Pengaruh Takaran dan Jenis Pupuk Hayati terhadap

advertisement
15
Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
Pengaruh Takaran dan Jenis Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Sawi Hijau (Brassica rapa L.) pada Sistem Pertanian Organik
The Effect of Dose and Kinds of Biological Fertilizer on Mustard (Brassica
rapa L.) Growth within Organic Farming System
Canggih Nailil Maghfiroh1), Sri Muhartini2*), Rohlan Rogomulyo2)
1)
2)
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
*)
Penulis untuk korespodensi E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The aim of the study was conducted to determine growth and yield response mustard
greens (Brassica juncea L.) against some types of treatment and the dose of organic
fertilizer. This research had been conducted in farmers' fields, Balangan village,
Wukirsarisub-district, Cangkringan district, Sleman regency, Special Province of
Yogyakarta MarchuntilAugust 2016. The research used Randomized Complete Block
Design (RCBD) 4 x 2 + 1. The first factor was the kinds of fertilizer consisted of
brotowali, vinasse, catfish, and bones of cow. The second factor was the dose of
fertilizer and without fertilizer control consisted of a dose of 2.5 ml/liter of water and 5
ml / liter of water and coupled with not fertilizer control. Data were analyzed by using
analysis of variance (ANOVA) with a level of 5%. If there was a significant difference
between the treatments the analysis continued with DMRT level of 5%, to see the
comparison between control and fertilization and fertilization of plant origin as
compared with the fertilization of animal origin using orthogonal contrast level of 5%.
Results of the research showed that the kinds of fertilizer derived from bones of cow
and catfish showed the best results and significantly different compared with brotowali
and vinasse on shoot dry weight parameters. A dose of 5 ml/l showed the best results
and significantly different parameters leaf area, leaf area index, leaf area ratio, and
harvest index. The combination bones of cow fertilizer at a dose of 5 ml/l, increased
fresh weight of 37,43% canopy and shoot dry weight of 45,54%. While the catfish
fertilizer with a dose of 5 ml/l increase shoot fresh weight 32,36% and 42.82% increase
shoot dry weight.
Keywords: liquid organic fertilizer, mustard, brotowali, vinasse, catfish, bones of cows
INTISARI
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan hasil
sawi hijau (Brassica juncea L.) terhadap beberapa perlakuan jenis dan takaran pupuk
organik. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan di lahan
petani, Dusun Balangan, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari persiapan sampai pelaksanaan,
panen, dan analisis pada bulan Maret sampai Agustus2016. Penelitian ini dilaksanakan
dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) 4 x 2 + 1. Faktor
pertama adalah jenis pupuk yang terdiri atas brotowali, vinasse, lele, dan tulang sapi.
Faktor kedua adalah takaran pupuk yang terdiri atas takaran 2,5 ml/liter air dan 5
16
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
ml/liter air dan ditambah dengan kontrol tanpa pupuk. Data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) dengan tingkat
kepercayaan 95%. Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji
DMRT tingkat kepercayaan 95%, untuk melihat perbandingan antara kontrol dengan
pupuk dan pemupukan yang berasal dari tumbuhan dibandingkan dengan pupuk yang
berasal dari hewan menggunakan kontras orthogonal taraf 5%. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa jenis pupuk yang berasal dari tulang sapi dan lele menunjukkan
hasil yang terbaik dan berbeda nyata dibandingkan dengan brotowali dan vinasse pada
parameter bobot kering tajuk. Dosis 5 ml/l menunjukkan hasil yang terbaik dan berbeda
nyata pada parameter luas daun, indeks luas daun, nisbah luas daun, dan indeks
panen. Kombinasi antara pupuk sapi dengan dosis 5 ml/l, meningkatkan bobot segar
tajuk sebesar 37,43 % dan bobot kering tajuk sebesar 45,54 %. Sedangkan pupuk lele
dengan dosis 5 ml/l meningkatkan 32,36% bobot segar tajuk dan meningkatkan
42,82% bobot kering tajuk.
Kata kunci :pupuk organik cair, sawi, brotowali, vinasse, lele, tulang sapi
PENDAHULUAN
Salah satu tanaman yang baik untuk dikonsumsi dan mempunyai nilai gizi yang
tinggi adalah sawi.Sawi hijau menjadi alternatif pilihan suplemen makanan yang baik
karena selain kandungan gizinya yang cukup juga karena faktor ekonomi yang mudah
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Hasbiah et al, 2013). Sebagai sayuran,
sawi hijau mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat
pada sawi hijau adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B,
dan Vitamin C (Fahrudin, 2009).
