Marka Molekuler - IPB Repository

advertisement
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
APLIKASI MARKA MOLEKULER MIKROSATELIT BAGI
PERLINDUNGAN DAN MANAJEMEN KEANEKARAGAMAN HAYATI
DI INDONESIA
BIDANG KEGIATAN:
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
DEDEN DERAJAT MATRA
A24052075
2005
NURMANSYAH
A24060191
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1.
Judul Kegiatan
: Aplikasi Marka Molekuler Mikrosatelit
Bagi Perlindungan dan Manajemen Keanekaragaman Hayati di Indonesia
2.
Bidang Kegiatan
3.
Ketua Pelaksana Kegiatan
: PKM Gagasan Tertulis
a. Nama Lengkap
: Deden Derajat Matra
b. NIM
: A24052075
c. Jurusan
: Agronomi dan Hortikultura
d. Institut
: Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
: Babakan Lio No.54 RT.01/10 Bogor
081322022087
f. Alamat email
: [email protected]
4.
Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 1 orang
5.
Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Dr. Ir. Sobir, M.Si
b. NIP
: 131 841 754
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP
: Sirnagalih II, Loji, Gunung Batu,
Bogor / 08128087381
Menyetujui
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Bogor, 1 April 2009
Ketua Pelaksana Kegiatan
(Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc)
NIP. 131 404 220
(Deden Derajat Matra)
NIM. A24052075
Wakil Rektor Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan
Dosen Pendamping
(Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS)
NIP. 131 473 999
(Dr. Ir. Sobir, MSi)
NIP. 131 841 754
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memeberikan rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan PKM
Gagasan Tertulis ini.
PKM Gagasan Tertulis yang
berjudul ”Aplikasi Marka Molekuler
Mikrosatelit Bagi Perlindungan dan Manajemen Keanekaragaman Hayati di
Indonesia” ini disusun untuk mengasah kemampuan penulis dalam memberikan
kontribusi penyelesaian masalah yang berkembang di masyarakat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing kami yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan PKM Gagasan Tertulis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian PKM Gagasan Tertulis ini. Penulis menyadari
tulisan ini belum sempurna sehingga penulis mengharapkan saran ataupun kritik
yang membangun untuk penyempurnaan tulisan ini.
Bogor, April 2009
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv
RINGKASAN ..................................................................................................................v
PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
Perumusan Masalah ..................................................................................................... 2
Tujuan ........................................................................................................................ 2
TELAAH PUSTAKA ...................................................................................................... 3
Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik ....................................................... 3
Marka Molekuler ......................................................................................................... 4
Mikrosatelit ................................................................................................................. 6
METODE PENULISAN .................................................................................................. 9
ANALISIS DAN SINTESIS .......................................................................................... 10
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 15
iv
v
RINGKASAN
Indonesia merupakan negara yang berada di daerah kawasan tropis
dengan beragamnya kehidupan hayati khususnya tumbuhan. Tumbuhan tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi manusia untuk kebutuhan pangan
menjadikan keragaman hayati ini sangat penting untuk dikelola. Karena
eksploitasi yang berlebihan dapat mengancam tanaman tersebut dari suatu tatanan
keseimbangan hayati di pusat keragamannya. Untuk itu diperlukan usaha-usaha
dalam penanganan keanekaraman tersebut dengan berbagai pendekatan dibidang
bioteknologi untuk mempercepat dalam pengelolaannya dan mengefisienkan
waktu yang diperlukan. Salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan adalah
penggunaan marka molekuler yang banyak dikenal sebagai mikrosatelit marka ini
merupakan marka molekuler potensial untuk menganalisis keragaman hayati
dalam penanganan sumber daya genetik tanaman intraspesies karena mempunyai
tingkat kepercayaan yang tinggi dan tingkat polimorfik yang tinggi dibandingkan
dengan marka molekuler lainnya.
Marka molekuler merupakan metode penunjuk keberadaan rangkaian
nukleotida atau lebih umum dikenal pasangan basa (DNA) yang tidak dikenal
sebagai suatu fungsional genetik. Setiap jenis marka mempunyai keuntungan dan
kerugian dalam penggunaannya dan prosedur yang akan digunakan untuk
beberapa tujuan. Marka yang banyak digunakan untuk studi genetika adalah
Mikrosatelit atau juga dikenal Short Tandem Repeats (STRs) atau Variable
Number of Tandem Repeats (VNTR) merupakan untaian basa nukleotida 1-6
pasang basa yang berulang dan tersebar di dalam genom, baik genom inti (SSRs)
maupun genom organel. Pada tanaman studi terhadap alfafa (Falahati-Anbaran et
al., 2007) menunjukan keragaman genetik tanaman tersebut di daerah Timur
Tengah berdasarkan letak lintang subtropis dan iklim dingin. Studi lain pada
gandum yang tersebar di seluruh dunia menunjukan keragaman genetik yang
tinggi (Prasad et al., 2000) dari 48 genotipe gandum terhadap 55 genotipe gandum
yang diuji menggunakan 12 pasang primer polimorfik. Faktor yang banyak
mempengaruhi dalam pemilihan jenis marka antara lain kualitas dan kuantitas
genom DNA, konsentrasi dan tidak adanya mispriming pada pasangan primer
yang digunakan, konsentrasi pereaksi, jenis tanaman yang digunakan karena
beberapa marka tergantung pada lokasi ekstraksi DNA tersebut dan pembuatan
marka itu sendiri yang membutuhkan biaya, waktu dan tenaga kerja yang
komplikasi.
