KAJIAN BIOMOLEKULAR PADA PERSALINAN PRETERM AKIBAT INFEKSI dr. TjokordaGdeAgungSuwardewa, Sp.OG(K) BAGIAN /SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2014 i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan preterm masih merupakan permasalahan yang sangat memerlukan perhatian besar oleh karena dampaknya terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal khususnya pada negara-negara berkembang.Persalinan preterm terjadi oleh karena beberapa kelainan yang saling berhubungan maupun oleh karena suatu hal yang tidak dapat dijelaskan. Di lain pihak pengetahuan tentang patofisiologi persalinan preterm masih terbatas. Persalinan preterm terjadi pada sekitar 5% sampai dengan 10% dari semua kehamilan. Nilai ini mungkin lebih tinggi dalam kelompok populasi tertentu dan tidak menurun selama 20 hingga 30 tahun terakhir. Meskipun beberapa kelahiran adalah elektif, sekitar 30% persalinan preterm terjadi dalam hubungannya dengan suatu proses infeksi, dan sekitar 50% adalah idiopatik dengan penyebab yang tidak diketahui. Persalinan preterm dikaitkan dengan 70% kematian bayi, dan hingga 75% dari morbiditas neonatus. Bayi lahir kurang bulan memiliki peningkatan insiden buta, tuli, cerebral palsy, gangguan neurologis dan gangguan paru-paru.1,2 Persalinan preterm menurut Creasy dan Herron, didefinisikan sebagai persalinan pada wanita hamil dengan usia gestasi 20 – 36 minggu, dengan kontraksi uterus empat kali tiap 20 menit atau delapan kali tiap 60 menit selama enam hari, dan diikuti oleh satu dari beberapa hal berikut: ketuban pecah dini (premature rupture of membrane/PROM), dilatasi serviks ≥ 2 cm, penipisan serviks > 50%, atau perubahan dalam hal dilatasi dan penipisan serviks pada pemeriksaan secara serial. Definisi lain mengenai persalinan preterm yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sebelum memasuki usia gestasi yang matang (antara 20 sampai 37 minggu). Sedangkan menurut WHO, preterm didefinisikan sebagai usia kehamilan yang kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Di Indonesia sendiri angka kejadian persalinan preterm belum dapat dipastikan jumlahnya namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan preterm.3 Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan preterm tidak terdiagnosis dan umumnya multifaktor.Kurang lebih 30% persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh beberapa faktor seperti kehamilan kembar (30% kasus),infeksi genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan. 3 Persalinan preterm didahului oleh berbagai mekanisme. Terdapat empat proses patologis yang terjadi pada persalinan preterm yaitu: 1) Infeksi dan atau inflamasi sistemik pada desidua-korion-amnionitik; 2) Stress maternal yang mengaktifkan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal yang melepaskan CRH dan kortikosteroid; 3) perdarahan desidua dan abrupsi plasenta, dan 4) peregangan uterus yang berlebihan akibat polihidramnion atau kehamilan ganda yang menyebabkan peningkatan kadar prostaglandin dan kolagenase.4 Dampak infeksi bakteri, virus atau parasit bergantung pada virulensi mikroorganisme disamping juga interaksi antara sistem kekebalan tubuh inang. Tubuh inang akan mengembangkan faktor spesifik dan non-spesifik untuk melindungi diri dari patogen, sementara patogen mengeluarkan mekanisme untuk menghindari pertahanan dari inang. Pada kehamilan, proses pertahanan tubuh inang dipengaruhi oleh umur kehamilan, paparan maternal sebelumnya dan kekebalan tubuh, keanekaragaman respon imun individu baik pada bayi maupun ibu, efektifitas sawar plasenta dan perkembangan imunitas fetal. 4 Proses persalinan menyerupai respons inflamasi yang mencakup sekresi sitokin/chemokines oleh tubuh dan infiltrasi sel imun ke jaringan reproduksi dan janin/ibu. Aktivasi jalur inflamasi ini mengarah ke persalinan preterm, yang dapat mengakibatkan terjadinya kelahiran preterm. Persalinan preterm adalah penentu utama morbiditas dan mortalitas neonatus, oleh sebab itu pemahaman proses persalinan di tingkat molekuler dan selular sangat penting untuk mengerti patofisiologi dari persalinan preterm.5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Persalinan Preterm Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari hari pertama haid terakhir (WHO, 2009). Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara umur kehamilan 24 minggu hingga 36 6/7 minggu kehamilan.Berat bayi lahir 500 gram menjadi batas bawah viabilitas.Namun, pengertian ini masih belum pasti mengingat neonatus yang viabel yang lahir pada umur kehamilan > 24 minggu mungkin saja merupakan bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan janin dan memiliki berat lahir kurang dari 500 gram. Ambang batas 500 gram digunakan bila tidak yakin dengan hari pertama menstruasi terakhir.1,6 2.2 Insiden Persalinan Preterm Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%)7. Di Indonesia diperkirakan persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm. 6 Dari penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, didapatkan angka kejadian persalinan preterm 20,4% dan berat lahir rendah sebesar 9,3%. Selain itu terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan dalam terjadinya persalinan dan kelahiran preterm, misalnya anemia, di mana prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 51%.3 Sebanyak 30-35% persalinan preterm terjadi atas indikasi, 40-45% karena persalinan preterm spontan dan 25-30% karena ketuban pecah dini.Insiden persalinan preterm berbeda-beda berdasarkan kelompok etnis.Persalinan preterm spontan kebanyakan disebabkan oleh partus prematurus imminen (PPI) pada wanita berkulit putih sedangkan pada wanita berkulit hitam kebanyakan disebabkan oleh ketuban pecah dini. Persalinan preterm juga dibedakan berdasarkan umur kehamilan, sebanyak 5% persalinan preterm terjadi pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu (prematuritas ekstrim), sebanyak 15% pada umur kehamilan 28-31 minggu (prematuritas berat), 20% pada umur kehamilan 32-33 minggu (prematuritas sedang), dan 60-70% pada umur kehamilan 34-36 minggu (mendekati aterm). Pada teknologi reproduksi berbantu dengan kehamilan multiple prematur juga merupakan penyebab tingginya kejadian persalinan preterm. Kehamilan tunggal setelah fertilisasi in vitro juga berisiko tinggi terjadi persalinan preterm.8,9 2.3 Etiologi Persalinan Preterm Persalinan preterm terjadi oleh karena berbagai mekanisme, termasuk infeksi, inflamasi, iskemi atau perdarahan uteroplasenta, peregangan uterus yang berlebihan, stres, dan berbagai macam proses imunologi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor risiko persalinan preterm, namun adanya faktor risiko tersebut tidak selalu menyebabkan terjadinya persalinan preterm, bahkan sebagian persalinan preterm yang terjadi spontan tidak mempunyai faktor risiko yang jelas.9 Beberapa faktor risiko yang diketahui meningkatkan kejadian persalinan preterm yaitu10: 1. Faktor psiko-sosio demografik a. Sosial, ekonomi dan pendidikan rendah b. Status perkawinan c. Usia ibu (< 16 tahun atau > 35 tahun) d. Ras dan etnis e. Status gizi f. Perilaku ibu g. Stres 2. Faktor ibu a. Riwayat kehamilan sebelumnya (persalinan prematur, abortus, interval kehamilan) b. Inkompetensi serviks c. Kelainan uterus d. Kelainan medis pada ibu (hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan