"Ākaṅkheyyuṁ ce gahapatayo ubho jānipatayo diṭṭhe ceva dhamme aññamaññaṁ passituṁ abhisamparāyañca aññamaññaṁ passituṁ. Ubho ca assu samasaddhā samasīlā samacāgā samapaññā. Te diṭṭhe ceva dhamme aññamaññaṁ passanti abhisamparāyañca aññamaññaṁ passantīti." "If both husband & wife want to see one another not only in the present life but also in the life to come, they should be in tune (with each other) in conviction, in tune in virtue, in tune in generosity, and in tune in discernment. Then they will see one another not only in the present life but also in the life to come." “Perumah-tangga, jika baik isteri maupun suami ingin dapat saling bertemu satu sama lain, bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang, maka mereka harus memiliki keyakinan yang sama, perilaku bermoral yang sama, kedermawanan yang sama, dan kebijaksanaan yang sama. Maka mereka akan dapat senantiasa saling bertemu satu sama lain, bukan hanya dalam kehidupan ini tetapi juga dalam kehidupan mendatang.” Aṅguttara Nikāya IV - 55 (Samajīvīnasutta: Living in Tune) Vivāhābhiseka Wedding Ceremony Upacara Pernikahan Tennille Anne Bernhard (Dhammavāti)1 Didik Setiyawan (Saccavīro)2 12 July 2015 Mendut Monastery Visuddhi Upāsikā Preceptor: Ven. DR. Jotidhammo Mahāthera on March 1, 2015 at Mendut Monastery, Central Java. Member of Buddhist Society of Western Australia (BSWA) precepted by Ven. Ajahn Brahmavamso Mahāthera. 1 Visuddhi Upāsaka Preceptor: Ven. Sri Paññāvaro Mahāthera on February 13, 2013 at Vihāra Karangdjati, Yogyakarta. Member of Lembaga Manggala Dhammaduta (LMD) "Mendut" precepted by Ven. Dr. Jotidhammo Mahāthera. 2 Proofreader Editor Layout Publisher : Most Venerable Sri Paññāvaro Mahāthera : Paṇḍita Drs. PB Buntoro : Saccavīro DS : Lembaga Manggala Dhammaduta (LMD) "Mendut" Copyright © 2015 by Lembaga Manggala Dhammaduta (LMD) "Mendut" All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, distributed, or transmitted in any form or by any means, including photocopying, recording, or other electronic or mechanical methods, without the prior written permission of the publisher. For permission requests at the address below. Mendut Monastery c/o Kotakpos 111 Kota Mungkid 56501 Magelang, Central Java Telp : (0293) 788 564 Fax : (0293) 788 404 Venue: Tempat/ Lokasi Beneath Assattha The Gotama Buddha Bodhi Tree at Mendut Monastery Di Bawah Pohon Assattha Pohon Bodhi Buddha Gotama di Vihāra Mendut Assattha Latin; Ficus religiosa The assattha was considered sacred in India centuries before the Buddha and is represented in seals from Mohenjodaro dating from before 1000 BCE. The Buddha stated that he had attained enlightenment at the foot of an assattha tree and the actual one he was sitting under at the time was sometimes called “The Tree of Knowledge”. This tree is referred to in the four Nikāyas as “The Tree of Awakening” (Bodhirukkha) although it is only mentioned twice in the earliest part of the Tipiṭaka. Before the Buddha’s enlightenment, the area around the Bodhi Tree was covered with silvery sand without a blade of grass growing on it and all the surrounding trees and flowering shrubs were bending as if in homage towards it. According to the Nidānakathā, the Buddha spent his second week at Uruvelā (i.e. Bodh Gaya) gazing at the Bodhi Tree out of gratitude for the shelter it had offered him. The same text says that as the Buddha sat meditating beneath the Bodhi Tree, aṅkura (the colour of red coral) sprinkled down on him as if they were an offering. Aṅkura usually means a shoot but here it must refer to the glossy crimson sheathing stipules that are cast off as the new leaves of Bodhi trees develop. In the early centuries of Buddhism, the assattha tree became a symbol of the Buddha and in the sculptures of both Bharhut and Sanchi he is depicted as such. In the Mahāvastu, he is actually given the epitaph “Great Tree”. A branch of the Bodhi Tree was brought to Sri Lanka by the nun Saṅghamittā, the daughter of King Asoka, in the 2nd century BCE and is believed to still grow in Anurādhapura. A distant ancestor of the original Bodhi Tree grows behind the Mahābodhi Temple at Bodh Gaya. 1 Pohon Assattha Bahasa Latin; Ficus religiosa Pohon Bodhi Assattha dinyatakan sebagai hal keramat di India selama berabadabad sebelum Sang Buddha dan direpresentasikan sebagai tanda dari penanggalan Mohenjodaro semenjak 1.000 tahun SM. Sang Buddha menyatakan bahwa Beliau telah mencapai Pencerahan Sempurna di kaki pohon assattha, dan yang sebenarnya ketika sedang duduk pada saat itu, kadang disebut sebagai "Pohon Pengetahuan". Pohon ini disebutkan dalam ke empat Nikāya sebagai "Pohon Kesadaran" (Bodhirukkha) meskipun hanya disebutkan dua kali pada bagian paling awal Tipiṭaka. Sebelum Pencerahan Sempurna Sang Buddha, area di sekitar pohon Bodhi tertutupi dengan pasir perak tanpa sehelai rumput yang tumbuh di atasnya dan semua pohon-pohon sekitarnya dan semak-semak berbunga condong seperti dalam penghormatan ke arah itu. Menurut Nidānakathā, Sang Buddha menghabiskan masa minggu ke-duanya di Uruvelā (yaitu Bodh Gaya) dan menetap di pohon Bodhi karena rasa syukurnya atas peneduhan yang diberikan oleh pohon Bodhi terhadap Beliau. Teks yang sama mengatakan bahwa saat Sang Buddha duduk bermeditasi di bawah pohon Bodhi, aṅkura (warna merah seperti karang) memercik terhadap Beliau seolah-olah memberikan persembahan. Aṅkura biasanya diartikan menembak tetapi di sini mengacu pada selubung merah mengkilap yang memunculkan daun baru pada pohon Bodhi yang tumbuh. Ketika awal-awal abad Agama Buddha, pohon assattha menjadi simbol Sang Buddha dan digambarkan seperti itu pada kedua patung Bharhut dan Sanchi. Di Mahāvastu, pohon itu sebenarnya diberi tulisan pada batu prasasti dengan sebutan "Pohon Agung". Sebuah cabang pohon Bodhi dibawa ke Sri Lanka oleh Bhikkhuni Saṅghamittā, puteri Raja Asoka pada abad ke-2 SM dan diyakini masih tumbuh di Anurādhapura. Leluhur jauh dari pohon Bodhi yang asli tumbuh di belakang candi Mahābodhi di Bodh Gaya. 2 Saṅgha Theravāda Indonesia On March 4, 1934 Venerable Naradha Mahāthera from Sri Lanka visited Indonesia to spread the Dhamma. In 1959, he again visited Indonesia along with 12 senior monks from Cambodia, Burma and Thailand. legally. By 1966 Buddhism was acknowledged by the Indonesian government On October 23, 1976 housed in the Vihāra Maha Dhammaloka (commonly known as Vihāra Tanah Putih), Semarang, was initiated by five monks namely; Ven. Aggabalo, Ven. Khemasarano, Ven. Sudhammo, Ven. Khemiyo, Ven. Ñaṇavutto and some witness devotees namely; Mr. Suratin MS., Mr. Panji Bagus Suprana, and Mrs. Soepangat Prawirokoesoemo to the agreement to form Saṅgha Theravāda Indonesia (STI). Curently there are 76 Theravāda monks all over Indonesia. Mendut Monastery A young man named Husodo was studying at Gadjah Mada University (UGM) in the Faculty of Psychology. During his studies he met many monks (bhikkhu) and helped them translate Dhamma texts from English to Bahasa Indonesia. He also helped the monks hold meditation retreats, following them to spread the Dhamma around Central Java. By seeing the daily life of the monks in Yogyakarta, Husodo himself decided to become a monk. In 1969, four Dhammaduta3 from Thailand [Ven. Phra Kru Pallad Attachariya Nukich (Chao Kun Vidhurdhammabhorn), Ven. Phra Kru Pallad Viriyacarya, Ven. Phra Maha Prataen Khemadasi, Ven. Phra Maha Sujib Khemacharo] come to Indonesia to spread the Dhamma in the 3 Buddhist Missionaris 3 Central Java region. Ven. Vidhurdhammabhorn (Bhante Win) ordained him to become a novice monk (sāmaṇera) called Tejavanto on November 24, 1974 at Vihāra Dharma Surya, Janggleng - Kaloran village, Temanggung. Sāmaṇera Tejavanto moved from Yogyakarta to Mendut on January 2, 1976 and established a vihāra on 200 meter squares of land. Mendut Monastery was managed by Yayasan Mendut Indonesia. After being a novice monk for 2 years, Tejavanto was ordained as a monk by Late His Holiness Somdet Phra Ñāṇasaṁvara Mahāthera, the Supreme Patriarch, the Head of all Members of the Thai Saṅgha on 21 February 1977 at Wat Bovoranives Vihāra in Bangkok, Thailand. 