Informasi dalam penulisan PKM ini banyak diperoleh dari berbagai
artikel internasional dibeberapa komunitas jurnal international seperti PubMed
Central, Oxford Journal, ScienceDirect, Wiley-Blackwell, dan lainnya. Semua
artikel tersebut dapat diakses melalui jaringan dalam kampus Darmaga Institut
Pertanian Bogor, kampus Universitas Ibaraki, Jepang dan Universitas Tokyo,
Jepang.
Penanganan sumber daya genetik tanaman yang mempunyai nilai-nilai
genetik terbaik berpotensi dalam pengembangan pengetahuan kedepan dan
pemanfaatannya bagi kehidupan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan baik secara konvesional maupun pendekatan bioteknologi.
v
vi
Penggunaan mikrosatelit dalam mengetahui keragaman genetik intraspesies
tanaman telah dilaporkan pada beberapa tanaman bernilai agronomi seperti padi
(Panaud et al., 1995), barley (Becker dan Heun, 1995), gandum (Prasad et al.,
2000), Alfafa (Falahati-Anbaran et al., 2007), dan vanili (Bory et al., 2008) yang
menunjukan tingkat keragaman tinggi dalam satu spesies. Proses penanganan
keragaman genetik intraspesies menggunakan marka mikrosatelit dalam
keanekaragaman hayati di Indonesia pada tanaman-tanaman bernilai ekonomi
tinggi menjadi sangat potensial untuk dikembangkan. Potensi itu sangat terbuka
dengan telah dilaporkannya isolasi beberapa marka mikrosatelit pada tanaman
agronomi potensial tinggi.
Penggunaan marka mikrosatelit sangat potensial dalam penanganan
keragaman genetik tanaman intraspesies karena memiliki tingkat polimorfik dan
kepercayaan yang tinggi sehingga penggunaannya perlu terus dikembangkan pada
berbagai jenis tanaman agronomi potensial.
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keanekaragaman hayati khususnya dalam dunia tumbuhan terutama di
kawasan tropis menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dimasa
yang akan datang. Keanekaragaman hayati di daerah tropis banyak dipengaruhi
oleh keadaan alam tropis yang cocok untuk kelangsungan tumbuhan. Hal ini
dikarenakan pancaran cahaya matahari sepanjang tahun yang membantu
tumbuhan dalam proses fotosintesis dan metabolisme agar dapat melangsungkan
dan mempertahankan siklus hidupnya. Keanekaragaman hayati baik secara
langsung maupun tidak langsung menjaga keseimbangan ekosistem dan
kelangsungan hidup manusia sampai saat ini. Akan tetapi, bertambahnya populasi
manusia mengakibatkan menurunnya bahkan musnahnya berbagai spesies
tumbuhan yang merupakan sumber keanekaragaman hayati.
Indonesia merupakan negara yang berada di daerah kawasan tropis yang
memungkinkan beragamnya kehidupan hayati khususnya tumbuhan. Keragaman
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia dan
menjadikan keragaman hayati ini sangat penting untuk dikelola. Akan tetapi,
tingginya eksploitasi mengakibatkan semakin berkurangnya keragaman tersebut.
Disisi lain, banyaknya konversi hutan menjadi kawasan industri atau pemukiman
membuat terdesaknya populasi mereka bahkan musnah. Keanekaragaman hayati
yang dimiliki suatu bangsa tidak hanya dimanfaatkan untuk kelangsungan
kehidupan bangsanya sendiri. Akan tetapi, merupakan kekayaan yang ada di
dalam bangsa tersebut menjadi penting selain faktor-faktor sosial seperti suku
bangsa, bahasa, dan keragaman fisik lainnya.
Penggunan bioteknologi tidak dapat dipungkiri lagi fungsinya sebagai
pendekatan yang lebih efisien dan efektif dalam penanganan berbagai
permasalahan
keanekaragaman
dimanfaatkan dengan bijaksana.
hayati
sehingga
penggunaannya
harus
2
Perumusan Masalah
Berbagai permasalahan dalam penanganan keanekaragaman hayati yang
dapat menimbulkan berbagai masalah terutama tidak tersedianya sumber daya
genetik untuk berbagai keperluan. Penyelesaian terhadap permasalahan yang
timbul
dapat
dicarikan
alternatif-alternatif
melalui
berbagai
pendekatan
diantaranya pendekatan ke arah bioteknologi. Salah satu produk bioteknologi
yang banyak digunakan penanganan keanekaragaman hayati adalah penggunaan
marka molekuler. Marka molekuler yang banyak dipakai saat ini mrmpunyai
tingkat keakuratan tinggi adalah mikrosatelit. Marka mikrosatelit merupakan salah
satu alternatif penanganan keragaman hayati dalam penanganan sumber daya
genetik tanaman intraspesies sehingga dapat dicapai dengan tingkat keakuratan
tinggi dan waktu yang diperlukan relatif lebih singkat.
Tujuan
Penggunaan marka mikrosatelit sebagai marka molekuler potensial untuk
menganalisis keragaman hayati dalam penanganan sumber daya genetik tanaman
intraspesies karena mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi dibandingkan
dengan marka molekuler lainnya. Penggunaan mikrosatelit sebagai marka
molekuler potensial dalam keanekaragaman hayati menjadikan bahan acuan
percepatan dalam penanganan sumber daya genetik tanaman intraspesies dalam
keanekaragaman hayati baik untuk melindungi kekayaan hayati bangsa dan
perbaikan kualitas dan kuantitas tanaman-tanaman berpotensi bagi arah pemuliaan
tanaman
dan
perbaikan
kesejahteraan
rakyat
Indonesia.
