BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal
pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena it
manusia disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Di sisi lain, karena manusia adalah
makhluk sosial, maka manusia pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri di dalam
dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik dalam konteks sosial-budaya. Terutama
konteks sosial-budaya, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling
berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fungsi-fungsi soal satu
dengan lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia
satu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya (Bungin, 2006:
25-26).
Komunikasi adalah sesuatu yang penting bagi hidup setiap manusia di
bumi. Karena setiap manusia di dunia ini membutuhkan hubungan dengan
manusia lain. “One cannot not communicate” adalah pernyataan yang dinyatakan
oleh Paul Watzlawick yang merupakan sebuah gambaran dari kebutuhan seorang
manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Salah satu hubungan yang
terjadi secara rutin adalah komunikasi antar personal.
Cangara yang dikutip dalam buku Komunikasi & Public Relatison
menyatakan bahwa secara historis, studi komunikasi termasuk dua atau tiga
1
disiplin ilmu tertua yang dapat diidentifikasikan dan yang ada dewasa ini. Akan
tetapi, jalannya proses evolusi studi komunikasi telah meluas dan menyempitkan
bidang studi ini sampai ia mencapai bentuknya yang sekarang, yaitu tradisi
retorika. Aristoteles mengganggap retorika mencakup perbincangan secara tertulis
dan secara lisan. Akan tetapi, keberhasilan retorika di masyarakat secara
pragmatis merupakan bidang kefasihan bicara, bukan tulisan. Ia memandang
retorika sebagai sesuatu yang secara inheren diresapi oleh semua orang. Ia
kemudia merumuskan retorika sebagai bidang yang meliputi semua sarana
persuasi yang mungkin dapat diperoleh dan selanjutnya menskematiskan sara itu
dibawah rubik etos, patos, dan logos yang luas (Nurjaman dan Umam, 2012:1920).
Dalam perkembangan selanjutnya, komunikasi massa dianggap tidak tepat
lagi karena bukan merupakan proses komunikasi yang menyeluruh. Penelitian
yang dilakukan oleh Paul Lazardsfield, Bernard Barelsonm Hazel Gauder, dan
cendikiawan lainnya menunjukkan bahwa gejala sosial yang diakibatkan media
massa tidak hanya berlangsung satu tahap, tetapi juga banyak tahap. Ini yang
kemudian dikenal dengan two step flow communication dan multistep flow
communication. Pengambilan keputusan banyak dilakukan atas dasar hasil
komunikasi antar personal dan komunikasi kelompok sebagai kelanjutan
komunikasi setelah komunikasi massa. ( Nurjaman dan Umam, 2011:21 )
Komunikasi antar personal sendiri adalah interaksi verbal dan non-verbal
antara dua atau lebih individu yang saling bergantung satu sama lain. Komunikasi
antar personal adalah komunikasi yang terjalin antara individu-individu yang
2
saling terkait karena beberapa hal. Oleh karena itu komunikasi antar personal
terjadi dalam hubungan antara orang tua dengan anaknya, seorang manajer dengan
karyawannnya, kakak dengan adiknya, seorang guru dengan muridnya, ataupun
antara teman. Walapun komunikasi antar personal mayoritas terjadi antara dua
individu, namun sering juga diperluas untuk mencakup kelompok-kelompok kecil
yang bersifat intim seperti keluarga. (DeVito, 2009:4)
Tidak hanya para individu-individu tersebut tehubung satu sama lain,
mereka juga bergantung satu sama lain. Apa yang dilakukan oleh seseorang akan
berdampak kepada orang lain. Perilaku dari satu orang individu akan memiliki
konsekuensi terhadap individu lain. Sebagai contoh, dalam sebuah keluarga ketika
sang anak bermasalah dengan pihak berwajib akan berdampak kepada seluruh
anggota keluarga tersebut.
Karena adanya ketergantungan terhadap individu lain, komunikasi antar
personal tidak dapat dihindari dan sangat penting dalam menjalin sebuah
hubungan. Komunikasi antar personal berlangsung dalam sebuah hubungan,
mempengaruhi hubungan tersebut, dan menetukan keadaan hubungan tersebut
(DeVito,2009:5). Komunikasi yang terjadi dalam sebuah hubungan tersebut
adalah bagian dari fungsi sebuah hubungan. Oleh karena itu, cara seorang
individu berkomunikasi ditentukan oleh jenis dari hubungan tersebut. Seseorang
akan berinteraksi secara berbeda dengan guru mereka dibanding sedang
berinteraksi dengan temannya.