4 Saṅgha Theravāda Indonesia Pada tanggal 4 Maret 1934 Bhante Naradha, Mahāthera dari Sri Lanka berkunjung ke Indonesia untuk menyebarkan Dhamma. Pada tahun 1959 Beliau kembali berkunjung ke Indonesia bersama dengan 12 orang bhikkhu senior dari Kamboja, Birma dan Thailand. Pada tahun 1966 Agama Buddha diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai agama yang sah. Tanggal 23 Oktober 1976 di Vihāra Maha Dhammaloka (atau yang lebih dikenal sebagai Vihāra Tanah Putih), Semarang, atas inisiatif lima orang bhikkhu; Bhikkhu Aggabalo, Bhikkhu Khemasarano, Bhikkhu Sudhammo, Bhikkhu Khemiyo dan Bhikkhu Ñaṇavutto, serta beberapa orang umat yang menyaksikan bernama; Bapak Suratin MS., Bapak Panji Bagus Suprana, dan Ibu Soepangat Prawirokoesoemo, bersepakat untuk membentuk Saṅgha Theravāda Indonesia (STI). Saat ini ada 76 orang bhikkhu Theravāda di Indonesia. Vihāra Mendut Seorang anak muda yang bernama Husodo pada saat itu masih kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Ia banyak bertemu dengan bhikkhu-bhikkhu dan membantu mereka mengetik terjemahan teks-teks Dhamma berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Ia juga membantu para bhikkhu memberikan pelatihan meditasi, mengikuti mereka menyebarkan Dhamma ke pelosok-pelosok daerah di Jawa Tengah. Melihat kehidupan sehari-hari para bhikkhu tersebut di Yogyakarta dan sekitarnya, ia memutuskan untuk menjadi seorang bhikkhu. Pada tahun 1969, empat Dhammaduta dari Thailand [Bhikkhu Phra Kru Pallad 5 Attachariya Nukich (Chao Kun Vidhurdhammabhorn), Bhikkhu Phra Kru Pallad Viriyacarya, Bhikkhu Phra Maha Prataen Khemadasi, Bhikkhu Phra Maha Sujib Khemacharo] berkunjung ke Indonesia untuk menyebarkan Dhamma di daerah Jawa Tengah. Bhikkhu Vidhurdhammabhorn yang juga sering disapa Bhante Win merupakan seorang Upajjhāya-nya (penahbis) yang menjadikannya seorang sāmaṇera dengan nama Tejavanto pada tanggal 24 November 1974 di Vihāra Dharma Surya, Dusun Janggleng, Desa Tlogowungu, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Sāmaṇera Tejavanto berpindah tempat dari Yogyakarta ke Mendut pada tanggal 2 Januari 1976 dan mendirikan sebuah vihāra dengan lahan seluas 200 meter persegi. Vihāra Mendut dikelola oleh Yayasan Mendut Indonesia. Setelah menjadi sāmaṇera selama 2 tahun, Beliau ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu oleh Almarhum Yang Mulia Somdet Phra Ñāṇasaṁvara, Mahāthera, pada tanggal 21 Pebruari 1977 di Vihāra Wat Bovoranives, Bangkok, Thailand. 6 Most Venerable Sri Paññāvaro Mahāthera Yang Mulia Bhikkhu Sri Paññāvaro, Mahāthera Name Place of Birth Date of Birth : Husodo (Ong Tik Tjong) : Blora, Central Java : 22 July 1954 Ordination Sāmaṇera (Pabbajjā) Penahbisan Sāmaṇera Name : Tejavanto Place : Viharā Dharma Surya, Temanggung Date : 24 November 1974 at 13.35 pm Ordainer (Upajjhāya) : Phra Vidurdhammabhorn Preceptor (Acāriya) : Phra Vidurdhammabhorn Ordination Bhikkhu (Upasampadā) Penahbisan Bhikkhu Name : Paññāvaro Place : Wat Bovoranives Vihāra, Bangkok, Thailand Date : 21 February 1977 at 18.05 pm Ordainers (Upajjhāya) : Late His Holiness Somdet Phra Ñāṇasaṁvara (Suvaḍḍhano) (Kammavācāriya) : Phra Vidurdhammabhorn (Anusavanācāriya) : Phra Debkavi The Abbot of Kepala Vihāra Vihāra Mendut, Magelang Vihāra Bodhivaṁsa, Klaten Vihāra Dhamma Sundara, Solo Currrent Position Jabatan sekarang Saṅghapamokkha (The Head of) Kepala Saṅgha Theravāda Indonesia (STI) Co-Founder for Indonesian Saṅgha Great Conference Pendiri Bersama Konferensi Agung Saṅgha Indonesia (KASI) 7 Honorary Degree Gelar Kehormatan Saṅghanāyaka Dhammakitti Siri Saddhammacāriya (1988) Sri Lanka Sāsanavaṁsālaṅkāra (1990) Sri Lanka Sāsanasobhana Pāvacana Visārada (1990) Sri Lanka Saddhammakitti Siri Ñāṇasaṁvara (1994) Sri Lanka Siri Sugatasāsanālaṅkāra Kittidhara Gaṇa Pāmokkhācariya (1994) Sri Lanka Sīlasarūpa Sobhita Vissa Kittidhara (1995) Sri Lanka Chao Khun Phra Paññāvarābharaṇa (1998) Thailand 8 CEREMONY4 Upacara 4 See on page 51 (lihat pada hal. 51) Opening song: Jinapañjara Gāthā, Artist: Ocean Media, Album: บทเพลงสวดมนตอภิมหามงคล (The Mantra of Yodpragan Tripidok Pali) Vol. 11 According to the old text, the original verse was composed by a senior Thai monk (Phra Thera) in ChiangMai around B.E. 2120-2150, then spread to Burma and Sri Lanka. Anyway, no conclusion who was the first composer and when. This verse was rewritten and completed by Somdet Dto Phromrangsri (LuangPor Dto), Wat Rakang Kositaram. He passed away at the age of 84 in B.E 2415, with 65 years of monkhood. Berdasarkan naskah kuno, gāthā asli ini dikarang oleh seorang bhikkhu senior asal Thailand (Phra Thera) di Chiang Mai sekitar tahun 1576 - 1606, kemudian menyebar sampai ke Birma dan Sri Lanka. Tidak ada tinjauan lebih lanjut mengenai siapa nama pengarang dan kapan pertama kali dibuatnya. Gāthā ini ditulis kembali dan dilengkapi oleh Somdet Dto Phromrangsri (LuangPor Dto), Wat Rakang Kositaram. Beliau mangkat pada usia 84 tahun pada tahun 1871, dengan masa kebhikkhuan 65 tahun. 9 10 1. Entering Ceremony Memasuki Tempat Upacara (Background music Jayamaṅgala Gāthā 5) Bride and groom walk down the aisle within Samāhita Vipassanā Citta6. Kedua mempelai berjalan ke tempat pūjā secara Samāhita Vipassanā Citta. 1.1. Pūjā Kathā Offering Speech Kalimat Puja PAṆḌITA: Yamamha kho mayaṁ bhagavantaṁ saraṇaṁ gatā, yo no bhagavā satthā, yassa ca mayaṁ bhagavato dhammaṁ rocema, imehi sakkārehi taṁ bhagavantaṁ, sasaddhammaṁ sasāvakasaṅgaṁ abhipūjayāma. We go to the Buddha for refuge, our Great Teacher, together with Dhamma we become happy, by this offering to the Buddha, Dhamma and Saṅgha. Kami berlindung kepada Sang Bhagavā. Sang Bhagavā, Guru Agung kami. Dalam Dhamma Sang Bhagavā kami berbahagia. Dengan persembahan ini, kami memuja Sang Bhagavā, berserta Dhamma dan Saṅgha. 1.2. Offering Flower7 and Fruits8 5 See on page 33 (lihat pada hal. 33) Samāhita citta is the mind that has mental concentration on an object. Vipassanā means settled; composed; collected of mind. 6 Samāhita citta adalah pikiran yang berkonsentrasi batin pada sebuah obyek. Vipassanā berarti tenang, sabar, pengendalian pikir. Flower (puppha): Fresh and beautiful flowers will soon become withered, scentless and discoloured. This reminds us of the Buddha's teaching that "All conditioned things are impermanent" (Sabbe saṅkhāra aniccā). We should value what we have now and live in the present. 7 11 Persembahan Bunga dan Buah Both bride and groom present flower arrangements, then offer fruits to be put on the altar altogether. Secara bersama-sama kedua mempelai mempersembahkan bunga, kemudian mempersembahkan buah, yang diletakkan di atas meja pūjā. 2. Questions and Answers Tanya Jawab PAṆḌITA: Is there any coercion or threats that you should have a Buddhist ceremony? Apakah ada ancaman atau paksaan yang mengharuskan Anda berdua melakukan upacara pernikahan secara agama Buddha? BRIDE and GROOM: Kedua Mempelai No (Tidak) PAṆḌITA address to GROOM: Kepada Mempelai Pria Do you, Didik Setiyawan accept Tennille Anne Bernhard as your lawful wife? Bunga: Indah dan segarnya bunga tidaklah bertahan lama. Tidak lama akan menjadi layu, tidak lagi harum dan berubah warna. Hal ini mengingatkan kepada kita tentang ajaran Sang Buddha bahwa "Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak tetap" (Sabbe saṅkhāra aniccā). Kita seharusnya menghargai atas apa yang kita miliki saat ini dan tidak menyia-nyiakan hidup di masa kehidupan sekarang. Fruit (phala) symbolizes the ultimate fruit of Enlightenment which is our goal. It also reminds us that all actions will have their effect (kamma). 8 Buah: Melambangkan buah akan Pencerahan yang menjadi tujuan umat Buddha. Buah mengingatkan kepada kita bahwa segala perbuatan akan memiliki akibatnya (kamma). 12 Apakah Saudara Didik Setiyawan bersedia menerima Saudari Tennille Anne Bernhard sebagai isteri yang sah? GROOM: Mempelai Pria I do (Ya) PAṆḌITA address to BRIDE: Kepada Mempelai Wanita Do you, Tennille Anne Bernhard accept Didik Setiyawan as your lawful husband? Apakah Saudari Tennille Anne Bernhard bersedia menerima Saudara Didik Setiyawan sebagai suami yang sah? BRIDE: Mempelai Wanita I do (Ya) PAṆḌITA address to Family and Relatives: Kepada Sanak Keluarga Kedua Mempelai Is there anyone here today who objects to this marriage? Apakah ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan pernikahan ini? 3. Wedding Ceremony Begins Upacara Pernikahan Dimulai 3.1. Lighting Up Five Colors Candles9 The Buddha's radiance evolved in due course into an aura of six colors (chabbaṇṇa raṁsī). Nīla: bluish-black, pīta: yellow, lohitaka: red, odāta or phalika: white or crystal, mañjeṭṭha: light orange-ochre (Pañcavaṇṇa) and a composite of them (pabhassara). Light (pabhā) symbolizes wisdom. It drives away darkness. The light of wisdom dispels the darkness of ignorance (avijjā). 9 Pancaran sinar Sang Buddha berkembang pada waktunya membentuk aura enam warna (chabbaṇṇa raṁsī). Biru tua, kuning, merah, putih/kristal dan jingga (Panca Warna) dan gabungan dari kelima warna tersebut (pabhassara). Cahaya melambangkan pengetahuan (kebijaksanaan). Cahaya mengusir kegelapan. Cahaya pengetahuan menghalau kegelapan akan kebodohan batin (avijjā). 13 Penyalaan Lilin Panca Warna Both Groom's parent light up blue and yellow candle, Both Bride's parent light up white and orange candle. The red and main candles will be lit by paṇḍita. Kedua orangtua mempelai pria menyalakan lilin biru dan kuning, kedua orangtua mempelai wanita menyalakan lilin putih dan jingga, sedangkan lilin merah dan lilin utama dinyalakan oleh paṇḍita. 4. Opening Ceremony Upacara Pembukaan After the candles have been lit, paṇḍita light up three fragrant incense10 and put them on altar, then lead the ceremony. Attendees stand up. Setelah lilin dinyalakan, paṇḍita menyalakan dan memasang dupa wangi, kemudian memimpin upacara. Hadirin berdiri untuk bernamaskara. 