Penanganan
keanekaragaman hayati di Indonesia untuk perlindungan dan manajemen
keragaman genetik tanaman dengan penggunaan aplikasi teknologi berbasis
marka molekuler.
2
TELAAH PUSTAKA
Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas merupakan aset hayati yang
meliputi ekosistem baik faktor abiotik maupun biotik yang dimiliki bangsa dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dimasa yang akan datang. Semakin
bertambahnya penduduk dan ekspansi tempat tinggal ke daerah-daerah hutan yang
merupakan pusat keragaman hayati terbesar menjadikan komponen-komponen
hayati dilingkungan tersebut menjadi berkurang bahkan musnah. Oleh karena itu,
dunia international melalui badan CGIAR (Consultative Group on International
Agricultural Research) pada tahun 1974 melihat keprihatinan dalam kemerosotan
sumber daya hayati khususnya dibidang pertanian sehingga terbentuklah dewan
international untuk sumber daya genetic tanaman (International Board on Plant
Genetic Resources — IBPGR) dan disusul oleh FAO pada tahun 1983 dengan
resolusi The International Undertaking on Plant Genetic Resources for Food and
Agriculture—IUPGRFA. Tahun 1992 melalui prakarsa UNEP menghasilkan
kesepahaman dalam pengelolaan sumber-sumber keanekaragaman hayati dan
perlindungannya yang tertuang dalam Convention on Biological Diversity (CBD)
Dengan semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil dunia dan
gencarnya mencari alternatif pengganti yang berasal dari bahan bakar nabati
memunculkan masalah baru. Pembukaan kawasan-kawasan hutan hujan tropis
untuk industri penanaman tanaman penghasil bahan bakar nabati tanpa
memperhitungkan dampak lingkungan terutama keadaan ekosistem hutan hujan
tropis dengan keragamanan hayati tertinggi. Hal ini membuat kekhawatiran
berbagai pihak yang akan mengancam sumber kekayaan hayati dunia di Indonesia
Dalam penanganan sumber daya genetik tumbuhan khususnya tanaman
berpotensi diperlukan usaha yang keras karena tidak hanya ancaman dari
kerusakan lingkungan akibat merebaknya konversi hutan menjadi ladang-ladang
industri. Akan tetapi kebutuhan pangan manusia yang semakin besar dan beragam
membutuhkan penangangan sumber daya genetik untuk kepentingan perbaikan
4
kualitas genetik tanaman. Penanganan sumber daya genetik pada tanaman
membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang tidak sedikit sehingga diperlukan
metode atau pendekatan-pendekatan secara bioteknologi agar dapat terjadi
percepatan perbaikan dalam kualitas dan kuantitas genetik tanaman. Salah satu
pendekatan yang mempunyai keakuratan dan tingkat kepercayaan tinggi adalah
penggunaan marka molekuler.
Marka Molekuler
Marka molekuler merupakan metode penunjuk keberadaan rangkaian
nukleotida atau lebih umum dikenal pasangan basa (DNA) yang tidak dikenal
sebagai suatu fungsional genetik. Marka dapat juga memberikan informasi suatu
rangkaian sekuen tertentu dalam menyandikan suatu sifat atau memberikan
informasi tentang keberadaan posisi suatu sekuen konservasi di dalam genom.
Pada awalnya, marka molekuler lebih banyak dikenal sebagai penanda protein
atau enzim sebelum populer ke arah pendekatan molekul DNA. Akan tetapi,
fungsi protein atau enzim yang diproduksi oleh setiap makhluk hidup berbeda
pada tingkat jaringan yang memproduksinya khususnya pada tanaman. Fungsi
dari marka ini tergantung pada lingkungan tumbuhan baik dalam kondisi optimum
atau sub-optimum lingkungan. Marka protein pertama dikembangkan adalah
isoenzim yang banyak dipergunakan pada awal tahun 1960. Isoenzim merupakan
enzim yang menkonversi substrat yang sama tetapi tidak dikode oleh gen yang
sama (Weising, 2005). Marka ini merupakan marka berdasarkan komposisi
pasangan basa penyusun gen penyandi substrat baik enzim maupun protein. Sifat
marka ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan terhadap jaringan yang
mempunyai peran dalam ekspresi gen tersebut. Kemudian marka ini tidak banyak
dipergunakan sejak ditemukannya marka yang tidak terpengaruh oleh lingkungan
karena langsung terkait dengan suatu sekuen atau rangkaian nukleotida dalam
genom. Perubahan suatu sekuen dalam genom tanaman disebabkan oleh segregasi
pada saat pindah silang atau mutasi alam dengan laju 10-6.
Gupta et al. (2002) mengklasifikasikan marka molekuler kedalam
beberapa generasi, diantaranya generasi pertama berdasarkan fragmen restriksi
4
5
(Restriction Fragment Length Polymorphisms-RFLP) yang telah dilaporkan pada
genom manusia pada awal 1980 (Botstein et al., 1980) menjadikan marka
molekuler berbasis fragmen DNA menjadi sangat populer. Disusul dengan marka
generasi kedua pada tahun 1990 yang meliputi mikrosatelit (Simple Sequence
Repeats-SSRs) dan AFLPs (Amplified Fragment Length Polymorphisms)
berbasiskan fingerprinting. Marka generasi ketiga pun muncul dengan pada
tingkat yang lebih spesifik pada penyandi terkait ekspresi (Expressed Sequence
Tags-ESTs) dan SNPs (Single Nucleotide Polymorphisms) diakhir 1990.
