BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sampel Makanan yang Dikaji 1. Tahu Tahu merupakan makanan tradisional bagi masyarakat Indonesia sebagai makanan sumber protein yang bermutu tinggi karena banyak terdapat asam amino esensial (Harmayani et al., 2009). Menurut Standar Nasional Indonesia 01-3142-1998, tahu merupakan produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan protein baik menggunakan penambahan bahan pengendap organik maupun anorganik yang diizinkan (Rahayu et al., 2012). Tahu termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan. Tahu tanpa menggunakan bahan pengawet hanya dapat bertahan selama kurang lebih tiga hari. Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk tumbuhnya mikroba sehingga tahu menjadi cepat mengalami kerusakan (Sarwono dan Saragih, 2003). Menurut SNI batas cemaran mikroba dalam tahu untuk E. coli 10 APM1/g, dan Salmonella sp. negatif/25g (BNSI, 1998). Penyimpanan dengan pendinginan akan menekan jumlah bakteri awal, jumlah bakteri awal yang rendah maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level pembusukan akan semakin lama. Tahu yang tidak disimpan dingin, dengan total bakteri awal 10 6 CFU/g dalam waktu kurang dari tiga hari total bakteri akan mencapai 10 7 CFU/g, sedangkan untuk tahu yang disimpan dalam kondisi dingin, terjadi kenaikan 2 log cycle pada hari ke -7 dari bakteri awal (Rahayu et al., 2012). Bahan pangan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi oleh panca indera. Perubahan 3 Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016 yang dapat terlihat dari luar apabila telah mengalami kerusakan, yaitu mengeluarkan bau asam sampai busuk, permukaan tahu berlendir, tekstur menjadi lunak, kekompakan berkurang, warna dan penampakan tidak cerah, kadang-kadang berjamur pada permukaan (Mailia, 2014). Sedangkan ciri-ciri tahu yang mengandung formalin adalah tahu tidak rusak sampai tiga hari pada suhu ruang dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu dingin, tahu keras namun tidak padat, dan baunya agak menyengat khas formalin (Mujadjanto, 2005). 2. Daging ayam Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lainnya yang berguna bagi tubuh. Daging ayam memiliki rasa yang lezat dan harganya juga relatif murah, sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat (Buckle et al., 2009). Daging ayam sangat mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta terdapat banyak vitamin dan mineral (Handono, 2011). Kerusakan yang terjadi pada daging ditandai dengan adanya perubahan bau dan timbulnya lendir. Menurut SNI batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan (daging ayam) sesuai SNI diantaranya adalah angka lempeng total (ALT) 1 x 10 4CFU/g, E. coli 1 x 101CFU/g, dan Salmonella sp. negatif/25g (Dewan Standarisasi Nasional, 2000). Untuk menekan pertumbuhan bakteri, daging ayam umumnya disimpan dengan cara pendinginan, pembekuan, proses termal (pemanasan), dehidrasi (pengeringan), atau dengan pengawetan menggunakan bahan-bahan pengawet seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia (Usmiati, 2010). 4 Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016 B. Pengawet Makanan Bahan pengawet yang ada dalam makanan umumnya digunakan untuk membuat makanan menjadi tampak lebih menarik, berkualitas, tahan lama, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Penggunaan bahan pengawet dapat menjadikan makanan bebas dari mikroba yang menyebabkan terjadinya kebusukan pada makanan. Penggunaan bahan pengawet bila tidak diawasi dan diatur, maka kemungkinan besar akan menimbulkan suatu permasalahan terutama pada konsumen. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa pengolahan pangan harus dilakukan secara higienis dan tanpa penggunaan bahan pengawet (Buckle et al., 1985). Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin. Boraks adalah senyawa kimia dengan nama Natrium tetraborat (NaB4O7.10 H2O). Boraks berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan. Boraks biasanya digunakan dalam pembuatan antiseptik dan detergen. Mengkonsumsi boraks tidak menimbulkan akibat secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif (Tubagus et al., 2013). Sering mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Nasution, 2009). Formalin merupakan jenis bahan tambahan berbahaya yang masih sering digunakan secara bebas oleh para pedagang atau pengolah pangan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena formalin jauh lebih murah dibanding pengawet lainnya, mudah digunakan karena dalam bentuk larutan dan rendahnya pengetahuan pedagang tentang bahaya formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Tujuan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin pada pangan biasanya dilakukan untuk 5 Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016 memperbaiki warna dan tekstur pangan serta menghambat aktivitas mikroorganisme sehingga produk pangan dapat disimpan lebih lama (Yuliarti, 2007). C. Serai Serai termasuk salah satu jenis tanaman yang cukup banyak terdapat di Indonesia. Tanaman ini mudah tumbuh diberbagai tanah yang memiliki kesuburan cukup dan tidak memerlukan berbagai perawatan yang khusus. Serai dapat dibudidayakan di pekarangan, tegalan, dan sela-sela tumbuhan lain. Biasanya serai ditanam sebagai tanaman bumbu masak atau tanaman obat (Hendrata dan Suwardih, 2015). 1. 2. Klasifikasi serai (Cronquist, 1981) : Divisi : Magnoliophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Bangsa : Cyperales Suku : Poaceae (Graminae) Marga : Cymbopogon Jenis : Cymbopogon nardus (L.) Rendle Nama daerah serai Di Indonesia ada beberapa sebutan untuk tanaman ini yaitu Sereh (Sunda), Sere (Jawa Tengah, Madura, Gayo dan Melayu), Sere mongthi (Aceh), Sangge-sangge (Batak), Serai (Betawi, Minangkabau), Sarae (Lampung), Sare (Makasar, Bugis), Serai (Ambon), dan Lauwariso (Seram) (Ketaren, 1985). Serai wangi (Malaysia), citronella grass (Inggris), dan sereh (Indonesia) (Quattrocchi, 2006). 3. Morfologi tanaman serai Tanaman serai merupakan tumbuhan herba menahun dan merupakan jenis rumput-rumputan dengan tinggi antara 50-100 cm. Asal usul tanaman serai berasal dari daerah Ceylon. Waktu berbunga Januari sampai dengan Desember. Perawakan, rumput-rumputan tegak, menahun 6 Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016 perakarannya sangat dalam dan kuat. Batang, tegak atau condong membentuk rumpun, pendek, masif, bulat (silindris), gundul sering kali di bawah buku-bukunya berlilin, penampang lintang batang berwarna merah. Daun, tunggal, lengkap, pelepah daun silindris, gundul, seringkali bagian permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula). Helaian, lebih 45 dari separuh menggantung, remasan berbau aromatik. Bunga, susunan malai atau berbulir majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata, biasanya berwarna sama, umumnya putih (Wibisono, 2011). 4. Khasiat serai Serai merupakan salah satu tanaman obat. Sebagai tanaman obat, khasiat serai sudah banyak diketahui oleh masyarakat. Penggunaan serai saat ini masih terbatas, yaitu lebih sering untuk bahan masakan, mengharumkan makanan, dan sebagai penyedap rasa. Menurut Kurniawati (2010), serai berkhasiat sebagai peluruh keringat, pengencer dahak, obat kumur, dan penghangat badan karena kendungan sitronelal, geraniol, dan sitronelol di dalamnya yang bersifat antiseptik. Dalam penelitian Pattnaik et al., (1996) menyebutkan minyak atsiri serai berfungsi sebagai antibakteri. 5. Kandungan serai Serai sendiri memiliki banyak kandungan kimia yang bermanfaat antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri. Kandungan dari serai yang utama adalah minyak atsiri dengan komponen sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol, kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Minyak serai mengandung 3 komponen utama yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol (Wardani, 2009). Daun serai dapur mengandung 0,4% minyak atsiri dengan komponen yang terdiri dari sitrati, sitronelol (66-85%), (a-pinen, kamfen, sabinen, mirsen, β-felandren, p-simen, limonen, cis-osimen, terpinon, sitronelal, borneol, terpineol, a-terpineol, geraniol, farnesol, metil 7 Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016 heptenon, bornilasetat, geranilformat, terpinil asetat, sitronelil asetat, geranil asetat, β-elemen, β-kariofilen, β-bergamoten, trans- metilisoeugenol, β-kadinen, elemol, kariofilen oksida. Pada penelitian lain pada daun ditemukan minyak atsiri 1% dengan komponen utama (+) sitronelol, geranial (lebih kurang 35% dan 20%), disamping itu terdapat pula geranil butirat, sitral, limonen, eugenol, dan metileugenol. Sitronelol hasil isolasi dari minyak atsiri serai yang terdiri sepasang enasiomer (R)sitronelal dan (S) sitronelal (Wibisono, 2011). D. Infusa Infusa adalah sediaan cair hasil penyarian simplisia nabati menggunakan air pada suhu 90˚C selama 15 menit (FI 3, 1979). Infusa dibuat dengan cara mencampur simplisia dengan derajat kehalusan yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu 90˚C sambil sesekali diaduk. Campuran disaring selagi panas melalui kain kasa, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Depkes RI, 1995). 8 Skrining Fitokimia Dan…, Dea Yulinestria Pradani, Fakultas Farmasi UMP, 2016