hipertiroid) e. Peregangan uterus yang berlebihan (kehamilan polihidramnion) f. Perdarahan pervaginam (plasenta previa atau solusio plasenta) 3. Faktor infeksi a. Infeksi intra uterin : 1) Ascenden dari vagina dan servik 2) Hematogen melewati plasenta 3) Iatrogenik akibat prosedur invasif 4) Penyebaran melalui saluran telur b. Infeksi Ekstra uterin 1) Pielonefritis kembar, 2) Bakteriuria asimptomatis 3) Pneumonia 4) Periodontitis 5) Infeksi virus (varicella,malaria) c. Infeksi Genital 1) Bakterial vaginosis 2) Chlamydia trachomatis 4. Faktor genetik dan biologi 2.4 Mekanisme Persalinan 2.4.1 Mekanisme Fisiologis Persalinan Pada dasarnya, persalinan preterm dan aterm merupakan suatu proses yang sama kendati terjadi pada umur kehamilan yang berbeda. Jalur umum persalinan meliputi proses perubahan anatomi, biokimia, imunologi, endokrinologi dan klinis yang terjadi pada ibu dan janin. Secara umum komponen uterus yang terlibat meliputi: kontraktilitas miometrium, perlunakan serviks, dan pecahnya selaput ketuban. Selain itu, perubahan sistemik seperti peningkatan konsentrasi corticotrophin-releasing hormone (CRH) dalam plasma dan kebutuhan metabolisme kalori merupakan bagian dari jalur umum persalinan.1,11,12 Gambar 2.1 Komponen-Komponen Persalinan1 Aktivasi komponen uterus pada proses persalinan dapat terjadi selaras yang menghasilkan persalinan preterm spontan, maupun tidak selaras seperti aktivasi berlebihan dari selaput ketuban menyebabkan ketuban pecah dini preterm, pada serviks menyebabkan insufisiensi serviks dan pada miometrium menyebabkan kontraksi uterus dini tanpa perubahan pada serviks atau pecah ketuban. Persalinan preterm dengan ketuban utuh maupun pecah dini dan insufisiensi serviks merupakan sindrom yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi dengan patogenesis yang beragam pula.1 2.4.2 Kontraktilitas Miometrium Salah satu peristiwa penting dalam persalinan adalah lepasnya sekelompok protein yang bernama protein kontraksi.Protein ini bekerja dalam uterus yang merupakan tempat paling relaks pada sebagian besar masa kehamilan, untuk menimbulkan irama kontraksi yang kuat yang dapat memaksa janin keluar melalui serviks. Ada 3 tipe protein kontraksi dalam uterus, yaitu13,14,15: 1. Protein yang dapat meningkatkan interaksi antara protein aktin dan myosin, yang dapat menyebabkan kontraksi otot; 2. Protein yang dapat meningkatkan kemampuan sel miometrium individual, dan, 3. Protein yang dapat meningkatkan konektivitas intraseluler yang dapat memungkinkan adanya perkembangan kontraksi secara sinkron. Interaksi yang terjadi antara aktin dan myosin akan dapat menentukan kontraksilitas miosit (sel-sel otot miometrium). Agar interaksi ini dapat terjadi, aktin harus diubah dari bentuk globular menjadi bentuk filamentosa. Aktin juga harus terhubung dengan sitoskeleton di titik fokus yang ada dalam membran sel yang dapat memungkinkan terjadinya perkembangan tekanan.Titik fokus ini menghubungkan sel ke matriks sel di sekitarnya.13,14,15 Myosin baru akan teraktivasi saat ia terfosforilasi oleh rantai terang kinase myosin. Kalmodulin dan peningkatan kalsium intraseluler akan mengaktifkan enzim ini. Fosforilasi rantai terang myosin dapat juga ditingkatkan dengan memblok aksi fosfatase. Setelah miosit terdepolarisasi, sebuah gelombang kalsium ekstraseluler yang datang melalui saluran kalsium (Ca-channel) dan lepasnya kalsium dari tempat penyimpanan intraseluler akan menghasilkan peningkatan kalsium intraseluler, yaitu melalui adanya peningkatan interaksi antara myosin dan aktin. Kondisi ini akan mengakibatkan timbulnya kontraksi.13,14,15 Nifedipin merupakan salah satu obat yang dapat menghambat persalinan, dimana ia bekerja dengan cara memblok saluran kalsium. Saluran ini akan terbuka ketika ligand yang telah teraktivasi misalnya prostaglandin mengurangi perbedaan elektrokimia yang terdapat pada membran miosit. Saluran yang diatur oleh ligand ini yang melepaskan kalsium dari penyimpanan intraseluler, akan diaktifkan oleh prostaglandin melalui reseptor prostaglandin E dan F dan oleh oksitosin, yang kemudian mengaktifkan protein Gαq yang terhubung dengan fosfolipase. Fosfolipase C yang teraktivasi sebaliknya akan mengaktivasi protein kinase C dan melepaskan insoitol trifosfat. Protein kinase C mungkin akan mengaktivasi rantai kinase protein dan inositol trifosfat akan melepaskan kalsium dari tempat penyimpanan intraseluler. Meregangnya miometrium adalah akibat dari pertumbuhan janin yang semakin besar dan akan menyebabkan kontraksi pada miosit melalui adanya aksi mitogen yang diaktivasi oleh protein kinase. Sistem yang meningkatkan relaksasi melalui jalur Gα2 akan bertolak belakang dengan jalur ini dengan cara meningkatkan cAMP intraseluler dan mengaktifkan protein kinase A. Enzimini kemudian akan menonaktifkan rantai kinase myosin terang. Pada saat persalinan, adanya pergantian seimbang antara sistem yang saling berlawanan ini akan menyebabkan terjadinya kontraksi myosin.13,14,15 Miosit berfungsi untuk memelihara gradien elektrokimia yang ada pada membran plasma dengan negatif interior hingga eksterior melalui aksi natriumkalium. Komponen yang terlibat dalam proses ini adalah saluran kalium dimana kalsium dan aliran listrik serta kalium akan meningkatkan perbedaan pada membran sel dan membuatnya terdepolarisasi. Pada saat persalinan, terjadinya perubahan pada distribusi dan fungsi saluran ini akan menurunkan intensitas rangsangan yang diperlukan agar dapat mendepolarisasi miosit dan untuk memproduksi arus kalsium yang dapat menghasilkan kontraksi. Reseptor simpatomimetik β2 dan β3 yang dapat meningkatkan terbukanya saluran kalium akan dapat mengurangi eksitabilitas sel, dan juga akan mengalami penurunan jumlah pada saat kelahiran dan persalinan. 13,14,15 Aspek penting pada aktifitas miometrium pada saat persalinan adalah perkembangan sinkronisasi. Aktivitas yang sinkron pada sel miometrial akan mengakibatkan adanya kontraksi yang kuat sehingga ibu dapat mengeluarkan janin. Yang sama pentingnya adalah periode relaksasi yang dapat memungkinkan darah untuk mengalir ke dalam janin (selama kontraksi, aliran darah ke janin mengalami penurunan, dan selama relaksasi mengalami peningkatan). Uterus akan kekurangan hal yang dapat mengatur kontraksi, walaupun sel ada yang serupa dengan itu. Namun demikian, sering dengan berlangsungnya proses kelahiran, terdapat peningkatan sinkronisasi pada aktivitas elektrik uterus. Pada tingkat seluler, sinkronisasi ini dicapai oleh adanya aktivitas listrik karena adanya hubungan antara myofibril yang memindahkan aktifitas elektrik ke serabut otot. Miosit yang teraktivasi akan menghasilkan prostaglandin, yang akan berkerja dengan mekanisme parakrin untuk mendepolarisasi miosit yang ada di sekitarnya. Proses ini akan menyebabkan adanya aktifitas gelombang dan akan ada banyak miosit yang terlibat dalam kontraksi. Setelah terjadinya kontraksi, miosit akan relaks dan menjadi terefraksi untuk melakukan stimulasi lebih jauh lagi. Kontraksi uterus ini akan terdiri dari serangkaian tekanan tinggi dan rendah yang lambat hingga saatnya tiba. Pada tingkat molekuler, miosit akan terhubung oleh saluran yang diciptakan oleh multimer pada connexin 43; saluran ini akan memungkinkan lancarnya fungsi miosit.13,14,15 2.4.3 Mekanisme Terjadinya Aktivasi Miometrium Selama kehamilan, pertumbuhan uterus berada