 2.200 VA s.d. 200 kVA 30,000 Blok I : 0 s.d. 100 jam nyala : 520 Blok II : diatas 100 jam nyala berikutnya : 545 6 B-3 / TM diatas 200 kVA 28,400 Blok WBP = K x 452 Blok LWBP = 452 No. Gol. Tarif Batas Daya Biaya Pemakaian (Rp. / kWh) Blok I : 0 s.d. 30 kWh : 254 Blok II : diatas 30 kWh : 420 Keterangan: : Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan K karakteristik beban sistem kelistrikan setempat (1.4 £ K £ 2), yang ditetapkan oleh Direksi Perusahaan Perseroan PT. Perusahaan Listrik Negara) WBP : Waktu Beban Puncak (Pukul 18.00 s/d 22.00) LWBP : Luar Waktu Beban Puncak Jam Nyala : adalah kWh per bulan dibagi kVA tersambung Besarnya biaya rekening listrik yang harus dibayar olen konsumen setiap bulan terdiri dari beberapa komponen: a. Biaya beban, merupakan tarif daya terpasang atau kapasitas terpasang. Yang bisa disebut biaya beban adalah Rp/kVa/bulan yang mana harga setiap kVa nya berberda untuk setiap tarif. Biaya beban perbulan yang harus dibayar adalah: Biaya Beban = Kapasitas terpasang x harga per kVA b. Biaya pemakaian konsumsi energi listrik, merupakan biaya listrik yang dipengaruhi oleh konsumsi energi listrik yang dipakai selama sebulan. Dari tabel 2.5 di atas, biaya pemakaian masing-masing golongan tarif mempunyai aturan yang berbeda. Sehingga perhitungan bulanan untuk pemakaian energi listrik adalah: 19 Biaya Pemakaian = Jumlah konsumsi kWh WBP + Jumlah konsumsi kWh LWBP x tarif per kWh c. Tarif disinsentif, dimana berdasarkan pada peraturan yang baru dari PT. PLN (Persero) bahwa mulai Oktober 2005 sistim pembayaran rekening listrik untuk konsumen industri dan bisnis diberlakukan sistim kVA maksimum dan daya maksimum plus. Dengan sistim ini biaya tambahan yang diberlakukan oleh PT. PLN (Persero) adalah sistem disinsentif. • Bea kelebihan kVA max, yaitu biaya yang harus dikeluarkan apabila pemakaian daya maksimum melebihi setengah dari batas daya terpasang. Besarnya tarif kVA maksimum dibedakan menjadi dua yaitu: o Apabila jam nyala kurang dari 350 jam/bulan maka tarifnya adalah 2 kali tarif biaya beban. Bea kVA max = (daya maksimum – ½ batas daya) x 2 x biaya beban o Apabila jam nyala lebih dari 350 jam/bulan maka tarifnya adalah seperti tarif biaya beban normal. Bea kVAmax= (daya maksimum - ½ batas daya) x biaya beban • Bea kelebihan batas energi saat waktu beban puncak (WBP), yaitu biaya yang harus dikeluarkan apabila pemakaian energi WBP melebihi batas energi yang telah ditentukan. Penentuan batas energi ini berdasarkan pada kesepakatan antara PT. PLN (Persero) dengan konsumen, dimana barga tersebut diambil dari setengah harga rata-rata pemakaian energi listrik WBP selama enam bulan terakhir. Besarnya tarif batas energi ini adalah dua kali harga tarif per kWh. Bea batas energi = (Energi WBP terpakai - batas energi) x 2 x biaya per kWh d. Denda, dimana selain sistim disinsentif yang diberlakukan saat ini terdapat biaya tambahan lainnya yaitu biaya denda karena faktor daya kurang dari harga yang ditentukan PT. PLN (Persero) yaitu 62% harga tersebut bisaanya hasil perhitungan dari perbandingan pemakaian energi reaktif kVARh terhadap energi aktif kW. Apabila harga faktor daya kurang dari 62% dalam sebulan maka akan dikenakan denda tarif biaya per kVArh. Bea kVArh = Enegi kVArh - (Energi kWh xO.62) x biaya per kVArh 20 e. Tarif pajak penerangan jalan umum, dimana pajak penerangan jalan yang ditentukan oleh PT. PLN (Persero) adalah 3% dari total biaya pada poin 2.6.1 s/d 2.6.4. Pajak ini akan masuk ke dalam kas Pemda. Bea PPJU =3% x (Biaya Beban + Biaya Pemakaian + Disinsentif + Biaya Denda) f. Total biaya rekening listrik, yaitu rekening listrik bulanan yang harus dibayar oleh konsumen kepada PT. PLN (Persero) merupakan penjumlahan dari biaya pada poin 2.6.1 sld 2.6.5 Total Rekening = Biaya Beban + Biaya Pernakaian + Biaya Disinsentif + Biaya Denda + Biaya pajak 21