4.1. Namakkāra Pāṭha Passage on Salutation Kalimat Persujudan ALL (repeat after PAṆḌITA): Semua mengikuti Arahaṁ sammā-sambuddho bhagavā. Buddhaṁ bhagavantaṁ abhivādemi. The Blessed One is Worthy and Rightly Self-awakened11. I bow down before the Awakened, Blessed One. Incense (dhūpa) symbolizes the fragrance of pure moral conduct. When incense is lit, its fragrance spreads. This reminds us to cultivate ethical conduct (sīla). 10 Dupa melambangkan keharuman perilaku moral suci. Ketika dupa dinyalakan, harumnya menyebar. Hal ini mengingatkan kita untuk mengolah perilaku moral yang baik (sīla). Lord Buddha was enlightened to all truths and leads all beings to seek enlightenment in those truths as well. 11 14 Sang Bhagavā, Yang Mahasuci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna. Aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Sang Bhagavā. Svākkhāto bhagavatā dhammo. Dhammaṁ namassāmi. The Dhamma12 is well-proclaimed by the Blessed One. I pay homage to the Dhamma. Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh sang Bhagavā. Aku bersujud di hadapan Dhamma. Supaṭipanno bhagavato sāvaka-saṅgho. Saṅghaṁ namāmi. The Saṅgha13 of the Blessed One's disciples has practiced well. I pay respect to the Saṅgha. Saṅgha siswa Sang Bhagavā telah bertindak sempurna. Aku bersujud di hadapan Saṅgha. 5. Marriage Vow14 Pembacaan Ikrar Perkawinan (Sang Buddha telah Mencapai Pencerahan Sempurna dan juga menjadi pemimpin semua makhluk dalam mencari pencerahan kebenaran). Dhamma: The law of nature, the teaching of the Buddha, the truth of what really is. (Hukum alam, ajaran Sang Buddha, kesunyataan, kewajiban, kebajikan). 12 Saṅgha: In general, the community of monks and nuns (Sammuti Saṅgha); on a deeper level, anyone who has attained one of the eight stages of enlightenment (Ariya Saṅgha). 13 (Secara umum merupakan komunitas para bhikkhu dan bhikkhuni - Sammuti Saṅgha; pada tingkat yang lebih dalam diartikan sebagai siapa saja yang dapat mencapai salah satu dari delapan tingkatan pencerahan - Ariya Saṅgha). In the Dīgha Nikāya 31 - Sīgālovāda Sutta (The Buddha’s Advice to Sigālaka), however, the Buddha clearly mentioned the duties of a husband towards the wife and vice versa. 14 (Di dalam Sīgālovāda Sutta, Sang Buddha dengan jelas menyebutkan tugas-tugas seorang suami terhadap isteri dan begitu sebaliknya). 15 Both bride and groom hold three fragrant incense and read the vows guided by paṇḍita. Kedua mempelai memegang tiga batang dupa wangi dan membaca ikrar pernikahan dengan dipandu oleh paṇḍita. GROOM (repeat after PAṆḌITA): Mempelai pria mengikuti Namo tassa bhagavato arahato sammā-sambuddhassa. Three times (tiga kali) I request to all attendees here to be witness today, July 12th, 2015 that I, Didik Setiyawan will marry Tennille Anne Bernhard in front of the Emancipated Gotama Buddha-rūpa15 and beneath the Bodhi tree I pledge to: 1. Always respect to my wife 2. Always be gentle to my wife 3. Always be loyal to my wife 4. Give certain authority to my wife 5. Give jewellery to my wife 6. Be diligent and keen to earn a living for the family. Saya memohon kepada semua yang hadir di sini untuk menjadi saksi bahwa pada hari ini, Minggu, tanggal 12 Juli 2015; saya Didik Setiyawan mengikat tali pernikahan dengan Tennille Anne Bernhard di hadapan Buddha-rūpa Yang Mahasuci Buddha Gotama, dan di bawah pohon Bodhi, saya berikrar untuk: 1. Selalu menghormati isteri saya 2. Selalu bersikap lemah lembut kepada isteri saya 3. Selalu setia kepada isteri saya 4. Memberikan kewenangan tertentu kepada isteri saya 5. Memberikan perhiasan kepada isteri saya 6. Rajin dan bersemangat dalam mencari nafkah untuk keluarga. BRIDE (repeat after PAṆḌITA): Mempelai wanita mengikuti An image or statue of the Buddha. (Sebuah citra atau arca Sang Buddha). 15 16 Namo tassa bhagavato arahato sammā-sambuddhassa. Three times (tiga kali) I request to all attendees here to be witness today, July 12th, 2015 that I, Tennille Anne Bernhard will marry Didik Setiyawan in front of the Emancipated Gotama Buddha-rūpa and beneath the Bodhi tree I pledge to: 1. Always look after all member of the family 2. Always be friendly to both relatives 3. Always be loyal to my husband 4. Take good care of what my husband has earned 5. Always learn to gain knowledge and be not lazy in work 6. Obey all of my husband's guidances well. Saya memohon kepada semua yang hadir di sini untuk menjadi saksi bahwa pada hari ini, Minggu, tanggal 12 Juli 2015; saya Tennille Anne Bernhard mengikat tali pernikahan dengan Didik Setiyawan di hadapan Buddha-rūpa Yang Mahasuci Buddha Gotama, dan di bawah pohon Bodhi, saya berikrar untuk: 1. Selalu memerhatikan kepentingan seluruh anggota keluarga 2. Selalu bersikap ramah kepada sanak keluarga dari kedua belah pihak 3. Selalu setia kepada suami saya 4. Menjaga dengan baik apa yang telah diperoleh oleh suami saya 5. Selalu belajar agar pandai dan tidak malas dalam bekerja 6. Mematuhi semua petunjuk suami saya dengan sebaik-baiknya. 6. Exchanging Wedding Rings Pemasangan Cincin Kawin 7. Bonding Yellow Ribbon and Yellow Veil Fabric Pengikatan Pita Kuning dan Selubung Kain Paṇḍita bonds both bride and groom's hand with yellow ribbon. Paṇḍita asks groom's parents to adorn the yellow veil fabric on both bride and groom. Paṇḍita menghubungkan tangan kedua mempelai dengan pita kuning. Paṇḍita meminta orang tua mempelai pria untuk memasang selubung kain kuning kepada kedua mempelai. 17 7.1. Paṇḍita to Declare that The Marrige is Valid Paṇḍita Menyatakan bahwa Pernikahan Telah Sah 8. Unbonding Yellow Ribbon and Yellow Veil Fabric Pengelepasan Kain Kuning dan Pita Kuning Bride's parent to undo the yellow veil fabric on both bride and groom. Paṇḍita unbonds the yellow ribbon. Kedua orang tua mempelai wanita melepaskan selubung kain kuning. Paṇḍita melepaskan pita kuning. 9. Namakkāra Prostration Persujudan 9.1. Both Bride and Groom Prostrate to Both Parents Kedua Mempelai Bernamaskara Kepada Kedua Orang Tua 10. Signing of Marriage Vows Penandatanganan Ikrar Perkawinan Signed by both bride and groom, both parents, witnesses and lastly paṇḍita. Kedua mempelai, kedua orang tua mempelai, para saksi dan terakhir paṇḍita menandatangani berkas-berkas. 11. Ceremony by Magabudhi16 Finished Upacara Perkawinan oleh Magabudhi Selesai Pause while waiting for Bhikkhusaṅgha attendance Jeda waktu untuk menunggu kehadiran Bhikkhusaṅgha (Background music Instrumental Jinapañjara Gāthā) Majelis Agama Buddha Theravāda Indonesia (Magabudhi), Assembly of Buddhism Theravāda Indonesia 16 18 12. Blessing by Venerable Bhikkhusaṅgha: Pemberkahan oleh Yang Mulia Bhikkhusaṅgha Most Venerable Sri Paññāvaro Mahāthera Yang Mulia Bhikkhu Sri Paññāvaro, Mahāthera Ven. Bhikkhusaṅgha enters the ceremony. All attendees perform añjali17. Yang Mulia Bhikkhusaṅgha memasuki tempat upacara. Semua hadirin bersikap añjali. 12.1. ALL: Semua Ārādhanā Pañcasīla Request for the Five Precepts Permohonan Lima Sīla Okāsa ahaṁ Bhante, tisaraṇena saddhiṁ, pañcasīla-dhammaṁ yācāmi. Anuggahaṁ katvā, sīlaṁ detha me Bhante. Venerable Sir, please allow me, I request the Five Precepts together with three refuges. Perkenankanlah, Bhante, saya memohon lima sīla beserta tiga perlindungan. Anugerahkanlah padaku sīla itu, Bhante. Dutiyampi okāsa ahaṁ Bhante, tisaraṇena saddhiṁ, pañcasīla-dhammaṁ yācāmi. Anuggahaṁ katvā, sīlaṁ detha me Bhante. Venerable Sir, a second time please allow me, I request the Five Precepts together with three refuges. Añjali is to join the palms in a reverential gesture of respect. To respect monk's 227 moral practice (Pātimokkha-sīla) where lay person only 5 moral practice (Pañcasīla). 17 Añjali adalah sikap menghormat dengan cara merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada. Untuk menghormati Pātimokkha-sīla (227 aturan moral) yang selalu dilaksanakan oleh para Bhikkhu sedangkan umat awam hanya melaksanakan Pañcasīla (5 aturan moral). 19 Kedua kalinya, Bhante, perkenankanlah, saya memohon lima sīla beserta tiga perlindungan. Anugerahkanlah padaku sīla itu, Bhante. Tatiyampi okāsa ahaṁ Bhante, tisaraṇena saddhiṁ, pañcasīla-dhammaṁ yācāmi. Anuggahaṁ katvā, sīlaṁ detha me Bhante. Venerable Sir, a third time please allow me, I request the Five Precepts together with three refuges Ketiga kalinya, Bhante, perkenankanlah, saya memohon lima sīla beserta tiga perlindungan. Anugerahkanlah padaku sīla itu, Bhante. VENERABLE: Bhikkhu ALL: Semua Yamahaṁ vadāmi taṁ vadetha. Repeat the words after me. Ikutilah kata yang saya ucapkan. Āma bhante. Yes, Venerable Sir. Ya, Bhante. VENERABLE (repeat after Ven.): Semua mengikuti Namo tassa bhagavato arahato sammā-sambuddhassa. Three times (tiga kali) Homage to the Lord, the Emancipated, the All-Enlightened Buddha. Terpujilah Sang Bhagavā, Yang Mahasuci, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna. VENERABLE (repeat after Ven.): Semua mengikuti Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi. Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi. Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi. 20 I go to the Buddha, Dhamma and Saṅgha for refuge. Aku datang kepada Buddha, Dhamma dan Saṅgha untuk berlindung. Dutiyampi buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi. Dutiyampi dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi. Dutiyampi saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi. A second time, I go to the Buddha, Dhamma and Saṅgha for refuge. Kedua kalinya, aku datang kepada Buddha, Dhamma dan Saṅgha untuk berlindung. Tatiyampi buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi. Tatiyampi dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi. Tatiyampi saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi. A third time, I go to the Buddha, Dhamma and Saṅgha for refuge. Ketiga kalinya, aku datang kepada Buddha, Dhamma dan Saṅgha untuk berlindung. VENERABLE: Bhikkhu Saraṇagamanaṁ paripuṇṇaṁ. The passage on going for refuge has been completely given. Saraṇagamana telah lengkap diberikan. ALL: Semua Āma bhante. Yes, Venerable Sir. Ya, Bhante. VENERABLE (repeat after Ven.): Semua mengikuti Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi. 21 I undertake to observe the precept to abstain from taking life. Aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup. Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi. I undertake to observe the precept to abstain from taking what is not given. Aku bertekad melatih diri menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan. Kāmesu-micchācārā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi. I undertake to observe the precept to abstain from sexual misconduct. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusila. Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi I undertake to observe the precept to abstain from false speech. Aku bertekad melatih diri menghindari ucapan bohong. Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi I undertake to observe the precept to abstain from intoxicants causing carelessness. VENERABLE: Bhikkhu Aku bertekad melatih diri menghindari minuman memabukkan hasil penyulingan atau peragian yang menyebabkan lemahnya kesadaran. Imāni pañca sikkhā-padāni Sīlena sugatiṁ yanti 22 Sīlena bhoga-sampadā Sīlena nibbutiṁ yanti Tasmā sīlaṁ visodhaye. Theseare the five training rules Through Precepts people go for happiness Through Precepts people go for good fortune Through Precepts people attain the extinction of vices passions (kilesa)18 Therefore, let they purify their Precepts. Ini adalah lima pelatihan sīla Dengan merawat sīla, tercapai alam bahagia Dengan merawat sīla, diperoleh kekayaan (lahir dan batin) Dengan merawat sīla, tercapai padamnya kilesa Oleh karena itu, rawatlah sīla dengan sempurna. ALL: Semua Āma bhante. Yes, Venerable Sir. Ya, Bhante. ALL: Semua Sādhu, sādhu, sādhu. Virtuous, virtuous, virtuous. Baiklah, baiklah, baiklah. 12.2. Buddhānussati Recollection on the Buddha Perenungan terhadap Buddha Kilesa: The grouping as dasa kilesa—vatthūni: 1. lobha (greed), 2. dosa (hatred), 3. moha (delusion), 4. māna (conceit), 5. diṭṭhi (speculative views), 6. vicikicchā (skeptical doubt), 7. thīna (mental torpor), 8. uddhacca (restlessness), 9. ahirika (shamelessness), 10. anottappa (lack of moral dread or unconscientiousness). 18 Kotoran batin, sepuluh kelompok: 1. ketamakan, 2. kebencian, 3. kebodohan batin, 4. keangkuhan/ kesombongan, 5. pandangan keliru, 6. keragu-raguan, 7. rasa malas, 8. kegelisahan, 9. tidak tahu malu, 10. tidak takut akibat. 23 Itipi so bhagavā arahaṁ sammā-sambuddho He is a Blessed One, a Worthy One, a Rightly Self-awakened One Karena itulah Sang Baghavā, Beliau adalah Yang Mahasuci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna Vijjā-caraṇa-sampanno sugato lokavidū consummate in knowledge and conduct, one who has gone the good way, knower of the cosmos sempurna pengetahuan serta menempuh jalan ke Nibbanā tindak-tanduknya, sempurna Anuttaro purisa-damma-sārathi satthā deva-manussānaṁ buddho bhagavā-ti. unexcelled trainer of those who can be taught, teacher of human and divine beings; awakened; blessed. pengetahu segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan. 12.3. Dhammānussati Recollection on the Dhamma Perenungan terhadap Dhamma Svākkhāto bhagavatā dhammo, The Dhamma is well-proclaimed by the Blessed One, Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā, Sandiṭṭhiko akāliko ehipassiko, to be seen for oneself, timeless, inviting all to come and see, 24 terlihat amat jelas, tak bersela waktu, mengundang untuk dibuktikan, Opanayiko paccattaṁ veditabbo viññūhī-ti. leading inward, to be seen by the wise for themselves. patut diarahkan ke dalam batin, dapat dihayati oleh para bijaksana dalam batin masing-masing. 12.4. Saṅghānussati Recollection on the Saṅgha Perenungan terhadap Saṅgha Supaṭipanno bhagavato sāvaka-saṅgho, The Saṅgha of the Blessed One's disciples who have practiced well, Saṅgha siswa Sang Bhagavā telah bertindak baik, Uju-paṭipanno bhagavato sāvaka-saṅgho, the Saṅgha of the Blessed One's disciples who have practiced straightforwardly, Saṅgha siswa Sang Bhagavā telah bertindak lurus, Ñāya-paṭipanno bhagavato sāvaka-saṅgho, the Saṅgha of the Blessed One's disciples who have practiced methodically, Saṅgha siswa Sang Bhagavā telah bertindak benar, Sāmīci-paṭipanno bhagavato sāvaka-saṅgho, the Saṅgha of the Blessed One's disciples who have practiced masterfully, Saṅgha siswa Sang Bhagavā telah bertindak patut, 25 Yadidaṁ cattāri purisa-yugāni aṭṭha purisa-puggalā i.e., the four pairs — the eight types — of Noble Ones Mereka adalah empat pasang makhluk, terdiri dari delapan jenis Makhluk Suci Esa bhagavato sāvaka-saṅgho That is the Saṅgha of the Blessed One's disciples Itulah Saṅgha siswa Sang Bhagavā Āhuneyyo pāhuneyyo dakkhiṇeyyo añjalī-karaṇīyo, worthy of gifts, worthy of hospitality, worthy of offerings, worthy of respect, patut menerima pujaan, patut menerima suguhan, patut menerima persembahan, patut menerima penghormatan Anuttaraṁ puññakkhettaṁ lokassā-ti. the incomparable field of merit for the world. ladang menanam jasa yang tiada taranya bagi makhluk dunia. 12.5. Saccakiriya Gāthā The Verses of Truth Pernyataan Kebenaran Natthi me saraṇaṁ aññaṁ Buddho me saraṇaṁ varaṁ Etena sacca-vajjena Sotthi te hotu sabbadā Natthi me saraṇaṁ aññaṁ Dhammo me saraṇaṁ varaṁ Etena sacca-vajjena Sotthi te hotu sabbadā 26 Natthi me saraṇaṁ aññaṁ Saṅgho me saraṇaṁ varaṁ Etena sacca-vajjena Sotthi te hotu sabbadā I have no other refuge The Buddha, Dhamma, Saṅgha is my foremost refuge By the power of the truth of these words May you ever be well Tiada perlindungan lain bagiku Sang Buddha, Dhamma, Saṅgha-lah pelindungku nan luhur Berkat pernyataan kebenaran ini Semoga setiap saat Anda selamat sejahtera 12.6. ALL: Semua Ārādhanā Dhammadesanā Asking for a Sermon Permohonan Dhammadesanā Brahmā ca lokādhipatī sahampati Katañjalī anadhivaraṁ ayācatha: "Santīdha sattāpparajakkha-jātikā Desetu dhammaṁ anukampimaṁ pajaṁ." The Brahma Sahampati, Lord of the world, With hands palm-to-palm before his heart, requested a blessing: There are beings here with only a little dust in their eyes. Please teach the Dhamma out of compassion for them. 12.7. Brahma Sahampati, sang penguasa dunia berañjali seraya memohon: "Di alam semesta ini, ada makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka. Ajarkanlah Dhamma demi kasih sayang kepada mereka." Dhammadesanā Sermon by Ven. Bhikkhusaṅgha 27 Pesan-pesan Dhamma oleh Yang Mulia Bhikkhusaṅgha 13. Offering Pūjā Dāna Persembahan Pūjā Dāna By Bride and Groom to Ven. Bhikkhusaṅgha Dilakukan oleh mempelai berdua dan para Dānapaṭi kepada Yang Mulia Bhikkhusaṅgha 14. Saṅgha-numodanā Offering Virtue Persembahan Kebajikan Pouring Virtuous Water19 by Bride and Groom Dengan Penuangan Tirta Kebajikan oleh Kedua Mempelai 15. Splashing Consecrated Water Pemercikan Tirta Parittā By Ven. Bhikkhusaṅgha to Bride and Groom and Attendees Oleh Yang Mulia Bhikkhusaṅgha kepada kedua mempelai dan segenap hadirin 16. Namakkāra Pāṭha Passage on Salutation Kalimat Persujudan Ven. Bhikkhusaṅgha departs ceremony Yang Mulia Bhikkhusaṅgha meninggalkan tempat upacara (Background music Maṅgala Sutta20 song) Water (toya) symbolizes purity, clarity and calmness. This reminds us to practise the Buddha's teachings, so as to cleanse our minds from root of 3 causes of the arising of deeds (tīṇi nidānāni kammānaṁ samudayāya); 1. greed (lobha), 2. hatred (dosa) and 3. delusion (moha), and to attain the state of purity. 19 Air melambangkan kemurnian (kesucian), kejelasan dan ketenangan. Hal ini mengingatkan kita untuk berlatih tentang ajaran Sang Buddha, agar membersihkan pikiran kita dari 3 akar kejahatan penyebab terjadinya karma (tīṇi nidānāni kammānaṁ samudayāya); 1. keserakahan (lobha), 2. kebencian (dosa) dan 3. kebodohan batin (moha), sehingga dapat mencapai tingkat kesucian batin. 