ISSN 1907-431X - Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru

advertisement
ISSN 1907-431X
LANDASAN
Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Kemasyarakatan
Volume 9
Nomor 2
Juli–Desember 2014
•
Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Listrik Dinamis Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Samsuni)
•
Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Metode Pembelajaran dan
Implementasinya di SDN Guntung Payung 1 Melalui Supervisi Akademik (Rusmili
Ulpah)
•
Meningkatkan Motivasi Belajar IPA Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching
and Learning Siswa Kelas IV SDN Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong Tahun
Pelajaran 2013/2014 (Mukhyar Amani; Sugian Noor)
•
Penyusunan Dokumen KTSP 2013 Melalui Kegiatan On Job Learning Sekolah
Dasar (Balawi; H. Muhammad Zaini).
•
Menggunakan Lahan Basah untuk Mengajar Konsep-konsep Biologi & Keterampilan
Berpikir dalam Pembelajaran IPA SMP (H. Muhammad Zaini)
•
Peningkatan Hasil Belajar pada Materi Senam Ritmik pada Pembelajaran Pendidikan
Jasmani Melalui Metode Latihan dan Praktik di Kelas V SD Negeri 3 Baharu Selatan
(Ludtoyo)
• Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Konsep Bilangan Bulat dengan Setting
Kooperatif Berbantuan Mistar Garis Bilangan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
(Syahrani)
•
Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Melalui Supervisi Klinis pada SMP Negeri
8 Banjarbaru Tahun Pelajaran 2014/2015 (Suradi)
PENGURUS CABANG PGRI KECAMATAN LANDASAN ULIN KOTA BANJARBARU
i
PENGANTAR REDAKSI
Terlebih dahulu tim redaksi dengan setulus hati mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT.
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya. Tim redaksi juga mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan
penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga jurnal “LANDASAN”
Volume 9 No.2 Juli–Desember 2014 dapat diterbitkan.
Jurnal yang terbit 2 kali setahun ini memuat artikel-artikel kependidikan dan kemasyarakatan, baik
berupa hasil penelitian, kajian, maupun pembahasan kepustakaan. Kepada semua pihak yang ingin
berpartisipasi dalam upaya mempublikasikan karya ilmiahnya, senantiasa kami tunggu.
REDAKSI
ii
LANDASAN
Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Kemasyarakatan
ISSN 1907-431X
Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2014
Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari dan Juli berisi artikel-artikel
tentang kependidikan dan kemasyarakatan berupa hasil penelitian, kajian,
maupun pembahasan kepustakaan.
DAFTAR ISI
Pelindung/Penanggung Jawab
Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru
Ketua Pengarah
Ketua PC PGRI Kecamatan Landasan Ulin Kota
Banjarbaru
Ketua Penyunting
Norhanuddin
Wakil Ketua Penyunting
Hardono
Hal.
Pengantar Redaksi
ii
Daftar Isi
iii
•
•
Sekretaris Penyunting
Balawi
Penyunting Ahli
Antung Jumberi, Hj. Nani Retno, Sri Widodo,
Basriansyah, Eka Sunarsih, Sih Winanti,
Syamsuddin
Penyunting Mitra Bestari
Unlam Banjarmasin
H. Muhammad Zaini, Akhmad Naparin
Unpar Palangkaraya
Supramono
STKIP PGRI Banjarmasin
H. M. Royani
UPBJJ UT Banjarmasin
H. Mukhyar Amani
IAIN Antasari Banjarmasin
Zulfa Jamalie, Hidayat Ma’ruf
Balai Diklat Agama Kal Sel Teng Tim
H. Napiah Muhja
LPMP Banjarmasin
Hj. Zahra Hairani, Zainal Fanani
Penyunting Pelaksana
Bakjad, M. Sidiq, Zainal Abidin, Khairiyah
Tata Usaha
Nurhilaliyah, Junaidi, Hasnan, Novi Ariyanti
Alamat Redaksi:
Komplek SDN Landasan Ulin Timur
Jln. A. Yani KM 24,5 No. 11 Kec. Landasan Ulin
Kota Banjarbaru (70722) Kalimantan Selatan
Telp. (0511) 4706090
•
•
•
•
•
•
Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Listrik Dinamis
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
(Samsuni)
1
Meningkatkan Kemampuan Mengembangkan Metode
Pembelajaran dan Implementasinya di SDN Guntung
Payung 1 Melalui Supervisi Akademik (Rusmili
Ulpah)
15
Meningkatkan Motivasi Belajar IPA Menggunakan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning Siswa
Kelas IV SDN Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong
Tahun Pelajaran 2013/2014 (Mukhyar Amani; Sugian
Noor)
25
Penyusunan Dokumen KTSP 2013 Melalui Kegiatan
On Job Learning Sekolah Dasar (Balawi; H.
Muhammad Zaini).
32
Menggunakan Lahan Basah untuk Mengajar Konsepkonsep Biologi & Keterampilan Berpikir dalam
Pembelajaran IPA SMP (H. Muhammad Zaini)
39
Peningkatan Hasil Belajar pada Materi Senam Ritmik
pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani Melalui
Metode Latihan dan Praktik di Kelas V SD Negeri 3
Baharu Selatan (Ludtoyo)
50
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Konsep Bilangan
Bulat dengan Setting Kooperatif Berbantuan Mistar
Garis Bilangan Siswa Kelas IV Sekolah Dasar
(Syahrani)
Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Melalui
Supervisi Klinis pada SMP Negeri 8 Banjarbaru Tahun
Pelajaran 2014/2015 (Suradi)
iii
54
62
iv
1
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KONSEP LISTRIK DINAMIS
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
Samsuni1
Abstrak
Peserta didik SMPN 2 Daha Utara mengalami kesulitan dalam
memahami materi IPA khususnya hukum Ohm dan Hukum
Kirchoff kelas IX. Hal ini dapat dilihat dari tidak efektinya
pembelajaran dan nilai banyak yang di bawah KKM. Sehingga
muncul gagasan dari peneliti untuk melaksanakan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar peserta didik pada hukum Ohm dan Hukum Kirchoff.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) aktivitas peserta
didik saat pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran
kooperaif tipe STAD dan (2) peningkatan hasil belajar peserta
didik dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas
IXA SMPN 2 Daha Utara yang terdiri dari 19 orang yaitu 7 orang
siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan aktivitas dengan kualifikasi aktif dan hasil belajar
dengan kualifikasi istimewa, amat baik dan baik.
Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, Listrik Dinamis, dan STAD
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, sekolah merupakan sentral
pendidikan formal dalam masyarakat yang mempunyai peran penting dalam ikut
menghantarkan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik sesuai dengan yang
dicita-citakan. Keseluruhan sistem pendidikan sekolah dihadapkan pada tugas yang
sangat pokok untuk meningkatkan kehidupan bangsa dan kualitas manusia Indonesia
seutuhnya (Depdiknas, 2003:11).
Di setiap sekolah, keberhasilan dinyatakan dalam bentuk hasil belajar
peserta didik. Hasil belajar peserta didik mencerminkan adanya proses kegiatan
pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran merupakan isi pokok dari proses
pendidikan. Dalam proses kegiatan pembelajaran diperlukan kemampuan dan
keterampilan guru yang memadai dalam hal pengambilan keputusan yang tepat
1
Guru SMP Negeri 2 Daha Utara Jl. KH. M. Thaib Baruh Kembang Kecamatan Daha Utara
E-mail: [email protected]
2
tentang situasi belajar yang diciptakan, dengan mempertimbangkan tujuan yang
hendak dicapai dan kondisi yang ada.
Salah satu komponen dalam proses kegiatan pembelajaran adalah guru.
Fathurrohman (2010) menjelaskan bahwa guru merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Guru ikut berperan dalam usaha
pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Dalam
hal ini peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik dan
sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa
dalam belajar. Dalam kegiatan pembelajaran khususnya dan proses pendidikan pada
umumnya, peran guru sebagai pengajar masih lebih menonjol. Guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar juga harus mempertimbangkan tujuan yang
hendak dicapai.
Setiap mengajar di kelas guru mengharapkan terwujudnya proses
pembelajaran yang efektif dan hasil belajar yang optimal setelah dilakukan proses
pembelajaran IPA khususnya peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara. Menurut
Budimansyah (2010) pembelajaran yang efektif berarti menghasilkan apa yang harus
dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang dicapai dan hasil belajar akan optimal jika
memenuhi kriteria yang ditentukan.
Kenyataan yang terjadi di kelas, peserta didik masih mengalami kesulitan
belajar dan nilai peserta didik banyak yang di bawah kriteria ketuntasan minimal
(KKM). Peserta didik mengalami kesulitan belajar dalam hal tidak lancarnya
praktikum hampir setiap kali proses pembelajaran dan nilai peserta didik banyak yang
di bawah 75. Masalah tersebut disebabkan tidak efektifnya pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
Dalam pembelajaran guru kurang memperhatikan kemampuan peserta didik
dalam menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan
terasa sangat asing bagi peserta didik di antaranya papan rangkaian, amperemeter,
voltmeter, jembatan penghubung dan kabel listrik. Pembelajaran masih berpusat pada
guru terbukti saat praktikum listrik dinamis lebih banyak dirangkaikan oleh guru
sehingga peserta didik kurang pandai dalam menggunakan media pembelajaran.
3
Apabila masalah tersebut terus dibiarkan dan tidak segera dipecahkan akan
mengakibatkan proses pembelajaran menjadi lebih tidak efektif dan pada akhir
pelajaran banyak peserta didik mengalami ketidaktuntasan dalam belajar sehingga
harus mengulang penjelasan materi dan melakukan perbaikan ulangan sampai
beberapa kali yang berdampak kepada sulit dilanjutkan pelajaran. Padahal guru
mengemban tugas untuk menyelesaikan materi pelajaran sesuai dengan kompetensi
dasar (KD) dan indikator yang diprogramkan. Pemecahan yang dianggap tepat untuk
menyesaikan masalah dan demi terwujudnya pembelajaran yang lebih efektif dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Nur (2009:40) menyimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa.
Sulistiyawati (1999) mengungkapkan tiga hal pokok yang berhubungan
dengan belajar: (1) belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang,
sehingga seseorang dapat terlibat aktif secara lahiriah, (2) belajar mengakibatkan
perubahan tingkah laku yang sifatnya permanen dalam kemampuan seseorang dan (3)
belajar mengarah pada pencapaian tujuan sehingga belajar merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan secara sadar akan adanya tujuan yang hendak dicapai.
Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (1994) berpandangan bahwa belajar adalah
suatu perubahan perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya
hal: (1) kesempatan terjadi peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar, (2) respons
pebelajar dan (3) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi
pada stimulus yang menguatkan konskuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si
pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran
dan hukuman.
Guru dapat menyusun program pembelajaran berdasarkan pandangan Skinner.
Pandangan Skinner ini terkenal dengan nama teori Skinner. Dalam menerapkan teori Skinner
guru perlu memperhatikan dua hal: (1) pemilihan stimulus yang diskriminatif dan (2)
penggunaan penguatan. Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 1994) dalam belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari
stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar.
Menurut Gagne (dalam Yulaelawati, 2007:98) mengatakan bahwa kinerja
hasil belajar dikelompokkan dalam lima kategori meliputi keterampilan intelektual,
4
strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan psikomotor dan sikap. Hasil belajar
merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Hasil
belajar yang dicapai dapat tinggi atau rendah, hal ini tergantung dari beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada dua, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa
sendiri, misalnya kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, misalnya dari sekolah,
dari keluarga dan dari masyarakat. Dengan demikian banyak faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Namun faktor yang memegang peranan
penting dalam proses dan hasil belajar adalah faktor yang ada dalam diri siswa.
Walaupun begitu, faktor-faktor yang tergolong eksternal tidak kalah penting.
Hasil belajar yang dicapai dapat tinggi atau rendah, hal ini tergantung dari
proses belajar yang terjadi dalam diri siswa. Dengan kata lain, hasil belajar yang
dicapai siswa merupakan keseluruhan hasil belajar yang dicerminkan dalam bentuk
nilai-nilai yang dicapai, baik kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sejalan
dengan itu Bloom mengatakan bahwa hasil belajar sebagai hasil perubahan tingkah
laku yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
METODE
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri satu
kali pertemuan. Langkah-langkah penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi
dan evaluasi dan refleksi. Perencanaan didahului menetapkan langkah-langkah yang akan
ditempuh kemudian menyusun RPP Hukum Ohm dan Hukum Kirchoff dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mempersiapkan instrumen
penelitian berupa soal dan lembar observasi. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan
di kelas IXA sesuai rencana yang ditetapkan. Pengamatan oleh observer teman
sejawat untuk merekam seluruh proses pembelajaran dan dicatat dalam bentuk data
berbagai faktor yang dianggap mempengaruhi hasil belajar peserta didik.
Data dari hasil pengamatan dijadikan bahan diskusi antara observer dengan
guru, termasuk pendapat dari peserta didik kemudian dielaborasi untuk melihat
kelemahan dan kekuatan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selanjutnya segala
kekurangan dijadikan bahan refleksi untuk rencana perbaikan siklus berikutnya.
5
Waktu pelaksanaan penelitian pada semester ganjil, dilaksanakan di SMP Negeri 2
Daha Utara yang terletak di Jalan KH. M. Thaib Baruh Kembang Kecamatan Daha Utara
Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Penelitian dilakukan terhadap peserta didik kelas IXA
SMPN 2 Daha Utara dengan jumlah peserta didik 19 orang yang terdiri dari laki laki
7 orang dan perempuan 12 orang dengan kemampuan yang heterogen.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan tes. Kegiatan pengamatan
menggunakan lembar observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dan keaktivan
peserta didik. Tes diberikan kepada peserta didik untuk mendapatkan data tentang
peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi pembelajaran yang disampaikan, tes
yang diberikan ialah tes tertulis.
Alat pengumpulan data (instrumen) yang digunakan sebagai berikut.
a. Lembar observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD responden guru dan
keaktivan peserta didik.
b. Hasil diskusi berupa laporan Lembar Kerja Peserta didik (LKPD).
c. Instrumen tes hasil belajar peserta didik (Lembar Soal).
Teknik analisis ini digunakan untuk menganalisis data yang berasal dari hasil
observasi proses pembeajaran kooperatif tipe STAD. Teknik yang digunakan untuk
pada penelitian ini adalah teknik persentase dengan rumus:
P=
f
x 100%
N
Keterangan: P : Angka persentase; f : Frekuensi; N : Jumlah frekuensi.
Tahap-tahap analisis data sebagai berikut.
a.
Menentukan
Skor
Peningkatan
Individu.
Kriteria
pembagian
perkembangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Pembagian Poin
Skor Siswa
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar
10 poin hingga 1 poin di bawah skor dasar
Skor dasar sampai 10 poin di atasnya
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
Nilai sempurna tidak berdasarkan skor awal
Skor Perkembangan
0
10
20
30
30
nilai
6
b. Tahap Mengukur Hasil Belajar Kelompok
Setelah perhitungan skor pekembangan individu selesai, langkah selanjutnya
pemberian penghargaan (reward) kepada kelompok berdasarkan urutan besarnya skor
peningkatan yang diperoleh setiap kelompok. Untuk menentukan skor yang dicapai
kelompok digunakan rumus sebagai berikut.
Nk =
Jumlah total skor perkembangan kelompok
Banyaknya anggota kelompok
Keterangan: Nk : Nilai perkembangan kelompok
b.
Tingkat Penghargaan Kelompok, ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Tingkat Penghargaan Kelompok
Nilai Rata-rata Kelompok
5 < Nk ≤ 15
15 < Nk ≤ 25
25 < Nk ≤ 30
Penghargaan
Baik
Hebat
Super
c. Mengukur Tes Individu, pengelompokkan siswa berdasarkan taraf penguasaan
seperti Tabel 3.
Tabel 3. Kualifikasi Skala Berdasarkan Taraf Penguasaan
Nilai Rata-rata Kelompok
> 9,5
8,00 – 9,49
6,50 – 7,99
5,50 – 6,49
4,01 – 5,49
< 4,00
Kualifikasi
Istimewa
Amat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Amat Kurang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Perencanaan pada siklus I, mengumpulkan keadaan awal untuk menetapkan
langkah-langkah yang akan ditempuh kemudian menyusun RPP materi Hukum Ohm
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. RPP yang disusun
formatnya terdiri dari identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator pencapaian kompetensi dasar, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajaran.
Selain RPP, pada perencanaan juga instrument seperti LKS dan lembar observasi.
Tindakan siklus I, dilaksanakan sesuai yang tertera di RPP. Khusus kegiatan
pembelajaran pada RPP yang terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
Kegiatan pendahuluan berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2) guru menjelaskan
7
tujuan pembelajaran dan (3) guru memotivasi peserta didik. Kegiatan inti disesuaikan
dengan langkah-langkah tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD sekaligus
menyisipkan karakter bangsa, eksplorasi dan elaborasi berupa: (1) membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku), (2) guru menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada
kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok dan peserta didik pun
mengerjakan tugas dengan mencoba eksperimen (eksplorasi) sesuai langkah yang ada
di LKS dan menemukan konsep (elaborasi) dengan menjawab pertanyaan yang ada di
LKS dan anggotanya yang tahu menjelaskan (konfirmasi) pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan (4) guru memberikan kuis
kepada seluruh peserta didik (pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu).
Pada kegiatan penutup berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk
mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing
oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar (Konfirmasi) dan (3) guru menutup
pelajaran dengan mengucapkan salam.
Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi proses pembelajaran tipe
STAD siklus I pada kegiatan pendahuluan berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2)
guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan (3) memotivasi peserta didik terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Pada kegiatan inti berupa: (1)
membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen, (2) guru
menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan
oleh anggota-anggota kelompok, (4) ekplorasi: peserta didik pun mengerjakan tugas
dengan mencoba eksperimen sesuai langkah yang ada di LKS, (5) elaborasi:
menemukan konsep dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS, (6) konfirmasi:
anggotanya yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti dan (7) guru memberikan kuis kepada seluruh peserta
didik. Pada kegiatan penutup berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk
mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing
oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar dan (3) menutup pembelajaran.
Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran
tipe STAD siklus I didapatkan bahwa jumlah tanda cek pada bagian “ya” hanya 11
tanda cek (85%) sedangkan pada bagian “tidak” hanya 2 tanda cek (15%).
8
Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi keaktivan siswa berupa:
(1) berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, (2) tanggung jawab terhadap tugas,
(3) kerjasama dalam mengerjakan tugas, (4) kedisiplinan dalam kerja kelompok dan
(5) memusatkan perhatian pada pelajaran.
Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan peserta
didik siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Keaktivan Siswa Siklus I
Kualitas Keaktivan
Jumlah Siswa
4
11
2
2
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Berdasarkan Tabel 4 keaktivan siswa dengan kualitas sangat aktif ada 4 orang
(21,05%), aktif ada 11 orang (57,89%), cukup aktif ada 2 orang (10,52%) dan kurang
aktif 2 orang (10,52%).
Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran
tipe STAD menggambarkan masih ada aspek yang belum dipenuhi yakni memotivasi
peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih dan guru
memberikan evaluasi tertulis untuk mengetahui daya serap materi yang telah
disampaikan. Sedangkan hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi
keaktivan siswa menggambarkan masih ada peserta didik kurang aktif.
Siklus I skor peningkatan individu dalam kelompok seperti Tabel 5.
Tabel 5. Skor Peningkatan Setiap Individu dalam Kelompok Siklus I
Kelompok
Newton
Pascal
Archi-medes
Boyle
Jumlah Poin
Perkembangan
140
120
130
100
Rerata Poin
Perkembangan
28
24
26
22,5
Penghargaan
Super (1)
Hebat (3)
Super (2)
Hebat (4)
Tabel 5 menggambarkan bahwa kelompok Newton dan Archimedes adalah
kelompok dengan penghargaan Super karena rerata poin penghargaan kedua
kelompok ini termasuk dalam rerata 25 < Nk ≤ 30. Kelompok Pascal dan Boyle
adalah kelompok dengan penghargaan Hebat karena rerata poin perkembangan kedua
kelompok ini termasuk dalam rerata 15 < Nk ≤ 25. Urutan dari rerata poin
9
perkembangan dari yang terbesar sampai terkecil yaitu dari kelompok Newton,
Archimedes, Pascal, dan terakhir kelompok Boyle.
Perencanaan pada siklus II, langkah-langkah yang ditempuh juga menyusun
RPP Hukum Kirchoff dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD. RPP
yang disusun formatnya juga terdiri atas identitas mata pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dasar, materi ajar, alokasi waktu,
metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber
belajaran. Selain RPP, pada perencanaan juga instrument seperti LKS dan lembar
observasi.
Tindakan siklus II, dilaksanakan juga sesuai yang tertera di RPP. Pada
pembelajaran yang diri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Kegiatan
pendahuluan berupa: (1) guru membuka pelajaran, (2) guru menjelaskan tujuan
pembelajaran dan (3) guru memotivasi peserta didik. Kegiatan inti disesuaikan
dengan langkah-langkah tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD sekaligus
menyisipkan karakter bangsa, eksplorasi dan elaborasi berupa: (1) membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku), (2) guru menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada
kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok dan peserta didik pun
megerjakan tugas dengan mencoba eksperimen (Eksplorasi) sesuai langkah yang ada
di LKS dan menemukan konsep (Elaborasi) dengan menjawab pertanyaan yang ada
di LKS dan anggotanya yang tahu menjelaskan (Konfirmasi) pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan (4) guru memberikan kuis
kepada seluruh peserta didik (pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu).
Pada kegiatan penutup berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis untuk
mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik dibimbing
oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar (Konfirmasi) dan (3) guru menutup
pelajaran dengan mengucapkan salam.
Aspek yang diamati oleh observer lembar observasi proses pembelajaran tipe
STAD siklus II pada kegiatan pendahuluan juga berupa: (1) guru membuka pelajaran,
(2) guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan (3) memotivasi peserta didik terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Pada kegiatan inti juga berupa: (1)
membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen, (2) guru
10
menyajikan pelajaran, (3) guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan
oleh anggota-anggota kelompok, (4) ekplorasi: peserta didik pun megerjakan tugas
dengan mencoba eksperimen sesuai langkah yang ada di LKS, (5) elaborasi:
menemukan konsep dengan menjawab pertanyaan yang ada di LKS, (6) konfirmasi:
anggotanya yang tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu mengerti dan (7) guru memberikan kuis kepada seluruh peserta
didik. Pada kegiatan penutup juga berupa: (1) guru memberikan evaluasi tertulis
untuk mengetahui daya serap materi yang telah disampaikan, (2) peserta didik
dibimbing oleh guru membuat kesimpulan hasil belajar dan (3) menutup
pembelajaran.
Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran
tipe STAD siklus II didapatkan bahwa jumlah tanda cek pada bagian “ya” ada 13
tanda cek (100%) sedangkan pada bagian “tidak” 0 tanda cek tidak ada (0%). Aspek
yang diamati oleh observer lembar observasi keaktivan siswa berupa: (1)
berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, (2) tanggung jawab terhadap tugas, (3)
kerjasama dalam mengerjakan tugas, (4) kedisiplinan dalam kerja kelompok dan (5)
memusatkan perhatian pada pelajaran.
Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan siswa
siklus II dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Keaktivan Siswa Siklus II
Kualitas Keaktivan
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif
Jumlah Siswa
8
11
0
0
Berdasarkan Tabel didapatkan bahwa keaktivan siswa dengan kualitas sangat aktif
ada 4 orang (42,11%), aktif ada 11 orang (57,89%), cukup aktif ada 2 orang (0%) dan
kurang aktif 2 orang (0%).
Hasil pengamatan oleh observer pada lembar observasi proses pembelajaran
tipe STAD menggambarkan semua aspek sudah dipenuhi. Sedangkan hasil
pengamatan oleh observer pada lembar observasi keaktivan siswa menggambarkan
peserta didik sudah aktif bahkan sangat aktif.
Siklus II skor peningkatan individu dalam kelompok seperti Tabel 7.
11
Tabel 7. Skor Peningkatan Setiap Individu dalam Kelompok Siklus II
Jumlah Poin
Perkembangan
150
130
150
120
Kelompok
Newton
Pascal
Archimedes
Boyle
Rerata Poin
Perkembangan
30
26
30
27,5
Penghargaan
Super (1)
Super (4)
Super (2)
Super (3)
Tabel 7 menggambarkan bahwa semua kelompok dengan penghargaan Super
karena rerata poin penghargaan kelompok ini termasuk dalam rerata 25 < Nk ≤ 30.
Urutan dari rerata poin perkembangan dari yang terbesar sampai terkecil yaitu dari
kelompok Newton, Archimedes, Boyle dan terakhir kelompok Pascal.
Siklus I hasil tes individu dapat digambarkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Taraf Penguasaan Peserta didik pada Tes Individu Siklus I
Taraf Penguasaan
> 9,50
8,00 – 9,45
6,50 – 7,99
5,50 – 6,49
4,01 – 5,49
< 4,00
Jumlah
f
0
7
3
6
3
0
19
%
0
36,84
15,78
31,16
15,78
0
100
Kualifikasi
Istimewa
Amat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Amat Kurang
Berdasarkan Tabel 8 jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan
dengan kualifikasi istimewa tidak ada atau 0%. Jumlah peserta didik yang memiliki
taraf penguasaan dengan kualifikasi amat baik sebanyak 7 orang atau 36,84%. Jumlah
peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi baik sebanyak 3
orang atau 15,78%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan
kualifikasi cukup sebanyak 6 orang atau 31,16%. Jumlah peserta didik yang memiliki
taraf penguasaan dengan kualifikasi kurang sebanyak 3 orang atau 15,78%. Jumlah
peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi amat kurang (0%).
Siklus II hasil tes individu dapat digambarkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Taraf Penguasaan Peserta didik pada Tes Individu Siklus II
Taraf Penguasaan
> 9,50
8,00 – 9,45
6,50 – 7,99
5,50 – 6,49
4,01 – 5,49
< 4,00
Jumlah
f
2
10
3
2
2
0
19
%
10,53
52,63
15,78
10,53
10,53
0
100
Kualifikasi
Istimewa
Amat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Amat Kurang
12
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan
dengan kualifikasi istimewa sebanyak 2 orang atau 10,53. Jumlah peserta didik yang
memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi amat baik sebanyak 10 orang atau
52,63%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi
baik sebanyak 3 orang atau 15,78%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf
penguasaan dengan kualifikasi cukup sebanyak 2 orang atau 10,53%. Jumlah peserta
didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi kurang sebanyak 2 orang
atau 10,53%. Jumlah peserta didik yang memiliki taraf penguasaan dengan kualifikasi
amat kurang tidak ada atau 0%.
Pembahasan
Dari hasil penelitian dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
menjelaskan tabel dan grafik hubungan kuat arus listrik dan beda potensial listrik,
menerapkan besaran hukum Ohm dan menentukan besaran hukum I Kirchoff bagi
peserta didik kelas IXA yang berjumlah 19 orang dibagi menjadi 4 kelompok. Sudah
dipenuhinya aspek pada observasi proses pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
keaktivan peserta didik sudah aktif bahkan sangat aktif menunjukkan bahwa proses
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran
dan keaktivan peserta didik.
Pada siklus I kelompok yang mendapatkan penghargaan Super ada 2
kelompok dan hebat 2 kelompok karena hanya sedikit yang mengalami peningkatan
skor dapat dilihat pada lampiran 9. Pada siklus II kelompok yang mendapatkan
penghargaan Super ada 4 karena banyak yang mengalami peningkatan sekor. Pada
siklus I maupun siklus II ada 4 kelompok karena anggota kelompoknya
menyumbangkan peningkatan skor yang cukup tinggi dari nilai awal (nilai ulangan)
yang rendah kemudian pada tes individu mempunyai nilai yang tinggi sehingga
mendapatkan poin peningkatan skor yang maksimal. Ini berarti menggambarkan
bahwa kelompok yang mendapatkan penghargaan Hebat dan Super dalam
pelaksanaan penyajian materi yang diberikan oleh guru peserta didik memusatkan
perhatiannya sehingga penjelasan guru tersebut dapat dipahami dengan baik dan
dalam pelaksanaan kelompok semua anggotanya aktif dalam artian semua anggota
dalam kelompok saling kerjasama, saling membantu, saling berdiskusi dan saling
bertanggung jawab dalam memahami materi pelajaran yang diberikan guru jika ada
13
anggota kelompoknya yang belum memahami materi maka anggota kelompoknya
yang lain dalam satu kelompok yang sudah memahami materi pelajaran membantu
menjelaskan kepada anggota kelompoknya yang belum mengerti tadi. Dalam
kegiatan kelompok semua anggotanya tidak boleh meninggalkan kelompoknya
sebelum semua anggota memahami materi dan dapat menyelesaikan soal yang ada
dalam kegiatan kelompok.
Secara keseluruhan dari instrument tes dapat disimpulkan bahwa setelah
kegiatan pembelajaran tipe STAD rata-rata peserta didik telah mampu mencapai nilai
sesuai dengan KKM. Pada siklus I yang tidak tuntas hanya 12 orang (63%) dan tuntas
7 orang (37%). Sedangkan siklus II tidak tuntas 7 orang (37%) dan tuntas 12 orang
(63%). Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dalam hal ketuntasan jika
pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan adanya
ketuntasan 63% berarti sudah memenuhi indikator kinerja dan penelitian dianggap
berhasil.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: (1)
Aktivitas peserta didik kelas IXA SMPN 2 Daha Utara dengan materi Hukum Ohm
dan Hukum I Kirchoff sebagian besar meningkat dengan kualifikasi aktif dalam
penerapan pembelajaran tipe STAD dan (2) Hasil belajar peserta didik kelas IXA
SMPN 2 Daha Utara dengan materi Hukum Ohm dan Hiukum I Kirchoff sebagian
besar meningkat dengan kualifikasi istimewa, amat baik dan baik dalam penerapan
pembelajaran tipe STAD.
Berdasarkan kesimpulan maka disarankan sebagai berikut: (1) Peserta didik yang
pandai hendaknya membantu peserta didik yang kurang pandai dalam memahami
materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2) Observer yang
diminta walaupun satu rumpun alangkah lebih baik jika keduanya dari guru IPA dan
(3) Pembelajaran kooperatif tipe STAD sekali-kali diterapkan dalam proses belajar
mengajar untuk materi pelajaran tertentu, sehingga peserta didik dalam belajar tidak
merasa bosan dan jemu apalagi untuk pelajaran IPA.
14
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 2o tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Proyek Pembinaan
dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan.
Fathurrohman, P dan Sutikno, MS. 2010. iStrategi Belajar Mengajar. Bandung:
Refika Aditama.
Nur, Tajuddin. 2009. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIIA SMP
Negeri 1 Daha Selatan pada Konsep Persamaan Linear Satu Variabel
dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi tidak
diterbitkan. Banjarmasin: Program Sarjana UNLAM.
Sulistiyawati. 1999. Pemberian Tindakan Pada Pelaksanaan Pendekatan
Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi dan
Prestasi Belajar Fisika Pada Siswa Kelas I2 SMU Wisnu Wardhana Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Sarjana UM.
Yulaelawati, Ella. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya.
15
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN METODE
PEMBELAJARAN DAN IMPLEMENTASINYA DI SDN GUNTUNG
PAYUNG 1 MELALUI SUPERVISI AKADEMIK
Rusmili Ulpah1
Abstrak
Berdasarkan hasil pengawasan di lapangan ditemukan masih ada sebagian
guru yang masih belum maksimal dalam mengembangkan metode pembelajaran
yang tepat. Guru sudah mengimplementasikan metode dalam kegiatan
pembelajaran namun masih ada kekurangan. Tujuan penelitian ini agar guru
meningkatkan kemampuan guru mengembangkan metode pembelajaran melalui
supervisi akademis. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan sekolah. Jenis
penelitian ini diadaptasi dari penelitian tindakan kelas. Siklus I dan siklus II
meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Kegiatan
supervisi akademis menunjukkan peningkatan kemampuan guru dalam
mengembangkan metode pembelajaran dan mengembangkan kemampuannya
dalam mengimplementasikan metode pembelajaran.
Kata Kunci : pembinaan, motivasi, keterampilan mengajar
Upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
sudah sering dilakukan. Diantaranya dengan pelaksanaan berbagai bidang
Kelompok Kegiatan Guru (KKG) yang diadakan di setiap gugus sekolah masing –
masing, selain itu juga melalui seminar-seminar tentang pendidikan yang meliputi
cara penyampaian materi pembelajaran. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut
diantaranya membahas kemampuan guru dalam mengembangkan metode dalam
pelaksanaan pembelajaran dan implementasinya. Hal ini ditujukan agar
pembelajaran yang dilaksanakan guru di kelas dapat lebih menarik minat siswa
dan lebih bermakna bagi siswa.
Kepala sekolah menganggap masih perlunya pembinaan kepada guru
untuk meningkatkan kemampuannya mengembangkan metode pembelajaran yang
tepat dalam kegiatan pembelajaran. Pembinaan yang akan dilaksanakan tersebut
diupayakan melalui Supervisi Akademik.
Supervisi akademik dipilih untuk memecahkan berbagai hambatan
pembelajaran yang ada di sekolah. Diantara hambatan tersebut yaitu, (1) kurang
1
SDN Guntung Payung 1 e-mail : [email protected]
16
dari 50% guru yang mengimplementasikan variasi metode dalam pembelajaran;
(2) Guru yang sudah memahami implementasi metode pembelajaran masih hanya
sebagian kecil. Dari dua hal tersebut mengindikasikan masih banyak guru yang
mengajar dengan menggunakan metode tradisional (masih monoton menggunakan
metode ceramah). Pembelajaran seperti itu belum dapat memotivasi siswa untuk
terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga sebagian besar siswa belum
dapat mencapai KKM pada sebagaian besar mata pelajaran. Dengan supervisi
akademik, hambatan dalam proses pembelajaran tersebut dapat terpecahkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan
guru mengembangkan metode pembelajaran dan mendapatkan gambaran
pencapaian peningkatan kemampuan guru dalam mengembangkan metode
pembelajaran melalui supervisi akademis.
Penelitian tindakan sekolah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi kepala sekolah dapat mengembangkan diri dalam membina guru melalui
pelaksanaan supervisi akademik, kepala sekolah dapat memiliki peta pencapaian
kemampuan guru dalam pengembangan metode pembelajaran.
Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan guru dapat bertambah
wawasannya yang berkaitan dengan pengembangan metode pembelajaran. Dan
secara umum penelitian ini dapat menjadi landasan kajian yang berkaitan dengan
metode dan supervisi akademik pada tindakan-tindakan sejenis dalam penelitian
selanjutnya.
Metode
Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan. Pembelajaran dalam pasal 1 butir 20 UU nomor 20 tahun 2003
(Winataputra dkk, 2007:1.20) diartikan sebagai “proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Jadi
lingkungan
sebagai
dasar
pengajaran
adalah
faktor
kondisional
yang
mempengaruhi perilaku individu sehingga merupakan faktor belajar yang penting.
Keberhasilan pembelajaran siswa selama ini hanya dilihat dari hasil belajar
siswa di tiap akhir pokok bahasan, baik pada saat ulangan harian maupun ulangan
semester. Nilai kuantitatif inilah yang menjadi indikator dalam keberhasilan
17
pembelajaran, padahal keberhasilan pembelajaran tidak semata-mata diukur dari
hasil belajar, tetapi juga diukur dari proses pembelajaran. Hal ini ditegaskan oleh
Winataputra, dkk (2007: 1.8) “belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah
pengetahuan (hasil belajar) tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu
selama proses pembelajaran”. Hal ini menunjukkan adanya perubahan pada diri
siswa setelah pembelajaran.