Berdasarkan
prinsip
dan
metodenya
marka
molekuler
dapat
dikelompokan kedalam empat grup (Gupta et al, 2002). Pertama, marka
berdasarkan hibridisasi probe; RFLFs merupakan marka yang mempunyai tingkat
polimorfis yang disebabkan subtitusi, penyisipan, penghilangan, atau translokasi
dalam genom (Gupta et al., 2002). Marka ini memisahkan fragmen DNA
berdasarkan sistem pemotongan enzim restriksi seperti EcoRI dan HindIII yang
dilanjutkan proses hibridisasi probe pada teknik Southern blotting. Marka ini
bersifat kodominan tetapi mempunyai keterbatasan dalam perakitan yang hanya
dikonstruksi dari klon cDNA yang telah diketahui, kuantitas dan kualitas DNA
yang dibutuhkan sangat tinggi serta dibutuhkan laboratorium khusus menangani
radioaktif. Kedua, marka berdasarkan polymerase chain reaction (PCR) yang
dikelompokan dalam satu primer pengamplifikasi; RAPD merupakan marka yang
mengamplifikasi genom dengan satu primer spesifik secara acak (Williams et al.,
1990) dan pasangan primer spesifik; STSs (Sequence-Tagged Sites); sekuen unik
yang pendek yang meidentifikasi satu atau lebih loci dan dapat teramplifikasi
dengan PCR, SCARs (Sequence Characterized Amplified Regions); seperti STS
primer yang mengidentifikasi RFLP loci, ESTs (Expressed Sequence Tags), AFLP
merupakan DNA fingerprinting yang berbasis pada amplifikasi PCR pada suatu
set fragmen restriksi yang telah diligasikan suatu sekuen diketahui yang akan
teramplifikasi biasanya menggunakan MseI atau EcoRI. AFLP ini mempunyai
sifat kodominan sehingga dapat digunakan dalam studi tingkat polimorfis dan
lebih efesien dibandingkan dengan teknik lainnya (Powell et al., 1996) dan SSRs
yang merupakan DNA fingerprinting yang mempunyai tingkat kepercayaan lebih
5
6
tinggi dibandingkan dengan penanda DNA berbasis fingerprinting. Ketiga, marka
berdasarkan PCR diteruskan hibridisasi; MP-PCR merupakan penggabungan
beberapa teknik dalam proses PCR dengan menggunakan primer spesifik dan
diteruskan dengan proses hibridisasi dengan probe radioaktif, dan terakhir marka
berdasarkan hasil sequen; SNPs yang merupakan marka yang lebih spesifik pada
perbedaan satu pasang basa nukleotida. Marka ini memerlukan sekuen lengkap
tanaman dari suatu sekuen spesifik tertentu yang mempunyai suatu fungsi
tertentu.
Setiap jenis marka mempunyai keuntungan dan kerugian dalam
penggunaannya dan prosedur yang akan digunakan untuk beberapa tujuan. Faktor
yang banyak mempengaruhi dalam pemilihan jenis marka antara lain kualitas dan
kuantitas genom DNA, konsentrasi dan tidak adanya mispriming pada pasangan
primer yang digunakan, konsentrasi pereaksi, jenis tanaman yang digunakan
karena beberapa marka tergantung pada lokasi ekstraksi DNA tersebut dan
pembuatan marka itu sendiri yang membutuhkan biaya, waktu dan tenaga kerja
yang komplikasi.
Mikrosatelit
Salah satu marka generasi kedua yang berkembang pada awal tahun 1990
(Tautz, 1990) karena mempunyai potensi yang besar dalam menganalisis berbagai
keragaman populasi atau individu yaitu mikrosatelit. Mikrosatelit atau juga
dikenal Short Tandem Repeats (STRs) atau Variable Number of Tandem Repeats
(VNTR) merupakan untaian basa nukleotida 1-6 pasang basa yang berulang dan
tersebar di dalam genom, baik genom inti (SSRs) maupun genom organel. Tipe
pengulangan basa dari mono-, di-, tri-, tetra-, dan penta-nukleotida. Mikrosatelit
genom organel terdiri mikrosatelit kloroplas (cpSSRs) dan mikrosatelit
mitokondrion (mtSSRs) dengan tipe mononukleotida. Mikrosatelit yang berasal
dari genom organel ini banyak digunakan untuk studi pewarisan karena sifat dari
genom organel ini hanya diturunkan secara uniparental. Mikrosatelit telah banyak
dipergunakan untuk berbagai tanaman dan ada sekitar 8000 konten penulisan
jurnal tentang mikrosatelit (Zane et al., 2002). Mikrosatelit mempunyai
6
7
keunggulan dalam berbagai studi genetika seperti keterwarisan hukum Mendel,
tingkatan polimorfik tinggi, bersifat kodominan, keakuratan yang tinggi dan
berlimpah di genom. Marka ini banyak digunakan untuk studi genetik populasi,
ekologi, pemuliaan tanaman dan aliran gen (gene flow).
