ISSN 1907-431X LANDASAN Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Kemasyarakatan Volume 9 Nomor 2 Juli–Desember 2014 • Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Listrik Dinamis Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Samsuni) • Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Metode Pembelajaran dan Implementasinya di SDN Guntung Payung 1 Melalui Supervisi Akademik (Rusmili Ulpah) • Meningkatkan Motivasi Belajar IPA Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas IV SDN Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong Tahun Pelajaran 2013/2014 (Mukhyar Amani; Sugian Noor) • Penyusunan Dokumen KTSP 2013 Melalui Kegiatan On Job Learning Sekolah Dasar (Balawi; H. Muhammad Zaini). • Menggunakan Lahan Basah untuk Mengajar Konsep-konsep Biologi & Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPA SMP (H. Muhammad Zaini) • Peningkatan Hasil Belajar pada Materi Senam Ritmik pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani Melalui Metode Latihan dan Praktik di Kelas V SD Negeri 3 Baharu Selatan (Ludtoyo) • Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Konsep Bilangan Bulat dengan Setting Kooperatif Berbantuan Mistar Garis Bilangan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar (Syahrani) • Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Melalui Supervisi Klinis pada SMP Negeri 8 Banjarbaru Tahun Pelajaran 2014/2015 (Suradi) PENGURUS CABANG PGRI KECAMATAN LANDASAN ULIN KOTA BANJARBARU i PENGANTAR REDAKSI Terlebih dahulu tim redaksi dengan setulus hati mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya. Tim redaksi juga mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga jurnal “LANDASAN” Volume 9 No.2 Juli–Desember 2014 dapat diterbitkan. Jurnal yang terbit 2 kali setahun ini memuat artikel-artikel kependidikan dan kemasyarakatan, baik berupa hasil penelitian, kajian, maupun pembahasan kepustakaan. Kepada semua pihak yang ingin berpartisipasi dalam upaya mempublikasikan karya ilmiahnya, senantiasa kami tunggu. REDAKSI ii LANDASAN Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Kemasyarakatan ISSN 1907-431X Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2014 Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari dan Juli berisi artikel-artikel tentang kependidikan dan kemasyarakatan berupa hasil penelitian, kajian, maupun pembahasan kepustakaan. DAFTAR ISI Pelindung/Penanggung Jawab Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru Ketua Pengarah Ketua PC PGRI Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru Ketua Penyunting Norhanuddin Wakil Ketua Penyunting Hardono Hal. Pengantar Redaksi ii Daftar Isi iii • • Sekretaris Penyunting Balawi Penyunting Ahli Antung Jumberi, Hj. Nani Retno, Sri Widodo, Basriansyah, Eka Sunarsih, Sih Winanti, Syamsuddin Penyunting Mitra Bestari Unlam Banjarmasin H. Muhammad Zaini, Akhmad Naparin Unpar Palangkaraya Supramono STKIP PGRI Banjarmasin H. M. Royani UPBJJ UT Banjarmasin H. Mukhyar Amani IAIN Antasari Banjarmasin Zulfa Jamalie, Hidayat Ma’ruf Balai Diklat Agama Kal Sel Teng Tim H. Napiah Muhja LPMP Banjarmasin Hj. Zahra Hairani, Zainal Fanani Penyunting Pelaksana Bakjad, M. Sidiq, Zainal Abidin, Khairiyah Tata Usaha Nurhilaliyah, Junaidi, Hasnan, Novi Ariyanti Alamat Redaksi: Komplek SDN Landasan Ulin Timur Jln. A. Yani KM 24,5 No. 11 Kec. Landasan Ulin Kota Banjarbaru (70722) Kalimantan Selatan Telp. (0511) 4706090 • • • • • • Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Listrik Dinamis Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Samsuni) 1 Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Metode Pembelajaran dan Implementasinya di SDN Guntung Payung 1 Melalui Supervisi Akademik (Rusmili Ulpah) 15 Meningkatkan Motivasi Belajar IPA Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas IV SDN Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong Tahun Pelajaran 2013/2014 (Mukhyar Amani; Sugian Noor) 25 Penyusunan Dokumen KTSP 2013 Melalui Kegiatan On Job Learning Sekolah Dasar (Balawi; H. Muhammad Zaini). 32 Menggunakan Lahan Basah untuk Mengajar Konsepkonsep Biologi & Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPA SMP (H. Muhammad Zaini) 39 Peningkatan Hasil Belajar pada Materi Senam Ritmik pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani Melalui Metode Latihan dan Praktik di Kelas V SD Negeri 3 Baharu Selatan (Ludtoyo) 50 Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Konsep Bilangan Bulat dengan Setting Kooperatif Berbantuan Mistar Garis Bilangan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar (Syahrani) Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Melalui Supervisi Klinis pada SMP Negeri 8 Banjarbaru Tahun Pelajaran 2014/2015 (Suradi) iii 54 62 iv 1 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KONSEP LISTRIK DINAMIS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD Samsuni1 Abstrak Peserta didik SMPN 2 Daha Utara mengalami kesulitan dalam memahami materi IPA khususnya hukum Ohm dan Hukum Kirchoff kelas IX. Hal ini dapat dilihat dari tidak efektinya pembelajaran dan nilai banyak yang di bawah KKM. Sehingga muncul gagasan dari peneliti untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada hukum Ohm dan Hukum Kirchoff. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) aktivitas peserta didik saat pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperaif tipe STAD dan (2) peningkatan hasil belajar peserta didik dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara yang terdiri dari 19 orang yaitu 7 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dengan kualifikasi aktif dan hasil belajar dengan kualifikasi istimewa, amat baik dan baik. Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, Listrik Dinamis, dan STAD Dalam sistem pendidikan di Indonesia, sekolah merupakan sentral pendidikan formal dalam masyarakat yang mempunyai peran penting dalam ikut menghantarkan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik sesuai dengan yang dicita-citakan. Keseluruhan sistem pendidikan sekolah dihadapkan pada tugas yang sangat pokok untuk meningkatkan kehidupan bangsa dan kualitas manusia Indonesia seutuhnya (Depdiknas, 2003:11). Di setiap sekolah, keberhasilan dinyatakan dalam bentuk hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik mencerminkan adanya proses kegiatan pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran merupakan isi pokok dari proses pendidikan. Dalam proses kegiatan pembelajaran diperlukan kemampuan dan keterampilan guru yang memadai dalam hal pengambilan keputusan yang tepat 1 Guru SMP Negeri 2 Daha Utara Jl. KH. M. Thaib Baruh Kembang Kecamatan Daha Utara E-mail: [email protected] 2 tentang situasi belajar yang diciptakan, dengan mempertimbangkan tujuan yang hendak dicapai dan kondisi yang ada. Salah satu komponen dalam proses kegiatan pembelajaran adalah guru. Fathurrohman (2010) menjelaskan bahwa guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Guru ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Dalam hal ini peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Dalam kegiatan pembelajaran khususnya dan proses pendidikan pada umumnya, peran guru sebagai pengajar masih lebih menonjol. Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar juga harus mempertimbangkan tujuan yang hendak dicapai. Setiap mengajar di kelas guru mengharapkan terwujudnya proses pembelajaran yang efektif dan hasil belajar yang optimal setelah dilakukan proses pembelajaran IPA khususnya peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara. Menurut Budimansyah (2010) pembelajaran yang efektif berarti menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang dicapai dan hasil belajar akan optimal jika memenuhi kriteria yang ditentukan. Kenyataan yang terjadi di kelas, peserta didik masih mengalami kesulitan belajar dan nilai peserta didik banyak yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Peserta didik mengalami kesulitan belajar dalam hal tidak lancarnya praktikum hampir setiap kali proses pembelajaran dan nilai peserta didik banyak yang di bawah 75. Masalah tersebut disebabkan tidak efektifnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam pembelajaran guru kurang memperhatikan kemampuan peserta didik dalam menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan terasa sangat asing bagi peserta didik di antaranya papan rangkaian, amperemeter, voltmeter, jembatan penghubung dan kabel listrik. Pembelajaran masih berpusat pada guru terbukti saat praktikum listrik dinamis lebih banyak dirangkaikan oleh guru sehingga peserta didik kurang pandai dalam menggunakan media pembelajaran. 3 Apabila masalah tersebut terus dibiarkan dan tidak segera dipecahkan akan mengakibatkan proses pembelajaran menjadi lebih tidak efektif dan pada akhir pelajaran banyak peserta didik mengalami ketidaktuntasan dalam belajar sehingga harus mengulang penjelasan materi dan melakukan perbaikan ulangan sampai beberapa kali yang berdampak kepada sulit dilanjutkan pelajaran. Padahal guru mengemban tugas untuk menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan kompetensi dasar (KD) dan indikator yang diprogramkan. Pemecahan yang dianggap tepat untuk menyesaikan masalah dan demi terwujudnya pembelajaran yang lebih efektif dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Nur (2009:40) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Sulistiyawati (1999) mengungkapkan tiga hal pokok yang berhubungan dengan belajar: (1) belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga seseorang dapat terlibat aktif secara lahiriah, (2) belajar mengakibatkan perubahan tingkah laku yang sifatnya permanen dalam kemampuan seseorang dan (3) belajar mengarah pada pencapaian tujuan sehingga belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar akan adanya tujuan yang hendak dicapai. Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (1994) berpandangan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal: (1) kesempatan terjadi peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar, (2) respons pebelajar dan (3) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konskuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman. Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan Skinner. Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner. Dalam menerapkan teori Skinner guru perlu memperhatikan dua hal: (1) pemilihan stimulus yang diskriminatif dan (2) penggunaan penguatan. Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 1994) dalam belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Menurut Gagne (dalam Yulaelawati, 2007:98) mengatakan bahwa kinerja hasil belajar dikelompokkan dalam lima kategori meliputi keterampilan intelektual, 4 strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan psikomotor dan sikap. Hasil belajar merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai dapat tinggi atau rendah, hal ini tergantung dari beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa sendiri, misalnya kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, misalnya dari sekolah, dari keluarga dan dari masyarakat. Dengan demikian banyak faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Namun faktor yang memegang peranan penting dalam proses dan hasil belajar adalah faktor yang ada dalam diri siswa. Walaupun begitu, faktor-faktor yang tergolong eksternal tidak kalah penting. Hasil belajar yang dicapai dapat tinggi atau rendah, hal ini tergantung dari proses belajar yang terjadi dalam diri siswa. Dengan kata lain, hasil belajar yang dicapai siswa merupakan keseluruhan hasil belajar yang dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai yang dicapai, baik kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sejalan dengan itu Bloom mengatakan bahwa hasil belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. METODE Penelitian tindakan kelas dilaksanakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri satu kali pertemuan. Langkah-langkah penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi dan refleksi. Perencanaan didahului menetapkan langkah-langkah yang akan ditempuh kemudian menyusun RPP Hukum Ohm dan Hukum Kirchoff dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mempersiapkan instrumen penelitian berupa soal dan lembar observasi. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan di kelas IXA sesuai rencana yang ditetapkan. Pengamatan oleh observer teman sejawat untuk merekam seluruh proses pembelajaran dan dicatat dalam bentuk data berbagai faktor yang dianggap mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Data dari hasil pengamatan dijadikan bahan diskusi antara observer dengan guru, termasuk pendapat dari peserta didik kemudian dielaborasi untuk melihat kelemahan dan kekuatan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selanjutnya segala kekurangan dijadikan bahan refleksi untuk rencana perbaikan siklus berikutnya. 5 Waktu pelaksanaan penelitian pada semester ganjil, dilaksanakan di SMP Negeri 2 Daha Utara yang terletak di Jalan KH. M. Thaib Baruh Kembang Kecamatan Daha Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Penelitian dilakukan terhadap peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara dengan jumlah peserta didik 19 orang yang terdiri dari laki laki 7 orang dan perempuan 12 orang dengan kemampuan yang heterogen. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan tes. Kegiatan pengamatan menggunakan lembar observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dan keaktivan peserta didik. Tes diberikan kepada peserta didik untuk mendapatkan data tentang peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi pembelajaran yang disampaikan, tes yang diberikan ialah tes tertulis. Alat pengumpulan data (instrumen) yang digunakan sebagai berikut. a. Lembar observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD responden guru dan keaktivan peserta didik. b. Hasil diskusi berupa laporan Lembar Kerja Peserta didik (LKPD). c. Instrumen tes hasil belajar peserta didik (Lembar Soal). Teknik analisis ini digunakan untuk menganalisis data yang berasal dari hasil observasi proses pembeajaran kooperatif tipe STAD. Teknik yang digunakan untuk pada penelitian ini adalah teknik persentase dengan rumus: P= f x 100% N Keterangan: P : Angka persentase; f : Frekuensi; N : Jumlah frekuensi. Tahap-tahap analisis data sebagai berikut. a. Menentukan Skor Peningkatan Individu. Kriteria pembagian perkembangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Pembagian Poin Skor Siswa Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin di bawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atasnya Lebih dari 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna tidak berdasarkan skor awal Skor Perkembangan 0 10 20 30 30 nilai 6 b. Tahap Mengukur Hasil Belajar Kelompok Setelah perhitungan skor pekembangan individu selesai, langkah selanjutnya pemberian penghargaan (reward) kepada kelompok berdasarkan urutan besarnya skor peningkatan yang diperoleh setiap kelompok. Untuk menentukan skor yang dicapai kelompok digunakan rumus sebagai berikut. Nk = Jumlah total skor perkembangan kelompok Banyaknya anggota kelompok Keterangan: Nk : Nilai perkembangan kelompok b. Tingkat Penghargaan Kelompok, ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Tingkat Penghargaan Kelompok Nilai Rata-rata Kelompok 5 < Nk ≤ 15 15 < Nk ≤ 25 25 < Nk ≤ 30 Penghargaan Baik Hebat Super c. Mengukur Tes Individu, pengelompokkan siswa berdasarkan taraf penguasaan seperti Tabel 3. Tabel 3. Kualifikasi Skala Berdasarkan Taraf Penguasaan Nilai Rata-rata Kelompok > 9,5 8,00 – 9,49 6,50 – 7,99 5,50 – 6,49 4,01 – 5,49 < 4,00 Kualifikasi Istimewa Amat Baik Baik Cukup Kurang Amat Kurang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Perencanaan pada siklus I, mengumpulkan keadaan awal untuk menetapkan langkah-langkah yang akan ditempuh kemudian menyusun RPP materi Hukum Ohm dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. RPP yang disusun formatnya terdiri dari identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dasar, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajaran. Selain RPP, pada perencanaan juga instrument seperti LKS dan lembar observasi. Tindakan siklus I, dilaksanakan sesuai yang tertera di RPP. Khusus kegiatan pembelajaran pada RPP yang terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2) guru menjelaskan 7 tujuan pembelajaran dan (3) guru memotivasi peserta didik. Kegiatan inti disesuaikan dengan langkah-langkah tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD sekaligus menyisipkan karakter bangsa, eksplorasi dan elaborasi berupa: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku), (2) guru menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok dan peserta didik pun mengerjakan tugas dengan mencoba eksperimen (eksplorasi) sesuai langkah yang ada di LKS dan menemukan konsep (elaborasi) dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS dan anggotanya yang tahu menjelaskan (konfirmasi) pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan (4) guru memberikan kuis kepada seluruh peserta didik (pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu). Pada kegiatan penutup berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar (Konfirmasi) dan (3) guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi proses pembelajaran tipe STAD siklus I pada kegiatan pendahuluan berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan (3) memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Pada kegiatan inti berupa: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen, (2) guru menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok, (4) ekplorasi: peserta didik pun mengerjakan tugas dengan mencoba eksperimen sesuai langkah yang ada di LKS, (5) elaborasi: menemukan konsep dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS, (6) konfirmasi: anggotanya yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan (7) guru memberikan kuis kepada seluruh peserta didik. Pada kegiatan penutup berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar dan (3) menutup pembelajaran. Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran tipe STAD siklus I didapatkan bahwa jumlah tanda cek pada bagian “ya” hanya 11 tanda cek (85%) sedangkan pada bagian “tidak” hanya 2 tanda cek (15%). 8 Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi keaktivan siswa berupa: (1) berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, (2) tanggung jawab terhadap tugas, (3) kerjasama dalam mengerjakan tugas, (4) kedisiplinan dalam kerja kelompok dan (5) memusatkan perhatian pada pelajaran. Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan peserta didik siklus I dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Keaktivan Siswa Siklus I Kualitas Keaktivan Jumlah Siswa 4 11 2 2 Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Berdasarkan Tabel 4 keaktivan siswa dengan kualitas sangat aktif ada 4 orang (21,05%), aktif ada 11 orang (57,89%), cukup aktif ada 2 orang (10,52%) dan kurang aktif 2 orang (10,52%). Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran tipe STAD menggambarkan masih ada aspek yang belum dipenuhi yakni memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih dan guru memberikan evaluasi tertulis untuk mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan. Sedangkan hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan siswa menggambarkan masih ada peserta didik kurang aktif. Siklus I skor peningkatan individu dalam kelompok seperti Tabel 5. Tabel 5. Skor Peningkatan Setiap Individu dalam Kelompok Siklus I Kelompok Newton Pascal Archi-medes Boyle Jumlah Poin Perkembangan 140 120 130 100 Rerata Poin Perkembangan 28 24 26 22,5 Penghargaan Super (1) Hebat (3) Super (2) Hebat (4) Tabel 5 menggambarkan bahwa kelompok Newton dan Archimedes adalah kelompok dengan penghargaan Super karena rerata poin penghargaan kedua kelompok ini termasuk dalam rerata 25 < Nk ≤ 30. Kelompok Pascal dan Boyle adalah kelompok dengan penghargaan Hebat karena rerata poin perkembangan kedua kelompok ini termasuk dalam rerata 15 < Nk ≤ 25. Urutan dari rerata poin 9 perkembangan dari yang terbesar sampai terkecil yaitu dari kelompok Newton, Archimedes, Pascal, dan terakhir kelompok Boyle. Perencanaan pada siklus II, langkah-langkah yang ditempuh juga menyusun RPP Hukum Kirchoff dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. RPP yang disusun formatnya juga terdiri atas identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dasar, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajaran. Selain RPP, pada perencanaan juga instrument seperti LKS dan lembar observasi. Tindakan siklus II, dilaksanakan juga sesuai yang tertera di RPP. Pada pembelajaran yang diri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan (3) guru memotivasi peserta didik. Kegiatan inti disesuaikan dengan langkah-langkah tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD sekaligus menyisipkan karakter bangsa, eksplorasi dan elaborasi berupa: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku), (2) guru menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok dan peserta didik pun megerjakan tugas dengan mencoba eksperimen (Eksplorasi) sesuai langkah yang ada di LKS dan menemukan konsep (Elaborasi) dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS dan anggotanya yang tahu menjelaskan (Konfirmasi) pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan (4) guru memberikan kuis kepada seluruh peserta didik (pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu). Pada kegiatan penutup berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar (Konfirmasi) dan (3) guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam. Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi proses pembelajaran tipe STAD siklus II pada kegiatan pendahuluan juga berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan (3) memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Pada kegiatan inti juga berupa: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen, (2) guru 10 menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok, (4) ekplorasi: peserta didik pun megerjakan tugas dengan mencoba eksperimen sesuai langkah yang ada di LKS, (5) elaborasi: menemukan konsep dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS, (6) konfirmasi: anggotanya yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan (7) guru memberikan kuis kepada seluruh peserta didik. Pada kegiatan penutup juga berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar dan (3) menutup pembelajaran. Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran tipe STAD siklus II didapatkan bahwa jumlah tanda cek pada bagian “ya” ada 13 tanda cek (100%) sedangkan pada bagian “tidak” 0 tanda cek tidak ada (0%). Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi keaktivan siswa berupa: (1) berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, (2) tanggung jawab terhadap tugas, (3) kerjasama dalam mengerjakan tugas, (4) kedisiplinan dalam kerja kelompok dan (5) memusatkan perhatian pada pelajaran. Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan siswa siklus II dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Keaktivan Siswa Siklus II Kualitas Keaktivan Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Jumlah Siswa 8 11 0 0 Berdasarkan Tabel didapatkan bahwa keaktivan siswa dengan kualitas sangat aktif ada 4 orang (42,11%), aktif ada 11 orang (57,89%), cukup aktif ada 2 orang (0%) dan kurang aktif 2 orang (0%). Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran tipe STAD menggambarkan semua aspek sudah dipenuhi. Sedangkan hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan siswa menggambarkan peserta didik sudah aktif bahkan sangat aktif. Siklus II skor peningkatan individu dalam kelompok seperti Tabel 7. 11 Tabel 7. Skor Peningkatan Setiap Individu dalam Kelompok Siklus II Jumlah Poin Perkembangan 150 130 150 120 Kelompok Newton Pascal Archimedes Boyle Rerata Poin Perkembangan 30 26 30 27,5 Penghargaan Super (1) Super (4) Super (2) Super (3) Tabel 7 menggambarkan bahwa semua kelompok dengan penghargaan Super karena rerata poin penghargaan kelompok ini termasuk dalam rerata 25 < Nk ≤ 30. Urutan dari rerata poin perkembangan dari yang terbesar sampai terkecil yaitu dari kelompok Newton, Archimedes, Boyle dan terakhir kelompok Pascal. Siklus I hasil tes individu dapat digambarkan pada Tabel 8. Tabel 8. Taraf Penguasaan Peserta didik pada Tes Individu Siklus I Taraf Penguasaan > 9,50 8,00 – 9,45 6,50 – 7,99 5,50 – 6,49 4,01 – 5,49 < 4,00 Jumlah f 0 7 3 6 3 0 19 % 0 36,84 15,78 31,16 15,78 0 100 Kualifikasi Istimewa Amat Baik Baik Cukup Kurang Amat Kurang Berdasarkan Tabel 8 jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi istimewa tidak ada atau 0%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi amat baik sebanyak 7 orang atau 36,84%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi baik sebanyak 3 orang atau 15,78%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi cukup sebanyak 6 orang atau 31,16%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi kurang sebanyak 3 orang atau 15,78%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi amat kurang (0%). Siklus II hasil tes individu dapat digambarkan pada Tabel 9. Tabel 9. Taraf Penguasaan Peserta didik pada Tes Individu Siklus II Taraf Penguasaan > 9,50 8,00 – 9,45 6,50 – 7,99 5,50 – 6,49 4,01 – 5,49 < 4,00 Jumlah f 2 10 3 2 2 0 19 % 10,53 52,63 15,78 10,53 10,53 0 100 Kualifikasi Istimewa Amat Baik Baik Cukup Kurang Amat Kurang 12 Berdasarkan Tabel 9 diperoleh jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi istimewa sebanyak 2 orang atau 10,53. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi amat baik sebanyak 10 orang atau 52,63%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi baik sebanyak 3 orang atau 15,78%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi cukup sebanyak 2 orang atau 10,53%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi kurang sebanyak 2 orang atau 10,53%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi amat kurang tidak ada atau 0%. Pembahasan Dari hasil penelitian dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam menjelaskan tabel dan grafik hubungan kuat arus listrik dan beda potensial listrik, menerapkan besaran hukum Ohm dan menentukan besaran hukum I Kirchoff bagi peserta didik kelas IXA yang berjumlah 19 orang dibagi menjadi 4 kelompok. Sudah dipenuhinya aspek pada observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dan keaktivan peserta didik sudah aktif bahkan sangat aktif menunjukkan bahwa proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran dan keaktivan peserta didik. Pada siklus I kelompok yang mendapatkan penghargaan Super ada 2 kelompok dan hebat 2 kelompok karena hanya sedikit yang mengalami peningkatan skor dapat dilihat pada lampiran 9. Pada siklus II kelompok yang mendapatkan penghargaan Super ada 4 karena banyak yang mengalami peningkatan sekor. Pada siklus I maupun siklus II ada 4 kelompok karena anggota kelompoknya menyumbangkan peningkatan skor yang cukup tinggi dari nilai awal (nilai ulangan) yang rendah kemudian pada tes individu mempunyai nilai yang tinggi sehingga mendapatkan poin peningkatan skor yang maksimal. Ini berarti menggambarkan bahwa kelompok yang mendapatkan penghargaan Hebat dan Super dalam pelaksanaan penyajian materi yang diberikan oleh guru peserta didik memusatkan perhatiannya sehingga penjelasan guru tersebut dapat dipahami dengan baik dan dalam pelaksanaan kelompok semua anggotanya aktif dalam artian semua anggota dalam kelompok saling kerjasama, saling membantu, saling berdiskusi dan saling bertanggung jawab dalam memahami materi pelajaran yang diberikan guru jika ada 13 anggota kelompoknya yang belum memahami materi maka anggota kelompoknya yang lain dalam satu kelompok yang sudah memahami materi pelajaran membantu menjelaskan kepada anggota kelompoknya yang belum mengerti tadi. Dalam kegiatan kelompok semua anggotanya tidak boleh meninggalkan kelompoknya sebelum semua anggota memahami materi dan dapat menyelesaikan soal yang ada dalam kegiatan kelompok. Secara keseluruhan dari instrument tes dapat disimpulkan bahwa setelah kegiatan pembelajaran tipe STAD rata-rata peserta didik telah mampu mencapai nilai sesuai dengan KKM. Pada siklus I yang tidak tuntas hanya 12 orang (63%) dan tuntas 7 orang (37%). Sedangkan siklus II tidak tuntas 7 orang (37%) dan tuntas 12 orang (63%). Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dalam hal ketuntasan jika pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan adanya ketuntasan 63% berarti sudah memenuhi indikator kinerja dan penelitian dianggap berhasil. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: (1) Aktivitas peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara dengan materi Hukum Ohm dan Hukum I Kirchoff sebagian besar meningkat dengan kualifikasi aktif dalam penerapan pembelajaran tipe STAD dan (2) Hasil belajar peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara dengan materi Hukum Ohm dan Hiukum I Kirchoff sebagian besar meningkat dengan kualifikasi istimewa, amat baik dan baik dalam penerapan pembelajaran tipe STAD. Berdasarkan kesimpulan maka disarankan sebagai berikut: (1) Peserta didik yang pandai hendaknya membantu peserta didik yang kurang pandai dalam memahami materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2) Observer yang diminta walaupun satu rumpun alangkah lebih baik jika keduanya dari guru IPA dan (3) Pembelajaran kooperatif tipe STAD sekali-kali diterapkan dalam proses belajar mengajar untuk materi pelajaran tertentu, sehingga peserta didik dalam belajar tidak merasa bosan dan jemu apalagi untuk pelajaran IPA. 14 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2003. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 2o tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Fathurrohman, P dan Sutikno, MS. 2010. iStrategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama. Nur, Tajuddin. 2009. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 1 Daha Selatan pada Konsep Persamaan Linear Satu Variabel dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi tidak diterbitkan. Banjarmasin: Program Sarjana UNLAM. Sulistiyawati. 1999. Pemberian Tindakan Pada Pelaksanaan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar Fisika Pada Siswa Kelas I2 SMU Wisnu Wardhana Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana UM. Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya. 15 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN METODE PEMBELAJARAN DAN IMPLEMENTASINYA DI SDN GUNTUNG PAYUNG 1 MELALUI SUPERVISI AKADEMIK Rusmili Ulpah1 Abstrak Berdasarkan hasil pengawasan di lapangan ditemukan masih ada sebagian guru yang masih belum maksimal dalam mengembangkan metode pembelajaran yang tepat. Guru sudah mengimplementasikan metode dalam kegiatan pembelajaran namun masih ada kekurangan. Tujuan penelitian ini agar guru meningkatkan kemampuan guru mengembangkan metode pembelajaran melalui supervisi akademis. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan sekolah. Jenis penelitian ini diadaptasi dari penelitian tindakan kelas. Siklus I dan siklus II meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Kegiatan supervisi akademis menunjukkan peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran dan mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran. Kata Kunci : pembinaan, motivasi, keterampilan mengajar Upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah sering dilakukan. Diantaranya dengan pelaksanaan berbagai bidang Kelompok Kegiatan Guru (KKG) yang diadakan di setiap gugus sekolah masing – masing, selain itu juga melalui seminar-seminar tentang pendidikan yang meliputi cara penyampaian materi pembelajaran. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya membahas kemampuan guru dalam mengembangkan metode dalam pelaksanaan pembelajaran dan implementasinya. Hal ini ditujukan agar pembelajaran yang dilaksanakan guru di kelas dapat lebih menarik minat siswa dan lebih bermakna bagi siswa. Kepala sekolah menganggap masih perlunya pembinaan kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya mengembangkan metode pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pembelajaran. Pembinaan yang akan dilaksanakan tersebut diupayakan melalui Supervisi Akademik. Supervisi akademik dipilih untuk memecahkan berbagai hambatan pembelajaran yang ada di sekolah. Diantara hambatan tersebut yaitu, (1) kurang 1 SDN Guntung Payung 1 e-mail : [email protected] 16 dari 50% guru yang mengimplementasikan variasi metode dalam pembelajaran; (2) Guru yang sudah memahami implementasi metode pembelajaran masih hanya sebagian kecil. Dari dua hal tersebut mengindikasikan masih banyak guru yang mengajar dengan menggunakan metode tradisional (masih monoton menggunakan metode ceramah). Pembelajaran seperti itu belum dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga sebagian besar siswa belum dapat mencapai KKM pada sebagaian besar mata pelajaran. Dengan supervisi akademik, hambatan dalam proses pembelajaran tersebut dapat terpecahkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru mengembangkan metode pembelajaran dan mendapatkan gambaran pencapaian peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran melalui supervisi akademis. Penelitian tindakan sekolah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepala sekolah dapat mengembangkan diri dalam membina guru melalui pelaksanaan supervisi akademik, kepala sekolah dapat memiliki peta pencapaian kemampuan guru dalam pengembangan metode pembelajaran. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan guru dapat bertambah wawasannya yang berkaitan dengan pengembangan metode pembelajaran. Dan secara umum penelitian ini dapat menjadi landasan kajian yang berkaitan dengan metode dan supervisi akademik pada tindakan-tindakan sejenis dalam penelitian selanjutnya. Metode Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Pembelajaran dalam pasal 1 butir 20 UU nomor 20 tahun 2003 (Winataputra dkk, 2007:1.20) diartikan sebagai “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Jadi lingkungan sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi perilaku individu sehingga merupakan faktor belajar yang penting. Keberhasilan pembelajaran siswa selama ini hanya dilihat dari hasil belajar siswa di tiap akhir pokok bahasan, baik pada saat ulangan harian maupun ulangan semester. Nilai kuantitatif inilah yang menjadi indikator dalam keberhasilan 17 pembelajaran, padahal keberhasilan pembelajaran tidak semata-mata diukur dari hasil belajar, tetapi juga diukur dari proses pembelajaran. Hal ini ditegaskan oleh Winataputra, dkk (2007: 1.8) “belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan (hasil belajar) tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu selama proses pembelajaran”. Hal ini menunjukkan adanya perubahan pada diri siswa setelah pembelajaran. Upaya perbaikan proses pembelajaran telah dilakukan sejalan dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, baik oleh kelompok guru, maupun kepala sekolah melalui supervisi akademik. Perbaikan proses pembelajaran juga dilakukan dengan mengimplementasikan beragam metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang variatif tentunya akan menjauhkan siswa dari kebosanan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga mereka dapat termotivasi dan nilai yang mereka peroleh pun akan mencapai KKM yang telah ditetapkan. Suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Perubahan suatu motivasi akan merubah pula wujud, bentuk, dan hasil belajar. Ada tidaknya motivasi seorang individu untuk belajar berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Menurut Thomas. M. Risk dalam Ahmad Rohani (2004: 11) : “Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motifmotif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah tujuantujuan belajar’’. Menurut Sardiman, (2007:75): “Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang menberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Supervisi menurut KBBI (1991: 978) adalah memberikan bimbingan dan pembinaan kepada tenaga pendidikan sekolah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Sedangkan supervisi akademik adalah kegiatan binaan yang menitik beratkan kepada pengelolaan pembelajaran supervisi, pengawasan utama, dan pengontrolan tertinggi. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai 18 tujuan pembelajaran (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik bertujuan untuk: (1) membantu guru mengembangkan kompetensinya; (2) mengembangkan kurikulum; dan (3) mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas (PTK) (Glickman,et al; 2007, Sergiovanni, 1987 ). Teknik-teknik supervisi akademik meliputi dua macam, yaitu: individual dan kelompok (Gwyn, 1961). Teknik supervisi akademik secara individual artinya supervisi akademik dilakukan perseorangan terhadap guru. Sedangkan secara kelompok, supervisi akademik adalah program supervisi yang dilakukan terhadap dua orang guru atau lebih. Supervisi ini dapat dilakukan melalui kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri. Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk menjawab beragam pertanyaan tentang proses pembelajaran. Berdasarkan jawaban pertanyaan ini dapat ditemukan informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membina guru meningkatkan proses pembelajaran yaitu: 1) Menggunakan secara efektif petunjuk bagi guru dan bahan pembantu guru lainnya. 2) Menggunakan buku teks secara edukatif. 3) Menggunakan praktek pembelajaran yang efektif. 4) Mengembangkan teknik pembelajaran yang telah dimiliki guru. 5) Menggunakan metodelogi yang luwes (fleksibel). 6) Merespon kebutuhan dan kemampuan individual siswa. 7) Menggunakan lingkungan sekitar sebagai alat bantu pembelajaran. 8) Mengelompookkan siswa secara lebih efektif. 9) Mengevaluasi siswa dengan lebih akurat/teliti/seksama. 10) Berkooperasi dengan guru lain agar lebih berhasil. 11) Mengikutsertakan masyarakat dalam mengelola kelas. 12) Meraih moral dan motivasi mereka sendiri. 19 13) Memperkenalkan teknik pembelajaran modern untuk inovasi dan kreativitas layanan pembelajaran. 14) Membantu membuktikan siswa dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis, menyelesaikan masalahdan pengambilan keputusan. 15) Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Melalui pelaksanaan pembinaan di atas tentunya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian penulis terdahulu. Menurut tuntutan dalam 8 standar nasional pendidikan (Wayan, 2010), seorang guru yang professional harus mampu mengimplementasikan RPP dalam proses pembelajaran. Dalam RPP tersebut harus sudah mencakup berbagai metode dan kegiatan yang harus diimplementasikan. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan guru harus mampu menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan inti harus mencakup 3 proses, yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Eksplorasi artinya guru harus mampu melibatkan peran serta siswa secara aktif dan memfasilitasi siswa dalam berinteraksi ataupun melakukan semua kegiatan yang mendukung proses belajar mengajar. Pada proses elaborasi, guru dituntut untuk membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam, dan memfasilitasi siswa melakukan kegiatan membuat laporan ataupun hal yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya. Sedangkan pada proses konfirmasi, guru dituntut agar memiliki kemampuan memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan serta memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang bermakna. Pada kegiatan penutup guru harus mampu membimbing siswa membuat rangkuman, melakukan refleksi, dan memberikan umpan balik. Jika semua tuntutan di atas terpenuhi maka guru akan lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran. Dengan demikian akan tercipta proses belajar mengajar yang bermakna bagi siswa. 20 Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan di SDN Guntung Payung 1, kota Banjarbaru. Adapun waktu pelaksanaan dimulai tanggal 18 Oktober 2010 sampai tanggal 18 November 2010. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian tindakan sekolah melalui 2 siklus kegiatan. Adapun langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan meliputi 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, obesrvasi dan evaluasi, dan refleksi. 1. Siklus 1 a. Perencanaan Sebelum pelaksanaan tindakan sekolah terlebih dahulu dilakukan koordinasi melalui diskusi terfokus dengan kolaboran yang ikut terlibat, seperti guru, dan staf TU. Dalam kegiatan ini dilakukan perencanaan berupa merancang rencana pelaksanaan pembelajaran, menyiapkan instrumen, menyusun jadwal kegiatan, dan kegiatan lain yang mendukung pelaksanaan kegiatan. b. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah diskusi terfokus tentang rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat untuk diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian dilakukan supervisi selama proses pembelajaran. c. Observasi Observasi berlangsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran, dan melakukan penilaian kemampuan guru melalui koleksi dokumen yang diperoleh dari instrumen pengamatan selama kegiatan berlangsung. d. Refleksi Pada tahap ini dilakukan kajian dan penilaian berdasarkan hasil observasi. Kemudian dilakukan usaha serta rencana kegiatan selanjutnya. 2. Siklus 2 a. Perencanaan 21 Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada siklus 1, dilakukan kegiatan siklus 2 yang diawali perencanaan berupa menyiapkan instrumen, merevisi rencana pelaksanaan pembelajaran, dan menyusun jadwal kegiatan. b. Pelaksanaan Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal dan rencana kegiatan yang telah disusun. c. Observasi Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan pembelajaran berdasarkan RPP yang telah direvisi dan melakukan penilaian kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap. d. Refleksi Dalam tahap ini dilakukan kajian tentang hasil-hasil yang dicapai selama pelaksanaan tindakan , dan melakukan analisis data untuk menarik kesimpulan umum dari kegiatan siklus pertama dan siklus kedua. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan dengan 2 siklus. Siklus pertama dimulai dengan penyusunan RPP, dan instrumen yang akan digunakan selama kegiatan. Selanjutnya dilakukan pelaksanaan yang datanya diambil langsung oleh peneliti. Berdasarkan hasil supervisi pada siklus 1 diperoleh data aktivitas guru dan siswa yang diambil berdasarkan instrumen yang telah disiapkan. Data guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran pada siklus 1 masih menunjukkan kategori kurang sehingga perlu dilakukan tindak lanjut berupa pelaksanaan penelitian siklus 2. Rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran siklus 1 hanya 1,57. Hal ini menunjukkan keaktifan siswa masih kurang. Hal ini sangat signifikan dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Selama proses pembelajaran guru mengajar dengan metode ceramah sehingga kurang memotivasi siswa untuk ikut terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Pada siklus 2 dilakukan revisi pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan digunakan guru. Dari hasil observasi didapatkan data aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 2 rata-rata 3,43. 22 Hal ini menunjukkan guru sudah mampu mengelola pembelajaran. Ratarata aktivitas siswa selama pembelajaran siklus 2 sudah mengalami peningkatan. Rata yang diperoleh yaitu 3,71 (tergolong kategori sangat memuaskan). Berdasarkan hal ini dapat dikatakan proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru sudah dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Dari data hasil pengelolaan guru dalam pembelajaran dan aktivitas siswa pada siklus 2 dapat diberikan kesimpulan telah menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga penelitian ini tidak dilanjutkan ke siklus 3. Perbandingan hasil penelitian yang diperoleh dari siklus 1 dan siklus 2. a. Aktivitas Guru selama Proses Pembelajaran Pada siklus 1 dilakukan pembelajaran menggunakan RPP yang telah dirancang oleh guru. Namun pada pelaksanaannya guru belum maksimal mengimplementasikan metode pembelajaran yang sesuai dengan rancangan RPP nya sehingga proses pembelajaran belum mampu melibatkan siswa secara aktif. Setelah melalui supervisi akademik yang dilakukan peneliti, maka pada siklus 2 guru telah mampu mengimplementasikan metode pembelajaran. Adapun perbandingan data tentang aktivitas guru selama pembelajaran yang diperoleh dari pembelajaran siklus 1 dan siklus 2. Pada siklus 2 rata-rata aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran sudah mencapai 3,43 yakni tergolong kategori sangat memuaskan. Hal ini menunjukkan guru sudah mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran. b. Aktivitas Siswa pada Proses Pembelajaran Pada siklus 1 guru belum maksimal dalam melakukan pengelolaan pembelajaran sehingga berdampak pada rendahnya aktivitas siswa selama pembelajaran. Namun pada siklus 2 setelah adanya bimbingan peneliti terhadap guru, keaktifan siswa sudah meningkat. . Pada siklus 2 aktivitas siswa sudah menunjukkan kategori sangat memuaskan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya supervisi akademik terhadap 23 guru maka guru akan mampu mengimplementasikan metode pembelajaran yang variatif sehingga proses pembelajarannya pun akan menjadi lebih bermakna bagi siswa. Berdasarkan data hasil evaluasi pada siklus 1 dan siklus 2 terlihat adanya peningkatan hasil yang cukup signifikkan. Guru sudah mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapatt terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Guru yang sudah mampu mengajar secara professional tentunya akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang dapat memotivasi siswa. Berhasilnya kegiatan pembelajaran tentunya juga tidak terlepas dari supervisi akademik yang telah dilakukan oleh peneliti. Peneliti telah mengupayakan pendekatan individual untuk memberikan bimbingan terhadap guru sehingga guru memiliki kemampuan untuk mengubah pola pembelajaran menjadi lebih efektif dan merangsang siswa agar dapat lebih kritis dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan guru pada siklus 2 sudah mengacu pada pembelajaran yang mencakup proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Dengan pembelajaran seperti ini hasil belajar yang diperoleh siswa dapat mencapai KKM yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam Standar Nasional Pendidikan (2010). Pada siklus 2, setelah peneliti memberikan supervisi akademik guru ternyata sudah mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran. Berdasarkan hal ini peneliti sudah dapat membuktikan bahwa dengan supervisi akademik dapat memberikan bimbingan kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya. SIMPULAN Berdasarkan hasil kegiatan selama siklus 1 dan siklus 2 dapat disimpulkan (1) Pelaksanaan supervisi akademis secara signifikan telah mampu meningkatkan kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran, (2) Guru telah mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode 24 pembelajaran yang diiringi dengan meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Saran yang diajukan dalam kegiatan ini adalah (1) Bagi kepala sekolah dapat melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan metode pembelajaran yang lebih variatif, (2) Supervisi akademik dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pemecahan permasalahan yang dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran, (3) Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan intensif untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini. Rujukan Depdiknas. 1997. Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar.Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Buku 1). Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 dan 48 Tahun 2008. Tentang Wajib Belajar dan Pendanaan Pendidikan. CV Novindo Pustaka Mandiri. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2007. Kumpulan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Indonesia. Jakarta. Kemendiknas. 2010. Supervisi Akademik. Dirjend PMPTK, Jakarta. Wayan I AS. 2010. Delapan Standar Nasional Pendidikan. Az-Zahra Book’s8. Jakarta. 25 MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS IV SDN KUSAMBI HILIR KECAMATAN LAMPIHONG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Mukhyar Amani1 ; Sugian Noor2 Abstrak Hasil belajar akan lebih bermakna jika prosesnya menyenangkan peserta didik dan terjadi penguatan (reinforcement) dari guru. Hal ini bertujuan untuk memberikan motivasi terhadap siswa. Motivasi siswa dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan melalui penerapan pendekatan pembelajaran. Penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan pada bulan Nopember 2013 di SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan pada Tahun Pelajaran 2013-2014. Jumlah siswa kelas IV di SDN Kusambi Hilir adalah 15 siswa, 4 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya.Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV adalah dengan langkah-langkah observasi, prediksi, hipotesis, eksprimen, perolehan dan pemrosesan data dan komunikasi. Kata kunci: Pendekatan Contextual Tearching and Learning (CTL), Motivasi Belajar IPA. Hasil belajar akan lebih bermakna jika prosesnya menyenangkan peserta didik dan terjadi penguatan (reinforcement), misalnya jika peserta didik menjawab benar maka diberi penguatan oleh guru dengan mengucapkan “jawabanmu bagus”, atau “tepat”. Guru, orang tua dan pendidik harus memberikan penguatan yang bersifat psikologis dan menghindari penguatan yang lebih bersifat kebendaan. Sedangkan penghargaan (reward) seharusnya diberikan hanya kepada prilaku yang masuk akal (reasonable) dan tidak memanjakan. Hindari hukuman (punishment) yang bersifat fisik. Proses pembelajaran merupakan proses tahap demi tahap yang terperinci, 1 2 Dosen FKIP pada UPBJJ UT Banjarmasin Guru SDN Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong 26 tergambar dan sekuensi logis dan informasi yang akan disajikan. Kejelasan pra kondisi belajar proses belajar, dan akhir pembelajaran sangat diperlukan. Guru fokus kepada belajar melalui perencanaan dan mengelola instruksi. Merencanakan pembelajaran yang memastikan kesempatan terbaik untuk murid, untuk belajar apa yang mereka perlu ketahui adalah tanggung jawab utama mengajar. Penelitian ini dilaksnakan di SDN Kusambi Hilir Kelas IV selama 2 siklus, setiap siklus terdapat 2 kali tatap muka dengan sasaran siswa 15 orang. Melalui perencanaan, guru bisa menekankan hubungan antara ide dan membantu murid mengenal hubungan antara topik (Rachmad, 2009). Tanpa perencanaan yang dibuat secara baik, instruksi kecelakaan dan beberapa bagian dan informasi penting untuk tingkat selanjutnya dari belajar ditinggalkan. Struktur dan rencana dari informasi umum kepada contoh khusus membantu siswa membuat generalisasi dan menggunakan data untuk memperkirakan dan menganalisis hasil akhir. Berdasarkan atas latar belakang masalah penelitian difokuskan pada peningkatan motivasi belajar IPA di SDN Kusambi Hilir dengan karakteristik siswa kemampuannya beragam (berbeda-beda). Pendekatan CTL mengkaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa atau dunia nyata siswa, sehingga akan membuat pembelajaran lebih bermakna, karena siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh di kelas akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini dengan berbagai kegiatannya menyebabkan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar (Nur, 2003). Pendekatan CTL merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Pendekatan kontektual juga merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya, mereka sadar bahwa yang mereka pelajari 27 berguna bagi kehidupannya nanti. Alasan menggunakan pembelajaran kontekstual karena pola pikir sentralistik, dan uniformistik mewarnai pengemasan dunia pendidikan kita keputusan selalu dilaksanakan berdasarkan hierarki-birokrasi. Ada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dialaminya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dari kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan CTL adalah suatu pendekatan pengajaran yang karakteristiknya memenuhi harapan agar siswa mampu menjalani kehidupan jangka panjang dan mampu memecahkan berbagai persolana yang dihadapi selama menjalani kehidupan tersebut. Pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan data. Nur (2003) menyatakan pendekatan CTL mempunyai tujuh kunci pokok yaitu (1) Kontruktivisme, (2) Menemukan, (3) Bertanya, (4) Masyarakat Belajar, (5) Pemodelan, (6) Refleksi, (7) Penilaian yang sebenarnya. Sehingga bertujuan untuk memotivasi siswa dalam memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, dan siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu konteks ke konteks lainnya. Tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal ketika guru memahami prinsip-prinsip dan komponen pengajaran. Kemampuan guru di dalam mengelola kelas sangat diharapkan memberi banyak manfaat terhadap tumbuh kembangnya wawasan dan pengetahuan siswa terhadap materi suatu mata pelajaran yang diajarkan sehingga siswa mampu memahami konsep-konsep pelajaran yang diberikan. METODE Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IV SDN Kusambi Hilir yang beralamat di Jalan Basio Jaya Desa Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong dengan 28 mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan subjek penelitian sebanyak 15 orang siswa selama 2 siklus. Tiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan.Waktu pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan pada tanggal 4 Nopember 2013 dan 7 Nopember 2013 untuk Siklus I, sedangkan untuk Siklus II dilakukan pada tanggal 11 Nopember 2013 dan 14 Nopember 2013. Adapun mata pelajaran yang dijadikan perbaikan adalah IPA Kelas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketuntasan hasil belajar disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Ketuntasan Hasil Belajar IPA Ketuntasan dalam Belajar Siklus I Siklus II 6,00 % 7,00 % 6,20 % 7,53 % Pertemuan 1 2 Tabel 2.Hasil Test Pada Setiap Siklus No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Nama Siswa Rabiatul Adawiyah Putri Hasanah Putri Erliana Nor Ramadan Mahdinor Fazar Ririn Ariyanti Sri Mahrini Ulfah Zahratun Hanipah Muhammad Abdi Aulia Rahmah Fatmawati Muhammad Rosadi Novi Rustiani Aisya Nadia Adela Putri Nabila Siklus 1 Pertemuan 1 2 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 6 7 6 6 6 6 6 6 6 6 5 6 7 7 6 6 7 7 6 6 Siklus 2 Pertemuan 1 2 7 8 7 7 7 8 7 8 6 7 8 9 7 7 7 7 7 7 7 8 6 7 7 7 7 8 8 9 7 7 Jumlah 90 93 105 113 Rata – Rata 6,00 6,20 7,00 7,53 Ketercapaian kompetensi dasar untuk mata pelajaran IPA di SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan Tahun Pelajaran 2013/2014 harus mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran IPA SDN Kusambi Hilir. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Sehingga diharapkan dapat 29 meningkatkan motivasi belajar siswa. Motivasi siswa dapat ditingkatkan melalui pendekatan CTL yang digunakan dalam proses pembelajaran. Sehingga diharapkan siswa dapat belajar mandiri atau bekerja sama dengan teman dalam menemukan solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelajaran IPA. Hal ini akan membuat siswa mandiri dan punya inisiatif untuk selalu ingin tahu, ingin mencoba menemukan berbagai alternatif jawaban melalui sumber yang ada disekitarnya, baik berupa buku sumber, melalui teman dan sumber belajar lainnya. Pada kenyataannya di lapangan adalah pada peninjauan awal yaitu sebelum dilakukannya Penelitian Tindakan Kelas nilai siswa jauh dibawah KKM dengan ratarata nilai 45,35 %. Sedangkan masuk pada siklus 1 sudah meningkat rata-rata hasil belajar menjadi 6,20 %, akan tetapi hasil ini pun juga masih belum mencapai KKM. Hal ini disebabkan masih rendahnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, seperti kurang aktifnya siswa bertanya dalam proses pembelajaran, sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Karena pada siklus 1 ini belum mencapai ketuntasan belajar maka penelitian dilanjutkan ke siklus 2. Hasil yang didapat pada siklus 2 ini sudah memenuhi KKM dengan rata-rata nilai 7,53 %. Menggunakan pendekatan CTL pada proses pembelajaran membuat siswa termotivasi dalam belajar, seperti yang dikatakan oleh Nur (2003), bahwa pendekatan CTL dengan berbagai kegiatannya membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Hal ini sejalan dengan penelitian Putra (2012) menyatakan bahwa dengan pendekatan CTL ini dapat mempengaruhi terhadap presasi belajar siswa karena siswa lebih termotivasi dalam belajar. Lebih lanjut dalam penelitian Andayani (2012) pendekatan CTL membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa sehingga menjadi alternatif pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran CTL merupakan pendekatan yang menekankan konsep belajar untuk membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sejalan dengan penelitian Nurdin (2009) menyatakan bahwa pendekatan CTL dapat membantu guru dalammengkaitkan antara materi yang 30 dipelajarinya dengan situasidunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubunganantara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalamkehidupan sehari-hari, sehingga hasil belajar dapat ditingkatkansesuai dengan harapan bersama.Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dewey (1916), diikuti oleh Katz (1918), Howey dan Zipher (1989) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari–hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, trasfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian berdasarkan data hasil penelitian yang terlihat dari pra siklus, siklus 1 sampai siklus 2 yang mana semakin meningkatnya motivasi siswa dibarengi dengan semakin meningkatnya hasil belajar siswa yang sudah mencapai KKM, berarti dengan menggunakan metode CTL dalam proses pembelajaran di kelas mengakibatkan semakin meningkatknya motivasi siswa kelas IV SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya Kecamatan lampihong Kabupaten balangan tahun Pelajaran 2013/2014. SIMPULAN Pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang telah dilakukan, namun sebelumnya pelaksanaan pembelajaran (pra siklus) mendapatkan kendala dalam proses pembelajaran, namun dengan adanya perbaikan siklus I dan siklus II dengan 31 melalui struktur pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, mendemonstrasikan kemajuan siswa serta evaluasi yang tepat. Ada peningkatan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Kusambi Hilir dengan menggunakan pendekatan CTL. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta Andayani, Ana Shofia. 2012. Pengaruh Pendekatan CTL terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Bunyi. Skripsi, Prodi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas Nurdin. 2009. Implementasi Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar.Jurnal Administrasi Pendidikan Vol. IX No. 1 April 2009 Rachmad. (2009). Insiden ISPA di Indonesia. From. http://www.indomedia.com Putra, Aditia dan I Kadek. 2012. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Ditinjau Dari Bakat Numerik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Di Kelas Viii Smp Negeri 11 Denpasar. Widodo Rachmad.2009. ” Model Pembelajaran Explicit Instruction (Rosenshina & Stevens,1986) ”. 32 PENYUSUNAN DOKUMEN KTSP 2013 MELALUI KEGIATAN ON JOB LEARNING SEKOLAH DASAR Balawi; H. Muhammad Zaini Abstrak Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dalam menyusun dokumen KTSP 2013. Manfaat kegiatan ini meningkatnya penguasaan kemampuan menyusun dokumen KTSP 2013 dengan melaksanakan langkah demi langkah proses yang harus dijalani secara teliti sesuai Buku Pedoman Umum (BPU) melalui bimbingan tim dosen. Khalayak sasaran adalah para kepala SD di lingkungan Kota Banjabaru yang sedang mengikuti program On Job Learning. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk seminar lokakarya dengan tahapan 1) Mengkaji ulang dokumen satu (KTSP 2006),2) Mengidentifikasi kriteria penyusunan dan pengelolaan dokumen KTSP,3) Menindaklanjuti hasil identifikasi dengan melibatkan pengawas, dan tim pengembang, 4) Melakukan revisi dokumen 1 dihadapan pengawas dan tim pengembang, 5) Pendokumentasian dokumen 1 berupa KTSP 2013 dan dokumen 2 berupa contoh silabus dan RPP, 6) Dokumen 1 dan dokumen 2 telah siap dalam bentuk laporan kegiatan OJL untuk dipresentasikan dalam In 2. Hasil kegiatan pengabdian diberikan contoh dari SD Negeri Banjarbaru Kota 1 berupa 1) Dokumen utama terdiri atas 1) dokumen 1 (KTSP 2013), dan 2) dokumen 2 (contoh silabus dan RPP). 2) Dokumen pilihan berupa hasil supervisi akademik dan 3) Dokumen pendukung terdiri atas undangan workshop, perbaikan dokumen, daftar hadir, jadwal kegiatan, bahan presentasi sebagai ringkasan kegiatan OJL.. Kata kunci: dokumen KTSP 2013, On Job Learning, contoh silabus dan RPP Pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang berubah. Terkait dengan visi tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang 33 hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun sistem kredit semester. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Kegiatan pembelajaran melalui On Job Learning (OJL) merupakan tugas yang harus dilaksanakan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi akademiknya. 34 Tugas yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru, tidak serta merta dapat dikerjakan oleh kepala sekolah. Di sinilah peran tim pengabdi untuk mendampingi mereka dalam menyusun dokumen KTSP 2013 melalui OJL. Tugas membaca pengantar Buku Pedoman Umum (BPU) merupakan tugas awal yang harus dilakukan oleh peserta OJL. Tugas-tugas lain seperti menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan/diminta, mengikuti tahap demi tahap kegiatan pembelajaran secara sistematis, dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran yang ada pada Lembar Kerja (LK). Tugas ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan semua pihak di sekolah. Untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum, para kepala sekolah dalam satu gugus menelaah bahan bacaan dan sumber-sumber lain yang relevan. Hal ini dapat terlaksana dengan baik karena rasa tanggung jawab dari setiap unsur dan dengan jadwal yang ketat. Pada akhir kegiatan pembelajaran/diklat dengan BPU ini, pengawas telah melaksanakan tugas penilaian menggunakan rubric penilaian dan format penilaian yang sudah ditetapkan dalam BPU ini. Kegiatan OJL dilaksanakan sejak berakhirnya In Service 1. Segera setelah itu, secara terjawal setiap hari Selasa dilaksanakan pertemuan di gugus Kenanga Penerapan kegiatan pada tahap OJL senantiasa didampingi oleh pengawas, dan tim pengembang . Secara berkala ketua komite sekolah diminta masukan sesuai dengan permasalahan yang sedang dibahas. Hasil kegiatan OJL akan dilaporkan tagihan dan mempresentasikan berbagai temuan, hikmah, kendala, dan solusi yang dilakukan selama proses pembelajaran. Pengalaman-pengalaman berharga akan mengiringi kegiatan ini dan siap berbagi pengalaman dengan kepala sekolah/madrasah lain. Produk yang dihasilkan pada kegiatan OJL adalah dokumen hasil revisi (KTSP dokumen 1, silabus, RPP) dan dokumen pendukung seperti undangan workshop perbaikan dokumen, daftar hadir, bahan presentasi sebagai ringkasan kegiatan OJL. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaraan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan Undangundang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (2) ditegaskan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan 35 dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Atas dasar pemikiran itu maka dikembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kurikulum pada akhirnya tetap sebuah dokumen, yang akan menjadi kenyataan apabila terlaksana di lapangan akan menghasilkan proses pembelajaran yang baik. Pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas hendaknya berlangsung secara efektif yang mampu membangkitkan aktivitas dan kreatifitas anak. Dalam hal ini para pelaksanaan kurikulum yang akan membumikan kurikulum ini dalam proses pembelajaran. Para pendidik juga hendaknya mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan bagi anak, sehingga anak betah di sekolah. Atas dasar kenyataan tersebut, maka pembelajaran di sekolah dasar hendaknya bersifat mendidik, mencerdaskan, membangkitkan aktifitas dan kreaktifitas anak, efektif, demokratis, menantang, menyenangkan dan mengasyikkan. Dengan spirit seperti itulah kurikulum ini akan menjadi pedoman yang dinamis bagi penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di SDN Banjarbaru Kota 1 ( GS ). Berdasarkan latar belakang di atas, telah teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: a. Kepala sekolah peserta OJL belum seluruhnya terampil menggunakan fasilitas komputer, padahal penguasaan computer diperlukan dalam menyusun naskah KTSP 2013. b. Kepala sekolah peserta OJL dibekali BPU, namun tidak semuanya mampu memahami isi buku tersebut. c. Di antara kepala sekolah peserta OJL, ada yang baru menempati sekolah baru, di mana dokumen KTSP sebelumnya tidak tertata dengan baik. 36 d. Kepala sekolah dituntut harus menyesaikan dokumen KTSP 2013 pada akhir Desember 2014, padahal kemampuan kepala sekolah sangat beragam. Fokus kegiatan pengabdian masyarakat adalah mendampingi kepala sekolah dalam menyusun dokumen KTSP 2013. Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, secara umum pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk membantu kepala sekolah dalam menyusun dokumen KTSP 2013. Hasil pengabdian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Kepala sekolah peserta OJL terlatih menggunakan fasilitas computer. b. Kepala sekolah peserta OJL terlatih memahami isi buku BPU, sehingga bilamana diberikan tugas serupa dapat menyelesaikan secara mandiri. c. Memberikan edukasi kepala sekolah agar menyiapkan dokumen sekolah bilamana dipindah ke tempat lain. Kegiatan ini terlaksana dengan baik bila dilakukan dalam bentuk kepembimbingan menyusun dokumen KTSP 2013 dengan melaksanakan langkah demi langkah proses yang harus dijalani secara teliti melalui bimbingan tim dosen. Khalayak sasaran adalah para kepala sekolah SD yang sedang mengikuti program menyusun dokumen KTSP 2013 melalui On Job Learning. Beberapa komponen yang berperan dalam kegiatan ini, selain tim dosen FKIP Unlam dan peserta seminar lokakarya, juga para pengawas TK/SD, Tim dosen FKIP Unlam melaksanakan salah satu unsur dari tridarma perguruan tinggi, sedangkan para kepala sekolah mengembangkan keprofesian sebagai manajer. Rencana stratejik ini dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1. Undang–undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. 2. PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. 