28 Rest for Civil Registration Menunggu waktu untuk petugas Pencatatan Sipil (Background Music Karaṇīyametta Sutta21 song) 20 21 See on page 53 (lihat pada hal. 53) See on page 37 (lihat pada hal. 37) 29 17. Registration with Civil Registry Officer Registrasi dengan Petugas Pencatatan Sipil 18. The End Selesai (Background music The Chant of Metta22 song) 22 See on page 40 (lihat pada hal. 40) 30 SONG LISTS Daftar Lagu 31 32 Buddhajayamaṅgala Gāthā The Verses of the Buddha's Auspicious Victories Syair Kemenangan Sang Buddha Artist: Imee Ooi Bāhuṁ sahassam-abhinimmitasāyudhaṁ taṁ Girimekhalaṁ uditaghorasasenamāraṁ Dānādidhammavidhinā jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni Creating a form with 1,000 arms, each equipped with a weapon, Māra, on the elephant Girīmekhala, uttered a frightening roar together with his troops. The Lord of Sages defeated him by means of such qualities as generosity.23 By the power of this, may you have victory blessings. Dengan seribu tangan yang masing-masing memegang senjata, dengan menunggang gajah Girīmekhala, Māra bersama pasukannya meraung menakutkan. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan cara sifat kemurahan hati. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Mārātirekam-abhiyujjhita sabbarattiṁ Ghoraṁ pan’ Āḷavakam-akkhamathaddhayakkhaṁ Khantīsudantavidhinā jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni Even more frightful than Māra making war all night was Āḷavaka, the arrogant unstable ogre. The Lord of Sages defeated him by means of welltrained endurance. By the power of this, may you have victory blessings. Dasa Pāramī: 1. dāna (generosity, giving of oneself), 2. sīla (virtue, morality, proper conduct), 3. nekkhamma (renunciation), 4. paññā (transcendental wisdom, insight), 5. vīriya (energy, diligence, vigour, effort), 6. khanti (patience, tolerance, forbearance, acceptance, endurance), 7. sacca (truthfulness, honesty), 8. adhiṭṭhāna (determination, resolution) 9. mettā (loving-kindness), 10. upekkhā (equanimity, serenity). 23 Kesempurnaan Sepuluh: 1. kedermawanan, kemurahan hati, 2. kebajikan, moralitas, kelakuan baik, 3. penolakan nafsu indria, 4. kebijaksanaan, berpengetahuan luas, 5. semangat, berusaha keras, 6. kesabaran, toleransi, tahan godaan, ketulusan, 7. kejujuran, kebenaran, 8. kebulatan tekad, keteguhan pendirian, 9. penuh cinta kasih, 10. ketenangan, keheningan batin. 33 Lebih mengerikan daripada Māra yang membuat onar sepanjang malam, yakni Yakkha Āḷavaka yang menakutkan, bengis dan beringas. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan kesabaran. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Nāḷāgiriṁ gajavaraṁ atimattabhūtaṁ Dāvaggicakkam-asanīva sudāruṇaṁ taṁ Mettambusekavidhinā jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni Nāḷāgiri, the excellent elephant, when maddened, was very horrific, like a forest fire, a flaming discus, a lightning bolt. The Lord of Sages defeated him by sprinkling the water of good will. By the power of this, may you have victory blessings. Nāḷāgiri, gajah mulia yang menjadi mabuk dan garang, sangat kejam bagaikan api hutan, bagai senjata cakra dan bak halilintar. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan percikan cinta-kasih. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Ukkhittakhaggam-atihatthasudāruṇaṁ taṁ Dhāvaṁ tiyojanapathaṅgulimālavantaṁ Iddhībhisaṅkhatamano jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni Very horrific, with a sword upraised in his expert hand, Garlanded-withFingers ran three leagues along the path. The Lord of Sages defeated him with mind-fashioned marvels. By the power of this, may you have victory blessings. Dengan pedang terhunus di tangan yang kokoh kuat, Aṅgulimāla yang kejam, dengan berkalung untaian jari berlari mengejar sepanjang jalan tiga yojana. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan kemampuan pikiran sakti yang mengagumkan. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Katvāna kaṭṭham-udaraṁ iva gabbhinīyā Ciñcāya duṭṭhavacanaṁ janakāyamajjhe Santena somavidhinā jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni 34 Having made a wooden belly to appear pregnant, Ciñca made a lewd accusation in the midst of the gathering. The Lord of Sages defeated her with peaceful, gracious means. By the power of this, may you have victory blessings. Setelah membuat tipuan dengan kayu agar perutnya tampak seperti hamil, Ciñca memfitnah di tengah-tengah banyak orang. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan keteguhan nan luhur, yakni kedamaian batin. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Saccaṁ vihāya mati-Saccakavādaketuṁ Vādābhiropitamanaṁ ati-andhabhūtaṁ Paññāpadīpajalito jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni Saccaka, whose provocative views had abandoned the truth, delighting in argument, had become thoroughly blind. The Lord of Sages defeated him with the light of discernment. By the power of this, may you have victory blessings. Saccaka, terbiasa berkata menyimpang dari kebenaran, dengan pikiran buta, mengibarkan pahamnya laksana panji. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan terangnya pelita kebijaksanaan. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Nandopanandabhujagaṁ vibudhaṁ mahiddhiṁ Puttena therabhujagena damāpayanto Iddhūpadesavidhinā jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni Nandopananda was a serpent with great power but wrong views. Lord of Sages defeated him by means of a display of marvels, sending his son (Moggallāna), the serpent-elder, to tame him. By the power of this, may you have victory blessings. Nandopananda, nāga berkesaktian tinggi berpengertian salah. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan petunjuk kekuatan sakti kepada Moggallāna Thera, menyuruh sang Putra menjelma menjadi nāga agar menjinakkannya. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. 35 Duggāhadiṭṭhibhujagena sudaṭṭhahatthaṁ Brahmaṁ visuddhijutim-iddhi-Bakābhidhānaṁ Ñāṇāgadena vidhinā jitavā munindo Taṁ tejasā bhavatu te jayamaṅgalāni His hands bound tight by the serpent of wrongly held views, Baka, the Brahma, thought himself pure in his radiance and power. The Lord of Sages defeated him by means of his of words knowledge. By the power of this, may you have victory blessings. Bagaikan ular yang melilit lengan, demikian pandangan salah dimiliki oleh Brahma Baka yang sakti, yang beranggap diri bersinar cemerlang karena kesucian. Raja Para Bijaksanawan menaklukkannya dengan pengetahuan. Dengan kekuatan ini semoga Anda mendapatkan berkah kejayaan. Etā pi Buddhajayamaṅgala-aṭṭhagāthā Yo vācako dinadine sarate-m-atandī Hitvānanekavividhāni cupaddavāni Mokkhaṁ sukhaṁ adhigameyya naro sapañño. These eight verses of the Buddha's victory blessings, whatever person of discernment recites or recalls them day after day without lapsing, destroying all kinds of obstacles, will attain emancipation and happiness. Inilah delapan syair kemenangan sempurna Sang Buddha, yang patut dibaca dan direnungkan setiap hari tanpa rasa malas. Setelah mengatasi aneka macam rintangan, orang bijaksana mencapai kebebasan dan kebahagiaan. 36 Karaṇīyametta Sutta The Discourse on Loving-kindness Sutta Tentang Cinta Kasih Artist: Imee Ooi Karaṇīyam-atthakusalena yan-taṁ santaṁ padaṁ abhisamecca: Sakko ujū ca sujū ca, suvaco c’assa mudu anatimānī, This is to be done by one skilled in aims who want to break through to the state of peace: be capable, upright, and straightforward, easy to instruct, gentle, and not conceited, Inilah yang patut dikerjakan oleh ia yang tangkas dalam hal yang berguna, yang mengantar ke jalan kedamaian: sebagai orang yang cakap, jujur, tulus, mudah dinasihati, lemah-lembut, tidak sombong; Santussako ca subharo ca, appakicco ca sallahukavutti, Santindriyo ca nipako ca, appagabbho kulesu ananugiddho. content and easy to support, with few duties, living lightly, with peaceful faculties, masterful, modest, and no greed for supporters. merasa puas atas yang dimiliki, mudah dirawat, tidak repot, bersahaja hidupnya, berindria tenang, penuh pertimbangan, sopan, tidak melekat pada keluarga-keluarga; Na ca khuddaṁ samācare kiñci, yena viññū pare upavadeyyuṁ. Sukhino vā khemino hontu, sabbe sattā bhavantu sukhitattā. Do not do the slightest thing that the wise would later censure. Think: happy and secure, may all beings be happy at heart. tidak berbuat kesalahan walaupun kecil yang dapat dicela oleh para bijaksana, senantiasa bersiaga dengan ujaran cinta kasih: "Semoga semua makhluk berbahagia dan tentram. Semoga semua makhluk hidup bahagia." Ye keci pāṇabhūt’atthi - tasā vā thāvarā vā anavasesā, Dīghā vā ye mahantā vā, majjhimā rassakā aṇukathūlā, 37 Whatever beings there may be, weak (having desire, craving) or strong (having no desire), without exception, long, large, middling, short, subtle, blatant, Makhluk hidup apapun yang ada; yang goyah dan yang kokoh tanpa kecuali, yang panjang atau yang besar, yang sedang, pendek, kecil, kurus ataupun yang gemuk; Diṭṭhā vā ye ca adiṭṭhā, ye ca dūre vasanti avidūre, Bhūtā vā sambhavesī vā - sabbe sattā bhavantu sukhitattā. seen or unseen, near or far, born or seeking birth: may all beings be happy at heart. yang tampak ataupun yang tak tampak, yang berada jauh ataupun dekat, yang telah menjadi ataupun yang belum menjadi, semoga mereka semua hidup bahagia. Na paro paraṁ nikubbetha, nātimaññetha katthaci naṁ kiñci, Byārosanā paṭīghasaññā nāññam-aññassa dukkham-iccheyya. Let no one deceive another or despise anyone anywhere, or through anger or resistance wish for another to suffer. Tak sepatutnya yang satu menipu yang lainnya, tidak menghina siapa pun dimana juga; dan, tak selayaknya karena marah dan benci mengharap yang lain celaka. Mātā yathā niyaṁ puttaṁ āyusā ekaputtam-anurakkhe, Evam-pi sabbabhūtesu mānasaṁ bhāvaye aparimāṇaṁ. As a mother would risk her life to protect her child, her only child, even so, should one cultivate a limitless heart with regard to all beings. Sebagaimana seorang Ibu mempertaruhkan jiwa melindungi putra tunggalnya; demikianlah terhadap semua makhluk, kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas. Mettañ-ca sabbalokasmiṁ, mānasaṁ bhāvaye aparimāṇaṁ, Uddhaṁ adho ca tiriyañ-ca, asambādhaṁ averaṁ asapattaṁ. 