Isolasi marka mikrosatelit yang dilakukan hingga saat ini secara garis
besar dikelompokan kedalam tiga bagian: pencarian database nukleotida di
GeneBank (Sanwen et al., 2000), enrichment libary (Edward et al., 1996), dan
dual-suppression (Lian et al., 2001). Pencarian sekuen mikrosatelit pada database
nukleotida hanya pada tanaman yang telah lengkap sekuen genomnya, akan tetapi
tidak tersedia pada semua jenis tanaman. Oleh karena itu banyak dikembangkan
metode dengan mengisolasi fragmen-fragmen mikrosatelit dengan membuat
pustaka genomnya. Metode enrichment library merupakan metode yang paling
banyak digunakan dan telah dimodifikasi untuk meningkatkan persentase fragmen
mikrosatelit. Selain itu, perakitan marka mikrosatelit membutuhkan total
pendanaan yang tidak sedikit dapat berkisar antara US$.1000-4000 dan tergantung
metode yang digunakan dalam isolasi mikrosatelit tersebut (Zane et al, 2002).
Isolasi dengan menggunakan metode enrichment library dapat menggunakan
non-probe radioaktif dengan biaya relatif lebih murah (Estoup et al, 1993) atau
probe radioaktif dengan biaya yang lebih mahal (Edward et al., 1996).
Penggunaan mikrosatelit dalam studi-studi genetik telah banyak
dilakukan untuk studi genetik populasi, ekologi, pemuliaan tanaman, aliran gen
(gene flow), dan keragaman genetik intraspesies maupun interspesies. Pada
penggunaan untuk studi ekologi dan aliran gen contohnya pada studi model
penyebaran jenis ikan menggunakan marka mikrosatelit. Penggunaan jenis model
ikan ini banyak digunakan untuk studi analisis gene flow karena mudah dilakukan
dan dianalisis. Alasan model ikan digunakan sebagai model untuk analisis dari
gene flow atau studi genetik populasi lainnya adalah ikan mempunyai mobilitas
yang tinggi sehingga dimungkinkan terjadinya migrasi populasi ikan secara cepat
dan lingkungan akuatik mereka yang mudah berubah. Hal ini memungkinkan
terjadinya isolasi dari populasi-populasi ikan yang bermigrasi. Seperti telah
7
8
dilaporkan Was dan Wenne (2003) pada jenis ikan seatrout dengan menggunakan
lima jenis pasangan primer polimorfik yang menyimpulkan bahwa asal populasi
ikan yang terpisah karena topografi yang terpisah dapat diketahui dengan
penghitungan jumlah alel yang muncul dalam populasi.
Pada tanaman studi terhadap alfafa (Falahati-Anbaran et al., 2007)
menunjukan keragaman genetik tanaman tersebut di daerah timur tengah
berdasarkan letak lintang subtropis dan iklim dingin. Studi lain pada gandum yang
tersebar di seluruh dunia menunjukan keragaman genetik yang tinggi (Prasad et
al., 2000) dari 48 genotipe gandum terhadap 55 genotipe gandum yang diuji
menggunakan 12 pasang primer polimorfik.
8
METODE PENULISAN
Informasi dalam penulisan PKM ini banyak diperoleh dari berbagai
artikel internasional dibeberapa komunitas jurnal international seperti PubMed
Central, Oxford Journal, ScienceDirect, Wiley-Blackwell, dan lainnya. Semua
artikel tersebut dapat diakses melalui jaringan dalam kampus Universitas Ibaraki,
Jepang dan Universitas Tokyo, Jepang. Artikel dalam negeri diperoleh dari
lembaga-lembaga pemerintah berupa undang-undang dan peraturan yang
berhubungan dengan PKM ini. Buku-buku yang mengenai dengan penelaahan
masalah dapat diperoleh di perpustakaan kampus Ami, Universitas Ibaraki dan
perpustakaan pusat Institut Pertanian Bogor. Data-data banyak didukung dari
penelitian pribadi di Universitas Ibaraki mengenai penelitian mikrosatelit manggis
untuk studi keragaman genetik di Indonesia.
ANALISIS DAN SINTESIS
Keragaman hayati menjadi sangat penting karena dapat menjaga
kelangsungan hidup manusia dimasa akan datang dengan terus bertambahnya
populasi manusia dan kerusakan pusat keragaman hayati ditatanan biosfer.
Kawasan hutan hujan tropis merupakan pusat keragaman hayati terbesar dunia
atau megabiodiversitas sehingga diperlukan upaya pelesatarian dan konservasi
pada plasma nutfah di kawasan tersebut. Keanekaragaman hayati menjadikan
suatu bangsa menjadi sumber informasi baru dalam menggali pengetahuan baru
dunia yang mengungkapkan fenomena-fenomena ilmiah di alam yang belum
terjawab. Dengan beragamnya kekayaan hayati dalam bentuk sumber daya
genetik
menjadikan
sumber-sumber
baru
dalam
penemuan-penemuan
pengetahuan baru dalam rangka peningkatan kualitas tanaman baik konsumsi
maupun non konsumsi.
Keanekaragaman hayati pun dapat menjadikan suatu prestise bagi suatu
bangsa jika sumber-sumber genetik tersebut bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat dunia. Penemuan pengetahuan-pengetahuan baru yang menjadi
kekayaan dunia tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia sekarang dan
masa akan datang. Indonesia yang merupakan bangsa besar yang terletak di
daerah katulistiwa dengan sumber kekayaan hayati terbesar baik di darat maupun
di laut menjadikan Indonesia sebagai tempat yang cocok dalam berkembangnya
suatu keanekaragaman hayati terbesar dunia atau megabiodiversitas di Indonesia.