3
Dalam sebuah hubungan, terkadang manusia mendapati dirinya dalam
hubungan-hubungan di mana kita memainkan sebuah peran yang mendukung,
mencoba untuk membantu pertumbuhan dan perubahan orang lain. Kapan pun
seseorang membutuhkan dukungan seseorang memiliki kesempatan untuk terlibat
dalam apa yang Carl Rogers sebut dengan hubungan tolong-menolong (helping
relationship). Hubungan tersebut digambarkan oleh 10 sifat:
1. Pelaku komunikasi saling merasa percaya dan dapat mengandalkan satu
sama lain.
2. Mereka mengungkapkan dirinya dengan jelas.
3. Mereka memiliki sikap-sikap positif akan kehangatan dan perhatian untuk
orang lain.
4. Pasangan dalam hubungan tolong-menolong menyimpan sebuah identitas
yang terpisah.
5. Pasangan membolehkan yang lain untuk melakukan hal yang serupa.
6. Hubungan tolong menolong ditandai dengan empati, yang masing-masing
mencoba untuk saling memahami persaan masing-masing.
7. Penolong menerima beragam segi pengalaman orang lain ketika mereka
dihubungkan oleh orang lain.
8. Pasangan merespons dengan kepekaan yang mamadai untuk menciptakan
sebuah lingkungan yang aman bagi perubahan pribadi.
9. Pelaku komunikasi mampu membebaskan diri mereka dari ancaman
penilaian orang lain.
4
10. Setiap pelaku komunikasi menyadari bahwa orang lain berubah dan cukup
luwes untuk membolehkan orang yang lain berubah (Littlejohn dan Foss,
2009).
Komunikasi antar personal berada di dalam sebuah proses yang
berkesinambungan, bermula dari impersonal hingga sangat personal. Di posisi
impersonal seseorang hanya akan berlangsung percakapan yang bersifat sederhana
yang dikarenakan mereka tidak terlalu saling mengenal, seperti hubungan antara
pelayan dan pelanggan. Namun di posisi yang sudah sangat personal, komunikasi
terjadi di antara dua orang indvidu yang sudah saling kenal dan berhubungan.
Seperti komunikasi antara ayah dengan anaknya atau antara dua orang teman baik
(DeVito, 2009).
Komunikasi antar personal sendiri memiliki beberapa teori, salah satunya
adalah penetrasi sosial. Teori penetrasi sosial adalah sebuah teori yang membahas
bukan tentang kenapa sebuah hubungan berkembang, tapi tentang apa yang terjadi
ketika hubungan tersebut telah berkembang. Teori ini menjelaskan hubungan
melalui berapa banyak topik yang bicarakan dan seberapa personal dari topiktopik tersebut (DeVito, 2009).
Wright (1978) menyatakan pertemanan adalah salah satu hasil dari
komunikasi antar personal. Pertemanan sendiri adalah hubungan antar personal
antara dua individu yang saling bergantung yang saling menguntungkan secara
positif. Pertemanan adalah hubungan antar personal. interaksi komunikasi harus
5
mengambil tempat diantara kedua individu tersebut. Selanjutnya hubungan
tersebut juga melibatkan personalistic focus (DeVito, 2009).
Tidak semua hubungan pertemanan sama. Ada beberapa cara untuk
membedakan jenis-jenis pertemanan. Salah satunya adalah dengan membedakan
antara tiga tipe yaitu, Pertemanan dari hubungan timbal-balik yang dapat dilihat
dari loyalitas, pengorbanan, saling menyayangi, dan kemurahan hati. Yang kedua
adalah Pertemanan dari penerimaan yang dapat dilihat dari kenyaman dan adanya
ketidakseimbangan yang bersifat positif dalam memberi dan menerima. Dan yang
terakhir adalah Pertemanan dari asosiasi yang lebih berisfat sementara dan lebih
kepada hubungan yang baik dibandingkan pertemanan. Selain dari ketiga tipe
tersebut dapat juga dilihat dari perbandingan hubungan face-to-face dengan
hubungan online. Walaupun belum cukup banyak penelitian yang dapat
membedakan kedua hubungan ini. ( DeVito 2009: 272 )
Sebuah hubungan pertemanan dapat dilihat dari bagaimana hubungan
tersebut memenuhi kebutuhan kedua individu tersebut. Seorang individu akan
lebih menjalin hubungan dengan individu lain yang memenuhi kebutuhan mereka.