dalam pengaruh hormon estrogen yang memberi kesempatan fetus untuk tumbuh, tetapi pertumbuhan uterus terus berlangsung hingga periode akhir kehamilan dan semakin memperkuat tekanan pada dinding-dinding uterus hingga menimbulkan tanda-tanda awal persalinan.Biasanya, persalinan prematur lebih banyak terjadi pada kehamilan kembar dua daripada kehamilan tunggal, dan pada kehamilan multipel lebih banyak terjadi pada kehamilan kembar tiga daripada pada kembar dua, atau juga lebih banyak terjadi pada kondisi dimana fetus mengalami makrosomia dan polihidramnion.Sudah barang tentu, kecenderungan ini bekaitan erat dengan terjadinya peregangan (stretching) yang berlebihan yang bisa terjadi pada kehamilan multipel atau bayi dengan ukuran besar abnormal atau produksi cairan amnion yang berlebihan (polihidramnion). Pada sebagian besar organ-organ yang dilapisi otot polos, peregangan akan merangsang terjadinya kontraksi. Perubahan pada proses perkembangan yang terjadi dalam uterus selama masa kehamilan yang kemudian meregang dicetuskan oleh penghentian pertumbuhan uterus pada persalinan yang dikendalikan oleh hormon progesteron. Telah diketahui bahwa penurunan progesterone secara tiba-tiba (progesterone withdrawal) dapat meningkatkan penempelan miosit terhadap matriks intraseluler, melalui protein integrin, dan proses ini mencetuskan aktivasi protein kinase yang berhubungan dengan mitogen dan meningkatkan kontraktilitas. 13,14,15 Dengan terjadinya hal seperti ini dapat meningkatkan konsentrasi CRH (Corticotrophin Releasing Hormon) plasenta yang mendorong sintesis hormon kortikotropin yang dihasilkan kelenjar hipofisis fetus dan meningkatkan pembentukan hormon-hormon steroid (steroidogenesis) dalam kelenjar adrenal fetus.DHEA yang terbentuk dalam jumlah besar pada fetus mengalami metabolisme yang cepat di dalam plasenta yang mengubahnya menjadi estrogen.Pada waktu yang bersamaan, produksi hormon kortisol juga semakin banyak pada permukaan-permukaan tertentu pada kelenjar adrenal fetus. Peningkatan kortisol dapat merangsang proses pematangan beberapa jaringan pada fetus, khususnya paru-paru. Pematangan paru-paru fetus dapat meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang sangat menentukan fungsi paru-paru.Protein surfaktan ini juga kemudian masuk ke dalam cairan amnion, di mana di dalamnya terdapat zat-zat yang dapat mengaktifkan makrofag. Pada tikus telah dibuktikan bahwa protein surfaktan A dapat mengaktifkan makrofag-makrofag dalam cairan amnion, dan sel-sel ini memainkan peranan penting untuk menimbulkan tanda-tanda awal persalinan. Pada manusia, protein surfaktan yang terdapat dalam cairan amnion dapat merangsang terjadinya inflamasi/peradangan pada membran amnion (selaput ketuban), serviks uteri, dan miomterium yang melapisi uterus saat berlangsungnya proses persalinan. Karena itu ini sekaligus menjadi suatu bukti bahwa proses inflamasi merupakan satu elemen yang mendorong dimulainya proses persalinan. Selama minggu-minggu terkahir kehamilan, kadar CRH juga meningkat dalam cairan amnion, yang sudah tentu kontak secara langsung dengan membran amnion.13,14,15 Membran amnion merupakan selaput tipis yang kontak secara langsung dengan cairan amnion yang ada di dalamnya.Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokin-sitokin inflamatori dalam ciaran amnion dapat meningkatkan aktifitas enzim siklooksigenase-2 dan produksi prostaglandin E2 dalam cairan amnion. Pada waktu yang bersamaan, kadar kortisol dan CRH, keduanya dapat merangsang produksi enzim siklooksigenase-2 dalam cairan amnion. Aksi dari kedua hormon ini dapat meningkatkan kadar hormon prostaglandin E2 dan mediator-mediator inflamasi lainnya dalam cairan amnion. 13,14,15 Korion yang mengelilingi amnion juga memproduksi enzim prostaglandin dehidrogenase (PGDH), suatu zat yang sangat memiliki potensi untuk menghambat prostaglandin (prostaglandin inactivator).Pada kasus kehamilan serotinus, aktivitas PGDH korionik menurun dan mempengaruhi desidua yang mengelilinginya, serviks uteri, dan miometrium melalui aksi-aksi proinflamatori prostaglandin E2.Prostaglandin ini kemudian mendorong pelepasan enzim-enzim metalloprotease yang dapat melemahkan membran plasenta dan dapat mempermudah terjadi robekan pada membran plasenta. CRH juga merangsang sekresi matriks membran metalloprotease-9.13,14,15 Salah satu tahapan penting dalam proses persalinan adalah pelunakan serviks. Persalinan berkaitan dengan perpindahan infiltrat inflamatori ke dalam serviks dan pelepasan enzim-enzim metalloprotease yang dapat menguraikan jaringan kolagen sehingga menimbulkan perubahan pada struktur serviks. Selama proses ini, junction antara membran fetus dan desidua terputus dan suatu protein adhesive pada fetus yaitu fibronektin kemudian memasuki ke vagina dan bercampur dengan cairan vagina. Kehadiran protein fibronektin fetus dalam cairan serviks secara klinis bermanfaat untuk memprediksi tanda-tanda kelahiran (imminent delivery).13,14,15 Progesteron memainkan peranan penting dalam perkembangan endometrium melalui persiapan implantasi dan mempertahankan relaksasi miometrium. Pada sebagian besar mammalia, penurunan kadar progesteron dalam sirkulasi mencetuskan persalinan; pada manusia, antagonist progesteron RU486 dapat menginisiasi terjadinya persalinan kapan saja. Suatu ciri khas dalam kehamilan manusia adalah kadar progesteron darah tidak menurun sampai dengan awal mula terjadinya persalinan. Suatu penelitian untuk mengetahui mekanisme ini kini dapat menghitung penurunan progesteron fungsional yang dapat diidentifikasi melalui beberapa bentuk dari reseptor progesteron. Varian-varian tersebut berasal dari transkripsi gen tunggal reseptor progesteron pada sisi awal alternatif. Reseptor progesteron B, yang paling sering ditranskrip, disinyalir menghasilkan berbagai aksi progesteron, yang merupakan transkrip lebih pendek, termasuk reseptor progesteron A dan C. Varian reseptor-reseptor tersebut kekurangan daerah yang mengaktivasi N-terminal dan dalam beberapa hal mereka berfungsi sebagai penekan (repressor) dominan bagi fungsi reseptor progesteron B. 13,14,15 Saat dimulainya persalinan, proporsi reseptor progesteron A, B, dan C berubah dalam suatu alur yang dapat mendorong terjadinya mekanisme penurunan progesteron secara tiba-tiba (progesterone withdrawal). Dalam hal ini, fungsi reseptor progesteron membutuhkan koaktivator spesifik, termasuk koaktivator reseptor progesteron yaitu protein yang mengikat elemen c-AMPresponse dan koaktivator 2 dan 3 reseptor steroid yang menurun pada awal persalinan. Progesteron kemudian mengalami metabolisme dan diubah menjadi produk-produk dengan pengaruh biologis yang berbeda-beda.Sebagai contoh misalnya pada saat persalinan, hormon steroid yang sangat potensial menimbulkan relaksasi yaitu 5β-dehidroprogesteron kadarnya menurun, sebagaimana halnya dengan penurunan ekspresi dan aktivitas 5β-steroid reduktase. Faktor transkripsi nukleus κβ juga merupakan zat yang berperan penting dalam penghambatan aksi progesteron pada level reseptor.13,14,15 2.4.4 Aktivasi Membran/Desidua Saat kehamilan, membran korioamniotik bergabung dengan desidua. Saat menjelang persalinan, terjadi proses biokimiawi yang menyebabkan pemisahan dan pengeluaran membran postpartum. Degradasi fibronektin seluler yang terglikosilasi pada permukaan korionik-desidua menyebabkan pelepasan membran tersebut ke dalam sekresi vagina dan serviks lebih cepat sebelum persalinan term dan preterm.Diluar degradasi proteolitik matriks ekstraseluler desidua dan amniokorionik oleh enzim-enzim penghancur matrik, ketuban pecah dini juga berhubungan dengan apotosis epitelial amnion dan inflamasi lokal.Aktivitas enzimatik MMP dan protease lainnya berperan dalam proses pecahnya selaput ketuban dan persalinan dengan selaput ketuban intak (dengan atau tanpa infeksi). Tetapi, walaupun pecahnya selaput ketuban spontan normalnya terjadi menjelang berakhirnya kala I persalinan, proses yang mendasarinya telah dimulai sebelum onset persalinan.Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh adanya stres akut dan kronik pada area membran yang lemah.Mekanisme pasti aktivasi membran/desidua masih sulit untuk dijelaskan.Peran enzim pemecah matriks ekstraseluler seperti MMPs dan apoptosis telah dikemukakan.Beberapa studi menunjukkan peningkatan MMP-1 (kolagenase interstitial), MMP-8 (kolagenase neutrofil), MMP-9(gelatinase-B) dan neutrophil elastase pada cairan amnion wanita dengan ketuban pecah dini preterm dibandingkan dengan wanita hamil preterm dengan membran intak. Plasmin juga berperan dalam proses ini karena dapat memecah kolagen tipe III, fibronektin, dan laminin.1 2.4.5 Peran Prostaglandin Pada Persalinan Prostaglandin merupakan mediator kunci dalam persalinan preterm karena dapat merangsang kontraktilitas miometrium, perubahan metabolisme matriks ekstraseluler yang berhubungan dengan pelunakan serviks dan aktivasi membran/desidua. Mekanisme biokimia dimana prostaglandin mengaktifkan jalur umum persalinan adalah sebagai berikut: 1) Prostaglandin secara langsung merangsang kontraktsi uterus dengan meningkatkan aliran kalsium transmembran dan sarkoplasmik dan melalui peningkatan transkripsi reseptor oksitosin, connexin-43 (gap junction), dan reseptor prostaglandin EP1 melalui EP4 dan FP27,135,136. 2) Prostaglandin merangsang sintesis MMPs oleh membran fetus dan sel dalam serviks uteri, dan 3) Prostaglandin E2(PGE2) dan PGF2meningkatkan rasio ekspresi reseptor progesteron isoform, PR-A/PR-B.Hal ini merangsang progesterone withdrawal. Mekanisme molekuler yang terjadi pada persalinan ditunjukkan oleh gambar berikut: 1 Gambar 2.2 Mekanisme Molekuler Yang Terjadi Pada Persalinan1 2.5. Infeksi dan Inflamasi Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak respon imun didapat.Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan.Infeksi dapat lokal, sistemik, akut dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis. Definisi inflamasi pertama kali dikemukakan oleh Celcus yang menamakan empat dari kelima petanda respon inflamasi yaitu: kalor, dolor, rubor dan tumor (atau demam, nyeri, kemerahan dan pembengkakan). Kemudian pada abad ke-2, Galen menambahkan petanda inflamasi ke-5 berupa kehilangan fungsi alat yang terkena.16,17,18 2.5.1. Sel-sel Inflamasi Sel-sel sistem imun non-spesifik seperti neutrofil, sel mast, basofil, eosinofil dan makrofag jaringan berperan dalam inflamasi.Sel-sel tersebut diproduksi dan disimpan sebagai persediaan untuk sementara dalam sumsum tulang, hidup tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat inflamasi dipertahankan oleh influx sel-sel baru dari persediaan tersebut. Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi dini, bermigrasi ke jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Orang dewasa normal memproduksi lebih dari 1010 neutrofil per hari tetapi pada inflamasi dapat meningkat sampai sepuluh kali lipat. 16,17,18 Proses inflamasi diperlukan sebagai pertahanan penjamu terhadap mikroorganisme yang masuk tubuh serta penyembuhan luka yang membutuhkan komponen seluler untuk membersihkan debris lokasi cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan. Sel fagosit diperlukan untuk menyingkirkan bahan-bahan asing dan mati di jaringan yang cedera.Mediator inflamasi yang dilepaskan fagosit seperti enzim, radikal bebas anion superoksid dan oksida nitrit berperan untuk menghancurkan makromolekul dalam cairan eksudat.Namun respon inflamasi merupakan risiko yang harus diperhatikan penjamu.Reaksi inflamasi dapat berhenti sendiri atau responsive terhadap terapi. Bila terapi gagal, proses inflamasi kronis dapat terjadi dan menimbulkan penyakit inflamasi. Reaksi dapat berlanjut dan menimbulkan kerusakan jaringan penjamu dan penyakit. 16,17,18 2.5.2 Mediator Inflamasi Inflamasi akut disebabkan oleh pelepasan berbagai mediator yang berasal dari jaringan rusak, sel mast, leukosit dan komplemen. Meskipun sebab pemicu berbeda, namun jalur akhir inflamasi adalah sama kecuali inflamasi yang disebabkan alergi (IgE-sel mast) yang terjadi lebih cepat dan dapat menjadi sistemik. Mediator-mediator itu menyebabkan edem, bengkak, kemerahan, sakit, gangguan fungsi alat yang terkena serta merupakan petanda klasik inflamasi.Jaringan yang rusak melepaskan mediator seperti thrombin, histamine dan TNF-α.Kejadian tingkat molekular/selular pada inflamasi adalah vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular dan infiltrasi selular.Hal-hal tersebut disebabkan berbagai mediator kimia yang disebarluaskan ke seluruh tubuh dalam bentuk aktif atau tidak aktif. 16,17,18 Produk sel mast merupakan mediator penting dalam proses inflamasi. Beberapa diantaranya menimbulkan vasodilatasi dan edem serta meningkatkan adhesi neutrofil dan monosit ke sel endotel.Vasodilatasi meningkatkan persediaan darah untuk mengalirkan lebih banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskan inflamasi.Sel mast juga melepas mediator atas pengaruh pelepasan NP-Y atau NGF. Jadi meskipun mediator inflamasi yang mengawali inflamasi akut berbeda, jalur proses inflamasi akan melibatkan aktivasi sel mast. Kerusakan jaringan yang langsung disebabkan cedera atau endotoksin asal mikroba melepas mediator seperti prostaglandin dan leukotrin yang meningkatkan permeabilitas vaskular.Sel mast juga dikatifkan oleh jaringan rusak dan mikroba melalui komponen (jalur alternatif atau klasik) dan kompleks IgE-alergen atau neuropeptida. Mediator inflamasi yang dilepaskan menimbulkan vasodilatasi.16,17,18 Pelepasan mediator preformed merupakan salah satu respons pertama jaringan terhadap cedera. Mediator tersebut antara lain: serotonin, histamine, heparin, enzim lisosim dan protease, faktor kemotaktik neutrofil dan eosinofil. Pelepasan mediator ini berdampak pada pembuluh darah dan otot sekitar serta menarik sel darah putih tertentu yang diperlukan dalam respon inflamasi dini.Oleh membran sel yang rusak, fosfolipid yang ditemukan pada berbagai jenis sel (makrofag, monosit, neutrofil dan sel mast) dipecah menjadi asam arakidonat dan LysoPAF.LysoPAF dipecah menjadi PAF yang menimbulkan agregasi trombosit dan berbagai inflamasi seperti kemotaksis, aktivasi dan degranulasi eosinofil serta aktivasi neutrofil. Asam arakidonat dimetabolisme melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase menghasilkan prostaglandin, tromboksan, dan 4 LT(leukotrin) yaitu: LTB4, LTC4, LTD4, LTE4. Aktivasi sistem komplemen baik lewat jalur dan alternatif menghasilkan sejumlah produk komplemen yang merupakan mediator inflamasi. 