Menurut badan pusat statistik, produksi sawi di Indonesia pada tahun 2014
mencapai 602.478 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi sawi cukup tinggi
dan peluang pasar masih terbuka luas untuk peningkatan produktivitas sawi.
Berdasarkan data produksi sawi dari tahun 2010 - 2014 menunjukkan bahwa terdapat
kecenderungan produksi yang tidak stabil, bahkan penurunan produksi sawi yang
signifikan pada tahun 2014 bila dibandingkan dengan produksi tahun 2013. Penurunan
hasil tersebut disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah penggunaan pupuk
anorganik yang berlebihan. Menurut Wigena et al., (2006) penurunan produktivitas
tanaman pangan akibat penggunaan pupuk anorganik, terutama pupuk urea diduga
erat kaitannya dengan ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pemupukan secara tepat
dengan memperhatikan penggunaan pupuk organik untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah sekaligus mengurangi input pupuk anorganik yang bersifat
slow release diberikan dalam jumlah banyak khususnya pada pertanaman sawi.
Penggunaan pupuk organik pada tanaman memiliki lebih banyak keuntungan
17
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik. Salah satunya yaitu pada
kandungan unsur hara yang ada pada pupuk organik. Pada pupuk organik unsur hara
yang terkandung yaitu Karbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) (Hasbiah et
al., 2013).
Akan tetapi permasalahan lain yang muncul adalah saat ini pupuk organik yang
bersumber dari kotoran hewan khususnya sapi, kambing dan ayam belum mampu
mencukupi kebutuhan dalam skala besar. Atas dasar pertimbangan ini maka perlu
dilakukan penggalian mengenai sumber-sumber bahan organik yang bisa dijadikan
alternatif agar tidak tergantung pada sumber bahan organik yang berasal dari hewan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Dusun Balangan, Desa Wukirsari, Kecamatan
Cangkringan,
Kabupaten
Sleman,
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.
Penelitian
berlangsung pada bulan Maret-Agustus 2016. Jenis tanah yang digunakan adalah
Regosol abu vulkanik. Bahan penelitian meliputi benih sawi hijau varietas Tosakan
produksi East West Indonesia, arang sekam, air, gula aren, brotowali, air, lele, dan
tulang sapi. Alat-alat yang digunakan antara lain gelas plastik, botol plastik, penggaris,
cetok, alat tulis, gelas ukur, selotip, beaker glass, timbangan analitik, meteran, lux
meter, dan termohigrometer.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan lapangan
yang terdiri atas dua faktor dan dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) 4 x 2 + 1. Faktor pertama adalah jenis pupuk, faktor kedua
adalah takaran pupuk dan kontrol tanpa pupuk. Jenis pupuk terdiri atas empat taraf
yaitu pupuk brotowali, vinase, pupuk lele dan pupuk tulang sapi. Takaran pupuk terdiri
atas dua taraf yaitu takaran ½ rekomendasi (2,5 ml/liter air) dan takaran rekomendasi
(5 ml/liter air). Jumlah kombinasi 8 dan 1 kontrol dengan perlakuan tanpa pupuk dan
diulang sebanyak tiga kali.
Pembuatan pupuk berdasarkan bahan baku (brotowali, lele, dan tulang sapi).
Potongan bahan baku dimasukkan dalam 1 liter air dan 1 kg gula aren. Campuran
tersebut kemudian difermentasi dengan cara diletakkan dalam wadah tertutup
kemudian dibiarkan selama 1 minggu. Setiap 3 hari sekali wadah dibuka untuk
mengeluarkan gas CO2 hasil fermentasi tersebut. Setelah 1 minggu wadah dibuka dan
cairan tersebut disaring. Vinasse didapatkan dari pabrik gula Madukismo Bantul.
Vinasse Memiliki pH 4,35 sehingga berbahaya untuk tanaman sehingga ditambahkan
18
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
dolomit untuk menurunkan pH. Dolomit yang ditambahkan adalah 250 g setiap liter
vinasse. Dolomit dilarutkan dalam vinasse dengan cara diaduk sampai homogen.