Upaya perbaikan proses pembelajaran telah dilakukan sejalan dengan
tuntutan peningkatan kualitas pendidikan, baik oleh kelompok guru, maupun
kepala sekolah melalui supervisi akademik. Perbaikan proses pembelajaran juga
dilakukan dengan mengimplementasikan beragam metode pembelajaran. Metode
pembelajaran yang variatif tentunya akan menjauhkan siswa dari kebosanan
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga mereka dapat termotivasi dan
nilai yang mereka peroleh pun akan mencapai KKM yang telah ditetapkan.
Suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Perubahan suatu
motivasi akan merubah pula wujud, bentuk, dan hasil belajar. Ada tidaknya
motivasi seorang individu untuk belajar berpengaruh dalam proses aktivitas
belajar itu sendiri. Menurut Thomas. M. Risk dalam Ahmad Rohani (2004: 11) :
“Motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motifmotif pada diri peserta didik/pelajar yang menunjang kegiatan ke arah tujuantujuan belajar’’.
Menurut Sardiman, (2007:75): “Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan yang menberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Supervisi menurut KBBI (1991: 978) adalah memberikan bimbingan dan
pembinaan kepada tenaga pendidikan sekolah untuk mengembangkan situasi
belajar mengajar yang lebih baik. Sedangkan supervisi akademik adalah kegiatan
binaan yang menitik beratkan kepada pengelolaan pembelajaran supervisi,
pengawasan utama, dan pengontrolan tertinggi.
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai
18
tujuan pembelajaran (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik
bertujuan untuk: (1) membantu guru mengembangkan kompetensinya; (2)
mengembangkan kurikulum; dan (3) mengembangkan kelompok kerja guru, dan
membimbing penelitian tindakan kelas (PTK) (Glickman,et al; 2007, Sergiovanni,
1987 ).
Teknik-teknik supervisi akademik meliputi dua macam, yaitu: individual
dan kelompok (Gwyn, 1961). Teknik supervisi akademik secara individual artinya
supervisi akademik dilakukan perseorangan terhadap guru. Sedangkan secara
kelompok, supervisi akademik adalah program supervisi yang dilakukan terhadap
dua orang guru atau lebih. Supervisi ini dapat dilakukan melalui kunjungan kelas,
observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri
sendiri.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja
guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru untuk
menjawab beragam pertanyaan tentang proses pembelajaran. Berdasarkan
jawaban pertanyaan ini dapat ditemukan informasi mengenai kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membina guru meningkatkan
proses pembelajaran yaitu:
1)
Menggunakan secara efektif petunjuk bagi guru dan bahan pembantu guru
lainnya.
2)
Menggunakan buku teks secara edukatif.
3)
Menggunakan praktek pembelajaran yang efektif.
4)
Mengembangkan teknik pembelajaran yang telah dimiliki guru.
5)
Menggunakan metodelogi yang luwes (fleksibel).
6)
Merespon kebutuhan dan kemampuan individual siswa.
7)
Menggunakan lingkungan sekitar sebagai alat bantu pembelajaran.
8)
Mengelompookkan siswa secara lebih efektif.
9)
Mengevaluasi siswa dengan lebih akurat/teliti/seksama.
10) Berkooperasi dengan guru lain agar lebih berhasil.
11) Mengikutsertakan masyarakat dalam mengelola kelas.
12) Meraih moral dan motivasi mereka sendiri.
19
13) Memperkenalkan teknik pembelajaran modern untuk inovasi dan kreativitas
layanan pembelajaran.
14) Membantu membuktikan siswa dalam meningkatkan keterampilan berpikir
kritis, menyelesaikan masalahdan pengambilan keputusan.
15) Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.
Melalui pelaksanaan pembinaan di atas tentunya dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian penulis
terdahulu.
Menurut tuntutan dalam 8 standar nasional pendidikan (Wayan, 2010),
seorang guru yang professional harus mampu mengimplementasikan RPP dalam
proses pembelajaran. Dalam RPP tersebut harus sudah mencakup berbagai metode
dan kegiatan yang harus diimplementasikan. Pelaksanaan pembelajaran meliputi
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Pada kegiatan pendahuluan guru harus mampu menyiapkan siswa secara
psikis dan fisik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan
inti harus mencakup 3 proses, yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Eksplorasi artinya guru harus mampu melibatkan peran serta siswa secara aktif
dan memfasilitasi siswa dalam berinteraksi ataupun melakukan semua kegiatan
yang mendukung proses belajar mengajar. Pada proses elaborasi, guru dituntut
untuk membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam, dan
memfasilitasi
siswa melakukan kegiatan membuat laporan ataupun hal yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya. Sedangkan pada proses
konfirmasi, guru dituntut agar memiliki kemampuan memberikan umpan balik
positif dan penguatan dalam bentuk lisan serta memfasilitasi siswa untuk
memperoleh pengalaman yang bermakna.
Pada kegiatan penutup guru harus mampu membimbing siswa membuat
rangkuman, melakukan refleksi, dan memberikan umpan balik. Jika semua
tuntutan di atas terpenuhi maka guru akan lebih mudah mengembangkan
kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran. Dengan
demikian akan tercipta proses belajar mengajar yang bermakna bagi siswa.
20
Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan di SDN Guntung Payung 1,
kota Banjarbaru. Adapun waktu pelaksanaan dimulai tanggal 18 Oktober 2010
sampai tanggal 18 November 2010.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian tindakan sekolah
melalui 2 siklus kegiatan. Adapun langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan
meliputi 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, obesrvasi dan
evaluasi, dan refleksi.
1. Siklus 1
a. Perencanaan
Sebelum pelaksanaan tindakan sekolah terlebih dahulu dilakukan koordinasi
melalui diskusi terfokus dengan kolaboran yang ikut terlibat, seperti guru, dan
staf TU. Dalam kegiatan ini dilakukan perencanaan berupa merancang rencana
pelaksanaan pembelajaran, menyiapkan instrumen, menyusun jadwal kegiatan,
dan kegiatan lain yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah diskusi terfokus tentang
rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat untuk
diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian dilakukan
supervisi selama proses pembelajaran.
c. Observasi
Observasi berlangsung selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan
ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran, dan melakukan penilaian kemampuan guru
melalui koleksi dokumen yang diperoleh dari instrumen pengamatan selama
kegiatan berlangsung.
d. Refleksi
Pada tahap ini dilakukan kajian dan penilaian berdasarkan hasil observasi.
Kemudian dilakukan usaha serta rencana kegiatan selanjutnya.
2. Siklus 2
a. Perencanaan
21
Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi pada siklus 1, dilakukan kegiatan
siklus 2 yang diawali perencanaan berupa menyiapkan instrumen, merevisi
rencana pelaksanaan pembelajaran, dan menyusun jadwal kegiatan.
b. Pelaksanaan
Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal dan rencana
kegiatan yang telah disusun.
c. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan
pembelajaran berdasarkan RPP yang telah direvisi dan melakukan penilaian
kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap.
d. Refleksi
Dalam tahap ini dilakukan kajian tentang hasil-hasil yang dicapai selama
pelaksanaan tindakan , dan melakukan analisis data untuk menarik kesimpulan
umum dari kegiatan siklus pertama dan siklus kedua.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan dengan 2 siklus. Siklus pertama dimulai dengan
penyusunan RPP, dan instrumen yang akan digunakan selama kegiatan.
Selanjutnya dilakukan pelaksanaan yang datanya diambil langsung oleh peneliti.
Berdasarkan hasil supervisi pada siklus 1 diperoleh data aktivitas guru dan siswa
yang diambil berdasarkan instrumen yang telah disiapkan. Data guru dan siswa
selama kegiatan pembelajaran pada siklus 1 masih menunjukkan kategori kurang
sehingga perlu dilakukan tindak lanjut berupa pelaksanaan penelitian siklus 2.
Rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran siklus 1 hanya 1,57. Hal ini
menunjukkan keaktifan siswa masih kurang. Hal ini sangat signifikan dengan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Selama proses pembelajaran guru
mengajar dengan metode ceramah sehingga kurang memotivasi siswa untuk ikut
terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Pada siklus 2 dilakukan revisi pada rencana pelaksanaan pembelajaran
yang akan digunakan guru. Dari hasil observasi didapatkan data aktivitas guru
dalam pembelajaran siklus 2 rata-rata 3,43.
22
Hal ini menunjukkan guru sudah mampu mengelola pembelajaran. Ratarata aktivitas siswa selama pembelajaran siklus 2 sudah mengalami peningkatan.
Rata yang diperoleh yaitu 3,71 (tergolong kategori sangat memuaskan).
Berdasarkan hal ini dapat dikatakan proses pengelolaan pembelajaran yang
dilakukan guru sudah dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Dari data hasil pengelolaan guru dalam pembelajaran dan aktivitas siswa pada
siklus 2 dapat diberikan kesimpulan telah menunjukkan hasil yang memuaskan
sehingga penelitian ini tidak dilanjutkan ke siklus 3.
Perbandingan hasil penelitian yang diperoleh dari siklus 1 dan siklus 2.
a. Aktivitas Guru selama Proses Pembelajaran
Pada siklus 1 dilakukan pembelajaran menggunakan RPP yang telah
dirancang oleh guru. Namun pada pelaksanaannya guru belum maksimal
mengimplementasikan metode pembelajaran yang sesuai dengan rancangan
RPP nya sehingga proses pembelajaran belum mampu melibatkan siswa
secara aktif. Setelah melalui supervisi akademik yang dilakukan peneliti, maka
pada siklus 2 guru telah mampu mengimplementasikan metode pembelajaran.
Adapun perbandingan data tentang aktivitas guru selama pembelajaran yang
diperoleh dari pembelajaran siklus 1 dan siklus 2.
Pada siklus 2 rata-rata aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran sudah
mencapai 3,43 yakni tergolong kategori sangat memuaskan. Hal ini
menunjukkan guru sudah mampu mengembangkan kemampuannya dalam
mengimplementasikan metode pembelajaran.
b. Aktivitas Siswa pada Proses Pembelajaran
Pada siklus 1 guru belum maksimal dalam melakukan pengelolaan
pembelajaran sehingga berdampak pada rendahnya aktivitas siswa selama
pembelajaran. Namun pada siklus 2 setelah adanya bimbingan peneliti
terhadap guru, keaktifan siswa sudah meningkat. .
Pada siklus 2 aktivitas siswa sudah menunjukkan kategori sangat memuaskan.
Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya supervisi akademik terhadap
23
guru maka guru akan mampu mengimplementasikan metode pembelajaran
yang variatif sehingga proses pembelajarannya pun akan menjadi lebih
bermakna bagi siswa.
Berdasarkan data hasil evaluasi pada siklus 1 dan siklus 2 terlihat adanya
peningkatan hasil yang cukup signifikkan. Guru sudah mampu mengembangkan
kemampuannya dalam mengimplementasikan metode pembelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapatt terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Guru yang sudah mampu mengajar secara professional tentunya
akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang dapat memotivasi siswa.
Berhasilnya kegiatan pembelajaran tentunya juga tidak terlepas dari
supervisi akademik yang telah dilakukan oleh peneliti. Peneliti telah
mengupayakan pendekatan individual untuk memberikan bimbingan terhadap
guru sehingga guru memiliki kemampuan untuk mengubah pola pembelajaran
menjadi lebih efektif dan merangsang siswa agar dapat lebih kritis dalam
pembelajaran.
Proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan guru pada siklus 2 sudah
mengacu pada pembelajaran yang mencakup proses eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi. Dengan pembelajaran seperti ini hasil belajar yang diperoleh siswa
dapat mencapai KKM yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam
Standar Nasional Pendidikan (2010).
Pada siklus 2, setelah peneliti memberikan supervisi akademik guru
ternyata
sudah
mampu
mengembangkan
kemampuannya
dalam
mengimplementasikan metode pembelajaran. Berdasarkan hal ini peneliti sudah
dapat membuktikan bahwa dengan supervisi akademik dapat memberikan
bimbingan kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil kegiatan selama siklus 1 dan siklus 2 dapat disimpulkan
(1) Pelaksanaan supervisi akademis secara signifikan telah mampu meningkatkan
kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran, (2) Guru telah
mampu mengembangkan kemampuannya dalam mengimplementasikan metode
24
pembelajaran yang diiringi dengan meningkatnya keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Saran yang diajukan dalam kegiatan ini adalah (1) Bagi kepala sekolah
dapat melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kemampuan guru
dalam mengimplementasikan metode pembelajaran yang lebih variatif,
(2)
Supervisi akademik dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pemecahan
permasalahan yang dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran, (3)
Perlu
dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan intensif untuk menindaklanjuti hasil
penelitian ini.
Rujukan
Depdiknas. 1997. Petunjuk Pengelolaan Adminstrasi Sekolah Dasar.Jakarta:
Depdiknas.
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Buku 1).
Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 dan 48 Tahun
2008. Tentang Wajib Belajar dan Pendanaan Pendidikan. CV Novindo
Pustaka Mandiri. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, 2003.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2007. Kumpulan Peraturan
Mentri Pendidikan Nasional Indonesia. Jakarta.
Kemendiknas. 2010. Supervisi Akademik. Dirjend PMPTK, Jakarta.
Wayan I AS. 2010. Delapan Standar Nasional Pendidikan. Az-Zahra Book’s8.
Jakarta.
25
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR IPA MENGGUNAKAN
PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS
IV SDN KUSAMBI HILIR KECAMATAN LAMPIHONG TAHUN
PELAJARAN 2013/2014
Mukhyar Amani1 ; Sugian Noor2
Abstrak
Hasil belajar akan lebih bermakna jika prosesnya
menyenangkan peserta didik dan terjadi penguatan (reinforcement) dari
guru. Hal ini bertujuan untuk memberikan motivasi terhadap siswa.
Motivasi siswa dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan melalui
penerapan pendekatan pembelajaran. Penggunaan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) diharapkan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan pada bulan
Nopember 2013 di SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya Kecamatan
Lampihong Kabupaten Balangan pada Tahun Pelajaran 2013-2014.
Jumlah siswa kelas IV di SDN Kusambi Hilir adalah 15 siswa, 4 orang
siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan. Berdasarkan penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa kelas IV SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya.Penerapan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dapat
meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV adalah dengan
langkah-langkah observasi, prediksi, hipotesis, eksprimen, perolehan dan
pemrosesan data dan komunikasi.
Kata kunci: Pendekatan Contextual Tearching and Learning (CTL), Motivasi
Belajar IPA.
Hasil belajar akan lebih bermakna jika prosesnya menyenangkan peserta didik
dan terjadi penguatan (reinforcement), misalnya jika peserta didik menjawab benar
maka diberi penguatan oleh guru dengan mengucapkan “jawabanmu bagus”, atau
“tepat”. Guru, orang tua dan pendidik harus memberikan penguatan yang bersifat
psikologis dan menghindari penguatan yang lebih bersifat kebendaan. Sedangkan
penghargaan (reward) seharusnya diberikan hanya kepada prilaku yang masuk akal
(reasonable) dan tidak memanjakan. Hindari hukuman (punishment) yang bersifat
fisik. Proses pembelajaran merupakan proses tahap demi tahap yang terperinci,
1
2
Dosen FKIP pada UPBJJ UT Banjarmasin
Guru SDN Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong
26
tergambar dan sekuensi logis dan informasi yang akan disajikan. Kejelasan pra
kondisi belajar proses belajar, dan akhir pembelajaran sangat diperlukan.
Guru fokus kepada belajar melalui perencanaan dan mengelola instruksi.
Merencanakan pembelajaran yang memastikan kesempatan terbaik untuk murid,
untuk belajar apa yang mereka perlu ketahui adalah tanggung jawab utama mengajar.
Penelitian ini dilaksnakan di SDN Kusambi Hilir Kelas IV selama 2 siklus, setiap
siklus terdapat 2 kali tatap muka dengan sasaran siswa 15 orang.
Melalui perencanaan, guru bisa menekankan hubungan antara ide dan
membantu murid mengenal hubungan antara topik (Rachmad, 2009). Tanpa
perencanaan yang dibuat secara baik, instruksi kecelakaan dan beberapa bagian dan
informasi penting untuk tingkat selanjutnya dari belajar ditinggalkan. Struktur dan
rencana dari informasi umum kepada contoh khusus membantu siswa membuat
generalisasi dan menggunakan data untuk memperkirakan dan menganalisis hasil
akhir. Berdasarkan atas latar belakang masalah penelitian difokuskan pada
peningkatan motivasi belajar IPA di SDN Kusambi Hilir dengan karakteristik siswa
kemampuannya beragam (berbeda-beda).
Pendekatan CTL mengkaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa
atau dunia nyata siswa, sehingga akan membuat pembelajaran lebih bermakna, karena
siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh di kelas akan bermanfaat dalam
kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini dengan berbagai kegiatannya menyebabkan
pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, juga dapat meningkatkan
motivasi siswa untuk belajar (Nur, 2003).
Pendekatan CTL merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses belajar mengajar. Pendekatan kontektual juga merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam
konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status
apa mereka, dan bagaimana mencapainya, mereka sadar bahwa yang mereka pelajari
27
berguna bagi kehidupannya nanti. Alasan menggunakan pembelajaran kontekstual
karena pola pikir sentralistik, dan uniformistik mewarnai pengemasan dunia
pendidikan kita keputusan selalu dilaksanakan berdasarkan hierarki-birokrasi. Ada
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang
dialaminya, bukan mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dari
kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan CTL adalah
suatu pendekatan pengajaran yang karakteristiknya memenuhi harapan agar siswa
mampu menjalani kehidupan jangka panjang dan mampu memecahkan berbagai
persolana yang dihadapi selama menjalani kehidupan tersebut.
Pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada
penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan
data. Nur (2003) menyatakan pendekatan CTL mempunyai tujuh kunci pokok yaitu
(1) Kontruktivisme, (2) Menemukan, (3) Bertanya, (4) Masyarakat Belajar, (5)
Pemodelan, (6) Refleksi, (7) Penilaian yang sebenarnya. Sehingga bertujuan untuk
memotivasi siswa dalam memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari,
dan siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan
dari satu konteks ke konteks lainnya.
Tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal ketika guru memahami
prinsip-prinsip dan komponen pengajaran. Kemampuan guru di dalam mengelola
kelas sangat diharapkan memberi banyak manfaat terhadap tumbuh kembangnya
wawasan dan pengetahuan siswa terhadap materi suatu mata pelajaran yang diajarkan
sehingga siswa mampu memahami konsep-konsep pelajaran yang diberikan.
METODE
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IV SDN Kusambi Hilir yang
beralamat di Jalan Basio Jaya Desa Kusambi Hilir Kecamatan Lampihong dengan
28
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan subjek penelitian sebanyak 15
orang siswa selama 2 siklus. Tiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan.Waktu
pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan pada tanggal 4 Nopember 2013 dan 7
Nopember 2013 untuk Siklus I, sedangkan untuk Siklus II dilakukan pada tanggal 11
Nopember 2013 dan 14 Nopember 2013. Adapun mata pelajaran yang dijadikan
perbaikan adalah IPA Kelas IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketuntasan hasil belajar disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ketuntasan Hasil Belajar IPA
Ketuntasan dalam Belajar
Siklus I
Siklus II
6,00 %
7,00 %
6,20 %
7,53 %
Pertemuan
1
2
Tabel 2.Hasil Test Pada Setiap Siklus
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Nama Siswa
Rabiatul Adawiyah
Putri Hasanah
Putri Erliana
Nor Ramadan
Mahdinor Fazar
Ririn Ariyanti
Sri Mahrini Ulfah
Zahratun Hanipah
Muhammad Abdi
Aulia Rahmah
Fatmawati
Muhammad Rosadi
Novi Rustiani
Aisya Nadia Adela
Putri Nabila
Siklus 1
Pertemuan
1
2
6
6
6
6
6
6
6
6
5
6
6
7
6
6
6
6
6
6
6
6
5
6
7
7
6
6
7
7
6
6
Siklus 2
Pertemuan
1
2
7
8
7
7
7
8
7
8
6
7
8
9
7
7
7
7
7
7
7
8
6
7
7
7
7
8
8
9
7
7
Jumlah
90
93
105
113
Rata – Rata
6,00
6,20
7,00
7,53
Ketercapaian kompetensi dasar untuk mata pelajaran IPA di SDN Kusambi
Hilir Jalan Basio Jaya Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan Tahun Pelajaran
2013/2014 harus mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan
oleh guru mata pelajaran IPA SDN Kusambi Hilir. Guru harus dapat menciptakan
suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Sehingga diharapkan dapat
29
meningkatkan motivasi belajar siswa. Motivasi siswa dapat ditingkatkan melalui
pendekatan CTL yang digunakan dalam proses pembelajaran. Sehingga diharapkan
siswa dapat belajar mandiri atau bekerja sama dengan teman dalam menemukan
solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pelajaran IPA. Hal ini akan
membuat siswa mandiri dan punya inisiatif untuk selalu ingin tahu, ingin mencoba
menemukan berbagai alternatif jawaban melalui sumber yang ada disekitarnya, baik
berupa buku sumber, melalui teman dan sumber belajar lainnya.
Pada kenyataannya di lapangan adalah pada peninjauan awal yaitu sebelum
dilakukannya Penelitian Tindakan Kelas nilai siswa jauh dibawah KKM dengan ratarata nilai 45,35 %. Sedangkan masuk pada siklus 1 sudah meningkat rata-rata hasil
belajar menjadi 6,20 %, akan tetapi hasil ini pun juga masih belum mencapai KKM.
Hal ini disebabkan masih rendahnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran,
seperti kurang aktifnya siswa bertanya dalam proses pembelajaran, sehingga
berdampak pada hasil belajar siswa. Karena pada siklus 1 ini belum mencapai
ketuntasan belajar maka penelitian dilanjutkan ke siklus 2. Hasil yang didapat pada
siklus 2 ini sudah memenuhi KKM dengan rata-rata nilai 7,53 %.
Menggunakan pendekatan CTL pada proses pembelajaran membuat siswa
termotivasi dalam belajar, seperti yang dikatakan oleh Nur (2003), bahwa pendekatan
CTL dengan berbagai kegiatannya membuat pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar. Hal ini sejalan dengan penelitian Putra (2012) menyatakan bahwa dengan
pendekatan CTL ini dapat mempengaruhi terhadap presasi belajar siswa karena siswa
lebih termotivasi dalam belajar. Lebih lanjut dalam penelitian Andayani (2012)
pendekatan CTL membawa pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa
sehingga menjadi alternatif pembelajaran bagi guru dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa.
Pembelajaran CTL merupakan pendekatan yang menekankan konsep belajar
untuk membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Sejalan dengan penelitian Nurdin (2009) menyatakan bahwa
pendekatan CTL dapat membantu guru dalammengkaitkan antara materi yang
30
dipelajarinya dengan situasidunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubunganantara
pengetahuan
yang
dimilikinya
dengan
penerapannya
dalamkehidupan sehari-hari, sehingga hasil belajar dapat ditingkatkansesuai dengan
harapan bersama.Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar
bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka
memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya
nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
menggapainya. Dalam upaya itu mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing.
Dewey (1916), diikuti oleh Katz (1918), Howey dan Zipher (1989)
menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang
membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan
terapannya dengan kehidupan sehari–hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah
diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya.
Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, trasfer ilmu pengetahuan,
mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik
secara individu maupun kelompok. Dengan demikian berdasarkan data hasil
penelitian yang terlihat dari pra siklus, siklus 1 sampai siklus 2 yang mana semakin
meningkatnya motivasi siswa dibarengi dengan semakin meningkatnya hasil belajar
siswa yang sudah mencapai KKM, berarti dengan menggunakan metode CTL dalam
proses pembelajaran di kelas mengakibatkan semakin meningkatknya motivasi siswa
kelas IV SDN Kusambi Hilir Jalan Basio Jaya Kecamatan lampihong Kabupaten
balangan tahun Pelajaran 2013/2014.
SIMPULAN
Pelaksanaan
perbaikan
pembelajaran
yang
telah
dilakukan,
namun
sebelumnya pelaksanaan pembelajaran (pra siklus) mendapatkan kendala dalam
proses pembelajaran, namun dengan adanya perbaikan siklus I dan siklus II dengan
31
melalui struktur pembelajaran, strategi-strategi pembelajaran, mendemonstrasikan
kemajuan siswa serta evaluasi yang tepat. Ada peningkatan hasil belajar siswa untuk
mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Kusambi Hilir dengan menggunakan pendekatan
CTL.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta:Rineka Cipta
Andayani, Ana Shofia. 2012. Pengaruh Pendekatan CTL terhadap Hasil Belajar
Siswa pada Konsep Bunyi. Skripsi, Prodi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan
IPA, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jawa Timur: Depdiknas
Nurdin. 2009. Implementasi Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning)
Dalam Meningkatkan Hasil Belajar.Jurnal Administrasi Pendidikan Vol. IX No.
1 April 2009
Rachmad. (2009). Insiden ISPA di Indonesia. From. http://www.indomedia.com
Putra, Aditia dan I Kadek. 2012. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
(CTL) Ditinjau Dari Bakat Numerik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika Di Kelas Viii Smp Negeri 11 Denpasar.
Widodo Rachmad.2009. ” Model Pembelajaran Explicit Instruction (Rosenshina &
Stevens,1986) ”.
32
PENYUSUNAN DOKUMEN KTSP 2013 MELALUI KEGIATAN ON JOB
LEARNING SEKOLAH DASAR
Balawi; H. Muhammad Zaini
Abstrak
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kepala
sekolah dalam menyusun dokumen KTSP 2013. Manfaat kegiatan ini
meningkatnya penguasaan kemampuan menyusun dokumen KTSP
2013 dengan melaksanakan langkah demi langkah proses yang harus
dijalani secara teliti sesuai Buku Pedoman Umum (BPU) melalui
bimbingan tim dosen. Khalayak sasaran adalah para kepala SD di
lingkungan Kota Banjabaru yang sedang mengikuti program On Job
Learning. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk seminar lokakarya
dengan tahapan 1) Mengkaji ulang dokumen satu (KTSP 2006),2)
Mengidentifikasi kriteria penyusunan dan pengelolaan dokumen
KTSP,3) Menindaklanjuti hasil identifikasi dengan melibatkan
pengawas, dan tim pengembang, 4) Melakukan revisi dokumen 1
dihadapan pengawas dan tim pengembang, 5) Pendokumentasian
dokumen 1 berupa KTSP 2013 dan dokumen 2 berupa contoh silabus
dan RPP, 6) Dokumen 1 dan dokumen 2 telah siap dalam bentuk
laporan kegiatan OJL untuk dipresentasikan dalam In 2.
Hasil kegiatan pengabdian diberikan contoh dari SD Negeri
Banjarbaru Kota 1 berupa 1) Dokumen utama terdiri atas 1) dokumen 1
(KTSP 2013), dan 2) dokumen 2 (contoh silabus dan RPP). 2)
Dokumen pilihan berupa hasil supervisi akademik dan 3) Dokumen
pendukung terdiri atas undangan workshop, perbaikan dokumen,
daftar hadir, jadwal kegiatan, bahan presentasi sebagai ringkasan
kegiatan OJL..
Kata kunci: dokumen KTSP 2013, On Job Learning, contoh silabus dan RPP
Pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan
strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas, mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang berubah.
Terkait
dengan
visi
tersebut
telah
ditetapkan
serangkaian
prinsip
penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi
pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
33
hayat. Dalam proses tersebut diperlukan guru yang memberikan keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.
Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan,
yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi
agar terlaksana secara efektif dan efisien.
Mengingat kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang dan karakteristik
peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi, dan memenuhi
standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah
harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah
standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada
satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun sistem kredit semester.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar
(KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi
waktu, metode, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Kegiatan pembelajaran melalui On Job Learning (OJL) merupakan tugas yang
harus dilaksanakan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi akademiknya.
34
Tugas yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru, tidak serta merta dapat
dikerjakan oleh kepala sekolah. Di sinilah peran tim pengabdi untuk mendampingi
mereka dalam menyusun dokumen KTSP 2013 melalui OJL.
Tugas membaca pengantar Buku Pedoman Umum (BPU) merupakan tugas
awal yang harus dilakukan oleh peserta OJL. Tugas-tugas lain seperti menyiapkan
dokumen-dokumen yang diperlukan/diminta, mengikuti tahap demi tahap kegiatan
pembelajaran secara sistematis, dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran
yang ada pada Lembar Kerja (LK). Tugas ini dapat diselesaikan dengan baik karena
bantuan semua pihak di sekolah. Untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum, para kepala sekolah dalam
satu gugus menelaah bahan bacaan dan sumber-sumber lain yang relevan. Hal ini
dapat terlaksana dengan baik karena rasa tanggung jawab dari setiap unsur dan
dengan jadwal yang ketat. Pada akhir kegiatan pembelajaran/diklat dengan BPU ini,
pengawas telah melaksanakan tugas penilaian menggunakan rubric penilaian dan
format penilaian yang sudah ditetapkan dalam BPU ini.
Kegiatan OJL dilaksanakan sejak berakhirnya In Service 1. Segera setelah itu,
secara terjawal setiap hari Selasa dilaksanakan pertemuan di gugus Kenanga
Penerapan kegiatan pada tahap OJL senantiasa didampingi oleh pengawas, dan tim
pengembang . Secara berkala ketua komite sekolah diminta masukan sesuai dengan
permasalahan yang sedang dibahas. Hasil kegiatan OJL akan dilaporkan tagihan dan
mempresentasikan berbagai temuan, hikmah, kendala, dan solusi yang dilakukan
selama proses pembelajaran. Pengalaman-pengalaman berharga akan mengiringi
kegiatan ini dan siap berbagi pengalaman dengan kepala sekolah/madrasah lain.
Produk yang dihasilkan pada kegiatan OJL adalah dokumen hasil revisi
(KTSP dokumen 1, silabus, RPP) dan dokumen pendukung seperti undangan
workshop perbaikan dokumen, daftar hadir, bahan presentasi sebagai ringkasan
kegiatan OJL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaraan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan Undangundang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (2)
ditegaskan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
35
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan
peserta didik. Atas dasar pemikiran itu maka dikembangkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
dijabarkan
dari
silabus
untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru
pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kurikulum pada akhirnya tetap sebuah dokumen, yang akan menjadi
kenyataan apabila terlaksana di lapangan akan menghasilkan proses pembelajaran
yang baik. Pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas hendaknya berlangsung
secara efektif yang mampu membangkitkan aktivitas dan kreatifitas anak. Dalam hal
ini para pelaksanaan kurikulum yang akan membumikan kurikulum ini dalam proses
pembelajaran. Para pendidik juga hendaknya mampu menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan dan mengasyikkan bagi anak, sehingga anak betah di sekolah.
Atas dasar kenyataan tersebut, maka pembelajaran di sekolah dasar hendaknya
bersifat mendidik, mencerdaskan, membangkitkan aktifitas dan kreaktifitas anak,
efektif, demokratis, menantang, menyenangkan dan mengasyikkan. Dengan spirit
seperti itulah kurikulum ini akan menjadi pedoman yang dinamis bagi
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di SDN Banjarbaru Kota 1 ( GS ).
Berdasarkan latar belakang di atas, telah teridentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut:
a. Kepala sekolah peserta OJL belum seluruhnya terampil menggunakan fasilitas
komputer, padahal penguasaan computer diperlukan dalam menyusun naskah
KTSP 2013.
b.
Kepala sekolah peserta OJL dibekali BPU, namun tidak semuanya mampu
memahami isi buku tersebut.
c. Di antara kepala sekolah peserta OJL, ada yang baru menempati sekolah baru,
di mana dokumen KTSP sebelumnya tidak tertata dengan baik.
36
d. Kepala sekolah dituntut harus menyesaikan dokumen KTSP 2013 pada akhir
Desember 2014, padahal kemampuan kepala sekolah sangat beragam.
Fokus kegiatan pengabdian masyarakat adalah mendampingi kepala sekolah
dalam menyusun dokumen KTSP 2013. Sesuai dengan permasalahan yang telah
dikemukakan, secara umum pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk membantu
kepala sekolah dalam menyusun dokumen KTSP 2013.
Hasil pengabdian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Kepala sekolah peserta OJL terlatih menggunakan fasilitas computer.
b. Kepala sekolah peserta OJL terlatih memahami isi buku BPU, sehingga
bilamana diberikan tugas serupa dapat menyelesaikan secara mandiri.
c. Memberikan edukasi kepala sekolah agar menyiapkan dokumen sekolah
bilamana dipindah ke tempat lain.
Kegiatan ini terlaksana dengan baik bila dilakukan dalam bentuk
kepembimbingan menyusun dokumen KTSP 2013 dengan melaksanakan langkah
demi langkah proses yang harus dijalani secara teliti melalui bimbingan tim dosen.
Khalayak sasaran adalah para kepala sekolah SD yang sedang mengikuti
program menyusun dokumen KTSP 2013 melalui On Job Learning.
Beberapa komponen yang berperan dalam kegiatan ini, selain tim dosen FKIP
Unlam dan peserta seminar lokakarya, juga para pengawas TK/SD, Tim dosen FKIP
Unlam melaksanakan salah satu unsur dari tridarma perguruan tinggi, sedangkan para
kepala sekolah mengembangkan keprofesian sebagai manajer.
Rencana stratejik ini dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang–undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan.
2. PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
3. PP. No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
4. Permendikbud No.54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Permendikbud No.64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah.
37
6. Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah.
7. Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar
dan Menengah.
8. Permendikbud No.69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah.
9. Permendikbud No.81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Tujuan pengembangan KTSP ini untuk memberikan acuan kepada Kepala
Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya yang ada di sekolah dalam
mengembangkan program-program yang akan dilaksanakan. Selain itu, KTSP
disusun antara lain agar dapat memberikan kesempatan peserta didik untuk:
1. Belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Belajar untuk memahami dan menghayati.
3. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif.
4. Belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain.
5. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar
yang aktif, kreatif efektif dan menyenangkan.
METODE
Kegiatan OJL dilaksanakan selama September-Nopember 2014, pertemuan
dilaksanakan seminggu sekali bertempat di SDN BBK 1 (GS) Banjarbaru. Peserta
kegiatan OJL alah para kepala sekolah di lingkungan Gigus Kenanga Banjarbaru.
Kegiatan ini dalam bentuk pendampingan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Mengkaji ulang dokumen satu (KTSP 2006) melalui presentasi peserta pendampingan.
2. Mengidentifikasi kriteria penyusunan dan pengelolaan dokumen KTSP.
3. Menindaklanjuti hasil identifikasi dengan melibatkan pengawas, dan tim pengembang .
4. Melakukan revisi dokumen 1 dihadapan pengawas dan tim pengembang.
5. Pendokumentasian dokumen 1 berupa KTSP 2013 dan dokumen 2 berupa contoh silabus
dan RPP.
6. Dokumen 1 dan dokumen 2 telah siap dalam bentuk laporan kegiatan OJL untuk
dipresentasikan dalam In Service 2.
38
HASIL KEGIATAN
Hasil kegiatan OJL masing-masing peserta pendampingan terdiri atas 2 bagian
yakni 1) dokumen utama, 2) dokumen pilihan dan 3) dokumen pendukung.