16,17,18 2.5.3 Perjalanan Inflamasi Proses inflamasi yang terjadi sebagai respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan terdiri dari: 1) Inflamasi lokal; 2) Inflamasi akut; 3) Inflamasi akut sistemik, dan 4) Inflamasi kronis. Inflamasi lokal memberikan proteksi dini terhadap infeksi atau cedera jaringan.Inflamasi akut melibatkan baik respon lokal dan sistemik.Reaksi lokal terdiri atas tumor, rubor, kalor, dolor dan gangguan fungsi.Bila darah keluar dari sirkulasi darah, kinin, sistem pembekuan dan fibrinolitik diaktifkan.Banyak perubahan vaskular yang terjadi dini disebabkan oleh efek langsung mediator enzim plasma seperti bradikinin dan fibrinopeptida yang menginduksi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Beberapa jam setelah awitan perubahan vaskular, neutrofil menempel pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga jaringan, memakan patogen dan melepas mediator yang berperan dalam proses inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan melepaskan sitokin (IL-1, IL-6 dan TNF-α) yang menginduksi perubahan lokal dan sistemik.Ketiga sitokin tersebut menginduksi koagulasi dan IL-1 menginduksi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel seperti TNF-α yang meningkatkan ekspresi selektin, IL-1 menginduksi peningkatan ekskresi ICAM-1 dan VICAM-1.IL-1 dan TNF-α juga memacu makrofag dan sel endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influx neutrofil melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-γ dan TNF-α juga mengaktifkan makrofag dan neutrofil, meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan. 16,17,18 Infeksi atau cedera dapat memacu produksi peptida vasoaktif yang berperan dalam peningkatan permeabilitas vaskular dan enzim dari kaskade kinin dan plasmin yang dapat mengaktifkan kaskade komplemen.Akibat aktivasi komplemen, sel-sel polimorfonuklear, limfosit dan monosit dapat bermigrasi dari sirkulasi masuk ke jaringan. Ekstravasasi tersebut diatur oleh sitokin yang diproduksi sel mast (diaktifkan oleh komplemen) dan makrofag (diaktifkan oleh bakteri).16,17,18 Respon inflamasi akut menunjukkan awitan yang cepat dan berlangsung sebentar. Inflamasi akut biasanya disertai reaksi sistemik yang disebut respon fase akut yang ditandai oleh perubahan cepat dalam kadar beberapa protein plasma. Inflamasi akut merupakan respon khas imunitas non-spesifik.Inflamasi akut dipacu oleh sejumlah sebab seperti kerusakan kimiawi dan termal serta infeksi.Respon inflamasi akut ditujukan untuk eradikasi bahan atau mikroorganisme yang memacu respon awal.Inflamasi akut berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin merangsang hati untuk membentuk sejumlah protein fase akut yang terdiri atas: a1-antitripsin, komplemen (C3 dan C4), CRP, fibrinogen dan haptoglobin. Gejala inflamasi dini ditandai oleh pelepasan berbagai mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini disertai dengan aktivasi komplemen dan sistem koagulasi.16,17,18 Inflamasi kronis terjadi bila proses inflamasi akut gagal, bila antigen menetap. Antigen yang persisten menimbulkan aktivasi dan akumulasi makrofag yang terus menerus.Hal ini menimbulkan terbentuknya sel epiteloid (makrofag yang sedikit diubah) dan granuloma.TNF diperlukan untuk pembentukan dan mempertahankan granuloma.Infeksi bakteri kronis dapat memacu pembentukan granuloma berupa agregat fagosit mononuklear dan sel plasma yang disebut DTH. Pembentukan granuloma akan mengisolasi fokus inflamasi yang persisten, membatasi penyebaran dan memungkinkan fagosit mononuklear mempresentasikan antigen ke limfosit yang ada di permukaan. Jenis-jenis inflamasi dan perbedaan inflamasi akut dan kronis dapat dilihat pada tabel berikut:17 Tabel 2.1 Jenis-jenis Inflamasi17 Inflamasi Inflamasi Inflamasi Akut(piogenik) Kronis(granul Pemicu khas Stafilokokus Inflamasi akut(hipersensit Kronis(peran omatosa) ivitas cepat) eosinofil) Mikrobakteri, Cacing Cacing ? ? Hepatitis B Makrofag Makrofag efektor Neutrofil Makrofag, Sel Pemicu Sel Sel Sel mast Sel NK dalam mast, eosinofil imunitas nonspesifik Sel efektor Tidak ada Th1 Th2, sel B Th2, sel B dalam imunitas spesifik Mediator KomplemenGM TNF, IL-12, IL- Histamin, -CSF, TNF, 18, kemokin sel IL-3, IL-4, IL-5, IFN-γ, mast, isi granul kemokin Efek Respon sistemik akut, neutrofilia kemokin fase Respon akut: kronis leukotrin, fase Dapat Eosinofilia, IgE efek mengakibatkan meningkat TNF; anafilaksis neutrofilia dapat ditemukan Jenis Pembentukan Granuloma Edema, kerusakan nanah, abses dapat kontraksi ditemukan polos Tabel 2.2 Perbedaan Inflamasi Akut dan Kronis 17 mucus, Inflamasi difus otot di mukosa atau kulit Sel yang terlibat Akut Kronis Neutrofil, monosit Makrofag yang berubah, Limfosit Mediator Lesi khas Kinin, Komplemen, PG Sitokin asal sel T dan dan LT makrofag Abses Granuloma Respon inflamasi akut dikontrol oleh sitokin anti-inflamasi (IL-4, IL-10 dan TGFβ), reseptor sitokin yang larut seperti sIL-1, sTNF-αR, sIL-6R, sIL-12R, produk sistem endokrin seperti kortikosteroid, kortikotropin dan aMSH.Bila fase inflamasi sudah dinetralkan oleh molekul anti-inflamasi, penyembuhan jaringan dimulai dengan melibatkan berbagai sel seperti fibroblast dan makrofag.Sel-sel tersebut menghasilkan kolagen yang diperlukan untuk perbaikan jaringan.Sifat penyembuhan yang disebabkan oleh cedera tergantung dari luas kerusakan jaringan dan jenis jaringan yang cedera. 16,17,18 2.6 Patogenesis Persalinan Preterm Persalinan preterm didahului oleh berbagai mekanisme. Terdapat empat proses patologis yang terjadi pada persalinan preterm yaitu: 1) Infeksi dan atau inflamasi sistemik pada desidua-korion-amnionitik; 2) Stress maternal yang mengaktifkan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal yang melepaskan CRH dan kortikosteroid; 3) perdarahan desidua dan abrupsi plasenta, dan 4) peregangan uterus yang berlebihan akibat polihidramnion atau kehamilan ganda yang menyebabkan peningkatan kadar prostaglandin dan kolagenase. Jalur Potensial dan Mediator Persalinan dapat dilihat pada skema berikut:4,19,20 Gambar 2.3 Jalur Potensial dan Mediator Persalinan Preterm21 2.6.1 Mekanisme Infeksi/Inflamasi pada Persalinan Preterm Inflamasi dan infeksi merupakan mekanisme penting dalam terjadinya persalinan preterm.Infeksi maternal sistemik seperti pneumonia, pielonefritis, malaria dan infeksi traktus genitalia diketahui menjadi faktor predisposisi terjadinya persalinan preterm dan infeksi ini bisa dimulai pada awal kehamilan maupun sebelum konsepsi.Inflamasi terjadi sebagai respon terhadap cedera oleh karena paparan mikroorganisme atau dari faktor non-mikroba. Inflamasi menyebabkan: 1) Pengiriman neutrofil, makrofag, limfosit dan molekul untuk menekan infeksi; 2) Pembentukan barier fisik terhadap penyebaran infeksi dimana sering diikuti dengan aktivasi sistem koagulasi dan pembentukan trombus; 3) Dimulainya perbaikan terhadap jaringan yang cedera. 