Pemupukan dilakukan satu minggu setelah tanam, tanaman sawi diberikan
pupuk cair sebagai nutrisi berasal dari brotowali, tulang sapi, vinasse, dan lele.
Takaran yang diberikan adalah untuk satu polibag 150 ml air yang telah dicampur
dengan pupuk cair. Pupuk cair
diberikan setiap 5 hari mulai dari setelah tanam
menggunakan perbandingan sesuai dengan perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Sabour and Seoud (1996) bahan organik memiliki peran penting bagi
tanah karena: 1) membantu menahan air, sehingga ketersediaan air tanah lebih
terjaga, 2) membantu memegang ion sehingga meningkatkan kapasitas tukar ion atau
ketersediaan hara, 3) menambah hara terutama N, P, dan K setelah bahan organik
terdekomposisi sempurna, 4) membantu granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih
gembur atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dan perkembangan sistem
perakaran, serta 5) memacu pertumbuhan mikroba dan hewan tanah lainnya yang
sangat membantu proses dekomposisi bahan organik tanah. Berdasarkan uji terhadap
tanah yang digunakan pada saat penelitian didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Sifat-sifat kimia tanah sebelum dan sesudah penanaman
Sampel Tanah
No.
Parameter Uji
Satuan
Metode
A
B
C
1 Bahan Organik
0,88
0,95
0,72
%
Walkly & Black IK. 5.4.d
2 N-Total
0,10
0,13
0,11
%
Kjeldahl IK 5.4.e
3 P2O5 Potensial
209
216
211
mg/100g
HCl 25%
4 K2O Potensial
14
14
19
mg/100g
HCl 25%
Keterangan: A = sebelum tanam ; B = setelah tanam dengan hasil produksi terendah; C =
setelah tanam dengan hasil produksi tertinggi
Parameter sifat kimia tanah yang diuji adalah B-Organik, Nitrogen total, P2O5
Potensial, dan K2O Potensial.
Dilakukan pengujian tanah saat sebelum dilakukan
penanaman (Tabel 4), diperoleh hasil bahwa B-organik pada tanah adalah 0,88 %.
Sedangkan Nitrogen total yang ada dalam tanah sangat rendah yaitu 0,1 %. Pada
tanah sebelum penanaman didapatkan 209 mg/100g P2O5 potensial. Angka tersebut
tidak berbeda nyata dengan kandungan P2O5 potensial pada tanah setelah dilakukan
penanaman. Pengujian adanya K2O Potensial sebelum tanam adalah 14 mg/100g.
Hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan kandungan K2O Potensial pada tanah
setelah penanaman dengan hasil produksi yang terendah.
19
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
Tanaman dengan hasil terendah dilakukan pengujian terhadap tanah,
didapatkan hasil bahwa terdapat kandungan bahan organik yang paling tinggi diantara
sampel yang lainnya. Kandungan B-organik yang terdapat 0,72%, hal tersebut diduga
karena bahan organik dimanfaatkan dengan optimal oleh tanaman. Sehingga
mengakibatkan berkurangnya B-organik pada tanah setelah penanaman. Kandungan
N total pada tanah sampel B juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya
yaitu 0,13%. Unsur N yang ada tidak diserap tanaman dengan baik sehingga masih
terdapat pada tanah. Ketidakmampuan tanaman untuk menyerap N bisa dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti pendeknya serabut akar. Pengujian terhadap P2O5
potensial menunjukkan nilai tertinggi juga yaitu 216 mg/100g. Pengujian terhadap K2O
potensial menunjukkan nilai tertinggi juga yaitu 14 mg/100g.
Tanaman dengan hasil tertinggi dilakukan pengujian terhadap tanah,
didapatkan hasil bahwa kandungan B-organik yang terdapat 0,72%, hal tersebut
diduga karena bahan organik dimanfaatkan dengan optimal oleh tanaman. Sehingga
mengakibatkan berkurangnya B-organik pada tanah setelah penanaman. Kandungan
N total pada tanah sampel C juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya
yaitu 0,11%. Unsur N yang ada diserap tanaman dengan baik sehingga meningkatkan
pertumbuhan namun sisanya masih terdapat pada tanah. Pengujian terhadap P2O5
potensial menunjukkan nilai 211 mg/100g. Pengujian terhadap K2O potensial
menunjukkan nilai tertinggi juga yaitu 19 mg/100g. Tanaman akan melakukan
metabolisme secara optimal jika unsur hara yang dibutuhkan terpenuhi. Penambahan
pupuk mengakibatkan bertambahnya unsur-unsur hara sehingga pertumbuhan lebih
baik.