38 With good will for the entire cosmos, cultivate a limitless heart, above, below, and all around, unobstructed, without enmity or hate. Cinta kasih terhadap makhluk segenap alam, patut kembangkan tanpa batas dalam batin, baik ke arah atas, bawah, dan di antaranya; tidak sempit, tanpa kedengkian, tanpa permusuhan. Tiṭṭhaṁ caraṁ nisinno vā, sayāno vā yāvat’ assa vigatamiddho, Etaṁ satiṁ adhiṭṭheyya, brahmam-etaṁ vihāraṁ idha-m-āhu. Whether standing, walking, sitting, or lying down, as long as one is alert, one should be resolved on this mindfulness. This is called a sublime abiding here and now. Selagi berdiri, berjalan atau duduk, ataupun berbaring, sebelum terlelap; sepatutnya ia memusatkan perhatian ini yang disebut sebagai "berdiam dalam Brahma". Diṭṭhiñ-ca anupagamma, sīlavā dassanena sampanno, Kāmesu vineyya gedhaṁ, Na hi jātu gabbhaseyyaṁ puna-r-etī ti. Not taken with views, but virtuous and consummate in vision, having subdued desire for sensual pleasures, one never again will lie in the womb. Ia yang mengembangkan metta, tak berpandangan salah, teguh dalam sīla dan berpengetahuan sempurna, dan melenyapkan kesenangan nafsu indria, tak akan lahir dalam rahim lagi. 39 The Chant of Metta Nyanyian Cinta Kasih Artist: Imee Ooi Ahaṁ avero homi, abyāpajjho homi, anīgho homi, sukhī attānaṁ pariharāmi May I be free from enmity and danger, May I be free from mental suffering, May I be free from physical suffering, May I take care of myself happily Semoga Aku terbebas dari kebencian dan bahaya, Semoga Aku terbebas dari penderitan batin, Semoga Aku terbebas dari penderitaan ragawi, Semoga Aku menjaga diriku dengan kebahagiaan Mama Mātāpitu, Ācāriya ca, ñātimittā ca, sabrahmacārino ca May my parents, teacher relatives and friends, fellow Dhamma farers Semoga kedua orang tuaku, para guru, sanak saudara dan sahabat, sesama penganut Dhamma averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Imasmiṁ ārāme, sabbe yogino May all meditators in this compound Semoga semua orang yang bermeditasi di lingkungan ini averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu 40 be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Imasmiṁ ārāme sabbe bhikkhū May all monks in this compound Semoga semua para bhikkhu di lingkungan ini sāmaṇera ca, upāsaka upāsikāyo ca novice monks, laymen and laywomen disciples para sāmaṇera, penganut perumah-tangga laki-laki dan wanita averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Amhākaṁ catupaccayā dāyakā May our donors of the four supports: clothing, food, medicine and lodging Semoga para dermawan yang menunjang pakaian, makanan, obat-obatan dan tempat tinggal averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily 41 terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Amhākaṁ ārakkhā devatā, imasmiṁ vihare, imasmiṁ āvāse, imasmiṁ ārāme, May our guardian deities, in this monastery, in this dwelling, in this compound Semoga para dewa penjaga kita, di vihara ini, tempat kediaman ini, di lingkungan ini Ārakkhā devatā May the guardian deities Semoga para dewa averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Sabbe sattā, sabbe pāṇā, sabbe bhūtā, sabbe puggalā, sabbe attabhāvapariyāpannā May all beings, all breathing things, all creatures, all individuals (all beings), all personalities (all beings with mind and body) Semoga semua makhluk, semua yang bernafas, semua makhluk ciptaan, semua individu, seluruh kepribadian sabbā itthiyo, sabbe purisā, sabbe ariyā, sabbe anariyā, sabbe devā, sabbe manussā, sabbe vinipātikā 42 may all females, all males, all noble ones (saints), all worldlings (those yet to attain sainthood), all devas (deities), all humans, all those in the four woeful planes semoga semua jenis perempuan (betina), semua jenis laki-laki (jantan), seluruh manusia, semua yang ada di ke-empat alam derita averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Dukkha muccantu, Yatthāladdhasampattito mā vigacchantu May all being be free from suffering, May whatever they have gained not be lost Semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan, Semoga segala yang mereka telah raih tidak hilang Kammassakā All beings are owners of their own deeds Semua makhluk adalah pemilik Karma mereka masing-masing Puratthimāya disāya, dakkhiṇāya disāya pacchimāya disāya, uttarāya disāya, in the eastern direction, in the western direction, in the northern direction, in the southern direction di arah timur, di arah barat, di arah utara, di arah selatan puratthimāya anudisāya, pacchimāya anudisāya, dakkhiṇāya anudisāya 43 anudisāya, uttarāya in the southeast direction, in the northwest direction, in the northeast direction, in the southwest direction di arah tenggara, di arah barat laut, di arah timur laut, di arah barat daya, heṭṭhimāya disāya, uparimāya disāya in the direction below, in the direction above di arah bawah, di arah atas Sabbe sattā, sabbe pāṇā, sabbe bhūtā, sabbe puggalā, sabbe attabhāvapariyāpannā May all beings, all breathing things, all creatures, all individuals (all beings), all personalities (all beings with mind and body) Semoga semua makhluk, semua yang bernafas, semua makhluk ciptaan, semua individu, seluruh kepribadian sabba itthiyo, sabbe purisā, sabbe ariyā, sabbe anariyā, sabbe devā, sabbe manussā, sabbe vinipātikā may all females, all males, all noble ones (saints), all worldlings (those yet to attain sainthood), all devas (deities), all humans, all those in the four woeful planes semoga semua jenis perempuan (betina), semua jenis laki-laki (jantan), seluruh manusia, semua yang ada di ke-empat alam derita averā hontu, ābyapajjhā hontu, anīghā hontu, sukhī attānaṁ pariharantu be free from enmity and danger, be free from mental suffering, be free from physical suffering, may they take care of themselves happily terbebas dari kebencian dan bahaya, terbebas dari penderitaan batin, terbebas dari penderitaan ragawi, semoga mereka menjaga diri mereka dengan kebahagiaan Dukkha muccantu, Yatthāladdhasampattito mā vigacchantu 44 May all beings be free from suffering, May whatever they have gained not be lost Semoga semua makhluk terbebas dari penderitaan, Semoga segala yang mereka telah raih tidak hilang Kammassakā All beings are owners of their own deeds Semua makhluk adalah pemilik Karma mereka masing-masing Uddhaṁ yāva bhavaggā ca, adho yāva avīcito, samantā cakkavāḷesu As far as the highest plane of existence, to as far down as the lowest plane, in the entire universe Setinggi-tingginya alam yang ada, sampai serendah-rendahnya alam, di seluruh jagat raya ye sattā paṭhavī carā, abyāpajjhā niverā ca, nidukkhā ca nupaddavā whatever beings that move on earth, may they are free of mental suffering and enmity, and from physical suffering and danger apapun yang bergerak di bumi, semoga mereka terbebas dari penderitaan batin dan kebencian, dan dari penderitaan ragawi dan bahaya Uddhaṁ yāva bhavaggā ca, adho yāva avīcito, samantā cakkavāḷesu As far as the highest plane of existence, to as far down as the lowest plane, in the entire universe Setinggi-tingginya alam yang ada, sampai serendah-rendahnya alam, di seluruh jagat raya ye sattā udake carā, ābyapajjhā nivera ca, nidukkhā canupaddavā whatever beings that move on water, may they are free of mental suffering and enmity, and from physical suffering and danger apapun yang bergerak dalam air, semoga mereka terbebas dari penderitaan batin dan kebencian, dan dari penderitaan ragawi dan bahaya 45 Uddhaṁ yāva bhavaggā ca, adho yāva avīcito, samantā cakkavāḷesu As far as the highest plane of existence, to as far down as the lowest plane, in the entire universe Setinggi-tingginya alam yang ada, sampai serendah-rendahnya alam, di seluruh jagat raya ye sattā akase carā, abyāpajjhā nivera ca, nidukkhā canupaddavā. whatever beings that move in air, may they are free of mental suffering and enmity, and from physical suffering and danger. apapun yang bergerak di udara, semoga mereka terbebas dari penderitaan batin dan kebencian, dan dari penderitaan ragawi dan bahaya. 