Semua itu menjadikan sebagian kawasan Indonesia menjadi potensial sebagai
sumber daya genetik terbesar dengan keragaman fungsional genetik dari berbagai
kehidupan biota didalamnya. Sumber-sumber kekayaan hayati dalam pengelolaan
sumber daya genetik khususnya tanaman menjadi fokus utama dalam studi-studi
pengetahuan di Indonesia. Hal ini sebagai tuntutan dalam pemenuhan berbagai
kebutuhan manusia itu sendiri. Khususnya bagi Indonesia sendiri dengan terus
meningkatnya populasi penduduk Indonesia menjadikan suatu tantangan dalam
mengelola sumber-sumber keragaman tersebut agar dapat dimanfaatkan bagi
kehidupan rakyat Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik. Walaupun sebagai
11
negara megabiodiversitas lambat laun istilah tersebut dapat berubah menjadi
sebuah sejarah kelam dalam kehancuran keragaman hayati dunia. Jika dalam
pengelolaannya tidak arif dan bijaksana. Hal yang kecil yang mungkin tidak
banyak terpikirkan adalah hak-hak kekayaan hayati sebagai hak kekayaan
intelektual bangsa dapat diambil oleh bangsa lain. Oleh karena itu, untuk
mencegah kepunahan perlu diselenggarakan penanganan yang cepat dan tepat
sejak dini dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya kelestarian dan
penanganan sumber daya genetik tanaman tersebut dari masyarakat Indonesia
sendiri.
Penanganan sumber daya genetik tanaman yang mempunyai nilai-nilai
genetik terbaik berpotensi dalam pengembangan pengetahuan kedepan dan
pemanfaatannya bagi kehidupan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan baik secara konvesional maupun pendekatan bioteknologi. Pendekatan
konvensional biasanya membutuhkan biaya, tenaga dan waktu yang tidak sedikit.
akan tetapi, biasanya hasil yang dicapai hampir sama dengan pendekatan
bioteknologi. Berbagai pendekatan bioteknologi sudah banyak dilakukan dalam
penanganan sumber daya genetik ini diantaranya kriopreservasi yang dapat
menyimpan bagian atau seluruh bagian dari tanaman dengan menon-aktifkan
sementara aktifitas metabolisme tumbuhan dan dapat bertahan hingga ratusan
tahun bahkan ribuan tahun. Pendekatan lain dengan menggunakan marka
molekuler yang menjadi trend sejak ditemukannya berbagai metode pendekatan
berbasis DNA sebagai penyandi kehidupan (Botstein et al., 1980) .
Penggunaan marka molekuler ini banyak dipergunakan untuk analisis
studi populasi genetik dan aliran gen dalam populasi hewan (Angers et al., 1996;
Was dan Wenne, 2003; Civanova et al., 2006) dan tanaman (Falahati-anbaran et
al., 2007) pada penggunaan marka mikrosatelit. Mikrosatelit mempunyai tingkat
keakuratan tinggi pada tingkat keragaman genetik dalam intraspesies karena
pasangan basa ini mudah untuk bermutasi pada beberapa tingkat basanya dan
dapat dideteksi dengan mudah pada gel agar, gel poliakrilamid atau menggunakan
primer berlabel dengan elektroforesis. Penggunaan mikrosatelit dalam mengetahui
11
12
keragaman genetik intraspesies tanaman telah dilaporkan pada beberapa tanaman
bernilai agronomi seperti padi (Panaud et al., 1995), barley (Becker dan Heun,
1995), gandum (Prasad et al., 2000), alfafa (Falahati-Anbaran et al., 2007), dan
vanili (Bory et al., 2008) yang menunjukan tingkat keragaman tinggi dalam satu
spesies. Hal ini berguna dalam studi pemuliaan tanaman selanjutnya dalam
perakitan tanaman yang mempunyai nilai yang lebih baik dengan waktu yang
relatif lebih singkat. Penggunaan marka yang tertaut pada salah satu sifat
agronomi potensial dapat menjadikan proses pemuliaan lebih cepat pada teknik
persilangan alami, buatan dan induksi mutasi dibandingkan dengan seleksi
morfologi.
Proses pemuliaan dalam pemanfaatan keragaman tanaman potensial di
Indonesia
telah
banyak
dilaksanakan.
Akan
tetapi,
proses
pemuliaan
tanaman-tanaman tersebut masih dalam tahap pengembangan dengan pemulian
konvensional menggunakan seleksi morfologi sehingga membutuhkan waktu
yang relatif lebih lama dalam proses seleksi. Dengan adanya marka ini yang
bersifat spesifik dan tertaut dapat mempermudah proses seleksi pada sifat-sifat
agronomi potensial tertentu.