4,19,20 Inflamasi yang disebabkan oleh infeksi urogenital maternal atau infeksi sistemik pada tempat lainnya tercatat sebanyak 40% dari persalinan preterm.Mekanisme yang mendasari terjadinya persalinan preterm melibatkan aktivasi sitokin termasuk interleukin-1 dan TNF. Sitokin merangsang sintesis prostaglandin dan juga meningkatkan produksi matriks metalloproteinase dan IL8, menyebabkan pecahnya selaput ketuban dan perlunakan serviks.11,21 Sitokin merupakan protein dengan berat molekul rendah, 25 kilo Dalton (kDa) yang diproduksi oleh leukosit yang dapat bekerja sebagai autokrin, parakrin maupun endokrin.Kemokin merupakan bagian dari sitokin yang memiliki sifat kemoatraktan.Kemokin merangsang reseptor tertentu pada sel untuk bermigrasi ke sumber kemokin. Sitokin mempengaruhi konsentrasi plasma protein, memediasi respon imun terhadap infeksi, meregulasi produksi PG. Sitokin dapat berperan sebagai imunomodulator, proses mitosis dan fungsi proapoptosis pada sel non imun. Dalam persalinan sitokin berperan dalam 3 proses yaitu pematangan serviks, merangsang selaput ketuban menjadi lebih lemah sampai pecah dan meningkatkan kontraksi miometrium. Interleukin merupakan molekul yang memediasi komunikasi antar leukosit.21,22,23,24 Sistem imun menggunakan sitokin untuk berkomunikasi.Sistem imun dibagi dua yaitu spesifik (adaftif) dan non spesifik (innate).Respon imun non spesifik tidak memerlukan aktivasi sebelumnya dan merupakan mekanisme pertahanan pertama melawan patogen sehingga berperan penting dalam mengontrol infeksi bakteri. Yang termasuk di dalamnya antara lain Natural Killer Cell (NK sel), monosit/makropag, sel dendritik dan granulosit (sel mast, neutrofil, eosinofil). Sel ini mengenali mikroorganisme melalui pattern recognition receptors (PRRs) yang akan berikatan dengan permukaan mikroorganisme dan berespon cepat terhadap fagositosis dan eradikasi sel yang terinfeksi. Pattern recognition receptors dapat berupa C reactive protein (CRP) atau berikatan dengan toll like receptors (TLRs) pada membran atau intracellular likeNod1 dan Nod2. Setelah sistem imun non spesifik teraktivasi, maka akan disekresi sitokin dan kemokin yang menginisiasi respon inflamasi dan memfasilitasi destruksi partikel pagositosis. Sel ini pertama kali akan berada di tempat trauma/inflamasi dan melepaskan sitokin serta melepaskan signal ke sistem imun spesifik dengan mengekspresikan Antigen Presenting Cells (APC) pada permukaan selnya melalui Major Histocompabilitycomplex(MHC)II.24 Gambar 2.4 Kaskade Biokimia Dan Inflamasi Dalam Persalinan Preterm.4 Beberapa studi pada manusia dan tikus melaporkan adanya neutrofil dan makrofag pada uterus, desidua, serviks dan membran fetus saat persalinan.Penyebaran granulosit ini difasilitasi oleh kemokin dan molekul adhesi selular. Sel mast terdapat dalam uterus dan serviks saat kehamilan akhir dan berperan pada proses persalinan. Kontraksi uterus, perlunakan dan dilatasi serviks, dan pecahnya selaput ketuban merupakan proses yang seharusnya terjadi pada proses persalinan. Sistem imunitas innate (non-spesifik) berhubungan erat dengan proses ini.5,25 Jumlah neutrofil lebih tinggi di sirkulasi wanita yang mengalami persalinan dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami persalinan. Neutrofil berpartisipasi pada proses persalinan dengan melepaskan sitokin proinflamasi dan mengeluarkan matrik metalloproteinase(MMP). Pada miometrium, kadar mRNA CXCL8, neutrophil chemoattractant, tinggi saat persalinan yang menandakan jumlah neutrofil yang sangat banyak pada miometrium saat persalinan. Neutrofil juga berperan penting pada proses perlunakan serviks. Jumlah neutrofil tinggi pada serviks wanita yang telah melahirkan secara pervaginam saat aterm dibandingkan wanita pada trimester pertama kehamilan.Hal ini mendukung bahwa fungsi neutrofil diperlukan segera setelah persalinan pada tahap penyembuhan jaringan pasca persalinan. Beberapa studi pada tikus mengimplikasikan neutrofil desidua pada proses persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Influx neutrofil dalam jumlah besar ke desidua dan miometrium diobservasi ketika terjadi persalinan preterm akibat LPS dan persalinan aterm.Kenaikan ini tidak terlihat pada model noninfeksius persalinan preterm (disebabkan mifepristone).Studi lainnya melaporkan peningkatan sebanyak tujuh kali lipat neutrofil pada desidua setelah 6 jam pemberian LPS.Pada jaringan desidua, jumlah neutrofil tinggi pada wanita dengan persalinan preterm dengan korioamnionitis dibandingkan wanita dengan kehamilan aterm (dengan atau tanpa bersalin) dan pada wanita dengan persalinan preterm tanpa korioamnionitis.Neutrofil desidua melepaskan beberapa mediator inflamasi dan MMPs yang memecah matriks ekstraseluler pada selaput ketuban pada persalinan. Data ini mendukung bahwa neutrofil desidua berperan pada pecahnya selaput ketuban secara fisiologis maupun patologis.5,25 Makrofag merupakan salah satu bagian sistem imun innate (non-spesifik) yang berperan dalam proses persalinan aterm maupun preterm, dan perannya telah dipelajari pada manusia maupun tikus. Makrofag menghasilkan MMPs, IL1b, IL-6, TNF-α dan nitrit oxide(NO). Makrofag berperan penting pada uterus saat persalinan.Penurunan makrofag dan reduksi NO diperlukan sesaat sebelum persalinan dimulai. NO sendiri yang bisa dihasilkan oleh makrofag dapat menghambat terjadinya kontraksi uterus. Perlunakan dan dilatasi serviks merupakan tahap persalinan selanjutnya setelah kontraksi uterus.Sebelum onset persalinan pada kehamilan aterm, wanita dengan serviks yang lunak memiliki jumlah makrofag yang lebih banyak.Jumlah makrofag yang banyak juga ditemukan saat antepartum dan pada persalinan preterm yang diinduksi LPS.Hal ini menunjukkan kemungkinan keterlibatan makrofag pada remodeling serviks. Makrofag serviks tidak bermigrasi atau berikatan dengan pembuluh darah sebelum persalinan, tetapi berperan dalam remodeling dan degradasi matriks ekstraselular yang penting pada proses perlunakan serviks. Fakta bahwa leukosit serviks (makrofag) mensekresikan MMP-9 pada kehamilan aterm dan pengurangan makrofag mencegah persalinan preterm yang diinduksi LPS pada tikus menyatakan bahwa makrofag merupakan sumber utama MMP-9 dan berperan penting pada proses persalinan. Makrofag juga berperan dalam pecahnya selaput ketuban dimana makrofag menghasilkan MMP-9.5,25 Sel mast juga berperan penting pada imunitas innate (non-spesifik) pada kehamilan akhir dan persalinan.Sel mast mengeluarkan mediator seperti histamin, serotonin, heparin, proteoglikan, protease, prostaglandin dan leukotrin. Sel mast juga menghasilkan modulator jangka panjang seperti: IL-1b, IL-3, IL-5, IL-6, dan TNF. Sel mast manusia menginduksi ekspresi molekul adhesi endothelial dan ekspresi beberapa reseptor kemokin.Kombinasi ini antara penarikan dan pengaturan molekul adhesi selular memudahkan sel mast untuk berada di uterus dan serviks dimana mereka berperan pada perkembangan lingkungan proinflamasi. Sel mast dan histamin berhubungan dengan stimulasi kontraktilitas serviks, namun sel mast dideteksi proporsinya tinggi saat postpartum dibandingkan pada serviks saat akhir kehamilan yang menandakan bahwa perannya lebih banyak pada penyembuhan serviks uterus daripada saat persalinan berlangsung. Degranulasi sel mast melepaskan mediator yang berperan penting dalam proses persalinan dengan meremodeling sel otot polos uterus dan merangsang kontraksi uterus. Pelepasan histamin dan serotonin berhubungan dengan kontraktilitas uterus dimana sel mast berada dekat dengan otot polos miometrium. Terdapat hubungan antara sel mast dengan alergi dalam terjadinya persalinan preterm dimana sel mast merupakan salah satu sel yang mempengaruhi reaksi hipersensitifitas awal dan penyakit alergi, sedangkan alergi sendiri berperan penting terhadap kontraksi uterus. Selanjutnya penelitian yang dilakukan pada babi yang diberikan histamin H1-receptor antagonist menurunkan kejadian persalinan preterm yang diinduksi reaksi alergi. Penemuan ini menandakan