1. Dokumen utama terdiri atas 1) dokumen 1 (KTSP 2013), dan 2) dokumen 2
(contoh silabus dan RPP).
2. Dokumen pilihan berupa hasil supervisi akademik.
3. Dokumen pendukung terdiri atas undangan workshop, perbaikan dokumen,
daftar hadir, jadwal kegiatan, bahan presentasi sebagai ringkasan kegiatan OJL.
4. Masing-masing peserta pendampingan melakukan presentasi pada kegiatan OJL
di Banjarmasin berupa Laporan Hasil Pelaksanaan Kegiatan On Job Learning.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2014. Perangkat Akreditasi SD/MI.
Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendikbud No.54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Permendikbud No.64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Permendikbud No.69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendikbud No.81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Undang–undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan.
39
MENGGUNAKAN LAHAN BASAH UNTUK MENGAJAR KONSEPKONSEP BIOLOGI & KETERAMPILAN BERPIKIR DALAM
PEMBELAJARAN IPA SMP
Muhammad Zaini1
Abstrak
Pembelajaran di lingkungan alami menggunakan pendekatan lingkungan
berperan penting dalam mempelajari suatu ekosistem karena dapat memotivasi para
siswa mengajarkan konsep-konsep biologi dan keterampilan berpikir. Kerusakan
atau hilangnya lahan basah, akan menghilangkan peran dan fungsi di
dalamnya, khususnya peran sebagai sarana pendidikan. Pembelajaran di lingkungan
alami termuat di dalam Permendikbud RI nomor 65 di mana prinsip pembelajaran
dapat berupa a) pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di
masyarakat, dan b) siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja
adalah kelas. Meningkatnya masalah lingkungan telah memunculkan banyak
pertanyaan yang belum terjawab tentang pendidikan lingkungan. Program pendidikan
lingkungan melalui kurikulum sekolah pada sebagian besar sekolah masih tidak puas
dan dipraktikkan hanya melalui lintas kurikulum Padahal banyak guru menerima
keterampilan yang memadai dalam menanamkan pendidikan lingkungan kepada siswa
mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar pendidikan lingkungan dapat
terlaksana adalah melalui penyesuaian isi buku dengan konteks di mana siswa berada
tanpa mengubah struktur buku Harapan ini cukup beralasan karena buku siswa yang
beredar secara nasional belum sepenuhnya dapat memberikan pengalaman belajar
nyata kepada siswa. Buku atau bagian dari isi buku ini dijadikan sarana menggali
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Perangkat pembelajaran (perangkat RPP) yang
terdiri atas silabus, RPP, LKS, kunci LKS, butir-butir soal dan kunci jawaban, bahan
ajar, serta media dirancang kontekstual. Lembar kegiatan siswa untuk menggali
keterampilan berpikir, dan keterampilan motorik, butir-butir soal untuk menggali
pengetahuan siswa sampai jenjang aplikasi, sedangkan kemampuan berpikir untuk
jenjang kognitif yang lebih tinggi (menganalisis, mengevaluasi,dan mencipta).
Kata kunci: lahan basah, mangrove, pendidikan lingkungan
Hutan mangrove dan kolam air tawar merupakan jenis-jenis lingkungan yang
sangat peka terhadap kerusakan (O'Neal, 1995). Kedua ekosistem lahan basah ini
dapat dibedakan satu dengan lainnya. Hutan mangrove ditandai oleh air yang
berkadar garam tinggi dan dipengaruhi oleh siklus pasang surut harian, sedangkan
kolam ditandai oleh air tawar dan siklus musiman.
Kerusakan
peran
dan
fungsi
atau
di
hilangnya
lahan
basah,
juga
akan
menghilangkan
dalamnya, seperti mencegah banjir, mencegah kebakaran
(hutan), mencegah intrusi air laut, sumber penyedia air bersih, mencegah pemanasan
global, sumber mata pencaharian, dan sarana pendidikan. Semua orang bertanggung
jawab untuk melestarikan, mengelola dan memanfaatkan lahan basah dengan bijak.
Bilamana peduli pada kehidupan dan generasi penerus, maka wajib peduli pada
1
Dosen S1 dan S2 Pendidikan Biologi dan Ketua Program Studi Magister Keguruan IPA PPs Unlam
40
kelestarian lahan basah yang ada di sekitarnya. Salah satu cara yang diharapkan dapat
melestarikan lahan basah adalah melalui pembelajaran.
Lahan basah menurut
konvensi Ramsar 2 Pebruari 1971 didefinisikan
sebagai
daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan alami atau
buatan;
tetap atau
sementara;
dengan
air
yang
tergenang
atau mengalir,
tawar, payau atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak
lebih dari enam meter pada waktu surut (Triana, 2013). Berdasarkan definisi ini,
pembelajaran di lahan basah memiliki peluang besar dapat dilaksanakan, karena
beragam lahan basah dapat dijumpai khususnya di Pulau Kalimantan. Pembelajaran
di lingkungan alami dilandasi Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013 tentang
Standar
Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah. Sesuai dengan Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan
adalah a) pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat,
dan b) pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja
adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas.
Pembelajaran di lingkungan alami menggunakan pendekatan lingkungan
berperan penting dalam mempelajari suatu ekosistem karena dapat memotivasi para
siswa mengajarkan konsep-konsep biologi dan keterampilan berpikir. Banyak
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan lahan basah melebihi
dari materi pembelajaran di sekolah. Menurut O'Neal (1995) kegiatan-kegiatan
menggunakan lahan mangrove dan kolam air tawar dalam mengajarkan ekosistem
dan kesadaran lingkungan sebagai berikut:
•
Gradien ekologi dan zonasi biota
•
Faktor-faktor fisik dan air
•
Alih fungsi lahan
•
Saling ketergantungan
•
Interaksi antar komponen ekosistem (seperti ekosistem mangrove).
•
Keterkaitan antara ekosistem dengan iklim
•
Adaptasi biota-biota dengan lingkungannya
•
Keanekaragaman spesies
•
Pentingnya komunitas lokal
•
Mengkaji ulang perubahan kebijakan pemerintah dan redefinisi lahan basah
41
•
Hubungan dampak manusia dengan lingkungan lokal, regional dan global
•
Membandingkan dua lahan basah yang berbeda.
Kegiatan-kegiatan pembelajaran menggunakan hutan mangrove mungkin
terbatas pada daerah-daerah geografis tertentu saja, akan tetapi lahan basah lainnya
juga dapat digunakan dalam pendidikan lingkungan untuk mengajarkan ekosistem
seperti rawa dan tepi sungai. Topik-topik di atas selaras dengan bahan pembelajaran
di SMP kelas VII yang meliputi 1) Klasifikasi Makhluk Hidup, 2) Sistem
Organisasi Kehidupan, 3) Energi dalam Sistem Kehidupan, dan 4) Interaksi
Makhluk Hidup dengan Lingkungan.
PENDIDIKAN LINGKUNGAN DALAM PEMBELAJARAN IPA
Tahun 1960-an, pengetahuan tentang lingkungan hanya diajarkan kepada
siswa di kelas biologi dengan menerapkan konsep ekologi (Hasan, dkk. 2010). Hal ini
beralasan karena biologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan menyediakan
berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses kehidupan
(Ridwan, 2010:1). Di tahun 1970-an, pengetahuan lingkungan diajarkan sebagai
subjek, hal ini sejalan ketika teknologi mulai terasa pengaruhnya terhadap
lingkungan. Deklarasi Langkawi (1989) merekomendasikan perlunya melindungi
lingkungan dilihat dari perspektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan berkelanjutan, termasuk pemberantasan kemiskinan, memenuhi
kebutuhan dasar, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Pendidikan lingkungan didefinisikan oleh UNESCO ketika deklarasi Tbilisi
pada tahun 1978 (UNESCO, 1978 dalam Ertekin dan Yuksel (2014). Menurut
deklarasi Tbilisi, pendidikan lingkungan sebagai proses pendidikan orang perorang
terhadap isu-isu lingkungan menggunakan gagasan-gagasan dalam memecahkan
masalah lingkungan, memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjukkan sikap positif terhadap lingkungan, meningkatkan motivasi dan
sikap. Ertekin dan Yuksel (2014) menjelaskan pendidikan lingkungan membantu
seseorang untuk memperbaiki persepsi, pemahaman, dan sikap dalam hubungan
interaksi manusia, budaya dan lingkungan biofisika.
Meningkatnya masalah lingkungan telah memunculkan banyak pertanyaan
yang belum terjawab tentang pendidikan lingkungan (Hassan dan Ismail, 2011).
Program pendidikan lingkungan melalui kurikulum pada sebagian besar sekolah
42
masih tidak puas dan dipraktikkan hanya melalui lintas kurikulum (Scoffham 2000).
Padahal banyak guru memiliki keterampilan memadai dalam menanamkan
pendidikan lingkungan kepada siswa mereka.
Miles dkk (2006) menemukan bahwa keyakinan guru untuk menanamkan
pendidikan lingkungan di sekolah masih rendah, salah satu penyebab adalah
pengetahuan yang terbatas di lapangan. Dia percaya bahwa infus pendidikan
lingkungan dapat ditingkatkan untuk menghasilkan masyarakat yang ramah
lingkungan. Zohir (2009) seperti dikutip Hasan dan Ismail (2011) berpendapat tujuan
memperkenalkan pendidikan lingkungan di sekolah adalah untuk menanamkan
pengetahuan lingkungan, kesadaran, sikap positif dan perilaku dalam jangka panjang.
Kesadaran dan sikap positif
di kalangan siswa adalah penting karena mereka
generasi penerus bangsa untuk mengelola alam semesta.
Literasi lingkungan dianggap tujuan akhir pendidikan lingkungan, tampaknya
telah diabaikan beberapa tahun belakangan (Erdogan, 2007 seperti dikutip
Srbinovski, dkk. 2010). Penambahan dimensi teknologi dan lingkungan dan
terintegrasi dengan dimensi ilmu pengetahuan merupakan salah satu ciri kurikulum
saat ini. Salah satu tujuan utama dari kurikulum ini adalah untuk mengembangkan
kesadaran
lingkungan
dan
meningkatkan
keterampilan
berpikir
siswa.
Labintaha dan Shinozaki (2014) melaporkan hasil analisis gambar siswa
melalui pengalaman belajar lingkungan dan preferensi dari satu hari Program
Pendidikan Lingkungan di Tanjung Piai Taman Nasional (TNTP) di Johor, Malaysia.
Umumnya analisis gambar siswa merupakan dasar induksi analisis kualitatif
(Trochim, 2000). Ada lima tingkatan analisis gambar berbasis pengetahuan dan
sekaligus sebagai rubrik menilai karya siswa seperti Tabel 1.
Hasil-hasil pengetahuan mangrove berdasarkan gambar para siswa disajikan
pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan kelompok urban jauh lebih sedikit menguasai
pengetahuan yang terpisah tentang mangrove (14,8%) dibanding kelompok rural
(60%). Hal ini dapat dipahami kelompok rural senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan mangrove. Namun sebaliknya pada level 3 pengetahuan tentang
mangrove, kelompok urban lebih menonjol (62,9%) dibanding kelompok rural
(36,6%). Berdasarkan data ini dapat dianalogikan dua hal 1) untuk menyelamatkan
kawasan spesifik, maka pendidikan lingkungan perlu dilaksanakan di sekolah-sekolah
43
Tabel 1. Lima Tingkat untuk Menganalisis Kualitas Gambar Mangrove Para Siswa.
Tingkatan
gambar
Level 1
Deskripsi
Siswa menjawab tidak tahu atau tak ada respon terhadap gambar.
Level 2
Gambar-gambar ini termasuk kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur
ekosistem mangrove, kata-kata/diagram/formulasi bukan gambar.
Gambar juga menunjukkan flora dan fauna dengan kesalahpahaman
karakter yang signifikan. Gambar-gambar mewakili ekosistem apa saja..
Level 3
Gambar mencakup identifikasi unsur-unsur sederhana baik tumbuhan
maupun fauna atau karakter lingkungan pada ekosistem mangrove.
Level 4
Gambar menunjukkan pemahaman parsial konsep lingkungan mangrove.
Termasuk dua-tiga unsur mangrove bersama-sama dengan karakter fisik
yang nyata. misalnya, jenis tanaman, dan hewan mangrove; karakter
akar, tanah dan lumpur karakter habitat mangrove.
Level 5
Gambar menunjukkan pemahaman ekosistem, berisi empat dan lebih
elemen ekosistem mangrove.
yang berada di kawasan tersebut, 2) intervensi kelompok urban masih dimungkinkan
selama daya dukung lingkungan masih memungkinkan.
Tabel 2.Hasil-hasil Pengetahuan Mangrove Berdasarkan Gambar Para Siswa.
Level Gambar
Level 1 (%)
Level 2 (%)
Level 3 (%)
Level (%)
Level (%)
0
22 (38.6)
28 (49.1)
6 (10.5)
1 (1.8)
Urban
0
4 (14.8)
17 (62.9)
5 (18.5)
1 (3.8)
Rural
0
18 (60.0)
11 (36.6)
1 (3.4)
0 (0.0)
Laki-laki
0
10(17.5)
1(1.8)
1(1.8)
1(1.8)
Perempuan
0
12(21.1)
27(47.4)
5(8.6)
0(0.0)
Total (N = 57)
Latar Belakang
Gender
Menurut Woolfolk (1995) apabila orang dapat belajar dengan cara
memperhatikan, maka faktor-faktor kognitif yang terlibat adalah orang itu harus
44
memusatkan
perhatian,
mengkonstruksi
gambaran-gambaran,
mengingat,
menganalisis dan membuat keputusan yang mempengaruhi belajar. Pemusatan
perhatian menuntut pembelajaran melalui pengamatan yang dapat dibedakan atas 2
jenis pembelajaran yakni 1) melalui kondisi yang dialami orang lain, dan 2) meniru
suatu model, meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan pada saat pengamat
itu sedang memperhatikannya. Pembelajaran melalui kondisi yang dialami orang lain
(kelompok rural ) sudah tidak layak lagi, karena pengetahuan mereka telah bias, baik
pembelajaran melalui pemodelan (kelompok urban) menjadi pilihan terbaik agar
tercipta kehidupan yang layak meskipun tinggal di lingkungan mangrove.
Ors (2012) menjelaskan pendidikan lingkungan dimulai dari lingkungan
keluarga, sejak lahir dan berlanjut sepanjang PAUD hingga pendidikan tinggi.
Namun, pendidikan lingkungan tidak terbatas pada lembaga pendidikan formal saja
sejak seorang individu memperoleh kesadaran melalui kehidupan sosial dan
hubungan sosialnya. Dalam konteks ini, media merupakan alat penting dalam
pendidikan lingkungan. Bahkan mungkin dianggap sebagai semacam sekolah.
Volk dan Cheak (2003) menjelaskan pendidikan lingkungan digunakan untuk
mengukur keterampilan berpikir kritis melalui Critical Thinking Test of
Environmental Education (CTTEE) yakni membuat kesimpulan, membuat inferensi
dan mengidentifikasi bias. Bilamana pembelajaran dirancang menggunakan modelmodel konstruktivistik, maka kegiatan-kegiatan keterampilan berpikir dapat
diakomodasikan. Baik keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, maupun berpikir
tingkat tinggi, tergantung model pembelajaran yang digunakan.
Konteks pembelajaran tradisional biasanya berorientasi buku teks yang
diajarkan terpisah dengan konteks lingkungan. Guru biasanya mendominasi instruksi
dan membuat sebagian besar keputusan instruksional. (Volk dan Cheak,
2003).
Banyak siswa menemukan konteks pembelajaran yang membosankan dan tidak
relevan. Interpretasi perilaku literasi siswa, penting untuk dicatat bahwa literasi
tampaknya memiliki karakteristik multidimensi. Karakteristik ini meliputi literasi
umum, literasi lingkungan, dan literasi teknologi.
Literasi umum mengacu pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi dalam
aspek komunikatif literasi yang memberdayakan warga negara terdidik, mampu
memahami masalah yang kompleks dan menyelesaikannya. Hari ini, harapan lebih
45
tinggi daripada di masa lalu dan saat ini definisi literai meliputi keterampilan berpikir
kritis, di mana seseorang harus mampu membaca secara luas dan mengintegrasikan
informasi dari berbagai sudut pandang, harus mampu menggunakan pengetahuan ini
untuk mengambil keputusan dan mengambil tindakan (Volk dan Cheak, 2003).
Literasi lingkungan menuntut kemampuan berpikir kritis dan keterampilan
pengambilan keputusan yang efektif. Individu harus mampu memandang sebuah isu
dan mengolah informasi yang bertanggung jawab. Siswa melihat diri mereka sebagai
anggota komunitas yang mampu berpartisipasi aktif dan mereka mengambil peran
yang bertanggung jawab dalam penyelesaian masalah di komunitas mereka, di daerah
mereka, dan di dalam negara mereka.
PENGETAHUAN
DAN
PEMBELAJARAN IPA
KETERAMPILAN
BERPIKIR
DALAM
Di atas telah dijelaskan literasi lingkungan dianggap sebagai tujuan akhir
pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan melekat pada disiplin ilmu, dalam hal
ini biologi, maka melalui pendidikan lingkungan juga akan diperoleh literasi umum,
dan literasi teknologi. Sarana mencapai literasi adalah keterampilan berpikir, dari sini
aspek kognitif tingkat tinggi diperoleh melalui kemampuan berpikir. Berpikir kritis,
maupun berpikir kreatif memerlukan model-model pembelajaran yang dapat
membantu siswa mengembangkan potensinya. Salah satu karakteristik dari
pembelajaran aktif adalah bahwa siswa tidak hanya mendengarkan materi
pembelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi
pembelajaran (Rooijakkers, 1991).