Bukan dengan individu yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Contohnya adalah seorang individu yang bersifat extrovert akan cenderung
berteman dengan seseorang yang juga bersifat extrovert atau setidaknya dapat
memberikan feedback yang memiliki emosi yang dirasa cukup.
Sebuah hubungan pertemanan berkembang secara bertahap. Berawal dari
sebuah pertemanan adalah dua individu yang asing yang baru saja bertemu. Di sisi
6
lain, adalah sebuah hubungan teman dekat. Setelah hubungan pertemanan
berkembang dari tahap awal menuju teman dekat tingkat dalam dan luas dari
komunikasi itu sendiri meningkat. Kedua individu itu akan mulai membicarakan
isu-isu yang lebih bersifat pribadi. Begitu pula dengan topik dari pembicaraan,
semakin dekat kedua individu tersebut maka tingkat kepuasan dari hubungan
tersebut akan semakin tinggi.
Dalam setiap hubungan, pasti ada pula saat-saat dimana kualitas dari
hubungan tersebut mengalami penurunan. Menurut DeVito dalam bukunya The
Interpersonal
Communication
Book
menyatakan
bahwa
Relationship
Deterioration adalah tahap yang ditandai dengan melemahnya hubungan antara
teman atau pasangan. Tahap awal dari deterioration adalah ketidakpuasan secara
intra personal. Yang selanjutnya adalah interpersonal deterioration.
Di setiap hubungan, pasti akan terjadi interaksi. Interaksi merupakan hal
yang penting karena hubungan yang baik berdasarkan interaksi yang baik. Dalam
konteks hubungan pertemanan, interaksi baik verbal maupun non-verbal pasti
akan terjadi. Oleh karena itu setiap interaksi akan menentukan bagaimana sebuah
hubungan terjalin.
Gudykunst (2004) dan Yamada (1997) seperti yang dikutip oleh Samovar
menyatakan, di dalam setiap interaksi terdapat aspek-aspek yang mempengaruhi
interaksi-interaksi tersebut, salah satunya budaya. Budaya adalah sebuah aturanaturan dan fungsi-fungsi di dalam sebuah sistem sosial. Aturan-aturan tersebut
yang membedakan antara satu budaya dengan budaya lain. Triandis (1994) dalam
7
dalam buku yang berjudul Communication Between Cultures karya Samovar
menyatakan definisi dari budaya sendiri sangatlah beragam. Namun menurutnya
yang paling menggambarkan arti dari sebuah budaya adalah Budaya adalah
sebuah objektif-objektif yang dibuat oleh manusia dan elemen-elemen yang
bersifat subjektif yang dimasa lampau telah meningkatkan kemungkinan untuk
hidup dan menghasilkan kepuasan kepada para partisipan yang berada dalam
sebuah lingkungan tertentu. Yang kemudian tersebar kepada mereka yang dapat
berkomunikasi satu sama lain karena kesamaan bahasa dan saat mereka hidup dan
tinggal di sebuah daerah yang sama (Samovar, 2007).
Budaya memiliki banyak elemen. Namun yang secara langsung
berhubungan dengan komunikasi ada lima elemen, sejarah, kepercayaan, nilai,
organisasi sosial, dan bahasa. Walaupun setiap budaya memiliki elemen-elemen
ini, namun sering kali elemen-elemen ini yang akan membantu untuk
membedakan antar budaya (Samovar, 2009:26).
Dalam konteks komunikasi, budaya
adalah sebuah aspek yang
berpengaruh. Bukan hanya dari sisi pesan, tapi juga dari sisi komunikator dan
komunikan. Perbedaan budaya dapat membuat pemberian arti yang berbeda antara
komunikator dan komunikan. Komunikasi antar budaya terjadi hampir setiap hari
di kehidupan manusia. Tidak terkecuali di kalangan mahasiswa.
Pertukaran budaya bergerak dengan kecepatan yang membingungkan
hingga tiba di titik dimana masyarakat di seluruh dunia telah terjalin dalam sebuah
kain ekonomi, teknologi, politik, dan hubungan sosial yang kompleks. Saling
8
ketergantungan ini yang menjadi salah satu ciri-ciri dari dunia yang kita tinggali
saat ini, dan masa depan menjanjikan dunia yang lebih bergantung satu sama lain,
yang membuat kita membutuhkan pengetahuan yang lebih banyak tentang budaya
dan bahasa (Samovar, 2009: 2).
