32 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kepulauan seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian tersebut yaitu Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Pramuka (Gambar 7). Pelaksanaan penelitian di lapangan dan analisis laboratorium berlangsung selama 5 bulan, mulai bulan Agustus -Desember 2005. Penentuan Stasiun Stasiun penelitian ditetapkan setelah mengevaluasi kondisi kualitas air dan spons di Kepulauan Seribu melalui penelitian pendahuluan yang dilaksanakan tanggal 4-5 Mei 2005. Penentuan stasiun didasarkan atas perbedaan kondisi variabel fisika dan kimia perairan. Pulau Lancang (daerah yang paling dekat dengan daratan utama, Jawa), Pulau Pari (daerah yang telah mengalami gradasi pengaruh daratan utama) dan Pulau Pramuka (daerah yang relatif sangat sedikit mendapatkan pengaruh daratan utama). Adapun pengukuran penentuan titik stasiun pengamatan kualitas air dan spons laut menggunakan alat “GPS” dapat dilihat pada Lampiran 1, dimana pengamatan kualitas air dan spons lautnya dilakukan pada kedalaman 7 m dan 15 m. Keterangan : 1 = Stasiun pengamatan 1 Utara Pulau Lancang (UPL) 2 = Stasiun pengamatan 2 Utara Pulau Pari (UPP) 3 = Stasiun pengamatan 3 Barat Pulau Pari (BPP) 4 = Stasiun pengamatan 4 Utara Pulau Pramuka (UPR) 5 = Stasiun pengamatan 5 Timur Pulau Pramuka (TPR) 6 = Stasiun pengamatan 6 Barat Pulau Pramuka (BP R) 7 = Stasiun pengamatan 7 Selatan Pulau Pramuka (SPR) 33 Gambar 7 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. 34 Bahan dan Alat Bahan-bahan penelitian terdiri dari sampel spons laut Demospongiae, bahan-bahan kimia untuk ekstraksi serta bahan-bahan kimia untuk uji senyawa bioaktif seperti metanol p.a (pro analysis), etanol 70 % dan etanol 95 %, Nutrient Broth (NB), Tryptic Soy Broth (TSB), dan akuades. Bahan lainnya yaitu bioindikator bakteri patogen terdiri atas bakteri (Eschericia coli dan Staphylococcus aureus) dan antibiotik pembandingnya adalah ampicillin (0,1g/ml). Peralatan utama yang dipergunakan adalah blender, timbangan, alat penggoyang (shaker), alat sentrifus, refrigerator, inkubator, oven, autoclave, spektrofotometer UV-VIS (Spektronik-20), jarum ose, Kertas cakram (paper disc) dengan ukuran diameter 6 mm, kertas saring whatman no 40, yellow tips 100 µ dan blue tips 1000 µ dan peralatan gelas. Metode Penelitian Pengamatan Spons Pengamatan spons di ekosistem terumbu karang dilakukan dengan cara membentangkan rol meter sebagai transek garis sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai, sedangkan transek kuadrat diletakkan pada meter ke 10, 20, 30, 40, dan 50. Pengambilan data transek kuadrat dilakukan dengan metode belt transec (English et al. 1994). Pengawetan Sampel Spons Sampel spons yang telah diambil, dipotong bagian tubuhnya dengan menggunakan pisau cutter, potongan spons dimasukkan kedalam keranjang plastik yang kemudian dibawa ke permukaan air secara perlahan. Spons hasil pengelompokkan dimasukkan kedalam pelarut metanol dalam wadah plastik sampai terendam kemudian ditransfor dalam keadaan dingin menggunakan cool box pada suhu -20oC. 35 Pengukuran Parameter Oseanografi Pengukuran parameter Oseanografi fisika, kimia dan biologi dapat dilihat pada Tabel 3. Parameter suhu, salinitas , kecepatan arus dan pH dilakukan secara in -situ , sedangkan parameter lainnya dilakukan di laboratorium Lingkungan PPLH (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup), IPB. Tabel 3 Parameter oseanografi fisik a, kimia dan biologi air yang diamati NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 PARAMETER Fisika Suhu Kekeruhan TSS Kecepatan arus Kimia Salinitas Derajat Keasaman (pH) Oksigen terlarut (DO) Total Organik Mater (TOM) BOD5 COD N-NO3 P-PO4 Silikat Biologi Spons laut METODE /ALAT Termometer Turbidimetrik Gravimetrik Current draudge Refraktometer pH meter Titrimetrik Titrimetrik Titrimetrik Titrimetrik Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Belt transec SATUAN 0 C NTU mg/l m/det o /oo mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Individu Pengujian Senyawa Bioaktif Antibak teri Spons Pengujian senyawa bioaktif antibakteri spons terdiri atas beberapa tahap, yaitu identifikasi, pembuatan ekstrak kasar , pembuatan media kultur bakteri, pembiakan bakteri uji dan uji senyawa bioaktif antibakteri. Identifikasi. Spons diidentifikasi di P 2O LIPI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Jakarta. Identifikasi spons laut didasarkan pada petunjuk Bergquist (1968), Dawson (1993) , Amir dan Budiyanto (1996). Pembuatan Ekstrak Spons. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menurut petunjuk Rachmaniar (1994, 1995). Metode tersebut adalah sebagai berikut: spons ditimbang sebanyak 25 g, lalu dipotong kecil-kecil, selanjutnya diblender sampai halus. Setelah halus dipindahkan ke dalam 36 erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 35 m l metanol p.a., kemudian diaduk hingga metanol meresap ke dalam sampel. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil dan disimpan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam, suspensi pekat disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm, disaring dengan kertas saring untuk memisahkan cairan dengan endapannya. Cairan ditampung di dalam labu takar 25 ml (ekstrak). Setelah ditempatkan dalam labu takar 25 ml, ekstrak dipindahkan ke dalam botol-botol kecil dan ditutup rapat. Ekstrak disimpan di dalam lemari pendingin untuk dilakukan pengujian senyawa bioaktifnya. Pembuatan Media Kultur Bakteri. Media kultur bakteri yang digunakan adalah berupa Tryptic Soy Broth , agar plates (Rachmaniar 1994). Cara pembuatan masing-masing media kultur tersebut adalah sebagai berikut : - Tryptic Soy Broth (TSB): 40 g TSB agar puder disuspensi kedalam satu liter akuades. Campuran dipanaskan hingga larut kemudian disterilkan dalam autoclave selama 55 menit pada suhu 121 oC. Setelah itu didinginkan pada suhu kamar. - Agar plate: TSB yang telah disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 o C dituangkan kedalam cawan petri masing-masing 15 ml setiap petri. Kemudian didinginkan pada suhu kamar. - Agar miring: TSB yang telah disterilkan dituang kedalam tabung reaksi yang dimiringkan. Kemudian disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 oC. Setelah itu didinginkan pada suhu kamar. Pembiakan Bakteri Uji. Biakan bakteri uji ditanam dengan metode agar miring. Biakan bakteri dioleskan pada media agar miring yang telah memadat secara steril. Kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 37 o C selama 24 jam. Setelah itu ditambahkan akuades steril dan dibuat suspensi bakteri dengan konsentrasi sebesar 10 8 sel/ ml. Konsentrasi sebesar itu dibuat dengan menentukan Optical Density (OD). Alat yang digunakan Spektrofotometer dengan panjang gelombang 650 nm. Pada OD ini konsentrasi bakteri setara dengan 10 8 sel/m l (Brock dan Madigan 1991, diacu dalam Supoyo 1998). 37 Uji Senyawa Bioaktif Antibakteri. Uji senyawa bioaktif antibakteri menggunakan metode difusi agar. Metode tersebut adalah: larutan agar TSB di autoclave selama 20 menit pada suhu 20 oC, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Media agar cair yang telah dingin dipindahkan kedalam cawan petri sebanyak 15 ml kemudian ditutup rapat dan dibia rkan membeku. Biakan bakteri sebanyak 0,1 µ l disebarkan dalam media agar yang telah padat dan dibiarkan meresap kedalam media agar selama lebih kurang 15 menit. Paper disc steril dicelupkan kedalam ekstrak kasar, kemudian dikibaskan sampai tidak ada larutan yang menetes. Per lakuan kontrol (kontrol positif: ampicillin dan kontrol negatif: metanol p.a) dikerjakan seperti perlakuan sampel. Paper disc yang telah diberi ekstrak diletakkan diatas kultur bakteri dala m agar dan ditutup. Hal sa ma dilakukan untuk kontrol positif dan negatif. Kultur diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC. Pengamatan dilakukan terhadap ukuran zona bening yang terbentuk disekitar paper disc dan pengujian ekstraks spons dilakukan sebanyak sembilan kali ulangan sedangkan untuk kontrol positif dan negatifnya sebanyak lima kali ulangan. Analisis Data Analisis Komponen Utama (PCA) Untuk mendeterminasi sebaran karakteristik fisika-kimia air antar stasiun pengamatan, digunakan suatu pendekatan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada analisis komponen utama (Principal