3. PP. No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 4. Permendikbud No.54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. 5. Permendikbud No.64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 37 6. Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 7. Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah. 8. Permendikbud No.69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. 9. Permendikbud No.81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Tujuan pengembangan KTSP ini untuk memberikan acuan kepada Kepala Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya yang ada di sekolah dalam mengembangkan program-program yang akan dilaksanakan. Selain itu, KTSP disusun antara lain agar dapat memberikan kesempatan peserta didik untuk: 1. Belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Belajar untuk memahami dan menghayati. 3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. 4. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain. 5. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif efektif dan menyenangkan. METODE Kegiatan OJL dilaksanakan selama September-Nopember 2014, pertemuan dilaksanakan seminggu sekali bertempat di SDN BBK 1 (GS) Banjarbaru. Peserta kegiatan OJL alah para kepala sekolah di lingkungan Gigus Kenanga Banjarbaru. Kegiatan ini dalam bentuk pendampingan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mengkaji ulang dokumen satu (KTSP 2006) melalui presentasi peserta pendampingan. 2. Mengidentifikasi kriteria penyusunan dan pengelolaan dokumen KTSP. 3. Menindaklanjuti hasil identifikasi dengan melibatkan pengawas, dan tim pengembang . 4. Melakukan revisi dokumen 1 dihadapan pengawas dan tim pengembang. 5. Pendokumentasian dokumen 1 berupa KTSP 2013 dan dokumen 2 berupa contoh silabus dan RPP. 6. Dokumen 1 dan dokumen 2 telah siap dalam bentuk laporan kegiatan OJL untuk dipresentasikan dalam In Service 2. 38 HASIL KEGIATAN Hasil kegiatan OJL masing-masing peserta pendampingan terdiri atas 2 bagian yakni 1) dokumen utama, 2) dokumen pilihan dan 3) dokumen pendukung. 1. Dokumen utama terdiri atas 1) dokumen 1 (KTSP 2013), dan 2) dokumen 2 (contoh silabus dan RPP). 2. Dokumen pilihan berupa hasil supervisi akademik. 3. Dokumen pendukung terdiri atas undangan workshop, perbaikan dokumen, daftar hadir, jadwal kegiatan, bahan presentasi sebagai ringkasan kegiatan OJL. 4. Masing-masing peserta pendampingan melakukan presentasi pada kegiatan OJL di Banjarmasin berupa Laporan Hasil Pelaksanaan Kegiatan On Job Learning. DAFTAR PUSTAKA Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2014. Perangkat Akreditasi SD/MI. Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Permendikbud No.54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud No.64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud No.69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud No.81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Undang–undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. 39 MENGGUNAKAN LAHAN BASAH UNTUK MENGAJAR KONSEPKONSEP BIOLOGI & KETERAMPILAN BERPIKIR DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP Muhammad Zaini1 Abstrak Pembelajaran di lingkungan alami menggunakan pendekatan lingkungan berperan penting dalam mempelajari suatu ekosistem karena dapat memotivasi para siswa mengajarkan konsep-konsep biologi dan keterampilan berpikir. Kerusakan atau hilangnya lahan basah, akan menghilangkan peran dan fungsi di dalamnya, khususnya peran sebagai sarana pendidikan. Pembelajaran di lingkungan alami termuat di dalam Permendikbud RI nomor 65 di mana prinsip pembelajaran dapat berupa a) pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, dan b) siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. Meningkatnya masalah lingkungan telah memunculkan banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang pendidikan lingkungan. Program pendidikan lingkungan melalui kurikulum sekolah pada sebagian besar sekolah masih tidak puas dan dipraktikkan hanya melalui lintas kurikulum Padahal banyak guru menerima keterampilan yang memadai dalam menanamkan pendidikan lingkungan kepada siswa mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar pendidikan lingkungan dapat terlaksana adalah melalui penyesuaian isi buku dengan konteks di mana siswa berada tanpa mengubah struktur buku Harapan ini cukup beralasan karena buku siswa yang beredar secara nasional belum sepenuhnya dapat memberikan pengalaman belajar nyata kepada siswa. Buku atau bagian dari isi buku ini dijadikan sarana menggali sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Perangkat pembelajaran (perangkat RPP) yang terdiri atas silabus, RPP, LKS, kunci LKS, butir-butir soal dan kunci jawaban, bahan ajar, serta media dirancang kontekstual. Lembar kegiatan siswa untuk menggali keterampilan berpikir, dan keterampilan motorik, butir-butir soal untuk menggali pengetahuan siswa sampai jenjang aplikasi, sedangkan kemampuan berpikir untuk jenjang kognitif yang lebih tinggi (menganalisis, mengevaluasi,dan mencipta). Kata kunci: lahan basah, mangrove, pendidikan lingkungan Hutan mangrove dan kolam air tawar merupakan jenis-jenis lingkungan yang sangat peka terhadap kerusakan (O'Neal, 1995). Kedua ekosistem lahan basah ini dapat dibedakan satu dengan lainnya. Hutan mangrove ditandai oleh air yang berkadar garam tinggi dan dipengaruhi oleh siklus pasang surut harian, sedangkan kolam ditandai oleh air tawar dan siklus musiman. Kerusakan peran dan fungsi atau di hilangnya lahan basah, juga akan menghilangkan dalamnya, seperti mencegah banjir, mencegah kebakaran (hutan), mencegah intrusi air laut, sumber penyedia air bersih, mencegah pemanasan global, sumber mata pencaharian, dan sarana pendidikan. Semua orang bertanggung jawab untuk melestarikan, mengelola dan memanfaatkan lahan basah dengan bijak. Bilamana peduli pada kehidupan dan generasi penerus, maka wajib peduli pada 1 Dosen S1 dan S2 Pendidikan Biologi dan Ketua Program Studi Magister Keguruan IPA PPs Unlam 40 kelestarian lahan basah yang ada di sekitarnya. Salah satu cara yang diharapkan dapat melestarikan lahan basah adalah melalui pembelajaran. Lahan basah menurut konvensi Ramsar 2 Pebruari 1971 didefinisikan sebagai daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir, tawar, payau atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut (Triana, 2013). Berdasarkan definisi ini, pembelajaran di lahan basah memiliki peluang besar dapat dilaksanakan, karena beragam lahan basah dapat dijumpai khususnya di Pulau Kalimantan. Pembelajaran di lingkungan alami dilandasi Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan adalah a) pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, dan b) pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. Pembelajaran di lingkungan alami menggunakan pendekatan lingkungan berperan penting dalam mempelajari suatu ekosistem karena dapat memotivasi para siswa mengajarkan konsep-konsep biologi dan keterampilan berpikir. Banyak kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan lahan basah melebihi dari materi pembelajaran di sekolah. Menurut O'Neal (1995) kegiatan-kegiatan menggunakan lahan mangrove dan kolam air tawar dalam mengajarkan ekosistem dan kesadaran lingkungan sebagai berikut: • Gradien ekologi dan zonasi biota • Faktor-faktor fisik dan air • Alih fungsi lahan • Saling ketergantungan • Interaksi antar komponen ekosistem (seperti ekosistem mangrove). • Keterkaitan antara ekosistem dengan iklim • Adaptasi biota-biota dengan lingkungannya • Keanekaragaman spesies • Pentingnya komunitas lokal • Mengkaji ulang perubahan kebijakan pemerintah dan redefinisi lahan basah 41 • Hubungan dampak manusia dengan lingkungan lokal, regional dan global • Membandingkan dua lahan basah yang berbeda. Kegiatan-kegiatan pembelajaran menggunakan hutan mangrove mungkin terbatas pada daerah-daerah geografis tertentu saja, akan tetapi lahan basah lainnya juga dapat digunakan dalam pendidikan lingkungan untuk mengajarkan ekosistem seperti rawa dan tepi sungai. Topik-topik di atas selaras dengan bahan pembelajaran di SMP kelas VII yang meliputi 1) Klasifikasi Makhluk Hidup, 2) Sistem Organisasi Kehidupan, 3) Energi dalam Sistem Kehidupan, dan 4) Interaksi Makhluk Hidup dengan Lingkungan. PENDIDIKAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPA Tahun 1960-an, pengetahuan tentang lingkungan hanya diajarkan kepada siswa di kelas biologi dengan menerapkan konsep ekologi (Hasan, dkk. 2010). Hal ini beralasan karena biologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses kehidupan (Ridwan, 2010:1). Di tahun 1970-an, pengetahuan lingkungan diajarkan sebagai subjek, hal ini sejalan ketika teknologi mulai terasa pengaruhnya terhadap lingkungan. Deklarasi Langkawi (1989) merekomendasikan perlunya melindungi lingkungan dilihat dari perspektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, termasuk pemberantasan kemiskinan, memenuhi kebutuhan dasar, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pendidikan lingkungan didefinisikan oleh UNESCO ketika deklarasi Tbilisi pada tahun 1978 (UNESCO, 1978 dalam Ertekin dan Yuksel (2014). Menurut deklarasi Tbilisi, pendidikan lingkungan sebagai proses pendidikan orang perorang terhadap isu-isu lingkungan menggunakan gagasan-gagasan dalam memecahkan masalah lingkungan, memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjukkan sikap positif terhadap lingkungan, meningkatkan motivasi dan sikap. Ertekin dan Yuksel (2014) menjelaskan pendidikan lingkungan membantu seseorang untuk memperbaiki persepsi, pemahaman, dan sikap dalam hubungan interaksi manusia, budaya dan lingkungan biofisika. Meningkatnya masalah lingkungan telah memunculkan banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang pendidikan lingkungan (Hassan dan Ismail, 2011). Program pendidikan lingkungan melalui kurikulum pada sebagian besar sekolah 42 masih tidak puas dan dipraktikkan hanya melalui lintas kurikulum (Scoffham 2000). Padahal banyak guru memiliki keterampilan memadai dalam menanamkan pendidikan lingkungan kepada siswa mereka. Miles dkk (2006) menemukan bahwa keyakinan guru untuk menanamkan pendidikan lingkungan di sekolah masih rendah, salah satu penyebab adalah pengetahuan yang terbatas di lapangan. Dia percaya bahwa infus pendidikan lingkungan dapat ditingkatkan untuk menghasilkan masyarakat yang ramah lingkungan. Zohir (2009) seperti dikutip Hasan dan Ismail (2011) berpendapat tujuan memperkenalkan pendidikan lingkungan di sekolah adalah untuk menanamkan pengetahuan lingkungan, kesadaran, sikap positif dan perilaku dalam jangka panjang. Kesadaran dan sikap positif di kalangan siswa adalah penting karena mereka generasi penerus bangsa untuk mengelola alam semesta. Literasi lingkungan dianggap tujuan akhir pendidikan lingkungan, tampaknya telah diabaikan beberapa tahun belakangan (Erdogan, 2007 seperti dikutip Srbinovski, dkk. 2010). Penambahan dimensi teknologi dan lingkungan dan terintegrasi dengan dimensi ilmu pengetahuan merupakan salah satu ciri kurikulum saat ini. Salah satu tujuan utama dari kurikulum ini adalah untuk mengembangkan kesadaran lingkungan dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Labintaha dan Shinozaki (2014) melaporkan hasil analisis gambar siswa melalui pengalaman belajar lingkungan dan preferensi dari satu hari Program Pendidikan Lingkungan di Tanjung Piai Taman Nasional (TNTP) di Johor, Malaysia. Umumnya analisis gambar siswa merupakan dasar induksi analisis kualitatif (Trochim, 2000). Ada lima tingkatan analisis gambar berbasis pengetahuan dan sekaligus sebagai rubrik menilai karya siswa seperti Tabel 1. Hasil-hasil pengetahuan mangrove berdasarkan gambar para siswa disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan kelompok urban jauh lebih sedikit menguasai pengetahuan yang terpisah tentang mangrove (14,8%) dibanding kelompok rural (60%). Hal ini dapat dipahami kelompok rural senantiasa berinteraksi dengan lingkungan mangrove. Namun sebaliknya pada level 3 pengetahuan tentang mangrove, kelompok urban lebih menonjol (62,9%) dibanding kelompok rural (36,6%). Berdasarkan data ini dapat dianalogikan dua hal 1) untuk menyelamatkan kawasan spesifik, maka pendidikan lingkungan perlu dilaksanakan di sekolah-sekolah 43 Tabel 1. Lima Tingkat untuk Menganalisis Kualitas Gambar Mangrove Para Siswa. Tingkatan gambar Level 1 Deskripsi Siswa menjawab tidak tahu atau tak ada respon terhadap gambar. Level 2 Gambar-gambar ini termasuk kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur ekosistem mangrove, kata-kata/diagram/formulasi bukan gambar. Gambar juga menunjukkan flora dan fauna dengan kesalahpahaman karakter yang signifikan. Gambar-gambar mewakili ekosistem apa saja.. Level 3 Gambar mencakup identifikasi unsur-unsur sederhana baik tumbuhan maupun fauna atau karakter lingkungan pada ekosistem mangrove. Level 4 Gambar menunjukkan pemahaman parsial konsep lingkungan mangrove. Termasuk dua-tiga unsur mangrove bersama-sama dengan karakter fisik yang nyata. misalnya, jenis tanaman, dan hewan mangrove; karakter akar, tanah dan lumpur karakter habitat mangrove. Level 5 Gambar menunjukkan pemahaman ekosistem, berisi empat dan lebih elemen ekosistem mangrove. yang berada di kawasan tersebut, 2) intervensi kelompok urban masih dimungkinkan selama daya dukung lingkungan masih memungkinkan. Tabel 2.Hasil-hasil Pengetahuan Mangrove Berdasarkan Gambar Para Siswa. Level Gambar Level 1 (%) Level 2 (%) Level 3 (%) Level (%) Level (%) 0 22 (38.6) 28 (49.1) 6 (10.5) 1 (1.8) Urban 0 4 (14.8) 17 (62.9) 5 (18.5) 1 (3.8) Rural 0 18 (60.0) 11 (36.6) 1 (3.4) 0 (0.0) Laki-laki 0 10(17.5) 1(1.8) 1(1.8) 1(1.8) Perempuan 0 12(21.1) 27(47.4) 5(8.6) 0(0.0) Total (N = 57) Latar Belakang Gender Menurut Woolfolk (1995) apabila orang dapat belajar dengan cara memperhatikan, maka faktor-faktor kognitif yang terlibat adalah orang itu harus 44 memusatkan perhatian, mengkonstruksi gambaran-gambaran, mengingat, menganalisis dan membuat keputusan yang mempengaruhi belajar. Pemusatan perhatian menuntut pembelajaran melalui pengamatan yang dapat dibedakan atas 2 jenis pembelajaran yakni 1) melalui kondisi yang dialami orang lain, dan 2) meniru suatu model, meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan pada saat pengamat itu sedang memperhatikannya. Pembelajaran melalui kondisi yang dialami orang lain (kelompok rural ) sudah tidak layak lagi, karena pengetahuan mereka telah bias, baik pembelajaran melalui pemodelan (kelompok urban) menjadi pilihan terbaik agar tercipta kehidupan yang layak meskipun tinggal di lingkungan mangrove. Ors (2012) menjelaskan pendidikan lingkungan dimulai dari lingkungan keluarga, sejak lahir dan berlanjut sepanjang PAUD hingga pendidikan tinggi. Namun, pendidikan lingkungan tidak terbatas pada lembaga pendidikan formal saja sejak seorang individu memperoleh kesadaran melalui kehidupan sosial dan hubungan sosialnya. Dalam konteks ini, media merupakan alat penting dalam pendidikan lingkungan. Bahkan mungkin dianggap sebagai semacam sekolah. Volk dan Cheak (2003) menjelaskan pendidikan lingkungan digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis melalui Critical Thinking Test of Environmental Education (CTTEE) yakni membuat kesimpulan, membuat inferensi dan mengidentifikasi bias. Bilamana pembelajaran dirancang menggunakan modelmodel konstruktivistik, maka kegiatan-kegiatan keterampilan berpikir dapat diakomodasikan. Baik keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, maupun berpikir tingkat tinggi, tergantung model pembelajaran yang digunakan. Konteks pembelajaran tradisional biasanya berorientasi buku teks yang diajarkan terpisah dengan konteks lingkungan. Guru biasanya mendominasi instruksi dan membuat sebagian besar keputusan instruksional. (Volk dan Cheak, 2003). Banyak siswa menemukan konteks pembelajaran yang membosankan dan tidak relevan. Interpretasi perilaku literasi siswa, penting untuk dicatat bahwa literasi tampaknya memiliki karakteristik multidimensi. Karakteristik ini meliputi literasi umum, literasi lingkungan, dan literasi teknologi. Literasi umum mengacu pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi dalam aspek komunikatif literasi yang memberdayakan warga negara terdidik, mampu memahami masalah yang kompleks dan menyelesaikannya. Hari ini, harapan lebih 45 tinggi daripada di masa lalu dan saat ini definisi literai meliputi keterampilan berpikir kritis, di mana seseorang harus mampu membaca secara luas dan mengintegrasikan informasi dari berbagai sudut pandang, harus mampu menggunakan pengetahuan ini untuk mengambil keputusan dan mengambil tindakan (Volk dan Cheak, 2003). Literasi lingkungan menuntut kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pengambilan keputusan