Komunikasi antar budaya yang terjadi dalam konteks antar personal
memiliki beberapa hambatan. Hambatan-hambatan ini terjadi karena adanya
perbedaan persepsi antara komunikan dan komunikator dalam hal pesan ataupun
kedua pihak. Nakayama dan Martin pada tahun 1999 yang dikutip dalam buku
Understanding Interpersonal Communication menyatakan bahwa budaya adalah
guru dari persepsi. Chen dan Stratosa juga menyatakan bahwa budaya
memberikan arti kepada persepsi manusia.
Hambatan-hambatan dari komunikasi antar budaya yang efektif adalah,
etnosentrisme, sikap stereotip, kecemasan dan ketidak pastian, kesalahan dalam
memaknai perilaku verbal dan non-verbal, asumsi kesamaan dan ketidaksamaan.
(West & Turner, 2006:77). Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, West dan
Turner dalam bukunya menyatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan.
Mengetahui bias dan stereotipe anda, menolerir yang tidak diketahui,
menghormati budaya lain, memberi pelajaran tentang budaya kepada diri anda
sendiri, bersiap terhadap konsekuensinya, dan menjalin hubungan dengan
individunya, bukan dengan budayanya.
Ada banyak cara untuk membangun sebuah hubungan, salah satunya
adalah dengan self disclosure. Self disclosure adalah bagaimana seseorang
9
melakukan komunikasi tentang diri mereka sendiri. Sebuah self disclosure terjadi
ketika seseorang secara sengaja menceritakan tentang dirinya kepada manusia lain
(West & Turner, 2006:213). Tujuan dari self disclosure adalah agar seorang
manusia dapat dikenal oleh manusia lain, ini akan berpengaruh kepada seberapa
personal komunikasi yang dijalaninya. Salah satu konsep dari self disclosure
adalah penetrasi sosial. Penetrasi sosial sendiri adalah konsep yang diperkenalkan
oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Penetrasi sosial sendiri menyatakan bahwa
manusia seperti bawang, dimana seorang manusia memiliki banyak lapisanlapisan, lapisan-lapisan tersebut berasal dari semua infomasi tentang seorang
manusia yang berkisar dari yang bersifat publik hingga yang sangat personal.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan studi deskriptif mengenai
sebuah fenomena dimana mahasiswa perguruan tinggi yang memiliki perbedaan
budaya dapat tinggal di satu rumah kost dan dapat beradaptasi dan berfungsi
dalam sebuah lingkungan yang berbeda dari budaya asal mereka. Selain itu
peneliti ingin mengetahui penetrasi sosial dalam komunikasi antar budaya yang
terjadi di kalangan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara. Mahasiwa yang
menjadi informan adalah mahasiswa-mahasiswa yang tinggal di satu rumah kost.
Penulis akan melakukan penelitian terhadap pola komunikasi dari para responden
dan bagaimana para responden melakukan konsep self disclosure melalui model
penetrasi sosial untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi antar
budaya.
10
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a) Bagaimana pola komunikasi antar budaya yang terjadi di rumah tersebut
b) Bagaimana penetrasi sosial yang terjadi di rumah tersebut dapat mengatasi
halangan-halangan komunikasi antar budaya
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian atau riset pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu yang akan
dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a) Untuk mengetahui bagaimana penetrasi sosial dalam komunikasi antar
budaya di sebuah rumah kost yang para penghuninya memiliki perbedaan
budaya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implikasi dari budaya seseorang
terhadap penetrasi sosial di komunikasi antar budaya mereka. Selain itu,
penelitian ini juga ditujukan untuk mencari tahu bagaimana perkembangan
hubungan para responden.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
peneliti maupun mahasiswa lainnya terhadap pengetahuan akan dampak dari
penetrasi sosial terhadap komunikasi antar budaya
11
Lalu penulis juga berharap penelitian ini dapat menjadi sumber informasi
dalam memahami dampak dari penetrasi sosial terhadap komunikasi antar budaya.
1.4.2 Manfaat Non Akademis
Melalui penelitian ini penulis ingin menunjukan bahwa sebuah komunikasi
antar budaya adalah sebuah hal yang penting. Namun tidak dapat menyampingkan
kenyataan bahwa komunikasi antar budaya itu dapat menimbulkan kesalah
pahaman. Oleh karena itu diharapkan melalui konsep self disclosure dapat
membantu membangun sebuah komunikasi antar budaya yang lebih efektif.
12
Download