1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar dengan dua
pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam
hayati laut yang sangat melimpah (Asro et al., 2013). Hal ini menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekayaan keanekaragaman
(biodiversity) hayati laut tertinggi di dunia (Dahuri, 2003). Keanekaragaman
hayati perairan laut Indonesia memberi peluang untuk memanfaatkan biota laut
dalam pencarian metabolit sekunder senyawa bioaktif baru, salah satunya adalah
spons (Rahayu et al., 2013). Beberapa penelitian didapatkan bahwa spons
menghasilkan beragam metabolit sekunder yang memiliki potensi menghasilkan
senyawa bioaktif. Metabolit sekunder dianggap produk buangan dari tiap biota
yang merupakan sisa proses metabolisme (Rachmat, 2007).
Menurut Muniarsih dan Rachmaniar (1999) spons merupakan salah satu
komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai kandungan beberapa
senyawa dengan persentase bioaktifnya lebih besar dibanding dengan senyawasenyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Spons menghasilkan senyawa
metabolit sekunder yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk mensintesis
bermacam-macam komponen organik seperti polyketida, alkaloid, peptida dan
terpene (Sjorgen, 2006). Komponen organik tersebut dapat digunakan sebagai
bahan baku obat-obatan (Amir dan Budiyanto, 1996).
1
2
Spons merupakan organisme multiseluler tak bertulang belakang yang
potensial dijadikan bahan eksplorasi pencarian senyawa baru antikanker karena
spons merupakan penghasil senyawa bioaktif antiviral maupun senyawa sitotoksik
(Garson, 1994). Schmitz (1998) menyatakan dari 434 struktur kimia biota laut
yang bersifat sitotoksik, spons menempati peringkat terbesar dengan 193 senyawa
yang terkandung didalamnya. Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari
spons laut sampai bulan Mei 1998 adalah 3500 jenis senyawa yang diambil dari
475 jenis dari dua kelas yaitu Calcarea dan Demospongiae (Soest dan Braekman,
1999).
Kandungan metabolit sekunder dalam spons jenis tertentu ada yang lebih
kuat daripada di dalam jenis lainnya yang ditandai dengan warna yang timbul
pada uji kualitatif. Jika dilihat dari kandungan metabolit sekunder seperti
kandungan alkaloid, terpenoid dan steroid maka spons dari Indonesia memiliki
potensi yang tinggi untuk menghasilkan senyawa bioaktif. Sejumlah terpenoid
memiliki sifat antikanker (Aoki et al., 2001), sedangkan steroid dan alkaloid
memiliki khasiat lebih luas tergantung substituennya.
Sejak tahun 1970-an, perhatian mulai tertuju pada penemuan obat-obatan
dari laut. Hal ini ditandai dengan adanya kolaborasi antara peneliti dari berbagai
institusi dengan farmakolog yang menghasilkan suatu kemajuan besar dalam
penemuan obat-obatan dari biota laut (Proksch et al., 2003). Diantara berbagai
biota laut, spons merupakan sumber bahan bioaktif yang paling kaya (Belarbi et
al., 2003). Ekstrak metabolit dari spons mengandung senyawa bioaktif yang
mempunyai aktivitas seperti antivirus (Wipf and Lim, 1995; Cutignano et al.,
3
2000; Welington et al., 2000), antibakteri (Cafieri et al, 1998), antijamur (Sata et
al, 1999), antioksidan (Hanani et al., 2005) serta sitotoksik dan antitumor
(Kobayashi dan Rachmaniar, 1999).
Dalam suatu proses skrining masal senyawa sitotoksik dari bahan alam
oleh NCI (National Cancer Institute) Amerika, ternyata lebih dari 10% dari semua
jenis spons yang telah diobservasi bersifat aktif. Hal ini disebabkan spons
termasuk hewan pemakan dengan cara menyaring (filter feeder). Dalam
penyaringan tersebut, ribuan sampai jutaan mikroba terperangkap. Apabila
konsentrasi mikroba sangat besar maka spons akan terkena infeksi dan sakit. Oleh
karena itu, spons memproduksi senyawa kimia yang mampu melumpuhkan
mikroba yang terperangkap. Mikroba yang resisten terhadap senyawa kimia
tersebut akan bertahan dan hidup bersimbiosis di dalam tubuh spons. Senyawa
kimia yang merupakan metabolit sekunder tersebut dirancang untuk melawan
pertumbuhan sel yang sangat cepat, mirip ciri-ciri pertumbuhan sel kanker
(Cetkovic and Lada, 2003).
