1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan laut merupakan reservoir yang luar biasa sebagai penghasil senyawa bioaktif yang tidak ditemukan dalam produk alami terrestrial (Jimeno, 2002). Lautan mencakup lebih dari 70 % luas permukaan bumi dan 95 % dari biosfer tropis yang mewakili 34 dari 36 filum, sehingga mengandung keragaman hidup yang luar biasa. Lebih dari 10.000 senyawa bioaktif telah berhasil diisolasi dari biota laut dan sekitar 300 paten dari senyawa tersebut telah berhasil dipublikasi selama kurun waktu 30 tahun (1969-1999) (Proksch et al., 2003). Dalam penelitian Fajarningsih et al. (2006) disampaikan lebih dari 7.000 senyawa aktif berhasil diisolasi dari biota laut dan digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan obat baru. Diperkirakan lebih dari 35.000 spesies biota laut memiliki potensi sebagai penghasil bahan obat-obatan, sementara yang dimanfaatkan baru sekitar 5.000 spesies (Dahuri, 2003). Biota laut (marine organism) merupakan sumber bahan alam yang sangat kaya dengan aktivitas biologi yang unik. Metabolit sekunder diproduksi oleh organisme sebagai respon terhadap lingkungannya. Organisme laut, khususnya yang hidup di daerah tropis untuk kelangsungan hidup dan menghadapi berbagai tantangan, harus berkompetisi untuk mendapatkan ruang tumbuh, sinar dan makanan (Murniasih, 2005). Harper et al. (2001) menyimpulkan bahwa organisme laut dalam mengembangkan berbagai sistem mekanisme pertahanan 1 2 diri dapat berupa tingkah laku (behavioral misalnya cryptic, nocturnal), fisik (sclerites, pengerasan permukaan tubuh) dan substansi kimia “chemical defense”. Invertebrata laut yang mempunyai struktur pergerakan fisik lebih terbatas dibanding dengan vertebrata laut, mampu mengembangkan sistem pertahanan diri dengan memproduksi senyawa bioaktif. Salah satu jenis invertebrata laut adalah spons. Spons merupakan salah satu ekosistem terumbu karang di laut yang sangat potensial sebagai sumber bahan aktif. Murniasih (2005) menyebutkan spons sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif terbesar diantara invertebrata lainnya. Menurut Harper et al. (2001), dalam dekade terakhir, dilaporkan bahwa sebanyak 50 % senyawa bioaktif yang ditemukan dalam invertebrata laut, berasal dari filum porifera yaitu spons. Penelitian spons yang telah dipublikasikan didominasi oleh perolehan senyawa yang memiliki aktivitas biologi yang tinggi seperti antikanker, anti-HIV, antijamur, dan antibakteri. Penelitian potensi metabolit sekunder yang dimiliki spons asal perairan di Indonesia sudah dimulai sejak hampir empat dekade yang lalu, saat Corley pada tahun 1988 mengisolasi laulimalida dan isolaulimalida dari spons Hyatella sp. yang memiliki sifat sitotoksik. Senyawa antioksidan berhasil diidentifikasi dari spons Callyspongia sp. asal Kepulauan Seribu (Hanani, et al., 2005). Setyowati et al. (2007) melaporkan spons Kaliapsis sp. asal Pulau Menjangan, Bali Barat bersifat sitotoksik terhadap sel tumor myeloma. Penelitian Rasyid (2009) menyebutkan spons Cryptotethia crypta berpotensi sebagai obat antikanker. Hasil uji antikanker ekstrak spons Haliclona sp. dilaporkan memberikan LC50 sebesar 8,16 µg/ml, sedangkan ekstrak spons Agelas nakamurai 3 sebesar 4,50 µg/ml (Trianto, 2005). Berdasarkan berbagai penelitian di atas, beberapa jenis spons memiliki sifat toksik dan berpotensi sebagai agen antikanker. Kanker dilaporkan sebagai penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2008, sekitar 7,6 juta jiwa meninggal atau 13 % dari angka kematian disebabkan oleh kanker (Tarman et.al., 2012). Angka kematian karena kanker diperkirakan akan mencapai 11 juta jiwa pada tahun 2030. Lebih detail, jenis kanker serviks merupakan kanker kedua yang paling sering diderita oleh wanita di dunia dan penyebab terbesar ketiga kematian akibat kanker pada wanita. Diperkirakan, setiap tahunnya lebih dari 270.000 kematian disebabkan oleh kanker serviks dan lebih dari 85 % terjadi di negara berkembang (WHO, 2013). Menurut para ahli kanker, kanker serviks termasuk salah satu jenis kanker yang paling dapat dicegah dan disembuhkan dari semua kanker. Kanker ini terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan vagina (Riono, 1999). Berbagai macam senyawa telah dikembangkan melawan kanker yang meliputi senyawa pengalkilasi, antimetabolit, obat-obat radiomimetik, hormon dan senyawa antagonis (Cram et al., 1992; Calabresi dan Chabner, 1991; Lorgan et al., 1996). Akan tetapi tidak satupun senyawa ini menghasilkan efek yang memuaskan dan tanpa efek samping yang merugikan (Green et al., 1982; Herzig et al., 1987; Astuti et al., 2005). Terapi kanker yang dijalani pasien mulai dari yang bersifat konvensional yaitu pembedahan hingga yang bersifat modern melalui kemoterapi, radiasi, hormon dan antibodi monoklonal juga memiliki 4 kelemahan dan efek samping. Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga menyerang selsel sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat (Noorwati, 2007). Pengobatan secara kemoterapi juga memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena itu, penelitian mengenai obat antikanker yang dapat mengobati penderita kanker tanpa atau minim efek samping menjadi sangat penting dan mendesak. Dalam Tanaka et al. (2000) dan NCI (2004) dilaporkan munculnya sel kanker yang bersifat Multidrug resistance (MDR) atau tahan terhadap berbagai obat kanker juga memacu peneliti untuk menemukan obat antikanker baru yang mampu menembus dan mematikan sel kanker. Senyawa aktif dari bahan alam menjadi prioritas dalam penemuan obat baru untuk mengatasi masalah pengobatan kanker. Senyawa bahan alam yang digunakan dengan tepat akan menghasilkan efektivitas pengobatan yang tinggi dan efek samping yang rendah karena obat dari bahan alam bersifat alami sehingga dapat dimetabolisme oleh tubuh. Agen antikanker dari bahan alam mampu mengobati pada sumber penyakit dengan memperbaiki sel-sel, jaringan, dan organ tubuh yang rusak serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Kamuhabwa et al., 2000). Untuk mengurangi duplikasi penemuan bahan aktif dari alam, para peneliti mengubah obyek sasaran yang pada awalnya terrestrial-based menjadi marinebased (Tarman, 2012). Dengan beragam warna dan bentuknya, spons memberikan peluang untuk diteliti tidak saja dari aspek keanekaragaman biota yang bersimbiosis, tetapi juga memberikan harapan sebagai sumber bahan alami 5 (natural product) bagi penelitian medis. Spons potensial dijadikan bahan eksplorasi pencarian senyawa baru antikanker karena spons merupakan penghasil senyawa bioaktif antiviral maupun senyawa sitotoksik (Garson, 1994). Bali yang memiliki wilayah laut yang kaya akan terumbu karang menyimpan potensi untuk pengembangan penelitian tentang spons. Mudianta et al. (2012) melaporkan 21 turunan senyawa psammaplysin diisolasi dari spons Aplysmella strongylata yang diperoleh dari Tulamben, Bali. Pada uji pendahuluan telah dilakukan uji toksisitas ekstrak etanol dan metanol dari spons genus Haliclona Grant, 1836. Spons yang diuji memiliki warna orange, tidak berbau, rapuh, permukaan halus, aperture dengan oskula secara teratur tersebar di sepanjang cabang dan kerangka biasanya Haplosclerid (Ackers et al., 2007). Berdasarkan uji terhadap ekstrak etanol dan metanol spons Haliclona Grant, 1836 yang merupakan salah satu genus spons koleksi dari perairan Sanur Bali diperoleh nilai LC50 masing-masing 46,77 ppm dan 32,36 terhadap uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji sitotoksisitas BSLT digunakan untuk praskrining terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antikanker (Meyer, 1982). Berdasarkan pemaparan di atas, dalam penelitian ini dilakukan identifikasi dan uji aktivitas antikanker isolat toksik dari ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836 terhadap sel HeLa. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut. 6 (1) Apakah isolat toksik dari ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836 mempunyai aktivitas antikanker terhadap sel HeLa? (2) Senyawa apakah yang terkandung dalam isolat toksik dari ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mengetahui aktivitas isolat toksik yang diperoleh dari ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836 dalam menghambat pertumbuhan sel HeLa. (2) Mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam isolat toksik yang diperoleh dari ekstrak metanol spons genus Haliclona Grant, 1836. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat: (1) Menambah data sumber bahan antikanker yang berasal dari biota laut. (2) Memberikan panduan kepada peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian dalam bidang isolasi dan identifikasi senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam spons genus Haliclona Grant, 1836.