46 Maṅgala Sutta The Discourse on Blessing Sutta Tentang Berkah Evaṁ me sutaṁ, Ekaṁ samayaṁ Bhagavā, Sāvatthiyaṁ viharati, Jetavane Anāthapiṇḍikassa, ārāme. I have heard that at one time the Blessed One was staying in Savatthi at Jeta's Grove, Anāthapiṇḍika's monastery. Demikianlah telah saya dengar, pada suatu ketika Sang Bhagavā berdiam di Jetavana, ārāma milik hartawan Anāthapiṇḍika, di dekat kota Sāvatthī Atha kho aññatarā devatā, Abhikkantāya rattiyā abhikkantavaṇṇā, Kevalakappaṁ Jetavanaṁ obhāsetvā, Yena Bhagavā tenupasankami. Then a certain deity, in the far extreme of the night, her extreme radiance lighting up the entirety of Jeta's Grove, approached the Blessed One. Saat itulah sesosok dewa, ketika hari menjelang pagi, dengan bercahaya cemerlang menerangi seluruh Jetavana, mengunjungi Sang Bhagavā. Upasankamitvā Bhagavantaṁ abhivādetvā Ekam-antaṁ aṭṭhāsi. Ekam-antaṁ ṭhitā kho sā devatā Bhagavantaṁ gāthāya ajjhabhāsi: On approaching, having bowed down to the Blessed One, she stood to one side. As she was standing there, she addressed a verse to the Blessed One. Setelah datang, menghormat Sang Bhagavā, ia berdiri di satu sisi yang layak. Dengan berdiri di satu sisi yang layak itulah, ia memohon Sang Bhagavā dengan syair berikut ini: Bahū devā manussā ca Ākankhamānā sotthānaṁ Maṅgalāni acintayuṁ Brūhi maṅgalam-uttamaṁ 47 Many deities and human beings give thought to good fortune, desiring wellbeing. Tell, then, the highest good fortune. Banyak dewa dan manusia yang mengharapkan kebahagiaan, mempersoalkan tentang berkah. Mohon uraikan, apa berkah utama itu. Asevanā ca bālānaṁ Pūjā ca pūjanīyānaṁ Paṇḍitānañ-ca sevanā Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Not consorting with fools, consorting with the wise, paying homage to those who deserve homage, this is the highest good fortune. Tak bergaul dengan orang-orang dungu, bergaul dengan para bijaksanawan, dan menghormat yang patut dihormat, itulah berkah utama. Paṭirūpadesavāso ca Attasammāpaṇidhi ca Pubbe ca katapuññatā Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Living in a civilized country, having made merit in the past, directing oneself rightly, this is the highest good fortune. Bertempat tinggal di tempat yang sesuai, memiliki timbunan kebajikan di masa lampau, dan membimbing diri dengan benar, itulah berkah utama. Bāhusaccañ-ca sippañ-ca Subhāsitā ca yā vācā Vinayo ca susikkhito Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Broad knowledge, skill, discipline well-mastered, words well-spoken, this is the highest good fortune. Berpengetahuan luas, berketerampilan, terlatih dengan baik dalam tata susila, dan bertutur kata dengan baik, itulah berkah utama. Mātāpitu-upaṭṭhānaṁ Anākulā ca kammantā Puttadārassa saṅgaho Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Support for one's parents, assistance to one's wife and children, jobs that are not left unfinished, this is the highest good fortune. Membantu ayah dan ibu, menunjang anak dan isteri, dan bekerja dengan sungguh-sungguh, itulah berkah utama. 48 Dānañ-ca Dhammacariyā ca Anavajjāni kammāni Ñātakānañ-ca saṅgaho Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Generosity, living by the Dhamma, assistance to one's relatives, deeds that are blameless, this is the highest good fortune. Berdana, melakukan kebajikan, menyokong sanak saudara, dan tidak melakukan pekerjaan tercela, itulah berkah utama. Ārati virati pāpā Appamādo ca dhammesu Majjapānā ca saññamo Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Avoiding, abstaining from evil, refraining from intoxicants, being heedful with regard to qualities of the mind, this is the highest good fortune. Menjauhi, menghindari perbuatan buruk, menahan diri dari minuman keras, dan tak lengah melaksanakan Dhamma, itulah berkah utama. Gāravo ca nivāto ca Kālena Dhammassavanaṁ Santuṭṭhī ca kataññutā Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Respect, humility, contentment, gratitude, hearing the Dhamma on timely occasions, this is the highest good fortune. Memiliki rasa hormat, berendah hati, merasa puas dengan yang dimiliki, ingat budi baik orang, dan mendengarkan Dhamma pada waktu yang sesuai, itulah berkah utama. Khantī ca sovacassatā Kālena Dhammasākacchā Samaṇānañ-ca dassanaṁ Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Patience, compliance, seeing contemplatives, discussing the Dhamma on timely occasions, this is the highest good fortune. Sabar, mudah dinasihati, mengunjungi para petapa, dan membahas Dhamma pada waktu yang sesuai, itulah berkah utama. Tapo ca brahmacariyañ-ca Nibbānasacchikiriyā ca Ariyasaccāna’ dassanaṁ Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ Austerity, celibacy, seeing the Noble Truths, realizing liberation, this is the highest good fortune. 49 Bersemangat dalam mengikis kilesa, menjalankan hidup suci, menembus Empat Kebenaran Mulia, dan mencapai Nibbāna, itulah berkah utama. Phuṭṭhassa lokadhammehi Asokaṁ virajaṁ khemaṁ Cittaṁ yassa na kampati Etaṁ maṅgalam-uttamaṁ A mind that, when touched by the ways of the world24, is unshaken, sorrowless, dustless, secure, this is the highest good fortune. Meski disinggung oleh hal-hal duniawi, batin tak tergoyahkan, tiada sedih, tanpa noda, dan penuh damai, itulah berkah utama. Etādisāni katvāna Sabbattha sotthiṁ gacchanti Sabbattha-m-aparājitā Taṁ tesaṁ maṅgalam-uttaman-ti. Everywhere undefeated when doing these things, people go everywhere in well-being, this is their highest good fortune. Setelah melaksanakan hal-hal seperti itu, para dewa dan manusia tak akan terkalahkan dimana pun, mencapai kebahagiaan dimana pun berada. Inilah berkah utama bagi para dewa dan manusia. Eight Worldly Conditions: 1. lābha (gain), 2. alābha (loss), 3. yasa (fame/‘face’), 4. ayasa (obscurity), 5. nindā (blame), 6. pasaṁsā (praise), 7. sukkha (happiness), 8. dukkha (pain). 24 Delapan Kondisi Alam: 1. mendapatkan, 2. tak mendapatkan, 3. berkedudukan/ berketenaran, 4. tak berkedudukan, 5. hujatan, 6. sanjungan, 7. kebahagiaan, 8. penderitaan. 50 Jinapañjara Gāthā The Cage of the Conqueror Kurungan Sang Penakluk Namo tassa bhagavato arahato sammā-sambuddhassa. (3x) Puttakāmo labhe puttaṁ Atthi kāye kāyañaya Dhanakāmo labhe dhanaṁ Devanaṁ piyataṁ suttavā One who is endowed with virtue and insight, established in the Dhamma, who has realized the Truth and performs his own duties, is loved by deities and human beings. Seseorang yang memiliki berkah kebajikan dan wawasan, menjalankan kehidupan sesuai Dhamma, yang telah sadar tentang Kebenaran dan melaksanakan kewajibankewajibannya akan dicintai oleh para dewa dan manusia. Itipiso Bhagavā Yamarājano Thao Vessuwano Moraṇaṁ Sukkhaṁ Arahaṁ Sugato Namo Buddhaya25 Itipiso Bhagava – the Buddha, the Blessed One. Yamarājano – the Lord of Death. Thao Vessuwano or Vessavaṇo – the Guardian of the North, deity of good fortune. Moraṇaṁ – death. Sukkhaṁ – happiness, fortune, or rebirth in a happy realm. Arahaṁ – the person whose mind is free from taints of all defilements. Serene and pure, no more round of rebirth. Sugato – going (or gone) to a good destination. The literal meaning is ‘respect to Buddha’, some gāthās mention as the short name of 5 Buddhas; Na Mo Phut Tha Ya 25 Arti literalnya adalah "menghormat kepada Buddha", beberapa gāthā menyebutnya sebagai nama pendek dari 5 Buddha; Na Mo Phut Tha Ya 1. Na-garo Gaghusanthoja (Kakusandha, the first Buddha of the bhadrakalpa) 2. Mo-garo, Gonakamano (Koṇāgamana, the second Buddha of the bhadrakalpa) 3. Phut-thagaro, Gassapo, Buddho (Kassapa, the third Buddha of the bhadrakalpa) 4. Tha-garo, Sakkayapungkawo (Gotama, the fourth and present Buddha of the bhadrakalpa) 5. Ya-garo, Ariyamettaiyo, Panja, Buddha, Namamihang (Maitreya, the fifth and future Buddha of the bhadrakalpa) 51 Terpujilah Sang Bhagavā. Yamarāja (dewa kematian). Vessavaṇa (penjaga Utara). Maraṇa (kematian). Sukkha (kebahagiaan). Arahant (sosok yang pikirannya telah terbebas dari noda-noda semua kotoran, tenang dan murni, tidak lagi terlahir dalam rahim) telah menuju ke tujuan yang baik. Jayāsanāgatā Buddhā jetvā māraṁ savāhanaṁ Catusaccāsabhaṁ rasaṁ ye pivinsu narāsabhā. The Buddha and the great sages of virtue have seated on the throne of victory, having conquered Māra together with his troop, the Buddha experienced the taste of deathless Dhamma (complete realization of the eternal truth): the four Noble Truths, leading all beings to overcome kilesa (defilements - greed, hatred, delusion, etc.) and dukkha (sufferings). Kebajikan Sang Buddha dan para bijaksanawan agung telah duduk di tahta kemenangan, setelah menaklukkan Māra bersama pasukannya, Sang Buddha meraih Dhamma abadi (kesunyataan): Empat Kebenaran Mulia, memimpin semua makhluk untuk mengakhiri kilesa (kotoran batin, keserakahan, kebencian, kebodohan, dll.) dan dukkha (penderitaan). Taṇhaṅkarādayo Buddhā aṭṭhavīsatināyakā Sabbe patiṭṭhitā mayhaṁ matthake te munissarā. There are 28 Buddhas such as the great one named Taṇhaṅkarā, may all the Buddhas, all Lords of Munis (sage, the calm one) enshrine above my head. Ada 28 Buddha agung seperti yang salah satunya bernama Buddha Taṇhaṅkarā. Semoga para Buddha, raja para Muni (yang bijak, yang tenang) semua bersemayam di kepalaku. Sīse patiṭṭhito mayhaṁ Buddho Dhammo davilocane Saṅgho patiṭṭhito mayhaṁ Ure sabbagunākaro. The Buddha enshrines over the crown of my head, the Dhamma in my 2 eyes, the Saṅgha originates of virtuous properties is in my chest. Sang Buddha bersemayam di atas kepalaku, Dhamma di kedua belah mataku dan Saṅgha berpangkal sifat-sifat bajik di dadaku. Hadaye me Anuruddho Sārīputto ca dakkhiṇe Koṇḍañño piṭṭhibhāgasmiṁ Moggallāno ca vāmake. 