Menurut hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) dan Programme for International Student Assesment (PISA) mutu
pendidikan di Indonesia masih rendah (TIMSS, 2007; PISA, 2009 seperti dikutip
Nur, 2013). Kondisi saat ini kemampuan siswa Indonesia di bidang sains berada pada
peringkat 48 dari 56 negara, di bidang matematika berada pada peringkat 50 dari 57
negara dan kemampuan memecahkan masalah berada pada peringkat 39 dari 40
negara. Hal ini menguatkan kebenaran hasil survei di atas.
Mencermati kondisi seperti ini, sudah saatnya guru meninggalkan kaidah
mengajar (to teach) menjadi membelajarkan (to learn), baik konsep (content
46
standard) maupun proses (working scientifically). Topik biologi yang menekankan
pada contend standard hanya menuntut kompetensi describe/explain (menjelaskan),
namun kembali kepada karakteristik mata pelajaran biologi yaitu yang menjadi
obyek kajian merupakan benda hidup dan proses kehidupan, maka pembelajaran
biologi tetap dilaksanakan melalui pengamatan dan eksperimen (Ridwan, 2010).
Sudah sepatutnya guru memfasilitasi siswa belajar dengan menggunakan kaidahkaidah konstruktivis.
Kaidah-kaidah konstruktivis memberi arahan kepada guru agar menggunakan
model-model pembelajaran yang berpusat kepada siswa, seperti model inkuiri dan
model
pembelajaran
berdasarkan
masalah.
Model-model
pembelajaran
ini
memberikan kesempatan kepada guru untuk menggali keterampilan berpikir kritis
(critical thinking) dan berpikir kreatif (creative thinking). Kedua keterampilan
berpikir ini merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill)
yang selalu ditekankan dalam pembelajaran sains modern.
Penekanan keterampilan berpikir tingkat tinggi cukup beralasan karena
keterampilan ini masih belum dikuasai oleh siswa. Kondisi saat ini kemampuan siswa
Indonesia masih rendah ditinjau dari kemampuan menyelesaikan masalah di bidang
sains, matematika, dan membaca. Menurut (Nur, 2013) guru di dalam pembelajaran
dituntut untuk mengurangi kemampuan siswa di bidang kognitif rutin, dan manual
rutin, akan tetapi ditingkatkan di bidang berpikir tingkat tinggi dan komunikasi
kompleks. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah merancang
perangkat pembelajaran sesuai dengan konteks di mana siswa berada.
Kurikulum 2013 telah diberlakukan berdasarkan Permendikbud RI nomor 65
tahun 2013. Sekalipun sebagian sekolah masih diizinkan menggunakan KTSP 2006
sesuai Permendikbud nomor 160 tahun 2014. Penerapan teori taksonomi dalam
tujuan pendidikan sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi dalam bentuk rumusan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Pemerintah dalam mengimplementasikan kurikulum
2013 telah menerbitkan buku guru dan buku siswa. Buku ini merupakan “dokumen
hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan
dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini.
47
Penyesuaian isi buku dengan konteks di mana siswa berada tanpa mengubah
struktur buku diharapkan dapat memberikan makna positif bagi siswa. Harapan ini
cukup beralasan karena buku siswa yang beredar secara nasional belum sepenuhnya
dapat memberikan pengalaman belajar nyata kepada siswa. Buku atau bagian dari isi
buku ini yang dijadikan sarana menggali sikap, pengetahuan, dan keterampilan
Perangkat pembelajaran (perangkat RPP) yang terdiri atas silabus, RPP, LKS,
kunci LKS, butir-butir soal dan kunci jawaban, bahan ajar, serta media dirancang
berorientasi konteks siswa. Lembar kegiatan siswa untuk menggali keterampilan
berpikir, dan keterampilan motorik, butir-butir soal untuk menggali pengetahuan
siswa sampai jenjang aplikasi, sedangkan kemampuan berpikir untuk jenjang kognitif
yang lebih tinggi (menganalisis, mengevaluasi,dan mencipta).
Pembelajaran menggunakan pendekatan lingkungan dilaksanakan diluar kelas,
para siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
menunjukkan sikap positif terhadap lingkungan. Hal ini sejalan dengan keinginan
pemerintah bahwa pembelajaran dapat berlangsung di masyarakat, dan siapa saja
adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. Jika hal ini
dilaksanakan dengan baik maka dapat mengubah paradigma guru dari mengajar (to
teach) menjadi membelajarkan (to learn).
SIMPULAN/REKOMENDASI
Pendidikan lingkungan merupakan suatu dimensi, jadi bisa melalui mata
pelajaran apa saja, dalam tulisan ini berkaitan dengan pembelajaran biologi. Oleh
karena masalah-masalah lingkungan tidak secara tuntas dapat dipecahkan melalui
bidang ini. Jadi selayaknya pendidikan lingkungan dilakukan secara simultan dan
berlanjut dengan menginfus ke dalam konsep-konsep keilmuan yang dipelajari di
sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Ertekin, Tuba dan Yuksel, Cagdas. 2014. The Role of Ecological Literacy Education
with Academic Support in Raising Environmental Awareness for High School
Student: “Enka Ecological Literacy Summer Camp Project Case Study”. The
48
3nd International Geography Symposium-GEOMED2013.
Social and Behavioral Sciences 120 (2014) 124–132.
Procedia
Hassan, Arba’at dan Ismail, Mohd. Zaid. 2011. The Infusion of Environmental
Education (EE) in Chemistry Teaching and Students’ Awareness and
Attitudes Towards Environment in Malaysia.
Procedia
Social
and
Behavioral Sciences 15 (2011) 3404–3409
Hassan, Arba’at; Noordin, Tajul Ariffin; Sulaiman, Suriati. 2010. The status on the
level of environmental awareness in the concept of sustainable development
amongst secondary school students. Procedia Social and Behavioral Sciences
2 (2010) 1276–1280. Faculty of Education, Universiti Kebangsaan Malaysia,
43600 Bangi, Selangor, Malaysia.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Peraturan
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 65 Tahun 2013
Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas.
Labintaha, Suradiah dan Shinozaki, Michihiko. 2014. Children Drawing: Interpreting
School-Group Student’s Learning and Preferences in Environmental
Education Program at Tanjung Piai National Park, Johor Malaysia. 5th World
Conference on Educational Sciences - WCES 2013. Procedia - Social and
Behavioral Sciences 116 ( 2014 ) 3765 –
3770
Miles, R; Harrison, L; Mackenzie, A. Cutter. 2006. Teacher Education: a Diluted
Environmental Education Experience. Australian Journal of Environmental
Education, 22 (1) (2006), pp. 49–59
Nur, M. 2013. Pendidikan dan Latihan Pembelajaran Inovatif dan Pengembangan
Perangkat pembelajaran Bermuatan Keterampilan Berpikir dan Perilaku
Berkarakter. Kerjasama Program Studi Magister Pendidikan Biologi PPs
Unlam dengan Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) UNESA
O'Neal, L. H. (1995). Using wetlands to teach ecology & environmental awareness in
general biology. The American Biology Teacher, 135-139.
Ors, Ferlal. 2012. Environmental education and the role of media in environmental
education in Turkey. Procedia-Social and Behavioral Sciences 46 ( 2012 )
1339 – 1342
Ridwan. 2010. Naskah Akademik Biologi SMA/MA. Kementerian pendidikan
Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Jakarta
Rooijakkers, Ad. 1991. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Grasindo.
49
Srbinovski, Mile; Erdogan, Mehmet; Ismaili, Murtezan. 2010. Environmental
Literacy
in the Science Education Curriculum in Macedonia and
Turkey. Procedia
Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 4528–4532
Scoffham. 2000. Environmental education: a question of values. Issues in Geography
teaching, Routledge/Falmer, London (2000), pp. 205–218.
Suryadiputra.I. N 2012 Dampak penabatan terhadap pulihnya lahan gambut di lokasi
blok A eks PLG. Warta Konservasi Lahan Basah Vol 20 no. 4 Oktober 2012
Triana. 2013. Laporan Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia, Hari Air
Internasional dan Hari Bumi, Tahun 2013 diselenggarakan di Sawah Luhur,
Kec. Kasemen, Serang-Banten, tanggal 27 April,2013
Volk,
Trudi L. dan Cheak, Marie J. 2003. The effects of an environmental
education program on students, parents, and community. Journal of
Environmental Education , Vol. 34, No. 4, 12-25, 2003.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Sixth Ed.Boston: Allyn and
Bacon. Diterjemahkan oleh Mohamad Nur. 1997.
50
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI SENAM RITMIK
PADA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI MELALUI METODE
LATIHAN DAN PRAKTIK DI KELAS V SDN 3 BAHARU SELATAN
Ludtoyo1
Abstrak
Penelitian ini berawal dari kenyataan pada pembelajaran
Pendidikan Jasmani di SDN 3 Baharu Selatan bahwa dalam
penyampaian pembelajaran guru bersifat konvensional yang
menyebabkan siswa bosan dan tidak aktif dalam proses pembelajaran.
Untuk dapat menciptakan pembelajaran yang membuat siswa aktif dan
menyenangkan bagi siswa salah satunya dengan metode latihan dan
praktik.
Penelitian tindakan kelas menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan lembaran
observasi, hasil tes siswa.Sumber data penelitian ini adalah
pembelajaran Pendidikan Jasmani dengan metode latihan dan
praktik.Data yang diperoleh dari subjek yang diteliti yakni siswa kelas
V berjumlah 25 orang di SDN 3 Baharu Selatan Tahun Pelajaran
2011/2012 beserta Kepala Sekolah sebagai observer.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pembelajaran dengan
menggunakan metode latihan dan praktik dapat meningkatkan hasil
belajar Pendidikan Jasmani pada materi senam ritmik siswa dengan
ketuntasan kognitif siswa Siklus I adalah 64%. Pada ranah afektif
ketuntasan siswa 60% dan psikomotor 64% sedangkan nilai guru pada
cara mengajar guru dengan nilai 75% dan siswa 75%. Setelah diadakan
refleksi nilai ketuntasan kognitif siswa Siklus II adalah 96%. Pada
ranah afektif ketuntasan siswa 96% dan psikomotor 92% sedangkan
nilai guru cara mengajar guru dengan nilai 100% dan aspek siswa
100%. Dari analisis penelitian dapat disimpulkan dengan menggunakan
metode latihan dan praktik dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan
Jasmani pada materi senam ritmik siswa di kelas V SDN 3 Baharu
Selatan.
Kata Kunci: Hasil Belajar, senam ritmik, latihan dan praktik.
Latihan ini bisa mengembangkan keterampilan secara bertahap.Hal ini bisa
membantu siswa dalam mengembangkan motoriknya.Seperti yang dikemukakan
Roestiyah (2008:125) Latihan yang praktis mudah dilakukan serta teratur
melaksanakannya membina anak dalam meningkatkan penguasaan keterampilan itu,
bahkan mungkin peserta didik dapat memiliki ketangkasan itu dengan sempurna.
1
SD Negeri 3 Baharu Selatan Kab. Kotabaru
51
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran sehingga hasil
belajar menjadi tolak ukur dari berhasilnya suatu pembelajaran. Hasil belajar itu bisa
di lihat dari pengetahuan siswa, keterampilan serta sikapnya setelah melalui proses
belajar. Seperti yang dikemukakan Sudjana (2009:3) mendefiniskan hasil belajar
siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hamalik (2008:30) mengatakan hasil belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti”. Menurut Sudjana (2009:3) menjelaskan hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku individu mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Kunandar (2007:251) mengemukakan hasil belajar adalah kemampuan siswa
dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu
kompetensi dasar. Hasil belajar berfungsi sebagai petunjuk sebagai perubahan
tingkah perilaku yang akan dicapai siswa sehubungan dengan kegiatan belajar yang
dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji. Hasil
belajar bisa berbentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Secara umum
penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada
pembelajaran Pendidikan Jasmani pada materi senam ritmik melalui metode latihan
di Kelas V SDN 3 Baharu Selatan?
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 3 Baharu Selatan.Lokasi ini penulis pilih
dengan pertimbangan di SDN ini pembelajaran penjas pada materi senam ritmik
masih kurang efektif dan sulit dipahami siswa. Subyek penelitian siswa kelas V SDN
3 Baharu Selatan pada semester I tahun ajaran 2011/2012, berjumlah 25 Orang.
Penelitian dilakukan pada semester I tahun ajaran 2011/2012. Waktu yang
dibutuhkan untuk penelitian selama 3 bulan (Oktober-Desember 2011) dengan
melaksanakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 1 kali pertemuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
52
Berdasarkan hasil penelitian siklus I siswa belum memperoleh hasil yang
sempurna dengan nilai harapan rata-rata kelas pada siklus I yaitu 75,6 dari 25 siswa
yang mengikuti proses dan siswa yang tidak tuntas pada siklus ini adalah sebanyak 9
orang (36%) dari 25 siswa. Sedangkan siswa yang tuntas pada siklus I ini sebanyak
16 orang siswa (64%).Masih banyak siswa yang belum menguasai gerakan langkah
senam ritmik dan saat dengan musik banyak gerakan siswa yang belum sesuai
dengan irama musik.Secara keseluruhn nilai siswa pada semua aspek belum sesuai
dengan harapan.
Dalam pembelajaran siswa belum seluruhnya aktif dengan metode latihan dan
praktik terbukti dengan nilai siswa dengan metode ini 60% tuntas pada afektif. Pada
tes tertulis dapat nilai rata-rata kelas pada siklus I yaitu75,2 dari 25 orang siswa yang
mengikuti proses dan siswa yang tidak tuntas pada siklus I ini adalah sebanyak 10
orang (40%) dari 25 siswa. Sedangkan siswa yang tuntas pada siklus I ini sebanyak
15 orang siswa (60%). Nilai tertinggi pada siklus I ini adalah 90 dan nilai terendah
berada dibawah KKM yaitu 50. Ada berapa siswa yang kurang aktif dan kurang kerja
sama dalam kegiatan pembelajaran. Dengan hal ini keaktifan siswa perlu
ditingkatkan lagi pada siklus II dengan memotivasi siwa dengan memberikan nilai
plusbagi siswa yang bisa menguasai materi yang dipelajari.
Secara keseluruhan aspek guru masih belum begitu baik dengan nilai yang
diperoleh guru pada saat melakukan pembelajaran dengan langkah metode latihan
dan praktik baru terlaksana 75% dan pada pengamatan siswa juga belum sempurna
dengan terlaksana 75%.Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa belum begitu baik
dan perlu ditingkatkan lagi pada siklus II dengan memperbaiki kelemahankelemahan yang dilakukan guru dan siswa saat proses latihan dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian siklus II siswa sudah memperoleh hasil yang
sempurna dengan nilai rata-rata kelas pada siklus II yaitu 81,4 dari 25 siswa yang
mengikuti proses pada ranah psikomotor dengan ketuntasan siswa 92% dan pada
ranah afektif rata-rata siswa 86 dengan ketuntasan 96% pada ranah afektif rata-rata
siswa 87,2 dengan ketuntasan siswa 96%. Hal ini menandakan pembelajaran dengan
metode latihan dan praktik sudah berhasil.Hal ini menandakan pembelajaran penjas
dengan menggunakan metode latihan dan praktik membantu siswa memahami materi
senam ritmik sudah berhasil.Persentase siswa sudah tuntas dari 3 ranah yang dinilai
53
melebihan 90%.Semua siswa sudah menguasai materi sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan guru dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran siswa sudah seluruhnya turut aktif dengan metode
latihan dan praktik pada pembelajaran terbukti dengan nilai siswa pada semua
metode latihan dan praktik ini 100%. Pengamatan terhadap guru adalah 100%. Hal
ini menunjukkan guru sangat baik dalam menyajikan materi dalam pembelajaran.Hal
ini menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan metode latihan dan praktik
sudah berhasil meningkatkan hasil belajar penjasorkes siswa pada materi senam
ritmik.
SIMPULAN
Metode latihan dan praktik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran Pendidikan Jasmani pada materi ritmik di kelas V SDN 3 Baharu
Selatan terbukti dengan nilai ketuntasan 92% pada psikomotor, 96% pada efektif dan
kognitif siswa tuntas dalam pembelajaran pendidikan jasmani pada materi ritmik.
DAFTAR RUJUKAN
Sudjana, Nana .2009. Evaluasi Hasil Belajar. Bandung: Sinar Baru
Kunandar.2008.
Langkah-langkah
Penelitian
Tindakan
Kelas
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
sebagai
Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka Cipta
54
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KONSEP
BILANGAN BULAT DENGAN SETTING KOOPERATIF BERBANTUAN
MISTAR GARIS BILANGAN SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR
Syahrani
Abstrak1
Pembelajaran yang kreatif dan inovatif perlu dirancang agar
dapat menumbuhkan daya nalar dan kreativitas siswa. Oleh karena itu
dirancang penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar
siswa menggunakan media mistar garis bilangan, di samping model
kooperatif sebagai panduan untuk menentukan keaktivan siswa.
Penelitian ini dilaksanakan melalui 2 siklus, masing-masing siklus 2
pertemuan. Siklus I tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat yang dilaksanakan pada tanggal 4 April 2011 dan tanggal 6
April 2011. Siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 11 April 2011 dan
tanggal 13 April 2011. Hasil penelitian menunjukkan tes akhir siklus I
nilai rata-rata kelas pada pertemuan 1 mencapai 67,33 dan pertemuan
2 mencapai 71,33. Hasil tes akhir siklus II rata-ratanya pada
pertemuan 1 adalah 79,33 dan pertemuan 2 mencapai 93,33. Jadi
ketuntasan belajar telah tercapai pada siklus II.