Pada penelitian ini digunakan empat jenis sumber pupu korganik yang berasal
dari tumbuhan dan hewan yaitu brotowali, vinase, lele dan brotowali. Berdasarkan hasil
dari uji berbagai parameter terhadap pupuk organik yang diproduksi adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil analisis pupuk organik cair brotowali, lele dan tulang sapi
Jenis Pupuk
No.
Parameter
Satuan
Metode
Brotowali
Lele
Tulang Sapi
1
C-organik
%
12,90 st 11,51 st
13,58 st
Walkey & Black
2
N-Organik
%
0,07 sr
0,42 sd
0,09 sr
3
N-NH4
0,01 t
0,06 t
0,01 t
Kjeldahl
4
N-NO3
0,01 t
0,01 t
0,01 t
5
N Total
%
0,09 sr
0,49 sd
0,10 r
6
P2O5Total
%
0,04 st
0,12 st
0,48 st
Oksidasi basah
7
K2OTotal
%
0,06 st
0,10 st
0,23 st
Oksidasi basah
Sumber: Analisis Laboratorium BPTP Yogyakarta 2016
Keterangan: st = sangat tinggi ; t = tinggi ; sd = sedang ; r = rendah; sr = sangat rendah
20
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
Kandungan c-organik, P2O5 Total dan K2O Total pada ketiga pupuk organik
termasuk dalam kategori yang sangat tinggi. Pembeda dari ketiga pupuk tersebut
adalah kandungan unsur nitrogen yang terkandung didalamnya.Pupuk organik yang
bersumber dari lele menujukkan kandungan nitrogen yang tertinggi.
Tabel 3. Kandungan kimia dalam limbah industri alkohol (vinasse)
Parameter
Nilai
1. N (%)
0,183
2. P (ppm)
59,928
3. K (ppm)
5989,362
4. Mg (ppm)
883,406
5. Ca (ppm)
1099,605
6. S (ppm)
7185,139
7. Fe (ppm)
90,226
8. Cu (ppm)
1,316
9. Mn (ppm)
5,632
10. Zn (ppm)
123,884
11. H2O ( ppm)
89,543
12. pH
4,35
13. C (%)
8,771
14. Glukosa (%)
2,976
15. Sukrosa (%)
3,19
16. Gula Total (%)
6,333
17. Sediment Content (%)
1,687
18. Alkohol (%)
0,109
Sumber: (*): Sulaeman et al., (2009)
Harkat Nilai (*)
Rendah
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Tinggi
Masam
Sangat tinggi
-
Vinasse mengandung unsur makro esensial yaitu N, P, dan K yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah banyak. Kandungan P dan K pada pupuk vinasse sangat tinggi
sedangkan unguk beberapa unsur mikro juga tinggi. Kandungan C % pupuk vinasse
juga sangat tinggi. Vinasse memiliki pH yang sangat masam sehingga penambahan
dolomit dilakukan untuk mengurangi kadar kemasaman.
Tabel 4. Indeks panen sawi pada 35 hst
Jenis Pupuk
Takaran
2,5ml/l
0,76
0,77
0,78
0,83
0,78 b
5ml/l
0,74
0,86
0,81
0,90
0,83 a
Rerata
Brotowali
0,75 c
Vinase
0,82 ab
Lele
0,80 bc
Tulang Sapi
0,86 a
Rerata
0,81 (-)
CV
5,60
Keterangan: Angka diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α 5%. Tanda (+)
menunjukkan adanya interaksi.
Pada uji sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada
interaksi antara jenis dan takaran pupuk terhadap indeks panen daun tanaman sawi.
Jenis pupuk yang paling baik digunakan untuk mendapatkan indeks panen tertinggi
adalah dengan menggunakan pupuk tulang sapi (0,86). Takaran 5 ml/l menunjukkan
21
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
indeks panen yang lebih baik (0,83) dibandingkan dengan menggunakan takaran 2,5
ml/l (0,78).