Semakin banyaknya kasus kematian akibat penyakit kanker menyebabkan
terus dikembangkannya obat yang dapat menghambat pertumbuhan dan
penyebaran sel kanker dalam tubuh. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), setiap tahun penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang dan 10
tahun mendatang diperkirakan 9 juta meninggal akibat kanker. Di Indonesia
penyakit kanker menduduki urutan ke-3 penyebab kematian sesudah penyakit
jantung dan paru-paru (Astuti, 2000) dan diperkirakan setiap tahun terdapat 100
penderita kanker baru dari 100.000 penduduk (Edianto, 2006).
4
Terapi Kanker yang dilakukan saat ini sudah dengan berbagai cara mulai
dari yang bersifat konvensional yaitu pembedahan, hingga yang bersifat modern
yaitu penggunaan kemoterapi, radiasi, hormon, dan antibodi monoklonal. Cara
kemoterapi memiliki beberapa kelemahan dan efek samping berbahaya disamping
memerlukan biaya yang mahal dan waktu pengobatan yang lama (Boik, 1996;
Tapan, 2005). Walaupun berbagai macam senyawa telah dikembangkan melawan
kanker
seperti
senyawa-senyawa
pengalkilasi,
antimetabolit,
obat-obat
radiomimetik, hormon dan senyawa antagonis, namun tak satupun jenis senyawasenyawa ini menghasilkan efek yang memuaskan dan tanpa efek samping yang
merugikan (Astuti et al., 2005).
Kebutuhan obat baru antikanker semakin mendesak, karena obat–obatan
yang dipakai selama ini disamping harganya mahal juga selektivitasnya masih
rendah (Setyowati et al, 2007). Hal ini disebabkan kanker masih merupakan
penyakit yang mematikan dan belum ada obat yang dapat menyembuhkan hingga
seratus persen. Masih adanya obat-obat antikanker yang memiliki efek
farmakologis yang kurang selektif dimana disamping membunuh sel kanker juga
membunuh sel normal, menimbulkan efek samping yang merugikan bagi
penderita penyakit kanker. Hal ini mendorong banyak orang untuk beralih ke
pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam dengan
tujuan mendapatkan khasiat yang lebih besar dan efek toksik yang seminimal
mungkin (Edianto, 2006).
Sampai saat ini pemanfaatan biota laut di Indonesia masih belum optimal
terutama dibidang farmasi. Beberapa senyawa yang memiliki aktifitas
5
farmakologi sudah berhasil diisolasi dari spons salah satunya dari kelas
demospongiae seperti Spons Callyspongia sp telah dilaporkan memiliki aktivitas
antikanker, antimikroba, dan antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996). Dalam
spons Aaptos sp yang hidup di pantai Taman Laut Bunaken dilaporkan
mengandung senyawa alkaloid yang mempunyai aktifitas biologi seperti
sitotoksik, antiviral, antimikroba dan antioksidan (Widjhati et al., 2004). Hasil uji
terhadap spons kaliapsis sp dilaporkan memiliki sifat sitotoksik tinggi terhadap sel
myeloma dengan harga IC50 sebesar 0,18 μg/mL (Setyowati et al., 2007). Trianto
(2005) melaporkan bahwa hasil uji antikanker ekstrak spons Haliclona sp
memberikan LC50 sebesar 8,16 μg/mL.
Peneliti tertarik untuk meneliti jenis spons yang lain yaitu spons Clathria
(Thalysias) sp yang terdapat di Perairan Sanur, Bali. Pada uji pendahuluan telah
dilakukan uji toksisitas ekstrak metanol dan etanol dari spons Clathria (Thalysias)
sp yang diambil dari perairan Sanur, Bali menggunakan larva Artemia salina L.
Berdasarkan uji toksisitas tersebut diperoleh toksisitas ekstrak metanol dan etanol
dengan nilai LC50 berturut-turut 30,19 ppm dan 42,66 ppm. Berdasarkan uraian
diatas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
senyawa toksik yang dihasilkan oleh ekstrak metanol spons Clathria (Thalysias)
sp serta uji aktivitas antikanker terhadap sel HeLa.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah isolat toksik dari ekstrak metanol spons Clathria (Thalysias) sp
mempunyai aktivitas antikanker terhadap sel HeLa?
2. Senyawa apakah yang terkandung dalam isolat toksik spons Clathria
(Thalysias) sp tersebut ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aktivitas isolat toksik dari spons Clathria (Thalysias) sp dalam
menghambat pertumbuhan sel HeLa.
2. Mengetahui senyawa yang terkandung dalam isolat toksik spons Clathria
(Thalysias) sp.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah database sumber senyawa antikanker yang berasal dari biota
laut.
2. Memberikan informasi kepada peneliti yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut dari beberapa spesies spons baik dari segi isolasi, identifikasi
maupun bioaktivitas dari spesies spons yang lain.
Download