Kata kunci: Aktivitas Belajar, Hasil belajar, Model kooperatif
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak lagi
mempertahankan paradigma lama dimana pembelajaran berpusat pada guru (teacher
centered) namun sebaliknya berpusat pada siswa (student centered). Pembelajaran
yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang melibatkan siswa aktif belajar,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, pembantu dan pembimbing. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi pencapaian hasil belajar yang maksimal oleh siswa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh
guru diadakan secara terus menerus untuk memantau proses, kemajuan dan
perbaikan pembelajaran. Sebagian siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika
adalah pelajaran yang menjemukan. Alasannya matematika penuh dengan rumus dan
perhitungan, sehingga kurang berminat untuk mempelajari. Hal ini berdampak pada
rendahnya hasil belajar siswa.
1
Guru SDN Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong
55
Matematika di Sekolah Dasar berisi bahan pelajaran yang menekankan agar
siswa mengenal, memakai, serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya
dengan praktik kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika diharapkan dapat
membentuk siswa terampil mempelajari ilmu lain, penataan nalar yang logis dan
rasional serta membentuk sikap kritis, cermat dan jujur.
Keadaan yang terjadi di kelas IV SDN Tanah Habang Kiri Kecamatan
Lampihong Kabupaten Balangan adalah rendahnya hasil belajar siswa pada konsep
penjumlahan bilangan
bulat.
Kurangnya
keterlibatan siswa
dalam
proses
pembelajaran disebabkan suasana pembelajaran yang kurang menyenangkan karena
tanpa media pembelajaran yang tepat.
Data ini menunjukkan bahwa konsep penjumlahan bilangan bulat di kelas IV
SDN Tanah Habang Kiri perlu adanya perbaikan, sebagai prasyarat untuk
mempelajari konsep
berikutnya. Dalam pembelajaran matematika perlu adanya
keterkaitan materi baru dengan materi terdahulu, Piaget (Muhsetyo:2008:1.10).
Melalui model pembelajaran STAD dan ditunjang media mistar garis bilangan
diharapkan pembelajaran lebih menarik, lebih bermakna, dan mudah dipahami,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut Slavin (Gerson, 2002:107) belajar kooperatif adalah suatu model
pembelajaran di mana peserta didik belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil
saling membantu untuk mempelajari suatu materi. Stahl (Wardani, 2001:7)
menyatakan, model pembelajaran ini dapat meningkatkan sikap tolong menolong
dalam perilaku sosial. Tim MKPBM (2001:218) menjelaskan model pembelajaran
kooperatif meliputi suatu kelompok kecil peserta didik yang bekerja sebagai tim
untuk menyelesaikan tugas, guna mencapai tujuan bersama.
Langkah-langkah model pembelajaran STAD menurut Ibrahim (2000) adalah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 3-4 orang secara heterogen.
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis
tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Kesimpulan.
56
METODE
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, setiap siklus dilaksanakan
dalam dua kali pertemuan. Subyek penelitian siswa kelas IV SD Negeri Tanah
Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus I terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Aktivitas Siswa pada Siklus I
No
1
2
3
4
5
6
Aktivitas Siswa
Memperhatikan penjelasan guru
Melakukan tugas yang diberikan
Melakukan diskusi kelompok
Menjawab kuis
Bertanya
Menyimpulkan pelajaran
Jumlah
Rata-rata
Kriteria
Skor
Pert 1 Pert 2
3
3
3
3
3
4
2
2
2
2
2
3
15
17
2,5
2,8
Cukup Cukup
Data hasil pengelolaan pembelajaran oleh guru tampak pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus I
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Aktivitas Guru
Memberikan tes awal/ membuka pelajaran
Memotivasi siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyajikan materi secara klasikal
Membentuk kelompok siswa
Membagikan LKS pada tiap kelompok
Membimbing siswa dalam kelompok
Memberi kuis/ pertanyaan
Memberikan kesempatan bertanya pada siswa
Memberikan penguatan/penghargaan
Membimbing siswa membuat kesimpulan
Mengadakan evaluasi/tes akhir
Jumlah
Rata-rata
Kriteria
Skor
Pert 1
Pert 2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
4
3
3
3
3
3
3
35
37
2,9
3,1
Cukup
Baik
57
Hasil tes akhir pada pertemuan kedua didapat data ketuntasan hasil belajar
pada pertemuan 2 adalah 66,67%. Temuan-temuan pada hasil refleksi Siklus I
dilakukan evaluasi dan diskusi. Masalah hasil belajar sebenarnya sudah mencapai
indikator keberhasilan, karena pada pertemuan 2 yaitu 66,67% dari nilai siswa ≥ 65.
Aktivitas siswa belum mencapai indikator keberhasilan karena belum mencapai
kriteria baik. Ada 3 aktivitas yang mendapat nilai kurang baik (2), yaitu: menjawab
kuis, bertanya, dan menyimpulkan pelajaran. Untuk pengelolaan pembelajaran ratarata pada pertemuan 1 dan 2 melaksanakan kurang tepat dan tidak sistematis. Untuk
pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan 1 dan 2 mendapat
skor 2,9 dengan kriteria hanya cukup, dan 3,1 sehingga kriteria yang dicapai baik.
Guru perlu terus meningkatkan pengelolaan pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan media mistar garis bilangan.
Hasil diskusi antara peneliti dan pengamat akhirnya mendapatkan solusi yang
mungkin dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini. Yakni,
guru harus
melakukan bimbingan intensif pada tiap kelompok pada saat mereka mengerjakan
LKS (lembar kegiatan siswa) selalu memperingatkan siswa untuk selalu berdiskusi,
bertanya jika belum mengerti. Sehingga diharapkan pada siklus II diharapkan terjadi
perubahan aktivitas siswa ke arah yang lebih baik.
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa siklus II dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Aktivitas Siswa Pada Siklus II
No
1
2
3
4
5
6
Aktivitas Siswa
Memperhatikan penjelasan guru
Melakukan tugas yang diberikan
Melakukan diskusi kelompok
Menjawab kuis
Bertanya
Menyimpulkan pelajaran
Jumlah
Rata-rata
Kriteria
Skor
Pert 3 Pert 4
4
4
4
5
4
4
3
4
3
3
3
3
21
23
3,5
3,8
Baik
Baik
Data hasil pengelolaan pembelajaran oleh guru tampak pada Tabel 4.
58
Tabel 4 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Aktivitas Guru
Memberikan tes awal/ membuka pelajaran
Memotivasi siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyajikan materi secara klasikal
Membentuk kelompok siswa
Membagikan LKS pada tiap kelompok
Membimbing siswa dalam kelompok
Memberi kuis/ pertanyaan
Memberikan kesempatan bertanya pada siswa
Memberikan penguatan/penghargaan
Membimbing siswa membuat kesimpulan
Mengadakan evaluasi/tes akhir
Jumlah
Rata-rata
Kriteria
Skor
Pert 3
Pert 4
3
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
47
50
3,92
4,17
Baik Amat Baik
Hasil tes akhir pada pertemuan kedua didapat data ketuntasan pada Pertemuan
4 mencapai 93,33%. Temuan-temuan pada hasil refleksi Siklus II dilakukan evaluasi
dan diskusi untuk menemukan alternatif pemecahannya. Dari hasil kegiatan ini
diperoleh kesimpulan bahwa, hasil belajar siswa tuntas dan rata-rata nilai siswa di
atas KKM yang ditetapkan sekolah yaitu ≥ 65. KKM yang ditetapkan sekolah ini
sebenarnya masih dibawah KKM ideal yaitu ≥ 70.
Pengelolaan pembelajaran sudah mencapai kriteria amat baik guru benar-benar
fokus dan konsisten pada hasil evaluasi pada siklus I untuk mempertahankan yang
sudah baik dan meningkatkan atau memperbaiki yang masih kurang. Yakni, guru
harus melakukan bimbingan intensif pada tiap kelompok pada saat mereka
mengerjakan LKS (lembar kegiatan siswa), mengaktifkan mereka pada saat
membahas hasil diskusi kelas. Skor rata-rata aktivitas siswa menjadi 3,5 (pertemuan
3) dan 3,8 (pertemuan 4).
Berdasar hasil belajar pada siklus I, jika dihubugkan dengan ketuntasan
belajar siswa yang berjumlah 15 orang, maka dapat ditunjukkan tingkat keberasilan
siswa seperti tersaji pada Tabel 5
59
Tabel 5 Daftar ketuntasan belajar siswa pada hasil belajar siklus I
Hasil Belajar
Skor
Banyak siswa
Ketuntasan
< 6,5
5
33,33%
≥ 6,5
10
66,67%
Keaktifan siswa dalam mengikuti KBM tersaji dalam Tabel 6
Tabel 6 Keaktifan siswa mengikuti pelajaran
Kriteria
Aktif
Pertemuan1
Pertemuan 2
Rata-rata
Katagori
Rata-rata
Katagori
2,5
Cukup
2,8
Cukup
Siswa yang mendapat hasil belajar ≥6,5 pada pertemuan 2 adalah 66,67%.
Jumlah dibawah target yang ditetapkan peneliti yaitu 75%. Ini terjadi akibat belum
optimalnya keaktifan, kesungguhan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
Berdasar rata-rata hasil belajar siklus II adalah 92,67. Jika dihubugkan dengan
ketuntasan belajar siswa maka dapat ditunjukkan tingkat keberasilan siswa seperti
tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Daftar ketuntasan belajar siswa pada hasil belajar siklus II
Pertemuan 4
Skor
Banyak siswa
Ketuntasan
< 6,5
1
6,67%
≥ 6,5
14
93,33%
Keaktifan siswa dalam mengikuti KBM tersaji dalam Tabel 8
Tabel 8 Keaktifan siswa mengikuti pelajaran
Pertemuan 3
Pertemuan 4
Kriteria
Aktif
Rata-rata
Katagori
Rata-rata
Katagori
3,5
Baik
3,8
Baik
60
Berdasarkan nilai ulangan siklus II diperoleh hasil rata-rata kelas pada
pertemuan 4 adalah 92,67. Peningkatan partisipasi siswa dalam mengikuti KBM
yaitu dari partisipasi dengan rata-rata 3,5 dengan katagori baik menjadi rata-rata 3,8
dengan katagori baik.
Hasil belajar siswa pada konsep penjumlahan bilangan bulat akhirnya pada
pertemuan ke 4 ketuntasan mencapai 93,33%. Keberhasilan ini
tentu ada
hubungannya dengan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement
Divisions (STAD) dengan media mistar garis bilangan. Pengelolaan pembelajaran
yang dilaksanakan guru pada siklus II yang mencapai kriteria amat baik , sehingga
aktivitas siswa memperlihatkan aktivitas yang baik. Dalam hal ini guru melakukan
pembimbingan secara intensif pada tiap kelompok pada saat mereka mengerjakan
LKS (lembar kegiatan siswa), mengaktifkan mereka pada saat membahas hasil
diskusi kelas.
Suasana pembelajaran memperlihatkan aktivitas siswa dalam melakukan
tugas kelompok. Hal ini menunjukan bahwa keunggulan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) benar-benar dapat
memusatkan perhatian siswa. Demikian juga media mistar garis bilangan dapat
merangsang siswa lebih aktif dalam mengikuti proses belajar.
Tuntas belajar secara nasional dalam GBPP kurikulum th 1994 ditetapkan
≥6,5 mencapai 85%. Penelitian ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa tuntas
93,33% dengan KKM ≥65 walaupun KKM yang ideal adalah ≥70, aktivitas siswa
baik, dan pengelolaan pembelajaran dilakukan amat baik oleh guru sudah dianggap
cukup memadai sebagai tolak ukur keberasilan. Ketuntasan belajar yang dicapai
dalam penelitian ini sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam indikator
keberasilan.
SIMPULAN
1.
Hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan bilangan bulat dapat
ditingkatkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) dengan media mistar garis bilangan di kelas IV
SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten Balangan
mencapai ketuntasan 93,33%.
61
2.
Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di
kelas IV SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten
Balangan mencapai kriteria baik
3.
Pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di
kelas IV SD Negeri Tanah Habang Kiri Kecamatan Lampihong Kabupaten
Balangan mencapai kriteria amat baik.
DAFTAR RUJUKAN
Muhsetyo, Gatot. 2008. Pembelajaran Matematika SD, Jakarta: Universitas Terbuka.
Wardani I.G.A.K, Kuswaya. W & Nasoetion. N. 2002. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta : Universitas Terbuka.
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAJAR GURU MELALUI SUPERVISI
KLINIS PADA SMP NEGERI 8 BANJARBARU TAHUN PELAJARAN
2014/2015
Suradi*
Abstrak
Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan untuk mengetahui
Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Melalui Supervisi Klinis
Pada SMP Negeri 8 Banjarbaru Tahun Pelajaran 2014/2015.
Penelitian tindakan sekolahini dilakukan dengan menggunakan
metode penelitian analisis diskriptif sederhana dari hasil pengamatan
dan wawancara. Penelitian tindakan ini bermaksud mendeskripsikan
dan mencari perbandingan dari hasil pengamatan pada siklus I dengan
hasil pengamatan pada siklus II. Dalam penelitian tindakan ini
populasinya adalah seluruh guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru yang
jumlahnya 34 orang. Sedangkan sampel adalah guru yang mengajar
Matematika dan IPA (MIPA) yang jumlahnya11 orang guru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan
kemampuan mengajar guru, yang diperlihatkan dari hasil pengamatan
pada siklus I dengan hasil pengamatan pada siklus II.
Kompetensi guru dalam kemampuan mengajar yang mantap
harus menjadi perhatian untuk dapat menjadi prioritas dalam
mengembangkan kompetensi yang profesional bagi seorang guru.
Kemampuan mengajar yang baik akan dipengaruhi oleh kebutuhan
guru dalam bekerja melalui peran kepemimpinan kepala sekolah dan
supervisi yang tepat, antara lain supervisi klinis.
Kata-kata Kunci:
Supervisi klinis, kemampuan mengajar guru, penelitian tindakan
sekolah.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. (Undang-Undang Guru dan Dosen
BAB I, Pasal 1, poin 1).Guru
merupakan jabatan profesional yang semestinya memiliki berbagai kompetensi yang
harus dikembangkan searah dengan perkembangan zaman, untuk itu perlu adanya
upaya untuk meningkatkan kompetensi guru. Kemampuan profesional guru terdiri
atas kemampuan mengenal secara mendalam peserta didik yang akan dilayani,
menguasai bidang ilmu sumber bahan ajaran, menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik, dan mengembangkan kemampuan profesional secara berkelanjutan.
Mengajar adalah memberitahukan, menyampaikan, memfasilitasi, dan
mengkondisikan adanya interaksi dalam pembelajaran antara guru dan peserta didik.
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan
memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggungjawabnya yang pertama dan
utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari
sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi
standar yang dipelajari.
Berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat
perkembangannya, belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya
sedikit menggeser atau mengubah fungsinya, itupun terjadi di kota-kota besar saja,
ketika para peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas
menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan
kemudahan belajar. Namun tugas pokok guru mengajar tetap harus dilaksanakan,
bahkan harus ditingkatkan kemampuannya. Guru mengajar diartikan secara utuh
mulai
dari
merencanakan
program
pembelajaran,
melaksanakan
program
pembelajaran, hingga melaksanakan evaluasi pembelajaran (Mulyasa,2006,38).
Kemampuan mengajar guru yang meliputi dimensi merencanakan program
pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran, akan berimplikasi pada pemahaman siswa yang pada akhirnya akan
meningkatkan prestasi belajar siswa.Kenyataan prestasi belajar siswa pada SMP
Negeri 8 Banjarbaru belum memenuhi standar yang diharapkan.Berdasarkan
pengamatan dan pengalaman yang penulis temui adalah kurang optimalnya guru
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, sehingga yang sering muncul adalah
sulitnya pemahaman siswa terhadap konsep materi yang dipelajari.Jika hal ini
dibiarkan maka penalaran, pemahaman dan pengetahuan awal siswa tidak mendapat
perhatian yang baik, padahal dalam diri siswa sudah ada kemampuan awal yang siap
untuk dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (Rahayu, 2007:1).
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengatasi permasalahan yang timbul maka
perlu dilakukan pembelajaran yang optimal. Pembelajaran yang optimal dan
menyenangkan merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan. Untuk itu kemampuan
mengajar guru harus ditingkatkan. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan
kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru melalui Supervisi Klinis
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut:
1. Guru jabatan profesional yang semestinya memiliki berbagai kompetensi yang
harus dikembangkanternyata masih belum optimal.
2. Prestasi belajar siswa pada SMP Negeri 8 Banjarbaru di bawah standar yang
diharapkan, karena guru kurang optimal melaksanakan pembelajaran di kelas.
3. Kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru masih kurang.
Dari tiga masalah yang diidentifikasikan di atas, masalahnya dibatasi pada
masalah nomor 3 yaitu kemampuan mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru
masih kurang.Dari latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, dapat dirumuskan
masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Apakah supervisi klinis dapat miningkatkan kemampuan mengajar guru pada
SMP Negeri 8 Banjarbaru ?
2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaansupervisi klinis?
Kemampuan mengajar guru yang masih kurang perlu diperbaiki, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah pembinaan guru menggunakan pendekatan superv isi
klinis. Tahap supervisi meliputi: pertemuan pendahuluan (pre conference), observasi
(observation), dan pertemuan balikan (post conference).
METODE
Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan 2 siklus. Penelitian dilaksanakan di
tempat kerja peneliti yaitu di SMP Negeri 8 Banjarbaru jalan Guntung Manggis,
RT.19 Kecamatan Landasan Ulin
Kota Banjarbaru. Penelitian ini dilaksanakan
selama tiga bulan mulai bulan Juli 2014 sampai dengan September 2014 atau pada
semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.
1. Penyiapan instrumen dan dokumen pengamatan pembelajaran4 (empat) minggu
sebelum penelitian dimulai.
2. Pelaksanaan siklus I selama 2 (dua) minggu, yaitu pada pengamatan pembelajaran
terhadap guru yang disupervisi.
3. Pelaksanaan siklus II selama 2 (dua) minggu, yaitu pada pengamatan pembelajaran
terhadap guru yang disupervisi.