Tabel 5. Kontras orthogonal indeks panen sawi pada umur 7, 21 dan 35 hst
Tinggi Tanaman
Kelompok
Perbandingan
Perbandingan
7 hst
21 hst
35 hst
Kontrol
0,07 b
0,10 b
0,15 b
1
Pemupukan
0,20 a
0,20 a
0,24 a
Tumbuhan
0,25 a
0,24 a
0,27 a
2
Hewan
0,16 b
0,17 b
0,21 b
Keterangan: Angka diikuti huruf sama pada setiap kelompok perbandingan tidak berbeda nyata
berdasarkan kontras orthogonal α 5%.
Berdasarkan hasil kontras orthogonal pada kelompok perbandingan 1 saat
tanaman umur umur 7 hst, 21 hst, dan 35 hst berbeda nyata. Indeks panen lebih baik
apabila diberi perlakuan pemupukan. Hal tersebut dibuktikan dengan indeks panen
yang lebih besar bila dilakukan pemupukan pada saat panen diperoleh rerata 0,15.
Pada tanaman 7 hst, 21 hst, dan 35 hst berbeda nyata. Indeks panen paling besar
diperoleh pemupukan hewan pada saat panen diperoleh rerata 0,21. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2009), menunjukkan bahwa produktivitas
tanaman pada sistem budidaya organik belum bisa mengimbangi produktivitas pada
sistem budidaya semiorganik maupun konvensional.
Tabel 6. Bobot segar tajuk (g) sawi pada 35 hst
Jenis Pupuk
Takaran
2,5 ml/l
52,25 e
82,81 bc
79,23 c
66,53 d
70,20
5 ml/l
86,20 bc
57,79 de
90,98 ab
98,35 a
83,33
Rerata
Brotowali
76,52
Vinase
75,85
Lele
92,31
Tulang Sapi
89,57
Rerata
76,77 (+)
CV
6,70
Keterangan: Angka diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α 5%. Tanda (+)
menunjukkan adanya interaksi.
Berdasarkan hasil uji sidik ragam diketahui bahwa terdapat interaksi antara
faktor jenisdan takaran pupuk terhadap bobot segar tajuk sawi. Pada penggunaan
pupuk Lele takaran 2,5 ml/l diperoleh bobot segar tajuk tertinggi yaitu 79,23 g. Pada
takaran 5ml/l penggunaan pupuk tulang sapi terlihat lebih baik dibandingkan dengan
pupuk yang lainnya dengan rerata 98,35 g. Berdasarkan rerata pemberian takaran 5
ml/l menunjukkan bobot segar tajuk yang lebih tinggi yaitu 83,33 g.
22
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
Tabel 6. Kontras orthogonal bobot segar tajuk sawi umur 7, 21 dan 35 hst
Bobot Segar Tajuk
Kelompok
Perbandingan
Perbandingan
7 hst
21 hst
35 hst
Kontrol
24,57 b
40,91 b
61,53 b
1
Pemupukan
41,33 a
56,16 a
76,77 a
Tumbuhan
33,85 b
49,19 b
69,76 a
2
Hewan
47,79 a
82,92 a
82,92 a
Keterangan: Angka diikuti huruf sama pada setiap kelompok perbandingan tidak berbeda nyata
berdasarkan kontras orthogonal α 5%.
Berdasarkan kontras orthogonal kelompok perbandingan 1 terdapat beda nyata
yaitu pada umur 7 hst bobot segar tajuk tertinggi pada perlakuan pemupukan yaitu
dengan rerata 41,33 g. Pada kelompok perbandingan 2 antara hewan dengan
tumbuhan lebih baik menggunakan pupuk tumbuhan yaitu dengan rerata 47,79 g.
Pada umur 21 dan 35 hst terjadi beda nyata pada kelompok perbandingan 1.
Pemupukan masih memiliki pengaruh yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol.
Tabel 7. Bobot kering tajuk (g) sawi pada 35 hst
Jenis Pupuk
Takaran
2,5ml/l
6,03 bc
6,21 bc
6,80 bc
7,09 b
5,18
5ml/l
6,79 bc
5,67 c
9,62 a
10,10 a
6,73
Rerata
Brotowali
4,82
Vinase
4,87
Lele
6,61
Tulang Sapi
7,52
Rerata
5,95 (+)
CV
11,49
Keterangan: Angka diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α 5%. Tanda (+)
menunjukkan adanya interaksi.