yang efektif. Individu harus mampu memandang sebuah isu dan mengolah informasi yang bertanggung jawab. Siswa melihat diri mereka sebagai anggota komunitas yang mampu berpartisipasi aktif dan mereka mengambil peran yang bertanggung jawab dalam penyelesaian masalah di komunitas mereka, di daerah mereka, dan di dalam negara mereka. PENGETAHUAN DAN PEMBELAJARAN IPA KETERAMPILAN BERPIKIR DALAM Di atas telah dijelaskan literasi lingkungan dianggap sebagai tujuan akhir pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan melekat pada disiplin ilmu, dalam hal ini biologi, maka melalui pendidikan lingkungan juga akan diperoleh literasi umum, dan literasi teknologi. Sarana mencapai literasi adalah keterampilan berpikir, dari sini aspek kognitif tingkat tinggi diperoleh melalui kemampuan berpikir. Berpikir kritis, maupun berpikir kreatif memerlukan model-model pembelajaran yang dapat membantu siswa mengembangkan potensinya. Salah satu karakteristik dari pembelajaran aktif adalah bahwa siswa tidak hanya mendengarkan materi pembelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pembelajaran (Rooijakkers, 1991). Menurut hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assesment (PISA) mutu pendidikan di Indonesia masih rendah (TIMSS, 2007; PISA, 2009 seperti dikutip Nur, 2013). Kondisi saat ini kemampuan siswa Indonesia di bidang sains berada pada peringkat 48 dari 56 negara, di bidang matematika berada pada peringkat 50 dari 57 negara dan kemampuan memecahkan masalah berada pada peringkat 39 dari 40 negara. Hal ini menguatkan kebenaran hasil survei di atas. Mencermati kondisi seperti ini, sudah saatnya guru meninggalkan kaidah mengajar (to teach) menjadi membelajarkan (to learn), baik konsep (content 46 standard) maupun proses (working scientifically). Topik biologi yang menekankan pada contend standard hanya menuntut kompetensi describe/explain (menjelaskan), namun kembali kepada karakteristik mata pelajaran biologi yaitu yang menjadi obyek kajian merupakan benda hidup dan proses kehidupan, maka pembelajaran biologi tetap dilaksanakan melalui pengamatan dan eksperimen (Ridwan, 2010). Sudah sepatutnya guru memfasilitasi siswa belajar dengan menggunakan kaidahkaidah konstruktivis. Kaidah-kaidah konstruktivis memberi arahan kepada guru agar menggunakan model-model pembelajaran yang berpusat kepada siswa, seperti model inkuiri dan model pembelajaran berdasarkan masalah. Model-model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada guru untuk menggali keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative thinking). Kedua keterampilan berpikir ini merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill) yang selalu ditekankan dalam pembelajaran sains modern. Penekanan keterampilan berpikir tingkat tinggi cukup beralasan karena keterampilan ini masih belum dikuasai oleh siswa. Kondisi saat ini kemampuan siswa Indonesia masih rendah ditinjau dari kemampuan menyelesaikan masalah di bidang sains, matematika, dan membaca. Menurut (Nur, 2013) guru di dalam pembelajaran dituntut untuk mengurangi kemampuan siswa di bidang kognitif rutin, dan manual rutin, akan tetapi ditingkatkan di bidang berpikir tingkat tinggi dan komunikasi kompleks. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah merancang perangkat pembelajaran sesuai dengan konteks di mana siswa berada. Kurikulum 2013 telah diberlakukan berdasarkan Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013. Sekalipun sebagian sekolah masih diizinkan menggunakan KTSP 2006 sesuai Permendikbud nomor 160 tahun 2014. Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pemerintah dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 telah menerbitkan buku guru dan buku siswa. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini. 47 Penyesuaian isi buku dengan konteks di mana siswa berada tanpa mengubah struktur buku diharapkan dapat memberikan makna positif bagi siswa. Harapan ini cukup beralasan karena buku siswa yang beredar secara nasional belum sepenuhnya dapat memberikan pengalaman belajar nyata kepada siswa. Buku atau bagian dari isi buku ini yang dijadikan sarana menggali sikap, pengetahuan, dan keterampilan Perangkat pembelajaran (perangkat RPP) yang terdiri atas silabus, RPP, LKS, kunci LKS, butir-butir soal dan kunci jawaban, bahan ajar, serta media dirancang berorientasi konteks siswa. Lembar kegiatan siswa untuk menggali keterampilan berpikir, dan keterampilan motorik, butir-butir soal untuk menggali pengetahuan siswa sampai jenjang aplikasi, sedangkan kemampuan berpikir untuk jenjang kognitif yang lebih tinggi (menganalisis, mengevaluasi,dan mencipta). Pembelajaran menggunakan pendekatan lingkungan dilaksanakan diluar kelas, para siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjukkan sikap positif terhadap lingkungan. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah bahwa pembelajaran dapat berlangsung di masyarakat, dan siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. Jika hal ini dilaksanakan dengan baik maka dapat mengubah paradigma guru dari mengajar (to teach) menjadi membelajarkan (to learn). SIMPULAN/REKOMENDASI Pendidikan lingkungan merupakan suatu dimensi, jadi bisa melalui mata pelajaran apa saja, dalam tulisan ini berkaitan dengan pembelajaran biologi. Oleh karena masalah-masalah lingkungan tidak secara tuntas dapat dipecahkan melalui bidang ini. Jadi selayaknya pendidikan lingkungan dilakukan secara simultan dan berlanjut dengan menginfus ke dalam konsep-konsep keilmuan yang dipelajari di sekolah. DAFTAR RUJUKAN Ertekin, Tuba dan Yuksel, Cagdas. 2014. The Role of Ecological Literacy Education with Academic Support in Raising Environmental Awareness for High School Student: “Enka Ecological Literacy Summer Camp Project Case Study”. The 48 3nd International Geography Symposium-GEOMED2013. Social and Behavioral Sciences 120 (2014) 124–132. Procedia Hassan, Arba’at dan Ismail, Mohd. Zaid. 2011. The Infusion of Environmental Education (EE) in Chemistry Teaching and Students’ Awareness and Attitudes Towards Environment in Malaysia. Procedia Social and Behavioral Sciences 15 (2011) 3404–3409 Hassan, Arba’at; Noordin, Tajul Ariffin; Sulaiman, Suriati. 2010. The status on the level of environmental awareness in the concept of sustainable development amongst secondary school students. Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 1276–1280. Faculty of Education, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 Bangi, Selangor, Malaysia. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Labintaha, Suradiah dan Shinozaki, Michihiko. 2014. Children Drawing: Interpreting School-Group Student’s Learning and Preferences in Environmental Education Program at Tanjung Piai National Park, Johor Malaysia. 5th World Conference on Educational Sciences - WCES 2013. Procedia - Social and Behavioral Sciences 116 ( 2014 ) 3765 – 3770 Miles, R; Harrison, L; Mackenzie, A. Cutter. 2006. Teacher Education: a Diluted Environmental Education Experience. Australian Journal of Environmental Education, 22 (1) (2006), pp. 49–59 Nur, M. 2013. Pendidikan dan Latihan Pembelajaran Inovatif dan Pengembangan Perangkat pembelajaran Bermuatan Keterampilan Berpikir dan Perilaku Berkarakter. Kerjasama Program Studi Magister Pendidikan Biologi PPs Unlam dengan Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) UNESA O'Neal, L. H. (1995). Using wetlands to teach ecology & environmental awareness in general biology. The American Biology Teacher, 135-139. Ors, Ferlal. 2012. Environmental education and the role of media in environmental education in Turkey. Procedia-Social and Behavioral Sciences 46 ( 2012 ) 1339 – 1342 Ridwan. 2010. Naskah Akademik Biologi SMA/MA. Kementerian pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Jakarta Rooijakkers, Ad. 1991. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Grasindo. 49 Srbinovski, Mile; Erdogan, Mehmet; Ismaili, Murtezan. 2010. Environmental Literacy in the Science Education Curriculum in Macedonia and Turkey. Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 4528–4532 Scoffham. 2000. Environmental education: a question of values. Issues in Geography teaching, Routledge/Falmer, London (2000), pp. 205–218. Suryadiputra.I. N 2012 Dampak penabatan terhadap pulihnya lahan gambut di lokasi blok A eks PLG. Warta Konservasi Lahan Basah Vol 20 no. 4 Oktober 2012 Triana. 2013. Laporan Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, Hari Air Internasional dan Hari Bumi, Tahun 2013 diselenggarakan di Sawah Luhur, Kec. Kasemen, Serang-Banten, tanggal 27 April,2013 Volk, Trudi L. dan Cheak, Marie J. 2003. The effects of an environmental education program on students, parents, and community. Journal of Environmental Education , Vol. 34, No. 4, 12-25, 2003. Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Sixth Ed.Boston: Allyn and Bacon. Diterjemahkan oleh Mohamad Nur. 1997. 50 PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI SENAM RITMIK PADA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI MELALUI METODE LATIHAN DAN PRAKTIK DI KELAS V SDN 3 BAHARU SELATAN Ludtoyo1 Abstrak Penelitian ini berawal dari kenyataan pada pembelajaran Pendidikan Jasmani di SDN 3 Baharu Selatan bahwa dalam penyampaian pembelajaran guru bersifat konvensional yang menyebabkan siswa bosan dan tidak aktif dalam proses pembelajaran. Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang membuat siswa aktif dan menyenangkan bagi siswa salah satunya dengan metode latihan dan praktik. Penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan lembaran observasi, hasil tes siswa.Sumber data penelitian ini adalah pembelajaran Pendidikan Jasmani dengan metode latihan dan praktik.Data yang diperoleh dari subjek yang diteliti yakni siswa kelas V berjumlah 25 orang di SDN 3 Baharu Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012 beserta Kepala Sekolah sebagai observer. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan metode latihan dan praktik dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Jasmani pada materi senam ritmik siswa dengan ketuntasan kognitif siswa Siklus I adalah 64%. Pada ranah afektif ketuntasan siswa 60% dan psikomotor 64% sedangkan nilai guru pada cara mengajar guru dengan nilai 75% dan siswa 75%. Setelah diadakan refleksi nilai ketuntasan kognitif siswa Siklus II adalah 96%. Pada ranah afektif ketuntasan siswa 96% dan psikomotor 92% sedangkan nilai guru cara mengajar guru dengan nilai 100% dan aspek siswa 100%. Dari analisis penelitian dapat disimpulkan dengan menggunakan metode latihan dan praktik dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Jasmani pada materi senam ritmik siswa di kelas V SDN 3 Baharu Selatan. Kata Kunci: Hasil Belajar, senam ritmik, latihan dan praktik. Latihan ini bisa mengembangkan keterampilan secara bertahap.Hal ini bisa membantu siswa dalam mengembangkan motoriknya.Seperti yang dikemukakan Roestiyah (2008:125) Latihan yang praktis mudah dilakukan serta teratur melaksanakannya membina anak dalam meningkatkan penguasaan keterampilan itu, bahkan mungkin peserta didik dapat memiliki ketangkasan itu dengan sempurna. 1 SD Negeri 3 Baharu Selatan Kab. Kotabaru 51 Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran sehingga hasil belajar menjadi tolak ukur dari berhasilnya suatu pembelajaran. Hasil belajar itu bisa di lihat dari pengetahuan siswa, keterampilan serta sikapnya setelah melalui proses belajar. Seperti yang dikemukakan Sudjana (2009:3) mendefiniskan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hamalik (2008:30) mengatakan hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Menurut Sudjana (2009:3) menjelaskan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Kunandar (2007:251) mengemukakan hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar. Hasil belajar berfungsi sebagai petunjuk sebagai perubahan tingkah perilaku yang akan dicapai siswa sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji. Hasil belajar bisa berbentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Secara umum penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran Pendidikan Jasmani pada materi senam ritmik melalui metode latihan di Kelas V SDN 3 Baharu Selatan? METODE Penelitian ini dilaksanakan di SDN 3 Baharu Selatan.Lokasi ini penulis pilih dengan pertimbangan di SDN ini pembelajaran penjas pada materi senam ritmik masih kurang efektif dan sulit dipahami siswa. Subyek penelitian siswa kelas V SDN 3 Baharu Selatan pada semester I tahun ajaran 2011/2012, berjumlah 25 Orang. Penelitian dilakukan pada semester I tahun ajaran 2011/2012. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian selama 3 bulan (Oktober-Desember 2011) dengan melaksanakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 1 kali pertemuan. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 Berdasarkan hasil penelitian siklus I siswa belum memperoleh hasil yang sempurna dengan nilai harapan rata-rata kelas pada siklus I yaitu 75,6 dari 25 siswa yang mengikuti proses dan siswa yang tidak tuntas pada siklus ini adalah sebanyak 9 orang (36%) dari 25 siswa. Sedangkan siswa yang tuntas pada siklus I ini sebanyak 16 orang siswa (64%).Masih banyak siswa yang belum menguasai gerakan langkah senam ritmik dan saat dengan musik banyak gerakan siswa yang belum sesuai dengan irama musik.Secara keseluruhn nilai siswa pada semua aspek belum sesuai dengan harapan. Dalam pembelajaran siswa belum seluruhnya aktif dengan metode latihan dan praktik terbukti dengan nilai siswa dengan metode ini 60% tuntas pada afektif. Pada tes tertulis dapat nilai rata-rata kelas pada siklus I yaitu75,2 dari 25 orang siswa yang mengikuti proses dan siswa yang tidak tuntas pada siklus I ini adalah sebanyak 10 orang (40%) dari 25 siswa. Sedangkan siswa yang tuntas pada siklus I ini sebanyak 15 orang siswa (60%). Nilai tertinggi pada siklus I ini adalah 90 dan nilai terendah berada dibawah KKM yaitu 50. Ada berapa siswa yang kurang aktif dan kurang kerja sama dalam kegiatan pembelajaran. Dengan hal ini keaktifan siswa perlu ditingkatkan lagi pada siklus II dengan memotivasi siwa dengan memberikan nilai plusbagi siswa yang bisa menguasai materi yang dipelajari. Secara keseluruhan aspek guru masih belum begitu baik dengan nilai yang diperoleh guru pada saat melakukan pembelajaran dengan langkah metode latihan dan praktik baru terlaksana 75% dan pada pengamatan siswa juga belum sempurna dengan terlaksana 75%.Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa belum begitu baik dan perlu ditingkatkan lagi pada siklus II dengan memperbaiki kelemahankelemahan yang dilakukan guru dan siswa saat proses latihan dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian siklus II siswa sudah memperoleh hasil yang sempurna dengan nilai rata-rata kelas pada siklus II yaitu 81,4 dari 25 siswa yang mengikuti proses pada ranah psikomotor dengan ketuntasan siswa 92% dan pada ranah afektif rata-rata siswa 86 dengan ketuntasan 96% pada ranah afektif rata-rata siswa 87,2 dengan ketuntasan siswa 96%. Hal ini menandakan pembelajaran dengan metode latihan dan praktik sudah berhasil.Hal ini menandakan pembelajaran penjas dengan menggunakan metode latihan dan praktik membantu siswa memahami materi senam ritmik sudah berhasil.Persentase siswa sudah tuntas dari 3 ranah yang dinilai 53 melebihan 90%.Semua siswa sudah menguasai materi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan guru dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran siswa sudah seluruhnya turut aktif dengan metode latihan dan praktik pada pembelajaran terbukti dengan nilai siswa pada semua metode latihan dan praktik ini 100%. Pengamatan terhadap guru adalah 100%. Hal ini menunjukkan guru sangat baik dalam menyajikan materi dalam pembelajaran.Hal ini menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan metode latihan dan praktik sudah berhasil meningkatkan hasil belajar penjasorkes siswa pada materi senam ritmik. SIMPULAN Metode latihan dan praktik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani pada materi ritmik di kelas V SDN 3 Baharu Selatan terbukti dengan nilai ketuntasan 92% pada psikomotor, 96% pada efektif dan kognitif siswa tuntas dalam pembelajaran pendidikan jasmani pada materi ritmik. DAFTAR RUJUKAN Sudjana, Nana .2009. Evaluasi Hasil Belajar. Bandung: Sinar Baru Kunandar.2008. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas Pengembangan Profesi Guru. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada sebagai Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta 54 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KONSEP BILANGAN BULAT DENGAN SETTING KOOPERATIF BERBANTUAN MISTAR GARIS BILANGAN SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR Syahrani Abstrak1 Pembelajaran yang kreatif dan inovatif perlu dirancang agar dapat menumbuhkan daya nalar dan kreativitas siswa. Oleh karena itu dirancang penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa menggunakan media mistar garis bilangan, di samping model kooperatif sebagai panduan untuk menentukan keaktivan siswa. Penelitian ini dilaksanakan melalui 2 siklus, masing-masing siklus 2 pertemuan. Siklus I tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang dilaksanakan pada tanggal 4 April 2011 dan tanggal 6 April 2011. Siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 11 April 2011 dan tanggal 13 April 2011. Hasil penelitian menunjukkan tes akhir siklus I nilai rata-rata kelas pada pertemuan 1 mencapai 67,33 dan pertemuan 2 mencapai 71,33. Hasil tes akhir siklus II rata-ratanya pada pertemuan 1 adalah 79,33 dan pertemuan 2 mencapai 93,33. Jadi ketuntasan belajar telah tercapai pada siklus II. Kata kunci: Aktivitas Belajar, Hasil belajar, Model kooperatif Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak lagi mempertahankan paradigma lama dimana pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) namun sebaliknya berpusat pada siswa (student centered). Pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang melibatkan siswa aktif belajar, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, pembantu dan pembimbing. Hal ini dimaksudkan agar terjadi pencapaian hasil belajar yang maksimal oleh siswa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru diadakan secara terus menerus untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan pembelajaran. Sebagian siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang menjemukan. Alasannya matematika penuh dengan rumus dan perhitungan, sehingga kurang berminat untuk mempelajari. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. 1 Guru SDN Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong 55 Matematika di Sekolah Dasar berisi bahan pelajaran yang menekankan agar siswa mengenal, memakai, serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya dengan praktik kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika diharapkan dapat membentuk siswa terampil mempelajari ilmu lain, penataan nalar yang logis dan rasional serta membentuk sikap kritis, cermat dan jujur. Keadaan yang terjadi di kelas IV SDN Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan adalah rendahnya hasil belajar siswa pada konsep penjumlahan bilangan bulat. Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran disebabkan suasana pembelajaran yang kurang menyenangkan karena tanpa media pembelajaran yang tepat. Data ini menunjukkan bahwa konsep penjumlahan bilangan bulat di kelas IV SDN Tanah Habang Kiri perlu adanya perbaikan, sebagai prasyarat untuk mempelajari konsep berikutnya. Dalam pembelajaran matematika perlu adanya keterkaitan materi baru dengan materi terdahulu, Piaget (Muhsetyo:2008:1.10). Melalui model pembelajaran STAD dan ditunjang media mistar garis bilangan diharapkan pembelajaran lebih menarik, lebih bermakna, dan mudah dipahami, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Slavin (Gerson, 2002:107) belajar kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana peserta didik belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil saling membantu untuk mempelajari suatu materi. Stahl (Wardani, 2001:7) menyatakan, model pembelajaran ini dapat meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial. Tim MKPBM (2001:218) menjelaskan model pembelajaran kooperatif meliputi suatu kelompok kecil peserta didik yang bekerja sebagai tim untuk menyelesaikan tugas, guna mencapai tujuan bersama. Langkah-langkah model pembelajaran STAD menurut Ibrahim (2000) adalah: 1. Membentuk kelompok yang anggotanya 3-4 orang secara heterogen. 2. Guru menyajikan pelajaran. 3. Guru memberi tugas kepada kelompok. 4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 5. Memberi evaluasi. 6. Kesimpulan. 56 METODE Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Subyek penelitian siswa kelas IV SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus I terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Aktivitas Siswa pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 Aktivitas Siswa Memperhatikan penjelasan guru Melakukan tugas yang diberikan Melakukan diskusi kelompok Menjawab kuis Bertanya Menyimpulkan pelajaran Jumlah Rata-rata Kriteria Skor Pert 1 Pert 2 3 3 3 3 3 4 2 2 2 2 2 3 15 17 2,5 2,8 Cukup Cukup Data hasil pengelolaan pembelajaran oleh guru tampak pada Tabel 2. Tabel 2 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Aktivitas Guru Memberikan tes awal/ membuka pelajaran Memotivasi siswa Menyampaikan tujuan pembelajaran Menyajikan materi secara klasikal Membentuk kelompok siswa Membagikan LKS pada tiap kelompok Membimbing siswa dalam kelompok Memberi kuis/ pertanyaan Memberikan kesempatan bertanya pada siswa Memberikan penguatan/penghargaan Membimbing siswa membuat kesimpulan Mengadakan evaluasi/tes akhir Jumlah Rata-rata Kriteria Skor Pert 1 Pert 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 35 37 2,9 3,1 Cukup Baik 57 Hasil tes akhir pada pertemuan kedua didapat data ketuntasan hasil belajar pada pertemuan 2 adalah 66,67%. Temuan-temuan pada hasil refleksi Siklus I dilakukan evaluasi dan diskusi. Masalah hasil belajar sebenarnya sudah mencapai indikator keberhasilan, karena pada pertemuan 2 yaitu 66,67% dari nilai siswa ≥ 65. Aktivitas siswa belum mencapai indikator keberhasilan karena belum mencapai kriteria baik. Ada 3 aktivitas yang mendapat nilai kurang baik (2), yaitu: menjawab kuis, bertanya, dan menyimpulkan pelajaran. Untuk pengelolaan pembelajaran ratarata pada pertemuan 1 dan 2 melaksanakan kurang tepat dan tidak sistematis. Untuk pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan 1 dan 2 mendapat skor 2,9 dengan kriteria hanya cukup, dan 3,1 sehingga kriteria yang dicapai baik. Guru perlu terus meningkatkan pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media mistar garis bilangan. Hasil diskusi antara peneliti dan pengamat akhirnya mendapatkan solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Yakni, guru harus melakukan bimbingan intensif pada tiap kelompok pada saat mereka mengerjakan LKS (lembar kegiatan siswa) selalu memperingatkan siswa untuk selalu berdiskusi, bertanya jika belum mengerti. Sehingga diharapkan pada siklus II diharapkan terjadi perubahan aktivitas siswa ke arah yang lebih baik. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa siklus II dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Aktivitas Siswa Pada Siklus II No 1 2 3 4 5 6 Aktivitas Siswa Memperhatikan penjelasan guru Melakukan tugas yang diberikan Melakukan diskusi kelompok Menjawab kuis Bertanya Menyimpulkan pelajaran Jumlah Rata-rata Kriteria Skor Pert 3 Pert 4 4 4 4 5 4 4 3 4 3 3 3 3 21 23 3,5 3,8 Baik Baik Data hasil pengelolaan pembelajaran oleh guru tampak pada Tabel 4. 58 Tabel 4 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Aktivitas Guru Memberikan tes awal/ membuka pelajaran Memotivasi siswa Menyampaikan tujuan pembelajaran Menyajikan materi secara klasikal Membentuk kelompok siswa Membagikan LKS pada tiap kelompok Membimbing siswa dalam kelompok Memberi kuis/ pertanyaan Memberikan kesempatan bertanya pada siswa Memberikan penguatan/penghargaan Membimbing siswa membuat kesimpulan Mengadakan evaluasi/tes akhir Jumlah Rata-rata Kriteria Skor Pert 3 Pert 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 47 50 3,92 4,17 Baik Amat Baik Hasil tes akhir pada pertemuan kedua didapat data ketuntasan pada Pertemuan 4 mencapai 93,33%. Temuan-temuan pada hasil refleksi Siklus II dilakukan evaluasi dan diskusi untuk menemukan alternatif pemecahannya. Dari hasil kegiatan ini diperoleh kesimpulan bahwa, hasil belajar siswa tuntas dan rata-rata nilai siswa di atas KKM yang ditetapkan sekolah yaitu ≥ 65. KKM yang ditetapkan sekolah ini sebenarnya masih dibawah KKM ideal yaitu ≥ 70. Pengelolaan pembelajaran sudah mencapai kriteria amat baik guru benar-benar fokus dan konsisten pada hasil evaluasi pada siklus I untuk mempertahankan yang sudah baik dan meningkatkan atau memperbaiki yang masih kurang. Yakni, guru harus melakukan bimbingan intensif pada tiap kelompok pada saat mereka mengerjakan LKS (lembar kegiatan siswa), mengaktifkan mereka pada saat membahas hasil diskusi kelas. Skor rata-rata aktivitas siswa menjadi 3,5 (pertemuan 3) dan 3,8 (pertemuan 4). Berdasar hasil belajar pada siklus I, jika dihubugkan dengan ketuntasan belajar siswa yang berjumlah 15 orang, maka dapat ditunjukkan tingkat keberasilan siswa seperti tersaji pada Tabel 5 59 Tabel 5 Daftar ketuntasan belajar siswa pada hasil belajar siklus I Hasil Belajar Skor Banyak siswa Ketuntasan < 6,5 5 33,33% ≥ 6,5 10 66,67% Keaktifan siswa dalam mengikuti KBM tersaji dalam Tabel 6 Tabel 6 Keaktifan siswa mengikuti pelajaran Kriteria Aktif Pertemuan1 Pertemuan 2 Rata-rata Katagori Rata-rata Katagori 2,5 Cukup 2,8 Cukup Siswa yang mendapat hasil belajar ≥6,5 pada pertemuan 2 adalah 66,67%. Jumlah dibawah target yang ditetapkan peneliti yaitu 75%. Ini terjadi akibat belum optimalnya keaktifan, kesungguhan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Berdasar rata-rata hasil belajar siklus II adalah 92,67. Jika dihubugkan dengan ketuntasan belajar siswa maka dapat ditunjukkan tingkat keberasilan siswa seperti tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Daftar ketuntasan belajar siswa pada hasil belajar siklus II Pertemuan 4 Skor Banyak siswa Ketuntasan < 6,5 1 6,67% ≥ 6,5 14 93,33% Keaktifan siswa dalam mengikuti KBM tersaji dalam Tabel 8 Tabel 8 Keaktifan siswa mengikuti pelajaran Pertemuan 3 Pertemuan 4 Kriteria Aktif Rata-rata Katagori Rata-rata Katagori 3,5 Baik 3,8 Baik 60 Berdasarkan nilai ulangan siklus II diperoleh hasil rata-rata kelas pada pertemuan 4 adalah 92,67. Peningkatan partisipasi siswa dalam mengikuti KBM yaitu dari partisipasi dengan rata-rata 3,5 dengan katagori baik menjadi rata-rata 3,8 dengan katagori baik. Hasil belajar siswa pada konsep penjumlahan bilangan bulat akhirnya pada pertemuan ke 4 ketuntasan mencapai 93,33%. Keberhasilan ini tentu ada hubungannya dengan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan media mistar garis bilangan. Pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan guru pada siklus II yang mencapai kriteria amat baik , sehingga aktivitas siswa memperlihatkan aktivitas yang baik. Dalam hal ini guru melakukan pembimbingan secara intensif pada tiap kelompok pada saat mereka mengerjakan LKS (lembar kegiatan siswa), mengaktifkan mereka pada saat membahas hasil diskusi kelas. Suasana pembelajaran memperlihatkan aktivitas siswa dalam melakukan tugas kelompok. Hal ini menunjukan bahwa keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) benar-benar dapat memusatkan perhatian siswa. Demikian juga media mistar garis bilangan dapat merangsang siswa lebih aktif dalam mengikuti proses belajar. Tuntas belajar secara nasional dalam GBPP kurikulum th 1994 ditetapkan ≥6,5 mencapai 85%. Penelitian ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa tuntas 93,33% dengan KKM ≥65 walaupun KKM yang ideal adalah ≥70, aktivitas siswa baik, dan pengelolaan pembelajaran dilakukan amat baik oleh guru sudah dianggap cukup memadai sebagai tolak ukur keberasilan. Ketuntasan belajar yang dicapai dalam penelitian ini sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam indikator keberasilan. SIMPULAN 1. Hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan bilangan bulat dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan media mistar garis bilangan di kelas IV SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan mencapai ketuntasan 93,33%. 61 2. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di kelas IV SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan mencapai kriteria baik 3. Pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di kelas IV SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan mencapai kriteria amat baik. DAFTAR RUJUKAN Muhsetyo, Gatot. 2008. Pembelajaran Matematika SD, Jakarta: Universitas Terbuka. Wardani I.G.A.K, Kuswaya. W & Nasoetion. N. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAJAR GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS PADA SMP NEGERI 8 BANJARBARU TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Suradi* Abstrak Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan untuk mengetahui Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Melalui Supervisi Klinis Pada SMP Negeri 8 Banjarbaru Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian tindakan sekolahini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian analisis diskriptif sederhana dari hasil pengamatan dan wawancara. Penelitian tindakan ini bermaksud mendeskripsikan dan mencari perbandingan dari hasil pengamatan pada siklus I dengan hasil pengamatan pada siklus II. Dalam penelitian tindakan ini populasinya adalah seluruh guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru yang jumlahnya 34 orang. Sedangkan sampel adalah guru yang mengajar Matematika dan IPA (MIPA) yang jumlahnya11 orang guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan mengajar guru, yang diperlihatkan dari hasil pengamatan pada siklus I dengan hasil pengamatan pada siklus II. Kompetensi guru dalam kemampuan mengajar yang mantap harus menjadi perhatian untuk dapat menjadi prioritas dalam mengembangkan kompetensi yang profesional bagi seorang guru. Kemampuan mengajar yang baik akan dipengaruhi oleh kebutuhan guru dalam bekerja melalui peran kepemimpinan kepala sekolah dan supervisi yang tepat, antara lain supervisi klinis. Kata-kata Kunci: Supervisi klinis, kemampuan mengajar guru, penelitian tindakan sekolah. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Undang-Undang Guru dan Dosen BAB I, Pasal 1, poin 1).Guru merupakan jabatan profesional yang semestinya memiliki berbagai kompetensi yang harus dikembangkan searah dengan perkembangan zaman, untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kompetensi guru. Kemampuan profesional guru terdiri atas kemampuan mengenal secara mendalam peserta didik yang akan dilayani, menguasai bidang ilmu sumber bahan ajaran, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, dan mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan. Mengajar adalah memberitahukan, menyampaikan, memfasilitasi, dan mengkondisikan adanya interaksi dalam pembelajaran antara guru dan peserta didik. Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggungjawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. Berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya, belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya sedikit menggeser atau mengubah fungsinya, itupun terjadi di kota-kota besar saja, ketika para peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Namun tugas pokok guru mengajar tetap harus dilaksanakan, bahkan harus ditingkatkan kemampuannya. Guru mengajar diartikan secara utuh mulai dari merencanakan program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, hingga melaksanakan evaluasi pembelajaran (Mulyasa,2006,38). Kemampuan mengajar guru yang meliputi dimensi merencanakan program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, akan berimplikasi pada pemahaman siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.Kenyataan prestasi belajar siswa pada SMP Negeri 8 Banjarbaru belum memenuhi standar yang diharapkan.Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang penulis temui adalah kurang optimalnya guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, sehingga yang sering muncul adalah sulitnya pemahaman siswa terhadap konsep materi yang dipelajari.Jika hal ini dibiarkan maka penalaran, pemahaman dan pengetahuan awal siswa tidak mendapat perhatian yang baik, padahal dalam diri siswa sudah ada kemampuan awal yang siap untuk dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (Rahayu, 2007:1). Berdasarkan uraian di atas, untuk mengatasi permasalahan yang timbul maka perlu dilakukan pembelajaran yang optimal. Pembelajaran yang optimal dan menyenangkan merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan. Untuk itu kemampuan mengajar guru harus ditingkatkan. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru melalui Supervisi Klinis Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Guru jabatan profesional yang semestinya memiliki berbagai kompetensi yang harus dikembangkanternyata masih belum optimal. 2. Prestasi belajar siswa pada SMP Negeri 8 Banjarbaru di bawah standar yang diharapkan, karena guru kurang optimal melaksanakan pembelajaran di kelas. 3. Kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru masih kurang. Dari tiga masalah yang diidentifikasikan di atas, masalahnya dibatasi pada masalah nomor 3 yaitu kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru masih kurang.Dari latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu: 1. Apakah supervisi klinis dapat miningkatkan kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru ? 2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaansupervisi klinis? Kemampuan mengajar guru yang masih kurang perlu diperbaiki, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pembinaan guru menggunakan pendekatan superv isi klinis. Tahap supervisi meliputi: pertemuan pendahuluan (pre conference), observasi (observation), dan pertemuan balikan (post conference). METODE Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan 2 siklus. Penelitian dilaksanakan di tempat kerja peneliti yaitu di SMP Negeri 8 Banjarbaru jalan Guntung Manggis, RT.19 Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai bulan Juli 2014 sampai dengan September 2014 atau pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. 1. Penyiapan instrumen dan dokumen pengamatan pembelajaran4 (empat) minggu sebelum penelitian dimulai. 2. Pelaksanaan siklus I selama 2 (dua) minggu, yaitu pada pengamatan pembelajaran terhadap guru yang disupervisi. 3. Pelaksanaan siklus II selama 2 (dua) minggu, yaitu pada pengamatan pembelajaran terhadap guru yang disupervisi. 4. Penyusunan laporan penelitian selama 4 (empat) minggu. Subyek penelitian ini adalah guru MIPA di SMP Negeri 8 Banjarbaru sebanyak 11 orang. Jenis data berupa hasil pengamatan guru baik pra pembelajaran maupun saat pembelajaran pada SMP Negeri 8 Banjarbaru dengan menggunakan instrumen yang disusun bersama. Data hasil penelitian dianalisis secara diskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil pengamatan pada siklus pertama dengan hasil siklus kedua. Penelitian ini dikatakan berhasil meningkatkan kemampuan mengajar guru jika hasil pengamatan pada siklus kedua lebih baik dari hasil pengamatan pada siklus pertama. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pada pembelajaran ke-1, ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Pembelajaran ke-1 Aspek yang diamati Catatan Pengamat Rata- No Keterampilan Memberi Penguatan 3 4 4 6 1 3 8 2,72 2 9 2,82 4. Pengungkapan penghargaan secara jelas dan singkat. Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan badan yang tepat. Memberikan penghargaan dengan cara mendekati. Memberikan penghargaan dengan sentuhan. 4 6 5. Memberikan kegiatan yang menyenangkan 6 5 2,45 6. Pemberian kegiatan menggunakan simbol atau benda. Pemberian penghargaan kepada yang memberikan interaksi yang tepat Jumlah 6 5 2,45 2. 3 7. 25 1 5 rata 2 1 1 2,72 2,72 10 1 3,09 49 3 2,71 Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat Baik; C: 2,6 – 3,5= Cukup Baik; E: 0,0 – 1,5 = Tidak Baik B: 3,6 – 4,5 = Baik D: 1,6 – 2,5 = kurang Baik Hasil pengamatan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung tertera pada Tabel 1. Dari 11 orang guru yang diamati pada aspek keterampilan memberi penguatan, ternyata mendapatkan hasil rata-rata 2,71 (cukup baik) dengan sebutan nilai cukup baik.Jika dilihat dari setiap item pada aspek keterampilan memberi penguatan yang diamati mendapatkan hasil, (1) Pengungkapan penghargaan secara jelas dan singkat 2,72 (cukup baik), (2) Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan badan yang tepat 2,72 (cukup baik), (3) Memberikan penghargaan dengan cara mendekati 2,82 (cukup baik), (4) Memberikan penghargaan dengan sentuhan 2,72 (cukup baik), (5) Memberikan kegiatan yang menyenangkan 2,45 (kurang baik), (6) Pemberian kegiatan menggunakan simbol atau benda 2,45 (kurang baik), (7) Pemberian penghargaan kepada yang memberikan interaksi yang tepat 3,09 (cukup baik). Ada 5 item aspek keterampilan memberi penguatan yang hasilnya cukup baik dan ada 2 item aspek memberi penguatan yang kurang baik. Hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi kliniske-1, seperti Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis ke-1 Kegiatan Pertemuan Awal No . 1. 2. 3. Pengamatan di kelas 4. 5. Pertemuan balikan 6. Aspek yang diamati Membuat kontrak kesepakatan keterampilan yang akan dicapai Membuat kontrak kesepakatan instrumen pengamatan yang digunakan Melakukan pengamatan dengan cermat Pengamatan pada keterampilan sesuai kesepakatan Menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai Menentukan bersama pertemuan selanjutnya Jumlah 1 Catatan Pengamat 2 3 4 5 Rata-rata 8 3 3,27 8 3 3,27 2 9 3,82 4 7 3,64 4 3,36 2 9 3,82 31 35 3,53 7 Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat sesuai; C: 2,6 – 3,5= Cukup sesuai; E: 0,0 – 1,5 = Tidak sesuai B: 3,6 – 4,5 = Sesuai D: 1,6 – 2,5 = Kurang sesuai Hasil pengamatan pelaksanaan supervisi klinis tertera pada Tabel 2. Dari 11 orang guru yang diamati pada pelaksanaan supervisi klinis, mendapatkan hasil ratarata 3,53 (cukup sesuai) dengan sebutan nilai cukup sesuai. Jika dilihat dari setiap item pada aspek pelaksanaan supervisi klinis yang diamati ternyata mendapatkan hasil, (1) Membuat kontrak kesepakatan keterampilan yang akan dicapai 3,27 (cukup sesuai), (2) Membuat kontrak kesepakatan instrumen pengamatan yang digunakan 3,27 (cukup sesuai), (3) Melakukan pengamatan dengan cermat 3,82 (sesuai), (4) Pengamatan pada keterampilan sesuai kesepakatan 3,64 (sesuai), (5) Menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai 3,36 (cukup sesuai), (6) Menentukan bersama pertemuan selanjutnya 3,82 (sesuai).Ternyata ada 3 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan ada 3 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya cukup sesuai. Berdasarkan hasil pengamatan ada 5 item aspek keterampilan memberi penguatan yang hasilnya cukup baik dan ada 2 item aspek memberi penguatan yang hasilnya kurang baik. Hasil ini menunjukkan kemampuan guru mengajar, terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan masih sangat perlu ditingkatkan. Melalui pertemuan balikan secara bersama antara guru dan supervisor menganalisa kelemahan yang terjadi untuk dijadikan bahan sebagai dasar perbaikan. Selanjutnya secara bersama guru dan supervisor mencari solusi untuk perbaikan pembelajaran terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan sesuai dengan hasil analisa, dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan pembelajarannya. Hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis di atas ada 3 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan ada 3 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya cukup sesuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan sudah sesuai prosedur yang direncanakan. Hasil pengamatan pada pembelajaran ke-2, seperti Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Pembelajaran ke-2 No Aspek yang diamati Keterampilan Memberi Penguatan Catatan Pengamat 3 4 4 7 3,64 5 6 3,55 3 8 3,73 4. Pengungkapan penghargaan secara jelas dan singkat. Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan badan yang tepat. Memberikan penghargaan dengan cara mendekati. Memberikan penghargaan dengan sentuhan. 4 6 5. Memberikan kegiatan yang menyenangkan 7 4 3,36 Pemberian kegiatan menggunakan simbol atau benda. Pemberian penghargaan kepada yang memberikan interaksi yang tepat Jumlah 7 4 3,36 1 10 3,91 31 45 1 2. 3 6. 7. 1 2 Rata-rata 5 1 1 3,73 3,61 Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat Baik; C: 2,6 – 3,5= Cukup Baik; E: 0,0 – 1,5 = Tidak Baik B: 3,6 – 4,5 = Baik D: 1,6 – 2,5 = kurang Baik Hasil pengamatan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung tertera pada Tabel 2. Dari 11 orang guru yang diamati pada aspek keterampilan memberi penguatan, ternyata mendapatkan hasil rata-rata 3,61 (baik) dengan sebutan nilai baik.Jika dilihat dari setiap item pada aspek keterampilan memberi penguatan yang diamati ternyata mendapatkan hasil, (1) Pengungkapan penghargaan secara jelas dan singkat 3,64 (baik), (2) Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan badan yang tepat 3,55 (cukup baik), (3) Memberikan penghargaan dengan cara mendekati 3,73 (baik), (4) Memberikan penghargaan dengan sentuhan 3,73 (baik), (5) Memberikan kegiatan yang menyenangkan 3,36 (cukup baik), (6) Pemberian kegiatan menggunakan simbol atau benda 3,36 (cukup baik), (7) Pemberian penghargaan kepada yang memberikan interaksi yang tepat 3,91 (baik). Ada 4 item aspek keterampilan memberi penguatan yang hasilnya baik dan ada 3 item aspek keterampilan memberi penguatan yang hasilnya cukup baik. Hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi kliniske-2, seperti Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis ke-2 Kegiatan Pertemuan Awal No . Aspek yang diamati 1. Membuat kontrak kesepakatan keterampilan yang akan dicapai Membuat kontrak kesepakatan instrumen pengamatan yang digunakan Melakukan pengamatan dengan cermat Pengamatan pada keterampilan sesuai kesepakatan Menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai Menentukan bersama pertemuan selanjutnya Jumlah 2. 3. Pengamatan di kelas 4. 5. Pertemuan balikan 6. Catatan Pengamat 1 2 3 4 5 Rata-rata 2 9 3,82 1 10 3,91 7 5 6 4,55 10 1 4,09 4 3,36 1 8 2 3,91 11 46 9 3,97 Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat sesuai; C: 2,6 – 3,5= Cukup sesuai; E: 0,0 – 1,5 = Tidak sesuai B: 3,6 – 4,5 = Sesuai D: 1,6 – 2,5 = Kurang sesuai Hasil pengamatan pelaksanaan supervisi klinis tertera pada Tabel 4. Dari 11 orang guru yang diamati pada pelaksanaan supervisi klinis, ternyata mendapatkan hasil rata-rata 3,97 (sesuai) dengan sebutan nilai sesuai. Jika dilihat dari setiap item pada aspek pelaksanaan supervisi klinis yang diamati ternyata mendapatkan hasil, (1) Membuat kontrak kesepakatan keterampilan yang akan dicapai 3,82 (sesuai), (2) Membuat kontrak kesepakatan instrumen pengamatan yang digunakan 3,91 (sesuai), (3) Melakukan pengamatan dengan cermat 4,55 (sesuai), (4) Pengamatan pada keterampilan sesuai kesepakatan 4,09 (sesuai), (5) Menyimpulkan bersama hasil yang telah dicapai 3,36 (cukup sesuai), (6) Menentukan bersama pertemuan selanjutnya 3,91 (sesuai). Ada 5 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan ada 1 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya cukup sesuai. Berdasarkan hasil pengamatan di atas ada item aspek keterampilan memberi penguatan yang hasilnya baik dan ada item aspek keterampilan memberi penguatan yang hasilnya cukup baik. Dari hasil tersebut menunjukkan kemampuan guru mengajar, terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan masih sangat perlu ditingkatkan, meskipun sudah ada peningkatan dari waktu penampilan sebelumnya. Dengan memanfaatkan pertemuan balikan secara bersama antara guru dan supervisor menganalisa kelemahan yang terjadi untuk dijadikan bahan sebagai dasar perbaikan.Selanjutnya secara bersama guru dan supervisor mencari solusi untuk perbaikan pembelajaran terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan sesuai dengan hasil analisa,dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan pembelajarannya. Namun masih perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengelola pembelajarannya. Berdasarkan hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis di atas ada 5 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan ada 1 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya cukup sesuai. Disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan sudah sesuai prosedur yang direncanakan. Hasil pengamatan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung secara gabungan dari siklus I dan siklus II tertera pada Tabel 3. Dari 11 orang guru yang diamati pada aspek keterampilan memberi penguatan dari siklus I 2,71 (cukup baik) dan siklus II, 3,61 (baik) ada peningkatan hasil rata-rata 0,90. Jika dilihat dari setiap item pada aspek keterampilan memberi penguatan yang diamati ternyata mendapatkan hasil, (1) Pengungkapan penghargaan secara jelas dan singkat dari siklus I 2,72 (cukup baik) dan sklus II 3,64 (baik) terdapat peningkatan 0,92, (2) Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan badan yang tepat dari siklus I 2,72 (cukup baik) dan sklus II 3,55 (cukup baik) terdapat peningkatan 0,83, (3) Memberikan penghargaan dengan cara mendekati dari siklus I 2,82 (cukup baik) dan sklus II 3,73 (baik) terdapat peningkatan 0,91, (4) Memberikan penghargaan dengan sentuhandari siklus I 2,72 (cukup baik) dan sklus II 3,73 (baik) terdapat peningkatan 1,01,(5) Memberikan kegiatan yang menyenangkan dari siklus I 2,45 (kurang baik) dan sklus II 3,36 (cukup baik) terdapat peningkatan 0,91, (6) Pemberian kegiatan menggunakan simbol atau benda dari siklus I 2,45 (kurang baik) dan sklus II 3,36 (cukup baik) terdapat peningkatan 0,91,(7) Pemberian penghargaan kepada yang memberikan interaksi yang tepat dari siklus I 2,09 (kurang baik) dan sklus II 3,91 (baik) terdapat peningkatan 1,82. Ada 7 item aspek keterampilan memberi penguatan terdapat peningkatan. Dikatakan ada peningkatan kemampuan mengajar guru melalui supervisi klinis. Proses pembelajaran pada siklus II terdapat peningkatan dibandingkan proses pembelajaran pada siklus I, karena dari hasil pengamatan ada peningkatan 0,90. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan mengajar guru dapat ditingkatkan melalui supervisi klinis. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan,maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbaikan pembelajaran melalui supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru. 2. Langkah-langkah pelaksanaan supervisi klinisyang meliputi pertemuan pendahuluan (pre conference), observasi (observation), dan pertemuan balikan (post conference),ternyata benar-benar efektif dan manusiawi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru, kepada para supervisor disarankan : 1. Melakukan pembinaan dengan menggunakan supervisi klinis. 2. Dalammelaksanaan supervisi klinisyang meliputi pertemuan pendahuluan (pre conference), observasi (observation), dan pertemuan balikan (post conference), benar-benar disesuaikan dengan keperluan guru dan dengan kesepakatan bersama. DAFTAR RUJUKAN Mulyasa, E, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rahayu.D.N, 2007, Mengoptimalkan Hasil Belajar, Banjarmasin:Dipendik Propinsi Kalimantan Selatan. UU. 2003. UU. RI. No. 20. 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: BP, Dharma Bhakti. Persyaratan naskah 1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik dengan spasi rangkap pada kertas ukuran kwarto, panjang 10-20 halaman, diserahkan paling lambat 3 bulan sebelum bulan penerbitan dalam bentuk ketikan dalam CD disertai hasil cetakannya sebanyak 2 eksemplar. Berkas naskah pada CD diketik dengan pengolah kata MS Word. 2. Artikel yang dimuat diutamakan tulisan dari hasil penelitian, akan tetapi dapat pula berupa kajian, maupun pembahasan kepustakaan. 3. Semua karangan ditulis dalam bentuk esei disertai judul subbab (heading) masing-masing bagian, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul subbab. Peringkat subbab dinyatakan jenis huruf (font) yang berbeda (cetak tebal dan miring, letaknya pada tepi kiri halaman. Peringkat 1 (huruf besar semua, rata kiri, cetak tebal), peringkat 2 (huruf besar kecil, rata kiri, cetak tebal), dan peringkat 3 (huruf besar kecil, rata kiri, cetak miring). 4. Artikel konseptual menggunakan sistematika: (a) judul, (b) nama penulis (tanpa gelar akademik), (c) abstrak (75-100 kata). (d) kata-kata kunci (paling banyak 4 kata), (e) pendahuluan (tanpa subbab) berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan, (f) bahasan utama (terdiri atas subbabsubbab), (g) penutup atau simpulan, dan (h) daftar rujukan yang berisi pustaka yang dirujuk saja. 5. Artikel penelitian menggunakan sistematika: (a) judul, (b) nama penulis, (c) abstrak, (d) kata-kata kunci, (e) pendahuluan (tanpa subbab) berisi latar belakang, tujuan, dan sedikit tinjauan pustaka, (f) metode, (g) hasil, (h) pembahasan, (i) simpulan dan saran, dan (h) daftar rujukan. 6. Daftar rujukan disajikan dengan mengikuti tatacara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis. American Psychological Assosiation. 1984. Publication Manual (3rd Ed.). Washington D.C.: APA. Fakultas Pascasarjana. 1995. Pedoman Penulisan Tesis Fakultas Pascasarjana. Malang: FPS IKIP MALANG. Kasbolah, K., Susilo, H., dan Wicaksono, M. 1990. Pedoman Penyusunan Skripsi. Malang: OPF IKIP MALANG. Pusat Penelitian IKIP MALANG. 1989. Pedoman bagi Penyumbang Karangan. Forum Penelitian. I (2): 228-231. Rofi'udin, A. 1990. Panduan Penyusunan Makalah. Malang: OPF IKIP MALANG. 7. Pengetikan naskah harus memperhatikan aturan penggunaan tanda baca dan ejaan yang termuat dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Penulisan naskah berbahasa Inggris dan bahasa asing lainnya disesuaikan dengan aturan dari bahasa yang bersangkutan.