peran penting histamin dan sel mast pada proses persalinan preterm maupun aterm.5,25 Sistem imun adaptif(spesifik) menciptakan memori dan respon terhadap antigen spesifik. Saat kehamilan, imunitas adaptif ibu dan fetus harus saling toleransi satu sama lain untuk menjaga kehamilan sampai aterm. Hilangnya toleransi fetomaternal ini dapat menyebabkan persalinan sebelum waktunya. Sistem imun spesifik terdiri dari limfosit B dan limfosit T yang akan mengenali epitope dari patogen secara spesifik. Limfosit B berperan dalam respon humoral terhadap patogen ekstraseluler dengan mensekresi antibodi dan memiliki kemampuan mempresentasikan antigen ke limfosit T. Limfosit T mengalami maturasi di timus dibagi menjadi 2 yaitu T Helper cell (Th sel) yang mengekspresikan CD 4 dan T Cytotoxic Cell (Tc sel) yang mengekspresikan CD 8. T Helper Cell berfungsi merangsang proliferasi dan diferensisasi limfosit B serta menghancurkan patogen intraseluler dengan membunuh sel yang terinfeksi dan mengaktivasi makropag.Terdiri dari 4 jenis yaitu Th-1, Th-2, Th-17 dan Induced Regulatory (iTreg) cells. Limfosit Th-1 memproduksi IL-1, IL-2,IL-12, IL-15, IL-18, IFN γ, TNF ά dan respon imun melawan patogen intraseluler. Fungsi Th-1 yang utama adalah mekanisme pertahanan sitotoksik yang dimediasi pagosit melawan infeksi mikroba intraseluler.Limfosit Th-2 merupakan sumber dari IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-10, IL-13 dan GM-CSF.Fungsi Th-2 selain sebagai respon dari sel plasma juga merupakan respon imun yang dimediasi oleh immunoglobulin (Ig) E dan eosinofil/sel mast. Mereka memediasi pertahanan host terhadap parasit ekstraseluler.5,25 Gambar 2.5 Peran Sitokin dalam Persalinan Preterm.25 Saat kehamilan, sel T maternal mengenali antigen fetus melalui interaksi dengan APC(antigen-presenting cell). Fetal-antigen specific T cell menjaga toleransi hubungan ini selama kehamilan.Decidual CD41 T cells lebih banyak jumlahnya pada kehamilan aterm dibandingkan preterm. Sel T ini mengekspresikan CD45RO tetapi bukan CD45RA yang menunjukkan bahwa mereka adalah sel memori yang dihasilkan pada awal kehamilan ketika presentasi antigen fetal terjadi.Decidual CD41 T cellsmengekspresikan IL-1b, TNF-α, dan MMP-9 saat persalinan aterm. Fakta bahwa sel T desidua mengekspresikan CD2598 dan mediator persalinan pada persalinan preterm dan aterm menunjukkan bahwa sistem imunitas adaptif berpartisipasi dalam proses persalinan. Saat persalinan aterm, sel T ditarik menuju daerah pecahnya selaput ketuban oleh proses kemotaktik yang diperantarai oleh CXCL10 dan CCL5. Namun, penarikan sel T menuju daerah pecahnya selaput diminimalkan pada kasus ketuban pecah dini prematur.Ini menunjukkan bahwa penarikan sel T diperlukan untuk kehamilan aterm dan bila terjadi gangguan maka berakibat ketuban pecah dini.Sel Th17 (CD31CD41IL-17A1) juga berkumpul pada desidua dan densitas jaringannya tinggi pada kasus korioamnionitis dibandingkan tanpa korioamnionitis.Sel T fetus juga berperan penting saat persalinan preterm, dimana memory fetal T cell (CD45RO1RA2) tampak tinggi pada darah tali pusat persalinan preterm.Korioamnionitis akut sebagai penyebab persalinan preterm berhubungan dengan peningkatan kemokin sel T (CXCL9,-10,-11).Cytotoxic T cell tampak pada kehamilan aterm dimana mereka mengekspresikan perforin dan granzyme B. Pada plasenta, CTLs banyak pada kasus vilitis dan mengekspresikan reseptor kemokin sel T (CXCR3 dan CCR5). Terdapat dua Treg utama yaitu thymic Tregs(tTregs) dan extrathymic atau peripheral Tregs (pTregs). Saat hamil, terdapat empat CD41pTregs: DRhigh1CD45RA2, DRlow1CD45RA2, DR2CD45RA2 dan naı¨ve DR2CD45RA1.110. Wanita dengan persalinan preterm mempunyai naı¨ve DR2CD45RA1 rendah, sedangkan proporsi DR2CD45RA2 dan DRlow1CD45RA2 Tregs tinggi. Aktivitas supresif pTreg sangat berkurang pada persalinan preterm dan term yang berhubungan dengan reduksi ekspresi HLA-DR pada kasus preterm.5,25 Peran sel B pada proses persalinan preterm dan aterm masih diteliti. Sel B1 terdapat dalam jumlah kecil pada darah maternal saat kehamilan dan kembali ke proporsi wanita non-hamil saat postpartum.Frekuensi sel B2 tidak berubah oleh kehamilan dalam darah perifer.Regulatory B cells muncul ketika awal dan akhir kehamilan dan melepaskan IL-10. Regulatory B cells merupakan bagian imunitas potensial dalam perkembangan toleransi imunologis, dan kemunculannya pada pertengahan kehamilan penting untuk mempertahankan kehamilan hingga persalinan. Sel B10 menekan sekresi TNF-α oleh CD41 T cells saat kehamilan. Gangguan B cell-derived cytokine dan produksi antibodi berperan penting pada gangguan toleransi fetal dan kemungkinan merangsang terjadi persalinan preterm.Jalur umum terjadinya persalinan preterm dan aterm dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Jalur Umum Terjadinya Persalinan Preterm Dan Term5 Jalur umum terjadinya persalinan preterm dan aterm yaitu: 1) aktivasi sel imun adaptif dan innate meningkatkan kemampuan migrasinya; 2) Maternal-fetal interface(desidua) dengan aktif menarik sel teraktivasi melalui pelepasan kemokin seperti: CXCL10, CXCL8, CCL2 dan CCL5; 3) Leukosit memperkuat lingkungan pro-inflamasi pada Maternal-fetal interface(desidua) menyebabkan persalinan preterm. Rangsangan seperti infeksi/inflamasi, stres dan lain-lain dapat menyebabkan aktivasi awal jalur ini, menyebabkan pergeseran dari lingkungan anti-inflamasi ke lingkungan pro-inflamasi dan terjadinya persalinanpre term.5,25 2.6.2 Hubungan antara Sistem Imun Innate dan Adaptif pada Persalinan Aterm dan Preterm Toleransi imun melibatkan sistem imun innate (non-spesifik) dan adaptif (spesifik).Toleransi fetomaternal harus melibatkan partisipasi sel imun yang menjembatani sistem imun innate dan adaptif seperti DCs dan natural killer T (NKT cells). NKT cells merupakan subpopulasi limfosit, mengenali antigen lipid yang dipresentasikan oleh non-polymorphic CD1D molecule, yang diekspresikan oleh sel trofoblas, plasenta dan sel koriokarsinoma. Terdapat dua tipe NKT cells, tipe 1 dan tipe 2. NKT tipe 1/invariant NKT (iNKT) cells dapat diaktifkan oleh murine-derived glycolipid a- galactosylceramide, dan molekul ini digunakan untuk mengetahui aktivasi iNKT saat kehamilan secara in vivo. Proporsi murine NK1.11CD31 NKT cells lebih tinggi pada hati tikus hamil saat akhir kehamilan (16 dpc) dibandingkan pada yang tidak hamil. iNKT cells dapat mensekresikan IL-4(Th2) dan IFN-c (Th1) setelah aktivasi TCR dan aktivasinya berperan dalam aktivasi NK cells, B cells dan T cells. Peran iNKT cells dalam induksi persalinan preterm oleh LPS telah dipelajari pada model tikus, dimana injeksi LPS pada 15 dpc menyebabkan persalinan preterm pada wild-type mice tetapi tidak pada iNKT cell-deficient mice menandakan bahwa iNKT cells memodulasi proses persalinan yang diinduksi oleh produk mikroba. Sebaliknya, stimulasi iNKT cells in vivo dengan injeksi agalactosylceramide saat akhir kehamilan (16 dpc) menginduksi persalinan pretermawal yang disebabkan oleh ekspansi NK1.11TCRab1 NKT cells pada uterus. Dendritic cells (DCs) dikhususkan pada pengenalan dan presentasi antigen. DCs menunjukkan sifat aktivasi antigenspecific T-cell, supresi T-cell, penghasil Treg dan toleransi perifer.Lymphoid CD8a1DCs(DCs1) menginduksi respon Th1 sedangkan myeloid CD8aDCs(DCs2) merangsang respon Th2. Tipe ketiga DCs, Inflammatory DCs memulai