Components Analysis, PCA) dengan menggunakan perangkat lunak program Statistika 6. Analisis komponen utama merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan dalam bentuk grafik, informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun pengamatan sebagai individu statistik (baris) dan parameter fisika -kimia air sebagai variabel kuantitatif (kolom). Data dari parameter-parameter tersebut tidak mempunyai unit pengukuran dan ragam yang sama, karena itu sebelum dilakukan PCA data-data tersebut dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian. Dengan demikian hasil PCA tidak direalisasikan dari nilai-nilai 38 parameter inisial, tapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linier nilai parameter (Legendre dan Legendre 1983, diacu dalam Bengen 2000). Pemusatan diperoleh dari selisih antara nilai parameter pengamatan dengan nilai rata -rata parameter : C = Xij - X i Dimana : C = nilai pusat Xij = nilai parameter ke-i untuk pengamatan ke-j (nilai parameter lingkungan) X i = nilai rata-rata parameter ke -i (nilai rata -rata parameter lingkungan) Pereduksian adalah hasil bagi antara nilai parameter yang telah dipusatkan dengan nilai simpangan baku parameter tersebut : R= Dimana : R C Sd C sd = nilai reduksi = nilai parameter lingkungan yang tela h dipusatkan = nilai simpangan baku parameter lingkungan Untuk menentukan hubungan antara dua parameter digunakan pendekatan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik (Ludwig dan Reynolds 1988, diacu dalam Bengen 2000) : Bsxn = A sxn . A ’ nxs Dimana : Bsxn Asxn A’ nxs = matriks korelasi, rij = matriks indeks sintetik, Aij = matriks transpose A sxn Korelasi linier antara dua parameter yang dihitung dari indeks sintetiknya adalah peragam dari kedua parameter tersebut yang telah dinormalisasikan. Diantara semua indeks sintetik yang mungkin, didalam PCA dicari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam stasiun maksimumnya. 39 Indeks ini disebut komponen indeks utama pertama yang merupakan sumbu utama 1 (F1). Suatu proporsi tertentu dari ragam total stas iun dijelaskan oleh komponen utama pertama (F1). Selanjutnya dicari komponen utama kedua (F2) yang memiliki kolerasi nihil dengan komponen utama ini. Komponen utama kedua memberika n informasi terbesar kedua sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus hingga diperoleh komponen utama ke -p, dimana bagian informasi yang dapat dijelaskan semakin kecil. Pada prinsipnya dalam Analisis Komponen Utama digunakan pengukuran jarak Euklidien (jumlah kuadrat perbedaan antara stasiun untuk parameter variabel yang berkoresponden pada data). Jarak Euklidien didasarkan pada rumus : p D2 ( i , i’ ) = ∑ (Xij – Xi’ j)2 j =1 Dimana : D2 = jarak Euklidien (jarak antara pusat data dengan titik data) i,i’ = 2 stasiun (pada baris) j = parameter fisika-kimia air (pada kolom, bervariasi dari i ke -p) Semakin kecil jarak Euklidien antar 2 stasiun, maka makin mirip karakteristik fisika-kimia air antar kedua stasiun tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin besar jarak Euklidien antar 2 stasiun, maka semakin berbeda karakteristik fisik-kimia air antar kedua stasiun tersebut. Kelimpahan Spons Kelimpahan spons adalah jumlah individu per satuan luas. Kelimpahan spons yang ada pada setiap stasiun pengamatan spons dihitung berdasarkan: X= ∑ xi/n Dimana : X = kelimpahan spons (ind/m2) xi = jumlah individu dalam kuadrat ke -i n = jumlah satuan contoh atau titik plot (m2 ) 40 Struktur Komunitas Spons Laut Lokasi pengambilan data spons mengikuti lokasi pengambilan data karang sehingga didapat gambaran kondisi habitat spons pada ekosistem terumbu karang. Pengolahan data spons meliputi kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi. Indeks keanekaragaman (H’) dan indeks keseragaman (E) sering digunakan untuk menduga kondisi lingkungan perairan. Dengan melihat kedua indeks tersebut dapat ditentukan suatu lingkungan stabil atau tidak stabil. Indeks dominansi (C) digunakan untuk menghitung adanya spesies tertentu yang mendominasi suatu komunitas pada perairan. Apabila nilai indeks dominansi tinggi, maka ada spesies tertentu yang mendominasi komunitas di perairan tersebut demikian pula sebaliknya. Jumlah spesies yang ada pada komunitas tersebut juga turut menentukan besarnya indeks dominansi. Pada perairan yang banyak hidup spesies akan memiliki nilai indeks dominansi yang rendah dibandingkan dengan jumlah spesies yang sedikit dengan catatan jumlah masing-masing spesiesnya adalah sama. Struktur komunitas spons terdiri atas indeks keanekaragaman atau keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C). Ketiga indeks ini biasanya digunakan dalam analisa populasi dan komunitas organisme. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: s H' = − ∑ pi log 2 pi ; pi = ni/N (Odum 1983).......................(1) i =1 Dimana: H' = s = pi = ni = N = indeks keanekaragaman jumlah genus spons proporsi jumlah individu pada genus spons jumlah individu jenis ke-i jumlah total individu seluruh jenis Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran ju mlah individu antar spesies dalam suatu komunitas spons. Rumus yang digunakan adalah: E= H` ...........................................................................(2) H max 41 Dimana: E = indeks keseragaman Eveness H max = indeks keseragaman maksimum = log 2 S S = jumlah taksa/spesies/jenis Dominansi suatu spesies dirumuskan dengan: s C =∑ pi2 = i =1 ∑ (ni /N)2....................................................(3) Dimana: C = indeks dominansi Semakin besar jumlah spesies serta semakin kaya dan seimbang distribusi diantara spesiesnya akan meningkatkan keanekaragaman spesies yang diukur dengan indeks tersebut di atas. Sebaliknya bila nilainya kecil, maka komunitas tersebut didomin asi oleh satu atau sedikit spesies. Legendre dan Legendre (1983) menetapkan bahwa jika H’ = 0 maka komunitas akan terdiri dari satu spesies/jenis tunggal. Nilai H’ akan mendekati maksimum jika semua spesies terdistribusi secara merata dalam komunitas. Kisaran nilai indeks Shannon dapat diklasifikasi sebagai berikut (Masson 1981) (Tabel 4). Untuk nilai keseragaman dan dominansi, nilainya berkisar antara 0 hingga 1. Semakin kecil nilai E, nilai C akan mendekati 1, artinya semakin kecil keseragaman suatu populasi dan ada kecendrungan bahwa suatu jenis mendominasi populasi tersebut. Tabe l 4 Tingkat Keanekaragaman jenis berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) (sumber: Odum 1983) Nilai keanekaragaman jenis (H’) < 1. 0 1,0 – 3.0 > 3. 0 Tingkat keanekaragaman jenis Rendah, tekanan ekologi sangat kuat Sedang, tekanan ekologi sedang Tinggi, tekanan ekologi rendah 42 Analisis Faktorial Koresponden (CA) Untuk melihat hubungan antara kualitas perairan terhadap kelimpahan dan senyawa bioaktif antibakteri spons Demospongiae digunakan Analisis Faktorial Koresponden. Analisis Faktorial Koresponden (Corresponden Analysis, CA) adalah suatu metode statistik yang bertujuan mencari hubungan yang erat antara modalitas dari dua karakter atau variabel pada variabel matriks data kontingensi dan mencari hubungan yang erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antara individu berdasarkan konfigurasi jawabannya pada tabel atau matriks data (Bengen 2000). Tabel kontingensi mempertemukan n baris dan p kolom, baris ke-i dan kolom ke-j berisi n (ij) dengan karakter i dan kerakter j dalam matriks tersebut, i dan j mempunyai peranan yang simetrik. Membandingkan unsur-unsur i (untuk tiap j) sama dengan membandingkan hukum probabilitas bersyarat yang diestimasi dari nij/ni (untuk masing-masing nij /nj), dimana ni = Σ nij ( Σ subjek I yang memiliki semua karakter j) dan ni = Σ nij (jumlah jawaban karakter j). Untuk membandingkan dua subjek, maka perlu diberikan suatu pengukuran yang dapat mengkarakteristikan kemiripan atau ketidakmiripan. Dalam hal ini Analisis Faktorial Koresponden menggunakan jarak khi-kuadrat. Jarak khi-kuadrat diformulasikan dengan rumus : ∑ [(X p d2 (i,i’) = j =1 ij / X i − X i' j / X i' ) 2 ] Dimana : Xi = Σ baris i untuk semua kolom Xij= Σ kolom j untuk semua baris Pada matriks data, terdiri dari i-baris (genera spons Demospongiae dan bioaktif spons Demospongiae) dan j-kolom (stasiun pengamatan), dimana pada baris ke-i dan kolom ke-j ditemukan kelimpahan spons Demospongiae atau kelimpahan spons bioaktif.