Pada uji sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada interaksi
antara jenis pupuk dan takaran pemberian pupuk terhadap bobot kering tajuk tanaman
sawi. Pemberian pupuk tulang sapi memberikan dampak yang paling baik terhadap
bobot kering tajuk. Saat dilakukan pengambilan sampel menunjukkan bobot kering
tajuk dengan takaran 2,5 ml/l paling baik yaitu 7,09 g dan takaran 5 ml/l bobot kering
tajuk yaitu 10,10 g. Pada takaran 2,5 ml/l dan 5 ml/l rerata bobot segar tajuk yang
paling baik pada takaran 5 ml/l yaitu 6,73 g.
23
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
Tabel 8. Kontras orthogonal bobot kering tajuk (g) sawi 7, 21 dan 35 hst
Bobot Kering Tajuk
Kelompok
Perbandingan
Perbandingan
7 hst
21 hst
35 hst
Kontrol
3,67 b
4,45 b
5,5 b
1
Pemupukan
3,98 a
4,91 a
5,95 a
Tumbuhan
2,93 b
3,80 b
4,84 b
2
Hewan
4,87 a
5,87 a
6,79 a
Keterangan: Angka diikuti huruf sama pada setiap kelompok perbandingan tidak berbeda nyata
berdasarkan kontras orthogonal α 5%.
Berdasarkan hasil uji kontras orthogonal didapatkan hasil pada pengambilan
tanaman korban umur 7 hst ada perbedaan yang nyata antara tanaman perlakuan
pemupukan dan tanaman kontrol. Pupuk yang berasal dari tanaman maupun hewan
apabila diberikan ke tanaman sawi pada hasil percobaan perbedaan nyata terhadap
bobot kering tajuk tanaman. Pada umur 21 hst perlakuan kontrol dengan pemupukan
berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk sawi. Tanaman sawi pada umur 35 hst
perlakuan kontrol maupun pemupukan ada perbedaan yang nyata, bobot kering tajuk
yang paling baik pada perlakuan pemupukan dengan rerata 5,95 g. Pada pupuk hewan
dan tumbuhan ada perbedaan yang nyata namun tinggi tanaman paling baik yaitu
dengan pupuk tumbuhan dengan rerata bobot kering tajuk 6,79 g.
KESIMPULAN
1. Jenis pupuk yang berasal dari lelepada takaran 5 ml/l menunjukkan hasil yang
terbaik dan berbeda nyata pada bobot kering tajuk.
2. Jenis pupuk yang berasal dari lele dan tulang sapi menunjukkan hasil terbaik
dan berbeda nyata pada bobot segar tajuk.
3. Kombinasi antara pupuk tulang sapi dengan dosis 5 ml/l,meningkatkan bobot
segar tajuk sebesar 37,43 % dan bobot kering tajuk sebesar 45,54 %.
Sedangkan pupuk lele dengan dosis 5 ml/l meningkatkan 32,36% bobot segar
tajuk dan meningkatkan 42,82% bobot kering tajuk.
DAFTAR PUSTAKA
Fahrudin F. 2009. Budidaya caisim (Brassica rapa L.) menggunakan ekstrak teh dan
pupuk kascing. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Hasbiah, S.T., B. Farhatul., dan Wahidah. 2013. Perbandingan kecepatan fotosintesis
pada tanaman sawi hijau (Brassica rapa) yang diberi pupuk organik dan
anorganik. Biogenesis.
24
Canggih Nailil Maghfiroh et al., (2016) / Vegetalika. 2016. 5(4): 15-24
Purwanto. 2009 Pertumbuhan dan hasil empat varietas padi (Oryza sativa L.) pada
sistem pertanian organik, semiorganik dan pertanian konvensional. Tesis
Agronomi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarata.
Sulaeman, Suprapto, dan Eviati. 2009. Analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Wigena, I.G.P., E. Tuherkih, T. Suhartini. 2006. Peningkatan produktivitas lahan sawah
dengan intensifikasi di sukabumi dengan pemanfaatan pupuk organik dan hayati.
Prosiding inovasi teknologi padi menuju swasembada beras berkelanjutan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan pertanian, Bogor.
Download