respon Th1. DCs berperan pada toleransi fetomaternal saat awal kehamilan. Pada tikus, DCs uterus mempunyai fenotip DC2 pada 15 dpc menandakan bahwa sel ini berperan dalam kondisi tolerogenik dengan menginduksi respon anti-inflamasi (Th2) lokal saat akhir kehamilan.Pada akhir kehamilan (17.5 dpc), DC dominan pada uterus yaitu CD11c1CD8a2MHCII2 (immature phenotype).Fakta bahwa immature DCs mengekspresikan sitokin anti-inflamasi IL-10, biomarker awal persalinan preterm, menunjukkan bahwa sel ini berpartisipasi pada etiologi persalinan preterm. Lebih jauh lagi, pada T dan B cells-deficient mice yang diinjeksi LPS untuk merangsang persalinan preterm, aktivasi DC uterus ditemukan, menandakan bahwa terdapat partisipasi DCs pada induksi persalinan.5,25 Gambar 2.7 Sel Imun pada Persalinan Aterm dan Preterm5 BAB III RINGKASAN Persalinan preterm spontan adalah suatu sindrom heterogen secara fisiologis. Rangkaian proses yang berakhir dengan terjadinya persalinan preterm didasari oleh beberapa jalur/mekanisme. Empat jalur yang berkaitan erat dengan proses terjadinya persalinan preterm adalah infeksi dan atau inflamasi sistemik pada desidua-korion-amnionitik, stres maternal yang mengaktifkan aksis hipotalamuspituitari-adrenal yang melepaskan CRH dan kortikosteroid, perdarahan desidua dan abrupsi plasenta, dan peregangan uterus yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan kadar prostaglandin dan kolagenase. Meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal sebagai akibat dari persalinan preterm menjadi permasalahan serius yang harus segera ditanggulangi. Pada beberapa kasus sangat sulit menentukan apakah infeksi sebagai penyebab atau konsekuensi proses menuju persalinan preterm. Namun beberapa bukti menyatakan bahwa infeksi dan inflamasi merupakan penyebab utama terjadinya persalinan preterm melalui aktivasi sistem imun innate maupun adaptif. Keseimbangan antara jalur pro-inflamasi dan anti-inflamasi memegang peranan penting dimana persalinan sendiri merupakan suatu proses inflamasi yang ditandai oleh influx sel inflamasi menuju miometrium dan serviks seiring dengan peningkatan ekspresi molekul adhesi leukosit dan vaskular dan peningkatan sitokin pro-inflamasi. Rangsangan seperti infeksi/inflamasi, stres dan lain-lain dapat menyebabkan aktivasi awal jalur ini, menyebabkan pergeseran dari lingkungan anti-inflamasi ke lingkungan pro-inflamasi dan terjadinya persalinan preterm. Perlunakan serviks, pecahnya selaput ketuban dan kontraktilitas miometrium merupakan mekanisme utama yang mendasari terjadinya persalinan, semuanya berhubungan dengan aktivasi jalur inflamasi.Sitokin pro-inflamasi merangsang produksi matriks metalloproteinase (MMP)-2, -8, -9, COX-2, kolagenase dan prostaglandin yang menyebabkan perlunakan servik dan pecahnya selaput ketuban.TNF-α dan IL-β meningkatkan kontraktilitas sedangkan COX-2, PGE-2, IL-6 mengatur reseptor OT pada sel miometrium yang berperan dalam kontraktilitas miometrium. Nf-kB, DNA-binding protein diaktifkan oleh stimulus yang menginduksi persalinan dan mengatur molekul-molekul yang terlibat dalam proses persalinan. DAFTAR PUSTAKA 1. Romero, R.MD, Lockwood, C.J. MD. Pathogenesis Of Spontaneous Preterm Labor in: Creasy and Resnik’s-Maternal Fetal Medicine. 2009; 521-543. 2. John R. G. Challis, J.R.G., et al. Prostaglandins and mechanisms of preterm birth. Reproduction (2002) 124; 1–17. 3. Prediksi Persalinan Preterm[Hasil kajian HTA tahun 2009], Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. 4. Holst, R.M. Cervical and Intra-amniotic Markers of Preterm Birth and Infection. Perinatal Center Department of Obstetrics and Gynecology Institute for Clinical Sciences The Sahlgrenska Academy at University of Gothenbur Sweden, 2009. 5. Lopez, N.G. et al. Immune cells in term and preterm labor. Cellular & Molecular Immunology, 2014; 1–11. 6. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. Himpunan Kedokteran Fetomateral POGI. 2011. 7. Goldenberg,R.L, Culhane,J.F, Iams,J.D, Romero, R. Preterm Birth 1: Epidemiology and causes of preterm birth. Lancet; 2008; 371: 75–84. 8. Esplin, M.S.MD. Preterm Birth: A Review of GeneticFactors and Future Directions forGenetic Study. The University of Utah Health Sciences Center, Department of Obstetricsand Gynecology, Division of Maternal–Fetal Medicine, Salt Lake City, Utah. Vol.61, No.12. 9. Goldenberg, Culhane. Prepregnancy health status and the risk of preterm delivery. Arch Pediatr Adolesc Med 2005; vol 159:89-90. 10. Thomson AJ, Telfer JF, Young A, Campbell S, Stewart CJ, Cameron IT, et al. Leukocyte infiltrate the myometrium during human parturition: further evidence that labour is an inflammatory process. Hum Reprod 1999; 14:22936. 11. Arababadi, M.K. et al. Cytokines in Preterm. Labmedicine. 2012, Volume 43 Number 4. 12. Simhan, H.N.M.D., M.S.C.R., Caritis,S.N.M.D. Prevention of Preterm Delivery. N Engl J Med 2007;357:477-87. 13. Smith, R. Mechanism of Disease: Parturition. The New England Journal Of Medicine, 2007; 356:271-83. 14. Wahyuni, S., Sufyan, A. Aspek bioseluler dan biomolekuler mekanisme fisiologis persalinan. The New England Journal of Medicine, 2007. 15. Slattery,M.M., Morrison, J.J.Preterm delivery. Department of Obstetrics and Gynaecology, National University ofIreland Galway, Clinical Science Institute, University CollegeHospital Galway, Galway, Ireland. Lancet 2002; 360: 1489–97. 16. Holst, D., Garnier, Y. Preterm Birth And Inflammation—The Role Of Genetic Polymorphisms. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology; 141 (2008) 3–9. 17. Baratawidjaja, K.G., Rengganis, I. Inflamasi dalam: Imunologi Dasar. Ed.9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2010. hal.257-285. 18. Mor, G.M.D. Immunology of Pregnancy. Department of Obstetrics and Gynecology Reproductive Immunology UnitYale University School of Medicinen New Haven, Connecticut, U.S.A. Eurekah.com and Springer Science+Business Media, Inc. 2006. 19. Petraglia, F., et al. Preterm Birth: Mechanism, Mediators, Prediction, Prevention, and Interventions.Informa UK Ltd.2007. 20. Edwards, R.K.MD. Chorioamnionitis and Labor. Obstet Gynecol Clin N Am32 (2005) 287– 296. 21. Preterm Birth: Challenges and Opportunities in Prediction and Prevention. Perkin Elmer. 2009. 22. Splichal, I, Trebichavsky, I. Cytokines and Other Important Inflammatory Mediators in Gestation and Bacterial Intraamniotic Infections. Folia Microbiol.2001;46(4):345-51. 23. Romero, RM et al. Preterm Labor, Intrauterine Infection and the Fetal Inflamatory Response Syndrome. NeoReview 2002;3:73-85. 24. Radulovic, NV. Clinical, Biochemical and Morphological Aspects of Cervical Ripening in the First Trimester. University of Gothenburg 2009. 25. Nold, C, Anton, L, Brown, A. Inflammation Promotes a Cytocine Respone and Disrups the Cervical Epithelial Barrier : a Possible Mechanism of Premature Cervical Remodeling and Preterm Birth. Am J Obstet Gynecol 2012;206:208.e1-7. LAMPIRAN Peranan Infeksi Pada Persalinan Preterm Infeksi: Intrauterine Ekstrauterine Genitalia Endotoksin dan Eksotoksin Respon Maternal Respon Fetus Peningkatan CRH Penurunan chorionic prostaglandin dehydrogenase Peningkatan produksi sitokin dan kemokin Peningkatan ACTH Peningkatan PG Infiltrasi neutrofil Peningkatan Metaloprotease Kontraksi Miometrium Perlunakan serviks Persalinan Preterm Perlemahan korioamnion