Proses
penanganan
keragaman
genetik
intraspesies
dalam
keanekaragaman hayati di Indonesia pada tanaman-tanaman bernilai ekonomi
tinggi menjadi sangat potensial untuk dikembangkan. Dengan menggunakan
marka ini dapat dibentuk suatu database keragaman genetik spesies-spesies yang
ada di Indonesia. Sehingga bahan genetik yang dimiliki untuk pemuliaan tanaman
menjadi besar dan tidak terbatas. Potensi itu sangat terbuka dengan telah
dilaporkannya isolasi beberapa marka mikrosatelit pada tanaman agronomi
potensial tinggi diantaranya: kelapa (Rivera et al., 1999), talas (Mace dan Godwin,
2002), kacang tanah (He et al., 2003), karet (Roy et al., 2004), kapas (Kumpatla et
al., 2004), melon (Ritschel et al., 2004), mangga (Duval et al.,2005), pinus
(Nurtjahjaningsih et al., 2005), labu (Watcharawongpaiboon dan Chunwongse,
2007) dan mentimun (Watcharawongpaiboon dan Chunwongse, 2008). Dengan
berkembangnya mikrosatelit pada beberapa tanaman tersebut dapat dicapai suatu
12
13
percepatan dalam proses pemuliaan pada tahap seleksi melalui pendekatan marka
molekuler. Sehingga dengan adanya keragaman secara genetik dari tanaman
bernilai agronomi tersebut diharapkan dapat meningkatkan proses pemuliaan
tanaman dengan sifat agronomi yang baik dan tidak tergantung pada lingkungan.
Dengan adanya keragaman pada tingkat genetik dimungkinkan terjadinya
keragaman baru yang mempunyai potensi yang lebih baik dalam pemuliaan
selanjutnya. Keanekaragaman hayati dalam penanganan keragaman genetik dalam
satu spesies memberikan peluang yang besar dalam proses pemuliaan.
13
KESIMPULAN DAN SARAN
Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadi
sumber bahan genetik yang penting dalam perbaikan tanaman berpotensi
agronomi tinggi sehingga penanganan keragaman tanaman-tanaman tersebut
harus dikelola dengan baik. Salah satunya dengan pemanfaatan marka mikrosatelit
yang dapat mengidentifikasi keragaman intraspesies. Karena marka mikrosatelit
ini memiliki sifat polimorfik dan tingkat kepercayaan tinggi. Hal ini
dimungkinkan pada tanaman dengan keragaman genetik sempit secara alami akan
terdeteksi dengan pola keragaman yang lebih luas. Dengan penggunaan marka ini
memungkinkan percepatan proses seleksi dalam program pemuliaan tanaman
karena proses indentifikasi sumber-sumber keragaman baru dapat segera
diketahui.
Penerapan berbagai marka molekuler berbasis fingerprinting sangat
diperlukan dalam percepatan seleksi pemuliaan tanaman kedepan. Sehingga
pemanfaatannya harus dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
15
DAFTAR PUSTAKA
Becker, J. and M. Heun. 1995. Barley microsatellites: Allele variation and
mapping. Plant Mol. Biol. 27: 835-845
Bory, S. Da Silva, D. Risterucci, A.-M. Grisoni, M. Besse, P. Duval, M.-F. 2008.
Development of microsatellite markers in cultivated Vanilla: polymorphism and
transferability to other Vanilla species. Scientia Horticulturae. 115: 420–425
Bostein, D., White, R.L., Skolnick, M., and Davis, R.W. 1980. Constructions of a
genetic linkage map in man using restriction fragment length polymorphisms.
Am. J. Hum. Genet. 32: 314-331
Civáňová, K., L. Putnová, J. and Dvořák.2006. Analysis of microsatellite set for
biodiversity studies In Horses. Acta Fytotechnica et Zootechnica. 9:39-40
Duval, M. F., J. Bunel, C. Sitbon and A. M. Risterucci. 2005. Development of
microsatellite markers for mango (Mangifera indica L.). Molecular Ecology
Notes: 5: 824–826
Edwards, K.J.E., J.H.A.Barker, A. Daly, C. Jones, and A. Karp. 1996.
Microsatellite libraries enriched for several microsatellite sequences in plants.
BioTechniques: 20: 758–760
Emma S. Mace and Ian D. Godwin. 2002. Development and characterization of
polymorphic microsatellite markers in taro (Colocasia esculenta). Genome 45:
823–832
Estoup A. , M. Solignac, M. Harry, J.M Cornuet. 1993. Characterisation of (GT)n
and (CT)n microsatellites in two insect species: Apis Mellifera and Bombus
Terrestris. Nucleic Acids Research. 21: 1427-1431
He, Guohao, Ronghua Meng, Melanie Newman, Guoqing Gao, Roy N Pittman
dan CS Prakash. 2003. Microsatellites as DNA markers in cultivated peanut
(Arachis hypogaea L.). BMC Plant Biology: 3(3)
Nurtjahjaningsih, I.L.G., Y. Saito, C .L. Lian, Y. Tsuda dan Y. Ide. 2005.
Development and characteristics of microsatellite markers in Pinus merkusii.
Molecular Ecology Notes: 5: 552–553
Kumpatla, Siva P., Manley, K. Marilyn, Erin C. Horne, Manju Gupta and Steven
A. Thompson. 2004. An improved enrichment procedure to develop multiple
repeat classes of cotton microsatellite markers. Plant Molecular Biology
Reporter 22: 85a–85i
Lian, C., Z. Chou and T. Hogetsu. 2001. A simple method for developing
microsatellite markers using amplified fragments of inter-simple sequence
15
16
repeats (ISSR). J. Plant Res. 114: 381-385
M. Falahati-Anbaran, A. A. Habashi, M. Esfahany, S. A. Mohammadi dan B.
Ghareyazie. 2007. Population genetic structure based on ssr markers in alfalfa
(Medicago sativa L.) from various regions contiguous to the centres of origin of
the species. Journal of Genetics. 86:1
Mace, Emma S dan Ian D Godwin. 2002. Development and characterization of
polymorphic microsatellite markers in taro (Colocasia esculenta). Genome: 45:
823–832
Panaud, O., X Chen, dan S.R McCouch. 1995. Frequency of microsatellite
sequences in rice (Oryza sativa L.). Genome. 38: 1170-1176
Prasad, M., R.K. Varshney, J.K. Roy, H.S. Balyan, dan P.K. Gupta. 2000. The use
of microsatellites for detecting DNA polymorphism,genotype identification and
genetic diversity in Wheat. Theor Appl Genet. 100: 584–592
Ritschel, Patricia Silva, Tulio Cesar de Lima Lins, Rodrigo Lourenço Tristan,
Gláucia Salles Cortopassi Buso, José Amauri Buso dan Márcio Elias Ferreira.