52 Venerable Anuruddha is in my heart, Ven. Sārīputta on my right, Ven. Koṇḍañña is behind me, Ven. Moggallāna on my left. Bhikkhu Anuruddha berada di dalam hatiku, Bhikkhu Sārīputta di sisi kananku, Bhikkhu Koṇḍañña di sebelah belakangku dan Bhikkhu Moggallāna di sisi kiriku. Dakkhiṇe savane mayhaṁ āsuṁ Ānanda Rāhulo Kassapo ca Mahānāmo Ubhāsuṁ vāmasotake. Ven. Ānanda and Ven. Rāhula are in my right ear, Ven. Kassapa and Ven. Mahānāma are in my left ear. Bhikkhu Ānanda dan Bhikkhu Rāhula di telinga kananku, di telinga kiriku ada Bhikkhu Kassapa dan Bhikkhu Mahānāma. Kesato piṭṭhibhāgasmiṁ suriyo va pabhaṅkaro Nisinno sirisampanno Sobhito munipuṅgavo. Ven. Sobhita, the noble sage, with resplendent glory likened the sun shining through every hair all over the body. Bhikkhu Sobhita, bijak nan mulia, gemilang ibarat sinar matahari berkilauan di setiap rambut di sekujur tubuh. Kumārakassapo thero mahesi cittavādako So mayhaṁ vadane niccaṁ patiṭṭhāsi guṇākaro. Thera Kumārakassapa, the virtuous one, fair-spoken, brilliant speech, always is at my mouth. Bhikkhu Kumārakassapa Thera, yang berbudi luhur, penuh sopan santun, bertutur kata berlian, selalu berada di mulutku. Puṇṇo Aṅgulimālo ca Upālī Nanda Sīvalī Therā pañca ime jātā nalāṭe tilakā mama. The five Thera: Puṇṇa, Aṅgulimāla, Upālī, Nanda, and Sīvalī appear as an auspicious mark on my forehead. Kelima bhikkhu senior yaitu: Puṇṇa Thera, Aṅgulimāla Thera, Upālī Thera, Nanda Thera dan Sīvalī Thera nampak sebagai ciri pertanda baik di dahiku. 53 Sesāsīti mahātherā vijitā jinasāvakā Etesīti mahātherā jitavanto jinorasā Jalantā sīlatejena aṅgamaṁgesu saṇṭhitā. The remaining 80 Arahants of Sammasumbuddha, the Victor, the son of the Victor, the disciples of the Conqueror (defeated all defilements and impurities), shining glory with power of moral virtues, they are at various parts of my body. Sisa kedelapan puluh Arahat Sammasumbuddha lainnya, Sang Penakluk, putera Sang Penakluk, siswa-siswa dari Sang Pemenang (mengalahkan kekotoran batin dan ketidak-murnian) bersinar cemerlang dengan kekuatan kebajikan moral, kesemuanya berada di bagian-bagian tubuhku. Ratanaṁ purato āsi dakkhiṇe mettasuttakaṁ Dhajaggaṁ pacchato āsi vāme Aṅgulimālakaṁ. The Ratana Sutta is in front of me, the Metta Sutta is on the right. The Dhajagga Sutta is behind, the Aṅgulimā Sutta on the left. Ratana Sutta berada di depanku, Metta Sutta di sebelah kanan. Dhajagga Sutta berada di belakangku, Aṅgulimā Sutta di sebelah kiriku. Khandhamoraparittañca āṭānāṭiyasuttakaṁ Ākāse Chadanaṁ āsi sesā pākārasaṇṭhita. The Khandha Paritta, the Mora Paritta and the Āṭānāṭiya Sutta is the roof on sky above me, and the rest of suttas is set as a wall around me. Khanda Paritta, Mora Paritta serta Āṭānāṭiya Sutta merupakan atap langit di atasku, dan sisa-sisa sutta lainnya membentuk dinding di sekitarku. Jināṇāvarasaṁyutta sattappākāralaṅkatā Vātapittādisañjātā bāhirajjhattupaddavā. The wall of seven barriers established through the power with great virtues of the Conqueror, protecting me from calamities, misfortunes, sickness from wind and bile, etc Dinding tujuh benteng pelindung terpancang melalui kekuatan kebajikan agung Sang Penakluk, melindungiku dari bencana, kemalangan, kesakitan karena angin dan kepahitan dll. 54 Asesā vinayaṁ yantu anantajinatejasā Vasato me sakiccena sadā sambuddhapañjare. By the power of the Victor, may all dangers be destroyed completely. As I dwell in the victorious cage of the Buddha, may all I do always be successful. Berdasarkan kekuatan Sang Penakluk, semoga semua bahaya terhancurkan semuanya. Karena aku mendiami kurungan Sang Buddha, semoga semua yang kukerjakan selalu berhasil. Jinapañjaramajjhamhi viharantaṁ mahītale Sadā pālentu maṁ sabbe te mahāpurisā sabhā. I have been in the midst of the conquerors, well-sheltered, may all the Great Noble Men always guard me from all perils. Aku telah berada di tengah-tengah para Penakluk, terlindungi dengan baik, semoga seluruh Orang-orang Mulia Agung selalu menjagaku dari segala mara bahaya. Iccevamanto sugutto surakkho Jinānubhāvena jitupaddavo Dhammānubhāvena jitārisaṅgho Saṅghānubhāvena jitantarāyo Saddhammānubhāvapālito carāmi jinapañjareti. As described, I have been well protected within the cage of the Conquerors, Through the power of the Conqueror (the Buddha), thus I overcome wickedness, evils, accidents, misfortunes, etc., Through the power of the Dhamma, all enemies are defeated, Through the power of the Saṅgha, all dangers are ceased, I have been protected by the virtuous power of the true doctrine. May I am always well guarded in the safe place of the Victor’s cage. Seperti yang telah diutarakan, aku telah terlindungi dengan baik di dalam kurungan para Sang Penakluk, beserta kekuatan-Nya (Sang Buddha), dengan ini semua, aku mengatasi kebusukan, kejahatan, petaka, kemalangan dsb. Bersama kekuatan Dhamma, seluruh musuh terkalahkan. Bersama kekuatan Saṅgha, semua mara bahaya terhentikan. Aku telah terlindungi oleh kekuatan kebajikan dari ajaran benar. Semoga aku selalu terjaga di tempat yang aman di dalam kurungan Sang Penakluk. 55 Anumodanā Appreciations Apresiasi Abbot of Mendut Monastery: Most Venerable Sri Paññāvaro Mahāthera Preceptor of Lembaga Manggala Dhammaduta (LMD) "Mendut": Venerable DR. Jotidhammo Mahāthera Paṇḍita: Drs. PB Buntoro Master of Ceremonies (MC): Aggavistara Dhyani Aryasatyani (Ms. Ayya) Committee: Lembaga Manggala Dhammaduta (LMD) "Mendut" Majelis Agama Buddha Theravāda Indonesia (Magabudhi) Yogyakarta and Magelang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Civil Registry Officer) Yogyakarta Family, relatives and friends, Center for Religious and Crosscultural Studies (CRCS) and Australian Consortium for 'In-Country' Indonesian Studies (ACICIS) friends and all atendants from Australia and Indonesia who have participated in this event. Kesuma Restaurant Samantha and Pesona Tailor PO Karya Jasa Transportation Gallery Prawirotaman Hotel Yudhistira Photography Ceria Silver Many thanks for your attendance and participation. Terimakasih banyak atas kehadiran dan partisipasinya. Reference: Access to Insight. 2007: Index of Suttas http://www.accesstoinsight.org/index-sutta.html (Accessed 2015-06-05) Buddhism and Australia. 2015: Buddhism in Indonesia, Past and Present by Ven. Ditthisampanno http://buddhismandaustralia.com/index.php?title=Buddhism_in_Indonesia,_Past_and_Presen t_by_Ven._Ditthisampanno (Accessed 2015-05-18) SuttaCentral. 2015: Definitions for assattha. http://suttacentral.net/define/assattha (Accessed 2015-05-10) Saṅgha Theravāda Indonesia. 2013: Bhikkhu Sangha Theravāda Indonesia: Sri Paññāvaro Mahāthera. http://www.sanghatheravadaindonesia.or.id/?channel=aboutus&mode=detailbhikkhu&id=3 (Accessed 2015-05-10) Samaggi Phala. 2010: Sri Pannavaro Mahathera http://www.samaggi-phala.or.id/sangha-theravada-indonesia/sri-pannavaro-mahathera/ (Accessed 2015-05-10) Saṅgha Theravāda Indonesia, Yayasan. 2005: Parita Suci. Jakarta: Saṅgha Theravada Indonesia. Buddha Dharma Education Association Inc. 2012. Buddha Net Audio: Buddhist Chanting. http://www.buddhanet.net/chant-metta.htm (Accessed 2015-05-10) Tung Lin Kok Yuen Buddhist Door Website Team. 2015: Buddhist Treasures: Traditional Pali Chants English. http://reading.buddhistdoor.com/resources/get/0448aa69fe6c4cd6b574fd054a1b3972f5bacd 8f (Accessed 2015-05-10) Chanting Book For Buddha. 2013: คาถาชินบัญชร (Chinnabanchorn) - Jinapanjara Gāthā (The Cage of the Conqueror) http://chanting-book-for-buddha.blogspot.de/p/chinnabanchorn-jinapanjara-gatha-cage.html/ (Accessed 2015-06-05) BuddhaNet. 2012: Devotional Practices and Objects http://www.buddhanet.net/e-learning/history/observances.htm (Accessed 2015-06-29) Online Pāḷi Dictionary. 2015: Pāli to Chinese, Pāli to English, Pāli to Japanese, Pāli-Vietnamese, Pāli-Burmese http://dictionary.sutta.org/ (Accessed 2015-05-10) Sace labhetha nipakaṁ sahāyaṁ Saddhiṁ caraṁ sādhu vihāri dhīraṁ Abhibhuyya sabbāni parissayāni Careyya tenattamano satīmā. "If for company you find a wise and prudent friend who leads a good life, you should, overcoming all impediments, keep his company joyously and mindfully." "Apabila dalam perjalanan hidup, Anda menemukan seorang teman yang berkelakuan baik, bijak dan cocok hidup dengan Anda, hendaklah Anda berjalan bersamanya dengan penuh kegembiraan dan kesadaran untuk mengatasi berbagai penderitaan." Dhammapada XXIII - 328 (Sambahulabhikkhuvatthu)