4. Penyusunan laporan penelitian selama 4 (empat) minggu.
Subyek penelitian ini adalah guru MIPA di SMP Negeri 8 Banjarbaru
sebanyak 11 orang. Jenis data berupa hasil pengamatan guru baik pra pembelajaran
maupun saat pembelajaran pada SMP Negeri 8 Banjarbaru dengan menggunakan
instrumen yang disusun bersama. Data hasil penelitian dianalisis secara diskriptif,
yaitu dengan membandingkan hasil pengamatan pada siklus pertama dengan hasil
siklus kedua. Penelitian ini dikatakan berhasil meningkatkan kemampuan mengajar
guru jika hasil pengamatan pada siklus kedua lebih baik dari hasil pengamatan pada
siklus pertama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pada pembelajaran ke-1, ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Pembelajaran ke-1
Aspek yang diamati
Catatan Pengamat
Rata-
No
Keterampilan Memberi Penguatan
3
4
4
6
1
3
8
2,72
2
9
2,82
4.
Pengungkapan penghargaan secara jelas dan
singkat.
Pemberian penghargaan dengan intonasi dan
gerakan badan yang tepat.
Memberikan penghargaan dengan cara
mendekati.
Memberikan penghargaan dengan sentuhan.
4
6
5.
Memberikan kegiatan yang menyenangkan
6
5
2,45
6.
Pemberian kegiatan menggunakan simbol
atau benda.
Pemberian penghargaan kepada yang
memberikan interaksi yang tepat
Jumlah
6
5
2,45
2.
3
7.
25
1
5
rata
2
1
1
2,72
2,72
10
1
3,09
49
3
2,71
Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat Baik; C: 2,6 – 3,5= Cukup Baik; E: 0,0 – 1,5 = Tidak Baik
B: 3,6 – 4,5 = Baik
D: 1,6 – 2,5 = kurang Baik
Hasil pengamatan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung
tertera pada Tabel 1. Dari 11 orang guru yang diamati pada aspek keterampilan
memberi penguatan, ternyata mendapatkan hasil rata-rata 2,71 (cukup baik) dengan
sebutan nilai cukup baik.Jika dilihat dari setiap item pada aspek keterampilan
memberi penguatan yang diamati mendapatkan hasil, (1) Pengungkapan penghargaan
secara jelas dan singkat 2,72 (cukup baik), (2) Pemberian penghargaan dengan
intonasi dan gerakan badan yang tepat 2,72 (cukup baik), (3) Memberikan
penghargaan dengan cara mendekati 2,82 (cukup baik), (4) Memberikan penghargaan
dengan sentuhan 2,72 (cukup baik), (5) Memberikan kegiatan yang menyenangkan
2,45 (kurang baik), (6) Pemberian kegiatan menggunakan simbol atau benda 2,45
(kurang baik), (7) Pemberian penghargaan kepada yang memberikan interaksi yang
tepat 3,09 (cukup baik). Ada 5 item aspek keterampilan memberi penguatan yang
hasilnya cukup baik dan ada 2 item aspek memberi penguatan yang kurang baik.
Hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi kliniske-1, seperti Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis ke-1
Kegiatan
Pertemuan
Awal
No
.
1.
2.
3.
Pengamatan
di kelas
4.
5.
Pertemuan
balikan
6.
Aspek yang diamati
Membuat kontrak kesepakatan
keterampilan yang akan
dicapai
Membuat kontrak kesepakatan
instrumen pengamatan yang
digunakan
Melakukan pengamatan
dengan cermat
Pengamatan pada keterampilan
sesuai kesepakatan
Menyimpulkan bersama hasil
yang telah dicapai
Menentukan bersama
pertemuan selanjutnya
Jumlah
1
Catatan Pengamat
2
3
4
5
Rata-rata
8
3
3,27
8
3
3,27
2
9
3,82
4
7
3,64
4
3,36
2
9
3,82
31
35
3,53
7
Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat sesuai; C: 2,6 – 3,5= Cukup sesuai; E: 0,0 – 1,5 = Tidak sesuai
B: 3,6 – 4,5 = Sesuai
D: 1,6 – 2,5 = Kurang sesuai
Hasil pengamatan pelaksanaan supervisi klinis tertera pada Tabel 2. Dari 11
orang guru yang diamati pada pelaksanaan supervisi klinis, mendapatkan hasil ratarata 3,53 (cukup sesuai) dengan sebutan nilai cukup sesuai. Jika dilihat dari setiap
item pada aspek pelaksanaan supervisi klinis yang diamati ternyata mendapatkan
hasil, (1) Membuat kontrak kesepakatan keterampilan yang akan dicapai 3,27 (cukup
sesuai), (2) Membuat kontrak kesepakatan instrumen pengamatan yang digunakan
3,27 (cukup sesuai), (3) Melakukan pengamatan dengan cermat 3,82 (sesuai), (4)
Pengamatan pada keterampilan sesuai kesepakatan 3,64 (sesuai), (5) Menyimpulkan
bersama hasil yang telah dicapai 3,36 (cukup sesuai), (6) Menentukan bersama
pertemuan selanjutnya 3,82 (sesuai).Ternyata ada 3 item aspek pelaksanaan supervisi
klinis yang hasilnya sesuai dan ada 3 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang
hasilnya cukup sesuai.
Berdasarkan hasil pengamatan ada 5 item aspek keterampilan memberi
penguatan yang hasilnya cukup baik dan ada 2 item aspek memberi penguatan yang
hasilnya kurang baik. Hasil ini menunjukkan kemampuan guru mengajar, terutama
pada aspek keterampilan memberi penguatan masih sangat perlu ditingkatkan.
Melalui pertemuan balikan secara bersama antara guru dan supervisor
menganalisa kelemahan yang terjadi untuk dijadikan bahan sebagai dasar perbaikan.
Selanjutnya secara bersama guru dan supervisor mencari solusi untuk perbaikan
pembelajaran terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan sesuai dengan
hasil analisa, dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan pembelajarannya.
Hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis di atas ada 3 item aspek
pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan ada 3 item aspek pelaksanaan
supervisi klinis yang hasilnya cukup sesuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan tindakan sudah sesuai prosedur yang direncanakan.
Hasil pengamatan pada pembelajaran ke-2, seperti Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan pada Pembelajaran ke-2
No
Aspek yang diamati
Keterampilan Memberi Penguatan
Catatan Pengamat
3
4
4
7
3,64
5
6
3,55
3
8
3,73
4.
Pengungkapan penghargaan secara jelas dan
singkat.
Pemberian penghargaan dengan intonasi dan
gerakan badan yang tepat.
Memberikan penghargaan dengan cara
mendekati.
Memberikan penghargaan dengan sentuhan.
4
6
5.
Memberikan kegiatan yang menyenangkan
7
4
3,36
Pemberian kegiatan menggunakan simbol
atau benda.
Pemberian penghargaan kepada yang
memberikan interaksi yang tepat
Jumlah
7
4
3,36
1
10
3,91
31
45
1
2.
3
6.
7.
1
2
Rata-rata
5
1
1
3,73
3,61
Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat Baik; C: 2,6 – 3,5= Cukup Baik; E: 0,0 – 1,5 = Tidak Baik B: 3,6 – 4,5 =
Baik
D: 1,6 – 2,5 = kurang Baik
Hasil pengamatan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung
tertera pada Tabel 2. Dari 11 orang guru yang diamati pada aspek keterampilan
memberi penguatan, ternyata mendapatkan hasil rata-rata 3,61 (baik) dengan sebutan
nilai baik.Jika dilihat dari setiap item pada aspek keterampilan memberi penguatan
yang diamati ternyata mendapatkan hasil, (1) Pengungkapan penghargaan secara jelas
dan singkat 3,64 (baik), (2) Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan
badan yang tepat 3,55 (cukup baik), (3) Memberikan penghargaan dengan cara
mendekati 3,73 (baik), (4) Memberikan penghargaan dengan sentuhan 3,73 (baik), (5)
Memberikan kegiatan yang menyenangkan 3,36 (cukup baik), (6) Pemberian kegiatan
menggunakan simbol atau benda 3,36 (cukup baik), (7) Pemberian penghargaan
kepada yang memberikan interaksi yang tepat 3,91 (baik). Ada 4 item aspek
keterampilan memberi penguatan yang hasilnya baik dan ada 3 item aspek
keterampilan memberi penguatan yang hasilnya cukup baik.
Hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi kliniske-2, seperti Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis ke-2
Kegiatan
Pertemuan
Awal
No
.
Aspek yang diamati
1.
Membuat kontrak
kesepakatan keterampilan
yang akan dicapai
Membuat kontrak
kesepakatan instrumen
pengamatan yang digunakan
Melakukan pengamatan
dengan cermat
Pengamatan pada
keterampilan sesuai
kesepakatan
Menyimpulkan bersama
hasil yang telah dicapai
Menentukan bersama
pertemuan selanjutnya
Jumlah
2.
3.
Pengamatan
di kelas
4.
5.
Pertemuan
balikan
6.
Catatan Pengamat
1 2
3
4
5
Rata-rata
2
9
3,82
1
10
3,91
7
5
6
4,55
10
1
4,09
4
3,36
1
8
2
3,91
11
46
9
3,97
Ket.: A: 4,6 – 5,0 = Sangat sesuai; C: 2,6 – 3,5= Cukup sesuai; E: 0,0 – 1,5 = Tidak sesuai
B: 3,6 – 4,5 = Sesuai
D: 1,6 – 2,5 = Kurang sesuai
Hasil pengamatan pelaksanaan supervisi klinis tertera pada Tabel 4. Dari 11
orang guru yang diamati pada pelaksanaan supervisi klinis, ternyata mendapatkan
hasil rata-rata 3,97 (sesuai) dengan sebutan nilai sesuai. Jika dilihat dari setiap item
pada aspek pelaksanaan supervisi klinis yang diamati ternyata mendapatkan hasil, (1)
Membuat kontrak kesepakatan keterampilan yang akan dicapai 3,82 (sesuai), (2)
Membuat kontrak kesepakatan instrumen pengamatan yang digunakan 3,91 (sesuai),
(3) Melakukan pengamatan dengan cermat 4,55 (sesuai), (4) Pengamatan pada
keterampilan sesuai kesepakatan 4,09 (sesuai), (5) Menyimpulkan bersama hasil yang
telah dicapai 3,36 (cukup sesuai), (6) Menentukan bersama pertemuan selanjutnya
3,91 (sesuai). Ada 5 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan
ada 1 item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya cukup sesuai.
Berdasarkan hasil pengamatan di atas ada item aspek keterampilan memberi
penguatan yang hasilnya baik dan ada item aspek keterampilan memberi penguatan
yang hasilnya cukup baik. Dari hasil tersebut menunjukkan kemampuan guru
mengajar, terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan masih sangat perlu
ditingkatkan, meskipun sudah ada peningkatan dari waktu penampilan sebelumnya.
Dengan memanfaatkan pertemuan balikan secara bersama antara guru dan
supervisor menganalisa kelemahan yang terjadi untuk dijadikan bahan sebagai dasar
perbaikan.Selanjutnya secara bersama guru dan supervisor mencari solusi untuk
perbaikan pembelajaran terutama pada aspek keterampilan memberi penguatan
sesuai dengan hasil analisa,dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan
pembelajarannya. Namun masih perlu meningkatkan kemampuannya dalam
mengelola pembelajarannya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada pelaksanaan supervisi klinis di atas ada 5
item aspek pelaksanaan supervisi klinis yang hasilnya sesuai dan ada 1 item aspek
pelaksanaan supervisi klinis
yang hasilnya cukup sesuai. Disimpulkan bahwa
pelaksanaan tindakan sudah sesuai prosedur yang direncanakan.
Hasil pengamatan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung
secara gabungan dari siklus I dan siklus II tertera pada Tabel 3. Dari 11 orang guru
yang diamati pada aspek keterampilan memberi penguatan dari siklus I 2,71 (cukup
baik) dan siklus II, 3,61 (baik) ada peningkatan hasil rata-rata 0,90. Jika dilihat dari
setiap item pada aspek keterampilan memberi penguatan yang diamati ternyata
mendapatkan hasil, (1) Pengungkapan penghargaan secara jelas dan singkat dari
siklus I 2,72 (cukup baik) dan sklus II 3,64 (baik) terdapat peningkatan 0,92, (2)
Pemberian penghargaan dengan intonasi dan gerakan badan yang tepat dari siklus I
2,72 (cukup baik) dan sklus II 3,55 (cukup baik) terdapat peningkatan 0,83, (3)
Memberikan penghargaan dengan cara mendekati dari siklus I 2,82 (cukup baik) dan
sklus II 3,73 (baik) terdapat peningkatan 0,91, (4) Memberikan penghargaan dengan
sentuhandari siklus I 2,72 (cukup baik) dan sklus II 3,73 (baik) terdapat peningkatan
1,01,(5) Memberikan kegiatan yang menyenangkan dari siklus I 2,45 (kurang baik)
dan sklus II 3,36 (cukup baik) terdapat peningkatan 0,91, (6) Pemberian kegiatan
menggunakan simbol atau benda dari siklus I 2,45 (kurang baik) dan sklus II 3,36
(cukup baik) terdapat peningkatan 0,91,(7) Pemberian penghargaan kepada yang
memberikan interaksi yang tepat dari siklus I 2,09 (kurang baik) dan sklus II 3,91
(baik) terdapat peningkatan 1,82. Ada 7 item aspek keterampilan memberi penguatan
terdapat peningkatan. Dikatakan ada peningkatan kemampuan mengajar guru melalui
supervisi klinis.
Proses pembelajaran pada siklus II terdapat peningkatan dibandingkan proses
pembelajaran pada siklus I, karena dari hasil pengamatan ada peningkatan 0,90. Hal
ini membuktikan bahwa kemampuan mengajar guru dapat ditingkatkan melalui
supervisi klinis.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan,maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbaikan pembelajaran melalui supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan
mengajar guru pada SMP Negeri 8 Banjarbaru.
2. Langkah-langkah
pelaksanaan
supervisi
klinisyang
meliputi
pertemuan
pendahuluan (pre conference), observasi (observation), dan pertemuan balikan
(post conference),ternyata benar-benar efektif dan manusiawi.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka untuk meningkatkan
kemampuan mengajar guru, kepada para supervisor disarankan :
1. Melakukan pembinaan dengan menggunakan supervisi klinis.
2. Dalammelaksanaan supervisi klinisyang meliputi pertemuan pendahuluan (pre
conference), observasi (observation), dan pertemuan balikan (post conference),
benar-benar disesuaikan dengan keperluan guru dan dengan kesepakatan bersama.
DAFTAR RUJUKAN
Mulyasa, E, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan implementasi,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rahayu.D.N, 2007, Mengoptimalkan Hasil Belajar, Banjarmasin:Dipendik Propinsi
Kalimantan Selatan.
UU. 2003. UU. RI. No. 20. 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: BP,
Dharma Bhakti.
Persyaratan naskah
1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik dengan spasi
rangkap pada kertas ukuran kwarto, panjang 10-20 halaman, diserahkan paling
lambat 3 bulan sebelum bulan penerbitan dalam bentuk ketikan dalam CD
disertai hasil cetakannya sebanyak 2 eksemplar. Berkas naskah pada CD
diketik dengan pengolah kata MS Word.
2. Artikel yang dimuat diutamakan tulisan dari hasil penelitian, akan tetapi
dapat pula berupa kajian, maupun pembahasan kepustakaan.
3. Semua karangan ditulis dalam bentuk esei disertai judul subbab (heading)
masing-masing bagian, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul
subbab. Peringkat subbab dinyatakan jenis huruf (font) yang berbeda (cetak
tebal dan miring, letaknya pada tepi kiri halaman. Peringkat 1 (huruf besar
semua, rata kiri, cetak tebal), peringkat 2 (huruf besar kecil, rata kiri, cetak
tebal), dan peringkat 3 (huruf besar kecil, rata kiri, cetak miring).
4. Artikel konseptual menggunakan sistematika: (a) judul, (b) nama penulis
(tanpa gelar akademik), (c) abstrak (75-100 kata). (d) kata-kata kunci (paling
banyak 4 kata), (e) pendahuluan (tanpa subbab) berisi latar belakang dan
tujuan atau ruang lingkup tulisan, (f) bahasan utama (terdiri atas subbabsubbab), (g) penutup atau simpulan, dan (h) daftar rujukan yang berisi pustaka
yang dirujuk saja.
5. Artikel penelitian menggunakan sistematika: (a) judul, (b) nama penulis, (c)
abstrak, (d) kata-kata kunci, (e) pendahuluan (tanpa subbab) berisi latar
belakang, tujuan, dan sedikit tinjauan pustaka, (f) metode, (g) hasil, (h)
pembahasan, (i) simpulan dan saran, dan (h) daftar rujukan.
6. Daftar rujukan disajikan dengan mengikuti tatacara seperti contoh berikut dan
diurutkan secara alfabetis dan kronologis.
American Psychological Assosiation. 1984. Publication Manual (3rd Ed.).
Washington D.C.: APA.
Fakultas Pascasarjana. 1995. Pedoman Penulisan Tesis Fakultas Pascasarjana.
Malang: FPS IKIP MALANG.
Kasbolah, K., Susilo, H., dan Wicaksono, M. 1990. Pedoman Penyusunan Skripsi.
Malang: OPF IKIP MALANG.
Pusat Penelitian IKIP MALANG. 1989. Pedoman bagi Penyumbang Karangan.
Forum Penelitian. I (2): 228-231.
Rofi'udin, A. 1990. Panduan Penyusunan Makalah. Malang: OPF IKIP MALANG.
7. Pengetikan naskah harus memperhatikan aturan penggunaan tanda baca dan
ejaan yang termuat dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Penulisan naskah berbahasa Inggris dan
bahasa asing lainnya disesuaikan dengan aturan dari bahasa yang
bersangkutan.
Download