2004. Development of microsatellite markers from an enriched genomic library
for genetic analysis of melon (Cucumis melo L.). BMC Plant Biology: 4(9)
Rivera, R., K.J. Edwards, J.H.A. Barker, G.M. Arnold, G. Ayad, T. Hodgkin and
A. Karp. 1999. Isolation and characterization of polymorphic microsatellites in
Cocos nucifera L. Genome: 42: 668–675
Roy, C. Bindu, M. A. Nazeer and T. Saha. 2004. Identification of simple sequence
repeats in rubber (Hevea brasiliensis). Current Science: 87(6) : 807-811
Sanwen, H., Z. Baoxi, D. Milbourne, L. Cardle, Y. Guimei dan G. Jiazhen. 2000.
Development of pepper SSR marker from sequen databases. Euphytica. 117:
163-167
Watcharawongpaiboon, N. and J. Chunwongse,. 2007. Development of
microsatellite markers from an enriched genomic library of pumpkin (Cucurbita
moschata L.). Songklanakarin J. Sci. Technol: 29(5): 1217-1223
-------------------. 2008. Development and characterization of microsatellite
markers from an enriched genomic library of cucumber (Cucumis sativus). Plant
Breeding: 127: 74—81
Weising, Kurt. 2005. DNA Fingerprinting in Plant: Principles, Methods, and
Aplications. CRS press.
Williams, J.G.K., A.R.K. Kubelik, J.L. Livak, J.A. Rafalski, and S.V. Tingey.
1990. DNA polymorphisms amplified by random primers are useful as genetics
markers. Nucl. Acids Res. 18. 6531-6535
16
17
Wąs, A. dan R Wenne. 2003. Microsatellite dna polymorphism in intensely
enhanced populations of Sea Trout (Salmo Trutta) in the Southern Baltic.
Marine Biotechnology, 5: 234-243
17
18
Lampiran
1.
Ketua pelaksana
Nama
: Deden Derajat Matra
Tempat/tanggal lahir
: Bandung, 6 Maret 1987
NIM
: A24052075
Fakultas/Program Studi
: Pertanian/Agronomi dan Hortikultura
Perguruan Tinggi
: Institut Pertanian Bogor
Alamat Bogor
: Babakan Lio no. 58 RT. 01 / 12 Balubang Jaya
Dramaga Bogor 16680
Alamat asal
: Jl. Mama Adi Warta No. 13 RT. 01 / 12 Lembang
Bandung 40391
E-mail
: [email protected]
Pengalaman Organisasi
: - IAAS (International Association of Student in
Agriculture and Related Science) local committe
IPB (2005-sekarang)
- HIMAGRON
(Himpunan
Mahasiswa
Agronomi) (2007-sekarang)
- Persatuan Pelajar Indonesia Jepang-Komsat
Ibaraki (2008-2009)
Karya-karya ilmiah yang pernah dibuat :

Pengaruh
Aplikasi
Foliar
Metanol
terhadap
Peningkatan
Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Cabai (Capsicum
annuum L.) pada PKM tahun 2008

Isolation of SSRs (Simple Sequence Repeats) from Mangosteen
(Garcinia mangostana L.) and their genetic diversity in Indonesia
pada Research Progress Report in Ibaraki University, Jepang tahun
2008

Construction of Microsatellite enriched library in Mangosteen
(Garcinia mangostana L) pada presentasi laporan akhir short-term
exchange student di Ibaraki University pada tahun 2009
18
19
2.
Anggota pelaksana
Nama
: Nurmansyah
Tempat/tanggal lahir
: Bogor, 26 Juni 1988
NIM
: A24060191
Fakultas/Program Studi
: Pertanian/Agronomi dan Hortikultura
Perguruan Tinggi
: Institut Pertanian Bogor
Alamat Bogor
: Pondok Salafy Balio
Alamat Asal
: Perum. Bumi Cibinong Endah Blok B6
No. 5
Kel. Sukahati Cibinong-Bogor Jawa Barat
E-mail
: [email protected]
Pengalaman Organisasi
: HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi)
(2007-2008)
Karya-karya ilmiah yang pernah dibuat :

Pengaruh
Aplikasi
Foliar
Metanol
terhadap
Peningkatan
Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Cabai (Capsicum
annuum L.) pada PKM tahun 2008

Organic Pestilizer (Pesticide and Fertilizer) Sebagai Solusi Dalam
Peningkatan Produksi pada Pertanian Organik, pada Intensive
Student Technopreneurship Program IPB tahun 2008
 Upaya Peningkatan Produksi dan Kadar Pati Berbagai Varietas
Ubijalar (Ipomoea batatas L) Melalui Aplikasi Pemupukan KCl
pada PKM tahun 2009
19
Download